analisis finansial dan sensitivitas usaha ternak...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITASUSAHA TERNAK ITIK PETELUR BERDASARKAN SKALA USAHA
DI KECAMATAN JOMBANG, KABUPATEN JEMBER
Oleh: Nurana Mela K.
ABSTRACT
The research titled; "Analysis of Financial and Sensitivity of LayingDucks Business in Jombang district, Jember city". The goal is to determine
the feasibility and compare the level of profitability laying duck business in terms
of business scale, to determine the sensitivity of laying duck business to changes
in input prices and output occurs. Research is located in Jombang district,
Jember city. The data used primary data and secondary data, while the analysis
are quantitative and qualitative analysis. The results are presented in tables and
descriptively given an explanation. Based on the research results, it can be
concluded that: (1) laying duck businesses large-scale, medium-scale and small-
scale in Jombang district, Jember city worth the effort in terms of the financial
aspects. Laying duck businesses large scale shows a positive NPV value
(= Rp. 16.703.271); Gross B/C (= 1,13) > 1; Net B/C (= 1,43) > 1; IRR (= 6,63%)
> i with PP 10,3 months. While businesses are laying duck medium scale shows
positive NPV value (= Rp. 3.019.804); Gross B/C (= 1,06) > 1; Net B/C (= 1,16) >
1; IRR (= 3,79%) > i with PP 7,7 months. Likewise, businesses are laying duck
small scale in terms of financial aspect worth the effort, because the value of a
positive NPV (= Rp. 5.754.108); Gross B/C (= 1,43) > 1; Net B/C (= 1,81) > 1;
IRR (= 8,37%) > i with PP 9,5 months. (2) There is a difference in the rate of
profit in laying duck business based on the business scale. (3) Investment of
laying duck business is more sensitive to changes in input prices and output
occurs.
Keyword: feasibility, sensitivity, laying duck
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul; “Analisis Finansial dan Sensitivitas Usaha TernakItik Petelur di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember”. Tujuannya untuk
2
mengetahui kelayakan usaha dan membandingkan tingkat keuntungan usaha
ternak itik petelur secara finansial ditinjau dari skala usaha, untuk mengetahui
sensitivitas usaha ternak itik petelur terhadap perubahan harga input dan output
yang terjadi. Penelitian berlokasi di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, sedangkan alat
analisisnya yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis disajikan dalam bentuk
tabel dan diberikan penjelasan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian,
dapat disimpulkan bahwa: (1) Usaha ternak itik petelur skala besar, skala
menengah, dan skala kecil di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember layak
untuk diusahakan ditinjau dari aspek finansial. Usaha ternak itik petelur skala
besar menunjukkan nilai NPV yang positif (= Rp. 16.703.271); Gross B/C (= 1,13)
> 1; Net B/C (= 1,43) > 1; IRR (= 6,63%) > i dengan PP 10,3 bulan. Sementara
usaha ternak itik petelur skala menengah menunjukkan nilai NPV Positif
(= Rp. 3.019.804); Gross B/C (= 1,06) > 1; Net B/C (= 1,16) > 1; IRR (= 3,79%) >
i dengan PP 7,7 bulan. Demikian juga usaha ternak itik petelur skala kecil
ditinjau dari aspek finansial layak untuk diusahakan, karena nilai NPV positif
(= Rp. 5.754.108); Gross B/C (= 1,43) > 1; Net B/C (= 1,81) > 1; IRR (= 8,37%) >
i dengan PP 9,5 bulan. (2) Ada perbedaan tingkat keuntungan dalam usaha
ternak itik petelur berdasarkan skala usaha. (3) Investasi usaha ternak itik petelur
lebih sensitif terhadap perubahan harga input dan output yang terjadi.
Kata kunci: kelayakan, sensitivitas, itik petelur
PENDAHULUANLatar Belakang
Usaha peternakan itik semakin diminati sebagai alternatif sumber
pendapatan bagi masyarakat di pedesaan maupun di sekitar perkotaan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa kondisi lingkungan strategis yg lebih memihak pada
usaha peternakan itik, antara lain adalah semakin terpuruknya usaha peternakan
ayam ras skala kecil dan munculnya wabah penyakit flu burung yang sangat
merugikan peternakan ayam ras mupun ayam kampung. Di samping itu, semakin
terbukanya pasar produk itik ikut mendorong berkembangnya peternakan itik di
Indonesia. Pasar telur itik yang selama ini telah terbentuk masih sangat terbuka
bagi peningkatan produksi karena permintaan yang ada pun belum bisa
3
terpenuhi semuanya, sedangkan pasar daging itik yang selama ini hanya
dipenuhi secara terbatas oleh daging itik peking yang diimpor secara perlahan
mulai terbuka lebih luas.
Kajian yang mendalam mengenai usaha ternak itik, terutama mengenai
apakah usaha ternak itik petelur mampu memberikan benefit yang layak ditinjau
dari aspek finansial bagi masyarakat (peternak) perlu dilakukan. Kelayakan
usaha ternak itik petelur tercermin dari tingkat keuntungan yang diperoleh.
Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi seluruh biaya produksi.
Semakin tinggi penerimaan maka keuntungan yang diperoleh semakin besar dan
sebaliknya. Sementara itu, penerimaan dipengaruhi oleh besarnya produksi dan
harga. Semakin tinggi harga maka keuntungan semakin besar dan apabila harga
rendah maka keuntungan semakin kecil.
Selain itu, tingkat keuntungan yang diperoleh cenderung berbeda
berdasarkan skala usahanya. Berdasarkan pola pemeliharaannya, skala usaha
dibedakan menjadi skala kecil (<100 ekor) dengan pola pemeliharaan intensif,
skala menengah (100-500 ekor) dengan pola pemeliharaan intensif, dan skala
luas (>500 ekor) dengan pola pemeliharaan intensif (Pustakadunia, 2014).
Selanjutnya, bagaimana kelayakan usaha ternak itik petelur jika terjadi
perubahan harga jual dan jumlah output selama usaha peternakan tersebut
berlangsung. Kemudian apakah ada perbedaan kelayakan usaha ternak itik
petelur berdasarkan skala usaha setelah dianalisis melalui uji beda.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka perlu dicari solusinya untuk
dapat memecahkan permasalahan apakah usaha ternak itik petelur di Kabupaten
Jember mempunyai prospek yang baik dan layak bagi peternak itik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat
disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah usaha ternak itik petelur di Kabupaten Jember secara finansial
menguntungkan?
2. Apakah ada perbedaan tingkat keuntungan usaha ternak itik petelur di
Kabupaten Jember berdasarkan skala usaha?
3. Bagaimana sensitivitas usaha ternak itik petelur di Kabupaten Jember
terhadap perubahan input dan output yang terjadi?
4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat disusun
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari usaha ternak itik petelur di Kabupaten Jember
menguntungkan secara finansial.
2. Untuk mempelajari perbedaan tingkat keuntungan usaha ternak itik petelur
di Kabupaten Jember berdasarkan skala usaha.
3. Untuk mengidentifikasi sensitivitas usaha ternak itik petelur di Kabupaten
Jember terhadap perubahan input dan output yang terjadi.
Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka kegunaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah khususnya pemerintah
Kabupaten Jember tentang kelayakan usaha dalam upaya pengembangan
peternakan itik petelur di wilayah Kabupaten Jember.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemilik usaha peternakan itik petelur
mengenai kelayakan usaha yang telah dilaksanakan selama ini.
3. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial
ekonomi pertanian dalam kajian peternakan itik petelur.
4. Penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan informasi bagi peneliti lain
dalam penelitian yang sejenis.
METODOLOGI PENELITIANMetode Penelitian
Motede yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-komparatif
dan evaluatif.
Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan pada metode sampling
disengaja (Purposive Method), sebagai daerah penelitian ditetapkan Kecamatan
Jombang, Kabupaten Jember. Waktu penelitian usaha ternak itik petelur
dilaksanakan pada tahun 2015.
5
Metode Pengumpulan data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan
data sekunder, yaitu:
1. Data Primer
2. Data Sekunder
Metode Pengambilan Sampel
Obyek penelitian ini adalah peternak itik di Kecamatan Jombang, Kabupaten
Jember yang mengusahakan lahannya dengan usaha ternak itik petelur.
Populasi petani usaha ternak itik petelur sebesar 128 orang. Sementara itu,
responden yang dipilih ditentukan berdasarkan skala usaha ternak itik petelur,
dengan ketentuan sebagai berikut: (1) petani usaha ternak itik petelur skala
besar dengan jumlah kepemilikan itik petelur lebih dari 500 ekor dengan pola
pemeliharaan intensif, (2) skala menengah dengan jumlah kepemilikan antara
100–500 ekor dengan pola pemeliharaan intensif, dan (3) skala kecil dengan
jumlah kurang dari 100 ekor dengan pola pemeliharaan intensif. Selanjutnya,
masing-masing jenis skala usaha dipilih satu orang petani usaha ternak itik
petelur dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan
sampel secara disengaja. Dengan demikian, jumlah responden dalam penelitian
ini berjumlah tiga orang petani usaha ternak itik petelur.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengujian hipotesis pertama yang dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan
usaha ternak itik petelur secara finansial dengan menggunakan beberapa
indikator kriteria investasi meliputi: Net Present Value (NPV), Gross Benefit
Cost Ratio (Gross B/C), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of
Return (IRR), dan Payback Period (PP).
a. Kriteria Net Present Value (NPV)= 1 + + 1 + + ⋯+ 1 +− 1 + + 1 + + ⋯+ 1 +
6
= −1 +atau= [( − ) × ]
= ×Keterangan:Bt = Benefit tahun ke tCt = Biaya tahun ke tn = Umur ekonomisDF = Discount factor (tingkat bunga yang berlaku)t = lamanya periode waktu
Kriteria pengambilan keputusan:Jika:
NPV > 0, maka proyek “go” karena secara finansial proyek
menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.
