analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

57
ASPEK HUKUM KEBIJAKAN PERIZINAN PERTANAHAN A. Perizinan Bangunan Gedung dan Pembangunan Manusia Pembangunan manusia seutuhnya yang termuat dalam UUD 1945 menekankan pembangunan aspek lahiriah maupun batiniah. Selaras dengan ini, pembangunan di Indonesia juga diarahkan pada tercapainya target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau yang dalam standar internasional disebut dengan Human Development Index yang distandardisasi ukurannya oleh UNDP. Indeks Pembangunan Manusia berorientasi pada terpenuhinya Kebutuhan dasar manusia untuk memperpanjang Angka Harapan Hidup, makin terdidik dan meningkat daya belinya. Demi meningkatkan produktivitas manusia maka bangunan gedung sebagai tempat manusia beraktualisasi, membangun kharakter dan jati dirinya memegang peranan strategis. Untuk itu penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan peningkatan kapasitas manusia agar selaras dengan lingkungannya. UU no 28 Tahun 2002 mengatur tentang fungsi, persyaratan, serta hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung. A.1. Persyaratan Teknis Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan tersebut meliputi status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung dan izin mendirikan bangunan. Persyaratan teknis meliputi : 1. persyaratan tata bangunan 2. persyaratan keandalan bangunan 1

Upload: tomyrisqi

Post on 14-Jun-2015

1.280 views

Category:

Education


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

ASPEK HUKUM KEBIJAKAN PERIZINAN PERTANAHAN

A. Perizinan Bangunan Gedung dan Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia seutuhnya yang termuat dalam UUD 1945 menekankan

pembangunan aspek lahiriah maupun batiniah. Selaras dengan ini,

pembangunan di Indonesia juga diarahkan pada tercapainya target Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) atau yang dalam standar internasional disebut

dengan Human Development Index yang distandardisasi ukurannya oleh UNDP.

Indeks Pembangunan Manusia berorientasi pada terpenuhinya Kebutuhan dasar

manusia untuk memperpanjang Angka Harapan Hidup, makin terdidik dan

meningkat daya belinya.

Demi meningkatkan produktivitas manusia maka bangunan gedung sebagai

tempat manusia beraktualisasi, membangun kharakter dan jati dirinya

memegang peranan strategis. Untuk itu penyelenggaraan bangunan gedung

perlu diatur dan dibina demi kelangsungan peningkatan kapasitas manusia agar

selaras dengan lingkungannya. UU no 28 Tahun 2002 mengatur tentang fungsi,

persyaratan, serta hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan Bangunan

Gedung.

A.1. Persyaratan Teknis

Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis

sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan tersebut meliputi status

hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung dan izin mendirikan

bangunan. Persyaratan teknis meliputi :

1. persyaratan tata bangunan

2. persyaratan keandalan bangunan

A.2. Persyaratan Administratif

Sedangkan persyaratan administrative bangunan gedung antara lain :

1. status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas

tanah

2. status kepemilikan bangunan gedung

3. izin mendirikan bangunan gedung

4. kepemilikan dan pendataan bangunan gedung

1

Page 2: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

2

Page 3: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

3

Page 4: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Penggunaan ruang di atas dan atau di bawah tanah dan atau air di bawah

bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.Dalam penyelenggaraan bangunan Gedung diperlukan IMB dan

IPB. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus diikuti dengan Izin Penggunaan

Bangunan (IPB) agar :

1. memberikan kepastian hukum dan tidak menimbulkan gugatan dari pihak

lain.

2. tercipta kenyamanan dan ketertiban serta keteraturan

3. dapat dicegah bahaya yang mungkin ditimbulkan dari bangunan yang

akan dibangun

Seluruh proses perizinan tersebut dipegang oleh Pemda namun masih

menyisakan sejumlah permasalahan karena terdapat penguasaan berlebihan

kalau tidak disebut dengan monopoli jika izin telah dipegang untuk kegiatan

usaha/investasi. Fakta tersebut terlihat mulai izin prinsip hingga izin lokasi.

Dalam perizinan tidak selalu izin Prinsip maupun izin lokasi dibutuhkan sebab

terdapat beberapa izin yang dapat diterbitkan tanpa harus melalui kedua izin

tersebut. Selama ini Perizinan dalam Penataan Ruang masih belum terukur

karena masih terdapat disparitas baik dalam proses dan prosedur penerbitannya

maupun ketentuan yang menjadi dasar berlakunya perizinan. Selanjutnya pada

bagian tersendiri akan dibahas lebih lanjut mengenai hal ini.

Sejalan dengan fungsinya, penataan ruang tidak dapat dilepaskan dari

penatagunaan tanah sebagai aspek dominan yang diatur dalam ketentuan

yuridis dalam UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk itu ruang

tidak hanya ditata berdasarkan system dan fungsinya, melainkan juga

berdasarkan nilai strategis kawasannya (Pasal 4 UU no 26 tahun 2007). Tanah

sebagai bagian dari ruang harus dijaga agar memiliki fungsi melindungi, baik di

kawasan lindung maupun budidaya (Pasal 5 ayat (2)) agar senantiasa terjaga

keseimbangan ekosistem.

