analisis daya dukung dan penurunan pondasi tiang …
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN
PONDASI TIANG PANCANG DENGAN METODE ANALITIS
DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA BORE HOLE II
( STUDY KASUS PEMBANGUNAN BENDUNG BAJAYU SEI PADANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA)
Disusun oleh :
ASTRYA SIMALANGO
12 0404 104
Disetujui oleh
Ir. Rudi Iskandar, M.T
NIP: 196503251991031006
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
i
ABSTRAK
Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang
berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas
(upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) dibawahnya pada kedalaman tertentu,
tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu,
pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban
sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang
mungkin terjadi.
Pada Proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-Kabupaten Serdang Bedagai
akan dicari nilai daya dukung aksial perencanaan pondasi tiang pancang berdasarkan data
SPT, sondir, dengan menggunakan metode Meyerhoff serta berdasarkan data PDA, dan
Kalendering dan perhitungan dengan Metode Elemen Hingga. Selain itu perhitungan daya
dukung lateral menggunakan metode Broms dan menghitung penurunan elastis tiang pancang
yang terjadi serta menghitung efesiensi dan daya dukung kelompok tiang. Metode
pengumpulan data adalah pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari pihak Proyek .
Perhitungan daya dukung ultimit tiang berdasarkan data SPT pada titik Bore Hole II
pada kedalaman 18 meter adalah 107,61 ton. Data sondir adalah 264,949 ton pada kedalaman
14.4 . Dari hasil perhitungan PDA pada tubuh bendung adalah 108 ton. Dari hasil perhitungan
Kalendering dengan metode Hiley adalah 198,343 ton, dengan Metode ENR adalah 105,0315
ton, dengan Metode Danish Formula 273,377 ton. Dari hasil perhitungan metode elemen
hingga adalah 120,436 ton. Daya dukung lateral ultimit berdasarkan Metode Broms secara
analitis sebesar 8,555 ton, dan secara grafis sebesar 8,93 ton. Penurunan elastis tunggal yang
dihasilkan sebesar 2,54 mm dan berdasarkan Metode Poulus dan Davis sebesar 7,34
mm.penurunan dengan Metode elemen hingga adalah sebesar 38,69 mm dan dari tes PDA
diketahui penurunan sebesar 26 mm.
Terdapat sedikit perbedaan daya dukung dan penurunan dengan beberapa metode
yang digunakan. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan jenis tanah, kedalaman yang ditinjau, cara pelaksanaan pengujian, faktor
keamanan dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.
Kata Kunci : Kapasitas Daya Dukung, SPT, Sondir, PDA, Kalendering, Metode
Elemen Hingga, Penurunan Elastis
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
penyertaanNya yang diberikan kepada saya hingga saya mampu untuk menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dalam Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang diambil adalah :
“Analisis Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Tiang Pancang dengan Metode
Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Bore Hole II ( Study Kasus Pembangunan
Bendung Bajayu Sei Padang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara)”
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, saya mendapat banyak bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan,
masukan, dukungan dalam bentuk waktu dan pemikiran untuk membantu penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku koordinator bidang studi goteknik dan
selaku Dosen Pembanding, dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST. MT. selaku Dosen Pembanding,
atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
iii
6. Kepada kedua orangtua saya, yang saya hormati dan saya cintai, Bapak Alter Simalango
dan Ibu Hotmian Manik, terimakasih atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, harapan,
dukungan moril dan materil yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan
perkuliahan dan Tugas Akhir ini.
7. Kepada saudara-saudari saya tersayang, abang saya Hansen Simalango, kakak saya Anna
Simalango, dan adik saya Arifanda Simalango. Terimakasih untuk segala dukungan ,
motivasi, dan teladan yang diberikan kepada saya
8. Kepada pihak Konsultan maupun Kontraktor Pelaksana Proyek Pembangunan Bendung
Bajayu atas kepercayaannya memberikan data investigasi tanah dan gambar kerja.
9. Kepada Abang Joseph Admika Ginting angkatan 2006, dan abang kakak senior lainnya.
Terima kasih atas bantuannya selama masa perkuliahan dan saran-sarannya yang diberikan
dalam penulisan Tugas Akhir ini.
10. Kepada Sahabat dekat saya, Ecy Damanik, Fanny R Barimbing, Novita Simbolon,
Herlina W. Sitinjak , Yohana Zalukhu , Andika W Pinem, Hendra Sigalingging, Michael
Tjandra, dan teman lainnya Brian Pardosi, Hizkia Gultom, Rinaldy Simanjuntak, Sintong
Sihombing, Luccas Saragih, George Lumbantobing, Aditya Manalu, Josua, Claudya ,
Agita dan Anastasya dan teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih
untuk semangat, doa, dukungan, dan perhatian yang diberikan.
11. Kepada rekan tugas akhir saya yang memberi banyak dukungan, masukan dan bantuan ,
Alfonsius Tarigan dan teman- teman di “IUT”, serta seluruh teman–teman senasib dan
seperjuangan di perkuliahan , angkatan 2012 Teknik Sipil USU, terimakasih atas
dukungan , bantuan dan kerjasama selama diperkuliahan hingga penyusunan Tugas akhir
ini.
12. Kepada teman – teman “Dublasaone” yang senantiasa saling mendoakan dan saling
memberi dukungan.
iv
13. Kepada keluarga saya di KMK St. Yoseph Engineering, terimakasih untuk segala doa dan
dukungannya .
Dan segenap pihak yang belum saya sebut di sini ,terimakasih untuk segala bantuan dalam
bentuk apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih memiliki banyak
kekurangan baik dari segi penulisan ataupun isi. Oleh sebab itu, saya mengaharapkan
saran dan kritik membangun dari pembaca untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga Tugas Akhir ini dapat
menjadi referensi bermaanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Januari 2017
Penulis
Astrya simalango
120404104
v
DAFTAR ISI
Abstrak........................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................ ii
Daftar Isi.......................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................ x
Daftar Tabel …………………….................................................... xii
Daftar Notasi................................................................................... xv
Daftar Lampiran.............................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
I.1 Latar Belakang ...........................................................................1
I. 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................2
I.2.1 Tujuan .............................................................................2
I.2.2 Manfaat ...........................................................................3
I.3 Pembatasan Masalah ..................................................................3
I.4 Sistematika Penulisan ................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................6
II.1 Pendahuluan .............................................................................6
II.2 Tanah ........................................................................................6
II.2.1 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ........................7
II.2.2.1 Cone penetration test (sondir) .........................8
II.2.1.1 Standart Penetration Test (SPT) .....................10
II.3 Pondasi ....................................................................................12
II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation ) .......................13
vi
II.3.1.1 Pondasi tiang pancang…………………… 13
II.3.2.1.1 Jenis – Jenis Tiang Pancang ..................14
II.3.2.1.2 Alat pancang Tiang ...............................17
II.3.2.1.3 Metode pelaksanaan tiang pancang ......18
II.3.3 Kalendring .................................................................21
II.3.3.1 Tahapan Pelaksanaan Kalendering ..............21
II.3.4 Pile Driving Analyzer (PDA) ....................................22
II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang .............................24
II.4.1 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang .......24
II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang
Pancang dari Hasil Sondir ............................24
II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang
Pancang Dari Hasil SPT ..................................25
II.4.1.3 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang
Pancang dari Data Kalendering ....................28
II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang ......30
II.4.2.1 Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas 31
II.4.2.2 Tahanan Beban Lateral Ultimit ...................31
II.4.2.3 Metode Broms .............................................33
II.4.2.3.1 Tahanan Tiang dalam Tanah Kohesif .. 33
II.4.2.3.2 Tahanan Tiang dalam Tanah Granular
(Non – Kohesif ) ...................................37
II.5 Kelompok Tiang ................................................................... 42
II.5.1 Efisiensi dan kapasitas Kelompok Tiang ................ 44
II.6 Penurunan Tiang Pancang ....................................................46
vii
II.6.1 Penurunan Tiang Tunggal ........................................46
II.6.2 Penurunan Tiang Pancang Kelompok ...................... 51
II.7 Faktor Keamanan ................................................................. 53
II.8 Metode Elemen Hingga Bidang Geoteknik .......................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................63
III.1 Data Umum Proyek ..............................................................63
III.2 Karakteristik Tanah ..............................................................64
III.3 Data Teknis Tiang Pancang ..................................................66
III.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................70
III.5 Tahap Penelitian.................................................................. .70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................73
IV.1 Pendahuluan .........................................................................73
IV.2 Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Pancang..73
IV.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate
Tiang Pancang Berdasarkan Data Sondir dengan
Metode Meyerhoff .................................................... 73
IV.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate
Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration Test)
76
IV.2.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan
data Pile Driving Analyser................................... .....81
IV.2.4 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang
Pancang dengan Data Kalendring............................. 81
IV.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi
Tiang Pancang ...................................................................... 82
viii
IV.4 Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan
Efisiensi............................................................................... 85
IV.5 Penurunan Elastis pada Tiang Tunggal dan Kelompok....... 86
V.5.1 Penurunan pada Tiang Tunggal.............................. 87
V.5.2 Penurunan Kelompok Tiang.................................... 90
4.6 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang
Pancang berdasarkan Metode Elemen Hingga .......................... 90
V.6.1 Proses Pemodelan pada Program metode elemen
Hingga ...................................................................... 93
V.7 Diskusi.......................................... ........................................... 100
V.7.1 Metode Elemen Hingga........................................... 100
V.7.1.1 Perbandingan antara tekanan air pori
Sebelum konsolidasi ...................................100
V.7.1.2 Perbandingan Daya Dukung Ultimit Sebe-
lum Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi ...101
V.7.1.3 Perbandingan Penurunan setelah Konso-
lidasi dan Sebelum Konsolidasi .........................102
V.7.1.4 Waktu konsolidasi .......................................104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 105
V.1 Kesimpulan .......................................................................... 105
V.2 Saran .................................................................................... 109
ix
Daftar Pustaka...................................... ........................................... xx
Lampiran.......................................................................................... xxii
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah ........................................................................... 7
Gambar 2.2 Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu .............................. 9
Gambar 2.3 Proses Uji Penetrasi Standar ............................................................. 11
Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP……………………………..23
Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahaan Ujung Tanah Pasir .................... 25
Gambar 2.6 Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α)
(API, 1987) ........................................................................................................... 27
Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Unjung Bebas pada
Tanah Kohesif ...................................................................................................... 34
Gambar 2.8 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Kohesif ..................... 35
Gambar 2.9 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada
Tanah kohesif ....................................................................................................... 36
Gambar 2.10 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada
Tanah Non-kohesif ............................................................................................... 38
Gambar 2.11 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular ................. 39
Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas .................... 40
Gambar 2.13 Tiang Pancang Kelompok .............................................................. 42
Gambar 2.14 Pola susunan tiang pancang ............................................................ 44
Gambar 2.15 Faktor Penurunan Io(Poulus dan Davis, 1980) ............................... 48
xi
Gambar 2.16 Faktor Penurunan Rµ(Poulus dan Davis, 1980) .............................. 48
Gambar 2.17 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)..............................48
Gambar 2.18 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis,1980) .............................. 49
Gambar 2.19 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980) ............................. 49
Gambar 2.20 Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi Alami Terdis-
tribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah ............................................ 51
Gambar 2.21 Titik nodal dan titik tegangan ......................................................... 55
Gambar 3.1 Letak Titik Pengujian Sondir ,Bor Mesin dan PDA ......................... 67
Gambar 3.2 Denah Tiang Pancang ...................................................................... 68
Gambar 3.3 Denah Titik Pengujian PDA dan Kelendering ............................... 69
Gambar 4.1 Pile Cap ............................................................................................ 85
Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Allpile ............................................................ 91
Gambar 4.3 Lembar General Setting pada Plaxis ................................................ 93
Gambar 4.4 Pemodelan pada plaxis ..................................................................... 94
Gambar 4.5 Input Data Material Set .................................................................... 95
Gambar 4.6 Generate Mesh .................................................................................. 96
Gambar 4.7 Initial Water Pressure pada Program Plaxis .................................... 96
Gambar 4.8 Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya .................... 97
Gambar 4.9 Hasil Kalkulasi dan Besar ΣMsf pada Fase 3 ................................... 98
Gambar 4.10 Hasil Kalkulasi dan Besar Σ Msf pada Fase 4 ................................ 98
Gambar 4.11 Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil Perhitungan .... 99
Gambar 4.12 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi ................................ 101
Gambar 4.13 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi .................................. 101
xii
Gambar 4.14. Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi ...................................... 103
Gambar 4.15 Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi ......................................... 103
Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi ....................................................................... 104
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser
Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir ................................................. 27
Tabel 2.2 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ........................................ 28
Tabel 2.3 Efisiensi Jenis Alat Pancang ............................................................... 29
Tabel 2.4 Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer ........................................ 29
Tabel 2.5 Nilai Effisiensi Hammer ....................................................................... 30
Tabel 2.6 Koefisien restitusi n .............................................................................. 30
Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Un-
drained untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation) . 32
Tabel 2.8 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granular (c = 0) ........................................ 33
Tabel 2.9 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif ..................................................... 33
Tabel 2.10 Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang .............. 33
Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga (WIKA) ....................... 41
Tabel 2.12 Nilai Koefisien empiris ( CP) .............................................................. 51
Tabel 2.13 Batas Penurunan Maksimum .............................................................. 52
Tabel 2.14 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill .................... 53
Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah ........................................ 58
Tabel 2.16 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung .... 59
Tabel 2.17. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir .......... 59
xiv
Tabel 2.18. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ) .......... 60
Tabel 2.19 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah .................................................. 62
Tabel 3.1. Deskripsi Tanah Bore Hole II dari Hasil SPT ..................................... 65
Tabel 3.1. Hasil Pengujian Sondir ........................................................................ 66
Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin
Tiang Pancang pada Titik Sondir S-5 Diameter 40 cm dengan Metode
Meyerhoff ............................................................................................................. 75
Tabel 4.2 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin
Tiang Pancang pada Bore Hole I diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff .... 80
Tabel 4.3 Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang berdasarkan Data
PDA ...................................................................................................................... 81
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis Tiang Pancang Tunggal Dia-
meter 40 cm .......................................................................................................... 88
Tabel 4.5 Data Tiang Pancang ............................................................................. 91
Tabel 4.6 Input Parameter Tanah untuk Program Metode Elemen Hingga
Lokasi Bore Hole II .............................................................................................. 92
Tabel 4.7 Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga .............. 100
Tabel 4.8 Daya Dukung dengan Program Metode elemen hingga .................... 102
Tabel 4.9 Penurunan Tanah dengan Program Metode Elemen Hingga ............ 103
Tabel 5.1 Nilai Daya Dukung Ultimit Berdasarkan Data Sondir, SPT, PDA
Test dan Kalendering. ....................................................................... 105
Tabel 5.2 Nilai Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan
Data Sondir dan SPT .......................................................................... 106
xv
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral Tiang
Pancang ............................................................................................... 106
Tabel 5.4 Nilai Efisiensi kelompok tiang (Eg) ................................................... 106
Tabel 5.5.Hasil Penurunan Tiang ....................................................................... 107
Tabel 5.6.Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tiang
Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga ............................................ 107
Tabel 5.7.Nilai Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga ..... 108
xvi
DAFTAR NOTASI
Ap = luas penampang tiang (m2)
B = lebar atau diameter tiang (m)
Cp = koefisien empiris
Cs = konstanta Empiris
c = kohesi tanah (kg/cm²)
cu = kohesi undrained (kN/m2)
D = diameter tiang (m)
Dr = kerapatan relatif (%)
E = energi alat pancang (kg-cm)
Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/m2)
Ep = modulus elastis tiang (kN/m2)
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/m2)
Es = modulus elastisitas bahan tiang (kN/m2)
e = angka pori
ef = effisiensi hammer (%)
f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
Gs = specific gravity
g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)
H = tebal lapisan (m)
h = tinggi jatuh hammer (m)
I = momen inersia tiang (cm4)
xvii
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga
K = faktor kekakuan tiang
k = koefisien permeabilitas
ki = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi
kh = koefisien permeabilitas arah horizontal
kv = koefisien permeabilitas arah vertikal
L = panjang tiang pancang (m)
Lb = panjang lapisan tanah (m)
Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval
kedalaman pemboran (m)
My = momen leleh (kN-m)
N-SPT= nilai N-SPT
n = koefisien restitusi
nh = koefisien fariasi modulus
P = keliling tiang (m)
po = tekanan overburden efektif
pu = tahanan tanah ultimit
Q = besar beban yang bekerja (kN)
Qwp = daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
dukung friction (kN)
Qws = daya dukung friction (kN)
Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
xviii
keras
Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang
Rμ = faktor koreksi angka poisson
S = penetrasi pukulan per cm (cm)
Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)
Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)
Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang
tiang (mm)
S = besar penurunan yang terjadi (mm)
Wp = berat pile (Ton)
Wr = berat hammer (Ton)
α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang
ŋ = effisiensi alat pancang
Ø = sudut geser dalam
𝛾 = berat isi tanah (kN/m3)
γdry = berat jenis tanah kering (kN/m3)
γsat = berat jenis tanah jenuh (kN/m3)
γw = berat isi air (kN/m3)
ξ = koefisien dari skin friction
μ = poisson’s ratio
ψ = sudut dilantansi (o)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Hasil Pengujian Sondir
Lampiran-2, Data Drilling Log
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium
Lampiran-4, Data PDA test
Lampiran-5, Data Kalendering
Lampiran-6, Denah Lokasi Pengujian
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam perencanaan suatu konstruksi bangunan, perencanaan pondasi adalah salah
satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena Setiap konstruksi memiliki beban
yang harus diteruskan ke lapisan tanah, baik itu beban yang dipikul oleh bangunan ataupun
beban akibat berat bangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap bangunan harus memiliki
pondasi untuk meneruskan beban tersebut.
Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang
berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas
(upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) di bawahnya pada kedalaman tertentu,
tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu,
pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban
sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang
mungkin terjadi.
Pondasi secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan
pondasi dangkal. Dalam perencanaan pondasi pemilihan jenis pondasi tergantung kepada:
1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.
2. Besarnya beban dan berat dari bangunan atas.
3. Kondisi tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.
4. Biaya pelaksanaan pondasi.
Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai
pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah
2
pilihan yang tepat. Salah satu di antara tipe pondasi dalam yang dapat digunakan adalah
pondasi tiang pancang. Contoh kasusnya adalah pada proyek pembangunan Bendung Bajayu
Sei Padang - Kabupaten Serdang Bedagai. Pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang
pancang yang dipancang dengan sistem hammer.
Pemakaian tiang pancang sabagai pondasi pada suatu bangunan dilakukan apabila
tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk
memikul beban bangunan atau apabila lapisan tanah keras yang mempunyai daya dukung
yang cukup untuk memikul beban bangunan letaknya sangat dalam. Oleh sebab itu, sangat
dibutuhkan informasi mengenai penyelidikan tanah baik untuk mengetahui letak lapisan
tanah keras, mengetahui daya dukung , penurunan dan sebagainya.
Perhitungan daya dukung tiang pancang dapat dilakukan dengan menggunakan
metode yang disarankan para ahli berdasarkan data-data penyelidikan tanah yang diperoleh,
seperti data SPT, sondir, PDA dan data laboratorium. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh
informasi yang akurat mengenai perencanaan pondasi yang aman.
Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai daya dukung tiang pancang dan
penurunan pondasi tiang pancang secara analitis menggunakan data sondir, SPT, kalendering
dan PDA dibandingankan dengan perhitungan menggunakan program Metode Elemen
Hingga, sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai nilai daya dukung dan penurunan
pondasi tiang pancang.
I.2 Tujuan Dan Manfaat
I.2.1 Tujuan
Adapun tujuan akhir yang diharapakan oleh penulis adalah :
1. Menghitung nilai daya dukung ultimit aksial tiang pancang diameter 40 cm dengan
metode Meyerhoff dari data Sondir dan SPT pada Bore Hole II, serta dengan data
PDA dan kelendering (Dynamic Formula).
3
2. Menghitung daya dukung ijin pondasi tiang pancang dengan metode meyerhoof
3. Menghitung nilai daya dukung ultimit lateral tiang pancang dengan metode Broms
menggunakan data SPT pada Bore Hole II dengan diameter tiang pancang 40 cm
4. Menghitung efisiensi kelompok tiang pancang dengan metode Converse-labarre, Los-
Angeles dan Feld.
5. Menghitung penurunan tiang pancang tunggal (single pile) dengan metode Poulus dan
Davis dan metode penurunan elastis.
6. Menghitung penurunan tiang pancang kelompok dengan metoed meyerhoff
7. Menghitung daya dukung ultimate dan penurunan tiang pancang pada Bore Hole II
dengan diameter 40 cm menggunakan program metode elemen hingga dengan
pemodelan tanah pasir dan Mohr Coulomb.
I.1.2 Manfaat
Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini antara lain :
1. Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui perbandingan perhitungan daya
dukung dan penurunan tiang pancang secara analitis maupun dengan metode elemen
hingga.
2. Sebagai bahan referensi bagi pihak pihak yang membutuhkan informasi dan ingin
mempelajari hal yang dibahas tugas akhir ini
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup yang akan dibahas dalam tugas akhir ini dan untuk
mempermudah penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan batasan masalah yang
meliputi :
1. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis didapat dari data data Soil
Investigation yang diperoleh dari proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-
4
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
2. Nilai-nilai ataupun koefisien yang tidak terdapat pada data-data diperoleh berdasarkan
referensi dan sumber-sumber yang ada.
3. Penurunan konsolidasi primer pada ujung tiang tidak dihitung karena ujung tiang
berada pada lapisan pasir padat.
4. Lokasi yang ditinjau adalah bagian tubuh bendung.
I.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 ( lima ) bab uraian
sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, rumusan
masalah, pembatasan masalah.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup hal – hal yang dijadikan penulis sebagai dasar dalam membahas
perbandingan nilai daya dukung dan penurunan tiang pancang yang dihitung secara analitis
dan dengan metode elemen hingga.
Bab III: Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang metodologi yang dilakukan dalam analisa berupa urutan
tahapan pelaksanaan dari pecarian data, study literatur hingga analisa data yang telah
diperoleh.
5
Bab IV: Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan perhitungan daya dukung dan penurunan tiang
pancang baik secara analitis maupun dengan metode elemen hingga. Hasil perhitungan dari
masing–masing metode kemudian akan dibandingkan.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran – saran yang diberikan
atas hasil yang diperoleh.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Dalam proyek konstruksi sipil, pondasi merupakan salah satu hal yang wajib
diperhitungkan. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban
yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang
terletak dibawahnya (Bowles, Joseph E. 1997).
Kriteria perencanaan dalam suatu perencanaan pondasi adalah daya dukung dan
penurunan. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang
bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya dan penurunan
yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.
Oleh sebab itu, dalam perencanaan pondasi sangat dibutuhkan informasi mengenai
tanah melalui penyelidikan tanah karena setiap lapisan tanah mempunyai sifat dan
karakteristik yang berbeda-beda.
II.2. Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif
lepas (loose), yang terletak diatas bantuan dasar (bedrock). Diantara partikel tanah terdapat
pori-pori (voids ) yang dapat terisi oleh air ataupun udara.
Bila pori-pori tersebut terisih oleh air , maka tanah tersebut dikatakan dalam kondisi
jenuh. Bila pori-pori terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially
saturated). Sedangkan bila pori-pori tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar
airnya nol maka tanah tersebut adalah tanah kering.
Komponen-komponen tanah tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase
seperti berikut :
7
Gambar 2.1 Diagram Fase
Karena sifat tanah perlapisan berbeda-beda, maka diperlukan kegiatan penyelidikan
tanah untuk mendapatkan informasi tanah yang diperlukan dalam perencanaan
II.2.1. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Penyelidikan tanah merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk mengetahui sifat-
sifat dan kondisi tanah yang sebenarnya dilapangan, juga struktur lapisan tanah dan sifat
teknis tanah. Penyelidikan tanah yang sering dilakukan antara lain :
a. Penyelidikan Lapangan ( in situ).
Penyelidikan lapangan biasanya terdiri dari :
- Standar Penetration Test ( SPT)
- Cone Penetration Test (sondir)
- Dynamic Cone Penetration Test ( DCP )
- Hand Boring, dll
b. Penyelidikan Laboratorium
Penyelidikan laboratorium terdiri dari :
- Uji index properties, seperti : water content, specific gravity, atterberg limit,
shieve analysis, unit weight
8
- Uji engineering properties, seperti : Direct Shear Test, Triaxial Test,
Consolidation Test, Permeability Test, Compaction Test, dan CBR
Ketelitian penyelidikan tanah tergantung pada besarnya beban rencana yang akan
dipikul, faktor keamanan yang diinginkan,kondisi lapisan tanah, dan biaya yang tersedia
untuk penyelidikan.tujuan penyelidikan tanah, antara lain :
Tujuan penyelidikan tanah, antara lain :
1. Menentukan sifat-sifat alamiah tanah di lokasi yang ditinjau
2. Menentukan kapasitas daya dukung ultimit tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.
3. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.
4. Untuk mengetahui posisi muka air tanah
5. Untuk memprediksi besarnya penurunan yang akan terjadi
6. Menentukan besarnya tekanan tanah
7. Menyelidik keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan yang
telah ada sebelumya
8. Pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk menentukan
letak-letak saluran,gorong-gorong,penentuan lokasi dan macam bahan timbunan.
II.2.1.1 Cone Penetration Test (Sondir)
Uji Penetrasi Kerucut Statis atau Uji Sondir banyak digunakan di Indonesia.
Pengujian ini berguna untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tanahan ujung
konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.
Dari hasil test Sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan
Persamaan berikut :
1. Hambatan Lekat (HL)
𝐻𝐿 = (𝐽𝑃 − 𝑃𝐾) ×𝐴
𝐵 (2.1)
9
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
𝐽𝐻𝐿𝑖 = ∑0𝑖 𝐻𝐿 (2.2)
Dimana :
PK = Perlawanan penetrasi konus (qc)
JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut)
A = Interval pembacaan (setiap pembacaan 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)
Hasil penyelidikan dengan Sondir ini digambarkan dalam bentuk grafik yang
menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi
konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu
10
Selain itu pengujian Sondir ini memiliki kelebihan, yaitu :
1. Baik untuk lapisan tanah lempung
2. Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras
3. Dapat memperkirakan perbedaan lapisan tanah
4. Dapat menghitung daya dukung ultimit tanah dengan rumus empiris
5. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.
Dan kekurangan dari percobaan Sondir ini yaitu :
1. Tidak cocok digunakan pada lapisan tanah berbutir kasar (keras).
2. Hasil penyondiran diragukan apabila letak alat tidak vertikal atau konus dan
bikonus bekerja tidak baik.
3. Setiap penggunaan alat Sondir harus dilakukan kalibrasi dan pemeriksaan
perlengkapan antara lain :
a. Manometer yang digunakan masih dalam keadaan baik sesuai dengan
standar yang berlaku.
b. Ukuran konus yang akan digunakan harus sesuai dengan ukuran standar
(d = 36 mm)
c. Jarum manometer harus menentukan awal nilai nol.
d. Dalam pembacaan harus hati-hati.
II.2.1.2. Standart Penetration Test (SPT)
Tujuan Standart Penetration Test (SPT) yaitu untuk menentukan kepadatan relatif dan
sudut geser lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat
diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut, untuk memperoleh data
yang kumulatif pada perlawanan penetrasi tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang
tidak berkohesi .
.
11
Prosedur Pengujian Standart Penetration Test
1) Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval se-
kitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.
2) Tarik hammer dengan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inci (75 cm).
(Hammer yang dipakai mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg))
3) Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.
4) Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.
5) Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama
6) Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan
ke-tiga.
7) Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm. Jumlah pukulan yang
dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor
bekas pengeboran.
8) Bila nilai N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah
pengujian sampai minimum 6 meter.
Gambar 2.3. Proses Uji Penetrasi Standar
12
Keuntungan dan kerugian SPT (Standart Penetration Test ) yaitu :
1. Keuntungan:
Dapat diperoleh nilai N dan contoh tanah (terganggu).
Prosedur pengujian sederhana, dapat dilakukan secara manual.
Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak.
Pengujian Penetrasi Standar pada pasir, hasilnya dapat digunakan secara
langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung
ultimit tanah.
2. Kerugian :
Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu.
Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk
tanah lempung.
Derajat ketidakpastian hasil uji SPT yang diperoleh bergantung pada
kondisi alat dan operator.
Hasil tidak dapat dipercaya dalam tanah yang mengandung banyak kerikil.
II.3. Pondasi
Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa
persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :
Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari
bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.
Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang
disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.
Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau pergeseran
tanah.
13
Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan
berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
Pada umumnya pondasi dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Pondasi dangkal
b. Pondasi dalam
II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation)
Pondasi dalam digunakan apabila beban bangunan yang direncanakan sangat besar,
daya dukung lapisan tanah permukaan tidak baik atau letak lapisan tanah keras cukup dalam.
Contoh dari pondasi dalam antara lain : tiang pancang, caisson, bor pile , dll.
Pada proyek ini pondasi dalam yang digunakan adalah pondasi tiang pancang.
II.3.1.1. Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan
tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban
berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai
daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.
Umunya pondasi tiang pancang digunakan untuk :
1) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke
lapisan tanah pendukung yang kuat.
2) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya desakan ke atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
3) Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas di dalam tanah dengan
melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan saat
pemancangan sehingga kapasitas dukungnya bertambah.
14
4) Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
Dengan adanya pondasi tiang pancang, kegagalan gelincir yang dapat disebabkan oleh
erosi dan beban horisontal akan dapat diatasi.
5) Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.
Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan informasi mengenai :
Data tanah dimana bangunan akan didirikan.
Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).
Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban tambahan).
II.3.1.1.1. Jenis-Jenis Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara
penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan perpindahan tiang.
1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan
Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut :
a) Tiang Pancang Kayu
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Umumnya tiang pancang kayu yang dipakai di Indonesia untuk
perbaikan kapasitas daya dukung tanah lunak berdiameter antara 8-10 cm dan panjang 4
m. Biasanya tiang ini diberi pelindung dari besi yang disebut sepatu tiang untuk
menghindari kerusakan ujung tiang saat pemancangan.
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :
Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak
menimbulkan kesulitan.
Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.
Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke
dalam tanah.
15
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :
Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang
pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik
dan turun.
Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah
agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang
letaknya sangat dalam
Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu ini
dapat berbentuk sapu
b) Tiang Pancang Beton
Keuntungannya yaitu :
Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat dilakukan
setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.
Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga
mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.
Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.
Kerugiannya yaitu :
Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada
daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah
disekitarnya.
Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.
Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungannya
sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.
16
Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan
memerlukan waktu yang lama.
Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu :
1. Precast Reinforced Concrete Pile
2. Precast Prestressed Concrete Pile .
3. Cast in Place Pile
2. Pondasi berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang kedalam tanah
Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dapat dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu :
a) Tiang Pancang dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile).
Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang
yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Dari hasil sondir
dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konus S ≥ 150 kg/cm untuk lapisan non
kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm untuk kohesif.
b) Tiang Pancang dengan Tahanan Geser/Sisi (Friction Pile)
Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas
dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
disekitarnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di
antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah
diantara tiang-tiang akan semakin padat.
c) Tiang Pancang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)
Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang
tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah
di sekitar dan permukaan tiang.
17
Pada beberapa jenis tiang pancang, ujung tiang pancang dilengkapi dengan sepatu
tiang pancang. Sepatu tiang pancang biasanya terbuat dari logam. Sepatu tiang pancang
berfungsi untuk melindungi ujung tiang selama pemancangan, kecuali pemancangan
dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris
(pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan kuat pada ujung
tiang. Bidang kontak antara sepatu dan ujung tiang harus cukup untuk menghindari tekanan
yang berlebihan selama pemancangan.
II.3.1.1.2. Alat Pancang Tiang
Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul
berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan.
Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk
dalam geometri tertutup.
a) Pemukul Jatuh (Drop Hammer)
Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik
dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini
membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada
volume pekerjaan pemancangan yang kecil.
Beberapa kelebihan dari metode ini adalah :
Pengoperasian alat yang mudah
Biaya operasi yang murah
Mobilisasi alat lebih mudah dibandingkan jack-in-pile
Beberapa kekurangan dari metode ini:
Waktu pemancangan yang lebih lama
Tidak dapat digunakan untuk pekerjaan dibawah air
Kemungkinan rusaknya tiang lebih besar akibat tinggi jatuh hammer
18
Adanya kemungkinan rusaknya banguna disekitar lokasi akibat getaran permukaan
tanah
b) Pemukul Aksi Tiang (Single-acting Hammer)
Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau
uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri.
Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh.
c) Pemukul Aksi Double (Double-acting Hammer)
Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk
mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih
tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
d) Pemukul Diesel (Diesel Hammer)
Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar.
Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan adalah jumlah benturan dari
ram ditambah energi hasil dari ledakan.
II.3.1.1.3. Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang
Pemancangan adalah penempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi
sesuai perencanaan. Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang sebagai berikut :
a. Pekerjaan Persiapan
Berikut langkah-langkah untuk memulai persiapan pengerjaan pada lokasi proyek:
1. Membuat tanda, tiap tiang pancang harus diberi tanda serta tanggal saat tiang tersebut
dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan
jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi
tanda setiap 1 meter.
2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati
sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.
19
3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan
tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final
set).
4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat.
5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.
6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila
level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang
diharapkan belum tercapai.
Proses penyambungan tiang :
Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada
batang pertama.
Ujung bawah tiang didudukkan di atas kepala tiang yang pertama sedemikian
sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi
satu.
Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.
Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.
7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada
batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah
keras yang ditentukan.
8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan
tanah keras/final set yang ditentukan.
9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.
b. Proses Pengangkatan
1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan)
Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat penyusunan tiang
20
beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke penyusunan
lapangan.Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang
adalah 1/5 L.
2. Pengangkatan dengan Satu Tumpuan
Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan
dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah
ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu
tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3.
c. Proses Pemancangan
1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik
pancang yang telah ditentukan.
2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.Tiang
didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah
dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang
3. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat di atas patok pancang yang telah
ditentukan.
4. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil
diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal.
Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada
dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama
untuk tiang batang pertama.
5. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontiniu
ke atas helmet yang terpasang di atas kepala tiang.
d. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang.
21
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak.
b. Umur beton telah memenuhi syarat.
c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan.
2. Toleransi.
Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan
berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan
penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.
3. Penetrasi
Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di
sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah
pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.
4. Final set
Pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.
II.3.3. Kalendering
Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang
(beton maupun pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui
perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat pancang bisa berupa
diesel hammer maupun hydraulic hammer. Perhitungan kalendering akan menghasilkan
output yang berupa daya dukung tanah dalam Ton.
II.3.3.1 . Tahap Pelaksanaan Kalendering
Metode pelaksanaan kalendering cukup sederhana. Alat yang disediakan adalah : spidol,
kertas milimeter blok, selotip, waterpass, dan kayu pengarah spidol agar selalu pada
posisinya.. Pelaksanaanya dilakukan pada saat 10 pukulan terakhir saat hampir mendekati top
pile yang disyaratkan, dan faktor lain yang disesuaikan kondisi dilapangan.
Tahapan pelaksanaanya yaitu:
22
1. Saat kalendering telah ditentukan dihentikan pemukulannya oleh hammer.
2. Memasang kertas milimeter blok pada tiang pancang menggunakan selotip atau lem.
3. Menyiapkan spidol yang ditumpu pada papan penopang dan waterpass tukang, kemudian
menempelkan ujung spidol pada kertas milimeter.
4. Menjalankan pemukulan.
5. Satu orang melakukan kalendering dan satu orang mengawasi serta menghitung jumlah
pukulan.
6. Setelah 10 pukulan kertas milimeter diambil.
7. Tahap ini bisa dilakukan 2 - 3 kali agar memperoleh grafik yang bagus.
8. Usahakan kertas bersih, karena kalau menggunakan diesel hammer biasanya kena oli dan
grafiknya jadi kurang valid karena tertutup oli.
9. Setelah tahapan selesai , selanjutnya dihitung daya dukungnya.
II.3.4. Pile Driving Analyzer (PDA)
Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji Pile Driving
Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case Institute of Technology,
Ohio. PDA adalah suatu sistem yang terdiri dari suatu perangkat elektronik komputer dan
dilengkapi dengan sensor accelerometer dan strain transducer.
PDA didasarkan pada analisis data hasil rekaman getaran gelombang yang terjadi
pada waktu tiang dipukul dengan palu pancang. Regangan dan percepatan gelombang akibat
pengaruh alat pancang diukur dengan menggunakan strain transducer dan accelerometer.Uji
pembebanan untuk mencari daya dukung menggunakan beban dinamik dengan sebuah sistem
komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer dan accelerator untuk menentukan
gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik, pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan
hammer. Untuk melakukan tes ini diperlukan beban dinamik berupa tumbukan pada tiang.
Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang
23
yang ada. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan
kecepatan gelombang adalah dasar untuk menghitung daya dukung pondasi. Hasil dari uji
PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program
(CAPWAP). Analisis menggunakan CAPWAP akan menghasilkan : Daya dukung (Ru);
Gaya ujung (Rb); Gaya gesek (Rs); Displacement (DMX).
Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain :
1. PDA-Model PAX.
2. Empat (4) strain transducer dengan kabel.
3. Empat (4) accelerometer dengan kabel.
4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan.
Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP Bendung Sei Bajayu
24
II.4 .Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang
Yang dimaksud dengan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang
dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung pondasi
dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang satuannya adalah
satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying
capacity.
II. 4.1. Kapasitas Daya Dukung Aksial
II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang dari Hasil Sondir
Sondir atau Cone Penetration Test (CPT) ini tes yang sangat cepat, sederhana,
ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari
permukaan tanah dasar. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat
diperlukan guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.
Untuk menghitung daya dukung ultimit tiang pancang berdasarkan data hasil
pengujian Sondir dapat dilakukan dengan menggunakan :
1. Metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan Persamaan :
Qult = (qc x Ap) + (JHL x K) (2.3)
Dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung ultimit tiang pancang tunggal (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
K = Keliling tiang (cm)
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan Persamaan :
Qijin = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝
3+
𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾
5 (2.4)
25
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :
𝑇𝑢𝑙𝑡 = 𝐽𝐻𝐿 × 𝐾 (2.5)
Daya dukung ijin tarik :
𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛 = 𝑇𝑢𝑙𝑡
3 (2.6)
Daya dukung terhadap kekuatan bahan :
𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × 𝐴𝑝 (2.7)
Dimana :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)
K = Keliling tiang (cm)
𝑇𝑢𝑙𝑡 = Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (kg)
𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = Kekuatan yang diijinkan pada tiang (kg)
𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = Tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2),
II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Dari Hasil SPT
Untuk menghitung daya dukung ultimit pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT
dapat digunakan metode Meyerhoff, adapun rumus yang dapat digunakan antara lain :
1. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Tanah Non Kohesif (Pasir Dan Kerikil)
Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung Tanah Pasir
26
1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang
Qp = 40 x Nb x Ap (2.8)
Dimana :
𝑁𝑏 =𝑁1 + 𝑁2
2
N1 = Nilai SPT pada kedalaman 10D pada ujung tiang ke atas
N2 = Nilai SPT pada kedalaman 4D pada ujung tiang ke bawah
Ap = Luas Tiang (m2) = 1
4𝜋𝐷2
D = Diameter tiang pancang (m)
2) Tahanan Geser Selimut Tiang
Qs = 2 x N-SPT x P x Li (2.9)
Dimana :
N-SPT = Nilai SPT
Li = Tebal lapisan tanah (m)
P = Keliling tiang (m)
2. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang pada Tanah Kohesif
1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang
Qp = 9 x cu x Ap (2.10)
2) Tahanan Geser Selimut Tiang
Qs = α x cu x P x Li (2.11)
Dimana :
α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang
cu = kohesi undrained (kN/m2)
cu = N-spt x 2
3 x 10 (2.12)
Ap = Luas penampang tiang (m2)
27
P = Keliling tiang (m)
Li = Tebal lapisan tanah (m)
Gambar 2.6. Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α) (API, 1987)
Dari nilai N yang diperoleh dari uji SPT, dapat diketahui hubungan empiris tanah
non-kohesif seperti sudut geser dalam (ø), indeks densitas dan berat isi tanah basah (γwet).
Hubungan empirisnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser Dalam dan
Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir
Angka penetrasi
standar, N
Kepadatan Relatif, Dr
(%) Sudut geser dalam ϕ (°)
0 – 5 0 – 5 26 – 30
5 – 10 5 – 30 28 – 35
10 – 30 30 – 60 35 – 42
30 – 50 60 – 65 38 – 46
(Das,1995)
28
Tabel 2.2. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah
(Das, 1995)
II.4.1.3. Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dari Data Kalendering
Kapasitas daya dukung tiang pancang dari data kalendering dapat dihitung dengan
tiga metode, yaitu :
a) Metode Hiley Formula
𝑅 =2𝑊𝑟 𝑥 𝐻
𝑆+𝐾+
𝑊𝑟+𝑒2 𝑥 𝑊𝑝
𝑊𝑟+𝑊𝑝 (2.13)
Dimana : R : Kapasitas daya dukung (ton)
Wr : Berat Hammer (ton)
Wp : Berat pile (ton)
e : koefisien restitusi (0,25)
S : Penetrasi pukulan per cm (cm)
H : Tinggi jatuh hammer (cm)
K : Rata-rata rebound untuk 10 pukulan terakhir
b) Metode Danish Formula
𝑃𝑢 =𝜂 𝑥 𝐸
𝑆+[ᶇ 𝑥 𝐸 𝑥 𝐿
2 𝑥 𝐴 𝑥 𝐸𝑝]0,5
(2.14)
Dimana : 𝜂 : Efisiensi alat pancang (Tabel 2.3)
E : Energi alat pancang (kg/cm) (Tabel 2.4)
Tanah tidak
kohesif
Harga N < 10 10-30 30 – 50 > 50
Berat isi 7
KN/m3
12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23
Tanah
kohesif
Harga N < 4 4 – 15 16 – 25 > 25
Berat isi 7
KN/m3
14 – 18 16 – 18 16 – 18 > 20
29
L : Panjang tiang pancang
Ep: : Modulus Elastisitas Tiang
Tabel 2.3. Efisiensi Jenis Alat Pancang
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Tabel 2.4. Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
c) Metode Modified New Enginering News Record (ENR)
(2.15)
Dimana :
Ef = efisiensi hammer (%) (Tabel 2.5)
Wr = berat hammer (Ton)
Wp = berat pile (Ton) (Tabel 2.6)
S = penetrasi pukulan per cm (cm)
N = koefisien restitusi = 0,4 (Tabel 2.7)
h = tinggi jatuh hammer (m)
30
Tabel 2.5. Nilai Efisiensi Hammer
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
Tabel 2.6. Koefisien Restitusi
(Sumber : Sosrodarsono, 1997)
II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang
Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal), seperti beban
gempa dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas (kepala tiang).
Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi lateral dan akan menimbulkan gaya
geser pada tiang dan tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur. Gaya geser yang
dipikul tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai.
Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang.
Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung tanah di
sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena
keruntuhan tanah di sekitarnya. Jika tanah cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada
tiang karena kapasitas lentur tiang terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek)
maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah.
31
II.4.2.1. Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas
Dalam analisis gaya lateral, model ikatan tiang dengan pelat penutup tiang perlu
diperhatikan karena sangat mempengaruhi kelakuan tiang dalam mendukung beban lateral.
Sehubungan dengan hal tersebut, tiang-tiang dibedakan menurut dua tipe, yaitu :
1. Tiang ujung jepit (fixed end pile)
2. Tiang ujung bebas (free end pile)
Tiang ujung jepit didefinisikan sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam)
dalam pelat penutup kepala tiang. Tiang ujung bebas didefinisikan sebagai tiang yang bagian
atasnya tidak terjepit ke dalam pelat penutup kepala tiang
II.4.2.2. Tahanan Beban Lateral Ultimit
Untuk menentukan tiang termasuk tiang panjang atau tiang pendek perlu diketahui
faktor kekakuan tiang. Faktor kekakuan tiang dapat diketahui dengan menghitung faktor-
faktor kekakuan R dan T. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan
kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk
sembarang tanah, tapi tergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani. Faktor
kekakuan untuk modulus tanah lempung (R) dinyatakan oleh Persamaan berikut :
R = √EI
K
4 (2.16)
Dimana :
K = kh . d = k1/1,5 = Modulus tanah
k1 = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi
Ep = Modulus elastis tiang
Ip = Momen inersia tiang ( cm4)
d = Lebar atau diameter tiang (cm)
Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Terzaghi (1955), ditunjukkan dalam Tabel 2.7.
Pada kebanyakan lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan tanah granular,
32
modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan kedalamannya. Faktor
kekakuan untuk modulus tanah granular dinyatakan oleh persamaan :
𝑇 = √𝐸𝐼
𝑛ℎ
5 (2.17)
Dengan modulus tanah : k = nhz
Dan modulus reaksi subgarde horizontal : kh=nh(z/d)
Koefisien variasi modulus (nh) diperoleh Terzaghi secara langsung uji beban tiang
dalam tanah pasir yang terendam air. Nilai-nilai nh yang disarankan oleh Terzaghi dan Reese
dkk (1956) ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Nilai-nilai nh yang lain, ditunjukkan dalam Tabel
2.9.
Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, (Tomlinson 1977)
mengusulkan kriteria tiang kaku atau disebut tiang pendek (tiang kaku) dan tiang panjang
(tiang tidak kaku/elastik) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah
(L), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.10. Batasan ini digunakan untuk menghitung
defleksi tiang akibat gaya horizontal.
Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Undrained untuk Lempung
Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation)
Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras
kohesi undrained Cu
kN/m2 100-200 200-400 ˃400
kg/cm2 1 – 2 2 – 4 ˃4
k1
MN/m3 18 – 36 36 -72 ˃72
kg/cm3 1,8 - 3,6 3,6 - 7,2 ˃7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 ˃108
kg/cm3 2,7 5,4 ˃10,8
(Terzaghi, 1955)
33
Tabel 2.8. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granular (c = 0)
Kerapatan relatif (Dr) Tidak
padat
Sedang Padat
Interval nilai A 100 – 300 300 – 1000 1000 – 2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh, pasir kering atau lembab
(Terzaghi) (kN/m3)
2425 7275 19400
nh, pasir terendam air
(kN/m3)
Terzaghi 1386 4850 11779
Reese dkk 5300 16300 34000
(Sumber : Tomlinson, 1977)
Tabel 2.9. Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif
Tanah nh (kN/m3) Referensi
Lempung terkonsolidasi
normal lunak
166 – 3518 Reese dan Matlock (1956)
277 – 554 Davisson - Prakash (1963)
Lempung terkonsolidasi
normal organik
111 – 277 Peck dan Davidsson (1962)
111 – 831 Davidsson (1970)
Gambut 55 Davidsson (1970)
27,7 – 111 Wilson dan Hilts (1967)
Loss 8033 – 11080 Bowles (1968)
(Sumber : Hardiyatmo, 2011)
Tabel 2.10. Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang
Tipe Tiang
Modulus Tanah (K)
Bertambah Dengan
Kedalaman
Modulus Tanah (K)
Konstan
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
Tidak Kaku L ≥ 4T L ≥ 3,5R (Sumber : Tomlinson, 1977)
II.4.2.3. Metode Broms
II.4.2.3.1 Tahanan Tiang Dalam Tanah Kohesif
Tahanan tanah ultimit tiang yang terletak pada tanah kohesif atau lempung
(𝜑=0 ) bertambah dengan kedalamannya dari 2cu dipermukaan tanah sampai 12cu
pada kedalaman kira-kira 3 kali diameter tiang. Broms (1964) mengusulkan cara
34
pendekatan sederhana untuk mengestimasi distribusi tekanan tanah yang menahan
tiang dalam lempung. Yaitu, tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan
tanah sampai kedalaman 1,5 kali diameter tiang (1,5d) dengan konstan sebesar 9cu
untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d tersebut. Hal ini dianggap sebagai efek
penyusutan tanah.
a. Tiang ujung bebas
Mekanisme keruntuhan tiang ujung bebas untuk tiang panjang (tiang tidak kaku)
dan tiang pendek (tiang kaku) diperlihatkan dalam Gambar 2.7. Untuk tiang panjang,
tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang
dapat ditahan tiangnya sendiri (My). Untuk tiang pendek, tahanan tiang terhadap gaya
lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah disekitar tiang.
(a)
(b)
Gambar 2.7. Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas pada Tanah Kohesif
(a) Tiang Panjang dan (b) Tiang Pendek (Hardiyatmo, 2011)
35
Pada gambar di atas, f mendefinisikan letak momen maksimum, sehingga dapat
diperoleh :
f = Hu / (9cu.d) (2.18)
Mmaks = Hu (e + 1,5d + 0,5f) (2.19)
Momen maksimum dapat pula dinyatakan oleh Persamaan berikut :
Mmaks = (94⁄ )d × g2 × cu (2.20)
Dan L = 3d/2 + f + g (2.21)
Karena L = 3d/2 + f + g, maka nilai Hu didapat dari Persamaan diatas, yaitu:
Hu = 9cu x d (L − g − 1,5d) (2.22)
(a)
(b)
Gambar 2.8. Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Kohesif
(a) Pondasi Tiang Pendek, (b) Pondasi Tiang Panjang (Hardiyatmo,2011)
36
Grafik diatas berlaku untuk tiang pendek, bila tahanan momen maksimum tiang
My > Mmaks dan untuk tiang panjang My < Mmaks, maka Hu diperoleh dari Persamaan
(2.22) dengan Mmaks=My. Penyelesaian persamaan diplot ke dalam grafik hubungan
antara My/cud3 dan Hu/cud2 pada Gambar 2.8.
b. Tiang Ujung Jepit
Perubahan model keruntuhan sangat ditentukan oleh tahanan momen bahan
tiangnya sendiri (My). Broms menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang
yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi diujung atas tiang yang
terjepit oleh pelat penutup tiang (pile cap). Mekanisme keruntuhan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.9.
(a)
(b)
Gambar 2.9 Mekanisme Keruntuhan Pondasi (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang pada Tiang
Ujung Jepit Dalam Tanah Kohesif (Hardiatmo,2011)
37
Untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral :
Hu = 9cud (L –g – 1,5d)
Mmaks = Hu ( 0,5L + 0,75d) (2.23)
Dimana :
Hu = Beban lateral (kN)
d = Diameter tiang (m)
cu = Kohesi tanah (kN/m2)
L = Panjang tiang (m)
g = Jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)
Nilai-nilai Hu dapat diplot dalam grafik hubungan L/d dan Hu/cud2 ditunjukkan pada
Gambar 2.8. Untuk tiang panjang, dimana tiang akan mengalami keluluhan ujung atas
yang terjepit, Hu dicari dengan Persamaan (2.24) dan Nilai-nilai Hu yang diplot dalam
grafik hubungan My/cud3 dan Hu/cud2 ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Hu = 2My
(1,5D+0,5f) (2.24)
II.4.2.3.2 Tiang dalam Tanah Granular (Non-Kohesif)
a. Tiang Ujung Jepit
Model keruntuhan untuk tiang-tiang pendek (kaku). keruntuhan tiang berupa
translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :
Hu = 1.5 d ɣ L2 Kp (2.25)
Mmax = 2
3Hu∙L = B ɣ L3 Kp (2.26)
Lokasi momen maksimum
f=0,82√Hu
d∙Kp∙γ (2.27)
Momen leleh :
My = (0,5γ∙d∙L3∙Kp) - HU∙L (2.28)
38
Dimana :
d = Diameter tiang (m)
γ = Berat isi tanah (Ton/m3)
L = Panjang tiang (m)
Kp = Koefisien tanah pasif
(a) (b)
Gambar 2.10 Mekanisme Keruntuhan Tiang Ujung Jepit pada Tanah Non-Kohesif
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang
Kapasitas lateral tiang (Hu) juga dapat diperoleh secara grafis. Hu diperoleh dari
Gambar 2.11. Nilai Hu yang diperoleh dari grafik tersebut harus mendekati nilai Hu yang
dihitung secara manual pada Persamaan (2.25) dan (2.26).
Sedangkan untuk tiang tidak kaku dengan ujung jepit, dimana momen maksimum
mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu dapat diperoleh dari Persamaan berikut :
Hu = 2My
e+ 2f
3
(2.29)
f = 0,82√𝐻𝑢
d∙Kp∙γ (2.30)
Persamaan (2.30) disubstitusi ke Persamaan (2.29), sehingga nilai Hu :
Hu = 2My
𝑒+0,54 √Hu
γdKp
(2.31)
Dimana :
39
Hu = Beban lateral (kN)
Kp = Koefisien tekanan tanah pasif = tan2(45o+ ø/2)
My = Momen ultimit (kN-m) (Tabel 2.13)
d = Diameter tiang (m)
f = Jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m)
𝛾 = Berat isi tanah (kN/m3)
e = Jarak beban lateral dari permukaan tanah (m) = 0
(a) (b)
Gambar 2.11 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Hardiatmo,2011)
b. Tiang Ujung Bebas
Hitungan kapasitas lateral tiang ujung bebas (Hu) dapat dihitung dengan
Persamaan berikut :
Hu = 0,5 γdL3Kp
e+L (2.32)
Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah sehingga :
Hu = 1,5γ d Kp f2 (2.33)
Lokasi momen maksimum :
f = 0,82 √Hu
d Kpγ (2.34)
40
Sehingga momen maksimum diperoleh dengan Persamaan berikut :
Mmaks = Hu (e + 2f/3 ) (2.35)
Dimana:
d = Diameter tiang (m)
γ = Berat isi tanah (Ton/m3)
L = Panjang tiang (m)
Kp = Koefisien tanah pasif
(a)
(b)
Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Hardiatmo,2011)
41
Tabel 2.11. Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga
Outside
Diameter
(mm)
Unit
weight
(Kg/m)
Class
Panjang
Tiang
(m) dan
Diesel
Hammer
Concrete
Cross
Section
(cm2)
Section
Modulus
(m3)
Momen Lentur
(ton m) Allowable
Axial Load
(ton)
Retak Batas
300 115
A2
6-15
k-13 452
2368,70 2,50 3,75 72,60
A3 2389,60 3,00 4,50 70,75
B 2431,40 3,50 6,30 67,50
C 2478,70 4,00 8,00 65,40
350 145
AI 6-15
K-13/K-
25
582
3646,00 3,50 5,25 93,10
A3 3693,90 4,20 6,30 89,50
B 3741,70 5,00 9,00 86,40
C 3787,60 6,00 12,00 85,00
400 195
A2 6-16
K-25/K-
35
765
5481,60 5,50 8,25 121,10
A3 5537,40 6,50 9,75 117,60
B 5591,30 7,50 13,50 114,40
C 5678,20 9,00 18,00 111,50
450 235
A1
6-16
K-35 929
7591,60 7,50 11,25 149,50
A2 7655,60 8,50 12,75 145,80
A3 7717,10 10,00 15,00 143,90
B 7783,80 11,00 19,80 139,10
C 7929,00 12,50 25,00 134,90
500 290
A1
6-16
K-35/K-
45
1159
10506,00 10,50 15,75 185,30
A2 10579,30 12,50 18,75 181,70
A3 10653,50 14,00 21,00 178,20
B 10727,80 15,00 27,00 174,90
C 10944,60 17,00 34,00 169,00
600 395
A1
6-16
K-45 1570
17482,80 17,00 25,50 252,70
A2 17577,70 19,00 28,50 249,00
A3 17792,70 22,00 33,00 243,20
B 17949,60 25,00 45,00 238,30
C 18263,40 29,00 58,00 229,50
(Sumber : PT WIKA Beton)
42
II.5. Kelompok Tiang
Kelompok tiang adalah sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan dan
biasanya diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile cap seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.13. Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu
kelompok, jarak tiang, dan susunan tiang .
Dalam perhitungan, poer dianggap/dibuat kaku sempurna sehingga :
Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan maka setelah penurunan bidang poer tetap akan merupakan bidang datar.
Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang
tersebut.
Gambar 2.13 Tiang Pancang Kelompok
a. Jarak Tiang (S)
Pada prinsipnya jarak tiang (s) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara
tidak langsung biaya lebih murah. Tetapi bila memikul beban momen maka jarak tiang perlu
diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen. Umumnya, jarak
antara 2 (dua) tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maksimum 2,00 m.
Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
43
Bila jarak antar tiang s < 2,5d kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan
naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu
berdekatan. Selain itu dapat menyebabkan terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang
telah dipancang lebih dahulu.
Bila jarak antar tiang s > 3d akan menyebabkan perencanaan menjadi tidak ekonomis
sebab akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer, jadi memperbesar biaya.
b. Jumlah tiang (n)
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja
pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai ditunjukkan pada
Persamaan berikut :
n =𝑃
𝑄𝑎 (2.36)
Dimana :
P = Beban yang berkerja (ton)
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal (ton)
c. Susunan tiang
Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak
langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka
luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah
besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Pada Gambar 2.14 ditunjukkan contoh
susunan tiang (Joseph E. Bowles, 1988) :
44
Gambar 2.15. Pola Susunan Tiang Pancang (Bowles, 1984)
II.5.1.Efisiensi dan Kapasitas Kelompok Tiang
Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.
2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).
3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
4. Urutan pemasangan tiang
5. Jenis tanah.
6. Waktu setelah pemasangan.
7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
Metode perhitungan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang
tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan
pengaruh muka air tanah. Berikut ini beberapa metode dalam perhitungan efisiensi tiang :
a) Metode Converse-Labarre
Efisiensi kelompok tiang (Eg) diperoleh dari Persamaan :
𝐸𝑔 = 1 −(𝑛−1)m+(m−1)n
90𝑚𝑛 (2.37)
45
Dimana :
Ɵ = Arc tan d/s dalam derajat
n = Jumlah tiang dalam satu baris
m = Jumlah baris tiang
b) Metode Los Angeles
Efisiensi kelompok tiang (Eg) diperoleh dari Persamaan berikut :
𝐸𝑔 = 1 −𝑑
𝜋.𝑠.𝑚.𝑛[𝑚(𝑛 − 1) + 𝑛(𝑚 − 1) + √2(𝑛 − 1)(𝑚 − 1)] (2.38)
Keterangan:
𝜂 = Efisiensi grup tiang
n = Jumlah tiang dalam 1 (satu) baris
m = Jumlah baris tiang
d = Diameter tiang (m)
s = Jarak antar tiang (m) (as ke as)
𝜋 = Phi lingkaran =22
7
c) Metode Feld
Metode ini mereduksi daya dukung setiap tiang pada kelompok tiang dengan
l/n untuk setiap tiang yang berdekatan dan tidak memperhitungkan jarak tiang, akan
tetapi untuk jarak antar tiang s ≥ 3 maka tiang yang bersebelahan itu diasumsikan
tidak berpengaruh terhadap tiang-tiang yang ditinjau.
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 1 − Jumlah tiang yang mengelilingi
16 (2.39)
Total Eff-tiang = Jumlah tiang yang ditinjau x Eff-tiang (2.40)
Eff-tiang = Total Eff−tiang
𝑛 (2.41)
Jadi daya dukung tiang menurut Feld :
Daya dukung = Eff-tiang x Pn (2.42)
46
Dimana :
Pn = Daya dukung tiang tunggal (ton)
𝑛 = Jumlah tiang pancang
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi
tiang dinyatakan dengan persamaan berikut :
Qg = Eg . n . Qa (2.43)
Dimana :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan (ton)
n = Jumlah tiang dalam kelompok
Qa = Beban maksimum tiang tunggal (ton)
II.6. Penurunan Tiang Pancang
Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pendekatan dan tanah di sekitarnya
akan mengalami penurunan. Penurunan terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya
susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori atau air di dalam tanah tersebut.
Beberapa metode hitungan penurunan telah diusulkan, berikut ini akan dijelaskan penurunan
tiang tunggal dan penurunan tiang kelompok.
II.6.1.Penurunan Tiang Tunggal
a. Penurunan Tiang Tunggal Menurut Poulus dan Davis
Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang
tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil.
Ini dikarenakan pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung
friksinya atau penjumlahan dari keduanya.
