analisis pengaruh nilai tukar rupiah, kepemilikan saham ... · pdf filemark (dm) terhadap...
TRANSCRIPT
Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Kepemilikan Saham
Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap Pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Jakarta (BEJ)
O
L
E
H
IR. AGUNG BUDILAKSONO, SE, MM
2005
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Jeff Madura (1993) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar, yaitu faktor fundamental, faktor teknis, dan sentimen
pasar. Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar
dan intervensi Bank Sentral. Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran
dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan,
sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan naik dan sebaliknya.
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara
tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka
nilai tukar akan kembali normal.
Dalam perekonomian terbuka dengan arus lalu lintas modal yang bebas,
peningkatan suku bunga akan memperkuat nilai tukar karena terjadi pemasukan
modal dari luar negeri. Selama periode sebelum krisis, teori tersebut terbukti
kebenarannya yang ditunjukkan oleh nilai tukar yang cenderung mengalami
apresiasi karena capital inflow yang besar ($12,7 miliar tahun 1996/97) yang
didukung interest differential yang selalu positif, rupiah relatif stabil dengan
fluktuasi antara Rp 2.200 - 2.300 per dolar antara Januari 1996 - Juni 1997.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2
Memasuki periode krisis, hubungan antara suku bunga dan nilai tukar menjadi
tidak menentu atau terjadi decoupling (putus hubungan) antara suku bunga dan
nilai tukar, dimana suku bunga meningkat tetapi nilai tukar terus merosot. Rupiah
dua kali mencapai titik terendah, yaitu bulan Januari dan Juni 1998, sementara
interest differential terus meningkat hingga mencapai puncaknya bulan Juli 1998.
Efektifitas suku bunga dalam mempengaruhi nilai tukar sejak Januari 1998
sampai Agustus 1998 dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan suku bunga
efektif untuk memperkuat rupiah apabila tidak terdapat faktor-faktor lain di luar
faktor ekonomi yang mengganggu. Sebaliknya, suku bunga kurang atau tidak
efektif untuk memperkuat nilai tukar apabila terdapat faktor-faktor non ekonomi
yang mengganggu, seperti isu politik, sosial, dan keamanan akibat meningkatnya
country risk.
Dalam analisis ekonomi, nilai suatu perusahaan perlu dikaitkan dengan
pergerakan nilai tukar. Shapiro (1975) melakukan penelitian dalam upaya
melakukan prediksi penambahan nilai dari perusahaan di home country dengan
terjadinya depresiasi dari nilai tukar home country.
Adler dan Dumas (1984) melakukan penelitian dan menemukan bahwa
perusahaan-perusahaan yang keseluruhan operasinya ada di tingkat domestik
juga dipengaruhi oleh nilai tukar, jika harga input dan output perusahaan tersebut
dipengaruhi oleh pergerakan mata uang.
Beberapa penelitian lain yang terkait yang dilakukan oleh Mao dan Kao
(1990), dan Bortov dan Bodnar (1992) menemukan bahwa nilai saham
perusahaan ekportir lebih sensitif terhadap perubahan nilai tukar mata uang asing.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
Luetherman (1991) melalukan sebuah pengetesan hipotesis yang
mengatakan bahwa sebuah depresiasi nilai tukar meningkatkan daya saing sektor
manufaktur suatu home country dibandingkan kompetitor asing. Hasil
penelitiannya tidak menemukan dukungan terhadap hipotesis tersebut. Perusahaan
tidak diuntungkan dari sebuah depresiasi nilai tukar di home-country nya. Tetapi
justru malah ditemui suatu penurunan yang signifikan dari market share industri
mereka akibat depresiasi nilai tukar di home country.
Bodner dan Gentry (1993) melakukan penyelidikan tingkat exposure dari
industri pada 3 negara yaitu Canada, Jepang dan Amerika yang diakibatkan oleh
depresiasi nilai tukar. Mereka menemukan bahwa beberapa industri di ke 3 negara
tersebut mempunyai exposure yang signifikan.
Choi dan Prasad (1995) mengembangkan sebuah model dan menyelidiki
sensitivitas nilai tukar pada 409 perusahaan multinasional Amerika. Mereka
menemukan indikasi bahwa perubahan nilai tukar mempengaruhi nilai
perusahaan. Mereka juga menemukan bahwa 60 persen perusahaan mempunyai
exposure nilai tukar yang signifikan.
Domely dan Sheehy (1996) melakukan penelitian dan menemukan adanya
hubungan antara nilai tukar dan nilai pasar dari para exportir besar.
Miller dan Reuer (1998) melakukan suatu studi atas implikasi perbedaan
strategi dan struktur industri dari exposure ekonomi perusahaan terhadap
pergerakan nilai tukar, dan menemukan bahwa 13-17% perusahaan manufaktur
Amerika mengekspos pergerakan niali tukar mata uang asing. Disamping itu juga
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
ditemui bahwa investasi asing langsung mengurangi tingkat exposure ekonomi
dari pergerakan nilai tukar mata uang asing.
Glaum, Brunner dan Himmer (2000) melakukan penelitian mengenai
exposure ekonomi perusahaan-perusahaan Jerman untuk mengubah Deutsche
Mark (DM) terhadap nilai tukar dolar Amerika. Glaum, Brunner dan Himmer
menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Jerman mengekspo secara signifikan
terhadap perubahan DM terhadap nilai US$.
Sebagian besar studi-studi mengenai exposure nilai tukar diukur dengan
menggunakan analisis regresi dengan menggunakan return saham. Adler dan
Simon (1986) mengukur exposure ekonomi sebagai slope dari return saham
terhadap perubahan nilai tukar. Jorion (1990) membuat suatu model yang
menggunakan penambahan return pasar untuk mengendalikan pergerakan pasar.
Seperti juga Jorion, Booth dan Rotenberg (1990) dan Bodnar dan Gentry (1993)
melakukan penyelidikan mengenai exposure dengan return pasar, Miller dan
Reuner (2000) melakukan estimasi exposure ekonomi dengan pendekatan
pemodelan multivariate. Mereka menerapkan model 3 mata uang, juga
menambahkan beberapa variabel makroekonomiyang khusus seperti return pasar
modal secara keseluruhan dan tingkat suku bunga. Flanney dan James (1984) dan
Sweeney dan Warga (1986) juga menggunakan tingkat suku bunga dalam model
mereka. Doneely dan Sheehy (1996) membentuk suatu portfolio dengan 39
perusahaan, dan menyelidiki hubungan antara abnormal return pada portfolio
perusahaan ekportir dan return yang sesungguhnya. Khoo (1994) melakukan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 5
estimasi exposure ekonomi dari perusahaan pertambangan dengan menggunakan
nilai tukar, tingkat suku bunga dan harga minyak.
Jelas terlihat bahwa dari penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa nilai tukar mempunyai peran yang strategis bagi suatu perusahaan
khususnya perusahaan yang dalam aktivitas produksi dan operasinya banyak
memanfaatkan mata uang asing. Oleh karena mempunyai peran yang strategis
dalam suatu perusahaan, maka tentunya hal ini akan menjadi salah satu alasan
bagi investor dalampengambilan keputusan investasinya. Perilaku keputusan
investasi dari seorang investor dalam suatu pasar modal akan tercermin dari
pergerakan-pergerakan indeks harga saham gabungan pada pasar modal tersebut.
Dalam kasus Bursa Efek Jakarta, maka pergerakan indeks saham gabungan akan
menjadi tolok ukur kegairahan bursa dalam merespon perkembangan ekonomi
yang ada. Pergerakan tersebut merupakan manifestasi dari kegairahan para
investor untuk mengejar peluang investasi yang ada. Kemudian timbul
pertanyaan, seberapa besar faktor nilai tukar dapat mempengaruhi pergerakan
saham tersebut? Hal ini perlu diuji lebih lanjut untuk mengetahui jawaban
pertanyaan tersebut.
Apakah penambahan kepemilikan saham oleh pihak investor asing sebagai
akibat dari menguatnya nilai mata uang asing memberikan dampak pada
pergerakan IHSG di Bursa Efek Jakarta yang cukup signifikan. Bagaimana
perilaku para investor asing tersebut pasca pemboman WTC di Amerika tahun
2001 dan pemboman di Bali tahun 2002 terkait dengan pergerakan IHSG di BEJ?
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 6
Apakah intervensi Bank Indonesia melalui instrumen SBI cukup efektif
untuk menggerakkan IHSG?
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan
pokok-pokok permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian ini,
yaitu:
1. Seberapa besar pengaruh variabel nilai tukar dan SBI serta kepemilikan
saham oleh investor asing secara bersama-sama pada pergerakan IHSG di
Bursa Efek Jakarta?
2. Seberapa besar pengaruh masing-masing variabel (nilai tukar, SBI dan
kepemilikan saham ) pada pergerakan IHSG di BEJ?
1.3. Motivasi Penelitian
Motivasi dari penelitian ini diilhami dari penelitian-penelitian sebelumnya
yang berkaitan dengan pemanfaatan variabel makro ekonomi seperti Gross
Domestic Product (GDP) dan inflasi dalam memprediksi tingkat penghasilan
saham suatu sektor industri. Sementara variabel perubahan nilai tukar masih
belum menjadi perhatian peneliti-peneliti sebelumnya. Padahal kalau melihat
pada kejadian krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997 faktor nilai tukar
memainkan peran yang sangat penting dalam mendorong terjadinya krisis dan
kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Penelitian ini akan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 7
mencoba untuk mengkombinasikan variabel nilai tukar, SBI dan kepemilikan
saham oleh pihak asing dalam mempegaruhi pergerakan indek saham di BEJ.
