analisis fatwa mui no. 116/dsn-mui/ix/2017 dan pbi no....

95
ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. 20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: SAHAL MUZAKI NIM: 11140460000101 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2018M

Upload: truongquynh

Post on 13-Jun-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017

DAN PBI NO. 20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH

DITINJAU DARI PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

SAHAL MUZAKI

NIM: 11140460000101

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2018M

Page 2: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

AN,d T, I S { S tr.-A'T'\\i A M TJ I NO. 1 I 6/T} SN- NT{.JI/TV2O I 7

U,.TN I,I}I NO. 2Ol6iI,B[/2$18 .I. En.TANO UAN(; TiLEKTRONI.K SY,4.RIAI{

D TTINJ A T-I i} A ti. I I' E.R. SP E K'T' I F- M A Q.,1.\ I I } A S 1'- S T'A R I'.4 T {

Diajukan Kepada fiakuitas Syariah dan l{ukunr untuk fule.menuhi Salah Satt-r

Persvaratau fulemperoieh Gelar Sarlana Ilukum (S IJ.)

Oieh

Sthal S{rrzaki

N {tu}. I I 1,{046f}00(itCF i

NIP. 1 958 11 191986031001

FROGRAM sTUr) [ Ftt,] I<ut{ EKON o RfI s YA.n EAIJ (}{I l ARI A LA H }

FAF{ E. i L.',E.t S SYA}ttrAH *Ar,{ Ef{iq{ilrRf

c-ih' FVH E{$ ETAS tr S.[-Aft,rs i\ g{i trEt E

:t YAF{f F E{EEAYAT'E it'-!-- ''i"

$ E

.FA KAR'['A

i4"$(-} H/2(}r8 IVF

Ili l-lawah Perrbt nrbin.'

Page 3: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

i_u\f 8.il1 P ilN C I,t sr\ IL{N

,',i.r'rlr:;j l-.cliLrLjirl ",Airaijsis Frrr,\\'a r\,1l,rl No. I l6,D.SN-\.li-ll,,i-\-,10i7 Da, Iri_ri

.No'20/tjiPI31,t2()18 l-eiliartu Uan-s Elcktronik Sr,ariah DitinjaLr ciari l,erspektif i\!rr1u.;iri4s1.,9t,r,,','r71'i", 1,21ng dituii:; olelr Sahal N,fuz_aki. NINl l1l.l0.+60000101. re]ah cliLrjikandalarn sidang skrittsi Pad:iJurnat.05 cktober 2018 Skripsi ini telah clilerirra setrasaisaiah satu sIaI":li lllrl il. lll-illpert,i.'h,le'Jar Sarllna ]lLrkunr (S.lI) ltaiili prograrr

Str_rCi

ilukuri-i llkoncmi S_r.ririal-i il,4uarnalaij Fakuitas S,r,ariah clan IJLrkunr I Lriversitlis islaiirNe gen

-S 1.ar-.i 1' H i cl a r, a'r Lr I I tr jr -l ai.:arta

-lakarta. 05 Oktobe r 201 l!

Panitia Sidang:

1. Ketua :r.t\{. Hasan Aii. N4..A.

NIP. 1975120120050r I 00t

2. Sekretaris : Dr. Abdurauf. Lc. N{.A.NIP 197_31215 200501 1 002

3. Pc-.nrburbinc Drs. IIamiC Farihi. \{.,,\.NIl, i.r_{Nlll(, jououu I uUI

PengLrji I Dr f'.]rl.uutlu lq_clq._! iJ.- i\,{ \NIP. t97_i0102 100312 I 001

clan i Iukult

Pcrrrrji II

Page 4: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

LE}IBAR PERNYATAAI\

D en-9an ini saya nrenyatakan'b ahr,va :

2

l. Skripsi ini merr-rpal<arr hasil karya asll saya yalg diajukan untuk rnenrenuhi

salah satu pe.r'syaratan memperoleh gelal Sarjana Hukurn (S.H) di Univelsitas

Islam Negeri (UN) S.valif Hidayatullah Jakar-ta.

Semua surnber yang saya gunakan dalam penlrlisan ini telah saya canturnkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syalif H idayatul 1ah .Ia.kar ta.

Jika dikernuclian hari terbukti bahr,r'a l<arva irri br-Lkan hasil karya saya bersedia

rlenerirla sanksi ,vang berlaku cli Ur-riversitas Islam Negeri runtf) Syarif

Hidayatullah Jrkarla.

Ciputat, 0l N'Iuharam 14.10 H

Page 5: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

ABSTRAK

SAHAL MUZAKI. NIM 11140460000101. Analisis Fatwa MUI No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 Dan PBI No. 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik Syariah Ditinjau

Dari Perspektif Maqasid Asy-Syari‟ah Program studi Hukum Ekonomi Syariah,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

1439 H / 2018 M. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode perumusan

dalam suatu fatwa dan bagaimana Hukum uang elektronik syariah dalam Fatwa MUI

No. 116/DSN-MUI/IX/2017 dan PBI No. 20/6/PBI/2018 menurut konsep Maqasid

Asy-Syariah serta menganalisis fatwa uang elektronik syariah apakah terdapat

kerancuan atau ketidakjelasan dalam fatwa. pada penelitian ini digunakan data primer

penelitian kualitatif yang menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman deskriptif

dan data sekunder yang mendukung penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis,

penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa DSN-MUI dalam merumuskan

fatwa uang elektronik syariah adalah dengan mengali sumber-sumber hukum Islam

yang disepakati yaitu al-Qur‟an dan Hadits selain itu DSN-MUI juga mengunakan

kaidah-kaidah fikih, pendapat-pendapat sahabat dan ulama yang nantinya dijadikan

sandaran dalam merumuskan hukum uang elektronik syariah. Semua itu berpatokan

dengan adanya relevansi antara masalah yang diteliti dengan kehidupan pada saat ini

lebih memprioritaskan untuk merealisasikan maksud-maksud syara‟ dan ada beberapa

hal yang dalam ketetapan Fatwa MUI No. 116/DSN-MUI/IX/2017 yang perlu

ditinjau ulang karena akan menimbulkan kerancuan dan ketidakjelasan seperti Co-

Branding, Server Based atau Chip Based, Registered dan Unregistered.

Secara umum uang elektronik syariah yang tunduk terhadap ketentuan-

ketentuan fatwa dan peraturan Bank Indonesia sesuai dengan prinsip Maqasid Asy-

syariah, Maqasid Asy-syariah sendiri dapat diartikan sebagai tujuan yang

dikehendaki dalam mensyariatkan suatu hukum bagi kemaslahatan umat manusia dan

menolak suatu kemudharatan. Dalam hal Maqasid Asy-syariah yang dimaksud adalah

hifzumaal pada tingkatan hajiyat yaitu memelihara harta dari بل yaitu إظبعة ان

menyianyiakan harta dalam hal ini uang elektronik dan agar terhindar dari riba fadhl.

Berkaitan dengan pengunaan uang elektronik yang Registered dan Unregistered harus

ditinjau kembali karena dinilai belum sesuai dengan prinsip Maqasid Asy-Syariah

dalam menjaga harta pada tingkatan hajiyat dan dapat dikategorikan terlarang atau

haram.

Kata Kunci: Uang Elektronik, Maqasid Asy-Syariah., DSN-MUI

Pembimbing : Drs H Hamid Farihi, MA

NIP. 195811191986031001

Daftar Pustaka : 1975-2018

Page 6: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, penguasa alam semesta, Tuhan yang maha pengasih dan penyayang.

Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Keluarga,

Sahabat dan para pengikutnya.

Berkat Curahan rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi

dengan Judul “ANALISIS FATWA NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO.

20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH DITINJAU DARI

PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI‟AH” yang diajukan demi memenuhi salah satu

syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1).

Dalam penyelesaian Skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis

sehingga skripsi ini dapat selsesai tepat pada waktunya. Degan segala kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih sebagai bentuk pengahargaan yang tidak

terlukiskan kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidyatullah Jakarta.

2. AM. Hasan Ali , M.A. selaku Ketua Program Studi Muamalat dan Dr. Abdurrauf,

M.A, selaku Sekertaris Prodi Studi Muamalat.

3. Drs H Hamid Farihi, M.A. selaku dosen Pembimbing, terima kasih atas

kesediaannya memberikan waktu kepada penulis untuk membimbing dan

mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Nurul Hadayani, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik, Terimakasih atas

bimbingan dan nasehat akademik selama masa pekuliahan penulis

5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai

informasi dan referensi sehingga skripsi dapat terselesaikan.

Page 7: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

vi

6. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda H Nasuha, HM, S.E dan Ibunda Hj.Murtamah

atas segala Motivasi, Bantuan Moril dan Materil serta doa dan kasih saying yang

selalu diberikan kepada penulis.

7. Terima kasih kepada untuk abang saya Faisal Murthado, Fauzi Romdhoni dan

kakak saya Emi Suhaimi yang selalu menjadi motivasi saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

8. Nita Rahmawati Ulfah orang tercinta yang selalu membantu memberikan

motivasi dan semangat serta menghibur sampai selesainya skripsi ini

9. terima kasih untuk sahabat-sahabat saya tercinta Muhammad Rizki, Daffa albari

Naufal, Muhammad Farhan, Jihan Ardiansyah, Nopal shidqi, Venny

Andrianingtias, Nabila Yudia, Musyarofah dan sahabat Native C serta Wacaners

yang sudah menemani dari semester awal hingga sekarang, canda, tawa, bahagia

sedih, senang, kita lalui bersama dan selalu memberikan semangat kepada penulis

selama masa mengerjakan skripsi.

10. temen seperjuangan, ulfatun Mardiyah, yang selalu membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada Temen-temen KKN Amoeba, atas kebersamaan, kenangaan

dan pengalaman berharga bersama kalian.

12. Terima kasih untuk Rekan-rekan mahasiswa IMQN yang telah memberikan

dukungan dan semangat kepada saya

Semoga semua jasa baik yang diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan

yang lebih berarti dari Allah SWT, peneliti menyadari masih banyak terdapat

kekurangan dalan penyusunan skripsi ini, karenanya kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan. semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua kalangan

terutama bagi peneliti sendiri. Aamiin Yaa Robbal „Alamiin.

Jakarta, 10 September 2018

Sahal Muzaki

Page 8: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. vii

ABSTRAK ............................................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. v

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah, Batasan Masalah & Rumusan Masalah ...................................... 4

1. Identifikasi Masalah .................................................................................................. 4

2. Batasan Masalah ....................................................................................................... 5

3. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

1. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 5

2. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 6

D. Review Studi Terdahulu ............................................................................................... 6

E. Metode Penelitian ......................................................................................................... 8

1. Jenis penelitian .......................................................................................................... 9

2. Jenis data dan sumber data ........................................................................................ 9

3. Teknik pengumpulan data ......................................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 10

BAB II KAJIAN UMUM MENGENAI UANG ELEKTRONIK SYARIAH DAN

MAQASID SYARIAH ............................................................................................................ 12

1. Uang Elektronik ...................................................................................................... 12

2. Uang Elektronik Syariah ......................................................................................... 22

3. Maqasid Syariah ..................................................................................................... 31

BAB III PROFIL DSN DAN BI ........................................................................................... 39

A. Dewan Syariah Nasional ............................................................................................. 39

1. Profil DSN .............................................................................................................. 39

2. Sekilas tentang DSN MUI ...................................................................................... 40

3. Tugas dan Wewenang ............................................................................................. 41

4. Metode Perumusan Fatwa ....................................................................................... 43

B. Bank Indonesia ........................................................................................................... 45

Page 9: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

viii

1. Profil Bank Indonesia ............................................................................................. 45

2. Status dan Kedudukan ............................................................................................ 46

3. Pengaturan dan Pengawasan ................................................................................... 47

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO.

20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH DITINJAU DARI

PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH ........................................................................ 48

A. Istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam merumuskan Fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 ...................................................................................................................... 48

B. Hukum uang elektronik syariah dalam Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 dan PBI

No. 20/6/PBI/2018 Perspektif Maqasid Asy-Syariah ......................................................... 53

BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 60

A. KESIMPULAN ........................................................................................................... 60

B. SARAN ....................................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 63

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................................... 67

Page 10: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan zaman menuntut perkembangan teknologi dan informasi di

masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi dimana masyarakat dituntut untuk

menyesuaikan diri dengan sistem teknologi dan informasi yang semakin

berkembang. Saat ini kegiatan ekonomi memanfaatkan kecanggihan teknologi

yang dapat mempermudah masyarakat seperti transaksi jual beli online, transfer

uang, pembayaran tagihan kebutuhan rumah tangga, seperti telepon, listrik, air

atau pembayaran tagihan kartu kredit atau debit yang dikeluarkan oleh Bank.1

Maraknya transaksi non tunai pada sekarang ini membuat masayarakat

beralih dari transaksi manual yang mengunakan uang tunai beralih mengunakan

non-tunai atau uang elektronik. Pesatnya perkembangan teknologi dan keinginan

untuk memberikan nilai tambah pada nasabah membuat bergesernya sistem

pelayanan Bank. Bank dalam melakukan kegiatan usaha atau memberikan

layanan kepada nasabah, telah berevolusi dari model konvensional face to face

dan didasarkan pada paper document ke model lyanan dengan model non face to

face dan digital.2

Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik telah

memberikan dampak munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran

yang diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan

kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia

mengadaptasi suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek

tersebut, yang dikenal dengan uang elektronik.

1 Sekar Salma Salsabila, Eksistensi Kartu Kredit dengan adanya Electronic Money

(E-Money) sebagai Alat Pembayaran yang Sah, Jurnal Privat Law Vol: 6 No: 1 2018. h. 24

` 2 Rachmadi Usman, Karakteristik Uang Elektronik dalam Sistem Pembayaran Jurnal

Yuridika Volume 32 No. 1, Januari 2017, h.135

Page 11: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

2

Pengunaan uang elektronik sebagai alternatif transaksi pembayaran non-

cash merupakan solusi terbaik untuk pengurangan tingkat pertumbuhan

pengunaan uang cash. Uang elektronik menawarkan transaksi yang nyaman dan

lebih cepat jika dibandingkan dengan uang cash. Khusus untuk transaksi yang

bernilai kecil, sebab dengan mengunakan uang elektronik transaksi tersebut dapat

dilakukan dengan mudah dan murah serta keamanan dan kecepatan dalam

bertransaksi antara konsumen dan pedagang.3 Di sisi lain, perkembanagan

ekonomi yang semakin pesat membuat Bank-Bank mengeluarkan produk-produk

baru nya untuk menarik sebanyak mungkin jumlah nasabah diantaranya dengan

uang elektronik ataupun pada financial teknologi. Sebagai alternatif alat

pembayaran non-cash yang dapat berfungsi seperti uang sebagai alat pembayaran

yang dapat mempermudah dan menjangkau masyarakat luas.4

Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena memiliki

fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang. Dalam perspektif

syariah hukum uang elektronik adalah halal. Kehalalan ini berlandaskan kaidah,

setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali ada dalil

yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi haram.5

Berbicara tentang uang elektronik begitu erat kaitanya dengan harta, karena uang

itu pada dasarnya merupakan harta benda manusia. Harta merupakan salah satu

kebutuhan inti dalam kehidupan, di mana manusia tidak akan bisa terpisah

darinya. Allah SWT berfiman dalam QS. Al-Kahf (18): 46 yang srtinya: “Harta

dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang

kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik

untuk menjadi harapan”. Menjaga harta merupakan salah satu unsur penting

dalam Maqasid Syarī‟ah yang berkaitan dengan kemaslahatan dalam harta.6

3 Sri Hidayati, DKK, Operasional E-money, (Jakarta : BI, 2006), h. 1

4 Abdul Wahab Ibrahim Abu sulaiman, Banking Cards Syariah Kartu Kredit dan Debit dalam

Perfektif Fiqih, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 ), h. 9 5 M. Akhyar, E Money Dalam Pandangan Islam http://biasyaumifatimah.com/2017/10/31/e-

money-dalam-pandangan-Islam/ diakses pada tgl 20 Januari 2018 pada pukul 22.00 WIB 6 Ika Yunia Fauzia, Prinsip dasar Ekonomi Islam (prespektif maqashid al-syariah), (Jakarta:

Prenadamedia Grup 2014) cet 1 h. 12-13

Page 12: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

3

Menurut Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, dalam memelihara atau menjaga

harta ada tiga syarat penting yang harus diperhatikan, yakni: 1) Mensyaratkan

bahwa harta dikumpulkan harus dengan cara yang halal, artinya tidak didapatkan

dengan cara mencuri, menipu, dan lain sebagainya; 2) Harta digunakan untuk

hal-hal yang halal; 3) dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan

masyarakat tempat dia hidup. Setelah ketiga syarat terpenuhi barulah seseorang

dapat menikmati hartanya dengan sepenuh hati, namun tanpa adanya pemborosan

karena pemborosan merupakan hal berbanding terbalik dengan hifdzul mal.

