analisi pengolahan pasar citeureup i · kakak penulis: ir. karyawati & suami, kartia, bidan...
TRANSCRIPT
ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)
HASTAN MATTANETE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
ERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, September 2008 Hastan Mattanete NIM A15344175
2
RINGKASAN
HASTAN MATTANETE. Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor). (Di bawah bimbingan W. H. LIMBONG dan MA’MUN SARMA).
Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah melembaga serta tempat bertemunya antara pedagang dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Tantangan yang dihadapi pasar terutama pasar tradisional adalah pelayanan dan pengelolaan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Oleh karena itu Pasar Citeureup I yang merupakan pasar tradisonal dituntut untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya.
Tujuan kajian ini adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I, (2) Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, (3) Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan (4) Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I.
Metode analisis yang digunakan antara lain Importance and Performance Analysis, Customer Satisfaction Index, analisis Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation-EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM).
Hasil analisis Importance and Performance Analysis penilaian terhadap 17 atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ke dalam empat kuadran yang terdiri dari: (1) Prioritas utama atribut kualitas jasa, yaitu kondisi bangunan/gedung pasar, kondisi kebersihan pasar, kondisi tempat usaha/berdagang, pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada, (2) Pertahankan prestasi atribut kualitas jasa, yaitu kondisi MCK di pasar, pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar, keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi, (3) Prioritas rendah atribut kualitas jasa, yaitu besarnya retribusi, petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang, pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur, pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dan (4) Berlebihan untuk atribut kualitas jasa, yaitu kebersihan kantor unit pasar, kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, besarnya sewa tempat usaha, kejujuran petugas penarik retribusi, pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang, sikap pegawai unit pasar. Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa sebesar 56,023 persen, menunjukkan pedagang pasar Citeureup I ”Cukup Puas” dengan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, Pasar Citeureup I dalam pengelolaannya menekankan pada strategi yang bertujuan menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi S-T). Hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I memiliki kondisi internal yang kuat, yaitu mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi
3
kelemahan. Kekuatan utama yang di miliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, sedangkan kelemahan utama yang dihadapi adalah kondisi kebersihan pasar. Hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang terbesar yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar. Selanjutnya, ancaman terbesar yang dihadapi adalah kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif. Strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Prioritas strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang terpilih adalah: (1) Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I (TAS = 6,988); (2) Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800); (3) Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775); (4) Rehabilitasi Pasar Citeureup I. (TAS = 6,597); (5) Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I. (TAS = 6,483); (6) Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. (TAS = 6,383); dan (7) Penerapan peraturan pasar. (TAS = 5,917)
4
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
5
ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)
HASTAN MATTANETE
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
6
Judul Tugas Akhir : Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)
Nama : Hastan Mattanete NRP : A15344175
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. WH. Limbong, MSKetua
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEcAnggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 September 2008
Tanggal Lulus :
7
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang senantiasa diberikan oleh-Nya. Berkat rahmat serta hidayah-Nya pula Kajian Pembangunan Daerah ini dapat penulis selesaikan.
Kajian Pembangunan Daerah berjudul “Analisis Kepuasan Pedagang
Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan kajian ini.
Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat Penulis harapkan. Besar harapan penulis agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2008, Hastan Mattanete
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbila’lamin, atas nikmat dari Allah SWT akhirnya Kajian Pembangunan Daerah ini dapat Penulis selesaikan. Segala pujian dan Ucapan yang baik hanya ditujukan kepada Allah SWT. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, dukungan tenaga maupun bantuan materi selama penyusunan kajian ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, semoga amal baik semua pihak yang telah memberikan bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir.WH. Limbong, MS dan Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc sebagai
komisi pembimbing. 2. Dosen Penguji Sidang Komisi, A. Faroby Faletehan, SP, MSi. 3. Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah: Dr. Ir. Yusman
Syaukat, serta Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas bantuan dan dukungan morilnya.
4. Orang tua penulis: H. Hasma Tane yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kepercayaan, dan doa yang tiada hentinya untuk kesuksesan Penulis.
5. Kakak Penulis: Ir. Karyawati & suami, Kartia, Bidan Kalsum dan Suami (Ka Bram), Kartini & suami, serta AKP. Takdir Mattanete, SH, SIK & Istri (Ka Misly) dan keponakan tercinta Fitri, Kiki, Rifda, Uul, Anti, Si kembar Nabila & Naswa, Arya, Lisa serta Saffana, dan seluruh keluarga besar Penulis, terima kasih atas dukungan moril maupun materil.
6. Pemerintah Kab.Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor beserta Kepala Unit Pasar Citeureup I dan Karyawan atas dukungan dan bantuannya.
7. Pengurus APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) Kab.Bogor dan Komisariat Pasar Citeureup I atas dukungan, dan bantuannya.
8. Bapak Walikota Bogor Drs.Diani Budiarto atas dukungan moril dan materil. 9. Staf Pengajar Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah atas ilmu dan
dukungannya. 10. Rekan-rekan di Manajemen Pembangunan Daerah kelas Bogor I: Pa
Chardiman, Bang Makmur, Teny, Kang Asep Aang, Pak Robert, Bu Rita, Bu Yuni, Pa Abbas, Pak Muhdar, Pak Eko, Wahyu Jakarta, Mas Wahyu, Erwin, Pak Rendra, Risna, Ibu Nana, Adam. Juga kepada rekan-rekan MPD kelas Bogor II.
11. Ratna Darlilis FEM IPB angkatan 41, Bapak Chardiman Kelas MPD Bogor I atas waktu, bantuan pikiran, bimbingan, dukungan dan kerjasamanya dalam penyelesaian tugas akhir ini.
12. Pengurus dan Sekretariat MPD: A. Faroby Faletehan, SP, MSi; Teh Fieta Resnia Handayani dan Lina Fitriani; serta kang Yadi atas semua bantuannya.
Pengurus HMI dan KOHATI Cabang Kota Bogor, Badan Eksekutf Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun, KAHMI Cabang Kota Bogor; Sulhan, Suhandi,
9
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pinrang Makassar pada tanggal 24 Juli 1978 sebagai anak terakhir dari enam bersaudara pasangan Abd. Latif Mattanete dan Hasma. Pada tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 57 Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Selama tiga tahun penulis mendapatkan pendidikan menengah di SMP Negeri Langnga Kabupaten Pinrang dan lulus pada tahun 1993. Tiga tahun kemudian, tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga Kabupaten Pinrang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Universitas Muslim Indonesia Makassar pada tahun 1996 dan kemudian pindah kuliah tahun 2000 di Universitas Ibn Khaldun Bogor pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan lulus pada bulan Oktober Tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, pers, dan kepemudaan. Penulis menjadi Ketua Umum KMP UMI Makassar pada tahun 1998-2000, Senat FT UMI Makassar pada tahun 1998-1999, Pers Cakrawala Ide UMI Makassar pada tahun 1998 dan Tabloid Sulo Sawitto Makassar pada tahun 1999. Penulis menjadi Sekretaris Jenderal BEM UIKA Bogor tahun 2001-2002, HMI Cabang Bogor pada tahun 2001-2002, Presiden Mahasiswa UIKA Bogor perode 2002-2003. KNPI Kab. Bogor pada tahun 2005, MAPANCAS Kota Bogor pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada bulan September 2008.
10
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvDAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 11.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 31.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 51.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1. Pasar Secara Umum ....................................................................... 62.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik .................................... 62.1.2 Permasalahan Utama Pasar ............................................... 7
2.2. Sistem Pengelolaan Pasar............................................................... 92.2.1 Manajemen pasar .............................................................. 92.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar ............................ 112.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya ................................. 15
2.3. Jasa ................................................................................................ 172.3.1 Pengertian Jasa ................................................................... 172.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa ....................................................... 182.3.3 Pemasaran Jasa .................................................................. 192.3.4 Kualitas Jasa ...................................................................... 202.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa .................................... 22
2.4. Persepsi Pelanggan......................................................................... 252.4.1 Tingkat Kepentingan Pelanggan ....................................... 252.4.2 Kepuasan Pelanggan ......................................................... 252.4.3 Nilai Pelanggan ................................................................. 262.4.4 Proses Kepuasan Pelanggan .............................................. 272.4.5 Survei Kepuasan Pelanggan .............................................. 282.4.6 Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan ...... 29
2.5. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 30
III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 333.1. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................... 333.2. Data dan Sumber Data .................................................................... 333.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner ............................................. 333.4. Metode Penarikan Sample dan Jumlah Sample .............................. 353.5. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 373.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 37
3.6.1 Importance and Performance Analysis ............................. 383.6.2 Customer Satisfaction Indeks ............................................ 42
3.7. Rancangan Program ....................................................................... 43
11
3.7.1 Analisis Matriks IFE-EFE ................................................. 443.7.2 Analisis Matriks SWOT .................................................... 483.7.2 Analisis Matriks QSPM .................................................... 49
IV. GAMBARAN UMUM ....................................................................... 52
4.1 Letak dan Kondisi Fisik Wilayah ................................................... 524.2 Administrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan ..................... 534.3 Struktur Perekonomian ................................................................. 534.4 Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor .......................... 54
4.4.1 Pasar Citeureup I ................................................................ 554.4.2 Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I ................................... 564.4.3 Struktur Organisasi Pasar Citeureup I ................................ 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 58
5.1 Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ....................................... 585.2 Karakteristik Responden ............................................................... 595.3 Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang .. 67
5.3.1 Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I 675.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I ..... 705.3.3 Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I ...... 725.3.4 Importance and Performance Matrix ................................... 755.3.5 Customer Satisfaction Index ................................................ 83
5.4 Penyusunan Program ..................................................................... 845.4.1 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal .....................
5.4.1.1 Analisis Lingkungan Internal ................................ 5.4.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal .............................
5.4.2 Tahap Masukan ................................................................. 5.4.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matriks) ... 5.4.2.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks)
5.4.3 Tahap Pencocokan ............................................................ 5.4.3.1 Strategi Strength – Opportunity (S – O) ............... 5.4.3.2 Strategi Weakness – Opportubity (W – O) ........... 5.4.3.3 Strategi Strength – Threath (S – T) ....................... 5.4.4.4 Strategi – Weakness – Threath (W – T).................
5.4.4 Tahap Pengambilan Keputusan ......................................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
858586888991939595969698
100100101
103
12
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Perkembangan pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 ............... 3
2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I..........................................38
3. Matriks External Factor Evaluation ......................................................... 44
4. Matriks Internal Factor Evaluation .......................................................... 46
5. Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Internal .................................... 47
6. Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ................................. 47
7. Matriks Analisis SWOT ........................................................................... 48
8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM ................................ 50
9. Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor............................................54
10. Nilai Korelasi Uji Validitas pernyataan kuesioner ................................... 58
11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I........ 68
12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ............... 71
13. Tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja
pada setiap atribut kualitas jasa ................................................................ 73
14. Urutan Prioritas ........................................................................................ 74
15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa ......... 76
16. Perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa ................. 83
17. Matrix Evaluasi Faktor Internal Pasar Citeureup I ................................... 90
18. Matrix Evaluasi Faktor Eksternal Pasar Citeureup ................................... 91
19. Matriks SWOT Pasar Citeureup I .............................................................. 94
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional ................................. 11
2. Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas jasa............................22
3. Zona Toleransi ......................................................................................... 23
4. Diagram Proses Kepuasan Pelanggan ...................................................... 28
5. Alur Kerangka Pemikiran ........................................................................ 32
6. Diagram Kartesius .................................................................................... 41
7. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I........................................................57
8. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ...................................... 60
9. Frekuensi responden berdasarkan jenis umur .......................................... 60
10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan ......................................... 61
11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan ............................... 61
12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga ......................... 62
13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga .................... 62
14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang ................................... 63
15. Frekuensi rata-rata omzet per hari ............................................................ 64
16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari .................................................. 65
17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan ................................... 65
18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar Citeureup I.. 66
19. Frekuensi responden berdasarkan berdagang selain di Pasar Citeureup I 67
20. Importance and performance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I.......77
21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I...........................................97
14
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bagi pihak Pemerintah Daerah, paradigma pengelolaan Pemerintahan dari
Government menjadi Governance, adalah merupakan paradigma atau cara
pandang baru bagi manajemen/pengelolaan pemerintahan. Paradigma Government
(orientasi kekuasaan masih menguat, partisipasi dan kontrol masyarakat belum
berjalan optimal) beralih pada paradigma Governance, yang mengasumsikan
bahwa dalam masyarakat terdapat banyak kelompok kepentingan yang bersaing
(competing interest groups) dalam proses politik pengelolaan pemerintahan.
Peranan masyarakat semakin besar dan memegang peranan kunci. Oleh karena
itu, pemerintah harus menawarkan saluran-saluran akses kepada masyarakat untuk
berpartisipasi. Untuk terciptanya good governance dan clean governance di era
Costumer Driven government (pemerintahan yang berbasis masyarakat)
pengelolaan manajemen pemerintahan dalam setiap pelaksanaan pembangunan
harus mengacu kepada 9 (sembilan) asas umum penyelenggaraan negara yang
sekarang tertuang pada Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV Bagian kedua
Pasal 20 (ayat 1) yaitu: akuntabilitas, keterbukaan (transparansi), kepastian
hukum, profesionalitas, tertib penyelenggaraan negara, efisiensi, efektivitas,
proporsionalitas, dan asas kepentingan umum.
Sesuai dengan pandangan (Khan;1996) mengenai konsep Governance yang
menekankan kepada 3 (tiga) fungsi pokok yaitu : (1) Kemampuan masyarakat
untuk menyatakan kebutuhannya dan mengakses kebutuhannya secara bebas, (2)
Kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan (politik dan birokrasi) untuk
menterjemahkan kebutuhan rakyat kedalam rencana yang realistis dan
melaksanakannya secara efektif, dan (3) Kemampuan masyarakat dan lembaga-
lembaga pemerintahan untuk menilai kebutuhan dengan rencana dan menilai
rencana dengan pelaksanaannya. Dengan mengacu kepada pandangan paradigma
governance, pemerintah (Pemda) tidak lagi sebagai lokomotif melainkan sebagai
pengarah dan fasilitator.
15
Hal tersebut di atas sejalan dengan salah satu rekomendasi konsep
reinventing government, yaitu steering rather than rowing. Perubahan peranan
pengelola pemerintahan, dari lokomotif (rowing) menjadi pengarah (steering) dan
fasilitator yang idealnya berlangsung secara alamiah. Artinya birokrasi pemerintah
responsif terhadap perubahan lingkungan dan tuntutan pihak yang dilayani. Azas
dan prinsip demokrasi harus tetap dipertahankan karena otonomi daerah tidak
akan berkembang tanpa didahului oleh komitmen terhadap demokrasi dari bangsa
dan pemerintahannya. Implikasinya kesembilan prinsip yang tertuang dalam
Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV bagian kedua pasal 20 (ayat 1)
merupakan aspek yang harus mendapat perhatian. Begitu pun dalam hal-hal
pembangunan sarana dan prasarana umum seperti pasar. Artinya, pemerintah
daerah dalam mengeluarkan kebijakan tetap memperhatikan Undang-Undang
Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004, paragraf 3, pasal 28.
Dalam era globalisasi ini persaingan bisnis menjadi sangat tajam, untuk
memenangkan persaingan, setiap perusahaan dituntut untuk mengenali
pasar/pelanggan sebaik mungkin. Perusahaan yang mampu mengenali pelanggan
akan mempunyai korelasi positif terhadap kinerja penjualannya. Kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi terhadap
ketidaksesuaian atas kinerja maupun pelayanan yang di lakukan oleh perusahaan.
Pasar Citeureup I yang merupakan salah satu pasar tradisional yang memberikan
pelayanan harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya.
Meningkatkan pelayanan pasar akan mempengaruhi terhadap kepuasan pelanggan
Pasar Citeureup I. Kepuasan pelanggan akan dipengaruhi oleh indikator-indikator
seperti kebersihan, kenyamanan, keamanan, dan tersedianya sarana dan prasarana
pasar tradisional yang memadai seperti jalan masuk ke pasar. Artinya bagaimana
mengelola pasar tradisional agar tertata dengan rapi, bersih dan aman serta
peningkatan sistem manajemen pengelolaan pasar.
Penelitian terhadap masalah di atas belum pernah dilakukan, sedangkan
kegunaan dari penelitian sangat diharapkan untuk input terhadap pengelolaan
Pasar Citeureup I. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka akan
dilakukan penelitian dengan melakukan survei pelanggan (pedagang kios,
16
pedagang los, pedagang radius, dan pedagang kaki lima) terhadap kepuasan
pengelolaan Pasar Citeureup I.
1.2. Rumusan Masalah
Pengelolaan pasar tradisional oleh pemerintah daerah khususnya di
Kabupaten Bogor melalui Perusahaan Daerah (PD) Pasar Tohaga, belum
mencerminkan pengelolaan yang profesional. Minimnya fasilitas pelayanan
publik, retribusi yang belum terkelola dengan baik, keadaan jalan untuk masuk ke
dalam pasar (kios dan los) tertutup oleh pedagang kaki lima perlu menjadi
perhatian serius pihak pengelola Pasar Citeureup I. Sebagai gambaran
perkembangan pedagang pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 Jumlah (unit)
No
Jenis Sarana
2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah bangunan
629 627 629 629 627
Buka/aktif 200 200 340 403 408 Tutup 429 429 289 226 219
1
Kios (unit)
% (buka/ aktif)
31,79 31,89 54,05 64,07 65,07
Jumlah bangunan
176 176 176 176 176
Buka/aktif 176 150 100 92 97 Tutup 0 26 76 84 79
2
Los (unit)
% (buka/ aktif)
100 85,23 56,82 52,27 55,11
Jumlah bangunan
120 120 125 190 100
Buka/aktif 110 100 40 185 100 Tutup 10 20 85 5 0
3
Radius (unit)
% (buka/ aktif)
91,67 83,33 32 97,37 100
Jumlah bangunan
200 400 372 475 475
Buka/aktif 180 370 280 375 362 Tutup 20 30 92 100 113
4
Kaki lima (unit)
% (buka/ aktif)
90 92,50 75,27 78,95 76,21
Jumlah bangunan
3 4 6 6 7
Buka/aktif 3 4 6 6 7 Tutup 0 0 0 0 0
5
MCK (unit)
% (buka/ aktif)
100 100 100 100 100
Sumber : Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008
17
Pasar Citeureup I adalah pasar yang terletak di Kecamatan Citeureup
Kabupaten Bogor serta merupakan pasar Kategori A atau kelas I (satu) dengan
luas pasar kurang lebih 13.800 m2. Pasar Citeureup I saat ini terdiri dari 627 unit
kios, 176 unit los dan 475 pedagang kaki lima serta 7 Unit MCK. Kondisi pasar
Citeureup I saat ini sangat memprihatinkan. Terlihat dari kondisi pasar yang tidak
terawat, dan jalan masuk ke pasar tertutup oleh pedagang kaki lima. Hal tersebut
mengakibatkan para pedagang yang berjualan di pasar meninggalkan pasar dan
menelantarkan kios-kios dan los mereka.
