analisis hukum pidana dalam penerapan pasal 359 kuhp .../analisis... · analisis hukum pidana dalam...
TRANSCRIPT
ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN
PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN
OLEH APARAT KEPOLISIAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Mauliatun Ni’mah
NIM : E. 1103101
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2008
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN
PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN
OLEH APARAT KEPOLISIAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)
Disusun oleh :
MAULIATUN NI’MAH
NIM : E.1103101
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Jum’at
Tanggal : 28 Maret 2008
TIM PENGUJI
1. ................................................................... (Ismunarno, S.H., M.Hum.)
Ketua
2. ................................................................... (Budi Setiyanto, S.H.)
Sekretaris
3. ................................................................... (R. Ginting, S.H., M.H.)
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN
PASAL 359 KUHP TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN
OLEH APARAT KEPOLISIAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)
Disusun oleh :
MAULIATUN NI’MAH
NIM : E. 1103101
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing Co. Pembimbing
R GINTING, S.H.,M.H. BUDI SETIYANTO, S.H.
NIP. 131411015 NIP. 13156828
PUTUSAN
NOMOR : 184 / PID.B. / 2006 / PN. SKH
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
pidana pada tingkat pertama dengan Hakim Majelis dan acara biasa telah menjatuhkan
putusan sebagai berikut dalam perkara atas nama terdakwa
Nama : SUTRISNO BIN SARIJO
Tempat Lahir : Trenggalek
Umur/tgl.lahir : 36 tahun/ 02 Juni 1970
Jenis Kelamin : laki-laki
Kebangsaa/warganegara : Indonesia
Tempat tinggal : Aspol Manahan Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Polri
Terdakwa ditahan oleh :
1. Penyidik sejak tanggal 21 Oktober 2006 s/d 9 Nopember 2006
2. Perpanjangan sejak tanggal 10 Nopember 2006 s/d 19 Desember 2006
3. Penuntut Umum sejak tanggal 20 Desember 2006 s/d 08 Januari 2007
4. Hakim sejak tanggal 28 Desember 2006 s/d 26 Januari 2007
5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo, sejak tanggal 27 Januari 2007 s/d
27 Maret 2007.
Terdakwa dalam hal ini didampingi oleh para Penasehat Hukumnya yaitu: RIKAWATI,
SH, 2. Drs. SUWANTA, SH, 3. ZAINAL ABIDIN, SH, 4. LEVI KUSNANDARI, SH,
5. DYAH LISTRININGSIH, SH, 6. BAMBANG TRI HARYANTO, SH dan
ABDULLAH TRI WAHYUDI, SAg, SH berdasar surat kuasa khusus tanggal 13
NOPEMBER 2006 dan 1. AKBP A. SYUKRANI, SH, M.Hum, 2. AKBP
SUBAMBANG, SH, 3. AKBP BAMBANG W, SH, 4. AKP HARTONO, SH 5.
PENATA I SUGIARTO, SH berdasar surat kuasa tanggal 17 Desember 2006;
Pengadilan Negeri tersebut ;
Telah membaca surat-surat dalam berkas perkara ;
Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa :
Telah membaca berita acara persidangan ;
Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 05 Maret 2007 yang
pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim :
1. Menyatakan terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO bersalah melakukan tindak pidana
Karena Kealpaannya Menyebabkan Orang Lain Mati sebagaimana diatur dalam
Pasal 359 KUHP ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dan dengan
perintah terdakwa tetap ditahan ;
3. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1(satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S 012920
beserta surat pemegang senpi An. BRIBDA SUTRISNO ;
- 2 (dua) batir peluru dan 3 (tiga) batir peluru aktif, dikembalikan kepada saksi
SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
- 1 (satu) batir proyektil yang ditemukan didalam tubuh korban dirampas untuk
dimusnahkan ;
- 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat jelaga
(serbuk mesiu) dikembalikan kepada ahli waris dari MARINO ;
4. Menetapkan agar terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO dibebani membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
Telah mendengar pledoi/pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya
tanggal 8 Maret 2007 yang pada pokoknya :
1. Menyatakan/ memutuskan tindak pidana yang didakwakan kepada saudara
terdakwa, tidak memenuhi unsur secara meyakinkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 359 KUHP ;
2. Menyatakan/ memutuskan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum yang
berlaku ;
3. Menyatakan/ memutuskan membebankan seluruh biaya yang timbul dibebankan
kepada negara, atau
4. Apabila hakim berkesimpulan lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya ;
Telah mendengar pula replik Jaksa Penuntut Umum dan Duplik Penasihat Hukum
terdakwa tanggal 12 Maret 2007;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah
didakwa dengan surat dakwaan REG.PERK.NO.: PDM-136 /SUKOH / 12 / 2006
sebagai berikut :
Bahwa ia terdakwa SUTRISNO BIN SARIJO pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006
sekitar jam 02.00 WIB atau pada pukul lain dalam bulan Oktober 2006 bertempat di Dk.
Pasekan, Rt 01, Rw. 03, Kel Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo
atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan
Negeri Sukoharjo yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu MARINO, perbuatan tersebut
dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
Berdasarkan Surat Perintah No. Pol.Sprint/288/ VII/ 2006 tanggal 10 Agustus 2006
Team dari RESMOB Kompi Brimob BS Polwil Surakarta yang dipimpin oleh saksi
Brigadir MULYONO dengan tiga orang anggota yaitu saksi Brigadir PRIYANTO,
Briptu TUPONO dan terdakwa SUTRISNO mengadakan patroli di wilayah Sukoharjo
dan pada saat sampai di wilayah Dukuh Pasekan Desa Combongan Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, selanjutnya team Patroli melihat segerombolan orang
kurang lebih 10 (sepuluh) orang tengah bermain judi domino di tepi jalan pertigaan
dekat penjual HIK, kemudian terdakwa dengan saksi Brigadir PRIYANTO dan Briptu
TUPONO dengan mengendarai sepeda motor mendekati para penjudi tersebut dan
langsung melakukan penangkapan, pada saat itu terdakwa dapat menangkap satu orang
sedangkan Briptu TUPONO juga berhasil menangkap satu orang sedangkan Brigadir
PRIYANTO mengamankan barang bukti sedangkan saksi Brigadir MULYONO masih
di belakang (menunggu dalam mobil APV), setelah memberi tahu saksi MULYONO
agar mendekatkan mobil ke TKP untuk mengamankan tersangka dan barang bukti
selanjutnya terdakwa bersama dengan saksi TUPONO melakukan pengejaran pemain
judi yang melarikan diri ke arah kampung, dan pada saat sampai kira-kira sepuluh meter
dari perempatan desa bertanya pada salah seorang yaitu saksi WIDODO apakah
termasuk pemain judi tapi belum sempat dijawab karena saksi WDODO langsung
jongkok dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, tiba-tiba terdakwa didekap dari
belakang oleh korban MARINO, dan terdakwa selanjutnya merasa kaget selanjutnya
berusaha melepaskan dekapan sambil mengatakan bahwa ia anggota Polisi, Namun
entah mengapa korban MARINO tidak melepaskan dekapan tetapi malah semakin kuat
dekapannya, selanjutnya dalam posisi masih didekap dari belakang oleh korban
MARINO, tangan kanan terdakwa berusaha mengambil senjata jenis Revolver kaliber
38 Nomor : 012920 yang terletak di pinggang sebelah kiri kemudian melakukan usaha
tembakan peringatan, terdakwa melakukan tembakan peringatan pada posisi samping
pinggang kiri arah depan, dengan adanya tembakan peringatan tersebut korban tetap
tidak melepaskan dekapan bahkan korban MARINO berteriak “Maling…. Maling…!!”
dan karena mendengar suara tembakan beberapa saat kemudian Briptu TUPONO datang
serta berusaha membantu terdakwa melepaskan diri dekapan sorban MARINO, Namun
belum sempat saksi TUPONO berhasil melepaskan pegangan tangan kiri korban yang
saat itu memegang tangan kanan terdakwa yang memegang senjata, saksi TUPONO
sudah berusaha menghalau dua laki-laki yaitu SARMAN dan saksi SARIMAN yang
datang berusaha mendekati terdakwa dengan mengatakan “ Kami Polisi, harap tenang…
mundur”, selanjutnya terdakwa merasa panik karena khawatir akan banyak anggota
masyarakat yang datang dan mengeroyok dirinya karena dikira ‘maling’ maka dalam
keadaan yang tidak tenang/ panik tersebut terdakwa dengan tergesa-gesa dan kuat
menarik tangan kanannya yang memegang senjata yang masih dipegang oleh korban,
karena tarikan yang kuat tersebut tanpa sengaja terdakwa juga menarik picu senjata
sehingga meletus mengeluarkan bunyi ledakan dan mengenai perut sebelah kiri korban
MARINO, mengetahui senjatanya meledak dan mengenai perut korban terdakwa
merasa kaget dan segera berusaha membawa korban ke rumah sakit dan mengemudikan
mobil APV, namun korban ternyata meninggal saat dilarikan ke Rumah Sakit Dr. OEN
Solo Baru Sukoharjo, dan berdasarkan Visum Et Repertum Nomor : 73/IKF &
ML/LT/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dr.
Rorry Hartono, Spf. Dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
yang telah memeriksa jenazah seorang laki-laki atas nama MARINO umur 35 tahun
alamat Dk. Pasekan Rt. 1/3 Kel. Combongan, Kec/Kab. Sukoharjo dan dari hasil
pemeriksaan pada kesimpulannya menyatakan : Bahwa saat kematian korban MARINO
diperkirakan 6-8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian sorban karena
adanya pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan
anak peluru dari luka tembak jarak dekat. Dan kematian korban akibat tembakan dari
senjata terdakwa telah dikuatkan oleh hasil Laboratorium Forensik Cabang Semarang
No. LAP : 734/BSF/XI/2006 tanggal 6 Nopember 2006 yang dibuat dan ditandatangani
oleh AKBP RINI PUDJI ASTUTI, Bsc, Kompol Drs. TEGUH PRIHMONO, SKP
ROSTIAWAN A., Amd.Ak., BUYUNG GEDE F, ST. Yang dalam kesimpulannya
sebagai berikut :
Barang bukti dengan Nomor Bukti BB-5300/2006 berupa 1 (satu) batir anak peluru
caliber 38, anak peluru tersebut (yang ditemukan dalam tubuh korban MARINO)
ditembakkan dari senjata api bukti BB-5300/2006.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP :
Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut baik terdakwa maupun Penasihat
Hukumnya tidak mengajukan eksepsi dan untuk selanjutnya perkara dilanjutkan :
Menimbang, bahwa untuk menguatkan surat dakwaannya Jaksa Penuntut Umum
telah mengajukan barang bukti berupa :
- 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S.012920 beserta
surat pemegang senpi An. BRIPDA SUTRISNO ;
- 2 (dua) butir peluru dan 3 (tiga) batir peliru aktif ;
- 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan dalam tubuh korban ;
- 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat jelaga (serbuk
mesiu) ;
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum di depan persidangan juga telah
mengajukan saksi-saksi di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut
:
1. Saksi Brigadir MULYONO ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga dengan
terdakwa ;
§ Bahwa saksi dimintai keterangan berkaitan dengan telah terjadinya kasus
penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas Resmob (Bribda Sutrisno)
yang pada saat sedang melakukan pengejaran para pemain judi yang melarikan
diri ;
§ Bahwa benar penggerebekan itu terjadi pada hari Jumat tanggal 20 Oktober
2006 sekitar jam 01.45 WIB saksi bersama satu tim berada di wilayah Dk.
Pasekan, Combongan Sukoharjo ;
§ Bahwa benar saat penggerebakan tersebut dipimpin oleh saksi sendiri, dengan 3
(tiga) orang anggota yaitu : Brigadir Priyanto, Briptu Tupono dan Bripda
Sutrisno ;
§ Bahwa saksi dengan team dalam melakukan tugas tersebut dilengkapi dengan
Surat Perintah Tugas, tertanggal 10 Agustus 2006 ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi bersama dengan teamnya pada tanggal 20
Oktober 2006, sekitar jam 01.45 wib dalam perjalanan kembali dari
penyelidikan di daerah Boyolali, pada saat itu Tim melintas di jalan Dk. Pasekan
dalam rangka kembali ke Mako Brimob untuk istirahat, sesampainya di
pertigaan Desa Combongan didapati sekelompok orang sedang bermain judi
domino ;
§ Bahwa saksi menerangkan, ketiga kelompok orang yang sedang bermain judi
domino didekati, dan oleh Tim terlebih dahuli menyampaikan salam “selamat
malam” tiba-tiba pelaku judi melarikan diri, secara berpencar, ada yang kearah
barat menuju kampung ;
§ Bahwa pada malam itu ada 2 (dua) orang yang terkangkap yang lainnya
melarikan diri ;
§ Bahwa benar pada saat itu ada barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian,
yang menemukan anggota saksi barang bukti tersebut berupa 4 (empat) pak
kartu domino dan uang berjumlah ± Rp. 150.000,- ;
§ Bahwa saksi menerangkan dengan larinya pelaku judi ke arah kampung itu
Briptu Tupono dan Bribda Sutrisno, melakukan pengejaran dengan posisi Briptu
Tupono berada di depan, sedangkan Bribda Sutrisno berada di belakang ;
§ Bahwa saksi menerangkan saat itu saksi mendengar suara orang berteriak
”maling-maling” dan terdengar suara tembakan sebanyak 2 (dua) kali kemudian
saya langsung menuju ke arah suara itu, saya melihat sudah ada orang terkapar,
pada saat itu suasana gelap, saksi berteriak ”Pri pri mobile undurno” kemudian
saksi mengangkat korban ke mobil dan dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo
Baru ;
§ Bahwa benar malam itu juga bertiga saksi sendiri, Briptu Tupono dan terdakwa
(Bribda Sutrisno) membawa korban (Marino) ke Rumah Sakit ;
§ Bahwa saksi tahu menurut informasi dari Bribda Sutrisno ia disekap oleh korban
;
§ Bahwa yang saksi lihat korban kena peluru di bagian sebelah kiri bawah perut
korban ;
§ Bahwa setelah kejadian saksi dan anggota lainnya mendapat hukuman disiplin
dimasukkan sel khusus, sedangkan terdakwa (Bribda Sutrisno) dimasukkan sel,
juga mendapat hukuman penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
2. Saksi Brigadir PRIYANTO ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa tidak ada hubungan
keluarga, hanya sama-sama sebagai anggota Brimob BS Polwil Surakarta ;
§ Bahwa saksi sebagai polisi sudah kurang lebih 10 (sepuluh) tahun ;
§ Bahwa saksi sudah lama kenal dengan terdakwa sejak tahun 2002, sekitar 4
tahun lamanya ;
§ Bahwa saksi dihadapkan kepersidangan ini guna dimintai keterangan berkaitan
dengan terjadinya kasus penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas
Resmob (Bribda Sutrisno), karena saksi pada sat itu juga ikut melaksanakan
tugas, melakukan penggerebekan perjudian tersebut ;
§ Bahwa penggerebekan perjudian tersebut dilakukan pada hari Jumat tanggal 20
Oktober 2006 sekitar pukul 02.00 Wib, di Dk. Pasekan Rt.02/III Combongan
Sukoharjo ;
§ Bahwa penggerebakan pada malam itu dipimpin oleh Brigadir Mulyono, dengan
tiga orang anggota yaitu saksi sendiri, Briptu Tupono dan Bribda Sutrisno ;
§ Bahwa kami waktu itu satu Team setelah melakukan pencarian pelaku
perampokan di wilayah Boyolali, saat melintas di Sukoharjo saksi melihat
segerombolan orang ±10 orang yang sedang main judi di tepi jalan pertigaan
dekat Hik, kemudian saksi langsung melakukan penggerebakan para pemain judi
tersebut ;
§ Bahwa pada waktu melakukan penggerebekan tersebut ada yang tertangakap
yaitu dua orang, yang lainnya melarikan diri ;
§ Bahwa benar setelah kedua orang tersebut tertangkap, kemudian saksi
diperintahkan oleh Brigadir Mulyono untuk mengamankan barang bukti yang
ditemukan yang berupa 4 (empat) pak kartu domino dan 2 orang pelaku yang
tertangkap, serta memasukkannya ke dalam mobil ;
§ Bahwa saksi pada waktu itu ditugaskan menunggui dua orang yang tertangkap
pada waktu bermain judi tersebut ;
§ Bahwa saksi menerangkan, waktu itu mendengarkan suara tembakan dua kali,
pada saat itu saksi sedang mengamankan dua pelaku yang tertangkap dan barang
buktinya ;
§ Bahwa saksi mendengar dua kali suara tembakan, jarak suara temabakan itu
dengan ia berada kurang lebih berjarak 60-100 meter ;
§ Bahwa saksi saat mendengar suara tembakan 2 kali, saat itu saksi tidak berbuat
apa-apa melainkan Brigadir Mulyono langsung lari mendekati suara tersebut dan
saksi menunggu di mobil, namun beberapa saat Brigadir Mulyono lari dia
kembali lagi sambil berteriak ”Pri Pri mobilnya dimundurkan”, saat itu juga
saksi membawa mundur mobil ke lokasi suara tembakan tersebut ;
§ Bahwa saksi lihat ada seorang laki-laki sudah terkapar, kemudian korban
tersebut langsung dimasukkan ke dalam mobil untuk di bawa ke Rumah Sakit ;
§ Bahwa saksi menerangkan, ada seseorang yang terkena tembakan, korban ketika
sampai di Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru sudah kritis, dan jam 03.00 wib
korban meninggal dunia ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
3. Saksi Briptu TUPONO ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa tidak ada hubungan
saudara/ keluarga hanya sama-sama sebagai anggota Brimob BS Polwil
Surakarta ;
§ Bahwa saksi sebagai polisi selama 6 tahun, jadi Brimob kurang lebih 5 tahun ;
§ Bahwa saksi kenal terdakwa/ Sutrisno sudah lama kurang lebih 4 tahun ;
§ Bahwa saksi mendapat tugas untuk BKO kan di Polres Sukoharjo bersama-sama
denga Team ;
§ Bahwa saksi menerangkan, pada tanggal 20 Oktober 2006, saksi bersama-sama
timnya kami kembali dari penyelidikan di daerah Boyolali, untuk kembali ke
Mako Brimob, jalan yang dilalui adalah Jl. Dk. Pasekan sekitar jam 01.45 Wib,
di pertigaan jalan itu saksi melihat sekelompok orang bergerombol, setelah
didekati ternyata ada orang bermain judi domino ;
§ Bahwa saksi menerangkan, dari kelompok orang yang bermain judi itu, setelah
mereka tahu yang datang itu aparat, sekelompok itu bubar melarikan diri, ada
yang tertangkap di TKP sebanyak dua orang dan diamankan ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi dengan saudara terdakwa melakukan
pengejaran kepada orang yang melarikan diri, saksi berada di depan, sedangkan
terdakwa berada di belakang dengan jarak lebih kurang 20 (dua puluh) meter ;
§ Bahwa saksi tidak lama kemudian mendengar ada suara teriakan ”maling-
maling”, kemudian saksi menuju arah teriakan maling-maling dan didapati,
saudara Trisno sudah dalam keadaan didekap dari belakang oleh seseorang ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi mendengar suara tembakan dua kali, masing-
masing berjarak lebih 2 (dua) menit ;
§ Bahwa saksi menerangkan, yang mendekap dari belakang Pak Trisno, badannya
lebih kecil ;
§ Bahwa saksi menerangkan, terdakwa berusaha melepaskan dekapan, yang
dilakukan oleh seseorang, namun belum berhasil, setelah berusaha agak lama,
dekapan baru bisa dilepaskan, namun tangan kiri korban masih memegang
tangan kanan terdakwa, yang masih pegang senjata ;
§ Bahwa saksi menerangkan, sewaktu saksi berusaha memisahkan, datang dua
orang, kemudian saksi berbalik kearah dua orang itu dan berkata ”tenang-tenang
kami polisi”, pada saat itu saksi sempat melihat tangan kiri korban masih
memegang tangan kanan terdakwa yang masih dalam posisi memegang senjata ;
§ Bahwa saksi pada saat itu melihat kondisi terdakwa kelihatannya baik, tidak ada
emosi ;
§ Bahwa saksi menerangakan, saksi mendengar suara letusan, namun saksi tidak
melihat korban dan terdakwa pada saat terjadinya letusan ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi melihat korban tergeletak, kemudian korban
segera dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo ;
§ Bahwa benar senjata api yang dibawa oleh terdakwa tersebut, berupa senpi jenis
revolver caliber 38 ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
4. Saksi SARMAN ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan saksi dengan terdakwa tidak ada
hubungan saudara/keluarga dengan terdakwa ;
§ Bahwa saksi mengerti/mengetahui dalam perkara ini berkaitan telah terjadinya
tertembaknya salah satu warga yaitu adik saksi bernama Marino, karena saat
kejadian saksi melihat langsung, saat itu berada dilokasi kejadian ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi pada saat terjadi suara teriakan ”tolong-tolong”
masih tidur di rumahnya sendiri ;
§ Bahwa saksi mendengar suara teriakan ”tolong-tolong” sekitar jam 01.30 Wib
pada saat masih tidur di rumahnya ;
§ Bahwa saksi menerangkan, pada saat mendengar suara teriakan ”tolong-tolong”
saat itu saksi langsung bangun loncat keluar menuju rumah orang tua saksi,
karena saksi khawatir orang tua saksi sering sakit-sakitan ;
§ Bahwa rumah saksi dengan rumah orang tuanya tersebut berdekatan, dengan
tempat kejadian berhadapan/ di depan rumah ;
§ Bahwa saksi menerangkan, ketika saksi sampai di rumah orang tuanya saksi
melihat adik saksi/ Marino mendekap seseorang yang berambut gondrong dari
arah belakang, jarak saksi dengan Marino yang sedang mendekap seseorang itu
hanya kurang lebih 1,5 (satu setengah) meter, dengan adik saksi yang berteriak
”maling-maling” ;
§ Bahwa saksi menerangkan, oarang yang berambut gondrong yang didekap adik
saksi itu berusaha melepaskan dekapan tetapi tidak berhasil ;
§ Bahwa saksi menerangkan, setelah dekapan berhasil dilepaskan, saksi masih
melihat terjadi tarik menarik tangan antara tangan petugas dengan tangan adik
saksi, tangan adik saksi berposisi di atas tangan kanan petugas yang masih
memegang senjata ;
§ Bahwa saksi juga mendengar kata-kata ”aku polisi – aku polisi” saaat itu adik
saksi juga tidak melepaskan dekapan dari belakang seseorang yang berkata ”aku
polisi-aku polisi” ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saat itu juga saksi mendengar kata-kata ”dikandani
polisi kok ngeyel” posisi waktu itu masih terjadi tarik menarik tangan kiri
korban dengan posisi di atas tangan petugas, kemudian terdengar tembakan satu
kali ;
§ Bahwa saksi menerangkan, korban setelah terlepas dekapannya, sampai mundur,
pada saat itu bunyi tembakan terjadi senjata terarah ke tubuh adik saksi, lalu adik
saksi roboh luka di perut ;
§ Bahwa terjadi penembakan yang dialami adik saksi Marino tersebut, terjadi pada
malam Jumat tanggal 20 Oktober sekitar pukul 01.30 Wib di Dk. Pasekan Rt.