Bahwa dalam penggunaan uang elektronik dapat meminimalisir bahkan

menghilangkan kemadharatan, karena bertransaksi dengan uang elektronik waktu

transaksi akan lebih cepat sehingga kemadharatan seperti antrian panjang yang

biasanya terjadi di jalan tol atau di tempat perbelanjaan dapat dihindari, dengan

uang elektronik transaksi akan terasa lebih mudah, dan dengan uang elektronik

kita tidak perlu repot-repot menyiapkan uang tunai yang pas atau menyiapkan

uang receh dalam transaksi jual beli.7

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia mendorong lembaga

keuangan Konvesiaonal untuk megakomodasi sistem syariah, khusunya di

bidang perBankan ataupun pada lembaga keuangan lainnya seperti asuransi,

pengadaian, pasar modal, koperasi dan lain-lain semuanya merasa tidak lengkap

jika tidak membuka sistem syariah. tidak terkecuali pada transaksi elektronik

syariah, karena sejatinya perBankan konvesioanal telah mengeluarkan produk-

produk uang elektronik konvesional sehingga menimbulkan ketakutan karena

tidak berprinsip syariah. maka dari itu perBankan syariah mengeluarkan produk-

produk uang elektronik berbasis dan berprinsip syariah.8

Uang elektonik merupakan solusi terbaik untuk transaksi di era modern

seperti ini kehadirannya dapat mempermudah dalam bertransaksi dan lebih cepat.

Hadirnya fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 membuat semua produk-produk

perBankan yang mengeluarkan produk atau aplikasi uang elektronik syariah

7 Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi, Electronic Money (E-money) dalam Perspektif

Maqashid Syariah, Journal of Islamic Economics Lariba (2017). vol. 3, issue 2: h. 80-81 8 M. Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam Di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia 2007), h. 22

Page 13: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

4

harus tunduk dan patuh terhadap fatwa tersebut. Maka dari itu saya tertarik untuk

meneliti fatwa 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah dan PBI

No. 20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik tersebut lebih dalam yang ditinjau

dari perspektif Maqasid Asy-Syariah. apakah kehadiran uang elektronik syariah

membawa kemaslahatan atau kemudharatan serta bagaimana metode istinbat

hukum yang digunakan DSN-MUI dalam merumuskan uang elektronik syariah

tersebut. Melihat berbagai macam problem yang terjadi, maka peneliti tertarik

untuk mengangkatnya menjadi sebuah karya ilmiah (skripsi) yang berjudul

“ANALISIS FATWA NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO.

20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH DITINJAU

DARI PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH”

B. Identifikasi Masalah, Batasan Masalah & Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Perkembangan era globalisasi dan kemajuan teknologi membuat

manusia berpikir untuk memudahkan dalam bertransaksi disektor ekonomi.

Uang kartal yang digunakan sebagai alat tukar pada zaman sekarang dikira

kurang praktis dan menyulitkan dalam tranksaksi pembayaran sehingga perlu

ada solusi dalam memudahkan bertranksasi di saat sekarang ini. Berbicara

tentang uang elektronik begitu erat kaitanya dengan harta, karena uang itu

pada dasarnya merupakan harta benda manusia. Menjaga harta merupakan

salah satu unsur penting dalam Maqasid Syarī‟ah yang berkaitan dengan

kemaslahatan dalam harta. Hadirnya fatwa tentang uang elektonik menjadi

bentuk wujud dari keseriusan dalam membangun kemaslahatan dalam harta.

Pada sisi lain kehadiran uang elektronik syariah dan fatwanya tidak mustahil

dengan bermunculan masalah-masalah seputar uang elektronik syariah

diantaranya:

a. Apakah praktek uang elektronik syariah telah sesuai dengan prinsip-

prinsip Maqasid asy-Syariah

Page 14: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

5

b. Hadirnya uang elektronik syariah apakah dapat memberikan kemaslahatan

dalam harta

c. Bagaimana istinbat hukum yang digunakan dalam fatwa uang elektronik

syariah

d. Uang elektonik syariah apakah dapat menjadi solusi terhadap kemudahan

dalam transaksi perekonomian Islam

e. Bagaimana Akad-akad pada uang elektronik syariah

2. Batasan Masalah

Dalam mempermudah pembahasan dan penelitian maka di sini penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasanya lebih jelas dan

terarah serta sesuai dengan harapan yang diinginkan penulis. Pada penelitian

ini penulis hanya akan membahas pada Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017

Tentang Uang Elektronik Syariah Ditinjau Dari Perspektif Maqasid Asy-

Syari‟ah.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

dipaparkan diatas, maka penulis menarik perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam merumuskan

Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017?

b. Bagaimana hukum uang elektronik syariah dalam Fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 dan PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik

perspektif Maqasid Asy-Syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Page 15: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

6

a. Untuk mengetahui istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam

merumuskan Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017

b. Untuk mengetahui hukum uang elektronik syariah dalam Fatwa No.

116/DSN-MUI/IX/2017 dan PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang uang

elektronik perspektif Maqasid Asy-Syariah

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Penulis: penelitian ini dapat menambah tingkat wawasan dan

pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis dan praktis.

Sehingga dapat membuka wacana berfikir analitis kritis terhadap

masalah yang diangkat.

b. Bagi Pembaca: sebagai tolak ukur terhadap penelitian-penelitian

selanjutnya baikpun penilaian pelayanan yang berjalan saat ini di

perguruan tinggi. Serta hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

sarana diagnosis dalam mencari sebab masalah atau kegagalan yang

terjadi di dalam sistem pelayanan.

D. Review Studi Terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini penulis akan

menyertakan beberapa kajian literature yang membahas mengenai Analisis

Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah

Ditinjau dari Perspektif Maqasid Asy-Syari‟ah yang menggunakan metode

kualitatif antara lain penelitian yang dilakukan oleh Asep Saiful Bahri

(2010), Aris Rusdiyanto (2017), Rifqy Tazkiyatul Rohmah (2016),

Muhammad Radiansyah (2016), dan Afif Muamar (2017).

Asep Saiful Bahri (2010) Dalam skripsi yang berjudul “Konsep Uang

Elektronik dan Peluang Implementasi nya pada PerBankan Syariah (Studi

Kritis Terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009

Tentang Uang Elektronik)” menemukan bagaimana implementasi yang

Page 16: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

7

telah diatur oleh Bank Indonesia tentang uang elektronik perlu mendapat

kajian tentang prinsip syariah baik akad, maupun prinsip-prinsip syariah

yang diutamakan dalam transaksi uang elektronik, sehingga memberi

gambaran apabila uang tersebut diterbitkan oleh perBankan syariah.9

Aris Rusdiyanto (2017) Dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan

Prinsip Syariah Terhadap Produk E-money Bank Syariah Mandiri”

tersebut menemukan bagaimana konsep akad, skema transaksi dan

pencampuran dana pada produk E-money Bank Syariah Mandiri. Apakah

semua produk tersebut sudah sesuai dengan produk syariah atau belum.

Untuk menghasil produk syariah yang lebih baik. 10

Rifqy Tazkiyatul Rohmah (2016) Dalam tesis yang berjudul

“Transaksi Uang Elektronik Ditinjau dari Hukum Bisnis Syariah”

menemukan bagaiamana uang elektonik yang di tinjau dari hukum bisnis

Islam. Dan bagaiamana pengaruh pengunaan dari uang elektronik

Registered dan pengunaan uang elektronik Unregistered dalam kehidupan

masyarakat jika dilihat dari teori uang dan teori hifz al-mal yang ada

dalam kajian hukum Islam 11

Muhammad Radiansyah (2016) Dalam tesis yang berjudul “Analisis

Persepsi Masyarakat Muslim terhadap Penggunaan Alat Pembayaran Non

Tunai Di Kota Medan” menemukan tentang sudut pandang ilmu ekonomi

studi mengenai sistem pembayaran non tunai sangat menarik. Melihat

banyaknya manfaat yang diperoleh dari pengguna alat pembayaran non

tunai (e-payment) dan ada juga masalah yang ditimbulkan dari

9 Asep Saiful Bahri. “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasi nya

PadaPerBankan Syariah (Studi Kritis Terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009

Tentang Uang Elektronik” Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2010 10

Aris Rusdiyanto, “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-money Bank Syariah

Mandiri” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2017 11 Rifqy Tazkiyatul Rohmah. “Transaksi Uang Elektronik Di Tinjau dari Hukum Bisnis

Syariah” Tesis S2 Pasca Sarja UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2016

Page 17: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

8

penggunaan pembayaran non tunai di Kota Medan. Dan bagaimana

persepsi masyarakat muslim medan terhadap alat pembayaran non tunai.12

Afif Muamar (2017) Dalam jurnal yang berjudul “Elektronic Money

(E-money) dalam Perspektif Maqasid Asy-Syari‟ah” menemukan

bagaiamana kesusaian uang elektronik dengan Maqasid Asy-Syari‟ah.

Apakah uang elektonik tersebut telah sesuai dengan syariat Islam atau

tidak. Kesesuaian ini didapat dengan terpenuhinya prinsip memelihara

harta dan kemaslahatan. 13

Indikator pembeda Dalam peneltian saya yaitu membahas tentang

analisi Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 uang elektronik syariah ditinjau

dari Perspektif Maqasid Asy-Syari‟ah. Jadi didalan skripsi saya

menjelaskan preskpktif Maqasid Asy-Syari‟ah terhadap uang elektronik

syariah dalam Fatwa dan PBI No. 20/6/PBI/2018 serta bagaimana metode

istinbat hukum yang digunakan dalam DSN-MUI dalam merumuskan

Fatwa uang elektronik syariah.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang untuk mengali

sesuatu yang belum pernah dibahas sebelumnya. Berawal dari sebuah

masalah yang timbul maka akan menghasilkan sebuah pertanyaan yang

menarik untuk diteliti, selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori,

konsep, pemilihan metode yang sesuai dan seterusnya.14

Adapun disini

penulis mengunakan metode penelitian sebagai berikut:

12 Muhammad Radiansyah. “Analisis Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap Penggunaan

Alat Pembayaran Non Tunai Di Kota Medan” Tesis S2 Pogram Pascasarjana, Universitas Islam

Negeri Sumatera Utara, Medan. 2016 13

Afif Muamar, Elektronic Money (E-money) dalam Perspektif Maqasid Asy-

Syari‟ah, Jurnal Of Islamic Economics Lariba (Volume 3, Issue 2, Tahun 2017) 14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2006), Cet. ke-, h.20

Page 18: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

9

1. Jenis penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis penelitian kualitatif yang merujuk pada data yang bersifat

normatif yang sangat erat hubungannya dengan data-data yang bersifat

kepustakaan dengan bertujuan untuk membuat analisa terhadap obyek

yang diteliti. Pada penelitian ini akan menganalisis Fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah yang Ditinjau Dari

Perspektif Maqasid Asy-Syari‟ah”

2. Jenis data dan sumber data

Jenis data yang dipilih oleh penulis dalam penyusunan penelitian

ini mengunakan dua jenis sumber data yaitu:

a. Data Primer

Pada data primer ini diperoleh secara langsung dari sebuah obyek

yang akan diteliti. Data ini diperoleh secara lansung dari buku-buku yang

berkaitan dengan Fatwa DSN MUI, Uang Elektronik maupun Maqasid

Asy Syariah.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari yang bukan data-data utama

seperti buku-buku Fatwa DSN MUI, Uang Elektronik maupun Maqasid

Asy Syariah, melainkan diperoleh dari buku-buku yang ada kaitannya

dengan pembahasan ini secara tidak langsung. 15

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu

dengan membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian baik

bersumber dari buku-buk, jurnal, skripsi terdahulu, artikel dan sumber-

sumber lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.16

15

Saifuddin Azwar, MetodePenelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), Cet. Ke 1-, h. 91 16

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

2002), Cet. ke-12, h. 32

Page 19: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

10

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Adapun sistematika

penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, identifikasi, batasan, dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,

metodelogi penelitian hukum dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II KAJIAN UMUM MENGENAI UANG ELEKTRONIK SYARIAH

DAN MAQASID SYARIAH

Bab ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan pengertian uang

elektronik konvensional, uang elektronik syariah, maqasid syariah,

dasar hukum, akad-akad pada uang elektronik syariah, tujuan dan

kerangka pada maqasid syariah, teori-teori yang akan penulis gunakan

untuk menganalis dan penelitian terdahulu.

BAB III PROFIL DEWAN SYARIAH NASIONAL DAN BANK

INDONESIA

Bab ini berisi profil dewan syariah nasional menjelaskan sejarah, latar

belakang, tugas, wewenang, dan metode perumusan fatwa. Pada bab

ini menjelaskan juga profil Bank Indonesia, status, kedudukan,

pengaturan dan pengawasan.

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI

NO. 20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH

DITINJAU DARI PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH

Bab ini membahas mengenai Bagaimana Istinbat hukum yang

digunakan DSN-MUI dalam Merumuskan Fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 dan Bagaimana hukum uang elektronik syariah dalam

Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 dan PBI No. 20/6/PBI/2018

Page 20: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

11

tentang uang elektronik menurut konsep Maqasid Asy-Syariah semuan

ini untuk menjawab latar belakang penelitian yang didasari kepada isi

dari bab II.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Substansi dari kesimpulan adalah

hasil analisis dari yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya yang

berkaitan dengan rumusan masalah yang dibuat secara ringkas. Saran

berisi rekomendasi yang bersifat konstruktif solutif atas hasil

penelitian hukum yang telah dilakukan, sehingga diharapkan memiliki

nilai guna dan manfaat secara luas

Page 21: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

12

BAB II

KAJIAN UMUM MENGENAI UANG ELEKTRONIK SYARIAH DAN

MAQASID SYARIAH

1. Uang Elektronik

a. Pengertian Uang

Untuk bisa mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan uang,

kita harus bisa memberikan pengertian atau definisi serta fungsi dari uang itu.

