analisis biaya kualitas (quality cost terhadap pencapaian
TRANSCRIPT
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
78
ANALISIS BIAYA KUALITAS (QUALITY COST)
TERHADAP PENCAPAIAN LABA PADA RUMAH SAKIT
SUMBER HIDUP KOTA AMBON
Dominggus B Jotlely, St. Siaila
Email: [email protected], [email protected]
Abstract
Quality costs are costs associated with preventing, identifying, repairing
and correcting low quality products and with the opportunity costs of lost
production and sales time as a result of poor quality. Quality costs are evaluated
by comparing actual costs with budgeted costs. Comparison of quality costs still
uses the absolute amount of costs actually spent with those budgeted.
This study aims to calculate and analyze the costs of quality (prevention
costs, valuation costs, failure costs) and profit achievement, so it can be seen
that the variable costs have a significant relationship to the profit achievement of
the Sumber Sumber Ambon Hospital. This type of research uses a quantitative
methodology, by calculating the values in the financial statements of Sumber
Hidup Hospital Ambon in 2015 - 2017.
The results showed that the cost of quality has a positive and significant
effect on the achievement of profits simultaneously. Partially, prevention costs
have a positive and significant effect on the achievement of earnings, valuation
costs have no significant effect on the achievement of profits, while the cost of
failure has a negative and significant impact on the achievement of profits at the
Ambon Sumber Hidup Hospital in 2015 - 2017.
Keywords: Quality Cost, Achievement of Profit
PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas produk sesuai
standar yang telah ditetapkan dapat
dipastikan yang menjadi focus adalah
masalah pengendalian jumlah biaya
kegagalan dalam suatu perusahaan. Akibat
adanya usaha peningkatan kualitas maka
timbul biaya kualitas. Biaya kualitas
menurut Hansen dan Owen (2005) adalah
biaya yang timbul karena terdapatnya
produk yang dihasilkan ternyata yang
buruk kualitasnya, yang berimplikasi pada
biaya kualitas. Biaya kualitas tersebut
terdiri atas 3 (tiga) kategori utama yakni
biaya pencegahan (prevention cost), biaya
penilaian (appraisal cost), dan biaya
kegagalan (failure cost). Biaya pencegahan
terjadi untuk mencegah kualitas yang
buruk pada produk atau jasa yang
dihasilkan. Biaya penilaian untuk
menentukan apakah produk jasa yang telah
sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan
pelanggan. Biaya kegagalan terjadi karena
produk jasa yang dihasilkan tidak sesuai
dengan spesifikasi atau kebutuhan
pelanggan, serta terjadi karena produk dan
jasa yang dihasilkan gagal memenuhi
persyaratan atau tidak memuaskan
kebutuhan pelanggan setelah produk
sampai kepada pelanggan.
Alimin Maidin, dkk (2011) telah
melakukan penelitian atas Biaya Kualitas
Terhadap Profitabilitas Unit Perawatan
VIP Rumah Sakit Stella Maris Makassar
mengatakan bahwa dari keseluruhan kom-
ponen biaya kualitas, terdapat beberapa
jenis biaya yang dapat mempengaruhi
profitabilitas unit perawatan VIP secara
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
79
signifikan. Adapun jenis biaya tersebut
adalah biaya pencegahan, biaya penilaian,
dan biaya kegagalan eksternal. Biaya
pencegahan dan penilaian memiliki
koefisien korelasi yang positif untuk
meningkatkan profitabilitas, sedangkan
biaya kegagalan eksternal memiliki
koefisien korelasi negatif, yang dapat
menurunkan profitabilitas unit perawatan
VIP secara signifikan.
Rumah Sakit mempunyai tugas
melaksanakan upaya kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan untuk hidup
sehat. Namun saat ini rumah sakit bukan
hanya sebagai fasilitas sarana kesehatan
yang bergerak dibidang jasa tetapi juga
lebih mengarah seperti perusahaan-
perusahaan pada umumnya yakni bertujuan
untuk mencari laba (profit oriented).
Dengan berjalannya waktu, rumah sakit
telah menjadi institusi yang bersifat sosio-
ekonomis. Sehingga tidak heran sekarang
ini banyak dibangun rumah sakit baru yang
memiliki pelayanan seperti hotel
berbintang, teknologi baru dan canggih,
serta dikelola dengan manajemen
profesional yang tentunya berorientasi
profit (Sri. W.A, 1996).
Laba dalam ilmu ekonomi adalah
peningkatan kekayaan seorang investor
sebagai hasil penanam modalnya, setelah
dikurangi biaya-biaya yang berhubungan
dengan penanaman modal tersebut
(termasuk di dalamnya, biaya kesempatan).
Sedangkan pengertian laba dalam akun-
tansi adalah selisih antara harga penjualan
dengan biaya produksi. Publik dan
masyarakat bisnis pada umumnya
mendefinisikan laba dengan menggunakan
konsep akuntansi. Sedangkan dalam hal ini
laba merupakan pendapatan penjualan
setelah dikurangi biaya eksplisit yang
didalamnya juga terdapat biaya kualitas
untuk operasional pelayanan di Rumah
Sakit.
Kualitas merupakan hal dasar yang
menyangkut suatu produk, baik produk
barang atau jasa. Sejauh mana produk
sesuai dengan kebutuhan pemakainya
ditunjukkan dengan kualitas yang dimiliki.
Masalah kualitas akan timbul ketika
produk tidak dapat memberikan fungsinya
secara tepat dan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Peningkatan kualitas
dapat mengarah pada keunggulan pasar
yang dapat meningkatkan profitabilitas dan
memberikan kesejahteraan jangka panjang.
Demikian juga penerapannya pada Rumah
Sakit Sumber Hidup (RSSH) di mana biaya
kualitas yang dikeluarkan untuk
peningkatan pelayanan Rumah Sakit
diharapkan mengarah pada keunggulan
pelayanan sehingga akan meningkatkan
laba Rumah Sakit.
Pembahasan perkembangan RSSH
periode 2012-2017 dipisahkan pada 2 (dua)
hal penting yakni perkembangan pelayanan
RSSH dan perkembangan keuangan RSSH.
Perkembangan Pelayanan dikemu-kakan
dengan menyajikan perkembangan 4
(empat) indikator utama sedangkan
perkembangan keuangan RSSH akan
dibahas melalui indikator kemampuan
RSSH dalam menghasilkan dan
meningkatkan keuntungan (laba).
Keberhasilan rumah sakit diukur dari
kemampuan menghasilkan produk
pelayanan dengan efektif dan efisien,
kemampuannya melakukan pengembangan
organisasi, kemampuannya melakukan
adaptasi terhadap perubahan lingkungan
dan kemampuan memberikan kepuasan
bagi customer internal maupun eksternal.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu
adanya dukungan dari berbagai faktor yang
terkait antara lain melalui penyelenggaraan
rekam medis. Statistik rumah sakit juga
bermanfaat sebagai bahan acuan dan
sebagai bahan evaluasi untuk mening-
katkan mutu pelayanan di rumah sakit.
Setiap Tahun RSSH wajib
menyiapkan Rancangan Anggaran untuk
setahun kedepan yang akan digunakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan
operasi RSSH. Dalam Anggaran dan
Realisasi Laporan Laba Rugi RSSH,
ketiga biaya kualitas yang akan dijadikan
sebagai bahan penelitian dirinci sebagai
berikut. Biaya pencegahan terdiri dari
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
80
tunjangan fungsional, tunjangan perbaikan
penghasilan, jasa dokter/petugas
IGD/OK/petugas medis, pengadaan
peralatan klinik dan non klinik, pengadaan
perlengkapan, pemeliharaan gedung dan
peralatan penunjang, pemeliharaan
kendaraan, biaya pendidikan dan latihan,
penyusunan anggaran biaya penyusunan
pedoman RS. Biaya penilaian terdiri dari
biaya rapat – rapat, biaya penunjang klinik
dan non klinik, biaya akreditasi. Biaya
kegagalan (internal dan eksternal) terdiri
dari biaya pemeliharaan peralatan klinik
dan non klinik serta asumsi potensi
kehilangan pangsa pasar yaitu perhitungan
perbandingan laba bersih terhadap Bed
Occupancy Rate (BOR). Berikut adalah
jumlah biaya kualitas yang dikeluarkan
RSSH selama 3 (tiga) tahun dari 2015
hingga 2017.
Berdasarkan grafif di atas
teridentifikasi biaya kualitas yang
dikeluarkan, terutama pada biaya
pencegahan (prevention cost). Menurut
teori dan penelitian terdahulu, peningkatan
biaya pencegahan dan biaya penilaian akan
berdampak pada peningkatan laba. Grafik
menunjukan tren penurunan terjadi pada
biaya pencegahan dan penilaian. Biaya
kegagalan (internal dan eksternal) berhasil
ditekan pada tahun 2016 tetapi di tahun
2017 mengalami tren menaik kembali.