01/III Kel. Combongan Kab. Sukoharjo ;
§ Bahwa benar saksi tahu malam itu yang berteriak ”maling-maling” tersebut
adalah adik saksi yaitu Marino ;
§ Bahwa benar pada malam itu yang berada di lokasi terjadinya penembakan
tersebut adalah saksi sendiri, adik saksi bernama Sariman, adik ipar saksi yaitu
Widodo, petugas yang menembak, dan satu orang lagi petugas yang saksi tidak
tahu namanya ;
§ Bahwa saksi menerangkan, yang menolong korban dimasukkan ke dalam mobil
adalah saksi dan petugas, korban dilarikan ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
§ Saksi menerangkan, pihak terdakwa bersama-sama keluarga terdakwa sudah
sering datang kekeluarga korban dan memberikan santunan, namun berapa
jumlahnya saksi tidak tahu ;
§ Bahwa saksi menerangkan, pihak keluarga korban bersedia memaafkan
terdakwa ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
5. Saksi SARIMAN ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan saksi dengan terdakwa tidak ada
hubungan keluarga dengan terdakwa ;
§ Bahwa saksi mengetahui dalam perkara ini adalah berhubungan terjadinya
penembakan terhadap korban kakak saksi, yang terjadi di depan rumah saksi /
rumah orang tua saksi ;
§ Bahwa saksi tahu kejadiannya yaitu terjadi pada malam bulan puasa hari Jumat
tanggal 20 Oktober 2006 sekitar pukul 02.00 Wib di Dk. Pasekan Rt.01/III, Kel.
Combongan, Kab. Sukoharjo ;
§ Bahwa benar saksi tahu / kenal yang menjadi korban adalah kakak saksi
bernama Marino, dan yang melakukan penembakan adalah terdakwa (Sutrisno) ;
§ Bahwa saksi saat kejadian belum ada di tempat kejadian tersebut, saat itu saksi
sedang tidur di dalam rumah di depan tempat kejadian, dan mendengar teriakan
”tolong-tolong” lalu saksi keluar ngintip dari jendela, saksi melihat kakak saksi
sedang mendekap seseorang berambut gondrong dari belakang, awalnya saksi
tidak dibolehkan istri saksi keluar, tapi saksi penasaran kemudian memberanikan
diri keluar ;
§ Bahwa benar yang mendekap terdakwa tersebut adalah korban (Marino), bahwa
benar saksi lihat saat itu badan korban Marino lebih kecil dari terdakwa ;
§ Bahwa benar saksi ada mendengar suara letusan pada malam itu, tapi saksi tidak
ingat berapa kali bunyi letusan tersebut ;
§ Bahwa benar saksi saat mendegar letusan langsung melompat keluar rumah,
kemudian saksi melihat kakak saksi roboh memegangi perutnya yang terluka ;
§ Bahwa benar saksi melihat kakak saksi luka diperut sebelah kiri, saat itu tidak
ada darah dan tidak tembus ;
§ Bahwa benar saksi saat mendengar der, langsung loncat keluar sempat pegang
kepala korban Marino supaya tidak terjatuh ke tanah ;
§ Bahwa pada waktu korban terkapar, saksi lihat ia masih hidup mengucapkan
lailla hailallah ;
§ Bahwa saksi mengetahui korban (Marino) meninggal di rumah sakit ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut, terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
6. Saksi WIDODO ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan dengan terdakwa saksi tidak ada
hubungan saudara/ keluarga ;
§ Bahwa saksi tahu ada kejadian penembakan pada malam itu, terjadinya pad hari
Jumat tanggal 20 Oktober 2006, sekitar pukul 02.00 Wib di Dk. Pasekan
Rt.01/III, Kec. Combongan, Kab. Sukoharjo ;
§ Bahwa benar yang menjadi korban adalah kakak saksi, yang melakukan
tembakan adalah Sutrisno ;
§ Bhwa benar awal mulanya terjadi penembakan tersebut, malam iu saksi bersama
korban Marino baru datang dari mengairi sawah dan membawa mesin diesel
dengan sepeda onthel ;
§ Bahwa benar saat korban Marino meletakkan sepeda onthel yang membawa
diesel tiba-tiba datang seseorang yang berambut gondrong dengan celana pendek
dan memakai kaos ;
§ Bahwa benar sewaktu seseorang yag berambut gondrong tersebut mendatangi
saksi dan kemudian menepuk bahu saksi dengan mengatakan ”iki wonge” ini
orangnya, karena ketakutan saksi langsung jongkok dan sambil menundukkan
wajah sambil berkata ”kulo mboten.....,/bukan saya, kulo saking sabin / saya
baru pulang dari sawah” ;
§ Bahwa benar saksi dan kakak saksi (Marino) melihat penampilan terdakwa
mengira ia adalah gali / maling ;
§ Bahwa saksi kemudian melihat korban Marino mendekap orang tersebut dari
belakang ;
§ Bahwa benar saksi malam itu tidak ada berteriak minta ”tolong-tolong” yang
berteriak tolong-tolong tersebut adalah suara korban Marino ;
§ Bahwa saksi tahu setelah disekap, Marino dengan terdakwa putar-putar cukup
lama kira-kira 5 – 10 menit saksi ada mendengar letusan 2 kali ;
§ Bahwa benar saksi mendengar suara dor tersebut ada dua kali, dor pertama
dengan sebentar kira-kira ± 10 menit ;
§ Bahwa saat sebelum kejadian saksi tidak ada mendengar ada orang bilang saya
aparat, karena saat itu saksi takut dan nangis ;
§ Bahwa saksi saat itu tidak melihat ada Sarman dan Sariman, saksi tidak melihat
karena saksi selalu tutup mata saksi tidak mengetahui sama sekali karena takut ;
§ Bahwa saksi setelah kejadian dibawa ke teras, setelah di teras baru saksi lihat
bahwa banyak orang yang datang, sedangkan korban Marino sudah diangkat
dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
7. Saksi WIDODO Bin PONO SUMARTO ;
§ Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa, dan saksi tidak ada
hubungan keluarga dengan terdakwa ;
§ Bahwa yang saksi ketahui hanya ada terjadi korban penembakan yaitu yang
menjadi korban bernama Marino ;
§ Bahwa saksi menerangkan, waktu itu pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006
sekitar jam 02.00 Wib melakukan perjudian di dekat warung Hik di bawah
lampu merkuri ;
§ Bahwa saksi menerangkan, tiba-tiba datang seseorang mengucapkan selamat
malam ;
§ Bahwa saksi menerangkan, karena sudah mengira yang datang itu petugas,
kemudian teman-teman saksi lari menyebar ;
§ Bahwa benar saksi ikut dalam permainan judi domino tersebut jumlahnya ada 7
orang termasuk saksi, dan benar mainnya pakai uang sebesar Rp. 500,- ;
§ Bahwa benar saksi pada waktu itu tidak lari, sebab saksi tidak tahu bahwa mau
dipegang dengan Polisi, kemudian saksi dimintai Kartu Tanda Penduduk (KTP)
lalu saksi kemudian dimasukkan ke dalam mobil hitam ;
§ Bahwa saksi menerangkan, permainan judi sudah berlangsung 10 (sepuluh)
putaran ;
§ Bahwa saksi menerangkan, yang ditangkap oleh petugas saat itu ada 2 (dua)
tetapi satu orang tidak ikut main kemudian dilepaskan oleh petugas ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi mendengar suara ledakan sebanyak 2 (dua)
kali, jarak saksi pada saat itu dengan asal suara ledakan kira-kira berjarak 100
meter ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saat mendengar suara ledakan itu saksi sudah berada
di dalam mobil, dan ada orang digotong dimasukkan ke dalam mobil, waktu itu
masih menyebut ”Astoghfirullah” ;
§ Bahwa saksi menerangkan, luka korban kira-kira diperut sebelah kiri ;
§ Bahwa saksi menerangkan, waktu itu yang menolong korban sebanyak 3 (tiga)
orang, tapi saksi tidak kenal siapa orang itu ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
8. Saksi SUPADI ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, dan tidak ada hubungan saudara dengan
terdakwa hanya satu Kompi ;
§ Bahwa saksi mengerti sebab dihadapkan ke persidangan ini sehubungan dengan
perkara tindak pidana ”karena salahnya menyebabkan matinya orang” terkait
dengan terjadinya kasus penembakan salah satu warga oleh salah satu petugas
Remob (Bribda Sutrisno) yang sedang melakukan penggerebekan perjudian ;
§ Bahwa saksi mengetahui setelah satu minggu, senjata inventaris diambil/ ditarik
ke Polwil karena ada kejadian penembakan tersebut ;
§ Bahwa saksi menerangkan, saksi bertugas dibagian logistik Kompi Brimob
Polwil Surakarta ;
§ Bahwa saksi menjabat Baur Logistik BS Wilayah Surakarta sejak tahun 2002
sampai sekarang ;
§ Bahwa saksi menerangkan, terdakwa mendapat tugas BKO ke Polres Sukoharjo
dari tanggal 13 Maret 2006 sampai dengan selesai ;
§ Bahwa saksi menerangkan, senpi yang dipinjam pakaikan kepada anggotanya
yang BKO, akan ditarik lagi apabila pelaksanaan BKOnya sudah dinyatakan
selesai ;
§ Bahwa saksi menerangkan, senpi digunakan apabila dalam keadaan mendesak,
dan terancam jiwanya ;
§ Bahwa saksi menerangkan, setiap perintah dari Komandan Kompi tidak boleh
ditafsirkan ;
§ Bahwa saksi menerangkan, terdakwa pernah mendapat tugas BKO di Polwil
Surakarta untuk mengungkap kejahatan ;
§ Bahwa saksi menerangkan, terdakwa baru pertama kali bermasalah seperti ini ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak
keberatan dan membenarkannya ;
9. Saksi ANDI RIFAI, SIK ;
§ Bahwa saksi kenal dengan terdakwa, tetapi tidak ada hubungan keluarga, hanya
ada hubungan kerja, yaitu terdakwa anggota saksi ;
§ Bahwa benar saksi sebagai Komandan Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
§ Bahwa benar saksi sebagai atasan terdakwa sudah lebih 1 (satu) tahun ;
§ Bahwa terdakwa ditugaskan ada permintaan BKO dari Polres Sukoharjo dan
diminta personil 5 (lima) orang ;
§ Bahwa tugas personil Brimob yang di BKO kan adalah membantu Polres
Sukoharjo dalam pengungkapan/penanganan tindak pidana / kriminal ;
§ Bahwa benar tugas tersebut dilakukan setiap dibutuhkan ;
§ Bahwa saksi mengendali 5 orang anggota saksi langsung ke Polres Sukoharjo
yang berwenang ;
§ Bahwa saksi mengetahui ada peristiwa penembakan tersebut, setelah mendapat
laporan dari Brigadir Mulyono, dan saat itu saksi sedang ada tugas di Semarang
;
§ Bahwa saksi kemudian segera memerintahkan agar menyelamatkan korban, dan
menarik seluruh anggota BKO untuk kembali ke Kompi serta mengamankan
senjata-senjata ;
§ Bahwa berdasarkan pemeriksaan terdakwa, ia menjelaskan saat menggunakan
senjata karena disekap dari belakang oleh korban, terdakwa sudah melakukan
tembakan peringatan tatapi korban masih mendekap menarik kena picu senjata
dengan kuat terjadi letusan kedua yang mengenai perut korban ;
§ Bahwa benar menurut laporan tim anggota, terdakwa juga sudah mengeluarkan
tembakan peringatan sebelumnya ;
§ Bahwa tembakan peringatan seharusnya ditembakkan sebanyak dua kali ;
§ Bahwa saksi menerangkan, Tim yang di BKO di Polres Sukoharjo dengan
peristiwa tersebut diambil tindakan hukum internal yaitu penempatan di tempat
khusus selama 21 (dua puluh satu) hari dan ditunda untuk kenaikan pangkat
selama 2 (dua) periode ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi tersebut terdakwa tidak keberatan
dan membenarkannya ;
Menimbang, bahwa disamping itu di depan persidangan juga telah didengar
keterangan terdakwa sebagai berikut :
§ Bahwa terdakwa terlibat dalam perkara ini telah melakukan penembakan
terhadap korban yang bernama Marino ;
§ Bahwa terdakwa anggota Polisi dan terdakwa bertugas di Brimob BS Grogol
Sukoharjo ;
§ Bahwa terdakwa punya isteri, dan punya anak 2 (dua) orang ;
§ Bahwa terdakwa menjadi Polisi sudah 16 tahun ;
§ Bahwa terdakwa tugas sebagai Brimob sudah 14 tahun ;
§ Bahwa terdakwa pernah ditugaskan di Timor Timur, di Srondol, selama dua
tahun, di Polda 3 tahun, jadi polisi biasa, di Aceh 1 tahun, lalu kembali
ditugaskan di Kompi Grogol selama ± 4 tahun hingga sekarang ;
§ Bahwa terdakwa pernah di BKO di Polwil tahun 2003, 1 bulan terus di BKO di
Aceh Timur, 1 tahun, di BKO kan di Polres Sukoharjo ± 8 bulan ;
§ Bahwa tugas di BKO kan di Polres Sukoharjo membantu, mengungkap kasus
kejadian yang menonjol, dan pernah mengungkap kasus penjambretan,
pencurian, dan pemerkosaan ;
§ Bahwa terdakwa dan anggota lainnya pada saat patroli ada menemukan orang
yang sedang bermain judi sekitar 10 orang, pada waktu itu ada yang tertangkap
dua orang, yang lainnya melarikan diri masuk kampung sekitar 6 orang ;
§ Bahwa terdakwa dan anggota lainnya menemukan orang yang sedang bermain
judi yaitu pada hari Jumat sekitar jam 01.45 Wib, ditepi jalan pertigaan dekat
penjual Hik, terdakwa dapat menangkap 1 orang, dan Briptu Topoo dapat
menangkap 1 orang, sedangkan Brigadir Priyanto mengamankan barang bukti
yang ditemukan ditempat kejadian tersebut ;
§ Bahwa terdakwa dan Tupono kemudian mengejar para pelaku lainnya yang
melarikan diri ke arah kampung (masuk kampung) ;
§ Bahwa setelah terdakwa masuk kampung di teras sebuah rumah terdakwa
melihat ada dua orang, selanjutnya terdakwa menanyai salah satunya bernama
Widodo, apakah ikut main judi, belum sempat pertanyaan dijawab terdakwa
didekap dari belakang oleh seseorang ;
§ Bahwa terdakwa berusaha melepaskan dekapan tersebut tetapi karena sangat
kuat tidak berhasil dilepaskan ;
§ Bahwa saat berusaha melepaskan dekapan, terdakwa sambil berkata lepaskan
saya polisi....saya polisi, tetapi korban Marino tetap tidak melepaskan ;
§ Bahwa saat terdakwa masih didekap oleh korban Marino, malah ia berteriak
”maling-maling”, terdakwa kemudian meraih pistolnya dan kemudian
mengeluarkan tembakan peringatan dengan arah pistol ke arah pinggang sebelah
kiri :
§ Bahwa pada saat itu Marino tetap tidak melepaskan dekapannya, datang anggota
lainnya Briptu Tupono berusaha melepaskan dekapan Marino dan berhasil
melepaskan dekapan tangan kanan korban pada tangan kiri terdakwa lalu
berbalik, saat terdakwa menarik tangannya posisi jari telunjuk masih di
dalam/pada picu karena sangat kuat tarikan tangan terdakwa sehingga tanpa
disadari pistol meletus dan mengenai pinggang sebelah kiri korban Marino ;
§ Bahwa letusan tersebut terjadi karena terdakwa kurang hati-hati dan tidak
memperkirakan akan meletus mengenai korban Marino ;
§ Bahwa terdakwa setelah mengetahui korban Marino terluka, dan berusaha
mengambil mobil yang sedang dibawa oleh Brigadir Mulyono, lalu terdakwa
berusaha menolong korban dengan menyopir sendiri mobil tersebut dan
membawa korban ke Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru ;
§ Bahwa terdakwa sangat menyesal atas kejadian tersebut, baru pertama kali hal
ini terjadi selama terdakwa menjalankan tugas ;
§ Bahwa keluarga terdakwa ada datang ke rumah keluarga korban untuk
memberikan santunan untuk membantu keluarga korban, dan benar terdakwa
berniat sanggup mambantu biaya sekolah anak-anak korban ;
Menimbang, bahwa persidangan juga telah didengar keterangan saksi Ade charge
yang dihadapkan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya, yang di bawah sumpah pada
pokoknya telah memberikan keterangan sebagai berikut :
Saksi Ade charge : Dr. H. RORRY HARTONO, Spf :
§ Bahwa saksi benar tidak kenal dengan terdakwa dan tidak ada hubungan
keluarga ;
§ Bahwa benar saksi dihadapkan di persidangan ini sebagai saksi ahli forensik ;
§ Bahwa saksi memeriksa jenazah korban atas permintaan dari Polres Sukoharjo,
saksi melakukan pemeriksaan korban yang bernama Marino ;
§ Bahwa benar dalam peneriksaan tersebut, saksi dapat memastikan korban tewas
karena tembakan jarak dekat ;
§ Bahwa benar pada luka dengan jarak dekat, pelurunya masuk disarang ;
§ Bahwa saksi ahli menerangkan tembakan antara 6-10 meter masih ada jelaga ;
§ Bahwa saksi ahli menerangkan, arah tembakan agak ke bawah ;
§ Bahwa saksi ahli menerangkan, kecepatan peluru jarak pendek lebih cepat
dibanding dengan jarak jauh ;
§ Bahwa saksi tahu arahnya dari perut sebelah pinggul kiri terkenanya tulang
panggul ;
§ Bahwa saksi ahli menerangkan, anak peluru pada saat keluar, pasti dengan
kekuatan yang sangat cepat ;
§ Bahwa saksi ahli memperlihatkan foto pertama dari Rumah Sakit Dr. Oen, dan
foto ulang dari Rumah Sakit Dr. Muwardi Solo, tetap sama ;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, terdakwa dan
pemeriksaan terhadap barang bukti maka ditemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut :
§ Bahwa benar terdakwa dalam perkara ini adalah orang bernama SUTRISNO
BIN SARIJO sebagaimana identitas dalam berkas perkara ;
§ Bahwa benar terdakwa adalah seorang anggota Kepolisian dari Kesatuan
Brimob BS Polwil Surakarta yang di Bawah Kendali Operasi (BKO) kan di
Polres Sukoharjo ;
§ Bahwa pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006, terdakwa bersama dengan
saksi Brigadir Mulyono, Brigadir Priyanto, dan Briptu Tupono, menuju Dukuh
Pasekan, Kelurahan Combongan Sukoharjo dalam perjalanannya dari Boyolali ;
§ Bahwa di Desa Combongan ditemukan orang-orang yang sedang bermain judi
sabagaimana dikuatkan oleh saksi Mulyono, Priyanto, Tupono dan Widodo Bin
Pono Sumarto ;
§ Bahwa pada malam kejadian telah tertangkap dua orang pelaku antara lain saksi
Widodo Bin Pono Sumarto dan ditemukan empat pak kartu domino dan uang
berjumlah Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) ;
§ Bahwa pada malam kejadian para pelaku perjudian telah melarikan diri saksi
Mulyono dan Priyanto menunggu dua pemain judi yang tertangkap, sedangkan
saksi Tupono dan terdakwa masuk kampung untuk mengejar para pemain judi ;
§ Bahwa pada saat terdakwa masuk kampung tiba-tiba terdakwa disekap dari
belakang oleh korban Marino karena dikiranya terdakwa adalah sebagai seorang
pencuri ;
§ Bahwa pada malam itu korban Marino adalah bukan orang yang bermain judi
karena Marino baru saja pulang dari sawah dan baru akan menurunkan mesin
diesel ;
§ Bahwa terdakwa di depan rumah saksi korban tidak secara tegas mengatakan ia
adalah sebagai seorang polisi yang dikira seorang pencuri dan terdakwa
mengatakan ia seorang polisi setelah disekap dengan kuat oleh korban Marino ;
§ Bahwa terdakwa berusaha melepas sekapan korban dengan sekuat tenaga tetapi
sulit untuk dilepaskan bahkan dibantu oleh saksi Tupono ;
§ Bahwa pada saat terjadi usaha pelepasan dari sekapan korban, terdakwa
mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi dan dalam waktu yang relatif cepat
terdakwa telah mengeluarkan tembakan peringatan sekali, dilanjutkan tembakan
kedua dan mengenai tubuh korban Marino yang mengakibatkan kematian
sebagaimana dikuatkan dengan Visum Et Repertum (V.E.R.) no. 73/ IKF.& ML/
LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr.
