analisis kelayakan usaha produksi susu sterilisasi ... · dengan adanya kelebihan ... penurunan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PRODUKSI SUSU STERILISASI
(Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi ‘Fresh Time’
KPSBU Jawa Barat)
SKRIPSI
DESSY NATALIA
H34063102
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Business Feasibility Analysis of Sterilized Milk Production (Case : Sterilized Milk
Product ‘Fresh Time’ from KPSBU Jawa Barat)
Dessy Natalia
H34063102
Milk is one of agricultural commodity which have good prospect to be
developed. It caused of national milk consumption doesn’t have fulfilled by the
national milk production, increasing of income, population of Indonesia, the habitual
changes of animal consumption, the realized of nutrition need, and the change of
citizen lifestyle. But, the member’s income of cow farmer cooperation as supporter of
national milk production has tend to stabile, while production cost (especially for
concentrate food) has tend to increase by years. It cause milk quality doesn’t improve
and bargaining position of farmer is getting weaker. One of cooperation which has
biggest milk production is KPSBU Jawa Barat. In 2009, there is quota regulatory
which cause some of milk from cooperation is dumped. One thing that do to prevent
the dump of milk is make a production subcontract with PT ISAM. Whereas, if
cooperation had their own milk factory, the cooperation would have more benefit for
itself and the members. To compare which more feasible from sterilized milk
production between make a production subcontract with PT ISAM with have own
milk factory, so the business feasible analysis from nonfinancial and financial aspect
is need to do. Nonfinancial aspect is consist of market, technical production,
management, legal, social, economy and environmental aspect. Financial aspect are
analyzed by using criteria such as NPV, IRR, Net B/C and payback period. The
analysis was also conducted to determine the change of some variables. The result of
nonfinancial aspect of the analysis states that the market, technical production,
management, legal, social, economy and environmental aspect of all scenario is
feasible. On the financial aspect criteria, there is two scenario which feasible
(scenario I and III), while the scenario II is not feasible because it hasn’t fulfilled the
criteria.
ii
RINGKASAN
DESSY NATALIA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Susu
Sterilisasi (Studi Kasus pada Produk Susu Sterilisasi Fresh Time KPSBU
Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI
TINAPRILLA).
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan yang dihadapi oleh
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat, salah satunya
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat belum mampu
meningkatkan kekuatan tawar koperasi sapi perah dibandingkan Industri
Pengolahan Susu (IPS). Hal ini terlihat dari cenderung stabilnya harga susu segar
dibandingkan dengan harga susu dunia, padahal biaya produksi (terutama pakan
konsentrat) semakin meningkat. Hal ini menyebabkan peternak harus
mengalokasikan pendapatannya yang cenderung stabil untuk biaya pakan
konsentrat yang semakin meningkat, dengan tujuan menjaga kualitas susu
segarnya. Permasalahan lainnya adalah pada April 2009, Frisian Flag Indonesia
(FFI) memberlakukan pembatasan kuota pembelian susu peternak lokal yang
langsung dirasakan dampaknya oleh KPSBU Jawa Barat. Sebanyak 16 ton susu
segar hasil produksi koperasi terpaksa terbuang karena tidak dapat dipasok ke FFI.
Dengan adanya kelebihan susu yang tidak terserap oleh IPS tersebut tentunya
dapat menyebabkan kerugian pada peternak dan KPSBU bila terbuang sia-sia.
Salah satu jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut adalah
mengolah susu segar menjadi produk olahan susu oleh koperasi. Pada April 2010,
koperasi mulai memproduksi susu sterilisasi Fresh Time dengan melakukan
subkontrak produksi dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) milik
GKSI Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena ketidaksiapan koperasi untuk
melakukan investasi pendirian pabrik dan pembelian mesin-mesin pengolahan
susu. Padahal jika memiliki pabrik, diduga bahwa KPSBU Jawa Barat akan lebih
mandiri dan dapat melakukan pengolahan susunya sendiri dengan kuantitas yang
jauh lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan nilai dari susu segar produksi
para peternak. Hal ini pun sesuai dengan rencana manajemen untuk melakukan
pengembangan usaha koperasi dengan mendirikan pabrik pengolahan susu.
Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi
Fresh Time, maka dibutuhkan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui
alternatif produksi manakah yang layak untuk dilaksanakan dan
direkomendasikan kepada koperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
menganalisis kelayakan dari ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan
lingkungan; (2) menganalisis kelayakan dari ketiga skenario usaha produksi susu
sterilisasi Fresh Time layak ditinjau dari aspek finansial; (3) menganalisis
sensitivitas kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time jika terjadi
penurunan harga output susu sterilisasi dan kenaikan biaya produksi; dan (4)
mengetahui skenario yang dapat menjadi rekomendasi terbaik bagi KPSBU.
Penelitian bertempat di kantor administratif KPSBU Jawa Barat dan pabrik
pengolahan susu PT ISAM Bandung pada bulan April hingga Mei 2010. Metode
penelitian yang digunakan adalah dengan cara wawancara langsung kepada pihak
iii
KPSBU Jawa Barat, PT ISAM dan lembaga pemerintahan yang terkait serta
melakukan penelusuran dari berbagai literatur. Pengolahan data menggunakan
analisis kualitatif untuk aspek-aspek nonfinansial dan analisis kuantitatif untuk
aspek-aspek finansial.
Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan aspek nonfinansial, yaitu
aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan ketiga
skenario layak untuk dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan aspek finansial,
skenario yang layak untuk dilaksanakan berdasarkan persyaratan kriteria investasi
adalah skenario I dengan NPV sebesar Rp 971.916.314,00; IRR sebesar 49 persen,
Net B/C sebesar 4,98 dan payback periode selama 3 tahun 1 bulan 22 hari.
Berdasarkan analisis switching value, memperlihatkan bahwa pada skenario I, jika
harga output menurun lebih dari 9 persen, harga susu segar naik lebih dari 38,86
persen dan biaya subkontrak produksi naik lebih dari 15,31 persen maka usaha
produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak layak lagi untuk
dilaksanakan.
Kesimpulan utama dari hasil penelitian adalah skenario I, II, dan III layak
untuk dilaksanakan berdasarkan aspek-aspek nonfinansial, namun berdasarkan
aspek finansial, hanya skenario I yang layak untuk dilaksanakan oleh koperasi,
sehingga peneliti merekomendasikan koperasi untuk melakukan subkontrak
produksi dengan PT ISAM dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time.
iv
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PRODUKSI SUSU STERILISASI
(Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi ‘Fresh Time’
KPSBU Jawa Barat)
DESSY NATALIA
H34063102
Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
v
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial Produksi Susu Sterilisasi (Studi
Kasus : Produk Susu Sterilisasi „Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)
Nama : Dessy Natalia
NIM : H34063102
Menyetujui,
Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM
NIP. 19690410 199512 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kelayakan Usaha Produksi Susu Sterilisasi (Studi Kasus : Produk Susu Sterilisasi
„Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Dessy Natalia
H34063102
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Desember 1988. Penulis
adalah putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dede Karel Engel
dan Ibu Yetti Setiawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Santo Agustinus Bandung
pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003
di SLTPN 14 Bandung. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 3 Bandung
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006 dan diterima pada
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Agustus 2007.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia periode tahun 2008 – 2009 dan menjadi
panitia pada beberapa kegiatan kemahasiswaan di tingkat departemen, fakultas
dan kampus serta kegiatan lainnya di luar kampus. Penulis berkesempatan
memperoleh beasiswa dari Tanoto Foundation periode tahun 2008 – 2010.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Kelayakan Usaha Produksi Susu Sterilisasi (Studi Kasus : Produksi Susu
Sterilisasi „Fresh Time‟ KPSBU Jawa Barat)”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha dari beberapa
alternatif produksi susu sterilisasi Fresh Time yang dapat dilakukan oleh KPSBU
Jawa Barat dan rencana pengembangan usaha koperasi dengan membangun pabrik
pengolahan susu.
Namun penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2010
Dessy Natalia
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Sebagai bentuk rasa syukur kepada
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, penulis ingin menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Mama, Papa, Oma (alm), saudara-saudara penulis (Tita, Adel dan Lendy),
Marvin, Marvel, Nane serta keluarga besar penulis untuk setiap cinta, doa, dan
dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi
persembahan dan tanda bakti yang terbaik.
2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu, kesabaran dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
4. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan atas saran
dan masukan yang diberikan demi perbaikan skripsi ini.
5. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku pembimbing akademik atas waktu dan
bimbingannya kepada penulis selama penulis berada di Departemen
Agribisnis.
6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, terutama Pak Nunung, Bu
Dwi, Bu Ida, Teh Dian, dan Pak Yusuf, atas bimbingan dan bantuannya
kepada penulis.
7. Pihak KPSBU Jawa Barat (Bapak Jajang, Bapak Darojat, Mas Hilman, Bapak
Budhi), pihak PT ISAM (Bapak Yusuf, Bapak Widyatmoko dan petugas
keamanan), pihak Direktorat Jenderal Peternakan (bapak dan ibu di bagian
data statistik), Dinas Perindustrian serta Dinas Peternakan Jawa Barat atas
kebaikan hati, waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan
selama penelitian.
8. Kak Rhesa Ardiansyah yang bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil
penelitian, atas saran dan masukan yang diberikan.
9. Mochamad Setyadi dan Evy Kurniasari yang selama ini telah banyak
memberikan bantuan, motivasi, nasihat-nasihat dan semangat kepada penulis.
x
10. Tanoto Foundation, khususnya Pak Chandra dan Mbak Fika, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen
Agribisnis.
11. Seluruh sahabat di Agribisnis 43, 42 dan 44, Agis, Ella, Syura, Achmad, Ine,
Fani, Ovy, Uji, Triana, Tita, Jiban, Dewi, Kristy, Gangga, Rozak, Aries,
Faisal, Widy, Mawar, Adam, Bank Iif, Dhida, Fath, Firza, Via, Bunbun, Izil,
Mila, Ivan, Rekso, Selly dan lain-lain, atas inspirasi, bantuan dan kebersamaan
selama ini hingga nanti. Amin.
12. Teman-teman seperjuangan di B22 TPB IPB angkatan 43, asrama putri A1
Lorong 5 (Shinicha, Delina), Pamaung IPB (Imam, Ferdin, Bichu, a‟Gilang,
Asep, dkk), teman-teman di aktivitas kemahasiswaan dan keluarga besar KPA
3 atas pengalaman-pengalaman dan kebersamaannya selama ini.
13. Saudari-saudari di Pondok Amazon (Teh Cici, Pietz, Uul, Dince, Ophie,
Kuntil, Bakti, Fika, Achi) dan Pondok Ixora (Erchan, Mbak Hap, Bu Medan,
Dewi, Mbak Astrid, Mbak Mamah, Mbak Wiwin, Dania, Mpus, dan Pak
Bukit) yang selalu membantu setiap saat. Terima kasih.
Bogor, Agustus 2010
Dessy Natalia
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xvi
I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................. 5
1.3. Tujuan ..................................................................... 10
1.4. Manfaat ................................................................... 10
II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 11
2.1. Susu Sterilisasi ......................................................... 11
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................ 11
2.2.1 Pengaruh dari Pengolahan Hasil Produksi
Pertanian yang Dilakukan Koperasi .............. 11
2.2.2 Analisis Kelayakan Usaha dengan
Menggunakan Dua Skenario ......................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................. 16
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................... 16
3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis ................................. 16
3.1.2 Aspek Nonfinansial ...................................... 17
3.1.2.1 Aspek Pasar ...................................... 17
3.1.2.2 Aspek Teknis .................................... 18
3.1.2.3 Aspek Manajemen ............................ 20
3.1.2.4 Aspek Hukum ................................... 21
3.1.2.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan
Lingkungan ....................................... 22
3.1.3 Aspek Finansial ............................................ 22
3.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value
Analysis) ...................................................... 24
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................. 25
IV METODE PENELITIAN .................................................. 29
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................... 29
4.2. Data dan Instrumentasi ............................................. 29
4.3. Metode Pengumpulan Data ...................................... 29
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................... 30
4.5. Asumsi Dasar ........................................................... 34
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................... 36
5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Jawa Barat ............................................... 37
5.2. Lokasi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Jawa Barat ............................................... 38
5.3. Visi, Misi dan Tujuan Koperasi Peternak
xii
Sapi Bandung Utara(KPSBU) Jawa Barat ................ 38
5.4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi
Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat . 39
5.5. Aktivitas Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat ............................................... 42
VI ASPEK NONFINANSIAL ................................................ 46
6.1. Aspek Pasar ............................................................. 46
6.1.1 Potensi Pasar ................................................ 46
6.1.2 Strategi Pemasaran ....................................... 50
6.1.2.1 Segmentasi, Target dan Posisi Produk
di Pasar .......................................... 50
6.1.2.2 Bauran Pemasaran .......................... 50
6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ........................... 54
6.2. Aspek Teknis ........................................................... 54
6.2.1 Lokasi Usaha ................................................ 54
6.2.2 Bahan Baku .................................................. 55
6.2.3 Luas Produksi ............................................... 56
6.2.4 Mesin dan Peralatan yang Digunakan ........... 56
6.2.5 Proses Poduksi ............................................. 69
6.2.6 Layout Usaha ............................................... 61
6.2.7 Hasil Analisis Aspek Teknis ......................... 62
6.3. Aspek Manajemen ................................................... 63
6.3.1 Wewenang dan Tanggung Jawab .................. 64
6.3.2 Spesifikasi Pekerjaan .................................... 65
6.3.3 Rekruitmen Tenaga Kerja ............................. 66
6.3.4 Sistem Pengupahan ...................................... 66
6.3.5 Hasil Analisis Aspek Manajemen ................. 66
6.4. Aspek Hukum .......................................................... 66
6.4.1 Bentuk Badan Usaha .................................... 67
6.4.2 Ijin Usaha ..................................................... 67
6.4.3 Ijin Lokasi Pendirian Pabrik ......................... 68
6.4.4 Hasil Analisis Aspek Hukum ........................ 68
6.5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan .................. 68
VII ASPEK FINANSIAL ......................................................... 70
7.1. Skenario I ................................................................ 70
7.1.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario I 70
7.1.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)
Skenario I ..................................................... 71
7.1.3 Analisis Finansial pada Skenario I ................ 78
7.1.4 Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario I . 79
7.1.5 Analisis Switching Value pada Skenario I ....... 79
7.2. Skenario II ............................................................... 80
7.2.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario II 80
7.2.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)
Skenario II .................................................... 81
7.2.3 Analisis Finansial pada Skenario II ............... 87
7.3. Skenario II ............................................................... 89
xiii
7.3.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow)
Skenario III .................................................. 89
7.3.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow)
Skenario III .................................................. 90
7.3.3 Analisis Finansial pada Skenario III ............. 97
7.4. Analisis Perbandingan Usaha Produksi Susu Sterilisasi
Fresh Time ............................................................... 98
VIII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 101
8.1. Kesimpulan .............................................................. 101
8.2. Saran ....................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 103
LAMPIRAN .................................................................................. 105
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia
(2001-2008) .......................................................................... 3
2. Perbandingan Usaha KPSBU Jawa Barat tahun 2006-2008 ... 4
3. Perkembangan Harga Susu Dalam Negeri dengan Harga
Susu Impor Setara dengan Susu Segar (1999-2008) .............. 6
4. Jenis, Contoh dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ............................................................................. 30
5. Keanggotaan KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2008 ............ 40
6. Susunan Pengurus KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011 ..... 40
7. Susunan Pengawas KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011 .. 41
8. Perbandingan Produksi SSDN dengan Konsumsi Susu
Nasional Tahun 2001-2008 ................................................... 47
9. Proyeksi Umur menurut Kategori Kelompok Umur di Jawa Barat tahun 2005 – 2010 ....................................................... 48
10. Pengeluaran untuk Telur dan Susu perkapita dalam Sebulan
untuk Masing-masing Golongan Pengeluaran perkapita Sebulan Tahun 2009 ............................................................. 48
11. Peningkatan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2005
-2008) ................................................................................... 49
12. Uraian Biaya Investasi, Nilai Sisa dan Penyusutan Skenario I 72
13. Biaya Reinvestasi pada Skenario I Tahun Ke-11 ................... 72
14. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi
Fresh Time dengan Melakukan Subkontrak Produksi ............ 78
15. Hasil Analisis Switching value pada Skenario I ..................... 80
16. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time Skenario II ......................................................... 88
17. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi
Fresh Time Skenario III ........................................................ 97
18. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan II .......... 98
19. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan III ……. 99
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................... 28
2. Saluran 1 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU
Jawa Barat .......................................................................... 53
3. Saluran 2 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat .......................................................................... 53
4. Layout Usaha Pabrik Pengolahan Susu ............................... 62
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Produksi Susu Segar Perprovinsi (Ton) .............................. 105
2. Produksi Susu Segar di Jawa Barat tahun 2009 ................... 106
3. Kuesioner Penelitian ............................................................ 107
4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak
Susu Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat, Tahun 2006-2011 ............................................................... 113
5. Diagram Alir Proses Produksi Susu Sterilisasi .................... 114
6. Usulan Struktur Organisasi pada Pabrik Pengolahan Susu
(Skenario II dan III) ............................................................ 115
7. Spesifikasi Pekerjaan dari Manajemen Pabrik Pengolahan Susu ..................................................................................... 116
8. Gaji Tenaga Kerja .............................................................. 119
9. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario I .............................. 120
10. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario I ............................. 121
11. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario I ......................... 122
12. Proyeksi Laba Rugi Skenario I ........................................... 123
13. Cash Flow Skenario I ......................................................... 124
14. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi
Penurunan Harga Output Sebesar 9,00010827331693 Persen 125
15. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi
Kenaikan Harga Susu Segar Sebesar 38,86536361731
Persen ................................................................................ 126
16. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi
Kenaikan Biaya Subkontrak Produksi Sebesar 15,3124330888278 Persen ……………………………….. 127
17. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario II ………………… 128
18. Biaya Investasi pada Skenario II pada Tahun Ke-1 ............ 129
19. Biaya Reinvestasi pada Skenario II pada Tahun Ke-11 ...... 130
20. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II ................. 131
21. Biaya Tetap Tahunan Skenario II (Rp. 1.000) .................... 132
xvii
22. Biaya Variabel Tahunan Skenario II (Rp. 1.000) ………… 133
23. Proyeksi Laba Rugi Skenario II ………………………….. 134
24. Cash Flow Skenario II ....................................................... 135
25. Uraian Volume Produksi Harian untuk Masing-masing
Jenis Output Pabrik Pengolahan Susu Skenario III ............. 137
26. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Sterilisasi ……………………………………………. 138
27. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari
Penjualan Susu Pasteurisasi ……………………………… 139
28. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Yoghurt ………………………………………………….. 140
29. Uraian Total Penerimaan Tahunan Skenario III ………… 141
30. Biaya Investasi pada Skenario III pada Tahun Ke-1 ……. 142
31. Biaya Reinvestasi pada Skenario III Tahun Ke-11 ……… 143
32. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II ………… 144
33. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario III ……………… 145
34. Pembayaran Pinjaman …………………………………… 146
35. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario III …………… 147
36. Proyeksi Laba Rugi Skenario III ………………………... 150
37. Cash Flow Skenario III …………………………………. 151
1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau
lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi
pertanian adalah koperasi peternak sapi perah yang memproduksi susu segar. Jenis
koperasi ini dapat tumbuh secara lebih kokoh dibandingkan koperasi komoditi
pertanian lainnya. Salah satu alasannya adalah karena sebagian besar kelompok
peternak sapi perah ini memiliki tingkat aglomorasi yang tinggi, yaitu cenderung
berkelompok pada suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk suatu daerah
khusus yaitu „daerah kelompok peternak sapi perah‟1. Hal tersebut mengakibatkan
kebutuhan para peternak, untuk membentuk organisasi yang dapat memenuhi
kebutuhan bersama melalui unit usaha yang dimiliki dan dikelola bersama, dapat
terpenuhi dalam sebuah koperasi peternak sapi perah. Koperasi peternak sapi
perah ini dapat menjadi mediator antara peternak dengan Industri Pengolahan
Susu (IPS) dalam menentukan posisi tawar peternak untuk menetapkan waktu
penjualan, jumlah penjualan susu dan harga yang akan diterima peternak sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dari para peternak
dan memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan susu nasional.
Pada tahun 1949, koperasi-koperasi peternak di Indonesia mendirikan
sebuah wadah bernaung bernama Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia
Pangalengan (GAPPSIP). Namun pada tahun 1961 GAPPSIP membubarkan diri
karena tidak mampu menghadapi labilnya perekonomian Indonesia. Akan tetapi,
karena pemerintah merasa sangat penting untuk membentuk suatu organisasi
sebagai wadah bersatunya seluruh koperasi peternak sapi di Indonesia, maka pada
tahun 1978 dibentuklah Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI).
Selanjutnya pada tahun 1979 BKKSI dibubarkan dan digantikan oleh Gabungan
Koperasi Susu Indonesia (GKSI) sebagai koperasi sekunder persusuan sampai saat
ini.
Adanya GKSI ini menjadi satu kekuatan yang dimiliki oleh para peternak
sapi perah karena susu produksi peternak dapat dipastikan terserap pasar. Hal ini
1 Soetrisno, Noer. Koperasi Produsen Susu : Model Klaster Industri Peternakan.
http://www.scribd.com/doc/12775908/Koperasi-Produsen-Susu-Model-Cluster [12 Februari
2010]
2
terkait dengan salah satu peran GKSI yaitu sebagai satu-satunya lembaga yang
menjadi fasilitator penjualan susu peternak sapi perah ke IPS dengan kualitas yang
baik dan volume stabil serta harga yang disepakati oleh kedua belah pihak2. GKSI
memiliki beberapa pabrik pengolahan susu atau milk treatment. Salah satu pabrik
yang dimiliki oleh GKSI adalah PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) di
Bandung, Jawa Barat. Pabrik ini mengolah susu dari para peternak sapi perah
yang disalurkan melalui koperasi-koperasi primer. PT ISAM ini juga bekerja sama
dengan beberapa perusahaan lain untuk mengolah susu dalam pemenuhan
kebutuhan susu di masyarakat. Koperasi-koperasi primer anggota GKSI pun
memiliki kesempatan untuk melakukan pengolahan susu di PT ISAM dengan cara
melakukan subkontrak produksi. Dengan keberadaan PT ISAM ini, diharapkan
mampu menyediakan dan mendistribusikan produk-produk olahan susu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat serta dapat mensejahterakan masyarakat baik di
pihak peternak maupun masyarakat konsumen pada umumnya3.
Saat ini, koperasi peternak sapi perah di Indonesia memerlukan
pengembangan usaha yang terlihat dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumsi
susu nasional oleh produksi susu nasional, yang sebagian besar diproduksi oleh
koperasi peternak sapi perah, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Pada tahun 2007
saja, dari konsumsi susu nasional sebesar 1.758.243 ton, hanya 567.638 ton yang
dapat dipenuhi oleh produksi susu nasional dan sisanya dipenuhi oleh susu impor.
Seiring dengan peningkatan konsumsi susu nasional tersebut, maka IPS menutupi
kekurangan bahan baku susu lokal dengan melakukan impor susu yang berbentuk
Skim Milk Powder (SMP) dan Anhydrous Milk Fat (AMF).
Alasan lainnya adalah pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk
Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya serta perubahan pola
konsumsi hewani yang didorong oleh arus urbanisasi, kesadaran gizi serta
perubahan gaya hidup masyarakat yang berdampak kepada meningkatnya
permintaan susu nasional (Delgado et al. dalam Priyanti dan Saptati 2009). Kedua
alasan inilah yang menyebabkan diperlukannya suatu usaha untuk
2 Kompas. 26 Februari 2009. GKSI Jadi Pemasok Tunggal IPS. http://cetak.kompas.com [16
Februari 2010] 3 Nurdiansyah, Nanda. 2008. Perusahaan Pengolahan Susu Sapi. http://agro-ekonomi.blogspot.com
[12 Februari 2010]
3
mengembangkan persusuan nasional terutama dari tingkat koperasi peternak sapi
perah dan anggota peternaknya.
Tabel 1. Jumlah Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu di Indonesia (2001-
2008)
Tahun Jumlah sapi perah
(ekor)
Produksi susu (ton) Konsumsi susu (ton)
2001 346.998 479.947 883.758
2002 358.386 493.375 889.934
2003 373.573 553.442 1.133.091
2004 364.062 549.945 957.624
2005 361.351 535.962 845.744*)
2006 369.008 616.549 1.621.524
2007 374.067 567.638 1.758.243
2008**) 407.767 574.406 -
Keterangan : *) Tidak masuk data beberapa provinsi **) Angka sementara
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2010)
Salah satu sentra produksi susu di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat,
yang merupakan penghasil susu segar peringkat kedua setelah Jawa Timur. Pada
tahun 2009, produksi susu segar di Jawa Barat mencapai 236.473 ton susu segar
dari 679.331 ton keseluruhan produksi susu segar di Indonesia, seperti yang
terlihat pada Lampiran 1 (Direktorat Jenderal Peternakan 2010). Salah satu
penyumbang susu dari Jawa Barat adalah kelompok peternak yang berasal dari
daerah Kabupaten Bandung Utara dan Barat yang tergabung dalam Koperasi
Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat. KPSBU, yang memproduksi
susu segar sebanyak 40.312.703 liter sepanjang tahun 2008 (Laporan Tahunan
KPSBU 2009), merupakan penyumbang terbesar dari produksi susu di Jawa Barat
(Lampiran 2).
KPSBU Jawa Barat didirikan pada 8 Agustus 1971 dengan perintis
sebanyak 35 orang peternak sapi perah yang berlokasi di daerah Lembang. Dalam
perkembangannya selama kurang lebih 28 tahun, pada tahun 2009 anggota
KPSBU telah mencapai 6.351 orang, dengan populasi sapi sebanyak 17.000 ekor
4
dan produksi susu per hari sebanyak 135.000 liter. Berkat kerja keras anggota dan
pengurus koperasi dalam mempertahankan kualitas dan kuantitas susu segarnya
serta kualitas manajemen koperasi yang baik, KPSBU mendapatkan Indonesia
Cooperative Award (ICA) dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM pada
tahun 2006 sebagai peringkat kelima dari sepuluh koperasi terbaik di Indonesia.
Seperti koperasi peternak sapi pada umumnya, KPSBU juga mengadakan kerja
sama dengan IPS dalam memasarkan produk susu segarnya. Kerja sama KPSBU
dengan IPS dimulai sejak tahun 70-an yaitu dengan melakukan pemasaran susu
segar setiap harinya kepada Frisian Flag Indonesia (FFI).
Tabel 2. Perbandingan Usaha KPSBU Jawa Barat tahun 2006-2008
Uraian Tahun
2006 2007 2008
Keanggota
an (orang)
6.163 6.226 6.351
Kepegawai
an (orang)
276 271 313
Populasi
sapi (ekor)
15.947 16.533 16.469
Penjualan
Susu (Rp)
83.031.192.015,08 110.943.931.706,48 146.857.476.375,85
Penjualan
Yoghurt
(Rp)
- - 637.362.288,46
Total
Pendapatan
(Rp)
117.134.295.594,83 154.404.484.891,12 208.523.854.049,14
SHU 1.204.348.905,93 1.210.334.633,52 1.215.907.038,16
Sumber : Laporan Tahunan KPSBU (2009)
KPSBU Jawa Barat memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah
jumlah anggota dan karyawan yang besar dan meningkat setiap tahunnya,
tingginya populasi sapi, total pendapatan yang selalu melebihi target Rapat
Anggota Tahunan (RAT) pada setiap tahunnya, kualitas susu yang baik karena
dapat memenuhi standar IPS (dalam hal ini adalah standar laboratorium susu FFI),
kuantitas susu perhari yang kontinu sehingga dapat memenuhi permintaan IPS dan
sisanya dipasarkan langsung ke konsumen dalam bentuk susu segar dan produk
5
olahan yoghurt serta keunggulan lainnya yang terdapat pada Tabel 2. Keunggulan-
keunggulan tersebut dapat menjadi kekuatan koperasi dalam menghadapi peluang
besar tingginya permintaan susu nasional yang belum dapat dipenuhi oleh
produksi susu dalam negeri.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu pihak yang memiliki pengaruh besar terhadap agribisnis
persusuan adalah pemerintah yang ditunjukkan dengan adanya beberapa kebijakan
yang berdampak pada kondisi persusuan di Indonesia. Salah satu kebijakan
pemerintah yang menyangkut kondisi persusuan Indonesia adalah dikeluarkannya
Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Pertanian, Menteri
Perindustrian dan Menteri Perdagangan dan Koperasi) pada tahun 1983. Dalam
SKB tersebut IPS diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai
pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan
susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan
antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan
dalam bentuk ”bukti serap” atau lebih dikenal dengan BUSEP. Tujuan dari
BUSEP adalah untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap
susu impor. Namun kebijakan BUSEP ini menjadi tidak berlaku dengan adanya
Inpres No. 4 Tahun 1998, sehingga susu impor menjadi komoditi yang bebas
masuk ke dalam negeri. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri,
keberadaan Inpres No. 4/1998 ini mengakibatkan posisi IPS menjadi jauh lebih
kuat dibandingkan peternak karena IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi
bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari
impor. Kebijakan pemerintah lainnya untuk melindungi peternak lokal adalah
dengan menetapkan bea masuk bahan baku susu dan produk susu sesuai SK
Menteri Keuangan No. 573 tahun 2000 sebesar lima persen.
Namun, kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut ternyata belum mampu
memperkuat posisi tawar koperasi dan peternak dibandingkan IPS. Hal ini terlihat
dari relatif stagnannya harga susu segar yang diterima oleh peternak dalam negeri4
4 Daryanto, Arief. 2007. Persusuan Indonesia : Kondisi, Permasalahan dan Arah Kebijakan.
http://ariefdaryanto.wordpress.com [14 Februari 2010]
6
dan kondisi peternak yang tidak mampu bersaing dengan susu impor karena harga
dan kualitas yang lebih baik dibandingkan peternak dalam negeri.
Tabel 3. Perkembangan Harga Susu Dalam Negeri dengan Harga Susu Impor
Setara dengan Susu Segar (1999-2008)
Tahun Harga Susu Impor
Setara Susu Segar
(Rp/l)
Harga Susu Dalam
Negeri (Rp/l)
Rasio Harga Susu
Dalam Negeri
terhadap Impor
1999 1.882 1.000 0,53
2000 2.279 1.137 0,50
2001 2.399 1.411 0,59
2002 1.725 1.562 0,91
2003 2.139 1.612 0,75
2004 2.668 1.647 0,62
2005 2.792 1.756 0,63
2006 2.916 1.988 0,68
2007 5.764 2.431 0,42
2008 5.196 3.200 0,62
Sumber : Priyanti dan Saptati (2009)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa harga susu segar dalam negeri selalu berada di
bawah harga impor setara susu segar. Pada tahun 2006 hingga 2007 harga susu
dunia meningkat hingga rata-rata tertinggi 74 persen dibandingkan harga
biasanya. Pada saat harga susu dunia meningkat cukup tinggi, harga susu segar
dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang terlalu tinggi, bahkan rasionya
terhadap harga susu impor setara susu segar hanya mencapai 0,42 saja.
Seharusnya kenaikan harga susu di pasar internasional dapat meningkatkan
bargaining power dan tingkat kompetitif dari susu segar dalam negeri. Namun
yang terjadi adalah adanya kesenjangan harga susu segar yang relatif besar di
tingkat IPS dan peternak dikarenakan posisi tawar peternak atau dalam hal ini
koperasi peternak sapi terhadap IPS yang rendah.
Harga susu yang rendah juga disebabkan karena rendahnya kualitas susu
segar yang dinilai oleh IPS dari kandungan mikroba dan total solid dari susu segar
hasil produksi koperasi. Rendahnya kualitas ini disebabkan karena tidak
7
terpenuhinya kebutuhan sapi perah akan pakan konsentrat yang mengalami
kenaikan harga seiring dengan kenaikan harga susu segar. Peningkatan mutu
pakan konsentrat ini sangat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas susu yang
dihasilkan, sehingga bila kualitas susu meningkat harga susu segar pun dapat turut
meningkat (Priyanti dan Saptati 2009). Dengan adanya permasalahan ini, peternak
tidak mampu merasakan peningkatan harga susu segar karena harus
mengalokasikannya terhadap harga konsentrat yang juga mengalami kenaikan.
