analisis prioritas pengembangan alat tangkap berdasarkan

109
ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN STATUS KERAMAHAN LINGKUNGAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN) AN ANALYSIS OF FISHING GEARS DEVELOPMENT BASED ON ENVIRONMENTALLY FRIENDLY STATUS: A CASE STUDY IN TANAH LAUT REGENCY, SOUTH KALIMANTAN PROVINCE ERWIN ROSADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2007

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

STATUS KERAMAHAN LINGKUNGAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN TANAH LAUT

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN)

AN ANALYSIS OF FISHING GEARS DEVELOPMENT BASED ON ENVIRONMENTALLY FRIENDLY STATUS: A CASE STUDY IN TANAH LAUT REGENCY, SOUTH KALIMANTAN PROVINCE

ERWIN ROSADI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2007

Page 2: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

TESIS

ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN STATUS

KERAMAHAN LINGKUNGAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN TANAH LAUT

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN)

Disusun dan diajukan oleh

ERWIN ROSADI

Nomor Pokok P0201205006

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

Pada tanggal 20 Agustus 2007

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat,

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman, M.Pi Dr. Ir. Budimawan,

DEA

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Roland A. Barkey Prof.Dr.dr.A.Razak Thaha,

M.Sc

Page 3: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN STATUS KERAMAHAN LINGKUNGAN

(Studi Kasus Di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan)

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah

Konsentrasi Manajemen Kelautan

Disusun dan diajukan oleh

ERWIN ROSADI

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2007

Page 4: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Erwin Rosadi Nomor Mahasiswa : P0201205006 Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 23 Agustus 2007 Yang menyatakan Erwin Rosadi

Page 5: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

ABSTRAK

ERWIN ROSADI. Analisis Prioritas Pengembangan Alat Penangkapan Ikan Berdasarkan Status Keramahan Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan). (dibimbing oleh Sudirman dan Budimawan). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji status keramahan lingkungan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Tanah Laut, (2) Menetapkan prioritas pengembangan alat penangkapan ikan berdasarkan status keramahan lingkungan di perairan Kabupaten Tanah Laut, (3) Menetapkan rekomendasi kebijakan pengembangan alat penangkapan ikan berdasarkan status keramahan lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tanah Laut mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2007. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis status keramahan lingkungan alat penangkapan ikan dan analisis prioritas pengembangan alat penangkapan ikan serta alternatif kebijakannya. Analisis status keramahan lingkungan alat penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan Standarisasi Fungsi Nilai. Analisis prioritas pengembangan alat penangkapan ikan dengan menggunakan metode Analysis Hierarcy Process (AHP) dengan analisis program Expert Choice 9.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Alat penangkapan ikan yang termasuk kategori ramah lingkungan ialah alat tangkap rawai (Bottom Longline), jaring insang tetap (Gill Net). Alat penangkapan ikan kategori kurang ramah lingkungan ialah jaring insang lingkar (Encircling Gill Net), jaring insang hanyut (Drift Gill Net), jaring tiga lapis (Trammel Net), pukat cicin (Purse Seine), Jermal (Trap Net) dan pukat pantai (Beach Seine). Sedangkan alat penangkapan ikan kategori tidak ramah lingkungan ialah alat tangkap sungkur (Scoop Net) dan lampara dasar (Bottom Seine Net). Berdasarkan hasil Analysis Hierarcy Process (AHP), maka urutan prioritas pengembangan alat penangkapan ikan berdasarkan status keramahan lingkungan yakni dari urutan prioritas pertama sampai prioritas terakhir ialah alat tangkap rawai (Bottom Longline), jaring insang tetap (Gill Net), jaring insang lingkar (Encircling Gill Net), jaring insang hanyut (Drift Gill Net), jaring tiga lapis (Trammel Net), pukat cicin (Purse Seine), Jermal (Trap Net), pukat pantai (Beach Seine), sungkur (Scoop Net), lampara dasar (Bottom Seine Net). Alternatif kebijakan untuk kategori alat penangkapan ikan ramah lingkungan ialah dikembangkan secara terkontrol, kategori kurang ramah lingkungan tidak ramah lingkungan ialah dengan cara modifikasi alat tangkap.

Page 6: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

ABSTRACT ERWIN ROSADI. Priority Analysis Development Of Fishing Technology Based On Environmentally Friendly (Case study in Tanah Laut Region Kalimantan Selatan Province). (Guided by Sudirman and Budimawan). This research aim to (1) study of environmentally friendly of fishing gear technology by Tanah Laut Region fisherman, (2) Specify priority of development of fishing gear technology based on environmentally friendly in water territory Tanah Laut (3) Specify recommendation of policy of development of fishing gear technology based on environmentally friendly. This research executed in Tanah Laut start month of March up to June 2007. Data collecting is done through observation, secondary data and interview. Data analysis cover existing condition analysis of environmentally friendly of fishing gear technology, to priority analysis of development of fishing gear technology and also alternative of the policy. condition analysis of environmentally friendly of fishing gear technology by using value function standardization. Priority analysis of development of fishing gear technology by using method Analysis Hierarchy Process ( AHP) with program analysis Expert Choice 9.1. The result of this research have shown that fishing gear technology which including environmental friendliness category is bottom long line and set gill net. Fishing gear technology of category less environmental friendliness is encircling gill net, drift gill net, trammel net, purse seine, trap net and beach seine. While fishing gear technology which including environmental unfriendliness category is scoop net and bottom seine net. Based on result Analysis Hierarchy Process (AHP), hence priority sequence of development of fishing gear technology based on environmentally friendly of namely from priority sequence firstly until last priority is bottom long line, set gill net, encircling gill net, drift gill net, trammel net, purse seine, trap net, beach seine, scoop net, bottom seine net. Alternative of policy for fishing gear with environmental friendliness category is be developed in controlled, less environmental friendliness category and environmental unfriendliness category is fishing gears modification .

Page 7: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

dengan selesainya tesis ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil

pengamatan penulis terhadap fenomena perikanan tangkap pada umumnya

dan fenomena turunnya hasil tangkapan para nelayan Kabupaten Tanah Laut

khususnya. Penulis bermaksud menyumbangkan beberapa konsep untuk

dijadikan acuan/rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan perikanan

tangkap di Kabupaten Tanah Laut khususnya dalam hal pengoperasian alat

tangkap ikan yang didasarkan pada status keramahan lingkungan.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan

tesis ini, yang berkat bantuan berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada

waktunya. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

Prof. Dr. Ir. Sudirman, M.Pi sebagai Ketua Komisi Penasehat dan Dr. Ir.

Budimawan, DEA sebagai Anggota Komisi Penasehat atas bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap

permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitiannya sampai dengan

penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang

tua, istri dan anak-anak, kerabat serta teman-teman semua yang tidak dapat

Page 8: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

penulis cantumkan satu persatu tetapi telah banyak memberikan bantuan,

dorongan dan do’anya di setiap kesempatan dalam menyelesaikan tesis ini.

Makassar, 20 Agustus 2007

Erwin Rosadi

Page 9: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ........................................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

ABSTRACT ........................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 7

1.3. Tujuan ..................................................................................................... 9

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 10

Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 19

III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 22

3.1. Waktu dan Tempat .............................................................................. 22

3.2. Rancangan Penelitian ....................................................................... 22

3.2.1. Pemilihan Lokasi Penelitian .............................................................. 22

3.2.2. Populasi dan Sampel Penelitian........................................................ 24

3.2.3. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 24

3.3. Model Analisis ...................................................................................... 27

3.3.1. Standarisasi Fungsi Nilai .................................................................... 31

Page 10: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

3.3.2. Analisis Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Ramah Lingkungan............................................................................................ 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 38

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................. 38

4.1.1. Orientasi Geografi ............................................................................. 40

4.1.2. Sumberdaya Pesisir dan Lautan ..................................................... 40

4.1.3. Arah Kebijakan Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut ........................................................................................... 41

4.2. Analisis Fungsi Nilai Terhadap Alat Penangkapan Ikan............... 47

4.3. Analisis Hirarki Terhadap Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Tanah Laut............................................................................................ 50

4.3.1. Analisis Hirarki Alat Tangkap Kategori Ramah Lingkungan....... 51

4.3.2. Analisis Hirarki Alat Tangkap Kategori Kurang Ramah Lingkungan ......................................................................................... 57

4.3.3. Analisis Hirarki Alat Tangkap Kategori Tidak Ramah Lingkungan ......................................................................................... 67

4.4. Rekomendasi Kebijakan .................................................................. 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 91

5.1. Kesimpulan.............................................................................................. 91

5.2. Saran........................................................................................................ 92

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93

LAMPIRAN

Page 11: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Variabel, Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ............................ 26

2. Skala banding secara berpasangan antar elemen berdasarkan taraf relatif pentingnya untuk Analisis Hirarki .......................................... 36

3. Luas Daerah Tiap Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut...................... 38

4. Suku Bangsa Yang Mendiami Wilayah Kabupaten Tanah Laut ........... 39

5. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Tanah Laut .................. 44

6. Nelayan Laut dan Alat Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut ............................................................................ 45

7. Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2005 ......... 45

8. Hasil Perhitungan Fungsi Nilai Terhadap Alat Tangkap......................... 48

9. Kelompok Alat Tangkap Berdasarkan Kategori Keramahan Lingkungan.................................................................................................49

10. Urutan Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tanah Laut .................................................... 56

11. Urutan Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Kurang

Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tanah Laut ...................................... 66 12. Urutan Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Tidak

Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tanah Laut ...................................... 75 13. Urutan Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Berdasarkan Status

Ramah Lingkungan di Kabupaten Tanah Laut ...................................... 76 14. Matrik Rekomendasi Perbaikan Alat Tangkap Berdasarkan Kriteria Ramah Lingkungan ...................................................................... 78

Page 12: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Kerangka Konsep Penelitian........................................................................ 19

2. Skala Banding Secara Berpasangan Antar Elemen Kriteria Status Keramah Lingkungan Alat Tangkap Berdasarkan Tarap relatif Pentingnya ...................................................................................................... 50

3. Grafik Hasil Analisis Hirarki Pada Alat Tangkap Kategori Ramah Lingkungan...................................................................................................... 51 4. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Ramah Lingkungan...................................................................................................... 55 5. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Ramah

Lingkungan Dengan nilai Indeks Inkonsistensi 0,05................................ 56 6. Grafik Hasil Analisis Hirarki Pada Alat Tangkap Kategori Kurang Ramah

Lingkungan..................................................................................................... 57 7. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Kurang Ramah

Lingkungan..................................................................................................... 65 8. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Kurang Ramah

Lingkungan Dengan nilai Indeks Inkonsistensi 0 ,03................................ 66 9. Grafik Hasil Analisis Hirarki Pada Alat Tangkap Kategori Tidak Ramah Lingkungan..................................................................................................... 67 10. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Tidak Ramah Lingkungan..................................................................................................... 74 11. Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Pada Kategori Tidak Ramah Lingkungan Dengan nilai Indeks Inkonsistensi 0,05 ............................... 75 12. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Kategori Kurang Dan Tidak Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tanah Laut ............................. 84 13. Perkembangan Jumlah Trip Penangkapan Menurut Alat Tangkap Kategori Kurang Dan Tidak Ramah Lingkungan Kabupaten Tanah Laut ............................................................................... 84

Page 13: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 97

2. Daftar biota laut dan pantai yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang R.I NO.5 tahun 1990 dan SK.Menteri Kehutanan No. 121Kpts-II/1987 ............................................................................................... 99

3. Panduan Observasi Dan Wawancara ........................................................ 101 4. Hasil Skoring Terhadap Alat Tangkap Ikan Di Kabupaten tanah Laut.. 107 5. Deskripsi Alat Penangkapan Ikan Di Kabupaten Tanah Laut.................. 110 6. Jenis dan Ukuran Ikan Yang Tertangkap Berdasarkan Alat Tangkap .. 120 7. B/C Ratio Alat Tangkap Ikan Di Kabupaten Tanah Laut .......................... 122 8. Foto-foto penelitian......................................................................................... 123 9. Rekomendasi Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 126

Page 14: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rezim open access yang diterapkan sebagian besar negara pada

masa lalu yang membiarkan jumlah dan teknologi alat tangkap

berkembang tanpa kontrol ditambah subsidi pemerintah dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan nela yan di negara berkembang telah

mendorong percepatan terjadinya overcapacity di sebagian besar

perikanan dunia. Overcapacity juga dapat disebabkan sebagai

berlebihnya armada penangkapan atau tingginya teknologi penangkapan

yang digunakan dalam operasi penangkapan telah menjadi isu hangat

para pakar perikanan pada tahun-tahun terakhir dalam upaya

memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang ada selama ini.

Kalau selama ini pengelolaan sumberdaya ikan hanya

dikonsentrasikan pada upaya bagaimana mencapai hasil tangkapan yang

maksimum, maka pengelolaan perikanan sekarang sudah

mempertimbangkan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan baik

secara ekonomi, ekologi dan lingkungan (Wiyono, 2005)

Alat penangkapan ikan sebagai sarana utama dalam pemanfaatan

ikan diatur sedemikian rupa sehingga tidak berdampak negatif baik pada

pemanfaat dan pengguna sumberdaya ikan, biota, dan lingkungan

perairan serta pengguna jasa perairan lainnya.

Page 15: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

2

Penggunaan alat penangkapan ikan harus memperhatikan

kesetimbangan dan meminimalkan dampak negatif bagi biota lain. Hal ini

menjadi penting untuk dipertimbangkan mengingat hilangnya biota dalam

struktur ekosistem akan mempengaruhi secara keseluruhan ekosistem

yang ada. Sejarah juga mencatat bahwa kesalahan dalam mengantisipasi

dinamika alat tangkap juga telah menyebabkan punahnya sumberdaya

ikan. Bangkrutnya perikanan anchovy di Peru telah memberi pelajaran

bahwa kesalahan dalam mengantisipasi stok sumberdaya ikan telah

merusak keberlanjutan kegiatan perikanan pelagis (Wiyono, 2005).

Bertolak dari beberapa pengalaman tersebut, dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan berkelanjutan dapat

dilakukan jika pengoperasian suatu alat tangkap direncanakan secara

matang dan terencana.

Keputusan untuk pengoperasian alat tangkap (termasuk

teknologinya) harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan diperlukan

evaluasi mendalam sebelumnya. Karena setiap pengoperasin unit

penangkapan ikan akan berdampak baik terhadap sumberdaya ikan yang

ditangkap maupun lingkungannnya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh

mana dampaknya dan bagaimana meminimalkan dampaknya .

Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat

pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas, oleh

karena itu perlu dijaga kelestariannya . Usaha-usaha untuk menjaga

kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan harus segera

Page 16: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

3

dilakukan. Sehingga diharapkan pengembangan teknologi penangkapan

ikan ke depan harus memperhatikan aspek keramahan lingkungan.

Banyak teknologi yang digunakan tidak memperhatikan kelestarian

lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan perairan. Kegiatan di bidang

perikanan seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak,

racun dan alat-alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya

ikan juga merupakan yang merusak lingkungan perairan (Departemen

Kelautan Perikanan RI, 2005).

Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat

tangkap yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,

yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan,

kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi.

Faktor lain adalah dampak terhadap bio-diversity dan target resources

yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya

ikan-ikan muda (Rasdani, dkk, 2005., DKP RI, 2005).

Penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan

dilihat dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah

penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk

perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible

Fisheries/CCRF (FAO,1995).

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) atau Kode

Etik Untuk Perikanan Bertanggungjawab atau Etika Perikanan

Bertanggungjawab dikeluarkan melalui resolusi 4/95 pada tahun 1995

Page 17: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

4

oleh badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Food and

Agricaltural Organisation (FAO). CCRF mengatur beberapa aspek yang

bertujuan agar sumberdaya hayati laut khususnya kegiatan perikanan

dapat berlangsung secara sustainable. Aspek-aspek yang dikemuka kan

adalah aspek Perundang-Undangan, aspek Pengelolaan Perikanan,

aspek Operasi Penangkapan Ikan, aspek Pengembangan Budidaya,

aspek Integrasi Perikanan Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir, aspek

Perlakuan Pascapanen dan Perdagangan serta aspek Penelitian

Perikanan. (FAO, 1995; Sudirman, 2006)

Pada skala nasional, Indonesia sudah mulai mengadopsi konsep

CCRF. Menurut Martosubroto (2002), konsep CCRF mulai diadopsi oleh

pemerintah dengan memformulasikannya dalam berbagai bentuk

kebijakan, pada level nasional ialah pada Undang-Undang Perikanan no.