NPV = 0, maka proyek “no go” karena secara finansial proyek tidak
menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
NPV < 0, maka proyek “no go” karena secara finansial proyek tidak
menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
b. Kriteria Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
/ = ∑ 1 +∑ 1 +/ = ∑ ×∑ ×/ = ∑∑Kriteria pengambilan keputusan:Jika:
Gross B/C > 1, maka proyek “go” karena secara finansial proyek
menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.
7
Gross B/C = 1, maka proyek “break event point” (BEP), dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan.
Gross B/C < 1, maka proyek “no go” karena secara finansial proyek tidak
menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
/ = ∑ −1 +∑ −1 +/ = ∑ ( − ) ×∑ ( − ) ×/ = ∑( ) ×∑( ) ×/ = ∑∑Kriteria pengambilan keputusan:Jika:
Net B/C > 1, maka proyek “go” karena secara finansial proyek
menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.
Net B/C = 1, maka proyek “break event point” (BEP), dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan.
Net B/C < 1, maka proyek “no go” karena secara finansial proyek tidak
menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
d. Kriteria Internal Rate of Return (IRR)= + ( − ) ( − )Keterangan:IRR = Tingkat pengembalian internal (dalam persen)i = Discount factor atau tingkat bunga dimana NPV bernilai positifi’ = Discount factor atau tingkat bunga dimana NPV bernilai negatifNPV = NPV yang bernilai positif pada discount factor tertentu (i)NPV’ = NPV yang bernilai negatif pada discount factor tertentu (i’)
Kriteria pengambilan keputusan:Jika:
IRR > i, maka proyek “go” karena secara finansial proyek menguntungkan
dan layak untuk dilaksanakan.
8
IRR = i, maka proyek “break event point” (BEP), dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan.
IRR < i, maka proyek “no go” karena secara finansial proyek tidak
menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
e. Payback Period (PP)= – + ( − )Keterangan:
– = Jumlah bulan saat net benefit kumulatif (negatif) akhir= Besarnya net benefit kumulatif (negatif) akhir= Besarnya net benefit kumulatif (positif)
Kriteria pengambilan keputusan:Semakin cepat waktu pengembalian investasi atas usaha yang dilakukan,
maka semakin baik usaha tersebut untuk dilaksanakan.
2. Pengujian hipotesis kedua dimaksudkan untuk membandingkan tingkat
keuntungan usaha ternak itik petelur skala besar, skala menengah, dan skala
kecil dengan melihat nilai kriteria investasi NPV dan IRR pada discount factor
tertentu.
3. Pengujian hipotesis ketiga dimaksudkan untuk mengetahui sensitivitas
terhadap perubahan harga input terhadap perubahan harga input dan output
yang terjadi, baik secara terpisah maupun bersama-sama terhadap net-benefit
dengan melihat nilai kriteria investasi NPV dan IRR.
Definisi dan Pengukuran Variabel
Beberapa pengertian dan ukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Agribisnis adalah suatu sistem dari kegiatan prapanen, panen, pasca panen,
dan pemasaran. Sebagai sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan
satu dengan lain sehingga saling terkait.
2. Proyek adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam
satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber daya untuk
memperoleh manfaat (benefit) atau keuntungan dalam jangka waktu tertentu.
9
3. Analisis finansial adalah suatu analisis yang menilai kelayakan suatu usaha
secara finansial dilihat dari pengusaha secara individu yang berkepentingan
langsung dengan benefit dan biaya proyek atau usaha.
4. Usaha ternak itik petelur skala besar adalah suatu usaha ternak itik petelur
dengan jumlah kepemilikan lebih dari 500 ekor dengan pola pemeliharaan
intensif.
5. Usaha ternak itik petelur skala menengah adalah suatu usaha ternak itik
petelur dengan kepemilikan 100-500 ekor dengan pola pemeliharaan intensif.
6. Usaha ternak itik petelur skala kecil adalah suatu usaha ternak itik petelur
dengan jumlah kepemilikan kurang dari 100 ekor dengan pola pemeliharaan
intensif.
7. Keuntungan adalah selisih antara peneriman dan semua biaya yang diukur
dalam satuan rupiah.
8. Analisis sensitivitas adalah analisis yang mengkaji tentang pengaruh
perubahan produksi, harga jual, dan biaya operasional, baik secara terpisah
maupun bersama-sama terhadap net-benefit dengan melihat nilai kriteria
investasi NPV dan IRR.
9. Biaya investasi adalah penanaman uang atau modal untuk suatu usaha atau
proyek yang bertujuan memperoleh keuntungan.
10. Biaya penyusutan adalah pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada
setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek tersebut, demi menjamin agar
jangka biaya opresai yang dimasukkan dalam laporan rugi laba tahunan
dapat mencerminkan adanya biaya investasi (modal) itu.
11. Biaya operasional adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah
produksi yang dihasilkan dan dinyatakan dalam rupiah.
12. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan proyek
yang meliputi biaya investasi dan biaya operasional.
13. Produksi adalah telur yang diperoleh dari usaha ternak itik yang diukur dalam
satuan butir.
14. Harga telur adalah nilai penjualan per butir telur itik dari petani ke tengkulak
yang dinyatakan dalam satuan rupiah/butir.
15. Benefit adalah suatu manfaat yang diperoleh dari kegiatan suatu proyek dan
dinilai dengan uang.
10
16. Net Present Value adalah nilai sekarang dari selisih antara benefit dengan
cost pada tingkat discount faktor tertentu.
17. Gross Benefit Cost Ratio adalah ratio perbandingan antara jumlah PV benefit
dengan PV biaya.
18. Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara NPV positif dengan NPV
negatif.
19. IRR adalah suatu tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol.
20. Payback Period adalah jangka waktu kembalinya jumlah investasi dari proyek
atau usaha yang direncanakan.
21. Discount Factor adalah suatu bilangan kurang dari satu yang digunakan
untuk menghitung suatu nilai uang di masa yang akan datang agar menjadi
nilai sekarang.
22. Jumlah ekor adalah banyaknya itik yang diternakkan oleh petani, yang
dinyatakan dalam satuan ekor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Arus Biaya
Kebutuhan Dana InvestasiDalam memenuhi kebutuhan dana investasi pada awal usaha ternak itik
petelur, pemilik usaha skala besar, skala menengah, maupun skala kecil
menggunakan dana bersumber dari modal sendiri. Kebutuhan dana investasi
pada awal usaha ternak itik petelur skala besar, skala menengah, dan skala kecil
ditampilkan pada Tabel 6.1
Berdasarkan Tabel 6.1 dapat dijelaskan bahwa, dana investasi total yang
dibutuhkan pada tahun pertama usaha ternak itik petelur untuk skala besar
dengan 717 itik adalah Rp 31.256.000. Penggunaan dana investasi terbesar
adalah pembelian itik yang mencapai 91,76% atau senilai Rp 28.680.000,
sedangkan penggunaan dana terendah adalah sewa lahan yaitu 2,56% atau
senilai Rp 800.000. Sama dengan skala besar, sebagian besar investasi usaha
ternak itik petelur skala menengah dan kecil adalah untuk pembelian itik. Dari
dana investasi total yang dibutuhkan pada awal usaha ternak itik petelur untuk
skala menengah dengan 364 itik sebesar Rp 16.588.000, penggunaan terbesar
adalah untuk pembelian itik yang mencapai 92,60% atau senilai Rp 15.360.000,
11
sedangkan penggunaan dana terendah adalah sewa lahan yaitu 1,81% atau
senilai Rp 300.000. Sementara dana investasi total yang dibutuhkan pada awal
usaha ternak itik petelur untuk skala kecil dengan 80 itik adalah Rp 5.475.000,
dan penggunaan dana investasi terbesar adalah pembelian itik dan sewa lahan
yang masing-masing mencapai 73,06% atau senilai Rp 4.000.000 dan 14,61%
atau senilai Rp 800.000 karena dibayarkan untuk sewa lahan selama 22 bulan,
sedangkan dana terendah adalah pembelian peralatan yaitu 12,33% atau senilai
Rp 675.000.
Tabel 6.1Dana Investasi Awal Usaha Ternak Itik Petelur Menurut Skala Usaha
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Uraian
Skala Usaha
Besar Menengah Kecil
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)
Sewa lahan 800.000 2,56 300.000 1,81 800.000 14,61
Itik 28.680.000 91,76 15.360.000 92,60 4.000.000 73,06
Peralatan 1.776.000 5,68 928.000 5,59 675.000 12,33
Total 31.256.000 100,00 16.588.000 100,00 5.475.000 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Perbandingan biaya investasi antara usaha ternak itik petelur skala besar,
skala menengah, dan skala kecil cukup mencolok, dikarenakan beberapa hal
perbedaan meliputi: jumlah itik petelur yang diternakkan, dan luas lahan yang
berkaitan langsung dengan pembelian peralatan untuk pembuatan kandang dan
alat-alat lain. Jumlah itik yang diternakkan oleh usaha ternak itik petelur skala
besar adalah 717 ekor, di mana luas lahan yang digunakan adalah 54 m2. Lahan
yang digunakan oleh usaha ternak itik petelur skala besar adalah lahan tegal.
