analisis produksi dan pemasaran kakao di...

113
ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN PROPINSI SUMATERA BARAT D A N I L SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: dangthuy

Post on 17-Sep-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

1

ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO

DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

PROPINSI SUMATERA BARAT

D A N I L

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 3: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Produksi dan Pemasaran

Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat adalah karya saya

dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang terbitan maupun tidak terbitan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Desember 2012

DANIL

NRP. H353100051

Page 4: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 5: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

ABSTRACT

DANIL. Analysis of Cocoa Production and Marketing in Kabupaten Padang

Pariaman West Sumater Province ( MUHAMMAD FIRDAUS as a Chairman and

SRI HARTOYO as a Member of the Advisory Committee)

The aim of this research is to analyze factors that influence cocoa

production, identified marketing chanel of cocoa, estimated marketing margin and

determined farmer share. This research used survey method to cocoa farmer and

wholeseller. Production analysis using Cobb-Douglas fuction and to analyze

marketing structure, conduct and performent analysis is used. The result of this

research show that cocoa production influenced by labour, manure, chemical

fertilizer, land area, number of plants produced dan farmer education.

Performance marketing of cocoa in Kabupaten Padang Pariaman is inefficient. It

is based on margin indicators and farmer share. According to result number of

fertilizer and plants produced need to optimalize in order to increased cocoa

production. Bargaining power of cocoa farmers need to increased by optimalize

farmer association.

Keywords: Cocoa, factor production, marketing channel.

Page 6: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 7: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

RINGKASAN

DANIL. Analisis produksi dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Propinsi Sumatera Barat (MUHAMMAD FIRDAUS sebagai Ketua dan SRI

HARTOYO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kabupaten Padang Pariaman merupakan daerah sentra pengembangan

kakao di Propinsi Sumatera Barat, hal ini didukung oleh sumberdaya alam dan

keadaan sosial budaya. Dengan adanya kebijakan pemerintah daerah menetapkan

Kabupaten Padang Pariaman sebagai sentra pengembangan kakao, sehingga luas

areal panen dan produksi terus meningkat. Tapi disisi lain produktivitasnya masih

rendah dibandingkan dengan produktivitas potensial kakao. Belum diketahuinya

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan kinerja lembaga pemasaran kakao

merupakan masalah dalam usaha pengembangan kakao rakyat. Penelitian ini

bertujuan (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di

Kabupaten Padang Pariaman, (2) mengidentifikasi jalur dan karakteristik lembaga

pemasaran kakao di Kabupaten Padang Pariaman, (3) menduga marjin yang

diterima setiap lembaga pemasaran, (4) menentukan besarnya bagian harga yang

diterima petani.

Analsis produksi menggunakan fungsi Cobb Douglas sedangkan kinerja

pemasaran di analsis dengan melihat struktur, perilaku dan keragaan pasar. Lokasi

penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan V Koto

Kampung Dalam dan Kecamatan Sungai Garingging. Sampel petani diambil

secara judgment sampling sebanyak 70 petani dan sampel pedagang diambil

secara sengaja (purposive) sebanyak 16 pedang.

Hasil penelitian menunjukan produksi kakao rakyat di pengaruhi oleh

input tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk kimia, luas lahan, jumlah tanaman

menghasilkan dan pendidikan petani. Dan kinerja lembaga pemasaran kakao

rakyat di Kabupaten Padang Pariaman belum baik, yang diindikasikan oleh : (1)

besarnya marjin pemasaran, (2) kecilnya bagian harga yang diterima petani, (3)

belum terintegrasinya pasar ditingkat petani dengan pasar ditingkat pedagang

kabupaten. Kondisi diatas menyebabkan rendahnya pendapatan petani.

Kata kunci : kakao, fungsi Cobb Douglas, struktur, perilaku dan keragaan pasar.

Page 8: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 9: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 11: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO

DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

PROPINSI SUMATERA BARAT

D A N I L

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

Pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 12: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

(Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang:

Dr. Ir. Henny K.S. Daryanto, M.Ec

(Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor)

Page 13: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

Judul Tesis : Analisis Produksi dan Pemasaran Kakao di Kabupaten

Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat

Nama Mahasiswa : Danil

Nomor Pokok : H353100051

Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Muhammad Firdaus ,S.P, M.Si, Ph.D Dr. Ir.Sri Hartoyo, M.S

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir.Sri Hartoyo, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

Tanggal Ujian: 27 November 2012 Tanggal Lulus:

Page 14: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 15: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul: Analisis

Produksi dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi

Sumatera Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan karakteristik pemasaran kakao di Kabupaten Padang

Pariaman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah dalam mengambil kebijakan dan merumuskan strategi pengembangan

kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

Penulis mengucapan terima kasih kepada Muhammad Firdaus, S.P, M.Si,

Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku anggota

komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

arahan dan masukan yang sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima

kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Gubernur Sumatera Barat yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti program Tugas Belajar di Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Dr. Ir. Henny

K.S. Daryanto, M.Ec sebagai Penguji yang mewakili Mayor Ilmu

Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah

memberikan masukan bagi perbaikan tesis ini.

3. Seluruh staf Mayor EPN, Mba Yani, Mba Ina, Mas Johan, Ibu Kokom,

dan Pak Husen yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk

membantu penulis selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan

studi.

4. Keluarga besarku dari Lintau dan Balai Gurah, teristimewa untuk kedua

orang tuaku terkasih, Drs. Faisal Baza dan Dra. Halidarni dan mertuaku Ir.

Ermaini, S.E. Adik-adikku keluarga Naldi, SSTP, M.Si , Keluarga Letda

Arm Ardy, dan Sitti Bahruni (ayo semangat ujian skripsinya).

Page 16: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

5. Istriku Hj. Ardini Florensia Pratiwi, S.E, S.S dan putri tersayang Khansa

Huriyah Zaafarani .

6. Teman-teman EPN angkatan 2010, Ardian, Pak U.J, Fanny, Mba Erni,

Mbak Khanti, Rena untuk kebersamaan selama perkuliahan dan proses

penulisan tesis ini, juga pada pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak memberikan sumbang

saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB.

Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini dapat

berguna bagi semua pihak. Terimakasih.

Bogor, Desember 2012

Danil

Page 17: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Padang pada tanggal 22 Mai 1980 dari Ayah

Drs. Faisal Baza dan Ibu Dra. Halidarni. Anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 1998 lulus dari SMA Negeri 3 Padang dan tahun 1999 diterima

sebagai mahasiswa S1 pada Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian di

Universitas Andalas Padang melalui jalur UMPTN, tamat April 2004. Penulis

melanjutkan studi S2 tahun 2010 pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu

Ekonomi Pertanian, dengan pilihan konsentrasi Pembangunan Pertanian di

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Program Tugas

Belajar dari Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat.

Penulis bekerja sebagai PNS di Pemda Kabupaten Pasaman pada tahun

2006 – 2009, dan tahun 2009 pindah ke Pemda Propinsi Sumatera Barat sampai

dengan sekarang.

Penulis menetap di Kota Padang, menikah tahun 2009 dengan Hj Ardini

Florensia Pratiwi, S.E, S.S dan telah dikaruniai seorang putri, Khansa Hurriyah

Saafarani.

Page 18: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 19: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL …………………………………………….… xiv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….. xvi

I. PENDAHULUAN …………………………………………….… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………….… 1

1.2. Perumusan Masalah ………………………………………… 5

1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 8

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ………………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 9

2.1. Penelitian Analisis Produksi ..…………………..……… 9

2.2. Penelitian Analisis Pemasaran …….……….....………… 11

III. KERANGKA TEORITIS ……………………………………… 13

3.1. Teori Produksi …………………………………………….… 13

3.2. Teori Pemasaran Komoditi Pertanian ……..………………… 15

3.3 Kerangka Konseptual ………...…………………………….… 24

IV. METODE PENELITIAN ……………………………………… 27

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ………………………………… 27

4.2. Jenis dan Sumber Data ……………………………………… 27

4.3. Metode Pengambilan Contoh ……………………………..… 27

4.4. Model Analisis …………………………………………….… 28

V. METODE PENELITIAN ……………………….……………… 33

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Padang Pariaman …….……… 33

5.2. Keragaan Usahatani Kakao di Kabupaten

Padang Pariaman …………………………………………….

36

VI. Analisis Produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman …... 41

6.1. Karakteristik Petani Responden ……………………………… 41

6.2. Struktur Produksi Kakao ……………………………………... 42

6.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 44

Page 20: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

Produksi Kakao ……………………………………………...

6.4. Pengujian Fungsi Produksi Kakao …………………………... 46

6.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariaman ……………………………………………….

48

VII. Analisis Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman ... 51

7.1. Struktur Pasar ……………………...…………………………. 49

7.2.Perilaku Pasar ………...………………………………………. 57

7.3. Kinerja Pasar …………………………………………………. 61

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 65

8.1. Kesimpulan …………………………………………………… 71

8.2. Saran ………………………………………………………….. 71

DAFTAR PUSTAKA ……………….…………………...…….… 73

LAMPIRAN ……………………………………………………... 77

Page 21: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas

Kakao di Indonesia Tahun 2005-2009 ….……...……………..…

2

2. Keadaan Tanaman Kakao di Propinsi Sumatera Barat Tahun

2011 ………………………………………………………………

3

3. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas

Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2003-2011 …..…..

5

4. Perbandingan Luas Kecamatan dan Jumlah Nagari di Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2010 …………………….……………..

34

5. Perkembangan Produksi Beberapa komoditas Tanaman

Perkebunan di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2007 – 2010

35

6. Perbandingan Luas Areal Tanaman dan Produksi Kakao di

Semua Kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2010

36

7. Karekteristik Petani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ……………………………….…………………...…

36

8 Usia Petani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012... 41

9. Tingkat Pendidikan Petani di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ………………………………………………………

41

10. Kepemilikan Tanaman kakao yang Menghasilkan ……………… 42

11. Karakteristik Usahatani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ………………………………………………………

43

12. Rata-rata Produksi, Biaya dan Pendapatan Usahatani Kakao per

Hektar Per Hektar Per Tahun di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ……..………………………………………………..

43

13 Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2012 ……..…………………………….

48

14. Matriks Hasil Analisis Keragaan Pasar Kakao di Kabuapten

Padang Pariaman tahun 2012 ……………………..……………...

61

Page 22: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

15. Marjin Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ……………...…………….…………………………

63

16 Ratio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Kakao di Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2012 …………………………………

64

17

HAsil Analsis Keterpaduan Pasar Kakao di Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2012 …………………………………………....

67

Page 23: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Konseptual Penelitian ……………………...………… 25

2. Saluran Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012 ………………………………………………………...

52

Page 24: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 25: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Standarisasi Mutu Biji Kakao Ekspor Berdasarkan

SNI 01-2323-1995 ……………………………………………….

79

2. Program dan Output Komputer SAS Release 9.1 Analisis

Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Kakao di Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2012 …………………………………….

80

3. Program dan Output Komputer SAS Release 9.1 Analisis

Keterpaduan Pasar Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun

2011-2012 …………………………………………………………

82

4. Data Primer Untuk Analisis produksi kakao di Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2012 ……………………………………………...

84

5. Rata-rata Harga Kakao di Tingkat Petani dan Pedagang dalam

Bulan Selama Satu Tahun ( Agustus 2011 – Juli 2012) ….………..

87

Page 26: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini
Page 27: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

1

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian,

mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional.

Peranannya terlihat nyata dalam penerimaan devisa negara melalui ekspor,

penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

baku berbagai industri dalam negeri, perolehan nilai tambah dan daya saing serta

optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Peranan subsektor perkebunan bagi perekonomian nasional tercermin dari

realisasi pencapaian PDB yang mencapai Rp. 106.19 trilyun (atas dasar harga

berlaku) pada tahun 2009 atau berkontribusi 14.89 persen dari total PDB sektor

pertanian secara luas. Peranan ekspor komoditas perkebunan pada tahun 2009

memberikan sumbangan surplus neraca perdagangan bagi sektor pertanian sebesar

US$ 22.83 milyar dimana subsektor lainnya mengalami defisit (Dirjenbun, 2010).

Gambaran kegagalan pembangunan ekonomi pada saat terjadinya krisis

memberikan hikmah pentingnya merubah paradigma pembangunan yang selama

ini bercorak sektoral, lebih bertumpu pada kegiatan-kegiatan eksploitasi

sumberdaya alam dan tidak berbasis sumberdaya domestik. Dimana eksploitasi

ini dilakukan dengan semaksimal mungkin. Dengan semakin terbatasnya

sumberdaya alam yang tidak terbaharui (unrenewable) serta menurunya kapasitas

produksi sumberdaya alam terbaharui (renewable recsources), memberikan tanda

bahwa di masa akan datang paradigma pembangunan ekonomi lebih mengarah

kepada pembangunan ekonomi wilayah yang berbasis komunitas lokal (local

community-based economy) dan sumberdaya domestik (domestic resource-based

economy). Menurut Rustiadi (2000) bahwa pembangunan yang berbasis

komonitas lokal merupakan pembangunan yang ditujukan dan dilaksanakan oleh

masyarakat lokal untuk meningkatkan kesejahteraannya secara berkelanjutan yang

disesuaikan dengan kapasitas dan kondisi lingkungan sumberdaya alamnya.

Sedangkan pembangunan yang berbasis sumberdaya domestik dalam

penggunaannya harus mencakup sumberdaya fisik alam (natural resource),

Page 28: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

2

sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya sosial (social capital) dan

sumberdaya buatan (man-mad capital).

Sektor pembangunan ekonomi yang memenuhi kriteria dan kondisi

paradigma pembangunan tersebut adalah sektor pertanian. Salah satu komoditas

perkebunan dari sektor pertanian yang memberikan andil dalam pembangunan

ekonomi nasional adalah tanaman kakao. Ditinjau dari sudut pengusahaan maka

komoditas ini mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, karena secara

nasional hampir 87 persen pengembangan kakao diusahakan oleh perkebunan

rakyat, sedangkan sisanya diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara dan

Perkebunan Besar Swasta (Dirjenbun, 2010).

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Kakao

di Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Luas Areal Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(ton/ha)

2005 631 961.6 693 701 0.91

2006 591 960.5 702 207 0.84

2007 530 382.3 671 370 0.79

2008 659 946.8 740 681 0.89

2009 565 553.4 694 783 0.81

Sumber: Dirjenbun, 2010

Secara nasional produksi kakao rakyat mengalami peningkatan seiring

dengan perubahan luas areal panen perkebunan kakao. Pada awalnya tahun 2005,

produksi perkebunan kakao rakyat yang semula sebesar 693 701 ton meningkat

menjadi 694 783 ton pada tahun 2009.

Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang

mengembangkan komoditas perkebunan kakao. Tabel 2 menggambarkan dari 19

Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Padang Pariaman

merupakan salah satu daerah yang merupakan sentra pengembangan perkebunan

kakao rakyat. Hal ini ditunjang oleh keadaan iklim dan tanah yang sesuai dengan

syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan.

Pasar kakao dunia yang besar merupakan peluang yang harus

dimanfaatkan. Indonesia berpeluang untuk mengisi pasar kakao tersebut, melalui

peningkatan produksi kakao dalam negeri dengan cara meningkatkan

produktivitas persatuan luas tanam kakao nasional dan perluasan areal pertanaman

Page 29: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

3

kakao. Produksi dan luas kakao di Propinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada

Tabel berikut ini :

Tabel 2. Keadaan Tanaman Kakao di Propinsi Sumatera Barat Tahun 2011

No Kabupaten/Kota Luas Areal

Panen (ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(ton/ha)

1 Agam 4 572 3 893 0.86

2 Pasaman 17 306 16 125 0.93

3 Limapuluh Kota 4 266 3 637 0.85

4 Tanah Datar 2 103 1 752 0.83

5 Padang Pariaman 13 312 15 540 1.17

6 Solok 2 584 2 145 0.83

7 Pesisir Selatan 2 734 2 285 0.83

8 Sijunjung 2 151 1 843 0.86

9 Kep. Mentawai 1 368 1 135 0.83

10 Solok Selatan 916 821 0.90

11 Pasaman Barat 8 374 7 817 0.93

12 Dharmasraya 1 830 1 494 0.82

13 Kota Padang 804 685 0.85

14 Kota Padang Panjang 10 9 0.90

15 Kota Payakumbuh 919 788 0.86

16 Kota Solok 260 224 0.86

17 Kota Sawahlunto 1 929 1 894 0.98

18 Kota Bukittinggi 15 13 0.87

19 Kota Pariaman 598 561 0.94

Sumber : Dinas Perkebunan Prop. Sumatera Barat, 2012

Pengusahaan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

pada umumnya hampir sama dengan daerah lain, yaitu secara monokultur maupun

kebun campuran. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik petani pada wilayah ini

yang memiliki keragaman dalam pola usahatani. Secara historis pengusahaan

tanaman perkebunan di wilayah ini, sudah lama berlangsung. Dimana komoditi

perkebunan yang menjadi perioritas pengembangan dan sumber pendapatan

petani, pada mulanya adalah pinang dan kelapa (Dinas Perkebunan Kab. Padang

Pariaman, 2012).

Secara umum aktivitas masyarakat Kabupaten Padang Pariaman masih

berorientasi pada usaha tanaman perkebunan dan menjadikan komoditi

perkebunan sebagai sumber mata pencaharian utama. Pengembangan tanaman

kakao di Kabupaten Padang Pariaman adalah perkebunan rakyat yang diusahakan

oleh petani lokal dalam skala kecil dan pengelolaannya masih bersifat tradisional,

karena belum ada yang diusahakan oleh perkebunan besar negara maupun

Page 30: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

4

perkebunan besar swasta. Dalam pengembangannya komoditi ini mengalami

peningkatan yang cukup pesat, hal ini selain dipengaruhi oleh perubahan harga

berbagai komoditi perkebunan, di lain sisi karena ditunjang oleh keadaan

agroklimat wilayah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman perkebunan.

Sehingga Kabupaten Padang Pariaman cocok untuk pengembangan tanaman

kakao.

Di tinjau dari aspek agronomis, tanaman kakao mulai berproduksi pada

umur tiga tahun dengan umur ekonomisnya dua puluh tahun. Pengusahaan

tanaman kakao oleh petani memiliki spesifikasi tersendiri dalam sistem usahatani

(farming system). Sebab dalam pelaksanaannya, tanaman ini sering dibudidayakan

dengan pola sistem tumpangsari dengan tanaman perkebunan lainnya, seperti

kelapa dan tanaman buah-buahan. Bahkan dalam penanamannya kebanyakan

diawali dengan penanaman pohon pelindung yang nantinya mempunyai nilai

ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung. Penanaman kakao rata-

rata diusahakan pada lahan-lahan yang hak kepemilikannya adalah milik

perorangan dan hak kepemilikan bersama (hak ulayat). Proses pembentukan hak-

hak masyarakat atas lahan ini umumnya bersifat turun-temurun dan pengakuan

atas hak-hak (property right) masyarakat telah berlangsung lama sejak mereka ada

dilokasi tersebut.

Sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan pasar lokal, nasional

maupun dunia menyebabkan laju pertumbuhan pengusahaan komoditas ini

semakin pesat, bila dibandingkan dengan pengembangan komoditi perkebunan

lainya seperti kelapa, dan pinang. Sehingga dalam kurung waktu tujuh tahun

pengembangan komoditi ini mengalami peningkatan yang cukup pesat.

Pada Tabel 3 dapat kita lihat pada tahun 2006 produksi kakao Kabupaten

Padang Pariaman mencapai 2 591 ton, mengalami kenaikan dari tahun 2005 dan

pada tahun 2011 produksi kakao Kabupaten Padang pariaman terus naik mencapai

9 971 ton dengan luas areal panen mencapai 12 054 hektar. Sehingga jika kita

lihat dari produktivitasnya, maka produktivitas rata-rata kakao rakyat di

Kabupaten Padang Pariaman adalah 1.17 ton per hektar. Produktivitas tersebut

sudah diatas produktivitas nasional, tapi masih jauh dibawah produktivitas

Page 31: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

5

potensial kakao yang mencapai 2 ton per hektar (Dinas Perkebunan Kab. Padang

Pariaman, 2012).

Tabel 3. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Kakao di

Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2003-2011

Tahun Luas Areal Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(ton/ha)

2003 1 068 117 0.11

2004 1 068 438 0.41

2005 1 078 1 636 1.52

2006 1 068 2 591 2.43

2007 3 351 2 624 0.78

2008 5 086 5 941 1.17

2009 6 160 6 993 1.13

2010 9 587 11 220 1.17

2011 13 312 15 540 1.17

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Padang Pariaman, 2012.

Kakao merupakan komoditi ekspor yang permintaannya terus meningkat.

Upaya untuk peningkatan produktivitas dan kualitas kakao terus dilakukan,

sehingga pendapatan yang diperoleh petani meningkat. Aspek produksi dan

pemasaran ini tidak dapat dipisah dalam peningkatan pendapatan petani. Salah

satu faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah kurangnya pengetahuan

petani mengenai pemasaran hasil kakao, seperti saluran dan karakteristik

pemasaran yang akan memberikan keuntungan yang maksimal pada petani.

1.2. Perumusan Masalah

Tanaman perkebunan yang pada awalnya menjadi prioritas pengembangan

oleh masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman adalah tanaman kelapa dan

pinang. Namun faktor merosotnya harga pinang dan belum membaiknya harga

kelapa di pasar nasional maupun lokal, dan semakin membaiknya prospek harga

kakao di tingkat petani menyebabkan semakin besar perhatian petani pada

pengembagan komoditi kakao.

