analisis potensi interaksi obat diabetes melitus pada
TRANSCRIPT
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT DIABETES MELITUS PADA RESEP OBAT PASIEN RAWAT JALAN
DI RSAL DR. MINTOHARDJO
SKRIPSI
KHALIDA HANDAYANI
NIM.1110102000008
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT DIABETES MELITUS PADA RESEP OBAT PASIEN RAWAT JALAN
DI RSAL DR. MINTOHARDJO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
KHALIDA HANDAYANI
NIM.1110102000008
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL 2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Khalida Handayani
NIM : 1110102000008
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Potensi Interaksi Obat Diabetes Melitus Pada Resep Obat Pasien Rawat Jalan Di RSAL Dr.Mintohardjo
Interaksi obat merupakan salah satu dari Masalah Terkait Obat yang dapat mempengaruhi terapi pasien. Kemungkinan interaksi obat meningkat 2,5 kali lipat untuk setiap obat yang ditambahkan ke resep pasien, dan pada pasien dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap menghadapi efek samping dari interaksi obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien, karakteristik resep dan potensi interaksi dari peresepan obat Antidiabetik oral di RSAL Dr. Mintohardjo pada periode Januari-Maret 2014. Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif dan data diambil secara retrospektif. Dari 310 lembar resep yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh 65,80% berpotensi mengalami interaksi obat dan 85,80% potensi interaksi terdapat pada resep dengan jumlah obat ≥5. Obat yang paling banyak berpotensi menyebabkan interaksi obat adalah Metformin dan potensi interaksi yang paling sering terjadi dalam penelitian ini adalah antara Metformin dengan Akarbosa. Mekanisme interaksi yang paling banyak adalah interaksi farmakodinamik dengan 242 kasus (40,27%). Dengan menggunakan uji statistik Kai Kuadrat diketahui adanya hubungan bermakna antara jumlah obat dalam resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan jumlah interaksi obat yang teridentifikasi (p<0.05). Hasil odds ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah obat ≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% CI, 5.933-17.806).
Kata Kunci: interaksi obat, antidiabetik oral, resep
vii
ABSTRACT
Name : Khalida Handayani
NIM : 1110102000008
Study Program : Farmasi
Title : Analysis of Potential Drug Interactions of Diabetes Mellitus Outpatients' Prescription In Mintohardjo
Central Navy Hospital
Drug Interaction is one of the Drug Related Problems (DRPs) that may affect patient treatment outcomes. The probability of drug interaction increased 2,5 fold for each medication added to the patient’s prescription, and those patients with Diabetes Mellitus were more prone to facing adverse effects from drug interactions. The purposes of this research were to reveal the patients and prescribing pattern and potential drug interaction problem on prescribe Oral Antidiabetic in Mintohardjo Navy Central Hospital period in January-March 2014. This research used descriptive design and data retrieved in retrospectively. From 310 outpatient prescriptions that met the inclusion criteria, found 65,80% potential drug interaction and 85,80% potential drug interaction found in prescriptions that has ≥5 drugs. Drug most potentially cause drug interactions is Metformin and potential interactions that occur most frequently in this study were between Metformin with Acarbose. The mechanism of interaction is at most pharmacodynamics interaction with 242 cases (40,27%). By using statistical analysis Chi Square known of the significant correlation between the number of medication in one prescription that containing oral antidiabetic with the number of drug interaction that identified (p<0.05). The odds ratio result showed patients that receiving ≥5 drugs of medication has 10.278 fold higher risk of experiencing a potential drug interactions (95% CI, 5.933-17.806).
Keywords: drug interaction, oral antidiabetic agents, prescription
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang,
yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rosul tercinta, Nabi
Muhammad saw yang merupakan suri tauladan bagi umatnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis selalu mendapatkan motivasi, bantuan dan
dukungan selama melaksanakan penyusunan skripsi ini. penulis sangat berterima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi
ini, diantaranya:
1. Kedua orang tua penulis, Ayah Dr. Abd Aziz Hsb M.Pd dan Mama Siti
Bayinah M.Ag terima kasih untuk semua hal yang sudah diberikan, yang juga
senantiasa mendoakan setiap langkah yang penulis kerjakan demi kesuksesan
penulis. Serta Kak Dewi, Kak Ami dan Farhan yang telah memberikan
semangat kepada penulis selama masa-masa penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Yardi, M.Si, Apt, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih
penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, inspirasi dan kebaikan dalam
bimbingannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. R.E Aritonang, M.Si, Apt selaku Dosen Pembimbing II, terima
kasih penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, bimbingan, inspirasi,
pelajaran serta kebaikannya dalam bimbingannya kepada penulis selama
penyusunan skripsi.
ix
4. Kepala Bagian Apotek dan Kepala Bagian Bangdiklatkes RSAL Dr.
Mintohardjo yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di tempat
tersebut.
5. Bapak Dr. H Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Bapak Ibu Pegawai Apotek RSAL Dr. Mintohardjo. Terima kasih atas
bantuannya, saran serta informasinya.
8. Sahabat terbaik selama menjalani perkuliahan di Program Studi Farmasi,
Silky, Farah dan Deisy. Terima kasih banyak, semoga kita semua menjadi
orang yang sukses, amin.
9. Teman seperjuangan saat bimbingan, Shelly dan Isa. Terima kasih banyak
atas semua bantuannya.
10. Teman-teman Farmasi B dan Andalusia, semoga kita dapat menjadi pionir
dalam mengembangkan profesi Farmasi berbasis Islami dan bermanfaat bagi
orang banyak, amin
11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif
membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan dalam skripsi ini.
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya dari
Penulis selaku manusia, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat Penulis
harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.
Tangerang Selatan, April 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ............................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 PertanyaanPenelitian .................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.5 Hipotesis......................................................................................................... 3
1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Interaksi Obat ............................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Interaksi Obat .................................................................... 5
2.1.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ..................................................... 6
2.1.3 Jenis Obat yang berinteraksi ............................................................... 7
2.1.4 Tipe Mekanisme Interaksi Obat .......................................................... 8
2.1.4.1 Interaksi Farmakokinetika .......................................................... 8
2.1.4.2 Interaksi Farmakodinamika ...................................................... 11
2.2 Peran Apoteker dalam Penanganan Interaksi Obat .................................. 11
2.3 Pengertian Diabetes Melitus ....................................................................... 13
xii
2.3.1 Tipe Diabetes Melitus ......................................................................... 13
2.3.2 Pemantauan Diabetes Melitus ............................................................ 14
2.3.3 Tatalaksana Terapi ............................................................................. 16
2.4 Pengertian Polifarmasi ................................................................................ 20
2.5 Pengertian Resep ......................................................................................... 20
2.6 Profil Rumkital Dr. Mintohardjo` .............................................................. 21
2.6.1 Sejarah Singkat ................................................................................... 21
2.6.2 Apotek BPJS Rawat Jalan.................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 23
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 23
3.2 Definisi Operasional .................................................................................... 24
3.3 Jenis Penelitian ............................................................................................ 25
3.4 Populasi dan Sampel ................................................................................... 25
3.4.1 Populasi ............................................................................................... 25
3.4.2 Teknik Sampling ................................................................................. 25
3.4.2.1 Kriteria Inklusi .......................................................................... 25
3.4.2.2 Kriteria Eksklusi ........................................................................ 25
3.4.3 Jumlah Sampel ................................................................................... 26
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 26
3.6 Rencana Pengumpulan Data ....................................................................... 26
3.7 Rencana Analisis Data................................................................................. 26
3.8 Sumber data ................................................................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 27
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 27
4.1.1 Analisa Univariat ................................................................................ 27
4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Pasien ............................................... 27
4.1.1.2 Gambaran Karakteristik Resep ................................................ 28
4.1.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat ............................................ 31
4.1.2 Analisa Bivariat .................................................................................. 34
xiii
Hubungan Antara Jumlah Jenis Obat Dalam Resep Dengan
Banyaknya Potensi Interaksi Obat Yang Ada ................................ 35
4.2 Pembahasan Penelitian ............................................................................... 35
4.2.1 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 35
4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 36
4.2.2.1 Karakteristik Pasien dan Karakteristik Resep dalam Potensi
Interaksi Obat Resep Antidiabetik Oral ................................... 36
4.2.2.2 Potensi Interaksi Obat dalam Resep Obat Antidiabetik Oral .. 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 47
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Gambaran Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur dalam
Lembar Resep .................................................................................................. 27
4.2 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Obat ..................................... 28
4.3 Gambaran Distribusi Obat Berdasarkan Penggunaan Obat Antidiabetik Oral .... 29
4.4 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Penggunaan Golongan Obat
Antidiabetik Oral pada Resep ........................................................................... 30
4.5 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Ada dan Tidaknya Potensi Interaksi
Obat ................................................................................................................. 31
4.6 Gambaran Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Umur Pasien ............................ 32
4.7 Gambaran Jumlah Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Pemakaian Antidiabetik
Oral pada Resep ............................................................................................... 32
4.8 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tipe Mekanisme Interaksi
dan Tingkat Keparahan Interaksi Obat .............................................................. 33
4.9 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral dan Hasil Klinis
Berdasarkan Penelusuran Literatur Jurnal Terbaru ............................................ 34
4.10 Gambaran Distribusi Jumlah Obat yang Diresepkan dalam Lembar Resep
dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat ........................................................... 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Tiap Resep ..................... 53
Lampiran 2. Data Output SPSS Analisis Bivariat ...................................................... 68
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-
related problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien, dengan
meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan
kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi, maka kemungkinan terjadinya
interaksi obat semakin besar (Setiawan (Abstrak), 2011).
Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain
(antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan
9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-kadang
evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoretik selain
interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi (Peng, C.C et al,
2003 dalam Gitawati, 2008).
Sebuah studi di Amerika Serikat mencatat bahwa hampir semua pasien diabetes
melitus di instalasi rawat jalan (92,5%) berada pada risiko mengalami interaksi obat
tingkat sedang, dan 70,5% berisiko mengalami interaksi obat tingkat ringan (Dinesh
et al, 2007). Adapun di Swedia, dari 5.125 pasien rawat jalan yang kebanyakan pasien
geriatrik, rata-rata setiap pasien memiliki 1,6 jumlah interaksi obat dimana obat
antidiabetes penyebab terbanyak yang menyebabkan interaksi (Bregendal, Friberg, &
Schaffrath, 1995). Menurut penelitian Utami (2013) di Pontianak, dari 1.435 resep
pasien diabetes melitus rawat jalan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi pada
62,16% resep obat yang menerima obat antidibetik oral, dan dalam penelitian tersebut
disebutkan bahwa kejadian potensi interaksi obat 6 kali lebih besar pada resep yang
mengandung jumlah obat ≥5 dibandingkan dengan resep yang mengandung jumlah
obat <5; adapun penelitian yang dilakukan Dinesh et al (2007) pada sebuah rumah
sakit di Pokhara, Nepal, pasien diabetes yang berumur 51-60 tahun memiliki risiko
lebih tinggi mengalami interaksi obat tingkat moderate, dimana yang paling banyak
dalam potensial menyebabkan interaksi obat adalah penggunaan obat antara
metformin dengan enalapril.
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Marquito et al (2014) yang dikutip oleh Bastos (2014), kemungkinan
interaksi obat meningkat 2,5 kali lipat untuk setiap obat yang ditambahkan ke resep
pasien, dan pada individu dengan diabetes melitus termasuk lebih rentan menghadapi
efek samping dari interaksi obat. Pada penggunaan obat antidiabetik oral (ADO) pada
pasien diabetes melitus, dapat terjadi interaksi dengan obat-obat tertentu yang
digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala hipoglikemia yang
merupakan efek samping paling berbahaya. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat,
tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia,
hemiplegia dan koma (Sari, 2008).
World Health Organization (2013) menyebutkan bahwa 347 juta orang di dunia
menderita diabetes melitus dan 80% terjadi pada negara berkembang menengah
maupun menengah kebawah, dimana Indonesia berada di peringkat keempat kejadian
diabetes terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat, dan China, dengan jumlah
orang dengan diabetes sebesar 8,4 juta pada tahun 2000 dan diprediksi akan
bertambah hingga 21,3 juta orang pada tahun 2030.
Menurut riset Riskesdas 2013, prevalensi diabetes melitus mengalami
peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2.1% (2013) berdasarkan diagnosis atau
gejala. Pada data profil kesehatan Kemenkes (2012) berdasarkan diagnosis atau
gejala, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi
yaitu sebesar 2,6%, diikuti oleh Aceh sebesar 1,7% (Kemenkes, 2013).
Dari hasil pengamatan sampling awal pada Apotek RSAL Dr. Mintohardjo,
lembar resep obat antidiabetik oral perhari mencapai 20-50 resep dan sekitar >200
lembar perbulannya. Tiap resep dengan jumlah obat 2->5 berpotensi mengalami
interaksi obat. Berdasarkan yang telah dijabarkan diatas, peneliti ingin menganalisis
gambaran potensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan pasien diabetes melitus
di RSAL Dr Mintohardjo dan mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna
antara jumlah jenis obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi yang terjadi.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang menunjukan bahwa efek terapi yang diinginkan
pada pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh jumlah obat dan terjadinya potensi
interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep/obat pada
lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo?
2. Bagaimana gambaran potensi interaksi obat pada pasien diabetes melitus
rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo?
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui potensi interaksi obat pada penggunaan obat antidiabetik
oral pada pasien diabetes melitus rawat jalan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien dan karakteristik resep/obat pada
lembar pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo
2. Untuk mengetahui gambaran potensi interaksi obat pada pasien diabetes
melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo
1.5 Hipotesis
Adanya potensi yang bermakna pada peresepan obat antidiabetik oral yakni antara
jumlah obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi obat.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Secara Aplikatif (Bagi RSAL Dr Mintohardjo)
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai program informasi atau
intervensi dalam mengatasi cikal bakal masalah kesehatan dengan adanya
potensi interaksi obat dalam peresepan obat antidiabetik oral.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.6.2 Manfaat Secara Teoritis (Bagi Program Farmasi UIN Jakarta)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai tambahan
referensi guna memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pustaka dalam pengembangan ilmu kefarmasian terutama
farmasi klinis mengenai diabetes melitus dan interaksi obat.
1.6.3 Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung
serta menambah wawasan dalam dunia farmasi klinis mengenai potensi
interaksi obat yang terjadi dalam penggunaan antidiabetik oral, sehingga
peneliti dapat menerapkan ilmu kefarmasian khususnya dalam farmasi klinis.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi interaksi obat dalam
penggunaan obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan diabetes melitus RSAL
Dr Mintohardjo Jakarta tahun 2014. Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien
diabetes melitus rawat jalan RSAL Dr Mintohardjo Jakarta. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain retrospektif, data yang
diambil adalah data resep pasien diabetes melitus rawat jalan di Apotek RSAL Dr.
Mintohardjo periode Januari-Maret 2014.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Interaksi Obat Interaksi obat merupakan perubahan aktivitas farmakologi suatu obat karena
pemakaian bersamaan dengan obat lain agen kimia lain. Interaksi obat dapat
mengurangi efek obat, meningkatkan efek obat, atau meningkatkan toksisitas.
Dalam beberapa hal, interaksi obat dapat menguntungkan tetapi interaksi obat
dapat menjadi merugikan bahkan berbahaya bagi kesehatan.
