analisis faktor-faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
(Studi pada Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2011-2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Romi Permadi
NIM: 1110082000043
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Diri
Nama : Romi Permadi
Tempat, tanggal lahir : Tungkar, 21 Juni 1991
Alamat : Dalam Nagari Situjuah Tungka
Kecamatan Situjuah Limo Nagari
Kabupaten Lima Puluh Kota-Sumatra Barat
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)
Email : [email protected]
Handphone : 0853 6302 2180
2. Pendidikan Formal
1997 – 2003 SD N 06 Dalam Nagari
2003 – 2006 SMP N 1 Situjuah Limo Nagari
2006 – 2009 SMA N 1 Payakumbuh
2010 – 2017 S1 Akuntansi, FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pelatihan
2010 Latihan Kader I (Basic Training)
HMI KAFEIS Cabang Ciputat
2014 Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional
HMI Cabang Ogan Komering Ulu Timur
4. Pengalaman Organisasi
2011 – 2012 HMI KAFEIS Cabang Ciputat
Departemen Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan
2011 – 2014 IKESMA 1 Payakumbuh, Jabodetabek
Sekbid Pembinaan Anggota
2012 – 2013 HMI KAFEIS Cabang Ciputat
Wasekum Perguruan Tingi, Kemahasiswaan, dan
Kepemudaan
2013 – 2014 DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menteri Hubungan Antar Lembaga
2013 – 2015 HMI KAFEIS Cabang Ciputat
Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat
2014 – 2015 Badan Pengelola Latihan HMI Cabang Ciputat
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga
vii
ABSTRACT
Analysis Of Factors Affecting The Level Of Disclosure Of Financial Statements
Of Local Government
This Research aimed to determine the factors affecting the level of disclosure
of financial statements of local government. Characteristics of local government,
complexity of local government and the audit findings are used in this research
This research used secondary data from BPK of the Republic Indonesia
2011-2014. This research used purposive sampling and the results of sampling
are 277 financial report of local government. The data analysis method used
quantitative analysis, with hypothesis test by multiple regression.
The result of analysis showed that total asset has significant positive affect on
level disclosure then audit findings has significant negative affect on level
disclosure. Wealth, dependency level, age, administrator and legislative have not
affect to level disclosure.
Keywords: characteristics of local government, complexity of local government,
the audit findings, level disclosure
viii
ABSTRAK
AnalisisFaktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Karakteristik
pemerintah daerah, kompleksitas pemerintah daerah dan temuan audit digunakan
dalam penelitian ini
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK RI tahun 2011-2014. Metode
penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan diperoleh sampel
sebanyak 277 laporan keuangan pemerintah daerah. Metode analisis data
menggunakan analisis kuantitatif, dengan uji hipotesis menggunakan regresi
berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa total aset berpengaruh positif
terhadap tingkat pengungkapan kemudian temuan audit berpengaruh negatif
terhadap tingkat pengungkapan. Kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, umur
pemerintah daerah, jumlah SKPD, dan ukuran legislatif tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan.
Kata kunci: karakteristik daerah, kompleksitas daerah, temuan audit, dan
tingkat pengungkapan.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang menguasai semesta, yang telah
memberikan nikmat hidup dan segala karunia-Nya. Shalawat serta salam kami
ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan kabar bahagia
kepada umat manusia.
Skripsi ini merupakan tugas akhir bagi mahasiswa (baca: penulis) untuk
mendapatkan gelar sarjana satu pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat
kesempatan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Faktor-Faktor
yang mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (Studi pada Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2011-2014). Proses yang
dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dapat bimbingan,
arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua, Papa Syafriwal Arifin dan Ibu Eliwarni. Selalu kasih
sayang, do’a dan segalanya tercurah. semoga dilimpahkan nikmat bahagia
dunia dan akhirat untuknya.
2. Uni Yeni, Uni Winda, dan Uni Maya semoga kita semua bisa menjadi
kebanggaan.
3. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi FEB UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta semoga barokah atas segala ilmu yang
diberikannya.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE.,Ak.,MM.,CA. selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terimakasih atas segala ilmu
dan arahannya.
6. Ibu Dr. Rini, M. Si., Ak., CA selaku Pembimbing I skripsi penulis semoga
diberkahi dan diridhoi segala aktivitasnya oleh Allah SWT.
x
7. Ibu Yulianti,SE.,M.Si selaku Pembimbing II skripsi penulis semoga diberkahi
dan diridhoi segala aktivitasnya oleh Allah SWT.
8. Kakanda Harry Azhar Azis, Kakanda Marzul veri, dan Kakanda Indra Jaya
Piliang terimakasih atas diskusinya dan arahannya.
9. Kakanda Sugih Waluya Romdlon, SE terimakasih atas waktu dan ilmunya
semoga barokah.
10. Rekan-rekan seperjuangan di HMI KAFEIS, Huzaimi Attamimi, Hilman
Maulana, Ahmad Fauzan Aulia, Achmad Munawar, Restu Dwi P, Ihsan
Amirudin terimakasih untuk segalanya.
11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Cabang Ciputat.
12. Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.
13. Keluarga besar Percetakan Inspiron Graphic.
14. Untuk seluruh pihak yang telah membantu merampungkan skripsi ini dengan
rendah hati penulis mohon maaf tidak dapat sebutkan satu demi satu.
Manusia tidak luput dari salah dan lupa, penulis mengharapkan segala
bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menciptakan
karya yang lebih baik. Akhiru kalam, Semoga kita ditunjukan jalan yang lurus dan
diridoi oleh Allah SWT.
Ciputat, 27 Maret 2017
Romi Permadi
xi
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................. i
COVER DALAM .............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13
A. Landasan teori ............................................................................... 13
1. Teori Stewardship dalam pemerintahan ................................... 13
2. Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ...................... 14
3. Standar Akuntansi Pemerintah ................................................. 17
4. Pengungkapan LKPD dalam CaLK .......................................... 19
5. Karakterisrik Pemerintah daerah ............................................... 23
1. Kekayaan Daerah .............................................................. 25
2. Tingkat Ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat ........ 25
3. Total Aset .......................................................................... 27
4. Umur Pemerintah Daerah .................................................. 28
6. Kompleksitas Daerah ............................................................... 29
1. Jumlah SKPD .................................................................... 29
2. Ukuran Legislatif .............................................................. 30
7. Temuan Audit ........................................................................... 31
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 32
xii
C. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 40
D. Pengembangan Hipotesis .............................................................. 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 50
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 50
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 50
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 51
D. Metode Analisis Data .................................................................... 52
1. Statistik Deskriptif ................................................................... 52
2. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 52
a. Uji Normalitas ..................................................................... 53
b. Uji Multikolonieritas ........................................................... 53
c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................ 54
d. Uji Autokorelasi .................................................................. 54
3. Model Penguji Regresi ............................................................. 55
4. Koefisien Determinasi .............................................................. 56
5. Uji Hipotesis ............................................................................ 57
a. Uji statistik F ........................................................................ 57
b. Uji statistik t ........................................................................ 57
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian.............................................. 57
1. Variabel Dependen ................................................................... 58
2. Variabel Independen ................................................................ 59
a. Kekayaan Daerah ................................................................ 59
b. Tingkat Ketergantungan ....................................................... 60
c. Total Aset ............................................................................. 60
d. Umur Pemerintah Daerah ..................................................... 61
e. Jumlah SKPD ..................................................................... 61
f. Ukuran Legislatif ................................................................. 62
g. Temuan Audit ...................................................................... 63
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................... 65
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................... 65
xiii
1. Deskripsi Objek Penelitian ......................................................... 65
2. Analisis Data Outlier .................................................................. 66
B. Statistik Deskriptif ........................................................................... 70
C. Analisis dan Pembahasan ............................................................... 73
1. Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 73
a. Uji Normalitas ....................................................................... 73
b. Uji Multikolonieritas ............................................................. 74
c. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 74
d. Uji Autokorelasi ..................................................................... 76
2. Koefisien Determinasi ................................................................ 77
3. Pengujian Hipotesis .................................................................... 78
a. Uji Statistik F ......................................................................... 78
b. Uji Statistik t .......................................................................... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 92
A. Kesimpulan ...................................................................................... 93
B. Saran ................................................................................................ 93
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94
LAMPIRAN ...................................................................................................... 96
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 33
3.1 Operasional Variabel dan Pengukuran Penelitian ............................ 64
4.1 Tahap Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria .................................... 66
4.2 Nilai Skor Outlier Pertama ............................................................... 67
4.3 Nilai Skor Outlier Kedua ................................................................. 68
4.4 Nilai Skor Outlier Ketiga ................................................................. 69
4.5 Statistik Deskriptif ........................................................................... 70
4.6 Hasil Uji Normalitas Statistik Kolmogorof-Smirnov ....................... 73
4.7 Hasil Uji Multikolonieritas .............................................................. 74
4.8 Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson ......................... 76
4.9 Hasil Koefisien Determinasi ............................................................ 77
4.9 Hasil Uji Statistik F .......................................................................... 79
4.10 Hasil Uji Statistik t ........................................................................... 80
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................ 41
4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Plot ............................ 75
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Sampel Penelitian Pemerintah Daerah ........................................... 96
2 Hasil Output SPSS Regresi Linear Berganda ............................... 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor publik dapat diartikan sebagai suatu entitas yang aktivitasnya
berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo, 2009 dalam
Susbiyani, 2014). Karena aktivitasnya bersasaran pokok untuk mendukung suatu
isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak
komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba
(moneter), maka entitas publik disebut juga sebagai organisasi nirlaba atau
organisasi non profit.
Dewasa ini, praktik akuntansi sektor publik yang dalam hal ini banyak
dilakukan oleh lembaga–lembaga pemerintah banyak mendapat perhatian
dibanding masa–masa sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari
masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga–
lembaga sektor publik. Tuntutan tersebut mengakibatkan perlu adanya tata kelola
urusan publik yang baik (good governance) (Haryadi, 2015).
Urgensi akan tuntutan untuk terciptanya good governance menjadi harapan
masyarakat Indonesia agar tercipta pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi
maupun nepotisme (KKN). Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik diharapkan akan terbebas dari KKN yang tentunya akan terlihat dari hasil
audit dari BPK. Berbagai pemerintah daerah banyak yang mengupayakan untuk
2
mendapatkan opini Wajar tanpa pengecualian (WTP), dan itupun terbukti di
daerah kabupaten dan kota banyak yang secara konsistem pendapatkan opini
WTP. Namun demikian pernyataan dari ketua KPK Abraham Samad tahun 2013,
menyatakan bahwa opini WTP bukan indikasi pemerintahan bebas korupsi,
tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena seharusnya kalau pemerintah
mendapatkan dengan opini WTP setidaknya pelaporan keuangannya sudah bebas
dari salah saji material (Heriningsih, 2013).
Menurut Basaria Panjaitan (Wakil Ketua KPK), tata kelola pemerintah daerah
yang baik sangat diperlukan di era otonomi daerah karena daerah dituntut untuk
mengembangkan potensi daerahnya dengan kemandirian. Provinsi Banten adalah
provinsi dengan tata kelola terburuk sehingga sangat memudahkan terjadinya
korupsi. Selain maraknya kasus korupsi, KPK juga melihat bahwa tingkat
kesadaran para penyelenggara negara di Banten untuk melaporkan harta, sangat
rendah. Seperti disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, baru 19,73
persen di tingkat eksekutif, dan 34,12 persen di tingkat legislatif yang melaporkan
hartanya. Salah satu aspek yang harus mendapat perhatian Pemprov Banten
adalah Satuan Pengawas Internal (SPI). Karena lemahnya sektor pengawasan
yang antara lain menjadikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Banten
terhadap Pemprov Banten beberapa waktu lalu adalah disclaimer. Pemprov
Banten harus membangun dari nol. Ini terjadi, karena memang tidak ada yang bisa
dipertahankan dari sistem lama. Sistem kepegawaian, misalnya, Banten belum
memiliki sistem untuk mengukur analisis perubahan kerja. Bahkan, terkait jumlah
pegawai honorer, Pemprov juga tidak memiliki. Contoh lain terkait pengelolaan
3
aset. Aset yang dulu diberikan ke Pemprov Jabar Banten, tidak diurus. Belum lagi
aset yang tersebar di kabupaten/kota juga belum diurus. Begitu pula dengan
banyaknya kendaraan inventaris yang dipakai pegawai atau mantan pejabat,
namun sampai sekarang belum dikembalikan (http://kpk.go.id/id/layanan-
publik/informasi-publik/daftar-informasi-publik/2016).
Dalam rangka melakukan upaya konkrit mewujudkan good governance, serta
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah,
maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, wajib menyampaikan
slaporan pertanggungjawaban yang berupa laporan keuangan. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa masing-masing pemerintah,
baik pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, wajib membuat laporan
keuangannya sendiri. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, dijelaskan lebih lanjut bahwa Presiden, Gubernur,
Bupati, dan Walikota, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidaknya berisi
Neraca, Laporan Realisasi APBN/APBD, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan (Silvia, 2013).
Hasil laporan keuangan pemerintah yang dibuat harus mengikuti Standar
Akuntansi Pemerintahan yang berlaku, baru kemudian disampaikan kepada
DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Karena laporan keuangan merupakan suatu bentuk mekanisme
pertanggungjawaban sekaligus dasar untuk pengambilan keputusan bagi pihak
4
eksternal maka laporan keuangan yang diaudit harus dilampiri dengan
pengungkapan. Pengungkapan dalam laporan keuangan terbagi menjadi dua yaitu
pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela
(Voluntary Disclosure). Pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar
akuntansi yang berlaku ialah pengungkapan yang bersifat wajib (Mandatory
Disclosure) (Martani, 2011).
Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah
terbaru mengenai Standar Akuntansi Pemerintah. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dinyatakan
tidak berlaku lagi. Perbedaan mendasar antara PP Nomor 71 Tahun 2010 dengan
PP Nomor 24 Tahun 2005 ialah pada basis transaksi yang dilakukan. PP Nomor
71 Tahun 2010 berbasis akrual. Selain itu, hal lain yang mebedakan ialah pada PP
Nomor 71 Tahun 2010 terdapat dua lampiran. Lampiran I mrupakan Standar
Akuntansi Pemerintah berbasis akrual yang akan dilaksanakan selambat-
lambatnya mulai tahun 2014 yaitu berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat
segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan
ditetapkan lebih lanjut oleh menteri keuangan dan menteri dalam negeri).
Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis kas menuju
akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014, yang berlaku selama masa transisi
bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP berbasis akrual. Dengan kata
lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang
ada pada PP Nomor 24 tahun 2005 tanpa ada perubahan sedikit pun.
5
Suatu Standar akuntansi sangat penting diperlukan sebagai pedoman dan
petunjuk dalam rangka penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan
keuangan pemerintah yang dihasilkan harus mengikuti Standar Akuntansi
Pemerintah sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010. Hal ini juga dipertegas dari
pernyataan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD
harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan,
begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan
Negara yang juga mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban
pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Kerangka konseptual PP Nomor 71 Tahun 2010 menyatakan bahwa Laporan
Keuangan Pemerintah merupakan wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara sehingga komponen yang disajikan setidaknya mencakup jenis laporan
keuangan dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan
undang-undangan (statutory report). Adapun komponen laporan keuangan yang
dilaporkan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 pada Lampiran II meliputi;
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas
Laporan Keuangan.
Menurut PSAP Nomor 1 Paragraf 24 menyatakan bahwa entitas pelaporan
mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran. Begitu pula dalam
paragraf-paragraf selanjutnya yang menjelaskan pentingnya pengungkapan semua
informasi keuangan yang dibutuhkan pengguna, sebab hal ini untuk menghindari
6
adanya kekeliruan dan kesalahpahaman dalam membaca laporan. Dengan
demikian, adanya pemenuhan atas pengungkapan akan berguna dan memudahkan
pengguna laporan dalam memahami laporan keuangan. Pengungkapan dan
penjelasan untuk beberapa item yang tidak disajikan dalam laporan keuangan
dapat disajikan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (Yulianingtyas, 2011).
Penelitian ini penting dilakukan sebagai wujud tolok ukur dan bentuk evaluasi
atas tingkat kepatuhan pengungkapan wajib yang dilakukan pemerintah daerah
sehingga harapan adanya punish dan reward dapat diberikan sebagai upaya
perbaikan laporan keuangan pemerintah. Penelitian ini juga diharapkan mampu
memberi kontribusi kepada masyarakat yang membutuhkan informasi dan sadar
akan kebutuhan akuntabilitas dan transparansi melalui bentuk penilaian dan
evaluasi atas pengungkapan wajib yang dilakukan pemerintah daerah.
Penelitian ini menarik dilakukan karena masih jarangnya penelitian mengenai
topik pengungkapan laporan keuangan di sektor pemerintah akibat terbatasnya
informasi dan data dari pemerintah yang sulit diakses publik, dan cenderung
rahasia. Selain itu, motif yang mendasari pengungkapan cenderung sulit untuk
dikembangkan, sehingga dalam penelitian ini nantinya akan lebih mengukur
ketaatan dibanding pengungkapannya. Pengungkapan dalam penelitian ini akan
lebih bersifat pengungkapan yang sifatnya wajib (Mandatory Disclosure) (Hilmi,
2010).
Penelitian ini berupaya memberi jawaban atas ketidakkonsistenan hasil
penelitian terdahulu. Beberapa penelitian baik di luar negeri (Ingram, 1984;
Patrick, 2010; dan Lucie, 2015) maupun di dalam negeri (Hilmi, 2010; Lesmana,
7
2010; Yulianingtyas, 2011; Heriningsih, 2013; Liestiani, 2013; dan Susilo, 2015)
pernah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah. Namun, hasilnya masih
belum konsisten dan berbeda-beda. Kebanyakan penelitian tersebut lebih banyak
berfokus pada karakteristik daerah saja (Patrick, 2007; Liestiani, 2008; Lesmana,
2010; Yulianingtyas, 2011; Syafitri, 2012).
Variabel yang paling sering digunakan untuk menggambarkan karakteristik
pemerintah daerah adalah kekayaan daerah, ukuran daerah, dan intergovernmental
revenue. Yulianingtyas (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan pada LKPD Kabupaten/Kota di
Indonesia tahun 2008-2009. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran daerah yang
diproksikan dengan total aset berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan, begitu juga dengan variabel jumlah SKPD (diferensiasi
fungsional). Hasil ini juga didukung oleh penelitian Hilmi (2010), Lesmana
(2010), Heriningsih (2013), Lucie (2015) dan Susilo (2015)
Variabel independen lain yang biasa muncul dan masih menunjukkan adanya
perbedaan pendapat adalah variabel temuan audit. Penelitian Hilmi (2010) yang
menyatakan bahwa jumlah temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengungkapan karena jumlah temuan audit BPK tidak serta merta
mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan lebih besar.
Masih adanya pertentangan atas hasil penelitian, dan adanya ketidakkonsistenan
hasil atas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan
keuangan, serta telah munculnya peraturan baru tentang Peraturan Standar
8
Akuntansi Pemerintah yaitu PP Nomor 71 Tahun 2010, maka dibutuhkan
penelitian lanjutan guna menguji ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut.
Penelitian ini nantinya akan mengacu pada penelitian Hilmi (2010). Alasan
dipilihnya penelitian Hilmi (2010) sebagai acuan utama ialah bahwa dalam
penelitian Hilmi telah mencakup variabel-variabel yang lebih kompleks dan
beragam daripada penelitian sebelumnya (Patrick, 2010; Lesmana, 2010;
Yulianingtyas, 2011; dan Liestiani, 2013). Sebab Hilmi (2010) tidak hanya
menggunakan variabel karakteristik daerah sebagai variabel yang mempengaruhi
pengungkapan, tetapi juga menambahkan variabel kompleksitas pemerintah
daerah dan variabel temuan audit. Selain itu adanya keterbatasan data dan
kesulitan dalam memperoleh data menyebabkan variabel lain yang biasa
digunakan dalam mengukur tingkat pengungkapan wajib tidak dapat digunakan,
seperti budaya organisasi (Patrick, 2010), karakteristik kepala daerah (Ismoyo,
2011), dan struktur organisasi (Yulianingtyas, 2011).
Perbedaan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini ialah peneliti akan
menambahkan 2 variabel yaitu umur pemerintah daerah untuk proksi di
karakteristik pemerintah dan ukuran legislatif untuk proksi dalam kompleksitas
pemerintah. Selain itu, sampel dalam penelitian ini menggunakan data Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2011-2014.
Penelitian yang dilakukan Lesmana (2010), dari enam variabel yang
menjelaskan mengenai pengaruh karakteristik daerah, hanya umur pemerintah
daerah dan kemandirian keuangan daerah yang memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib dalam neraca LKPD Indonesia
9
tahun 2007. Serupa dengan penelitian Lesmana (2010), Yulianingtyas (2011) juga
menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara umur administratif
pemerintah daerah dengan tingkat pengungkapan LKPD.
Umur pemerintah daerah menunjukkan usia dari pemerintah daerah, yaitu
lamanya pemerintah daerah tersebut telah ada dan berdiri. Dinyatakan dalam
satuan tahun, dan dihitung dari sejak diterbitkannya peraturan perundang-
undangan pembentukan pemerintah daerah bersangkutan (Lesmana, 2010).
DPRD kabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum (Undang-Undang Nomor 17 tahun
2014 tentang Majelis Permusyarawatan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 363). Penelitian
yang dilakukan oleh IRIS Indonesia bekerjasama dengan Syahruddin dan Taifur,
(2002) mengungkapkan DPRD memiliki peranan yang besar dalam mengawasi
pemerintah daerah dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya sehingga dapat
mencapai kinerja yang diinginkan. Pengawasan dalam aktivitas pemerintahan ini
mengindikasikan bahwa DPRD juga turut mengawasi atas laporan keuangan yang
dibuat pemerintah daerah terkait sehingga ada kecenderungan pengawasan ini
juga mempengaruhi pemerintah daerah dalam melakukan pengungkapan laporan
keuangannya.
Dengan demikian, penelitian ini akan mengambil judul: “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah”.
10
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah disampaikan, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah karakteristik pemerintah yang diproksikan dengan kekayaan
daerah (PAD), tingkat ketergantungan, total aset, dan umur pemerintah
daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia periode 2011-2014?
2. Apakah kompleksitas pemerintah yang diproksikan dengan jumlah SKPD
dan ukuran legislatif daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
periode 2011-2014?
3. Apakah temuan audit BPK berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
periode 2011-2014?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk menganalisi pengaruh karakteristik pemerintah yang
diproksikan dengan kekayaan daerah (PAD), tingkat ketergantungan,
total aset, dan umur pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
periode 2011-2014.
11
b. Untuk menganalisis pengaruh kompleksitas pemerintah yang
diproksikan dengan jumlah SKPD dan ukuran legislatif terhadap
tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia periode 2011-2014.
c. Untuk menganalisis pengaruh temuan audit BPK terhadap tingkat
pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
di Indonesia periode 2011-2014.
D. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi teoritis
1) Mahasiswa jurusan akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi dengan memberikan bukti
empiris tentang pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas
pemerintah, dan temuan audit BPK terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah.
3) Peneliti selanjutnya, diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber referensi dan informasi bagi penelitian
selanjutnya mengenai pembahasan tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah dan memberikan kesempatan bagi
para peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan dan memperluas
penelitian ini.
12
4) Penulis, penelitian ini dapat memperluas wawasan serta menambah
referensi, serta memberikan informasi dan pengetahuan kepada
penulis mengenai auditing, terutama tentang tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah sehingga diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.
b. Kontribusi praktis
1) Bagi instansi pemerintah terkait, menjadi bahan evaluasi untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat pengungkapan laporan keuangan
yang dilaporkan telah sesuai dengan peraturan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang berlaku.
2) Bagi pemerintah pusat, menjadi dasar evaluasi, masukan, dan
pertimbangan agar bisa menentukan penilaian atau bahkan reward
dan punishment.
3) Bagi masyarakat, menjadi bahan dan sumber informasi bagi
masyarakat untuk mengetahui tingkat pengungkapan dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
4) Bagi peneliti selanjutnya, untuk memacu dan mendorong peneliti
selanjutnya meneliti lebih banyak terkait dengan tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah, serta dapat menjadi
salah satu sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Stewardship dalam Pemerintahan
Secara umum tujuan laporan keuangan ialah untuk memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-
keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship)
manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka. Selain itu, sebagai wujud pelaksanaan good governance yang baik
salah satunya berupa upaya pertanggungjawaban melalui pembuatan laporan
keuangan. Agar hal tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu
pengungkapan yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lainnya yang
relevan. Teori utama terkait tingkat pengungkapan dan good governance ialah
teori agency dan teori stewardship (Daniri, 2005:5). Dalam hubungannya
dengan sektor publik, teori yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah
teori stewardship. Apabila dalam teori agency menjelaskan hubungan antara
principal dan agent maka dalam teori stewardship dijelaskan hubungan antara
principal dan steward.
Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para
manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu seperti materi dan
uang tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk
kepentingan organisasi (Raharjo, 2007). Teori ini mempunyai dasar psikologi
14
dan sosiologi yang telah dirancang dimana para penerima amanah (steward)
termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan pihak pemberi amanah
(principal), selain itu perilaku (penerima amanah) steward tidak akan
meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran
organisasinya. Dengan kata lain hubungan yang terjadi antara prinsipal dan
steward dalam hal ini rakyat sebagai principal dan pemerintah sebagai
steward, ialah hubungan yang terjalin karena adanya sifat dasar manusia yang
dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki
integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain (Sari, 2012).
2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) bahwa “laporan keuangan merupakan laporan
yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang
dilakukan oleh suatu entitas pelaporan”. Sedangkan yang dimaksud dengan
entitas pelaporan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 ialah:
“Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan
laporan pertanggungjawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan
umum, yang terdiri dari: (a)Pemerintah pusat; (b)Pemerintah daerah;
(c)Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan
pemerintah pusat; (d)Satuan organisasi di lingkungan pemerintah
pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-
undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan
keuangan.”
Laporan keuangan pada dasarnya adalah asersi dari pihak manajemen
pemerintah yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan
15
keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber
daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan terutama digunakan
untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu
menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Arfianti,
2011).
Laporan keuangan menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan
capaian kinerja dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu
entitas (Choiriyah, 2010). Oleh karena itu, pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan harus memadai agar dapat dijadikan dasar pengambilan
keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang cermat dan tepat (Almilia
dan Retrinasari, 2007).
Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, laporan keuangan disusun untuk
menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode
pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai
sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan
operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas
dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya
terhadap peraturan perundang-undangan (Lesmana, 2010).
Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi
yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan
16
membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Untuk
memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer,
pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih,
surplus/defisit-Laporan Operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas
suatu entitas pelaporan (Hilmi, 2010).
