analisis pengaruh faktor produksi, geografis, dan …digilib.unila.ac.id/56945/12/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI, GEOGRAFIS, DAN
PERAN INSTITUSI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA PRODUSEN
KOPI DUNIA DARI PERDAGANGAN KOPI INTERNASIONAL
(Skripsi)
Oleh
IRMA TATA MANGGALA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI, GEOGRAFIS, DAN PERAN
INSTITUSI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA PRODUSEN KOPI DUNIA DARI
PERDAGANGAN KOPI INTERNASIONAL
Oleh
IRMA TATA MANGGALA
Perdagangan kopi internasional ditandai dengan keragaman karakteristik produksi, geografis,
dan pendapatan di tengah kehadiran International Coffee Organization (ICO). Penelitian ini
mengangkat pertanyaan apakah faktor produksi, geografis, dan peran institusi berpengaruh
terhadap pendapatan negara produsen kopi dunia dari perdagangan kopi internasional. Dua
variabel independen serta satu variabel kontrol dengan total 13 sub variabel. Penelitian ini
tergolong ke dalam penelitian kuantitatif dengan teknik analisis data regresi linier berganda
dengan variabel kontrol dan menggunakan data sekunder yang bersumber dari berbagai
laporan dan laman organisasi internasional resmi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
variabel produksi, geografis, dan peran institusi secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap pendapatan negara produsen kopi dunia dari perdagangan kopi
internasional. Adapun peran institusi dinyatakan sebagai variabel dengan kekuatan pengaruh
paling besar terhadap pendapatan negara produsen kopi dari perdagangan kopi internasional.
Kata kunci : Perdagangan internasional, Komoditas kopi, Produksi Kopi, Pendapatan
Negara, Institusi Internasional
ABSTRACT
ANALYSIS OF EFFECT OF PRODUCTION, GEOGRAPIC, AND INSTITUTION
ROLE FACTOR ON COFFEE PRODUCER STATE’S INCOME FROM
INTERNATIONAL COFFEE TRADE IN THE WORLD
By
IRMA TATA MANGGALA
International coffee trade is marked by various production, geograpic, and income
characteristic, among the presence of International Coffee Organization (ICO). This study
was carried out to determine wether production, geograpic, and institution’s role factors are
taking effect on world coffee producing country’s income of international coffee trade. Two
independent variables and one control variable with a total of 13 sub variables. This study is
classified to quantitative research with multi liniear regression with variable control as
technic analysis tools and using secondary data that sourced from several international
organiztions’s webs and reports. The result of this study show that production, geograpic, and
institution’s role factors affected significantly to world coffee producing country’s income of
international coffee trade in simultan. And intstitution’s role factor expressed as the most
affected factor to trade on world coffee producing country’s income of international coffee
trade.
Key Word : International trade, Coffee Commodity, Coffee Production, State Income,
International Institution.
ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI, GEOGRAFIS, DAN PERAN
INSTITUSI TERHADAP PENDAPATAN NEGARA PRODUSEN KOPI
DUNIA DARI PERDAGANGAN KOPI INTERNASIONAL
Oleh
IRMA TATA MANGGALA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada
Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Irma Tata Manggala lahir di Bandar Lampung pada tanggal 01
Mei 1997. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara
pasangan bapak Murni, S.P.,M.H dan ibu Dra. Netti. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN.2 Harapan
Jaya Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009, kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di SMPN.12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2012. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN.2 Bandar Lampung dan
lulus pada tahun 2015.
Pada tahun yang sama penulis dinyatakan berhasil di terima sebagai mahasiswa
Jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti
program internship di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia,
tepatnya di bidang Destinasi Pengembangan Daerah Pariwisata yang dilakukan selama satu
bulan pada tahun 2018.
MOTTO
Where The Focus Goes, Energy Flows, And Results Show
(Wayne Dyer)
“Sifat orang yang berilmu tinggi adalah merendahkan hati kepada
manusia dan takut kepada Tuhannya”
(Nabi Muhammad SAW)
PERSEMBAHAN
Dengan Segala Kerendahan Hati Kupersembahkan Karya Kecilku
ini Kepada :
Kedua Orang Tuaku dan Kakakku
Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang Dan Pengorbanannya
selama ini. Tumbuh Bersama Dalam Suatu Ikatan Keluarga
Membuatku Semakin Yakin Bahwa Merekalah Yang Akan
Membantuku Di Saat Susah Maupun Senang
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “Analisis
Pengaruh Faktor Produksi, Geografis, dan Peran Institusi Terhadap
Pendapatan Negara Produsen Kopi Dunia dari Perdagangan Kopi
Internasional” adalah salah satu syarat untuk memeperoleh gelar sarjana
Hubungan Internasional di Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung
2. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku pembimbing pertama skripsi.
Terima kasih atas jasa, ilmu, saran, masukan, serta dukungan moril yang
sangat berguna bagi pengembangan diri penulis. Mohon maaf penulis
sampaikan jika terdapat perkataan atau perbuatan yang salah selama proses
bimbingan yang dilakukan penulis. Doa dan dukungan Bapak Agus sangat
berguna bagi penulis sebagai bekal untuk masa depan.
3. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.AB selaku dosen pembahas yang selalu
memberikan pandangan kehidupan mengenai konsep usaha, ikhtiar, dan
tawakal kepada penulis serta membantu membangun logika penulis dalam
penulisan skirpsi. Terima kasih bapak selalu memberikan semangat dan doa
agar penulis sukses dalam segala hal.
4. Mas Fahmi Tarumanegara, S.IP., M.Si., M.B.A selaku pembimbing skripsi
yang selama ini selalu membimbing dan memotivasi penulis dalam
merangkai cita-cita dan masa depan. Terima kasih telah menjadi sosok
panutan yang sangat baik, yang penuh perhatian dan pengetahuan sehingga
selalu membantu berbagai kesulitan yang penulis alami. Terima kasih telah
memberikan kesempatan berada di MasterPiece Squad dan selalu
memberikan dorongan yang sangat berguna bagi penulis dan senantiasa
meluangkan waku, mengingatkan, dan mengarahkan penulis dalam segala
hal, sehinggaa penulis bisa menjadi Irma Tata Manggala yang lebih baik.
Mohon maaf penulis ucapkan sebagai mahasiswa bimbingan sekaligus adik
jika terdapat perbuatan atau perkatan yang tidak berkenan baik yang disengaja
maupun tidak sengaja. Penulis juga berharap mas Gara senantiasa diberikan
kelancaran dalam hidup dan kesehatan.
5. Bapak Murni dan Ibu Netti selaku kedua orang tua yang sangat penulis cintai
dan selalu ingin penulis banggakan dan bahagiakan. Terima kasih sudah
memahami dengan sabar hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
Terima kasih atas segala dukungan, motivasi, perhatian, kasih sayang, doa,
dan semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis selama ini. Mohon
maaf untuk ayah dan mama penulis sampaikan jika selama ini ada sikap
penulis yang membebankan maupun mengecewakan ayah dan mama.
Penulis juga senatiasa berharap ayah dan mama selalu diberikan kesehatan
dan lindungan dari Allah SWT.
6. Muhammad Ibram Manggala selaku kakak yang penulis sayangi. Terima
kasih sudah menjadi kakak dan sekaligus contoh panutan yang baik, dan
selalu siap siaga. Terima kasih Ajo atas semua bantuan, dukungan, motivasi,
dan kegembiraan yang selama ini diberikan untuk Ata.
7. Ridho Rakhman, Firstya Rachmadininta Putri, Rafika Permata Sari, Anita
Dwi Gita Rianto, dan Ardyta Nabilah selaku “My 911”. Terimakasi telah
menjadi panggilan darurat penulis selama penulis berada di bangku
perkuliahan. Terimakasih jugas atas segala semangat, waktu, kegembiraan,
bantuan, tumpangan, dan terutama pinjaman printer serta hal-hal merepotkan
lainnya. Penulis berharap dalam waktu dekat kita dapat mencapai kesuksesan
sesuai yang kita harapkan.
8. Nadhifa Khansa Riani, Farah Meutia, Latifah Ida Kurniati, Shintia Maharani,
Muhammad Arief Satria Wibowo, Muhammad Primanda Alazmi selaku
sahabat penulis sejak bangku SMA. Terima kasih atas dukungan dan doa
serta selalu bersedia memberi masukan pemilihan diksi untuk penulisan
skripsi ini. Penulis berharap dalam waktu dekat kita dapat mencapai
kesuksesan sesuai yang kita harapkan.
9. Aprilia Adhani selaku sistur generasi 1 dan partner pejuang skripsi. Terima
kasih selalu bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih juga telah menjadi partner yang mampu berkerjasama dengan
baik di segala hal. Penulis berharap dalam waktu dekat kita dapat mencapai
kesuksesan sesuai yang kita harapkan.
10. Lies Deanti Mega Puspita selaku sistur generasi 3 dan partner pejuang
skripsi. Terima kasih selalu bersedia membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga telah menjadi partner yang
mampu berkerjasama dengan baik di segala hal, terutama di bidang canda
tawa. Penulis berharap dalam waktu dekat kita dapat mencapai kesuksesan
sesuai yang kita harapkan.
11. Kak Dimas,Kak Andhika, dan Kak Rima selaku kakak yang senantiasa
membantu penulis mencari fokus masalah dan gap di awal perbimbingan di
mulai. Terima kasih atas arahan dan bimbingan yang telah kakak-kakak
berikan. Penulis senantiasa berdoa kakak-kakak selalu diberi kesehatan dan
kelancaran dalam hidup.
12. Ria Aulia Mediana alias (BE 1214 AM) selaku kakak yang penulis sayangi.
Terima kasih telah menjadi partner yang membuat penulis tidak terlalu
merasa freak di MasterPiece Squad karena kaka mampu menunjukan sifat
freak yang melebihi penulis. Terimakasih juga atas segala tips and trick
dalam kehidupan yang diberikan serta bantuan kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Penulis senantiasa berharap kakak dapat mencapai
keinginan menjadi manusia kaya raya, bisa foya-foya, dan mati masuk surga.
13. Nurika Amalia selaku kakak yang penulis sayangi. Terimakasih atas setiap
masukan, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
Terimakasih juga telah menjadi partner yang selalu mengerjakan skripsi dan
merangkai mimpi bersama. Penulis berharap semoga kanuy selalu diberikan
kelancaran dalam segala hal.
14. Anika Ayu Puspita selaku siri di dunia nyata dan kakak yang penulis
sayangi. Terimakasih untuk setiap ocehan dan omelan yang kakak berikan,
sesungguhnya perhatian kakak selalu menjadi motivasi tersendiri bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap dalam waktu dekat
kita dapat mencapai kesuksesan sesuai yang kita harapkan.
15. Teman-teman seperbimbingan Masterpiece Squad I-IV dari angkatan 2013
hingga 2016. Terima kasih khususnya kepada Masterpiece Squad III: Aprilia
Adhani, Lies Deanti Mega Puspita, Dara Billa, Ata Seprina, Tiyas Sumangsih
selaku teman-teman seperbimbingan yang selalu bersama-sama menanamkan
budaya saling mendukung, membantu dan memberi baik itu ilmu ataupun
masukan-masukan yang berguna bagi perkembangan skripsi ataupun
mentalitas sesama keluarga.
16. Staff Jurusan, Dekanat, Universitas terima kasih telah berperan dan membantu
penulis dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.
17. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional terima kasih atas seluruh ilmu
yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir dengan lancer dan tepat waktu.
18. Caffe Tegar Tv (Mas Yoyo) dan Rumah Makan Cikwo selaku tempat yang
senantiasa menjadi basecamp penulis dan teman-teman MaterPiece Squad
melakukan bimbingan skripsi. Terima kasih penulis ucapkan atas dukungan
berupa penyediaan tempat dan hidangan dengan daftar harga yang
menyejukan kantong untuk penulis selama proses menulis skripsi ini.
19. Teman-teman Hubungan Internasional angkatan 2015. Terima kasih sudah
menjadi bagian dari perjalanan perkuliahan penulis. Terima kasih sudah
berbagai tawa, cerita dan kesulitan bersama. Maaf jika selama ini penulis
pernah melakukan perbuatan maupun perkataan yang kurang mengenakan,
sungguh penulis tidak bermaksut demikian.
20. Untuk orang-orang yang belum disebutkan dan tidak mungkin untuk
disebutkan. Penulis mengucapkan terima kasih atas semuanya, yang pernah
terjadi dahulu telah membuat penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi
dan memberikan pembelajaran yang sangat bermakna bagi penulis. Maaf
atas kesalahan yang pernah penulis lakukan di masa itu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kata kesempurnaa, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua. Amin.
Bandar Lampung, Mei 2019
Penulis,
Irma Tata Manggala
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 7
1.3. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 8
1.4. Kegunaan Penelitian .............................................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 10
2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 11
2.2. Perdagangan Internasional ................................................................................. 22
2.3. Institusi Internasional .......................................................................................... 31
2.4. Pendapatan negara ................................................................................................ 36
2.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 38
2.6. Hipotesis .................................................................................................................. 39
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
........................................................................................................... 45
3.5. Teknik Pengumpulan Data
......................................................................................... 41
...................................................................................................... 41
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................................. 41
3.3. Populasi Penelitian ............................................................................................... 44
3.4. Sumber Data
................................................................................. 45
3.6. Teknik Pengujian Instrumen ............................................................................. 46
3.7. Uji Asumsi Klasik ................................................................................................ 47
3.8. Teknik Analisis Data ........................................................................................... 50
3.9. Jadwal Penelitian .................................................................................................. 54
IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................................... 55
4.1. Perdagangan Kopi Internasional ...................................................................... 55
ii
4.2. Produksi ................................................................................................................... 58
4.3. Geografis ................................................................................................................. 67
4.4. Peran Institusi ........................................................................................................ 74
4.5. Pendapatan Negara Dari Perdagangan Kopi Internasional ...................... 79
................................................................................ 83
5.1. Hasil Uji Hipotesis Regresi Linier Berganda ............................................... 83
5.2. Hasil Interpretasi ................................................................................................... 89
5.3. Penentu Pendapatan Negara Produsen Kopi dari Perdagangan Kopi
Internasional ................................................................................................................... 103
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 114
5.2. Saran Dan Rekomendasi..................................................................................... 115
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. PENUTUP ...................................................................................................................... 114
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 118
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Status Keanggotan ICO dalam ICA 2007 .............................................................. ..4
2.1 Rangkuman Hasil Literature Review ....................................................................... 21
3.1 Definisi Operasional ...................................................................................................... 43
3.2 Populasi Penelitian ......................................................................................................... 44
3.3 Uji Validitas ..................................................................................................................... 46
3.4 Uji Multikolinearitas ..................................................................................................... 47
3.5 Uji Heterosedasitas ........................................................................................................ 49
3.6 Jadwal Penelitian ............................................................................................................ 50
4.1 Teknologi Pengolahan Kopi ........................................................................................ 53
4.2 Jumlah Petani ................................................................................................................... 61
4.3 Presentase Fasilitas Air ................................................................................................. 63
4.4 Luas Lahan Perkebunan................................................................................................ 65
4.5 Luas Lahan Panen .......................................................................................................... 66
4.6 Kawasan Kopi ................................................................................................................. 68
4.7 Jenis Kopi ......................................................................................................................... 70
4.8 Urutan Panen ................................................................................................................... 71
4.9 Sumber Air ....................................................................................................................... 73
4.10 Lahan Organik .............................................................................................................. 74
4.11 Status Dalam Fairtrade .............................................................................................. 75
4.12 Status Dalam ICA 2007.............................................................................................. 77
4.13 Hak Voting Negara dalam ICO ................................................................................ 78
4.14 Pendapatan Negara dari Perdagangan Kopi Internasional ............................... 79
5.1 Uji F .................................................................................................................................... 84
5.3 Uji T ................................................................................................................................... 87
5.5 Rekapan Penunggakan Anggaran ICO ..................................................................... 108
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Perbandingan Nilai Ekspor Komoditas Biji-Bijian ............................................. ..2
1.2 Perbandingan Tren Konsumsi dan Produksi Kopi Dunia .................................. ..5
2.2 Dimensi dan Faktor Pembangunan Menurut Para Ahli ..................................... 24
2.3 Peran Institusi dalam Perdagangan Internasional ................................................ 33
2.4 Kerangka Pemikiran ..................................................................................................... 38
4.1 Korelasi Faktor Produksi, Geografis, dan Peran Institusi terhadap Pendapatan
Negara Produsen Kopi dari Perdagangan Kopi Internasional .................................. 81
5
DAFTAR SINGKATAN
ICO : International Coffee Organization
ICA : International Coffee Agreement
UNCTAD : United Nation on Trade and Development
FAO : Food and Agricultural Organization
UCDA : Uganda Coffee Development Authority
LDC : Less Development Countries
ICC : International Coffee Council
SDA : Sumber Daya Alam
SDM : Sumber Daya Manusia
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas agraris paling potensial untuk
diperdagangkan, hal ini bahkan disadari sejak awal perdagangannya di kawasan
Semenanjung Arab pada abad ke-18. Popularitas kopi hingga saat ini kian
meningkat di pasar internasional, yang didorong oleh tingginya permintaan
konsumen dunia. Negara produsen dalam kondisi tersebut berupaya
memaksimalkan penguatan sektor kopi guna meningkatkan kemampuan
produksinya. Negara-negara produsen kemudian bergabung dalam International
Coffee Organization (ICO) sebagai upaya meminimalisir hambatan perdagangan
serta memaksimalkan pendapatan dari perdagangan kopi internasional.
Kopi selain memiliki potensi yang tinggi, juga unggul dibandingkan
komoditas biji-bijian lainnya di pasar internasional. Kopi sepanjang tahun 2016
telah diproduksi sebesar 8.745.435 ton, yang hal ini berbeda jauh dengan produksi
biji-bijian jenis lain seperti: biji coklat, biji kacang merah, biji kara oncet, biji
kacang azuki, dan lain sebagainya yang rata-rata diproduksi sebesar 2.798.539 ton
atau sebesar 30,7% angka produksi kopi dunia.1 Nilai ekspor kopi bahkan selalu
unggul, tahun 2016 ialah capaian titik tertinggi nilai ekspor kopi yang mencapai
US$ 30.307.179.000 atau senilai 71% total nilai ekspor komoditas biji-bijian.
11 Lihat https://www.trademap.org/Country_Coffee_SelProduct, diakses pada 9 Oktober 2018, pukul 19:24 WIB
2
Gambar 1.1: Perbandingan Nilai Ekspor Komoditas Biji-Bijian.
Sumber: Data diolah dari ICO.org.
Nilai ekspor kopi bukan hanya unggul , namun juga relatif mengalami
pertumbuhan sepanjang tahun 2007 hingga 2017. Pertumbuhan ekspor kopi
tertinggi terjadi pada tahun 2011, dengan kenaikan sebesar 48,7% atau setara US$
11.780.546. Meski ekspor kopi mengalami penurunan, namun angka minimum
kopi ternyata masih jauh lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor komoditas biji-
bijian terkuat saat itu, dengan perbandingan 3:1 atau dengan selisih sebesar US$
20.045.004.000. Gambaran perbandingan ini telah menjamin masing-masing
negara produsen kopi dunia mendapatkan rata-rata pendapatan sebesar US$
435.189.590 pada tahun 2016, dan nilai ini diperkirakan akan terus tumbuh
dengan peningkatan rata-rata nilai ekspor tahunan sebesar 3,8%.
Pertumbuhan perdagangan kopi yang relatif positif menjadikannya sebagai
produk agraris yang penting bagi negara produsennya. Negara-negara produsen
yang umumnya negara berkembang sekaligus berperan sebagai penyedia
permintaan kopi bagi lebih dari 150 negara.2 Tingginya potensi kopi di negara
berkembang juga didukung oleh kondisi geografis negara produsen yang relatif
ideal untuk tumbuh kembang kopi. Seluruh negara produsen kopi memiliki iklim
yang kering menuju tropis yang merupakan iklim terbaik bagi komoditas ini.
2 Lihat http://www.ico.org/members_e.asp, diakses pada 9 Oktober 2018, pukul 22:31 WIB.
Coffe Beans
Cocoa Beans
Kidney Beans
Broad Beans
Adzuki Beans
3
Sebanyak 25 negara produsen bahkan terletak di kawasan bean belt, atau kawasan
dengan kondisi paling sempurna untuk tanaman kopi.3
Negara produsen kopi di tengah berbagai kondisi yang ada, menyadari
potensi adanya sejumlah tantangan di dalam sektor perkopian, bahkan hal ini telah
diprediksi pada masa sebelumnya. Sejumlah 44 negara produsen kopi yang terdiri
dari 30 negara berkembang dan 14 less development countries (LDC) dari empat
kawasan dunia, menyadari butuhnya kerjasama untuk mengatasi masalah-masalah
yang ada.4 Negara-negara tersebut kemudian di tahun 1963 bergabung ke dalam
ICO yang merupakan satu-satunya organisasi kopi di dunia, yang beranggotan
negara-negara produsen, konsumen, swasta, dan sektor perkopian dunia lainnya.