Pilihan petani terhadap pengembangan komoditas ini juga dipicu oleh

begitu besarnya tuntutan kebutuhan pokok keluarga tani yang terus meningkat,

sementara meningkatnya kebutuhan tersebut tidak seiring dengan pendapatan

petani. Dan juga faktor keterbatasan lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan

menjadi kendala dalam mencari pekerjaan lain. Kondisi inilah yang menjadikan

Page 32: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

6

tanaman kakao sebagai komoditi perkebunan yang memiliki luas lahan terbesar

kedua setelah kelapa (Dinas Perkebunan Kab. Padang Pariaman, 2012).

Pengembangan kakao di Indonesia dan Kabupaten Padang Pariaman,

masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan pemasaran pada

pasar domestik dan ekspor. Kabupaten Padang Pariaman yang merupakan sentra

utama tanaman kakao di Sumatera Barat, belum mampu memberikan sumbangan

atau pendapatan yang berarti, baik bagi daerah maupun bagi petaninya sendiri.

Sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan

kakao yaitu dari segi teknologi bercocok tanam, pengolahan pascapanen,

perencanaan bisnis dan pemasaran, serta aspek sosial ekonomi budaya. Hal ini

terlihat jelas dari usahatani yang dilakukan petani masih tradisional.

Secara teknis pertanian, usaha pengembangan perkebunan kakao lebih

mengarah pada perluasan areal tanaman, peningkatan produktivitas tanaman serta

perbaikan mutu hasil. Berdasarkan laporan Dinas Perkebunan Kabupaten Padang

Pariaman (2012) bahwa produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang

Pariaman adalah 1.17 ton/ha, angka tersebut masih jauh dibawah tingkat

produktivitas potensial yang bisa dicapai tanaman kakao yaitu sebesar 2 ton/ha

(Spillane, 1995). Sehingga hal tersebut merupakan permasalahan yang terbesar

bagi petani dan pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut. Dari fakta

tersebut, faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariaman ?

Perkembangan areal tanam dan produksi kakao telah menarik banyak

pihak untuk terlibat dalam proses pemasarannya. Ada banyak pedagang, lembaga

pemasaran maupun pemerintah, dengan kepentingannya masing-masing ikut

berperan dalam pemasaran kakao. Sementara mutu kakao yang dihasilkan petani

belum memiliki standar yang jelas. Dan petani tidak mempunyai kekuatan dalam

penentuan harga, dimana harga di tentukan oleh pedagang. Hal ini akan

mempengaruhi proses pemasarannya karena mekanisme pembentukan harga

komoditas kakao di pasar akan berdampak langsung pada perilaku partisipan yang

terlibat dalam perdagangan komoditas ini. Eksportir, pedagang lokal, pedagang

pengumpul dan petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga.

Seberapa besar dampak harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran kakao,

Page 33: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

7

sangat tergantung pada kekuatan masing-masing pelaku yang terlibat dalam rantai

pemasaran kakao itu sendiri. Sehingga aspek pemasaran mempunyai peranan yang

sangat kuat dalam perkembangan usahatani.

Keadaan pasar kakao seperti yang digambarkan di atas berpotensi

menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani produsen. Pola pemasaran yang

terjadi akan cenderung tidak terorganisir karena melibatkan pelaku pemasaran

yang banyak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Sehingga daya tawar petani

juga cenderung rendah karena jumlah petani sangat banyak dan tersebar di

berbagai wilayah, belum adanya koordinasi dan kerjasama antar petani,

persaingan pasar yang semakin kompetitif, lokasi konsumen akhir kakao yang

jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai distribusi yang

jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku kakao, ditambah lagi dengan

masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di atas. Petani tidak akan

menjadi penentu harga, perilaku harga akan cenderung didominasi oleh

kepentingan pedagang besar dan eksportir

Hal tersebut mengindikasi bahwa pasar kakao bersifat oligopsoni. Selama

ini hasil panen hanya ditampung oleh pedagang kabupaten atau eksportir saja,

melalui pedagang-pedagang perantara, yang nantinya akan memperdagangkan

kakao keluar wilayah Kabupaten Padang Pariaman atau ke pasar luar negeri.

Saluran pemasaran kakao yang terbentuk cenderung dikuasai oleh pedagang

pengumpul. Dengan pola distribusi yang demikian, dimana informasi harga di

tingkat eksportir/importir tidak diketahui dengan jelas, harga kakao bisa berubah

dengan cepat dan cenderung fluktuatif yang menimbulkan ketidakpastian bagi

petani. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang muncul yang perlu dijawab adalah

bagaimana struktur, perilaku, kinerja pasar kakao, dan berapa marjin dari lembaga

pemasaran dibandingkan dengan proporsi harga yang diterima petani ?

Berdasarkan uraian di atas, serta terbukanya prospek pengembangan kakao

di masa yang akan datang. Maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek

produksi dan pemasaran kakao. Bagaimana keterkaitan antara kegiatan produksi

kakao di tingkat usahatani dengan pemasaran kakao sebagai komoditas pertanian

yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran, serta bagaimana

peranannya dalam mempengaruhi dan menentukan harga kakao yang merupakan

Page 34: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

8

sinyal bagi produsen dan konsumen. Sehingga dengan adanya penelitian ini

diperoleh informasi mengenai keragaan produksi dan pemasaran usahatani kakao

di Kabupaten Padang Pariaman.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latarbelakang dan permasalahan diatas, penelitian ini

dilakukan bertujuan untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariaman.

2. Mengidentifikasi jalur dan karakteristik lembaga pemasaran kakao di

Kabupaten Padang Pariaman.

3. Menduga marjin yang diterima setiap lembaga pemasaran.

4. Menentukan besarnya bagian harga yang diterima petani.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya mempelajari analisis produksi dan pemasaran

kakao rakyat, yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan

analisis pemasaran meliputi struktur, prilaku dan keragaan pemasaran kakao di

Kabuapten Padang Pariaman.

Keterbatasan penelitian ini adalah fakta yang digambarkan merupakan

kegiatan dan keadaan pada saat penelitian dilakukan, selanjutnya berdasarkan

fakta tersebut dilakukan penyimpulan mengenai masalah-masalah penelitian yang

ingin dibuktikan atau dicari hubungannya. Dan untuk analisis pemasarannya pada

penelitian ini dibatasi sampai pada pedagang kakao di Kabupaten Padang

Pariaman.

Page 35: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Analisis Produksi

Hasil penelitian yang diselenggarakan oleh Gonarsyah et al. (1990) bahwa

pola tanam kakao perkebunan rakyat di Indonesia (kasus Sulawesi Tenggara)

terdiri atas dua bentuk, yaitu monokultur dan tumpangsari. Pola tanam

monokultur dilakukan oleh petani di tegalan, sementara pola tanam tumpangsari

dilakukan oleh petani di kebun kelapa. Ini mengindikasikan bahwa pengusahaan

tanaman kakao pada awalnya dilakukan di kebun kelapa, setelah itu baru

dilakukan di tegalan secara monokultur. Ini mengartikan bahwa pengembangan

tanaman kakao memperoleh respon positif dari pekebun. Keberhasilan tersebut,

pada hakekatnya lebih banyak dikarenakan adanya respon positif pekebun

terhadap relatif tingginya harga biji kakao kering yang diterima pekebun pada

pertengahan tahun 1980-an. Selain itu, instruksi pemerintah daerah untuk

mengusahakan komoditi kakao di wilayah tersebut cukup menonjol.

Akiyama dan Nishio (1997) telah menguji kebijakan pemerintah yang

mempengaruhi perluasan produksi kakao di Indonesia, dan mengidentifikasikan

persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengembangan kakao. Penelitian ini

memanfaatkan analisis deskriptif, dan sama seperti studi-studi yang dikemukakan

sebelumnya, studi ini belum mengaitkan dengan kinerja ekonomi wilayah. Salah

satu kesimpulan penting dari penelitian ini ialah bahwa perluasan produksi kakao

yang cepat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang membatasi intervensi.

Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan agar pemerintah Indonesia

menerapkan kebijakan (non-intervensi) perdagangan kakao terhadap komoditi

lainnya.

Bafadal (2000) telah menyelenggarakan studi yang menganalisis produksi

dan respon penawaran kakao rakyat dengan studi kasus Propinsi Sulawesi

Tenggara. Penelitian tersebut diselenggarakan dengan menggunakan metode

survai, dan memanfaatkan analisis ekonometrika. Sebagaimana penelitian-

penelitian lainnya, meskipun penelitian ini mengambil kasus Propinsi Sulawesi

Tenggara, namun penelitian ini belum mengaitkan komoditi kakao dengan kinerja

ekonomi wilayah. Penelitian ini dititik beratkan pada aspek-aspek usahatani.

Page 36: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

10

Penelitian ini menemukan bahwa luas areal dipengaruhi oleh harga riel kakao dan

harga riel pupuk urea. Selanjutnya, produktivitas dipengaruhi oleh harga riel

cengkeh, harga riel pupuk urea dan luas areal. Luas areal lebih respon

dibandingkan dengan produktivitas terhadap perubahan harga riel kakao dalam

jangka pendek dan jangka panjang. Penawaran (produksi) kakao dalam jangka

pendek dan jangka panjang responsif terhadap perubahan harga riel kakao dan

harga riel pupuk urea, tetapi penawaran tersebut tidak responsif terhadap

perubahan upah riel tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan Slameto (2003), tentang efisiensi produksi

usahatani kakao untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

kakao di Provinsi Lampung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yang

mencakup tiga kabupaten sebagai daerah sampel. Analisis menggunakan fungsi

produksi Cobb-Douglas. Produksi kakao rakyat sangat dipengaruhi oleh input

tenaga kerja, pupuk kandang, pestisida, luas lahan, jumlah dan umur tanaman

kakao, serta penggunaan klon unggul, seluruhnya memberikan pengaruh positif

terhadap produksi. Penggunaan input produksi dapat meningkatkan produksi

kakao rakyat dengan proporsi yang sama yang ditunjukkan oleh ekonomi skala

usaha yang cenderung pada kondisi constant return to scale.

Dalam tahun 2004, Gonarsyah menyelenggarakan studi kasus yang

bertujuan menguji kendala-kendala kunci dan isu-isu pemerintahan tentang

perluasan integrasi vertikal usahatani, perusahaan dan konsumen dalam industri

kakao di Indonesia. Isu utama yang dibahas ialah bagaimana memperbaiki sistem

di mana pemerintah dapat membantu menciptakan sistem tersebut bekerja atas

kepentingan petani untuk keuntungan bagi semua stakeholder dalam sistem

tersebut. Kesimpulan utama dari studi kasus tersebut ialah pertanyaan mendasar

tentang bagaimana kebijakan yang terkait dengan jenis industri kakao. Apakah

jenis industri kakao yang seharusnya dikembangkan dalam jangka panjang,

apakah industri kakao biji, atau industri chocolate (Gonarsyah, 2004: 1, 10).

Berdasarkan hasil penelitian Leonard (2011) di Ghana dengan judul

Analysis of Factors Affecting The Technical Efficiency of Cocoa Farmers in The

Offinso District-Ashanti Region Ghana. Penelitian ini menggunakan fungsi

Cobb-Douglas dan di dapatkan hasilnya bahwa (1) Faktor-faktor yang

Page 37: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

11

mempengaruhi produktivitas adalah luas areal, modal dan tenaga kerja.(2)

Sedangkan untuk input laiinya seperti pupuk dan mesin-mesin pertanian dapat

menurunkan efisiensi usahatani kakao.

2.2. Penelitian Analisis Pemasaran

Penelitian Noorsapto (1994), tentang keunggulan komparatif dan dampak

kebijakan pemerintah pada komoditi kakao di perkebunan rakyat, perkebunan

besar negara dan perkebunan besar swasta. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode analisis matrils kebijakan atau Policy Analysis

Matrix (PAM). Hasilnya menunjukan bahwa semua sistem komoditas kakao

adalah menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi dimana ketiga

bentuk pengusahaan mempunyai keunggulan komparatif dan secara finansial

mempunyai keunggulan kompetitif.

Model analisis yang di gunakan oleh Yudhistira (1997) dimana melakukan

penelitian di Perkebunan Besar Negara Rajamandala, Jawa Barat dalam kajian

keunggulan komparatif komoditis kakao. Hasil penelitian menunjukan secara

finansial dan ekonomi pengusahaan komoditas kakao menguntungkan atau layak

diteruskan. Dari analisis keuntungan privat diperoleh nialai Rp. 303 909 per kg

kakao kering dan dengan analisis ekonomi diperoleh keuntungan Rp 498.54 per

kg kakao kering. Ini berarti baik dalam pasar persaingan sempurna dan pasar

terdistorsi atau ada campur tangan pemerintah maka pengusahaan kakao layak

dilanjutkan. Dengan menggunakan kriteria Rasio Biaya Privat (PCR) dan Rasio

Biaya Sumberdaya domestik (DRC), pengusahaan komoditas kakao memiliki

keunggulan komparatif dengan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu yaitu 0.76

dan 0.58.

Wally (2001) melakukan penelelitian mengenai analisis tataniaga kakao

rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhi opsi kelembagaan tataniaga petani

kakao di Kabupaten Jayapura. Penelitian ini membedakan dua jenis kelembagaan

yaitu pola kemitraan dan pola tradisional. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mempelajari struktur pasar dan sistem tataniaga, mempelajari bentuk

kelembagaan tataniaga serta faktor yang mempengaruhi opsi petani terhadap

kelembagaan, serta bertujuan mengidentifikasi alternatif kebijakan pengembangan

Page 38: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

12

tataniaga kakao rakyat. Hasil penelitian yang dikemungkakan bahwa struktur

pasar biji kakao di Jayapura bersifat oligoponistik yang mengarah ke pasar lebih

bersaing. Marjin tataniaga kelembagaan kemitraan jauh lebih rendah dibanding

kelembagaan tradisional. Harga biji kakao pada pola kenitraan dominan

dipengaruhi oleh persentase perubahan harga di pasar lokal, sedangkan pola

tradisional dipengaruhi pembentukan harga FOB Jayapura. Kelembagaan

kemitraan menjadi opsi sebagian besar petani kakao Jayapura yang sangat

dipengaruhi oleh karakteristik individu petani berupa pengalaman dan pendidikan

formal petani. Untuk biaya transaksi berpengaruh sangat nyata terhadap peluang

kelembagaan.

Dan pada tahun 2007 dilakukan penelitian oleh Marcella Vigneri dengan

topik penelitian Ghana and the cocoa marketing dilemma: What has liberalisation

without price competition achieved? Hasil penelitian ini adalah Usaha yang

dilakukanpemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani kakao di ghana

adalah.: (1) Menambah jumlah pedagang kakao; (2) Membuat program pembelian

kakao langsung sevara tunai; (3) Menjaga stabilitas harga sepanjang musim.

Page 39: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

13

III. KERANGKA TEORITIS

3.1. Teori Produksi

Secara umum, produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan

sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama

sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan komoditi-

komoditi itu dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan

oleh konsumen terhadap komoditi itu. Istilah produksi berlaku untuk barang

maupun jasa, karena istilah komoditi memang mengacu pada barang dan jasa.

Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja

(Debertin, 1986).

Ada beberapa fungsi produksi yang bisa digunakan untuk mengetahui

hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output), diantaranya

adalah: fungsi produksi linier, kuadratik, polinominal akar pangkat dua,

eksponensial, CES (Constant Elasticity of Substitution) dan translog. Memilih

fungsi produksi apa yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan

banyak pertimbangan, karena masing-masing fungsi produksi memiliki

keunggulan dan keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian,

jenis data yang digunakan dan tujuan analisis. Soekartawi (2003), juga

menganjurkan tindakan berikut dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi

yaitu: (1) identifikasi masalah secara jelas, variabel-variabel apa saja yang

berfungsi sebagai penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan

pertama tersebut kemudian harus dilanjutkan dengan studi pustaka untuk melihat

apakah identifikasi masalah sesuai dengan teori yang benar yang dikombinasikan

dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan

trial and error untuk menguatkan model yang dipakai.

Fungsi produksi eksponensial (Cobb-Douglas) adalah fungsi yang sering

dipakai sebagai model analisis produksi dalam penelitian usahatani, karena

penggunaannya yang lebih sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-

output. Menurut Debertin (1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan,

penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan: (1)

secara metodologis lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan

Page 40: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

14

misalnya, karena variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data

cross section akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan

dengan fungsi keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana

dan lebih mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan

elastisitas produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat

diturunkan fungsi permintaan input.

Soekartawi (2003), menyebutkan ada tiga alasan pokok mengapa fungsi

Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1) penyelesaiannya

relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena

dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi

ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran

elastisitas, dan (3) besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat

besaran return to scale

Terlepas dari kelebihan tertentu yang dimiliki fungsi produksi Cobb-

Douglas jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, bukan berarti fungsi

tersebut sempurna. Kesulitan umum yang dijumpai dalam penggunaan fungsi

produksi Cobb-Douglas atau kelemahan dan keterbatasan fungsi ini adalah: (1)

spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang

negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil.

Hal ini juga mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel

independen yang dipakai, masalah ini sering terjadi dalam pendugaan

menggunakan metode kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini

terletak pada validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias

terhadap variabel manajemen karena kadang-kadang sulit diukur dan dipakai

sebagai variabel independen dalam pendugaan karena erat hubungannya dengan

variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi

yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, seperti misalnya

asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda,

tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa

sampel dianggap price takers (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat

dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi

Page 41: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

15

tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan

input tetap. Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan

teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau

komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi

atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor produksi

yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per satuan waktu.

Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = (X1, X2, X3, ...Xn/Zn)

dimana:

Q = Output atau produksi

X1, X2, X3, ...Xn = Input tidak tetap ke-1, 2, 3, ..., n

Zn = Input tetap ke-n

Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan teknis

yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas.

Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi yang

menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan

dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per satuan waktu. Petani yang maju

dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan faktor

produksi secara efisien.

3.2. Teori Pemasaran Komoditas Pertanian

Upaya peningkatan produksi dan perbaikan pemasaran merupakan satu

rangkaian yang saling berkaitan. Produksi yang tinggi tanpa didukung pemasaran

yang baik dan sebaliknya pemasaran yang baik yang tidak didukung oleh produksi

yang baik tidak akan berarti dalam pengembangan suatu komoditas. Sehingga

dalam meneliti sektor pemasaran sektor produksi tidak bisa diabaikan. Pengkajian

kedua sektor akan mendapatkan kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan

petani.

Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan

komoditas pertanian. Perumusan strategi dan program pengembangan pemasaran

yang mampu menciptakan kinerja pemasaran yang kondusif dan efisien, akan

memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1) mendorong

Page 42: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

16

adopsi teknologi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta daya saing

komoditas pertanian, (2) meningkatkan kinerja dan efektivitas kebijakan

pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait dengan program

stabilisasi harga keluaran, dan (3) perbaikan perumusan kebijakan perdagangan

domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara efektif dan optimal

(Rusastra et al. 2003).

Pada analisis produksi dan pemasaran kakao dalam penelitian ini,

pemasaran yang dimaksud pada intinya didefinisikan seperti yang dikemukakan

oleh Kohls dan Uhl (2002), yaitu sebagai semua kegiatan bisnis yang meliputi

seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang terlibat dalam arus komoditas

kakao, mulai dari titik awal produksi/petani produsen sampai kakao tersebut di

tangan konsumen akhir. Sehingga apabila proses produksi telah berjalan dengan

baik dan di dukung oleh kegiatan pemasaran yang efisien maka akan tercapailah

usahatani kakao yang memberikan keuntungan kepada petani.

Pembentukan harga suatu komoditas pada setiap tingkat pasar tergantung

pada struktur pasar tersebut, sehingga hubungan harga antara tingkat pasar

konsumen dengan tingkat pasar produsen tergantung kepada struktur pasar yang

menghubungkannya. Dalam struktur pasar yang bersaing sempurna misalnya,

hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar

konsumen atau hubungan antar tingkat pasar, akan erat sekali. Keadaan ini

merupakan salah satu cermin dari sistem pemasaran yang efisien.

Dalam hal ini, tugas pemasaran dalam suatu sistem pertukaran adalah

mempengaruhi koordinasi antar apa yang diproduksi dengan apa yang dibutuhkan

konsumen. Dan juga mekanisme harga berfungsi sebagai sistem komunikasi untuk

meneruskan informasi mengenai keinginan konsumen kepada produsen. Sinyal

harga menjadi pesan dari konsumen kepada produsen. Bila suatu produk atau

mutu tertentu dari suatu produk sangat dibutuhkan oleh konsumen, maka

harganya menjadi relatif lebih tinggi. Sinyal harga ini disampaikan melalui sistem

tersebut menuju ke produsen, sehingga dalam waktu tertentu produsen melakukan

penyesuaian yang menurutnya tepat secara ekonomi, dengan mengalokasikan

faktor produksi untuk memproduksi produk dengan tingkat mutu seperti yang

dikehendaki oleh konsumen.

Page 43: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

17

3.2.1. Konsep Efisiensi Pemasaran

Ada dua tipe efisiensi dalam kaitan dengan pemasaran yaitu efisiensi

teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis menunjukan pada hubungan input-

output yang terlibat dalam tugas pemanfaatan produksi di seluruh sistem

pemasaran. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses untuk membawa barang

ke tangan konsumen meliputi biaya perubahan bentuk, biaya penyimpanan dan

biaya pengangkutan. Pada umumnya efisiensi pelaksanaan aktivitas dan fungsi ini

dianggap tergantung pada teknologi yang tersedia (Purcell, 1979).