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa masih banyak kios maupun los yang
belum digunakan, sementara pedagang kaki lima semakin tumbuh. Saat ini
konsumen yang berkunjung ke Pasar Citeureup I semakin berkurang, hal ini
disebabkan karena kondisi pasar tersebut dari sisi fisik bangunan yang sudah tidak
layak dan memadai, juga dari sisi pelayanan dan pengelolaan pasar yang kurang
memuaskan. Konsumen ketika masuk ke dalam pasar merasa tidak aman dan
tidak nyaman, dengan kondisi pasar yang kotor dan berbau tidak sedap. Masih
banyak kios maupun los yang tutup dikarenakan tempat mereka tertutup oleh
awning dan lapak-lapak PKL, sehingga tidak terlihat oleh pengunjung. Begitupun
pengunjung merasa tidak nyaman untuk berbelanja dengan kondisi jalan-jalan
antar kios maupun los yang sempit akibat dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki
lima yang semakin banyak di Pasar Citeureup I.
Oleh karena itu diperlukan penanganan dan pengelolaan pasar ke arah yang
lebih modern dan memadai. Berkurangnya jumlah pedagang dan menjamurnya
pedagang kaki lima serta tidak terawatnya kondisi kebersihan pasar diikuti oleh
menurunnya pendapatan dari retribusi pasar dan retribusi kebersihan pasar adalah
cerminan kurangnya kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I.
Berpijak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
penelitian adalah:
1. Bagaimana karakteristik pedagang Pasar Citeureup I ?
2. Bagaimana tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar
Citeureup I ?
18
3. Apakah pedagang sudah merasa puas dengan kualitas pengelolaan Pasar
Citeureup I ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I
2. Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan
Pasar Citeureup I
3. Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar
Citeureup I
4. Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I
1.4. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk
menindaklanjuti hasil penelitian ini, dengan mengambil kancah penelitian
yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi Pasar
Citeureup I untuk lebih memperbaiki pengelolaan pasar melalui manajemen
pengelolaan yang lebih terarah dan terpadu.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasar Secara Umum
Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah
melembaga serta tempat bertemunya antara produsen (pedagang) dan konsumen
(pembeli) untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk yang
menurut kelas mutu pelayanan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, dan
menurut pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar
perkulakan/grosir (Yogi, 2000).
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
swasta, koperasi, atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios
atau los, dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan
koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dengan proses jual beli
melalui tawar menawar. Sedangkan pasar modern adalah pasar yang umumnya
dimiliki oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen
dengan cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discount-
discount menarik (Zumrotin, 2002). Pasar modern pada umumnya diisi oleh
retailer (pengecer) besar, baik perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun
nasional. Mereka ini merupakan pesaing yang mulai mengancam keberadaan
pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah modernisasi pasar dengan manajemen
pengelolaan secara modern baik dari sistem pengelolaan maupun kelembagaannya
perlu ditingkatkan untuk mengembangkan perekonomian pedagang kecil serta
memacu pertumbuhan ekonomi daerah (PAD dan APBD).
2.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik
Pengertian infrastruktur ini pada dasarnya mudah dinyatakan namun sulit
untuk didefinisikan, akan tetapi hal ini dapat dilihat dari segi investasi yang
dilakukan yaitu dengan menyediakan pelayanan dasar untuk industri dan rumah
tangga (Martini, 1996), di mana hal tersebut merupakan kunci utama dalam
ekonomi, dan masukan yang krusial untuk kegiatan ekonomi. Saat ini yang
termasuk kegiatan infrastruktur ini adalah sebagai berikut, (Darrin & Mervin,
2001):
20
1. Energi (Power generation dan supply)
2. Transportasi (jalan tol, sistem penerangan rel, jembatan dan terowongan)
3. Air (air limbah, pengelolaan air limbah, dan penyediaan air)
4. Telekomunikasi (telepon)
5. Social infrastructure (rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, pengadilan,
museum, sekolah dan akomodasi yang disediakan pemerintah)
Pasar sebagai public infrastructure dalam hal ini termasuk akomodasi yang
disediakan pemerintah dalam suatu tempat jual beli yang disediakan Pemerintah
Daerah (milik Pemda) tempat pedagang secara teratur dan langsung
diperdagangkan barang dan jasa (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 1992).
2.1.2 Permasalahan Utama Pasar
Permasalahan utama yang timbul di pasar sebagai publik infrastructure
adalah sebagai berikut:
Tata ruang dan lokasi. Masalah timbul dari operasional tata ruang, lokasi,
dan masih tersedianya tempat usaha yang tidak produktif.
Pengelolaan. Masalah lain adalah ketidakmampuan pengelolaan pasar
tradisional dalam menciptakan pasar yang bersih dan aman serta tidak ada usaha
untuk melakukan pcmbinaan kepada para pedagang untuk berpraktek dagang
yang sehat dan jujur, hal ini menyebabkan konsumen enggan berbelanja dipasar
tradisional. Selain itu pasar yang becek, berbau tidak sedap, kerawanan keamanan,
dan praktek dagang yang tidak sehat menimbulkan kekecewaan dan
ketidakpercayaan konsumen sehingga mereka lebih baik meninggalkan pasar
tradisional karena mempunyai resiko yang tinggi (Zumrotin, 2002).
Pola pembangunan dan pendanaan. Yang selama ini dilakukan oleh
pemerintah untuk pengadaan atau penyediaan pasar khususnya pasar tradisional
sebagai salah satu infrastruktur, yaitu dengan melaksanakan pembangunan fisik
pasar yang belum ada wujudnya, dimulai dengan penyediaan lahan sampai
berdirinya bangunan pasar yang dioperasikan (Thamrin, 2000). Keterbatasan dan
tantangan yang dihadapi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai
pengelola pasar tradisional (Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah) saat ini adalah adanya kebijakan regulasi di bidang dunia
21
usaha Nasional yang mulai menitikberatkan pada usaha perekonomian rakyat.
Situasi pasar yang lebih bebas dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap
kualitas dan kuantitas, menghasilkan produk yang lebih tinggi. Kurang dan
terbatasnya modal yang diperlukan perusahaan untuk operasional dan
pemeliharaan perusahaan, dan rendahnya hasil usaha (Laba), mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan dan pengembangan investasi, kurangnya
profesionalisme, transparansi, dan pengawasan dalam manajemen pengelolaan
perusahaan serta banyaknya BUMD yang mengalami kesulitan keuangan
(Subowo, 2002).
Pengembangan penyediaan prasarana yang efisien melalui keterlibatan pihak
swasta tidak lain karena untuk memenuhi keinginan masyarakat, artinya tidak saja
efisien dan ekonomis tetapi juga harus memiliki dimensi sosial. Keterlibatan
swasta dalam sektor prasarana dikarenakan hal berikut ini (Darrin & Mervin,
2001):
1. Keterbatasan Pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, di
satu sisi disebabkan oleh keterbatasan teknologi, daya, dan dana. Sedangkan di
pihak lain kebutuhan dan infrastruktur semakin mendesak
2. Partisipasi pembangunan berdasarkan keinginan masyarakat (Community
driven development) melalui pembagian resiko yang sebelumnya menjadi
tanggung jawab pemerintah, digeser atau didistribusikan kepada pihak swasta
3. Motivasi profit dari pihak swasta akan mendorong organisasi yang dikelola
menjadi lebih efisien, transparan, dan kompetitif
4. Capacity Building
5. Kebijakan pemerintah, diantaranya adalah peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah yang masih berlaku hingga saat
ini adalah undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam rangka melakukan usaha
Perusahaan Daerah mengenai “Bisnis birokrasi” yaitu kebijakan
pengembangan sangat ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pihak yang
mewakili daerah sebagai pemilik Perusahaan Daerah. Pada masa itu direksi
dan mayoritas pegawai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari birokrasi
Pemerintahan Daerah. Sehingga dalam prakteknya pengelolaan mirip dengan
22
pengelolaan lembaga birokrasi. Akibatnya dalam banyak kasus, manajemen
kurang memiliki independensi dan fleksibilitas inovasi usaha guna mencapai
tujuan organisasinya (Subowo, 2002). Pengaturan misi Perusahaan Daerah
secara luas yaitu memberi jasa, menyelenggarakan kepentingan umum, dan
memupuk pendapatan tanpa melihat apakah usaha Perusahaan Daerah tersebut
sesungguhnya merupakan bidang komersial (Public Mission) atau bukan.
Keberadaan Perusahaan Daerah berorientasi ganda yaitu Public Service
orientied dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum dan profit
oriented untuk memupuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi jika
dilihat secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, public mission
dan profit hal tersebut merupakan dua sisi yang sangat sulit untuk disatukan.
Menurut Davey adalah: “Bagaimana Perusahaan Daerah memaksimumkan
keuntungan tanpa mengorbankan layanan terhadap masyarakat, terutama kelas
bawah dan menengah” (Davey. 1983).
2.2 Sistem Pengelolaan Pasar
2.2.1 Manajemen Pasar
Pengertian umum manajemen adalah pendayagunaan sumber daya manusia
dengan cara yang paling baik agar dapat mencapai rencana-rencana dan sasaran
perusahaan (Madura, 2001). Manajemen berasal dari to manage yang mempunyai
arti mengatur. Jadi pada hakikatnya berarti manajemen merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk dapat mengatur kegiatan yang
berlangsung maka harus ada unsur-unsur manajemen yang menunjang proses
kegiatan tersebut yaitu: manusia, uang, metode, material, mesin dan pasar.
Keenam unsur tersebut perlu diatur agar lebih berdaya guna, berhasil guna,
terintegrasi, dan terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Hasibuan,
1996).
Pengaturan yang berlangsung tidak dapat dilakukan oleh semua orang yang
terlibat dalam kegiatan tersebut, tetapi oleh satu orang yang di tunjuk menjadi
pemimpin (Rivai, 2003). Pemimpin tersebut memiliki wewenang kepemimpinan
melalui instruksi atau persuasi sehingga keenam unsur yang ada serta semua
proses manajemen tertuju dan terarah pada tujuan yang diinginkan.
23
Proses tujuan mempunyai urutan fungsi-fungsi manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Kesemua wujud
pengaturan di tampung dalam suatu organisasi yang disebut wadah atau alat. Pada
dasarnya manajemen hanya dapat dilakukan dalam suatu organisasi. Dalam suatu
organisasi atau wadah inilah tempat kerja sama, proses manajemen, pembagian
kerja, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Pada dasarnya manajemen sudah ada sejak adanya pembagian kerja,
tugas, tanggung jawab, dan kerja sama formal bagi sekelompok orang untuk
mencapai tujuannya. Manajemen ada karena pemimpin mampu mengatur
bawahannya untuk mencapai tujuan bersama (Hasibuan, 1996).
Manajemen pasar merupakan proses pengaturan kegiatan perdagangan yang
berlangsung di pasar dengan sumber daya meliputi pedagang, tempat usaha dan
pengorganisasiannya. Serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam fungsi-fungsi
manajemen pasar merupakan sebuah proses manajemen. Untuk melaksanakan
manajemen tersebut maka diperlukan adanya manajer, yang dalam pelaksanaan
tugas kegiatan serta kepemimpinannya harus melakukan tahap-tahap seperti di
bawah ini:
1. Perencanaan, adalah suatu proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan
dengan memilih alternatif yang terbaik dan beberapa perencanaan yang ada.
2. Pengorganisasian, adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan
pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai
tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitasnya masing-masing,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan wewenang secara
relatif untuk kemudian didelegasikan kepada setiap individu yang melakukan
aktivitas-aktivitas tersebut.
3. Pengarahan, adalah mengarahkan semua bawahan agar mau bekerja sama
secara aktif untuk mencapai tujuan. Tujuan dan pengarahan untuk membuat
semua anggota kelompok mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas untuk
mencapai tujuan dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.
4. Pengendalian, adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu
perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Tujuan
24
untuk mengukur dan memperbaiki kinerja bawahan, apakah sudah sesuai
dengan rencana sebelumnya atau tidak.
Dengan menjalankan fungsi manajemen di atas, maka diperlukan suatu
organisasi yang menjadi wadah serta pedoman pelaku kegiatan dalam
menjalankan perannya sesuai dengan tingkatan yang ada.
2.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar
Agustiar (1996) mengajukan suatu model altenatif yang mampu
mengembangkan pasar tradisional melalui pola penataan dan mekanisme
hubungan antara para pelaku pasar. Pola hubungan itu digambarkan seperti pada
Gambar 1.
Sumber: Agustiar (1996)
Gambar 1. Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional
Bentuk hubungannya yaitu: hubungan Pedagang - Pembeli (AB), Pedagang -
Pemerintah (AC), Pembeli - Pemerintah (CB) dan hubungan ketiganya (ABC).
1. Penataan hubungan Pemerintah dengan Pedagang (AC)
Dua pelaku utama dalam pasar adalah pedagang pasar tradisional sebagai
pelaku operasional dan Pemerintah sebagai pelindung, pembina dan pengelola
pasar, dalam hubungan ini yang perlu diperhatikan adalah:
25
a. Ukuran Ruang Toko: Memang sering terdapat keluhan dari pihak pedagang
tentang ukuran kios yang sempit dan kecil sehingga menyulitkan pedagang
untuk menata dan menyimpan barang mereka, perlu dilakukan dua
pendekatan yaitu:
1). Menentukan ukuran standar ruang toko yang layak untuk pedagang
sesuai dengan jenis komoditi yang diperdagangkan
2). Memberikan informasi tentang tata letak dan tata ruang kepada para
pedagang agar ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan seefisien
mungkin
b. Retribusi dan pajak: Hampir semua pasar memiliki berbagai macam
retribusi seperti: retribusi sampah, retribusi kebersihan, retribusi kebakaran,
retribusi air, retribusi pengelolaan dan pajak penghasilan. Retribusi
memang penetapannya masih ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah
dan diberlakukan kepada para pedagang. Untuk menghindari adanya
retribusi yang terlalu tinggi perlu dilakukan studi keinginan para pedagang
untuk membayar.
c. Status kepemilikan kios: Status dan cara kepemilikan kios dan los perlu
dipertegas, mengingat para pedagang di pasar tradisional umumnya sangat
peka terhadap perubahan, pola mobilitas pedagang kecil cukup besar,
misalnya karena peluang-peluang yang cukup menjanjikan di luar sektor
perdagangan. Karena itu bentuk sewa dan kontrak jangka panjang
dihindari
d. Penempatan pedagang kaki lima (PKL) yang menutup jalan masuk pasar
bahkan banyak jalan besar yang tadinya jalan masuk ke pasar tertutup oleh
pedagang kaki lima sehingga para konsumen tidak bisa masuk ke pasar
apalagi membawa kendaraan dan pada akhirnya konsumen banyak yang
enggan masuk untuk belanja ke kios. Hal tersebut perlu ketegasan aturan
hukum dari pihak pemerintah
2. Penataan hubungan Pedagang dan Pembeli (AB)
a. Harga Jual : Umumnya barang yang di tawarkan di pasar tradisional tidak
memperlihatkan harga jual seperti apa yang diberlakukan pada
supermarket, oleh karena posisi tawar menawar antara penjual dan pembeli
26
akan sangat menentukan berapa harga riil yang terjadi, mekanisme tawar
menawar barang seperti salah satu keunggulan pasar tradisional. Perlunya
pembeli mengetahui informasi harga yang berlaku, harga jual dalam
transaksi harus dapat dipertahankan dengan sistem tawar menawar.
b. Alat timbangan : Alat berdagang yang dipergunakan di pasar tradisional
seperti timbangan yang dipergunakan sebagai pengukur berat masih sangat
sederhana, sehingga akurasi ukurannya pun masih diragukan. Oleh karena
itu sistem standarisasi ukuran yang masih belum terawasi dengan baik
sangat merugikan pembeli, untuk itu perlu dilakukan pengontrolan oleh
pemerintah atau Asosiasi Pedagang agar pembeli bisa merasa puas dengan
hasil barang yang dibelinya.
c. Kualitas barang dagangan : Beberapa komoditi barang yang dijual seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan yang diperdagangkan lebih segar, karena
langsung berasal dan petani (produsen). Namun kesegaran barang tersebut
relatif terbatas akibat tidak tersedianya alat pendingin, sehingga sebagian
barang yang tidak terjual akan menjadi cepat rusak dan busuk. Oleh karena
itu salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah penyediaan alat
pendingin yang memadai dan dikelola secara bersama.
3. Penataan hubungan Pemerintah dan Pembeli (CB)
a. Bentuk pungutan masuk ke Pasar : Ada pasar-pasar tertentu yang biasanya
membebankan pungutan informal kepada pembeli pada saat masuk dan
keluar dari pasar. Seperti keterpaksaan pembeli untuk membayar
pengamen dan sumbangan dana sosial yang cenderung memaksa. Di
beberapa kota diperlukan kebijakan Gate System yang mewajibkan semua
pemakai kendaraan bermotor untuk membayar sejumlah uang ketika
mereka masuk ke suatu kompleks pertokoan. Hal ini justru memberikan
respons yang negatif dari masyarakat, bahkan pedagang yang mengeluh
karena jumlah pembeli menjadi berkurang.
b. Perlindungan harga : Walaupun prinsip tawar menawar dikembangkan di
pasar tradisional, namun pada saat tertentu seperti pada saat hari raya
lebaran atau natal harga dinaikkan secara drastis oleh para pedagang. Pada
saat inilah peran pemerintah diperlukan untuk mengontrol kenaikan harga
27
yang disesuaikan terhadap daya beli konsumen (pembeli) terutama untuk
pemenuhan kebutuhan 9 (sembilan) bahan pokok.