ICO hingga kini telah menghasilkan tujuh perjanjian, yang dikenal dengan
International Coffee Agreement (ICA) yang dibuat guna menyesuaikan tantangan
dan masalah perkopian dunia. Perjanjian pertama tercatat dilakukan pada tahun
1963 dan yang terakhir diberlakukan sejak tahun 2007. Ketujuh perjanjian ICA
2007 menegaskan komitmen untuk menyelaraskan permintaan, penerimaan serta
pergerakan ekonomi negara-negara produsen lewat sektor perkopian.
Negara anggota ICO secara langsung mendapatkan serangkaian fasilitas
sebagai komitmen upaya penguatan sektor perkopian dunia. Fasilitas ini berupa
mediasi antar pemerintah negara produsen dan pihak swasta untuk: (1) pertukaran
pandangan kondisi pasar dan tren kopi dunia (2) kordinasi kebijakan dan
pertemuan antar negara, (3) pengembangan dan pendanaan proyek pembangunan
3 Kawasan bean bealt meliputi negara-negara yang berada di sepanjang zona equator yang berada di 25
derajat lintang utara dan 30 derajat derajat lintang selatan. Lihat http://www.ncausa.org/about-coffee/coffee-
around-the-world,pada 11 Oktober 2018, pada 15.09 WIB. 4 14 Negara LDC yang dimaksud ialah: Angola, Benin, Burundi, Central African Republic, Congo,
Democratic Republic of, Ethiopia, Guinea, Liberia, Madagaskar, Malawi, Rwanda, Tanzania,Timor
Lesta,Uganda, Yemen, Zambia. Lihat https://unctad.org/Sections/wcmu/docs/ditc_comb_ Coffee002_en.pdf,
pada 22 September 2018, pukul 11:22 WIB.
4
ekonomi kopi dunia (4) transparansi pasar dengan penyediaan berbagai data
statistik perkopian (5) pengadaan program peningkatan kualitas kopi, dan (6)
pengadaan pelatihan dan transfer teknologi.5
Negara produsen percaya komitmen ICO dapat membantu penyelesaian
hambatan perdagangan kopi internasional; misal peningkatan implementasi
teknologi dalam produktivitas kopi, mengingat kondisi negara produsen belum
memiliki kemampuan teknologi yang matang untuk melakukan kegiatan industri
produksi yang produktif. Komitmen ini juga diyakini dapat mendorong
ketersedian lapangan pekerjaan baik di tingkat internasional, nasional, hingga di
tingkat desa. Kepercayaan negara produsen ini tercermin dari ketergabungan
seluruh negara ke dalam ICA 2007 sejak satu tahun instrumen ini dibentuk.
Tabel 1.1: Status Keanggotaan ICO dalam ICA 20076
Negara
Eksportir
Tanggal
Penandatanganan Status
Negara
Eksportir
Tanggal
Penandatanganan Status
Yemen 27 Februari 2008 Ratifikasi Ethiopia 28 Agustus 2008 Ratifikasi
Angola 19 Mei 2008 Menyetujui India 28 Agustus 2008 Ratifikasi
Brazilia 19 Mei 2008 Ratifikasi Malawi 28 Agustus 2008 Ratifikasi
Kolombia 20 Mei 2008 Ratifikasi Vietnam 28 Agustus 2008 Menyetujui
Republik Afrika
Tengah
22 Mei 2008 Ratifikasi Kuba 29 Agustus 2008 Ratifikasi
Kenya 22 Mei 2008 Ratifikasi Guatemala 29 Agustus 2008 Ratifikasi
Kamerun 23 Mei 2008 Ratifikasi Ekuador 30 September 2008 Ratifikasi
Togo 23 Mei 2008 Ratifikasi Papua Nugini 7 November 2008 Ratifikasi
Kostarika 29 Mei 2008 Ratifikasi Nikaragua 19 Maret 2009 Ratifikasi
Bolivia, 16 Juni 2008 Ratifikasi Meksiko 23 Juni 2009 Ratifikasi
Meksiko 23 Juni 2008 Ratifikasi Thailand 4 Agustus 2009 Ratifikasi
El Savador 25 Juni2008 Ratifikasi Zambia 11 September 2009 Ratifikasi
Indonesia 25 Juni2008 Ratifikasi Burundi 21 September 2009 Menerima
Honduras 27 Juni 2008 Ratifikasi Uganda 21 September 2009 Ratifikasi
Panama 1 Juli 2008 Ratifikasi Kongo 23 September 2009 Ratifikasi
Ghana 11 Juli 2008 Ratifikasi Madagaskar 25 September 2009 Ratifikasi Pantai Gading 18 Juli 2008 Menyetujui Paraguay 27 September 2010 Ratifikasi
Rwanda 18 Juli 2008 Ratifikasi Nepal Aksesi
Ghabon 22 Juli 2008 Menyetujui Peru Aksesi
Tanzania 23 Juli 2008 Ratifikasi Filiphina Aksesi
Timor-Leste 19 Agustus 2008 Ratifikasi Sierra Leone Aksesi
Liberia 26 Agustus 2008 Ratifikasi Venezuela Aksesi
Keterengan: Presentase hak voting kurang dari 1,00 H Presentase hak voting lebih dari 1,00
Presentase hak voting kurang dari 5,00
Sumber: ICO.org.
5 Lihat http://www.ico.org/mission07_e.asp, diakses pada 21 September 2018, pukul 19:25 WIB. 6 International Coffee Organization, 2017, ICO’s Member under ICA 2007 Report, London: ICO.Org.
5
Negara produsen kopi di dalam ICO, ternyata menanggapi instrumen ICA
2007 dengan cara yang beragam. Sebanyak 34 negara (77%) meratifikasi, empat
negara (9%) menyetujui, satu negara (2,3%) menerima, dan lima negara (11,4%)
sisanya berstatus aksesi dan belum menandatangani perjanjian ICA 2007. Seluruh
negara anggota uniknya mulai menandatangani ICA 2007 selang satu tahun
setelah perjanjian ini resmi diberlakukan, yang mengindikasikan adanya
pertimbangan negara produsen atas peran ICA 2007 dalam penguatan sektor
perkopian dunia sebelum memutuskan status ketergabungannya. Kesenjangan
antara tren produksi dan konsumsi kopi memang merupakan permasalahan klasik
bagi sektor perkopian dunia. Kehadiran perjanjian ICA 2007 diharapkan mampu
meminimalisir kesenjangan yang ada.
Gambar 1.2: Perbandingan Tren Konsumsi dan Produksi Kopi Dunia
7
Sumber: ICO.org.
Sejalan pemberlakuan ICA 2007, angka produksi kopi negara produsen
periode 2007 hingga 2008 memperlihatkan adanya kenaikan yakni sebesar 4,4%
atau senilai 203.340 ton.8 Peningkatan produktivitas kopi tersebut sayangnya tidak
bertahan lama. Tercatat di tahun 2009 tren produktivitas produksi kopi seketika
7 Lihat http://www.ico.org/trade_statistics.asp?section=Statistics, diakses pada 11 Oktober 2018, pukul 12:03
WIB. 8 International Coffee Organization, 2017, Total Production by All Exporting Countries Report, London:
ICO Statitstic Publish.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Konsumsi
Produksi
6
mengalami penurunan sebesar 6,7%, yang mana secara matematis penurunan ini
lebih besar ketimbang pertumbuhan yang pernah dicapai selang setahun
diberlakukannya ICA 2007.9 Bahkan hingga satu dekade pemberlakuan ICA
2007, tren produktivitas kopi di negara-negara produsen masih memperlihatkan
fluktuasi dan belum mampu mencapai salah satu misi ICA 2007, yakni
meminimalisir kesejangan tren produksi dan konsumsi kopi dunia.
Di tengah tidak stabilnya tingkat produksi kopi dunia, tren konsumsi justru
memperlihatkan perkembanganya dengan presentase pertumbuhan lebih dari 2%
atau senilai US$ 890.000.000 setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan tetap
adanya kesenjangan produksi dan konsumi kopi dunia. Kesenjangan yang terjadi
semakin tinggi ditengah segala fasilitas yang telah dijanjikan oleh ICA 2007,
menjadikan peran ICO dan ICA 2007 dalam penguatan sektor perkopian dunia
dipertanyakan. Realita ini kontras dengan tujuan dan misi yang telah tertulis di
dalam naskah perjanjian bagian I, mengenai tujuan dan misi pembentukan ICA
2007 yang menyebutkan:10
“ The objective of this agreement is to strengthen the global coffee
sector and promote the sustainable expansion in a market based
on environmen for the betterment of all participants in the sector.”
Kesenjangan tersebut memperlihatkan bahwa penguatan sektor perkopian
dunia belum tercipta secara penuh. Keberadaan negara produsen kopi di dalam
ICO serta keberadaan ICA yang seharusnya mampu mendongkrak produktivitas
kopi nyatanya belum mampu menekan kesenjangan yang ada. Ketidakmampuan
negara produsen memenuhi kebutuhan kopi dunia bahkan berpotensi menghambat
negara produsen dalam memaksimalisasi pendapatan negaranya.
9 Ibid 10
International Coffee Organization, 2007, International Coffee Agreement, London: ICO.Org, hal. 1..
7
Anggota ICO dan ICA 2007 dalam kondi tertentu harus adaptif melihat
tantangan perkopian dunia, serta melahirkan solusi atas permasalahan sektor
perkopian yang dapat mengancam negara produsen, negara konsumen, serta
seluruh elemen yang terkait sektor perkopian dunia. Pekerjaan rumah tersebut
semakin intens dengan kehadiran produk kopi milik negara- negara produsen
diluar ICO seperti: Swiss, Perancis, Italia, dan Belgia yang dapat mengancam
pangsa pasar negara produsen kopi ICO dengan produk kopi berkualitas tinggi
dan harga yang bersaing.
1.2 Rumusan Masalah
Di tengah belum jelasnya faktor pembangun perdagangan kopi
internasional, baik pengaruh dimensi produksi maupun geografis terhadap
peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia; kehadiran negara-negara
produsen di luar ICO berpotensi mengancam pasar produsen kopi ICO. Tren
kopi periode 2007 hingga 2017 yang belum menunjukan pengaruh positif
atau negatif yang jelas atas keberadaan peran ICO menjadikan negara
produsen berpotensi terus terhambat dalam mencapai maksimalisasi
pendapatan negara. Atas latar belakang tersebut, penelitian ini mengangkat
pertanyaan, yaitu “Apakah Faktor Produksi, Geografi, dan Peran Instiusi
Berpengaruh Terhadap Peningkatan Pendapatan Negara Produsen Kopi
?”. Masalah ini dianggap penting untuk diteliti agar negara produsen kopi
dunia mampu mengetahui faktor-faktor mana yang paling penting untuk
dimaksimalisasi demi tercapaiannya peningkatan pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
8
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini disusun untuk menjadi arahan analisis lebih lanjut guna
menjawab pertanyaan penelitian ini. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk:
1) Untuk mengetahui pengaruh keberadaan ICO terhadap peningkatan
pendapatan negara produsen kopi dunia.
2) Untuk mengetahui pengaruh faktor produksi terhadap peningkatan
pendapatan negara produsen kopi.
3) Untuk mengetahui pengaruh faktor geografis terhadap peingkatan
pendapatan negara produsen kopi.
4) Untuk mengetahui pengaruh faktor peran institusi, faktor produksi, dan
faktor geografis terhadap peningkatan pendapatan negara produsen kopi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Serangkaian paparan analisis dan jawaban dari pertanyaan penelitian ini
diharapkan mampu berguna baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya:
1) Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya keilmuan Hubungan
Internasional dengan mengisi kekosongan teori yang menjelaskan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan
perdagangan di komoditas spesifik yakni kopi. Penelitian ini juga
diharapkan dapat berguna menjelaskan gambaran pengaruh institusi
terhadap peningkatan perdagangan, serta pemaksimalan keuntungan.
2) Secara Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi
negara-negara produsen kopi ICO dalam upaya penyelesaian
9
kesenjangan produksi dan konsumsi kopi yang selama ini belum dapat
tereselesaikan, sehingga negara-negara produsen dapat
memaksimalkan kegiatan ekspor kopi dengan meningkatkan
kemamampuannya dalam memenuhi tingginya permintaan kopi dunia .
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi serangkaian penelitian terdahulu, landasan koseptual dan
kerangka pemikiran, dengan dasar perspektif liberalisme institusional untuk
memetakan peran dan kemampuan sebuah institusi internasional dalam
mewujudkan kepentingan negara. Liberalisme institusional meyakini bahwa
institusi internasional dapat mempermudah dan memungkinkan terjadinya kerja
sama. Perspektif ini menolak asumsi realis yang menyatakan institusi
internasional hanya sebuah badan yang dibetuk oleh negara-negara great power
untuk memenuhi kepentingannya.11
Liberalisme institusional percaya bahwa institusi memiliki sifat netral,
sehingga mampu mewadahi dan mewujudkan kepentingan seluruh negara anggota
dengan cara membangun kerja sama antar anggotanya. Institusi internasional,
menurut liberalisme institusional dapat membantu memajukan dan meningkatkan
kerja sama di berbagai bidang termasuk ekonomi, misalnya perdagangan.
Liberalisme institusional juga memandang institusi hadir sebagai respon atas
munculnya kesamaan permasalahan dan tantangan di berbagai bidang di dalam
tatanan internasional yang dirasakan oleh sejumlah negara. Dalam melihat
berbagai tantangan tersebut negara kemudian menyadari penyelesain akan lebih
11 Robert Jackson dan Georg Sorense, 2013, Introduction to international Relation: Theories, and
Approaches, New York: Oxford University Press. Hal. 143.
11
efektif jika dilakukan melalui kerja sama internasional atau melalui collective
action ketimbang harus dikerjakan secara individual. Perspektif ini juga
menyataan bahwa institusi internasional akan membantu mengurangi
ketidakpercayaan dan rasa takut antar negara yang dianggap menjadi masalah di
tengah sistem anarki internasional. Institusi yang mewadahi sejumlah negara
dinilai akan mengurangi gesekan konflik antar negara.12
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini melihat beberapa penelitian terdahulu untuk merumuskan
gambaran faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan
perdagangan kopi dunia. Hal ini dinilai penting untuk dilakukan guna menemukan
pembaharuan dan keunikan pada penelitian, serta mempermudah peneliti dalam
membangun kerangka pemikiran.
Penelitian pertama merupakan karya milik Nahanga Verter, et al yang
berjudul Analysis of Coffee Production and Export in Uganda tahun 2015.13
Penelitian ini berangkat dari kesadaran dunia akan tingginya potensi kopi di pasar
internasional. Uganda merupakan salah satu negara produsen kopi terbesar di
dunia yang menjadikan kopi sebagai komoditas ekspor ungulannya. Kopi tidak
haya menyediakan lapangan pekerjaan bagi ratusan ribu penduduk uganda namun
juga menyumbang rata-rata 60% nilai total ekspor tahunan negara ini, meski
begitu Uganda masih memiliki masalah terkait produksi kopi. Permasalahan ini
kemudian memunculkan ketidakstabilan harga kopi dunia dan ketidakmampuan
Uganda dalam memaksimalkan pendapatannya.
12 Ibid, hal.145 13 Nahanga Verter, Samuel Antwi Darkwah, dan Dastan Bamwesigye, 2015, Analysis of Coffe Production
and Export in Uganda: Mendel Agriculture, Brno: Mendel University in Brno.
12
Penelitian tersebut mencoba menganalisis beberapa faktor yang
mempengaruhi peningkatan ekspor kopi di Uganda. Verter menggunakan dimensi
produksi dengan memasukan beberapa faktor seperti: tingkat produksi kopi,
konsumsi domestik, dan harga kopi dunia; dengan rentang periode 1995 hingga
2012 untuk menguji pengaruhnya terhadap ekspor dan produksi kopi di Uganda.
Hasil penelitian tersebut dimaksudkan untuk dijadikan pertimbangan dan
rekomendasi bagi pemerintah Uganda dalam membuat kebijakan demi menyikapi
permasalahan-permasalahan yang ada.
Verter menggunakan teori perdagangan absolute advantage milik Adam
Smith dan Curiak, et.al; dimana Smith menjelaskan bahwa untuk menjadi
penghasil produk terbaik maka negara harus berkonsentrasi terhadap suatu
produk. Smith menyimpulkan negara-negara perlu membentuk kerangka kerja,
kebijakan, dan mengatur sistemnya untuk mencapai keberhasilan di pasar
internasional. Curiak, et.al lebih lanjut menekankan bahwa perdagangan yang
baik akan selalu didukung dan dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan dan
negosiasi, serta kemampuan negara untuk memfasilitisi akses pasar, agenda
multinasional, dan perusahaan.
Verter dalam penelitiannya cenderung menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan logika berfikir deduktif, dan hanya berfokus pada satu negara
yakni Uganda. Penelitian Verter juga menggunakan analisis regresi linier dengan
metode pengumpulan data sekunder yang di dapat dari beberapa sumber; seperti
data-data sekunder dari Food and Agricultural Organization of the United Nation
(FAO), United Nation Conference of Trade and Development (UNCTAD), dan
Uganda Coffee Development Authority (UCDA).
13
Penelitian Verter menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain: pertama
produksi kopi mempengaruhi tingkat ekspor kopi. kedua harga kopi dan tingkat
ekspor kopi di Uganda memiliki korelasi yang kuat, hasil penelitian Verter
menujukan tiap 1% kenaikan harga kopi dunia mampu mendorong kenaikan
ekspor kopi di Uganda sebesar 1,4%. Verter menjelaskan kenaikan harga kopi
dunia mampu menstimulasi dan memotivasi petani untuk meningkatkan
produktivitasnya. ketiga, konsumsi domestik sebaliknya justru memiliki hubungan
berbanding terbalik dengan ekspor kopi, sehingga semakin sedikit konsumsi
domestik di Uganda maka akan semakin besar exportable produk kopi yang
mampu di perdagankan di pasar internasional.
Verter menyimpulkan bahwa beberapa faktor seperti: tigkat produksi kopi,
konsumsi domestik, dan harga kopi dunia memiliki pengaruh terhadap ekspor
kopi di Uganda. Verter juga merekomendasikan pemerintah Uganda untuk
memaksimalkan faktor-faktor memiliki pengaruh tehadap ekspor kopi negaranya.
Hal ini dianggap penting, agar Uganda dapat mencapai keuntungan maksimal dari
kegiatan perdagangan kopi internasional.
Penelitian karya Verter memiliki relevansi terhadap penelitian ini, berupa
kesamaan topik dan dimensi serta outcome yakni maksimalisasi pendapatan
negara produsen kopi. Perbedaanya, penelitian Verter hanya berfokus pada satu
negara saja yakni Uganda, sedangkan peneliti ini menggunakan 44 negara yang
mencakup seluruh negara produsen kopi di negara-negara berkembang dan LDC
di dunia sebagai sampelnya. Penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan ekspor kopi, sehingga
membantu dalam membangun kerangka pemikiran penelitian ini.
14
Penelitian kedua ditulis oleh Alexander Preston Magginetti dengan judul
“A Study of The Economic Effects of Imposing Fair Trade Coffee
Consumption in San Fransisco” di tahun 2010.14
Penelitian ini berangkat dari
kesadaran negara-negara produsen akan tingginya potensi kopi dunia. Negara
produsen kopi tidak sedikit yang menggantungkan pendapatan negaranya dari
kegiatan ekspor komoditas ini, bahkan kopi menjadi penyumbang setengah dari
total nilai ekspor sejumlah negara. Kopi selain terkenal dengan potensinya yang
tinggi, juga dikenal sebagai komoditas dengan harga yang cenderung tidak stabil.
Hal ini menjadi permasalahan dan hambatan bagi negara produsen dalam
mewujudkan maksimalisasi pendapatannya. Sertifikasi fair trade Kemudian hadir
bagi produk kopi yang dibentuk untuk melindungi produsen kopi ditengah
fluktuasi harga kopi dunia.
Penelitian tesebut mencoba menganalisis dan memberikan negara
rekomendasi kebijakan terkait labelling terhadap produk kopi. Rekomendasi
tersebut dilakukan dengan melihat apakah kopi bersertifikasi fair trade mampu
meningkatkan pendapatan negara produsen kopi di San Fransisco. Magginetti di
dalam penelitiannya menguji peningkatan pendapatan negara produsen fair trade
kopi dengan menggunakan beberapa faktor yakni: permintaan, konsumsi, dan
harga, terhadap fair trade kopi di San Fansisco dan membandingkannya dengan
produk serupa seperti kopi reguler, teh, dan soda. Penelitian ini berfokus dalam
rentang waktu tahun 2009 hingga 2010.