Uang selalu kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang

bisa diterima oleh umum sebagai alat pembayaran dan sebagai alat tukar-

menukar.17

Dari sudut pandang ekonom, uang (money) merupakan stok asset-aset

yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima atau

dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Karena itu uang

dapat berbentuk apa saja, tetapi tidak berarti segala sesuatu itu adalah uang.

Misal kita mengenal uang kertas sebagai transaksi, tetapi tidak semua kertas

itu adalah uang.

Bukan karena harga kertasnya yang sangat murah, melainkan karena

tidak diterima atau dipercaya oleh masyarakat umum sebagai alat

pembayaran. Kita pernah mendengar di zaman dahulu uang emas atau dinar

yang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan tinggi nilainya. Di

zaman modern ini, walaupun harga emas tetap masih tinggi, uang logam emas

tidak lagi digunakan sebagai alat transaksi, karena kedudukannya telah

digantikan oleh bentuk-bentuk uang yang lain.

1) Uang fiat (fiat money atau taken money)

Uang fiat adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai

nominalnya jauh lebih besar dari nilai komoditas itu sendiri (nilai intrinsiknya

atau intrinsic value-nya) contoh paling mudah adalah uang kertas Rp.

17

Thamrin Abdullah, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013),

Cet. Ke-2, h. 44

Page 22: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

13

100.000,00 yang anda terima. Nilai nominal uang kertas tersebut adalah jauh

lebih tinggi dari nilai kertasnya. Tetapi mengapa masyarakat menerima bahwa

selembar kertas yang nilainya tidak seberapa tersebut dapat digunakan untuk

berbelanja senilai Rp.100.000,00? Karena pemerintah telah menetapkannya

berdasarkan keputusan resmi, sehingga masyarakat menjadi percaya.

2) Uang Komoditas (Commodity Money)

Uang komoditas adalah uang yang nilainya sebesar nilai komoditas itu

sendiri. Contohnya, pada masa lalu nilai sekeping uang perunggu adalah lebih

kecil dari nilai satu keeping uang perak, tetapi satu keeping uang perak

nilainya lebih kecil dari nilai satu keeping uang emas, sebab nilai perunggu

lebih murah dari perak, sedangkan perak lebih murah dari emas. 18

Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang adalah

sebagai alat tukar (medium of exchange). Dalam sistem perekonomian

kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender)

melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat

diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh.

Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga dapat disewakan

(leasing).

Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya

hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa

diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan.

Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah bahwa ia tidak

diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri,

melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan

manusia dapat terpenuhi. Ini lah yang dijelaskan oleh Imam Ghazali bahwa

“emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya itu

sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuannya”. Menurut al-Ghazali

hakikat dan fungsi uang ibarat cermin ia tidak memiliki warna namun bisa

18

Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (mikro dan makro

ekonomi) edisi ketiga, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), h.

317-318

Page 23: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

14

mencerminkan semua warna Penjelasan imam Ghazali sunguh sangatlah luar

biasa cemerlangnya, dan sangat mendahului zamannya.19

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat bahwa “uang

sebagai alat tukar bahannya bisa diambil dari apa saja yang disepakati oleh

adat yang berlaku (urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia. Ia tidak harus

terbatas pada emas dan perak”. Pada umumnya, para ulama dan ilmuan sosial

Islam menyepakati fungsi uang sebagai alat tukar saja. Deretan ulama ternama

seperti Imam Ghazali, Ibnu Taymiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ar-

Raghib al-Ashbahani, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, dan Ibnu Abidin dengan

jelas menandaskan fungsi pokok uang sebagai alat tukar. Bahkan Ibnu

Qayyim mengecam sistem ekonomi yang menjadikan focus (mata uang logam

dari kuningan atau logam) sebagai komoditas biasa yang bisa diperjualbelikan

dengan kelebihan untuk mendapatkan keuntungan. Seharusnya mata uang itu

bersifat tetap, nilainya tidak naik turun.20

Menurut fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 menjelaskan Naqd (uang)

adalah:

Segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara

umum. Apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun media tersebut.

Naqd juga dapat diartikan sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh

masyarakat. Baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari

bahan lainnya dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.21

Jadi bahwasan uang merupakan alat untuk bertransaksi yang sah dan diakui

oleh Pemerintah. Uang dapat digunakan untuk berbagai macam tranksaksi

baik pembayaran ataupun lainnya.22

Jadi bahwasan uang merupakan alat untuk bertransaksi yang sah dan

diakui oleh Pemerintah. Uang dapat digunakan untuk berbagai macam

tranksaksi baik pembayaran ataupun lainnya.

19

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (tinjauan Teoritis dan Praktis),

(Jakarta: Kencana,2010), Cet. Ke-1, h. 12-14 20

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (tinjauan Teoritis dan Praktis),

(Jakarta: Kencana,2010), Cet. Ke-1, h. 12-14 21

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 6-7. 22

Thamrin Abdullah, Bank dan Lembaga Keuang, h. 44-49

Page 24: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

15

Ada beberapa fungsi uang yang penting kita pahami selain sebagai alat

tukar menukar dalam pembayaran dan sebagainya, fungsi uang dibagi menjadi

empat fungsi, antara lain:

1) Uang sebagai alat tukar menukar

2) Uang sebagai kesatuan hitung

3) Uang sebagai penimbun kekayaan

4) Uang sebagai stadar pembayaran berjangka atau standar pencicilan

utang.23

b. Pengertian Uang Elektronik

Perkembangan uang elektronik membuat ramai masyarakat Indonesia,

kehadirannya menjadi segala solusi terhadap hal-hal yang kurang dalam kartal

atau uang tunai, jadi uang Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang

berbentuk elektronik yang nilai uangnya sesuai dengan nilai uang yang

disetorkan kepada penerbit atau agen-agen penerbit yang kemudian nilai uang

tersebut dimasukan dalam media elektronik yang berupa chip atau media

server.24 Berdasarkan definisi European Central Bank, e-money merupakan

sebuah nilai uang yang disimpan secara elektronik ke dalam sebuah alat yang

dapat digunakan untuk melakukan pembayaran kepada pihak selain penerbit

uang tanpa perlu melibatkan akun Bank dalam transaksi, dan bertindak

sebagai instrumen yang bersifat prabayar. Menurut Fungsi e-money

merupakan nilai uang yang disimpan secara elektronik ke dalam alat seperti

kartu chip atau hard drive di dalam komputer atau server, direpresentasikan

dengan klaim pada penerbit, dan diterbitkan dengan sejumlah dana yang

digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran yang dilakukan kepada

pihak selain penerbit uang elektronik. 25

23

Thamrin Abdullah, Bank dan Lembaga Keuangan, h. 44-49 24

Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi, Electronic money (E-money) dalam perspektif

maqashid syariah, (Journal of Islamic Economics Lariba 2017), vol. 3, issue 2, h. 76-77 25

Kirana Widyastuti, Tantangan Dan Hambatan Implementasi Produk Uang Elektronik Di

Indonesia: Studi Kasus Pt Xyz, Jurnal Sistem Informasi (Journal of Information Systems 2017, h. 40

Page 25: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

16

Istilah E-money mengikuti trend yang diciptakan oleh new economy

yang berintikan dunia internet, seperti e-business, e-commerce, e-trade dan

yang lainnya. Dapat dikatakan pula yang dimaksud dengan E-money adalah

uang yang tidak berwujud secara fisik melaikan berwujud informasi

elektronik. Misalnya, yang sudah lazim dewasa ini (terutama untuk level

menengah atas), karyawan tetap menerima gaji sebagai imbalan atas kerjanya.

Namun, imbalan itu tidak lagi berwujud dalam segepok uang, melainkan

hanya bukti transfer dari rekening perusahaan ke rekenin karyawan. Implikasi

dari munculnya E-money adalah:

1) Mengurangi eksploitasi sumber daya alam paling tidak penggunaan

kertas dan logam untuk membuat uang jadi berkurang.

2) Menghindari pemalsuan uang (meski akan timbul resiko baru yang belum

terbayangkan)

3) Mempercepat penyatuan mata uang dunia

4) Jika implikasi ketiga terjadi, dunia tidak direpotkan lagi oleh liarnya

fluktuasi nilai tukar atar mata uang. 26

Contoh uang Elektronik:

Berdasarkan Peraturan BI nomor 11/12/PBI/ 2009 tentang uang

elektronik uang elektronik (electronic money) adalah:

Alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a.

diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang

kepada penerbit; b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media

seperti server atau chip; c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada

26

Sawidji Widoatmodjo, New Business Model (Strategi Ampuh Menangani Bisnis Abad Ke 21),

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005), Cet. Ke-1, h. 212.

Page 26: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

17

pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan d.

nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit

bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

yang mengatur mengenai perBankan27.

Menurut ketentuan fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 menjelaskan

uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi

unsur-unsur berikut:

a) diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu

kepada penerbit

b) jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media yang

teregristrasi.

c) Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan

merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

mengatur mengenai perBankan

d) Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan

merupakan penerbit uang elektronik tersebut. 28

Berdasarkan medianya uang elektronik dibagi menjadi dua: uang

elektronik yang nilai uangnya selain dicatat pada media elektronik yang

dikelola oleh penerbit juga dicatat dalam media elektronik yang dikelola oleh

pemegang dan uang elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat

pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit. Berdasarkan masa

berlakunya uang elektronik dibedakan menjadi dua: Reloadable adalah uang

elektronik yang dapat dilakukan Top up atau pengisian ulang, dan Disposable

uang elektronik yang tidak dapat diisi ulang Berdasarkan jangkauan

penggunaanya uang elektronik dibedakan menjadi dua: Single-Purpose

adalah uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk transaksi

pembayaran atas kewajiban yang timbul dari satu jenis transaksi ekonomi,

27

Peraturan BI nomor 11/12/PBI/ 2009 tentang uang elektronik 28

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 7

Page 27: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

18

dan Multi-Purpose adalah uang elektronik yang dapat digunakan untuk

berbagai jenis transaksi ekonomi. 29

Sedangakan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor

16/8/PBI/2014 Tentang Perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor

11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektonik (electronic money) menjelaskan

dalam Pasal 1A butir 1, bahwa berdasarkan pecatatan data identitas

pemegang, uang elektronik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1) Uang elektronik yang data identitasnya pemegangnya terdaftar dan

tercatat pada penerbit (registered)

2) Uang elektronik yang data identitas pemegangnya tidak terdaftar dan

tidak tercatat pada penerbit (unregistered)30

Sejarah E-money mulai menggeliat di Indonesia sejak 2009 yakni mulai

munculnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/12/PBI/2009 yang

menjadi payung hukum penerbitan emoney. Bank maupun non Bank

diperbolehkan menerbitkan E-money setelah mendapatkan izin BI selaku

regulator sistem pembayaran. Pada saat ini, terdapat 17 penerbit E-money,

yang sembilan diantaranya adalah Bank. Meski demikian, penggunaan E-

money masih belum membudaya di kalangan masyarakat sehingga volume

transaksi masih sangat jauh di bawah potensinya. Walaupun demikian,

faktanya, baik dari jumlah instrumen, volume maupun nominal transaksi, uang

elektronik di Indonesia tercatat memiliki pertumbuhan yang cukup signifikan

sepanjang tiga tahun terakhir.31

Dari instrumen E-money yang beredar per Februari 2014, transaksinya

mencapai 36,81 juta, lebih besar dari posisi akhir 2012 yang sebesar 21,87 juta

atau jumlah pada akhir 2011 yang masih 14,30 juta. Selain menggenjot

29

Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi, Electronic money (E-money) dalam perspektif

maqashid syariah, Journal of Islamic Economics Lariba. Vol. 2017, 3, (2017): h. 76-77 30

Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektonik (electronic money) 31

Jahja Setiaatmadja, E-money Your Money‛, The Finance Magazine, Edisi 1, Tahun 1, Mei

2014, h. 131.

Page 28: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

19

transaksi E-money berbasis kartu, transaksi E-money berformat mobile phone

dan internet account yang umumnya diterbitkan oleh institusi non Bank juga

berpotensi kian tumbuh. 32

Berkembangnya format E-money ini diharapkan akan memacu

penggunaan transaksi non tunai di kalangan masyarakat. Volume transaksi E-

money sepanjang 2013 mencapai 137,90 juta atau tumbuh 36,00% dari tahun

sebelumnya dan dari sisi nominal transaksi sebesar Rp2,90 triliun atau

meningkat 48,97% dari periode 2012. Berdasarkan Statistik sistem

pembayaran Bank Indonesia, hingg Desember 2017 jumlah uang elektronik

mencapai 90 juta instrument. Jumlah tersebut menurun dari posiso 113 juta

pada November. Tetapi, jika dibadingkan dengan desember 2016 yang

sebanyak 51 juta jumlah tersebut meningkat hamper dua kali lipat. Dari sisi

transaksi, nominal per Desember 2017 mencapai Rp. 11,5 Triliun atau tumbuh

64% dibandingkan Desember 2016 yang senilai Rp. 70,6 Triliun. Pertumbuhan

tersebut meningkat dua kali lipat jika dibandingkan pertumbuhan dari 2015 ke

2016 yang sebesar 33,7%.

Pertumbuhan pesat juga terlihat dari infrastruktur uang elektronik. Pada

desember 2016 jumlah mesin pembaca masih sebanyak 374.861 buah. Namun,

pada akhir 2017 jumlah melonjak menjadi 691.331 buah. Beberapa factor

meningkatnya penggunaan uang elektronik di Indonesia adalah kewajiban

pembayaran tol nontunai dan berkembangnya transportasi online serta

pesatnya jual beli secara online. Saat ini terdapat 27 penerbit uang elektronik di

Indonesia. Penertbit didominasi oleh Bank dan Perusahaan Telekomunikasi.

uang elektronik adalah alat pembayaran yang berbentuk elektronik yang nilai

uangnya sesuai dengan nilai uang yang disetorkan kepada penerbit atau agen-

agen penerbit yang kemudian nilai uang tersebut dimasukan dalam media

elektronik yang berupa chip atau media server.33

32

Jahja Setiaatmadja, E-money Your Money‛, The Finance Magazine, Edisi 1, Tahun 1, Mei

2014, h. 131. 33

https://bisnis.tempo.co/read/1061730/tumbuh-64-persen-bi-transaksi-uang-elektronik-rp-115-t-

di-2017, didownload pada hari Kamis, 29 Maret 2018 pukul 21.00 WIB.