1.1.1 Pengertian Interaksi obat
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai interaksi antara obat dengan zat lain
yang mencegah obat melakukan efek seperti yang diharapkan. Definisi ini berlaku
untuk interaksi obat dengan obat lain (interaksi obat-obat), serta obat dengan
makanan (interaksi obat-makanan) dan zat yang lainnya (Arulselvi et al, 2013).
Interaksi obat adalah keadaan dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat,
dimana dapat menghasilkan efek meningkat atau menurun atau menghasilkan
efek baru yang tidak dihasilkan oleh obat tersebut. Interaksi ini dapat terjadi dari
penyalahgunaan yang disengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang
bahan-bahan aktif yang terdapat dalam zat terkait. (Bushra et al, 2011). Adapun
menurut Penzak (2010) yang dikutip dari Tatro (1992) interaksi obat merupakan
respon farmakologis atau klinis yang berbeda antara efek dari obat yang
dikombinasikan dengan efek yang telah diketahui apabila obat-obat tersebut
diberikan sendiri-sendiri.
Menurut Raich et al (1997) secara sederhananya pengertian interaksi obat adalah
perubahan dalam efek satu obat bila diberikan dengan obat lain, makanan, atau
substansi lainnya. Misalnya, dua atau lebih obat yang diminum bersama-sama
dapat mengubah cara obat tersebut bekerja dalam tubuh. Hal ini ini mungkin
dapat membuat satu atau lebih obat menjadi kurang aman dikonsumsi atau dapat
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan tidak bekerja sebagaimana mestinya. Sedangkan menurut Stockley
(2008) interaksi obat terjadi ketika efek dari satu obat yang dikonsumsi diubah
oleh adanya obat lain, jamu, makanan, minuman, atau oleh beberapa agen kimia
lainnya.
Menurut Hansten & Horn dalam bukunya yang berjudul The Top 100 Drug
Interactions 2014 (2014) dalam arti luas interaksi obat terjadi ketika satu obat
mempengaruhi farmakokinetik, farmakodinamik, khasiat, atau toksisitas dari obat
lain. Kedua obat tidak perlu secara fisik berinteraksi satu sama lain untuk
menghasilkan efek. Ketika kombinasi obat menghasilkan efek yang tidak
diinginkan, interaksi obat menjadi interaksi obat yang merugikan. Interaksi obat
jauh lebih umum daripada interaksi obat yang merugikan (adverse drug
interactions).
Interaksi obat dapat mungkin tidak terjadi pada setiap individu. Karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan bahwa interaksi dapat terjadi
atau tidak. Faktor-faktor ini termasuk perbedaan antara individu seperti gen,
fisiologi, gaya hidup (diet, olahraga), penyakit yang diderita, dosis obat, durasi
terapi kombinasi, dan waktu relatif administrasi dua zat (terkadang interaksi dapat
dihindari jika dua obat dikonsumsi pada waktu yang berbeda) (Kashif et al, 2012).
1.1.2 Tingkat keparahan (Severity Level) interaksi obat
Potensi interaksi obat yang diklasifikasikan menurut klasifikasi yang diusulkan
oleh Hansten dan Horn (2002) secara internasional diterima dan digunakan secara
luas di seluruh dunia. Interaksi obat secara teratur diperbarui dan sistem
klasifikasi ini memberikan ringkasan yang rinci dari hasil klinis, mekanisme aksi
yang terjadi dan informasi tambahan. Interaksi obat dikategorikan sebagai
major/besar, moderate/sedang atau minor/kecil tergantung pada keparahan hasil
dan kualitas dokumentasi.
Menurut Tatro (2001) derajat keparahan akibat interaksi diklasifikasikan menjadi
minor (dapat diatasi dengan baik), moderat (efek sedang, dapat menyebabkan
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kerusakan organ), dan major (efek fatal, dapat menyebabkan kematian) (Yasin,
Widyastuti, & Dewi, 2005). Sedangkan menurut Ayuningtyas (2010) yang dikutip
dari Tatro (2001), tingkat keparahan major atau efek berat ialah efek potensial
yang menyebabkan kerusakan menetap atau mengancam jiwa, tingkat keparahan
moderat atau efek sedang dapat menyebabkan perubahan status klinik dan
penambahan pengobatan, sedangkan tingkat keparahan minor atau efek ringan
dari interaksi obat biasanya tidak membutuhkan pengobatan tambahan.
1.1.3 Jenis obat yang berinteraksi
Menurut penelitian Dinesh et al (2007), pada 182 pasien rawat jalan yang
menerima obat antidiabetik oral, obat antidiabetik metformin menduduki
peringkat pertama sebagai obat yang paling banyak menyebabkan interaksi obat.
Adapun menurut peneltian Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari
di Depok (2008) pada resep pasien diabetes rawat jalan rawat jalan, resep obat
antidiabetik oral yang diketahui berinteraksi sebanyak 41,69% dari jumlah sampel
dimana interaksi obat yang sering terjadi adalah interaksi obat antara golongan
sulfonilurea yaitu glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dan golongan biguanid
yaitu metformin.
Menurut penelitian Utami di tahun 2013 dari 1.435 resep pasien diabetes melitus
rawat jalan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi pada 62,16% resep obat yang
menerima obat antidibetik oral. Dalam penelitian tersebut jenis-jenis obat yang
sering berinteraksi adalah metformin dan gliklazid.
Menurut penelitian Sulistiana dkk (2013) interaksi obat yang paling banyak
terjadi antara obat antidiabetik oral yang dikombinasi adalah metformin dengan
acarbose yaitu sebesar 51,85% dari total 155 pasien yang masuk inklusi,
sedangkan interaksi yang paling banyak terjadi antara obat antidiabetik oral
dengan obat lain adalah glimepirid dengan sivastatin yakni sebesar 31,03%.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.1.4 Tipe Interaksi Obat
Interaksi obat sering diklasifikasikan sebagai interaksi farmakodinamik atau
interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik termasuk yang
mengakibatkan aditif atau efek farmakologis antagonis. Interaksi farmakokinetik
melibatkan induksi atau inhibisi enzim metabolisme di hati atau di tempat lain,
situs perpindahan obat dari ikatan protein plasma, perubahan dalam penyerapan
gastrointestinal, atau kompetisi untuk sekresi ginjal yang aktif (Bailie et al,
2004).
1.1.4.1 Interaksi Farmakokinetik
Menurut Stockley (2008) interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat
mempengaruhi proses dengan yang obat diserap, didistribusikan, dimetabolisme
dan diekskresikan (disebut juga Interaksi ADME); Interaksi dalam proses
farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME)
dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat.
Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat
diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu
kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia,
yangmenghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi
farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi
oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non sedatif lainnya
(Gitawati, 2008).
Bailie et al (2004) menjabarkan interaksi-interaksi yang terjadi pada tahap
farmakokinetika obat, yaitu:
1) Interaksi akibat perubahan dalam penyerapan di gastrointestinal
Tingkat penyerapan obat setelah pemberian oral dapat mungkin untuk
diubah oleh agen obat lainnya. Penyerapan obat merupakan fungsi dari
kemampuan obat untuk berdifusi dari lumen saluran pencernaan ke dalam
sirkulasi sistemik. Perubahan pH usus dapat sangat mempengaruhi difusi
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat serta pelarutan bentuk sediaan. Sebagai contohnya penyerapan
ketoconazole menjadi kurang karena adanya pemberian antasida atau
antagonis H2 yang mengurangi pelarutan tablet ketokonazole.
2) Interaksi akibat perubahan dalam metabolisme enzim
Hati adalah tempat/situs utama dalam metabolisme obat. Situs lain yaitu
ginjal dan lapisan saluran pencernaan. Dua tipe utama metabolisme obat di
hati yaitu reaksi Tahap I dan Tahap II. Tahap I reaksi oksidatif adalah
langkah awal dalam biotransformasi obat, dan dimediasi oleh sitokrom P-
450 (CYP). Enzim ini dapat dirangsang atau dihambat oleh agen lain,
sehingga menyebabkan peningkatan atau penurunan dalam metabolisme
obat primer. Pada reaksi Tahap II terjadi setelah reaksi Tahap I, dalam
proses ini metabolit obat diubah menjadi senyawa yang semakin larut
dalam air sehingga menjadi dapat lebih mudah dieliminasi ginjal.
Induksi enzim dapat mengakibatkan peningkatan sintesis enzim CYP, obat
lebih cepat di metabolisme, konsentrasi obat subterapeutik dan risiko
terapi obat tidak efektif. Kecepatan dari induksi enzim tergantung pada
paruh obat yang menginduksi serta laju sintesis enzim. contoh obat yang
menyebabkan induksi enzim adalah barbiturat, beberapa antikonvulsan
dan rifampisin.
Sedangkan Penghambatan enzim bisa terjadi akibat inhibisi nonkompetitif
atau kompetitif dari enzim CYP oleh obat kedua, dan efek yang terjadi
mungkin terjadi dengan cepat. contoh dari inhibitor enzim di hati
termasuk cimetidine, flukonazol dan eritromisin. Hasil kompetitif enzim
inhibisi dengan penambahan agen kedua adalah metabolisme lebih lambat
dari obat pertama, konsentrasi obat plasma yang lebih tinggi, dan risiko
toksisitas. Dalam kasus penghambatan kompetitif, metabolisme kedua
obat dapat dikurangi, sehingga konsentrasi yang diharapkan menjadi lebih
tinggi dari masing-masing obat.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3) Interaksi Akibat Perubahan dalam Pengikatan Protein (Protein
Binding)
Obat yang terdapat dalam plasma baik itu terikat secara reversibel pada
protein plasma dapat pula dalam keadaan bebas/tidak terikat. Protein
plasma utama yang membentuk ikatan obat-protein plasma adalah
albumin dan α1-asam glikoprotein yang merupakan obat bebas yang dapat
memberikan efek farmakologis. Obat dapat bersaing satu sama lain pada
situs pengikatan protein plasma, dan ketika hal ini terjadi, satu obat dapat
menggantikan lain yang sebelumnya terikat pada protein.
Pemindahan obat dari binding-sites ini akan meningkatkan konsentrasi
agen yang tidak terikat dan kemungkinan dapat mengakibatkan toksisitas.
biasanya beberapa obat ada yang terdapat pada situs protein binding yang
tinggi sampai melebihi 90%. Jadi bahkan penurunan kecil protein-binding
secara signifikan dapat menigkatkan konsentrasi bebas obat. Obat yang
biasanya sangat terikat dengan protein (protein-binding), dan yang
mungkin berpatisipasi dalam interaksi ikatan adalah obat antikonvulsan
dan warfarin.
4) Interaksi Akibat Perubahan Ekskresi Ginjal
Sebagian besar obat yang dieliminasi oleh ginjal diekskresikan melalui
filtrasi pasif glomerulus. Beberapa obat dieliminasi melalui sekresi tubular
aktif yaitu seperti penisilin, sefalosporin, dan sebagian besar diuretik.
Sekresi aktif dapat dihambat oleh agen sekunder seperti simetidin, obat-
obat antiinflamasi nonsteroid dan probenesid, dengan mengakibatkan
peningkatan konsentrasi obat dalam serum dan penurunan konsentrasi
obat dalam kemih. Dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan interaksi
yang diinginkan, sementara yang lain dapat menyebabkan hasil terapi
yang merugikan.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.1.4.2 Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma
ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya
dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik
dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui
mekanisme kerja obat (Gitawati, 2008).
1.2 Peran Apoteker dalam Penanganan Interaksi Obat
Apoteker, bersama dengan dokter memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa
pasien mengetahui akan risiko efek samping dan tindakan yang tepat saat hal
tersebut terjadi. Dengan pengetahuan yang rinci tentang obat-obatan, apoteker
memiliki kemampuan untuk mengetahui tentang gejala tak terduga yang dialami
oleh pasien untuk efek samping yang mungkin terjadi dalam terapi obat mereka.
Praktek farmasi klinik juga memastikan bahwa kejadian ADR (Adverse Drug
Reaction) diminimalkan dengan menghindari obat dengan efek samping yang
potensial pada pasien yang rentan. Jadi, apoteker memiliki peran utama dalam
kaitannya dengan pencegahan, deteksi dan pelaporan ADR (Camargo, 2006
dalam Palanisamy, 2009).
Dalam jurnal Ansari (2010), disebutkan beberapa pilihan dalam manajemen
interaksi obat pada pasien adalah:
1. Menghindari kombinasi seluruhnya
Untuk beberapa interaksi obat, risiko selalu melebihi efek terapinya, dan
kombinasi harus dihindari.
2. Menyesuaikan dosis obat
Terkadang dalam memberikan dua obat yang berinteraksi kemungkinan
aman digunakan selama dosis obat disesuaikan.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Berikan jarak penggunaan untuk menghindari interaksi
Untuk beberapa interaksi yang melibatkan ikatan dalam saluran
pencernaan, untuk menghindari interaksi, dapat diberikan jarak
penggunaan antara obat-obat minimal 2 jam sebelumnya atau 4 jam
setelahnya.
4. Pemantauan untuk deteksi dini
Terkadang dalam beberapa kasus ketika kombinasi antara obat yang
berinteraksi diperlukan dalam penggunaan, pasien harus terus dipantau
untuk melihat efek dari interaksi yang mungkin terjadi. Dengan
pemantauan ini, perubahan dosis yang tepat dapat dibuat atau penggunaan
obat dihentikan bila perlu
5. Memberikan informasi kepada pasien kemungkinan efek yang merugikan
dari interaksi antar obat yang digunakan
Terkadang pasien menggunakan kombinasi obat yang berinteraksi tanpa
diberikan informasi tentang konsekuensi dari penggunaan obat yang
diberikan.
6. Meningkatkan kegunaan sistem penyaringan/screening komputerisasi
Sistem screening interaksi obat komputerisasi belum sesukses sebagai
salah satu harapan pengidentifikasi interaksi obat yang ideal. Sehingga
harus lebih ditingkatkan fungsinya.
Menurut Mulyani (2006) farmasis mempunyai peran penting dalam
mengidentifikasi masalah yang timbul, kemudian menyelesaikannya secara
tepat dan cepat, serta mengupayakan pencegahan; sebagai penyedia informasi
yang berkaitan dengan terapi obat dan permasalahan yang terkait dengan terapi.
Farmasis juga berperan penting sebagai penyedia jasa penyuluhan dan
pendidikan, untuk memotivasi pasien dan keiuarga pasien agar tercapai luaran
klinis yang positif dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula darah secara terus menerus (kronis)
akibat kekurangan insulin baik kualitatif maupun kuantitatif (Tapan, 2005).
Sedangkan menurut Depkes RI (2007) diabetes melitus adalah penyakit dengan
kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukkan gejala cepat lapar,
cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam hari (Mahendra, 2009).
Menurut WHO (1999) diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes,
2005).
2.3.1 Tipe Diabetes
Menurut International Diabetes Federation (2014) Tipe diabetes yang utama
adalah:
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu disebut diabetes juvenile-onset. Hal ini biasanya
disebabkan oleh reaksi auto-imun dimana sistem pertahanan tubuh
menyerang sel-sel yang memproduksi insulin. Alasan bagaimana hal ini
terjadi tidak dipahami sepenuhnya. Orang dengan diabetes tipe 1
menghasilkan insulin sangat sedikit atau tidak sama sekali. Penyakit ini
dapat mempengaruhi orang dari segala usia, tetapi biasanya berkembang
pada anak-anak atau dewasa muda. Orang dengan diabetes tipe 1
membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengendalikan kadar
glukosa dalam darah mereka. Jika orang-orang dengan diabetes tipe 1
tidak mendapatkan insulin, akan menyebabkan kematian.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 dulu disebut diabetes non insulin-dependent atau adult-
onset, dan menyebabkan setidaknya 90% dari semua kasus diabetes. Hal
ini ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah
satu atau keduanya dapat ditemukan pada saat didiagnosis diabetes.