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya
merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD) bertugas menyusun LKPD. Proses penyusunan LKPD paling lambat
tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun
dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
(Suhardjanto, 2011).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintah. LKPD
disajikan dengan dilampiri ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan
BUMD/perusahaan daerah. Selanjutnya LKPD disampaikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah
diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan
dengan peraturan daerah (Perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD (Martani, 2012).
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Untuk menyelengarakan fungsi
17
pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional,
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi
dan/atau kabupaten/kota. Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah
otonomi khusus berdasarkan UU No. 29 Tahun 2007 sebagai pengganti UU
No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan otonom di provinsi
DKI Jakarta pada tingkat provinsi. Untuk daerah tingkat II disebut
Kabupaten/Kotamadya administratif bertindak sebagai SKPD di lingkungan
Pemprov DKI Jakarta (LHP BPK RI, 2015).
3. Standar Akuntansi Pemerintah
Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Peraturan
tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju akrual (Cash towards
Accrual). PP ini merupakan transisi sebab Undang-Undang Keuangan Negara
dan Perbendaharaan Negara mengamanatkan perlunya pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual (Martani, 2011).
Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual
tuntas disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan
ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010.
Implementasi dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi
18
berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan
pemerintah daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual (Liestiani, 2008).
SAP merupakan pedoman dalam menyatukan persepsi antara penyusun,
pengguna dan auditor. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan
keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. SAP berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun
dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP juga mengatur mengenai
informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana
menetapkan, mengukur dan melaporkannya. Selain itu, SAP juga digunakan
oleh pengguna laporan keuangan termasuk legislatif untuk memahami
informasi yang disajikan dalam laporan. Sedangkan untuk pihak auditor
eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan
audit keuangan (Heriningsih, 2013).
Komponen yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II ialah
1. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Neraca meliputi sekurang-kurangnya pos-pos seperti, kas dan setara
kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak,
persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
2. Laporan Realisasi Anggaran
19
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi
tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding.
Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai
realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan
dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan
dengan anggarannya.
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu
periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
4. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci
atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula
dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi
yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta
pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
4. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LPKD)
dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
20
Kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau tidak
menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, disclosure
mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberi informasi dan
penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Suhardjanto,
2011).
Menurut Naim dan Rakhman (2000) dalam Suhardjanto (2011), ada dua
jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan
standar, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure)
Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan
oleh Standar akuntansi yang berlaku. Di Indonesia peraturan mengenai
pengungkapan informasi dalam laporan tahunan dikeluarkan oleh
Ketua BAPEPAM melalui keputusan nomor 17/PM/2002 atau. Dalam
praktik yang paling lazim digunakan adalah pengungkapan yang cukup
(Adequate Disclosure). Pengungkapan yang cukup merupakan
pengungkapan yang minimum yang disajikan sesuai dengan peraturan
yang berlaku
2. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclousure)
Menurut Naim dan Rakhman (2000) dalam Suhardjanto (2011),
pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh
standar atau peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan melebihi yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela
21
dapat mengurangi asimetri informasi antara partisipan pasar.
Kredibilitas dan realibilitas merupakan hal utama yang menjadi
perhatian dalam pengungkapan informasi secara sukarela.
Dalam kaitannya dengan sektor pemerintahan di Indonesia, baik
pemerintah pusat maupun daerah, pengungkapan wajib mengacu pada
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam Kerangka Konseptual Standar
Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa pengungkapan lengkap (full
disclosure) ialah laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan
keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) (Suhardjanto, 2011).
Sedangkan menurut Yulianingtyas (2011), pengungkapan sukarela
merupakan informasi yang tidak diwajibkan oleh suatu peraturan yang
berlaku, tetapi diungkapkan oleh entitas karena dianggap relevan dengan
kebutuhan pemakai laporan keuangan. Biasanya tersaji dalam bentuk
informasi tambahan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK).
Salah satu komponen pokok dalam laporan keuangan pemerintah adalah
Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010
dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif
atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas,
22
Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga
mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh
entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk
diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-
ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan
secara wajar. Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I, Catatan atas
Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-
hal sebagai berikut:
1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.
2. Informasi tentang kebijakan fiskal/ keuangan dan ekonomi makro.
3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
4. Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
muka laporan keuangan.
6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.
7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
23
Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II, Catatan atas
Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-
hal sebagai berikut:
1. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
2. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
pelaporan.
3. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
4. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan.
5. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan
belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
6. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian
yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan.
Penelitian ini menggunakan jenis pengungkapan wajib dengan metode
sistem scoring. Sistem scoring yang dimaksud adalah dengan membuat daftar
checklist pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar Akuntansi
24
Pemerintahan PP 24 tahun 2005 atau PP 71 tahun 2010 Lampiran II yang
dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada Permendagri No. 13 tahun
2006. Seperti yang dilakukan oleh Hilmi (2010), Yulianingtyas (2011), dan
Liestiani (2012).
5. Karakteristik Pemerintah Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), karakteristik adalah ciri-
ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan
tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain.
Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Miranti (2009) pada sektor swasta
mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang melekat
pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan
perusahaan lain.
Sumarjo (2010) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah dengan
menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah yang diproksikan dengan total
aset, kemakmuran (wealth) yang diproksikan dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), ukuran legislatif, tingkat leverage yang diproksikan dengan total utang
dibagi total ekuitas, dan intergovernmental revenue yang diproksikan dengan
perbandingan antara jumlah total dana perimbangan dengan jumlah total
pendapatan. Hilmi (2010) menggunakan lebih sedikit proksi untuk
menjelaskan karakteristik pemerintah yaitu kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan, dan total aset.
25
Penelitian Lesmana (2010) menerangkan karakteristik daerah melalui
beberapa variabel, yaitu ukuran pemda yang dihitung dari total aset dalam
neraca, total kewajiban, pendapatan transfer yang diperoleh dari Laporan
Realisasi Anggaran, umur pemda, jumlah SKPD, dan kemandirian keuangan
daerah yang dihitung dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi jumlah
transfer dan pendapatan. Pada tahun 2011, Yulianingtyas juga melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan dengan
mendefinisikan karakteristik daerah dengan lebih sedikit variabel yaitu ukuran
daerah (size), jumlah SKPD, dan status daerah dimana lokasi pemda dan
jumlah anggota DPRD dijadikan variabel kontrol.
Penelitian ini menggunakan model karakteristik pemerintah yang
dilakukan Hilmi (2010), yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan
(intergovernmental revenue), dan total aset. Namun dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan total PAD untuk menggambarkan kekayaan daerah.
Peneliti juga menambahkan satu variabel baru untuk karakteristik pemerintah
yaitu umur pemda dengan mengacu pada penelitian Lesmana (2010) dan
Syafitri (2012).
1. Kekayaan Daerah (PAD)
Tingkat kemakmuran suatu daerah dapat tergambarkan dari kekayaan
daerah tersebut (Sinaga, 2011 dalam Syafitri, 2012). Kekayaan pemerintah
daerah dapat dinyatakan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(Abdullah, 2004 dalam Sumarjo, 2010). Menurut Kawedar et. al.
(2008:180), pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
26
rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah
2. Tingkat Ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat
Pada penelitian Hilmi (2010), tingkat ketergantungan dinyatakan
dengan besarnya Dana Alokasi Umum yang dibagi dengan Total
Pendapatan. Menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) dalam Sudarsana
(2013), Dana Alokasi Umum (DAU) ialah dana yang berasal dari APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Hal sama juga diungkapkan Kawedar, et al. (2008:49), DAU bertujuan
untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah dengan maksud
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui
penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah. Besar DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah
fiskal (fiscal gap) suatu daerah yang merupakan selisih antara kebutuhan
daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan
27
demikian, adanya transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
menimbulkan konsekuensi berupa monitoring dari pusat ke daerah terkait
keleluasaan pemerintah daerah dalam menggunakan dana tersebut, apakah
untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk
keperluan lainnya.
Menurut Sudarsana (2013) ada beberapa cara menghitung DAU
menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
1. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam
negeri yang ditetapkan APBN.
2. DAU untuk daerah provinsi adalah 10%, sedangkan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan sebesar 90% dari dana alokasi umum
sebagaimana ditetapkan di atas.
3. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota
tertentu ditetapkan berdasarkan hasil perkalian jumlah dana alokasi
umum untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan
porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
4. Sedangkan yang dimaksud dengan porsi daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah
kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besar
DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Pendapatan Dalam Negeri
(PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah
provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota akan berbeda-beda disesuaikan
28
dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota
(Sudarsana, 2013).
3. Total Aset
Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, Lesmana (2010), Sumarjo
(2010), dan Yulianingtyas (2011), menggunakan ukuran jumlah aset dalam
mengukur ukuran (size) pemerintah. Semakin besar aset yang dimiliki
suatu daerah maka semakin besar ukuran pemerintah daerah tersebut.
Selain nilai total aset, menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) dalam
Sudarsana (2013) besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam
penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel tersebut dapat digunakan
dalam mengukur besar ukuran karena kemampuan ketiganya dalam
mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka
semakin banyak modal yang ditanam. Semakin banyak penjualan,
perputaran uang akan semakin banyak. Semakin besar kapitalisasi pasar
semakin besar perusahaan tersebut dikenal masyarakat (Sudarsana, 2013).
Total aset atau total aktiva dipilih dalam penelitian ini karena nilainya
yang lebih stabil daripada penjualan dan kapitalisasi pasar. Nilai aset
dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah aset dalam
neraca pemerintah daerah tersebut. Telah banyak studi yang mendukung
ide bahwa ukuran sebuah organisasi akan secara signifikan mempengaruhi
struktur organisasi, dimana organisasi besar cenderung lebih banyak
29
memiliki aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil (Yulianingtyas,
2011).
4. Umur Pemerintah Daerah
Umur pemerintah dapat diartikan sebagai seberapa lama pemerintah
tersebut telah ada (Mandasari, 2009). Pembentukan suatu pemerintah
daerah secara legal bisa ditetapkan dalam suatu undang-undang (Lesmana,
2010). Yulianingtyas (2011) mendefinisikan umur pemerintah daerah
sebagai umur administratif pemerintah daerah yang diperoleh dari tahun
dibentuknya pemerintah daerah tersebut berdasarkan peraturan undang-
undang. Umur pemerintah daerah akan dinyatakan dalam satuan tahun.
Dalam penelitian yang dilakukan Simanjuntak dan Widiastuti (2004)
dalam Wicaksono (2012), menemukan adanya korelasi antara umur
perusahaan dengan kelengkapan laporan tahunan perusahaan. Sementara
pada penelitian Lesmana (2010) dan Yulianingtyas (2011) dalam sektor
pemerintahan, menyatakan bahwa semakin tua umur suatu daerah,
semakin tinggi tingkat pengungkapan yang dilakukan dalam laporan
keuangan, sebab semakin tua umur suatu daerah semakin memiliki rekam
jejak yang lebih baik dalam penyusunan laporan keuangan.
6. Kompleksitas Pemerintah Daerah
Kompleksitas merupakan kajian atau studi terhadap sistem kompleks. Kata
“kompleksitas” berasal dari bahasa latin complexice yang artinya totalitas atau
30
keseluruhan, sebuah ilmu yang mengkaji totalitas sistem dinamik secara
keseluruhan. Kompleksitas adalah kondisi dan beragamnya faktor-faktor yang
ada di lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi organisasi.
Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi dimana
terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda-beda yang
mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ingram (1984) dalam Jorge (2008: 224) memaparkan bahwa variabel
kompleksitas pemerintahan memberikan dorongan kepada pemerintah daerah
untuk meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya.
1. Jumlah SKPD
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, SKPD atau Satuan Kerja Perangkat
Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
Sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah
sekaligus pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah,
Kepala Daerah, selanjutnya melimpahkan kekuasaannya tersebut untuk
dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelolaan keuangan daerah dan
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku pejabat
pengguna anggaran/pengguna barang di bawah koordinasi sekretaris
daerah. Pembuatan laporan keuangan yang dilakukan masing-masing
SKPD akan dikonsolidasikan oleh SKPKD untuk menjadi Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten.
31
2. Ukuran Legislatif
Lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang
dikenal dengan DPRD, merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004).
Dalam proses penyusunan APBD, kepala daerah menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada
DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran
sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 104 ayat 1).
Menurut Winarni dan Murni (2007) dalam Yulianingtyas (2011),
DPRD memiliki peran dan posisi strategis untuk mengontrol kebijakan
keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel. Sehingga, semakin besar jumlah anggota legislatif diharapkan
dapat memperketat pengawasan keuangan pemerintah daerah.
Konsekuensinya ialah pemerintah daerah akan lebih bertanggung jawab
dalam mengungkapkan informasi akuntansi sesuai ketentuan SAP.
7. Temuan Audit
Pengertian Auditing menurut Arens (2010), auditing merupakan:
“accumulation and evaluation of evidence about information to
determineand report on the degree of correspondence between the
information and established criteria. Auditing should be done by a
competent and independent person”
32
Akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang
ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen
Sedangkan menurut Hall (2007), audit adalah bentuk pembuktian
indepeden yang dilakukan ahli-auditor-yang menyatakan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan perusahaan. Keyakinan publik pada keandalan
laporan keuangan yang dihasilkan secara internal bergantung secara langsung
pada validasi oleh auditor ahli yang independen.
Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan
keuangan pemerintah maka laporan keuangan perlu diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (Kawedar, 2008). Pemeriksaan keuangan negara yang
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdiri dari pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil
dari pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut berupa opini, temuan,
kesimpulan atau dalam bentuk rekomendasi.
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK dalam
laporan keuangan pemerintah daerah atas pelanggaran yang dilakukan suatu
daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Penelitian Liestiani (2012), menemukan
bahwa jumlah temuan audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Sebab melalui adanya temuan ini, BPK akan meminta adanya koreksi dan
peningkatan pengungkapannya. Sehingga, semakin besar jumlah temuan maka
33
semakin besar jumlah tambahan pengungkapan yang akan diminta oleh BPK
dalam laporan keuangan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah belum banyak dilakukan akibat sulitnya mengembangkan motif yang
mendasari pengungkapan dan terbatasnya informasi pemerintah yang bisa diakses
publik.
34
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan
Variabel Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
1 Patricia A. Patrrick
(2010)
The Determinants of
Organizational
Innovativeness: the
Adoption Of GASB 34 In
Pennsylvania Local
Government
√
√
√
√
√
√
Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di
Pennsylvania
Sampel
2.565 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di
Pennsylvania
Metode Analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel Lainnya:
Intergovermental revenue
Budaya organisasi
Ukuran organisasi berpengaruh
positif dan signifikan dalam
mendeterminasikan penerapan
GASB 34.
Budaya organisasi berpengaruh
positif dan signifikan dalam
mendeterminasikan penerapan
GASB 34
Spesialisasi pekerjaan memiliki
hubungan positif dan lemah
Diferensiasi fungsional
berpengaruh positif dan lemah
Administrative intensity
berpengaruh positif dan lemah
Pembiayaan utang memiliki
hubungan positif yang moderat
hingga lemah.
Intergovernmental revenue
berhubungan negatif dan lemah
terhadap determinasi dalam
adopsi GASB 34.
Bersambung ke halaman selanjutnya
35
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan
Variabel Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
2 Djoko Suhardjanto dan
Sigit Indra Lesmana
(2010)
Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah
terhadap Tingkat
Pengungkapan Wajib di
Indonesia
√ √ √ √ √ Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia
Sampel
79 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia
Metode analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel Lainnya
Tingkat Kewajiban
Pendapatan transfer
Umur pemerintah daerah
memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan wajib LKPD.
Kemandirian keuangan daerah
berpengaruh positif signifikan
terhadap tingkat pengungkapan
wajib LKPD.
Tingkat kewajiban berpengaruh
tidak signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Pendapatan transfer
berpengaruh tidak signifikan
terhadap tingkat pengungkapan
wajib LKPD.
Jumlah SKPD berpengaruh
tidak signifikan terdap tingkat
pengungkapan wajib LKPD
Bersambung ke halaman selanjutnya
36
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan
Variabel Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
3 Amiruddin Zul Himi dan
Dwi Martani (2010)
Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi
Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan
Pemerintah Provinsi
√ √ √ √ √ √ √ Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia
Sampel
116 Laporan
KeuanganPemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota dan 29
Provinsi di Indonesia
Metode analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel Lainnya
Jumlah penduduk
Tingkat penyimpangan
Kekayaan daerah berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Jumlah penduduk berpengaruh
positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Tingkat penyimpangan
berpengaruh positif terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Tingkat ketergantungan
berpengaruh pengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Jumlah SKPD berpengaruh
negatif dan tidak signifikan
terhadap tingkat pengungkapan
LKPD.
Total aset berpengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Temuan audit berpengaruh
negatif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Bersambung ke halaman selanjutnya
37
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan Variabel
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
4 Sucahyo Heriningsih
(2013)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat
Pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah
√ √ √ √ √ Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia dan
Indeks Persepsi Korupsi
Sampel
92 Laporan keuangan
Pemerintah Daerah di
Indonesia
Metode analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel Lainnya
Pembiayaan utang
Intergovermental revenue
Ukuran legislatif berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Umur pemerintah daerah
berpengaruh positif terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Kekayaan daerah berpengaruh
positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Ukuran pemda berpengaruh
pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Rasio kemandirian daerah
berpengaruh pengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
Pembiayaan utang berpengaruh
pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Bersambung ke halaman selanjutnya
38
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan
Variabel Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
5 Djoko Suhardjanto dan
Rena Rukmita
Yulianingtyas (2011)
Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah
terhadap Kepatuhan
Pengungkapan Wajib
dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
√ √ √ √ √ √ Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia
Sampel
100 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di
Indonesia
Metode analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel lainnya:
Status daerah
Lokasi pemerintah daerah
Jumlah anggota DPRD memiliki
pengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat pengungkapan
LKPD
size berpengaruh dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan wajib laporan
keuangan pemerintah.
Jumlah SKPD berpengaruh dan
tidak signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Lokasi pemda SKPD
berpengaruh dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Status daerah SKPD
berpengaruh dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Bersambung ke halaman selanjutnya
39
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Kekayaan Daerah (X1), Tingkat Ketergantungan Daerah (X2), Total Aset (X3), Umur Pemerintah Daerah (X4),
Jumlah SKPD (X5), Ukuran Legislatif (X6), dan temuan Audit (X7)
No Peneliti (Tahun)
&
Judul Penelitian
Persamaan dan Perbedaan
Variabel Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
6 Dwi Martani dan Annisa
Liestiani (2012)
Disclousure in Local
Government Financial
Statements: the Case of
Indonesia
√ √ √ √ √ √ Jenis penelitian
Kuantitatif
Sumber data
Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah di Indonesia
Sampel
92 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia
Meode Analisis
Regresi Linear Berganda
Variabel lainnya:
Tipe pemerintahan daerah
Jumlah penduduk
Tingkat penyimpangan
Kekayaan berpengaruh positif
terhadap terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Kompleksitas daerah
berpengaruh positif terhadap
terhadap tingkat pengungkapan
LKPD.
Jumlah penduduk berpengaruh
positif terhadap terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Tingkat penyimpangan
berpengaruh positif terhadap
terhadap tingkat pengungkapan
LKPD.
Tingkat ketergantungan
berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Tipe pemerintahan daerah
berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
40
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia
Variabel Independen
Judul Skripsi: Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Kompleksitas, dan
Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan LKPD
Metode Analisis:
Regresi Linear Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Variabel Dependen
Kekayaan Daerah (PAD)
Tingkat Ketergantungan Daerah
Total Aset
Umur Pemerintah Daerah
Jumlah SKPD
Ukuran Legislatif
Temuan Audit
Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
41
D. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Kekayaan Daerah (PAD) terhadap Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Christiaens (1999) dalam Rossi, dkk (2015: 19), kekayaan
Pemerintah Daerah berpengaruh positif dengan peningkatan pengungkapan
karena memberikan sinyal mengenai kualitas kepala daerah, dimana kepala
daerah dapat mengambil manfaat dengan meningkatkan kesempatan mereka
untuk dipilih kembali dan mengurangi biaya kepentingan. Penelitian yang
dilakukan Silvia (2014) menemukan bahwa tingkat kekayaan daerah memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan LKPD. Begitu juga
dengan penelitian Hilmi (2010) Liestiani (2012) yang menemukan adanya
pengaruh positif dan signifikan antara kekayaan daerah dengan tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah.
Semakin besar kekayaan daerah, maka semakin besar tingkat
pengungkapan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Semakin besar
kekayaan daerah, maka semakin besar sumber daya yang dimiliki untuk
melakukan pengungkapan sehingga kekayaan daerah yang meningkat dapat
meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan keuangannya.
Berdasar teori stewardship maka pemerintah daerah berusaha
menunjukkan tanggung jawab atas kinerjanya yang baik melalui hasil
kekayaan yang besar dan sumber daya yang banyak sehingga berupaya
mengungkapkannya dengan lebih baik pada laporan keuangannya. Adanya
42
peningkatan pengungkapan diharapkan mampu mengurangi adanya asimetri
informasi antara pemerintah dengan rakyatnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H1= Kekayaan daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
2. Pengaruh Tingkat Ketergantungan terhadap Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Dana transfer merupakan jenis pendanaan daerah yang berasal dari
pemerintah pusat atau provinsi. Oleh karena itu, pemerintah pusat ataupun
provinsi akan meminta pengungkapan yang lebih sebagai upaya untuk
memonitor kinerja pemerintah daerah atas penggunaan dana tersebut. Ini
berarti semakin besar tingkat ketergantungan maka akan semakin besar tingkat
pengungkapan yang dilakukan pemerintah daerah. Pertanggungjawaban atas
penggunaan dana tersebut merupakan upaya kesadaran steward dalam
menjalani tanggung jawab perannya yaitu melalui bentuk transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah sekaligus untuk mengurangi
adanya asimetri informasi serta mewujudkan kepercayaan publik baik kepada
masyarakat maupun pemerintah pusat atau provinsi bahwa dana tidak
disalahgunakan.
Penelitian Suhardjanto (2011) dan Susilo (2015) menemukan bahwa
tingkat ketergantungan pemerintah kota berhubungan positif dan signifikan
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah kota. Adanya
43
ketergantungan yang besar memungkinkan pemerintah pusat untuk melakukan
pembatasan operasi pemerintah daerah (kota) dan meminta pengungkapan
lebih untuk memonitor kinerja pemerintah daerah (kota) dengan pembatasan
operasi tersebut.
Namun sebaliknya, penelitian yang dilakukan Syafitri (2012) justru
menemukan bahwa tingkat ketergantungan berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD karena tidak adanya tekanan
dari pemerintah pusat untuk melakukan peningkatan pengungkapan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H2= Tingkat ketergantungan daerah berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD.
3. Pengaruh Total Aset terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Sumber daya yang digunakan entitas untuk melakukan kegiatan
operasional entitas disebut aset. Semakin besar jumlah aset maka akan
semakin besar sumber daya yang bisa digunakan untuk melakukan
pengungkapan yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan Patrick (2010)
menunjukkan bahwa variabel size yang diproksikan dengan total aset memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kelengkapan pengungkapan. Begitu
pula dengan penelitian Hilmi (2010) yang menghubungkannya dengan kinerja
pemerintah daerah.
44
Total aset yang besar dan kompleks membutuhkan pengelolaan aset yang
baik sehingga pengungkapan lebih besar diperlukan terkait pemeliharaan dan
pengelolaan aset. Selain itu, ukuran organisasi menunjukkan seberapa besar
organisasi tersebut. Konsekuensinya ialah kebanyakan perusahaan yang
memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang besar pula dari
publik untuk menyajikan laporan keuangannya secara lengkap sebagai upaya
meningkatkan transparansi dan mengurangi asimetri informasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H3= Total aset berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan LKPD
4. Pengaruh Umur Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Heriningsih (2013) umur pemerintah daerah dapat diartikan
seberapa lama daerah tersebut telah ada. Menyatakan bahwa organisasi yang
telah lama berdiri dianggap memiliki kemampuan yang baik untuk
mengungkapkan informasi dalam laporan keuangan sesuai dengan standar
yang berlaku dibandingkan dengan organisasi yang lebih muda atau baru
didirikan, karena organisasi tersebut tidak memiliki rekam jejak sehingga
hanya sedikit informasi yang diungkapkan. Penelitian ini menemukan bahwa
umur berpengaruh secara signifikan dalam pengungkapan sukarela laporan
keuangan.
Berdasarkan penelitian Lesmana (2010), umur administratif memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan
45
keuangan pemerintah. Semakin tua umur suatu pemerintah daerah maka
semakin tinggi dorongan pengungkapan karena telah memiliki lebih banyak
informasi untuk diungkapkan daripada pemerintah baru. Hal ini turut
mengindikasikan bahwa melalui umur, suatu daerah seharusnya mampu
menunjukkan tujuan dan kesadaran steward dengan semakin mampu
meyakinkan publik bahwa daerah tersebut telah cukup mapan dan
berpengalaman, sehingga masyarakat akan merespon melalui harapan akan
adanya pengungkapan yang lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H4 = Umur pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap tingkat
pengungkapan LKPD
5. Pengaruh Jumlah SKPD terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Penelitian yang dilakukan Patrick (2010) menemukan bahwa Pemerintah
Daerah di Pennsylvania yang memiliki tingkat diferensiasi fungsional yang
lebih tinggi akan cenderung untuk lebih mengadopsi Governmental
Accounting Standards Board (GASB) 34 dibanding dengan pemerintah daerah
dengan tingkat diferensiasi fungsional rendah. Semakin banyak diferensiasi
fungsional dalam pemerintah daerah akan semakin banyak ide, informasi, dan
inovasi yang tersedia terkait pengungkapan (Martani, 2012).
Di Indonesia, diferensiasi fungsional dalam pemerintahan lebih dikenal
dengan nama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jumlah SKPD
46
menggambarkan jumlah urusan yang menjadi prioritas pemerintah daerah
dalam membangun daerah. Semakin banyak urusan yang menjadi prioritas
pemerintah daerah maka semakin kompleks pemerintah tersebut. Jumlah
SKPD merupakan proksi dalam menjelaskan kompleksitas pemerintah.
Semakin kompleks suatu pemerintahan dapat berarti semakin banyak jumlah
SKPD. Semakin banyak jumlah SKPD semakin banyak informasi yang harus
diungkapkan sebagai upaya mengurangi asimetri informasi dan menunjukkan
kinerja steward yang semakin baik. Selain itu, semakin banyaknya jumlah
SKPD dalam suatu pemerintahan akan mengakibatkan pemenuhan
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah semakin tinggi. Semakin
banyak diferensiasi fungsional dalam pemerintah daerah akan semakin banyak
ide, informasi, dan inovasi yang tersedia terkait pengungkapan (Martani,
2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H5 = Jumlah SKPD berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD
6. Pengaruh Ukuran Legislatif terhadap Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang bertugas untuk
mengawasi pemerintah daerah agar dapat mengelola anggaran yang ada untuk
dapat dipergunakan dengan baik. Dalam hal ini, anggota DPRD bertindak
47
sebagai prinsipal dan pemerintah daerah bertindak sebagai steward.