4

Page 5: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Di tengah era globalisasi investasi yang lintas batas wilayah, kesenjangan

pembangunan juga sejauh mungkin dicegah antara wilayah urban dan rural

sebagai konsekuensi tujuan pemerataan kue pembangunan. Sehingga

keseimbangan pembangunan di kawasan perkotaan dan pedesan harus dijaga

melalui penataan ruang (Pasal 5 ayat (4)), baik yang diatur berdasarkan system,

secara kewilayahan maupun internal perkotaan (Pasal 5 ayat (2)).

Agar pemanfaatan fungsi-fungsi tersebut berjalan optimal maka harus dilakukan

pengendalian sebagai bagian dari penegakan hukum penataan ruang, meski

dalam implementasinya tidak mudah untuk direalisasikan. Pengendalian

pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang

yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

program beserta pembiayaannya (Pasal 1 angka 15). Salah satu dari upaya

pengendalian pemanfaatan tanah dan ruang adalah perizinan (Pasal 37 ayat 1).

Perizinan pemanfaatan ruang terkait langsung dengan perizinan pemanfaatan

tanah untuk kepentingan investasi dan pembangunan oleh Pemerintah/Pemda

yang diatur lebih lanjut dalam :

1. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 1999entang Izin

Lokasi

2. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang Tata

cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak

Pengelolaan dan

3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 2 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pertimbangan Teknis dalam Penerbitan izin Lokasi, Penetapan

Izin Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

B. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 1999 tentang Izin

Lokasi

1. Izin Lokasi

Menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 tentang Izin Lokasi, Izin

Lokasi diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang

diperlukan untuk penanaman modal yang berlaku sebagai izin pemindahan

hak, dan agar pengusaha dapat menggunakan tanah tersebut untuk

keperluan penanaman modalnya (Pasal 1 angka 1). Setiap Perusahaan

5

Page 6: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

yang telah mendapatkan persetujuan Penanaman modal wajib memiliki Izin

Lokasi (Pasal 2 ayat (1) dan (2)),

2. Perkecualian Izin Lokasi

Namun demikian Pengusaha dapat menjalankan kegiatan usahanya tanpa

mengantongi izin lokasi. Sebab Izin Lokasi tidak diperlukan apabila :

1) Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para

pemegang saham,

2) Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai

oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan

sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain

tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang

berwenang,

3) Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan

usaha industri dalam suatu Kawasan Industri,

4) Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana

pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang

kawasan pengembangan tersebut,

5) Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang

sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah

tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan,

6) Tanah yang diuperlukan untuk melaksanakan trencana penanaman

modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha

pertanian atau tudak lebih datri 10.000 m2 untuk usaha bukan

pertanian, atau

7) Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana

penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan

yang bersangkutan, dengan kertentuan bahwa tanah-tanah tersebut

terletak di lokasi uang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang

berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana

penanaman modal yang bersangkutan.

6

Page 7: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Ketentuan ini berbeda dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN

terdahulu, no 2 tahun 1993 tentang izin lokasi yang mensyaratkan semua

bentuk perolehan tanah untuk usaha diharuskan memperoleh izin lokasi,

tanpa kecuali.

3. Prosedur Pemberian Izin Lokasi

Pasal 6 menentukan bahwa Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan

mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang

meliputi:

a. keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan,

b. penilaian fisik wilayah,

c. penggunaan tanah,

d. serta kemampuan tanah.

4. Penerbitan Izin Lokasi

Di Pasal yang sama, Surat Keputusan pemberian lokasi disyaratkan wajib

diterbitkan oleh Kepala Daerah. Surat keputusan pemberian Izin Lokasi

ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya dan hanya untuk DKI Jakarta

ditanda tangani oleh Gubernur setelah diadakan rapat koordinasi antar

instansi terkait, yang dipimpin langsung oleh Gubernur, atau oleh pejabat

yang ditunjuk secara tetap olehnya. Bahan-bahan untuk keperluan

pertimbangan dalam rapat koordinasi dipersiapkan oleh Kepala Kantor

Pertanahan dan dalam rapat wajib disertai konsultasi dengan masyarakat

pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.

5. Pelibatan Masyarakat dalam Izin Lokasi

Dalam prosedur perolehan izin lokasi, pemegang izin lokasi wajib

mengkomunikasikan rencana penanaman modalnya dan besaran ganti rugi

yang diperoleh bagi pemegang hak atas tanah-tanah yang akan dibebaskan

agar terjadi transparansi. Konsultasi kepada masyarakat pemegang hak atas

tanah meliputi empat aspek sebagai berikut :

7

Page 8: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

i. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang

akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan

tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan

tanah tersebut.

ii. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk

memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman modal dan

mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui;

iii. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh

data sosial dan lingkungan yang diperlukan.

iv. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan

besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan

Izin Lokasi.

6. Persyaratan Tanah

Tanah sebagai obyek hukum yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah

tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku

diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman

modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan

penanaman modal yang dipunyainya (Pasal 3). Sehingga jelas bahwa

penanaman modal yang dilakukan diluar rencana penataan yang khusus

untuk itu tidak akan mendapatkan izin.