Rorry Hartono, SPf. ;
§ Bahw Dr. Rorry Hartono menerangkan bahwa kematian korban Marino
disebabkan oleh tembakan dari jarak dekat ;
§ Bahwa setelah korban Marino tertembak saksi Mulyono, Priyanto, Tupono, dan
terdakwa berusaha menyelamatkan jiwa korban dan langsung di bawa ke Rumah
Sakit Dr. Oen Sukoharjo tetapi jiwanya tidak tertolong sewaktu tiba di Rumah
Sakit ;
§ Bahwa barang bukti berupa senjata genggam (pistol) sebagaimana yang
diperlihatkan di depan persidangan benar merupakan inventaris dari Brimob
Kompi BS Surakarta yang diijinkan untuk digunakan terdakwa Sutrisno dalam
menjalankan tugas dan mengakibatkan tertembaknya korban Marino ;
§ Bahwa akibat tertembaknya korban Marino oleh terdakwa Sutrisno maka
Kepolisian telah menjatuhkan tindakan disiplin kepada terdakwa dengan
penghukuman disel selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangakt selama dua
periode ;
§ Bahwa atas kejadian tertembaknya korban Marino pihak Polwil Surakarta,
Komandan Kompi Brimob BS Surakarta dan keluarga terdakwa telah datang ke
keluarga korban untuk mengucapkan bela sungkawa dengan bantuan peringanan
korban ;
§ Bahwa di depan persidangan terdakwa secara tegas mengatakan akan membantu
biaya hidup anak-anak korban Marino, sampai dewasa meskipun tidak
disebutkan bentuknya apa dan seberapa besarnya ;
Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan
dakwaan tunggal Pasal 359 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur Barang Siapa ;
2. Unsur Karena Kealpaannya / Kelalaiannya ;
3. Unsur Menyebabkan Orang Lain Mati ;
Unsur 1. Barang siapa
Menimbang, bahwa yang dimaksud unsur Barang siapa menurut Majelis Hakim
adalah menunjuk pada seseorang (persoon) atau badan hukum (rechtspersoon) sebagai
pendukung hak dan kewajiban yang ditentukan dalam undang-undang ;
Menimbang, bahwa saksi-saksi yang didengar di depan persidangan membenarkan
bahwa terdakwa dalam perkara ini adalah SUTRISNO Bin SARIJO;
Menimbang, bahwa didalam perkara ini terdakwa SUTRISNO juga membenarkan
identitas di dalam berkas perkara dan membenarkan bahwa ia adalah terdakwa dalam
perkara ini dan didampingi oleh Penasihat Hukumnya sebagaimana dalam Surat Kuasa
tertanggal 13 Nopember 2006 dan tertanggal 17 Desember 2006 ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat
bahwa Unsur Barang Siapa telah terbukti ;
Unsur 2. Karena Kealpaannya /Kelalaiannya ;
Menimbang, bahwa di dalam hukum pidana perbuatan pidana (delik) antara lain
dibagi atas perbuatan yang disengaja (dolus) dan perbuatan karena kealpaannya
/kelalaiannya (culpos) ;
Menimbang, bahwa perbuatan dengan sengaja adalah bahwa pelaku dalam perkara
tersebut memang sengaja melakukan perbuatan tersebut dan ia menghendaki akibat dari
perbuatannya dan mempunyai kesempatan pula untuk melihat alat apa yang akan
dipergunakannya ;
Menimbang, bahwa perbuatan dengan sengaja ada kesempatan waktu yang cukup
bagi seorang untuk meneruskan atau mengerungkan perbuatannya ;
Menimbang, bahwa perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah
sebagai perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku ;
Menimbang, bahwa saksi Brigadir MULYONO, Brigadir PRIYANTO, dan Briptu
TUPONO menerangkan bahwa mereka pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006,
bersama-sama dengan terdakwa SUTRISNO melaksanakan tugas sebagai anggota
Kepolisian Republik Indonesia dari Boyolali ke Sukoharjo melewati Desa Combongan
Sukoharjo dan sampai di Desa Combongan sekitar jam 02.00 Wib ;
Menimbang, bahwa mereka berempat pada malam kejadian melihat sekelompok
orang yang sedang bermain judi untuk selanjutnya mereka mendekat ke lokasi dengan
mengatakan mereka adalah polisi dan kemudian orang-orang tersebut lari masuk
kampung ;
Menimbang, bahwa pada malam itu juga dua orang penjudi telah tertangkap dan
salah satunya adalah saksi yang didengar di depan persidangan yaitu WIDODO Bin
PONO SUMARTO yang membenarkan ia ditangkap pada malam kejadian dan di lokasi
perjudian telah ditemukan barang bukti berupa empat pak kartu domino dan uang
sejumlah 150.000,- ;
Menimbang, bahwa pada malam itu juga terdakwa bersama saksi TUPONO
masuk kampung untuk menangkap pelaku perjudian sedangkan saksi Brigadir
MULYONO dan Brigadir PRIYANTO mengamankan dua orang yang tertangkap;
Menimbang, bahwa pada saat terdakwa SUTRISNO masuk kampug dan secara
tiba-tiba dari belakang SUTRISNO disekap oleh korban MARINO karena disangka
SUTRISNO adalah sebagai seorang pencuri hal ini dibuktikan dengan adanya teriakan
maling-maling yang didengar oleh saksi TUPONO maupun SUTRISNO ;
Menimbang, bahwa pada saat yang bersamaan di tempat kejadian perkara memang
ada sebuah sepeda onthel dan sebuah mesin diesel karena korban Marino baru saja
pulang dari sawah ;
Menimbang, bahwa pada waktu terdakwa mengatakan bahwa ia adalah seorang
polisi tetapi dekapan dari korban Marino terhadap terdakwa SUTRISNO masih tetap
kuat karena diperkirakan SUTRISNO bukan seorang polisi karena pada kejadian
terdakwa tidak menggunakan atribut baju polisi tetapi terdakwa memakai baju preman
dan rambutnya panjang ;
Menimbang, bahwa terdakwa SUTRISNO berusaha semaksimal mungkin untuk
melepaskan pegangan tangan dan ikatan dari tangan korban MARINO tetapi tidak
berhasil maka pada saat bersamaan terdakwa mengeluarkan tembakan peringatan yang
pertama tidak mengenai korban sedangkan tembakan yang kedua mengenai korban
sehingga korban roboh ;
Menimbang, bahwa menurut terdakwa ikatan dari korban sangat kuat sehingga ia
sulit untuk melepaskan maka antara tangan terdakwa dan tangan korban sempat terjadi
tarik menarik sehingga akhirnya terdakwa mengeluarkan pistol yang ada dipinggangnya
untuk memberi tembakan peringatan ;
Menimbang, bahwa setelah korban MARINO roboh maka selanjutnya oleh
terdakwa beserta TUPONO dan polisi lainnya korban dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen
Sukoharjo untuk mendapatkan perawatan ;
Menimbang, bahwa saksi AKP ANDI RIFA’I Komandan Kompi Brimob BS
Polwil Surakarta (atasan terdakwa) di depan pesidangan mengemukakan bahwa benar
terdakwa sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan lesan,
selanjutnya tembakan peringatan dua kali dan selanjutnya baru tembakan yang
melumpuhkan ;
Menimbang, bahwa dalam perkara terdakwa SUTRISNO dari fakta yang
terungkap di persidangan peringatan lesan sudah dilakukan, tembakan peringatan sudah
dilakukan sedangkan tembakan yang melumpuhkan tidak dilakukan oleh terdakwa hal
ini terbukti tembakan yang kedua telah mengenai perut korban MARINO ;
Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim bahwa tembakan kedua yang
dilakukan oleh terdakwa merupakan salah prosedur pengunaan senjata hal ini ditandai
dengan jatuhnya korban MARINO demikian pula berdasar tindakan disiplin yang
dilakukan oleh Tim Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada
terdakwa dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan kenaikan pangkat
selama 2 (dua) periode ;
Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan
oleh terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan kelalaian hal ini
antara lain ditandai dengan tidak adanya niat untuk membunuh korban MARINO
demikian pula adanya penyesalan yang mendalam dari terdakwa dengan semaksimal
mungkin berusaha membawa koban MARINO ke rumah sakit agar nyawanya dapat
tertolong ;
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam
kejadian telah terjadi pergumulan antara saksi korban MARINO dan terdakwa
SUTRISNO dikarenakan SUTRISNO dikira bukan polisi tetapi seorang pencuri karena
ada teriakan maling-maling ;
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada
saat korban MARINO di dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada
pengejaran terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung dimana
pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi ;
Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan di muka maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa unsur karena kekhilafannya/ kelalaiannya telah terbukti ;
Unsur 3. Menyebabkan Orang Lain Mati ;
Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan dan dibenarkan oleh
terdakwa bahwa tembakan kedua dari terdakwa SUTRISNO mengakibatkan korban
roboh untuk selanjutnya oleh saksi MULYONO, PRIYANTO, TUPONO dan
SUTRISNO dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen untuk mendapat perawatan ;
Menimbang, bahwa pada saat saksi korban MARINO dibawa ke rumah sakit
dengan mobil dan waktu di jalan korban masih hidup sambil memanjatkan doa ;
Menimbang, bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. OEN kurang lebih
jam 02.30 Wib korban MARINO meninggal dunia ;
Menimbang, bahwa meninggalnya korban MARINO berdasarkan Visum Et
Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal
20 Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf
menerangkan bahwa saat kematian korban MARINO diperkiran 6-8 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat
robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari luka
tembak jarak dekat ;
Menimbang, bahwa keterangan sebagaimana dalam Visum Et Repertum tersebut
di depan persidangan ditegaskan pula oleh dr. Rorry Hartono, SPf di bawah sumpah ;
Menimbang, bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun terdakwa
membenarkan bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah
senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa
untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban
MARINO tertembak dan meninggal dunia ;
Menimbang, bahwa atas meninggalnya korban MARINO keluarga terdakwa,
atasan terdakwa dan jajaran Kepolisian Polwil Surakarta telah datang ke keluarga
korban untuk minta maaf dan menyesal atas tertembaknya korban MARINO dengan
memberikan tanda ikut berduka cita ;
Menimbang, bahwa atas meninggalnya korban MARINO terdakwa SUTRISNO
secara lesan di depan persidangan menyatakan sanggup untuk membantu biaya
pendidikan anak-anak korban sampai dewasa meskipun tidak ditegaskan bantuan berupa
apa dan jumlah berapa tiap bulannya ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa unsur menyebabkan orang lain mati telah terbukti ;
Menimbang, bahwa karena seluruh unsur-unsur dakwaan Jaksa Penutut Umum
telah terbukti maka Pasal 359 KUHP sebagaimana surat dakwaan telah terbukti secara
sah dan meyakinkan ;
Menimbang, untuk selanjutnya apakah terdakwa dapat diterapkan Pasal 359
KUHP sebagaimana surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan apakah terdakwa dapat
dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan
pidana maka akan dipetimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Menimbang, bahwa berdasar pemeriksaan Majelis Hakim terhadap saksi-saksi,
terdakwa maupun terhadap barang bukti dapat disimpulkan bahwa terdakwa berada di
Dukuh Pasekan , Desa Combongan Sukoharjo pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006
sekitar jam 02.00 WIB sedang menjalankan tugas kepolisian untuk menangkap orang-
orang yang sedang malakukan perjudian ;
Menimbang, bahwa pada saat tersebut korban MARINO tertembak hingga
meninggal dunia terdakwa SUTRISNO dalam keadaan sehat lahir dan batin tidak ada
alasan pembenar maupun pemaaf hal ini ditandai dengan pengenaan hukuman disiplin
oleh Tim Disiplin Kepolisian yang menghukum terdakwa dengan penjara 21 hari dan
penundaan kenaikan pangkat selama dua periode sehingga pembelaan terdakwa melalui
Penasihat Hukumnya untuk membebaskan terdakwa dengan alasan penggunaan Pasal
212 KUHP dan Pasal 216 ayat (1) KUHP dipandang tidak beralasan ;
Menimbang, penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO terhadap
terdakwa hemat Majelis tidak harus dilakukan tembakan peringatan yang dapat
menyebabkan kematian korban, semestinya terdakwa selaku seorang anggota kepolisian
dapat melumpuhkan korban dengan ilmu bela diri yang dimiliki, setelah bela diri
tersebut tidak berhasil baru diperingatkan dengan lesan, apabila tidak berhasil baru
dengan tembakan peringatan dua kali ke atas, apabila tidak berhasil baru tembakan ke
arah fisik yang tidak membahayakan jiwa dan seterusnya ;
Menimbang, bahwa disamping itu hemat Majelis Hakim penyekapan yang
dilakukan oleh korban MARINO adalah bukan penyekapan yang membahayakan jiwa
terdakwa sebab fisik terdakwa lebih besar dari pada fisik korban MARINO dan dengan
dibawanya pistol oleh terdakwa hemat Majelis tidak harus secara tergesa-gesa
digunakan sehingga menyebabkan kematian dari korban ;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum
bahwa pada saat terjadi penyekapan oleh korban MARINO terdakwa tidak dapat
menahan emosinya sehingga dia panik dan terlalu tergesa-gesa mengeluarkan senjata
pistol sehingga akhirnya menyebabkan korban tertembak akhirnya meninggal dunia ;
Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim sependapat dengan Tuntutan Jaksa
Penentut Umum yang berpendapat bahwa Pasal 359 KUHP bisa diterapkan terhadap
terdakwa dan Majelis Hakim tidak sependapat dengan pembelaan terdakwa melalui
Penasihat Hukumnya yang memohon agar terdakwa dibabaskan karena unsur-unsur
Pasal 359 KUHP tidak terpenuhi ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di muka maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa terhadap terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah
dan meyainkan bersalah melakukan perbuatan pidana karena kelalaiannya
sehngga menyebabkan matinya orang lain ;
Menimbang, bahwa karena terdakwa telah dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah maka terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana dengan jenis pidana
penjara ;
Menimbang, bahwa Van Bemmelen mengemukakan bahwa pidana perampasan
kemerdekaan itu dalam kenyataannya lebih mengamankan masyarakat dari kejahatan
selama terdakwa itu berada di dalam penjara dari pada tidak berada dalam penjara ;
Menimbang, bahwa jenis pidana penjara ini hemat Majelis Hakim tepat diterapkan
terhadap terdakwa dengan harapan agar terdakwa menyesali atas seluruh perbuatannya,
bisa memberikan pelajaran kepada anggota kepolisian lainnya dan siapa saja yang
membawa senjata api untuk berhati-hati, dan memberikan pelajaran pula kepada
masyarakat untuk bisa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang
dan menjamin keadilan ( ensuring justice ) ;
Menimbang, bahwa pidana penjara dalam perkara ini juga diharapkan agar
terdakwa merenung (melakukan kontemplasi) atas segala kesalahannya untuk jangan
sampai melakukan perbuatan di kemudian hari ;
Menimbang, bahwa pidana penjara ini bukan pelaksanaan dari teori pembalasan
tetapi sebagai sarana pemasyarakatan kembali terdakwa agar menjadi orang yang baik
di kemudian hari dan mendidik masyarakat untuk taat kepada hukum ;
Menimbang, bahwa di dalam pemidanaan dalam perkara ini Majelis Hakim
mempertimbangkan pula aspek socio justice (keadilan masyarakat), filosofi justice
(keadilan filosofis) dan legal justice (keadilan hukum) ;
Menimbang, bahwa di dalam menjatuhkan pidana Majelis Hakim harus
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, mempertimbangkan pula keadilan
masyarakat dan juga keadilan yang bersifat luas bagi masyarakat lainnya ;
Menimbang, bahwa tujuan umum dari politik kriminal adalah ”perlindungan
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Bertolak dari konsepsi yang
demikianlah kiranya, Seminar Kriminologi ketiga tahun 1976 dalam kesimpulannya
(Keputusan Seminar Kriminologi ketiga 26 dan 27 tahun 1976) Hukum pidana
hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk social defence dalam arti
melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan
kembali (rehabilitatie) si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan
perorangan (pembuat) dan masyarakat. Demikian pula Simposium pembaharuan Pidana
Nasional tahun 1980, dalam salah satu laporannya menyatakan ;
- Sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus diarahkan
kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan
hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan
masyarakat/Negara korban dan pelaku ;
- Atas dasar tujuan tesebut maka pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang
bersifat :
1. Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat
dan martabat seseorang ;
2. Edukatif, dalam arti bahwa pemidaan itu mampu memperbuat orang sadar
sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai
sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penaggulangan kejahatan ;
3. Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh
terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat ;
Menimbang, bahwa tujuan utama yang ingin dicapai pidana dan hukum pidana
sebagai salah satu sarana dari politik kriminal adalah ”perlindungan masyarakat”
(Sahetapy 1982). Tujuan perlindungan masyarakat inilah yang menurut Bassiouni
merupakan batu landasan ( a cornerstone) dari hukum pidana;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Majelis Hakim telah berusaha memberikan
putusan yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya dan Majelis Hakim menyadari bahwa
keadilan yang paling adil ada pada Sang Khalik, maka dari itu Majelis Hakim
menyerahkan sepenuhnya kepada Jaksa Penuntut Umum selaku wakil Negara dan
masyarakat, Penasihat Hukum dan terdakwa apabila tidak puas terhadap putusan ini