Motivasi dari penelitian yang akan dilakukan ini secara rinci dapat
diuraikan sebagai berikut: (1) untuk melihat sejauh mana variabel nilai tukar, SBI
dan kepemelikan saham oleh asing secara bersama-sama dapat mempengaruhi
pergerakan IHSG di BEJ, (2) untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara
variabel nilai tukar, SBI dan kepemilikan saham oleh investor asing.
Motivasi lain dari penelitian ini juga ingin memberikan kontribusi pada
khasanah ilmu keuangan khususnya berkaitan dengan variabel-variebel yang
mempengaruhi pergerakan IHSG.
1.4. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk memodelkan suatu fenomena yang ada yang
dimodifikasikan dengan suatu model yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Diharapkan dari penelitian ini akan dapat memberikan berbagai
macam kontribusi baik secara empiris, teoritis maupun kebijakan.
1.4.1. Kontribusi Empiris
Kontribusi empiris yang diharapkan dapat disumbangkan dari penelitian
ini adalah suatu pengamatan terhadap pengaruh variabel nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika, SBI dan kepemilikan saham oleh investor asing terhadap
pergerakan indeks saham gabungan di BEJ.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 8
Model pendugaan pergerakan IHSG yang dilakukan dalam penelitian ini
didasarkan pada pengamatan empiris akhir bulanan terhadap variabel IHSG, nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika, SBI, dan kepemilikan saham oleh investor
asing selama periode bulan Juni 2002 sampai dengan bulan Juni 2004 atau selama
2 tahun.
1.4.2. Kontribusi Teoritis
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya berkaitan dengan
pengaruh nilai tukar pada imbal hasil saham memberikan peluang pengembangan
penelitian lebih lanjut. Penelitian ini mencoba melakukan modifikasi untuk
melihat pengaruh nilai tukar terhadap pergerakan IHSG yang dibarengi oleh
variabel-variabel makro lainnya seperti SBI dan variabel kepemilikan saham oleh
pihak investor asing. Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan informasi
tambahan mengenai model pendugaan IHSG berdasarkan pada variabel-variabel
nilai tukar, SBI dan kepemilikan saham oleh investor asing.
1.4.3. Kontribusi Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kebijakan bagi
ootoritas terkait dalam upaya untuk meningkatkan daya tarik investor asing dan
domestik bagi peningkatan IHSG di BEJ secara berkesinambungan.
Begitu juga kontribusi kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi
investor asing maupun domestik di BEJ.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 9
1.5. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menemukan bukti empiris pengaruh variabel nilai tukar, SBI dan kepemilikan
saham oleh investor asing pada pergerakan indeks saham gabungan di BEJ.
2. Menyelidiki seberapa besar pengaruh variabel nilai tukar, SBI dan
kepemilikan saham oleh investor asing pada pergerakan IHSG di BEJ.
3. Menemukan bukti ada atau tidaknya korelasi di antara masing-masing
variabel.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 10
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KAJI LITERATUR
2.1 Teori Nilai Tukar Mata Uang
Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar
mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan
konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang
pada gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan
datang dari perusahaan dan harga saham perusahaan tersebut. Ekuitas yang
merupakan bagian dari kekayaan perusahaan, dapat mempengaruhi perilaku nilai
tukar melalui mekanisme permintaan uang berdasarkan model penentuan nilai
tukar ahli moneter (Gavin, 1989).
Studi sebelumnya yang telah melakukan penelitian mengenai hubungan
antara pasar modal dan pasar nilai tukar dilakukan oleh Aggarwal (1981), Soenen
dan Hennigar (1988), Ma dan Kao (1990), Roll (1992) dan Chow et al (1997).
Mereka menemukan hasil-hasil yang berbeda terkait denganhubungan ke 2 pasar
tersebut. Aggarwal (1981) menemukan bahwa revaluasi US$ berhubungan secara
positif dengan return pasar saham. Berbeda dengan Soenen dan Hennigar (1988)
menemukan hubungan yang negatif. Roll (1982) menggunakan data harian
selama periode 1988-1991 menemukan hubungan yang positif antara ke dua pasar
tersebut. Chow et al (1997 ) menggunakan data bulanan untuk periode 1977-1989
menemukan tidak ada hubungan antara return saham dengan return nilai tukar.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11
Tetapi ketika dilakukan percobaab dengan pengamatan 6 bulanan ditemui
hubungan yang positif antara dolar yang kuat dengan return saham.
Pada pekerjaan-pekerjaan lain dengan tingkatan mikro memfokuskan pada
evaluasi exposure perusahaan-perusahaan domestik pada risiko mata uang asing.
Sebagian dari exposure ekonomi yangmuncul dari variasi dalam discounted cash
flow ketika nilai tukar berfluktuasi, perusahaan mengalami transaksi exposure
yang berkaitan dengan gain atau loses yang muncul dari transaksi investasi yang
dinyatakan dalam mata uang asing.
Kebijakan moneter di suatu negara diimplementasikan dengan
menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter) yang
mempengaruhi sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir, yaitu stabilitas harga
atau pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan mempengaruhi
perekonomian melalui empat jalur transmisi (Hartadi Sarwono dan Perry Warjiyo,
Juli 1998, hal. 8). Pertama, jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa
pengetatan moneter mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku
bunga jangka pendek yang apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat
bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat.
Permintaan domestik untuk investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan
biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi akan menurun.
Kedua, jalur nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang
mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar
karena pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar akan cenderung
apresiasi sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga,
transaksi berjalan (demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12
Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan demikian pula laju
pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Ketiga, jalur harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan
moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect)
sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan
suku bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk
obligasi dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham.
Keempat, jalur kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam
pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net
worth pengusaha. Menurunnya net worth akan mendorong nasabah untuk
mengusulkan proyek yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko
yang tinggi pula (moral hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat.
Akibatnya, bank-bank menghadapi adverse selection dan mengurangi pemberian
kreditnya sehingga laju pertumbuhan ekonomi melambat.
Sejak diberlakukannya rezim devisa bebas pada tahun 1982 maka kontrol
terhadap aliran modal di Indonesia menjadi tidak terkendali. Kesulitan untuk
mengendalikan aliran modal tersebut disamping karena tidak adanya kebijakan
yang mendukungnya juga dikarenakan oleh semakin berkembangnya teknologi
informasi dan komunikasi. Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara
sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti
misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan
sistem nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 13
oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali
nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan
pengaruh-pengaruh dari luar.
Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul diakibatkan
mekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi/moneter yang
diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi
dari satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan
kondisi ekonomi dan politik. Selain itu efek ini pun muncul karena sebuah acuan
terhadap negara tertentu ( suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara
lainnya). Contohnya depresiasi Baht Thailand mempengaruhi depresiasi Rupiah
karena antara Thailand dan Indonesia mengalami persamaan kondisi ekonomi.
Jepang dianggap sebagai acuan negara-negara di Asia sehigga jika mata uang
Yen Jepang terdepresiasi, diasumsikan nilai mata uang lainnya akan terdepresiasi
juga.
Untuk menghadapi arus modal masuk yang semakin besar, otoritas
moneter menerapkan sistem nilai tukar yang lebih fleksibel melalui band konversi
dan band intervensi. Sejalan dengan tekanan pasar yang semakin besar terhadap
Rupiah, selama periode 1995 sampai dengan menjelang krisis tahun 1997, Bank
Indonesia telah melakukan 4 (empat) kali pelebaran band kurs intervensi yaitu
dari 2% pada bulan Desember 1995 menjadi 12% pada bulan Juli tahun 1997.
Untuk mengurangi tekanan terhadap Rupiah, upaya lain yang telah
dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank
melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan untuk
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 14
berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing
diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera
melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula.
Dengan penetapan band intervensi ini investor menanggung risiko nilai tukar
sebesar band yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, sejalan dengan
tekanan terhadap Rupiah yang semakin besar, lebar band tersebut beberapa kali
telah direvisi, sampai akhirnya dihapuskan dan diganti sistem nilai tukar
mengambang bebas pada tanggal 16 Agustus 1998.
Implikasi dari ditempuhnya sistim nilai tukar fleksibel tersebut cukup
mendasar bagi perekonomian Indonesia. Fluktuasi dan karenanya ketidakpastian
mengenai gerakan nilai tukar Rupiah jelas akan menjadi tinggi. Peranan
ekspektasi pelaku pasar dan masyarakat akan menjadi lebih penting dalam
mempengaruhi gerakan nilai tukar (Dornbusch, 1976). Secara langsung fluktuasi
nilai tukar tersebut akan mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri karena
banyaknya barang-barang impor (imported inflation). Harga relatif (real effective
exchange rates) juga akan semakin berfluktuasi dan berpengaruh terhadap kinerja
ekspor dan impor, dan karenanya mempunyai dampak yang semakin perlu
diperhitungkan terhadap permintaan aggregat. Laju pertumbuhan ekonomi juga
dapat terpengaruh. Pendeknya fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi akan
mempengaruhi sasaran-sasaaran laju inflasi, laju pertumbuhan dan keseimbangan
neraca pembayaran yang hendak dicapai oleh kebijakan ekonomi makro.