Pengawasan yang dilakukan anggota legislatif (prinsipal) sebagai upaya untuk
pemerintah daerah (steward) melaksanakan tugas yang telah diberikan.
Suhardjanto dan Rukminta (2011) menyatakan bahwa lembaga legislatif
atau DPRD merupakan lembaga yang memiliki potensi dan peran strategis
dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian Yulianingtyas (2011)
menemukan bahwa jumlah anggota legislatif atau DPRD berpengaruh positif
terhadap tingkat pengungkapan. Peranan DPRD sebagai pengawas keuangan
berjalan dengan baik sehingga dapat mengontrol kebijakan keuangan daerah
secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Winarna dan
Murni, 2007). Semakin besar jumlah anggota legislatif maka diharapkan akan
semakin besar tingkat pengawasan yang dilakukan oleh anggota legislatif.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H6 = Ukuran legislatif berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD
7. Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Hilmi (2010) jumlah temuan tidak berpengaruh siginifikan
terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Menurut Hilmi (2010) jumlah temuan
audit BPK tidak mendorong pemerintah daerah untuk melakukan
pengungkapan lebih besar.
48
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap
laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah
terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Adanya temuan ini menyebabkan BPK
akan meminta adanya peningkatan pengungkapan dan koreksi. Sehingga,
semakin besar jumlah temuan maka akan semakin tinggi tingkat
pengungkapan laporan keuangannya. Pengungkapan yang lebih dilakukan
sebagai upaya perbaikan dan koreksi atas temuan audit yang ditemukan BPK
dan menunjukkan pada publik adanya perbaikan kualitas yang dilakukan
pemerintah daerah atas saran dari BPK.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H7 = Temuan audit berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan
LKPD
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis Penelitian ini menggunakan causalitas study yaitu tipe penelitian berupa
hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Populasi
penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia.
B. Metode Penentuan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui pendekatan non probability sampling yaitu purposive sampling.
Berdasarkan purposive sampling, maka pemilihan sampel dilakukan sesuai tujuan
penelitian atau pertimbangan tertentu. Pemilihan sampel yang dilakukan dengan
cara purposive sampling maka penentuan sampelnya dilakukan berdasar kriteria-
kriteria yang dibuat oleh peneliti. Adapun pertimbangan atau kriteria yang
digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:
1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota di
Indonesia periode 2011-2013 yang telah diaudit oleh BPK.
2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tersebut memiliki data
yang lengkap dan diperlukan dalam proses penelitian, yaitu :
50
a. Menyediakan data berupa komponen utama keuangan Pemerintah
Daerah, yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
b. Melaporkan jumlah SKPD.
c. Laporan Keuangan masih mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2010
Lampiran II.
Penelitian ini menggunakan laporan keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah diaudit BPK RI tahun 2011-2013 karena
didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang digunakan dapat menyajikan
informasi yang up to date sehingga bisa menggambarkan kondisi pemerintah
daerah terkini. Selain itu, penggunaan LKPD tahun 2011-2014 karena adanya
pertimbangan lain bahwa LKPD pada tahun 2011-2014 sudah berdasar Peraturan
Standar Akuntansi Pemerintah terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 Lampiran II.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Hamid (2007), metode pengumpulan data adalah:
“metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dilakukan melalui studi pustaka, terutama yang berhubungan dengan
data-data sekunder. Sementara itu data primer dapat dilakukan melalui studi
lapangan, berupa; eksperimen, observasi atau wawancara dengan metode
kuesioner”.
Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan
dengan dua cara yaitu:
51
1. Penelitian Pustaka (Library Research).
Peneliti menggunakan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang
diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, artikel, internet, dan sumber lainnya
yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Data Sekunder.
Peneliti mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel-variabel
yang digunakan dalam meneliti tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia periode
2011-2014.
D. Metode Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi)
(Ghozali, 2016; 19).
2. Uji Asumsi Klasik
Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi linear berganda
dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for windows versi
21.0. Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka peneliti
melakukan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi.
52
a. Uji Normalitas
Bertujuan untuk mengukur apakah didalam model regresi variabel
independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi
normal atau mendekati normal (Ghozali, 2016: 30).
Pada penelitian ini menggunakan uji normalitas data dengan
menggunakan uji statistik Kolmogrov-Smirnov. Uji statistik non-
parametrik kolmogrov-Smirnov dilakukan dengan membuat hipotesis:
H0 : data residual berdistribusi normal
HA : data residual tidak berdistribusi normal
Dasar pengambilan keputusan pada one sample kolmogrov-smirnov
adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Jika
angka probabilitas < α = 0,5 maka H0 tidak terdistribusi secara normal.
Sebaliknya, bila angka probabilitas > α = 0,005 maka HA ditolak yang
berarti varibel terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini bertujuan apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,
2016:105). Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat besarnya
variance invelations factor (VIF) dan tolerance. Jika nilai VIF >10 dan
tolerance <0,1, hal ini berarti terjadi korelasi antar variabel independen
53
dan sebaliknya jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 hal ini berarti
tidak terjadi korelasi antar variabel (Ghozali, 2016: 106).
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah
homokedastisitas (Ghozali, 2016: 139). Deteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scaterplot. Jika pola tertentu maka mengindikasikan telah terjadi
heterokedestisitas. Tetapi jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2016: 139).
d. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Uji
autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (Ghozali, 2016:
110) dengan kriteria sebagai berikut:
54
1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du)
dan (4-du), maka koefisien autokorelasi = 0, sehingga tidak ada
autokorelasi.
2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower
bound (dl), maka koefisien autokorelasi > 0, sehingga ada
autokorelasi positif.
3) Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien
autokorelasi < 0, sehingga ada autokorelasi negatif.
4) Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah
(dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya
tidak dapat disimpulkan.
3. Model Penguji Regresi
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda karena ingin
mengetahui bagaimana variabel independen (X) dapat mempengaruhi
variabel dependen (Y) secara langsung. Model analisis regresi linear
berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan
menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya
(Santoso, 2004). Analisis regresi ini mempuyai persamaan sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + + β 6X6 + β 7X7 + e
Dimana,
Y = Tingkat pengungkapan LKPD
α = Konstanta
55
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6 , β 7 = Koefisien Regresi
X1 = Kekayaan daerah
X2 = Tingkat ketergantungan
X3 = Total aset
X4 = Umur pemerintah daerah
X5 = Jumlah SKPD
X6 = Ukuran legislatif
X7 = Temuan audit
e = Error
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarto variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
(Ghozali, 2016).
Penelitian ini menggunakan nilai adjusted Menurut Ghozali
(2016), kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah
bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam
model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka pasti
56
meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Tidak seperti , nilai adjusted
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan
ke dalam model.
5. Uji Hipotesis
a. Uji Statistik F
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi berganda mempunyai pengaruh secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen yang diuji secara
signifikan dengan nilai 0,05 (Ghozali, 2016: 98).
b. Uji Statistik t
Uji statistik t menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap
variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0.05 (Ghozali, 2016:
98-99).
E. Operasional Variabel Penelitian
Menurut Hamid (2007), batasan operasional variabel merupakan
pendefinisian dari serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan. Batasan
57
operasional variabel yang digunakan peneliti dalam analisis data terdiri dari
variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat).
1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi
oleh variabel independen. Besaran variabel dependen bergantung pada
besaran variabel independen. Besarnya perubahan yang disebabkan oleh
variabel independen ini, akan memberikan peluang terhadap perubahan
variabel dependen sebesar koefisien perubahan variabel independen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan LKPD
Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2011-2014.
Tingkat pengungkapan LKPD yang dimaksud ialah perbandingan antara
pengungkapan yang telah disajikan dalam LKPD Pemerintah Daerah dengan
pengungkapan yang seharusnya disajikan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Tingkat
pengungkapan LKPD ini akan menggambarkan seberapa besar tingkat
pengungkapan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dibanding dengan
pengungkapan wajib yang seharusnya disajikan dalam CaLK menurut SAP.
Penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus:
Dalam mengukur tingkat pengungkapan, penelitian ini menggunakan
sistem scoring. Sistem scoring merupakan sistem pemberian skor dengan
membuat daftar checklist pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan SAP.
Penggunaan sistem scoring ini serupa dengan yang pernah dilakukan oleh
58
Hilmi (2010), Yulianingtyas (2011), Liestiani (2012), dan Heriningsih
(2013).
2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel stimulus atau variabel yang
mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah karakteristik pemerintah yang terdiri dari kekayaan
daerah, tingkat ketergantungan, total aset, umur pemerintah daerah,
kompleksitas pemerintah yang terdiri dari jumlah SKPD, ukuran legislatif,
dan temuan audit. yang penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Kekayaan Daerah (PAD)
Dalam penelitian sebelumnya, Hilmi (2010) menjelaskan bahwa
kekayaan daerah yang digambarkan sebagai wealth dihitung dari total
pendapatan per jumlah penduduk. Sumarjo (2010), dan Liestiani (2012)
menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditransformasikan
dalam bentuk logaritma natura sebagai proksi untuk mengukur kekayaan
daerah.
PAD digunakan karena perannya, yang walaupun kontribusinya
tidak terlalu besar terhadap total kekayaan pemerintah daerah secara
keseluruhan, namun PAD merupakan satu-satunya sumber yang
keuangan yang berasal dari pemerintah daerah itu sendiri dan merupakan
potensi pendapatan asli daerah.
59
b. Tingkat Ketergantungan
Penelitian Hilmi (2010), Sumarjo (2010), dan Heriningsih (2013)
menggunakan dana transfer dibandingkan dengan total pendapatan untuk
menjelaskan variabel tingkat ketergantungan. Tingkat ketergantungan
(depend) adalah penilaian atas seberapa besar pemerintah daerah
bergantung kepada pemerintah pusat. Ketergantungan ini digambarkan
dalam dana transfer atau yang lebih dikenal dengan Dana Alokasi Umum
(DAU) yang diberikan pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan
kota. Menurut Abdul Halim (2003), Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan transfer yang sifatnya umum dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah sebagai upaya mengatasi ketimpangan horizontal
dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
c. Total Aset
Dalam beberapa penelitian di bidang pemerintahan (Sumarjo, 2010;
Hilmi, 2010; Lesmana, 2010; Liestiani; 2012, dan Heriningsih; 2013),
total aset digunakan sebagai proksi
60
d. Umur Pemerintah Daerah
Umur suatu daerah menunjukkan seberapa lama daerah tersebut
telah ada atau berdiri. Pembentukan suatu daerah ditetapkan berdasarkan
undang-undang. Penelitian Lesmana (2010) mengukur variabel umur
pemerintah daerah berdasarkan sejak diterbitkannya peraturan
perundangan pembentukan pemerintah daerah terkait dan dinyatakan
dalam satuan tahun.
Penggunaan umur pemerintah daerah berdasarkan hari jadi daerah
terkait dalam mengukur umur pemerintah daerah memiliki asumsi bahwa
umur berdasar hari jadi tetap bisa memenuhi definisi dari umur yaitu
tetap bisa menggambarkan lamanya daerah tersebut telah berdiri.
e. Jumlah SKPD
Menurut Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2012, Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau disingkat dengan SKPD adalah perangkat daerah
pada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Berdasar PP
Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, SKPD
merupakan entitas akuntansi yaitu unit pada pemerintahan yang
mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan
akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang
diselenggarakannya.
61
Penelitian Patrick (2010) menggunakan istilah diferensiasi
fungsional untuk menjelaskan jumlah SKPD. Dalam penelitian Hilmi
(2010) dan Yulianingtyas (2011) jumlah SKPD diukur dengan
menggunakan total seluruh SKPD yang terdapat dalam suatu daerah.
Sejalan dengan penelitian Hilmi (2010) dan Yulianingtyas (2011),
penelitian ini menggunakan ukuran total seluruh SKPD yang terdapat
dalam suatu daerah untuk mengukur variabel jumlah SKPD.
f. Ukuran Legislatif
Dalam penelitian ini jumlah anggota DPRD akan digunakan sebagai
proksi dalam mengukur ukuran legislatif. Digunakannya jumlah anggota
DPRD sebagai ukuran dalam mengukur ukuran legislatif telah banyak
dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Gilligan dan Matsusaka (2001)
menggunakan jumlah anggota Badan Legislatif yang ada di Pemerintah
Daerah di Amerika Serikat untuk mengukur ukuran legislatif. Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan Sumarjo (2010), dan
Yulianingtyas (2011).
DPRD merupaka suatu lembaga perwakilan rakyat yang memiliki
fungsi pengawasan terutama dalam hal pengawasan keuangan daerah.
Sehingga diharapkan dengan semakin banyaknya anggota DPRD akan
semakin meningkatkan pengawasan yang berujung pada peningkatan
62
pengungkapan laporan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
setempat.
g. Temuan Audit
Tujuan dari audit BPK adalah memeriksa setiap satuan rupiah yang
disimpan, diolah dan dikelola oleh pejabat dalam melakukan tugasnya.
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara berdasarkan undang-undang
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan
suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Temuan audit yang
digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Hilmi (2010)
yaitu dengan menggunakan jumlah temuan audit pemeriksaan BPK atas
ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan perundang–
undangan yang berlaku sebagai proksi dalam mengukur temuan audit.
63
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Indikator Skala
1 Variabel Independen :
Kekayaan Daerah Total PAD Kabupaten/Kota Rasio
2 Variabel Independen :
Tingkat Ketergantungan
Perbandingan Dana Alokasi Umum terhadap total
pendapatan Rasio
3 Variabel Independen :
Total Aset Total aset Kabupaten/Kota Rasio
4 Variabel Independen :
Umur Pemerintah Daerah
Umur pemerintah daerah berdasarkan hari jadi
daerah Rasio
5 Variabel Independen :
Jumlah SKPD Jumlah SKPD di Kabupaten/Kota Rasio
6 Variabel Independen :
Ukuran Legislatif Jumlah anggota DPRD Rasio
7 Variabel Independen :
Temuan Audit Jumlah temuan audit Rasio
8
Variabel Dependen :
Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan
Persentase pengungkapan dalam LKPD dengan
pengungkapan wajib menurut PSAP Rasio
Sumber: Data diolah dari berbagai referensi
64
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
D. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah
kabupaten/kota pada tahun 2011 sampai dengan 2014. Sampel perusahaan
yang berhasil diperoleh selama empat tahun dalam penelitian ini
sebannyak 524 pemerintah daerah kabupaten/kota dengan total 2.096
laporan keuangan pemerintah daerah. Perolehan data yang digunakan
adalah dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Data pemerintah daerah tersebut adalah pemerintah yang telah ada
sebelum tahun 2011. Fokus dalam penelitian ini adalah ingin menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan
keuangan.
Sampel yang dipilih dari populasi menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu proses pemilihan sample berdasarkan kriteria tertentu.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka didapat jumlah sampel
selama empat tahun sebanyak 2.096 laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota. Namun hasil sampel tersebut memiliki kendala dalam data
screening yang mengharuskan peneliti menggunakan analisis data outlier,
sehingga hasil akhir jumlah sampel penelitian ini sebannyak 82 pemerintah
65
daerah kabupaten/kota dengan total 277 laporan keuangan pemerintah
daerah.
Tabel 4.1 merupakan rincian perolehan sampel penelitian sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Tahapan Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kriteria Sampel Jumlah
Pemda
1 Laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2011-2014
2.096
2 Laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota se-Indonesia yang tidak melaporkan
jumlah SKPD tahun 2011-2014
(1.768)
3 Laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota dengan data outlier
(51)
4 Jumlah sampel keseluruhan yang memenuhi kriteria
penelitian selama tahun 2011 sampai dengan 2014
277
Sumber: Data Diolah
2. Analisis Data Outlier
Menurut Ghozali (2016), outlier adalah kasus atau data yang memiliki
karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-
observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk
sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi. Ada empat penyebab
timbulnya data outlier:
a. Kesalahan dalam mengentri data,
b. Gagal menspesifikasi adanya missing value dalam program komputer,
c. Outlier bukan merupakan anggota populasi yang kita ambil sebagai
sampel,
66
d. Outlier berasal dari populasi yang kita ambil sebagai sampel, tetapi
distribusi dari variabel dalam populasi tersebut memiliki nilai ekstrim
dan tidak terdistribusi secara normal.
Mendeteksi data outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai
batas yang dikategorikan sebagai data outlier terlebih dahulu, kemudian
data penelitian dikonversi kedalam skor standardized atau yang biasa
disebut z-score, yang memiliki nilai rata-rata sama dengan nol dan standar
deviasi sama dengan satu (Ghozali, 2016).
Penelitian ini menetapkan standar skor atau nilai outlier 3. Menurut
Hair (1998) dalam Ghozali (2016), untuk kasus sampel kecil (kurang dari
80), maka standar skor dengan nilai ≥ 2,5 dinyatakan outlier. Pada deteksi
outlier pertama ditemukan 21 sampel yang outlier yaitu nilai Z-Score
melebihi standar skor yang ditetapakan dalam penelitian ini. Tabel 4.2
merupakan data outlier pertama sebagai berikut:
Tabel 4.2
Data Outlier Pertama
No Nomor
sampel Nama Pemda
Tahun
Pengamatan
1 9 Kota Medan 2011
2 38 Kota Bandung 2011
3 53 Kota Surabaya 2011
4 71 Kab Poso 2011
5 78 Kota Ternate 2011
6 91 Kota Medan 2012
7 102 Kota Sawahlunto 2012
8 120 Kota Bandung 2012
9 135 Kota Surabaya 2012
10 149 Kab Seruyan 2012
Bersambung ke halaman berikutnya
67
Tabel 4.2 (Lanjutan)
Data Outlier Pertama
No Nomor
sampel Nama Pemda
Tahun
Pengamatan
11 153 Kab Poso 2012
12 173 Kota Medan 2013
13 180 Kota Padang 2013
14 202 Kota Bandung 2013
15 217 Kota Surabaya 2013
16 235 Kab Poso 2013
17 255 Kota Medan 2014
18 283 Kab Bekasi 2014
19 284 Kota Bandung 2014
20 299 Kota Surabaya 2014
21 301 Kab Tangerang 2014
Sumber: Data Olahan
Setelah dilakukan deteksi data outlier pertama masih terdapat data
dengan nilai Z-Score melebihi standar yang ditetapkan dalam penelitian ini
yaitu 3 maka dilakukan deteksi data outlier kedua. Pada deteksi kedua
ditemukan 20 data outlier. Tabel 4.3 merupakan data outlier kedua.
Tabel 4.3
Data Outlier Kedua
No Nomor
Sampel Nama Pemda
Tahun
Pengamatan
1 15 Kota Padang 2011
2 19 Kota Sawahlunto 2011
3 43 Kota Semarang 2011
4 74 Kota Asmat 2011
5 98 Kab Siak 2012
6 119 Kota Semarang 2012
7 128 Kab Tangerang 2012
8 150 Kab Asmat 2012
9 174 Kab Siak 2013
10 188 Kab Bekasi 2013
Bersambung ke halaman berikutnya
68
Tabel 4.3 (Lanjutan)
Data Outlier Kedua
No Nomor
Sampel Nama Pemda
Tahun
Pengamatan
11 189 Kota Bekasi 2013
12 195 Kota Semarang 2013
13 204 Kab Tangerang 2013
14 212 Kota Kupang 2013
15 244 Kab Tanah Datar 2014
16 252 Kab Siak 2014
17 266 Kota Bekasi 2014
18 272 Kota Semarang 2014
19 283 Kota Tangerang Selatan 2014
20 295 Kab Kutai Timur 2014
Sumber: Data Olahan
Penelitian ini mendeteksi data outlier sebanyak tiga kali untuk
mendapatkan data yang memenuhi batas kategori yang ditetapkan. Nilai Z-
Score lebih dari 3 dikategorikan sebagai outlier. Pada deteksi ketiga
ditemukan 10 data outlier. Tabel 4.4 merupakan data outlier kedua.
Tabel 4.4
Data Outlier Ketiga
No Nomor
Sampel Nama Pemda
Tahun
Pengamatan
1 20 Kab Siak 2011
2 107 Kab Bekasi 2012
3 166 Kota Pekanbaru 2013
4 179 Kota Tasikmalaya 2013
5 184 Kab Kulon Progo 2013
6 192 Kota Cilegon 2013
7 197 Kab Lombok Timur 2013
8 230 Kota Padang 2014
9 250 Kota Tasikmalaya 2014
10 255 Kab Kulon Progo 2014
Sumber: Data Olahan
69
E. Statistik Deskriptif
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kekayaan
daerah, tingkat ketergantungan, total aset, umur pemerintah daerah, jumlah
SKPD, ukuran legislatif, dan temuan audit. Sedangkan untuk variabel
dependennya yaitu tingkat pengungkapan. Tabel 4.6 merupakan hasil uji
statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel 4.5
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DISCLOSURE 277 ,53 ,84 ,6655 ,07809
PAD 277 6781233308,98 779944837450,53 116255190545,4430 152219855062,37622
DEPEND 277 ,10 1,11 ,5814 ,17533
ASSET 277 357383692671,99 8237679803247,53 2411266442370,0100 1573111751887,33620
AGE 277 2,00 68,00 33,5632 23,76996
SKPD 277 24,00 79,00 45,1877 12,30915
LEG 277 20,00 50,00 35,3610 9,71434
FIND 277 6,00 94,00 26,3141 13,41546
Valid N
(listwise)
277
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.6 menunjukan hasil uji statistik deskriptif untuk variabel tingkat
pengungkapan (DISCLOSURE), kekayaan daerah (PAD), tingkat
ketergantungan (DEPEND), total aset (ASSET), umur pemerintah daerah
(AGE), jumlah SKPD (SKPD), ukuran legislatif (LEG) dan temuan audit
(FIND). Masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan bahwa variabel
independen DISCLOSURE, dari 277 laporan keuangan pemerintah daerah
pada tahun 2011-2014 menunjukan rata-rata tingkat pengungkapan adalah
0,6655. Kota Cilegon pada tahun 2014 menepati urutan tingkat
pengungkapan LKPD terendah dengan skor 0,53 sedangkan Kota Yogyakarta
70
adalah tingkat pengungkapan tertinggi dengan skor 0,84 yang dicapai pada
tahun 2014. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,07809.
Hasil uji statistik dekriptif untuk variabel independen yaitu PAD
menunjukan bahwa dari 277. Jumlah kekayaan daerah terendah adalah
Kabupaten Yahukimo pada tahun 2011 dengan total PAD Rp
6.781.233.308,98 dan paling bannyak Rp 779.944.837.450,53 adalah Kota
Batam pada tahun 2014. Rata-rata total PAD adalah Rp
116.255.190.545,4430. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel
152.219.855.062,37622.
Kabupaten Kutai Timur mendapat skor tingkat ketergantungan terendah
yaitu 0,10 yang berarti bahwa sebagai pemerintah daerah dengan tingkat
kemandirian tertinggi yang diperoleh pada tahun 2011. Sedangkan Kota
Bengkulu adalah dengan tingkat ketergantungan tertingggi yaitu pada tahun
2012 dengan tingkat ketergantungan 1,11. Rata-rata tingkat ketergantungan
kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2011-2014 adalah 0,5844. Nilai
penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,17533.
Variabel independen ASSET menunjukan bahwa dari 277 laporan
keuangan pemerintah daerah pada tahun 2011-2014 memiliki rata-rata Rp
2.411. 266. 442. 370,0100.Kabupaten Lombok Utara adalah sampel dengan
total aset terendah yaitu senilai Rp 357. 383. 692. 671,99 yaitu pada tahun
2011 dan kabupaten/kota dengan aset tertinggi adalah Kabupaten Kutai Timur
senilai Rp 8.237.679.803.247,53 yang diperoleh pada tahun 2013. Nilai
penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 1.573.111.751.887,33620.
71
Kota Yogyakarta adalah sampel tertua pada penelitian ini yaitu berusia
68 tahun pada tahun 2014 dan Kota Ternate yang termuda yaitu berusia 2
tahun pada tahun 2012. Rata-rata usia kabupaten/kota dalam penelitian ini
adalah 32,5632 tahun. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel Rp
23,76996.
Variabel SKPD menunjukkan nilai tertinggi 79 yang berarti jumlah
SKPD terbanyak pada penelitian ini yaitu Kabupaten Yahukimo pada tahun
2014 dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Asmat pada tahun 2013
dengan 24 SKPD. Rata-rata jumlah SKPD adalah 45,1877. Nilai penyebaran
rata-rata dari jumlah sampel 12,30915.
Junlah anggota legislatif yang terbanyak dari sampel pada penelitian ini
adalah Kabupaten Jember yang pada tahun 2014 memiliki 50 orang anggota
legislatif sedangkan Kabupaten Halmahera Timur memiliki jumlah anggota
legislatif paling sedikit yaitu 20 orang yaitu pada tahun 2014. Dari 277
sampel, rata-rata jumlah anggota legislatif adalah 35,3610 dan nilai
penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 12,30915.
Temuan audit tertinggi adalah sebanyak 82 temuan, nilai itu diperoleh
oleh Kabupaten Poso pada tahun 2014 sedangkan yang terendah adalah
Kabupaten Banyumas sebanyak 6 temuan yang didapatkan pada tahun 2012.
Rata-rata jumlah temuan audit adalah 26,3141 temuan. Nilai penyebaran rata-
rata dari jumlah sampel 13,41546.
72
F. Analisis dan Pembahasan
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov dengan melihat hasil signifikan nilai
unstandardized residual. Tabel 4.6 merupakan hasil uji normalitas
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Uji Normalitas Statistik Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized
Residual
N 277
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation
,07582569
Most Extreme Differences
Absolute ,072
Positive ,072
Negative -,056
Kolmogorov-Smirnov Z 1,201
Asymp. Sig. (2-tailed) ,112
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.6 diatas menunjukan hasil uji normalitas dengan uji
Kolmogorov-Smirnov nilai test statistic 1,201 dengan nilai
probabilitas asymp. sig. (2-tailed) 0,112 jauh diatas α = 0,05 hal ini
HA ditolak berarti bahwa data residual berdistribusi normal dan data
penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2016).