31 Tahun 2004 yang telah menggambarkan substansi konsep CCRF. Hal

ini tentunya juga harus menjadi perhatian yang serius oleh para pelaku

perikanan (stakeholder) di level daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasar kepentingan inilah, maka menjadi hal penting konsep-konsep

CCRF mulai diadops i dalam implementasi kebijkan pada level daerah.

Sebagaimana tujuan CCRF tahun 1995 ini untuk konservasi dan

pengelolaan sumberdaya ikan serta habitatnya melalui salah satu

upayanya ialah penerapan alat tangkap ramah lingkungan, maka

dilakukan riset tentang alat tangkap ramah lingkungan ini pada level

Kabupaten. Kabupaten yang dijadikan objek riset ialah Kabupaten Tanah

Page 18: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

5

Laut. Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu kabupaten yang

berada di provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten ini berjarak lebih

kurang 60 km dari Banjarmasin sebagai ibukota provinsi. Terdiri dari 9

(sembilan) kecamatan dan 133 desa, dengan luas wilayah seluruh

Kabupaten Tanah Laut adalah 3.729,30 km2. Mata pencaharian

penduduk yang bergerak di bidang perikanan sebesar 22 % (15.199 jiwa)

dari total penduduk (Renstra Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, 2006).

Sumberdaya perikanan di Kabupaten Tanah Laut khususnya

perikanan laut merupakan sumberdaya yang sangat prospekti f dengan

besarnya dan potensi yang dimiliki meliputi perairan laut dengan luas +

48.665,2 km2 dan panjang pantai + 200 km, produksinya mencapai

36.882,90 ton Tahun 2006.

Perhatian terhadap kegiatan perikanan yang berwawasan

lingkungan dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan terlihat dari visi

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut yakni terwujudnya

usaha kelautan dan perikanan yang modern, tangguh dan efesien sebagai

sumber kehidupan dan penghidupan dengan pengelolaan optimal dan

berwawasan lingkungan dalam rangka peningkatan kesejahteraan

masyarakat pembudidaya dan nelayan. Dalam salah satu misinya ialah

mengembangkan usaha perikanan dengan pemanfaatan sumberdaya

kelautan dan perikanan yang berkesinambungan dan memperhatikan

kelestariannya . Kemudian dalam arah kebijakannya butir 4 yakni

Page 19: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

6

pelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan (Laporan Tahunan DKP

Kabupaten Tanah Laut, 2007).

Namun dalam kenyataannya untuk mewujudkan visi, misi dan arah

kebijakannya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah laut

dihadapkan pada masalah/hambatan. Secara umum dalam laporan

tahunan dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Tanah Laut tahun 2006,

masalah yang dihadapi diantaranya masih terjadinya pelanggaran jalur

penangkapan, tidak memiliki izin penangkapan, modifikasi alat tangkap

yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan (illegal fishing) dan

minimnya pengetahuan nelayan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya

ikan secara berkelanjutan. Produksi perikanan laut pada tahun 2006 telah

mengalami penurunan produksi 5,38 % dibading tahun 2005. Keterangan

ini diperkuat lagi dengan pernyataan yang bersumber dari nelayan

Kabupaten Tanah Laut dalam harian lokal Banjarmasin Post yang

menyatakan bahwa hasil tangkapan nelayan turun drastis dalam tiga

bulan terakhir (Banjarmasin Post, edisi Selasa 17 April 2007), dan dalam

pernyataan yang lain disebutkan bahwa sudah sejak setahun ini nelayan

sepi tangkapan (Banjarmasin Post, edisi Kamis 03 Mei 2007). Kemudian

dari hasil wawancara dengan para nelayan dan pihak Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Tanah Laut diperoleh keterangan bahwa sudah

sekitar 5 (lima) tahun terakhir ini telah terjadi fenomena “panen” ubur-ubur

bagi nelayan, padahal fenomena ini merupakan fenomena yang dapat

mengelabui nelayan. Menurut nikijuluw (2002), fenomena booming ubur-

Page 20: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

7

ubur sebenarnya telah menunjukkan bahwa ikan-ikan pemangsa yang

derajatnya lebih tinggi dalam tingkatan rantai makanan mengalami

penurunan dan bahkan bisa jadi telah punah.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka kemungkinan yang

menyebabkan turunnya hasil tangkapan adalah dampak pengoperasian

alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Terkait dengan hal itu juga,

menjadi hal penting bagi calon peneliti untuk melakukan kajian teknologi

alat tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi

Kalimantan Selatan yang sampai saat ini belum ada penelitian tentang hal

tersebut, dan selanjutnya menetapkan prioritas pengembangannya.

Sehingga dengan itu maka akan dapat memberikan jaminan kelestarian

dan keberlanjutan sumberdaya ikan.

Alat penangkapan ikan yang digunakan di Kabupaten Tanah Laut

mencapai 2.557 dengan 10 jenis alat tangkap yakni lampara dasar, pukat

pantai, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring

insang tetap, jaring tiga lapis, serok, rawai tetap dan jermal. Alat tangkap

yang dominan ialah lampara dasar (582 buah), kemudian serok/sungkur

(545 buah) dan rawai tetap (380 buah). (Laporan Tahunan DKP Provinsi

Kalimantan Selatan, 2007)

1.2. Rumusan Masalah

Dua kondisi yang terjadi terhadap stok sumberdaya ikan. Kondisi

pertama ialah stok yang masih banyak sehingga diperbolehkan ditangkap,

dan yang kedua ialah stok yang hampir punah dan atau ada pula yang

Page 21: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

8

harus dilindungi, sehingga tidak diperbolehkan untuk ditangkap.

Berdasarkan data jumlah hasil tangkapan yang menurun di

Kabupaten Tanah Laut yang berarti telah terjadi penurunan stok hasil

tangkapan. Hal ini kalau dibiarkan terus -menerus, tanpa dikaji apa yang

menyebabkannya, maka tidak menutup kemungkinan akan berdampak

negatif terhadap kelestarian sumberdaya ikan yang ada di Kabupaten

Tanah Laut.

Dalam hubungan ini maka dalam rangka peningkatan produksi

perikanan tangkap juga harus memperhatikan kelestariannya. Teknologi

pemanfaatan ikan harus mengacu pada kaidah -kaidah yang bertanggung

jawab seperti yang disyaratkan pada CCRF, FAO tahun 1995. Dengan

mengembangkan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan maka

sebagian stok dapat pulih dan berkembang secara siklik sehingga

pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan dan usaha penangkapan

ikan sebagai mata pencaharian masyarakat dapat berkesinambungan.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka informasi status keramah

lingkungan alat-alat tangkap di Kabupaten Tanah Laut merupakan kunci

perencanaan pembangunan perikanan tangkap di daerah ini. Dengan

demikian rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

a) Bagaimana status keramahan lingkungan teknologi penangkapan

ikan yang digunakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Tanah

Laut ?

b) Alat tangkap apa saja yang menjadi prioritas untuk dikembangkan ?

Page 22: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

9

c) Kebijakan apa saja yang dapat diterapkan terhadap alat

penangkapan ikan berdasarkan status keramahan lingkungan

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji status keramahan lingkungan teknologi penangkapan

ikan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Tanah Laut

2. Menetapkan prioritas pengembangan alat penangkapan ikan

berdasarkan status keramahan lingkungan di perairan Kabupaten

Tanah Laut

3. Merekomendasikan kebijakan pengembangan alat penangkapan

ikan berdasarkan status keramahan lingkungan

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain ialah memberikan

gambaran tentang kajian prioritas alat tangkap yang akan dikembangkan

berdasarkan status ke ramahan lingkungan di Kabupaten Tanah Laut.

Kemudian memberikan acuan untuk menentukan prioritas pengembangan

teknologi penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Tanah laut dan

alternatif kebijakan yang dapat diterapkan terhadap alat penangkapan

ikan.

Manfaat lainnya ialah kita telah melaksanakan hasil konvensi-

konvensi internasional tentang penyelamatan lingkungan dalam rangka

pembangunan berkelanjutan seperti yang disyaratkan dalam Code of

Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) FAO,1995.

Page 23: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat

pulih kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas, oleh

karena itu perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Kegiatan penangkapan ikan di sebagian wilayah perairan Indonesia sudah

mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari

hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan.

Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah

menyebabkan menurunnya stok sumberdaya ikan dan meningkatnya

kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan

konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan,

nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat

penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya.

(Nikijuluw, 2002; Bengen, 2004)

Permasalahan perikanan tangkap baik berupa permasalahan sosial

ataupun kerusakan lingkungan dan menurunnya stok sumberdaya ikan

sebenamya telah lama timbul sejak manusia menggunakan laut atau

perairan umum sebagai sumber untuk mendapatkan bahan pangan.

Namun saat itu babat permasalahan yang timbul tidak seberat apa yang

dihadapi pada saat sekarang ini, dimana baik konflik sosial yang timbul

akibat kompetisi besar-besaran dalam memperebutkan ikan yang menjadi

tujuan penangkapan, ataupun kerusakan lingkungan yang diakibatkannya

Page 24: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

11

telah menunjukkan indikator yang sangat memprihatinkan bagi

kelangsungan hidup generasi mendatang (Purbayanto dan Baskoro,

1999).

Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan

ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah

satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara

illegal di beberapa wilayah perairan. (Kusumastanto, 2003)

Bila kita menengok sejarah pengelolaan sumberdaya ikan, fakta

menunjukkan bahwa kegagalan pengelolaan beberapa stok sumberdaya

baik secara regional maupun dunia berpangkal dari kesalahan kita dalam

perencanaan dan antisipasi awal terhadap dampak pengoperasian alat

tangkap dan dinamikanya. (Wiyono, 2005). Trend pengembangan

teknologi penangkapan ikan ke depan ditekankan pada teknologi

penangkapan ikan yang ramah lingkungan (enviromental friendly fishing

tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan

secara berkelanjutan.

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah

upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap untuk

mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang

berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi

atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup (Martasuganda, 2002)..

Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan menurut Departemen

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia adalah penggunaan suatu

Page 25: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

12

alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan,

yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan,

kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi.

Praktisi teknologi penangkapan ikan sudah memulai

mengembangkan alat tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan

modifikasi atau membuat rancangan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Konsep-konsep alat tangkap ikan yang selektif dan ramah lingkungan

seperti Turtle Excluder Device (TED), yang di Indonesia dimodifikasi

menjadi Bycatch Excluder Device (BED) dan alat tangkap yang selektif

sudah mulai di perkenalkan (DKP RI, 2005)

Disamping teknologi itu sendiri, adalah penting bagi pemanfaatan

sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan penangkapan ikan yang

meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi pemanfaatan ikan.

Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek kondisi

sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang-undangan,

dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang

diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan

lingkungannya (Wiyono, 2005).

Isu lingkungan dalam perdagangan dunia telah mendorong semua

stakeholder perikanan termasuk perikanan tangkap untuk benar-benar

memperhatikan produknya. Pelaku usaha di bidang penangkapan ikan

harus berperan aktif di dalam upaya perlindungan dan pengolahan

sumberdaya perikanan dengan menggunakan alat tangkap ramah

Page 26: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

13

lingkungan (Vitner, 2004; Taryoto, 2005). Dalam proses pemanfaatan

sumberdaya ikan, disamping perlu menjamin produk yang kompetitif, juga

harus memenuhi persyaratan sebagai produk yang berwawasan

Iingkungan, sehingga teknologi penangkapan ikan yang digunakan dalam

proses produksi akan dihadapkan pada beberapa persyaratan, yakni; (1)

tidak membahayakan kelestarian target spesies; (2) tidak mengakibatkan

tertangkapnya atau terancamnya kehidupan hewan atau tanaman air yang

dilindungi; (3) tidak mengganggu keseimbangan ekologis; (4) tidak

merusak habitat dan ; (5) tidak membahayakan keselamatan pelaku

penangkapan ikan dan kesehatan konsumen. Selanjutnya dikatakan

bahwa cepat atau lambat, persyaratan tersebut di atas akan diberlakukan

terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia. Hal ini perlu

diantisipasi oleh para pengelola perikanan di Indonesia, karena untuk

menjamin keberlanjutan usaha penangkapan maka ketentuan yang

ditetapkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) oleh

FAO tahun 1995 sudah saatnya dipatuhi (Monintja, 1996).

Dalam CCRF (FAO, 1995) Artikel 10 mengenai pengelolaan

perikanan disebutkan bahwa, negara-negara dan semua pihak yang

terlibat dalam pengelolaan perikanan melalui suatu kerangka kebijakan

hukum dan kelembagaan yang tepat, harus mengadopsi langkah

konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang

berkelanjutan. Langkah-langkah konservasi dan pengelolaan baik pada

tingkat lokal, nasional, subregional atau regional, harus didasarkan pada

Page 27: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

14

bukti ilmiah terbaik dan tersedia dan dirancang untuk menjamin

kelestarian jangka panjang sumberdaya perikanan pada tingkat yang

dapat mendukung pencapaian tujuan dari pemanfaatan yang optimum,

dan mempertahankan ketersediaan untuk generasi kini dan mendatang,

pertimbangan-pertimbangan jangka pendek tidak boleh mengabaikan

tujuan ini (Artikel, 7.1.1)

Tujuan CCRF tahun 1995 ini ialah untuk konservasi dan

pengelolaan sumberdaya ikan serta habitatnya. Sedangkan cakupan

aktivitasnya melalui:

? Pengelolaan/manajemen perikanan

? Pembentukan organisasi perikanan regional

? Kewajiban untuk mencatat kegiatan penangkapan ikan

? Larangan penggunaan alat dan bahan membahayakan bagi

perikanan

? Melindungi habitat perikanan, antara lain mangrove, terumbu

karang, lagoon dan rawa dari perencanaan

? Menyediakan tindakan darurat untuk menghadapi bencana alam

yang membahayakan pengelolaan dan konservasi (Martosubroto,

2002)

Negara-negara harus mengambil langkah untuk mencegah atau

menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan harus

menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan adalah sepadan dengan

pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari sebagai suatu cara menjamin

Page 28: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

15

keefektifan langkah konservasi. Dengan demikian harus diinventarisir

daerah yang over exploited, full exploited dan under exploited. Dalam

kaitan dengan operasi penangkapan ikan di wilayah pesisir dan pantai

ada beberapa hal yang diamanatkan dalam CCRF antara lain:

1. Nelayan dan kapal yang digunakan harus mematuhi persyaratan

keselamatan di laut (Artikel 8.2.5). Nelayan kita yang sebagian besar

adalah nelayan tradisional, jangankan memiliki radio navigasi, jaket

pelampung saja, atau Peralatan Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan (P3K) jarang sekali kita temukan di atas kapal, pada hal

ini penting untuk menjamin keamanan dan keselamatan di laut.

2. Negara harus melarang praktik penangkapan yang menggunakan

bahan peledak, racun dan praktek penangkapan yang merusak

lainnya (Artikel 8.4.2). Sekiranya perairan Indonesia termasuk

Kalimantan Selatan dieksploitasi dengan cara yang ramah

lingkungan maka bisa dipastikan bahwa perairan tersebut akan

menjadi lahan yang subur bagi para nelayan untuk mengais rezeki.

Sayangnya banyak orang yang mengambil jalan pintas dalam

mengeksploitasi sumberdaya perikanan dengan melakukan

penangkapan secara dekstruktif.