Berbagai kebijakan pemerintah dan harga susu yang cenderung stagnan
pun turut dirasakan oleh KPSBU Jawa Barat, terutama karena posisi tawar yang
lemah terhadap IPS yang membeli hampir 91 persen produksi susu KPSBU
perharinya. Harga susu segar KPSBU ditentukan oleh hasil uji lab milik FFI
sehingga dalam hal ini KPSBU berperan sebagai price taker dan mengalami
kestagnanan harga susu yang selalu diiringi dengan kenaikan biaya produksi sapi
perah. Hal tersebut mengakibatkan cenderung stabilnya pendapatan peternak
sedangkan biaya produksi terutama pakan konsentrat semakin meningkat.
Permasalahan lainnya adalah pada bulan April 2009 sejumlah IPS,
termasuk FFI, memberlakukan kuota pembelian susu peternak lokal. Hal ini
berdampak negatif terhadap peternak, termasuk KPSBU. KPSBU terpaksa
membuang susu yang tidak terserap IPS sebanyak 16 ton per hari. Kondisi ini
dikarenakan IPS tidak memberi waktu kepada KPSBU untuk mencari pembeli
lain yang dapat menerima pasokan susu dari koperasi5. Dengan adanya kelebihan
susu yang tidak terserap oleh IPS tersebut tentunya dapat menyebabkan kerugian
pada peternak dan KPSBU bila terbuang sia-sia.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu jalan keluar
untuk memanfaatkan jumlah susu yang tidak terserap oleh FFI dan untuk
meningkatkan pendapatan KPSBU yang akan berdampak pada pendapatan
peternak agar sesuai dengan tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan tersebut adalah
dengan menciptakan nilai tambah dari susu segar produksi KPSBU. Pada tahun
2008, KPSBU mulai mengolah susu segar produksinya menjadi produk olahan
yoghurt. Setiap harinya KPSBU memproduksi yoghurt bermerek Fresh Time
5 215 Ton Susu Koperasi akan Dibuang. www.web.bisnis.com [28 Januari 2010]
8
sebanyak 0,30 persen dari jumlah total susu yang diproduksi. Namun, terdapat
beberapa kendala dalam produksi yoghurt ini, seperti yang tercantum di dalam
Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat tahun 2008, yaitu realisasi pendapatan
produksi yoghurt hanya tercapai 58,79 persen dari rencana tahunan (Rp
637.362.288,46 dari rencana pendapatan Rp 1.084.089.000), pemantauan yang
kurang terhadap distribusi yoghurt pada sejumlah pedagang di daerah Bandung,
pengendalian yang kurang optimal terhadap yoghurt yang rusak dan hal ini akan
merusak image dari yoghurt produksi KPSBU Jawa Barat. Karena terdapat
beberapa kendala yang ada dalam produksi yoghurt inilah maka pihak manajemen
KPSBU melakukan pengolahan susu segar menjadi produk olahan baru, yaitu
susu sterilisasi dengan merek yang sama, Fresh Time. Susu sterilisasi dipilih
karena perizinan yang tidak memakan waktu lama, proses pembuatan yang relatif
mudah dan daya tahan susu yang dapat bertahan jauh lebih lama dibandingkan
yoghurt dalam kondisi suhu ruangan normal sehingga tidak memerlukan biaya
penyimpanan yang cukup besar serta pasar yang lebih luas untuk produk susu
sterilisasi
Dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time, pihak
manajemen KPSBU melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM karena
pihak KPSBU belum merasa siap untuk melakukan produksi susu sterilisasi Fresh
Time sendiri. Ketidaksiapan ini berasal dari segi investasi (biaya investasi untuk
mendirikan pabrik pengolahan susu, membeli dan melakukan instalasi mesin-
mesin dan peralatan produksi dan alat transportasi), biaya produksi, teknologi
yang akan digunakan, kesiapan sumber daya manusia KPSBU baik dari anggota
maupun karyawan dan masih banyak lagi. Padahal, dengan melakukan subkontrak
produksi susu yang dapat diolah koperasi sangatlah terbatas yaitu sebanyak 2 ton
sehari dengan frekuensi dua minggu sekali. Jumlah tersebut sangatlah kecil jika
dibandingkan dengan jumlah susu produksi koperasi yang tidak dapat dipasok lagi
kepada FFI. Maka koperasi membutuhkan suatu pengembangan usaha dengan
mendirikan pabrik pengolahan susu yang dapat mengolah seluruh susu yang tidak
dapat dipasok lagi ke FFI sehingga akan membawa manfaat yang lebih besar dan
dapat meningkatkan nilai dari susu segar dan pendapatan koperasi serta para
peternak. Hal tersebut juga sesuai dengan rencana manajemen koperasi untuk
9
melakukan pengembangan usaha koperasi dengan cara mendirikan pabrik
pengolahan susu.
Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi
Fresh Time maka dibutuhkan suatu analisis kelayakan dari alternatif-alternatif
tersebut untuk mengetahui alternatif manakah yang layak untuk direkomendasikan
kepada KPSBU Jawa Barat dalam melakukan produksi susu sterilisasi Fresh Time
sehingga dapat menghasilkan manfaat terbesar bagi koperasi dan anggotanya.
Dalam melakukan analisis kelayakan usaha produksi susu sterilisasi ini, terdapat
tiga skenario yang dianalisis yaitu : (1) KPSBU melakukan subkontrak produksi
(subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM)
milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, dan hanya mengeluarkan biaya
sewa produksi, transportasi dan menambah sedikit sumber daya manusia dalam
proses transportasi bahan baku susu segar dan bahan baku tambahan lainnya dari
KPSBU ke lokasi pabrik PT ISAM; (2) KPSBU memproduksi susu sterilisasi
dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan
peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
produksi susu sterilisasi, namun masih berproduksi dengan volume produksi yang
sama dengan skenario pertama; dan (3) KPSBU memproduksi susu sterilisasi
dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan
peralatan, dan menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
produksi susu, dan mengolah seluruh susu yang tidak dapat dipasok kepada FFI
untuk dijadikan produk-produk olahan susu.
Dari uraian tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time oleh
KPSBU Jawa Barat layak bila ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan?
2. Apakah secara finansial ketiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time oleh KPSBU Jawa Barat layak untuk dilaksanakan?
3. Bagaimanakah sensitivitas kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time jika terjadi penurunan harga output susu sterilisasi dan kenaikan biaya
produksi?
10
4. Setelah dilakukan analisis kelayakan, skenario manakah yang lebih layak untuk
dilaksanakan dan memberikan lebih banyak manfaat kepada KPSBU Jawa
Barat?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan dari tiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time oleh KPSBU Jawa Barat ditinjau dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan dari tiga skenario usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time oleh KPSBU Jawa Barat ditinjau dari aspek finansial.
3. Menganalisis dampak yang terjadi apabila penurunan harga output susu
sterilisasi dan harga bahan baku pada usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time oleh KPSBU.
4. Mengetahui skenario manakah yang lebih layak untuk dilaksanakan dan
memberikan lebih banyak manfaat kepada KPSBU Jawa Barat.
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yang berkepentingan :
1. Pengambil keputusan pada KPSBU Jawa Barat sebagai bahan masukan dalam
melakukan perencanaan usaha.
2. Pelaku usaha, pengambil keputusan maupun segenap pemerhati yang
berkecimpung di bidang yang sama atau sejenis sebagai bahan masukan.
3. Peneliti sebagai bahan referensi untuk bahan referensi penelitian selanjutnya.
11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Susu Sterilisasi
Salah satu jenis olahan susu yang dapat dijumpai di pasaran Indonesia
adalah susu sterilisasi. Susu sterilisasi adalah salah satu contoh hasil pengolahan
susu yang dapat menyebabkan susu segar dapat bertahan lebih lama. Suhu yang
digunakan untuk memanaskan susu berada di atas suhu yang diperlukan untuk
membuat susu pasteurisasi dan di bawah suhu susu UHT yaitu sekitar 100 – 140 °
Celcius dalam waktu yang sangat pendek yaitu kurang lebih 1 – 4 detik saja
(Saleh 2004). Apabila proses pasteurisasi hanya bertujuan untuk membunuh
bakteri patogen (bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, hewan
dan tumbuhan), sterilisasi susu bertujuan untuk membunuh semua bakteri, baik
bakteri patogen maupun bakteri nonpatogen. Alat yang digunakan untuk sterilisasi
antara lain otoklav (untuk kapasitas kecil) dan retrot (untuk kapasitas besar).
Metode yang digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi ada tiga yaitu :
1. One stage (autoclave) dengan suhu 110 – 120 ° C selama 10 – 40 menit.
2. Two stage (UHT) dengan suhu 135 – 155 ° C selama 2 – 5 detik.
3. Continuous sterilisasi yaitu dengan melakukan kedua metode di atas.
Umumnya susu ini dijual dalam bentuk cair dalam kemasan kardus, botol
plastik atau kaleng. Kelebihan yang dimiliki oleh susu sterilisasi adalah meskipun
menggunakan panas yang tinggi, kerusakan gizinya terbilang rendah karena
proses pemanasan berlangsung singkat. Selain itu, susu sterilisasi pun dapat
bertahan lebih lama dibandingkan dengan susu segar, susu pasteurisasi ataupun
yoghurt. Namun, susu sterilisasi juga memiliki kekurangan dibandingkan susu
pasteurisasi yaitu hilangnya citarasa segar seperti yang terdapat pada susu
pasteurisasi.
2.2. Penelitian Terdahulu
2.2.1 Pengaruh dari Pengolahan Hasil Produksi Pertanian yang Dilakukan
Koperasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erwin (2008), dalam salah
satu alternatif strategi yang diajukan untuk pengembangan usaha Koperasi
Produksi Susu (KPS) Bogor adalah dengan melakukan produksi susu olahan
12
sendiri dan memasarkannya. KPS Bogor sebaiknya mengolah susu murni dari
peternak-peternaknya menjadi susu pasteurisasi. Hal ini dapat dilakukan untuk
menambah pendapatan koperasi dan meningkatkan kesejahteraan peternak
anggotanya. Hal ini juga didukung dengan alat-alat produksi yang telah dimiliki
oleh koperasi namun tidak digunakan karena memerlukan perbaikan.
Hafsah (2007) meneliti Koperasi Warga Sejahtera yang merupakan satu-
satunya koperasi yang bergerak pada industri sutera alam di Kabupaten Ciamis.
Koperasi ini bergerak dari sektor hulu ke sektor hilir dalam industri persuteraan
alam. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, diketahui bahwa industri sutera
alam akan semakin menguntungkan pada sektor hilir, artinya nilai tambah yang
dihasilkan akan semakin besar. Nilai tambah yang besar terlihat dari harga jual
kain sutera yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 100.000 – Rp 115.000 permeter
untuk kain sutera putihan atau dobby, sedangkan untuk kain sutera yang diwarnai
atau bermotif berkisar antara Rp 120.000 – Rp 200.000 permeter. Hal ini dapat
dibandingkan dengan harga jual bahan bakunya yaitu kokon dan benang sutera.
Pada pengolahan kain sutera yang efisien, berlaku rasio perbandingan 1 : 10
artinya satu kilogram benang sutera dapat menghasilkan sepuluh meter kain.
Benang sutera dihasilkan dari sepuluh kilogram kokon. Jika harga kokon saat ini
Rp 25.000 perkilogram, dan harga benang Rp 350,00 perkilogram, maka nilai
tambah pengolahan kain sutera lebih dari 50 persen.
Oleh karena itulah industri persuteraan alam memiliki prospek yang cerah
untuk dikembangkan. Selain itu, nilai tambah yang besar akan dapat memberikan
imbalan kesejahteraan yang besar bagi para pekerjanya dan anggota Koperasi
Warga Sejahtera.
Berdasarkan kedua hasil penelitian terdahulu tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan mengolah hasil produksi pertaniannya, koperasi akan
mendapatkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan menjual hasil
produksinya langsung tanpa dilakukan proses penciptaan nilai tambah melalui
proses pengolahan. Pada penelitian ini, penulis menganalisis usaha pengolahan
susu segar yang dilakukan oleh KPSBU Jawa Barat yang diduga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan koperasi dan anggotanya.
13
2.2.2 Analisis Kelayakan Usaha dengan Menggunakan Dua Skenario
Oktafiyani (2009) melakukan penelitian mengenai pembuatan kerupuk
rambak. Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis
kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku
kulit sapi dan analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan
menggunakan bahan baku kulit kerbau. Hal yang melatarbelakangi adanya dua
skenario ini adalah karena bahan baku kulit kerbau relatif lebih mahal jika
dibandingkan dengan kulit sapi. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
bagaimana pengaruh penggunaan bahan baku kulit kerbau sebagai input produksi
kerupuk rambak terhadap kelayakan usaha. Hal ini dikarenakan dengan
menggunakan bahan baku yang lebih mahal maka harga pokok penjualan yang
didapat akan lebih tinggi. Produk kerupuk rambak dijual pada tingkat harga yang
sama sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh
pengusaha yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.
Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan, kedua skenario
ternyata layak untuk dilaksanakan jika dilihat dari aspek nonfinansial, yaitu pasar,
teknis, hukum, manajemen, dan aspek sosial ekonomi lingkungan. Hasil dari
analisis kelayakan finansial pada usaha pembuatan kerupuk rambak baku kulit
sapi layak untuk diusahakan dengan nilai NPV sebesar Rp 271.883.775,00; IRR
sebesar 67,81 persen; Net B/C sebesar 5,09 dan payback period selama 2,83
tahun. Sedangkan hasil analisis finansial pada usaha pembuatan kerupuk rambak
kulit kerbau juga layak untuk diusahakan dengan nilai NPV sebesar Rp
89.836.856,00; IRR sebesar 27,48 persen; Net B/C sebesar 2,16 dan payback
period sebesar 5,30 tahun.
Setelah dilakukan analisis perbandingan usaha, diketahui bahwa usaha
pembuatan kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi lebih layak diusahakan
dibandingkan dengan usaha yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.
Keuntungan yang diperoleh pada usaha pembuatan kerupuk rambak yang
menggunakan bahan baku kulit sapi pun lebih tinggi dibandingkan dengan usaha
pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit kerbau.
Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian yang dilakukan
Rivai (2009) yaitu analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong dengan
14
menggunakan modal sendiri dan analisis kelayakan usaha penggemukan sapi
potong dengan menggunakan modal pinjaman dari bank. Hasil analisis finansial
usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan modal sendiri (discount
factor 7 persen) menghasilkan NPV sebesar Rp 4.473.018.300,00; IRR sebesar 37
persen; Net B/C sebesar 2,92, dan payback period selama 3,5 tahun. Sedangkan
hasil analisis finansial usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan
modal pinjaman dari bank (discount factor 13 persen) menghasilkan NPV sebesar
Rp/ 186.799.039,00; IRR sebesar 15 persen; Net B/C sebesar 1,07 dan payback
period selama 8,2 tahun. Kedua hasil analisis kelayakan usaha tersebut layak
untuk diusahakan, namun skenario I, yaitu usaha penggemukan sapi potong
dengan menggunakan modal sendiri lebih layak untuk dijalankan karena hasil
analisis kriteria investasi yang dimiliki oleh skenario I lebih besar dibandingkan
hasil analisis kriteria investasi pada skenario II.
Musarofah (2009) melakukan penelitian mengenai usaha pengolahan
nugget ikan. Terdapat dua skenario yang digunakan pada penelitian ini yaitu
pengusahaan nugget dengan kapasitas saat ini yaitu sebanyak 747 kemasan
perhari dan pengusahaan dengan peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.747
kemasan perhari. Adanya dua skenario ini karena perusahaan memiliki rencana
untuk melakukan pengembangan usaha dengan peningkatan kapasitas produksi
dan memerlukan sejumlah investasi seperti lahan, bangunan dan peralatan
produksi yang lebih besar, sehingga diperlukan analisis kelayakan usaha untuk
mengetahui kelayakan usaha yang sedang berjalan saat ini dan kelayakan
pengembangan usaha yang akan dilakukan. Hasil analisis nonfinansial dari kedua
skenario adalah layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial dari
pengusahaan nugget dengan kapasitas saat ini adalah NPV sebesar Rp
128.253.816,00; IRR sebesar 89 persen; Net B/C sebesar 5,08 dan payback period
sebesar 2,15 tahun. Sedangkan hasil analisis finansial dari pengusahaan nugget
dengan peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.747 kemasan perhari adalah
NPV sebesar Rp 309.706.718; IRR sebesar 98 persen; Net B/C sebesar 6,00 dan
payback period sebesar 2,53 tahun.
Setelah melakukan perbandingan antara kedua skenario, kesimpulannya
adalah skenario kedua (pengusahaan dengan peningkatan kapasitas produksi
15
menjadi 1.747 kemasan perhari) lebih menguntungkan karena pengembangan
usaha tersebut dapat memberikan keuntungan berupa keleluasaan tempat
produksi, peningkatan citra perusahaan dan peningkatan keuntungan secara
finansial yang lebih besar bagi pemilik. Selain itu adanya pengembangan usaha
juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui penyerapan
tenaga kerja yang lebih banyak, penyerapan bahan baku yang lebih besar, dan
terpenuhinya permintaan produk.
Pada penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produksi susu
sterilisasi ini terdapat tiga skenario yang akan dianalisis. Ketiga skenario ini
dibedakan berdasarkan investasi yang dikeluarkan dan volume produksi susu yang
diolah. Pada skenario I, koperasi tidak mengeluarkan investasi untuk pendirian
pabrik dan pembelian mesin-mesin, sedangkan pada skenario II dan III koperasi
mengeluarkan biaya investasi untuk mendirikan pabrik dan pembelian mesin-
mesin. Volume produksi yang digunakan pada skenario I dan II adalah volume
produksi yang telah ditetapkan pada subkontrak produksi yaitu sebanyak 2 ton
perhari dengan frekuensi produksi dua kali seminggu. Pada skenario III, volume
produksi koperasi adalah 16 ton perhari dengan frekuensi prduksi dilakukan setiap
hari.
16
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Ibrahim (2003), studi kelayakan bisnis adalah kegiatan untuk
menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dari suatu kegiatan
usaha/proyek. Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil
suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha/proyek
yang direncanakan. Pengertian layak menurut Ibrahim (2003) adalah
kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan
manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social
benefit.
Menurut Umar (2007), studi kelayakan bisnis adalah suatu kajian yang
cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan
dilakukan itu layak atau tidak layak. Hal tersebut sangatlah penting untuk
dilakukan sebelum melakukan pengembangan usaha. Sedangkan menurut Sofyan
(2003), studi kelayakan bisnis merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari
konsep manajemen keuangan, terutama ditujukan dalam rangka mencari atau
menemukan inovasi baru dalam perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa sebelum suatu pelaku usaha memulai atau mengembangkan
suatu usaha, sangatlah diperlukan suatu studi mengenai usaha tersebut untuk
menilai dan mengetahui apakah usaha yang akan dimulai atau dikembangkan
layak untuk dilaksanakan dan dapat membawa manfaat bagi pelaku usaha. Hasil
dari studi kelayakan bisnis dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Bagi pihak
investor, studi kelayakan bermanfaat untuk mengetahui prospek dari usaha yang
akan dimulai atau dikembangkan. Bagi pihak kreditur/bank, studi ini bermanfaat
untuk mengetahui bagaimana periode pengembalian pinjaman yang dapat
dilakukan oleh investor jika meminjam dana pada kreditur/bank, berkaitan dengan
segi keamanan dana yang dipinjamkan oleh kreditur/bank. Bagi pemerintah, studi
ini bermanfaat untuk mengetahui manfaat usaha bagi perekonomian nasional
(Husnan dan Muhammad 2005).
17
3.1.2 Aspek Nonfinansial
3.1.2.1 Aspek Pasar
Definisi pasar secara umum adalah permintaan yang dibuat oleh
sekelompok pembeli potensial terhadap suatu barang dan jasa. Sedangkan
pengertian pasar yang lebih spesifik dari sudut pandang pemasaran adalah pasar
terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan
tertentu yang mungkin bersedia dan sanggup untuk melibatkan diri dalam proses
petukaran guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Sehingga
besarnya pasar tergantung pada jumlah orang yang memiliki kebutuhan,
mempunyai sumber daya yang diminati orang/pihak lain dan bersedia
menawarkan sumber daya tersebut untuk ditukar supaya dapat memenuhi
keinginan mereka.
Dalam memberikan petunjuk tentang bagaimana mencapai dan melayani
para pembeli secara lebih efektif maka seorang pengusaha harus mengetahui
perilaku pasar konsumen yaitu dengan mempelajari empat faktor utama yang
mempengaruhi preferensi konsumen yaitu budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
Hal ini juga mempengaruhi bagaimana menciptakan daya saing produk yang
dimiliki agar tetap terjaga eksistensinya di pasaran, dilihat begitu banyak pesaing
dengan produk sejenis.
Agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing di pasar, maka sebuah
perusahaan harus menerapkan suatu strategi pemasaran. Menurut Dharmmesta
(2008), strategi pemasaran adalah suatu rencana yang diutamakan untuk mencapai
tujuan perusahaan, yaitu memberikan kepuasan kepada konsumen dan masyarakat
lain dalam pertukarannya untuk mendapatkan laba atau perbandingan antara
penghasilan dan biaya yang menguntungkan, yang berdasarkan kebutuhan dan
keinginan konsumen. Sedangkan menurut Husnan dan Muhammad (2005), yang
dimaksudkan dengan strategi pemasaran adalah berbagai usaha yang perlu
dilakukan oleh calon investor dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk
melakukan pembelian hasil produksinya.
Pada penelitian ini dilakukan dianalisis strategi pemasaran yang dilakukan
oleh KPSBU Jawa Barat dalam memasarkan produk susu sterilisasi Fresh Time,
yaitu dari segi pasar sasaran dan bauran pemasaran. Pasar sasaran adalah
18
sekelompok konsumen atau pelanggan yang secara khusus menjadi sasaran usaha
pemasaran bagi sebuah perusahaan (Djatmiko 2009). Dalam menerapkan pasar
sasaran terdapat tiga langkah pokok yang harus diperhatikan yaitu segmentasi
pasar, penetapan pasar sasaran dan penempatan produk atau segmentation,
targeting dan postioning (STP).
Segmentasi pasar adalah mengidentifikasi dan membentuk kelompok
pembeli yang berbeda yang mungkin meminta produk dan/atau bauran pemasaran
tersendiri. Segmentasi pasar menunjukkan usaha untuk meningkatkan ketepatan
penetapan sasaran dari suatu perusahaan. Terdapat empat variabel utama dalam
melakukan segmentasi pasar konsumen yaitu aspek geografis, aspek demografis,
aspek psikografis, dan aspek perilaku (Kotler 1994). Penetapan pasar sasaran
adalah kegiatan yang berisi penilaian serta pemilihan satu atau lebih segmen pasar
yang akan dimasuki suatu perusahaan. Sedangkan penempatan produk adalah
tindakan merancang produk dan bauran pemasaran agar tercipta kesan tertentu di
ingatan konsumen (Djatmiko 2009).
Bauran pemasaran adalah sejumlah variabel pemasaran yang terkontrol
oleh perusahaan dan digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang
telah ditetapkan dan memberikan kepuasan pada konsumen. Unsur dari bauran
pemasaran yang sering disebut sebagai 4P yaitu product (produk), place (saluran
distribusi), people (promosi) dan price (harga).
3.1.2.2 Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut
selesai dibangun. Dalam melakukan proses produksi suatu produk kita perlu
memperhatikan aspek teknis yang menunjang pelaksanaan produksi tersebut. Hal
yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah manajemen operasi saat
melakukan produksi produk, teknologi yang digunakan untuk memproduksi,
tempat produksi serta sarana prasarana yang menunjang kuantitas dan kualitas
produk yang dihasilkan. Oleh karena itu aspek teknis sangat berhubungan dengan
aspek-aspek lain dalam memproduksi produk. Seperti halnya aspek pemasaran,
pasar dan pemasaran sangat berhubungan dengan aspek teknis karena perubahan
penawaran dan permintaan pasar dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat teknis
19
yang menunjang proses produksi tersebut. Pada penelitian ini, aspek teknis yang
dianalisis meliputi :
1. Lokasi proyek. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi di
antaranya adalah ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga
listrik dan air, suplai tenaga kerja, fasilitas transportasi, hukum dan peraturan
yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap masyarakat dan rencana untuk
perluasan usaha.
2. Bahan Baku
Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai bahan baku produksi adalah
jumlah kebutuhan bahan baku selama satu periode (tahun) dan selama usia
investasi; kelayakan harga bahan baku, baik sekarang maupun pada masa
dating; kapasitas, kualitas dan kontinuitas sumber bahan baku; dan biaya-
biaya pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku siap diproses,
misalnya biaya pengangkutan dan lain-lain (Nurmalina et al. 2009).
3. Luas Produksi
Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk
mencapai keuntungan yang optimal (Nurmalina et al 2009). Menurut Husnan
(2005), luas produksi ditentukan oleh kemungkinan market share yang dapat
diraih dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dari peralatan yang
dimiliki.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi
adalah batasan permintaan yang telah diketahui terlebih dahulu dalam
perhitungan market share; tersedianya kapasitas mesin-mesin yang dalam hal
ini dibatasi oleh kapasitas teknis atau kapasitas ekonomis, jumlah dan
kemampuan tenaga keja pengelola proses produksi; kemampuan finansial dan
manajemen perusahaan; dan kemungkinan adanya perubahan teknologi
produksi di masa yang akan datang yang dapat meningkatkan tingkat efisiensi
produksi sehingga memungkinkan meningkatkan produksi.
4. Teknologi yang Digunakan
Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang
diharapkan, di samping kriteria lain yaitu ketepatan jenis teknologi yang
20
dipilih dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis
tekologi tersebut tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati
lokasi proyek, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan
kemungkinan perkembangannya serta pertimbangan kemungkinan adanya
teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat
keusangan.
5. Proses Produksi
Proses produksi adalah suatu cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-
sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Adapun jenis
proses produksi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
proses produksi terus menerus dan proses produksi yang terputus-putus.
6. Layout bangunan
Layout merupakan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas
yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian layout
mencakup layout site (layout lahan lokasi proyek), layout pabrik, layout
bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya. Dalam layout pabrik terdapat
dua tipe utama, yaitu layout fungsional (layout process) dan layout produk
(layout garis).
3.1.2.3 Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal
perusahaan, yaitu para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Usaha
yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang
profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai dengan
mengendalikannya agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan
struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya
(Kasmir dan Jakfar 2006).
Studi aspek sumber daya manusia bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam pembangunan dan implementasi bisnis diperkirakan layak atau sebaliknya
dilihat dari ketersediaan SDM. Keberadaan SDM hendaknya dianalisis untuk
mendapatkan jawaban apakah SDM yang diperlukan untuk pembangunan maupun
pengimplementasian bisnis dapat dimiliki secara layak atau sebaliknya. Kajian
21
dapat dimulai dari perencanaan SDM, analisis pekerjaan, rekrutmen, seleksi,
orientasi sampai pada pemutusan hubungan kerja.
Untuk meneliti perencanaan SDM dibutuhkan data, data yang dibutuhkan
antara lain mengenai jumlah tipe pekerja diberbagai kategori pekerjaan, golongan
dan tingkat upah. Hal-hal yang akan dianalisis adalah jenis pekerjaan, waktu
pelaksanaan tiap jenis kegiatan, tenaga pelaksana, peralatan, anggaran,
keterampilan SDM dan kesiapan organisasi. Hasil studi mengenai SDM
hendaknya memberikan informasi dalam hal mampu membedakan antara
merencanakan SDM dalam pembangunan proyek bisnis dan SDM dalam
implementasi bisnis rutin. Menentukan kelayakan tiap unsur MSDM, seperti
beberapa jumlah karyawan yang dibutuhkan, penentuan deskripsi pekerjaan yang
jelas, penentuan kebijakan pelaksanaan rekrutment-seleksi-orientasi, penentuan
produktivitas, rencana pelatihan dan pengembangan, penentuan prestasi kerja,
kompensasi, perencanaan karier, keselamatan dan kesehatan kerja dan mekanisme
PHK.
3.1.2.4 Aspek Hukum
Aspek hukum mengkaji tentang legalitas usulan proyek yang akan
dibangun dan dioperasikan. Ini berarti setiap proyek yang akan didirikan dan
dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang
berlaku di wilayah tersebut (Suratman 2002). Aspek teknis yang diteliti adalah :
1. Bentuk Badan Usaha
Bentuk badan usaha merupakan wujud secara legal atas status dari usaha yang
didirikan. Bentuk-bentuk badan usaha meliputi : PT, CV, Perseorangan,
Koperasi dan lain-lain.
2. Ijin Usaha
Ijin usaha merupakan wujud pengesahan secara legal/formal dari pemerintah
setempat atas jenis/kegiatan usaha yang akan dijalankan.
3. Ijin Lokasi Pendirian Proyek
Ijin lokasi pendirian proyek adalah wujud pengesahan secara legal/formal dari
pemerintah setempat tentang lokasi proyek.
22
3.1.2.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Analisis terhadap aspek sosial ekonomi dan lingkungan merupakan suatu
analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi
yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus
dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu proyek
terhadap keadaan sosial yang terjadi (Gittinger 1986). Contoh pengaruh proyek
terhadap kondisi sosial ekonomi dan lingkungan di antaranya adalah perluasan
kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak limbah proyek
terhadap lingkungan sekitar.
3.1.3 Analisis Finansial
Menurut Kasmir dan Jakfar (2006) analisis dalam aspek finansial
dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dihitung dan seberapa
besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Dilanjutkan dengan meneliti seberapa
besar pendapatan yang akan diterima jika usaha benar-benar dijalankan. Analisis
ini meliputi lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan
proyek dan tingkat suku bunga yang berlaku sehingga jika dihitung dengan
formula penilaian investasi akan sangat menguntungkan. Hal-hal yang
mendapatkan perhatian dalam penelitian aspek ini antara lain :
1. Biaya kebutuhan investasi
Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli
aset-aset yang dibutuhkan proyek tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset
tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian hingga dapat
dioperasikan. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi dibutuhkan biaya
kebutuhan investasi yang digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan yang
berkaitan dengan investasi tersebut. Biaya kebutuhan investasi biasanya
disesuaikan dengan jenis proyek yang akan dijalankan. Secara umum
komponen biaya kebutuhan investasi terdiri dari biaya prainvestasi, biaya
pembelian aktiva tetap dan biaya operasional (Kasmir dan Jakfar 2006).
2. Sumber-sumber dana
Dana yang dibutuhkan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada,
seperti modal sendiri, modal pinjaman, atau gabungan keduanya. Pilihan
apakah menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman atau gabungan dari
23
keduanya tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan
pemilik usaha (Kasmir dan Jakfar 2006). Pada dasarnya pemilihan sumber
dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang pada akhirnya bisa
memberikan kombinasi dengan biaya terendah, dan tidak menimbulkan
kesulitan likuiditas bagi usaha atau perusahaan yang mensponsori usaha
tersebut. Sumber-sumber dana yang utama terdiri dari modal sendiri yang
disetor oleh pemilik perusahaan, penerbitan saham biasa atau saham preferen
di pasar modal, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar
modal, kredit bank, leasing (sewa guna) dari lembaga keuangan nonbank dan
project finance.
3. Aliran kas (cash flow)
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam
suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk
(cash in) ke perusahaan dan jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga
menggambarkan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya
yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar 2006). Aliran kas penting digunakan
dalam akuntansi karena laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan
kas masuk bersih, dan yang relevan bagi para investor adalah kas bukan laba.
Aliran kas yang berhubungan dengan suatu usaha dapat dikelompokkan dalam
tiga bagian, yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas
operasional (operational cash flow) dan aliran kas terminal (terminal cash
flow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode merupakan
initial cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek berakhir
disebut terminal cash flow. Pada umumnya, initial cash flow bernilai negatif,
operational dan terminal cash flow umumnya bernilai positif. Aliran-aliran
kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak (Husnan dan Muhammad
2005)
Menurut Kasmir dan Jakfar (2006) dalam menentukan layak atau tidaknya
suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan perlu dilakukan pengukuran dengan
beberapa kriteria. Kriteria ini sangat tergantung dari kebutuhan masing-masing
proyek dan metode mana yang akan digunakan. Setiap metode yang digunakan
mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Sehingga dalam
24
penilaian kelayakan suatu proyek hendaknya digunakan beberapa metode
sekaligus agar dapat memberikan hasil yang lebih sempurna. Adapun kriteria yang
biasa digunakan antara lain :
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat
(benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. Apabila hasil
perhitungan NPV lebih besar dari nol (NPV > 0), dapat dikatakan usaha tersebut
feasible atau layak untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka
tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika hasil perhitungan NPV sama dengan
nol (NPV = 0) berarti usaha tersebut berada dalam keadaan Break Event Point (BEP)
dimana TR = TC dalam bentuk present value.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan
NPV sama dengan nol (NPV = 0). Jadi, jika hasil perhitungan IRR lebih besar dari
discount rate yang digunakan, maka dapat dikatakan usaha tersebut feasible, bila
sama dengan discount rate yang digunakan berarti pulang pokok dan di bawah
discount rate yang digunakan usaha tersebut tidak feasible.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit yang
telah didiscount positif (+) dengan net benefit yang telah didiscount negatif (-). Jika
nilai Net B/C lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan usaha tersebut layak untuk
dilaksanakan. Untuk Net B/C sama dengan 1 (satu) berarti cash in flows sama dengan
cash out flows, dalam present value disebut dengan Break Event Point (BEP), yaitu
total cost sama dengan total revenue. Sedangkan jika nilai Net B/C kurang dari 1
(satu) maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
4. Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaan investasi dengan menggunakan aliran kas.