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :
1. Untuk Tiang Apung atau Tiang Friksi
S =𝑄𝐼
𝐸𝑠𝑑 (2.44)
47
I = IoRkRhRμ (2.45)
2. Ujung Tiang Dukung Ujung (End Bearing)
S =𝑄𝐼
𝐸𝑠𝑑 (2.46)
I = IoRkRbRμ (2.47)
Dengan:
S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm)
Q = Beban yang bekerja (kg)
Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
Rk= Faktor koreksi kemudah mampatan tiang
Rh= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
Rb= Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
Rμ= Faktor koreksi angka poison µ=0.3
Gambar 2.15, 2.16, 2.17, 2.18 dan 2.19 menunjukkan grafik faktor koreksi. K adalah
suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan
berikut :
𝐾 = 𝐸𝑝.𝑅𝑎
𝐸𝑠 (2.48)
𝑅𝑎 =𝐴𝑝
1
4𝜋𝑑2
(2.49)
Dengan:
K = Faktor kekakuan tiang
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang
Es = Modulus elastisitas tanah di sekitar tiang
Eb = Modulus elastisitas tanah di dasar tiang
48
Gambar 2.15 Faktor Penurunan Io (Poulus dan Davis, 1980)
Gambar 2.16 Faktor Penurunan Rµ (Poulus dan Davis, 1980)
Gambar 2.17 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)
49
Gambar 2.18 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis, 1980)
Gambar 2.19 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980)
50
b. Penurunan Tiang Elastis
Penurunan segera atau penurunan elastis adalah penurunan pondasi yang
terletak pada tanah berbutir halus yang jenuh dan dapat dibagi menjadi tiga
komponen. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen tersebut, yang
ditunjukkan pada Persamaan di bawah ini :
S = Se(1) + Se(2) + Se(3) (2.50)
Dengan :
S = Penurunan total
Se(1) = Penurunan elastis dari tiang
Se(2) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang
Se(3) = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang
batang tiang
Se(1) = (Qwp+ξQws).L
ApEp (2.51)
Se(2) = QwpCp
d.qp (2.52)
Se(3) = QwsCs
𝐿.qp (2.53)
Dimana :
Qwp = Daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya
dukung friction (kN)
Qws = Daya dukung friction (kN)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
L = Panjang tiang pancang (m)
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)
ξ = Koefisien dari skin friction,
d = Diameter tiang (m)
51
qp = Daya dukung ultimit (kN)
Cp = Koefisien empiris
Cs = Konstanta empiris
Cs = (0,93 + 0,16 √L/d) . Cp (2.54)
Nilai ξ tergantung dari unit tahanan friksi alami (the nature of unit friction
resistance) di sepanjang tiang terpancang di dalam tanah. Nilai ξ = 0,5 untuk bentuk
unit tahanan fiksi alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang
atau parabolik seragam, umumnya pada tanah lempung atau lanau. Sedangkan untuk
tanah pasir nilai ξ = 0,67 untuk bentuk unit tahanan fiksi alaminya berbentuk segitiga.
Pada Gambar 2.20 akan ditunjukkan bentuk unit tahanan friksi.
Gambar 2.20. Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami Terdistribusi
Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah
(Sumber : Bowles, 1993)
Tabel 2.12. Nilai Koefisien Empiris (Cp)
Tipe Tanah Tiang Pancang Tiang Bor
Sand (dense to loose) 0,02-0,04 0,09-0,18
Clay (stiff to soft) 0,02-0,03 0,03-0,06
Silt (dense to loose) 0,03-0,05 0,09-0,12
(Sumber : Braja M. Das, 1995)
II.6.2. Penurunan Tiang Pancang Kelompok
Penurunan tiang pancang kelompok didefinisikan sebagai perpindahan titik tiang pancang
52
yang diakibatkan oleh peningkatan tegangan pada lapisan dasar sedalam pemancangan tiang
pancang dengan sifat elastisitas tanah ditambah pemendekan elastis tiang akibat pembebanan.
Penurunan tiang pancang kelompok merupakan jumlah dari penurunan elastis dan penurunan
konsolidasi. Penurunan elastis tiang adalah penurunan yang terjadi dalam waktu dekat atau
dengan segera setelah penerapan beban (elastic settlement atau immediate settlement).
Penurunan tiang kelompok (Meyerhoff, 1976) dapat dihitung dengan Persamaan berikut :
Sg =2𝑞√𝐵𝑔𝐼
𝑁60 (2.55)
q =𝑄𝑔
𝐿𝑔𝐵𝑔 (2.56)
Dengan
I = (1 −𝐿
8𝐵𝑔) ≥ 0.5 (2.57)
Sg = Penurunan Kelompok tiang (mm)
q = Tekanan pada dasar pondasi
Bg = Lebar kelompok tiang (cm)
L = Kedalaman pondasi tiang (cm)
Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan tergantung pada beberapa faktor
seperti jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi bangunan, besar dan kecepatan penurunan serta
distribusinya.
Tabel 2.13.Batas penurunan maksimum (Skempton dan MacDonald,1995)
Jenis Pondasi Batas penurunan maksimum
(mm)
Pondasi terpisah pada tanah
lempung
65
Pondasi terpisah pada tanah pasir 40
Pondasi rakit pada tanah lempung 65-100
Pondasi rakit pada tanah pasir 40-65
53
II.7. Faktor Keamanan
Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor
aman tertentu. Tabel 2.14 menunjukkan faktor keamanan yang disarankan oleh Reese dan
O’Neill.
Tabel 2.14 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill
Klasifikasi
Struktur
Faktor Aman
Kontrol Baik Kontrol Normal Kontrol
Jelek
Kontrol Sangat
Jelek
Monumental 2,3 3 3,5 4
Permanen 3 2,5 2,8 3,4
Sementara 1,4 2,0 2,3 2,8
II.8. Metode Elemen Hingga Bidang Geoteknik
Analisa metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik berbeda dengan metode
elemen hingga pada rekayasa struktur karena adanya interaksi elemen yang memiliki
kekakuan yang berbeda. Misalkan Pondasi dengan tanah memiliki kekakuan yang berbeda.
Analisis menggunakan metode elemen hingga pada sebuah program memerlukan
adanya pemodelan terlebih dahulu. Secara umum pemodelan geometri pada metode elemen
hingga dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Axysimteris,
pemodelan axysimetris digunakan untuk struktur yang simetris, seperti tiang
pancang,
2. Plain strain,
pemodelan plain strain biasanya digunakan untuk stuktur pemodelan struktu
memanjang, misalnya dinding penahan tanah badan jalan dan saluran drainase.
54
3. Plain stress.
Pemodelan plain stress biasanya digunakan untuk pemodelan portal
Metode elemen hingga dalam geoteknik dapat dilakukan dengan menggunakan
program. Salah satu program metode elemen hingga yang dipakai adalah plaxis. Plaxis adalah
sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah
dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang
Geoteknik (Plaxis,2012)
Pemodelan geometri dalam program ini hanya terdiri dari axysimetris dan plainstrain.
Pemodelan geometri dalam program Metode elemn hingga ini menggunakan tiga buah
komponen utama yaitu: titik, garis dan klaster. Apabila model geometri telah terbentuk, maka
suatu model elemen hingga secara otomatis terbentuk dengan komposisi dari klaster-klaster
dan garis-garis yang membentuk model geometri tersebut. Komponen penyusun sebuah
jaring elemen hingga dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
Elemen
Pemilihan elemen dapat dilakukan dengan memilih elemen dengan 15 buah
titik nodal atau dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15 titik nodal berguna untuk
menghasilkan perhitungan yang akurat. Sedangkan, elemen dengan 6 titik
nodal dapat dipilih untuk melakukan proses perhitungan yang singkat.
Titik Nodal
Dalam program ini pilihan titik nodal ada dua yaitu 15 titik nodal dan 6 titik
nodal. Penyebaran titik-titik nodal dalam suatu elemen baik pada elemen 15
titik nodal maupun pada elemen 6 titik nodal ditunjukkan pada Gambar 2.22.
Titik tegangan
Titik tegangan adalah titik integrasi Gauss yang digunakan untuk menghitung
tegangan dan regangan. Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki 12 buah titik
55
tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.21-a sedangkan elemen 6 titik
nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.21-b
Gambar 2.21 Titik Nodal dan Titik Tegangan
Di dalam program metode elemen hingga ini ada beberapa jenis pemodelan tanah
seperti linear elastic, soft soil model, hardening soil model , dll. salah satu diantaranya adalah
pemodelan Mohr-Coulomb.
1. Model Tanah Mohr-Coulomb
Pemodelan Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat plastis
sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), dengan menetapkan suatu nilai
tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan.
Input parameter meliputi 5 (lima) buah parameter yaitu :
Modulus young (E), rasio poisson (υ) yang memodelkan keelastisitasan tanah
Kohesi (c), sudut geser (ϕ) memodelkan perilaku plastis dari tanah
Sudut dilantasi (ψ) memodelkan perilaku dilantansi tanah
Pada pemodelan Mohr-Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E konstan untuk
suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan adanya peningkatan nilai E
perkedalaman tertentu disediakan input tambahan dalam program Plaxis. Selain 5 (lima)
parameter di atas, kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi
56
tanah.Nilai rasio Poisson (υ) dalam pemodelan Mohr-Coulomb didapat dari hubungannya
dengan koefisien tekanan.
𝐾𝑜 = 𝜎ℎ
𝜎𝑣 (2.58)
Dimana : υ
1−υ=
𝜎ℎ
𝜎𝑣 (2.59)
Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus-kasus
penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.
Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji Geser Triaxial, atau diperoleh dari
hubungan empiris berdasarkan data uji Lapangan. Sementara sudut dilantasi (ψ) digunakan
untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung
(NC), umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi
tergantung dari kerapatan dan sudut geser (ϕ) dimana ψ = ϕ-30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0.
Sudut dilantasi (ψ) bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir
lepas.
Parameter-parameter yang digunakan pada Program Plaxis
1. Tanah
Model tanah yang dipilih yaitu model Mohr-Coulomb, dimana perilaku tanah
dianggap elastis dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :
a. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus).
b. Poisson’s ratio (μ) diambil 0,2 – 0,4.
c. Sudut geser dalam (ø) didapat dari hasil pengujian laboratorium.
d. Kohesi (c) di dapat dari hasil pengujian laboratorium.
e. Sudut dilantansi (Ψ) diasumsikan sama dengan nol.
f. Berat isi tanah γ (kN/m3) didapat dari hasil pengujian laboratorium.
57
a. Modulus Young (E)
Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granular
maka beberapa pengujian lapangan (in situ test) telah dikerjakan untuk mengestimasi
nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh
peneliti, diantaranya pengujian Sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb
(1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :
E = 2.qc (dalam satuan kg/cm) (2.60)
Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data
pengumpulan data Sondir, sebagai berikut :
E = 3.qc (untuk pasir) (2.61)
E = 2.sampai dengan 8.qc (untuk lempung) (kg/cm2) (2.62)
Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT
(Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai
SPT, sebagai berikut :
E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung) (2.63)
E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir) (2.64)
(Sumber : Hardiyatmo, 1994)
Hasil hubungan yang diperoleh adalah modulus elastisitas undrained (Es)
sedangkan input yang dibutuhkan adalah modulus elastisitas efektif (Es’). Persamaan
Es’ ditunjukkan pada persamaan berikut :
Es′ = (
Es(1+v)
1,5) (2.65)
Sedangkan untuk keperluan praktis dapat dipakai berikut
Es’= 0,8 Es (2.66)
Menurut Bowles, 1997, nilai modulus elastisitas tanah juga dapat ditentukan
berdasarkan jenis tanah perlapisan pada Tabel 2.15.
58
Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah
Macam Tanah Es (Kg/cm2)
LEMPUNG
1. Sangat lunak 3,0 – 30
2. Lunak 20 – 40
3. Sedang 45 – 90
4. Berpasir 300 – 425
Pasir
1. Berlanau 50 – 200
2. Tidak padat 100 – 250
3. Padat 500 – 1000
PASIR DAN KERIKIL
1. Padat 800 – 2000
2. Tidak padat 500 – 1400
LANAU 20 – 200
LOSES 150 – 600
CADAS 1400 – 14000
(Sumber : Hardiyatmo, 2011)
Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan terhadap
jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada Tabel 2.18 dan 2.19.
59
Tabel 2.16. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung
Subsurface
condition
Penetration
resistance
range N
(bpf)
Ɛ50
(%)
Poisson’s
Ratio (v)
Shear
strengh
Su
(psf)
Young’s
Modulus
Range Es
(psi)
Shear
Modulus
Range G
(psi)
Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110
Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170
Medium 4-8 0,020 0,5 750 520-1040 170-340
Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040-
2080
340-690
Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080-
4160
690-1390
Hard 30 0,004 0,35 4000 2890-
5780
960-1930
40 0,004 0,35 5000 3470-
6940
1150-
2310
60 0,0035 0,30 7000 4860-
9720
1620-
3420
80 0,0035 0,30 9000 6250-
12500
2080-
4160
100 0,003 0,25 11000 7640-
15270
2540-
5090
120 0,003 0,25 13000 9020-
18050
3010-
6020
(Sumber : Randolph, 1978)
Tabel 2.17. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir
(Sumber : Schmertman, 1970)
Subsurface
condition
Penetration
Resistance
range (N)
Friction
Angle Ø
(deg)
Poisson
Ratio
(μ)
Cone
penetratio
n qc=4N
Relatief
Density
Dr(%)
Young’s
Modulus
Range Es
(psi)
Shear
Modulus
Range G
(psi)
Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160 Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-
1100
160-390
Medium 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-
3300
390-
1200 Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300-
5500
1200-
1990 Very dense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500-
11000
1990-
3900
60
b. Poisson’s Ratio (μ)
Poisson’s ratio sering dianggap sebesar 0,2-0,4 dalam pekerjaan-pekerjaan
mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 (nol)
sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam
perhitungan. Namun pada program Plaxis khususnya model tanah undrained μ'< 0,5.
Untuk nilai poisson ratio efektif (μ’) diperoleh dari hubungan jenis tanah,
konsistensi tanah dengan poisson ratio seperti terlihat pada Tabel 2.18.
Tabel 2.18. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)
(Sumber : Hardiyatmo, 2011)
c. Sudut Geser Dalam (ø)
Sudut geser dalam dan kohesi tanah merupakan parameter dari kuat geser
tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang
bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis
dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari
engineering properties tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.