Magginetti menggunakan konsep labeling milik Laureiro, et al dan Fridel.
Laureiro, et al menjelaskan bahwa label seperti sertifikasi ramah lingkungan,
14
Alexander Preston Magginetti , 2010, A Study of The Economic Effects of Imposing Fair Trade Coffee
Consumption in San Fransisco: Development on Agriculture ,California:California Polytechnic State
University.
15
organik, fair trade pada suatu produk dapat mempengaruhi keinginan konsumen
untuk membeli produk tersebut. Fridel sependapat akan hal itu dan menambahkan
bahwa labeling terhadap suatu produk dapat meningkatkan kepercayaan
konsumen atas produk yang dipasarkan, sehingga produk-produk berlabel tersebut
akan memiliki harga yang lebih tinggi, serta dianggap lebih aman oleh konsumen
ketimbang produk yang tidak berlabel.
Magginetti dalam penelitiannya cenderung menggunakan pendekatan
kuantiatif dengan logika berfikir deduktif. Magginetti menggunakan empat
sampel yakni: fairtrade kopi, kopi reguler, teh, dan soda serta membandingkan
posisi label fairtrade terhadap 3 komoditas lainnya. Metode pengumpulan data
sekunder dilibatkan dengan bersumber pada: Transfair USA and the United States
Department of Agriculture’s Economic Research Service, FLO, International
Coffee Organization, dan World Bank.
Hasil analisis Magginetti menunjukan bahwa label fairtrade kopi telah
mengalami peningkatan baik dari segi produksi, harga, maupun konsumsi di pasar
San Fransisco. Kuantitas kopi berlabel fairtrade naik sebesar 327%, sedangkan
kenaikan permintaan tahunan kopi berlabel fair trade kini naik menjadi 933 ton,
lebih lanjut ia menjelaskan konsumsi kopi berlabel fairtrade di Amerika Serikat
juga mengalami kenaikan sebesar 1,9%. Hasil penelitian Magginetti
mengungkapkan adanya pengaruh signifikan antara kenaikan kuantitas kopi
berlabel fairtrade dengan peningkatan pendapatan negara produsennya, ketika
kuantitas kopi berlabel fairtrade naik sebesar 327% di pasar Fran Sisco maka
terjadi pula kenaikan peningkatan pendapatan negara produsen sebesar 1020%.
16
Magginetti melihat kemampuan kopi berlabel fairtrade inilah yang mendorong
peningkatan pendapatan negara produsennya.
Penelitian Magginetti berkontribusi terhadap peneliti dalam perumusan
kerangka pemikiran mengenai sistem labeling fairtrade pada produk kopi dalam
mempengaruhi peningkatan pendapatan bagi negara produsen. Hasil penelitian
Magginetti yang menjelaskan hubungan antara sertifikasi fairtrade dan
peningkatan pendapatan negara produsen di pas pasar San Fransisco inilah yang
kemudian diadopsi dalam penelitian ini menjadi salah satu faktor yang diujikan
pengaruhnya terhadap pendapatan negara produsen kopi dunia.
Penelitian ketiga ditulis oleh Sarah Belay, et al dengan judul “ Factors
Affecting Coffee (Coffee Arabika L.) Quality in Ethiopia: A Review” tahun
2015.15
Sarah dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Kopi telah menjadi
komoditas dengan kontribusi paling penting di pasar internasional setelah minyak.
Ethiopia merupakan salah satu negara yang bergantung kepada komoditas agraris
ini. Kopi telah menyerap lapangan pekerjaan bagi 25% total populasi di Ethiopia.
Ethiopia juga merupakan salah satu negara produsen terbesar di kawasan Afrika.
Meski telah menjadi pemasok bagi 4,2% dari total produksi dunia. Ethiopia masih
memiliki masalah dalam minimnya jumlah permintaan di pasar internasional.
yang muncul akibat rendahnya tingkat kualitas kopi asal Ethiopia.
Penelitian ini kemudian mencoba menganalisis beberapa faktor yang
mempengaruhi peningkatan kualitas produk kopi di Ethiopia. Sarah menggunakan
faktor-faktor seperti: kondisi geografis, teknik pemeliharaan, dan peran
pemerintah di dalam penelitiannya. Hasil uji pengaruh faktor tersebut diharapkan
15
Sara Belay, Daniel Mideksa, Solomon Gebrezgiabher, dan Weldemariam Seifu, 2015, Factors Affecting
Coffee (Coffee Arabika L.) Quality in Ethiopia: A Review,Agriculture Journal, Addis ababa:Addis Ababa
University.
17
dapat menjadi rumusan rekomendasi untuk pemerintah Ethiopia dalam menyikapi
permasalahan yang ada.
Sarah dalam penelitiannya menggunakan konsep supply chain milik
Leroy, et al yang menjalaskan bahwa rantai yang menyambungkan produksi
dengan konsumen ialah kualitas. Kualitas didefinisikan berbeda-beda di tiap
tingkatan. Pada tingkat petani, kualitas ialah kombinasi antara tingkat produksi,
harga, dan kondisi produk. Pada tingkat ekspor-impor, kualitas dihubungkan
dengan dimensi ukuran, kondisi produk yang prima, karakteristik fisik serta harga.
Leroy juga menjelaskan bahwa negara dapat memiliki standarisasi tersendiri
dalam menyikapi kualitas produk impornya.
Sarah dalam penelitiannya cenderung menggunakan pendekatan kualitatif
dengan logika berfikir induktif. Penelitian tersebut berusaha menguji peningkatan
kualitas kopi di Ethiopia dengan memasukan faktor-faktor seperti peran
pemerintah dan geografis. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian trsebut
didapat dari berbagai sumber seperti: ICO, Trade Map Center, Food and
Agricultur Organization, dan berbagai jurnal laporan lain.
Penelitian ini kemudian menunjukan beberapa hal yang berpengaruh
terhadap kualitas kopi di Ethiopia: pertama lingkungan memiliki pengaruh yang
besar terhadap kualitas kopi, Sarah menjelaskan faktor geografis negara produsen
dapat mempengaruhi kualitas hasil produksinya. Kedua proses panen juga
menjadi hal yang berpengaruh terhadap kualitas kopi, kopi harus di panen saat
kematangannya sempurna. Ketiga lemahnya peran pemerintah Ethiopia dalam
pengembangan komoditas kopi juga menjadi alasan kuat yang mempengaruhi
buruknya kualitas kopi. Hal ini ini terlihat dari ketidaktersediannya bantuan
18
subsidi pupuk bagi petani kopi di Ethiopia, tercatat hampir 90% petani kopi
Ethiopia tidak menggunakan pupuk selama proses penanaman .
Sarah menyimpulkan, terdapat faktor lain selain faktor kondisi geografis
yang dapat mempengaruhi kualitas produk kopi di Ethiopia yaitu peran
pemerintah. Sarah menjelaskan keterpurukan kualitas kopi di Ethiopia yang
berkelanjutan diakibatkan ketidakseriusan pemerintah mengembangkan
komoditas potensial ini. Sarah merekomendasikan pemerintah Ethiopia untuk
memberikan bantuan dana subsidi pada proses penanaman kopi, untuk mengakhiri
persoalan kualitas kopi dan mendorong peningkatan pendapatan Ethiopia di sektor
ini.Penelitian ini berkontribusi terhadap peneliti dalam perumusan kerangka
pemikiran mengenai adanya potensi pengaruh antara faktor geografis dan
peningkatan kualitas serta pendapatan bagi negara produsen.
Penelitiaan keempat ialah karya milik Margaret Njeri Gathura yang
berjudul “Factor Effecting Small-Scale Coffee Production in Githunguri
District, Kenya” di tahun 2013.16
Penelitian ini berangkat dari masalah penurunan
produktifitas kopi yang terjadi di Kenya. Kopi telah menjadi produk ekspor
andalan dan berkontribusi besar terhadap perekonomian dan upaya pengurangan
kemiskinan di Kenya. Kenya merupakan salah satu negara produsen kopi terbesar
di Afrika dengan total produksi tahunan lebih dari 50.000 ton, namun kini secara
konstan angka tersebut terus mengalami penurunan tingkat produktifitasnya.
Gathura menjelaskan bahwa penurunan ini berpotensi besar mempengaruhi
perekonomian Kenya, mengingat kopi ialah penyumbang 60% dari total
pendapatan devisa negara. Tahun 2002 merupakan awal dari melemahnya sektor
16 Margaret Njeri, 2013, Factor Effecting Small-Scale Coffee Production in Githunguri District, Kenya,Kenya
coffee journal, Juja: Jomo Kenyata University.
19
pekopian di Kenya, dimana kontribusi kopi terhadap pendapatan negara turun
sebanyak 25%.
Penelitian tersebut kemudian berusaha menganalisis faktor- faktor yang
dapat mempengaruhi peningkatan produktifitas kopi di Kenya. Gathura
memasukan sejumlah faktor seperti startegi pemasaran, keuangan, kebijakan
pemerintah, dan sumber daya manusia yang kemudian diujikan pengaruhnya
terhadap peningkatan produksi kopi di Kenya. Gathura menilai hal ini penting
untuk dilakukan mengingat tingginya potensi kopi dan ketergantungan penduduk
Kenya terhadap komoditas ini.
Gathura menggunakan konsep organisasi sosial di dalam penelitiannya,
yang menjelaskan pentingnya sebuah wadah yang didukung peran negara sebagai
sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa. Pembentukan
organisasi sosial dapat difungsikan sebagai forum diskusi untuk memecahkan
sebuah permasalahan yang dianggap krusial, misalnya masalah rendahnya angka
produktivitas kopi pada petani di Kenya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan
metode analisis deksriptif statis. Gathura dalam penelitian ini juga melakukan
pengumpulan data melalui kuisioner, observasi, dan wawancara terhadap 120
petani di Distrik Githunguri sebagai sampelnya serta data sekunder tambahan dari
berbagai sumber seperti: ICO, FAO, International Trade Center, dan berbagai
jurnal dan laporan lainnya. Berdasarkan hasil kuisioner, obersevasi, dan
wawancara terhadap 120 sampel yang telah divalidasi, Gathura menemukan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi di Kenya antara lain:
faktor pemasaran dan pendanaan. Selain itu sumber daya manusia teruji
20
berpengaruh terhadap produktivitas kopi Kenya. Gathura berharap hasil penelitian
ini dapat berguna bagi produsen kopi bersekala kecil dalam menemukan solusi
jangka panjang untuk menghadapi tantangan di dalam sektor industri perkopian.
Penelitian karya Gathura memiliki relevansi terhadap penelitian ini pada
kesamaannya berupa rekomendasi atau solusi terkait masalah rendahnya angka
produktivitas kopi di negara-negara produsen. Perbedaannya, Gathura di dalam
penelitianya menggunakan 120 petani sebagai sampel yang merepresentatifkan
komoditas kopi Kenya. Sedangkan penelitian ini menggunakan sampel sebanyak
42 negara yang mencakup seluruh negara produsen kopi di ICO yang juga
merupakan negara-negara berkembang dan LDC di dunia. Gathura juga
memberikan gambaran mengenai adanya faktor-faktor lain di dalam dimensi
produksi yang memiliki pengaruh terhadap produktivitas kopi.
Terdapat beberapa perbedaan antara empat penelitian terdahulu dengan
penelitian ini yakni: pertama , keempat penelitian terdahulu hanya berfokus pada
satu negara sedangkan penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 42 negara.
Perbedaan kedua ada pada kerangka teoritis, berbeda dengan teori yang digunakan
oleh keempat penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan teori perdagangan
internasional, institusi, dan pendapatan negara. Perbedaan lainnya ialah
penggunaan variabel kontrol di dalam model penelitian yang mana tidak
ditemukan di keempat penelitian terdahulu.
Untuk memudahkan pembaca, keempat penelitian terdahulu yang telah
dipaparan sebelumnya, dapat dirangkum ke dalam sebuah tabel komparasi untuk
melihat inti sari serta perbedaan dari masing-masing keempat penelitian terdahulu
yang telah digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini sekaligus
21
membandingkan secara komperhensif dengan penelitian analisis pengaruh faktor
produksi, geografis, dan peran institusi yang telah dilakuka. Adapun tabel
komparasi tersebut dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 2.1: Rangkuman Hasil Literature Review Nahanga Verter, et
al
Alexander Preston
Magginetti Sarah Belay, et al
Margaret Njeri
Gathura
To
pik
pen
eli
tan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
peningkatan
pendapatan negara
produsen kopi di
Uganda.
Pengaruh sertifikasi
fair trade terhadap
peningkatan
pendapatan negara
produsen kopi dunia.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kualitaas kopi di
Ethiopia.
Faktor-faktor yang
mempangaruhi
penurunan
produktivitas kopi
di Kenya.
Teo
ri
/
ko
nse
p
Absolute Advantage Labeling Supply Chain Social Organization
Meto
de Pendekatan:Kuantitatif
Logika: deduktif
Sumber data: sekunder
Metode: Studi literatur
Pendekatan:Kuantitatif
Logika: deduktif
Sumber data: sekunder
Metode: Studi literatur
Pendekatan:Kualitatif
Logika: Induktif
Sumber data:
sekunder
Metode: Studi literatur
Pendekatan:
Kualitatif dan
kuantitatif
(campuran)
Logika: Induktif
Sumber data:
sekunder
Metode: kuisioner,
observasi,
wawancara, dan
studi literatur
Kes
imp
ula
n
Faktor Produksi kopi,
konsumsi domestik,
dan harga kopi
berpengaruh terhadap
eskpor kopi di
Uganda, perlu adanya
fokus terhadap faktor-
faktor diatas demi
tercapainya
maksimalisasi
pendapatan bagi
Uganda.
Kopi bersertifikasi fair
trade terbukti memiliki
harga yang lebih tinggi
dan stabil serta
pertumbuhan angka
konsumsi baik.
sertifikasi fair trade
terhadap kopi mampu
mendorong
maksimalisasi
pendapatan negara
produsennya.
Faktor geografis
merupakan faktor
utama yang
mempengaruhi
kualitas kopi disusul
oleh faktor perlakuan
pasca panen yang juga
menjadi penentu
tingkat kualitas kopi
suatu negar
Faktor marketing,
keuangan, sumber
daya manusia dan
kebijakan
pemerintah sangat
berpengaruh
terhadap tingkat
produktivitas kopi
di Kenya.
Rele
va
nsi
/ko
nst
rib
usi
Kesamaan Topik
menganalisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
maksimalisasi
pendapatan negara
produsen kopi, dan
berkontribusi
memberikan gambaran
baru terhadap peneliti
mengenai faktor-
faktor lain yang dapat
mempengaruhi
peningkatan
pendapatan negara
produsen kopi.
Kesamaan tujuan
yankni menganalisis
faktor-faktor yang
mempengaruhi
maksimalisasi
pendapatan negara
produsen kopi dan
berkontribusi dalam
perumusan kerangka
pemikiran mengenai
sertifikasi fair trade
yang mempengaruhi
pendapatan negara
produsen kopi.
Kesamaan tujuan
yankni menganalisis
faktor-faktor yang
mempengaruhi
maksimalisasi
pendapatan negara
produsen kopi melalui
peningkatan kualitas
kopi. Jurnal ini
berkontribusi dalam
perumusan kerangka
pemikiran mengenai
pengaruh geografis
terhadap peningkatan
kualitas kopi dan
pendapatan negara
produsen.
Kesamaan manfaar
yakni berusaha
memberikan
rekomendasi dan
solusi terkait
masalah rendahnya
produktivitas kopi
di negara produsen,
Jurnal ini
berkontribusi dalam
memberikan
gambaran baru
mengenai faktor-
faktor lain yang
dapat
mempengaruhi
produktifitas kopi.
Sumber: Hasil olah data peneliti
22
Tabel komparasi di atas memperlihatkan bahwa keempat penelitian
terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini hanya menggunakan
satu teori/ konsep. Sedangkan penelitian ini menggabungkan tiga teori dan konsep
sebagai alat analisis guna menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan.
2.2 Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional didefinisikan oleh Wei Bin Zhang sebagai
kegiatan ekonomi antar negara. Negara akan saling bertukar barang maupun jasa,
dengan tujuan untuk saling melengkapi kebutuhan.17
Perdagangan internasional
juga didefinisikan oleh Huala Adolf sebagai sebuah sistem tukar menukar barang
maupun jasa yang didasari atas kehendak setiap individu di suatu negara dengan
individu di negara lain tanpa adanya suatu paksaan.18
Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa perdagangan internasional merupakan sebuah kegiatan jual
beli barang maupun jasa yang dapat dilakukan antar negara maupun individu
dengan tujuan untk memenuhi kebutuhab ekonomi, nasional, maupun pribadi.
Penelitian ini berfokus terhadap peningkatan pendapatan negara.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
maksimalisasi pendapatan negara di dalam kegiatan perdagangan internasional.
Sependapat dengan David Ricardo, maka dalam penelitian ini perdagangan
internasional diposisikan sebagai cara negara untuk mendapatkan kekayaan dan
kekuasaan.19
Beberapa ahli teori perdagangan internasional lainnya juga
17 Paul R.Krugman, Maurice Obstfield, Marc J.Melitz. 2014. International Trade Theory and Policy,10Th
Edition, Carmel: Pearson. Hal. 67. 18 Huala Adolf. 2006. Hukum Perdagangan Internasional, Depok: Rajawali Pers. Hal. 12. 19 Wei Bin Zhang. 2008. International Trade Theory: Capital, Knowledge, Economic Structure, Money, and
Crisis over Time, Berlin: Springer Science and Business Media. Hal. 1.
23
berpendapat mengenai syarat yang harus dilakukan negara di dalam mencapai
keuntungan maksimal di dalam perdagangan internasional:
Pendapat pertama dikemukakan oleh Adam Smith yang menyatakan
bahwa perdagangan internasional memiliki sifat positive sum game. Negara dalam
kerjasama perdagangan akan mendapatkan keuntungan, yang tidak hanya
mengenai pendapatan. Kebutuhan negara juga diatikan sebagai keuntungan dari
perdagangan. Smith lebih lanjut menjelaskan syarat untuk mencapai
maksimalisasi pendapatan dapat dilakukan dengan penciptaan absolute
advantages. Teori absolute advantages milik Smith secara sederhana hadir karena
kesadarannya akan perbedaan produktivitas antar negara. Smith menerangkan
bahwa untuk mencapai pendapatan yang maksimal di dalam perdagangan
internasional, negara harus memaksimalisasi faktor-faktor produksinya. Smith
menyebutkan setidaknya terdapat dua faktor yang mampu mempengaruhi
pendapatan negara yakni: modal dan tenaga kerja.20
Pendapat kedua hadir dari David Ricardo yang menanggapi pendapat
Smith mengenai absolute advantages. Ricardo menjelaskan bahwa di dalam
perdagangan internasional, negara yang tidak memiliki absolute advantages pun
tetap dapat memaksimalisasi pendapatan negaranya dan tidak hanya sekedar
memenuhi kebutuhannya. Ricardo melalui teori comparative advantage
menjelaskan bahwa kemampuan negara dalam memproduksi suatu barang
idealnya unggul jika biaya produksinya dapat lebih rendah dibandingkan negara
lain.21
Ricardo menerangkan bahwa hanya dengan meningkatkan faktor produksi,
negara dapat mencapai keuntungan maksimal dari perdagangan internasional.
20 Opcit, Paul R.Krugman, Maurice Obstfield, Marc J.Melitz. 2014. Hal. 67-90. 21 Ibid.
24
Namun keduanya memiliki sedikit perbedaan mengenai indikator di dalam faktor
produksi. Ricardo menggunkan dua indikator di dalam faktor produksinya yakni:
tenaga kerja dan teknologi. Ricardo berpendapat bahwa teknologi merupakan hal
yang penting untuk dimaksimalkan oleh negara. Teknologi di dalam proses
produksi dapat memangkas biaya produksi, karena kemampuan teknologi yang
dapat menjadikan proses produksi menjadi lebih efesien dan efektif.22
Pendapat ketiga dijelaskan oleh Heckscher-Ohlin yang menghadirkan teori
baru di dalam teori perdagangan internasional untuk menambahkan faktor lain
diluar faktor produksi. Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa pendapat Ricardo
yang berfokus terhadap teknologi tidaklah cukup untuk meningkatkan pendapatan
negara. Sebab suatu saat negara-negara di dunia akan memiliki tingkat teknologi
yang identik dan serupa akibat adanya transfer teknologi. Heckscher-Ohlin sejalan
dengan peteori sebelumnya, namun tidak haya berfokus pada dimensi teknologi
namun juga perbedaan sumber daya alam serta perbedaan harga. Heckscher-Ohlin
menyimpulkan setidaknya terdapat tiga dimensi yang dapat mempengaruhi
pendapatan negara dalam perdagangan internasional yaitu: dimensi produksi,
geografis dan harga dengan faktor faktor pembangun sebagai berikut:23
Gambar 2.2: Dimensi dan faktor pembangun menurut para ahli Sumber: Dari Berbagai Sumber
22 Ibid, hal. 83 23 Ibid, hal. 90
Adam Smith
(Absolute Advantage)
Dimensi Produksi:
- Modal
- Tenaga Kerja
David Ricardo
(Comparative Advantage)
Dimensi Produksi:
- Tenaga Kerja
- Teknologi
Hescher- Ohlin
(Comparative Advantage)
Dimensi Produksi:
- Tenaga Kerja
- Modal
- Teknologi
Dimensi Geografis:
- Lahan
- SDA
25
Maksimalisasi perdagangan juga berarti memaksimalkan nilai komoditas.