Page 29: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

20

Jadi uang elektronik merupakan alat transaksi keuangan yang berbasis

elektronik atau digital dan berbentuk kartu yang mana nilai uang di catat dan

dikelola oleh penerbit. Jumlah uang yang kita setorkan sesuai dengan catatan

yang ada pada uang elektronik yang kita miliki. Dan uang elektronik tersebut

dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi pembayaran yang mana

antara penerbit dan pedangan (merchant) saling berkerja sama dalam transaksi

elektronik.

c. Dasar hukum uang elektronik

Alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/debit) serta

Uang Elektronik diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia

selanjutnya disebut PBI, sebagai berikut:

1) PBI Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu

2) PBI Nomor 7/5/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu

3) PBI Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor

7/5/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Menggunakan Kartu

4) PBI Nomor 10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat

(BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB)

5) PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu

6) PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

7) PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI Nomor

11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Menggunakan Kartu

8) PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI Nomor

11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

Page 30: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

21

9) PBI Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor

11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

10) PBI PBI Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Perubahan Ketiga atas PBI

Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

Alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/kartu debit)

dan Uang Elektronik (E-money) juga diatur di dalam sejumlah Surat Edaran

Bank Indonesia (SE BI), yaitu:

1) SE BI Nomor 7/59/DASP/2005 tentang Tata Cara Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

2) SE BI Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah

dan Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

3) SE BI Nomor 7/61/DASP/2005 tentang Pengawasan Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

4) SE BI Nomor 8/18/DASP/2006 tentang Perubahan atas SE BI Nomor

7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-

hatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

5) SE BI Nomor 10/04/UKMI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

6) SE BI Nomor 10/07/DASP/2008 tentang Pengawasan Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

7) SE BI Nomor 10/20/DASP/2008 tentang Perubahan Kedua atas SE BI

Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan

Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

8) SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

9) SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang uang elektronik (Electronic

Money)

Page 31: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

22

10) SE BI Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip

dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM

dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan Di Indonesia

11) SE BI Nomor 16/11/DKSP tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik

12) SE BI Nomor 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan Layanan

Keuangan Digital34

Dasar hukum uang elektronik juga tercantum, dalam UU No. 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik yang mana di

dalamnya mengatur bagaimana pelaksanaan transaksi elektronik dan semua

itu tercantum pada Bab V tentang Transaksi Elektronik.35 Selanjutnya

peraturan Menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat No.

16/PRT/M/2017 tentang transaksi tol no tunai di jalan tol dimana pengunaan

uang elektronik merupakan salah satu bentuk teknologi dalam transaksi tol

non tunai dijalan tol.36

2. Uang Elektronik Syariah

a. Prespektif Syariah tentang Uang Elektronik

Menurut fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 uang elektronik syariah

adalah uang elektronik yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pengertian

uang elektronik syariah tidak jauh berbeda dengan uang elektronik

konvesional akan tetapi pada praktek dan akadnya berbeda dengan

konvesioanal dan tetunya terhidar dari hal-hal yang dilarang agama.37

Dalam

34

http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/ Haikal Ramadhan, Aminah dan Suradi

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Uang Elektronik Dalam Melakukan Transaksi Ditinjau

Dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/Pbi/2014 Tentang Uang Elektronik (E-money), Jurnal

Diponegoro Law Review Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 hlm 7-9 di akses pada Minggu tanggal 1

april 2018 pukul 21.43 35

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik 36

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No. 16/PRT/M/2017 Tentang

Transaksi Tol Non Tunai Di Jalan Tol. 37

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. .7

Page 32: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

23

perspektif syariah hukum uang elektronik adalah halal, kehalalan ini

berlandaskan kaidah; setiap transaksi dalam muamalah pada dasarnya

diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, maka saat itu

hukumnya berubah menjadi haram. Oleh karena itu uang elektronik harus

memenuhi kriteria dan ketetentuan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Walau E-money sudah disahkan melalui screening halal MUI dan Fatwa

Dewan Syariah Nasional, tetap yang dibutuhkan adalah kebijakan dan

penghematan dalam menggunakannya, agar tidak boros & menyebabkan

kerugian di lain hari. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang

Elektronik Tidak Mengandung Maysir (unsur perjudian, untung-untungan

atau spekulatif yang tinggi). Tidak Menimbulkan Riba yang berbentuk

pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-

meminjam dan pengalihan harta secara batil. Transaksi uang elektronik

merupakan transaksi tukar-menukar/jual beli barang ribawi, yaitu antara nilai

uang tunai dengan nilai uang elektronik dalam bentuk Rupiah.

Uang elektronik pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran

ritail/mikro, Agar terhindar dari Israf (pengeluaran yang berlebihan) dalam

konsumsi dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas

paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu.

Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat Uang elektronik

sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip Syariah, uang

elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek haram

dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau

digunakan menurut hukum Islam.38

Uang elektronik syariah harus terhidar dari :

1. Pertukaran nilai uang tunai dengan nilai pada E-money Syariah harus

sama jumlahnya karena jika tidak maka tergolong ke dalam riba al-fadl.

Riba al-fadl (tambahan) atas salah satu dua barang yg dipertukarkan

38

Yuli Utami dan Ayief Fathurrahman, Implikasi E-money Terhadap Kesejahteraan di Indonesia

Menurut Perspektif Islam, (Yogyakarta: Penelitian Dosen Muda Prodi Ilmu Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah 2017), h. 9

Page 33: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

24

dalam pertukaran barang ribawi sejenis. Contohnya saldo E-Money

Syariah sebesar Rp. 100.000,00 tidak boleh dijual seharga Rp. 95.000,00

ataupun Rp. 110.000,00. Jadi hanya boleh dibeli pada nilai yang sama

yakni Rp. 100.000,00.

2. Pertukaran nilai uang tunai dengan nilai pada E-money Syariah juga

harus dilakukan secara tunai, jika tidak maka tergolong riba al-nasiah.

Riba al-nasiah adalah penundaan penyerahan salah satu dua barang yang

dipertukarkan dalam jual-beli barang ribawi yang sejenis. Misalnya pada

saat pemegang kartu E-money Syariah melakukan refund/redeem nilai

uang elektronik dengan nilai uang tunai kepada penerbit, maka penerbit

harus memenuhi hak tagih tersebut dengan tepat waktu tanpa melakukan

penangguhan pembayaran.

3. Tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan). Uang elektronik

pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran ritail/mikro, agar

terhindar dari israf (pengeluaran yang berlebihan) dalam konsumsi

dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas paling

banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu.

4. Tidak digunakan untuk transaksi objek haram dan maksiat uang

elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip syariah,

uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek

haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang

dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.39

b. Akad-akad pada uang elektronik syariah

Menurut ketentuan fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah menjelaskan akad-akad yang dapat digunakan pada uang

elektronik syariah antara lain akad Wadiah, Qardh, Ijarah, Jualah, Wakalah

39

http://biasyaumifatimah.com/2017/10/31/e-money-dalam-pandangan-Islam/ diakses pada hari

Minggu, 1 April 2018 pukul 17.25 WIB

Page 34: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

25

bil Ujrah dan Hiwalah. Berikut penjelasan akad-akad yang terdapat pada uang

elektronik syariah:

1) Akad Wadiah

Kata al-wadi‟ah berarti menempatkan sesuatu yang ditempatkan

bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.40 Dalam Bahasa Indonesia wadi‟ah

berarti “titipan”. Wadiah adalah akad (aqad) atau kontrak antara dua pihak,

yaitu anatara pemilik barang dan kustodian dari barang tersebut. Barang

tersebut dapat berupa apa saja yang berharga atau memiiki nilai.41 Al-Wadiah

merupakan prinsip simpanan Murni dari pihak yang menyimpan atau

menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk dimanfaatkan atau

tidak dimanfaatkan seusai dengan ketentuan. Titipan harus dijaga dan

dipelihara oleh pihak yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil

sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menitipkannya.

Wadi‟ah dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: Wadi‟ah Yad Amanah (trustee

safe custody) dan Wadi‟ah Yad Dhamana (guarantee safe custody). 42

Menurut Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah Akad wadi‟ah adalah:

Akad penitipan uang dari pemegang uang elktronik kepadaa penerbit

dengan ketentuan pemegang uang elektronik dapat mengambil/ menarik/

menggunakan kapan saja sesuai kesepakatan. Secara umum, wadi‟ah adalah

titipan murni dari pihak penitip yang mempunyai barang/aset kepada pihak

penyimpan yang diberi amanah/ kepercayaan, baik individu maupun badan

hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian,

keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan

menghendaki.43

2) Akad Qardh

40

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. Ke-2, h. 244 41

Sutan Remy Sjahdeini, PerBankan Syariah (produk-produk dan aspek hukumnya), (Jakarta:

Prenada Media Grup, 2014), Cet. Ke-1, h. 351 42

Ismail, MBA, PerBankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), Ed. 1, Cet.

Ke-1, h. 59 43

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 42

Page 35: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

26

Kata qardh berasal dari kata arab qiradh yang berarti “memotong”

disebut qardh karena terjadi pemotongan sebagian dari kekayaan peminjam

(lender) dengan memberikan pinjaman (loan) kepada penerima pinjaman

(borrower)44 Al-Qard merupakan pemberian harta kepada orang lain yang

dapat ditagih atau diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang

dipinjamkan, tanpa adanya tambahan atau imbalan yang diminta oleh Bank

syariah. 45

Menurut Syafi‟I Antonio dalam buku nya menjelaskan bahwasannya

al-Qardh adalah “pemberian harta kepada orang lainyang dapat ditagih atau

diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan

imbalan. Dalam literature fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam akad saling

tolong menolong dan bukan transaksi komersial”. 46

Sayyid Sabiq memberikan definisi qardh sebagai berikut:

عه د قدزج ع قحسض نسد يثه إن قسض نه ان عط بل انر ان انقسض

“Al-qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid)

kepada penerima utang (muqtarid) untuk kemudian dikembalikan kepadanya

(muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.47

Menurut Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qardh

menjelaskan bahwa al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada

nasabah (muqtaridh) yang memerlukan48 dan fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah Akad qardh adalah akad

pinjaman dari pemegang uang elektronik kepada penerbit dengan ketentuan

bahwa penerbit wajib mengembalikan uang yang diterimanya kepada

44

Sutan Remy Sjahdeini, PerBankan Syariah (produk-produk dan aspek hukumnya), h. 342 45

Ismail, MBA, PerBankan Syariah, h. 212 46

Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah (dari teori ke praktik), (Jakarta: Gema Insani,

2001), Cet. Ke-1, h. 131 47

Sayid sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1977), Cet. Ke-3, juz 3, h. 128 48

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-

Qardh (Jakarta: DSN, 2001), h. 2

Page 36: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

27

pemegang kapan saja sesuai dengan kesepakatan.49 Serta dalam POJK

Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan syariah

menjelaskan bahwasannya qardh adalah pinjam meminjam dana (dana

talangan) tanpa imbalan dengan kewajiban pihak meminjam mengembalikan

pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 50

3) Akad Ijarah

Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-

„iwadh/pengantian, dari sebab itulah ats-tsawabu dalam konteks pahala

dinamai juga al-Ajru atau upah. Lafal al-ijarah dalam Bahasa arab berarti

upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk

kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-

menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. 51

Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapatnya

antara lain:

a) Menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi

untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian

b) Menurut ulama Syafi‟iyah al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi

terhadap suatu manfaatyang. dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh

dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.

c) Menurut Amir Syarifuddin al-ijarah secara sederhana dapat diartikan

dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.

Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu

benda disebut ijara ain, seperti sewa menyewa rumah untuk ditempat.

Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang

disebut ijarah ad-Dzimah atau upah mengupah, seperti upah mengetik

skripsi. Sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut

al-ijarah.

49

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 8. 50

POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan syariah 51

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 244

Page 37: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

28

Al-ijarah dalam bentuk sewa-menyewa maupun dalam bentuk

upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam

Islam. Hukum asalnya menurut jumhur ulama adalah mubah atau boleh

bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara‟

berdasarkan ayat al-Qur‟an, hadis-hadis Nabi dan ketetapan ijma Ulama.52

Menurut Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang

pembiayaan ijarah, yang dimaksudkan dengan ijarah adalah pemindahan

hak pakai atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan barang itu sendiri.53 Serta menurut Fatwa No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah Akad ijarah adalah akad

pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu

tertentu dengan pembayaran atau upah.54 Bahawasan ijarah merupakan

akad sewa menyewa yang mengalihkan hak manfaat atas asset tersebut

dan dibatasi dengan jangka waktu tertentu.

4) Akad Jualah

Secara etimologi, ju‟alah berarti upah, hadiah, atau komisi. Secara syara‟,

menurut Sayyid Sabiq ju‟alah ialah:

فعة عه عقد ي نب ظ حص

“Sebuah akad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat

dapat diperoleh.”

Sedangkan secara terminologi, ju‟alah adalah suatu iltizam (tanggung

jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan/upah tertentu terhadap orang

yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti

dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.

52

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kecana prenada media grup, 2012) , Cet.

Ke-2, h. 277 53

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan

Ijarah, (Jakarta: DSN, 2000), h. 3-4. 54

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 9.

Page 38: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

29

Jualah merupakan perjanjian (kontrak) penugasan pekerjaan antara

seseorang pemberi tugas, yang disebut ja‟il, yang meningkatkan diri untuk

memberikan imabalan (ju‟al) kepada orang lain (penerima tugas) karena

bersedia atau lebih berhasil melaksanakan tugas tertentu yang diberikan oleh

ja‟il. Jualah diperkenankan menurut al-Qur‟an dan as-sunnah/al-hadits.55

Menurut fatwa DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Jualah

menjelaskan bahwasan nya ju‟alah adalah janji atau komitmen (iltizan) untuk

memberikan imbalan (reward/‟iwadh/ju‟l) tertentu atas pencapaian hasil

(natijah) yang ditentukan dari hasil pekerjaan56

. Dan menurut fatwa No.

116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah dan dalam POJK

Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan syariah

Akad ju‟alah adalah akad untuk memberikan imbalaan (reward/‟iwadh/ju‟l)

tertentu atas pencapaaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu

pekerjaan.57

5) Akad Wakalah Bil Ujrah

Wakalah atau wikalah secara Bahasa bermakna perlindungan (Al-

Hafidz), pencukupan (Al-Kifayah), tanggungan (Ad-Dhaman), atau

pendelegasian (At-Tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa

atau mewakilkan.58 bahwasannya wakalah adalah seseorang yang

menyerahkan urusan nya kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu,

perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.59

55

Sutan Remy Sjahdeini, PerBankan Syariah (produk-produk dan aspek hukumnya), h. 358 56

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, fatwa DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang

Jualah (Jakarta: DSN, 2007), h. 4 57

POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan syariah dan Dewan

Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah,

(Jakarta: DSN, 2017) h. 9. 58

Rachmad Syafei, fiqh Mu‟amalah, (Jakarta: Pustakan Setia, 2010), h. 125 59

Hendi Suhaendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam (Jakarta: Rajagrafindo Persada,

2002), h.232

Page 39: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

30

Sementara ujroh dalam pelaksanaan wakalah adalah imbalan (fee) yang

diberikan dari pihak yang diwakilkan kepada yang mewakilkan.60

Menurut Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad

Wakalah Bil Ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi syariah menjelaskan

bahwasannya Wakalah Bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada

perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian

ujrah (fee). Dan dalam fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah Akad wakalah bi al-ujurah adalaah akad wakalah dengan

imbalan (ujrah). 61dan dalam POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang

penyelengaraan usaha pembiayaan syariah menjelaskan bahwasannya

wakalah bi al-ujurah adalah wakalah dengan pengenaan imbal jasa (ujrah).62

jadi bahwasan wakalah bi ujrah adalah akad yang mewakilkan kepada

sesorang dengan imbalan jasa atau ujroh.