Efisiensi harga merujuk pada kemampuan sistem untuk mempengaruhi

perubahan dan mendorong relokasi sumberdaya agar dapat mempertahankan

kesesuaian antara apa yang diproduksi dan apa yang dibutuhkan konsumen.

Pemasaran menginginkan adanya efisiensi yaitu pengorbanan yang sekecil

mungkin terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efisiensi pemasaran

menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai

produk yang dipasarkan. Ada beberapa faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran

efisiensi pemasaran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima petani,

tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi pasar.

Kohls dan Uhl (2002), menyatakan bahwa perubahan sistem pemasaran

yang berakibat mengecilnya biaya kegiatan pemasaran tanpa mengurangi

kepuasan konsumen menunjukkan suatu perbaikan dari tingkat efisiensi

pemasaran. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya pemasaran tetapi

diikuti dengan berkurangnya kepuasan konsumen menunjukkan penurunan tingkat

efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran akan tercapai jika struktur pasar dapat

menciptakan iklim yang mendorong terjadinya proses yang seimbang antara

pelaku-pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Efisiensi pasar secara teoritis dapat

dicapai jika pelaku-pelaku pasar tidak melakukan suatu upaya rekayasa untuk

mempengaruhi harga pasar, atau bila pemasaran tersebut dapat memberikan

semua pihak (petani produsen, pedagang perantara dan konsumen) kepuasan balas

jasa yang seimbang sesuai dengan sumbangannya masing-masing meskipun

sifatnya relatif (adil yang proporsional).

Kohls dan Uhl (2002), lebih lanjut mengungkapkan bahwa analisis sistem

pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan struktur, perilaku dan keragaan

Page 44: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

18

pasar. Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan

hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga

pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar

masuk pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam

struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan

penjualan, penentuan harga dan siasat pemasaran seperti potongan harga. Struktur,

perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat

kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar

akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut, yang secara

bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan. Sehingga dari

analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar akan dapat dilihat tingkat efisiensi

dari sistem pemasaran tersebut.

3.2.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Kohls dan Uhl (2002), mengungkapkan bahwa analisis pemasaran dapat

dikaji melalui struktur (structure), perilaku (conduct), dan keragaan

(performance). Pendekatan SCP adalah pendekatan organisasi pasar yang

mencakup atau mengkombinasikan semua aspek dari sistem pemasaran atau

tataniaga.

a. Struktur Pasar

Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari

produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan suatu

resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan kinerja pasar. Antara lain ada

empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan ukuran perusahaan (isu

pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan keadaan produk (homogen atau

diferensiasi), mudah atau sukarnya untuk masuk dan keluar pasar atau industri

(barrier to entry) dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam

pemasaran. Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar,

yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan

sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.

Pasar Persaingan Sempurna (PPS) adalah kondisi pasar ideal dan

kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi yang

Page 45: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

19

harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di pasar, (2)

tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi pesaingnya di

pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada persaingan di luar

harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar dan (5) jenis produk

homogen dan identik, serta semua partisipan pasar mempunyai cukup informasi

dan pengetahuan tentang produk dan harga.

Sisi yang berlawanan sangat ekstrim dengan pasar persaingan sempurna

adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya pasar

oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika

diurutkan menurut kedekatan karakteristik masing-masing pasar satu sama lain,

maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik,

pasar oligopoli dan terakhir pasar monopoli.

Imperfect competition bisa juga dilihat dari perspektif pembeli atau

konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut

(monopolistik, oligopoli dan monopoli) juga dikenal struktur pasar monopsoni

dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar

dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu

perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah

situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau komoditas

(a few large buyers of a product).

Struktur pasar sebagian besar komoditas hasil-hasil pertanian terutama di

negara-negara berkembang, tergolong ke dalam struktur pasar monopsoni atau

oligopsoni, yang mayoritas pertaniannya merupakan usahatani subsistem karena

beragam faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sangat merugikan petani karena

dampak dari mekanisme pembentukan harga yang terjadi adalah tidak ada harga

terbaik, pembeli membeli hasil panen di bawah harga pasar yang seharusnya

(harga pada PPS) sehingga bagian harga yang seharusnya dinikmati petani

diambil oleh pembeli.

b. Perilaku Pasar

Perilaku pasar (market conduct) merupakan perilaku partisipan (pembeli

dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara individu

atau kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan

Page 46: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

20

lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu. Misalnya praktek-praktek

bisnis yang dilakukan perusahaan dalam kebijakan penentuan harga, promosi

penjualan dan berbagai strategi penjualan lainnya yang dilakukan untuk mencapai

hasil pasar yang spesifik. Pada prinsipnya hubungan pembeli dan penjual adalah

hubungan persaingan, tetapi setelah ada kesepakatan atau negosiasi, hubungan itu

menjadi transaksi.

Firdaus et al. (2008), lebih lanjut menyebutkan bahwa perilaku pasar

terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga

pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar

dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, produk dan promosi.

Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar

partisipan di pasar.

c. Kinerja Pasar

Kinerja atau keragaan pasar (market performance) merupakan hasil atau

pengaruh dari struktur dan perilaku pasar yang dalam realita dapat terlihat dari produk

atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Misalnya efisiensi harga atau

biaya produksi, biaya promosi penjualan, termasuk nilai informasi, volume penjualan

dan efisiensi pertukaran di pasar. Keragaan atau kinerja suatu industri diukur antara

lain dari derajat inovasi, efisiensi dan profitabilitas (Firdaus et al. 2008). Struktur dan

perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan

harga, biaya pemasaran, margin serta distribusi pemasaran, jumlah komoditas yang

diperdagangkan, korelasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen,

elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar.

Terdapat sejumlah faktor intrinsik dan eksternal yang berpengaruh terhadap

kinerja pemasaran produk pertanian. Secara intrinsik faktor yang berpengaruh

diantaranya adalah struktur pasar, tingkat integrasi pasar dan margin pemasaran.

Bentuk pasar yang terjadi dalam struktur suatu pasar akan mempengaruhi tingkat

kompetisi yang akan berdampak pada proses pembentukan harga, transmisi harga dan

bagian harga yang diterima petani. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

kinerja pemasaran produk pertanian adalah terkait dengan kebijakan pemerintah

seperti pengembangan infra struktur pemasaran (fisik dan kelembagaan), program

stabilisasi harga output, perpajakan dan retribusi, kebijakan pengembangan

produk dan pengolahan hasil pertanian dan lain-lain.

Page 47: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

21

Perbaikan terhadap kinerja pemasaran produksi pertanian akan bermanfaat

dalam mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani, karena kinerja

pemasaran yang kondusif akan mendorong adopsi teknologi dan bagian harga

yang diterima petani. Kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong

peningkatan produksi, distribusi, pengembangan produk dan insentif yang

proporsional bagi pelaku tataniaga dan kesejahteraan petani (Rusastra et al.2003).

3.2.3. Margin Pemasaran

Nicholson (2002), mengemukakan bahwa pola pembentukan harga

tergantung dari kekuatan-kekuatan pelaku dalam pasar. Dengan kata lain penjual

dan pembeli bertemu langsung, harga hanya ditentukan oleh kekuatan penawaran

dan permintaan secara agregat, sehingga jumlah uang yang dibayarkan oleh

konsumen sama dengan jumlah yang diterima produsen. Hal ini memberikan

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara harga di antara keduanya. Namun

dari hasil penelitian dalam bidang pemasaran pertanian ternyata terdapat

perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer dan konsumen

akhir. Perbedaan yang terjadi inilah yang disebut margin pemasaran yang

merupakan keuntungan dari kegiatan yang dilakukan dalam pemasaran (Cramer et

al. 1997). Bila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga

pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, maka margin pemasaran

diperoleh dari jumlah margin pemasaran dari tiap-tiap lembaga pemasaran.

Irawan dan Sudjoni (2001), berpendapat banyaknya lembaga pemasaran

dan jarak antara produsen ke konsumen sangat berpengaruh terhadap arus

distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun tingkat

harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran barang dari

produsen ke konsumen melalui banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka

akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada produsen

dibandingkan dengan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen.

Nilai margin pemasaran pada tiap komoditas berbeda-beda, dikarenakan

untuk tiap produk mempunyai jasa pemasaran yang berbeda-beda. Lebih lanjut

Dahl dan Hammond (1977), mengemukakan nilai margin pemasaran ini umumnya

ditetapkan dalam bentuk absolut seperti dalam persen. Dalam hal ini pedagang

Page 48: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

22

besar dalam memberikan tambahan harga (mark up) biasanya dalam bentuk

konstan yaitu persen yang disebut sebagai biaya margin tetap (margin fixed cost)

dan untuk pengecer dalam menetapkan tambahan harga dalam bentuk absolut

tetap secara margin uang (absolute). Dari margin yang di peroleh oleh tiap

lembaga pemasaran tersebut dapat kita ketahui efisien atau tidak saluran

pemasarannya.

3.2.4. Bagian Harga yang Diterima Petani

Efisiensi pemasaran dapat juga dianalisis dengan menghitung bagian harga

yang diterima petani atau farmer’s share. Kohls dan Uhl (2002), mengemukakan

untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai dasar

(Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di tingkat konsumen akhir (Pr)

dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang

berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani. Besar farmer’s share

(FS) dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transportasi, (3)

keawetan produk, dan (4) jumlah produk. Rumusannya sederhana, dinyatakan

dalam persentase (%), yang dirumuskan dalam persamaan FS = Pf/Pr x 100%.

Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani rendah,

maka saluran pemasaran tidak/belum efisien. Tapi sebaliknya jika dari hasil

pengujian diperoleh harga yang diterima petani mendekati harga di tingkat

konsumen akhir berarti saluran pemasarannya efisien, yang dapat meningkatan

pendapatan petani.

3.2.5. Keterpaduan Pasar

Pengertian keterpaduan pasar adalah seberapa jauh pemebentukan harga

suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di

tingkat lembaga lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui regresi sederhana,

analisis korelasi harga di setiap tingkat baik secara vertikal maupun horizontal dan

melalui elastisitas transmisi harga (Et).

Dalam suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya

korelasi positif yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986).

Pada umumnya pendekatan ini banyak dipakai untuk menguji apakah pasar

Page 49: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

23

setempat terpadu dan efisien. Dalam hal ini kelancaran informasi dan kelancaran

pengangkutan komoditas memberi peranan yang penting dalam membentuk

perdagangan antar pasar yang efisien. Sehingga perlu perhatian khusus untuk hal

tersebut. Pengujian akan hubungan harga-harga ditambah dengan pengamatan

tentang kegiatan perdagangan merupakan metode uji hipotesis yang berguna

dalam menganalisis keterpaduan pasar.

Harga-harga pada suatu sistem pasar yang efisien cenderung bergerak

bersama-sama, tetapi hal ini dapat terjadi karena sebab-sebab yang lain.

Pergerakan harga umum, musim bersama atau setiap faktor kebersamaan, dapat

memberikan perubahan harga yang selaras walaupun pasar tersebut tidak

berhubungan (Heytens, 1986).

Pendekatan lain yang digunakan adalah metode autoregresive distributed

lag yang dapat mengatasi masalah kelemahan model regresi sederhana yang

menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada

waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens

(1986). Model didasarkan pada hubungan bedakala (lag) bersebaran autoregresive

antara harga disuatu tingkat atau pasar tertentu dengan harga di pasar atau tingkat

lainnya. Analisis ini dapat menerangkan adanya hubungan antara perubahan harga

di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lainnya. Lebih lanjut dapat

diungkapkan proses pembentukan harga, misalnya Pit adalah harga di pasar i

waktu t, sedangkan PAt adalah harga di pasar acuan waktu t, maka model dapat

dirumuskan sebagai berikut:

(Pit – Pit-1) = (αi - 1) (Pit-1 - PAt-1) + βi0 (PAt - PAt-1) +

(αi + βi0 + βi1-1) PAt-1 + γi X + e ...........................................(1)

dimana:

Pit = Harga di pasar i waktu t

PAt = Harga di pasar acuan waktu t

X = Vektor musiman atau variabel lain yang dianggap relevan

e = Error term di pasar i waktu t

Persamaan (1) menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah

fungsi dari selisih harga pasar setempat dengan pasar acuan pada waktu yang

sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu sebelumnya, harga di pasar

Page 50: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

24

acuan waktu sebelumnya dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan (1) bisa

disederhanakan dengan mengubah lambang-lambang koefisien: αi – 1 = b1, βi0 =

b2 dan αi + βi0 + βi1-1 = b3, sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

(Pit - Pit-1) = b1 (Pit-1 – PAt-1) + b2 (PAt – PAt-1)

+ b3 PAt-1+ b4 X + e ...............................................................(2)

Persamaan (2) dapat disusun kembali menjadi persamaan:

Pit = (1+b1) Pit-1 + b2 (PAt – PAt-1) + (b3-b1) PAt-1 + b4 X + e ..................(3)

Apabila pasar acuan kita anggap berada pada keseimbangan jangka panjang maka

(PAt – PAt-1) = 0 dan juga b4 = 0, sehingga didapatkan:

Pit = (1+b1) Pit-1 + (b3-b1) PAt-1 ................................................................(4)

Nilai parameter (1+b1) dan (b3-b1) akan menggambarkan sumbangan

relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan harga

tingkat sekarang. Apabila harga pasar acuan sebelumnya merupakan penentu dari

harga, maka pasar-pasar ini terintegrasi dengan baik. Artinya keadaan penawaran

dan permintaan pada pasar acuan akan dikomunikasikan secara efektif ke pasar-

pasar setempat dan akan mempengaruhi harga-harga di sana walau bagaimanapun

keadaan pasar lokal sebelumnya. Untuk menangkap besarnya pengaruh ini secara

efektif, dikembangkan suatu indek hubungan pasar atau Index of Market

Connection (IMC) atau disebut juga indek yang dibatasi sebagai nisbah koefisien

pasar setempat terdahulu terhadap koefisien pasar acuan terdahulu. Dari

persamaan (4) diperoleh:

IMC = (1+b1) / (b3-b1) …………………………………………………..(5)

Secara umum, semakin dekat indek tersebut ke-0 atau koefisien bernilai

lebih kecil dari 1 maka semakin tinggi derajat keterpaduan pasar.

3.3. Kerangka Konseptual

Untuk meningkatan pendapatan petani masalah utamanya adalah

menyangkut produktivitas dan kegiatan pemasaran. Keadaan ini akan menentukan

kuantitas dan kualitas kakao. Sehingga upaya untuk memberi perhatian terhadap

aspek produksi dan pemasaran menjadi penting. Usaha ini diharapkan tercakup

pada kebijakan pengembangan usahatani kakao di Kabupaten Padang Pariaman,

dimana kebijakan ini akan meningkatkan pendapatan petani.

Page 51: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

25

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 1 memberikan kerangka konseptual penelitian secara garis besar ,

didalam proses produksi kakao diperlukan input tetap dan input tidak tetap. Maka

input-input yang akan diuji sebagai hipotesis penelitian adalah bagaimana

pengaruh jumlah tenaga kerja, jumlah penggunaan pupuk kandang, jumlah

penggunaan pupuk kimia, jumlah penggunaan peptisida, luas areal tanam, jumlah

tanaman menghasilkan dan lama pendidikan, terhadap produksi kakao. Apakah

pengaruhnya signifikan terhadap produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

Sehingga di ketahui proporsi dari masing-masing faktor dalam menentukan

produksi kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman.

Kabupaten Padang Pariaman Merupakan Sentra Pengembangan Kakao

Fungsi produksi menggunakan Cobb-Douglas dan analisis pemasaran

menggunakan the market structure-conduct performance relationship

Analisis Produksi Analisis Pemasaran

PePemasaranggunaan

Input

Masalah utama:

1. Produktivitas kakao yang rendah di Kab.

Padang Pariaman

2. Rendahnya posisi tawar petani di pasar

Gambaran keragaan usahatani kakao mulai dari produksi sampai

pemasaran secara terpadu di Kabupaten Padang Pariaman

Perkebunan rakyat

Pendapatan petani meningkat

Page 52: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

26

Dan dilanjutkan dengan faktor terakhir yang harus diperhatikan adalah

kegiatan pemasaran kakao. Analisis pemasaran yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis SCP (Structure-Conduct-Performance), yang merupakan

pendekatan yang bisa digunakan untuk mengkaji efisiensi saluran pemasaran.

Sehingga didapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai struktur pasar,

perilaku dan keragaan pasar kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

Apabila faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan karakteristik

lembaga pemasaran kakao telah teridentifikasi maka langkah pengembangan

kakao di Kabupaten Padang Pariaman untuk masa mendatang akan mudah untuk

dilaksanakan.

Page 53: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

27

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman,

Propinsi Sumatera Barat. Dua Kecamatan yang dimaksud adalah Kecamatan V

Koto Kampung Dalam dan Kecamatan Sungai Garingging. Dua kecamatan di

pilih dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan sebagai daerah sentra

produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk data

cross section. Data cross section bersumber dari responden penelitian yaitu petani

kakao dan pedagang kakao. Pedagang kakao dibedakan lagi berdasarkan volume

perdagangannya menjadi pedagang nagari, pedagang kecamatan dan pedang

kabupaten. Data primer ini yang digunakan untuk analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan pemasaran kakao.

Sumber data dan informasi berupa laporan-laporan ataupun dokumentasi

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan, Dinas Perdagangan

dan asosiasi pedagang kakao yang berada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman

dan Propinsi Sumatera Barat.

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan sampel adalah judgment sampling yaitu sample

dipilih berdasarkan penilaian bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk

dijadikan sample penelitian (Neuman, 2003). Sampel diambil dari petani yang

mempunyai curahan kerja utama pada usahatani kakao dan petani kakao yang

umur tanaman antara 7 – 9 tahun. Jumlah keseluruhan sampel petani sebanyak 70

orang.

Untuk analisis pemasaran sampelnya adalah pedagang kakao yang dipilih

secara sengaja (purposive) yang terdiri dari 8 pedagang nagari, 6 pedagang

pengumpul kecamatan dan 2 pedagang kabupaten. Penentuan pedagang yang

Page 54: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

28

dijadikan sampel dilakukan dengan metode snowball sampling dengan tujuan

untuk menghindari terjadinya pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana

pedagang pengumpul di bawahnya tidak menjadi agen (kepanjangan tangan)

pedagang pengumpul di atasnya.

4.4. Model Analisis

4.4.1 Analisis Fungsi Produksi

Model pendugaan produksi Cobb-Douglas yang digunakan terdiri dari empat

input tidak tetap, dua input tetap dan satu dummy. Adapun model tersebut

dirumuskan sebagai berikut:

LnY = ln a0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + c1 Ln Z1

+ c2 Ln Z2 + d1 Ln D1 + ui …….…………..…………………. (6)

Dimana :

Y = Produksi kakao (kg/ha)

a0 = Intersep

X1 = Tenaga kerja (HOK)

X2 = Pupuk kandang (kg/ha)

X3 = Pupuk kimia (kg/ha)

X4 = Pestisida (liter/ha)

Z1 = luas lahan (ha)

Z2 = Jumlah tanaman menghasilkan (batang)

D1= Dummy pendidikan petani, dimana:

1 = SLTP ke atas (> 6 tahun)

0 = SD (≤ 6 tahun)

bi, cj, dk = Parameter yang diduga

ui = Pengubah pengganggu

Tanda parameter yang diharapkan adalah

b1, b2, b3, b4, c1, c2, c3, c4, d1 > 0.

Model ekonometrika dari fungsi produksi disusun bertujuan untuk

menduga hubungan antara variabel tak bebas dan bebas dari suatu fungsi dalam

usahatani kakao, yang sesuai dengan kriteria model yang baik dengan melihat

kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika. Pada analisis produksi menggunakan

Page 55: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

29

model fungsi produksi Cobb-Douglas karena model inilah yang relevan untuk

menganalisis usahatani.

Analisis dapat dilakukan terhadap produksi total atau analisis per hektar.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah

terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan

variabel yang menjelaskan. Ada dua parameter statistik yang penting dan

diperlukan, yaitu: (1) koefisien determinasi atau R2 yaitu parameter yang

menjelaskan besarnya variasi dari variabel yang dijelaskan oleh variabel penjelas,

dan (2) uji-t pada masing-masing variabel penjelas (Juanda, 2009).

Analisis dilakukan untuk keseluruhan data sampel petani di daerah yang

sudah dipilih di wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Model penduga fungsi

produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat di deteksi dengan menggunakan

uji-t.

Penilaian apakah fungsi produksi ini dapat dipertanggungjawabkan

dimana terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan

dengan variabel yang menjelaskan atau tidak terjadi kesalahan spesifikasi adalah

dengan melakukan pengujian model secara keseluruhan dengan menggunakan

statistik uji F.