Hubungan antara sudut geser dalam (ø) dengan nilai SPT setelah dikoreksi
menurut Peck, Hanson dan Thornburn, 1974 adalah :
Ø (derajat) = 27,1 + 0,3 Ncor – 0,00054 N2cor (2.69)
Soil type Description (μ')
Clay Soft 0,35 - 0,40
Medium 0,30 - 0,35
Stiff 0,20 - 0,30
Sand Loose 0,15 – 0.25
Medium 0,25 - 0,30
Dense 0,25 - 0,35
61
Dimana :
Ncor = nilai N-SPT setelah dikoreksi
d. Kohesi (c)
Kohesi didefenisikan sebagai gaya tarik menarik antar partikel tanah. Kohesi
merupakan salah satu parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah
terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Nilai dari kohesi didapat
dari engineering properties, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.
e. Permeabilitas (k)
Koefisien rembesan (Permeability) pada tanah adalah kemampuan tanah untuk
dapat mengalirkan atau merembeskan air (atau jenis fluida lainnya) melalui pori-pori
tanah. Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap layer
tanah dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
k = 𝑒3
1+𝑒 (2.70)
Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal
dan horizontal dapat dicari dengan persamaan :
kv = 𝐻
(𝐻1𝑘1
)+ (𝐻2𝑘2
)+⋯+(𝐻𝑛𝑘𝑛
) (2.71)
kh = 1
𝐻(kH1 + kH2 + ... + kHn) (2.72)
Dimana :
H = Tebal lapisan (cm)
e = Angka pori
k = Koefisien permeabilitas (cm/dtk)
kv = Koefisien permeabilitas arah vertikal (cm/dtk)
kh = Koefisien permeabilitas arah horizontal (cm/dtk)
(Sumber : Braja, 1995)
62
Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti
pada Tabel 2.19 berikut ini :
Tabel 2.19 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah
Jenis Tanah K
cm/dtk ft/mnt
Kerikil bersih 1.0 – 100 2.0 – 200
Pasir kasar 1.0 - 0.01 2.0 - 0.02
Pasir halus 0.01 - 0.001 0.02 - 0.002
Lanau 0.001 - 0.00001 0.002 - 0.00002
Lempung < 0.000001 < 0.000002
(Sumber : Braja, 1995)
f. Berat Isi Tanah
a) Berat Jenis Tanah Kering (γdry)
Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan
satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test
dan Direct Shear.
b) Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)
Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan
satuan volume tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai dari
berat jenis tanah jenuh didapat dengan menggunakan persamaan berikut :
γsat = (𝐺𝑠+𝑒
1+𝑒) 𝛾𝑤 (2.73)
(Sumber : Braja, 1995)
Dimana :
Gs : Specific gravity
e : Angka pori
γw : Berat isi air.(gr/cm3)
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Data Umum Proyek
Adapun data umum proyek pembangunan Bendung Bajayu adalah sebagai
berikut :
1. Nama Proyek : Pembangunan Bendung Bajayu
2. Fungsi Bangunan : Bendungan
3. Lokasi Proyek : Sei Padang – Kab. Serdang Bedagai
4. Pemilik Proyek : Dinas Pekerjaan Umum DirJen.Sumber
Daya Air
5. Konsultan Pengawas : PT.Virama Karya
6. Kontraktor Pelaksana : PT. Wijaya Karya - PT.Brantas Abibraya
7. Kosultan Penelitian Tanah : CV. Jaya Corindo Design
8. Status : Proyek Pemerintah
Ruang lingkup pekerjaan penyelidikan tanah yang dilaksanakan oleh proyek
tersebut antara lain :
1. Pekerjaan Penelitian Lapangan (Field Investigation)
Pekerjaan Penelitian tanah (soil investigation) di lapangan terdiri dari :
a. Penelitian uji sondir kapasitas 3,50 ton (modifikasi) sebanyak 7 (Tujuh)
titik hingga mencapai tegangan konus 150 kg/cm2 atau kedalaman
maksimum 20 meter.
64
b. Bore Machine 2 ( dua ) titik dengan kedalaman masing – masing BH I
sedalam 25 meter dan BH II sedalam 25 meter.
c. Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample).
d. Pengujian Standard Penetration Test (SPT) pada masing-masing titik Bore
hole
2. Pekerjaan Pengujian Laboratorium.
Pengujian Laboratorium yang diadakan berupa pengujian index properties dan
engineering properties.
Index Properties :
a) Kadar air tanah (Moisture Content Test)
b) Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test)
c) Analisa Saringan (Sieve Analysis Test)
d) Batas cair dan plastisitas indeks (Atterberg Limit)
Engineering Properties :
a) Berat Satuan Isi (Unit Weight Test)
b) Pengujian (Direct Shear test / Triaxial (Triaxial Test)
c) Pengujian Permeabilitas tanah
III.2. Karakteristik Tanah
Pada penelitian ini, titik yang ditinjau oleh penulis adalah titik bore hole
II. Dari data hasil pengujian SPT dan sondir dapat diketahui karakteristik
tanahnya seperti yang tertera pada Tabel 3.1.
65
Tabel 3.1 Deskripsi Tanah Bore Hole II dari hasil SPT
Kedalaman
(m)
Tebal
Lapisan
(m)
Deskripsi Tanah
0-2.85 2,85
- Clayey Silt
- Color : Brown
- Plasticity : Medium
2.85-6.10 3.25
- Fine Sand
- Color : Brownish Gray
- Plasticity : Low to Non
Plastic
6.10-8.05 1.95
- Sandy Clay
- Color: Gray
- Plasticity: Medium
8.05-15 6.95
- Fine Sand
- Color : Gray
- Plasticity : Non Plastic
15-25 10
- Fine Sand
- Color : Light Gray
- Plasticity : Non Plastic
- Depth : 15,00 - 25,00 m
Dengan muka air tanah BH-II dijumpai pada kedalaman -2.50 m.
Sedangkan tingkat kepadatan tanah dari hasil pengujian Sondir disetiap
titik pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.2
66
Tabel 3.2 Hasil Pengujian Sondir
III.3. Data Teknis Tiang Pancang
Dalam proyek ini digunakan pondasi tiang pancang dengan spesifikasi se-
bagai berikut :
Jenis Pondasi : Pondasi Tiang Pancang beton
Diameter Tiang Pancang : Ø 300 mm dan Ø 400 mm
Panjang tiang pancang : 10 m
Mutu Beton : K-600
Jumlah tiang pancang pada tubuh bendung : 890 buah
Jumlah tiang pancang per pile cap : 36 buah
Fungsi tiang pancang pada bendung :
1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas tanah lunak ke
tanah pendukung yang kuat.
2. Untuk mengikat/mengangkur bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat
ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
3. Untuk menahan gaya-gaya horizontal.
Lokasi pengujian SPT dan Sondir, dan lokasi tiang yang ditinjau dapat
dilihat pada gambar 3.1, 3.2, 3.3
Titik
Sondir
Kedalaman
(m)
Perlawanan
Konus
/ CR
Jumlah Hambatan
Lekat (TSF)
(Kg/cm)
CPT-1 10.80 167 372
CPT-2 18.20 171 626
CPT-3 19.40 161 652
CPT-4 13.60 165 480
CPT-5 14.40 161 524
CPT-6 10.80 171 338
CPT-7 14.80 157 528
67
= TITIK PDA
Gambar 3.1 Letak Titik Pengujian Sondir, Bor Mesin dan PDA
PDA 17-I
68
68
Gambar 3.2 Denah Tiang Pancang
69
Gambar 3.3 Denah Titik Pengujian PDA dan Kalendering
Titik pengujian PDA 17 I
Titik pengujian Kalendering 1A
70
III.4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendukung penulisan Tugas Akhir ini, penulis memperoleh data dari
proyek Pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang berupa data:
a. Hasil penelitian penetrasi sondir sebanyak 7 (Tujuh) titik
b. Bore Machine 2 ( dua ) titik
c. Pengujian Standard Penetration Test sebanyak (SPT) 2 titik ( masing –
masing Bore Hole)
d. Uji Laboratorium
e. Denah dan detail pondasi
III.5. Tahap Penelitian
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis melakukan beberapa tahapan
pelaksanaan sehingga tercapai tujuan dari penelitian, seperti yang dirangkum pada
Bab I. Untuk memudahkan tercapainya tujuan tersebut, maka penulis melakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Tahap pertama
Mengumpulkan berbagai jenis literatur dalam bentuk buku maupun tulisan
ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini.
b. Tahap kedua
Pengumpulan data-data penyelidikan tanah dari proyek tersebut yang
terkait dengan penelitian yang sedang dikerjakan. Data-data tersebut
antara lain : data hasil pengujian Sondir, data hasil SPT, data PDA test,
data Kalendring, dan data laboratorium.
71
c. Tahap ketiga
Melakukan analisa antara data yang diperoleh dari lapangan dengan buku
dan jenis literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan Tugas
Akhir ini.
d. Tahap keempat
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghitung dan membandingkan daya
dukung ultimate dan penurunan tiang pancang tunggal dan kelompok
secara analitis pada Bore Hole II dari data hasil sondir dan SPT pada tiang
pancang diameter 40 cm.
Setelah itu penulis juga melakukan perhitungan nilai daya dukung ultimit
dan penurunan elastis pada Bore Hole II dengan diameter 40 cm
menggunakan program Metode Elemen Hingga dengan pemodelan tanah
Mohr Coulomb.
72
Berikut adalah diagram alir pelaksanaan penelitian ini.
Analisis Perhitungan Data Sekunder
Kesimpulan
Data Penyelidikan Lapangan :
- SPT
- Sondir
- Bor log
- PDA test
- Kalendering
- Dimensi tiang pancang 40 cm
dan 30 cm
- Mutu beton tiang pancang K
600 dan pile cap K250
Data Tanah dari Laboratorium - Analisis Daya Dukung Aksial
Metode : - Meyerhoff
- Kalendring
- PDA test
- Analisis Daya Dukung Lateral
Metode : - Broms
- Menghitung efisiensi tiang
Metode : - Converse-Labarrer
- Los-angeles
- Feld
- Penurunan Pondasi Tiang
Pancang:
- Poulus dan Davis
- Penurunan elastis
- Program metode elemen hingga
Pengumpulan Data Sekunder
Selesai
Pembahasan Hasil
Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur
73
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1V.1. Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis perhitungan daya dukung dan
penurunan tiang pancang dengan beberapa metode yang telah disebutkan pada bab
II. Daya dukung dan penurunan tiang pancang akan dihitung dengan metode
analitis dan metode elemen hingga dengan menggunakan data hasil sondir (Cone
Penetration Test), SPT (Standard Penetration Test), kalendering, PDA dan data
hasil laboratorium. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas mengenai
perhitungan efisiensi pada pondasi tiang pancang kelompok.
IV.2. Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Pancang
Perhitungan daya dukung ultimatetiang pancang secara analitis dilakukan
berdasarkan data hasil Sondir (Cone Penetration Test) dan SPT (Standard
Penetration Test), kalendering dan PDA.
IV.2.1.Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Berdasarkan
Data Sondir dengan Metode Meyerhoff
Contoh perhitungan daya dukung ultimit pada kedalaman 1 m berdasarkan
data Sondir S-1:
- Perlawanan penetrasi konus (PPK), qc = 7 kg/cm2
- Jumlah hambatan lekat (JHL) = 28 kg/cm
- Luas penampang tiang (Ap) = 1 4⁄ π(40) 2 = 1257,143cm2
- Keliling tiang (K) = π 40 = 125,600cm
74
Maka, dari Persamaan (2.3) kapasitas daya dukung ultimit tiang adalah :
Qu = (7 x 1257,143) + (28 x 125,600)
= 12317 kg
= 12,317ton
Berdasarkan Persamaan (2.4) kapasitas daya dukung ijin (Qijin) adalah :
Qijin =(7 x1257,143)
3+
(28 x125,600)
5
= 3637 kg
= 3,637 ton
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik dari Persamaan
(2.5) adalah :
Tult = 28 × 125,600
= 3516,8 kg
= 3,5168 ton
Dari Persamaan (2.6) daya dukung ijin tarik adalah :
Qijin =3,5168
3
= 1,1722 ton
Berdasarkan Persamaan (2.7), daya dukung terhadap kekuatan bahan :
Ptiang = 300 kg cm2 x ⁄ 1257,143cm2
=377142,9 kg
= 377,1429 ton
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1
75
Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang
Pancang pada Titik Sondir S-5 Diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff
Kedalaman PPK Ap JHL K Qult Qall
(m) (kg/cm2) cm2 (kg/cm) (cm) (ton) (ton)
0 0 1.257,143 0 125,600 0,000 0,000
1 13 1.257,143 32 125,600 20,362 6,251
2 15 1.257,143 64 125,600 26,896 7,893
3 12 1.257,143 94 125,600 26,892 7,390
4 31 1.257,143 124 125,600 54,546 16,105
5 47 1.257,143 154 125,600 78,428 23,564
6 9 1.257,143 186 125,600 34,676 8,444
7 21 1.257,143 216 125,600 53,530 14,226
8 13 1.257,143 248 125,600 47,492 11,677
9 5 1.257,143 288 125,600 42,459 9,330
10 63 1.257,143 318 125,600 119,141 34,388
11 45 1.257,143 350 125,600 100,531 27,649
12 45 1.257,143 378 125,600 104,048 28,353
13 71 1.257,143 426 125,600 142,763 40,454
14 131 1.257,143 470 125,600 223,718 66,702
14,2 145 1.257,143 484 125,600 243,076 72,920
14,4 161 1.257,143 498 125,600 264,949 79,976
76
IV.2.2.Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang
Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration Test)
Untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang ini
menggunakan data SPT (Standard Penetration Test) dilakukan perlapisan tanah
menggunakan metode Meyerhoff. Ada dua rumus yang digunakan untuk
melakukan perhitungan ini yaitu:
1. Jenis tanah non-kohesif (pasir).
2. Jenis tanah kohesif (lempung).
a. Daya Dukung Ultimit Pondasi Tiang pada Tanah Non-Kohesif (Pasir).