Perkembangan biaya kualitas yang baik ini
akan berdampak baik bagi pencapaian laba
RSSH. Kondisi riil pada RSSH tidak
terjadi demikian, di mana peningkatan
biaya pencegahan dan biaya penilaian serta
biaya kegagalan yang ditekan tidak
berdampak maksimal terhadap peningkatan
laba. Untuk itu, perlunya dilakukan analisis
biaya kualitas guna memperoleh
pengukuran dalam nilai uang yang setiap
aktivitas kualitas. Selain itu juga
mengadakan pengukuran yang komparatif
untuk mengevaluasi program kualitas
dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
Maka berdasarkan gambaran diatas, judul
yang diangkat untuk diteliti adalah
“Analisis Biaya Kualitas (Quality Cost)
Terhadap Pencapaian Laba Pada
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon”.
Rumusan permasalahan yang akan
dibahas adalah: (1) Bagaimana pengaruh
biaya pencegahan terhadap pencapaian
laba? (2) Bagaimana pengaruh biaya
penilaian terhadap pencapaian laba? (3)
Bagaimana pengaruh biaya kegagalan
terhadap pencapaian laba? (4) Bagaimana
pengaruh biaya pencegahan, biaya
penilaian, dan biaya kegagalan terhadap
pencapaian laba?
Tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah untuk mempelajari
dan menganalisis biaya kualitas (Quality
Cost) RSSH Kota Ambon yaitu : (1) Untuk
mengetahui pengaruh biaya pencegahan
terhadap pencapaian laba. (2) Untuk
mengetahui pengaruh biaya penilaian
terhadap pencapaian laba. (3) Untuk
mengetahui pengaruh biaya kegagalan
terhadap pencapaian laba. (4) Untuk
mengetahui pengaruh biaya pencegahan,
biaya penilaian, biaya kegagalan terhadap
pencapaian laba.
METODE
Biaya Kualitas
Menurut Blocher (2000) biaya
kualitas adalah biaya-biaya yang berkaitan
dengan pencegahan, pengidentifikasian,
perbaikan dan pembetulan produk yang
berkualitas rendah dan dengan opportunity
cost dari hilangnya waktu produksi dan
penjualan sebagai akibat rendahnya
kualitas. Sementara Hansen dan Mowen
(2005) mengatakan biaya kualitas adalah
biaya-biaya yang timbul karena mungkin
atau telah terdapat produk yang buruk
kualitasnya. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa biaya kualitas adalah
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk untuk memperbaiki kualitas produk.
Menurut Tjiptono dan Diana (2003) biaya
kualitas dikategorikan kedalam empat
jenis, yaitu:
1. Biaya pencegahan, adalah pengeluaran-
pengeluaran yang dikeluarkan untuk
mencegah terjadinya cacat kualitas.
Biaya pencegahan ini terdiri dari:
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
81
a) Biaya pelatihan kualitas, adalah
pengeluaran-pengeluaran untuk
program-program pelatihan internal
dan eksternal, yang meliputi upah
dan gaji yang dibayarkan dalam
pelatihan, biaya instruksi, biaya staf
klerikal dan macam-macam biaya
dan bahan habis pakai untuk
menyiapkan pegangan dan manual
instruksi.
b) Biaya perencanaan kualitas, adalah
upah dan overhead untuk
perencanaan kualitas, lingkaran
kualitas, desain prosedur baru, desain
peralatan baru untuk meningkatkan
kualitas, kehandalan, dan evaluasi
supplier.
c) Biaya pemeliharaan peralatan, adalah
biaya yang dikeluarkan untuk
memasang, menyesuaikan,
mempertahankan, memperbaiki dan
menginspeksi peralatan produksi,
proses, dan sistem.
d) Biaya penjaminan supplier, adalah
biaya yang dikeluarkan untuk
mengembangkan kebutuhan dan
pengukuran data, auditing, dan
pelaporan kualitas.
2. Biaya penilaian (deteksi), Biaya
penilaian (deteksi) dikeluarkan dalam
rangka pengukuran dan analisis data
untuk menentukan apakah produk atau
jasa sesuai dengan spesifikasinya.
Biaya-biaya ini terjadi setelah produksi
tetapi sebelum penjualan. Biaya
penilaian ini terdiri dari:
a) Biaya pengujian dan inspeksi, adalah
biaya yang dikeluarkan untuk
menguji dan menginspeksi bahan
yang datang, produk dalam proses
dan produk selesai atau jasa.
b) Peralatan pengujian, adalah
pengeluaran yang terjadi untuk
memperoleh, mengoperasikan atau
mempertahankan fasilitas, software,
mesin dan peralatan-peralatan
pengujian atau penilaian kualitas
produk, jasa atau proses.
c) Biaya informasi, adalah biaya untuk
menyiapkan dan membuktikan
laporan kualitas.
3. Biaya Kegagalan Internal, adalah biaya
yang dikeluarkan karena rendahnya
kualitas yang ditemukan sejak penilaian
awal sampai dengan pengiriman kepada
pelanggan. Biaya kegagalan internal ini
terdiri dari :
a) Biaya tindakan koreksi adalah biaya
untuk waktu yang dihabiskan untuk
menemukan penyebab kegagalan dan
untuk mengoreksi masalah.
b) Biaya pengerjaan kembali (rework)
dan biaya sisa produksi adalah
bahan, tenaga kerja langsung dan
overhead untuk sisa produksi,
pengerjaan kembali dan inspeksi
ulang.
c) Biaya proses adalah biaya yang
dikeluarkan untuk mendesain ulang
produk atau proses, pemberhentian
mesin yang tidak direncanakan, dan
gagalnya produksi karena ada
penyelaan proses untuk perbaikan
dan pengerjaan kembali.
d) Biaya ekspedisi adalah biaya yang
dikeluarkan untuk mempercepat
operasi pengolahan karena adanya
waktu yang dihabiskan untuk
perbaikan atau pengerjaan kembali.
e) Biaya inspeksi dan pengujian ulang
adalah gaji, upah dan biaya yang
dikeluarkan selama inspeksi ulang
atau pengujian ulang produk-produk
yang telah diperbaiki.
4. Biaya Kegagalan Eksternal, merupakan
biaya yang terjadi dalam rangka meralat
cacat kualitas setelah produk sampai
pada pelanggan dan laba yang gagal
diperoleh karena hilangnya peluang
sebagai akibat adanya produk atau jasa
yang tidak dapat diterima oleh
pelanggan. Biaya kegagalan eksternal
terdiri dari :
a) Biaya untuk menangani keluhan dan
pengembalian dari pelanggan adalah
gaji dan overhead administrasi untuk
departemen pelayanan kepada
pelanggan (departement ‘customer
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
82
cervice’) memperbaiki produk yang
dikembalikan, cadangan atau
potongan untuk kualitas rendah, dan
biaya angkut.
b) Biaya penarikan kembali dan
pertanggungjawaban produk adalah
biaya administrasi untuk menangani
pengembalian produk.
c) Penjualan yang hilang karena produk
yang tidak memuaskan adalah
margin kontribusi yang hilang karena
pesanan yang tertunda, penjualan
yang hilang dan menurunnya pangsa
pasar.
Penggunaan perhitungan biaya
kualitas manfaat dalam upaya perbaikan
atau peningkatan dari pengurangan biaya
dan meningkatkan penghasilan penjualan.
Beberapa manfaat yang mungkin dicapai
adalah:
1. Mengurangi biaya kesalahan (error).
Penghematan yang diharapkan tentunya
harus berdasarkan rencana peningkatan
yang spesifik. Dalam mengestimasikan
present cost, jangan membesarkan atau
menggelembungkan present cost
dengan memasukkan perdebatan atau
batasan-batasan.
2. Meningkatkan kemampuan proses.
Penghematan diharapkan datang dari
pengurangan dalam variasi karakteristik
produk atau karakteristik proses dan
proses yang hilang lainnya seperti
pemilahan inspeksi, operasi berlebihan,
mengambil informasi yang terlewatkan,
dan berbagai kegiatan lainnya yang tak
bernilai tambah.
3. Mengurangi ketidakpuasan konsumen.
Indikator awal ketidaksukaan konsumen
bisa dilihat dari respon pasar dengan
memberikan pertanyaan kepada pasar,
“Apakah anda mau membeli barang ini
lagi?”. Jika dari hasil penelitian tersebut
memperlihatkan ketidakpuasan
konsumen maka perlu dilakukan
peningkatan untuk mengurangi
ketidakpuasan bahkan ketidaksukaan
konsumen. Parameter-parameternya
termasuk efek ekonomi dari kehilangan
konsumen selama masa “customer life”
untuk mempertahankan konsumen yang
ada sekarang, dan efek retensi kualitas
dari penanganan keluhan konsumen.
4. Peningkatan konsumen baru.
Peningkatan barang atau jasa yang
menarik konsumen akan meningkatan
penghasilan penjualan tetapi jumlah dan
waktunya tergantung pada banyak
tindakan internal dan kekuatan pasar
eksternal. Karena biaya kualitas
berkurang, sumberdaya tambahan
tersedia untuk membiayai barang atau
jasa tanpa meningkatkan harga.