Bagaimana kebijakan moneter dapat mempengaruhi perkembangan
berbagai variabel ekonomi? Dalam sistim nilai tukar fleksibel, Bank Indonesia
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 15
dapat lebih bebas dalam melaksanakan kebijakan moneter dalam negeri karena
tidak dituntut untuk melakukan sterilisasi atas dampak aliran dana masuk
terhadap perkembangan uang beredar untuk mempertahankan suatu tingkat atau
kisaran nilai tukar tertentu. Dengan demikian, pengendalian moneter dapat lebih
difokuskan pada pencapaian sasaran-sasaran di dalam negeri. Dalam hal
melakukan suatu kontraksi, misalnya, ketatnya likuiditas akan mendorong
meningkatnya suku bunga di dalam negeri. Aliran dana masuk dari luar negeri
akan meningkat dan menyebabkan nilai tukar Rupiah cenderung apresiasi.
Permintaan domestik baik konsumsi maupun investasi akan menurun karena
tingginya suku bunga dan menurunnya harga relatif. Laju pertumbuhan ekonomi
akan cenderung lebih rendah. Laju inflasi juga akan menurun baik karena
apresiasi nilai tukar maupun karena menurunnya permintaan domestik. Secara
umum dapat dikatakan bahwa dalam sistim nilai tukar fleksibel kebijakan
moneter dapat lebih efektif dalam mempengaruhi gerakan ekonomi dalam jangka
pendek (Guitan, 1994a; Flood dan Musa, 1994).
Financial Accounting Standar Board (FASB) mendefinisikan nilai tukar
sebagai rasio antara satu unit mata uang dan jumlah mata uang lainnya yang dapat
ditukar pada suatu waktu tertentu. Gain atau loss transaksi mata uang asing akan
dimasukkan dalam laba bersih pada periode terjadinya transaksi nilai tukar.
Dalam usaha untuk menentukan apakah kerugian dari nilai tukar berpengaruh
terhadap reaksi pasar modal maka digunakan harga saham sebagai proxy. Dalam
kaitan dengan ini Fama (1970) mengatakan bahwa informasi direfleksikan secara
cepat dan penuh dengan harga.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 16
Adler dan Dumas (1984) mengatakan bahwa sebuah perusahaan dikatakan
menunjukkan adanya exposure nilai tukar jika nilai sahamnya dipengaruhi oleh
perubahan nilai tukar. Ada beberapa cara bagaimana nilai tukar mempengaruhi
profitabilitas prusahaan. Perusahaan yang melakukan ekspor ke pasar luar negeri
memungkinkan mendapatkan keuntungan dari dari depresiasi mata uang lokal,
karena produknya menjadi lebih murah untuk konsumen luar negeri. Dengan kata
lain perusahaan percaya bahwa produk-produk perantara yang diimport terlihat
lebih menguntungkan mereka karena konsekuensi bertambahnya biaya produksi.
Bahkan perusahaan-perusahaan yang melakukan perdagangan internasional
secara tidak langsung dipengaruhi oleh persaingan luar negeri.
Walaupun ada banyak penjelasan kaitan antara nilai tukar dengan
profitabilitas, tetapi kaitan antara nilai tukar dan harga saham perusahaan masih
terlihat kurang jelas. Menurut kaidah CAPM (Capital Asset Pricing Model),
expected risk premium atas harga saham sebuah perusahaan adalah proporsional
dengan kovariannya dengan portfolio pasar. Dalam teori, investor hanya akan
membutuhkan suatu return atas porsi risiko perusahaan yang tidak didiversifikasi
dan tidak ada variabel lain selain return pasar yang memainkan peran sistematis
dalam penentuan return aset. Suatu pengetesan atas exposure nilai tukar
melibatkan perubahan dalam nilai tukar dari suatu standar regresi CAPM dan
pengetesan pada koefisiennya apakah berbeda dari nol.
Ri,t = β0,i + β1,i Rm,t + β2,i ∆ st + εi,t .........................................................................( 1 )
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 17
dimana Ri,t adalah return perusahaan i pada waktu t, Rm,t adalah return dari
portfolio pasar, β1,i adalah beta perusahaan, ∆ st adalah perubahan nilai tukar
yang relevan dan β2,i mengukur exposure perusahaan terhadap pergerakan nilai
tukar setelah memperhitungkan exposure pasar secara keseluruhan terhadap
fluktuasi mata uang. Jika β2,i adalah nol, hal ini berarti bahwa perusahaan i
mempunyai exposure nilai tukar yang sama seperti portfolio pasar (bukan berarti
bahwa perusahaan tidak mempunyai exposure). Jika dilakukan rejek hipotesis
bahwa β2,i adalah, secara rata-rata, nol maka ditemukan bukti adanya exposure
nilai tukar dan hal ini merupakan sebuah penyangkalan dari spesifikasi dari
CAPM.
Dolado dan Lutkerpohl (1996) menyelidiki mengenai aplikasi test
kausalitas Granger pada multivariate model. Pengetesan atas arah kausalitas dari
hipotesis yang berkaitan dengan cara berhubungan pasar saham dengan nilai tukar
asing. Model penelitian yang digunakan Dolado dan Lutkerpohl mengunakan
model yang digunakan dalam penelitian Hansen dan Johansen (1980) seperti di
bawah ini:
PtPBC = α0 + α1St
PBC + vt ............................................................ (2)
Dimana PtPBC adalah harga saham domestik, St
PBC adalah nilai tukar riil yang
didefinisikan sebagai harga domestik relatif terhadap harga luar negeri dikali
dengan nilai tukar nominal dan vt adalah disturbance.
Berdasarkan teori ekonomi koefisien α1 dapat menjadi posiif ataupun
negatif. Perilaku nilai tukar ril adalah merupakan salah satu determinan aktivitas
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 18
ekonomi. Nilai tukar yang jatuh akan mempengaruhi daya saing barang-barang
domestik dibandingkan barang-barang dari luar negeri dan neraca perdagangan
suatu negara.
Aktivitas ekonomi juga mempengaruhi tingkat harga saham. Harga saham
perusahaan merefleksikan aliran kas di masa datang yang diharapkan, yang
dipengaruhi oleh kebutuhan eksternal dan internal perusahaan di masa datang.
Konsekuensinya adalah bahwa harga saham akan berhubungan dengan aktivitas
ekonomi saat ini dan yang diharapkan, ketika diukur dengan produksi industri,
pertumbuhan ekonomi riil, upah tenaga kerja dan keuntungan perusahaan (Fama,
1981; Geske dan Roll, 1983). Studi-studi empiris telah menegaskan bahwa untuk
jangka panjang terjadi hubungan yang positif antara harga saham dan aktivitas
ekonomi (Schwert, 1990; Roll, 1992; Canova dan DeNicole, 1995). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa jatuhnya nilai tukar riil akan mnambah harga saham
melalui pengaruhnya atas aktivitas ekonomi yang pada gilirannya berdampak
pada α1 < 0. Skenario ini merupakan pendekatan ”aliran”.
Skenario lain menggambarkan hubungan antara saham dan nilai tukar
yang didasarkan pada pendekatan keseimbangan portfolio pada penentuan nilai
tukar dan akan memberikan kenaikan pada α1 > 0. Menurut model ini, para agen
mengalokasikan kekayaan mereka diantara aset-aset alternatif termasuk uang
domestik, sekuritas domestik maupun asing. Peran nilai tukar di sini adalah untuk
menyeimbangkan antara pemenuhan (supply) dan kebutuhan (demand) aset yang
ada. Oleh karena itu setiap perubahan kebutuhan dan pemenuhan (supply) dari
aset akan mengubah keseimbangan nilai tukar. Sebagai contoh, terjadinya
penambahan harga saham domestik akan menambah kekayaan dan kebutuhan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 19
akan uang dan konsekuensinya tingkat suku bunga akan meningkat. Tingginya
tingkat suku bunga pada gilirannya, akan menaikan modal asing, dan hasilnya
adalah peningkatan nilai tukar domestik dan suatu peningkatan nilai tukar riil.
Skenario ini merupakan skenario pendekatan ”saham”.
Adanya bukti exposure nilai tukar menunjukkan bahwa keberadaan
beberapa bentuk pasar tidak efisien. Penolakan atas ketidakadaan exposure
memberikan ide bahwa investor tidak secara penuh melakukan diversifikasi atas
portfolio mereka, sehingga tinggal risiko dari nilai tukar saja yang menjadi
perhatian, atau perusahaan mereka sendiri tidak melakukan hedging secara penuh
atas risiko nilai tukar.
Salah satu pertanyaan pertama yang muncul ketika berbicara mengenai
exposure nilai tukar adalah ”apakah relevan memasukkan nilai tukar pada
persamaam 1 di atas?” Sebagian besar studi-studi dalam literatur menggunakan
suatu trade-weighted exchange rate untuk mengukur exposure.
