analisis implementasi pelayanan publik dalam …repository.ub.ac.id/6597/1/almas syahrul...
TRANSCRIPT
ANALISIS IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK DALAM TRANSPORTASI
UMUM RAMAH DISABILITAS DI JAKARTA 2016
(TRANSJAKARTA CARES)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama
Transisi dan Governance
Oleh:
Almas Syahrul Ghani
Nim: 135120507111006
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK TRANSPORTASI UMUM
RAMAH DISABILITAS DI JAKARTA
(TRANSJAKARTA CARES)
SKRIPSI
Oleh :
Almas Syahrul Ghani
NIM. 135120507111006
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
LEMBAR PENGESAHAN
Wawan Sobari, S.IP., MA., Ph.D
Slamet Thohari, S.Fil., MA
NIP. 197408012008011009 NIK. 20130481111910
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK TRANSPORTASI UMUM
RAMAH DISABILITAS DI JAKARTA
(TRANSJAKARTA CARES)
SKRIPSI
Oleh :
Almas Syahrul Ghani
NIM. 135120507111006
Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian sarjana pada tanggal 10 Nopember
2017
Tim Penguji :
Ketua Sidang Sekertaris Sidang
Wawan Sobari, S.IP.,MA.,Ph.D Slamet Thohari, S.Fil.,MA
NIP. 197408012008011009 NIK. 2013048111191001
Anggota Sidang Anggota Sidang
Ibnu Asqori Pohan, S.Sos.,MA
NIK. 2016078311181001
H.B. Habibi Subandi, S.Sos.,MA
NIK. 201304849051001
Dekan FISIP Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Unti Ludigdo, AK
NIP. 196908141994021001
iii
PERNYATAAN
Almas Syahrul Ghani
NIM. 135120507111006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ANALISIS
IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK TRANSPORTASI UMUM
RAMAH DISABILITAS DI JAKARTA (TRANSJAKARTA CARES) adalah
benar – benar karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
saya peroleh dari skripsi tersebut.
Malang, 20 Nopember 2017
Yang membuat pernyataan
Almas Syahrul Ghani
NIM. 135120507111006
iv
ABSTRAK
Almas Syahrul Ghani, Program Sarjana, Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang, 2017. Analisis Implementasi
Pelayanan Publik Transportasi Umum Ramah Disabilitas (Transjakarta Cares) Tim
Pembimbing: Wawan Sobari, S.Ip., MA., Ph.D dan Slamet Thohari, S.Fil., MA.
Transportasi umum bukan hanya untuk mereka yang memiliki kondisi fisik yang normal.
Penyandang disabilitas memiliki kebutuhan khusus dalam bermobilisasi. Penyandang
disabilitas selama ini sering mendapatkan kebijakan yang kriminalisasi hak-hak mereka,
salah satunya dalam transportasi umum untuk bermobilisasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahya Purnama memberikan layanan transportasi ramah disabilitas berupa transjakarta cares
untuk memaksimalkan aksesibilitas dalam bermobilisasi untuk penyandang disabilitas.
Armada transjakarta cares merupakan hibah dari program Corporate Social Responsibility
perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Jakarta. Transjakarta cares dapat digunakan
secara gratis, biaya operasional transjakarta cares merupakan subsidi dari pemerintah dengan
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. Komunitas
penyandang disabilitas dan teman-teman penyandang disabilitas mengapresiasikan layanan
transjakarta cares sebagai langkah baik yang diberikan oleh pemerintah untuk memberikan
solusi bermobilisasi bagi penyandang disabilitas. Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif metode studi kasus, dan dianalisis menggunakan teori implemetasi
kebijakan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier.
Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukan keberhasilan implementasi dari
layanan transjakarta cares. Dibuktikan dengan peningkatan jumlah pengguna transjakarta
cares meningkat dari awal tahun diluncurkan pada tahun 2016 lalu. Keberhasilan dari
kebijakan ini dikarenakan adanya komitmen dari kepala daerah saat itu, dengan
mengeluarkan peraturan gubernur no. 160 tahun 2016. Namun, transjakarta cares masih
memiliki catatan khusus untuk meningkatkan aksesibilitas yang lebih ramah disabilitas dan
jumlah armada harus ditambah, agar mampu melayani permintaan. Faktor kemanfaatan
transjakarta cares dikarenakan layanan transjakrta cares merupakan satu-satunya solusi yang
diberikan oleh pemerintah, layanan itu dapat digunakan secara gratis tanpa ada pumutan
biaya dan adanya ketegasan dan kepedulian dari pemerintah saat itu.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Transportasi Umum Ramah Disabilitas,
Transjakarta Cares, Komitmen Kepala Daerah
v
ABSTRACT
Almas Syahrul Ghani, Bachelor Program, Study Political Science, Faculty of Social and
Political Sciences, Brawijaya University of Malang, 2017. Analysis of Public Service
Implementation of Disability Friendly Public Transportation (Transjakarta Cares)
Supervised By: Wawan Sobari, S.Ip., MA., Ph.D and Slamet Thohari, S.Fil., MA.
Public transport is not just for those with normal physical condition. Persons with disabilities
have special needs in mobilizing. Persons with disabilities have often found policies that
criminalize their rights, one of them in public transport to mobilize. Jakarta Governor Basuki
Tjahya Purnama provides disability-friendly transportation services in the form of
Transjakarta cares to maximize accessibility in mobilizing for PwDs. Transjakarta cares fleet
is a grant from Corporate Social Responsibility program of insurance companies in Jakarta.
Transjakarta cares can be used free of charge, the operational cost of Transjakarta cares is a
subsidy from the government using the DKI Jakarta Regional Income and Expenditure
Budget. Disabled communities and friends with PwDs appreciate Transjakarta cares services
as a good measure provided by the government to provide mobilizing solutions for PwDs. In
this research use qualitative approach of case study method, and analyzed using theory of
policy implemetasi from Daniel A. Mazmanian and Paul A. Sabatier.
The results found in this study indicate the successful implementation of Transjakarta Cares
service. Evidenced by the increasing number of Transjakarta cares users increased from the
beginning of the year launched in 2016 ago. The success of this policy is due to the
commitment of the head of the region at that time, by issuing governor regulation no. 160 in
2016. However, Transjakarta cares still has a special record to increase accessibility that is
more disability friendly and the number of fleets must be increased, in order to be able to
serve the demand. Transjakarta cares benefit factor because transjakrta cares service is the
only solution provided by the government, the service can be used free of charge without any
cost and the assertiveness and concern of the government at that time.
Keywords: Policy Implementation, Disability-Friendly Public Transport, Transjakarta
Cares, Commitment of Regional Head
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat,
rahmat, serta penyertaan-Nya sehingga penelitian skripsi dengan judul Analisis
Implementasi Pelayanan Publik Transportasi Umum Ramah Disabilitas Di Jakarta
(Transjakarta Cares) ini dapat diselesaikan dengan lancar oleh penulis.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada berbagai pihak sebagai berikut:
1. Kedua orang tua, Bapak Sugia Mulyata dan Ibu Mahluyah atas segala
dukungan baik berupa doa, semangat, maupun materi, serta kesempatan untuk
menjalankan studi saya di Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya, Malang.
2. Kakak dan adik saya, Abang Riza, Kak Via, Kak Satrio, Kak Liza, Ka Ghina,
Ka Hana, dan Adik Akmal atas dukungan dan bantuan materil dan juga doa
yang selalu diberikan dalam pengerjaan skripsi ini agar penulis dapat segera
mendapatkan gelar sarjana dan pulang kerumah.
3. Bapak Wawan Sobari, S.IP, MA, Ph. D dan Bapak Slamet Thoari, S.Fil., MA
sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan masukan dan ilmu
yang sangat berarti selama bimbingan skripsi saya.
4. Sahabat dan teman-teman perkuliahan dan lain-lain yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
5. Sahabat yang seperti keluarga, Indroisme khususnya Agung, Ega, Tyo, Intan,
mama Dina, Hyram, Bayu, Randy Ponto, Mifathul Amin, dan Rakha.
6. Safira Kurniatie yang selalu setia mendoakan, menemani serta memberi
semangat dan motivasi kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.
7. Anandika Teguh Prakoso sebagai partner orenda.ht yang selalu menyemangati
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
8. Sahabat-sahabat di Jakarta, khususnya kepada Alamsyah, Aji, dan Reza yang
selalu mendoakan dan memberikan semangat serta motivasi dari kejauhan
agar penulis dapat segera pulang ke Ibu Kota.
vii
9. Bapak Aji, Bapak Dion, Bapak Faisal, Bapak Gufron, Bapak Alam, Bapak
Aulia Amin, dan Bapak Boval yang mengizinkan saya untuk mewawancari
sebagai informan dan sumber data.
10. Keluarga besar Ilmu Politik angkatan 2013, Universitas Brawijaya, Malang.
11. Seluruh pihak yang terlibat dan telah memberikan semangat kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi.
Terimakasih atas semua dukungan dan doa yang telah diberikan. Mohon maaf apabila
masih banyak kekurangan dalam penelitian skripsi yang disusun oleh penulis. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis serta teman-teman yang kelak akan melakukan
penelitian skripsi ataupun bekerja di suatu perusahaan.
Malang, September 2017
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii
ABSTRAK ..............................................................................................................iv
ABSTRACT ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................................................xi
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................. Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ........................................ Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian.......................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian........................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Teori Implementasi Kebijakan ..................... Error! Bookmark not defined.
a) Karakteristik Masalah .................................... Error! Bookmark not defined.
b) Karakteristik Kebijakan ................................. Error! Bookmark not defined.
c) Lingkungan Kebijakan ................................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Kebijakan Publik .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.3 Pengertian Penyandang Disabilitas .............. Error! Bookmark not defined.
2.3.1 Ragam Penyandang Disabilitas ............. Error! Bookmark not defined.
2.4 Hak-Hak Penyandang Disabilitas................. Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Disabilitas Dalam Perspektif Sosial ModelError! Bookmark not defined.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ........................... Error! Bookmark not defined.
2.6 Kerangka Pemikiran ..................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODE PENELITIAN ........................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Metode Penelitian ......................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Lokasi dan Objek Penelitian ........................ Error! Bookmark not defined.
3.3 Fokus Penelitian ........................................... Error! Bookmark not defined.
ix
3.4 Sumber Data ................................................. Error! Bookmark not defined.
3.5 Pemilihan Informan ...................................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................... Error! Bookmark not defined.
3.7 Analisis Data ................................................ Error! Bookmark not defined.
3.8 Teknik Keabsahan Data ............................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV .................................................................. Error! Bookmark not defined.
GAMBARAN UMUM .......................................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta .................. Error! Bookmark not defined.
4.2 Mengenal Transjakarta Cares ....................... Error! Bookmark not defined.
4.3 Bus Transjakarta Ramah Disabilitas ............ Error! Bookmark not defined.
BAB V ................................................................... Error! Bookmark not defined.
PEMBAHASAN .................................................... Error! Bookmark not defined.
5.1 Alasan Pemerintah Memberikan Layanan Transportasi Ramah Disabilitas Melalui
Transjakarta Cares .............................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Implementasi Transjakarta Cares Sebagai Layanan Transportasi Ramah Disabilitas
............................................................................ Error! Bookmark not defined.
5.3 Respon Penyandang Disabilitas Dalam Memanfaatkan Transjakarta CaresError!
Bookmark not defined.
5.4 Faktor Pendorong Kemanfaatan Transjakarta CaresError! Bookmark not defined.
5.5 Faktor Komitmen Kepala Daerah ................ Error! Bookmark not defined.
BAB VI .................................................................. Error! Bookmark not defined.
PENUTUP.............................................................. Error! Bookmark not defined.
6.1 Kesimpulan................................................... Error! Bookmark not defined.
6.2 Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
x
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proses Kebijakan Publik ................................................................................. 13
2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................................... 36
4.1 Armada Transjakarta Cres .............................................................................. 54
4.2 Aksesibilitas Transjakarta Cares ..................................................................... 54
4.3 Bus Transjakarta Ramah Disabilitas ............................................................... 58
5.1 Armada Transjakarta Cares Tampak Belakang .............................................. 75
5.2 Bus Rapid KL ................................................................................................. 76
5.3 Aksesibilitas Rapid KL ................................................................................... 76
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Perbandingan Hak Penyandang Disabilitas dalam UN CRPD & UU No. 8 Tahun
2016.............................................................................................. 30
Tabel 2.2: Hak Penyandang Disabilitas Perempuan dan Anak......................... 32
Tabel 2.3: Perbandingan Penelitian terdahulu................................................... 34
xii
DAFTAR ISTILAH
UU : Undang-Undang
Pergub : Peraturan Gubernur
CSR : Corporate Social Responsibility
DKI : Daerah Khusus Ibu Kota
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
PGC : Pulo Gadung Center
BRT : Bus Rapid Transit
BPS : Badan Pusat Statistik
JPO : Jembatan Penyebrangan Orang
UN CRPD : United Nation Convention On The Right of Persons With Disabilities
PBB : Persatuan Bangsa Bangsa
WHO : World Health Organization
KOMNAS HAM : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
JBFT : Jakarta Barrier Free Tourism
PILKADA : Pemilihan Kepada Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disabilitas menurut World Health Organization (WHO) adalah kondisi
atau fungsi dari seorang individu yang dinilai secara signifikan relatif terganggu
dari standar biasa individu dari kelompok mereka. Terdapat beberapa macam
macam disabilitas, karena istilah atau konsep ini sering digunakan untuk merujuk
kepada fungsi individu, termasuk didalamnya adalah gangguan fisik, gangguan
sensorik, gangguan kognitif, gangguan intelektual, penyakit mental, dan berbagai
jenis penyakit kronis.1 Penyandang disabilitas juga dijelaskan dalam dua
dokumen. Pertama, Konvensi International Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan
Protokol Opsional Terhadap Konvensi (Resolusi PBB 61/106 13 Desember 2006)
mengartikan penyandang disabilitas sebagai semua orang yang tidak mampu
menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual
normal dan atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecatatan mereka, baik yang
bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal keimampuan fisik atau mentalnya.
Kedua adalah dalam Convention On The Rights of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) yang telah
diratifikasi dengan UU No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On
The Rights of Persons Wihth Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas), penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki
keterbatasan mental, fisik, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama
dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, yang dapat menghalangi
1Halaman resmi WHO http://www.un.org/en/events/disabilitiesday/background.shtml diakses 19
maret 2017
partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan prinsip
kesetaraan.2
Adapun pengertian penyandang disabilitas menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yaitu:3
“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak.”
Sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyandang
disabilitas di Indonesia sebesar 12,15% (dua belas, lima belas persen) dari jumlah
penduduk warga negara Indonesia. Penyandang disabilitas yang masuk kategori
sedang sebanyak 10,29% (sepuluh, dua puluh sembilan persen) dan penyandang
disabilitas kategori berat sebanyak 1,87% (satu, depalan puluh tujuh persen).
Sedangkan jumlah penyandang disabilitas di DKI Jakarta, pada Tahun 2015
tercatat jumlah penyandang disabilitas di Ibu Kota mencapai 6.003 jiwa. Jakarta
Selatan menjadi daerah dengan penyandang disabilitas terbanyak, yakni
berjumlah 2.290 jiwa, disusul oleh Jakarta Barat 1.155 jiwa. Jakarta Timur 1.100
jiwa, Jakarta Pusat 770 jiwa, Jakarta Utara 593 jiwa, dan Kepulauan Seribu
menjadi wilayah yang paling sedikit dengan 69 penyandang disabilitas.4
Pada Tahun 2016 telah di tetapkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Peyandang Disabilitas untuk memperbaharui
2 Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan CRPD. 3 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871) 4 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/02/09/jelang-debat-iii-jumlah-penyandang-
disabilitas-di-dki-jakarta-capai-6-ribu-jiwa diakses 23 maret 2017
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas untuk bisa mengangkat
kehormatan para penyandang disabel, memberikan kesempatan untuk menggali
potensi, memberikan lapangan pekerjaan, mendapatkan pelayanan publik
transportasi umum, dan hak-hak serta kewajibannya sebagai warga negara
Indonesia.
Penyandang disabilitas juga memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama dengan masyarakat yang non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara
Indoesia, sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan
khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap
berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari berbagai
pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai
upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak
asasi manusia universal.5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 menjamin bagi para penyandang
disabilitas untuk mendapatkan pelayanan publik, dengan aturan yang tertuang
pada (Pasal 19 UU/8/2016) memperoleh akomodasi yang layak dalam pelayanan
publik secara optimal, wajar, bermartabat tanpa diskriminasi, dan pendampingan,
penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan
publik tanpa tambahan biaya. Merespon baik Undang-Undang Nomor 8 Tahun
5 Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 273.
2016 tentang penyandang disabilitas, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya
Purnama mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 160 Tahun 2016 tentang
transportasi publik gratis untuk masyarakat dan khususnya bagi penyandang
disabilitas yang tertuang pada Pasal 15 Peraturan Gubernur Nomor 160 Tahun
2016.