Diasumsikan lahan yang digunakan adalah menyewa dengan harga sewa lahan
Rp 200.000/musim. Dengan demikian, apabila lahan yang digunakan selama 4
musim maka biaya sewa sebesar Rp 800.000. Sementara biaya pembelian
peralatan usaha ternak itik petelur skala besar adalah Rp 1.776.000.
Jumlah itik petelur yang diternakkan oleh usaha ternak itik petelur skala
menengah adalah 364 ekor, di mana luas lahan yang digunakan adalah 30 m2.
12
Lahan yang digunakan oleh usaha ternak itik petelur skala menengah adalah
lahan pekarangan. Diasumsikan bahwa lahan yang digunakan adalah menyewa
dengan harga sewa lahan Rp 100.000/musim. Dengan demikian, apabila lahan
yang digunakan selama 3 musim maka biaya sewa sebesar Rp 300.000,
sedangkan biaya pembelian peralatan adalah Rp 928.000.
Sementara usaha ternak itik petelur skala kecil hanya menternakkan itik
petelur sebanyak 80 ekor. Sebagaimana pada skala besar maupun skala
menengah, lahan yang digunakan usaha ternak itik petelur skala kecil adalah 20
m2. Lahan yang digunakan usaha ternak itik petelur skala kecil juga lahan
pekarangan. Perhitungan harga sewa lahan sama dengan nilai sewa lahan
pekarangan dengan harga sewa sebesar Rp 100.000/musim. Dengan demikian,
apabila lahan yang digunakan selama 8 musim, maka besarnya biaya sewa
lahan adalah Rp 800.000 dan biaya pembelian peralatannya adalah Rp 675.000.
Dari serangkaian uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, penggunaan dana
investasi pada awal usaha ternak itik petelur yang dikeluarkan oleh pengusaha
skala besar lebih besar dibandingkan skala menengah dan skala kecil.
Biaya ProyekDalam melaksanakan suatu kegiatan proyek dibutuhkan berbagai jenis
biaya. Jenis biaya yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi proyek.
Biaya proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh suatu usaha untuk
memproduksi barang atau produk dan memasarkannya Puspita (2010) dalam
Silvia (2014). Biaya proyek meliputi biaya investasi, biaya operasional, biaya
pemeliharaan serta beberapa jenis biaya lainnya sesuai dengan kondisi proyek.
Biaya proyek yang dikeluarkan oleh usaha ternak itik petelur skala besar, skala
menengah dan skala kecill disajikan pada Tabel 6.2, Tabel 6.3, dan Tabel 6.4.
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa total biaya proyek usaha ternak itik petelur
skala besar di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember selama bulan Mei 2014-
Maret 2015 adalah Rp 131.740.000 dengan rata-rata biaya total per 100 itik
sebesar Rp 18.373.780. Penggunaan biaya terbesar adalah untuk biaya
operasional dan pemeliharaan yang mencapai 76% dari total biaya proyek atau
senilai Rp 100.484.000 dengan rata-rata biaya operasional dan pemeliharaan per
100 itik sebesar Rp 14.014.505. Sementara penggunaan biaya investasi
mencapai 24% dari total biaya proyek atau senilai Rp 31.256.000 dengan rata-
rata biaya investasi per 100 itik sebesar Rp 4.359.275.
13
Tabel 6.2Biaya Proyek Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar
Periode Mei 2014-Maret 2015 di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya
Investasi O & P (Rp)
Mei 1 30.656.000 2.295.000 32.951.000
Juni 2 - 8.844.000 8.844.000
Juli 3 - 10.241.000 10.241.000
Agustus 4 200.000 10.657.000 10.857.000
September 5 - 10.391.000 10.391.000
Oktober 6 - 11.178.000 11.178.000
Nopember 7 200.000 11.411.000 11.611.000
Desember 8 - 12.876.000 12.876.000
Januari 9 - 12.239.000 12.239.000
Pebruari 10 200.000 6.281.000 6.481.000
Maret 11 - 4.071.000 4.071.000
Jumlah 31.256.000 100.484.000 131.740.000
Rata-rata per 100 itik 4.359.275 14.014.505 18.373.780
Prosentase per bulan (%) 24 76 100
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Tabel 6.3Biaya Proyek Usaha Ternak Itik Petelur Skala Menengah
Periode April 2014-Nopember 2014 di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya
Investasi O & P (Rp)
April 1 16.388.000 2.376.000 18.764.000
Mei 2 - 4.902.000 4.902.000
Juni 3 - 5.104.000 5.104.000
Juli 4 100.000 5.522.000 5.622.000
Agustus 5 - 5.522.000 5.522.000
September 6 - 5.344.000 5.344.000
Oktober 7 100.000 5.522.000 5.622.000
Nopember 8 - 2.824.000 2.824.000
Jumlah 16.588.000 37.116.000 53.704.000
Rata-rata per 100 itik 4.557.143 10.196.703 14.753.846
Prosentase per bulan (%) 31 69 100Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
14
Sementara itu, total biaya proyek usaha ternak itik petelur skala menengah di
Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember selama bulan April 2014-Nopember
2014 adalah Rp 53.704.000 dengan rata-rata biaya total per 100 itik sebesar
Rp 14.753.846. Penggunaan biaya terbesar adalah untuk biaya operasional dan
pemeliharaan yang mencapai 69% dari total biaya proyek atau senilai
Rp 37.116.000 dengan rata-rata biaya operasional dan pemeliharaan sebesar
Rp 10.196.703. Penggunaan biaya lainnya adalah untuk biaya investasi yang
mencapai 31% dari total biaya proyek atau senilai Rp 16.588.000 dengan rata-
rata biaya investasi per 100 itik sebesar Rp 4.557.143 (Tabel 6.3).
Tabel 6.4Biaya Proyek Usaha Ternak Itik Petelur Skala Kecil
Periode Pebruari 2013-Nopember 2014 di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya
Investasi O&P (Rp)Pebruari 1 4.775.000 541.200 5.316.200Maret 2 - 1.390.800 1.390.800April 3 - 1.346.000 1.346.000Mei 4 100.000 1.390.800 1.490.800Juni 5 - 1.346.000 1.346.000Juli 6 - 1.372.200 1.372.200Agustus 7 100.000 1.372.200 1.472.200September 8 - 1.328.000 1.328.000Oktober 9 - 1.348.950 1.348.950Nopember 10 100.000 1.305.500 1.405.500Desember 11 - 1.348.950 1.348.950Januari 12 - 1.348.950 1.348.950Pebruari 13 100.000 1.238.600 1.338.600Maret 14 - 1.348.950 1.348.950April 15 - 1.305.500 1.305.500Mei 16 100.000 1.348.950 1.448.950Juni 17 - 1.305.500 1.305.500Juli 18 - 1.348.950 1.348.950Agustus 19 100.000 1.348.950 1.448.950September 20 - 1.305.500 1.305.500Oktober 21 - 1.348.950 1.348.950Nopember 22 100.000 1.305.500 1.405.500Jumlah 5.475.000 28.644.900 34.119.900Rata-rata per 100 itik 6.843.750 35.806.125 42.649.875Prosentase per bulan (%) 16 84 100
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
15
Total biaya proyek usaha ternak itik petelur skala kecil di Kecamatan
Jombang, Kabupaten Jember selama bulan Pebruari 2013-Nopember 2014
sebagaimana disajikan pada Tabel 6.4 adalah Rp 34.119.900 dengan rata-rata
biaya total per 100 itik sebesar Rp 42.649.875. Penggunaan biaya terbesar
adalah untuk biaya operasional dan pemeliharaan yang mencapai 84% dari total
biaya proyek atau senilai Rp 28.644.900 dengan rata-rata biaya pemeliharaan
dan operasional per 100 itik sebesar Rp 35.806.125. Penggunaan biaya terbesar
berikutnya adalah untuk biaya investasi yang mencapai 16% atau senilai
Rp 5.475.000 dengan rata-rata biaya investasi per 100 itik sebesar Rp 6.843.750.
Dari serangkaian uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa besarnya biaya
proyek usaha ternak itik petelur sangat ditentukan oleh besarnya skala usaha.
Semakin besar skala usaha yang diusahakan, semakin besar biaya yang harus
dikeluarkan, terutama biaya yang dikeluarkan untuk investasi awal dan
operasional.
Tabel 6.5Rata-rata Biaya Operasional dan Pemeliharaan per 100 Itik dan per Ekor
Usaha Ternak Itik Petelur Menurut Skala Usahadi Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Skala Usaha Jumlah ItikBiaya O & P
per 100 itik per ekor(Rp) (Rp)
1 Besar 717 14.014.505 140.145
2 Menengah 364 10.196.703 101.967
3 Kecil 80 35.806.125 358.061
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Berdasarkan Tabel 6.5 dapat dilihat bahwa, rata-rata biaya operasional dan
pemeliharaan per 100 itik yang dikeluarkan oleh usaha ternak itik petelur skala
besar untuk 717 ekor, yaitu Rp 14.014.505, sehingga biaya rata-rata per ekornya
adalah Rp 140.145. Berbeda dengan skala menengah, biaya operasional dan
pemeliharaan rata-rata per 100 itik yang dikeluarkan untuk 364 ekor adalah Rp
10.196.703, sehingga biaya rata-rata per ekornya yaitu Rp 101.967. Sementara
untuk skala kecil dengan jumlah itik 80 ekor, rata-rata biaya operasional dan
pemeliharaan per 100 itik adalah Rp 35.806.125, dan biaya rata-rata per ekornya
16
menjadi Rp 358.061. Fakta ini menunjukkan bahwa biaya rata-rata operasional
dan pemeliharaan per ekor per bulan yang dikeluarkan oleh usaha ternak itik
petelur skala menengah lebih kecil dibandingkan skala besar dan skala kecil.