Untuk menjawab pertanyaan di atas Dominguez dan Tesar (2000)
melakukan penelitian mengenai exposure nilai tukar pada regresi model CAPM
dengan sampel yang diambil dari 8 negara yaitu Chili, Perancis, Jerman, Itali,
Jepang, Belanda, Thailand dan Inggris menemukan bahwa pada negara-negara
seperti Perancis, Jepang, belanda dan Inggris sebanyak 60-70% perusahaan
menunjukkan exposure yang positif artinya penambahan nilai mata uang home
country relatif terhadap mata uang lainnya menghasilkan suatu penambahan
dalam nilai saham perusahaan. Sedangkan di Thailand, 80% dari perusahaan di
Thailand menunjukkan exposure yang negatif artinya penambahan nilai mata
uang Bath secara umum justru malah menurunkan nilai saham perusahaan di
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 20
Thailand. Sementara itu pada negara-negara Cili, Jerman dan Itali menunjukkan
exposure yang positif kadang-kadang dan menunjukkan exposure yang negatif
kadang-kadang.
Dari penelitian Dominguez dan Tesar (2000) juga ditemukan bahwa
terjadi rata-rata penambahan adjusted R2 yang cukup tinggi ketika mereka
memasukkan nilai tukar dalam spesifikasi model CAPM, sekalipun pada negara-
negara kecil seperti Cili dan Thailand.
Masih terkait dengan penelitian di atas, Ma dan Kao (1990) meneliti
mengenai reaksi harga saham dengan perubahan nilai tukar. Penelitian ini
didasarkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aggarwal (1981),
yang menyimpulkan bahwa ada korelasi antara nilai tukar dengan harga saham.
Hasil studi Ma dan Kao mendukung kesimpulan penelitian Aggrawal.
Sejumlah besar studi penelitian seperti yang dilakukan oleh Chandiok
(1996), Schutzer (1996), Adrangi dan Farokh (1996), Ayaji dan Mbodja (1996),
Kim (1997), dan Soros (1997) telah menemukan bahwa harga saham terkait
dengan nilai tukar.
Adrangi dan Farokh (1996) melakukan tes kausalitas antara nilai tukar
dolar dan return saham di Amerika dan luar negeri. Begitu juga Ajayi dan
Mbodja (1996) menyelidiki mengenai hubungan antara saham dan nilai tukar.
Kedua penelitian tersebut menggunakan error correction model (ECM). Hasil
ECM menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik yang signifikan untuk jangka
pendek dan jangka panjang antara ke dua pasar keuangan tersebut. Secara
spesifik, hasil penelitian mendukung pendapat yang mengatakan ada hubungan
antara harga saham dan nilai tukar.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 21
Ou dan Penman (1989) dalam penelitiannya menemukan bahwa
penambahan Earning Per Share (EPS), Cash Flow dan Revenue merupakan
indikator-indikator keuangan yang positif yang mempengaruhi hubungan antara
harga saham dan kerugian nilai tukar.
Kim (1997) melakukan penelitian dan analisis efek dari investasi
internasional pada nilai perusahaan dan keefektifan dari operasi cabang
perusahaan di luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan
investasi internasional bervariasi sesuai dengan karakteristik industrinya,
perubahan nilai tukar dan derajat keterlibatan cabang sebelum kegiatan dilakukan.
Dari uraian-uraian mengenai nilai tukar di atas dapat disimpulkan bahwa
nilai tukar mempunyai hubungan kausalitas dengan return saham. Besar kecilnya
return saham tercermin dari kinerja perusahaan dalam menjalankan operasinya.
Salah satu tolok ukur keberhasilan kinerja perusahaan adalah laba bersih. Oleh
karena itu seyogyanya akan ada korelasi yang cukup kuat antara perubahan nilai
tukar dengan perubahan laba bersih perusahaan.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka
kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar.1 Skema Kerangka penelitian
Perubahan laba bersih perusahaan
properti
Variabel Nilai tukar + SBI + Kepemilikan saham oleh
investor asing
Variable independen Variable dependen
3.2. Nilai Tukar
Isu-isu tentang transaksi nilai tukar telah diselidiki oleh peneliti-peneliti
sebagai berikut Shwayder (1972), barreto dan Spero (1975), Pakkala (1975),
Aliber dan stickney (1975), Tearney dan Baridwan (1989), dan Li (1992) . Isu-isu
tersebut menjadi penting dikarenakan semakin tidak terbatasnya perdagangan
dunia yang membutuhkan banyak transaksi-transaksi pertukaran mata uang.
Shawayder (1972) mengembangkan sebuah poposal untuk ukuran
akuntansi dan/atau ukuran risiko nilai tukar dari perusahaan induk dengan
cabang-cabang di luar negeri.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 22
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 23
Barret dan Spero (1975) melakukan observasi determinan-determinan
akuntansi dari gain and loses nilai tukar. Kemudian Pakkala juga melakukan
observasi akuntansi perubahan nilai tukar dari preusan multinacional.
Tearney dan Baridwan (1989) melakukan penyelidikan mengenai isu
hubungan antara nilai inflasi dan nilai tukar. Menurut mereka nilai tukar adalah
salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap pentingnya operasi di luar
negeri. Analisis yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan data-data dari
neara-negara di seluruh dunia. Mereka menggunakan laporan laporan IMF yang
terdiri dari 141 negara termasuk Amerika Serikat. Hal ini dilakukan karena nilai
tukar yang dianalisis adalah dolar Amerika terhadap mata uang asing lainnya.
Li (1992) melakukan sebuah studi empiris persepsi eksekutif keuangan
dan analis keuangan berkaitan dengan aspek-aspek yang diseleksi dari translasi
mata uang asing dan menemukan bahwa: (1) translasi menghasilkan gain and
loses yang dibutuhkan untuk diketahui dalam pendapatan di laporan laba-rugi, (2)
analis keuangan memasukkan atau menahan translasi gain and loses ketika
menghitung rasio yang melibatkan pendapatan dan ekuitas.
Masih terkait dengan penelitian di atas, Ma dan Kao (1990) meneliti
mengenai reaksi harga saham dengan perubahan nilai tukar. Penelitian ini
didasarkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aggarwal (1981),
yang menyimpulkan bahwa ada korelasi antara nilai tukar dengan harga saham.
Hasil studi Ma dan Kao mendukung kesimpulan penelitian Aggrawal.
Sejumlah besar studi penelitian seperti yang dilakukan oleh Chandiok
(1996), Schutzer (1996), Adrangi dan Farokh (1996), Ayaji dan Mbodja (1996),
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 24
Kim (1997), dan Soros (1997) telah menemukan bahwa harga saham terkait
dengan nilai tukar.
H1 : Variabel nilai tukar, SBI dan kepemilikan saham investor asing
dapat mempengaruhi pergerakan IHSG di BEJ
3.3. Pengalaman Saat Krisis Ekonomi di Indonesia
Sejak 19 Agustus 1998 terjadi fenomena menarik, yaitu penurunan suku
bunga diikuti oleh nilai tukar yang menguat (siatuasi kondusif). Perkembangan
tersebut dapat dilihat sejak Bank Indonesia menerapkan sistem lelang dengan
target kuantitas, sementara suku bunga ditentukan pasar. Suku bunga SBI 1 bulan
langsung melonjak mencapai rekor 71,1% tanggal 19 Agustus 1998. Peningkatan
suku bunga tersebut terjadi pada saat rupiah cenderung menguat sejak 17 Juni
1998. Tekanan inflasi mulai mereda, situasi sosial, politik, dan keamanan relatif
lebih baik, berita-berita positif lebih dominan (seperti penjadwalan utang
pemerintah dan rencana restrukturisasi perbankan) dan perkembangan ekonomi
internasional yang menguntungkan. Dengan demikian walaupun suku bunga
menurun tetapi karena bermula dari tingkat yang sangat tinggi dan situasi non-
ekonomi yang relatif baik, disamping rupiah yang masih undervalued, maka
rupiah juga cenderung mengalami penguatan.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 25
Tabel.3.1 Efektifitas Kebijakan Perubahan Suku Bunga SBI
Periode Perubahan Suku
Bunga SBI
Dampak Terhadap Nilai Tukar Keterangan
27 Januari 1998 Efektif hingga 11 Februari, kurs menguat 33,16% dari Rp.10.473 menjadi Rp. 7.000
Efektifitas berkurang karena adanya berbagai isu di antaranya penerapan SBS, penundaan bantuan IMF dan sebagainya.
I
9 Maret 1998 (22 persen)
Efektif hingga 23 Maret, kurs menguat 14,7% dari Rp. 10.650 menjadi Rp. 9.075 per USD
Efektifitas menguat seiring dengan penjaminan pemerintah terhadap masyarakat
II 23 Maret 1998 (45 persen)
Efektif hingga 21 April, kurs menguat 13,9% dari Rp. 9.075 menjadi Rp. 7.810
Efektifitas kebijakan juga didorong oleh penandatanganan LOI tambahan dengan IMF
III 21 April 1998 (50 persen)
Tidak efektif, nilai tukar hingga 7 Mei melemah 23,6% dari Rp. 7.810 menjadi Rp. 9.650/USD
Pengaruh negatif faktor non ekonomi lebih kuat seperti kerusuhan massa tanggal 5 s/d 7 Mei
7 Mei 1998 (58 persen)
- Tidak efektif sampai 17 Juni, nilai tukar melemah 75,9% dari Rp. 8.669
- Pengaruh negatif faktor non ekonomi lebih dominan seperti insiden Trisakti, kerusuhan massa dan ketistabilan politik serta pengaruh regional melemahnya Yen dan mata uang regional lainnya.