3. Negara harus mensyaratkan bahwa alat, metode, praktik

penangkapan ikan agar cukup selektif, sehingga meminimumkan

ikan buangan, hasil tangkapan bukan target serta dampak terhadap

species yang terkait (Artikel 8.5.1) (FAO, 1995; Sudirman, 2006)

Page 29: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

16

Proses pengkajian untuk menentukan kebijakan yang diperlukan

dalam pengembangan perikanan tangkap yang optimum dan berwawasan

lingkungan perlu ditunjang dengan kegiatan pengumpulan informasi dan

data yang memadai dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya

(Moninja dan Yusfiandani, 2001)

Kriteria alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan, yaitu : 1)

Memiliki selektifitas tinggi; 2) Hasil tangkapan sampingan rendah (by

catch); 3) Hasil tangkapan berkualitas tinggi; 4) Tidak destruktif/merusak

habitat/lingkungan; 5) Mempertahankan keanekaragaman hayati

(biodiversity); 6) Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam

punah; 7) Pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan nelayan; dan

8) Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang (DKP RI, 2005).

Aspek ramah lingkungan merupakan salah satu aspek penting

dalam perikanan berkelanjutan. Fokus dari aspek ini adalah bagaimana

dampak alat penangkapan ikan terhadap habitat karena bila suatu habitat

berubah, maka sebagian besar ikan dan invertebrata akan menghilang

sehingga akan mengancam biodiversitasnya (Hardiyanto, dkk, 1998). Alat

penangkapan ikan yang dalam praktek penangkapannya menyebabkan

kerusakan ekosistem, termasuk lingkungan, sumberdaya perikanan, dan

lain-lain, maka alat tersebut dapat dikatakan sebagai alat penangkapan

ikan yang merusak (Rasdani, dkk, 2001).

Aspek lain dari ramah lingkungan adalah selektifitas alat tangkap.

Selektifitas alat merupakan sifat dari suatu alat yang bertujuan untuk

Page 30: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

17

memilih jenis sasaran termasuk ukuran ikan, jenis ikan tertentu yang akan

ditangkap dengan menggunakan pengetahuan mengenai berbagai faktor

ekologi, termasuk pola ruaya musiman, musim bertelur, pola makan dan

distribusi ikan , dan lain -lain. Sedangkan alat penangkapan ikan yang

selektif yaitu alat yang dirancang untuk mengurangi/mengeluarkan hasil

tangkapan jenis ikan yang ukurannya tidak diinginkan dan hasil tangkapan

insidental, serta melepaskan ikan yang keluar dari alat penangkapan

tersebut dengan daya tahan hidup yang tinggi.

Aspek yang juga mempengaruhi keramahan lingkungan suatu alat

tangkap adalah tingkat bahaya/resiko yang diterima oleh nelayan dalam

mengoperasikan alat tangkap tersebut. Aspek ini sangat tergantung pada

jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan dan

didasarkan pada dampak yang mungkin diterima (Najamuddin, 2004).

Hasil tangkapan sampingan (by catch) yang didapat dari

pengoperasian suatu alat tangkap juga mempengaruhi terhadap

keramahan lingkungan alat tersebut. Hasil tangkapan sampingan (by

catch) merupakan hasil tangkapan insidental yaitu hasil tangkapan yang

tidak diperkirakan sebelumnya/tidak diantisipasi akan tertangkap dalam

operasi penangkapan ikan, tetapi tertangkap secara sepintas

lalu/kebetulan (insidental). Hasil tangkapan insidental dapat terdiri dari; 1)

binatang air termasuk mamalia, udang, burung laut. 2) puing-puing,

termasuk pecahan dari terumbu karang dan 3) juvenil.

Legalitas dari alat tangkap yang digunakan juga merupakan aspek

Page 31: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

18

yang mempengaruhi ramah atau tidaknya suatu alat tangkap ikan.

Karena apabila alat penangkapan ikan dan praktek penangkapannya

dilarang oleh hukum dan peraturan perundangan yang berlaku maka

dapat dikatakan bila penangkapan ikan dan praktek penangkapan ikan

tersebut ilegal (Rasdani, dkk, 2001).

Page 32: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

19

Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Keterangan : = Di luar scope penelitian

Status Keramahan Lingkungan Alat Tangkap

Alat tangkap yang ada (Existing)

Prioritas Pengembangan Alat Tangkap

Analisis

Modal Usaha

Analisis/ Seleksi

Jumlah Nelayan

Tingkat Pendidikan Nelayan ? ?

Direkomendasi Tidak Direkomendasi

Kebijakan

Page 33: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

20

Alat penangkapan ikan yang digunakan di Kabupaten Tanah Laut

mencapai 2.557 unit dengan 10 jenis alat tangkap yakni alat tangkap

rawai (Bottom Longline), jaring insang tetap (Gill Net), jaring insang lingkar

(Encircling Gill Net), jaring insang hanyut (Drift Gill Net), jaring tiga lapis

(Trammel Net), pukat cicin (Purse Seine), Jermal (Trap Net), pukat pantai

(Beach Seine), serok/sungkur (Scoop Net) dan lampara dasar (Bottom

Seine Net). Alat tangkap yang dominan ialah lampara dasar (582 buah),

kemudian serok/sungkur (545 buah) dan rawai tetap (380 buah). (Laporan

Tahunan DKP Provinsi Kalimantan Selatan, 2007). Beberapa faktor yang

mempengaruhi keberadaan alat penangkapan ikan ialah diantaranya

jumlah nelayan yang mendiami wilayah itu , permodalan, tingkat

pendidikan nelayan dan lain-lainnya.

Sebagaimana amanat UU no. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

pasal 8 ayat (1) yang menyatakan :

”Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia”. maka untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan yang dimaksud, sudah

seharusnya alat tangkap ikan yang digunakan oleh nelayan harus

memenuhi syarat ramah lingkungan. Sehingga dengan demikian maka

kerangka regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang penggunaan

alat tangkap ikan harus mengarah pada pengaturan/pengelolaan alat-alat

tangkap ikan yang diperbolehkan/direkomendasikan untuk dikembangkan

Page 34: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

21

dengan mengacu pada syarat-syarat alat tangkap yang ramah lingkungan.

Terhadap alat-alat tangkap ikan yang kurang ramah/tidak ramah

lingkungan/tidak direkomendasikan juga harus ada kerangka regulasi

yang mengatur agar supaya ada jaminan terhadap kelestarian

sumberdaya ikan.

Page 35: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Tanah Laut Provinsi

Kalimantan Selatan selama 4 (empat) bulan yaitu dari bulan Maret - Juni

2007. (Lampiran 1)

3.2. Rancangan Penelitian

Alat penangkapan ikan yang akan dianalisis ialah lampara dasar,

(Bottom Seine Net), pukat pantai (Beach Seine), pukat cincin (Purse

Seine), jaring insang hanyut (Drift Gill Net), jaring insang lingkar

(Encircling Gill Net), jaring insang tetap (Gill Net), jaring tiga lapis

(Trammel Net), serok/sungkur (Scoop Net), rawai tetap (Bottom Longline)

dan jermal (Trap Net).

Kajian alat penangkapan ikan meliputi data selektifitas alat tangkap,

hasil tangkapan sampingan, kualitas/kesegaran hasil tangkapan,

keamanan bagi nelayan, keamanan terhadap b iodiversitas, dampak

terhadap habitat, keamanan bagi spesies yang dilindungi, penerimaan

secara sosial (investasi rendah, menguntungkan, tidak menimbulkan

potensi konflik, legal)

3.2.1. Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan Daerah penelitian ditentukan dengan berdasarkan data

sekunder. Berdasarkan data tersebut maka lokasi yang dipilih dengan

menggunakan metode purposive sampling ialah 5 (lima) kecamatan dari 9

Page 36: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

23

(sembilan) kecamatan di Kabupaten Tanah Laut, hal ini dikarenakan

hanya di lima kecamatan yang memiliki alat tangkap. Kecamatan tersebut

ialah Kecamatan Panyipatan, Takisung, Kurau, Jorong dan Kintap.

Pada penelitian ini, alat tangkap lampara dasar dioperasikan di

perairan pantai Kurau, Sungai Rasau, Bawah Layung, Tabanio, Pagatan

Besar, Batakan, Jorong, Asam-asam (1 – 4 mil). Alat tangkap

sungkur/serok dioperasikan di Kurau, Tabanio, Pagatan Besar, Batakan,

Jorong (½ – 1 ½ mil). Alat tangkap jaring insang hanyut di laut Jawa yakni

di perairan laut Tabonio, Batakan, Pagatan, Kotabaru, Kalimantan Tengah

(15 – 49 mil). Jaring insang lingkar diopersikan di laut Jawa yakni di

perairan laut Kintap, Asam-asam, Pagatan, Kotabaru, Kalimantan Tengah

(17 – 52 mil). Alat tangkap rawai dioperasikan di perairan Bawah Layung,

Sungai Rasau, Tabonio, Batakan, Kintap, Muara Banjar (1 – 3 mil). Jaring

insang tetap dioperasikan di perairan laut Tabonio, Batakan, Tanjung

Dewa, Kintap, Asam-asam (2 – 6 mil). Jaring tiga lapis dioperasikan di

perairan laut Pagatan Besar, Takisung, Batakan, Tanjung Dewa, Kuala

Tambangan (3 – 7 mil). Alat tangkap jermal dioperasikan di perairan Kurau,

Sungai Rasau, Bawah Layung, Sungai Bakau, Tabonio (½ – 1 mil). Alat

tangkap pukat cincin dioperasikan di perairan laut Jawa yakni Takisung,

Asam-asam, Pagatan, Kotabaru, Kalimantan Tengah (15 – 35 mil). Alat

tangkap pukat pantai dioperasikan di perairan Takisung, Pagatan Besar,

Tabanio, Batakan, Asam-asam, Bawah Layung (1 – 1 ½ mil).

Page 37: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

24

3.2.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi

hasil penelitian atau keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel

adalah sebagian atau wakil dari populasi. (Arikunto, 2002)

Populasi dalam penelitian ini ialah keseluruhan alat penangkapan

ikan di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan

sampelnya ialah bagian dari keseluruhan alat penangkapan ikan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode quota

sampling. Menurur Azwar (2003), metode pengambilan sampel cara

kuota (quota sampling) adalah mengambil sampel sebanyak jumlah

tertentu yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi. Menurut Tiro

(2003), metode qouta sampling yakni banyaknya subjek yang akan

diselidiki ditentukan terlebih dahulu, dan pengambilan sampel ini dapat

dipandang sebagai incidental sampling. Pada penelitian ini akan diambil

sampel 5 (qouta ) alat tangkap dari setiap populasi.

3.2.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari

responden melalui wawancara dengan berpedoman pada kuisioner yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Data primer dilakukan dengan metode

observasi langsung dan wawancara. Observasi yaitu melakukan

pengamatan secara langsung pada obyek yang diteliti. Observasi

langsung dilakukan di daerah penangkapan untuk melihat metode operasi

Page 38: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

25

penangkapannya, tempat pendaratan ikan (TPI) untuk mengamati jenis-

jenis dan ukuran ikan yang tertangkap. Wawancara langsung dengan

responden tentang masalah yang diteliti dengan menggunakan pedoman

wawancara berupa daftar pertanyaan semi terstruktur dan bersifat terbuka

untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Wawancara juga

dilakukan terhadap informan kunci yang dianggap sebagai pihak yang

mampu memberikan informasi secara menyeluruh dan mengetahui

fenomena sosial yang sesungguhnya terjadi, wawancara dilakukan

kepada nelayan mencakup hasil tangkapan, alat tangkap, daerah

penangkapan, pemasaran dan lain-lain, wawancara kepada informan

kunci (DPRD, Kepala Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Tanah Laut,

Tokoh masyarakat/Kepala desa) yang mencakup peraturan yang berlaku

dan pelaksanaannya di perairan Kabupaten Tanah Laut.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas atau Instansi

terkait serta dari pus taka yang relevan dengan penelitian. Data sekunder

diambil dari berbagai sumber antara lain Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Tanah laut dan studi kepustakaan yang dilakukan untuk memperoleh data

dan informasi yang menyangkut pokok-pokok bahasan yang terkait

dengan topik penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1

berikut :

Page 39: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

26

Tabel 1. Variabel, Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis Data Metode Pengumpulan Data No Variabel Primer Sekunder Observasi Wawancara Dokumentasi

1 Selektifitas v v

2 Dampak terhadap Habitat v v v

3 Kesegaran Hasil Tangkapan v v

4 Keamanan bagi nelayan v v v v v

5 Hasil tangkapan sampingan v v v

6 Keamanan bagi Biodiversity v v v

7 Keamanan bagi spesies yang dilindungi v v v v v

8 Penerimaan sosial ( Investasi rendah,

menguntungkan, potensi konflik, legal)

v v v v v

Page 40: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

27

3.3. Model Analisis

Penilaian terhadap keramahan lingkungan suatu alat tangkap pada

prinsipnya ditekankan pada hal-hal yang berpengaruh langsung terhadap

lingkungan dimana alat tangkap dioperasikan.

Dalam menentukan tingkat keramahan alat tangkap yang ada di

perairan Kabupaten Tanah Laut dalam menunjang perikanan yang

bertanggungjawab maka dilakukan penentuan kriteria perikanan yang

ramah lingkungan seperti yang dikemukakan dalam Code of Conduct for

Responsible Fisheries, FAO (1995), Direktorat Kapal Perikanan dan Alat

Penangkapan Ikan, DKP (2005) dan Monintja (2000). Kriteria tersebut

kemudian diberikan skor. Pemberian bobot (skor) dari masing-masing alat

tangkap terhadap kreteria ialah 1 sampai 4. Untuk memudahkan penilaian

maka masing-masing kreteria utama dipecah menjadi 4 sub kreteria

(Najamuddin, 2004, Sudirman, 2004 yang dimodifikasi). Kreteria tersebut

sebagaimana berikut :

a. Selektifitas

Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektifitas yang tinggi,

apabila alat tersebut di dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit

spesies ikan dengan ukuran panjang/lebar yang seragam (range 0 -10

cm). Selektifitas alat tangkap ada 2 macam yaitu selektif terhadap spesies

dan selektif terhadap ukuran ikan yang tertangkap.

Semakin selektif alat tangkap maka skor yang diberikan semakin besar

(1) Menangkap > 5 spesies ikan dengan variasi ukuran beda

Page 41: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

28

(2) Menangkap > 5 spesies ikan dengan variasi ukuran seragam

(3) Menangkap < 5 spesies dengan ukuran beda

(4) Menangkap < 5 spesies dengan ukuran seragam

b. Dampak terhadap habitat

Pemberian bobot (skor) tingkat keramahan alat tangkap terhadap

habitat didasarkan pada luasan dan tingkat kerusakannya. Merusak

bahibat apabila dalam pengoperasian alat tangkap mencapai dasar

perairan dan terlihatnya ciri-ciri dasar perairan terkeruk pada alat tangkap

ketika hauling. Wilayah kerusakan luas apabila luasan wilayah operasi alat

mencapai lebih dari 10 Km.

Semakin kecil dampak kerusakan terhadap habitat maka semakin besar

skor yang diberikan;

(1) Merusak habitat pada wilayah luas

(2) Merusak habitat pada wilayah sempit

(3) Merusak sebagian habitat pada wilayah sempit

(4) Aman bagi habitat

c. Kesegaran hasil tangkapan

Untuk menentukan tingkat kualitas ikan yang tertangkap oleh

berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang

teridentifikasi secara morfologis. Kondisi ikan dominan apabila jumlahnya

lebih dari 50%.

Semakin baik kualitas (kesegaran) ikan yang ditangkap maka skor yang

diberikan makin besar;

Page 42: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

29

(1) Dominan ikan mati dan busuk

(2) Dominan ikan mati, segar, cacat fisik

(3) Dominan ikan mati dan segar

(4) Dominan ikan hidup

d. Keamanan bagi nelayan

Tingkat bahaya/resiko yang diterima oleh nelayan dalam

mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap

dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan dan didasarkan pada dampak

yang mungkin diterima.

Semakin aman bagi nelayan maka skor yang diberikan semakin besar;

(1) Dapat berakibat kematian nelayan

(2) Dapat berakibat cacat permanen

(3) Gangguan kesehatan bersifat sementara

(4) Aman bagi nelayan

e. Hasil tangkapan sampingan

Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila

spesies tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil

tangkapan sampingan ada yang dapat dimanfaatkan dan ada pula yang

dibuang ke laut (discard).

Semakin sedikit by catch dan semakin memiliki nilai fungsi yang tinggi

maka skor yang diberikan semakin besar;

(1) By catch > 3 spesies, tidak laku dijual

(2) By catch > 3 spesies, dan ada jenis yang laku dijual

Page 43: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

30

(3) By catch < 3 spesies, tidak laku dijual

(4) By catch < 3 Spesies, dan ada jenis yang laku dijual

f. Dampak bagi biodiversity

Dampak buruk yan diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk

pula terhadap biodiversity yang ada dilingkungan tersebut. Hal ini

tergantung dari bahan yang digunakan & metode operasinya.

Semakin kecil dampak terhadap biodiversity maka semakin besar skor

yang diberikan;

(1) Menyebabkan kematian semua spesies atau merusak habitat

(2) Menyebabkan kematian beberapa spesies , merusak habitat

(3) Menyebabkan kematian beberapa spesies , tidak merusak habitat

(4) Aman bagi biodiversity

g. Keamanan bagi spesies ikan yang dilindungi

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang

dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup

besar untuk menangkap spesies yang dilindungi.

Semakin aman bagi ikan yang dilindungi maka semakin besar skor yang

diberikan;

(1) Ikan dilindungi sering tertangkap

(2) Ikan dilindungi beberapa kali tertangkap

(3) Ikan dilindungi pernah tertangkap

(4) Ikan dilindungi tidak pernah tertangkap

h. Penerimaan secara sosial (Investasi rendah, menguntungkan, tidak berpotensi konflik dan legal)

Page 44: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

31

Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap tergantung

pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu

alat tangkap dapat diterima secara sos ial oleh masyarakat apabila

investasi rendah, menguntungkan, tidak berpotensi konflik, dan legal.

Investasi rendah apabila jumlah investasi untuk pengoperasian satu unit

alat < Rp. 25.000.000,-. Alat tangkap menguntungkan apabila B/C ratio

untuk pengoperasian satu unit alat tangkap > 1. Tidak berpotensi konflik

dilihat dari sikap dan perilaku antar pengguna alat tangkap atau aktor

pemanfaat sumberdaya. Suatu alat tangkap legal apabila dalam

pengoperasian alat tangkap sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Semakin banyak kriteria terpenuhi maka skor yang diberikan semakin

besar;

(1) Memenuhi 1 dari 4 kriteria

(2) Memenuhi 2 dari 4 kriteria

(3) Memenuhi 3 dari 4 kriteria

(4) Memenuhi semua kriteria

3.3.1. Standarisasi Fungsi Nilai

Untuk menentukan kelompok kategori alat tangkap berdasarkan

status keramah lingkungan, maka digunakan analisis standarisasi fungsi

nilai. Unit-unit penangkapan ikan di analisis berdasarkan aspek

keramahan lingkungan dengan 8 kriteria. Nilai yang diperoleh dari

masing-masing kriteria berupa nilai skor, dimasukkan kedalam fungsi

nilaisesuai dengan yang digunakan dalam penilaian berbagai kriteria.

Page 45: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

32

Menurut Mangkusubroto & Trisnadi (1987) metode fungsi nilai yang

dirumuskan :

X-X0 V(x) = Xi-X0

n

V(A) = ? Vi (Xi) i=1 Dimana: V(x) = Fungsi nilai dari variabel X X = Variabel X X0 = Nilai terburuk pada kriteria X Xi = Nilai terbaik pada kriteria X V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternative pada kriteria ke-i Xi = Kriteria ke-i

Kriteria keramahan lingkungan alat tangkap ditentukan berdasarkan

total standar nilai dari sejumlah variabel yang digunakan. Kriteria ramah

lingkungan dalam penelitian ini ditetapkan dalam 3 kategori (Najamuddin,

2004 yang dimodifikasi), yaitu:

? Tidak ramah lingkungan, nilai < 2,66

? Kurang ramah lingkungan, 2,66 = nilai = 5,32

? Ramah lingkungan, nilai > 5,32 dari total nilai

3.3.2. Analisis Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Untuk menentukan prioritas alat tangkap yang akan dikembangkan

di Kabupaten Tanah Laut menggunakan metode Analysis Hierarcy

Process (AHP) dengan analisis program Expert Choice 9.1 yang

merupakan software komputer untuk menentukan pilihan-pilihan dalam

pengambilan keputusan dengan multikriteria yang berdasarkan

Page 46: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

33

metodologi pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Saaty

(1993). Metode ini merupakan penyempurnaan dari sistem skoring

Kelebihan metode Analisis Proses Hierarki adalah dapat

mengetahui interaksi dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

alternatif solusi yang diajukan. Metode ini memberikan kerangka yang

memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif untuk persoalan

yang kompleks dan tak terstru ktur ke dalam bagian komponennya. Menata

bagian atau variabel dalam suatu susunan hierarki, memberi

pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif

pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk

menetapkan variabel atau elemen yang memiliki prioritas relatif yang lebih

tinggi (Saaty, 1993).

Menurut Noor (2003) menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan

persoalan dengan menggunakan AHP ada beberapa prinsip yang harus

dipahami, diantaranya adalah :

a. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan

dekomposisi yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsure-

unsur, jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga

dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan

pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingakatan

persoalan tadi.

b. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam

Page 47: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

34

kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari

AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen.

Hasil penilaian akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk matriks

yang dinamakan matriks pairwise comparason.

c. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparason kemudian

dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena

matriks pairwise comparason terdapat pada setiap tingkat, maka untuk

mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local

priority . Prosedur melakukan sintesis berbeda dengan bentuk hirarki.

Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui

sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency , konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah

bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan

keseragaman dan relevansi, kedua adalah tingkat hubungan antara

obyek didasarkan pada kriteria tertentu.

Sebelum melakukan pengambilan keputusan alternatif mana yang

terbaik maka terlebih dahulu perlu diketahui berapa besar pengaruh

setiap elemen dengan elemen yang lain di dalam suatu tingkatan hirarki.

Untu k mengetahui intensitas pengaruh masing-masing elemen dapat

dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan dengan memberi

bobot nilai antara satu elemen dengan elemen yang lain. Langkah

selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadar hasil penilaian untuk

memilih elemen mana yang menjadi prioritas tinggi pada setiap tingkatan

Page 48: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

35

hirarki yang disusun.

Untuk mempermudah metode perbandingan berpasangan ini

maka antara elemen-elemen yang dibandingkan disusun dalam bentuk

matriks. Jika C1, C2, .... Cn merupakan set elemen, maka kuantifikasi

perbandingan berpasangan tiap elemen terhadap elemen yang lain akan

membentuk matriks A yang berukuran n x n. Apabila Ci dibandingkan

dengan elemen Cj, maka diperoleh nilai ai j yang merupakan hasil

perbandingan kedua elemen dimana mencerminkan tingkat kepentingan

Ci terhadap C j Nilai matriks aij = 1/aji yaitu merupakan nilai kebalikan aij

untuk / = j, maka nilai matriks aij = aji = 1, karena perbandingan elemen

terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Secara formulasi matriks A yang

berukuran n x n dengan elemen C1 C2 ...... , Cn untuk /, j = 1, 2 ....... n

dapat dituliskan sebagai berikut:

C2 C2 .........Cn

C1 a11 a12 ........a1n

pA = (a i j) = C2 a21 a22 ........a2n

.... .... .... ....

Cn 1/a in 1/a2n .....an

Pengisian nilai matriks perbandingan berpasangan digunakan

bilangan yang menggambarkan tingkat pentingnya suatu elemen dengan

elemen yang lain dengan skala nilai 1-9 seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 49: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

36

Tabel 2. Skala banding secara berpasangan antar elemen berdasarkan taraf relatif pentingnya untuk Analisis Hirarki (Saaty, 1993)

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dan pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua komponen diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila disbanding dengan i

Page 50: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

37

LLEEVVEELL 22 Kreteria

LLEEVVEELL 33 Prioritas

Spesies dilindungi

Penerimaan sosial

Alat Penangkapan Ikan

KeamananHabitat

Dampak Biodiversity By Catch Kesegaran

Ikan Keamanan

Nelayan

Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Ramah Lingkungan LLEEVVEELL 11

Tujuan Utama

Selektivitas

Hirarki Prioritas Pengembangan Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Page 51: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu Kabupaten di

Propinsi Kalimantan Selatan yang memiliki luas wilayah kurang lebih

3.729,30 Km2 atau 372.930 Ha, terletak di antara 1140 30' 20” Bujur Timur

dan 1150 20' 00” Bujur Timur serta 300 30' 33” dan 400 10' 30” Lintang

Selatan.

Secara administratif Kabupaten Tanah Laut sejak tahun 1997 terdiri

dari 9 (sembilan) kecamatan. Luas tiap kecamatan sebagaimana pada

Tabel 3.

Tabel 3. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut

No Nama Kecamatan Luas (Ha)

1 Jorong 85.730

2 Kintap 72.830

3 Pelaihari 47.410

4 Batu Ampar 39.700

5 Panyipatan 35.240

6 Takisung 29.100

7 Kurau 23.410

8 Tambang Ulang 21.460

9 Bati-Bati 18.050

Sumber : Database Dinas Kelautan dan Perikanan 2005

Page 52: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

39

Dilihat dari tipologi wilayah, sebagian besar wilayah Kabupaten

Tanah Laut merupakan dataran tinggi dan bergunung gunung yang

terdapat dibagian utara dan timur yang meliputi wilayah Kecamatan

Jorong, Bati Bati, Pelaihari, Batu Ampar, Kintap dan Tambang Ulang.

Sementara di bagian selatan dan barat yang meliputi Kecamatan

Panyipatan, Takisung dan Kurau merupakan dataran rendah, pantai dan

rawa rawa. Kawasan pesisir pantai sepanjang kurang lebih 200 Km

merupakan kawasan pasang surut dengan biota pantai berupa hutan

bakau.

Suku asli yang mendiami wilayah Kabupaten Tanah Laut ialah suku

Banjar dan suku Dayak Bukit di desa Bajuin. Secara keseluruhan suku

yang tinggal di wilayah Kabupaten Tanah Laut sebagaimana pada tabel 4

Tabel 4. Suku bangsa yang mendiami wilayah Kabupaten Tanah Laut

No Nama Suku Bangsa Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Banjar 142731 61.8

2 Jawa 73237 31.7

3 Madura 3282 1.4

4 Bugis 3066 1.3

5 Sunda 2739 1.2

6 Dayak Bukit 585 0.3

7 Mandar 49 0.0

8 Dayak Bakumpai 32 0.0

9 Lainnya 5268 2.3

Sumber : Database Dinas Kelautan dan Perikanan 2005

Page 53: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

40

4.1.1. Orientasi Geografi

Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu kabupaten yang

terletak paling Selatan dari Provinsi Kalimantan Selatan, dengan

ibukotanya adalah Pelaihari. Kabupaten Tanah Laut secara geografis

terletak antara 1140 30’ 20” sampai 1150 10’ 30” Bujur Timur dan 300 30’

33” sampai 400 10’ 30” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 372.930 Ha

yang terbagi dalam 9 kecamatan dari 128 desa dan 5 kelurahan. Luas

tersebut belum termasuk luas zona perairan laut, sepanjang 4 mil dari

garis pantai pada saat pasang tertinggi sepanjang 200 Km. Jika luas

daratan Kabupaten Tanah Laut ditambah dengan luas zona perairan

lautnya maka luas total Kabupaten Tanah Laut menjadi 449.730 Ha atau

44.974 Km2.

Adapun batas administrasi dapat diuraikan sebagai berikut :

? Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banjar

? Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa

? Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu

? Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa

4.1.2. Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Potensi sumberdaya pesisir dan lautan di Kabupaten Tanah Laut

saat ini dimanfaatkan untuk usaha perikanan dan obyek wisata. Pada

tahun 2006 potensi penangkapan ikan di laut sebanyak 36.882 ton,

perairan umum 1.716 ton (25.600 Ha), budidaya tambak 1.105 ton (15.505

Ha), budi daya air tawar 208 ton (230 Ha), karamba 17,784 ton (368 unit).

Page 54: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

41

Garis pantai sepanjang kurang lebih 200 Km sangat potensial

dimanfaatkan sebagai areal budidaya tambak baik untuk komoditas ikan

maupun udang. Disamping itu juga sebagai obyek wisata seperti pantai

Takisung, Batulima, Batakan, Swarangan dan lain lain. Sedangkan untuk

kedepan pantai di Kabupaten Tanah Laut cukup prospektif untuk

dikembangkan sebagai pelabuhan laut seperti pantai Swarangan, Muara

Kintap, Asam Asam maupun Muara Sabuhur (Sanipah).

Sementara itu dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Kabupaten Tanah Laut

memiliki wilayah teritori dilaut seluas 960 Km2. Kondisi ini tentunya sangat

potensial untuk dikembangkan baik sebagai area budidaya perikanan,

penangkapan ikan, pemasaran maupun kepelabuhan.

4.1.3. Arah Kebijakan Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan merupakan salah

satu bagian dari kegiatan yang berperan penting dalam penyediaan

pangan dan gizi, penyumbang devisa, penciptaan dan peningkatan

lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Pembangunan sektor ini mengarah selain untuk menyelamatkan nalayan

yang terkena dampak krisis ekonomi juga diupayakan untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, penyediaan dan distribusi

pangan, memperluas kesempatan kerja, pertumbuhan industri dan

penerimaan devisa dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya

kelautan dan perikanan.

Page 55: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

42

Sektor Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Tanah Laut di

kendalikan oleh lembaga Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)

Kabupaten Tanah Laut sebagai perpanjangan tangan DKP Provinsi

Kalimantan Selatan dan DKP pusat. Untuk menjalankan semua tugas

dan fungsinya DKP Kabupaten Tanah Laut berkoordinasi dengan

lembaga-lembaga yang terkait dengan pengelolaan sektor kelautan dan

perikanan ini. Visi DKP Kabupaten Tanah Laut ialah terwujudnya usaha

kelautan dan perikanan yang modern, tangguh dan efesien sebagai

sumber kehidupan dan penghidupan dengan pengelolaan optimal dan

berwawasan lingkungan dalam rangka peningkatan kesejahteraan

masyarakat pembudidaya dan nelayan. Sedangkan misinya ialah (1)

Memberdayakan pembudidaya dan nelayan menuju masyarakat

perikanan yang mandiri, tangguh, maju dan sejahtera;

(2) Mengembangkan usaha perikanan dengan pemanfaatan

sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkesinambungan dan

memperhatikan kelestariannya; (3) Meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan; (4) Menerapkan

ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan produksil dan

produktifitas usaha, kelautan dan perikanan.

Mengingat masih terdapatnya berbagai keterbatasan dan

kelemahan yang ada pada masyarakat pesisir maka Dinas Kelautan dan

Perikanan (DKP) Kabupaten Tanah Laut menetapkan arah kebijakan

sebagai berikut : (1) Pengembangan dan pembangunan kelautan dan

Page 56: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

43

perikanan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,

peningkatan sumber devisa dan PAD, menyediakan sarana dan

prasarana serta pengembangan potensi kelautan dan perikanan. (2)

Menata, mengembangkan dan membina serta memberdayakan desa dan

asyarakat pesisir. (3) Pengembangan usaha kelautan dan perikanan yang

difokuskan pada kegiatan budidaya, penangkapan, penanganan dan

pengolahan hasil-hasil perikanan yang dilakukan melalui penguatan modal

usaha, baik swadaya masyarakat maupun dengan bantuan dari

pemerintah. (4) Pelestarian dan perlindungan sumberdaya hayati kelautan

dan perikanan. (5) Peningkatan produksi dan produktifitas usaha kelautan

dan perikanan sekaligus peningkatan pendapatan nelayan dan

pembudidaya serta perluasan lapangan kerja.