Analisis Finansial
Analisis Arus KasAnalisis arus kas digunakan untuk menggambarkan bahwa kegiatan ekonomi
dalam suatu usaha yang telah dilaksnakan. Arus kas menggambarkan nilai
penerimaan dan total pengeluaran dalam suatu usaha. Arus kas masuk dalam
usaha ternak itik petelur berasal dari penerimaan (benefit) hasil penjualan telur
itik. Sementara arus kas keluar berasal dari biaya investasi, biaya operasional,
dan biaya pemeliharaan. Arus kas dari usaha ternak itik petelur skala besar,
skala menengah, dan skala kecil disajikan pada Tabel 6.6, Tabel 6.7, dan Tabel
6.8.
Tabel 6.6Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar
Periode Mei 2014-Maret 2015 di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya Benefit Net-Benefit
Investasi O & P (Rp) (Rp) (Rp)
Mei 1 30.656.000 2.295.000 32.951.000 - (32.951.000)
Juni 2 - 8.844.000 8.844.000 2.305.000 (6.539.000)
Juli 3 - 10.241.000 10.241.000 13.130.000 2.889.000
Agustus 4 200.000 10.657.000 10.857.000 16.920.000 6.063.000
September 5 - 10.391.000 10.391.000 16.470.000 6.079.000
Oktober 6 - 11.178.000 11.178.000 17.590.000 6.412.000
Nopember 7 200.000 11.411.000 11.611.000 15.915.000 4.304.000
Desember 8 - 12.876.000 12.876.000 14.575.000 1.699.000
Januari 9 - 12.239.000 12.239.000 14.553.500 2.314.500
Pebruari 10 200.000 6.281.000 6.481.000 7.466.375 985.375
Maret 11 - 4.071.000 4.071.000 34.000.000 29.929.000
Jumlah 31.256.000 100.484.000 131.740.000 152.924.875 21.184.875
Rata-rata per 100 itik 4.359.275 14.014.505 18.373.780 21.328.434 2.954.655
Prosentase per bulan (%) 24 76 100
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Pada Tabel 6.6 mengindikasikan bahwa net benefit usaha ternak itik petelur
skala besar pada bulan ke-1 dan ke-2 masih negatif, yaitu sebesar Rp
17
32.951.000 dan Rp 6.539.000. Hal ini disebabkan itik yang diternakkan adalah
itik bayah umur 4,5 bulan dan belum memproduksi telur. Itulah sebabnya pada
bulan ke-1 itik masih belum bertelur, sehingga belum ada benefit yang diperoleh.
Itik mulai belajar bertelur pada bulan ke-2, namun produksinya masih rendah.
Pada bulan ke-3 itik sudah mulai bertelur, sehingga pada bulan tersebut
mulai dihasilkan benefit dengan nilai net benefit sebesar Rp 2.889.000. Demikian
seterusnya sampai dengan bulan ke-6. Pada bulan ke-7 net benefit yang didapat
mulai mengalami penurunan dikarenakan itik akan memasuki masa rontok bulu
sehinga terjadi penurunan hasil produksi.
Secara alami, rontok bulu merupakan proses alami yang tidak bisa dihindari
dan merupakan fase istirahat produksi (Um_Mulyadi, 2014). Pada bulan ke-11
itik sebanyak 700 ekor yang mengalami rontok bulu dijual sebagai afkiran
sehingga menghasilkan nilai sisa. Oleh karena itu, net benefit yang diperoleh
menjadi Rp 29.929.000.
Tabel 6.7Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Skala Menengah
Periode April 2014-Nopember 2014 di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya Benefit Net-Benefit
Investasi O & P (Rp) (Rp) (Rp)
April 1 16.388.000 2.376.000 18.764.000 - (18.764.000)
Mei 2 - 4.902.000 4.902.000 4.159.175 (742.825)
Juni 3 - 5.104.000 5.104.000 6.752.000 1.648.000
Juli 4 100.000 5.522.000 5.622.000 9.045.000 3.423.000
Agustus 5 - 5.522.000 5.522.000 8.816.500 3.294.500
September 6 - 5.344.000 5.344.000 7.288.125 1.944.125
Oktober 7 100.000 5.522.000 5.622.000 6.303.250 681.250
Nopember 8 - 2.824.000 2.824.000 15.660.350 12.836.350
Jumlah 16.588.000 37.116.000 53.704.000 58.024.400 4.320.400
Rata-rata per 100 itik 4.557.143 10.196.703 14.753.846 15.940.769 1.186.923
Prosentase per bulan (%) 31 69 100
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Net benefit usaha ternak itik petelur skala menengah pada bulan ke-1 dan
ke-2 negatif, yaitu sebesar Rp 18.764.000 dan Rp 742.825. Hal ini disebabkan
itik yang diternakkan adalah itik bayah umur 5 bulan dan belum memproduksi
telur. Itulah sebabnya pada bulan ke-1 itik masih belum bertelur, sehingga belum
18
ada benefit yang diperoleh (Tabel 6.7). Itik mulai belajar bertelur pada bulan ke-2,
namun produksinya masih rendah. Pada bulan ke-3 itik sudah mulai bertelur,
sehingga pada bulan tersebut mulai dihasilkan benefit dengan nilai net benefit
sebesar Rp 1.648.000 dan terus meningkat sampai bulan ke-4. Pada bulan ke-5
net benefit yang didapat mulai mengalami penurunan dikarenakan kurangnya
manajemen dan perawatan yang baik. Dengan manajemen dan perawatan yang
baik, itik akan berhenti bertelur setelah 12-14 bulan (Um_Mulyadi, 2014). Pada
bulan ke-8 sebanyak 334 ekor itik yang mengalami rontok bulu dijual sebagai
afkiran sehingga menghasilkan nilai sisa dan net benefit menjadi Rp 13.170.350.
Tabel 6.8Arus Kas Usaha Ternak Itik Petelur Skala Kecil
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember Periode Pebruari 2013-Nopember 2014
Bulan Bulan KeBiaya (Rp) Total Biaya Benefit Net-Benefit
Investasi Operasional (Rp) (Rp) (Rp)
Pebruari 1 4,775,000 541,200 5,316,200 - (5,316,200)
Maret 2 - 1,390,800 1,390,800 766,400 (624,400)
April 3 - 1,346,000 1,346,000 2,432,000 1,086,000
Mei 4 100,000 1,390,800 1,490,800 2,465,825 975,025
Juni 5 - 1,346,000 1,346,000 1,995,200 649,200
Juli 6 - 1,372,200 1,372,200 1,834,450 462,250
Agustus 7 100,000 1,372,200 1,472,200 1,951,950 479,750
September 8 - 1,328,000 1,328,000 2,140,110 812,110
Oktober 9 - 1,348,950 1,348,950 2,433,750 1,084,800
Nopember 10 100,000 1,305,500 1,405,500 2,266,650 861,150
Desember 11 - 1,348,950 1,348,950 1,528,350 179,400
Januari 12 - 1,348,950 1,348,950 - (1,348,950)
Pebruari 13 100,000 1,238,600 1,338,600 1,782,400 443,800
Maret 14 - 1,348,950 1,348,950 2,796,225 1,447,275
April 15 - 1,305,500 1,305,500 2,479,950 1,174,450
Mei 16 100,000 1,348,950 1,448,950 2,218,050 769,100
Juni 17 - 1,305,500 1,305,500 1,705,000 399,500
Juli 18 - 1,348,950 1,348,950 1,890,000 541,050
Agustus 19 100,000 1,348,950 1,448,950 1,790,800 341,850
September 20 - 1,305,500 1,305,500 1,517,100 211,600
Oktober 21 - 1,348,950 1,348,950 1,452,550 103,600
Nopember 22 100,000 1,305,500 1,405,500 3,928,100 2,522,600
Jumlah 5,475,000 28,644,900 34,119,900 41,374,860 7,254,960
Rata-rata per 100 itik 6,843,750 35,806,125 42,649,875 51,718,575 9,068,700
Prosentase per bulan (%) 16% 84% 100%
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
19
Net benefit usaha ternak itik petelur skala kecil pada bulan ke-1 dan ke-2
negatif, yaitu sebesar Rp 5.316.200 dan Rp 624.400. Hal ini disebabkan itik yang
diternakkan adalah itik bayah umur 5 bulan dan belum memproduksi telur. Itulah
sebabnya pada bulan ke-1 itik masih belum bertelur, sehingga belum ada benefit
yang diperoleh (tabel 6.8). Itik mulai belajar bertelur pada bulan ke-2, namun
produksinya masih rendah. Pada bulan ke-3 itik sudah mulai bertelur, sehingga
pada bulan tersebut mulai dihasilkan benefit dengan nilai net benefit sebesar Rp
1.086.000.
Benefit yang dihasilkan pada bulan ke-4 sampai bulan ke-11 relatif fluktuatif.
Pada bulan ke-12 itik berhenti bertelur atau memasuki fase istirahat produksi.
Um_Mulyadi (2014) mengungkapkan bahwa itik akan istirahat produksi kira-kira
1,5-2 bulan sampai bertelur kembali. Net benefit pada bulan ke-12 negatif, yaitu
sebesar Rp 1.348.950. Hal ini dikarenakan tidak ada benefit yang didapat,
namun biaya operasional seperti pakan tetap berjalan.Pada bulan ke-13 itik mulai
bertelur kembali, sehingga pada bulan tersebut mulai dihasilkan benefit dengan
nilai net benefit sebesar Rp 443.800 dan terus meningkat di bulan ke-14. Pada
bulan ke-15 sampai bulan ke-21 net benefit yang dihasilkan menunjukkan
kecenderungan menurun yang disebabkan karena umur itik yang semakin tua
sehingga terjadi penurunan produksi.
