analisis pengaruh penyaluran dana zis, pdrb per...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH PENYALURAN DANA ZIS, PDRB PER KAPITA,
DAN KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
(IPM) DI INDONESIA TAHUN 2013 - 2016
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
Diah Larasati
NIM: 11140860000050
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2018 M
ANALISIS PENGARUH PENYALURAN DANA ZIS, PDRB PER KAPITA,
DAN KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
(IPM) DI INDONESIA TAHUN 2013 - 2016
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
Diah Larasati
NIM: 11140860000050
Di Bawah Bimbingan
Dr. Muhammad Nur Rianto Al Arif, S.E., M.Si
NIP. 19811013200801 1 006
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2018 M
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Diah Larasati
NIM : 11140860000050
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya :
1. Tidak menuggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melalukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan
bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 29 Maret 2018
Diah Larasati
11140860000050
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Diah Larasati
2. Nama Panggilan : Laras
3. Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 15 Maret 1996
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. H. Mahir Rt 04/09 Kel. Ciater Kec.
Serpong
Kota Tangerang Selatan
6. Status : Belum Menikah
7. Kewarganegaraan : Indonesia
8. Nomor Hp : 089508687770
9. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD : SDN Ciater 2
2. SMP : MTs. Al – Falah Pamulang
3. SMA : SMKN 1 Kota Tangerang Selatan
4. S1 : Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Surito (Alm)
Tempat & Tanggal Lahir : Purworejo, 1947
Pekerjaan : -
2. Ibu : Murjanah
Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 1 Januari 1965
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
iii
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of ZIS fund disbursement, GRDP per
capita, and poverty to human development index in Indonesia year 2013 - 2016.
This study uses human development index value in Indonesia in the period 2013 to
2016, and involves funding the ZIS as an instrument in order to support human
development in Indonesia. The method used is panel data analysis method with
Random Effect. The results showed that Zakat, infak and alms (ZIS) had a
significant positive effect on the HDI variable with correlation coefficient of
0,153111. PDRB per capita has a significant positive effect on the variable of
HDI with correlation coefficient value of 3,199995 and poverty have negative
effect on the variable of HDI with the value of correlation coefficient of (-
0,343672). While simultaneously ZIS, PDRB per capita, and Poverty influence
variable of HDI with Adjusted R-Square value equal to 0,604940.
Keywords: HDI, ZIS, GRDP per Capita, Poverty
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyaluran dana
ZIS, PDRB per Kapita, dan kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di
Indonesia tahun 2013 – 2016. Penelitian ini menggunakan nilai indeks
pembangunan manusia di Indonesia dalam kurun waktu 2013 hingga 2016, serta
melibatkan dana penyaluran ZIS sebagai instrumen lain dalam rangka mendukung
pembangunan manusia di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode
analisis data panel dengan Random Effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Zakat, infak dan sedekah (ZIS) berpengaruh signifikan positif terhadap variabel
IPM dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,153111. PDRB per kapita
berpengaruh signifikan positif terhadap variabel IPM dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 3,199995 dan kemiskinan berpengaruh negatif terhadap variabel
IPM dengan nilai koefisien korelasi sebesar (-0,343672). Sedangkan secara
simultan ZIS, PDRB per kapita, dan Kemiskinan mempengaruhi variabel IPM
dengan nilai Adjusted R-Square sebesar 0,604940.
Kata kunci : IPM, ZIS, PDRB per Kapita, Kemiskinan
v
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillahi rabbi-l-alamin, syukur alhamdulillah penulis panjatkan
atas kehadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh
Penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita dan Kemiskinan Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia tahun 2013 – 2016”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat – syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari banyaknya
doa, dukungan, bantuan, bimbingan serta semangat dari orang – orang terbaik
yang ada disekeliling penulis. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan pertolongannya tidak mungkin saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kehidupan dari masa yang
kelam hingga masa modern seperti sekarang ini.
3. Keluarga terbaik saya, yaitu Ibu Murjanah yang telah mendidik saya dan
sekaligus sebagai kepala keluarga yang sudah bekerja keras untuk
menghidupi anak-anaknya. Pengorbananmu menjadi semangat untuk saya
dalam meraih impian. (Alm) Bapak Surito, sosok yang sudah tiada selama 16
tahun ini, namun kepergiannya menjadikan saya menjadi sosok yang lebih
mandiri dan harus bekerja keras untuk membahagiakan ibu saya, serta kakak
saya yaitu Bambang Murdianto yang sudah menjaga saya hingga detik ini.
Saya akan berusaha untuk dapat membahagiakan kalian semua, terima kasih
banyak atas doa dan pengorbananny untuk saya, terus doakan saya karena
saya akan selalu butuh doa kalian.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
5. Bapak Dr. M. Nur Rianto Al Arif selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik saya yang sudah banyak
membantu saya dalam penulisan skripsi ini, atas pengarahan, masukan dan
waktunya saya ucapkan banyak terima kasih.
6. Bapak Yoghi Citra Pratama, S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu RR Tini Anggraeni, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
banyak membantu.
8. Sahabat – sahabat terbaik saya yaitu Mila, Iyem, Zaria, Irna, Nurul, Bella,
Nurrohmaniyah, Andini yang selama empat tahun ini saling memberikan
masukan, arahan, diskusi juga perhatian yang tak ternilai. Harapanku semoga
kita akan selalu menjadi sahabat yang baik, sahabat yang saling mendukung.
Terima kasih banyak ku ucapakan atas pengorbanan waktu kalian serta
perhatian yang amat luar biasa, juga penyemangat selama perkuliahan.
9. Kelompok KKN SS 143 yang sudah memberi warna dan pengalaman baru
dalam hidup saya selama kurang lebih satu bulan saya harus jauh dari orang
tua, namun ketakutan itu hilang ketika saya mendapatkan teman terbaik di
KKN SS.
10. Teman – teman Eksyar angkatan 2014 yang saya cintai dan tidak bisa saya
sebutkan satu – persatu. Terimaka kasih untuk waktu yang cukup singkat ini,
namun mudah – mudahan banyak pelajaran hidup yang dapat kita ambil
sebagai pelajaran untuk mendewasakan diri.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Tangerang Selatan, 29 Maret 2018
Diah Larasati
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 16
A. Landasan Teori ........................................................................................ 16
1. Teori Pembangunan Ekonomi ............................................................... 16
2. Teori Pembangunan Manusia ................................................................ 21
3. Teori Pembangunan Ekonomi Perspektif Islam .................................... 30
4. Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) ........................................ 34
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita ......................... 45
6. Kemiskinan............................................................................................ 48
7. Pengaruh ZIS terhadap Indeks Pembangunan Manusia ........................ 54
8. Pengaruh PDRB per Kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia .. 55
viii
9. Pengaruh Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia........... 55
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 56
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 62
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 64
BAB III METODELOGI PENELITIAN ...................................................... 65
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 65
B. Metode Pemilihan Sampel ....................................................................... 66
C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 66
D. Metode Analisis ....................................................................................... 67
1. Penentuan Model Estimasi .................................................................... 69
2. Pemilihan Model Data Panel ................................................................. 71
3. Pengujian Statistik Analisis Regresi ..................................................... 73
E. Definisi Operasional ................................................................................ 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 79
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................................... 79
1. Kondisi Pembangunan Manusia di Indonesia ....................................... 79
2. Perkembangan Zakat, Infak dan Sedekah di Indonesia......................... 81
3. PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia ................................................ 83
4. Kondisi Kemiskinan di Indonesia ......................................................... 85
B. Analisis dan Pembahasan ........................................................................ 87
1. Hasil Estimasi Model Data Panel .......................................................... 87
2. Memilih Model Data Panel ................................................................... 89
3. Pengujian Hipotesis ............................................................................... 91
4. Model Penelitian ................................................................................... 95
5. Interpretasi Hasil Analisis ..................................................................... 97
ix
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI............................................... 103
A. Kesimpulan ............................................................................................ 103
B. Saran ...................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106
LAMPIRAN ................................................................................................. 110
x
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Indeks Pembangunan Manusia di beberapa Negara di Dunia, 2015 5
1.2 Penghimpunan ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016 9
1.3 Penyaluran ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016 9
1.4 Tingkat PDRB per Kapita di Indonesia, 2012-2016 (Ribu Rupiah) 11
2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM (2005) 29
2.2 Penelitian Terdahulu 56
3.1 Sumber Pengumpulan Data 67
4.1 IPM Provinsi di Indonesia (2012-2016) 80
4.2 Penghimpunan ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016 81
4.3 Penyaluran ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016 82
4.4 Peyaluran Dana ZIS Sepuluh Provinsi di Indonesia, 2013 - 2016 82
4.5 PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia (ribu rupiah), 2012-2016 84
4.6 Tingkat Kemiskinan di Indonesia (%) 86
4.7 Regresi Data Panel Common Effect 87
4.8 Regresi Data Panel Fixed Effect Model 88
4.9 Tabel Random Effect 89
4.10 Tabel Hasil Uji Chow 90
4.11 Hasil Uji Hausman 91
4.12 Hasil Uji Regresi dengan Random Effect 92
4.13 Uji F-Statistik 93
4.14 Nilai Adjusted R2
94
4.15 Nilai Koefisien Variabel 95
4.16 Nilai Koefisien Provinsi di Indonesia 97
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan IPM di Indonesia 2012-2016 7
1.2 Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 2012 – 2016 (%) 13
2.1 Terbentuknya IPM 26
2.2 Perbedaan Metodelogi IPM Lama dengan Metode baru 28
2.3 Ibnu Khaldun’s Cyrcle 33
2.4 Lingkaran Kemiskinan 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Data Observasi 110
2. Output Pooled Least Square 112
3. Output Fix Effect Model 113
4. Output Random Effect Model 114
5. Uji Chow 115
6. Uji Hausman 116
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Istilah pembangunan ekonomi baru mulai dikenal sebelum perang dunia
II, namun berkembang pesat tatkala menjadi perhatian pada akhir perang
dunia II. Banyak ahli berpendapat bahwa kebutuhan akan pembangunan baru
muncul setelah perang dunia kedua yang ditandai dengan adanya bantuan luar
negeri Amerika Serikat kepada negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Bagi
negara-negara yang baru saja merdeka setelah perang dunia II, pembangunan
ekonomi menjadi hal yang sangat dibutuhkan dan mendesak untuk
membangun negaranya yang baru.
Faktor-faktor yang mendorong berkembangnya pembangunan ekonomi
ini diawali dengan adanya keinginan negara-negara berkembang untuk
mengatasi keterbelakangan mereka akibat kondisi mereka yang baru saja
bebas atau merdeka dari penjajah, ilmu ini mereka butuhkan untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Kedua, sebagai jalan atau usaha
untuk meningkatkan hubungan ekonomi yang dapat direalisasikan dengan
adanya bantuan dari luar negeri untuk negara-negara berkembang dan ketiga
adalah usaha negara maju untuk membantu negara berkembang mengenai
permasalahan berupa pengangguran, kemiskinan, kekurangan modal, dan
masalah lainnya (Sukirno, 2006:6).
Pembangunan ekonomi itu sendiri ialah serangkaian usaha dalam suatu
perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga
2
infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin
berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin
meningkat (Sukirno, 2006:10). Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita
ketahui tujuan dari adanya pembangunan ekonomi itu diantaranya ialah
tersedianya fasilitas pendukung aktivitas masyarakat, kesempatan bekerja
meningkat, pendapatan meningkat dan pada akhirnya kemakmuran
masyarakat meningkat pula.
Pembangunan ekonomi yang telah disebutkan diatas telah banyak
dilaksanakan di negara-negara berkembang atau biasa disebut sebagai negara
dunia ketiga, Indonesia masuk di dalamnya. Pada umumnya pembangunan
ekonomi dipusatkan pada usaha-usaha untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Alasan yang mendasari ialah kondisi keterbelakangan ekonomi
merupakan hal yang paling dirasakan dan dengan adanya pembangunan di
bidang ekonomi diyakini dapat mendorong perubahan-perubahan dan
pembaharuan dalam bidang-bidang kehidupan lainnya di masyarakat
sehingga diharapkan mampu mendukung atau mempercepat pencapaian
tujuan pembangunan nasional (Subandi, 2014:3). Tujuan nasional negara
Indonesia tercantum dalam UUD 1945 alinea keempat yakni untuk
membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian
abadi, dan keadilan sosial, maka dalam mencapai tujuan negara Indonesia
3
tersebut dijadikanlah pembangunan sebagai alatnya yang mampu memberikan
keseimbangan pada pembangunan negara yakni pembangunan ekonomi
maupun pembangunan manusinya.
Menurut (Kuncoro, 1997:18) pada dasarnya ada dua macam indikator
terkait dengan keberhasilan suatu pembangunan ekonomi negara, yaitu
indikator ekonomi yang meliputi Gross National Product (GNP) perkapita
dengan laju pertumbuhan ekonomi, Gross Domestic Product (GDB) perkapita
dan indikator non ekonomi yang terdiri atas Human Development Index
(HDI) dan Physical Quality Life Index (PQLI). Arsyad menyebutkan dua
indikator pembangunan tersebut dengan istilah indikator moneter dan
indikator non-moneter (Arsyad, 1993:19). Dari indikator – indikator tersebut
jika dilihat dari suatu dimensi, maka ada indikator yang dapat menunjukkan
tingkat pertumbuhan dan ada pula indikator yang dapat menunjukkan tingkat
pemerataan.
Pembangunan ekonomi dipandang juga sebagai kenaikan atau
peningkatan pendapatan per kapita, karena kenaikan ini merupakan suatu
pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam peningkatan perekonomian
rakyat. Namun dalam prosesnya, pendapatan nasional terkadang tidak relevan
dengan kondisi yang sebenarnya (Subandi, 2014:14). Indikator pendapatan
per kapita memiliki kelemahan, kelemahan itu timbul karena perbandingan
secara demikian mengabaikan adanya perbedaan-perbedaan dalam hal-hal
berikut antara berbagai negara: struktur umur penduduk, distribusi
pendapatan masyarakat nasional, metode perhitungan pendapatan, dan
4
perbedaan nilai mata uang (kurs) dengan mata uang dolar Amerika Serikat,
misalnya (Arsyad, 1993:21).
Paradigma yang berkembang sebelumnya menganggap bahwa
pembangunan sangat identik dengan pembangunan secara ekonomi, namun
pendapat lain bermunculan, bahwasannya pembangunan suatu negara dapat
dilihat dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Indeks Pembangunan
Manusia menjadi salah satu indikator yang penting dalam melihat sisi lain
dari pembangunan.
Sumber daya manusia dibutuhkan dalam pemanfaatan sumber daya alam
dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Smith,
2009:86). Pada tahun 1990 UNDP menyajikan laporan-laporan tahunan
dengan menggunakan suatu indikator yang dijadikan sebagai salah satu
program pembangunan yaitu indeks pembangunan manusia (IPM). Indeks
pembangunan manusia atau Human Developmnet Index merupakan
merupakan indeks yang mengukur tingkat keberhasilan dari pembangunan
manusia di suatu tempat yang dilihat dari empat indikator yang merefleksikan
dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup
layak. Keempat indikator tersebut adalah angka harapan hidup saat lahir,
angka melek huruf, gabungan angka partisipasi kasar, dan Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita. Pada tahun 2010, UNDP secara resmi
memperkenalkan penghitungan IPM dengan metode yang baru. Indeks
Pembangunan Manusia terdiri dari tiga dimensi dengan empat indikator.
Dimensi yang masuk di dalamnya yakni dimensi kesehatan, pendidikan, dan
5
standar hidup. Satu indikator pada dimensi kesehatan yaitu tingkat harapan
hidup, dua indikator pada dimensi pendidikan yaitu tingkat harapan sekolah
dan rata-rata lama tahun sekolah, serta satu indikator pada dimensi standar
hidup yakni pendapatan nasional per kapita. Berdasarkan pengukuran pada
tiga dimensi dengan melihat empat indikator tersebut mengahasilkan empat
kategori dalam menggambarkan kualitas pembangunan manusianya. Kategori
tersebut yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Tabel 1.1
menunjukan gambaran tingkat IPM di Indonesia dan negara-negara lain di
dunia.
Tabel 1.1
Indeks Pembangunan Manusia di beberapa Negara di Dunia, 2015
Negara Indeks
Pemban
gunan
manusia
Tingkat
Harapan
Hidup
(Tahun)
Harapan
lama
sekolah
(tahun)
Rata-
rata
lama
sekolah
(tahun)
Very High Human
Development
Norwegia (1)
Australia (2)
Swiss (3)
Amerika Serikat (8)
Singapura (11)
Inggris (14)
Korea Selatan (17)
Jepang (20)
Brunei Darussalam (31)
Qatar (32)
Saudi Arabia (39)
0,994
0,935
0,930
0,915
0,912
0,907
0,898
0,891
0,856
0,850
0,837
81,6
82,4
83,0
79,1
83,0
80,7
81,9
83,5
78,8
78,2
74,3
17,5
20,2
15,8
16,5
15,4
16,2
16,9
15,3
14,5
13,8
16,3
12,6
13,0
12,8
12,9
10,6
13,1
11,9
11,5
8,8
9,1
8,7
6
High Human Development
Rusia (50)
Malaysia (62)
Iran (69)
Turki (72)
Brasil (75)
Cina (90)
0,798
0,779
0,766
0,761
0,755
0,727
70,1
74,7
75,4
75,3
74,5
75,8
14,7
12,7
15,1
14,5
15,2
13,1
12,0
10,0
8,2
7,6
7,7
7,5
Medium Human
Development
Mesir (108)
Indonesia (110)
Palestina (113)
Filipina (115)
Afrika Selatan (116)
Vietnam (116)
India (130)
0,690
0,684
0,677
0,668
0,666
0,666
0,609
71,1
68,9
72,9
68,2
57,4
75,8
68,0
13,5
13,0
13,0
11,3
13,6
11,9
11,7
6,6
7,6
8,9
8,9
9,9
7,5
5,4
Low Human Development
Kenya (145)
Myanmar (148)
Nigeria (152)
Papua Nugini (158)
Afganistan (171)
Afrika Tengah
Niger
0,548
0,536
0,514
0,505
0,485
0,350
0,348
61,6
65,9
52,8
62,6
60,4
50,7
61,4
11,0
8,6
9,0
9,9
9,3
7,2
5,4
6,3
4,1
5,9
4,0
3,2
4,2
1,5
Very High Human
Development
High Human Development
Medium Human
Development
Low Human Development
0,896
0,744
0,630
0,505
80,5
75,1
68,6
60,6
16,4
13,6
11,8
9,0
11,8
8,2
6,2
4,5
Sumber: UNDP, Human Development Report (2015)
7
Indonesia berada di kelas medium atau sedang tingkat pembangunan
manusianya, bahkan terlihat bahwa di kawasan ASEAN saja Indonesia
tertinggal oleh negara Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia dalam hal
tingkat pembangunan manusianya. Ketiga negara tersebut masuk ke dalam
kategori sangat tinggi dan tinggi dengan nilai indeks negara Singapura adalah
91,2. Brunei dengan nilai indeks 85,6 dan Malaysia memiliki nilai 77,9. Pada
tahun 2015 tersebut terlihat bahwa Norwegia menjadi negara yang memiliki
indeks pembangunan manusia tertinggi, artinya di negara tersebut rata-rata
kualitas manusianya sudah tinggi dan sangat baik. Nilai indeks IPM
Norwegia mencapai 99,4 sedangkan Indonesia memiliki nilai 68,4 berada
dalam kelas menengah tingkat pembangunan manusianya dengan angka
harapan hidup sekitar 69 tahun, harapan lama sekolah 13 tahun, dan rata-rata
lama sekolah kurang lebih 7 tahun. Perkembangan IPM di Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Perkembangan IPM di Indonesia 2012-2016
Sumber: bps.go.id
67.7
68.31 68.9
69.55
70.18
66
67
68
69
70
71
2012 2013 2014 2015 2016
IPM INDONESIA
8
Berdasarkan Gambar 1.1, tahun 2012 hingga 2016 relatif angka indeks
pembangunan manusia di Indonesia memiliki peningkatan, walaupun terlihat
peningkatan itu tidak terlalu signifikan. Angka indeks pembangunan dari
tahun ke tahunnya mengalami peningkatan antara 0,61 hingga 0,65 jika
dihitung. Di tahun 2016 IPM Indonesia berada di angka 70,18 yang berarti
Indonesia masuk ke dalam kelas sedang tingkat pembangunan manusianya.
Dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu negara, maka
negara membutuhkan peran aktif dari banyak elemen, salah satunya adalah
zakat. Zakat merupakan sub sistem lain yang muncul dalam ekonomi islam
sebagai salah satu instrumen penerimaan negara yang dijadikan sumber
pembiayaan bagi peningkatan SDM. Sudah ada beberapa peneliti yang
melakukannya penelitian untuk mengetahui potensi zakat di Indonesia,
diantaranya yang terbaru adalah menurut penelitian BAZNAS (2015), potensi
zakat di Indonesia mencapai Rp 386 triliun dan dari kerjasama antara
BAZNAS dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB yang
menyatakan bahwa potensi zakat secara nasional mencapai Rp 217 triliun
atau setara dengan 3,40% dari total PDB. Potensi tersebut didukung oleh
kondisi negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas
penduduknya adalah muslim yakni sekitar 216,66 juta penduduk atau dengan
presentase sebesar 85% dari total populasi. Namun apalah artinya potensi
yang cukup besar jika tidak diimbangi dengan kegiatan realisasi
penghimpunan dan penyaluran potensi tersebut untuk mengetahui impact dari
9
adanya zakat, infak, dan sedekah. Dari potensi yang sedemikian besarnya,
zakat riil yang terkumpul ialah sebagai berikut.
Tabel 1.2
Penghimpunan ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016
Tahun Penghimpunan ZIS
2012 52.454.295.426
2013 48.172.735.723
2014 185.884.216.884
2015 343.974.177.096
2016 459.172.253.282
Sumber: Laporan Outlook Zakat 2017
Terlihat berdasarkan Tabel 1.2, bahwa angka kisaran penghimpunan ZIS
nasional yang berhasil dihimpun menunjukan angka milyar rupiah. Di tahun
2012, ZIS nasional yang terkumpul sekitar 52.454.292.426 rupiah dan terus
meningkat setiap tahunnya hingga di akhir tahun 2016 mencapai
459.172.253.282 rupiah. Jika dilihat dari jumlah potensi yang diperkiraan
mencapai 386 triliun rupiah, maka penghimpunan riil zakat dirasa masih
sangat terlalu jauh dari potensi yang ada. Setelah zakat itu dihimpun, maka
zakat itu akan disalurkan. Tabel 1. 3 menunjukkan besaran jumlah penyaluran
dana ZIS dalam lima tahun terakhir.
Tabel 1.3
Penyaluran ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016
Tahun Penyaluran ZIS
2012 453.608.000
2013 8.979.902.431
2014 17.490.291.878
2015 64.373.804.233
2016 164.377.951.096
Sumber: Laporan Outlook Zakat 2017
10
Berdasarkan Tabel 1.3 terlihat bahwa angka penyaluran ZIS nasional
dalam kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan. Diawali tahun 2012
sebesar 453.608.000 rupiah hingga akhirnya di tahun 2016 sebesar
164.377.951.096 rupiah. ZIS yang disalurkan diperkirakan seper empat atau
seper tiga dari total penghimpunan ZIS jika kita lihat pada Tabel 1.2.
Faktor yang dianggap penting lainnya dalam upaya pembangunan
manusia di suatu daerah atau negara ialah tingkat pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kemiskinan masyarakatnya. Tiga dimensi mendasar dari
pembangunan manusia terdiri dari dimensi standar hidup yang diwakili
dengan ukuran pendapatan perkapita, kesehatan yang diwakili oleh lamanya
angka harapan hidup dan tingkat pendidikan yang diwakili oleh rata-rata lama
sekolah serta tingkat harapan sekolah, maka PDB per kapita dalam skala
negara dan PDRB per kapita dalam skala daerah atau provinsi memiliki peran
atau andil sebagai salah satu keberhasilan pembangunan manusia pada suatu
wilayah.
Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa angka PDRB per kapita dari
masing-masing Provinsi. PDRB per kapita tertinggi berada di Provinsi DKI
Jakarta dan Kalimantan Timur yakni dengan besaran 149.799.370 rupiah dan
125.377.880 rupiah untuk Kalimantan Timur. Namun untuk provinsi lainnya
kisaran angka PDRB per kapita berada pada angka 20.000.000 rupiah sampai
80.000.000 rupiah. Sedangkan PDRB per kapita terendah berada pada
Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan nilai 11.487.560 rupiah. Ini
menggambarkan belum terjadinya pemeratan pendapatan masyarakat
11
Indonesia, inilah yang menjadi perhatian pemerintah saat ini untuk
mengoptimalkan hasil pembangunan di setiap daerahnya agar tetap
mengusahakan dari setiap kebijakan pembangunan mengarah pada pemeratan
hasil pembangunan suatu daerah. Rata-rata dari semua provinsi di Indonesia
memiliki tren yang meningkat dari tahun ke tahun, dimulai dari tahun 2012
hingga 2016 dan ini memungkinkan adanya indikasi pertumbuhan ekonomi
regional daerah atau provinsi mengalami kenaikan dan tidak dipungkiri
bahwa kondisi ekonomi nasional sangat mempengaruhinya. Data tingkat
pertumbuhan ekonomi regional yang diwakili oleh variabel PDRB per kapita
disajikan dalam Tabel 1.4:
Tabel 1.4
Tingkat PDRB per Kapita di Indonesia, 2012-2016 (Ribu Rupiah)
Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
Aceh 23.099,13 23.228,59 23.129,04 22.523,41 22.837,73
Sumatera Utara 28.036,88 29.339,21 30.477,07 31.637,41 32.885,09
Sumatera Barat 23.744,01 24.857,64 25.982,83 27.077,95 28.160,46
Riau 72.396,34 72.297,05 72.390,88 70.769,78 70.604,54
Jambi 32.417,72 34.012,10 35.878,09 36.753,23 37.728,37
Sumsel 28.577,89 29.656,76 30.636,27 31.549,30 32.694,36
Bengkulu 18.143,51 18.919,30 19.626,72 20.302,48 21.043,16
Lampung 21.794,83 22.770,68 23.647,27 24.581,68 25.570,21
Babel 31.172,42 32.081,30 32.859,64 33.479,77 34.135,95
Kep. Riau 70.930,00 73.743,33 76.313,81 78.616,07 80.329,85
Dki Jakarta 123.962,38 130.060,31 136.312,34 142.892,19 149.779,37
Jawa Barat 23.036,00 24.118,31 24.966,86 25.842,32 26.921,97
Jawa Tengah 20.950,62 21.844,87 22.819,16 23.887,37 24.967,85
Di Yogyakarta 20.183,88 21.037,70 21.867,90 22.688,35 23.566,25
Jawa Timur 29.508,40 31.092,04 32.703,39 34.272,29 35.962,40
Banten 27.716,47 28.910,66 29.846,64 30.799,59 31.761,92
Bali 26.689,58 28.129,67 29.668,90 31.094,58 32.664,35
NTB 14.276,69 14.809,84 15.369,94 18.476,51 19.310,68
12
NTT 10.030,98 10.396,76 10.742,32 11.099,85 11.487,56
Kalbar 21.062,22 21.971,93 22.712,65 23.451,95 24.309,13
Kalteng 27.749,01 29.106,40 30.216,73 31.619,18 32.903,20
Kalsel 25.547,77 26.423,90 27.220,27 27.787,88 28.536,10
Kaltim 124.501,88 133.868,68 133.086,11 128.594,76 125.377,88
Kalut - 74.106,93 77.152,60 76.823,85 76.785,92
Sulut 25.145,96 26.445,86 27.805,52 29.196,39 30.682,60
Sulteng 22.724,47 24.490,98 25.316,27 28.784,20 31.170,24
Sulsel 24.507,17 26.083,42 27.749,47 29.430,67 31.295,24
Sultengg 25.489,79 26.815,36 27.896,05 29.201,90 30.474,05
Gorontalo 16.650,27 17.639,12 18.622,44 19.473,94 20.427,41
Sulawesi Barat 17.16,06 18.008,81 19.232,05 20.265,50 21.087,43
Maluku 13.129,11 13.572,07 14.219,62 14.740,30 15.325,25
Maluku Utara 15.691,01 16.332,22 16.869,52 17.534,41 18.177,00
Papua Barat 55.047,84 57.581,36 59.142,59 60.064,13 61.242,01
Papua 36.280,03 38.621,36 39.271,88 41.424,06 44.420,53
Sumber: bps.go.id
Faktor lain yang sangat mempengaruhi atau dianggap penting dalam
peningkatan IPM ialah tingkat kemiskinan, jika ingin meningkatkan IPM maka
tingkat kemiskinan harus ditekan dan sebaliknya jika tingkat kemiskinan tinggi
maka hal ini berdampak pada rendahnya IPM pada suatu wilayah atau daerah.
Kemiskinan merupakan salah satu aspek lain yang menggambarkan kualitas hidup
manusia yaitu standar hidup layak sedangkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menjadi salah satu prioritas pembangunan suatu negara, yang merupakan salah
satu indikator keberhasilan dalam pembangunan (Muliza, 2017:52).
Kemiskinan merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak lama.
Kemiskinan merupakan topik atau masalah utama bagi negara dunia ketiga atau
negara yang sedang berkembang yang menyebabkan tingkat kemakmuran negara
atau wilayah relatif rendah. Gambaran kemiskinan di Indonesia dalam kurun
waktu tahun 2012 hingga 2016 dapat dilihat pada Gambar 1.2.
13
Gambar 1.2
Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 2012 – 2016 (%)
Sumber: worldbank.org dan bps
Terlihat dari Gambar 1.2 bahwasannya tingkat kemiskinan di Indonesia
masih relatif tinggi dan menjadi salah satu permasalahan dalam
pembangunannya, namun terlihat dari setiap tahunnya kemiskinan di
Indonesia menurun. Pada tahun 2012 jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia yang berada di kisaran angka kurang lebih 250 juta,
maka sekitar 30 juta orang berada dalam kemiskinan. Berdasarkan Gambar
1.2 tersebut angka kemiskinan mengalami penurunan dan di tahun 2016
mencapai angka 10,7 persen, artinya penduduk miskin mengalami penurunan
dan ada sekitar 26,75 juta penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2016.
Permasalahan ini merupakan tugas pemerintah pusat dan pemerintah
daerah untuk mengoptimalkan hasil dari adanya pembangunan agar diterima
secara merata. Tidak hanya saja masalah kemiskinan, namun masalah
pertumbuhan ekonomi yang biasa dicirikan dengan PDRB per kapita yang
mampu memberikan stimulus keuangan untuk pembangunan daerah dan pada
12
11.4 11.4 11.2
10.7
10
10.5
11
11.5
12
12.5
2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan
14
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sehingga kuliatas
manusia menjadi baik dan berdampak pada pembangunan manusia yang
berkualitas baik.
Untuk memperkuat pendanaan dalam upaya pembangunan, maka dana
ZIS menjadi salah satu elemen lain yang dapat dijadikan salah satu sumber
untuk pembangunan negara Indonesia termasuk pembangunan manusianya.
Dalam kurun waktu lima tahun, peningkatan penyaluran dana ZIS terlihat
cukup signifikan perubahannya, hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah
serius menjadikan dana ZIS sebagai salah satu instrumen fiskal yang akan
mendukung upaya pembangunan negara Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang yang sudah penulis tuliskan, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian apakah ada atau tidaknya pengaruh
Penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan terhadap tingkat
IPM di Indonesia dalam kurun waktu 2013 hingga 2016, dan juga untuk
melihat seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel Penyaluran
Dana ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan tersebut terhadap variabel
Indeks Pembangunan Manusia.
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, maka penulis ini memiliki beberapa
tujuan, diantaranya:
15
1. Untuk menganalisis pengaruh Penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita
dan Kemiskinan secara parsial terhadap IPM di Indoneisa tahun 2013
hingga 2016.
2. Untuk menganalisis pengaruh Penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita
dan Kemiskinan secara simultan terhadap IPM di Indoneisa tahun 2013
hingga 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah
dalam menentukan strategi dan kebijakan mengenai pembangunan
manusia di provinsi tersebut.
2. Penelitian ini dapat mengkomparasi pengaruh – pengaruh variabel terkait
yang dapat mempengaruhi IPM di provinsi tersebut.
3. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi penulis penelitian ini dijadikan sebagai media pembelajaran dan
penerapan teori – teori yang terkait yang sudah didapati oleh penulis
selama perkuliahan.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Pembangunan Ekonomi
Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa
akhir. Proses pembangunan sebenarnya merupakan suatu perubahan
sosial budaya. Pembangunan agar dapat menjadi suatu proses yang dapat
bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung manusia dan struktur
sosialnya. Jadi, bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha
pemerintah belaka (Subandi, 2014:9).
Pembangunan ekonomi merupakan objek utama dari kajian ilmu
ekonomi pembangunan, yaitu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis
masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang
dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
agar negara-negara berkembang dapat membangun ekonominya dengan
lebih cepat lagi. Kajian ekonomi pembangunan sesungguhnya hadir
ditujukan khusus untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang yang merdeka pasca Perang Dunia II. Di sisi
lain, muncul kesadaran pada negara-negara maju bahwa kemiskinan di
suatu tempat merupakan bahaya bagi kemakmuran di mana pun (Jhingan,
1993:1).
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu
proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk
17
suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem
kelembagaan (Arsyad, 1993:9). Lebih jauh Todaro mengatakan bahwa
untuk memahami makna pembangunan ekonomi yang sesungguhnya
ditujukan dengan adanya tiga nilai pokok atau komponen dasar yaitu (1)
berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic need), (2) meningkatkan rasa harga diri (self estem)
masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan
masyarakat untuk memilih (freedom form servitude) (Smith, 2011:25).
Dari beberapa definisi diatas, maka ekonomi pembangunan memiliki
beberapa ciri atau sifat sebagai berikut:
a. Proses perubahan yang terjadi terus menerus.
b. Suatu usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan per
kapita.
c. Dimana kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berubah
dalam jangka panjang.
Jadi, pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses
yang saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor
yang menghasilkan pembangunan ekonomi. Dengan demikian
pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan
per kapita, karena kenaikan tersebut merupakan penerimaan dan
timbulnya perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang
digambarkan dengan tingkat pertambahan GDP/GNP (Subandi,
2014:14).
18
Pembangunan ekonomi tentunya berbeda dengan pertumbuhan
ekonomi. “Pembangunan Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi
ditambah dengan perubahan”. Artinya, ada tidaknya pembangunan
ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur
dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun,
tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai
aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia
dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat. Oleh
karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam
ekonomi, maka sampai dimana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai
suatu negara telah meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif
(Sukirno, 2006:10).
Perjalanan ekonomi pembangunan sebagai sebuah ilmu terus
mengalami perkembangan dan peningkatan nilai, terutama terlihat dari
munculnya model-model pembangunan ekonomi dengan aliran
pemikiran yang beragam. Model ekonomi yang menekankan pada
tahapan pembangunan, struktur ekonomi yang didorong oleh investasi,
teknologi dan akumulasi human kapital diantaranya sebagai berikut:
a. Teori Malthus mengenai Pembangunan Ekonomi
Thomas Robert Malthus, gagasannya tentang pembangunan
ekonomi terdapat pada Buku II berjudul “The Progress of Wealth”
dari bukunya Principles of Political Economy yang diterbitkan 1820.
19
Konsep pembangunan Malthus tidak menganggap proses
pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Proses pembangun
ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari rakyat. Dia
tidak memeberikan gambaran adanya gerakan menuju keadaan
stasioner tetapi menekankan bahwa perekonomian mengalami
kemerosotan beberapa kali sebelum mencapai tingkat tertinggi dari
pembangunan. Jadi menurut Malthus proses pembangunan adalah
suatu proses naik-turunnya aktivitas ekonomi lebih daripada sekedar
lancar tidaknya aktivitas ekonomi (Jhingan, 1993:97).
Malthus mendefinisikan problem pembangunan ekonomi
sebagai sesuatu yang menjelaskan perbedaan antara Gross National
Product potensial (kemampuan menghasilkan kekayaan) dan Gross
National Product aktual (kekayaan aktual). Tetapi problem
pokoknya adalah bagaimana mencapai tingkat Gross National
Product potensial yang tinggi. Menurut Malthus, besarnya Gross
National Product potensial tergantung pada tanah, tenaga kerja,
modal dan organisasi. Bila keempat faktor ini dipakai dala proporsi
yang benar, maka ia akan memaksimasi produksi dua sektor utama
perekonomian yaitu sektor pertanian dan sektor industri (Jhingan,
1993:98).
b. Teori Mill mengenai Pembangunan Ekonomi
John Stuart Mill pada tahun 1848 telah menerbitkan buku yang
berjudul “Principles of Political Economy with some of their
20
application to Social Philosophy”. Dalam bukunya, Mill
menganggap pembangunan ekonomi sebagai fungsi dari tanah,
tenaga kerja, dan modal. Sementara tanah dan tenaga kerja adalah
dua faktor produksi yang asli, modal adalah persediaan yang
dikumpulkan dari produk-produk tenaga kerja sebelumnya.
Peningkatan kesejahteraan hanya mungkin bila tanah dan modal
mampu meningkatkan produksi lebih cepat dibanding angkatan
kerja. Kesejahteraan terdiri dari peralatan, mesin, dan keterampilan
tenaga kerja. Pembangunan ekonomi merujuk kepada usaha suatu
negara untuk meningkatkan kesejahteraan negaranya melalui
peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyedian fasilitas sosial, SDM
yang memadai serta faktor pendorong lainnya (Jhingan, 1993:105).
c. Tujuan Pembangunan
Menurut Todaro, pembangunan di semua masyarakat
setidaknya harus memiliki tiga tujuan (Smith, 2011:27). Berikut
tujuannya :
1). Peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang-barang
kebutuhan yang pokok seperti makanan, tempat tinggal,
kesehatan dan perlindungan.
2). Peningkatan standar hidup yang bukan hanya berupa
peningkatan pendapatan tetapi ketersediaan lapangan pekerjaan
yang lebih banyak, pendidikan yang lebih baik, serta perhatian
lebih besar terhadap nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan.
21
3). Perluasan pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi
individu dan bangsa secara keseluruhan.