3.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)
Analisis nilai pengganti (analisis switching value) adalah suatu variasi dari
analisis sensitivitas (Gittinger dalam Nurmalina et al 2009). Switching value
merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan
suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau
25
perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya
produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan
ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama
dengan nol (NPV = 0).
Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value
adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara
empirik bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan pada
perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari. Bila melebihi
switching value tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV < 0.
Analisis switching value dilakukan dengan menghitung secara coba-coba
perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam komponen
inflow atau outflow (Nurmalina et al 2009).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat adalah salah
satu sentra produksi susu segar di Indonesia. Pada tahun 2009, produksi susu
segar yang dapat dihasilkan perharinya adalah sebanyak 135.000 liter yang
dikumpulkan dari 6.351 peternak anggota koperasi dengan total populasi sapi
mencapai 17.000 ekor (Kepala Bagian Personalia KPSBU Jabar 2010). Dari total
produksi tersebut, sekitar 91 persen atau sebanyak 123.000 liter dipasarkan ke
Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan harga yang sesuai dengan kualitas susu
segar, yaitu berkisar antara Rp 3.000 – 3.400 perliter. Namun, sejak bermitra
dengan IPS yaitu pada 1970-an hingga kini, KPSBU cenderung menerima harga
beli susu yang stagnan dari IPS. Belum lagi pada pertengahan 2009, pemerintah
menetapkan pembebasan tarif impor untuk susu yang masuk ke dalam negeri
sehingga daya saing susu lokal semakin menurun dan IPS pun menerapkan
pemberlakuan kuota penerimaan susu dari peternak lokal. Kedua hal tersebut
mengakibatkan tidak pernah meningkatnya kesejahteraan peternak sebagai
anggota dari KPSBU Jawa Barat. Permasalahan lainnya adalah pada April 2009,
Frisian Flag Indonesia (FFI) memberlakukan pembatasan kuota pembelian susu
peternak lokal yang langsung dirasakan dampaknya oleh KPSBU Jawa Barat.
Sebanyak 16 ton susu segar hasil produksi koperasi terpaksa terbuang karena tidak
dapat dipasok ke FFI.
26
Seperti halnya koperasi pada umumnya, KPSBU memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui usaha-usaha yang dilakukannya.
Dengan adanya kelebihan susu sebanyak 16 ton yang tidak terserap oleh IPS
tersebut tentunya dapat menyebabkan kerugian bila terbuang sia-sia. Sehingga
KPSBU mengeluarkan kebijakan untuk mengolah sebagian dari hasil produksi
susunya dan dijual langsung pada konsumen. Dengan mengolah susu sapi segar
menjadi berbagai macam produk, diharapkan akan mengurangi ketergantungan
KPSBU kepada IPS serta menciptakan nilai tambah pada susu sapi segar yang
dapat menambah keuntungan usaha koperasi. Produk olahan susu yang telah
diproduksi oleh KPSBU adalah yoghurt dengan merek Fresh Time. Akan tetapi,
menurut pihak manajemen, yoghurt tersebut memiliki kelemahan-kelemahan
terutama masa berlaku produk yang tidak panjang, sehingga KPSBU berencana
untuk membuat suatu produk olahan susu yang dapat bertahan lebih lama dan
tetap memiliki gizi yang baik, yaitu susu sterilisasi. Namun, KPSBU masih
memiliki keterbatasan dana untuk membuat pabrik pengolahan sendiri sehingga
KPSBU melakukan subkontrak produk dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT
ISAM) milik Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) untuk memproduksi
susu sterilisasi Fresh Time. Padahal, dengan memiliki pabrik sendiri diduga akan
memberikan manfaat yang jauh lebih besar karena dapat mengolah lebih banyak
susu segar menjadi produk olahan susu. Pendirian pabrik tersebut juga sesuai
dengan rencana manajemen untuk melakukan pengembangan usaha koperasi
dengan pendirian pabrik pengolahan susu.
Karena terdapat beberapa alternatif dalam memproduksi susu sterilisasi,
maka dibutuhkan suatu analisis kelayakan usaha untuk mengetahui alternatif
manakah yang layak untuk direkomendasikan dan dilaksanakan oleh KPSBU
Jawa Barat. Terdapat tiga skenario yang dianalisis yaitu : (1) KPSBU melakukan
subkontrak produksi (subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam
Murni (PT ISAM) milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, dan hanya
mengeluarkan biaya sewa produksi, transportasi dan menambah sedikit sumber
daya manusia dalam proses transportasi bahan baku susu segar dan bahan baku
tambahan lainnya dari KPSBU ke lokasi pabrik PT ISAM; (2) KPSBU
memproduksi susu sterilisasi dengan mendirikan pabrik sendiri, melakukan
27
pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber daya
manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu sterilisasi, namun masih
berproduksi dengan volume produksi yang sama dengan skenario pertama; dan (3)
KPSBU memproduksi susu sterilisasi dengan mendirikan pabrik sendiri,
melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan, dan menambah jumlah sumber
daya manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu, dan mengolah seluruh susu
yang tidak dapat dipasok kepada FFI untuk dijadikan produk-produk olahan susu.
Penelitian ini akan menganalisis skenario manakah yang lebih layak untuk
dilaksanakan oleh koperasi saat ini. Apakah koperasi lebih baik memproduksi
susu sterilisasi Fresh Time dengan cara melakukan subkontrak produksi atau
mendirikan pabrik sendiri, jika diasumsikan koperasi memproduksi susu sebanyak
2 ton perhari dengan frekuensi dua kali seminggu sesuai dengan kesepakatan
dengan PT ISAM. Ataukah lebih layak untuk mendirikan pabrik sendiri dan
mengolah 16 ton susu yang tidak dapat dipasok lagi pada FFI.
Analisis kelayakan usaha yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari
dua aspek yaitu aspek nonfinansial dan aspek finansial. Aspek nonfinansial yang
digunakan adalah aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk menganalisis kelayakan
finansial adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PP). Peneliti juga akan menggunakan
metode analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana usaha tersebut
masih tetap layak jika terjadi perubahan pada komponen inflow dan outflow.
28
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
KPSBU Jabar memiliki produktivitas susu segar yang sangat besar perharinya yaitu 135.000 liter. Sekitar
91% dari total produksi tersebut dipasarkan pada IPS, namun harga yang diterima cenderung stagnan
kemudian disusul dengan pembebasan tarif impor susu oleh pemerintah dan pemberlakuan kuota
penerimaan susu dari peternak yang mengakibatkan terdapatnya 16 ton susu yang terbuang, sehingga
KPSBU harus melakukan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Pengolahan susu segar menjadi susu sterilisasi
Analisis Kelayakan Usaha
Pengembangan KPSBU JABAR dengan memproduksi variasi produk
susu segar untuk menciptakan nilai tambah
Skenario I : Melakukan subcontracting
production dengan PT ISAM
Skenario II : Mendirikan pabrik dan
memproduksi dengan volume produksi pada
skenario I
Skenario III : Mendirikan pabrik dan
memproduksi dengan volume produksi 16 ton
Aspek Nonfinansial Aspek Finansial :
1. NPV 2. IRR
3. Net B/C
4. PP
Aspek Pasar : Potensi Pasar, Strategi Pemasaran
Aspek Teknis : Lokasi, Bahan Baku, Luas Produksi,
Teknologi, Proses Produksi, Layout Usaha
Aspek Manajemen : Wewenang dan Tanggung Jawab,
Spesifikasi Pekerjaan, Rekruitmen, Pengupahan
Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan : Pendapatan,
Penyerapan Tenaga Kerja, Dampak Lingkungan
Analisis Switching Value : 1. Penurunan harga
output susu
sterilisasi
2. Kenaikan harga
bahan baku Aspek Hukum : Bentuk Badan Usaha, Ijin Usaha, Ijin
Lokasi Pendirian Pabrik
Perbandingan Hasil Analisis
Skenario I, II dan III
Ketiga Skenario Tidak Layak Skenario yang Membawa Lebih Banyak Manfaat
kepada Koperasi dan Lebih Layak untuk Dilaksanakan
Pelaksanaan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh
Time‟ oleh KPSBU Jawa Barat Evaluasi
Rekomendasi kepada pihak manajemen
KPSBU
29
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak
Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru
Lembang Jalan Kayu Ambon nomor 23, Pasar Panorama, Lembang, Bandung,
Jawa Barat dan pabrik susu PT Industri Susu Alam Murni yang berlokasi di Jalan
Rumah Sakit nomor 114, Ujung Berung Bandung, Jawa Barat. Kegiatan penelitian
dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2010.
Tempat penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive
sampling yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan lokasi
adalah KPSBU Jawa Barat merupakan sentra produksi susu segar terbesar di Jawa
Barat.
4.2. Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer yang
digunakan adalah data yang diperoleh dengan observasi langsung di tempat
penelitian, hasil wawancara dengan responden yang merupakan pihak pengurus
dari KPSBU Jawa Barat yang merupakan pengambil keputusan dalam KPSBU
Jawa Barat, pihak pengelola PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM), serta hasil
wawancara dengan petugas dari dinas pemerintahan yang terkait.
Data sekunder yang digunakan adalah data BPS, Dirjen Peternakan,
Laporan Tahunan ke-37 tahun 2008 KPSBU Jawa Barat, serta berbagai literatur
baik berupa buku maupun hasil penelitian sebelumnya. Instrumentasi atau alat
pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan,
alat perekam, dan alat pencatat.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Waktu yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah selama dua
bulan, yaitu dimulai dari bulan April 2010 hingga Mei 2010. Lokasi dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah KPSBU Jawa Barat, PT ISAM,
dinas-dinas pemerintahan dan lembaga terkait serta perpustakaan LSI-IPB.
30
Responden yang berasal dari pengurus KPSBU, pengelola PT ISAM, serta
petugas dinas pemerintahan dan lembaga terkait ditentukan dengan menggunakan
metode purposive sampling karena pihak-pihak tersebut dianggap sebagai pihak-
pihak yang paling paham mengenai kondisi perusahaan dan industri yang terkait.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah :
1. Wawancara langsung dan mendalam dengan KPSBU, pengelola PT ISAM,
serta petugas dinas pemerintahan dan lembaga terkait.
2. Observasi langsung di lapangan mengenai proses pengolahan susu.
3. Pencarian di internet untuk pencarian beberapa data dan literatur.
4. Studi pustaka untuk pencarian literatur dari berbagai pustaka.
Adapun tabel jenis, macam dan sumber data disajikan di bawah ini :
Tabel 4. Jenis, Contoh dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
Jenis Data Contoh Data Sumber Data
Primer Harga produk, Bahan
baku dan penolong, Biaya
produksi, Merek lain
(pesaing), Lingkungan
persaingan
Internal KPSBU, Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan, Manajemen
Hypermart Bandung
Indah Plaza
Sekunder Permintaan dan
penawaran susu
BPS, Ditjennak
4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft
Excel dan dibantu oleh alat bantu lainnya seperti kalkulator. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan produksi susu sterilisasi pada
KPSBU Jawa Barat diihat dari aspek-aspek nonfinansial, yaitu aspek pasar, aspek
teknis dan teknologi, aspek sumber daya manusia, aspek manajemen dan aspek
sosial, ekonomi serta lingkungan. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
mengetahui kelayakan produksi susu sterilisasi dari segi aspek finansial. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan investasi dan analisis switching
value. Analisis kelayakan investasi digunakan dengan melibatkan beberapa
31
kriteria yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PP).
1. Net Present Value (NPV)
NPV adalah nilai kini arus pendapatan yang ditimbulkan oleh
penanaman investasi. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh
selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada
waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu
tertentu (Gittinger 1986). Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat
suku bunga yang relevan. Rumus menghitung NPV adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Bt = Penerimaan total pada tahun ke-t (Rupiah)
Ct = Pengeluaran total pada tahun ke-t (Rupiah)
t = Tahun proyek (t = 0, 1, 2, 3, ... , n), di mana n = 10
i = Tingkat suku bunga / diskonto (persen per tahun)
Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:
NPV = 0, artinya usaha tersebut mampu mengembalikan persis sebesar
modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,
usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi.
NPV > 0, artinya suatu usaha sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya.
NPV < 0, artinya usaha yang diperoleh dari usaha tersebut lebih kecil
daripada biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, usaha tersebut
merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.
2. Internal Rate Return (IRR)
IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat NPV dari suatu proyek
sama dengan nol. IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi
perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen
(Gittinger 1986). Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu
investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
32
yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga
yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus untuk
menghitung IRR adalah:
Keterangan :
i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif
i‟ = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV = NPV yang bernilai positif
NPV‟ = NPV yang bernilai negatif
3. Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka
perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah
nilai sekarang yang bernilai negatif.
Rumus untuk menghitung Net B/C adalah:
Keterangan :
Bt = Penerimaan total pada tahun ke-t (Rupiah)
Ct = Pengeluaran total pada tahun ke-t (Rupiah)
t = Tahun proyek (t = 0, 1, 2, 3, ... , n), di mana n = 10
i = Tingkat suku bunga / diskonto (persen per tahun)
Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:
Net B/C = 1, berarti usaha tidak untung dan tidak rugi, sehingga usaha masih
layak untuk dilaksanakan.
Net B/C > 1, berarti usaha menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.
Net B/C < 0, berarti usaha merugikan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
4. Tingkat Pengembalian Investasi / Pay Back Period (PP)
Penilaian PP dilakukan untuk mengetahui pada umur berapakah
investasi dapat dikembalikan oleh perusahaan melalui usaha yang dilakukan.
33
Semakin cepat pengembalian investasi, maka semakin lancar perputaran
modalnya dan semakin baik usaha tersebut dapat dijalankan. Pada dasarnya
semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil resiko yang
dihadapi oleh investor.
5. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)
Analisis nilai pengganti (analisis switching value) adalah suatu variasi
dari analisis sensitivitas (Gittinger dalam Nurmalina 2009). Switching value
merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari
perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan
produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau
peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih
tetap layak. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi
sampai dengan NPV sama dengan nol (NPV = 0).
Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value
adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara
empirik bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan pada
perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari. Bila melebihi
switching value tersebut, maka bisnis tidak layak atau NPV < 0.
Analisis switching value dilakukan dengan menghitung secara coba-
coba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam
komponen inflow atau outflow (Nurmalina et al 2009). Setelah mengetahui
persentase yang menyebabkan NPV positif dan negatif, kemudian dihitung
interpolasi untuk mengetahui batas perubahan yang menyebabkan NPV = 0.
Rumus untuk mencari interpolasi adalah sebagai berikut :
NPV
Interpolasi = p + (p‟ – p)
NPV – NPV‟
Keterangan :
p = Perubahan komponen inflow atau outflow yang menghasilkan NPV positif
p‟= Perubahan komponen inflow atau outflow yang menghasilkan NPV negatif
NPV = NPV yang bernilai positif
NPV‟ = NPV yang bernilai negative
34
4.5. Asumsi Dasar
Terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam melakukan analisis
kelayakan usaha produksi susu sterilisasi pada penelitian ini, yaitu :
1. Skenario I merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang
dilakukan oleh KPSBU dengan mengadakan kontrak kerjasama berbentuk
subkontrak produksi dengan PT Industri Susu Alam Murni (PT ISAM) milik
GKSI. Dalam hal ini, KPSBU melakukan „penitipan‟ produksi pada pabrik
pengolahan susu PT ISAM, sedangkan bahan baku, kemasan dan label
disediakan oleh KPSBU.
2. Skenario II merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang
dilakukan oleh KPSBU dengan melakukan pembangunan pabrik terlebih
dahulu dan mengadakan investasi mesin-mesin pengolahan serta peralatan
dan perlengkapan lainnya dan berproduksi dengan volume produksi yang
sama dengan skenario I.
3. Skenario III merupakan usaha produksi susu sterilisasi „Fresh Time‟ yang
dilakukan oleh KPSBU dengan melakukan pembangunan pabrik terlebih
dahulu dan mengadakan investasi mesin-mesin pengolahan serta peralatan
dan perlengkapan lainnya dan mengolah seluruh susu yang tidak dapat
dipasok pada FFI (16 ton) menjadi produk olahan susu.
4. Umur usaha untuk ketiga skenario adalah 15 tahun. Hal ini didasarkan pada
umur ekonomis investasi yang paling lama yaitu bangunan pabrik.
5. Sumber modal yang digunakan pada skenario I seluruhnya berasal dari
KPSBU, sedangkan skenario II dan III modal berasal dari KPSBU dan juga
pinjaman dari bank (dalam hal ini BNI 46). BNI 46 digunakan karena
koperasi memiliki simpanan di bank tersebut.
6. Tingkat diskonto (discount rate) yang digunakan untuk skenario I adalah
sebesar 6,75 persen yang merupakan tingkat suku bunga simpanan Bank BNI
46, sedangkan untuk skenario II dan III adalah sebesar 11 persen yang
merupakan tingkat suku bunga pinjaman Bank BNI 46.
7. Tahun pertama usaha pada skenario I, II dan III adalah tahun 2010.
8. Jumlah produksi pada kedua skenario semakin meningkat setiap tahunnya
dengan asumsi peningkatan tersebut disebabkan oleh kegiatan promosi yang
35
dilakukan oleh KPSBU dan juga semakin dikenalnya produk oleh
masyarakat.
9. Kapasitas produksi pada skenario I dan II mengacu pada kapasitas produksi
yang dimiliki oleh pabrik PT ISAM yaitu kapasitas mesin autoclave sebesar
4.000 botol perjam atau sekitar 0,93 ton perjam. Adapun frekuensi produksi
susu sterilisasi Fresh Time adalah dua kali seminggu yaitu sesuai dengan
kesepakatan antara PT ISAM dengan KPSBU Jawa Barat.
10. Kapasitas produksi pada skenario III mengacu pada kapasitas mesin
pasteurisasi yaitu 5 ton perjam dan mesin steril botol (autoclave) yaitu 0,93
ton perjam dengan melakukan produksi setiap harinya selama 16 jam perhari.
11. Pada skenario II dan III, koperasi mulai berproduksi pada saat semester kedua
tahun kedua, karena memerlukan waktu selama satu setengah tahun atau 18
bulan untuk melakukan pengurusan perijinan lahan, perijinan pendirian
pabrik, pembangunan pabrik, pembelian serta instalasi mesin-mesin dan
peralatan.
12. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian adalah harga
konstan, hal ini untuk mempermudah penghitungan cashflow. Perubahan
yang terjadi diperhitungkan dalam analisis switching value.
13. Perhitungan pajak dilakukan melalui analisis laba rugi berdasarkan UU No.
36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan.
36
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat
Hal yang melatarbelakangi pembentukan Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara (KPSBU) adalah adanya permasalahan yang dihadapi oleh para peternak di
wilayah Bandung bagian Utara. Permasalahan tersebut adalah susu yang
dihasilkan oleh peternak ditampung oleh tengkulak yang memberikan harga
pembelian yang terbilang sangat rendah jika dibandingkan menjual langsung
kepada Industri Pengolahan Susu (IPS). Hal lainnya adalah kekhawatiran para
peternak akan kekontinuan tengkulak dalam menampung susu yang dihasilkan
oleh peternak karena susu diproduksi setiap harinya oleh sapi perah sehingga jika
dalam satu hari saja susu tersebut tidak diolah, maka susu segar akan rusak dan
terbuang sia-sia dikarenakan sifat susu segar yang mudah rusak (perishable).
Karena peternak merasa dirugikan dan memiliki bargaining position yang rendah,
maka 35 orang peternak pun berinisiatif untuk membentuk suatu wadah yang
dapat membantu para peternak dalam memasarkan susu segar yang diproduksi
setiap harinya kepada IPS atau pihak lain yang memerlukan pasokan susu segar.
Akhirnya pada tahun 1971 terbentuklah suatu badan yang dapat
mempersatukan para peternak sapi perah di kawasan Bandung bagian Utara yaitu
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU). Pembentukan koperasi ini
disambut baik oleh para peternak yang ditunjukkan dengan bergabungnya mereka
ke dalam KPSBU karena para peternak merasa tertarik akan fasilitas yang
ditawarkan koperasi terhadap anggotanya dan kesejahteraan yang lebih terjamin
jika bergabung ke dalam koperasi.
Sejak tahun 1971 hingga 2008, wilayah kerja dari KPSBU ini hanya terdiri
dari daerah Bandung bagian Utara saja atau daerah Kabupaten Bandung, terutama
di Kecamatan Lembang. Namun pada perjalanannya, KPSBU berkembang
sehingga memiliki peternakan di daerah Kabupaten Subang dan wilayah
percobaan peternakan sapi perah di daerah Kabupaten Karawang. Ditambah lagi
dengan terjadinya perubahan administratif pada Kabupaten Bandung pada tahun
2008 yang berdampak pada pemekaran wilayah Kabupaten Bandung Barat
sehingga Kecamatan Lembang, yang merupakan basis kegiatan administrasi
KPSBU, menjadi berada pada Kabupaten Bandung Barat. Oleh karena itu, pihak
37
kementerian memberikan arahan kepada KPSBU untuk mengubah wilayah
kerjanya menjadi Koperasi Tingkat Provinsi karena wilayah kerja KPSBU berada
di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan
Kabupaten Subang sehingga namanya berganti menjadi KPSBU Jawa Barat.
Selain wilayah kerja, KPSBU Jawa Barat juga memiliki lahan untuk pakan sapi
perah di daerah Kabupaten Karawang. Dengan statusnya sebagai Koperasi
Tingkat Provinsi memudahkan KPSBU Jawa Barat untuk menjalin kerja sama
dengan pihak BUMN, Perhutani dalam pengadaan rumput pakan dan juga
peternak-peternak sapi perah.
Dari awal terbentuknya KPSBU hingga kini menjadi KPSBU Jawa Barat,
koperasi ini telah mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, yaitu produksi
susu, anggota koperasi dan juga populasi sapi perah yang selalu meningkat setiap
tahunnya. Selain itu, KPSBU Jawa Barat juga mengalami peningkatan dalam
mutu manajemen koperasi sehingga pada tahun 2006 KPSBU mendapatkan
penghargaan Indonesia Cooperatives Award (ICA) dari Kementerian Negara
Koperasi dan UKM dan Majalah SWA sebagai koperasi terbaik peringkat kelima
dari sepuluh koperasi terbaik di Indonesia. Penghargaan tersebut didapat atas kerja
keras anggota, pengurus, karyawan serta kerja sama yang dilakukan dengan
berbagai pihak sehingga KPSBU memiliki manajemen koperasi yang baik serta
kualitas susu yang baik pula. Pada tahun 2008 rata-rata kualitas susu yang
diproduksi oleh KPSBU memiliki Total Solid sebesar 11,79 persen dan Total
Plate Count sebesar 0,85 juta/ml.
5.2. Lokasi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat berlokasi di
Kompleks Pasar Baru Lembang Jalan Kayu Ambon nomor 23, Pasar Panorama,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. KPSBU Jawa Barat
yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang berfungsi sebagai kantor
administratif, tempat diadakannya Rapat Anggota Tahunan, pelatihan dasar
anggota koperasi, tempat pemasaran susu segar dan olahan kepada konsumen atau
agen, warung serba ada (waserda) bagi anggota dan pengurus koperasi, pabrik
pakan ternak serta sebagai cooling unit pusat yang dimiliki oleh KPSBU.
38
Selain kantor administratif tersebut, KPSBU juga memiliki lahan yang
tersebar di beberapa wilayah kerjanya, seperti cooling unit daerah yang terdapat di
beberapa daerah seperti Cibodas, Cibogo, Nagrak dan Cibedug, lahan untuk
pembibitan sapi perah di daerah Nagrak, lahan di Kabupaten Subang, lahan-lahan
yang dipergunakan untuk mendirikan Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yang
tersebar di 24 daerah, serta lahan percobaan peternakan sapi perah dan lahan
untuk produksi pakan sapi perah di Kabupaten Karawang.
5.3. Visi, Misi dan Tujuan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Jawa Barat
Visi dari KPSBU Jawa Barat adalah menjadi koperasi susu terdepan di
Indonesia dalam menyejahterakan anggotanya. Untuk mencapai visi tersebut,
KPSBU Jawa Barat menjabarkan visinya dalam pernyataan misi KPSBU Jawa
Barat yang menjadi bagian penting untuk penetapan sasaran (tujuan) perusahaan
dan perumusan strategi perusahaan. Suatu misi bisnis (hasil dari penjabaran visi
bisnis) merupakan dasar untuk menetapkan prioritas bisnis, strategi bisnis,
rencana bisnis, dan penugasan kerja. Misi bisnis dapat dijabarkan kembali, agar
lebih konkrit. Penjabaran misi bisnis ini dapat dituangkan kembali ke dalam
penjabaran tujuan bisnis. Hasi pelaksanaan dari tujuan ini pada akhirnya akan
menuju visi bisnis yang telah ditetapkan sebelumnya (David 2002). Adapun misi
dari KPSBU Jawa Barat adalah :
1. Menyejahterakan anggota melalui layanan prima dalam industri persusuan
dengan manajemen yang berkomitmen.
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan,
pemberdayaan sumberdaya manusia dan kemitraan strategis.
Sedangkan tujuan utama KPSBU Jawa Barat adalah menghasilkan core
commodity yang unggul yakni susu segar yang dihasilkan peternak sebagai produk
bermutu tinggi di pasaran. Dalam mencapai visi, misi dan tujuannya, KPSBU
Jawa Barat dibekali dengan nilai-nilai KPSBU yaitu inovatif, dinamis,
berorientasi pada kualitas, keterbukaan, keadilan, demokratis dan mandiri. Selain
nilai-nilai tersebut, KPSBU Jawa Barat juga memiliki anggota yang setia dan aktif
dalam menjalankan semua kewajiban sehingga dapat bersama-sama berjuang
dalam mencapai visi, misi dan tujuan KPSBU Jawa Barat. Sebagai realisasi dari
39
misi KPSBU Jawa Barat, pengurus mendorong tercapainya transparansi dan
bertanggung jawab membangun manajemen koperasi yang berbasis pada hasil dan
berorientasi pada kebutuhan anggota. Manajemen diarahkan untuk berfungsi
sebagai sebuah tim agar dapat mendukung keberadaan koperasi dalam lingkungan
yang sangat kompetitif saat ini. Cost effective dan quality oriented merupakan
kewajiban bagi Tim Manajemen6.
5.4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat
Seperti halnya koperasi di Indonesia pada umumnya, organisasi koperasi
pada KPSBU Jawa Barat terdiri dari keanggotaan, rapat anggota, badan pengurus,
pengawas dan seorang manajer yang memimpin sejumlah karyawan yang bertugas
dalam melaksanakan pengelolaan usaha pada KPSBU Jawa Barat. Keanggotaan
koperasi termasuk salah satu unsur yang menentukan dalam organisasi koperasi.
Kedudukan anggota dalam koperasi secara hukum adalah suatu keharusan dan
sebagai konsekuensinya adalah anggota tersebut memiliki hak serta kewajiban
umum. Dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian yang menyebutkan 1) Anggota koperasi adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa koperasi; 2) Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku
daftar anggota. Jumlah anggota KPSBU Jawa Barat selalu mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun yang disebabkan karena tingginya kesadaran
peternak sapi akan pentingnya menjadi anggota koperasi untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Peningkatan keanggotaan tersebut dapat dilihat dari Tabel 5.
Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan menetapkan
kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi.
Kebijaksanaan dan keputusan yang ditetapkan oleh rapat anggota harus ditaati dan
mengikat semua anggota, pengurus, pengawas dan pengelola usaha koperasi. Pada
KPSBU Jawa Barat Rapat Anggota dilaksanakan minimal satu kali setiap
tahunnya dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT ini dihadiri oleh pengurus,
pengawas, perwakilan anggota yaitu sekitar 10% dari anggota aktif tahun buku
sebelumnya dan undangan-undangan lainnya. Dalam RAT, anggota aktif
6 KPSBU Jawa Barat. 2008. Tentang KPSBU. http://www.kpsbu.co.id [29 Januari 2010]
40
mempunyai hak menyampaikan saran dan pendapatnya yang mewakili kondisi
anggota-anggota yang diwakilinya dalam RAT. RAT dipimpin oleh ketua KPSBU
Jawa Barat dan apabila ketua berhalangan hadir, pimpinan rapat dilakukan oleh
salah seorang pengurus. Bahan RAT adalah buku laporan pertanggungjawaban
pengurus dan pengawas KPSBU tahun buku sebelumnya dan rencana kerja dan
rencana anggaran pendapatan dan biaya (RAPB) KPSBU tahun buku saat ini. Hal
ini dibutuhkan dalam mengevaluasi pencapaian tahun ini dengan tahun
sebelumnya serta pencapaian target-target yang telah disusun sebelumnya pada
awal tahun. Keputusan rapat diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan
apabila tidak tercapai kata sepakat dilakukan pemungutan suara dari anggota yang
hadir.
Tabel 5. Keanggotaan KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2008
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
2006 5.189 974 6.163
2007 5.254 972 6.226
2008 5.332 1.019 6.351
Sumber : Buku Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat ke-37 (2009)
Unsur lain dari organisasi koperasi adalah pengurus. Sesuai dengan pasal
29 ayat 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
menyebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota, sedang
dalam pasal 30 di antaranya juga disebutkan bahwa 1) Pengurus bertugas
mengelola koperasi dan usahanya; 2) Pengurus berwenang mewakili koperasi di
dalam dan di luar pengadilan.
Tabel 6. Susunan Pengurus KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011
No. Jabatan Nama
1 Ketua Drs. Dedi Setiadi SP.
2 Sekretaris drh. Ramdan Sobahi
3 Bendahara Toto Abidin
Sumber : Buku Laporan Tahunan KPSBU Jawa Barat ke-37 (2009)
41
Selain pengurus, ada pula pengawas yang mengemban amanat anggota
untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi, sebagaimana telah ditetapkan dalam anggaran
dasar/anggaran rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya
yang ditetapkan dan berlaku dalam koperasi. Fungsi dari pengawas adalah
mengamankan keputusan rapat anggota, ketentuan anggaran dasar/anggaran
rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku
dalam koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku dalam
koperasi bersangkutan. Di samping itu, pengawas juga berfungsi untuk
melindungi kepentingan anggota dan koperasi dari kesewenangan dan
penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus dan atau pengelola. Susunan
pengawas pada KPSBU Jawa Barat adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Susunan Pengawas KPSBU Jawa Barat, Tahun 2006-2011
No. Jabatan Nama
1 Ketua Jajang Sumarno, BE
2 Anggota H. Asep Hamdani, ST
Mansyur Hamzah
Sumber : Profil KPSBU Jawa Barat (2010)
Pada KPSBU Jawa Barat, pengurus mengangkat pengelola sebagai pihak
yang melaksanakan pengelolaan usaha sesuai dengan kuasa dan wewenang yang
diberikan oleh pengurus. Manajer KPSBU Jawa Barat yaitu Agus Rahmat
Indrajaya, SE memimpin sekitar 289 karyawan yang tergabung dalam suatu
manajemen yang melayani anggota KPSBU agar anggota dapat menghasilkan
susu segar yang bermutu tinggi yang dapat diterima oleh Industri Pengolahan
Susu. Manajemen terdiri dari 12 bagian, dimana masing-masing bagian dipimpin
oleh seorang kepala bagian dan beranggotakan sejumlah staf atau karyawan.
Bagian-bagian tersebut adalah bagian personalia dan kesekretariatan, bagian
warung serba ada, bagian makanan ternak, bagian pelayanan keuangan, bagian
administrasi keuangan, bagian pembibitan, bagian inseminasi buatan dan
kesehatan hewan, bagian pengelolaan susu, bagian kelembagaan dan penyuluhan,
bagian produksi susu, bagian pengembangan Puspa Mekar serta bagian
42
pengembangan Ciater. Lebih jelasnya untuk struktur organisasi dari KPSBU Jawa
Barat dapat dilihat dari Lampiran 4.