7. Batas Maksimal Tanah Yang dapat dikuasai

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan ketentuan maksimal tanah yang dapat

dikuasai agar tidak terjadi monopoli penguasaan dan atau eksploitasi lahan.

Izin Lokasi dapat diberikan dipada perusahaan yang sudah mendapat

persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk

memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan

tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas

penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan

lain yang merupakan saru group perusahaan dengannya tidak lebih dari

luasan sebagai berikut:

8

Page 9: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Tabel 3.1 Jenis Usaha dan Luas Maksimal Penguasaan Tanah dalam Izin Lokasi

No Jenis Usaha Penanaman Modal Skala (ha)

1. Usaha Pengembangan Perumahan dan Permukiman: Propinsi Indonesia

A Kawasan perumahan permukiman 400 4.000

B Kawasan resort perhotelan 200 4.000

2. Usaha Kawasan Industri 400 4.000

3. Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan HGU :

A Komoditas Tebu 60.000 15.0000

B Komoditas lainya 20.000 10.0000

4. Tambak

A Untuk usaha Tambak di Jawa 100 1.000

B Usaha Tambak di Luar Jawa 200 2.000

Terlihat bahwa Perkebunan besar dapat menguasai lahan paling luas, yaitu

untuk komoditas tebu dapat menguasai maksimal 60.000 ha untuk wilayah

Propinsi dan 15.000 ha untuk skala nasional. Sedangkan usaha Tambak

Ikan air tawar/payau hanya diperkenankan 100 ha untuk di Jawa dan seluas-

luasnya 2.000 ha di luar Jawa. Saat Peraturan ini dibuat, Pembangunan

masih bias Jawa sehingga diijinkan untuk mengusahakan tanah diluar Jawa

dalam skala yang lebih luas, termasuk Papua dan Papua Barat yang paling

tertinggal. Sehingga Papua (dan diasumsikan juga termasuk Papua Barat

yang berhasil memekarkan diri pada tahun 1999 bersamaan dengan

Peraturan ini dibuat).

Dalam Pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa khusus untuk Propinsi Daerah

Tingkat 1 Irian Jaya maksimum luas pemguasaan tanah adalah dua kali

maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propinsi di luar jawa

sebagaim,ana dimaksud pada ayat (1). Untuk selanjutnya Pasal ini mesti

mendapatkan perhatian khusus jika keberlanjutan hutan dan lahan di Papua

kelak telah mulai kritis.

Demi keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi

perusahaan, pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai

luas tanah yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusahaan lain

yang merupakan satu group dengannya. Namun ketentuan di penguasaan

tanah dalam Pasal 4 tersebut tidak berlakunya untuk :

1) Badan usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan

Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

9

Page 10: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

2) Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besat sahamnya dimiliki

oleh Negara,baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;

3) Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki

oleh masyarakat dalam rangka “go Public”.

8. Jangka waktu izin lokasi

Sebagai instrument pengendalian sustainability lingkungan hidup maka izin

lokasi memiliki masa daluarsa (expired). Berdasarkan luas tanahnya, maka

Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:

a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha selama 1 (satu) tahun;

b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha selama 2 (dua) tahun;

c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha selama 3 (tiga) tahun.

9. Hak dan kewajiban pemegang izin lokasi

Penerbitan izin lokasi tentu saja tidak membebaskan hak pemanfaatannya,

melainkan justru melahirkan kewajiban-kewajiban yang tidak bertentangan

dengan kepentingan umum, ketertiban, ketentuan peraturan perundang-

undangan, dan keadilan. Sejumlah hak diimbangi dengan kewajiban

pemegang izin Lokasi diatur dalam Pasal 8 ayat 1 s/d 3 untuk memberikan

garansi kepastian hukum dan melindungi pemegang hak sebelumnya dari

kesewenang-wenangan investor (pemegang izin lokasi), yaitu :

1) Pemberian Ganti Kerugian. Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk

membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan

pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak

yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli,

pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai

ketentuan yang berlaku.

2) Menghormati hak pemegang tanah sebelumnya. Sebelum tanah yang

bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi, maka semua

hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang

bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan

yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk

10

Page 11: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk

menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi

atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta

kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain.

3) Menghormati pemegang hak atas tanah yang belum dibebaskan.

Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain

atas tanah yang belum dibebaskan, dan tidak menutup atau

mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi,

serta menjaga serta melindungi kepentingan umum.

Jika ketiga ketentuan di atas telah ditempuh maka pemegang izin lokasi

dapat mengusahakan tanah yang dikuaainya. Pasal 8 ayat (4) menyebutkan

bahwa sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan

kepentingan lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak

atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan

tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana

penanaman modalnya. Namun dalam perjalanan selanjutnya, sebagaimana

diatur dalam pasal 9, pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan

secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan

mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakannya berdasarkan Izin

Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.