Kelayakan Investasi UsahaSuatu usaha didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Suatu usaha
dikatakan layak jika dapat memenuhi kriteria investasi dan memperoleh
keuntungan sesuai yang diharapkan. Beberapa alat kriteria investasi yang
digunakan untuk mengukur kelayakan suatu investasi ini antara lain: (1) NPV, (2)
Gross BC, (3) Net B/C, (4) IRR, dan (5) Payback Period. Suatu proyek dapat
dikatakan layak jika nilai NPV yang dihasilkan menunjukkan angka positif, nilai
Gross B/C dan Net BC lebih dari 1, tingkat IRR yang diperoleh lebih besar dari
tingkat suku bunga yang berlaku dan masa kembali modal tidak dalam waktuu
yang lama.
Discount factor yang digunakan adalah tingkat suku bunga bank yang
berlaku pada saat mulai berdirinya usaha. Discount factor yang digunakan untuk
usaha ternak itik petelur adalah 12,18% per tahun atau 1,015% per bulan sesuai
20
dengan tingkat suku bunga bank BRI di Kecamatan Jombang yang berlaku pada
tahun 2013. Perhitungan data dari usaha ternak itik petelur skala besar,
dilakukan pada periode waktu usaha bulan Mei 2014-Maret 2015 untuk
mengetahui kelayakan usaha dan tingkat keuntungan. Hasil analisis finansial
usaha ternak itik petelur skala besar di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember
periode bulan Mei 2014-Maret 2015 disajikan pada Tabel 6.9.
Tabel 6.9 menjelaskan bahwa nilai NPV usaha ternak itik petelur periode
bulan Mei 2014-Maret 2015 pada discount factor 12,18% per tahun atau 1,015%
per bulan sebesar Rp 16.776.077 atau lebih besar dari nol. Artinya, bahwa usaha
tersebut secara finansial layak untuk dilanjutkan (Lampiran 5).
Nilai Gross B/C dari usaha ternak itik petelur skala besar pada periode bulan
Mei 2014-Maret 2015 adalah 1,13 atau lebih besar dari satu. Artinya, setiap
rupiah nilai biaya total sekarang yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar
Rp 1,13 nilai benefit sekarang (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa usaha
tersebut secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai Net B/C dari usaha ternak itik petelur skala besar pada periode bulan
Mei 2014-Maret 2015 adalah 1,43 atau lebih besar dari satu, yang artinya setiap
rupiah biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan NPV positif lebih sebesar
daripada NPV negatif (Lampiran 7). Dengan demikian, berdasarkan perhitungan
Net B/C usaha ternak itik petelur skala besar secara finansial layak untuk
dilanjutkan.
Tabel 6.9Hasil Analisis Finansial Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Kriteria Investasi Nilai Hasil Keputusan
1 NPV (1,015%) Rp 16.776.077 > 0 Layak dilanjutkan
2 Gross B/C 1,13 > 1 Layak dilanjutkan
3 Net B/C 1,43 > 1 Layak dilanjutkan
4 IRR 6,43% > i Layak dilanjutkan
5 Payback Period 10,3 bulan Layak dilanjutkan
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
21
Nilai IRR dari usaha ternak itik petelur skala besar pada periode bulan Mei
2014-Maret 2015 adalah 6,63% (Lampiran 8). Artinya, pada saat NPV = Rp 0
diperoleh tingkat keuntungan sebesar 6,63% per bulan atau tingkat keuntungan
yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku (1,015% per
bulan). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur skala besar secara
finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai payback period dari usaha ternak itik petelur skala besar pada periode
bulan Mei 2014-Maret 2015 adalah 10,3 bulan (Lampiran 9). Artinya, bahwa
investasi yang ditanamkan pada awal pendirian usaha dapat kembali ketika itik
dijual sebagai nilai sisa dalam periode usaha dalam jangka waktu relatif cepat,
yaitu 10,3 bulan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha
ternak itik petelur skala besar secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Hasil analisis data dari usaha ternak itik petelur skala menengah di
Kecamatan Jombang pada periode bulan April 2014-Nopember 2014
menggunakan discount factor sesuai dengan tinggkat suku kredit bank setempat
yang berlaku pada tahun 2014 adalah 12,18% per tahun atau 1,015% per bulan.
Untuk mengetahui kelayakan usaha dan tingkat keuntungan, data usaha ternak
itik petelur skala menengah didasarkan pada pelaksanaan usaha periode waktu
bulan April 2014-Nopember 2014. Hasil analisis finansial usaha ternak itik petelur
skala menengah di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember pada periode bulan
April 2014-Nopember 2014 tertera pada Tabel 6.10.
Tabel 6.10Hasil Analisis Finansial Usaha Ternak Itik Petelur Skala Menengah
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Kriteria Investasi Nilai Hasil Keputusan
1 NPV (1,015%) Rp 3.019.804 > 0 Layak dilanjutkan
2 Gross B/C 1,06 > 1 Layak dilanjutkan
3 Net B/C 1,16 > 1 Layak dilanjutkan
4 IRR 3,79% > i Layak dilanjutkan
5 Payback Period 7,7 bulan Layak dilanjutkan
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
22
Nilai NPV usaha ternak itik petelur skala menengah pada periode bulan April
2014-Nopember 2014 menggunakan discount factor 1,015% per bulan sebesar
Rp 3.019.804 atau lebih besar dari nol (Tabel 6.10). Hal ini menunjukkan bahwa
usaha ternak itik petelur skala menengah secara finansial layak untuk dilanjutkan
(Lampiran 13).
Sementara nilai Gross B/C dari usaha ternak itik petelur skala menengah
pada periode bulan April 2014-Nopember 2014 adalah 1,06 atau lebih besar dari
satu. Artinya, setiap rupiah nilai biaya total sekarang yang dikeluarkan akan
memberikan sebesar Rp 1,06 nilai benefit sekarang (Lampiran 14). Hal ini
menunjukkan bahwa usaha tersebut secara finansial layak untuk dilanjutkan
karena NPV benefit lebih besar dari NPV biaya.
Net B/C dari usaha ternak itik petelur skala menengah pada periode bulan
April 2014-Nopember 2014 adalah 1,16 atau lebih besar dari satu. Artinya,
setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan NPV positif lebih
sebesar daripada NPV negatif (Lampiran 15). Dengan demikian, berdasarkan
analisis Net B/C menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur skala menengah
secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai IRR dari usaha ternak itik petelur skala menengah pada periode bulan
April 2014-Nopember 2014 adalah 3,79% (Lampiran 16). Artinya, pada saat NPV
= Rp 0 akan diperoleh tingkat keuntungan sebesar 3,79% per bulan atau tingkat
keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku
(1,015% per bulan). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur skala
menengah secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai payback period dari usaha ternak itik petelur skala menengah pada
periode bulan April 2014-Nopember 2014 adalah 7,7 bulan (Lampiran 17).
Artinya, bahwa investasi yang ditanamkan pada awal pendirian usaha dapat
kembali ketika itik dijual sebagai nilai sisa dalam periode usaha dalam jangka
waktu yang relatif cepat, yaitu 7,7 bulan. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa usaha ternak itik petelur skala besar secara finansial layak
untuk dilanjutkan.
Analisis data dari usaha ternak itik petelur skala kecil di Kecamatan Jombang
menggunakan discount factor sesuai dengan tinggkat suku kredit bank setempat
yang berlaku pada tahun 2013, yaitu 12,18% per tahun atau 1,015% per bulan.
Untuk mengetahui kelayakan usaha dan tingkat keuntungan, data usaha ternak
23
itik petelur skala kecil didasarkan pada pelaksanaan usaha periode waktu bulan
Pebruari 2013-Nopember 2014. Hasil analisis finansial usaha ternak itik petelur
skala kecil di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember periode waktu bulan
Pebruari 2013-Nopember 2014 dapat dilihat pada Tabel 6.11.
Tabel 6.11Hasil Analisis Finansial Usaha Ternak Itik Petelur Skala Kecil
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Kriteria Investasi Nilai Hasil Keputusan
1 NPV (1,015%) Rp 5.754.108 > 0 Layak dilanjutkan
2 Gross B/C 1,19 > 1 Layak dilanjutkan
3 Net B/C 1,81 > 1 Layak dilanjutkan
4 IRR 8,37% > i Layak dilanjutkan
5 Payback Period 9,5 bulan Layak dilanjutkan
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Tabel 6.11 mengindikasikan bahwa nilai NPV usaha ternak itik petelur skala
kecil di Kecamatan Jombang periode waktu bulan Pebruari 2013-Nopember 2014
pada discount factor 1,015% per bulan sebesar Rp 5.754.108 atau lebih besar
dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usaha ternak itik petelur skala kecil
secara finansial selama periode tersebut layak untuk dilanjutkan (Lampiran 21).
Demikian pula halnya untuk indikator kriteria investasi lainnya. Nilai Gross
B/C dari usaha ternak itik petelur skala kecil periode waktu bulan Pebruari 2013-
Nopember 2014 adalah 1,19 atau lebih besar dari satu, yang artinya bahwa
usaha tersebut secara finansial layak untuk dilanjutkan (Lampiran 22). Nilai Net
B/C dari usaha ternak itik petelur skala kecil periode waktu bulan Pebruari 2013-
Nopember 2014 juga lebih dari satu, yaitu 1,81. Artinya, setiap rupiah biaya total
yang dikeluarkan hanya akan dihasilkan NPV positif lebih sebesar daripada NPV
negatif (Lampiran 23). Dengan demikian, usaha ternak itik petelur skala kecil
secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai IRR dari usaha ternak itik petelur skala kecil periode waktu bulan
Pebruari 2013-Nopember 2014 adalah 8,37% (Lampiran 24). Artinya, pada saat
NPV = Rp 0 akan diperoleh tingkat keuntungan sebesar 8,37% per bulan atau
tingkat keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang
24
berlaku (1,015% per bulan). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur
skala kecil secara finansial layak untuk dilanjutkan.
Nilai payback period dari usaha ternak itik petelur skala kecil periode waktu
bulan Pebruari 2013-Nopember 2014 adalah 9,5 bulan (Lampiran 25). Artinya,
investasi yang ditanamkan pada awal pendirian usaha dapat kembali dalam
jangka waktu relatif cepat, yaitu 9,5 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
ternak itik petelur skala kecil layak untuk dilanjutkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usaha ternak itik petelur skala
besar, skala menengah, dan skala kecil secara finansial layak untuk diusahakan,
karena mampu memberikan benefit yang menguntungkan secara finansial.
Masa Pengembalian InvestasiAnalisis payback period digunakan untuk mengetahui berapa lama usaha
yang dilakukan dapat mengembalikan dana yang telah diinvestasikan. Semakin
cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah usaha atau proyek, maka
semakin baik proyek tersebut untuk dilaksanakan. Hasil analisis payback period
dari usaha ternak itik petelur skala besar di Kecamatan Jombang periode bulan
April 2014-Maret 2015 adalah 10,3 bulan (Lampiran 9). Artinya, bahwa investasi
yang ditanamkan pada awal pendirian usaha dapat kembali ketika itik dijual
sebagai nilai sisa dalam jangka waktu yang relatif cepat, yaitu 10,3 bulan. (Tabel
6.12).
Tabel 6.12Hasil Analisis Payback Period Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Bulan Bulan Ke Benefit(Rp)
Total Biaya(Rp)
Net-Benefit(Rp)
Net-BenefitKumulatif
(Rp)Mei 1 - 32.951.000 (32.951.000) (32.951.000)Juni 2 2.305.000 8.844.000 (6.539.000) (39.490.000)Juli 3 13.130.000 10.241.000 2.889.000 (36.601.000)Agustus 4 16.920.000 10.857.000 6.063.000 (30.538.000)September 5 16.470.000 10.391.000 6.079.000 (24.459.000)Oktober 6 17.590.000 11.178.000 6.412.000 (18.047.000)Nopember 7 15.915.000 11.611.000 4.304.000 (13.743.000)Desember 8 14.575.000 12.876.000 1.699.000 (12.044.000)Januari 9 14.553.500 12.236.000 2.314.500 (9.729.500)Pebruari 10 7.466.375 6.481.000 985.375 (8.744.125)Maret 11 34.000.000 4.071.000 29.929.000 21.184.875
Jumlah 152.924.875 131.740.000 21.184.875
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
25
Tabel 6.13Hasil Analisis Payback Period Usaha Ternak Itik Petelur Skala Menengah
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Bulan Bulan Ke Benefit(Rp)
Total Biaya(Rp)
Net-Benefit(Rp)
Net-BenefitKumulatif
(Rp)
April 1 - 18.764.000 (18.764.000) (18.764.000)
Mei 2 4.159.175 4.902.000 (742.825) (19.506.825)
Juni 3 6.752.000 5.104.000 1.648.000 (17.858.825)
Juli 4 9.045.000 5.622.000 3.423.000 (14.435.825)
Agustus 5 8.816.500 5.522.000 3.294.500 (11.141.325)
September 6 7.288.125 5.344.000 1.944.125 (9.197.200)
Oktober 7 6.303.250 5.622.000 681.250 (8.515.950)
Nopember 8 15.660.350 2.824.000 12.836.350 4.320.400
Jumlah 58.024.400 53.704.000 4.320.400
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Tabel 6.14Hasil Analisis Payback Period Usaha Ternak Itik Petelur Skala Kecil
di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
Bulan Bulan Ke Benefit(Rp)
Total Biaya(Rp)
Net-Benefit(Rp)
Net-BenefitKumulatif
(Rp)Pebruari 1 - 5.316.200 (5.316.200) (5.316.200)Maret 2 766.400 1.390.800 (624.400) (5.940.600)April 3 2.432.000 1.346.000 1.086.000 (4.854.600)Mei 4 2.465.825 1.490.800 975.025 (3.879.575)Juni 5 1.995.200 1.346.000 649.200 (3.230.375)Juli 6 1.834.450 1.372.200 462.250 (2.768.125)Agustus 7 1.951.950 1.472.200 479.750 (2.288.375)September 8 2.140.110 1.328.000 812.110 (1.476.265)Oktober 9 2.433.750 1.348.950 1.084.800 (391.465)Nopember 10 2.266.650 1.405.500 861.150 469.685Desember 11 1.528.350 1.348.950 179.400 649.085Januari 12 - 1.348.950 (1.348.950) (699.865)Pebruari 13 1.782.400 1.338.600 443.800 (256.065)Maret 14 2.796.225 1.348.950 1.447.275 1.191.210April 15 2.479.950 1.305.500 1.174.450 2.365.660Mei 16 2.218.050 1.448.950 769.100 3.134.760Juni 17 1.705.000 1.305.500 399.500 3.534.260Juli 18 1.890.000 1.348.950 541.050 4.075.310Agustus 19 1.790.800 1.448.950 341.850 4.417.160September 20 1.517.100 1.305.500 211.600 4.628.760Oktober 21 1.452.550 1.348.950 103.600 4.732.360Nopember 22 3.928.100 1.405.500 2.522.600 7.254.960
Jumlah 41.374.860 34.119.900 7.254.960Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
26
Sementara itu, hasil analisis payback period dari usaha ternak itik petelur
skala menengah di Kecamatan Jombang periode bulan April 2014-Nopember
2014 adalah 7,7 bulan (Lampiran 17). Artinya, bahwa investasi yang ditanamkan
pada awal pendirian usaha dapat kembali ketika itik dijual sebagai nilai sisa
dalam jangka waktu yang relatif cepat, yaitu 7,7 bulan (Tabel 6.13).
Di samping itu, hasil analisis payback period dari usaha ternak itik petelur
skala kecil periode bulan Pebruari 2013-Nopember 2014 adalah 9,5 bulan
(Lampiran 25). Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha ini mampu
mengembalikan investasi yang dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh
dalam jangka waktu relatif cepat, yaitu 9,5 bulan (Tabel 6.14).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa, usaha ternak itik
petelur mampu mengembalikan modal yang telah diinvestasikan dalam waktu
yang relatif cepat, yaitu skala menengah karena dilaksanakan dengan periode
waktu usaha yang lebih cepat daripada skala usaha besar dan skala kecil.
Perbandingan Keuntungan Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar, SkalaMenengah, dan Skala Kecil
Perbandingan keuntungan secara finansial terhadap usaha ternak itik petelur
antar skala usaha, didasarkan pada discount factor 12,18% per tahun atau
1,015% per bulan terhadap nilai NPV dan IRR masing-masing skala usaha
(Tabel 6.15).
Tabel 6.15Hasil Analisis Perbandingan Keuntungan Usaha Ternak Itik Petelur
Menurut Skala Usaha pada DF 1,015% Berdasarkan Kriteria NPV dan IRR
KriteriaSkala Usaha (kurun waktu 8 bulan)
KeteranganKecil Menengah Besar
NPV Rp 761.914 Rp 3.019.804 Rp 12.816.482 B > M > K
IRR 3,50% 3,79% 6,47% B > M > K
Keterangan: B = Skala BesarM = Skala MenengahK = Skala Kecil
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa, proyek skala besar lebih
menguntungkan dibanding skala menengah dan skala kecil, karena dapat
memberikan benefit yang lebih besar. Hal itu terbukti bahwa pada kurun waktu
27
yang sama (8 bulan), nilai NPV dan IRR proyek skala besar lebih tinggi dibanding
skala menengah (Lampiran 27). Demikian pula, pada kurun waktu yang sama (8
bulan) nilai NPV dan IRR proyek skala menengah lebih tinggi dibanding skala
kecil (Lampiran 26).
Benefit paling besar dihasilkan oleh usaha ternak itik petelur skala besar
(Tabel 6.15). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Jumlah itik yang diternakkan
Jumlah itik yang diternakkan usaha ternak itik petelur skala besar jauh lebih
banyak yaitu, 717 itik. Sementara jumlah itik yang diternakkan usaha ternak itik
petelur skala menengah 364 itik, sedangkan skala kecil hanya 80 itik. Banyaknya
jumlah itik yang diternakkan akan menentukan produksi yang dihasilkan.
Semakin tinggi produksi, semakin tinggi pula benefit yang dihasilkan.
Namun, ditinjau dari perbandingan jumlah itik jantan dan itik betina, usaha
ternak itik petelur skala besar belum mencapai optimal karena perbandingan
jumlah itik jantan dan betinanya 1:17. Artinya, setiap itik jantan mengawini 17 itik
betina. Biasanya ratio jantan:betina adalah 1:10 (Wheindrata, 2013). Tingkat
keberhasilan (telur fertile) pada kawin alami dengan perbandingan 1:10
mencapai 90% (Wakhid, 2010). Sementara itu, perbandingan jumlah itik jantan
dan itik betina usaha ternak itik petelur skala menengah yaitu 1:14 belum
mencapai optimal, sedangkan pada usaha ternak itik petelur skala kecil juga
belum optimal karena perbandingan jumlah itik jantan dan betinanya yaitu 1:15.
2. Penerapan teknik peternakan.
Pemberian pakan usaha ternak itik petelur skala besar sudah optimal dengan
perbandingan kosentrat dan bekatul yang sesuai, yaitu 1:4 dan selalu ditambah
jumlahnya sesuai dengan umur itik. Sementara perbandingan kosentrat dan
bekatul skala menengah yaitu 1:4 dengan pemberian jumlah pakan konstan
(tetap), dan skala kecil yaitu 1:3 ditambah dengan kol (konstan) (Tabel 6.16).
Wheindrata (2013) mengungkapkan bahwa itik petelur memerlukan pakan yang
baik, yang mencukupi kebutuhan gizi untuk menunjang produksi telurnya agar
selalu tinggi. Itik juga membutuhkan protein, vitamin, dan mineral untuk menjaga
produktifitasnya. Suharno dan Amri (2014) menyatakan bahwa dalam hal pakan,
itik pada masa produksi membutuhkan ransum dengan kandungan protein 16-
18%, energi 2.700 kkal/g, kalsium 2,90-3,25%, dan fosfor 0,47%. Uraian di atas
dapat diringkas dan disajikan pada Tabel 6.16. Tabel 6.16 menjelaskan tentang
28
perbandingan usaha ternak itik petelur ditinjau dari teknik beternak itik menurut
skala usaha.
Tabel 6.16Perbandingan Usaha Ternak Itik Petelur Ditinjau Dari Teknik Beternak Itik
Menurut Skala Usaha di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Tahun 2015
KriteriaSkala Usaha (kurun waktu 8 bulan)
Kecil Menengah BesarJumlah itik 80 364 717Rasio jantan betina 1:15 1:14 1:17Pemberian pakan 1:3 + kol 1:4 1:4 *Produksi telur per itik 151 126 143Keuntungan (NPV) Rp. 761.914 Rp. 3.019.804 Rp. 12.816.482Keterangan: *) ditambah sesuai umur itikSumber : Hasil Analisis Data Primer (2015).
Berdasarkan tabel 6.16 dapat disimpulkan bahwa, dalam berusaha ternak itik
petelur akan lebih menguntungkan jika diusahakan dalam skala usaha yang
besar. Hal ini dikarenakan jumlah itik yang diternakkan usaha ternak itik petelur
skala besar lebih banyak daripada skala menengah dan skala kecil. Usaha
tersebut akan lebih menguntungkan apabila diusahakan dengan teknik beternak
itik petelur yang baik dan sesuai aturan yang berlaku.
Analisis SensitivitasAnalisis sensitivitas dimaksudkan untuk mengetahui kepekaan suatu usaha
investasi, masih mampu atau tidak memberikan benefit yang positif pada saat
terjadi perubahan pada variabel input dan output. Faktor-faktor yang diduga
berpengaruh terhadap hasil investasi usaha ternak itik petelur adalah produksi,
harga jual, dan biaya. Ketidakpastian hasil dalam usaha ternk itik petelur dapat
terjadi akibat penurunan produksi, fluktuasi harga jual, dan peningkatan biaya
produksi. Dalam analisis ini dilakukan beberapa alternatif perubahan dari faktor-
faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil investasi sudah tidak
menguntungkan.
Analisis sensitivitas pada penelitian ini hanya dilakukan pada skala usaha
yang layak secara finansial, yaitu usaha ternak itik petelur skala besar, skala
menengah, dan skala kecil. Dari hasil analisis sensitivitas dapat disajikan nilai-
nilai beberapa kriteria investasi sebagai akibat perubahan faktor-faktor penentu
yang disajikan pada Tabel 6.19, Tabel 6.20, dan Tabel 6.21.
29
Tabel 6.19Alternatif Perubahan Faktor Penentu Terhadap Hasil Investasi
Usaha Ternak Itik Petelur Skala Besar Tahun 2015
Perubahan Faktor Kriteria Investasi
Produksi Harga Jual BiayaNPV IRR
(Rp) (%)
Tetap Tetap Tetap 16.776.077 6,428
Turun 14,32% Tetap Tetap 2 1,015
Tetap Turun 14,32% Tetap 2 1,015
Tetap Tetap Naik 13,38% 0 1,015
Turun 5% Turun 9,81% Tetap 9 1,015
Turun 7% Turun 7,87% Tetap 6 1,015
Turun 9,81% Turun 5% Tetap 9 1,015
Turun 7,87% Turun 7% Tetap 6 1,015
Turun 16,82% Naik 3% Tetap 3 1,015
Turun 18,40% Naik 5% Tetap 9 1,015
Tetap Turun 11,11% Naik 3% 1 1,015
Tetap Turun 8,97 Naik 5% 5 1,015
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Pada kondisi produksi telur, harga jual telur, dan biaya produksi yang tidak
berubah, investasi usaha ternak itik petelur skala besar, skala menengah, skala
kecil mampu memberikan keuntungan yang relatif tinggi. Apabila terjadi
penurunan produksi, sedangkan harga jual dan biaya tidak berubah, maka
perusahaan masih menguntungkan jika penurunan produksi tidak lebih dari
14,32% pada skala besar, 7,05% untuk skala menengah dan 16,67% untuk skala
kecil. Dengan demikian, berdasarkan skala usaha, usaha ternak itik petelur skala
menengah yang paling sensitif terhadap penurunan produksi, dan skala kecil
yang paling tidak sensitif jika terjadi penurunan produksi, sedangkan harga jual
atau biaya produksi tetap.
Sebaliknya, jika biaya produksi yang naik sementara harga jual dan produksi
tidak berubah, maka perusahaan masih menguntungkan jika kenaikan biaya
tidak lebih dari 13,38% pada skala besar, 5,82% untuk skala menengah, dan
18,66% pada skala kecil (Tabel 6.19, Tabel 6.20, dan Tabel 6.21). Dengan
demikian, berdasarkan skala usaha, usaha ternak itik petelur skala menengah
yang paling sensitif terhadap kenaikan biaya produksi, dan skala kecil yang
30
paling tidak sensitif terhadap kenaikan biaya produksi, sedangkan produksi dan
harga jual tidak berubah.
Tabel 6.20Alternatif Perubahan Faktor Penentu Terhadap Hasil Investasi
Usaha Ternak Itik Petelur Skala Menengah Tahun 2015
Perubahan Faktor Kriteria Investasi
Produksi Harga Jual BiayaNPV IRR
(Rp) (%)
Tetap Tetap Tetap 3.019.804 3,793
Turun 7,05% Tetap Tetap 4 1,015
Tetap Turun 7,05% Tetap 4 1,015
Tetap Tetap Naik 5,82% 3 1,015
Turun 5% Turun 2,15% Tetap 2 1,015
Turun 7% Turun 0,05% Tetap 1 1,015
Turun 2,15% Turun 5% Tetap 2 1,015
Turun 0,05% Turun 7% Tetap 1 1,015
Turun 9,75% Naik 3% Tetap 3 1,015
Turun 11,47% Naik 5% Tetap 0 1,015
Tetap Turun 3,42% Naik 3% 1 1,015
Tetap Turun 1% Naik 5% 4 1,015
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Pada sisi lain, jika terjadi penurunan produksi telur itik sekitar 5-7% dan biaya
tidak berubah, maka usaha ternak itik petelur masih mampu memberi
keuntungan jika penurunan harga jual antara 7,87-9,81% untuk skala besar.
Sementara jika terjadi penurunan harga jual antara 0,05-2,15% dan biaya
produksi tidak berubah, maka usaha ternak itik petelur mampu memberikan
keuntungan jika penurunan harga jual antara 5-7% untuk skala menengah.
Demikian juga untuk skala kecil, jika terjadi penurunan harga jual sekitar 5-7%
dan biaya produksi tetap, usaha ternak itik petelur masih mampu memberikan
keuntungan jika penurunan produksi tidak lebih dari 10,40-12,29%.
Seandainya usaha ternak itik petelur di Kecamatan Jombang, Kabupaten
Jember mengalami kenaikan harga jual sekitar 3-5%, maka investasi skala besar
masih menguntungkan jika penurunan produksi tidak lebih dari 16,82-18,40%,
sedangkan pada skala menengah tidak melebihi 9,75-11,47%, dan tidak melebihi
31
19,10-20,64% pada skala kecil. Dengan demikian, berdasarkan skala usaha,
usaha ternak itik petelur skala menengah, yang paling sensitif terhadap kenaikan
harga jual, dan skala kecil yang paling tidak sensitif terhadap kenaikan harga
jual, sedangkan biaya produksi tetap.
Tabel 6.21Alternatif Perubahan Faktor Penentu Terhadap Hasil Investasi
Usaha Ternak Itik Petelur Skala Kecil Tahun 2015
Perubahan Faktor Kriteria Investasi
Produksi Harga Jual BiayaNPV IRR
(Rp) (%)
Tetap Tetap Tetap 5.754.108 8,370
Turun 16,67% Tetap Tetap 0 1,015
Tetap Turun 16,67% Tetap 0 1,015
Tetap Tetap Naik 18,66% 0 1,015
Turun 5% Turun 12,29% Tetap 3 1,015
Turun 7% Turun 10,40% Tetap 0 1,015
Turun 12,29% Turun 5% Tetap 3 1,015
Turun 10,40% Turun 7% Tetap 0 1,015
Turun 19,10% Naik 3% Tetap 2 1,015
Turun 20,64% Naik 5% Tetap 1 1,015
Tetap Turun 13,99% Naik 3% 0 1,015
Tetap Turun 12,21% Naik 5% 2 1,015
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2015).
