analisis pengelolaan hutan mangrove menjadi …digilib.unila.ac.id/32006/18/skripsi tanpa bab...

124
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREA TAMBAK (Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan) (Skripsi) Oleh MIKE NURJANAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: vuliem

Post on 23-Mar-2019

263 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK

(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)

(Skripsi)

Oleh

MIKE NURJANAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

ABSTRAK

ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK

(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)

Oleh

Mike Nurjanah

Alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi area tambak di Kabupaten LampungSelatan telah terjadi sejak tahun 1989 dan mengalami kerusakan yang sangat parah,karena sekitar 500,5 hektar hutan mangrove sekarang hanya tersisa 100 hektar dan400 hektarnya telah dibuka menjadi lahan pertambakan. Kurangnya pengawasan daripemerintah daerah khususnya dinas kehutanan Lampung Selatan pada saat otonomidaerah ke Kabupaten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa belumbaiknya pengelolaan hutan mangrove yang berada di Kabupaten Lampung Selatan.Teori yang digunakan yaitu menurut George R Terry yang didalamnya terdapat empatfungsi manajemen POAC. Metode dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif.Teknik pengumpulan data dengan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukanbahwa belum baiknya pengelolaan hutan mangrove karena manfaat ekologi darihutan mangrove sudah tidak berfungsi, rendahnya pengetahuan masyarakat tentangmanfaat hutan mangrove. Analisis pengelolaan berdasarkan Pertama, Planning darianalisis ini KPH XIII memiliki program yaitu rehabilitasi yang berjalan tidak optimalsebagai salah satu pemulihan kerusakan hutan mangrove. Kedua, Organizing darianalisis ini pengelompokan kegiatan melibatkan anggota KPH XIII yang di koordiniroleh kelompok petani tambak dan berkerjasama dengan pihak sekolah. KetigaActuating dari analisis ini yaitu pelaksanaan rehabilitasi mangrove mampumengurangi kerusakan dari 500,5 hektar menjadi 100 hektar dilakukan pada akhirOktober 2017. Keempat, Controlling dari analisis ini yaitu setelah diadakannyaevaluasi, program rehabilitasi hutan mangrove yang berada di Desa Berundungtermasuk ke dalam kategori tidak berhasil karena masih banyaknya mangrove jenisapi-api yang menyebabkan tanaman jenis mangrove Rhizophora stylosa tidak dapattumbuh dengan baik.

Kata Kunci: Pengelolaan, Hutan Mangrove, Area Tambak.

ABSTRACT

ANALYSIS CONVERSION MANAGEMENT OF MANGROVE FORESTTO POND AREA

(Case Study On Ketapang Sub-Districk, Southern Lampung Districk)

By

Mike Nurjanah

The conversion of mangrove forest to ponds area in Lampung Selatan Regencyhas occurred since 1989 and suffered severe damage, due to about only 100hectares remaining from about 500.5 hectares of mangrove forest and 400hectares has been opened to farm land. This was because the lack of supervisionfrom the local government, especially the forestry service in Southern Lsmpungand the forestry service of Lampung province. The purpose of this study was todetermined and analyzed the poor management of mangrove forests located inSouth Lampung regency. The theory used was according to George R Terry inwhich there are four POAC management functions. The method in this researchwas descriptive qualitative. The data for this research collected by interview. Theresults of this study shown that mangrove management was not good because theecological benefits of mangrove forest was no longer felt by the people, the lackof knowledge of the community about the benefits of mangrove forests. Analysisof management based on First, Planning from this analysis KPH XIII has aprogram that was rehabilitation but did not went well as one of the restoration formangrove forest. Second, the Organizing, from this analysis grouping activitiesinvolves members of KPH XIII that organized by ponds farmers and collaboratedwith the school. Third Actuating, from this analysis was the implementation ofmangrove forests rehabilitation could reduced the extent of demaged mangroveforest from 500,5 ha to 100 ha at the end of October 2017. Fourth, Controllingfrom this analysis that was after the evaluation, mangrove forest rehabilitationprogram in Berundung Village included into the category was not succed becausethere were still many Avicennia germinanst hat caused mangrove speciesRhizophora stylosa could not grow properly.

Keywords: Management, Mangrove Forest, Pond Area.

ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK

(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)

Oleh

MIKE NURJANAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat mencapai gelarSARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mike Nurjanah, dilahirkan di Way Galih

13 Januari 1996. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara, putri dari Bapak Saipul Bahri dan Ibu

Sumidah. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tahun 2001-2002 di TK PTPN

VII Way Galih, dilanjutkan di SDN 1 Way Galih pada tahun 2002-2008. Penulis

menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Al- Azhar 3 Bandar

Lampung tahun 2008-2011 dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas

di SMA YP Unila tahun 2011-2014.

Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri

Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Pada tahun 2017 di bulan Januari, penulis melaksanakan kuliah kerja nyata

(KKN) di Desa Bandar Putih Tua, Kecamatan Anak Ratu Aji, Kabupaten

Lampung Tengah.

MOTTO

“Iqro’ BismiRobbikalladziKholaq”“Bacalahdengan (menyebut) namaRabbmu Yang menciptakan”

(QS Al-‘Alaq [1]: 5-6)

“Doa adalah nyanyian hati yang selalu dapat membuka jalan terang kepadasinggasana tuhan meskipun terlihat dalam tangisan seribu jiwa”

(Khalil Gibran)

“Mencintai apa yang Allah cintai dan meninggalkan apa yang Allah benci”(Panji Ramdana)

“Memintalah pertolongan kepada Allah dan kedua Orang Tua mu, maka kamuakan mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat ”

(Mike Nurjanah)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamduillahirabbil’alamiintelah Engkau Ridhoi Ya Allah langkahhambaMu,Sehingga Skripsi ini pada akhirnya dapat terselesaikan pada waktunya

Teriring Shalawat Serta Salam Kepada Nabi Muhammad SAWSemoga Kelak Skripsi ini dapat Memberikan Ilmu yang Bermanfaat

dan

Ku Persembahkan Karya Sederhana Ini Kepada:

Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kakak-kakakku yang ku sayangi sebagai tandabakti, hormat dan cintaku.

Terimakasih atas doa dan restu serta semangat yang telah kalian berikan.

Terimakasih untuk saudara-saudara seperjuangan di Jurusan Ilmu Pemerintahan,semoga amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT

Almamater Tercinta Universitas Lampung

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas keridhoan Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan

hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

tidak lupa penulis sanjung agungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri

tauladan yang baik dan pemimpin bagi kaumnya.

Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

MENJADI AREA TAMBAK (Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten

Lampung Selatan)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu

Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak

yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:

1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung. Terima kasih atas ilmu, saran, semangat,

motivasi, dan kelancaran terciptanya skripsi ini. Semoga jiwa muda akan

selalu tertanam dalam diri bapak dan segala kebaikan dari Allah SWT selalu

tercurah untuk bapak baik di dunia ataupun di akhirat kelak.

2. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Ketua Jurusan Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Terima kasih atas ilmu, saran, semangat, motivasi, dan kelancaran terciptanya

skripsi ini. Semoga jiwa muda akan selalu tertanam dalam diri bapak dan

segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak baik di dunia

ataupun di akhirat kelak.

3. Bapak Dr. R. Pitojo Budiono, M.Si. selaku pembimbing pertama untuk

penulis. Terima kasih ilmu, saran, semangat dan motivasi guna terciptanya

skripsi ini, terima kasih juga atas kebaikan dan rasa pengertian yang tinggi

terhadap penulis yang bapak berikan. Semoga jiwa muda akan selalu tertanam

dalam diri bapak dan segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk

bapak baik di dunia ataupun di akhirat kelak.

4. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku pembimbing kedua yang cantik. Terima

kasih atas kesabaran untuk meluangkan waktu dalam menghadapi penulis,

atas segala bimbingan ilmu, saran yang sangat bermanfaat serta motivasi dan

semangat untuk menghasilkan skripsi yang baik dan benar sehingga atas

kebaikan ibu, penulis mampu menyelesaikan skripsi dan studi pada waktunya.

Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk ibu baik di

dunia ataupun di akhirat kelak.

5. Bapak Drs. Ismono Hadi, M.Si. selaku dosen pembahas. Terima kasih atas

segala kritik dan saran yang membangun demi terciptanya progres yang

signifikan terhadap skripsi penulis hingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih atas segala ilmu yang sangat bermanfaat bagi

penulis. Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak

baik di dunia ataupun di akhirat kelak.

6. Bapak Muhammad Syhabuddin, S.IP. Selaku dosen pembimbing akademik

penulis. Terima kasih atas segala ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak baik di

dunia ataupun di akhirat kelak.

7. Seluruh dosen dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, terima kasih

atas ilmu-ilmu yang diberikan sehingga mampu menjadi jendela wawasan

bagi penulis di masa kini dan di masa yang akan datang. Semoga segala

kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak dan ibu baik di dunia

ataupun di akhirat kelak.

8. Seluruh informan dan narasumber penelitian yang telah mendukung penulis

dalam menyusun skripsi. Bapak M.D Wicaksono, Wahyudi Kurniawan,

Manakir, Untung Hartoyo, Agus, Kusnoto, dan Gunarto. Terima kasih telah

menjadi informan dan narasumber penulis semoga segala kebaikan dari Allah

SWT selalu tercurah untuk bapak-bapak semua baik di dunia ataupun di

akhirat kelak.

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, ayahanda Saipul Bahri dan Ibunda

Sumidah yang selalu memberikan doa, yang selalu sabar menghadapi sifat,

dan sikap penulis, terimakasih untuk seluruh kasih sayang, motivasi, doakan

agar Mike bisa mejadi anak yang bisa membanggakan Mamak dan Bapak di

dunia dan di akherat.

10. Untuk kakak, adikku dan ponakanku tersayang Jonatan Setiawan, Haidar Ali,

Dwi Wulan Dini, dan Khadijah Uzma. Terima kasih untuk dukungan, doa,

kebersamaan dan selalu menjadi penyemangat penulis.

11. Sahabatku, saudaraku, dan orang-orang yang selalu memberikan motivasi

sampai saat ini Kartini Dafersi, S.H. Annisa Yolana, Amd. Keb. Fika Nadia,

S.H, Kurnia Indy Pratama, S.Hut dan Pangestika Raras. Terima kasih atas doa

dan dukungannya selama ini.

12. Sahabatku kuliah di Universitas Lampung Asfhira Novthya, S.IP dan Debby

Nurlita, S.IP Terima kasih atas segala dukungan dan doa untuk kelancaran

proses penyusunan skripsi ini dan selalu menemani dalam urusan kampus

sampai akhirnya selesai ditahap ini. Semoga kita cepat diberikan kemudahan

dalam mendapatkan pekerjaan kepada Yang Maha Kuasa.

13. Kawan-kawan angkatan 2014 Dita, Nosi, Ikhsan, Shinta SN, Depoy, Bella,

NyuNyun, Renata, Bayu, Aldin, Billy, Safta, Wirya, Aldi, Dhian K, Dean,

Iranda, Aziza, Elvina, Ana, Dhian Safitri, Miss, Ani, Nces, Ulfa Umaya, Ulfa

Putri, Merry, Ulfa P, Andri, Mega, Gita, Nurul Fatia, Nia, Ujang dan lain-

lain maaf tidak bisa menyebutkan satu persatu. Terimakasih atas semua doa

dan dukungannya. Semoga kalian selalu diberi kemudahan dan kelancaran

dalam menjalankan proses kelulusan.

14. Abang dan Mbak Ilmu Pemerintahan terimakasih telah bersedia memberi

masukan dan ilmu kepada penulis, Ananda Putri Sujatmiko, S.IP, Habrianda

Bukit, M.IP, Hesti Seftia, S.IP, Rifky Febri H, S.IP, Restiani Damayanti, S.IP

semoga semua ilmu yang diberikan bisa menjadi amal jariyah dan semoga

selalu dimudahkan dalam menggapai tujuan hidup.

15. KKN Bandar Putih Tua: Ibu, Bapak, Bati, Uma, Kurnia Indy, S.HUT, Winda

Rosmalinda, S.AK, Deta Iktaria, S.AGT, Rama Agung, S.Ked, Biaton N,

S.H, dan Dibyo Mika terimakasih telah menjadi keluarga baru penulis,

terimakasih untuk pelajaran, pengalaman, dan kenangan yang diberikan

selama bersama 40 hari.

Bandar Lampung, Juni 2018

Mike Nurjanah

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................ iDAFTAR TABEL ................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR .............................................................................. ivDAFTAR SINGKATAN ......................................................................... v

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ............................................................................... 1B. Rumusan Masalah .......................................................................... 11C. Tujuan penelitian ........................................................................... 11D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Tentang Hutan

1. Konsep Hutan ........................................................................... 122. Jenis Hutan ............................................................................... 143. Pengertian Mangrove ............................................................... 164. Manfaat Ekosistem Mangrove ................................................. 175. Sumber Daya Hutan Mangrove................................................. 216. Karakteristik Hutan Mangrove ................................................. 227. Zonasi Hutan Mangrove ........................................................... 23

B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan Mangrove1. Pengertian Pengelolaan hutan ................................................... 242. Analisis POAC.......................................................................... 253. Kebijakan Publik ...................................................................... 374. Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove ................................. 385. Kendala Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove ................. 406. Kriteria Dan Indikator Pengelolaan Hutan Mangrove ............. 42

C. Tinjauan Tentang Kewenangan Pengelolaan Hutan1. Pengertian Kewenangan............................................................ 452. Peralihan Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Kerangka

Undang-Undang Nomor 23 Tahunn 2014 ............................... 463. Kewenangan Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan

Hidup ........................................................................................ 48

ii

4. Kewenangan Pemerintah Pusat Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 50

5. Kewenangan Pemerintah Provinsi Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 52

6. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 53

D. Tinjauan Ekonomi Sumberdaya Alam1. Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam .................................. 562. Macam-Macam Sumberdaya Alam........................................... 583. Evaluasi Ekonomi Sumberdaya Alam ...................................... 584. Konsep Evaluasi Ekosistem Mangrove .................................... 61

E. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................. 62

III. METODE PENELITIANA. Tipe Penelitian............................................................................... 65B. LokasiPenelitian............................................................................ 66C. Fokus Penelitian ............................................................................ 66D. Informan ....................................................................................... 68E. Jenis Data

1. Data Primer ............................................................................ 692. Data Sekunder ........................................................................ 70

F. Teknik Pengumpulan Data1. Wawancara ............................................................................. 712. Observasi ................................................................................ 733. Dokumentasi .......................................................................... 73

G. Teknik Pengolahan Data1. Editing Data............................................................................ 742. Interprestasi Data.................................................................... 75

H. Teknik Analisis Data1. Reduksi Data .......................................................................... 762. Penyajian Data........................................................................ 773. Verifikasi ................................................................................ 77

I. Teknik Keabsahan Data ............................................................... 78

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANA. Gambaran Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

1. Kondisi Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung............ 802. Tugas Dan Fungsi Pokok Dinas Kehutanan

Provinsi Lampung .................................................................. 803. Program Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Lampung............. 83

iii

B. Gambaran Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung1. Kondisi Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan

Hutan XIII Wilayah Lampung ............................................... 852. Tugas Dan Fungsi Pokok Kesatuan Pengelolaan XIII

Hutan XIII Wilayah Lampung ............................................... 853. Visi Dan Misi UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII

Wilayah Lampung .................................................................. 914. Struktur Organisasi UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan

XIII Wilayah Lampung .......................................................... 92C. Gambaran Umum Desa Yang Sebagian Wilayah Merupakan

Kawasan Hutan Lindung Reg 1 Way Pisang1. Keadaan Umum Desa Bandar Agung Kecamatan Seragi

Dan Desa Berundung Kecamatan Ketapang .......................... 932. Penduduk Desa Bandar Agung Dan Desa Berundung........... 943. Adat Istiadat ........................................................................... 95

V. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kabupaten

Lampung Selatan........................................................................... 97B. Pembahasan Penelitian Mengenai Analisis Pengelolaan

Hutan Mangrove Di Kabupaten Lampung Selatan ...................... 134C. Point-Point Hasil Penelitian Mengenai Analisis Pengelolaan Hutan

Mangrove Di Kabupaten Lampung Selatan ................................. 167

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

VI. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ....................................................................................... 172B. Saran.............................................................................................. 174

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Kerusakan Alam di Indonesia ................................................... 1

2. Kondisi Hutan Mangrove di Provinsi Lampung................................ 2

3. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 8

4. Informan Penelitian ........................................................................... 68

5. Data Primer ....................................................................................... 69

6. Data Sekunder ................................................................................... 70

7. Poin-Poin Hasil Penelitian ................................................................ 167

8. Ringkasan Penelitian Kinerja KPH XIII ............................................ 169

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir .................................................................................. 64

2. Lokasi Penelitian ............................................................................... 66

3. Hutan Mangrove di Kabupaten Lampung Selatan ............................ 126

vi

DAFTAR SINGKATAN

4M : Man, Money, Method, dan MaterialAPO : Alat Pemecah OmbakBPDAS : Balai Pengelolaan Daerah SungaiK3 : Kesehatan, Keselamatan Dan KerjaKKB : Kesempatan Kerja BersamaKHDTK : Kawasan Hutan Dengan Tujuan BersamaKPH : Kesatuan Pengelolaan HutanKPHK : Kesatuan Pengelolaan Hutan KonversiKPHL : Kesatuan Pengelolaan Hutan LindungKPHP : Kesatuan Pengelolaan Hutan ProduksiLSM : Lembaga Swadaya MasyarakatNUV : Non Use ValueNSPK : Norma Standar Prosedur dan KriteriaPP : Peraturan PemerintahPOAC : Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.REG : RegisterRPHJP : Rencana Pengelolaan Hutan Jangka PanjangRPHL : Rencana Pengelolaan Hutan LindungRTRW : Rencana Tata Ruang WilayahSBE : Scenic Beauty EstimationSNPEM : Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveSPI : Satuan Pemeriksaan InternalTAHURA : Taman Hutan RayaUU : Undang-UndangUULH : Undang-Undang Lingkungan HidupUV : Use ValueWALHI : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu kawasan sumber daya alam yang

melimpah di dunia seperti potensi sumber daya udara, potensi sumber

daya hutan, dan potensi sumber daya laut. Dari ketiga potensi sumber daya

tersebut, permasalahan yang paling dirasa urgen yakni, perihal potensi

kehutanan. Hal ini didasarkan pada data kerusakan alam:

Tabel 1.Data Kerusakan Alam Di Indonesia

Kerusakan Alam Di Indonesia

Potensi sumber daya Udara 300-3000 perhari

Potensi sumber daya hutan 684.000 ha/tahun

Potensi sumber daya laut 31.5% pertahun

Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)

Berdasarkan data tersebut, dapat kita temukan bahwa hutan memiliki

problem yang sangat banyak dan krusial. Kehutanan merupakan salah satu

faktor terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat

lebih dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan (Nurrochmat, 2010:1).

Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 2 menyatakan

bahwa penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari,

kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Hutan

2

juga merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai

permasalahan lingkungan hidup global. Sebenarnya pemerintah Indonesia

telah menyatakan concern terhadap masalah degradasi lingkungan global

di antaranya dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari

(sustainable forest management) (Nurrochmat, 2010:2).

Hutan yang tersebar di wilayah Indonesia pun beragam diantaranya hutan

lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan hutan produksi tetap.

Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang mempunyai potensi

hutan terbaik di Indonesia. Hutan lindung di Provinsi Lampung

mempunyai peran yang begitu urgen yaitu sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan

tanah. Salah satunya yang akan di bahas mengenai hutan lindung yakni

hutan mangrove. Adapun data luas dan kerusakan hutan mangrove di

sejumlah Kabupaten di Provinsi Lampung, yakni sebagai berikut:

Tabel 2. Kondisi Hutan Mangrove di Provinsi Lampung

No Nama Kabupaten/Kota Tidak Rusak Rusak

1. Kabupaten Lampung Barat 2 ha 3 ha

2. Kabupaten Tanggamus - 800 ha

3. Kabupaten Lampung Timur 486.72 ha 375.61 ha

4. Kabupaten Pesawaran 150 ha 50 ha

5. Bandar Lampung - 0.32 ha

6. Kabupaten Lampung Tengah - -7. Kabupaten Lampung Selatan 100 ha 400 ha

8. Kabupaten Tulang Bawang 2.064 ha 7.755 ha

Sumber: Diakses dari lampost.co pada 17 Maret 2017 pukul 14.36.

3

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa Kabupaten Lampung Timur

memiliki luas hutan mangrove terbesar di seluruh Provinsi Lampung. Luas

hutan tersebut disusul oleh Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten

Lampung Selatan. Namun, hutan mangrove di Kabupaten Lampung

Selatan memiliki peran yang lebih penting jika sewaktu-waktu terjadi

peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Karena, fungsi hutan

mangrove secara fisik yaitu melindungi erosi pantai khususnya di area

yang terkena ombak Samudra.

Kawasan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan terletak di

kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang yang secara adminstrasi

desa merupakan bagian dari wilayah desa Bandar Agung Kecamatan Sragi

dan desa Berundung Kecamatan Ketapang. Kawasan hutan lindung

Register 1 Way Pisang saat ini wilayah daratannya telah berkurang karena

abrasi air laut. Hal tersebut karena minimnya tanaman mangrove pada

bibir pantai kawasaan tersebut yang menyebabkan terkikisnya wilayah

daratan.

Tanaman mangrove pada kawasan tersebut terlalu sedikit dibanding

dengan luas kawasannya. Saat ini hampir seluruh lahan kawasan hutan

lindung Register 1 Way Pisang dijadikan tambak oleh masyarakat dengan

cara mengubah bentang lahan kawasan tersebut dengan digali dan manjadi

kolam-kolam untuk berternak ikan dan udang. Kegiatan tambak tersebut

secara ekonomi telah meningkatkan pendapatan kedua desa tersebut, akan

tetapi apabila tidak diikuti dengan pelestarian mangrove akan

4

mengakibatkan tambak-tambak tersebut bahkan wilayah pemukiman desa

akan terkikis abrasi laut.

Sebelumnya, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur

bahwa dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah

menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah.

Pelaksanaan penyerahan sebagai kewenangan negara bertujuan untuk

meningkatkan efektivitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan

otonomi daerah. Ketentuan mengenai kewenangan tersebut diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah

Provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Redi, 2014:228).

Pasca ditetapkannya Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23

Tahun 2014, bahwa urusan pengelolaan hutan, perencanaan hutan,

pengawasan hutan diserahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah

provinsi. Hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah kabupaten tidak dapat

urusan untuk mengelola hutan di daerahnya sendiri kecuali pelaksanaan

pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) lintas daerah

Kabupaten/Kota.

Peralihan kewenangan pengelolaan hutan tersebut, ternyata seiring dengan

masalah kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir pantai timur

Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan yang terancam punah.

Menurut Wahyudi Kurniawan selaku kepala UPTD KPH XIII

menjelaskan:

5

“Sekitar 500,5 hektar hutan mangrove di kawasan tersebut terusmengalami pengurangan. Saat ini sebagian besar ekosistemmangrove pada wilayah Register 1 Way Pisang mengalamikerusakan sehingga menyebabkan penurunan luasan hutanmangrove. Diperkirakan sekitar 500 hektar hutan mangrove yangmasuk kawasan hutan lindung di wilayah pesisir timur KecamatanKetapang. Saat ini tersisa sekitar 100 hektar hutan mangrove yangberada dipinggir pantai. Kemudian, sisanya sekitar 400 hektarsudah dibuka menjadi lahan tambak”. (hasil wawancara pra-risetpada tanggal 23 Desember 2017)

Persoalan tersebut membuat pemerintah daerah Kabupaten/Kota

kurangnya tanggung jawab karena seutuhnya semua di pegang oleh

pemerintah pusat/provinsi. Tekanan penduduk untuk kebutuhan ekonomi

yang tinggi sehingga permintaan perubahan mangrove dijadikan lahan

bisnis juga semakin tinggi. Penduduk lebih mementingkan kebutuhannya

sendiri dibandingkan kepentingan ekologis dan kepedulian akan dampak

lingkungan hidup.

Selain itu, terjadi juga pembabatan hutan mangrove yang ada di tujuh Desa

Berundung Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan yang

merupakan kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang yaitu:

“Areal hutan mangrove seluas 1 hektar dibalak abis oleh oknum-oknum tertentu dengan alasan yang tidak rasional. Menurut salahsatu oknum yang membalak mangrove tersebut mereka melakukanpenebangan hutan mangrove dengan alasan untuk membuat lahanpercontohan pembibitan. Sekarang kawasan yang dibalak olehoknum-oknum tersebut terjadi abrasi akibat dari adanya aktivitasmasyarakat demi mendapatkan keuntungan”. (diakseshttp://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabatpada 19 September 2017pukul 20.01)

6

Hal tersebut karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti

pentingnya hutan mangrove bagi lingkungan pesisir, kurangnya penerapan

sanksi terkait pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab.

Penurunan luasan ekosistem mangrove berdampak pada penurunan nilai

ekonomi dan tidak dapat mencegah terjadinya tekanan abrasi yang

berakibat pada pergeseran garis pantai.

Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Dinas

Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan membuat RPRHL (Rencana

Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Lindung) yang berjalan sejak tahun 2011-

2015 tetapi tidak kunjung ada perubahan di kawasan hutan mangrove di

Register 1 Way Pisang tersebut. Setalah mulai di tetapkan nya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 adapun hambatan-hambatan yang terjadi

dalam pengelolaan hutan mangrove di register 1 Way Pisang yaitu seperti

perencanaan mulai dari pertengahan tahun 2015 sampai awal tahun 2018

belum membuat RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang)

yang seharusnya menjadi landasan dalam pengelolaan hutan mangrove.

Menurut KPH XIII Lampung Selatan Wahyudi Kurniawan RPHJP juga

berkaitan dengan permasalah penganggaran. Kembali lagi ke dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana kewenangan sudah

dialihkan ke provinsi dan belum disusun lagi rencana dalam pengelolaan

rehabilitasi hutan mangrove.

7

Kondisi hutan mangrove yang masih cukup baik berada di bagian 1-6 Desa

Brundung meskipun sebagian kecil ada yang sudah beralih menjadi

tambak udang. Sedangkan mangrove di bagian 7-12 Desa Brundung

Kecamatan Ketapang sebagian kondisinya sudah beralih fungsi menjadi

tambak udang. Padahal kawasan tersebut telah mempunyai batas-batas

definitif yang terbuat dari semen ukuran 40 x 40 x 70 cm dan ukuran 10

cm x 10 cm x 70 cm yang batas tersebut masih ditemukan dilapangan.

Kompleksnya permasalahan peralihan kawasan hutan mangrove menjadi

kawasan bisnis, ternyata diperparah dengan nihilnya kewenangan KPH XII

Lampung Selatan dalam pembinaan, pengendalian, dan pengelolaan.

Wahyudi Kurniawan selaku KPH unit XIII (Kesatuan Pengelolaan Hutan)

Lampung Selatan selanjutnya menjelaskan:

“Implikasi dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 23Tahun 2014 sangat tidak efektif dimana dengan banyak nyakawasan hutan di daerah kabupaten tetapi pemerintah pusat malahmelimpahkan wewenang nya ke Pemerintah Pusat/Provinsi.Sebelum adanya Undang-Undang Pemerintah Daerah yang baruini, pemerintah Kabupaten/Kota diberi kekuasaan sebesar-besarnyauntuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tanganpemerintah pusat. Sedangkan sebelumnya saja hubungan denganpemerintah daerah kurang koordinasi, sekarang malah diserahkanke pemerintah pusat”.(hasil wawancara pra-riset pada tanggal 10April 2017 pukul 11.00)

Banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab dengan meminta untuk

mengkonversi lahan mangrove menjadi kawasan tambak. Mereka lebih

paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi

tambak lebih menguntungkan, padahal kalau ditinjau secara keuntungan

jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat. Kesadaran

masyarakat untuk menanam, memelihara dan melindungi hutan mangrove

8

belum melekat kepada masing-masing individu terutama pada kelompok-

kelompok pemanfaat ekosistem mangrove (petambak dan nelayan).

Adanya tambak udang terbukti memberikan pengaruh yang negatif yang

sangat kuat bagi kehidupan setempat. Masyarakat setempat menyikapi

perubahan tersebut dengan mengambil strategi baru berpindah dari

kehidupan di lingkungan hutan ke usaha bisnis. Total petani petambak

udang di desa Bandar Agung Kecamatan Sragi dan desa Berundung

Kecamatan Ketapang sekitar 169 orang. Cepatnya pertumbuhan industri

tambak udang, telah mengakibatkan konversi lahan hutan mangrove ke

tambak udang dalam jumlah area yang sangat besar. Adanya tambak

udang tersebut ternyata telah mengakibatkan kondisi yang merugikan

dalam berbagai aspek geografis.

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, peneliti menemukan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan di

teliti saat ini. Penelitian terdahulu akan disajikan dalam bentuk sebagai

berikut:

Tabel 3. Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Jenis Tahun Judul1. Pramudji Jurnal 2000 Upaya Pengelolaan

Hutan Mangrove DilihatDari AspekPerlindunganLingkungan.

2. Sarwo Edy SaputraDan Agus Setiawan

Jurnal 2014 Potensi EkowisataHutan Mangrove DiDesa Merak BelatungKecamatan KaliandaKabupaten LampungSelatan.

9

3. Steven YohanesKambey

Jurnal 2015 Pembagian UrusanPemerintahan Di BidangKehutanan (AntaraPemerintah Pusat,Pemerintah DaerahProvinsi, DanPemerintah DaerahKabupaten/Kota)

Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)

Penelitian pertama, fokus penelitian pada kebijakan pengelolaan

lingkungan didasarkan pada kerangka hukum yang telah di canangkan oleh

pemerintah dalam rangka untuk memanfaatkan dan pengelolaan hutan

mangrove. Penelitian kedua, fokus penelitan pada potensi ekowisata

hutang mangrove di desa merak belatung dengan mengunakan metode

observasi dan Scenic Beauty Estimation (SBE). Potensi yang diduga

memiliki nilai keindahan tinggi diambil gambarnya kemudian dilakukan

penilaian oleh masyarakat dan dihitung nilai keindahannya mengunakan

pendekatan estimasi keindahan Scenic Beauty Estimation (SBE).

Penelitian ketiga, fokus penelitian pada hubungan eksternalitas pemerintah

pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten

dalam pembagian urusan pemerintahan dibidang kehutanan dengan asas

dekosentrasi dan medebewin yang telah memenuhi kriteria efesiensi

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan

melihat ilmu hukum normatif (yuridis normatif) yang diawali dengan

penelitian hukum doktriner (doktriner yuridis).

Perbedaan peneliti ini dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti

pertama, fokus kepada kebijakan pengelolaan lingkungan didasarkan pada

kerangka hukum yang telah di canangkan oleh pemerintah dalam

10

menafaatkan dan pengelolaan hutan. Peneliti kedua, fokus kepada potensi

ekowisata hutan mangrove.

Peneliti ketiga, fokus pada eksternalitas pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam urusan kepemerintahan dibidang kehutanan. Disini peneliti

ingin fokus pada pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung

Selatan khusus nya di Desa Berundung. Karena, kawasan tersebut tempat

dijadikan tambak oleh masyarakat untuk mencari perekonomian sehari-

hari dan pembalakan liar. Selain itu, Masyarakat yang menggarap kawasan

tambak di hutan lindung tersebut tidak memiliki perizinan dari pemerintah.