Hasilnya bisa menjadi peningkatan
dramatis dalam jumlah pangsa.
Perusahaan yang memilih untuk
bersaing melalui harga yang rendah bukan
berarti memilih untuk memproduksi
dengan kualitas yang rendah. Harga yang
rendah tetap harus memenuhi harapan
pelanggan (Ishikawa,1987). Sementara itu
kualitas suatu produk dapat diukur secara
finansial maupun non finansial.
Kuantifikasi kualitas kedalam satuan uang
yang memuncukan adanya istilah biaya
kualitas. Sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya bahwa biaya
kualitas adalah biaya yang timbul karena
mungkin atau telah terdapat produk yang
buruk kualitasnya, selanjutnya di jalaskan
pula dalam kegiatan ini berimplikasi pada
biaya kualitas yang berhubungan dengan
dua sub kategori yang tekait dengan
kualitas yaitu kegiatan pengendalian dan
kegiatan karena kegagalan (Hansen dan
Mowen, 2005).
Biaya kualitas dipisahkan
kedalam empat kategori yaitu biaya
penilaian, biaya pencegahan, biaya
kegagalan internal, dan biaya kegagalan
eksternal adalah sebagai perangkat bagi
manajemen atau pihak lain untuk
mempermudah melakukan analisis
terhadap elemen-elemen biaya kualitas
baik itu dari segi sifat maupun hubungan
antar masing-masing elemen dalam biaya
tersebut. Empat penggolongan biaya diatas
kemudian dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu biaya pengendalian yang
terdiri dari biaya penilaian dan biaya
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
83
pencegahan serta biaya kegagalan yang
terdiri dari biaya kegagalan internal dan
biaya kegagalan eksternal. Semakin besar
investasi perusahaan pada aktivitas
pengendalian maka semekin kecil biaya
kegagalan yang akan terjadi.
Meningkatnya biaya pencegahan
yang dilakukan oleh perusahaan akan
menyebabkan biaya penilaian juga
meningkat. Hal itu disebabkan kerena
kedua biaya yang dikeluarkan tersebut
merupakan sutu kesatuan biaya
pengendalian yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas. Upaya peningkatan
biaya kualitas yang dilakukan tersebut
akan menyebabkan berkurangkan jumlah
produk cacat yang yang dihasilkan.
Pengurangan jumlah produk cacat akan
berakibat pada penghematan biaya untuk
perbaikan kembali terhadap produk-produk
yang cacat dan akan mengakibatkan
berkurangnya jumlah pengeluaran untuk
biaya kegagalan baik internal maupun
eksternal yang ada dalam perusahaan.
Berkurangnya biaya kegagalan inilah
yang menjadi salah satu indikasi bahwa
produk berkualitas yang dihasilkan
perusahaan mengalami peningkatan.
Produk yang berkualitas merupakan
produk yang memiliki nilai (value) yang
tinggi yang berdampak pada kepuasan
pelanggan akan produk tersebut.
Hipotesis Penelitian yang akan dibuktikan
dalam artikel ini adlaah : (1) Diduga biaya
pencegahan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencapaian laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota Ambon
(H1). (2) Diduga biaya penilaian memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
pencapaian laba Rumah Sakit Sumber
Hidup Kota Ambon (H2). (3) Diduga biaya
kegagalan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencapaian laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota Ambon
(H3). (4) Diduga biaya pencegahan, biaya
penilaian, dan biaya kegagalan secara
simultan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencapaian laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota Ambon
(H4).
Metode penelitian yang digunakan
adalah metodologi kuantitatif diartikan
sebagai penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap bagian – bagian dan fenomena
serta hubungan – hubungannya, dimana
tujuan dari penelitian kuantitatif itu sendiri
untuk mengembangkan model – model
matematis, teori – teori dan atau hipotesis
yang berkaitan dengan fenomena.
Lokasi penelitian adalah Rumah
Sakit Sumber Hidup (RSSH) Kota Ambon
dan sebagai objek penelitian adalah biaya
kualitas (Quality Cost) yang dikeluarkan
terhadap pencapaian laba pada Rumah
Sakit Sumber Hidup (RSSH) Kota Ambon.
Metode Analisis yang digunakan
adalah Regresi Linier Berganda dengan
Persamaan sebagai berikut:
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + €
Dimana :
Y : Pencapaian Laba
bo : Konstanta (intercept)
b1-b3 : Koefisien Regresi (parameter)
X1 : Biaya Pencegahan
X2 : Biaya Penilaian
X3 : Biaya Kegagalan
€ : Faktor Galat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Kinerja Rumah Sakit
Sumber Hidup (RSSH) Ambon
Pembahasan Kinerja RSSH periode
2015-2017 dipisahkan pada 2 (dua) hal
penting yakni perkembangan pelayanan
RSSH dan Perkembangan Keuangan
RSSH. Perkembangan Pelayanan dikemu-
kakan dengan menyajikan perkembangan
4 indikator utama. Selanjutnya perkem-
bangan keuangan RSSH akan dibahas
melalui indikator kemampuan RSSH dalam
menghasilkan keuntungan atau pencapaian
laba. Capaian pelayanan sebuah rumah
sakit diukur dengan capaian Bed
Occupancy Rate (BOR); Leght Of Stay
(LOS); Turn-over Internal (TOI) dan Bed
Tur-over (BTO) dengan rincian sebagai
berikut.
1. BOR RSSH tahun 2015 – 2017 disajikan
pada grafik berikut ini.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
84
Grafik 1.
Capaian Bed Occupancy Rate (BOR) RSSH
Periode Tahun 2015-2017
Standar BOR : 75 % - 85 %
Hasil yang dicapai menunjukan
peningkatan mulai dari 68.58% di tahun
2015 menjadi 75,15% di tahun 2017.
Keadaan ini menunjukan bahwa dalam
setahun 75% tempat tidur dimanfaatkan
untuk melayani pasien. Perkembangan
capaian layanan dibandingkan dengan
standar yang diberlakukan di semua
Rumah Sakit di Indonesia, terlihat bahwa
dari indikator BOR yang mengindikasikan
tingkat pemanfaatan tempat tidur telah
mencapai angka sesuai standar yang
ditetapkan. Perkembangan BOR ini
menggambarkan peningkatan pilihan
masyarakat yang memilih RSSH sebagai
fasilitas pelayanan jasa kesehatan mereka.
2. LOS RSSH yang dicapai selama
periode 2015-2017 adalah sebagai berikut.
Grafik 2.
Capaian Long Of Stay Rate (LOS) RSSH
Periode Tahun 2015-2017
Standar LOS 3 – 12 hari
Indikator LOS yang merupakan
indikator lama tinggal pasien di RSSH
fluktuatif dimana 4.11 hari di tahun 2015,
4.04 hari di tahun 2016 dan 4.05 hari di
tahun 2017. Kendati masih berada di posisi
standar yang ditetapkan, tetapi capaian ini
berdampak kurang baik karena pasien lebih
lama tinggal di rumah sakit tentu
membutuhkan pelayanan yang semakin
lama pula. Capaian LOS menunjukan
angka yang agak tinggi kendati masih
berada dibawah batas maksimum capaian
LOS yakni 12 hari. Tingginya capaian
LOS ini erat kaitanya dengan adanya
pasien dengan jenis penyakit tertentu yang
pada kenyataanya menjalani rawat inap
yang cukup lama mulai dari 2 minggu
hingga 1 bulan.
3. TOI yang dicapai periode 2015-2017
adalah sebagai berikut.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
85
Grafik 3.
Capaian Turn-Over Interval Rate (TOI) RSSH
Periode Tahun 2015-2017
Standar TOI: 1 – 3 hari
TOI adalah indikator yang
menunjukan angka selang waktu dimana
sebuah tempat tidur dari selesai dipakai
hingga dipakai kembali. Angka ini dari
semula 1.96 hari di tahun 2015 menjadi
1,32. Jadi indikator ini menunjukan bahwa
hampir setiap waktu RSSH melayani
pasien rawat inap dan jarang terjadi tempat
tidur yang tidak terisi lebih dari 2 hari. Jadi
dapat dikatakan bahwa sepanjang hari pada
tahun 2017 tidak ada fasilitas tempat tidur
pada berbagai ruang rawat inap di RSSH
tidak digunakan untuk merawat pasien
rawat inap. Capaian TOI yang cenderung
menurun ini menunjukan bahwa selang
waktu tidak terpakainya tempat tidur di
RSSH dari waktu ke waktu semakin
pendek bahkan hanya 1 hari lebih saja
sebuah tempat tidur tidak digunakan oleh
pasien rawat-inap. Ini menunjukan
tingginya minat masyarakat untuk
menjadikan RSSH sebagai rumah sakit
untuk mereka jalani perawatan.
4. BTO yang dicapai periode 2015 – 2017
adalah sebagai berikut.