6) Akad Hiwalah

Hiwalah merupakan pengalihan hutang atau pemindahan hutang

secara terminologi, Ibnu Abidin, Ulama mazhab Hanafi, mendefinisikan

hiwalah ialah merupakan pemindahan kewajiban membayar hutang dari yang

berhutang (Al-Muhil) kepada orang yang berhutang lainya (al-muhal alaih).

Menurut Jumhur ulama, hiwalah adalah akad yang menghendaki pemindahan

pengalihan hutang dari tangung jawab seseorang kepada tangung jawab orang

lain.63 Pada dasarnya definisi yang dikemukan oleh ulama Hanafiyah dan

jumhur ulama fiqh diatas sekalipun berbeda secara tekstual, tetapi secara

subtansial mengandung pengertian yang sama, yaitu pemindahan hak

menuntut utang kepada pihak lain (ketiga) atas dasar persetujuan dari pihak

memberi hutang.64

60

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang

Akad Wakalah Bil Ujroh pada Asuransi Syari‟ah dan reasuransi syariah (Jakarta: DSN, 2006) h. 7 61

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 9. 62

POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan syariah 63

Azharudin Lathif, fiqh Muamalat (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) Cet. Ke.1, h. 158-159 64

Hasrun Haroen, Fiqh Muamalat, h. 222

Page 40: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

31

Jadi bahwasannya hiwalah merupakan pengalihan hutang dari pihak

pertama yang memiliki hutang dengan pihak kedua dialihkan kepada pihak

ketiga dan semuanya itu harus atas dasar ridho atau sepakat antara ketiga

pihak tersebut.

3. Maqasid Syariah

a. Pengertian Maqasid Syariah

Untuk mengetahui secara jelas makna dari Maqasid Asy-Syariah

perlu kita definisikan terlebih dahulu istilah tersebut. Secara Bahasa

(lughowi), Maqasid Asy-Syariah terdiri dari dua kata, yaitu Maqasid dan

Asy-Syariah. Maqasid adalah bentuk jamak dari Maqasid yang berarti

kesengajaan atau tujuan. Sedangkan Asy-Syariah secara Bahasa berarti

jalan menuju air. Air adalah pokok kehidupan. Dengan demikian, berjalan

menuju sumber air ini dapat dimaknai jalan menuju kearah sumber pokok

kehidupan.

Dari pengertian diatas Maqasid Asy-Syariah dapat diartikan tujuan

atau maksud dari diturunkannya syariat kepada seorang muslim. Semua

kewajiban manusia (taklif) bersumber dari syari‟at yang diturunkan oleh

Allah SWT. adalah dalam rangka merealisasikan kemaslahatan manusia

itu sendiri. Tidak ada syariat yang diturunkan oleh Allah SWT tanpa

adanya suatu tujuan. Syariat yang tidak memiliki tujuan sama saja

membeBankan seusatu tanpa dapat dilaksanakan.65 Maqasid Asy-Syariah

bearti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum

Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Q ur‟an dan Sunnah

Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang

berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia. 66

Kandungan Maqasid Asy-Syariah adalah kemaslahatan, al-Syartibi

mengatakan bahwa Maqasid Asy-Syariah dalam arti kemaslahatan

terdapat dalam aspek-aspek hukum secara keseluruhan. Artinya apabila

65

Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Jakarta; Ar-Ruzz Media, 2016) cet. IV h. 154 66

Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005) h 233.

Page 41: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

32

terdapat permasalahan-permasalahan hukum yang tidak ditemukan secara

jelas dimensi kemasalahatannya, dapat dianalisis melalui Maqasid Asy-

Syariah yang dilihat dari ruh syariat dan tujuan umum dari agama Islam

yang hanif. Al qur‟an sebagai sumber ajaran agama Islam memberikan

pondasi yang penting yakni prinsip membentuk kemaslahatan manusia

terhadap syariat. Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitabnya beliau

mengatakan bahwa asas dari syariat adalah untuk kemaslahatan hidup

manusia dalam kehidupan sekarang (dunia) dan kehidupan yang akan

dating (akhirat) 67

b. Dasar Maqasid Syariah

Kalau kita mencermati ayat-ayat Allah dalam Al-Qur‟an banyak

sekali yang dapat menunjukkan bahwa hukum-hukum yang diturunkan

oleh Allah melalui Al-Qur‟an mengandung kemaslahatan (kebaikan) bagi

manusia sebagai pihak yang berkewajiban melaksanakan syari‟at ini.

Dalam arti, dibeBankannya syari‟at kepada manusia adalah dalam rangka

untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Dalam surah Thaha (20): 2 Allah berfirman:

نحشق ك انقسآ زنب عه يب أ

"Kami tidak menurunkan Al-Qur‟an ini kepadamu agar kamu

menjadi susah."

Ayat ini hendak mengatakan bahwa Al-Qur‟an diturunkan oleh

Allah Swt, tidak menjadikan hidup manusia menjadi susah, tetapi

diturunkan dengan segenap solusi terhadap permasalahan hidup manusia.

Dalam ayat yang lain (QS. An-Nahl [16]: 89) Allah berfirman:

سه بشس نه ة زح دا ء جببب نكم ش ك انكحب نب عه ز

67

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (Jakarta; Raja Grafindo

Persada, 1996) cet. 1 h. 68

Page 42: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

33

"Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur‟an) untuk

menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira

bagi orang-orang yang berserah diri."

Jika kita melihat sejarah nabi-nabi terdahulu, dapat juga diambil

pelajaran bawhwa setiap nabi yang diturunkan oleh Allah dengan

seperangkat risalahnya (baik dalam bentuk kitab suci maupun mushaf-

mushaf) merupakan solusi yang ditawarkan oleh Allah kepada setiap

permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Apabila umat nabi

tersebut mengikuti risalah yang dibawa oleh nabinya, ia akan menemukan

kemudahan dalam hidupnya. Sebaliknya, apabila umat tidak

mengendalikan risalah nabinya, akan mengalami penderitaan dalam

hidupnya. Hal semacam ini dapat dilihat dalam sirah Nabi Ibrahim, a.s,

Nabi Isa, a.s, Nabi Musa, a.s, Nabi Muhammad Saw, dan nabi-nabi yang

lainnya.68

c. Tujuan Maqasid Syariah

Imam al-syatibi dalam kitab al-muwafaqat berkata sekali-kali

tidaklah syariat itu dibuat kecuali untuk merealisasikan manusia baik

didunia maupun diakhirat dan dalam rangka mencegah kemafsadatan yang

akan menimpah mereka.

Tujuan umum dari hukum syariat adalah untuk merealisasikan

kemaslahatan hidup manusia dengan mendatangkan manfaat dan

menghindari mudharat. Kemaslahatan yang menjadi tujuan utama dari

hukum Islam adalah kemaslahatan yang hakiki yang berorientasi kepada

terpeliharanya lima perkara yaitu agama, jiwa, harta, akal dan keturunan.

Dengan terpeliharanya kelima perkara tersebut menjadi manusia dapat

menjalankan kehidupan yang mulia.

68

. Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 155

Page 43: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

34

Menurut Imam Syatibi, kemaslahatan yang akan diwujudkan oleh

hukum Islam dari kelima perkara diatas memiliki tiga peringkat kebutuhan

yang terdiri dari kebutuhan daruriyat, hajiyat, tahsiniyat. Hukum Islam

bertujuan untuk memelihara dan melestarikan kebutuhan manusia dalam

semua peringkat baik dalam peringkat daruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.

Menurut Abdul Wahab Khallaf, jika tiga peringkat kebutuhan diatas

masing-masing daruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat telah terpenuhi secara

sempurna berarti telah terealisasi kemaslahatan manusia yang merupakan

tujuan hukum syariat.69

Berdasarkan penjelasan-penjelasan dalam pembahasan

sebelumnya, dapat dipahami bahwa tujuan Allah SWT. Mensyari‟atkan

hukum-NYA adalah dalam rangka memelihara kemaslahatan umat

manusia sekaligus untuk, menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di

akhirat. Tujuan tersebut bisa di capai dengan taklif, yang pelaksanaannya

sangat tergantung pada pemahaman terhadap Al-Qur‟an dan hadits. Dalam

rangka mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat,

berdasarkan penelitian para ahli ushu fiqh, ada lima unsur pokok yang

harus dipelihara dan diwujudkan. Kelima pokok tersebut adalah agama,

jiwa, akal, keturunan dan harta. Seorang akan memperoleh kemaslahatan

manakala ia dapat memelihara kelima aspek pokok tersebut. Sebaliknya,

ia akan mendapatkan mafsadat apabila ia tidak dapat memeliharanya

dengan baik.70

d. Kerangka Maqasid Asy-Syariah

Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan

di dunia dan di akhirat, para ahli ushul fiqih meneliti dan menetapkan ada

lima unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut

bersumber dari al-Qur‟an dan merupakan tujuan syari‟ah (Maqashid Al-

69

Sapiudin Shidiq, “Ushul Fiqh”, (Jakarta; Kencana, 2011) cet. 1 h. 225-227 70

Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 156

Page 44: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

35

Syari‟ah) kelima pokok tersebut merupakan suatu hal yang harus selalu

dijaga dalam kehidupan ini. Kelima pokok tersebut merupakan bagian dari

dlaruriyat, yang apabila tidak terpenuhi dalam kehidupan ini ma akan

membawa kerusakan bagi manusia.

Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang kelima hal tersebut, lebih

jelas lagi al-Syathibi membagi maqashid al-syari‟ah menjadi dlaruriyah

hajiyah dan tahsiniyah.

1) Dlaruriyah

Dlaruriyah adalah penegakan kemaslahatan agama dan dunia.

Artinya, ketika dlauriyah hilang maka kemaslahatan dunia dan-bahkan-

akhirat juga akan hilang dan yang akan muncul justru kerusakan dan

bahkan musnahnya kehidupan. Dlaruriyah juga merupakan keadaan

dimana ssuatu kebutuhan wajib untuk dipenuhi dengan segera, jika

diabadikan maka akan menimbulkan suatu bahaya yang beresiko pada

rusaknya kehidupan manusia. Dlaruriyah menunjukan kebutuhan dasar

ataupun primer yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia.

Dlaluriyah di dalam syari‟ah merupakan sesuatu yang paling asasih

dibandingkan dengan hajiyah dan tahsiniyah. Apabila dlaruriyah tidak

bisa dipenuhi, maka berakibat akan rusak dan cacatnya hajiyah dan

tahsiniyah. Tapi jika hajiyah dan tahsiniyah tidak bisa dipenuhi, maka

tidak akan mengakibatkan rusak dan cacatnya dlaruriyah. Jadi, tahsiniyah

dijaga untuk membantu hajiyah, dan hajiyah dijaga untuk membantu

dlaruriyah.

Selanjutnya, dlaruriyah terbagi menjadi lima poin yang biasa

dikenal dengan al-kulliyat al-khamsah, yaitu: (1) penjagaan terhadap

agama (hifz al-din), (2) penjagaan terhadap jiwa (hifz al-nafs), (3)

penjagaan terhadap akal (hifz al-aql), (4) penjagaan terhadaap keturunan

(hifz al-nasl), dan (5) penjagaan terhadap harta benda (hifz al-mal).

Apabila kelima hal diatas dapat terwujud, maka akan tercapaai

suatu kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, atau dalam

Page 45: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

36

ekonomi Islam biasa dikenal dengan falah. Tercukupinya kebutuhan

masyarkat akan memberikan dampak yang disebut mashlahah, karena

kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh

masing-masing individu dalaam masyarakat. Apabila salah satu dari

kelima hal tersebut tidak terpenuhi dengan baik, maka kehidupan di dunia

juga tidak akan bisa berjalan dengan sempurna dan terleih lagi akan

berdampak negatif bagi kelangsungan hidup seseorang.

2) Hajiyat

Sementara itu, tahapan kedua dari maqashid al-syari‟ah adalah

hajiyat yang didefinisikan sebagai “hal-hal yang dibutuhkan untuk

mewujudkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan yang dapat

menyebabkan bahaya dan ancaman, yaitu jika sesuatu yang mestinya ada

menjadi tidak ada” dapat ditambahkan, “bahaya yang muncul jika hajiyah

tidak ada tidak akan menimpa seseorang, dan kerusakan yang diakibatkan

tidak mengganggu kemaslahatan umum” hajiyah juga dimaknai dengan

keadaan dimana jika suatu kebutuhan dapaat terpenuhi, maka akan bisa

menambah value kehidupan manusia. Hal tersebut bisa menambah

efesiensi, efektivitas, dan value added (nilai taambah) bagi aktivitas

manusia. Hajiyat juga dimaknai dengan pemenuhan kebutuhan skunder

ataupun sebagai pelengkap dan penunjang kehidupan manusia.

3) Tahsiniyah

Tahapan terakhir maqashis al-syari‟ah adalah tahsiniyah, yang

pengertiannya adalah “melakukan kebiasaan yang baik dan menghindari

yang buruk sesuai dengan apa telah diketahui oleh akal sehat. “seseorang

ketika menginjak keadaan tahsiniyah berarti telah mencapai keadaan,

dimana ia bisa memenuhi suatu kebutuhan yang bisa meningkatkan

kepuasan dalam hidupnya. Meskipun kemungkinan besar tidak menambah

efisiensi, efektivitas, dan nilai tambah bagi aktivitas manusia. Tahsiniyat

Page 46: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

37

juga biasa dikenali dengan kebutuhan tersier, atau identic dengan

kebutuhan yang bersifat mendekati kemewahan. 71

Pada hakikatnya, baik kelompok dharuriyat, hajiyat maupun

tahsiniyyat dimaksudkan untuk memelihara dan mewujudkan kelima

pokok diatas. Hanya saja, peringkat kepentingannya berbeda satu sama

lain kebutuhan pertama dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer, yang

mana apabila lima pokok itu diabaikan maka akan berakibat terancamnya

eksistensi kelima pokok itu. Pada kebutuhan kedua dapat diakatan sebagai

kebutuhan sekunder, apabila kelima pokok tersebut diabaikan maka tidak

sampai mengacam eksistensi akan tetapi hanya mempersempit dan

mempersulit kehidupan manusia. Yang terakhir kebutuhan ketiga pada

kebutuhan ini erat kaitannya dengan upaya menjaga etiket sesuai dengan

kepatutan dan tidak akan mempersempit bahkan mengacam eksistensi

kelima pokok tersebut jadi kebutuhan ketiga ini hanya sebagai

pelengkap.72

Dalam hal Uang Eleketronik Maqasid Asy-syariah yang dimaksud

adalah hifzumaal pada tingkatan hajjiyat yaitu memelihara harta dari إظبعة

بل yaitu menyianyiakan harta dalam hal ini uang elektronik dan agar ان

terhindar dari riba fadhl. Menjaga Harta (Hifdzul Maal) pada tingkatan

hajiyat, Islam membolehkan bagi siapa saja untuk memiliki harta

kekayaan berdasarkan ketentuan syariat. Islam juga telah menetapkan hak

bagi orang-orang faqir dalam harta orang-orang kaya serta mengharamkan

mengambil harta orang lain tanpa haq. Penjagaan Islam terhadap harta

adalah dengan pengharaman pencurian, perampokan atau aktivitas yang

mengambil harta orang lain tanpa haq, serta memberikan sanksi terhadap

pelakunya.