Nilai level signifikansi yang digunakan atau derajat α adalah pada taraf 1

persen, 5 persen dan 10 persen. Kriteria keputusan dilakukan dengan

menggunakan angka probabilitas (P_value atau sign.) yang diperoleh dari

perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan taraf nyata pengujian yang

dilakukan, misalnya (α=5 persen). Jika probabilitas (sign.) lebih kecil dari taraf

nyata (α=5 persen), maka keputusannya adalah menolak H0 atau menerima

hipotesis alternatif H1. P_value atau significance yang dikeluarkan oleh software

statistik tertentu dapat juga diinterpretasikan sebagai peluang (resiko) kesalahan

dalam menyimpulkan H1 (Juanda, 2009). Pengujian model dilanjutkan dengan uji

asumsi Ordinary Least Squares (OLS) untuk melihat apakah model yang ada sudah

menghasilkan estimator yang linier, tidak bias dengan varian yang minimum, atau

model regresi sudah memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

Page 56: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

30

4.4.2. Analsis Pemasaran

Analisis pemasaran dilakukan secara deskriptif menggunakan berbagai

analisis data sederhana dengan menggunakan perhitungan sederhana, analisis

tabulasi dan pendugaan secara stasistik menggunakan metode regresi. . Data

berasal dari responden pedagang kakao dan hasil pengamatan selama berada di

lokasi penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasi dan

dikelompokkan untuk dianalisis sesuai kebutuhan penelitian. Analisis efisiensi

pemasaran biji kakao dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis struktur,

perilaku dan kinerja pasar. Selanjutnya dilakukan analisis margin pemasaran,

analisis bagian harga yang diterima petani dan keterpaduan pasar.

4.4.2.1. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Analisis struktur pasar diidentifikasi dengan pendekatan observasi selama

pelaksanaan survei lapangan. Observasi adalah pengumpulan data primer dengan

cara pengamatan (Simamora, 2004). Untuk menganalisis struktur pasar dilakukan

terhadap seluruh kegiatan dan perilaku semua lembaga yang terlibat dalam rantai

pemasaran kakao, bagaimana saluran pemasaran yang terjadi, sistem transaksi

yang dilakukan, jumlah partisipan dan ukuran distribusinya (derajat konsentrasi),

serta kondisi relatif mudah atau sulit untuk keluar masuk pasar.

Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk

memperoleh informasi mengenai perilaku partisipan di pasar, yang meliputi

analisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh partisipan

(pembeli) untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya. Analisis ini

sengaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku sifatnya kualitatif

dan sulit dikuantitatifkan.

Analisis keragaan atau kinerja pasar kakao menggunakan metode analisis

margin pemasaran, dan farmer’s share. Untuk menganalisis efisiensi sistem

pemasaran kakao di Kabupaten Padang Pariaman sekaligus mengidentifikasi

kendala-kendala pelaku pasar yang mempengaruhi kinerja pasar kakao, hal yang

harus dijelaskan sehubungan dengan analisis SCP meliputi: (1) bagaimana sistem

kelembagaan pemasaran kakao, seperti apa koordinasi antar partisipannya dan

apakah perdagangan kakao dibentuk oleh banyak unit pedagang kecil yang

Page 57: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

31

berkompetisi ataukah didominasi oleh sedikit pedagang besar, (2) pendekatan apa

yang digunakan pedagang dalam pembelian, penjualan dan penentuan harga

kakao, dan (3) bagaimana struktur, perilaku pasar serta kendala-kendala dan

permasalahan yang ada mempengaruhi kinerja pemasaran kakao. (Dessalegn et al.

1998).

4.4.2.2. Margin Pemasaran

Margin pemasaran atau juga biasa disebut margin tataniaga adalah

perbedaan harga di tingkat petani produsen (harga beli) dengan harga ditingkat

konsumen akhir (harga jual). Margin tataniaga adalah harga dari semua nilai

tambah dari aktivitas dan penanganan fungsi-fungsi pemasaran, termasuk jasa-

jasa pemasaran dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai

pemasaran suatu produk atau komoditas. Margin tataniaga merupakan jumlah

dari biaya-biaya dan keuntungan yang didapat oleh lembaga pemasaran. Secara

matematis besarnya margin tataniaga adalah:

Mi = Pri – Pfi .............................................................................................(7)

Mi = Ci + πi ...............................................................................................(8)

dimana:

Mi = Margin pemasaran pada lembaga pemasaran di tingkat (pasar) i

Pri = Harga jual kakao di pasar i

Pfi = Harga beli kakao di pasar i

Ci = Biaya pemasaran di pasar i

πi = Keuntungan pemasar (lembaga) di pasar i

4.4.2.3. Bagian Harga yang Diterima Petani

Bagian harga konsumen yang diterima petani (farmer’s share atau FS)

dinyatakan dalam bentuk persentase, yang berguna untuk mengetahui porsi harga

yang dinikmati petani dari harga yang berlaku di tingkat eksportir. Dihitung

dengan menggunakan rumus:

FS = (Pf / Pe) x 100 % ..............................................................................(9)

dimana:

Pf = Harga kakao di tingkat petani

Pe = Harga kakao di tingkat pedagang besar di Kabupaten

Page 58: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

32

4.4.2.4. Keterpaduan Pasar

Analisis keterpaduan pasar dalam penelitian ini mengacu pada model yang

dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan menggunakan analisis korelasi sebagai

pembanding. Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga kakao yang

dihasilkan oleh petani (Pf), sedangkan harga di pasar acuan adalah harga kakao

yang berlaku di tingkat pedagang kabupaten (Pe), sehingga model dapat ditulis

sebagai berikut:

(Pft - Pft-1) = b1 (Pft-1 – Pet-1) + b2 (Pet – Pet-1) + b3 Pet-1 + u4 …............(10)

Koefisien b2 pada Persamaan (11) menunjukkan seberapa jauh perubahan

harga di tingkat eksportir di transmisikan ke tingkat petani. Apabila nilai

parameter dugaan b2 bernilai 1 maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat

pasar, akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam

persentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai parameter b2 dengan 1

maka akan semakin baik keterpaduan pasar.

Dan dapat disusun kembali menjadi persamaan:

Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3-b1) Pet-1 + u4 ............................(11)

dimana:

Pft = Harga kakao di tingkat petani (waktu t)

Pft-1 = Harga kakao di tingkat petani (waktu t-1)

Pet = Harga kakao di tingkat pedagang kabupaten (waktu t)

Pet-1 = Harga kakao di tingkat pedagang kabupaten (waktu t-1)

u4 = Galat

Sedangkan koefisien (1+b1) dan (b3-b1) masing-masing mencerminkan

seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya, baik ditingkat petani

maupun pedagang kabupaten, terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di

tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut (1+b1) / (b3-b1) menunjukkan

indeks hubungan pasar (Index of Market Connection atau IMC) yang

menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang

bersangkutan. Cara perhitungan IMC:

IMC = (1+b1) / (b3-b1) ………………………………………………... (12)

Page 59: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

33

V. GAMBARAN UMUM KABUPATEN PADANG PARIAMAN

DAN KERAGAAN USAHATANI KAKAO

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Padang Pariaman

5.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Iklim

Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman yang terletak antara 00 11’

– 00

49‘ Lintang Selatan dan 980 36‘ – 100

0 28‘ Bujur Timur, tercatat memiliki

luas wilayah sekitar 1 328.79 Km2, dengan panjang garis pantai 84.50 Km

2. Luas

daratan daerah ini setara dengan 3.15 persen dari luas daratan wilayah Propinsi

Sumatera Barat. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Agam di

sebelah utara, Kota Padang di sebelah selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten

Tanah Datar di sebelah Timur dan Samudera Indonesia di sebelah Barat.

Kabupaten Padang Pariaman terletak dibawah khatulistiwa, sehingga

keadaan iklim berupa iklim tropis humid dengan angin laut lembab yang bertiup

dari Samudera Indonesia yang dapat dibedakan menjadi dua musim angin yaitu:

angin barat dan barat laut. Rata-rata curah hujan secara keseluruhan untuk

Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2010 adalah sebesar 427.7 mm, dengan

rata-rata hari hujan sebanyak 22 hari per bulan. Temperatur rata-rata untuk

Kabupaten Padang Pariaman adalah 25.70 derajat celcius dengan kelembaban

relative 86 persen, (BPS, 2011).

Letak geografis dan keadaan iklim seperti diatas sangat sesuai dengan

syatar tumbuh tanaman kakao, yang membutuhkan suhu udara dan kelembapan

seperti diatas. Dengan didukung oleh adanya kesuburan tanah di Kabupaten

Padang Pariaman maka memungkinkan produksi kakao akan optimal.

5.1.2. Wilayah dan Penduduk

Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan dimana ada 46

nagari dan 366 korong dengan 2 kecamatan diantaranya adalah daerah sentra

penghasil kakao yaitu: (1) Kecamatan V Koto Kampung Dalam dan (2)

Kecamatan Sungai Geringging. Kecamatan ini merupakan daerah pusat

pengembangan kakao Kabupaten Padang Pariaman. Jumlah penduduk Kabupaten

Padang Pariaman tahun 2010 tercatat sebanyak 393 571 jiwa, yang terdiri dari 193

Page 60: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

34

472 laki – laki dan 200 099 perempuan. Jumlah penduduk terbanyak berada di

Kecamatan Batang Anai, yakni 44 459 jiwa, sedangkan jumlah penduduk

terendah berada di Kecamatan Padang Sago yakni 8 010 jiwa. Dari hasil survey

diperoleh data bahwa 37 328 laki-laki dan 14 495 perempuan berusaha di sektor

pertanian atau 38.47 persen jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Padang

Pariaman tahun 2010, (BPS, 2011).

Tabel 4. Perbandingan Luas Kecamatan dan Jumlah Nagari di Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2010

No. Kecamatan Luas Area (Km2) Jumlah Nagari

1. Batang Anai 180.39 3

2. Lubuk Alung 111.63 1

3. Sintuk Toboh Gadang 25.56 2

4. Ulakan Tapakis 38.85 2

5. Nan Sabaris 29.12 5

6. 2 x 11 Enam Lingkung 36.25 3

7. Enam Lingkung 39.20 5

8. 2 x 11 Kayu Tanam 228.70 4

9. VII Koto Sungai Sarik 90.93 4

10. Patamuan 53.05 2

11. Padang sago 32.06 3

12. V Koto Kampung Dalam 61.41 2

13. V Koto Timur 64.80 3

14. Sungai Limau 70.38 2

15. Batang Gasan 40.31 2

16. Sungai Garingging 99.35 2

17. IV Koto Aur Malintang 126.80 1

Sumber: BPS, 2011

5.1.3. Penggunaan Lahan dan Perkembangan Pertanian

Luas lahan yang telah dimanfaatkan untuk budidaya di sektor perkebunan

di Kabupaten Padang Pariaman mencapai 116 628 Ha atau 67.67 persen dari luas

wilayah dan Kawasan hutan lindung seluas 11 232 Ha atau 6.52 persen dari luas

wilayah. Perincian penggunaan lahan adalah sebanyak 7 348 Ha untuk

pemungkiman, 27 129 Ha untuk sawah, 644 Ha sebagai tegalan,11 232 Ha hutan

rakyat, (BPS, 2011).

Sektor pertanian masih mempunyai peranan yang besar dalam struktur

perekonomian Kabupaten Padang Pariaman sekitar 38.47 persen penduduk di

kabupaten ini bekerja di sektor pertanian. Produksi tanaman perkebunan yang

Page 61: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

35

paling banyak menghasilkan di Kabupaten Padang Pariaman adalah komoditas

kelapa, kakao, kulit manis, karet dan kelapa sawit, (BPS, 2011). Sehingga

proporsi penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk tanaman kelapa dan kakao.

Unuk perkembangan produksinya dapat kita lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Produksi Beberapa komoditas Tanaman Perkebunan di

Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2007 - 2010

No. Komoditas 2007 2008 2009 2010

1. Karet 3 059.00 3 147.00 2 499.52 2 830.50

2. Kelapa 39 806.00 63 198.00 34 757.00 34 942.20

3. Kulit Manis 4 196.00 6 298.00 6 006.73 5 935.40

4. Cengkeh 3.40 9.20 78.10 70.00

5. Kopi 157.00 544.00 205.80 193.70

6. Kakao 50.20 85.50 115.60 88.30

7. Kapuk 12.10 16.56 4.50 3.60

8. Pinang 747.00 811.50 891.80 809.70

9. Nilam 0.60 1.90 7.80 1.30

10. Kakao 2 624.00 5 941.50 6 992.90 11 220.00

11. Enau 233.60 254.38 62.55 12.00

12. Kelapa Sawit 1 780.00 1 465.00 1 512.00

Sumber: BPS, 2011

5.1.4. Potensi Pengembangan Kakao

Pengembangan tanaman kakao di Sumatera Barat khususnya di Kabupaten

Padang Pariaman masih sangat prospektif. Adanya kecenderungan meningkat dari

permintaan kakao baik di dalam negeri maupun untuk ekspor, hal ini menandakan

bahwa terjadinya peningkatan pemakaian kakao. Ini merupakan suatu keunggulan

komoditas kakao, karena merupakan komoditas eksport. Sehingga Hal ini

hendaknya mampu diimbangi dengan kinerja produksi yang baik oleh petani

kakao untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal.

Komoditas kakao sudah tercatat resmi dalam statistik perdagangan luar

negeri Sumatera Barat. Berdasarkan klasifikasi tarif Indonesia tahun 1989 tentang

pengelompokan jenis barang ekspor impor, kakao sudah dikode menurut

Harmonized System (HS) yang merupakan perluasan dari Custom Cooperation

Council Nomenclatur (CCCN) dan Standard International Trade Classification

(SITC). Potensi untuk mengekspor kakao terbuka luas terutama ke negara-negara

seperti Malaysia, Amerika, Singapura, Brazil dan Cina (BPS, 2011).

Page 62: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

36

Perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman tersebar di setiap

kecamatan atau diproduksi hampir merata diseluruh wilayah kabupaten ini,

dengan daerah sentra produksi di Kecamatan V Koto Kampung Dalam dan Sungai

Garingging. Pada Tabel 6 dapat kita lihat sebaran luas tanaman kakao di setiap

kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman.

Tabel 6. Perbandingan Luas Areal Tanaman dan Produksi Kakao di Semua

Kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2010

No. Kecamatan Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)

1. Batang Anai 775.00 411.00

2. Lubuk Alung 1 147.00 567.00

3. Sintuk Toboh Gadang 639.00 578.00

4. Ulakan Tapakis 384.00 119.00

5. Nan Sabaris 499.00 219.00

6. 2 x 11 Enam Lingkung 587.00 261.00

7. Enam Lingkung 1 285.00 534.00

8. 2 x 11 Kayu Tanam 892.00 459.00

9. VII Koto Sungai Sarik 1 274.00 1 205.00

10. Patamuan 1 050.00 631.00

11. Padang sago 732.00 258.00

12. V Koto Kampung Dalam 3 175.00 2 555.00

13. V Koto Timur 1 050.00 587.00

14. Sungai Limau 721.00 387.00

15. Batang Gasan 543.00 275.00

16. Sungai Garingging 2 411.00 1 701.00

17. IV Koto Aur Malintang 725.00 473.00

Sumber: BPS, 2011

5.2. Keragaan Usahatani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

5.2.1. Karakteristik Petani Contoh

Pemaparan karakteristik petani dan keadaan sosial ekonomi petani contoh,

secara umum dapat dilihat pada Tabel 7. Tujuan identifikasi tersebut diharapkan

akan membantu memahami kondisi sosial ekonomi dan petani kakao, sehingga

akan menunjang keragaan usahatani kakao.

Tabel 7. Karekteristik Petani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

No. Karakteristik Petani Kisaran Rata-rata

1. Luas Lahan (ha) 0.5 – 3 1.30

2. Jumlah Tanaman Menghasilkan (batang) 200 - 2100 820

3. Lama Pendidikan (tahun) 6 - 16 9.07

Sumber: Data primer (diolah)

Page 63: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

37

Rata-rata kepemilikan lahan petani adalah 1.30 ha, untuk kepemilikan

lahan hanya 27.14 persen dari petani contoh yang kepemilikannya lebih dari 1.30

ha. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kakao di daerah penelitian merupakan

usahatani rakyat. Jumlah tanaman menghasilkan 820 batang, ini sesuai dengan

kepemilikan lahan petani yang sempit. Dan lama pendidikan petani contoh 55.71

persen hanya sampai sekolah dasar dan sisanya 44.29 persen sudah tamat sekolah

dasar melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Umumnya responden

memiliki pekerjaan lain selain berusahatani untuk mendapatkan pendapat

tambahan dengan mengusahakan komoditi pertanian lainnya. Sehingga dari

melihat karekteristik diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa petani contoh

merupakan petani perkebunan rakyat.

5.2.2. Teknologi Budidaya Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Gambaran keragaan penerapan teknologi pada usahatani kakao di

Kabupaten Padang Pariaman.

1. Penggunaan Bibit

Varietas yang direkomendasikan kepada petani kakao berupa varietas unggul,

namun demikian baru sebagian kecil petani yang mengembangkan dan sisanya

menggunakan varietas lokal. Hal ini disebkan karena petani tidak dapat akses

terhadap sumber pembibitan yang dapat menjamin bibit yang mereka salurkan

adalah dari klon unggul. Sehingga petani pada umumnya menggunakan bibit

asalan. Untuk menyeragamkan tanaman beberapa petani telah menggunakan

cara vegetative dengan teknik sambung samping atau entres dari pohon utama

yang mempunyai hasil tinggi. Hal ini membantu pengembangan dan

perbanyakan tanaman kakao yang selama ini dilakukan melalui pembibitan

secara generative (biji kakao).

2. Pengolahan Tanah dan Penanaman

Pada penerapan teknik pengolahan tanah dan penanaman bibit kakao, petani

pada umumnya melakukan dengan cara pembabatan gulma, pembajakan tanah,

perataan tanah, kemudian diikuti dengan pembuatan lubang tanam berukuran

60 cm x 60 cm x 60 cm. Pembabatan gulma dilakukan petani dengan cara

membakar lahan tersebut, sehingga pembukaan lahan dilakukan pada saat

Page 64: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

38

musim kemarau. Petani tidak memperhitungkan kerugian yang diakibatkan

oleh pembakaran, karena mereka lebih memikirkan gimana agar biasa yang

dikeluarkan untuk pembukaan lahan sekecil mungkin. Dimana petani memiliki

keterbatasan dalam hal permodalan. Setelah penanaman biasanya diberi pupuk

kandang sebanyak 10 kg per lubang tanam.

3. Pola Tanam

Beberapa petani di daerah penelitian melakukan pola tumpangsari antara kakao

dengan kelapa. Dimana kakao di tanam di kebun kelapa yang sudah berumur

10 tahun. Sehingga tanaman kakao telah memiliki pohon pelindung mulai dari

awal tanam. Karena kakao merupakan tanaman yang memerlukan pohon

pelindung. Dalam memilih tanaman pelindung petani juga harus

mempertimbangkan sisi ekonomisnya. Dimana sebaiknya tanaman pelindung

tersebut juga memberikan nilai ekonomi. Dengan tanaman kelapa sebagai

pelindung, petani juga akan mendapatkan tambahan pendapatan dari produksi

kelapa, walaupun tanamn kakaonya belum menghasilkan.

4. Jarak Tanam

Jarak tanam kakao yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian adalah 3m x

5m, sedangkan tanaman kelapanya di tanam dengan jarak 10m x 10m.

sehingga dengan jarak tanam tersebut dalam 1 hektar petani bisa menanam

tanaman kakao sebanyak 800 batang. Tapi jarak tanam kakao tersebut tidak

sama, menyesuaikan dengan tanaman kelapa yang sudah ditanam sebelumnya.

5. Pemangkasan

Tanaman kakao meruapak tanaman yang memerlukan pemangkasan. Kegiatan

pemangkasan yang dilakukan yaitu: (1) pangkas bentuk yang dilakukan

terhadap kakao yang belum menghasilkan, dengan tujuan untuk membentuk

kerangka tanaman yang kuat dan seimbang dengan cara cabang primer dan

jorgetdipelihara hanya 3 cabang agar tumbuh seimbang kesemua arah.

Pemangkasan bentuk ini merupakan dasar dalam pembentukan kakao agar

dapat berproduksi dengan maksimal. Pangkas ini dilakukan pada saat tanaman

kakao berumur 1 tahun setelah di pindah ke lahan kebun. (2) pangkas

pemeliharaan dan produksi dilakukan pada tanaman yang telah menghasilkan

dengan tujuan mempertahankan kerangka yang telah terbentuk serta

Page 65: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

39

merangsang pembungaan kakao, frekuensi pemangkasan antara 4-8 kali dalam

setahun sedangkan pemangkasan tunas air dilakukan 2-4 minggu. Pemangkas

pemeliharaan ini harus rutin dilakukan agar unsur makanan tidak terbuang,

sehingga unsur makanan sangat produktif. (3) Pangkas pemeliharaan tajuk

denga tujuan untuk membatasi tinggi tajuk tanaman kakao agar berada pada

kisaran tanaman 3 – 4 m yang dilakukan setahun sekali pada awal musim

penghujan. Di daerah penelitian pemangkasan rata-rata dilakukan petani hanya

2 kali dalam setahun pada saat mulai musim hujan.

6. Pemupukan

Di daerah penelitian hanya 49 persen petani yang melakukan pemupukan

dengan menggunakan pupuk kimia. Hal ini disebkan karena petani mengalami

kesulitan dalam permodalan untuk pembelian pupuk kimia. Petani biasanya

menggunakan pupuk NPK, dengan cara membuat lobang sekeliling pohon

kakao dengan jarak 1m dari pohon. Pemberian pupuk di lakukan 2 kali

setahun. Pemupukan dilakukan setelah musim hujan, agar pupuk dapat terserap

oleh tanaman.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Secara teknik budidaya kakao, yang dianjurkan adalah pengendalian hama dan

penyakit secara terpadu yaitu tanpa menggunakan pestisida. Pengendalian

terpadu dapat dilakukan dengan cara pemangkasan yang teratur, pembuatan

sanitasi kebun yang teratur, melakukan panen sesering mungkin dan

pengaturan pohon pelindung. Di daerah penelitian yang banyak ditemui adalah

hama Helopeltis sp dan hama tupai. Sedangkan penyakit yang banyak di

tanaman kakao adalah penyakit yang berasal dari jamur pada batang. Cara

pengendalian hama dan penyakit yang biasa dilakukan petani adalah dengan

penyemprotan pestisida dan melakukan pemotongan ranting yang terserang.