Grafik 4.
Capaian Bed Turn-Over Rate (BTO) RSSH
Periode Tahun 2015-2017
BTO standar: ≥ 30 kali
BTO adalah indikator yang
menunjukan jumlah sebuah tempat tidur
digunakan untuk melayani pasien rawat
inap. Perhitungan BTO yang dicapai
mengalami peningkatan yang signifikan.
Tahun 2015 BTO mencapai 60.71 kali
terus meningkat menjadi 68,87 kali di
tahun 2017. Bila dihubungkan dengan
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
86
standar penggunaan sebesar ≥ 30 kali,
sehingga diperoleh dindikasi bahwa
pelayanan yang diberikan telah melampaui
standard dan ini menunjukan kepercayaan
orang memilih RSSH guna menikmati
pelayanan kesehatan sangat tinggi.
4.1. Kondisi Keuangan RSSH
Kondisi keuangan RSSH yang ditandai
dengan pencapaian laba memperlihatkan
kondisi yang fluktuatif. Berikut ini
disajikan grafik perkembangan pencapaian
laba. Bagian ini perlu mendapat perhatian
untuk membandingkan apakah capaian
kinerja pelayanan rumah sakait yang baik
dari RSSH ini berdampak langsung
terhadap perkembangan keuangan RSSH
itu sendiri. Hal ini dikatakan demikian
terkait dengan logika bahwa pelayanan
yang baik akan menjadi daya Tarik bagi
pengguna jasa untuk mengunjungi RSSH
dan tentu kondisi ini akan berdampak
posisitif terhadap pencapaian kondisi
keuangan RSSH. Kadaan bisa menjadi
terbalik bilamana dalam memberikan
pelayanan tidak diikuti dengan
pengendalian biaya operasional dan atau
biaya kualitas yang dkeluarkan oleh pihak
RSSH.
Perkembangan keuangan RSSH
yang diidentifikasi pada capaian laba
bersih RSSH dapat dilihat pada paparan
grafik berikut ini.
Grafik 5.
Pencapaian Laba Bersih RSSH
Tahun 2015 – 2017
Perkembangan Biaya Kualitas
1. Biaya Pencegahan
Biaya pencegahan adalah pengeluaran-
pengeluaran yang dikeluarkan untuk
mencegah terjadinya cacat kualitas. Hasil identifikasi biaya pencegahan yang tersedia
pada laporan keuangan RSSH terdiri dari:
a. Tunjangan fungsional
b. Tunjangan perbaikan penghasilan
c. Jasa Dokter/Petugas IGD/OK/Petugas
Medis
d. Pengadaan Peralatan klinik dan non
klinik
e. Pengadaan Perlengkapan
f. Pemeliharaan Gedung dan Peralatan
Penunjang
g. Pemeliharaan kendaraan
h. Biaya Pendidikan dan Latihan
i. Penyusunan Anggaran
j. Biaya Penyusunan Pedoman RS
Besarnya biaya pencegahan yang
dikeluarkan oleh RSSH pada tahun 2015-
2017 dirinci per bulan dan disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Pergerakan biaya pencegahan fluktuatif
dari bulan ke bulan sepanjang tahunnya.
Besaran biaya pencegahan ini rata-rata
tahun 2015 adalah sebesar Rp.
323.060.887,- meningkat menjadi Rp.
327.722.447,- di tahun 2016 dan menurun
menjadi Rp. 293.054.828,-
Perubahan yang terjadi menunjukan
adanya upaya untuk melakukan perbaikan-
perbaikan terhadap unsur-unsur biaya
pencegahan di tahun 2015-2016 masih
terus ditingkatkan seiring dengan kondisi
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
87
pelayanan RSSH yang semakin meningkat
dari saat ke saat akan tetapi tahun 2017
ketika semua unsur biaya pencegahan
sudah mulai bisa dikendalikan dengan
baik, maka tahun 2017 besaran biaya ini
menurun yang menandakan unsur-unsur
pencegahan kegagalan cacat kualitas
pelayanan RSSH sudah mulai berjalan
dengan baik sehingga biaya yang timbul
atas unsur pencegahan terhadap kegagalan
kualitas pelayanan mulai menurun.
Angka-angka sebagaimana
diperlihatkan pada tabel di atas tiap
bulannya bila digambarkan dalam grafik
yang mampu memberikan gambaran yang
lebih jelas pergerakan biaya pencegahan
bulanan disepanjang tahun 2015-2017
dapat dilihat pada grafik yang di tampilkan
pada halaman berikut ini.
Grafik 6.
Trend Persentase Biaya Pencegahan Terhadap Laba Per Bulan
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
Grafik diatas dapat terlihat bahwa
pergerakan biaya pencegahan di tahun
2015 lebih besar pada bulan Maret dan
bulan Oktober. Keadaan ini dalam kondisi
nyata keadaan ini berkaitan dengan pada
bulan-bulan terebut aktivitas pendidikan
dan pelatihan yang diikuti oleh tenaga
medis dan non medis cukup banyak.
Perkembangan biaya pencegahan pada
tahun 2016 dan juga tahun 2017
berfluktuasi tetapi tidak terjadi lompatan-
lompatan biaya pencegahan yang tinggi
sebagaimana tahun 2015. Keadaan ini
berkaitan erat dengan sudah semakin stabilnya pengendalian biaya pencegahan
di RSSH dari waktu ke waktu. Sesuai
grafik nampak bahwa biaya pencegahan
sepanjang periode analisis lebih banyak
bergerak antara Rp. 200.000.000,- hingga
Rp. 400.000.000,-
2. Biaya Penilaian
Biaya penilaian (deteksi) dikeluarkan
dalam rangka pengukuran dan analisis data
untuk menentukan apakah produk atau jasa
sesuai dengan spesifikasinya.
Hasil identifikasi biaya penilaian yang
tersedia pada laporan keuangan RSSH
Kota Ambon terdiri dari:
a. Biaya rapat – rapat
b. Biaya penunjang klinik dan non klinik
c. Biaya Akreditasi
Perkembangan biaya penilaian pada
RSSH rata-rata berkisar pada nilai Rp.
28.270.683,- di tahun 2015, tahun 2016
besar biaya penilaian mengalami penurunan menjadi Rp. 24.897.607,- dan
tahun 2017 masih menurun menjadi Rp.
19.242.777. Lonjakan biaya penilaian
terjadi pada bulan Mei tahun 2015 dan
bulan Juni tahun 2016. Dari tabel jika
ditampilkan presentase biaya penilaian
terhadap laba perbulan setiap tahunnya
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
88
kedalam grafik maka akan terlihat fluktuasi
pengeluaran biaya penilaian sebagai
berikut :
Grafik 7.
Perkembangan Biaya Penilaian
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
Grafik diatas dapat terlihat pada
bulan Mei dan Juni pada tahun 2015 dan
tahun 2016 terjadi peningkatan persentase
pengeluaran untuk biaya penilaian.
Lonjakan ini disebabkan oleh adanya pra
akreditasi di bulan Mei 2015 dan
kunjungan evaluasi persiapan akreditasi di
bulan Juni 2016. Sesuai jadwal akreditasi
SNARS akan diselenggarakan KARS pada
bulan Juni tahun 2019.
Keadaan lonjakan biaya penilaian
kendati tidak masuk dalam analisis, masih
terjadi pula lonjakan biaya penilaian di
bulan Juni akibat adanya kunjungan asesor
dari KARS untuk penyiapan akreditasi
SNARS.
3. Biaya Kegagalan Internal
Biaya kegagalan internal adalah
biaya yang dikeluarkan karena rendahnya
kualitas yang ditemukan sejak penilaian
awal sampai dengan pengiriman kepada
pelanggan. Hasil identifikasi biaya
kegagalan internal yang tersedia pada
laporan keuangan RSSH Kota Ambon
adalah biaya pemeliharaan peralatan klinik
dan non klinik.
Biaya kegagalan internal yang terjadi
selama periode tahun 2015 sampai 2017
masih berkisar antara Rp. 105.000,-sampai
Rp. 32.919.000. Biaya kegagalan internal
masih sering terjadi dan dalam jumlah
yang cukup tinggi terjadi di tahun 2015
dengan jumlah biaya kegagalan internal
sebesar Rp. 43.126.598. Dimana hanya
bulan Agustus hingga Oktober 2015 tidak
ada biaya kegagalan internal. Biaya
kegagalan internal di tahun 2015 ini
berkisar antara Rp. 1.081.500,- hingga Rp.
10.809.000,-. Biaya kegagalan internal di
tahun 2016 dengan jumlah sebesar Rp.
38.696.750,-. terjadi di bulan Februari
hingga bulan April 2016 dengan biaya
terendah Rp. 2.160.000,- terjadi di bulan
Februari 2016 dan tertinggi sebesar Rp.
32.919.000,- terjadi di bulan April 2019.
Di tahun 2017 biaya kegagalan
internal terjadi di bulan Agustus 2017 dan
bulan November dan Desember 2017.