Contoh perhitungan diambil dari kedalaman 10 m BH-2, ∅ 40 cm :
Jenis tanah : Pasir
NSPT : 16
Nb : 8
Li : 2 m
Ap : 0,125714 m2
P : 1,257143 m
Daya dukung ujung dan daya dukung selimut tiang pancang dari
Persamaan (2.8) dan (2.9) adalah :
Qp = 40 x 8 x 0,125714 x 2/0,4
= 201,14 kN
Qs = 2 x 16 x 1,257143 x 2
= 80,46 kN
b. Daya Dukung Ultimit Pondasi Tiang Pancang Pada Tanah Kohesif
(Lempung)
77
Contoh perhitungan diambil dari kedalaman 8 m, BH-2 ∅ 40 𝑐𝑚:
Jenis tanah : Lempung berpasir
N-SPT : 3
Berdasarkan Persamaan (2.10), daya dukung ujung tiang pancang adalah :
cu = 3 x 2/3 x 10
= 20 kN/m2
Qp = 9 x 20x 0.125714
= 22.63 kN
Maka, daya dukung selimut tiang pancang dari Persaman (2.11) adalah :
α = 1 ( API Method )
Li = 2 m
Qs = 1 x 20x 1.257143x 2
= 50.29kN
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2
78
Tabel 4.2. Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang pada Bore Hole II diameter 40 cm dengan Metode
Meyerhoff
BH II
Kedalaman Lapisan
ke
Deskripsi N-
SPT N1 N2 Nb cu α
Skin friction End
Bearing
(kN)
Qult
(kN)
Qult
(ton)
Qijin
(ton),
FS=3 Jenis tanah
Kohesif/non
kohesif
Local
(kN)
Cumm
(kN)
0 1
Lempung
Berlanau Kohesif
0 0 0 0 - - - - - - - -
2 0 0 0 0 - - - - - - - -
4 2 Pasir non kohesif
0 0 0 0 - - - - - - - -
6 6 1 3 2 - - - - - - - -
8 3 Lempung
Berpasir Kohesif 3 1 1 1 20 1 50,29 50,29 22,63 72,91 7,29 2,92
10
4 Pasir non Kohesif
16 7 9 8 - - 80,46 130,74 201,14 331,89 33,19 13,28
12 20 9 11 10 - - 100,57 231,31 251,43 482,74 48,27 19,31
14 35 6 15 10,5 - - 176,00 407,31 264,00 671,31 67,13 26,85
16
5 Pasir non kohesif
38 7 14 10,5 - - 191,09 598,40 264,00 862,40 86,24 34,50
18 40 9 13 11 - - 201,14 799,54 276,57 1.076,11 107,61 43,04
20 43 11 15 13 - - 216,23 1.015,77 326,86 1.342,63 134,26 53,71
22 45 14 19 16,5 - - 226,29 1.242,06 414,86 1.656,91 165,69 66,28
24 50 14 19 16,5 - - 251,43 1.493,49 414,86 1.908,34 190,83 76,33
79
IV.2.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang
Berdasarkan Data PDA (Pile Driving analysis)
Berdasarkan hasil pengujian Tes PDA pada tiang pancang dengan
diameter 40 cm memiliki daya dukung ultimit sebagai berikut :
Tabel 4.3 Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang
Berdasarkan Data PDA (Pile Driving analysis)
No.Tiang
Pancang
CAPWAP
Penurunan
(mm)
Daya
Dukung
Total ( ton)
Daya
Dukung
friksi ( ton)
Daya
Dukung
ujung ( ton)
1A -RETAINING
WALL HULU
KIRI
107 9,6 90,5 30.7
20A- TUBUH
BENDUNG 130 27,9 102,1 28.7
36D – TUBUH
BENDUNG 93,2 8,2 85 25.4
17I-TUBUH
BENDUNG 108 23,4 84,7 26
Daya dukung tiang yang diperoleh dari data PDA adalah daya dukung
tiang yang memiliki jarak terdekat dengan Bore hole II yaitu tiang 17 I
dengan besar daya dukungnya adalah 108 ton
IV.2.3.Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang
Berdasarkan Data Kalendering
Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan data Kalendering
dilakukan pada titik 1A, dengan data sebagai berikut :
Diameter tiang pancang (D) = 40 cm
Panjang tiang = 12 m = 1200 cm
Luas tiang pancang = 1257,143 cm2
Berat tiang keseluruhan (Wp) = 1,73 T
80
Tinggi jatuh (h) = 1,15 m = 115 cm
Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari data kalendering pemancangan di
lapangan pada 10 (sepuluh) pukulan terakhir = 2 cm
Besarnya Rebound (K) = 0,8
Berat Hammer = 3,5 T
Koefisien restitusi = 0,25 (Metode Hiley)
0,4 (Metode ENR)
Dari Persamaan (2.13), (2.14), (2.15) maka daya dukung ultimitnya adalah :
a) Metode Hiley
𝑅𝑑𝑢 =2 𝑥 3,5 𝑥 115
2,1 + 0,8+
3,5 + 0,252 𝑥 1,73
3,5 + 1,73
𝑅𝑑𝑢 = 198,343 𝑇
b) Metode Modified New Enginering News Record (ENR)
Rdu =0,85 × 3,5 × 115
2 + 0,25×
3,5 × 0,42 × 1,73
3,5 + 1,73
Rdu= 105,0315 T
c) Metode Danish Formula
𝑃𝑢 =0,85 𝑥 979200
2 + [0,85 𝑥 979200 𝑥 1200
2 𝑥 1257,143 𝑥 364060,4]
0,5
𝑃𝑢 = 273377 𝑘𝑔 = 273,377 𝑇
IV.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Pancang
Kapasitas daya dukung lateral (horizontal) berfungsi untuk mengetahui
kestabilitasan apakah tanah tersebut akan runtuh atau tidak. Untuk menghitung
daya dukung horizontal, terlebih dahulu kita harus menghitung faktor kekakuan
tiang untuk jenis tanah non-kohesifnya. Perhitungan kapasitas daya dukung lateral
81
tiang pancang dilakukan dengan menggunakan metode Broms.
Metode ini hanya dapat digunakan pada satu jenis tanah saja, misalnya
untuk lapisan pasir saja atau lapisan lempung saja. Sehingga, apabila tanah
tersebut mempunyai lapisan yang bervariasi, maka akan diambil lapisan yang
dominan untuk mewakili semua lapisan. Dari hasil pengujian SPT diketahui
bahwa lapisan yang dominan adalah pasir. Contoh perhitungan diambil pada
kedalaman 18 m
a) Data Tanah BH-II
Jenis tanah = Granular
Berat isi tanah (γ) = 14 kN/m3
Sudut geser tanah (ø) = 26,873o
Koefisien variasi tanah (nh) = 11779 kN/m3
b) Data tiang pancang
Diameter tiang pancang (cm) = 40
Panjang tiang pancang (L) = 12 m
Mutu beton (f’c) = 600 kg/ cm2 = 60 Mpa
Momen ultimit (My) = 5,5 Tonmeter = 55 kNm
1. Daya dukung lateral BH-II untuk tiang pancang berdiameter 40 cm
a. Cek kekakuan tiang akibat beban lateral
E = 4700 √60
= 36.406,043 Mpa
= 36.406.043 kN/m2
I = 1
64 π (0,4)4
= 0,001257 m4
82
Dari Persamaan (2.17) maka faktor kekakuan untuk modulus tanah
granular:
T = √36406043 x 0,001257
11779
5
= 1,311867 m
L ≥ 4 T
12m ≥ 5,24747 m
Jenis tiang pancang dikategorikan tiang panjang/elastic pile. Tahanan tiang
terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat
ditahan tiangnya sendiri (My).
b. Cek keruntuhan tanah akibat beban lateral
Kp = tan2(45° + 26,283° 2⁄ ) = 2,6557
Maka dari Persamaan (2.31) nilai Hu adalah:
Hu =2 (55)
0 + 0,54 √Hu
14,5(0,3)(2,6557)
Tahanan momen ultimit :Mu
d4γKp=
25
(0,3)4×14,2×2,6557 = 81,84415
Hu = 85,54115 = 8,554115 Ton
Beban ijin lateral
H = 85,54115
2,5
= 34,216 kN = 3,4216Ton
c. Cek terhadap grafik
Tahanan momen ultimit :Mu
d4γKp=
25
(0,4)4×14,2×2,6557 = 56,9712
83
Nilai tahanan ultimit sebesar 56,9712 diplot ke grafik pada Gambar 2.11-b,
sehingga diperoleh tahanan lateral ultimit 37.
37 = Hu
Kp×γ×d3
Hu = 89,29951 kN = 8,929951 ton
H =89,29951
2,5
= 35,7198 kN= 3,57198 ton
Hasil yang diperoleh secara analitis tidak jauh berbeda dengan cara grafis.
IV.4. Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Efisiensi
Gambar 4.1 Pile Cap
a) Metode Converse-Labarre
Dari Persamaan (2.37), Efisiensi kelompok tiang (Eg) :
Θ = Arc tan (40/ 200 )
= 11,3099
n = 9 ; m = 4
Eg = 1 − (11,3099)(9 − 1)4 + (4 − 1)9
90 x 4 x 9 = 0,794
b) Metode Los Angeles
84
Dari Persamaan (2.38) maka efisiensi grup tiang adalah :
𝐸𝑔 = 1 −0,4
227
. 2.4.9[4(9 − 1) + 9(4 − 1) + √2(9 − 1)(4 − 1)
= 0,83571
c) Metode Feld
Berdasarkan Persamaan (2.39) , (2.40) dan (2.41 ) maka nilai efisiensi
kelompok tiang adalah :
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔𝐴 = 1 − 5
16= 0,6875 jumlah tiang A : 14
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔𝐵 = 1 − 8
16= 0,5 jumlah tiang B :18
𝐸𝑓𝑓−𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔𝐶 = 1 − 4
16= 0,75 jumlah tiang C : 4
Total Eff-tiang = (0.6875𝑥14) + (0,5𝑥18) + (0.75𝑥4)
Eff-tiang = (0.6875𝑥14)+(0,5𝑥18)+(0.75𝑥4)
36= 0.600694
Berdasarkan ketiga metode efisiensi kelompok tersebut, diambil nilai
terkecil, yaitu metode Feld dengan Eg = 0,600694
Dari data SPT didapat nilai Qa=107,611.
Maka berdasarkan Persamaan (2.43) nilai Qg adalah :
Qg = 0.600694 x 36 x 107,611
= 2327,097 Ton
IV.5. Penurunan Elastis pada Tiang Tunggal dan Kelompok
Pada proyek ini, ujung tiang pancang jatuh di tanah pasir, sehingga tidak
memperhitungkan penurunan konsolidasi primer yang diperhitungkan adalah
penurunan elastisnya.
85
IV.5.1. Penurunan pada Tiang Tunggal
Beban rencana : 1440 ton
Nilai qc = 4N = 4(40) = 160 kg/cm2
Dimana:
qc (side) = perlawanan konus rata-rata pada masing-masing lapisan
sepanjang tiang.
Dari Persamaan (2.61), Besar modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (Es)
adalah :
𝐸𝑠= 3 x 160= 480 kg/cm2 = 48 MPa
Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang:
𝐸𝑏 = 10 × 𝐸𝑠
= 10 x 48 MPa
= 540 Mpa
𝐸𝑝= 36406.04 MPa
Menentukan faktor kekakuan tiang dari Persamaan (2.48) dan (2.49) :
Ra =0,2357143𝑚2
14
𝜋(0,3)2= 1
K =36406,04 × 1
48
= 758,459
Untuk 𝑑𝑏
𝑑 =
40
40 = 1
Untuk 𝐿
𝑑 =
1200
40 = 30
86
a. Metode Poulos dan Davis (1980) :
Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.15, 2.16, 2.17, 2.18, 2.19
diperoleh :
𝐼𝑜 = 0,054 (untuk 𝐿
𝑑= 30 dan
𝑑𝑏
𝑑= 1)
𝑅𝑘 = 1,4 (untuk 𝐿
𝑑= 30 dan K = 758,459)
𝑅ℎ = 0,78 (untuk 𝐿
𝑑= 30 dan
ℎ
𝐿=
22
12= 1,5)
𝑅𝜇 = 0,94 (untuk 𝜇𝑠= 0,3 dan K = 758,459)
𝑅𝑏 = 0,77 (untuk 𝐿
𝑑= 30 ;
𝐸𝑏
𝐸𝑠= 10 ; dan K = 758,459)
Berdasarkan Persamaan (2.44) dan (2.45), maka tiang apung atau
tiang friksi :
𝐼 = 0,054 x 1,4 x 0,78 x 0,94 = 0,05542
S =1440000 kg × 0,05542
480 kg cm2 × 40 cm⁄
= 0.369467 cm = 3,69 mm
Berdasarkan Persamaan (2.46) dan (2.47), untuk tiang dukung ujung :
I = 0,054 x 1,4 x 0,94 x 0,77
= 0,05471 cm
S =1440000 kg × 0,05471
480 kg cm2 × 40 cm⁄
= 0.364733 cm = 3,65 mm
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis
Tiang Pancang Tunggal Diameter 40 cm
No. Bentuk Penurunan Penurunan
Tiang (mm)
1. Untuk tiang apung 3,69
2. Untuk tiang 3,65
87
dukung ujung
Total Penurunan 7,34
Besar penurunan yang diijinkan (Sijin) : 7,34 mm < 25 mm (Aman).
b. Penurunan Elastis
Qwp = Daya dukung ujung – daya dukung selimut
= 276,57 – 201,14
= 75,428
Qws = 201,14 kN
Ap = 0,125714 m2
Ep = 36.406,04 MPa = 36.406.040 kN/m2
L = 12 m
Dari Gambar 2.20 maka ζ= 0,67
D = 0,4 m
Cp = 0.02 (Cp dari Tabel 2.12)
Cs = (0.93 +0.16(√12/0.4 . 0.02 = 0.036127
qp = 40 x L/d x Nb = 40 x 5 x 11 = 2200
Berdasarkan Persamaan (2.51),(2.52), dan (2.53) maka :
Se(1) =(276,57 + 0,67 x 201,14 ). 12
0,125714 𝑥 36,406,040
= 0,000551 m
= 0,551 mm
Se(2) = 276,57 x 0,02
0,4 𝑥 2200
= 0,001714 𝑚
= 1,714 𝑚𝑚
88
Se(3) = 201,14 x 0,0361
12 𝑥 2200
= 0,000275 𝑚
= 0,275 𝑚𝑚
Maka, dari Persamaan (2.50) didapat penurunan total adalah :
S = 0,551 + 1,714 + 0,275 = 2,540 mm
IV.5.2. Penurunan Kelompok Tiang
Berdasarkan Gambar 4.1 dan dari Persamaan (2.55); (2.56) dan (2.57)
maka penurunan kelompok tiang adalah :
Diperoleh beban rencana pondasi dari data proyek sebesar 40 ton .
q =40000
800 x 1380
= 0,036232 kg/cm2
I = 1 −1200
8 x 1380≥ 0.5
= 0.89 ≥ 0.5
Sg =2 x 0,036232 x √1380 x 0.89
40
= 0,0598 cm = 5,98 mm
IV.6. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang
Berdasarkan Metode Elemen Hingga.
Pada Metode Elemen Hingga daya dukung ultimit yang akan dihitung
adalah daya dukung aksial pondasi tiang pancang. Pemodelan tanah yang
digunakan adalah pemodelan geometri axisymmetric yaitu kondisi awal
digambarkan seperempat namun sudah mewakili sisi yang lain karena dianggap
simetris dan dengan pemodelan tanah Mohr Coulomb. Data-data yang harus
89
diketahui sebelum melakukan pemodelan pondasi tiang pancang yang ditunjukkan
pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Data Tiang Pancang
No Keterangan Nilai
1 Lokasi Bore Hole II
2 Jenis Pondasi Tiang Pondasi tiang
pancang
3 Diameter Tiang (m) 0,4
4 Panjang Tiang (m) 12
5 Luas Penampang (m2) 0,125714286
6 Modulus Elastisitas (E)
(kN/m2) 36406040
7 Momen Inersia (I) (m4) 0,001257143
8 Berat jenis (γ) (kN/m3) 24
9 EA (kN/m) 4576759,314
10 EI (kNm2/m) 61000
11 Angka Poisson (μ) 0,3
Karena keterbatasan data, maka sebagian parameter tanah seperti sudut geser
dalam (∅), dan kohesi (c), diambil dari bantuan Program Allpile.
Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Allpile
90
Tabel 4.6 Input Parameter Tanah untuk Program Metode Elemen Hingga Lokasi Bore Hole II
Lapisan
ke -
Depth
N SPT
Jenis Tanah
dan
Konsistensi
Tanah
Tebal
Lapisan MAT γdry γwet Kx Ky Es’
µ'
c
Φ Ψ m (m) (m) (kN/m3) (kN/m3) (m/day) (m/day) (kN/m2) (kN/m2)
1 0-2.85 2
clayey silt
2,85 2,5 7,09 16,9 0,864 0,864 2345,184 0,35 7,2 26,3 0 Soft
2 2.85-6.10 4
fine sand
3,25
6,59 16,4 86,4 86,4 3034,944 0,35 0 28,6 0
Loose to
Very Loose
3 6.10-8.05 6
sandy clay
1,95 9,49 19,3 0,00078 0,00078 10000 0,3 37,7 0 0 Medium
4 8.05-15.00 20
fine sand
6,95 9,29 19,1 8,64 8,64 40000 0,25 0 36,5 6,5 MEDIUM
5 15- 25 45
fine sand
10 10,19 20 86,4 86,4 40000 0,35 0 39,5 9,5 Stiff
91
IV.6.1. Proses Pemodelan pada Program Metode Elemen Hingga
Berikut ini proses pemasukan data ke program Metode Elemen Hingga,
yaitu :
1. Atur parameter dasar dari model elemen hingga dijendela general settings
Gambar 4.3 Lembar General Setting pada Metode Elemen Hingga
2. Pemodelan tanah digambar menggunakan garis geometri , diambil
kedalaman 19 m (kedalaman Bore Hole II) yang terdiri dari beberapa layer
dengan ketebalan tertentu.(lapisan tanah yang dimodelkan mulai dari
kedalaman 6 m, karena kedalaman 0-6 m adalah galian)
3. Kemudian gambarkan dinding diafragma sebagai tiang dengan cara
menggunakan tombol pelat , lalu gunakan tombol interface untuk
memisahkan kekakuan lebih dari satu elemen, yaitu kekakuan antara tanah
dan tiang.