2. Teori Pembangunan Manusia
a. Konsep Pembangunan Manusia
Belakangan muncul juga model pembangunan yang menitik
beratkan pada manusia sebagai pusat pembangunan. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan dianalisis serta dipahami dari
sisi manusianya yang direpresentasikan dalam sebuah Indeks
Pembangunan Manusia, yang mencakup Indeks Pendidikan, Indeks
Kesehatan dan Indeks Daya Beli (Makhlani, 2013:33).
Menurut UNDP pembangunan manusia adalah proses perluasan
pilihan masyarakat. Pada prinsipnya, pilihan manusia sangat banyak
jumlahnya dan berubah setiap saat. Tetapi pada semua level
pembangunan, ada tiga pilihan yang paling mendasar yaitu untuk
berumur panjang dan hidup sehat, untuk memperoleh pendidikan dan
untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber kebutuhan agar hidup
secara layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut tidak dimiliki,
maka pilihan lain tidak dapat diakses.
Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur
yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia,
baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan
dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (pendidikan).
Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat
misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan
22
daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari
kualitas pendidikannya (Melliana, 2013:238)
Indeks Pembangunan Manusia dipengaruhi oleh beberapa hal
yang merupakan hasil dari beberapa penelitian, salah satunya ialah
penelitian yang dilakukan oleh Dwi Heriyanto (2015) yang berjudul
“Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi IPM Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan Barat”, hasil penelitiannya menyatakan bahwa
perekonomian daerah (PDRB), belanja pemerintah bidang sosial,
sarana dan prasarana bidang kesehatan dan pendidikan memiliki
pengaruh positif terhadap tingkat IPM di Kalimantan Barat, serta
kemiskinan berpengaruh negatif terhadap tingkat IPM. Penelitian
kedua dilakukan oleh Denni Sulistio Mirza (2012) yang berusaha
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara Kemiskinan,
Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal terhadap IPM di
Kalimantan Barat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa
Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal memilki
pengaruh terhadap IPM dengan hubungan yang berbeda-beda.
Kemiskinan berpengaruh negatif. Pertumbuhan Ekonomi yang
diwakili oleh PDRB berpengaruh positif begitupun dengan Belanja
Modal berpengaruh positif. Penelitian yang ketiga ialah penelitian
yang dilakukan oleh Nur Baeti (2013) untuk mengetahui faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap IPM. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan
23
pengeluaran pemerintah baik secara parsial maupun bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap IPM. Penelitian selanjutnya
oleh Rina Murniati (2014) yang mencoba untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh zakat terhadap peningkatan IPM dengan studi
kasus di Baznas Bogor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa zakat
dapat mempengaruhi peningkatan IPM pada mustahik di Baznas
Bogor.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting
untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, dan pendidikan.
IPM diperkenalkan oleh United National Development Program
(UNDP) pada tahun 1990 telah menerbitkan Human Development
Report. Hal yang menarik adalah dalam laporan tersebut adalah
penyususnan dan perbaikan Human Development Index. HDI
mencoba untuk me-rangking semua negara dalam skala, dimana 0 (
sebagai tingkat pembangunan manusia yang rendah) hingga 1 (
sebagai tingkat pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan
atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu:
1). Usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan hidup.
24
2). Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari
jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua
pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga).
3). Penghasilan yang diukur dengan pedapatan perkapita riil yang
telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata
uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas
marginal penghasilan dengan cepat.
Dengan tiga ukuran tersebut, maka ranking HDI dibagi menjadi empat
kelompok pula, yaitu:
1). Negara dengan pembangunan manusia yang rendah ( low human
development) dengan kisaran nilai antara 0,0 hingga 0,50.
2). Negara dengan pembangunan manusia yang menengah (medium
human development) dengan kisaran nilai 0,51 hingga 0,70.
3). Negara dengan pembangunan manusia yang tinggi ( high human
development) dengan kisaran nilai 0,71 hingga 0,80.
4). Negara dengan pembangunan manusia yang sangat tinggi ( high
human development) dengan kisaran nilai 0,81 hingga 1,0.
Indeks pembangunan manusia memberikan wawasan yang lebih luas
mengenai pembangunan manusia (Smith, 2011:65). Wawasan tersebut
ialah :
1). Pembentukan Human Development Index (HDI) sebagian didorong
oleh strategi politik yang memfokuskan perhatian pada aspek
pembangunan kesehatan dan pendidikan.
25
2). Indikator politik, kesehatan, pendidikan merupakan indikator yang
bagus namun bukan ideal.
3). Nilai Human Development Index (HDI) suatu negara mungkin
membawa dampak yang kurang menguntungkan karena mengalihkan
fokus dari masalah ketidakmerataan dalam negara tersebut.
4). Alternatif pendekatan yang memandang rangking GNP per kapita
kemudian dilengkapi dengan indikator sosial lain.
5). Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang relatif,
bukan absolut, sehingga bila semua negara mengalami peningkatan
pada tingkat tertimbang yang sama, maka negara miskin tidak akan
memperoleh penghargaan atas kemajuannya.
b. Indikator Pembentuk IPM
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan
tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencangkup:
1). Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life);
2). Pengetahuan (knowledge); dan
3). Standar hidup layak (decent standard of living).
Komponen pembentuk indikator IPM ada 4 yaitu: Angka Harapan
Hidup, Angka Melek Huruf, Lama Sekolah serta Pengeluaran per Kapita.
Angka harapan hidup adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk
dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas (kematian) menurut
26
umur. Angka ini adalah angka pendekatan yang menunjukkan kemampuan
untuk bertahan hidup lebih lama. Standar UNDP besarnya adalah minimal
25 tahun dan maksimal 85 tahun. Angka melek huruf adalah proporsi
penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis
dalam huruf latin atau lainnya. Standar UNDP minimal 0% dan maksimal
100%.
Sedangkan rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh
semua jenis pendidikan formal yang pernah di jalani. Indikator ini dihitung
dari variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan
yang sedang diduduki. Standar UNDP adalah minimal 0 tahun dan
maksimal 15 tahun. Pengeluaran per kapita merupakan PDRB riil per
kapita yang telah disesuaikan untuk menggambarkan daya beli
masyarakat. Besarannya berbeda-beda namun UNDP menggunakan
Purchasing Power Parity sebagai penyamarataan.
Gambar 2.1
Terbentuknya IPM
Sumber:bps.go.id
27
c. Metodelogi Pembentuk IPM
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh UNDP, IPM memiliki banyak
sorotan. Terutama terkait banyak yang berpendapat bahwa indikator yang
digunakan IPM kurang mewakili pembangunan. Tercatat bahwa UNDP
melakukan dua kali penyempurnaan pada tahun 1991 dan 1995 dan
perubahan pada tahun 2010. Pada kala itu, IPM dihitung melalui
pendekatan dimensi umur panjang dan hidup sehat yang diproksi dengan
angka harapan hidup saat lahir, dimensi pengetahuan yang di proksi
dengan angka melek huruf dewasa, serta dimensi standar hidup layak
yang di proksi dengan PDB per kapita. Untuk menghitung menjadi
sebuah indeks komposit maka digunakan perhitungan dengan metode
rata-rata aritmatik.
Setahun berselang, UNDP melakukan penyempurnaan dengan
menambahkan variabel rata-rata lama sekolah kedalam dimensi
pengetahuan. Akhirnya, terdapat dua indikator dalam dimensi
pengetahuan yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Namun
akhirnya pada tahun 1995, variabel rata-rata lama sekolah diganti
menjadi gabungan partisipasi kasar. Pada tahun 2010, UNDP merubah
metodelogi perhitungan IPM. UNDP merubah perubahan ini sebagai
metode baru perhitungan IPM. Beberapa indikator dirubah menjadi lebih
relevan, yaitu variabel angka partisipasi kasar dirubah menjadi harapan
lama sekolah dan PDB per kapita diganti menjadi PNB per kapita dengan
metode perhitungan rata-rata geometrik.
28
Perubahan yang terjadi pada IPM terletak pada perubahan beberapa
indikatornya dan metode perhitungan. Indikator Angka Melek Huruf
diganti menjadi Angka harapan lama sekolah dan Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita diganti menjadi Produk Nasional Bruto (PNB)
per kapita. Serta perubahan pada metode perhitungan yang sudah tidak
menggunakan metode aritmatik melainkan menggunakan metode rata-
rata geometrik. Artinya dengan menggunakan rata-rata geometrik bahwa
capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain.
Untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi
harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama penting.
Gambar 2.2
Perbedaan Metodelogi IPM Lama dengan Metode baru
Sumber: bps.go.id
d. Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
Didalam (BPS, 2009:13) perhitungan indeks pembangunan manusia
secara umum sebagai berikut:
IPM =1/3 (Indeks X1+Indeks X2+Indeks X3)
Dimana:
29
X1 = Indeks harapan hidup
X2= Indeks Pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks
rata-rata lama sekolah)
X3 = Indeks standar hidup layak
Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) dapat di sajikan
dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM (2005)
Indikator
Komponen IPM
(=X(I))
Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum Catatan
AHH 85 25 Sesuai UNDP
Angka melek
huruf 100 0 Sesuai UNDP
Rata-rata lama
sekolah 15 0 Sesuai UNDP
Konsumsi per
kapita yang
disesuaikan 2005
732.720 300.000 Pengeluaran per kapita riil yang
disesuaikan
Sumber: bps.go.id
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan
perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya
dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang
bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i) = (X(i) – X(i)min) / (X(i)maks – X(i)min)
Di mana:
X(i) = Indikator ke-i (i = 1,2,3)
X(i) maks = Nilai maksimum
X(i) min = Nilai minimum X(i)
30
3. Teori Pembangunan Ekonomi Perspektif Islam
Ekonomi Islam memiliki misi yang jauh lebih luas dan komprehensif,
dimana ekonomi pembangunan bukan sekadar membangun perekonomian
rakyat melainkan yang lebih penting adalah membangun sikap mental yang
berarti pula membangun manusia secara utuh. Bukan saja sisi jasmani, namun
juga kebutuhan spiritual transendental (Almizan, 2016:204).
Konsep Islam tentang pembangunan ekonomi lebih luas dari konsep
pembangunan ekonomi konvensional walaupun dasar pembangunan ekonomi
Islam adalah multidimensional. Pembangunan ekonomi Islam bukan hanya
pembangunan material, tetapi segi spiritual dan moral sangat berperan,
pembangunan moral dan spiritual harus terintegrasi dengan pembangunan
ekonomi (Huda, dkk., 2015:21).
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan yang sangat diperhatikan dalam Islam, namun tetap menempatkan
manusia sebagai pusat dan pelaku utama dari pembangunan itu. Islam sebagai
agama pengatur kehidupan berperan dalam membimbing dan mengarahkan
manusia dalam mengelola sumber daya ekonomi untuk mencapai
kemaslahatan di dunia dan akhirat. Khurshid Ahmad meletakkan empat dasar
filosofi pembangunan yang diturunkan dari ajaran Islam (Ahmad, 1997:8),
yaitu:
a. Tauhid, yang meletakkan dasar-dasar hubungan antara Allah-manusia
dan manusia dengan sesamanya;
31
b. Rububiyyah, yang menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk
selanjutnya mengatur model pembangunan yang bernafaskan Islam;
c. Khalifah, yang menjelaskan status dan peran manusia sebagai wakil
Allah di muka bumi. Pertanggungjawaban ini menyangkut manusia
sebagai Muslim maupun sebagai anggota dari umat manusia. Dari konsep
ini lahir pengertian tentang perwalian, moral, politik, serta prinsip-prinsip
orgaisasi sosial lainnya.
d. Tazkiyyah, misi utama utusan Allah adalah menyucikan manusia dalam
hubungannya dengan Allah, sesamanya, alam lingkungannya, masyarakat
dan negara.
Jadi bisa disimpulkan bahwasannya pembangunan ekonomi perspektif
Islam memperhatikan dua aspek kehidupan yaitu jasmani dan rohani atau
mental. Dalam pembangunan ekonomi Islam tidak hanya saja mencapai apa
yang menjadi tolak ukur keberhasilan ekonomi suatu negara seperti tingkat
kemiskinan yang rendah, penggangunran yang rendah, tingkat pedapatan
masyarakat yang tinggi dan lainnya tapi lebih dari hal demikian, yakni
mampu merubah mental manusia sebagai agen perubahan dan sebagai
pemeran utama dalam suatu kegiatan ekonomi, yang mampu menjadikan
manusia yang beradab dan berakhlak bijak.
Selaras dengan hal ini, (Ibrahim dan Patmawati, 2011) mengutarakan
bahwa concern utama ekonomi pembangunan pada sistem ekonomi Islam
adalah kesejahteraan manusia (human welfare). Proses pembangunan
ekonomi dalam Islam menurutnya harus memanusiakan manusia. Ia harus
32
terfokus terhadap pendidikan, mengutamakan integrasi sosial dan konservasi
terhadap lingkungan. Baginya, pembangunan ekonomi harus berkelanjutan
dan tidak melupakan generasi yang akan datang (future generation). Hal ini
mengacu pada manusia itu sendiri yang menjadi pusat fokus dalam
pembangunan ialah pembangunan manusianya sendiri.
Pembangunan ekonomi dalam Islam menempatkan pemenuhan
kebutuhan dasar sebagai prioritas utama demi memelihara lima maslahat
pokok, yaitu pemeliharaan agama, jiwa, akal, keterunan dan harta. Setiap
individu berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, agar dapat
mempertahankan eksistensi hidup dan menjalankan peran utamanya sebagai
khalifah di bumi. Di sisi lain, pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam
menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, bertindak sebagai subjek
sekaligus sebagai objek pembangunan itu sendiri. Hal ini didasari oleh
pandangan dunia Islam yang menempatkan manusia sebagai pelaku utama
dalam kehidupan manusia (Makhlani, 2013:31).
Keseimbangan ekonomi dengan definisi wujudnya keharmonian antara
pembangunan dan kesejahteraan, baik ekonomi maupun sosial, menjadi
sebuah indikator utama dari kebenaran suatu sistem ekonomi. Sistem
ekonomi Islam dengan segala karakteristik dan aplikasinya secara teori
memberikan bentuk keseimbangan dan kestabilan mendasar. Agar
keseimbangan dapat tercapai, maka negara perlu melakukan beberapa
langkah penting sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibnu Khaldun
yang biasa dikenal dengan Ibnu Khaldun’s Crycle. Dalam teorinya Ibnu
33
Khaldun membuat variabel-variabel yang kemudian digabungkan dan
dihubungkan antara masing-masing variabel tersebut menjadi prasyarat untuk
mewujudkan sebuah negara yang makmur dimana variabel independenya
adalah kemajuan suatu negara (g) yang dipengaruhi oleh variabel-variabel
independen yang terlihat dalam gambar berikut:
Gambar 2. 3
Ibnu Khaldun’s Cyrcle
Keterangan:
a. Syariah dilambangkan dengan (S)
b. Masyarakat dilambangkan dengan (N)
c. Kekayaan atau Wealth dilambangkan dengan (W)
d. Pembangunan dilambangkan dengan (g)
e. Keadilan atau Justice dilambangkan dengan (J)
S
N
W g
J
34
Masing – masing varibel independen tersebut mempunyai pengaruh dan
dampak yang menentukan kemajuan suatu negara (g) atau kemundurannya.
Konsep Khaldun tersebut memilki keunggulan tersendiri yaitu satu variabel
bisa menjadi penggerak, sedangkan variabel yang lain dapat bergerak ataupun
tidak dalam arah yang sama. Karena kegagalan pada suatu variabel tidak
secara otomatis menyebar dan menimbulkan dampak pada variabel yang lain,
hanya memungkinkan sedikit kemungkinan pengaruhnya (Huda, dkk.,
2015:30).
4. Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS)
a Pengertian Zakat, Infak dan Sedekah
Dalam pembangunan ekonomi perspektif Islam menawarkan beberapa
instrumen penerimaan negara atau daerah yang akan menjadi salah satu
alat untuk melaksanakan suatu pembangunan baik itu skala daerah maupun
nasional, diantaranya yakni adalah zakat, infak, dan sedekah. Saat ini zakat
semakin berperan menjadi salah satu instrumen dalam pembangunan
manusia, khususnya di Indonesia. Konsep zakat pada dasarnya memiliki
tiga dimensi pokok, yaitu dimensi spiritual personal, dimensi sosial, dan
dimensi ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan
dan keserakahan orang kaya, mensucikan jiwa orang yang menunaikannya
dari sifat kikir dan mengembangkan harta miliknya. Dalam dimensi sosial,
zakat dapat membantu orang miskin serta dalam dimensi ekonomi, zakat
mencegah terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja
(Rozalinda, 2016:248).
35
Zakat merupakan sarana ibadah dan penyucian jiwa seseorang.
Dengan berzakat produktivitas individual akan meningkat, karena zakat
mendorong seseorang untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Dalam
dimensi ekonomi zakat memiliki dua konsep utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi berkeadilan dan mekanisme sharing dalam perekonomian. Jika
dikaji lebih mendalam, ketiga dimensi di atas memiliki hubungan positif
dengan parameter pembangunan manusia yang terdiri atas kesehatan,
pendidikan, dan standar hidup layak (Murniati, 2016:132).
Menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2011, zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Zakat merupakan besaran jumlah yang dikeluarkan oleh orang muslim
dengan besaran yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memberikan
kebaikan terhadap harta yang dimiliki juga memiliki fungsi sosial, dalam
hal ini ialah dapat membantu orang yang mengalami kekurangan harta.
Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan
bertambah). Zakat dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa,
dan harta. Seseorang mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan
diri dan jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak
orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta
yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah
dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang.
36
Dalam Al-Qur’an terdapat dalam ayat – ayat yang menjelaskan tentang
zakat, diantranya dalam surah At – Taubah ayat 9.
ن ك ك س ت ل ن ص إ م ه ي ل ل ع ص ا و ه م ب يه ك ز ت م و ه ر ه ط ت ة ق د م ص ه ل ا و م أ ن ذ م خ
يم ل يع ع م س هللا و م ه ل
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka. (QS At – Taubah :9)
Adapun dasar hukum wajib zakat tertera dalam al-Qur’an surah al-Baqarah
ayat 43:
ين ع اك ع الر وا م ع ك ار و اة ك وا الز ت آ و ة ل وا الص يم ق أ و
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku’.
Zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu
yang telah sampai nisabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya.
Pada definisi lain, zakat juga berarti pemindahan pemilikan harta tertentu
untuk orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu
(Rozalinda, 2016:248).
Selain zakat sebagai suatu kewajiban bagi umat Islam, Al-Qur’an
menjadikan suatu tanggung jawab bagi umat Islam untuk tolong menolong
antar sesama. Dalam kewajiban zakat, terkandung unsur moral,
pendidikan, sosial dan ekonomi (Rozalinda, 2016:249).
a. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan
keserakahan orang kaya, menyucikan jiwa orang yang menunaikannya
dari sifat kikir, menyucikan dan mengembangkan harta miliknya.
37
Walaupun secara zahir harta muzakki berkurang jumlahnya. Namun,
secara hakikatnya harta tersebut akan berkembang dan bertambah
keberkahannya.
b. Dalam ajaran zakat terkandung pendidikan kepada manusia untuk
selalu mempunyai rasa ingin memberi, berinfak, dan menyerahkan
sebagian harta miliknya sebagai bukti kasih sayang kepada sesama
manusia. Islam tidak membiarkan umatnya lemah, dan tidak
membiarkan mereka terhimpit oleh kemiskinan. Zakat diambil dari
orang kaya dan diberikan kepada orang miskin yang dengan zakat itu
mereka dapat memenuhi kebutuhan materinya seperti makan,
kebutuhan batin, seperti menuntut ilmu dan kebutuhan lainnya.
c. Dalam bidang sosial, dengan zakat, orang fakir dan miskin dapat
berperan dalam kehidupannya, melaksanakan kewajibannya kepada
Allah. Dengan zakat pula, orang fakir dan miskin merasa dirinya
bagian dari anggota masyarakat, bukan kaum yang disia-siakan.
d. Sedangkan dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya
penumpukan kekayaan di segelintir orang saja dan mewajibkan orang
kaya untuk mendistribusikan harta kekayaan pada orang miskin.
Islam menjadikan instrumen zakat untuk memastikan keseimbangan
pendapatan masyarakat. Hal ini diketahui karena tidak semua orang
mampu bergelut dalam kancah ekonomi. Dengan kata lain, sudah menjadi
sunatullah jika di dunia ini ada yang kaya dan ada yang miskin.
38
Pengeluaran dari zakat adalah pengeluaran minimal untuk membuat
distribusi pendapatan menjadi lebih merata (Rozalinda, 2016:271).
Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam perekonomian
yang telah dipergunakan oleh pemerintahan Islam semenjak Rasulullah
saw, dan berdasarkan perjalanan sejarah zakat telah memainkan peran
cukup penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam
perekonomian. Pengelolaan zakat yang tepat, professional dan akuntabel
akan memberikan pengaruh cukup signifikan dalam perekonomian. Zakat
yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan efek pengganda
dalam perekonomian, sehingga dapat berpengaruh dalam program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Zakat dapat
berupa bantuan konsumtif maupun bantuan produktif berdasarkan
mekanisme yang ada telah mampu memberikan pengaruh cukup signifikan
dalam perekonomian melalui mekanisme efek penggandanya. Berdasarkan
hal ini, maka zakat harus mampu dikelola dengan baik agar efek
penggandanya dapat dirasakan dalam perekonomian (Al-Arif, 2010:10).
Kata infak menurut bahasa berasal dari kata anfaqa yang berarti
menafkahkan, membelanjakan, memberikan atau mengeluarkan harta.
Menurut istilah fiqh kata infak mempunyai makna memberikan sebagian
harta yang dimiliki kepada orang yang telah disyariatkan oleh agama untuk
memberinya seperti orang-orang fakir, miskin, anak yatim, kerabat dan
lain-lain. Sedangkan pengertian dari Infak menurut Undang – Undang
Nomor 23 tahun 2011 ialah harta yang dikeluarkan seseorang atau badan
39
usaha di luar zakat untuk kemashlahatan umum. Istilah yang dipakai dalam
al-Qur’an berkenaan dengan infak meliputi kata: zakat, sadaqah, hadyu,
jizyah, hibah dan wakaf. Jadi semua bentuk perbelanjaan atau pemberian
harta kepada hal yang disyariatkan agama dapat dikatakan infak, baik itu
yang berupa kewajiban seperti zakat atau yang berupa anjuran sunah
seperti wakaf atau shadaqah (Uyun Q, 2015:221). Adapun dalil al-Qur’an
yang menunjukkan pada anjuran berinfak salah satunya terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 195:
ب ح ي ن هللا إ وا ن س ح أ و ة ك ل ه لت ى ا ل إ م يك د ي أ ب وا ق ل ل ت و يل هللا ب وا في س ق ف ن أ و
ين ن س ح م ل ا
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.
Pengertian sedekah yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 23
tahun 2011 yaitu harta dan nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau
badan usaha di luar zakat untuk kemashlahatan umat. Secara istilah
sedekah merupakan pemberian suatu benda oleh seseorang kepada orang
lain karena mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT tidak
mengharapkan suatu imbalan jasa atau penggantian atau dapat pula
diartikan memberikan sesuatu dengan maksud untuk mendapatkan pahala.
Dari pengertian tersebut, sedekah memiliki pengertian luas, menyangkut
hal yang bersifat materi atau non materi. Dalam kehidupan sehari-hari,
40
sedekah sering disamakan dengan infak. Namun mengingat pengertian tadi
dapat dibedakan bahwa sedekah lebih umum daripada infak, jika infak
berkaitan dengan materi, sedangkan sedekah materi dan non materi (Uyun
Q, 2015:221).
Adapun dalil Al-Qur’an tentang anjuran bersedekah tertera dalam
surah Yusuf ayat 88:
ة ع ا ض ب ا ب ن ئ ج ر و ا الض ن ل ه أ و ا ن س يز م ز ع ل ا ا ه ي أ ا وا ي ل ا ه ق ي ل ع وا ل خ ا د م ل ف
ين ق د ص ت م ل ي ا ز ج ي ن هللا إ ا ن ي ل ق ع د ص ت ل و ي ك ل ا ا ن ل ف و أ ة ف ا ج ز م
Artinya: Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka
berkata: "Hai al Aziz, Kami dan keluarga Kami telah ditimpa kesengsaraan
dan Kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka
sempurnakanlah sukatan untuk Kami, dan bershadaqahlah kepada Kami,
Sesung-guhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang
bershadaqah". (QS. Yusuf: 88)
3. Zakat dalam Perekonomian
Pembahsan zakat dan kaitannya dengan makro ekonomi tidak dapat
dipisahkan dari fungsi utama zakat sebagai variabel utama peningkatan
permintaan (demand) dalam sisi ekonomi. Peningkatan angka konsumsi
selanjutnya secara keseluruhan mendorong peningkatan kinerja
perekonomian yang otomatis mendukung pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi (Rozalinda, 2016:272).
Upaya memberdayakan zakat menurut ekonomi Islam didasarkan
pada prinsi-prinsip dan kaidah hukum Islam. Pemberdayaan ekonomi
41
melalui zakat dapat membantu pakir miskin yang secara langsung besar
pengaruhnya terhadap haisl produksi, penghasilan dalam kekayaan yang
dapat diwujudkan untuk mencapai target perkembangan ekonomi serta
sumbangsih dalam mengentaskan pertumbuhan ekonomi (Inayah,
2003:217).
Peruntukan dana zakat pada praktiknya diperuntukkan pada usaha-
usaha pengentasan kemiskinan, pengembangan SDM dan juga bantuan
modal usaha bagi pengusaha mikro dan kecil (Didin Hafidhuddin,
2008:346).
Dengan mengkaji kembali kepada arah dan kebijaksanaan
pendayagunaan zakat, rasanya sasaran pendayagunaan zakat, dapat
disalurkan kepada kegiatan-kegiatan pembangunan bidang ekonomi
berikut (Permono, 1992:77).
a. Mencapai struktur ekonomi yang seimbang.
b. Memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak.
c. Meningkatkan penghasilan rakyat.
d. Memperluas kesempatan kerja.
e. Memeratakan kesempatan berusaha.
f. Menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok sehari-hari dan bahan-
bahan penting lainnya sehingga lebih menjamin penyebarannya secara
merata dengan harga yang layak dan terjangkau oleh masyarakat
banyak.
g. Peningkatan mutu kehidupan yang lebih baik secara menyeluruh.
42
h. Memperluas usaha-usaha untuk memperbaiki penghasilan masyarakat
golongan ekonomi lemah, antara lain: pembinaan kemampuan
berusaha, penyediaan tempat berusaha yang layak.
i. Meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata.
j. Terciptanya masyarakat yang berkeadilan sosial.
k. Terwujudlah cita-cita kemerdekaan ialah masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
4. Penyaluran atau Pendayagunaan Zakat
Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia juga akhirat
adalah kesejahteraan sosial ekonomi. Untuk itu perlu diadakannya
lembaga sosial Islam untuk menanggulangi masalah sosial tersebut, seperti
kemiskinan dan kemelaratan. Sehubungan hal itu, maka zakat dapat
digunakan menjadi salah satu sumber dana bagi penanggulangan masalah
sosial ekonomi tersebut. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh
Badan Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu
saja yang berdasarkan pada orientasi konvensional, tetapi dapat pula
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam
program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan
zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha
(Nofiaturrahma, 2015:281).
Dalam pendayagunaan zakat atau penyaluran dana zakat ada tiga
prinsip, yaitu :
a. Diberikan kepada delapan asnaf
43
b. Manfaat zakat itu dapat diterima dan dirasakan manfaatnya.
c. Sesuai dengan keperluan mustahik (konsumtif dan produktif).
Dalam pendistribusian dana zakat di kenal dengan istilah sentralistik,
yang artinya zakat itu dibagaikan kepada mustahik (orang penerima zakat)
yang berada di dalam wilayah pengumpulan zakat. Dalam hal ini, terdapat
kaidah pendistribusian zakat dari beberapa pendapat, penegasan dan
pentarjihan dari para ulama fiqih (Qardawi, 1991):
a. Zakat sebaiknya dibagikan kepada semua mustahiq apabila harta zakat
itu banyak dan semua golongan mustahiq ada. Tidak boleh
menghalang-halangi satu golongan pun untuk mendapatkan zakat,
apabila itu merupakan haknya serta benar-benar dibutuhkan. Hal ini
hanya berlaku bagi imam yang mengumpulkan zakat dan
membagikannya pada mustahiq.
b. Tidak diwajibkan mempersamakan pemberian bagian zakat kepada
semua golongan mustahiq, semua tergantung pada jumlah dan
kebutuhannya. Karena terkadang pada suatu daerah terdapat seribu
orang fakir, sementara jumlah orang yang mempunyai hutang (garim)
atau ibnu sabil hanya sepuluh orang. Jadi lebih baik mendahulukan
sasaran yang paling banyak jumlah dan kebutuhannya dengan bagian
yang besar.
c. Perbolehkan memberikan semua zakat pada sebagian golongan
tertentu, demi mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan
syari’ah. Begitu juga ketika memberikan zakat pada salah satu
44
golongan saja, diperbolehkan melebihkan bagian zakat antara satu
individu dengan lainnya sesuai dengan kebutuhan karena
sesungguhnya kebutuhan itu berbeda antara satu dengan yang lain.
Hal yang paling penting adalah jika terdapat kelebihan dana zakat,
maka harus berdasarkan sebab yang benar dan demi kemaslahatan
bukan disebabkan hawa nafsu atau keinginan tertentu dan tidak boleh
merugikan golongan mustahiq atau pribadi lain.
d. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama dalam
mendistribusikan zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka
merupakan tujuan utama dari zakat.
e. Apabila dana zakat itu sedikit seperti harta perorangan yang tidak
begitu besar, maka boleh diberikan pada satu golongan mustahiq
bahkan satu orang saja. Karena membagikan dana zakat yang sedikit
untuk golongan yang banyak atau orang banyak dari satu golongan
mustahiq, sama dengan menghilangkan kegunaan yang diharapkan
dari zakat itu sendiri.
f. Hendaknya mengambil pendapat mazhab Syafi’i dalam menentukan
batas yang paling tinggi dalam memberikan zakat kepada petugas
yang mengumpulkan dan mendistribusikann zakat (amil), yaitu 1/8
dari dana zakat yang terkumpul dan tidak boleh lebih dari itu.
Jadi, dalam pendistribusian dana zakat, infak, dan sedekah harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah dalam penyaluran
dana zakat yang sudah di paparkan. Bertujuan untuk menciptakan keadilan
45
dalam pendistribusian zakat untuk setiap mustahik atau orang penerima
zakat yang akan berimplikasi bagi kehidupannya agar terhindar dari
kemiskinan juga kemelaratan.
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita
Pendapatan per kapita sering kali digunakan pula sebagai indikator
pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajauan ekonomi antara
negara-negara maju dengan NSB. Dengan kata lain, pendapatan per kapita
selain bisa memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat di berbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak
perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara
berbagai negara (Arsyad, 1993:19).
PDRB adalah jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang
dihasilkan dari semua kegiatan perekonomian diseluruh wilayah dalam
periode tahun tertentu yang pada umumnya dalam waktu satu tahun. Pada
perhitungan PDRB dapat menggunakan dua harga yaitu PDRB harga berlaku
dan PDRB harga konstan, yang dimana PDRB harga berlaku merupakan nilai
suatu barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
tahun tersebut, dan PDRB harga konstan adalah nilai suatu barang dan jasa
yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan
sebagai tahun acuan atau tahun dasar.
Sedangkan pendapatan per kapita adalah total pendapatan suatu daerah
dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka
yang digunakan semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah
46
penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat diperoleh dari total PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk (Tarigan, 2005:21).
Dalam menghitung PDRB dapat dilakukan dengan empat pendekatan
(Tarigan, 2005:24-25) antara lain :
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan
jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau sub
sektor tersebut. Pendekatan ini sering disebut juga pendekatan nilai
tambah, nilai tambah ini merupakan nilai yang ditambahkan pada barang
dan jasa yang diperoleh oleh unit produksi sebagai input antara, nilai
yang ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas
keikutsertaannya dalam proses produksi.
b. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan ini merupakan nilai tambah dari kegiatan – kegiatan
ekonomi dihitung dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor
produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak
langsung neto. Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak
mencari keuntungan, surplus usaha seperti bunga neto, sewa tanah dan
keuntungan tidak diperhitungkan. Pada sektor pemerintah dan usaha yang
sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan.
Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi
tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan.
47
c. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran digunakan untuk menghitung nilai barang
dan jasa yang digunakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat
untuk kepentingan konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan
sosial, pembentukan modal dan ekspor, nilai barang dan jasa hanya
berasal dari produksi domestik, total pengeluaran dari komponen –
komponen tersebut harus dikurangi nilai impor sehingga nilai ekspor
yang dimaksud adalah ekspor neto, penjumlahan seluruh komponen
pengeluaran akhir ini disebut PDRB atas dasar harga pasar.
Untuk menghitung produk domestik regional bruto (PDRB) dapat
digunakan salah satu dari penghitungan pendapatan nasional yaitu
dengan pendekatan pengeluaran. pendekatan pengeluaran digunakan
untuk menghitung nilai barang dan jasa yang dikeluarkan oleh berbagai
golongan dalam masyarakat, dengan persamaan sebagai berikut:
PDRB = C + I + G + (x - m)
Dimana C adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga, I adalah
pembentukan modal, G adalah pengeluaran pemerintah, dan (x - m)
adalah selisih nilai ekspor dan impor. Perlu disepakati bahwa I (investasi)
dalam bidang produktif, sebenarnya terdiri dari investasi swasta (ip) dan
investasi pemerintah (ig). G adalah pengeluaran pemerintah pada
umumnya yaitu pengeluaran rutin pemerintah dan pengeluaran
pembangunan di luar bidang produktif.
48
d. Metode Alokasi
Metode alokasi digunakan pada data suatu unit produksi di suatu
daerah tidak tersedia. Nilai tambah dari suatu unit produksi di daerah
tersebut dihitung dengan menggunakan data yang telah dialokasikan dari
sumber yang ditingkatnya lebih tinggi, seperti data suatu kabupaten
diperoleh dari alokasi data provinsi. Metode ini biasa disebut sebagai
metode tidak langsung.
Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dikelompokkan
menjadi sembilan sektor ekonomi. Ini sesuai dengan pembagian yang
digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat
nasional. Pembagian ini sesuai dengan System of National Accounts
(SNA). Hal ini juga memudahkan para analis untuk membandingkan
PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB.
6. Kemiskinan
Kemiskinan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) adalah kondisi dimana sesorang atau sekelompok orang tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara
lain: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan; (2) kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan
lingkungan; (3) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; (4)
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
49
Kemiskinan merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum ikut serta
dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik
kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor
produksi yang memadai sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil
proses pembangunan. Di samping itu pembangunan yang direncanakan oleh
pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi,
sehingga manfaat pembangunan tidak menjangkau mereka (Subandi,
2014:78).
Kemiskinan dapat disebabkan karena sifat alamiah/Cultural, yaitu
masalah yang muncul di masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor
produksi, produktivitas dan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri.
Disamping itu kemiskinan bisa disebabkan oleh masalah struktural, yaitu
yang disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan
nasional yang dilaksanakan (Subandi, 2014:78).
a. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan dapat dilihat sebagai keadaan masyarakat dengan
tingkat ekonomi lemah, dan ditambah dengan kebijakan pemerintah
mengatasi kemiskinan namun hanya dalam jangka pendek. Sehingga
kebijakan tersebut belum berhasil untuk memecahkan masalah tersebut
terkait dengan masyarakat miskin. Kuncoro (2000:107) yang
mendefinisikan ada tiga penyebab kemiskinan yang dilihat dari sisi
ekonomi, yaitu :
50
1). Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan
pola kepemilikan sumber daya sehingga menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang;
2). Kemiskinan timbul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia;
3). Kemiskinan timbul akibat perbedaan akses dalam modal.
Ketika penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran
kemiskinan (vicious circle of poverty), maka akan sulit untuk diatasi
karena tidak akan berpangkal dan berujung.
Gambar 2.4
Lingkaran Kemiskinan
Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, ketertinggalan,
dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya
produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima.
Rendahnya pendapatan yang mereka terima menyebabkan rendahnya
Ketidaksempurnaan pasar, keterbelakngan,
ketertinggalan dan kekurangan modal
Produktivitas Rendah
Pendapatan Rendah
Tabungan Rendah
Investasi Rendah
51
pula tabungan dan invesatasi mereka. Rendahnya invesatasi maka
menyebabkan ketidaksempurnaan pasar, kekurangan modal dalam
ekonomi secara makro. Hal ini lah yang disebut sebagai lingkaran setan
kemiskinan, artinya kemiskinan yang sulit untuk diatasi karena satu sama
lain saling behubungan seperti mata rantai yang sulit untuk diputuskan.
b. Ukuran Kemiskinan
Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif:
1). Kemiskinan absolut dapat diukur dengan menbandingkan tingkat
pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk
memperoleh kebutuhan dasarnya, hal ini dimaksudkan untuk
menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisik, seperti makanan, pakaian, dan
perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
2). Kemiskinan Relatif adalah orang yang sudah mempunyai tingkat
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, namun masih
jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat
sekitarnya, maka orang tersebut masih dianggap miskin (Subandi,
2014:80) .
c. Indikator Kemiskinan
1). Tingkat Konsumsi Beras
Sajogyo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras sebagai
indikator kemiskinan. Untuk daerah pedesaan, penduduk
52
mengkonsumsi beras kurang dari 240 kg perkapita pertahun
tergolong miskin. Sedangkan untuk daerah kota adalah 360 kg
perkapita pertahun.
2). Tingkat Pendapatan
Badan Pusat Statistik menetapkan pendapatan di daerah perkotaan
yang dibutuhkan untuk melepaskan diri dari kemiskinan adalah Rp
4.522,00 perkapita pada tahun 1976, sedangkan pada tahun 1993
adalah Rp 27.905,00. Di daerah pedesaan pendapatan yang
dibutuhkan lebih rendah daripada perkotaan yakni Rp 2.849,00 pada
tahun 1976 dan Rp 18.244,00 pada tahun 1993. Pada september
2016, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) yaitu
Bambang Brojonegoro mengatakan, bahwa batas garis kemiskinan
yakni Rp 361.990 per kapita per bulan.