Kerangka regulasi sektor kelautan dan perikanan Kabupaten Tanah

Laut diantaranya ialah UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan,

peraturan daerah (perda) Kabupaten Tanah Laut nomor 9 tahun 2006

tentang penangkapan ikan dan perlindungan sumberdaya perikanan

(perairan laut dan perairan umum), perda nomor 3 tahun 2003 tentang

retribusi izin usaha kelautan dan perikanan di wilayah Kabupaten Tanah

Laut dan perda nomor 4 tahun 2003 tentang retribusi penerbitan surat

keterangan kecakapan kapal motor perairan daratan dan kelautan.

(Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut

tahun 2006)

Page 57: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

44

Gambaran tentang jenis dan jumlah alat tangkap, nelayan dan

produksi dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 5. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Tanah Laut Tahun

2006

No. Jenis Alat Tangkap Ikan Jumlah

1. Lampara Dasar 582

2. Serok 545

3. Rawai tetap 380

4. Pukat pantai 300

5. Jaring Insang hanyut 262

6. Jaring tiga lapis 193

7. Jaring Insang lingkar 159

8. Jaring insang tetap 48

9. Jermal 45

10. Pukat cincin 43

Jumlah 2.557

Page 58: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

45

Tabel 6. Nelayan Laut dan Alat Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut

No. Kecamatan Nelayan Laut (Orang)

1 Jorong 2768

2 Panyipatan 1983

3 Takisung 1817

4 Kintap 1724

5 Kurau 1315

6 Bati-Bati -

7 Batu Ampar -

8 Pelaihari -

9 Tambang Ulang -

Jumlah 9. 612

Tabel 7. Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2006

No. Jenis Alat Tangkap Ikan Jumlah (Ton)

1. Lampara dasar 10.525,2

2. Jaring Insang hanyut 6.353,0

3. Rawai tetap 6.252,4

4. Jaring Insang lingkar 4.366,4

5. Serok 2.691,4

6. Jaring tiga lapis 2.528,4

7. Pukat cincin 2.185,4

8. Pukat pantai 1.089,2

9. Jaring insang tetap 643,8

10. Jermal 247,2

Jumlah 36.882,9

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tanah Laut Tahun 2006

Page 59: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

46

Permasalahan/hambatan yang dihadapi pada pengembangan

sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut diantaranya :

(1) Sumberdaya manusia (petani/nelayan) pada umumnya masih rendah

baik dilihat dari tingkat pendidikan, keterampilan maupun etos kerjanya;

(2) Masih terbatasnya jumlah maupun kualitas aparat Dinas Kelautan dan

Perikanan sehingga pelaksanaan tugas belum maksimal; (3) Masih

terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan (illegal fishing) seperti

penggunaan alat tangkap yang dilarang/modifikasi alat tangkap,

pelanggaran jalur penangkapan dan tidak mempunyai izin penangkapan

(4) Masih lemahnya pengawasan pengendalian dan penyelesaian

terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang kelautan dan

perikanan (7) Minimnya pengetahuan nelayan terhadap pola pemanfaatan

sumberdaya ikan secara berkelanjutan.

Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, maka upaya yang

dilakukan antara lain ialah (1) Sosialisasi UU perikanan dan Perda. (2)

Pelatihan/penyuluhan perikanan yang bertanggung jawab. (3)

Peningkatan kinerja pengawasan dan penegakan hukum. (4) Koordinasi

dengan penegak hukum dan instansi terkait. (5) Penumbuhan dan

pemberdayaan pengawasan masyarakat. (6) Peningkatan

sarana/prasarana pengawasan.

Page 60: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

47

4.2. Analisis Fungsi Nilai Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Tanah Laut

Berdasarkan data skoring (lampiran 4), maka dilakukan analisis

fungsi nilai terhadap alat tangkap untuk mengklasifikasikannya

berdasarkan status ramah lingkungan dengan menggunakan rumus:

X-X0 V(x) = X1-X0

n

V(A) = ? Vi (Xi) i=1 Keterangan: V(x) = Fungsi nilai dari variabel X

X = Variabel X

X0 = Nilai terburuk pada kriteria X

Xi = Nilai terbaik pada kriteria X

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A

Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternative pada kriteria ke-i

Xi = Kriteria ke-i

Page 61: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

48

Hasil analisis fungsi nilai terhadap alat penangkapan ikan di

Kabupaten Tanah Laut sebagaimana pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Fungsi Nilai terhadap Alat Tangkap

Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

No Alat Tangkap

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4) V5(X5) V6(X6) V7(X7) V8(X8)

Jumlah V (A)

1 1 3 2,8 2 1 4 2 1. Lampara Dasar 0 0 0 0 0 0 1,00 0 1,00

1 1 3 3,2 2 1 4 3 2. Sungkur 0 0 0 0,33 0 0 1,00 0,71 2,04 2 4 3,4 3,4 2 3 2,6 2,6 3. Jaring

Insang Hanyut

1,00 1,00 0,67 0,5 0 1,00 0 0,43 4,60

2 4 3,4 3,2 2 3 3,2 3 4. Jaring Insang Lingkar

1,00 1,00 0,67 0,33 0 1,00 0,43 0,71 5,14

2 4 3,4 4 4 3 3,6 3,4 5. Rawai 1,00 1,00 0,67 1,00 1,00 1,00 0,71 1,00 7,38

2 4 3,4 3,6 2 3 3,8 3 6. Jaring Insang Tetap

1,00 1,00 0,67 0,67 0 1,00 0,86 0,71 5,91

1 4 3,4 3,6 2 3 4 3 7. Jaring Tiga Lapis

0 1,00 0,67 0,67 0 1,00 1,00 0,71 5,05

1 4 3 4 2 3 4 2,2 8. Jermal/ Togo 0 1,00 0 1,00 0 1,00 1,00 0,14 4,14

1 4 3 3,4 2 3 4 3 9. Pukat cincin 0 1,00 0 0,5 0 1,00 1,00 0,71 4,21

1 3 3,6 3,4 2 2 4 3,2 10. Rempa Tarik 0 0,67 1,00 0,5 0 0,5 1,00 0,86 4,03

Keterangan :

X1 = Selektivitas X2 = Dampak terhadap habitat X3 = Kesegaran hasil tangkapan X4 = Keamanan terhadap nelayan X5 = Hasil tangkapan sampingan X6 = Dampak terhadap biodiversity X7 = Keamanan terhadap ikan yang dilindungi X8 = Diterima secara sosial Vx = Fungsi nilai dari variabel X Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i

Berdasarkan hasil analisis fungsi nilai terhadap alat penangkapan

ikan yang ada di Kabupaten Tanah Laut, maka didapat hasil

Page 62: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

49

pengelompokan kategori tiap jenis alat tangkap berdasarkan tingkat

keramahan lingkungan sebagai mana pada tabel 9.

Tabel 9. Kelompok alat tangkap berdasarkan kategori keramahan lingkungan

No Kategori Jenis Alat Tangkap

1 Tidak Ramah Lingkungan (Total < 2,66) - Sungkur - Lampara Dasar

2 Kurang Ramah Lingkungan (2,66 = Total =

5,32)

- Jaring Tiga Lapis - Jaring Insang Lingkar - Jaring Insang Hanyut - Pukat Cincin - Jermal/Togo - Pukat Pantai

3 Ramah Lingkungan (Total > 5,32) - Rawai - Jaring Insang Tetap

Berdasarkan kategori status keramah lingkungan alat tangkap

tersebut, maka selanjutnya alat tangkap pada masing-masing kelompok

kategori dianalisis prioritas pengembangannya dengan menggunakan

analisis hirarki.

Page 63: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

50

4.3. Analisis Hirarki terhadap Alat Penangkapan Ikan di Kabupaten Tanah Laut

Sebelum dilakukan analisis prioritas terhadap alat tangkap, maka

dilakukan analisis skala banding secara berpasangan antar elemen

kriteria status keramah lingkungan alat tangkap berdasarkan taraf relatif

pentingnya (Saaty, 1993). Hasil analisisnya dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. skala banding secara berpasangan antar elemen kriteria status keramah lingkungan alat tangkap berdasarkan taraf relatif pentingnya

Setelah didapatkan hasil analisis skala banding secara

berpasangan antar elemen kriteria status keramah lingkungan alat

Page 64: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

51

tangkap berdasarkan taraf relatif pentingnya, tahapan selanjutnya ialah

dilakukan analisis hirarki berdasarkan tingkat kategori masing-masing alat

tangkap.

4.3.1. Analisis Hirarki terhadap Alat Tangkap Ikan Kategori Ramah Lingkungan

Hasil analisis hirarki alat tangkap pada kelompok kategori ramah

lingkungan ialah sebagaimana terlihat pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik hasil analisis hirarki terhadap alat tangkap kategori ramah lingkungan

Selektivitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan Keamanan Terhadap Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan Dampak Terhadap Biodiversitas

Keamanan Terhadap Ikan Yang Dilindungi Penerimaan Sosial

Page 65: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

52

Berdasarkan gambar 3 maka alat tangkap rawai dan jaring insang

tetap mempunyai tingkat selektifitas yang sama. Hasil tangkapan dengan

menggunakan alat tangkap rawai dan jaring insang tetap terdiri dari

beberapa spesies (lebih dari 5 spesies) yakni jumlah spesies hasil

tangkapan sebanyak 10 spesies dan ukuran yang relatif seragam

(lampiran 5). Jaring insang tetap mempunyai ukuran mata jaring 3 inchi (8

cm) sedangkan alat tangkap rawai menggunakan ukuran mata pancing 2

dan 3. Menurut Nikijuluw (2002), ikan yang tertangkap dengan alat

tangkap jaring insang tetap ialah ikan yang sesuai dengan ukuran mata

jaringnya dan ikan yang berukuran lebih kecil dari ukuran mata jaring akan

lolos dari penangkapan, sedangkan ikan yang tertangkap dengan alat

tangkap rawai ialah ikan yang lebih besar bukaan mulutnya dari ukuran

mata pancing dan ikan yang mempunyai bukaan mulutnya lebih kecil dari

ukuran mata pancing akan lolos dari penangkapan.

Semua alat tangkap kategori ini umumnya aman terhadap habitat,

hal ini dapat dilihat dari cara pengoperasian alat tangkapnya. Dari segi

kesegaran (kualitas) hasil tangkapan, alat tangkap rawai dan jaring insang

tetap didominasi oleh ikan dalam keadaan mati segar. Hal ini disebabkan

oleh bentuk/konstruksi alat yang dapat melukai atau tidak melukai dan

lama pengoperasian alat.

Dampak pengoperasian alat terhadap keamanan nelayan, jaring

insang tetap merupakan alat tangkap yang relatif dapat menyebabkan

gangguan kesehatan yang bersifat sementara, hal disebabkan oleh

Page 66: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

53

pengoperasian alat tangkap secara manual (tenaga manusia). Sedangkan

alat tangkap rawai merupakan alat tangkap yang aman terhadap nelayan

dikarenakan alat tangkap ini dioperasikan tidak memerlukan tenaga yang

banyak (hanya 1 orang nelayan).

Alat tangkap jaring insang tetap merupakan alat tangkapan yang

lebih banyak menghasilkan hasil tangkapan sampingan (bukan spesies

target tangkapan) yakni sebanyak lebih dari 3 spesies dibandingkan

dengan alat tangkap rawai yakni kurang dari 3 spesies tetapi semua hasil

tangkapan sampingan kedua alat ini laku dijual (bernilai ekonomis). Hasil

tangkapan sampingan (by catch) didefinisikan sebagai hasil tangkapan

insidental yakni hasil tangkapan yang tidak diperkirakan sebelumnya/tidak

diantisipasi akan tertangkap dalam operasi penangkapan ikan, tetapi

tertangkap secara sepintas lalu/kebetulan /insidental (Rasdani, dkk, 2001).

Semua alat tangkap kategori ramah lingkungan ini merupakan alat

tangkap yang aman terhadap biodiversitas. Hal ini disebabkan

pengoperasian alat aman terhadap habitat dan spesies yang tertangkap

pun merupakan spesies yang biasa ditemui.

Alat tangkap rawai merupakan alat tangkap pernah menangkap

penyu sisik. Menurut UU. No. 5 Th.1990 tentang biota laut dan pantai

yang dilindungi oleh pemerintah, salah satu penyu yang dilindungi

diantaranya ialah Penyu sisik (Eretmocefys turtle). Alat tangkap jaring

insang tetap merupakan alat yang aman terhadap ikan yang dilindungi

Page 67: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

54

dikarenakan alat ini (semua sampel alat tangkap yakni 5 sampel) tidak

pernah menangkap ikan yang dilindungi.

Kriteria alat tangkap diterima secara sosial mencakup nilai investasi

rendah, menguntungkan, tidak menimbulkan potensi konflik, dan legal.

Semua alat tangkap kategori ini memenuhi syarat nilai investasi yang

rendah (lampiran 5), menguntungkan (lampiran 6) dan tidak menimbulkan

potensi konflik. Untuk syarat legal (sesuai dengan peraturan yang berlaku),

maka alat tangkap jaring insang tetap merupakan alat tangkap yang tidak

legal atau alat tangkap yang tidak mimiliki izin yakni sebanyak 5 buah dari

5 buah sampel. Sedangkan alat tangkap rawai yang tidak memiliki izin

sebanyak 3 buah dari 5 buah sampel.

Berdasarkan analisis pada alat tangkap kategori ramah lingkungan,

maka dihasilkan prioritas pengembangan alat tangkap kategori ramah

lingkungan sebagaimana pada gambar 4 dan 5.

Page 68: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

55

Gambar 4. Prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori ramah lingkungan

Page 69: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

56

Prioritas pengembangan alat tangkap kategori ramah lingkungan

yang ada di Kabupaten Tanah Laut dapat ditentukan yakni seperti pada

tabel 10.

Tabel10. Urutan prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Nama Alat Tangkap Bobot Nilai Prioritas (P)

Rawai 0,540 P1

Jaring insang tetap 0,460 P2

Gambar 5. Prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori ramah lingkungan dengan nilai indek inkonsistensi 0,05

Page 70: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

57

4.3.2. Analisis Hirarki terhadap Alat Tangkap Ikan Kategori Kurang Ramah Lingkungan

Hasil analisis hirarki alat tangkap pada kelompok kategori kurang

ramah lingkungan ialah sebagaimana terlihat pada pada gambar 6 .

Gambar 6. Grafik analisis hirarki terhadap alat tangkap kategori kurang ramah lingkungan

Selektivitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan Keamanan Terhadap Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan

Keamanan Terhadap Ikan Yang Dilindungi Penerimaan Sosial

Dampak Terhadap Biodiversitas

Page 71: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

58

Berdasarkan gambar 6, maka alat tangkap jaring insang lingkar dan

jaring insang hanyut merupakan alat tangkap yang lebih selektif

dibandingkan dengan alat tangkap lain dalam kategori alat tangkap kurang

ramah lingkungan yakni menangkap beberapa spesies/lebih dari 5

spesies (jaring insang lingkar menangkap 11 spesies dan jaring insang

hanyut menangkap 12 spesies), tetapi ukuran ikan yang tertangkap

memiliki variasi relatif seragam (lampiran 5). Kemudian alat tangkap yang

memiliki selektifitas relatif rendah ialah alat tangkap jaring tiga lapis, pukat

cincin, jermal dan pukat pantai yakni menangkap beberapa spesies/lebih

dari 3 spesies (jaring tiga lapis menangkap 11 spesies, pukat cincin

menangkap 10 spesies , jermal 11 spesies dan pukat pantai menangkap

15 spesies), tetapi ukuran ikan yang tertangkap memiliki variasi

beragam/berbeda (lampiran 5). Hal ini disebabkan oleh ukuran mata jaring

yang digunakan dan sifat operasi alat tangkap. Untuk alat tangkap pukat

cincin memiliki ukuran mata jaring 1 inchi, jermal memiliki ukuran mata

jaring bagian tubuh jaring 1 inchi dan bagian kantong ½ inchi dan pukat

pantai memiliki ukuran mata jaring 1 inchi. Untuk alat tangka pukat cincin

dan pukat pantai merupakan alat tangkap yang bersifat aktif sehingga ikan

yang terkurung dalam berbagai ukuran akan tertangkap oleh alat ini.

Sedangkan untuk alat tangkap jermal dan jaring tiga lapis merupakan alat

tangkap yang memiliki kantong. Kantong pada alat tangkap jaring tiga

lapis terdapat di jaring sebelah dalam (inner net) dengan ukuran mata

jaring 1 inchi, sehingga ikan berbagai ukuran bisa tertangkap dibagian ini.

Page 72: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

59

Alat tangkap pukat pantai merupakan alat tangkap yang berpotensi

memberikan dampak terhadap habitat yakni dapat merusak sebagian

habitat pada wilayah sempit. Alat ini dioperasikan sampai ke dasar

perairan, hal ini disebabkan target spesies yang ditangkap adalah udang,

sedangkan alat tangkap ini mempunyai ukuran panjang 525 – 700 meter.

Menurut Hardiyanto, dkk (1998), aspek ramah lingkungan merupakan

salah satu aspek penting dalam perikanan berkelanjutan. Aspek ini

terutama terfokus pada bagaimana dampak alat penangkapan ikan

terhadap habitat. Apabila habitat berubah, maka sebagian besar ikan dan

invertebrata akan menghilang. Alat tangkap lainnya (selain pukat pantai)

yang termasuk dalam kategori kurang ramah lingkungan tidak berpotensi

merusak habitat.

Berdasarkan kesegaran/kualitas hasil tangkapan, maka alat

tangkap pukat pantai merupakan alat tangkap yang menghasilkan hasil

tangkapan yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan alat

tangkap yang lain dalam kategori alat tangkap kurang ramah lingkungan

yakni menghasilkan ikan dalam keadaan dominan masih hidup. Hal ini

disebabkan lama waktu antara setting dan hauling (waktu operasi) yang

relatif pendek sehingga tidak menyebabkan ikan lama di alat tangkap.

Sebaliknya untuk alat tangkap pukat cincin, jermal, jaring tiga lapis, jaring

insang hanyut, jaring insang lingkar menghasilkan ikan yang dominan mati

segar.

Page 73: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

60

Semua alat tangkap dalam kategori ini (kecuali jermal) mempunyai

dampak terhadap kesehatan nelayan, akan tetapi bersifat sementara

seperti terluka , terkilir dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh alat tangkap

dioperasikan secara manual (tenaga manusia). Sedangkan untuk alat

tangkap jermal, alat tangkap ini tidak memberikan dampak terhadap

kesehatan nelayan. Hal ini disebabkan oleh cara pengoperasian alat yang

bersifat pasif dan tidak memerlukan tenaga yang banyak. Menurut

Najamuddin (2004), tingkat bahaya/resiko yang diterima oleh nelayan

dalam mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat

tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan dan didasarkan pada

dampak yang mungkin diterima.

Menurut Rasdani, dkk (2001), hasil tangkapan sampingan (by

catch) dapat didefinisikan sebagai hasil tangkapan insidental yakni hasil

tangkapan yang tidak diperkirakan sebelumnya/tidak diantisipasi akan

tertangkap dalam operasi penangkapan ikan, tetapi tertangkap secara

sepintas lalu/kebetulan (insidental). Semua alat tangkap dalam kategori ini

menghasilkan hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan laku

dijual, kecuali alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring insang lingkar

pernah menangkap spesies yang tidak laku dijual yakni penyu

(Eretmocefys turtle) tapi kemudian dilepas kembali, begitu juga alat

tangkap pukat pantai menangkap jenis buntal (Lagochepalus inermis)

yang tidak laku dijual.

Page 74: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

61

Alat tangkap pukat pantai merupakan alat tangkap yang dapat

menyebabkan kematian beberapa spesies dan dapat merusak habitat. Hal

ini sangat terkait dengan tingkat selektif itas alat tangkap, alat tangkap ini

memiliki selektifitas rendah, sehingga banyak spesies yang dapat

tertangkap. Kemudian hal ini disebabkan pula oleh jumlah alat tangkap

dan intensitas penangkapannya (trip), sehingga sumberdaya mengalami

tekanan yang pada akhirnya ada spesies yang menjadi langka ditemui.

Sedangkan untuk alat tangkap lainnya dalam kategori ini tergolong alat

tangkap yang dapat menyebabkan kematian beberapa spesies, tetapi

tidak sampai merusak lingkungan. Menurut Najamuddin (2004), dampak

buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap

biodiversity yang ada dilingkungan tersebut dan hal ini tergantung dari

bahan yang digunakan & metode operasinya.

Berdasarkan dampak terhadap keamanan ikan yang dilindungi, alat

tangkap pukat pantai, jermal, pukat cincin, jaring tiga lapis merupakan alat

tangkap yang tidak pernah menangkap spesies ikan yang dilindungi

(lampiran 5). Sedangkan alat tangkap jaring insang hanyut merupakan

alat tangkap yang beberapa kali penyu sisik tertangkap ( 2 buah dari 5

sampel alat tangkap) dan pernah tertangkap (3 buah dari 5 sampel alat)

dan begitu juga alat tangkap jaring insang lingkar penyu pernah

tertangkap (3 buah dari 5 sampel alat tangkap).

Kriteria alat tangkap diterima secara sosial meliputi nilai investasi

yang rendah, menguntungkan, tidak menimbulkan potensi konflik, dan

Page 75: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

62

legal. Alat tangkap yang mempunyai nilai investasi rendah ialah pukat

pantai, jermal dan jaring tiga lapis, sedangkan alat tangkap pukat cincin,

jaring insang hanyut dan jaring insang lingkar merupakan alat tangkap

yang mempunyai nilai investasi yang tinggi (lampiran 5). Semua alat

tangkap pada kategori ini menguntungkan (lampiran 6), berdasarkan hasil

wawancara dengan para nelayan, pada umumnya semua alat tangkap

yang dioperasikan di Kabupaten Tanah Laut menguntungkan, walaupun

keuntungan yang didapatkan tidak lebih besar dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya (sebelum naiknya harga bahan bakar) dan dari

segi potensi konflik, semua alat tangkap dalam kategori ini tidak

berpotensi konflik kecuali alat tangkap jermal. Alat tangkap jermal dapat

menimbulkan potensi konflik disebabkan alat ini dapat menghalangi jalur

pelayaran bagi para nelayan lain. Alat tangkap jermal biasanya dipasang

dekat muara, sedangkan wilayah itu menjadi lalu lintas para nelayan yang

keluar untuk melakukan operasi penangkapan dan masuk untuk tambat.

Dalam hal pengoperasian alat tangkap ikan di Kabupaten Tanah

Laut, ada kesepakatan tidak tertulis yang sampai saat ini dipegang oleh

nelayan Kabupaten Tanah Laut ialah nelayan yang beroperasi di wilayah

mereka harus menggunakan alat tangkap yang sama digunakan oleh

nelayan yang ada sebelumnya, hal ini gunanya agar tidak terjadi

kecemburuan sosial yang dapat berdampak menjadi konflik sosial.

Penerimaan sosial dari segi legalitas pengoperasian alat tangkap, hal ini

lah yang menjadi masalah yang sampai saat ini menjadi krusial, yakni

Page 76: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

63

dalam masalah perizinan. Sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan Undang-

undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bab V pasal 26 ayat (1),

yaitu bidang perikanan yang harus memiliki izin ialah; penangkapan ikan,

pembudidaya ikan, pengangkut ikan, pengolah ikan dan pemasar ikan.

Dan dalam bab VII pasal 48 ayat (1) yaitu setiap orang yang memperoleh

manfaat langsung dari sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2002 tentang

usaha perikanan yang mengatur masalah kewenangan pemberian izin,

dan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor KEP. 10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan,

maka di Kabupaten Tanah Laut di buat Peraturan Daerah (Perda) No. 3

Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di

wilayah Kabupaten Tanah Laut yang disahkan pada tanggal 14 Agustus

2003.

Dalam evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Tanah Laut sampai pada tahun 2006 dari total armada (1.405

buah) yang beroperasi dalam wilayah hukum Kabupaten Tanah Laut

hanya sekitar 16,9 % (238 buah) yang memiliki izin usaha penangkapan

ikan. Dari hasil wawancara dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Tanah Laut dan para nelayan, beberapa sebab munculnya

permasalahan ini ialah; (1) rendahnya tingkat kesadaran para nelayan

untuk membuat surat izin usaha perikanan, (2) tingginya harga bahan

Page 77: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

64

bakar minyak (BBM) yang menyebabkan biaya operasional bertambah

sedangkan tidak dibarengi dengan kenaikan harga jual ikan secara

signifikan sehingga mengurangi minat para nelayan untuk membuat surat

izin, (3) masih kurangnya volume pelaksanaan razia atau penertiban

perizinan karena keterbatasan dana dan kurang tegasnya penerapan

sanksi (masih tahap pembinaan) dan (4) sarana yang terbatas.

Alat tangkap pukat cincin dan jaring insang lingkar merupakan alat

tangkap yang legal atau memiliki izin usaha penangkapan ikan (5 buah

dari 5 sampel alat tangkap), alat tangkap jaring insang hanyut yang

memiliki izin ada 2 buah dari 5 buah sampel alat tangkap, alat tangkap

pukat pantai hanya 1 buah yang memiliki izin, alat tangkap jermal yang

tidak memiliki izin sebanyak 4 buah dari 5 buah sampel dan semua alat

tangkap jaring tiga lapis tidak memiliki izin (5 buah dari 5 buah sampel alat

tangkap).

Page 78: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

65

Berdasarkan analisis pada alat tangkap kategori ramah lingkungan,

maka dihasilkan prioritas pengembangan alat tangkap kategori kurang

ramah lingkungan sebagaimana pada gambar 7 dan 8.

Gambar 7. Prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori kurang ramah lingkungan

Page 79: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

66

Prioritas pengembangan alat tangkap kategori kurang ramah

lingkungan yang ada di Kabupaten Tanah Laut dapat ditentukan yakni

sebagaimana pada tabel 11.

Tabel 11. Urutan prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori kurang ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Nama Alat Tangkap Bobot Nilai Prioritas (P2)

Jaring insang lingkar 0,205 P1

Jaring insang hanyut 0,199 P2

Jaring tiga lapis 0,164 P3

Pukat cincin 0,160 P4

Jermal 0,151 P5

Pukat pantai 0,121 P6

Gambar 8. Prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori kurang ramah lingkungan dengan nilai indek inkonsistensi 0,03

Page 80: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

67

4.3.3. Analisis Hirarki terhadap Alat Tangkap Ikan Kategori Tidak Ramah Lingkungan

Hasil analisis hirarki terhadap alat tangkap pada kategori tidak

ramah lingkungan ialah sebagaimana pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik hasil analisis hirarki terhadap alat tangkap kategori tidak ramah lingkungan

Selektivitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan Keamanan Terhadap Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan Dampak Terhadap Habitat

Keamanan Terhadap Ikan Yang Dilindungi Penerimaan Sosial

Page 81: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

68

Berdasarkan gambar 9, maka alat tangkap lampara dasar dan

sungkur merupakan alat tangkap yang sama-sama mempunyai tingkat

selektifitas yang rendah yakni menangkap beberapa spesies/lebih dari 5

spesies (alat tangkap lampara dasar menangkap sebanyak 23 spesies

dan sungkur menangkap sebanyak 15 spesies). Hal ini disebabkan oleh

kontruksi alat tangkap, seperti ukuran mata jaring kecil, memiliki kantong

dan cara penangkapan bersifat aktif. Alat tangkap lampara dasar yang

bersifat aktif dan prinsip penangkapannya dengan cara ditarik (menyapu)

dan konstruksi jaring yang mempunyai ukuran mata jaring sangat kecil

(jaring sayap 3 cm, kantong 2 cm) sehingga hampir dapat dipastikan

semua jenis (spesies) ikan yang tersapu dengan alat ini akan tertangkap.

Menurut Sudirman dan Mallawa (2004), ikan yang menjadi tujuan

penangkapan ialah ikan-ikan dasar (demersal fish), termasuk udang-

udangan dan kerang-kerangan. Begitu juga untuk alat tangkap serok

(sungkur) yang hampir mirip konstruksi jaringnya (mesh size tubuh jaring

2,5 cm dan kantong 1,5 cm) dan cara operasinya dengan lampara dasar,

perbedaannya ialah serok dioperasikan dengan cara didorong. Alat

tangkap serok/jaring dorong ini telah menyebabkan turunnya secara

drastis hasil tangkapan nelayan di perairan cirebon, hal ini menyebabkan

kerugian nelayan diperkirakan 972 milyar dalam setahun

(www.antara.co.id).

Sebagaimana halnya selektifitas, pengoperasian kedua alat ini

juga berdampak pada rusaknya habitat pada wilayah yang cukup luas.

Page 82: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

69

Alat tangkap lampara dasar yang dioperasikan dengan cara ditarik sampai

menyentuh dasar perairan, karena target penangkapannya ialah udang

maka sudah dapat dipastikan habitat dasar laut akan tersapu alat dan

pada akhirnya habitat dasar perairan tersebut akan rusak. Luasan area

penangkapan alat ini sepanjang 20 – 25 Km. Menurut Subani (1989), alat

tangkap ini sering disebut juga jaring tarik dasar karena jaring ditarik

dipermukaan dasar perairan. Menurut Sudirman dan Mallawa, di

Indonesia hampir seluruh jenis trawl termasuk bottom trawl yakni alat yang

dioperasikan di dasar perairan. Sedangkan alat tangkap serok/sungkur,

alat ini dioperasikan dengan cara didorong dengan kapal motor dan

dioperasikan sampai dasar perairan, sehingga alat ini dapat merusak

habitat dasar perairan. Luasan area penangkapan alat tangkap ini

sepanjang 15 – 20 Km. Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), jaring

dorong tergolong dalam ( towing net), karena jaring pada alat tangkap ini di

dorong pada dasar perairan dengan bukaan mulut jaring di pasang di

depan rangka bambu. Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa

pengoperasian jaring dorong dilakukan dengan cara didorong untuk

menelusuri dasar perairan. Alat penangkapan ikan dan praktek

penangkapannya dikatakan merusak apabila alat tersebut dalam praktek

penangkapannya mempunyai dampak merusak ekosistem, termasuk

lingkungan, sumberdaya perikanan, dan lain-lain (Rasdani, dkk, 2001).

Page 83: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

70

Kualitas/kesegaran hasil tangkapan dengan menggunakan kedua

alat tangkap ini relatif sedang yakni menghasilkan udang/ikan yang

dominan mati segar.

Dampak pengoperasian alat tangkap terhadap keamanan nelayan

Pada pengoperasian alat tangkap lampara dasar, pernah terjadi dua kali

kecelakaan pada tahun 2005 yang mengakibatkan kematian dan cacat

permanen (patah kaki) pada nelayan, hal ini sama-sama disebabkan oleh

benturan keras dari alat bantu (otter board) pada saat setting.

Keterampilan dan kekurang hati-hatian nelayan lah yang menyebabkan

hal tersebut. Untuk alat tangkap sungkur terjadi kecelakaan pada nelayan

akibat benturan bingkai bambu sehingga mengakibatkan cacat permanen

(tahun kejadian 2002). Kemudian kedua alat ini juga ada yang

menyebabkan nelayan mengalami gangguan kesehatan yang bersifat

sementara, hal ini diakiba tkan oleh pengoperasian alat tangkap yang

manual (tenaga manusia). Menurut Sarmintohadi (2002), secara umum

bahaya atau resiko yang terjadi pada nelayan dalam mengoperasikan alat

penangkapan ikan disebabkan oleh 2 faktor yakni faktor internal (yang

berhubungan dengan keahlian/keterampilan nelayan) dan faktor eksternal

(faktor alam dan jenis alat tangkap yang digunakan).

Di Indonesia hampir seluruh jenis trawl termasuk bottom trawl,

dengan tujuan penangkapan adalah udang (Sudirman dan Mallawa, 2004).