IV
- Kurang efektif mulai 17 Juni hingga 29 Juli, nilai tukar sedikit menguat 10,5% dari Rp. 15.259 menjadi Rp. 13.650 per USD
- Kurs menguat karena pengaruh regional (di luar suku bunga) lebih dominan seperti menguatnya Yen setelah joint intervention BOJ dan Fed, penandatanganan LOI II, kesepakatan Frankfurt dan pencairan bantuan IMF USD 1 miliar.
V 29 Juli 1998
(65,16 persen) Kurang efektif, kurs cenderung menguat 6,3% sampai 19 Agustus, dari Rp. 13.100 menjadi Rp 12.275.
Pengaruh di luar suku bungadominan, seperti menguatnya mata uang regional dan rencana intervensi HKMA untuk mendukung penguatan Yen dan janji pencairan bantuan internasional sebesar USD 7,9 miliar
19 Agustus 1998 (71,1 persen)
Efektif, kurs menguat 14,7% sampai tanggal 26 Agustus, dari Rp. 12.275 menjadi Rp. 10.700
- Kurs menguat karena respon positif terhadap program restrukturisasi perbankan
- Penjadwalan utang pemerintah USD 4,2 miliar melalui Paris Club
- Kerusuhan dan demonstrasi sekitar minggu II September tidak berlanjut
VI 30 September 1998
(64,75 persen dan 60,02 persen pada 7 Oktober 1998)
Kondusif, kurs menguat 15,9% sampai 14 Oktober, dari Rp.10.700 menjadi Rp. 9.000
Kurs menguat karena penguatan Yen dan mata uang regional lainnya yang didorong oleh penurunan suku bunga AS dan kemungkinan buruknya ekonomi AS, rencana bantuan Jepang USD 30 miliar, isu penerapan monitoring devisa, dan intervensi valas yang mengacu pada market intelligence secara terus menerus.
Sumber: Arifin (1998), Bank Indonesia
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 26
Sementara itu Doddy dan Benny (1998) dalam penelitiannya menemukan
bahwa nilai tukar mempunyai hubungan yang signifikan dengan inflasi dari hasil
observasi yang dilakukannya selama periode 1984-1987. Hasil uji granger
causality test yang dilakukannya menunjukkan bahwa real effective exchange rate
(REER) mempengaruhi inflasi (searah) dengan lag rata-rata 1 triwulan. Dengan
terjadinya krisis kemudian penelitian tersebut dilanjutkan dan ditemukan bahwa
pengaruh depresiasi rupiah (atas dasar nilai tukar bilateral terhadap dolar AS)
mempunyai lag yang lebih pendek dan ada kecenderungan mempunyai hubungan
dua arah, yaitu depresiasi mempengaruhi inflasi dan selanjutnya inflasi juga akan
mempengaruhi depresiasi. Depresiasi mempengaruhi inflasi secara timbal balik,
karena secara teoritis apabila inflasi di dalam negeri lebih tinggi daripada di luar
negeri maka mata uang domestik perlu didepresiasi untuk mempertahankan
Purchasing Power Parity (PPP). Implikasi kebijakan dari hubungan tersebut
adalah bahwa depresiasi perlu dikendalikan untuk menekan laju inflasi, dan
demikian pula inflasi perlu ditekan agar tidak memicu depresiasi.
Aktivitas perubahan nilai tukar sangat erat kaitannya dengan sektor
perbankan sebagai perantara pergerakan ekonomi nasional. Oleh karena itu
terjadinya krisis perbankan pada tahun 1997/1998 memberikan pelajaran berharga
bahwa berbagai permasalahan di sektor perbankan yang tidak terdeteksi secara
dini akan mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan dan munculnya permasalahan-permasalahan nilai tukar mata uang.
Upaya pemulihan kondisi perbankan nasional dan peningkatan kembali
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 27
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang dilakukan pemerintah
memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menyelamatkan dan merehabilitasi
sektor perbankan, termasuk didalamnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan
Rekapitalisasi Perbankan.
Terjadinya krisis di sektor perbankan terkait secara langsung maupun
tidak langsung dengan berbagai aktivitas yang lazim dilakukan oleh industri
perbankan. Dari sisi penghimpunan dana, besarnya jumlah dan komposisi
simpanan masyarakat yang berada dalam sistem perbankan memiliki pengaruh
yang besar terhadap kestabilan industri perbankan. Penarikan dana masyarakat
secara besar-besaran dalam waktu singkat memberikan dampak negatif pada
aspek likuiditas bank. Hal ini apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan
permasalahan lanjutan berupa permasalahan solvabilitas karena bank akan
terpaksa memberikan insentif bunga simpanan yang sangat tinggi untuk
mempertahankan simpanan masyarakat dan seringkali insentif jauh berada diatas
kemampuan bank. Dengan pendapatan yang relatif terbatas, struktur biaya bunga
yang tinggi akan mengurangi rentabilitas bank bahkan mengakibatkan kerugian
yang luar biasa seperti yang pernah terjadi pada industri perbankan Indonesia
dalam kurun waktu 1997 – 1998.
Sementara itu, dari sisi penyaluran dana komposisi aktiva produktif juga
turut menentukan ketahanan bank dalam menghadapi permasalahan yang berasal
dari faktor eksternal perbankan. Dalam hal pemberian kredit, kinerja perkreditan
akan sangat ditentukan oleh prospek industri yang diberikan kredit selain juga
faktor-faktor ekonomi makro secara umum seperti laju inflasi dan fluktuasi nilai
tukar.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 28
H2 : Ada perbedaan kemampuan model dalam menduga pergerakan
IHSG di BEJ yang sebelumnya diprediksi oleh variabel nilai tukar
dan kepemilikan saham oleh investor asing dan setelah
ditambahkan variabel SBI.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 29
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Pemilihan Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-
data mengenai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, SBI 1 bulan dan
prosentase kepemilikan saham oleh investor asing terhadap kapitalisasi emioten
yang ada.
Pengamatan populasi dan sampel dilakukan setiap akhir bulanan selama
2 tahun dari bulan Juni 2002 sampai dengan bulan Juni 2004.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
meliputi data nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, SBI 1 bulanan dan
prosentase kepemilikan oleh asing di BEJ pada setiap akhir bulan pengamatan.
4.2. Definisi Operasional Variabel dan Satuan
Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan diuji, maka variabel-
variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel IHSG adalah indikator pasar modal di Indonesia yang terdapat di
Bursa Efek Jakarta. Satuannya adalah basis poin.
2. Variabel nilai tukar, yaitu rasio perbandingan antara mata uang rupiah
terhadap dolar Amerika. Satuannya adalah prosen
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 30
3. SBI 1 bulanan, yaitu Surat Berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
dengan return bulanan yang digunakan untuk menarik/menambah jumlah
uang beredar. Satuannya adalah prosen.
4. Kepemilikan saham oleh investor asing adalah prosentase kapitalisasi
kepemilikan saham oleh investor asing terhadap total kapitalisasi emiten di
BEJ. Satuan variabel ini adalah prosen
4.3.Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Ordinary Least
Square yaitu teknik mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan
jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut
4.4.Alat Analisis
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka pengujian
hipotesis penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut:
4.4.1 Alat uji
1. Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen;
2. Uji statistik F untuk melihat apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat/dependen;
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 31
3. Koefisien determinasi (R2) untuk melihat seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi antara nol dan satu. Nilai R2 berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen. Secara
umum koefisien determinasi untuk data silang (cross section) relatif
rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing
pengamatan, sedangkan untuk data rutun waktu (time series) biasanya
mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi;
4. Uji Multi kolinier untuk menguji apakah model regresi mempunyai
korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebasnya. Jika variabel bebas saling
berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal, yaitu korelasi
diantara variabel tidak nol.
5. Uji Auto korelasi untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka
ada masalah autokorelasi. Teknik yang digunakan adalah uji Durbin-
Watson/uji Lagrange Multiplier/uji Breusch-Godfrey/uji statistik Q:
Box-Pierce dan Ljung Box.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 32
6. Uji Heteroskedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas.
4.4.2. Pengujian pengaruh variabel nilai tukar, SBI dan kepemilikan saham
oleh investor asing terhadap Indeks harga saham Gabungan (IHSG)
Pengujian hipotesis ini akan dilakukan dengan menggunakan model
regresi berganda dengan model sebagai berikut:
Yt = a + b1* X1t-1 + b2*X2t-1 + b3*X3t-1 + e….................………………. (1)
dimana:
Y = IHSG
X1 = Nilai Tukar
X2 = Prosentase kepemilikan saham oleh investor asing
X3 = SBI 1 bulan
e = Error
4.4.3. Ada perbedaan kemampuan memprediksi IHSG antara sebelum dan
sesudah ditambahkan variabel SBI 1 bulan
Pengujian hipotesis ini akan dilakukan dengan menggunakan model
regresi sebagai berikut:
Yt = a + b1* X1t-1 + b2*X2t-1 + e….......………………. (2)
Yt = a + b1* X1t-1 + b2*X2t-1 + b3*X3t-1 + e…...........…. (3)
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 33
dimana:
Y = IHSG
X1 = Nilai Tukar
X2 = Prosentase kepemilikan saham oleh investor asing
X3 = SBI 1 bulan
Error = Error
4.5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan sebagai berikut:
a) Tidak semua variabel yang diduga mempengaruhi IHSG
b) Adanya keterbatasan periode pengamatan
c) Masih adanya kemungkinan pengaruh yang lebih besar dari variabel makro
selain nilai tukar mata uang.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 34
BAB V
HASIL PENGOLAHAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengolahan I
Pada pengolahan awal digunakan hanya 2 variabel bebas yaitu variabel
nilai tukar dan variabel prosesntase kepemilikan saham oleh investor asing.