3). Tingkat Kesejahteraan Sosial
UNDP (United Nation Development Program) menyebutkan ada 9
komponen kesejahteraan sosial yaitu, kesehatan, konsumsi makanan
dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,
sandang, rekreasi dan kebebasan.
d. Kriteria Kemiskinan
Ada beberapa kriteria untuk mengukur kemiskinan, salah satunya
ialah yang dikemukakan oleh Sayogyo. Menurutnya kompenen yang
digunakan untuk sebagai dasar ukuran garis kemiskinan adalah
pendapatan keluarga yang disertakan dengan harga beras pada saat itu
53
dan rata dari lima anggota keluarga. Berdasarkan kriteria tersebut, maka
Sayogyo mengelompokan kemiskinan memjadi beberapa kelompok,
yakni sebagai berikut:
1). Sangat Miskin
Yang termasuk ke dalam kelompok ini ialah mereka yang memiliki
pendapatan di bawah setara 250 kg beras ekuivalen setiap orang
dalam setahun penduduk yang tinggal di perkotaan.
2). Miskin
Mereka yang berada dalam kelompok ini adalah mereka yang
memiliki pendapatan setara dengan 240 kg beras sampai 350 kg
beras selama satu tahun untuk penduduk yang tinggal di desa, dan
360 kg sampai 480 kg beras dalam setahun untuk penduduk di
perkotaan.
3). Hampir Cukup
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki
pendapatan setara dengan 320 kg beras sampai 480 kg untuk tiap
orang dalam setahun di daerah pedesaan, dan 720 kg beras setiap
orang dalam setahun di daerah perkotaan.
4). Cukup
Yang masuk kedalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki
pendapatan setara dengan lebih dari 480 kg beras setiap orang dalam
setahun, dan lebih dari 720 kg beras setiap orang dalam setahun
utnuk perkotaan.
54
7. Pengaruh ZIS terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Saat ini zakat semakin berperan menjadi salah satu intrumen dalam
pembangunan manusia, khususnya Indonesia. Konsep zakat menurut (Baznas,
2017) pada dasarnya memiliki tiga dimensi pokok, yaitu dimensi spiritual
personal, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi. Zakat merupakan sarana
ibadah dan penyucian jiwa seseorang. Dengan berzakat produktivitas
individual akan meningkat, karena zakat mendorong seseorang untuk
memiliki etos kerja yang tinggi. Dalam dimensi ekonomi, zakat memiliki dua
konsep utama, yaitu pertumbuhan ekonomi berkeadilan dan mekanisme
sharing dalam perekonomian. Jika dikaji lebih mendalam, ketiga dimensi di
atas memiliki hubungan positif dengan parameter pembangunan manusia
yang terdiri atas kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak.
Pembangunan manusia merupakan pilar utama majunya suatu negara
yang dapat dilihat dari peran strategis sumber daya manusia. Oleh karena itu
salah satu tujuan utama pengelolaan zakat ialah untuk meningkatkan
kesejahteraan para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), dan perihal
ini tidak terlepas dari mutu sumber daya manusia yang ada diukur dengan
menggunakan instrumen indeks pembangunan manusia (Verlitya, 2017:208).
Dalam konteks hubungan antara IPM dan zakat, studi yang dilakukan
masih sangat jarang. Diantara studi yang telah dilakukan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Rina Murniati (2014) menyatakan bahwa ada perubahan
positif antara variabel zakat terhadap IPM, dan Cut Risya Varlitya (2017)
55
menyatakan bahwa zakat sebagai pendapatan asli daerah berpengaruh positif
terhadap IPM di Provinsi Aceh.
8. Pengaruh PDRB per Kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Masyarakat miskin dapat memperoleh manfaat ganda dari pertumbuhan
pendapatan serta peningkatan IPM jika pemerintah mau menggunakan
manfaat dari pertumbuhan untuk membiayai pelayanan kesehatan dan akses
pendidikan masyarakat miskin tersebut (Dewi, 2017:876). Upaya untuk
meningkatkan perekonomian daerah memiliki dampak langsung bagi
meningkatnya pendapatan masyarakat yang pada gilirannya akan
meningkatkan pula kesejahteraanya yang digambarkan dengan kualitas
pembangunan manusia (Heriyanto, 2015:13).
Selain dari sisi anggaran faktor lain yang dianggap penting dalam
peningkatan IPM adalah dari segi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu prioritas pembangunan
suatu negara, yang merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam
pembangunan (Muliza, 2017:52).
9. Pengaruh Kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Selain dari sisi anggaran faktor lain yang dianggap penting dalam
peningkatan IPM adalah dari segi tingkat kemiskinan di daerah tersebut.
Kemiskinan merupakan salah satu aspek lain yang menggambarkan kualitas
hidup manusia yaitu standar hidup layak (Muliza, 2017:52).
Upaya menekan jumlah penduduk miskin yang mempunyai elastisitas
negatif terhadap perkembangan pembangunan manusia, jika jumlah penduduk
56
miskin meningkat maka pembangunan manusia akan mengalami penurunan
(Heriyanto, 2015:13).
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti,
Tahun, dan Judul
Penelitian
Tahun Sumber Model Analisis Hasil Penelitian
1. Denni Sulistio
Mirza, 2012,
Pengaruh
Kemiskinan,
Pertumbuhan
Ekonomi, dan
Belanja modal
terhadap Indeks
Pembangunan
Manusia di Jawa
Tengah tahun
2006-2009
2012 Economic
Developm
ent
Analiysis
Journal, 1
(1) : 1 –
15.
Ordinary Least
Square
Regression
Analysis (OLS)
dan Data Panel
variabel
independen
kemiskinan
(KMS),
pertumbuhan
ekonomi
(GRWT) dan
belanja modal
(lnBMOD)
secara bersama
sama
berpengaruh
terhadap
variabel
dependen
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
Kabupaten/Kot
a di Provinsi
Jawa Tengah
tahun 2006-
2009.
Ada pengaruh
57
negatif
kemiskinan
terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Jawa
Tengah.
Ada pengaruh
positif
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Jawa
Tengah.
Ada pengaruh
positif belanja
modal terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Jawa
Tengah.
2. Dwi Heriyanto,
Analisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
IPM
Kabupaten/Kota
di Provinsi
2015 Jurnal
Magister
Ekonomi
UNTAN,
1 (1) : 1 -
18.
Analisis
Regresi
Persamaan
Regresi Linier
Berganda (data
panel)
Perekonomian
daerah (PDRB)
memberikan
nilai signifikan
positif
terhadap IPM.
Belanja
58
Kalimantan
Barat.
pemerintah
bidang sosial
berpengaruh
positif
terhadap IPM.
Penduduk
miskin
berpengaruh
negatif
terhadap IPM.
Sarana dan
prasarana
pendidikan dan
kesehatan
masing-maisng
memberikan
pengaruh
positif
terhadap IPM.
3. Nur Baeti, 2013,
Pengaruh
Pengangguran,
Pertumbuhan
Ekonomi, dan
Pengeluaran
Pemerintah
terhadap
Pembangunan
Manusia
Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa
Tengah tahun
2007-2011.
2013 Economic
Developm
ent
Analysis
Journal, 2
(3) : 85 –
98.
Analisis Panel
Data Eviews
Pengangguran
berpengaruh
negatif dan
signifikan
dengan
koefisien
negatif sebesar
1,96 terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Jawa Tengah
tahun 2007
sampai 2011.
59
Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif dan
signifikan
dengan nilai
koefisien
sebesar 0,14
terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Jawa Tengah
tahu 2007
sampai tahun
2011.
Pengeluaran
pemerintah
untuk sektor
pendidikan dan
kesehatan
berpengaruh
positif dan
signifikan
dengan
koefisien
positif sebesar
4,60 terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Jawa Tengah
tahun 2007
60
sampai tahun
2011.
4. Muliza, T.
zulham, Chenny
Seftarita,
Analisis
Pengaruh
Belanja
Pendidikan,
Belanja
Kesehatan,
Tingkat
Kemiskinan dan
PDRB terhadap
IPM di Provinsi
Aceh
2017 Jurnal
Perspektif
Ekonomi
Darussala
m, 3 (1) :
51 – 69.
Analisis regresi
data panel
dengan
estimasi
parameter
model
menggunakan
random effect
model (REM).
Data yang
digunakan
adalah data
panel selama
periode
2010-2014.
Variabel
pengeluaran
pemerintah di
sektor
pendidikan dan
kesehatan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap indeks
pembangunan
manusia.
Kemiskinan
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap indeks
pembangunan
manusia.
PDRB
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap indeks
pembangunan
manusia.
5. Rina Murniati,
Pengaruh Zakat
Terhadap Indeks
Pembangunan
Manusia dan
Tingkat
2014 Jurnal Al-
Muzara’a
h, 2 (2) :
131 –
146.
Analisis Data
Regresi Linier
Berganda
Ada perubahan
yang positif
antara variabel
zakat terhadap
IPM kota
Bogor, dengan
61
Kemiskinan
Mustahik : Studi
Kasus
Pendayagunaan
BAZNAS Kota
Bogor.
menambah
4,1% dari IPM
sebelum di
distribusikan
zakat
6. Novita Dewi,
Pengaruh
Kemiskinan dan
Pertumbuhan
Ekonomi
terhadap Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Riau
2017 Jurnal
JOM
Fekon, 4
(1) : 870 –
882.
Metode
Kuantitatif
dengan
menggunakan
Regresi Linier
data pada SPSS
Kemiskinan
berpengaruh
signifikan
terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Riau
dengan
hubungan
terbalik.
Pertumbuhan
Ekonomi
berpengaruh
positif
terhadap
Indeks
Pembangunan
Manusia di
Provinsi Riau.
7 Cut Risya
Varlitya, Analisis
Zakat sebagai
Pendapatan Asli
Daerah terhadap
Indeks
Pembangunan
2017 Jurnal
Ekonomi
dan
Kebijakan
Publik
Indonesia,
4 (2) :
Data Panel
pada 12
Kabupaten/Kot
a di Provinsi
Aceh
Zakat
berpengaruh
positif
terhadap
pembangunan
Manusia di
Provinsi Aceh
62
Manusia:
Pendekatan Data
Panel (Studi
Kasus 12
Kabupaten/Kota
Provinsi Aceh)
192 –
211.
dengan
koefisien
korelasi
sebesar 1,14.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tingkat Indeks
Pembangunan Manusia dipengaruhi oleh tiga variabel bebas yakni, Penyaluran
Dana ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan. Penyaluran dana ZIS sebagai
variabel yang merupakan salah satu instrumen atau sumber pendanaan bagi
terwujudnya pembangunan manusia yang berkualitas. PDRB per kapita sebagai
indikator pertumbuhan perekonomian suatu provinsi, serta kemiskinan menjadi
salah satu variabel sosial ekonomi yang menjadi salah satu permasalahan
dalam mewujudkan suatu pembangunan negara.
Ketiga variabel independen dari penelitian ini adalah Penyaluran dana ZIS,
PDRB per kapita, dan kemiskinan serta variabel yang dijadikan sebagai
variabel dependen ialah Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian ini
mencangkup data penyaluran dana ZIS, PDRB per Kapita, kemiskinan, dan
nilai IPM pada masing-masing provinsi di Indonesia. Berikut skema dari
kerangka pemikiran pada penelitian ini:
63
Uji Haussman
Sepuluh Provinsi di Indonesia
Analisis Pengarauh Penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia tahun 2013 - 2016
Variabel Independen Variabel Dependen
Penyaluran Dana ZIS
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) per Kapita
Kemiskinan
Indeks Pembangunan
Manusia
Uji Chow Test
Metode Analisis:
Data Panel
Pemilihan Metode Data Panel
Hasil Pengujian dan
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
64
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian yang sudah dibuat sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat disusun hipotesis secara parsial dan simultan sebagai berikut:
1. Ho : β1 = 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara Penyaluran Dana
ZIS terhadap Indeks Pembangunan Manusia di
Indonesia.
Ho : β1 ≠ 0 : Diduga terdapat pengaruh antara Penyaluran Dana ZIS
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
2. Ho : β1 = 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia.
Ho : β1 ≠ 0 : Diduga terdapat pengaruh antara Produk Domestik
Regional Bruto (PRDB) per kapita terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia.
3. Ho : β1 = 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara Kemiskinan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
Ho : β1 ≠ 0 : Diduga terdapat pengaruh antara Kemiskinan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.
4. Ho : β1 = 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara Penyaluran Dana
ZIS, PDRB per kapita, dan Kemiskinan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia.
Ho : β1 ≠ 0 : Diduga terdapat pengaruh antara Penyaluran Dana ZIS,
PDRB per kapita, dan Kemiskinan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Indonesia.
65
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian sangat diperlukan dalam sebuah penelitian, hal
ini bermaksud agar penelitian yang dilalukan tetap sesuai dengan tujuan
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh
penyaluran Dana ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia selama periode 2013 – 2016.
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga
variabel independen (tidak terikat). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan tiga variabel
independen yang digunakan antara lain: Penyaluran Dana Zakat, Infak dan
Sedekah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan
Kemiskinan (KMS).
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan telah
dipublikasikan oleh suatu instansi tertentu. Dalam penelitian ini data yang
digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan
metode data panel, yakni data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data times series yaitu dari tahun 2013 sampai 2016 serta data cross section
yaitu meliputi data di sepuluh provinsi di Indonesia. Sepuluh provinsi
tersubut adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Bangka Belitung,
66
Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur. Hal ini dikarenakan terbatasnya data penyaluran ZIS pada
setiap provinsinya, sehingga dalam penelitian ini objek yang diambil
sebanyak sepuluh provinsi.
B. Metode Pemilihan Sampel
Metode sampling yang digunakan ialah metode Judgement Sampling atau
biasa disebut dengan Puposive Sampling yaitu penelitian yang dalam
pengumpulan datanya atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan
pribadi semata (Teguh, 2005:156). Peneliti memiliki pertimbangan mengenai
ketersediaan data penyaluran dana ZIS yang masih terbatas di setiap tahunnya
serta belumnya terdistribusi secara menyeluruh di masing-masing provinsi.
Hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan atau dasar pemilihan sampel
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data
sekunder dalam periode 2013 sampai 2016 di sepuluh provinsi di Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Langkah penting lainnya yang perlu dilakukan di dalam penelitian
sebelum peneliti sampai kepada konklusi adalah metode pengumpulan data.
Seorang peneliti akan sulit melakukan verifikasi terhadap objek yang menjadi
bahan penelitiannya tanpa ada fakta-fakta yang mendasarinya (Teguh,
2005:117).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
sekunder atau data yang diperoleh tidak secara langsung melainkan dari
instansi tertentu yang dapat berupa laporan atau catatan yang dikeluarkan.
67
Data sekunder ini dapat diambil dari informasi yang dikeluarkan oleh suatu
instansi tertentu yang dapat berupa data harian, mingguan, bulanan, triwulan,
atau bahkan tahunan.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder atau data yang tidak langsung didapat oleh peneliti. Data ini
diambil dari situs/web resmi pemerintah Indonesia, diataranya Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Data yang
diambil adalah data times series dengan periode 2013 – 2016 mencangkup
sepuluh provinsi di Indonesia.
Tabel 3.1
Sumber Pengumpulan Data
Variabel Sumber
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Penyaluran Dana Zakat Pusat Kajian Strategis Baznas (Puskas
Baznas)
D. Metode Analisis
Data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal
merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data
cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap
banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang
dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu (Kusrini,
68
2010:181). Ada tiga metode yang digunakan untuk mengestimasi data panel
yaitu: Model Pooled Least Square (Common Effect), Model Pendekatan Efek
Tetap (Fixed Effect), dan Model Random Effect. Pada metode Fixed Effect
estimasi dilakukan dengan pembobot (cross section weight) atau General
Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk
mengurangi heterogenitas antar unit cross section. Tahapan analisis
kuantitatif terdiri dari: estimasi model regresi dengan menggunakan data
panel dan juga menggunakan analisis ekonomi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia dapat digambarkan dengan
fungsi sebagai berikut:
IPM = f(ZIS, PDRB per kapita, KMS)
IPMit = f(βo + β1 ZISit + β2 PDRB per kapitait + β3 KMSit + µit
Dimana:
IPM : Nilai Indeks Pembangunan Manusia
ZIS : Penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah (milyar rupiah)
PDRB per kapita : Produk Domestik Regional Bruto per kapita (ribu rupiah)
KMS : Tingkat Kemiskinan (persen)
i : Cross Section
t : Times Series
βo : Intercept
β1, β2, ...... dst : Koefisien regresi
µ : error term
69
Adanya perbedaan satuan dan besaran dalam variabel bebas dalam
persamaan dalam penelitian ini, menyebabkan persamaan regresi harus
diubah menjadi persamaan regresi logaritma natural. Dalam penelitian ini
model logaritma yang digunakan adalah bentuk logaritma-linear (lon)
sehingga persamaan menjadi sebagai berikut:
IPMit = βo + β1 Ln ZISit + β2 Ln PDRB per kapitait + β3 KMSit + µit
Dimana:
Ln : Log- liniear
IPM : Nilai Indeks Pembangunan Manusia
ZIS : Penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah (ln ZIS)
PDRB per kapita : Produk Domestik Regional Bruto per kapita (ln PDRB per
kapita)
KMS : Tingkat Kemiskinan (persen)
i : Cross Section
t : Times Series
βo : Intercept
β1, β2, ...... dst : Koefisien regresi
µ : error term
1. Penentuan Model Estimasi
Model regresi dengan data panel, secara umum memiliki tiga pendekatan
untuk menentukan model yang tepat dalam suatu penelitian, diantaranya
sebagai berikut:
70
a. Pendekatan Common Effect Model (Pooling Least Square)
Model ini dikenal dengan estimasi Common Effect yaitu teknik
regresi yang paling sederhana untuk mengestimasi data panel dengan
cara hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Model
ini hanya menggabungkan kedua data tersebut tanpa melihat perbedaan
antar waktu dan individu sehingga dapat dikatakan bahwa model ini
sama halnya dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena
menggunakan kuadrat kecil biasa. Dalam pendekatan ini hanya menga-
sumsikan bahwa perilaku data antar ruang sama dalam berbagai kurun
waktu. Pada beberapa penelitian data panel, model ini seringkali tidak
pernah digunakan sebagai estimasi utama karena sifat dari model ini
yang tidak membedakan perilaku data sehingga memungkinkan
terjadinya bias, namun model ini digunakan sebagai pembanding dari
kedua pemilihan model lainnya (Mirza, 2012:7).
b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu
waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu
yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu model yang dapat
menunjukkan perbedaan konstanta antar objek, meskipun dengan
koefisien regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi
fixed effect (effect tetap). Efek tetap disini maksudnya adalah bahwa
suatu objek, memiliki konstanta yang tetap besarnya untuk berbagai
71
periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap
besarnya dari waktu ke waktu (time invariant) (Winarno, 2011:9.15).
Dalam model ini menggunakan peubah boneka sebagai pengganti
akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Model ini juga
mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari
perbedaan nilai konstantanya.
c. Pendekatan Efek Random (Random Effect Model)
Selain dengan Efek tetap, kita juga dapat menganalisis regresi
data pool dengan efek random. Efek random digunakan untuk mengatasi
kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu,
sehingga mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu,
metode efek random menggunakan residul, yang diduga memilki
hubungan antar waktu dan antar objek (Winarno, 2011:917).