71

Ika Yunia Fauzia & abdul Kadir Riyadi, Prinsip Ekonomi Islam (Perspektif Maqasid al-

Syariah), (Jakarta: Kencana, 2014) cet. 1 h. 65-66. 72

Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, cet. IV h. 164

Page 47: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

38

Islam juga telah menerapkan beberapa trik dan cara untuk

menjadikan harta menjadi harta yang baik halal dengan cara di buat

aturan-aturan infestasi yang baik dan menguntungkan hal itu terbukti

dengan adanya aturan-aturan dalam bai‟ (transaksi jual beli), syirkah

(modal bersama atau koperasi), ijaroh (sewa), rohn (gadai), qirodh (tanam

modal), dan lain-lain.

Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga tingkat sebagai

berikut:

a) Memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata

cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara

yang tidak sah.

b) Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli

tentang jual beli salam.

c) Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan

menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.73

73

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 131

Page 48: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

39

BAB III

PROFIL DSN DAN BI

A. Dewan Syariah Nasional

1. Profil DSN

Sebagai tindak lanjut dari SK Direksi BI telah dikeluarkan Keputusan

MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tentang pembentukan Dewan Syariah

Nasional (DSN). Bahwasan DSN merupakan otoritas tertinggi dalam

pembentukan fatwa mengenai keseuaian produk dan jasa lembaga keuangan

dengan ketetuan dan prinsip syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis

Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan

nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor-

sektor keuangan pada khususnya. Anggota DSN terdiri dari ulama-ulama,

praktisi, dan pakar bidang-bidang terkait perekonomian dan syariah

muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat Oleh MUI untuk masa bakti

4 tahun. Ada 4 tugas pokok DSN MUI menurut SK MUI No. Kep.

754/II/1999:

a. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan

perekonomian

b. Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan

c. Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah

d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Maka dari itu DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai

kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa

keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-

lembaga keuangan syariah di Indonesia. 74

74

Andrian Sutedi, PerBankan Syariah (Tijauan & beberapa segi hukum), (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009) cet 1 h. 147-148

Page 49: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

40

2. Sekilas tentang DSN MUI

a. Sejarah Berdirinya:

1) Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syari‟ah yang diselenggarakan

MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan

perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah yang

berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan

2) rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tanggal

14 Oktober 1997.

3) Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999

tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari‟ah

Nasional MUI.

4) Dewan Pimpinan MUI mengadakan acara ta‟aruf dengan Pengurus

DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di Hotel Indonesia, Jakarta.

5) Pengurus DSN-MUI untuk pertama kalinya mengadakan Rapat Pleno I

DSN-MUI tanggal 1 April 2000 di Jakarta dengan mengesahkan

Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI.

b. Latar Belakang:

1) Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai

masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam

bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan

tuntunan syariat Islam

2) Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi

para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan

masalah ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang

memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar

diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-

masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga

keuangan syariah

Page 50: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

41

3) Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi

dan keuangan, DSN-MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif

dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis

dalam bidang ekonomi dan keuangan

Visi:

Memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi

masyarakat.

Misi:

Menumbuhkembangkan ekonomi syariah dan lembaga

keuangan/bisnis syariah untuk kesejahteraan umat dan bangsa.

3. Tugas dan Wewenang

a. Tugas:

1) Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa LKS, LBS,

dan LPS lainnya;

2) Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, LBS, dan LPS

lainnya;

3) Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan

fatwa tertentu agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat

diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS lainnya;

4) Mengeluarkan Surat Edaran (Ta‟limat) kepada LKS, LBS, dan LPS

lainnya;

5) Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut

rekomendasi anggota DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;

6) Memberikan Rekomendasi Calon ASPM dan/atau mencabut

Rekomendasi ASPM;

7) Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan Syariah

bagi produk dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas terkait;

8) Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan,

produk, dan jasa di LKS, LBS, dan LPS lainnya;

Page 51: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

42

9) Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS lainnya

yang memerlukan;

10) Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi LKS,

LBS, dan LPS lainnya;

11) Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan

literasi keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah; dan

12) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan

perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

b. Wewenang:

1) Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk

menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh DSN-

MUI;

2) Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil

tindakan apabila peringatan tidak diindahkan;

3) Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS,

LBS, dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran;

4) Menyetujui atau menolak permohonan LKS, LBS, dan LPS lainnya

mengenai usul penggantian dan/atau pemberhentian DPS pada

lembaga yang bersangkutan;

5) Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk

menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi

syariah; dan

6) Menjalin kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam

maupun luar negeri untuk menumbuhkembangkan usaha bidang

keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah. 75

75

https://dsnmui.or.id/, “sekilas DSN MUI” , diakses pada tanggal 30 Juli 2018 pada pukul

20.00 WIB

Page 52: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

43

4. Metode Perumusan Fatwa

Fatwa-fatwa DSN-MUI ditetapkan dan diputuskan dengan mekanisme

dan tata cara yang tidak umum. Sehingga ada beberapa orang yang gagal

faham terhadap fatwa DSN-MUI. Meskipun demikian, para ulama di DSN-

MUI sangat bertanggungjawab dan percaya diri, bahwa fatwa-fatwa DSN-

MUI tersebut dikeluarkan berdasarkan aturan dan metodologi penetapan fatwa

yang diatur dalam syariah Islamiyah. Memang agak sulit memahami fatwa-

fatwa DSN-MUI hanya dengan menggunakan keilmuan standar. Karena

banyak dari fatwa-fatwa DSN-MUI tersebut yang mempergunakan Solusi

Hukum Islam (makharij fiqhiyah) sebagai landasannya. Setidaknya ada 4

(empat) solusi Fikih yang dijadikan landasan dalam menetapkan fatwa DSN-

MUI; yaitu al-Taysîr al-Manhaji, Tafriq al-Halal „An al-Haram, I‟adah al-

Nadhar, dan Tahqiq al-Manath. Penetapan sebuah fatwa dilakukan secara

kolektif oleh suatu lembaga yang disebut Komisi Fatwa. Penetapan fatwa

harus didasarkan pada Al-Qur‟an, Hadist, Ijma‟, Qiyas dan dalil lain yang

mu‟tabar. 76

Ada banyak tahapan yang perlu dilalui sebelum sebuah fatwa

ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa itu bisa dibuat karena

amanah perundang-undangan, bisa pula atas permintaan masyarakat atau

untuk menjawab suatu masalah yang ramai diperbincangkan di masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Organisasi MUI tentang Pedoman Penetapan

Fatwa MUI ada 8 tahapan secara garis besar yang harus dilalui.

1) Sebelum fatwa ditetapkan, MUI melakukan kajian komprehensif guna

memperoleh deskripsi utuh tentang masalah yang sedang dipantau.

Tahapan ini disebuttashawwur al-masalah. Selain kajian, tim juga

membuat rumusan masalah, termasuk dampak sosial keagamaan yang

ditimbulkan dan titik kritis dari beragam aspek hukum (syariah) yang

berhubungan dengan masalah.

76

Andi Fariana, Urgensi Fatwa MUI dalam Pembangunan Sistem Hukum Ekonomi Islam di

Indonesia, h. 99-100

Page 53: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

44

2) Menelusuri kembali dan menelaah pandangan fuqaha (ahli fikih) mujtahid

masa lalu, pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu‟tabar, telaah

atas fatwa terkait, dan mencari pandangan-pandangan para ahli fikih

terkait masalah yang akan difatwakan.

3) Menugaskan anggota Komisi Fatwa atau ahli yang memiliki kompetensi

di bidang masalah yang akan difatwakan untuk membuat makalah atau

analisis. Jika yang dibahas sangat penting, pembahasan bisa melibatkan

beberapa Komisi lain. Misalnya, Sikap Keagamaan MUI dalam kasus

Ahok diputuskan bukan hanya Komisi Fatwa, sehingga kedudukannya pun

lebih tinggi dari fatwa.

4) Jika telah jelas hukum dan dalil-dalilnya (ma‟lum min al din bi al-

dlarurah), maka Komisi Fatwa akan menetapkan fatwa dengan

menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Adakalanya masalah

yang ditanyakan sudah jelas jawabannya dalam syariah.

5) Mendiskusikan dan mencari titik temu jika ternyata ada perbedaan

pendapat (masail khilafiyah) di kalangan ulama mazhab. Hasil titik temu

pendapat akan sangat menentukan. Ada metode tertentu yang bisa

ditempuh untuk mencapai titik temu, atau jika tidak tercapai titik temu.

Penetapan fatwa yang didasarkan pada hasil usaha pencapaian titik temu

di antara pendapat dapat melalui metode al-jam‟u wa al-taufiq. Sedangkan

jika tidak tercapai titik temu, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih

melalui metode muqaranah (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-

kaidah ushul fiqih muqaran.

6) Ijtihad kolektif di antara para anggota Komisi Fatwa jika ternyata tidak

ditemukan pendapat hukum di kalangan mazhab atau ulama yang

mu‟tabar. Metode penetapan pendapat itu lazim disebut bayani dan ta‟lili

(qiyasi, istihsaniy, ilhaqiy, dan sad al-dzaraa‟i), serta metode penetapan

hukum (manhaj) yang dipedomani para ulama mazhab.

7) Dalam masalah yang terdapat perbedaan di kalangan peserta rapat, dan

tidak tercapai titik temu, maka penetapan fatwa disampaikan tentang

Page 54: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

45

adanya perbedaan pendapat tersebut disertai dengan penjelasan argumen

masing-masing, disertai penjelasan dalam hal pengalamannya, sebaiknya

mengambil yang paling hati-hati (ihtiyath) serta sedapat mungkin keluar

dari perbedaan pendapat (al-khuuruj min al-khilaaf).

8) Penetapan fatwa senantiasa memperhatikan otoritas pengaturan hukum

oleh syariat serta mempertimbangkan kemaslahatan umum serta tujuan

penetapan hukum (maqashid al-syariah)77

B. Bank Indonesia

1. Profil Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank sentral Republik Indonesia. Bank ini

memiliki nama lain De Javasche Bank yang dipergunakan pada masa Hindia

Belanda. Sebagai Bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini

mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uangterhadap barang dan

jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai tujuan

tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.

Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta

mengatur dan mengawasi perBankan di Indonesia. 78

Ketiganya perlu

diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat

dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi

perBankan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam

mengatur dan mengawasi perBankan tetap berlaku, namun difokuskan pada

aspek makroprudensial sistem perBankan secara makro BI juga menjadi satu-

satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan

77

HM. Asrorun Ni ‟am Sholeh, Pedoman Dan Prosedur Penetapan Fatwa, Sekretaris Komisi

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2017 78

Hasibuan Malayu S.P. Dasar-Dasar PerBankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 3

Page 55: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

46

Gubernur. Sejak 2013, Agus Martowardojo menjabat sebagai Gubernur BI

menggantikan Darmin Nasution.

2. Status dan Kedudukan

a. Lembaga negara yang independen

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika

sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia,

dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini

memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur

tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara

tegas diatur dalam undang-undang ini.79

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan

melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam

undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri

pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban

untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak

manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar

Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas

moneter secara lebih efektif dan efisien.

b. Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun

badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan

hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan

hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat

seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai

79

Darwan Rahardjo, Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa (Jakarta: LP3ES

Indonesia), 1995, hl 291.

Page 56: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

47

badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama

sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

3. Pengaturan dan Pengawasan

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perBankan, Bank

Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas

kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan

pengawasan atas Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini,

Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perBankan

dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan

dan mencabut izin usaha Bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin

pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank, memberikan

persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank, serta memberikan izin

kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di bidang

pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak

langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan

secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak

langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan

yang disampaikan oleh Bank.80

80

https://www.bi.go.id/id/Default.aspx Profil Bank Indonesia di akses dari situs resmi Bank

Indonesia pada tanggal 1 September 2018 pada pukul 20.00 WIB

Page 57: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

48

Page 58: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

48

BAB IV

ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO.

20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK SYARIAH DITINJAU DARI

PERSPEKTIF MAQASID ASY-SYARI’AH

A. Istinbat hukum yang digunakan DSN-MUI dalam merumuskan Fatwa No.

116/DSN-MUI/IX/2017

Metode Istinbat hukum merupakan upaya untuk menarik hukum dari Al-

Qur‟an dan Sunnah dengan jalan Ijtihad.81

Metode istinbat hukum yang

digunakan DSN-MUI dalam merumuskan fatwa tentang uang elektronik

syariah adalah dengan mengali sumber hukum Islam, yakni al-Qur‟an,

Hadist, kaidah fikih dan pendapat ulama. Hal ini sesuai dengan pedoman

penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Adapun sumber hukum

tersebut:

1) Firman Allah SWT:

a) Q.S An-Nisa‟ (4): 58:

هب... ا األيب بت ان ا جؤد هللا بيسكى أ ا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya….”

b) Q.S Al-Ma‟idah (5): 1:

د ... ا ببنعق ف ا أ آي ب انر بأ

“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu…”

2) Hadits Nabi SAW:

a) Hadits Nabi riwayat muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟I, dan Ibn

Majah, dengan teks Muslim dari „Ubadah bin Shamit:

81

Mu‟in, Asymuni Rahman, Ushul Fiqh II, (Jakarta: Departemen Agama, 1986), h. 2

Page 59: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

49

س س ببنح انح س ع س ببنش ع انش انبس ببنبس ة ة ببنفع انفع انرب ببنرب

، فبذا ، دا بد اء اء بس ، س ثم هح يثل ب هح ببن ان األصبف اخحهفث ر

. دا بد ف شئحى إذا كب ا ك ع فب

“(Jual beli/pertukaran) emas dengan emas, perak dengan perak,

gandum dengan gandum, sya‟ir dengan sya‟ir, kurma dengan kurma,

dan garam dengan garam (disyaratkan harus dalam ukuran yang) sama

(jika yang dipertukarkan) satu jenis dan (harus) secara tunai. Jika

jenisnya berbeda, juAllah sekehendakmu jika dilakukan secaraa

tunai.”

b) Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa‟id al-Khudri:

عا انرب ببنرب ال ي عا لجب ل جب ا بععب عه بعط ، ل جشف ثم ثل ب

ب غبئبب ببجز . عا ي لجب ا بععبعه بعط ، ل جشف ثم يثل ب زق ال ان

“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama

(ukurannya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian

yang lain: janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama

(ukurannya) dan janganlah menambahkan sebagian atas yang lain:

dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai

dengan yang tunai.”

3) Kaidah Fikih:

ى . م عه انححس دل دن ببحة إل أ عب يل ت ال األصم ف ان

“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali

ada dalil yang mengharaamkannya atau meiadakaan kebolehan.”

سز زال انع

“Segala dharar (bahayaa/kerugian) harus dihilangkan.”

صهحة غ ببن يبو عه انسعة ي ف ال جصس

Page 60: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

50

“Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus mengikuti kepada

kemaslahatan (masyarakat).”

محكمللاأ ةف ث صل ح تالم اوجد م ين

“Di mana terdapat kemaslahataan, di sana terdapat hukum Allah.”