agar melakukan upaya hukum yang diatur dalam undang-undang ;
Menimbang, bahwa karena terdakwa telah dinyatakan bersalah secara sah dan
meyakinkan dan terdakwa berada dalam tahanan sementara maka lamanya pidana yang
dijatuhkan akan dikurangkan seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalani ;
Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan maka diperintahkan
tetap berada dalam tahanan dan terhadapnya dibebani membayar biaya perkara ;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa sepucuk senjata api genggam
jenis revolver 38 Nomor : AE.S.012920, 2 (dua) butir klongsong peluru dan 3 (tiga)
peluru aktif dikembalikan kepada Komandan Brimob BS Surakarta melalui saksi
SUPADI selaku Baur Logistik ;
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti berupa 1 (satu) butir proyektil yang
ditemukan di dalam tubuh korban dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan
terhadap barang bukti berupa 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban
MARINO dikembalikan kepada keluarga korban ;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana maka akan
dipertimbangan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ;
Hal-hal yang memberatkan :
1. Terdakwa selaku seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
seharusnya menjadi pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat dan ternyata hal
ini tidak dilakukan secara optimal ;
2. Perbuatan terdakwa telah mengurangi citra Polisi Indonesia yang sedang dan selalu
dibangun oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia ;
3. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan korban jiwa dan meresahkan masyarakat ;
Hal-hal yang meringankan :
1. Terdakwa berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga memperlancar
persidangan ;
2. Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi
perbuatan serta berjanji secara lesan di depan persidangan akan memperhatikan
anak-anak korban ;
Mengingat peraturan perundang-undangan yang bersangkutan terutama Pasal 359
KUHP dan pasal-pasal lain dalam KUHAP ;
MENGADILI ;
1. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO sebagaiman identitas di atas telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakuakn perbuatan pidana Karena
kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati ;
2. Memidana oleh karenanya dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun ;
3. Menetapkan bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangkan seluruhnya
dari masa tahanan yang sudah dijalani ;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
5. Memerintahkan agar barang bukti berupa :
- 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Revolver 38 Spesial No. AE.S.012920
beserta surat pemegang senpi atas nama BRIPDA SUTRISNO, 2(dua) butir
kelongsongan peluru dan 3 (tiga) peluru aktif dikembalikan kepada saksi
SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta ;
- 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas untuk
dimusnahkan ;
- 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban dikembalikan ahli waris
korban MARINO ;
6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2500,- (dua ribu lima
ratus rupiah) ;
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Sukoharjo pada hari : Rabu, tanggal 14 Maret 2007, oleh kami SUBIHARTA,
SH.M.Hum, selaku Hakim Ketua Majelis, SAPTA DIHARJA, SH.M.Hum, dan
IKHWAN HENDRATO, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana
pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Majelis
Hakim tersebut dan dihadiri oleh Hakim Anggota dengan dibantu oleh IDA LENA,
sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh HARDOYO PUJO PRONOTO, SH,
Jaksa Penuntut Umum, serta dihadapan terdakwa dan Penasihat Hukumnya ;
Hakim Anggota : Hakim Ketua,
ttd ttd
SAPTA DIHARJA, SH.M.Hum. SUBIHARTA, SH.M.Hum
ttd
IKHWAN HENDRATO, SH.
Panitera Pengganti,
ttd
IDA LENA
Dicatat di sini :
Bahwa pada hari : Rabu, tanggal 14 Maret 2007 terdakwa menyatakan banding
atas putusan tersebut, sehingga putusan tersebut belum mempunyai kekuatan
hukum yangtetap,-
PANITERA/SEKRETARIS
PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO,.
ttd
M. NOOR CHAMBALI, SH.
NIP. 040 040 143
PERSEMBAHAN
Alloh Ta’ala yang Maha Segalanya..
Ayah dan Bundaku…aku bangga punya orang tua seperti kalian..
Adik-adikku tersayang …
Seseorang dari setengah hidupQ...semuanya begitu sempurna..
Semua teman dan keluarga Babun…kalian begitu berarti..
MOTTO Sesunggunya Alloh tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri
(QS: Ar-Ra’du 11)
Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang
disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba.
Karena mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang
yang pernah hadir dalam hidupnya
(Penulis)
Lipatkanlah kesabaran terhadap apa yang menjadi beban hari ini,
dan berusahalah ikhlas menjalaninya, karena kita terlahir sebagai
manusia-manusia kuat
(Penulis)
KATA PENGANTAR
Setiap hembus nafas terpanjat rasa syukur penulis atas kehadirat Alloh SWT
Yang Maha Mengetahui, pemilik tunggal ilmu pengetahuan mayapada. Berkat ruh yang
tertiup dan akal yang Beliau anugerahkan pada penulis, sehingga penyusunan penulisan
hukum ini dapat tersusun guna turut memenuhi koleksi karya-karya intelektual negeri
tercinta.
Penulis menyadari bahwa sebagai karya ilmiah dibidang hukum, penulisan ini
masih kurang baik dan jauh dari kata sempurna. Namun demikian, penulis sudah
berupaya sebaik mungkin dalam proses penyusunan penulisan hukum ini dengan
segenap kesungguhan hati dan segenap kemampuan
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan uluran tangan
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak H. Moh. Jamin, S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ijin dan rekomendasi untuk
mengadakan penelitian ini.
2. Ibu Hj. Sri Lestari R, S.H selaku Pembimbing Akademik selama penulis
menuntut ilmu di Fakultas Hukum.
3. Bapak Rehnalemken Ginting, S.H., M.H. selaku Pembimbing Penulisan Hukum
ini yang telah banyak memberikan dorongan dan nasehat serta pencerahan
kepada penulis.
4. Bapak Budi Setiyanto, S.H. selaku Co Pembimbing Penulisan Hukum ini yang
telah banyak memberikan dorongan dan kemudahan kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen dan karyawan atas bantuannya selama penulis menuntut
ilmu di bangku kuliah.
6. Bapak M. Noor Chambali.S.H., selaku Panitera atau Sekretaris Pengadilan
Negeri Sukoharjo atas ijin penelitian dan bahan-bahan yang diperlukan dalam
penulisan hukum ini.
7. Bapak Sapta Diharja, SH.M.Hum., selaku Hakim Pembimbing yang banyak
memberikan nasehat
8. Bapak Subiharta, Sh.M.Hum. Bapak Ikhwan Hendrato, SH. selaku hakim ketua
dalam menangani kasus penembakan tersebut yang telah menyempatkan diri
untuk memberikan penjelasan yang penulis butuhkan.
9. Seluruh staf Pengadilan Negeri Sukoharjo (Pak Samino, Pak Ngadiyo, Ibu Ino,
Ibu Budi)
10. Ayahanda Abu Bakar tercinta...terima kasih untuk semua nasehatmu
”dimanapun mutiara berada ia tetaplah mutiara walaupun dia ada di kubangan
lumpur sekalipun..” itu akan kuingat selalu..
11. Ibunda Sumarsi terkasih…maaf atas semua air mata yang telah tercipta karena
aku…tapi bagaimanapun aku tahu engkau tetap menyanyangiku..Terima kasih
atas kesabaranmu..
12. Adik-adikku, Wawan dan Nova, jadikan Ayah dan Bunda bangga punya anak
seperti kita…
13. Mas Agung..CungkringQ.. makasih buat semua kesabaran dan keikhlasan mau
nrima aku selama ini, banyak hal yang aku tahu dan pelajari tentang kehidupan
dari kamu..makasih buat semuanya…
14. Keluarga Babun, Kakung.. (aku yakin semuanya akan berakhir indah pada
waktunya), Nene (ayo kapan jadian sama Mbek), Mbek (Cepet gek nembak
Nene ya, biar ada yang jadian lagi di keluarga Babun), Ika (Ayo ndut kapan
punya… ni) Eka (baek-baek ya sama Andik), Santi (nduk sadar nduk..), Nita,
Andik, Ihwan, Omez, Sindu, Avis (makasih ya boy buat supportnya).
15. Teman-temanQ (Arum, Asieh, Ipah Saripah Ifa, Hastin, Rini, Mbak Rubi, Nana)
makasih udah ngasih semangat buat aku.. Mia dan Abi (makasih dah temeni aku
begadang nih…)
Akhirnya penulis berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan
sumbangan dan manfaat bagi kalangan akademis, praktisi, dan kalangan luas yang
berminat dalam bidang Hukum Pidana.
Surakarta, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan Pembimbing ii
Halaman Pengesahan Penguji iii
Motto iv
Halaman Persembahan v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Abstrak x
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH 1
B. PERUMUSAN MASALAH 3
C. TUJUAN PENELITIAN 3
D. MANFAAT PENELITIAN 4
E. METODOLOGI PENELITIAN 5
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI 10
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana 10
a. Pengertian Hukum Pidana 10
b. Kedudukan Hukum Pidana Dalam Hukum 11
2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana 12
a. Pengertian Tindak Pidana 12
b. Unsur-unsur Tindak Pidana 15
3. Tinjauan Umum Tentang Kealpaan 17
a. Pengertian Kealpaan 17
b. Syarat-syarat Kealpaan 19
c. Istilah dan Jenis-jenis Alpa 20
4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai
Aparat Penegak Hukum 22
a. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia 22
b. Susunan Organisasi Kepolisian Negara
Republik Indonesia 23
c. Pengertian Kepolisian Negara
Republik Indonesia 24
d. Tugas dan Wewenang Polisi 26
e. Fungsi Kepolisian 28
B. KERANGKA PEMIKIRAN 29
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Penelitian 31
B. Pembahasan Hasil Penelitian 43
1. Analisis Hukum Pidana Terhadap
Penerapan Pasal 359 KUHP Oleh Hakim Dalam
Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh
Aparat Kepolisian 43
2. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim
Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap
Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh
Aparat Kepolisian Tersebut 51
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN 56
B. SARAN 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cita hukum adalah keadilan dalam konteks perkembangan abad ini dan
memasuki era globalisasi telah berubah. Abad nasionalisme modern yang
mengutamakan daya nalar hampir tidak pernah memuaskan pemikiran manusia
tentang arti dan makna keadilan di dalam irama gerak hukum dalam masyarakat.
Rasionalisme hukum yang telah diciptakannya selalu mengagungkan keadilan
sebagai satu-satunya cita hukum dengan simbol dewi keadilan yang memegang
timbangan di tangan kiri dan pedang di tangan kanan. Simbol hukum dan keadilan
tersebut merupakan refleksi dari rasionalisme manusia tentang hukum dan sudah
barang tentu rasionalisme manusia itu sangat rentan terhadap ruang dan waktu.
Hukum yang menjadi rambu pengendali dapat diwujudkan dalam banyak
bentuk seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Keputusan Presiden dan
sudah menjadi asas umum dalam sistem hukum yang dianut di Indonesia, bahwa
Undang-Undang memiliki kedudukan yang sentral dalam hierarki peraturan
perundang-undangan dibandingkan dengan peraturan lainnya, sehingga merupakan
rambu pengendali yang terkuat dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kenyataan sering menunjukkan lain atau bertentangan dengan asas
umum tersebut tiada lain disebabkan banyak faktor, antara lain faktor kurangnya
pemahaman penyelenggara negara tentang hukum dan sistem hukum nasional yang
telah melembaga sampai saat ini. Disamping faktor tersebut, kurangnya pemahaman
masyarakat tentang hukum dan sistem hukum yang berlaku (kesadaran hukum)
sering menjadi faktor pencetus keadaan penyelenggaraan negara tanpa hukum
(chaos hukum). Penafsiran dan perbedaan pendapat para pakar hukum, bahkan
mereka yang bukan pakar hukum sering menambahkan “chaostic hukum” menjadi
“krisis
hukum” yang berakhir pada ujung ketidakpercayaan masyarakat terhadap
hukum (Romli Atmasasmita, 2001).
1
Ketidakpercayaaan masyarakat pada hukum semakin dalam lagi disebabkan
penegakan hukum (law enforcement) tersendat-sendat atau bahkan tampak stagnan,
terutama dalam perkara pidana (kriminal), baik sejak penyidikan, penahanan,
penuntutan, maupun pada pemeriksaan pengadilan.
Dari perkara-perkara yang terjadi di Indonesia dan diperiksa oleh
pengadilan, salah satunya mengenai perkara penembakan yang mengakibatkan
matinya seseorang. Tembakan salah sasaran ataupun karena kealpaannya
menyebabkan matinya seseorang yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Perkara
tersebut dapat terjadi antar masyarakat sipil, antar aparat penegak hukum, maupun
antara masyarakat sipil dengan aparat penegak hukum. Seharusnya, aparat
Kepolisian mengerti benar akan tugas dan wewenangannya sebagai abdi
masyarakat. Dalam Tap MPR Nomor VII/ MPR/ 2000, telah diatur bahwa peran
Polri adalah sebagai alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, memberi pengayoman dan pelayanan bagi
masyarakat (Arif Yulianto. 2002: 570). Penembakan yang dilakukan aparat penegak
hukum khususnya aparat Kepolisian harus mempunyai alasan dan tujuan yang kuat
sebelum mereka melepaskan tembakan. Untuk menyimpan dan menggunakan
senjata api, aparat Kepolisian juga harus lulus dalam serentetan tes dan memenuhi
kriteria tertentu, sehingga penggunaan dari senjata api tidak bisa sembarangan.
Penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang masuk dalam
kejahatan terhadap nyawa, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Pasal 338, 339, 340, 344, dan 359. Penembakan yang terjadi di Indonesia
tidak jarang dilakukan oleh aparat Kepolisian, dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Pasal 338 dinyatakan dengan jelas bahwa barangsiapa sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun, dalam Pasal 359 juga dinyatakan dengan jelas bahwa barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sehingga
siapapun yang melakukan pembunuhan dalam hal ini penembakan baik yang
dilakukan oleh aparat penengak hukum maupun warga sipil, baik secara sengaja
maupun tidak sengaja dapat diancam dengan sanksi pidana penjara maupun
kurungan.
Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut di
atas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis kemukakan. Oleh karena
itu penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai hal tersebut dalam sebuah
penulisan hukum yang berjudul :
ANALISIS HUKUM PIDANA DALAM PENERAPAN PASAL 359 KUHP
TERHADAP PERKARA PENEMBAKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN
(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO)
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dijadikan
pedoman bagi penulis untuk melakukan penelitian secara cermat dan tepat sesuai
dengan prinsip-prinsip penelitian ilmiah.
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang penulis
ajukan serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan masalah yang
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan Pasal 359 KUHP dalam penyelesaian kasus penembakan
yang dilakukan oleh aparat Kepolisian?
2. Apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian
tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang
hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian yang terarah dan tidak terlepas dari
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Adapun tujuan dari penelitian yang hendak penulis lakukan adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui alasan apa yang melatarbelakangi sehingga anggota Polri
melakukan penembakan terhadap warga sipil.
b. Untuk mengetahui bagaimana penanganan hakim di Pengadilan Negeri
Sukoharjo jika dilihat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal
359.
c. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum pidana terhadap perkara
penembakan yang dilakukan anggota Polri tersebut.
2. Tinjauan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman penulis terhadap
penerapan teori yang telah diterima selama mengikuti kuliah, khususnya
dibidang hukum pidana dan untuk mengetahui dan mengatasi permasalah
hukum yang terjadi di dalam masyarakat.
b. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
penyusunan penulisan hukum guna melengkapi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum di Fakulatas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Untuk mendorong penulis dalam berpikir kritis dan kreatif terhadap
perkembangan hukum di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya suatu penelitian tentunya diharapkan memberikan manfaat,
terutama dibidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan dan
sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum
pada umumnya dan khususnya hukum pidana terkait permasalahan yang
berhubungan dengan penembakan.
b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah bahan kajian penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis dan
sistematis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
mengimplemantasikan ilmu yang diperoleh.
b. Untuk memberikan bahan masukan dan gagasan pemikiran kepada peminat
masalah-masalah hukum khususnya hukum pidana yang berhubungan
dengan tindak pidana penembakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang.
c. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai
penegakan hukum yang patut dan berkeadilan baik untuk warga sipil
maupun aparat penegak hukum khususnya aparat Polri.