4. Penataan hubungan Pemerintah, Pedagang dengan Pembeli (ABC)
a. Kebersihan pasar : Kebersihan pasar merupakan persoalan pokok yang
dihadapi oleh semua pelaku pasar. Umumnya pasar yang ada sekarang
dalam kondisi kotor, becek, bau, dan sumpek, hal ini erat kaitannya
dengan tata ruang yang ada. Pasar tradisional bersifat terbuka dan sangat
sensitif terhadap hujan. Jika terjadi hujan maka kondisinya menjadi
semakin becek dan menimbulkan banjir kecil di sekitar pasar. Maka untuk
mengatasi hal tersebut yang perlu diperhatikan adalah: 1. Usahakan pasar
dalam bentuk beratap. 2. Sistem drainase (sistem pengairan) dan
pengelolaannya harus diserahkan kepada lembaga tersendiri yang dibayar
oleh para pedagang.
b. Jalan antar kios dan los/bangsal : Untuk menghindari los/bangsal kosong
pada bangunan pasar maka jalan antar los/bangsal harus sama besarnya
dengan jalan yang melingkari pada bangunan pasar. Jika jalan lingkar
pasar sebesar 3-4 meter, maka jalan-jalan di dalam pasar yang
menghubungkan los/bangsal satu dengan lainnya juga harus sebesar 3-4
meter pula. Keadaan ini sangat menguntungkan konsumen dan pedagang
pasar karena mereka akan lebih leluasa (tidak berhimpit himpitan
memasuki los/bangsal yang berada di dalam dan relatif gelap), hal ini
penting karena letak los/bangsal yang berada di tengah sering kosong
pengunjung, akibatnya pembeli merasa enggan ke kawasan yang relatif
gelap dan pengap.
c. Keamanan pasar : Semua pelaku pasar merasakan bahwa salah satu
kendala berbelanja di pasar tradisional adalah faktor keamanan yang tidak
terjamin. Pihak keamanan haruslah dapat menciptakan rasa aman bagi
pedagang dan konsumen dari resiko pencurian, perkelahian dan kebakaran.
2.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya
Kegiatan perdagangan di pasar merupakan kegiatan perdagangan yang
dilakukan oleh pedagang-pedagang kecil, pedagang ini pasti tidak mempunyai
28
kemampuan untuk membentuk pranata-pranata ekonomi yang efisien, mereka
adalah pengusaha tanpa perusahaan.
Kegiatan perdagangan di pasar merupakan suatu kegiatan ekonomi pasar
(Bazar Type) seperti yang di gambarkan oleh Geertz (1969), yaitu suatu
perekonomian di mana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi-
transaksi orang ke orang yang masing-masing tak ada hubungannya, yang mana
jumlahnya sangat besar, sangat berbeda dengan ekonomi barat yang berpusatkan
firma (Firm Type), di mana perdagangan dan industri dilakukan melalui
serangkaian pranata sosial yang tidak bersifat pribadi, yang mengorganisasikan
berbagai pekerjaan yang bertalian dengan tujuan-tujuan produksi dan distribusi
tertentu, maka ekonomi sejenis ini adalah berdasarkan pada kegiatan yang
independen dan pedagang terpacu untuk bersaing secara sehat, yang hubungan
satu dengan lainnya dilakukan dengan pertukaran Ad Hock yang sangat besar
jumlahnya (Nas, 1986).
Kegiatan ekonomi di pasar tradisional, fungsinya diatur oleh adat kebiasaan
dagang yang tradisional dan terus menerus digunakan selama ini, sedangkan
ekonomi Firma Type merupakan penciptaan pranata-pranata produksi atau
distribusi menyerupai firma seperti adanya toko-toko kecil.
Pedagang yang menempati kios dianggap telah masuk ke sektor formal
karena telah menjadi pedagang tetap di pasar. Pedagang tetap ini merupakan
kelompok pedagang yang telah mapan di kota, berusaha mengorganisasikan
kegiatan mereka secara lebih sistematis dengan modal usaha yang besar seperti
yang dahulu pernah dilakukan oleh orang tua mereka. Sedangkan pedagang yang
tidak menempati los/bangsal menjadi sektor informal atau yang lebih terkenal
dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pedagang pengecer, hanya menggunakan
jalan masuk dan wilayah sekitar pasar sebagai tempat menggelar dagangannya.
Jenis kegiatan usahanya cenderung berkelompok sesuai dengan ciri-ciri khas
daerah atau suku bangsa mereka. Barang dagangan diperoleh dari juragan atau
tokoh yang menjadi fatron bagi pedagang kaki lima sekaligus menyewakan
peralatan jualan berupa gerobak ataupun meja gelaran.
Sejalan dengan perkembangan waktu, baik di desa maupun di kota timbul
keinginan masyarakat untuk berbelanja berdasarkan tradisi masyarakat untuk
29
menggunakan alat tukar yang sah, sehingga timbullah beberapa jenis pasar
tradisional yang pada umumnya dikelola oleh pedagang kecil dan menengah.
Pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional
perlu ditingkatkan antara lain melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat
memenuhi permintaan masyarakat yang usahanya dikelola secara maju dan
modern. Untuk itu tiba saatnya membenahi ekonomi pedesaan maupun perkotaan
melalui peningkatan pengelolaan pasar tradisional yang maju dan kegiatannya
digerakkan oleh pedagang kecil dan menengah.
Kondisi pasar tradisional sekarang dapat terlihat dalam perpasaran dewasa
ini, di mana sering timbul dikotomi pasar modern dan pasar tradisional. Pasar
modern sering dianggap sebagai penyebab tersingkirnya pasar tradisional,
sementara lingkungan strategis perpasaran berubah dengan pesat. Perubahan ini
meliputi beberapa aspek antara lain kependudukan, pemukiman,
pertumbuhan/perkembangan ekonomi, perkembangan IPTEK, RUTR/RTRW dan
perkembangan kebijakan pemerintahan secara global, regional, nasional maupun
karena proses otonomi daerah.
Pasar tradisional mengingat peranannya yang sangat strategis, selain akan
menciptakan lapangan kerja juga akan menumbuhkan dunia usaha dan
kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai
keterkaitan dengan sektor industri dan jasa lainnya. Dalam kegiatan inilah proses
membangun pasar tradisional perlu dilakukan, pembinaan dan penataan melalui
uluran tangan pemerintah secara menyeluruh dan terus menerus (sustainability)
dilakukan. Dengan demikian, diharapkan karena peranannya, maka pasar
tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar,
efektif, efisien dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional
yang kokoh. (Yogi, 2000).
2.3. Jasa
Pengertian jasa yang baik perlu di dukung dengan pengertian jasa itu sendiri.
Aspek-aspek yang menciptakan jasa serta strategi yang di perhatikan oleh para
penyedia jasa itu sendiri. Elemen-elemen apa saja yang mengisi sistem dan jasa
tersebut. Hal ini akan di uraikan sebagai berikut :
30
2.3.1 Pengertian Jasa
Sejumlah ahli bidang jasa telah berusaha untuk merumuskan definisi jasa
yang konklusif, namun hingga saat ini belum ada satu pun definisi yang di terima
secara bulat. Keberagaman definisi tentang jasa tersebut dapat di lihat dalam
definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli, di bawah ini:
a. Kotler (1997) merumuskan tentang jasa sebagai berikut “Setiap tindakan atau
unjuk kerja yang di tawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara
prinsip ketidaknyataan (intangible) dan tidak menyebabkan perpindahan
kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada
suatu produk fisik.
b. Menurut Lovelock dan Wright (2005) Jasa adalah :
1. Tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya.
Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada
dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-
faktor produksi.
2. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat
bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan
yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama
penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang diperoleh pelanggan dari
kinerja jasa atau pengguna barang fisik.
c. Mudrick, dkk (1990). Mendefinisikan jasa dari sisi penjualan dan konsumsi
secara kontras dengan barang. “Barang adalah suatu obyek yang tangible yang
dapat di ciptakan dan di jual atau dapat di gunakan setelah jangka waktu
tertentu. Jasa adalah intangible (Seperti kenyamanan hiburan, kecepatan,
kesenangan dan kesetiaan dan perishable (jasa tidak mungkin di simpan
sebagai persediaan yang siap di jual atau di konsumsi pada saat di butuhkan).
Jasa dapat di ciptakan dan dikomsumsi secara simultan.
Definisi jasa dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian kinerja atau
tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti, 2003).
Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu
mengelola ketiga aspek berikut :
1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
31
2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji
tersebut.
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.
2.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (1997) jasa memiliki empat ciri utama yaitu:
1. Ketidaknyataan (intangibility)
Jasa adalah tidak nyata, tidak dapat dilihat, di rasakan, di raba, di dengar atau
di cium sebelum produknya di konsumsi. Untuk mengurangi ketidakpastian
pembeli akan mencari tanda/bukti dari mutu jasa tersebut dari tempat orang,
peralatan, bahan komunikasi, bahan simbol-simbol dan harga yang mereka
lihat.
2. Keadaan tidak dapat terpisahkan (inseparability)
Jasa-jasa umumnya di produksi secara khusus dan di konsumsi pada waktu
bersamaan. Jika jasa di berikan oleh seseorang maka orang tersebut baik
penyedia, maupun konsumen akan mempengaruhi jasa tersebut.
3. Keragaman (variability)
Jasa-jasa yang sangat beragam karena tergantung kepada siapa yang
menyediakan jasa dan kapan serta di mana jasa tersebut di sediakan. Di sini
pembeli jasa akan berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali
membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4. Keadaan tidak tahan lama (perishability)
Keadaan tidak tahan lama dan jasa-jasa bukanlah suatu masalah jika
permintaannya adalah stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan
pelayanan sebelumnya. Jika permintaan terhadapnya adalah berfluktuasi,
maka perusahaan jasa menghadapi masalah yang sulit.
2.3.3 Pemasaran Jasa
Produk jasa merupaka kinerja yang tidak berwujud, meskipun jasa sering
melibatkan elemen yang berwujud namun kinerja jasa merupakan elemen tidak
berwujud (intangible) sehingga manfaat jasa berasal dari sifat penyampaiannya
32
(Lovelock, 2005). Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai
tingkat kualitas pelayanan tertentu. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan
pelanggan sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan
(Rangkuti, 2003).
Definisi pemasaran jasa dapat disimpulkan sebagai bagian dari sistem jasa
keseluruhan dimana perusahaan tersebut memiliki semua bentuk kontak dengan
pelanggannya, mulai dari pengiklanan hingga penagihan. Hal ini mencakup
kontak yang dilakukan pada saat penyerahan jasa (Lovelock, 2005).
Menurut Rangkuti (2003) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan
dalam konsep manajemen jasa pelayanan, antara lain:
1. Merumuskan strategi pelayanan
Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang
dijanjikan kepada pelanggan. Perumusan strategi pelayanan dilakukan dengan
merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa pelanggan perusahaan, dan
apa yang bernilai bagi pelanggan.
2. Menkomunikasikan kualitas kepada pelanggan
Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan membantu pelanggan agar
tidak salah menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya.
3. Penetapan standar kualitas dengan jelas
Penetapan standar kualitas dengan jelas dapat membantu setiap orang
mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai.
4. Menetapkan sistem pelayanan efektif
Menghadapi pelanggan tidaklah cukup hanya dengan senyuman dan sikap
ramah, tetapi perlu suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur untuk
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat.
5. Karyawan berorientasi kepada kualitas pelayanan
Setiap karyawan yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui dengan
jelas standar kualitas pelayanan.
6. Survei kepuasan dan kebutuhan pelanggan
33
Pihak yang menentukan kualitas jasa pelayanan adalah pelanggan. Perusahaan
perlu mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan dan kebutuhan
pelanggan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan.
2.3.4 Kualitas Jasa
Menurut Rangkuti (2003) kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu
jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected
service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para
pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan.
Sedangkan bila sebaliknya jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang
diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa
itu lagi. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa
jasa ini memadai (Lovelock, 2005).
Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan
terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima.
Kesenjangan jasa didefenisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan
pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan
(Lovelock, 2005).
Menurut Zeithaml et al dalam Rangkuti (2003), ada lima kesenjangan (gap)
yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan, yaitu :
1. Kesenjangan tingkat kepentingan pelanggan dan persepsi manajemen
Pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami
secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya
manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya didesain dan
jasa pendukung apa saja yang diinginkan oleh pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan
pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan
oleh pelanggan, tetapi pihak manajemen tidak menyusun standar kinerja yang
jelas.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
34
Hal ini dapat terjadi apabila karyawan kurang terlatih (belum menguasai
tugasnya), beban kerja karyawan yang terlalu berat, dan ketidak mampuan
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal
Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan
pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh
perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi,
yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa
perusahaan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan
cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas
jasa tersebut. Ada lima dimensi yang di gunakan dalam menentukan kualitas
pelayanan yaitu:
2.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Salah satu cara agar penjualan jasa perusahaaan lebih unggul dibandingkan
para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan
bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan
pelanggan dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh.
Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Setelah
menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang
mereka harapkan. Dalam merumuskan strategi dan program pelayanan,
perusahaan harus beriorientasi pada kepentingan pelanggan dengan
memperhatikan komponen kualitas pelayanan (Rangkuti, 2003).
Pelanggan menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah
menggunakan jasa dan informasi untuk memperbaharui persepsi mereka tentang
kualitas jasa, tetapi sikap terhadap kualitas tidak bergantung pada pengalaman.
Orang sering mendasarkan penilaian tentang kualitas jasa yang belum pernah
mereka pakai pada informasi dari mulut atau iklan perusahaan. Namun pelanggan
harus benar-benar menggunakan jasa untuk mengetahui apakah mereka puas atau
35
tidak dengan hasilnya (Lovelock, 2005). Gambar 2 menunjukkan hubungan antara
harapan, kepuasan pelanggan, dan kualitas jasa.
Ukuran-ukuran kualitas jasa
Keunggulan jasa yang dipahami atau dipersepsikan
Memadainya jasa yang dipahami
Jasa diharapkan
Jasa diinginkan
Jasa memadai
Jasa yang dipahami
Jasa yang diperkirakan
Kepuasan
Sumber: Lovelock et al (2005)
Gambar 2. Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas Jasa yang
dipersepsikan
Harapan pelanggan terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang
diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, dan zona toleransi yang
berkisar antara tingkat-tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Menurut
Lovelock (2005) jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang
diharapkan pelanggan akan mereka terima. Sedangkan tingkat harapan yang lebih
rendah disebut jasa yang memadai (adequate service) yaitu tingkat jasa minimun
yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. Selain itu terdapat elemen
harapan pelanggan yang lain dipandang dari sudut produsen yaitu jasa yang
diperkirakan (predicted service) adalah tingkat jasa yang sesungguhnya
diharapkan untuk diterima pelanggan dari penyedia jasa selama pertemuan jasa
tertentu (Lovelock, 2005). Diantara tingkat jasa yang diinginkan (desired service)
dan jasa yang memadai (adequate service) terdapat zona toleransi (zone of
tolerance). Hubungan ini diilustrasikan oleh Gambar 3.
36
Desire Service
Adequate Service
Zone Of Tolerance
Sumber: Lovelock et al (2005)
Gambar 3. Zona Toleransi
Menurut Lovelock (2005) pelanggan menggunakan lima dimensi kualitas untuk
menilai kualitas jasa :
1. Reliability (Keandalan)
Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang
dijanjikan.
2. Responsiveness (Cepat tanggap)
Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan
cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
3. Assurance (Jaminan)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya
diri.
4. Emphaty (Empati)
Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen
dan mengerti kebutuhan konsumen.
5. Tangible (Keberwujudan)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi.
Kriteria yang di gunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi kualitas jasa yaitu:
1. Credibility (kredibilitas) perusahaan dan pegawainya jujur dan dapat di
percaya sebagai penyedia jasa.
2. Security (keamanan), jasa yang di berikan bebas dari bahaya, resiko dan
kerugian. Access (akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat
tanpa perlu banyak menunggu.
3. Communication (komunikasi), menjelaskan dalam bahasa yang dapat
dimengerti oleh konsumen.
4. Understanding The Custoumer (memahami konsumen), berusaha memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Tangibles (nyata), penampilan dan fasilitas fisik, perlengkapan dan pegawai
6. Reliability (keandalan) kemampuan memberikan jasa secara konsisten dan
tepat.
37
7. Responsiveness (responsif), kemampuan untuk menolong konsumen dan
penyediaan jasa dengan tepat.
8. Competence (kompetensi), para pegawai memiliki kemampuan dan keahlian
serta pengetahuan yang di perlukan.
9. Courtesy (kesopanan), pegawai harus ramah, terhormat, perhatian dan
bersahabat.
10. Access (Akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat tanpa perlu
banyak menunggu.
2.4. Persepsi Pelanggan
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses memperhatikan dan menyeleksi,
mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan peraba). Meskipun demikian,
makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu
individu yang bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
persepsi pelanggan adalah harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan.
Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat
kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan, dan nilai pelanggan (Rangkuti,
2003).
2.4.1. Tingkat Kepentingan Pelanggan
Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan
sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar
acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Menurut
Lovelock (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan,
yaitu :
1. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima
pelanggan tanpa merasa tidak puas.
2. Desire service adalah tingkat kualitas jasa yang diidam-idamkan, yang
diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan.
38
Diantara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu
rentang dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan
(Lovelock, 2005).
2.4.2. Kepuasan Pelanggan
Irawan (2007) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi
pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Pelanggan
tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum
terpenuhi dan sebaliknya pelanggan akan puas apabila persepsinya sama atau
lebih dari yang diharapkan. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi
kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, kualitas pelayanan
(service quality) dan faktor-faktor yang bersifat situasional (emotional factor).