10. Fungsi Izin Lokasi dan isu-isu strategis pemanfaatan ruang

a. Izin Lokasi untuk Mengarahkan Pemanfaatan Ruang

Mencermati fungsinya yang demikian, Izin Lokasi harus secara detail

mengatur persyaratan yang dibutuhkan dalam memberikan izin bagi

penggunaan tanah, dalam hal ketelitian peta, identifikasi lapangan,

kesesuaian dengan rencana tata ruang, kesesuaian dengan rencana

pembangunan lainnya. Hasni (2009) merekomendasikan untuk

mempertahankan izin lokasi sebagai instrument untuk mengarahkan

pemanfaatan ruang melalui pengatuan yang detail pada persyaratan

penggunaan tanah

b. Izin Lokasi Bukan untuk Memonopoli Hak Pembebasan tanah

Selama ini, realitas menunjukkan bahwa izin lokasi seolah memberikan

keleluasaan kepada pemegangnya untuk memonopoli pembebasan

11

Page 12: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

tanah. Konsepsi ini bertentangan dengan logika pasar tanah (land

market) dimana tidak ada ketentuan untuk menjual tanah pada saat

tertentu dan pada saat kapanpun. Monopoli bertentangan dengan HAM

termasuk hak atas tanah individu. Untuk itu direkomendasikan

menghilangkan hak monopoli pembebasan tanah yang melekat pada

izin lokasi

c. Izin Lokasi Memberikan Kepastian hukum

Selain memberikan kemudahan dan efisiensi untuk memperoleh hak

atas tanah bagi kegiatan penanaman modal tanpa persaingan, izin

lokasi juga memberikan kepastian hukum bagi investor. Kepastian

hukum, kemudahan dan efisiensi adalah tiga hal yang harus

dipertahankan dalam izin lokasi

d. Izin Lokasi Harus melibatkan Masyarakat

Ketentuan ini adalah prasyarat absolute, sehingga rencana penanaman

modal dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan. Masyarakat

berhak mendapatkan informasi apa yang akan dilakukan terhadap tanah

mereka. Transparansi bermaksud agar masyarakat dapat terlibat dalam

perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan izin lokasi

e. Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Usaha harus melalui Izin Lokasi

Seharusnya ketentuan tersebut dilaksanakan tanpa diskriminasi bagi

seluruh jenis kegiatan usaha berapapun skala dan luasnya. Selama ini

dikhawatirkan penggunaan tanah yang kurang dari 1 hektar tidak

memerlukan izin lokasi akan mengakibatkan pemanfaatan ruang tidak

terkendali. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tidak dapat

ditinjau dari luasnya saja, namun juga mesti ditinjau dari intensitas

penggunaannya apakah sesuai dengan RTRW atau tidak.

f. Masa berlaku Izin Lokasi

Jangka Waktu Izin Lokasi 1 tahun untuk lahan seluas 1 ha, 2 tahun

untuk 25 ha-50 ha dan 3 tahun untuk lahan di atas 50 ha sudah saatnya

mempertimbangkan hal-hal teknis yang menyulitkan investor seperti

harus menjalani prosedur perizinan dengan birokrasi yang sama setiap

1-3 tahun dengan beban biaya yang sama kontraproduktif dengan iklim

12

Page 13: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

investasi yang menghendaki efisiensi. Untuk itu jangka waktu izin lokasi

mesti mempertimbangkan :

investor memerlukan jangka waktu yang cukup untuk

pembebasan lahan

pembatasan waktu dapat mencegah spekulasi terhadap tanah

waktu yang terlalu lama mengakibatkan tanah terlantar

g. Hak atas tanah merupakan jaminan kepastian bagi penanaman

modal

Setelah diperolehnya izin lokasi dan memenuhi persyaratan yang

ditetepkan izin lokasi, maka hak atas tanah dapat diberikan sebagai

bentuk kepastian berusaha bagi investor, HGU untuk perkebunan dan

pertanian, HGB untuk perumahan dan industry. Sehingga

rekomendasinya adalah; Hak atas Tanah hanya dapat diberikan kepada

pemegang izin lokasi yang telah membebaskan tanah dari pemilik

aslinya

h. Hak atas Tanah sebagai instrument penegakan hukum tata ruang

agar penggunaan tanah sesuai tata ruang namun izin lokasi sudah tidak

dapat menjangkaunya lagi manakala izin lokasi sudah terbit. Investor

bisa mengubah penggunaan tanah tanpa mengindahkan tata ruang. Jika

terjadi demikian maka hak atas tanah dapat dicabut dengan koordinasi

antar instansi untuk mengontrolnya, terutama BPN. Fungsi control dan

monitoring evaluasi akan tegas jika disertai dengan reward and

punishment. Jika pemanfaatan hak atas tanah pemegang izin lokasi

tidak sesuai dengan rencana tata ruang maka dapat dilakukan tindakan

pencabutan hak atas tanah. Selain itu koordinasi antar instansi harus

diperkuat dalam hal ini Pemda sebagai pemegang kewenangan atas

RTRW dan BPN sebagai pemegang kewenangan Hak tas Tanah.

13

Page 14: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

C. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang Tata

cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak

Pengelolaan

1. Prosedur Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 mengatur

tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan

Hak Pengelolaan. Pasal 2 Permenag/BPN no 9 Tahun 1999 menyebutkan

bahwa Pemberian hak meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak

Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Pengelolaan

yang dapat dilaksanakan dengan keputusan pemberian hak secara

individual, kolektif atau secara umum.