Diagnosis diabetes tipe 2 dapat terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 2
mungkin tetap tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan diagnosis
baru dikatakan ketika telah ada komplikasiatau tes glukosa darah atau
tes urin rutin dilakukan. Hal ini sering, namun tidak selalu, berhubungan
dengan kelebihan berat badan atau obesitas, yang dengan sendirinya
dapat menyebabkan resistensi insulin dan menyebabkan kadar glukosa
darah tinggi. Orang dengan diabetes tipe 2 pada awalnya sering dapat
mengelola kondisi mereka melalui olahraga dan diet. Namun, seiring
waktu kebanyakan orang akan memerlukan obat oral dan atau insulin.
3. Gestational diabetes (GDM)
Gestational diabetes adalah suatu bentuk diabetes yang terdiri dari kadar
glukosa darah tinggi selama kehamilan. Hal ini dapat terjadi pada 1 dari
25 kehamilan di seluruh dunia dan berhubungan dengan komplikasi bagi
ibu dan bayi. GDM biasanya hilang setelah kehamilan, tetapi wanita
dengan GDM dan anak-anak mereka berada pada peningkatan risiko
terkena diabetes tipe 2 di kemudian hari. Sekitar setengah dari wanita
dengan riwayat GDM terus terkena diabetes tipe 2 dalam waktu lima
sampai sepuluh tahun setelah melahirkan.
2.3.2. Pemantauan Diabetes Melitus
Pentingnya peran apoteker dalam keberhasilan pengelolaan diabetes ini
menjadi lebih bermakna karena penderita diabetes umumnya merupakan
pelanggan tetap apotek, sehingga frekuensi pertemuan penderita diabetes
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan apoteker di apotek mungkin lebih tinggi daripada pertemuannya
dengan dokter (Depkes, 2005).
Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker pada saat
pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita menebus obat, atau
dengan melakukan hubungan telepon. Pemantauan kondisi penderita sangat
diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi.Apoteker harus
mendorong penderita untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan
yang dirasakannya sesegera mungkin. Apoteker harus bekerja sama dengan
tim kesehatan lainnya dalam penyesuaian dosis obat hipoglikemik oral
(OHO). Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes
disebabkan karena komplikasi, antara lain komplikasi makrovaskular. Hasil
penelitian menunjukkan, penurunan kadar gula saja dapat tidak dapat
menurunkan komplikasi makrovaskular. Oleh karena itu ada area lain dari
diabetes yang harus diperhatikan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas
secara keseluruhan, antara lain:
1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg)
2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl)
3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko
jantung
4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun)
5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal
Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan pasien
mengerti mengapa monitoring memegang peranan penting dalam terapi
pencegahan. (Depkes, 2005)
Menurut Palaian et al (2004) karena ekspansi yang cepat dari agen terapi
tersedia untuk mengobati diabetes, peran apoteker dalam merawat pasien
diabetes melitus juga telah berkembang. Apoteker dapat mendidik pasien
tentang penggunaan yang tepat dari obat, skrining untuk interaksi obat,
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjelaskan perangkat monitoring, dan membuat rekomendasi untuk
produk bagi pasien diabetes melitus.
Apoteker, meskipun bukan sebagai profesional kesehatan untuk
mendiagnosa diabetes, mempunyai peran penting dalam membantu pasien
mengontrol penyakit mereka. Apoteker dapat memantau kadar glukosa
darah pasien dan menjaga tetap stabil. Selama berinteraksi dengan apoteker,
pasien dapat menanyakan apoteker pertanyaan-pertanyaan yang tidak
mereka tanyakan kepada dokter dan bisa mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai penyakit diabetes. Apoteker juga dapat memberi informasi kepada
pasien tentang pemberian insulin secara teratur sehingga timbulnya
komplikasi dapat dicegah dengan memiliki kontrol glikemik yang ketat.
Peran penting lain dari apoteker adalah selalu tersedia untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari para pasien. Secara keseluruhan, hal tersebut
adalah peran apoteker yang paling efisien untuk membantu pasien diabetes
dalam mengatasi penyakit mereka (Setter, 2000 dalam Palaian, 2004).
2.3.3 Tatalaksana terapi
Menurut Depkes RI (2005) penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir
untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus, yang secara
spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu menjaga agar kadar
glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau
meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan terapi
menurut Depkes RI (2005) ada dua jenis terapi yaitu terapi tanpa obat dan
terapi obat:
a. Terapi tanpa obat
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1) Karbohidrat : 60-70%
2) Protein : 10-15%
3) Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),
dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4
bulan tambahan waktu harapan hidup.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling
tidak 25 gram perhari. Disamping akan menolong menghambat
penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan
penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu,
makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya
kaya akan vitamin dan mineral.
2. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk
penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga
ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya
bagi kesehatan. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
b. Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)
belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi
keduanya.
1. Terapi insulin.
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe-
1.Pada DM Tipe-1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai
penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus mendapat insulin
eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan
terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin di
samping terapi hipoglikemik oral.
2. Terapi obat Hipoglikemia oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang
tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada
tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen
hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien
secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinid (meglitinid dan
turunan fenilalanin).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanid
dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase
yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan
untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal
hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.
Menurut Dipiro (2009) algoritma pelaksanaan terapi diabetes melitus agar terapi
berjalan optimal adalah sebagai berikut:
Target Tercapai
Pantau HbA1C tiap 3-6 bulan
Pilihan monoterapi lain: Pioglitazon, Rosiglitazone,
Repaglinid, Nateglinid, Acarbose, Insulin/Insulin
Analog
Tambahkan terapi insulin
Intervensi Awal
Edukasi/Diet/Olahraga
Target: HbA1C: ≤6,5-7,0%
GDS: <110-130 mg/dl GDPP: <140-180 mg/dl
Target tidak Tercapai setelah 1 bulan
Monoterapi/kombinasi ADO
Sulfonilurea dan/Metformin
Pilihan kombinasi lain: Metformin/Sulfonilurea +
Pioglitazon/Rosiglitazon atau Akarbose/Miglitol
Metformin + Nateglinid atau Repaglinid atau Insulin/Insulin Analog
Target tidak Tercapai setelah 3 bulan
Kombinasi Sulfonilurea dan
Metformin
Target tidak Tercapai setelah 3-6 bulan
Target Tercapai
Lanjutkan Terapi Pantau HbA1C tiap 3-
6 bulan
Target Tercapai
Lanjutkan Terapi Pantau HbA1C tiap 3-
6 bulan
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Pengertian Polifarmasi
Polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah yang banyak dan tidak
sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Meskipun istilah polifarmasi telah
mengalami perubahan dan digunakan dalam berbagai hal dan berbagai situasi,
tetapi arti dasar dari polifarmasi itu sendiri adalah obat dalam jumlah yang
banyak dalam suatu resep (dan atau tanpa resep) untuk efek klinik yang tidak
sesuai. Jumlah yang spesifik dari suatu obat yang diambil tidak selalu menjadi
indikasi utama akan adanya polifarmasi akan tetapi juga dihubungkan dengan
adanya efek klinis yang sesuai atau tidak sesuai pada pasien (Rambadhe dkk
2012, dalam Dewi et al 2014). Adapun menurut Bjerrum et al (2003) seorang
individu yang mengalami polifarmasi diidentifikasi dimana apabila
menggunakan secara bersamaan dari dua atau lebih obat.
Polifarmasi yang didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan beberapa obat,
dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti reaksi obat merugikan (adverse
drug reaction), interaksi obat-obat (drug-drug interaction), kesalahan
pengobatan (medication error) dan kepatuhan yang buruk (poor compliance).
Jumlah obat yang di konsumsi merupakan prediktor dari komplikasi ini, dan
penggunaan bersamaan dari lima atau lebih menyebabkan risiko dari kejadian
masalah terkait obat (Bjerrum, 1998).
2.5 Pengertian Resep
Berdasarkan Kepmenkes (2004) resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
menurut Syamsuni (2005) resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada
APA (Apoteker Pengelola Apotek) untuk menyiapkan dan/atau membuat,
meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien. Yang berhak menulis resep
adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Profil Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta
2.6.1 Sejarah Singkat
Rumah Sakit TNI AL (RSAL) Dr. Mintohardjo Jakarta berlokasi di jalan
Bendungan Hilir No. 17 Pejompongan Jakarta Pusat, tampak asri, besar dan
kokoh, yang dibangun diatas lahan seluas 42.586 m2. Sejarah RSAL Dr.
Mintohardjo berawal dari tempat perawatan sementara yang merupakan
poliklinik Dinas Kesehatan Komando Daerah Maritim Djakarta (KDMD). Pada
tahun 1957 dengan berkembangnya TNI AL dan tuntutan kebutuhan pelayanan
dan perawatan kesehatan dibangun suatu Rumah Sakit dengan nama Rumah
Sakit Angkatan Laut Djakarta (RSALD) dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus
1957.
Pada tanggal 15 Mei 1974 RSALD berganti nama menjadi RSAL Dr.
Mintohardjo, yang pada awalnya mempunyai UGD, poliklinik umum, poliklinik
spesialis dan poliklinik sub spesialis serta Ruang Udara Bertekanan Tinggi
(RUBT) yang merupakan satu-satunya di Jakarta.
RSAL Dr. Mintohardjo ini yang memiliki uji kesehatan (medical check up)
yang ditunjang oleh unit rawat inap dan unit penunjang lain yang dapat
meningkatkan mutu pelayanan; Adapun RSAL Dr. Mintohardjo merupakan
Rumah Sakit rujukan wilayah Indonesia bagian Barat khususnya untuk anggota
TNI beserta keluarga. Sebagai RSU tipe B telah terakreditasi sejak tahun 1998
dengan status akreditasi penuh dan sekarang telah merupakan Rumah Sakit tipe
B atau kelas dua (II). Tugas utamanya adalah melakukan pelayanan kesehatan
baik anggota TNI beserta keluarga maupun masyarakat umum serta
dimanfaatkan guna kepentingan pendidikan calon dokter, calon apoteker, calon
perawat, calon ahli gizi, calon radiologi dan lain-lain.
2.6.2 Apotek RSAL Mintohardjo
Apotek berada diruang lingkup RSAL Dr. Mintohardjo melayani resep anggota
BPJS. Apotek BPJS memperoleh barang-barang dari gudang farmasi berupa
obat oral (tablet, kapsul, dan sirup) dan topikal (salep dan cream) serta bahan
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
baku untuk produksi obat tertentu seperti vaselin, asam silisilat, talk, CaCO3.
Permintaan barang ke gudang farmasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dengan menggunakan formulir permintaan barang setiap seminggu dua kali.
Resep yang masuk di beri nomor urut, kemudian pasien di beri kartu nomor
panggil sesuai dengan nomor resepnya. Selanjutnya obat disiapkan, dikemas,
dan diserahkan kepada pasien, kemudian resep disimpan sebagai arsip. Obat-
obat dari apotek BPJS diberikan tanpa dipungut biaya. Jika obat tidak tersedia
di apotek BPJS, maka obat direstitusi dari apotik Yanmasum dengan membuat
salinan resep yang telah ditanda tangani oleh Apoteker (tim restitusi) kemudian
obat tersebut dapat diambil di apotek Yanmasum dengan ketentuan obat-obat
tercantum di formularium RSAL Dr. Mintohardjo.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan bahwa
dalam peresepan obat antidiabetes oral kemungkinan terdapat potensi interaksi obat
dimana interaksi tersebut dapat terjadi dalam tingkatan keparahan tertentu sesuai efek
yang telah diprediksi melalui literatur. Adapun penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara jumlah obat yang diresepkan dengan jumlah potensi
interaksi obat yang terjadi pada resep rawat jalan pasien diabetes melitus periode
Januari-Maret 2014. Sehingga bagan kerangka konsep yang ada seperti terlihat pada
bagan berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
23
Karakteristik Pasien
1. Jenis Kelamin 2. Umur
Potensi Interaksi Obat
Karakteristik Resep
1. Jenis Obat: a. 2 - <5 Obat b. ≥5 Obat
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Potensi Interaksi
Obat
Potensi interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan (Sari, 2012)
Pembacaan Resep, dengan: Medscape. com dan teks book Drug Interaction Stockley
1. Ya 2. Tidak
Nominal
Jenis Obat
Jumlah jenis obat yang diresepkan dalam satu resep pada peresepan obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan RSAL Dr. Mintohardjo
Pembacaan Resep
1. Jenis obat 2 - <5 obat
2. Jenis obat ≥5 obat (Utami,2013) Nominal
Umur Jumlah usia pasien yang tertera pada resep
Pembacaan Resep Umur Rasio
Jenis Kelamin
Perbedaan biologis dan fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah (Umyati, 2010)
Pembacaan Resep
1. Laki-laki 2. Perempuan
Nominal
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan
metode bersifat deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan desain studi
retrospektif, dan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan data
lembar resep pasien rawat jalan diabetes melitus.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi merupakan suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang
merupakan perhatian peneliti, dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh
lembar resep pasien diabetes melitus di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo, Jakarta
Pusat. Populasi target adalah pasien rawat jalan diabetes melitus yang menebus
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
resepnya di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. Populasi terjangkau adalah
populasi target pada periode Januari-Maret 2014.
3.4.2 Teknik sampling
Pada penelitian ini pengambilan sampel pasien diabetes melitus di Apotek
RSAL Dr. Mintohardjo dengan menggunakan teknik simple random
sampling. Lebih dari dua ribu lembar resep yang mengandung obat
antidiabetik oral, sampel yang masuk kriteria inklusi yang didapatkan
sejumlah 1.232 kemudian diurutkan dari awal sampai akhir dan diambil satu
per satu secara acak dengan bantuan aplikasi Random Number Generator.
Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu semua pasien diabetes melitus rawat
jalan yang mendapatkankan terapi obat antidiabetik oral pada bulan Janurari-
Maret 2014 di Apotek RSAL Dr.Mintohardjo. Adapun kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sampel penelitian ini adalah:
3.4.2.1 Kriteria Inklusi
1. Resep yang mengandung ≥2 macam obat
2. Resep yang mengandung minimal satu obat antidiabetik oral
3.4.2.2 Kriteria Eksklusi
1. Resep yang tidak terbaca dengan jelas
2. Resep rawat inap
3.4.3 Jumlah sampel
Pada penelitian ini rumus yang dipakai untuk menentukan jumlah sampel
adalah: n= ேே(ௗమ)ାଵ
(Rumus Slovin) (Wasis, 2006) dimana n = jumlah sampel,
N= jumlah populasi, dan d= tingkat kesalahan yang dipilih, dalam penelitian
ini peneliti memilih tingkat kesalahan 5% dan jumlah populasi adalah jumlah
sampel yang masuk kriteria inklusi yakni sejumlah 1.232 lembar resep.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, minimal sampel yang bisa
diambil adalah sebesar:
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
n =1.232
1.232(5%ଶ) + 1 = 301,96 = 302
maka sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebesar 310.
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Apotek RSAL Dr Mintohardjo, pada bulan
September dan Oktober 2014.
3.6 Rencana Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan secara retrospektif, yaitu dengan melihat data lembar
resep pasien rawat jalan yang mendapatkan terapi obat antidiabetik oral di RSAL
Dr. Mintohardjo. Jenis data yang direncanakan pada penelitian ini yaitu data
sekunder berupa lembar resep pasien rawat jalan diabetes melitus.