Terkait dengan permasalahan tersebut, peneliti tertarik ingin menggunakan

teori dari George R Terry yang didalamnya terdapat empat fungsi

manajemen yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating dan

Controlling) terdapat indikator man, money, method, dan material.

Dengan itu akan melihat tata kelola KPH XIII di kabupaten Lampung

Selatan. Selain itu, peneliti juga ingin melihat program yang sudah

dilakukan oleh KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan. Pertama,

menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Kedua, bermitra dengan

masyarakat. Sesuai dengan permasalah pengelolaan hutan mangrove yang

terjadi di kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

Pada akhirnya, berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik

untuk mengajukan rencana penelitian berjudul “Analisis Pengelolaan

Hutan Mangrove Menjadi Area Tambak (Studi Kasus Kecamatan

Ketapang Kabupaten Lampung Selatan”.

11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang

diangkat dalam penelitianini adalah “Mengapa pengelolaan hutan

mangrove belum dapat berjalan dengan baik?”

C. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisa belum baiknya pengelolaan

hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari peneliti ini adalah peneliti ini diharapkan dapat

mengembangkan teori manejemen pemerintahan khususnya tentang

menejemen lingkungan.

2. Kegunaan Praktis

Kegunanan praktis dalam peneliti ini adalah sebagai bahan referensi

pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan dan dapat berguna

sebagai referensi pada penelitian selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hutan

1. Konsep Hutan

Kehutanan merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu

mendapatkan perhatian khusus, mengingatkan lebih dari 67% luas

daratan indonesia berupa hutan. Hutan juga merupakan salah satu faktor

krusial di dalam mata rantai permasalahan lingkungan hidup global.

Salah satu hal terpenting yang harus di perhatikan oleh negara untuk

penyelenggarakan kehutanan yang berkeadilan dan berkelanjutan

adalah pengaturan hak atas hutan (Property Rights) (Nurrochmat,

2011:1-2).

Hutan merupakan dataran tanah yang bergelombang, dan dapat

dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan, seperti pariwisata.

Menurt Boswezen didalam hukum inggris kuno, forrest (hutan) adalah

suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat

hidup binatang buas dan burung-burung hutan. Disamping itu, hutan

juga dijadikan tempat pemburuan, tempat istirahat, dan tempat

bersenang-senang bagi raja dan pegawai-pegawainya (Salim, 2003:40).

13

Hutan memiliki peran penting dalam sistem penyangga kehidupan

manusia dan makhluk hidup lainnya, hutan selain menjadi sistem modal

pembangunan, juga manfaat di bidang ekologi, sosial, dan budaya. Arti

penting hutan di Indonesia secara filosofi harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal

33 ayat (3) UUD 1945. Kemakmuran rakyat tersebut tidak hanya

diartikan sebagai adanya manfaat ekonomi bagi rakyat Indonesia

sehingga hutan sebagai komoditas ekonomi seolah-olah hanya dijadikan

sebagai mesin produksi (Redi, 2014:236).

Hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang

cukup luas, sehingga suhu, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi

menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-

tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup

luas dan tumbuhannya cukup rapat menurut Dengler (dalam Salim,

2003:40).

Menurut Dengler mengatakan bahwa ciri-ciri hutan adalah adanya

pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak termasuk savana

dan kebun) dan pepohonan tumbuh secara berkelompok (dalam Salim,

2003:40). Definisi diatas senada dengan definisi yang tercantum dalam

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Didalam pasal itu diartikan

dengan hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang

ditumbuhi pepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan

14

hidup alam hayati beserta lingkunganya, dan telah ditetapkan oleh

Pemerintah sebagai hutan.

Selain itu, pengertian hutan didalam pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41

Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

persekutuan alam lingkunganya, yang satu dengan lainya tidak dapat

dipisahkan.

2. Jenis Hutan

Didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 dibedakan 3 jenis

hutan, yaitu hutan menurut pemiliknya, hutan menurut fungsinya, dan

hutan menurut peruntukannyadalam (Salim, 2003:42). Hutan menurut

Pemiliknya (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967). Ada dua

jenis hutan menurut pemiliknya, yaitu:

a. Hutan negara, yang merupakan kawasan hutan alam yang tumbuh

diatas tanah yang bukan hak milik. Selain pengertian itu, yang

merupakan hutan negara adalah hutan alam atau hutan tanam diatas

tanah yang diberikan kepada Daerah Tingkat II, dan diberikan

dengan hak pakai atau hak pengelolaan;

b. Hutan milik, yaitu hutan yang ditumbuhi diatas tanah yang tumbuh

diatas tanah hak milik. Hutan jenis ini disebut hutan rakyat. Yang

dapat memiliki dan menguasai hutan milik, adalah orang (baik

perorangan maupun bersama-sama denga orang lain), dan atau

badan hukum.

15

1. Hutan menurut fungsinya (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1967). Dari segi fungsinya, hutan dibedakan menjadi 4

golongan, yaitu

a. Hutan lindung, yaitu kawasan hutan, dan karena sifatnya

yang alamiah digunakan untuk mengatur tata air, mencegah

terjadinya banjir dan erosi, dan memelihara kesuburan

tanah;

b. Hutan produksi, yaitu kawasan hutan untuk memproduksi

hasil hutan, yang dapat memenuhi keperluan masyarakat

pada umumnya, pembangunan industri, dan keperluan

ekspor;

c. Hutan suaka alam, yaitu kawasan hutan yang keadaan

alamnya sedemikian rupa, sangat penting bagi ilmu

pengetahuan dan teknologi;

d. Hutan wisata, yang merupakan kawasan wisata yang

diperuntukan secara khusus, dan dibina dan dipelihara bagi

kepentingan pariwisata, dan atau wisata baru.

2. Hutan menurut peruntukanya (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1967). Menurut peruntukanya, hutan digolongkan

menjadi tiga jenis, yaitu

a. Hutan tetap, yaitu hutan, baik yang sudah ada, yang akan

ditanami, maupun yang tumbuh secara alami didalam

kawasan hutan;

16

b. Hutan cadangan, yaitu hutan yang berada diluar kawasan

hutan yang apabila diperlukan hutan cadangan ini dapat

dijadikan hutan tetap;

c. Hutan lainya, yaitu hutan yang berada diluar kawasan hutan

dan hutan cadangan, misalkan hutan yang terdapat pada

tanah milik, atau tanah yanh dibebani hak pemiliknya.

3. Pengertian Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove atau hutan bakau termasuk ekosistem pantai atau

komunitas bahari dangkal yang sangat menarik, yang terdapat pada

perairan tropik dan subtropik. Hutan mangrove merupakan ekosistem

yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena

mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai tajuk yang

rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang khas, dan

selalu hijau (Irwan, 2010:135).

Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan

merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembap dan

belumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove

disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.

Pengertian hutan mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohonan

yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi

pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi

oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan

payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah

17

payau pada tanah aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar

muara sungai (Harahab, 2010:27).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu

tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang

cukup mendapatkan genangan air laut secara berkala dan aliran air

tawar, dan terlindungi dari gelombang besar dan arus pasang surut yang

kuat. Oleh karenanya mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai

teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung

dijelaskan Bengen dalam (Harahab, 2010:28).

4. Manfaat Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas,

serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan di

sekitarnya. Oleh karenanya ekosistem mangrove dikatakan produktif

dan memberikan manfaat tinggi teutama dari fungsi yang

dikandungnya. Pengelolmpokan berbagai macam manfaat dan fungsi

ekosistem hutan mangrove.

Pada dasarnya manfaat tersebut, dikelompokan terhadap manfaat

langsung secara ekonomi dan manfaat atau fungsi ekologi. Kedua

manfaat tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yang cukup

tinggi.

18

Fungsi hutan mangrove di Indonesia menurut Saengger et al (dalam

Irwan, 2010:138) dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu fungsi fisik,

fungsi biologik, dan fungsi ekonomi yang sangat potensial. Yang di

jelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi Fisik yaitu:

1) Menjaga garis pantai agar tetap stabil;

2) Mempercepat perluasan lahan;

3) Melindungi pantai dan terbing sungai.

b. Fungsi Biologik meliputi:

1) Tempat benih-benih ikan, udang dan kerang-kerang dari lepas

pantai;

2) Tempat bersarang burung-burung besar;

3) Sebagai habitat alami bagi banyak jenis biota.

c. Fungsi Ekonomi yang potensial antara lain:

1) Lahan untuk tambak, tempat pembuatan garam, tempat

berekreasi, dan memperoleh balok.

Selain itu, manfaat ekosistem mangrove yang berhubungan dengan

fungsi fisik adalah sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang

dan angin badai bagi daerah yang ada di belakangnya, pelindung pantai

dari abrasi, gelombang air pasang (Rob), tsunami, penahan lumpur dan

perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan, pencegah

intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi penetralisir pencemaran

perairan pada batas tertentumenurut (Lasibani dan Eni, 2009).

19

Manfaat lain dari ekosistem mangrove ini adalah sebagai obyek daya

tarik wisata alam dan atraksi ekowisata dan sebagai sumber tanaman

obat. (Senoaji dkk dalam jurnal manusia dan lingkungan, “Peranan

Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi

Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon, 2016).

Beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove secara

berkelanjutanMenurut Mahmud (dalam Harahab, 2010:69-70) yaitu:

1. Mangrove merupakan Sumberdaya Alam (SDA) yang dapat

dipulihkan yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis

dan ekologis). Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK,

hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumberdaya sebagai

bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang

bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara.

Secara garis besar manfaat ekonomis dan ekologis mangrove

adalah:

a. Manfaat ekonomis, terdiri atas:

1. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, tiang/pancang, kayu

bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu).

2. Hasil bahan kayu hasil hutan ikutan (tannin, madu,

alkohol, maknan, obat-obatan, dll).

Jasa lingkungan (ekowisata)

20

b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung

lingkungan, bak bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan

maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:

1. Sebagai proteksi abrasi/erupsi, gelombang atau angin

kencang;

2. Pengendalian intrusi air laut;

3. Habitat berbagai jenis fauna;

4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang

biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya;

5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi;

6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar

air);

7. Penyerap CO2 dang penghasil O2 yang relatif tinggi

dibandingkan tipe hutan lain.

2. Mangrove mempunyai nilai produksi primer bersih (PBB) yang

cukup tinggi, yakni biomassa (62,9-398,8 ton/ha), guguran serasah

(5,8-25,8 ton/ha/th) dan tiap volume (20 ton/ha/th, 9m3/ha/th pada

hutan tanaman bakau umur 20 tahun). Besarnya nilai produksi

primer ini cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan

berbagai jenis organisme akuatik di pesisir dan kehidupan

masyarakat pesisir itu sendiri.

21

3. Dalam skala internasional, regional dan nasional, hutan mangrovee

luasnya relatif lebih kecil bila dibandingkan, baik dengan luas

daratan maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal

manfaatnya(ekonomis dan ekologis) sangat penting bagi

kelangsungan kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat

pesisir), sedangkan di pihak lain ekosistem mangrove bersifat

rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk

merehabilitasi kerusakannya.

4. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan

ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting

dalam suatu stabilitas ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun

biologis.

5. Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup

tinggi yang saat ini sebagian besar manfaatnya belum diketahui.

5. Sumberdaya Hutan Mangrove

Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada beberapa tahun terakhir ini

menjadi suatu perhatian yang sangat serius terutama dalam era

reformasi ini. Perhatian tersebut nampaknya menguras tenaga yang

cukup tinggi bagi stakeholders dan para pelaku pengelolaan

sumberdaya hutan di Indonesia. Hutan mangrove merupakan suatu

ekosistem yang kompleks dan juga khas, serta memiliki daya dukung

22

cukup besar terhadap lingkungan-lingkungan sekitarnya (Harahab,

2010:27).

Oleh karenanya ekosistem hutan mangrove dikatakan produktif dan

memberikan manfaat tinggi terutama dari fungsi yang dikandungnya.

Pengelompokan berbagai macam manfaat dan fungsi ekosistem hutan

mangrove disampaikan dengan berbagai versi. Pada dasarnya manfaat

tersebut, dikelompokkan terhadap manfaat langsung secara ekonomi

dan manfaat atau fungsi ekologi. Walaupun demikian ke dua manfaat

tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,

dan tergantung pada karakteristik serta kompleksitas hubungan

ekosistem yang ditimbulkannya.

6. Karakteristik Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai karakteristik yang unik dengan berbagai

sistem perakaran maupun fungsi ekologi yang dikandungnya. Mangrove

tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar

dan delta yang airnya banyak mengandung lumpur. Beberapa pohon

mangrove dapat dijumpai di tepi sungai sekitar 100 km dari laut,

walapun pada permukaan air dimana pohon itu tumbuh adalah air

tawar, tetapi pada dasar sungai terdapat seiris air asin (Jazanul Anwar

dkk, 1984:67). Secara umum karakteristik hutan mangrove dijelaskan

oleh Bengen (2000) sebagai berikut:

a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya

berlumpur, berlempung atau berpasir;

23

b. Daerahnya tergenangi air laut secara berkala, baik setiap hari

maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama.

Frekusensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan

mangrove;

c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38

permil).

7. Zonasi Hutan Mangrove

Di Indonesia terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove

antara satu pulau dengan pulau lainnya, dari 202 jenis mangrove yang

telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150

jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133

jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil Noor dkk

dalam (Harahab, 2010:55). Vegetasi mangrove cenderung tumbuh

dalam zona-zona tertentu dan berkaitan erat dengan tipe tanah dan

keadaan pasang surut. Salah satu tipe di Indonesia menurut Irwan

(2010:137) dijelaskan bahwa:

a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak

berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa

berasosiasi Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur

dalam yang kaya bahan organik;

24

b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh

Rhyzophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan

Xylocapus spp;

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa

ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya

1. Pengertian Pengelolaan Hutan

Menurut Balderton istilah pengelolaan sama dengan manajemen yaitu

menggerakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan usaha manusia

untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk

mencapai suatu tujuan. Selanjutnya (Adisasmita, 2011:22)

mengemukakan bahwa, “Pengelolaan bukan hanya melaksanakan suatu

kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi

fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien”.

Pengelolaan juga merupakan suatu usaha yang di dalamnya meliputi

beberapa aspek, seperti perencanaan, organisasi pelaksanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi yang setiap fungsi saling

berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi

(Arief, 2001:93).

B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan Mangrove

25

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa

pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi

merencanakan, mengorganisasikan dan mengarahkan, dan mengawasi

kegiatan manusia dengan memanfaatkan material dan fasilitas yang ada

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Istilah pengelolaan itu sendiri identik kaitannya dengan istilah

manajemen.

Pengeloaan hutan adalahpenggunaan cara-cara menajemen dan teknis-

taknis kehutanan dalam menjalankan aktivitas terhadap suatu areal

hutan. Pengelolaan hutan bertujuan untuk menghasilkan suatu yang

dikelola, sedangkan hutan berisi berbagai kehidupan yang saling

ketergantungan (Arief, 2001:97). Kebijakan pengelolaan hutan diatur

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok

kehutanan dan berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan

pelaksanaannya (Rahmadi,2012:164).

2. Tinjauan Manajemen

a. Pengertian Manajemen

Manajemen merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan

oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang

terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Manajemen mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan

bersifat tidak terwujud (Intangible) (Terry, 1986:10). Manajemen

juga merupakan suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan

26

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah

tujuan-tujuan organisasional atau maksud- maksud yang nyata.

Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus

dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami

bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas

dari usaha-usaha yang telah dilakukan.

Definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

manajemen merupakanusaha yang dilakukan secara bersama-sama

untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan

pelaksanaan dan fungsi-fungsi perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan

pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah

kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang

melakukannya disebut manajer.

Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan,

menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling

bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method,

machine, market, material dan information.