PT. Transjakarta sebagai Badan Perusahaan Millik Daerah (BUMD) di
bawah Pemerintah provinsi DKI Jakarta, bertanggung jawab dengan Peraturan
Gubernur Nomor 160 Tahun 2016 tentang transportasi publik gratis bagi
masyarakat, khususnya penyandang disabilitas. PT. Transjakarta dan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sedang gencar memperjuangkan dan memberikan fasilitas-
fasilitas publik untuk para penyandang disabilitas dengan memberikan
transjakarta cares yang sudah di luncurkan pada bulan Oktober 2016 sebanyak 26
unit Transjakarta cares, dan bagi para pengemudi tidak boleh melebihi dari
kecepatan 50km/jam untuk kenyamanan para penumpang penyandang disabilitas.6
Transjakarta juga sudah menambah 300 unit bus transjkarta yang ramah
disabilitas dengan sistem low entry.7
Selain menyediakan transjakarta cares dan transjakarta low entry. PT.
Transjakarta juga sudah menyediakan 10 jembatan penyeberangan orang (JPO)
dan 75 halte transjakarta yang ramah bagi para penyandang disabilitas.
Transjakarta juga sudah menyiapkan pramudi dan satuan petugas yang siap
melayani penyandang disabilitas. Halte ramah disabilitas diberikan tanda
6 David Oliver Purba, “Kecepatan Transjakarta Cares Tak Boleh Lebih dari 50km/jam,
http://indeks.kompas.com/tag/Penyandang.disabilitas diakses 23 Maret 2017 7 Prasetia Budi, Transjakarta Luncur 116 Unit Bus Baru, http://transjakarta.co.id/transjakarta-
luncurkan-116-unit-bus-baru/ diakses 6 april 2017
berwarna hijau muda pada tiang ram jembatan penghubung dengan jembatan
penyebrangan orang.
Namun, dalam pelaksanaannya di lapangan, masih banyak keluhan yang
dirasakan para penyandang disabilitas, mulai dari jam operasional transjakarta
cares, tempat duduk yang terlalu sempit, dan belum beroperasi di seluruh jakarta,
hanya jakarta pusat dan jakarta barat. Padahal jakarta selatan memiliki jumlah
penyandang disabilitas terbanyak yang ada di jakarta.8 Penyandang disabilitas
memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, dan
mendapatkan fasilitas yang ramah untuk dapat membantu kebutuhan aktivitas
mereka dalam kesehariannya. Karena penyandang disabilitas juga memiliki atas
hak dan tanggung jawab yang sama dengan warga negara yang non disabilitas,
sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
Tentang penyandang disabilitas.
Dengan ini penulis melakukan penelitian seputar penyandang disabilitas di
Provinsi DKI jakarta dengan judul “ANALISIS IMPLEMENTASI
PELAYANAN PUBLIK TRANSPORTASI UMUM RAMAH DISABILITAS
DI JAKARTA (TRANSJAKARTA CARES)“ alasan penulis mengambil judul
diatas, karena penulis tertarik dengan penyandang disabilitas yang mendapat
perhatian lebih, khususnya dalam mendapatkan pelayanan publik transportasi
umum gratis oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 160
Tahun 2016 Pasal 15 tentang pelayanan transjakarta gratis dan bus gratis bagi
masyarakat penyandang disabilitas.
8 Prasetia Budi, Transjakarta Cares Untuk Difabel, http://transjakarta.co.id/transjakarta-cares-
difabel/ diakses 6 april 2017
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa pemerintah provinsi DKI Jakarta memberikan layanan
transportasi yang ramah disabilitas melalui Transjakarta Cares?
2. Bagaimana implementasi Transjakarta Cares sebagai layanan transportasi
yang ramah disabilitas?
3. Bagaimana respon penyandang disabilitas dalam memanfaatkan
Transjakarta Cares?
4. Apa faktor yang mendorong kemanfaatan Transjakarta Cares?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah penyandang disabilitas sudah merasakan kebijakan dan pelayanan publik
transjakarta cares yang efektif dan efisien dalam mendukung untuk menjalan
kehidupan sehari-hari. Selain itu juga ingin mengetahui peran pemerintah provinsi
DKI Jakarta dalam menangani masalah-masalah yang dialami oleh para
penyandang disabilitas.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pemerintah
Manfaat dari penelitian diharapkan mampu menjadi masukan atau
sumbangan pemikiran bagi pemerintah DKI Jakarta dalam memberikan
fasilitas publik yang ramah dengan penyandang disabilitas.
2. Manfaat bagi masyarakat
Manfaat dari penelitian diharapkan mampu memberikan kepedulian dalam
meyuarakan hak-hak dan kewajiban penyandang disabilitas di masyarakat
DKI Jakarta dengan mendukung fasilitas publik yang ramah penyandang
disabilitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori sebagai pisau analisis
atau alat dalam pemecahan permasalahan dalam sebuah penelitian. Adapun teori
yang dipakai oleh penulis adalah teori Implementasi kebijakan dari Daniel A.
Mazmanian dan Paul A. Sabatier. Teori ini digunakan oleh penulis untuk
menjelaskan dan menganalisis bagaimana sebuah kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah untuk memberikan pelayanan publik transportasi umum yang ramah
bagi penyandang disabilitas.
2.1 Teori Implementasi Kebijakan
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan teori implementasi
kebijakan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, karena menurut
penulis teori yang dipaparkan lebih sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan
dan sesuai untuk dijadikan pisau analisis untuk mempermudah analisis
implementasi Transjakarta cares. Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A.
Sabatier ada 3 variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi,yakni:1
a) Karakteristik Masalah
1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, disatu
pihak ada beberapa masalah sosial yang mudah di pecahkan dan di
pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit untuk
dipecahkan.
1 Drs. AG. Subarsono, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm .94-99
2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, suatu program akan
relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya
adalah homogen.
3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, sebuah
program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya
mencakup semua populasi.
4. Cakupan perubahan prilaku yang diharapkan, sebuah program yang
bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan
relatif lebih mudah diimplementasikan daripada program yang
bertujuan merubah sikap dan perilaku masyarakat.
b) Karakteristik Kebijakan
1. Kejelasan isi kebijakan, ini berarti semakin jelas dan rinci sebuah
kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor
mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata.
2. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukugan teoritis,
kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap
karena sudah teruji.
3. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan
tersebut. Sumber daya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap
program sosial.
4. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institusi
pelaksana.
5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
6. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
7. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan.
c) Lingkungan Kebijakan
1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif
mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan
masyarakat yang masih tertutup dan tradisional.
2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang
memberikan insentif biasanya mudah mendapatan dukungan
publik.
3. Sikap dari kelompok pemilih. Kelompok pemilih yang ada dalam
masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebjijakan.
4. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.
Dari penjelasan menurut Daniel A. Mazaiman dan Paul A. Sabatier,
permasalahan yang terdapat dalam penelitian sesuai dengan yang dijelaskan,
mulai dari karakteristik masalah yang sesuai dari kelompok sasaran, suatu
program akan lebih mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya
adalah homogen, dan sebaliknya apabila sasaran implementasi terhadap total
populasi akan relatif sulit diimplementasikan, dan kebijakan yang kognitif akan
relatif lebih mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan merubah
sikap perilaku masyarakat. Menurut penulis dari segi karakterisitik masalah dalam
penilitian ini sangat sesuai, karena kelompok sasarannya adalah homogen dan
kebijakannya tidak bersifat merubah sikap dan perilaku sasaran kebijakan.
Dari segi karakterisik kebijakan yang dijabarkan oleh Mazmanian dan
Sabatier juga sesuai dengan permasalahan dalam penilitian ini, karena kebijakan
yang dikeluarkan sangat jelas berupa transportasi umum yang ramah penyandang
disabilitas, dan kebijakan yang dikeluarkan berdasarkan teoritis dan dipayungi
dengan Undang-Undang. Sedangkan dari lingkungan kebijakan yang dijabarkan
oleh mazmanian dan Sabatier sangat sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi
dari sasaran kebijakan. Karena kebijakan yang dikelaurkan merupakan kebijakan
pembaruan di dalam transportasi umum yang ramah disabilitas.
Dapat diartikan bahwa ada banyak variabel yang mampu mempengaruhi
berjalannya implementasi kebijakan yang akan dijalankan oleh implementor.
Implementasi kebijakan tidak hanya terbatas tindakan dan perilaku badan
alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
program dan menimbulkan kepatuhan dari target group. Hal itu juga dijelaskan
Makinde yang dikutip oleh Erwan Agus dan Dyah Ratih, beberapa permasalahan
yang muncul dalam proses implementasi di negara berkembang, yaitu: 2
1. Kegagalan implementasi disebabkan oleh kelompok sasaran tidak terlibat
dalam implementasi program.
2. Program yang diimplementasikan tidak mempertimbangkan kondisi
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
3. Adanya korupsi.
4. Sumberdaya manusia yang kapasitasnya rendah.
5. Tidak adanya koordinasi dan monitoring
2 Erwan Agus dan Dyah Rati, “Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya Di
Indonesia”, (Yogyakarta: Gava Media, Cetakan Pertama, 2012)
2.2 Kebijakan Publik
Proses sebuah kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual
yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivis politis
tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,
formulasi Kebijakan, dan penilian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan
masalah, foreacasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan
adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual. 3
Gambar 2.1
Proses Kebijakan Publik
Sumber: William N. Dunn, 1994:17
Perumusan masalah kebijakan merupakan salah satu bagian yang bersifat
krusial. Analisis kebijakan sering gagal karena memecahkan masalah yang salah
dibandingkan gagal karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap
masalah yang benar. Forecasting atau ramalan adalah kegiatan untuk menentukan
informasi faktual tentang situasi dimasa depan atas dasrar informasi yang ada
3 Drs. AG. Subarsono,Op.cit hal 8-9
sekarang. Tujuannya sendiri untuk memberikan informasi mengenai kebijakan di
masa depan dan konsekuensinya, melakukan kontrol dan intervensi kebijakan
guna memengaruhi perubahan, sehinga akan mengurangi resiko yang lebih besar.
Kemudian setelah ramalan kebijakan ada langkah rekomendasi kebijakan yaitu
memberikan alternatif kebijakan yang paling unggul dibanding dengan alternatif
kebijakan yang yang lain. Dalam proses pemilihan alternatif tersebut harus
mendasarkan pada seperangkat kriteria yang jelas dan transparan, sehingga ada
alasan yang masuk akal bahwa suatu alternatif kebijakan dipilih atau ditolak.
Metode seleksi kriteria tersebut dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif.4
Setalah melalui tahap perumusan masalah, ramalan kebijakan, dan
rekomendasi kebijakan,suatu kebijakan baru bisa diimplementasikan,
implementasi kebijakan yaitu dimana pelaksanaan suatu kebijakan yang telah
dipilih dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Kebijakan yang telah
direkomendasikan untuk dipilih bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut akan
berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun
kelompok atau instansi. Kebijakan publik sendiri akan diaksanakan atau
diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah untuk memberikan dampak pada
warga negaranya.
Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan publik
sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan yang ada sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional dalam rangka melanjutkan usaha-usaha
4 Drs. AG. Subarsono. Ibid
untuk mencapai perubahan yang besar maupun yang kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi public yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.5
Setelah suatu kebijakan diimplementasikan, maka akan ada Monitoring
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Pada dasarnya adalah kegiatan untuk
melakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Monitoring dilakukan
ketika sebuah kebijakan sedang diimplementasikan. Sedangkan evaluasi
dilakukan untuk melihat tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana kebijakan itu
mencapai sasaran dan tujuannya.6
2.3 Pengertian Penyandang Disabilitas
Disabilitas memiliki pengertian yang berbeda dari setiap aspek, adapaun
pengertian disabilitas menurut World Health Organization (WHO) adalah kondisi
atau fungsi dari seorang individu yang dinilai secara signifikan relatif terganggu
dari standar biasa individu dari kelompok mereka. Terdapat beberapa macam
macam disabilitas, karena istilah atau konsep ini sering digunakan untuk merujuk
kepada fungsi individu, termasuk didalamnya adalah gangguan fisik, gangguan
sensorik, gangguan kognitif, gangguan intelektual, penyakit mental, dan berbagai
jenis penyakit kronis.7 Sedangkan disabilitas menurut perspektif sosial model
adalah problem sosial yang berakar dari konstruksi struktur lingkungan
5 Budi Winarno, Kebijakan Publik (teori dan proses), Media Pressindo, Jakarta, 2008, hlm 146-
147. 6 Drs. AG. Subarsono,Op.cit
7Halaman resmi WHO http://www.un.org/en/events/disabilitiesday/background.shtml diakses 19
maret 2017
masyarakat atau dengan kata lain kedisabilitasan seseorang merupakan dampak
dari lingkungan yang tidak aksesibel.8
Penyandang disabilitas menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8
Thaun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yaitu:9
“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.”
Istilah penyandang disabilitas di Indonesia muncul setelah adanya diskusi
oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bertajuk, “Diskusi Pakar Untuk
Memilih Terminologi Pengganti Istilah Penyandang Cacat” pada 19 – 20 Maret
2010 di Jakarta. Diskusi Dihadiri oleh Pakar Hukum, Pakar Bahasa, Pakar
Komunikasi, pakar Filsafat, Pakar HAM, Pakar Penyandang Disabilitas, Pakar
Pssikologi, Pakar Isu Kelompok Rentan, Perwakilan Kementerian Sosial,
Komisioner KOMNAS HAM. Hasil dari diskusi menemukan dan menyepekati
terminologi penyandang disabilitas sebagai pengganti penyandang cacat.10
2.3.1 Ragam Penyandang Disabilitas
Ragam Penyandang Disabilitas menurut Pasal 4 angka 1 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas meliputi:11
a. Penyandang Disabilitas fisik;
8Robandi, https://www.solider.or.id/2017/04/25/mengintip-percaturan-tiga-model-persepsi-difabel
diakses 21 September 2017 9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871) 10
Daya Akselerasi Aditama, http://daksa.or.id//istilah-penyandang-16 disabilitas-sebagai-
pengganti-penyandangcacat/#sthash.vhaZpgul.dpuf, akses pada 9 Mei 2017 11
Pasal 4 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871)
b. Penyandang Disabilitas intelektual;
c. Penyandang Disabilitas mental; dan/atau
d. Penyandang Disabilitas sensorik.
Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi
dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun jenis dan penyebab disabilitas bisa disebabkan oleh berbagai
faktor yaitu;12
a. Cacat didapat (Acquired), penyebabnya bisa karena kecelakaan lalu lintas,
perang atau konflik bersenjata dan akibat penyakit kronis.
b. Cacat bawaan atau sejak lahir (Congenital), penyebabnya antara lain
karena kelainan pembentukan organ-organ pada masa kehamilan, karena
serangan virus, gizi buruk, pemakaian obat-obtan tak terkontrol atau
karena penyakit menular.
Dari berbagai faktor penyebab serta permasahalan disabilitas, maka jenis-jenis
disabilitas dapat dikelompokan sebagai berikut;13
1. Penyandang Disabilitas Fisik
a. Tuna Netra adalah seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang
disebabkan oleh hilangnya atau berkurangnya fungsi penglihatan
sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun penyakit.
Buta total, tidak dapat meilhat sama sekali objek didepannya.
12
Sapta Nugroho, Risnawati Utami, 2008, Meretas Siklus Kecacatan Realitas Yang Terabaikan,
Yayasan Talenta, Surakarta, hal. 114 13
T. Sutjihati Soemantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Refika Aditama, Bandung, Hal 121
Persepsi cahaya, seseorang yang mampu membedakan adanya
cahaya atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan objek yang
ada didepannya.
Memiliki sisa penglihatan (Low Vision), seseorang yang dapat
melihat benda yang ada didepannya dan tidak dapat melihat
jari-jari tangan yang digerakkan dalam jarak satu meter.
b. Tuna Rungu atau Wicara adalah kecacatan sebagai akibat hilangnya
atau terganggunya fungsi pendengaran dan atau fungsi bicara baik
disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan maupun penyakit, terdiri dari
tunga rungu wicara, tuna rungu, dan tuna wicara.
c. Tuna Daksa adalah gangguan pada bagian anggota gerak tubuh. Tuna
daksa dapat diartikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu,
sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan
sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sifat
lahir.
Menurut Effendi, tunda daksa terbagi menjadi dua golongan, yaitu;14
Tuna Daksa Ortopedi, yaitu kelainan yang menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh, kelainan tersbut terjadi pada bagian
tulang, otot tubuh maupun daerah persendian, baik yang dibawa
sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian karena penyakit atau
14
Muhammad Effendi, 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi Aksara, Jakarta.
Hal 122
kecelakaan, misalnya kelainan dalam pertumbuhan anggota badan
atau anggota badan yang tidak sempurna, cacat punggung,
amputasi tangan atau kaki, dan lainnya.
Tuna Daksa Syaraf, yaitu kelainan yang terjadi pada fungsi
anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada susunan syaraf di
otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah syaraf
yang menjadi kendali mekanisme tubuh, karena itu jika otak
mengalami kelainan, maka akan terjadi pada organisme fisik,
emosi dan mental. Salah satu bentuk yang terjadi karena gangguan
pada fungsi otak dapat dilihat pada anak yang memiliki gangguan
aspek motorik yang disebabkan oleh disfungsinya otak.