Ikan yang menjadi tujuan penangkapan alat tangkap serok/sungkur ialah

udang dan ikan-ikan demersal (Nomura dan Yamazaki, 1975). Kedua alat

Page 84: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

71

tangkap ini menghasilkan hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies

dan ada jenis yang laku dijual dan ada spesies yang tidak laku dijual yakni

hasil tangkapan berupa spesies buntal laut (Lagochepalus inermis). Untuk

alat tangkap lampara dasar hasil tangkapan sampingan sebanyak 19

spesies, sedangkan alat tangkap sungkur menghasilkan hasil tangkapan

sampingan sebanyak 11 speises. Dalam sustu penelitian yang dilakukan

oleh Purbayanto dan Sondita di perairan Avona Jayapura pada bulan

Maret 2004, menyatakan bahwa hasil tangkapan sampingan dari alat

tangkap pukat udang mencapai 26 spesies.

Pengoperasian kedua alat ini menyebabkan kematian semua jenis

spesies dan merusak habitat dasar perairan yang terkena jalur

penangkapan. Hardiyanto, dkk (1998), menyatakan apabila habitat

berubah, maka sebagian besar ikan dan invertebrata akan menghilang.

Najamuddin (2004), dampak buruk yang diterima oleh habitat akan

berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada dilingkungan

tersebut. Hal ini tergantung dari bahan yang digunakan & metode

operasinya. Apabila luasan area pengoperasian alat tangkap lampara

dasar sepanjang 20 – 25 Km maka potensi kerusakan habitat seluas itu

pula, begitu juga halnya untuk alat tangkap sungkur. Apabila hal ini terus-

menerus dilakukan/intensitas operasi yang tinggi dan jumlah alat tangkap

yang semakin meningkat (gambar 12 dan 13), maka ini merupakan

ancaman dan tekanan yang cukup serius terhadap sumberdaya dan

habitat.

Page 85: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

72

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang

dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup

besar untuk menangkap spesies yang dilindungi (Najamuddin, 2004).

Kedua alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang aman/tidak pernah

menangkap spesies ikan yang dilindungi.

Berdasarkan besarnya investasi, kedua alat tangkap ini tergolong

memiliki tingkat investasi relatif rendah (lampiran 5 ). Pengoperasian kedua

alat tangkap ini masih menguntungkan bagi nelayan (lampiran 6) dan

khusus untuk alat tangkap lampara dasar, alat tangkap ini berpotensi

menimbulkan konflik disebabkan oleh pelanggaran jalur penangkapan

sebagaimana SK Mentan Nomor 392/Kpts/IK/120/4/99. Dalam peraturan

tersebut, alat tangkap lampara dasar boleh dioperasikan di jalur

penangkapan 1b, tapi dalam kenyataannya lampara dasar sering

menangkap ikan di jalur 1a. Potensi konflik bisa terjadi dengan para

nelayan yang beroperasi dijalur 1a.

Rasdani, dkk (2001), penangkapan ikan dan praktek penangkapan

yang Ilegal ialah apabila alat penangkapan ikan dan praktek

penangkapannya dilarang oleh hukum dan peraturan perundangan yang

berlaku. Berdasarkan hasil riset terhadap masing-masing 5 buah alat

tangkap lampara dasar dan sungkur, semuanya tidak memiliki izin.

Pelanggaran-pelanggaran yang lain berupa pelanggaran jalur

penangkapan (SK Mentan Nomor 392/Kpts/IK/120/4/99 tanggal 5 april

1999 tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan) yang dilakukan oleh nelayan

Page 86: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

73

yang mengoperasikan alat tangkap lampara dasar, yang semestinya alat

tangkap ini boleh beroperasi di jalur penangkapan Ib tetapi mereka

beroperasi di jalur 1a (Laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Tanah Laut tahun 2006). Sedangkan dari 5 sampel alat waktu

penelitian, 2 alat melakukan pelanggaran jalur penangkapan tersebut.

Pelanggaran jalur ini juga telah melanggar Peraturan Daerah No. 9 Tahun

2006 tentang Penangkapan Ikan dan Perlindungan Suberdaya Perikanan

Bab V Ketentuan Larangan pasal 6 ayat (2). Kemudian alat tangkap

lampara dasar yang dioperasikan di Kabupaten Tanah Laut sejak tahun

1990 an akan tetapi beberapa tahun berikutnya lampara dasar telah

mengalami modifikasi, modifikasi yang dimaksudkan ialah alat tangkap

yang sebelumnya menggunakan danleno untuk membuka jaring saat

operasi kemudian diganti dengan papan layang (otter board ) dan ukuran

mata jaringnya pun kurang dari 1 inci yang telah dinyatakan terlarang

dioperasikan di semua jalur penangkapan (hal ini sama terjadi pada alat

tangkap sungkur). Khusus untuk alat tangkap lampara dasar, diperoleh

keterangan dari hasil wawancara dengan pihak DKP Kabupaten Tanah

Laut bahwa mereka (DKP) tahu bahwa alat tangkap lampara dasar yang

dioperasikan di wilayahnya itu telah dimodifikasi menjadi trawl. Dengan

demikian, maka ini telah melanggar Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2006

tentang Penangkapan Ikan dan Perlindungan Sumberdaya Perikanan Bab

III Perlindungan Sumberdaya Ikan pasal 4 ayat (2).

Page 87: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

74

Berdasarkan analisis pada alat tangkap kategori tidak ramah

lingkungan, maka dihasilkan prioritas pengembangan alat tangkap pada

kategori ini sebagaimana pada gambar 10 dan 11.

Gambar 10. Prioritas pengembangan terhadap alat tangkap kategori tidak ramah lingkungan

Page 88: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

75

Prioritas pengembangan alat tangkap kategori tidak ramah

lingkungan yang ada di Kabupaten Tanah Laut dapat ditentukan yakni

pada tabel 12.

Tabel 12. Urutan prioritas pengembangan alat tangkap pada kategori tidak ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Nama Alat Tangkap Bobot Nilai Prioritas (P)

Sungkur 0,521 P1

Lampara dasar 0,479 P2

Secara keseluruhan, urutan prioritas pengembangan alat

penangkapan ikan berdasarkan status ramah lingkungan di Kabupaten

Tanah Laut ialah sebagai berikut :

Gambar 11. Prioritas pengembangan alat tangkap kategori tidak ramah lingkungan dengan nilai indeks inkonsistensi 0,05

Page 89: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

76

Tabel 13. Urutan prioritas pengembangan alat tangkap berdasarkan status ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Nama Alat Tangkap Prioritas (P)

Rawai P1

Jaring Insang Tetap P2

Jaring Insang Lingkar P3

Jaring Insang Hanyut P4

Jaring Tiga Lapis P5

Pukat Cincin P6

Jermal P7

Pukat Pantai P8

Sungkur P9

Lampara Dasar P10

4.4. Rekomendasi Kebijakan

Menurut Nikijuluw (2002), pilihan terhadap alternatif

solusi/manajemen tergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi

perikanan yang dikelola, sehingga setiap pilihan sebaiknya didasarkan

pada kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. dapat diterima oleh nelayan

2. diimplementasi secara bertahap (gradual)

3. fleksibilitas

4. implementasinya didorong oleh faktor efesiensi dan inovasi

5. pengetahuan yang sempurna tentang peraturan serta biaya

yang dibutuhkan untuk mengikuti peraturan tersebutada

implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran, dan keadilan.

Page 90: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

77

Setelah diketahui kelompok kategori alat penangkapan ikan yang

ada di Kabupaten Tanah Laut berdasarkan status keramahan

lingkungannya dan penetapan urutan prioritas pengembangan bagi

masing-masing kelompok kategori yang dianalisis dengan menggunakan

program software expert choice 9.1 , maka suatu hal yang penting untuk

diperhatikan dan ditindaklanjuti ialah bagaimana perlakuan (rekomendasi

perbaikan) yang dapat dilakukan terhadap alat-alat penangkapan ikan

sehingga dapat meningkatkan status keramahan lingkungan dan pada

akhirnya dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan.

Beberapa rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk

masing-masing alat tangkap adalah sebagaimana tercantum dalam matrik

berikut :

Page 91: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

78

Tabel 14. Matrik Rekomendas i Perbaikan Alat Tangkap Berdasarkan Kriteria Ramah Lingkungan

Penerimaan Sosial Kriteria Alat Tangkap

Selektifitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan

Keamanan Bagi Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan

Dampak Bagi Biodiversitas

Keamanan Ikan Yang Dilindungi

Investasi rendah

Untung Potensi Konflik

Legal Rekomendasi Perbaikan

Rawai ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? - Melengkapi surat izin

penangkapan - Pencatatan data hasil

tangkapan Jaring Insang Tetap ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Modifikasi alat dengan menggunakan Bycatch Excluder Device (BED)

- Melengkapi surat izin penangkapan

Jaring Insang Lingkar ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Modifikasi alat dengan menggunakan Turtle Excluder Device (TED) dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Melengkapi surat izin penangkapan

Jaring Insang Hanyut ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Modifikasi alat dengan menggunakan Turtle Excluder Device (TED) dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Melengkapi surat izin penangkapan

Page 92: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

79

Penerimaan Sosial Kriteria Alat Tangkap

Selektifitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan

Keamanan Bagi Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan

Dampak Bagi Biodiversitas

Keamanan Ikan Yang Dilindungi

Investasi rendah

Untung Potensi Konflik

Legal Rekomendasi Perbaikan

Jaring Tiga Lapis ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Modifikasi alat dengan menggunakan Bycatch Excluder Device (BED)

- Melengkapi surat izin penangkapan

Pukat Cincin ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Modifikasi alat dengan menggunakan mesh size yang sesuai dengan target penangkapan Bycatch Excluder Device (BED)

Jermal

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? - Modifikasi alat dengan

menggunakan mesh size yang sesuai dengan target penangkapan dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Upaya akomodasi dengan conciliation dalam antisipasi konflik

- Komitmen dalam penerapan zonasi

- Melengkapi surat izin penangkapan

Page 93: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

80

Penerimaan Sosial Kriteria Alat Tangkap

Selektifitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan

Keamanan Bagi Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan

Dampak Bagi Biodiversitas

Keamanan Ikan Yang Dilindungi

Investasi rendah

Untung Potensi Konflik

Legal Rekomendasi Perbaikan

Pukat Pantai ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Modifikasi alat dengan menggunakan mesh size yang sesuai dengan target penangkapan dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Komitmen dalam penerapan zonasi

- Melengkapi surat izin penangkapan

Sungkur

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? - Modifikasi alat dengan

menggunakan mesh size yang sesuai dengan target penangkapan dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Komitmen dalam penerapan zonasi

- Melengkapi surat izin penangkapan

- Peningkatan skill operasi penangkapan

Page 94: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

81

Penerimaan Sosial Kriteria Alat Tangkap

Selektifitas Dampak Terhadap Habitat

Kualitas Hasil Tangkapan

Keamanan Bagi Nelayan

Hasil Tangkapan Sampingan

Dampak Bagi Biodiversitas

Keamanan Ikan Yang Dilindungi

Investasi rendah

Untung Potensi Konflik

Legal Rekomendasi Perbaikan

Lampara Dasar ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

- Modifikasi alat dengan menggunakan mesh size yang sesuai dengan target penangkapan dan Bycatch Excluder Device (BED)

- Menggunakan motorisasi alat bantu penangkapan (roller) pengganti tenaga manusia

- Komitmen dalam penerapan zonasi

- Melengkapi surat izin penangkapan

- Peningkatan skill operasi penangkapan

Keterangan : ? = Bermasalah, perlu perbaikan alat tangkap

? = Tidak bermasalah, tidak perlu perbaikan alat tangkap

Page 95: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

82

Alternatif rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan terhadap

alat penangkapan ikan kategori ramah lingkungan yakni jaring insang

tetap (set gill net) dan rawai (bottom longline) ialah dikembangkan secara

terkontrol. Dikembangkan secara terkontrol berarti seiring pengembangan

alat tangkap, maka mekanisme kontrol harus senantiasa dilakukan

terhadap alat tangkap. Sasaran kontrol tersebut dilakukan terhadap

jumlah unit alat tangkap, hasil tangkapan dan perizinan. Mekanisme

kontrol terhadap jumlah unit alat tangkap yang beroperasi harus

senantiasa disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya yang tersedia

(stok sumberdaya). Mekanisme kontrol terhadap hasil tangkapan (jumlah,

jenis, ukuran, kualitas, by catch) harus terdata/tercatat secara baik. Salah

satu manfaatnya ialah untuk mencegah agar ikan-ikan yang dilindungi

tetap terjaga keamanannya (sampel alat tangkap rawai pernah

menangkap penyu sisik yang tergolong organisme yang dilindungi).

Mekanisme kontrol perizinan alat tangkap harus berjalan sebagai

implemetasi dari Peraturan Daerah (Perda) Peraturan Daerah (Perda) No.

3 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di

wilayah Kabupaten Tanah Laut (semua sampel/5 buah sampel alat

tangkap jaring insang tetap tidak memiliki izin dan alat tangkap rawai yang

tidak memiliki izin sebanyak 3 buah sampel dari 5 buah sampel).

Sebagai bahan pertimbangan bahwa alat tangkap ini dapat

dikembangkan di Kabupaten Tanah Laut ialah kedua alat tangkap ini

(rawai dan jaring insang tetap) merupakan alat tangkap yang dapat

Page 96: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

83

diterima secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Secara sosial

kedua alat tangkap ini dapat menyerap tenaga kerja (pada tahun 2006 alat

tangkap rawai dapat menyerap tenaga kerja + 380 orang dan jaring insang

tetap + 96 orang) dan tidak menimbulkan potensi konflik dengan nelayan

lain. Secara ekonomi alat ini merupakan alat tangkap yang rendah

investasi (lapiran 5) dan berdasarkan perhitungan B/C ratio , kedua alat ini

juga masih menguntungkan bagi nelayan (lampiran 6). Berdasarkan

dampak terhadap lingkungan, kedua alat ini tergolong aman terhadap

lingkungan, tidak terjadinya kerusakan habitat ikan dan tergolong aman

terhadap biodiversitas.

Untuk mencari langkah-langkah solutif pengelolaan terhadap alat

tangkap kategori kurang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan,

maka ada beberapa hal yang harus dijadikan sebagai informasi awal. Hal

tersebut diantaranya ialah seberapa besar jumlah unit alat tangkap yang

beroperasi dan intensitas penggunaan alat tangkap (trip). Berdasarkan

informasi tersebut, maka akan bisa dilihat gambaran potensi ancaman

atau tekanannya terhadap sumberdaya dan lingkungan.

Jumlah unit alat tangkap dan intensitas penggunaan alat tangkap

(trip) kategori kurang ramah dan tidak ramah lingkungan dapat dilihat

pada gambar 12 dan 13.

Page 97: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

84

0

100,000

200,000

300,000

2005 203,369 69,385 42,332 39,244 31,585 11,894 9,555 10,821 86,557 74,813

2006 204,357 115,927 50,611 77,572 58,153 10,416 9,855 62,184 110,312 15,912

Lampara Sungkur JIL JIH JTL PC Jermal PP Rawai JIT

0

200

400

600

2005 392 148 133 125 98 22 38 34 282 164

2006 582 380 159 262 193 43 45 300 380 48

Lampara Sungkur JIL JIH JTL PC Jermal PP Rawai JIT

Berdasarkan gambar 12 dan 13 maka hampir semua alat tangkap

kategori kurang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan

mempunyai potensi untuk menjadi ancaman dan memberikan tekanan

terhadap sumberdaya dan lingkungan. Untuk mengurangi tekanan

terhadap sumberdaya dan lingkungan akibat penggunaan alat tangkap

kurang ramah dan tidak ramah lingkungan, maka harus ada alternatif

solusi yang dapat dijadikan acuan bagi semua stakeholder perikanan

tangkap di Kabupaten Tanah Laut.