Secara Umum, Permenag/BPN no 9 Tahun 1999 mengatur tentang

persyaratan dan prosedur pemberian hak, sehingga 150 pasal yang termuat

di dalamnya berisikan mekanisme penerbitan Hak dan segala

persyaratannya. Diantara keempat hak tersebut di atas, HGU dan HGB dan

Hak Pakai-lah yang paling banyak berkaitan dengan penanaman modal

meskipun dapat juga digunakan pada Hak Milik karena sifatnya yang terkuat

dan terpenuh. Ini menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah lainnya,

hak miliklah yang paling kuat dan penuh. Di sisi lain, Hak pakai dapat

dimanfaatkan oleh pihak asing untuk mengusahakan tanah di Indonsia.

Secara umum Peraturan menAgraria/kepala BPN no 9 Tahun 1999

mengatur perbedaan hierarki kewenangan dalam pengaturan pemberian

Hak Milik, HGU, HGB maupun Hak Pakai. Jika dalam Hak Milik, pengajuan

permohonannya disampaikan langsung kepada Menteri melalui Kepala

Kantor Pertanahan setempat, maka dalam HGU permohonan diajukan

kepada Kepala Kanwil (tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan

setempat). Sedangkan pengajuan HGB dan Hak pakai sama dengan

pengajuan Hak Milik. Permohonan Hak oleh subyek Hukum perorangan

maupun Badan Hukum dapat diajukan secara individual maupun kolektif

(Pasal 6) dilengkapi dengan data Yuridis dan data fisik yang memperkuat

status hak tersebut dalam proses permohonan. Dalam proses pemberian

izin terdapat tahap verifikasi yuridis maupun teknis yang dilakukan oleh

Panitia Pemeriksa Tanah dan atau petugas yang ditunjuk oleh Menteri,

Kepala Kantor Wilayah BPN maupun Kepala Pertanahan.

14

Page 15: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Prosedur Izin LokasiPeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 2009

15

Page 16: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Sebelum lebih jauh membahas proses perizinan, ada baiknya ditelaah dulu perbedaan Hak milik, HGB, HGU dan Hak Pakai

sebagai Hak Primer yang notabene adalah Hak yang berasal dari hak menguasai Negara menurut UU no 5 tahun 1960 tentang

Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (Tabel 1). Hak Milik diatur dalam Pasal 16 UUPA dan secara khusus diatur lebih detail

mulai Pasal 20 hingga Pasal 27. sedangkan HGU adalah Hak untuk mengusahakan tanah Negara diatur dalam Pasal 28 ayat

(1). Sedangkan HGB adalah Hak untuk memiliki bangunan atau mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya untuk

jangka waktu 30 tahun (Pasal 35 UUPA ayat (1)). Sedangkan Hak Pakai adalah Hak untuk menggunakan dan atau memungut

hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban dalam

keputusan yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang memberikannya atau dalam perjanjian dengan

pemilik tanahnya, yang bukan sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah asal tidak bertentangan dengan jiwa UUPA

(Pasal 41 UUPA) .

Menurut Pasal 3 Pemberian dan pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak

Pengelolaan dilakukan oleh Menteri. Pemberian dan pembatalan hak sebagaimana tersebut oleh Menteri dapat dilimpahkan

kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan dan Pejabat yang ditunjuk.Sehingga dengan demikian terdapat

hierarki kewenangan yang didesentralisasikan. Keputusan menerima atau menolak dituangkan dalam form khusus. Berkenaan

dengan Pengajuan Hak, Pasal 4 menentukan beberapa persyaratan, antara lain :

1) pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Jika tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan. Pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan

berupa perjanjian penggunaan tanah dari Pemegang Hak Pengelolaan.

3) Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah kawasan hutan. Harus lebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai

kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Tanah- tanah tertentu yang diperlukan untuk konservasi yang ditetapkan oleh menteri tidak dapat dimohon dengan

sesuatu hak atas tanah.

16

Page 17: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Tabel Perbedaan Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI 1. Pengertian Hak Milik adalah hak turun-

temurun , terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 , bahwa “semua hak tanah mempunyai fungsi sosial”. Sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh.

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Tidak mengenai tanah pertanian, oleh karena itu dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara maupun tanah milik seseorang.

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan No. 5 Tahun 1960. Hak Pakai diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu; Hak Pakai dapat diberikan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

2. Pengalihan Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai

17

Page 18: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI Peralihan Hak Guna Usaha terjadi karena: a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena: a. jual beli; b. tukar menukar; c. penyertaan dalam modal; d. hibah; e. pewarisan.

hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang;

2. Hak pakai atas tanah milik

hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

3. Kepemilikan/subyek

1. Hanya dapat dimiliki oleh WNI;

2. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh pemerintah;

3. Orang-orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ini memperoleh hak milik

4. karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.

1. Dapat dimiliki oleh WNI; 2. Badan Hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

1. Dapat dimiliki oleh WNI; 2. Badan Hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

1. Dapat dimiliki oleh WNI; 2. Orang asing yang

berkedudukan di Indonesia; 3. Badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

5. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;

6. Badan-badan keagama-an dan sosial;

7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

4. Timbulnya Hak

Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, selain itu bisa terjadi karena Penetapan Pemerintah atau ketentuan Undang-Undang.