1. Man :Sumber daya manusia;

2. Money :Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;

3. Method :Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;

4. Machine :Mesin atau alat untuk berproduksi;

27

5. Material :Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;

6. Market :Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil

produksi;

7. Information:Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai

tujuan.

b. Fungsi – fungsi manajemen

Pengelolaan hutan secara lestari harus mencakup beberapa

fungsi teknis, finansial, personial, fungsi administrasi dan fungsi

kepemimpinan yang berkaitan dengan unsur-unsur manajemen

(POAC). MenurutTerry(2010:9), fungsi manajemen dapat dibagi

menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan),

organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan

controlling (pengawasan):

1. Planning (perencanaan)

a) Pengertian Planning

Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang

harus dilaksanakan oleh kelompok-kelompok untuk

mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup

kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk sudah

dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan.

Diperlukan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan

visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan

suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa

28

mendatang.

b) Proses Perencanaan Proses perencanaan berisi langkah-

langkah:

1. Menentukan tujuan perencanaan;

2. Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan;

3. Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang;

4. Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan; dan

5. Mengimplementasi rencana tindakan dan

mengevaluasi hasilnya.

c) ElemenPerencanaan

Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu

sasaran (goals) dan rencana (plan).

1. Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh

individu, kelompok, atau seluruh organisasi. Sasaran

sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu

manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria

untuk mengukur suatu pekerjaan.

2. Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai

skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya

mencakup alokasi sumberdaya, jadwal, dan tindakan-

tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan

cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi

penggunaanya.

29

d) Unsur-unsur Perencanaan

Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam

pertanyaan yang tercakup dalam unsur-unsur

perencanaan yaitu:

1. Tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu

mengidentifikasi segala sesuatu yang akan dilakukan;

2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan,

yaitu merumuskan faktor-faktor penyebab dalam

melakukan tindakan;

3. Tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan

tempat atau lokasi;

4. Kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan

waktu pelaksanaan tindakan;

5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut,

yaitu menentukan pelaku yang akan melakukan

tindakan; dan

e) Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut yaitu

menentukan metode pelaksanaan tindakan.

f) Klarifikasi perencanaan

Rencana-rencana dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Rencana pengembangan. rencana-rencana tersebut

menunjukan arah (secara grafis) tujuan dari lembaga

atau perusahaan;

30

2. Rencana laba, jenis rencana ini biasanya difokuskan

kepada laba per produk atau sekelompok produk yang

diarahkan oleh manajer. Maka seluruh rencana

berusaha menekankan pengeluaran supaya dapat

mencapai laba secara maksimal;

3. Rencana pemakai. Rencana tersebut dapat

menjawab pertanyaan sekitar cara memasarkan suatu

produk tertentu atau memasuki pasaran dengan cara

yang lebih baik; dan

4. Rencana anggota-anggota manajemen. Rencana

yang dirumuskan untuk menarik, mengembangkan,

dan mempertahankan anggota-anggota manajemen

menjadi lebih unggul (Terry,1993:60).

g) Tipe-tipe perencanaan

Tipe-tipe perencanaan sebagai berikut:

1. Perencanaan jangka panjang (Short Range Plans),

jangka waktu 5 tahun atau lebih;

2. Perencanaan jangka pendek (Long Range Plans),

jangka waktu 1 s/d 2 tahun;

3. Perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang

dan menentukan komprehensif yang telah diarahkan;

4. Perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang

harus dilakukan untuk mengimplementasikan

perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi

31

tersebut;

5. Perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang

terjadi berulang kali (terus-menerus); dan

6. Perencanaan sekali pakai, digunakan hanya

sekali untuk situasi yang unik.

h) Dasar-dasar perencanaan yang baik

Dasar-dasar perencaaan yang baik meliputi:

1. Forecasting, proses pembuatan asumsi-asumsi tentang

apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang;

2. Penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa

alternatif skenario masa yang akan datang atau

peristiwa yang mungkin terjadi;

3. Benchmarking, perbandingan eksternal untuk

mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja

dan menetukan kemungkinan tindakan yang

dilakukan untuk masa yang akan datang;

4. Partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua

orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil dari

perencanaan dan atau akan membantu

mengimplementasikan dari perencanaan-perencanaan

tersebut; dan

5. Pengguna staf perencana, bertanggung jawab dalam

mengarahkan dan mengkoordinasikan sistem

perencanaan untuk organisasi secara keseluruhan.

32

i) Tujuan perencanaan

1. Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer

maupun karyawan non-manajerial;

2. Untuk mengurangi ketidakpastian;

3. Untuk meminimalisasikan pemborosan; dan

4. Untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan

dalam fungsi selanjutnya.

j) Sifat rencana yang baik

Recana dikatakan baik jika memiliki sifat-sifat berikut:

1. Pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas;

2. Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan

dengan keadaan yang sebenarnya;

3. Stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami

perubahan, sehinngga harus dijaga stabilitasnya;

4. Ada dalam pertimbangan; dan

5. Meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi

fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.

2. Organizing (pengorganisasian)

a) Pengertian pengorganisasian

Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa

Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan

kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan

penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer

33

(Terry&Rue,2010:82). Pengorganisasian dilakukan

untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-

sumber yang diperlukan, termasuk manusia sehingga

pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan

dengan berhasil.

b) Ciri-ciri organisasi

1. Mempunyai tujuan sasaran;

2. Mempunyai keterkaitan format dan tata tertib yang

harus ditaati;

3. Adanya kerjasama dari sekelompok orang; dan

4. Mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.

c) Komponen-komponen organisasi

Ada empat komponen dari organisasi yang dapat

diingat dengan kata “WERE” (Work, Employees,

Relationship dan Environment).

1. Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus

dilaksanakan berasal dari sasaran-sasaran yang

telah ditetapkan;

2. Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang

yang ditugaskan untuk melaksanakan bagian

tertentu dari seluruh pekerjaan;

3. Relationship (hubungan) merupakan hal penting

didalam organisasi. Hubungan antara pegawai

34

dengan pekerjaannya, interaksi antara satu pegawai

dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan

unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya

merupakan hal-hal yang peka;

4. Environment (lingkungan) adalah komponen

terakhir yang mencakup sarana fisik dan sasaran

umum di dalam lingkungan dimana para pegawai

melaksanakan tugas-tugas mereka, lokasi, mesin,

alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan

faktor-faktor yang membentuk lingkungan.

d) Tujuan organisasi

Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang

keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang,

tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang

akan dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi

(Handoko,1995:109).

e) Prinsip-prinsip organisasi

Williams (1965:85) mengemukakan pendapat bahwa

prinsip- prinsip organisasi meliputi:

1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan

yang jelas;

2. Prinsip sekala hirarki;

3. Prinsip kesatuan perintah;

35

4. Prinsip pendelegasian wewenang;

5. Prinsip tanggungjawaban

6. Prinsip pembagian pekerjaan;

7. Prinsip tentang pengadilan;

8. Prinsip fungsional;

9. Prinsip pemisahan.

f) Manfaat pengoranisasian

1. Dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota

atau satu dengan yang lain;

2. Setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia

harus bertanggungjawab;

3. Setiap anggota orangisasi dapat mengetahui apa

yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-

masing sesuai dengan posisinya dalam sturktur

organisasi;

4. Dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang

dalam oraganisasi secara tegas, sehingga setiap

anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk

berkembang; dan

5. Akan tercipta pola hubungan yang baik antar

anggota organisasi, sehingga memungkinkan

tercapainya tujuan dengan mudah.

36

3. Actuating (pelaksanaan)

Pelaksanaan atau penggerakan merupakan usaha untuk

menggerakan anggota-anggota kelompok demikian rupa

hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai

sasaran-sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh

karena para anggota itu ingin mencapai sasaran-saran

tersebut (Terry, 1997:313).

4. Contolling (pengawasan)

a) Pengertian Controlling

Controlling atau pengawasan adalah mendeterminasikan

apa yang telah dilaksanakan, mengevaluasi prestasi kerja

apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif

sehingga hasil perkerjaan sesuai dengan rencana.

b) Tahap-tahap pengawasan

Tahap- tahap pengawasan terdiri atas:

1. Penetuan standar;

2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;

3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan;

4. Pembanding pelaksanaan dengan standar dan

analisa penyimpangan; dan

5. Pengambilan tindakan koreksi bila di perlukan.

37

c) Tipe-tipe pengawasan

1) Feedforward Control dirancang untuk

mengantisipasi masalah-masalah dan

penyimpangan dari standar tujuan dan

memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan

tertentu diselesaikan;

2) Concurrent Control merupakan proses dalam

aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui

dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk

menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan;

3) Feedback Control mengukur hasil-hasil dari suatu

kegiatan yang telah dilaksanakan.

3. Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh badan-badan

dan pejabat pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai

masalah yang dihadapi publik. Penyelesaian masalah menyangkut

berbagai hal, di antaranya adalah masalah alokasi, sebagaimana yang

menyatakan bahwa kebijakan public adalah aksi pemerintah dalam

menghadapi masalah, dengan mengarahkan perhatian terhadap alokasi.

Alokasi di sini dengan demikian menyangkut sumberdaya. Kebijakan

publik adalah pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk memecahkan

masalah-masalah publikatau pemerintah menurut pendapat Keban yang

mengutip Peters (2003:56-57) .

38

Kebijakan publik “an sanctioned course of action addressed to a

particular problem of group of related problems that affect society at

large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan

tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar

masyarakat pendapat lain dikemukakan Chief J.O Udoji dalam Suharno

(2013:12).

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha pemanfaatan

sumberdaya, namun yang berciri khas yaitu merupakan upaya terpadu

pelestarian fungsi limgkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,

dan pengendalian lingkungan hidup. Hal ini sebagaimana yang tertulis

dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Purnaweni dalam jurnal Ilmu

Lingkungan “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Di Kawasan

Kendeng Utara Provinsi Jawa Tengah”. 2014).

4. Kebijakan Pengelolaan Mangrove

Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (SNPEM)

bertujuan untuk mensinergikan kebijakan dan program pengelolaan

ekosistem mangrove yang meliputi bidang ekologi, sosial ekonomi,

kelembagaan, dan peraturan perundang-undangan untuk menjamm

fungsi dan manfaat ekosistem mangrove secara berkelanjutan bagi

kesejahteraan masyarakat. SNPEM dilaksanakan secara terkoordinasi

sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah,

39

pelaku usaha dan masyarakat. SNPEM berisi arah kebijakan, misi, dan

sasaran, yang selanjutnya dijabarkan melalui kebijakan, strategi,

program dan indikator kinerja.

Pengelolaan mangrove telah diatur dalam peraturan perundang-

undangan terkait seperti Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah

Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa, Peraturan Presiden Nomor 73

Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem

Mangrove, dan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas

Sempadan Pantai. Dalam rangka implementasi peraturan perundang-

undangan tersebut, diperlukan sebuah kebijakan, strategi, program, dan

indikator kinerja pengelolaan ekosistem mangrove yang lebih

operasional.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 1 ayat (4) Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya non hayati;

sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati

meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut

lain; sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut;

sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan

kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan

alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait

40

dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang

terdapat di Wilayah Pesisir.

Kementerian Kehutanan melalui Undang-Undang Kehutanan dan

Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya memandang mangrove sebagai hutan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi

menyangkut sumber daya pesisir, di antaranya hutan mangrove.

5. Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

a. Kendala Aspek Teknis

1. Kondisi habitat yang tak begetu ramah, yakni tanah yang

anaerob dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila

dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang

surut dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.

2. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem

laut) dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan

pengelolaannya menjadi lebih kompleks. Hal ini mengharuskan

kecermatan yang tinggi dalam menerapkan pengelolaan

mengingat beragamnya sumberdaya hayati yang ada pada

umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya

keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem

produktif lainnya di suatu kawasan pesisir(padang lamun,

terumbu karang, estuaria).

41

3. Kawasan pantai di mana mangrove berada pada umumnya

mendukung populasi penduduk yang cukup tinggi, tetapi

pendidikan yang rendah.

b. Kendala Aspek Kelembagaan

Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek

kelembagaan diantaranya adalah:

1. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun

secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.

2. Status kepemilikan lahan dan tata batas yang tidak jelas.

3. Banyaknya pihak yang berkepentingaan dengan kawasan dan

sumberdaya mangrove.

4. Belum jelasnya wewenang dan tanggung jawab berbagai

stakeholder yang terkait.

5. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan

yang sudah ada.

6. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang

berkompetensi dalam pengelolaan mangrove.

7. Praktik perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dalam

pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan

partisipasi aktif masyarakt yang berkepentingan dengan

kawasan tersebut.

42

6. Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Mangrove

Beberapa kriteria dn indikator Yayasan Mangrove pada tahun 1999 LPP

Mangrove (dalam Harahab, 2010:73-75) sebagai berikut:

a. Kriteria 1 : Kelstarian Fungsi Produksi

Indikator:

1. Kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan;

2. Perencanaan dan implementasi penataan hutan menurut fungsi

dan tipe hutan;

3. Besaran perubahan penutupan lahan hutan akibat penambahan

dan salih fungsi kawasan hutan dan gangguan lainnya;

4. Pemilihan dan penerapan sistem silvikultur yang sesuai dengan

eksositem hutan setempat;

5. Macam dan jumlah hasil hutan non kayu terjamin;

6. Investasi untuk penataan dan perindungan hutan;

7. Realisasi dan yang dialokasikan untuk pengelolaan kawasan

dilidungi dan keanekaragaman hayati, termasuk spesies

endemik, langka dan dilindungi;

8. Pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi

yang kontinyu yang dituangkan dalam berbagai tingkat rencan

dan diimplementasikan;

9. Produksi tahunan sesuai dengan kemampuan produktivitas

hutan;

10. Efisiensi pemanfaatan hutan;

11. Tingkat kerusakan pohon induk;

43

12. Keabsahan sistem lacak balak dalam hutan;

13. Kelancaran dan ketelaturan pendanaan untuk kegiatan

perencanaan, produksi dana pembinaan hutan;

14. Kesehatan perusahaan;

15. Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah;

16. Sistem informasi manajemen;

17. Satuan Pemeriksanaan Internal (SPI);

18. Tersedianya tenaga profesional untuk perencanaan,

perlindungan, produksi, pembinaan hutan dan manajemen

bisnis;

19. Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan;

20. Penginkatan modal.

b. Kriteria 2 : Kelstarian Fungsi Ekologi

Indikator:

1. Proporsi luas kawasan lindung yang berfungsi baik terhadap

total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah

dikukuhkan dan/atau keberadaanya diakui pihak terkait;

2. Proporsi luas kawasan lindung yang tertata baik terhadap total

kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di

lapangan;

3. Intensitas gangguan terhadap kawasan lindung;

4. Kondisi keanekaragaman spesies flora dan/atau fauna di wilayah

kawasan yang dilindungi pada berbagai formasi/tipe hutan yang

ditemukan di dalam unit manajemen;

44

5. Intensitas kerusakn struktur hutan dan komposisi spesies

tumbuhan;

6. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian

ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak

aktivitas lewat panen terhadap ekosistem hutan dan pentingnya

pelestarian spesies dilindungi/endemik/langka;

7. Intensitas dampak kegiatan kelola produksi terhadap satwa liar

endemik/langka;

8. Pengamanan satwa liar/endemik/langka/dilindungi dan

habitatnya.

c. Kriteria 3 : Keletarian Fungsi Sosial

Indikator:

1. Batas antara kawasan konsesi dengan kawasan komunitas

setempat terdelinasi secara jelas dan diperoleh melalui

persetujuan antar pihak yang terkait didalamnya;

2. Akses dan kontrol penuh masyarakat secara lintas generasi

terhadap kawasan hutan adat terjamin;

3. Akses pemanfaatan hutan oleh komunitas secara lintas generasi

di dalam kawsan konsesi terjamin;

4. Digunakannya tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa

yang tepat terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama;

5. Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu

mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas

generasi;

45

6. Komunitas mampu mengakses kesempatan kerja dan peluang

berusaha yang terbuka;

7. Modal domestik berkembang;

8. Peninjauan berkala terhadap kesejahteraan karyawan;

9. Minimasi dampak unit manajemen pada integrasi soaial dan

kultur;

10. Kesjasama dengan otoritas kesehatan;

11. Keberadaan dan pelaksanaan Kesempatan Kerja Bersama

(KKB);

12. Pelaksanaan Upah Minimum Regional/Propinsi dan Struktur

Gaji yang adil;

13. Terjaminnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

C. Tinjauan Tentang Kewenangan Pengelolaan Hutan

1. Pengertian Kewenangan

Kewenangan secara umum merupakan lingkup kekuasaan yang

dimiliki seseorang atau kelompok untuk memerintah, mengatur,

dan menjalankan tugas dibidangnya masing-masing. Kewenangan

merupakan unsur dari kekuasaan yang dimiliki seseorang. Dalam

berkuasa biasanya seorang pemegang kuasa berwenang untuk

menjalankan kekuasaannya sesuai dengan wewenang yang

diberikan kepadanya. Kewenangan adalah Kewenangan adalah

kekuasaan yang dilembagakan, kemampuan untuk melakukan

tindakan hukum tertentu yang dimaksudkan untuk menimbulkan

46

akibat hukum, dan hak yang berisi kebebasan untuk melakukan

atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain

untuk melakukan tindakan tertentu (Budihardjo, 2011:7).

Berdasarkan uraian definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa

pengertian kewenangan adalah kekuasaan yang dilembagakan

berdasarkan peraturan-peraturan yang diharapakan agar peraturan-

peraturan tersebut dapat dipatuhi. Sehingga keweangan merupakan

ketentuan dalam kekuasaan yang bisa digunakan oleh seorang

pemegang kuasa untuk menjalankan roda kepemimpinannya.

2. Peralihan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Kerangka

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Setelah runtuhnya rezim orde baru dilahirkan Undang-Undang

Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah untuk pertama

kalinya. Akan tetapi, desentralisasi dalam pemberian izin

pemanfaatan hutan dan usaha pertambangan dianggap menjadi

penyebab banjir dan pencemaran air di beberapa tempat seperti

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Akibat

dampak yang ditimbulkan dari desentralisasi Undang-Undang

Nomor 23 tahun 1999 tentang pemerintah daerah di amandemen

menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemeritah

daerah. Akan tetapi, perjalanan Undang-Undang ini harus terhenti

dan bahkan di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 tahun

2008.

47

Pada tanggal 30 September 2014 pemerintah kembali mengesahkan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah sebagai pengganti Undang-Undang sebelumnya. Tetapi

muncul lagi permasalahn baru dalam hal pembagian kewenangan

antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal ini urusan

pemerintahan terdiri atas:

a. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Meliputi

politik luar negri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan

fiskal nasional serta agama;

b. Urusan pemerintahan konkuren, adalah urusan pemerintahan

yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Provinsi dan

Daerah Kabupaten/Kota;

c. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan

Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintahan konkuren yang

menjadi kewenangan Daerah terdiri atas:

a. Urusan pemerintahan wajib yang terdiri atas:

b. Urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan

48

ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman,

ketentraman, ketertiban umum, perlindungan masyarakat, dan

sosial;

c. Urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan

dasar. Meliputi tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup,

administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,

pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk

dan keluarga berencana, dll;

d. Urusan pemerintahan pilihan meliputi kelautan dan perikanan,

pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya

mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi.

Dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota hanya memiliki 1

kewenangan/urusan yaitu pelaksanaan pengelolaan taman hutan

raya (TAHURA). Kewenangan pemerintahan kabupaten/kota

dalam bidang kehutanan tersebut, menjadi satu-satunya

kewenangan yang dimiliki berdasar Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah. Sedangkan di kabupaten

Lampung Selatan tidak mempunyai TAHURA.

3. Kewenangan Pemerintah dalam Pengelolaan Lingkungan

Hidup

UULH 1997 (Undang-Undang Lingkungan Hidup) soal

kewenangan dikaitkan dengan negara sehingga dikenal istilah

49

kewenangan negara. Kewenangan negara dirumuskan pada Pasal 8

UULH 1997 yaitu pengakuan hak negara untuk menguasai

sumber-sumber daya alam. Pasal 8 ayat (1) UULH 1997 berbunyi

sebagai berikut: “Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,

serta pengaturannya ditentukan pemerintah”(Rahmadi, 2012:70).

Selanjutnya pasal 8 ayat (2) menegaskan bahwa berdasaran

kekuasaan negara atas sumber daya alam memberikan

kewenangan pada pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka

pengelolaan lingkungan hidup;

b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan

lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam

termasuk sumber daya genetika;

c. Mengatur pembuatan hukum dan hubungan hukum antara

orang atau subyek hukum lainya serta pembuatan hukum

terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya genetika;

d. Mengendlikan kegiatan yang mempuyai dampak sosial;

e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi

lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

50

4. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pengelolaan Hutan

Sejak di undangkan nya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah menghilangkan kewenangan

pengelolaan hutan tersebut di tingkat kabupten atau kota. Menurut

Undang-Undang ini, kewenangan pengelolaan hutan dibagi antara

pemerintah pusat dan daerah provinsi.Kewenangan pemerintah

pusat dalam pengelolaan hutan meliputi:

a. Penyelenggaraan tata hutan;

b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan;

c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan

hutan;

d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan;

e. Penyelenggaraan perlindungan hutan;

f. Penyelenggaraan pengelolaan dan penatausahaan hasil hutan;

g. Penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan

Khusus (KHDTK).

Fisher et al dalam Nurrochmat membedakan beberapa

kemungkinan desentralisasi kewenangan hutanan berdasarkan pada

pengelolaan sumber daya hutan dari pemerintah pusat diberikan

(Nurrochmat, 2010:39), yakni:

a. Kewenangan diberikan kepada kantor wilayah kehutanan di

daerah (Kanwil)

51

Pemerintah daerah melibatkan partisipasi masyarakat dalam

suatu program kehutanan dengan tujuan yang telah diterapkan

oleh pemerintah pusat melalui kantor kehutanan pusat daerah

(Kanwil). Meskipun peserta pada umumnya akan memperoleh

keuntungan dari program kehutanan yang diikutinya, tetapi

peserta tidak mempunyai kewenangan dalam mengambil

keputusan. Oleh karenanya tipe ini termasuk dikategorikan

sebagai desentralisasi devolusi;

b. Kewenangan diberikan kepada otoritas di daerah (Bupati atau

Dinas Kehutanan)

Desentralisasi pengelolaan sumber daya hutan dialihkan dari

pemerintah pusat kepada otoritas di daerah, yakni bupati yang

dalam pelaksanaannya dilakukan oleh dinas kehutanan

kabupaten. Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki

kewenangan penuh dalam membuat dan juga dalam

mengimplementasikan berbagai program-program kehutanan.

Pendekatan ini termasuk dikategorikan sebagai desentralisasi

dengan sebagai muatan devolusi.

c. Kewenangan diberikan kepada kelompok masyarakat lokal.

Pemerintah menyerahkan kewenangan dan kontrol atas sumber

daya hutan kepada kelompok masyarakat lokal atau individu.

Disamping memiliki banyak harapan, devolusi juga memiliki

kelemahan di antaranya dapat memicu konflik kepentingan

52

antaranggota masyarakat menyangkut hak-hak mereka masing-

masig untuk mendapatkan manfaat, akses dan tanggunng

jawab atas sumber daya hutan.

5. Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam Pengelolaan Hutan

Kewenangan yang di berikan di tingkat pemerintah daerah

provinsi dalam pengelolaan hutan, meliputi:

a. Pelaksanaan tata hutan pada kesatuan pengelolaan hutan (KPH),

kecuali pada KPH konservasi (KPHK);

b. Pelaksanaan rencana pengelolaan KPH, kecuali KPHK;dan

c. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan

hutan lindung, yaitu:

1. Pemanfaataan kawasan hutan;

2. Pemanfaatan hasil hutan bakau kayu;

3. Pemugutan hasil hutan;

4. Pemanfaatan jasa lingkungan, kecuali pemanfaatan

penyimpanan dan/ atau penyerapan karbon;

5. Pelaksanaan rehabilitas di luar kawasan hutan negara;

6. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan

produksi;

7. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bakau kayu;

8. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu dengan kapasitas

produksi < 6000 m/tahun;

9. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi.

53

6. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Pengelolaan

Kehutanan

Dicabutnya dinas kehutanan maka di bentuknya kelompok

pengelolaan hutan (KPH) di setiap Kabupaten/Kota. Karena,

lemahnya pemerintah menjalankan kewajiban dalam mengamankan

aset hutan alam maupun hasil rehabilitasi. Situasi yang sama

dialami para pemegang hak atau izin.Realitas nya menunjukkan

bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, baik

mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun membangun

hutan tanaman baru dan diharapkan berhasil, diperlukan prioritas

kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:

a. Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi dan

menghindari terjadinya masalah baru di masa depan serta

meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan

hutan lindung;

b. Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat

menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat

landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan secara

adil;

c. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi

penguatan kelembagaan local terutama yang mendapat akses

pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan efisiensi ekonomi

maupun pengembangan nilai tambah hasil hutan.

54

Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi

pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi

sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan

pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kebupaten/kota.

Untuk keperluan inilah pembangunan KPH (Kesatuan Pengelolaan

Hutan)menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari.Landasan

pembentukan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan)didasarkan

terutama oleh beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:

1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan;

2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan;

3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan;

4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah

KPH;

7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,

Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH

Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP);

8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata

Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.

55

Berdasarkan peraturan-perundangan tersebut, dijelaskan pokok-

pokok kandungan isinya yang menjadi pilar kebijakan

pembentukan KPH (Kelompok Pengelolaan Hutan). Semua hutan

di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya akan dikuasai oleh negara untuk

sebesarbesarnya memberikan kemakmuran untuk rakyat. Dalam

rangka penguasaan tersebut negara memberi wewenang kepada

Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang

berkaitan dengan hutan. Pengurusan hutan bertujuan untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan

lestari untuk kemakmuran rakyat, meliputi:

1. Perencanaan kehutanan;

2. Pengelolaan hutan;

3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta

penyuluhan kehutanan,;dan

4. Pengawasan.

a) Organisasi KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan)mempunyai

tugas dan fungsi sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan,meliputi:

a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;

b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan

pengendalian terhadap pemegang ijin;

56

c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan

pengendalian terhadap pemegang ijin;

d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu;

e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi;

f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan

3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai

dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan serta pengendalian;

4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan

kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya.

(Sumber:http://kph.menlhk.go.id/index.php?option=com_phocadownl

oad&view=category&id=118&Itemid=313 pada tanggal 24 Oktober

2017 pukul 10.15)

D. Tinjauan Ekonomi Sumber Daya Alam

1. Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam

Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai sistem ekonomi dan

didefinisikan sebagai suatu ilmu mengenai pengalokasian

sumberdaya, yang mempunyai alternatif-alternatif penggunaan,

dalam memenuhi keinginan/kebutuhan manusia yang tidak

57

terbatas. Dalam definisi tersebut, problem pemilihan berhubunga

langsung dengan pertimbangan biaya karena batasnya sumberdaya

tersebut.

Sumberdaya alam merupakan modal dasar dalam mengunjang

pembangunan ekonomi. Oleh karenanya, pemanfaatan

sumberdaya alam selayaknya mengacu pada prinsip ekonomi

dengan mempertimbangkan jangka waktu masa kini dan masa

datang serta setiap tindakan kegiatan proses harus berwawasan

lingkungan agar terjaga berkelanjutan (Sustainable Development)

(Harahab, 2010:14).

Ekonomi sumber daya alam merupakan suatu cabang mikro

ekonomi sosial dengan pendekatan tertentu dalam analisis

ekonomi positif dan normatif. Lebih perhatian pada efek ekonomi

dari kebijakan pada level agregat, perhatian lebih ditujukan pada

masalah pengalokasian sumber daya pada masa sekarang dan

untuk masa yang akan datang. Teori ekonomi memberikan

prinsip-prinsip atau hukum yang dapat dipakai sebagai pedoman

untuk mengambil keputusan tentang cara sebaik-baiknya dalam

menafaatkan sumber daya alam yang terbatas (Harahab, 2010:15).

Sumber daya alam suatu yang masih berada di dalam maupun di

luar bumi yang sifatnya masih potensial dan belum di libatkan

dalam proses produksi untuk meningkatkan ketersediaan barang

dan jasa dalam perekonomian menurut Suparmoko (1995) dalam

58

Harahab.

2. Macam-Macam Sumberdaya Alam

Sumber daya alam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Sumber daya alam yang dapat di perbarui (Renewable), yaitu

sumber daya alam yang dapat dihasilkan kembali baik secara

alami maupun dengan bantuan manusia.

b. Sumber daya alam yang tidak bisa di perbarui (non

rerewable/exhaustable), yaitu sumber daya alam yang habis

sekali dipakai.

Sifat sumber daya akan stabil sebenarnya sangat bergantungan

pada metode pengelolaan yang bersifat tidak merusak.terutama

untuk lahan pertanian dan khususnya pada perikanan dan sumber

daya kelautan. Pengelolaan yang buruk dapat mengakibatkan

perubahan sistem sumber daya, yang pada akhirnya akan terjadi

kerusakan dan tidak dapat dipulihkan.

3. Evaluasi Ekonomi Sumber Daya Alam

Sumber daya alam biasanya dikaitkan untuk mata pencarian

ekonomi. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari

semua metode penilaian tersebut adalah kesediaan membayar dari

individu untuk jasa-jasa lingkungan dan sumber daya, dan atau

mungkin juga kesediaan untuk menerima kompensasi atas

kerusakan lingkungan yang dialami.

59

Pada prinsipnya evaluasi ekonomi bertujuan untuk memberikan

nilai ekonomi kepada sumber daya yang digunakan sesuai dengan

nilai rill dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam

melakukan evaluasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya

bias antara harga yang terjadi dengan nilai rill yang seharusnya

ditetapkan dari sumber yang digunakan tersebut.

Dijelaskan dalam Munasingehe (1993), bahwa konsep dasar

dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua teknik penilaian

adalah kesediaan membayar dari individu untuk jasa-jasa

lingkungan atau sumber daya. Nilai ekonomi atau total secara

garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu nilai atas dasar

pengguna (Use Value) dan nilai terkandung di dalamnya atau nilai

instrinsik (Non Use Value) (Pearce dan Turner, 1990; Pearce dan

Moran, 1994) yaitu:

a. Nilai pengguna (Use Value) pada dasarnya diartikan sebagai

nilai yang diperoleh seseorang atas pemanfaatan langsung

dari sumber daya alam dan lingkungan (Harahab, 2010:85).

Menurut Pearce dan Moran (1994) dalam buku Harahab

menjelaskan Nilai pengguna (use value) dibedakan menjadi

tiga yaitu:

1. Nilai penggunaan langsung (Direct Us Value)

Nilai pengguna langsung adalah nilai yang ditentukan

oleh kontribusi lingkungan pada aliran produksi dan

60

konsumsi (Munasinghe, 1993). Menurut Pearce dan

Moran (1994) nilai pengguna langsung berkaitan dengan

output yang langsung dapat di konsumsi misalnya

makanan, kesehatan, biomasa, rekreasi.

2. Nilai pengguna tidak langsung (Indirect Use Value)

Ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa

lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan

konsumsi (Munasinghe, 1993).