5.5. Aktivitas Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa
Barat
Aktivitas yang dilakukan oleh Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Jawa Barat dapat dibedakan menjadi dua yaitu aktivitas utama dan
aktivitas penunjang. Aktivitas utama dari KPSBU Jawa Barat adalah menampung
susu murni setiap harinya dari peternak, melakukan proses pendinginan pada susu
murni sebelum akhirnya dilakukan pengiriman kepada IPS yang membutuhkan
susu murni dari KPSBU Jawa Barat. Susu murni dari peternak dikumpulkan dua
kali dalam sehari yaitu pada pukul 4 pagi dan 4 sore. Para peternak menyetorkan
susunya kepada Tempat Penampungan Susu (TPS) yang terdapat di beberapa
lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal para peternak. Satu buah TPS
terdiri dari 15-100 orang peternak dengan syarat pembentukan TPS yaitu setiap
TPS harus mampu menyetorkan minimal 100 liter susu setiap paginya. KPSBU
Jawa Barat memiliki 648 TPS yang dibuat untuk memudahkan proses
pengambilan susu kepada peternak. Pada setiap TPS terdapat tiga petugas yang
melayani peternak dalam penyetoran susu, yaitu supir truk tangki susu yang
merangkap sebagai petugas penakar susu, petugas pemeriksaan susu yang
memeriksa kandungan alkohol, berat jenis dan organoleptik dari susu serta
petugas administrasi daerah yang bertugas mencatat setoran peternak setiap
harinya, karena susu akan dibayar setiap lima belas hari sekali sesuai dengan
catatan petugas administrasi daerah.
Dari TPS, susu lalu dikirim ke Tempat Pelayanan Koperasi (TPK).
KPSBU Jawa Barat memiliki 21 TPK yang masing-masingnya terdiri dari dua
sampai enam TPS. Untuk meminimalisir perkembangbiakkan bakteri pada susu,
susu segar dari peternak harus langsung dikirim ke cooling unit (CU) yang
dimiliki oleh KPSBU. KPSBU memiliki tujuh buah CU yaitu satu buah CU Pusat
di kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Kompleks Pasar Baru Lembang dan
enam buah CU daerah yang tersebar di tiga kawasan yaitu Kecamatan Lembang,
Parompong dan Kabupaten Subang. Pada CU dilakukan proses pendinginan, yaitu
susu didinginkan dari suhu pemerasan yang berkisar dari 15° hingga 18° C
43
menjadi 2° - 4° C. Proses pendinginan ini dilakukan agar bakteri tidak
berkembang biak pada susu karena susu masih harus diantar ke IPS yang berjarak
tempuh lebih dari dua jam. Setelah didinginkan, susu lalu dinaikkan ke truk tangki
susu yang berkapasitas 6.000 – 12.500 liter sesuai dengan pesanan perusahaan.
Lalu susu dari setiap truk tangki yang akan diberangkatkan wajib melalui proses
pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium KPSBU untuk memastikan bahwa
susu yang dikirim sesuai dengan standar IPS juga sebagai salah satu syarat untuk
dikeluarkannya surat jalan untuk masing-masing truk tangki susu. Setelah
menerima surat jalan, susu-susu pun diberangkatkan ke IPS yang berlokasi di
Jakarta yaitu PT. Frisian Flag Indonesia.
Aktivitas lainnya adalah aktivitas pemasaran susu. Pada tahun 2009,
persentase pemasaran susu yang dilakukan oleh KPSBU adalah 74 persen atau
sekitar 100 ton dari 135 ton total produksi susu keseluruhan dipasarkan pada PT.
Frisian Flag Indonesia, 14,8 persen atau sekitar 20 ton susu dipasarkan pada
beberapa IPS yang membutuhkan pasokan susu murni dari KPSBU, dan 11,11
persen atau sekitar 15 ton susu dijual langsung kepada konsumen. Dari 15 ton
yang dipasarkan langsung, sebanyak 8 ton dijual per liter dengan harga Rp 3.650,
00 per liter dan sisanya diolah menjadi yoghurt Fresh Time yang dijual dengan
harga Rp 3.000, 00 per cup dan susu sterilisasi Fresh Time dengan harga Rp
2.500, 00 per botol.
Dari masing-masing proses pemasaran tersebut memiliki kekuatan dan
kelemahan yang berbeda. Untuk pemasaran susu ke IPS keuntungan yang didapat
adalah IPS secara kontinu dapat menampung pasokan dari KPSBU sehingga
produksi susu KPSBU terjamin pemasarannya, sedangkan kelemahannya adalah
harga yang relatif rendah yang cenderung tidak pernah meningkat sehingga tidak
menghasilkan keuntungan bagi koperasi dan anggotanya. Pemasaran susu murni
eceran perliter langsung kepada konsumen memiliki kekuatan yaitu
menguntungkan karena menghasilkan profit dari setiap penjualannya sedangkan
kelemahannya adalah kuantitas penjualan susu secara eceran relatif sedikit yaitu
hanya 8 ton per harinya. Untuk penjualan yoghurt dan susu sterilisasi keuntungan
yang dimiliki adalah menghasilkan profit yang besar karena susu murni diberi
44
perlakuan dan nilai tambah sebelum dijual kepada konsumen, namun memiliki
kelemahan yaitu kuantitas susu yang diolah masing sangat sedikit.
Aktivitas lainnya adalah aktivitas pelayanan terhadap anggota yang terdiri
dari :
1. Warung Serba Ada (Waserda)
Waserda yang dikelola oleh KPSBU Jawa Barat menyediakan barang-barang
kebutuhan rumah tangga dan kandang khusus bagi anggota dan karyawan
koperasi. Barang-barang yang telah dipesan akan dikirim langsung ke rumah
peternak. Sistem pembayarannya menggunakan sistem kartu yang dapat diisi
ulang atau sistem pemotongan pada saat pembayaran susu.
2. Pelayanan peternakan
Pelayanan peternakan ini terdiri dari empat pelayanan dan kegiatan yaitu :
a. Kesehatan hewan dan inseminasi buatan
KPSBU Jawa Barat menyediakan dokter hewan yang siaga 24 jam untuk
melayani peternak akan masalah kesehatan sapi perahnya seperti sakit dan
melahirkan. Para peternak tidak dikenakan biaya jasa dokter namun untuk
obat tetap harus membayar sesuai dengan obat yang diperlukan untuk
kesehatan sapi perahnya. Selain itu disediakan juga inseminasi buatan
yang dapat menyebabkan sapi betina hamil tanpa kawin.
b. Pakan konsentrat
KPSBU Jawa Barat sudah memiliki Pabrik Makanan Ternak sendiri yang
menghasilkan pakan konsentrat untuk sapi perah milik anggota koperasi.
Hingga kini pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi pakan hingga
2.091.350 kg/bulan. Pakan yang dipesan akan langsung diantar oleh
petugas koperasi langsung ke kandang anggota.
c. Pembibitan sapi
Lahan untuk pembibitan sapi perah yang dimiliki oleh KPSBU Jawa Barat
terdapat di kawasan Nagrak. Peternak dapat membeli sapi perah dengan
tunai atau dengan kredit. Untuk pembayaran secara kredit tidak dikenakan
bunga pinjaman kepada peternak. Pembelian dapat dilakukan kapan saja
sepanjang tahun.
45
d. Program sapi bergulir mandiri
Program ini adalah hasil kerja sama antara KPSBU Jawa Barat dengan
pemerintah daerah yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali.
Pemerintah memberi subsidi kepada koperasi untuk membeli sapi perah.
Sapi perah lalu dibagikan kepada 20-30 anggota yang dipilih secara acak
dan anggota dapat mengkredit sapi tersebut tanpa bunga.
3. Pelayanan anggota lainnya
a. Pelayanan simpan pinjam anggota
Pelayanan koperasi ini memberikan kesempatan kepada anggota untuk
melakukan pinjaman tanpa beban bunga.
b. Pelayanan kesehatan anggota
Koperasi menunjuk bidan dan dokter di setiap wilayah kerja koperasi
untuk melayani kebutuhan anggota akan kesehatan dirinya dan anggota
keluarganya. Koperasi menyediakan lima kartu kesehatan kepada setiap
anggota yang masing-masing berharga Rp 17.500,00 untuk ditukarkan
dengan biaya pengobatan yang dilakukan oleh bidan atau dokter.
Selain pelayanan terhadap anggota, seperti halnya koperasi pada
umumnya, setiap satu tahun sekali KPSBU Jawa Barat menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan untuk para calon anggota koperasi. KPSBU Jawa Barat
juga secara rutin mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan untuk masyarakat
yang berada di wilayah kerja koperasi. Kegiatan sosial itu terdiri dari
pembangunan masjid, jalan, khitanan massal, dan beasiswa kepada anak anggota
yang memenuhi persyaratan dari koperasi.
46
VI ASPEK NONFINANSIAL
Pada penelitian ini, kelayakan usaha diteliti dari dua aspek yaitu aspek
nonfinansial dan aspek finansial. Aspek nonfinansial yang dibahas pada bagian ini
adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan.
6.1. Aspek Pasar
Persaingan yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang menghasilkan
produk sejenis di pasar menjadikan aspek pasar lebih diprioritaskan dibandingkan
aspek lainnya dalam pertimbangan investor dan pengambil keputusan dalam
pendirian ataupun perluasan usaha. Pada penelitian ini, aspek pasar yang diteliti
meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran.
6.1.1 Potensi Pasar
Dalam menganalisis potensi pasar dari susu sterilisasi Fresh Time dapat
terlebih dahulu melihat potensi pasar dari susu segar dalam negeri (SSDN) yang
dapat diketahui dengan membandingkan antara produksi SSDN dengan konsumsi
susu (dalam berbagai jenis susu) dalam beberapa tahun terakhir seperti yang
terlihat pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa produksi SSDN
mengalami peningkatan yang cenderung kecil setiap tahunnya sehingga produksi
SSDN pada setiap tahunnya tidak mampu memenuhi konsumsi susu rakyat
Indonesia. Persentase pemenuhan konsumsi susu oleh produksi SSDN dalam
negeri bahkan cenderung stabil dan pada tahun 2005 mengalami penurunan yang
sangat signifikan.
Jalan keluar yang dilakukan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) sebagai
produsen terbesar berbagai jenis susu olahan yang dikonsumsi oleh rakyat
Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku susu segar adalah dengan
mengimpor susu dari luar negeri. Sebagian besar susu yang diimpor dari luar
negeri oleh IPS berbentuk Skim Milk Powder (SMP) dan Anhydrous Milk Fat
(AMF). Oleh karena itu, masih sangat jarang ditemui susu sterilisasi atau UHT di
pasaran yang mengandung 100 persen susu murni sehingga dapat memberikan
gizi terbaik bagi konsumennya. Dalam hal ini, KPSBU Jawa Barat memproduksi
47
susu sterilisasi yang mengandung 100 persen susu murni dan tidak mengandung
zat-zat kimia yang berbahaya seperti zat pengawet.
Tabel 8. Perbandingan Produksi SSDN dengan Konsumsi Susu Nasional Tahun
2001-2008
Tahun Produksi SSDN
(ton)
Konsumsi susu
nasional (ton)
Persentase pemenuhan
konsumsi susu oleh SSDN
(%)
2001 479.947 883.758 54%
2002 493.375 889.934 55%
2003 553.442 1.133.091 49%
2004 549.945 957.624 57%
2005 535.960 845.744*) 63%
2006 616.548 1.621.524 38%
2007 567.682 1.758.243 32%
2008**) 574.406 - -
Keterangan : *) Tidak masuk data beberapa provinsi
**) Angka sementara
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, diolah (2010)
Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki jumlah penduduk
peringkat pertama terbesar di Indonesia sehingga Jawa Barat merupakan potensi
pasar yang besar bagi susu sterilisasi Fresh Time produksi KPSBU Jawa Barat.
Potensi pasar utama dari susu sterilisasi Fresh Time adalah penduduk dengan
kategori umur antara 5 hingga 24 tahun. Penduduk dengan kategori umur tersebut
merupakan 35 persen dari total penduduk di Provinsi Jawa Barat. Selain hal
tersebut, faktor lain yang merupakan potensi pasar dari susu sterilisasi Fresh Time
adalah peningkatan jumlah penduduk yang terjadi di provinsi Jawa Barat setiap
tahunnya. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistika Provinsi
Jawa Barat diketahui bahwa pengeluaran rata-rata perkapita sebulan dari
masyarakat Jawa Barat yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan telur dan
susu pada tahun 2009 adalah Rp 14.350,00 yang meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp 12.613,00 atau 6,52 persen dari total keseluruhan
48
pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dalam
sebulannya perkapita.
Tabel 9. Proyeksi Umur menurut Kategori Kelompok Umur di Jawa Barat tahun
2005 – 2010
Kelomp
ok
Umur
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
5 – 9 3.605,21 3.635,77 3.717,47 3.823,05 3.910,35 3.948,47
10 – 14 3.861,69 3.871,96 3.870,2 3.861,7 3.861,41 3.884,58
15 – 19 3.872,24 3.898,51 3.928,44 3.967,03 4.003,34 4.025,47
20 – 24 3.742,89 3.768,33 3.801,57 3.833,39 3.856,48 3.876,65
Jumlah 15.082,03 15.174,57 1.5317,68 15.485,17 15.631,58 15.735,17
Sumber : BPS Jawa Barat (2010)
Pada Tabel 10 diketahui bahwa semakin tingginya pendapatan seseorang
maka pengeluarannya untuk susu pun akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa
pengkonsumsi susu tersebar di seluruh golongan pendapatan dan menjadi pasar
yang potensial bagi susu sterilisasi Fresh Time produksi KPSBU Jawa Barat
karena harga yang ditawarkan relatif dapat terjangkau oleh seluruh golongan
pendapatan di Jawa Barat.
Tabel 10. Pengeluaran untuk Telur dan Susu perkapita dalam Sebulan untuk
Masing-masing Golongan Pengeluaran perkapita Sebulan Tahun 2009
No. Golongan Pengeluaran perkapita
Sebulan (Rp)
Pengeluaran perkapita Sebulan
(Rp)
1 Kurang dari 100.000 1.013
2 100.000 – 149.999 2.842
3 150.000 – 199.999 4.686
4 200.000 – 299.999 7.474
5 300.000 – 499.999 13.518
6 500.000 – 749.000 22.781
7 750.000 – 999.999 31.631
8 1.000.000 dan lebih 47.449
Rata-rata perkapita 14.350
Sumber : BPS (2010)
49
Pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang secara kontinu meningkat
karena perkembangan kondisi ekonomi juga menambah jumlah potensi pasar bagi
susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat. Prospek lainnya juga terdapat
pada lokasi Kota Bandung yang merupakan salah satu pusat wisata di Jawa Barat
bahkan di Pulau Jawa sehingga menyebabkan banyaknya tempat wisata, rumah
makan, dan tempat oleh-oleh khas Bandung yang dapat dijadikan pasar potensial
oleh produk ini. Selain itu, koperasi juga dapat memasuki pasar anak sekolahan,
kantor dan pasar yang tersebar di seluruh Jawa Barat.
Tabel 11. Peningkatan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2005 -2008
No. Tahun Jumlah Penduduk Persentase Peningkatan
Jumlah Penduduk (%)
1 2005 39.960.869
2 2006 40.737.594 1,94
3 2007 41.483.729 1,83
4 2008 42.194.869 1,71
Sumber : BPS Jawa Barat, diolah (2010)
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 ini sedang
menghidupkan gerakan minum susu dalam rangka memperingati Hari Susu
Nusantara yang diadakan pertama kalinya di Indonesia pada tahun ini. Dengan
adanya gerakan ini semakin memperluas dan memperkuat potensi pasar dari susu
sterilisasi Fresh Time yang ditawarkan oleh KPSBU Jawa Barat.
Berdasarkan beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat
potensi untuk produk susu sterilisasi Fresh Time dari KPSBU Jawa Barat dan
koperasi berpeluang untuk menarik konsumen yang peduli akan kesehatannya
dengan mengkonsumsi susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat yang
menawarkan produk dengan kandungan susu murni 100 persen.
Pada skenario III, selain memproduksi susu sterilisasi, koperasi juga
memproduksi susu pasteurisasi rasa stroberi dan cokelat dan yoghurt Fresh Time
dengan lima varian rasa (melon, stroberi, duren, anggur dan moka). Susu
pasteurisasi dan yoghurt memiliki potensi pasar yang sama dengan susu sterilisasi
Fresh Time, karena sebelumnya pun koperasi telah memproduksi jenis olahan
50
susu tersebut namun dengan kuantitas produksi yang tidak terlalu besar dan
menggunakan teknologi yang masih sederhana.
6.1.2 Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran dari produk susu sterilisasi Freh Time dapat dianalisis
dari penetapan segmentasi, target dan posisi produk di pasar serta bauran
pemasaran susu sterilisasi Fresh Time oleh KPSBU Jawa Barat.
6.1.2.1 Segmentasi, Target dan Posisi Produk di Pasar
Pada aspek geografis, segmentasi pasar bagi produk susu sterilisasi Fresh
Time adalah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan letak KPSBU Jawa Barat
berada di Provinsi Jawa Barat sehingga koperasi merasa bertanggung jawab untuk
menyuplai kebutuhan susu bagi pemenuhan gizi masyarakat Jawa Barat. Dalam
pengimplementasiannya, distribusi susu sterilisasi Fresh Time baru mencapai kota
dan kabupaten Bandung, Subang dan Majalengka.
Dalam aspek demografis, segmentasi pasar susu sterilisasi Fresh Time
adalah konsumen dengan umur di atas tiga tahun hingga orang dewasa, semua
jenis kelamin, dalam keluarga memiliki anak-anak dan remaja yang masih sangat
membutuhkan asupan gizi untuk pertumbuhannya, berbagai tingkat pendapatan,
pendidikan dan pekerjaan.
Target pasar dari susu sterilisasi Fresh Time adalah masyarakat yang
terdapat pada tiga unsur yaitu SEPAKAT (sekolah, pasar dan kantor). Dengan
target ini diharapkan susu sterilisasi dapat menjangkau berbagai elemen
masyarakat. Positioning dari susu sterilisasi Fresh Time adalah sebagai minuman
kesehatan yang menyegarkan dan terbuat dari susu segar.
6.1.2.2 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran dari susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat
adalah sebagai berikut :
a. Produk
Susu sterilisasi Fresh Time merupakan barang konsumsi, yaitu barang
yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi. Berbeda dengan
kebanyakan susu sterilisasi yang beredar di pasaran, yaitu menggunakan
campuran antara susu murni dan padatan susu tanpa lemak, KPSBU Jawa
51
Barat menawarkan produk susu sterilisasi dengan kandung susu murni sebesar
100 persen. Hal ini menyebabkan kandungan gizi yang terdapat pada susu
sterilisasi ini lebih besar dibandingkan dengan produk susu sterilisasi lainnya.
Selain karena alasan pemenuhan gizi masyarakat, KPSBU Jawa Barat juga
menawarkan jenis produk ini dengan alasan kepedulian kepada masyarakat
sekitar yang belum menyadari akan pentingnya pemenuhan gizi dengan
mengkonsumsi susu serta dalam rangka pencerdasan generasi muda di sekitar
koperasi secara khusus dan di wilayah Jawa Barat secara umum.
Susu sterilisasi Fresh Time dikemas dalam botol HDPE dengan isi
bersih sebesar 180 ml perbotolnya. Kemasan dan label yang menarik ditujukan
untuk menarik minat anak-anak usia sekolah untuk mengkonsumsi produk ini.
Setiap pembelian susu konsumen juga akan mendapatkan sedotan untuk
mempermudah konsumen dalam mengkonsumsi susu. Rasa yang ditawarkan
oleh KPSBU Jawa Barat adalah rasa cokelat dan stroberi. Untuk daya tahan,
susu sterilisasi Fresh Time dapat dikonsumsi dengan jangka waktu kadaluarsa
selama sembilan bulan dan dapat bertahan dalam suhu ruangan biasa sehingga
tidak membutuhkan tempat penyimpanan khusus seperti freezer atau lemari
kulkas.
Pada saat ini KPSBU Jawa Barat melakukan sistem subkontrak
produksi (subcontracting production) dengan PT Industri Susu Alam Murni
(PT ISAM) dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time. Hal ini dilakukan
karena ketidaksiapan koperasi akan kebutuhan biaya investasi dan sumberdaya
manusia jika memproduksi olahan susunya sendiri. Dalam sistem subkontrak
produksi ini, KPSBU Jawa Barat hanya mengirimkan sejumlah susu murni
yang akan diolah menjadi susu sterilisasi, sementara bahan baku pendukung
(seperti gula, perisa, penyeimbang makanan, air, botol, sedotan, kardus, dan
lain-lain) dan teknologi pengolahan susu disediakan oleh PT ISAM. Dalam
perjanjian ini terdapat fleksibilitas yang ditawarkan oleh PT ISAM yaitu
dalam hal bahan baku pendukung. KPSBU Jawa Barat dibebaskan untuk
memilih menggunakan bahan baku pendukung yang berasal dari PT ISAM
atau bahan baku lain yang dianggap memiliki biaya termurah bagi KPSBU
Jawa Barat.
52
b. Harga
Harga dari susu sterilisasi Fresh Time yang ditawarkan oleh KPSBU
Jawa Barat adalah Rp 2.500,00 perbotol. Penetapan harga ini dilakukan
berdasarkan dua alasan yaitu perhitungan Harga Pokok Pembelian perunit
ditambah dengan besarnya jumlah keuntungan yang diinginkan oleh koperasi
serta memperhatikan daya beli dari target pasar produk ini yaitu sekolah, pasar
dan kantor (SEPAKAT). Untuk rasa cokelat dan stroberi ditetapkan harga
yang sama dan dilakukan pemberian harga khusus bagi agen atau konsumen
yang melakukan pembelian susu sterilisasi Fresh Time dalam paket dus yaitu
Rp 2.000,00 dimana setiap dus berisi 24 botol susu. Berdasarkan pengamatan
harga susu sterilisasi Fresh Time berada di bawah rata-rata harga pasar susu
sterilisasi jika mengingat kandungan 100 persen susu murninya.
c. Kegiatan promosi
Sejauh ini kegiatan promosi yang telah dilakukan KPSBU untuk
memperkenalkan produknya kepada masyarakat adalah :
- Memasang iklan di media cetak, yaitu majalah Majelis Ulama Indonesia
(MUI).
- Melakukan promosi saat berlangsungnya acara-acara pemerintah daerah,
seperti saat berlangsungnya kegiatan APPA, festival kebudayaan, dan
ekspo atau pameran produk UKM dan Koperasi.
- Melakukan promosi di sekolah-sekolah, toko-toko, pasar, dan perkantoran
dengan memberikan sample susu gratis dan membagikan brosur mengenai
pentingnya minum susu.
- Memasang spanduk dan menyebarkan brosur-brosur mengenai produk
Fresh Time dan juga pentinganya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-
masyarakat di sekitar koperasi dan wilayah pemasaran lainnya.
KPSBU Jawa Barat juga ikut serta dalam memeriahkan kegiatan
minum susu bersama Presiden Republik Indonesia setelah sebelumnya ikut
serta memeriahkan kegiatan minum susu bersama Gubernur Jawa Barat.
Keikutsertaan KPSBU Jawa Barat dalam acara ini adalah untuk
mempromosikan produk terbarunya susu sterilisasi Fresh Time dan juga turut
menyukseskan gerakan minum susu nasional.
53
d. Distribusi
Saat ini saluran distribusi yang digunakan oleh KPSBU Jawa Barat
dalam memasarkan produknya dapat dikatakan masih sederhana yaitu menjual
langsung ke konsumen atau melalui penjual yang memiliki toko pribadi atau
kios di pasar. Terdapat dua saluran distribusi dalam memasarkan produk yaitu:
- Saluran 1
Saluran 1 terdiri dari koperasi yang langsung memasarkan produknya
kepada konsumen. Tempat penjualan susu sterilisasi Fresh Time adalah
kios penjualan berbagai jenis susu produksi KPSBU Jawa Barat yang
berada di depan kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Pasar Baru
Lembang.
Gambar 2. Saluran 1 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa
Barat
- Saluran 2
Saluran 2 terdiri dari koperasi yang menjual produknya kepada penjual
yang memiliki toko pribadi atau kios di pasar yang selanjutnya
menawarkan kepada konsumen yang berbelanja di tempatnya.
Gambar 3. Saluran 2 Distribusi Susu sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa
Barat
Ke depannya KPSBU Jawa Barat berencana untuk merekrut agen-agen
dari wilayah pemasaran untuk memasarkan produknya sehingga konsumen
dapat dengan mudah mendapatkan produk ini di mana saja. Selain itu, KPSBU
Jawa Barat juga berencana untuk memasuki pasar supermarket dan
minimarket dalam beberapa waktu ke depan. Untuk merealisasikan rencana
tersebut, koperasi harus meningkatkan kualitas produk sehingga dapat
diterima oleh standar pasar supermarket atau minimarket.
Konsumen Koperasi
Koperasi
Penjual
(Pemilik Toko
Pribadi atau
Kios di Pasar)
Konsumen
54
Dalam pemasarannya KPSBU Jawa Barat menggunakan mobil boks
untuk mengangkut produk ke wilhayah pemasaran yang berada di luar
Lembang dan menggunakan sepeda motor untuk wilayah Lembang dan
sekitarnya. Persediaan susu sterilisasi disimpan dalam gudang tersendiri yang
terdapat di wilayah kantor administrasi KPSBU Jawa Barat.
6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar
Berdasarkan analisis aspek pasar yang meliputi potensi pasar dan strategi
pemasaran, dapat disimpulkan bahwa ketiga skenario produksi susu sterilisasi
Fresh Time layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar
untuk produk ini yang dikarenakan masih adanya gap antara permintaan atau
konsumsi dengan penawaran, terdapatnya potensi pasar bagi produk susu
sterilisasi dan keunikan yang dimiliki produk. Selain itu strategi pemasaran yang
direncanakan oleh koperasi juga layak untuk dijalankan untuk mendukung
penjualan produk kepada konsumen serta untuk memperkenalkan susu sterilisasi
Fresh Time sebagai susu sterilisasi yang mengandung 100 persen susu murni.
6.2. Aspek Teknis
Setelah mengetahui kelayakan usaha dari aspek pasar, tahapan selanjutnya
dalam analisis kelayakan usaha susu sterilisasi Fresh Time adalah menganalisis
dari aspek teknis.
6.2.1 Lokasi Usaha
Pada skenario I, yaitu KPSBU melakukan sistem subkontrak produksi
(subcontracting production) dengan PT. Industri Susu Alam Murni (PT ISAM)
milik GKSI untuk memproduksi susu sterilisasi, lokasi usaha berada di Pabrik PT
ISAM yang beralamat di Jalan Rumah Sakit 114 Ujung Berung Bandung. Saham
dari PT ISAM dimiliki oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa
Barat. PT ISAM menjalin kerja sama dengan beberapa instansi untuk mengolah
susu segar menjadi produk pesanan instansi terkait. Seperti saat ini, PT ISAM
setiap harinya memproduksi susu dengan merek dagang Milkuat dengan rasa
stroberi, jeruk dan mangga bekerja sama dengan PT. Danone Dairy Indonesia.
Alasan KPSBU Jawa Barat melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM
adalah karena KPSBU Jawa Barat memiliki bagian dalam saham GKSI pada PT
55
ISAM, sehingga KPSBU Jawa Barat dapat memanfaatkan fasilitas PT ISAM
dengan melakukan subkontrak produksi.
Pada skenario II dan III, KPSBU memproduksi susu sterilisasi dengan
mendirikan pabrik sendiri, melakukan pembelian mesin-mesin dan peralatan serta
menambah jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam produksi susu
sterilisasi. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pendirian pabrik adalah
ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply
tenaga kerja dan fasilitas transportasi. Untuk kasus pendirian pabrik pengolahan
susu, sebaiknya pengambil keputusan lebih mempertimbangkan aspek
ketersediaan bahan baku karena bahan baku dari pabrik pengolahan susu adalah
susu segar yang bersifat mudah rusak disebabkan oleh bakteri-bakteri yang dapat
dengan mudah berkembang biak pada media susu segar. Selain itu, hal lain yang
juga harus dipertimbangkan adalah ketersediaan tenaga listrik dan air yang sangat
berperan penting dalam proses produksi pabrik pengolahan susu. Letak pasar yang
dituju menjadi kurang penting karena produk susu sterilisasi mampu bertahan
cukup lama yaitu sekitar sembilan bulan dan dapat disimpan pada suhu ruangan.
Dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan bahan baku, listrik dan air,
maka sebaiknya lokasi pendirian pabrik yang dipilih adalah lokasi yang
berdekatan dengan bahan baku susu segar yaitu di sekitar Kecamatan Lembang
atau Kabupaten Subang. Di kedua wilayah ini terdapat lahan-lahan kosong
masyarakat sekitar yang dapat dibeli dan dibangun pabrik pengolahan susu oleh
KPSBU Jawa Barat. Namun, pendirian pabrik juga tetap harus memperhatikan
hukum dan peraturan yang berlaku di daerah setempat, keadaan tanah yang akan
didirikan pabrik, sikap dari masyarakat setempat serta dampaknya pada
lingkungan sekitar.
6.2.2 Bahan Baku
Pada ketiga skenario bahan baku dan bahan pendukung yang digunakan
dalam pembuatan susu sterilisasi Fresh Time adalah relatif sama. Bahan baku
yang digunakan adalah susu segar dari sapi perah yang dihasilkan oleh peternak-
peternak anggota KPSBU Jawa Barat. Sedangkan bahan pendukung yang
digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi Fresh Time adalah gula, bubuk
cokelat dan perisa stroberi serta penyeimbang makanan (stabilizer). Gula
56
berfungsi untuk menambah rasa manis pada susu. Bubuk cokelat dan perisa
stroberi berfungsi untuk menambah rasa pada susu agar lebih menarik bagi
konsumen untuk mengkonsumsi dan menambah cita rasa susu. Pemberian
penyeimbang makanan (stabilizer) bertujuan sebagai penstabil makanan dan
mencegah pemisahan cairan susu. Adapun komposisi bahan baku dan bahan
pendukung dalam 180 ml susu sterilisasi Fresh Time adalah 93 persen susu segar,
6,3 persen gula pasir, 0,65 persen perisa makanan, 0,05 persen karagenan dan
sedikit air.
Pada skenario I dan II, bahan baku susu segar yang diolah menjadi susu
sterilisasi Fresh Time adalah sebanyak 2 ton sehari dengan frekuensi produksi dua
kali dalam seminggu. Persentase dari jumlah susu segar yang diolah menjadi susu
sterilisasi Fresh Time jika dibandingkan dengan jumlah susu segar yang tidak
dapat dipasok ke FFI adalah sebesar 12,5 persen. Pada skenario III, bahan baku
susu segar yang diolah pada pabrik pengolahan susu adalah sebanyak 16 ton
perhari yang berarti seluruh susu segar yang tidak dapat dipasok ke FFI dapat
diolah koperasi menjadi produk olahan susu.
6.2.3 Luas Produksi
Pada skenario I dan II, luas produksi mengacu pada kapasitas produksi
dari mesin pengolahan susu PT ISAM. Mesin yang digunakan dalam pembuatan
susu sterilisasi Fresh Time adalah mesin steril botol (autoclave), sehingga
kapasitas produksi dari PT ISAM dalam menghasilkan susu sterilisasi Fresh Time
adalah 4.000 botol perjam atau sekitar 930 liter perjam. Adapun frekuensi
produksi susu sterilisasi Fresh Time adalah dua kali seminggu yaitu sesuai dengan
kesepakatan antara PT ISAM dengan KPSBU Jawa Barat.
Pada skenario III, luas produksi mengacu pada kapasitas mesin
pasteurisasi yaitu 5.000 liter perjam dan mesin steril botol (autoclave) yaitu 4.000
botol perjam dengan melakukan produksi setiap harinya selama 16 jam perhari.
6.2.4 Mesin dan Peralatan yang Digunakan
Pada skenario I mesin dan peralatan yang dugunakan adalah mesin dan
peralatan yang dimiliki oleh PT ISAM yang disewa oleh koperasi dalam bentuk
57
subkontrak ptoduksi. Sedangkan pada skenario II dan III, mesin dan peralatan
yang digunakan dalam pembuatan susu sterilisasi adalah sebagai berikut :
1. Timbangan
Alat ini berfungsi untuk menimbang dan sebagai penampungan susu
sementara yang dibawa oleh truk tangki susu sebelum proses pengolahan susu
selanjutnya. Timbangan susu dilengkapi dengan saringan yang berguna untuk
menyaring kotoran yang terbawa oleh susu.