3.7 Rencana Analisis Data
Evaluasi interaksi obat dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literatur
dengan penapisan secara media online menggunakan situs medscape.com dan
penapisan secara manual menggunakan buku teks Drug Interactions Stockley.
Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif; ditentukan persentase
gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep, gambaran potensi interaksi
obat antidibetik oral dalam resep, dan untuk melihat adanya hubungan yang
bermakna antara jumlah dari jenis obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi
yang terjadi dianalisis menggunakan metode uji Chi-Square
3.8 Sumber Data
Sumber data berasal dari lembar resep pasien diabetes melitus di Apotek RSAL
Dr. Mintohardjo.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Penelitian retrospektif ini dilakukan terhadap 310 lembar resep pasien rawat jalan
yang menerima obat antidiabetik oral di RSAL Dr. Mintohardjo, adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien dan karakteristik obat
yang terdapat dalam lembar resep, dan gambaran potensi interaksi obat dalam
peresepan obat antidiabetik oral.
4.1.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif data karakteristik
pasien seperti umur dan jenis kelamin, karakteristik obat yaitu jumlah jenis obat yang
diterima pasien, gambaran resep dan gambaran potensi interaksi obat.
4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Pasien
Gambaran karakteristik pasien diabetes melitus rawat jalan berdasarkan jenis kelamin
dan umur pasien yang tertera dalam resep obat diabetes melitus rawat jalan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur dalam
Lembar Resep No Karakteristik Pasien Jumlah Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
154 156
49,68 50,33
Total 310 100
2 Umur
31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90
4 16 77
121 86 6
1,29 5,16
24,83 39,03 27,74 1,93
Total 310 100
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa 154 pasien (49,68%) berjenis kelamin
laki-laki dan sebanyak 156 pasien (50,33%) berjenis kelamin perempuan.
27
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan distribusi umur pasien, pasien yang menerima obat antidiabetik oral
paling banyak pada rentang umur 61-70 tahun sebanyak 121 (39,03%) dari 310
sampel, sedangkan yang paling sedikit pada pasien dengan umur 31-40 tahun yaitu
hanya sebanyak 4 orang (1,29%).
4.1.1.2 Gambaran Karakteristik Resep
Pada penelitian ini, sekitar lebih dari dua ribu lembar resep obat diabetes melitus
yang terdapat di RSAL Dr. Mintohardjo, resep yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 1.232 lembar dan data lembar resep yang diambil sesuai perhitungan adalah
310 lembar. Resep dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok resep yang
mempunyai jumlah jenis obat dua hingga kurang dari lima dan resep yang
mempunyai jumlah jenis obat ≥5, data keseluruhan dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Jenis Obat Kategori Jumlah Jumlah Resep Persentase (%)
Jenis Obat 2 - <5 ≥5
127 183
40,96 59,03
Total 310 100
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui dalam penelitian ini, resep obat dengan jenis obat ≥5
lebih banyak dari pada jenis obat dua hingga kurang dari lima yakni sebanyak 183
lembar (59,03%), sedangkan resep dengan jenis obat dua hingga kurang dari lima
sebanyak 127 lembar (40,96%).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3
Gambaran Distribusi Obat Berdasarkan Penggunaan Obat Antidiabetik Oral
No Penggunaan Obat Nama Obat Jumlah Resep
Total Persentase (%)
1 Obat Tunggal Akarbosa 9 63 20,32
Glimepirid 12
Glikuidon 7
Gliklazid 3
Metformin 32
2 Kombinasi 2 Obat Akarbosa + Metformin 7 183 59,03
Akarbosa + Glikuidon 23
Akarbosa + Glimepirid 9
Akarbosa + Gliklazid 1
Akarbosa + Pioglitazon 1
Akarbosa + Glibenklamid 1
Glimepirid + Metformin 98
Glimepirid + Gliklazid 2
Glimepirid + Pioglitazon 10
Gliklazid + Glikuidon 1
Metformin + Glikuidon 3
Metformin + Gliklazid 19
Metformin + Glibenklamid 6
Metformin + Pioglitazon 1
Pioglitazon + Gliklazid 1
3 Kombinasi 3 Obat Akarbosa+Glibenklamid +Metformin 4 58 18,70
Akarbosa + Glikuidon + Pioglitazon 1
Akarbosa + Metformin Gliklazid 4
Akarbosa + Glimepirid + Metformin 31
Akarbosa + Glimepirid + Pioglitazon 1
Akarbosa + Glikazid + Glimepirid 1
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Penggunaan Obat Nama Obat Jumlah Resep
Total Persentase (%)
3 Kombinasi 3 Obat Akarbosa + Glimepirid + Glikuidon 4
Glimepirid+ Metformin + Pioglitazon 11
Metformin + Pioglitazon + Glikuidon 1
4 Kombinasi 4 Obat Akarbosa + Glimepirid + Metformin + Pioglitazon 4 6 1,93
Akarbosa + Metformin + Glikuidon + Pioglitazon 2
*Sumber: Rahmiati, Supadmi (2010)telah diolah kembali
Berdasarkan jumlah penggunaan obat antidiabetik oral dalam satu resep, yang paling
banyak digunakan/diresepkan di RSAL Dr. Mintohardjo adalah kombinasi dua obat
antidiabetik oral yaitu sebanyak 183 lembar (59,03%) dan yang paling sedikit
diresepkan adalah kombinasi 4 obat antidiabetik oral, yakni sebanyak 6 lembar
(1,93%) dari 310 jumlah lembar resep.
Tabel 4.4 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Penggunaan Golongan Obat
Antidiabetik Oral Pada Resep
Golongan Antidiabetik oral Pemakaian
Antidiabetik oral pada Resep
Persentase (%)
Inhibitor α-glukosidase (Akarbosa) Sulfonilurea I. Glimepirid II. Glibenklamid III. Glikuidon IV. Gliklazid
Biguanid (Metformin) Tiazolidindion (Pioglitazon)
103 268 181 13 42 32 215 33
16,63 43,29 29,24 2,10 6,78 5,16 34,73 5,33
Total 619 100
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa golongan obat antidiabetik oral yang paling banyak
diresepkan dalam penelitian ini adalah golongan sulfonilurea, yakni sebanyak 268
lembar (43,29%) dan golongan yang paling sedikit diresepkan yaitu tiazolidindion
yakni sebanyak 33 lembar (5,33%).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat
Pada penelitian ini resep dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu kelompok resep
yang mempunyai jumlah obat dua hingga kurang dari lima obat dan resep yang
mempunyai jumlah obat ≥5. Dari kelompok-kelompok resep tersebut dilihat
gambaran potensi interaksi obat yang terdapat pada tabel 4.5 berikut
Tabel 4.5 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Ada dan Tidaknya Potensi Interaksi
Obat
Ada_interaksi
Total Kategori
Ada Interaksi Tidak ada Interaksi
Jenis obat
≥ 5 obat N 157 26 183 % 85,80% 14,20% 100%
< 5 obat N 47 80 127 % 37,00% 63,00% 100%
Total N 204 106 310 % 65,80% 34,20% 100%
Berdasarkan hasil analisis lembar resep pasien yang menerima obat antidiabetik oral,
sebanyak 204 lembar (65,80%) resep pasien berpotensi mengalami interaksi obat dan
sebanyak 106 lembar (34,19%) resep pasien tidak berpotensi mengalami interaksi
obat. Dari tabel 4.5 tersebut dapat dilihat bahwa potensi interaksi obat lebih banyak
terjadi pada lembar resep yang terdapat jumlah obat ≥5, yaitu sebanyak 157 lembar
(85,80%) sedangkan yang potensi interaksi obat lebih sedikit terjadi pada lembar
resep yang terdapat jenis obat dua hingga kurang dari lima, yaitu sebanyak 80 lembar
(37,00%).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Gambaran Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Umur Pasien
Umur Pasien Keseluruhan
Persentase (%)
Pasien berpotensi Interaksi Obat
Persentase (%)
31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90
4 16 77
121 86 6
1,29 5,16 24,83 39,03 27,74 1,93
4 9 49 77 60 5
1,96 4,41 24,01 37,74 29,41 2,45
Total 310 100 204 100 *Sumber: Sari (2008) telah diolah kembali
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pasien yang mengalami potensi interaksi
obat paling banyak adalah kelompok umur 61-70 tahun dengan jumlah pasien yang
berpotensi mengalami interaksi obat sebanyak 77 pasien (37,74%) dan paling sedikit
pada kelompok umur <41 hanya sebanyak 4 pasien (1,96%). Data jumlah potensi
interaksi dari penggunaan antidiabetik oral pada pasien dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Gambaran Jumlah Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Pemakaian
Antidiabetik Oral pada Resep
Golongan Antidiabetik oral Pemakaian
Antidiabetik oral pada Resep
Jumlah Potensi
Interaksi
Persentase (%)
Inhibitor α-glukosidase (Akarbosa) Sulfonilurea
I. Glimepirid II. Glibenklamid
III. Gliquidon IV. Gliklazid
Biguanid (Metformin) Tiazolidinedion (Pioglitazon)
103 268 181 13 42 32 215 33
14 142 99 13 20 10
134 10
4,66 47,34
33 4,34 6,67 3,34 44,67 3,34
Total 619 300 100
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pada pemakaian antidiabetik oral pada
resep, golongan sulfonilurea memperlihatkan potensi interaksi terbesar yaitu sebesar
142 (47,34%) dari 268 jumlah obat sulfonilurea yang diresepkan, dimana glimepirid
merupakan obat dari golongan sulfonilurea yang paling banyak diresepkan dan paling
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
banyak berpotensi menyebabkan interaksi obat. Golongan obat antidiabetik oral yang
juga banyak menyebabkan potensi interaksi obat adalah golongan biguanid yaitu
metformin sebesar 134 (44,67%) dari 215 lembar resep metformin yang diresepkan
pada pasien, dan dilihat dari masing-masing obatnya, metformin merupakan obat
yang paling banyak menyebabkan potensi interaksi obat.
Tabel 4.8
Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tipe Mekanisme Interaksi
dan Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Potensi Interaksi Kategori Jumlah Persentase
(%)
Mekanisme Interaksi
Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak Diketahui
242 178 181
40,27 29,62 30,12
Total 601 100
Tingkat Keparahan
Ringan Sedang Berat
164 388 49
27,29 64,56 8,16
Total 601 100
Hasil analisis terhadap 204 resep yang berpotensi mengalami interaksi obat, diperoleh
hasil bahwa terdapat total potensi kejadian interaksi obat antidiabetik oral adalah
sebanyak 601 kasus yang terdiri dari interaksi farmakodinamik dengan 242 kasus
(40,27%) sebagai tipe mekanisme potensi interaksi obat yang terbanyak, kemudian
interaksi farmakokinetik dengan 178 kasus (29,62%), dan interaksi lainnya dengan
181 kasus (30,12%). Hasil analisis tingkat keparahan potensi interaksi obat pada
lembar resep antidiabetik oral yang diperoleh dari tingkat keparahan ringan sebanyak
164 (27,29%), tingkat keparahan sedang 388 (64,56%), dan tingkat keparahan berat
sebanyak 49 (8,16%). Untuk distribusi data potensi interaksi obat dari tiap resep
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada penelitian ini, juga dilakukan penelusuran terhadap hasil klinis interaksi obat
antara obat antidiabetik oral dengan obat lain pada tingkat keparahan sedang dan
berat saja dengan melakukan penelusuran jurnal-jurnal terbaru dalam rentang lima
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun terakhir. Penelusuran hanya dilakukan terhadap tingkat keparahan sedang dan
berat saja karena tingkat keparahan minor atau efek ringan dari interaksi obat
biasanya tidak membutuhkan pengobatan tambahan.
Tabel 4.9 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral dan Hasil Klinis
Berdasarkan Penelusuran Literatur Jurnal Terbaru Tingkat
Keparahan Interaksi Obat dan Obat Jumlah Hasil
Klinis Interaksi Obat dan Obat Jumlah Hasil
Klinis Sedang Glimepirid+Meloxicam 19 Tidak Ada Metformin+Clozapin 1 Tidak Ada
Glimepirid+Rifampin 2 Tidak Ada Metformin+Albuterol 1 Tidak Ada Glimepirid+Gemfibrozil 7 Tidak Ada Pioglitazon+Valsartan 7 Tidak Ada Glimepirid+Amitriptilin 2 Tidak Ada Gliquidon+Meloxicam 3 Tidak Ada Glimepirid+Aspirin 14 Tidak Ada Gliquidon+Captopril 1 Tidak Ada Glimepirid+Ramipril 2 Ada Gliquidon+Aspirin 4 Tidak Ada Glimepirid+Lisinopril 1 Tidak Ada Gliquidon+Lisinopril 1 Tidak Ada Glimepirid+Ciprofloxacin 1 Tidak Ada Gliquidon+Ramipril 2 Tidak Ada Glimepirid+Clozapin 1 Tidak Ada Gliquidon+Gemfibrozil 3 Tidak Ada Glimepirid+Ranitidin 9 Tidak Ada Gliquidon+Rifampin 1 Tidak Ada Glimepirid+Furosemid 1 Tidak Ada Gliquidon+Asam
Mefenamat 1 Tidak Ada
Glimepirid+Albuterol 2 Tidak Ada Gliklazid+Gemfibrozil 3 Tidak Ada Glimepirid+Fenofibrat 1 Tidak Ada Gliklazid+Allopurinol 5 Tidak Ada Glimepirid+Asam
Mefenamat 4 Tidak Ada Glibenklamid+Albuterol 1 Tidak Ada
Glimepirid+Insulin 6 Tidak Ada Glibenklamid+Na Bikarbonat
1 Tidak Ada
Glimepirid+Na Diklofenak
2 Tidak Ada Glibenklamid+Valsartan 4 Tidak Ada
Metformin+Insulin 14 Tidak Ada Glibenklamid+Captopril 2 Tidak Ada Metformin+Ciprofloxacin 1 Tidak Ada Glibenklamid+Aspirin 2 Tidak Ada Metformin+Ramipril 4 Tidak Ada Glibenklamid+Rifampin 1 Tidak Ada Metformin+Captopril 2 Tidak Ada Acarbose+Insulin 5 Tidak Ada Metformin+Ranitidin 12 Tidak Ada Acarbose+Clozapin 1 Tidak Ada Metformin+Digoksin 1 Tidak Ada Acarbose+Albuterol 2 Tidak Ada Metformin+Nifedipin 17 Tidak Ada Acarbose+Pancreatin 1 Tidak Ada
Major Pioglitazon+Gemfibrozil 2 Tidak Ada
Berdasarkan tabel 4.9 dengan penelusuran jurnal terbaru dalam rentang lima tahun
terakhir, hanya ada satu interaksi saja yang telah ada hasil klinisnya terhadap pasien,
yaitu interaksi antara glimepirid dengan ramipril.
4.1.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square atau Uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kai Kuadrat untuk mencari hubungan antara variabel jumlah jenis obat dalam resep
dengan variabel banyaknya potensi interaksi obat yang ada.