2. Penyandang Disabilitas Intelektual, yakni merupakan suatu pengertian
yang sangat luas mencakup berbagai kekurangan intelektual, diantaranya
juga adalah keterbelakangan mental. Sebagai contohnya adalah seorang
anak yang mengalami ketidakmampuan dalam belajar. Disabilitas
intelektual ini bisa muncul pada seseorang pada usia berapa pun.
3. Penyandang Disabilitas Mental
Tuna Laras, dikelompokkan dengan anak yang mengalami
gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu yang
berupa ganggua perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka
menyerang teman, dan lainnya.
Tuna Grahita atau yang sering dikenal juga dengan cacat mental
yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolak
ukurnya adalah dengan tingkat kecerdasan atau IQ.
4. Penyandang Disabilitas Fisik dan Mental Ganda, merupakan mereka yang
menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang
tuna netra dan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai
dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
2.4 Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas juga memiliki hak-hak sebagai warga negara
Indonesia, hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas memuat 153 pasal dengan rincian pengaturan mengenai
hak penyandang disabilitas diatur didalam sebelas pasal, yaitu pada Bab III dari
Pasal 5 sampai dengan Pasal 26. Hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan
pelayanan publik yang layak juga tertuang pada Pasal 19 UU/8/2016. Hak
penyandang disabilitas untuk mendapat pelayanan publik berupa transportasi
umum garatis juga tertuang pada Peraturan Gubernur Nomor 160 Pasal 15 tentang
transportasi publik gratis dan khususnya bagi penyandang disabilitas.
Hak-hak penyandang disabilitas juga sudah di ratifikasi di dalam
Convention on the Rights of Persoon with Disabilities (CRPD) oleh Negara
Republik Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
pengesahan CRPD. CRPD merupakan instrument Hak Asasi Manusia (HAM)
internasional dan nasional dalam upatya penghormatan, pemenuhan dan
perlindungan hak difabel di Indoneisa. Tujuan dari konvensi ini adalah untuk
memajukan, melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang
mendasar bagi semua penyandang disabilitas, serta penghormatan terhadap
martabat penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan.15
Dari penjelasan di atas akan disajikan dua buah tabel yang akan
menggambarkan apakah Undang-Undang penyandang disabilitas yang baru
diberlakukan telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Konvensi Penyandang
Disabilitas, yaitu;16
Tabel 2.1: Perbandingan Hak Penyandang Disabilitas dalam UN
CRPD & UU No. 8 Tahun 2016
No. Hak Penyandang Disabilitas UN CRPD UU No: 8
Tahun 2016
1. Hak Sipil dan Politik
1.1 Hak hidup V V
1.2 Hak bebas dari stigma V V
1.3 Hak Keadilan dan Perlindungan
hukum
V V
1.4 Hak privasi V V
15
Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang
Pengesahan CRPD 16
Erna Ratningsih, “Kewajiban Negara dan Hak Penyandang Disabilitas”, http://business-
law.binus.ac.id/2016/04/29/kewajiban-negara-dan-hak-penyandang-disabilitias/ diakses pada 9
mei 2017
1.5 Hak Politik V V
1.6 Hak Keagamaan V V
1.7 Hak berekspresi, berkomunikasi dan
memperoleh informasi
V V
1.8 Hak Kewarganegaraan V V
1.9 Hak bebas dari diskriminasi,
penelantaran, penyiksaan dan
eksploitasi
V V
2. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
2.1 Hak Pendidikan V V
2.2 Hak Pekerjaan, V V
2.3 Hak Kesehatan V V
2.4 Hak Kebudayaan dan Pariwisata V V
2.5 Hak Kesejahteraan Sosial V V
2.6 Hak Pelayanan Publik V
2.7 Hak hidup secara mandiri dan
dilibatkan dalam Masyarakat
V V
3. Hak Khusus lainnya
3.1 Hak Kewirausahaan dan Kopeasi V
3.2 Hak Aksesibilitas V V
3.3 Hak Perlindungan dari Bencana V V
3.4 Hak Habilitasi dan Rehabilitasi V V
3.5 Hak Pendataan V
3.6 Hak Keolahragaan V
Tabel 2.2: Hak Penyandang Disabilitas Perempuan dan Anak
Hak Penyandang Disabilitas Perempuan Hak Penyandang Disabilitas Anak
A. Konvensi Penyandang Disabilitas A. Konvensi Penyandang Disabilitas
Perlindungan terhadap perempuan
penyandang disabilitas dilaksanakan
melalui :
Jaminan atas hak asasi mereka serta
pemenuhan kebebasan fundamental
mereka secara penuh dan setara.
Membangun, mengembangkan dan
memberdayakan perempuan
disabilitas sebagai bagian dari
upaya menjamin penikmatan atas
hak dan kesetaraan mereka
Dalam rangka menjamin dan memajukan
pemenuhan serta perlindungan hak asasi
anak dengan disabilitas dilaksanakan
dengan cara:
Mengedepankan kepentingan
anak dalam menentukan berbagai
hal.
Menjamin kebebasan anak dalam
mengemukakan pendapat
mengenai hal yang
mempengaruhi kehidupan
mereka.
B. UU Nomor 8 Tahun 2016 B.UU Nomor 8 Tahun 2016
Hak atas kesehatan reproduksi Hak untuk mendapatkan perlindungan
khusus dari diskriminasi, penelantaran,
pelecehan, eksploitasi serta kekerasan
dan kejahatan seksual
Hak menerima atau menolak penggunaan
alat kontrasepsi
Hak mendapatkan perawatan dan
pengasuhan keluarga atau keluarga
pengganti untuk tumbuh kembang secara
optimal
Hak mendapatkan perlindungan lebih dari
perlakuan diskriminasi berlapis
Hak untuk dilindungi kepentingannya
dalam pengambilan keputusan
Hak mendapatkan perlindungan lebih dari
tindakan kekerasan termasuk kekerasan dan
eksploitasi seksual
Perlakuan anak secara manusiawi sesuai
dengan martabat dan hak anak
Pemenuhan kebutuhan khusus
Perlakuan yang sama dengan anak lain
untuk mencapai integrasi sosial dan
pengembangan individu
Mendapatkan pendampingan sosial
Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dinilai bahwa pemerintah Indonesia
telah melaksanakan kewajiban di dalam konvensi dengan memuat seluruh hak
penyandang disabilitas yang tertuang pada UU/8/2016 Bab III Pasal 5 sampai
dengan Pasal 26. Bahkan pemerintah Indonesia menjamin pelayanan publik ramah
disabilitas yang tidak tertuang dalam CRPD. Sedangkan untuk tabel kedua,
pengaturan berkaitan dengan penyandang disabilitas perempuan dan anak diatur
secara rinci sebagaimana yang diuraikan di atas, sedangkan untuk konvensi
penyandang disabilitas diatur ketentuan secara umum.
2.4.1 Disabilitas Dalam Perspektif Sosial Model
Selain dijelaskan dalam perspektif medik dan undang-undang, disabilitas
juga dijelaskan dalam perspektif sosial. Disabilitas dalam persepsi sosial adalah
problem sosial yang berakar dari konstruksi struktur lingkungan masyarakat.
Dengan kata lain kedisabilitasan seseorang merupakan dampak dari lingkungan
yang tidak akses.17 Dimana dalam karya Slamet Thohari yang berjudul “Disability
In Java: Contesting Conceptions of Disability in Javanese Society After the
Soeharto Regime” yang mengupas empat konsep disabilitas di Masyarakat Jawa
khususnya Jogjakarta yang salah satunya yaitu konsep model sosial. Dijelaskan
bahwa konsep sosial yang menganggap difabel sebagai individu yang dikucilkan
dari peran sosial akibat desain sosial yang keliru atau disabilitas sebagai sebuah
konstruksi sosial.18
Dalam perspektif model sosial,dijelaskan bahwa disabilitas disebabkan
oleh lingkungan atau masyarakat tempat kita tinggal dan bukan merupakan
kesalahan seorang individu penyandang disabilitas itu, atau juga bukan
merupakan konsekuensi yang tak dapat dihindari dari keterbatasannya. Disabilitas
merupakan akibat dari hambatan-hambatan fisik, struktural dan sikap yang ada di
dalam lingkungan tempat tinggal, dan masyarakat yang mengarah pada
diskriminasi. Penghilangan diskriminasi menuntut perubahan dalam pendekatan
dan pola pikir dalam pengorganisasian masyarakat.19 Dalam perspektif model
17
Ibid Robandi, https://www.solider.or.id/2017/04/25/mengintip-percaturan-tiga-model-persepsi-
difabel diakses 21 September 2017 18
Ishak Salim,
http://www.academia.edu/12562014/PERSPEKTIF_DIFABILITAS_DALAM_POLITIK_DI_IND
ONESIA diakses 21 September 2017 19
The Open University (2006). Models of disability. (Online). Tersedia:
http://www.open.ac.uk/inclusiveteaching/pages/understanding-and-awareness/models-of-
disability.php diakses 21 september 2017
sosial ini, penyandang disabilitas sebenarnya tidak mengalami disabilitas apabila
lingkungan dan masyarakat mendukung untuk aksesibilitas mereka. sebagai
contoh, penyandang disabilitas menggunakan kursi roda tidak akan menjadi
disabilitas apabila aksesibilitas yang ada pada infrastruktur lingkungan itu sudah
terpenuhi atas dasar kesetaraan dan hak.
Disabilitas berdasarkan model sosial sering memfokuskan pada
perubahan-perubahan yang diperlukan di dalam masyarakat. Perubahan-
perubahan tersebut dapat berupa:20
Sikap, misalnya sikap yang lebih positif terhadap karakteristik mental atau
perilaku tertentu, atau tidak meremehkan potensi kualitas kehidupan
mereka yang menyandang ketunaan.
Dukungan sosial, misalnya bantuan untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut di atas, penyediaan sumber-sumber, alat bantu atau diskriminasi
positif untuk mengatasinya.
Informasi, misalnya menggunakan format yang cocok (misalnya braille
bagi tunanetra atau bahasa isyarat bagi tunarungu) atau tingkat kesulitan
yang disesuaikan (misalnya bahasa yang lebih sederhana bagi tunagrahita)
atau cakupan informasi yang lebih rinci (misalnya dengan menjelaskan
hal-hal yang oleh orang pada umumnya dianggap tidak penting untuk
dijelaskan).
Struktur bangunan fisik, misalnya bangunan dengan landaian (ramp) atau
lift untuk akses bagi para pengguna kursi roda.
20
Didi Tarsidi, Model-model Disabilitas: Medical Model vs Social Model http://d-
tarsidi.blogspot.co.id/2011/09/model-model-disabilitas-medical-model.html diakses 21 September
2017
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang sudah pernah dilakukan
dengan subyek ataupun substansi yang hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan. Manfaat dari adanya penelitian terdahulu dalam sebuah penelitian yang
akan dilakukan merupakan salah satu langkah perkembangan dalam studi kasus
yang diambil. Berkaitan dengan penelitian Analisis Implementasi Pelayanan
Publik Dalam Transportasi Umum Ramah Disabilitas Di Jakarta 2016
(Transjakarta Cares), penelitian yang dilakukan sebelumnya antara lain.
Tabel 2.3: Perbandingan Penelitian terdahulu
Judul Penelitian Penulis Tahun Fokus Penelitian
Evaluasi Prgoram
Transjakarta Dalam
Upaya Perbaikan
Transportasi Publik
Di Jakarta
Ami Setiawati 2012
Fokus pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui
seberapa efektif transjakarta
selaku program yang dibuat
oleh pemerintah DKI Jakarta
untuk memperbaiki sistem
transportasi publik di jakarta.
Aksesibilitas Sarana
Prasarana
Transportasi Yang
Ramah Disabilitas
(Studi Kasus
Transjakarta)
Dhini
Murdiyanti
2012 Penelitian ini memaparkan
akesibilitas pada fasilitas jalan
umum dan sarana prasarana
angkutan umum (transjakarta).
Kualitas Layanan
Transportasi (Studi
Kasus Transjakarta
Busway di Provinsi
DKI Jakarta)
Henri Setyawan 2012 Dalam penelitian tesis ini
hanya mengenai bagaimana
pengaruh kualitas pelayanan
terhadap kepuasan masyarakat
pengguna transjakarta.
Sumber: diolah oleh penulis tahun 2017
Dari ketiga penelitian terdahulu diatas dapat dipastikan perbedaan fokus
dengan apa yang diteliti oleh penulis. Disisi lain terdapat kesamaan penelitian
yaitu mengenai pelayanan publik transportasi umum milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta yang berupa Transjakarta. Namun penulis lebih meneliti kepada
Transjkarta Cares yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas yang
menggunakan transportasi umum milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Perbedaan yang mendasar dengan ketiga penelitian terdahulu yaitu, pada
penelitian terdahulu yang pertama lebih berfokus pada efektivitas Transjakarta
selaku milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teori
efektivitas program dan teori transportasi dan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada penelitian terdahulu yang kedua lebih berfokus pada aksesibilitas fasilitas
umum untuk penyandang disabilitas, dan pada penelitian menggunakan teori
penyandang disabilitas dan aksesibel fasiiltas dan transportasi umum, pada
penelitian menggunakan kajian literatur. Berbeda dengan tesis peneilitian
terdahulu yang ketiga yang lebih fokus dengan pengaruh kualitas pelayanan
terhadap kepuasan masyarakat pengguna transjakarta. Pada penelitian terdahulu
ketiga ini menggunakan metode deskkriptif dengan kombinasi pendekatan
kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
2.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian merupakan fokus alur pemikiran dari penliti. Dalam
melakukan sebuah penelitian, kerangka penelitian merupakan hal yang cukup
penting, karena kerangka pemikiran bertujuan untuk lebih memfokuskan kepada
objek kajian yang akan diteliti, dan juga sebagai acuan dalam menyusun laporan
hasil penelitian. Kerangka alur pemikiran ini melibatkan teori implementasi
kebijakan dan didukung oleh aspek pelayanan publik yang berupa transportasi
umum ramah disabilitas.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: diolah oleh penulis tahun 2017
Penjelasan dari kerangka pemikiran diatas adalah pada awalnya dimana
telah diresmikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas sebagai pembaruan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Disabilitas, pembaruan tersebut dilakukan karena Undang-
Undang No. 4 Tahun 1997 sudah tidak sesuai dengan lagi dengan paradigma
penyandang disabilitas.
Dengan diresmikannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabiltas. Pemerintah Provinsi Jakarta menyambut baik hal tersebut,
sehingga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama saat itu mengeluarkan
PT. TRANSJAKARTA
PERATURAN GUBERNUR NOMOR 160
TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN
TRANSJAKARTA GRATIS DAN BUS
GRATIS BAGI MASYARAKAT
IMPLEMENTASI
TRANSJAKARTA
CARES
PENYANDANG DISABILITAS
Peraturan Gubernur Nomor 160 Tahun 2016 tentang pelayanan transjakarta gratis
dan bus gratis bagi masyarakat, khususnya penyandang disabilitas yang berupa
Transjakarta Cares. Kemudian diimplementasikan oleh PT. Transjakarta selaku
BUMD DKI Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian, metode penelitian merupakan satu
cara untuk mendapatkan data dan informasi yang sesuai dengan apa yang ingin
diteliti. Data yang didapat nantinya diolah dan dianalisis oleh penulis untuk
dijadikan fakta yang sesuai dengan di lapangan, yang bilamana nanti perlu untuk
dijadikan bahan evaluasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif adalah istilah generik
untuk menyebut berbagai teknik observasi, observasi partisipan, wawancara
individu intensif, dan wawancara kelompok fokus, yang berusaha memahami
pengalaman dan praktik informan kunci untuk menempatkan mereka secara tepat
dalam konteks.1 Dalam penelitian kualitatif mengharuskan peneliti meleburkan
diri dalam setting sosial yang ia teliti, mengamati orang-orang dalam lingkungan
alami mereka, dan ikut serta dalam aktivitas mereka. Penelitian kualitatif ini jelas
bahwa paling tepat digunakan untuk tujuan penelitian yang mengeksplorasi
pengalaman subjektif seseorang, dan makna yang mereka hubungkan dengan
pengalaman-pengalaman tersebut.2 Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
1 David Marsh, Gerry Stoker, 2002. Teori dan Metode Ilmu Politik. Bandung. Nusa Media. Ahli
bahasa Helmi Mahadi, Shofifullah. Hal 239 2 David Marsh, Gerry Stoker. Ibid 240-242
alamiah.3 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus karena
dianggap dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, dengan waawancara
mendalam sehingga dapat ditemukan pola-pola yang jelas.
Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba dalam buku Sayekti Pujaswarno
(1992) yang menyebutkan bahwa pendekatan kualitatif dapat juga disebut dengan
case studi ataupun qualitative, yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek penelitian.4 Sehingga
penelitian kualitatif lebih spesifik diarahkan pada penelitian metode studi kasus.