2. Plate cooler
Plate cooler atau mesin pendingin adalah mesin yang berfungsi untuk
mendinginkan susu hingga mencapai suhu 4° C. Prinsip yang digunakan alat
ini adalah melakukan pertukaran panas antara air pendingin dengan susu yang
masuk. Alat ini terdiri dari lempengan-lempengan yang tersusun rapat
membentuk sebuah kerangka, dilengkapi dengan pembatas antara aliran air
dingin dengan susu sehingga keduanya tidak bercampur..
3. Buffer tank
Buffer tank atau tangki penyimpanan sementara digunakan untuk menyimpan
susu sementara yang sudah didinginkan. Tangki ini memiliki kapasitas 5.000
liter, dilengkapi dengan pipa hisap berkapasitas 3.000 liter perjam dan
termometer untuk mengetahui suhu dalam tangki. Prinsip kerja alat ini adalah
pengisolasian kondisi ruangan terhadap udara luar sehingga suhu susu tetap 4°
C.
4. Balance tank
Alat ini berfungsi untuk mengatur keseimbangan aliran susu yang masuk ke
Plate Heat Exchanger dengan cara mengatur jumlah dan tekanan susu. Alat
ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam dan dilengkapi dengan pelampung
utnuk mengatur aliran susu. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan perbedaan
tinggi rendahnya pelampung yang mengatur laju aliran susu.
5. Plate heat exchanger
Alat ini berfungsi untuk memanaskan dan mendinginkan susu. Prinsip kerja
alat ini adalah pertukaran panas secara tidak langsung. Plate Heat Exchanger
merupakan alat yang biasa digunakan dalam perlakuan panas pada industri
persusuan. Alat ini terdiri dari lempengan-lempengan stainless steel yang
58
terapit satu sama lain menjadi satu kerangka. Alat ini memiliki kapasitas 3.000
liter perjam dan pengoperasiannya dilakukan secara kontinu.
6. Homogenizer
Alat ini berfungsi untuk memperkecil butiran lemak susu, sehingga diperoleh
suatu emulsi susu yang stabil. Alat ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam,
dioperasikan secara kontinu. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pemampatan
susu dalam ruangan oleh piston.
7. Batch pasteurizer
Alat ini berfungsi untuk pencampuran sekaligus pemanasan pada pembuatan
susu cokelat, stroberi dan yoghurt. Dilengkapi dengan corong venture,
agigator, pompa sirkulasi dan oli pemanas. Proses pemanasan dilakukan
dengan uap panas.
8. Deodorizer
Alat ini berfungsi untuk menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada susu.
Alat ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam, dilengkapi dengan pompa
penghisap dan dioperasikan secara kontinu. Prinsip kerjanya adalah
menguapkan bau yang terdapat pada susu.
9. Separator
Alat ini berfungsi untuk memisahkan antara skim, krim dan kotoran susu. Alat
ini memiliki kapasitas 3.000 liter perjam, terdiri dari 86 buah piring pemisah
dengan kecepatan perputaran 7.200 rpm dan dilengkapi dengan motor 3,5 kw
dengan putaran 50 rpm. Prinsip kerja alat ini berdasarkan perbedaan berat
jenis dengan gaya sentrifugal.
10. Boiler
Berfungsi untuk menghasilkan uap panas, yang diperlukan untuk pemanasan
susu pada proses pasteurisasi dan untuk pencucian alat. Jenis boiler yang ada
adalah boiler pipa api, dimana pemanasan dihasilkan dari semburan api yang
berada di dalam pipa, sedangkan bagian luar pipa diselimuti air yang
jumlahnya cukup banyak. Boiler ini bekerja pada suhu 170° - 230° C. Air
yang digunakan untuk menghasilkan uap panas dimasukkan ke dalam boiler
dengan menggunakan pompa. Air yang digunakan harus memenuhi syarat
kesadahan dengan pH 11,5 - 12. Sebelumnya air dicuci terlebih dahulu dengan
59
pasir laut dan karton, kemudian dilewatkan pada mesin Ca (softener) yang
berguna untuk melunakkan air sehingga kesadahan air sama dengan nol dan
ditambahkan scale inhibitor serta corosif inhibitor berupa injeksi bahan kimia
yang berguna untuk mencegah korosif dan kerak pada boiler, yang dapat
menghambat penetrasi panas dan mempercepat kerusakan boiler. Uap panas
yang dihasilkan perjam adalah 2.000 liter.
11. Mesin steril botol (autoclave) yang dapat menghasilkan produk steril kemasan
botol dengan kapasitas masak 4.000 botol perjam dengan volume botol yang
bervariasi dari 100 ml hingga 1.000 ml.
6.2.5 Proses Produksi
Pada skenario I, koperasi tidak melakukan proses produksi susu sterilisasi
Fresh Time karena pengolahan susu dilakukan oleh PT ISAM. Aktivitas yang
dilakukan oleh koperasi pada skenario ini adalah sebatas pengiriman susu segar
kepada PT ISAM, pengambilan susu yang telah diolah menjadi susu sterilisasi
Fresh Time, penyimpanan dalam gudang persediaan dan pemasaran susu
sterilisasi Fresh Time.
Sedangkan pada skenario II dan III, koperasi mengolah sendiri susu segar
menjadi susu sterilisasi Fresh Time. Adapun proses produksi susu sterilisasi Fresh
Time dimulai dengan mengolah susu segar menjadi susu pasteurisasi terlebih
dahulu sebelum mengolahnya kembali dalam proses sterilisasi menggunakan
mesin steril botol (autoclave). Proses pembuatan susu pasteurisasi adalah sebagai
berikut :
1. Pemanasan pendahuluan
Dari tangki penampungan susu dingin, susu dipompakan ke lempengan Plate
Heat Exchanger (PHE). Pengaliran susu ke lempengan PHE diatur oleh tangki
keseimbangan (balance tank). Sistem penukar panas yang bekerja pada
lempengan PHE adalah sistem regenerasi. Susu dingin yang dialirkan dari
tangki keseimbangan dengan bantuan pompa akan dialirkan ke ruang
regenerasi untuk mengalami proses pemanasan pendahuluan. Setelah
mengalami proses pemanasan pendahuluan, suhu susu meningkat dari 4°
menjadi 60° C.
60
2. Separasi
Selanjutnya susu yang telah bersuhu 60° C tersebut dialirkan pada cream
separator yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang masih
terbawa pada susu dan juga untuk memisahkan krim dengan susu. Pemisahan
ini berdasarkan atas perbedaan berat jenis dengan kecepatan sentrifugasi
sebesar 1.500 rpm. Cream separator mampu memisahkan krim dari susu
dengan kadar lemak 60 – 70 persen dan dihasilkan skim dengan kadar lemak
0,1 – 0,2 persen.
3. Homogenisasi
Ukuran partikel-partikel lemak yang terdapat pada susu murni yang dihasilkan
sapi perah memiliki ukuran yang berbeda. Alat homogenizer berguna untuk
mengatasi ketidakseragaman partikel lemak susu dengan proses homogenisasi.
Proses homogenisasi yang dilakukan adalah dengan memberikan tekanan
sebesar 2.000 – 2.500 psi, kemudian melalui lubang pengeluaran yang
berukuran sangat kecil, butiran-butiran lemak susu yang berdiameter 5 – 20 π
(micron) tereduksi menjadi butiran-butiran lemak susu berdiameter 2 – 3 π.
4. Pasteurisasi
Susu yang telah mengalami proses homogenisasi lalu dialirkan ke dalam
mesin proses pasteurisasi pada rangkaian lempengan PHE. Susu mengalami
proses pemanasan oleh air panas bersuhu 84° C. Susu akan mengalami proses
pasteurisasi selama 15 detik pada suhu 76° C. Proses ini dikenal dengan nama
sistem High Temperature Short Time atau HTST. Kemudian susu dialirkan
melalui holding section yang memiliki fungsi menurunkan suhu susu menjadi
75° C.
Setelah susu diolah menjadi susu pasteurisasi bersuhu 75° C, susu lalu
dialirkan ke dalam tangki pencampur untuk mencampur susu dengan bahan baku
pendukung lainnya seperti gula pasir, perisa makanan dan penyeimbang makanan.
Sebelum dimasukkan ke dalam tangki pencampur, bahan baku pendukung
tersebut terlebih dahulu dilarutkan di dalam corong pencampur yang dilengkapi
dengan agigator (pengaduk) dan filter. Alat ini berfungsi untuk mencampur serta
melarutkan bahan baku pendukung yang berbentuk padatan, disaring kemudian
dialirkan ke tangki pencampur melalui pipa penghubung.
61
Setelah dilakukan penyampuran susu dengan bahan baku pendukung, susu
yang bersuhu 65° C kemudian didinginkan hingga mencapai susu 2° C. Setelah
dingin, susu lalu dimasukkan ke dalam botol-botol bervolume 180 ml dengan
mesin pengemas lalu bagian atasnya ditutup oleh lapisan aluminium foil berwarna
biru.
Botol-botol yang telah diisi dengan susu lalu diletakkan pada wadah botol
yang masing-masing memiliki kapasitas 1.400 botol. Kemudian, dilakukan proses
sterilisasi dengan cara wadah-wadah botol yang sudah terisi penuh dengan botol-
botol susu dimasukkan ke dalam mesin steril botol (autoclave) dengan suhu 125°
C selama 10 menit. Proses ini merupakan proses terakhir dari pembuatan susu
sterilisasi yang bertujuan untuk mensterilkan susu beserta botol kemasannya.
Setelah dilakukan proses sterilisasi kemudian susu sterilisasi didiamkan beberapa
saat hingga cukup dingin untuk dilanjutkan pada proses pelabelan.
Susu yang telah selesai dilabeli kemudian disimpan di gudang
penyimpanan selama tujuh hari untuk pelaksanaan proses karantina. Setelah
dikarantina selama tujuh hari, diambil beberapa sampel dari susu sterilisasi untuk
dilakukan percobaan dalam melihat kandungan bakteri dalam susu. Hasilnya akan
terlihat dalam waktu tiga hari. Jika kandungan bakteri dalam susu telah mencapai
angka nol, maka susu tersebut lolos kualifikasi dan dapat dijual dengan jangka
waktu kadaluarsa selama sembilan bulan.
6.2.6 Layout Usaha
Layout usaha yang diusulkan kepada pabrik pengolahan susu KPSBU
Jawa Barat disusun berdasarkan aliran produksi atau sesuai dengan proses
produksi susu sterilisasi Fresh Time. Adapun bagian pabrik yang merupakan
tempat pengolahan susu dibagi menjadi lima ruangan utama, yaitu :
1. Ruang A, yaitu ruangan berisi timbangan susu, untuk menampung susu dari
tangki susu sebelum diolah lebih lanjut.
2. Ruang B, yaitu ruang produksi di mana susu diolah menjadi susu pasteurisasi
dan sterilisasi.
3. Ruang C, yaitu ruang pengemasan susu ke dalam botol sebelum susu
mendapatkan proses sterilisasi.
62
4. Ruang D, yaitu ruang pengemasan, dimana susu sterilisasi yang telah diolah
dikemas ke dalam kardus-kardus.
5. Ruang E, yaitu gudang persediaan yang berguna untuk menyimpan persediaan
susu sterilisasi untuk diuji ke laboratorium susu sebelum akhirnya dipasarkan.
Gambar 4. Layout Usaha Pabrik Pengolahan Susu
Adapun keterangan untuk gambar adalah sebagai berikut :
1. Timbangan
2. Buffer Tank
3. Balance Tank
4. Plate Heat Exchanger
5. Cream Separator
6. Homogenizer
7. Corong Pencampur
8. Tangki Pencampur
9. Tangki Penampung
10. Mesin Pengemas
11. Wadah Botol
12. Autoclave
6.2.7 Hasil Analisis Aspek Teknis
Berdasarkan hasil analisis aspek teknis yang meliputi lokasi usaha, bahan
baku, kapasitas produksi, proses produksi, mesin dan peralatan yang digunakan
D B
E A
4
6
7 8
C
C 11
9 10
12
6
2 3
5
1
63
serta layout dari usaha susu sterilisasi Fresh Time, dapat disimpulkan bahwa
produksi susu sterilisasi layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan lokasi usaha
yang terjangkau dan memenuhi kebutuhan akan bahan baku, listrik dan air pada
ketiga skenario. Dari bahan baku, tidak ada kendala dalam penyediaan bahan baku
untuk proses pengolahan susu. Luas produksi yang ada pada ketiga skenario
diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar yang ada, khususnya di wilayah
pemasaran Jawa Barat. Dari segi teknologi, teknologi serta mesin dan peralatan
yang digunakan telah dapat mendukung proses produksi dari susu sterilisasi,
begitupun dengan layout usaha yang dapat memperlancar proses produksi pada
pabrik pengolahan susu.
6.3. Aspek Manajemen
Produksi susu sterilisasi Fresh Time yang merupakan salah satu usaha dari
KPSBU Jawa Barat masih dikelola secara sederhana. Dalam mengelola usaha
barunya ini, KPSBU Jawa Barat belum melakukan penambahan sumber daya
manusia untuk mempermudah pengelolaan usaha susu sterilisasi Fresh Time.
Sampai saat ini sumber daya manusia yang digunakan adalah karyawan yang
bekerja pada bagian pengolahan susu yang terdapat pada struktur organisasi
KPSBU Jawa Barat (dapat dilihat pada Lampiran 4). Selain harus bertanggung
jawab pada pengelolaan usaha susu sterilisasi Fresh Time, karyawan pada bagian
pengolahan susu juga memiliki tanggung jawab lain seperti melakukan produksi
yoghurt Fresh Time, melakukan pemasaran produksi susu olahan KPSBU Jawa
Barat dan lain-lain. Walaupun terdapat banyaknya tanggung jawab yang harus
dilaksanakan oleh karyawan pada bagian susu, namun usaha susu sterilisasi Fresh
Time ini masih dapat dilaksanakan dengan baik oleh koperasi.
Pada skenario II dan III, terdapat dua aktivitas yang menuntut adanya
manajemen kerja yang lebih kompleks yaitu aktivitas pembangunan proyek pabrik
pengolahan susu dan aktivitas operasional pengolahan susu. Untuk pembangunan
proyek pabrik pengolahan susu dibutuhkan para tenaga ahli untuk melakukan
pembuatan layout pabrik, penentuan mesin-mesin yang akan digunakan,
pembangunan pabrik serta instalasi dan uji coba mesin-mesin pengolahan susu.
Pada aktivitas kedua yaitu aktivitas operasional pengolahan susu yang
akan berjalan secara kontinu, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan
64
yaitu wewenang dan tanggung jawab, spesifikasi pekerjaan, rekruitmen tenaga
kerja dan sistem pengupahan.
6.3.1 Wewenang dan tanggung jawab
Wewenang dan tanggung jawab manajemen dalam proses produksi susu
sterilisasi Fresh Time KPSBU Jawa Barat yang disarankan adalah sebagai berikut
:
1. Kepala pabrik, bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan seluruh
kegiatan pabrik secara keseluruhan. Kepala pabrik membawahi beberapa
manajer yang menangani bidang-bidang yang lebih spesifik sesuai dengan
kebutuhan pabrik.
2. Manajer produksi, bertanggung jawab atas seluruh kegiatan produksi
pengolahan susu dimulai dari susu diterima oleh pabrik, pelaksanaan quality
control dan perawatan mesin-mesin produksi. Manajer produksi membawahi
beberapa kepala bagian yang mendukung bidang-bidang di dalam produksi
pengolahan susu, yaitu :
a. Kepala bagian produksi, bertanggung jawab atas ketersediaan bahan baku
produksi, penerimaan bahan baku produksi, pengolahan susu hingga susu
siap dikonsumsi, pengemasan, hingga pengepakan susu untuk
mempermudah proses pemasaran. Kepala bagian produksi membawahi
beberapa karyawan yang membantunya dalam menjalankan tanggung
jawab.
b. Kepala bagian quality control, bertanggung jawab atas kualitas susu yang
dihasilkan oleh pabrik pengolahan susu. Kepala bagian quality control
membawahi beberapa karyawan yang bertugas dalam menjaga kualitas
susu yang dihasilkan.
c. Kepala bagian mekanik, bertanggung jawab atas penggunaan mesin
selama produksi, perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin yang
digunakan dalam kegiatan produksi. Kepala bagian mekanik juga
membawahi beberapa karyawan yang bertugas sebagai operator serta
merawat dan memelihara mesin-mesin produksi.
3. Manajer administrasi dan keuangan, bertanggung jawab dalam kegiatan-
kegiatan yang mendukung kegiatan produksi pabrik dalam hal pelayanan
65
administrasi, keuangan dan sumber daya manusia. Manajer administrasi dan
keuangan membawahi beberapa kepala bagian yang mendukung, dimana
masing-masing kepala bagian juga membawahi beberapa karyawan untuk
membantu pekerjaannya :
a. Kepala bagian administrasi, bertanggung jawab atas segala kegiatan
administrasi yang berlangsung di pabrik maupun di luar pabrik yang
berhubungan dengan kelancaran proses produksi.
b. Kepala bagian keuangan, bertanggung jawab atas laporan dari aliran uang
yang berhubungan dengan segala sesuatu yang berlangsung pada pabrik
hingga proses pemasaran produk akhir.
c. Kepala bagian personalia, bertanggung jawab atas perekrutan tenaga kerja
yang dibutuhkan oleh pabrik, pelatihan tenaga kerja, dan masalah
pengupahan serta tunjangan bagi karyawan.
4. Manajer pemasaran, bertanggung jawab atas perencanaan program pemasaran
dari produk akhir yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan susu, melaksanakan
pemasaran produk akhir dan memberikan pelayanan konsumen. Manajer
pemasaran membawahi beberapa kepala bagian yang dibantu oleh sejumlah
karyawan :
a. Kepala bagian pemasaran produk, bertanggung jawab pada seluruh
kegiatan pemasaran produk akhir dari pabrik pengolahan susu.
b. Kepala bagian pelayanan konsumen, bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kepada konsumen dalam pemberian informasi
maupun penerimaan keluhan atau masalah pada produk yang dialami
konsumen.
6.3.2 Spesifikasi Pekerjaan
Spesifikasi pekerjaan menunjukkan siapa yang melakukan pekerjaan
tersebut dan faktor-faktor tenaga manusia yang disyaratkan dalam melakukan
pekerjaan tersebut. Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi pendidikan,
pelatihan, pengalaman dan persyaratan fisik dan mental. Secara umum setiap
pekerjaan harus dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki keahlian untuk
mendukung pelaksanaan tanggung jawabnya masing-masing. Spesifikasi untuk
masing-masing pekerjaan dapat dijabarkan lebih lanjut pada Lampiran 7.
66
6.3.3 Rekruitmen Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dapat berasal dari masyarakat yang tinggal
di sekitar daerah pembangunan pabrik maupun melakukan rekruitmen di media
cetak maupun elektronik.
6.3.4 Sistem Pengupahan
Gaji dibagikan setiap satu bulan sekali maksimal tanggal 5 setiap
bulannya. Metode pembayaran yang disarankan adalah melalui rekening masing-
masing pekerja untuk menjamin keamanan dan ketepatan jumlah pembayaran.
Namun jika hal ini masih sulit dilakukan, pembagian gaji dapat dilakukan oleh
bagian personalia dari manajemen pabrik. Adapun usulan rencana rincian gaji dari
tenaga kerja yang digunakan pada pabrik ini dapat dilihat pada Lampiran 8.
Sedangkan bagi karyawan yang bekerja langsung pada proses produksi susu
sterilisasi Fresh Time akan mendapatkan upah yang dihitung berdasarkan jumlah
jam kerja selama satu bulan. Jam kerja tersebut sangat bergantung pada kuantitas
susu yang diolah oleh pabrik.
6.3.5 Hasil Analisis Aspek Manajemen
Pada skenario I, walaupun layak untuk dilaksanakan, aspek manajemen
yang dijalankan memerlukan perbaikan karena sumber daya yang digunakan
masih sama atau berjabatan ganda sebagai bagian dari divisi pengolahan susu
KPSBU Jawa Barat sehingga belum dapat melakukan tugasnya dengan optimal
dan butuh perbaikan pada aspek ini. Sedangkan pada skenario II dan III, pekerjaan
yang dibutuhkan telah dideskripsikan dengan baik dari aspek wewenang dan
tanggung jawab serta sistem pengupahan sehingga layak untuk dilaksakan.
6.4. Aspek Hukum
Analisis aspek hukum ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha jika
dipandang dari segi legalitasnya di mata hukum yang berlaku. Suatu usaha
dikatakan layak untuk dijalankan apabila usaha yang akan didirikan atau dibangun
harus memenuhi hukum dan tata aturan yang terdapat di wilayah tersebut.
Analisis aspek hukum meliputi bentuk badan usaha, ijin usaha dan ijin lokasi
pendirian proyek.
67
6.4.1 Bentuk Badan Usaha
Bentuk badan usaha dari lokasi penelitian ini adalah koperasi yang
merupakan badan usaha yang bergerak di bidang ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya yang bersifat murni, pribadi dan tidak
dapat dialihkan (Umar 2007). Sedangkan menurut UU No. 25 tahun 1992,
koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandakan kegiatannya berdasarkan prinsip-
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan.
6.4.2 Ijin Usaha
Sebelum memulai usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time, pihak
KPSBU Jawa Barat harus terlebih dahulu mengurus ijin usaha kepada
pemerintahan setempat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta
sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk mendapatkan ijin
usaha dari pihak-pihak tersebut, KPSBU Jawa Barat harus melengkapi data ijin
usaha terlebih dahulu yaitu :
1. Akte pendirian koperasi dari notaris.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) koperasi.
3. Surat tanda daftar perusahaan.
4. Surat ijin tempat usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
5. Surat rekomendasi dari kadin setempat.
6. Surat tanda rekanan dari pemerintah daerah setempat.
7. SIUP setempat.
8. Surat tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan.
Sejauh ini produk susu sterilisasi Fresh Time sudah memiliki ijin usaha,
sertifikasi dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI. Sehingga hal ini dapat
meyakinkan konsumen bahwa produk susu sterilisasi Fresh Time halal dan baik
untuk dikonsumsi.
68
6.4.3 Ijin Lokasi Pendirian Pabrik
Dalam melakukan usaha pada skenario II dan III dibutuhkan ijin lebih
lanjut yaitu ijin lokasi pendirian pabrik pengolahan susu. Untuk mendapatkan ijin
tersebut, KPSBU Jawa Barat harus melengkapi persyaratan pembuatan ijin yaitu :
1. Sertifikat (akte) tanah di mana pabrik akan didirikan.
2. Bukti pembayaran PBB terbaru.
3. Rekomendasi dari Rukun Tetangga dan Rukun Warga setempat.
4. Rekomendasi dari kecamatan.
5. KTP dari pemrakasa proyek pendirian pabrik.
6.4.4 Hasil Analisis Aspek Hukum
Melihat dari sudah dimiliki ijin usaha, sertifikat dati BPOM dan MUI
untuk produksi susu sterilisasi Fresh Time, maka dapat disimpulkan bahwa usaha
ini layak untuk dijalankan karena KPSBU Jawa Barat sudah dapat memenuhi
kelengkapan data yang disyaratkan oleh pemerintah. Sedangkan untuk ijin lokasi
pendirian, kelengkapan data yang disyaratkan dapat terpenuhi jika KPSBU Jawa
Barat sudah mulai merealisasikan pendirian pabrik pengolahan susu.
6.5. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pada skenario I, adanya usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time tidak
terlalu mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di sekitar KPSBU
Jawa Barat. Dari aspek sosial, adanya usaha ini belum menyebabkan perubahan
seperti wilayah yang bertambah ramai, adanya jalur komunikasi, transportasi
maupun penerangan listrik dan lain sebagainya. Dari aspek ekonomi, adanya
usaha ini belum mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat karena
pengelolaan usaha ini masih dipegang oleh sumber daya koperasi yang sudah ada.
Sedangkan dari segi pendapatan anggota koperasi, usaha ini belum dapat
memberikan tambahan pendapatan karena usaha ini masih dalam tahap permulaan
yang membutuhkan banyak biaya dibandingkan keuntungan yang dihasilkan. Dari
aspek lingkungan, adanya usaha ini tidak membawa dampak yang terlalu negatif
terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan antara lain adalah botol-botol susu
kosong, sedotan, plastik dan kardus susu yang kesemuanya dikumpulkan pada
69
tempat pembuangan sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar
koperasi.
Pada skenario II dan III, dari aspek sosial adanya pabrik pengolahan susu
dapat memberi pengaruh kepada sosial kemasyarakatan seperti bertambah
ramainya lokasi pendirian pabrik, adanya jalur transportasi baru yang dibuka oleh
koperasi guna mempermudah jalannya kegiatan operasional pengolahan dan
pemasaran susu yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, serta
adanya jalur komunikasi dan penerangan yang juga dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitar. Dari aspek ekonomi, pendirian pabrik pengolahan susu dapat
menyerap cukup banyak tenaga kerja sehingga dapat menambah pendapatan
masyarakat. Sedangkan dari aspek lingkungan, pabrik pengolahan susu berusaha
untuk tidak terlalu memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Limbah yang
dihasilkan antara lain susu yang terbuang, air, zat kimia untuk membersihkan
mesin dan peralatan serta peralatan pengemasan yang tidak terpakai. Pabrik
pengolahan susu harus melakukan standar pengolahan limbah sehingga tidak
terlalu berdampak negatif bagi lingkungan.
70
VII ASPEK FINANSIAL
Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial,
analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial
yaitu dari aspek keuangan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time. Terdapat
tiga skenario yang akan dianalisis dari aspek finansialnya. Skenario tersebut
adalah :
1. Skenario I adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM, volume produksi yang
ditetapkan antara kedua belah pihak adalah 2 ton per hari dengan frekuensi
produksi dua kali dalam satu minggu.
2. Skenario II adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
melakukan pendirian pabrik dengan volume produksi dan frekuensi
pengolahan yang sama dengan volume produksi pada skenario I.
3. Skenario III adalah usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
melakukan pendirian pabrik dengan mengolah seluruh susu segar yang tidak
dapat dipasok lagi kepada FFI yaitu sebanyak 16 ton perhari.
7.1. Skenario I
7.1.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario I
Analisis aliran kas (cash flow) merupakan analisis terhadap arus manfaat
bersih sebagai pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat, atau dengan kata
lain dengan mengurangi total perkiraan penerimaan usaha dengan total perkiraan
biaya usaha. Unsur-unsur dari aliran kas (cash flow) yang dianalisis pada
penelitian ini adalah arus penerimaan (inflow), arus pengeluaran (outflow) dan
manfaat benefit (net benefit).
Pada skenario I arus penerimaan (inflow) yang diterima oleh koperasi
terdiri dari tiga yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time,
penerimaan penjualan susu segar dari PT ISAM dan nilai sisa dari barang-barang
investasi yang dinilai pada tahun kelima belas yaitu tahun terakhir umur usaha.
Adapun uraian penerimaan tahunan pada skenario I dapat dilihat pada Lampiran
9.
71
Perhitungan volume produksi susu sterilisasi Fresh Time dilakukan dengan
cara proyeksi. Asumsi yang digunakan adalah selama umur usaha (15 tahun) tidak
terjadi perubahan volume produksi susu sterilisasi Fresh Time pada kesepakatan
antara koperasi dan PT ISAM. Maka, volume produksi dari tahun ke-1 hingga 15
adalah sebanyak 2 ton perhari dengan frekuensi produksi dua kali seminggu.
Sehingga berdasarkan perhitungan, volume produksi susu segar yang diolah
menjadi susu sterilisasi adalah sebanyak 192.000 liter, kecuali pada tahun ke-1
yaitu 144.000 liter karena koperasi baru melakukan subkontrak produksi dengan
PT ISAM pada bulan ke-4. Satu liter susu segar akan menghasilkan 5,5 botol susu
sterilisasi Fresh Time, sehingga dalam satu tahun produksi susu sterilisasi Fresh
Time mencapai 1.056.000 botol, kecuali pada tahun ke-1 yaitu 792.000 botol.
Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000,00 perbotol untuk
grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual
di supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen
dijual grosir, 30 persen dijual eceran dan 20 persen dijual ke supermarket. Untuk
penjualan supermarket baru dimulai pada tahun keempat karena koperasi
memerlukan persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum
memasukkan produk ke supermarket. Harga penjualan susu segar ke pabrik adalah
Rp 3.750,00. Terdapat margin sebesar Rp 500,00 yang diperoleh koperasi karena
adanya pemberian nilai tambah dari susu sapi segar menjadi susu dingin yang siap
dijual ke pabrik.
Nilai sisa pada tahun ke-15 diperoleh dari nilai sisa kendaraan operasional
koperasi dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi yaitu tangki susu dan
mobil boks. Nilai sisa pada tahun terakhir adalah Rp 202.500.000,00. Untuk lebih
lengkapnya, nilai sisa pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 12.
7.1.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario I
Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario
I adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel dan
biaya tetap.
1. Biaya Investasi
Pada skenario I, investasi yang dibutuhkan adalah truk tangki susu yang
memiliki daya tampung 10.000 liter susu yang berfungsi untuk mengirim susu
72
segar dalam keadaan dingin kepada pabrik pengolahan susu PT ISAM, mobil boks
yang berfungsi untuk mengangkut susu sterilisasi Fresh Time yang telah diolah
oleh PT ISAM ke kantor administrasi KPSBU Jawa Barat di Lembang serta untuk
mendukung proses distribusi produk susu sterilisasi Fresh Time ke berbagai
daerah pemasaran serta gudang penyimpan susu sterilisasi yang belum dipasarkan.
Selain itu, terdapat biaya investasi berupa aktiva tidak berwujud yaitu biaya
perijinan dalam hal pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Biaya investasi
untuk keempat hal tersebut dapat uraikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Uraian Biaya Investasi, Nilai Sisa dan Penyusutan Skenario I
No. Jenis
Investasi
Harga
Beli
(Rp
1.000)
Umur
Ekonomis
(tahun)
Penyusutan
pertahun (Rp
1.000/tahun)
Nilai Sisa
pada Tahun
ke-15
(Rp 1.000)
1 Perizinan 20.000 - - -
2
Mobil
Tangki Susu 250.000 10 25.000 125.000
3 Mobil Boks 155.000 10 15.500 77.500
4 Gudang 50.000 15 3.333 0
Total 475.000 - 43.833 202.500
Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun pertama usaha dan
selanjutnya dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu dan
mobil boks pada tahun ke-11 karena umur ekonomisnya selama sepuluh tahun
sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru.
Tabel 13. Biaya Reinvestasi pada Skenario I Tahun Ke-11
No. Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp 1.000)
Total (Rp
1.000)
1 Mobil Tangki
Susu
10 1 250.000 250.000
2 Mobil Boks 10 1 155.000 155.000
Total Biaya Reinvestasi 405.000
73
Sehingga terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11
untuk membeli truk tangki susu dan mobil boks yang diuraikan pada Tabel 13.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah
produksi atau penjualan dalam satu satuan waktu. Sedangkan biaya variabel
adalah biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau
penjualan setiap satu satuan waktu (Nurmalina et al 2009).
Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario I adalah biaya perawatan
kendaraan operasional, biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor, biaya
asuransi kendaraan operasional, biaya gaji, biaya komunikasi, biaya promosi,
biaya perawatan gudang dan biaya penyusutan. Berikut adalah uraian biaya tetap
pada skenario I :
1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil
boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸
penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan
penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan
operasional ini berjumlah Rp 30.000.000, 00 untuk dua jenis kendaraan
operasional dalam jangka waktu satu tahun.
2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu
tahun sekali. Untuk 2 kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan
diestimasikan sejumlah Rp 7.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima
tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan
bermotor untuk 2 kendaraan operasional sebesar Rp 11.000.000,00 perlima
tahun.
3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini
didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada
perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :
Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk
Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun
74
Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5
persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00
pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00
pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun
adalah Rp 17.127.500,00 pertahun.
4. Biaya gaji untuk supir truk tangki, supir mobil boks, karyawan gudang dan
karyawan bagian pemasaran. Biaya gaji yang dikeluarkan selama setahun
untuk tenaga kerja tersebut adalah Rp 240.000.000,00 (kecuali pada tahun ke-
1 yaitu Rp 180.000.000,00) dengan rincian sebagai berikut :
a. Gaji 4 (dua) orang supir dalam setahun adalah Rp72.000.000,00.
b. Gaji 2 (dua) orang karyawan gudang dalam setahun adalah Rp
48.000.000,00.
c. Gaji 4 (empat) orang karyawan bagian pemasaran dalam setahun adalah
Rp 120.000.000,00.
5. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan
pihak pabrik PT ISAM, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam
rangka memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh
Time dalam setahun mencapai Rp 13.200.000,00.
6. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi
Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat
dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di
wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-3
koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk
memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang
dikeluarkan adalah sebagai berikut :
a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk
dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai
Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.
b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga
pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar
75
koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar
adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan
menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat
kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
60.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.
Total dari biaya promosi pada tahun ke-1 hingga ke-3 adalah Rp
381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-3
masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu
sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-4 hingga tahun ke-15 koperasi
tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus
yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk
promosi pada tahun ke-4 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :
a. Lima (5) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan
biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp
135.600.000,00 dalam satu tahun.
76
b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi
pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.
Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan
biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.
Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
30.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.
Total biaya promosi untuk tahun ke-4 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp
187.600.000,00 pertahun.
7. Biaya perawatan gudang untuk produk sterilisasi Fresh Time. Biaya
pemeliharaan diasumsikan sebesar 2,5 persen dari biaya pembangunan gudang
yaitu 2,5 persen dari Rp 50.000.000,00 yaitu Rp 1.250.000,00.
8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan
menggunakan metode garis lurus yaitu :
Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa
Umur Pakai
77
Biaya penyusutan barang investasi pada skenario I, yaitu truk tangki susu,
mobil boks dan gudang diuraikan pada Tabel 12. Total biaya penyusutan
dalam satu tahun adalah Rp 43.833.333,00.
Secara keseluruhan biaya tetap yang dikeluarkan koperasi pada skenario I
diuraikan pada Lampiran 10. Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel.
Besar kecilnya biaya variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu
sterilisasi yang akan diproduksi. Sehingga total biaya variabel pada setiap
tahunnya akan berbeda-beda sesuai dengan peningkatan produksi yang dilakukan
oleh koperasi. Adapun biaya variabel yang dikeluarkan pada skenario I adalah
sebagai berikut :
1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh
Milk adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa
Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang
dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU
Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan
harga. Harga rata-rata tertinggi di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter
sehingga hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan
sebagai bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.
2. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Untuk mengantar susu
segar dingin menggunakan truk tangki susu dari Lembang ke daerah Ujung
Berung Bandung (lokasi PT ISAM) ditempuh jarak sekitar 25 km. Dalam satu
kali perjalanan, truk tangki susu dapat mengantar 10.000 liter atau 10 ton susu,
sehingga untuk setiap 10 ton susu atau kurang. Mobil boks digunakan untuk
mengambil susu sterilisasi yang telah diolah dan memperlancar proses
distribusi ke berbagai wilayah pemasaran susu sterilisasi Fresh Time.
3. Biaya subkontrak produksi yang dibayarkan kepada PT ISAM untuk proses
pengolahan susu, biaya bahan baku pendukung, pengemasan, biaya-biaya lain
yang dikeluarkan pabrik seperti listrik, air, tenaga kerja, dan lain-lain. Biaya
yang harus dikeluarkan KPSBU Jawa Barat untuk satu buah susu sterilisasi
dalam kemasan botol 180 ml adalah Rp 1.350,00.
Biaya variabel yang dikeluarkan koperasi pada setiap tahunnya dapat
dilihat pada Lampiran 11.
78
7.1.3 Analisis Finansial pada Skenario I
Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow
dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha
produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario I dengan menggunakan beberapa
kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate
of Return (IRR), dan Payback Periode (PP).
Berdasarkan hasil analisis switching value, Net Present Value (NPV) atau
nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan usaha produksi susu sterilisasi pada
skenario I adalah sebesar Rp 971.916.310,00 yang berarti lebih besar dari 0 (NPV
> 0). Hal ini memiliki makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario
I menguntungkan atau memberikan manfaat. Berdasarkan kriteria investasi NPV,
usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I yaitu dengan melakukan
subkontrak produksi, layak untuk dilaksanakan.
Tabel 14. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time
dengan Melakukan Subkontrak Produksi
Kriteria Investasi Hasil
NPV Rp 971.916.310,00
IRR 49%
Net B/C 5,6192
Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari
Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau
tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR
dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang
ditanamkan. IRR dari usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I adalah
sebesar 49 persen atau lebih besar dari discount rate yaitu 6,75 persen. Arti dari
IRR sebesar 49 persen adalah jika investor menginvestasikan modal sebesar satu
satuan pada usaha tersebut maka akan mendapatkan tingkat pengembalian sebesar
49 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha produksi susu sterilisasi pada skenario
I layak untuk dilaksanakan.
Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario I adalah 5,61. Karena nilai Net
79
B/C yang dihasilkan lebih besar dari 1 maka usaha tersebut layak untuk
dilaksanakan. Payback periode untuk skenario ini adalah 3 tahun 1 bulan 22 hari.
Payback period dari skenario ini lebih kecil daripada umur skenario I yaitu 15
tahun sehingga layak untuk dilaksanakan.
7.1.4 Proyeksi Laporan Laba Rugi pada Skenario I
Dari proyeksi laporan laba rugi dapat diketahui berapa keuntungan yang
diperoleh koperasi dalam memproduksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
melakukan subkontrak produksi. Pada proyeksi laporan laba rugi yang dapat
dilihat pada Lampiran 12 dapat diketahui bahwa usaha produksi susu sterilisasi
Fresh Time pada skenario I mendapatkan keuntungan mulai dari tahun ke-1 yaitu
Rp 29.429.000,00. Pada tahun ke-2 dan 3 besarnya keuntungan yang didapat
adalah Rp 166.642.000,00. Tahun keempat hingga ke-15 keuntungan yang didapat
adalah Rp 240.562.000, 00. Sedangkan pada tahun ke-6 dan 11 keuntungan yang
didapat adalah 237.562.000,00.
7.1.5 Analisis Switching value pada Skenario I
Pada analisis switching value skenario I, dilakukan beberapa perubahan
untuk melihat sejauh mana usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
subkontrak produksi masih layak untuk dilaksanakan. Perubahan-perubahan
tersebut adalah penurunan harga output, kenaikan harga susu segar sebagai bahan
baku utama susu sterilisasi Fresh Time dan kenaikan biaya subkontrak produksi.
Ketiga variabel ini dipilih karena berdasarkan pengamatan, variabel-variabel
tersebut memiliki pengaruh terbesar dalam laporan keuangan dan berpengaruh
terhadap kelayakan usaha jika terjadi perubahan. Saat dilakukan analisis switching
value untuk masing-masing perubahan, variabel-variabel lain di dalam laporan
keuangan dianggap konstan.
Seperti terlihat pada tabel, bahwa batas maksimal penurunan harga output
yang masih dapat ditolerir sehingga usaha tersebut masih layak untuk
dilaksanakan adalah 9 persen. Jika penurunan harga output lebih dari angka
tersebut maka usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak
layak lagi untuk dilaksanakan. Perubahan lain yang dilakukan adalah kenaikan
bahan baku utama susu sterilisasi Fresh Time yaitu susu segar. Berdasarkan hasil
80
analisis switching value, batas maksimal kenaikan harga susu segar di tingkat
petani adalah sebesar 38,86 persen. Lebih dari batasan tersebut, koperasi akan
mengalami kerugian sehingga usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time tidak
layak lagi untuk dilaksanakan. Perubahan terakhir adalah kenaikan biaya
subkontrak produksi. Usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I ini tetap
layak untuk dilaksanakan sampai terjadinya kenaikan biaya subkontrak produksi
sebesar 15,31 persen.
Tabel 15. Hasil Analisis Switching Value pada Skenario I
Perubahan Persentase
(%)
NPV (Rp) Net B/C IRR (%)
Penurunan harga
output
9 0 1,4030 7
Kenaikan harga
susu segar
38,86 0 1,3643 7
Kenaikan biaya
subkontrak
produksi
15,31 0 1,4145 7
Berdasarkan hasil analisis switching value tersebut dapat disimpulkan
bahwa perubahan variabel yang sangat sensitif terhadap kelayakan usaha adalah
penurunan harga output. Hal ini terlihat dari persentase perubahan yang dapat
mengubah tingkat kelayakan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada
skenario I.
7.2. Skenario II
7.2.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario II
Pada skenario II, arus penerimaan (inflow) dari usaha produksi susu
sterilisasi Fresh Time dengan mendirikan pabrik pengolahan susu terdiri dari tiga
yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time, pinjaman dari pihak bank
pada tahun pertama dan nilai sisa barang-barang investasi pada tahun terakhir
umur usaha.
Pada skenario II, penjualan susu sterilisasi Fresh Time baru dimulai pada
tahun kedua semester kedua atau pada bulan ketujuh tahun kedua. Hal ini
disebabkan karena koperasi harus melakukan pembangunan pabrik pengolahan
81
susu pada tahun pertama yang menghabiskan waktu sekitar 18 bulan. Pada
skenario II ini, volume dan frekuensi produksi disamakan dengan volume dan
frekuensi produksi pada skenario I untuk mempermudah dalam membandingkan
kelayakan usaha antara kedua skenario. Adapun penjabaran dari arus penerimaan
(inflow) pada skenario II terdapat pada Lampiran 17.
Pinjaman pada tahun I diperlukan koperasi untuk mempersiapkan
kebutuhan dalam membangun sebuah pabrik pengolahan susu, di antaranya adalah
membeli lahan, pembangunan pabrik, perijinan, pembelian serta instalasi mesin-
mesin dan peralatan. Sedangkan nilai sisa pada tahun terakhir diperoleh dari nilai
sisa barang-barang investasi yang pada akhir umur usaha belum habis umur
ekonomisnya.
Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000 perbotol untuk
grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual
di supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen
dijual grosir, 30 persen dijual eceran dan 20 persen dijual ke supermarket. Untuk
penjualan supermarket baru dimulai pada tahun keempat karena koperasi
memerlukan persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum
memasukkan produk ke supermarket.
Nilai sisa pada tahun ke-15 diperoleh dari nilai sisa kendaraan operasional
koperasi dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi yaitu tangki susu dan
mobil boks serta peralatan laboratorium, mesin dan peralatan produksi susu. Nilai
sisa pada tahun terakhir adalah Rp 3.348.251.000,00. Untuk lebih lengkapnya,
nilai sisa pada skenario II dapat dilihat pada Lampiran 20.
7.2.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario II
Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario
II adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel dan
biaya tetap.
1. Biaya Investasi
Investasi yang dibutuhkan pada skenario II adalah biaya perizinan untuk
pendirian pabrik pengolahan susu dan pembuatan produk susu sterilisasi Fresh
Time, mobil tangki susu untuk mengantarkan susu dingin dari cooling unit ke
pabrik pengolahan susu, mobil boks untuk mempelancar proses pendistribusian
82
produk, biaya pembelian lahan yang akan digunakan sebagai tempat pendirian
pabrik, biaya pembangunan pabrik pengolahan susu, biaya pembuatan jalan dari
jalan utama menuju ke pabrik serta biaya pembelian dan instalasi mesin-mesin
dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi susu sterilisasi Fresh Time.
Total biaya investasi pada tahun ke-1 skenario II adalah Rp 49.141.502,00.
Adapun biaya investasi pada skenario II diuraikan pada Lampiran 18.
Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun ke-1 usaha dan selanjutnya
dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu, mobil boks,
perbaikan jalan, pembelian peralatan laboratorium dan mesin-mesin serta
peralatan produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tahun ke-11 karena umur
ekonomisnya sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru. Sehingga
terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 yang berjumlah Rp
6.696.502,00 yang diuraikan pada Lampiran 19.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
yang dikeluarkan pada skenario II adalah :
1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil
boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸
penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan
penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan
operasional ini berjumlah Rp 30.000.000, 00 untuk dua jenis kendaraan
operasional dalam jangka waktu satu tahun.
2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu
tahun sekali. Untuk kedua kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan
diestimasikan sejumlah Rp 7.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima
tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan
bermotor untuk kedua kendaraan operasional sebesar Rp 11.000.000,00
perlima tahun.
3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini
didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada
perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :
Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk
Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun
83
Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5
persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00
pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00
pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun
adalah Rp 17.127.500,00 pertahun.
4. Biaya asuransi bangunan pabrik, mesin dan peralatan untuk mengurangi risiko
dari ketidakpastian. Asumsi penetapan biaya asuransi bangunan pabrik, mesin
dan peralatan dilakukan berdasarkan rumus yang sama dengan asuransi
kendaraan operasional pada bagian sebelumnya. Sehingga dalam satu tahun,
biaya asuransi yang harus dikeluarkan adalah Rp 1.412.897.310,00.
5. Biaya pemeliharaan bangunan pabrik dalam satu tahunnya mencapai Rp
500.000.000,00 dan biaya pemeliharaan mesin serta peralatan sebesar Rp
142.226.050,00. Kedua biaya tersebut diasumsikan sebesar 2,5 persen dari
harga pembelian barang yang diasuransikan tersebut.
6. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan
pihak koperasi, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam rangka
memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh Time
dalam setahun mencapai Rp 24.000.000,00.
7. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi
Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat
dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di
wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-4
koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk
memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang
dikeluarkan adalah sebagai berikut :
a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk
dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai
Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.
84
b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga
pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar
koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar
adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan
menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat
kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
60.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.
Total dari biaya promosi pada tahun ke-2 hingga ke-4 adalah Rp
381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-4
masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu
sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-5 hingga tahun ke-15 koperasi
tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus
yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk
promosi pada tahun ke-5 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :
a. Lima (5) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan
85
biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp
135.600.000,00 dalam satu tahun.
b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi
pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.
Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan
biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.
Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
30.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.
Total biaya promosi untuk tahun ke-5 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp
187.600.000,00 pertahun.
8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan
menggunakan metode garis lurus yaitu :
Biaya penyusutan barang investasi pada skenario II, yaitu truk tangki susu,
mobil boks, peralatan laboratorium, mesin dan peralatan produksi susu
Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa
Umur Pakai
86
diuraikan pada Lampiran 20. Besar biaya penyusutan dalam satu tahun adalah
Rp 1.987.497.000,00.
9. Biaya gaji. Penjabaran untuk biaya gaji dapat dilihat pada Lampiran 8. Selain
biaya gaji, setiap tahunnya koperasi juga memberikan Tunjangan Hari Raya
sebagai bentuk kepedulian terhadap karyawan dan biaya pelatihan untuk
menambah kualitas sumber daya manusia yang dimiliki pabrik. Total biaya
gaji dalam satu tahun adalah Rp 1.948.500.000,00.
10. Biaya administrasi pabrik. Biaya administrasi pabrik terdiri dari pembayaran
pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya dan keperluan administrasi pabrik.
Besarnya biaya administrasi pabrik adalah Rp 100.000.000,00 pertahun.
11. Pembayaran pinjaman. Pinjaman dibayar secara diangsur setiap tahunnya
sebesar Rp 3.906.339.168,00
Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel. Besar kecilnya biaya
variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu sterilisasi yang akan
diproduksi. Sehingga total biaya variabel pada setiap tahunnya akan berbeda-beda
sesuai dengan peningkatan produksi yang dilakukan oleh koperasi. Biaya variabel
pada skenario II jauh berbeda dibandingkan dengan biaya variabel pada skenario
I, karena pada skenario II, koperasi memproduksi sendiri susu sterilisasi melalui
pabrik pengolahan susu yang didirikannya. Adapun biaya variabel yang
dikeluarkan pada skenario II adalah sebagai berikut :
1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh
Time adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa
Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang
dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU
Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan
harga. Harga rata-rata di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter sehingga
hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan sebagai
bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.
2. Biaya bahan baku pendukung yang terdiri dari gula, bubuk cokelat, perisa
stroberi, dan karagen. Adapun formulasi dari bahan baku pendukung yang
diperlukan untuk membuat satu buah susu sterilisasi dalam kemasan botol 180
ml adalah 93 persen susu segar, 6,3 persen gula, 0,65 persen bubuk cokelat
87
untuk susu sterilisasi rasa cokelat dan perisa stroberi untuk susu sterilisasi rasa
stroberi, serta 0,05 persen karagen. Harga untuk masing-masing bahan adalah
sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00 perkilogram untuk gula; (2) Rp 137.000,00
perkilogram untuk bubuk cokelat; (3) Rp 637.500,00 perkilogram untuk perisa
stroberi; dan (4) Rp 130.000,00 perkilogram untuk penyeimbang nabati.
3. Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengemas susu sterilisasi, yaitu
botol HDPE 180 ml, sedotan, aluminium foil, label, kardus, dan lakban. Harga
satuan untuk masing-masing bahan tersebut adalah Rp 600,00 perbotol, Rp
10,00 perbuah, Rp 10,00 persentimeter, Rp 200,00 perbuah, Rp 1.750,00
perbuah, dan Rp 5,00 persentimeter.
4. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Pada skenario II,
diasumsikan bahwa lokasi pembangunan pabrik masih berada di sekitar
Kecamatan Lembang atau Kabupaten Subang sehingga diperkirakan jarak
antara cooling unit dengan pabrik pengolahan susu adalah sekitar 5 kilometer.
Sehingga dalam satu tahun biaya untuk bahan bakar truk tangki susu adalah
sekitar Rp 617.142,90. Mobil boks digunakan untuk mengambil susu
sterilisasi yang telah diolah dan memperlancar proses distribusi ke berbagai
wilayah pemasaran susu sterilisasi Fresh Time.
5. Biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik. Untuk setiap satu buah botol susu
sterilisasi Fresh Time 180 ml, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik yang
dibutuhkan adalah sebesar Rp 183,00. Angka ini didapat dari hasil penelitian
di pabrik pengolahan susu yang telah ada sebelumnya.
6. Listing fee, yaitu biaya yang harus dibayarkan kepada supermarket dimana
produk susu sterilisasi Fresh Time dipasarkan. Listing fee ini besarnya
bervariasi sesuai dengan jumlah produk yang terjual, berdasarkan literatur
listing fee yang harus dibayarkan adalah sekitar 40 persen dari total
pendapatan penjualan produk yang terjual di supermarket tersebut.
7. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah untuk pekerja pabrik yang bekerja
dalam bidang produksi, dari penerimaan susu hingga pengemasan serta
operator mesin. Upah dibayarkan perjam dan setiap beberapa tahun
diasumsikan pabrik menambah lama produksinya untuk menghasilkan lebih
88
banyak produk susu. Upah dari tenaga kerja langsung ini adalah Rp 4.500,00
perjam.
Biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan koperasi pada skenario II dapat
dilihat pada Lampiran 21 dan 22.
7.2.3 Analisis Finansial pada Skenario II
Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow
dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha
produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario II dengan menggunakan beberapa
kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate
of Return (IRR), dan Payback Periode (PP).
Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan
usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II adalah sebesar minus Rp
59.082.268.000,00 yang berarti jauh lebih kecil dari 0 (NPV < 0). Hal ini
memiliki makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II tidak
menguntungkan atau tidak memberikan manfaat bahkan merugikan karena
menimbulkan kerugian yang sangat besar. Berdasarkan kriteria investasi NPV
usaha produksi susu sterilisasi pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan.
Tabel 16. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time
Skenario II
Kriteria Investasi Hasil
NPV - Rp 59.082.268.000,00
IRR -
Net B/C 0
Pay Back Periode -
Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau
tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR
dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang
ditanamkan. Berdasarkan perhitungan, IRR dari usaha produksi susu sterilisasi
pada skenario II tidak dapat diketahui yang berarti usaha pada skenario II ini tidak
89
memiliki tingkat pengembalian sedikitpun. Berdasarkan kriteria IRR, usaha pada
skenario II ini tidak layak untuk dilaksakan.
Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario II adalah 0. Karena nilai Net
B/C yang dihasilkan lebih kecil dari 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan.
Berdasarkan kriteria-kriteria investasi di atas, usaha produksi susu
sterilisasi Fresh Time pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan. Penjelasan
teknis untuk ketidaklayakan ini adalah karena pabrik tidak berproduksi setiap hari
sehingga biaya operasional tetap dari pabrik pengolahan susu tidak dapat ditutupi
oleh pendapatan dari penjualan susu steriliasi. Pada skenario II ini, pabrik hanya
berproduksi setiap dua kali dalam seminggu dan belum menggunakan semua
sumber daya yang terdapat pada pabrik, berupa kapasitas produksi yang dimiliki
oleh mesin pengolahan susu. Karena ketidaklayakan usaha pada skenario II ini,
analisis tidak dilanjutkan pada analisis switching value dan laporan laba rugi.
7.3. Skenario III
7.3.1 Analisis Arus Penerimaan (Inflow) Skenario III
Pada skenario III, arus penerimaan (inflow) dari usaha produksi susu
sterilisasi Fresh Time dengan mendirikan pabrik pengolahan susu terdiri dari lima
yaitu penerimaan penjualan susu sterilisasi Fresh Time, penerimaan penjualan
susu pasteurisasi, penerimaan penjualan yoghurt Fresh Time, pinjaman dari pihak
bank pada tahun ke-1 dan nilai sisa barang-barang investasi pada tahun terakhir
umur usaha.
Pada skenario III, produksi susu baru dimulai pada tahun ke-2 semester
ke-2 atau pada bulan ketujuh tahun ke-2. Hal ini disebabkan karena koperasi harus
melakukan pembangunan pabrik pengolahan susu pada tahun ke-1 yang
menghabiskan waktu sekitar 18 bulan. Selain susu sterilisasi Fresh Time, pada
skenario III ini juga diproduksi jenis olahan susu segar yang lain. Hal ini dapat
dilakukan karena pada skenario III, diasumsikan bahwa pabrik melakukan
produksi dengan kapasitas mesin yang dimilikinya. Dalam satu hari, pabrik
mengolah 16.000 liter susu segar yang tidak dapat dipasok kepada FFI. Jumlah
90
tersebut 63 persen diolah menjadi susu sterilisasi, 34 persen menjadi susu
pasteurisasi dan 3 persen diolah menjadi yoghurt. Uraian lebih jelas mengenai
volume produksi dari masing-masing jenis susu olahan dapat dilihat pada
Lampiran 25.
Harga jual susu sterilisasi Fresh Time adalah Rp 2.000,00 perbotol untuk
grosir, Rp 2.500,00 perbotol untuk eceran dan Rp 3.000,00 perbotol untuk dijual
di supermarket. Untuk harga jual susu pasteurisasi, harga untuk grosir adalah Rp
1.800,00 percup, Rp 2.000,00 untuk eceran dan Rp 2.500,00 untuk dijual ke
supermarket. Sedangkan untuk yoghurt Fresh Time, harga jual grosir adalah Rp
2.500,00 percup, Rp 3.000,00 percup untuk eceran dan Rp 3.500,00 untuk dijual
ke supermarket. Persentase untuk masing-masing jenis penjualan adalah 50 persen
dijual grosir, 20 persen dijual eceran dan 30 persen dijual ke supermarket. Untuk
penjualan supermarket baru dimulai pada tahun ke-5 karena koperasi memerlukan
persiapan akan kualitas, kuantitas dan perizinan sebelum memasukkan produk ke
supermarket. Adapun penjabaran dari arus penerimaan (inflow) pada skenario III
dapat dilihat pada Lampiran 29.
Pinjaman pada tahun I diperlukan koperasi untuk mempersiapkan
kebutuhan dalam membangun sebuah pabrik pengolahan susu, di antaranya adalah
membeli lahan, pembangunan pabrik, perijinan, pembelian serta instalasi mesin-
mesin dan peralatan. Besar pinjaman pada tahun ke-1 adalah Rp
39.437.201.600,00 atau sebesar 80 persen dari total biaya investasi yang
dibutuhkan. Hal ini berdasarkan masih kecilnya kemampuan koperasi dalam
penyediaan modal pribadi sehingga lebih baik jika meminjam dari pihak lain,
dalam kasus ini adalah pihak Bank BNI 46. Sedangkan nilai sisa pada tahun
terakhir diperoleh dari nilai sisa barang-barang investasi yang pada akhir umur
usaha belum habis umur ekonomisnya. Nilai sisa pada tahun ke-15 adalah sebesar
Rp 3.348.251.000,00.
7.3.2 Analisis Arus Pengeluaran (Outflow) Skenario III
Unsur-unsur yang terdapat pada arus pengeluaran (outflow) pada skenario
III adalah biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel
dan biaya tetap.
91
1. Biaya Investasi
Investasi yang dibutuhkan pada skenario III adalah biaya perizinan untuk
pendirian pabrik pengolahan susu dan pembuatan produk susu sterilisasi Fresh
Time, mobil tangki susu untuk mengantarkan susu dingin dari cooling unit ke
pabrik pengolahan susu, mobil boks untuk mempelancar proses pendistribusian
produk, biaya pembelian lahan yang akan digunakan sebagai tempat pendirian
pabrik, biaya pembangunan pabrik pengolahan susu, biaya pembuatan jalan dari
jalan utama menuju ke pabrik serta biaya pembelian dan instalasi mesin-mesin
dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi susu sterilisasi Fresh Time.
Adapun biaya investasi pada skenario III diuraikan pada Lampiran 30. Total biaya
investasi yang dikeluarkan pada tahun ke-1 adalah Rp 49.296.502.000,00
Biaya investasi di atas dikeluarkan pada tahun ke-1 usaha dan selanjutnya
dilakukan pembelian ulang (reinvestasi) untuk truk tangki susu, mobil boks,
perbaikan jalan, pembelian peralatan laboratorium dan mesin-mesin serta
peralatan produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tahun ke-11 karena umur
ekonomisnya sudah habis dan harus diganti dengan barang yang baru. Sehingga
terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 yang diuraikan pada
Lampiran 31. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun ke-11 adalah
Rp 6.696.502.000,00.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
yang dikeluarkan pada skenario III adalah :
1. Biaya perawatan kendaraan operasional, yaitu truk tangki susu dan mobil
boks. Biaya perawatan kendaraan operasional ini terdiri dari biaya service¸
penggantian ban bila dibutuhkan, penggantian oli secara berkala dan
penggantian suku cadang bila dibutuhkan. Biaya perawatan kendaraan
operasional ini berjumlah Rp 45.000.000, 00 untuk tiga buah kendaraan
operasional dalam jangka waktu satu tahun.
2. Biaya perpanjangan pajak kendaraan bermotor yang dikeluarkan setiap satu
tahun sekali. Untuk tiga kendaraan, pajak kendaraan bermotor tahunan
diestimasikan sejumlah Rp 5.000.000, 00 pertahun. Sedangkan setiap lima
tahun sekali, koperasi mengeluarkan biaya pajak balik nama kendaraan
92
bermotor untuk tiga kendaraan operasional sebesar Rp 10.000.000,00 perlima
tahun.
3. Biaya asuransi kendaraan operasional. Asumsi penetapan biaya asuransi ini
didasarkan pada suku premi pertahun untuk kendaraan bermotor pada
perusahaan asuransi ACA yang dihitung menggunakan rumus :
Dengan menggunakan rumus di atas (dengan suku premi pertahun adalah 5,5
persen), maka biaya asuransi untuk truk tangki susu adalah Rp 12.650.000,00
pertahun dan biaya asuransi untuk mobil boks adalah Rp 4.477.500,00
pertahun. Sehingga total biaya asuransi yang dikeluarkan selama satu tahun
adalah Rp 21.605.000,00 pertahun.
4. Biaya asuransi bangunan pabrik, mesin dan peralatan untuk mengurangi risiko
dari ketidakpastian. Asumsi penetapan biaya asuransi bangunan pabrik, mesin
dan peralatan dilakukan berdasarkan rumus yang sama dengan asuransi
kendaraan operasional pada bagian sebelumnya. Sehingga dalam satu tahun,
biaya asuransi yang harus dikeluarkan adalah Rp 1.412.897.310,00.
5. Biaya pemeliharaan bangunan pabrik dalam satu tahunnya mencapai Rp
500.000.000,00 dan biaya pemeliharaan mesin serta peralatan sebesar Rp
142.226.050,00. Kedua biaya tersebut diasumsikan sebesar 2,5 persen dari
harga pembelian barang yang diasuransikan tersebut.
6. Biaya komunikasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi dengan
pihak koperasi, penjual, antarpegawai, dan pihak lainnya dalam rangka
memperlancar proses produksi dan pemasaran susu sterilisasi Fresh Time
dalam setahun mencapai Rp 30.000.000,00.
7. Biaya promosi yang sangat dibutuhkan dalam usaha produksi susu sterilisasi
Fresh Time karena produk ini adalah produk yang baru beredar di masyarakat
dan memerlukan promosi kepada masyarakat, khususnya yang berada di
wilayah pemasaran yaitu Jawa Barat. Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-4
koperasi melakukan promosi pembukaan yaitu promosi yang dilakukan untuk
Besarnya Biaya Asuransi = Jumlah Uang Pertanggungan (Harga Pasar untuk
Barang yang Diasuransikan) x Suku Premi pertahun
93
memperkenalkan produk baru kepada masyarakat, biaya promosi yang
dikeluarkan adalah sebagai berikut :
a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk sepuluh buah spanduk
dan biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat sebesar mencapai
Rp 265.200.000,00 dalam satu tahun.
b. Pembagian brosur dan poster mengenai produk Fresh Time dan juga
pentingnya mengkonsumsi susu kepada masyarakat-masyarakat di sekitar
koperasi dan wilayah pemasaran lainnya. Brosur dan poster yang disebar
adalah sebanyak 10.000 lembar untuk jangka waktu satu tahun dan
menghabiskan biaya pembuatan sebesar Rp 20.000.000,00
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 12.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak empat
kali. Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
60.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 24.000.000,00 dalam satu tahun.
Total dari biaya promosi pada tahun ke-2 hingga ke-4 adalah Rp
381.200.000,00 pertahun. Dengan asumsi bahwa setelah tahun ke-3
masyarakat di wilayah pemasaran sudah mengetahui keberadaan susu
sterilisasi Fresh Time, maka pada tahun ke-5 hingga tahun ke-15 koperasi
94
tidak lagi melakukan promosi pembukaan melainkan promosi terus menerus
yang bertujuan agar produk tetap berada di benak pasar sasaran. Biaya untuk
promosi pada tahun ke-5 hingga ke-15 adalah sebagai berikut :
a. Sepuluh (10) buah spanduk yang dipasang di wilayah pusat perbelanjaan
masyarakat (pasar tradisional atau pertokoan) di beberapa kota atau
kabupaten di Jawa Barat. Biaya pembuatan untuk lima buah spanduk dan
biaya perizinan kepada pemerintah daerah setempat mencapai Rp
135.600.000,00 dalam satu tahun.
b. Penempelan poster-poster mengenai produk Fresh Time di lokasi-lokasi
pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, terminal dan tempat umum lainnya.
Poster yang disebar adalah sebanyak 5.000 lembar dan menghabiskan
biaya pembuatan sebesar Rp 10.000.000,00 pertahun.
c. Penerbitan iklan di beberapa majalah, surat kabar dan internet untuk
memperluas jangkauan pasar. Biaya penerbitan untuk majalah, surat kabar
dan internet diperkirakan sebesar Rp 6.000.000,00 pertahun.
d. Menjadi peserta dalam pameran dagang yang diselenggarakan oleh
instansi lain, terutama pemerintah. Dalam setahun KPSBU Jawa Barat
menargetkan untuk mengikuti pameran dagang minimal sebanyak dua kali.
Dalam pameran tersebut, koperasi memerlukan biaya untuk stand,
dekorasi stand, petugas penjaga stand, produk gratis, brosur, dan
sebagainya hingga diperkirakan menghabiskan biaya sebanyak Rp
30.000.000,00 dalam setahun.
e. Mengadakan promosi di sekolah-sekolah, kantor-kantor dan pasar yang
terdapat di beberapa kota atau kabupaten di Jawa Barat. Selain untuk
memperkenalkan susu sterilisasi Fresh Time, promosi ini juga bertujuan
untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi susu dan menjadikan minum
susu sebagai gaya hidup. Untuk mengadakan promosi ke masyarakat ini
biaya yang disediakan sekitar Rp 6.000.000,00 dalam satu tahun.
Total biaya promosi untuk tahun ke-5 hingga tahun ke-15 adalah sebesar Rp
187.600.000,00 pertahun.
8. Biaya penyusutan barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan
menggunakan metode garis lurus yaitu :
95
Biaya penyusutan barang investasi pada skenario III, yaitu truk tangki susu,
mobil boks dan gudang diuraikan pada Lampiran 32. Dalam satu tahun,
besarnya biaya penyusutan adalah Rp 2.002.983.533,00.