Tabel.5.1. Masukan Variabel Bebas dan Terikat (I)
Model
Variables Entered
Variables Removed Method
1 ASING, KURS(a) . Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: IHSG
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .975(a) .952 .947 31.88216 1.011 a Predictors: (Constant), ASING, KURS b Dependent Variable: IHSG ANOVA
Model Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
1 Regression 439003.102 2 219501.551 215.944 .000(a) Residual 22362.388 22 1016.472 Total 461365.490 24
a Predictors: (Constant), ASING, KURS b Dependent Variable: IHSG
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 35
Coefficients(a)
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std.
Error Beta Toleranc
e VIF 1 (Constant) 46.491 201.688 .231 .820 KURS .005 .022 .011 .214 .833 .897 1.115 ASING 1454.272 73.626 .979 19.752 .000 .897 1.115
a Dependent Variable: IHSG
Coefficient Correlations(a)
Model ASING KURS 1 Correlations ASING 1.000 .321 KURS .321 1.000 Covariances ASING 5420.80
8 .521
KURS .521 .000 a Dependent Variable: IHSG Collinearity Diagnostics(a)
Model Dimension Eigenvalue Condition
Index Variance Proportions
(Constant) KURS ASING 1 1 2.945 1.000 .00 .00 .01 2 .055 7.334 .00 .00 .85 3 .001 75.051 1.00 1.00 .14
a Dependent Variable: IHSG Residuals Statistics(a)
Minimum Maximum Mean Std.
Deviation N Predicted Value 366.3309 813.4495 547.2296 135.24717 25Residual -68.5977 52.4549 .0000 30.52485 25Std. Predicted Value -1.338 1.968 .000 1.000 25Std. Residual -2.152 1.645 .000 .957 25
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 36
a Dependent Variable: IHSG
Dari pengolahan I didapatkan model sebagai berikut:
IHSG = 46,91 + 0,005 Nilai Tukar Rupiah Thd USD + 1454.272
Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing
Model tersebut memberikan nilai uji F dengan signifikansi .000 artinya model
dapat digunakan secara bersama-sama untuk memprediksi IHSG. Sedangkan
dilihat dari uji t variabel kurs (nilai tukar) menunjukkan ketidaksignifikansian
dalam menjelaskan secara individu variabel IHSG karena mempunyai probabilitas
signifikansi sebesar 0.833 yang berarti melebihi 0,05. Sementara itu variabel
kepemilikan saham oleh investor asing memiliki signifikansi dalam menjelaskan
secara individu pergerakan IHSG di BEJ.
Sementara itu ditinjau dari uji korelasi antara variabel Nilai Tukar Rupiah
Thd USD dan variabel Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing
menunjukkan korelasi yang lemah yaitu sebesar 32,1% yang berarti tidak ada
multikolinearitas atau pantas untuk dijadikan pasangan variabel.
Ditinjau dari uji autokorelasi didapatkan nilai durbin-watson sebesar 1.011
sementara batas bawah adalah 1.19 dan batas atas adalah 1.55 sehingga nilai dw
lebih kecil dari batas bawah maka terjadi autokorelasi positif atau terjadi korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode sebelumnya. Tetapi
apabila melihat hasil tes berdasarkan uji Ljung Box menunjukkan bahwa jumlah
lag yang signifikan kurang dari dua yang berarti tidak terjadi auto korelasi.
Uji multikolinearitas menunjukkan bahwa semua nilai VIF (Variance
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 37
Inflation Factor) variabel bebas adalah 1.115 yang berarti masih di bawah 5, jadi
dapat disimpulkan tidak ada multikolinear di antara variabel bebas dalam model
regresi.
Ditinjau dari uji heteroskedastisitas maka dilakukan pengamatan terhadap
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y
Prediksi – Y sesungguhnya). Ternyata setelah diamati tidak ada pola yang jelas,
titik-titik menyebar tidak membentuk pola, sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Dari data koefisien determinasi adj didapat nilai 0,947, yang berarti bahwa
variabel bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan IHSG sebesar 94,7%.
5.2. Pengolahan II
Pada pengolahan II digunakan tambahan variabel SBI 1 bulan, sehingga
total variabel bebas menjadi 3 variabel bebas yaitu variabel nilai tukar dan
variabel prosesntase kepemilikan saham oleh investor asing, dan SBI 1 bulan.
Variables Entered/Removed
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 SBI1BLN, KURS,
ASING(a). Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: IHSG
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .975(a) .952 .945 32.63113 1.004 a Predictors: (Constant), SBI1BLN, KURS, ASING b Dependent Variable: IHSG
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 38
ANOVA
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 439004.880 3 146334.960 137.431 .000(a) Residual 22360.609 21 1064.791 Total 461365.490 24
a Predictors: (Constant), SBI1BLN, KURS, ASING b Dependent Variable: IHSG
Coefficients(a)
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 48.076 210.036 .229 .821 KURS .005 .023 .011 .212 .834 .839 1.191 ASING 1449.449 140.015 .976 10.352 .000 .260 3.848 SBI1BLN -.209 5.110 -.004 -.041 .968 .244 4.104
a Dependent Variable: IHSG
Coefficient Correlations Model SBI1BLN KURS ASING 1 Correlations SBI1BLN 1.000 -.254 .843 KURS -.254 1.000 -.047 ASING .843 -.047 1.000 Covariances SBI1BLN 26.114 -.030 603.041 KURS -.030 .001 -.154 ASING 603.041 -.154 19604.199
a Dependent Variable: IHSG Collinearity Diagnostics
Variance Proportions
Model Dimension Eigenvalue
Condition Index (Constant) KURS ASING SBI1BLN
1 3.869 1.000 .00 .00 .00 .002 .126 5.544 .00 .00 .09 .053 .005 28.780 .05 .06 .88 .95
1
4 .001 86.051 .95 .94 .03 .00a Dependent Variable: IHSG
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 39
Residuals Statistics(a) Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 366.5032 813.0639 547.2296 135.24744 25Residual -68.7086 52.3140 .0000 30.52363 25Std. Predicted Value -1.336 1.966 .000 1.000 25Std. Residual -2.106 1.603 .000 .935 25
a Dependent Variable: IHSG Dari pengolahan I didapatkan model sebagai berikut:
IHSG = 48,076 + 0,005 Nilai Tukar Rupiah Thd USD + 1449,449
Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing – 0.209 SBI 1
Bulan + e
Model tersebut memberikan nilai uji F dengan signifikansi .000 artinya model
dapat digunakan secara bersama-sama untuk memprediksi IHSG. Sedangkan
dilihat dari uji t variabel kurs (nilai tukar) menunjukkan hanya variabel
kepemilikan saham oleh investor asing memiliki signifikansi dalam menjelaskan
secara individu pergerakan IHSG di BEJ.
Sementara itu ditinjau dari uji korelasi antara variabel Nilai Tukar Rupiah
Thd USD dan variabel Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing
menunjukkan korelasi yang lemah yaitu sebesar 4,7% yang berarti tidak ada
multikolinearitas atau pantas untuk dijadikan pasangan variabel. Sedangkan
Sementara variabel SBI dan variabel nilai tukar mempunyai korelasi yang lemah
yaitu sebesar 25,4%. Sementara variabel SBI dan variabel Prosentase
Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing menunjukkan tingkat korelasi sebesar
84,3%, masih dibawah 90% sehingga masih dikategorikan belum ada
multikolinear.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 40
Ditinjau dari uji autokorelasi didapatkan nilai durbin-watson sebesar 1.004
sementara batas bawah adalah 1.10 dan batas atas adalah 1.66 sehingga nilai dw
lebih kecil dari batas bawah maka terjadi autokorelasi positif atau terjadi korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode sebelumnya. Tetapi
apabila melihat hasil tes berdasarkan uji Ljung Box menunjukkan bahwa jumlah
lag yang signifikan kurang dari dua yang berarti tidak terjadi auto korelasi.
Uji multikolinearitas menunjukkan bahwa semua nilai VIF (Variance
Inflation Factor) variabel bebas semua masih di bawah 5, jadi dapat disimpulkan
tidak ada multikolinear di antara variabel bebas dalam model regresi.
Ditinjau dari uji heteroskedastisitas maka dilakukan pengamatan terhadap
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y
Prediksi – Y sesungguhnya). Ternyata setelah diamati tidak ada pola yang jelas,
titik-titik menyebar tidak membentuk pola, sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Dari data koefisien determinasi adj didapat nilai 0,945, yang berarti bahwa
variabel bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan IHSG sebesar 94,5%.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 41
ACF MODEL: MOD_1._ Autocorrelations: IHSG Auto- Stand. Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1 Box-Ljung Prob.