Robert K. Yin menjelaskan secara umum bahwa studi kasus merupakan
strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan
dengan “How” atau “Why”. Sebagai salah satu metode penelitian, studi kasus
berkaitan dengan strategi yang menekankan adanya pertanyaan bagaimana dan
mengapa karena peneliti memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-
peristiwa masa kini yang akan diselidiki dengan fenomena masa kini.5
Penelitian dalam metode studi kasus terbagi menjadi tiga tipe studi kasus,
yaitu;6
1. Studi kasus intrinsik, penelitian yang dilakukan karena ketertatikan pada
suatu kasus khusus. Sehingga ingin memahami kasus tersebut dengan
3 Lexy J, Moleong, 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remana Rosdakarya. Hlm 6
4 Sayekti Pujosuwarno. 1992. Penulisan Usulan dan Laporan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Lemlit IKIP Yogyakarta 5 Robert K. Yin,1995 Studi Kasus (design dan metode). Ahli bahasa M. Djanzi, PT Grasindo
Perkasa, Jakarta. hlm 1. 6 Denzin dan Lincoln. 2011. Handbook of Qualitative Research (Edisi ketiga) terjemahan.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hlm 481-483
lebih baik. Dalam studi kasus intrinsik ini dilakukan karena minat intrinsik
peneliti.
2. Studi kasus instrumental, jika sebuah kasus murni dipelajari untuk
memberikan wawasan tentang persoalan atau untuk menarik ulang sebuah
generalisasi. Kasusnya nomor dua, ia memainkan peran pendukung dan
memudahkan pemahaman kita tentang sesuatu yang lain. Penelitian yang
dilakukan karena untuk mengembangkan dan memperhalus konsep.
3. Studi kasus kolektif, penelitian yang dilakukan berdasarkan suatu kasus
instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus. Hal
tersebut dilakukan untuk mempelajari dan mendalami fenomena dan
kondisi umum lebih mendalam.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe studi kasus intrinsik,
karena peneliti memliki ketertarikan instrinsik pada kasus ini, sehingga peneliti
ingin mengetahui lebih mendalam tentang implementasi transportasi umum yang
ramah disabilitas di DKI Jakarta. Adapun beberapa keuntungan menggunakan
penelitian tipe studi kasus dalam pendekatan kualitatif menurut Lincoln dan Guba
dalam buku Dedy Mulyana (2004) yaitu :7
1. Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa
yang dialami pembaca kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dan responden.
7 Deddy Mulyana, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Soisal Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya. hlm 201
4. Studi kasus dapat memberikan uraian yang mendalam yang diperlukan
bagi penilaian atau transferabilitas.
Dalam penelitian penulis menggunakan pendekatan kualitaif metode studi
kasus, penulis menggunakan metode ini untuk mengetahui bagaimana
implementasi pelayanan publik dalam transportasi umum ramah disabilitas di
jakarta tahun 2016 dengan studi kasus (transjakarta cares).
3.2 Lokasi dan Objek Penelitian
Dalam melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Implementasi
Pelayanan Publik Transportasi Umum Ramah Disabilitas di Jakarta (Transjakarta
Cares)” penulis memilih lokasi yang dianggap sesuai dengan adanya Transjakarta
Cares yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai
daerah penelitian di anggap sesuai dengan kebutuhan yang ada, dimana
Transjakarta Cares hanya baru beroperasi di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Dalam menentukan subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik
purposive, yaitu teknik penentuan sampling data dengan cara menentukan terlebih
dahulu siapa saja narasumber yang akan dijadikan narasumber utama dalam suatu
penelitian, dengan pertimbangan beberapa hal yang mendukung terciptanya ke
akuratan data. Dengan demikian peneliti telah memiliki daftar narasumber yang
akan dijadikan sebagai narasumber utama guna menggali informasi yang di
butuhkan. Subjek penelitian dalam penelitian ini, diantaranya: Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan, PT. Transjakarta, dan Persatuan
Penyandang Disabilitas Indonesia.
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan bagian paling penting dalam sebuah
penelitian, karena melalui fokus penelitian ini peneliti akan membatasi masalah
yang nantinya akan diteliti. Fokus penelitian juga ditujukan agar penelitian ini
bisa lebih terarah dan lebih terinci serta tidak menyimpang dari rumusan masalah
yang telah ditetapkan dari awal. Berdasarkan dengan uraian tersebut, maka fokus
penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pelayanan
publik transportasi umum yang ramah disabilitas di Jakarta. Apakah layanan
Transjakarta Cares sudah mencapai target dalam implementasinya untuk melayani
para penyandang disabilitas dan mengapa hanya ada di Jakarta Pusat dan Jakarta
Barat saja, padahal jumlah penyandang tertinggi di Jakarta berada di Jakarta
Selatan.
3.4 Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara
langsung dengan pihak-pihak yang mengetahui persis masalah yang akan dibahas.
Data primer merupakan data yang dikumpulkan penulis secara langsung dari
sumbernya melalui wawancara maupun observasi.8 pengumpulan data dalam
bentuk catatan ataupun rekaman baik berupa video, gambar, maupun rekaman
suara tentang situasi yang sedang terjadi di lapangan. Sumber tersebut diperoleh
melalui informan yang telah ditentukan dan secara langsung berhubungan dengan
obyek penelitian.
b. Sumber Data Sekunder
8 Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Bina Aksara. hlm 107
Sumber data sekunder merupakan pengumupulan data yang diperoleh
dengan cara tidak langsung. Sumber sekunder ini merupakan penunjang atau
pelengkap dari data primer seperti melalui bahan-bahan kepustakaan ataupun
dokumentasi yang sudah ada dan tertulis. Data sekunder meliputi: dokumen-
dokumen, arsip-arsip, catatan dan laporan dari berbagai pihak yang mendukung
penelitian ini. Dalam pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Studi Literatur, pengumpulan data yang diperoleh dari jurnal,
buku-buku, karya ilmiah, berbagai pendapat ahli yang sesuai
dengan permasalahan yang sedang diteliti.
Dokumentasi, pengumpulan data yang diperoleh dari instansi
terkait dan data yang sudah ada secara tertulis di lokasi penelitian
tersebut.
3.5 Pemilihan Informan
Pemilihan informan bertujuan untuk mendukung data-data narasumber
terkait fokus yang dijadikan penelitian. Pada penelitian kualitatif penentuan
informan dilakukan ketika memasuki lapangan dan penelitian tersebut
berlangsung. Pemilihan informan juga dibutuhkan sebagai upaya untuk
mendapatkan kevalidan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
Purposive sebagai teknik pemilihan informan. Dimana pertimbangan tertentu ini
misalnya orang tersebut yang di anggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan ataupun kemungkinan dia adalah bagian dari pembuat kebijakan,
implementor dan sebagai sasaran dari sebuah kebijakan tersebut, yang nantinya
akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
Pada penelitian ini, terdapat tiga informan yang digunakan dalam
penelitian, yaitu Informan Kunci, Informan Utama dan Informan Pendukung.
Maka dapat ditetapkan beberapa informan yang dikelompokkan dalam kategori
informan kunci, informan utama, dan informan tambahan guna untuk mendukung
dan melengkapi data selama proses penelitian. Informan dalam penelitian ini
merupakan pihak-pihak yang mengetahui permasalahan dan dapat memberikan
informasi. Informasi yang dimaksud adalah mengenai seputar permasalahan yang
diambil oleh penulis dalam penelitian. Informan penelitian merupakan hal yang
berkaitan dengan informasi berupa orang yang dapat memberikan informasi
secara lengkap yang terkait dengan penelitian yang diambil oleh penulis.
Dalam bukunya, Bagong Suyanto mengatakan bahwa informan peneliti
meliputi beberapa macam, yaitu:9
a. Informan Kunci (Key Informant) yang merupakan mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian.
b. Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti.
c. Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan
informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial
yang diteliti.
Informan kunci :
Gufron Sakaril (ketua persatuan penyandang disabilitas indonesia)
9 Bagong Suyanto. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada
Media. 2005.
Faisal Rusdi (inisiator jakarta barrier free tourism)
Informan Utama :
Aji (Dinas Perhubungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta)
Dion (Pelayanan transjakarta cares)
Informan Tambahan
Safira (Pengguna Transjakarta)
Aulia Amin (pengguna transjakarta cares)
Alam (pengguna transjakarta cares)
Muhammad Rizqi (Mahasiswa IIUM Malaysia)
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk mengetahui bagaimana kondisi di
lapangan atau kondisi dari implementasi transportasi umum yang ramah
disabilitas. Karena kebenaran dan keakuratan data untuk sebuah penelitian
sangatlah penting, agar penelitian dapat teruji dan objektif. Nantinya data-data
yang sudah diperoleh akan di analisa sesuai dengan metode yang dipilih oleh
penulis. Dalam mengumpulkan data penelitian penulis akan menggunakan metode
wawancara, dokumentasi, observasi, dan studi pustaka.
a. Wawancara
Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada informan. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan
informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung.
Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur,
dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan berlangsung
luwes, arah pertanyaan lebih terbuka, tetap fokus, sehingga diperoleh
informasi yang kaya dan pembicaraan tidak kaku.10
b. Dokumentasi
Dokumen, yaitu proses melihat kembali sumber-sumber data dari
dokumen yang ada dan dapat digunakan untuk memperluas data-data yang
telah ditemukan. Adapun sumber data dokumen diperoleh dari lapangan
berupa buku, arsip, rekaman, foto, majalah bahkan dokumen perusahaan
atau dokumen resmi yang berhubungan dengan fokus penelitian.
c. Observasi
Metode observasi adalah metode yang menggunakan pengamatan atau
pengindraan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau
perilaku.11 Observasi dalam penelitian akan memudahkan untuk mendapat
dan menganlisa langsung apa yang terjadi di lapangan.
d. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
bertujuan untuk mencari referensi teori yang relevan dengan kasus ataupun
permasalahan yang akan diteliti. Studi Pustaka juga digunakan untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan fenomena mengenai isi dan
substansi yang digunakan dalam menganalasis suatu permasalahan.
3.7 Analisis Data
Dalam sebuah penelitian, analisis data sangat berpengaruh untuk
mengolah dan menganalisa data yang sudah diperoleh, dan sangat berpengaruh
10
Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3S, 1989) 11
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta, Rajawali Press, 2008. Hlm 52
untuk mendapatkan kesimpulan dari sebuah penelitian. Penelitian ini akan
menggunakan teknik analisis model Miles dan Huberman. Menurut Miles dan
Huberman “mengemukakan bahwa aktivitas analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.” Aktivitas analisis data yaitu: 12
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui wawancara
kemudian datatersebut dirangkum, dan diseleksi sehingga akan
memberikan gambaran yang jelas kepada penulis. Penulis dalam penelitian
ini memfokuskan pada pemustaka, khususnya yang berhubungan dengan
kenyamanan membaca.
2. Penyajian Data
Langkah kedua setelah kondensasi data adalah menyajikan data yang
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat dan yang sering digunakan
dalam penelitian kualitatif yaitu berupa teks yang bersifat naratif. Dalam
tahap penyajian data dimaksudkan untuk memudahkan dalam memahami
sesuatu yang terjadi selain itu rencana kerja selanjutnya dapat tersistematis
dengan baik.
3. Penarikan Kesimpulan
12
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: PT Alfabeta, hlm
247
Langkah yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Artinya, proses yang
dilakukan dengan menarik kesimpulan dan kategori – kategori data yang
direduksi dan disajikan untuk menuju pada kesimpulan akhir sebagai
jawaban dari fokus permasalahan yang diteliti.
3.8 Teknik Keabsahan Data
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih akurat, data yang diperoleh
penulis tidak langsung diolah tetapi data yang sudah diperoleh diuji lagi dengan
teknik keabsahan data, penulis melakukan beberapa cara, diantaranya:
Triangulasi data, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang terkumpul untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Hal ini dapat
berupa penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.13 Dari berbagai teknik
tersebut cenderung menggunakan sumber, sebagaimana disarankan oleh patton
yang berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu
data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Untuk itu keabsahan data dengan cara sebagai berikut :
a. Membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan data hasil
wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi Yang ingin diketahui dari perbandingan ini
13
Lexy J. Moleong, Op.Cit Hlm. 178
adalah mengetahui alasan-alasan apa yang melatarbelakangi adanya
perbedaan tersebut (jika ada perbedaan) bukan titik temu atau
kesamaannya sehingga dapat sehingga dapat dimengerti dan dapat
mendukung validitas data.
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Jakarta sebagai ibu kota Indonesia dan juga sebagai kota metropolitan
memiliki daya ekonomi yang besar, sehingga tak sedikit masyarakat indonesia
berbondong-bondong datang ke jakarta untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Ibu Kota Jakarta memiliki wilayah administratif, Jakarta Pusat, Jakarta Barat,
Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu. Jumlah
seluruh penduduk di Jakarta mencapai 10.177.924 jiwa,1 yang di dalamnya
terdapat penduduk penyandang disabilitas sebanyak 6.003 jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang cukup besar menyebabkan kota jakarta memiliki tingkat mobilitas
warga yang sangat tinggi. Sehingga pemerintah harus mampu memberikan
layanan transportasi umum yang aman, nyaman, bersih dan ramah disabilitas.
Kota jakarta memiliki tagline Jakarta Smart City, yang dimana
berdasarkan 6 pilar: Smart Governance, Smart People, Smart Living, Smart
Mobility, Smart Economy, dan Smart Environment. Smart city harus bermanfaat
untuk seluruh masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan hidup yang lebih
baik. Dengan smart city, data disajikan dengan lebih transparan.2 Dengan Jakarta
Smart City yang diantaranya berdasarkan pilar smart mobility, dan smart
economy diharapkan mampu mengurangi kesenjangan mobilitas dan ekonomi
yang ada di jakarta.
1 https://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/142 diakses 14 agustus 2017
2 http://smartcity.jakarta.go.id/ diakses 14 agustus 2017
“Kesenjangan mobilitas yang terjadi di jakarta dikarenakan
aksesilibilitas yang masih kurang sehingga menyebabkan
penyandang disabilitas harus mengeluarkan biaya lebih mahal
untuk mendapatkan transportasi yang ramah disabilitas untuk
memenuhi kegiatan mobilitas mereka”.
(Gufron Sakaril, ketua PPDI, wawancara 31 juli 2017)
Kesenjangan yang sangat terlihat di jakarta salah satunya ialah dalam
transportasi umum untuk mobilitas warga jakarta. Mobilitas bukan hanyalah untuk
mereka yang memiliki kondisi fisik yang normal. Penyandang disabilitas di
jakarta juga memiliki tingkat mobilitas yang sama dengan penduduk non
disabilitas. Penyandang disabilitas juga memiliki mobilitas dan hak yang sama
dengan masyarakat yang non disabilitas untuk menunjang kegiatan sehari-hari.
4.2 Mengenal Transjakarta Cares
Untuk memberikan rasa kesamaan hak dalam mobilitas dan transportasi
umum kepada penyandang disabilitas telah diresmikan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Menyambut baik hal tersebut
Pemerintah provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan gubernur nomor 160
tahun 2016 pasal 15 tentang transjakarta gratis khususnya bagi penyandang
disabilitas. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur 160
Tahun 2016 sebagai bentuk payung hukum untuk memeberikan layanan
transportasi gratis dan ramah bagi penyandang disabilitas. Pembentukan payung
hukum untuk transportasi ramah disabilitas di Jakarta melibatkan organisasi dan
komunitas penyandang disabilitas yang salah satunya ialah persatuan penyandang
disabilitas indonesia yang dipimpin oleh Gufroni Sakaril. Dimana, persatuan
penyandang disabilitas indonesia ini ikut serta dalam perancangan dan uji coba
dalam implementasi transportasi ramah disabilitas di Jakarta. PT. Transjakarta
selaku Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam
bidang transportasi umum yang telah terintegrasi, bertanggung jawab
meimplementasikan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah provinsi
DKI Jakarta untuk memberikan layanan bus transjakarta ramah disabilitas tanpa
pumunutan biaya apapun.
Tingkat mobilitas penyandang disabilitas di jakarta yang cukup tinggi dan
semakin membutuhkan layanan transportasi umum ramah disabilitas, PT.
Transjakarta memberikan layanan Transjakarta Cares. Transjakarta Cares
merupakan layanan yang diberikan untuk mempermudah aksesibilitas penyandang
disabilitas yang ingin menggunakan bus transjakarta, transjakarta cares akan antar
jemput bagi penyandang disabilitas yang ingin bermobilisasi di jakarta.
Transjakarta Cares juga sudah lolos uji akesesibilitas untuk penyandang
disaabilitas. Armada Transjakarta Cares merupakan kendaran pemberian atau
Corporate Social Responsibility (CSR) dari beberapa perusahaan di jakarta yang
peduli penyandang disabilitas.
“armada transjkarta cares ini merupakan kendaraan hiibah atau
pemberian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) dari
beberapa perusahaan asuransi, yaitu Denso, Astra, dan Tahir
Foundation.”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Layanan transjakarta cares sebagai transportasi ramah disabilitas di Jakarta
merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada
penyandang disabilitas di Jakarta. Layanan transportasi ramah disabilitas di
Jakarta juga sesuai dengan tagline Jakrta Smart City dengan salah satu pilarnya
yaitu Smart Mobility. Smart Mobility diharapkan mampu mengurangi
kesenjangan mobilitas antara penyandang disabilitas dan non disabilitas yang
terjadi di Jakarta. Dalam menjalankan pilar Smart Mobility tersebut pemerintah
memeberikan kebijakan transjakarta cares dan transjakarta gratis khususnya bagi
penyandang disabilitas tanpa adanya tekanan dari penyandang disabilitas.