Dengan besarnya biaya kegagalan
internalnya berkisar dari Rp. 105.000,-
hingga Rp. 700.000,- dengan jumlah
keseluruhan Rp. 1.213.000,-
Perkembangan biaya kegagalan
internal menunjukan bahwa hanya pada
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
89
tahun 2015 terjadi biaya kegagalan internal
terbanyak dan dalam jumlah yang tinggi
pula. Tahun 2016 biaya kegagalan internal
hanya terjadi pada bulan Februari 2016
hingga bulan April 2017 tetapi dalam
jumlah yang tinggi sekali. Sementara itu di
tahun 2017 biaya kegagalan internal
cenderung semakin kecil, hanya terjadi
pada bulan Agustus, November dan
Desember. Perkembangan biaya kegagalan
internal yang sangat rendah juga
mengindikasikan adanya pengabaian
terhadap biaya pemeliharaan dan biaya
kalibrasi alat dan sterilisasi alat yang
sangat dibutuhkan dalam menjamin
keakurasian tindakan dan juga kemanan
pemanfaatan alat dalam melaksanakan
tindakan medik. Pergerakan biaya
kegagalan internal ini bila di gambarkan
dalam grafik sehingga akan nampak
dinamika perkembangan biaya kegagalan
internal ini dapat dilihat pada grafik berikut
ini.
Grafik 8.
Biaya Kegagalan Internal
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
4. Biaya Kegagalan Eksternal
Biaya kegagalan eksternal merupakan
biaya yang terjadi dalam rangka meralat
cacat kualitas setelah produk sampai pada
pelanggan dan laba yang gagal diperoleh
karena hilangnya peluang sebagai akibat
adanya produk atau jasa yang tidak dapat
diterima oleh pelanggan.
Pada pengambilan data di RSSH,
perhitungan kegagalan eksternal didapat
dari asumsi potensi kehilangan pangsa
pasar yaitu perhitungan perbandingan laba
bersih terhadap Bed Occupancy Rate
(BOR).
Perkembangan biaya kegagalan
eksternal sangat berbeda dengan biaya
kegagalan internal yang telah disajikan.
Jumlah biaya kegagalan internal di tahun
2015 adalah sebesar Rp. 2.243.509.465,04,
jumlah biaya kegagalan eksternal di tahun
2016 adalah sebesar Rp. 1.204.521.724,45
selanjutnya biaya kegagalan eksternal di
tahun 2017 adalah sebesar
Rp.1.507.458.994,92.
Biaya kegagalan eksternal di RSSH
ini ternyata sangat tinggi. Indikasi ini bila
dibandingkan dengan capaian BOR yang
tinggi maka dapat dikatakan bahwa
capaian BOR yang tinggi tidak diikuti oleh
adanya peningkatan pendapatan yang
tinggi pula sehingga terjadilah biaya
kegagalan eksternal. Dapat dikatakan
bahwa pelayanan yang telah berhasil
dilaksanakan oleh tenaga medis ternyata
tidak menghasilkan pendapatan di bulan
yang bersangkutan. Bila ditelusuri lebih
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
90
jauh kondisi ini adalah akibat dari adanya
ketergantungan terhadap pemanfaatan
fasilitas BPJS Kesehatan. Untuk
penerimaan yang diperoleh dari
pemanfaatan BPJS Kesehatan ini akan
diklaim pada bulan berikutnya dengan
ketentuan paling cepat 5 (lima) hari setelah
bulan berlalu yang tentu akan
mengakibatkan realisasi pendapatan bulan
sekarang baru diterima sekitar pertengahan
di bulan berikutnya. Bahkan sering terjadi
justru klaim baru direalisasikan pada 2
(dua) bulan berikutnya bahkan akhir-akhir
ini justru lebih dari itu. Perkembangan
biaya kegagalan eksternal bila disajikan
dalam grafik akan terindentifikasi
dinamika capaian biaya kegagalan biaya
eksternal. Keadaan tersebut dapat dilihat
pada grafik berikut ini.
Grafik 9.
Biaya Kegagalan Eksternal Terhadap Laba Per Bulan
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
Grafik diatas dapat terlihat pada
perkembangan biaya kegagalan eksternal
sangat fluktuatif dan tidak memiliki pola
sesuai data bulanan. Besarnya biaya
kegagalan eksternal sepanjang periode
analisis dimulai dari Rp. 5.079.392,60 dan
berfluktuatif pada nilai tertinggi sebesar
Rp. 266,355,928.67 dan terbanyak biaya
kegagalan eksternal ini berada pada kisaran
antara Rp. 100.000.000,- hingga Rp.
200.000.000,-
Proporsi Biaya Kualitas terhadap Total
Biaya
Realisasi biaya kualitas menunjukan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh
RSSH dalam rangka menjamin terjadinya
penyajian pelayanan kepada pasien yang
kualitas sehingga pasien yang masuk ke
RSSH akan merasa yakin masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien akan
disembuhkan atau memperoleh jalan keluar
yang jelas untuk memperoleh kesehatan.
Biaya pencegahan merupakan unsur
biaya kualitas yang nilainya tertinggi
dibandingkan unsur biaya kualitas lainya
dengan nilai rata-rata sebesar
Rp.314.612.720,- diikuti oleh biaya
kegagalan eksternal yang nilai rata-ratanya
sebesar Rp. 141.585.434,- selanjutnya
biaya penilaian sebesar Rp. 24.137.022,-
dan kegagalan internal dengan nilai Rp.
5.535.757.
Proporsi biaya kualitas terhadap total
biaya adalah sebesar 40,76% dengan nilai
proporsi tertinggi adalah sebesar 74,90%
yang terjadi di bulan Februari 2015 dan
proporsi terendah adalah sebesar 22,7%
terjadi di bulan Desember
2017.Perkembangan biaya kualitas dan
total biaya ini bila disajikan dalam bentuk
grafik sebagai berikut.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
91
Grafik 10.
Trend Persentase Biaya Kualitas Terhadap Total Pengeluaran Per Bulan
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
Grafik diatas dapat terlihat trend
biaya kualitas setiap tahun cenderung
terjadi penurunan persentase. Dapat
diartikan bahwa pihak manajemen rumah
sakit telah membuat keputusan yang
strategis sehingga mampu menurunkan
besarnya biaya kualitas dengan tetap
mempertahankan atau meningkatkan
pelayanan. Sebab bila dikaji pada capaian
kinerja pelayanan rumah sakit (BOR, LOS,
TOI dan BTO) pada satu sisi, terlihat
adanya peningkatan dan pada sisi lain bila
dikaitkan dengan proporsi biaya kualitas
yang memiliki kecenderungan menurun
maka dapat dikatakan bahwa upaya untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas
telah berjalan dengan baik dan tentu
mengakibatkan kecenderungan penurunan
biaya.
4.1.1. Pengaruh Biaya Kualitas
terhadap Pencapaian Laba
Setelah besarnya biaya kualitas
diketahui, baik secara parsial maupun
secara keseluruhan, langkah selanjutnya
yaitu menganalisis pengaruh biaya kualitas
terhadap pencapaian laba. Pencapaian laba
diperoleh dari pengurangan total
pendapatan dengan total biaya
pengeluaran. Adapun pencapaian laba
RSSH tahun 2015-2017 adalah sebagai
berikut:
Grafik 11.
Proporsi Biaya Kualitas Terhadap Pencapaian Laba Per Bulan
RSSH Kota Ambon Tahun 2015 – 2017
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
92
Grafik diatas dapat terlihat trend
biaya kualitas setiap tahun cenderung
terjadi penurunan, namun dari sisi
persentase pencapaian laba tidak terlihat
peningkatan. Dapat diartikan bahwa biaya
kualitas ditekan namun belum memberikan
pengaruh terhadap pencapaian laba di
RSSH tahun 2015-2017.
Komposisi Biaya Lainnya terhadap
Total Biaya
Pencapaian laba RSSH tahun 2015 –
2017 tidak hanya dipengaruhi oleh biaya
kualitas, tetapi juga oleh komposisi biaya
lainnya yang terdapat dalam laporan
keuangan RSSH namun tidak menjadi
objek dalam penelitian ini. Laporan
realisasi biaya lainnya di RSSH
dibandingkan dengan total biaya bulanan
di sepanjang Tahun 2015-2017 adalah
sebagai berikut:
Rata-rata besaran biaya lainya
terhadap total biaya adalah 77,22 %
dengan nilai biaya lainya tertinggi adalah
sebesar 95,37 % dan nilai biaya lainya
terendah adalah sebesar 61,55 %. Kondisi
ini menunjukan bahwa biaya kualitas
merupakan biaya dengan komposisi yang
besarnya lebih rendah dari biaya lainya.
Biaya lainya terbesar bersumber dari biaya
gaji pegawai RSSH tiap bulanya.
Analisis Pengaruh Biaya Pencegahan,
Biaya Penialaian Dan Biaya Kegagalan
Terhadap Laba Operasi RSSH.