3. Nilai pilihan (Option Value)

Berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan

dimasa yang akan datang. Option value lebih di artikan

sebagai nilai pemeliharaan sumber daya, sehingga

pilihan untuk memanfaatkannya masih tersedia untuk

masa yang akan datang.

b. Nilai pengguna tidak langsung (Non Use Value) adalah nilai

yang diberikan kepada sumber daya alam atas keberadaannya,

meskipun tidak dikonsumsi secara langsung dan juga bersifat

sulit di ukur, karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap

lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Nilaii pengguna

tidak langsung di kelompokan menjadi nilai keberadaan

(Existence Value) dan nilai warisan (Bequet Value).

61

4. Konsep Evaluasi Ekonomi Ekosistem Mangrove

Fungsi dasar evaluasi ekonomi ekosistem hutan mangrove

setidaknya didasarkan pada empat fugsi hutan mangrove yang

berguna bagi manusia dalam menyediakan barang/jasa. keempat

fungsi ini bisa digambarkan secara langsung di tempat lokasi

apakah mempunyai nilai pasar (Marketed) atau tidak memiliki

nilai pasar (Nonmarketed). Konsep dasar yang dikembangkan oleh

Hamilton dan Snedaker dalam Harahab (2010) yaitu:

a. Fungsi pertama, adalah barang dan jasa yang dihasalkan atau

dapat di ambil dari ekosistem hutan mangrove itu sendiri dan

memiliki pasar. Fungsi ini mencakup hasil kayu, arang atau

ikan serta komoditas yang dapat dikumpulkan;

b. Fungsi kedua, adalah yang ditemui di luar ekosistem hutan

mangrove serta memiliki pasar. Termasuk dalam fungsi ini,

misalnya komoditi udang, benur, nener yang terdapat

diperairan serta ekosistem hutan mangrove;

c. Fungsi ketiga, adalah yang terdapat di dalam ekosistem hutan

mangrove, tetapi tidak memiliki pasar. Cakupan dari fungsi

ini misalnya, fungsi sebagai daerah asuahan dan peminjahan

bagi ikan, sebagai daerah peneliti dan labolatorium alam dan

berfungsi dalam hal medis;dan

d. Fungsi keempat, adalah tempat diluar ekosistem hutan

mangrove dan tidak memiliki pasar. Fungsi ini mencakup

62

pemasok unsur hara bagi daerah sekitar, zona penyangga

pantai dari bahaya intrusi, erosi dan abrasi.

E. Kerangka Pikir Penelitian

Hutan merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai

permasalahan lingkungan hidup global. Terlepas dari bagaimana

implementasi pengelolaan hutan. Disamping berbasis kelestarian,

pemanfaatan sumber daya hutan, hutan juga mempunyai banyak potensi

yang dimanfaatkan oleh manusia. Salah satunya yaitu hutan mangrove

yang merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta

memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan disekitarnya.

Oleh karena itu, ekosistem mangrove dikatakan produktif dan

memberikan manfaat tinggi terutama dari fungsi yang dikandung nya.

Manfaat tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yanng

cukup tinggi.

Kabupaten Lampung Selatan kecamatan Ketapang Desa Berundung dan

Desa Bandar Agung salah satunya mempunyai ekosistem mangrove

yang rusak nya sangat parah dari 500,5 hektar kawasan hutan mangrove

diperkirakan 400 hektar sudah mejadi lahan tambak. Sekitar 208 jumlah

petak tambak dan 169 orang yang masih produktif mengelola kawasan

tambak di kawasan hutan lindung tersebut. Kawasan tersebut merupakan

kawasan hutan lindung yang mana hakekatnya harus di lindungi dan di

lestarikan. Tetapi, banyaknya aktivitas manusia yang bergantungan

63

hidupnya di hutan mangrove tersebut sampai terjadi abrasi. Akibatnya,

hutan mangrove dijadikan kawasan tambak dan pembalakan liar untuk

dijadikan percontohan pembibitan. Selain itu, masyarakat yang

mengelola kawasan hutan manrove tersebut tidak memiliki tanda atau

surat perizinan dari pemerintah.

Jika dilihat berdasarkan uraian di atas maka seharusnya pemerintah

kabupaten Lampung Selatan dan pemerintah Provinsi harus melihat

kondisi lingkungan dan kebutuhan ekonomi masyarakat agar kawasan

hutan lindung tersebut dapat dilindungi dan tidak menjadi kawasan

bisnis. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui mengapa

pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan belum

berjalan dengan baik. Di sini peneliti ingin melihatmelihattata kelola

KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan dari segi ekologi dan ekonomi

masyarakat.Selain itu, peneliti juga ingin melihat program yang sudah

dilakukan oleh KPH XIII di Kabupaten Lampung Selatan. Pertama,

menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Kedua, bermitra dengan

masyarakat.sesuai dengan permasalah pengelolaan hutan mangrove yang

terjadi di kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

Dengan itu akan terlihat sejauh mana Planning (perencanaan),

Organizing (pengorganisasian), Acuanting (pelaksanaan),dan Contolling

(pengawasan) yang di dalamnya ada fungsi Manajemen terdiridari

berbagai unsur, yakni man, money, method, material. Untuk lebih jelasnya

gambar kerangka pikir dapat dilihat dari bagan berikut ini:

64

Alih Lahan Hutan Mangrove

Menjadi Tambak

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Menjaga danMelestarikan HutanMangrove

Ekologi

Kualitas air Habitat jenis fauna abrasi

Ekonomi Masyarakat

Hasil kayu Hasil bukan kayu

Bermitra DenganMasyarakat

Pembinanan Rehabilitasi Sosialisasi

Kebijakan KPH

Untuk Menanggulangi PerubahanLahan Hutan Mangrove MenjadiTambak

PROGRAM

P O A C

Tata Kelola KPH

4M

Man Money Material Methode

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian kualitatif adalah research that data collected are usually

subjective and the main measurement tool for collecting data is the

investigator himself. Selain itu teori yang digunakan dalam penelitian

kualitatif harus sudah jelas, karena teori di sini akan berfungsi untuk

memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan

hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian

(Sugiono, 2011 : 295-296).

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan tipe penelitian

descriptive dengan pendekatan kualitatif. Menggunakan penelitian

descriptive artinya dimulai dengan well-defined issue dan kemudian

mecoba untuk mendeskripsikannya secara akurat. Hasil dari studi

kemudian adalah gambaran realistis terhadap situasi yang diteliti secara

mendetail guna menjawab rumusan masalah (Emziar, 2011:3). Oleh sebab

itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengapa pengelolaan hutan

mangrove di Kabupaten Lampung Selatan belum berjalan dengan baik

khusus nya di Kecamatan Ketapang Desa Berundung.

66

B. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di kantor Unit Pelaksanaan

Teknis Daerah Kesatuan pengelolaan hutan XIII Way Pisang dan

Kecamatan Ketapang Desa Berundung. Pemilihan lokasi penelitian ini

dikarenakan data maupun informasi bisa langsung didapat dari pemerintah

setempat maupun warga.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan batasan masalah yang akan diangkat. Dalam

penelitian kualitatif, masalah diistilahkan dengan fokus penelitian yang

kemudian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian. Di dalam rancangan

penelitian kualitatif, fokus kajian peneliti dan pokok soal yang akan

diteliti, mengandung dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian

67

serta kelak di bahas secara mendalam pada penelitian (Abdul Aziz,

2003:41).

Penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat

keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang

tidak perlu dicari datanya ataupun mana yang akan dibuang. Mengingat

pentingnya fokus penelitian untuk membuat penelitian lebih terarah dan

efisien. Penulis merumuskan fokus penelitian ini yaitu untuk

menanggulangi perubahan lahan hutan mangrove menjadi area tambak

yang dapat dilihat dari melalui beberapa indikator sebagai berikut:

1. Ekologi

a. Kualitas air

b. Habitat berbagai jenis fauna

c. Abrasi

2. Ekonomi masyarakat

a. Hasil berupa kayu

b. Hasil bahan kayu hasil hutan ikutan

3. Kebijakan KPH

a. Pembinaan

b. Rehabilitasi

c. Sosialisasi

d. Menjaga hutan mangrove

e. Melestarikan hutan mangrove

68

Peneliti akan melihat masalah yang terjadi yaitu pengalihan fungsi hutan

mangrove menjadi area tambak yang di lakukan masyarakat, dan

pengelolaan dari KPH XIII yang sekaligus memiliki wewenang dalam

pengelolaan hutan di lokasi tersebut. Hal ini akan di lihat dari tata kelola

KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan peneliti tertarik ingin

menggunakan fungsi manajemen menurut George R Terry yaitu POAC

(Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang didalamnya

terdapat indikator Man, Money, Material, dan Method.

D. Informan

Informan merupakan orang yang memberikan informasi sesuai dengan

kebutuhan penelitian. Informan ditentukan melalui sebuah teknik

penentuan yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Informan yang

ditentukan dalam penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling.

Alasan peneliti menggunakan penentuan informan secara purposive

sampling karena peneliti meyakini bahwa informan yang dipilih adalah

sebagai aktor dan kelompok sasaran dari pengelolaan hutan mangrove di

kabupaten Lampung Selatan. Peneliti memfokuskan informan kepada:

Tabel 4. Informan Penelitian

No Nama Jabatan1. M.D Wicaksono Kepala Bidang Pengelolaan DES dan RHL2. Wahyudi Kurniawan Kepala UPTD KPH XIII3. Gunarto Sekertaris Desa dan Petani Tambak4. Untung Hartoyo Kelompok Petani Tambak5. Kusnoto Kelompok Petani Tambak6. Manakir Masyarakat Pengelola Tambak

Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)

69

E. Jenis Data

Sumber data dalam penelitian suatu penelitian dapat berupa kata-kata,

tindakan dan tambahan data seperti dokumen dan lain-lain. Data yang

diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dalam

menghadapkan pada pemecahan permasalahan (Subagyo, 2006:87) yang

di perolehnya dapat berasal dari:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diambil dari sumbernya yaitu

berupa wawancara dengan informan yang dijadikan sample maupun

subyek dalam penulisan. Data primer, yaitu berupa kata-kata dan

tindakan yang bersumber dari informan serta peristiwa-peristiwa

tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil

pengumpulan peneliti sendiri selama berada dilokasi penelitian. Data

primer di peroleh peneliti sebagai hasil dari proses pengumpulan data

dengan menggunakan tenik wawancara dan observasi. Data primer

dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 5. Data Primer

No Nama Jabatan1. M.D Wicaksono Kepala Bidang Pengelolaan DES dan RHL2. Wahyudi Kurniawan Kepala UPTD KPH XIII3. Gunarto Sekertaris Desa dan Petani Tambak4. Untung Hartoyo Kelompok Petani Tambak5. Kusnoto Kelompok Petani Tambak6. Manakir Masyarakat Pengelola Tambak

Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)

70

2. Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data-data tertulis yang digunakan sebagai

informasi pendukung dalam analisis data primer. Data ini pada

umumnya berupa dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan

pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan. Data

yang berupa gambaran umum mengenai hutan mangrove di kabupaten

lampung selatan, foto-foto dokumentasi, data-data yang terkait

mengenai hutan mangrove di kabupaten Lampung Selatan. Data

sekunder dalam penelitian ini sebagai berikut:

Table 6. Data Sekunder

No Sumber

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah

4. http://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabat

5. http://www.cendananew

6. http://www.lampost.co

Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh berbagai data tersebut, maka dibutuhkan suatu teknik

dalam mengumpulkannya. Pengumpulan data merupakan salah satu

tahapan yang penting dalam penelitian, namun dalam sebuah penelitian

tidaklah cukup hanya sekedar mengumpulkan data,tetapi juga harus

71

menganalisanya.

Dalam pendekatan kualitatif untuk melakukan sebuah penelitian teknik

pengumpulan data dilakukan pada natural seting (kondisi yang alamiah),

sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak ke

observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam

(in depth interview) dan dokumentasi.

Catherine marshall, gretchen b. Rossman, menyatakan bahwa “the

fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering

information are, participantion in the setting, direct observation, in-depth

interviewing, document review” (Sugiono, 2009:224).

Melakukan sebuah penelitian, analisis dapat dimulai sementara dengan

mengumpulkan data terlebih dahulu, namun analisis tersebut cenderung

tentatif dan tidak lengkap, karena data yang terkumpul nantinya dipakai

sebagai informasi yang valid dan representatif untuk menjawab masalah

dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang akan

diaplikasikan meliputi :

1. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

harus diteliti. Esterberg mendefinisikan “a meeting of two persons to

exchange information and idea through question and responses,

resulting in communication and joint construction of meaning about a

72

particular topic”. Esterberg mengemukakan beberapa macam

wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak

terstruktur (Sugiono, 2009:224).

Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan fokus masalah

penelitian untuk dijadikan materi dalam wawancara agar menjadi

terarah dan tidak menyimpang. Peneliti menggunakan wawancara

semi terstruktur untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka

dan pihak yang di wawancarai diminta pendapatnya guna

mendapatkan informasi terkait permasalahan pengelolaan atas

konversi lahan hutan mangrove manjadi area tambak sehingga peneliti

dapat menemukan data yang lebih mendalam dengan mencatat dan

mendengarkan keterangan dari informan.

Wawancara tersebut dilakukan dengan cara bertemu langsung dan

melakukan langsung wawancara mendalam dengan bapak Wicaksono

selaku kepala bidang pengelolaan DES&RHL, selain itu peneliti juga

melakukan wawancara mendalam dengan bapak Wahyudi selaku

UPTD KPH XIII wilayah Lampung, agar mendapatkan data yang

valid maka peneliti juga melakukan wawancara kepada Kelompok

Petani Tambak dan pengelola tambak/penyewa tambak di Desa

Berundung Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

73

2. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dengan cara

peneliti secara langsung berkunjung dilokasi penelitian yaitu di Desa

Brundung Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.

Observasi sudah mulai dilakukan tanggal 14 Februari 2018. Melalui

observasi peneliti mencari informasi yang lebih banyak dengan

melihat faktor-faktor apa saja yang bisa membuat pengelolaan hutan

mangrove di Kabupaten Lampung Selatan sudah sebagian besar

menjadi Kawasan Tambak.

ketika melakukan observasi peneliti juga mencocokan informasi yang

telah didapat dari informan setelah melakukan wawancara. Observasi

dilakukan dengan cara mengamati dan mendokumentasi area tambak

yang terkena abrasi di Desa Berundung Kecamatan Ketapang

Kabupaten Lampung Selatan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan peninggalan tertulis mengenai data berbagai

kegiatan atau kejadian yang dari segiwaktu yang relatif belum terlalu

lama (SilaendanWidiyono,2013:163). Pada studi dokumentasi

dokumen yang disajikan berupa informasi yang terkait dibutuhkan dan

digunakan peneliti. Dokumen yang diperoleh tersebut berupa hasil

inventarisasi petambak di hutan lindung REG. 1 Way Pisang, Kajian

penyesuaian UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas

74

Kehutanan Provinsi Lampung, transkrip wawancara, dan foto-foto

dokumentasi terkait objek yang di teliti.

G. Teknik Pengolahan Data

Peneliti telah memperoleh sejumlah data dari lapangan, sehingga peneliti

dituntut untuk melakukan pengolahan data yang telah terkumpul tersebut.

Adapun kegiatan pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Editing data

Editing data merupakan sebuah proses yang bertujuan agar data yang

dikumpulkan dapat memberikan kejelasan,mudah dibaca, konsisten

dan lengkap. Didalam tahap ini peneliti menyalin ulang hasil

wawancara dengan informan yang merupakan data mentah berupa

catatan peneliti yang berkaitan denganmemilah data atau informasi.

Tidak semua kutipan hasil wawancara, dan data yang diperoleh dari

dokumen yang didapatkan peneliti cantumkan. Namun hanya

informasi yang diperlukan saja yang ditampilkan, sementara

keterangan lengkapnya disajikan sebagai transkip wawancara atau

lampiran. Di dalam penelitian ini, teknik editing dilakukan pada data

yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen.

75

2. Interprestasi Data

Interpretasi data yaitu data yang telah dideskripsikan baik melalui

tabel maupun narasi yang diinterprestasikan untuk kemudian

dilakukan penarikan kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.