“tidak ada tekanan dari komunitas penyandang disabilitas, karena
ini merupakan kepedulian kepada penyandang disabilitas dan ini
merupakan kelanjutan dari bis-bis yang ada dari sebelumnya”.
(Aji, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, wawancara 4 agustus 2017)
Hal itu juga disampaikan oleh Dion selaku pelayanan transjakarta cares,
bahwa peluncuran transjakarta cares ini bukanlah hasil dari tekanan dan dorongan
teman-teman penyandang disabilitas di Jakarta, yaitu;
“tidak ada paksaan dan tekanan dari komunitas dan organisasi
penyandang disabilitas, ini semua berdasarkan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas dan atas peraturan gubernur no.
160 tahun 2016”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 agustus 2017)
Selain menyediakan armada antar jemput untuk penyandang disabilitas,
telah disediakan juga pramuniaga yang sudah dilatih selama tiga bulan oleh
komunitas penyandang disabilitas, nantinya untuk mebantu para penyandang
disabilitas naik dan turun dari mobil dan akan menganatrkan ke halte. Untuk
menggunakan layanan Transjakarta Cares, penyandang disabilitas harus telpon
call center Transjakarta cares 1500102 terlebih dahulu paling lambat satu hari
sebelum penggunaan. Nantinya peyandang disabilitas akan dijemput di lokasi dan
akan diantarkan ke halte transjakarta ramah disabilitas terdekat. Hal tersebut
dilakukan untuk memperlakukan penyandang disabilitas sama seperti warga non
disabilitas.
Gambar 4.1 Armada Transjakarta Cares
(Sumber dokumentasi pribadi, 2017)
Armada transjakarta cares inilah yang nantinya akan menjemput dan
mengantarkan penyandang disabilitas ke halte ramah disabilitas terdekat atau
bahkan mengantarkan langsung ke tempat tujuan. Penyandang disabilitas
diantarkan langsung ke tempat tujuan apabila kondisi pengguna transjakarta
sedang tidak ramai, dan tujuannya juga tidak terlalu jauh dengan lokasi
penejmputan. Kemudian gambar selanjutnya adalah aksesibilitas yang ada pada
layanan transjakarta cares.
Gambar 4.2 Aksesibilitas Transjakarta Cares
(Sumber dokumentasi pribadi, 2017)
Aksesibilitas yang ada pada layanan transjakarta cares ini dianggap sudah
memiliki aksesibel dan sudah cukup untuk mereka yang tidak menyandang
disabilitas fisik dan tidak menggunakan kursi roda. Aksesibel yang dianggap
sudah cukup oleh pihak penyelenggara itu justru masih dianggap kurang aksesibel
oleh penyandang disabilitas. Karena dianggap masih mereptkan bila
menggunakan tongkat atau kursi roda.
4.3 Bus Transjakarta Ramah Disabilitas
Transportasi umum ramah disabilitas di Jakarta mulai berkembang pada
tahun 2016, semenjak diluncurkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang
disabilitas yang juga sebagai pembaharuan dari UU No. 4 Tahun 1997 tentang
penyandang cacat, dan juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur No. 160 Tahun
2016 pasal 15 tentang transjakarta gratis khususnya bagi penyandang disabilitas.
“tidak ada paksaan dan tekanan dari komunitas dan organisasi
penyandang disabilitas, ini semua berdasarkan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas dan atas peraturan gubernur no.
160 tahun 2016”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 agustus 2017)
Payung hukum tersebut mendorong kemajuan PT. Transjakarta sebagai
BUMD DKI Jakarta dibidang transportasi umum untuk memberikan transportasi
umum ramah disabilitas di Jakarta. Meskipun belum sepenuhnya transportasi
umum di Jakarta memiliki armada ramah disabilitas, hal ini merupakan satu
langkah yang baik. Hanya baru Transjakarta saja yang memiliki fasilitas ramah
disabilitas secara gratis.
“transportasi umum ramah disabilitas hanya ada pada taxi blue
bird, itupun menggunakan argo yang cukup mahal. Transportasi
umum ramah disabilitas yang gratis hanya baru ada di
transjakarta, belum ada transportasi umum ramah disabilitas
gratis selain itu. Teman-teman penyandang disabilitas
mengapresiasi langkah baik pemerintah itu.”
(Gufron Sakril, ketua PPDI, wawancara 31 juli 2017)
Sampai saat ini layanan transportasi umum gratis bagi penyandang
disabilitas yang berupa transjakarta cares dan bus transjakarta menggunakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. DKI jakarta
mampu memberikan layanan transportasi umum ramah disabilitas secara gratis
dikarenakan jumlah APBD DKI Jakarta tahun 2016 yang merupakan APBD
tertinggi di Indonesia dengan mencapai Rp 67,1 Triliun dibandingankan dengan
APBD Jawa timur tahun 2016 hanya Rp 23,2 Triliun3, sedangkan APBD Jawa
Tengah tahun 2016 Rp 20,08 Triliun4, dan APBD Jawa Barat tahun 2016 Rp
3 Ikhwanul Khabibi, https://news.detik.com/berita/3273688/membandingkan-besaran-apbd-
provinsi-dki-jakarta-dan-kota-surabaya diakses 20 agustus 2017 4 Ardhanareswari, http://semarang.bisnis.com/read/20151127/2/83240/apbd-jateng-2016-disahkan-
rp2008-triliun diakses 20 agusus 2017
29,966 Triliun5. Penggunaan APBD untuk biaya operasional transjakarta cares
dan transjakarta gratis bagi penyandang disabilitas juga disampaikan oleh Bapak
Aji dari Dinas Perhubungan.
“Subsidi yang diberikan dari APBD, jadi biaya operasional
transjakarta cares dan transjakarta gartis untuk penyandang
disabilitas menggunakan APBD”
(Aji, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, wawancara 4 agustus 2017)
Biaya operasional transjakarta cares merupakan subsidi dari pemerintah
dengan menggunakan APBD DKI Jakarta juga disampaika oleh Dion sebagai
pelayanan transjakarta cares, yaitu;
“pendanaan dan anggaran transjakarta cares dan transjakarta
gratis untuk penyandang disabilitas tentunya dari APBD dan
tentunya juga sudah disetejui oleh Pemerintah Provinsi”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Sejak diluncurkan payung hukum tersebut, kemajuan transportasi umum
ramah disabilitas di Jakarta berkembang pesat dibandingkan pada tahun-tahun
sebelumnya. Seperti yang ditulis pada media nationalgeographic.co.id pada 9
desember 2015, “fasilitas publik di Jakarta belum ramah difabel, LBH Jakarta
mengambil data 12 halte transjakarta, 10 stasiun KA commuter line, 26 gedung
instansi pemerintah dan 11 gedung instansi non pemerintahan.”6
Pada tahun 2016 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT. Transjakarta
selaku BUMD dibawah pemerintah provinsi DKI Jakarta mulai memberikan
fasilitas dan layanan transjakarta yang ramah disabilitas. Hal itu ditandai dengan
5 Humas Bapeda, http://bappeda.jabarprov.go.id/volume-apbd-perubahan-jabar-2016-rp29966-
triliun/ diakses 20 agustus 2017 6 Ilham Prastiko, http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/2015-fasilitas-publik-di-jakarta-
belum-ramah-difabel diakses 19 agustus 2017
ditambahnya halte ramah disabilitas menjadi 75 halte, dan armada bis transjakarta
yang ramah disabilitas dengan sistem low entry sebanyak 300 unit, dan juga
layanan terbaru yaitu transjakarta cares7. Jumlah tersebut merupakan peningkatan
yang signifikan dan sebagai langkah yang serius untuk memberikan layanan
transportasi ramah disabilitas dan menjadikan Jakarta Smart Moblity.
Penyandang disabilitas bisa menikmati layanan transportasi umum ramah
disabilitas dengan gratis mulai November tahun 2016 dengan syarat harus
memiliki TJ Card, yaitu kartu transjakarta gartis khususnya bagi penyandang
disabilitas. Cara pembuatan TJ Card juga mudah, cukup dengan mendaftarkan diri
melalui halte-halte yang berada di koridor Transjakarta. Lokasi pendaftaran untuk
mendapatkan TJ Card bisa ditemukan di semua halte Transjakarta. Untuk halte
tertentu seperti Kampung Melayu, Glodok, Kalideres, Pasar Pulogadung,
Matraman 1, Ragunan, PGC 2, Duri Kepa, Slipi Petamburan, dan Tanjung Priok,
disediakan booth khusus untuk melayani pendaftar. Warga dapat melakukan
pendaftaran TJ Card mulai pukul 06:00 hingga 20:00. Petugas di halte akan
membantu mendata identitas pendaftar, mengambil foto pendaftar, merekam dan
memfoto KTP, serta mencatat nomor telepon yang bisa dihubungi oleh petugas
Transjakarta. Nomor telepon tersebut berguna untuk menghubungi warga apabila
TJ Card sudah bisa diambil di halte tempat pendaftaran dan siap digunakan.8
Gambar 4.3 Transjakarta Ramah Disabilitas
7 Prasetia Budi, Transjakarta Luncur 116 Unit Bus Baru, http://transjakarta.co.id/transjakarta-
luncurkan-116-unit-bus-baru/ diakses 20 agustus 2017
8 http://smartcity.jakarta.go.id/blog/124/transjakarta-gratis-dengan-tj-card diakses 19 agustus 2017
(Sumber: re-digest.web.id, 9 September 2017)
Bus transjakarta lower deck atau yang digadangkan sebagai bus
transjakarta ramah disabilitas nantinya akan sebagai bus lanjutan dari armada
transjakarta cares, nantinya transjakarta cares akan mengantarkan pengguna untuk
transjakarta cares yang menyandang disabilitas untuk melanjutkan perjalanannya
tanpa harus menaiki halte yang terlalu tinggi. Karena nantinya pada bus
transjakarta lower deck akan berhenti di halte biasa dan ada beberapa bus lower
deck yang tidak masuk ke halte transjakarta pada umumnya. Namun untuk bus
transjakarta lower deck ini belum beroperasi sepenuhnya di jalur dan koridor
transjakarta.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Alasan Pemerintah Memberikan Layanan Transportasi Ramah
Disabilitas Melalui Transjakarta Cares
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan layanan transportasi ramah
disabilitas melalui transjakarta cares dikarenakan atas dasar kepedulian untuk
warga jakarta khususnya bagi penyandang disabilitas, agar mereka dapat
bermobilitas dengan aksesibilitas yang ramah disabilitas. Selain itu, dikarenakan
juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyambut baik Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Pada debat ketiga pemilihan kepala
daerah Provinsi DKI Jakarta 2017 dengan tema pemberdayaan perempuan,
perlindungan anak, anti narkoba dan ramah disabilitas. Ahok selaku petahana
Gubernur DKI Jakarta menyampaikan program yang nantinya akan menjadikan
provinsi pertama yang menjadi pelopor, melaksanakan dan mengimplementasi
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyambut baik UU 8/2016 tentang
penyandang disabilitas dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 160
Tahun 2016 tentang layanan transjakarta gratis khususnya bagi penyandang
disabilitas yang tertuang pada pasal 15. Layanan transjakarta cares gratis dan
transjakarta gratis bagi penyandang disabilitas nantinya akan menggunakan
subsidi pemerintah dari APBD DKI Jakarta. Dua payung hukum itulah yang
mendasari kelancaran peluncuran moda transportasi umum ramah diasbilitas
melalui layanan transjakarta cares.
“Secara prinsip, kami akan menjadi provinsi pertama yang
menjadi pelopor, mengiplementasikan UU 8/2016 tentang
penyandang disabilitas....semua taman saja kami perhatikan,
bahkan sampai urusan kecil. Kami mempunyai transjakarta cares,
kamu telpon satu hari sebelumnya, karena dia tidak mampu, kami
jemput dan diantarkan ke halte terdekat, bahkan trotoar kami pun
sudah buat ramah disabilitas. karena target kami penyandang
disabilitas bukan mereka, tapi kita. Suatu hari kita bisa jadi.”1
(Ahok, Debat ketiga PILKADA DKI 2017, 10 Februari 2017)
Memberikan layanan transportasi ramah disabilitas memang sudah
diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui layanan transjakarta cares
yang sudah diluncurkan pada oktober 2016 silam. Memberikan layanan
transjakarta cares untuk penyandang disabilitas sebagai bentuk perhatian dan
upaya untuk mewujudkan dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam
pelayanan publik transportasi umum yang tertuang pada UU 8/2016 tentang
penyandang disabilitas.
“tidak ada tekanan dari komunitas penyandang disabilitas, karena
ini merupakan kepedulian kepada warga jakarta yang memiliki
keterbatasan fisik atau penyandang disabilitas, ini juga
berdasarkan Pergub 160 tahun 2016 sebagai payung hukum dan
ini merupakan kelanjutan dari bis-bis yang ada dari sebelumnya”.
(Aji, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, wawancara 4 agustus 2017)
Selain disampaikan oleh Aji sebagai pihak dari dinas perhubungan DKI
Jakarta, perihal itu juga disampaikan oleh Dion dari pihak layanan transjakarta
cares, yaitu;
“tidak ada paksaan dan tekanan dari komunitas dan organisasi
penyandang disabilitas, ini semua berdasarkan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas dan atas peraturan gubernur no.
160 tahun 2016. pendanaan dan anggaran transjakarta cares dan
transjakarta gratis untuk penyandang disabilitas tentunya dari
1 Official iNewsTV https://youtu.be/C8gN0bv4qlU
APBD dan tentunya juga sudah disetejui oleh Pemerintah
Provinsi”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Jika dilihat dari hasil wawancara di atas, kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan layanan transportasi ramah
disabilitas, sesuai dengan variabel karakteristik kebijakan dari teori implementasi
kebijakan yang dipaparkan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier.
Dimana pada variabel karakterisik kebijakan dijelaskan bahwa semakin jelas dan
rinci sebuah kebijakan akan semakin mudah diimplementasikan oleh
implementor, dan dapat dilihat pada hasil wawancara bahwa kebijakan yang
dikeluarkan sudah sangat jelas dan telah berdasarkan undang-undang dan
peraturan gubernur sebagai payung hukum. Keberhasilan sebuah kebijakan juga
dikarenakan besarnya alokasi sumberdaya finansial. Dapat dilihat pada hasil
wawancara untuk kebijakan transjakarta gratis bagi penyandang disabilitas akan
disubsidi oleh pemerintah dengan menggunakan APBD DKI Jakarta. Bahwa
besaran APBD DKI Jakarta merupakan APBD paling besar dibanding provinsi
lainnya, hal itulah yang membuat kebijakan transportasi gratis bagi penyandang
disabilitas bisa berjalan. Keterkaitan dan dukungan antar berbagai institusi
pelaksana juga menjadi faktor keberhasilan implementasi kebijakan, dalam
implementasi kebijakan ini keterkaitan antar badan pelaksana dapat dilihat dengan
adanya keterkaitan antara PT. Transjakarta sebagai pelaksana dengan Dinas
perhubungan DKI Jakarta sebagai pembuat regulasi tentang lalu lintas.
Transjakarta merupakan moda transportasi umum milik Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dengan sistem Bus Rapid Transit (BRT). Transjakarta
merupakan moda transportasi dengan sistem BRT pertama di Asia Tenggara dan
Asia Selatan sejak tahun 2004 silam. Transjakarta juga merupakan moda
transportasi BRT dengan jalur terpanjang di dunia yang mencapai 210 KM.2
Transjakarta diluncurkan untuk membantu mobilitas warga jakarta baik yang
memiliki kondifisi fisik yang normal, maupun bagi mereka yang memiliki
keterbatasan fisik. Peluncuran bus transjakarta dan transjakarta cares juga
berdasarkan salah satu pilar dari Jakarta Smart City, yaitu Smart Mobility.
Transjakarta diharapkan mampu mengurangi tingkat kemacetan yang ada di
Jakarta dan mengurangi kesenjangan mobilitas antara penyandang disabilitas
dengan mereka yang miliki kondisi fisik yang normal. Hal itu juga disampaikan
oleh Safira pelanggan transjakarta.
“naik transjakarta murah, biaya yang saya keluarkan untuk
berangkat kerja dari ragunan dan pulang kerja dari gatot subroto
hanya Rp. 5.500.-. itu sudah enak pake AC dan tidak kena macet.
Ya meskipun harus berdesak-desakan bila jam pulang kerja.”
(Safira, pengguna transjakarta, 3 Agustus 2017)
“transportasi umum ramah disabilitas hanya ada pada taxi blue
bird, itupun menggunakan argo yang cukup mahal. Transportasi
umum ramah disabilitas yang gratis hanya baru ada di
transjakarta, belum ada transportasi umum ramah disabilitas
gratis selain itu. Teman-teman penyandang disabilitas
mengapresiasi langkah baik pemerintah itu.”