2. Pemilihan Model Data Panel
Dalam pengolahan data panel mekanisme uji untuk menentukan model
yang tepat malalui cara membandingkan antara model common effect dengan
model fixed effect, jika dari hasil yang diperoleh menunjukan model common
effect yang diterima, maka untuk selanjutnya model common effect yang
dianalisis. Jika model fixed effect yang diterima, maka untuk selanjutnya
dibandingkan lagi dengan model random effect. Untuk menentukan model
mana yang akan dipakai, maka dapat dilakukan uji sebagai berikut:
72
a. Uji Chow Test
Uji Chow adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
apakah model yang digunakan adalah common effect atau fixed effect
(Junaidi, 2012:193).
Pengujian Uji Chow dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Model menggunakan pendekatan common effect
H1 : Model menggunakan pendekatan Fixed Effect
Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik, dimana jika F statistik
lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak. Nilai Chow menunjukkan nilai F
statistik dimana bila nilai Chow yang kita dapat lebih besar dari nilai F
tabel yang digunakan berarti kita menggunakan model fixed effect. Atau
kita dapat melihat kepada nilai probabilitas cross section F dan Chi
Square, dengan ketentuan :
- Jika Probabilitas < 0,05, berarti H0 ditolak, dan menggunakan H1.
- Jika Probabilitas > 0,05, berarti H0 diterima.
b. Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk menentukan apakah menggunakan
model fixed effect atau model random effect yang paling tepat. pengujian
uji hausman dilakukan dengan hipotesis berikut :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi statistic Chi Square
dengan degree of freedom sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel
73
independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya
maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah model fixed effect,
sedangkan sebaliknya bila nilai statistik hausman lebih kecil dari nilai
kritisnya maka model yang tepat adalah model random effect. Atau dapat
melihat kepada nilai probabilitas cross section random, dengan ketentuan
(Junaidi, 2012:195):
- Jika probabilitas < 0,05, maka tolah H0, dan terima H1
- Jika Probabilitas > 0,05, maka terima H0
3. Pengujian Statistik Analisis Regresi
Analisis Regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan
hubungan matematis antara variabel respon dengan variabel penjelas
(Kusrini, 2010:61). Uji ini pula bertujuan untuk mengetahui diterima atau
ditolaknya hipotesis bagi masing-masing variabel bebasnya terhadap variabel
terikatnya.
a. Koefisien Determinan (Adjusted R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai
sejauh mana ketepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam
mewakili kelompok data hasil observasi. Koefisien determinasi
menggambarkan bagian dari variasi total yang dapat diterangkan oleh
model. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1), maka ketepatannya
dikatakan semakin baik. Sifat yang dimiliki koefisien determinasi adalah
(Kusrini, 2010:64):
1). Nilai R2 selalu positif karena merupakan nisbah dari jumlah kuadrat.
74
2). R2 = 0, berarti tidak ada hubungan antara x dan y, atau model regresi
yang terbentuk tidak tepat untuk meramalkan y. R2 = 1, garis regresi
yang terbentuk dapat meramalkan y secara bersama-sama.
b. Pengujian Koefisien Regresi Serentak (Uji F)
Uji F merupakan alat uji statistik yang secara bersama-sama atau
keseluruhan koefisien regresi variabel-variabel independennya terhadap
variabel dependennya. Koefisien regresi diuji secara serentak untuk
mengetahui apakah keserempakan tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap model (Kusrini, 2010:63). H0 dari pengujian ini adalah
apakah semua variabel independen bukan variabel penjelas dari variabel
dependen atau :
H0 : β1 = β2 = β3 = ..... = βp = 0
Sedangkan hipotesis alternatifnya (H1) adalah semua variabel
independen berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependennya.
H1 : β1 = β2 = β3 = .... = βp ≠ 0
Nilai F hitung yang didapat akan dibandingkan nilai F tabel
(Fα(v1,v2)) dengan derajat bebas v1 = k (banyaknya variabel) dan v2 = n-
k-1 (banyaknya observasi – banyaknya variabel – 1), dengan tingkat
signifikansi α. Apabila Fhitung > Fα(v1,v2), maka H0 akan ditolak.
Artinya, semua variabel independen berpengarauh secara bersama-sama
atau serentak terhadap variabel dependennya. Begitupun sebaliknya, jika
nilai Fhitung < Fα(v1,v2), maka H0 diterima dan secara bersama-sama
75
variabel-variabel bebasnya tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya.
c. Pengujian Regresi secara Individual/Parsial (Uji t)
Pengujian individu digunakan untuk menguji apakah nilai koefisien
regresi mempunyai pengaruh yang signifikan (Kusrini, 2010:64). Hipotesis
yang diajukan:
Hipotesis 1
H0 = β1 < α (0,05) Penyaluran Dana ZIS tidak berpengaruh siginifikan
terhadap nilai Indeks Pembangunan Manusia.
H1 = β1 > α (0,05) Penyaluran Dana ZIS berpengaruh signifikan terhadap
nilai Indeks Pembangunan Manusia.
Hipotesis 2
H0 = β2 < α (0,05) PDRB per kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap
nilai Indeks Pembangunan Manusia.
H1 = β2 > α (0,05) PDRB per kapita berpengaruh signifikan terhadap nilai
Indeks Pembangunan Manusia.
Hipotesis 3
H0 = β3 < α (0,05) Kemiskinan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
Indeks Pembangunan Manusia.
H1 = β3 > α (0,05) Kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap nilai
Indeks Pembangunan Manusia.
Adapun cara untuk melihat ada atau tidaknya bepengaruh secara
individu, dapat dilakukan dua cara, yaitu :
76
1). Membandingkan t-Hitung dengan nilai t-Tabel (menggunakan
df/degree of freedom) sebesar n-k, n adalah banyaknya populasi dan k
adalah banyaknya variabel. Terkait dengan t-Hitung dan t-Tabel
memiliki keputusan :
a). Apabila nilai t-Hitung > t-Tabel, maka H0 akan ditolak. Artinya,
variabel independen ke-i memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b). Apabila nilai t-Hitung < t-Tabel, maka H0 akan diterima. Artinya,
variaben independen ke-i tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
2). Membandingkan nilai probabilitas eviews dengan tingkat signifikansi
(α). Apabila nilai probabilitas < α, maka tolak H0. Artinya, variabel
independen ke-i memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Namun sebaliknya, jika nilai probabilitas > α,
maka terima H0 dan variabel independen ke-i tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya.
E. Definisi Operasional
1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia / Human Development Index adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-
rata lama sekolah dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.
Indeks Pembangunan Manusia menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
77
pendidikan, dan sebagainya. Nilai dari IPM ini dikeluarkan pertama kali
oleh United Nation Development Proggrame (UNDP) dengan nilai kisaran
0 – 1, semakin mendekati 1 berarti kondisi pembangunan di suatu wilayah
atau negara terbilang sangat baik.
2. Penyaluran Dana ZIS (Zakat, Infak dan Sedekah)
ZIS ini merupakan salah satu instrumen sumber penerimaan negara
pada zaman Rasulullah atau Islam. Namun, sekarang instrumen ini banyak
menarik perhatian keberadaanya dan sudah mulai dikembangkan
ksuhusnya di Indonesia. Konsep zakat sebagaimana yang dikatakan Beik
(2010), pada dasarnya memiliki tiga dimensi pokok, yaitu dimensi spiritual
personal, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi. Pemerintah Indonesia pada
saat ini telah serius dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan adanya
dana zakat ini salah satu cara dengan menderikan BAZNAS yakni suatu
lembaga yang tugasnya sebagai penghimpun, penyalur, dan juga regulator
terhadap dana ZIS. Dalam penelitian ini penyaluran dana ZIS diambil dari
BAZNAS dari tahun 2013 – 2016 dengan mengambil sepuluh sampel
provinsi di Indonesia untuk diteliti. Satuan yang digunakan adalah milyar
rupiah dan di lon-kan.
3. Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Pendapatan per kapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi
jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang
digunakan semestinya adalah total pendapatan regional dibagi jumlah
penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat diperoleh dari total PDRB
78
dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat
dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan tergantung
pada kebutuhan (Tarigan, 2005:21). PDRB yang digunakan adalah PDRB
per kapita di sepuluh provinsi di Indonesia dengan periode tahun 2013
sampai 2016. Satuan PDRB per kapita ini adalah ribu rupiah dan di log-
kan.
4. Tingkat Kemiskinan
Dalam bukunya, (Subandi, 2014 : 78) menyebutkan kemiskinan
merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam proses
perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam
pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai
sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Di
samping itu pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai
dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga manfaat
pembangunan tidak menjangkau mereka. Adapun menurut BPS, jumlah
penduduk miskin ialah jumlah keseluruhan populasi yang memiliki
pengeluaran perkapita berada dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
ialah nilai pengeluaran perkapita setiap bulan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan-kebutuhan pangan dan non pangan oleh seorang
individu untuk hidup secara layak. Kebutuhan minimum makanan
menggunakan patokan 2100 kalori/hari, kebutuhan non pangan meliputi
sandang, perumahan, barang dan jasa. Satuan yang digunakan dalam
variabel kemiskinan ini ialah persentase.
79
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Pembangunan Manusia di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan sedang
terus berupaya untuk mambangun negaranya. Tingkat pembangunan di
Indonesia dapat dilihat dari tingkat pembangunan manusianya. Untuk
menilai kinerja pembangunan manusianya, maka dapat diukur dengan nilai
indeks pembangunan manusia yang dapat dicapai. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki 34 provinsi, oleh karena itu kita dapat
melihat masing-masing nilai indeks pembangunan manusianya pada setiap
provinsi di Indonesia pada lima tahun terakhir yaitu tahun 2012 – 2016.
Jika dilihat dalam Tabel 4.1, angka indeks IPM pada masing-masing
provinsi relatif berada pada kelas rendah dan sedang tingkat pembangunan
manusianya. Ini terlihat dari kisaran angka 50 – 79. Lima provinsi tertinggi
nilai IPM di Indonesia yaitu DKI Jakarta (79,60), Yogyakarta (78,38),
Kalimantan Timur (74,59), Kep. Riau (73,99) dan Bali (73,65) yang
masuk kedalam kategori tingkat sedang pembangunan manusianya,
sedangkan lima provinsi terendah nilai IPM di Indonesia yaitu Papua
(58,05), Papua Barat (62,21), Nusa Tenggara Timur (63,13), Sulawesi
Barat (63,60) dan Nusa Tenggara Barat (65,81) masuk kedalam kategori
tingkat rendah pembangunan manusianya.
80
Tabel 4.1
IPM Provinsi di Indonesia (2012-2016)
Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
Aceh 67,81 68,3 68,81 69,49 70
Sumatera Utara 67,74 68,36 68,87 69,51 70
Sumatera Barat 68,36 68,91 69,36 69,98 70,73
Riau 69,15 69,91 70,33 70,84 71,20
Jambi 66,94 67,76 68,24 68,89 69,62
Sumatera Selatan 65,79 66,16 66,75 67,46 68,24
Bengkulu 66,61 67,50 68,06 68,59 69,33
Lampung 64,87 65,73 66,42 66,95 67,65
Bangka Belitung 67,21 67,92 68,27 69,05 69,55
Kep. Riau 72,36 73,02 73,40 73,75 73,99
DKI Jakarta 77,53 78,08 78,39 78,99 79,60
Jawa Barat 67,32 68,25 68,80 69,50 70,05
Jawa Tengah 67,21 68,02 68,78 64,49 69,98
DI Yogyakarta 76,15 76,44 76,81 77,59 78,38
Jawa Timur 66,74 67,55 68,14 69,95 69,74
Banten 68,92 69,47 69,89 70,27 70,96
Bali 71,62 72,09 72,48 73,27 73,65
NTB 62,98 63,76 64,31 65,19 65,81
NTT 60,81 61,68 62,26 62,67 63,13
Kalimantan Barat 63,41 64,30 64,89 65,59 65,88
Kalimantan Tengah 66,66 67,41 67,77 68,53 69,13
Kalimantan Selatan 66,68 67,17 67,63 68,38 69,05
Kalimantan Timur 72,62 73,21 73,82 74,17 74,59
Kalimantan Utara - 67,99 68,64 68,76 69,20
Sulawesi Utara 69,04 69,49 69,96 70,39 71,05
Sulawesi Tengah 65,00 65,79 66,43 66,76 67,47
Sulawesi Selatan 67,26 67,92 68,49 69,15 69,76
Sulawesi Tenggara 67,07 67,55 68,07 68,75 69,31
Gorontalo 64,16 64,70 65,17 65,86 66,29
Sulawesi Barat 61,01 61,53 62,24 62,96 63,60
Maluku 65,43 66,09 66,74 67,05 67,60
Maluku Utara 63,93 64,78 65,18 65,91 66,63
Papua Barat 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21
Papua 55,55 56,25 56,75 57,25 58,05
sumber: BPS.go.id
81
Nilai indeks pembangunan manusia ini tidak terlepas dari beberapa
faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah PDRB per kapita masing-
masing provinsi di Indonesia, tingkat kemiskinan, dan juga faktor penerimaan
negara lainnya yang bersumber dari zakat, infak dan sedekah (ZIS) yang
merupakan salah satu intrumen yang keberadaannya cukup di perhatikan pada
era ini.
2. Perkembangan Zakat, Infak dan Sedekah di Indonesia
Zakat, infak dan sedekah atau disingkat ZIS merupakan instrumen
pendapatan negara yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai kepala negara Islam terdahulu. Penggunaan dana ini dijadikan
sebagai sumber belanja negara untuk memenuhi kebutuhan negara dalam
mensejahterakan rakyatnya dan membangun rakyatnya.
Tabel 4.2
Penghimpunan ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016
Tahun Penghimpunan ZIS
2012 52.454.295.426
2013 48.172.735.723
2014 185.884.216.884
2015 343.974.177.096
2016 459.172.253.282
Sumber: Outlook Zakat 2017
Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa perkembangan penghimpunan
dana ZIS di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun. Tahun 2012 ZIS yang
terhimpun sebesar Rp. 52.454.295.426, dan kian meningkat pada setiap
tahunnya hingga di tahun 2016, dana ZIS yang terhimpun mencapai Rp.
82
459.172.253.282. Adapun penyaluran dana ZIS yang berhasil disalurkan
dalam kurun waktu lima tahun yakni tahun 2012 hingga 2016 bisa dilihat
dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Penyaluran ZIS Nasional (rupiah), 2012-2016
Tahun Penyaluran ZIS
2012 453.608.000
2013 8.979.902.431
2014 17.490.291.878
2015 64.373.804.233
2016 164.377.951.096
Sumber: Outlook Zakat 2017
Terlihat dalam Tabel 4.3, dana ZIS yang berhasil disalurkan dalam
kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan. Tahun 2012, ZIS yang
disalurkan sebesar 453.608.000 rupiah meningkat hingga di tahun 2016
sebesar 164.377.951.096 rupiah dana ZIS yang berhasil disalurkan. Namun
jika dilihat dari Tabel 4.2 mengenai penghimpunan ZIS, maka dana ZIS yang
disalurkan hanya berkisar satu per tiga dari dana ZIS yang terhimpun.
Tabel 4.4
Penyaluran Dana ZIS Sepuluh Provinsi di Indonesia, 2013 - 2016
Provinsi 2013 2014 2015 2016
Sumatera Utara 20.000 500.000 1.969.425.000 1.935.830.262
Riau 1.665.890.000 1.915.335.000 6.544.690.000 19.915.709.614
Sumatera Selatan 43.198.000 939.537.600 2.078.453.609 4.331.984.470
Bangka Belitung 22.170.000 64.965.000 583.009.000 2.105.964.640
Jawa Barat 804.386.338 2.016.465.964 4.276.855.576 22.553.443.437
Banten 4.799.392.090 8.003.673.640 8.643.194.031 9.432.337.704
Bali 500.000 5.800.000 70.600.000 716.792.655
Kalimantan Tengah 44.400.000 9.470.000 16.900.000 23.000.000
Kalimantan Selatan 48.200.000 1.538.798.000 1.787.709.000 2.117.825.000
Kalimantan Timur 1.472.396.000 558.206.500 4.039.194.792 7.918.115.798
83
Terlihat dari Tabel 4.4 bahwa angka penyaluran ZIS di sepuluh provinsi
di Indonesia kian meningkat. Ini membuktikan bahwa dana ZIS
keberadaannya cukup diperhatikan terkait sebagai salah satu sumber
pendanaan bagi masyarakat di seluruh provinsi di Indonesia. Angka
penyaluran ZIS bergerak dari ratusan ribu rupiah hingga di tahun 2016 sudah
hampir menyalurkan diatas angka satu milyar rupiah.
3. PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia
PDRB per kapita salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
pembangunan suatu negara. Setelah diberlakukannya undang-undang
otonomi daerah, pembangunan negara tidak lagi di pusatkan oleh pemerintah
pusat, namun beralih kepada pemerintah daerah, oleh karena itu PDRB per
kapita yang di gunakan adalah skala daerah atau provinsi.
Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa angka PDRB per kapita dari
masing-masing Provinsi. PDRB per kapita tertinggi berada di Provinsi DKI
Jakarta dan Kalimantan Timur yakni dengan besaran 149.799.370 rupiah dan
125.377.880 rupiah untuk Kalimantan Timur. Dua provinsi yang memiliki
PDRB per kapita terendah di Indonesia adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur
dan Provinsi Maluku. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki PDRB per
kapita sebesar 11.487.560 rupiah dan untuk Provinsi Maluku, PDRB per
kapita sebesar atau 15.325.250 rupiah. Namun untuk provinsi lainnya kisaran
angka PDRB per kapita berada pada angka 20.000.000 rupiah sampai
80.000.000 rupiah.