Menurut Kotler (2005), kepuasan didefenisikan sebagai perasaan senang
atau kecewaa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-
harapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan pelanggan tidak puas, jika
kinerja memenuhi harapan pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan
pelanggan sangat puas. Sedangkan menurut Lovelock (2005), kepuasan pelanggan
adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa
kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau
kesenangan.
2.4.3. Nilai Pelanggan
Drucker dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa tugas pertama sebuah
perusahaan adalah menciptakan pelanggan. Nilai yang diterima pelanggan
(Customer Delivered Value) adalah selisih antara total customer value atau jumlah
nilai bagi pelanggan dan total customer cost atau biaya total pelanggan. Total
customer value adalah kumpulan mamfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan
dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan
yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan
menggunakan produk jasa tersebut.
39
Menciptakan nilai untuk pelanggan berkaitan dengan konsep 8 P (Lovelock,
2005), yaitu :
1. Tempat dan waktu (place and time), keputusan manajemen tentang kapan, di
mana, dan bagaimana menyampaikan jasa tersebut kepada pelanggan.
2. Proses (process), metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu,
yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan
yang telah ditetapkan.
3. Produktivitas (productivity), seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi
output yang menambah nilai bagi pelanggan.
4. Produk (product), semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi
pelanggan.
5. Orang (people), karyawan (dan kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat
dalam proses produksi.
6. Promosi dan edukasi (promotion and education), semua aktivitas dan alat
yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun prefensi
pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu.
7. Bukti fisik (phisical evidence), petunjuk visual atau berwujud lainnya yang
memberi bukti atas kualitas jasa.
8. Harga dan biaya jasa lainnya (price and others cost service), pengeluaran
uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkomsumsi
jasa.
Menurut Rangkuti (2003) nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara
menyeluruh manfaat suatu produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas
apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk
tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk. Selain
uang, pelanggan mengeluarkan waktu dan tenaga guna mendapatkan suatu
produk.
2.4.4. Proses Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan
pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi
pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa
40
tersebut. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas
pelayanan yang terdiri dari lima dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan
ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan
pelayanan yang diharapkan (expected service).
Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayan yang
diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada
adequate service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan
dapat merasakan sangat puas, atau sebaliknya, sangat kecewa (Rangkuti 2003).
Persepsi Pelanggan
Perceived Service
Desired Service
Adequate Services
Pelanggan sangat puas
Pelanggan sangat tidak puas
Harapan Pelanggan
Sumber: Rangkuti, 2003
Gambar 4. Diagram Proses Kepuasan Pelanggan
2.4.5. Survei Kepuasan Pelanggan
Survei kepuasan pelanggan merupakan salah satu cara untuk mengetahui
nilai-nilai yang terdapat dalam diri pelanggan (customer values). Survei kepuasan
pelanggan perlu dilakukan oleh suatu perusahaan agar perusahaan memperoleh
umpan balik (feed back) dari pelanggan sehingga tercapai komunikasi dua arah
(two ways traffic communication) antara kedua belah pihak.
Menurut Berry dalam Lovelock (2005) agar survei yang berkelanjutan
seharusnya dilakukan dengan menggunakan portfolio teknik riset yang
membentuk sistem informasi kualitas jasa (service quality information system)
suatu perusahaan. Pendekatan yang memungkinkan mencakup :
1. Survei transaksi (transactional survey), didesain untuk mengukur kepuasan
dan persepsi pelanggan tentang pengalaman jasa pada saat masih segar dalam
ingatan pelanggan tersebut.
41
2. Survei pasar menyeluruh (total market survey), mengukur penilaian total
pelanggan terhadap kualitas jasa.
3. Belanja misterius, orang yang disewa perusahaan untuk bertindak sebagai
pelanggan biasa.
4. Survei pelanggan yang baru, berkurang, dan sebelumnya, bertanya kepada
pelanggan sebelumnya mengapa mereka berpindah dapat sangat membantu –
kalau informasinya menenangkan hati – untuk melihat bidang – bidang di
mana kekurangan kualitas jasa suatu perusahaan.
5. Wawancara kelompok fokus (focus group interview), dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada sekelompok wakil pelanggan tentang masalah
atau topik khusus.
6. Laporan lapangan karyawan, merupakan metode sistematis untuk mengetahui
apa yang dipelajari karyawan dari interaksi mereka dengan pelanggan dan dari
pengamatan langsung mereka terhadap perilaku pelanggan.
Salah satu tujuan penting dari survei kepuasan pelanggan adalah untuk membuat
produk atau jasa yang ditawarkan dapat memberikan keuntungan yang optimal
kepada pelanggan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang
bersangkutan sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang
mampu menciptakan nilai superior kepada pelanggan.
2.4.6. Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan
Supranto (2001) menyatakan bahwa pengukuran tingkat kepuasan erat
hubungannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Pengukuran aspek mutu
bermanfaat bagi pimpinan bisnis, antara lain :
1. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis.
2. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan
perbaikan secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama untuk
hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan.
3. Menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan
(improvement).
Menurut Gerson (2004), ada lima manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan
pelanggan, sebagai berikut :
42
1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang
kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.
2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan menuju mutu yang
semakin baik dan kepuasan pelanggan meningkat.
3. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila
pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang
memberikan pelayanan.
4. Pengukuran memberitahukan anda apa yang harus dilakukan untuk
memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus
melakukannya.
5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitas yang lebih tinggi.
2.5. Kerangka Pemikiran
Semangat kewirausahaan pada era Global ini tidak hanya di dominasi oleh
sektor privat saja, sektor publik pun perlu segera menerapkannya, betapa tidak,
dengan munculnya dan berkembangnya sektor privat yang mampu memberikan
public service maupun public good yang lebih baik kepada masyarakat maka
secara langsung maupun tidak langsung birokrasi pemerintahan mempunyai
kompetitor (Krisna: 2003).
Pengelolaan pasar adalah menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai
pelayanan sektor publik terhadap masyarakat karena dengan meningkatkan
pelayanan dan pengelolaan Pasar Citeureup I akan meningkatkan pula retribusi
pasar, maupun retribusi kebersihan pasar. Sebaliknya jika pengelolaan dan
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kurang efektif dan kurang
efisien sementara pihak yang dilayaninya terus dituntut untuk memenuhi
kewajiban dengan jalan membayar berbagai jenis retribusi, sementara di sisi lain
hak-hak mereka kurang dipenuhi, pada akhirnya akan timbul ketidakpuasan dari
para konsumen/pelanggan pasar, maka semakin lama akan meninggalkan pasar
tradisional karena ketika mereka masuk ke pasar sudah di pungut berbagai biaya,
43
sementara kenyamanan serta pelayanan terhadap sarana dan prasarana tidak
dirasakan sesuai dengan keinginan para pelanggan.
Pengelolaan pasar tradisional sebagai indikatornya adalah : (1) Sistem
manjemen pengelolaan keuangan, (2) Sistem pengelolaan sampah, (3) Sistem
sarana dan parasarana, (4) Pengelolaan dan rasa aman, (5) pengelolaan dan
proteksi harga, dan (6) kepastian hukum. Jika semua telah terpenuhi maka tidak
menutup kemungkinan konsumen/pelanggan pasar yang tadinya sudah
meninggalkan pasar tradisional akan kembali lagi.
Dalam persaingan yang semakin tajam diantara perusahaan saat ini, maka
kepuasan pelanggan menjadi prioritas dimana tingkat kepentingan dan harapan
pelanggan serta pelaksanaan atau kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah
sesuai. Perusahaan harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para
pelanggan, agar mereka merasa puas.
Meningkatnya pengelolaan pasar dan pengelolaan kebersihan pasar akan
meningkatkan retribusi pasar dan retribusi kebersihan, meningkatnya kedua
retribusi tersebut kalau pengelolaan pasar sudah berjalan dengan efektif dan
efisien sehingga konsumen akan menyukai berbelanja di pasar tradisional. Selain
itu pula pihak pemerintah harus mampu meningkatkan pengelolaan pasar dengan
menciptakan rasa aman, nyaman terhadap para konsumen yang berbelanja di pasar
tradisional.
Dengan meningkatkan pengelolaan pasar, nantinya akan berdampak kepada
sejauh mana tingkat kepuasan, terutama tingkat kepuasan pedagang di lingkungan
pasar. Selanjutnya akan dianalisis dan hasilnya akan dijadikan sebagai dasar
dalam penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I untuk pengelolaan
pasar yang lebih baik kedepan. Alur kerangka pemikiran yang telah diuraikan di
atas dapat dilihat pada Gambar 5.
44
Gambar 5: Alur Kerangka Pemikiran
Pasar Citeureup I
Visi & Misi
Pengelolaan Pasar
Kinerja
Kualitas Produk Kualitas jasa
Tanggapan pedagang
IPA dan CSI
Tingkat Kepentingan Tingkat kepuasan
Kepuasan pedagang
Analisis SWOT
Pemerintah Daerah
Rancangan Program
45
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian
Kajian dilakukan di Pasar Citeureup I yang beralamat di Jalan Mayor Oking
Jaya Atmaja, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, yang
dipilih secara sengaja. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (dari
bulan Mei sampai Juli 2008).
3.2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer bersumber dari pedagang Pasar Citeureup I, Direksi PD Pasar Tohaga
Kab.Bogor dan pegawai Unit Pasar Citeureup I selaku penentu kebijakan. Data
sekunder diperoleh dari sumber berupa studi literatur dan data-data lain yang
berkaitan, seperti buku, literatur, internet dan surat kabar. Selain itu dilakukan
observasi kelapangan secara langsung.
3.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner
Kuesioner dibuat setelah didapatkan kerangka dari konsep penelitian yang
akan diukur. Kuesioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah
tertulis dan tersusun rapi. Isi kuesioner secara umum meliputi data karakteristik
responden, tingkat kepentingan responden terhadap kualitas pengelolaan,
permasalahan atau keluhan yang dihadapi pedagang, serta evaluasi tingkat
kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.
Sebelum kuesioner disebarkan kepada pedagang, kuesioner yang telah
disusun terlebih dahulu diuji dengan menggunakan sampel beberapa orang
responden. Pengujian kelayakan kuesioner dilakukan dengan uji coba kuesioner
kepada tiga puluh orang responden.
a. Uji Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
keabsahan suatu instrumen penelitian. Instrumen dianggap valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan mampu memperoleh data yang tepat dari
46
variabel yang diteliti. Uji validasi digunakan untuk menentukan suatu besaran
yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain
(Umar,2001). Untuk korelasi antar pertanyaan dengan skor total digunakan rumus
teknik korelasi product moment Pearson (Umar, 2001) yaitu :
( ) ( )( )[ ] ( )[ ]∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑−−
−=
2222 YYnYXn
YXXYnr ……………………………….(1)
Dimana :
r = Angka Korelasi
n = Jumlah contoh dalam penelitian
X = Skor Pertanyaan
Y = Skor Total Responden n dalam menjawab seluruh pertanyaan
Bila diperoleh r hitung lebih besar dari r tabel pada tingkat signifikasi ( ά )
0,05 maka pernyataan pada kuesioner mempunyai validitas konstruk atau terdapat
konsistensi internal dalam pernyataan tersebut dan layak digunakan.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel
adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang kepada kelompok yang
sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas dilakukan terhadap
pertanyaan tingkat kepentingan pedagang dan tingkat kepuasan pedagang untuk
mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama atau untuk
mengetahui tingkat kesalahan pengukuran. Menurut Supranto (2001) pengukuran
reliabilitas kuesioner dapat menggunakan teknik Cronbach Alpha dengan bantuan
Microsoft SPSS versi 13.00 for Windows. Rumus dari teknik Cronbach ditulis
sebagai berikut :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−= ∑
2
2
11 t
b
kkr
σ
σ……………....…………...............(2)
Dimana :
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyak butir pertanyaan
σt² = Ragam total
47
Σσb² = Jumlah ragam butir
Rumus ragam yang digunakan :
( )
nnX
X∑ ∑=
22
σ ……………………………………………..(3)
Dimana :
N = Jumlah responden
X = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor
butir pertanyaan)
Menurut George dan Malary dalam Gliem (2003), dinyatakan bahwa nilai
reliabilitas terbagi dalam beberapa kriteria, yaitu α.> 0,9 artinya sempurna
(exellent), α.> 0,8 artinya baik (good), α > 0,7 artinya dapat diterima (acceptable),
α > 0,6 artinya diragukan (questionable), > 0,5 artinya lemah (poor) dan α < 0,5
artinya tidak dapat diterima (inacceptable).
Menurut Santoso (2006), setelah didapat korelasi hitung, lalu bandingkan
dengan korelasi pada tabel r product moment dengan taraf significansi 5 persen.
Jika r yang di hitung positif dan lebih besar dari tabel maka kuesioner tersebut
reliabel dan sebaliknya jika r yang di hitung lebih kecil dari r pada tabel, maka
kuesioner tersebut tidak reliabel. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa angka
αCronbach minimal adalah 0,7 untuk menyatakan bahwa pertanyaan dapat dikatakan
reliabel (Santoso, 2006).
3.4. Metode Penarikan Sampel dan Jumlah Sampel
Metode penarikan sampel yang di gunakan adalah Accidental Sampling.
Jumlah responden ditentukan secara proporsional.
Penentuan jumlah responden didasarkan pada pendapat Slovin dalam
Umar (2001) dengan rumus :
)1( 2NeNn
+= ......……………………...........................(4)
48
Dimana :
n = Jumlah responden
N = Ukuran populasi
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan contoh yang dapat ditolerir
Menurut Sevilla dalam Umar (2001) dalam penggunaan rumus diatas
persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir adalah sebesar 10%. Populasi pedagang Pasar
Citeureup I per Mei 2008 sebesar 967 pedagang. Dengan demikian jumlah
sampel yang diambil berdasarkan rumus di atas adalah :
967…… ……
n = = 90,63 ≈ 100 responden
(1 + 967x 0,1 ²)
Berdasarkan proporsi yang ada, ditentukan :
Jumlah pedagang di kios diambil sebanyak : 408 x n = 42,19 ≈ 42 responden 967
Jumlah pedagang di los diambil sebanyak : 97 x n = 10,03 ≈ 10 responden 967
Jumlah pedagang di radius diambil sebanyak : 100 x n = 10,34 ≈ 10 responden 967
Jumlah pedagang kaki lima diambil sebanyak:362 x n = 37,44 ≈ 38 responden 967
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data mengenai kepuasan pedagang yang ditinjau melalui tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup
I diperoleh melalui :
1. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian,
disebarkan kepada responden.
49
2. Wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden. Selain itu juga
dilakukan wawancara kepada pihak pengelola Pasar Citeureup I.
3. Studi kepustakaan, dengan cara mencari literatur, penelusuran data
kepustakaan, buku, surat kabar dan internet.
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengidentifikasian karakteristik pedagang Pasar Citeureup I menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif. Sedangkan untuk menganalisis
mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas
pengelolaan Pasar Citeureup I dilakukan dengan metode Importance and
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Indeks (CSI).
Pengukuran tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan menggunakan skala 5
peringkat (Skala Likert) dengan jenis data adalah data ordinal. Menurut Kinnear
dalam Umar (2001), Skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang
sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak
senang, dan baik-tidak baik. Dalam Skala Likert, kemungkinan jawaban tidak
hanya sekedar “setuju” dan “tidak setuju” saja, melainkan dibuat dengan lebih
banyak kemungkinan jawaban (Rangkuti, 1997). Skala 5 peringkat yang
dimaksud dalam penelitian terdiri dari Sangat Penting/Sangat Puas,
Penting/Puas, Netral, Kurang Penting/Kurang Puas, Tidak Penting/Tidak Puas.
Kelima penilaian tersebut diberi bobot sebagai berikut :
a. Jawaban sangat penting/sangat puas diberi bobot 5
b. Jawaban penting/puas diberi bobot 4
c. Jawaban netral diberi bobot 3
d. Jawaban kurang penting/kurang puas diberi bobot 2
e. Jawaban tidak penting/tidak puas diberi bobot 1
3.6.1. Importance and Performance Analysis
Analisis Importance-Performance dan Costumer Satisfaction Index (CSI)
digunak an untuk menjawab perumusan masalah mengenai sejauh mana tingkat
50
kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup
I. Atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I
No Atribut Kualitas Pengelolaan Pasar Citeureup I Tangible (Kenyataan/bentuk fisik) 1 Kebersihan kantor unit pasar 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 3 Kondisi kebersihan pasar 4 Kondisi MCK di pasar 5 Kondisi Tempat Usaha/berdagang Reliability (Keandalan/kepercayaan) 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 8 Besarnya sewa tempat usaha 9 Besarnya retribusi Responsiveness (Ketanggapan)
10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 11 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Assurance (Jaminan/kepastian)
12 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 14 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Emphaty (Empati)
15 Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan
16 teratur 17 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan dilakukan
dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap
atribut pengelolaan Pasar Citeureup I. Analisis tingkat kepentingan dan tingkat
kepuasan pelanggan dilakukan dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat
kepuasan pedagang terhadap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja
akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat
kepentingan dan kinerja Pasar Citeureup I. Tingkat kesesuaian adalah hasil
perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan (Supranto,
2001). Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pedagang. Pada prioritas peningkatan
51
ini digunakan variabel X mewakili tingkat kinerja Pasar Citeureup I dan variabel
Y untuk tingkat kepentingan pedagang.