(Gufron Sakril, ketua PPDI, wawancara 31 juli 2017)
Dimana nantinya para pengguna layanan bus Transjakarta hanya
mengeluarkan biaya satu kali saja dalam satu perjalanan dan bisa transit di halte
dan kemudian naik bus kembali yang sesuai dengan tujuannya. Untuk pengguna
bus transjakarta saat ini hanya perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2000.- (Dua
Ribu Rupiah) untuk satu kali perjalanan dibawah pukul 07.00 WIB dan akan
2 http://transjakarta.co.id/produk-dan-layanan/layanan-bus/transjakarta/ diakses 21 agustus 2017
dikenakan tarif normal sebesar Rp. 3.500.- (Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah) pada
pukul 07.00 WIB. Hal itu berbeda bagi penyandang disabilitas yang ingin
menggunakan bus transjakarta. Penyandang dsisabilitas tidak akan dipungut biaya
jika menggunakan layanan transjakarta apabila mereka telah memiliki kartu TJ
Card. Kartu TJ card yaitu kartu untuk mereka yang termasuk dalam golongan
yang mendapatkan fasilitas gratis naik bus transjakarta.
PT. Transjakarta selaku BUMD dibawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam moda transportasi umum, selalu memberikan peningkatan pelayanan untuk
kepuasan pelanggan. Pelanggan dan pengguna transjakarta bukan hanya mereka
yang memiliki kondisi fisik yang normal, tapi juga mereka yang memiliki
keterbatasan fisik atau disabilitas. Dalam meningkatkan pelayanan untuk
kepuasan pengguna, transjakarta memberikan layanan antar jemput gratis bagi
penyandang disabilitas, layanan itu diberi nama dengan transjakarta cares.
Layanan transjakarta cares diluncurkan untuk mendukung aksesibilitas dan untuk
memaksimalkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk menuju ke halte
ramah disabilitas agar mereka pun bisa mendapatkan hak mobilitas yang sama
dengan warga jakarta yang memiliki kondisi fisik yang normal.
5.2 Implementasi Transjakarta Cares Sebagai Layanan Transportasi Ramah
Disabilitas
Setelah adanya payung hukum yang berupa Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas dan Peraturan Gubernur Nomor 160
Tahun 2016 tentang transjakarta gratis bagi masyarakat, khususnya bagi
penyandang disabilitas yang tertuang pada pasal 15. PT. Transjakarta selaku
BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bidang transportasi
bertanggungjawab untuk mengimplementasikan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. PT. Transjakarta memberikan layanan berupa Transjakarta Cares.
Transjakarta Cares adalah layanan antar jemput bagi penyandang disabilitas yang
ingin menggunakan bus transjakarta. Transjakarta cares juga bertujuan untuk
memaksimalkan dan mendukung aksesibilitas bagi penyandang disabilitas yang
ingin bermobilitas menggunakan bus transjakarta. Hal itu juga disampaikan oleh
Dion selaku pelayanan transjakarta cares.
“peluncuran transportasi transjakarta cares ini untuk
memaksimalkan penyandang disabilitas agar dapat bisa dapat
menuju halte, dan mendapat pendamping yang sudah dilatih agar
mereka tidak takut ketika berada didalam bus”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Transjakarta cares nantinya akan menjemput penumpang di tempat yang
sudah dijanjikan, bisa dirumah, rumah sakit atau bahkan hotel. Penumpang yang
ingin menggunakan layanan transjakrta cares harus telpon call center transjakarta
cares 1500102 paling lambat satu hari sebelum pemakaian. Nantinya para
penyandang disabilitas yang sudah memesan transjakarta cares akan dijemput dan
akan diantar menuju halte transjakarta ramah disabilitas yang terdekat. Selain
mendapatkan fasilitas antar jemput, penyandang disabilitas yang menggunakan
layanan transjakarta cares juga akan mendapatkan pramuniaga yang sudah dilatih
yang siap untuk membantu naik dan turun dari kendaraan. Hal ini dilakukan agar
penyandang disabilitas bisa bermobilitas seperti warga lainnya. Transjakarta cares
akan beroperasi mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB. Armada transjakarta cares
merupakan kendaraan hibah atau pemberian atas program Corporate Social
Responsibility (CSR) dari beberapa perusahaan yang ingin ikut memberikan
perhatian kepada penyandang disabilitas. Beberapa perusahaan yang ikut serta
dalam program CSR ini yaitu, Denso, Astra dan Tahir Foundation. Namun, untuk
biaya operasionalnya akan disubsidi oleh pemerintah menggunakan APBD.
“armada transjkarta cares ini merupakan kendaraan hibah atau
pemberian dari program Corporate Social Responsibility (CSR)
dari beberapa perusahaan asuransi, yaitu Denso, Astra, dan Tahir
Foundation. Untuk pendanaan dan anggaran transjakarta cares
dan transjakarta gratis untuk penyandang disabilitas tentunya dari
APBD dan tentunya juga sudah disetejui oleh Pemerintah
Provinsi”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Jika dilihat dan dianalisis dengan teori implementasi kebijakan yang
dipaparkan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier bahwa ada tiga
variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu; karakteristik
masalah, karakteristik kebijakan, dan lingkungan kebijakan . Dalam hasil
wawancara dengan pelayanan transjakarta cares, implementasi dari kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan layanan transportasi gratis
ramah disabilitas sudah sesuai dengan variabel lingkungan kebijakan. Dimana
dijelaskan bahwa keberhasilan implementasi dari variabel lingkungan kebijakan
adalah bahwa adanya dukungan publik, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
kemujuan teknologi, dan tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan
implementor. Dukungan publik mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan. Dilihat pada hasil wawancara diatas, dukungan publik untuk
keberhasilan implementasi transjakarta cares adalah keikut sertaan perusahaan-
perusahaan yang menghibahkan kendaraan untuk transjakarta cares melalui
program Corporate Social Responsibility (CSR). Dukungan publik juga
dibuktikan dengan keterlibatan komunitas penyandang disabilitas yang ada di
Jakarta. Kondisi sosial ekonomi masyarkat dan kemajuan teknologi di Jakarta
dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada tahun 2016 bahwa
IPM di Jakarta merupakan peringkat tertinggi dengan nilai 79.60 dari semua
provinsi yang ada di Indonesia bahkan lebih tinggi dari IPM Nasional yang hanya
mendapatkan nilai 70.18. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. Nilai IPM diukur
dari bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.3 Dengan tingkat
IPM yang tinggi itu membuktikan bahwa penduduk di Jakarta sudah mendapatkan
pendidikan dan dapat mengakses teknologi, sehingga mudah untuk menerima
kebijakan.
Selain sesuai dengan variabel lingkungan kebijakan. Hal ini juga sesuai
dengan varibel karakterisik kebijakan, dimana dalam variabel ini dijelaskan
bahwa besaran alokasi sumberdaya finansial sangat mempengaruhi keberhasilan
implementasi. Dapat dilihat pada hasil wawancara diatas, bahwa program layanan
transjakarta cares gratis ini sudah didukung dengan sumberdaya finansial yang
cukup, yaitu berupa subsidi dari pemerintah dengan menggunakan APBD untuk
biaya operasional setiap harinya. Kejelasan dan berdasarkan teori berupa undang-
undang dan peraturan gubernur.
Transjakarta cares ini merupakan satu-satunya layanan yang telah
diberikan oleh pemerintah untuk mendukung akesesibilitas untuk penyandang
disabilitas yang ingin bermobilitas menggunakan bus transjakarta. Nantinya,
3 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/04/20/dimana-provinsi-dengan-kualitas-
pembangunan-manusia-tertinggi diakses 17 september 2017
transjakrta cares ini akan tersambung dengan bus transjakarta lower deck. Bus
transjakarta lower deck adalah bus transjakarta yang dinilai sebagai bus ramah
disabilitas, bus ini tidak terlalu tinggi, hanya berjarak satu jengkal orang dewasa
dari aspal jalan. Dalam implementasinya transjakarta cares masih mendapatkan
kritikan dari teman-teman penyandang disabilitas.
“untuk aksesibilitas ramah disabilitas yang disediakan masih
belum disediakan dengan baik, sehingga teman-teman penyandang
disabilitas masih harus dibantu orang lain, sampai hari ini belum
banyak yang menggunakan layanan transjakarta cares. Namun
dengan adanya layanan ini teman-teman penyandang disabilitas
megapresiasi satu langkah baik yang diberikan pemerintah jika
dibandingkan dengan kota lain. Sebenarnya teman-teman
penyandang disabilitas ingin bisa mandiri, maksudnya adalah
dapat bermobilitas sendiri tanpa bantuan orang lain, tapi ya begini
keadaan aksesibilitasnya, jadi masih harus dibantu orang lain”
(Gufron Sakaril, ketua PPDI, wawancara 31 juli 2017)
Selain mendapat keluhan tentang aksesibilitas pada armada transjakarta
cares, ternyata aksesibilitas untuk dapat menggunakan layanan transjakarta cares
juga dianggap masih belum ramah disabilitas. Hal itu disampaikan oleh Aulia
Amin pengguna transjakarta cares yang menyandang disabilitas ganda, yaitu
mengalami pada gangguan penglihatan (Low Vision) dan menggunakan kursi
roda. Bagi mereka yang memiliki gangguan penglihatan (Low Vision) masih sulit
untuk mengakses agar dapat menggunakan transjakarta cares bagaimana mereka
yang tuna netra.
“aksesibilitas untuk mengakses transjakarta cares masih sangat
buruk, bagi saya yang low vision dan menggunakan kursi roda itu
masih sangat sulit, karena tulisan yang ada pada website
transjakarta terlalu kecil. Aksesibilitas yang pada armada
transjakarta cares juga masih sangat buruk, ramp yang ada
transjakarta cares masih sangat curam, sangat bahaya bagi kursi
roda, dan pramuniaga yang disediakan kurang mengerti setiap
jenis disabilitas memiliki cara komunikasi dan pendampingan yang
berbeda khususnya pengguna kursi roda, terkadang masih merasa
merepotkan namun sudah cukup untuk membantu masuk kedalam
mobil. Kemanfaatan masih minim karena masih kurang armada,
masih banyak teman-teman yang tidak kebagian, dan masih harus
menunggu dua hari. Karena saya pernah keluar negeri,
aksesibilitas di jakarta masih sangat buruk”
( Aulia Amin, pengguna transjakarta cares, 9 September 2017)
Selain masih mendapat kritikan dan keluhan dari aksesibilitas yang
dianggap masih kurang ramah disabilitas. Keluhan dalam jam operasional
transjakrta cares yang hanya sampai pukul 17.00 WIB juga disampaikan oleh
pengguna transjakarta cares saat betemu dengan Djarot sewaktu kampanya untuk
periode 2017. Seperti yang dilansir oleh kompas.com "Untuk ke depan waktunya
bisa tambah, kalau bisa 24 jam Pak," ujar Rolensus kepada Djarot.4 Namun untuk
jam operasional transjakara cares selama 24 jam masih menjadi pembahasan.
Meningkatkan pelayanan dan fasilitas untuk kepuasaan pengguna
transjakarta cares terus dilakukan oleh PT. Transjakarta. Menanggapi dan
menindaklanjuti keluhan dan kritikan dari pengguna transjakarta cares sangatlah
penting untuk menjadikan transjakarta cares menjadi lebih baik untuk layanan
transportasi ramah disabilitas di Jakarta. Peningkatan yang telah dilakukan oleh
PT. Transjakarta adalah untuk penjemputan pengguna yang pada awal
peluncurannya transjakarta cares hanya beroperasi pada Jakarta Pusat dan Jakarta
Barat, namun saat ini untuk penjemputan pengguna transjakarta cares sudah
mengcover sampai perbatasan Jakarta, misalnya sudah sampai bekasi, dan cinere
depok. Peningkatan pada jam operasional juga dilakukan, yang awalnya
4 Robertus Belarnimus,
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/11/21/18052101/bertemu.djarot.penyandang.disabilitas.
minta.jam.operasional.transjakarta.care.ditambah diakses 22 Agustus 2107
beroperasi mulai pukul 08.00 WIB, untuk saat ini pengguna layanan transjakarta
cares bisa dijemput mulai pukul 07.00 WIB. Peningkatan jumlah armada
transjakarta cares juga telah dilakukan, yang pada awal peluncuranya hanya ada
enam unit, untuk saat ini jumlah armada transjakarta cares sudah mencapai dua
puluh enam unit, kendaraan itu bantuan dari program CSR perusahan-perusahaan
yang ada di Jakarta.
“saat ini ada 26 unit mobil transjakarta cares, dan jumlah ini
untuk saat ini sudah cukup untuk mengcover penyandang
disabilitas di Jakarta, transjakarta cares untuk saat ini juga sudah
mencakup ke seluruh wilayah jakarta bahkan sampai ke bekasi,
dan cinere depok. Untuk penjemputanpun sudah bisa dimulai dari
pukul 07.00 WIB”
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Peningkatan pelayanan dan fasilitas transjakarta cares yang dilakukan oleh
PT. Transjakarta membuat peningkatan pengguna transjakarta cares menjadi
signifikan. Pada awal tahun peluncurannya di tahun 2016 jumlah pengguna
transjakarta cares masih tergolong sedikit, hanya baru sampai 10 pengguna saja
pada setiap harinya. Namun setelah langkah sosialisasi lebih dilakukan,
penambahan pada jumlah armada transjakarta cares, dan waktu penjemputan
dimulai lebih awal, pengguna transjakarta cares bisa mencapai 40 orang
perharinya. Bahkan pada tahun 2017 ini jumlah pengguna transjakarta cares sudah
mencapai diangka 1000 lebih.
“sosialisasi yang dilakukan sudah cukup baik, sudah sampai ke
teman-teman disabilitas dan komunitas, pelayanannya juga sudah
cukup baik dari segi armada dan pramuniaga. Saya hampir selalu
menggunakan layanan ini untuk kegiatan saya. Bahkan saya
terkadang diantarkan sampai ke tempat kerja saya bilamana disaat
pengguna transjakarta cares tidak terlalu ramai.”
(Alam, pengguna transjakarta cares, wawancara 9 September 2017)
Selain disampaikan oleh Alam, sosialisasi dan kemanfaatan transjakarta
cares juga disampaikan oleh Faisal Rusdi sebagai inisiator Jakarta Barrier Free
Tourism, yaitu;
“sosialisasi yang dilakukan sudah sampai ke teman-teman
penyandang disabilitas dan komunitas penyandang disabilitas di
Jakarta. Kemanfaatan transjakarta cares dan pramuniaga juga
sudah cukup membantu bagi beberapa teman-teman penyandang
disabilitas, karena mereka terkadang diantarkan sampai ke tempat
tujuan, bahkan masih banyak teman-teman disabilitas yang tidak
kebagian armada.”
(Faisal Rusdi, inisiator JBFT, wawancara 6 september 2017)
Jika dari hasil wawancara diatas dianalisis dengan teori implementasi
kebijakan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, itu sesuai dengan
variabel lingkungan kebijakan bahwa untuk keberhasilan implementasi
dibutuhkan tingkat komitmen dan keterampilan dari para implementor. Komitmen
yang diberikan ialah dalam bentuk keberlangsungan transjakarta cares sampai saat
ini, dan keterampilan dari para implementor ialah terkadang mereka mengantar
sampai ke tujuan apabila ada tujuannya tidak terdapat halte yang ramah disabilitas
dan pada saat pengguna layanan tidak sedang ramai. Keterampilan dari para
implementor juga dibuktikan dengan cukup terbantunya dengan adanya
pramuniaga yang disediakan.
Langkah-langkah peningkatan layanan dan fasilitas yang dilakukan oleh
pihak Transjakarta cares dengan melakukan sosialisasi yang lebih luas dan antar
jemput pengguna penyandang disabilitas itu membuat peningkatan jumlah
pengguna yang signifikan. Hal itu disampaikan oleh Dion dari pelayanan
transjakarta cares, yaitu;
“pada tahun 2016 jumlah pengguna transjakarta cares tergolong
standar, hanya mencapai 10 orang perharinya karena jumlah
armadanya masih terbatas hanya baru ada 6 unit. Pelanggan
mulai meningkat secara signifikan pada tahun 2017 karena
armada sudah bertambah 20unit dari program CSR jadi totalnya
26 unit. Bahkan tercatat pada tahun 2017 mencapai 1000 lebih
pelanggan transjakarta cares”.
(Dion, pelayanan transjakarta cares, wawancara 1 Agustus 2017)
Peningkatan jumlah pengguna transjakarta cares yang siginifikan pada
tahun kedua peluncurannya, bahkan dapat dikatakan cukup berhasil atas
implementasi transjakarta cares. Dapat dianalisis menggunakan teori
implementasi kebijakan yang dipaparkan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A.
Sabatier dari variabel karakteristik masalah yaitu, tingkat kemajemukan dari
kelompok sasaran, maksudya adalah suatu program atau kebijakan akan semakin
mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen.