Model regresi yang telah memenuhi
beberapa asumsi klasik sebagaimana
pembahasan di atas, ternyata tidak
memiliki gejala penyimpangan asumsi
klasik sehingga dapat digunakan untuk
mengestimasi. Model yang akan digunakan
dalam estimasi selanjutnya adalah: Laba Operasi = β0 + β1Biaya Pencehagan + β2
Biaya Penilaian + β3Biaya Kegagalan + Ɛ
Hasil yang diperoleh berdasarkan
cetakan perangkat komputer dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 14.
Hasil Analisis Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 9.099E8 2.936E8 3.100 .004
Biaya
Pencegahan
.759 .726 .845 2.518 .031
Biaya Penilaian .930 2.559 .006 .036 .971
Biaya Kegagalan -2.386 .900 -.455 -2.652 .013
F hitung = 2,668 ; Sig = 0,007; R = 0,459; R2 = 0,211
a. Dependent Variable: Laba
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan
Hasil perhitungan regresi di atas
menghasilkan persamaan regresi sebagai
berikut:
Laba Operasi = 0,00009099 + 0,759
Biaya Pencegahan + 0,930 Biaya
Penilaian - 2,386 Biaya Kegagalan + Ɛ
Angka-angka persamaan di atas
memberikan informasi sebagai berikut:
a. Nilai konstanta sebesar 0,00009099
memberikan informasi bahwa apabila
variabel biaya pencegahan, biaya
penilaian dan biaya kegagalan tidak
mengalami perubahan, maka laba
operasi perusahaan akan mengalami
perubahan sebesar 0,01 %.
b. Variabel Biaya Pencegahan memiliki
koefisien variabel sebesar 0,759
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
93
memberikan tanda bahwa bilamana
terjadi perubahan pada biaya
pencegahan sebesar Rp. 1 satuan akan
mengakibatkan peningkatan laba
operasi RSSH sebesar Rp. 0,75 dengan
asumsi variabel lain dianggap tidak
mengalami perubahan.
c. Koefisien variabel Biaya Penilaian
memiliki koefisien sebesar 0,930
mengindikasikan bahwa apabila terjadi
perubahan Rp. 1 pada Biaya Penilaian
akan meningkatkan laba operasi RSSH
Rp. 0,93.
d. Koefisien variabel Biaya Kegagalan
memiliki koefisien variabel sebesar
0,455 mengindikasikan bahwa bilamana
terjadi perubahan Biaya kegagalan
sebesar Rp. 1 akan mengakibatkan
penurunan laba operasi RSSH sebesar
koefisien regresi atau Rp. 0,45 dengan
asumsi variabel lain tetap.
Pengujian Parsial.
Pengujian parsial dilakukan dengan
mengacu pada tabel di atas dan
berdasarkan hasil angka-angka yang
tercatat pada tabel di atas dapat
disimpulkan bahwa:
a. Variabel biaya Pencegahan
memiliki probabilitasnya 0,031 < 0,05
maka dapat dikatakan bahwa variabel
biaya pencegahan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel laba operasi
RSSH. Ini berarti bahwa ketika terjadi
perubahan sebesar Rp. 1 biaya pencegahan
akan mengakibatkan peningkatan laba
operasi sebesar Rp. 0,75.
b. Bila melihat pada nilai probabilitas
dari variabel biaya penilaian yakni 0,971 >
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel biaya penilaian tidak berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap laba
operasi RSSH.
c. Nilai probabilitas dari variabel
biaya kegagalan adalah 0,013 < 0,05 maka
angka-angka ini menunjukan bahwa secara
statistik variabel biaya pencegahan
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap laba operasi RSSH. Jadi bilamana
terjadi satu peningkatan biaya kegagalan
akan mengakibatkan pengurangan laba
operasi RSSH sebesar koefisien regresinya
atau sebesar Rp. 2,386.
PEMBAHASAN
Pengaruh Biaya Pencegahan terhadap
Capaian Laba Operasi RSSH Ambon
Biaya pencegahan adalah
pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan
untuk mencegah terjadinya cacat kualitas.
Dalam penelitian ini biaya-biaya yang
termasuk dalam biaya pencegahan adalah :
tunjangan fungsional, tunjangan perbaikan
penghasilan, jasa dokter/petugas
IGD/OK/petugas medis, pengadaan
peralatan klinik dan non klinik, pengadaan
perlengkapan, pemeliharaan gedung dan
peralatan penunjang, pemeliharaan
kendaraan, biaya pendidikan dan latihan,
penyusunan anggaran biaya penyusunan
pedoman RS. Berdasarkan pada tabel 5,
pergerakan biaya pencegahan fluktuatif
dari bulan ke bulan sepanjang tahunnya.
Hasil dari penelitian ini pada tabel 13
adalah biaya pencegahan memiliki
probabilitas 0,031 < 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa variabel biaya
pencegahan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel laba operasi
RSSH. Ini berarti bahwa ketika terjadi
perubahan sebesar Rp. 1 biaya pencegahan
akan mengakibatkan peningkatan laba
operasi sebesar Rp. 0,75.
Hasil regresi ini menunjukan bahwa
apabila RSSH melakukan aktivitas yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
bagi pasien agar RSSH dapat memberikan
pelayanan yang maksimal guna
meningkatkan pencapaian kesembuhan
pasien, penanganan terhadap upaya
pelengkapan fasilitas penunjang klinik dan
non klinik berupa inventaris terutama
peralatan medik tentu akan mampu
memberikan kemampuan pelayanan pasien
yang jauh lebih baik dan berkualitas.
Dalam hal ini, RSSH perlu lebih
meningkatkan lagi alokasi biaya
pencegahannya untuk memaksimalkan
pencapaian laba sebagaimana dinyatakan
dalam hasil regresi.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
94
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Alimin Maidin, dkk (2011) dengan judul
Analisis Biaya Kualitas Terhadap
Profitabilitas Unit Perawatan VIP Rumah
Sakit Stella Maris Makassar. Di mana pada
penelitian tersebut menunjukan adanya
pengaruh yang signifikan biaya pencgahan
terhadap profitabilitas dengan tingkat
signifikan sebesar 0,001. Koefisien
korelasi parsial dari biaya pencegahan
dengan nilai sebesar 0,521 memiliki arah
positif. Nilai ini berarti bahwa
meningkatnya biaya pencegahan akan
diikuti dengan peningkatan profitabilitas
secara signifikan.
Demikian juga dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan Rimadhani
Martika Sari (2014) dengan judul Pengaruh
Biaya Kualitas Terhadap Tingkat
Profitabilitas (Studi Kasus pada Hotel
Group Dedy Jaya di Kabupaten Brebes
Jawa Tengah). Di mana pada penelitian
tersebut diinterpretasikan bahwa
berdasarkan pengujian statistik didapatkan
angka t-hitung antara biaya pencegahan
terhadap nilai probabilitas sebesar 0,000
lebih kecil dibandingkan taraf signifikansi
5% atau 0,05, sehingga secara parsial
terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara biaya pencegahan
terhadap profitabilitas.
Pengaruh Biaya Penilaian terhadap
Capaian Laba Operasi RSSH Ambon
Biaya penilaian (deteksi) dikeluarkan
dalam rangka pengukuran dan analisis data
untuk menentukan apakah produk atau jasa
sesuai dengan spesifikasinya. Biaya-biaya
ini terjadi setelah produksi tetapi sebelum
penjualan. Biaya penilaian ini terdiri dari :
biaya pengujian dan inspeksi, peralatan
pengujian, dan biaya informasi. Hasil
identifikasi biaya penilaian yang tersedia
pada laporan keuangan RSSH Kota Ambon
terdiri dari: biaya rapat – rapat, biaya
penunjang klinik dan non klinik, dan biaya
akreditasi. Bila melihat pada nilai
probabilitas dari variabel biaya penilaian
yakni 0,971 > 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel biaya
penilaian tidak berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap laba operasi
RSSH.
Hasil penelitian ini memberikan
informasi bahwa semua biaya yang terjadi
dan termasuk dalam biaya penilaian
memberi dampak positif terhadap
perolehan laba RSSH. Berdasarkan tabel 6
lonjakan biaya penilaian terjadi pada bulan
Mei tahun 2015 dan bulan Juni tahun 2016.
Lonjakan ini disebabkan oleh adanya pra
akreditasi di bulan Mei 2015 dan
kunjungan evaluasi persiapan akreditasi di
bulan Juni 2016. Sesuai jadwal akreditasi
SNARS akan diselenggarakan KARS pada
bulan Juni tahun 2019. Status akreditasi
sangat menentukan legalisasi RSSH dalam
melayani pasien BPJS. Seperti diketahui
bahwa sepanjang ini sektar 91% pasien
yang dilayani di RSSH adalah pasien
BPJS. Selanjutnya BPJS hanya akan
memberikan kesempatan bagi Rumah Sakit
yang telah terakreditasi yang melayani
pasien BPJS. RSSH adalah rumah sakit
yang telah terakreditasi tetapi sejak tahun
2016 sedang menjalani persiapan
penjajakan reakreditasi yang baru
dilaksanakan pada bulan Juni 2019.