Gambar 13. Jumlah trip penangkapan menurut alat tangkap kategori kurang dan tidak ramah di Kabupaten Tanah Laut

Gambar 12. Jumlah unit alat penangkapan ikan menurut kategori kurang dan tidak ramah lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Page 98: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

85

Berdasarkan matrik rekomendasi perbaikan terhadap alat tangkap

berdasarkan kriteria ramah lingkungan, maka alternatif rekomendasi

perbaikan terhadap alat tangkap kurang ramah lingkungan ialah: Pertama,

melakukan modifikasi alat tangkap. Modifikasi atau membuat rancangan

alat tangkap yang ramah lingkungan merupakan hal yang mendesak

untuk segera dilakukan. Modifikasi ini khususnya dilakukan dengan

memodifikasi ukuran mata jaringnya, ukuran mata jaring harus

disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target penangkapan dan

selanjutnya modifikasi alat tangkap dengan menggunakan Bycatch

Excluder Device (BED). Khusus untuk alat tangkap jaring insang lingkar

dan jaring insang hanyut, konsep-konsep alat tangkap ikan yang selektif

dan ramah lingkungan seperti Turtle Excluder Device (TED) harus mulai

diterapkan sehingga ikan yang dilindungi dapat lolos dari pengoperasian

alat tangkap (kedua alat tangkap ini pernah menangkap penyu sisik yang

tergolong sebagai organisme yang dilindungi). Kedua, motorisasi alat

bantu penangkapan (roller) dalam operasi alat tangkap, mengganti tenaga

manusia (manual) dengan motorisasi roller sehingga dapat mengurangi

terjadinya gangguan kesehatan terhadap nelayan. Ketiga, komitmen

terhadap aturan zonasi, dengan adanya komitmen zonasi ini maka potensi

konflik dapat diredam. Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama

terjadinya konflik menurut Soekanto (1995) ialah perbedaan individu,

perbedaan budaya, perbedaan kepentingan dan perubahan sosial. Alat

tangkap jermal (trap net) merupakan alat tangkap yang berpotensi

Page 99: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

86

menimbulkan konflik disebabkan adanya perbedaan kepentingan

(pengoperasian alat tangkap ini menghalangi lalu lintas pelayaran nelayan

lain), sehingga harus ada upaya antisipasi dengan metode akomodasi

yakni melakukan Conciliation. Soekanto (1995), Conciliation ialah suatu

usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang

berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Keempat,

melengkapi surat izin penangkapan. Setiap alat tangkap harus dilengkapi

surat izin sebagai bentuk pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) No. 3

Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di

wilayah Kabupaten Tanah Laut yang disahkan pada tanggal 14 Agustus

2003. Pelayanan pembuatan izin harus dengan prinsip memudahkan dan

cepat, selanjutnya harus ada upaya pengawasan dan penertiban yang

intensif dan terencana dari pihak berwenang untuk meminimalisir

terjadinya pelanggaran perizinan.

Rekomendasi perbaikan yang sangat mendesak untuk segera

dilakukan dan dinilai paling dominan pengaruhnya terhadap status

keramahan lingkungan alat tangkap katagori ini ialah perbaikan/modifikasi

alat tangkap ikan sehingga diharapkan akan berdampak pada

berkurangnya tekanan pada sumberdaya.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan alat

tangkap kategori ini, selain harus melaksanakan perbaikan-perbaikan

sesuai dengan rekomendasi-rekomendasi perbaikannya , semua alat

tangkap yang termasuk dalam katagori ini dapat diterima secara sosial,

Page 100: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

87

ekonomi. Secara sosial, semua alat tangkap dalam kategori ini merupakan

alat tangkap yang dapat menyerap tenaga kerja (pada tahun 2006 alat

tangkap jaring insang lingkar menyerap tenaga kerja sebanyak + 1.248

orang, jaring insang hanyut + 1.310 orang, jaring tiga lapis + 386 orang,

pukat cincin + 258, jermal + 45 orang dan pukat pantai + 1.500 orang).

Secara ekonomi, pengoperasian semua alat tangkap dalam kategori ini

masih produktif (lampiran 5) dan menurut perhitungan B/C ratio

pengoperasian semua alat tangkap masih menguntungkan (lampiran 6 ).

Berdasarkan matrik rekomendasi perbaikan terhadap alat tangkap

berdasarkan kriteria ramah lingkungan, maka alternatif rekomendasi

perbaikan terhadap alat tangkap tidak ramah lingkungan ialah; Pertama,

modifikasi alat tangkap. Modifikasi ini dilakukan dengan cara memodifikasi

ukuran mata jaringnya, ukuran mata jaring harus disesuaikan dengan

ukuran ikan yang menjadi target penangkapan dan selanjutnya modifikasi

alat tangkap dengan menggunakan Bycatch Excluder Device (BED) untuk

mengurangi hasil tangkapan sampingan (hasil tangkapan sampingan

lampara dasar sebanyak 19 spesies dan alat tangkap serok/sungkur

sebanyak 11 spesies) dan untuk keamanan terhadap biodiversitas

sehingga ada jaminan berkurangnya tekanan terhadap sumberdaya dan

lingkungan. Kedua, motorisasi alat bantu penangkapan (roller) dalam

operasi alat tangkap sebagai pengganti tenaga manusia (manual)

sehingga dapat mengurangi gangguan kesehatan terhadap nelayan dan

peningkatan keterampilan (skill) mengoperasikan alat, sehingga tidak

Page 101: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

88

terjadi lagi kecelakaan dalam pengoperasian alat tangkap khususnya

pada saat setting. Ketiga, komitmen dalam penerapan zonasi. Hal ini

berguna untuk menghindari konflik antar nelayan, khususnya untuk

nelayan pengguna alat tangkap lampara dasar yang telah sering

melakukan pelanggaran jalur penangkapan yang semestinya beroperasi di

jalur 1b melakukan operasi di jalur 1a sebagaimana tertulis dalam laporan

tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut tahun

2007 dan 2 sampel dari total sampel 5 alat tangkap saat penelitian

dilakukan. Keempat, melengkapi surat izin penangkapan sebagaimana

diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2003 tentang

Retribusi Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di wilayah Kabupaten Tanah

Laut. Hal ini penting disebabkan kedua alat tangkap ini merupakan alat

tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Tanah Laut

(lampara dasar 582 buah dan sungkur 545 buah), sehingga secara

ekonomi akan menguntung daerah dalam bentuk retribusi yang pada

akhirnya akan berdampak tehadap peningkatan devisa daerah.

Selanjutnya ialah cara pengalokasian perizinan harus benar-benar

menerapkan asas yang berkeadilan.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan untuk tetap dikembangkannya

alat tangkap katagori ini ialah selain telah dilaksanakannya rekomendasi-

rekomendasi perbaikannya, kedua alat tangkap ini merupakan alat

tangkap yang dterima secara sosial dan ekonomi. Secara sosial alat

tangkap ini merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh

Page 102: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

89

nelayan Kabupaten Tanah Laut sehingga banyak nelayan yang

menggatungkan hidupnya dengan menggunakan alat tangkap ini dan

sudah dapat dipastikan dapat menyerap tenaga kerja yang banyak (pada

tahun 2006 alat tangkap lampara dasar dapat menyerap tenaga kerja

sebanyak + 1.746 orang dan alat tangkap serok/sungkur sebanyak 1.090

orang). Secara ekonomi berdasarkan perhitungan B/C ratio,

pengoperasian kedua alat ini masih menguntungkan (lampiran 6) dan

tingkat investasi per unit alat tangkap yang dibutuhkan te rgolong rendah

(lampiran 5).

Sebagaimana halnya pada alat tangkap katagori kurang ramah

lingkungan. Untuk alat tangkap katagori tidak ramah lingkungan,

rekomendasi perbaikan yang sangat mendesak untuk segera dilakukan

dan dinilai paling dominan pengaruhnya terhadap status keramahan

lingkungan ialah perbaikan/modifikasi alat tangkap ikan sehingga

diharapkan akan berdampak pada berkurangnya tekanan pada

sumberdaya.

Suatu hal yang penting dalam mengimplementasikan setiap

kebijakan yang terkait dengan perikanan berkelanjutan ialah dengan

melakukan upaya seraca kontinyu tentang peningkatan kesadaran

masyarakat nelayan terhadap lingkungan. Bentuk kegiatan yang dapat

dilakukan untuk membangun kesadaran nelayan ini bisa bervariasi, bisa

dalam bentuk penyebaran informasi melalui media massa (koran, televisi,

Page 103: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

90

radio), pameran, tour, pelatihan, kaos promosi yang menyampaikan pesan

kegiatan dengan tetap fokus pada tujuan penyadaran (Salm, et. al.,2000).

Harus dijelaskan bahwa tujuan penggunaan alat tangkap yang

ramah lingkungan semata-mata untuk keuntungan mereka sendiri dan

juga sekaligus keuntungan bagi generasi penerus mereka dikarenakan

adanya jaminan ketersediaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan.

Sebaliknya, kalau alat tangkap yang mereka gunakan menimbulkan

dampak merusak lingkungan, maka hal ini cepat atau lambat akan

berpengaruh pada hasil tangkapan yakni terjadinya penurunan jumlah

hasil tangkapan.

Page 104: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Alat penangkapan ikan yang termasuk kategori ramah lingkungan ialah

alat tangkap rawai (Bottom Longline), jaring insang tetap (Gill Net). Alat

penangkapan ikan kategori kurang ramah lingkungan ialah jaring

insang lingkar (Encircling Gill Net), jaring insang hanyut (Drift Gill Net),

jaring tiga lapis (Trammel Net), pukat cicin (Purse Seine), Jermal (Trap

Net) dan pukat pantai (Beach Seine). Sedangkan alat tangkap kategori

tidak ramah lingkungan ialah alat tangkap sungkur (Scoop Net) dan

lampara dasar (Bottom Seine Net).

2) Berdasarkan hasil analisis hirarki proses dengan menggunakan

software expert choice 9.1 maka urutan prioritas alat tangkap yang

dapat dikembangkan berdasarkan status keramahan lingkungan yakni

dari urutan prioritas pertama sampai prioritas terakhir ialah alat

tangkap rawai (Bottom Longline), jaring insang tetap (Gill Net), jaring

insang lingkar (Encircling Gill Net), jaring insang hanyut (Drift Gill Net),

jaring tiga lapis (Trammel Net), pukat cicin (Purse Seine), Jermal (Trap

Net), pukat pantai (Beach Seine), sungkur (Scoop Net), lampara dasar

(Bottom Seine Net).

3) Alternatif kebijakan yang dapat diterapkan untuk kategori alat

penangkapan ikan ramah lingkungan ialah pengembangan secara

Page 105: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

92

terkontrol, dan memodifikasi alat penangkapan ikan yang kurang

ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan.

5.2. Saran

Dalam rangka pengembangan perikanan tangkap yang ramah

lingkungan, maka perlu ada upaya secara terus -menerus untuk

memberikan proses penyadaran kepada pihak-pihak terkait (stakeholder)

perikanan tangkap di Kabupaten Tanah Laut. Selanjutnya ialah perlu

adanya kajian lanjutan yang terkait dengan stok sumberdaya dan

ekobiologi sumberdaya perikanan pantai di Kabupaten Tanah Laut.

Page 106: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

93

DAFTAR PUSTAKA

Antara, 20 Sep 2006.Rajungan Cirebon Nyaris Punah Akibat Penggunaan Jaring Arad.(http://www.antara.co.id.)

Arifin, S., Nahas, S.J., Iriadenta, E., 2005. Laporan Survei Database Untuk

Pembangunan dan Pengembangan Perikanan di Kawasan Pesisir Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut.

Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka

Cipta. Jakarta. Azwar, S., 2003. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Banjarmasin Post, 17 April 2007. Ganggu Aktivitas Melaut

Banjarmasin Post, 03 Mei 2007. Tolak Nelayan Kerang Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut No. 9 Tahun 2006 tentang

Penangkapan Ikan dan Perlindungan Sumberdaya Perikanan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut No. 3 Tahun 2003 tentang Retribusi

Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di Wilayah Kabupaten Tanah Laut.

Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.

Biro Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut, 2006. Tanah Laut dalam Angka .

Biro Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut. Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 2004. Pengelolaan Sumber

daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2005. Juknis Penangkapan Ikan

Ramah Lingkungan (http://www.dkp.go.id ) Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2005. Spesies Sumberdaya Ikan

(http://www.dkp.go.id/pipp2/alat_tangkap/spesies.html) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut, 2003. Laporan Final

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Kabupaten Tanah Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut. Pelaihari

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut.

Page 107: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

94

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut, 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, 2007. Laporan

Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan

FAO, 1995, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Rome Hasymi, A,. 1986. Pengantar Ilmu Perikanan. Bagian Penerbitan Jurusan

Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan UNLAM. Banjarbaru.

Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di

Era Otonomi Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Mallawa, A. 2006. Makalah perkuliahan Manajemen Sistem Informasi

Kelautan. Makassar Mangkusubroto, K., dan Trisnadi. 1986. Analisa Keputusan Pendekatan

Sistem Dalam Manajemen Usaha Dan Proyek . Edisi Revisi. Cetakan 4. Ganesha Exact. Bandung.

Monintja, D.R. 1996. Beberapa Pertimbangan Strategik dalam Pengusahaan

Sumberdaya Hayati Laut. Makalah pada Dialog Nasional Tentang Menggali Potensi Sumberdaya Kelautan sebagai Sumber Penghasil Utama Negara. Kosgoro. Jakarta

Monintja dan Yusfiandani, 2001. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih

Penegelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Martosubroto, 2002. Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP).

Makalah disampaikan pada Training of fisheries Management 28 oktober- 2 Nopember 2002. Jakarta

Najamuddin, 2004. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang

Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar (Desertasi). Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Nomura, M., and Yamazaki. 1975. Fishing Techniques . Japan International

Corperation Agency. Tokyo. Noor, A., 2003. Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur Di Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Dki Jakarta, Tesis. IPB Bogor.

Page 108: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

95

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, 2006. Rencana Strategis Kabupaten Tanah Laut. (http://www.tanah-laut.go.id)

Purbayanto, A., Sondita F, A. 2006. Jenis, Sebaran, dan Keanekaragaman

Sumberdaya Ikan Hasil Tangkapan di Tepian Laut Arafura; Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. CV Sinar Jaya, Sindangbarang Bogor.

Rasdani, M.,Sudarja Y., Prihartini, A., 2001. Pedoman Regional untuk

Perikanan Yang Bertanggungjawab di Asia Tenggara (Regional Guidelines for Responsible Fisheries in South East Asia: Responsible Fishing Operation). Penerjemah. BPPI Semarang.

Rasdani, M., 2005. Usaha Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab.

Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Ikan tanggal 14 – 24 Juni 2005. BPPI Semarang.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Buku I dan Buku II.

Bina Cipta. Bandung Saaty, 1993. Decision Making For Leader. The Analytical Hierarchy Process

for Decision Complex World. Edisi Bahasa Indonesia. (terjemahan oleh Ir. Liana S). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Salm, R.V., Clark, J., and Siirila, E. 2000. Marine and Coastal Protected

Areas: A guide for planners and managers. Third Edition International Union for Conservation of Nature and Natural Resources Gland, Switzerland

Sarmintohadi, 2002. Seleksi Teknologi Penangkapan Ikan Karang

Berwawasan Lingkungan di Perairan Pesisir Pulau Dulah Laut Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara . IPB Bogor.

Subani, W dan Barus, H.R., 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di

Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Bapan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta

Sudirman, 2004. Status Kondisi Pengembangan Penangkapan Ikan Yang

Ramah Lingkungan di Provinsi Gorontalo, Gorontalo Sudirman, 2006. Etika Perikanan Bertanggungjawab. Edisi 12 Desember

2006. http//www.fajar.co.id/news.php Soekanto, S 1995. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rawawali Pers. Jakarta Taryoto, A., 2006. Pengusaha Penangkapan Ikan Harus Gunakan Alat

Tangkap Ramah Lingkungan (http://www.depkominfo.go.id) direkam pada 14 Sep 2006

Page 109: ANALISIS PRIORITAS PENGEMBANGAN ALAT TANGKAP BERDASARKAN

96

Tiro, M. A. 2003. Dasar-dasar Statistika. Edisi Revisi. State University of Makassar Press. Makassar

Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Citra Umbara. Bandung Universitas Hasanuddin. 2005. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi, edisi

4. Makassar Vitner, Y., 2006. Ekolabel Produk Perikanan (http://www.kompas.com)

direkam pada 16 Sep 2006 Wiyono, E.S., 2005. Pengembangan Teknologi Penangkapan Dalam

Pengelolaan Sumberdaya Ikan (http://www.beritaiptek.com) yang direkam pada 22 Sep 2006

.