Implementasi dari pelayanan transjakarta cares memiliki kelompok sasaran yang
homogen, yaitu bagi mereka yang menyandang disabilitas. Tingkat kesulitan
teknis, dalam implementasi kebijakan ini merupakan solusi untuk mempermudah
dari permasalahan teknis aksesibilitas yang ada. Proporsi kelompok sasaran
terhadap total poulasi, proporsi kelompok sasaran dari implementasi kebijakan ini
tidaklah mencakup semua populasi penduduk yang ada di Jakarta. Implementasi
dari kebijakan ini juga bukan untuk merubah sikap atau perilaku masyarakat yang
menyandang disabilitas, tapi merupakan sebuah layanan untuk membantu
akesibilitas mereka.
Hal ini juga sesuai dengan varibel karakterisik kebijakan, dimana dalam
variabel ini dijelaskan bahwa besaran alokasi sumberdaya finansial sangat
mempengaruhi keberhasilan implementasi. Dapat dilihat pada hasil wawancara
diatas, bahwa program layanan transjakarta cares gratis ini sudah didukung
dengan sumberdaya finansial yang cukup, yaitu berupa subsidi dari pemerintah
dengan menggunakan APBD untuk biaya operasional setiap harinya. Kebijakan
yang dikeluarkan juga sangat jelas, yaitu transportasi gratis bagi disabilitas,
keterpautan dan keterkaitan antar institusi pelaksana juga terlihat jelas antara
Dinas P erhubungan DKI Jakarta dan PT. Transjakarta sebagai pelaksana.
5.3 Respon Penyandang Disabilitas Dalam Memanfaatkan Transjakarta
Cares
Meskipun dianggap berhasil dengan jumlah peningkatan yang signifakan
pada pengguna layanan transjakarta cares pada setiap tahunnya, hal itu berbeda
menurut Gufron Sakaril selaku ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indoneisa
(PPDI). PPDI yang diketuai oleh Gufron sakaril merupakan salah satu organinasi
penyandang disabilitas yang mengadvokasikan bagi penyandang disabilitas untuk
bisa mendapatkan layanan transjakarta cares dan bus transjakarta secara gratis.
Dalam wawancara yang dilakukan, Gufron sakaril mengatakan bahwa :
“teman-teman penyandang disabilitas mengapresiasikan adanya
layanan transjakarta cares yang diberikan oleh pemerintah untuk
membantu aksesibilitas menuju halte transjakarta, jika
dibandingkan dengan kota selain jakarta. tapi yang dibutuhkan
oleh teman-teman penyandang disabilitas adalah aksesibilitas yang
lebih ramah disabilitas, contohnya di luar negeri, penyandang
disabilitas bahkan tuna grahita bisa menggunakan transportasi
umum tanpa pendamping atau bantuan orang lain, hal itu
dikarenakan aksesibilitas yang ada disana sudah sangat ramah
disabilitas. Karena sebenarnya teman-teman penyandang
disabilitas ingin bisa mandiri. Masih banyak juga dari teman-
teman penyandang disabilitas yang lebih memilih menggunakan
taksi ramah disabilitas dari bluebird, meskipun itu jauh lebih
mahal karena menggunakan argo taksi”.
Jika layanan transportasi bus ramah disabilitas yang ada di Jakarta
dibandingkan dengan kota lain di Indonesia. Layanan transportasi bus ramah
disabilitas yang ada di Jakarta memang sangatlah sudah mendekati transportasi
bus ramah disabilitas yang sesungguhnya. Tanpa bermaksud menjatuhkan
kearifan kota Jogja. Jika dibandingkan antara transportasi bus ramah disabilitas
Trans Jogja yang ada di kota Jogja, dapat dikatakan bahwa bus ramah disabilitas
yang ada di kota Jogja masih sangat jauh dari aksesibilitas ramah disabilitas.
Dapat dikatakan seperti itu dikarenakan halte yang disediakan oleh trans jogja
masih sangat tinggi, dan hanya masih menggunakan anak tangga pada halte
portable, belum disediakannya ramp untuk kursi roda. Selain halte, bus transjogja
juga masih sangat tinggi, belum menggunakan bus lower deck, dimana bus lower
deck merupakan bus ramah disabilitas dengan jarak ketinggian bus dengan aspal
jalan hanya satu jengkal orang dewasa.
Perbedaan aksesibilitas ramah disabilitas pada halte dan bus yang ada di
Jogja dan di Jakarta dikarenakan adanya perbedaan besaran Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah. Sesuai dengan teori implementasi kebijakan yang dipaparkan
oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam variabel karakteristik
kebijakan. Bahwa besaran alokasi sumberdaya finansial sangat mempengaruhi
keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan. Keberhasilan implementasi
transjakarta cares tidak lepas dari dukungan finansial dari pemerintah dengan
subsidi menggunakan APBD DKI Jakarta.
Keluhan mengenai aksesibilitas yang masih ada pada layanan transjakarta
cares juga disampaikan oleh Faisal Rusdi selaku inisiator Jakarta Barrier Free
Tourism. Kegiatan JBFT ini memang lebih menilai aksesibilitas yang ada di
Jakarta.
“teman-teman penyandang disabilitas mengapresiasi langkah
pemerintah dengan memberikan layanan transjakartacares ini,
masukan dari saya transjakartacares ini masih harus
meningkatkan aksesibilitanya, karena seharusnya bagi mereka
yang menggunakan kursi roda seharusnya tidak berpindah tempat
duduk, mereka tetap harus duduk di kursi roda, dan diberikan
pengamanan agar tidak terguncang saat didalam mobil.
Aksesibilitas yang ada di Jakarta memang masih sangat jauh
dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya. Di negara
luar saya bisa bermobilitas menggunakan bus dengan sendiri
tanpa bantuan dari orang lain, karena akeseibilitas disana sudah
didukung oleh infrastruktur yang aksesibel.”
(Faisal, Inisiator JBFT, wawancara 6 september 2017)
Selain mendapat keluhan tentang aksesibilitas pada armada transjakarta
cares, ternyata aksesibilitas untuk dapat menggunakan layanan transjakarta cares
juga dianggap masih belum ramah disabilitas. Hal itu disampaikan oleh Aulia
Amin pengguna transjakarta cares yang menyandang disabilitas ganda, yaitu
mengalami pada gangguan penglihatan (Low Vision) dan menggunakan kursi
roda. Bagi mereka yang memiliki gangguan penglihatan (Low Vision) masih sulit
untuk mengakses agar dapat menggunakan transjakarta cares bagaimana mereka
yang tuna netra.
“aksesibilitas untuk mengakses transjakarta cares masih sangat
buruk, bagi saya yang low vision dan menggunakan kursi roda itu
masih sangat sulit, karena tulisan yang ada pada website
transjakarta terlalu kecil. Aksesibilitas yang pada armada
transjakarta cares juga masih sangat buruk, ramp pada
transjakarta cares masih sangat curam, sangat bahaya.
Seharusnya ramp itu lebih dipanjangkan agar landai. Saran saya
teman-teman disabiltas seharusnya lebih dijadikan sebagai partner
aktif untuk mengevaluasi.”
( Aulia Amin, pengguna transjakarta cares, 9 September 2017)
Berbeda tanggapan dengan Aulia Amin, menurut Alam penyandang
disabilitas tuna netra ini justru malah sangat berterima kasih kepada pemerintah
saat ini karena sangat merasa terbantu dalam mobilisasi. Hal itu disampaikan
dalam wawancara, yaitu;
“saya sangat berterima kasih pada pemerintah saat ini. Saya
sangat merasa terbantu dengan adanya layanan trans cares.
sosialisasi yang dilakukan sudah cukup baik, sudah sampai ke
teman-teman disabilitas dan komunitas, pelayanannya juga sudah
cukup baik dari segi armada dan pramuniaga. Saya hampir selalu
menggunakan layanan ini untuk kegiatan saya. Bahkan saya
terkadang diantarkan sampai ke tempat kerja saya bilamana disaat
pengguna transjakarta cares tidak terlalu ramai. Masukan dari
saya perlunya penambahan jumlah armada, dan saya harapkan
kebijakan ini tidak berubah atau diganti oleh gubernur
selanjutnya.”
(Alam, pengguna transjakarta cares, wawancara 9 September 2017)
Jika dibandingkan layanan transportasi ramah disabilitas yang telah
diberikan oleh pemerintah dengan layanan transportasi ramah disabilitas yang
disediakan oleh negara-negara tetangga memang sangat jauh sekali dari segi
aksesibilitasnya. Pada layanan transjakarta cares, bagi penyandang disabilitas tuna
daksa atau bagi mereka mengalami gangguan pada bagian anggota gerak
tubuhnya, misalnya mengalami gangguan pada kaki, sehingga harus
menggunakan tongkat atau kursi roda. Mereka masih merasa kesulitan untuk
masuk dan duduk didalam kursi mobil transjakarta cares meskipun sudah ada
pramuniaga yang akan membantunya. Hal itu dikarenakan aksesibilitas yang ada
pada transjakarta cares masih kurang ramah disabilitas dan masih menggunakan
sistem manual.
Gambar 5.1 Aksesibilitas Transjakarta Cares
Sumber: kompasiana.com 14 Februari 2017, diakses 2 September 2017
Jika berkaca dari negara-negara berkembang lainnya, salah satunya yaitu
di Malaysia, lebih tepatnya di kota Kuala Lumpur sebagai Ibu Kota Malaysia.
Layanan transportasi bus umum berupa Rapid KL yang dikelola oleh pemerintah
sudah dapat dikatakan memiliki aksesibilitas yang ramah disabilitas. Karena pada
layanan rapid KL sudah menggunakan armada bus lower deck dan juga memiliki
halte yang sama rata dengan tinggi bus, tanpa harus menaiki anak tangga. Dua hal
tersebut merupakan nilai lebih yang diberikan dari pemerintah untuk menunjang
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
“aksesibilitas yang disediakan oleh pemerintah sudah lumayan
ramah disabilitas, terutama di halte besar atau halte utama. Halte
memang sudah didesain sedemikian rupa agar memudahkan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, contohnya ialah tinggi
halte dibuat sejajar dengan pintu masuk bus”
(Muhammad Rizki, wawancara 1 september 2017)
Gambar 5.2 Bus Rapid KL
Sumber: Muhammad Rizqi, 1 September 2017
Gambar 5.3 Aksesibilitas Layanan Rapid KL
Sumber: Muhammad Rizqi, 1 september 2017
“aksesibilitas unttuk mengakses transjakarta cares masih sangat
buruk, bagi saya yang low vision dan menggunakan kursi roda itu
masih sangat sulit, karena tulisan yang ada pada website
transjakarta terlalu kecil. Aksesibilitas yang pada armada
transjakarta cares juga masih sangat buruk, ramp yang ada
transjakarta cares masih sangat curam, sangat bahaya bagi kursi
roda, dan pramuniaga yang disediakan kurang mengerti setiap
jenis disabilitas memiliki cara komunikasi dan pendampingan yang
berbeda khususnya pengguna kursi roda, terkadang masih merasa
merepotkan namun sudah cukup untuk membantu masuk kedalam
mobil. Kemanfaatan masih minim karena masih kurang armada,
masih banyak teman-teman yang tidak kebagian, dan masih harus
menunggu dua hari. Karena saya pernah keluar negeri,
aksesibilitas di jakarta masih sangat buruk. Karena transjakarta
cares ini hanya sebatas kepedulian bukan untuk menyetarakan hak
penyandang disabilitas. Transjakarta cares sebuah solusi yang
ditawarkan namun belum maksimal.”
( Aulia Amin, pengguna transjakarta cares, 9 September 2017)
Perbedaan aksesibilitas ramah disabilitas yang sudah diberikan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT. Transjakarta dengan aksesibilitas yang
ada di Kuala Lumpur memang terpaut jauh. Dapat dilihat dari gambar diatas
bahwa aksesibilitas ramah disabilitas yang ada di Kuala Lumpur jauh lebih
aksesbilitas dibandingkan dengan aksesibilitas yang ada di Jakarta. Halte dan bus
yang digunakan Rapid KL merupakan suatu contoh yang baik untuk memberikan
aksesibilitas ramah penyandang disabilitas di Jakarta. Perbedaan aksesibilitas
tersebut dikarenakan bedanya tujuan antara kesamaan hak dan hanya kepedulian.
Apabila hanya sebatas kepedulian, maka hal yang terjadi adalah kurangnya
aksesibel yang ada pada fasilitas publik, sedangkan apabila berdasarkan kesamaan
hak, itu wajib menjamin kesetaraan hak penyandang disabilitas.
5.4 Faktor Pendorong Kemanfaatan Transjakarta Cares
Faktor pendorong kemanfaatan transjakarta cares ialah karenanya
kepedulian kepada penyandang disabilitas yang ada di Jakarta. Karena kebijakan
yang ada selama ini masih dianggap mendiskriminasi para penyandang disabilitas,
khususnya dalam aksesibilitas yang ada pada pelayanan publik berupa transportasi
umum. Kepedulian pemerintah kepada penyandang disabilitas dapat dibuktikan
dengan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas yang juga sebagai pembaharuan dari Undang-Undang No. 4 Tahun
1997 Tentang Penyandang Cacat yang dianggap sudah tidak mewakili hak-hak
penyandang disabilitas di Indonesia. Selain dengan adanya perubahan undang-
undang tentang penyandang disabilitas, Peraturan Gubernur 160 Tahun 2016
tentang bus transjakarta gratis bagi masyarakat dan khususnya bagi penyandang
disabilitas yang tertuang pada pasal 15 juga menjadi faktor pendorong
kemanfaatan layanan transjakarta cares.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki program besar yaitu,
memberikan fasilitas dan layanan gratis untuk transportasi bus bagi penyandang
disabilitas. PT. Transjakarta selaku BUMD dibidang transportasi umum
bertanggung jawab untuk melaksanakan dan meimplementasikan program besar
tersebut.5 PT. Transjakarta bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar
yang ada di Jakarta. Hubungan kerjasama itu berupa program CSR dari
perusahaan-perusahaan tersebut dengan memberikan kendaraan hibah utnuk
mendukung keberhasilan implementasi dari kebijakan transportasi gratis untuk
penyandang disabilitas yang juga sebagai program besar dari pemerintah provinsi
DKI Jakarta. Karena, penyandang disabilitas merupakan warga DKI Jakarta yang
memiliki hak yang sama dengan warga DKI Jakarta yang memiliki kondisi fisik
yang normal.
“dalam peluncuran transjakarta cares tidak ada tekanan dari
komunitas penyandang disabilitas, karena ini merupakan
kepedulian dari pemerintah kepada warga jakarta yang memiliki
keterbatasan fisik atau penyandang disabilitas, ini juga
5 Prasetia Budi, http://transjakarta.co.id/transjakarta-cares-difabel/ diakses 25 Agustus 2017
berdasarkan Pergub 160 tahun 2016 sebagai payung hukum dan
ini merupakan kelanjutan dari bis-bis yang ada dari sebelumnya”.
(Aji, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, wawancara 4 agustus 2017)
Faktor kemanfaatan transjakarta cares juga disampaikan oleh Dion sebagai
pelayanan transjakarta cares, yaitu;
“tidak ada paksaan dan tekanan dari komunitas dan organisasi
penyandang disabilitas, ini semua berdasarkan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas dan atas peraturan gubernur
nomor 160 tahun 2016. peluncuran layanan transjakarta cares ini
untuk memaksimalkan aksesibilitas penyandang disabilitas agar
dapat bisa menuju halte, dan mendapat pendamping yang sudah
dilatih agar mereka tidak takut ketika berada didalam bus. armada
transjkarta cares ini merupakan kendaraan hibah atau pemberian
dari program Corporate Social Responsibility (CSR) dari beberapa
perusahaan asuransi, yaitu Denso, Astra, dan Tahir Foundation.”
(Dion, Pelayanan Transjakarta Cares, wawancara 1 agustus 2017)
Selain faktor kepedulian terhadap penyandang disabilitas yang diberikan
oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang ikut serta dalam program CSR.
kemanfaatan transjakarta cares juga dikarenakan adanya fasilitas menggunakan
bus transjakarta dan transjakarta cares gratis bagi penyandang disabilitas. Fasilitas
gratis naik bus transjakarta bagi penyandang disabilitas sudah diatur dalam
peraturan gubernur nomor 160 tahun 2016 pasal 15. Dengan adanya fasilitas gratis
tersebut untuk membantu memaksimalkan kemanfaatan transjakarta cares dan bus
transjakarta untuk penyandang disabilitas.
”Faktor kemanfaatan transjakarta cares menurut saya ya karena
pelayanannya bagus, jadi mudah bermobilisasi, gratis tanpa ada
pumutan biaya dan karena kebijakan gubernur yang sekarang ini.”
(Alam, pengguna transjakarta cares, wawancara 9 september 2017)
Selain faktor kepedulian, mudah bermobilisasi dan gratis tanpa pumutan
biaya apaun, produktivitas juga menjadi salah satu faktor kemanfaatan
transjakarta cares, hal itu disampaikan oleh Aulia Amin, yaitu;
“faktor kemanfaatan transjakarta cares ini untuk mendukung
menjadi masyarakat yang produktif bisa berkarya seperti
masyarakat yang lainnya.”