Hubungan Antara Jumlah Jenis Obat dalam Resep dengan Banyaknya Potensi
Interaksi Obat yang Ada
Hubungan antara jumlah jenis obat dalam resep dengan banyaknya potensi interaksi
obat yang ada dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Gambaran Distribusi Jumlah Jenis Obat yang Diresepkan dalam Lembar Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat
Kriteria subjek Kategori
Ada Potensi
Interaksi N %
Tidak Berpoten
si Interaksi
N %
Total
%
P Value
OR 95% CI
Jenis Obat
2 - <5 obat 47 37,00 80 63,00 127 100
0.0001 10.278 (5.933-17.806) ≥5 obat 157 85,80 26 14,20 183 100
Berdasarkan tabel 4.10, hasil analisis hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu
resep dengan kejadian potensi interaksi obat menggunakan uji chi-square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat
dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat. Hal ini ditunjukkan dari nilai
probabilitas sebesar 0.0001 (P value< 0.05), maka dengan hal ini dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep
dengan kejadian potensi interaksi obat. Hasil odd ratio menunjukkan bahwa pasien
yang menerima jumlah jenis obat ≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami
potensi interaksi obat.
4.2 PEMBAHASAN PENELITIAN
4.2.1 Keterbatasan Penelitian
1. Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa keterbatasan dimana
penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak dapat monitoring pasien
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk akibat interaksi obat secara aktual, tidak dapat diketahui waktu
penggunaan obat pada pasien dan tidak diketahui pula apakah pasien
menggunakan obat lain diluar resep obat yang diresepkan.
2. Pada penelitian ini masih banyak variabel lain yang mungkin berhubungan
dengan kejadian interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral
seperti penyakit penyerta dan penggunaan obat lain diluar resep, tetapi
variabel tersebut tidak diteliti karena adanya keterbatasan waktu
peneltitian, keterbatasan dana, dan keterbatasan pengetahuan peneliti.
3. Pada penelitian ini ada 106 resep yang tidak terdapat potensi interaksi obat
saat dilakukan screening interaksi obat pada resep dengan literatur yang
digunakan.
4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.2.1 Karakteristik Pasien dan Karakteristik Resep dalam Potensi Interaksi
Obat Resep Antidiabetik Oral
Penelitian tentang potensi interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral ini
dilakukan di apotek rawat jalan RSAL Dr. Mintohardjo menggunakan lembar resep
pasien yang menerima obat antidiabetik oral selama periode Januari-Maret 2014,
hasil inklusi sebanyak 1.232 dan sampel yang diambil menggunakan teknik random
sampling sebanyak 310 lembar resep pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki yang menerima obat
antidiabetik oral, hal ini mungkin dikarenakan sampel yang diambil untuk penelitian
kebanyakan lembar resep pasien yang berjenis kelamin perempuan, dengan hasil
penelitian kali ini dapat dikatakan bahwa pria dan wanita mempunyai potensi yang
hampir sama dalam kejadian interaksi obat.
Dalam peneltian ini, berdasarkan informasi dari lembar resep pasien, rata-rata pasien
yang menerima obat antidiabetik oral lebih banyak pada usia diatas 60 tahun.
Menurut Gambert & Pinkstaff (2006) separuh dari pasien yang mengalami diabetes
melitus adalah pasien yang berusia >60 tahun dimana prevalensi tertinggi ditemukan
pada pasien yang berusia >80 tahun, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkat hingga mencapai 40 juta jiwa di tahun 2050. Seiring bertambahnya usia,
risiko terjadinya diabetes melitus semakin meningkat, menurut Rochmah (2007)
dalam Kurniawan (2010) seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami
kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi, selain itu,
kaum lansia juga mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain
lebih rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan
adanya sindrom geriatrik. Hal ini membuktikan teori Spence (1921) yang pertama
kali mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa
akan semakin menurun, sehingga menyebabkan banyaknya kasus diabetes melitus
pada usia lanjut.
Berdasarkan jumlah obat antidiabetik oral yang digunakan dalam satu lembar resep
pasien, obat antidiabetik oral dengan 2 jenis kombinasi merupakan yang terbanyak
diresepkan di RSAL Dr. Mintohardjo yaitu sebanyak 183 lembar (59,03%), hal
tersebut dapat memberikan gambaran pada penelitian ini bahwa kemungkinan pasien
diabetes melitus tersebut mempunyai kadar glukosa yang tinggi yang belum dapat
dikontrol dengan baik apabila menggunakan satu jenis obat antidiabetik oral.
Golongan obat antidiabetik oral yang paling sering digunakan/diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan sulfonilurea (47,34%), hal ini mungkin dikarenakan
obat-obat golongan sulfonilurea adalah obat yang efektif menurunkan kadar gula
darah.
Menurut Depkes (2005) golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada
85-90% pasien diabetes melitus tipe 2, tetapi hanya efektif apabila sel-sel β
Langerhans pankreas masih dapat memproduksi insulin. Dalam penelitian ini, obat
dari golongan sulfonilurea yang paling sering diresepkan adalah Glimepirid (29,24%)
dimana dari 310 lembar resep yang dianalisis, 181 diantaranya mengandung obat
glimepirid. Golongan sulfonilurea yang paling sedikit diresepkan adalah obat
Glibenklamid (2,10%), menurut Depkes (2005) glimepirid lebih sering digunakan
dari pada glibenklamid karena dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih
jarang menimbulkan efek hipoglikemik, dan salah satu efek samping yang beresiko
pada pasien diabetes melitus geriatri adalah hipoglikemik; Glimepirid memiliki
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan
dengan cara pemberian dosis tunggal; dan untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu
pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat
dapat diberikan obat ini. Pasien diabetes melitus yang terdapat dalam penelitian ini
mungkin memiliki komplikasi gangguan ginjal akibat diabetes melitus, karena itu
dokter lebih sering meresepkan obat glimepirid dibandingkan obat lainnya.
Selain glimepirid, metformin dari golongan biguanid juga merupakan obat yang
paling sering diresepkan dalam penelitian ini. Secara keseluruhan, diantara jenis obat-
obat lain dalam penelitian ini metformin merupakan obat yang paling sering
diresepkan. Sekitar 215 (34.73%) dari 310 lembar resep mengandung metformin.
Metformin secara teoritis merupakan pilihan untuk pasien dengan berat badan
berlebih, tetapi dalam penelitian ini tidak dapat diketahui informasi berat badan
pasien, karena informasi berat badan tidak tercantum dalam lembar resep. Menurut
Depkes (2005) metformin merupakan satu-satunya golongan biguanid yang masih
dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral, dan masih banyak dipakai di beberapa
negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit
asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Berdasarkan Dipiro (2009), American Diabetes Association (ADA), American
College of Endocrinology (ACE), dan European Association for the Study of
Diabetes (EASD) (2013) dalam hal manajemen terapi hiperglikemia, metformin
merupakan obat lini pertama terapi tunggal dalam penanganan diabetes melitus tipe 2,
juga sebagai lini pertama dalam terapi kombinasi dengan obat antidiabetik oral
lainnya. Metformin merupakan pilihan pertama pada pasien yang baru di diagnosis
diabetes melitus tipe 2 dalam terapi tunggal, atau pasien yang gagal dalam mengubah
gaya hidupnya dalam mengontrol kadar gula darahnya. Menurut Desai (2012) yang
dikutip dari Irons (2013) metformin banyak dijadikan pilihan karena banyak hal
seperti tolerabilitasnya, harganya yang tidak terlalu mahal, efektivitas reduksi
hemoglobin A1C, tidak menyebabkan hipoglikemia, dan kemampuannya yang dapat
dikombinasi dengan obat antidiabetik oral lainnya untuk menangani diabetes melitus
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tipe 2. Tapi terkadang metformin sebagai terapi tunggal saja tidak cukup sehingga
biasanya dikombinasi dengan obat diabetes melitus dari golongan lain, seperti obat
golongan sulfonilurea sebagai kombinasi yang umum.
Menurut Depkes (2005) golongan sulfonilurea dan biguanid memiliki efek terhadap
sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling
menunjang, dimana sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanid bekerja efektif;
pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada
banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-
sendiri.
Obat antidiabetik oral yang paling sedikit diresepkan adalah pioglitazon dari
golongan obat tiazolidindion. Disamping harganya yang lebih mahal dibanding obat
antidiabetik oral lainnya dan bukan sebagai first-line terapi diabetes melitus tipe 2,
penggunaan pioglitazon untuk terapi diabetes melitus masih menjadi perdebatan
dalam FDA (Food and Drug Administration). Dalam berbagai studi mengatakan
bahwa penggunaan obat pioglitazon dalam jangka waktu yang lama dapat
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti gagal jantung, risiko
osteoporosis, dan yang lebih buruk lagi risiko kanker kandung kemih. Menurut
penelitian Piccinni et al (2011) menggunakan Adverse Event Reporting System dari
FDA menyebutkan bahwa risiko kanker kandung kemih 4 kali lebih besar pada
penggunaan pioglitazon dibandingkan obat antidiabetik oral lainnya dengan odds
ratio 4.3 (95% CI, 2.82-6.52). Sedangkan menurut penelitian Wei, MacDonald, dan
Mackenzie (2013) dengan General Practice Research Database (GPRD) penggunaan
pioglitazon tidak secara signifikan menyebabkan kanker kandung kemih
dibandingkan dengan obat antidiabetik oral lainnya dengan Hazard Ratio 1.16 (95%
CI, 0.83-1.62). Pemerintah negara Jerman dan Perancis secara resmi menghentikan
penggunaan pioglitazon dalam negaranya, sedangkan FDA dan European Medicines
Agency (EMA) masih akan terus menyelidiki masalah ini. FDA juga memberi
peraturan untuk selalu memberikan labelling/peringatan pada pasien yang akan
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan tiazolidindion sebagai pilihan terapi, terutama bagi pasien yang
mengalami kanker kandung kemih.
4.2.2.2 Potensi Interaksi Obat dalam Resep Obat Antidiabetik Oral
Hasil terhadap 310 lembar resep, ditemukan 204 lembar diantaranya (65,80%)
mengalami potensi interaksi obat dan interaksi lebih banyak didapat pada lembar
resep yang menerima obat ≥5 macam obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi et
al (2014) yang mengutip Viktil, Blix, Moger dan Reikvam (2006) bahwa makin
banyak jumlah obat yang digunakan maka akan semakin besar pula terjadinya DTPs
pada pasien, dimana interaksi obat termasuk dalam kategori drug therapy problems
(DTPs). Hal ini juga didukung dalam penelitian Johnson (1994) yang dikutip oleh Lin
(2003) bahwa semakin meningkatnya jumlah obat yang diterima pasien, risiko
terjadinya interaksi obat juga semakin tinggi, risiko terjadinya interaksi obat kurang
lebih naik 6% pada pasien yang menerima dua obat, 50% untuk yang menerima lima
obat hingga 100% bagi pasien yang menerima sepuluh macam jumlah obat.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang berusia 50 tahun keatas lebih
banyak berisiko mengalami interaksi obat, hal ini dikarenakan seiring dengan
lamanya waktu biasanya makin banyak komplikasi penyakit yang di derita pasien,
terutama pada pasien geriatri. Menurut Zachrotur (2010), orang usia lanjut
mengalami proses degeneratif yaitu penurunan fungsi atau perubahan struktur dari
keseluruhan organ, degenerasi organ tersebut menimbulkan beberapa penyakit,
sehingga memungkinkan mereka menerima obat untuk tiap penyakit, hal ini dapat
menyebabkan polifarmasi yang akan meningkatkan resiko terjadinya interaksi obat.
Penyakit diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan banyak
obat untuk mencegah terjadinya komplikasi atau mengobati komplikasi akibat dari
diabetes melitus itu sendiri, sehingga pasien menerima banyak macam obat. Dari
hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa dengan semakin bertambahnya usia, makin
banyak penyakit yang dapat ditimbulkan dan dengan semakin banyaknya penyakit
yang diderita, makin banyak pula obat-obatan yang dikonsumsi sehingga dapat
meningkatkan terjadinya interaksi obat pada pasien.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metformin, sebagai first-line monotherapy dan sebagai obat yang paling sering
diresepkan ternyata juga merupakan jenis obat yang paling sering berpotensi
mengalami interaksi obat. Dalam penelitian ini, dari 215 pemakaian metformin dalam
resep, 134 diantaranya (44,67%) mengalami potensi interaksi obat. Hal ini sesuai
dengan penelitian Dinesh et al (2007) dan Utami (2013) bahwa metformin termasuk
dalam jenis obat yang paling banyak berinteraksi, diantara jenis obat-obat yang
mengalami potensi interaksi obat, metformin menduduki peringkat pertama.
Metformin merupakan obat bersifat kationik yang dapat berinteraksi dengan obat
bersifat kationik lainnya melalui transporter ion kationik organik di dalam ginjal.
Obat-obat bersifat kationik seperti digoksin, trimetroprim, vankomisin dan simetidin
dapat berinteraksi dengan metformin dalam eliminasi di ginjal, tetapi hanya interaksi
dengan simetidin yang menyebabkan asidosis laktat. Dalam jurnal Lubis (2006),
menurut Grenbaum (2004), asidosis laktat merupakan keadaan asidosis metabolik
dengan anion gap yang luas, dikarakteristikkan dengan pH < 7,35 dan kadar laktat di
plasma >5 mmol/L. Hal ini dapat terjadi bila oksigenasi jaringan tidak adekuat
memenuhi kebutuhan energi sebagai akibat dari hipoperfusi atau hipoksia,
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat dalam
jumlah berlebihan.
Mekanisme interaksi yang paling banyak terjadi dalam penelitian ini adalah
mekanisme interaksi farmakodinamik yaitu sebanyak 40,27% dari total potensi
interaksi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi interaksi lebih banyak
terjadi pada tingkat sistem reseptor, sistem fisiologis atau tempat kerja yang sama
sehingga terjadi efek aditif (efek berlebihan), sinergis (saling memperkuat), atau
antagonistik (efek berlawanan). Interaksi obat farmakodinamik lebih mudah
diklasifikasikan daripada interaksi farmakokinetik. Selain itu, menurut May (1997);
Kastrup (2000); dalam Gitawati (2008) umumnya kejadian interaksi farmakodinamik
dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme
kerja obat.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi yang paling banyak adalah
tingkat moderat/sedang. Hal ini sejalan dengan penelitian Dinesh (2007) dan Utami
(2013) dimana tingkat keparahan sedang juga yang paling banyak terjadi dalam
peresepan obat antidiabetik oral pasien rawat jalan. Potensi interaksi obat antidiabetik
oral tingkat sedang yang paling sering terjadi adalah interaksi antara glimepirid dan
meloxicam. Potensi interaksi yang terjadi antara glimepirid dengan meloxicam dapat
menyebabkan meningkatnya kadar glimepirid dalam darah dengan mekanisme
interaksi yang belum diketahui. Menurut Drugs.com Database (2014) obat-obatan
yang merangsang sekresi insulin (seperti sulfonilurea dan biguanid) dapat diperkuat
oleh obat-obatan tertentu seperti obat NSAID, sehingga meningkatkan efek dari obat
hipoglikemik oral tersebut. Dalam Drugs.com Database (2014) juga disebutkan
bahwa interaksi antara glimepirid dan meloxicam dapat dikarenakan adanya
penghambatan metabolisme glimepirid, karena glimepirid dan meloxicam
dimetabolisme pada enzim yang sama yaitu enzim CYP2C9. Dengan meningkatnya
efek glimepirid ini dapat menyebabkan gejala hipoglikemia pada pasien yaitu berupa
berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang,
ataksia, hemiplegia dan koma. Bahkan kadar gula yang rendah dapat menyebabkan
otak mengalami kerusakan sehingga dapat menyebabkan kematian. Menurut Kannan
dkk (2011) yang mengutip dari penelitian Klasco (2006) yang menggunakan data
MicroMedex, penggunaan obat antidiabetik oral yang dipakai bersamaan dengan obat
NSAID dapat menyebabkan peningkatan risiko hipoglikemia, dokter yang
meresepkan harus lebih memperhatikan saat meresepkan kedua obat ini.