4. Setelah itu gambarkan beban permukaan, yaitu sistem beban A-beban
terpusat dengan menggunakan , kemudian input nilai bebannya
dengan mengklik ujung beban.
5. Untuk membentuk kondisi batas, klik tombol jepit standar (standard
fixities .
92
Gambar 4.4 Pemodelan pada Metode Elemen Hingga
6. Kemudian masukkan data material dengan menggunakan tombol
material set . Untuk data tanah, pilih soil & interface pada set type,
sedangkan data tiang pilih plates pada set type. Setelah itu seret data-data
yang telah diinput ke dalam pemodelan geometri awal, seperti pada
Gambar 4.5.
(a)
93
(b)
Gambar 4.5 Input Data Material Set (a) Data Lapisan Tanah
(b) Data Tiang Pancang (c) Data material Dimasukkan ke Pemodelan
7. Kemudian klik generate mesh untuk membagi-bagi elemen menjadi
beberapa bagian yang beraturan sehingga mempermudah dalam
perhitungan lalu klik update.
94
Gambar 4.6 Generate Mesh
8. Kemudian klik tombol initial conditions untuk memodelkan muka air
tanah. Klik pada tombol phreatic level untuk menggambarkan kedalaman
muka air tanah.
Gambar 4.7 Initial Water Pressure pada Program Metode Elemen Hingga
95
9. Kemudian klik tombol generate water pressure untuk mendefenisikan
tekanan air tanah. Lalu setelah muncul diagram active pore pressures, klik
update, maka akan kembali ke tampilan initial water pressure, lalu klik
initial pore pressure, dan generate pore pressure maka akan muncul
diagram untuk effective stresses, klik update lalu calculate.
10. Dalam window calculation terdapat beberapa fase yang akan dikerjakan
dari awal hingga akhir pemodelan.
Gambar 4.8 Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya
11. Setelah perhitungan selesai ( ditandai dengan tanda centang berwarna
hijau) , maka akan diperoleh nilai ΣMsf dari kotak dialog Phi/c reduction
yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan 4.10.
96
Gambar 4.9 Hasil Kalkulasi dan Besar ΣMsf pada Fase 3
Nilai Σ Msf 2 (sebelum konsolidasi) sebesar 3,0109 Qu titik Bore Hole 2
adalah :
Qu = Σ Msf x (1000 x 0,4) kN
= 3,0109 x 400 kN
= 1.204,36 kN
= 120,436 Ton
Gambar 4.10 Hasil Kalkulasi dan Besar Σ Msf pada Fase 4
∑Msf
∑Msf
97
Nilai Σ Msf 4 (setelah konsolidasi) sebesar 2,9758 Qu titik Bore Hole II
adalah :
Qu = Σ Msf x (1000 x 0,4) kN
= 2,9758 x 400 kN
= 1.190,32 kN
= 119,032 ton
Gambar 4.11 Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil Perhitungan
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai penurunan lebih besar dari
penurunan maksimum, yaitu : 38,69 mm > 25 mm.
98
IV.7. Diskusi
IV.7.1. Metode Elemen Hingga
IV.7.1.1 Perbandingan antara Tekanan Air Pori Sebelum Konsolidasi
dan Setelah Konsolidasi dari Program Metode Elemen
Hingga.
Berdasarkan Gambar 4.12 dan 4.13 dan Tabel 4.7 dapat dilihat
bahwa besar nilai tekanan air pori ekses dari Program Metode Elemen
Hingga memberikan hasil yang berbeda antara keadaan plastis dan
konsolidasi.
Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa besar tekanan air pori ekses
sebelum konsolidasi lebih besar daripada setelah terjadi konsolidasi. Hal
ini dikarenakan sebelum konsolidasi terjadi, butiran tanah dan air pori
bersama-sama menahan beban dari luar sedangkan setelah konsolidasi
tanah telah termampatkan dan air telah keluar sehingga yang menahan
gaya luar hanya butiran tanah saja sehingga besarnya tekanan air pori
untuk menahan gaya luar berkurang.
Tabel 4.7 Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga
Tekanan Air Pori Sebelum
Konsolidasi
(kN/m2)
Tekanan Air Pori Setelah
Konsolidasi
(kN/m2)
69,43 0,846
99
Gambar 4.12 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi
Gambar 4.13 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi
IV.7.1.2 Perbandingan Daya Dukung Ultimit Sebelum Konsolidasi dan
Setelah Konsolidasi
Berdasarkan perhitungan dengan Program Metode Elemen Hingga
yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 didapatkan besar nilai daya dukung
ultimit yang berbeda antara keadaan sebelum konsolidasi dan setelah
konsolidasi.
100
Tabel 4.8 Daya Dukung dengan Program Metode elemen hingga
Qult sebelum konsolidasi
(Ton)
Qult setelah konsolidasi
(Ton)
120,436 119,032
Daya dukung saat pemancangan lebih besar dibandingkan setelah
konsolidasi, namun perbedaannya cukup kecil. Lapisan pada pemodelan
ini cenderung sama, karena didominasi oleh pasir. Hal ini yang
mengakibatkan daya dukungnya tidak jauh berbeda. Sedangkan terjadinya
daya dukung sebelum konsolidasi lebih besar daripada setelah konsolidasi
dapat dipengaruhi oleh air pori yang belum keluar saat pemancangan,
sehingga beban masih dipikul oleh tanah dan air. Sedangkan setelah
konsolidasi beban dipikul oleh tanah seluruhnya. Sedangkan besar
kecilnya daya dukung tanah itu sendiri dapat dipengaruhi oleh sifat tanah
disetiap lapisan.
IV.7.1.3 Perbandingan Penurunan setelah Konsolidasi dan Sebelum
Konsolidasi
Penurunan pondasi dapat ditinjau dalam dua keadaan yakni sebelum
dan sesudah konsolidasi. Dari hasil perhitungan dengan program Metode
Elemen Hingga didapat hasil penurunan pada tabel 4.9
Perbedaan penurunan yang terjadi tidak berbeda jauh. Saat tiang
baru selesai dipancang maka akan terjadi penurunan yang belum stabil,
penurunan akan terus berlangsung selama proses konsolidasi. Oleh karena
itu, setelah konsolidasi selesai penurunan yang terjadi sedikit lebih besar
101
dikarenakan proses karena partikel tanah telah rapat, air dan udara telah
keluar .
Tabel 4.9 Penurunan Tanah dengan Program Metode Elemen Hingga
Penurunan Tanah sebelum konsolidasi
(mm)
Penurunan Tanah setelah konsolidasi
(mm)
38,04 38,69
Perbandingan penurunan sebelum dan setelah konsolidasi dapat
dilihat pada Gambar 4.14 dan 4.15.
Gambar 4.14. Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi
Gambar 4.15. Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi
102
IV.7.1.4 Waktu Konsolidasi
Dari perhitungan program sebelumnya, diperoleh lamanya waktu
proses konsolidai berlangsung adalah sebesar 1.97 hari. Kecepatan
waktu konsolidasi ini dapat dipengaruhi oleh besarnya koefisien
permeabilitas tanah. Pada pemodelan ini, tanah yang dimodelkan
didominasi oleh tanah pasir dimana koefisien permeabilitasnya lebih
besar dari tanah lempung dan pada pemodelan ini diambil besar nilai
parameter K maksimum, sehingga dengan permeabilitas yang besar,
proses disipasi air pori berlangsung cepat, dengan demikian konsolidasi
juga berlangsung dengan cepat.
Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan pada proyek Pembangunan Bendung
Bajayu Sei Padang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan untuk data Sondir, SPT, Kalendering dan hasil PDA test
diperoleh nilai daya dukung ultimit untuk diameter 0,4 m pada Bore Hole
II seperti tampak pada Tabel 5.1 dibawah ini.
Tabel 5.1 Nilai Daya Dukung Ultimit Berdasarkan
Data sondir, spt, pda test dan kalendering.
Metode
perhitungan
Kedalaman
(m)
Diameter
(m)
Qu (ton)
Sondir 14.4 40 264,949
SPT 18 40 107,61
PDA test 18 40 108
Kalendering
:
Metode
Hiley
Metode
ENR
Danish
Formula
18 40
198,343
105,032
273,377
2. Daya dukung ultimit dan Daya dukung ijin tiang pancang diameter 0,4 m
dari perhitungan analitis untuk data Sondir, SPT pada Bore Hole II seperti
tampak pada Tabel 5.2 dibawah ini.
104
Tabel 5.2 Nilai Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan
Data Sondir dan SPT
3. Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit lateral tiang pancang
dengan metode Broms pada diameter 40 cm dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral
Tiang Pancang
Metode perhitungan
Bore Hole II
Q ultimit Q ijin
Secara Analitis (Ton) 8,554115 3,422
Secara Grafis (Ton) 8,929951 3,572
4. Nilai efisiensi kelompok tiang (Eg) dengan metode Converse-Labarre,
Metode Los Angeles dan Metode Feld ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 5.4. Nilai Efisiensi Kelompok Tiang (Eg)
Metode perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang (eg)
Metode Converse-Labarre
0,794
Metode Los Angeles
0,836
Metode Feld 0.601
Maka efisiensi kelompok tiang (Eg) diambil sebesar 0,601 (metode Feld).
Maka hasil perhitungan nilai daya dukung kelompok (Qg) sebesar
2327,097 ton
Metode
perhitungan
Kedalaman
(m)
Diameter
(m)
Qu
(ton)
Qall
(ton)
Sondir 14.4 40 264,949 79,976
SPT 18 40 107,61 43,04
105
5. Hasil penurunan tiang pancang yang diperoleh dengan metode Poulus dan
Davis dan metode penurunan elastis dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Hasil Penurunan Tiang
Metode Penurunan
Hasil Penurunan Tiang
(mm)
Control penurunan
(mm)
Penurunan Poulus dan
Davis
7,34 < 25
Penurunan Elastis 2,540 >25
6. Hasil penurunan tiang pancang kelompok dengan metode Meyerhoff
sebesar Sg = 5,98 mm < 25 mm
7. Hasil perhitungan daya dukung ultimit dan penurunan tiang pancang pada
Bore Hole II dengan diameter 40 cm menggunakan program Metode
Elemen Hingga dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tiang
Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga
Daya Dukung Ultimit
(Ton)
Penurunan
(mm)
120,436 38,04
Daya dukung sebelum konsolidasi dan sesudah konsolidasi relatif sama
8. Nilai tekanan air pori pada Bore Hole I menggunakan program Metode
Elemen Hingga dapat dilihat pada tabel 5.7
106
Tabel 5.7 Nilai Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen
Hingga
Tekanan Air Pori (kN/m2)
Sebelum Konsolidasi Setelah Konsolidasi
69,43 0,846
9. Lamanya waktu proses konsolidasi yang berlangsung dengan Program
Metode Elemen Hingga adalah 1,97 hari
10. Dari hasil perhitungan diatas, nilai daya dukung tanah berdasarkan hasil
SPT, PDA test, dan kalendering (metode ENR), dan metode elemen
hingga tidak jauh berbeda, sehingga dapat digunakan sebagai pembanding.
11. Penurunan yang diperoleh dari perhitungan dengan metode elemen hingga
cukup besar, yaitu 38,69 mm . Hasilnya berbeda jauh dengan hasil
perhitungan secara analistis. Besarnya penurunan ini dapat dipengaruhi
oleh parameter-parameter masukan pada saat pemodelan, namun sebagai
pembandingnya, berdasarkan hasil tes PDA dilapangan nilai penurunan
yang terjadi juga cukup besar yaitu 26,0 mm.
107
V.2. Saran
1. Pengujian yang dilakukan baik dilapangan dan di laboratorium hendaknya
dilakukan lebih teliti.
2. data teknis yang lengkap sangat diperlukan karena data tersebut sangat
menunjang dalam membuat rencana analisa perhitungan sesuai dengan
standar dan syarat-syaratnya.
3. Untuk pengujian dilapangan , pengujian dengan PDA lebih baik diganti
atau harus diiringi dengan Loading test untuk hasil yang lebih akurat.
4. Dalam penggunaan program metode elemen hingga sangat diperlukan data
yang valid dan pemodelan yang tepat sehingga menghasilkan analisa yang
akurat.
xx
DAFTAR PUSTAKA
HS.Sardjono. 1987, Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Surabaya : Sinar Wijaya.
HS.Sardjono. 1987, Pondasi Tiang Pancang Jilid II, Surabaya : Sinar Wijaya.
Tindaon, Tua.2014, Analisa Daya Dukung Dan Penurunan Elastis Tiang Pancang Beton Ø 0,5
m Jembatan Sungai Penara Jalan Akses Non-Tol Kualanamu. Tugas Akhir.
Hardiyatmo,Hary C,2011. Analisis & Perancangan Fondasi II,Bandung : Gadjah Mada
University Press
Bowles, J. E., 1982, Foundation Analysis and Design, Terjemahan oleh Pantur Silaban. Jilid
I,Penerbit Erlangga, Jakarta
Bowles, J. E., 1984, Foundation Analysis and Design, Terjemahan oleh Pantur Silaban. Jilid
II,Penerbit Erlangga, Jakarta
Das, B. M., 1985, Principle of Geotechnical Engineering, Terjemahan oleh Noor Endah & Indra
Surya Mochtar. Jilid I,Penerbit Erlangga, Jakarta.
Das, B. M., 1985, Principle of Geotechnical Engineering, Terjemahan oleh Noor Endah & Indra
Surya Mochtar. Jilid II,Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lambe, W. T., Whitman, R. V., 1969, Soil Mechanics, Jhon Willey & Sons, Inc., New York.
Manual Latihan Plaxis Versi 8
xxi
Poulus, H.G., dan Davis, E.H., 1980, Pile Foundations Analysis and Design, : John Wiley and
Sons Publishers, Inc., America
Sosrodarsono, S.,dan Nakazawa, 2005, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, PT Pradnya
Paramita, Jakarta.
Sultan Ansyari U.,Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Pada Proyek Pembangunan
Switchyard Di Kawasan PLTU Pangkalan Susu – Sumatera Utara, Tugas Akhir Teknik
Sipil, Universitas Sumatera Utara.
Tambunan ,Welman F.F, Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Diameter 0,6 Meter
Dengan Menggunakan Metode Analitis Dan Metode Elemen Hingga Pada Interchange
Binjai Dari Proyek Jalan Tol Medan – Binjai, Tugas Akhir Teknik Sipil, Universitas
Sumatera Utara.
Kasturi Silvia , . Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Dengan Metode
Analitis Dan Metode Elemen Hingga, Universitas Sumatera Utara.