Terjadinya hak guna usaha karena penetapan Pemerintah.

1. Mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara; karena penetapan Pemerintah.

2. Mengenai tanah milik; karena perjanjian otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan

Terjadinya hak pakai karena pemberian oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah.

18

Page 19: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

5. Bukti Pemegang Hak

Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Hak Pakai Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

6. Pembebanan Hak

Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.

7. Syarat tanah yang dapat diberikan hak (berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996)

tidak diatur Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah: 1. Tanah negara; 2. Tanah negara yang

merupakan kawasan hutan, setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai

Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan adalah: 1. Tanah negara; 2. Tanah hak pengelolaan; 3. Tanah hak milik.

Tanah yang dapat diberikan hak pakai adalah: 1. Tanah negara; 2. Tanah hak pengelolaan; 3. Tanah hak milik.

19

Page 20: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI kawasan hutan;

3. Tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Kewajiban

Pemegang Hak

tidak diatur 1. Membayar uang pemasukan kepada Negara;

2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

3. Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;

2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

3. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan

20

Page 21: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai pengunaan Hak Guna Usaha;

7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;

8. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;

9. Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa

5. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;

6. Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;

5. Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;

6. Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

21

Page 22: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

9. Hak Pemegang

tidak diatur 1. Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

2. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.

Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan memperguna-kan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.

22

Page 23: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI kepentingan masyarakat sekitarnya.

10. Pemberian hak (berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996)

tidak diatur Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

1. Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

2. Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

3. Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Catatan : • Hak Pakai atas tanah Negara

dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

• Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

11. Jangka waktu (berdasarkan Peraturan

tidak diatur Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat

Hak guna bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun

1. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk

23

Page 24: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996)

diperpanjang paling lama 25 tahun.

Catatan*) : Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGU diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf a, yaitu:

dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.

Catatan*) : Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGB diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf b, yaitu:

jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu;

2. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada: Departemen, Lembaga

Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;

Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;

Badan Keagamaan daan badan sosial.

3. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.

Catatan*) : Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu Hak Pakai diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf c, yaitu:

24

Page 25: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI “Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun”.

“Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun”.

“Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun”.

12. Hapusnya Hak

1. Tanahnya jatuh kepada negara, a. karena pencabutan hak

berdasarkan Pasal 18; b. karena penyerahan

dengan sukarela oleh pemiliknya;

c. karena ditelantarkan; d. karena ketentuan pasal

21 ayat (3) dan 26 ayat (2).

2. Tanahnya musnah.

1. Jangka waktunya berakhir

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

4. Dicabut untuk kepentingan umum;

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah; 7. Ketentuan dalam pasal

30 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.

1. Jangka waktunya berakhir;

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

4. Dicabut untuk kepentingan umum;

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah; 7. Ketentuan dalam pasal

36 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.

1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena: a. tidak dipenuhinya

kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau

b. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak

25

Page 26: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau

c. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

4. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah; 7. Hapus karena hukum

(pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat subyek yang berhak/dapat memegang Hak Pakai).

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/24577296/Perbedaan-Hak-Milik-Hak-Guna-Usaha-Hak-Guna-Bangunan-dan-Hak-Pakai#, diakses 11 Juni 2012

26

Page 27: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Sedangkan khusus untuk hak Pengelolaan Pasal 5 menentukan agar dilakukan pemeriksaan tanah oleh Panitia Pemeriksa Tanah atau Tim Penelitian Tanah atau Petugas yang ditunjuk. Susunan anggota dan tugas Panitia Pemeriksa Tanah dan Tim Penelitian Tanah tersebut ditetapkan oleh Menteri. Segala persetujuan atau penolakan permohonan Hak oleh Menteri, Kanwil/Kepala Kantor Pertanahan harus disertai reasoning yuridis dan substansinya. dalam pemberian hak-hak tersebut, sebagian dilakukan dengan mekanisme desentralisasi.

D. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Secara umum pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 35 UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi.

Selanjutnya Pasal 36 menyebutkan bahwa peraturan zonasi berfungsi sebagai pedoman pemanfaatan ruang sehingga harus disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Sebagai pedoman yang diacu, maka peraturan zonasi memerlukan legalitas, yaitu dapat berupa PP untuk Peraturan zonasi nasional, Perda Propinsi untuk peraturan zonasi system propinsi dan Perda Kab/Kota untuk Peraturan Zonasi system Kab/kota.

UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang melahirkan banyak ketentuan baru mengenai ketentuan penataan ruang, baik di level nasional, propinsi maupun kab/kota yang sebelumnya mengacu kepada UU no 24 tahun 1992. Implikasi yang lain adalah terjadinya sejumlah perubahan ketentuan penataan ruang di bawah UU dan Perda di level Propinsi maupun Kab/Kota. Persoalan selanjutnya yang akan dibahas disini adalah sejauhmana implikasi terhadap perizinan yang telah terbit sebelum RTRW di setiap daerah diperdakan?