Pada tingkat keparahan minor/ringan dalam penelitian ini, metformin paling banyak
berinteraksi dengan sesama obat antidiabetik oral lain yaitu akarbosa, jenis interaksi
yang juga merupakan interaksi yang paling sering terjadi dalam penelitian ini.
Metformin dengan akarbosa berinteraksi dengan tipe mekanisme interaksi
farmakokinetik, akarbosa menurunkan kadar plasma metformin dalam darah dengan
menghambat penyerapan metformin dalam usus. Dalam buku Drug Interactions
Stockley’s (2008), disebutkan bahwa 19 pasien diabetes yang diberikan akarbosa 50
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau 100 mg tiga kali sehari dan metformin 500 mg dua kali sehari mengalami
penurunan AUC 12-13% dan kadar plasma metformin turun 17-20%. Selain dengan
akarbos, metformin juga banyak ditemukan berinteraksi dengan bisoprolol dalam
penelitian ini, interaksi tingkat ringan antara metformin dengan bisoprolol
menyebabkan penurunan efek dari metformin tetapi masih belum diketahui
mekanisme interaksinya. Selain metformin, obat golongan sulfonilurea lain juga
berinteraksi dengan bisoprolol, dan yang paling sering terjadi pada glimepirid. Sama
seperti metformin, interaksi antara glimepirid dengan bisoprolol juga bersifat ringan
dan masih belum diketahui mekanisme interaksinya.
Pada penelitian ini, potensi interaksi yang terjadi pada tingkat keparahan major/berat
hanya antara pioglitazon dengan gemfibrozil. Gemfibrozil menyebabkan
meningkatnya konsentrasi plasma dari pioglitazon dengan cara menghambat
metabolisme pioglitazon melalui penghambatan enzim CYP450-2C8. Menurut
penelitian Jaakola dkk (2005) gemfibrozil meningkatkan rata-rata total AUC pada
pioglitazon sekitar 3,2 kali lipat dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari
8,3 jam menjadi 22,7 jam (P<0.001) pada 12 sukarelawan sehat, sedangkan menurut
penelitian Deng (2005) pada 10 sukarelawan sehat yang mengonsumsi gemfibrozil
berbarengan dengan pioglitazon dan mengonsumsi pioglitazon 1 jam setelah
menerima gemfibrozil, total AUC pioglitazon meningkat 3,4 kali lipat dalam darah
(P<0.001), dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari 6,5 jam menjadi 15.1
jam. Menurut Stockley (2008) walaupun sudah dibuktikan bahwa gemfibrozil dapat
meningkatkan AUC pioglitazon, masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk
mendapatkan relevansi klinis yang signifikan, misalnya dengan melakukan penelitian
pada pasien diabetes.
Hasil penelusuran literatur jurnal-jurnal dalam rentang lima tahun terakhir terhadap
potensi interaksi antara obat antidiabetik oral dengan obat lain, hanya ada satu hasil
klinis yang ditemukan yaitu antara glimepirid dengan ramipril. Menurut Sanovi-
aventis Canada (2013) pemberian 2 mg glimepirid dengan 5 mg ramipril secara
bersamaan terhadap pasien diabetes tipe 2 tidak ada gejala hipoglikemik dan tidak
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menunjukan adanya interaksi obat yang merugikan; tetapi karena informasi yang
didapat adalah informasi produk yang tidak dapat diketahui bagaimana jenis desain
penelitiannya dan cara penelitiannya secara lengkap, maka hal tersebut belum dapat
dijadikan sebagai bukti yang kuat bahwa tidak ada gejala hipoglikemik antara
penggunaan glimepirid bersamaan dengan ramipril. Selain glimepirid dan ramipril,
ditemukan pula beberapa hasil klinis dari penelusuran jurnal-jurnal tetapi tidak
termasuk dalam jurnal terbaru rentang lima tahun terakhir, salah satunya adalah
interaksi antara glimepirid dengan gemfibrozil, dalam jurnal Niemi, Neuvonen &
Kivisto (2001) disebutkan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi plasma
glimepirid sehingga dapat menyebabkan hipoglikemi; hasil penelitian tersebut
dilakukan terhadap 10 sukarelawan sehat yang diberikan gemfibrozil dosis tunggal
600 mg dan 1 jam kemudian diberikan 0,5 mg glimepirid.
Hasil analisis dengan uji Chi-Square atau Kai-Kuadrat menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat yang diresepkan dengan potensi
interaksi obat dalam resep. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sari (2008) dan Utami
(2013) bahwa nilai probabilitas α = 0.00001 ini lebih kecil dari α = 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu
resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang
terjadi. Hasil odds ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat
≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% CI, 5.933-
17.806). Hal ini pun membuktikan teori dimana kemungkinan terjadinya interaksi obat
lebih tinggi dalam terjadinya kompleksitas obat-obat yang diresepkan, sesuai kata
Stockley (2005) dalam Putra (2007) yang menyebutkan bahwa kompleksnya terapi
yang diperlukan memaksa banyaknya penggunaan berbagai kombinasi obat
(polifarmasi) yang cenderung akan meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep dalam potensi interaksi
obat pada lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr.
Mintohardjo adalah sebagai berikut:
a. Lembar resep pasien wanita lebih banyak dibandingkan dengan lembar
resep pria
b. Rata-rata usia pasien adalah 65 tahun
c. Terdapat 59,03% lembar resep pasien mengandung jumlah jenis obat
≥5 obat
d. Penggunaan obat antidiabetik oral dalam satu resep paling banyak
mengandung kombinasi 2 obat antidiabetik oral yaitu 183 (59,03%)
dari 310 jumlah lembar resep
2. Gambaran potensi interaksi obat pada lembar resep pasien diabetes melitus
rawat jalan:
a. Jenis obat ≥5 obat lebih berpotensi menyebabkan interaksi obat
dengan persentase 85,80%
b. Jenis golongan obat antidiabetik oral sulfonilurea dan obat metformin
paling banyak diresepkan sehingga banyak menyebabkan potensi
interaksi obat.
c. Tipe mekanisme interaksi obat yang paling banyak ditemukan dalam
penelitian ini adalah interaksi farmakodinamik dengan jumlah 242
(40,27%)
d. Kejadian potensi interaksi obat antidiabetik oral yang paling banyak
terjadi adalah pada tingkat keparahan sedang terdapat 388 (64,67%)
e. Hubungan antara jumlah obat dalam resep dengan banyaknya potensi
interaksi obat yang terjadi adalah terdapat hubungan yang bermakna
antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi
45
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
interaksi obat dengan nilai probabilitas sebesar 0.0001 (P value<0.05)
dan dengan hasil odd ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima
jumlah jenis obat ≥5 berisiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami
potensi interaksi obat (CI 5.933-17.806).
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Apoteker dan Tenaga Kesehatan Lainnya
1. Sebaiknya perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dengan dokter
dalam menentukan terapi untuk mencegah terjadinya interaksi obat.
2. Untuk mengantisipasi terjadinya interaksi obat sebaiknya apoteker perlu
mengetahui pengetahuan dasar tentang mekanisme terjadinya interaksi obat
dan efeknya terhadap pengobatan pasien.
3. Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan interaksi
obat adalah dengan menghindari kombinasi obat yang berinteraksi,
penyesuaian dosis obat, pengaturan cara pemakaian, pemantauan pasien atau
meneruskan pengobatan seperti sebelumnya apabila kombinasi obat yang
berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau apabila
interaksi tidak bermakna secara klinis.
5.2.2 Untuk Penelitian Selanjutnya
Hendaknya dilakukan penelitian dengan metode prospektif sehingga dapat
diketahui efek yang ditimbulkan akibat interaksi obat secara aktual.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Alam, M.S, Aqil M, Qadry S.A.S, Kapur P. & Pillai K.K. 2014. Utilization Pattern
of Oral Hypoglycemic Agents for Diabetes Mellitus Type 2 Patients Attending
Out-Patient Department at a University Hospital in New Delhi.
Pharmacology & Pharmacy, 5, 636-645
Ansari, JA. 2010. Drug Interaction and Pharmacist. New Delhi: Journal of Young
Pharmacist Vol. 2 No. 3
Ayungtyas, Maria FeaYessy. 2010. Evaluasi Drug Therapy Problems Obat
Hipoglikemia Kombinasi Pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 di
Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni
2009 (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Bachmakov, Iouri., Hartmut Glaeser, Martin F. Fromm, dan Jorg Konig. 2008.
Interaction of Oral Antidiabetic Drugs With Hepatic Uptake Transporters.
American Diabetes Association. Diabetes 57:1463–1469.
Baillie et al. 2004. Medfacts Pocket Guide Of Drug Interactions 2nd Edition.
Nephrology Pharmacy Associates
Bastos, Marcus Gomez. 2014. Drug-drug Interactions. Journal of Brazilian
Nephrology: School of Medicine, Federal University of Juiz de Fora, Brazil.
Bergendal L, Friberg A, Schaffrath A. 1995. Potential drug-drug interactions in
5,125 mostly elderly out-patients in Gothenburg, Sweden. Pharm World
Science.
Bjerrum, Lars., Morten Andersen, Gert Petersen dan Jakob Kragstrup. 2003.
Exposure to potential drug interactions in primary health care. Odense:
University of Southern Denmark
Bushra Rabia., Nousheen Aslam, Arshad Yar Khan. 2011. Food-Drug Interactions.
Oman Medical Journal (2011) Vol. 26, No. 2: 77-83
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Camargo AL, Ferreira MBC, Isabela Heineck. 2006. Adverse drug reactions: a
cohort study in internal medicine units at a university hospital. Europe
Journal of Clinical Pharmacology
Deng, Lj., Wang, F., Li, HD. 2005. Effect of gemfibrozil on the pharmacokinetics of
pioglitazone. European Journal of Clinical Pharmacology
Dewi, Christina A. K et al. 2014. Drug Therapy Problems pada Pasien yang
Menerima Resep Polifarmasi. Jurnal Farmasi Komunitas Vol.1, No.1, (2014)
(P): 17-22
Dinesh, K. U et al. 2007. Pattern of Potential Drug-Drug Interactions in Diabetic
Out-patients in a Tertiary Care Teaching Hospital in Nepal. .Med J Malaysia
Vol 62 No 4 October 2007. P: (294-298).
Dipiro et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. McGraw Hill
Medical
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical care untuk
penyakit Diabetes mellitus.
Drugs.com. Drugs Interaction Checker. Available:
http://www.drugs.com/drug_interactions.php
Gambert, Steven & Pinkstaff, Sally. 2006. Emerging Epidemic: Diabetes in Older
Adults:
Demography, Economic Impact, and Pathophysiology. Diabetes Spectrum
Journal Volume 19 No 4
Gitawati, Retno. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media Litbang
Kesehatan Volume XVIII Nomor 4. P: (175-184)
Hennesy, Sean; Charles Leonard & Robert Okwemba. 2003. Clinical Importance of
Drug-Drug Interactions Involving Antidiabetic Drugs.The Journal of the
American Medical Association; 289 (9): 1107-1116
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
International Diabetes Federation. 2014. Types of Diabetes. Available:
http://www.idf.org/types-diabetes
Irons, Brian. 2013. New Pharmacotherapies for Type 2 Diabetes. Journal of
Pharmacotherapy Self-Assessment Program
Jaakkola T, Backman JT, Neuvonen M, Neuvonen PJ. 2005. Effects of gemfibrozil,
itraconazole, and their combination on the pharmacokinetics of pioglitazone.
Journal Of Clinical Pharmacology Therapy
Janadri, Suresh, S. Ramachandra Setty, MD Kharya. 2009. Influence OfItraconazole
On Antidiabetic Effect Of Thiazolidinedion In Diabetic Rats. Karnataka:
International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.
Kasif, S et al. 2012. Drug Interaction: A Brief of Preventive Approaches.
International Journal of Universal Pharmacy and Life Sciences 2(3): May-June
2012.
Kepmenkes. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah
Kedokteran Indonesia Vol: 60 No: 12.
Lin, Peter. 2003. Drug Interactions and Polypharmacy In The Elderly. The Canadian
Alzheimer Disease Review
Logie, A.W., D.B Galloway, J.C Petrie. 1976. Drug Interactions and Long-term
Antidiabetic Therapy. Aberdeen. Department of Therapeutics and Clinical
Pharmacology, University of Aberdeen. P: (1027-1032)
Mahendra, Feizar. 2009. Uji Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L) Pada Tikus Putih Jantan Dengan Metode Uji Diabetes
Aloksan dan Uji Toleransi Glukosa. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Medscape.com. Drug Interaction Checker. Available:
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mulyani, Ully Adhie. 2006. Peran Serta Profesi Farmasi Dalam Permasalahan Yang
Terkait Dengan Terapi Obat Tuberkulosis Pada Anak. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol. 9 No.2
Niemi M, Neuvonen PJ, Kivisto KT. 2001. Effect of gemfibrozil on the
pharmacokinetics and pharmacodynamics of glimepiride. Journal of Clinical
Pharmacology Therapy
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Palanisamy S, Arul Kumaran KS, Rajasekaran A. 2009. A study on assessment,
monitoring, documentation and reporting of adverse drug reactions at a multi-
specialty ertiary care teaching hospital in South India. International Journal of
PharmTech Research
Peng, CC, et al. Retrospective Drug Utilization Review: Incidence of clinically
relevant potential drug-drug interactions in a large ambulatory populations.
Managed Care Pharm. 2003;9 (6):513-22. 3
Penzak, Scott. 2010. Drug Interactions. Clinical Pharmacokinetics Research
Laboratory Clinical Center Pharmacy Department National Institutes of Health
Piccinni C, et al. 2011. Assessing the association of pioglitazone use and bladder
cancer through drug adverse event reporting. American Diabetes Association
Putra, RP., Raka,K., Swastini. 2007. Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien
Gagal Ginjal Kronis Hipertensi di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2007.
Denpasar: Fakultas MIPA UniversitasUdayana
Rahmiati, Siti dan Woro Supadmi. 2010. Kajian Interaksi Obat Antihipertensi pada
Pasien Hemodialisis di Bangsal Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2, No. 1, 2012: 97-110
Raich, Chris & Dunsworth Teri. 1997. Drug Interactions. West Virginia University,
USA
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rosholm JU, Bjerrum L, Hallas J, Worm J, Gram LF. 1998. Polypharmacy and the
risk of drug-drug interactions among Danish elderly. A prescription database
study. Dan Med Bull
Sarah Wild et al. 2004. Global Prevalence of Diabetes. American Diabetes
Association: Diabetes Care, Volume 27, Number 5. P: (1047-1053)
Saranomy. Random Number Generator. Available:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.saranomy.randomnumber
Sandjaja & Heriyanto. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Sanofi-aventis Canada. 2013. Product Monograph. Quebec: Sanofi-aventis Inc
Sari Santi Purna, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari. 2008. Analisis Interaksi Obat
Antidiabetik Oral pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit X Depok. Jurnal
Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 – 14
Setiawan, Tonny. 2011. Studi Restrokpektif Interaksi Obat pada Pasien Jamkesmas
di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Spence, JW. 1921. Some Observations on Sugar Tolerance with Special References
to Variation Found At Different Ages. QJ Med Journal
Stockley, Ivan., Sean Sweetman, Karen Baxter. 2008. Stockley’s Drug Interactions
8th Edition. London: Pharmaceutical Press
Stolk et al. 1997. Diabetes Mellitus, Impaired Glucose Tolerance, and
Hyperinsulinemia in an Elderly Population. The John Hopkins University:
American Journal Of Epidemiology
Sulistiana dkk. 2013. Analisis Penggunaan dan Interaksi Obat Antidiabetik Oral
pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Persahabatan Periode Januari-
Juni 2013. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tapan, Erik. 2005. Kesehatan Keluarga Penyakit Degeneratif. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Umeda, Fumio. 1995. Potential Role Of Thiazolidinediones in Older Diabetics
Patients. Fukuoka: Kyushu University
Utami, Mega Gustiani. 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada
Pasien Di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso
Pontianak Periode Januari-Maret 2013. Pontianak: Universitas Tanjung Pura.