73
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas penelitian ini dilihat dari nilai tolerance
(T) dan lawannya variance inflation factor (VIF). Tabel 4.7
merupakan hasil uji multikolonieritas sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolonieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
PAD ,607 1,647
DEPEND ,798 1,253
ASSET ,547 1,830
AGE ,771 1,298
SKPD ,671 1,491
LEG ,538 1,858
FIND ,968 1,033
a. Dependent Variable: DISCLOSURE
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.7 diatas menunjukan tidak ada variabel independen
satupun yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Nilai
Variance Inflation Factor (VIF) menunjukan bahwa tidak ada satu
variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10,0. Jadi
dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen (Ghozali, 2016).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
74
pengamatan ke pengamatan lainnya. Uji heteroskedastisitas dalam
penelitian ini menggunakan menggunakan grafik plot. Hasil
menggunakan grafik plot dengan melihat niali prediksi variabel
dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Gambar 4.1
merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan uji plot sebagai
berikut hasilnya:
Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Plot
Suber: Data Diolah
Gambar 4.1 menunjukan grafik scatterplots atau titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik diatas mauun dibawah
angka 0 pada sumbu Y, walaupun cenderung berkumpul pada satu
area model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga
75
model regresi ini layak dipakai untuk memprediksi tingkat
pengungkapan (DISCLOSURE) berdasarkan variabel-variabel yang
mempengaruhinya yaitu ukuran kekayaan daerah (PAD), dewan
tingkat ketergantungan (DEPEND), total aset (ASSET), umur
pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD (SKPD), ukuran legislatif
(LEG) dan temuan audit (FIND).
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya autokorelasi penelitian ini menggunakan uji durbin
watson (DW). Tabel 4.10 merupakan hasil uji autokorelasi dengan
uji LM sebagai berikut:
Tabel 4.8 menunjukkan nilai DW adalah sebesar 2,036 terletak
antara batas atas atau upper bound (du) dan 4-du yaitu antara 1,841
dengan 2,159 (4-1,841). Sehingga dapat disimpulkan tidak ada
kesalahan pengganggu (residual) yang saling berkorelasi disetiap
Tabel 4.8
Hasil Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson
Model Durbin-Watson
1 2,036
a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASSET, LEG
b. Dependent Variable: DISCLOSURE
Sumber : Data Diolah
76
periode atau tahun sampel dalam model penelitian ini atau tidak
terjadi autokorelasi.
2. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1, jika nilainya kecil
berarti kempuan variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen sangat terbatas, namun jika mendekati 1 berarti
variabel independen memberikan hampir seluruh informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Tabel 4.11
merupakan hasil dari nilai koefisien determinasi sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,239a ,057 ,032 ,07681
a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASSET,
LEG
b. Dependent Variable: DISCLOSURE
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square
adalah sebesar 0,032, hal ini berarti hanya 3,2% variabel timgkat
pengungkapan (DISCLOSURE) dapat dijelaskan oleh variabel
kekayaan daerah (PAD), tingkat ketergantungan (DEPEND), total
aset (ASSET), umur pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD
(SKPD), ukuran legislative (LEG) dan temuan audit (FIND).
77
Sedangkan sisanya (100% - 3,2% = 96,8%) dijelaskan oleh faktor-
faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisis
regresi ini. Faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian
ini adalah seperti Intergovemental revenue dan budaya organisasi
pada penelitian Pattrick (2010), tingkat kewajiban dan pendapatan
transfer (Lesmana, 2010), dan jumlah penduduk dan tingkat
penyimpangan (Hilmi, 2010).
Suhardjanto (2011) menemukan pengaruh status daerah dan
lokasi pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan LKPD.
Martani (2012) menyatakan adanya pengaruh jumlah jumlah
penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Heriningsih (2013) juga menemukan pengaruh
pembiayaan utang terhadap tingkat pengungkapan LKPD
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji Statistik F
Uji statistik F digunakan untuk menunjukan apakah semua
variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang
diuji pada tingkat probabilitas signifikan 0,05. Tabel 4.12 merupakan
hasil uji F sebagai berikut:
78
Tabel 4.10
Hasil Uji Statistik F
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression ,096 7 ,014 2,324 ,026b
Residual 1,587 269 ,006
Total 1,683 276
a. Dependent Variable: DISCLOSURE
b. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD,
ASSET, LEG
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa nilai F sebesar 2,324
dengan tingkat probabilitas signifikan sebesar 0,026 lebih kecil dari
0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan
layak untuk menguji data atau dapat dikatakan bahwa kekayaan
daerah (PAD), tingkat ketergantungan (DEPEND), total aset
(ASSET), umur pemerintah daerah (AGE), jumlah SKPD (SKPD),
ukuran legislatif (LEG), dan temuan audit (FIND) secara bersama-
sama atau simultan berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan
(DISCLOSURE).
b. Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukan seberapa jauh
variabel independen secara individual mempengaruhi variabel
dependen, dengan tingkat probabilitas signifikan yang digunakan
pada penelitian ini yaitu 0,05. Tabel 4.11 merupakan hasil uji
statistik t sebagai berikut:
79
Tabel 4.11
Hasil Uji Statistik t
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) ,680 ,029 23,192 ,000
PAD 1,282E-013 ,000 ,055 ,723 ,470
DEPEND ,028 ,030 ,062 ,941 ,347
ASET 1,083E-013 ,000 ,168 2,100 ,037
AGE -6,212E-006 ,000 -,002 -,028 ,978
SKPD ,000 ,000 -,073 -1,012 ,312
LEG -8,646E-005 ,001 -,011 -,133 ,894
FIND -,001 ,000 -,183 -3,044 ,003
a. Dependent Variable: DISCLOSURE
Sumber: Data Diolah
Hasil pengujian dari Tabel 4.11 diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pengaruh Kekayaan Daerah (PAD) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen kekayaan daerah
memiliki nilai t hitung sebesar 0,723 dengan tingkat probabilitas
signifikansi 0,470 lebih besar dari 0,05. Artinya hipotesis satu
ditolak dengan kata lain kekayaan daerah tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan
0,0000000000001282 nilai ini menunjukan bahwa setiap
penambahan satu satuan dari kekayaan daerah, maka maka akan
meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah sebesar 0,00000000001282%.
80
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel PAD tidak
memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah positif terhadap
tingkat pengungkapan LKPD. Sehingga hipotesis pertama
ditolak. Hasil ini serupa dengan penelitian Sumarjo (2010) dan
Marfiana (2011) yang menghubungkan pengaruh PAD terhadap
kinerja pemerintah daerah. Semakin besar kekayaan daerah,
maka semakin besar tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Semakin besar kekayaan daerah, maka
semakin besar sumber daya yang dimiliki untuk melakukan
pengungkapan sehingga kekayaan daerah yang meningkat dapat
meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan
keuangannya.
Berdasar teori stewardship maka pemerintah daerah
berusaha menunjukkan tanggung jawab atas kinerjanya yang
baik melalui hasil kekayaan yang besar dan sumber daya yang
banyak sehingga berupaya mengungkapkannya dengan lebih
baik pada laporan keuangannya. Adanya peningkatan
pengungkapan diharapkan mampu mengurangi adanya asimetri
informasi antara pemerintah dengan rakyatnya.
Namun hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Syafitri
(2012), Liestiani (2008), dan Laswad et.al. (2005). Variabel
PAD yang tidak signifikan sebagai akibat masih rendahnya
tingkat kepedulian masyarakat atas pajak dan retribusi yang
81
dibayarkan. Masyarakat cenderung hanya melaksanakan
kewajiban tanpa menuntut hak. Peran steward dan prinsipal
antara pemerintah daerah dengan masyarakat kurang dapat
terlaksana dengan baik, akibatnya peran PAD kurang bisa
memotivasi dan menyadarkan pemerintah dalam melakukan
pengungkapan sesuai SAP dengan lebih baik. Selain itu, tingkat
ketergantungan pemerintah daerah atas dana transfer dirasa
masih tinggi, sehingga menyebabkan pengungkapan PAD tidak
menjadi prioritas utama pemerintah daerah (Sumarjo, 2010).
2) Pengaruh Tingkat Ketergantungan (DEPEND) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen tingkat
ketergantungan memiliki nilai t hitung sebesar 0,941 dengan
tingkat probabilitas signifikansi 0,347 lebih besar dari 0,05.
Artinya hipotesis satu ditolak dengan kata lain tingkat
ketergantungan tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan 0,028 nilai ini
menunjukan bahwa setiap penambahan satu satuan dari tingkat
ketergantungan daerah, maka akan meningkatkan tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah sebesar
2,8%.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian
Suhardjanto dan Susilo (2015) yang menyatakan bahwa tingkat
82
ketergantungan memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
tingkat pengungkapan. Suhardjanto (2011) dan Susilo (2015)
menemukan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah kota
berhubungan positif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah kota. Adanya
ketergantungan yang besar memungkinkan pemerintah pusat
untuk melakukan pembatasan operasi pemerintah daerah dan
meminta pengungkapan lebih untuk memonitor kinerja
pemerintah daerah dengan pembatasan operasi tersebut.
Namun penelitian ini mendukung hasil penelitian Hilmi
(2013), dari hasil penelitiannya tidak menemukan pengaruh
tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan.
Penelitian ini konsisten juga dengan Susbiyani dan Subroto
(2014), dari hasil penelitiannya tidak menemukan tingkat
ketergantungan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan.
Hilmi (2013) menyatakan tingkat ketergantungan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah provinsi. Besaran tingkat ketergantungan
tidak memberikan pengaruh bagi pemerintah provinsi untuk
meningkatkan tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan
pemerintah provinsi. Kemungkinan dalam era desentralisasi
hubungan pemerintah pusat dan daerah tidak terlalu erat
sehingga tidak ada ada monitoring khusus pelaporan keuangan
83
Pemda oleh Pemerintah Pusat. Jika ada monitoring tersebut
tidak digunakan dalam menentukan anggara dana perimbangan
di daerah sehingga tidak mendorong pemerintah daerah untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangannya. Insentif pelaporan
keuangan baru diberikan mulai tahun 2010, namun lebih
diarahkan pada pencapaian opini bukan kualitas pengungkapan.
3) Pengaruh Total Aset (ASSET) terhadap Tingkat Pengungkapan
(DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen total aset daerah
memiliki nilai t hitung sebesar 2,100 dengan tingkat probabilitas
signifikansi 0,037 lebih kecil dari 0,05. Artinya hipotesis satu
diterima dengan kata lain total aset berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan. Nilai koefisien yang dihasilkan
0,0000000000001083 nilai ini menunjukan bahwa setiap
penambahan satu satuan dari total aset, maka maka akan
meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah sebesar 0,00000000001083%.
Total aset yang besar memungkinkan pemerintah daerah
untuk memiliki kemampuan sumber daya yang lebih untuk
mengungkapkan informasi keuangannya. Namun permasalahan
dalam pengelolaan serta kurannya pemahaman dalam pelaporan
membuat aset tidak berpengaruh signifikan dalam
84
pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah
(Heriningsih, 2013).
Total aset yang besar dan kompleks membutuhkan
pengelolaan yang baik sehingga pengungkapan lebih besar
diperlukan terkait pemeliharaan dan pengelolaan aset.
Konsekuensi dari pemerintahan yang memiliki aset besar adalah
memiliki tekanan yang besar pula dari public untuk menyajikan
laporan keuangannya secara lengkap sebagai upaya
meningkatkan transparansi dan mengurangi asimetri infornasi
(Lesmana, 2010).
Hilmi dan Martani (2013) dalam penelitiannya yang
menyatakan hal yang bahwa total aset tidak memiliki pengaruh
terhadap tingkat pengungkapan. Namun penelitian ini
mendukung hasil penelitian Darmastuti dan Setyaningrum
(2012), dari hasil penelitiannya menemukan pengaruh positif
total aset terhadap tingkat pengungkapan.
4) Pengaruh Umur Pemerintah Daerah (AGE) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen umur pemerintah
daerah memiliki nilai t hitung sebesar negatif 0,028 dengan
tingkat probabilitas signifikansi 0,978 lebih besar dari 0,05.
Artinya hipotesis satu ditolak dengan kata lain umur pemerintah
daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai
85
koefisien yang dihasilkan negatif 0,000006212 nilai ini
menunjukan bahwa setiap penambahan satu satuan dari umur
pemerintah daerah, maka menurunkan pada tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah sebesar
0,0006212%.
Terjadi pengaruh negatif namun tidak signifikan atas umur
pemerintah daerah dengan tingkat pengungkapan, sehingga
hipotesis keempat ditolak. Penelitian Wardani (2012)
menunjukkan hubungan negatif yang dihubungkan dengan luas
pengungkapan sukarela. Sementara, penelitian Lesmana (2010)
dan Syafitri (2012) menunjukkan hasil berbeda. Hasil serupa
turut dikemukakan oleh Aprilia (2007) yang menemukan
hubungan negatif tidak signifikan antara umur dengan kualitas
pengungkapan sukarela laporan tahunan. Hasil negatif
menunjukkan bahwa semakin muda usia suatu daerah maka
semakin baik tingkat pengungkapannya, namun hal ini tidak
terjadi secara signifikan sebagai akibat usia tidak serta
memotivasi dan mendorong tingkat pengungkapan yang lebih
besar dari suatu daerah. Usia daerah yang tergolong muda dan
cenderung dikatakan memiliki personil PNS yang lebih
berkualitas dengan banyak usia muda, tidak kemudian
menghasilkan pengungkapan lebih baik pula daripada daerah
86
yang telah lama berdiri. Karena rekruitmen CPNS terjadi setiap
tahun dan merata di setiap daerah.