Menurut Supranto (2001) variabel-variabel tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
%100xYXTk
i
ii = …………………………...........................(5)
Dimana :
Tk = Tingkat kesesuaian responden i
X = Skor penilaian kinerja perusahaan i
Y = Skor penilaian kepentingan pelanggan i
Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor tingkat kepuasan pedagang, sedangkan
sumbu tegak (Y) diisi oleh skor tingkat kepentingan. Adapun skor tingkat
kepuasan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I ( X ) dan skor tingkat
kepentingan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I (Y ). Menurut Supranto
(2001), setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan disederhanakan
dengan rumus sebagai berikut :
nX
X i∑= …………………………………………………(6)
nY
Y i∑= ………………………….………………………..(7)
Dimana :
N = Jumlah responden
= Skor rata-rata tingkat kepuasan pada tiap atribut pengelolaan
Pasar Citeureup I X
= Skor rata-rata kepentingan pada tiap atribut pengelolaan
Pasar Citeureup I Y
Selanjutnya nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kepuasan/kinerja
perusahaan kemudian dianalisis pada diagram kartesius (Importance-Performance
52
Matrik). Diagram kartesius (Importance-Performance Matrik) merupakan suatu
bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang
berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X XY, ) (Supranto,2001) dimana
merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang terhadap
seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup,. dan Y adalah rata-rata dari skor
tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas pengelolaan Pasar
Citeureup I. Seluruh atribut kualitas pengelolaan diberi simbol K dengan rumus
sebagai berikut :
KX
X iNi 1=∑
= ………………….....………………………(8)
KY
Y iNi 1=∑
= ……………………......…………………….(9)
Dimana :
K = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan
Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi
menjadi empat bagian kedalam diagram kartesius yang menunjukkan bahwa
kuadran I adalah prioritas utama, kuadran II adalah pertahankan, kuadran III
adalah prioritas rendah, kuadran IV adalah berlebihan. Keempat kuadran tersebut
disajikan pada Gambar 6.
Penting
Kepentingan
Kurang penting
XKurang Baik Kinerja Baik
A Prioritas Utama
B Prioritas Prestasi
C Prioritas Rendah
D Berlebihan
Y
Y
X
53
Sumber: Supranto (2001)
Gambar 6. Diagram Kartesius (Importance-Performance Matrik)
Berdasarkan diagram tersebut, maka perusahaan dapat merumuskan srategi
yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing atribut pada
keempat kuadran tersebut yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kuadran A (Atributtes to Improve)
Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan
pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun
manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga
mengecewakan/tidak puas.
2. Kuadran B (Maintenace Performance)
Posisi ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan
oleh pasar, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan
memuaskan.
3. Kuadran C (Atributtes to Maintain)
Posisi ini menunjukkan beberapa atribut kualitas jasa yang kurang penting
pengaruhnya bagi pelanggan, dan pelaksanaannya oleh pasar biasa-biasa saja.
Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Peningkatan atribut-atribut
ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat
yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
4. Kuadran D (Main Priority)
Posisi ini menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi
pelanggan, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting
tetapi sangat memuaskan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang
termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat
menghemat biaya.
3.6.2. Customer Satisfaction Indeks
Customer Satisfaction Indeks (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat
kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang
mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang
54
diukur. Menurut Santoso (2006), perusahaan yang memperoleh nilai indeks
tertinggi akan mendapatkan penghargaan ICSA (Indonesian Customer Satisfaction
Award). ICSA dilakukan untuk mengetahui rangking perusahaan yang
memperhatikan kepuasan pelanggan yang melibatkan ribuan responden.
Metode pengukuran CSI ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford,
2007);
1. Menghitung importance weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata
tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat
kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total
importance weighting factor 100%.
2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antara rata-rata tingkat
kinerja/kepuasan masing-masing atribut dengan importance weighting factor
masing-masing atribut.
3. Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua
atribut kualitas jasa.
4. Menghitung satisfaction indeks, yaitu weighted total dibagi skala maksimal
yang digunakan (penelitian ini menggunakan skala maksimal 5), kemudian
dikali 100%.
Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria
tingkat kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan panduan survei
kepuasan pelanggan PT. Sucofindo dalam Aditiawarman (2000), yaitu sebagai
berikut :
0,00-0,34 = tidak puas
0,35-0,50 = kurang puas
0,51-0,65 = cukup puas
0,66-0,80 = puas
0,81-1,00 = sangat puas
3.7. Rancangan Program
Perancangan program merupakan bagian lanjutan dari kegiatan hasil
penelitian “Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi
Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)”, selanjutnya
55
dikomunikasikan kepada stakeholders untuk sama-sama menyusun rancangan
program yang aplikatif. Metode perancangan program digunakan untuk
mengetahui hasil kajian melalui pembahasan hasil kajian yang dilandasi pada
tinjauan pustaka. Metode perancangan ini diarahkan untuk meningkatkan peran
aktif pemerintah daerah sebagai penyelenggara pengelolaan pasar dan peran serta
masyarakat dalam hal ini pedagang.
Perumusan strategi yang digunakan dibagi dalam tiga tahap pengambilan
keputusan. Tahap satu dalam kerja perumusan strategis terdiri dari Matriks
Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation-EFE), Matriks Evaluasi
Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), dan Matriks Profil Kompetitif
(Competitive Profile Matrix-CPM). Tahap satu disebut tahap input, meringkas
informasi dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Tahap dua disebut
tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi yang layak
dengan mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci.
Teknik tahap dua mencakup Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-
Ancaman (SWOT), Matriks Evaluasi Tindakan dan Posisi Strategis (SPACE),
Matriks Boston Consulting Group (BCG), Matiks Internal-Eksternal (IE), dan
Matriks Strategi Besar. Tahap tiga disebut tahap keputusan yang melibatkan
strategi tunggal yaitu Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Matriks
Perencanaan Strategis Kuantitatif menggunakan input dari tahap satu untuk
mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan
demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik (David,
2006) Dalam kajian pembangunan daerah ini metode perumusan strategi yang
dipilih adalah Matriks IFE-EFE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM.
3.7.1. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)
Matriks evaluasi faktor eksternal (External Factor Evaluation-EFE Matrix)
merupakan alat bantu dalam merangkum dan mengevaluasi informasi eksternal
yang meliputi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, linkungan, politik,
pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan. Bentuk matriks EFE dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks External Factor Evaluation.
56
Faktor Kunci Sukses Bobot Rating Nilai terbobot
Peluang :
1.
2.
Ancaman :
1.
2.
Total 1,000 Sumber : Tripomo dan Udan (2005)
Tahapan-tahapan untuk membentuk suatu matriks EFE menurut David
(2006) yang juga dikemukakan oleh Tripomo dan Udan (2005) adalah :
1. Buat daftar faktor eksternal yang diperoleh dari proses identifikasi situasi
organisasi, yaitu berupa faktor peluang dan ancaman yang diduga akan
muncul dan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi-organisasi tersebut.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai
dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan tingkat penting relatif
dari faktor eksternal tersebut. Peluang sering dibobot lebih tinggi dari
ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika sangat serius
atau sangat mengancam. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan
kepada semua faktor harus sama dengan 1,0.
3. Berikan rating setiap faktor untuk menujukkan seberapa efektif strategi
organisasi saat ini untuk merespon faktor tersebut. Nilai 4 menunjukkan
bahwa kondisi organisasi saat ini sangat sesuai untuk mengantisipasi
peluang/ancaman pada setiap faktor. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi
organisasi saat ini diperkirakan tidak mampu menangani peluang/ancaman
pada faktor tersebut. Pemberian rating mengacu kepada kondisi organisasi
sedangkan pemberian bobot mengacu kepada pentingnya suatu faktor pada
industri.
4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai
terbobot (weight score).
5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot
bagi organisasi.
57
6. Kemungkinan total jumlah nilai terbobot tertinggi adalah 4,0 dan
kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata jumlah nilai terbobot adalah 2,5.
Total nilai sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa organisasi merespon sangat
baik untuk setiap peluang dan ancaman, yaitu memaksimalkan peluang dan
meminimumkan ancaman yang ada.
Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE Matriks)
merupakan alat formulasi strategis yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan
dan kelemahan utama organisasi. Bentuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 4.
Seperti diungkapkan David (2006) serta Tripomo dan Udan (2005), langkah-
langkah membentuk matriks IFE adalah sebagai berikut:
1. Tuliskan faktor internal utama yang diidentifikasi dari audit internal, termasuk
faktor kekuatan dan kelemahan organisasi.
2. Berikan bobot untuk setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat
penting). Bobot ini menunjukkan seberapa penting keberhasilan faktor
tersebut dalam industri yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap
faktor harus sama dengan 1,0.
3. Berikan rating untuk setiap faktor. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi
organisasi pada suatu faktor sangat kuat, sedangkan nilai 1 menunjukkan
bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat lemah.
4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai
terbobot.
5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot
bagi organisasi. Jumlah total nilai terbobot dapat bervariasi dari yang terendah
(1,0) sampai dengan yang tertinggi (4,0) dengan nilai rata-rata 2,5. Nilai
dibawah 2,5 menunjukkan bahwa organisasi lemah secara internal, sedangkan
nilai diatas 2,5 menunjukkan bahwa organisasi memiliki posisi yang kuat
secara internal.
Tabel 4. Matriks Internal Factor Evaluation
Faktor Kunci Sukses Bobot Rating Nilai Terbobot
58
Kekuatan :
1.
2.
Kelemahan :
1.
2.
Total 1,000 Sumber : Tripomo dan Udan (2005)
Pembobotan di tempatkan pada kolom kedua matrik IFE dan matriks EFE.
Penentuan bobot variabel dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor internal
dan eksternal dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode ini di
gunakan untuk memberikan penilaian pada bobot setiap faktor penentu internal
dan eksternal. Bentuk penilaian bobot faktor strategis internal oleh Tabel 5
sedangkan Tabel 6 menunjukan bentuk penilaian bobot faktor strategis eksternal.
Tabel 5. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
Faktor Strategis Internal A B C ... Total Bobot
A
B
C
...
Total
Untuk menentukan bobot setiap varibel di gunakan skala 1,2, dan 3. Skala
yang di gunakan untuk pengisian kolom adalah :
1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal
3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap
jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus :
59
∑=
= n
i
i
Xi
Xia
1
Dengan : = Bobot variabel ke 1 ia
Xi = Nilai variabel ke 1
i = 1,2,3...,n
n = Jumlah variabel
Tabel 6. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
Faktor Strategis Eksternal A B C ... Total Bobot
A
B
C
...
Total
3.7.2. Analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT)
Analisis dengan menggunakan SWOT bertujuan untuk mengidentifikasikan
alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan sesuai untuk
dilaksanakan (Tripomo dan Udan, 2005). Salah satu alasan perlunya dilakukan
identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan
matriks IFE dan EFE adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada.
Unsur-unsur SWOT meliputi Strength (S) yang berarti mengacu kepada
keunggulan kompetisi lainnya; Weakness (W) yang merupakan hambatan yang
membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, Oppurtunity (O) yang
menggambarkan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi
penghalang, dan Threat (T) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat
menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks SWOT ini
mengembangkan empat tipe strategi yaitu: SO (kekuatan-peluang – strength-
opportunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-opportunities), ST
60
(kekuatan-ancaman – strengths-threats) dan WT (kelemahan-ancaman –
weakness-threats).
Input strategi yang digunakan pada matriks SWOT berasal atas responden
pemerintah daerah/pengelola pasar yang kemudian digabungkan dengan pihak
responden pasar. Hasil penggabungan tersebut diharapkan menghasilkan alternatif
strategi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Matriks SWOT dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan (Strengths) 1............................ 2............................
Kelemahan (Weaknesses) 1............................. 2.............................
Peluang (Opportunities) STRATEGI S-O1............................. 2............................. 3.............................
STRATEGI W-O
Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (Threats) STRATEGI S-T1............................. 2.............................
STRATEGI W-T
Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Dalam matriks SWOT alternatif formula strategi dilakukan dengan
melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah teknik
membandingkan sesuatu komponen dengan komponen lain dalam satu kategori
yang sama. Matriks SWOT membantu dalam melakukan perbandingan
berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman.
Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT terdapat pada Tabel 7.
Matriks tersebut terdiri atas sembilan sel: empat sel faktor kunci, empat sel
strategi, dan satu sel yang dibiarkan kosong. Selanjutnya, ada delapan langkah
dalam pembuatan matriks SWOT:
1. Tuliskan peluang eksternal
2. Tuliskan ancaman eksternal
3. Tuliskan kekuatan internal
4. Tuliskan kelemahan internal
5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang eksternal
dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O.
61
6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal
dan mencatat hasilnya dalam strategi W-O.
7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman eksternal
dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T.
8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal
dan mencatat hasilnya dalam strategi W-T.
3.7.3. Analisis Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)
Setelah melewati tahap input dan pencocokan, selanjutnya adalah tahap
keputusan yang melibatkan strategi tunggal yaitu Matriks Perencanan Strategis
Kuantitatif ( Quantitative Strategic Planning Matrix - QSPM ). Matriks
Perencanaan Strategis Kuantitatif adalah alat yang memungkinkan penyusun
strategi untuk mengevaluasi alternatif dan eksternal yang telah diidentifikasi
sebelumnya (David, 2006)
Format dasar dari QSPM ditunjukkan pada Tabel 8. Kolom kiri QSPM
terdiri atas informasi yang didapat langsung dari matriks IFE-EFE. Masing-
masing bobot yang diterima oleh setiap faktor dalam matriks EFE dan matriks IFE
dicatat pada kolom yang berdekatan dengan faktor keberhasilan kunci.
Tabel 8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM
Alternatif Strategi
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor-faktor
Strategis Bobot
NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT
PELUANG
ANCAMAN
KEKUATAN
KELEMAHAN
JUMLAH TOTAL NILAI DAYA TARIK
Keterangan : NDT (Nilai Daya Tarik)
TNDT (Total Nilai Daya Tarik)
62
Baris atas terdiri dari strategi alternatif yang layak dan dibagi-bagi ke dalam
setiap kolom yang berisi Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score - AS) dan Nilai
Total Daya Tarik (Total Attractiveness Score - TAS), serta pada baris paling
bawah yaitu penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score
-STAS). Tahap ini merupakan tahap keputusan strategi yang akan dilakukan oleh
sebuah organisasi, berdasarkan alternatif solusi yang didapat dari matriks EFI/IFE,
Analisis SWOT, dan Matriks SPACE. Matriks QSP menentukan daya tarik relatif
dari berbagai strategi berdasarkan sejauh mana faktor-faktor sukses kritis
eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki.
Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan alat yang
memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan
pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam
tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutya dianalisis. Selanjutnya untuk
menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis dengan
menggunakan Tabel Analisis Strategi (Tabel 8) dengan langkah-langkah yang
dilakukan sebagai berikut :
Langkah 1 : Daftarkan peluang/ancaman kunci eksternal dan
kekuatan/kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM.
Langkah 2 : Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (identik dengan nilai yang
diberikan pada matriks IFE dan EFE ).
Langkah 3 : Memeriksa (Pencocokan) Matrik dan mengidentifikasi strategi
alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan.
Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak
menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.
Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian
bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi
total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.
Langkah 6 : Menghitung Jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total nilai
daya tarik, dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini
menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap sel
strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan strategi itu
semakin menarik.
63
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi
Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer
persegi dan terletak antara 6 19’- 6 47’ Lintang selatan dan 106 1’- 107 103’
Bujur Timur. Secara geografis, batas sebelah utara Kabupaten Bogor adalah
Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok, sedangkan
sebelah selatan adalah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, sementara
di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di
tengah-tengah Kabupaten Bogor terdapat Kota Bogor (BPS Kabupaten Bogor,
2005).
Wilayah Kabupaten Bogor saat ini merupakan wilayah penyangga DKI
Jakarta. Posisi geografis kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah
pembangunan Bogor Tengah yang berdampingan dengan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi menunjukkan fungsi dan peran Kabupaten Bogor tersebut.
Dengan demikian Kecamatan Citeureup yang terletak di wilayah Bogor Tengah
berperan sebagai pemasok berbagai kebutuhan pasar di wilayah sekitarnya
terutama pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan
Bekasi.
Ditinjau dari topografi, wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi yaitu
terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah. Posisi sungai-sungai
membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di daerah selatan kearah utara.
Daerah Aliran Sungai (DAS) terdiri dari enam DAS, yaitu: DAS Cidurian, DAS
Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub Das Kali Bekasi dan Sub DAS
Cipamingkit dan Cibeet. Di Kabupaten Bogor juga terdapat 95 buah danau atau
situ-situ dengan luas 437.3 Ha (BPS Kabupaten Bogor 2005).
64
4.2. Adminstrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan
Secara administrasi Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan dan 427
desa yang terbagi menjadi 199 desa kota dan 228 desa pedesaan. Lima diantara 40
kecamatan di Kabupaten Bogor merupakan kecamatan baru hasil pemekaran.
Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Leuwisadeng yang merupakan
pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Tanjungsari yang merupakan
pemekaran dari Kecamatan Cariu, Kecamatan Cigombong yang merupakan
pemekaran Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tajur Halang merupakan Pemekaran
Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Tenjolaya yang merupakan pemekaran
Kecamatan Ciampea (BPS Kabupaten Bogor 2005).
Wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam tiga wilayah
pembangunan, yaitu: strategi percepatan di wilayah Bogor Barat mencakup 13
kecamatan; strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah mencakup 20
kecamatan; dan strtaegi pemantapan di wilayah Bogor Timur mencakup 7
kecamatan. Wilayah Bogor Tengah terdiri dari Kecamatan Dramaga, Ciomas,
Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung,
Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajur Halang,
Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunungsindur.
4.3. Struktur Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang tinggi merupakan potensi
yang menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2003, PAD Kabupaten Bogor sebesar
Rp.148.921,78 juta sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi
Rp.166.260,11 juta. Jika dihitung persentasenya terhadap PDRB maka perubahan
setiap tahunnya cenderung meningkat. Tahun 2004, persentase PAD terhadap
PDRB Kabupaten Bogor adalah 0,58 persen. Disamping itu, jika dilihat dari aspek
pendapatan perkapita, secara umum pendapatan per kapita di Kabupaten Bogor
adalah Rp. 6.470.000 pada tahun 2003 dan Rp 7.090.000 juta pada tahun 2004.
Bahkan pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan RAPBD 2008 sebesar
Rp. 1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun 2007.
65
Struktur mata pencaharian penduduk di Kabupaten Bogor didominasi oleh
sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Persentase jumlah penduduk yang
bekerja pada sektor perdagangan pada tahun 2004 adalah sebesar 24,82 persen,
sedangkan penduduk yang bekerja di sektor industri berjumlah 22,51 persen.