27

Page 28: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Semua harus diatur dalam ketentuan peralihan dalam berbagai opsi. UU no 26 Tahun 2007

sendiri mengatur sejumlah ketentuan mengenai perizinan yang pernah diterbitkan dan berlaku

sebelumnya (Pasal 37), yang penting untuk dicermati antara lain :

1. Ketentuan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut di dalam

PP

2. Izin Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW dibatalkan Pemerintah dan

Pemda menurut kewenangan masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan

3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur

yang benar, batal demi hukum

4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi terbukti tidak

sesuai dengan RTRW, dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemda sesuai kewenangannya

5. Kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan

penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin

6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi (expired) akibat adanya perubahan

RTRW dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemda dengan ganti kerugian yang layak

7. Setiap pejabat yang berwenang memberikan izin dilarang menerbitkan izin pemanfaatan

ruang yang menyimpang dari RTRW. Sehingga dapat dipahami bahwa diskresi atau

beshicking tidak boleh melanggar ketentuan penataan ruang.

E. Masa depan Perizinan sebelum berlakunya Perda RTRW

Ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 tersebut cukup memberikan gambaran bahwa meskipun

peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (retroaktif) tetapi memberikan alternative

solusi bagi ketentuan dan izin-izin yang pernah diperoleh sebelumnya dengan sejumlah

penggantian kerugian. Ketentuan lebih tegas yang menginspirasi RTRW yang baru saja

diitetapkan sebagai Perda terhadap Perizinan yang pernah diterbitkan pada masa lampau

(sebelum lahirnya Perda) tertuang dalam Pasal 77 dan Pasal 78 UU no 26 Tahun 2007. Dalam

kedua klausul tersebut mengatur ketentuan perundang-undangan yang lampau juga diatur

bagaimana masa depan perizinan sebelum berlakunya Perda RTRW termasuk masa depan

investasi yang sudah berjalan. Sebab bisa jadi, izin-izin yang diterbitkan pada masa lalu

menggunakan beshickking dari Kepala Daerah.

Pasal 77 menyebutkan bahwa pada saat RTRW ditetapkan (maksudnya ditetapkan sebagai

Perda), semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus

disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui beberapa kegiatan penyesuaian pemanfaatan

ruang. Dalam kegiatan penyesuaian tata ruang terdapat dua opsi antara lain :

28

Page 29: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

a. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa

transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.

b. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata

ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang

benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

Kedua pilihan di atas dapat dicantumkan dalam setiap RTRW yang ditetapkan sebagai Perda

sehingga para pemegang izin dan pejabat yang memberikan izin termasuk masyarakat

terdampak memperoleh kepastian hukum

Khusus mengenai eksistensi UU no 26 Tahun 2007, Pasal 78 UU ini mengatur tentang

pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Sejak saat diundangkan waktu

itu,sejumlah produk hukum dibawah UU yang menjelaskan lebih lanjut ketentuan teknis UU

lama diberikan batas waktu penyelesaian, antara lain dalam klausul yang berbunyi :

a. Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat

2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

b. Peraturan presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 5

(lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

c. Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 3

(tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Dengan berlakunya UU no 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disesuaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun 6

(enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang Penataan Ruang diberlakukan; Selain itu semua

peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan

paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan; dan

semua Perda kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau

disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Penataan Ruang diberlakukan.

29

Page 30: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Gambar 3.1 Contoh Pemberian Hak Milik Menurut Pasal 11-15Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

30

Page 31: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

31

Page 32: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Gambar 3.2 Contoh Pemberian Hak Guna Usaha Menurut Pasal 20-23Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

32

Page 33: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

33

Page 34: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Gambar 3.3 Prosedur Pemberian HGB Menurut Pasal 35-58Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

34

Page 35: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Kantor Pertanahan

Panitia Pemeriksa Tanah A

Pemohon

Belum ada surat ukur

Tim Penelitian Tanah

Kasi Hak Atas Tanah

Kasi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah

Disempurnakan

Belum Ok

Ok

Memeriksa Dokumen lain

Memeriksa Permohonan Yang belum terdaftar

Periksa/verifikasi data yuridis dan data fisik

Risalah Pemeriksaan Tanah (Konstatering Rapport)

Terbit Hak pakai

Gambar 3.4 Prosedur Pemberian Hak Pakai (Pasal 52-55)Menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

35

Page 36: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pertimbangan Teknis dalam Penerbitan izin Lokasi, Penetapan Izin Lokasi dan Izin

Perubahan Penggunaan Tanah.

1. Jenis Pertimbangan

PermenAgraria/Kepala BPN no 2 Tahun 2011 lahir untuk menjawab silang sengkarut yang

dihadapi pada saat realisasi prosedur izin lokasi. Kevakuman pengaturan selama 2 tahun

terkait ketentuan pertimbangan teknis dalam penerbitan izin lokasi, penetapan izin lokasi

dan perubahan penggunaan tanah dicoba dijawab melalui ketentuan ini sejak berlakunya

Permenag/Kepala BPN no 9 Tahun 1999. Menurut Pasal 1, terdapat 3 jenis pertimbangan,

yaitu :

1) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi bagi Investor

Merupakan pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan

pemanfaatan tanah, sebagai dasar penerbitan Izin Lokasi yang diberikan kepada

perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman

modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah

tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

2) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Penetapan Lokasi bagi

Pemerintah/Pemda

Adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan

pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian keputusan penetapan lokasi tanah yang

akan digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan

Tanah

Adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan

pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan

perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.