Berdasarkan penelitian Lesmana (2010), umur administratif
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah. Semakin tua umur
suatu pemerintah daerah maka semakin tinggi dorongan
pengungkapan karena telah memiliki lebih banyak informasi
untuk diungkapkan daripada pemerintah baru. Hal ini turut
mengindikasikan bahwa melalui umur, suatu daerah seharusnya
mampu menunjukkan tujuan dan kesadaran steward dengan
semakin mampu meyakinkan publik bahwa daerah tersebut telah
cukup mapan dan berpengalaman, sehingga masyarakat akan
merespon melalui harapan akan adanya pengungkapan yang
lebih baik.
5) Pengaruh Jumlah SKPD (SKPD) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel jumlah SKPD daerah
memiliki nilai t hitung sebesar negatif 1,012 dengan tingkat
probabilitas signifikansi 0,312 lebih besar dari 0,05. Artinya
hipotesis satu ditolak dengan kata lain jumlah SKPD tidak
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien
yang dihasilkan negatif 0,000 nilai ini menunjukan bahwa setiap
penambahan satu satuan dari umur pemerintah daerah, maka
87
tidak ada perubahan pada tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah.
Penelitian ini mendukung hasil penelitian Suhardjanto dan
Lesmana (2010) dan Pattrick (2010), dari hasil penelitiannya
tidak menemukan pengaruh jumlah SKPD terhadap tingkat
pengungkapan. Penelitian ini konsisten juga dengan Zulhilmi
dan Martani (2011), Setyaningrum dan Syafitri (2012) dari hasil
penelitiannya tidak menemukan jumlah SKPD berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan.
Jumlah SKPD tidak mempengaruhi kepatuhan tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah karena
semakin banyak jumlah SKPD maka proses kerjasama dan
koordinasi antar SKPD akan semakin rumit. Hal tersebut
membuat pemerintah daerah kesulitan dalam mengontrol
kepatuhan masing-masing SKPD termasuk dalam hal
pengungkapan laporan keuangan (Suhardjanto, 2011).
Suhardjanto dan Rukminta (2011) menyatakan bahwa
lembaga legislatif atau DPRD merupakan lembaga yang
memiliki potensi dan peran strategis dalam pengawasan
keuangan daerah. Penelitian Yulianingtyas (2011) menemukan
bahwa jumlah anggota legislatif atau DPRD berpengaruh positif
terhadap tingkat pengungkapan. Peranan DPRD sebagai
pengawas keuangan berjalan dengan baik sehingga dapat
88
mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis,
efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Winarna dan Murni,
2007). Semakin besar jumlah anggota legislatif maka
diharapkan akan semakin besar tingkat pengawasan yang
dilakukan oleh anggota legislatif.
6) Pengaruh Ukuran Legislatif (LEG) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen ukuran legislatif
memiliki nilai t hitung sebesar negatif 0,133 dengan tingkat
probabilitas signifikansi 0,894 lebih besar dari 0,05. Artinya
hipotesis satu ditolak dengan kata lain ukuran legislatif tidak
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien
yang dihasilkan negatif 0,000006212 nilai ini menunjukan
bahwa setiap penambahan satu satuan dari ukuran legislatif,
maka menurunkan pada tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah sebesar 0,0006212%.
Jumlah anggota DPRD tidak berpengaruh terhadap kinerja
pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan fungsi anggota DPRD
yang kurang dapat terlaksana, salah satunya karena masih
buruknya peran dan kinerja dari anggota DPRD sendiri, sebagai
bukti nyata ialah masih banyak terjadi korupsi di kalangan
DPRD (Sumarjo, 2010).
89
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian
Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011), yang menyatakan bahwa
ukuran legislatif memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
tingkat pengungkapan. Namun penelitian ini mendukung hasil
penelitian Darmastuti dan Setyaningrum (2012), dari hasil
penelitiannya tidak menemukan pengaruh ukuran legislatif
terhadap tingkat pengungkapan.
7) Pengaruh Temuan Audit (FIND) terhadap Tingkat
Pengungkapan (DISCLOSURE).
Hasil pengujian untuk variabel independen umur pemerintah
daerah memiliki nilai t hitung sebesar negatif 3,044 dengan
tingkat probabilitas signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05.
Artinya hipotesis satu diterima dengan kata lain temuan audit
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan. Nilai koefisien
yang dihasilkan negatif 0,001 nilai ini menunjukan bahwa setiap
penambahan satu satuan dari temuan audit, maka menurunkan
pada tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah
daerah sebesar 0,01%.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian
Hilmi (2010), yang menyatakan bahwa temuan memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengungkapan.
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan
BPK terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang
90
dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern
maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adanya temuan ini menyebabkan BPK akan meminta adanya
peningkatan pengungkapan dan koreksi. Sehingga, semakin
besar jumlah temuan maka akan semakin tinggi tingkat
pengungkapan laporan keuangannya. Pengungkapan yang lebih
dilakukan sebagai upaya perbaikan dan koreksi atas temuan
audit yang ditemukan BPK dan menunjukkan pada publik
adanya perbaikan kualitas yang dilakukan pemerintah daerah
atas saran dari BPK.
Namun penelitian ini mendukung hasil penelitian Martani
(2012), dari hasil penelitiannya menemukan pengaruh signifikan
negatif temuan audit terhadap tingkat pengungkapan. Temuan
audit berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan
kecenderungan pemerintah daerah untuk menutupi
pengungkapan informasi ketika memiliki banyak permasalahan
yang berkaitan dengan akuntabilitas. Pada umumnya berkaitan
dengan dokumentasi anggaran dan akuisisi aset (Martani, 2012).
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap
empat hipotesa yang telah diuji dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel Karakteristik daerah yang diproksikan dengan kekayaan daerah,
tingkat ketergantungan, totalaset, dan umur pemerintah daerah tidak
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah sejalan dengan penelitian Lesmana (2010), Martani
(2012), dan Subroto (2014). Kecuali total aset yang berpengaruh terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan daerah. Konsisten dengan
penelitian Darmastuti dan Setyaningrum (2012).
2. Variabel kompleksitas daerah yang diproksikan dengan jumlah SKPD
dan ukuran legislatif tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini konsisten
dengan Suhardjanto dan Lesmana (2010), dan Hilmi dan Martani (2011)
3. Temuan audit berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini konsisten
dengan Hilmi dan Martani (2011)
92
B. Saran
Peneliti dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil penelitian
yang lebih berkualitas dengan adanya beberapa masukan diantaranya:
1. Menambah tahun pengamatan atau dapat menggunakan variabel lain
yang tidak digunakan pada penelitian ini.
2. Untuk peneliti selanjutnya mempertimbangkan model berbeda yang akan
digunakan sehingga dapat dilihat adanya tingkat pengungkapan dengan
sudut pandang yang berbeda.
3. Menambahkan variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini,
yang lebih relevan yang mengindikasikan berpengaruh terhadaptingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah seperti
Intergovermental revenue dan budaya organisasi (Pattrick, 2010), tingkat
kewajiban dan pendapatan transfer (Lesmana, 2010), jumlah penduduk
dan tingkat penyimpangan (Hilmi, 2010), status daerah dan lokasi
pemerintah daerah (Suhardjanto,2011), dan pembiayaan utang
(Heriningsih, 2013).
93
DAFTAR PUSTAKA
Anruo, Emmanuel, “International Journal of Finance and Policy Analysis”.
Brown Walker Press, 2013.
Bastari, Iman, “Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Standar
Akuntansi Pemerintahan Sebagai Wujud Reformasi Manajemen Keuangan
Daerah”. Jakarta: Anggota Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan,
2004.
Daniri, Mas Achmad. “Good Corporate Governance: Konsep Penerapannya
dalam Konteks Indonesia”. Penerbit ray.
Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 23”,
BP UNDIP, Semarang”, 2016.
Governmental Accounting Standard Board, “Statement No. 34 : Basic Financial
Statement andManagement’s Discussion and Analysis for State and Local
Government”. Norwalk, 1999.
Grossi, Giuseppe, “Public Sector Accounting”. New York, Routledge Press, 2011.
Heriningsih, Sucahyo, Rusherlistyani. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Volume 13 Nomor 02, 2013.
Jorge, susana. “Implementing Reforms in Sector Accounting”, 2008.
Martani, Dwi, Lestiani. “Disclusure in Local Government Financial Statements:
the Case of Indonesia”, Global Review of Accounting and Finance Vol. 3
No. 1. March 2012.
Martani, Dwi, Zaelani, fazri. “Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan Kompleksitas
terhadap Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Studi Kasus di
Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi XIV, 2011.
Nachrowi, D. N., dan Usman, H. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI,
2006.
Nordiawan, D., dan Hertianti, A. “Akuntansi Sektor Publik”, Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Patrrick, Patricia A. The Adoption of GASB 34 In Small, Rural, Local
Governments. J Of Public Budgeting, Accounting & Financial
Management”, 2010.
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
94
Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Raharjo, Eko. “Teori Agensi dan Teori Sterwardship dalam Perspektif
Akuntansi”, Fokus Ekonomi Vol. 2 No. 1 Juni 2007.
Sari, Diana. “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi
standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian temuan Audit terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan Implikasinya terhadap
Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik”,
Indonesian Journal of Economic and Business, 2012.
Suhardjanto, Djoko., Lesmana, Sigit, Indra. “Pengaruh Karakteristik Pemerintah
Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia”, Jurnal STIE
BANK BPD JATENG, 2010
Susbiyani, Ari, dkk. “The Compliance With Mandatory Disclousure of Financial
Statement: A Study from Local Government in Indonesia”, Research
Journal of Finance and Accounting Volume 05 No 10, 2014.
Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang RI No.1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara.
Undang-Undang RI No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.
Undang-Undang RI No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Willigan, Thomas, Matsusaka, Jhon. “Fiscal Policy, Legislature Size, and
Political parties: Evidence from State and Local Governments in the First
Half of the 20th Century”, National Tax Journal Vol. 54 No. 1 March 2001
Yulianingtyas, Rena Rukminta. “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah
Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.”, Jurnal Akuntansi & Auditing 31Volume 8/No.
1/November 2011: 1-94
95
Lampiran 1: Sampel Penelitian pemerintah kabupaten/Kota
No Nama Pemda No Nama Pemda
1 kab aceh jaya 42 kab batang
2 kab aceh tamiang 43 kab kebumen
3 kab aceh tengah 44 kota salatiga
4 kab aceh utara 45 kota semarang
5 kota banda aceh 46 kab kulon progo
6 kab asahan 47 kota yogyakarta
7 kab dairi 48 kab blitar
8 kab labuhan batu selatan 49 kab jember
9 kota medan 50 kab lamongan
10 kota pematang siantar 51 kab probolinggo
11 kab lima puluh kota 52 kab situbondo
12 kab padang pariaman 53 kota surabaya
13 kab pasaman 54 kab serang
14 kab pasaman barat 55 kab tangerang
15 kab tanah datar 56 kota cilegon
16 kota padang 57 kota serang
17 kota padang panjang 58 kota tangerang selatan
18 kota pariaman 59 kab gianyar
19 kota payakumbuh 60 kota denpasar
20 kota sawahlunto 61 kab lombok timur
21 kab kampar 62 kab lombok utara
22 kab pelalawan 63 kota kupang
23 kab siak 64 kab landak
24 kota pekanbaru 65 kota pontianak
25 kab batang hari 66 kota singkawang
26 kab sarolangun 67 kab seruyan
27 kab Ogan Komering Ilir 68 kab hulu sungai selatan
28 Kab Ogan Komering Ulu 69 kab kutai barat
29 Kab Ogan Komering Ulu Timur 70 kab kutai timur
30 kota pagar alam 71 kab poso
31 kab kaur 72 kab konawe
32 kab kepahiang 73 kota gorontalo
33 kota bengkulu 74 kabupaten maluku tengah
34 kab bangka barat 75 kabupaten maluku tenggara
35 kab lingga 76 kab halmahera selatan
36 kota batam 77 kab halmahera timur
37 kab bekasi 78 kota ternate
38 kota bandung 79 kab asmat
39 kota bekasi 80 kab jayawijaya
40 kota tasikmalaya 81 kab mappi
41 kab banyumas 82 kab yahukimo
96
Lampiran 2: Hasil Output Regresi Linear Berganda
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DISCLOSURE 277 ,53 ,84 ,6673 ,07809
PAD 277 6781233308,98 903513077359,00 119174097272,1027 152219855062,37622
DEPEND 277 ,10 1,11 ,5814 ,17533
ASET 277 357383692671,99 11875490689350,70 2468356805998,5063 1573111751887,33620
AGE 277 2,00 68,00 33,5271 23,76996
SKPD 277 24,00 79,00 45,3646 12,30915
LEG 277 20,00 50,00 35,6137 9,71434
FIND 277 6,00 82,00 26,5307 13,41546
Valid N
(listwise)
277
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1
FIND, AGE,
DEPEND,
SKPD, PAD,
ASET, LEGb
. Enter
a. Dependent Variable: DISCLOSURE
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,239a ,057 ,032 ,07681 2,036
a. Predictors: (Constant), FIND, AGE, DEPEND, SKPD, PAD, ASET,
LEG
b. Dependent Variable: DISCLOSURE
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression ,096 7 ,014 2,324 ,026b
Residual 1,587 269 ,006
Total 1,683 276
99
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 277
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation
,07582569
Most Extreme
Differences
Absolute ,072
Positive ,072
Negative -,056
Kolmogorov-Smirnov Z 1,201
Asymp. Sig. (2-tailed) ,112
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.