Selanjutnya, terdapat 20,30 persen penduduk Kabupaten Bogor yang bekerja pada
sektor pertanian (BPS Kabupaten Bogor 2005)
4.4. Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor
Secara keseluruhan jumlah pasar yang terdapat di Kabupaten Bogor
sebanyak 24 unit pasar tradisonal. Dari jumlah tersebut dibagi kedalam tiga kelas,
yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Jumlah pasar dan kelasnya yang ada di
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor
NO NAMA PASAR
KELAS I KELAS II KELAS III
1 Cileungsi Ciampea Parunpung
2 Cibinong Ciawi Ciseeng
3 Citeureup I Jasinga Cikereteg
4 Parung Panjang Cigombong Cimayang
5 Leuwiliang Citayam Nanggung
6 Cisarua Cicangkal
7 Parung Cigudeg
8 Jonggol
9 Citeureup II
10 Cariu
11 Ciluar
12 Laladon
Sumber. Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008
Adapun pengertian dari kelas I, II dan III pada penggolongan kelas pasar
tradisional di Kabupaten Bogor yaitu:
66
1. Pasar Kelas I; yaitu pasar dengan cakupan pelayanan wilayah daerah dan
sekitarnya.
2. Pasar Kelas II; yaitu pasar dengan cakupan wilayah terbatas pada wilayah
tertentu sekitar pasar
3. Pasar Kelas III; yaitu pasar dengan cakupan yang lebih terbatas pada
lingkungan tertentu dan jam operasional tertentu pula
Pengelolaan pasar tersebut berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No.4 Tahun
2005 dikelola oleh Perusahaan Daerah yang disebut PD Pasar Tohaga Kabupaten
Bogor. Berdasarkan Perda tersebut, tujuan didirikannya PD Pasar Tohaga adalah:
1. Meningkatkan pelayanan umum dalam memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana pasar
2. Menigkatkan Pendapatan Asli Daerah
Dengan motto “Belanja nyaman harga terjangkau”
4.4.1. Pasar Citeureup I
Pasar Citeureup I terletak di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor yang
berdiri tahun 1928, kemudian mengalami pemugaran pada 9 Juni 1988 dengan
luas tanah 13.800 m2. Belakangan ini mengalami perubahan dari perencanaan
diantaranya tata ruang dan lokasi, dimana jalan yang mengelilingi pasar tersebut
sudah tertutup dan berdiri kios-kios serta pedagang kaki lima sehingga kendaraan
sudah tidak bisa masuk lagi kedalam pasar begitu pula tempat parkir yang tidak
memadai lagi.
Sesuai dengan luas areal yang ada, pemanfaatan ruang Pasar Citeureup I
saat ini meliputi satu kantor unit pasar , bangunan kios, los, juga dilengkapi
dengan toilet umum, tempat parkir roda dua dan roda empat didepan kantor unit
pasar, juga terdapat pembuangan sampah sementara.
Jumlah pedagang Pasar Citeureup I saat ini berjumlah 967 pedagang, yang
terdiri dari 408 pedagang di kios, 97 pedagang di los, 100 pedagang di radius serta
menampung juga 362 pedagang kaki lima. Adapun besarnya iuran retribusi yang
dibayarkan oleh pedagang berbeda sesuai dengan jenis pedagang, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Retribusi pasar
67
Tarif retribusi pasar yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di
kios Rp.1000,- per hari, pedagang di los Rp.700,- per hari, pedagang di
radius dan pedagang kaki lima masing- masing Rp.500,- per hari
b. Retribusi kebersihan
Tarif retribusi yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di kios
Rp.300,- per hari, pedagang di los Rp.400,- per hari dan pedagang kaki lima
Rp.400,- per hari. Sedangkan pedagang radius tidak dikenakan retribusi
kebersihan
4.4.2. Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I
Jenis komoditi yang ada di Pasar Citeureup I dapat dirinci sebagai berikut:
a. Kios
Blok A terdiri dari: pakaian, sepatu, alat listrik, klontong, emas, bahan
bangunan
Blok A1 terdiri dari:bBesi, klontong, elektronik, plastik, beras
Blok B terdiri dari: lansam, klontong, beras
Blok B1 terdiri dari: kaleng, home industri
Blok Ainpres terdiri: dari kelapa, sayuran, ikan
Blok Binpres terdiri dari: kelapa, sayuran, ikan
b. Los
Los D terdiri dari: sayuran, lansam, ikan, nasi
c. PKL
Jenis komoditi yang dijual pedagang kaki lima terdiri dari: ayam, daging,
bakso, ikan, sayuran, bumbu, klontong, kelapa, tahu tempe
d. Radius
Jenis komoditi yang dijual pedagang radius terdiri dari: bahan bangunan,
plastik, elektronik, alat-alat listrik, makanan, sembako
4.4.3. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I
Pelaksanaan pengelolaan pasar di Kabupaten Bogor dikelola oleh
Perusahaan Daerah Pasar Tohaga, yang kemudian di setiap unit pasar yang
tersebar di wilayah Kabupaten Bogor dibentuk organisasi pengelola pasar untuk
68
kelancaran proses koordinasi, pengelolaan yang sinergi. Unit pasar ini di pimpin
oleh seorang kepala unit, seperti yang ada di Pasar Citeureup I. Selanjutnya kepala
unit ini membentuk perangkat-perangkat kebawahnya sesuai dengan kebutuhan
yang ada di Pasar Citeureup I. Untuk urusan administrasi dan keuangan misalnya,
Kepala Pasar Citeureup I cukup membutuhkan satu orang staf tata usaha yang
kemudian tata usaha ini membentuk perangkat yang bertanggung jawab terhadap
penarikan retribusi, yang lebih dikenal pengutip retribusi sebanyak 6 orang dan
petugas kebersihan sebanyak 13 orang. Begitupun halnya kepala pasar
membutuhkan kepala keamanan yang beranggotakan 17 orang untuk menjaga
keamanan dan ketertiban lingkungan pasar. Semua pegawai unit pasar ini bekerja
dengan tanggung jawab yang di berikan di bawah pimpinan Kepala Unit Pasar
Citeureup I. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 7.
PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor
Kepala Unit Pasar Citeureup I
Kepala Keamanan Tata Usaha
Pengutip Retribusi
Pesapon/ Petugas Kebersihan Anggota
Sumber. Pasar Unit Citeureup I Gambar 7. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I
69
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Pengujian terhadap kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji
reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang responden yang menjadi
pedagang Pasar Citeureup I. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai korelasi uji validitas pernyataan kuesioner
Nilai Korelasi (r) Atribut Mutu
Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan
1. 0.528 0.401
2. 0.742 0.603
3. 0.547 0.717
4. 0.512 0.613
5. 0.798 0.808
6. 0.463 0.720
7. 0.552 0.783
8. 0.699 0.822
9. 0.678 0.807
10. 0.482 0.770
11. 0.763 0.779
12. 0.415 0.530
13. 0.448 0.648
14. 0.365 0.577
15. 0.457 0.722
16. 0.684 0.780
17. 0.531 0.397
Nilai r tabel (n=30; db=28 α 0,05)=0,361
Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor
masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi
70
Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 13.00 for
Windows.
Hasil pengujian validitas untuk masing-masing hasil pengukuran tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap seluruh pernyataan lebih besar dari r
tabel pada selang kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0,361. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh pernyataan adalah signifikan dan dapat dinyatakan
valid. Dalam hal ini berarti responden dapat mengerti maksud dari setiap
pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Adapun hasil pengujian
validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik αCronbach. Dalam teknik ini,
instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat. Pengolahan
teknik αCronbach menggunakan bantuan software SPSS versi 13.00 for Windows.
Berdasarkan hasil pengolahan dimensi kualitas jasa dihasilkan nilai αcrombach untuk
tingkat kepentingan atribut kualitas jasa yaitu sebesar α = 0,753 dan nilai αcrombach
untuk tingkat kepuasan yaitu sebesar α = 0,925.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai αcrombach yang lebih besar
dari 0,7 dan 0,9. Hal ini dapat disimpulkan kemungkinan terjadinya kesalahan
pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat
diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila
penulis menyebarkan kuesioner secara berulang kali dalam waktu yang berlainan.
Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4
dan Lampiran 5.
5.2. Karakteristik Responden
Penyebaran Kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 100 orang
responden pedagang Pasar Citeureup I.
Kuesioner pada penelitian ini mencakup dua bagian, yaitu :
1. Bagian Karakter Responden meliputi karakteristik demografi responden dan
keadaan responden secara umum.
2. Bagian Dimensi Kualitas Jasa meliputi penilaian responden terhadap tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap atribut-atribut pengelolaan Pasar
Citeureup I.
71
Analisis demografi responden Pasar Citeureup I adalah sebagai berikut :
1. Jenis kelamin
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang yang
menjadi responden sebanyak 77 responden (77%) berjenis kelamin pria, dan
jumlah responden yang berjenis kelamin wanita sebanyak 23 orang (23%).
Jenis Kelamin
77%
23%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Pria Wanita
Gambar 8. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
2. Umur
Umur
Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I
yang menjadi responden memiliki umur yang dapat dirinci sebagai berikut :
sebesar 3 persen berumur kurang dari 20 tahun, 30 persen berumur 20 – 30 tahun,
40 persen berumur antara 31 – 40 tahun, dan 27 persen berumur antara 41 – 60
tahun.
3%
30%40%
27%
0%10%20%30%40%50%60%
< 20 thn 20-30 thn 31-40 thn 41-60 thn
Gambar 9. Frekuensi responden berdasarkan umur
3. Pendidikan
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I
yang menjadi responden mempunyai pendidikan yang dapat dirinci sebagai
72
Pendidikan
24%
5%
39% 32%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
SD SMP SMU Sarjana
berikut : sebesar 24 persen berpendidikan SD, 39 persen berpendidikan
SMP, 32 persen berpendidikan SMU dan 5 persen berpendidikan sarjana.
Gambar 10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan
Jadi pedagang yang menjadi responden di Pasar Citeureup I yang
mempunyai pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) jumlahnya paling
banyak.
4. Status pernikahan
Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar
Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 81 responden (81%) berstatus
menikah, dan jumlah responden yang berstatus belum menikah sebanyak 19 orang
(19%). Status Pernikahan
81%
19%0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Menikah Belum Menikah
Gambar 11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan
5. Status dalam keluarga
Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa sebanyak 64 responden (64%)
dalam keluarga berstatus ayah (kepala keluarga), 17 responden (17%) adalah ibu
73
rumah tangga, 15 responden (15%) merupakan anak, kemudian pedagang yang
berstatus saudara/family adalah sebanyak 3 responden (3%) dan 1 responden (1%)
berstatus sebagai orang lain (pekerja).
Status Dalam Keluarga
Jumlah Anggota Keluarga
Gambar 12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga
6. Jumlah anggota keluarga
Gambar 13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebanyak 42 responden (42%)
mempunyai anggota keluarga antara dua sampai empat orang, kemudian untuk
pedagang yang mempunyai anggota keluarga kurang dari dua orang dalam satu
rumah adalah 7 responden (7%). Pedagang yang mempunyai jumlah anggota
keluarga lebih besar dari empat orang dalam satu rumah adalah sebanyak 51
responden (51%). Hal ini menginterpretasikan bahwa pedagang Pasar Citeureup I
64%
17% 15%
3% 1%0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Ibu Rumah TanggaAyah (Kepala Keluarga AnakSaudara/ Family Orang Lain (Pekerja)
7%
42%51%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2 Orang > 2-4 Orang > 4 Orang
74
sebagian besar mempunyai jumlah anggota keluarga yang cukup besar dalam satu
rumah.
7. Jenis pedagang
Berdasarkan Gambar 14 dan penentuan jumlah responden sebelumnya,
dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden dapat di
rinci sebagai berikut : sebesar 42 persen adalah pedagang di kios, 10 persen
pedagang di los, 10 persen pedagang di radius dan 38 persen merupakan pedagang
kaki lima.
Jenis Pedagang
42%
10%10%
38%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Pedagang Di Loss Pedagang Di KiosPedagang Kaki Lima Pedagang Di Radius
Gambar 14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang
Berdasarkan Gambar 14 tersebut menginterpretasikan bahwa pedagang
Pasar Citeureup I yang menempati kios-kios tidak jauh jumlahnya dengan
pedagang kaki lima.
8. Omzet per hari
Besarnya rata-rata omzet per hari pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi
responden adalah sebagai berikut : sebanyak 8 responden (8%) mempunyai omzet
per hari kurang dari Rp. 200.000, kemudian 39 responden (39%) mempunyai
75
omzet per hari antara Rp. 200.000 sampai Rp. 500.000, selanjutnya sebanyak 28
responden (28%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp. 500.000 sampai Rp.
1.000.000, yang 16 responden (16%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp.
1.000.000 sampai Rp. 2.000.000, dan 9 responden (9%) mempunyai omzet per
hari diatas Rp. 2.000.000.
Dari Gambar 15 dapat diketahui proporsi terbesar responden yang menjadi
pedagang Pasar Citeureup I mempunyai pendapatan antara Rp. 200.000 sampai
Rp. 500.000.
Omzet Per Hari
8%
39%28%
16%9%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Gambar 15. Frekuensi rata-rata omzet per hari
9. Pengeluaran per hari
Besarnya pengeluaran rata-rata per hari pedagang Pasar Citeureup I yang
menjadi responden adalah sebagai berikut : sebanyak 41 responden (41%)
mempunyai pengeluaran rata-rata perhari Rp. 50.000, kemudian sebanyak 46
responden (46%) mempunyai pengeluaran rata-rata per hari antara Rp. 51.000
sampai Rp. 100.000, dan sebanyak 13 responden (13%) mempunyai pengeluaran
rata-rata per hari lebih dari Rp.100.000. Dari Gambar 16 dapat diketahui proporsi
terbesar responden yang menjadi pedagang Pasar Citeureup I mempunyai
pengeluaran per hari antara Rp. 51.000 sampai Rp. 100.000.
> Rp. 1 Juta - 2 Juta < Rp. 200.000
> Rp. 2 Juta Rp. 200.000-500.000 > Rp. 500.000-1 Juta
76
Jenis Dagangan
Pengeluaran Per Hari
41%
46%
13%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
< Rp.50.000 Rp. 50.000-100.000 > Rp.100.000
Gambar 16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari
10. Jenis dagangan
Berdasarkan Gambar 17 proporsi responden dari jenis dagangan adalah
sebagai berikut : sebesar 19 persen responden yang menjadi pedagang Pasar
Citeureup I adalah pedagang jenis sandang (pakaian dan lain-lain), 5 persen
tergolong pedagang jenis papan (material, bahan bangunan dan lain-lain), 28
persen responden merupakan pedagang dengan jenis dagangan pangan (sembako
dan lain-lain), dan sebanyak 48 persen responden menjawab lainnya dengan
sebagian memberikan keterangan (plastik dan cetakan kue, obat, service jam,
restoran,VCD, alat dapur, kosmetik).
19%
5%
28%
48%
0%
10%
20%
30%
40% 50%
60%
Papan Pangan Lainnya
Sandang
Gambar 17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan
11. Lama berdagang di Pasar Citeureup I
Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I
yang menjadi responden berdasarkan lama berdagang dapat di rinci sebagai
berikut : sebesar 11 persen selama kurang dari satu tahun, 45 persen lebih dari
satu sampai dengan lima tahun, kemudian 20 persen responden menjawab lebih
77
dari lima sampai sepuluh tahun, dan 24 persen berdagang di Pasar Citeureup I
selama lebih dari sepuluh tahun.
Lama Berdagang di Pasar Citeureup I
11%
45%
20% 24%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
< 1 Tahun > 1- 5 Tahun > 5-10 tahun > 10 Tahun
Gambar 18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar
Citeureup I
12. Berdagang selain di Pasar Citeureup I
Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar
Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 70 responden (70%) belum pernah
berdagang selain di Pasar Citeureup I, dan jumlah responden yang pernah
berdagang selain di Pasar Citeureup I sebanyak 30 orang (30%). Adapun alasan
mereka pindah berdagang ke Pasar Citeureup I bermacam-macam antara lain :
karena digusur, cari suasana baru, ikut bos ataupun istri, ada juga karena dekat
dengan rumah, daerah Citeureup banyak industri, juga termasuk harga kios yang
murah di Pasar Citeureup I.
78
Pernah Berdagang Selain di Pasar Citeureup I
30%
70%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%
Pernah Tidak Pernah
Gambar 19. Frekuensi responden berdasarkan pernah berdagang selain di
Pasar Citeureup I
5.3. Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang
5.3.1. Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I
Pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden memiliki harapan
bagaimana kualitas pengelolaan pasar yang akan mereka terima dalam rangka
pemenuhan kebutuhan mereka. Selain itu mereka juga memiliki harapan
mengenai kinerja Pasar Citeureup I yang efektif apabila mereka memiliki keluhan
terhadap pelayanan yang mereka terima untuk merubah ketidakpuasan menjadi
kepuasan.
Harapan responden mengenai kinerja dan kualitas pengelolaan dari Pasar
Citeureup I tampak pada dimensi yang dianggap penting bagi mereka. Informasi
ini dapat diperoleh melalui kuesioner yang menanyakan tingkat kepentingan
dimensi kualitas pengelolaan tersebut. Dimensi-dimensi kualitas layanan dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I dicerminkan melalui atribut-atribut kualitas jasa
yang ditanyakan dalam kuesioner. Nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk
masing-masing dimensi kualitas dan atribut kualitas pelayanan jasa yang
mengikutinya diperlihatkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I
79
No Atribut Rata-rata
Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 4.23 1 Kebersihan kantor unit pasar 3.99 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 3 Kondisi kebersihan pasar 4.31 4 Kondisi MCK di pasar 4.14 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 4.36 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 3.90 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 4.11 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 3.89 8 Besarnya sewa tempat usaha 3.7 9 Besarnya retribusi 3.91 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 4.08
Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 4
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 4.16 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 3.97
12 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 4.05 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92
Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman 14 kepada pedagang 3.95 Dimensi Emphaty (Empati) 3.93
15 Sikap pegawai unit pasar 3.9 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan
16 secara baik dan teratur 3.94 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan
17 kepastian hukum 3.95
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa dimensi tangible merupakan dimensi
pengelolaan yang paling dianggap penting oleh pedagang dibandingkan dimensi-
dimensi kualitas pengelolaan lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata
tingkat kepentingan tertinggi (4.23) yang dimiliki oleh dimensi tangible,
sedangkan dimensi reliability memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang
terendah yaitu sebesar (3.90), hal ini menunjukkan bahwa dimensi pengelolaan
yang bersifat reliability merupakan dimensi yang dianggap tidak penting oleh
pedagang.
Dalam dimensi tangible, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata
tertinggi (4.36) adalah kondisi tempat usaha/berdagang, sedangkan atribut kualitas
jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.99) adalah kebersihan kantor unit
80
pasar. Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap penting karena pedagang sangat
mengharapkan tempat berdagang mereka yang memadai dan tertata dengan baik
sehingga dapat membuat pelanggan tertarik dan betah untuk berbelanja ditempat
mereka, dan pada akhirnya dapat menambah omzet mereka.
Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi
reliability (4.11) adalah pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar. Sedangkan
atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.70) adalah besarnya
sewa tempat. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar dianggap paling
penting dalam dimensi reliability, karena pedagang sangat mengharapkan pegawai
unit pasar memberikan pelayanan yang baik dan cepat selama mereka berdagang
dipasar, baik pelayanan secara administrasi, keluhan pedagang, maupun hal lain
yang berhubungan dengan usaha mereka sebisa mungkin cepat untuk
diperhatikan.
Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi
responsiveness (4.16) adalah pengelola pasar cepat tanggap dalam menghadapi
masalah yang ada. Sedangkan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata
terendah (4.00) adalah petugas unit pasar cepat tanggap atas keluhan pedagang.
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada dianggap
penting di dalam atribut kualitas jasa, hal ini dikarenakan pedagang sangat
mengharapkan pengelola pasar dalam menghadapi dan menangani permasalahan
baik tentang kenaikan retribusi, pengaturan lapak-lapak tempat berdagang atau
kesemrawutan tempat berdagang dipasar, maupun hal lain yang berhubungan
dengan usaha berdagang dipasar oleh pengelola pasar secepatnya diselesaikan.
Dalam dimensi assurance, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata
tertinggi (4.05) adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi.
Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.92) adalah kejujuran
petugas penarik retribusi. Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik
retribusi dianggap penting karena pedagang mengharapkan petugas bersikap
ramah dan sopan, tidak bersikap kasar dan memaksa untuk membayar retribusi
sehingga mereka merasa nyaman untuk tetap usaha/berdagang, begitupun tidak
terganggu dalam melayani para pelanggan/pembeli.
81
Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi
emphaty (3.95) adalah pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian
hukum. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.90) adalah
sikap pegawai unit pasar. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan
kepastian hukum dianggap penting karena pedagang mengharapkan adanya rasa
keadilan dalam hal sewa tempat usaha, juga rasa keadilan untuk pedagang yang
baru maupun yang sudah lama berdagang. Begitupula halnya pedagang
mengharapkan kepastian hukum selama berdagang sehingga tidak khawatir
sewaktu-waktu bisa dipindahkan ketempat yang tidak strategis. Tidak ada
perbedaan perlakuan terhadap para pedagang, baik pedagang di kios, los, radius
maupun pedagang kaki lima.
5.3.2. Analis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I
Dalam analisis tingkat kinerja kualitas jasa ini responden diminta untuk
menilai kinerja Pasar Citeureup I berdasarkan dimensi-dimensi pengelolaan yang
diberikan oleh Pasar Citeureup I tersebut. Dalam melakukan penilaian mengenai
sejauh mana dimensi atau atribut tersebut lebih lanjut diuraikan dalam butir-butir
pertanyaan kuesioner yang menjabarkan masing-masing dimensi dan atribut.
Langkah selanjutnya responden diminta untuk menilai tingkat kepuasan mereka
terhadap kinerja setiap atribut pengelolaan yang ditanyakan. Hasil penilaian
terhadap kinerja pengeloaan Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 12.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa dimensi assurance memiliki nilai rata-
rata tertinggi (3.20) dibandingkan dimensi pengelolaan lainnya. Artinya, tingkat
kepuasan yang paling tinggi terdapat pada dimensi assurance, hal tersebut
dikarenakan petugas Pasar Citeureup I dalam hal ini petugas penarik retribusi
setiap hari selalu bersentuhan langsung dengan pedagang untuk mengutip/menarik
retribusi, sehingga untuk kelancaran tugas mereka selalu bersikap ramah dan
sopan, mengedepankan kejujuran ketika menghadapi para pedagang di Pasar
Citeureup I. Demikian pula pengelola pasar berusaha untuk selalu menjaga
keamanan para pedagang supaya pedagang merasa nyaman untuk terus berdagang
dan pembayaran retribusi merekapun lancar tanpa ada keluhan.
82
Tabel 12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I
No Atribut Rata-rata
Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 2.67 1 Kebersihan kantor unit pasar 2.94 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 2.30 3 Kondisi kebersihan pasar 2.33 4 Kondisi MCK di pasar 3.16 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 2.64 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 2.85 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 2.90 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 2.89 8 Besarnya sewa tempat usaha 2.87 9 Besarnya retribusi 2.74 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 2.42
Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 2.47
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 2.36 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 3.20
Keramahan dan kesopanan petugas penarik 12 retribusi 3.52 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.20
Pengelola pasar memberikan rasa aman dan 14 nyaman kepada pedagang 2.89 Dimensi Emphaty (Empati) 2.75
15 Sikap pegawai unit pasar 3.50 Pengelola pasar memberikan
16 pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 2.39 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan
17 kepastian hukum 2.36
.
Dimensi responsiveness memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang
paling rendah (2.42) hal ini diartikan bahwa pegawai unit Pasar Citeureup I
dianggap kurang cepat dan tanggap dalam menangani keluhan dan masalah
pedagang.
Atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi adalah
keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi dengan nilai rata-rata atribut
sebesar 3.52. Hal ini dikarenakan berdasarkan penilaian pedagang, petugas
83
penarik retribusi ketika mengutip retribusi sangat ramah dan sopan, ini pula
didukung fakta bahwa pedagang merasa nyaman dan lancar membayar retribusi.
Kondisi bangunan/gedung pasar dianggap paling rendah tingkat
kepuasannya oleh pedagang dengan nilai rata-rata (2.30). Hal tersebut
dikarenakan kondisi bangunan/gedung Pasar Citeureup I saat ini sangat
memprihatinkan, terlihat dari tempat usaha mereka yang tidak terawat, bangunan
yang tua, tidak tertata selayaknya pasar tradisional yang umum di Kab.Bogor. Hal
ini harus mendapatkan perhatian serius dari pihak Pasar Unit Citeureup I
Kab.Bogor mengingat atribut kondisi bangunan/gedung pasar dianggap penting
oleh pedagang dengan nilai rata-rata atribut sebesar 4.33.
5.3.3. Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I
Urutan Prioritas peningkatan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I pada
atribut-atribut kualitas jasa diperoleh dari tingkat kesesuaian pada masing-masing
atribut kualitas jasa. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara nilai
kinerja dengan nilai kepentingan. Tingkat kinerja merupakan tindakan yang
dilakukan seseorang atau perusahaan untuk mengelola dan menjalankan usahanya.
Sedangkan tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan konsumen akan suatu
produk atau jasa, baik dari segi kualitas produk maupun pelayanannya.
Tabel 13 menunjukkan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan
tingkat kinerja pada atribut-atribut kualitas pelayanan jasa. Dari keseluruhan
tingkat kesesuaian tersebut, diperoleh gambaran umum bahwa konfirmasi antara
kinerja aktual yang diterima responden dengan harapan responden relatif belum
terpenuhi karena sebagian besar performance atribut jasa lebih rendah
dibandingkan dengan ekspektasinya. Hal tersebut bisa dilihat dari tingkat
kesesuaian yang berada dibawah nilai 100 persen. Oleh karena itu Pasar Citeureup
I harus melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan secara terus
menerus untuk menjaga jangan sampai pada tingkat pedagang memutuskan untuk
pindah berdagang dari Pasar Citeureup I.
Tabel 13. Tingkat Kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja pada setiap atribut kualitas jasa
No Skor Kesesuaian
Atribut (%)
84
Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 63.548 1 Kebersihan kantor unit pasar 73.684 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 53.118 3 Kondisi kebersihan pasar 54.060 4 Kondisi MCK di pasar 76.329 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 60.550 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 73.125 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 70.560
Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat 7 usaha 74.293 8 Besarnya sewa tempat usaha 77.568 9 Besarnya retribusi 70.077 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 59.241
Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 61.750
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 56.731 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 80.571
Keramahan dan kesopanan petugas penarik 12 retribusi 86.914 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 81.633
Pengelola pasar memberikan rasa aman dan 14 nyaman kepada pedagang 73.165 Dimensi Emphaty (Empati) 72.329
15 Sikap pegawai unit pasar 89.744 Pengelola pasar memberikan
16 pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 60.660 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan
17 kepastian hukum 66.582
Dari 17 atribut kualitas pelayanan jasa tersebut, atribut sikap pegawai unit
pasar secara umum adalah atribut yang mempunyai kinerja yang paling mendekati
harapan pedagang yaitu dengan skor kesesuaian 89.744 persen.
Secara umum rata-rata tingkat kesesuaian dari seluruh dimensi belum ada
yang mencapai 100 persen namun dapat dikatakan bahwa tingkat kinerja Pasar
Citeureup I sudah relatif cukup baik, dimana rata-rata tingkat kesesuain terendah
dari seluruh dimensi adalah sebesar 59.241 persen yaitu dimensi responsiveness,
sedangkan rata-rata tingkat kesesuaian yang paling tinggi adalah dimensi
assurance yaitu sebesar 80.571 persen. Nilai rata-rata dimensi tangible 63.548
85
persen, dimensi reliability 73.125 persen, dan dimensi emphaty adalah sebesar
72.329 persen.
Tabel 14. Urutan Prioritas (Diurutkan dari tabel kesesuaian mulai dari yang terkecil sampai terbesar)
Prioritas
Skor kesesuaian
Atribut (%) 1 Kondisi bangunan/gedung pasar 53.118 2 Kondisi kebersihan pasar 54.060
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi 3 masalah yang ada 56.731 4 Kondisi tempat usaha/berdagang 60.550
Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan 5 secara baik dan teratur 60.660
Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 6 pedagang 61.750
Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan 7 kepastian hukum 66.582 8 Besarnya retribusi 70.077 9 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 70.560
Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman 10 kepada pedagang 73.165 11 Kebersihan kantor unit pasar 73.684 12 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 74.293 13 Kondisi MCK di pasar 76.329 14 Besarnya sewa tempat 77.568 15 Kejujuran petugas penarik retribusi 81.633 16 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 86.914 17 Sikap petugas penarik retribusi 89.744
Tingkat kesesuaian dapat digunakan untuk melihat peringkat atau rangking
dari atribut-atribut kualitas pengelolaan yang diteliti dari yang terendah sampai
tertinggi, sehingga terlihat urutan prioritas upaya peningkatan atau perbaikan
kualitas pengelolaan di Pasar Citeureup I pada Tabel 14.
5.3.4. Importance and Performance Matrix
Importance and Performance Matrix merupakan suatu bentuk diagram yang
terbagi menjadi empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis yang
berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y). Sumbu X (sumbu mendatar) akan
mengisi skor tingkat kinerja/kepuasan (performance), sedangkan sumbu Y
(sumbu tegak) akan mengisi skor untuk tingkat kepentingan (importance).
86
Importance and Perpormance Matrix diperlukan untuk melihat kedudukan
17 atribut kualitas jasa yang diperoleh berdasarkan skor tingkat kepentingan dan
skor tingkat kinerja dari 100 responden pedagang Pasar Citeureup I. Sehingga
perusahaan dapat mengkaitkan pentingnya atribut-atribut tersebut dengan
kenyataan yang dirasakan oleh pedagang, sehingga memungkinkan pihak Pasar
Citeureup I untuk memfokuskan usaha-usaha yang harus dilaksanakan. Namun
sebelumnya perlu dihitung terlebih dahulu nilai rata-rata dari skor tingkat
kepentingan dan skor tingkat kinerja yang akan diplotkan pada diagram kartesius.
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang
dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X Y,
), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang
terhadap seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan Y adalah rata-rata
dari skor tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas
pengelolaan Pasar Citeureup I. Hasil perhitungan nilai rata-rata tingkat
kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa
No Atribut Rata-rata kepentingan
Rata-rata kepuasan
1 Kebersihan kantor unit pasar 3.99 2.94 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 2.3 3 Kondisi kebersihan pasar 4.31 2.33 4 Kondisi MCK 4.14 3.16 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 4.36 2.64
Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 6 4.11 2.9 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 7 3.89 2.89
8 Besarnya sewa tempat usaha 3.7 2.87 9 Besarnya retribusi 3.91 2.74 10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas 4 2.47
87
keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 11 4.16 2.36 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 12 4.05 3.52
13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92 3.2 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 14 3.95 2.89
15 Sikap pegawai unit pasar 3.9 3.5 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 16 3.94 2.39 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum 17 3.95 2.63 Rata-rata 4.036 2.808
Selanjutnya nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat
kinerja yang telah dihitung diplotkan pada diagram kartesius. Hasilnya dapat
dilihat pada Gambar 20.
3.6003.4003.2003.0002.8002.6002.4002.200
Kinerja
4.400
4.300
4.200
4.100
4.000
3.900
3.800
3.700
Kep
entin
gan
1716
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
32
1
Importance and Performance Analysis
Prioritas Utama (A)
Pertahankan Prestasi (B)
Prioritas Rendah (C)
Berlebihan (D)
Gambar 20. Importance and Perpormance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I
88
Keterangan :
1. Kebersihan kantor unit pasar 2. Kondisi bangunan/gedung pasar 3. Kondisi kebersihan pasar 4. Kondisi MCK di pasar 5. Kondisi tempat usaha/berdagang 6. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 7. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 8. Besarnya sewa tempat usaha 9. Besarnya retribusi 10. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 11. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 12. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 13. Kejujuran petugas penarik retribusi 14. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 15. Sikap pegawai unit pasar 16. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 17. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
Berdasarkan Gambar 20. terlihat bahwa letak atribut-atribut kualitas jasa
yang dianalisis tersebar menjadi empat bagian yaitu kuadran A (Prioritas Utama),
kuadran B (Pertahankan Prestasi), kuadran C (Prioritas Rendah) dan kuadran D
(Berlebihan). Adapun interpretasi dari diagram kartesius tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Kuadran A (Prioritas Utama)
Atribut-atribut kualitas jasa yang ada dalam kuadran ini dianggap paling
berpengaruh terhadap kepuasan pedagang, karena keberadaan atribut-atribut
kualitas jasa ini dinilai sangat penting oleh pedagang sedangkan tingkat
kinerjanya masih belum memuaskan. Oleh karena itu penanganannya perlu
diprioritaskan dan ditingkatkan karena jika tidak, dapat mengurangi kepuasan
pedagang sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar.
Atribut-atribut kualitas jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah :
1. Kondisi bangunan/gedung pasar (2)
2. Kondisi kebersihan pasar (3)
3 Kondisi tempat usaha/berdagang (5)
4. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada (11)
Atribut kondisi bangunan/gedung pasar dirasakan kurang memuaskan oleh
pedagang. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa kondisi bangunan/gedung
Pasar Citeureup I saat ini sudah tua dan tidak terurus, serta tidak layak lagi.
89
Kondisi kebersihan pasar dianggap tidak memuaskan pedagang. Hal
tersebut juga didukung oleh fakta bahwa kondisi kebersihan Pasar Citeureup I saat
ini sangat kotor dan jorok, jalan sekitar pasar yang becek dan bau sampah
disekitar pasar yang terkadang telat diambil oleh petugas, sehingga membuat
konsumen tidak nyaman berada di pasar.
Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap kurang memuaskan pedagang,
hal ini disebabkan kondisi tempat usaha/berdagang mereka sudah tidak memadai,
pedagang di kios merasa kios mereka ukurannya sangat sempit sehingga ruang
gerak mereka sangat terbatas, disamping itu pula pengaturan tempat berdagang
yang tidak teratur oleh pihak pengelola, sehingga berdampak pada tingkat
kenyamanan serta pendapatan mereka. Pedagang di kios dan di radius merasa
tempat mereka tertutup dengan keberadaan tempat-tempat pedagang kaki lima di
depan kios maupun toko-toko di pedagang radius, sehingga membuat pembeli
susah untuk melihat ataupun berjalan ke kios dan toko mereka.
Atribut pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang
ada dianggap kurang memuaskan oleh pedagang. Hal tersebut dikarenakan selama
ini permasalahan-permasalahan mereka lambat dalam penyelesaiannya, terkadang
menunggu beberapa hari, minggu bahkan terkadang berbulan-bulan untuk solusi
penyelesaiannya.
2. Kuadran B (Pertahankan Prestasi)
Atribut yang terletak pada kuadran B merupakan atribut kualitas jasa Pasar
Citeureup I yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan karena tingkat kinerja
aktual pada umumnya telah sesuai dengan tingkat kepentingan atau harapan
pedagang. Atribut-atribut kualitas jasa yang berada pada kuadran ini berjumlah 3
atribut, antara lain :
1. Kondisi MCK di pasar (4)
2. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar (6)
3. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi (12)
Atribut kondisi MCK di pasar, dianggap pedagang telah memuaskan karena
di pasar telah tersedia fasilitas MCK yang memadai dan cukup terawat dengan
adanya penjaga MCK, meskipun fasilitas MCK ini harus dibayar ketika
menggunakannya.
90
Atribut pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar mempunyai kinerja
yang memuaskan oleh pedagang. Hal ini dikarenakan pegawai unit pasar selalu
berada ditempat ketika mereka membutuhkan pelayanan dan informasi-informasi
yang mereka butuhkan.
Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi mempunyai
kinerja yang memuaskan dan dianggap penting oleh pedagang. Hal ini
dikarenakan keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi ketika
menghadapi pedagang yang mempunyai karakter yang berbeda-beda. Selain itu
didukung oleh penampilan yang mengenakan pakaian seragam yang baik dan
rapih mencirikan sebagai pegawai unit pasar.