Interprestarsi data dalam penelitian ini yaitu pembahasan mengenai

pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.

Dalam penelitian ini, kutipan wawancara yang ditampilkan merupakan

penyederhanaan atau penafsiran terhadap maksud dan arti dari

informasi yang disampaikan. Interprestasi dilakukan dengan cara

menghubungkan hasil wawancara dengan informan dengan teori-teori

pada tinjauan pustaka dan dokumen lainnya, sehingga diperoleh

analisis yang tepat.

H. Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu

diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang

telah dirumuskan dalam bentuk proposal. Dalam penelitian kualitatif, data

diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik

pengumpulan trianggulasi (Sugiono, 2015:243). Teknik analisis dalam

penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:15-20) yang

mencakup tiga langkah kegiatan guna melakukan analisis data dan

dilakukan bersamaan sebagai berikut:

76

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data menurut Miles dan Huberman (1992) adalah "The

process of selecting, focusing, simplifying,abstracting, and

transforming the ‘raw’ data that appear inwritten-up field notes. Data

reduction occurs continu ously through out the life of any qualitatively

oriented project.This is part of analysis.” Yaitu sebagai proses

pemilihan, pemutusan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,

dan transpormasi data berlangsung terus menerus salama penelitian

berlangsung.

Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasinya akan ada

reduksi sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan kerangka

konseptual wilayah penelitian, permasalahan peneliti, dan pendekatan

pengumpulan data yang dipilihnya. Selama pengumpulan data

berlangsung terjadilah reduksi data selanjutnya berupa membuat

ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus, membuat

partisi, menulis memo, dan sebagainya. Reduksi data terus berlanjut

sesudah penelitian lapangan sambal laporan ahir tersusun.

Tahap reduksi data merupakan proses berfikir yang sensitif serta

memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman seorang

peneliti. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan tahap

reduksi data ini dilakukan dengan mendiskusikannya dengan teman

atau orang yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka

wawasan peneliti akan berkembang, sehingga hasil data yang

77

dihasilkan merupakan temuan dan pengembangan teori yang

signifikan. Tahap ini dilakukan peneliti pada saat proses bimbingan

skripsi terhadap dosen pembimbing peneliti maupun kepada dosen

pembahas.

2. Penyajian Data (Data Display)

Melalui men-display data, maka akan memudahkan untuk memahami

apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami tersebut. Oleh sebab itu, maka akan dapat

dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis

ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat

dari penyajian-penyajian tersebut (Sugiyono, 2011:249). Penyajian

yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

bentuk teks naratif. Sehingga dengan penyajian data ini akan terlihat

proses pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.

3. Verifikasi (Conclusion Drawing)

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan diverifikasi selama

kegiatan berlangsung, verifikasi mungkin sesingkat pemikiran

78

kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis

suatu tinjuan ulang pada catatan lapangan.

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berkelanjutan,

berulang-ulang, dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian

data dan penarik kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara

berurutan sebagai rangkaian analisis yang saling susul menyusul.

I. Teknik Keabsahan Data

Trianggulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of

the data according to the convergence of multiple data sources or multiple

data sources or multiple data collection procedures (wiliam wiesma dalam

sugiono, 2009:276). Teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Teknik triangulasi dipilih dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini

menggunakan beberapa sumber data yang berasal dari wawancara dan

dokumentasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini teknik

triangulasi yang peneliti gunakan ialah yang dikembangkan oleh Denzim

(Moleong, 2007:331) teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan yaitu

Triangulasi data peneliti menggunakan berbagai sumber data seperti

79

dokumen dan arsip dari pihak yang terkait dalam permasalahan yang

peneliti bahas tersebut.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

1. Kondisi Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk memberikan kontribusi nyata

bagi terwujudnya “Lampung Sejahtera 2019”. Di bawah kepemimpinan

Ir. Syaiful Bachri, M.M, Prioritas dan fokus pembangunan ke depan

adalah mengembangkan industri Pariwisata bidang kehutanan,

Meningkatkan manfaat hutan untuk kesejahteraan masyarakat melalui,

Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa dan Hutan

Kemitraan serta penyelesaian konflik kawasan hutan.Dinas Kehutanan

Provinsi Lampung, Alamat Kantor : Jl. Zainal Abidin Pagar Alam

Rajabasa Telp. (0721) 703177 Fax. 705058 Bandar Lampung, 35144.

2. Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 34 Tahun 2010

tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas pada Pemerintah

Provinsi Lampung bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian urusan

Pemerintahan Provinsi di bidang Kehutanan berdasarkan azas otonomi

yang menjadi kewenangan, tugas dekonsentrasi dan pembantuan serta

tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur

81

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas

Kehutanan Provinsi mempunyai fungsi :

a. Perumusan kebijaksanaan, pengaturan, perencanaan termasuk rencana

makro kehutanan dan pengurusan hutan yang bersifat operasional

lintas kabupaten/kota, termasuk tugas-tugas dekosentrasi dan tugas

pembantuan yang menjadi kewenangan provinsi;

b. Penyelenggaraan penunjukkan dan pengamanan batas Hutan Produksi

dan Hutan Lindung serta Taman Hutan Raya lintas kabupaten/kota;

c. Penyelenggaraan dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi, sistem

silvikultur, budidaya dan pengolahan;

d. Pengawasan perbenihan, pembibitan, pupuk, pestisida, alat dan mesin

di bidang kehutanan;

e. Pelaksanaan fasilitasi, pemantauan dan evaluasi hutan kota;

f. Penyelenggaraaan pengelolaan taman hutan raya, hutan produksi dan

hutan lindung skala provinsi;

g. Perlindungan dan pengamanan pada kawasan hutan skala provinsi;

h. Penyusunan pedoman dan penyelenggaraan inventarisasi dan

pemetaan hutan, tata batas, rekonstruksi dan penataan batas kawasan

hutan produksi dan hutan lindung;

i. Penyelenggaraan dan penyediaan dukungan pengelolaan taman hutan

raya, pengurusan erosi, sedimentasi, produktivitas lahan pada Daerah

Aliran Sungai serta rehabilitasi dan reklamasi hutan produksi dan

hutan lindung;

82

j. Penetapan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan

kayu skala provinsi;

k. Penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

teknis, penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan;

l. Pemberian pertimbangan teknis perizinan skala provinsi, meliputi

pemanfaatan kawasan hutan, hasil hutan, jasa lingkungan,

pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi dan pengolahan

hasil hutan;

m. Pelaksanaan penyusunan rancang bangun, pembentukan dan

pengusulan penetapan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan

produksi serta pertimbangan teknis institusi wilayah pengelolaan

hutan;

n. Pemberian pertimbangan teknis rencana pengelolaan dan rencana

kerja dua puluh tahunan (jangka panjang), lima tahunan (jangka

menengah) unit Kesatuan Pengelolaan Hutan dan pertimbangan teknis

izin kegiatan lembaga konservasi skala provinsi;

o. Pelaaksanaan penilaian dan pengesahan rencana kerja tahunan (jangka

pendek) unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam wilayah

provinsi;

p. Turut serta secara aktif dalam menetapkan kawasan serta perubahan

fungsi dan status hutan;

q. Pelayanan administrasi dan ketatausahaan;

r. Pembinaan, pengendalian, pengawasan dan koordinasi dibidang

kehutanan; dan

83

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan gubernur sesuai tugas dan

fungsinya.

3. Program Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Provinsi Lampung tahun 2015-2019, Dinas Kehutanan mendukung

pencapaian misi 1 dan 4 dengan sasaran pembangunan selama 5 tahun

ke depan, yaitu :

a. Meningkatkan pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu, non

kayu dan fasilitasi industri pengolahannya serta pemanfaatan jasa

lingkungan dan wisata alam

b. Berkurangnya kerusakan hutan dan lahan kritis pada DAS Prioritas

sehingga dapat mengurangi resiko bencana alam dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan komoditas kehutanan

c. Menurunnya gangguan terhadap kawasan hutan dan wildlife

trafficking sampai dengan batas minimal daya dukung sumberdaya

hutan, menurunya tingkat konflik manusia satwa, serta terkendalinya

kebakaran lahan dan hutan secara efektif

d. Terwujudnya kemantapan status kawasan hutan dalam mendukung

pengelolaan hutan lestari

e. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja pelayanan publik

Sasaran tersebut akan dicapai melalui 4 Program pembangunan :

a. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan (Misi 1)

b. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Misi 4)

84

c. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan

(Misi 4)

d. Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan (Misi 4)

Sedangkan fokus kegiatan ke depan sesuai Arahan Kepala Dinas

Kehutanan adalah :

a. Peningkatan pelayanan publik terkait penyediaan data dan informasi

pembangunan kehutanan serta perizinan bidang kehutanan, baik

melalui website ataupun media sosial lainnya.

b. Dinas Kehutanan harus mendukung Program Pemerintah Provinsi

Lampung terkait Pengembangan Industri Pariwisata di Provinsi

Lampung. Kedepan harus dilakukan identifikasi potensi spot-spot

berupa wisata alam, wisata agro ataupun produk-produk unggulan

lainnya di bidang kehutanan yang layak dijadikan destinasi wisata.

Selanjutnya membangun sarana prasarana untuk mendukung potensi

tersebut.

c. Mengoptimalkan Manfaat hutan untuk kesejahteraan masyarakat

melalui Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat

(HTR), Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemitraan (HK) tetap menjadi

prioritas dengan didukung data dan informasi yang akurat terkait

analisis ekonomi sebelum dan sesudah ikut program.

d. Identifikasi desa-desa yang seluruh/sebagian wilayahnya berada di

kawasan hutan sebagai dasar mengambil kebijakan.

85

B. Gambaran Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII wilayahLampung

1. Kondisi Umum Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Wilayah Lampung

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 06 Tahun 2008

tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah

Kabupaten Lampung Selatan. Sebagaimana telah diubah Peraturan

Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 tahun 2010.

2. Tugas dan Fungsi Pokok Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung

Kelompok pengelolaan hutan register 1 mempunyai rincian tugas sebagai

berikut :

a. Mempersiapkan program dan kebijaksanaan teknis di bidang

Kehutanan dalam rangka pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas

pokok, fungsi dan kewenangan dinas;

b. Mempimpin, membina mengoordinasikan, membantu dan

mengendalikan pelaksanaan program dan kebijaksanaan teknis di

bidang Kehutanan agar sesuai perencanaan yang telah ditentukan;

c. Menyusun, merumuskan dan mempersiapkan program di bidang

kehutanan, sebagaimana pedoman pelaksana tugas;

d. Membina, memantau dan mengendalikan pelaksanaan program

kegiatan agar terlaksana sesuai dengan perencanaan yang telah

ditentukan;

e. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas dengan Dinas Instansi terkait

dalam bidang kehutanan agar terjadi kesamaan persepsi dan kesatuan

langkah dan gerak dalam pelaksanaan pembangunan;

86

f. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan Kehutanan sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas;

g. Membagi habis tugas Dinas Kehutanan di bidang teknis dan

administrasi kepada bawahan, agar setiap aparatur yang berada di

lingkungan Dinas Kehutanan mempunyai dan memahami beban

tugas dan tanggung jawabnya masing-masing;

h. Memberi petunjuk teknis dan pengarahan serta bimbingan kepada

bawahan tentang pelaksanaan tugas, untuk menghindari terjadinya

penyimpangan dalam pelaksanaan tugas;

i. Memberikan usulan dan pertimbangan kepada atasan tentang

langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan diambil di bidang

pendapatan daerah;

j. Memberikan usulan dan pertimbangan kepada atasan tentang

langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan diambil;

k. Memberikanpertimbangan kepada atasan tentang langkah-langkah

dan kebijaksanaan yang akan diambil;

l. Menilai aktifitas, kreatifitas dan produktifitas pelaksanaan tugas dari

bawahan.

1. Kepala Bidang Pengusahaan Hutan mempunyai rincian tugas sebagai

berikut:

a. Melaksakan koordinasi dengan seluruh Sub Dinas dan Bagian

Kesekretariatan dalam rangka menyusun program kerja Dinas

Kehutanan sebagai pedoman Anggaran Pemdapatan dan Belanja

87

Dinas, serta rencana kerja pada Sub Bidang Pengusahaan Hutan untuk

dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas;

b. Memimpin, mengerahkan serta memantau bawahan dalam

melaksakan tugas bidang pengusahaan hutan yang meliputi

penyelenggaraan perizinan, pemanfaatan hasil hutan kayu serta flora

dan fauna yang tidak dilindungi, melaksakan pengaturan dan

penyusunan pedoman tarif pungutan hasil hutan bukun kayu dan tata

usaha peredaran hasil hutan, melakukan pembinaan penyelenggaraan

pengembangan hutan tanaman serta pemanfaatannya;

c. Menpelajari peraturan perundang-undangan yang behubungan dengan

bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan bidang pengusahaan hutan sebagai landasan

dalam pelaksanaan tugas Sub Bidang Pengusahaan Hutan;

d. Membagi tugas Sub Bidang Pengusahaan Hutan kepada bawahan,

agar setiap aparatur yang ada memahami tugas dan tanggung

jawabnya masing-masing;

e. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai

masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja

selanjutnya;

f. Memberi motifasi kepada bawahan agar mampu melaksakan tugas

secara berdayaguna dan berhasilguna;

g. Mengevaluasi hasil kerja bawahan;

h. Melakukan kerja sama dengan unit kerja yang ada guna menunjang

kelancaran pelaksaan tugas;

88

i. Membuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk

dijadikan bahan dalam menyusun program kerja kantor lebih lanjut;

dan

Melaksanakan tugas kedinasaan lainnya yang diberikan oleh atasan.

2. kepada Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan mempunyai

rincian tugas sebagai berikut :

a. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Bidang dalam rangka

penyusunan program kerja Dinas Kehutanan sebagai pedoman

Anggaran Pendapatan dan Belanja Dinas, serta rencana kerja BIdang

Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan untuk dijadikan bahan acuan

dalam pelaksanaan tugas;

b. Memimpin dan mengarahkan serta memantau bawahan dalam

melaksanakan tugas Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan

yang meliputi penyelenggaraan rehabilitasi hutan, lahan dan pesisir

pantai, pengadaan bibit tanaman rehabilitasi, pembinaan penyulihan

kehutanan, penyelenggaraan pelatihan masyarakat dan petugas,

penyelenggaraan kerjasama dengan pihak lain dan penyelenggaraan

pengurusan hutan kemasyarakatan;

c. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan bidang rehabilitasi dan hutan kemasyarakatan

sebagai landasan dalam pelaksanaan tugas;

89

d. Membagi tugas bidang rehabilitasi dan hutan kemasyarakatan kepada

bawahan, agar setiap aparatur yang ada memahami tugas dan

tanggung jawabnya masing-masing;

e. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai

masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja

selanjutnya;

f. Memberikan motivasi kepada bawahan agar mampu melaksanakan

tugas secara bedayaguna dan berhasilguna;

g. Mnegevaluasi hasil kerja bawahan;

h. Melakukan kerjasama dengan unit kerja yang ada guna menunjang

kelancaran pelaksanaan tugas;

i. Membuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk

dijadikan bahan dalam menyusun program kerja dinas lebih lanjut;

dan

Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasan.