1 .937 .189 . *******.*********** 24.671 .000 2 .837 .185 . ******.********** 45.239 .000 3 .717 .181 . ******.******* 60.998 .000 4 .584 .176 . ******.***** 71.976 .000 5 .418 .172 . ******.* 77.879 .000 6 .255 .168 . ***** . 80.186 .000 7 .115 .163 . ** . 80.684 .000 8 -.007 .159 . * . 80.687 .000 9 -.129 .154 . *** . 81.393 .000 10 -.238 .149 .***** . 83.947 .000 11 -.319 .144 ****** . 88.846 .000 12 -.375 .139 **.***** . 96.158 .000 13 -.423 .133 ***.**** . 106.201 .000 14 -.458 .128 ****.**** . 119.060 .000 15 -.464 .122 ****.**** . 133.614 .000 16 -.429 .115 ****.**** . 147.413 .000 Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits . Total cases: 25 Computable first lags: 24_
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 42
Partial Autocorrelations: IHSG Pr-Aut- Stand. Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1
1 .937 .200 . *******.*********** 2 -.326 .200 .******* . 3 -.161 .200 . *** . 4 -.109 .200 . ** . 5 -.360 .200 .******* . 6 .036 .200 . * . 7 .119 .200 . ** . 8 -.069 .200 . * . 9 -.143 .200 . *** . 10 -.070 .200 . * . 11 -.014 .200 . * . 12 -.007 .200 . * . 13 -.059 .200 . * . 14 -.070 .200 . * . 15 .041 .200 . * . 16 .214 .200 . **** . Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits . Total cases: 25 Computable first lags: 24
5.3. Pembahasan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 43
Dari hasil pengolahan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar
kurang signifikan secara individu mempengaruhi pergerakan IHSG baik
berdasarkan hasil pengolahan I dan II, tetapi justru prosentase kepemilikan
investor asing justru mempunyai peran yang sangat besar dalam mempengaruhi
pergerakan IHSG di BEJ. Pada pengolahan I didapat bahwa depresiasi rupiah
sebesar 1% akan meningkatkan IHSG sebesar 14,54 basis poin. Sementara setelah
memasukkan faktor SBI 1 bulan didapat bahwa depresiasi rupiah sebesar 1% akan
menambah IHSG sebesar 14,49 basis poin.
Adanya tambahan variabel SBI 1 bulan justru menurunkan kemampuan
model dalam mempengaruhi IHSG.
Ada korelasi yang lemah antara variabel Nilai Tukar Rupiah Thd USD
dan variabel Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing yaitu sebesar
4,7%, sedangkan variabel SBI dan variabel nilai tukar juga mempunyai korelasi
yang lemah yaitu sebesar 25,4%. Sementara variabel SBI dan variabel
Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing menunjukkan tingkat
korelasi sebesar 84,3%, masih dibawah 90% sehingga masih dikategorikan belum
ada multikolinear.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 44
KESIMPULAN
1. Variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika kurang signifikan
mempengaruhi pergerakan IHSG;
2. Variabel SBI 1 bulan kurang signifikan menjelaskan pergerakan IHSG;
3. Variabel prosentase kepemilikan saham oleh investor asing signifikan
menjelaskan pergerakan IHSG.
4. Ada korelasi yang lemah antara variabel Nilai Tukar Rupiah Thd USD
dan variabel Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing;
5. Ada korelasi yang lemah antara variabel SBI dan variabel nilai tukar.
6. Ada korelasi yang kurang kuat antara variabel SBI dan variabel
Prosentase Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing yang menunjukkan
tingkat korelasi sebesar 84,3%, masih dibawah 90% sehingga masih
dikategorikan belum ada multikolinear.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 45
1. Adler, M., dan Dumas, B. (1984). Exposure to currency risk: Definition
and measurement. Financial management, 13, (Summer), 41-50
2. Adrangi, B dan G . Farokh (1996), “Bilateral Exchange Rate of The
Dollar and Tosk Return”, Atlantic Economic Journal 24 (Jun): 179.
3. Aggarwal, R (1981), “Exchange rates and stock price: A Study of the US
Capital market under Floating Exchange Rates”, Akron Business and
Economic Review, (Fall), 7-12
4. Aho, T (1980), “Empirical classification of financial ratios”, Management
Sciencein Finland 1980 Proceeding, ed. C. Carlsson
5. Ajayi, R. A dan M. Mbodja (1996), “On the dynamic relation between
stock price and exchange rates. Journal of Financial Research 19
(summer): 193-207.
6. Altman, E. I. 1968. "Financial Ratios, Discriminant Analysis, and the
Prediction of Corporate Bankruptcy." Journal of Finance (September) :
589 - 609.
7. Arbuckle, J.L (1997). “Amos Users’ Guide, Version 3.6. Chicago:
Smallwaters Corporation.
8. Arifin, Sjamsul (1998), “Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan:
Efektifitas Kebijakan Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah Di
Masa Krisis.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 46
9. Asyik, Nur Fadjrih (1999), “Tambahan Kandungan Informasi Rasio Arus
Kas”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.2 No.2 (Juli): 230-250
10. Barret , M.E., dan L.L Spero (1975), “Accounting Determinants of
Foreign Exchange Gains and Loses”, Financial Analyst Journals (March-
April): 26-31
11. Bartov, E., dan Bodnar, G. M (1994). Firm Valuation, earning expectation
and the Exchange rate exposure effect. Journal of Finance (December),
1755-1786
12. Baruch Lev dan S Ramu Thiagrajan (1993) , “Fundamental Information
Analysis”, Journal of Accounting Research, Vol 3 No.2
13. Bentler, P.M., dan Chou, C.P (1993). Some New Covariance Structure
Model. In K.A. bollen dan J.S Long (Eds), Testing Structural Equation
Models. California, London, New Delhi: Sage Publications Inc.
14. Bodnar, G. M dan Gentry, W. M (1993). Exchange rate exposure and
industry characteristics: Evidence from Canada, Japan and USA. Journal
of International Money and Finance, 12, 29-45.
15. Bodnar, G. M dan Wong, M. H. F (2000), Estimating exchange rate
exposure some “weighty” issues. National Bureau of Economic Research,
Working Paper 7497.
16. Booth, L., dan Rotenberg, W (1990), Assesing foreign exchange exposure:
Theory and apllications using Canadian firms. Journal of International
Financial Management and accounting, 2, 1-22.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 47
17. Brueggeman, W., Chen, A., Thibodeau, T, (1984), “Real Estate
Investment Funds: Performance and Portfolio Considerations. AREUEA
Journal. Vol. 12: 333-354
18. Chan, K., Hensershott, P., Sanders, A (1990), “Risk and Return Real on
Estate”, AREUEA Journal. Vol. 18: 431-452
19. Chandiok, A (1996), The Impact of an unexpected political resignation on
exchange rate”, Applied economies 28 (February): 247-253.
20. Chen, K.H., dan Shimerda, T.A. (1981), “An empirical analysis of useful
financial ratios”, Financial management, Spring 1981, 51-60.
21. Choi, J.J., dan Prasad, A. M (1995). Exchange rate sensitivity and its
determinants: A firm and industry analysis of US multinational. Financial
Management. Vol.24 No:3, 77-88.
22. Chow , E.H., W.Y. Lee., and M.S Solt (1997) “The Exchange Rate Risk
Exposure of Assets Return”, Journal of Business, 70, 105-123.
23. Ciputra (2001), “Properti Masa yang Akan dating”, Jawa pos, 20 agustus
2001, p.7.
24. Dambolena I. G. dan S. J. Khoury.1980. "Ratio Stability and Corporate
Failure." The Journal of Finance (September) : 1017 - 1026.
25. Dolado, J.J dan H. Lutkepohl (1996), “Making Wald Tests for
Cointegrated VAR Systems”, Econometric Reviews, 15, 369-386.
26. Dominguez, Kathryn M.E., dan Tesar, Linda. L (2000), “Exchange rate
exposure.” Mimeo, University of Michigan
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 48
27. Donnelly, R., dan Sheey, E. (1996). The share price reaction of UK:
Exporters to exchange rate movements empirical study. Journal of
Internationa Studies, First Quarter, 157-165.
28. Dornbusch, R dan S. Fisher (1980). “Exchange rate and current account “,
American economic Review, 70, 960-971.
29. Fama , E. (1970), “Efficiency Capital market: A Review of Theory and
Empirical Work”, Journal of Finance (May)
30. Fama, E.F (1981), “Stock Return, Real Activity, Inflation and Money”,
Journal of Political Economy, 84, 545-565.
31. Fama, E dan French, K (1992), “The Cross-Section of Expected Return”,
Journal of Finance. Vol. 47: 427-440
32. Flanner, M.J dan James, C.M (1984). The effect of interest rate changes
on the common stock returns of financial institutions. Journal of Finance,
No: 39, 1141-53.