Cambridge Dictionary menjelaskan komoditas sebagai barang ekonomi seperti
halnya produk hasil agraris maupun produk hasil tambang.24
Komoditas biasanya
memiliki ciri yaitu diciptakan secara masal dan dapat dengan mudah untuk
diperdagangkan atau ditukarkan dengan alat tukar uang.25
Komoditas juga
diartikan sebagai barang pokok yang digunakan dalam perdagangan untuk
menghasilkan pendapatan.26
Definisi lain juga dijelaskan oleh Karl Marx, yang
menjelakan bahwa komoditas sebagai produk yang memiliki nilai guna dan nilai
tukar dapat diperjualbelikan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan manusia.27
Dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana komoditas dapat diartikan
sebagai benda yang memiliki nilai tukar dan nilai guna yang dapat
diperdagangkan untuk menghasilkan pendapatan,
Peter Jackson menjelaskan lebih lanjut bahwa komoditas klasik pada
dasarnya dibagi menjadi dua yakni: hard commodity dan soft commodity. Hard
commodity ialah produk yang mencakup barang-barang seperti hasil tambang,
mineral. Sedangkan soft commodity ialah sekumpulan produk hasil perkebunan
dan pertanian. Jackson menjelaskan kedua jenis komoditas ini bermain di segmen
yang berbeda.28
Hard commodity biasanya dijadikan penopang utama pendapatan
negara karena nilai jualnya yang tinggi, lebih lanjut Jackson menjelaskan hard
commodity tidak bisa bertahan selamanya mengingat bahan mineral bumi bukan
merupakan sumber daya alam yang mudah untuk diperbaharui. Jackson
24 Lihat https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/commodity, diakses pada 12 Oktober 2018, Pukul
00:05 WIB. 25 Lihat https://www.merriam-webster.com /commodity.asp., diakses pada 23 Oktober 2019, pukul 21:20
WIB. 26 Lihat https://www.investopedia.com/agriculture-commodity.asp, diakses pada 23 Oktober 2019, pukul
22:08 WIB.
28 Peter Jackson, Niel Ward, dan Polly Russel, 2006, Mobilising the Commodity Chain Concept in the
Politics of Food and Farming, Journal of International Development, Cambridge: Academic Press, Hal.133
26
mengungkapkan meski soft commodity memiliki nilai jual yang tidak setinggi
bahan mineral namun komoditas ini memiliki potensi karena sifatnya yang
fleksibel dan mudah dibudidayakan serta memiliki angka permintaannya yang
selalu tinggi.29
Produsen suatu komoditas di pasar internasional akan dihadapkan dengan
banyak produsen lain yang juga berkompetisi di komoditas yang sama.
Karenanya, masing-masing negara produsen harus memiliki standar kualitas
untuk terus bertahan dan memenangkan persaingan.Terlebih di dalam soft
commodity, Jackson menjelaskan pada umumnya produk-produk konsumsi seperti
hasil pertanian dan perkebunan memiliki sifat yang cenderung indentik.30
Sehingga menurutnya untuk tetap memenangkan persaingan di pasar
internasional, negara harus memiliki pembeda pada hasil produknya dengan hasil
produk milik produsen lain.
Penelitian ini berfokus terhadap komoditas kopi. Sehingga untuk
mengukur performa negara produsen kopi dalam meningkatkan kuantitas,
kualitas, dan sifat pembeda bagi komoditas kopinya; dimana penelitian ini
menggunakan dua dimensi yakni dimensi produksi dan geografis.
2.2.1 Produksi
Dimensi produksi diartikan sebagai segala sumber daya yang digunakan
suatu negara dalam proses produksi barang maupun jasa.31
Menurut Nearing,
Peace dan Atkinson; faktor produksi merupakan hal yang paling mendasar dan
utama untuk dimaksimalkan demi terciptanya peningkatan pendapatan negara.
29 Ibid, Hal.134. 30 Ibid, Hal.138. 31 Ronald J. Ebert dan Ricky W. Griffin, 2006, Business Essentials, Carmel: Pearson Education. Hal.8.
27
Tidak hanya itu Smith, Ricardo, dan Hescher-Ohlin, yang merupakan pakar teori
perdagangan internasional juga meyakini tingginya pengaruh faktor produksi
terhadap peningkatan pendapatan negara dalam perdagangan internasional. Smith
dan Ricardo pun pada masanya mampu menjelaskan efek keuntungan dan
perdagangan internasional hanya dengan menggunakan faktor produksi saja.32
Dari dua pernyataan di atas mereperesentasikan bahwa faktor produksi mampu
mempengaruhi peningkatan pendapatan negara dalam perdagangan internasional.
Sebab dengan memaksimalkan faktor produksi, negara mampu mengoptimalkan
pengaturan dan pengolahan sumber dayanya secara efisien dan efektif.
Untuk mengukur performa dimensi produksi, penelitian ini menggunakan
tiga indikator yaitu modal sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith, teknologi
dan tenaga kerja sebagaimana yang dikemukakan oleh David Ricardo dan
Hescher Ohlin. Indikator pertama adalah modal. Cambridge Dictionary
mengartikan modal sebagai kekayaan dalam bentuk uang atau aset lain yang
dimiliki, disediakan, maupun disumbangkan oleh seseorang atau organisasi untuk
tujuan tertentu misalnya investasi. Hampir serupa, Adam Smith mendefinisikan
modal sebagai saham yang diberikan oleh seseorang untuk mengharapkan
imbalan kembali dalam jangka waktu tertentu berupa pengahasilan. Modal
menurut Adam Smith modal adalah salah satu penggerak utama dalam proses
produksi, dan jumlah modal dapat mempengaruhi kapabilitas sebuah industri
dalam melakukan proses produksi.33
Berdasarkan penjabaran konsep tersebut,
penelitian ini berasumsi bahwa banyaknya jumlah modal akan mempengaruhi
faktor produktifitas suatu industri sekaligus outcomenya yakni pendapatan negara.
32 Opcit.hal. 12. 33 Opcit.hal. 37.
28
Dimensi kedua ialah tenaga kerja. Menurut David Ricardo, tenaga kerja
merupakan penggerak utama dalam proses produksi, bahkan menjadi aset utama
sebuah industri.34
Penelitian ini Berdasarkan konsep tersebut mengasumsikan
bahwa tenaga kerja akan meningkatkan faktor produksi dan dapat mempengaruhi
peningkatan pendapatan negara di dalam perdagangan internasional. Indikator
pekerja dalam penelitian ini menggunakan jumlah petani negara produsen.
Dimensi ketiga dalam adalah teknologi. David Ricardo memaknai
teknologi sebagai serangkaian sarana untuk memudahkan dan mempercepat
produksi yang diperlukan oleh manusia untuk kebutuhan komersil.35
Ricardo
menjelaskan bahwa teknologi suatu negara dapat menentukan keefektifan proses
produksi barang industrinya. Tingkat teknologi yang tinggi memungkinkan negara
untuk menghasilkan lebih banyak produk tanpa harus menambahkan jumlah
tenaga kerja dan waktu kerja. Penelitian ini berasumsi bahwa tingkat teknologi
suatu negara produsen kopi mempengaruhi faktor produktivitas sekaligus
pendapatan negaranya.
Penelitian ini hanya berfokus pada perdagangan kopi internasional. Kopi
sebelum di ekspor melewati tahapan pengolahan untuk menjadi green coffee.
Sehingga dalam penelitian ini, tingkat teknologi diartikan sebagai implementetion
industry index dan teknologi proses pengolah kopi. Metode pengolahan kopi di
negara-negara produsen menurut ICO dibagi menjadi dua yaitu:
34 Opcit,hal.93 35 Opcit, hal.95
29
1) Tanpa mesin (Dry Method)– Proses ini merupakan metode pengolahan
yang masih dipakai di sejumlah negara produsen kopi dunia. Metode
pengolahan ini sangat bergantung pada keadaan cuaca. 36
2) Dengan mesin (Wet Method) – Sejumlah negara produsen telah
menggunakan teknologi terbarukan dalam proses pengolah produk
kopinya. Penggunaan teknologi bahkan mampu mengoptimalkan proses
pengolahn kopi menjadi lebih efektif dan efisien.37
2.2.2 Geografi
Hescher-Ohlin adalah ahli perdagangan pertama yang menghadirkan
geografis sebagai dimensi yang dapat mempengaruhi pendapatan negara dalam
perdagangan internasional. Hescher-Ohlin menganggap setiap negara di dunia
memiliki karakteristik sumber daya alam yang berbeda-beda. Beberapa
karakteristik tersebut dipercaya oleh Hescher-Ohlin dapat menguntungkan suatu
negara di dalam perdagangan.38
Penelitian ini menggadopsi dua faktor yaitu varietas hasil sumber daya
alam dan lahan yang dikemukakan oleh David Ricardo. Karena penelitian ini
berfokus pada komoditas spesifik yakni kopi, maka teori milik David Ricardo
disesuaikan dengan latar belakang dan data komoditas kopi.
Faktor pertama dalam dimensi geografis ialah sumber daya alam.
Sebagaimana penjelasan David Ricardo, negara dapat diuntungkan, karena adanya
36 Dalam metode kering buah kopi yang sudah dipanen kemudian akan dikeringkan dengan bantuan sinar
matahari, dan diputar sepanjang hari untuk mendapatkan hasil pengeringan yang sempurna.Proses
pengeringan akan terus dilakukan selama tujuh hingga sepuluh hari sampai kadar air dalambuah kopi turun
menjadi 11% dan cangkang kopi terkelupas. Ibid. 37 Dalam metode basah, buah kopi yang baru dipanen akan dimasukan kedalam mesin penggiling berisi air
untuk memisahkan cangkangnya, baru kemudian dimasukan kedalam mesin pengering.Proses pengolahan
kopi ini hanya memakan waktu 12 hingga 48 jam saja.Ibid. 38 Paul R.Krugman, Maurice Obstfield, Marc J.Melitz. 2014. International Trade Theory and Policy,10Th
Edition, Carmel: Pearson. Hal. 68.
30
perbedaan hasil sumber daya alam karena dapat memungkinkan negara memiliki
produk spesialisasi. ICO membagi varietas kopi komersial sebagai spesialisasi
jenis kopi yang diproduksi negara produsen secara garis besar dibagi menjadi dua
yakni:
1) Kopi Robusta – Robusta memiliki harga jual yang relatif rendah di pasar
internasional, keunggulannya ialah memiliki biaya produksi yang murah.
2) Kopi Arabika – Arabika dalam pembudidayaannya membutuhkan biaya
produksi dan perawatan yang cukup tinggi, meski begitu varietas ini
memiliki harga yang tinggi di pasar internasional.39
Faktor kedua dalam dimensi ini ialah letak. David Ricardo dalam
penjelasannya, menggunakan ukuran luas untuk menjelaskan indikator lahan.
yang dalam penelitian ini lahan yang dimaksud ialah karakteristik lahan di
masing-masing wilayah di negara produsen kopi. United Nations Conference on
Trade and Development (UNCTAD) menjelaskan karakterstik wilayah negara
produsen kopi dunia dibagi menjadi tiga kategori yakni kawasan bean bealt,
sebagian bean bealt, dan kawasan non bean bealt. Ketiga kawasan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: 40
1) Kawasan Non Bean Bealt, kawasan bagi sejumlah negara di luar titik
koordinat bean bealt yang juga membudidayakan kopi, sekaligus
penyumbang bagi 1/5 hasil total produksi kopi dunia.
2) Kawasan Bean Bealt, kawasan penghasil 80% green beans dunia dan
memiliki iklim yang paling cocok untuk tumbuh kembang
39 Berbanding terbalik dengan robusta, kopi jenis arabika merupakan tanaman yang rentan akan hama dan
cuaca ekstrem, tanaman ini hanya dapat tumbuh di dataran tinggi yang memiliki kondisi iklim sejuk dan
intensitas matahari yang cukup. Ibid. 40 United Nations Conference on Trade and Development, 2018, Publication Library Report, Geneva:
Unctad.Org, hal 7.
31
3) Kawasan sebagian Bean Bealt, ialah milik negara produsen yang memiliki
baik kawasan bean bealt dan non bean bealt
Sedangkan faktor ketiga adalah kategorisasi waktu musim panen tiap
negara produsen. Penelitian ini menggunakan pembagaian periode panen
berdasarkan pengelompokan ICO yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: grup
april, grup juli, dan grup oktober.
2.3 Institusi Internasional
Institusi internasional dalam perdagangan, seringkali hadir sebagai badan
yang diharapkan dapat meminimalisir hambatan perdagangan itu sendiri. Ostrom
mendefinisikan institusi internasional sebagai serangkaian aturan kerja yang
digunakan pihak pembuat keputusan. Ostrom menjelaskan bahwa pembuat
keputusan diberi kuasa untuk membuat aturan kerja yang umumnya berisi tentang
pelarangan dan perizinan atas sebuah tindakan serta output yang akan dicapai. Hal
ini meliputi tindakan yang boleh atau tidak boleh untuk dilakukan, prosedur mana
yang harus diikuti, informasi apa yang harus dan tidak boleh untuk disebarkan,
serta penargetan outcome.
Definisi Institusi internasional lainnya dikemukakan oleh Schmoller,
baginya institusi ialah sebuah hubungan di dalam sekelompok masyarakat yang
memiliki tujuan tertentu misalnya untuk mengurangi ketidakpastian,
menyederhanakan pengambilan keputusan dan mempromosikan kerjasama antar
sesama anggotanya. Schmoller juga menjelaskan bahwa institusi akan
berkembang secara mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain di luar
anggotanya. Institusi internasional didefiniskan oleh Kresner sebagai keselerasan
antara perilaku dengan seperangkat aturan yang ada, dengan keselerasan antara
32
perilaku dengan regulasi yang berlaku akan menentukan kemampuan institusi
dalam mempercepat terwujudnya tujuannya. Kresner menjelaskan bahwa institusi
hadir sebagai respon kepentingan banyak negara, sehingga aturan dan tujuan perlu
disesuaikan agar mampu merepresentasikan kepentingan setiap negara anggota.41
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa institusi
internasional ialah hubungan sekelompok aktor yang meliputi sekelompok
masyarakat atau negara yang bertujuan untuk mengarahkan perilaku anggotanya
melalui serangkain aturan kerja yang telah dibuat demi terciptanya tujuan yang
telah ditetapkan dan pencapain keuntungan bersama.
Beberapa ahli ekonomi meyakini bahwa institusi internasional memiliki
pengaruh terhadap pencapaian kepentingan ekonomi suatu negara lewat jalur
kerjasama. Pendapat pertama datang dari Williamson, ia menyatakan bahwa
institusi memainkan peran sebagai penyeimbang antara negara maju dan negara
berkembang di dalam kerjasama perdagangan internasional. Williamson
menjelaskan bahwa institusi dimanfatkan sebagai pendorong peningkatan
pendapatan dalam perdagangan, negara harus memaksimalisasi peran institusi itu
sendiri. Williamson menjelaskan institusi memiliki peran sebagai pendorong
terpenuhinya kepentingan seluruh negara anggotanya, hal ini dapat dilakukan
mengingat sifat institusi yang netral dan tidak memihak.
Pendapat kedua dikemukakan oleh Franceshet. Sependapat dengan
William, Franceshet menyetujui pengaruh peran institusi dalam pencapaian dan
peningkatan kepentingan ekonomi negara. Fracehset melihat institusi tidak hanya
mampu mewujudkan kepentingan ekonomi suatu negara, namun telah mendorong
41 Martin, Lisa, Beth Simmons, 2012, International Organization and Institutins, Philadhelphian: University
of Pennsylvania. Hal.329.
33
kemandirian masyarakat dalam meningkatkan tingkat produktivitas; terlebih di
negara-negara berkembang melalui bantuan transfer teknologi misalnya.42
Pendapat ketiga datang dari lembaga ekonomi dunia, World Economic
Forum. WEF menjelaskan peningkatan pendapatan negara di dalam perdangan
internasional dapat dicapai apabila negara mampu memaksimalisasi manfaat
peran institusi. Masing-masing pendapat para ahli dapat dikelompokan sebagai
berikut:
Gambar 2.3: Peran Institusi dalam Perdagangan Internasional
Sumber: Diakses dari berbagai sumber
Penelitian ini mengartikan peran institusi sebagaimana yang telh
dikemukakan WEF, yang secara mana secara garis besar menjelaskan terdapat
empat peran institusi yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan negara
dalam perdagangan yaitu:43
1) Meningkatkan value pada produk
2) Meningkatkan partisipasi negara anggota dalam kerjasama
3) Menyediakan transfer teknologi dan bantuan proyek pengembangan
4) Meningkatkan tren produksi dan ekspor
42 Sterian Maria Gabriela, 2014, The Role Of International Organizations In The Global Economic
Governance – An Assessment, Romanian Economic Business Review, Romanian: American University, hal
313. 43
Ibid, Hal.314.
Williamson
Faktor Peran Institusi:
- Mendorong tercapaiannya hiiiiikepentingan negara iiiiiiianggota
Francheset
Faktor Peran Institusi:
-Mendorong tercapainya hiiikepentingan negara iiiiianggota
-Mendorong kemandirian hiiinegara anggota
WEF
Faktor Peran Institusi
- Meningkatkan value
- Meningkatkan interaksi
- Menyediakan bantuan gjjjgpengembangan
- Meningkatkan trend iiiiiikekspor dan produksi
34
2.3.1 Peran Institusi
Sebagaimana konsep yang dijelaskan Williamson, Francheset, dan WEF.
Penelitian ini berasumsi bahwa faktor peran institusi merupakan faktor yang dapat
memengaruhi peningkatan pendapatan dalam perdagangan. Dalam mengukur
performa faktor peran institusi dalam pengaruhnya terhadap peningkatan
pendapatan negara, penelitian ini menggunakan peran-peran institusi dalam
perdagangan sebagai indikator. Penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu
ketergabungan negara produsen di dalam sertifikasi fairtrade dan status
ketergabungan negara produsen ICO dalam ICA 2007, serta status hak votig
negara dalam ICO, dimana ketiga indikator ini ialah representatif peran-peran
institusi yang mampu meningkatkan pendapatan negara dalam perdagangan
internasional berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Williamson,
Francheset, serta WEF.
Faktor pertama adalah status ketergabungan anggota ICO di dalam ICA
2007. ICA 2007 ialah serangkaian instrumen perjanjian yang dibentuk untuk
memperkuat peran ICO sebagai satu-satunya lembaga kopi dunia. ICA 2007
memfasilitasi perdagangan internasional melalui peningkatan konsultasi antar
pemerintah dan sektor swasta, transparansi informasi terkait perkopian, promosi
ekonomi kopi, transfer teknologi, dan penyedian dana untuk proyek peningkatan
kualitas kopi negara produsen.44
Griffin menjelaskan bahwa serangkaian fasilitas di dalam institusi seperti:
forum negosiasi, implementasi perjanjian, penawaran transfer teknologi, hingga
serangkain bantuan pembangunan berpengaruh terhadap tercapainya kepentingan
44 Lihat http://www.ico.org/ica2007.asp, diakses pada 25 Oktober 2019, pukul 05:39 WIB.
35
ekonomi suatu negara.45
Berdasarkan konsep yang dikemukakan Griffin,
penelitian ini berasumsi bahwa ketergabungan negara di dalam instrumen
perjanjian ICA 2007 dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan negara
produsen lewat serangkain fasilitas yang tersedia, karena fasilitas yang tersedia di
dalam instrumen perjanjian ini dapat membantu negara produsen dalam
mengakselerasi proses produktifitas dan menyelesaikan hambatan-hambatan di
dalam sektor perkopian.