84
Tabel 4.5
PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia (ribu rupiah), 2012-2016
Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
Aceh 23.099,13 23.228,59 23.129,04 22.523,41 22.837,73
Sumut 28.036,88 29.339,21 30.477,07 31.637,41 32.885,09
Sumbar 23.744,01 24.857,64 25.982,83 27.077,95 28.160,46
Riau 72.396,34 72.297,05 72.390,88 70.769,78 70.604,54
Jambi 32.417,72 34.012,10 35.878,09 36.753,23 37.728,37
Sumsel 28.577,89 29.656,76 30.636,27 31.549,30 32.694,36
Bengkulu 18.143,51 18.919,30 19.626,72 20.302,48 21.043,16
Lampung 21.794,83 22.770,68 23.647,27 24.581,68 25.570,21
Bangka 31.172,42 32.081,30 32.859,64 33.479,77 34.135,95
Kep. Riau 70.930,00 73.743,33 76.313,81 78.616,07 80.329,85
Jakarta 123.962,38 130.060,31 136.312,34 142.892,19 149.779,37
Jawa Barat 23.036,00 24.118,31 24.966,86 25.842,32 26.921,97
Jateng 20.950,62 21.844,87 22.819,16 23.887,37 24.967,85
Yogyakarta 20.183,88 21.037,70 21.867,90 22.688,35 23.566,25
Jatim 29.508,40 31.092,04 32.703,39 34.272,29 35.962,40
Banten 27.716,47 28.910,66 29.846,64 30.799,59 31.761,92
Bali 26.689,58 28.129,67 29.668,90 31.094,58 32.664,35
NTB 14.276,69 14.809,84 15.369,94 18.476,51 19.310,68
NTT 10.030,98 10.396,76 10.742,32 11.099,85 11.487,56
Kalbar 21.062,22 21.971,93 22.712,65 23.451,95 24.309,13
Kalteng 27.749,01 29.106,40 30.216,73 31.619,18 32.903,20
Kalsel 25,547,77 26.423,90 27.220,27 27.787,88 28.536,10
Kaltim 124,501,88 133.868,68 133.086,11 12.8594,76 125.377,88
Kalut - 74.106,93 77.152,60 76.823,85 76.785,92
Sulut 25.145,96 26.445,86 27.805,52 29.196,39 30.682,60
Sulteng 22.724,47 24.490,98 25.316,27 28.784,20 31.170,24
Sulsel 24.507,17 26.083,42 27.749,47 29.430,67 31.295,24
Sultengg 25.489,79 26.815,36 27.896,05 29.201,90 30.474,05
Gorontalo 16.650,27 17.639,12 18.622,44 19.473,94 20.427,41
Sulbar 17.169,06 18.008,81 19.232,05 20.265,50 21.087,43
Maluku 13.129,11 13.572,07 14.219,62 14.740,30 15.325,25
Malut 15.691,01 16.332,22 16.869,52 17.534,41 18.177,00
Pabar 55.047,84 57.581,36 59.142,59 60.064,13 61.242,01
Papua 36.280,03 38.621,36 39.271,88 41.424,06 44.420,53
Sumber: bps.go.id
85
Hal ini menggambarkan belum terjadinya pemeratan pendapatan
masyarakat Indonesia, hal ini lah yang menjadi perhatian pemerintah saat ini
untuk mengoptimalkan hasil pembangunan di setiap daerahnya agar tetap
mengusahakan dari setiap kebijakan pembangunan mengarah pada pemeratan
hasil pembangunan suatu daerah. Rata-rata dari semua provinsi yang di
Indonesia memiliki tren yang meningkat dari tahun ke tahun, dimulai dari
tahun 2012 hingga 2016 dan ini memungkinkan adanya indikasi pertumbuhan
ekonomi regional daerah atau provinsi mengalami kenaikan dan tidak
dipungkiri bahwa kondisi ekonomi nasional sangat mempengaruhinya.
4. Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan merupakan masalah yang cukup umum pada negara
berkembang, terlebih Indonesia adalah masuk ke dalam kategori negara
berkembang. Kemiskinan pula menjadi masalah yang cukup pelik karena
keberadaannya menjadi masalah yang dapat menimbulkan masalah sosial
lainnya. Hingga kini kemiskinan merupakan kondisi yang sangat menjadi
perhatian pemerintah untuk melakukan upaya penekan terhadap tingkat
kemiskinan di Indonesia, salah satu caranya yaitu dengan membangun
manusia menjadi manusia yang berpendidikan, sehat, dan mampu bekerja
untuk menghasilkan pendapatan yang dapat dilihat dari tingat pembangunan
manusianya. Kondisi kemiskinan ini merupakan kondisi yang sangat
mengkhawatirkan, karena kemiskinan dapat membentuk pola lingkaran yang
tidak berujung yang sulit untuk diatasi dan dihilangkan.
86
Tabel 4.6
Tingkat Kemiskinan di Indonesia (%)
Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
Aceh 12,47 11,55 11,36 10,92 10,79
Sumatera Utara 10,28 1045 9,81 10,51 9,69
Sumatera Barat 6,45 6,38 5,41 5,73 5,52
Riau 6,68 6,68 6,53 7,05 6,38
Jambi 10,53 10,41 10,67 11,60 12,11
Sumatera Selatan 13,29 13,28 12,96 12,51 12,73
Bengkulu 16,89 17,29 17,19 18,15 16,16
Lampung 11,88 10,89 10,68 9,25 10.15
Bangka Belitung 3,73 3,47 3,04 2,77 2,67
Kep. Riau 6,77 5,79 5,61 5,00 4,99
DKI Jakarta 3,70 3,72 4,09 3,61 3,75
Jawa Barat 8,71 8,69 8,32 8,58 7,55
Jawa Tengah 13,11 12,53 11,50 11,50 11,38
DI Yogyakarta 13,10 13,73 13,36 11,93 11,68
Jawa Timur 8,90 8,90 8,30 8,41 7,91
Banten 4,41 5,27 4,74 5,11 4,49
Bali 3,81 4,17 4,35 4,52 3,53
NTB 21,65 18,69 19,17 18,40 17,55
NTT 12,21 10,10 10,68 9,41 10,17
Kalimantan Barat 5,49 5,68 5,47 6,00 4,97
Kalimantan Tengah 4,21 5,80 4,75 5,68 4,49
Kalimantan Selatan 3,56 3,75 3,68 4,27 3,43
Kalimantan Timur 3,82 3,99 3,98 3,73 3,86
Kalimantan Utara - - - 3,68 4,50
Sulawesi Utara 6,36 6,12 5,57 5,26 5,22
Sulawesi Tengah 9,02 9,45 10,35 11,06 10,07
Sulawesi Selatan 4,44 5,23 4,93 4,93 4,47
Sulawesi Tenggara 4,62 5,52 6,62 7,84 6,87
Gorontalo 4,80 6,00 6,24 6,84 5,78
Sulawesi Barat 10,03 8,57 9,99 8,69 8,43
Maluku 8,39 7,96 7,35 7,83 7,86
Maluku Utara 2,92 3,56 3,58 2,61 3,76
Papua Barat 5,36 4,89 5,52 5,68 5,69
Papua 5,81 5,22 4,46 3,61 4,21
Sumber: bps.go.id
87
Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat bahwasanya kemiskinan menjadi
masalah yang cukup mengkhawatirkan di sebagian provinsi di Indonesia. Hal
ini terlihat dengan adanya sebagian daerah yang memiliki presentase
kemiskinan di atas sepuluh persen yaitu Aceh, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTB, NTT, dan Sulawesi
tengah. Tingkat kemiskinan terendah berada pada Provinsi Bangka Belitung,
Sulawesi Selatan dan Bali dengan kisaran angka 2,67 hingga 4,47 persen.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Hasil Estimasi Model Data Panel
a. Pendekatan Common Effect
Tampilan pertama dari uji data panel ialah common effect. Model
ini adalah teknik regresi yang paling sederhana untuk mengestimasi
data panel dengan cara hanya mengkombinasikan data time series dan
cross section. Tabel 4.7 merupakan hasil dari pendekatan pooled least
square.
Tabel 4.7
Regresi Data Panel Pooled Least Square
Variabel t-Statistic Prob.
C 8, 014625 0,0000
ZIS 0,254253 0,8007
PDRB_Kapita 4,721712 0,0000
Kemiskinan -2,671971 0,0113
Adjusted R-square 0,487488
F-statistic 13,36524
Prob. (F-statistic) 0,000005
Sumber: Data diolah, 2018
88
b. Pendekatan Fixed Effect Model
Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu
waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu
yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu model yang dapat
menunjukkan perbedaan konstanta antar objek, meskipun dengan
koefisien regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi
fixed effect (efek tetap). Tabel 4.8 merupakan hasil dari pendekatan
fixed effect.
Tabel 4.8
Regresi Data Panel Fixxed Effect Model
Variabel t-Statistic Prob.
C -0,448649 0,6573
ZIS 2,691186 0,0121
PDRB_Kapita 2,927190 0,0069
Kemiskinan -1,473119 0,1523
Adjusted R-square 0,963923
F-statistic 87,83447
Prob. (F-statistic) 0,000000
Sumber: Data diolah, 2018
c. Pendekatan Random Effect Model
Efek random digunakan untuk mengatasi kelemahan model efek
tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami
ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random
menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan
antar objek. Tabel 4.9 merupakan hasil dari pendekatan random effect.
89
Tabel 4.9
Tabel Random Effect
Variabel t-Statistic Prob.
C 3,095258 0,0038
ZIS 4,663039 0,0000
PDRB_Kapita 2,993320 0,0050
Kemiskinan -2,482829 0,0178
Adjusted R-square 0,604940
F-statistic 20,90636
Prob. (F-statistic) 0,000000
Sumber: Data diolah, 2018
2. Memilih Model Data Panel
a. Uji Chow
Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik, dimana jika F statistik
lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak. Nilai Chow menunjukkan nilai F
statistik dimana bila nilai Chow yang kita dapat lebih besar dari nilai F
tabel yang digunakan berarti kita menggunakan model fixed effect atau
dengan membandingkan nilai probabilitas terhadap Chi square. pengujian
hipotesa sebagai berikut:
H0: Model PLS (Pooled Least Square)
H1: Model Fixed Effect
Dari hasil regresi berdasarkan model PLS dan fixed effect diperoleh hasil
pada Tabel 4.10.
90
Tabel 4.10
Tabel Hasil Uji Chow
Effects Test Statistic d.f Prob.
Cross-section F 53,823884 (9,27) 0,0000
Cross-section Chi-square 117,653778 9 0,0000
Sumber: Data diolah, 2018
Dari hasil uji Chow terlihat bahwa nilai probabilitas Chi-square
lebih < α yaitu sebesar 0,000 < 0,05. Maka dari hasil tersebut dapat
disimpulkan menolak H0 dan menerima H1 atau dengan kata lain menolak
model pooled least square dan menerima model fixxed effect. Langkah
selanjutnya adalah menentukan model terbaik antara fixed effect dan
random effect melalui uji hausman.
b. Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk menentukan apakah menggunakan
model fixed effect atau model random effect yang paling tepat. Pengujian
uji hausman dilakukan dengan hipotesis berikut :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H0
ditolak dan model yang tepat adalah model fixed effect, sedangkan
sebaliknya bila nilai statistik hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka
model yang tepat adalah model random effect atau dengan membanding
probabilitas cross-section dengan α.
91
Tabel 4.11
Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f Prob.
Cross-section random 6,409526 3 0,0933
Sumber : Data diolah, 2018
Dari hasil uji hausman tersebut terlihat bahwa nilai probabilitas
cross-section lebih besar dari α yaitu sebesar 0,0933 > 0,05 itu artinya
menolak hipotesis H1 dan menerima H0 atau dengan kata lain model yang
diterima adalah model random effect yang dijadikan sebagai model
terbaik dalam penelitian ini setelah dari beberapa pengujian.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji Signifikansi Individual (Uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas yaitu
penyaluran ZIS, PDRB per kapita dan kemiskinan berpengaruh secara
parsial atau masing-masing terhadap variabel terikatnya yaitu IPM.
Pengujian ini dilihat dari masing-masing nilai t-statistik atau t-Hitung
terhadap t-Tabel dalam menentukan hipotesis yang ada atau dengan cara
membandingkan nilai probabilitas dari masing-masing variabel terhadap
nilai signifikansinya yakni 5% atau 0,05. Dalam penelitian ini dengan
tingkat kepercayaan (α) = 5% atau 0,05 dengan df = 36 memiliki nilai t-
Tabel yaitu 2,028.
92
Tabel 4.12
Hasil Uji Regresi dengan Random Effect
Model
Variable
Random Effect
t-Statistic Prob.
C 3,095258 0,0038
ZIS 4,663039 0,0000
PDRB_Kapita 2,993320 0,0050
Kemiskinan -2,482829 0,0178
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa variabel bebas ZIS (zakat, infak,
sedekah) berpengaruh signifikan terhadap IPM di Indonesia. Hal ini dapat
diketahui dengan melihat nilai probabilitas dari variabel ZIS adalah 0,000
< α (0,05) atau dengan membandingkan t-Hitung dan t-Tabel. T-Hitung
dari variabel ZIS yaitu 4,663039 > 2,028 (t-Tabel). Hal ini menunjukan
bahwa variabel ZIS memiliki pengaruh terhadap peningkatan atau
penurunan dari nilai indeks pembangunan manusia di Indonesia.
Variabel PDRB per kapita berpengaruh positif terhadap IPM, itu
terlihat dari nilai probabilitas PDRB per kapita 0,0050 < 0,05 atau t-Hitung
sebesar 2,993320 > 2,028 (t-Tabel), itu artinya semakin besar nilai PDRB
per kapita semakin meningkat pula nilai indeks pembangunan manusia di
Indonesia.
Variabel kemiskinan berpengaruh negtaif terhadap IPM di Indonesia
terlihat dari nilai probabilitas kemiskinan sebesar 0,0178 < 0,05 atau nilai
t-Hitung |2,482829| > 2,028 (t-Tabel), hal ini menunjukkan bahwa semakin
93
tinggi tingkat kemiskinan di Indonesia akan mempengaruhi penurunan
indeks pembangunan manusia begitu juga sebaliknya jika kemiskinan di
Indonesia mengalami penurunan maka nilai IPM akan meningkat.
b. Uji Signifikansi Simultan (Serentak)
Uji F merupakan alat uji statistik yang secara bersama-sama atau
keseluruhan koefisien regresi antara variabel-variabel independennya
terhadap variabel dependennya. Koefisien regresi diuji secara serentak
untuk mengetahui apakah keserempakan tersebut mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap model.
Tabel 4.13
Uji F-Statistik
Prob (F-statistic) 0,000000
F-statistic 20,90636
Sumber: Data diolah, 2018
Uji F statistik pada dasar untuk mengetahui apakah semua variabel
bebas pada model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau
simultan terhadap variabel terikat dari suatu model. Dari hasil regresi
pengaruh Penyaluran ZIS, PDRB per kapita, dan kemiskinan terhadap
IPM di Indonesia pada tahun 2013 – 2016 yang menggunakan taraf
keyakinan 95 persen (α=5%) dengan degree of freedom for numerator
(dfn) = 3 (k-1, 4-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 36 (n-
k = 40-4), maka diperolah nilai F-tabel sebesar 2,87. Terlihat bahwa
berdasarkan Tabel 4.12 nilai F-hitung menunjukkan angka 20,90636 >
2,87 (nilai F-tabel) atau bisa juga dengan melihat nilai probabilitas yang
94
menunjukan angka 0,00000 < 0,05 (α). Berdasarkan hasil tersebut bahwa
variabel bebas dalam model ini yaitu ZIS, PDRB per kapita dan
kemiskinan memiliki pengaruh secara simultan atau bersama-sama
terhadap varabel terikatnya yaitu IPM di Indonesia dalam kurun waktu
tahun 2013 – 2016.
c. Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui sampai
sejauh mana ketepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam
mewakili kelompok data hasil observasi. Koefisien determinasi
menggambarkan bagian dari variasi total yang dapat diterangkan oleh
model. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1), maka ketepatannya
dikatakan semakin baik. Berikut adalah hasil regresi dari penyaluran ZIS,
PDRB per kapita dan kemiskinan terhadap nilai IPM di Indonesia dalam
kurun waktu 2013 – 2016:
Tabel 4.14
Nilai Adjusted R2
Adjusted R-squared 0,604940
Sumber: Data diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.14 terlihat bahwa nilai koefisien determinan
menunjukan angka 0,604940 yang memiliki arti bahwa 60, 4940 persen
IPM di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel penyaluran ZIS, PDRB
per kapita dan kemiskinan, sedangkan sisanya 39,506 persen dijelaskan
oleh variabel-variabel lain di luar model.
95
4. Model Penelitian
Berdasarkan hasil olah data regresi data panel yang telah dilakukan
sebelumnya, maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Random Effect, maka model dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4.15
Nilai Koefisien Variabel
Variabel Koefisien
C 35,19057
ZIS 0,153111
PDRB_Kapita 3,199995
Kemiskinan -0,343672
Sumber: Data diolah, 2018
IPMit = 35,19057 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Interpretasi dari model tersebut adalah sebagai berikut :
a. Nilai konstanta (c) dalam model tersebut menunjukkan angka sebesar
35,19057. Itu artinya, jika variabel independen (ZIS, PDRB per Kapita,
dan Kemiskinan) pada observasi IPM i dan tahun t adalah bernilai nol,
maka nilai IPM di Indonesia sebesar 35,19057.
b. Nilai koefisien variabel ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah) sebesar
0,153111. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel ZIS memiliki
hubungan positif terhadap IPM, artinya jika variabel ZIS di Indonesia
naik satu satuan akan menaikkan IPM sebesar 0,153111.
c. Nilai koefisien variabel PDRB per Kapita sebesar 3,199995. Hal
tersebut menunjukkan bahwa variabel PDRB per Kapita memiliki
96
hubungan yang positif terhadap IPM, artinya jika variabel PDRB per
Kapita di Indonesia naik satu satuan akan menaikkan IPM sebesar
3,199995.
d. Nilai koefisien variabel kemiskinana sebesar -0,343672. Hal tersebut
menunjukkan bahwa variabel kemiskinan memiliki hubungan yang
negatif terhadap IPM, artinya jika kemiskinan di Indonesia naik satu
satuan akan menurunkan IPM sebesar 0,343672.
Dari ketiga variabel bebas yang ada dalam penelitian ini, variabel
PDRB per Kapita yang memiliki nilai koefisien korelasi tersebesar. Hal ini
menandakan bahwa dengan adanya peningkatan PDRB per kapita akan
langsung dirasakan oleh individu untuk memperbaiki kualitas hidupnya,
dimana pendapatan yang didapat bisa langsung dibelanjakan atau untuk
keperluan konsumsi sehingga daya beli masyarakat meningkat dan pada
akhirnya akan meningkatkan IPM, karena salah satu indikator pembentuk
IPM ialah daya beli.
Analisa sederhananya adalah jika individu memiliki pendapatan atau
mengalami peningkatan pendapatan, maka individu tersebut dapat langsung
menyesuaikan pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan
dasar, namun dua variabel lain yaitu penyalauran dana ZIS dan tingkat
kemiskinan memiliki korelasi yang rendah disebabkan karena perubahan
yang terjadi pada penyaluran dana ZIS tidak langsung berpengaruh terhadap
diri individu melainkan melalui program-program pemerintah yang
mengarah kepada peningkatan IPM di Indonesia.
97
5. Interpretasi Hasil Analisis
a. Interpretasi Koefisien Provinsi
Nilai koefisien dari masing-masing provinsi di sepuluh provinsi di
Indonesia dalam penelitian ini dapat dilahat dalam Tabel 4. 16.
Tabel 4. 16
Nilai Koefisien Provinsi di Indonesia
Variabel Koefisien
ZIS 0,153111
PDRB_Kapita 3,199995
Kemiskinan -0,343672
Random Effect (Cross)
Sumut 1,826353
Riau -1,482566
Sumsel 0,143257
Babel -1,681962
Jabar 0,965559
Banten 0,137158
Bali 3,460952
Kalteng -0,849247
Kalsel -1,642199
Kaltim -0,877306
Sumber: Data diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa pada masing-
masing provinsi memiliki nilai koefisien yang berbeda-beda. Berikut
interpretasinya:
1). Provinsi Sumatera Utara
IPM_Sumutit = 1,826353 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
98
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Sumatera Utara sebesar
1,834335.
2). Provinsi Riau
IPM_Riauit = -1,482566 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Riau sebesar -1,482566.
3). Provinsi Sumatera Selatan
IPM_Sumselit = 0,143257+ 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Sumatera Selatan sebesar
0,143257.
4). Provinsi Bangka Belitung
IPM_Babelit = -1,681962 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Bangka Belitung sebesar --
1,681962.
99
5). Provinsi Jawa Barat
IPM_Jabarit = 0,965559 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Jawa Barat sebesar 0,965559.