E. Metode Penelitian
Jika melakukan suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu
faktor penting yang menunjang suatu kegiatan dan proses penelitian. Metodologi
pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan
mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya
(Soejono Soekanto. 1986: 6 ).
Karena itu pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat
penting karena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah
penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Dari perspektif tujuannya, penelitian hukum
normatif ini termasuk jenis penelitian inventarisasi hukum positif (Amiruddin &
Zainal Asikin. 2003: 133). Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara
sisitematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto & Sri Mahmudji. 2001 : 13 ).
2. Sifat Penelitian
Adapun sifat penelitian yang digunakan penulis yaitu deskriptif. Penelitian
hukum deskriptif adalah penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk
memperoleh gambaran (diskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku
ditempat tertentu atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum
yang terjadi di masyarakat (Abdulkadir Muhammad. 2004: 50 ).
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan
Negeri Sukoharjo.
4. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data
sekunder, yaitu data atau informasi hasil telaah dokumen penelitian yang telah
ada sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah,
jurnal, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang
dilakukan.
Sumber data merupakan tempat dimana dan kemana data dari suatu
penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder yang terdiri atas:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri
dari:
1) Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 184 / Pid.B. / 2006 / PN.
SKH.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
b. Bahan hukum sekunder
Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai ahan
hukum primer, terdiri dari:
1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum.
2) Makalah dan hasil-hasil ilmiah para sarjana.
3) Literatur dan hasil penelitian.
4) Pendapat para pakar hukum.
c. Bahan hukum tersier
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan bahan hukum sekunder, seperti:
1) Bahan dari media internet yang mengupas tentang tindak pidana
penembakan karena kealpaan mengakibatkan kematian dan dokumen
publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records)
yaitu dokumen yang berkaitan dengan penembakan yang dilakukan
aparat Polri.
2) Majalah dan surat kabar yang mengangkat masalah penembakan.
3) Kamus ensiklopedia, dan lain-lain (Amiruddin & Zainal Asikin. 2003:
31).
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Pada
studi kepustakaan bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam
penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, meliputi surat-surat pribadi,
buku-buku harian, buku-buku, dan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah (Soerjono Soekanto & Srimamudji, 1985 : 24).
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu serangkaian metode untuk
menganalisa isi segala bentuk komunikasi dengan mereduksi seluruh isi
komunikasi menjadi serangkaian kategori yang mewakili hal-hal yang ingin
diteliti (Krippendorff. 1991: 31). Mengenai kegiatan analisis isi dalam
penelitian ini adalah menguraikan dan menganalisis penerapan Pasal 359
KUHP dalam putusan hakim terhadap tindak pidana karena kealpaan yang
dilakukan oleh aparat Kepolisian. Setelah analisis data selesai, maka
hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan
menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan
data yang diperoleh.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab yang tiap
bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian, dan uraiannya adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum
mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum
tentang hukum pidana, tinjauan umum tentang tindak pidana,
tinjauan umum tentang kealpaan, tinjauan umum tentang
kepolisian sebagai aparat penegak hukum
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yang meliputi:
pertama, analisis hukum pidana terhadap penerapan Pasal 359
KUHP dalam penyelesaian kasus penembakan yang dilakukan
oleh aparat Kepolisian. Kedua, faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus
penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tersebut.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban-jawaban
permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran yang
didasarkan pada kesimpulan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana
1) Pengertian Hukum Pidana
Pengertian hukum pidana diperoleh dari pendapat W.L.G. Lemaire
yaitu hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-
keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang)
telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan,
bahwa hukuman pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk
melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu
dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut (Lamintang, 1997 : 2).
Menurut Prof. Simons, hukum pidana dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Hukum pidana dalam arti objektif (strafrecht in objective zin)
Hukum pidana dalam arti objektif adalah keseluruhan dari
larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas pelanggarannya
oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah
dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa suatu
hukuman, dan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur
masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri.
2) Hukum pidana dalam arti subjektif (strafrecht in subjective zin)
Hukum pidana dalam arti subyektif mempunyai dua
pengertian, yaitu:
a) Hak dari negara dan alat-alat
kekuasaannya untuk menghukum, yakni hak yang telah mereka
peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum
pidana dalam arti objektif;
b) Hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-
peraturannya dengan hukuman (Lamintang. 1997: 3).
2) Kedudukan Hukum Pidana Dalam Hukum
Hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum pada umumnya
mengatur secara spesifik, yaitu bahwa semua hukum memuat sejumlah
ketentuan-ketentuan untuk menjamin agar norma-norma yang diakui di
dalam hukum itu benar-benar akan ditaati orang.
Perbedaan hukum pidana dengan hukum-hukum yang lain adalah
di dalamnya orang mengenal adanya suatu kesengajaan untuk
memberikan suatu akibat hukum berupa suatu penderitaan yang bersifat
khusus dalam bentuk suatu hukuman kepada mereka yang telah
melakukan suatu pelanggaran terhadap keharusan-keharusan atau
larangan-larangan yang telah ditentukan di dalamnya. Penderitaan yang
ada dalam hukum pidanapun berbeda dengan hukuman yang ada dalam
hukum-hukum yang lain, karena dalam hukum pidana mengenal lembaga
perampasan kemerdekaan yang dapat dikenakan oleh hakim terhadap
orang-orang yang telah melanggar norma-norma yang telah diatur dalam
hukum pidana. Bahkan di dalamnya dikenal lembaga perampasan nyawa
dalam bentuk hukuman mati, yang secara nyata tidak dikenal dalam
hukum-hukum yang lain pada umumnya.
Adanya penderitaan yang bersifat khusus dalam bentuk hukuman-
hukuman tersebut di atas, menjadikan hukum pidana mendapatkan
tempat tersendiri diantara hukum-hukum yang lain.
Menurut pendapat para sarjana, hukum pidana hendaknya
dipandang sebagai suatu ultimum remidium atau sebagai upaya
terakhir untuk memperbaiki kelakuan manusia (Lamintang. 1997:
17).
2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Berbagai macam pendapat dikemukakan para sarjana mengenai
pengertian tindak pidana, diantaranya :
1) Menurut Pompe
Tindak pidana atau strafbaar Feit sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (Lamintang. 1997 : 182).
2) Menurut Van Hattum
Tindak pidana atau strafbaar feit diartikan sebagai suatu tindakan
yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat
seseorang menjadi dapat dihukum (Lamintang. 1997 : 184).
3) Menurut Simons
Tindak pidana atau strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (Lamintang. 1997 : 185).
Namun dari segi materi strafbaar feit terdapat dua pendapat, ada
pendapat yang menyatukan unsur perbuatan dan unsur tanggung jawab
strafbaar feit dalam satu golongan, dan pendapat lain yang memisahkan
unsur perbuatan dan unsur tanggung jawab strafbaar feit dalam dua
golongan atau dengan kata lain ada beda pandangan mengenai materi
strafbaar feit sehingga ada dua garis pemisah antara dua aliran, yaitu
aliran monisme dan aliran dualisme, yang perbedaannya dapat dilihat
dalam skema berikut:
Aliran Monisme Aliran Dualisme
1) Golongan obyektif
a) Melawan hukum
b) Tidak alasan
pembenar
1) Melawan hukum
2) Mampu bertanggung
jawab
3) Kesalahan: sengaja/alpa
Unsur Delik
Dari skema tersebut di atas, dijelaskan bahwa:
(1) Dari aliran Monisme dapat dianggap, bahwa semua unsur delik
merupakan syarat bagi pemberian pidana, dari aliran Dualisme dapat
dianggap ada dua golongan, yakni golongan obyektif dan golongan
subyektif merupakan syarat dari pemberian pidana.
(2) Konsekuensi pandangan kedua aliran tersebut dalam amar putusan
secara teori berbeda bunyi:
(a) Dalam aliran Monisme, maka bila salah satu unsur tidak terbukti,
maka si pembuat harus dibebaskan (vrijspraak). Jadi apakah yang
terbukti itu unsur subyektif: mampu bertanggung jawab atau
unsur obyektif: perbuatan melawan hukum, tidak menjadi soal
dan putusan harus berbunyi: bebas. Jika semua unsur terbukti,
maka si pelaku dipidana.
(b) Dalam pandangan Dualisme, karena pemisahan unsur perbuatan
dan unsur si pembuat, maka konsekuensinya, jika yang tidak
2) Golongan subyektif
a) Mampu bertanggung
jawab
b) Kesalahan: sengaja/
alpa
c) Tidak ada alasan
pemaaf
Syarat pemberian pidana
terbukti unsur obyektif, maka bunyi amar putusan ialah bebas
(vrijspraak). Namun jika yang tidak terbukti unsur subyektif,
maka amar putusan berbunyi: dilepas dari tuntutan (ontslag van
rechtsvervologing). Jika semua unsur terbukti, maka si pelaku
dipidana. Jadi hal itu, apabila yang terbukti itu unsur obyektif
yaitu unsur melawan hukum, namun jika si pelaku tidak mampu
dipertanggungjawabkan, maka ia harus dilepaskan dari tututan
(Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 17-20).
Dari uraian di atas penulis berpendapat, bahwa dalam aliran
monisme syarat agar si pembuat atau si pelaku dapat dipidana maka
unsur subyektif: mampu bertanggung jawab, kesalahan; kesengajaan/
alpa, tidak ada alasan pemaaf atau unsur obyektif: perbuatan melawan
hukum, tidak ada alasan pembenar, semua unsur tersebut harus terbukti,
jika salah satu tidak terbukti maka sipembuat atau si pelaku tidak dapat
diancam dengan pidana. Sedangkan dalam aliran dualisme si pembuat
atau si pelaku belum tentu dipidana atau dapat dipidana, karena dalam
aliran ini memisahkan antara perbuatan pidana dengan
pertanggungjawaban pidana, sehingga jika yang tidak terbukti unsur
obyektif, maka si pelaku dibebaskan. Namun jika yang tidak terbukti
unsur subyektif, si pelaku dilepas dari tuntutan.
b. Unsur-unsur Tindak Pidana
Dari pengertian-pengertian strafbaar feit yang dilakukan oleh para
pakar hukum pidana, diperoleh makna, bahwa strafbaar feit sama dengan
delik, sama dengan perbuatan pidana, tindak pidana dan istilah lain
salinannya.
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur
yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsure, yakni:
1) Unsur subjektif dari tindak pidana adalah unsur-unsur yang melekat
pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan
termasuk di dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkansung di dalam
hatinya. Unsur tersebut yaitu:
a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).
b) Maksud atau niat (sesuai Pasal 53 ayat (1) KUHP).
c) Macam-macam maksud.
d) Merencanakan lebih dahulu.
e) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam Pasal 308 KUHP.
2) Unsur Objektif dari tindak pidana adalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-
keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Unsur tersebut adalah:
a) Sifat melanggar hukum.
b) Kualitas dari si pelaku.
c) Kasualitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. (P.A.F.
Lamintang, 1996 : 192)
Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana
Asas dalam pertanggungjawaban hukum pidana adalah tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld, Actus non,
facit reum nisi mens sir rea). Asas ini tidak tersebut dalam hukum
tertulis tapi dalam hukum yang tidak tertulis yang juga berlaku di
Indonesia.
Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu
melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela
karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan
masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna perbuatan tersebut
dan dapat menghindari perbuatan tersebut. Hal tersebut menyimpulkan
bahwa perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan.
Kesalahan adalah adanya syarat-syarat yang mendasarkan celaan
persoonlijke terhadap orang yang melakukan perbuatan (mezger).
Menurut Simons kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang tertentu
pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan
antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang
sedemikian rupa, sampai orang itu dapat dicela karena melakukan
perbuatan tersebut.
Berdasarkan hal diatas, terdapat dua unsur yang ada dalam
kesalahan, yaitu :
a) Adanya keadaan psikis atau keadaan batin tertentu.
b) Hubungan antara perbuatan dengan keadaan yang dilakukan.
Tidak dimungkinkan pemisahan antara keadaan batin dengan
hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan, karena kesengajaan
tidak dapat dipikirkan kalau tidak ada kemampuan bertanggung jawab.
Tidak mungkin ada alasan pemaaf, jika orang tidak mampu bertanggung
jawab atau tidak mempunyai salah satu bentuk kesalahan.
Dapat disimpulkan bahwa kesalahan mempunyai unsur-unsur
sebagai berikut :
a) Adanya perbuatan pidana
b) Adanya kemampuan bertanggung jawab
c) Adanya kesalahan yang berupa kesengajaan dan kealpaan
d) Tidak ada alasan pemaaf (Moeljatno 2002 : 153).
3. Tinjauan Umum Tentang Kealpaan
a. Pengertian Kealpaan
Mengenai kealpaan, keterangan resmi dari pihak pembentuk
memorie van toelichting (MvT) adalah sebagai berikut:
“Pada umumnya bagi kejahatan Undang-undang mengharuskan
bahwa kehendak terdakwa ditujukan pada perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana. Kecuali itu keadaan yang dilarang itu mungkin
begitu besar bahayanya terhadap keamanan umum, terhadap orang atau
benda dan jika terjadi menimbulkan banyak kerugian, sehingga undang-
undang harus bertindak pula terhadap mereka yang tidak berhati-hati.
Secara singkat, yang menimbulkan keadaan itu kerena kealpaannya. Di
sini sikap batin orang yang menimbulkan keadaan yang dilarang itu
bukanlah menentang larangan-larangan tersebut, dia tidak menghendaki
atau menyetujui timbulnya hal yang terlarang, tetapi kesalahannya,
kekeliruannya dalam batin sewaktu ia berbuat sehingga menimbulkan hal
yang dilarang ialah bahwa ia kurang mengindahkan larangan itu. Jadi
bukanlah semata-mata menentang larangan tersebut dengan melakukan
yang dilarang itu, tetapi dia tidak begitu mengindahkan larangan. Ini
ternyata dari perbuatannya, dia alpa, lalai dalam melakukan perbuatan
tersebut, sebab jika dia cukup mengindahkan adanya larangan waktu
melakuakan perbuatan yang secara obyektif kausal menimbulkan hal
yang dilarang, tentu dia tidak alpa atau kurang berhati-hati agar jangan
sampai mengakibatkan hal yang dilarang tadi. Oleh karena bentuk
kesalahan ini juga disebut dalam rumusan delik, maka harus juga
dibuktikan” (Smidt I:85 dalam Moeljatno. 2000:198).
Bab XXI Buku Kedua KUHP tentang menyebabkan mati atau luka-
luka karena kealpaan, diantaranya memuat dua tindak pidana yaitu yang
pertama dari Pasal 359 berupa “karena kesalahannya (culpa)
menyebabkan matinya orang”, dengan hukuman penjara selama-lamanya
lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun;
sedangkan yang kedua dari Pasal 360 ayat (1) melarang “karena
kesalahannya (culpa) menyebabakan orang luka berat atau luka
demikian, sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak bisa
menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara”. Perbuatan itu kalau
ada luka berat, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun, Pasal 360 ayat (2) kalau
ada luka tidak berat, seperti luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul
penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu, diancam dengan hukuman penjara selama-
lamanya sembilan bulan, atau hukuman kurungan selama-lamanya enam
bulan, atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Kedua pasal ini bermaksud untuk mendampingi Pasal 338 KUHP
tentang pembunuhan dan Pasal 351 KUHP dan seterusnya tentang
penganiayaan dalam arti bahwa yang dikenakan hukuman pidana tidak
hanya perbuatan menyebabakan mati atau luka orang lain dengan
sengaja, tetapi juga dengan culpa atau kesalahan yang tidak merupakan
kesengajaan. Tetapi tidak semua perbuatan melukai orang dengan
kesalahan culpa dijadikan tindak pidana, yaitu hanya apabila ada luka
berat yang artinya ditentukan dalam Pasal 90 KUHP, atau jika yang
menyebabkan seseorang menjadi sakit atau sementara tidak dapat bekerja
(Wirjono Prodjodikoro. 2002 :77).
b. Syarat-Syarat Kealpaan
Van Hamel (cetakan ke-4 kaca 313) mengatakan bahwa kealpaan
mengandung dua syarat yaitu :
1) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan
oleh hukum.
Mengenai ini ada dua kemungkinan yaitu:
a) atau terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena
perbuatannya, padahal pandanga itu kemudian ternyata tidak
benar.
b) atau terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat
yang dilarang mungkin timbul karena pebuatannya.
2) Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh
hukum.
Menurut Van Hamel diterangkan, syarat ini antara lain ialah
tidak mengadakan penelitian, kebijaksanaan, kemahiran atau usaha
pencegah yang ternyata dalam keadaan-keadaan yang tertentu atau
dalam caranya melakukan perbuatan.
Menurut istilah Langemayer, apakah tingkah laku terdakwa
dalam keadaan-keadaan tertentu itu ataupun dengan cara yang telah
dilakukan itu, menurut ukuran-ukuran yang berlaku sudah cocok
dengan suatu standart tertentu mengenai penghati-hati yang lahir.
Dan ini tidak diadakan untuk orang pada umumnya, tetapi untuk
orang dalam keadaan-keadaan khusus seperti terdakwa.
Syarat yang kedua inilah yang menurut praktek penting guna
menentukan adanya kealpaan, kalau syarat ini sudah ada maka pada
umumnya syarat yang pertama juga sudah ada (Moeljatno.2000:
201).
c. Istilah dan Jenis-Jenis Kealpaan
Di dalam undang-undang kealpaan digunakan bermacam-macam
istilah, yaitu:
1) aan wien schuld, atau karena salahnya, dipakai dalam Pasal 359, 360
KUHP;
2) onachtzaam heid, atau kurang berhati-hati, dipakai dalam Pasal 231
ayat (4), 232 ayat (3) KUHP;
3) weet of ernstige reden heeft om te vermoeden, atau diketahui atau ada
alasan kuat untuk menduga, dipakai dalam Pasal 111 bis ke-3 KUHP;
4) redelijkerswijs moet vermoeden, atau diketahui atau ada sepatutnya
harus diduga, dipakai dalam Pasal 283, 287, 288, 290, 292, 293, 418,
dan 480 KUHP;
5) wist of moest verwachten, atau mengerti atau seharusnya menduga,
dipakai dalam Pasal 483 ayat (2), Pasal 484 (2) dan didalam doktrin
dipakai istilah culpa (Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 52).