Sehubungan dengan hal tersebut, faktor kedua dalam dimensi ini adalah
ketergabungan negara produsen di dalam sertifikasi fairtrade. Sertifikasi
fairtrade ialah suatu pendekatan di dalam perdagangan internasional yang
didasarkan pada kemitraan antara produsen dan konsumen. Di dalam komoditas
kopi, fairtrade juga berfokus terhadap tiga hal yakni: kesejahteraan petani,
pelestarian lingkungan, serta peningkatan kualitas produk.46
Sehingga Setiap
produk kopi yang ditempeli sertifikasi ini akan memiliki harga yang lebih tinggi.
Labeling terhadap suatu komoditas seperti fairtrade menurut Fridel dapat
meningkatkan kepercayaan konsumen atas produk yang dipasarkan. Fridel juga
menambahkan meskipun dengan harga yang lebih tinggi, produk yang memiliki
sertifikasi tertentu tetap memiliki trend konsumsi yang baik.47
Hal ini dikarenakan
produk-produk yang telah membawa label tersendiri akan dianggap lebih aman
dan premium oleh konsumen. Berdasarkan konsep tersebut penelitian ini
berasumsi bahwa ketergabungan negara produsen kopi di dalam sertifikasi
fairtrade dapat meningkatkan pendapatan negara produsen kopi dunia, hal ini
45 Griffin. K, 2003, Development and Change, Economic Globalization and Institutions of Global, Hal.802. 46 Lihat https://www.fairtrade.net/about-fairtrade/what-is-fairtrade.html, diakses pada 12 November 2018,
pukul 08:02 WIB. 47
Opcit, Alexander Fridel Maginnetti, hal.3.
36
dikarenakan harga kopi fairtrade yang cenderung lebih tinggi dan stabil meski di
tengah ketidaksetabilan harga kopi reguler yang kerap terjadinya.
Setiap negara produsen kopi memiliki kontrol penuh atas pemilihan status
ketergabungannya di dalam ICA 2007 maupun di dalam sertifikasi fairtrade.
Tercatat di dalam dua instrumen tersebut negara produsen kopi memiliki status
ketergabungan yang bervariatif. Dalam penelitian ini status ketergabungan negara
produsen di dalam kedua instrumen institusi diatas akan dijadikan sebagai
variable control.
2.4 Pendapatan Negara
Tujuan utama dalam perdagangan, umumnya ialah pencapaian
maksimalisasi pendapatan negara. Pendapatan negara diartikan oleh Marshall
sebagai total laba bersih dari keseluruhan hasil produksi setiap komoditas, baik
berupa barang maupun jasa yang diproduksi oleh suatu negara. Definisi lain
mengenai pendapatan negara juga diungkapkan oleh Clark Warbuton. Clark
mengatakan bahwa pendapatan negara ialah keseluruhan laba atau pendapatan
setiap jenis kelompok industri yang menghasilkan barang maupun jasa yang legal.
Pendapat lain datang dari Simon Kuznets yang mendefinisikan pendapatan negara
sebagai nilai laba atau pendapatan dari keseluruhan barang ekonomi yang
diproduksi oleh suatu negara.48
Penelitian ini mendeskripsikan pendapatan negara
sebagai total keseluruhan pendapatan hasil perdagangan barang komoditas
ekonomi legal yang didapat oleh suatu negara dalam periode satu tahun.
Menurut Glen Atkinson nilai pendapatan negara akan selalu identik
dengan nilai national output dan pengeluran nasional, sehingga keduanya dapat
48 Rafael Rofman dan Dena Ringlod, 2007, Origin of Income: Financing of Social Policy, World Bank Paper,
Buenos Aries: Universidad de Buenos, hal.2.
37
dijadikan pengukur nilai pendapatan suatu negara. Glen Atkinson
mengungkapkan bahwa terdapat tiga metode untuk mengukur nilai pendapatan
negara yaitu;49
1) Metode perhitungan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan
yang diterima dari setiap indikator di dalam faktor produksi dalam
jangka waktu satu tahun. Atkinson mengatakan pendapatan dari setiap
indikator tersebut mencakup investasi, upah pekerja, keuntungan
negara berupa pajak, dan biaya sewa tanah bagi perusahaan asing.
2) Metode perhitungan Output. menggabungkan seluruh pendapatan dari
setiap sektor yang memiliki output berupa nilai ekonomi, termasuk:
manufaktur, jasa keuangan, transportasi, rekreasi, kesehatan,
pendidikan, property dan pertanian.
3) Metode perhitungan pengeluaran. menjumlahkan seluruh biaya
pengeluaran negara yang dihabiskan dalam jangka satu tahun baik
pada pembelian barang maupun jasa.
Penelitian ini mengartikan pendapatan negara sesuai dengan Pasal 1 angka
26 UU No 42 Tahun 2009, pendapatan negara melalui perdagangan internasional
dapat diukur melalui nilai eksport. Nilai eksport diartikan sebagai sejumlah uang
yang mencakup seluruh biaya yang diminta oleh eksportir setelah melakukan
kegiatan perdagangan kepada pengimpor. Sehinga nilai eksport yang merupakan
seluruh uang yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan kopi di pasar
internasional diartikan sebagai pendapatan negara produsen kopi dunia. Penelitian
49 Glen Atkinson, 2008, Purpose and Measurement of National Income and Product, Journal of Economic
Issues, Washington D.C: Association for Evolutionary Economic, Hal. 308-309.
38
ini juga menggunakan mata uang dollar Amerika Serikat sebagai satuan nilai
ekspor kopi tahunan.
2.5 Kerangka Pemikiran
Berbagai pemahaman konsep yang telah dipaparkan telah membangun
kerangka pemikiran bahwa faktor produksi, geografis, serta peran institusi
dianggap dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan negara produsen kopi
dunia. Dalam menyusun kerangka pemikiran, penelitian ini memilih dimensi dan
faktor yang digunakan sebagai analisa penelitian berdasarkan latar belakang serta
sumber data yang diperoleh. Secara garis besar, kerangka pemikiran yang akan
dianalisis oleh peneliti terangkum dalam gambar berikut:
Gambar 2.3: Model Pemikiran Penelitian Sumber: Dari Berbagai Sumber
Peran Institusi -Status negara produsen kopi dalam ICA 2007
-Ketergabungan dalam
setfikasi fairtrade
- Hak Voting dalam ICO
Produksi -Lahan perkebunan
-Lahan panen
-Teknologi
-Tenaga kerja - Fasilitas sanitasi air
----
Geografi
-Kawasan Kopi - Jenis Kopi
- Urutan panen
- Sumber Air
- Lahan Organik
Pendapatan
Negara Produsen
Kopi Dunia
39
2.6 Hipotesis
Teori di dalam penelitian kuantitatif digunakan untuk megedintifikasi
hubungan antar variabel, itulah mengapa penelitian ini sangat erat dengan
hipotesis, sebab hipotesis dibutuhkan untuk menjadi jawaban sementara sebelum
dilakukan uji penelitian.50
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
ialah:
H1: Produksi, geografi, dan peran institusi berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional.
H0: Produksi, geografi, dan peran institusi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional.
H1 (X1) : Produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
H0 (X1) : Produksi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
H1 (X2) : Geografi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
H0 (X2) : Geografi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
H1 (X3) : Peran Institusi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
50
Dr. Priyono, MM , 2016, metode penelitian kuantitatif. Siduarjo: zifatama publisihing, hal. 67.
40
H0 (X3) : Peran Institusi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara dari
perdagangan kopi internasional.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang lebih menekankan
pada alur logika deduktif. Menurut Priyono, penelitian kuantitatif erat dengan data
berupa numerik dan program statistik.51
Data-data numerik tersebut kemudian
diolah menggunakan program statistik dan ditafsirkan guna menjawab pertanyaan
dalam penelitian. Hal ini perlu dilakukan untuk mengukur performa masing-
masing variabel independen dan variabel kontrol dalam mempengaruhi variabel
dependen dalam penelitian ini. Pendekatan penelitian kuantitatif juga dianggap
dapat memudahkan analisis dalam penelitian ini yang menggunakan sampel
banyak negara.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Varibel Penelitian
Menurut Priyono, penelitian kuantitatif mengharuskan peneliti menjelaskan
bagaimana variabel mempengaruhi variabel lain. Variabel penelitian sendiri
merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai atau intensitas maupun jumlah.52
Penelitian ini menggunakan variabel independen, variabel kontrol, dan variabel
dependen. Variabel independen merupakan variabel penyebab yang
51 Dr. Priyono, MM , 2016, metode penelitian kuantitatif. Siduarjo: zifatama publisihing, hal. 21. 52 Ibid, hal.49.
42
mempengaruhi variabel lainnya, sedangkan variabel dependen merupakan
variabel yang merespon perubahan dalam variabel independen, dan variabel
kontrol ialah variabel yang dikendalikan agar hubungan yang dipengaruhi variabel
independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor di luar
penelitian.53
Variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Variabel independen : Produksi dan geografi
Faktor-faktor produksi serta geografi merupakan variabel penyebab atau
variabel yang dapat mempengaruhi pendapatan negara produsen kopi
dunia. Variabel independen di dalam penelitian ini memiliki dua faktor
yaitu: produksi dan geografi, serta sepuluh sub variabel pembangunnya
yaitu: kawasan kopi, lahan organik, jenis kopi, urutan panen, jumlah
petani, teknologi pengolahan kopi, fasilitas sanitasi air, luas lahan
perkebunan, luas lahan panen.
Variabel kontrol : Peran institusi
Peran institusi merupakan variabel yang dikendalikan untuk melihat
pengaruhnya terhadap hubungan antara variabel independen dan dependen
dalam penelitian ini. Variabel kontrol di dalam penelitian ini memiliki satu
faktor yaitu beserta 3 sub variabel yaitu: hak voting dalam ICO, status
sertifikasi fairtrade, dan status dalam ICA 2007.
2) Variabel dependen : Pendapatan negara produsen kopi
Pendapatan negara produsen kopi dari perdagangan kopi internasional
merupakan variabel depeden atau variabel yang mengalami perubahan
akibat efek implementasi variabel independen dan juga variabel kontrol
yang digunakan dalam penelitian ini.
53 Ibid, hal.144-146
43
3.2.2 Definis Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan atau deskripsi variabel
independen, variabel kontrol, dan variabel dependen, sekaligus keterangan dari
masing-masing dimensi, faktor, dan indikator beserta skala ataupun alat ukur yang
bertujuan untuk menjelaskan panjang interval ukuran yang dipakai.54
Deskripsi
operasional dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1: Definisi Operasional Variabel Definisi
Operasional
Dimensi Sub Variabel Satuan Ukur/
Skala Ukur
Variabel
Independen:
Dimensi dan
Faktor
Pembangun
Peningkatan
Pendapatan
Negara Produsn
Kopi
faktor produksi
dan geografi
harus
dimaksimalisasi
agar negara
produsen kopi
dapat mencapai
pendapatan
negara yang
maksimal
Faktor peran
Produksi
Fasilitas sanitasi Ordinal
Jumlah petani
Ordinal
Luas lahan
perkebunan
Ordinal
Ordinal Ordinal
Teknologi pengolahan
kopi
Ordinal
Geografi
Jenis kopi
Ordinal
Kawasan kopi Ordinal
Lahan organik
Ordinal
Sumber air Ordinal
Urutan panen Ordinal
Variabel Kontrol:
Peran Institus
Peran institusi
digunakan untuk
mengetahui
pengaruhnya
dalam
mengontrol
hubungan antara
variabel indepen
dan indepen
Peran
Institusi
Status negara
produsen kopi jdalam
ICA 2007
Ordinal
Ketergabungan
jnegara produsen
jkopi dalam
jsertifikasi jfairtrade
Ordinal
Hak voting ICO Ordinal
Variabel
Dependen:
Peningkatan
Pendapatan
Negara Produsen
Kopi
Peningkatan
pendapatan
negara dijadikan
efek atas
pengaruh variabel
independen serta
kendali dari
variabel kontrol
Pendapatan
negara Pendapatan negara
produsen kopi dari
perdagangan kopi
internasional
Ratio
Sumber: Hasil Olahan Peneli
54 Ibid, hal.154.
44
Setiap sub variabel yang diujikan dalam penelitian ini ditemukan memiliki
satuan yang beragam, sehingga sebelum melakukan serangkaian pengujian
statistik, seluruh sub variabel harus disamakan satuannya agar tidak menyalahi
logika statistika. Penelitian ini akan menjadikan satuan seluruh sub variabel
menjadi tiga tingkatan yakni: 1 hingga 3.
3.3 Populasi Penelitian
Fokus penelitian ini khusus mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pendapatan negara produsen kopi dunia. Penelitian ini juga melibatkan
42 negara di dunia yang melakukan produksi dan perdagangan internasional
terhadap komoditas kopi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dengan keakuratan kebenaran yang lebih tinggi. Rincian keseluruhan data
negara-negara tersebut dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 3.2: Populasi Penelitian55
Sub Kawasan
Negara
Jumlah
Amerika Tengah
Honduras, Costa Rica, Guatemala, Kuba, El Savador,
Meksiko, Nikaragua, Panama
8
Amerika Selatan
Brazilia, Bolivia, Kolombia, Ekuador, Peru, Paraguay,
Venezuela
7
Asia
Indonesia, India, Vietnam, Thailand, Papua Nugini,
Filiphina, Nepal, Yemen
6
Afrika
Angola,Burundi, Kamerun, Kongo, dem.Rep.of, Pantai
Gading, Ethiopia, Guinea, Kenya, Madagaskar, Rwanda,
Tanzania, Togo, Uganda, Central African Republic,
Gabon, Ghana, Guatemala, Malawi, Sierra Leone, Togo,
Zimbabwe
21
Jumlah 42
Sumber: Hasil Olahan Peneli
55
International Coffee Organization, 2017, Document of ICO membership,London: ICO publih
45
3.4 Sumber Data
Salah satu pertimbangan dalam peneltian ialah pemilihan sumber data.
Dalam penelitian, sumber data dianggap sebagai objek yang menyediakan
serangkaian data yang digunakan serta dikelola dalam penelitian. Sumber data
pada dasarnya dibagi atas dua yakni data primer dan data sekunder. Data primer
ialah data yang diperoleh melalui pengamatan fenomena secara aktual; sedangkan
data sekunder ialah data yang diperoleh dari catatan, dokumen, laporan, ataupun
artikel dalam surat kabar atau hasil penelitian terdahulu.56
Penelitian ini
menggunakan sumber data sekunder dari berbagai laporan, dokumen, dan data-
data lain yang berasal dari penelitian terdahulu, lembaga organisasi internasional
seperti: ICO, UNCTAD, Trade Map, serta jurnal internasional dan lain
sebagainnya yang berkenaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Priyono, teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis di dalam penelitian, karena teknik ini bertujuan untuk
mendapatkan data yang diperlukan untuk membantu menjawab pertanyaan
penelitian.57
Dalam teknik pengumpulan data, peneliti harus memastikan
kelengkapan serta kualitas data, hal ini perlu dilakukan agar hasil penelitian dapat
dimaksimalkan kevaliditasannya. Penelitian ini akan meggunakan teknik
pengumpulan data sekunder yang diperolah melalui laporan, dokumen, maupun
situs-situs resmi yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
56 Ibid, hal.41 57 Ibid, hal. 44
46
3.4 Teknik Pengujian Instrumen
3.4.1 Uji Validitas
Priyono menjelaskan bahwa uji validitas sangat berkaitan dengan
ketepatan penggunaan sub variabel dalam menjelaskan arti konsep yang sedang
diteliti. Dengan kata lain uji validitas berguna untuk menentukan apakah sub
variabel yang ditetapkan di dalam model sesuai dengan konsep yang akan diukur
keberpengaruhannya. Priyono juga menambahkan bahwa uji ini digunakan untuk
menilai apakah definisi operasional dalam penelitian dapat diterapkan pada
konsep yang akan diukur. Kevalidan suatu data kemudian dapat diukur
menyesuaikan nilai Corrected item- Total Correlation masing-masing sub variabel
dengan kriteria data diatakan valid ketika memiliki nilai corrected item= >0,300:58
Tabel 3.3: Hasil Uji Validitas
Model Corrected Item- Total Correlation Hasil
Kawasan Kopi 0,715 Valid
Lahan Organik 0,487 Valid
Sumber Air 0,381 Valid
Jenis Kopi 0,692 Valid
Urutan Panen 0,603 Valid
Jumlah Petani 0,386 Valid
Teknologi Pengolahan Kopi 0,659 Valid
Fasilitas Sanitasi Air 0,707 Valid
Luas Perkebunan 0,386 Valid
Luas Lahan Panen 0,350 Valid
Hak Voting 0,550 Valid
Status Sertifikasi Fairtrade 0,844 Valid
Status Sertifikasi ICA 2007 0,699 Valid
Sumber: Hasil Olahan Data Peneliti
58 Ibid, hal. 80-83.
47
3.4.2 Uji Realibilitas
Uji reabilitas dijeaskan Priyono sebaga langkah yang digunakan peliti
untuk mengetahui keandalan dan konsistensi seluruh sub variabel terhadap konsep
yang akan diteliti. Realibilias sendiri diartikan sebagai pernyataan yang
menunjukan sebuah instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpulan data. Dalam uji reabilitas dinyatakan bahwa semakin tinggi angka
atau nilai realibilitas suatu alat pengukur maka dinyatakan semakin stabil pula alat
pengukur tersebut untuk diujikan.59
Dalam penelitian ini, uji reabilitas
menggunakan uji Cronbach’s Alpha dan menggunakan alat uji statistik SPSS 22,
dengan ketetuan istrumen variabel dalam model dinilai reliabel ketika nilai
Cronbach’s Alpha lebih besar 0,60. Hasil uji reabilitas penelitian ini dapat
dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 3.4: Tabel Uji Realibilitas
Model Cronbach’s Alpha Hasil
Prroduksi 0,669 Realibel
Geografis 0,699 Realibel
Peran Institusi 0,774 Realibel
Sumber: Hasil Olahan Data Peneliti
Tabel hasil uji di atas menunjukan bahwa seluruh vaiabel di dalam model
yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan handal dan dapat dipercaya untuk
dipakai di dalam penelitian sehingga memenuhi asumsi uji realibilitas.
3.5 Uji Asumsi Klasik
3.5.1 Uji Normalitas
Penelitin yang baik adalah penelitian yang menggunkan data yang
teditsribusi secara normal, artinya data tersebut memiliki sebaran merata sehingga
59 Ibid, hal 84.
48
benar-benar mampu mewakili populasi. Uji normalitas data adalah tahapan yang
dilakukan untuk meyakinkan apakah data yang digunakan layak dipakai dalam
penelitian. Menurut Priyono, model regresi yang baik adalah model yang memilki
distribusi data normal atau mendekati normal. Penelitian ini menggunakan
Normal Personality Plot untuk menguji kenormalan terdistribusinya data yang
dipakai dalam penelitian.60
Uji normalitas memiliki beberapa kriteria natara lain:
1) Jika data menyebar di sekitar garis normal dan mengikuti arah garis
diagonal pada grafik, maka dinyatakan data terdistribus dengna normal
sehingga persamaan regresi memenuhi asumsi uji normalitas
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak megikuti arah garis
diagonal pada grafik atau pola terlihat seakan vertikal atau horizontal,
maka dinyatakan data tersebut tidak terdistribusi secara normal sehingga
tidak memenuhi asumsi uji normalitas
Gambar 3.1: Grafik P.P Plot
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
Grafik P.P Plot dalam penelitian di atas menunjukan data menyebar
mengikuti arah diagonal dan menunjukan pola pesebaran medekati garis diagonal,
maka dinyatakan data yang diguakan dalam peneltian ini memenuhi asumsi dalam
uji normalitas.
60 Ibid. hal.92.
49
3.5.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya korelasi
yang signifikan antara variabel-variabel yang telah ditentukan di dalam model.
Priyono mengatakan bahwa model regresi yang baik seharusnya tidak ditemukan
korelasi diantara variabel bebas, sebab keberadaan multikolinearitas dapat
menyebabkan standar eror regrsi bernilai besar sehingga pengujian variabel bebas
secara parsial menjadi tidak signifikan.61
Penelitian ini melihat tabel koefisien korelasi pearson untuk mengetahui
apakah model dalam penelitia memenuhi atau tidak memenuhi asumsi uji
multikolinearitas. Dinyatakan bahwa sebuah model dapat dinyatakan baik ketika
masing-masing nilai beta dan standar error setiap variabel kurang dari 1,00.
Berikut tabel koefisien korelasi pearsonnya:
Tabel 3.5: Tabel Uji Multikolinearitas
Model
Standardized Coefficients
Std. Error Beta
(Constant) 0,297 -
Peran Institusi 0,039 0,416
Produksi 0,036 0,382
Geografis 0,026 0,013
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
Dari tabel di atas menunjukan bahwa sleuruh variabel yang ada di dalam
model memiliki masing-masing nilai Beta dan nilai std.error kurang dari 1,00,
sehingga dapat dinyatakan, bahwa seluruh variabel pada model yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki tingkat standar eror yang rendah serta tidak
ditemukan hubungan tumpah tindih antar variabel yang artinya model memenuhi
asumsi uji multikolinearitas.