6). Provinsi Banten
IPM_Bantenit = 0,137158+ 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Banten sebesar 0,137158.
7). Provinsi Bali
IPM_Baliit = 3,460952 + 0,153111 ZISit + 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Bali sebesar 3,460952.
8). Provinsi Kalimantan Tengah
IPM_Kaltengit= -0,849247+0,153111 ZISit+ 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
100
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar -
0,849247.
9). Provinsi Kalimantan Selatan
IPM_Kaltengit= -1,642199+0,153111 ZISit+ 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar -
1,642199
10). Provinsi Kalimantan Timur
IPM_Kaltimit= -0,877306+0,153111 ZISit+ 3,199995 PDRB_Kapitait
- 0,343672 Kemiskinanit + µit
Model tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen
(ZIS, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) bernilai nol maka nilai IPM
antar daerah dan antar waktu di Provinsi Kalimantan Timur sebesar -
0,877306.
b. Analisis Ekonomi
1). ZIS terhadap IPM
ZIS (zakat, infak dan sedekah) merupakan salah satu instrumen
pendapatan negara yang mulai berkembang ketika zaman Rasulullah
SAW. Kini instrumen ini menjadi instrumen yang hidup kembali
ketika suatu sistem perekonomian liberal sudah menunjukan
kegagalannya. ZIS merupakan harta yang dikeluarkan umat muslim
101
baik bersifat wajib atau suka rela yang mana keberadaannya untuk
disalurkan kepada golongan tertentu. Dalam penelitian ini penyaluran
dana ZIS menghasilkan bahwa variabel dana ZIS berpengaruh
signifikan terhadap nilai IPM di Indonesia dalam kurun waktu 2013
hingga 2016. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Rini Murniati (2014), bahwasannya ada perubahan
positif antara variabel zakat terhadap IPM di Bogor, dan penelitian
kedua dilakukan oleh Cut Risya Varlitya (2017), yang mengatakan
bahwa zakat berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia di
Aceh.
2). PDRB per Kapita terhadap IPM
Pendapatan per kapita adalah total pendapatan suatu daerah
dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama.
Angka yang digunakan semestinya adalah total pendapatan regional
dibagi jumlah penduduk. Angka pendapatan per kapita dapat
diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. Angka
pendapatan per kapita dapat dinyatakan dalam harga berlaku maupun
dalam harga konstan tergantung pada kebutuhan (Tarigan, 2005:21).
Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa PDRB per kapita
memiliki pengaruh signifikan positif terhadap tingkat IPM di
Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013 hingga 2016. Hasil ini
sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan
dalam penelitian ini. Salah satunya yang dituliskan oleh Novita Dewi
102
(2017) dalam jurnalnya bahwa masyarakat miskin dapat memperoleh
manfaat ganda dari pertumbuhan pendapatan serta peningkatan IPM
jika pemerintah mau menggunakan manfaat dari pertumbuhan untuk
membiayai pelayanan kesehatan dan akses pendidikan masyarakat
miskin tersebut dan penelitian yang dilakukan Nur Baeti (2013) di
Provinsi Jawa Tengah yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
yang diwakili oleh PDRB per kapita memiliki pengaruh signifikan
positif terhadap IPM.
3). Kemiskinan terhadap IPM
Kemiskinan merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum
ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai
kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi
maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak
mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Dari hasil
penelitian ini, kemiskinan memiliki pengaruh signifikan negatif terhap
tingakt IPM di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013 hingga 2016.
Hal ini menunjukan apabila tingkat kemiskinan di Indonesia naik,
maka akan menurunkan tingkat IPM di Indonesia. Hasil ini sesuai
dengan teori dan penelitian terdahulu oleh Dwi Hariyanto (2015) yang
menyatakan bahwa upaya menekan jumlah penduduk miskin yang
mempunyai elastisitas negatif terhadap perkembangan pembangunan
manusia, jika jumlah penduduk miskin meningkat maka pembangunan
manusia akan mengalami penurunan.
103
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Zakat, infak dan sedekah (ZIS) berpengaruh signifikan positif
terhadap variabel IPM dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05 yang berarti
jika variabel ZIS meningkat, maka variabel IPM juga meningkat. Nilai
probabilitas variabel ZIS sebesar 0,000 < 0,05 dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,153111. Hal tersebut mengartikan bahwa jika variabel ZIS
meningkat satu persen akan meningkatkan pula variabel IPM sebesar
0,153111 persen.
PDRB per kapita berpengaruh signifikan positif terhadap variabel IPM
dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05 yang berarti jika variabel PDRB per
kapita meningkat maka variabel IPM juga meningkat. Nilai probabilitas
variabel PDRB per kapita sebesar 0,0050 < 0,05 dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 3,199995. Hal tersebut mengartikan bahwa jika variabel
PDRB per kapita meningkat satu persen akan meningkatkan pula variabel
IPM sebesar 3,199995 persen.
Kemiskinan berpengaruh negatif terhadap variabel IPM dengan taraf
signifikansi 5% atau 0,05 yang berarti jika varaibel kemiskinan meningkat
maka variabel IPM akan menurun. Nilai probabilitas variabel kemiskinan
sebesar 0,0178 < 0,05 dengan nilai koefisien korelasi sebesar (--0,343672).
Hal tersebut mengartikan bahwa jika variabel kemiskinan meningkat satu
persen akan menurunkan variabel IPM sebesar 0,343672 persen.
104
ZIS, PDRB per kapita, dan Kemiskinan secara simultan atau bersama-
sama dapat mempengaruhi variabel IPM dengan taraf signifikansi 5% atau
0,05 yang berarti semua variabel independenya dapat menjelaskan variabel
dependenya. Nilai probabilitas secara simultan sebesar 0,0000 < 0,05 dengan
nilai Adjusted R-Square sebesar 0,604940. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
60,4940 persen variabel bebasnya dapat menjelaskan variabel terikatnya atau
variabel ZIS, PDRB per kapita dan kemiskinan mampu menjelaskan varaibel
IPM.
B. Saran
Dari kesimpulan diatas, penulis mencoba memberikan implikasi atau
masukan diantaranya :
Untuk meningkatkan efekifitas dari adanya dana ZIS, pemerintah harus
lebih giat lagi dalam proses pengumpulan dana ZIS serta pendistribusiannya.
Pendistribusian yang dilakukan hendaknya yang bertujuan kepada sektor-
sektor yang berhubungan dengan upaya pembangunan manusia, seperti sektor
pendidikan, modal usaha, kesehatan dan lain sebagainya. Diketahui dalam
penelitian ini penyaluran dana ZIS berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan pembangunan manusia dengan koefisien korelasi masih cukup
rendah sebesar 0,156282 persen dan dengan keseriusan pemerintah dalam
pemanfaatan dana ZIS ini diharapkan mampu meningkatkan pula IPM di
Indonesia.
Masih terbatasnya data penyaluran ZIS pada setiap provinsinya dan hal
ini pula yang perlu diperhatikan oleh lembaga BAZNAS agar mampu
105
memberikan informasi secara berkala kepada masyarakat luas dengan sistem
informasi yang lebih memadai serta pembaharuan data yang bersifat
kontinuitas.
PDRB per kapita merupakan faktor ekonomi yang mampu
mempengaruhi kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya, oleh karena ini pemerintah pusat ataupun daerah juga harus
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam negeri agar
lapangan pekerjaan di Indonesia mampu meningkatkan produktivitasnya dan
pada akhirnya akan meningkatkan PDRB per kapita secara regional.
Kemiskinan diketahui merupakan faktor penghambat dari adanya
pembangunan manusia, dengan ini pemerintah harus berupaya terus dalam
penekanan tingkat kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan memperluas lapangan
pekerjaan dan juga memberikan modal usaha yang produktif dan perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel-variabel di luar
model yang sekiranya dapat mempengaruhi variabel IPM dan menambahkan
sampel penelitian dari tiga puluh empat provinsi di Indonesia.
106
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kursid. (1997). Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Islam dalam
Etika Politik. Surabaya : Risalah Gusti.
Al-Arif, M. Nur Rianto. (2010). Efek Penggandaan Zakat serta Implikasinya
terhadap Program Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah
UIN Sunan Kalijaga, 5 (1) : 42 – 49.
Almizan. (2016). Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 1 (2) : 204 – 222.
Arsyad, Lincolin. (1993). Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Gunadarma.
Baeti, Nur. (2013). Pengaruh Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011. Economic Development
Analysis Journal, 2 (3) : 85 – 98.
Badan Pusat Statistik. (2009). Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi di
Indonesia 2012 - 2016. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. (2009). Tingkat Kemiskinan Provinsi di Indonesia 2012 -
2016. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. (2009). Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di
Indonesia 2012 - 2016. Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. (2009). Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia.
Jakarta : Badan Pusat Statistik
Badan Amil Zakat Nasional. (2018). Indonesia Zakat Outlook 2018. Distribusi
Alokasi Dana ZIS Provinsi di Indonesia. Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional.
Badan Amil Zakat Nasional. (2017). Laporan Outlook Zakat 2017. Penghimpunan
Zakat Nasional 2012 - 2016. Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional.
107
Badan Amil Zakat Nasional. (2017). Laporan Oulook Zakat 2017. Penyaluran
Zakat Nasional 2012 - 2016. Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional.
Brata, Aloysius Gunadi. (2002). Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi
Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi
Negara Berkembang, 7 (2) : 113 - 122.
Dewi, Novita. (2017). Pengaruh Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Riau. Jurnal JOM Fekon,
4 (1) : 870 – 882.
Hafidhuddin, Didin, dkk. (2008). The Power of Zakat Studi Perbandingan
Pengelola Zakat Asia Tenggara. Malang : UIN-Malang Press.
Huda, Nurul, dkk. (2015). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta :
PRENADAMEDIA GROUP.
Heriyanto, Dwi. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Barat. Jurnal Magister Ekonomi UNTAN, 1 (1) : 1 - 18.
Ibrahim, Patmawati, Siti Arni Basir and Asmak Ab Rahman. (2011). Sustainable
Economic Development: Concepts, Prinsiples and management from Islamic
Perspektive. European Journal of Social Sains, 24 (3) : 330 – 338.
Inayah, Gazi. (2003). Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta :
PT. Tiara Wacana Yogya.
Jhingan, M.L. (1993). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja
Grafindo.
Juanda, Bambang dan Junaidi. (2012). Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan
Aplikasi. Bogor : IPB Press.
108
Kuncoro, Mudrajad. (1997). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan, Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN.
Kusrini, Setiawan dan Dwi Endah. (2010). Ekonometrika. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET.
Makhlani, dan Ali Rama. (2013). Pembangunan Ekonomi dalam Tinjauan
Maqasid Syariah. Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Balitbang
Kemenag, 1 (1) : 31 – 46.
Melliana, Ayunanda, dan Ismaini Zain. (2013). Analisis Statistika Faktor yang
Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Timur dengan Menggunanakan Regresi Panel. Jurnal Sains dan Seni
Pomits, 2 (2) : 237 – 242.
Mirza, Denni Suliztio. (2012). Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah
Tahun 2006 – 2009. Economic Development Analiysis Journal, 1 (1) : 1 – 15.
Muliza, T.Zulham, dan Chenny Seftarita. (2017). Analisis Pengaruh Belanja
Pendidikan, Belanja Kesehatan, Tingkat Kemiskinan dan PDRB Terhadap
IPM di Provinsi Aceh. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 3 (1) : 51 – 69.
Murniati, Rina. (2014). Pengaruh Zakat terhadap Indeks Pembangunan Manusia
dan Tingkat Kemiskinan Mustahik: Studi Kasus Pendayagunaan BAZNAS
Kota Bogor. Jurnal Al-Muzara’ah, 2 (2) : 131 – 146.
Nofiaturrahma, Fifi. (2015). Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat Infak dan
Sedekah. Jurnal Zakat dan Wakaf, 2 (2) : 280 – 295.
Permono, Sjechul Hadi. (1992). Pendayagunaan Zakat dalam rangka
Pembangunan Nasional. Jakarta : Pustaka Firdaus.
109
Qardawi, Yusuf. (1991). Hukum Zakat: Studi Komparatif Mengenai Status dan
Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis, (Terj. Salman Harun, et al.,
Fiqhuz Zakat). Jakarta : PT Pustaka Litera Antar Nusa.
Rozalinda. (2016). Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi padaAktivitas Ekonomi.
Jakarta : Rajawali Pers.
Sadono, Sukirno. (2006). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Subandi. (2014). Ekonomi Pembangunan. Bandung: Alfabeta.
Todaro, M.P dan Smith, S. C. (2009). Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Teguh, Muhammad. (2005). Metodelogi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Uyun, Qurratul. (2015). Zakat, Infaq, Shodaqah dan Wakaf Sebagai Konfigurasi
Filantropi Islam. Jurnal Islamuna, 2 (2) : 219 – 234.
Verlitya, Cut Risya. (2017). Analisis Zakat sebagai Pendapatan Asli Daerah
terhadap Indeks Pembangunan Manusia: Pendekatan Data Panel (Studi
Kasus 12 Kabupaten/Kota Provinsi Aceh). Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Publik Indonesia, 4 (2) : 192 – 211.
Winarno, Wing Wahyu. (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.
110
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
DATA OBSERVASI
PROVINSI Tahun IPM ZIS
PDRB per
kapita Kemiskinan
Sumatera Utara 2013 68,36 9,903487553 10,28668013 10,45
2014 68,87 13,12236338 10,32472988 9,81
2015 69,51 21,40100746 10,36209556 10,51
2016 70 21,38380215 10,40077464 9,69
Riau 2013 69,91 21,22760447 11,18853861 6,68
2014 70,33 21,37315838 11,1898356 6,53
2015 70,84 22,60191987 11,16718735 7,05
2016 71,2 23,71477469 11,16484973 6,38
Sumatera Selatan 2013 66,16 17,58130476 10,29744537 13,28
2014 66,75 20,6608984 10,32993988 12,96
2015 67,46 21,45489 10,35930668 12,51
2016 68,24 22,18929158 10,39495786 12,73
Bangka Belitung 2013 67,92 16,91425058 10,37602858 3,47
2014 68,27 18,06350567 10,40000044 3,04
2015 69,05 20,18371318 10,41869665 2,77
2016 69,55 21,46803946 10,43810636 2,67
Jawa Barat 2013 68,25 20,50559023 10,09072658 8,69
2014 68,8 21,42461229 10,12530462 8,32
2015 69,5 22,1764839 10,15976874 8,58
2016 70,05 23,83915359 10,20069796 7,55
Banten 2013 69,47 22,2917551 10,27196566 5,27
2014 69,89 22,80316648 10,30382755 4,74
2015 70,27 22,88003803 10,33525666 5,11
2016 70,96 22,9674098 10,36602337 4,49
Bali 2013 72,09 13,12236338 10,24458017 4,17
2014 72,48 15,57336848 10,29785464 4,35
2015 73,27 18,0725407 10,34478881 4,52
2016 73,65 20,39029717 10,39403955 3,53
Kalimantan Tengah 2013 67,41 17,60875003 10,27871336 5,8
2014 67,77 16,06363947 10,31615102 4,75
2015 68,53 16,64282418 10,36151918 5,68
2016 69,13 16,95100477 10,4013252 4,49
Kalimantan Selatan 2013 67,17 17,69086958 10,18202418 3,75
2014 67,63 21,15426743 10,2117172 3,68
2015 68,38 21,30420075 10,23235523 4,27
2016 69,05 21,47365546 10,25892523 3,43
111
Kalimantan Timur 2013 73,21 21,11015684 11,8046146 3,99
2014 73,82 20,14023952 11,79875164 3,98
2015 74,17 22,1193112 11,76442134 3,73
2016 74,59 22,79241911 11,7390875 3,86
112
LAMPIRAN 2
Output Common Effect
Dependent Variable: IPM?
Method: Pooled Least Squares
Sample: 2013 2016
Included observations: 4
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 40
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 44.28467 5.525483 8.014625 0.0000
ZIS? 0.020774 0.081705 0.254253 0.8007
PDRB_KAPITA? 2.512693 0.532157 4.721712 0.0000
KEMISKINAN? -0.219846 0.082278 -2.671971 0.0113
R-squared 0.526912 Mean dependent var 69.79900
Adjusted R-squared 0.487488 S.D. dependent var 2.170999
S.E. of regression 1.554217 Akaike info criterion 3.814461
Sum squared resid 86.96129 Schwarz criterion 3.983349
Log likelihood -72.28921 Hannan-Quinn criter. 3.875525
F-statistic 13.36524 Durbin-Watson stat 0.096225
Prob(F-statistic) 0.000005
113
LAMPIRAN 3
Output Fixed Effect Model
Dependent Variable: IPM?
Method: Pooled Least Squares
Sample: 2013 2016
Included observations: 4
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 40
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -12.74857 28.41548 -0.448649 0.6573
ZIS? 0.107884 0.040088 2.691186 0.0121
PDRB_KAPITA? 7.824513 2.673046 2.927190 0.0069
KEMISKINAN? -0.328265 0.222837 -1.473119 0.1523
Fixed Effects (Cross)
_SUMUT--C 2.545607
_RIAU--C -4.352660
_SUMSEL--C 0.969486
_BABEL--C -1.079158
_JABAR--C 2.873441
_BANTEN--C 1.309350
_BALI--C 4.418142
_KALTENG--C -0.056224
_KALSEL--C -0.130053
_KALTIM--C -6.497932
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.975023 Mean dependent var 69.79900
Adjusted R-squared 0.963923 S.D. dependent var 2.170999
S.E. of regression 0.412360 Akaike info criterion 1.323116
Sum squared resid 4.591095 Schwarz criterion 1.872002
Log likelihood -13.46232 Hannan-Quinn criter. 1.521576
F-statistic 87.83447 Durbin-Watson stat 1.201905
Prob(F-statistic) 0.000000
114
LAMPIRAN 4
Output Random Effect Model
Dependent Variable: IPM?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2013 2016
Included observations: 4
Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 40
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 35.19057 11.36919 3.095258 0.0038
ZIS? 0.153111 0.032835 4.663039 0.0000
PDRB_KAPITA? 3.199995 1.069045 2.993320 0.0050
KEMISKINAN? -0.343672 0.138419 -2.482829 0.0178
Random Effects (Cross)
_SUMUT--C 1.826353
_RIAU--C -1.482566
_SUMSEL--C 0.143257
_BABEL--C -1.681962
_JABAR--C 0.965559
_BANTEN--C 0.137158
_BALI--C 3.460952
_KALTENG--C -0.849247
_KALSEL--C -1.642199
_KALTIM--C -0.877306
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 1.732859 0.9464
Idiosyncratic random 0.412360 0.0536
Weighted Statistics
R-squared 0.635329 Mean dependent var 8.246692
Adjusted R-squared 0.604940 S.D. dependent var 0.686426
S.E. of regression 0.431445 Sum squared resid 6.701218
F-statistic 20.90636 Durbin-Watson stat 0.936734
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.400784 Mean dependent var 69.79900
Sum squared resid 110.1456 Durbin-Watson stat 0.056991
115
LAMPIRAN 5
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 53.823884 (9,27) 0.0000
Cross-section Chi-square 117.653778 9 0.0000
116
LAMPIRAN 6
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 6.409526 3 0.0933
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
ZIS? 0.107884 0.153111 0.000529 0.0492
PDRB_KAPITA? 7.824513 3.199995 6.002318 0.0591
KEMISKINAN? -0.328265 -0.343672 0.030496 0.9297