Pihak RSSH memberikan perhatian
terhadap akreditasi yang merupakan
standar dasar bagi RSSH untuk terus dapat
melayani pasien dengan BPJS sangat
dibutuhkan. Tak dapat dipungkiri bahwa
biaya persiapan hingga pelaksanaan
reakreditasi membutuhkan dana yang
sangat besar. Namun berdasarkan data
bahwa selama ini pasien yang menjalani
perawatan di RSSH adalah pasien BPJS,
maka apabila RSSH telah melakukan
reakreditasi dapat dipastikan RSSH akan
memperoleh status yang lebih jelas dan
tentu lebih berpeluang dan lebih mampu
melayani pasien BPJS. Diketahui pula
bahwa pada bulan Mei tahun 2017 telah
dilakukan kunjungan asesor untuk
meninjau kesiapan RSSH untuk
melaksanakan reakreditasi, selanjutnya
bulan Juni 2018 dilakukan peninjauan
akhir untuk melihat kesiapan RSSH
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
95
menjalani rekareditasi pada bulan Juni
2019. Oleh karena itu biaya penilaian
dominan hanya pada biaya akreditasi dan
biaya penujang fasilitas medis dan non
medis, sedangkan biaya rapat-rapat relatif
kecil.
Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Alimin Maidin, dkk (2011) dengan judul
Analisis Biaya Kualitas Terhadap
Profitabilitas Unit Perawatan VIP Rumah
Sakit Stella Maris Makassar. Di mana pada
penelitian tersebut menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan terhadap
profitabilitas. Selain itu, koefisien korelasi
parsial dari biaya penilaian dengan nilai
sebesar 0,716 memiliki arah yang positif.
Nilai ini berarti bahwa meningkatnya biaya
penilaian akan diikuti dengan peningkatan
profitabilitas secara signifikan. Perbedaan
ini terlihat pada biaya penilaian yang
diteliti mencakup beberapa komponen
biaya, yaitu biaya survei internal, biaya
evaluasi Asuhan Keperawatan, dan biaya
kalibrasi fasilitas medis unit perawatan
VIP Rumah Sakit Stella Maris. Sementara
pada RSSH tidak memiliki ketersediaan
data biaya-biaya tersebut pada laporan
keuangannya.
Demikian juga dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan Rimadhani
Martika Sari (2014) dengan judul Pengaruh
Biaya Kualitas Terhadap Tingkat
Profitabilitas (Studi Kasus pada Hotel
Group Dedy Jaya di Kabupaten Brebes
Jawa Tengah). Di mana pada penelitian
tersebut diinterpretasikan bahwa
berdasarkan pengujian statistik didapatkan
angka t-hitung antara biaya penilaian
terhadap nilai probabilitas sebesar 0,001
lebih besar dibandingkan taraf signifikansi
5% atau 0,05, sehingga secara parsial
terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara biaya penilaian terhadap
Profitabilitas.
Perhatian RSSH terhadap status
akreditasi yang merupakan standar dasar
bagi RSSH untuk terus dapat melayani
pasien dengan BPJS sejalan dengan
penelitian terdahulu oleh Adityawarman
Adil, dkk (2016) dengan judul Pengaruh
Kualitas Pelayanan dan Biaya terhadap
Kepuasan dan Loyalitas Pasien RSUD
Kota Bogor. Pada penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa variabel kualitas
pelayanan berpengaruh signifikan secara
langsung terhadap kepuasan pasien dan
variabel biaya berpengaruh signifikan
secara langsung terhadap kepuasan pasien.
Demikian hal apa yang dilakukan oleh
RSSH untuk memfokuskan biaya penilaian
pada biaya akreditasi agar mendapatkan
status yang lebih jelas dan tentu lebih
berpeluang dan lebih mampu melayani
pasien BPJS yang akan mengarah
kepuasan pasien.
Pengaruh Biaya Kegagalan terhadap
Capaian Laba Operasi RSSH Ambon
Biaya kegagalan internal adalah
biaya yang dikeluarkan karena rendahnya
kualitas yang ditemukan sejak penilaian
awal sampai dengan pengiriman kepada
pelanggan dan Biaya kegagalan eksternal
merupakan biaya yang terjadi dalam
rangka meralat cacat kualitas setelah
produk sampai pada pelanggan dan laba
yang gagal diperoleh karena hilangnya
peluang sebagai akibat adanya produk atau
jasa yang tidak dapat diterima oleh
pelanggan. Pada pengolahan data
penelitian ini kedua biaya tersebut diolah
secara bersama dalam satu variabel biaya
kegagalan. Dengan demikian variabel
biaya kegagalan memiliki nilai probabilitas
adalah 0,013 < 0,05 maka angka-angka ini
menunjukan bahwa secara statistik variabel
biaya kegagalan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap laba operasi RSSH.
Jadi, apabila terjadi satu peningkatan biaya
kegagalan akan mengakibatkan
pengurangan laba operasi RSSH sebesar
koefisien regresinya atau sebesar Rp.
2,386. Hasil perhitungan tersebut
memberikan kejelasan bahwa biaya yang
ditimbulkan kegagalan baik itu kegagalan
internal maupun kegagalan eksternal
ternyata berpengaruh negatif juga
signifikan. Bila dibandingkan antara biaya
kegagalan internal dengan kegagalan
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
96
eksternal maka diperoleh gambaran bahwa
biaya kegagalan internal hanya banyak
terjadi pada tahun 2015 dan selanjutnya
pada tahun 2016 dan tahun 2017 dengan
jumlah yang besar tetapi hanya pada
beberapa bulan tertentu saja. Sebaliknya
bila dibandingkan dengan biaya kegagalan
eksternal maka kondisinya jauh berbeda.
Biaya kegagalan eksternal frekuensinya
lebih sering dan dalam jumlah yang sangat
besar.
Perhitungan kegagalan eksternal
didapat dari asumsi potensi kehilangan
pangsa pasar yaitu perhitungan
perbandingan laba bersih terhadap Bed
Occupancy Rate (BOR). Indikasi besarnya
biaya eksternal ini adalah bila
dibandingkan dengan capaian BOR yang
tinggi maka dapat dikatakan bahwa
capaian BOR yang tinggi tidak diikuti oleh
adanya peningkatan pendapatan yang
tinggi pula sehingga terjadilah biaya
kegagalan eksternal. Selanjutnya bila
ditelusuri lebih lanjut, diketahui penyebab
besarnya biaya ini adalah sering
tertundanya pencairan klaim BPJS
kesehatan. Klaim BPJS untuk bulan
berjalan realisasinya paling cepat di bulan
yang akan datang bahkan lebih dari itu.
Padahal realisasi biaya kegagalan harus
dalam waktu yang sama berdampak pada
perolehan laba di bulan yang sama pula.
Kondisi panjangnya durasi waktu klaim
dan realisasi biaya kesehatan ini yang
kemudian menjadi faktor dominan
sehingga dampak biaya kegagalan
berdampak negatif terhadap laba yang
dicapai oleh RSSH.
Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Alimin Maidin, dkk (2011)
dengan judul Analisis Biaya Kualitas
Terhadap Profitabilitas Unit Perawatan
VIP Rumah Sakit Stella Maris Makassar
menyimpulkan bahwa biaya kegagalan
internal memiliki tingkat signifikan sebesar
0,715, dimana menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan terhadap
profitabilitas. Adapun koefisien korelasi
parsial dari jenis biaya ini adalah 0,063 dan
memiliki arah yang positif. Sedangkan
biaya kegagalan eksternal memiliki tingkat
signifikan sebesar 0,003, dimana
menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan terhadap profitabilitas. Sejalan
dengan hasil pada RSSH, adapun koefisien
korelasi parsial dari jenis biaya eksternal
pada Rumah Sakit Stella Maris Makassar
adalah -0,475 dan memiliki arah yang
negatif terhadap profitabilitas.
Hasil yang berbeda menurut
penelitian terdahulu yang dilakukan
Rimadhani Martika Sari (2014) dengan
judul Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap
Tingkat Profitabilitas (Studi Kasus pada
Hotel Group Dedy Jaya di Kabupaten
Brebes Jawa Tengah). Di mana pada
penelitian tersebut diinterpretasikan bahwa
berdasarkan pengujian statistik didapatkan
angka t-hitung antara biaya kegagalan
internal terhadap nilai probabilitas sebesar
0,017 lebih kecil dibandingkan taraf
signifikansi 5% atau 0,05; sehingga secara
parsial terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara biaya kegagalan internal
terhadap profitabilitas. Sedangkan biaya
kegagalan eksternal terhadap profitabilitas
sebesar 1,532 dan nilai probabilitas sebesar
0,135 lebih besar dibandingkan taraf
signifikansi 5% atau 0,05 sehingga secara
parsial tidak terdapat pengaruh yang positif
dan tidak signifikan antara biaya kegagalan
eksternal terhadap profitabilitas.