4) Pendapat Sahabat dan Ulama

1. Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, sebagaimana Tafsir al-Shan'any,

Jilid 3, hal 93:

Umar bin Khattab berkata "Aku berkeinginan membuat uang dirham

dari kulit unta", lalu dikatakan kepadanya "kalau begitu, tidak akan

ada lagi unta", lalu Umar mengurungkan niatnya"

2. Pendapat Imam Malik, dalam kitab Al-Mudawanah al-Kubra, Jilid 3,

Hal. 90:

"Andaikan masyarakat membolehkan uang dibuat dari kulit dan

dijadikan sebagai alat tukar, pasti saya melarang uang kulit itu

ditukar dengan emas dan perak secara tidak tunai"

3. Pendapat Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla, Jilid 8, hal.477:

"Segala sesuatu yang boleh diperjualbelikan boleh digunakan

sebagai alat bayar, dan tidak terdapat satu nash pun yang

menyatakan bahwa uang harus terbuat dari emas dan perak"

4. Pendapat Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu' al-Fatawa, Jilid 19,

hal.251:

"Adapun dinar dan dirham, maka tidak ada batasan secava alami

maupun secara syar'i, tapi rujukannya adalah pada kebiasaan

('adah) dan kesepakatan. Hal itu karena pada dasarnya tujuan

orang (dalam penggunaan dinar dan dirham) tidak berhubungan

dengan substansinya, tetapi tujuannya adalah agar dinar dan

dirham menjadi standar bagi objek transaksi yang mereka lakukan.

Page 61: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

51

Fisik dinar dan dirham tidaklah dimaksudkan (bukan tujuan),

tetapi hanya sebagai sarana untuk melakukan transaksi dengannya.

Oleh karena itu, dinar dan dirham (hanya) berfungsi sebagai

tsaman (harga, standar nilai). Berbeda dengan harta yang lain

(barang),' barang dimaksudkan untuk dimanfaatkan fisiknya. Oleh

karena itu, barang harus diukur dengan perkara-perkara (ukuran-

ukuran) yang bersifat alami atau syar'i. Sarana semata yang fisik

maupun bentuknya bukan merupakan tujuan boleh digunakan

untuk mencapai tujuan, seperti apa pun bentuknya. "

5. Uang -yang dalam literatur fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud

fiamak dari naqd)- didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai

berikut:

"Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media

pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam

kondisi seperti apa pun media tersebut." (Abdullah bin Sulaiman

al-Mani', Buhut,s ./i al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-

Islami. 1996, h. 178)

"Naqd adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh

masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak

maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga

keuangan pemegang otoritas." (Muhammad Rawas Qal'ah h. al-

Mu'amalat al-Maliyah al-Mu'ashirahfi Dhau' al-Fiqh wa al-

Sytari'ah, Beirut: Dar al-Nafa'is, 1999, h.23).82

Jadi bahwasan praktek uang elektronik syariah itu diperbolehkan

atau dihalalkan selama tidak ada unsur-unsur yang dilarang seperti Riba,

Gharar, Maysir, Tadlis, Riswah, israf dan uang elektronik tersebut tidak

82

Dewan Syarah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang

Elektronik Syariah, (Jakarta: DSN, 2017) h. 1-5.

Page 62: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

52

dibelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan. Uang elektronik dapat di

katakan haram ketika ada dalil yang mengharamkan selama itu tidak ada

makan uang elektronik halal.

Metode istibant hukum yang digunakan DSN-MUI dalam

merumuskan fatwa uang elektronik syariah adalah dengan mengali

sumber-sumber hukum Islam yang disepakti yaitu al-qur‟an dan Hadits

selain itu DSN-MUI juga mengunakan kaidah-kaidah fikih, pendapat-

pendapat sahabat dan ulama. Kaidah fikih ini menjelaskan dua kaidah

yaitu adat dan kemaslahatan. Kaidah adat bisa dilihat dari kebiasaan

masyarakat mengunakan uang elektronik. Kebiasaan inilah yang menjadi

faktor akan pembentukan sebuah hukum dan pada kaidah kemaslahatan

dapat dilihat dari kemudahan yang didapat dalam menggunakan uang

elektronik sehingga ini menjadi alasan dalam perumusan fatwa uang

elektronik syariah. Yang nantinya dijadikan sandaran dalam merumuskan

hukum uang elektronik syariah. Tentu saja semua itu berpatokan dengan

adanya relevansi antara masalah yang diteliti dengan kehidupan pada saat

ini, lebih mendekati pada kemudahan yang ditetapkan pada hukum Islam

dan juga lebih memprioritaskan untuk merealisasikan maksud-maksud

syara', kemaslahatan dan menolak kemudharatan.

Selain itu juga harus diketahui dalam kaidah fikih, pada dasarnya

semua bentuk muamalah itu boleh asalkan tidak ada dalil yang

mengharamkan. Menurut penulis, DSN dalam merumuskan fatwa uang

elektronik ini tentu memperhatikan unsur maslahah mursalah karena

dalam maslahah mursalah mengambil manfaat (maslahat) dan menolak

kemudharatan dalam memelihara tujuan-tujuan syara‟. Ini dapat dilihat

dari kemudahan uang elektronik dalam bertransaksi dibandingkan dengan

uang cash atau tunai.

Page 63: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

53

B. Hukum uang elektronik syariah dalam Fatwa No. 116/DSN-MUI/IX/2017

dan PBI No. 20/6/PBI/2018 Perspektif Maqasid Asy-Syariah

Perkembangan Uang Elektronik yang semakin pesat membuat

masyarakat beralih dari pembayaran tunai kearah pembayaran non tunai.

Menurut masyarakat model konvesional face to face pada paper dokumen

kurang memberikan kemudahan, fleksibelitas, efisiensi dan kesederhanaan

dalam melakukan transaksi. Maka dari itu masyarakat mulai beralih

kemodel layanan non face to face dan digital karena layanan ini memiliki

kelebihan yang jauh tidak dimiliki oleh model konvesional. Dengan

adanya uang elektronik dalam bertransaksi merasa nyaman dan lebih cepat

dibandingkan dengan pembayaran secara cash

Hadirnya uang elekronik yang diterbitkan oleh Bank-Bank atau

lembaga keuangan yang konvesional menimbulkan ketakutan terhadap

masyarakat muslim di Indonesia karena tidak berprinsip secara syariah

maka dari itu perBankan-perBankan syariah mulai mengeluarkan produk-

produk uang elektronik berbasis dan berprinsip syariah. uang elektronik

syariah adalah halal. Kehalalan ini berlandaskan kaidah, setiap transaksi

dalam bermuamalah pada dasarnya diperbolehkan kecuali ada dalil yang

mengaharamkan, maka saat itu hukumnya menjadi haram.

Dengan hadirnya fatwa terbaru tentang uang elektronik syariah

No. 116/ DSN-MUI/IX/2017 membuat kontruksi-kontruksi dasar dalam

uang elektronik syariah semakin jelas dan di dalam fatwa tersebut juga

mengatur larangan-larangan, batasan-batasan yang tidak boleh ada dalam

praktek uang elektronik syariah serta berharap adanya fatwa dapat

menjawab hal-hal dasar dan teknis sehingga menjadikan produk-produk

uang elekteronik syariah berada dalam ketentuan syariat Islam. Dapat

disimpulkan tujuan utama dari syariat adalah kemaslahatan manusia.

Kewajiban syariah adalah memperhatikan Maqasid Asy-Syariah dimana ia

memiliki tujuan untuk memberikan kemaslahatan terhadap manusia.

Page 64: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

54

Setelah kehadiran Fatwa tentang uang elektronik syariah No. 116/

DSN-MUI/IX/2017 pada awal tahun 2018 Bank Indonesia terus bebenah

dan memperbarui segala peraturan mengenai uang elektronik terutama

dari segi peraturan, tepat pada tanggal 07 Mei 2018 Bank Indonesia

penerbitkan peraturan tentang Uang elektronik No. 20/6/PBI/2018.

Kehadiran peraturan terbaru tersebut membuat peraturan-peraturan yang

lama tidak dapat berlaku kembali. Perturan Bank Indonesia ini diharapkan

menjadi payung hukum terhadap praktek transaksi uang elektronik yang

semakin berkembang diindonesia. Di dalam PBI yang terbaru ini

dirasakan sudah cukup jelas dan berkuatan hukum tetap karena di

dalamnya telah mengatur segala aspek yang berkaitan dengan transaksi

uang elektronik mulai dari ketentuan umum, prinsip, ruang lingkup,

keamanan, pemprosesan transaksi, larangan-larang, perlindungan

konsumen dan lain-lain yang berkaitan dengan uang elektronik.

Tidak hanya secara konvesional yang dibahasa dalam PBI tersebut

akan tetapi pada pasal 77 menjelaskan bahwa penyelengara uang

elektornik oleh Bank syariah atau lembaga syariah lainnya berdasarkan

prinsip syariah harus tunduk dan patuh terhadap peraturan Bank Indonesia

sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Maka dari itu

kehadiran fatwa dan perturan Bank Indonesia membuat jelas dan kuat

akan segala ketentuan dan aturan-aturan yang berlaku pada uang

elektronik terutama untuk masyarakat muslim yang mengunakan uang

elektronik syariah dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiran kedua regulasi baik peraturan Bank Indonesia dan fatwa

uang elektronik syariah merupakan wujud dari keseriusan pemerintah

untuk terus mengembangakan transksi uang elektronik diindonesia. Uang

elektronik merupakan solusi untuk memberikan kemaslahatan dan

menghilangkan kemudharatan akan tetapi harus sesuai dengan prinsip-

prinsip yang ada dalam peraturan Bank Indonesia dan ketetapan fatwa

uang elektronik uang syariah, yang terpenting harus sesuai dengan prinsip

Page 65: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

55

Maqasid Asy-Syariah dalam menjaga harta pada tingkatan hajiyat. Yang

mana ketika berbicara uang elektronik erat kaitannya dengan harta, karena

uang itu pada dasarnya merupakan harta benda manusia harta merupakan

salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana manusia tidak akan

terpisah darinya.

Dalam hal uang elektronik Maqasid Asy-syariah yang dimaksud

adalah hifzumaal pada tingkatan hajiyat yaitu memelihara harta dari إظبعة

بل yaitu menyianyiakan harta dalam hal ini uang elektronik dan agar ان

terhindar dari riba fadhl. Menjaga harta merupakan unsur terpenting dalam

Maqasid Asy-Syariah yang berkaitan dengan kemaslahatan harta. Ada 3

syarat yang harus diperhatikan dalam menjaga harta pada tingkatan

hajiyat. Pertama, harta yang dikumpulkan harus dengan cara yang halal,

kedua, harta yang digunakan untuk hal-hal yang halal, ketiga dari harta ini

harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat sekitar. Jika ketiga syarat

tersebut terpenuhi barulah seseorang dapat menikmati hartanya dengan

sepenuh hati. Namun tanpa adanya pemborosan karena pemborosan

merupakan hal yang berbading terbalik dalam menjaga harta.

Kesuaian uang elektronik dengan prinsip Maqasid Asy-Syariah

dalam menjaga harta pada tingkatan hajiyat dapat memperhatikan hal-hal

berikut:

Pertama keamanan, dalam uang elektronik keamanan harus

menjadi perhatian karena di dalam fatwa menjelaskan bahwa jika media

uang elektronik hilang maka nominal uang yang ada dipenerbit tidak

boleh hilang. Uang elektronik itu disebut dengan Registered karena uang

elektronik ini dilindungi dengan sistem keamanan yang lengkap berupa

PIN atau fingerprint yang dapat menjaga uang elektronik dari segala

macam kejahatan atau kelalaian. Akan tetapi perlu diingat pada uang

elektronik Unregistered biasanya tidak dilengkapi dengan PIN atau

fingerprint. Pengunaan uang elektronik dengan Registered juga perlu

diperhatikan karena pada kenyataannya uang elektronik Registered tidak

Page 66: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

56

mengunakan PIN hanya terdaftar saja, sehingga ini juga memicu

terjadinya pencurian karena ketika kartu hilang maka uang tersebut juga

hilang dan dapat dimanfaatkan orang lain karena tidak dilengkapi dengan

PIN

Kedua kehalalan, dalam hal ini kehalalan menjadi hal yang utama

dalam uang elektronik karena di dalam fatwa uang elektronik menjelaskan

bahwa dalam uang elektronik harus terhindar dari transaksi Ribawi,

gharar, maysir, tadlis, risywah, Israf dan transaksi atas obyek yang haram

atau maksiat. Karena jika tidak diperhatikan akan menimbulkan hal-hal

yang dilarang sehingga keharaman akan merubah status hukumnya.

Ketiga Tabzir, tabzir atau pemborosan juga harus diperhatikan

dalam menjaga harta untuk uang elektronik. Karena jika tidak dibatasin

secara maksimal akan menimbulkan pemborosan atau pengeluaran yang

berlebihan 83

Dalam Maqasid Asy-Syariah tujuan utamanya adalah

kemaslahatan, dalam uang elektronik ada beberapa keunggulan yang

mendatangkan kemaslahatan:

1. Dalam uang elektronik transaksi lebih cepat karena waktu yang

dibutuhkan dalam bertransaksi tidak memakan waktu yang lama.

2. Transaksi lebih mudah karena dilakukan secara online. Kita sebagai

penguna uang elektronik tidak perlu repot-repot untuk dating ke Bank

atau ke kantor

3. Efisiensi, transaksi dengan uang elektronik akan terasa lebih cepat dan

nyaman karena pemegang kartu tidak bersusah payah untuk membawa

uang tunai dalam jumlah besar. Tidak perlu menyiapkan uang pas

dalam berbelanja atau bertransaksi lain. Selain itu dalam uang

elektronik kesalahan dalam menghitung kembalian dalam suatu

transaksi tidak akan terjadi. Hal ini membuktikan bahwa pengunaan

83

Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi, Electronic money (E-money) dalam perspektif

maqashid syariah, h. 80-81

Page 67: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

57

uang elektronik dapat meminimalisir bahkan menghilangkan

kemudharatan yang terjadi akiibat pengunaan uang tunai.

Adanya fatwa tentang uang elektronik syariah dan peraturan Bank

Indonesia No. 20/6/PBI/2018 menjadikan bukti keseriusan terhadap

fenomena uang elektronik, terutama uang elektronik syariah. Kehadiran

fatwa uang elektronik syariah masih perlu ditinjau ulang karena dalam

fatwa tersebut masih belum begitu detail. Ada beberapa point yang harus

diberi penjelasan dalam fatwa tersebut:

Pertama, prihal posisi dalam fatwa tersebut, apakah fatwa tersebut

hanya ditujukan pada penerbit atau juga Co-Branding. Karena dalam

fatwa tersebut hanya menjelaskan antara penerbit dengan pemegang kartu

dan antara penerbit dengan penyeleggaraan uang elektronik dan agen

layanan keuangan digital. Belum membahas prihal uang elektronik yang

mengunakan Co-Branding. Karena pada prateknya masih banyak lembaga

keuangan syariah yang mengunkan Co-Branding dengan lembaga-

lembaga keuangan konvesional atas uang elektroniknya. Maka dari perlu

dijelaskan mekanisme difatwa jika terjadi hal tersebut.

Kedua, tidak dijelaskan jenis-jenis uang elektronik seperti server

based atau chip based karena keduanya memiliki perbedaan yang satu

berbasis kartu dan yang satu lagi berbasis server. Harus dijelaskan agar

tidak ada kerancuan, karena tentunya keduanya memiliki perbedaan yang

jelas. Di dalam fatwa sendiri tidak ada penjelasan prihal ini, padahal pada

prakteknya sudah ada uang elektronik syariah yang mengunkana atau

berbasis server based dan chip based.