9. Biaya gaji. Penjabaran untuk biaya gaji dapat dilihat pada Lampiran 8. Dalam
satu tahun, biaya gaji yang harus dikeluarkan oleh pabrik adalah Rp
1.948.500.000,00.
10. Biaya administrasi pabrik. Biaya administrasi pabrik terdiri dari pembayaran
pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya dan keperluan administrasi pabrik.
Besarnya biaya administrasi pabrik adalah Rp 100.000.000,00 pertahun.
11. Pembayaran pinjaman. Pinjaman dibayar secara diangsur setiap tahunnya
sebesar Rp 6.269.856.598,00
Biaya operasional yang kedua adalah biaya variabel. Besar kecilnya biaya
variabel sangat bergantung dari berapa banyak susu segar yang akan diolah.
Sehingga total biaya variabel pada setiap tahunnya akan berbeda-beda sesuai
dengan peningkatan produksi yang dilakukan oleh koperasi. Adapun biaya
variabel yang dikeluarkan pada skenario III adalah sebagai berikut :
1. Biaya bahan baku susu segar. Bahan baku utama dari susu sterilisasi Fresh
Milk adalah susu segar yang berasal dari para peternak anggota KPSBU Jawa
Barat. Untuk itu koperasi berkewajiban untuk membayarkan susu yang
dikumpulkan para peternak tersebut. Dalam hal penentuan harga susu, KPSBU
Jawa Barat menggunakan hasil uji laboratorium sebagai dasar penentuan
harga. Harga rata-rata di tingkat peternak adalah Rp 3.250,00 perliter sehingga
hal tersebut menjadi asumsi biaya susu segar yang dipergunakan sebagai
bahan baku susu sterilisasi Fresh Time.
2. Biaya bahan baku pendukung susu sterilisasi dan pasteurisasi yang terdiri dari
gula, bubuk cokelat, perisa stroberi, dan karagen. Adapun formulasi dari
bahan baku pendukung yang diperlukan untuk membuat satu buah susu
sterilisasi dalam kemasan botol 180 ml adalah 93 persen susu segar, 6,3 persen
gula, 0,65 persen bubuk cokelat untuk susu sterilisasi rasa cokelat dan perisa
Penyusutan = Nilai Beli – Nilai Sisa
Umur Pakai
96
stroberi untuk susu sterilisasi rasa stroberi, serta 0,05 persen karagen. Harga
untuk masing-masing bahan adalah sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00
perkilogram untuk gula; (2) Rp 137.000,00 perkilogram untuk bubuk cokelat;
(3) Rp 637.500,00 perkilogram untuk perisa stroberi; dan (4) Rp 130.000,00
perkilogram untuk karagen.
3. Biaya bahan baku pendukung yoghurt terdiri dari gula, bibit yoghurt, perisa
melon, stroberi, moka, anggur, dan durian. Harga untuk masing-masing bahan
tersebut adalah sebagai berikut : (1) Rp 8.000,00 untuk gula; (2) Rp 6,25
perliter untuk bibit yoghurt; dan (3) Rp 637.500,00 untuk semua jenis perisa.
4. Biaya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengemas susu olahan, yaitu botol
HDPE 180 ml, cup 180 ml, sedotan, aluminium foil, label, kardus, dan lakban.
Harga satuan untuk masing-masing bahan tersebut adalah Rp 600,00 perbotol,
Rp 200,00 percup, Rp 10,00 perbuah, Rp 10,00 permeter, Rp 200,00 perbuah,
Rp 1.750,00 perbuah, dan Rp 30,00 persentimeter.
5. Biaya bahan bakar truk tangki susu dan mobil boks. Pada skenario III,
diasumsikan bahwa lokasi pembangunan pabrik masih berada di sekitar
Kecamatan Lembang atau Kabupaten Subang sehingga diperkirakan jarak
antara cooling unit dengan pabrik pengolahan susu adalah sekitar 5 kilometer.
6. Biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik. Untuk setiap satu buah botol susu
sterilisasi Fresh Time 180 ml, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik yang
dibutuhkan adalah sebesar Rp 183,00, untuk setiap cup yoghurt dan susu
pasteurisasi dalam cup, biaya listrik, air dan bahan bakar pabrik adalah Rp
150,00. Sedangkan untuk susu pasteurisasi biaya listrik, air dan bahan bakar
pabrik untuk setiap liternya adalah Rp 550,00. Angka ini didapat dari hasil
penelitian di pabrik pengolahan susu yang telah ada sebelumnya.
7. Listing fee, yaitu biaya yang harus dibayarkan kepada supermarket dimana
produk susu sterilisasi Fresh Time dipasarkan. Listing fee ini besarnya
bervariasi sesuai dengan jumlah produk yang terjual, berdasarkan literatur
listing fee yang harus dibayarkan adalah sekitar 40 persen dari total
pendapatan penjualan produk yang terjual di supermarket tersebut.
8. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah untuk pekerja pabrik yang bekerja
dalam bidang produksi. Upah dibayarkan perjam dan setiap beberapa tahun
97
diasumsikan pabrik menambah lama produksinya untuk menghasilkan lebih
banyak produk susu. Upah dari tenaga kerja langsung ini adalah Rp 4.500,00
perjam.
Secara keseluruhan biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan koperasi
pada skenario III dapat dilihat pada Lampiran 33 dan 35.
7.3.3 Analisis Finansial pada Skenario III
Berdasarkan aliran kas (cash flow) yang telah disusun berdasarkan inflow
dan outflow pada bagian sebelumnya, dapat dinilai kelayakan usaha pada usaha
produksi susu sterilisasi Fresh Time skenario III dengan menggunakan beberapa
kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate
of Return (IRR), dan Payback Periode (PP). Hasil dari penilaian berdasarkan
kriteria penilaian investasi adalah sebagai berikut :
Tabel 17. Hasil Analisis Finansial Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time
Skenario III
Kriteria Investasi Hasil
NPV - Rp. 6.886.181.000
IRR - 5 %
Net B/C 0,6618
Payback Periode 129 tahun 5 bulan 22 hari
Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih yang dihasilkan
usaha produksi susu sterilisasi pada skenario III adalah sebesar minus Rp .
6.886.181.000,00 yang berarti lebih kecil dari 0 (NPV < 0). Hal ini memiliki
makna bahwa usaha produksi susu sterilisasi pada skenario III tidak menghasilkan
keuntungan atau manfaat bagi koperasi. Berdasarkan kriteria investasi NPV usaha
produksi susu sterilisasi pada skenario III dinyatakan tidak layak untuk
dilaksanakan.
Kriteria investasi selanjutnya adalah Internal Rate of Return (IRR) atau
tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Dari IRR
dapat terlihat seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang
ditanamkan. Berdasarkan perhitungan, IRR dari usaha produksi susu sterilisasi
98
pada skenario III adalah minus 5 persen, lebih kecil dibandingkan discount rate
yang digunakan yaitu 11 persen. Berdasarkan kriteria investasi IRR usaha
produksi susu sterilisasi pada skenario III tidak layak untuk dilaksanakan.
Nilai Net B/C atau rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif dari skenario III adalah 0,6618. Karena Net
B/C dari skenario III lebih kecil dari satu (Net B/C < 1) maka usaha produksi susu
sterilisasi pada skenario III tidak layak untuk dilaksanakan. Payback periode
untuk skenario ini adalah 129 tahun 5 bulan 22 hari jauh lebih lama dari umur
usaha pada skenario III yaitu 15 tahun, sehingga berdasarkan kriteria investasi
payback periode, skenario III tidak layak untuk dilaksanakan. Karena kriteria
investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial pada skenario
III menunjukkan bahwa skenario tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, maka
secara finansial disimpulkan bahwa skenario III tidak layak untuk dilaksanakan.
Karena ketidaklayakan tersebut, analisis skenario III tidak dilanjutkan pada
analisis switching value.
7.4. Analisis Perbandingan Usaha Produksi Susu Sterilisasi Fresh Time
Setelah ketiga skenario dalam usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time
dianalisis dari aspek finansial, selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara
skenario I dan II untuk mengetahui skenario manakah yang lebih layak untuk
dilakukan oleh koperasi saat ini. Skenario I dan II dapat dibandingkan karena
kedua skenario menggunakan volume dan frekuensi yang sama yaitu 2 ton perhari
dengan frekuensi dua kali dalam seminggu. Apakah lebih baik melakukan
subkontrak produksi dengan PT ISAM ataukah mendirikan pabrik pengolahan
susu sendiri.
Tabel 18. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan II
Kriteria Skenario I Skenario II
NPV Rp 971.916.310,00 - Rp 59.082.268.000,00
IRR 49% -
Net B/C 5,61 0
Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari -
99
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa skenario I layak untuk dilaksanakan
karena telah memenuhi persyaratan kriteria investasi yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Periode. Sedangkan
berdasarkan kriteria investasi pula, skenario II tidak layak untuk dilaksanakan
karena tidak memenuhi kriteria investasi dan tidak memberikan manfaat serta
keuntungan bagi koperasi bila dilaksanakan. Sehingga dari hasil analisis kedua
skenario, dapat disimpulkan bahwa sebaiknya saat ini koperasi lebih baik
melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM dibandingkan mendirikan
pabrik pengolahan susu sendiri.
Setelah melakukan perbandingan antara skenario I dan II, kemudian
skenario yang lebih layak untuk dilaksanakan dibandingkan dengan skenario III
yaitu koperasi mendirikan pabrik pengolahan susu dan memproduksi susu
sejumlah susu yang tidak dapat dipasok lagi kepada FFI sebesar 16 ton perhari.
Pada Tabel 19 terlihat bahwa NPV dari skenario I lebih besar dari skenario III,
artinya bahwa skenario I juga dapat memberikan manfaat bersih lebih besar
dibandingkan dengan skenario III.
IRR dari skenario III lebih kecil dibandingkan skenario I. Hal ini berarti
bahwa skenario III dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih kecil
dibandingkan dengan skenario I. Sedangkan Net B/C pada skenario I lebih besar
dibandingkan skenario III, yang berarti bahwa setiap satu satuan biaya yang
dikeluarkan pada skenario I akan membawa manfaat yang lebih besar
dibandingkan pada skenario III.
Tabel 19. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Skenario I dan III
Kriteria Skenario I Skenario III
NPV Rp 971.916.310,00 - Rp. 6.886.181.000
IRR 49% - 5 %
Net B/C 5,61 0,6618
Payback Periode 3 tahun 1 bulan 22 hari 129 tahun 5 bulan 22 hari
Kriteria terakhir yang dibandingkan adalah payback periode. Payback
periode pada skenario I lebih kecil daripada umur usaha (15 tahun) yang berarti
100
skenario layak untuk dilaksanakan. Sedangkan payback periode pada skenario III
menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu 129 tahun 5 bulan 22 hari, jauh lebih lama
dibandingkan umur usaha, untuk menutupi biaya investasi sehingga berdasarkan
seluruh kriteria investasi ini, skenario III dinyatakan tidak layak untuk
dilaksanakan. Berdasarkan perbandingan dari kriteria investasi dari kedua
skenario, dapat disimpulkan bahwa skenario yang lebih layak untuk dilaksanakan
adalah skenario I yaitu melakukan subkontrak produksi dengan PT ISAM untuk
memproduksi susu sterilisasi Fresh Time.
101
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis
kelayakan usaha usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada tiga kondisi
skenario, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari aspek-aspek nonfinansial, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial dan lingkungan, ketiga kondisi skenario layak untuk
dilaksanakan. Namun untuk skenario I ada beberapa aspek yang harus
diperbaiki seperti aspek manajemen dan ekonomi, karena usaha produksi susu
Fresh Time pada skenario I belum memiliki manajemen sendiri dan masih
bergabung dengan karyawan koperasi sehingga tidak optimal dalam
mengelola susu sterilisasi Fresh Time dan juga belum menciptakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat sekitar seperti pada skenario II atau III.
2. Berdasarkan aspek finansial, terdapat satu skenario yang layak untuk
dilaksanakan yaitu skenario I (usaha produksi susu sterilisasi dengan
melakukan subkontrak produksi). Sedangkan berdasarkan kriteria investasi
pada aspek finansial, skenario II dan III tidak layak dilaksanakan karena tidak
dapat memenuhi persyaratan pada kriteria investasi.
3. Hasil analisis switching value memperlihatkan bahwa pada skenario I, jika
harga output menurun lebih dari 9 persen, harga susu segar naik lebih dari
38,86 persen dan biaya subkontrak produksi naik lebih dari 15,31 persen maka
usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time pada skenario I tidak layak lagi
untuk dilaksanakan.
4. Berdasarkan hasil analisis dari aspek nonfinansial dan finansial, peneliti
merekomendasikan agar saat ini koperasi melakukan subkontrak produksi
dengan PT ISAM karena membawa lebih banyak manfaat dibandingkan
dengan mendirikan pabrik, dengan volume dan frekuensi yang digunakan
adalah volume dan frekuensi produksi berdasarkan kesepakatan dengan PT
ISAM.
102
8.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk usaha produksi susu sterilisasi Fresh
Time adalah :
1. Dalam melakukan usaha produksi susu sterilisasi pada skenario I sebaiknya
koperasi dapat mencari bahan baku pendukung, seperti gula, cokelat bubuk,
perisa, karagen dan lainnya yang memiliki harga yang lebih murah
dibandingkan dengan harga bahan baku pendukung yang disediakan pabrik
agar koperasi dapat meminimumkan biaya subkontrak produksi. Koperasi
dapat melakukan hal ini karena merupakan kewenangan yang diberikan oleh
pihak pabrik PT ISAM.
2. Dalam melaksanakan subkontrak produksi, sebaiknya koperasi berusaha agar
dapat menambah volume produksi susu agar dapat meningkatkan penjualan
dan keuntungan serta memanfaatkan sisa susu yang tidak dapat dipasok ke
FFI.
3. Koperasi sebaiknya memperkuat hubungan kerja sama dengan PT ISAM agar
didapatkan hubungan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.
4. Jika ingin melakukan usaha produksi susu sterilisasi Fresh Time dengan
melakukan pendirian pabrik pengolahan susu sendiri, koperasi sebaiknya
meningkatkan hubungan dengan pemerintah seperti Dinas Peternakan,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat Jenderal Industri Agro dan
Kimia. Pada beberapa instansi pemerintah tersebut, pengolahan susu sedang
menjadi sasaran pengembangan. Terutama karena sedang digalakkannya
gerakan minum susu nasional di Indonesia mulai tahun 2010 ini. Dengan
mengadakan kerjasama dengan beberapa instansi tersebut diharapkan koperasi
dapat mendapatkan bantuan sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya
investasi yang terlalu besar.
103
DAFTAR PUSTAKA
Damron, W. StepHen. Introduction to Animal Science : Global, Biological, Sosial and Industry Perspectives. 2006. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Dharmmesta B, Handoko H. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Produksi Susu Segar Perprovinsi. Jakarta: Ditjenak RI.
Djatmiko, Budi. Studi Kelayakan Bisnis. 2009. Bandung: Tabi‟ Press
Early, Ralph. The Technology of Dairy Products. 1998. Cornwall : T. J.
International Ltd.
Erwin. 2008. Analisis strategi pengembangan usaha Koperasi Produksi Susu
(Studi Kasus Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor, Jawa
Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta: UI Press
Hafsah, Nurul Ismalia. 2007. Optimalisasi produksi kain sutera alam pada
Koperasi “Warga Sejahtera” Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hendar, Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI
Husnan S, Muhammad S. 2005. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN
Kadariah, Lien, K., C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit FE-UI
Kasmir, Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana
Kotler, PHilip. 1994. Manajemen Pemasaran. New Jersey: A Simon and Schuster Company.
KPSBU. Laporan Tahunan Ke-37 Tahun 2008. 2009. Bandung
Musarofah, Siti M. 2009. Analisis kelayakan usaha pengolahan nugget ikan (kasus
pada pengolahan nugget ikan Putra Barokah, Desa Blanakan, Kecamatan
Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor
Oktafiyani, Roch Ika. 2009. Analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk tambak
kulit sapid an kulit kerbau (studi kasus : usaha pembuatan kerupuk rambak
104
di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah) [skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Priyanti A. dan Saptati R.A. 2009. Dampak Harga Susu Dunia terhadap Harga
Susu Dalam Negeri di Tingkat Peternak : Kasus Koperasi Peternak
Bandung Utara di Jawa Barat. [laporan penelitian]. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Rivai, Arief. 2009. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong
(fattening) pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
Sofyan, Iban. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu
Sutojo, Siswanto. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta: PT Damar Mulia
Pustaka
Umar, Husein. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Yusda Y, Ilham N. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat.
Analisis Kebijakan Pertanian volume 4 nomor 1 (Maret):18-38
106
Lampiran 2. Produksi Susu Segar di Jawa Barat tahun 2009
Kabupaten/ kota Produksi Susu Sapi Perah
Kabupaten Liter Kg
1 B o g o r 12.504.646 12.854.777
2 Sukabumi 9.945.290 10.223.758
3 Cianjur 6.062.859 6.232.619
4 Bandung 57.192.828 58.794.227
5 Garut 34.287.753 35.247.810
6 Tasikmalaya 3.723.662 3.827.925
7 Ciamis 410.682 422.182
8 Kuningan 10.988.932 11.296.622
9 Cirebon 268.849 276.377
10 Majalengka 2.129.622 2.189.251
11 Sumedang 20.627.268 21.204.832
12 Indramayu 4.193.619 4.311.040
13 Subang 2.891.713 2.972.681
14 Purwakarta 14.818 15.233
15 Karawang 71.975 73.991
16 Bekasi 209.575 215.443
17 Bandung Barat 62.059.627 63.797.296
Kota
18 Bogor 1.911.579 1.965.103
19 Sukabumi 577.919 594.101
20 Bandung 2.250.286 2.313.294
21 Cirebon 8.468 8.705
22 Bekasi - -
23 Depok 1.511.481 1.553.802
24 Cimahi 753.624 774.725
25 Tasikmalaya 886.989 911.825
26 Banjar 23.286 23.938
Jawa Barat 235.507.350 242.101.556
Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat (2010)
107
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUESIONER
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN ASPEK KELAYAKAN
USAHA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI ‘FRESH TIME’ KPSBU
JAWA BARAT
A. Gambaran Umum Perusahaan
1. Sejarah Perusahaan
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
2. Lokasi Perusahaan
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
3. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
4. Aktivitas perusahaan
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
B. Aspek Kelayakan Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU
Jawa Barat
No. Kriteria Aspek Kelayakan Uraian
1 Aspek Pasar :
Bentuk Pasar
Pasar Potensial
Pangsa Pasar
108
Segmentasi, Target, Posisi di Pasar
Permintaan dan Penawaran
Harga :
- Susu sterilisasi rasa cokelat
- Susu sterilisasi rasa stroberi
- Susu sterilisasi rasa vanilla
- Susu sterilisasi rasa ….
Biaya Produksi :
- Komposisi bahan baku
- Harga bahan baku
- Ongkos produksi
- Harga jual
Strategi Perusahaan/Promosi
Distribusi Produk
Pesaing/Situasi Persaingan di Lingkungan
Industri
Rencana/Proyeksi Penjualan
2 Aspek Teknis :
Lokasi Proyek
Fasilitas Transportasi
Bahan Baku dan Bahan Penolong yang
Digunakan
Ketersediaan Bahan Baku
Tenaga Listrik
Tenaga Air
Supply Tenaga Kerja
Jadwal Kerja
Proses Produksi
Pemilihan Teknologi
Perencanaan Letak Pabrik (terkait dengan
ketersediaan bahan baku/bahan mentah.
109
Fasilitas transportasi, letak pasar yang
dituju, tenaga listrik dan air, pasokan
tenaga kerja)
Perencanaan Tataletak (layout)
Perencanaan Kapasitas dan Jumlah
Produksi
Pengawasan Kualitas Produk
- Pengawasan kualitas bahan baku
- Pengawasan proses produksi :
a. Pengawasan mesin
b. Pengawasan karyawan
c. Pengawasan hasil produksi
3 Aspek Manajemen :
Pembangunan Proyek
- Kapan proyek dimulai
- Perkiraan waktu proyek selesai
- Siapa yang melakukannya
- Pengawasan
Implementasi Bisnis
- Struktur Organisasi
a. Kegiatan operasional
b. Kegiatan produksi
- Deskripsi pekerjaan
- Syarat-syarat yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaan tersebut
- Sistem pembagian kerja
- Sistem kompensasi
4 Aspek Hukum :
Bentuk Badan Usaha
Perizinan
Kegiatan Praoperasional
5 Aspek Sosial dan Lingkungan :
110
Penciptaan Lapangan Pekerjaan
Perubahan Tingkat Pengetahuan dan
Perilaku Kehidupan
Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat
Dampak Usaha terhadap Lingkungan
6 Aspek Finansial :
Kebutuhan Dana dan Sumber Modal
Harga Tanah / Sewa Tanah untuk Pabrik
Biaya Peralatan
Biaya Perlengkapan
Biaya Tenaga Kerja
C. Biaya Investasi Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa
Barat
No
.
Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp)
Total
(Rp)
1 Biaya Pendirian
Pabrik
2 Biaya Pembelian
Mesin Produksi
3 Biaya Pembelian
Alat Transportasi
4 Biaya Pembelian
Perlengkapan
5 Biaya Pembelian
Peralatan
6 ……
Total Biaya
111
D. Biaya Tetap Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa
Barat
No
.
Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan
(Rp)
Total
(Rp)
1 Gaji Karyawan
2 Komunikasi
3 Listrik
4 Air
5 …..
Total Biaya
E. Biaya Variabel Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh Time’ KPSBU Jawa
Barat
No
.
Uraian Jumlah Satuan Harga/Satuan
(Rp)
Total
(Rp)
1 Biaya Bahan Baku
Susu Pateurisasi Rasa
Cokelat
2 Biaya Bahan Baku
Susu Pateurisasi Rasa
Stroberi
3 Biaya Bahan Baku
Susu Pateurisasi Rasa
Vanila
4 Biaya Bahan Baku
Susu Pateurisasi Rasa
…..
5 Biaya Sewa Produksi
perperiode Waktu
(Skenario 2)
6 …..
Total Biaya
112
F. Nilai Penyusutan Barang pada Usaha Produksi Susu Pasteurisasi ‘Fresh
Time’ KPSBU Jawa Barat
No. Uraian Nilai Beli
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Umur
Ekonomis
Total
Penyusutan
(Rp)
1 Pabrik
2 Mesin Produksi
3 Alat
Transportasi
4 Peralatan
5 Perlengkapan
6 Instalasi Air
7 Instalasi Listrik
8 Instalasi
Telepon
9 …..
Total Biaya
113
Lampiran 4. Struktur Organisasi dan Manajemen Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat Periode 2006 – 2011
Pengurus
Rapat Anggota
Tahunan (RAT)
Kabag Personalia
& Kesekretariatan
(Darojat)
Kabag Makanan
Ternak
(Kurnia Hidayat)
Pengawas
Kabag Pengembangan
Ciater
(Maman Somantri)
Kabag Waserda
(Agus Mulyana)
Manajer
(Agus Rahmat Indrajaya, SE)
Lab. QC
Makter
Audit Internal
Kabag Pelayanan
Keuangan
(Ai Hayati)
Kabag Produksi
Susu
(Budhi Wicaksono)
Kabag Pembibitan
(Yana Sudaryana)
Kabag Kelembagaan &
Penyuluhan
(Sukmana)
Kabag Pengolahan
Susu
(Jajang Samsah)
Kabag IB / Keswan
Drh. Tulus
Mugiyono
Kabag Adminkeu
(Komar Arif)
Kabag Pengembanga
Puspa Mekar
(Sumira Fardiansyah)
114
Lampiran 5. Diagram Alir Proses Produksi Susu Sterilisasi
Buffer Tank
Plate Heat Exchanger
Cream Separator
Homogenizer
Plate Heat Exchanger
Holding Section
Balance Tank
Chilled Water Plant
Balance Tank
Susu Pasteurisasi
Pencampuran bahan baku pendukung (gula pasir, perisa makanan
dan penyeimbang makanan)
Pendinginan susu, 2 ° C
Dikemas ke dalam botol HDPE bervolume 180 ml
Proses sterilisasi di dalam mesin steril botol (autoclave)
125 ° C, 10 menit
Pelabelan
Pengemasan ke dalam kardus
116
Lampiran 7. Spesifikasi Pekerjaan dari Manajemen Pabrik Pengolahan Susu
No. Jabatan Pendidikan Pengalaman
1 Kepala Pabrik Minimal S2
jurusan teknik
Minimal bekerja
selama 15 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
2 Manajer Produksi Minimal S1
jurusan teknik
Minimal bekerja
selama 10 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
3 Manajer Administrasi dan
Keuangan
Minimal S1
jurusan
manajemen
akuntansi
Minimal bekerja
selama 10 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
4 Manajer Pemasaran Minimal S1
jurusan
manajemen bisnis
Minimal bekerja
selama 10 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
5 Kepala Bagian Produksi Minimal S1
jurusan teknik
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
6 Kepala Bagian Quality Control Minimal S1
jurusan kimia atau
teknik
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
117
sama
7 Kepala Bagian Mekanik Minimal S1
jurusan teknik
permesinan
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
8 Kepala Bagian Administrasi Minimal S1
jurusan
manajemen
akuntansi
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
9 Kepala Bagian Keuangan Minimal S1
jurusan
manajemen
akuntansi
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
10 Kepala Bagian Personalia Minimal S1
jurusan
manajemen
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
11 Kepala Bagian Pemasaran
Produk
Minimal S1
jurusan
manajemen
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
12 Kepala Bagian Pelayanan
Konsumen
Minimal S1
jurusan
manajemen
Minimal bekerja
selama 5 tahun
pada bidang
pekerjaan yang
sama
13 Karyawan Minimal SMA Minimal
118
atau sederajat di
bidang yang
menunjang
pekerjaan
memiliki
pengalaman
pekerjaan selama
1 tahun
14 Operator Mesin Minimal SMK
Permesinan
Minimal
memiliki
pengalaman
pekerjaan selama
1 tahun
119
Lampiran 8. Gaji Tenaga Kerja
No. Jabatan Jumlah Gaji
(Rp/bulan)
Total
1 Kepala Pabrik 1 15.000.000 15.000.000
2 Manajer Produksi 1 7.000.000 7.000.000
3 Manajer Administrasi dan
Keuangan
1 7.000.000 7.000.000
4 Manajer Pemasaran 1 7.000.000 7.000.000
5 Kepala Bagian Produksi 1 5.000.000 5.000.000
6 Kepala Bagian Quality
Control
1 5.000.000 5.000.000
7 Kepala Bagian Mekanik 1 5.000.000 5.000.000
8 Kepala Bagian
Administrasi
1 5.000.000 5.000.000
9 Kepala Bagian Keuangan 1 5.000.000 5.000.000
10 Kepala Bagian Personalia 1 5.000.000 5.000.000
11 Kepala Bagian
Pemasaran Produk
1 5.000.000 5.000.000
12 Kepala Bagian Pelayanan
Konsumen
1 5.000.000 5.000.000
13 Karyawan 20 2.250.000 67.500.000
14 Keamanan 2 1.500.000 3.000.000
120
Lampiran 9. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario I
Tahun Susu Segar
yang Diolah
(Liter)
Susu Sterilisasi
yang
Diproduksi
(Botol)
Persentase Penjualan Pendapatan
dari Penjualan
Susu Segar
(Rp 1.000)
Pendapatan dari
Penjualan Susu
Sterilisasi (Rp
1.000)
Total Penjualan
(Rp 1.000) Eceran Grosir Superma
rket
1 144.000 792.000 40% 60% 0 540.000 1.742.400 2.282.400
2 192.000 1.056.000 40% 60% 0 720.000 2.323.200 3.043.200
3 192.000 1.056.000 40% 60% 0 720.000 2.323.200 3.043.200
4 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
5 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
6 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
7 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
8 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
9 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
10 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
11 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
12 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
13 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
14 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
15 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 720.000 2.481.600 3.201.600
121
Lampiran 10. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario I
Tahun Biaya
Perawatan
Kendaraan
Operasional
(Rp 1.000)
Biaya Pajak
Kendaraan
Operasional
(Rp 1.000)
Asuransi
Kendaraan
Operasional
(Rp 1.000)
Biaya
Komunikasi
(Rp 1.000)
Biaya
Promosi
(Rp1.000)
Biaya Gaji
(Rp 1000)
Biaya
Pemeliharaan
Gudang
(Rp 1.000)
Biaya
Penyusutan
(Rp 1.000)
Total Biaya
Tetap
(Rp 1.000)
1 30.000 11.000 17.127,5 13.200 381.200 180.000 1.250 43.833 677.611
2 30.000 7.000 17.127,5 13.200 381.200 240.000 1.250 43.833 733.611
3 30.000 7.000 17.127,5 13.200 381.200 240.000 1.250 43.833 733.611
4 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
5 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
6 30.000 11.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 544.011
7 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
8 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
9 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
10 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
11 30.000 11.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 544.011
12 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
13 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
14 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
15 30.000 7.000 17.127,5 13.200 187.600 240.000 1.250 43.833 540.011
122
Lampiran 11. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario I
Tahun Kebutuhan
Susu Segar
(Liter)
Susu
Sterilisasi
yang
Diproduksi
(Botol)
Pendapatan
Penjualan
Supermarket
(Rp 1.000)
Kebutuhan
BBM
(Liter)
Biaya
Susu
Segar
(Rp1.000)
Biaya
Subkontrak
Produksi
(Rp 1.000)
Listing
Fee (Rp
1.000)
Biaya
Transportasi
(Rp 1.000)
Total Biaya
Variabel
(Rp 1.000)
1 144.000 792.000 0 6.300 468.000 1.069.200 0 28.350 1.565.550
2 192.000 1.056.000 0 8.400 624.000 1.425.600 0 37.800 2.087.400
3 192.000 1.056.000 0 8.400 624.000 1.425.600 0 37.800 2.087.400
4 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
5 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
6 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
7 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
8 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
9 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
10 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
11 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
12 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
13 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
14 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
15 192.000 1.056.000 633.600 8.400 624.000 1.425.600 253.440 37.800 2.087.400
123
Lampiran 12. Proyeksi Laba Rugi Skenario I (Rp 1.000)
KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A. PENJUALAN
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000
TOTAL PENJUALAN 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600
B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 1.565.550 2.087.400 2.087.400 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840
C. MARJIN KOTOR 716.850 955.800 955.800 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760 860.760
D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 677.611 733.611 733.611 540.011 540.011 544.011 540.011 540.011 540.011 540.011 544.011 540.011 540.011 540.011 540.011
E. LABA KOTOR 39.239 222.189 222.189 320.749 320.749 316.749 320.749 320.749 320.749 320.749 316.749 320.749 320.749 320.749 320.749
F. BUNGA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
G. LABA SEBELUM PAJAK 39.239,2 222.189,2 222.189,2 320.749,2 320.749,2 316.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 316.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2 320.749,2
H. PAJAK 9.810 55.547 55.547 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187
I. LABA BERSIH 29.429 166.642 166.642 240.562 240.562 237.562 240.562 240.562 240.562 240.562 237.562 240.562 240.562 240.562 240.562
124
Lampiran 13. Cash Flow Skenario I (Rp 1.000)
URAIAN KOMPONEN TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000
3. NILA SISA 202.500
TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 1.565.550 2.087.400 2.087.400 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840 2.340.840
2.2. BIAYA TETAP 633.778 689.778 689.778 496.178 496.178 500.178 496.178 496.178 496.178 496.178 500.178 496.178 496.178 496.178 496.178
TOTAL BIAYA TETAP 2.199.328 2.777.178 2.777.178 2.837.018 2.837.018 2.841.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.841.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018 2.837.018
3. PAJAK 9.810 55.547 55.547 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187 79.187 80.187 80.187 80.187 80.187
TOTAL OUTFLOW 2.684.137 2.832.725 2.832.725 2.917.205 2.917.205 2.920.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 3.325.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205 2.917.205
NET BENEFIT -401.737 210.475 210.475 284.395 284.395 281.395 284.395 284.395 284.395 284.395 -123.605 284.395 284.395 284.395 486.895
DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754
PV/TAHUN -376.335 184.699 173.020 219.003 205.155 190.156 180.031 168.647 157.983 147.994 -60.254 129.870 121.658 113.965 182.775
NPV Rp 971.916
IRR 49%
PV POSITIF 2.114.703
PV NEGATIF -376.335
NET B/C 5,6192
125
Lampiran 14. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Penurunan Harga Output Sebesar 9,00010827331693 Persen
URAIAN KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.585.582 2.114.109 2.114.109 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253 2.258.253
2. PENJUALAN SUSU SEGAR 522.959 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279 697.279
3. NILA SISA 202.500
TOTAL INFLOW 2.125.582 2.834.109 2.834.109 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 2.978.253 3.180.753
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 1.517.040 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721 2.022.721
2.2. BIAYA TETAP 2.267.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.267.577 2.263.577 2.263.577. 2.263.577 2.263.577 2.267.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577 2.263.577
3. PAJAK -29.395 3.275 3.275 24.351 24.351 23.351 24.351 24.351 24.351 24.351 23.351 24.351 24.351 24.351 24.351
TOTAL OUTFLOW 2.644.933 2.780.452 2.780.452 2.861.368 2.861.368 2.864.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 3.269.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368 2.861.368
NET BENEFIT -519.351 53.657 53.657 116.885 116.885 113.885 116.885 116.885 116.885 116.885 -291.115 116.885 116.885 116.885 319.385
DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754
PV/TAHUN -486.511 47.086 44.109 90.009 84.318 76.959 73.992 69.313 64.930 60.825 -141.911 53.376 50.001 46.839 119.894
NPV 0
IRR 7%
PV POSITIF 881.651
PV NEGATIF -628.423
NET B/C 1,4030
126
Lampiran 15. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Kenaikan Harga Susu Segar Sebesar 38,86536361731 Persen
URAIAN KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000
3. NILA SISA 202.500
TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 1.747.440 2.329.920 2.329.920 2.340.840 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360 2.583.360
2.2. BIAYA TETAP 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578
3. PAJAK -35.663 -5.083 -5.083 80.187 19.557 18.557 19.557 19.557 19.557 19.557 18.557 19.557 19.557 19.557 19.557
TOTAL OUTFLOW 2.820.555 3.014.615 3.014.615 2.917.205 3.099.095 3.102.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.507.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095 3.099.095
NET BENEFIT -538.155 28.585 28.585 284.395 102.505 99.505 102.505 102.505 102.505 102.505 -305.495 102.505 102.505 102.505 305.005
DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754
PV/TAHUN -504.126 25.085 23.498 219.003 73.945 67.242 64.889 60.786 56.942 53.342 -148.921 46.809 43.849 41.077 114.496
NPV 0
IRR 7%
PV POSITIF 890.963
PV NEGATIF -653.048
NET B/C 1,3643
127
Lampiran 16. Analisis Switching Value Skenario I jika Terjadi Kenaikan Biaya Subkontrak Produksi Sebesar 15,3124330888278 Persen
URAIAN KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PENJUALAN SUSU SEGAR 540.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000
3. NILA SISA 202.500
TOTAL INFLOW 2.282.400 3.043.200 3.043.200 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.201.600 3.404.100
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 475.000 405.000
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 1.729.271 2.305.694 2.305.694 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134 2.559.134
2.2. BIAYA TETAP 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578 647.578 643.578 643.578 643.578 643.578
3. PAJAK 0 974 974 25.614 25.614 24.614 25.614 25.614 25.614 25.614 24.614 25.614 25.614 25.614 25.614
TOTAL OUTFLOW 2.806.928 2.996.445 2.996.445 3.080.925 3.080.925 3.083.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.488.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925 3.080.925
NET BENEFIT -524.528 46.755 46.755 120.675 120.675 117.675 120.675 120.675 120.675 120.675 -287.325 120.675 120.675 120.675 323.175
DISCOUNT FACTOR 6,75 % 0,9368 0,8775 0,8220 0,7701 0,7214 0,6758 0,6330 0,5930 0,5555 0,5204 0,4875 0,4567 0,4278 0,4007 0,3754
PV/TAHUN -491.361 41.029 38.435 92.928 87.052 79.520 76.391 71.560 67.036 62.797 -140.064 55.106 51.622 48.358 121.316
NPV 0
IRR 7%
PV POSITIF 893.148
PV NEGATIF -631.425
NET B/C 1,4145
128
Lampiran 17. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario II
Tahun Susu Segar yang
Diolah (Liter)
Susu Sterilisasi
yang Diproduksi
(Botol)
Persentase Penjualan Pendapatan dari
Penjualan Susu
Sterilisasi (Rp
1.000)
Total Penjualan
(Rp 1.000) Eceran Grosir Supermar
ket
1 144.000 792.000 40% 60% 0 1.742.400 1.742.400
2 192.000 1.056.000 40% 60% 0 2.323.200 2.323.200
3 192.000 1.056.000 40% 60% 0 2.323.200 2.323.200
4 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
5 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
6 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
7 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
8 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
9 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
10 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
11 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
12 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
13 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
14 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
15 192.000 1.056.000 30% 50% 20% 2.481.600 2.481.600
129
Lampiran 18. Biaya Investasi pada Skenario II pada Tahun Ke-1
No
.
Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp 1.000)
Total (Rp
1.000)
1 Perizinan - - - 100.000
2 Mobil tangki susu 10 1 250.000 250.000
3 Mobil boks 10 1 155.000 155.000
4 Lahan - 15.000 m2 1.500 22.500.000
5 Bangunan pabrik 15 10.000 m2 2.000 20.000.000
6 Jalan 10 2 km 223.730 447.460
7 Peralatan
laboratorium
10 - - 383402
8 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin
pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin
labelisasi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
23.000
2.300.000
234.600
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
Total Biaya Investasi 49.141.502
130
Lampiran 19. Biaya Reinvestasi pada Skenario II Tahun Ke-11
No. Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp 1.000)
Total (Rp
1.000)
1 Mobil tangki
susu
10 1 250.000 250.000
2 Mobil boks 10 2 155.000 310.000
3 Jalan 10 2 km 223.730 447.460
4 Peralatan
laboratorium
10 - - 383402
5 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin
pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin
labelisasi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
23.000
2.300.000
234.600
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
Total Biaya Reinvestasi 6.696.502
131
Lampiran 20. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario II
No
.
Jenis Investasi Nilai Beli
(Rp 1.000)
Umur
Pakai
(tahun)
Nilai Sisa
(Rp 1.000)
Penyusutan
per Tahun
(Rp 1.000)
1 Mobil tangki susu 250.000 10 125.000 25.000
2 Mobil boks 155.000 15 77.500 15.500
3 Bangunan pabrik 20.000.000 10 0 1.333.333
4 Jalan 447.460 10 223.730 44.760
5 Peralatan
laboratorium
383.402 10 191.701 38.340,2
6 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin labelisasi
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
310.500
218.500
86.940
172.500
86.940
204.700
86.940
172.500
46.000
1.150.000
117.300
62.100
43.700
17.388
34.500
17.388
40.940
17.388
34.500
9.200
230.000
23.460
Total Penyusutan pertahun 1.987.497
132
Lampiran 21. Biaya Tetap Tahunan Skenario II (Rp 1.000)
JENIS BIAYA TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
BIAYA PERAWATAN KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 0 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
BIAYA PERPANJANGAN PAJAK KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000 11.000 7.000 7.000 7.000 7.000
BIAYA ASURANSI KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000) 0 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5 17.127,5
BIAYA ASURANSI BANGUNAN PABRIK, MESIN DAN PERALATAN (RP 1.000) 0 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897
BIAYA PEMELIHARAAN BANGUNAN PABRIK (RP 1.000) 0 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000
BIAYA PEMELIHARAAN MESIN (RP 1.000) 0 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226
BIAYA KOMUNIKASI (RP 1.000) 0 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000
BIAYA PROMOSI (RP 1.000) 0 381.200 381.200 381.200 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600
BIAYA GAJI (RP 1.000) 0 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500
BIAYA ADMINISTRASI PABRIK (RP 1.000) 0 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
BIAYA PENYUSUTAN (RP 1.000)
0 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497 1.987.497
133
Lampiran 22. Biaya Variabel Tahunan Skenario II (Rp 1.000)
URAIAN TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
SUSU SEGAR YANG DIOLAH (LITER)
0 144.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000 192.000
SUSU STERILISASI YANG DIPRODUKSI (BOTOL)
0 792.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000 1.056.000
BIAYA SUSU SEGAR 0 468.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000 624.000
BIAYA GULA 0 48 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96
BIAYA COKELAT BUBUK
0 42 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85
BIAYA PERISA STROBERI
0 197 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394 394
BIAYA PENYEIMBANG NABATI
0 6 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
BIAYA SEDOTAN 0 7.920 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560 10.560
BIAYA BOTOL 0 475.200 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600 633.600
BIAYA KARDUS 0 38.500 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000 77.000
BIAYA ALUMINIUM FOIL
0 13.200 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400 26.400
BIAYA LAKBAN 0 4.400 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800 8.800
Keterangan :
1. Harga susu segar = Rp 3.250,00/liter
2. Harga gula = Rp 8.000,00/kg
3. Harga cokelat bubuk = Rp 137.000/kg
4. Harga perisa stroberi = Rp 637.500/kg
5. Harga penyeimbang nabati = Rp 130.000,00/kg
6. Harga sedotan = Rp 10,00/buah
7. Harga botol = Rp 600,00/botol
8. Harga kardus = Rp 1.750,00/buah
9. Harga aluminium foil = Rp 10,00/cm
10. Harga lakban = Rp 5,00/cm
134
Lampiran 23. Proyeksi Laba Rugi Skenario II (Rp 1.000)
KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. PENJUALAN
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
TOTAL PENJUALAN 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 0 1.943.513 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947
C. MARJIN KOTOR 0 -201.113 -305.747 -305.747 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347
D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 11.000 5.671.448 6.550.448 6.550.448 6.356.848 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848
E. LABA KOTOR -11.000 -5.872.561 -6.856.194 -6.856.194 -6.504.194 -6.508.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194
F. BUNGA 0 3.034.277 2.933.453 2.821.539 2.697.314 2.559.425 2.406.368 2.236.474 2.047.892 1.838.566
G. LABA SEBELUM PAJAK -11.000 -8.906.838 -9.789.647 -9.677.733 -9.201.508 -9.067.619 -8.910.562 -8.740.668 -8.552.086 -8.342.760
H. PAJAK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
I. LABA BERSIH -11.000 -8.906.838 -9.789.647 -9.677.733 -9.201.508 -9.067.619 -8.910.562 -8.740.668 -8.552.086 -8.342.760
KOMPONEN
TAHUN
11 12 13 14 15
A. PENJUALAN
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
TOTAL PENJUALAN 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947
C. MARJIN KOTOR -147.347 -147.347 -147.347 -147.347 -147.347
D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848
E. LABA KOTOR -6.508.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194 -6.504.194
F. BUNGA 1.606.215 1.348.304 1.062.024 744.252 391.526
G. LABA SEBELUM PAJAK -8.114.409 -7.852.498 -7.566.218 -7.248.446 -6.895.720
H. PAJAK 0 0 0 0 0
I. LABA BERSIH -8.114.409 -7.852.498 -7.566.218 -7.248.446 -6.895.720
135
Lampiran 24. Cash Flow Skenario II (Rp 1.000)
KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PINJAMAN 24.570.751
3. NILAI SISA
TOTAL INFLOW 24.570.751 1.742.400 2.323.200 2.323.200 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 49.141.502 6.696.502
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 0 1.943.513 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947
2.2. BIAYA TETAP 11.000 5.671.448 6.550.448 6.550.448 6.356.848 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.360.848
3. PEMBAYARAN PINJAMAN 0 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854
4. BIAYA BUNGA 0 3.034.277 2.933.453 2.821.539 2.697.314 2.559.425 2.406.368 2.236.474 2.047.892 1.838.566 1.606.215
5. PAJAK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL OUTFLOW 49.152.502 14.600.092 16.063.702 15.951.788 15.633.963 15.500.073 15.343.016 15.173.123 14.984.541 14.775.215 21.243.365
NET BENEFIT -24.581.751 -
12.857.692 -
13.740.502 -13.628.588 -13.152.363 -
13.018.473 -
12.861.416 -12.691.523 -
12.502.941 -
12.293.615 -
18.761.765
DISCOUNT FACTOR 11 % 0,9009 0,8116 0,7312 0,6587 0,5935 0,5346 0,4817 0,4339 0,3909 0,3522 0,3173
PV/TAHUN -22.145.722 -
10.435.591 -
10.046.936 -8.977.573 -7.805.287 -6.960.208 -6.194.809 -5.507.188 -4.887.709 -4.329.620 -5.952.795
NPV -59.082.268
IRR -
PV POSITIF 0
PV NEGATIF -
103.748.491
NET B/C 0
136
KOMPONEN
TAHUN
11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600
2. PINJAMAN
3. NILAI SISA 3.348.251
TOTAL INFLOW 2.481.600 2.481.600 2.481.600 2.481.600 5.829.851
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 6.696.502
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947 2.628.947
2.2. BIAYA TETAP 6.360.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848 6.356.848
3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854 3.950.854
4. BIAYA BUNGA 1.606.215 1.348.304 1.062.024 744.252 391.526
5. PAJAK 0 0 0 0 0
TOTAL OUTFLOW 21.243.365 14.284.953 13.998.672 13.680.901 13.328.175
NET BENEFIT -18.761.765 -11.803.353 -11.517.072 -11.199.301 -7.498.324
DISCOUNT FACTOR 11 % 0 0 0 0 0
PV/TAHUN -5.952.795 -3.373.880 -2.965.810 -2.598.180 -1.567.182
137
Lampiran 25. Uraian Volume Produksi Harian untuk Masing-masing Jenis Output Pabrik Pengolahan Susu Skenario III
Tahun Jumlah Susu
Segar yang
Tidak Dipasok
ke FFI (Liter)
Produksi Susu
Pasteurisasi (Liter)
Produksi Yoghurt Fresh
Time (Liter)
Produksi Susu Sterilisasi
Fresh Time (Liter)
Total Harian (Liter)
1 0 0 0 0 0
2 16.000 5500 10.000 500 16.000
3 16.000 5500 10.000 500 16.000
4 16.000 5500 10.000 500 16.000
5 16.000 5500 10.000 500 16.000
6 16.000 5500 10.000 500 16.000
7 16.000 5500 10.000 500 16.000
8 16.000 5500 10.000 500 16.000
9 16.000 5500 10.000 500 16.000
10 16.000 5500 10.000 500 16.000
11 16.000 5500 10.000 500 16.000
12 16.000 5500 10.000 500 16.000
13 16.000 5500 10.000 500 16.000
14 16.000 5500 10.000 500 16.000
15 16.000 5500 10.000 500 16.000
138
Lampiran 26. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Sterilisasi
Tahun Susu Segar yang
Diolah (Liter)
Susu Sterilisasi yang
Diproduksi (Botol)
Persentase Penjualan Pendapatan dari
Penjualan Susu Sterilisasi
(Rp 1.000) Eceran Grosir Supermarket
1 0 0 0 0 0 0
2 900.000 4.950.000 40% 60% 0 10.890.000
3 3.600.000 19.800.000 40% 60% 0 43.560.000
4 3.600.000 19.800.000 40% 60% 0 43.560.000
5 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
6 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
7 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
8 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
9 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
10 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
11 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
12 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
13 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
14 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
15 3.600.000 19.800.000 30% 50% 20% 48.510.000
139
Lampiran 27. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Susu Pasteurisasi
Tahun Susu Segar yang
Diolah menjadi Susu
Pasteurisasi (Liter)
Susu Pasteurisasi
yang Diproduksi
(Cup)
Persentase Penjualan Pendapatan dari
Penjualan Susu
Pasteurisasi (Rp 1.000) Eceran Grosir Supermarket
1 0 0 0 0 0 0
2 990.000 5.445.000 40% 60% 0 10.236.600
3 1.980.000 10.890.000 40% 60% 0 20.473.200
4 1.980.000 10.890.000 40% 60% 0 20.473.200
5 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
6 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
7 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
8 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
9 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
10 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
11 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
12 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
13 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
14 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
15 1.980.000 10.890.000 30% 50% 20% 22.542.300
140
Lampiran 28. Uraian Penerimaan Tahunan Skenario III dari Penjualan Yoghurt
Tahun Susu Segar yang
Diolah (Liter)
Yoghurt yang
Diproduksi (Cup)
Persentase Penjualan Pendapatan dari
Penjualan Yoghurt (Rp
1.000) Eceran Grosir Supermarket
1 0 0 0 0 0 0
2 90.000 495.000 40% 60% 0 1.336.500
3 180.000 990.000 40% 60% 0 2.673.000
4 180.000 990.000 40% 60% 0 2.673.000
5 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
6 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
7 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
8 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
9 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
10 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
11 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
12 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
13 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
14 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
15 180.000 990.000 30% 50% 20% 2.920.500
141
Lampiran 29. Uraian Total Penerimaan Tahunan Skenario III
Tahun Pendapatan dari Penjualan
Susu Sterilisasi
(Rp 1.000)
Pendapatan dari Penjualan
Susu Pasteurisasi
(Rp 1.000)
Pendapatan dari Penjualan
Yoghurt
(Rp 1.000)
Total Penjualan
(Rp 1.000)
1 0 0 0 0
2 10.890.000 10.236.600 1.336.500 22.463.100
3 43.560.000 20.473.200 2.673.000 66.706.200
4 43.560.000 20.473.200 2.673.000 66.706.200
5 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
6 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
7 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
8 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
9 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
10 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
11 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
12 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
13 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
14 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
15 48.510.000 22.542.300 2.920.500 73.972.800
142
Lampiran 30. Biaya Investasi pada Skenario III pada Tahun Ke-1
No
.
Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp 1.000)
Total
(Rp 1.000)
1 Perizinan - - - 100.000
2 Mobil tangki susu 10 1 250.000 250.000
3 Mobil boks 10 2 155.000 310.000
4 Lahan - 15.000 m2 1.500 22.500.000
5 Bangunan pabrik 15 10.000 m2 2.000 20.000.000
6 Jalan 10 2 km 223.730 447.460
7 Peralatan
laboratorium
10 - - 383402
8 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin
pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin
labelisasi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
23.000
2.300.000
234.600
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
Total Biaya Investasi 49.296.502
143
Lampiran 31. Biaya Reinvestasi pada Skenario III Tahun Ke-11
No. Uraian Umur
Ekonomis
Jumlah Harga/Unit
(Rp 1.000)
Total
(Rp 1.000)
1 Mobil tangki
susu
10 1 250.000 250.000
2 Mobil boks 10 2 155.000 310.000
3 Jalan 10 2 km 223.730 447.460
4 Peralatan
laboratorium
10 - - 383402
5 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin
pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin
labelisasi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
23.000
2.300.000
234.600
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
Total Biaya Reinvestasi 6.696.502
144
Lampiran 32. Biaya Penyusutan Barang Investasi Skenario III
No
.
Jenis Investasi Nilai Beli
(Rp 1.000)
Umur
Pakai
(tahun)
Nilai Sisa
(Rp 1.000)
Penyusutan
per Tahun
(Rp 1.000)
1 Mobil tangki susu 250.000 10 125.000 12.500
2 Mobil boks 310.000 15 155.000 15.500
3 Bangunan pabrik 20.000.000 10 0 1.333.333
4 Jalan 447.460 10 223.730 44.760
5 Peralatan
laboratorium
383.402 10 191.701 38.340,2
6 Mesin dan
peralatan :
Homogenizer
Pasteurizer
Buffer tank
Corong
pencampur
Mixing tank
Plate cooler
Cooler tank
Mesin pengemas
Wadah botol
Autoclave
Mesin labelisasi
621.000
437.000
173.880
345.000
173.880
409.400
173.880
345.000
92.000
2.300.000
234.600
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
310.500
218.500
86.940
172.500
86.940
204.700
86.940
172.500
46.000
1.150.000
117.300
62.100
43.700
17.388
34.500
17.388
40.940
17.388
34.500
9.200
230.000
23.460
Total Penyusutan pertahun 2.002.983
145
Lampiran 33. Uraian Biaya Tetap Tahunan Skenario III
JENIS BIAYA TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
BIAYA PERAWATAN KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)
0 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000
BIAYA PERPANJANGAN PAJAK KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)
10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000
BIAYA ASURANSI KENDARAAN OPERASIONAL (RP 1.000)
0 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605 21.605
BIAYA ASURANSI BANGUNAN PABRIK, MESIN DAN PERALATAN (RP 1.000)
0 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897 1.412.897
BIAYA PEMELIHARAAN BANGUNAN PABRIK (RP 1.000)
0 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000
BIAYA PEMELIHARAAN MESIN (RP 1.000)
0 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226 142.226
BIAYA KOMUNIKASI (RP 1.000)
0 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
BIAYA PROMOSI (RP 1.000)
0 381.200 381.200 381.200 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600 187.600
BIAYA GAJI (RP 1.000)
0 1.069.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500 1.948.500
BIAYA ADMINISTRASI PABRIK (RP 1.000)
0 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
BIAYA PENYUSUTAN (RP 1.000)
0 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983 2.002.983
146
Lampiran 34. Pembayaran Pinjaman
Tahun Pokok Pinjaman Biaya Bunga Angsuran Sisa Pokok Pinjaman
2 1.454.574.283 4.815.282.315 6.269.856.598 42.320.719.493
3 1.614.577.454 4.655.279.144 6.269.856.598 40.706.142.039
4 1.792.180.974 4.477.675.624 6.269.856.598 38.913.961.065
5 1.989.320.881 4.280.535.717 6.269.856.598 36.924.640.184
6 2.208.146.178 4.061.710.420 6.269.856.598 34.716.494.006
7 2.451.042.258 3.818.814.341 6.269.856.598 32.265.451.748
8 2.720.656.906 3.549.199.692 6.269.856.598 29.544.794.842
9 3.019.929.166 3.249.927.433 6.269.856.598 26.524.865.677
10 3.352.121.374 2.917.735.224 6.269.856.598 23.172.744.303
11 3.720.854.725 2.549.001.873 6.269.856.598 19.451.889.578
12 4.130.148.745 2.139.707.854 6.269.856.598 15.321.740.833
13 4.584.465.107 1.685.391.492 6.269.856.598 10.737.275.726
14 5.088.756.268 1.181.100.330 6.269.856.598 5.648.519.458
15 5.648.519.458 621.337.140 6.269.856.598 0
147
Lampiran 35. Uraian Biaya Variabel Tahunan Skenario III
JENIS BIAYA
TAHUN
1 2 3 4 5-15
SUSU STERILISASI
SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0
1.800.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000
SUSU STERILISASI YANG DIPRODUKSI (BOTOL) 0
9.900.000 19.800.000 19.800.000 19.800.000
BIAYA SUSU SEGAR 0 5.850.000.000 11.700.000.000 11.700.000.000 11.700.000.000
BIAYA GULA 0 898.128 1.796.256 1.796.256 1.796.256
BIAYA COKELAT BUBUK 0 793.436 1.586.871 1.586.871 1.586.871
BIAYA PERISA STROBERI 0 505.815.131 7.384.163 7.384.163 7.384.163
BIAYA PENYEIMBANG NABATI 0 115.830 231.660 231.660 231.660
BIAYA BOTOL 0 5.940.000.000 11.880.000.000 11.880.000.000 11.880.000.000
BIAYA SEDOTAN 0 99.000.000 198.000.000 198.000.000 198.000.000
BIAYA KARDUS 0 721.875.000 1.443.750.000 1.443.750.000 1.443.750.000
BIAYA LAKBAN 0 61.875.000 123.750.000 123.750.000 123.750.000
BIAYA ALUMINIUM FOIL 0 247.500.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000
BIAYA LABEL 0 1.980.000.000 3.960.000.000 3.960.000.000 3.960.000.000
BIAYA OVERHEAD 0 1.811.700.000 3.623.400.000 3.623.400.000 3.623.400.000
BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 7.128.000.000
TOTAL BIAYA VARIABEL SUSU STERILISASI 0 15.407.872.525 31.623.198.950 33.434.898.950 33.434.898.950
SUSU PASTEURISASI
SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0 990.000 1.980.000 1.980.000 1.980.000
SUSU PASTEURISASI YANG DIPRODUKSI (CUP) 0 5.445.000 10.890.000 10.890.000 10.890.000
BIAYA SUSU SEGAR 0 3.217.500.000 6.435.000.000 6.435.000.000 6.435.000.000
BIAYA GULA 0 493.970 987.941 987.941 987.941
BIAYA COKELAT BUBUK 0 436.390 872.779 872.779 872.779
148
BIAYA PERISA STROBERI 0 2.030.645 4.061.289 4.061.289 4.061.289
BIAYA PENYEIMBANG NABATI 0 63.707 127.413 127.413 127.413
BIAYA CUP 0 1.089.000.000 2.178.000.000 2.178.000.000 2.178.000.000
BIAYA SEDOTAN 0 54.450.000 108.900.000 108.900.000 108.900.000
BIAYA KARDUS 0 397.031.250 794.062.500 794.062.500 794.062.500
BIAYA LAKBAN 0 34.031.250 68.062.500 68.062.500 68.062.500
BIAYA OVERHEAD 0 816.750.000 1.633.500.000 1.633.500.000 1.633.500.000
BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 3.267.000.000
TOTAL BIAYA VARIABEL SUSU PASTEURISASI 0 5.611.787.211 11.223.574.422 11.223.574.422 14.490.574.422
YOGHURT
SUSU YANG DIOLAH (LITER) 0 90.000 180.000 180.000 180.000
YOGHURT YANG DIPRODUKSI (CUP) 0 495.000 990.000 990.000 990.000
BIAYA SUSU SEGAR 0 292.500.000 585.000.000 585.000.000 585.000.000
BIAYA BIBIT YOGHURT 0 562.500 1.125.000 1.125.000 1.125.000
BIAYA GULA 0 44.906 89.813 89.813 89.813
BIAYA PERISA STROBERI 0 369.208 738.416 738.416 738.416
BIAYA PERISA MELON 0 369.208 738.416 738.416 738.416
BIAYA PERISA ANGGUR 0 369.208 738.416 738.416 738.416
BIAYA PERISA MOKA 0 369.208 738.416 738.416 738.416
BIAYA PERISA DURIAN 0 369.208 738.416 738.416 738.416
BIAYA CUP 0 99.000.000 198.000.000 198.000.000 198.000.000
BIAYA SEDOTAN 0 39.600.000 118.800.000 118.800.000 158.400.000
BIAYA KARDUS 0 36.093.750 72.187.500 72.187.500 72.187.500
BIAYA LAKBAN 0 3.093.750 6.187.500 6.187.500 6.187.500
BIAYA OVERHEAD 0 74.250.000 148.500.000 148.500.000 148.500.000
BIAYA LISTING FEE 0 0 0 0 415.800.000
TOTAL BIAYA VARIABEL YOGHURT 0 512.340.947 1.024.681.894 1.024.681.894 1.440.481.894
149
TENAGA KERJA
JAM KERJA HARIAN 0 4 8 8 12
UPAH PERORANG PERTAHUN 0 3.240.000 6.480.000 6.480.000 9.720.000
BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG 0 74.520.000 149.040.000 149.040.000 223.560.000
TRANSPORTASI
BIAYA BBM TRUK TANGKI SUSU 0 4.628.571 9.257.143 9.257.143 11.571.429
BIAYA BBM MOBIL BOKS 0 23.142.857 46.285.714 46.285.714 46.285.714
BIAYA TRANSPORTASI 0 27.771.429 55.542.857 55.542.857 57.857.143
TOTAL BIAYA VARIABEL 0 22.943.869.061 45.887.738.123 45.887.738.123 56.775.372.409
150
Lampiran 36. Proyeksi Laba Rugi Skenario III
KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8
A. PENJUALAN
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 21.780.000 43.560.000 43.560.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000
2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 0 10.236.600 20.473.200 20.473.200 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300
3. PENJUALAN YOGHURT 0 1.336.500 2.673.000 2.673.000 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500
TOTAL PENJUALAN 0 33.353.100 66.706.200 66.706.200 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800
B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 0 22.943.869 45.887.738 45.887.738 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372
C. MARJIN KOTOR 0 10.409.231 20.818.462 20.818.462 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428
D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 10.000 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.709.412 5.704.412 5.704.412
E. LABA KOTOR -10.000 4.704.819 15.114.050 15.114.050 11.493.016 11.488.016 11.493.016 11.493.016
F. BUNGA 0 4.815.282 4.655.279 4.477.676 4.280.536 4.061.710 3.818.814 3.549.200
G. LABA SEBELUM PAJAK -
10.000 -110.463 10.458.771 10.636.374 7.212.480 7.426.305 7.674.201 7.943.816
H. PAJAK 0 0 2.614.693 2.659.094 1.803.120 1.856.576 1.918.550 1.985.954
I. LABA BERSIH -
10.000 -110.463 7.844.078 7.977.281 5.409.360 5.569.729 5.755.651 5.957.862
KOMPONEN
TAHUN
9 10 11 12 13 14 15
A. PENJUALAN
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000
3. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300
4. PENJUALAN YOGHURT 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500
TOTAL PENJUALAN 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800
B. BIAYA OPERASIONAL-VARIABEL 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372
C. MARJIN KOTOR 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428 17.197.428
D. BIAYA OPERASIONAL-TETAP 5.704.412 5.704.412 5.709.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412 5.704.412
E. LABA KOTOR 11.493.016 11.493.016 11.488.016 11.493.016 11.493.016 11.493.016 11.493.016
F. BUNGA 3.249.927 2.917.735 2.549.002 2.139.708 1.685.391 1.181.100 621.337
G. LABA SEBELUM PAJAK 8.243.088 8.575.280 8.939.014 9.3053.308 9.807.624 10.311.915 10.871.679
H. PAJAK 2.060.772 2.143.820 2.234.753 2.338.327 2.451.906 2.577.979 2.717.920
I. LABA BERSIH 6.182.316 6.431.460 6.704.260 7.014.981 7.355.718 7.733.937 8.153.759
151
Lampiran 37. Cash Flow Skenario III (Rp 1.000)
URAIAN KOMPONEN
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 0 21.780.000 43.560.000 43.560.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000
2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 0 10.236.600 20.473.200 20.473.200 22.542.300 22.542.300 22.542.300
3. PENJUALAN YOGHURT 0 1.336.500 2.673.000 2.673.000 2.920.500 2.920.500 2.920.500
4. PINJAMAN 39.437.202
5. NILAI SISA
TOTAL INFLOW 39.437.202 33.353.100 66.706.200 66.706.200 73.972.800 73.972.800 73.972.800
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 49.296.502
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 0 22.943.869 45.887.738 45.887.738 56.775.372 56.775.372 56.775.372
2.2. BIAYA TETAP 10.000 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.706.428 3.701.428
3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660
4. BIAYA BUNGA 2.031.205 1.823.585 1.593.126 1.337.317 1.053.370 738.188 388.336
5. PAJAK 0 0 2.614.693 2.659.094 1.803.120 1.856.576 1.918.550
TOTAL OUTFLOW 49.306.502 37.730.436 63.788.245 63.655.042 73.344.363 73.183.994 72.998.072
NET BENEFIT -9.869.300 -4.377.336 2.917.955 3.051.158 628.437 788.806 974.728
DISCOUNT FACTOR 11 % 0,9009 0,8116 0,7312 0,6587 0,5935 0,5346 0,4817
PV/TAHUN -8.891.262 -3.552.744 2.133.584 2.009.892 372.947 421.728 469.486
NPV Rp.-6.370.870
IRR -5%
PV POSITIF 6.886.181
PV NEGATIF -10.405.707
NET B/C 0,6618
PBP 129 tahun 5 bulan 22 hari
152
URAIAN KOMPONEN
TAHUN
9 10 11 12 13 14 15
A. INFLOW
1. PENJUALAN SUSU STERILISASI 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000 48.510.000
2. PENJUALAN SUSU PASTEURISASI 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300 22.542.300
3. PENJUALAN YOGHURT 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500 2.920.500
4. PINJAMAN
5. NILAI SISA
TOTAL INFLOW 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800 73.972.800
B. OUTFLOW
1. BIAYA INVESTASI 6.696.502
2. BIAYA OPERASIONAL
2.1. BIAYA VARIABEL 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372 56.775.372
2.2. BIAYA TETAP 3.701.428 3.701.428 3.701.428 3.706.428 3.701.428 3.701.428 3.701.428
3. PEMBAYARAN PINJAMAN 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660 3.918.660
4. BIAYA BUNGA 2.031.205 1.823.585 1.593.126 1.337.317 1.053.370 738.188 388.336
5. PAJAK 1.985.954 2.060.772 2.143.820 2.234.753 2.338.327 2.451.906 2.577.979
TOTAL OUTFLOW 72.795.861 72.571.407 72.322.263 78.745.965 71.738.742 71.398.005 71.019.787
NET BENEFIT 1.176.939 1.401.393 1.650.537 -4.773.165 2.234.058 2.574.795 2.953.013
DISCOUNT FACTOR 11 % 0,4339 0,3909 0,3522 0,3173 0,2858 0,2575 0,2320
PV/TAHUN 510.705 547.839 581.294 -1.514.446 638.585 663.046 685.084