61 Ibid. hal.98
50
3.5.3 Uji Hetreokedastisitas
Uji Hetreokedastisitas betujuan untuk memastikan apakah terjadi
ketidaksamaan variance residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model
penelitian yang baik adalah model yang tidak ditemukan ketidaksamaan variance
residual atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Penelitian ini menggunakan uji park dan menggunakan alat statistik SPPS
22, untuk mengetahui apakah dalam model yang digunakan mengalami
ketidaksamaan variance dari residual atau tidak. Model yang baik dalam uji ini
diartikan harus memililiki nilai (Sig.) lebih besar dari 0,05. Model dengan begitu
dinyatakan tidak memiliki gejala heteroskedastisitas dan memenuhi asumsi uji.62
Tabel 3.6: Tabel Uji Hetreokedastisitas
Model Sig.
(Constant) 0,008
Goegrafi 0,120
Produksi 0,184
Peran Institusi 0,531
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
Tabel di atas menunjukan seluruh variabel memiliki ilai (sig.) = > 0,05. Sehingga
dinyatakan bahwa tidak ditemukan ketidaksamaan variance residual di seluruh
variabel di dalam model penelitian dan model penelitian ini berarti diakui
memenuhi asumsi uji heteroskedastisitas.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam pendekatan kuantitatif diartikan sebagai deskripsi
serangkaian data berupa angka, yang dapat dijadikan bagan, tabel, grafik, maupun
62 Ibid, hal 105.
51
pengukuran statistik.63
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan
ialah analisis regresi linier berganda. Analisis data dilakukan agar data yang telah
dikumpulkan dapat memiliki tafsiran makna sehingga dapat ditarik
kesimpulannya untuk menjawab pertanyaan dan permasalahan dalam penelitian.
Model yang digunakan dalam regresi linier berganda dapat dijelaskan melaui
persamaan sebagai berikut:64
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ....bnXn + e
Model regresi linier berganda di atas digunakan sebagai rumus dalam
mengetahui arah hubungan antara variabel independen yang dikendalikan oleh
variabel kontrol terhadap variabel independen dalam penelitian ini. Persamaan ini
juga mampu memprediksi nilai keberpengaruhan variabel independen dan
variabel kontrol di dalam penelitian ini terhadap variabel dependennya.
3.6.1 Uji t
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen
yang telah ditentukan dalam penelitian ini secara parsial memiliki pengaruh nyata
terhadap variabel dependennya. Dalam uji ini, derajat signifikansi yang digunakan
ialah 0,05, sehingga apabila nilai signifikansi lebih kecil dari derajat signifikansi
tersebut maka dapat dinyatakan variabel independen dalam penelitian ini secara
parsial memiliki pengaruh terhadap variabel independennya. Sehingga syarat
untuk menentukan bahwa model diterima adalah:
1) Jika nilai signifikansi model sama dengan atau kurang dari 0,05 maka
hipotesis satu (H1) diterima dan hipotesis nol (H0) ditolak, dimana hal
ini menunjukan hubungan searah antara Y dan X , dan menyatakan
63 Suharyadi dan Purwanto, 2004, statistika untuk ekonomi keuangan modern, Jakarta: Salemba empat, hal.49 64 Ibid, hal.56-60
52
adanya pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen dalam penelitian ini (secara parsial).
2) Jika nilai signfikansi model lebih besar dari 0,05 maka hipotesis satu
(H1) ditolak dan hipotesis nol (H0) diterima, dimana hal ini
menunjukan tidak adanya kontribusi X terhadap Y, dan menyatakan
tidak adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen
terhadap variabel dependen dalam penelitian ini (secara parsial).
Dalam penelitia ini uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh signifikan secara parsial faktor-faktor dalam dimensi produksi dan
geografi terhadap peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia.
3.6.2 Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen
dalam penelitian ini secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan tehadap
variabel dependennya. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Apabila
nilai uji f lebih besar dari 0,05 maka dinyatakan semua variabel independen secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kriterianya
sebagai berikut:
1) Jika nilai signifikansi uji f sama dengan atau lebih besar daripada 0,05.
maka H1 diiterima dan H0 ditolak, dimana hal ini menyatakan adanya
pengaruh signifikan variabel indepen terhadap variabel dependen di
dalam penelitian ini (secara simultan).
2) Jika nilai signifikansi uji f lebih kecil daripada 0,05 maka HI ditolak
dan H0 diterima, dimana hal ini menyatakan tidak adanya pengaruh
53
signifikan variabel independen tehadap variabel dependen dalam
penelitian ini (secara simultan).65
Dalam penelitian ini pengujian uji t digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh signifikan secara simultan faktor-faktor dalam dimensi
produksi dan geografi terhadap variabel dependen dalam penelitian ini yakni
peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia .
3.6.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini digunakan untuk menjelaskan seberapa besar perubahan aau variasi
suatu variabel mampu dijelaskan oleh perubahan atau variasi variabel lain.
Dengan kata lain uji ini bertujuan untuk menjelaskan kemampuan variabel bebas
untuk berkontribusi terhadap variabel tetapnya dalam hitungan presentase. Nilai
koefisien ada diantara rentang 0 hingga 1, dengan kriteria sebagai berikut:66
1) Jika hasil uji semakin mendekati angka 0 maka dapat dinyatakan
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dalam penelitian ini amatlah terbatas.
2) Jika hasil uji semakin mendekati angka 1 maka dapat dinyatakan
seluruh variabel-variabel independen dalam penelitian ini telah mampu
memberikan hampir seluruh informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen.
Dalam penelitian ini, uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen yang dikendalikan
oleh variabel kontrol yang mana dalam penelitian ini menggunakan faktor-faktor
65 Ibid, hal.64. 66 Ibid, hal.66.
54
dalam dimensi produksi, geografis, serta peran institusi untuk memprediksi faktor
pembangun dalam peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia.
3.7 Jadwal Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah menentukan jadwal
penelitian secara terperinci. Hal ini dilakukan agar penelitian ini dapat
diselesaikan sesuai waktu yang diharapkan oleh peneliti. Jadwal penelitian
tersebut telah terangkum secara terperinci sebagai berikut:
Tabel 3.3: Jadwal Peneitian
Aktivitas
Waktu ( Minggu ke)
Juli-Desember Januari Februari- April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pra riset
Pembuatan
proposol
penelitian
Bimbingan
proposal
Seminar usul
penelitian
Pengumpulan
data
Kelola data
Bimbingan hasil
Seminar hasil
Penyusunan
naskah skripsi
Bimbingan
skripsi
Sidang skripsi
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
55
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Kopi dengan potensinya sebagai komoditas yang populer memiliki
beberapa hambatan dalam perdagangannya, salah satunya belum maskimalknya
kemampuan negara produsen dalam memenuhi tingginya konsumsi kopi dunia
Negara produsen akibatnya menjadi terhambat dalam mencapai peningkatan
pendapatan negara. Negara produsen pada dasarnya memiliki karakteristik
produksi, geografis maupun posisi dalam institusi yang berbeda-beda. Bab ini
dengan begitu mendeskripsikan setiap faktor-faktor tersebut guna menilai apa saja
yang menjadi faktor pendukung atau penghambat negara produsen dalam
pencapaian maksimalisasi pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional.
4.1. Perdagangan Kopi Internasional
Komoditas kopi sudah dikenal masyarakat di berbagai belahan dunia,
sejak belasan abad yang lalu. Kopi pertama kali ditemukan di kawasan Afrika
tepatnya di Ethiopia pada akhir abad ke-8, setalah 7 abad kemudian kopi baru
mulai diperdagangan. Produsen sekaligus pedagang kopi pertama di dunia kala itu
ialah bangsa Yemen.
Di awal sejahrahya komoditas kopi hanya diperdagangkan di kawasan
Arab, hingga pada tahun 1616 melalui jalur pedagangan laut, kopi mulai
diperkenalkan ke daratan Eropa. Popularitas kopi berkembang dengan cepat di
56
kawasan ini, kopi bahkan mampu bersaing dengan anggur sebagai minuman
paling populer di Eropa saat itu. 67
Kopi setelah diperkenalkan ke luar daratan
Arab mengalami penyebaran yang cepat, sehingga dalam waktu singkat telah
didistribusikan ke berbagai kawasan di dunia. Kolonisasi Bangsa Eropa (Belanda,
Spanyol dan Prancis) adalah salah satu alasan pendorong hal ini. Perluasan
pendistribusian kopi di dukung akibat bangsa Eropa yang membawa kopi ke
negara-negara jajahannya, untuk dibudidayakan dan kemudian diperdagangkan.
Beberapa negara bekas jajahan bangsa Eropa inilah yang kemudian kini kita kenal
sebagai negara-negara produsen kopi dunia.68
Negara produsen kopi tersebar di empat kawasan meliputi: Asia, Amerika
Tengah, Amerika Selatan, dan Afrika. Setelah mendapatkan kemerdekannya,
seluruh negara produsen masih menjalankan bisnis komoditas ini. Hal ini
dilakukan karena menyadari tingginya tren konsumsi kopi dunia, namun di tengah
tingginya potensi kopi dalam perdagangan internasional, negara produsen
menyadari terdapat beberapa hambatan dalam perdagangan komodtas ini yang
tidak mampu mereka selesaikan sendiri.
Seluruh negara produsen kopi kemudian bergabung ke dalam
International Coffee Organization (ICO). Badan ini ialah satu-satunya organisasi
perkopian dunia yang dibentuk PBB pada tahun 1963 dengan tujuan untuk
membina kerjasama internasional dalam pembangunan ekonomi serta
mensejahterakan negara produsen kopi lewat penguatan sektor perkopian dunia.
ICO untuk mewujudkan hal tersebut menyediakan serangkaian fasilitas yang
dijanjikan mampu menyelesaikan masalah dan hambatan perkopian yang dihadapi
67 UNCTAD,2017, Special issue on coffee in the world, Commodities at A Glance vol.10, London:
UNCTAD,hal.6. 68 Ibid, hal.9.
57
oleh negara-negara produsen. Serangkain komitmen yang diberikan ICO inilah
yang kemudian mendorong seluruh negara produsen secara bertahap
mendaftarkan diri mereka ke dalam keanggotaan ICO.
Komitmen ICO dibangun berdasarkan kebutuhan negara produsen kopi
dunia, hal ini dilakukan mengingat segala keterbatasan dan kekurangan yang
dimiliki negara produsen. Hampir seluruh negara produsen adalah negara
berkembang, bahkan 31.8% diantaranya merupakan negara Less Development
Countries (LDC) atau negara miskin, tercatat hampir 25% masyarakat di negara
produsen kopi hidup di bawah garis kemiskinan.69
Negara-negara anggota ICO
memiliki angka kemiskinan yang cukup tinggi terutama di kawasan Afrika,
tercatat lebih dari 25% dari masyarakatnya hanya berpenghasilan $1.25 per hari.
Hal ini dikhawatirkan mendorong tebentuknya kesenjangan berupa
ketidaksetaraan kapabilitas produski kopi di antara negara-negara kawasan Afrika
dengan kawasan lainnya yang memiliki tingkat perekenomian yang lebih tinggi
dan stabil. Peran ICO dengan begitu sangat diperlukan dalam membantu negara
produsen untuk dapat tumbuh secara bersamaan lewat serangkain komitmennya.
Angka kemiskinan yang tinggi bukan lah permasalahan tunggal yang
dialami oleh masyarakat di negara produsen kopi dunia. Tingkat gizi buruk juga
menjadi masalah yang serius di beberapa negara produsen, rata-rata presentasenya
menunjukan nilai sebesar 18%, dimana angka ini juga berarti meliputi petani dan
stakeholder perkopian lainnya. Uniknya di tengah permasalahan gizi buruk dan
tingkat kesejahteraan yang ada, rata-rata angka harapan hidup di seluruh negara
produsen justru tergolong tinggi yakni sebesar 65 tahun.70
69 Ibid, hal.28. 70
Food and Agriculture Organization, FAO Statistical Coffee Pocket Book, 2015, Roma: FAO.
58
ICO untuk mengatasi segala hambatan dan permasalahan yang dihadapi
oleh negara produsen dan demi memperkuat perannya, kemudian merespon
dengan membentuk perjanjian yang disebut dengan ICA. Perjanjian ini mulai
dirancang sejak tahun 1963 dan terus diperbaiki tiap selang waktu tertentu demi
menyeleraskan kebutuhan dan tujuan perkopian dunia. ICA 2007 merupakan
perjanjian yang paling terbaru, dalam perjanjian ini ICO lebih menekankan pada
produsen kopi skala kecil dan menengah, bahkan ICO juga menyediakan forum
konsultasi keuangan serta fasilitas pengembangan teknologi yang bisa digunakan
negara produsen untuk menyokong kapabilitas produksinya.
Kondisi yang telah disebutkan di atas memperlihatkan bahwa perdagangan
kopi internasional memiliki hambatan dan permasalahan internal maupun
eksternal. ICO dan negara-produsen hingga kini masih berupaya untuk mengatasi
masalah perdagangan kopi internasional dengan terus mengamati fenomena
perkopian dunia dan merancang solusi yang dinilai mampu mewujudan misi dan
tujuan utama mereka.
4.2. Produksi
Kopi memiliki popularitas yang tinggi dan juga tren konsumsi yang tidak
pernah turun.71
Perdagangan kopi internasional di tengah segala keungulan
tersebut, sayangnya masih memiliki permasalahan besar yang belum
terselesaikan. Permasalahan utamanya ialah kesenjangan antara tingkat produksi
dan konsumsi kopi dunia, di tambah lagi ragamnya karakteristik yang dimiliki
oleh negara produsen.72
Atas masalah tersebut, maka penelitian ini akan
71 Steven Topik, 2004,The World Coffee Market in the EighteenthAnd Nineteenth Centuries, from Colonial
To National Regimes, A Millennium of Material Progress,California:University of California, hal.4. 72 Gregory Dicum dan Nina Luttinger, 1999, The Coffee Book, New York: New Press, hal.10.
59
mendeskripsikan perbedaan dan mengukur tiap karakteristik produksi negara
produsen kopi serta mengukur performa tiap karakteristik tersebut guna
mengidentifikasi karakteristik produksi mana yang menjadi faktor pendukung
maupun penghambat tercapainnya peningkatan pendapatan negara produsen dari
perdagangan kopi internasional.
4.2.1 Teknologi Pengolahan Kopi
Teknologi pengolahan kopi membantu penyederhanaan proses pasca
panen kopi dari semula berbentuk biji merah hingga menjadi green beans yakni
standar bentuk kopi dalam perdagangan kopi internasional. Teknologi pengolahan
kopi sangatlah beragam dan berbeda-beda di tiap negara produsen. Secara umum
teknologi ini dibagi ke dalam tiga jenis yakni; wet method, dry method, dan
campuran. Jenis teknologi pengolahan kopi pada suatu negara produsen
bergantung pada kemampuan teknologi yang mereka miliki, dimana wet method
merupakan teknologi pengolahan paling tinggi karena telah melibatkan bantuan
mesin, sedangkan dry method ialah yang paling tradisional, dengan hanya
bergantung pada cuaca dan sinar matahari, dan metode campuran merupakan
pengolahan yang menggunakan kedua metode di atas.
Tabel 4.1: Teknologi Pengolahan Kopi
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
73
73
Lihat, http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-final.pdf, diakses pada 26 Januari
2019, Pukul 10:21 WIB.
Teknologi Pengolahan Kopi
Mean 2,02
Median 2,00
Mode 3,00
Std. Deviation 0,92
Variance 0,85
Skewness -,049
Kurtosis -1,74
60
Dari 42 sampel negara memperlihatkan bahwa teknologi pengolahan kopi
di negara produsen kopi dunia rata-rata telah menggunakan mekanisme
pengolahan berbasis teknologi mesin, dimana sekitar 43% negara produsen telah
sepenuhnya menggunakan wet method dan 16,5% lainnya secara bertahap juga
mulai menggunakan metode tesebut, sedangkan 40% sisanya masih bertahan
dengan pengolahan tradisional atau belum mengaplikasikan teknologi ke dalam
proses pengolahan kopi mereka (dry method). Teknologi pengolahan kopi di
negara produsen yang beragam juga membuat efektifitas produksi negara
produsen menjadi berbeda-beda, mengingat jenis teknologi pengolahan dapat
mempengaruhi akselerasi proses produksi.74
Penerapan teknologi pengolahan kopi paling baik dan merata ditemukan di
kawasan Amerika Tengah, dimana dry method sepenuhnya tidak lagi digunakan
dalam kegiatan produksi mereka. Berbeda dengan Amerika tengah yang memiliki
tingkat perekonomian yang baik yang memungkinkan penerapan teknologi terjadi,
uniknya kawasan Afrika yang merupakan kawasan paling tertinggal dan memiliki
angka kemiskinan paling tinggi justru menjadi kawasan dimana 48% negara
produsen pengguna wet method berasal. Fenomena ini dapat dijadikan bukti
keseriusan ICO dalam mewujudkan salah satu misinya yakni merespon kebutuhan
negara dengan mengutamakan negara-negara produsen berskala kecil,
sebagaimana yang ditulis ICO dalam teks Perjanjian ICA 2007 bagian I yang
menyebutkan:
“Importan innovation include a new Chapter on the development and
funding of coffee development projects, and the establishment of a
Consultative Forum on Coffee Sector Finance, responding to the need
for increased access to information on topics related to finance, risk
74 Lihat http://www.ico.org/icohistory_e.asp, diakses pada 12 Maret 2019, Pukul 19:28 WIB.
61
management,and transfer technology in the coffee sector, with
particular emphasis on the needs of small -scale producers.”75
Misi ini ialah salah satu bentuk upaya ICO untuk membantu
pengembangan sektor perkopian di kawasan Afrika dari ketertinggalan. Hal ini
juga diperuntukan untuk meminimalisir salah satu hambatan negara produsen
berupa kesenjangan produksi di antara tiap-tiap negara produsen kopi dunia.
4.2.2 Jumlah Petani
Jumlah petani yang memadai dibutuhkan oleh tiap negara produsen untuk
membantu meningkatkan produktivitas serta mengejar terpenuhinya angka
konsumsi kopi dunia yang kian tinggi. Jumlah petani di tiap negara produsen pun
berbeda-beda, sejalan dengan ragamnya jumlah populasi di tiap negara.
Tabel 4.2: Jumlah Petani
Presentase Ketersedian Sumber Air
Mean 621390,81
Median 91641,50
Mode 1212
Std. Deviation 1041580,063
Variance 1085E+12
Skewness 2,356
Kurtosis 5,619
Sumber: Hasiol Olah Data Peneliti76
Negara produsen kopi umumnya memiliki jumlah petani di negara
produsen cukup besar yakni rata-rata lebih dari 620.000 pekerja. Meski demikian,
secara aktual sekitar 60% negara produsen memiliki jumlah petani jauh dibawah
angka tersebut. Hal ini menggambarkan kesenjangan jumlah petani diantara
negara produsen, penyebabnya ialah terdapat tujuh negara yang memiliki jumlah
75 Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/mission07_e.asp, diakses pada 10 Maret 2019, Pukul
20:18 WIB. 76 Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 26 Januari 2019, Pukul 11:15 WIB.
62
petani sangat besar yakni sekitar 2 hingga 7 kali lipat dari rata-rata kepemilikan
petani negara produsen kopi dunia. Jumlah petani tersebut ialah milik negara-
negara produsen kopi terkuat seperti; Brazilia, Kolombia, Ethiopia, Honduras,
Indonesia, Uganda, dan Vietnam. Data tersebut memperlihatkan bahwa tinggi
rendahnya jumlah petani pada suatu negara dapat mempengaruhi performa
produksi negara dalam perdagangan kopi internasional.
Petani memang memainkan peran penting dalam komoditas kopi, dimana
sekitar 90% kopi dunia dihasilkan oleh para petani berskala kecil. Jumlah petani
dalam suatu negara jika dibandingkan dengan total populasinya juga dapat
merepresentasikan seberapa besar ketergantungan masyarakat terhadap komoditas
ini. Afrika meski bukan pemilik jumlah petani yang tinggi namun kawasan ini
merupakan yang paling bergantung dengan kopi, dimana ditemukan rata-rata 3
hingga 8 % masyarakatnya bekerja sebagai petani kopi, meski dengan
ketergantungan yang begitu besar, negara-negara di kawasan ini merupakan
negara produsen dengan pendapatan dan tingkat produksi yang rendah.