Jenis-jenis culpa yang yang dikenal dalam hukum pidana, yaitu:
1) culpa lata
Culpa lata adalah culpa yang hebat, alpa berat. Istilah lain untuk
culpa lata adalah merkelijke schuld, grove schuld. Menurut para
pakar adanya culpa lata dapat disimpulkan di dalam rumusan
kejahatan karena alpa. Misalnya Pasal 359, Pasal 360 KUHP.
a) Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kealpaannnya menyebabkan matinya orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tuhun atau
kurungan paling lama satu tahun.
b) Pasal 360 KUHP
(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga menimbulkan penyakit
atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan
atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
2) culpa levisima atau lichte culpa
Culpa levisima atau lichte culpa adalah alpa ringan. Culpa ringan
itu adanya dalam pelanggaran. Misalnya Pasal 490 sub (1) dan (4)
KUHP (Martiman Prodjohamidjojo. 1997: 53).
a) Pasal 490 KUHP
Diancam dengan kurungan paling lama enam hari, atau denda
paling banyak dua puluh rupiah:
sub (1) barangsiapa menghasut binatang terhadap orang atau
hewan yang sedang dinaiki atau dimuati barang
sub(4) barangsiapa memelihara binatang buas yang berbahaya
tanpa melaporkan kepada polisi atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk itu, atau tidak menaati peraturan yang
diberikan oleh pejabat tersebut tentang hal itu.
Berdasarkan Pasal 359, Pasal 360 KUHP tentang kejahatan selalu
dengan nyata-nyata atau implisit mempunyai unsur kealpaan, dan dalam
pelanggaran seperti dicontohkan Pasal 490 sub (1) dan (4) KUHP, tidak
disebutkan unsur kealpaan, kecuali dalam pelanggaran berat yang tegas-
tegas harus dibuktikan.
4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum
a. Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia
Polisi di Indonesia sudah ada pada masa sebelum zaman penjajahan
Belanda. Pada saat itu tugas polisi dilaksanakan oleh masyarakat adat
dengan dipimpin oleh kepala adat untuk melaksanakan tindakan terhadap
pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pada zaman Hindia Belanda polisi terbagi dalam 2 organ, yaitu:
1) Organ polisi yang dibentuk oleh masyarakat adat dengan dipimpin
oleh kepala adat dengan tugas menegakkan hukum adat yang berlaku
dalam masyrakat adat.
2) Organ polisi yang dibentuk oleh pemerintah penjajah Belanda dengan
tugas untuk kepentingan penjajah.
Sedangkan pada zaman Jepang, struktur organisasi kepolisian hampir
sama dengan pada zaman Belanda (Warsito Hadi Utomo, 2005:76-79).
Setelah Indonesia merdeka, Polri telah mengalami perubahan
sebagai berikut:
1) Dengan ketetapan MPRS Nomor : 11/ MPRS/ 1960 No. 54,
Kepolisian Republik Indonesia dinyatakan sebagai Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pernyataan tersebut
tercantum dalam Paragraf 404 Sub 1 ayat (c) TAP MPRS No. 11/
1960 yakni sebagai berikut: Polisi ikut serta dalam pertahanan.
2) Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor: 290/ 1964
tanggal 12 November 1964 kemudian diubah menjadi Keppres
Nomor 290 tahun 1965 tanggal 23 Agustus 1965, Kepolisian
Republik Indonesia diintegrasikan masuk menjadi jajaran Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, yaitu Angkatan Kepolisian Republik
Indonesia, sejajar, sederajat dengan Angkatan Laut dan Angkatan
Udara.
3) Dengan Keppres RI Nomor: 52/ 1969 tanggal 27 Juni 1969, sebutan
Angkatan Kepolisian Republik Indonesia ditiadakan. Dengan
demikian Kepolisian bukan angkatan perang, dan sebutan Angkatan
Kepolisian diganti menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia
atau disingkat Kapolri.
4) Dengan Keputusan Presiden RI Nomor 79 tahun 1969, Kepolisian
Indonesia dimasukkan ke dalam jajaran Departemen Pertahanan
Keamanan (Dept. Hankam).
5) Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
nomor: KEP/ 11/ P/ III/ 1984 tentang pokok-pokok organisasi dan
prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, disingkat Polri
adalah suatu bagian integral ABRI yang berkedudukan langsung di
bawah Pangab (Warsito Hadi Utomo. 2005:82-83).
6) Pemisahan Polri dari ABRI pada tanggal 1 April 1999, dengan
dikeluarkannya Instruksi Presiden RI Nomor 2 tahun 1999 tentang
langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI yang
selanjutnya menjadi landasan formal bagi reformasi Polri (Warsito
Hadi Utomo. 2005:140).
b. Susunan Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun
2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 4, menyatakan bahwa Markas Besar Polri terdiri dari:
1) Unsur Pimpinan:
a) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b) Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf:
a) Inspektorat Pengawasan Umum;
b) Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan;
c) Deputi Kapolri Bidang Operasi;
d) Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia;
e) Deputi Kapolri Bidang Logistik;
f) Staf Ahli Kapolri.
3) Unsur Pelaksana Pendidikan dan/ atau Pelaksana Staf Khusus:
a) Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian;
b) Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian;
c) Akademi Kepolisian;
d) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan;
e) Divisi Hubungan Masyarakat;
f) Divisi Pembinaan Hukum;
g) Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal;
h) Divisi Telekomunikasi dan Informatika.
4) Unsur Pelaksana Utama Pusat:
a) Badan Intelijen Keamanan;
b) Badan Reserse Kriminal;
c) Badan Pembinaan Keamanan;
d) Korps Brigade Mobil.
5) Satuan Organisasi Penunjang lainnya
c. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia
Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History yang
dikutip oleh Warsito Hadi Utomo mengemukakan pengertian polisi yaitu
sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan
kehidupan masyarakat. Pengertian ini bertolak dari pemikiran bahwa
manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, membuat
aturan-aturan yang disepakati bersama.ternyata dalam kelompok itu
terdapat anggota yang tidak mau mematuhi aturan bersama, sehingga
timbul siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan
kembali anggota kelompok tersebut. Dari pemikiran ini maka kemudian
diperlukan polisi baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki
dan menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat tersebut.
Di dalam Enciclopedia and Social Science dikemukakan bahwa
pengertian polisi meliputi bidang fungsi, tugas yang luas, yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai aspek daripada pengawasan
keseharian umum. Kemudian dalam arti yang sangat khusus dipakai
dalam hubungannya dengan penindasan pelanggaran-pelanggaran politik,
yang selanjutnya meliputi semua bentuk pengertian dan ketertiban
umum. Dengan kata lain polisi diberi pengertian sebagai hal-hal yang
berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan
orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar
hukum (Warsito Hadi Utomo. 2005:6).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwodarmita
dikemukakan bahwa istilah polisi mengandung pengertian badan
pemerintah (sekelompok pegawai negeri) yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pasal 1 menyatakan, bahwa Kepolisian
adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(http://www.tempointeraktif.com).
d. Tugas dan Wewenang Polisi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, tugas dan wewenang polisi adalah sebagai
berikut:
1) Menerima pengaduan;
2) Memeriksa tanda pengenal;
3) Mengambil sidik jari dan memeriksa seseorang;
4) Menangkap orang;
5) Menggeledah badan;
6) Menahan orang sementara;
7) Penggeledahan halaman, rumah, gedung, alat pengangkutan darat,
laut, dan udara memanggil orang untuk didengar atau diperiksa;
8) Mendatangkan ahli;
9) Menyita barang untuk dijadikan bukti;
10) Mengenai tindakan-tindakan lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pasal 13, tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah :
1) Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan
tertib hukum;
2) Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan
keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam
wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat;
4) Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, dan huruf c;
5) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pasal 15 dinyatakan bahwa wewenang
kepolisian ada dua, yaitu:
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a) menerima laporan dan pengaduan;
b) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
c) mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang;
d) mencari keterangan dan barang bukti;
e) menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
f) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganggu ketertiban umum;
g) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
h) mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan
perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
i) memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan
masyarakat;
j) melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
k) menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu;
l) mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
m) mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang:
a) memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya;
b) menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
c) memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan
peledak, dan senjata tajam;
d) menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor;
e) memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
f) memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat Kepolisian
khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis
kepolisian;
g) melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam
menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
h) melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup
tugas kepolisian.
e. Fungsi Kepolisian
Dalam Pangab Nomor: Kep/ 11/ P/III/1984, fungsi kepolisian
dibagi menjadi :
1) Fungsi Utama Kepolisian
Yaitu fungsi-fungsi dalam organisasi yang menjadi pokok untuk
menentukan batas-batas ruang lingkup dari organisasi.
2) Fungsi Organik Polri
Adalah fungsi yang esensial vital yang bersifat menentukan bagi
kelangsungan hidup organisasi.
3) Fungsi Organik Pembinaan
Adalah pelaksaan dari fungsi organik Polri tersebut, yang dilakukan
untuk kelangsungan dan kemajuan dari Polri.
4) Fungsi Khusus
Adalah fungsi-fungsi yang sipil (non militer) sebagai kelengkapan-
kelengkapan dari fungsi-fungsi lainnya dari kesatuan.
5) Fungsi Teknis
Adalah fungsi sebagai perincian dari fungsi organik yang didasarkan
pada keahlian (Warsito Hadi Utomo. 2005:84).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Repiblik Indonesia, fungsi Kepolisian diatur dalam Pasal 3 yang
berbunyi:
“Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat”.
Maksudnya adalah, fungsi kepolisian harus memperhatikan
semangat penegakan hak asaasi manusia, hukum, dan keadilan.
(Penjelasan Pasal 3 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia).
B. Kerangka Pemikiran
Dalam setiap kejahatan berupa kesengajaan maupun kealpaan yang dilakukan
oleh masyarakat, baik adanya delik aduan atau delik biasa, perkara tersebut awalnya
akan dilakukan penyidikan, pihak yang bertugas dan berwenang untuk mencari dan
menjadikan perkara tersebut sebagai perkara pidana adalah kepolisian, setelah itu
kasus tersebut dilimpahkan ke kejaksaan, oleh jaksa penuntut umum perkara
tersebut diajukan ke badan peradilan secara bertingkat yaitu Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, untuk diperiksa dan diadili serta
dilesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya. Dan dalam hal ini hakim
berwenang untuk memutuskan apakah terdakwa dibebaskan, didenda, dikurung,
maupun dipenjara. Sehingga jika terdakwa diputuskan untuk dipenjara, maka jika
kelak kembali ke masyarakat, terdakwa tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Kepolisian merupakan bagian dari masyarakat, sehingga apabila ada anggota
kepolisian melakukan pelanggaran maupun kejahatan baik itu bersifat sengaja
maupun karena kealpaannya maka proses peradilannya juga sama dengan
masyarakat sipil lainnya, demikian juga jika aparat Kepolisian tersebut melakukan
tindak pidana karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain, maka tindak
pidana tersebut diatur dalam Pasal 359, Pasal 360, dan Pasal 361 KUHP.
Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya
tersebut harus mempertimbangkan barmacam-macam faktor, baik itu faktor intern
maupun faktor ekstern dari terdakwa. Faktor-faktor tesebut merupakan faktor
sekunder yang menjadi tolak ukur hakim dalam mengambil keputusan, sedangkan
faktor pimernya peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga dengan adanya faktor tersebut,
diharapkan hakim dapat menjatuhkan putusan secara adil dan tidak memihak,
tercapai penghukuman yang tepat dan serasi (consistency of sentences).
Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk mengetahui penerapan Pasal
359 KUHP oleh majelis hakim dalam menangani kasus penembakan yang diakukan
aparat Kepolisian serta apakah faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat
Kepolisian.
31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Penelitian
Kejahatan maupun pelanggaran yang terjadi di negara Indonesia semakin
membuat aparat penegak hukum untuk bekerja keras dalam manangani perkara-
perkara tersebut. Selain penerapan pasal-pasal dalam KUHP, hakim dalam
memutuskan suatu perkara juga harus mempertimbangkan berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi dalam membuat putusan terhadap terdakwa. Proses pidana
adalah proses penyelesaian perkara yang bertujuan agar pelanggar peraturan hukum
pidana atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana yang setimpal
dengan kesalahannya.
Proses penyelesaian perkara pidana dimaksudkan untuk menunjukkan
rangkaian tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan dalam rangka penanganan
suatu perkara pidana. Dan sasaran proses tersebut adalah mencari atau
mengumpulkan bukti dan menentukan terdakwa (Laden Marpaung. 1992: 152).
Berdasarkan hasil penelitian, selanjutnya akan dibahas satu putusan
Pengadilan Negeri Sukoharjo, yaitu Putusan Nomor : 184 / PID.B. / 2006 / PN SKH
1. Kasus Posisi
Dalam perkara ini identitas Terdakwa adalah sebagai berikut :
Nama : SUTRISNO BIN SARIJO
Tempat Lahir : Trenggalek
Umur/ Tanggal Lahir : 36 Tahun/ 02 Juni 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan/ Warganegara : Indonesia
Tempat tinggal : Aspol Manahan Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Polri
Pada hari Jumat tanggal 20 Oktober 2006 sekitar jam 02.00 WIB
atau pada pukul lain dalam bulan Oktober 2006 Sutrisno Bin Sarijo (sebagai
terdakwa) bertempat di Dk. Pasekan, Rt 01, Rw 03, Kel Combongan Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih
termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Sukoharjo yang berwenang
memeriksa dan mengadili perkara ini, karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain yaitu MARINO, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa
dengan cara-cara sebagai berikut :
Berdasarkan Surat Perintah No. Pol.Sprint/ 288/ VII/ 2006 tanggal 10
Agustus 2006 Team dari Resmob Kompi Brimob BS Polwil Surakarta yang
dipimpin oleh saksi Brigadir Mulyono dengan tiga orang anggota yaitu saksi
Brigadir Priyanto, Briptu Tupono dan terdakwa Sutrisno mengadakan patroli di
wilayah Sukoharjo dan pada saat sampai di wilayah Dukuh Pasekan Desa
Combongan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, selanjutnya team
Patroli melihat segerombolan orang kurang lebih 10 (sepuluh) orang tengah
bermain judi domino di tepi jalan pertigaan dekat penjual Hik, kemudian
terdakwa dengan saksi Brigadir Priyanto dan Briptu Tupono dengan
mengendarai sepeda motor mendekati para penjudi tersebut dan langsung
melakukan penangkapan, pada saat itu terdakwa dapat menangkap satu orang
sedangkan Briptu Tupono juga berhasil menangkap satu orang sedangkan
Brigadir Priyanto mengamankan barang bukti sedangkan saksi Brigadir
Mulyono masih di belakang (menunggu dalam mobil APV), setelah memberi
tahu saksi Mulyono agar mendekatkan mobil ke TKP untuk mengamankan
tersangka dan barang bukti selanjutnya terdakwa bersama dengan saksi Tupono
melakukan pengejaran pemain judi yang melarikan diri ke arah kampung, dan
pada saat sampai kira-kira sepuluh meter dari perempatan desa bertanya pada
salah seorang yaitu saksi Widodo apakah termasuk pemain judi tapi belum
sempat dijawab karena saksi Widodo langsung jongkok dan menutup wajahnya
dengan kedua tangan, tiba-tiba terdakwa didekap dari belakang oleh korban
Marino, dan terdakwa selanjutnya merasa kaget selanjutnya berusaha
melepaskan dekapan sambil mengatakan bahwa ia anggota Polisi, Namun entah
mengapa korban Marino tidak melepaskan dekapan tetapi malah semakin kuat
dekapannya, selanjutnya dalam posisi masih didekap dari belakang oleh korban
Marino, tangan kanan terdakwa berusaha mengambil senjata jenis Revolver
kaliber 38 Nomor : 012920 yang terletak di pinggang sebelah kiri kemudian
melakukan usaha tembakan peringatan, terdakwa melakukan tembakan
peringatan pada posisi samping pinggang kiri arah depan, dengan adanya
tembakan peringatan tersebut korban tetap tidak melepaskan dekapan bahkan
korban Marino berteriak “Maling…. Maling…!!” dan karena mendengar suara
tembakan beberapa saat kemudian Briptu Tupono datang serta berusaha
membantu terdakwa melepaskan dari dekapan korban Marino. Namun belum
sempat saksi Tupono berhasil melepaskan pegangan tangan kiri korban yang
saat itu memegang tangan kanan terdakwa yang memegang senjata, saksi
Tupono sudah berusaha menghalau dua laki-laki yaitu saksi Sarman dan saksi
Sariman yang datang berusaha mendekati terdakwa dengan mengatakan “Kami
Polisi, harap tenang… mundur”, selanjutnya terdakwa merasa panik karena
khawatir akan banyak anggota masyarakat yang datang dan mengeroyok dirinya
karena dikira “maling” maka dalam keadaan yang tidak tenang atau panik
tersebut terdakwa dengan tergesa-gesa dan kuat menarik tangan kanannya yang
memegang senjata yang masih dipegang oleh korban, karena tarikan yang kuat
tersebut tanpa sengaja terdakwa juga menarik picu senjata sehingga meletus
mengeluarkan bunyi ledakan dan mengenai perut sebelah kiri korban Marino,
mengetahui senjatanya meledak dan mengenai perut korban terdakwa merasa
kaget dan segera berusaha membawa korban ke rumah sakit dan mengemudikan
mobil APV, namun korban ternyata meninggal saat dilarikan ke Rumah Sakit
Dr. OEN Solo Baru Sukoharjo.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan
tunggal Pasal 359 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
4. Barang Siapa
a. Bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa dalam hal ini
menunujuk pada seseorang (persoon) yang didakwa melakukan suatu
tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
b. Bahwa di persidangan Terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO telah
membenarkan identitasnya dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan
ternyata terdakwa tersebut adalah orang yang sehat jasmani maupun
rohaninya sehingga mampu mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya, maka unsur barang siapa dalam hal ini adalah terdakwa
SUTRISNO Bin SARIJO itu sendiri dan bukan orang lain.
5. Karena Kealpaannya / Kelalaiannya
1) Bahwa perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah
sebagai perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku.
2) Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan oleh
terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan
kelalaian hal ini antara ditandai dengan tidak adanya niat untuk
membunuh korban Marino demikian pula adanya penyesalan yang
mendalam dari terdakwa dengan semaksimal mungkin berusaha mebawa
koban Marino ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong. Bahwa dari
fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam kejadian telah
terjadi pergumulan antara saksi korban Marino dan terdakwa
SUTRISNO dikarenakan SUTRISNO dikira bukan polisi tetapi seorang
pencuri karena ada teriakan maling-maling. Bahwa dari keterangan
saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada saat korban Marino di
dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada pengejaran
terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung dimana
pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi.
Bahwa berdasar pertimbangan di muka maka Jaksa Penuntu Umum
berpendapat bahwa unsur karena kekhilafannya/ kelalaiannya telah
terbukti.
6. Menyebabkan Orang Lain Mati
Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan dan dibenarkan oleh
terdakwa bahwa tembakan kedua dari terdakwa SUTRISNO mengakibatkan
korban roboh untuk selanjutnya oleh saksi Mulyono, Priyanto, Tupono dan
SUTRISNO dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen untuk mendapat perawatan.
Bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. OEN kurang lebih jam
02.30 WIB korban Marino meninggal dunia. Bahwa meninggalnya korban
Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo
Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006 yang dibuat
dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf menerangkan bahwa saat
kematian korban Marino diperkirakan 6-8 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya pendarahan akibat
robek dan putusnya pembuluh darah besar yang disebabkan anak peluru dari
luka tembak jarak dekat. Bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun
terdakwa membenarkan bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38
Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang
diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang
polisi dan akhirnya mengakibatkan korban Marino tertembak dan meninggal
dunia. Berdasarkan pertimbangan di atas maka Jaksa Penuntut Umum
berpendapat bahwa unsur menyebabkan orang lain mati telah terbukti.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah menuntut supaya
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan :
a. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO bersalah melakukan tindak
pidana Karena Kealpaannya Menyebabkan Orang Lain Mati sebagaimana
diatur dalam Pasal 359 KUHP
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dan
dengan perintah terdakwa tetap ditahan
c. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1(satu) pucuk senjata api genggam jenis Rev, 38 Spesial No. AE.S
012920 beserta surat pemegang senpi An. BRIBDA SUTRISNO
- 2 (dua) butir peluru dan 3 (tiga) butir peluru aktif, dikembalikan kepada
saksi Supadi selaku Baur Logistik Kompi Brimob BS Polwil Surakarta
- 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas
untuk dimusnahkan
- 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban yang terdapat
jelaga (serbuk mesiu) dikembalikan kepada ahli waris dari Marino
d. Menetapkan agar terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO dibebani membayar
biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah)
4. Pembelaan Terdakwa
Pledoi atau pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya tanggal 8
Maret 2007 yang diajukan di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo
pada pokoknya :
a. Menyatakan atau memutuskan tindak pidana yang didakwakan kepada
saudara terdakwa, tidak memenuhi unsur secara meyakinkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 359 KUHP
b. Menyatakan atau memutuskan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan
hukum yang berlaku
c. Menyatakan atau memutuskan membebankan seluruh biaya yang timbul
dibebankan kepada negara, atau
d. Apabila hakim berkesimpulan lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya.
5. Pertimbangan Hakim
a. Bahwa meninggalnya korban Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS
Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20
Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf
menerangkan bahwa saat kematian korban Marino diperkiran 6-8 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya
pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang
disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat.
b. Bahwa di depan persidangan telah ditunjukkan barang bukti berupa pistol
revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata inventaris Brimob BS Polwil
Surakarta yang diijinkan dipegang oleh terdakwa untuk menjalankan tugas
sebagai seorang polisi dan akhirnya mengakibatkan korban Marino
tertembak dan meninggal dunia.
c. Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan saksi-saksi
yang telah bersumpah menurut tata cara agamanya, yaitu :
1) Saksi ke 1, Brigadir Mulyono
2) Saksi ke 2, Brigadir Priyanto
3) Saksi ke 3, Briptu Tupono
4) Saksi ke 4, Sarman
5) Saksi ke 5, Sariman
6) Saksi ke 6, Widodo
7) Saksi ke 7, Widodo Bin Pono Sumarto
8) Saksi ke 8, Supadi
9) Saksi ke 9, Andi Rifai. SIK
10) Saksi ke 10, Dr. H. Rorry Hartono, Spf
d. Menimbang, bahwa di muka persidangan terdakwa telah memberikan
keterangan sebagai berikut :
1) Bahwa terdakwa terlibat dalam perkara ini telah melakukan
penembakan terhadap korban yang bernama Marino.
2) Bahwa terdakwa anggota Polisi dan terdakwa bertugas di Brimob BS
Grogol Sukoharjo.
3) Bahwa terdakwa punya isteri, dan punya anak 2 (dua) orang.
4) Bahwa terdakwa menjadi Polisi sudah 16 tahun.
5) Bahwa terdakwa tugas sebagai Brimob sudah 14 tahun.
6) Bahwa terdakwa pernah ditugaskan di Timor Timur, di Srondol,
selama dua tahun, di Polda 3 tahun, jadi polisi biasa, di Aceh 1 tahun,
lalu kembali ditugaskan di Kompi Grogol selama ± 4 tahun hingga
sekarang.
7) Bahwa terdakwa pernah di BKO da di Polwil tahun 2003, 1 bulan terus
di BKO di Aceh Timur, 1 tahun, di BKO kan di Polres Sukoharjo ± 8
bulan.
8) Bahwa tugas di BKO kan di Polres Sukoharjo membantu, mengungkap
kasus kejadian yang menonjol, dan pernah mengungkap kasus
penjambretan, pencurian, dan pemerkosaan.
9) Bahwa terdakwa dan anggota lainnya pada saat patroli ada menemukan
orang yang sedang bermain judi sekitar 10 orang, pada waktu itu ada
yang tertangkap dua orang, yang lainnya melarikan diri masuk
kampung sekitar 6 orang.
10) Bahwa terdakwa dan anggota lainnya menemukan orang yang sedang
bermain judi yaitu pada hari Jumat sekitar jam 01.45 WIB, ditepi jalan
pertigaan dekat penjual Hik, terdakwa dapat menangkap 1 orang, dan
Briptu Topono dapat menangkap 1 orang, sedangkan Brigadir Priyanto
mengamankan barang bukti yang ditemukan ditempat kejadian
tersebut.
11) Bahwa terdakwa dan Tupono kemudian mengejar para pelaku lainnya
yang melarikan diri ke arah kampung (masuk kampung).
12) Bahwa setelah terdakwa masuk kampung di teras sebuah rumah
terdakwa melihat ada dua orang, selanjutnya terdakwa menanyai salah
satunya bernama Widodo, apakah ikut main judi, belum sempat
pertanyaan dijawab terdakwa didekap dari belakang oleh seseorang.
13) Bahwa terdakwa berusaha melepaskan dekapan tersebut tetapi karena
sangat kuat tidak berhasil dilepaskan.
14) Bahwa saat berusaha melepaskan dekapan, terdakwa sambil berkata
lepaskan saya polisi....saya polisi, tetapi korban Marino tetap tidak
melepaskan.
15) Bahwa saat terdakwa masih didekap oleh korban Marino, malah ia
berteriak ”maling-maling”, terdakwa kemudian meraih pistolnya dan
kemudian mengeluarkan tembakan peringatan dengan arah pistol ke
arah pinggang sebelah kiri.
16) Bahwa pada saat itu Marino tetap tidak melepaskan dekapannya,
datang anggota lainnya Briptu Tupono berusaha melepaskan dekapan
Marino dan berhasil melepaskan dekapan tangan kanan korban pada
tangan kiri terdakwa lalu berbalik, saat terdakwa menarik tangannya
posisi jari telunjuk masih di dalam/ pada picu karena sangat kuat
tarikan tangan terdakwa sehingga tanpa disadari pistol meletus dan
mengenai pinggang sebelah kiri korban Marino.
17) Bahwa letusan tersebut terjadi karena terdakwa kurang hati-hati dan
tidak memperkirakan akan meletus mengenai korban Marino.
18) Bahwa terdakwa setelah mengetahui korban Marino terluka, dan
berusaha mengambil mobil yang sedang dibawa oleh Brigadir
Mulyono, lalu terdakwa berusaha menolong korban dengan menyopir
sendiri mobil tersebut dan membawa korban ke Rumah sakit Dr. Oen
Solo Baru.
19) Bahwa terdakwa sangat menyesal atas kejadian tersebut, baru pertama
kali hal ini terjadi selama terdakwa menjalankan tugas.
20) Bahwa keluarga terdakwa ada datang ke rumah keluarga korban untuk
memberikan santunan untuk membantu keluarga korban, dan benar
terdakwa berniat sanggup mambantu biaya sekolah anak-anak korban.
e. Menimbang, bahwa pada saat tersebut korban MARINO tertembak hingga
meninggal dunia terdakwa SUTRISNO dalam keadaan sehat lahir dan batin
tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf hal ini ditandai dengan
pengenaan hukuman disiplin oleh Tim Disiplin Kepolisian yang menghukum
terdakwa dengan penjara 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat selama
dua periode sehingga pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya
untuk membebaskan terdakwa dengan alasan penggunaan Pasal 212 KUHP
dan Pasal 216 ayat (1) KUHP dipandang tidak beralasan.
f. Menimbang, penyekapan yang dilakukan oleh korban MARINO terhadap
terdakwa hemat Majelis tidak harus dilakukan tembakan peringatan yang
dapat menyebabkan kematian korban, semestinya terdakwa selaku seorang
anggota kepolisian dapat melumpuhkan korban dengan ilmu bela diri yang
dimiliki, setelah bela diri tersebut tidak berhasil baru diperingatkan dengan
lisan, apabila tidak berhasil baru dengan tembakan peringatan dua kali ke
atas, apabila tidak berhasil baru tembakan ke arah fisik yang tidak
membahayakan jiwa dan seterusnya.
g. Menimbang, bahwa disamping itu hemat Majelis Hakim penyekapan yang
dilakukan oleh korban MARINO adalah bukan penyekapan yang
membahayakan jiwa terdakwa sebab fisik terdakwa lebih besar dari pada
fisik korban MARINO dan dengan dibawanya pistol oleh terdakwa hemat
Majelis tidak harus secara tergesa-gesa digunakan sehingga menyebabkan
kematian dari korban ;
h. Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut
Umum bahwa pada saat terjadi penyekapan oleh korban MARINO terdakwa
tidak dapat menahan emosinya sehingga dia panik dan terlalu tergesa-gesa
mengeluarkan senjata pistol sehingga akhirnya menyebabkan korban
tertembak akhirnya meninggal dunia.
i. Menimbang, bahwa untuk itu Majelis Hakim sependapat dengan Tuntutan
Jaksa Penuntut Umum yang berpendapat bahwa Pasal 359 KUHP bisa
diterapkan terhadap terdakwa dan Majelis Hakim tidak sependapat dengan
pembelaan terdakwa melalui Penasihat Hukumnya yang memohon agar
terdakwa dibabaskan karena unsur-unsur Pasal 359 KUHP tidak terpenuhi.
j. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di muka maka Majelis Hakim
berpendapat bahwa terhadap terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana karena
kelalaiannya sehngga menyebabkan matinya orang lain.
k. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa,
terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Hal-hal yang memberatkan :
4. Terdakwa selaku seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
seharusnya menjadi pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat dan
ternyata hal ini tidak dilakukan secara optimal.
5. Perbuatan terdakwa telah mengurangi citra Polisi Indonesia yang sedang
dan selalu dibangun oleh Kepolisian Negara republik Indonesia.
6. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan korban jiwa dan meresahkan
masyarakat.
Hal-hal yang meringankan :
3. Terdakwa berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga
memperlancar persidangan.
4. Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan serta berjanji secara lesan di depan persidangan
akan memperhatikan anak-anak korban.
l. Menimbang, bahwa tujuan umum dari politik kriminal adalah ”perlindungan
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Bertolak dari
konsepsi yang demikianlah kiranya, Seminar Kriminologi ketiga tahun 1976
dalam kesimpulannya (Keputusan Seminar Kriminologi ketiga 26 dan 27
tahun 1976) Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu
sarana untuk social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap
kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si
pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan
(pembuat) dan masyarakat.
6. Amar Putusan
a. Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SARIJO sebagaiman identitas di atas
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan
pidana karena kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati.
b. Memidana oleh karenaya dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun,
c. Menetapkan bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangkan
seluruhnya dari masa tahanan yang sudah dijalani..
d. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.
e. Memerintahkan agar barang bukti berupa :
- 1 (satu) pucuk senjata api genggam jenis Revolver 38 Spesial No.
AE.S.012920 beserta surat pemegang senpi atas nama BRIPDA
SUTRISNO, 2 (dua) butir kelongsongan peluru dan 3 (tiga) peluru aktif
dikembalikan kepada saksi SUPADI selaku Baur Logistik Kompi Brimob
BS Polwil Surakarta.
- 1 (satu) butir proyektil yang ditemukan di dalam tubuh korban dirampas
untuk dimusnahkan.
- 1 (satu) kaos lengan panjang warna merah milik korban dikembalikan ahli
waris korban MARINO.
f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2500,- (dua ribu
lima ratus rupiah).
B. Pembahasan Hasil Penelitian
3. Analisis Hukum Pidana Terhadap Penerapan Pasal 359 KUHP Oleh Hakim
Dalam Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian
Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempunyai tugas dan
wewenang yang harus dilaksanakan. Hal ini juga berlaku bagi anggota
Kepolisian, dimana tugasnya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung
masyarakat serta harus dapat menjaga citra Polisi Indonesia yang sedang dan
selalu dibangun oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aparat Kepolisian
dalam menjalankan tugasnya harus selalu berhati-hati dan waspada terhadap
bahaya yang mungkin saja menghadang, aparat Kepolisian seharusnya juga tidak
melakukan kealpaan dalam menjalankan tugasnya dan dapat berpikir dan
bertindak bijaksana dalam mengambil keputusan demi menyelamatkan jiwa diri
sendiri maupun orang lain.
Dari Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo atas terdakwa SUTRISNO BIN
SARIJO tersebut, maka penulis dapat mengenalisa kasus kealpaan yang
menyebabkan matinya orang lain tersebut sebagai berikut :
- Terdakwa diajukan ke Pengadilan Negeri Sukoharjo dengan Acara
Pemeriksaan Biasa.
- Terdakwa telah ditahan sejak tanggal 21 Oktober 2006 sampai dengan 9
Nopember 2006 oleh penyidik, yang telah sesuai dengan Pasal 7 KUHAP ayat
(1) butir (d) yang mengatur tentang kewenangan penyidik, yaitu : ”melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan”.
- Perpanjangan tanggal 10 Nopember 2006 sampai dengan 19 Desember 2006.
- Perpanjangan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 Desember 2006 s/d 08
Januari 2007, sesuai dengan Pasal 14 KUHAP butir (c), yang berbunyi :
”Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan, atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik”.
- Kemudian dilakukan perpanjangan penahanan oleh hakim sejak tanggal 28
Desember 2006 sampai dengan 26 Januari 2007, dan terakhir perpanjangan
Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo, sejak tanggal 27 Januari 2007 sampai
dengan 27 Maret 2007.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi tersebut, terdakwa
SUTRISNO BIN SARIJO didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu telah
melanggar Pasal 359 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun”.
Pasal tersebut didakwaan kepada terdakwa, karena unsur-unsur pidana
yang disangkakan telah terpenuhi. Unsur pidana tersebut adalah sebagai berikut :
a. Unsur barang siapa
b. Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya
c. Unsur menyebabkan orang lain mati
Unsur barang siapa
Bahwa unsur barang siapa, adalah unsur harus terpenuhinya subyek
hukum dalam suatu perkara. Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang
ada, yang terkait dengan perkara ini adalah untuk menentukan jawaban siapa
subyek hukumnya, maka dapat dipahami bahwa subyek hukum dalam perkara
ini adalah Sutrisno Bin Sarijo, terdakwa merupakan anggota aparat penegak
hukum yaitu sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
kesatuan Brigadir Mobil wilayah Surakarta.
Berdasarkan Putusan Pengadilan atas terdakwa Sutrisno tersebut telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana,
karena kealpaannya sehingga mengakibatkan orang lain mati.
Dalam hal ini, Sutrisno juga sudah dikatagorikan sebagai orang yang
mempunyai kemampuan bertanggung jawab, yaitu dengan ciri-ciri :
1) Sutrisno mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan
yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum,
karena mengingat pekerjaannya adalah sebagai aparat penegak hukum.
Sesuai dengan kasus posisi di dalam putusan majelis hakim, Sutrisno
seharusnya menggunakan tangan kosong atau ilmu bela diri yang
dimilikinya untuk melawan korban Marino, sehingga tidak perlu
mengeluarkan senjata api yang dapat melukai korban.
2) Sutrisno mempunyai kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut
keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi, karena sebagai seorang
aparat penegak hukum, seharusnya Sutrisno tahu benar mengenai waktu
yang tepat tembakan dapat dikeluarkan dan pada bagian tubuh kaki
tembakan tersebut di arahkan, karena hal ini telah ada dalam kode etik
profesi kepolisian.
Perlawanan Sutrisno terhadap korban Marino dilakukan dengan
menggunakan senjata api (pistol), tembakan peringatan hanya dilakukan satu
kali, dan tembakan kedua langsung mengenai perut sebelah kiri yang
mengakibatkan korban roboh kemudian meninggal dunia dalam perjalanan
ke rumah sakit. Sesuai keterangan tersebut, dapat dilihat bahwa Sutrisno
tidak menggunakan kemampuannya untuk menentukan perbuatan yang akan
dilakukan akan berakibat baik atau buruk.
Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya
Bahwa di dalam hukum pidana perbuatan pidana (delik) antara lain dibagi
atas perbuatan yang disengaja (dolus) dan perbuatan karena kealpaannya
/kelalaiannya (culpos). Perbuatan dengan sengaja adalah pelaku dalam
perkara tersebut memang sengaja melakukan perbuatan tersebut dan ia
menghendaki akibat dari perbuatannya dan mempunyai kesempatan pula untuk
melihat alat apa yang akan dipergunakannya, perbuatan dengan sengaja ada
kesempatan waktu yang cukup bagi seorang untuk meneruskan atau
mengurungkan perbuatannya.
Perbuatan pidana karena kealpaannya/ kelalaiannya adalah sebagai
perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Untuk terpenuhinya
unsur karena kealpaannya atau kelalaiannya, menurut Van Hamel
(cetakan ke-4 kaca 313) harus mengandung dua syarat yaitu :
3) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Mengenai ini ada dua kemungkinan yaitu:
c) atau terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena
perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian ternyata tidak benar.
d) atau terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang
dilarang mungkin timbul karena pebuatannya.
4) Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum
(Moeljatno.2000: 201).
Di sini yang menjadi obyek perhatian adalah tingkah laku terdakwa
(Sutrisno) dan juga korban (Marino) yaitu apakah yang dilakukan, apakah dalam
keadaan tertentu itu tingkah laku terdakwa sudah memenuhi aturan-aturan
sebagai aparat Kepolisian, apakah dalam keadaan tertentu itu tingkah laku
korban telah memenuhi ukuran-ukuran yang berlaku dalam pergaulan
masyarakat kita.
Syarat mengenai kealpaan, dihubungkan dengan sikap batin terdakwa dan
akibat yang timbul karena perbuatannya atau keadaan yang menyertainya.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa itu seharusnya dapat dihindarkan apabila ia
tidak lalai atau lupa atau kurang hati-hati dan juga harus patut menduga bahwa
perbuatannya akan menimbulkan akibat yang terlarang oleh hukum.
Sebaiknya harus ada hubungan kausal artinya harus ada hubungan lahir
antara fakta yang terungkap di persidangan dengan fakta yang ada di tempat
kejadian perkara, yaitu:
- Bahwa pada waktu terdakwa mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi tetapi
dekapan dari korban Marino terhadap terdakwa Sutrisno masih tetap kuat
karena diperkirakan Sutrisno bukan seorang polisi karena pada kejadian
terdakwa tidak menggunakan atribut baju polisi tetapi terdakwa memakai baju
preman dan rambutnya panjang.
- Bahwa terdakwa Sutrisno berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan
pegangan tangan kiri dari korban Marino tetapi tidak berhasil maka pada saat
bersamaan terdakwa mengeluarkan tembakan peringatan yang pertama tidak
mengenai korban sedangkan tembakan yang kedua mengenai korban sehingga
korban roboh.
- Bahwa menurut terdakwa dekapan dari korban sangat kuat sehingga ia sulit
untuk melepaskan maka antara tangan terdakwa dan tangan korban sempat
terjadi tarik menarik sehingga akhirnya terdakwa mengeluarkan pistol yang
ada dipinggangnya untuk memberi tembakan peringatan.
