analisis sosiologi hukum islam terhadap jual beli...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL
BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN
CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
SITI NURJANAH
NIM : 21411026
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu
adalah dirinya sendiri” (Qs. Al-ankabut : 6)
“Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya
dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia
menentramkam amarah ombak dan gelombang itu.” (Marcus Aurelius)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Nuruddin (Alm) dan Ibu Uwuh Fatonah tercinta,
yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku
selama ini.
2. Kedua kakakku Istiyani dan Iis Tarwiyati, yang telah mendoakan agar selalu
tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi
dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh
kesabaran.
5. Civitas akademika di Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis
banggakan.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit
Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-
sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) dalam ilmu syari‟ah, Fakultas
Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: “Analisis sosiologi
hukum Islam terhadap jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo
Kabupaten Magelang”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi
ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah
penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih
kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
Salatiga.
viii
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan
baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di
IAIN Salatiga.
5. Bapak Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I selaku Dosen Pembimbing
yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan
skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Bapak Siswantoro selaku sekertaris desa Surojoyo yang telah berkenan
memberikan izin penelitian di Desa Surojoyo serta memberikan informasi
berkaitan penulisan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa
halangan apapun.
8. Sahabat-sahabatku tercinta Afiatun Nadifah, Intan Rahmani sandra, Indri
Kartika, Dina Amalia Hidayati, Munziroh, Suprihati, Nur Anisah, lilis
Setiawati yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN
Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan
di IAIN Salatiga.
ix
x
ABSTRAK
Nurjanah, Siti. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tebasan di Desa
Surojoyo Kecamatan Candimulo Kabupaten Magelang. Jurusan Syariah. Program
Studi Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pemimbing:
Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
masyarakat Desa Surojoyo melakukan jual beli tebasan, kemudian bagaimana
pandangan para tokoh agama mengenai pelaksanaan jual beli tebasan di Desa
Surojoyo dan bagaimana tinjauan Sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual
beli tebasan di Desa Surojoyo tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis
adalah penelitian kualitatif, metode penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam
bentuk kata-kata atau kalimat, serta menggunakan data sekunder melalui studi
dokumentasi : internet, buku-buku pustaka, dan dari data yang mengenai letak
geografi dan demografis di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten
Magelang. Penilitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara
langsung hasil wawancara dan mencari data mengenai jual beli tebasan di Desa
Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan
jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan. Para pemuka
agama di Desa Surojoyo memperbolehkan jual beli tebasan asalkan dalam jual beli
tebasan tidak mengandung gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual tebasan di Desa
Surojoyo terdapat unsur gharar. Jual beli gharar dalam Islam itu dilarang. Akad yang
digunakan dalam jual beli ini yaitu menggunakan sistem akad Down Payment (DP),
dalam jual beli tebasan disebut dengan sistem panjar. Dalam transaksi jual beli ini
tedapat jual beli ijon. Apabila diakitkan dengan studi Islam dengan pendekatan
sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh
agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo
pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit. Mereka sudah mengetahui
hukumnya jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka
masih melakukannya.
Kata kunci : Sosiologi, Hukum Islam, Jual beli, tebasan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... iv
HALAMAN MOTO............................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
v
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
vii
x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian........................................................... 1
B. Fokus Penelitian.......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
4
4
5
6
G. Metode Penelitian........................................................................ 9
1. Jenis penelitian...................................................................... 9
2. Kehadiran penelitian............................................................. 9
xii
3. Lokasi penelitian.................................................................. 10
4. Metodologi penelitian ......................................................... 10
a. Wawancara/interview……………………………… 10
b. Metode observasi………………………………….. 11
c. Analisa data……………………………………….. 11
H. Sistematika Penulisan................................................................ 11
BAB II
BAB III
LANDASAN TEORI........................................................................
A. Tinjauan Umum Jual Beli............................................................
1. Definisi Jual Beli………………………………………..
2. Rukun dan Syarat Jual Beli…………………………….
3. Macam-macam Jual Beli………………………………..
4. Dasar Hukum Jual Beli…………………………………
5. Larangan-larangan yang Merusak dalam Jual Beli……..
6. Prinsip-prinsip Jual Beli………………………………..
B. Jual Beli Ijon................................................................................
1. Pengertian Jual Beli…………………………………….
2. Dasar Hukum Jual Beli Ijon…………………………….
C. Sosiologi HukumIslam.................................................................
GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN DI
DESA SUROJOYO……………………………………………….
A. Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo……...............................
14
14
14
15
23
26
29
37
38
38
39
42
50
50
xiii
BAB IV
1. Letak Geografis……………….......................................
2. Demograf………………………………………………
B. Praktek Jual Beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang……………………………..
ANALISIS........................................................................................
A. Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang…………………
B. Pandangan Tokoh-tokoh Agama dalam Pelaksanaan Jual Beli
Tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo……………………..
C. Pandangan Sosiologi hukum IslamTerhadap Jual Beli
Tebasan…………………………………………........................
50
51
59
63
76
63
67
70
BAB V PENUTUP…………………………………………………………
A. Kesimpulan.................................................................................
73
73
B. Saran........................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
LAMPIRAN LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan adanya perkembangan pesat dalam sektor perdagangan,
para pengusaha berlomba-lomba untuk mencari ide dalam mengembangkan usaha.
Usaha tersebut ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan
keuntungan. Jual beli adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk
mencari keuntungan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Didalam fiqh
muamalah yang di maksud dengan jual beli yaitu akad mu‟awadhah yakni akad
yang dilakukan oleh dua pihak di mana pihak pertama menyerahkan barang dan
pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich,
2010:177).
Apabila bicara mengenai jual beli, maka harus mengetahui hukum-hukum
jual beli, apakah praktek jual beli yang dilakukan sudah sesuai dengan syari‟at
Islam atau belum, oleh karena itu seorang yang menggeluti dunia usaha harus
mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Islam
mengajarkan, bahwa hubungan sesama manusia dalam masyarakat harus
dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat. Seperti firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:
2
با م الر البيع وحر وأحل للا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Dalam masalah muamalat, Allah telah menetapkan undang-undang yang
berlaku umum dan dasar-dasar yang bersifat umum pula.Hal ini agar hukum Islam
tetap sesuai dengan situasi dan kondisi muamalat yang terus berkembang dan
mengalami berbagai perubahan.Prinsip dasar yang ditetapkan jual beli adalah
kejujuran,kepercayaan dan kerelaan, prinsip jual beli telah diatur demi
menciptakan dan memelihara i‟tikad baik dalam suatu transaksi jual beli seperti
takaran yang harus diperhatikan dan kejelasan barangnya.
Sehubungan anggapan diatas, dalam kenyataannya, banyak orang yang
beragama Islam melakukan kegiatan jual beli dalam rangka pencaharian dan
usaha mereka, salah satunya yaitu kegiatan jual beli hasil bumi dengan sistem
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.Hasil
bumi yang diperjual belikan di Desa Surojoyo biasanya kacang tanah, buah
durian, dan petai.Tergantung musim yang ada pada saat itu.
Dalam jual beli tersebut taksiran yang dilakukan adalah dengan sistem
tebasan yang dilakukan oleh pedagang dengan cara memborong hasil bumi,
sebelum panen sebelum dipanen yang dilakukan dengan cara mengitari petakan
sawah kemudian dengan hanya mengambil beberapa sampel hasil bumi yang akan
ditebas untuk memperkirakan jumlah seluruh hasil panen tanaman. Cara ini
memang memungkinkan terjadinya spekulasi dari kedua belah pihak, karena
3
kualitas dan kuantitas tanaman yang diperjual belikan belum tentu jelas keadaan
dan kebenaran perhitungannya karena tanpa penakaran dan penimbangan yang
sempurna.Dan kemudian dengan cara ini transaksi sudah bisa dilakukan.
Sistem jual beli tebasan juga memungkinkan adanya jual beli yang
mengandung gharar yang dilarang hukum Islam.Kemudian dalam akad perjanjian
praktek jual beli dengan sistem tebasan ini hanya dilakukan dengan lisan, tanpa
perjanjian tertulis, sehingga memungkinkan terjadinya ingkar janji yang mungkin
dapat berakibat perselisihan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik
melakukan analisa yang akan disusun dalam skripsi dengan judul: “ANALISIS
SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA
SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan jual beli tebasan
di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di
Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
3. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
4
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mereka melakukan jual
beli sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten
Magelang.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan
jual beli tebasan.
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Manfaat atau kegunaan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi sivitas akademika, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya
wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum Islam dan sebagai
menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Bagi para ulama atau ahli agama, agar lebih memperkuat kondisi umat,
khususnya mengenai mualamalat keseharian mereka, sebagaimana yang ada di
Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
3. Untuk masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan candimulyo kabupaten
Magelang sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi jual beli dengan
sistem “tebasan”.
5
E. PENEGASAN ISTILAH
Untuk mempermudah pemahaman serta menghindari kesalahpahaman
terhadap judul, maka terlebih dahulu dijelaskan maksud istilah dalam judul
tersebut.
1. Jual beli, adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak,
dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan
imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich, 2010: 177).
2. ”Tebasan”
Dalam Kamus Lengkap Indonesia tebas menebas berarti memborong
barang atau sesuatu untuk di beli seluruhnya.
3. Sosiologi hukum
Menurut Soerjono Soekanto suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu
mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap
pembentukan hukum.
4. Hukum Islam
Hukum Islam berarti Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam. Kata ”Seperangkat
peraturan” menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah
6
peraturan yang dirumuskan secara terperici dan mempunyai kekuatan yang
mengikat (Syarifudin, 1997: 5).
F. TELAAH PUSTAKA
Penelitian yang berkaitan dengan masalah jual beli secara umum
sebelumnya sudah banyak diteliti. Dari sepengetahuan dan pengamatan penulis
belum ada karya ilmiah yang membahas tentang Analisis Sosiologi Hukum Islam
Terhadap Sistem Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi
penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas
tentang zakat diantaranya:
Pertama, skripsi dariMiftachul Jannah (Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pembatalan Jual Beli Tembakau (Studi Kasus Desa Morobonggo Kecamatan
Jumo Kabupaten Temanggung)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)
Bagaimana proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh
masyarakat? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan jual beli
tembakau yang dilakukan oleh masyarakat?. Hasil dari skripsi ini,pelaksanaan jual
beli tembakau yng dilakukan oleh masyarakat di Desa Morobonggo, Kec. Jumo,
Kab. Temanggung, seringkali terjadi pembatalan jual beli tembakau yang yang
dilakukan oleh para pembeli (tengkulak) dan penjual (petani).Pembatalan tersebut
7
diketahui kebanyakan memang karena kesalahan petani sendiri. Dalam hal ini para
petani berusaha mengelabui para tengkulak dengan berbagai cara, seperti
mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang
kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa
terjual semua dengan harga yang tinggi pula. Dilihat dari kacamata hukum Islam
pembatalan jual beli tembakau tersebut boleh dilakukan dengan alasan tembakau
tersebut cacat atau rusak.
Kedua,skripsi dari Nurudin (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek jual beli
Ikan dengan Sistem Pancingan)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)
Bagaimana praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan? 2) Bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan?.Hasil dari
skripsi ini,fenomena jual beli yang ada di masyarakat (khusunya penjual dan
pembeli) dusun Ringinsari Maguwoharjo Kec. Depok Sleman.yaitu jual beli ikan
dengan sistem pancingan. Dalam hukum Islam jual beli yang dilakukan
masyarakat setempat adalah jual beli yang masih samar atau ada unsur ketidak
jelasan dalam memperoleh barangnya.
Ketiga, skripsi dari Anna dwi cahyani (Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta ) dengan judul ”Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem
Tebasan di Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi
Hukum Islam)”.Skripsi ini memiliki fokus penelitian: 1) Bagaimana praktek jual
beli bawang merah dengan sistem tebasan? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam
8
terhadap praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasan?.Hasil dari skripsi
ini,jual beli bawang merah dengan sistem tebasan di desa sidapurna Kec.Dukuh
Turi Kab. Tegal yang telah membudaya sampaisaat ini.Jual beli bawang dengan
sistem tebasan jika dipandang dari segi hukum Islam sebagai jual beli yang tidak
sesuai dengan syarat dan rukunnya karena memungkinkan terjadinya spekulasi
dari pedagang dan pembeli,dilihat dari kualitas dan kuantitas bawang merah belum
tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya,dan tanpa adanya penakaran
atau penimbangan yang sempurna.Namun cara seperti ini sudah lama diterapkan
dan menjadi tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara
pihak-pihak yang melakukan transaksi ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian pertama,
lebih fokus pada proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh
masyarakatDesa Morobonggo Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung
kemudian ditinjau menurut hukum Islam.Penelitian kedua, lebih fokus pada
praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan, laluditinjau menurut hukum
Islam.Penelitian ketiga, lebih fokus pada praktek jual beli bawang merah dengan
sistem tebasandi Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal, yang kemudianditinjau
menggunakan sosiologi hukum Islam.
Sedangkan penelitian ini fokus padaapa faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat melakukan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo
Kabupaten Magelang, bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan
jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang,
9
serta bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah field Research, yaitu terjun
langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologi yang berusaha
memahami fenomena transaksi jual beli dengan sistim ”Tebasan”.
Fakta-fakta yang ditemukan dilapangan sewaktu melakukan penelitian
akan dikaji dan dianalisis. Kemudian fakta-fakta itu dicari titik kaitnya sehingga
bisa menjadi kesimpulan umum. Penelitian dengan model seperti ini menuntut
peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk mencermati fenomena praktek
jual beli dengan sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Candimulyo Kabupaten
Magelang.
2. Kehadiran penelitian
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan
instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam pengumpulan data yang lain
selain peneliti adalah dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil
penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya
penelitian, alat bantu memahami masalah yang ada, serta hubungan dengan
10
informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang di dapat menjadi lebih
jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak.
3. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Penelitian tentang jual beli tebasan ini berlokasi di desa surojoyo
dusun brojolepo kecamatan candimulyo kabupaten magelang. penelitian
masihmenemukan jual beli dengan sistim Tebasan di desa tersebut. Maka dari
itu peneliti memilih desa tesebut untuk lokasi penelitian.
4. Metodologi Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang fenomena
praktek jual beli dengan sistim ”Tebasan” dan bagaimana proses transaksi jual
beli sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang, penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
a. Wawancara/interview
Dalam metode ini penulis menggunkan teknik wawancara atau
interviewyaitu suatu percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada suatu
permaslahan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang
memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara). Data dikumpulkan dengan
mewawancarai para pelaku penjual dan pembeli dengan sistem tebasan.
Wawancara ini dimaksutkan untuk mengetahui faktor-faktor yang
11
mempengaruhi masyarakat desa surojoyo kecamatan candimulyo melakukan
jual beli dengan sistem tebasan.
b. Metode observasi
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk
mengetahui situasi dan kodisi lingkungan di Desa Surojoyo, Kecamatan
Candimulyo, Kabupten Magelang. Observasi ini dilakukan dengan
menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsung
terhadap objek yang diteliti.
c. Analisa data
Analisis data adalah suatu proses menata, menstrukturkan, dan
memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & Holloway,2008: 368). Data
yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganlisa
dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan jual beli dengan sistem
tebasan di Desa surojoyo sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif,
logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan yang dilakukan penulis dalam
penelitin ini.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan uraian singkat mengenai hal-hal yang
akan dilaporkan secara sistematis, dengan tujuan agar mempemudah dalam
memperoleh suatu gambaran secara meyeluruh mengenai Analisa Sosiologi
12
Hukum Islam terhadap sistem jual beli “Tebasan”di Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang. Adapun sistematika penulisan proposal
meliputi:
BAB I Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar
belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Penegasan Istilah, tinjauan Pustaka dan Metode Penelitian.
BAB II Bab ini merupakan yang berisi tentang Landasan Teori, membahas
telaah pustaka yang berisi tentang yang berisi tentang pengertian jual
beli, syarat dan rukun jual beli dan dasar hukum jual beli serta prinsip-
prinsip jual beli, pengertian jual beli ijon, dasar hukum jual beli ijon
dan
BAB III Bab ini merupakan yang berisi tentang pemaparan data dan Hasil
penelitian, dalam bab ini berisi mengenai Lokasi Desa Surojoyo
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, gambaran umum
mengenai Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupatn
Magelang.
BAB IV Bab ini merupakan yang berisi mengenai Hasil penelitian dan
pembahasan yang meliputi poses transaksi jual beli ”tebasan” dan
faktor-faktorapa yang menjadi keputusan masyarakat memilih untuk
menggunakan transaksi jual beli dengan sistim ”tebasan” di Desa
Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
13
BAB V Bab ini merupakan penutup, dalam bab ini berisi mengenai,
Kesimpulan dan Saran-saran yang mungkin berguna bagi masyarakat
Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Jual Beli
1. Definisi Jual Beli
Jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: Ba‟a asy-syaia jika
dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia membelinya dan
memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan ini masuk dalam kategori nama-
nama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan
lawannya seperti perkataan ar-qur‟ yang berarti haid dan suci. Demikian juga
dengan perkataan syara yang berarti menjual (Azzam,2010:23).
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar
(pertukaran ). Dan kata Al Bai‟ (jual) dan Asy Syiraa (beli) dipergunakan
biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai
makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengetian syari‟at,
jual beli ialah: pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau: Memindahkan
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Sabiq,1987:44-45).
Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk menjadikan miliknya. Nawawi menyatakan bahwa jual beli pemilikan
harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan yang sesuai
dengan ketentuan syariah. Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Hasani,
15
iamengemukakan pendapat Mazhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran
harta (mal) dengan harta melalui system yang menggunakan cara tertentu.
Sistem pertukaran harta dengan harta dalam konteks harta yang memiliki
manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Yang
dimaksud dengan cara tertentu adalah menggunakan ungkapan (Sighah ijab
qabul) (Nawawi, 2012: 75).
2. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Arkan adalah bentuk jamak dari rukn.Rukun sesuatu berarti sisinya
yang paling kuat, sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk
terwujudnya satu akad dari sisi luar. Rukun jual beli ada tiga: kedua belah
pihak yang berakad („aqidah), yang diakadkan (ma‟qud alaih), dan shighat
(lafal). Oleh sebab itu, ada di jual belikan yang didapati diluar, sebab akad
akan terjadi dari luar yang mengatakan penanaman pihak yang berakad
sebagai rukun bukan secara hakiki tetapi secara istilah saja, karena ia bukan
bagian dari barang yang jika terpenuhi dua hal: yang pertama shighat yaitu
ijab dan qabul.
Shighat atau lafal yang menunjukan kepada barang yang diakadkan,
maka huruf Kaf dalam ucapan seorang penjual “bi tuka” menunjukan kepada
barang yang diakadkan sehingga dia menjadi rukun yang hakiki. Sebenarnya
tidak ada perbedaan antara yang berakad dan barang yang diakadkan, karena
16
ta‟ mutakallim (yang berbicara) dalam ungkapan bi‟tu menunjukan kepada
penjual seperti Kaf menunjukan kepada pembeli, oleh sebab itu tidak ada
perbedaan antara keduanya secara mutlak. Penulis mengungkapkan rukun-
rukun ini dengan ucapannya dan syarat jual beli adalah ijab seperti ucapan
bi‟tuka (saya jual kepadamu), dan mallaktuka (saya beri kamu hak milik)
dan qabul seperti isyttaraitu (saya beli), tamallaktu (saya jadikan ia hak
miliku), dan qabiltu (saya terima). Penulis menyebutnya disini sebagai syarat
berbeda dengan apa yang diungkapkan dalam Syarh Al- Muhadzdzab dengan
tiga hal ini dengan istilah rukun, mudah-mudahan maksud dari syarat yaitu
setiap yang tidak boleh tidak agar dia sama dengan apa yang ada dalam
Syarh Al-muhadzdzab dengan istilah rukun.
Penulis mendahulukan shigat karena ia adalah rukun yang paling
penting. Sementara Imam An-Nawawi dan Al- Mahalli mendahulukannya
karena pihak yang berakad dan barang yang diakadkan tidak akan pernah
terwujud dengan kriteria ini yaitu salah satunya yang berakad dan barang
yang diakadkan tidak akan pernah terwujud dengan kriteria ini yaitu salah
satunya yang berakad dan yang lain barang yang diakadkan kecuali jika ada
shighat. Adapun zat keduanya, maka tidak ada keraguan bahwa keduanya
lebih dahulu ada karena zat pihak yang berakad dan barang yang diakadkan
lebih dahulu ada dari pada shighat.
17
1) Shighat
Shighat adalah ijab dan qabul, dan ijab seperti yang diketahui
sebelumnya diambil dari kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak
Penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima
hak milik. Jika Penjual berkata: “bi‟tuka” (saya jual kepadamu) buku ini
dengan ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain berkata:
“qabiltu”( saya terima), maka inilah qabul. Dan jika Pembeli berkata:
“Juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini” lalu Penjual berkata:
“Saya jual kepadamu”, maka yang pertama adalah qabul dan yang kedua
adalah ijab. Jadi dalam akad jual beli Penjual selalu menjadi uang ber-
ijab dan Pembeli menjadi penerima baik diawalkan atau diakhirkan
lafalnya.
2) Permaslahan Furu‟
Pertama, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan penjual,
seperti jika dia berkata: “Juallah kepadaku tanah ini dengan harga
sekian,” tetapi jika dia berkata: “Saya terima”, maka ini tidak sah karena
harus ada sesuatu sebelumnya dan tidak sah karena harus ada sesuatu
sebelumnya dan tidak boleh dimulai dengan itu. Inilah yang ditegaskan
oleh Imam Ahmad, dan tiga lagi bentuk shighat yang sah dalam lafal
qabiltu seperti yang ditegaskan oleh dua syaikh dalam bab nikah, dan jual
beli juga sama, yang ini sepadan dengan makna sedangkan yang pertama
sepadan dengan lafalnya.
18
Kedua, jika dia berkata: “Jual Kepadaku”, lalu dijawab: “Saya
jual kepadamu,” jual beli terjadi menurut pendapat kedua tidak sah karena
ada kemungkinan ucapan jual kepadaku sebagai pertanyaan untuk
mencari tahu apakah ada keinginan atau tidak, dan mazhab kami dalam
bab nikah tetap sah. Bedanya, dalam bab nikah biasanya didahului oleh
lamaran sehingga tidak perlu diluruskan lagi berbeda dengan pendapat
yang lebih kuat. Penulis mengisyaratkan dengan Kaf Al-khitab dalam
shighat ijab melihat kepada khitab itu sendiri, dan digabungkan dengan
pihak mukhatab (yang diajak bicara), maka tidak cukup hanya di
sandarkan kepada sebagiannya saja walaupun ia tidak bisa berdiri sendiri
bahkan sekalipun ia ingin menjelaskan dengan cara sebagian saja sebagai
satu bentuk kiasan, seperti ia berkata:”Saya jual tangan kamu,” dan ini
pendapat Al-Asnawi. Adapun jika dia berkata: “Saya jual diri kamu” dan
yang dia maukan adalah benda, maka sah akadnya. Pendapat yang unggul
bahwa boleh menyandarkan sesuatu kepada sebagian jika yang dia
maksudkan semuanya walaupun ia bisa hidup tanpa benda itu. Andai dia
berkata: “Saya jual yang ada di tangan kamu”, dan yang dia mkasudkan
adalah semuanya, maka jual beli sah, demikian juga dia berkata : “Saya
jual semua yang ada padaku”, dan yang semisal itu.
Dari sini jelas bahwa jual beli harus disandarkan kepada orang
yang diajak bicara walaupun ia hanya wakil. Jika jual beli tidak
disandarkan kepada orang kedua atau wakilnya, maka akad jual beli tidak
19
sah, contohnya jika pembeli berkata kepada penjual: “Saya jual barang ini
dengan harga sepuluh junaih” umpamanya lalu berkata: “Saya jual”, atau
dia berkata: “Saya jual wakil kamu” lalu dia menerima, maka akadnya
tidak sah, berbeda dengan nikah, dia tetap sah bahkan tidak sah nikah
kecuali dengan itu sebagaimana diterangkan dalam pembahasan tentang
perwakilan. Dikecualikan darin penganggapan khitabsebagai jual beli
yang mengandung kedua belah pihak, dan begitu juga dengan ucapannya
“ya” jika pembeli berkata kepada penjual:”Jual baju ini dengan sepuluh
junaih” dan penjual berkata:”ya”.
3) Sharih (Shighat yang jelas) dan Kinayah (Kiasan)
Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual beli
yang menggunakan shighat jual beli secara sharih (jelas dan lugas),
seperti ucapan “saya jual kepadamu, saya jadikan hak milikmu, dan
belilah dariku!”.
Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata
kiasan dalam jual beli.Menurut pendapat yang paling shahih, akad jual
beli tetap sah dengan menggunakan kata-kata kiasan selama memang
mengandung makna jual beli dan yang lainnya.Namun sebagian ulama
mengatakan bahwa akad jual beli tidak sah jika menggunakan shighat
kinayah (kiasan), karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah dia
diajak bicara tentang jual beli atau yang lainnya.
20
b. Syarat Jual Beli
Agar jual beli menjadi sah, diperlukan terpenuhinya syarat-syarat
sebagai berikut: Di antaranya yang berkaitan dengan orang yang berakad.
Yang berkaitan dengan yang diakadkan atau tempat berakad. Artinya harta
yang akan dipindahkan dari kedua belah pihak yang melakukan akad,
sebagai harga atau yang dihargakan. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai
berikut:
1) Syarat orang yang berakad
Untuk orang yang melakukan akad disyaratkan: Berakal dan
dapat membedakan (memilih). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil
yang tidak dapat membedakan (memilih) tidak sah.
Jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika (kadang-
kadang sadar dan kadang-kadang gila), maka akad yang dilakukannya
pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan ketika gila, tidak
sah.
Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan baik ban
buruknya sesuatu. dinyatakan valid (sah), namun kevalidannya tergantung
kepada izin walinya.Apabila diizinkan oleh orang tuanya maka akad yang
dilakukan anak kecil sah.
2) Syarat Barang yang diakadkan
a) Bersihnya barang
21
Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan,
tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan.Seperti bangkai, darah,
daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia.
b) Dapat dimanfaatkan.
Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah
bahwa barang itu tidak berfungsi sebaliknya.Barang itu tidak
memberikan madharat atau sesuatu yang membahayakan atau
merugikan manusia.
c) Milik orang yang melakukan akad.
Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu
benda, kecuali orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil.Yang
dimaksud menjadi wali (wilayah) adalah bila benda itu dimiliki oleh
seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk
melakukan transaksi atas benda milik anak itu.
d) Mampu menyerahkannya.
Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah,
karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau
tidak.Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di
alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara fisik maupun
secara hukum.Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut,
tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa
dipastikan penyerahannya.
22
e) Mengetahui.
Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk
diperjual-belikan, kecuali setelah kedua belah pihak
mengetahuinya.Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi
kualitasnya.
Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang
dijual sudah dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara
lain agar terjamin barang itu tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara
ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Sehingga
untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi
dengan beberapa tehnik, misalnya:
(1) Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap.
Misalnya tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk
secara rinci. Seperti ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik
dan lainnya.
(2) Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan
demo atasnya, seperti umumnya sample barang.
(3) Garansi yang memastikan Pembeli terpuaskan bila mengalami
masalah.
f. Barang yang diakadkan ada di tangan.
Barang harus tersedia, atau ada dan dapat dilihat bentuknya
(Sabiq, 1987: 48-49).
23
3. Macam-Macam Jual Beli
Dalam syari‟at Islam hukum jual beli pada dasarnya mubah, namun
demikian dalam prakteknya dapat digolongkan menjadi 2 yakni jual beli yang
diperbolehkan dan jual beli yang dilarang.
a. Jual beli yang diperbolehkan
a. Salam (pesanan), jual beli Salam adalah jual beli melalui pesanan yakni
jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian
barang diantar belakangan.
b. Jual beli muqayyadah (barter), jual beli muqayyadah adalah jual beli
dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan
sepatu.
c. Jual beli muthlaq, jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan
sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.
d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar, jual beli alat tukar dengan alat
tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan
alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham (Sabiq, 1987: )
b. Jual beli yang dilarang
a. Jual beli barang yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan
dalam Islam.Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga
mengharamkan hasil Penjualannya.Seperti menjual sesuatu yang terlarang
24
dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi,
patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syari‟at Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syar‟i yaitu dengan cara
menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk
dijual, tetapi sang Penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan
barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan
dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
b. Barang yang tidak ia miliki
Misalnya, seorang Pembeli datang kepadamu untuk mencari
barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu.Kemudian
kamu/ente dan Pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan
menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum
menjadi hak milik ente (kamu) atau si Penjual.Kemudian ente pergi
membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si Pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang
menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu
yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerenanya reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin
Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku.Dia ingin
membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada
25
padaku.Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
ا لايسا عنداكا لا تابع ما
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” [HR Tirmidzi].
3) Jual beli Hashah
Yang termasuk jual-beli Hashah ini adalah jika seseorang
membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar
mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat.
Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang
yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli
yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah.Karena mengandung
ketidakjelasan dan penipuan.
4) Jual beli Mulamasah
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang
berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi
milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti
telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak
ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon Pembeli.Dan
didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
26
5) Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang
telah ditugaskan menawar barang mendatangi Penjual lalu menawar
barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa.Hal itu
dilakukannya dihadapan Pembeli dengan tujuan memperdaya si Pembeli.
Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya
semata-mata ingin memperdaya si Pembeli dengan tawarannya tersebut.
Ini termasuk bentuk penipuan.
Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti
yang terdapat di dalam hadist yang artinya:
“Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang
menjual di atas Penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di
atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta
(suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam
bejana (madunya) beralih kepadanya,” (HR Bukhari [2140] dan
Muslim [1413]).
4. DasarHukum Jual beli
Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal
yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid).Ini dimaksudkan
agar muamalat berjalan dengan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari
kerusakan yang tidak dibenarkan.
Tak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalat,
mereka melalaikan aspek ini, sekalipun semakin hari usahanya semakin
meningkat dan keuntungan semakin banyak.
27
Sikap seperti ini merupakan kesalahan besar yang harus diupayakan
pencegahannya, agar semua irang agar semua orang yang terjun ke dunia ini
dapat membedakan; mana yang boleh dan baik dan manjauhkan diri dari segala
syuhbat sedapat mungkin.
Jual beli dibenarkan oleh Al-qur‟an, As sunnah dan ijma‟ umat.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S al-Baqarah
(2): 275).
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal.Jadi tidak semua akad
jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang
berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat
tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena
sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟ yang dapat dijadikan
referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat
dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang
lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras,
bangkai, dan yang lainnya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma‟
para ulama akan larangan tersebut( Azzam, 2010: 26).
28
Ditempat lain Allah juga berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (Q.S an-Nisaa‟ (4): 29).
Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara
yang batil yaitu tanpa ganti dan hibah, ang demikian itu adalah batil
berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang
rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan
itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualikan
dalam ayat diatas adalah terputus karena harta perdgangan bukan termasuk
harta yang tidak boleh dijual belikan. Ada juga yang mengatakan
istisna‟(pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi,
makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan
antara perjualan dan pembelian.
Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah, beliau bersabda: “Sesungguhnya jul beli itu atas dasar saling
ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama, Nabi menjawab:
“Usaha seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang
mabur”. Jual beli yang mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan
29
khianat, sedangkan dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual, dan
peyamaran itu adalah menyembunikan aib barang dari penglihatan pembeli.
Adapun makna khianat iaa lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan
bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan
dengan sifat yang tidak benar atau memberitahu harga yang dusta(Azzam,
2010: 27).
5. Larangan-Larangan yang Merusak dalam Jual Beli
Larangan tidak selamanya membatalkan,namun terkadang ia juga
dapat membatalkan. Larangan terakhir inilah yang dimaksud disini, dan ia
dapat terwujud jika pengharaman itu ditujukan pada akad itu sendiri, seperti
hilangnya satu rukun dari rukun yang ada mengarah kepada sesuatu yang
berada diluar namun menjadi bagian dari akad seperti syarat dari syarat-syarat
yang ada.
a. Asbu Al-Fahl (Jual Beli Sperma Hewan)
Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu Amru :
“Bahwasannya Nabi Saw melarang menjual sperma hewan jantan.”
Yakni mengawinkan antara kuda jantan degan kuda betina, atau
spermanya, atau upah mengawinkannya, jika mengikuti dua pendapat diatas
berarti ada kalimat yang sandaran agar bisa dilihat larangan yang ada,
lengkapnya: “Nabi Saw melarang mengambil ganti sperma kuda sebagai
30
bayaran pengawinannya atau spermanya.” Artinya memberi dan
mengambilnya sebab ia termasuk dosa besar yang tidak sedikit dosanya
karena memakan hartaorang lain dengan cara batil.
Larangan secara jelas juga terdapat dalam Riwayat Imam Asy-
Syafi‟i dalam Al-Mukhtasar, karena hukum-hukum syar‟i terkait dengan
perbuatan orang mukallaf dan mengawini kuda bukan termasuk perbuatan
mukallaf dan air (sperma) satu jenis benda yang tidak berkaitan dengan satu
hukum.
Oleh sebab itu, haram mengambil bayaran pengawinan kuda dan
harga spermanya sesuai dengan dalil yang melarang hal ini.Artinya bahwa
sperma kuda jantan bukan termasuk harta yang bisa dinilai dan tidak
diketahuidan tidak mampu untuk diserahkan karena sangat tergantung
dengan pilihannya dan tidak bisadiserahkan kepada yang punya. Adapun
yang mengatakan sah menyewanya untuk mendapatkan anaknya bisa berarti
dia menyewakan untuk beberapa waktu sesuai dengan keinginannya., maka
pada saat itu ia boleh melakukan percampuran ini, dan cara ini menjadi satu
keharusan bagiyang punya karena keperluan mendesak orang pedalaman dan
dengan makna inilah ditafsirkan ucapan sebagian yang mengatakan bahwa
melarang proses perkawinan ini merupakan satu dosa besar. Saya katakana,
yang punya tidak harus memberikannya secara gratis sebab mereka juga
tidak bisa mengambilnya tanpa jual beli atau menyewa.
b. Habl Al-Hablah
31
Termasuk jual beli yang dilarang adalah habl al-hablah dan
hadist ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari ibnu umar
dengan lafal: “Rasul Saw melarang menjual habl al-hablah.” Yaitu
menjual anak hewan atau menjual sesuatu dengan bayaran ketika janin
dalam perut melahirkan artinya sampai hewan ini melahirkan anak dan
kemudian si anak ini melahirkan, maka akad jual beli batal karena
tergantung dengannya.Kalimat habl tidak dipakai kecuali untuk manusia
kecuali untuk majaz.Karena kata habl (hamil) khusus untuk manusia dan
disini disebutkan untuk umum baik manusia atau yang lainnya. Batalnya
akad jual beli ditetapkan berdasarkan penafsiran pertama terhadap
larangan yang ada karena ia adalah bentuk jual beli terhadap sesuatu yang
bukan hak milik, tidak diketahui, dan tidak mampu diserahkan. Dan
menurut penafsiran kedua, karena menunda sampai waktu yang tidak
diketahui. Jual beli dengan bayaran anaknya hewan yang masih ada
adalam perut ibunya dan ini yang dianamakan oleh penduduk kampong
dengan “muqawamah” yaitu menjual hewan tunggangan dengan harga
yang diakhirkan sehingga ia bisa mengambilnya dari anaknya hewan
tunggangan tadi, tidak ada masalah buat yang melakukannya karena
termasuk yang tidak terlihat sehingga dimaafkan. Contohnya dia
mengatakan: “Saya jual kepadamu apa yang akan dilahirkan oleh anaknya
hewan tunggangan ini,” dan inilah yang dinamakan jual beli habl al-
hablah yang hakiki, atau menjual sesuatu dengan harga yang ada pada
32
barang yang dijual yaitu jual beli habl al-hablah secara toleransi dan
inilah penafsiran Ibnu Umar dan pendapat inilah yang dipakai oleh Imam
Asy-Syafi‟i.
c. Larangan Jual Beli Malaqih dan Madhamin
Al-Malaqih bentuk jamak dari malaquhah secara bahasa artinya
janin unta secara khusus.Menurut istilah syara‟ lebih umum dari itu yaitu
janin yang ada dalam perut hewan baik yang jantan maupun betina,
pendapat ini kemudian dibantah karena yang menjadi tradisi ahli bahasa
maknanya lebih khusus dari definisi menurut syar‟i walaupun yang
masyhur adalah kebalikan dari itu, kecuali jika dikatakan yang masyhur
ini yang lebih dominan, kalau tidak keduanya sama dan terkadang makna
secara bahasa lebih khusus seperti dalam pembahasan ini.
Al-Madhamin bentuk jamak dari madhamun seperti manshur
atau midhman seperti miftah, artinya sperma yang ada dalam tulang
punggung kuda.Al-Azhari berkata “Dinamakan demikian karena Allah
menciptakan tulang punggungnya seakan ia adalah pengaman baginya.”
Imam Malik meriwayatkan hadis tentang larangan ini secara
mursal dan Imam Al-Bazzar secara musnad dan tidak sah nya akad jual
beli dari segi makna dari hadisnya Abu Hurairah “Rasulullah Saw
melarang menjual malaqih dan madhamin.”
d. Larangan Jual Beli Mulamasah dan Munabadzah
33
Yaitu memegang baju yang dilipat atau dalam gelapnya malam
lalu ia membelinya tanpa khiyar jika dia melihatnya, karena memegang
sudah dianggap cukup dari melihat atau dia mengatakan “Jika kamu
menyentuhnya, maka saya menjualnya kepadamu” cukup dengan
menyentuh tanpa shighat atau menjual sesuatu dengan syarat kapan dia
memegannya, maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar majlis
dan yang lain. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa‟id
hadis ini dengan lafal “Rasulullah Saw melarang munabadzah dan
mulamasah dalam jual beli.”
Imam Asy-Syafi‟i menjelaskan alasan batalnya akad karena ada
penggantungan dan tidak memakai shighat syar‟i.dan Al-Asnawi
menjelaskan bahwa jika dia menjadikan memegang (lams) sebagai syarat,
maka batalnya akad karena ada penggantungan, dan jika dia menjadikan
memegang sebagai jual beli, maka karena tidak ada shighat. Adapun
ucapan: “Jika kamu memegangnya, maka saya telah menjualnya
keapadamu ”kemudian diterima oleh pihak yang lain, walaupun ada ijab
dan qabul namun ada syarat yang rusak yaitu memegang.
Adapun munabadzah, menjadikan ”menjatuhkan” sebagai jual
beli sudah dianggap cukup menggantikan shighat kemudian yang lain
mengatakan:”Saya jatuhkan bajuku kepadamu dengan harga sepuluh”,
lalu diambil oleh pihak kedua atau dia berkata: “Saya jual kepadamu baju
ini dengan harga begini dengan syarat jika saya menjatuhkan
34
kepadamu,”maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar (memilih).
Dan batal karena tanpa ru‟yah (melihat) atau karena tanpa shighat atau
karena syarat yang rusak.
e. Larangan Jual Beli Hushah (dengan kerikil)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya
Nabi melarang jual beli dengan hushah (kerikil). Yaitu jika dia melempar
batu, maka jual beli menjadi wajib, dengan cara mengatakan “saya jual
kepadamu dari baju-baju ini mana yang terkena lemparan batu” atau
melempar dari jauh tanpa adanya shighat, kemudian pihak yang lain
menjawab: “jika saya lempar batu kecil ini maka baju ini terjual darimu
dengan harga sepuluh” atau dia berkata “Saya jual kepadamu dan bagimu
khiyar sampai ia melempar”. Batalnya akad dalam jual beli ini karena
barang yang dijual atau waktu khiyar tidak diketahui, atau karena tidak
ada sighat.Pendapat ang terakhir dibantah bahwa ucapannya dalam
mulasamah “Maka saya telah menjualnya kepadamu” sebagai bentuk
pemberitahuan dan bukan pembuatan atau karena menganggap shighat
tidak ada sebab tidak ada syarat yaitu tanpa penggantungan.
f. Larangan Jual Beli Al-Urbun
Al-Urbun adalah seseorang membali satu barang dan memberi
Penjual sejumlah uang dengan syarat ia menjadi bagian dari harga barang
kalau dia ridha dengan jual beli dan kalau tidak, maka hanya hadiah
saja.Abu Dawud dan yang lainnya meriwayatkan dari Amru bin Syu‟aib
35
dari ayahnya dari kakeknya: “Bahwasanya Nabi melarang jual beli
„urbun. Tidak sah nya jual beli ini karena mengandung syarat harus
mengembalikan atau hibah jika Pembeli tidak ridha dengan barang jualan,
dan jawaban Asy-Syubramalisi karena mengandung dua syarat yang
merusak, syarat hibah, dan syarat mengembalikan barang dengan
ketentuan jika dia tidak ridha.
Haram hukumnya memisahkan antara ibu dan anak kecil
sesuaidengan sabda Nabi “Siapa yan memisahkan anatara ibu dan
anakanya, maka Allah akan memisahkanny dengan orang-orang yang
disayanginya pada hari kiamat.” Dihasankan oleh oleh At-Tirmidzi dan
disahihkan oleh al-hakim sama dengan syarat Muslim, baik memisahkan
dalamhal jual beli atau hibah,maka akad menjadi batal menurut pendapat
kedua, tidakoleh dipisahkan sebab bisa membahayakandan bukan karena
ada cacat pada jual beli.
Maksud dari pemisahan dalam hadist diatas adalah memisahkan
antara ibu dan anaknya, adapun memisahkan antara hewan dengan
anaknya, Asnawi berkata, ada perincian: tidak mengapa jika dengan cara
keduanya disembelih atau salah satunya seperti ibunya atau anaknya
dengn syarat si anak tidak tergantung lagi dengan ibunya, pada saat itu
hukumnya makruh, dan diharamkan berbuat selain yang diatas, dan tidak
boleh melakukan sesuatu ketika sudah diharamkan seperti menjual,
seandainya dia menjual salah satunya kepada orang yang kemungkinan
36
besar akan menyembelihnya, maka hukumnya tidak sah,belum tentu dia
menyembelihnya dan syarat harus menyembelihnya adalah tidak tepat.
Pendapat yang unggul tidak sah jual beli secara mutlak baik si
pembeliakan menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan
menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan menyembelih
sesuai dengan hadis Nabi:”Dilaknat orang yang memisahkan antara ibu
dan anaknya,” dengan begitu ini termasuk dosa besar sebab ada ancaman
yang keras. Adapun yang kuat, bahwa perbuatan ini hanya dosa kecil
berbeda dengan Ibnu Hajar yang mengatakan ini termasuk dosa besar
seperti yang diakui oleh Syaikh Muhammad Abduh.
g. Larangan Dua Jualan dalam Satu Akad
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Abu
Hurairah dan mengatakan hadist ini hasan sahih. Dengan mengatakan :
“saya jual kepadamu rumah ini dengan seribu secara tunai atau dua ribu
tahun depan dan ambil yang mana kamu suka” atau dia mengatakan :
“saya jual kepadamu kuda ini dengan syarat kamu menjual rumahmu
dengan harga seribu atau kamu membeli rumahku dengan harga sekian”.
Batalnya akad karena bayaran tidak diketahui dan karena syarat
yang rusak, sebenarnya satu akad dinamakan dua akad lebih karena ada
unsur tardid (ragu-ragu) dalam menentukan harga.
Ada beberapa bentuk jual beli dan syarat yang dikecualikan,
diantaranya :
37
1) Jual beli dengan syarat khiyar, atau bebeas dari aib atau syarat harus
dipetik dari pohon.
2) Jual beli dengan syarat penundaan tempo bayaran, gadai, jaminan
terhadap barang yang ada dengan harga dalam tanggungan (Azzam,
2010: 66-76).
6. Prinsip-prinsip Jual Beli
Pertama, setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridhadi antara
dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi.Kedua,
menegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran, mata uang
(kurs), dan pembagian keuntungan.Ketiga, prinsip larangan riba (interest
free).Keempat, kasih saying, tolong menolong dan persaudaraan
universal.Diharamkan seperti usaha-usaha yan merusak mental misalkan
narkoba dan pornograpi.Demikian komoditas perdagangan haruslah produk
yang halal dan tayyib baik barang maupun jasa.Keenam, perdagangan harus
terhindar dari praktek spekulasi, gharar, tadlis dan maysir.Ketujuh,
perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan
mengingat Allah.Kedelapan, dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang
mupun bukan hendaklah dilakukan pencatatan yang baik (akutansi).
Sedangkan dalam hukum perdata Jual beli dapat dilakukan walaupun
salah satu pihak beli mengetahui dengan jelas barang atau benda yang akan
38
diperjual belikan. Jual beli harus mengunakan alat ukur yang sah atau mata
uang yang berlaku dalam sebuah Negara (pambayunazzahra. 2013).
B. Jual Beli Ijon
1. Pengertian jual beli ijon
Maksud jual beli ijon disini adalah jual beli buah yang belum jelas
kemanfaatanya, karena jual beli buah yang belum berbentuk (masih berupa
bunga atau belum muncul sama sekali) adalah jual beli yang dilarang menurut
para ulama‟ karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli
yang belum dimiliki atau jual beli ghoror (penipuan karena pasti salah satu
pelaku akan tertimpa kerugian). Berdasarkan hadits-hadits di atas kita bisa
menyimpulkan bahwa jelas kemanfaatan dimana buah tersebut sudah bisa
dimanfaatkan dapat dilihat dari dua perkara :
a. Nampak tanda-tanda masak, sebagaimana riwayat pertama (memerah atau
menguning) dan pada riwayat kedua (sampai menghitamnya anggur dan
mengerasnya biji).
b. Hilangnya gangguan atau penyakit, hal ini di dasarkan kepada kekuatan
perkiraan bahwa buah tersebut tidak terserang penyakit, sebagaiman riwayat
Ibnu Umar ketika Rosul ditanya tentang kemanfaatanya, beliau menjawab,
sampai hilang penyakitnya.
Sedangkan secara rinci, para ulama‟ menyebutkan tentang tanda-tanda
kemanfaatan sebagai berikut:
39
1) Dengan perubahan warna
2) Dengan perubahan rasa
3) Dengan perubahan kematangan
4) Dengan keras atau kuat
5) Dengan panjang dan penuh
6) Dengan besar
7) Dengan memecah
8) Dengan mekar.
Sehingga masing-masing buah haruslah dideteksi kemanfaatan
sebagaimana jenis masing-masing, tentunya persyaratan ini tidak berlaku
apabila buah tersebut memeang dibutuhkan dalam keadaan muda.
2. Dasar Hukum jual Beli Ijon
Jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya ( ijon ) tidak akan
terlepas dari dua kemungkinan yaitu buah tersebut dijual tersendiri maupun
dijual beserta pangkalnya (pohonya), jika dijual buahnya saja maka akan masuk
kepada dua kemungkinan pula, yaitu adanya pensyaratan pemetikan langsung
dan adanya pensyaratan dibiarkan menetap di pohon, atau tidak adanya syarat
secara mutlak (bisa jadi dipetik sebagian dibiarkan sebagian yang lain).
Adapun jual beli buah beserta pohonya, maka tidak ada perbedaan di
kalangan para ulama‟ tentang kebolehanya, karena buah masuk dalam bagian
dari pohon yang dijual belikan, sehingga dalam hal ini tidak terdapat unsur
penipuan dan saling merugikan.
40
Demikian pula menjual buah secara terpisah dari pohonya (jual
buahnya saja) dengan syarat segera dipetik, para ulama‟ juga membolehkan
dengan syarat buah yang dibeli tersebut telah mendatangkan manfaat bagi
pembelinya.
Begitu pula jika pembeli merupakan pemilik asal ( pohon ), hukumnya
adalah boleh secara mutlak menurut para fuqoha‟, hal ini dikarenakan
terjadinya kepemilikan secara sempurna kepada pembeli, tidak ada alasan
dalam hal ini meskipun penjual mensyaratkan adanya pemetikan secara
langsung, maka pembeli tidak harus melaksanakan. Namun sebagian ulama‟
berpendapat tetap tidak diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil, serta
masih adanya unsur goror dengan kemungkinan rusak sebelum dipetik.
Jika penjualan buah secara tersendiri (tidak beserta pohonnya) dan
pembeli mensyaratkan adanya ketetapan di pohon (tidak langsung dipetik)
maka menurut jumhur fuqoha‟ jual beli seperti ini adalah haram.Apabila
pembeli bukan merupakan pemilik asli (pohon) dan ia hanya membeli buahnya
saja, dia tidak mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung atau pembiaran
di pohon, jumhur ulama‟ mengatakan haram hukumnya disebabkan karena
keumuman dalil, sedang menurut madzhab Hanafi, akad seperti ini boleh tetapi
si pembeli harus segera memetiknya.
a. Kedudukan Larangan
41
1) Jumhur ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah bersepakat bahwa
jual beli ijon dengan system yang telah disebutkan di atas adalah batil dan
hukumnya haram.
2) Menurut Hanafiyah : aqd seperti ini rusak tetapi tidak batal, yaitu apa bila
pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) kemudian ia
mensyaratkan ketetapan di pohon.
b. Buah Yang Sudah Nampak Kemanfaatanya
Demikan tersebut di atas hukum yang berkaitan dengan jual beli
buah yang belum nampak kemanfaatanya, sedangkan untuk buah yang telah
Nampak kemanfaatanya para ulama‟ memberikan rambu-rambu diantaranya:
1) Apabila jual beli tersebut dengan syarat langsung dipetik maka
diperbolehkan.
2) Apabila jual beli tersebut lepas dari berbagai persyaratan maka jual beli
tersebut juga sah.
3) Apabila jual beli tersebut mensyaratkan pembiaran (dibiarkan tetap
dipohon dalam jangka waktu tertentu) apabila pembiaran tersebut tidak
menghalangi bertambah besar (buah yang diperjual belikan) maka jual
beli tersebut rusak menurut jumhur, sedangkan apabila terjamin bahwa
pembiaran tersebut menghalangi bertambah besar maka jual beli seperti
itu dihukumi rusak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf dengan alasan
pensyaratan tetap dipohon mengandung unsurmanfaat bagi pembeli.
42
Sedangkan jika pihak pembeli dengan sengaja membiarkan buah
tersebut di atas pohonya maka dijelaskan sebagai berikut:
a. Apabila pembiaran dipohon tidak menyebabkan bertambahanya buah baik
dari segi ukuran dan yang lainya kecuali hanya bertambah kematangan,
maka sipembeli tidak perlu bersedekah baik pembiaran dipohon tersebut atas
dasar izin sipemilik pohon maupun tanpa izin darinya.
b. Apabila pembiaran tersebut tidak mengahalangi bertambahanya ukuran
buah, maka sipembeli harus bersedekah lantaran perubahan tersebut karena
hal itu merupakan perkara yang jelek dan pemebersihanya adalah dengan
bersedekah (ppialittihad, 2012).
C. Sosiologi Hukum Islam
Sosiologi hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum
itu mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap
pembentukan hukum (Tebba, 2003: 1).
Studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentu saja adalah bagian dari
sosiologi agama.Ada perbedaan tentang tema pusat sosiologi agama klasik dan
modern.Dalam sosiologi agama klasik tema pusatnya adalah hubungan timbal
balik antara agama dan masyarakat, bagaimana agama mempengaruhi masyarakat
dan sebaliknya bagaimana perkembangan masyarakat mempengaruhi pemikiran
dan pemahaman keagamaan.Sedangkan dalam sosiologi agama modern, tema
43
pusatnya hanya pada satu arah yaitu bagaimana agama mempengaruhi
masyarakat.Tetapi studi Islam dengan pendekatan sosiologi, nampaknya lebih luas
dari konsep sosiologi agama modern dan lebih dekat kepada konsep sosiologi
agama klasik, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan
masyarakat (Mudzhar, 1999: 6-7).
Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil beberapa
tema:
1. Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya
pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat (sosial
change) biasanya didefinisikan sebagai “Perubahan sosial adalah perubahan
pola-pola budaya, struktur social, dan perilaku sosial dalam jangka waktu
tertentu.
2. Studi tentang pengaruh sruktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman
ajaran agama dan konsep keagamaan.
3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat. Studi Islam dengan
pendekatan sosiologi juga dapat mengevaluasi pola penyebaran agama dan
seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat.
4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim. Studi Islam dengan pendekatan
sosiologi juga dapat mempelajari pola-pola perilaku masyarakat muslim desa
dan kota, pola hubungan antar agama dalam suatu masyarakat, dan lain-lain.
5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat
melemahkan atau menunjang kehidupan beragama (Mudzhar, 1999: 6-7).
44
Apabila pendekatan ini diterapkan dalam kajian hukum Islam maka
tinjauan hukum Islam secara sosiologis dapat dilihat pada pengaruh hukum Islam
pada perubahan masyarakat muslim, dan sebaliknya pengaruh masyarakat muslim
terhadap perkembangan hukum Islam(Tebba, 2003: 1).
Mengacu pada perbedaan gejala studi Islam pada umumnya, maka
hukum Islam juga dapat dipandang sebagai gejala budaya dan sebagai gejala
sosial.Filsafat dan aturan hukum Islam adalah gejala budaya, sedangkan interaksi
orang-orang Islam dengan sesamanya atau dengan non-Muslim disekitar persoalan
hukum Islam adalah gejala sosial. Secara lebih rinci studi hukum Islam dapat
dibedakan atas:
1. Penelitian hukum Islam sebagai doktrin azaz yang sasaran utamanya adalah
dasar-dasar konseptual hukum Islam seperti masalah filsafat hukum, sumber-
sumber hukum, konsep qiyas, konsep „am dan khas, dan lain-lain.
2. Penelitian hukum Islam nomatif yang sasaran utamanya adalah hukum Islam
sebagai norma atau aturan, baik yang masih dalam bentuk nas (ayat-ayat ahkam
dan hadist-hadist ahkam) maupun yang sudah menjadi produk pikiran manusia
(kitab-kitab fiqh, keputusan pengadilan, undang-undang, fatwa ulama, dan
sebagainya).
3. Penelitian hukum Islam sebagai gejala social yang sasaran utamanya adalah
perilaku hukum masyarakat muslim, baik antar sesama muslim maupun non-
Muslim disekitar masalah-masalah hukum Islam. Ini mencakup masalah-
masalah seperti politik perumusan dan penerapan hukum, perilaku penegak
45
hukum, dan lembaga-lembaga penerbitan atau pendidikan yang mengkhususkan
diri atau mendorong studi-studi hukum Islam.
Dari tiga bentuk studi hukum Islam diatas, dua bentuk studi yang ketiga
melihat Islam sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1999: 12-14).Seperti halnya
penggunaan pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam dapat mengambil
beberapa tema sebagai berikut:
1. Pengaruh hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan masyarakat.
2. Pengaruh perubahan dan perkembangan masyarakat terhadap pemikiran hukum
Islam.
3. Tingkat pengalaman masyarakat.
4. Pola interaksi masyarakat di seputar hukum Islam.
5. Gerakan atau organisasi kemasyaraktan yang mendukung atau kurang
mendukung hukum Islam (Mudzhar, 1999: 15-16).
Penerapan hukum Islam dalam segenap aspek kehidupan merupakan
upaya pemahaman terhadap agama itu sendiri. Dengan demikian, hukum Islam
(fiqh, syari‟ah) tidak saja berfungsi sebagai nilai-nilai normatif, ia secara teoritis
berkaitan dengan segenap aspek kehidupan, dan ia adalah salah satu pranata
(intitusi) sosial dalam Islam yang dapat memberikan legitimasi terhadap
perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam penyelarasan antara ajaran Islam
dinamika sosial (Tebba, 2003: 1-2).
46
Adat kebiasaan („Urf) dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat
penting sebagai salah satu daliluntuk menetapkan hukum syara‟. „Urf bisa berupa
perbuatan maupun perkatan, dan „Urf dibagi dua macam yaitu al-„Urf al-„Am(adat
kebiasaan umum), dan al-„Urf al-Khas (adat kebiasaan khusus). Disamping itu
„Urf dibagi pula kepada:
1. Adat kebiasaan yang benar, yaitu suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan
suatu masyarakat, namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak
pula sebaliknya.
2. Adat kebiasan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi adat
kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah (Effendi dan
Zein, 2008: 154).
3. Adat istiadat („Urf) yang digunakan sebagai hukum plaksanaan jual beli dapat
dijadikan sebagai sumber hukum Islam bila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. „Urf tidak berlawanan dengan nas yang tegas.
b. „Urf menjadi adat yang terus menerus berlaku dan berkembang dalam
masyarakat.
Hukum yang dibina “Urf berubah menurut masa dan tempat, asal tetap
dalam bidang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan. Para ulama telah
menjadikan adat („Urf) sebagai dasar hukum asal tidak menimbulkan suatu
kerusakan untuk merusak suatu kemaslahatan atau menyalahi nas (Ash-Shiddiqi,
47
1999: 479). Ada empat syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu adat („Urf)
dapat diterima sebagai landasan hukum, yaitu:
1. Adat „Urf itu bernilai maslahah dan dapat diterima akal sehat.
2. Adat „Urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada
dilingkungan adat atau dikalangan sebagian warganya.
3. Adat „Urf itu telah ada pada saat itu, bukan „Urf yang muncul kemudian.
4. Adat „Urf itu tidakbertentangan dengan prinsip yang pasti (Syarifudin, 1999:
367-377).
„Urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara‟ tersendiri. Pada
umumnya, „Urf ditunjukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjang
pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan „urf dikhususkan lafal
yang „amm(umum) dan dibatasiyang mutlak.Karena itu sah, dalam hal ini(Syafe‟I,
2007: 131).
Kemaslahatan yang dikemukakan oleh Abdul-Wahhab Khallaf adalah
sesuatu yang dianggap maslahat namun tidak pula ada dalil tertentu baik yang
mendukung maupun yang menolaknya, sehingga dapat disebut maslahah
mursalah (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus) (Effendi dan zein, 2008:
149).
Selanjutnya, dalam buku Ushul Fiqh oleh Satria Effendi dan M.Zein,
yang menjelaskan maslahah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
48
1. Al-maslahah al-Mu‟tabarah, yaitu maslahah yang secara tegas diakui syari‟at
dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan hukum untuk merealisasikannya.
2. Al-maslahah al-Mulghah, yaitu sesuatu yang dianggap palsu karena
kenyataanya bertentangan dengan ketentuan syari‟at.
3. Al-Maslahah al-Mursalah, dan maslahah macam ini banyak terdapat dalam
masalah masalah muamalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dan tidak pula
ada bandingannya dalam al-Qur‟andan as-Sunnah (Effendi dan Zein, 2008:
149-150).
Abdul-Wahhab Khallaf menjelaskan beberapa persyaratan dalam
memfungsikan maslahah mursalah, yaitu:
1. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu yang
benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan,
bukan dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan
tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkan.
2. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum,
bukan kepentingan pribadi.
Sesuatu yang dianggap maslahah itu tidak bertentangan dengan ketentuan
yang ada ketegasan dalam al-Qur‟an atau as-Sunnah, atau bertentangan dengan
ijma‟(Effendi dan Zein, 2008: 152-15).
49
BAB III
GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN
DI DESA SUROJOYO
A. Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo
1. Letak Geografis
Surojoyo adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Candimulyo
Kabupaten Magelang. Desa dengan luas 366 m2 dan jumlah peduduk kurang
lebih 2.504 yang mayoritas beragama Islam.dan tipologi Desa Surojoyo
termasuk dataran tinggi.
Adapun batas-batas wilayah Desa Surojoyo yaitu: 1) sebelah utara
berbatasan dengan Desa Surodadi; 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Kembaran; 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sidomuyo; dan 4)
Sebelah timur berbatsan dengan Desa Purworejo.
Meskipun desa Surojoyo termasuk desa pinggiran, namun desa ini
cukup baik mulai dari penduduk, pembangunan, dan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) sudah meningkat. Hal ini terbukti dari sebagian besar
penduduk di Desa Surojoyo yang berhasil di bidang usaha diantaranya:
perdagangan, pertenakan, pertanian dan lain-lain.
Adapun struktur organisasi pemerintahan Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten magelang yaitu:
50
Struktur organisasi pemerintahan di Desa Surojoyo
2. Demografi
a. Penduduk
Menurut laporan monografi tahun 2013/2014 jumlah seluruh
penduduk Desa Surojoyo adalah 5069 jiwa, terdiri dari 2.558 orang laki-laki
dan 2.511 orang perempuan. Dan penduduk dengan usia produktif yaitu
antara 16-50 tahun sebanyak 2.782 orang. Jadi lebih dari setengah
penduduknya adalah berusia produktif.Dari data ini bisa dilihat bahwa
Kepala Desa
Triyono
kadus karen
Ahmad Harianto
kadus Brojolepo
Jamingin
kadus klumprit
gumun
kadus suran
Darmadi
kadus clepan
Fauzan
kadus surojoyo
Jamari
Sekertaris Desa
kasi pemerintahan dan Pembangunan
Siswantoro
Kasi Kesra
Khudlori
Kaur Umum
Z Murtadlo
Kaur Keuangan
Tuwarni
51
prospek perkembangan Desa ini dalam hal SDM cukup baik. Seperti pada
tabel berikut :
No Umur Laki-laki perempuan Jumlah
1 0 < 4 84 85 169
2 5 > 9 98 94 192
3 10 > 14 100 110 210
4 15 > 19 96 102 198
5 20 > 24 98 100 198
6 25 > 29 77 76 153
7 30 > 34 94 95 189
8 35 > 39 99 101 200
9 40 > 44 89 92 181
10 45 > 49 80 102 182
11 50 > 54 90 64 154
12 56 > 59 70 69 139
13 60 > 64 53 54 107
14 65 > 69 51 52 103
15 70 > 74 39 44 82
16 74 keatas 28 26 54
Jumlah 1.245 1.266 2.511
Tabel: 3.1Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur(Sumber data: data primer
diolah)
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan Masyarakat Desa Surojoyo menurut data
monografi pada bulan November 2014, sudah mengalami peningkatan dari
tahun-tahun sebelumnya.Masyarakat yang melanjutkan pendidikan sampai
Perguruan Tinggi sudah cukup banyak.Adapun untuk masyarakat yang telah
lulus sarjana keatas pun mencapai jumlah 142 orang. Namun tingkat
masyarakat yang tidak sekolah juga tinggi, yangmencapai 890 orang yang
52
terdiri dari masyarakat yang telah usia lanjut. Sedangkan untuk saat ini
kondisi pendidikan masyarakat untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel
berikut ini:
No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tidak/belum pernah
sekolah
375 373 746
2 Tidak/belum tamat
sekolah dasar
70 74 144
3 Sekolah Dasar 400 426 826
4 SMP Umum/kejuruan 170 176 346
5 SMA Umum 105 105 210
6 SMA kejuruan 48 49 97
7 Diploma I,II,&III 24 25 49
8 Universitas/D IV,S1,S2 42 51 93
Jumlah 1.232 1.279 2.511
Tabel: 3.2Penduduk Menurut Pendidikan(Sumber data: data primer diolah)
c. Mata pencaharian
Ditinjau dari mata pencaharian penduduk Desa Surojoyo, banyak
diantaranya adalah sejumlah 97 orang sebagi PNS, Pegawai Swasta 135
orang, buruh bangunan ada 288 orang, buruh pabrik mencapai jumlah 117
orang penduduk, kurang lebih 523 orang penduduk sebagai petani, dan
sekitar 100 orang pedagang. Dari tingkat mata pencaharian masyarakat tentu
sebagian besar masyarakatnya berada pada tingkat penghasilan menengah ke
bawah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
53
No Jenis pekerjaan Laki-laki perempuan Jumlah
1 PNS 55 21 76
2 TNI 10 - 10
3 POLRI 11 - 11
4 Pegawai swasta 130 105 135
5 Pensiunan 78 56 124
6 Pengusaha 75 38 113
7 Buruh bangunan 108 100 228
8 Buruh industry 46 71 117
9 Buruh tani 34 26 60
10 Petani 423 101 523
12 Lain-lain 234 98 332
Jumlah 1.213 516 1.729
Tabel: 3.3Penduduk Berdasarkan Pekerjaan(Sumber data: data primer
diolah)
d. Sosial dan Keagamaan
Selain pada keadaan geografis dan kependudukan, yang tidak kalah
penting adalah kondisi keagamaan di Desa Surojoyo, dari data yang ada
sampai dengan bulan november 2014, dari 2.511 penduduk ada 2.504
kurang lebihpenduduk Desa Surojoyo beragama Islam dan sisanya yaitu 7
orang penduduk beragama Kristen. Jadi penduduk yang non muslim di Desa
Surojoyo hanya 0.7%. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel
keagamaan pada tabel di bawah ini:
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Islam 1.250 1.254 2.504
2 Khatolik - - -
3 Kristen 4 3 7
4 Hindu - - -
5 Budha - - -
6 Konghucu - - -
Jumlah 1.254 1.257 2.511
Tabel: 3.4Penduduk Berdasarkan Agama(Sumber data: data primer diolah)
54
Sedangkan untuk kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh
masyarakat ada bermacam-macam.diantaranya adalah :
1) Yasinan dan Tahlilan
Yasinan dan Tahlilan adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan
disetiap Rukun Tetangga(RT).Kegiatan ini dilaksanakan setiap kamis
malam atau malam jum‟at di masjid masing-masing wilayah. Dengan
rangkaian acara tahlil bersama dan dilanjutkan dengan membaca surat
yasin. Kegiatan ini didatangi banyak warga disekitar masjid di Daerah
tersebut mulai dari kalangan tua, remaja sampai anak-anak pun turut serta
dalam kegiatan tersebut.Untuk setiap kali kegiatan, di masjid jamaah
yang datang antara 30-40 orang, Dan di mushola jamaah yang dating
antara 20-30 orang.
2) Tahfidz Al Qur‟an
Tahfidz Al Qur‟an yang dilaksanakan setiap minggu pahing,
yaitu pengajian dimana para hafidz dan hafidzah yang ada di Desa
Surojoyo didatangkan dalam satu majelis dan menghafal Al Qur‟an
dihadapan Masyarakat, sehingga kegiatan tersebut bisa menguntungkan
berbagai pihak, dari pihak para hafidz dan hafidzah bisa melancarkan
serta memperdengarkan (tasmi‟) bacaan Al Qur‟annya dan para
pendengar bisa mendengarkan dan memperoleh semangat lebih untuk
belajar Al Qur‟an.Kegiatan seperti ini biasanya didatangi oleh banyak
55
jama‟ah, yang pada umumnya adalah dari kalangan orang tua, Ada juga
dari golongan muda namun hanya dari Remaja Masjid sekitar Masjid
dimana kegiatan tersebut digelar.Jamaah yang hadir pada kegiatan ini
rata-rata mencapai 150-200 jamaah.
3) Tafsir Al Qur‟an
Tafsir Al Qur‟an adalah pengajian rutin setiap sehabis jama‟ah
subuh yang pengajian itu berisi penjelasan mengenai ayat-ayat Al Qur‟an
atau bisa dikatakan Tafsir Al Qur‟an.Pada pangajian jenis ini pada
umumnya jama‟ah yang hadir dari golongan orang tua atau penduduk
yang telah berusia lanjut, ada dari golongan remaja atau pemuda yang
datang namun hanya dari Remaja Masjid (REMAS) yang berdomisili di
dekat masjid dimana pengajian itu dilaksanakan. Menurut Yasin, M.Pd
beliau mengatakan “pengajian seperti ini dilaksanakan karena kita dari
pihak Ta‟mir dan Remaja Masjid menyadari banyaknya warga terutama
para orang yang telah lanjut usia buta akan tulisan arab, jadi dengan kita
mengadakan kegiatan seperti ini diharapkan bisa menambah pengertian
mereka tentang isi Al Qur‟an walau hanya dengan mendengarkan saja,
dengan begitu diharapkan juga mereka bisa menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari”. Dari pernyataan beliau bisa dilihat adanya jiwa kepedulian
terhadap sesama dalam berbagi ilmu.Serta tingkat praktek keagamaan di
Desa ini bukan isapan jempol semata, namun ada wujud nyatanya. Tapi
perlu di sadari bahwa masyarakat pedesaan khususnya penduduk yang
56
telah lanjut usia masih banyak yang percaya terhadap mitos yang ada, jadi
apa yang mereka dapatkan tidak secara mudah bisa diterapkan. Karena
mereka kadang masih berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyang
yang ada.Hal tersebut dirasa menjadi hal yang menjadi penghalang untuk
memberikan ajaran Islam yang benar pada mereka.
4) Pengajian Rutin RT
Pengajian yang dilakukan dengan tujuan menambah tali
silaturahmi antar warga di masing-masing Rukun Tetangga(RT).
Pengajian ini dilaksanakan oleh, Ibu-Ibu, Bapak-Bapak serta Remaja.
Setiap kelompoknya acara yang dilaksanakan berbeda-beda.Untuk
pengajian Ibu-Ibu rangkaian acaranya terdiri atas tahlil, yasin, diba‟ serta
tausiyah yang diisi oleh tokoh agama di Desa Surojoyo.Begitu pula untuk
pengajian bapak-bapak rangkaian acaranya pun tidak jauh berbeda
dengan pengajian ibu-ibu.Sedangkan untuk pengajian rutin remaja ada
tambahan acara berupa diskusi bersama.Pengajian rutin semacam ini
dilakukan setiap 2 minggu sekali.Tempat dilaksanakannya acara ini
bergilir dari rumah satu ke rumah lainnya.
5) Diba‟an
Diba‟an adalah serangkaian acara shalawat yang dilaksanakan
oleh warga masyarakat di Desa Surojoyo. Kegiatan ini dilaksanakan
setiap minggu malam atau malam senin.Dilaksanakan di Masjid atau
Mushola di masing-masing Dusun atau wilayah RT. Acara Diba‟an ini
57
biasanya dihadiri sekitar 20-30 jama‟ah di setiap Masjid atau Mushola,
terdiri atas anak-anak sampai orang tua.Biasanya sebelum acara Diba‟an
dimulai, didahului dengan Tahlilan bersama.
58
B. Praktek jual beli tebasan di Desa Surjoyo Kecamatan Candimulyo
negosiasi antara penebas dan petani
setuju
penebas survey lapangan
setuju
negosiasi harga antara petani dan penebas
setuju
penebas memberikan uang muka (panjer )atau membayar secara lunas
setuju
transaksi dan tanaman jadi milik penebas
tidak setuju
perjanjian batal
tidak setuju
perjanjian batal
tidak setuju
perjanjian batal
tidak setuju
perjanjian batal
59
Keterangan:
Dari sekian jumlah penduduk Desa Surojoyo yang ada, tentu jual beli
dengan sistem tebasan ini sudah menjadi adat kebiasaan bagi sebagian
masayarakat Desa Surojoyo, baik dari pihak pembeli yaitu dari kalangan pedagang
atau sering disebut dengan penebas ataupun dari pihak penjual yang berasal dari
kalangan petani. Proses jual beli tebasan yang dilakukan di Desa surojoyo ini yang
pertama dilakukan yaitu biasanya pembeli atau penebas menghubungi petani
yang mau ditebas tanamannya dengan mendatangi rumah, lalu para petani dan
penjual bernegosiasi setuju apa tidak bila ditebas. Kemudian jika setuju perjanjian
dilanjutkan dengan survey lapangan, survey lapangan disini dilakukan agar
penebas bisa menentukan kualitas dan kuantitas tanaman, bagus apa tidak tanaman
dan dapat menentukan harga yang sebagaimana mestinya menurut kualitas dan
kuantitas tanaman tersebut dengan cara mencabut sampel tanaman dan seberapa
luas tanah yang ditanami, jika pada survey lapangan ini penebas tidak setuju
karena sesuatu hal, apakah kualitas tanamannya buruk atau karena sesuatu hal lain
yang menyebabkan penebas tidak setuju maka perjanjian batal.
Setelah survey lapangan dilakukan, dilanjutkan dengan tawar menawar
harga antara petani dan penebas, biasanya transaksi yang dilakukan di Desa
Surojoyo ada dua macam, tergantung pihak yang membeli dan juga kebutuhan
Penjual tanamannya.Ada pedagang yang membeli buah yang masih di pohon
dengan membayarnya setengah dari harga seluruhnya, para petani biasa
menyebutnya dengan istilah panjar, dan ada pula yang membayarnya secara penuh
60
pada saat transaksi dilakukan. Dan para petani lebih suka pembayaran dengan cara
panjar karena dengan adanya panjar para petani sudah mantap bahwa hasil panen
sudah terjual, panjar yang diberikanpun ada macam-macam, kadang Rp. 200.000,-
atau Rp. 500.000,- untuk setiap Pembelian tanaman yang ditebas, dan sisanya akan
diberikan pada saat sudah dipanen, atau seminggu setelah kesepakata ada yang
dilakukan selain itu juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila dengan
tawar menawar penebas dan petani setuju maka transaksi sah dan tanaman menjadi
milik penebas, sebaliknya apabila dengan tawar menawar penebas dan petani tidak
setuju maka perjanjian batal.
Jenis tanaman yang ditebaskan di Desa Surojoyo biasanya yaitu tanaman
kacang tanah, ketela, jagung, petai, durian, rambutan, duku, langsep.Yang sering
ditebas yaitu tergantung musim panen pada saat itu.Dan di Desa Surojoyo pada
saat ini sedang ini sedang musim panen jagung, kacang tanah dan ketela.Akad
yang dilakukan di Desa Surojoyo hanya mengunakan lisan saja dan tidak tertulis,
dikarenakan pelaku jual beli kebanyakan orang tua yang tidak bisa baca tulis. Jadi
dengan menggunakan akad lisan saja, para pelaku jual beli sudah saling percaya
dengan adanya jual beli tebasan tersebut.Faktor yang mempngaruhi masyarakat
melakukan jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan
mereka karena profesi mereka sebagai petani dan sudah menjadi adat kebiasaan
dari nenek moyang terdahulu.Di dalam jual beli tebasan yang dilakukan di desa
surojoyo pernah terjadi perselisihan akibat transaksi jualbeli tebasan yang
dilakukan. Perelisihan yang sering terjadi yaitu perselisihan dikarenan transaksi
61
panjer atau uang muka, perjanjian diawal transaksi dengan cara panjer yaitu
membayar setengah harga atau seperempat kemudian kurangan akan dibayarkan
seminggu setelah panen. Namun nyatanya banyak para penebas mengulur waktu
pembayaran tersebut sehimgga menyebabkan perselisihan akan tetapi perselisihan
tersebut tidak terlalu sering, banyak juga penebas yang jujur dan tepat waktu
dalam membayar.
Masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten
Magelangsebenarnya sudah mengetahui bahwa jual beli yang dilakukan itu tidak
diperbolehkan akan tetapi masyarakat di Desa Surojoyo tetap melakukannya
dengan alasan bahwa mereka melakukan jual beli dengan sistem tebasan dengan
tepaksa karena dengan jual beli tebasan mereka bisa mendapatkan uang untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan jual beli tebasan termasuk salah satu mata
pencaharian masyarakat Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo untuk
mensejahterakan kahidupan.
Pandangan para tokoh agama yang ada di Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo tentang jual beli tebasan yaitu para tokoh agama memperbolehkan
jual beli tebasan asalakan tidak ada yang dirugikan dari kedua belah pihak, yaitu
dari penjual maupun penebas.(sumber data: wawancara dengan pak Sugeng pada
taggal 30 Juni 2015).
62
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamantan
Candimulyo
Praktek jual beli sistem tebasan yang terjadi di Desa Surojoyo adalah
menjual atau membeli hasil panen yang masih muda dan masih berada di dalam
pohon. Akad yang digunakan ada dua macam, seperti:
1. Down Payment (DP) atau uang muka, di dalam istilah jual beli tebasan sering
disebut dengan panjar.
2. Dengan membayar secara lunas.
Biasanya jenis tanaman yang diperjual belikan dengan sistem tebasan
adalah tanaman kacang tanah, ketela, jagung, petai, durian, rambutan, duku, dan
langsep.Jual beli tebasan seperti ini sering dilakukan petani pemilik sawah dengan
para penebas.Jual beli yang dilakukan di Desa Surojoyo dikatakan jual beli
Ijon.Sedangkan jual beli ijon itu sendiri di dalam hukum Islam tidak diperbolehkan
bahkan hukumnya haram. Seperti telah dijelaskan pada hadis dibawah ini :
مرة حتى صلى للا عليه و سلم نهى عن بيع الث أن رسول للا
مرة فبم .تزهى قالوا وما تزهى قال الث .فقال إذا منع للا تحمر
تستحل مال أخيك. متفق عليهArtinya: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang Penjualan buah-
buahan (hasil tanaman) hingga menua?” Para sahabat bertanya, "Apa
maksudnya telah menua?"Beliau menjawab, "Bila telah berwarna
63
merah."Kemudian beliau bersabda, "Bila Allah menghalangi masa
penen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa
engkau memakan harta saudaramu (uang Pembeli)?"(HR. Bukhari no.
2198 dan Muslim no. 1555).
Apabila diihat dari rukun Jual beli yaitu: barang harus suci, bermanfaat,
dapat diserahkan, dan diketahui, milik orang yang berakad. Salah satu syarat
barang yang diakadkan yaitu dapat diserahkan, Sedangkan jual beli tanaman yang
masih muda atau belum masak atau bahkan masih dalam berbentuk bunga, tentu
tidak ada barang yang bisa diserahkan. Jual-beli buah-buahan itupun belum jelas
apakah akan tumbuh dengan baik sampai buah masak dan siap dipanen atau justru
sebaliknya. Jika hasil tanaman tersebut ternyata rusak atau membusuk sebelum tua
makahal itu tidak akan bermanfaat,padahal salah satu syarat barang yang
diakadkan adalah barang yang bermanfaat. Syarat yang lain adalah diketahui, baik
kuantitas dan kualitasnya, sedangkan hasil tanaman yang sudah dijual atau dibeli
dalam keadaan muda atau bunga tentu banyak atau berat buah-buahan tersebut
belum jelas, serta kualitas dari buah-buahan juga belum jelas apakah akan
berkualitas baik sampai waktunya panen tiba ataukah tidak. Apabila kerusakan
pada buah-buahan tersebut tersebut benar-benar terjadi tentuya akan merugikan
pihak pembeli.
Dalam transaksi yang dilakukan para Penjual dan Pembeli yang ada di
Desa Surojoyo, mereka memberikan sejumlah uang sebagai DP (Down Payment)
atau Panjer kepada Penjual. Dan uang sisanya akan diberikan pada saat padi
64
dipanen, dan Pembeli memanen tanaman hasil panen seminggu setelah pembeli
memberikan uang panjer.
Masyarakat memahami jual beli seperti ini sebagai jual beli yang efisien,
karena masyarakat tidak perlu memikirkan bagaimana cara mereka untuk
memanen hasil tanamannya.mereka hanya tinggal menerima uangnya saja.
Menurut HR muslim : 1526
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Dahulu kami (para sahabat) membeli
makanan secara taksiran, maka Rasulullah melarang kami menjual lagi sampai
kami memindahkannya dari tempat belinya.
Sisi pengambilan hukum dari hadist ini, adalah bahwa jual beli sistem
borongan itu merupakan salah satu sistem jual-beli yang dilakukan oleh para
sahabat pada zaman Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan beliau tidak
melarangnya.Hanya saja, beliau melarang untuk menjualnya kembali sampai
memindahkannya dari tempat semula.Ini merupakan taqriri (persetujuan) beliau
atas bolehnya jual-beli sistem tersebut.Seandainya terlarang, pasti Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam akan melarangnya dan tidak hanya menyatakan hal
di atas.
65
Jual beli seperti yang dilakukan oleh masyarakat Surojoyo berupa
taksiran, termasuk jual beli yang gharar atau tidak jelas. Yaitu terdapat pada
ketidakpastian akan seberapa banyak tanaman hasil panen yang dihasilkandari
setiap kotak sawah, kadang rugi, kadang untung. Hal ini bisa juga diQiyaskan
dengan perjudian, yaitu mengundi nasib dengan perhitungan yang tidak pasti.
Seperti sabda Rasulullah yang melarang jual beli gharar yaitu:
Artinya :Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah
dan jual beli gharar.
Dari data yang saya peroleh alasan apa saja masyarakat Desa Surojoyo
melakukan jual beli tebasan, yang diungkapkan oleh 10 orang informan kami
dapatkan dapat diperoleh beberapa alasan yaitu sebagai berikut:
1. Dari pihak penjual (wawancara dengan pinto, parjo, uwuh, dolah, ari, wahono,
ari, muji, pada tanggal 13/6/2015).
a. Karena profesi mereka sebagai petani dan jual beli tebasan satu-satunya
mata pencaharian saya untuk nafkah keluarga.
b. Karena untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
c. Karena memang sudah terbiasa dngan jual beli tebasan.
2. Dari pihak Pembeli (wawancara dengan sugeng dan jilah pada tanggal
14/6/2015).
a. Karena sudah menjadi mata pencaharian yang pasti.
66
b. Tanaman yang masih muda atau mentah bisa didapatkan dengan harga yang
lebih murah. Sehingga saat tanaman tersebut telah tua harga jualnya tinggi
dan keuntungan yang mereka dapatkan akan lebih besar.
c. Karena alasan menolong Penjual yang terdesak kebutuhan.
Dari alasan yang disampaikan oleh informan pelaku jual-beli sistem
tebasan, bisa dilihat ada faktor yang sama yaitu faktor kebiasaan dan jual beli
tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo diakibatkan karena faktor ekonomi,
karena profesi mereka sebagai petani mata pencahaian satu-satunya yaitu dengan
melakukan jual beli tebasan. Walaupun karena alasan terdesak kebutuhan atau
alasan menolong orang yang terdesak kebutuhan.Jual beli sistem tebasanyang
dilakukan di Desa Surojoyo tetap saja dilarang karena jual beli tebasan disini
mengandung jual beli ijon dan jual beli dalam Islam itu dilarang.
B. Pandangan tokoh-tokoh agama dalam pelaksanaan jual beli tebasan yang
dilakukan di Desa Surojoyo
Pandangan para tokoh agamadi Desa Surojoyo tentang pelaksanaan jual
beli tebasan mengungkapkan bahwa jual beli tebasan itu diperbolehkan asalkan
tidak merugikan salah satu pihak antara petani dan penebas.
Menurut Nasrodin, salah seorang tokoh agama di Desa Surojoyo,
menyatakan bahwa jual beli tebasan itu diperbolehkan asalkan tidak merugikan
salah satu pihak yaitu petani maupun penebas, Dan pelaksanan jual beli tersebut
tidak ada kecurangan yang menimbulkan perselisihan.Akan tetapi jual beli yang
dilakukan di Desa surojoyo mengandung jual beli gharar karena transaksi jual beli
67
yang dilakukan membeli tanaman hasil panen yang masih muda atau belum
masak, dan jual beli tersebut termasuk jual beli yang belum pasti
kemanfaatannya.Didalam jual beli tebasan ini sebenarnya yang sering dirugikan
yaitu pihak petani, tetapi banyak juga pedagang yang rugi apabila taksirannya
dalam menebas meleset, dari peristiwa tersebut dapat terjadi kesenjangan sosial
tetapi tidak terlalu banyak karena masing-masing dari kedua belah pihak sama-
sama tahu harga pasar. Beliau juga setuju akan adanya jual beli tebasan yang
dilakukan di lakukan di Desa Surojoyo dengan alasan proses jual beli yang mudah
dan system tebasan juga menghemat biaya dan waktu.
Dengan adanya jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo
menimbulkan dampak dalam idang perekonomian bagi masyarakat, dampaknya
yaitu masyarakat Di Desa Surojoyo lebih sejahtera karena selain di bidang bisnis
secara tidak langung antara petani dan pedagang tercipta saling gotong royong
dalam bidang materiil (wawancara padatanggal 14 juli 2015).
Menurut turmudzi, salah seorang tokoh agama di Desa Surojoyo,
berpendapat bahwa pelaksanaan jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Suroyo
sudah menajadi adat kebiasaan turun temurun nenek moyang terdahulu sehingga
praktek jual beli tebasan masih terlaksana sampai sekarang.Di dalam jual beli
tebasan menurut beliau diperbolehkan asalkan di dalam pelaksanaannya tidak
mengandung unsur gharar didalam jual beli tebasan tersebut.para petani maupun
pedagang kebanyakan menyukai cara jual dengan sistem tebasan, karena dengan
68
jual beli yang petani dan penebas lakukan lebih efisien dalam masalah biaya
maupun waktu.
Dalam hukum Islam, lanjutan Turmudzi, jual beli tebasan itu
diperbolehkan asalkan di dalam pelaksanaan tidak ada unsur gharar didalamnya.
Dan beliau mengungkapkan bahwa di Desa Surojoyo tidak ada kesenjangan sosial
yang diakibatkan oleh jual beli tebasan, karena dari pihak petani maupun penebas
atau penjual sudah sama-sama berpengalaman dan mengetahui harga pasar jadi
secara tidak langsung mereka dapat memprediksikan harga yang nanti akan dijual.
Dampak yang diakibatkan jual beli tebasan di Desa Surojoyo dalam bidang
ekonomi baik petani maupun penebas atau penjual lebih bisa meningkatkan taraf
hidup sehari-hari dari hasil jual beli yang mereka lakukan (wawancara pada
tanggal 14 juli 2015).
Dari pendapat para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa praktek jual
beli tebasan di Desa Surojoyo diperbolehkan dengan alasan dalam jual beli tebasan
tidak mengandung unsur gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual beli tersebut
mengandung unsur gharar, sedangkan di dalam Islam jual beli yang mengandung
unsur gharar tidak diperbolehkan.
Para tokoh agama memperbolehkan jual beli tebasan demi kemaslahatan
umat karena petani dan pedagang menyukai cara jual beli dengan tebasan ini
dengan alasan pelaksanaan jual beli tebasan itu lebih efisien dalam masalah biaya
maupun waktu. Namun demikian pengaruh kemaslahatan tersebut tidak seberapa
yang terjadi pada masyarakat Desa Surojoyo, karena masih banyak yang dirugikan
69
salah satu pihak antara petani dan penjual yan diakibatkan jual beli tebasan. Proses
jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo dipengaruhi oleh Islam dan
budaya, sedangkan dalam hukum Islam jual beli tebasan yang dilakukan di Desa
Surojoyo tidak diperbolehkan karena mengandung gharar dan jual beli tebasan di
Desa surojoyo mengandung ijon dan di dalam Islam jual beliijon dilarang.
Apabila jual beli tebasan dikaitkan dengan studi Islam dengan pendekatan
sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya
pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa
Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit.Karena mereka sudah
mengetaui hukumnya jual beli tebasanyang mereka lakukan tidak diperbolehkan,
namun mereka masih melakukannya.
Masyarakat Desa surojoyo belum siap melaksanakan hukum Islam yang
ada, seperti dalam teori studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang
pengalaman beragama masyarakat, juga dapat mengevaluasi pola penyebaran
agama dan seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat.
C. Pandangan Sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan
Dalam pelaksanaan jual beli sistem tebasan yang dilakukan di desa
surojoyo jenis barang yang diperjual belikan yaitu umbi-umbian, biji-bijian dan
buah-buhan.Akad yang digunakan dalamjual beli ini yaitu menggunakan sistem
akad down payment (DP) yang sering disebut dengan sistem panjar dalam jual beli
tebasan.
70
Sedangkan di dalam hukum Islam itu sendiri akad jual beli dengan system
panjar itu tidak diperbolehkan, karena pada sistem ini, uang muka yang telah
diserahkan kepada penjual tidak dikembalikan apabila jual beli itu batal.Jelas hal
itu bisa merugikan pihak pembeli dan dapat menimbulkan konflik antar pembeli
dan penjual. Selain itu penjual memakan harta yang tidak jelas asalnya seperti
pada penggalan hadis di bawah ini :
ةا فابما را الثهما ناعا للاه ا ما . متفق عليهفاقاالا إذا الا أاخيلا تاستاحل ما
Kemudian beliau bersabda, "Bila Allah menghalangi masa panen buah-buahan
tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta
saudaramu (uang Pembeli)?" (HR. Bukhari no. 2198 dan Muslim no. 1555).
Jadi apabila buah-buahan atau padi yang telah dibayar oleh Penjual
kepada Pembeli apabila rusak atau busuk sebelum masa panen.Pembeli
mendapatkan barang yang tidak ada manfaatnya.Sedangkan Penjual mengambil
harga tanpa memberikan barang kepada Pembeli.
Dalam Al Qur‟an juga disebutkan bahwa memakan harta orang lain
dengan jalan yang bathil adalah dilarang. Jual-beli hanya sah dengan jalan
perniagaan atas suka sama suka, seperti yang dijelaskan dalam Qur‟an Surat An-
Nisa‟:29, yang berbunyi :
71
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.(QS An Nisa‟: 29)
Jual beli tebasan adalah jual beli dengan cara memborong barang atau
sesuatu untuk di beli seluruhnya. Dalam Praktek jual beli tebasan yang dilakukan
di Desa surojoyo itu terdapat sistem jual beli ijon, pengertian jual beli ijon itu
sendiri yaitujual beli buah yang belum jelas kemanfaatanya,sedangkan dalam
hukum Islam jual beli sistem ijon itu dilarang oleh agama. Karena jual beli buah
yang belum berbentuk (masih berupa bunga atau belum muncul sama sekali)
adalah jual beli yang dilarang menurut para ulama‟, karena jual beli semacam itu
termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual beli gharar
(penipuan karena pasti salah satu pelaku akan tertimpa kerugian).
Jadi jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak sesuai
dengan syariat Islam dan hukumnya dilarang, karena jual beli tebasan di Desa
Surojoyo mengandung jual beli dengan akad panjar dan jual beli dengan sistem
ijon.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli sistem tebasan adalah menjual atau membeli hasil tanaman yang
masih dalam keadaan muda dan belum siap panen.Sistem akad yang sering
digunakan dalam jual beli sistem tebasan adalah akad Panjar, melakukan
penghitungan dengan cara taksiran, dan membelinya dengan cara borongan.
Dari penelitian yang kami lakukan, dapat daiambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pelaksanakan jual beli dengan sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang sudah menjadi tradisi. Adapun yang menjadi
faktor-faktor penyebabmasyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu:
a. Faktor kebiasaan, dikarenakan sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai
petani maka salah satu mata pencahariannya adalah jual beli. Namun, jual
beli yang dilakukan tidak sesuai dengan syarat dan rukunnya yaitu jual beli
secara tebasan.
b. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka melakukan jual beli tebasan
adalah faktor ekonomi, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari.
2. Pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, mereka menyatakan bahwa jual
73
beli tebasandiperbolehkan demi kemaslahatan umat.Dan juga petani dan
pedagang menyukai cara jual beli dengan tebasan ini, dengan alasan
pelaksanaan jual beli tebasan itu lebih efisien dalam masalah biaya maupun
waktu. Namun demikian pengaruh kemaslahatan tersebut tidak seberapa yang
terjadi pada masyarakat Desa Surojoyo, karena masih banyak yang dirugikan
dari salah satu pihak, baik petani atau penjual, yang diakibatkan jual beli
tebasan. Proses jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak
terlepas dari asimilasi antara Islam dan budaya. Sedangkan dalam hukum Islam
jual beli tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo tidak diperbolehkan karena
mengandung gharar dan jual beli tebasan di Desa Surojoyo merupakan jual
beli ijon dan di dalam Islam jual beli ijon dilarang.
3. Jual beli tebasan di Desa Surojoyo menggunakan akad panjar dan transaksi
tersebut terdapat jual beli ijon karena transaksi tersebut memperjualbelikan
tanaman yang masih muda dan belum jelas kemanfaatannya. Jual beli tebasan
dikaitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh
agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap
perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh
agama terhadap masyarakat lebih sedikit, karena Mereka sudah mengetahui
hukumnya bahwa jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan
dalam hukum Islam, namun mereka masih melakukannya.
74
B. Saran
Untuk masyarakat Desa Surojoyo yang melakukan praktik jual beli
tebasandiharapkan mendapatkansebuah solusi untuk menjual hasil panen dengan
cara lain sesuai dengan Hukum Islam misalnya :
1. Petani dan pedagang diharapkan Menunggu sampai buah itu masak sehingga
Penjual dan Pembeli sama-sama mendapatkan keuntungan yang maksimal.
2. Sebaiknya para penjual dan pembeli mengganti akad ijon yang dilakukan
dengan akad jual beli Salam (pesan-memesan) yaitu dengan memberikan hasil
uang pesanan secara tunai ataupun dengan ansuran tetapi jika buah yang dibeli
itu melebihi uang yang diberikan maka Pembeli wajib membagi kelebihan dari
buah yang dia beli dengan Penjual, sebaliknya jika buah yang dibeli itu lebih
sedikit dari uang yang diberikan sebelumnya maka Penjual wajib
mengembalikan uang yang diberikan Pembeli kepada Penjual.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Al-Qur‟an Al-Karim. 2005. CV Penerbit J-ART.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ash-Shiddiqi, T.M Hasbi. 1999. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Azzam,Abdul Aziz Muhammad.2010. Fiqh Muamalah Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam. Jakarta:Sinar Grafika Offset.
Daymon, Christine & Holloway Immy. 2008. Metode-Metode Penelitian kualitatif.
Yogyakarta: Penerbit Bintang
Faji,senja.tt. Kamus lengkap Indonesia, Ed.Revisi, : Diva Publisher
Mudzhar, M Atho. 1999. Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi.
Semarang: IAIN press.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer, Bogor: Ghalia
Indonesia
Qardhawi, Yusuf. 2007. Halal Haram dalam Islam, Solo: Intermedia
Sabiq,Sayyid.1987. Fikih Sunnah Jilid 12.Bandung: PT.Al Ma‟arif
Syafe‟i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia
Syarifudin, Amir. 1997. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Tebba, Sudirman. 2003. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press.
Zein, Muhammad & Effendi, Satria. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
INTERNET
http://palupi-pambayunazzahra.blogspot.com/2013/02/makalah-fiqh-muamalah-ii-
study-banding.html
http://ppialittihad.blogspot.com/2012/02/jual-beli-ijon.html
WAWANCARA
Wawancara dengan Pinto, Parjo, Fatonah, Dolah, Ari, Wahono, Muji. warga Desa
Surojoyo sebagai petani. tanggal 13 juli 2015.
Wawancara dengan Sugeng dan Jilah. warga Desa Surojoyo sebagai pedagang.
Tanggal 14 juli 2015.
Wawancara dengan Nasrodin dan Turmudzi. Warga Desa Surojoyo sebagai pemuka
agama. pada tanggal 15 juli 2015