Wasis, Ns. 2006. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Web MD, LLC. Medscape: Multi-Drug Interaction Checker. Available:
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker
Wei L, MacDonald TM, Mackenzie IS. 2013. Pioglitazone and bladder cancer: a
propensity score matched cohort study. British Journal of Clinical
Pharmacology
World Health Organization. 2013. Diabetes. Available:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
Yasin, Nanang Munif; Widyastuti, Herlina Tri; Dewi, Endah Kusuma. 2005. Kajian
Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
2005. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008
Zahtorur, Rizqi A A M. 2014.Studi Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Osteoarthritis
Usia Diatas 50 Tahun Di Instalasi Rawat Jalan RSD dr. Soebandi Jember
Tahun 2013 (Skripsi). Fakultas Farmasi Universitas Jember
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Data Potensi Interaksi Obat Pada Tiap Resep
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Jumlah
interaksi Jumlah
obat Kategori
(obat)
1 Glimepiride-meloxicam Valsartan-Meloxicam Diazepam-Paracetamol
Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik
3 7 ≥5
2
Rifampin-isoniazid Rifampin-pyrazinamide Glimepiride-rifampin Isoniazid-pyrazinamide Glimepiride-isoniazid Metformin-isoniazid
Major Major
Moderate Minor Minor Minor
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
6 6 ≥5
3
Telmisartan-furosemid Furosemid-neurodex Furosemid-calos Furosemid-folic acid
Moderate Minor Minor Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik
4 10 ≥5
4 Glyburide-valsartan Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5 5 0 interaksi obat 0 5 ≥5 6 Aspirin-diclofenac Moderate Farmakodinamik 1 4 <5
7 Metformin-novomix Glucobay-novomix
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik 2 3 <5
8 Allopurinol-bicnat Moderate Farmakokinetik 1 9 ≥5
9 Glimepiride-meloxicam Diazepam-Paracetamol
Moderate Minor
Tidak diketahui Farmakokinetik 2 7 ≥5
10
Amlodipin-simvastatin Glimepirid-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Candesartan-aspirin Amlodipin-bisoprolol
Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik
6 7 ≥5
11
Amlodipin-simvastatin Metformin-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Lansoprazole-simvastatin
Major Minor
Moderate Minor
Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik
5 8 ≥5
12 0 interaksi obat 0 6 ≥5 13 0 interaksi obat 0 5 ≥5 14 Amlodipin-simvastatin Major Farmakokinetik 1 6 ≥5 15 0 interaksi obat 0 4 <5 16 Metformin-Acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5
17 Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam
Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik 2 7 ≥5
18 0 interaksi obat 0 5 ≥5
19 Diazepam-candesartan Meloxicam-candesartan Gliklazid-allopurinol
Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
3 8 ≥5
20 Glimepiride-bisoprolol Metformin-bisoprolol
Minor Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui 2 4 <5
21 Glimepiride-aspirin Moderate Tidak diketahui 1 8 ≥5 22 0 interaksi obat 0 3 <5 23 0 interaksi obat 0 4 <5
24 0 interaksi obat
0 4 <5
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
25
Amiodarone-digoxin Metformin-Humalog Mix Amlodipin-mefenamat Metformin-digoxin Digoxin-mefenamat Aspirin-meloxicam Aspirin-Humalog mix Aspirin-Amlodipin Aspirin-mefenamat Aspirin-Digoxin
Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik
10 8 ≥5
26 Glimepiride-Meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5 27 Glimepiride-aspirin Moderate Tidak diketahui 1 3 <5 28 Bicnat-gabapentin Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5 29 0 interaksi obat 0 4 <5 30 Metformin-Nifedipin Moderate Farmakokinetik 1 7 ≥5
31 Glimepiride-aspirin Tramadol-diazepam
Moderate Moderate
Tidak diketahui Tidak diketahui 2 6 ≥5
32
Gliquidone-meloxicam Gliquidone-captopril Captopril-meloxicam Diazepam-paracetamol
Moderate Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
4 7 ≥5
33
Pioglitazon-Gemfibrozil Gliklazid-gemfibrozil Aspirin-ramipril Aspirin-bisoprolol ISDN-ramipril
Major Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
5 9 ≥5
34 Glimepiride-Gemfibrozil Metformin-Acarbose
Moderate Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 7 ≥5
35 Metformin-Nifedipin Metformin-Acarbose
Moderate Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 6 ≥5
36 CTM-cetirizine Moderate Farmakodinamik 1 5 ≥5
37
Diltiazem-bisoprolol Ramipril-diltiazem Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-ramipril Glimepiride-ramipril
Major Minor Minor Minor
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik
6 5 ≥5
38 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5
39 Metformin-humalog mix Metformin-Nifedipin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 5 ≥5
40 Codein-amlodipin Codein-valsartan
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik 2 6 ≥5
41 Spironolakton-candersartan Spironolakton-warfarin
Major Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui 2 5 ≥5
42 0 interaksi obat 0 4 <5 43 0 interaksi obat 0 4 <5
44
Spironolakton-valsartan Furosemid-carvedilol Spironolakton-carvedilol Valsartan-carvedilol
Major Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
4 5 ≥5
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
45 Simvastatin-nifedipin Metformin-nifedipin Metformin-acarbose
Major Moderate
Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik
3 8 ≥5
46 0 interaksi obat 0 4 <5 47 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 48 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 6 ≥5
49 Gemfibrozil-simvastatin Gliklazid-gemfibrozil
Major Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 5 ≥5
50 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5
51
Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam
Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik
4 7 ≥5
52 0 interaksi obat 0 4 <5
53
Diltiazem-bisoprolol Diltiazem-nifedipin Aspirin-candesartan Aspirin-valsartan Nifedipin-bisoprolol Gliquidone-aspirin Nifedipin-nitrokaf Nifedipin-aspirin Diltiazem-nitrokaf Aspirin-diltiazem Bisoprolol-valsartan Aspirin-nitrokaf Aspirin-bisoprolol Candesartan-valsartan Candesartan-bisoprolol Aspirin-folic acid
Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
16 10 ≥5
54 0 interaksi obat 0 2 <5 55 0 interaksi obat 0 3 <5 56 0 interaksi obat 0 4 <5 57 0 interaksi obat 0 3 <5 58 0 interaksi obat 0 6 ≥5 59 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5
60
Amlodipin-simvastatin Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Valsartan-bisoprolol Valsartan-meloxicam Valsartan-simvastatin Meloxicam-bisoprolol Metformin-acarbose Gliklazid-allopurinol
Major Moderate
Minor Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Moderate
Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui
9 11 ≥5
61
Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-acarbose Valsartan-bisoprolol
Moderate Minor Minor Minor
Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik
Farmakodinamik
5 6 ≥5
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat
Keparahan Jenis Interaksi Jumlah
interaksi Jumlah
obat Kategori
(obat)
62
Captopril-aspirin Glyburide-captopril Glyburide-aspirin Aspirin-amlodipin Metformin-captopril Captopril-amlodipin
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik
6 6 ≥5
63
Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Amlodipin-diclofenac Glimepiride-diclofenac Glimepiride-meloxicam Ranitidin-diclofenac
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik
6 6 ≥5
64 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5
65 Acarbose-lantus Glimepiride-lantus
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik 2 3 <5
66 Glimepiride-mefenamat Valsartan-mefenamat
Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik 2 6 ≥5
67 0 interaksi obat 0 3 <5 68 0 interaksi obat 0 4 <5
69 Amlodipin-simvastatin Metformin-acarbose
Major Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 6 ≥5
70 0 interaksi obat 0 3 <5 71 0 interaksi obat 0 2 <5
72
Acarbose-clozapine Metformin-clozapine Glimepiride-clozapine Metformin-acarbose
Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik
4 6 ≥5
73
Metformin-Nifedipin Metformin-captopril Aspirin-nifedipin Terazosin-captopril Terazosin-nifedipin Glyburide-aspirin Glyburide-captopril Glyburide-nifedipin Aspirin-captopril Captopril-amlodipin Captopril-nifedipin Nifedipin-amlodipin
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Moderate
Minor Minor Minor
Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
13 9 ≥5
74 Gliklazid-nifedipin Metformin-nifedipin
Minor Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 4 <5
75 Amlodipin-simvastatin Valsartan-simvastatin Pioglitazon-valsartan
Major Moderate Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui
3 8 ≥5
76 0 interaksi obat 0 5 ≥5
77 Metformin-nifedipin Metformin-acarbose
Moderate Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 8 ≥5
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat
Keparahan Jenis Interaksi Jumlah
interaksi Jumlah
obat Kategori
(obat)
78
Pioglitazon-gemfibrozil Glimepiride-gemfibrozil Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Gemfibrozil-valsartan Pioglitazon-valsartan
Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
7 7 ≥5
79
Rifampin-isoniazid Glyburide-rifampin Glyburide-isoniazid Metformin-isoniazid
Major Moderate
Minor Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 5 ≥5
80 0 interaksi obat 0 3 <5 81 0 interaksi obat 0 6 ≥5
82 Bisoprolol-valsartan Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
3 7 ≥5
82
Amlodipin-bisoprolol Metformin-ranitidin Metformin-bisoprolol Glimepiride-ranitidin Glimepiride-gemfibrozil Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui
6 7 ≥5
83
Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam Meloxicam-terazosin Terazosin-amlodipin Diazepam-paracetamol
Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
5 7 ≥5
84
Amlodipin-bisoprolol Candesartan-bisoprolol Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 5 ≥5
85 0 interaksi obat 0 4 <5 86 0 interaksi obat 0 3 <5 87 0 interaksi obat 0 4 <5 88 0 interaksi obat 0 3 <5 89 Glimepiride-meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 4 <5 90 0 interaksi obat 0 5 ≥5 91 0 interaksi obat 0 4 <5 92 Metformin-nifedipin Moderate Farmakokinetik 1 6 ≥5 93 Allopurinol-bicnat Moderate Farmakokinetik 1 8 ≥5
94 Valsartan-Meloxicam Glimepiride-meloxicam
Moderate Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui 2 4 <5
95
Metformin-apidra (insulin glulisin) Metformin-levemir (insulin detemir)
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik 2 3 <5
96 0 interaksi obat 0 5 ≥5
97 Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-nifedipin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik 2 4 <5
98 Amlodipin-bisoprolol Acarbose-warfarin
Moderate Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui 2 4 <5
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
99
Aspirin-ramipril Metformin-bisoprolol Metformin-ramipril Aspirin-clopidogrel Atorvastatin-clopidogrel Aspirin-bisoprolol
Moderate Minor
Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik
6 7 ≥5
100 Gemfibrozil-valsartan Moderate Tidak diketahui 1 3 <5
101
Albuterol-salmeterol Glyburide-valsartan Albuterol-teofilin Glyburide-albuterol Teofilin-salmeterol Acarbose-albuterol
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui
6 7 ≥5
102 0 interaksi obat 0 4 <5
103
CTM-codein Codein-amlodipin CTM-spiriva Metformin-albuterol Glimepiride-albuterol
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
5 10 ≥5
104 Valsartan-furosemid Furosemid-folic ac Glimepiride-furosemid
Moderate Minor
Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui
3 7 ≥5
105
Bisoprolol-valsartan Simvastatin-valsartan Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
4 6 ≥5
106
Glimepiride-aspirin Aspirin-ramipril Glimepiride-ramipril Metformin-ramipril
Moderate Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
4 4 <5
107 Metformin-nifedipin Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5 108 0 interaksi obat 0 3 <5
109
Glimepiride-aspirin Candesartan-bisoprolol Aspirin-bisoprolol Aspirin-nifedipin Nifedipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Aspirin-candesartan
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik
7 6 ≥5
110
Glimepiride-meloxicam Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-meloxicam Valsartan-meloxicam
Moderate Moderate
Minor Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
6 6 ≥5
111
Amlodipin-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Dexamethason-amlodipin Acarbose-dexamethason Gliquidone-dexamethason
Moderate Moderate
Minor Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik
5 9 ≥5
112 0 interaksi obat 0 5 ≥5 113 Glimepiride-meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 6 ≥5 114 Amlodipin-simvastatin Major Farmakokinetik 1 4 <5
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
115 0 interaksi obat 0 3 <5
116 Gemfibrozil-simvastatin Gliklazid-gemfibrozil
Major Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 4 <5
117 0 interaksi obat 0 4 <5
118
Bisoprolol-valsartan Aspirin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Glimepiride-aspirin Aspirin-valsartan
Moderate Moderate
Minor Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik
5 5 ≥5
119
Rifampin-isoniazid Glimepiride-rifampin Glimepiride-isoniazid Metformin-isoniazid
Major Moderate
Minor Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 6 ≥5
120
Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-diclofenac Glimepiride-meloxicam Meloxicam-diclofenac
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik
5 6 ≥5
121 Amiodarone-bisoprolol Bisoprolol-spironolakton Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
3 4 <5
122 Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-meloxicam
Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui
3 6 ≥5
123 Terazosin-amlodipin Metformin-acarbose
Moderate Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 6 ≥5
124 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan
Major Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui 2 5 ≥5
125 0 interaksi obat 0 3 <5 126 0 interaksi obat 0 4 <5
127 Candesartan-bisoprolol Metformin-bisoprolol Gliklazid-allopurinol
Moderate Minor
Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
3 6 ≥5
128
Spironolakton-candesartan Glimepiride-aspirin Aspirin-candesartan Aspirin-furosemid Aspirin-nitrokaf Aspirin-spironolakton Furosemid-spironolakton Furosemid-candesartan Aspirin-folic ac Furosemid-folic ac
Major Moderate Moderate
Minor Minor Minor
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik
10 9 ≥5
129 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5
130 Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose
Moderate Minor
Tidak diketahui Farmakokinetik 2 5 ≥5
131
Metformin-insulin aspart Metformin-levemir Irbesartan-levemir Irbesartan-aspart
Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 4 <5
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat
Keparahan Jenis Interaksi Jumlah
interaksi Jumlah
obat Kategori
(obat)
132
Bisoprolol-irbesartan Bisoprolol-amlodipin Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-acarbose
Moderate Moderate
Minor Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik
5 6 ≥5
133 Aspirin-candesartan Meloxicam-candesartan Aspirin-meloxicam
Moderate Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
3 6 ≥5
134 Valsartan-ramipril Metformin-ramipril
Major Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui 2 6 ≥5
135
Glimepiride-meloxicam Glimepiride-ciprofloxacin Metformin-ciprofloxacin Insulin human-ciprofloxacin Ciprofloxacin-meloxicam Insulin glargin-ciprofloxacin Metformin-insulin glargin Metformin-insulin human Glimepiride-insulin glargin Glimepiride-insulin human
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
10 7 ≥5
136 Gliklazid-allopurinol Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5 137 0 interaksi obat 0 2 <5
138
Spironolakton-digoxin Digoxin-simvastatin Spironolakton-candesartan Candesartan-digoxin