Sehingga tanaman dapat terhindar dari hama dan penyakit tanaman kakao.

8. Rehabilitasi Tanaman

Ada beberapa petani yang melakukan rehabilitasi tanaman di daerah penelitian,

hal ini dilakukan dengan cara sambung samping yang entresnya di ambil dari

tanaman klon unggul. Sambung samping dilakukan selain untuk tujuan

rehabilitasi juga dilakukan untuk penyeragaman tanaman di kebun.

Page 66: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

40

9. Panen dan Pasca Panen

Panen melakukan panen jika buah kakao telah tua, yang ditandai dengan buah

telah berwarna agak kuning. Panen dilakukan dengan menggunakan gunting

atau sabit, hal ini dilakukan agar tidak terjadinya kerusakan pada bakal buah

lainnya. Sesuai anjuran petani di lokasi penelitian setelah panen petani

langsung mengupas kulit buah, lalu di jemur untuk di keringkan. Penjemuran

dilakukan petani selama tiga hari. Dan belum ada petani yang melakukan

fermentasi.

Page 67: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

41

VI. Analisis Produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

6.1. Karakteristik Petani Responden

Pada penelitian ini jumlah petani responden adalah 70 orang. Petani

responden berasal dari dua kecamatan yaitu Kecamatan V Koto Kampung Dalam

dan Kecamatan Sungai Garingging. Petani yang menjadi responden adalah yang

melakukan usahatani kakao sebagai usaha pokok. Karakteristik antara petani

responden satu dengan yang lainnya tidak banyak berbeda. Para petani kakao di

Kabupaten Padang Pariaman hampir seluruhnya menjual biji kakao dalam bentuk

asalan.

6.1.1. Usia Petani Kakao

Umur petani kakao responden dalam penelitian ini berkisar antara 27

tahun sampai 77 tahun. Klasifikasi usia petani responden di Kabupaten Padang

Pariaman selengkapnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Usia Petani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%)

1. < 30 2 2.86

2. 30 – 40 6 8.57

3. 41- 50 17 24.28

4. 51 – 60 27 38.57

5. 61 – 70 6 8.57

6. 71 – 77 12 17.14

Sumber : Data primer (diolah)

6.1.2. Pendidikan Petani Kakao

Tingkat pendidikan petani kakao umumnya rendah. Tabel 9 akan

menyajikan sebaran tingkat pendidikan petani kakao responden.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (orang) Persentase (%)

1. SD (≤ 6 tahun) 40 57.14

2. SMP (> 6 tahun) 30 42.86

Sumber : Data primer (diolah)

Page 68: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

42

6.1.3. Jumlah Tanaman Menghasilkan

Jumlah tanaman menghasilkan yang dimiliki oleh petani kakao di

Kabupaten Padang Pariaman tidak sama antara satu petani dengan petani lain.

Tanaman kakao ini ditanam tumpang sari dengan tanaman kelapa, sehingga

jumlah tanaman yang ada tergantung pada jarak tanam dari kedua jenis tanaman

tersebut. Tabel 10 akan menyajikan sebaran tanaman kakao yang dimiliki petani

responden.

Tabel 10. Kepemilikan Tanaman Kakao yang Menghasilkan

No. Jumlah Tanaman (pohon) Jumlah Petani Responden (orang)

1. < 200 1

2. 200 - 500 18

3. 501 – 1000 30

4. 1001 – 1500 10

5. 1501 – 2000 9

6. > 2000 2

Sumber : Data primer (diolah)

6.2. Struktur Produksi Kakao

Secara garis besar karakteristik usahatani yang dilakukan petani kakao di

Kabupaten Padang Pariaman (Tabel. 11) rata-rata mempunyai luas lahan 1,30

hektar, dengan jenis tanaman klon lokal. Populasi rata-rata tanaman per hektar

adalah sebanyak 800 pohon, dengan sistem tumpang sari dengan tanaman kelapa.

Kelapa merupakan tanaman pelindung, pada setiap 1 hektar di tanami kelapa

sebanyak 100 pohon.

Tanaman kakao kakao yang ditanam pada umumnya berumur 7 - 9 tahun.

Pada budidaya tanaman tahunan umur tersebut memasuki umur prodktif. Menurut

PPKKI (2006), umur kakao sangat produktif pada kisaran umur 10-15 tahun dan

akan mengalami penurunan dengan perkiraan umur 20-25 tahun. Di daerah

penelitian beberapa petani telah mengenal cara pengembangan tanaman

kakaodengan teknik vegetatif seperti pencangkokan, okulasi, teknik sambung

tanaman. Sehingga di masa datang teknologi tersebut dapat dipergunakan untuk

melakukan peremajaan tanaman kakao yang sudah tidak produktif. Sehingga

petani untuk meningkatkan produksinya tidak memiliki hambatan terhadap proses

pemeliharaan tanaman kakao.

Page 69: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

43

Tabel 11. Karakteristik Usahatani Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012

No. Deskripsi Kec. V Koto

Kampung Dalam

Kec. Sungai

Garingging

1. Rata-rata kepemilikan

lahan (hektar)

1.42 1.18

2. Jenis klon yang digunakan Campuran Campuran

3. Umur tanaman (tahun) 8.01 7.77

4. Populasi tanaman (pohon/ha) 793 846

5. Tanaman Pelindung Kelapa Kelapa

6. Frekuensi Pemangkasan (kali) 2 2

7. Frekuensi Pemupukan

(kali/tahun)

2 2

8. Penggunaan pupuk kandang (kg) 51.14 68.94

9. Penggunaan pupuk NPK (kg) 46.14 48.28

10. Penggunaan pestisida (liter) 0.5 0.71

11. Penggunaan tenaga kerja (HOK) 192.71 189.68

Sumber : Data primer (diolah)

Dalam melakukan budidaya rata-rata petani melakukan pemupukan

sebanyak 2 kali pertahun, demikian pula pemangkasan tanaman penaung juga

dilakuka sebanyak 2 kali per tahun. Rata-rata penggunaan pupuk kandang

sebanyak 64.54 kg, pupuk NPK sebanyak 47.21 kg, penggunaan peptisida 0.61

liter, sedangkan penggunaan input tenaga kerja sebanyak 191.2 HOK. Dengan

demikian secara umum usahatani kakao di Kabupaten Padang Pariaman telah

mengenal teknologi yang baik.

Tabel 12. Rata-rata Produksi, Biaya dan Pendapatan Usahatani Kakao per Hektar

per Tahun di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

No. Uraian Nilai

1. Produksi (kg) 778.28

2. Harga jual (Rp/kg) 16 000

3. Pendapatan kotor (Rp) 12 452 480

4. Biaya Produksi (Rp) 5 926 650

5. Tenaga Kerja (Rp) 5 781 300

6. Pupuk Kandang (Rp) 51 140

7. Pupuk Kimia (Rp) 69 210

8. Pestisida (Rp) 25 000

9. Pendapatan bersih (Rp) 6 525 830

Sumber : Data primer (diolah)

Produksi rata-rata kakao di daerah penelitian adalah 778.28 kg per hektar

per tahun. Apabila harga pada saat penelitian adalah rata-rata sebesar Rp 16 000

per kg, maka dapat dilakukan perhitungan pendapatan kotor usahatani yaitu

Page 70: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

44

sebesar Rp. 12 452 480 per tahun. Hasil secara lengkap struktur usahatani

disajikan pada Tabel 12. Apabila pendapatan kotor tersebut dikurangi dengan

biaya-biaya produksi yang berupa penggunaan tenaga kerja, pupuk kandang,

pupuk kimia dan pestisida yang jumlahnya sebesar Rp. 5 926 650 per tahun, maka

diperoleh pendapatan bersih dari usahatani kakao sebesar Rp 6 525 830 per tahun

6.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao

Model yang digunakan untuk pendugaan secara sederhana menggunakan

fungsi Cobb Douglas. Model diterapkan pada tingkat usahatani kakao yang

datanya diambil dari data kerat lintang (cross section) yang berasal dari petani

kakao di Kabupaten Padang Pariaman tepatnya di Kecamatan V Koto Kampung

Dalam dan Kecamatan Sungai garingging.

Proses produksi dalam penelitian ini merupakan kegiatan budidaya kakao

sebagai salah satu komoditas tanaman perkebunan tahunan dengan menggunakan

faktor-faktor produksi (input). Hubungan input dan produksi pertanian mengikuti

kaidah hasil yang berkurang (law of deminising return), dimana tiap tambahan

unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin

kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut.

Sebelum dilakukan pendugaan persamaan regresi dari fungsi produksi

kakao, persamaan tersebut harus memenuhi spesifikasi. Spesifikasi model dalam

ekonometrika menyangkut tiga hal yaitu: (1) pemilihan variabel-variabel

independen yang tepat, (2) pemilihan bentuk fungsi yang tepat, dan (3) error term

yang bersifat stokastik (Koutsoyiannis, 1977). Berikut ini penjelasan tentang cara

mengukur variabel atau input yang digunakan dalam analisis produksi usahatani

kakao dan definisi terhadap masing-masing variabel. Beberapa faktor yang diduga

mempengaruhi produksi kakao tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tenaga Kerja

Secara umum semakin banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses

produksi usahatani maka akan semakin besar jumlah yang diproduksi atau

dihasilkan. Untuk memudahkan penghitungan jumlah tenaga kerja yang

digunakan dalam proses produksi, digolongkan dalam satuan unit kerja hari

Page 71: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

45

orang kerja (HOK), dimana satu HOK adalah setara dengan tujuh jam bekerja

per hari. Nilai satu unit HOK dihitung dengan upah setara kerja pria.

2. Pupuk Kandang

Penggunaan pupuk kandang diasumsikan akan meningkatkan produksi kakao.

Pupuk kandang ini berasal dari kotoran hewan peliharaan petani seperti: sapi,

kerbau, kambing dan ayam. Cara penghitungan pupuk kandang adalah dalam

satuan fisik, bukan nilainya.

3. Pupuk kimia

Penggunaan pupuk kimia diasumsikan akan meningkatkan produksi kakao.

Jenis pupuk kimia yang umumnya digunakan petani dan diukur untuk

penelitian ini adalah jenis NPK. Tetapi sebagian petani di lokasi penelitian

hanya menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan, daun dan

kulit kakao yang sudah diambil bijinya. Pupuk kimia hanya dipakai pada

kondisi tertentu saja karena keterbatasan dana. Untuk pupuk kimia dalam

penelitian ini yang di hitung adalah dalam satuan fisik, bukan nilainya.

4. Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk menjaga serta membasmi hama dan

penyakit yang menyerangnya, sehingga asumsinya adalah petani yang

menggunakan pestisida secara tepat maka akan meningkatkan produksi

usahataninya. Penghitungan pemakaian yang digunakan responden dalam

penelitian ini adalah dalam satuan fisik.

5. Luas Lahan

Luas lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya kakao merupakan

penentu yang mempengaruhi produksi kakao. Secara umum semakin luas lahan

yang digarap/ditanami, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh

lahan tersebut. Ukuran lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

hektar (1 ha = 10 000 m2). Lahan yang diperhitungkan adalah lahan yang sudah

menghasilkan.

6. Jumlah Tanaman menghasilkan

Jumlah tanaman menghasilkan sangat berpengaruh terhadap produksi,

sehingga yang dijadikan responden adalah petani yang tanaman kakaonya telah

menghasilkan. Dimana penghitungan yang digunakan adalah dalam satuan

Page 72: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

46

fisik yang akan menentukan berapa produksi kakao dari total keseluruhan

tanaman yang telah menghasilkan di kebun petani tersebut.

7. Pendidikan Petani

Pendidikan petani dikategorikan menjadi dua kelompok yang kemudian

dijadikan sebagai variabel dummy dalam model. Kelompok pertama adalah

petani berpendidikan SD dan tidak tamat SD (lama pendidikan ≤ 6 tahun) dan

kelompok kedua adalah petani yang berpendidikan SD ke atas (lama

pendidikan > 6 tahun). Asumsi dalam analisis bahwa pendidikan petani

berpengaruh positif terhadap hasil produksi usahatani kakao. Artinya tingkat

pendidikan petani yang lebih tinggi dari 6 tahun akan memberikan hasil

produksi usahatani yang lebih besar dan variabel dummy-nya diberi bobot 1

(satu), sedangkan yang tamat SD ke bawah dibobot 0 (nol) karena diasumsikan

memberikan hasil produksi usahatani yang lebih kecil.

6.4. Pengujian Fungsi Produksi Kakao

Model produksi Cobb-Douglas yang terbentuk terdiri dari enam variabel

independen dan satu variabel dummy yang diduga mempengaruhi produksi kakao

yaitu: tenaga kerja (X1), pupuk kandang (X2), pupuk kimia (X3), pestisida (X4),

luas lahan (Z1), jumlah tanaman menghasilkan (Z2), dummy pendidikan petani

(D1).

Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati

keadaan yang sebenarnya, mudah diukur atau dihitung secara statistik serta dapat

dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun

fungsi produksi tersebut (Soekartawi et al, 1986). Model yang digunakan dalam

analisis produksi kakao adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Persamaan fungsi

produksi tersebut dalam banyak pengalaman menghasilkan hasil analisis yang

lebih baik karena fungsi produksi usahatani umumnya mencakup lebih dari dua

input dan masing-masing faktor atau input tersebut saling berhubungan.

Model ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural (ln) atau bentuk

double-log, untuk menaksir parameter-parameternya, sehingga menjadi bentuk

linier berganda seperti pada Persamaan (6) Bab IV. Model kemudian dianalisis

dengan analisis regresi berganda menggunakan metode OLS (Ordinary Least

Page 73: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

47

Square). Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SAS 9.1. Pengujian

parameter dilakukan pada taraf nyata pengujian 99 persen (α = 1 persen), taraf

nyata 95 persen (α = 5 persen) dan taraf nyata 90 persen (α = 10 persen).

Berdasarkan pengujian secara statistik dengan uji-F terlihat bahwa model

sudah sesuai, dengan P_value atau significance mendekati nol. Nilai P (0.0001) <

α = 1 persen, artinya tolak Ho dimana minimal ada satu variabel independen yang

berpengaruh nyata terhadap Y pada taraf nyata pengujian 99 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa model yang dibentuk sudah baik, terjadi hubungan yang

logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang

menjelaskan.

Hasil analisis regresi berganda dengan metode OLS terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten Padang Pariman diperoleh nilai

koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi yaitu 0.8627. Nilai koefisien tersebut

berarti 86 persen keragaman dari produksi kakao (Y) dapat dijelaskan oleh faktor-

faktor produksi (X dan Z ) dalam model, sedangkan 14 persen sisanya dijelaskan

oleh faktor lain di luar model. Nilai R2 – Adjusted sebesar 84.47 persen.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian model dengan uji-F adalah bahwa

model yang dibuat dapat menjelaskan keragaman produksi kakaodi Kabupaten

Padang Pariaman.

Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji-t satu arah pada masing-masing

variabel independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau

berpengaruh nyata terhadap produksi kakao. Hasil pendugaan model fungsi

produksi kakao seperti pada Tabel 13 memperlihatkan bahwa secara statistik ada

enam variabel yang mempengaruhi produksi kakao secara signifikan. Variabel

bebas tersebut empat diantaranya yaitu: tenaga kerja (X1), luas lahan (Z1), jumlah

tanaman menghasilkan (Z2) dan dummy pendidikan petani (D1) berpengaruh

sangat signifikan pada keragaman produksi kakao pada taraf nyata pengujian α =

1 persen. Satu variabel berpengaruh nyata pada taraf pengujian α = 5 persen pada

keragaman produksi kakao, yaitu: Variabel pupuk kimia (X3). Dan satu variabel

berpengaruh nyata pada taraf pengujian α = 10 persen pada keragaman produksi

kakao, yaitu: pupuk kandang (X2). Terakhir pestisida (X4) tidak signifikan atau

tidak berpengaruh nyata pada keragaman produksi kakao.

Page 74: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

48

6.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten Padang

Pariaman

Setelah dilakukan pengujian fungsi produksi diatas, maka terlihat bahwa

fungsi produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman dengan faktor-faktor

produksi yang mempengaruhinya dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terjadi

kesalahan spesifikasi. Model dapat digunakan untuk menjelaskan dan

memprediksi keragaman produksi kakao di Kabupaten Padang Pariman. Berikut

ini hasil analisis pendugaan parameter model fungsi produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariman.

Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi kakao di Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2012

Variabel Bebas Parameter

Dugaan

P_value

(Significance)

Konstanta 2.87041 0.00025

Tenaga Kerja(X1) 0.22383 0.00510

Pupuk Kandang (X2) 0.07876 0.08490

Pupuk Kimia (X3) 0.02331 0.03520

Pestisida (X4) -0.04257 0.26610

Luas Lahan (Z1) 0.30687 0.00040

Jumlah Tanaman Menghasilkan (Z2) 0.32128 0.00480

Dummy Pendidikan Petani (D1) 0.14948 0.00530

F – Hitung 55.62 0.00005

Koefisien Determinasi (R2) 0.8626

R2

– Adjusted 0.8471

Jumlah Sampel 70

Sumber: Data primer (diolah)

Nilai parameter dugaan juga merupakan nilai elastisitas produksi yang

menunjukkan perubahan produksi akibat adanya perubahan pada input. Hasil

pendugaan model fungsi produksi kakao memperlihatkan bahwa variabel tenaga

kerja (X1) bertanda positif dan berpengaruh sangat signifikan pada keragaman

produksi kakao pada taraf nyata pengujian α = 1 persen dengan nilai parameter

dugaan 0.22. Artinya bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 persen,

produksi kakao akan naik sebesar 0.22 persen, cateris paribus. Hal tersebut

dimungkinkan, karena penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian rata-rata 156

HOK per hektar per tahun. Seluruh responden yang disurvei mempekerjakan 2-3

orang tenaga kerja dari luar keluarga untuk kegiatan usahatani kakao dengan

sistem upah harian sebesar Rp. 50.000,- per hari. Tenaga kerja upahan ini

Page 75: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

49

digunakan untuk kegiatan pembersihan kebun dari rumput dan gulma.

Penggunaan tenaga kerja terkait erat dengan jumlah produksi, semakin tinggi

produksi maka jumlah hari kerja tenaga kerja akan ikut menyesuaikan. Meskipun

batas penggunaan tenaga kerja yang optimal belum teridentifikasi.

Variable pupuk kandang (X2) peubahnya bertanda positif dan berpengaruh

nyata pada α = 10 persen dengan nilai parameter dugaan 0.08. Artinya bahwa

setiap pemberian pupuk kandang sebesar 1 persen, produksi kakao akan naik

sebesar 0.08 persen, cateris paribus. Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitian,

pemberian pupuk kandang yang dilakukan petani rata-rata 64.54 kg per hektarnya.

PPKKI (2006), penggunaan pupuk kandang secara teknis dapat meningkatkan

ketersedian pupuk N, P dan K bagi tanaman. Tanaman kakao memerlukan pupuk

kandang sebanyak 1000 kg per hektar. Dan pupuk kandang merupakan pupuk

alternatif pelengkap atau pengganti pupuk kimia yang dapat memenuhi kebutuhan

hara tanaman yang berdampak kepada produksi. Sehingga sangat besar peluang

untuk meningkatkan penggunaan pupuk agar produksi kakao meningkat. Pupuk

kandang ini tersedia di lahan petani, karena pada umumnya petani memiliki usaha

peternakan seperti sapi, kambing atau ayam. Hanya saja petani tidak mengetahui

kebutuhan tanaman kakao terhadap pupuk kandang.

Pupuk kimia (X3) bertanda posotif dan berpengaruh nyata pada α = 5

persen dengan nilai parameter dugaan 0.02. Artinya secara parsial penggunaan

pupuk kimia sebanyak 1 persen dalam pemeliharaan akan meningkatkan produksi

sebesar 0.02 persen. Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitian, hanya 48.57

persen petani yang menggunakan pupuk kimia dan jumlah pupuk yang digunakan

pun relatif sedikit. Pemberian pupuk kimia yang dilakukan petani ratarata hanya

47.21 kg per hektarnya. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani di daerah

penelitian adalah NPK. PPKKI (2006), dosis penggunaan pupuk NPK untuk

tanaman kakao yang berumur diatas empat tahun adalah 250 kg per hektar. Pupuk

kimia yang di gunakan petani masih jauh di bawah dosis anjuran, hal ini

disebabakan petani kekurangan modal untuk membeli pupuk kimia tersebut.

Luas lahan (Z1) bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi

kakao pada taraf kepercayaan 99 persen (α = 1 persen) dengan nilai parameter

dugaan sebesar 0.31 yang berarti penambahan luas lahan 1 persen akan

Page 76: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

50

meningkatkan produksi kakao sebesar 0.31 persen. Hal ini memungkinkan karena

dengan penambahan luas lahan maka populasi kakao akan bertambah dan

produksi akan meningkat.

Jumlah tanaman menghasilkan (Z2) bertanda positif dan berpengaruh

nyata pada α = 1 persen dengan nilai parameter dugaan 0.32 Artinya setiap

penambahan jumlah tanaman menghasilkan sebanyak 1 persen maka produksi

kakao akan meningkat 0.32 persen, cateris paribus. Jumlah tanaman

menghasilkan secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh cara tanam yang

dilakukan petani, apakah dengan cara monokultur atau tumpang sari. Rata-rata

populasi pohon per hektar di lokasi penelitian adalah sebesar 671 batang.