Sementara jika biaya produksi mengalami peningkatan sekitar 3-5%, maka
investasi skala besar masih menguntungkan jika penurunan harga tidak lebih dari
8,97-11,11%, sedangkan pada skala menengah tidak melebihi 1-3,42%, dan
pada skala kecil tidak melebihi 12,21-13,99%. Hal ini menunjukkan bahwa
investasi menjadi kurang menguntungkan jika penurunan benefit yang terjadi
akibat penurunan produksi dan harga jual disertai dengan kenaikan biaya
produksi. Dengan demikian, berdasarkan skala usaha, dapat dinyatakan bahwa
investasi usaha ternak itik petelur skala kecil lebih mampu bertahan menghadapi
kondisi ketidakpastian dibandingkan dengan skala menengah dan skala besar
sebagai akibat dari adanya penurunan benefit dan penerapan teknik beternak
yang lebih baik.
32
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, serta hasil
penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Usaha ternak itik petelur skala besar, skala menengah, dan skala kecil di
Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember layak untuk diusahakan ditinjau
dari aspek finansial. Usaha ternak itik petelur skala besar menunjukkan nilai
NPV yang positif (=Rp 16.703.271); Gross B/C > 1 (=1,13); Net B/C > 1
(=1,43); IRR > i (=6,63%) dengan PP 10,3 bulan. Sementara usaha ternak
itik petelur skala menengah menunjukkan nilai NPV Positif (=Rp 3.019.804);
Gross B/C > 1 (=1,06); Net B/C > 1 (=1,16); IRR > i (=3,79%) dengan PP 7,7
bulan. Demikian juga usaha ternak itik petelur skala kecil ditinjau dari aspek
finansial layak untuk diusahakan, karena nilai NPV positif (=Rp 5.754.108);
Gross B/C > 1 (=1,43); Net B/C > 1 (=1,81); IRR > i (=8,37%) dengan PP 9,5
bulan.
2. Ada perbedaan tingkat keuntungan dalam usaha ternak itik petelur
berdasarkan skala usaha. Usaha ternak itik petelur skala besar lebih
menguntungkan secara finansial daripada skala menengah maupun skala
kecil, dan skala menengah lebih menguntungkan dibandingkan skala kecil.
3. Investasi usaha ternak itik petelur sangat sensitif terhadap perubahan harga
input dan output yang terjadi. Hal ini dikarenakan, usaha ternak itik petelur
cenderung tidak stabil terhadap perubahan variabel yang menentukan, yaitu
variabel produksi, biaya, maupun harga. Usaha ternak itik petelur skala
menengah lebih sensitif terhadap perubahan input dan output yang terjadi,
dan usaha ternak itik petelur skala kecil yang paling tidak sensitif terhadap
perubahan input dan output yang terjadi.
SaranBerdasarkan permasalahan, pembahasan, dan kesimpulan yang ada, maka
dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Mengingat keuntungan yang diperoleh ditentukan oleh besarnya penerimaan
yang dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga, keuntungan yang
diperoleh usaha ternak itik petelur skala besar lebih tinggi dibandingkan
dengan skala menengah dan skala kecil, dan keuntungan yang diperoleh
usaha ternak itik petelur skala menengah lebih tinggi dibandingkan skala
33
kecil, maka agar dapat layak secara finansial petani perlu melakukan
beberapa hal, di antaranya:
a. Petani skala kecil menambah jumlah itik petelur minimal sampai skala
menengah (>100 ekor).
b. Petani skala menengah menambah jumlah itik petelur sampai skala
besar (>500 ekor).
c. Menerapkan teknik beternak yang terbaik (the best practice), yaitu good
agricultural practice dalam usaha ternak itik petelur sesuai anjuran,
seperti dalam hal pemberian pakan dengan kandungan protein, energi,
kalsium, fosfor, dan lain sebagainya.
2. Perlu adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan usaha ternak itik
petelur dalam bentuk penyediaan kredit murah tanpa agunan, tenaga
penyuluh peternakan, serta penyediaan bibit unggul.
3. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan mengkaji tentang perkembangan
usaha ternak itik petelur di Kecamatan Jombang dan di daerah lain di
Kabupaten Jember, untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keuntungan usaha ternak itik petelur, untuk
mengetahui bagaimana efisiensi biaya usaha ternak itik petelur, untuk
mengetahui apakah memiliki potensi dan prospek yang sama atau mungkin
lebih baik di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, S. 2012. Perbandingan Analisis Break Even Point Dan Margin OfSafety Menurut Skala Usaha Peternakan Itik Petelur.http://fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/perbandingan-analisisbreak-even-point-dan-margin-of-safetym.pdf. Diakses tanggal 4 Juni2014.
Bharoto, K.D. 2001. Cara Beternak Itik. Edisi ke-2. Semarang: Aneka Ilmu.BPS. 2000. Populasi Unggas Menurut Provinsi dan Jenis unggas. Jakarta:
Badan Pusat Statistik Indonesia.---------. 2007. Produksi Telur dan Susu Sapi Menurut Propinsi. Jakarta:
Badan Pusat Statistik Indonesia.---------. 2009. Populasi Itik dan Produksi Telur Itik. Kabupaten Jember: Badan
Pusat Statistik Kabupaten Jember.---------. 2013. Potret Usaha Pertanian Kabupaten Jember Menurut Subsektor
(Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2013 dan SurveiPendapatan Usaha Rumah Tangga Pertanian 2013). KabupatenJember: Badan Pusat Statistk Kabupaten Jember.
34
---------. 2014. Kecamatan Jombang Dalam Angka Tahun 2014. KabupatenJember: Badan Pusat Statistk Kabupaten Jember.
Budiraharjo dan Handayani. 2008. Analisis Profitabilitas Dan KelayakanFinansial Usaha Ternak Itik di Kecamatan Pagerbarang KabupatenTegal. http://eprints.undip.ac.id/35144/1/laporan_itik_tegal.pdf. Diaksestanggal 4 Juni 2014.
Hernanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Edisi Ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya.Husodo. 2004. Pengertian Agribisnis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/20974/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 3 Februari 2015.Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomis. Edisi Ke-2. Universitas
Indonesia: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.Nasir, A. 2012. Laporan Evaluasi Proyek. http://gudangklazhie.blogspot.com/
2012/12/laporan-evaluasi-proyek-akbar-nasir.html. Diakses tanggal 12Februari 2015.
Prasetyo, L.H. dkk. 2010. Panduan Budidaya dan Usaha Ternak Itik.http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/booklet/budidaya_usaha_itik_2010.pdf. Diakses tanggal 4 Juni 2014.
Pustakadunia. 2014. Analisa Financial Usaha Budidaya Itik / Bebek DanProduk Turunannya. http://www.pustakadunia.com/artikel-pustaka-umum/analisa-financial-usaha-budidaya-itik-bebek/. Diakses tanggal 4Juni 2014.
Rasyaf, M. 2002. Beternak Itik. Edisi Ke-16. Yogyakarta: Kanisius.Rukmana. 2014. Panduan Lengkap Ternak Itik Petelur & Pedaging Secara
Intensif. Yogyakarta: Lily Publisher.Silvia. 2014. Analisis Kelayakan dan Sensitivitas Agribisnis Buah Naga.
Skripsi (tidak dipublikasikan). Jember: Universitas Muhammadiyah.Sinaga, R. 2011. Analisis Usaha Ternak Itik Petelur Studi Kasus Kecamatan
Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai. Sumatera Utara:Universitas Sumatera Utara.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Suharno, B. dan Amri, K. 2014. Panduan Beternak Itik Secara Intensif.Jakarta: Penebar Swadaya.
Supriyadi. 2013. Panduan Lengkap Itik. Jakarta: Penebar Swadaya.---------. 2014. Itik Petelur Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.Susetyo, H. B. 2011. Analisis Profitabilitas Usaha Ternak Itik Di Kabupaten
Bantul. http://upy.ac.id/agroteknologi/files/analisis%20%20profitabilitas%20%20usaha%20%20ternak%20%20itik.pdf. Diakses tanggal 4 Juni2014.
Sutiarso, E. 2008. Pedoman Penulisan Usulan Penelitin dan Skripsi. Jember:Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UniversitasMuhammadiyah Jember.
---------. 2010. Analisis Finansial dan Sensitivitas dalam Upaya MenggaliPotensi Investasi dan Pengembangan agribisnis Sapi Perah diKabupaten Jember. Jember: Jurnal Agritrop Unmuh Jember.
Suud, W. 2013. Menjadi Milliarder Ala Peternak Bebek. http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/03/09/menjadi-miliarder-ala-peternak-bebek-541385.html. Diakses tanggal 2 Februari 2015.
Um_Mulyadi. 2014. Wekwekwek…Kaya dari Beternak Bebek Petelur danBebek Pedaging. Jogjakarta: Flashbooks.
35
Wakhid, A. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Itik. Jakarta: AgroMediaPustaka.
Wheindrata. 2013. A To Z Rahasia Beternak Bebek Petelur Unggul.Yogyakarta: Lily Publisher.
Windhyarti. 2002. Beternak Itik Tanpa Air. Cetakan Ke-22. Jakarta: PenebarSwadaya.
Wordpress. 2011. Kandungan Gizi Telur Bebek. https://suksesdansehat.wordpress.com/ 2011/11/15/103/. Diakses tanggal 2 Februari 2015.
Wulandari, S.P. 2014. Analisis Profitabilitas Usaha Peternakan Itik Petelur diKecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.http://fapet.ub.ac.id/analisis-profitabilitas-usaha-peternakan-itik-petelur-di-kecamatan-banyubiru-kabupaten-semarang.pdf. Diakses tanggal 25Desember 2014.