- Bahwa setelah korban Marino roboh maka selanjutnya oleh terdakwa beserta
Tupono dan polisi lainnya korban dibawa ke Rumah Sakit Dr. Oen Sukoharjo
untuk mendapatkan perawatan.
- Bahwa saksi AKP Andi Rifa’i Komandan Kompi Brimob BS Polwil Surakarta
(atasan terdakwa) di depan pesidangan mengemukakan bahwa benar terdakwa
sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan lesan,
selanjutnya tembakan peringatan dua kali dan selanjutnya baru tembakan yang
melumpuhkan.
- Bahwa dalam perkara terdakwa Sutrisno dari fakta yang terungkap di
persidangan peringatan lesan sudah dilakukan, tembakan peringatan sudah
dilakukan sedangkan tembakan yang melumpuhkan tidak dilakukan oleh
terdakwa hal ini terbukti tembakan yang kedua telah mengenai perut korban
Marino.
- Bahwa menurut Majelis Hakim bahwa tembakan kedua yang dilakukan oleh
terdakwa merupakan salah prosedur pengunaan senjata hal ini ditandai dengan
jatuhnya korban Marino demikian pula berdasar tindakan disiplin yang
dilakukan oleh Tim Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin
kepada terdakwa dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan
kenaikan pangkat selama 2 (dua) periode. Hukuman ini sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 Pasal 9 yang menyatakan, bahwa
hukuman disiplin berupa:
a. teguran tertulis
b. penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun
c. penundaan kenaikan gaji berkala
d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun
e. mutasi yang bersifat demosi
f. pembebasan dari jabatan
g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari
(http://www.legalitas.org/peraturan/pemerintah/2007/02/10/prn,20070210-4)
- Bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan apa yang dilakukan oleh
terdakwa adalah bukan merupakan kesengajaan tetapi merupakan kelalaian hal
ini antara ditandai dengan tidak adanya niat untuk membunuh korban Marino
demikian pula adanya penyesalan yang mendalam dari terdakwa dengan
semaksimal mungkin berusaha membawa koban Marino ke rumah sakit agar
nyawanya dapat tertolong.
- Bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan pada malam kejadian
telah terjadi pergumulan antara saksi korban Marino dan terdakwa Sutrisno
dikarenakan Sutrisno dikira bukan polisi tetapi seorang pencuri karena ada
teriakan maling-maling.
- Bahwa dari keterangan saksi-saksi di depan persidangan bahwa pada saat
korban Marino di dekat tempat kejadian perkara memang bersamaan ada
pengejaran terhadap orang-orang yang bermain judi dan memasuki kampung
dimana pada saat itu saksi korban tidak termasuk orang yang ikut main judi.
Dengan perpangkal tolak pada fakta-fakta tersebut di atas dan dihubungkan
dengan perumusan karena kelalaian atau kealpaannya sebagaimana telah
diuraikan di atas, maka terdakwa telah terbukti dan memenuhi unsur karena
kelalaian atau kealpaannya.
Unsur menyebabkan orang lain mati
Yang dimaksud dengan matinya orang lain dalam KUHP menurut Pasal
359 KUHP adalah hilangnya nyawa seseorang akibat kealpaan/ kelalaian yang
dilakukan oleh orang lain atau dalam perkara ini terdakwa yaitu Sutrisno.
Fakta-fakta yang ada di muka persidangan adalah sebagai berikut:
1) Bahwa pada saat saksi korban Marino dibawa ke rumah sakit dengan mobil
dan waktu di jalan korban masih hidup sambil memanjatkan doa.
2) Bahwa pada saat sudah sampai di rumah sakit Dr. Oen korban Marino
meninggal dunia.
3) Bahwa meninggalnya korban Marino berdasarkan Visum Et Repertum RS
Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo Nomor 73.IKF & ML/ LT/ X/ 2006 tanggal 20
Oktober 2006 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rorry Hartono, SPf
menerangkan bahwa saat kematian korban Marino diperkiran 6-8 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan dan sebab kematian korban karena adanya
pendarahan akibat robek dan putusnya pembuluh darah besar yang
disebabkan anak peluru dari luka tembak jarak dekat.
4) Bahwa keterangan sebagaimana dalam Visum Et Repertum tersebut di depan
persidangan ditegaskan pula oleh dr. Rorry Hartono, SPf di bawah sumpah.
5) Bahwa di depan persidangan saksi-saksi maupun terdakwa membenarkan
bahwa barang bukti berupa pistol revolver 38 Nomor 012920 adalah senjata
inventaris Brimob BS Polwil Surakarta yang diijinkan dipegang oleh
terdakwa untuk menjalankan tugas sebagai seorang polisi dan akhirnya
mengakibatkan korban Marino tertembak dan meninggal dunia.
Dengan demikian, maka terdakwa Sutrisno tersebut telah terbukti dengan
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dengan terpenuhinya
unsur meyebabkan orang lain mati.
Putusan pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa selama 2 (dua) tahun
penjara, penulis tidak sependapat dan putusan itu terlalu ringan untuk terdakwa,
karena walaupun majelis hakim telah melihat hal-hal yang meringankan dan
memberatkan terdakwa dan sebelumnya sudah dilakukan tindakan disiplin
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin
anggota Kepolisian Negara Republik Indosesia yang dilakukan oleh Tim
Disiplin Polisi yang telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada terdakwa
dengan hukuman 21 hari di sel khusus dan penundaan kenaikan pangkat selama
2 (dua) periode.
Di samping melihat hal-hal tersebut di atas, seharusnya majelis hakim juga
mempertimbangkan mengenai kode etik profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia, karena dengan perbuatan yang telah dilakukannya membuat orang
lain sampai meninggal dunia padahal terdakwa Sutrisno adalah bagian dari
aparat Kepolisian. Penulis berpendapat, seharusnya terdakwa Sutrisno dijatuhi
hukuman maksimal lima tahun penjara seperti yang tercantum dalam Pasal 359
KUHP, hal ini dapat dilakukan untuk memberikan unsur edukatif kepada
masyarkat pada umumnya dan aparat Kepolisian pada khususnya sehingga dapat
memberikan efek jera kepada aparat Kepolisian yang lain untuk tidak melakukan
tindak pidana yang sama.
4. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan
Putusan Terhadap Kasus Penembakan Yang Dilakukan Oleh Aparat
Kepolisian
Hakim mempertimbangkan berbagai faktor dalam penjatuhan putusan
pidana baik itu faktor intern maupun faktor ekstern dari terdakwa. Kemudian
harus dilihat pula korelasi antara faktor-faktor tersebut dengan efektivitas
maupun tujuan pemidanaan. Misalkan disini, seseorang yang menjadi tokoh
masyarakat dalam hal ini aparat penegak hukum dengan berbagai fasilitas yang
dimilikinya dipenjara dalam waktu yang tidak lama sudah merasa kehilangan
nama baiknya dan memberikan efek penjara yang luar biasa, hal ini jelas
berbeda dengan gembong perampok ataupun resedivis yang sudah biasa keluar
masuk penjara.
Untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan tersebut, penulis
telah menelaah putusan majelis hakim serta hasil wawancara yang dilakukan
dengan hakim yang menangani kasus penembakan yang dilakukan aparat
Kepolisian yaitu Sutrisno bin Sarijo sehingga mengakibatkan korban Marino
meninggal dunia. Sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan terlebih dahulu
mempertimbangkan berbagai hal, faktor tersebut biasanya berasal dari intern
maupun ektern diri terdakwa, faktor tersebut juga menentukan berat ringannya
pemidanaan.
Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, maka penulis telah melakukan
penelitian dengan metode wawancara yang dilakukan terhadap majelis hakim
yang menangani kasus penembakan yang dilakukan oleh terdakwa Sutrisno Bin
Sarijo di Pengadilan Negeri Sukoharjo.
Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
Menurut Hakim Anggota Sapta Diharja, SH.M.Hum.
(Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Januari 2008)
Menurut beliau, seorang polisi seharusnya bersikap hati-hati. Tentang
faktor kepribadian, bagaimana cara terdakwa menjalin hubungan dengan rekan
kerja, dengan sosial masyarakat, juga ikut menentukan keputusan hakim dalam
menjatuhkan putusan. Selain hal tersebut, hakim juga mempertimbangkan
bahwa seharusnya sebagai aparat penegak hukum terdakwa tidak bertindak
ceroboh, karena semestinya terdakwa lebih tahu tentang hukum daripada
masyarakat umum. Selain itu hakim juga harus mempertimbangkan dan
memperhatikan keadilan hukum dalam peradilan, Sebelum diajukan dalam
persidangan, Sutrisno sendiri juga mendapatkan hukuman dari kesatuannya, dan
hal ini juga membuktikan bahwa Sutrisno bersalah telah menghilangkan nyawa
orang lain dengan kealpaannya. Faktor yang dapat dijadikan pertimbangan
yaitu perbuatan pidana ini terjadi dengan cara berkelahi (terdakwa didekap dari
belakang) karena si korban lebih kecil dari terdakwa seharusnya terdakwa dapat
melakukan perlawanan dengan tangan kosong, sehingga penembakan itu tidak
seharusnya dilakukan. Sebagai aparat seharusnya memberi contoh yang baik.
Dalam menjatuhkan sanksi pidana bukan semata-mata untuk membalas dendam,
tetapi untuk mengingatkan terdakwa, untuk memberi pelajaran, berkontempolasi
(merenung). Bagi masyarakat dapat memberi pengertian agar masyarakat tidak
melakuakn perbuatan yang sama, yang bersifat edukatif. Di depan muka
persidangan tidak ada pengakuan dari terdakwa bahwa terdakwa melakukan
pembunuhan, tapi terdakwa hanya mengaku bahwa itu karena kecerobohannya
dan kurang menyangka akan terjadi seperti itu, terdakwa hanya menyesali
kecerobohannya, bukan perbuatannya.
Menurut Hakim Anggota Ikhwan Hendrato, SH.
(Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Januari 2008)
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian
dengan terdakwa Sutrisno, menurut beliau faktor-faktor tersebut sudah jelas,
yaitu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam surat tuntutan telah
dicantumkan bahwa jaksa penuntun umum menununtut terdakwa dengan Pasal
359 KUHP yaitu adanya kelalaian sehingga menyebabkan matinya orang lain
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun., dan dalam kasus ini jaksa penunut umum menuntut agar
terdakwa dihukum dengan pidana penjara 1,5 (satu setengah) tahun. Sebagai
seorang aparat penegak hukum dalam hal ini sebagai anggota Brimob,
seharusnya dapat memberi suri teladan yang baik bagi masyarakat umum,
sehingga masyarakat dapat benar-benar mengetahui bahwa adanya polisi
tugasnya untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Selain itu, faktor
kepribadian dai terdakwa juga dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam
memutus suatu perkara penembakan ini. Watak atau sikap terdakwa pada saat
sebelum, sesaat, dan sesudah melakukan perbuatan pidana tersebut mengarah
pada kondisi mental dan juga pada kondisi lingkungan yang kesemuanya
membentuk karakter, bagaimana sikap terdakwa pada saat setelah terjadi
penembakan yaitu dengan segera membawa korban ke rumah sakit terdekat,
menyantuni keluarga korban, hal itu dapat ringankan hukuman terdakwa.
Menurut Hakim Ikhwan pula, mengingat terdakwa merupakan anggota dari
satuan Brimob dan sebagai aparat penegak hukum, dalam kejadian ini terdakwa
menggunakan senjata api padahal senjata api hanya dapat digunakan dalam
keadaan yang mendesak, sedangakan terdakwa bisa melawan korban tanpa
senjata, mengingat tubuh terdakwa lebih besar dari tubuh korban. Sikap inilah
yang menjadi salah satu alasan mengapa sanksi pidana 2 (dua) tahun dijatuhkan
pada terdakwa.
Menurut Hakim Ketua Subiharta, Sh.M.Hum
(Wawancara dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008)
Tuntutan dari jaksa penutut umum adalah hal yang paling penting untuk
hakim dalam memutuskan perkara. Dalam perkara ini, jaksa penutut umum
menuntut Pasal 359 KUHP, sehingga hakim hanya berwenang memeriksa sesuai
dengan tuntutan, hakim tidak boleh menuntut lebih dari tuntutan jaksa penuntut
umum, misalnya hakim menambahkan tuntutan dengan Pasal 340 KUHP yaitu
mengenai pembunuhan berencana. Segala aspek baik itu yang muncul dari
terdakwa maupun fakta yang berbicara di muka persidangan diakomodir dalam
satu putusan untuk dijatuhkan pada terdakwa Sutrisno. Di dalam persidangan,
fakta-fakta yang ada mengungkapkan bahwa terdakwa bukan secara sengaja
membunuh korban melainkan karena kecerobohannya menyebabkan korban
meninggal dunia, maka mana yang terbukti maka itulah yang dijatuhkan, dan
siapa yang melakukan perbuatan hukum maka harus dihukum. Masih menurut
Hakim Subiharta, rasa empati dari terdakwa terhadap keluarga korban juga
merupakan faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan. Dengan adanya kasus ini, menjadikan masyarakat kurang respek
terhadap aparat penegak hukum, sehingga pada saat sidang ada demonstrasi
yang menuntut bahwa siapa yang membunuh harus dibunuh, dan hal ini tidak
sesuai dengan peraturan yang ada, karena tujuan dari pemidanaan atau
penahanan sendiri yaitu agar yang bersangkutan bisa belajar, melakukan
kontempelasi, apakah tindakannya itu benar atau salah sehingga nantinya apabila
yang bersangkutan kembali ke dalam masyarakat tidak melakukan perbuatan itu
lagi. Pada masyarakat dapat dijadikan pelajaran, kalau aparat penegak hukum
melakukan suatu tindakan pidana seperti itu bisa dipidana. Selain itu dapat pula
dijadikan patokan jika aparat penegak hukum yang lebih mengerti tentang
hukum bisa dipidana, apalagi kalau perbuatan tersebut dilakukan oleh
masyarakat umum. Sikap terdakwa, adanya rasa bersalah yang ditunjukkan oleh
terdakwa, keadaaan dari keluarga korban yaitu sikap pemaaf yang ditunjukkan
dari keluarga korban, hal ini juga menjadikan alasan dalam bobot pemidanaan
terdakwa, sedangkan hal yang memberatkan yaitu bahwa terdakwa merupakan
bagian dari aparat penegak hukum yaitu dari kesatuan Brimob yang bertugas
mengayomi masyarakat tapi dengan kejadian tersebut membuat nama baik
satuannya menjadi tercemar, dan hal inilah yang menyebabkan Pasal 216 ayat
(1) KUHP yaitu mengenai dengan sengaja tidak menuruti perintah yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat, hal ini tidak terlalu
meringankan terdakwa karena majelis hakim menilai bahwa perlawanan yang
dilakukan oleh terdakwa seharusnya bisa dilakukan dengan tangan kosong.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penembakan
yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tersebut, selain berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, juga didasarkan pada faktor psikologis baik dari diri
terdakwa maupun dari lingkungan terdakwa sendiri. Faktor psikologis tersebut
antara lain hal yang berhubungan dengan kepribadian terdakwa, sikap terdakwa,
motivasi terdakwa dalam melakukan perbuatannya, empati dari masyarakat
umum.
56
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian dimuka maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian yaitu Sutrisno Bin
Sarijo diterapkan Pasal 359 KUHP yaitu barang siapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Dalam kasus ini,
terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama dua tahun. Syarat
mengenai kealpaan, dihubungkan dengan sikap batin terdakwa dan akibat
yang timbul karena perbuatannya atau keadaan yang menyertainya.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa itu seharusnya dapat dihindarkan apabila
ia tidak lalai atau lupa atau kurang hati-hati dan juga harus patut menduga
bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang terlarang oleh hukum.
Perbuatan terdakwa menurut bukti yang ada di depan sidang pengadilan
bahwa unsur yang harus dipenuhi seperti yang tertuang dalam Pasal 359
KUHP yaitu:
a. Unsur barang siapa
Subyek hukum dalam perkara ini adalah Sutrisno Bin Sarijo, terdakwa
merupakan anggota aparat penegak hukum yaitu sebagai anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kesatuan Brigadir Mobil
wilayah Surakarta. Dalam hal ini, Sutrisno juga sudah dikatagorikan
sebagai orang yang mempunyai kemampuan bertanggung jawab.
b. Unsur karena kealpaannya / kelalaiannya
Dengan berpangkal tolak pada fakta-fakta yang ada di muka persidangan
dan dihubungkan dengan perumusan karena kelalaian atau kealpaannya,
maka terdakwa telah terbukti dan memenuhi unsur karena kelalaian atau
lealpaannya.
c. Unsur menyebabkan orang lain
mati
Berdasarkan fakta yang ada di persidangan terungkap bahwa kasus
penembakan yang dilakukan Sutrisno memenuhi kriteria matinya orang
lain yaitu ”kematian tersebut hanya merupakan akibat dari kurang hati-
hati atau lalainya terdakwa”. Sehingga unsur menyebabkan orang lain
mati terpenuhi.
2. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian,
selain bersumber dari tuntutan jaksa penuntut umum yaitu Pasal 359 KUHP,
terdakwa yang merupakan aparat penegak hukum yaitu sebagai anggota
satuan Brimob dan hal inilah yang paling memberatkan hukuman terdakwa
karena terdakwa dianggap sebagai contoh teladan yang baik tetapi dengan
kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain, hakim juga
mempertimbangkan mengenai faktor psikologis baik dari diri terdakwa
maupun dari lingkungan terdakwa sendiri. Faktor psikologis tersebut antara
lain hal yang berhubungan dengan kepribadian terdakwa, sikap terdakwa,
motivasi terdakwa dalam melakukan perbuatannya, empati dari masyarakat
umum.
B. Saran
1. Dalam menerapkan pemidanaan terhadap terdakwa, hakim harus benar-benar
memahami apakah dengan adanya putusan yang dijatuhkan sesuai peraturan
yang berlaku ataupun yang sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum,
terdakwa dapat benar-benar melakukan perenungan apakah yang terdakwa
perbuat itu salah atau benar, apakah terdakwa dapat benar-benar menyesali
perbuatannya, jangan sampai karena adanya status sosial terdakwa yang
tinggi atau jabatan terdakwa di dalam masyarakat menyebabkan hakim
memutuskan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatan terdakwa.
2. Agar sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa dapat efektif, tepat
sasaran, patut, dan berkeadilan maka hakim seharusnya juga
mempertimbangkan mengenai:
a. Sisi psikologis terdakwa baik itu sikap maupun motivasi terdakwa yang
melatarbelakangi perbuatan pidananya, sehingga sebaiknya hakim
mempunyai kepekaan hati dan intuisi yang tinggi untuk dapat mengerti
kepribadian terdakwa.
b. Laporan-laporan mengenai bentuk kepribadian dan sikap dari terdakwa
yang melatarbelakangi perbuatannya dalam kasus-kasus pidana tertentu
sebaiknya ada hasil pemeriksaan medis mengenai kondisi diri dan
kejiwaan terdakwa seperti psikiater maupun psikolog yang dilampirkan
dalam Berkas Acara Pemeriksaan.