36

Page 37: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

2. Ketentuan Hukum yang Taat Azas

Dalam Sebuah ketentuan normative setidaknya menganut azas hukum universal, yaitu

Keadilan, Kemanfaatan, ketertiban dan kepastian hukum (Satjipto 2006). Demikian juga

dalam memberikan pertimbangan teknis, keempat azas tersebut juga direpresentasikan

oleh Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan

dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah

harus terselenggara dengan ketentuan:

1) tidak boleh mengorbankan kepentingan umum (Kepastian Hukum)

2) tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya (ketertiban)

3) memenuhi azas keberlanjutan; (kemanfaatan)

4) memperhatikan azas keadilan; dan (keadilan)

5) memenuhi ketentuan peraturan perundangan. (kepastian hukum)

3. Dokumen Pertimbangan Teknis Pertanahan

Sedangkan untuk memudahkan para pemohon, maka dituangkanlah Pertimbangan Teknis

Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan

Penggunaan Tanah ke dalam Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah

(Pasal 4). Pertimbangan Teknis Pertahanahan diterbitkan dalam bentuk dokumen. Secara

administrative, dokumen Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi,

Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah terdiri dari dua dokumen utama

(Pasal 5), yaitu :

1) Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan

2) Peta-peta Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Dalam risalah Pertimbangan Teknis berisi persetujuan atau penolakan (Pasal 6), baik

penolakan terhadap keseluruhan permohonan atau penolakan pada sebagian permohonan

saja dilengkapi dengan sejumlah ketentuan dan persyaratan. Ketentuan dan syarat-syarat

dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi seluruh atau sebagian tanah akan

digunakan untuk jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah tertentu yang disetujui.

Sedangkan peta-peta yang dijadikan dasar pertimbangan teknis pertanahan secara detail

terdiri dari Petunjuk Letak Lokasi, Penggunaan Tanah, Gambaran Umum Penguasaan

37

Page 38: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

Tanah, Kemampuan Tanah, Kesesuaian Penggunaan Tanah, Ketersediaan Tanah, dan

Pertimbangan Teknis Pertanahan. Risalah dan peta-peta tersebut (Pasal 6 dan Pasal 7)

diperlukan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan:

1) Pengumpulan data dan informasi di lapangan;

2) Neraca Penatagunaan Tanah Kabupaten/Kota/Provinsi/Nasional; dan

3) Data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber lainnya yang diperlukan.

4. Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Perubahan

Penggunaan Tanah

Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 9 tentang profil Tim Penerbitan Pertimbagan teknis

Pertanahan. Penyusunan dan penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam

Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah

dilaksanakan oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Secara hierarchies pertimbangan Teknis Pertanahan diberikan oleh tim yang terdiri

daripejabat-pejabat yang berkompeten di levelnya masing-masing (Pasal 9), antara lain :

1) Pertimbangan Teknis Pertanahan lintas wilayah Provinsi dilaksanakan oleh Tim

Pertimbangan Teknis Pertanahan Nasional, yang ditetapkan dengan Keputusan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

2) Pertimbangan Teknis Pertanahan lintas wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh

Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Provinsi, yang ditetapkan dengan Keputusan

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional; dan

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam satu wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan

oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota, yang ditetapkan dengan

Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.

Adapun Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Nasional terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

2) Ketua merangkap anggota : Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Direktur Penatagunaan Tanah; dan

38

Page 39: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia.

Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Provinsi terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional;

2) Ketua merangkap anggota : Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Kepala Seksi Penatagunaan Tanah; dan

4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota

sebagaimana dimaksud pada terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Kantor Pertanahan;

2) Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan

Kawasan Tertentu; dan

4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin

Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagaimana dibantu

oleh petugas sekretariat dan petugas lapangan yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan

dengan luas dan jenis kegiatan yang dimohon. Tim tersebut bekerja setiap tahun dan

ditetapkan alokasi pendanaannnya setiap tahun anggaran.

5. Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi

Pembinaan dan monitoring terhadap Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan

Penggunaan tanah diselenggarakan oleh para pejabat yang berkompeten di masing-

masing wilayah, yaitu :

1) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk tingkat Nasional,

Provinsi dan kabupaten/Kota;

2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional untuk tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota; dan

39

Page 40: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

3) Kepala Kantor Pertanahan untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Penyelenggaraan pembinaan dan monitoring untuk Izin Lokasi dilaksanakan dalam rangka

mengendalikan pemanfaatan izin lokasi agar tidak menyimpang dari izin yang diterbitkan

bahkan hingga pembatalan. Monitoring dan evaluasi dalam bentuk pembinaan ini

dilaksanakan dengan memperhatikan Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan

Ketentuan pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi (Pasal 11 ayat 2).

Hasil pembinaan dan monitoring menjadi bahan pertimbangan dalam Pembatalan Izin

Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Lampiran I sub bidang 1 angka 3

huruf h. Pembatalan Izin Lokasi tersebut harus dilaksanakan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia atas usulan :

1) Pemerintah Provinsi dengan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional; dan

2) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan.

40

Page 41: Analisis perizinan tata ruang (aspek hukum)

41