3. kepada Bidang Perlindungan Hutan mempunyai rincian tugas sebagai

berikut :

a. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Bidang dan

Kesekretariatan dalam rangka penyusunan program kerja Dinas

Kehutanan sebagai pedoman Anggaran Pendapatan dan Belanja

Dinas, serta rencana kerja BIdang Perlindungan Hutan untuk

dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan tugas;

b. Memimpin dan mengarahkan serta memantau bawahan dalam

melaksanakan tugas Bidang Perlindungan Hutan meliputi kegiatan

90

penegakan hukum bidang kehutanan, penyiapan dan pengaturan

tenaga dan sarana perlindungan hutan serta penanggulangan

gangguan hutan, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan sesuai

dengan program kerja yang telah disusun;

c. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan bidang perlidnungan hutan sebagai landasan

dalam pelaksanaan tugas;

d. Membagi tugas bidang perlindungan hutan kepada bawahan, agar

setiap aparatur yang ada memahami tugas dan tanggung jawabnya

masing-masing;

e. Memberikan motivasi kepada bawahan agar mampu melaksanakan

tugas secara berdayaguna dan berhasilguna;

f. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai

masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja

selanjutnya;

g. Mengevaluasi hasil kerja bawahan;

h. Melakukan kerjasama dengan unit kerja yang ada guna menunjnag

kelancaran pelaksanaan tugas;

i. Mmebuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk

dijadikan bahan dalam menyusun program kerja dinas lebih lanjut,

dan

j. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasan.

91

Terwujudnya Pengelolaan Hutan Lestari dan Berkeadilan.

hutan;

yang partisipatif;

meningkatkan kesejakteraan masyarakat;dan

sebagai dasar pengelolaan hutan.

meningkatkan kesejakteraan masyarakat dan pendapatan daerah.

yang berasal dari hutan negara maupun hutan rakyat untuk

meningkatkan kesejakteraan masyarakat dan pendapatan daerah.

3. Visi Dan Misi Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Wilayah Lampung

a. Visi

b. Misi

1. Memantapkan kawasan hutan dan data informasi kehutanan;

2. Memantapkan penyelenggaraan perlindungan hutan dan sumber daya

3. Meningkatkan kualitas hutan dan kelembagaan pengelolaan hutan

4. Mendayagunakan sumber daya hutan secara optimal untuk

5. Meningkatkan produksi hasil hutan dan industri primer hasil hutan.

c. Tujuan

1. Meningkatkan kepastian hukum kawasan hutan dan data informasi

2. Menurunnya gangguan keamanan hutan dan hasil hutan

3. Mengurangi lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan

4. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya hutan untuk

5. Meningkatkan produksi hasil hutan dan aneka usaha kehutanan baik

92

a. UPTD KPH XIII Provinsi Lampung

b. Sekretaris

1. Kepala Sub Bagian Keuangan

2. Kepala Sub Bagian Umum

3. Kepala Sub Bagian Perencanaan

c. Kepala Bidang Perlindungan Hutan

1. Kepala Seksi Tenaga dan Sarana Perlindungan

2. Kepala Seksi Penegakan Hukum Kehutanan

3. Kepala Seksi Pengendalian Hama, Penyakit Tanaman dan

Kebakaran Hutan

d. Kepala Bidang Inventarisasi Tata Guna dan Pengembangan

1. Kepala Seksi Pemetaan dan Tata Batas Kawasan

2. Kepala Seksi Tata Guna Hutan

3. Kepala Seksi Pendataan dan Pengembangan

e. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan

1. Kepala Seksi Hutan Kemasyarakatan

2. Kepala Seksi Rehabilitasi

3. Kepala Seksi Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan

f. Kepala Bidang Pengusahaan Hutan

1. Kepala Seksi Perizinan

4. Sturuktur Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung

93

2. Kepala Seksi Pembinaan Hutan Tanaman dan Aneka Usaha

Kehutanan

3. Kepala Seksi Pengelolaan dan Peredaran Hasil Hutan

g. Kepala Unit Pelaksana Teknis Rayon I sampai Vdan KPHL.

1. Keadaan Umum Desa Bandar Agung Kecamatan Seragi dan DesaBerundung Kecamatan Ketapang

Desa Bandar Agung dan desa Berundung merupakan desa yang letaknya

berdampingan akan tetapi, desa Bandar Agung merupakan wilayah

adiministrasi kecamatan Sragi dan Berundung merupakan wilayah

adiminstrasi kecamatan Ketapang. Desa Bandar Agung dan desa

Berundung memiliki posisi yang strategis karena kedua desa ini berada di

pinggir jalan utama yang melintasi Kabupaten Lampung Selatan dan

Lampung Timur desa ini juga berada di pinggir laut, wilayah administrasi

desa Bandar agung memiliki batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan kabupaten Lampung Timur

Sebelah Selatan :bebatasan dengan desa Berundung dan desa

Sidoasih kecamatan Ketapang

Sebelah Barat : berbatasan dengan desa Kuala sekampung

Sebelah Timur : berbatasan dengan laut

Tutupan lahan di desa Bandar agung dan desa berundung terdir idari:

a. Semak belukar

b. Persawahan

C. Gambaran Umum Desa Yang Wilayahnya Merupakan Kawasan HutanLindung REG 1 Way Pisang

94

c. Pemukiman

d. Kebun tanaman semusim

e. Tambak

f. Rawa dengan pohon bakau, api-api dll.

Aliran sungai kewilayah desa Bandar agung dan Berundung merupakan

aliran dari DAS sekampung dan SUBDAS way pisang, sungai-sungai ini

di manfaatkan untuk mengaliri irigasi sawah. Iklim di desa ini sama

halnya dengan daerah lain di kabupaten Lampung Selatan. Iklimnya di

pengaruhi oleh adanya pusat tekanan rendah dan tekanan tinggi yang

berganti didaratan sentra Asia dan Australia pada bulan januari dan juli.

Akibat pengaruh angin muson, maka daerah Lampung Selatan tidak

terasa adanya musim peralihan (pancarola) antara musim kemarau dan

musim hujan.

2. Penduduk

Jumlah penduduk di desa Bandar Agung kecamatan Seragi berdasarkan

hasil proyeksi penduduk tahun 2016 berjumlah 5.884 jiwa yang terdiri

dari 3.125 jiwa penduduk laki-laki dan 2.751 perempuan atau sebanyak

1.925 KK (Kartu Keluarga). Jumlah penduduk desa berundung

kecamatan ketapang berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2016

berjumlah 2.303 jiwa yang terdiri dari 1.170 jiwa laki-laki dan 1.134 jiwa

perempuan atau sebanyak 659 kepala keluarga.

95

Berdasarkan data yang ada, penduduk kedua desa tersebut secara garis

besar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu penduduk asli

Lampung dan penduduk asli pendatang. Penduduk yang berdomisili di

kedua desa ini terdiri bermacam-macam suku dari seluruh Indonesia.

Seperti dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi,

Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan lain-lain.

Dari semua suku tersebut, yang merupakan penduduk pendatang yang

terbesar adalah berasal dari pulau jawa (jawa barat, jawa tengah, jawa

timur, banten dan Sulawesi). Besarnya penduduk Lampung Selatan yang

berasal dari pulau jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada

zaman penjajahan Belanda, dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada

masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara

swakarsa dan spontan. Mata pencarian penduduk desa Bandar agung

sebagian besar adalah petani, mata pencarian lainya adalah nelayan,

pedangang, peternak ikan dan buruh.

3. Adat Istiadat

Beranekaragaman suku bangsa yang bertempat tinggal di kedua desa ini,

maka masing-masing mempunyai adat istiadat sendiri-sendiri, yang

dalam garis besarnya dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu

kelompok penduduk asli (suku lampung) dan kelompok penduduk

pendatang (dari luar daerah lampung).

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa belum baiknya

pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan di Desa Berundung kecamatan Ketapang

Kabupaten Lampung Selatan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tiga faktor yang dilihat dari permasalahan alih lahan hutan mangrove

menjadi area tambak yaitu ekologi, ekonomi masyarakat dan kebijakan

Kesatuan Pengelolaan Hutan. Dari ketiga faktor tersebut yang pertama,

manfaat dari ekologi sudah tidak berfungsi baik dari kualitas air, hilangnya

habitat jenis fauna dan sering mengalami abrasi. Kedua, manfaat ekonomis

dari hasil berupa kayu sangat di manfaatkan masyarakat tetapi diambil

dengan cara yang tidak baik, hasil bahan kayu tidak dimanfaatkan oleh

masyarakat karena masyarakat tidak mempunyai pengetahuan tentang

manfaat dari hasil bahan kayu tersebut. Ketiga, kebijakan Kesatuan

Pengelolaan Hutan Hal yang baru dilakukan yaitu Rehabilitasi dan

sosialisasi karena masih banyaknya masyarakat yang minimnya

pengetahuan sehingga tidak ada rasa untuk menjaga dan melestarikan

hutan mangrove.

2. Analisis pengelolaan berdasarkan Planning/perencanaan Sejak

dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan. KPH XIII wilayah Lampung

belum mempunyai RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang)

yang mana di dalamnya tertera perencanaan pengelolaan hutan mangrove.

Adapun program mengenai hutan mangrove yang berada di Reg 1 Way

Pisang yaitu sosialisasi, pembinaan, penanaman rehabilitasi dalam skala

kecil dan rencana yang akan dilakukan 2018 ini yaitu untuk membina

masyarakat akan dijadikan ekowisata dikawasan hutan lindung. Dalam

perencanaan masyarakat tidak dilibatkan, perencanaan hanya dibuat oleh

KPH XIII yang mendapatkan anggaran dari APBD provinsi dan APBN

Bapedas.

Pada tahap Organizing/pengorganisasian KPH XIII melibatkan masyarakat

dalam pengelolaan hutan mangrove yaitu kelompok petani tambak tanpa

melibatkan masyarakat pengelola tambak yang masih produktif dan

masyarakat sekitar. Dalam Actuating/pelaksanaan adapun program yang

berjalan yaitu rehabilitasi skala kecil bersama anak-anak smp, melakukan

penyuluhan pada akhir Oktober 2017, sosialisasi untuk lebih memperingati

pengelola tambak yang masih produktif. Contolling/pengawasan dalam

pengelolaan hutan mangrove ini melibatkan polisi kehutanan dan

masyarakat. Lemahnya pengawasan sehingga masih ada oknum-oknum

masyarakat yang menebang mangrove dan membuka lahan baru, dalam

pengelolaan ini ternyata tidak ada pangsuakarsa dan tidak melakukan

pembinaan kepada masyarakat yang masih produktif mengelola tambak.

173

Kurangnya anggaran menyebabkan pengelolaan hutan mangrove dapat

dikatakan belum maksimal.

3. Lemahya pengawasan dari dinas kehutanan provinsi Lampung maupun

KPH XIII wilayah Lampung menyebabkan meluasnya pertambakan

masyarakat di kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang. Hal tersebut

juga dikarenakan tidak adanya penegakan hukum dan sangsi yang tegas

yang dilakukan oleh KPH XIII. Masih minimnya kesadaran masyarakat

dalam menjaga dan melestarikan hutan mangrove, disebabkan masyarakat

belum merasakan dampak secara langsung yang dalam jangka panjang

akan mengalami peningkatan abrasi dari laut.

B. Saran

1. Untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII yang memiliki wewenang dalam

pengelolaan hutan mangrove yang ada di kabupaten Lampung Selatan,

sebaiknya lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan memberikan

pendidikan kepada petani tambak maupun masyarakat sekitar tentang

manfaat dan pentingnya hutan mangrove. Selain itu, Kesatuan Pengelolaan

Hutan harus lebih tegas kepada pemilik tambak dengan memberikan

penegakaan sangsi kepada seluruh oknum-oknum yang membuka lahan

pertambakan di kawasan hutan lindung yang hakikatnya kawasan hutan

lindung harus di lindungi dan dilestarikan.

174

2. Harus ada lembaga tim pengamanan terpadu sebagai mitra dalam

pengamanan dan perlindungan hutan, serta melibatkan para pihak

diantaranya unsur keamanan yaitu kepolisian (Polsek) dan TNI (Koramil).

Agar hutan mangrove dapat terjaga dan lestri, sehingga meminimalisir

kerusakan harus mangrove dan pelebaran luasan tambak.

3. Untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Perlu adanya pendataan ulang

kembali kelompok petani tambak yang masih produktif dalam mengelola

tambak, karna sudah sebagian kelompok petani tambak yang tergabung

sudah tidak menjadi petani tambak lagi.

4. Kesatuan pengelolaan hutan XII harus membentuk lagi pangsuakarsa, agar

tidak hanya pemerintah yang menjaga dan melestarikan hutan mangrove

tetapi masyarakat di desa tersebut ikut serta dalam menjaga dan

melestarikannya.

175

DAFTAR PUSTAKA

Buku:Adisasmita, Rahardjo. 2011.Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arief, Arifin. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.

Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. 2003. Jakarta: RajawaliPers.

Emzir. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PTRajagafarindo Persada.

Hasibuan, S. P. M. 2009. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Buku.BumiAksara. Jakarta.

Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove DanAplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: GrahaIlmu.

Harianto, Sugeng dkk. 2015. Mangrove Pesisir Lampung Timur. Lampung.

Husien, Harun. 1995. Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Perkasa.

Irwan, Zoeraini Djamal. 2010. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungandan Pelestariannya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Istianto, Bambang. 2011. Manajemen Pemerintahan Dalam Perspektif PelayananPublik.Jakarta:Mitra Wancana Media.

Kansil Dan Christine. 2008. Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Jakarta: SinarGrafika.

Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep,Teori dan Isu. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.

Maleong, Lexy J. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif.Bandung: Rosda.

Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.

Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nurrochmat, Dodik Ridho. 2010. Strategi Pengelolaan Hutan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Purnobasuki, H. 2012. AncamanTerhadapHutan Mangrove Di Indonesia DanLangkahStrategisPencegahannya.jakarta: PT SinarGrafika

Rahmadi, Takdir. 2011. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Rahmawaty.2006. UpayaPelestarianMangroveberdasarkanPendekatanMasyarakat.FakultasPertanianUniversitas Sumatra Utara. Medan

Redi, Ahmad. 2014. Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan.Jakarta: PT Cahaya Prima Sentosa.

Salim. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Salim, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan. Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press)

Sagala, Poras. 1994. Mengelola Lahan Kehutaan Indonesia. Jakarta: YayasanObor Indonesia.

Siswanto, H.B. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Perkasa

Subagyo, Joko P. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sugianto dan Saiful Fikri. 2016. Ekonomi Sumber Daya Alam. Yogyakarta: UPPSTIM YKPN.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Suharno. 2013. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: Ombak.

Terry, George R. 1986. Asas-AsasManajemen. Bandung: Alumni.

Terry, George R. 2010. Dasar-DasarManajemen. Jakarta: BumiAksara

Tim PSDHBM Watala. 2001. Kepastian Pengelolaan Dikawasan Hutan Negara.Lampung: Pustaka Watala.

Zain, Alam Setia. 1997. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: PTRineka Cipta.

Jurnal:

Kambey, Steven Yohanes. 2015. “Pembagian Urusan Pemerintah Di BidangKehutanan”.Vol. 23 No. 1 :1-20

Pramudji. 2000. “Upaya Pengelolaan Hutan Mangrove Dilihat Dari AspekLingkungan”.Vol. 25 No 3, 2000 : 1-8

Purnaweni, Hartuti. 2014. “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Di KawasanKendeng Utara Provinsi Jawa Tengah”. jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.12No.1:53-65.

Sarwo Edi Saputra dan Agus Setiawan. 2014. “Potensi Ekowisata HutanMangrove Di Desa Merak Belatung Kecamatan Kalianda KabupatenLampung Selatan”.

Senoaji, Gunggungdan Muhamad Fajrin Hidayat. 2016. “Peranan EkosistemMangrove Di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan GlobalMelalui Penyimpanan Karbon(The Role Of Mangrove Ecosystem In TheCoastal Of City Of Bengkulu In Mitigating Global Warming ThroughCarbon Sequestration)”.Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol.23 No.3:327-333.

Sumber Dokumen:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2017

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional.Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa

Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional PengelolaanEkosistem Mangrove.

Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai

Sumber Internet:

http://www.cendananew.com

http://www.cendananews.com/2017/01/kawasan-hutan-gunung-rajabasa-kembali.html

http://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabat

http://kph.menlhk.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category

&id=118&Itemid=313