33. Financial Accounting Standards Board 1981.”Statement of Financial
Accounting Standards No.52: Foreign Currency Translation”, Norwalk,
CT
34. Foster, George (1986), “Financial Statement Analysis”, Prentice-Hall Inc.
Englewood cliffs NJ, 2nd edition
35. Gambola, M.J., dan Ketz, J.E (1983), “A Note on cash-flow and
clasification pattern of financial ratios”, Accounting Review 63/1, 105-
114.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 49
36. Gavin, M. (1989), “The Stock Market and Exchange Rate Dynamics”,
Journal of International Money and Finance, 8, 181-200.
37. Gerald, C.F dan Wheatly, P.O., (1992), Applied Numerical Analysis,
Addison-Wesley Publishing Company Inc.
38. Glaum, M., Brunner, M., dan Himmel, H., (2000). The DAX and the
Dolar: The economic Exchange rate exposure of German Corporation.
Journal of International Business Studies, Vol.31, No.4, 715-724.
39. Gibson, C. H. 1982. “How Industry Perceived Financial Ratios,”
Management Accounting (April) : 13 - 19.
40. Gitman, Lawrence J (2000), Principles of Managerial Finance,
International Edition, Ninth Edition, San Diego State University, Canada.
41. Gitman, Lawrence J. (2003), Principles of Managerial Finance, 10th ed.,
InternationalEditions Financial Series, Boston: Addison-Wesley.
42. Gujarati, D (1995). Basic Econometrics. 3rd ed. Mc-Grawhill. New York.
43. Gupta, M.C, dan R.J, Heufer (1972), “A Cluster Analysis Study of
Financial Ratio and Industry Characteristic”, Journal of Accounting
Research. Dalam Mas’ud Mahfoedz 1994, Financial Ratio Analysis and
The Prediction of Earning Changes in Indonesia, KELOLA No.7: 114-
133
44. Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C (1995).
“Multivariate Data Análisis, 4 ed. Mew Jersey: Prentice Hall.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 50
45. Harianto, Farid dan S Sudomo (1998), “Perangkat dan Teknik Analisis
Investasi di pasar modal Indonesia, “ PT. Bursa Efek Jakarta.
46. Helfert, E. A. 1991. Analisis Laporan Keuangan (terj. Herman Wibowo),
Edisi Ketujuh, Jakarta : Penerbit Erlangga.
47. Horrigan, O.J (1965), “Some Empirical Bases of Financial Ratio
Analysis”, The Accounting Review (July): 555-568
48. Houghton dan Woodlift (1997), “Financial Ratio: The Prediction of
Corporate Success and Failure”, Journal of Business Finance and
Accounting: 537 – 543.
49. Huiskes, M.J. (1998). “Virtual Population Analysis with Adjoint Method”.
Fisheries Stock Assesment Models, p.639-657. Alaska Sea Grant College
Program, AK-Sg-98-01.
50. Hulland, J., Chow, Y.H., dan Lam, S (1996), “Use of causal models in
marketing research: A review. International Journal of Research in
Marketing, 13, pp.181-197.
51. Jorion, P. (1990). The Exchange rate exposure of US multinational.
Journal of usiness, Vol.63 No:3, 331-345.
52. Kanto, A.J., dan Martikainen, T. (1991), “A confirmatory test of an a
priori classification pattern of financial ratios: empirical evidence with
U.S data”, Finnish Journal of Business Economics 1, 22-38.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 51
53. Khoo, A. (1994). Estimation of oreign Exchange exposure: an aplicaton to
mining companies in Australia. Journal of Internationa Money and
Finance, 13 (3), 342-363.
54. Keown, Arthur J., David F Scott Jr., John D Martin., J William Petty
(1996), “Basic Financial Management” 7ed, Prentice Hall, Inc, NJ 07458
55. Li , J.F (1992) An Empirical Study of the Perception of Financial
executive and Financial Analysts Regarding Selected aspects of Foreign
Currency Translation as Currently Promulgated by The Financial
Accounting Standard Board. Dissertation. Lexington: University of
Kentucky.
56. Ling, D. C dan Naranjo, A. (1998), “The Fundamental Determinants of
Comercial Real Estate Return”. Real Estate Finance. Winter: 13-24
57. Luehrman, T.A (1991). Exchange rate changes and the distribution of
industry value. Journal of International Business Studies, 22, 619-649.
58. Ma, C.K., dan Kao, W (1990). On Exchange rate changes and the
distribution of industry value. Journal of International Business Studies,
22, 619-649.
59. Machfoedz, M. 1994. “Financial Ratios Analysis and the Earnings
Changes in Indonesia,” Kelola, No. : 114 - 137.
60. Mansfield, E., Allen, W. B., Doherty, N.A., and Weigelt, K (2002).
Managerial Economics: Theory, Applications, and Cases, 5th edition,
W.W. Norton Company, Inc., USA.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 52
61. Madura, Jeff (1993) “Financial Management’, Florida University Press
62. Matear, R.J. (1995). Parameter Optimization and Analysis of Ecosystems
Models Using Simulated Annealing: a Case Study at Station P. Journal of
Marine Research. 53: 571-607.
63. Mendenhall, W., dan J. E. Reinmuth. 1982. Statistik untuk Manajemen
dan Ekonomi (terj. Drs. Sumarno Zain, MBA dkk). Jld. 2. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
64. Miller, K.D., dan Reuer, J.J (1998). Firm strategy and Economic exposure
of foreign exchange movements. Journal of International Business
Studies. Vol: 29, No.3, 493-513.
65. Muljono, Teguh Pulo (1996), Bank Budgeting: Profit Planning & Control,
BPFE Yogyakarta, 1996.
66. Munandar (2002), “Analisis Informasi Keuangan”, edisi pertama, Liberty
Yogyakarya, Yogyakarta.
67. Newell, G. dan Higgins, D (1996), “Impact of Leading Economic
Indicators on Commercial Property Performance”. The Valuer and Land
Economist, May: 138-143.
68. O'Conner, M. C. 1973. On the Usefulness of Financial Ratios to Investors
in Common Stock." The Accounting Review (April) : 339 - 352.
69. Ou, J. A. dan S, H. Penman. 1989. "Financial Analysis and of Stock
Return." Journal of Accounting and Economics 11: 295 - 329.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 53
70. Ou, J. A. 1990. The Information Content of Nonearnings Accounting
Numbers as Earnings Predictors." Journal of Accounting Research
(Spring) : 392 -411.
71. Pakkala, A.L., (1975) , Foreign exchange Accounting of Multinational
Corporation”. Fiinancial Analysts Journal (March-April): 32-41
72. Penman, S. H. 1992. “Financial Statement Information of Earnings
Change,” The Accounting Review (July) : 563 - 577.
73. Riyanto, Bambang (1995), “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan”, edisi
empat, BPFE, Yogyakarta
74. Roll, R. (1992), “Industrial Structure and The Comparative Behavior of
International Stock Market Indices”, Journal of Finance, 47, 3-41.
75. Schutzer, A. I, (1996) . How you can profit from the dollar’s ups and
downs. Medical Economics 73 (February): 167-171
76. Shapiro, A (1975), Exchange rate changes, inflation, and the value of
multinational corporation. Journal of Finance, 30, 485-502
77. Shwayder K. R (1972), “ Accounting for Exchange Rate Fluctuation’”
The Accounting Review (October): 747-760
78. Sinkey, J. F. Jr. 1975. "A Multivariate Statistical Analysis of the
Characteristics of Problem Banks." The Journal of Finance (March) : 21 -
36.
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 54
79. Soenen, L.A., and E.S. Hennigar (1988) , “An Analysisi Exchange rate
and stock Prices – The US Experience between 1980 and 1986”, Akron
Business and Economic Review, (Winter), 7-16.
80. Soros, G (1997). Towards a global open society: International portfolio
investors. Vital Speeches of The Day, 64 (October): 13-15.
81. Sweenet, R. J., dan warga, A.D (1986). The pricing of interest rate risk:
Evidence from the stock market. Journal of Finance, June 41, 393-410.
82. Sumardi, Januar R dan Kaawoan, Patrick R (1994), “Analisis Investasi
Property, Studi Kasus: Akuisisi Gedung Perkantoran XYZ”, Karya
Akhir, Program magister Manajemen Universitas Indonesia
83. Tabachnick, B.G. (1996). Using Multivariate Statistics. 3rd ed. Harpoer
Collings College Publisher. New York.
84. Tearney, M.G, dan Z. Baridwan (1989). The Effects of Translation
Accounting Requirements and Exchange Rates om Foreign Operations.
Financial Performance –the case of Indonesia. The International Journal
of Accounting Education and Research: 251-265
85. Ussif, A.M., L.K, Sandal dan Steinshamn, S.I (2002). “On the Dynamics
of Commercial Fishing and Parameter Identification, Marine Resource
Economics”, 17:35-46.
86. Ventolo, William and Martha R Williams (1985), “Fundamentals of Real
Estate Appraisal”, 5th edition , Real Estate Education Co
87. Weston, Fred J, 1998, Financial Management, Prentice Hall
Agung Budilaksono ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 55
88. Wills, Ronald Kent and Helen I, Daniel (1990), “Case Studies in Real
Estate”, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
89. Zainuddin dan J. Hartono. 1999. “Manfaat Rasio Keuangan dalam
Memprediksi Pertumbuhan Laba,” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia
(Januari) ; 66 - 90.