Dummy pendidikan petani (D1), berpengaruh nyata pada α = 1 persen

dengan nilai parameter dugaan 0.15. Hal ini berarti terdapat perdaan hasil

produksi yang nyata antara kelompok petani yang berpendidikan SMP ke atas

dengan petani yang berpendidikan hanya sampai SD atau tidak tamat SD. Artinya

jumlah produksi petani yang berpendidikan SMP ke atas lebih banyak dari pada

petani yang berpendidikan SD.

Page 77: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

51

VII. Analisis Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Pemasaran produk pertanian dimulai saat petani merencanakan produknya

untuk memenuhi kebutuhan pasar. Setelah panen, produk pertanian tidak

selamanya langsung dapat dikonsumsi oleh konsumen sehingga dibutuhkan sarana

tranportasi untuk membawa ke pasar. Dengan demikian, untuk membawanya

dibutuhkan lembaga pemasaran yang akan memindahkan hasil pertanian dari

pusat produksi ke tempat pengolahan dan ke pusat konsumen.

Disamping itu, produk pertanian khususnya produk subsektor perkebunan

biasanya sebelum dikonsumsi, akan mendapatkan beberapa perlakuan sebelum

produk tersebut dapat dikonsumsi. Demikian juga dengan kakao, juga harus

mendapatkan perlakuan-perlakuan sebelum di antar ke pasar dan dinikmati

konsumen.

7.1. Struktur Pasar

Struktur pasar kakao di Kabupaten Padang Pariaman di identifikasi dengan

melihat dua indikator utama pemasaran yaitu : (1) lembaga yang terlibat dalam

saluran pemasaran kakao , (2) kondisi keluar masuk pasar, (3) kondisi dan

keadaan produk. Masing-masing cara identifikasi tersebut akan diuraikan secara

lebih rinci sebagai berikut :

7.1.1. Lembaga Pemasaran

Proses pengolahan dari buah kakao menjadi biji kakao kering dilakukan

sejalan dengan saat panen. Sebelum dipasarkan kakao harus melalui terlebih

proses pengolahan terlebih dahulu di kebun petani yang tersebar dan relatif jauh

dari lokasi pemukiman. Jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen

kakao serta lokasi kebun yang umumnya terpencar dan berjauhan membutuhkan

peran serta lembaga pemasaran dalam pemasarannya.

Dalam suatu usahatani, aspek tataniaga merupakan suatu hal yang sangat

penting dan sangat menentukan keberhasilan dari usahatani tersebut. Berdasarkan

hasil wawancara dengan petani responden, hampir sebagian besar petani

responden menjual kakao kepada pedagang nagari, walaupun ada juga beberapa

Page 78: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

52

petani reponden yang langsung menjual hasil panennya tersebut ke pedagang

kecamatan. Para pedagang nagari membeli biji kakao petani dengan cara langsung

mendatangi rumah petani tersebut untuk melakukan transaksi. Biji kakao yang

sudah dalam karung plastik, kemudian dibawa ke pinggir jalan untuk lebih

memudahkan dalam pengangkutan. Biaya pengangkutannya sepenuhnya

ditanggung oleh pihak pedagang nagari.

Petani responden pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam

pemasaran biji kakao yang mereka hasilkan. Karena petani sudah bekerjasama

dengan pedagang untuk membeli hasil panennya, yang mana pedagangl akan

datang setiap minggu. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh petani adalah harga

yang ditawarkan adalah rata-rata Rp 16 000 per kg. Padahal harga biji kakao di

tingkat pedagang kabupaten berkisar antara Rp 20 800 sampai dengan Rp 22 000

per kg.

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kakao di

lokasi penelitian adalah: petani, pedagang nagari, pedagang kecamatan, pedagang

kabupaten. Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa terdapat tiga saluran

pemasaran yang digunakan petani di lokasi penelitian dalam memasarkan kakao,

seperti yang terlihat pada Gambar 2 yaitu:

I (85%)

II (15%)

III (25%)

Gambar 2. Saluran Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

PETANI

PED. KECAMATAN

PED. NAGARI

PED. KABUPATEN

Page 79: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

53

7.1.1.1. Saluran Pemasaran I

Saluran pemasaran I adalah saluran pemasaran yang digunakan petani

dengan melibatkan pedagang nagari, pedagang kecamatan, kemudian ke pedagang

kabupaten. Pada saluran pertama, pada saat panen petani mengumpulkan hasil

panennya, lalu menjualnya pada pedagang nagari, petani yang menjual hasil

panennya ke pedagang nagari sebanyak 60 orang (85.71 persen) dengan harga Rp

16 000 per kg.

Petani memilih saluran ini karena petani lebih mudah dalam menyalurkan

hasil panennya serta hemat biaya pemasarannya dan alasan lain karena jalur

sarana transportasi dan kondisi jalan yang berupa jalan berbatu saat ini sedang

dalam kondisi rusak berat dan sulit dilalui kendaraan umum. Kemudian dari

pedagang nagari menjual biji kakao ke pedagang kecamatan, kemudian dari

pedagang kecamatan langsung ke pedagang kabupaten. Pedagang kecamatan

menjual biji kakao ke pedagang kabupaten seharga Rp 17 000 per kg. Kemudian

dari pedagang kecamatan langsung di jual lagi ke pedagang kabupaten yang

berada di luar Kecamatan dengan harga Rp. 18 800. Pedagang kabupaten ini lalu

menjual terakhir dengan harga Rp. 20 800.

Petani yang menggunakan saluran pemasaran I ini adalah petani yang

produksinya kurang dari 50 kg per bulan. Sehingga petani berpikir secara rasional

lebih baik biji kakao hasil panennya langsung di jual ke pedagang nagari.

7.1.1.2. Saluran Pemasaran II

Petani langsung menjual hasil panennya ke padagang kecamatan,

pedagang kecamatan menjual ke pedagang kabupaten. Pada saluran ini petani

yang mengantarkan biji kakao ke pedang kecamatan. Sehingga petani harus

mengeluarkan biaya transportasi. Petani yang melakukan saluran pemasaran II ini

adalah petani yang hasil produksi biji kakao ter minggunya lebih dari 50 kg dan

mereka memiliki kendaraan untuk menuju pedagang kecamatan.

Petani yang menjual langsung ke pedagang kecamatan berjumlah 10 orang

(14.29 persen) dengan harga Rp. 17 000 per kg. Dengan adanya silisah harga

anatar pedagang nagari dengan pedagang kecamatan, maka ada petani yang

memilih saluran pemasaran II. Karena setelah dihitung dengan pengorbanan biaya

Page 80: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

54

yang dikeluarkan petani merasa masih ada keuntungan yang mereka peroleh. Hal

inilah yang membuat petani memilih saluran pemasaran II. Dari Tabel 15 dapat

dilihat saluran pemasaran ini yang paling baik di lakukan oleh petani kakao di

Kabupaten Padang Pariaman.

7.1.1.3. Saluran Pemasaran III

Saluran pemasaran III adalah saluran pemasaran yang digunakan petani ke

pedagang nagari dan kemudian langsung ke pedagang kabupaten. Saluran ini

merupakan bagian dari saluran I. pedagang nagari membeli kakao dari petani tetap

pada harga Rp. 16 000, tapi pedagang nagari menjual ke pedagang kabupaten

dengan harga Rp. 18 800. Dengan adanya perbedaan harga inilah yang membuat

pedagang nagari langsung melakukan penjualan dengan pedagang kabupaten.

Karena setelah di perhitungan segala biaya, pedagang nagari masih mendapatkan

keuntungan dengan langsung menjual ke pedagang kabupaten. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 16.

Saluran pemasaran III ini dilakukan oleh 2 pedagang nagari (25 persen)

dari responden. pedagang nagari yang melakukan saluran pemasaran II adalah

pedagang yang seminggu mampu membeli 1000 kg biji kakao dan telah memiliki

kendaraan roda 4 untuk biji kakao ke pedagang kabupaten.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa mayoritas petani menggunakan

saluran pemasaran I dalam memasarkan hasil panennya, yang melibatkan

pedagang nagari, pedagang kecamatan, kemudian ke pedagang kabupaten. Faktor

yang menjadi pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran pemasaran

yang akan digunakan adalah: (1) jauhnya jarak antara pusat produksi dengan

konsumen kakao yang membuat mahalnya biaya transportasi, (2) sedangkan

jumlah produksi yang dihasilkan petani relatif kecil, serta (3) kondisi geografis

wilayah dimana lokasi kebun yang umumnya terpencar dan relatif jauh dari lokasi

pemukiman, ditambah dengan sarana jalan ke kebun yang hanya berupa jalan

setapak. Faktor di atas membuat pilihan petani menjadi terbatas dalam

memasarkan kakao, sehingga peran pedagang sebagai perantara menjadi sangat

dibutuhkan. Hasil analisis ini semakin memperjelas keterkaitan antara struktur

pasar dengan perilaku dan kinerja pasar kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

Page 81: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

55

Saluran pemasaran I memang lebih panjang jika dibandingkan dengan

saluran I dan III. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan di lokasi penelitian

terhadap harga yang diterima petani relatif tidak jauh berbeda. Hal ini

menggambarkan bahwa terjadi kolusi antara pedagang nagari, pedagang

kecamatan dan pedagang kabupaten dalam menetapkan harga kakao ke petani.

Kondisi tersebut semakin menegaskan bahwa tidak ada harga terbaik bagi petani

dalam kondisi pasar tidak bersaing sempurna atau oligopsoni, seperti yang terjadi

pada pasar kakao di Kabupaten Padang Pariman. Dimana petani tidak mempunyai

kekuatan dalam menentukan harga kakao.

Selain hal di atas juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar

antara petani dengan pedagang kakao sehubungan dengan informasi mengenai

nilai pasar sebenarnya dari kakao. Tingkat pengetahuan petani cenderung terbatas

dan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pedagang. Harga biasanya

ditentukan oleh pedagang pada saat penimbangan akan dilakukan. Petani hanya

menerima harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal yang bisa dilakukan oleh

petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah membatalkan

transaksi, sama sekali tidak menjual, atau menjual ke pedagang lain walaupun

perbedaan harga tidak ada atau hanya berbeda sedikit.

Sistem transaksi yang terjadi antara petani sebagai penjual produk kakao

dengan pedagang sebagai pembeli dilakukan secara kontan (cash) yang berarti

langsung dibayar pada saat harga telah disepakati oleh keduanya. Tapi ada 10

persen dari petani responden mempunyai perbedaan dalam penerimaan hasil

penjualan kakao. Dimana petani ini sebelumnya telah berhutang dengan pedagang

untuk memenuhi kebutuhan produksi seperti pembelian pupuk dan pestisisa.

Sehingga mereka hasil penjualan kakao setelah di kurangi hutang.

Untuk pedagang yang mendatangi petani maka proses transaksi terjadi

pada saat kakao masih di jemur, kemudian ditanyakan sudah berapa hari dijemur

untuk memperkirakan kadar air biji kakao oleh pedagang dan kemudian terjadi

tawar menawar terhadap harga. Apabila harga sesuai dan terjadi kesepakatan

antara keduanya maka kakao biasanya langsung ditimbang ditempat dan dibawa

oleh pedagang setelah dilakukan pembayaran.

Page 82: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

56

Untuk petani yang mendatangi pedagang untuk menjual kakaonya, juga

terjadi pembayaran secara kontan (cash). Petani mendatangi pedagang kemudian

ditentukan kadar air sehingga di dapatkan berapa harga yang disepakati,

berdasarkan kadar airnya.

Demikian juga yang terjadi antara pedagang nagari yang menjual ke

pedagang kecamatan dan pedagang kecamatan menjual ke pedagang kabupaten

juga dilakukan transaksi secara kontan (cash). Penentuan harga juga berdasarkan

kandungan kadar air dan berat biji setelah dilakukan penimbangan.

7.1.2. Kondisi Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar masuk pasar dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya

hambatan memasuki pasar. Tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar

dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, tinggi rendahnya modal yang dimiliki

untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar, keterkaitan antara

lemabaga pemasaran atau hubungan dengan lembaga pemasaran.

Kontrol dan intervensi pemerintah daerah dan pusat dalam perdagangan

kakao dalam bentuk peraturan yang membatasi ataupun mengatur mekanisme

perdagangan kakao secara spesifik tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar dalam

pemasaran kakao sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki oleh lembaga

pemasaran yang terlibat, misalnya untuk akses pada fasilitas penyimpanan/gudang

dan transportasi, serta yang tidak kalah pentingnya adanya hubungan kepercayaan di

antara para pelaku pasar. Umumnya lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses

pemasaran kakao di lokasi penelitian memiliki pengalaman yang cukup lama (lebih

dari 10 tahun), memiliki modal yang besar dan bankable, memiliki hubungan

kepercayaan yang baik dengan lembaga pemasaran lainnya sehingga memiliki akses

informasi yang baik.

Dari hasil penelitian didapatkan informasi bahwa, menurut petani lebih

baik menjual biji kakaonya kepada pedagang yang sudah mereka kenal dengan

alasan keamanan dan sudah adanya ikatan emosional. Namun demikian dalam

pasar kakao pada tingkat pedagang nagari sangat mudah dan bebas untuk

memasukinya. Disini petani bebas untuk menjual hasil panen kakao kepada

pedagang yang ada.

Page 83: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

57

Demikian juga pada tingkat pedagang kecamatan tidak terjadi hambatan

baik secara teknis maupun sosial untuk memasuki pasar kakao di Kabupaten

Padang Pariaman. Hanya saja biasanya hambatan datang dari pedagang sendiri

berupa modal usaha yang akan digunakan untuk memasuki pasar.

7.1.3. Kondisi dan Keadaan Produk

Produk kakao yang diperdagangkan relatif beragam atau terdiferensiasi

karena belum ada standarisasi yang baku di tingkat petani. Hal ini terutama

disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengolahan disamping bibit yang

digunakan petani dalam membudidayakan kakao juga belum seragam. Akibatnya

manipulasi kualitas sering terjadi baik atas kesadaran petani sendiri maupun atas

anjuran pedagang pengumpul.

Proses standarisasi dan grading hanya dilakukan di tingkat pedagang

kabupaten berdasarkan kadar air dan bentuk biji kakao. Selain itu tidak ada proses

penambahan nilai pada kakao yang diperdagangkan.

7.2.Perilaku Pasar

Perilaku pasar yang ditunjukan oleh perilaku lembaga pemasaran yang ada

di lokasi penelitian dianalisis berdasarkan empat indikator utama, yaitu: (1)

praktek pembelian dan penjualan, (2) proses pembentukan harga, (3) praktek

dalam menjalankan fungsi pemasaran serta (4) kerjasama antarlembaga

pemasaran. Sehingga akan didapatkan informasi mengenai perilaku dari masing-

masing lembaga pemasaran, yang bersifat kualitatif.

7.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan

Praktek pembelian dan penjualan yang terjadi di Kabupaten Padang

pariaman biasanya petani kakao melakukan penjualan kakao kepada pedagang

lokal yang sudah dikenal baik atau minimal sudah pernah bertransaksi

sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada lembaga pemasaran yang ada

diatasnya, meskipun kebebasan untuk melakukan jual dan beli terjadi di daerah

penelitian.

Hal ini terjadi karena: (1) adanya hubungan baik dengan pedagang yang

bersangkutan, dan (2) terbatasnya akses petani dengan pedagang yang berasal dari

Page 84: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

58

daerah di luar wilayahnya. Selain pertimbangan kenal atau tidaknya dengan siapa

petani akan bertransaksi, pertimbangan lain adalah harga yang ditawarkan

pedagang, atau dengan kata lain pertimbangan rasional dan memberikan

keuntungan tertinggi tetap menjadi acuan petani dalam melakukan transaksi. Hal

ini terutama terjadi pada petani yang tidak memiliki keterikatan dan perjanjian

dengan pedagang tertentu.

Tempat petani bertransaksi atau melakukan penjualan sangat beragam,

tergantung pada beberapa faktor, yaitu: (1) kebiasaan daerah dan nagari masing-

masing petani, (2) infrastruktur jalan menuju kebun, (3) jarak dari rumah ke

kebun.

Penimbangan atau penjualan kakao biasanya dilakukan seminggu sekali

oleh sebagian besar petani responden dan biasanya dilakukan bersamaan dengan

hari pasar tradisional di daerah yang bersangkutan. Pola perilaku jual beli kakao

ini berlaku secara umum di daerah penelitian. Setiap kecamatan biasanya

memiliki hari pasar yang dipusatkan di nagari tertentu yang berada di kecamatan

tersebut karena tidak setiap nagari memiliki pasar tradisional.

Hari pasar juga merupakan hari istirahat bagi petani pada umumnya.

Perilaku ini disebabkan karena: (1) petani memerlukan uang tunai dari hasil

panennya yang akan digunakan untuk membiayai keperluan hidup sehari-hari dan

berbelanja saat hari pasar, (2) untuk membiayai operasional pemeliharaan kebun,

dan (3) adanya resiko potential loss jika petani menyimpan hasil panennya untuk

dijual sekaligus di satu waktu. Hal ini akibat tidak adanya kepastian harga untuk

penjualan di minggu berikutnya karena harga kakao selalu berfluktuasi dari hari

ke hari.

Sebanyak 90 persen petani tidak memiliki ikatan apapun dengan pedagang

yang akan membeli hasil panen dan sisanya sebanyak 10 persen petani memiliki

ikatan dengan pembelinya. Ikatan tersebut antara lain dikarenakan:

1. Pengolahan kakao yang dilakukan petani dibiayai oleh pedagang, misal untuk

biaya pembelian pupuk ditanggung oleh pedagang dan pembayarannya akan

dipotong nantinya dari hasil panen.

2. Petani sudah berhutang uang sebelumnya kepada pedagang untuk membiayai

keperluannya.

Page 85: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

59

3. Antara petani dengan pedagang memang sudah ada perjanjian untuk menjalin

kemitraan imbal-balik sebelumnya. Walaupun sebagian petani memiliki ikatan

dengan pembeli, tetapi sistem pembayaran yang dilakukan dalam transaksi

sepenuhnya dengan cara tunai setelah hutang piutang dikeluarkan.

7.2.2. Proses Pembentukan Harga

Secara teoritis penentuan harga sangat di pengaruhi oleh adanya kompetisi

atau persaingan, regulasi pemerintah, dan kemauan pembeli. Disini penentuan

harga merupakan hal yang sangat penting pada perolehan pendapatan (Schmid,

1987). Komoditi kakao merupakan komoditi perdagangan yang sangat

menjanjikan karena komoditi ini banyak di butuhkan oleh industri.

Di daerah penelitian, harga kakao lebih banyak ditentukan oleh harga

kakao dunia yang di akses oleh eksportir. Selain itu tidak adanya patokan harga

atas dan harga bawah pada komoditi kakao, sehingga cenderung terjadi fluktuasi.

Mengenai informasi harga, pedagang mendapatkan dari eksportir.

Meskipun mudah mendapatkan informasi harga tingkat eksportir namun

pada kenyataan di lapangan sebagian besar petani tetap memperoleh harga dari

pedagang nagari atau kecamatan. Dan petani tidak ada kekuatan untuk menolak

harga yang telah di tetapkan oleh pedagang.

Petani merupakan pihak yang lemah dan sebagai penerima harga.

Pedagang kabupaten merupakan pedagang pertama yang menetapkan harga

kakao, kemudian diikuti pedagang dibawahnya dan sampai ke petani. Dengan

demikian dalam perdagangan kakao mengarah pada pasar persaingan tidak

sempurna. Dan tidak adanya regulasi pemerintah terhadap harga kakao.

7.2.3. Praktek dalam Menjalankan Fungsi Pemasaran

Praktek yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menjalankan

fungsi pemasaran yang digaris bawahi dalam penelitian ini adalah: (1) grading

dan standarisasi, (2) praktek kecurangan dalam penimbangan.

(1) Grading dan Standardisasi

Grading dan standardisasi erat kaitannya dengan persyaratan mutu kakao,

secara nasional sebenarnya telah dikeluarkan standardisasi mutu biji kakao untuk

Page 86: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

60

ekspor yaitu SNI 01-2323-1995 yang mencakup defenisi, klasifikasi, syarat mutu,

cara pengambilan sample, cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan

rekomendasi (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Hanya saja bagian terpenting

adalah berupa spesifikasi persyaratan mutu biji kakao, baik mencakup syarat

umum maupun syarat khusus (Lampiran 1).

Pada daerah penelitian praktek standarisasi tidak dipenuhi secara

keseluruhan (seperti: fermentasi, kadar air dan sebagainya) baik oleh petani,

pedagang nagari, pedagang kecamatan. Hal ini disebabkan karena pedagang

kabupaten tidak menerapkan secara jelas standardisasi kakao yang akan di beli,

bahkan biji kakao asal juga di beli. Misalnya biji kakao yang fermentasi harganya

sama saja dengan biji kakao non fermentasi.

Grading pun tidak dilakukan oleh pedagang pengumpul dan petani.

Sehingga secara umum biji kakao yang di perjual belikan masih dalam bentuk

asalan. Hal yang menjadi perhatian oleh pedagang hanyalah kadar air biji kakao

yang batas kadar air 4-5 persen pada tingkat eksportir, apabila penjual

menginginkan harga yang tinggi untuk tingkat pedagang kabupaten sudah

menerapkan grading dan mengelompokan biji berdasarkan standaridsasi yang

berlaku.

(2) Praktek Kecurang dalam Penimbangan

Transaksi penjualan dan pembelian pada tingkat petani antar petani

dengan pedagang pengumpul nagari, demikian juga untuk tingkat transaksi antar

pedagang diatasnya dilakukan secara langsung. Praktek curang penimbangan pada

umumnya tidak ditemukan, karena proses penimbangan dilakukan oleh kedua

belah pihak. Kesimpulan tidak ada terjadi kecurangan penimbangan pada daerah

penelitian.

7.2.4. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran

Petani yang membutuhkan modal biasanya meminjam kepada pedagang

nagari tanpa beban bunga. Pedagang akan memberikan pinjaman apabila petani

memerlukan. Pinjaman ini tidak hanya untuk keperluan pembelian input, tapi juga

digunakan petani untuk semua kebutuhannya. Pengembalian biasanya dilakukan

pada saat panen kakao dengan cara mengurangi dari hasil panen yang dibayarkan

Page 87: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

61

kepada petani. Hal ini akan mengikat petani sehingga harus menjual hasil

panennya kepada pedagang nagari.

Modal yang dimiliki pedagang pengumpul berasal dari pinjaman yang

diberikan oleh pedagang yang berada di atasnya (pedagang kecamatan). Pinjaman

biasanya tanpa bunga dan tanpa adanya suatu ikatan hukum, hanya berdasarkan

kepercayaan dan hubungan yang sudah lama terjalin. Bentuk kerjasama yang

terjadi antara lembaga pemasaran dengan petani adalah peminjaman modal

berdasarkan hubungan kepercayaan.

7.3. Kinerja Pasar Kakao

Kinerja pasar sangat dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar.

Indikator yang dijadikan ukuran untuk menilai kinerja pasar kakao di lokasi

penelitian, yaitu: perubahan harga, biaya pemasaran, marjin pemasaran dan

distribusinya, bagian harga yang diterima petani.

Tabel 14. Matriks Hasil Analisis Kinerja Pasar Kakao di Kabuapten Padang

Pariaman Tahun 2012

Jenis analisis Jalur Pemasaran Nilai per kg biji

kakao

Marjin Pemasaran Saluran I

(Petani – Ped. Nagari – Ped.

Kecamatan – Ped. Kabupaten

Rp. 4 800

(23.08 %)

Saluran II

(Petani – Ped. Kecamatan –

Ped. Kabupaten)

Rp. 3 800

(18.27 %)

Saluran III

(Petani – Ped. Nagari – Ped.

Kecamatan kabupaten)

Rp. 4 800

(23.08 %)

Bagian yang di terima

petani

Saluran I

(Petani – Ped. Nagari – Ped.

Kecamatan – Ped. Kabupaten

Rp. 16 000

(76.92 %)

Saluran II

(Petani – Ped. Kecamatan –

Ped. Kabupaten)

Rp. 17 000

(81.73)

Saluran III

(Petani – Ped. Nagari – Ped.

Kecamatan kabupaten)

Rp. 16 000

(76.92 %)

Arus informasi harga Ped. Kabuapetn – Ped.

Kecamatan – Ped. Nagari –

petani

Sumber: Data primer (diolah)

Page 88: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

62

Bagian harga yang diterima petani adalah bagian harga yang dibayarkan

oleh konsumen (dalam hal ini pedagang kabupaten) yang dapat dinikmati oleh

petani sebagai produsen. Sedangkan margin pemasaran merupakan selisih harga

jual di tingkat pedagang kabupaten dengan harga jual tingkat petani

Pada Tabel 14 menunjukan bahwa margin yang diterima oleh lembaga

pemasaran pada saluran pemasaran I sebesar 23.08 persen, pada saluran

pemasaran II sebesar 18.27 persen dan saluran pemasaran III sebesar 23.08

persen. Besarnya margin ini disebabkan oleh besarnya keuntungan yang diambil

oleh masing-masing lembaga pemasaran.

Bagian harga yang diterima petani sebesar 76.92 persen pada saluran

pemasaran I, pada saluran pemasaran II sebesar 81.73 persen, sedangkan pada

saluran pemasaran III sebesar 76.92 persen. Dengan melihat hasil bagian harga

dan marjin yang diterima oleh lembaga pemasaran, dapat kita ketahui kinerja

pasar kakao belum efisien di daerah penelitian. Untuk lebih jelasnya kriteria

pengujian dapat diuraikan secara lebih rinci pada penghitungan marjin pemasaran

dan bahagian harga yang diterima petani. Adapun secara rinci penjelasan terhadap

marjin pemasaran dan bagian harga yang diterima petani akan dijelaskan pada

Tabel 15.

7.3.1. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran kakao adalah perbedaan antara harga kakao yang

diterima konsumen dengan harga yang diterima petani yang meliputi biaya

pemasaran dan keuntungan yang diterima oleh lembaga-lambaga pemasaran.

Besarnya marjin dari setiap saluran pemasaran akan berbeda-beda. Pada

saluran pemasaran I besarnya marjin adalah Rp. 4 800 per kg, pada Pada saluran

pemasaran II, besarnya marjin adalah Rp. 3 800 per kg dan Pada saluran

pemasaran III besarnya marjin adalah Rp. 4 800 per kg. Besarnya marjin

pemasaran pada saluran pemasaran I dan III karena perbedaan jumlah lembaga

pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produk dari produsen ke pedagang

kabupaten. Sehingga dengan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat

mengakibatkan marjin pemasaran besar.

Page 89: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

63

Tabel 15. Marjin Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

No Pelaku Pasar Saluran

Pemasaran I

Saluran

Pemasaran II

Saluran

Pemasaran III

Nilai Nilai Nilai

Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg %

1. Petani

a. Biaya

transportasi

- - 500 2.40 - -

b. Harga jual 16 000 76.9 17 000 81.73 16 000 76.9

2. Pedagang nagari

a. Harga beli 16 000 76.9 - - 16 000 76.9

b. Biaya-biaya 365 1.75 - - 742 3.57

- Bongkar muat 50 0.24 - - 40 0.19

- Transportasi 300 1.44 - - 500 2.40

- Penjemuran - - - - 75 0.36

- Sortasi - - - - 22 0.10

- Penyusutan - - - - 20 0.09

- Pengemasan 15 0.07 - - 10 0.05

- Gudang - - - - 75 0.36

- Keuntungan 635 3.05 - - 2 058 9.89

- Marjin

pemasaran

1 000 4.81 - - 2 800 13.5

- Harga jual 17 000 81.7 - - 18 800 90.4

3. Pedagang

kecamatan

a. Harga beli 17 000 81.7 17 000 81.73 - -

b. Biaya-biaya 415 1.99 540 2.59 - -

- Bongkar muat 100 0.48 100 0.48 - -

- Transportasi 250 1.20 175 0.84 - -

- Penjemuran - - 75 0.36 - -

- Penyusutan 15 0.07 30 0.14 - -

- Sortasi - - 75 0.36 - -

- Pengemasan - - 25 0.24 - -

- Gudang 50 0.24 60 0.28 - -

- Keuntungan 1 385 6.66 1 260 6.06 - -

- Marjin

pemasaran

1 800 8.65 1 800 8.65 - -

- Harga jual 18 800 90.4 18 800 90.4 - -

4. Pedagang

kabupaten

a. Harga beli 18 800 90.4 18 800 90.4 18 800 90.4

b. Biaya-biaya 565 2.72 625 3.01 685 3.29

- Bongkar muat 100 0.48 100 0.48 100 0.48

- Transportasi 200 0.96 200 0.96 200 0.96

- Penjemuran 75 0.36 100 0.48 150 0.72

- Penyusutan 30 0.14 20 0.09 30 0.14

- Sortasi 75 0.36 75 0.36 75 0.36

- Pengemasan 25 0.12 30 0.14 30 0.14

- Gudang 60 0.29 100 0.48 100 0.48

- Keuntungan 1 435 6.90 1 375 6.61 1 315 6.32

- Marjin

pemasaran

2 000 9.61 2 000 9.61 2 000 9.61

- Harga jual 20 800 100 20 800 100 20 800 100

Sumber: Data primer (diolah)

Page 90: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

64

Tabel 15 menunjukan marjin pemasaran dan distribusi marjin untuk

masing-masing lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran. Pada saluran

pemasaran I, jika dilihat dari perolehan keuntungan dan biaya yang dikeluarkan

terlihat terjadi perbedaan. Akumulasi keuntungan yang diambil oleh pedagang

pada saluran pemasaran I, saluran pemasaran II dan saluran Pemasaran III

masing-masing sebesar 16.61 persen, 12.67 persen dan 16.21 persen. Sedangkan

akumulasi biaya yang dikeluarkan pada saluran pemasaran I, saluran pemasaran II

dan saluran Pemasaran III masing-masing sebesar 6.46 persen, 5.60 persen, dan

6.86 persen.

Perbedaan besar marjin dikarenakan oleh : (1) perbedaan jumlah lembaga

pemasaran yang terlibat, (2) perbedaan harga jual yang diterima petani untuk

setiap pilihan saluran, apakah menjual kepada pedagang pengumpul atau langsung

pada pedagang besar, dan (3) perbedaan harga jual di tingkat akhir.

Berdasarkan hasil analisis di atas terlihat bahwa semakin banyak jumlah

lembaga pemasaran yang terlibat akan menyebabkan bertambah panjangnya rantai

pemasaran sehingga mengakibatkan bertambahnya biaya pemasaran dan

keuntungan yang diambil oleh setiap pelaku pasar tersebut. Berikut ini

perbandingan rasio keuntungan dan biaya pemasaran.

Tabel 16. Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2012

Lembaga Pemasaran Keuntungan

Pemasaran

(Rp/kg)

Biaya

Pemasaran

(Rp/kg)

Rasio

Keuntungan

Baiaya

Saluran Pemasaran I

Pedagang Nagari 635 365 1.74

Pedagang Kecamatan 1385 415 3.34

Pedagang Kabupaten 1435 565 2.54

Jumlah 3455 1345 7.62

Saluran Pemasaran II

Pedagang Nagari - - -

Pedagang Kecamatan 1260 540 2.33

Pedagang Kabupaten 1375 625 2.20

Jumlah 2365 1165 4.53

Saluran Pemasaran III

Pedagang Nagari 2058 742 2.77

Pedagang Kecamatan - - -

Pedagang Kabupaten 1315 685 1.92

Jumlah 3373 1427 4.69

Sumber: Data primer (diolah)

Page 91: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

65

Jumlah keuntungan yang diambil oleh pedagang di saluran pemasaran I

adalah sebesar Rp 8 051.74/kg atau mencapai 22.68 persen dari harga di tingkat

pedagang akhir atau mencapai 68.13 persen bila dibandingkan dengan besarnya

margin pemasaran. Sedangkan jumlah biaya yang dikorbankan pedagang adalah

sebesar Rp 3 767.29/kg atau 10.61 persen dari harga di tingkat pedagang akhir

atau 36.67 persen dari besarnya margin pemasaran.

Rasio keuntungan dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh

pedagang kecamatan yaitu sebesar 3.34. Jumlah keuntungan yang diambil oleh

pedagang di saluran pemasaran I, II dan III masing-masing sebesar Rp 3 455 per

kg atau 16.61 persen dari harga di tingkat pedagang kabupaten, Rp 2 635 per kg

atau 12.67 persen dari harga di tingkat pedagang kabupaten dan Rp 3 373 per kg

atau 16.21 persen dari harga di tingkat pedagang kabupaten. Jika keuntungan

tersebut dibandingkan dengan margin pemasaran masing-masing saluran maka

besarnya berturut-turut di saluran pemasaran II, III dan IV adalah sebesar 71.97

persen, 69.34 persen dan 70.27 persen.

Sedangkan jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di saluran pemasaran

I adalah sebesar Rp 1 345 per kg atau 6.47 persen dari harga di tingkat pedagang

kabupaten atau 28.02 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan

dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang kecamatan yaitu

sebesar 3.34.

Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di saluran pemasaran II adalah

sebesar Rp 1 165 per kg atau 5.60 persen dari harga di tingkat pedagang

kabupaten atau 30.66 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan

dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang nagari yaitu

sebesar 2.33.

Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di saluran pemasaran III adalah

sebesar Rp 1 427 per kg atau 6.86 persen dari harga di tingkat pedagang

kabupaten atau 29.73 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan

dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang nagari yaitu

sebesar 2.77.

Berdasarkan analisis margin pemasaran dan perbandingan rasio

keuntungan dan biaya yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, terlihat

Page 92: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

66

bahwa saluran pemasaran II relatif lebih baik dibandingkan dengan saluran

lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya margin pemasaran, tingginya

persentase harga jual akhir yang ikut dinikmati petani dan relatif seimbangnya

pendistribusian keuntungan dan biaya antarlembaga pemasaran yang ada. Tapi

walaupun demikian tidak semua petani bisa menggunakan saluran pemasaran II

dalam menjual hasil panennya.

7.3.2. Bagian Harga yang Diterima Petani

Bagian harga yang diterima petani adalah bagian harga yang dibayarkan

oleh konsumen yang dapat dinikmati oleh petani sebagai produsen. Semakin

tinggi bagian harga yang diterima petani, maka pemasaran dapat dikatakan

semakin efisien. Karena akan menyebabkan semakin rendahnya mark up atau

persentase marjin. Hal ini menunjukan bahwa sistem pemasaran tersebut dapat

menyampaikan produk dari produsen kepada konsumen dengan porsi biaya dan

keuntungan pedagang yang terendah.

Besarnya Bagian harga yang diterima petani secara umum dipengaruhi

oleh saluran pemasaran, semakin panjang saluran akan menyebabkan biaya dan

keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran bertambah sehingga

marjin bertambah besar.

Pemilihan saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap besarnya marjin

pemasaran yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi besarnya bagian harga

yang diterima petani. Dengan demikian tingginya marjin pemasaran, akan

menyebabkan bagian harga yang diterima petani semakin rendah. Pada Tabel 15

dapat kita lihat bahwa, semakin besar marjin pemasaran maka bagian harga yang

diterima petani akan semakin kecil seperti yang terjadi pada saluran pemasaran I

dan III. Selain itu untuk komoditas pertanian faktor tingkat pengolahan yang

dilakukan petani, biaya transportasi, keawetan dan mutu serta jumlah produksi

juga akan berpengaruh pada Bagian harga yang diterima petani.

Saluran pemasaran II merupakan saluran yang efisien bagi petani,

dibanding saluran pemasaran yang lain. Dengan menggunakan saluran pemasaran

II petani akan memperoleh harga yang tinggi dari produksi kakaonya dan tingkat

keuntungan yang diterima juga lebih tinggi. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 14

Page 93: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

67

dimana pada saluran pemasaran I dan III petani mendapatkan 88,89 persen harga

yang diterima petani, sedangkan pada saluran pemasaran II petani mendapatkan

91,67 persen. Hanya saja tidak semua petani dapat melakukan hal demikian

bahkan hanya 15 persen responden yang menggunakan saluran pemasaran II. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar petani secara individual melakukan

keterkaitan secara tidak langsung terhadap pedagang nagari, tidak berani

mengambil resiko, kuantitas yang dijual sedikit, tidak mampu untuk

mengeluarkan biaya transportasi. Sehingga petani meyakini lebih efisien menjual

kepada pedagang nagari yang datang langsung ke rumah mereka. Walaupun

petani mendapatkan harga yang lebih kecil.

7.3.3. Keterpaduan Pasar

Integrasi atau keterpaduan pasar berguna untuk melihat keeratan hubungan

pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya), yang

dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau

lebih. Model yang digunakan untuk menganalisis aspek keterpaduan pasar dalam

penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan

Heytens (1986). Model didasarkan pada hubungan bedakala (lag) bersebaran

autoregresive antara harga di tingkat petani dengan harga di pasar acuan yaitu

harga ditingkat pedagang kabupaten. Data yang digunakan untuk analisis integrasi

adalah data time series bulan agustus 2011 sampai dengan bulan juli 2012.

Tabel 17. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Kakao di Kabupaten Padang

Pariaman Tahun 2012

Variabel Bebas Parameter

Dugaan

P_value

(Significance)

Konstanta 277.855 0.4591 Bedakala harga kakao di tingkat petani (Pft-1) 0.71605 0.0064 Selisih harga kakaodi tingkat

pedagang kabupaten (DPe) 0.14051 0.1223

Bedakala harga kakao di tingkat

pedagang kabupaten (Pet-1) 0.21190 0.0926

F – Hitung 9.37 0.0038

Koefisien Determinasi (R2) 0.8006

R2

– Adjusted 0.7152

IMC 3.4038

Sumber: Data primer (diolah)

Page 94: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

68

Integrasi atau keterpaduan pasar berguna untuk melihat keeratan hubungan

pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya), yang

dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau

lebih. Hasil estimasi keterpaduan pasar di Kabupaten Padang Pariaman seperti

terlihat pada Tabel 17.

Uji statistik terhadap kesesuaian model diperoleh nilai F hitung nyata pada

taraf kepercayaan 99 persen (α = 1 persen) yang mengindikasikan bahwa model

cukup baik karena variabel bebas dapat menjelaskan keragaman variabel terikat.

Keragaman harga kakao di tingkat petani (Pft) dapat dijelaskan oleh keragaman

variabel bebas yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

0.8006. Nilai koefesien tersebut berarti 80 persen keragaan keterpaduan pasar

dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model, sedangkan 20 persen sisanya

dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai R2 – Adjusted sebesar 71.52 persen.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian model dengan uji-F adalah bahwa

model yang dibuat dapat menjelaskan keragaman keterpaduan pasar kakao di

Kabupaten Padang Pariaman.

Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji-t pada masing-masing variabel

independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau

berpengaruh nyata terhadap harga kakao di tingkat petani. Ada dua variabel yang

signifikan yaitu variabel Pft-1 dan Pet-1. Variabel Pft-1 atau bedakala satu tahun

harga kakao di tingkat petani berpengaruh nyata pada α = 1 persen . Dan variabel

bedakala harga kakao di tingkat pedagang kabupaten (Pet-1) berpengaruh nyata

pada α = 10 persen. Sedangkan selisih harga kakao di tingkat pedagang kabupaten

(DPe) hanya berpengaruh jika tingkat signifikansi ditoleransi pada tingkat α 15

persen.

Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa model autoregresive

distributed lag antara harga kakao di tingkat petani dengan harga kakao di

ditingkat pedagang kabupaten dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terjadi

kesalahan spesifikasi. Model dapat digunakan untuk menjelaskan dan

memprediksi keragaman harga kakao di tingkat petani.

Hasil analsis hubungan antara harga kakao di tingkat petani dengan harga

di tingkat pedagang kabupaten adalah sebagai berikut :

Page 95: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

69

Pft = 277.855 + 0.716 Pft-1 + 0.140 (Pet - Pet-1) + 0.212 Pet-1 ………..(14)

Nilai koefisien sebesar 0.140 pada Persamaan (14) menunjukkan nilai b2 yang

merupakan nilai elastisitas transmisi harga yaitu seberapa jauh perubahan harga di

tingkat pedagang kabupaten di transmisikan ke tingkat petani. Semakin dekat nilai

parameter b2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Nilai dugaan

parameter b2 dari hasil analisis di atas, berarti bahwa jika terjadi perubahan harga

sebesar 10 satuan harga (rupiah) di tingkat pedagang kabupaten, maka perubahan

harga yang akan diteruskan sampai ke tingkat petani hanya sebesar 0.14 rupiah saja,

cateris paribus. Hal ini mencerminkan tidak simetrisnya transmisi harga oleh pihak

pedagang kabupaten atau dengan perkataan lain, terjadinya perubahan harga di

tingkat pedagang kabuapten tidak ditransmisikan secara sempurna ke tingkat petani.

Hasil analisis menunjukankan bahwa kontribusi harga pada periode

sebelumnya, baik di tingkat petani maupun di tingkat pedagang kabupaten,

terhadap harga yang berlaku sekarang di tingkat petani memiliki nilai kurang dari

satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani

pada periode sebelumnya, berpengaruh lebih besar terhadap pembentukan harga

di tingkat petani yang berlaku saat ini, dibandingkan dengan pengaruh harga di

tingkat pedagang kabupaten pada periode sebelumnya.

Pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode sebelumnya

terhadap pembentukan harga pasar di tingkat petani saat ini adalah sebesar 0.716.

Sedangkan pengaruh perubahan harga yang berlaku di tingkat pedagang

kabupaten pada periode sebelumnya terhadap pembentukan harga di tingkat

petani yang berlaku saat ini juga kurang dari satu, hanya saja pengaruhnya jauh

lebih kecil, yaitu sebesar 0.212. Hal ini mengindikasikan bahwa ada stok tertentu

yang disimpan di gudang oleh pedagang sampai pada tingkatan jumlah tertentu

sebelum kakao dijual lagi ke pedagang yang berada di atasnya sesuai dengan

besarnya kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Perbandingan antara koefisien pengaruh harga pasar lokal di tingkat petani

dengan pengaruh harga pasar acuan di tingkat pedagang kabupaten pada periode

sebelumnya, akan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keterpaduan antara

kedua pasar yang dicerminkan oleh besarnya Index of Market Connection (IMC).

Nilai IMC yang semakin mendekati nol menunjukkan semakin baiknya integrasi

Page 96: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

70

pasar, atau dengan kata lain terjadi integrasi jangka panjang antarpasar lokal di

tingkat petani dengan pasar acuan di tingkat pedagang kabupaten.

Hasil analisis memperlihatkan nilai IMC pasar kakao yang tinggi yaitu

3.4038, artinya pasar di tingkat petani dan pedagang kabupaten belum terpadu

(terintegrasi) dengan baik. Integrasi pasar yang terjadi lemah, pasar dalam kondisi

persaingan tidak sempurna dan sistem pemasaran kakao tidak efisien.

Implikasi lain dari besaran nilai IMC dan nilai korelasi adalah, faktor yang

menjadi penentu bagi pembentukan harga kakao yang berlaku saat ini di tingkat

petani adalah harga kakao yang berlaku pada periode sebelumnya pada tingkat

petani. Kondisi ini sejalan dengan praktek pembentukan harga kakao di lokasi

penelitian, dimana harga kakao saat ini biasanya mengacu pada harga kakao saat

panen sebelumnya. Pedagang kabupaten/eksportir yang menentukan harga, harga

kakao relatif stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini salah satunya diduga karena

eksportir sudah mengadakan perjanjian/kontrak terlebih dahulu dengan pembeli

atau importir di luar negeri, maka harga yang ditentukan eksportir cendrung

mengacu pada harga kakao sebelumnya dan akan tetap selama jumlah kontrak

belum terpenuhi. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dimana rantai

pemasaran kakao dikuasai oleh sedikit pedagang besar akan memungkinkan

terjadinya praktek kolusi dalam penentuan harga dalam transaksi jual beli kakao.

Page 97: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

71

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan mengenai analisis

produksi dan pemasaran kakao di Kabupaten Padang Pariaman, dapat disimpulan

bahwa:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Kabupaten Padang

Pariaman dan berpengaruh secara nyata sebagai input adalah tenaga kerja,

pupuk kandang, pupuk kimia, luas lahan, jumlah tanaman menghasilkan dan

pendidikan petani. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap

tingkat produksi, kecuali pestisida.

2. Belum efisiensinya jalur pemasaran kakao di Kabupaten Padang Pariaman,

hal ini terlihat berdasarkan indikator besarnya marjin pemasaran, kecilnya

bagian harga yang diterima petani dan belum terintegrasinya pasar ditingkat

petani dengan pasar ditingkat pedagang kabupaten.

3. Marjin pemasaran di tentukan oleh besarnya biaya pemasaran dan

keuntungan yang akan di peroleh oleh lembaga pemasaran. Pada kegiatan

pemasaran kakao di Kabupaten Padang Pariaman, marjin terbesar diterima

oleh pedagang nagari pada saluran pemasaran III.

4. Bagian harga yang diterima petani dapat kita tentukan dari marjin

pemasaran. Dimana semakin besar marjin pemasaran maka bagian harga

yang diterima petani akan semakin kecil, seperti yang terjadi pada saluran

pemasaran I dan III. Sehingga saluran pemasaran II yang memberikan

bagian harga tertinggi pada petani kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

8.2. SARAN

8.2.1. Implementasi Kebijakan

1. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di

Kabupaten Padang Pariaman maka perlu diambil kebijakan untuk

mengoptimalkan jumlah tanaman menghasilkan, meningkatkan penggunaan

pupuk kandang dan penggunaan pupuk kimia sesuai dengan petunjuk teknis.

Page 98: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

72

Sehingga produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman

dapat meningkat.

2. Perlunya upaya untuk memperkecil marjin pemasaran dan memperkuat

posisi tawar petani guna mengantisipasi tingginya fluktuasi harga kakao di

tingkat petani. Pembinaan, penguatan dan pemberdayaan kelompok tani

yang sudah ada yang diarahkan untuk memperbaiki kinerja produksi dan

pemasaran kakao agar lebih efisien Sehingga selain membantu kelancaran

kegiatan produksi dan distribusi yang dihasilkan dan dibutuhkan

anggotanya, kelompok tani ini juga hendaknya bisa diberdayakan untuk

membangun kebersamaan yang kuat guna meningkatkan kesejahteraan

petani yang menjadi anggotanya. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan

pembentukan semacam lembaga, misalnya asosiasi petani atau koperasi

produsen.

8.2.2. Saran Penelitian Lanjutan

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai produktivitas kakao yang menganalisis

penggunaan pupuk. Antara petani yang menggunakan pupuk kimia dengan

petani yang tidak menggunakan. Sehingga diperoleh gambaran dan

perbandingan yang lebih baik dan memadai untuk membuat kesimpulan

tentang pengaruh penggunaan pupuk kimia pada produksi kakao.

2. Mengingat kakao adalah komoditas ekspor, maka perlu dilakukan penelitian

yang membahas tentang aspek permintaan dan penawaran kakao oleh

industri yang melakukan pengolahan kakao. Guna mendapatkan gambaran

yang menyeluruh mengenai pasar kakao di tingkat yang lebih luas dan

kemungkinan pengembangan produk dan pasar komoditas kakao di masa

yang akan datang.

Page 99: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

73

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama, T. and Akihiko Nishio. 1997. Sulawesi Cocoa Boom: Lessons of

Smallholder Dynamism and A Hands-Off Policy. Bulletin of Indonesian

Economic Studies. Indonesian Project. The Australian National

University, Vol. 33 No. 2. August 1997.

Badan Pusat Statistik. 2011. Pencapaian PDB Sektor Pertanian. Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

Bafadal, A. 2000. Analisis Produksi dan Respon Penawaran Kakao Rakyat Di

Sulawesi Tenggara. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Insitutu

Pertanian Bogor, Bogor.

Cramer, G.L., C.W. Jensen and D.D. Southgate, Jr. 1997. Agricultural Economics

and Agribusiness. Seventh Edition. John Wiley & Sons, New York.

Dahl, D.C and J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analisys. Mc. Graw Hill,

New York.

Debertin, L.D. 1986. Agricultural Production Economics. Mac Millan Publishing

Compony, New York.

Dessalegn, G., T.S. Jayne and J.D. Shaffer. 1998. Market Structure, Conduct and

Performance: Constraints on Performance of Ethiopian Grain Markets.

Working Paper. Grain Market Research Project. Ministry of Economic

Development and Cooperation, Addis Ababa.

Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat. 2012. Stasistik Perkebunan Tahun

2011. Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat, Padang.

Dinas Perkebunan Kab. Padang Pariaman. 2012. Buku Analisis Usahatani

Perkebunan. Dinas Perkebunan Kabupaten Padang Pariaman, Pariaman.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Profil Komoditi Perkebunan di Indonesia.

Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen pertanian, Jakarta.

Firdaus, M., R. Oktaviani, A. Asmara dan Sahara. 2008. Analisis Struktur,

Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur di Indonesia. Working Paper

Series. Nomor 04/A/III/2008. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Gonarsyah, I. 2004. Indonesian Cocoa Industry: Its trens and Challenges. A Case

Study Report for Agriculture and Rural Development Strategy Study.

ADB.

Page 100: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

74

Gonarsyah, I., T. Sudaryanto, A. Purwoto dan S.H. Susilowati.1990. Studi

Tentang Permintaan dan Penawaran Komoditi Ekspor Pertanian (Kakao).

Laporan Penelitian. Kerjasama Biro Perencanaan Departemen Pertanian

dengan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Heytens, P.J. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies,

20(1): 25-41.

Irawan dan Sudjoni. 2001. Pemasaran: Prinsip dan Kasus. Edisi Kedua. Badan

Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Institut

Pertanian Bogor Press, Bogor.

Kohls, R.L. and J.N. Uhl. 2002. Marketing Agriculture Product Ninth edition.

Mac Millan Publishing Company, New York.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of

Econometric Methods. Second Edotion. The Macmillan Press Limited,

London

Leonard Kyei et al., 2011 . Analysis of factors affecting the technical efficiency of

cocoa farmers in the Offinso district -Ashanti region Ghana. American

journal of social and management sciences , 2011, 2(2): 208-216.

Mason, E. 1939. Price and Production Policies of Large-Scales Enterprises.

American Economic Review, 29(2): 61-74.

Neuman, W.L. 2003. Social Research Methods Fifith edition. Pearson Education,

Inc, United States of America.

Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan.

Edisi Kedelapan. Erlangga, Jakarta.

Noorsapto, A. 1994. Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijakan Pemerintah

pada Komoditas Kakao : Suatu Studi Kasus pada Perkebunan Kakao di

Sumatera Utara. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Purcell, W.D. 1979. Agricultural Marketing: System, Coordination, Cash and

Future Price. A Prentice Hall Company, Virginia.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Panduan Lengkap Budidaya

Kakao. Penerbit PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rahim, A. dan D.R.D. Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar Teori dan

Kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 101: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

75

Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agricultural

Economics, 68(1): 102-109.

Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi dan T. Sudaryanto. 2003. Struktur Pasar dan

Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Rustiadi, E. 2000. Masalah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Kebijaksanaan

Ekonomi Bagi Pengendalian terhadap Kerusakannya. Lokakarya Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pengelolaan Sumberdaya Alam,

Jakarta 17 Oktober 2000.

Simamora, B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia, Jakarta.

Slameto. 2003. Analisis Produksi, Penawaran dan Pemasaran Kakao di Daerah

Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan Lampung. Tesis Magister

Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi: Pokok Bahasan Analisis Fungsi

Cobb-Douglas. Raja Grafindo Rajawali Press, Jakarta.

Spillane, J.J. 1995. Komoditi Kakao : Peranannya dalam perekonomian Indonesia.

Penerbit kanisius, Jakarta.

Vigneri, M. 2007. Ghana and the cocoa marketing dilemma: What has

liberalisation without price competition achieved?. ODI Project Briefing

University of Sydney. Sydney, No 3 December 2007.

Wally, F. 2001. Analisis Ekonomi Tataniaga Kakao Rakyat dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Opsi Kelembagaan Tataniaga Petani Kakao Di

Kabupaten Jayapura. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Yudhistira, F. 1997. Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijaksanaan

Pemerintah terhadap Komoditi Kakao: Kasus di Perkebunan Rajamandala

PTP XII, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi Sarjana, Jurusan Sosial

Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 102: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

76

Page 103: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

77

LAMPIRAN

Page 104: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

78

Page 105: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

79

Lampiran 1. Standarisasi Mutu Biji Kakao Ekspor Berdasarkan SNI 01-2323-

1995

Spesifikasi Persyaratan Mutu Kakao:

A. Syarat umum :

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Kadar air (b/b) % Maks 7.5

2. Biji berbau dan atau abnormal dan atau

berbau asing

- Tidak ada

3. Serangga hidup - Tidak ada

4. Kadar biji pecah dan atau pecah biji dan

atau pecah kulit (b/b)

% Maks 3

5. Kadar benda-benda asing (b/b) % Maks 0

B. Syarat khusus:

Jenis Uji

Jenis Mutu

Jumlah Biji

per 100 g

Kadar Biji

Berkapang

Kadar Biji Tidak

Fermentasi

Kadar Biji

Berserangga,

pipih dan

Berkecambah

(biji/biji) (biji/biji) (biji/biji)

Satu

an

Persya

ratan

Satu

an

Persya

ratan

Satu

an

Persya

ratan

Satu

an

Persya

ratan

I - AA - Mak.

85

% Mak. 3 % Mak. 3 % Mak. 3

I - A - Mak.

100

% Mak. 3 % Mak. 3 % Mak. 3

I - B - Mak.

110

% Mak. 3 % Mak. 3 % Mak. 3

I - C - Mak.

120

% Mak. 3 % Mak. 3 % Mak. 3

II - AA - Mak.

85

% Mak. 4 % Mak. 8 % Mak. 6

II - A - Mak.

100

% Mak. 4 % Mak. 8 % Mak. 6

II - B - Mak.

110

% Mak. 4 % Mak. 8 % Mak. 6

II - C - Mak.

120

% Mak. 4 % Mak. 8 % Mak. 6

Sumber: Dewan Standarisasi Nasional, 1995

Page 106: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

80

Lampiran 2. Program dan Output Komputer SAS Release 9.1 Analisis Pendugaan

Parameter Fungsi Produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Tahun 2012

OPTIONS NODATE NONUMBER; DATA KAKAO;

proc print data=kakao; run; DATA KAKAO; MERGE KAKAO; BY NO; IF X1 = 0 THEN X1 = 1; IF X2 = 0 THEN X2 = 1; IF X3 = 0 THEN X3 = 1; IF X4 = 0 THEN X4 = 1; LNX1 = LOG(X1); LNX2 = LOG(X2); LNX3 = LOG(X3); LNX4 = LOG(X4); LNZ1 = LOG(Z1); LNZ2 = LOG(Z2); LNY = LOG (Y); LABEL LNX1 = 'Tenaga kerja' LNX2 = 'Pupuk kandang' LNX3 = 'Pupuk kimia' LNX4 = 'Pestisida' LNZ1 = 'Luas lahan' LNZ2 = 'Jumlah tanaman menghasilkan' LNY = 'Produksi' D1 = 'Dummi pendidikan petani'; RUN;

PROC REG DATA=KAKAO; TITLE 'ANALISIS PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN'; MODEL LNY = LNX1 LNX2 LNX3 LNX4 LNZ1 LNZ2 D1/DW; RUN;

Page 107: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

81

ANALISIS PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

The REG Procedure Model: MODEL1

Dependent Variable: LNY Produksi

Number of Observations Read 70 Number of Observations Used 70

Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 19.11707 2.73101 55.62 <.0001 Error 62 3.04447 0.04910 Corrected Total 69 22.16154 Root MSE 0.22159 R-Square 0.8626 Dependent Mean 6.49591 Adj R-Sq 0.8471 Coeff Var 3.41130

Parameter Estimates Parameter Standard Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Intercept Intercept 1 2.82452 0.69814 4.05 0.0001 LNX1 Tenaga kerja 1 0.22383 0.08357 2.68 0.0095 LNX2 Pupuk kandang 1 0.07876 0.05645 1.40 0.1680 LNX3 Pupuk kimia 1 0.02331 0.01257 1.85 0.0685 LNX4 Pestisida 1 -0.04257 0.06468 -0.66 0.5128 LNZ1 Luas lahan 1 0.30687 0.08639 3.55 0.0007 LNZ2 Jumlah tanaman menghasilkan 1 0.32128 0.11720 2.74 0.0080

D1 Dummi pendidikan petani 1 0.14948 0.05630 2.66 0.0101

Page 108: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

82

Lampiran 3. Program dan Output Komputer SAS Release 9.1 Analisis

Keterpaduan Pasar Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun

2011-2012

OPTIONS NODATE NONUMBER; DATA KAKAO; INPUT NO PF PE PFt DPE PEt; cards; 1 9500.00 10000.00 * * * 2 10000.00 11000.00 9500.00 1000.00 10000.00 3 11500.00 21000.00 10000.00 10000.00 11000.00 4 10500.00 15000.00 11500.00 -6000.00 21000.00 5 11000.00 22000.00 10500.00 7000.00 15000.00 6 13500.00 19000.00 11000.00 -3000.00 22000.00 7 14500.00 17000.00 13500.00 -2000.00 19000.00 8 13500.00 18000.00 14500.00 1000.00 17000.00 9 13000.00 19000.00 13500.00 1000.00 18000.00 10 14500.00 22000.00 13000.00 3000.00 19000.00 11 15500.00 20000.00 14500.00 -2000.00 22000.00 12 16000.00 18800.00 15500.00 -1200.00 20000.00 ; PROC REG DATA=KAKAO; TITLE 'ANALISIS KETERPADUAN PASAR KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN'; MODEL PF = PFt DPE PEt; RUN;

Page 109: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

83

ANALISIS KETERPADUAN PASAR KAKAO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

The REG Procedure Model: MODEL1

Dependent Variable: PF

Number of Observations Read 12 Number of Observations Used 11 Number of Observations with Missing Values 1

Analysis of Variance

Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 33407257 11135752 9.37 0.0076 Error 7 8320016 1188574 Corrected Total 10 41727273

Root MSE 1090.21727 R-Square 0.8006 Dependent Mean 13045 Adj R-Sq 0.7152 Coeff Var 8.35707

Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value r > |t| Intercept 1 277.85489 2610.15183 0.11 0.9182 PFt 1 0.71605 0.21603 3.31 0.0129 DPE 1 0.14051 0.11064 1.27 0.2447 PEt 1 0.21190 0.14421 1.47 0.1852

Page 110: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

78

Lampiran 4. Data Primer Untuk Analisis produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012

No Produksi

Tenaga Pupuk Pupuk Pestisida

Luas Jumlah Tanaman Pendidikan

Responden Kerja Kandang Kimia (NPK) Lahan Menghasilkan Petani

(kg) (HOK) (kg) (kg) (liter) (ha) (Batang) (tahun)

Y X1 X2 X3 X4 Z1 Z2 D1

1 740 189 25 300 2 1 810 0

2 350 82 15 100 0.5 0.5 200 0

3 1520 305 50 0 1.5 2.25 1700 0

4 1850 383 60 200 4 3 2000 1

5 952 328 60 0 1 2 1900 0

6 1040 371 100 150 0 3 1800 0

7 980 223 50 90 0 1 540 1

8 1044 250 100 0 0 2 1440 0

9 660 109 50 0 0 1 720 1

10 744 126 25 50 0 1 650 1

11 544 120 50 0 0 1 700 1

12 2544 283 120 100 0 3 1440 1

13 612 285 10 0 0 2 495 1

14 1100 295 90 150 0 1.5 1125 1

15 404 156 50 0 0 0.5 410 0

16 300 295 100 0 1 0.25 350 0

17 672 160 100 50 0.5 1 565 0

18 500 110 50 0 0 0.5 405 0

19 730 150 25 0 0.5 1 570 1

20 510 167 50 50 0 0.5 450 0

21 556 170 25 0 0.5 0.5 500 1

22 428 122 25 50 0.5 0.5 460 0

23 410 95 50 0 0 0.5 470 1

84

Page 111: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

79

No Produksi

Tenaga Pupuk Pupuk Pestisida

Luas Jumlah Tanaman Pendidikan

Responden Kerja Kandang Kimia (NPK) Lahan Menghasilkan Petani

(kg) (HOK) (kg) (kg) (liter) (ha) (Batang) (tahun)

Y X1 X2 X3 X4 Z1 Z2 D1

24 475 100 100 0 1 0.5 378 0

25 450 125 100 0 0 0.5 300 0

26 850 135 70 100 0 1 990 1

27 1950 287 120 0 4 2.5 1800 1

28 672 110 70 50 0 0.75 540 1

29 320 95 50 75 0 0.5 360 1

30 224 63 25 0 0 0.5 450 1

31 430 230 25 0 0.5 1 270 0

32 112 90 50 0 0 0.25 180 0

33 792 144 65 100 0 1.5 720 1

34 1500 295 100 0 0 3.5 1125 1

35 925 297 50 0 0 2 965 0

36 404 156 25 0 1 0.5 405 0

37 624 294 50 50 1 0.25 585 1

38 652 160 80 0 0.5 1 563 1

39 500 110 50 0 0 0.5 405 0

40 728 150 50 50 0.5 1 562 1

41 490 167 70 0 0 0.5 475 0

42 556 170 100 0 0.5 0.5 427 0

43 428 122 80 0 0.5 0.5 420 0

44 600 244 31 0 0.5 1 558 0

45 588 109 80 100 1 1 720 0

46 350 63 17 50 0 0.5 315 0

47 520 204 50 100 0 1 585 0

48 292 140 70 0 0.5 0.5 295 0

85

Page 112: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

80

No Produksi

Tenaga Pupuk Pupuk Pestisida

Luas Jumlah Tanaman Pendidikan

Responden Kerja Kandang Kimia (NPK) Lahan Menghasilkan Petani

(kg) (HOK) (kg) (kg) (liter) (ha) (Batang) (tahun)

Y X1 X2 X3 X4 Z1 Z2 D1

49 880 160 80 100 0.5 1 810 1

50 430 92 50 50 0 0.5 495 0

51 1352 450 100 150 0 3 1890 1

52 1184 189 80 100 0 2.5 1665 0

53 520 138 100 0 3 1 720 0

54 1024 243 150 150 1.5 2 1440 0

55 1320 397 50 100 0 2.5 1800 1

56 400 85 70 50 1 0.75 540 0

57 1024 248 100 0 2 2 1440 1

58 520 189 50 0 2 1 720 0

59 896 147 80 100 2 1.75 1260 0

60 420 167 60 0 0.5 0.75 540 0

61 1300 285 50 100 1.5 2 1800 0

62 1500 350 60 150 4 2.5 2100 1

63 850 220 50 90 0 1 550 1

64 1250 300 80 0 0 2 1450 0

65 550 120 100 0 0 1 700 1

66 2500 283 120 100 0 3 1500 1

67 600 160 60 50 0.5 1 550 0

68 500 110 50 0 0 0.5 405 0

69 428 122 70 50 0.5 0.5 460 0

70 410 95 50 0 0 0.5 470 1

86

Page 113: ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN KAKAO DI …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59502/1/2012dan.pdf · Penulis berharap agar pemikiran yang telah ada pada penelitian ini

81

Lampiran 5. Rata-rata Harga Kakao di Tingkat Petani dan Pedagang dalam Bulan

Selama Satu Tahun ( Agustus 2011 – Juli 2012)

No Bulan Tingkat Harga (Rp/kg)

Petani Pedagang

1. Agustus 9 500 10 000

2. September 10 000 11 000

3. Oktober 11 500 21 000

4. November 10 500 15 000

5. Desember 11 000 22 000

6. Januari 13 500 19 000

7. Februari 14 500 17 000

8. Maret 13 500 18 000

9. April 13 000 19 000

10. Mei 14 500 22 000

11. Juni 15 500 20 000

12. Juli 16 000 18 800