(Aulia Amin, pengguna transjakarta cares, 9 September 2017)
Setiap masyarakat jakarta memiliki hak untuk produktif, hal itu berupa
produktif untuk menjaga kesehatan dengan periksa kesehatan kerumah sakit,
produkitf untuk berkarya, produktif untuk belajar, dan produktif untuk kehidupan
bersosial dengan bersilaturahmi.
5.5 Faktor Komitmen Kepala Daerah
Berdasarkan teori implementasi kebijakan yang dipaparkan oleh Daniel A.
Mazmanian dan Paul A. Sabatier terdapat tiga variabel yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan, yaitu; variabel karakteristik
masalah, variabel karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan kebijakan.
Penelitian ini sesuai dengan variabel karakterisik masalah bahwa tingkat kesulitan
yang terjadi hanyalah dibagian masalah teknis saja, dalam kebijakan ini sudah
memiliki kelompok sasaran yang homogen, yaitu penyandang disabilitas, sasaran
dari kebijakan ini tidaklah mencakup semua total populasi penduduk jakarta,
hanya mereka yang disabilitas dan lansia, dan untuk kebijakan ini bukanlah untuk
merubah prilaku dari penyandang disabilitas, kebijakan ini merupakan sebuah
layanan untuk membantu penyandang disabilitas.
Jika dilihat dari variabel karakterisitik kebijakan, implementasi
transjakarta cares ini sudah memiliki kejelasan dalam isi kebijakannya, yaitu
layanan transportasi ramah disabilitas, sudah memiliki dukungan teoritis yaitu
dalam bentuk peraturan tentang penyandang disabilitas. Dalam implemetasi
transjakarta cares ini juga didukung dengan sumber daya finansial yaitu berupa
subsidi dari pemerintah dari APBD. Adanya keterpautan antara institusi
pelaksana, yaitu keterpautan antara Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan PT.
Transjakarta. Akses kelompok-kelompok luar untuk untuk berpartisipasi, yaitu
adanya dukungan dari beberapa perusahaan dengan menyumbangkan mobil untuk
armada transjakarta cares dari program CSR mereka.
Dalam variabel lingkungan kebijakan, dimana kondisi sosial ekonomi dan
tingkat kemajuan teknologi mempengaruhi keberhasilan sebuah implementasi, hal
itu dapat dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) di Jakarta mendapatkan
nilai lebih tinggi dari indeks pembangunan manusia (IPM) nasional6. Dalam
implementasi transjakarta cares ini juga mendapatkan dukungan dari publik, yaitu
komunitas dan organisasi penyandang disabilitas yang ikut serta membantu dalam
pelaksanaan dan memberikan masukan untuk evaluasi kedepannya. Tingkat
komitmen dan keterampilan dari impelementor, yaitu dimana pada saat pengguna
transjakarta cares tidak terlalu ramai dan jarak antara lokasi penjemputan dan
pengantaran tidak terlalu jauh, maka penumpang akan langsung diantarkan ke
lokasi tujuan, tanpa harus turun di halte ramah disabilitas terdekat.
Namun dalam penelitian ini, menurut peneliti yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi dari sebuah kebijakan selain ketiga variabel yang
dijelaskan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier adalah komitmen
kepala daerah. Karena kepala daerah yang berhak memberikan kebijakan, arahan,
peraturan, alokasi dana untuk berjalannya sebuah kebijakan. Dalam penelitian ini
6 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/04/20/dimana-provinsi-dengan-kualitas-
pembangunan-manusia-tertinggi diakses 17 september 2017
ada ketakutan dari masyarakat khususnya penyandang disabilitas di Jakarta
apabila pergantian gubernur maka berganti juga kebijakan yang sudah ada. Faktor
komitmen kepada daerah ditandai dengan adanya komitmen dari gubernur saat itu
dengan mengeluarkan peraturan gubernur, dan mampu menarik dan melibatkan
perusahaan-perusahaan untuk menjalan program CSR dengan menghibahkan
kendaraan untuk armada transjakarta cares.
Faktor komitmen kepala daerah menjadi salah satu faktor keberhasilan
implementasi adalah dengan adanya komitmen yang ditunjukkan dengan sebuah
peraturan gubernur tentang transjakarta gratis bagi masyarakat khususnya
penyandang disabilitas, hal itu disampaikan oleh Ahok selaku Kepala Daerah "Ini
layanan gratis, tinggal telepon saja sehari sebelumnya. Nanti petugas datang
langsung ke alamat Bapak-Ibu untuk menjemput"7. Dalam penelitian ini,
keberhasilan dari implementasi transjakarta cares dikarenakan adanya komitmen
dari kepala daerah saat itu dengan mengeluarkan peraturan gubernur, biaya
operasional transjakarta cares disubsidi dengan APBD. Tanpa bermaksud
menjatuhkan kearifan kota Jogjakarta, jika dibandingkan layanan transportasi
ramah disabilitas di Jogjakarta dan di Jakarta sangat berbeda. Jika di Jogja
transportasi ramah disabilitas masih belum mampu memberikan fasilitas gratis
untuk penyandang disabilitas, hal itu dikarenakan kurangnya tingkat komitmen
dari pemimpin saat itu dan belum ada peraturan yang jelas sebagai payung
hukum. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Utama PT Aninidya Mitra
Intrernasional (AMI) selaku pengelola Trans Jogja, Dyah Puspitasari mengamini
bawasanya wacana penggratisan untuk warga difabel sangat mungkin
7 Bisma Alief, https://news.detik.com/berita/d-3437056/tahir-sumbang-transj-cares-ahok-difabel-
tinggal-telepon-gratis diakses 30 September 2017
dilaksanakan. "Kami tinggal minta persetujuan Dishub DIY saja, tidak ada
masalah”8. Faktor komitmen kepala daerah ini merupakan tambahan dan untuk
memperkaya variabel keberhasilan implementasi kebijakan yang dijelaskan oleh
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier. Karena tingkat komitmen yang
dimiliki oleh pemimpin sangatlah mempengaruhi keberhasilan implementasi dari
sebuah kebijakan.
“Transjakarta cares ini merupakan upaya yang diberikan oleh
Pemerintah Provinsi, kita apresiasi itu, karena ini langkah baik
yang diberikan oleh pemerintah, bagus untuk step awal. Dan sudah
ada pergub, jika dibandingkan dengan kota-kota lain belum
memiliki pergub ini.”
(Gufron Sakaril, Ketua PPDI, wawancara 31 juli 2017)
Hal itu juga disampaikan oleh Alam, pengguna transjakarta cares, pada
waktu wawancara, yaitu;
”Faktor kemanfaatan transjakarta cares menurut saya ya karena
pelayanannya bagus, jadi mudah bermobilisasi, gratis tanpa ada
pumutan biaya dan karena kebijakan gubernur yang sekarang ini
mudah-mudahan dengan nanti adanya gubernur baru kebijakan ini
tidak hapus, tapi malah diperbaiki. Karena kebijakan kan
tergantung dengan pemimpin (gubernur).”
(Alam, pengguna transjakarta cares, wawancara 9 september 2017)
Mereka mengharapkan dengan adanya gubernur baru yang terpilih dalam
PILKADA 2017 lalu mampu meningkatkan layanan transjakarta cares ini dan
mendukung kebijakan ini. Karena untuk biaya operasional implementasi
transjakarta cares ini merupakan subsidi dari pemerintah dengan menggunakan
APBD DKI Jakarta. Karena salah satu faktor dari kemanfaatan transjakarta cares
8 Danar Widiyanto,
http://krjogja.com/web/news/read/33690/Transjogja_Bakal_Gratis_untuk_Difabel, diakses 30
September 2017
ini adalah pengguna transjakarta cares khususnya penyandang disabilitas dapat
menggunakan secara gratis tanpa pumutan biaya apapun.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis peneliti dapat ditarik beberapa
kesimpulan, bahwa peluncuran layanan transjakarta cares merupakan langkah baik
yang diberikan pemerintah untuk memaksimalkan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas agar tetap bisa bermobilitas dengan nyaman menggunakan bus
transjakarta. Penyandang disabilitas di Jakarta mengapresiasikan langkah baik
pemerintah yang sudah memberikan kemudahan aksesibilitas bagi mereka yang
ingin menggunakan layanan bus transjakarta untuk memenuhi mobilitas mereka,
transjakarta cares merupakan solusi yang diberikan, namun solusi itu belum
dijalankan dengan maksimal. Karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh
penyandang disabilitas adalah aksesibilitas yang lebih ramah pada tiap-tiap halte
pemberhentian bus transjakarta agar penyandang disabilitas dapat lebih mandiri
untuk bermobilitas.
Implementasi kebijakan transjakarta cares berhasil, hal itu dapat dilihat
dengan peningkatan jumlah pengguna transjakarta cares yang signifikan dari awal
tahun peluncurannya pada tahun 2016 lalu, selain itu peningkatan jumlah armada
transjakarta cares dan bus transjakarta ramah disabilitas juga dapat dianggap
sebagai keberhasilan dari implementasi kebijakan tersebut. Adapun faktor-faktor
yang mendorong kemanfaatan keberhasilan dari implementasi layanan
transjakarta cares sebagai transportasi ramah disabilitas yaitu, adanya komitmen
kepala daerah yang memiliki kuasa dan perintah untuk memberikan suatu
kebijakan, komitmen kepala daerah ditandai dengan adanya peraturan gubernur
160 tahun 2016 tentang transjakarta gratis bagi masyarakat khususnya
penyandang disabilitas yang tertuang pada pasal 15, adanya kepedulian dari
pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang ikut serta dalam program CSR
mereka dengan memberikan armada transjakarta cares, adanya payung hukum
yang berupa undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang diasabilitas
dan peraturan gubernur nomor 160 tahun 2016 pasal 15, dan faktor kemanfaatan
transjakarta cares yang terkahir ialah penyandang disabilitas di Jakarta dapat
menggunakan layanan transjakarta cares dan bus transjakarta secara gratis tanpa
pumutan biaya apapun, karena biaya operasional layanan tersebut ditanggung oleh
pemerintah dengan menggunakan APBD DKI Jakarta. Kaerena ini merupakan
satu-satunya transportasi gratis dan ramah disabilitas yang disediakan oleh
pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Meskipun implementasi dari layanan transjakarta cares sebagai
transportasi ramah disabilitas dianggap berhasil, hal itu masih memiliki catatan
khusus, yaitu, aksesibilitas yang ada pada halte dan transjakarta cares masih
dianggap kurang dari kata ramah disabilitas. Hal itu dibuktikan dengan
penyandang disabilitas masih harus mendapatkan pendamping untuk memasuki
mobil transjakarta cares dan naik bus transjakarta. Penyandang disabilitas masih
harus didampingi karena tinggi halte transjakarta masih terlalu tinggi dan ruang
gerak pada layanan transjakarta cares masih cukup sempit.
6.2 Saran
Berdasarkan temuan dari permasalahan yang ditemukan dalam penelitian
di lapangan, maka peniliti memberikan saran untuk keberlanjutan dan
keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan transportasi ramah disabilitas:
1. Penyandang disabilitas masih membutuhkan aksesibilitas yang lebih
ramah disabilitas disetiap halte transjakarta. Renovasi dan penambahan
halte dengan aksesibilitas ramah disabilitas harus segera dibangun.
Dengan mengurangin jumlah anak tangga yang teralu banyak.
2. Penambahan jumlah armada bus transjakarta dan transjakarta cares harus
dipercepat agar penyandang disabilitas dapat bermobilisasi dengan
nyaman dan aman tanpa harus berdesak-desakan pada jam kerja dan jam
pulang kerja.
3. Pemerintah harus lebih memperhatikan dan memberikan peningkatan
layanan transportasi bus ramah disabilitas dengan berkonsultasi kepada
negara-negara tetangga baik yang masih kermbang maupun negara maju
dan juga kepada penyandang disabilitas yang ada di Jakarta. Agar layanan
yang sudah diberikan tidak sia-sia.
4. Penyandang disabilitas harus dijadikan sebagai partner aktif untuk
mengevaluasi transjakarta cares, demi untuk keberlangsungan dan
kemanfaatan transjakarta cares kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arikunto,2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Bina
Aksara
Bagong Suyanto. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta: Prenada Media. 2005.
Budi Winarno, 2008, Kebijakan Publik (teori dan proses), Jakarta, Media
Pressindo
David Marsh, Gerry Stoker, 2002. Teori dan Metode Ilmu Politik. Bandung. Nusa
Media. Ahli bahasa Helmi Mahadi, Shofifullah.
Denzin dan Lincoln. 2011. Handbook of Qualitative Research (Edisi ketiga)
terjemahan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Drs. AG. Subarsono, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Erwan Agus dan Dyah Rati, “Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan
Aplikasinya Di Indonesia”, (Yogyakarta: Gava Media, Cetakan
Pertama, 2012)
Lexy J, Moleong, 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remana
Rosdakarya
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Mulyana, Deddy, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Soisal Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya
Muhammad Effendi, 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi
Aksara, Jakarta.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871)
Pasal 4 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871)
Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011
Tentang Pengesahan CRPD
Robert K. Yin,1995 Studi Kasus (design dan metode). Ahli bahasa M. Djanzi, PT
Grasindo Perkasa, Jakarta.
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta, Rajawali Press, 2008
Sapta Nugroho, Risnawati Utami, 2008, Meretas Siklus Kecacatan Realitas Yang
Terabaikan, Yayasan Talenta, Surakarta
Sayekti Pujosuwarno. 1992. Penulisan Usulan dan Laporan Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Lemlit IKIP Yogyakarta
Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta :
LP3S, 1989)
Sugeng Pujileksono. 2015. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif,
Malang:Instrans Publishing
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: PT
Alfabeta
T. Sutjihati Soemantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Refika Aditama,
Bandung
Internet
Ardhanareswari, http://semarang.bisnis.com/read/20151127/2/83240/apbd-jateng-
2016-disahkan-rp2008-triliun diakses 20 agusus 2017
Bisma Alief, https://news.detik.com/berita/d-3437056/tahir-sumbang-transj-cares-
ahok-difabel-tinggal-telepon-gratis diakses 30 September 2017
DanarWidiyanto,http://krjogja.com/web/news/read/33690/Transjogja_Bakal_Grat
is_untuk_Difabel, diakses 30 September 2017
Daya Akselerasi Aditama, http://daksa.or.id//istilah-penyandang-16 disabilitas-
sebagai-pengganti-penyandangcacat/#sthash.vhaZpgul.dpuf, akses pada
9 Mei 2017
Didi Tarsidi, Model-model Disabilitas: Medical Model vs Social Model http://d-
tarsidi.blogspot.co.id/2011/09/model-model-disabilitas-medical-
model.html
Erna Ratningsih, Kewajiban Negara dan Hak Penyandang Disabilitas,
http://business-law.binus.ac.id/2016/04/29/kewajiban-negara-dan-hak-
penyandang-disabilitias/ diakses pada 9 mei 2017
http://www.un.org/en/events/disabilitiesday/background.shtml diakses 19 maret
2017
http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/02/09/jelang-debat-iii-jumlah-
penyandang-disabilitas-di-dki-jakarta-capai-6-ribu-jiwa diakses 23 maret 2017
https://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/142 diakses 14 agustus 2017
http://smartcity.jakarta.go.id/ diakses 14 agustus 2017
http://smartcity.jakarta.go.id/blog/124/transjakarta-gratis-dengan-tj-card diakses
19 agustus 2017
http://transjakarta.co.id/produk-dan-layanan/layanan-bus/transjakarta/ diakses 21
agustus 2017
Humas Bapeda, http://bappeda.jabarprov.go.id/volume-apbd-perubahan-jabar-
2016-rp29966-triliun/ diakses 20 agustus 2017
Ishak,http://www.academia.edu/12562014/PERSPEKTIF_DIFABILITAS_DALA
M_POLITIK_DI_INDONESIA
Khabibi, Ikhwanul https://news.detik.com/berita/3273688/membandingkan-
besaran-apbd-provinsi-dki-jakarta-dan-kota-surabaya diakses 20
agustus 2017
Purba, David Oliver, “Kecepatan Transjakarta Cares Tak Boleh Lebih dari
50Km/Jam”’ http://indeks.kompas.com/tag/Penyandang.disabilitas
diakses 23 Maret 2017
Prasetia Budi, “Transjakarta Luncurkan 116 Unit Bus Baru”,
http://transjakarta.co.id/transjakarta-luncurkan-116-unit-bus-baru/
diakses 6 april 2017
Prasetia Budi, “Transjakarta Cares Untuk Difabel”,
http://transjakarta.co.id/transjakarta-cares-difabel/ diakses 6 april 2017
Prastiko, Ilham http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/2015-fasilitas-
publik-di-jakarta-belum-ramah-difabel diakses 19 agustus 2017
Robertus,Belarnimus,http://megapolitan.kompas.com/read/2016/11/21/18052101/
bertemu.djarot.penyandang.disabilitas.minta.jam.operasional.transjakart
a.care.ditambah diakses 22 Agustus 2107
Robandi, https://www.solider.or.id/2017/04/25/mengintip-percaturan-tiga-model-
persepsi-difabel
The Open University (2006). Models of disability. (Online). Tersedia:
http://www.open.ac.uk/inclusiveteaching/pages/understanding-and-
awareness/models-of-disability.php