Pengaruh Biaya Pencegahan, Biaya
Penilaian dan Biaya Kegagalan
terhadap Laba Operasi RSSH
Hasil pengujian ini berujuan untuk
mengetahui pengaruh semua variabel
analisis terhadap laba operasi RSSH
dengan menggunakan uji F. Hasil uji ini
memberikan informasi bahwa secara
keseluruhan variabel biaya pencegahan,
biaya penilaian dan biaya kegagalan secara
bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap laba operasi RSSH.
Oleh karena itu dapat dijelaskan
bahwa apabila RSSH ingin mengendalikan
laba operasi, maka variabel biaya
pecegahan, biaya penilaian dan biaya
kegagalan harus menjadi unsur penting
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
97
dalam pengendaliannya. Selain itu ada
biaya-biaya lain termasuk didalamnya
biaya gaji, honor serta tunjangan dan jasa
dokter harus menjadi perhatian penting.
Karena jenis biaya ini juga merupakan
biaya yang jumlahnya tidak sedikit di
RSSH. Kondisi ini erat kaitannya dengan
hasil penilaian koefisien R square pada
model analisis diperoleh nilai sebesar
0,211 yang memiliki makna bahwa
variabel bebas biaya pencegahan, biaya
penilaian dan biaya kegagalan mampu
menjelaskan perubahan laba operasi RSSH
sebesar 21,1 % dan hanya perubahan laba
operasi RSSH dijelaskan oleh variabel
yang tidak terdapat pada model adalah
sebesar 78,9%. Hal ini sejalan dengan
tabel grafik 11 tentang proporsi biaya
kualitas terhadap pencapaian laba per
bulan dimana grafik tersebut menjelaskan
trend biaya kualitas setiap tahun cenderung
terjadi penurunan, dan dari sisi persentase
pencapaian laba tidak terlihat peningkatan.
Dengan demikian pihak RSSH harus
meningkatkan biaya pencegahan dan
penilaian serta meminimalkan biaya
kegagalan agar dapat meningkatkan
pencapaian laba.
Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Alimin Maidin, dkk (2011)
menyimpulkan bahwa biaya penilaian,
biaya kegagalan internal, dan biaya
kegagalan eksternal memiliki hubungan
terhadap profitabilitas secara simultan.
Demikian juga penelitian terdahulu yang
dilakukan Rimadhani Martika Sari (2014)
variabel Biaya Pencegahan, Biaya
Penilaian, Biaya Kegagalan Internal dan
Biaya Kegagalan Eksternal secara
simultan/bersama-sama berpengaruh secara
signifikan dan positif terhadap
Profitabilitas. Pada penelitian lainnya oleh
Mathius Tandiontong, dkk (2010) dengan
judul Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap
Tingkat Profitabilitas Perusahaan (Studi
Kasus pada The Majesty Hotel and
Apartment, Bandung) menunjukan analisis
R Square diperoleh 38,1% peningkatan
terhadap profitabilitas dapat dijelaskan
oleh variabel biaya kualitas. Sedangkan
sisanya yaitu sebesar 61,9% dijelaskan
oleh faktor lain. Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan hasil analisa yang
dilakukan pada RSSH dalam penelitian ini.
PENUTUP
Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian
ini mengenai Analisis Biaya Kualitas
(Quality Cost) Terhadap Pencapaian Laba
Pada Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon adalah :
1. Biaya Pencegahan memiliki hubungan
yang signifikan dan berpengaruh
positif terhadap Pencapaian Laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon.
2. Biaya penilaian memiliki hubungan
yang tidak signifikan dan tidak
berpengaruh positif terhadap
Pencapaian Laba Rumah Sakit Sumber
Hidup Kota Ambon. Namun telah
memberikan informasi bahwa semua
biaya yang terjadi dan termasuk dalam
biaya penilaian memberi dampak
positif terhadap pencapaian laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon.
3. Biaya kegagalan memiliki hubungan
yang signifikan namun berpengaruh
negatif terhadap Pencapaian Laba
Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon.
4. Biaya pencegahan, biaya penilaian dan
biaya kegagalan secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
pencapaian laba Rumah Sakit Sumber
Hidup Kota Ambon. Apabila Rumah
Sakit ingin mengendalikan laba, maka
variabel biaya pecegahan, biaya
penilaian dan biaya kegagalan harus
menjadi unsur penting dalam
pengendaliannya.
5. Biaya pencegahan, biaya penilaian dan
biaya kegagalan mampu menjelaskan
perubahan laba operasi RS Sumber
Hidup sebesar 21,1 % sedangkan
perubahan laba operasi RSSH sebesar
78,9% ditentukan oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
98
Saran
1. Biaya pencegahan memiliki nilai
korelasi positif terhadap pencapaian
laba, yang berarti bahwa peningkatan
biaya pencegahan dapat meningkatkan
pencapaian laba Rumah Sakit Sumber
Hidup Kota Ambon. Dengan
demikian, pihak rumah sakit perlu
meningkatkan alokasi biaya
pencegahan khususnya pada biaya
pengadaan peralatan medis untuk
mendukung program peningkatan
kualitas pelayanan di Rumah Sakit
Sumber Hidup Kota Ambon melalui
perencanaan anggaran pengawasan
operasional yang baik.
2. Biaya penilaian tidak berpengaruh
positif terhadap pencapaian laba, yang
berarti bahwa peningkatan biaya
penilaian tidak meningkatkan
pencapaian laba Rumah Sakit Sumber
Hidup Kota Ambon. Dengan
demikian, pihak rumah sakit perlu
mengkaji ulang alokasi biaya
penilaian.
3. Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon perlu menekan biaya
kegagalan internal dan eksternal
dengan mengalokasikan biaya
pencegahan dan penilaian yang dapat
dipergunakan untuk pengendalian
kualitas secara berkesinambungan
sehingga dapat meningkatkan
pencapaian laba.
4. Rumah Sakit Sumber Hidup Kota
Ambon sebaiknya menerapkan
pelaporan biaya kualitas secara rutin
dengan diklasifikasikan ke dalam
empat golongan biaya kualitas setiap
bulannya agar dapat mengontrol dan
menghitung pencapaian laba secara
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi.
Yogyakarta : Andi.
Bertalia, 2013. Analisis Pengaruh Biaya
Kegagalan Internal, Biaya
Kegagalan Eksternal, Dan Beban
Promosi Terhadap Kinerja Penjualan
Pada Perusahaan Makanan Dan
Minuman Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2007-
2011.Sripsi :Jakarta barat.
Universitas Bina Nusantara.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen, dan
Thomas W. Lin. 2000. Cost
Management : A Strategic
Emphasis.Terjemahan A. Susty
Ambarriani. Jakarta : Salemba
Empat.
Feigenbaum, A.V. 1992. Kendali Mutu
Terpadu. Jakarta : Erlangga.
Garvin A David, Managing Quality,
diterjemahkan oleh Nasution, M.N.
2001. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality
Management. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Umum.
Goetsch, David L. dan Stanley B. Davis.
2002. Total Quality Management,
diterjemahkan oleh Benyamin Molan.
Total Kualitas Mana:iemen. Jakarta:
Prenhallindo.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP.
Hansen,Don R. dan Maryanne M. Mowen.
2005. Manajement Accounting.
Terjemahan Dewi Fitriasari dan Deny
Arnos Kwary. Jakarta : Salemba
Empat.
Ishkawa,K.dan J.LU,David.1987. What Is
Total Quality Control? diterjemahkan
oleh Budi Susanto Bandung: Remaja
Rosdakarya
Indriantoro, Nur dan Supomo Bambang.
1999. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi Dan Manajemen.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Maidin,Alimin.2011. Analisis Biaya
Kualitas Terhadap Profitabilitas Unit
Perawatan VIP Rumah Sakit Stella
Maris Makassar. Makassar.
Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya.
Yogyakarta : STIE-YKPN.
Pentury Thomas dan Ferdinandus Stenly.
2014. Metode Kuantitatif Untuk
Manajemen. Pensil Komunika.
Ambon.
Jurnal SOSOQ Volume 7 Nomor 1, Februari 2019
99
Rumah Sakit Sumber Hidup. 2015.
Laporan Keuangan. Ambon
Rumah Sakit Sumber Hidup. 2016.
Laporan Keuangan. Ambon
Rumah Sakit Sumber Hidup. 2017.
Laporan Keuangan. Ambon
Sandag, Nefriani.2014. Analisis Biaya
Kualitas Dalam Meningatkan
Profitabilitas Perusahan Pada CV.
Ake Abadi. Manado
Sugiyono PD. 2013. Memahami Penelitian
Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung
Sri W A. Manajemen Strategi. Jakarta:
Binarupa Aksara; 1996.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.
2003. Total Quality Management
Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi.