analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan di...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN DI
INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN BRANCHLESS
BANKING
(Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional Periode 2012-2017)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh:
Nopi Aryani Octaviani
(11150810000036)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019
ii
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN DI
INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN BRANCHLESS
BANKING
(Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional Periode 2012-2017)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Nopi Aryani Octaviani
NIM 11150810000036
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I
NIP. 19741003 200312 2 001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440 H/2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, Kamis 26 September 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Nopi Aryani Octaviani
2. NIM : 11150810000036
3. Jurusan : Manajemen (Keuangan)
Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan di
Indonesia Sebelum dan Setelah Penerapan Branchless
Banking (Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional
Peiode 2012-2017)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 September 2019
1. Dr. Indo Yama Nasarudin, S.E, MAB
NIP. 19741127200111002
2. Murdiyah Hayati, S.Kom., MM
NIP. 197410032003122001
3. Deni Pandu Nugraha, SE., M.Sc
NIDN. 2012108503
4. Murdiyah Hayati, S.Kom., MM
NIP. 197410032003122001
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari Kamis, 11 April 2019 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Nopi Aryani Octaviani
2. NIM : 11150810000036
3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan di
Indonesia Sebelum dan Setelah Penerapan Branchless
Banking (Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional
Periode 2012 – 2017)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan
yang bersangkutan selama proses Ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 April 2019
1. Faizul Mubarok, M.M
NIDN. 2014058801
2. Dwi Nur’aini Ihsan M.M.
NIP. 197710212014112001
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nopi Aryani Octaviani
NIM : 11150810000036
Jurusan : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan
telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 29 Agustus 2019
Yang Menyatakan
Nopi Aryani Octaviani
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama lengkap : Nopi Aryani Octaviani
2. Tempat, tanggal lahir : Semarang, 29 November 1996
3. Alamat : Jl. Hj. Uding I RT 011/RW 02
Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo
Jakarta Timur 13790
4. Telepon : 08984269298
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD N Kalisari 09 : Tahun 2002 – 2008
2. SMP N 251 Jakarta : Tahun 2008 – 2011
3. SMA N 106 Jakarta : Tahun 2011 – 2014
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Tahun 2015 – 2019
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Divisi Konsumsi Management Project HMJ Manajemen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (2015-2016)
2. Anggota Divisi Humas Keramik – Submarine HMJ Manajemen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (2017-2018)
3. Sekretaris Kuliah Kerja Nyata UIN Kelompok 102 (2018)
IV. PENGALAMAN KERJA
1. Internship PMMB FHCI KEMENTRIAN BUMN 2019
Divisi Keuangan Departemen Pengelolaan Dana & Investasi PT.
PELNI (Persero) Kantor Pusat (Februari – Agustus 2019)
vii
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze comparative of financial
performance on bank in Indonesia before and after implementing Branchless
Banking that represented by Capital Adquacy Ratio (CAR), Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE), Operational Costs to Operating Income
(BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR) at the Bank Conventional General
that has implemented Branchless Banking in Indonesia for the period of
three years before (2012-2014) and three years after (2015-2017). This
study uses a different test through Wilcoxon signed rank test with SPSS 23
and Microsoft Excel 2013 programs and data collection techniques with a
purposive sampling method. The results of this study indicate that there are
significant differences in CAR, ROA, ROE, BOPO, LDR between before
and after the implementation of Branchless Banking.
Keywords: Branchless Banking, Financial Ratio, Wilcoxon Signed Rank Test
viii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan
kinerja keuangan perbankan di Indonesia sebelum dan setelah penerapan
Branchless Banking yang diwakili oleh Capital Adquacy Ratio (CAR),
Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR)
pada Bank Umum Konvensional yang telah menerapkan Branchless Banking
di Indonesia periode tiga tahun sebelum (2012-2014) dan tiga tahun setelah
(2015-2017). Penelitian ini menggunakan uji beda Wilcoxon Signed Rank
Test dengan program SPSS 23 dan Microsoft Excel 2013 dan teknik
pengumpulan data dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CAR, ROA,
ROE, BOPO, LDR antara sebelum dan setelah diterapkannya Branchless
Banking.
Kata kunci: Branchless Banking, Kinerja Keuangan, Uji Wilcoxon Signed
Rank Test.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat
dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta
Salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya yang membimbing umatnya menuju jalan
kebenaran.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Strata Satu Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan di Indonesia Sebelum dan Setelah
Penerapan Branchless Banking (Studi Kasus Pada Bank Umum Konvensional
Peiode 2012-2017)”.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, yang selalu memberi rahmat dan karunia-Nya kepada penulis
serta memberi kemudahan dan kelancaran terhadap segala urusan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua yang tersayang, Bapak Muhammad Ruwiyanto dan Ibu
Enah Rohaeni yang memberikan kasih sayang, dukungan moral maupun
materil, nasihat, motivasi dan do’a yang tidak pernah putus untuk
keberhasilan dan kebahagiaan penulis. Serta adik penulis, Chandra Aditia,
x
serta kakek & nenek penulis yang selalu memberikan do’a dan semangat
untuk penulis.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc., MA selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., M.Si., Ak., CA., BKP., QIA selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom., MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan
Ibu Amalia, SE., MSM, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kesempatan yang
telah diberikan kepada penulis untuk berkarya.
6. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom., MM, selaku Dosen Pembimbing I Skripsi
yang telah meluangkan waktu, nasihat, arahan dan masukan yang sangat
berharga selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan wawasan dan
ilmu yang berharga dan bermanfaat bagi penulis.
8. Tim Pengelolaan Dana & Investasi serta Vice President dan seluruh staf
Divisi Treasury PT. PELNI (Persero) Kantor Pusat yang telah memberikan
motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Seseorang yang telah menemani dan mewarnai hari-hari saya, yang selalu
memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan nya kepada penulis
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
xi
10. Zayyan Ariibah Mardhiyyah, Siti Aliya Halimah, yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat Ciaobella: Sarah Ananda, Aprilia Wulandari, Eva Sofhatul,
Alfianti Nurul, Khairunnisa, Dewanti Prasasha, teman masa perkuliahan
yang selalu menghibur, memotivasi, mendukung saat senang maupun sulit,
dan selalu membantu ketika dibutuhkan, suatu anugerah yang luar biasa
dapat dipertemukan dengan orang-orang baik dan lucu seperti kalian.
12. Sahabat-sahabat tersayang: Aniza, Davis, Alip, Isna, Tria, Rara, Nonik,
Army, yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Risya Julia, Syifa Alwahidah, yang selalu menemani, selalu bersama, selalu
menghibur saat KKN, juga teman-teman KKN lainnya.
14. Seluruh teman-teman Manajemen 2015 yang selalu mendukung serta
menemani penulis selama perkuliahan, semoga Allah SWT memudahkan
langkah kita menuju cita-cita yang diinginkan. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga
skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi masyarakat dan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi terutama bagi penelitian yang sejenis.
Jakarta, 29 Agustus 2019
Nopi Aryani Octaviani
NIM. 11150810000036
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .......................................... .iii
HALAMAN PENGESAHAN KOMPREHENSIF ............................................ iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi
ABSTRACT .............................................................................................................. ..vii
ABSTRAK .................................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ..xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................11
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................12
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................15
xiii
A. Landasan Teori .............................................................................................15
1. Pengertian Kinerja Keuangan ................................................................15
2. Pengertian Laporan Keuanga .................................................................20
3. Rasio Keuangan .....................................................................................23
4. Pengertian Bank .....................................................................................25
5. Fungsi Bank ...........................................................................................26
6. Jenis-jenis Bank .....................................................................................27
7. Kinerja Keuangan Perbankan.................................................................31
8. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Perbankan ...................33
9. Pengertian Branchless Banking .............................................................45
10. Tujuan Kebijakan Branchless Banking ..................................................47
11. Pelaku Agen Branchless Banking ..........................................................48
B. Penelitian Terdahulu ....................................................................................53
C. Keterkaitan Antar Variabel ..........................................................................59
D. Kerangka Penelitian .....................................................................................62
E. Hipotesis ......................................................................................................62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................64
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................64
B. Metode Penentuan Sampel ...........................................................................64
1. Populasi ..................................................................................................64
2. Sampel dan Teknik Penentuan Sampel ..................................................65
C. Metode Pengumpulan Data ..........................................................................67
D. Metode Analisis Data ...................................................................................68
xiv
1. Analisis Statistik Deskriptif ...................................................................68
2. Analisis Statistik Verifikatif...................................................................69
3. Uji Hipotesis ..........................................................................................70
E. Operasional Variabel Penelitian...................................................................72
1. Variabel Dependen .................................................................................72
2. Definisi Independen ...............................................................................74
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................78
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.................................................78
1. Gambaran Objek Penelitian ...................................................................78
B. Pembahasan ..................................................................................................105
1. Uji Normalitas ........................................................................................105
2. Uji Hipotesis ..........................................................................................107
3. Interpretasi Hasil Penelitian ...................................................................108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................116
A. Kesimpulan ..................................................................................................116
B. Saran ............................................................................................................117
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................118
LAMPIRAN .......................................................................................................124
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .........................................................................53
Tabel 3.1 Kriteria Penentuan Sampel ...............................................................66
Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian ..................................................................67
Tabel 3.3 Operasional Variabel Penelitian .......................................................75
Tabel 4.1 Nilai Perhitungan CAR Bank Periode 2012-2017 ............................80
Tabel 4.2 Rata-rata CAR sebelum Branchless Banking ...................................81
Tabel 4.3 Rata-rata CAR setelah Branchless Banking .....................................82
Tabel 4.4 Nilai Perhitungan ROA Bank Periode 2012-2017 ...........................85
Tabel 4.5 Rata-rata ROA sebelum Branchless Banking ...................................85
Tabel 4.6 Rata-rata ROA setelah Branchless Banking .....................................87
Tabel 4.7 Nilai Perhitungan ROE Bank Periode 2012-2017 ............................90
Tabel 4.8 Rata-rata ROE sebelum Branchless Banking ...................................90
Tabel 4.9 Rata-rata ROE setelah Branchless Banking .....................................92
Tabel 4.10 Nilai Perhitungan BOPO Bank Periode 2012-2017 .......................95
Tabel 4.11 Rata-rata BOPO sebelum Branchless Banking ..............................96
Tabel 4.12 Rata-rata BOPO setelah Branchless Banking .................................97
Tabel 4.13 Nilai Perhitungan LDR Bank Periode 2012-2017 ..........................101
Tabel 4.14 Rata-rata LDR sebelum Branchless Banking .................................101
Tabel 4.15 Rata-rata LDR setelah Branchless Banking ...................................103
xvi
Tabel 4.16 Uji Normalitas ................................................................................106
Tabel 4.17 Hasil Uji Wilcoxon .........................................................................107
DAFTAR GAMBAR
1.1 Indeks Inklusi Keuangan ..........................................................................5
2.1 Model Branchless Banking: Bank Led Model ..........................................49
2.2 Model Branchless Banking: Telco Led Model .........................................51
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................62
4.1 Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Sebelum Branchless Banking .............81
4.2 Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Setelah Branchless Banking ...............82
4.3 Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Sebelum & Setelah
Branchless Banking ..................................................................................83
4.4 Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Sebelum Branchless Banking ............86
4.5 Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Setelah Branchless Banking ...............87
4.6 Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Sebelum & Setelah
Branchless Banking ..................................................................................88
4.7 Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Sebelum Branchless Banking .............121
4.8 Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Setelah Branchless Banking ...............122
4.9 Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Sebelum & Setelah
Branchless Banking ..................................................................................123
4.10 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum Branchless Banking ........126
4.11 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Setelah Branchless Banking ..........128
4.12 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum & Setelah
xvii
Branchless Banking ................................................................................129
4.13 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum Branchless Banking ........102
4.14 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Setelah Branchless Banking ..........103
4.15 Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum & Setelah
Branchless Banking ................................................................................105
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Statistik Perkembangan Laku Pandai ........................................124
Lampiran 2: Uji Normalitas ...........................................................................125
Lampiran 3: Hasil Uji Wilcoxon ....................................................................126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan kondisi ekonomi yang dinamis, Pemerintah
perlu mengoptimalkan seluruh sumber daya untuk mendorong masyarakat
terlibat dalam pembangunan ekonomi termasuk di sektor keuangan.
Keterlibatan masyarakat dalam sektor keuangan tersebut dapat diwujudkan
dalam kondisi ketika setiap anggota masyarakat memiliki akses untuk
memanfaatkan berbagai layanan keuangan formal yang sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan dalam rangka mencapai kesejahteraan yang
sering disebut dengan keuangan inklusif. Pertumbuhan ekonomi juga perlu
ditopang oleh tingkat literasi keuangan masyarakat. Tingkat literasi
masyarakat kategori well literate (melek keuangan) lebih mudah memahami
dan mengerti mengenai seluk beluk sektor jasa keuangan yang pada akhirnya
akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan serta dapat melindungi diri dari potensi kerugian
akibat kejahatan di sektor keuangan. Hal ini sejalan dengan trilogi
pemberdayaan konsumen yang menunjukkan adanya hubungan antara literasi
keuangan, inklusi keuangan dan perlindungan konsumen (www.ojk.go.id
diakses pada tanggal 10 Mei 2019).
Keuangan inklusif adalah suatu upaya yang bertujuan meniadakan segala
bentuk hambatan terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan
jasa keuangan perbankan dengan didukung oleh infrastruktur yang ada. Bank
2
Indonesia (2014) mendefinisikan keuangan inklusif adalah seluruh upaya
yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk hambatan terhdadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Pada dasarnya,
kebijakan keuangan inklusif adalah suatu bentuk pendalaman layanan
keuangan yang ditujukan kepada masyarakat in the bottom of the pyramid
(pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat,
buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat
pinggiran) untuk memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal seperti
sarana menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, menabung maupun
pinjaman dan asuransi. Hal ini dilakukan tidak saja menyediakan produk
dengan cara sesuai tapi dikombinasikan dengan berbagai aspek. Pada G20
Pittsbugh Summit 2009, G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan
bagi kelompok ini yang dipertegas pada Toronto Summit pada tahun 2010,
dengan dikeluarkannya 8 Principles for Innovative Financial Inclusion
sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut
diantaranya adalah leadership, diversity, innovation, protection,
empowerment, knowledge, proportionality, dan framework (www.bi.go.id
diakses pada tanggl 10 Mei 2019).
Menurut penjelasan Otoritas Jasa Keuangan (2016) keuangan inklusif
adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk dan layanan jasa
keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keuangan inklusif bertujuan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang mendukung
3
peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia, mengurangi
kesenjangan dan penurunan tingkat kemiskinan, memberikan kontribusi
positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memberikan
potensi pasar baru bagi institusi keuangan dan mendukung pendalaman pasar
keuangan. Dari data Global Financial Index 2014, hanya sekitar 36,9%
penduduk dewasa Indonesia yang memiliki rekening pada institusi keuangan
atau sekitar 63,1% penduduk masih berstatus unbanked atau bisa dinyatakan
mayoritas penduduk Indonesia belum terjangkau layanan jasa keuangan.
Fakta yang terjadi di lapangan adalah tidak semua pihak lapisan masyarakat
memiliki kemampuan untuk memenuhi syarat tersebut karena sebagian dari
mereka bisa jadi memang tidak memiliki ketersediaan dana.
Disisi lain, terdapat pula hambatan seperti memiliki pendapatan yang
rendah. Selain itu, administratif yang dapat memberatkan konsumen, seperti
misalnya keharusan bagi calon debitur untuk menyiapkan sejumlah jaminan
dan sebagainya. Hal ini mempengaruhi terhadap akses masyarakat dalam
memanfaatkan layanan jasa keuangan (Pratama, 2016 dalam Amalia, 2017).
Hal ini sejalan dengan Survey World Bank (2010) yang menyatakan bahwa di
Inonesia, akses terhadap jasa keuangan formal hanya tersedia bagi setengah
penduduk Indonesia. Sebanyak 32% dari penduduk Indonesia bahkan tidak
memiliki tabungan (baik di sektor formal maupun informal), dan masuk ke
dalam kategori financial excluded.
Menurut Bank Indonesia, Indonesia termasuk negara dengan tingkat
financial exclusion yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa hasil
4
survei dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun
internasional. Sebanyak 35% responden yang mempunyai rekening (sumber:
Survei LD-FEUI pada 5 provinsi). Sebanyak 32% penduduk Indonesia yang
belum menabung (sumber: Survei Rumah Tangga Indonesia, World Bank
2012). Sebanyak 48% penduduk dewasa Indonesia yang menabung di
lembaga keuangan formal (sumber: Survei Rumah Tangga Indonesia, World
Bank 2012). Sebanyak 20% penduduk dewasa Indonesia yang memiliki
rekening pada lembaga keuangan formal (www.bi.go.id diakses pada tanggal
12 Mei 2019).
Untuk meningkatkan keuangan inklusi di Indonesia, dipilih dengan cara
komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional yang disusun bersama
antara Bank Indonesia, kantor Wakil Presiden (Tim Nasional Percepatan
Penanggulanan Kemiskinan/TNP2K) dan Kementrian Keuangan yang disebut
dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusi. Terdapat enam strategi nasional
keuangan inklusif yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik,
pemetaan informasi keuangan, kebijakan/peraturan pendukung, intermediasi
dan saluran distribusi, perlindungan konsumen (www.bi.go.id diakses pada
tanggal 12 Mei 2019).
Jika dilihat dari aspek makro, program ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kesejahteraan bagi masyarakat banyak karena masyarakat Indonesia
masih banyak yang belum bisa mengakses pelayanan jasa lembaga keuangan
perbankan. Hal ini menjadi perhatian Bank Indonesia untuk mendorong
sistem lembaga keuangan perbankan agar dapat di akses untuk seluruh
5
lapisan masyarakat di Indonesia. Urgensi dalam memperluas layanan
keuangan kepada masyarakat dilandasi oleh hasil Survei Neraca Rumah
Tangga yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2011, yang
menyebutkan bahwa sebanyak 62% rumah tangga tidak memiliki tabungan
sama sekali. Fakta tersebut sejalan dengan hasil studi oleh World Bank pada
tahun 2011 yang menyatakan bahwa hanya separuh dari penduduk Indonesia
yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Sebagai pembanding,
Filipina dengan geografis mirip Indonesia sebagai negara kepulauan, punya
26,5 persen orang dewasa yang memiliki rekening bank. Maka, rasio
tabungan dan produk domestik bruto (PDB) Indonesia juga rendah, hanya
39,13 persen. Demikian pula rasio kredit terhadap PDB, 32,85 persen,
terendah di kawasan Asia (www.bi.go.id diakses pada tanggal 12 Mei 2019).
Sumber: www.ojk.go.id
Gambar 1.1
Indeks Inklusi Keuangan
Berdasarkan data statistik tersebut, perbankan merupakan lembaga yang
paling tinggi persentasenya dalam mendukung serta berkontribusi dalam
6
rangka meningkatkan keuangan inklusif. Perbankan merupakan lembaga
keuangan yang duharapkan mampu untuk mendukung penuh dalam
meningkatkan keuangan inklusif. Sektor yang paling tinggi persentasenya
yang terdapat dalam perbankan adalah sektor konvensional yaitu sebesar
60,7% dibandingkan dengan sektor syariah yang hanya sebesar 9,6%.
Menurut Pungky (2013), keberadaan masyarakat merupakan faktor yang
penting dan perlu dipertimbangkan oleh perbankan. Oleh karena itu, jumlah
kantor bank di suatu wilayah harus memperhatikan tingkat populasi dan
kepadatan penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu wilayah,
semakin tinggi pula kebutuhan mereka terhadap jasa perbankan.
Lebih jauh, masyarakat sendiri masih merasakan hambatan dalam
memperoleh layanan jasa keuangan formal dari perbankan. Selain
keterbatasan infrastruktur lembaga keuangan yang dimaksud, juga disebabkan
oleh rendahnya penghasilan masyarakat di desa sehingga pendapatan yang
diterima lebih banyak digunakan untuk konsumsi. Berdasarkan hasil survei
World Bank, sebanyak 79% masyarakat yang tidak memiliki tabungan karena
tidak memiliki uang. Sekalipun demikian, masyarakat berpendapatan rendah
adalah active money managers yang sangat membutuhkan akses keuangan
terhadap lembaga keuangan khususnya perbankan. Selain itu, rendahnya
pemahaman masyarakat tentang keuangan (literasi keuangan) dan belum
tersedianya produk yang sesuai untuk kelompok masyarakat kecil menambah
rumit persoalan.
7
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, kendala yang dihadapi dalam
memperluas financial inclusion secara umum dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu kendala yang dihadapi masyarakat dan lembaga keuangan
perbankan. Bagi masyarakat, kendala yang dihadapi seperti tidak adanya bank
di sekitar tempat tinggalnya atau memakan waktu yang cukup lama untuk
menuju kantor cabang terdekat, selain itu juga tingkat pemahaman terhadap
pengelolaan keuangan yang masih kurang. Adapun kendala yang dihadapi
oleh lembaga keuangan perbankan diantaranya adalah keterbatasan cakupan
wilayah dalam memperluas jaringan kantor. Di sisi lain, untuk menambah
jaringan kantor di daerah terpencil bank dihadapkan pada persoalan biaya
pendirian yang relatif mahal. Sehingga Branchless Banking diharapkan dapat
menjembatani kendala tersebut untuk mendekatkan layanan perbankan
kepada masyarakat khususnya yang jauh dari kantor bank.
Untuk itu, diperlukan suatu trobosan dan inovasi agar seluruh masyarakat
dapat menikmati layanan jasa dari perbankan. Hal ini juga terjadi di berbagai
belahan dunia terutama emerging economies melalui apa yang dinamakan
dengan kebijakan keuangan inklusi. Salah satu kebijakan keuangan inklusi
adalah dengan melalui penerapan branchless banking. Keuangan inklusi
(financial inclusion) merupakan suatu kondisi dimana masyarakat memiliki
akses terhadap jasa keuangan yang dibutuhkan atau suatu proses untuk
menyediakan jasa keuangan kepada masyarakat luas dan rumah tangga yang
berpenghasilan rendah pada harga yang dapat dijangkau.
8
Branchless Banking merupakan bagian dari program financial inclusion
untuk memberikan jasa keuangan dan sistem pembayaran melalui unit khusus
pelayanan keuangan atau agen tanpa harus melalui pendirian kantor fisik
bank. Branchless Banking merupakan solusi yang dapat menghemat biaya
dalam memberikan pelayanan perbankan untuk mereka yang tinggal di daerah
terpencil. Model Branchless Banking yang diterapkan di negara Brazil
menggunakan agen retail seperti supermarket, apotek, dan agen retail lainnya.
Dengan menggunakan model tersebut, ternyata hanya mengeluarkan biaya
0,5% dari biaya mendirikan kantor cabang (Khattab, 2012).
Agency banking yang merupakan bagian dari branchles banking pertama
kali dikembangkan di Brazil pada tahun 1999 dan telah mendapatkan
popularitas di negara berkembang dan dinyatakan bahwa agency banking
sangat mempengaruhi kinerja keuangan bank-bank di Afrika dan seluruh
dunia. Namun, agensi perbankan merupakan konsep yang cukup baru di
Afrika yang diimplementasikan di Kenya dan Afrika Selatan (Agalla, 2014).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2014 meluncurkan
peraturan tentang Layanan Keuangan tanpa Kantor dalam Rangka keuangan
Inklusif (LAKU PANDAI) dalam rangka akselerasi pembangunan ekonomi
khususnya bagi lembaga keuangan dalam meningkatkan dan memperluas
akses layanan keuangannya. Selengkapnya adalah kegiatan menyediakan
layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan
lembaga keuangan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama
dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi
9
informasi. Program Laku Pandai merupakan program inklusi keuangan yang
memungkinkan masyarakat untuk membuka rekening tabungan dan
melakukan setor tunai maupun pindah buku. Program Laku Pandai merekrut
masyarakat untuk menjadi agen bank di daerahnya. Bank menawarkan
kepada siapa saja yang berminat untuk menjadi agen mereka dengan cara
membuat bank di rumah atau tempat usahanya (www.ojk.go.id diakses pada
tanggal 12 Mei 2019).
Seperti yang diketahui, bahwa pembukaan cabang perbankan
membutuhkan investasi yang sangat besar terkait SDM, sistem informasi
maupun tersedianya bangunan fisik, sarana dan prasarana terkait dengan
layanan keuangan. Penerapan laku pandai juga dimaksudkan untuk membuka
potensi pasar seluas-luasnya bagi lembaga keuangan untuk bisa sampai ke
pelosok daerah yang terpencil. Di sisi lain, ekonomi Indonesia pada tahun
2015 telah memasuki pasar regional, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). Meskipun Masyarakat Ekonomi ASEAN untuk bidang keuangan dan
perbankan sendiri dimulai pada tahun 2020. Penerapan program Laku
Pandai/branchless menjadi hal yang strategis bagi lembaga keuangan di
Indonesia, khususnya perbankan nasional.
Program Laku Pandai dimaksudkan agar perbankan bisa memberikan
layanan kepada masyarakat dengan biaya yang lebih murah. Diharapkan
dengan adanya program Laku Pandai ini bisa menjangkau masyarakat yang
jauh dari akses perbankan dalam menikmati layanan keuangan. Dengan
adanya pertambahan agen Laku Pandai, maka jumlah nasabah dan rekening
10
perbankan dari berbagai jenis produk akan bertambah. Sehingga, jumlah laba
dan marketshare perbankan akan meningkat, begitu juga dengan kinerja
perbankan yang berubah karena penerapan program Laku Pandai. Sampai
pada tahun 2018, perkembangan program laku pandai mengalami
peningkatan dari tahun 2015. Pada tahun 2015, sampai akhir tahun terdapat 8
bank yang menerapkan program Laku Pandai/Branchless Banking, lalu
terjadi peningkatan jumlah bank yang menerapkan program tersebut setiap
kuartal dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018. Hal ini berarti perbankan
di Indonesia semakin tertarik dengan program Laku Pandai dan ingin
memberikan kemudahan pelayanan keuangan untuk masyarakat luas. Untuk
melihat perkembangan tersebut dapat dilihat di tabel halaman lampiran.
Penelitian mengenai pengaruh Laku Pandai (agen bank) terhadap kinerja
keuangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Retno & Dikdik (2019) mengenai Analisis Perbandingan
Tingkat Kesehatan Bank Sebelum dan Sesudah Penerapan Program Laku
Pandai. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada variabel CAR setelah penerapan Laku Pandai,
sedangkan variabel ROA, BOPO, FDR tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Windi (2019) meneliti tentang Analisis Perbandingan Dana Pihak
Ketiga (DPK), Efisiensi Biaya Operasional (BOPO), dan Return On Asset
(ROA) Sebelum dan Sesudah Penerapan Laku Pandai pada BTPN Syariah.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada variabel BOPO dan ROA setelah penerapan program Laku Pandai.
11
Kemudian penelitian juga dilakukan oleh Sarah (2015), yaitu tentang
Dampak Branchless Banking Terhadap Kinerja Keuangan PT Bank
Muamalat Indonesia. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa kinerja keuangan
Bank Muamalat Indonesia dari segi solvabilitas, efisiensi, dan profitabilitas
menjadi lebih baik setelah adanya Branchless Banking. Variabel CAR, ROA,
BOPO menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, tetapi pada variabel
FDR menunjukkan adanya perbedaan yang tidak begitu signifikan antara
sebelum dan sesudah penerapan Branchless Banking.
Dari ketiga penelitian tersebut terdapat gambaran bahwa kinerja
keuangan sebelum dan setelah penerapan program Laku Pandai mempunyai
perbedaan. Akan tetapi penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia
hanya terfokus pada satu bank saja sehingga perlu untuk melakukan
penelitian mengenai “ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA
KEUANGAN PERBANKAN DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH
PENERAPAN BRANCHLESS BANKING (STUDI KASUS PADA BANK
UMUM KONVENSIONAL PERIODE 2012-2017)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan
perbankan antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking
pada Bank Umum Konvensional yang diukur dengan rasio ROA?
12
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan
perbankan antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking
pada Bank Umum Konvensional yang diukur dengan rasio LDR?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan
perbankan antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking
pada Bank Umum Konvensional yang diukur dengan rasio CAR?
4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan
perbankan antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking
pada Bank Umum Konvensional yang diukur dengan rasio BOPO?
5. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan
perbankan antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking
pada Bank Umum Konvensional yang diukur dengan rasio BOPO?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
kinerja keuangan perbankan antara sebelum dan setelah penerapan
Branchless Banking pada Bank Umum Konvensional yang diukur
dengan rasio CAR
2. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
kinerja keuangan perbankan antara sebelum dan setelah penerapan
Branchless Banking pada Bank Umum Konvensional yang diukur
dengan rasio ROA.
3. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
kinerja keuangan perbankan antara sebelum dan setelah penerapan
13
Branchless Banking pada Bank Umum Konvensional yang diukur
dengan rasio ROE.
4. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
kinerja keuangan perbankan antara sebelum dan setelah penerapan
Branchless Banking pada Bank Umum Konvensional yang diukur
dengan rasio BOPO.
5. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
kinerja keuangan perbankan antara sebelum dan setelah penerapan
Branchless Banking pada Bank Umum Konvensional yang diukur
dengan rasio LDR.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai
pembelajaran bagi bank terkait dengan kinerja keuangan sehingga bisa
memberikan inovasi-inovasi produk baru untuk meningkatkan efisiensi
kinerja bank.
2. Manfaat Akademis
Manfaat di bidang akademis yang bisa diperoleh dalam penelitian ini
adalah menambah wawasan tentang pengaruh penerapan Branchless
Banking terhadap kinerja keuangan perbankan dan bisa menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya.
14
3. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah bisa
sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kinerja perbankan.
Selain itu dapat menjadi bahan acuan untuk mengeluarkan produk
perbankan baru. Tetapi, pada dasarnya penelitian ini memberikan bukti
bahwa dengan dilakukannya penerapan Branchless Banking akan
berdampak pada kinerja keuangan perbankan sehingga akan
berdampak pada tingkat kepercayaan nasabah sehingga dapat
meningkatkan market share suatu bank dan berbagai keuntungan
dalam bidang keuangan lainnya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Jumingan (2006: 239), kinerja keuangan adalah gambaran
kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik
menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang
biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan
profitabilitas. Sutrisno (2009: 53) menjelaskan bahwa kinerja keuangan
merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan
tersebut.
Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002: 275), Kinerja keuangan
adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu
dilaporkan dalam laporan. Kinerja keuangan akan melaporkan posisi
perusahaan pada suatu titik waktu tertentu maupun operasinya selama
suatu periode di masa lalu. Akan tetapi, nilai sebenarnya dari laporan
keuangan terletak pada kenyataan bahwa laporan tersebut dapat
digunakan untuk membantu meramalkan keuntungan dan dividen di
masa depan (Brigham & Houston, 2006: 94). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Kinerja keuangan adalah hasil kerja yang dicapai
oleh manajemen perusahaan selama suatu periode tertentu yang
dilaporkan dalam laporan keuangan.
16
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing
measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi serta efektifitas
perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi.
Dengan demikian pengertian kinerja keuangan adalah suatu usaha
formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan
efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada
periode waktu tertentu (Hanafi, 2007). Sedangkan menurut Sutrisno
(2009) kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan
dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan
perusahaan tersebut.
Pengertian lain mengenai kinerja keuangan menurut Fahmi (2012)
adalah analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu
perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Sedangkan menurut
Jumingan (2006) kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi
keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut
aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya
diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.
Kinerja perusahaan menurut Anisah dan Tritonowati (2016) merupakan
suatu tampilan perusahaan dalam periode tertentu untuk mengetahui
kondisi perusahaan apakah sudah membaik atau menurun.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja keuangan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan
17
untuk memperoleh gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu
periode tertentu dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan
keuangan secara baik dan benar. Pengukuran kinerja digunakan
perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya
agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan
merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap review data,
menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi
terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.
Kinerja Keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis.
Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8
macam, yaitu (Jumingan, 2006):
a. Analisis perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik
analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua
periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam
jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif).
b. Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan
kenaikan atau penurunan.
c. Analisis Persentase per Komponen (common size), merupakan
teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-
masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun
utang.
18
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik
analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal
kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis
untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan
kas pada suatu periode waktu tertentu.
f. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan
untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca
maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara
simultan.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
Pengukuran kinerja adalah proses untuk menentukan seberapa baik
aktivitas-aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan startegis
dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan
penyempurnaan secara berkesinambungan. Menurut Munawir (2002)
pengukuran kinerja keuangan memiliki beberapa tujuan yaitu, untuk:
1) Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
2) Mengetahu tingkat solvabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila
perusahaan tersebut dilikuiditasi, yang mencakup baik kewajiban
jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang.
19
3) Mengetahui tingkat profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan laba selama periode tertentu.
4) Mengetahui stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
melakukan usahanya dengan stabil.
Dengan tujuan tersebut, penilaian kinerja keuangan mempunyai
beberapa peranan bagi perusahaan. Penilaian kinerja keuangan dapat
mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan
oleh perusahaan, untuk menentukan atau mengukur efisiensi setiap
bagian proses atau produksi serta untuk menentukan derajat
keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.
Penilaian kinerja setiap perusahaan berbeda-beda tergantung ruang
lingkup bisnis yang dijalankan. Menurut Fahmi (2013) ada 5 (lima)
tahap dalam menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara
umum, yaitu:
(a) Melakukan review terhadap data laporan keuangan
Review dilakukan dengan tujuan agar laporan keuangan yang
sudah dibuat tersebut sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah yang
berlaku umum dalam dunia akuntansi, sehingga hasil laporan
keuangan tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
(b) Melakukan Perhitungan
Penerapan metode perhitungan disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari
20
perhitungan tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai
dengan analisis yang diinginkan.
(c) Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah
diperoleh.
Metode yang paling umum digunakan untuk melakukan
perbandingan ini ada dua yaitu yang pertama times series analysis,
adalah membandingkan secara antar waktu atau antar periode, yang
kedua cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan
terhadap hasil hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu
perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang
sejenis yang dilakukan secara bersamaan. Penggunaan kedua
metode ini diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang
menyatakan posisi perusahaan tersebut berada dalam kondisi
sangat baik, baik, sedang/normal, tidak baik, dan sangat tidak baik.
(d) Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan. Tahap ini dilakukan dengan
menganalisis kinerja keuangan perusahaan setelah dilakukan ketiga
tahap tersebut.
(e) Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap
berbagai permasalahan yang ditemukan.
2. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Fahmi (2012), merupakan suatu
informasi yang menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana
21
selanjutnya akan menjadi suatu informasi yang menggambarkan tentang
kinerja suatu perusahaan. Sedangkan menurut Sadeli ( 2002) laporan
keuangan ialah hasil dari proses akuntansi dan merupakan informasi
historis. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, mengukur dan
melaporkan informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan
mengambil keputusan yang tepat bagi pemakai informasi tersebut .
Menurut Fahmi (2012) tujuan laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang
kondisi suatu perusahaan dari sudut angka-angka dalam satuan moneter.
Suatu laporan keuangan (financial statement) dapat memberikan
manfaat untuk pengambilan keputusan, apabila informasi laporan
keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi dimasa
mendatang. Dengan mengelola lebih lanjut laporan keuangan melalui
proses perbandingan, evaluasi dan analisis trend, akan diperoleh
prediksi mengenai kemungkinan yang akan terjadi dimasa mendatang
sehingga laporan keuangan tersebut sangat diperlukan.
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca,
laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam
berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus
dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen
industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh harga. Dari
22
pengertian tersebut laporan keuangn dibuat sebagai bagian dari proses
pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk
mempertanggujawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada
manajemen.
(Taswan, 2010 dalam Chandra Chintya Putri, 2015) menyatakan
bahwa laporan keuangan bank dimaksudkan untuk memberikan
informasi berkala mengenai kondisi bank secara menyeluruh, termasuk
perkembangan usaha dan kinerja bank. Seluruh informasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan bank
kepada publik dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga perbankan sebagai bentuk pertanggungjawaban pihak
manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja
bank yang dicapai selama periode tertentu. Tujuan laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi pengambilan keputusan.
Menurut (Harmono, 2009 dalam Kuntari Dasih, 2014), laporan
keuangan merupakan alat analisis bagi manajemen keuangan
perusahaan yang bersifat menyeluruh, dapat digunakan untuk
mendeteksi/ mendiagnosis tingkat kesehatan perusahaan.
Secara umum tujuan dari laporan keuangan menurut (Veithzal
Rivai, 2007 dalam Dewi Nur Hayati, 2012) adalah sebagai berikut:
23
a. Memberikan informasi kas mengenai posisi keuangan perusahaan
pada periode tertentu.
b. Memberikan informasi keuangan mengenai hasil usaha perusahaan
selama periode akuntansi tertentu
c. Memberikan informasi yang dapat membantu pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menilai kondisi dan potensi suatu
perusahaan.
d. Memberikan informasi penting lainnya yang relevan dengan
kebutuhan pihak pihak yang berkepentingan dengan laporan
keuangan.
3. Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan
yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan.
Tujuannya adalah menunjukkan perubahan dalam prestasi operasi di
masa lalu dan membantu menggambarkan tren pola perusahaan
tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang
melekat pada perusahaan yang bersangkutan (Irham Fahmi, 2012: 46).
Ada 4 macam rasio yang digunakan di Indonesia, yaitu:
a. Rasio Likuiditas
Rasio yang mengatur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini terdiri dari:
1) Cash Ratio
2) Current Ratio
24
3) Reserve Requirement
4) Loan to Deposit Ratio
5) Loan to Asset Ratio
6) Rasio Kewajiban Bersih Call Money
b. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini terdiri dari:
1) Capital Adequacy Ratio
2) Debt to Equity Ratio
3) Long Term Debt to Asset Ratio
c. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang melihat kemampuan
perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas). Rasio ini terdiri
dari:
1) ROA (Return On Asset)
2) ROE (Return on Equity)
3) NIM (Net Interest Margin)
4) BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio keuangan dan kinerja perusahaan mempunyai hubungan
yang erat. Rasio keuangan ada banyak jumlahnya dan setiap rasio itu
mempunyai kegunaannya masing-masing. Jadi, untuk menilai kondisi
25
dan kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan rasio yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna.
4. Pengertian Bank
Di Indonesia, sebagaimana diatur dalam undang-undang, yang
dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut
kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan
demikian, bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang
memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak
yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang
membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Berdasarkan
fungsinya ini bank disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga
perantara. Bank memiliki kedudukan dalam sistem perekonomian, yaitu
berperan sebagai lembaga intermediasi, memberikan jasa lalu lintas
pembayaran serta sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Karena peranannya tersebut, setiap negara senantiasa berupaya agar
lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman, dan
stabil. (Bank Indonesia, 2003).
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya
(Kasmir, 2003: 11). Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang
26
melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,
mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai
perusahaan-perusahaan, dan lain-lain (Lukman Dendawijaya, 2008: 25).
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2008: 2) bahwa : ”Bank adalah
lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur
kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter serta
dinamisator pertumbuhan perekonomian.” Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dan masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (PSAK
Nomor 31 revisi 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
bank adalah suatu lembaga yang menghimpun dana masyarakat serta
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat atau pihak yang
membutuhkan dalam bentuk kredit.
5. Fungsi Bank
Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk
berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih
spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development,
dan agen of services (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2008:9)
27
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan,
baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana.
Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila
dilandasi oleh unsur kepercayaan.
b. Agent of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat
diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil.
Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan
investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa.
c. Agent of Services
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang
lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat
kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara
umum. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan
kegiatan pokok perbankan.
6. Jenis-Jenis Bank
Menurut Kasmir (2008:20) jenis-jenis bank dapat ditinjau dari
beberapa segi antara lain:
a. Dilihat dari Segi Fungsinya:
1) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
28
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Usaha-usaha yang dilakukan oleh bank umum
antara lain:
(a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito berjangka, serta sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
(b) Memberikan kredit.
(c) Menerbitkan surat pengakuan utang berjangka pendek dan
berjangka panjang berupa obligasi atau sekuritas kredit.
(d) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri
maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya,
misalkan surat-surat wesel, surat pengakuan utang, Surat
Bank indonesia (SBI), obligasi, surat dagang berjangka
waktu sampai dengan satu tahun, dan instrumen surat
berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu
tahun.
(e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan nasabah.
2) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
29
lalu lintas pembayaran. Usaha yang dilakukan bank
perkreditan rakyat (BPR) yaitu:
(a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
(b) Memberikan kredit.
(c) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan atau tabungan
pada bank lainnya.
b. Dilihat dari segi kepemilikannya:
1) Bank milik pemerintah, yaitu bank yang akta pendirian
maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.
2) Bank milik swasta nasional, yaitu bank yang seluruh atau
sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta
pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian
keuntungannya diambil oleh swasta pula.
3) Bank milik asing, yaitu bank yang merupakan cabang dari
bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing maupun
pemerintah asing suatu negara.
4) Bank milik campuran, yaitu bank yang kepemilikan sahamnya
dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Dimana
30
kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh Warga
Negara Indonesia.
c. Dilihat dari segi cara menentukan harga:
1) Bank yang Berdasarkan Prinsip Konvensional, yaitu bank yang
menggunakan sistem bunga sebagai sumber pendapatan dan
biaya bank. Penabung pasti memperoleh bunga meskipun bank
menderita rugi. Peminjam wajib membayar bunga pinjaman
meskipun usahanya rugi.
2) Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu bank yang
menggunakan sistem bagi hasil antara penabung (kreditur),
peminjam (debitur) dan bank dalam perhitungan biaya dan
pendapatan. Keuntungan maupun kerugian suatu usaha secara
adil sesuai kontribusi dan kesepakatan bersama.
Untuk mengetahui apakah bank cukup solid (kuat) dapat
dlihat neraca laba-rugi bank yang setiap tiga bulan dapat dibaca di
surat kabar termasuk di antaranya: (O.P. Simorangkir, 1984).
(a) Likuiditas, yaitu kemampuan suatu bank melunasi kewajiban–
kewajiban yang segera dapat ditarik. Seandainya kita ingin
memiliki simpanan giro di bank dan ingin menarik uang karena
butuh, tetapi ditampik oleh bank agar lusa saja ditarik, maka
jika perilakunya seperti ini bank tersebut tidak likuid.
31
(b) Solvabilitas, yaitu kemampuan bank untuk membayar semua
hutangnya kepada pihak ketiga. Hutang ini biasanya
digolongkan hutang yang berjangka menengah atau panjang.
Berbeda dengan likuiditas yang menitikberatkan kepada
kewajiban atau hutang berjangka pendek. Bank disebut likuid
dan solvabel, jika benar-benar dengan mudah mampu dan
bersedia melunasi setiap hutangnya. \
(c) Rentabilitas, yaitu kemampuan suatu bank untuk memperoleh
keuntungan atau laba. Laba merupakan pencerminan dan
penilaian terhadap ketrampilan dan kecakapan pimpinan bank.
Semakin besar laba yang diperolehnya semakin diperbesar
usahanya.
Salah satu modal utama bagi bank adalah kepercayaan
masyarakat terhadapnya. Bank yang memiliki nasabah yang banyak
menunjukkan bahwa ia sangat dipercayai oleh masyarakat. Sebaliknya
bila kepercayaan masyarakat terhadap bank itu kurang, akan
mengakibatkan berkurang pula nasabahnya. Bahkan jika kepercayaan
sama sekali tidak ada, akan menimbulkan suatu rush, yaitu penarikan
uang simpanan oleh para nasabah secara serentak dari suatu bank. Hal
ini sudah pasti akan mengurangi likuiditas bank yang bersangkutan.
7. Kinerja Keuangan Perbankan
Kinerja keuangan perbankan merupakan hasil yang dicapai suatu
bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank seefektif dan
32
seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
manajemen bank itu sendiri (Basran Desvian, 2005). Kinerja Keuangan
Perbankan merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu
periode tertentu, di mana informasi posisi keuangan dan kinerja
keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan. Penilaian
kinerja keuangan bank dapat dinilai dengan pendekatan analisa rasio
keuangan dari semua laporan keuangan yang dilaporkan di masa depan
(Febryani, 2003: 42). Kinerja keuangan bank merupakan bagian dari
kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja bank secara keseluruhan
merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya,
baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan
penyaluran dana, teknlogi maupun sumber daya manusia (Abdullah,
2002:108). Jadi, kinerja keuangan bank adalah gambaran mengenai
prestasi kerja bank atau kemampuan kerja bank atas kegiatan
operasional yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui prestasi
yang dicapai bank perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja keuangan
bank dalam kurun waktu tertentu.
Penilaian kinerja keuangan perbankan dimaksudkan untuk menilai
keberhasilan manajemen didalam mengelola suatu badan usaha yang
dapat diproksi dengan (Achmad dan Kusno, 2003):
a. Indikator financial ratio
33
b. Ketentuan penilaian kesehatan perbankan (peraturan Bank
Indonesia)
c. Fluktuasi harga saham dan return saham
Untuk mengukur kesehatan dan kinerja bank berpedoman pada
Undang-Undang RI No 7 tahun 1992 pasal 29 tentang perbankan
menyebutkan beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:
1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan kesehatan atau kinerja bank
dengan memperlihatkan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank.
3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan wajib melakukan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Kemampuan bank dalam membentuk giro wajib minimum yang
dipelihara oleh bank pada Bank Indonesia juga harus diperhatikan,
dimana giro wajib minimum diperoleh bank dari dana pihak ketiga.
Berikut ketentuan dari giro wajib minimum dalam rupiah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia:
(a) GWM primer sebesar 8 % dari DPK
(b) GWM sekunder sebesar 2,5 % dari DPK
34
(c) GWM LDR sebesar perhitungan antara Parameter Disinsentif
Bawah atau Parameter Disinsentif Atas dengan selisih antara LDR
Bank dan
(d) LDR Target dengan memperhatikan selisih antara KPMM Bank
dan KPMM Insentif.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 1996) kinerja keuangan dapat
diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan.
Informasi posisi dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali
digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan
kinerja di masa yang akan datang serta hal-hal lain yang langsung
menarik perhatian pemakai jasa perbankan seperti pembayaran deviden,
upah, dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya
ketika jatuh tempo.
8. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Perbankan
Kinerja keuangan pada bank dapat dinilai dengan menggunakan
pendekatan analisis rasio keuangan. Rasio keuangan ini berfungsi
sebagai ukuran dalam menganalisis laporan keuangan suatu bank. Rasio
keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan bank
umumnya digunakan aspek penilaian menggunakan metode CAMEL
(Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity). Penilaian
Kinerja Keuangan menurut (Riyadi, 2006: 150) yang meliputi faktor-
faktor sebagai berikut:
35
a. Faktor Permodalan (Capital) meliputi Capital Adequacy Ratio
(CAR,) Primary Ratio (PR), dan Aktiva Tetap Terhadap Modal
(ATTM).
b. Faktor Kualitas Aktiva Produktif (Asset Quality) meliputi Aktiva
Produktif Bermasalah (aktiva produktif bermasalah terhadap hal
aktiva produktif), PPAP terhadap aktiva produktif (Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif terhadap total altiva produktif), Non
Performing Loan (NPL) dan Pemenuhan PPAP (Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk terhadap
penyisihan aktiva produktif yang wajib dibentuk).
c. Faktor Manajemen (Management).
d. Faktor Rentabilitas (Earning) meliputi Return On Assets (ROA),
Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), dan Beban
Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO).
e. Faktor Likuiditas (Liquidity) meliputi Cash Ratio (CR), Loan to
Deposit Ratio (LDR), dan Investing Policy Ratio (IPR).
Menurut (Millatina, 2011: 3 - 4), Semakin besar Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Net Interest Margin (NIM) suatu bank, maka semakin
besar pula profitabilitas bank tersebut, yang berarti kinerja keuangan
tersebut semakin meningkat. Namun Semakin tinggi rasio Non
Performing Loan (NPL) mengakibatkan semakin tinggi kredit macet
bank, sehingga berpotensi menurunkan laba bank. Menurut Dhian
(2011: 3), meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) akan pengaruh
36
positif dan signifikan terhadap perubahan laba. Meningkatnya laba,
maka Return On Asset (ROA) juga akan meningkat.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kinerja keuangan perbankan
digunakan rasio keuangan dengan melihat dari aspek Capital (CAR),
Earning (ROA, ROE, BOPO), dan Likuidity (LDR).
1) Capital Adequacy Ratio (CAR)
Modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu
sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian
suatu bank. Jika bank tersebut sudah beroperasi maka modal
merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Agar
perbankan dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing
dalam perbankan internasional maka permodalan bank harus
senantiasa mengikuti ukuran yang berlaku secara internasional,
yang ditentukan oleh Banking for International Settlements (BIS),
yaitu sebesar Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah 8%. (Selamet
Riyadi, 2006). Menurut Firmansyah (2013), CAR adalah rasio
kecukupan modal bank atau merupakan kemampuan bank dalam
permodalan yang ada untuk menutupi kemungkinan kerugian
didalam perkreditan atau pembiayaan atau kerugian dalam
37
perdagangan surat-surat berharga. CAR adalah salah satu cara
untuk menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah
memadai atau belum (Hasibuan, 2009:58).
Menurut Kasmir (2014:46) CAR adalah perbandingan rasio
antara rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
dan sesuai ketentuan pemerintah. CAR memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai
dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat,
pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, capital adequacy
ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Zainul,
2002:122). CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal
minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR merupakan
indikator kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh
aktiva yang berisiko. Semakin tinggi CAR maka semakin baik
kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap
kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka
bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan
38
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas
(Lukman Dendawijaya, 2000). Rumus CAR adalah:
𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝐴𝑇𝑀𝑅𝑋 100%
2) Return On Asset (ROA)
ROA atau sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
sebagai rentabilitas ekonomi mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis mengenai ROA
kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa
mendatang (Hanafi & Halim, 2014:157). ROA mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan
total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan
dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut.
Definisi Return On Asset adalah hasil pengembalian
investasi atau lebih dikenal dengan nama Return On Investmen
atau Return On Total Asset merupakan rasio yang menunjukkan
hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan
(Kasmir, 2014). Sedangkan menurut Munawir (2014) Return On
Asset adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang
dimaksimalkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan
dengan keseluruhan dana yang digunakan untuk operasinya
perusahaan untuk menghasilkan laba. Bambang Riyanto
39
(2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning Power
Ratio yaitu kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto.
Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto
sesudah pajak.
ROA digunakan untuk mengukur keseluruhan dan
keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva
yang tersedia. Semakin tinggi ROA menunjukkan bahwa
perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin
tinggi ROA, semakin efektif kinerja perusahaan. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada
investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
perusahaan tersebut semakin diminati investor, karena tingkat
pengembalian akan semakin besar (Anggraini, 2006).
Profitabilitas sangat penting bagi bank, karena dana bank sebagian
besar berasal dari dana pihak ketiga, sehingga bank harus
profitable untuk membayar biaya bunganya. Sementara Return on
asset perbankan Nasional di Indonesia mengalami fluktuasi dari
tahun ke tahun, hal ini diakibatkan dari tidak stabilnya
pertumbuhan laba perbankan di Indonesia. Menurunnya laba
perbankan Nasional diantaranya disebabkan oleh tingginya tingkat
kegagalan kredit dan beban operasional perusahaan yang terlalu
40
besar dan tidak efisien (Muljono dan Wicaksono, 2009). Rumus
ROA adalah:
𝑅𝑂𝐴 =𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%
3) Return On Equity (ROE)
ROE merupakan rasio yang biasanya dipakai untuk
mengukur kinerja keuangan bank. Rasio ini berfungsi untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital
yang ada untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003:298). ROE
menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki
perusahaan. Investor yang akan membeli saham akan tertarik
dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas
yang bisa dialokasikan ke pemegang saham (Hanafi dan Halim,
2014:177). Menurut Sartono (2012:124) ROE adalah rasio yang
Mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia
bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh
besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang besar
maka rasio ini akan besar.
Return On Equity sering disebut rentabilitas modal sendiri
dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang
menjadi hak pemilik modal sendiri (Harjito dan Martono, 2010:61).
Menurut Brigham dan Houston (2011:133) rasio yang paling
41
penting adalah pengembalian atas ekuitas (return on equity), yang
merupakan laba bersih bagi pemegang saham di bagi dengan total
ekuitas pemegang saham. ROE dalam analisis keuangan memiliki
arti yang sangat penting untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba. Dengan menggunakan ROE, kemampuan
bank dalam memperoleh laba tidak diukur menurut besar kecilnya
laba yang dicapai, akan tetapi jumlah laba tersebut harus
dibandingkan dengan jumlah dana yang telah digunakan dalam
menghasilkan laba tersebut (A. Wangsawidjaja, 2012: 118).
Dari pandangan pemilik, ROE merupakan ukuran yang
lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan
mereka. Jika dikaitkan dengan keuntungan bisnis syariah dalam
ekonomi dapat dilihat dari sisi teori bahwa perusahaan sekarang ini
menekankan pemaksimalan laba untuk pemegang saham. Jadi
return on equity merupakan indikator yang amat penting bagi
pemilik saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan
bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran dividen. Apabila terjadi kenaikan rasio, berarti terjadi
kenaikan laba bersih dari bank bersangkutan (Veithzal, 2008).
Dalam perhitungan Return On Equity (ROE) menunjukkan
perbandingan antara laba setelah pajak dengan total ekuitas yang
dimiliki bank. Laba setelah pajak adalah laba rugi bank yang
diperoleh dalam periode berjalan setelah dikurangi pajak dan biaya-
42
biaya lainnya. Sedangkan total ekuitas merupakan komponen yang
terdiri dari modal inti yang disetorkan selama tahun berjalan
(Muhammad, 2005). Besarnya nilai untuk laba setelah pajak dapat
dilihat pada perhitungan laba rugi bank, sedangkan total aktiva
dapat dilihat pada laporan neraca bank. ROE dapat dirumuskan
sebagai berikut:
𝑅𝑂𝐸 =𝐸𝐴𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑋 100%
4) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan
membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan
operasi atau disebut dengan BOPO. Rasio Biaya Operasi terhadap
Pendapatan Operasional sering disebut rasio efisiensi yang
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Biaya operasional pendapatan operasional adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank
dalam melakukan kegiatan operasinya (Veithzal, 2013:131). BOPO
merupakan perbandingan atau rasio biaya operasional dalam 12
bulan terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode
yang sama (Malayu, 2009:101).
Menurut Dendawijaya (2000) rasio biaya operasional
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank
43
dalam melakukan kegiatan operasinya. Menurut Taswan (2006)
BOPO digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi suatu bank
serta kemampuan suatu bank untuk menjalankan operasionalnya.
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional (Riyadi, 2006). Rumus perhitungan BOPO adalah
sebagai berikut:
𝐵𝑂𝑃𝑂 =𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙𝑋100%
Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia
dan Herdiningtyas, 2005). Rasio yang semakin meningkat
mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya
operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang
dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam
mengelola usahanya (SE. Intern BI, 2004). Bank Indonesia
menetapkan rasio BOPO baik apabila dibawah 90 %. Apabila rasio
BOPO melebihi 90 % atau mendekati 100 % maka bank dapat
dikategorikan sebagai bank yang tidak efisien.
5) Loan to Deposit Ratio (LDR)
Likuiditas bank yang terlalu tinggi dapat berpotensi
merugikan bank karena dana yang idle (menganggur) menjadi
terlalu besar sehingga hanya sedikit loanable funds yang dapat
44
disalurkan karena sebagian dikembalikan lagi dalam bentuk
cadangan tunai, hal ini akan berdampak negatif terhadap
profitabilitas perusahaan (Primasari, 2013:7). Salah satu rasio
likuiditas bank yang umum digunakan adalah rasio LDR. LDR
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
bank memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya.
Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi saat
kewajiban kliring datang, dimana pemenuhannya dilakukan dengan
aset lancar perusahaan (Sudarini, 2005 dalam Nusantara, 2009).
Menurut Dendawijaya (2005), Loan to Deposit Ratio (LDR)
menyatakan kemampuan suatu bank memenuhi penarikan kembali
oleh deposan atas dana yang telah digunakan oleh bank untuk
memberikan kredit kepada pihak lain. Loan to Deposit Ratio
merupakan sebagai pengawasan salah satu kebijakan perkreditan
untuk mengetahui besarnya perbandingan kredit yang diberikan
dengan dana pihak ketiga ditambah modal sendiri (Veithzal,
2013:131). Menurut Simorangkir (2004: 147) Loan to Deposit
Ratio merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan
dengan dana pihak ketiga. Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah
rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana
pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan
menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu
45
menyalurkan kredit, sementara dana yang 23 terhimpun banyak
maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2010: 290).
Pencapaian LDR yang baik adalah apabila nilai LDR masih
dalam batas yang ditetapkan BI (Tahun 2015 BI menetapkan batas
atas LDR adalah 92% dan batas bawah 78%), karena nilai LDR
yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah tidak akan baik untuk
bank (Eng, 2013). LDR menunjukkan seberapa besar dana yang
dilepaskan bank dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio LDR
(mendekati batas atas) maka laba bank tersebut akan semakin
meningkat dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan
kreditnya secara efektif. LDR merupakan rasio antara jumlah
kredit yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga (giro,
tabungan dan deposito) (Sudiyatno dan Suroso, 2010).
𝐿𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎𝑋100%
9. Pengertian Branchless Banking
Menurut Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK,
Branchless Banking atau dalam Bahasa Indonesia sering disebut dengan
LAKU PANDAI (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka
Keuangan Inklusif) merupakan suatu program penyediaan layanan
perbankan dan layanan keuangan lainnya melalui kerjasama dengan
pihak lain (agen Bank) dan didukung dengan penggunaan sarana
teknologi informasi. Dengan adanya Branchless Banking diyakini
46
berpotensi untuk mengurangi biaya dan justru meningkatkan layanan
perbankan dan keuangan lainnya tanpa kantor fisik yang dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh Indonesia serta
menyediakan produk-produk keuangan yang sederhana, mudah
dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Sarah, 2015).
Menurut Yusharto (2014) branchless banking adalah layanan
perbankan tanpa perlu membuka kantor cabang. Bank tidak perlu
lagi membuka cabang baru untuk dapat menjangkau masyarakat yang
berada di pelosok. Bank Indonesia mempersilahkan bank
menggandeng pihak ketiga atau agen untuk melayani jasa perbankan
pada nasabah sehingga bank tidak perlu lagi memikirkan strategi
berekspansi mendirikan kantor-kantor cabang baru terutama untuk
menjangkau daerah-daerah pelosok. Penerapan program branchless
banking ini adalah dengan memanfaatkan jaringan dan teknologi
informasi yang dimilikinya. Dengan melaksanakan
program branchless banking, perbankan bisa lebih menjangkau sampai
ke pelosok-pelosok. Terlebih lagi bila bank
mau menggandeng lembaga keuangan mikro (LKM) dan koperasi
untuk dijadikan agen.
Menurut CGAP (Consultative Group to Assist the Poor)
definisi Branchless Banking sebagai pemberian jasa keuangan yang
dilakukan di luar kantor cabang bank dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi serta agen ritel bukan bank (Lyman et al.
47
2006). Keberadaan Branchless Banking diyakini berpotensi untuk
mengurangi biaya dan sebaliknya justru meningkatkan pelayanan
perbankan tanpa cabang dapat memperluas jangkauan pasar yang baru,
yaitu segmen masyarakat yang sebelumnya tidak atau belum terlayani
oleh bank sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Branchless Banking memanfaatkan teknologi guna memperluas
jangkauan akses keuangan melalui kerja sama dengan agen ritel,
lembaga keuangan mikro, operator telepon seluler dan perusahaan
teknologi.
Uji coba program branchless banking dilakukan oleh Bank
Indonesia pada bulan Mei hingga Desember tahun 2013. Terdapat lima
bank besar yang terlibat dalam pilot project tersebut yaitu Bank
Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank CIMB Niaga, Bank
Tabungan Pensiunan Negara (BTPN), dan Bank Sinar Harapan Bali.
Uji coba tersebut bertujuan mencari bentuk paling cocok
pelaksanaan branchless banking di Indonesia dan untuk menemukan
pola yang nantinya bisa diterapkan untuk seluruh bank, baik yang
konvensional maupun syariah, serta seberapa signifikan penambahan
jumlah nasabah baru karena adanya program tersebut.
(www.beritasatu.com diakses pada tanggal 20 Mei 2019). Dengan
diaplikasikannya Branchless Banking oleh bank di Indonesia, maka
akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (Sarah, 2015).
10. Tujuan Kebijakan Branchless Banking
48
Menurut dari pihak OJK tujuan dari kebijakan Branchless Banking
adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan produk-produk keuangan yang sederhana, mudah
dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum
dapat menjangkau layanan keuangan saat ini.
b. Dengan semakin banyaknya anggota berbagai kelompok
masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia menggunakan
layanan keuangan / perbankan, diharapkan kegiatan ekonomi
masyarakat dapat semakin lancar sehingga mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar
wilayah di Indonesia terutama antara desa – kota.
11. Pelaku Agen Branchless Banking
Berdasarkan penjelasan dari pihak OJK, pelaku agen Branchless
Banking terdiri dari:
a. Perorangan:
1) Penduduk setempat.
2) Memiliki kegiatan di lokasi sebagai sumber penghasilan utama.
3) Memiliki kemampuan, kredibilitas, reputasi dan integritas.
b. Badan Hukum:
1) Berbadan hukum Indonesia yang diperkenankan melakukan
kegiatan di bidang keuangan atau memiliki retail outlet.
2) Memiliki kegiatan usaha di lokasi.
49
3) Memiliki teknologi informasi yang memadai.
4) Memiliki reputasi, kredibilitas dan kinerja yang baik.
5) Perjanjian Kerjasama antara Bank Penyelenggara dengan Agen
Branchless Banking
12. Model Branchless Banking
Pelayanan jasa keuangan dengan Branchless Banking dapat
dibedakan dalam dua tipe, yaitu:
a. Bank Led Model
Sumber: Bank Indonesia (2011)
Gambar 2.1
Model Branchless Banking: Bank Led Model
Pada Gambar 2.1 merupakan Bank Led Model, dalam model
ini perbankan menggunakan jasa telekomunikasi atau agen atau
kedua-duanya untuk melayani kebutuhan masyarakat. Menurut
Lyman (2006) Bank menciptakan produk dan jasa keuangan,
namun pendistribusian produk dan layanan tersebut dilakukan
50
melalui retail agent yang mengelola nasabah. Bank berperan penuh
mulai dari proses perizinan awal, pelaksanaan operasional,
pengelolaan financial dan sistem. Sementara, perusahaan telco
berperan menyediakan jaringan atau saluran infrastuktur untuk
melakukan transaksi layanan perbankan. Pertimbangan perbankan
model ini adalah kedekatan, kecepatan, dan biaya yang relatif
murah. Dalam model ini, bank dapat menggunakan jasa perusahaan
telekomunikasi sebagai agen atau vehicle. Contoh negara yang
menerapkan model ini adalah Brazil dan India. Nasabah dapat
melakukan penyetoran simpanan atau penarikan uang dan bahkan
transfer dana. Dalam penunjukan retail agent oleh bank, ada dua
jenis agen yang digunakan yaitu: 1). Super Agent: merupakan
badan hukum dimana bank menjalin kerjasama untuk distribusi
layanan keuangan. Badan hukum ini umumnya memiliki jaringan
yang luas dan bisnis yang sudah berjalan. Super Agent yang dapat
digunakan oleh bank diantaranya PT Pos Indonesia, perusahaan
distributor yang memiliki jaringan luas, dan perusahaan
telekomunikasi; 2). Sub Agent: merupakan jaringan dari super
agent yang tersebar di seluruh wilayah. Transaksi face to face
dengan nasabah akan berlangsung dengan sub-agen.
b. Telco Led Model
Perusahaan teknologi menyediakan jasa pelayanan perbankan
yang paling dasar tanpa melibatkan perbankan dalam proses bisnis,
51
atau bank dalam hal ini hanya sebagai supporting. Adapun
penyelenggaran Telco Led Model adalah skema penyelenggaraan
Branchless Banking dimana seluruh proses perizinan dan
operasional dilakukan oleh institusi non-bank. Institusi tersebut
menyediakan jasa perbankan yang paling dasar dan bank tidak
terlibat langsung dalam operasional bisnis. Nasabah tidak memiliki
hubungan kontraktual dengan bank dan produk yang ditawarkan
berupa electronic money (e-money). E-money merupakan nilai
uang yang diukur dengan mata uang yang disimpan dalam bentuk
elektronik dan dapat digunakan melakukan transaksi pembayaran
yang diterima oleh entitas lain selain penerbit (BI 2011).
Contoh negara yang mempraktekkan model ini adalah Kenya
dan Filipina.Nasabah hanya bertransaksi dengan agen dengan
menukarkan uang tunai atau mentransfer sejumlah nilai uang
dalam bentuk electronic record (rekening virtual). Rekening virtual
ini disimpan dalam server non-bank seperti operator
telekomunikasi dan atau penerbit stored value card. Saldo dalam
rekening tersebut dapat digunakan untuk bertransaksi.
52
Sumber: Bank Indonesia (2011)
Gambar 2.2
Model Branchless Banking: Telco Led Model
Alur Branchless Banking dengan menggunakan Telco Led
Model dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Menurut Bank Indonesia
(2011) jenis e-money terdapat dua jenis yakni stored valued card
dan mobile wallet yang ditawarkan oleh perusahaan
telekomunikasi, dengan rincian sebagai berikut: 1) Stored Value
Card (SVC) yang merupakan salah salah satu bentuk e-money
yang menggunakan media plastic card, serupa dengan debit card
milik bank. SVC menggunakan teknologi magnetic stripe untuk
menyimpan informasi dan dana. 2) Mobile Wallet merupakan salah
satu bentuk e-money yang disediakan oleh operator telekomunikasi
Mobile Network Operator (MNO). Dalam aplikasi ini, konsumen
menyetor atau mentransfer sejumlah dana dalam rekening virtual
yang dikelola oleh MNO. Rekening virtual ini terhubung dengan
53
nomer telepon pemilik dan pelanggan tidak harus memiliki
rekening bank.
c. Hybrid Led Model
Menurut Bank Indonesia (2011) skema Hybrid Led adalah
skema penyelenggaraan Branchless Banking di mana terdapat
kerjasama antara bank dengan institusi non-bank (operator
telekomunikasi, agen dan lainnya) dalam bentuk joint venture
maupun partnership, untuk menyediakan layanan perbankan penuh
bagi nasabah melalui telepon genggam. Jasa-jasa yang terkait
dengan jaringan telekomunikasi seperti pengiriman uang melalui
SMS, pengisian saldo elektronik, dan sebagainya menjadi
tanggung jawab MNO, sementara jasa-jasa mobile banking terkait
dengan pengelolaan simpanan atau tabungan, transfer antar
rekening, pengecekan saldo tabungan, dan lain-lain menjadi
tanggung jawab dari bank.
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
Retno
Dwi
Astrini,
Dikdik
Tandika
(2019)
Analisis
Perbandingan
Tingkat
Kesehatan
Bank
Sebelum dan
Sesudah
Penerapan
Capital
Adequacy
Ratio
(CAR),
Kualitas
Aktiva
Produktif
(KAP), Net
Metode
Komparatif
CAMEL
sebelum dan
sesudah
penerapan
Laku Pandai
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pada variabel
CAR dan
NPM setelah
penerapan
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA
• CAR
• BOPO
• Branchless
Banking
54
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
Program
Laku Pandai
Profit
Margin
(NPM),
Return On
Asset
(ROA),
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
Financing
to Deposit
Ratio
(FDR)
Laku Pandai.
Sedangkan
KAP, ROA,
BOPO, FDR
tidak terdapat
perbedaan
yang
signifikan
setelah
penerapan
Laku Pandai
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR
2. Objek
Penelitian
Windi
Selfia
Sobiharti
(2019)
Analisis
Perbandingan
Dana Pihak
Ketiga
(DPK),
Efisiensi
Biaya
Operasional
(BOPO), dan
Return On
Asset (ROA)
Sebelum dan
Sesudah
Penerapan
Laku Pandai
pada BTPN
Syariah
Dana Pihak
Ketiga
(DPK),
Efisiensi
Biaya
Operasional
(BOPO),
dan Return
On Asset
(ROA)
Metode
komparatif
dengan uji
beda paired
sample t-test
Terdapat
perbedaan
yang
siginifikan
pada variabel
BOPO dan
ROA setelah
penerapan
Laku Pandai,
sedangan
DPK tidak
berbeda
secara
signifikan
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA
• BOPO
• Branchless
Banking
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR
• CAR
2. Objek
Penelitian
3. Metode
penelitian
Ilma
Amaliah,
Nurdin,
Azib
(2017)
Analisis
Perbandingan
Pertumbuhan
Dana Pihak
Ketiga
(DPK),
Efisiensi
Biaya
Operasional,
dan
Profitabilitas
Dana Pihak
Ketiga
(DPK),
Efisiensi
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
dan Return
Uji beda
paired
sample t-test
dan Uji
Wilcoxon
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pada semua
variabel
penelitian
yaitu DPK,
BOPO, dan
ROA sesudah
penerapan
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA
• BOPO
• Branchless
Banking
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
55
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
Sebelum dan
Sesudah
Penerapan
Laku Pandai
(Branchless
Banking)
(Studi Kasus
pada 6
Perbankan
yang
Terdaftar di
OJK)
On Asset
(ROA)
Laku Pandai • LDR
• CAR
2. Objek
Penelitian
Siti
Muntafiah
(2017)
Analisis
Perbandingan
Dana Pihak
Ketiga,
Efisiensi
Biaya
Operasional,
Profitabilitas,
Likuiditas
Bank Rakyat
Indonesia
Syariah
Sebelum dan
Sesudah
Penerapan
Laku Pandai
Dana Pihak
Ketiga
(DPK)
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
Return On
Asset
(ROA),
Return On
Equity
(ROE),
Financing
to Deposit
Ratio
(FDR)
Metode
komparatif
dengan uji
paired
sample t test
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pada variabel
DPK, BOPO,
dan FDR
antara
sebelum dan
sesudah laku
pandai,
sedangkan
variabel ROA
dan ROE
tidak
memiliki
perbedaan
yang
signifikan.
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• BOPO (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• CAR (Y)
2. Objek
Penelitian
Wanga
(2015)
The Effect of
Agency
Banking on
Financial
Performance
of
Commercial
Bank in
Kenya
Capital
Adequacy
Ratio
(CAR),
Return On
Asset
(ROA),
Return On
Equity
(ROE)
Analisis
regresi linier
berganda,
menggunakan
SPSS
Variabel
CAR, ROA,
dan ROE
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan
terkait adanya
agency
banking.
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• CAR (Y)
• ROA (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
56
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Ondieki
(2015)
Pengaruh
Agen Bank
terhadap
Kinerja
Keuangan
Bank Umum
di Kenya
Return On
Asset
(ROA),
Return On
Equity
(ROE),
Return On
Investement
(ROI)
Analisis
regresi linier
berganda dan
korelasi
Terdapat
korelasi
positif yang
kuat antara
kinerja
keuangan dan
jumlah agen
bank
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Van Dinh
(2015)
Measuring
The Impact of
Internet
Banking to
Bank
Performance:
Evidence
From
Vietnam
Return On
Asset
(ROA),
Return On
Equity
(ROE)
Analisis
regresi
Ordinary
Least Square
(OLS).
Internet
banking
memiliki
dampak
positif dari
pendapatan
non-bunga
dan
karenanya
meningkatkan
profitabilitas
bank umum.
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Sarah
Hidayati
Dampak
Branchless
Capital
Adequacy
Uji paired
sample t-test
Rasio CAR,
ROA, dan
Persamaan:
1. Menggunakan
57
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
(2015) Banking
Terhadap
Kinerja
Keuangan PT
Bank
Muamalat
Indonesia
Ratio
(CAR),
Return On
Asset
(ROA),
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
Financing
to Deposit
Ratio
(FDR)
BOPO
berbeda
secara
signifikan
sebelum dan
sesudah
Branchless
Banking,
sedangkan
FDR tidak
berbeda
secara
signifikan.
variabel:
• ROA (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
• Branchless
Banking
(X)
2. Metode
Penelitian
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
2. Objek
Penelitian
Nina
Anggraeni
(2015)
Pengaruh
Layanan 3 in
1 Mashlahah
(Branchless
Banking)
Terhadap
Pertumbuhan
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
dan Efisiensi
Biaya
Operasional
Bank Pada
PT. Bank
BJB Syariah
DPK (Dana
Pihak
Ketiga) dan
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
Uji beda
Paired
sample t-test
Layanan 3 In
1 Mashlahah
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
pertumbuhan
DPK dan
efisiensi
biaya
operasional
bank BJB
Syariah
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• BOPO (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• LDR (Y)
• CAR (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Mwando
dan
Wawira
(2013)
Kontribusi
Agen Bank
terhadap
Kinerja
Keuangan
Bank Umum
di Kenya
Regulasi
Bank
Sentral,
Biaya
Transaksi
Rendah,
Akses
Layanan
Keuangan,
Market
Share
Analisis
regresi linier
berganda dan
ANOVA.
Agen bank
memiliki
pengaruh
positif yang
tinggi
terhadap
kinerja
keuangan PT.
Bank Umum
di Kenya.
Persamaan:
1. Topik
Penelitian
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
58
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Aduda,
Kiragu,
dan
Ndwiga
(2013)
Hubungan
Antara Agen
Bank dengan
Kinerja
Keuangan
Bank Umum
di Kenya
Variabel
Dependen:
ROA,
BOPO
Variabel
Independen:
jumlah
agen,
jumlah
deposit, dan
rasio biaya
karyawan
terhadap
pendapatan
Analisis
regresi linier
berganda dan
uji chi square
Terdapat
hubungan
positif antara
agen bank
melalui
Branchless
Banking
terhadap
kinerja
keuangan
bank di
Kenya.
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• BOPO (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
• CAR (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Amanda
Gant
(2012)
Pengaruh
Mobile
Banking
Terhadap
Kinerja
Lembaga
Keuangan
Mikro di
Kenya
Return On
Equity
(ROE),
Cost Per
Borrower,
Borrower
Per Staff
Member
Analisis
regresi
Ordinary
Least Square
(OLS).
Mobile
banking
berpengaruh
signifikan
dan
berkorelasi
positif
terhadap
operating
cost.
Persamaan:
1. Topik
Penelitian
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA(Y)
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Rachael
W. Mutua
(2010)
Effect Of
Mobile
Banking On
The
Financial
Performance
Of
Commercial
Return On
Asset
(ROA)
Analisis
Regresi
berganda
Terdapat
hubungan
positif yang
lemah antara
mobile
banking
dengan
kinerja
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
59
Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Hasil
Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
Banks In
Kenya
keuangan. 1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
Hernando
& Nieto
(2005)
Is the Internet
delivery
channel
changing
banks’
performance?
The case of
Spanish
banks
Return On
Asset
(ROA),
Return On
Euity
(ROE)
Analisis
Regresi
Internet
banking
memberikan
dampak
positif
terhadap
Return On
Asset (ROA)
dan Return
On Equity
(ROE) pada
72 bank
komersil di
Spanyol.
Persamaan:
1. Menggunakan
variabel:
• ROA (Y)
• Branchless
Banking
(X)
Perbedaan:
1. Menggunakan
variabel:
• LDR (Y)
• CAR (Y)
• BOPO (Y)
2. Objek
Penelitian
3. Metode
Penelitian
C. Keterkaitan Antar Variabel
Keterkaitan atau hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dalam penelitian ini, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hubungan Antara Branchless Banking Dengan CAR
CAR memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana
60
masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, capital
adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko (Lukman Dendawijaya, 2000:122).
Penelitian yang dilakukan oleh Retno & Dikdik (2019), dan Sarah
(2015) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang diwakili
oleh CAR setelah branchless banking berbeda signifikan
dibandingkan sebelum branchless banking.
2. Hubungan Antara Branchless Banking Dengan ROA
Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu bank. Rasio ini
digunakan untuk mengukur seberapa besar laba yang dapat diperoleh
dari seluruh aktiva yang dimiliki bank. Lukman Dendawijaya (2009:
118) menjelaskan bahwa rasio ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan, semakin besar ROA semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi
bank dari segi penggunaan aset.
Penelitian yang dilakukan oleh Windi (2017), Ilma (2017), dan
Sarah (2015) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang
diwakili oleh ROA setelah branchless banking berbeda signifikan
dibandingkan sebelum branchless banking.
61
3. Hubungan Antara Branchless Banking Dengan ROE
Rasio ROE berfungsi untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net
income. Dari pandangan pemilik, ROE merupakan ukuran yang lebih
penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Jadi
return on equity merupakan indikator yang amat penting bagi pemilik
saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen.
Apabila terjadi kenaikan rasio, berarti terjadi kenaikan laba bersih dari
bank bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Siti (2017) menyatakan bahwa
kinerja keuangan perusahaan yang diwakili oleh ROE setelah
branchless banking tidak berbeda secara signifikan dibandingkan
sebelum branchless banking.
4. Hubungan Antara Branchless Banking Dengan BOPO
Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasional sering
disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap
pendapatan operasional. Menurut Dendawijaya (2003) rasio biaya
operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
62
Penelitian yang dilakukan oleh Windi (2019), Ilma (2019), Siti
(2017) dan Sarah (2015), menyatakan bahwa kinerja keuangan
perusahaan yang diwakili oleh BOPO setelah branchless banking
berbeda signifikan dibandingkan sebelum branchless banking.
5. Hubungan Antara Branchless Banking Dengan LDR
Salah satu rasio likuiditas bank yang umum digunakan adalah
rasio LDR. LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya.
Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi saat
kewajiban kliring datang, dimana pemenuhannya dilakukan dengan
aset lancar perusahaan (Sudarini, 2005 dalam Nusantara, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Siti (2017) menyatakan bahwa
kinerja keuangan perusahaan yang diwakili oleh FDR setelah
branchless banking berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum
branchless banking.
D. Kerangka Penelitian
Bank Umum Konvensional
Laporan Keuangan
Sebelum Branchless Sesudah Branchless
Analisis Rasio
Keuangan
1. CAR
2. ROA
3. ROE
4. BOPO
5. LDR
Analisis Rasio
Keuangan
1. CAR
2. ROA
3. ROE
4. BOPO
5. LDR
6.
Dibandingkan
63
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
E. Hipotesis
Dari beberapa penelitian yang dilakukan mengenai Dampak
Branchless Banking Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan
sebelum dan setelah diterapkannya program Branchless Banking.
Rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ho: µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara CAR
sebelum dan setelah Branchless Banking.
Ha: µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara CAR sebelum
dan setelah Branchless Banking.
2. Ho: µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ROA
sebelum dan setelah Branchless Banking.
Uji Normalitas
Hasil Penelitian
Uji Wilcoxon
(CAR, ROA, ROE, BOPO,
LDR)
Tidak Terpenuhi
64
Ha: µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara ROA sebelum
dan setelah Branchless Banking.
3. Ho: µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ROE
sebelum dan setelah Branchless Banking.
Ha: µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara ROE sebelum
dan setelah Branchless Banking.
4. Ho: µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara BOPO
sebelum dan setelah Branchless Banking.
Ha: µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara BOPO sebelum
dan setelah Branchless Banking.
5. Ho: µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara LDR
sebelum dan setelah Branchless Banking.
Ha: µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara LDR sebelum
dan setelah Branchless Banking.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan
yaitu bank umum konvensional dengan periode waktu tiga tahun sebelum
dan tiga tahun setelah diterapkannya branchless banking yaitu tahun 2012-
2014 & 2015-2017. Peneliti berfokus untuk mencari perbandingan kinerja
keuangan bank antara sebelum dan setelah penerapan Branchless Banking.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah branchless banking,
sedangkan variabel dependen nya adalah kinerja keuangan yang diwakili
dengan CAR, ROA, ROE, BOPO, dan LDR. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder,
yaitu menggunakan data berupa laporan keuangan yang dipublikasikan
oleh masing-masing perusahaan.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono,
2004:72). Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum
Konvensional yang sudah menerapkan program branchless banking.
65
2. Sampel dan Teknik Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari karakteristik populasi. Bila populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu
(Sugiyono, 2004:73). Pada penelitian ini sampel yang digunakan
sebanyak 8 bank umum konvensional. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2014:73).
Kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Perusahaan perbankan khususnya bank umum konvensional di
Indonesia.
2. Bank umum konvensional yang telah menerapkan branchless
banking.
3. Bank yang terdapat informasi kapan mulai menerapkan
branchless banking.
4. Bank yang memulai branchless banking pada tahun 2015.
5. Bank yang mempublikasikan laporan keuangannya periode
2012-2017.
66
Tabel 3.1
Kriteria Penentuan Sampel
Kriteria Jumlah
Perusahaan perbankan khususnya bank umum
konvensional
80
Perusahaan perbankan khususnya bank umum
konvensional yang telah menerapkan branchless banking
27
Perusahaan yang terdapat informasi kapan mulai
menerapkan branchless banking.
12
Perusahaan yang memulai branchless banking pada tahun
2015.
8
Perusahaan perbankan yang mempublikasikan laporan
keuangannya periode 2012-2017.
8
Berdasarkan kriteria di atas, maka sampel perusahaan bank yang
dijadikan objek penelitian berjumlah 8 bank. Hal ini juga disebabkan
karena tidak terdapat informasi mengenai waktu mulai diterapkannya
branchless banking pada beberapa bank, sehingga penulis hanya dapat
melakukan penelitian pada 8 bank saja. Untuk selengkapnya daftar
perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini disajikan pada
tabel berikut:
67
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian
No Nama Bank
1 PT Bank Mandiri Tbk
2 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk
3 PT Bank Negara Indonesia Tbk
4 PT Bank Tabungan Negara Tbk
5 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
6 PT Bank Central Asia Tbk
7 PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan
Kalimantan Utara
8 PT Bank Jabar Banten
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Menurut Sugiyono, (2014) data sekunder yaitu sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari laporan triwulan yang diterbitkan di website
perusahaan bank yang diteliti. Data yang dikumpulkan adalah tiga tahun
sebelum penerapan branchless banking 2012-2014, dan tiga tahun setelah
penerapan branchless banking 2015-2017.
68
Selain itu penelitian ini juga menggunakan data pustaka. Data pustaka
didapat dengan penelusuran dari berbagai jurnal, karya ilmiah, artikel dan
buku sebagai sumber data dan referensi dalam penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Menurut Sugiono (2013) analisis data merupakan kegiatan setelah
data dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data
adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
menstabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesi
yang telah diajukan. Untuk penelitian yang tidak merumuskan hipotesis,
langkah terakhir tidak dilakukan. Analisis data dilakukan agar data yang
telah diperoleh akan bisa lebih bermakna, suatu proses penyerderhanaan
data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Analisis data dilakukan dengan bantuan dari program SPSS. Adapun
teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis masalah dalam
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2013) analisis deskriptif adalah menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis
69
deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk membahas data
kuantitatif.
Statistik deskriptif dapat menyajikan data dalam bentuk tabel
ataupun grafik. Menurut Ghozali (2016:19) statistik deskriptif
memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari nilai
rata-rata (mean), standard deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi).
Dalam analisis ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana
perbandingan kinerja keuangan bank yang diwakili oleh CAR, ROA,
ROE, BOPO, dan LDR setelah penerapan branchless banking.
Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum pada seluruh
variabel penelitian pada saat sebelum dan setelah diterapkannya
branchless banking.
2. Analisis Statistik Verifikatif
Menurut Sugiyono (2013:6) mendefinisikan analisis verifikatif
sebagai penelitian melalui pembuktian untuk menguji hipotesis hasil
penelitian deskriptif dengan perhitungan statistika sehingga didapat
hasil pembuktian yang menunjukan hipotesis ditolak atau diterima.
Penelitian verifikatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
dampak penerapan branchless banking terhadap kinerja keuangan.
Analisis statistik meliputi:
1) Uji Normalitas
70
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data untuk menentukan jenis statistik
yang akan digunakan apakah statistik parametrik atau statistik
non-parametrik (Sugiyono, 2013:172). Pengujian normalitas data
menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan
dengan membuat hipotesis:
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Pedoman pengambilan keputusan:
(a) Nilai sig atau signifikan atau nilai probabilitas < 0,05 adalah
distribusi tidak normal.
(b) Nilai sig atau signifikan atau probabilitas > 0,05 adalah
distribusi normal. Setelah uji normalitas dilakukan
selanjutnya data diolah menggunakan uji beda dua sampel
berpasangan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Apabila data berdistribusi normal digunakan uji t
(paired sample t-test)
- Apabila data tidak berdistribusi normal digunakan uji
Wilcoxon signed rank test (uji non parametrik).
3. Uji Hipotesis
Metode pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengetahui
apakah branchless banking memberikan perbedaan yang signifikan
71
terhadap kinerja keuangan adalah menggunakan uji beda data
berpasangan.
1) Uji t dua sampel berpasangan
Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali,
2013). Uji tersebut menguji hipotesis sama atau tidak berbeda (Ho)
diantara dua variabel. Data berasal dari dua pengukuran atau dua
periode pengamatan yang berbeda.
Uji beda ini digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidak
perbedaan antara kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA,
LDR, CAR, dan BOPO pada sebelum dan sesudah diterapkannya
Branchless Banking. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya
bahwa apabila hasil uji normalitas menyimpulkan data
berdistribusi normal maka digunakan uji t dua sampel
berpasangan.
Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
hipotesis pada uji paired sampel t-test sebagai berikut:
(a) Jika probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05 maka Ho ditolak
artinya terdapat perbedaan.
(b) Jika probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05 maka Ho diterima
artinya tidak terdapat perbedaan.
72
Sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal
perhitungannya menggunakan uji non-parametrik yaitu Uji
Wilcoxon Sign Rank Test. Dengan menggunakan taraf signifikansi
sebesar 5% dan dilakukan menggunakan bantuan software SPSS
23.0.
Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak
hipotesis pada uji wilcoxon sign rank test sebagai berikut:
(a) Jika probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05 maka Ho ditolak
artinya terdapat perbedaan.
(b) Jika probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05 maka Ho diterima
artinya tidak terdapat perbedaan.
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian dan operasional adalah unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Variabel
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel (Y) adalah variabel yang nilainya
merupakan akibat atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR merupakan rasio yang digunakan oleh bank dalam
menyediakan modal untuk menutup risiko kerugian yang timbul
73
akibat dari aktiva yang beresiko. Rasio ini dapat diperoleh dengan
menjumlahkan modal inti dan modal pelengkap dibandingkan
dengan aktiva tertimbang menurut risiko yang dihitung dari bank
yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang
tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP
tanggal 14 Desember 2001 dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝐴𝑇𝑀𝑅𝑋 100%
b. Return On Asset (ROA)
ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu
perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba
selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
Rumus ROA adalah:
𝑅𝑂𝐴 =𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%
c. Return On Equity (ROE)
ROE merupakan rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur
kinerja keuangan bank. Rasio ini berfungsi untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang ada
untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). Rumus
perhitungan ROE adalah sebagai berikut:
𝑅𝑂𝐴 =𝐸𝐴𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑋 100%
74
d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasional sering
disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Menurut
Dendawijaya (2003) rasio biaya operasional digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. Rumus perhitungan BOPO adalah sebagai
berikut:
𝐵𝑂𝑃𝑂 =𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙𝑋 100%
e. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank memenuhi kewajiban keuangan jangka
pendeknya. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus
dipenuhi saat kewajiban kliring datang, dimana pemenuhannya
dilakukan dengan aset lancar perusahaan (Sudarini, 2005 dalam
Nusantara, 2009).
𝐿𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎𝑋100%
2. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel (X) adalah variabel yang
menjadi sebab terjadinya atau yang mempengaruhi variabel dependen.
75
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Branchless Banking.
Menurut Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK,
Branchless Banking atau dalam Bahasa Indonesia sering disebut
dengan LAKU PANDAI (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam
Rangka Keuangan Inklusif) merupakan suatu program penyediaan
layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya melalui kerjasama
dengan pihak lain (agen Bank) dan didukung dengan penggunaan
sarana teknologi informasi.
Tabel 3.3
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Konsep
Variabel
Indikator Skala
Branchless
Banking
(X)
Suatu
program
penyediaan
layanan
perbankan
dan layanan
keuangan
lainnya
melalui
kerjasama
dengan pihak
lain (agen
Bank) dan
didukung
dengan
penggunaan
sarana
teknologi
informasi.
0 = sebelum branchless
banking
1 = sesudah branchless
banking
Nominal
CAR (Y1) Rasio kinerja
bank untuk
mengukur
kecukupan
modal yang
dimiliki bank
untuk
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝐴𝑇𝑀𝑅𝑋 100%
Rasio
76
Variabel Konsep
Variabel
Indikator Skala
menunjang
aktiva yang
mengandung
atau
menghasilka
n risiko,
misalnya
kredit yang
diberikan
(Lukman
Dendawijaya
, 2000)
ROA (Y2) Rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
pengembalia
n total
aset/aktiva
yang
digunakan
dan biasa
digunakan
sebagai
indikator
tingkat
profitabilitas
(Brigham
and Houston,
2001)
𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%
Rasio
ROE (Y3) Rasio yang
biasanya
dipakai untuk
mengukur
kinerja
keuangan
bank. Rasio
ini berfungsi
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen
bank dalam
𝐸𝐴𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑋 100%
Rasio
77
Variabel Konsep
Variabel
Indikator Skala
mengelola
capital yang
ada untuk
mendapatkan
net income
BOPO (Y4) Rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
efisiensi dan
kemampuan
bank dalam
melakukan
kegiatan
operasinya
(Dendawijay
a, 2003)
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙𝑋100%
Rasio
LDR (Y5) Rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
bank
memenuhi
kewajiban
keuangan
jangka
pendeknya
(Sudarini,
2005 dalam
Nusantara,
2009)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎𝑋100%
Rasio
78
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Gambaran Objek Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan analisis dan pembahasan data yang
berkaitan antara Branchless Banking, Capital Adequacy Ratio, Return
On Asset, Return On Equity, Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional, dan Loan to Deposit Ratio. Pada bab ini juga akan
menjelaskan mengenai analisis deskriptif, pengujian hipotesis, dan
interpretasi hasil pengujian yang telah peneliti lakukan. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif dengan
membandingkan laporan keuangan setiap tahun nya untuk melihat
kinerja keuangan sebelum dan setelah diterapkannya program
branchless banking. Penelitian ini dilakukan dengan bantuan program
Microsoft Excel 2013 dan SPSS 23.0. Objek yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Perusahaan Perbankan khususnya Bank Umum
Konvensional yang telah menerapkan program Branchless Banking di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan
keuangan triwulan perusahaan bank umum konvensional selama
periode 2012-2017. Data sekunder tersebut diperoleh dari website
masing-masing perusahaan bank yang diteliti.
Populasi yang digunakan yaitu bank umum konvensional yang
telah menerapkan program branchless banking yaitu sebanyak 27
79
bank. Dari keseluruhan populasi, dilakukan teknik pengambilan sampel
yaitu purposive sampling dengan menyeleksi perusahaan bank umum
konvensional yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Berdasarkan metode pengambilan sampel tersebut diperoleh 8
perusahaan bank umum konvensional yang layak dijadikan sampel.
Berikut merupakan data yang di deskripsikan yang terdiri dari variabel
dependen yang berjumlah lima, yaitu Capital Adequacy Ratio, Return
On Asset, Return On Equity, Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional, dan Loan to Deposit Ratio, dan data independen yaitu
Branchless Banking.
1) Deskripsi Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR)
Modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu sejumlah
dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu bank.
Jika bank tersebut sudah beroperasi maka modal merupakan salah
satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan
menampung risiko kerugian. Agar perbankan dapat berkembang
secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan internasional
maka permodalan bank harus senantiasa mengikuti ukuran yang
berlaku secara internasional, yang ditentukan oleh Banking for
International Settlements (BIS), yaitu sebesar 8%. (Selamet Riyadi,
2006).
CAR memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
80
bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana
masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Semakin tinggi CAR
maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung
risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. (Lukman
Dendawijaya, 2000).
Tabel 4.1
Nilai Perhitungan CAR Bank Periode 2012-2017
MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 Q1 17,54 17,36 18,11 16,89 22,20 15,41 24,56 19,55
2012 Q2 16,15 16,00 16,76 15,59 21,90 14,69 23,10 18,40
2012 Q3 16,08 15,95 17,05 15,22 21,59 14,81 21,03 18,44
2012 Q4 15,48 16,95 16,67 17,69 21,49 14,24 21,84 18,13
2013 Q1 17,04 17,91 17,82 17,40 22,80 16,59 22,19 17,00
2013 Q2 15,55 17,36 16,27 16,36 22,67 15,84 19,83 16,36
2013 Q3 15,14 17,13 15,67 16,05 22,97 16,01 18,04 16,43
2013 Q4 14,93 16,99 15,09 15,62 23,09 15,66 19,03 16,51
2014 Q1 16,15 18,27 15,57 15,74 22,71 17,67 18,33 16,15
2014 Q2 16,04 18,10 15,95 15,03 22,28 17,24 17,28 15,84
2014 Q3 16,47 18,57 16,23 14,33 23,45 17,02 17,92 16,18
2014 Q4 16,60 18,31 16,22 14,64 23,30 16,86 18,06 16,08
2015 Q1 17,87 20,08 17,83 15,05 25,73 19,39 19,89 15,61
2015 Q2 17,63 20,41 17,11 14,78 24,27 19,04 19,39 15,84
2015 Q3 17,81 20,59 17,43 15,78 24,40 19,20 16,96 15,48
2015 Q4 18,60 20,59 19,49 16,97 24,52 18,65 19,85 16,21
2016 Q1 18,48 19,49 19,87 16,50 24,89 20,04 20,62 14,93
2016 Q2 21,78 22,10 19,30 22,07 24,58 21,54 21,01 17,65
2016 Q3 22,63 21,88 18,39 20,60 25,31 21,54 20,33 18,12
2016 Q4 21,36 22,91 19,36 20,34 25,60 21,90 24,50 18,43
2017 Q1 21,11 20,86 18,99 18,90 24,56 23,10 24,96 17,04
2017 Q2 21,55 21,67 18,99 18,38 24,52 22,10 23,61 16,13
2017 Q3 21,98 22,17 19,01 16,97 25,23 23,62 22,69 16,36
2017 Q4 21,64 22,96 18,53 18,87 24,91 23,06 24,84 18,77
Rata-rata 18,15 19,36 17,57 16,91 23,71 18,55 20,83 16,90
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
81
Tabel 4.2
Rata-rata CAR Sebelum Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 16,31 16,56 17,15 16,35 21,79 14,79 22,63 18,63
2013 15,67 17,35 16,21 16,36 22,88 16,02 19,77 16,57
2014 16,32 18,31 15,99 14,93 22,94 17,20 17,89 16,06
Rata-rata 16,10 17,41 16,45 15,88 22,54 16,00 20,10 17,09
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.1
Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Sebelum Branchless Banking
Pada tahun 2012, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
BPD Kaltim yaitu pada kuartal 1 sebesar 24,56% dengan nilai rata-
rata sebesar 22,63%. Sedangkan nilai CAR yang paling rendah
dicapai oleh BCA pada kuartal 4 yaitu sebesar 14,24% dengan nilai
rata-rata sebesar 14,79%.
Pada tahun 2013, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTPN yaitu pada kuartal 4 sebesar 23,09% dengan nilai rata-
rata sebesar 22,88%. Sedangkan nilai CAR yang paling rendah
16
.31
16
.56
17
.15
16
.35
21
.79
14
.79
22
,63
18
.63
15
.67
17
.35
16
.21
16
.36
22
.88
16
.02
19
,77
16
.57
16
.32 18
.31
15
.99
14
.93
22
.94
17
.2
17
.89
16
.06
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2012 2013 2014
82
dicapai oleh Bank Mandiri pada kuartal 4 yaitu sebesar 14,93%
dengan nilai rata-rata sebesar 15,67%.
Pada tahun 2014, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTPN yaitu pada kuartal 3 sebesar 23,45% dengan nilai rata-
rata sebesar 22,94%. Sedangkan nilai CAR yang paling rendah
dicapai oleh Bank BTN pada kuartal 3 yaitu sebesar 14,33% dengan
nilai rata-rata sebesar 14,93%.
Tabel 4.3
Rata-rata CAR Setelah Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2015 17,98 20,42 17,97 15,64 24,73 19,07 19,02 15,78
2016 21,06 21,59 19,23 19,88 25,10 21,25 21,62 17,28
2017 21,57 21,91 18,88 18,28 24,80 22,97 24,03 17,07
Rata-rata 20,20 21,31 18,69 17,93 24,88 21,10 21,55 16,71
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.2
Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Setelah Branchless Banking
17
.98 20
.42
17
.97
15
.64
24
.73
19
.07
19
,02
15
.78
21
.06
21
.59
19
.23
19
.88
25
.1
21
.25
21
.62
17
.28
21
.57
21
.91
18
.88
18
.28
24
.8
22
.97
24
.03
17
.07
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2015 2016 2017
83
Pada tahun 2015, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTPN yaitu pada kuartal 1 sebesar 25,73% meningkat dari
periode sebelumnya, dengan nilai rata-rata sebesar 24,73%.
Sedangkan nilai CAR yang paling rendah dicapai oleh Bank BTN
pada kuartal 2 yaitu sebesar 14,78% dengan nilai rata-rata sebesar
15,64% .
Pada tahun 2016, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTPN yaitu pada kuartal 4 sebesar 25,60% dengan nilai rata-
rata sebesar 25,1%. Sedangkan nilai CAR yang paling rendah
dicapai oleh BJB pada kuartal 1 yaitu sebesar 14,93% dengan nilai
rata-rata sebesar 19,88%.
Pada tahun 2017, nilai CAR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTPN yaitu sebesar 25,23% pada kuartal 3, dengan nilai rata-
rata sebesar 24,8%. Sedangkan nilai CAR yang paling rendah
dicapai oleh Bank BJB pada kuartal 2 yaitu sebesar 16,13% dengan
nilai rata-rata sebesar 17,07%.
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.3
16
.10
17
.41
16
.45
15
.88 2
2.5
4
16
.00 20
.10
17
.09
17
.70
20
.20
21
.31
18
.69
17
.93
24
.88
21
.10
21
.55
16
.71
20
.30
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B R A T A -R A T A
SEBELUM SESUDAH
84
Rata-rata Nilai Perhitungan CAR Sebelum & Setelah
Branchless Banking
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa setelah
penerapan Branchless Banking, nilai rata-rata CAR hampir semua
bank mengalami kenaikan kecuali Bank Jabar Banten mengalami
penurunan nilai rata-rata sebesar 0,38%. Nilai rata-rata CAR untuk
keseluruhan bank pada saat sebelum diterapkan Branchless Banking
adalah sebesar 17,70%, dan nilai rata-rata setelah Branchless
Banking adalah sebesar 20,30%, terjadi kenaikan sebesar 2,60%.
2) Dekripsi Variabel Return On Asset (ROA)
ROA atau sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
sebagai rentabilitas ekonomi mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis mengenai ROA
kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa
mendatang (Hanafi & Halim, 2014:157). ROA mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan
total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi ROA
menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.
Dengan demikian, semakin tinggi ROA, semakin efektif kinerja
perusahaan. (Anggraini, 2006).
85
Tabel 4.4
Nilai Perhitungan ROA Bank Periode 2012-2017
MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 Q1 0,81 1,27 0,69 0,48 1,14 0,67 0,43 0,59
2012 Q2 1,62 2,31 1,32 0,94 2,23 1,70 1,02 1,31
2012 Q3 2,49 3,48 2,05 1,41 3,20 2,47 1,80 1,76
2012 Q4 3,21 4,42 2,67 1,66 5,90 3,37 2,41 2,14
2013 Q1 0,86 1,20 0,82 0,38 0,99 0,75 0,80 0,68
2013 Q2 1,67 2,26 1,60 0,77 4,79 2,59 0,52 1,38
2013 Q3 2,44 3,29 2,30 1,16 3,39 1,68 1,58 2,02
2013 Q4 3,34 4,56 2,98 1,63 4,12 3,61 3,15 2,61
2014 Q1 0,88 1,24 0,83 0,33 0,99 0,87 -0,32 0,57
2014 Q2 1,67 2,38 1,55 0,55 1,89 1,84 -1,40 0,84
2014 Q3 2,48 3,29 2,41 0,74 1,95 2,79 0,91 1,24
2014 Q4 3,19 3,95 3,33 1,07 6,54 3,66 2,26 2,01
2015 Q1 0,87 0,97 0,90 0,38 0,86 0,87 0,62 0,60
2015 Q2 1,52 1,96 0,71 0,75 1,61 1,84 0,69 0,82
2015 Q3 2,18 2,89 1,69 1,04 2,38 2,81 1,04 1,26
2015 Q4 3,06 3,81 2,26 1,48 3,00 3,70 1,95 2,11
2016 Q1 0,64 0,91 0,75 0,38 0,73 0,89 0,62 0,62
2016 Q2 1,01 1,76 1,03 0,73 1,51 1,88 1,16 1,27
2016 Q3 1,68 2,56 1,73 1,11 2,33 2,81 1,66 1,85
2016 Q4 1,78 3,47 2,39 1,55 2,85 3,70 3,01 2,16
2017 Q1 0,59 0,83 0,68 0,51 0,75 0,87 0,87 0,58
2017 Q2 1,27 1,62 1,32 0,73 1,42 1,74 1,27 1,15
2017 Q3 1,98 2,44 1,96 1,11 2,17 2,76 2,10 1,54
2017 Q4 2,57 3,29 2,47 1,48 2,03 3,74 2,83 1,90
Rata-rata 1,83 2,51 1,69 0,93 2,37 2,23 1,29 1,38
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Tabel 4.5
Rata-rata ROA Sebelum Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 2,03 2,87 1,68 1,12 3,12 2,05 1,41 1,45
2013 2,08 2,83 1,93 0,99 2,85 2,16 1,51 1,67
2014 2,06 2,72 2,03 0,67 2,84 2,29 0,36 1,16
86
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.4
Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Sebelum Branchless Banking
Pada tahun 2012, tingkat pengembalian aset atau ROA yang
paling tinggi dicapai oleh Bank BTPN yaitu pada kuartal 4 sebesar
5,90% dengan nilai rata-rata sebesar 3,12%. Sedangkan nilai ROA
yang paling rendah dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 1 yaitu
sebesar 0,43% dengan nilai rata-rata sebesar 1,41%.
Pada tahun 2013, tingkat pengembalian ROA yang paling tinggi
dicapai oleh Bank BTPN pada kuartal 2 menurun dari tahun
sebelumnya menjadi 4,79% dengan nilai rata-rata sebesar 3,32%.
2.0
3
2.8
7
1.6
8
1.1
2
3.1
2
2.0
5
1.4
1
1.4
5
2.0
8
2.8
3
1.9
3
0.9
9
3.3
2
2.1
6
1.5
1
1.6
72.0
6
2.7
2
2.0
3
0.6
7
2.2
8
2.2
9
0.3
6
1.1
6
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K A L T I M
B J B
2012 2013 2014
Rata-rata 2,06 2,80 1,88 0,93 2,94 2,17 1,10 1,43
87
Sedangkan nilai ROA yang paling rendah dicapai oleh Bank BTN
pada kuartal 1 yaitu sebesar 0,38% dengan nilai rata-rata 0,99%.
Pada tahun 2014, tingkat pengembalian ROA yang paling tinggi
dicapai oleh Bank BRI yaitu pada kuartal 4 sebesar 3,95% dengan
nilai rata-rata sebesar 2,72%. Sedangkan nilai ROA yang paling
rendah dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 1 yaitu sebesar -0,32%
dengan nilai rata-rata sebesar 0,36%.
Tabel 4.6
Rata-rata ROA Setelah Branchless Banking
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.5
Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Setelah Branchless Banking
1,9
1
2.4
1
1.3
9
0.9
1
1.9
6
2.3
1,0
7
1.21
,28
2.1
8
1.4
8
0.9
4
1.8
5
2.3
2
1.6
1
1.4
8
1,6
0
2.0
4
1.6
1
0.9
6
1.5
9
2.2
8
1.7
7
1.2
9
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2015 2016 2017
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2015 1,91 2,41 1,39 0,91 1,96 2,30 1,07 1,20
2016 1,28 2,18 1,48 0,94 1,85 2,32 1,61 2,48
2017 1,60 2,04 1,61 0,96 1,59 2,28 1,77 1,29
Rata-rata 1,60 2,21 1,49 0,94 1,80 2,30 1,48 1,32
88
Pada tahun 2015, tingkat pengembalian ROA yang paling tinggi
dicapai oleh Bank BRI yaitu sebesar 3,81% pada kuartal 4 dengan
nilai rata-rata sebesar 2,41%. Sedangkan nilai ROA yang paling
rendah dicapai oleh Bank BTN pada kuartal 1 yaitu sebesar 0,38%
dengan nilai rata-rata sebesar 0,91%.
Pada tahun 2016, tingkat pengembalian ROA yang paling tinggi
dicapai oleh Bank BCA yaitu pada kuartal 4 sebesar 3,70% dengan
nilai rata-rata sebesar 2,32%. Sedangkan nilai ROA yang paling
rendah dicapai oleh Bank BTN pada kuartal 1 yaitu sebesar 0,38%
dengan nilai rata-rata sebesar 0,94%.
Pada tahun 2017, tingkat pengembalian ROA yang paling tinggi
dicapai oleh Bank BCA yaitu sebesar 3,74% pada kuartal 4 dengan
nilai rata-rata sebesar 2,24%. Sedangkan nilai ROA yang paling
rendah dicapai oleh Bank BTN pada kuartal 1 yaitu sebesar 0,51%
dengan nilai rata-rata sebesar 0,96%.
2,0
6
2,8
0
1,8
8
0,9
3
2,9
1
2,1
7
1,1
0
1,4
3
1,9
1
1,6
0
2,2
1
1,4
9
0,9
4
1,8
0 2,3
0
1,4
8
1,3
2
1,6
4
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B R A T A -R A T A
SEBELUM SESUDAH
89
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.6
Rata-rata Nilai Perhitungan ROA Sebelum & Setelah Branchless
Banking
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa setelah
penerapan Branchless Banking, nilai ROA untuk bank BCA dan
BPD Kaltim mengalami kenaikan, sedangkan untuk bank yang
lainnya mengalami penurunan. Berdasarkan perhitungan nilai rata-
rata ROA untuk keseluruhan bank pada saat sebelum diterapkan
Branchless Banking adalah sebesar 1,91%, dan nilai rata-rata setelah
Branchless Banking adalah sebesar 1,64%, terjadi penurunan sebesar
0,27%.
3) Deskripsi Variabel Return On Equity (ROE)
ROE merupakan rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur
kinerja keuangan bank. Rasio ini berfungsi untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang ada
untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). Dari pandangan
pemilik, ROE merupakan ukuran yang lebih penting karena
merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Jika dikaitkan
dengan keuntungan bisnis syariah dalam ekonomi dapat dilihat dari
sisi teori bahwa perusahaan sekarang ini menekankan pemaksimalan
laba untuk pemegang saham. Jadi return on equity merupakan
indikator yang amat penting bagi pemilik saham dan calon investor
untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih
90
yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Apabila terjadi
kenaikan rasio, berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank
bersangkutan (Veithzal, 2008).
Tabel 4.7
Nilai Perhitungan ROE Bank Periode 2012-2017
MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 Q1 23,46 36,26 18,40 17,19 5,67 22,08 13,75 22,20
2012 Q2 25,19 36,92 19,66 18,43 11,87 28,98 16,87 25,32
2012 Q3 26,61 36,87 19,71 19,06 18,61 29,16 20,09 26,45
2012 Q4 27,23 38,66 19,99 18,23 25,57 30,44 15,98 25,02
2013 Q1 24,26 32,63 20.12 13,66 6,90 21,72 25,54 28,41
2013 Q2 25,60 33,05 21,78 13,89 13,18 24,57 30,80 28,89
2013 Q3 25,82 33,24 21,84 14,52 18,72 26,61 17,80 28,08
2013 Q4 27,31 34,11 22,47 16,05 21,51 28,15 18,83 26,76
2014 Q1 24,56 30,97 22,58 12,68 4,12 22,31 16,96 21,46
2014 Q2 24,49 30,94 22,58 19,19 8,27 24,56 12,78 16,64
2014 Q3 25,15 31,51 22,65 9,66 11,83 25,37 8,36 16,48
2014 Q4 25,81 31,18 23,64 10,95 15,81 25,50 15,64 19,11
2015 Q1 25,84 29,84 23,08 15,31 3,88 20,15 16,54 25,15
2015 Q2 23,68 29,22 9,54 15,62 7,24 21,65 11,76 19,61
2015 Q3 22,49 29,60 16,06 15,13 10,39 22,22 9,70 20,29
2015 Q4 23,03 29,89 17,21 16,84 12,59 21,86 10,35 23,05
2016 Q1 17,84 26,55 17,89 15,89 2,76 19,30 15,70 26,80
2016 Q2 13,33 25,24 12,59 16,22 5,92 20,48 13,82 27,92
2016 Q3 13,76 23,97 14,61 15,76 9,09 20,87 11,19 26,85
2016 Q4 11,12 23,08 15,54 18,35 11,50 20,46 15,05 21,81
2017 Q1 13,40 18,77 16,03 14,60 3,19 17,07 18,14 22,27
2017 Q2 14,43 19,12 15,56 15,64 6,09 18,30 11,72 23,78
2017 Q3 14,68 19,27 15,94 16,34 8,71 19,06 13,72 22,11
2017 Q4 14,53 20,03 15,60 18,11 8,27 19,20 11,28 20,05
91
Rata-rata 21,40 29,21 17,74 15,72 10,49 22,92 15,52 23,52
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Tabel 4.8
Rata-rata ROE Sebelum Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 25,62 37,18 19,44 18,23 15,43 27,67 16,67 24,75
2013 25,75 33,26 16,73 14,53 15,08 25,26 23,24 28,04
2014 25,00 31,15 22,86 13,12 10,01 24,44 -3.84 18,42
Rata-rata 25,46 33,86 19,68 15,29 13,50 25,79 12,03 23,74
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.7
Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Sebelum Branchless Banking
Pada tahun 2012, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BRI yaitu pada kuartal 4 sebesar 38,66% dengan nilai rata-rata
sebesar 37,18%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 5,67% dengan nilai
rata-rata sebesar 15,43%.
25
.62
37
.18
19
.44
18
.23
15
.43
27
.67
16
.67
24
.75
25
.75
33
.26
16
.73
14
.53
15
.08
25
.26
23
.24 2
8.0
4
25
31
.15
22
.86
13
.12
10
.01
24
.44
13
.44 1
8.4
2
M A N D I R I B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K A L T I M B J B
CHART TITLE
2012 2013 2014
92
Pada tahun 2013, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BRI pada kuartal 4 sebesar 34,11% dengan nilai rata-rata
sebesar 33,26%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 6,90% dengan nilai
rata-rata 15,08%.
Pada tahun 2014, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BRI yaitu pada kuartal 3 sebesar 31,51% dengan nilai rata-rata
sebesar 31,15%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 4,12% dengan nilai
rata-rata sebesar 10,01%.
Tabel 4.9
Rata-rata ROE Setelah Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2015 23,76 29,64 16,47 15,73 8,52 21,47 12,09 22,03
2016 14,01 24,71 15,16 16,56 7,32 20,28 13,94 25,85
2017 14,26 19,30 15,78 16,17 6,57 18,41 13,72 22,05
Rata-rata 17,34 24,55 15,80 16,15 7,47 20,05 13,25 23,31
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
23
.76 2
9.6
4
16
.47
15
.73
8.5
2
21
.47
12
.09
22
.03
14
.01
24
.71
15
.16
16
.56
7.3
2
20
.28
13
.94
25
.85
14
.26 19
.3
15
.78
16
.17
6.5
7
18
.41
13
.72
22
.05
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
CHART TITLE
2015 2016 2017
93
Gambar 4.8
Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Setelah Branchless Banking
Pada tahun 2015, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BRI yaitu sebesar 29,89% pada kuartal 4 dengan nilai rata-rata
sebesar 29,64%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 3,88% dengan nilai
rata-rata sebesar 8,52%.
Pada tahun 2016, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BJB yaitu pada kuartal 2 sebesar 27,92% dengan nilai rata-rata
sebesar 25,85%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 2,76% dengan nilai
rata-rata sebesar 7,32%.
Pada tahun 2017, nilai ROE yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BJB yaitu sebesar 23,78% pada kuartal 2 dengan nilai rata-rata
sebesar 22,05%. Sedangkan nilai ROE yang paling rendah dicapai
oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 3,19% dengan nilai
rata-rata sebesar 6,57%.
94
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.9
Rata-rata Nilai Perhitungan ROE Sebelum & Setelah
Branchless Banking
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa setelah
penerapan Branchless Banking, nilai rata-rata ROE hampir semua
bank mengalami penurunan kecuali Bank BTN mengalami
peningkatan nilai rata-rata sebesar 0,86%. Nilai rata-rata ROE untuk
keseluruhan bank pada saat sebelum diterapkan Branchless Banking
adalah sebesar 21,89%, dan nilai rata-rata setelah Branchless
Banking adalah sebesar 17,24%, terjadi penurunan sebesar 4,65%.
4) Deskripsi Variabel Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO)
Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan
membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi
25
.46
33
.86
19
.68
15
.29
13
.5
25
.79
17
.78 2
3.7
4
21
.89
17
.34
24
.55
15
.8
16
.15
7.4
7
20
.05
13
.25
23
.31
17
.24
CHART TITLE
SEBELUM SESUDAH
95
atau disebut dengan BOPO. Rasio Biaya Operasi terhadap
Pendapatan Operasional sering disebut rasio efisiensi yang
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Menurut Dendawijaya (2003) rasio biaya operasional digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya.
Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya
operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005). Rasio yang semakin meningkat mencerminkan
kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan
meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan
kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE.
Intern BI, 2004). Bank Indonesia menetapkan rasio BOPO baik
apabila dibawah 90%. Apabila rasio BOPO melebihi 90% atau
mendekati 100% maka bank dapat dikategorikan sebagai bank yang
tidak efisien.
Tabel 4.10
Nilai Perhitungan BOPO Bank Periode 2012-2017
MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 Q1 73,96 78,94 94,43 123,58 59,72 90,36 76,09 96,54
2012 Q2 73,07 83,60 106,72 117,85 60,48 73,98 84,19 103,76
2012 Q3 71,89 83,59 93,72 118,41 60,55 74,04 81,74 109,00
2012 Q4 73,29 78,24 91,76 118,78 60,86 71,45 94,98 120,41
2013 Q1 69,69 83,36 86,70 124,85 58,23 89,59 74,66 89,42
2013 Q2 69,16 83,99 85,36 126,93 58,95 80,31 49,24 114,43
2013 Q3 71,06 86,11 84,41 127,85 59,41 78,17 98,62 124,65
96
2013 Q4 69,50 82,77 116,77 121,24 61,37 75,07 115,42 115,94
2014 Q1 72,05 89,56 89,13 130,67 64,22 83,51 126,25 112,56
2014 Q2 73,37 89,45 88,06 138,84 64,86 78,37 173,56 126,92
2014 Q3 71,86 92,12 89,19 141,16 66,52 75,36 74,76 130,03
2014 Q4 70,47 89,15 86,16 137,27 67,42 75,70 55,18 77,19
2015 Q1 66,44 90,49 91,32 124,39 67,57 85,72 114,82 108,82
2015 Q2 77,24 96,40 140,94 123,84 68,76 79,90 86,89 122,13
2015 Q3 84,11 98,34 117,15 126,43 69,39 78,89 79,61 121,69
2015 Q4 88,33 94,15 109,03 122,50 70,72 79,24 77,33 118,18
2016 Q1 104,89 106,86 89,14 119,74 72,38 90,90 60,68 108,41
2016 Q2 113,00 107,49 113,02 121,63 71,58 82,78 64,60 109,40
2016 Q3 111,13 108,44 105,34 118,56 71,21 78,38 70,18 133,16
2016 Q4 120,41 97,98 103,10 116,22 71,82 77,45 60,55 114,68
2017 Q1 102,37 108,29 94,54 119,33 70,94 83,41 93,93 110,17
2017 Q2 95,32 107,94 94,19 118,68 71,29 76,83 117,06 114,30
2017 Q3 91,99 107,50 91,54 117,70 71,53 72,08 105,96 115,64
2017 Q4 91,96 97,90 93,17 115,02 78,85 70,29 115,01 122,96
Rata-rata 83,61 93,45 98,12 123,81 66,61 79,24 89,64 113,35
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Tabel 4.11
Rata-rata BOPO Sebelum Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 73,05 81,09 96,66 119,65 60,40 77,46 84,25 107,43
2013 69,85 84,06 93,31 125,22 59,49 80,79 84,48 111,11
2014 71,94 90,07 88,14 136,98 65,76 78,23 107,44 111,67
Rata-rata 71,62 85,07 92,70 127,29 61,88 78,83 92,06 110,07
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
97
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.10
Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum Branchless Banking
Pada tahun 2012, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 1 sebesar 123,58% cukup jauh
melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh BI, artinya pada
periode ini bank tersebut tidak efisien, dengan nilai rata-rata sebesar
119,65%. Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah dicapai oleh
Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 59,72%, bank ini dikatakan
efisien karena memiliki nilai BOPO yang kecil atau kurang dari
90%, dengan nilai rata-rata sebesar 60,4%.
Pada tahun 2013, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 2 sebesar 126,93%, artinya pada
periode ini bank tersebut tidak efisien, dengan nilai rata-rata sebesar
125,22%. Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah dicapai oleh
73
.05
81
.09 9
6.6
6
11
9.6
5
60
.4
77
.46
84
.25
10
7.4
3
69
.85 8
4.0
6
93
.31
12
5.2
2
59
.49
80
.79
84
.48
11
1.1
1
71
.94
90
.07
88
.14
13
6.9
8
65
.76 78
.23
10
7.4
4
11
1.6
7
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2012 2013 2014
98
BPD Kaltim pada kuartal 2 yaitu sebesar 49,24%, yang berarti
bahwa bank tersebut adalah yang paling efisien pada periode ini,
dengan nilai rata-rata sebesar 84,48%.
Pada tahun 2014, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 3 sebesar 141,16%, jauh dari batas
maksimum yang ditetapkan oleh BI, hal ini berarti pada periode ini
bank tersebut tidak efisien, dengan nilai rata-rata sebesar 136,98%.
Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah dicapai oleh BPD Kaltim
pada kuartal 4 yaitu sebesar 55,18%, dengan nilai rata-rata sebesar
107,44%.
Tabel 4.12
Rata-rata BOPO Setelah Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2015 79,03 94,85 114,61 124,29 69,11 80,94 89,66 117,71
2016 112,36 105,19 102,65 119,04 71,75 82,38 64,00 116,41
2017 95,41 105,41 93,36 117,68 73,15 75,65 107,99 115,77
Rata-rata 95,60 101,82 103,54 120,34 71,34 79,66 87,22 116,63
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
99
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.11
Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Setelah Branchless Banking
Pada tahun 2015, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BNI yaitu pada kuartal 2 sebesar 140,94%, artinya bank
tersebut tidak efisien pada periode ini, dengan nilai rata-rata sebesar
114,61%. Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah dicapai oleh
Bank Mandiri pada kuartal 1 yaitu sebesar 66,44%, artinya bank
tersebut efisien pada periode ini, dengan nilai rata-rata sebesar
79,03%.
Pada tahun 2016, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 2 sebesar 121,63%, artinya bank
tersebut tidak efisien pada periode ini, dengan nilai rata-rata sebesar
119,04%. Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah dicapai oleh
BPD Kaltim pada kuartal 4 yaitu sebesar 60,55%, yang berari bank
tersebut efisien, dengan nilai rata-rata sebesar 64%.
79
.03 9
4.8
5
11
4.6
1
12
4.2
9
69
.11 80
.94 89
,66
11
7.7
1
11
2.3
6
10
5.1
9
10
2.6
5 11
9.0
4
71
.75 82
.38
64
11
6.4
1
95
.41 10
5.4
1
93
.36
11
7.6
8
73
.15
75
.65
10
7.9
9
11
5.7
7
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2015 2016 2017
100
Pada tahun 2017, nilai BOPO yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BJB yaitu sebesar 122,96% pada kuartal 4, dengan nilai rata-
rata sebesar 115,77%. Sedangkan nilai BOPO yang paling rendah
dicapai oleh Bank BTPN pada kuartal 1 yaitu sebesar 70,94%
dengan nilai rata-rata sebesar 73,15%.
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.12
Rata-rata Nilai Perhitungan BOPO Sebelum & Setelah
Branchless Banking
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa setelah
penerapan Branchless Banking, nilai rata-rata BOPO hampir semua
bank mengalami kenaikan kecuali Bank BTN dan BPD Kaltim
mengalami penurunan nilai rata-rata sebesar 6,95% dan 4,84%. Nilai
rata-rata BOPO untuk keseluruhan bank pada saat sebelum
diterapkan Branchless Banking adalah sebesar 89,94%, dan nilai
rata-rata setelah Branchless Banking adalah sebesar 97,02%, terjadi
kenaikan sebesar 7,08%.
71
.62 8
5.0
7
92
.70
12
7.2
9
61
.88
78
.83 9
2.0
6
11
0.0
7
89
.94
95
.60
10
1.8
2
10
3.5
4 12
0.3
4
71
.34
79
.66
87
.22
11
6.6
3
97
.02
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B R A T A -R A T A
SEBELUM SESUDAH
101
5) Deskripsi Variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)
Salah satu rasio likuiditas bank yang umum digunakan adalah
rasio LDR. LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya.
Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi saat
kewajiban kliring datang, dimana pemenuhannya dilakukan dengan
aset lancar perusahaan (Sudarini, 2005 dalam Nusantara, 2009).
Pencapaian LDR yang baik adalah apabila nilai LDR masih
dalam batas yang ditetapkan BI (Tahun 2015 BI menetapkan batas
atas LDR adalah 92% dan batas bawah 78%), karena nilai LDR yang
terlalu tinggi maupun terlalu rendah tidak akan baik untuk bank
(Eng, 2013). LDR menunjukkan seberapa besar dana yang
dilepaskan bank dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio LDR
(mendekati batas atas) maka laba bank tersebut akan semakin
meningkat dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan
kreditnya secara efektif. LDR merupakan rasio antara jumlah kredit
yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga (giro, tabungan
dan deposito) (Sudiyatno dan Suroso, 2010).
102
Tabel 4.13
Nilai Perhitungan LDR Bank Periode 2012-2017
MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 Q1 79,36 84,03 74,36 102,19 77,37 62,40 54,04 56,31
2012 Q2 81,81 82,13 73,61 107,60 77,82 66,23 49,88 65,48
2012 Q3 82,61 85,23 76,82 165,48 76,91 66,42 47,58 64,95
2012 Q4 78,07 79,85 77,52 99,51 86,17 69,33 56,65 74,09
2013 Q1 81,36 89,62 82,57 98,05 88,16 72,00 57,83 83,24
2013 Q2 83,14 89,25 84,00 110,48 91,80 74,08 66,58 92,53
2013 Q3 86,06 90,88 84,69 107,55 92,76 74,66 61,24 91,75
2013 Q4 83,44 88,54 85,30 101,69 88,66 76,28 90,03 96,47
2014 Q1 87,15 92,01 88,39 98,36 95,89 77,98 102,54 78,18
2014 Q2 85,85 94,00 80,28 102,68 95,14 76,36 71,64 80,49
2014 Q3 84,76 85,29 85,74 106,48 97,44 76,55 67,22 79,72
2014 Q4 82,46 81,68 87,81 107,04 96,88 77,46 77,48 93,18
2015 Q1 84,14 80,47 87,76 108,37 97,53 75,40 76,60 74,57
2015 Q2 83,28 87,87 87,63 108,24 97,45 76,28 56,75 67,47
2015 Q3 84,61 84,89 87,67 104,45 95,82 78,94 59,55 70,73
2015 Q4 87,42 86,88 87,77 107,48 96,62 81,91 104,39 88,13
2016 Q1 87,03 88,81 87,97 108,38 96,00 79,45 80,12 74,10
2016 Q2 87,49 90,03 91,40 110,62 94,77 78,90 79,02 88,10
2016 Q3 90,19 90,68 92,85 103,12 96,46 78,33 88,12 86,33
2016 Q4 86,15 87,77 90,41 101,51 96,22 78,52 101,69 86,70
2017 Q1 89,45 93,15 89,33 106,25 93,54 76,41 80,68 80,24
2017 Q2 88,85 89,76 88,93 110,44 95,63 75,76 77,02 85,85
2017 Q3 89,24 90,39 87,86 109,48 93,37 76,57 73,91 81,50
2017 Q4 88,28 88,13 85,58 101,94 95,86 80,46 90,38 87,27
Rata-rata 85,09 87,56 85,26 107,81 92,26 75,28 73,79 80,31
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Tabel 4.14
Rata-rata LDR Sebelum Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2012 80,46 82,81 75,58 118,70 79,57 66,09 52,03 65,21
2013 83,50 89,57 84,14 104,44 90,35 74,26 68,92 91,00
2014 85,06 88,24 85,56 103,64 96,34 77,09 79,72 82,89
Rata-rata 83,01 86,87 81,76 108,93 88,75 72,48 66,89 79,70
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
103
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.13
Rata-rata Nilai Perhitungan LDR Sebelum Branchless Banking
Pada tahun 2012, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 3 sebesar 165,48%, jauh melebihi
batas maksimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai rata-rata
sebesar 118,70. Semakin tinggi nilai LDR menunjukkan semakin
tidak likuidnya suatu bank. Sedangkan nilai LDR yang paling rendah
dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 3 yaitu sebesar 47,58% lebih
rendah dari batas minimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai
rata-rata sebesar 52,03%. Nilai LDR yang rendah menunjukkan
bahwa bank dikatakan likuid, namun tidak lebih rendah dari batas
minimum yang ditetapkan oleh BI.
Pada tahun 2013, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 2 sebesar 110,48% cukup jauh
melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai
rata-rata sebesar 104,44%. Sedangkan nilai LDR yang paling rendah
dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 1 yaitu sebesar 57,83% lebih
80
.46
82
,81
75
.58
11
8,7
0
79
.57
66
.09
52
,03
65
.218
3.5 89
.57
84
.14 1
04
.44
90
.35
74
.26
68
,92 9
1
85
.06
88
,24
85
.56 1
03
.64
96
.34
77
.09
79
.72
82
.89
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2012 2013 2014
104
rendah dari batas minimum yang ditetapkan oleh BI dengan nilai
rata-rata sebesar 68,92%.
Pada tahun 2014, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 4 sebesar 107,04% turun dibandingkan
periode sebelumnya, dengan nilai rata-rata sebesar 103,64%.
Sedangkan nilai LDR yang paling rendah dicapai oleh BPD Kaltim
pada kuartal 3 yaitu sebesar 67,22% lebih rendah dari batas
minimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai rata-rata sebesar
79,72%.
Tabel 4.15
Rata-rata LDR Setelah Branchless Banking
Tahun MNDR BRI BNI BTN BTPN BCA
BPD
KLTM BJB
2015 84,86 85,03 87,71 107,13 96,86 78,13 74,32 75,23
2016 87,72 89,32 90,66 105,91 95,86 78,80 87,24 83,81
2017 88,96 90,36 87,92 107,03 94,60 77,30 80,50 83,72
Rata-rata 87,18 88,24 88,76 106,69 95,77 78,08 80,68 80,92
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.14
Rata-rata Nilai Perhitungan LDR Setelah Branchless Banking
84
.86
85
.03
87
.71 1
07
.13
96
.86
78
.13
74
,32
75
.23
87
.72
89
.32
90
.66 10
5.9
1
95
.86
78
.8 87
.24
83
.81
88
.96
90
.36
87
.92 1
07
.03
94
.6
77
.3
80
.5
83
.72
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B
2015 2016 2017
105
Pada tahun 2015, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 1 sebesar 108,37% dengan nilai rata-
rata sebesar 107,13%. Sedangkan nilai LDR yang paling rendah
dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 2 yaitu sebesar 56,75% lebih
rendah dari batas minimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai
rata-rata sebesar 74,32%.
Pada tahun 2016, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu pada kuartal 2 sebesar 110,62% dengan nilai rata-
rata sebesar 105,91%. Sedangkan nilai LDR yang paling rendah
dicapai oleh BJB pada kuartal 1 yaitu sebesar 74,10% sedikit lebih
rendah dari batas minimum yang ditetapkan oleh BI, dengan nilai
rata-rata sebesar 83,81%.
Pada tahun 2017, nilai LDR yang paling tinggi dicapai oleh
Bank BTN yaitu sebesar 110,44% pada kuartal 2 dengan nilai rata-
rata sebesar 107,03%. Sedangkan nilai LDR yang paling rendah
dicapai oleh BPD Kaltim pada kuartal 3 yaitu sebesar 73,91%
dengan nilai rata-rata sebesar 80,5%.
106
Sumber: Data diolah (Ms. Excel 2013)
Gambar 4.15
Rata-rata Nilai Perhitungan LDR Sebelum & Setelah
Branchless Banking
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa setelah
penerapan Branchless Banking, nilai rata-rata LDR untuk semua
bank mengalami kenaikan. Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata
LDR untuk keseluruhan bank pada saat sebelum diterapkan
Branchless Banking adalah sebesar 83,55%, dan nilai rata-rata
setelah Branchless Banking adalah sebesar 88,29%, terjadi kenaikan
sebesar 4,74%.
B. Pembahasan
1. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak,
dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov test. Tingkat
keyakinan yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahan 0,05.
Sampel berdistribusi normal apabila nilai sig > tingkat keyakinan.
Sebaliknya dikatakan tidak normal apabila nilai sig < tingkat
83
.01
86
.87
81
.76
10
8,9
3
88
.75
72
.48
66
.89 79
.70
83
,55
87
,18
88
,24
88
,76 1
06
,69
95
,77
78
,08
80
,68
80
,92
88
,29
M N D R B R I B N I B T N B T P N B C A B P D K L T M
B J B R A T A -R A T A
SEBELUM SESUDAH
107
keyakinan. Jika hasil uji menunjukan sampel berdistribusi normal
maka uji beda yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji
parametrik (Paired Sample t-test). Tetapi jika sampel tidak
berdistribusi normal maka uji beda yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah uji non parametrik (Wilcoxon Signed Ranks Test)
(Pramana, 2012). Dapat dilihat berdasarkan hasil uji normalitas di
bawah ini, pada hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, semua
variabel tidak berdistribusi normal.
Tabel 4.16
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov KELAS Statistic df Sig.
CAR 0 ,166 96 ,000 1 ,072 96 ,200
ROA 0 ,091 96 ,047 1 ,107 96 ,009
ROE 0 ,496 96 ,000 1 ,050 96 ,200
BOPO 0 ,152 96 ,000 1 ,109 96 ,007
LDR 0 ,092 96 ,045
1 ,108 96 ,007
Sumber: Data Diolah (SPPS 23.0)
Berdasarkan tabel uji normalitas di atas diketahui nilai sig.
untuk hampir seluruh variabel < 0,05, hanya variabel CAR dan ROE
setelah Branchless Banking yang memiliki nilai sig. > 0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal sehingga uji
beda yang dilakukan adalah menggunakan Uji Wilcoxon.
108
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode statistika non parametrik. Metode statistik non
parametrik sering disebut metode bebas sebaran karena model uji
statistiknya tidak menetapkan syarat-syarat tertentu tentang bentuk
distribusi parameter populasinya. Maka, berdasarkan olah data yang
telah dilakukan sebelumnya, uji beda yang digunakan adalah Uji
Wilcoxon, karena variabel penelitian tidak berdistribusi normal.
Berikut ini merupakan hasil dari Uji Wilcoxon:
Tabel 4.17
Hasil Uji Wilcoxon
CAR ROA ROE BOPO LDR
AFTER - AFTER - AFTER - AFTER - AFTER -
CAR ROA ROE BOPO LDR
BEFORE BEFORE BEFORE BEFORE BEFORE
Z -6,733 -4,510 -6,817 -4,124 -5,706
Asymp.
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
(2-tailed)
Sumber: Data Diolah (SPPS 23.0)
Dari hasil Uji Wilcoxon tersebut didapat bahwa nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) untuk variabel CAR, ROA, ROE, BOPO, dan LDR
sebesar 0,000 dimana lebih kecil dibandingkan 0,05 sehingga
109
hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada ROA, LDR, CAR, dan BOPO sebelum dan setelahh penerapan
Branchless Banking diterima.
3. Interpretasi Hasil Penelitian
a. Perbandingan Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar
bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.
Dengan kata lain, Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja
bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko,
misalnya kredit yang diberikan. Semakin tinggi CAR maka
semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko
dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR
tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional
dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
(Lukman Dendawijaya, 2000).
Berdasarkan Output Tabel 4.17 di atas, diperoleh bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel CAR adalah 0,000 dimana
lebih kecil dibanding 0,05. Maka Ha diterima atau artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara CAR sebelum dan setelah
110
Branchless Banking. CAR rata-rata sebelum Branchless Banking
sebesar 17,70%, sedangkan CAR setelah Branchless Banking
sebesar 20,30%. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa
penerapan Branchless Banking berdampak pada CAR yang
meningkat sebesar 2,60%. Nilai CAR yang meningkat menandakan
bahwa kemampuan bank dalam membiayai kegiatan
operasionalnya semakin membaik dan menyalurkan pembiayaan
lebih optimal setelah diterapkannya program Branchless Banking.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Retno & Dikdik (2019) dan Sarah (2015) yang
menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang diwakili
oleh CAR setelah Branchless Banking berbeda secara signifikan
dibandingkan sebelum Branchless Banking.
b. Perbandingan Rasio Return On Asset (ROA)
Rasio ROA digunakan untuk mengukur keseluruhan dan
keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva
yang tersedia. Semakin tinggi ROA menunjukkan bahwa
perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak. Dengan demikian, semakin
tinggi ROA, semakin efektif kinerja perusahaan. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada
investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
111
perusahaan tersebut semakin diminati investor, karena tingkat
pengembalian akan semakin besar (Anggraini, 2006).
Berdasarkan Output Tabel 4.17 di atas, diperoleh bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel ROA 0,000 dimana lebih
kecil dibanding 0,05. Maka artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara ROA sebelum dan setelah Branchless Banking.
ROA rata-rata sebelum Branchless Banking sebesar 1,91%,
sedangkan ROA setelah Branchless Banking sebesar 1,64%.
Dampak dari penerapan Branchless Banking membuat nilai ROA
menurun sebesar 0,27%. Meskipun penurunan nilai ROA tidak
terjadi secara signifikan namun dalam hal ini berarti kurang
baiknya bank dalam mengelola asetnya. Nilai ROA yang turun juga
bisa disebabkan karena biaya operasi yang meningkat, sehingga
laba perusahaan menjadi turun. Penerapan branchless banking
membutuhkan modal awal yang besar untuk jangka panjang,
sehingga laba belum kembali dalam waktu yang dijadikan periode
penelitian. Oleh karena itu, bank perlu menambah agen dan
memperluas jaringannya agar meningkatkan laba sehingga tidak
kalah saing dengan perusahaan yang menerapkan sistem fintech
(financial technology) yang sedang berkembang sekarang.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Windi (2019) dan Ilma (2017), dan Sarah (2015)
yang menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang
112
diwakili oleh ROA setelah Branchless Banking berbeda secara
signifikan dibandingkan sebelum Branchless Banking.
c. Perbandingan Rasio Return On Equity (ROE)
ROE merupakan rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur
kinerja keuangan bank. Rasio ini berfungsi untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang ada
untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). Dari pandangan
pemilik, ROE merupakan ukuran yang lebih penting karena
merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Jika dikaitkan
dengan keuntungan bisnis syariah dalam ekonomi dapat dilihat dari
sisi teori bahwa perusahaan sekarang ini menekankan
pemaksimalan laba untuk pemegang saham. Jadi return on equity
merupakan indikator yang amat penting bagi pemilik saham dan
calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam
memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran
dividen. Apabila terjadi kenaikan rasio, berarti terjadi kenaikan
laba bersih dari bank bersangkutan (Veithzal, 2008).
Berdasarkan Output Tabel 4.17 di atas, diperoleh bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel ROE 0,000 dimana lebih
kecil dibanding 0,05. Maka artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara ROE sebelum dan setelah Branchless Banking.
ROE rata-rata sebelum Branchless Banking sebesar 21,89%,
sedangkan ROE setelah Branchless Banking sebesar 17,24%.