4.2.3 Ketersedian Fasilitas Sanitasi Air
Negara produsen memerhatikan ketersedian fasilitasi air di setiap lahan
perkebunan mereka agar produk kopi yang dihasilkan dapat sesuai dengan standar
yang telah ditentukan oleh pasar internasional. Keberadaan fasilitas sanitasi air
dibutuhkan oleh negara produsen kopi untuk memastikan seluruh lahan
perkebunan mendapat aksesbilitas air bersih yang baik. Negara produsen kopi
tercatat memiliki ketersedian sumber air yang berbeda-beda, untuk
menggambarkan keumuman kondisi sanitasi air di seluruh negara produsen kopi
dunia dapat dipaparkan sebagai berikut:
63
Tabel 4.3: Presentase Fasilitas Sanitasi Air
Sumber: Hasiol Olah Data Peneliti
Dari 42 sample negara yang digunakan penelitian ini ditemukan bahwa
ketersediaan fasilitasi air di negara produsen sudah cukup baik, dimana rata-rata
negara produsen telah menyediakan lebih dari 50% fasilitas sanitasi untuk
keperluan lahan tanaman kopi di negaranya. Sayangnya masih ada 14,2% negara
lainnya yang masih memiliki ketersedian sanitasi yang sangat minim yakni
dengan presentase dibawah 14% dari total lahan perkebunan, padahal ke enam
negara ini merupakan negara yang pada dasarnya sangat membutuhkan
ketersedian sumber air tambahan.77
Ketersedian fasilitas sanitasi air dapat membantu proses produksi suatu
negara. Hal ini disebabkan karena kebanyakan negara menanam tanaman kopi
mereka di dataran tinggi sehingga keberadaan fasilitas ini sangat dibutuhkan
untuk menjangkau akses air hingga langsung ke lahan perkebunan. Fasilitas
sanitasi air memungkinkan pengatasan masalah pembuangan limbah cair kopi
yang didapat akibat proses pengolahan wet method. Sayangnya dari 47% negara
produsen yang masih memiliki ketersedian fasilitas sanitasi air di bawah angka
rata-rata, ternyata 26% diantaranya merupakan negara dengan pengolahan wet
method. Hal ini membuktikan bahwa ada beberapa negara produsen ICO yang
masih menjalakan produksi perkopian dengan tidak berlandaskan asas-asas yang
77 Keenam negara yang di maksud adalah: Ghana, Madascar, Malawi, Sierra Leone, Tanzania, dan Togo.
Jumlah Petani
Mean 52,4619
Median 49,8000
Mode 38,90
Std. Deviation 26,83232
Variance 719,973
Skewness -,042
Kurtosis -1,315
64
dianut dalam ICO mengenai pengembangan sektor kopi berkelanjutan dengan
mementingkan pemeliharaan lingkungan.78
Ketersedian fasilitasi air meski membantu proses produksi di suatu negara
namun nyatanya tidak selalu menjadi penentu dalam meningkatnya pendapatan
negara. Hal ini dibuktikan, beberapa negara dengan tingkat ketersedian fasilitas
sanitasi tinggi ternyata memiliki pendapatan yang cenderung rendah. Salah satu
contohnya Ekuador. Negara ini memiliki presentase fasilitas sanitasi air tiga kali
lebih besar dibandingkan Kenya namun sebaliknya penghasilan Kenya dari
perdagangan kopi internasional mampu mengungguli Ekuador bahkan hingga 13
kali lipatnya. Hal ini menunjukan bahwa ketersedian fasilitas air memang mampu
membantu proses produksi namun belum dapat menjadi faktor utama pembangun
pendapatan perdagangan kopi internasional.
4.2.4 Luas Lahan Perkebunan
Lahan perkebunan merupakan media bagi budidaya komoditas kopi.
Negara produsen kopi dunia memerlukan luas lahan perkebunan yang memadai
agar mampu menampung tanaman kopi dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini
dibutuhkan agar maksimalisasi hasil produksi dapat tercapai. Setiap negara
produsen tercatat memiliki luas lahan perkebunan yang berbeda-beda. Luas lahan
tersebut dalam penelitian ini kemudian dijadikan tolak ukur atau salah satu
indikator pendorong produksi di suatu negara. Dengan anggapan tingginya luas
perkebunan negara produsen berpotensi mempercepat peluang negara produsen
dalam melipat gandakan hasil produksinya.79
78 Lihat http://www.ico.org/sustaindev.e.asp, Pada 12 Maret 2019, Pukul 22:02 WIB 79Lihat https://unctad.org/meetings.pdf, diakses pada 24 Maret 2019, Pukul 02:35 WIB.
65
Tabel 4.4: Luas Lahan Perkebunan
Sumber: Hasiol Olahan Peneliti
80
Dari data diatas dapat dilihat bahwa rata-rata negara produsen kopi dunia
memiliki luas lahan perkebunan yang cukup besar yakni lebih dari 7500 Ha,
meski begitu, data aktual menunjukan lebih dari setengah produsen kopi dunia
memiliki luas lahan perkebunan di bawah angka rata-rata tersebut. Hal ini
membuktikan hanya sebagian atau sekitar 40% negara produsen saja yang
memiliki luas lahan perkebunan yang memadai, dimana 16,6% diantaranya
memiliki lahan perkebuan terluas di dunia, yakni 1 hingga 3 kali lipat lebih besar
dari angka rata-rata yang ada.
Negara produsen dengan lahan perkebunan terluas paling banyak
ditemukan di kawasan Afrika, namun sayangnya tidak sama seperti Vietnam,
Brazilia dan Peru yang memiliki luas lahan serupa yang mampu sukses mencapai
tingkat produksi dan pendapatan yang tinggi. Negara-negara Afrika justru
menujukan kondisi sebaliknya, tercatat tingkat kuantitas produksi maupun
pendapatan dari perdagangan kopi internasional di kawasan ini tergolong sangat
rendah. Hal ini menggambarkan bahwa negara-negara di Afrika masih memiliki
hambatan dalam pengelolaan kegiatan baik dalam produksi maupun ekspor
80 Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 27 Januari 2019, Pukul 19:21 WIB.
Luas Lahan Perkebunan
Mean 7522,36
Median 5666,00
Mode 3194
Std. Deviation 5712,484
Variance 326324,31
Skewness 1,778
Kurtosis 3,153
66
komoditas kopi, sebab hubungan terbalik antara luas lahan perkebunan dengan
tingkat produksi hanya terjadi di kawasan ini dan tidak di kawasan lain.
4.2.5 Luas Lahan Panen
Luas lahan panen kopi berhubungan dengan jumlah produksi suatu negara,
sebab luas lahan panen merupakan total kumpulan hasil panen buah kopi layak
petik yang siap untuk diolah.. Dalam penelilitian ini, luas lahan panen akan
dijadikan ukuran untuk mengukur performa produksi di masing-masing negara
produsen kopi dunia.
Tabel 4.5: Luas Lahan Panen
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
81
Data di atas menunjukan bahwa adanya kesenjangan yang tinggi di antara
luas lahan panen negara-negara produsen kopi duia. Hal ini terlihat dari luasnya
jarak antara nilai rata-rata luas lahan panen dunia yang mencapai lebih dari
400.000 Ha dengan nilai luas lahan panen negara produsen kebanyakan, nyatanya
sebanyak 80% negara produsen dunia memiliki luas lahan di bawah angka rata-
rata tersebut. Hal ini disebabkan oleh keberadaan negara-negara produsen utama
dengan luas lahan panen mencapai 50% hingga 250% lebih tinggi dari nilai
keumuman yang ada.
81
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 27 Januari 2019, Pukul 19:33 WIB.
Luas Lahan Panen
Mean 407633,48
Median 109037,00
Mode 28000
Std. Deviation 1112224,074
Variance 1,237E+12
Skewness 5,413
Kurtosis 31,805
67
Negara produsen dengan luas lahan panen tertinggi tercatat sebanyak 8
negara, dimana hampir semuanya berhubungan dengan pendapatan dari
perdagangan kopi internasional yang tinggi pula. Hal ini mengindikasikan
hubungan linier diantara keduanya, namun uniknya terdapat satu negara yang
tidak merasakan efek yang sama, yakni `Ghana. Meski menjadi salah satu negara
produsen dengan luas lahan panen paling tinggi, Ghana sayangnya justru
menduduki nilai pendapatan kedua terendah di dunia. Hal ini menggambarkan
bahwa kuantitas hasil produksi ghana yang melimpah tidak diikuti dengan kualitas
kopi yang memadai, sehingga tidak mampu bersaing di pasar internasional.
Data di atas juga memperlihatkan bahwa ICO dalam penguatan sektor
perkopian bagi seluruh negara anggotanya, ternyata belum mampu meminimalisir
hambatan produksi yang ada di kawasan Afrika. Hal ini terlihat dari rata-rata
angka ekspor negara-negara di kawasan ini yang cenderung rendah dan tidak
banyak berubah di tiap periodenya.
4.3 Geografis
Geografis adalah salah satu modal bagi negara produsen kopi dunia sebab
dalam komoditas ini, karakteristik suatu wilayah mampu menjadi penentu tumbuh
kembangnya kopi ideal.82
Negara produsen kopi dunia memiliki karakteristik
geografis yang berbeda-beda, sehingga sub bab ini akan mendeskripsikan
perbedaan-perbedaan tersebut serta mengukur dan menentukan sub variabel
geografis mana yang mampu menjadi pendukung maupun penghambat negara
produsen dalam mencapai peningkatan pendapatan negara dari perdagangan kopi
internasional.
82
United Nation Conference on Trade and Development, 2018, Comodities at A Glance, Geneva: UNCTAD,
hal.14.
68
4.3.1 Kawasan Kopi
Kawasan kopi suatu negara produsen akan ditentukan berdasarkan letak
geografisnya, dimana semakin dekat negara produsen dengan garis khatulitstiwa
maka semakin ideal pula negara tersebut untuk proses budidaya tanaman kopi.83
Kawasan kopi di dunia pada dasarnya dibagi ke dalam tiga kelompok yakni bean
bealt, sebagian bean bealt, dan non bean bealt. Negara produsen tercatat berada di
kawasan yang berbeda-beda dan sub bab ini akan mendeskripsikan di kawasan
kopi mana umumnya negara produsen berada.
Tabel 4.6: Kawasan Kopi
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
Dari 42 negara yang menjadi sampel penelitian, terlihat umumnya negara
produsen kopi paling banyak ditemukan di dua kawasan yakni bean bealt dan non
bean bealt, persentasenya bean bealt (50% ) dan non bean bealt (42%), sementara
8% sisanya ditemukan hanya bersinggungan sebagian dengan kawasan bean bealt.
Data ini menjukan bahwa sebagian besar negara produsen dunia telah memiliki
modal geografis yang baik untuk budidaya kopi, sementara sebagian lainnya harus
bertahan meski dengan kondisi geografis yang kurang ideal. Kawasan kopi
menjadi penting karena dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi kopi.
Dapat dikatakan bahwa 18 negara produsen yang berada di kawasan non bean
bealt harus melakukan usaha lebih maksimal, agar kuantitas dan kualitas produk
83 Lihat https://unctad.org/en/PublicationsLibrary/ditccom_pdf., Pada 15 Maret 2019, Pukul 12:00 WIB
Kawasan Kopi
Mean 1,93
Median 1,50
Mode 1,00
Std. Deviation 0,973
Variance 0,946
Skewness 0,148
Kurtosis -1,992
69
kopinya tetap dapat bersaing dengan negara produsen asal kawasan kopi lainnya
di pasar internasional. Kawasan kopi mampu mendorong pemaksimalan target
produksi negara. Sayangnya, kawasan kopi ternyata tidak memiliki hubungan
langsung terhadap pendapatan negara, sebab ditemukan tidak semua negara
dengan status kawasan bean bealt memiliki pendapatan negara dari perdagangan
kopi yang tinggi. Setidaknya terdapat 19% negara produsen bestatus bean bealt
justu memiliki pendapatan negara dari perdangan kopi internasional yang rendah.
4.3.2 Jenis Kopi
Jenis kopi yang diproduksi oleh seluruh negara produsen pada dasarnya
dibagi menjadi tiga kelompok yakni: arabika, robusta, dan arabika/robusta atau
yang sering disebut juga dengan campuran. Jenis kopi juga dapat menjadi penentu
pendapatan negara dalam perdagangan selain kuantitasnya, sebab tiap jenis kopi
memiliki kisaran harga jual yang berbeda-beda. Jenis kopi Arabika merupakan
jenis yang memiliki harga tertinggi di pasar internasional di atas kopi robusta.
Tabel 4.7: Jenis Kopi
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
84
Data yang ada memperlihatkan bahwa negara proudusen kopi dunia
umunya memiliki varietas produksi kopi yang cukup beragam. Hal ini terlihat dari
tingginya jumlah negara yang mampu memproduksi kedua jenis kopi secara
84
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 27 Januari 2019, Pukul 19:33 WIB.
Jeniis Kopi
Mean 2,10
Median 2,00
Mode 2,00
Std. Deviation 0,726
Variance 0,527
Skewness -0,148
Kurtosis -1,033
70
bersamaan, tercatat terdapat 47% negara produsen memproduksi baik kopi arabika
maupun kopi robusta, sedangkan negara produsen sisanya lebih berfokus pada
satu jenis kopi saja, dimana 32% memproduksi kopi arabika dan 21% lainnya
menjadi negara produsen kopi robusta.
Jenis kopi Arabika merupakan jenis paling menguntungkan bagi negara
produsen kopi, sebab harga jualnya mampu mencapai dua kali lipat lebih tinggi di
bandingkan jenis robusta85
, meski begitu jenis kopi ini hanya dapat tumbuh di
kawasan dengan kondisi wilayah tertentu sehingga tidak semua negara produsen
mampu memproduksinya. Jenis kopi Arabika ditemukan paling banyak di
kawasan Afrika dan Asia. Produsen kopi arabika identik dengan pendapatan yang
lebih tinggi namun nyatanya terdapat tiga negara produsennya yang justru
memiliki pendapatan perdagangan kopi yang rendah seperti: Timor leste,
Phillipines, dan Kongo.86
Ketiga negara tersebut memang merupakan kelompok
negara yang memiliki angka produksi rendah sehingga meski jenis kopi yang
mereka produksi memiliki nilai jual yang lebih tinggi, nyatanya lemahya tingkat
produksi masih menghambat mereka dalam mencapai peningkatan pendapatan
negara dari perdagangan kopi internasional.
4.3.3 Urutan Panen
Kopi memiliki periode musim panen yang berbeda-beda di setiap negara.
Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh kondisi dan karaktertisk geografis negara
produsen yang juga beragam. Urutan panen negara produsen dibagi menjadi tiga
kelompok periode yakni: periode pertama (april hingga mei), periode dua (bulan
85 Lihat http://www.ico.org/coffee_prices.asp?section=Statistics, diakses pada 16 Maret 2019, Pukul 12:00
WIB 86 Diolah dari berbagai sumber FAO, 2015, Coffee Statistical, FAO Statistical Pocket Book, Rome: FAO
Report, hal.28-46.
71
juli hingga agustus), serta periode tiga (bulan oktober hingga november).87
Dalam
sub bab ini akan dideskripsikan masing-masing karaktertik urutan panen negara
produsen kopi dunia guna menjelaskan ada tidaknya hubungan urutan panen
dengan peningkatan pendapatan negara produsen kopi dunia dari perdagangan
kopi internasional.
Tabel 4.8: Urutan Panen
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
88
Hasil olah data memperlihatkan bahwa umumnya negara produsen kopi
memiliki musim panen di kisaran bulan april hingga juli. Hal ini dibuktikan
dengan besarnya presentase jumlah negara produsen yang berada di periode panen
tersebut yakni lebih dari 60%, sedangkan sisanya berada di kisaran angka 12%
untuk periode dua, serta 28% sisanya berada di periode ketiga
Seluruh negara produsen kopi terkuat dunia yang memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi uniknya hanya berada di dua periode panen saja yakni
periode panen satu dan periode panen tiga.89
Hal ini mampu mempengaruhi harga
kopi di pasar internasional, sebab negara-negara produsen terkuat hampir
memasarkan hasil produksinya secara bersamaan. Hukum ekonomi menjelaskan
hal ini dapat mengancam turunnnya harga kopi akibat ketersedian kopi secara
87
Lihat http://www.ico.org/new_historical.asp?section=Statistics, diakses pada 16 Maret 2019. Pukul 12:21 88Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 21:21 WIB. 89 Opcit FAO, FAO Statistical Pocket Book
Urutan Panen
Mean 1,71
Median 1,00
Mode 1,00
Std. Deviation 0,918
Variance 0,843
Skewness 0,616
Kurtosis -1,562
72
besar-besaran di pasar internasional. Ketidakstabilan harga kopi sendiri memang
merupakan salah satu hambatan dalam perdagangan komoditas perkopian yang
sampai saat ini terus diupayakan oleh ICO.
4.3.4 Sumber Air
Sumber air merupakan kebutuhan mendasar bagi seluruh komoditas
pertanian termasuk kopi. Ketersedian sumber air cukup mampu mendorong
tanaman kopi untuk tetap hidup dan berkembang dengan baik sehingga hasil
produksinya dapat sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Sumber
air yang dimaskud penelitian ini adalah presentase keteredian air yang ditemukan
di alam di setiap negara produsen kopi dunia.
Tabel 4.9: Performa Sumber Air
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti
90
Dari 42 negara ditemukan bahwa umumnya negara produsen dunia secara
geografis terletak di kawasan dengan ketersedian sumber air yang tinggi, tercatat
rata-rata presentase ketersedian sumber air di negara produsen mencapai 80%. Hal
ini menggambarkan bahwa hampir seluruh negara produsen pada dasarnya
memiliki modal karakteritik geografis yang menguntungkan, posisi mereka yang
90
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 21:25 WIB.
Sumber Air
Mean 79,43
Median 85,70
Mode 85,00
Std. Deviation 15,61
Variance 243,923
Skewness -0,737
Kurtosis -0,845
73
kebanyakan berada di iklim sub tropis mampu menjadi tempat yang cocok untuk
tumbuh kembang komoditas kopi.
Ketersedian sumber air memang merupkan salah satu faktor penting yang
mampu mempengaruhi kegiatan produksi kopi suatu negara, namun meski begitu
sayangnya hal tersebut tidak berlaku terhadap peningkatan pendapatan negara
produsen dari perdagangan kopi internasional. Hal dibutkikan dari minimnya
jumlah negara yang memiliki presentase tinggi baik dalam ketersedian sumber air
maupun pendapatan yakni hanya sekitar 24% negara saja, sedangkan sisanya atau
76% lainnya justru merasakan efek sebaliknya. Umunya negara produsen
memiliki ketersedian sumber air yang melimpah namun kurang sejalan dengan
peningkatan pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional.
4.3.5 Lahan Organik
Lahan organik adalah kawasan pertanian yang terbentuk secara alamiah.
Keberedaan lahan organik di suatu negara produsen dapat memungkinkan negara
tersebut menghasilkan produk kopi dengan kualitas yang lebih baik tanpa harus
menggunakan perawatan tambahan seperti pemberian bahan kimia buatan,
megingat lahan organik telah menyediakan mineral dan komposisi yang pas bagi
tanaman kopi.91
Sayangnya peresentase lahan organik di negara produsen kopi
sangatlah rendah, padahal budidaya kopi dengan lahan jenis ini mampu membuat
komoditas kopi memiliki daya jual yang lebih tinggi akibat sifat organik yang
dihasilkan,ditambah lagi budidaya ini juga sangat ramah lingkugan
91 Opcit FAO, FAO Statistical Pocket Book
74
Tabel 4.10: Lahan Organik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti92
Dari hasil analisis data ditemukan bahwa keberadaan lahan organik dalam
budidaya kopi sangatlah minim yakni rata-rata hanya sekitar 0,38% dari total
keseluruhan lahan perkopian yang ada di negara produsen kopi dunia. Hal ini
menujukan bahwa karakteristik geografis negara produsen kopi dunia umumnya
memang tidak dianugerahi oleh keberadaan lahan organik yang memadai.
Presentase lahan organik paling tinggi ditemukan di Timor leste, dimana
ketersedian lahan organik disana mencapai 6,4% dari total lahan yang ada,
prsentase ini lebih besar 12 kali lipat dibandingkan nilai rata-rata produsen kopi
dunia, meski begitu jika dihitung berdasarkan luas lahannya, Brazi masih menjadi
negara produsen dengan lahan organik terluas di dunia, dimana luasnya mencapai
14.177 km2
atau lebih besar 5 kali lipat dari kepemilikan lahan milik Timor Leste.
4.4 Peran Institusi
Perdagangan kopi internasional sangatlah erat dengan peran institusi
terkait. Peran institusi hadir sebagai solusi dan upaya yang dibutuhkan negara
untuk menyelesaikan serangkain hambatan yang kerap muncul dalam
perdagangan komoditas kopi. Peran institusi kerap diartikan sebagain modal
eksternal yang datang dari luar diri negara produsen itu sendiri, namun meski
92 Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 21:32 WIB.
Lahan Organik
Mean 0,38
Median 0,20
Mode 0,10
Std. Deviation 0,995
Variance 0,992
Skewness 5,673
Kurtosis 34,358
75
begitu bukan berarti peran institusi tidak memiliki pengaruh terhadap
perdagangan internasional sebab peran institusi ikut andil dalam banyak hal dan di
segala bidang, baik itu dalam penguatan sektor perkopian, penyelesaian
hambatan-hambatan perdagangan hingga pemenuhan serangkai kebutuhan yang
diperlukan bagi negara produsen.93
4.4.1 Status dalam Fairtrade
Status fairtrade merupakan sebuah sertifikasi yang instrumennya
mengutamakan kesejahteran para petani kopi berskala kecil. Status fairtrade juga
berfokus pada misi berbasis ramah lingkungan dan kemanusiaan dalam setiap
proyeknya. Instrumen ini dinilai dapat menguntungkan negara produsen, sebab
setiap kopi hasil produksi negara anggota akan mendapatkan sertifikasi sebagai
kopi fairtrade. Setiap kopi yang tersertifikasi akan memiliki harga jual yang lebih
tinggi hingga yakni dua kali lipat atau lebih ketimbang kopi reguler.94
Tujuan
dasar dari penerapan isntrumen ini ialah untuk memastikan petani kopi di seluruh
dunia yang umumnya merupakan masyarakat negara berkembang dan LDC dapat
hidup sejahtera secara berkelanjutan.
Tabel 4.11: Status dalam Fairtrade
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
93 Opcit, Steven Topik,The World Coffee Market in the EighteenthAnd ineteenth Century 94
Lihat https://www.fairtrade.net/about-fairtrade/fairtrade-and-you/selling-fairtrade.html, diakses pada 28
Januari 2019, Pukul 18:56 WIB
Status Fairtrade
Mean 1,90
Median 2,00
Mode 1,00
Std. Deviation 0,821
Variance 0,674
Skewness 0,182
Kurtosis 0,365
76
Dari seluruh sampel yang diteliti ditemukan bahwa umumnya seluruh
negara produsen kopi dunia tercatat sudah mulai bergabung bersama instrumen
fairtrade, dimana diperolah 33% negara produsen secara bertahap mulai
menerapakan sertifikasi ini ke dalam produk kopi mereka, meski begitu populasi
negara produsen ternyata masih di dominasi oleh kelompok negara tanpa
sertifikasi fairtrade yakni sebanyak 38% negara sedangkan 28% negara sisanya
lagi ialah kelompok negara yang telah melakukan sertifikasi secara menyeluruh ke
tiap hasil produksi kopi yang mereka hasilkan.
Negara bersertifikasi fairtrade paling banyak ditemukan di negara-negara
dengan status ekonomi yang cenderung stabil, dimana 12 negara berasal dari
negara berkembang dengan tingkat ekonomi yang baik. Selain itu, negara dengan
sertifikasi fairtrade juga identik dengan pendapatan negara yang tergolong tinggi,
ditemukan bahwa umumnya negara produsen yang tergabung bersama fairtrade
masuk ke golongan pendapatan sedang menuju tinggi dalam perdagangan kopi
internasional. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergabungan fairtrade mampu
menguntungkan negara produsen sebab isntrumen ini mampu meminimalisir
resiko negara untuk terkena kerugian akibat dampak dari ketidakstabilan harga
kopi yang kerap terjadi setiap tahunnya.
4.4.2 Status dalam ICA 2007
ICA 2007 merupakan sebuah instrumen perjanjian yang dibentuk oleh
ICO. Seluruh negara anggota produsen kopi dunia tercatat telah tergabung ke
dalam instrumen perjanjian ini bahkan sejak awal pembentukannya. Perjanjian ini
dibentuk guna merespon permasalahan dan hambatan-hambatan yang kerap
terjadi dalam perdagangan kopi internasional serta memperkuat peran ICO
77
sebagai satu-satunya organisasi perkopian dunia. ICA 2007 berkomitmen
mengedepankan kepentingan dan kebutuhan negara produsen. Hal ini terbukti
dengan misi, tujuan, serta isi perjanjian yang selalu memprioritaskan negara
produsen kopi dunia.
Tabel 4.12: Status dalam ICA 2007
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
95
Data diatas menunjukan bahwa umumnya negara produsen kopi dunia
menyikapi instrumen ICA 2007 dengan sangat baik, tercatat bahwa status
ketergabungan ICA 2007 didominasi oleh negara-negara yang meratifikasi
instrumen ini yakni sebesar 78% negara, sedangkan 22% sisanya merupakan
negara-negara produsen yang memiliki status aksesi dan setuju.
ICA 2007 telah berjalan lebih dari satu dekade, sepanjang periode itu
negara produsen secara bertahap terus merevisi status ketergabungan mereka
menjadi setuju bahkan beberapa negara memilih meratifikasi instrumen perjanjian
ini dan mengadopsinya ke dalam Undang Undang mereka. Sikap ini kemudian
dapat menjadi indikasi adanya kepuasan serta kepercayaan negara anggota ICO
terhadap kinerja dan instrumen ICA 2007. Hal ini sejalan dengan fakta yang
menujukan bahwa negara produsen yang meratifikasi ICA 2007 identik dengan
kepemilikan pendapatan dari perdagangan internasional yang tinggi, dimana
95
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 21:56 WIB
Status ICA 2007
Mean 2,64
Median 3,00
Mode 3,00
Std. Deviation 0,692
Variance 0,479
Skewness -1,072
Kurtosis 1,417
78
hampir setengah dari negara-negara tersebut memiliki pendapatan negara diatas
pendapatan rata-rata negara produsen kopi dunia.
4.4.3 Hak Voting Negara dalam ICO
ICO layaknya organisasi internasional lainnya, juga memiliki forum panel,
yang dibentuk untuk pengambilan segala keputusan yang berhubungan dengan
seluruh negara anggota baik negara produsen, konsumen, maupun pihak swasta.
Maka dari itu setiap negara produsen akan memiliki hak voting untuk
menyuarakan aspirasinya dalam pembuta keputusan di dalam forum. Hak voting
setiap negara juga beragam dan didasarkan pada besaran kontribusi negara
tersebut dalam sektor perkopian.
Tabel 4.13: Hak Voting Negara dalam ICO
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
96
Dari 42 negara produsen memperlihatkan bahwa terdapat kesenjangan
yang tinggi diantara presentase hak voting negara-negara produsen kopi dunia.
Hal ini disebabkan oleh tingginya hak voting beberapa negara produsen besar
seperti Brazilia, Vietnam, dan Indonesia, ketiga negara tersebut memiliki hak
voting berkisar 250% hingga 850% lebih besar daripada nilai keumuman yang
96
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 22:09 WIB
Hak Voting
Mean 2,31
Median 0,75
Mode 0,50
Std. Deviation 4,271
Variance 18,245
Skewness 4,027
Kurtosis 18,271
79
ada, sedangkan negara produsen lainnya hanya memiliki presentase hak voting
rata-rata sebesar 1,3% saja.
Berdasarkan data yang ada, ditemukan juga bahwa seluruh negara
anggota yang memiliki hak voting yang tinggi di dalam ICO adalah negara
produsen dengan pendapatan yang tinggi dalam perdagangan internasional begitu
pula sebaliknya, negara dengan hak voting rendah ternyata meiliki pendapatan
yang rendah pula. Hal ini membuktikan bahwa hak voting memiliki hubungan
kuat dengan peningkatan pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional.
4.5 Pendapatan Negara dari Perdagangan Kopi Internasional
Pendapatan negara dalam perdagangan kopi internasional merupakan hal
yang paling diupayakan peningkatannya oleh semua pihak baik negara produsen
maupun institusi-institusi perkopian dunia yang mana memang memiliki tujuan
untuk memberdayakan negara produsen lewat sektor perkopian. Pendapatan
masing-masing negara produsen dari perdagangan internasional sangatlah
beragam, menyesuaikan dengan kuantitas dan kualitas produksi mereka.
Tabel 4.14: Pendapatan Negara dari Perdagangan Kopi Internasional
Sumber: Hasil Olahan Peneliti
97
97
Lihat lampiran 1, diakses melalui http://www.ico.org/documents/icc-102-10e-rules-statistical-reports-
final.pdf, diakses pada 28 Januari 2019, Pukul 21:35 WIB
Pendapatan Negara
Mean 423404285,71
Median 17808000,00
Mode 1000
Std. Deviation 913559934,21
Variance 834E+17
Skewness 3,205
Kurtosis 11,383
80
Hasil olah data menggambarkan bahwa adanya kesenjangan antar negara
produsen yang begitu tinggi dalam pendapatan negara dari kopi. Hal ini terlihat
dari data yang menunjukan rata-rata negara produsen memiliki pendapatan dari
perdagangan internasional sekitar lebih dari $ 423.000.000 , padahal nyatanya
hanya 12 negara yang memiliki pendapat sebesar itu, sedangkan 70% negara
sisanya memiliki pendapatan jauh dari nilai rata-rata tersebut. Hal ini
membuktikan bahwa penguatan sektor perkopian hanya dirasakan oleh beberapa
negara dan belum tercipta secara merata, padahal bagi beberapa negara terlebih di
Afrika kopi merupakan salah satu geneartor utama pendapatan negara, sayangnya
justru pendapatan negara di kawasan ini kerap menjadi pendapatan terendah.
Dari bagan histogram di atas dapat terlihat pula bahwa negara produsen
duia ternyata didominasi oleh negara-negara dengan kepemilikan pendapatan
yang rendah, kondisi ini cukup unik bila mengingat betapa berharganya
komoditas kopi dan tingginya peminat di pasar internasional serta keberadaan
beberapa instrumen dan institusi perkopian yang menjanjikan terciptanya
pemberdayaan ekonomi bagi negara produsen kopi dunia.
4.5.1 Korelasi Faktor Produksi, Geografis, dan Peran Institusi terhadap
Pendapatan Negara dari Perdagangan Kopi Internasional
Faktor pembangun pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional
yaitu produksi, geografi, dan peran institusi menunjukkan gejala yang beragam,
dimana ketika faktor-faktor tersebut di lihat secara bersamaan ternyata
menciptakan pola hubungan yang tidak serupa antara satu sama lain. Hubungan
korelasi antar seluruh variabel bebas dan variabel dependen penelitian ini akan
digambarkan melalui grafik scapter plot. Garis vertikal dan horizontal dalam
81
grafik akan membantu memudahkan pembacaan pola keumuman karakteristik
negara-negara produsen kopi pada tiap variabel. Adapun grafik yang
menggambarkan pola korelasi antara variabel produksi, geografis, dan peran
institusi terhadap pendapatan ialah sebagai berikut :
Gambar 4.1: Korelasi Faktor Produksi, Geografis, dan Peran Institusi terhadap
Pendapatan Negara dari Perdagangan Kopi Internasional Sumber: Hasil Olahan Peneliti
Ketiga grafik di atas menunjukan bahwa hanya ada dua faktor saja yang
memperlihatkan dengan lebih jelas hubungannya terhadap peningkatan
pendapatan negara, faktor tersebut ialah peran institusi dan peran institusi. Hal ini
ditunjukan dari pola keumuman yang memperlihatkan negara-negara produsen
kopi dunia dengan performa peran institusi dan produksi yang baik cenderung
memiliki pendapatan negara yang lebih tinggi. Sedangkan faktor geografi
82
cenderung menunjukan pola yang kurang beraturan, akibatnya hubungan diantara
keduanya terhadap peningkatan pendapatan negara menjadi tidak jelas.
Ditemukan bahwa terdapat beberapa negara produsen yang memiliki performa
baik geografis maupun produksi yang tinggi justru memiliki pendapatan negara
yang rendah, namun di sisi lain beberapa negara dengan performa produski atau
geografis yang baik lainnya menunjukan angka pendapatan negara yang tinggi.
Hal ini lah yang kemudian menjadikan alasan faktor geografis dan peran institusi
terhadap peningkatan pendapatan negara dari perdagangan internasional
diindikasikan memiliki hubungan sebab akibat yang tidak kuat.
114
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor produksi, geografis, dan
peran institusi mempengaruhi pendapatan negara produsen kopi dunia dari
perdagangan kopi internasional. Pernyataan ini didukung dengan hasil uji yang
menyatakan bahwa model layak untuk diujikan dengan besaran kekuatan variabel
independen yang dikendalikan variabel kontrol dalam menjelaskan variabel
dependen sebesar 45,8%. Selain itu secara keseluruhan, model yang digunakan
dalam penelitian ini juga dinyatakan memiliki ketepatan yang tinggi yakni 100%,
tercermin dari nilai Uji F sebesar 0,000.
Sedangkan berdasarkan hasil uji parsial, ketiga faktor utama yakni
produksi, geografis, dan peran institusi memperlihatkan signifikansi yang
beragam. Ditemukan bahwa tidak semua variabel memiliki pengaruh yang
signifikan secara parsial, dengan kondisi sebagai berikut:
1. Faktor peran institusi dinyatakan berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan negara produsen kopi dari perdagangan kopi internasional
dibuktikan dengan nilai = 0,004 atau lebih kecil dari derajat (sig.) yakni
0,05. Peran institusi juga dinyatakan sebagai faktor dengan pengaruh
paling kuat terhadap pendapatan negara dari perdagangan kopi
internasional.
115
2. Faktor Produksi juga secara statistik dinyatakan berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan negara dari perdagangan kopi internasional,
sedangkan dengan nilai sebesar 0,008 atau lebih kecil dari derajat (sig.)
yang ditentukan yakni 0,05
3. Sedangkan faktor geografis yang diperkirakan memiliki hubungan erat
dengan perdagangan soft commodity seperti komoditas kopi nyatanya
secara statistik tidak dinyatakan berpengaruh terhadap pendapatan negara
produsen kopi dari perdagangan kopi internasional Hal ini tercermin dari
nilai senilai 0,921 atau lebih besar dari derajat (sig.) yakni 0,05
Hasil uji ini memperlihatkan bahwa pendapatan negara produsen kopi dari
perdagangan kopi internasional justru sangat dipengaruhi oleh posisi negara
produsen di dalam institusi ICO serta besaran alokasi sumber daya alam (SDA)
dan sumber daya manusia (SDM) yang diperuntukan bagi sektor perkopian.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat dua karakteristik negara produsen yang
dianggap memungkinkan negara dapat mencapai maksimalisasi pendapatan dari
perdagangan kopi internasional dengan mudah. Karakteristik tersebut ialah negara
dengan intensitas keeratan terhadap ICO yang tinggi serta kepemilikan populasi
dan lahan yang besar, dimana kedua karakteristik tersebut umumnya hanya
dimiliki oleh negara-negara besar baik secara kewilayahan maupun populasi.
6.2 Saran dan Rekomendasi
Penelitian ini berusahan memberikan rekomendasi bagi ICO sebagai
institusi yang menaungi seluruh negara produsen kopi dunia, yang mana juga
mendeklrasikan tujuan pembentukannya guna mensejahterakan seluruh negara
produsen yang umunya merupakan negara berkembang dan negara miskin lewat
116
sektor perkopian. ICO sebagai badan yang berwenang seharusnya memberikan
kewajiban-kewajiban anggota yang tidak memberatkan pihak manapun,
mengingat seluruh negara produsen berasal dari latar belakang tingkat ekonomi
yang beragam. Iuran anggaran yang ditetapkan sebesar 5% dari pendapatan negara
serta sanksi perampasan hak voting bagi negara yang melakukan keterlambatan
pelunasan iuran tahunan dinilai sangat membebankan negara produsen terlebih
mereka yang berada di dalam kelompok pendapatan tingkat rendah. Apabila ICO
tidak kunjung melindungi anggotanya, ada kekhawatiran bahwa negara-negara
produsen berskala kecil justru akan tenggelam dan digantikan oleh negara-negara
eksportir non produsen yang sudah mulai banyak bermunculan seperti: Amerika,
Tiongkok, Australia, Perancis yang menawarkan produk olahan kopi dengan
kualitas lebih tinggi dan harga yang bersaing. Di sisi lain negara produsen kopi
dunia juga diharapkan dapat meningkatkan fungsionalitas biji kopi agar
kebutuhan dunia atas komoditas ini tidak lagi hanya dibutuhkan oleh indutri
pangan. Upaya ini diharapkan dapat membantu negara produsen kopi dunia dalam
meningkatan pendapatanya dari perdagangan kopi internasional.
Penelitian ini juga memberikan saran dan beberapa rekomendasi bagi
peneliti selanjutnya. Adapun saran tersebut:
1. Mengingat karena keterbatasan akses terhadap data, maka penilitian ini
hanya menggunakan sampel 42 negara yang dirasa kurang untuk
merepresentasikan kondisi keseluruhan negara produsen kopi yang ada di
dunia yang berjumlah 42 negara.
2. Penelitian ini juga hanya menggunakan model dengan 13 sub variabel dan
tiga faktor utama sehingga masih ada beberapa faktor dan variabel lainnya
117
yang harusnya dihadirkan untuk menyempurnakan penjelasan megenai
faktor-faktor pembangun pendapatan negara dari perdagangan kopi
internasional, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan
model penelitian untuk mengetahui 54,2% faktor lain yang belum dapat
dijelaskan oleh model dalam penelitian ini.
3. Penelitian ini juga dinilai memiliki kekurangan berupa sub variabel yang
saling tumpang tindih, diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbaiki
kekurang tersebut guna menyempurnakan penjelasan mengenai faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan negara dari perdagangan
kopi internasional.
118
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bryman Allan. 2012. social research methods, 4th edition, Oxford: Oxford
university press.
Fanhusyen, Sjoerd dan Joost Pierrot, 2014, Coffe Barometer, Den Haag: IUCN
Netherlend.
Huala Adolf. 2006. Hukum Perdagangan Internasional, Depok: Rajawali Pers.
Jackson, Robert, George Sorensen. 2013. Introduction to International
Relations: Theories anda Approaches. 5th ed, New York: Oxford
University press.
Krugman Paul, R. 2014. International Trade Theory and Policy,10Th Edition,
Carmel: Pearson.
Matthews, Bob, Liz Ross. 2010. Research methods, a practical guide for the
social sciences. London: Pearson education.
Zhang, Wei B. 2008. International Trade Theory: Capital, Knowledge,
Economic Structure, Money, and Crisis over Time, Berlin: Springer
Science and Business Media.
119
B. Jurnal dan Laporan Penelitian
Atkinson, Glen. 2008. Purpose and Measurement of National Income and
Product, Journal of Economic Issues, Washington D.C: Association for
Evolutionary Economic.
Belay, Sarah, Daniel Mideksa, Solomon Gebrezgiabher, dan Weldemariam
Seifu.2015. Factors Affecting Coffee (Coffee Arabika L.) Quality in
Ethiopia: A Review,agriculture journal,Addis ababa:Addis Ababa
University.
Dicum, Gregory dan Nina Luttinger, 1999, The Coffee Book, New York: New
Press.
FAO, 2015, Coffee Statistical, FAO Statistical Pocket Book, Rome: FAO Report
Gabriela, Sterina M. 2012. The Role Of International Organizations In The
Global Economic Governance – An Assessment, Romanian Economic
Business Review, Romanian: American University.
International Coffee Organization, 2017, International Coffee Agreement
Document, London: ICO.Org,
Jackson Peter, Niel Ward, dan Polly Russel, 2006, Mobilising the Commodity
Chain Concept in the Politics of Food and Farming, Journal of
International Development, Cambridge: Academic Press.
Njeri, Margaret.2013. Factor Effecting Small-Scale Coffee Production in
Githunguri District, Kenya,Kenya coffee journal, Juja:Jomo Kenyata
University.
120
Topik, Steven, 2004,The World Coffee Market in the EighteenthAnd Nineteenth
Centuries, from Colonial To National Regimes, A Millennium of Material
Progress,California:University of California.
UNCTAD,2017, Special issue on coffee in the world, Commodities at A Glance
vol.10, London: UNCTAD.
Verter, Nahangga, Samuel Antwi Darkwah, dan Dastan Bamwesigye, 2015,
Analysis of Coffe Production and Export in Uganda, Mendel Agriculture,
Brno: Mendel University in Brno.
Sjoerd Fanhusyen dan Joost Pierrot, 2014, Coffe Barometer, Den Haag: IUCN
Netherlend.
C. Situs Internet Resmi dan Publikasi
International Coffe Organization : http://www.ico.org/
http://www.ico.org/new_historical.asp
http://www.ico.org/members_e.asp
UNCTAD : https://unctad.org/en/Pages/Home.aspx
Trade Map : https://www.trademap.org/Index.aspx
Cambridge Dictionary : https://dictionary.cambridge.org/