Ketiga dalam fatwa juga tidak dijelaskan secara detail tentang

Registered dan Unregistered karena dalam fatwa tercantum bahwa uang

elektronik yang hilang maka nominal uang pada penerbit tidak hilang. Dan

pada praktek nya tidak seperti itu jika kartu hilang makan nominal hilang.

Dan semua ini bisa tergambar jelas jika uang elektronik Registered dan

Unregistered dijelaskan dalam ketentuan fatwa.

Page 68: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

58

Meskipun ada beberapa point yang sudah terjawab pada Peraturan

Bank Indonesia yang keluar pada tanggal 07 Mei 2018 akan tetapi perlu

kiranya agar fatwa uang elektronik menjelaskan kembali point yang

penulis sebutkan diatas. Semua ini dilakukan agar tidak terdapat

kesalahpahaman dan apa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI bukan

hanya untuk mendukung fatwa sebelumnya, akan tetapi juga untuk

kemaslahatan umat khususnya warga negara Indonesia agar tidak

melanggar hukum dan syariat Islam.

Dengan demikian terbukti bahwa uang elektronik syariah menurut

ketentuan peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 dan ketetapan

fatwa tentang uang elektronik syariah No. 116/ DSN-MUI/IX/2017

mendatangkan kemasalahatan. Karena bertransaksi dengan uang

elektronik waktu transaksi akan lebih cepat sehingga kemudharatan seperti

antrian panjang yang biasa terjadi dijalan tol atau tempat perbelanjaan

dapat dihindari. Dengan uang elektronik transaksi akan terasa lebih

mudah, dan dengan uang elektronik kita tidak perlu repot-repot

menyiapkan uang pas atau uang receh dalam berbelanja.

Akan tetapi, pengunaan uang elektronik Registered dan

Unregistered harus ditinjau kembali, karena pada prakteknya kedua jenis

tersebut juga dapat dikatakan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip menjaga

harta pada tingkatan hajiyat dan dapat mendatangkan kemudharatan,

disebabkan karena:

1) Pada penguna uang elektronik Registered juga dapat menimbulkan

kemudharatan karena pada prakteknya uang elektronik yang

Registered tidak dilengkapi dengan PIN hanya terdaftar saja, sehingga

ketika hilang dan uang elektronik tersebut ditemukan seseorang maka

cukup beresiko untuk dipergunakan oleh orang lain karena tidak

terdapat PIN pengaman sebelum kita melaporkan atau memblokir

uang elektronik tersebut.

Page 69: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

59

2) Pada pengunaan Unregistered harus dihindari, karena cukup jelas

yaitu tidak terdaftar dan tidak terdapat PIN pengaman sehingga jika

terjadi kehilangan atau kerusakan maka nominal uang pun akan hilang

dan dapat dimanfaatkan oleh orang lain.

Jika ini terjadi maka uang elektronik tersebut baik Registered dan

Unregistered dinilai belum sesuai dengan prinsip-prinsip menjaga

harta dalam tingkat hajiyat (Maqasid Asy-Syariah) dan dapat

dikategorikan terlarang atau haram. Karena masih menimbulkan

kemudharatan walaupun syarat-syarat yang lain telah terpenuhi sesuai

dengan kaidah fiqh yang menyatakan:

صبنح و عه جهب ان فبسد يقد دزء ان

Artinya menghindari kerugian harus didahulukan ketimbang

mengejar keuntungan.

Page 70: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

60

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Metode istinbat hukum dalam Fatwa MUI No. 116/DSN-

MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah adalah dengan mengali

sumber-sumber hukum Islam yang disepakati yaitu Al-Qur‟an dan Hadits

selain itu DSN-MUI juga mengunakan kaidah-kaidah fikih, pendapat-

pendapat sahabat dan ulama yang nantinya dijadikan sandaran dalam

merumuskan hukum uang elektronik syariah. Tentu saja semua itu

berpatokan dengan adanya relevansi antara masalah yang diteliti dengan

kehidupan pada saat ini, lebih mendekati pada kemudahan yang ditetapkan

pada hukum Islam dan juga lebih memprioritaskan untuk merealisasikan

maksud-maksud syara‟, yaitu mewujudkan kemaslahatan dan menolak

kemudharatan.

Secara umum uang elektronik syariah yang tunduk terhadap

ketentuan-ketentuan fatwa dan peraturan Bank Indonesia No.

20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik sesuai dengan prinsip atau

perspektif Maqasid Asy-syariah. Dalam hal ini Maqasid Asy-syariah yang

dimaksud adalah hifzumaal pada tingkatan hajiyat yaitu memelihara harta

dari بل yaitu menyianyiakan harta dalam hal ini uang elektronik إظبعة ان

dan agar terhindar dari riba fadhl. Karena di dalam uang elektronik syariah

semestinya: (1) Terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam, (2)

Tidak menimbulkan pengeluaran yang berlebihan, (3) Aman dan

mencegah dari penyalagunaan apabila dicuri atau hilang.

Kemudian, kesesuaian uang elektronik ini didukung dengan

kemaslahatan yang terkandung dalam uang elektronik seperti kemudahan

akses, efektifitas dalam penggunaan uang elektronik serta kecepatan dalam

bertransaksi. Berkaitan dengan pengunaan uang elektronik yang

Registered dan Unregistered itu harus ditinjau kembali, karena dinilai

Page 71: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

61

belum sesuai dengan prinsip Maqasid Asy-Syariah dalam menjaga harta

pada tingkatan hajiyat. Pada prakteknya uang elektronik yang registered

meskipun terdaftar tapi tidak dilengkapi pengaman berupa PIN dan pada

unregistered juga tidak terdaftar dan tidak dilengkapi PIN sehingga

menimbulkan kerugian bagi penguna uang elektronik jika terjadi

kehilangan, karena nominal uang dapat di manfaatkan atau dapat hilang

dan ini dapat dikategorikan terlarang atau haram karena masih

menimbulkan kemadharatan walaupun syarat-syarat yang lain telah

terpenuhi.

Dalam ketetapan Fatwa MUI No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang

uang elektronik syariah. Ada beberapa hal atau point yang perlu ditinjau

ulang karena masih belum begitu detail dan perlu diberikan penjelasan

kembali seperti Co-Branding, Server Based atau Chip Based, registered

dan Unregistered karena ketiga hal tersebut tidak dijelaskan secara detail

di dalam ketetapan Fatwa MUI MUI No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang

uang elektronik syariah. Meskipun ada beberapa hal yang sudah terjawab

pada Peraturan Bank Indonesia yang keluar pada tanggal 07 Mei 2018

akan tetapi perlu kiranya agar fatwa uang elektronik menjelaskan kembali

yang penulis sebutkan diatas. Semua ini dilakukan agar tidak terjadi

kesalahpahaman dan apa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI bukan

hanya untuk mendukung fatwa sebelumnya, akan tetapi juga untuk

kemaslahatan umat khususnya warga negara Indonesia agar tidak

melanggar hukum dan syariat Islam.

B. SARAN

1. Bagi DSN-MUI untuk meninjau ulang fatwa mengenai uang elektronik

syariah agar lebih jelas apa yang dimaksud dalam fatwa tersebut.

karena dalam fatwa tersebut ada beberapa point yang perlu diperjelas

dan dipertegas. Agar dikemudian hari apa yang telah dikeluarkan oleh

DSN-MUI bukan hanya untuk mendukung fatwa sebelumnya, akan

Page 72: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

62

tetapi juga untuk kemaslahatan umat khususnya warga negara

Indonesia agar tidak melanggar syariat.

2. Bagi Penerbit uang elektronik syariah diharapkan tunduk dan patuh

terhadap apa yang telah ditetapkan fatwa dan peraturan yang berlaku.

Apabila penerbit uang elektronik syariah tidak tunduk dengan

ketentuan dan ketetapan fatwa berarti produk tersebut tidak sesuai

dengan syariat dan tentunya tidak ada kemaslahatan di dalamnya.

Karena Kemaslahatan merupakan tujuan utama dalam syariat.

3. Bagi Pembaca, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang lebih

terperinci berkenaan dengan fatwa No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang

uang elektronik syariah dan peraturan Bank Indonesia No.

20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik yang ditinjau dari prinsip

Maqasid Asy-Syariah yang belum sempat penulis jelaskan seperti

perlindungan hukum terhadap pemegang kartu ataupun kesesuain

praktek uang elektronik syariah terhadap regulasi-regulasi yang

berlaku.

Page 73: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Thamrin. Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2013

Akhyar, M. E-MoneDalam Pandangan Islam http://biasyaumifatimah.com /2017

/10/31/ e-money-dalam-pandangan-Islam/ diakses pada tgl 20 Januari 2018

pada pukul 22.00 WIB

Arifin Hamid, M. Hukum Ekonomi Islam Di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia

2007

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, 2002, Cet. ke-12

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008

Asymuni Rahman, Mu‟in, Ushul Fiqh II, Jakarta: Departemen Agama, 1986

Azwar, Saifuddin. MetodePenelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997

Bakri, Asfari Jaya konsep Maqasid Syari’ah menurut Asy-syatibi, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1996.

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001

Tentang Al-Qardh Jakarta: DSN, 2001

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang

pembiayaan Ijarah, Jakarta: DSN, 2000

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, fatwa DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007

Tentang Jualah Jakarta: DSN, 2007

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006

tentang Akad Wakalah Bil Ujroh pada Asuransi Syari’ah dan reasuransi

syariah Jakarta: DSN, 2006

Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997

Efendi, Satria Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2005 Fatwa DSN MUI No. 116/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Uang Elektronik Syariah.

Page 74: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

64

Hidayati, Sri. DKK, Operasional E-money, Jakarta: BI, 2006

Huda Nurul dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (tinjauan Teoritis

dan Praktis), Jakarta: Kencana, 2010.

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Hendi Suhaendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2002.

Http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/ Haikal Ramadhan, Aminah dan

Suradi Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Uang Elektronik

Dalam Melakukan Transaksi Ditinjau Dari Peraturan Bank Indonesia

Nomor 16/8/Pbi/2014 Tentang Uang Elektronik (E-money), Jurnal

Diponegoro Law Review Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 hlm 7-9 di akses

pada Minggu tanggal 1 april 2018 pukul 21.43

Https://bisnis.tempo.co/read/1061730/tumbuh-64-persen-bi-transaksi-uang-elektronik-

rp-115-t-di-2017, Transaksi Uang Elektronik, didownload pada hari

Kamis, 29 Maret 2018 pukul 21.00 WIB.

https://www.bi.go.id/id/Default.aspx Profil Bank Indonesia di akses dari situs resmi

Bank Indonesia pada tanggal 1 September 2018 pada pukul 20.00 WIB

Ismail, PerBankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011

Jaya Bakri, Asafri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi Jakarta; Raja

Grafindo Persada, 1996

Lathif, Azharudin fiqh Muamalat Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005

Ni ‟am Sholeh, HM. Asrorun, Pedoman Dan Prosedur Penetapan Fatwa, Sekretaris

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2017

Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar PerBankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2001

Mas‟ud, Khalid. Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 2016

Muamar, Afif. Electronic Money (E-money) dalam Perspektif Maqashid Syariah,

Journal of Islamic Economics Lariba (2017). vol. 3, issue 2

Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Page 75: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

65

Peraturan BI nomor 11/12/PBI/ 2009 tentang uang elektronik

Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektonik

(electronic money)

POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang penyelengaraan usaha pembiayaan

syariah.

Radiansyah, Muhammad. “Analisis Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap

Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Kota Medan” Tesis S2

Pogram Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.

2016

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (mikro dan

makro ekonomi) Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, 2008

Rahardjo, Darwan Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa (Jakarta: LP3ES

Indonesia), 1995, hl 291.

Rahman Ghazaly, Abdul Fiqh Muamalat, Jakarta: Kecana prenada media grup, 2012

Remy Sjahdeini, Sutan, PerBankan Syariah (produk-produk dan aspek hukumnya),

Jakarta: Prenada Media Grup, 2014

Rusdiyanto, Aris. “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Money Bank

Syariah Mandiri” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta. 2017

Sabiq, Sayid Fiqh As-Sunnah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1977

Saiful Bahri, Asep. “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasi nya

PadaPerBankan Syariah (Studi Kritis Terhadap Peraturan Bank

Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik” Skripsi S1

Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010

Salma Salsabila, Sekar. Eksistensi Kartu Kredit dengan adanya Electronic Money (E-

Money) sebagai Alat Pembayaran yang Sah, Jurnal Privat Law Vol: 6 No: 1 2018.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2006

Suyatno. Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2016

Setiaatmadja, Jahja E-money Your Money‛, The Finance Magazine, Edisi 1, Tahun

1, Mei 2014

Page 76: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

66

Syafi‟I Antonio, Muhammad, Bank Syariah (dari teori ke praktik), Jakarta: Gema

Insani, 2001

Syafei, Rachmad fiqh Mu’amalah, Jakarta: Pustakan Setia, 2010

Tazkiyatul Rohmah, S.H.I, Rifqy. “Transaksi Uang Elektronik Di Tinjau dari

Hukum Bisnis Syariah” Tesis S2 Pasca Sarja UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta. 2016

Usman, Rachmadi. Jurnal Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran

Volume 32 No. 1, Januari 2017. http://e-journal.unair.ac.id/ index.php/ YDK/

index under a Creative diakses pada 19 Januari 2018 pada pukul 13.00 WIB

Utami, Yuli dan Ayief Fathurrahman, Implikasi E-money Terhadap Kesejahteraan

di Indonesia Menurut Perspektif Islam, Yogyakarta: Penelitian Dosen

Muda Prodi Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah 2017

UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, Tentang Uang

Elektronik

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No. 16/PRT/M/2017

Tentang Transaksi Tol Non Tunai Di Jalan Tol.

Wahab Ibrahim Abu sulaiman, Abdul. Bankin Cards Syariah kartu kredit dan debit

dalam perfektif Fiqih, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

Wahyudi, Irfan Efektifitas “ Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada

Bank Tabungan Negara Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

Widoatmodjo, Sawidji. New Business Model (Strategi Ampuh Menangani Bisnis

Abad Ke 21), Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005

Widyastuti, Kirana. Tantangan Dan Hambatan Implementasi Produk Uang

Elektronik Di Indonesia: Studi Kasus Pt Xyz, Jurnal Sistem Informasi

Journal of Information Systems 2017

Yunia Fauzia, Ika. Prinsip dasar Ekonomi Islam (Prespektif Maqashid Al-

Syariah), Jakarta: Prenadamedia Grup 2014.

Page 77: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

67

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 78: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

68

Page 79: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

69

Page 80: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

70

Page 81: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

71

Page 82: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

72

Page 83: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

73

Page 84: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

74

Page 85: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

75

Page 86: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

76

Page 87: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

77

Page 88: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

78

Page 89: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

79

Page 90: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

80

Page 91: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

81

Page 92: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

82

Page 93: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

83

Page 94: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

84

Page 95: ANALISIS FATWA MUI NO. 116/DSN-MUI/IX/2017 DAN PBI NO. …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43001/1/SAHAL MUZAKI-FSH.pdf · fatwa uang elektronik syariah adalah dengan

85