113
Dampak dari penerapan Branchless Banking membuat nilai ROE
menurun sebesar 4,65%. Nilai ROE yang semakin turun
menunjukkan bahwa bank tidak cukup efisien dalam mengelola
modal sendiri untuk menghasilkan laba. Nilai ROE yang turun juga
bisa disebabkan karena pertumbuhan laba bersih lebih rendah dari
pada pertumbuhan modal inti. Laba bersih yang rendah disebabkan
oleh pertumbuhan kredit yang melambat. Pertumbuhan kredit yang
melambat dikarenakan masyarakat terbebani dengan syarat
administrasi yang menggunakan jaminan dalam mengajukan kredit,
terutama masyarakat yang berpendapatan rendah. Sehingga, setelah
penerapan program branchless banking dimana tujuannya adalah
memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan, bank lebih
mempermudah untuk memberikan kredit, agar tujuan untuk
meningkatkan keuangan inklusif tercapai, dan dapat memberikan
keuntungan bagi bank dalam peningkatan laba.
d. Perbandingan Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO)
Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasional
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Menurut Dendawijaya (2003) rasio biaya operasional digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya. Semakin kecil rasio BOPO berarti
114
semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang
bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Berdasarkan Output Tabel 4.17 di atas, diperoleh bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel BOPO adalah 0,000 dimana
lebih kecil dibanding 0,05. Maka Ha diterima atau artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara BOPO sebelum dan setelah
Branchless Banking. BOPO rata-rata sebelum Branchless Banking
sebesar 89,94%, sedangkan BOPO setelah Branchless Banking
sebesar 97,02%. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa
penerapan Branchless Banking berdampak pada BOPO yang
meningkat sebesar 7,08%. Namun, nilai BOPO yang meningkat
menandakan bahwa setelah diterapkannya Branchless Banking,
bank kurang mampu dalam menekan biaya operasionalnya yang
dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam
mengelola usahanya. Hal ini dapat disebabkan salah satunya karena
investasi di bidang teknologi untuk mendukung kegiatan program
branchless banking ini. Sehingga, bank perlu untuk mengurangi
biaya operasionalnya agar profitabilitas bank dapat meningkat.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Windi (2019), Ilma (2019), Siti (2017) dan Sarah
(2015) yang menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang
diwakili oleh BOPO setelah Branchless Banking berbeda secara
signifikan dibandingkan sebelum Branchless Banking.
114
e. Perbandingan Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank memenuhi kewajiban keuangan jangka
pendeknya. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus
dipenuhi saat kewajiban kliring datang, dimana pemenuhannya
dilakukan dengan aset lancar perusahaan (Sudarini, 2005 dalam
Nusantara, 2009). LDR menunjukkan seberapa besar dana yang
dilepaskan bank dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio LDR
(mendekati batas atas) maka laba bank tersebut akan semakin
meningkat dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan
kreditnya secara efektif. LDR merupakan rasio antara jumlah kredit
yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga (giro, tabungan
dan deposito) (Sudiyatno dan Suroso, 2010). Pencapaian LDR yang
baik adalah apabila nilai LDR masih dalam batas yang ditetapkan
BI (Tahun 2015 BI menetapkan batas atas LDR adalah 92% dan
batas bawah 78%), karena nilai LDR yang terlalu tinggi maupun
terlalu rendah tidak akan baik untuk bank (Eng, 2013).
Berdasarkan Output Tabel 4.17 di atas, diperoleh bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) untuk variabel LDR adalah 0,000 dimana
lebih kecil dibanding 0,05. Maka artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara ROA sebelum dan setelah Branchless Banking.
LDR rata-rata sebelum Branchless Banking sebesar 83,55%,
sedangkan LDR setelah Branchless Banking sebesar 88,29%. Dari
115
data tersebut, dapat diketahui bahwa penerapan Branchless
Banking berdampak pada LDR yang meningkat sebesar 4,74%.
Nilai LDR yang semakin meningkat menunjukkan bahwa bank
tidak likuid. Namun, untuk hal ini bank masih dalam batas aman
karena belum melebihi batas atas yang telah ditetapkan. Penyebab
LDR yang tinggi adalah pertumbuhan kredit lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Dengan
demikian, bank perlu mengurangi laju kredit yang diberikan.
Dalam hal ini, pertumbuhan kredit tidak boleh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan dana pihak ketiga. Dengan adanya
branchless banking, pertumbuhan dana pihak ketiga dapat semakin
meningkat melalui jumlah tabungan masyarakat yang meningkat,
karena program ini dapat memudahkan masyarakat untuk
menyimpan dananya termasuk yang di sekitar tempat tinggalnya
tidak ada bank. Maka bank perlu lebih memperluas jaringannya
lagi dengan menambah agen untuk menjangkau seluruh lapisan
masyarakat agar dapat mengakses layanan keuangan.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Siti (2017) yang menyatakan bahwa kinerja
keuangan perusahaan yang diwakili oleh FDR setelah Branchless
Banking berbeda secara signifikan dibandingkan sebelum
Branchless Banking
116
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisis perbandingan kinerja keuangan bank sebelum dan setelah
penerapan Branchless Banking periode 2012-2017, maka kesimpulan
yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Capital Adequacy Ratio
(CAR) meningkat setelah penerapan Branchless Banking. Rata-rata
ROA menurun setelah penerapan Branchless Banking. Rata-rata ROE
menurun setelah penerapan Branchless Banking. Rata-rata BOPO
meningkat setelah penerapan Branchless Banking. Rata-rata LDR
meningkat setelah penerapan Branchless Banking.
2. Berdasarkan analisis pada rasio Capital Adequacy Ratio (CAR),
Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio
(LDR) yang dilakukan pada bank yang menjadi objek penelitian
sebelum dan setelah diterapkannya program Branchless Banking pada
periode triwulan I 2012 - triwulan IV 2017 menunjukkan adanya
peningkatan nilai rata-rata pada rasio CAR, BOPO, dan LDR,
sedangkan penurunan nilai rata-rata terjadi pada rasio ROA dan ROE.
3. Berdasarkan hasil uji beda Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh hasil
yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel Capital
117
Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), Return On Equity
(ROE), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO),
dan Loan to Deposit Ratio (LDR) antara sebelum dan setelah
penerapan Branchless Banking.
B. Saran
1. Untuk dapat meningkatkan nilai Return On Asset (ROA), maka perlu
memaksimalkan dana pihak ketiga untuk investasi atau penyaluran
pembiayaan agar laba meningkat dan melakukan pembiayaan untuk
Usaha Kecil Mikro (UKM).
2. Memperluas jaringan dan layanan dengan menambah jumlah agen
bank serta memberikan fasilitas untuk melakukan sosialisasi dan
promosi kepada masyarakat, agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui mengenai produk dan layanan bank.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar menggunakan objek
penelitian dan variabel yang berbeda dengan menambahkan atau
mengganti variabel, serta periode penelitian yang lebih lama
dibandingkan penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih akurat
dan lebih baik dibandingkan penelitian sebelumnya.
118
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, MF. (2002). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. UMM Press.
Yogyakarta: UMM Press.
Aduda J, Kiragu P, Ndwiga JM. (2013). The Relationship Between Agency
Banking and Financial Performance of Commercial Banks in Kenya.
Journal of Finance and Investment Analysis. 2(4):97-117.
Agalla, T. A. (2014). The Challenges Facing The Growth Of Agency Banking In
Kenya: A Case Study of KCB Limited Mombasa Country. Journal of
Business and Management.Vol. 16, No. 11, 76-95.
Agus Indriyo, Gitusudarmo dan Basri. (2002). Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: BPFE.
Agus, Sartono. (2012). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi4.
Yogyakarta: BPFE.
Ahmad, Buyung Nusantara. (2009). Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan
BOPO Terhadap Profitabilitas Bank. Tesis. Universitas Diponegoro.
Ahmad, T, Kusno. (2003). Analisis Rasio-Rasio Keuangan Sebagai Indikator
Dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perbankan Inddonesia. Media
Ekonomi Dan Bisnis. Vol. XV, No 1.
Almilia, Luciana Spica, dan Winny Herdiningtyas. (2005). Analisa Rasio Camel
terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode
2000-2002. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 7, No. 2.
Amalia, Nida Rizqi. (2017). Implementasi Layanan Keuangan Tanpa Kantor
Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) Pada Bank Rakyat
Indonesia Syariah Kantor Cabang Malang.
Amaliah, Ilma, dkk. (2017). Analisis Perbandingan Pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga, Efisiensi Biaya Operasional dan Profitabilitas Sebelum dan
Sesudah Penerapan Program Laku Pandai (Branchless Banking). Jurnal
Manajemen. Vol. 3, No. 1, ISSN: 2460-6545.
Andrianaivo M, Kpodar K, (2012), Mobile Phones, Financial Inclusion, and
Growth. Journal of Economics. Vol. 3, No.2.
Anggraini, Reni Retno. (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan
Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia). Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9.
Anisah dan Triyonowati. (2016). Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan
Sesudah Merger PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk. Jurnal Ilmu dan
Riset Manajemen. Vol.5, No. 6.
Arifin, Zainul. (2002). Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alfabeta.
119
Astrini, Retno Dwi dan Dikdik Tandika. (2019). Analisis Perbandingan Tingkat
Kesehatan Bank Sebelum dan Sesudah Penerapan Program Laku Pandai
(Layanan Keuangan Tanpa Kantor Untuk Keuangan Inklusif). Jurnal
Manajemen. Vol. 5, No. 1, ISSN: 2460-6545.
Bambang Sudiyanto & Jati Suroso. (2010). Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga,
BOPO, CAR dan LDR terhadap Kinerja Keuangan Pada Sektor Perbankan
yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005-2008. Jurnal
Dinamika Keuangan dan Perbankan. Vol. 2, No.2.
Bank Indonesia. (2003). Bank Sentral Republik Indonesia: Tinjauan
Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) BI.
Bank Indonesia. (2011). Penerapan Branchless Banking di Indonesia, Direktorat
Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Jakarta: Preliminary Study.
Bank Indonesia. (2014). Booklet Keuangan Inklusif, Departemen Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM. Jakarta.
Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. (2001). Manajemen Keuangan. Edisi
Kedelapan Buku 2. Jakarta: Erlangga.
Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. (2006). Fundamental of Financial
Management: Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 10. Jakarta:
Salemba Empat.
Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F. 2011. Dasar-dasar Manajemen
Keuangan Terjemahan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Chandra, Chintya Putri. (2015). Pengaruh Npl, Ldr, Car Terhadap Profitabilitas
Bank Umum Swasta Nasional Devisa. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen.
Dendawijaya, Lukman. (2005). Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Dendawijaya, Lukman. (2008). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Desfian, Basran. (2005). Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kinerja Bank Umum Di Indonesia Tahun 2001-2003. Tesis Magister
Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Dinh, Van. (2015). Measuring The Impacts of Internet Banking to Bank
Performance: Evidence From Vietnam. Journal of Internet Banking and
Commerce. Vol. 20, No. 2.
Djoko Muljono dan Baruni Wicaksono. (2009). Akuntansi Pajak Lanjutan.
Yogyakarta: ANDI.
Fahmi, Irham. (2012). Analisis Kinerja Keuangan. Bandung: Alfabeta
Febriyani, A & Rahardian, Z. (2003). Analisa Kinerja Bank Devisa dan Non
Devisa di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan. Malang.
120
Firmansyah, Irman (2013). Analisis Perbandingan Kinerja Bank Muamalat dan
Bank Syariah Mandiri. Jurnal Akuntansi. Vol. 7 No. 1 Universitas
Siliwangi Tasikmalaya.
Gant, Amanda L. (2012). Effects of Mobile Banking in Microfinance Institution
Performance in Kenya. Faculty of The Graduate School of Arts and
Sciences of Georgetown University.
Ghozali Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi Ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegroro.
Hanafi dan Halim. (2007). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Hanafi dan Halim. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Edisi tujuh. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Harmono. (2009). Manajemen Keuangan. PT Bumi Aksara. Jakarta
Hasibuan, Malayu S.P. (2008). Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu S.P. (2009). Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.
Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hernando, I. dan Nieto, M. J. (2005). Is The Internet Delivery Channel Changing
Banks Performance? The Case of Spanish Banks. Banco De Espana.
Unpublished Manuscrip.
Hidayati, Sarah. (2015). Dampak Branchless Banking Terhadap Kinerja
Keuangan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Jurnal Al Muzara’ah. ISSN
p: 2337-6333; e: 2355-4363.
IAI. (1996). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Kasmir, Dr. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Kasmir. (2003). Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Kasmir. (2010). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kasmir. (2014). Dasar Dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khattab, Ishgara, Balola Y, Eldabi T. (2012). Factor Influencing Branchlesss
Banking for Microfinance in Sudan: Theoretical Perspectives and Future
Directions. European, Mediterranean & Middle Eastern Conference on
Information Systems. Munich, Germany p.833-847.
121
Khrawish HA. (2011). Determinants of Commercial Banks Performance:
Evidence From Jordan. International Research Journal of Finance And
Economics. Zarqa University. 5(5):19-45.
Kurnia, Wisnu Mawardi. (2012). Analisis Pengaruh Bopo, Ear, Lar Dan Firm Size
Terhadap Kinerja Keuangan. Diponegoro Journal of Management Vol. 1,
No. 2.
Lyman TR, Ivatury G, Staschen S. (2006). Use of Agents in Branchless Banking
for The Poor: Rewards, Risks, and Regulations. Focus Note No.38. CGAP.
Washington DC.
Harjito dan Martono. (2010). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
Millatina Arimi, Mohammad Kholiq Mahfud. (2012). Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan (Studi Pada Bank Umum
Yang Listed Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010). Diponegoro
Journal Of Management.
Muhammad. (2005). Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN
Munawir S. (2002). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Munawir S. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty
Mutua, Rachael W. Effects Of Mobile Banking On The Financial Performance Of
Commercial Banks In Kenya. Tesis for University of Nairobi.
Ondieki RD. (2015). The Effect of Agency Banking on Financial Performance of
Commercial Banks in Kenya. University of Nairobi.
Sarma. (2012). Index of Financial Inclusion – A measure of financial sector
inclusiveness. ISSN: 2192-7790.
Sau Eng, Tan. (2013). Pengaruh NIM, BOPO, LDR, NPL dan CAR terhadap ROA
Bank Internasional dan Bank Nasional Go Public Periode 2007–2011.
Jurnal Dinamika Manajemen. Vol. 1 No.3.
Simorangkir, O.P. (1984). Seluk Beluk Bank Komersial. Jakarta: Aksara Persada
Press.
Simorangkir. (2004). Pengantar Lembaga Keungan Bank dan Non Bank. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Slamet Riyadi. (2006). Banking Assets and Liability Management, Edisi Ketiga.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sobiharti, Windi Selfia. (2019). Analisis Perbandingan Dana Pihak Ketiga
(DPK),Efisiensi Biaya Operasional (BOPO), dan Return On Asset (ROA)
Sebelum dan Sesudah Penerapan Laku Pandai Pada BTPN Syariah
Periode 2016-2018. Jurnal Manajemen. Vol.5, No. 1, ISSN: 2460-6545.
122
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutrisno. (2009). Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi, Edisi
Pertama, Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: Ekonisia.
Syamsul, Hadi. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Akuntansi
Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
Taswan. (2006). Manajemen Perbankan. Yogyakarta: UPP STIM YPKP
Tarawneh, Medhat. (2006). A Comparison of Financial Performance In the
Banking Sector: Some Evidence from Omani Commercial Banks.
International Research Journal of Finance and Economics. Euro Journal
Publishing Inc.
Veithzal, Rivai. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.
PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Veithzal Rivai, Andriana Permata, Dan Afriandy Permata Veithzal. (2013). Credit
Management Handbook Manajemen Perkreditan Cara Mudah
Menganalisis Kredit: Teori, Konsep, Prosedur, Dan Aplikasi Serta
Panduan Banker, Mahasiswa Dan Nasabah. Jakarta: Rajawali pers.
Wahid, Nusron. (2014). Keuangan Inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan.
Jakarta: KPG.
Wanga, Odhiambo Jared. (2015). The Effect of Agency Banking on Financial
Performance of Commercial Bank in Kenya.
Wawira, NJ. (2013). Contribution of Agency Banking on the Financial
Performance of Commercial Banks in Kenya. Journal of Business
Administrastion Degree of Kenyatta University.
Wibowo, Pungky Purnomo. (2013). Branchless Banking Setelah Multilicense:
Ancaman Atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Studi Untuk
Persyaratan Pendidikan Kepemimpinan di Bank Indonesia Pada SESPIBI
Angkatan XXXI.
Yusharto, Irma. 2014. Branchless Banking sebagai Terobosan Inklusi Financial
(dikutip dari www.academia.edu)
Z, A. Wangsawidjaja. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
www.ojk.go.id
www.bi.go.id
www.beritasatu.com
www.business-law.binus.ac.id
www.republika.co.id
123
www.money.kompas.com
www.bankmandiri.co.id
www.bri.co.id
www.bni.co.id
www.btn.co.id
www.btpn.com
www.bca.co.id
www.bpdkaltimtara.co.id
www.bankbjb.co.id
www.worldbank.org
124
LAMPIRAN
Lampiran 1: Statistik Perkembangan Laku Pandai
Jumlah
bank
penyelen
-ggara
Jumlah
agen
peroran
gan/outl
-et
badan
hukum
Jumlah
outstandi
-ng
rekening
Jumlah
outstan-
ding
tabungan
Jumlah
provinsi
tempat
agen
Jumlah
Kabupat-
en/
Kota
Juni
2015
7 Bank 3.734
Agen
35.984
Nasabah
Rp 2,9
Milyar
30 Provinsi 211 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Septe-
mber
2015
8 Bank 19.411
Agen
1.061.076
Nasabah
Rp 40
Milyar
33 Provinsi 368 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Desem
-ber
2015
8 Bank 60.805
Agen
1.216.952
Nasabah
Rp 67
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
385 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Maret
2016
10 BU
Konvensi
-onal
88.374
Agen
1.351.798
Nasabah
Rp 50
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
427 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Juni
2016
12 BU
Konvensi
-onal dan
1 BU
Syariah
104.707
Agen
1.626.068
Nasabah
Rp 63
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
499 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Septe-
mber
2016
14 BU
Konvensi
onal dan
2 BU
Syariah
160.490
Agen
1.949.005
Nasabah
Rp 93
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
499 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Desem
-ber
2016
18 BU
Konvensi
onal dan
2 BU
Syariah
275.911
Agen
3.700.215
Nasabah
Rp 216,5
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
507 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
125
Jumlah
bank
penyelen
-ggara
Jumlah
agen
peroran
gan/outl
-et
badan
hukum
Jumlah
outstandi
-ng
rekening
Jumlah
outstan-
ding
tabungan
Jumlah
provinsi
tempat
agen
Jumlah
Kabupat-
en/
Kota
Maret
2017
19 BU
Konvensi
onal dan
2 BU
Syariah
328.466
Agen
5.119.595
Nasabah
Rp 244,1
Milyar
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
508 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Juni
2017
20 BU
Konvensi
onal dan
2 BU
Syariah
368.214
Agen
10.016.33
5
Nasabah
Rp 1,12
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
508 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Septe-
mber
2017
21 BU
Konvensi
-onal dan
2 BU
Syariah
428.852
Agen
1.808.868
Nasabah
Rp 1,3
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
512 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Desem
-ber
2017
25 BU
Konvensi
-onal dan
2 BU
Syariah
720.121
Agen
13.645.39
6
Nasabah
Rp 1,03
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
512 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Maret
2018
26 BU
Konvensi
-onal dan
2 BU
Syariah
779.919
Agen
19.294.76
4
Nasabah
Rp 1,75
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
509 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Juni
2018
27 BU
Konvensi
-onal dan
2 BU
Syariah
762.207
Agen
20.185.44
1
Nasabah
Rp 1,69
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
508 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
Septe-
mber
2018
27 BU
Konvensi
-onal dan
2 BU
Syariah
804.308
Agen
22.040.55
6
Nasabah
Rp 1,49
Trilyun
34 Provinsi
(Seluruh
Indonesia)
508 (dari
total 514
Kabupaten/
Kota)
126
Lampiran 2: Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov KELAS Statistic df Sig.
CAR 0 ,166 96 ,000 1 ,072 96 ,200
ROA 0 ,091 96 ,047 1 ,107 96 ,009
ROE 0 ,496 96 ,000 1 ,050 96 ,200
BOPO 0 ,152 96 ,000 1 ,109 96 ,007
LDR 0 ,092 96 ,045
1 ,108 96 ,007
Lampiran 3: Uji Wilcoxon Signed Rank Test
CAR ROA ROE BOPO LDR
AFTER - AFTER - AFTER - AFTER - AFTER -
CAR ROA ROE BOPO LDR
BEFORE BEFORE BEFORE BEFORE BEFORE
Z -6,733 -4,510 -6,817 -4,124 -5,706
Asymp. Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
(2-tailed)