Moderate Moderate
Major Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik
4 5 ≥5
139 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 140 0 interaksi obat 0 5 ≥5
141 Metformin-ranitidin Metformin-folic ac
Moderate Minor
Farmakokinetik Tidak diketahui 2 5 ≥5
142
Amiodarone-simvastatin Valsartan-bisoprolol Spironolakton-valsartan Amiodarone-bisoprolol Spironolakton-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Simvastatin-valsartan
Major Moderate
Major Moderate Moderate
Minor Moderate
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
7 6 ≥5
143 0 interaksi obat 0 5 ≥5
144 Valsartan-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
3 6 ≥5
145 0 interaksi obat 0 5 ≥5
146 Simvastatin-nifedipin Simvastatin-valsartan
Major Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui 2 6 ≥5
147 0 interaksi obat 0 4 <5 148 0 interaksi obat 0 3 <5 149 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 150 Gliquidone-ramipril Moderate Farmakodinamik 1 6 ≥5 151 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 152 0 interaksi obat 0 4 <5 154 0 interaksi obat 0 5 ≥5 155 Amlodipin-terazosin Moderate Farmakodinamik 1 7 ≥5 156 Gliquidone-gemfibrozil Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
157
Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Metformin-acarbose Glyburide-bisoprolol
Moderate Minor Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui
4 6 ≥5
158
Amlodipin-bisoprolol Valsartan-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Pioglitazon-valsartan
Moderate Moderate
Minor Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 6 ≥5
159 0 interaksi obat 0 3 <5 160 0 interaksi obat 0 4 <5 161 0 interaksi obat 0 4 <5 162 0 interaksi obat 0 3 <5 163 0 interaksi obat 0 6 ≥5 164 0 interaksi obat 0 6 ≥5 165 0 interaksi obat 0 3 <5
166 Valsartan-furosemid Furosemid-folic ac
Moderate Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik 2 7 ≥5
167 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 168 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 169 0 interaksi obat 0 5 ≥5
170 Amlodipin-terazosin Diazepam-amitriptyline Metformin-amitriptyline
Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
3 7 ≥5
171
Glimepiride-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Minor
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
6 6 ≥5
172 0 interaksi obat 0 3 <5 173 Diazepam-paracetamol Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 174 Glimepiride-gemfibrozil Moderate Farmakokinetik 1 3 <5 175 0 interaksi obat 0 5 ≥5
176
Glimepiride-aspirin Gliquidone-aspirin Aspirin-valsartan Aspirin-diltiazem
Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui
4 7 ≥5
177
Amlodipin-simvastatin Telmisartan-lisinopril Gliquidone-lisinopril Lisinopril-furosemid Caco3-amloidpin Caco3-lisinopril Telmisartan-furosemid Metformin-furosemid Caco3-furosemid
Major Major
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik
9 10 ≥5
178 0 interaksi obat 0 2 <5 179 Glimepiride-meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 7 ≥5
180
Spironolakton-valsartan Spironolakton-furosemid Valsartan-furosemid Simvastatin-valsartan Metformin-furosemid
Major Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
5 10 ≥5
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
181
Aspirin-bisoprolol Meloxicam-bisoprolol Aspirin-clopidogrel Meloxicam-clopidogrel Lansoprazol-clopidogrel Aspirin-meloxicam Metformin-bisoprolol
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Tidak diketahui
7 7 ≥5
182 0 interaksi obat 0 2 <5 183 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 184 Amlodipin-terazosin Moderate Farmakodinamik 1 7 ≥5 185 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 7 ≥5
186 Metformin-nifedipin Metformin-acarbose
Moderate Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 6 ≥5
187 Pioglitazon-valsartan Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5
188
Metformin-lantus solostar Metformin-insulin aspart Metformin-acarbose Acarbose-insulin aspart Acarbose-lantus solostar
Moderate Moderate
Minor Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakodinamik
5 6 ≥5
189 0 interaksi obat 0 3 <5
190
Nifedipin-teofilin Albuterol-teofilin Acarbose-albuterol Glimepiride-albuterol
Moderate Moderate Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 8 ≥5
191 Gliquidone-meloxicam Cefadroxil-meloxicam
Moderate Minor
Tidak diketahui Farmakokinetik 2 7 ≥5
192 0 interaksi obat 0 4 <5 193 0 interaksi obat 0 5 ≥5
194 Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin
Moderate Moderate
Farmakokinetik Farmakokinetik 2 6 ≥5
195 0 interaksi obat 0 3 <5 196 0 interaksi obat 0 4 <5 197 0 interaksi obat 0 6 ≥5 198 0 interaksi obat 0 3 <5
199
Glimepiride-aspirin Gliquidone-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-terazosin Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Terazosin-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Amlodipin-terazosin Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
10 8 ≥5
200 Glimepiride-aspirin Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5
201
Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-amlodipin Glimepiride-bisoprolol Gliquidone-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
4 6 ≥5
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
202
Glimepiride-aspirin Amlodipin-levodopa Levodopa-ropinirol Metformin-folic ac
Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
4 7 ≥5
203 0 interaksi obat 0 2 <5 204 0 interaksi obat 0 2 <5
205
Metilprednisolon-meloxicam Metformin-ranitidin Metilprednisolon-amlodipin Metformin-Metilprednisolon
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik
4 7 ≥5
206 0 interaksi obat 0 5 ≥5
207 Gemfibrozil-simvastatin Amlodipin-simvastatin Glimepiride-gemfibrozil
Major Major
Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik
3 5 ≥5
208 0 interaksi obat 0 4 <5 209 0 interaksi obat 0 3 <5
210
Glimepiride-gemfibrozil Glimepiride-aspirin Aspirin-candesartan Metformin-diltiazem Aspirin-diltiazem
Moderate Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakokinetik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
5 6 ≥5
211 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan
Major Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui
2 5 ≥5
212 0 interaksi obat 0 4 <5
213 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose
Major Moderate
Minor
Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik
3 6 ≥5
214
Glimepiride-aspirin Metformin-mecobalamin Gabapentin-mecobalamin Aspirin-mecobalamin
Moderate Minor Minor Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik
4 6 ≥5
215 Metformin-amitriptyline Glimepiride-amitriptyline
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik
2 4 <5
216 Lansoprazole-sucralfate Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5
217 Gliklazid-gemfibrozil Gemfibrozil-simvastatin Amlodipin-simvastatin
Moderate Major Major
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik
3 5 ≥5
218 0 interaksi obat 0 4 <5
219
Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Aspirin-nitroglycerin Metformin-bisoprolol Gliklazid-bisoprolol
Moderate Moderate Moderate
Minor Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
6 7 ≥5
220 Metformin-diltiazem Minor Farmakodinamik 1 3 <5 221 0 interaksi obat 0 5 ≥5
222 Metformin-humalog lispro Metformin-nifedipin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakokinetik
2 5 ≥5
223 Gliquidone-gemfibrozil Moderate Farmakokinetik 1 5 ≥5
224 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
225 Glimepiride-meloxicam Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin
Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik
3 7 ≥5
226 Glimepiride-fenofibrat Moderate Farmakokinetik 1 4 <5
227 Metformin-ranitidin Metformin-acarbose Ranitidin-caco3
Moderate Minor Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik
3 4 <5
228 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 229 0 interaksi obat 0 2 <5 230 0 interaksi obat 0 3 <5
231 Glimepiride-meloxicam Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin
Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik
3 5 ≥5
232 Glimepiride-mefenamat Valsartan-mefenamat Gliklazid-allopurinol
Moderate Moderate Moderate
Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui
3 6 ≥5
233 0 interaksi obat 0 3 <5
234 Glyburide-sodium bicarbonate Glyburide-valsartan Metformin-folic ac
Moderate Moderate
Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui
3 6 ≥5
235 Glimepiride-mefenamat Moderate Tidak diketahui 1 4 <5 236 0 interaksi obat 0 3 <5
237
Valsartan-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Pioglitazon-valsartan Glimepiride-bisoprolol
Moderate Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik
4 6 ≥5
238 Simvastatin-nifedipin Major Farmakokinetik 1 4 <5 239 Terazosin-amlodipin Moderate Farmakodinamik 1 5 ≥5 240 Metformin-nifedipin Minor Farmakokinetik 1 3 <5 241 0 interaksi obat 0 3 <5
242 Metformin-nifedipin Terazosin-nifedipin
Minor Moderate
Farmakokinetik Farmakodinamik
2 5 ≥5
243 Simvastatin-valsartan Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5 244 0 interaksi obat 0 4 <5 245 0 interaksi obat 0 2 <5 246 0 interaksi obat 4 <5
247 Acarbose-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik
2 4 <5
248 Gliquidone-meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 4 <5 249 0 interaksi obat 0 4 <5
250 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan
Major Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui
2 5 ≥5
251 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 252 0 interaksi obat 0 6 ≥5
253 Candesartan-valsartan Metformin-acarbose
Moderate Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik
2 6 ≥5
254 0 interaksi obat 0 4 <5 255 0 interaksi obat 0 2 <5 256 0 interaksi obat 0 3 <5 257 0 interaksi obat 0 4 <5 258 Glimepiride-warfarin Minor Farmakokinetik 1 3 <5
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
259
Lisinopril-valsartan Lisinopril-allopurinol Glimepiride-lisinopril Simvastatin-valsartan
Major Major
Moderate Moderate
Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Tidak diketahui
4 6 ≥5
260 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Glyburide-valsartan
Major Moderate Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik
3 6 ≥5
261 Glimepiride-gemfibrozil Moderate Farmakokinetik 1 3 <5
262
Bisoprolol-valsartan Simvastatin-valsartan Glimepiride-bisoprolol Metformin-bisoprolol
Moderate Moderate
Minor Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
4 5 ≥5
263 Gliquidone-gemfibrozil Gemfibrozil-valsartan
Moderate Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui
2 6 ≥5
264 Amlodipin-simvastatin Major Farmakokinetik 1 5 ≥5 265 0 interaksi obat 0 6 ≥5 266 Gliquidone-bisoprolol Minor Tidak diketahui 1 3 <5 267 0 interaksi obat 0 3 <5 268 0 interaksi obat 0 3 <5 269 0 interaksi obat 0 2 <5
270 Glimepiride-meloxicam Diazepam-paracetamol Metformin-acarbose
Moderate Minor Minor
Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik
3 6 ≥5
271 0 interaksi obat 0 3 <5
272 Metformin-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik
2 6 ≥5
273 0 interaksi obat 0 4 <5 274 0 interaksi obat 0 6 ≥5
275
Rifampin-isoniazid Rifampin-pyrazinamide Gliquidone-rifampin Isoniazid-lansoprazol Acarbose-pancreatin Rifampin-lansoprazol Isoniazid-pyrazinamide Acarbose-isoniazid Gliquidone-isoniazid Isoniazid-vit B6 (pyridoxine)
Major Major
Moderate Moderate Moderate
Minor Minor Minor Minor Minor
Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik
Farmakodinamik Farmakokinetik
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
10 8 ≥5
276 Metformin-folic ac Minor Tidak diketahui 1 3 <5 277 0 interaksi obat 0 4 <5 278 Glimepiride-mefenamat Moderate Tidak diketahui 1 6 ≥5 279 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 4 <5 280 Glimepiride-ranitidin Moderate Farmakokinetik 1 6 ≥5
281 Metformin-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin
Moderate Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik
2 3 <5
282 0 interaksi obat 0 3 <5
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
283
Allopurinol-sodium bicarbonate Gliquidone-ramipril Ramipril-sodium bicarbonate Ramipril-insulin glargin (lantus) Acarbose-insulin glargin Allopurinol-ramipril
Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate
Major
Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui
Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui
6 8 ≥5
284 Terazosin-amlodipin Moderate Farmakodinamik 1 4 <5
285 Glimepiride-meloxicam Moderate Tidak diketahui 1 5 ≥5
286 Aspirin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Gliklazid-bisoprolol
Moderate Minor Minor
Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui
3 6 ≥5
287 0 interaksi obat 0 2 <5 288 0 interaksi obat 0 3 <5 289 Metformin-nifedipin Minor Farmakokinetik 1 4 <5 290 Gliquidone-mefenamat Moderate Tidak diketahui 1 7 ≥5 291 0 interaksi obat 0 3 <5 292 0 interaksi obat 0 4 <5 293 0 interaksi obat 0 3 <5
294 Acarbose-insulin glargin (lantus) Metformin-insulin glargin Metformin-acarbose
Moderate Moderate
Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
3 4 <5
295 Bisoprolol-valsartan Valsartan-spironolakton Bisoprolol-spironolakton
Moderate Major
Moderate
Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik
3 5 ≥5
296 Acarbose-humalog (lispro) Moderate Farmakodinamik 1 4 <5
297 Metformin-nifedipin Metformin-acarbose
Minor Minor
Farmakokinetik Farmakokinetik
2 7 ≥5
298 Amlodipin-bisoprolol Metformin-ranitidin Metformin-bisoprolol
Moderate Minor Minor
Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui
3 5 ≥5
299 Metformin-nifedipin Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 300 Metformin-acarbose Minor Farmakokinetik 1 5 ≥5 301 0 interaksi obat 0 5 ≥5
302 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose
Major Moderate
Minor
Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik
3 7 ≥5
303 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Pioglitazon-valsartan
Major Moderate Moderate
Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui
3 6 ≥5
304 Glimepiride-amitriptyline Metformin-amitriptyline
Minor Minor
Farmakodinamik Farmakodinamik
2 4 <5
305
Pioglitazon-valsartan Pioglitazon-nifedipin Metformin-nifedipin Metformin-acarbose
Moderate Minor Minor Minor
Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik
4 7 ≥5
306 0 interaksi obat 0 4 <5 307 0 interaksi obat 0 4 <5
308
Metformin-furosemid Metformin-folic ac Furosemid-folic ac Metformin-acarbose
Minor Minor Minor Minor
Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik
4 9 ≥5
309 0 interaksi obat 0 3 <5
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Interaksi Obat-Obat Tingkat Keparahan
Jenis Interaksi Jumlah interaksi
Jumlah obat
Kategori (obat)
310
Gliquidone-aspirin Bisoprolol-candesartan Bisoprolol-aspirin Aspirin-candesartan Aspirin-folic ac
Moderate Moderate Moderate Moderate
Minor
Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik
5 7 ≥5
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Output SPSS Analisis Bivariat
jenis_obat_klp * Ada_interaksi Crosstabulation
Ada_interaksi
Total
Ada Interaksi
Tidak ada
Interaksi
jenis_obat_klp Lebih dari 5 obat Count 157 26 183
% within jumlah_obat_klp 85.8% 14.2% 100.0%
kurang dari 5 obat Count 47 80 127
% within jumlah_obat_klp 37.0% 63.0% 100.0%
Total Count 204 106 310
% within jumlah_obat_klp 65.8% 34.2% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_obat_klp *
Ada_interaksi 310 100.0% 0 .0% 310 100.0%
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 79.295a 1 .000
Continuity Correctionb 77.141 1 .000
Likelihood Ratio 81.258 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 79.039 1 .000
N of Valid Casesb 310
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 43.43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jumlah_obat_klp
(Lebih dari 5 obat / kurang dari 5
obat)
10.278 5.933 17.806
For cohort Ada_interaksi = Ada
Interaksi 2.318 1.834 2.931
For cohort Ada_interaksi = Tidak
ada Interaksi .226 .154 .330
N of Valid Cases 310