3. Kuadran C (Prioritas Rendah)
Atribut yang terletak pada kuadran C merupakan atribut kualitas pelayanan
yang kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi pedagang, dan tingkat kinerja
pihak Pasar Citeureup I terhadap atribut-atribut kualitas jasa tersebut tergolong
rendah. Sama halnya seperti kuadran A, hanya saja atribut-atribut pada kuadran A
tingkat kepentingannya tinggi sehingga perlu diprioritaskan kinerjanya, sedangkan
tingkat kepentingan kuadran C rendah, sehingga prioritasnya juga rendah.
Implikasi yang terjadi pada kuadran C walaupun kinerjanya ditingkatkan, tidak
akan meningkatkan kepuasan konsumen secara signifikan. Adapun atribut kualitas
jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah :
1. Besarnya retribusi (9)
2. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang (10)
3. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur
(16)
4. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum (17)
Walaupun atribut-atribut dalam kuadran ini kurang dianggap penting oleh
pelanggan akan tetapi atribut-atribut ini perlu diperhatikan dan dikelola dengan
baik karena ketidakpuasan pelanggan dapat berawal pada kinerja atribut tersebut,
tetapi atribut-atribut dalam kuadran A tetap menjadi prioritas utama.
Besarnya retribusi merupakan atribut yang dirasakan sudah memuaskan oleh
responden. Hal tersebut dirasakan sudah terjangkau dengan omzet pedagang
91
walau dampak dari hasil pembayaran retribusi terhadap kebersihan dan
pengelolaan pasar belum berjalan dengan baik.
Atribut petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang
merupakan atribut yang dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut
berkaitan dengan pengalaman pedagang ketika menyampaikan keluhan terkadang
hanya ditampung dan lambat penyelesaiannya.
Pengelola memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur
dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal ini berkaitan dengan kenyataan
dilapangan bahwa jarang sekali dilakukan pembinaan kepada pedagang oleh
pengelola, dan hal ini mereka bisa dapatkan melalui kelompok-kelompok asosiasi
pedagang.
Atribut pengelola pasar memberi rasa keadilan dan kepastian hukum
dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut berkaitan dengan mereka
mendapatkan tempat usaha tidak perlu proses panjang yang penting ada perjanjian
dengan pengelola pasar mengenai sewa tempat usaha.
4. Kuadran D (Berlebihan)
Atribut yang terletak pada kuadran D merupakan atribut kualitas pelayanan
jasa Pasar Citeureup I yang mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik menurut
pedagang, tetapi atribut-atribut kualitas jasa ini memiliki tingkat kepentingan yang
tidak begitu penting. Jadi atribut-atribut kualitas jasa ini perlu dipertimbangkan
kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Atribu-atribut
yang termasuk dalam kuadran ini adalah :
1. Kebersihan kantor unit pasar (1)
2. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha (7)
3. Besarnya sewa tempat usaha (8)
4. Kejujuran petugas penarik retribusi (13)
5. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang (14)
6. Sikap pegawai unit pasar (15)
Pihak Pasar Unit Citeureup I tidak perlu terlalu fokus pada peningkatan
pelayanan atribut-atribut di kuadran ini, karena kinerjanya sudah sangat baik.
Maka yang perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat
dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah
92
ditentukan. Dengan begitu pihak pengelola pasar dapat mengalokasikan dana pada
faktor-faktor yang dianggap lebih penting oleh pedagang, dimana faktor-faktor ini
membutuhkan biaya yang lebih besar dalam peningkatan pelaksanaannya.
Kebersihan kantor unit pasar telah memuaskan pedagang namun dianggap
kurang penting. Hal tersebut dikarenakan pada kenyataan dilapangan kebersihan
kantor unit pasar tidak berpengaruh besar pada proses usaha mereka, melainkan
kondisi kebersihan pasar secara umum, karena berpengaruh besar pada konsumen
yang akan berkunjung ke pasar, konsumen yang berkunjung ke pasar akan melihat
dan nyaman untuk berbelanja ketika kondisi kebersihan pasar terawat. Kebersihan
kantor unit pasar dirasakan pada waktu-waktu tertentu saja ketika mereka
membutuhkan pelayanan atau menyampaikan keluhan-keluhan atas masalah yang
pedagang hadapi.
Atribut kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha dianggap telah
memuaskan pedagang. Hal ini dikarenakan prosedur dan mekanisme sewa tempat
usaha yang sederhana dan cepat, cukup dengan perjanjian dengan pihak pengelola
pasar atau pemilik kios, los maupun toko-toko di kawasan radius.
Besarnya sewa tempat usaha merupakan atribut yang dianggap memuaskan
pedagang. Hal ini dikarenakan besarnya sewa tempat usaha tidak terlalu
membebani, sesuai dengan kemampuan dan omzet mereka, serta sesuai dengan
kondisi tempat usaha yang mereka tempati saat ini.
Kejujuran petugas penarik retribusi dirasakan telah memuaskan pedagang.
Hal tersebut terkait dengan pengalaman pedagang bahwa petugas retribusi
bersikap sopan dan jujur ketika melakukan tugasnya tiap hari. Retribusi yang
pedagang bayarkan disertai dengan kwitansi pembayaran sehingga mudah untuk
diketahui jika terjadi penyelewengan di tingkat petugas retribusi.
Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang
termasuk dalam atribut yang memuaskan pedagang. Hal tersebut sesuai dengan
kenyataan dilapangan bahwa adanya petugas keamanan dari pihak pegawai unit
pasar dan tingkat keamanan pasar selama ini cukup terjaga, meskipun kondisi
fasilitas keamanan pasar yang tidak memadai. Juga didukung oleh tingkat
kesadaran pedagang dan pegawai unit pasar untuk menjaga keamanan lingkungan
pasar.
93
Atribut sikap pegawai unit pasar, dianggap sangat memuaskan pedagang.
Hal ini dikarenakan sikap pegawai unit pasar sopan dan ramah ketika bertemu dan
menerima keluhan pedagang. Hal ini didukung fakta ketika berkunjung ke kantor
unit pasar, pegawai unit pasar sangat ramah dan sopan menerima tamu.
5.3.5 Customer Satisfaction Index (CSI)
Nilai rata-rata untuk tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atau kepuasan
masing-masing atribut kualitas jasa digunakan untuk menghitung Customer
Satisfaction Index (CSI) dan perhitungan yang dilakukan pada Tabel 16 diperoleh
hasil bahwa CSI untuk atribut kualitas jasa Pasar Citeureup I adalah sebesar
56.023 persen.
Tabel 16. Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Kualitas Jasa
No. atribut
Rata- rata Tingkat
Kepentingan
Rata- rata Tingkat Kinerja Importance
Weighting Factors (%)
CSI Tiap Atribut (%)
Weighted Score
⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Y⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
X
1 3.990 5.815 2.940 0.171 0.034 2 4.330 6.311 2.300 0.145 0.029 3 4.310 6.282 2.330 0.146 0.029 4 4.140 6.034 3.160 0.191 0.038 5 4.360 6.355 2.640 0.168 0.034 6 4.110 5.990 2.900 0.174 0.035 7 3.890 5.670 2.890 0.164 0.033 8 3.700 5.393 2.870 0.155 0.031 9 3.910 5.699 2.740 0.156 0.031 10 4.000 5.830 2.470 0.144 0.029 11 4.160 6.063 2.360 0.143 0.029 12 4.050 5.903 3.520 0.208 0.042 13 3.920 5.713 3.200 0.183 0.037 14 3.950 5.757 2.890 0.166 0.033 15 3.900 5.684 3.500 0.199 0.040 16 3.940 5.743 2.390 0.137 0.027
94
17 3.950 5.757 2.630 0.151 0.030 Total 68.610 100.000
Weighted Total 2.801 Satisfaction Index 56.023% 56.023 % Dari penilaian yang dilakukan oleh pedagang Pasar Citeureup I, tingkat
kepuasan secara keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu
mempunyai predikat ”cukup puas”. Hal ini dapat dilihat dari CSI dengan nilai
56.023 persen, sedangkan tingkat kepuasan terletak diantara rentang 0,66-0,80.
Ketidakpuasan pedagang dikarenakan kinerja Pasar Citeureup I belum sesuai
dengan tingkat kepentingan yang diharapkan pedagang.
Meskipun demikian, diharapkan Pasar Citeureup I dapat terus berkomitmen
untuk meningkatkan kepuasan pedagang pada tahun-tahun berikutnya untuk
mencapai kategori puas bahkan sangat puas atau mendekati angka 100 persen dan
mempertahankannya. Hal ini diharapkan Pasar Citeureup I kedepan menjadi salah
satu pasar tradisional di Kabupaten Bogor yang memiliki pengelolaan yang lebih
baik, sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Hasil CSI tiap atribut
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
5.4. Penyusunan Program
Penyusunan proram ini diarahkan untuk meningkatkan peran aktif
pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan dan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor. Tahap yang dilakukan dalam
penyusunan proram ini melalui tiga tahap yaitu tahap identifikasi faktor internal
dan eksternal; tahap pencocokan dan pemaduan yang berfokus pada perumusan
alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor internal dan eksternal;
serta tahap keputusan. Metode yang dipilih dalam kajian ini yang ditujukan untuk
memformulasikan strategi tersebut adalah Matriks faktor internal dan eksternal
(IFE-EFE Matrix/Internal Factors Evaluation-External Factor Evaluation
Matrix), analisis matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT), dan
analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic
Planning Matrix – QSPM).
95
5.4.1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
5.4.1.1. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan Pasar Citeureup
I. Faktor-faktor strategis internal tersebut adalah :
a. Kekuatan
Faktor-faktor yang menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I antara lain :
1. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I
Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang
terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kemudahan dalam pengurusan sewa
tempat usaha di Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan tinggi, yaitu
sebesar (2.89) dan nilai rata-rata tingkat kepentingan (3.89). Kemudahan dalam
pengurusan sewa tempat usaha ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat
dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
2. Pelayanan yang baik diberikan pegawai Pasar Citeureup I
Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang
terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, pelayanan yang diberikan pegawai unit
Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan (2.90) tinggi, dan nilai rata-
rata kepentingan yang tergolong tinggi (4.11). Fakor pelayanan yang diberikan
pegawai unit pasar merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan
dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I
Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata
tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan yang tinggi, yaitu tingkat kepuasan
sebesar (3.20) dan tingkat kepentingan sebesar (3.92). Kejujuran petugas
penarik retribusi ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan
dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
96
b. Kelemahan
Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor yang
merupakan kelemahan yang harus diatasi :
1. Pengelola Pasar Citeureup I kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan
secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I
Pengelola pasar dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik
dan teratur direspon kurang baik oleh pedagang (responden). Nilai rata-rata
tingkat kepuasan sangat rendah (2.39) sedangkan tingkat kepentingan
memiliki nilai rata-rata yang tinggi (3.94). Pengelola pasar kurang
memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur merupakan
kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam pengelolaan Pasar
Citeureup I.
2. Kondisi tempat usaha di Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor
Kondisi tempat usaha berdagang sangat dirasakan kurang memuaskan oleh
responden (pedagang), hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata tingkat
kepuasan pedagang yang rendah (2.64), sedangkan nilai rata-rata tingkat
kepentingannya sangat tinggi (4.36). Kondisi tempat usaha yang tidak tertata
dan kotor merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I.
3. Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang
terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kondisi kebersihan Pasar Citeureup I
memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang sangat rendah (2.33), namun
memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang tinggi (4.31). Kondisi
kebersihan pasar yang kotor ini merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat
direspon dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
5.4.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal
97
Faktor-faktor strategis eksternal terdiri dari faktor-faktor yang dapat
dijadikan peluang dan ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun
faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Peluang
Faktor peluang merupakan bagian dari faktor-faktor strategis eksternal, yang
mana faktor ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam pengelolaan
Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor.
Peluang-peluang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar
Kecamatan Citeureup terletak di wilayah timur Kabupaten Bogor. Penduduk
Kecamatan Citeureup tersebar di 14 desa, dengan jumlah penduduk 167.769
jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan calon konsumen dan peluang
yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
2. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I
Pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan Rancangan APBD 2008
sebesar Rp.1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun
2007. Sedangkan untuk anggaran belanja 2008 dianggarkan Rp.1.794.256.000
naik sebesar 4.85 persen dibandingkan tahun anggaran 2007. Besarnya dana
APBD Kabupaten Bogor ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat
dimanfaatkan dengan cara pengajuan bantuan dana untuk rehabilitasi Pasar
Citeureup I untuk pengelolaan pasar yang lebih baik.
3. Perpres No.112 Tahun 2007
Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan
departemen perdagangan terhadap pengelolaan pasar. Dengan Perpres ini
diharapkan pengelolaan pasar yang lebih baik kedepan. Perpres No.112 Tahun
2007 ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I.
b. Ancaman
Beberapa faktor yang menjadi ancaman yang harus diatasi dalam pengelolaan
Pasar Citeureup I adalah :
1. Adanya supermarket/minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
98
Keberadaan supermarket/minimarket yang berdekatan dengan pasar
mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional, begitupun halnya di sekitar
Pasar Citeureup I terdapat supermarket/minimarket yang jaraknya tidak terlalu
jauh, sesuai dengan Perpres No.112 bahwa jarak pasar modern dengan pasar
tradisional adalah 2,5 km dan jarak minimarket dengan pasar tradisional adalah
0,5 km. Hal ini dapat menjadi ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
Laju inflasi Januari 2008 masih mencapai 6,5 persen. Laju inflasi yang masih
tinggi ini tentunya berdampak terhadap kenaikan harga barang-barang, dan juga
berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat yang mengalami
penurunan karena penghasilan mereka relatif sedangkan biaya hidup semakin
meningkat. Sehingga masyarakat mengurangi kegiatan untuk
mengkomsumsi/berbelanja barang-barang yang bersifat sekunder dan lebih
memfokuskan pada barang-barang yang bersifat primer, dan akhirnya akan
mengurangi keuntungan para pedagang karena menurunnya omzet
penjualannya. Untuk menghadapi persaingan pasar-pasar modern Pasar
Citeureup I sebagai pasar tradisonal perlu menyiapkan dan menjual barang-
barang dengan harga yang kompetitif, harga yang bersaing ini dapat menarik
minat pembeli untuk tetap berbelanja di pasar-pasar tradisional, terutama di
Pasar Citeureup I. Kenaikan harga barang-barang di pasaran yang tidak diikuti
penawaran harga barang yang kurang kompetitif ini akan menjadi ancaman
terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.
3. Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
Keberadaan Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
merupakan pesaing bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi di Pasar Citeureup
I. Hal ini juga didukung dengan kondisi bangunan dan fasilitas yang ada di
Pasar Citeureup II lebih baik dibandingkan Pasar Citeureup I. Adanya Pasar
Citeureup II ini menjadi ancaman terhadap Pasar Citeureup I.
5.4.2. Tahap Masukan
Pada tahap ini dilakukan analisis IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE
(External Factor Evaluation). Analisis IFE-EFE tersebut didasarkan pada hasil
99
identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategis internal
serta identifikasi peluang dan ancaman yang merupakan faktor strategis eksternal.
Pengisian matriks IFE-EFE dilakukan dengan memberikan bobot dan rating pada
setiap faktor strategis internal dan eksternal tersebut. Penentuan bobot dilakukan
dengan menggunakan metode Paired Comparison sehingga diperoleh skor bobot.
Analisis ini ditujukan untuk menilai dan mengevaluasi pengaruh faktor-faktor
strategis terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.
5.4.2.1. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks)
Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) merupakan hasil identifikasi faktor-
faktor strategis internal Pasar Citeureup I berupa kekuatan dan kelemahan yang
berpengaruh terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Dari hasil analisis matriks
IFE seperti ditunjukkan oleh Tabel 16 diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk
faktor-faktor strategis internal sebesar 2,5. Jumlah nilai terbobot yang termasuk
rata-rata tersebut (rata-rata=2,5) menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I kuat
secara internal. Dengan demikian Pasar Citeureup I mampu memanfaatkan
kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahannya. Secara rinci, jumlah nilai
terbobot untuk elemen kekuatan adalah 1,67 sedangkan untuk elemen kelemahan
berjumlah 0,79.
Kekuatan utama yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam
pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I dengan skor 0,65. Di Pasar
Citeureup I, kemudahan pengurusan sewa tempat usaha menjadi modal penting
dalam berdagang dan merupakan bagian dari pelayanan, hal ini sesuai dengan
tingkat kepuasan pedagang yang tinggi terhadap faktor tersebut.
Kekuatan yang menempati urutan kedua adalah pelayanan yang baik
diberikan pegawai Pasar Unit Citeureup I (skor=0,57). Pelayanan ini menjadi
penting mengingat Pasar Citeureup I merupakan pasar tradisional yang sudah
tidak terawat secara fisik, sedangkan untuk mempertahankan keberadaan pasar
terutama kenyamanan pedagang dan konsumen adalah mutlak memberikan
pelayanan yang terbaik oleh pegawai Pasar Unit Citeureup I.
Kekuatan utama lainnya yang menempati urutan ketiga adalah kejujuran
petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I dengan skor 0,45. Retribusi
100
memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Bogor, untuknya itu sangat penting
kejujuran dari petugas untuk menghindari penyelewengan iuran-iuran retribusi
dan kualitas pelayanan yang baik disertai dengan kejujuran.
Disamping kekuatan, pasar pun memiliki kelemahan. Kelemahan utama
yang dihadapi oleh Pasar Citeureup I adalah kondisi kebersihan pasar yang kotor.
Kelemahan tersebut terlihat dari skor terendah yang dimiliki faktor strategis
internal yaitu sebesar 0,18. Kondisi kebersihan pasar menjadi faktor yang sangat
penting dalam pengelolaan Pasar Citeureup I mengingat kebersihan pasar
berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berkunjung ke pasar, pasar yang
kotor menyebabkan konsumen enggan untuk berbelanja sehingga mengakibatkan
omzet pedagang pun turun.
Tabel 17. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks) Pasar Citeureup I
No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan 1,670 1. Kemudahan dalam
pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I
0,217 3,000 0,651
2. Pelayanan yang baik di berikan pegawai Unit Pasar Citeureup I
0,156 3,667 0,572
3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I
0,122 3,667 0,447
Kelemahan 0,795 1. Pengelola pasar Citeureup I
kurang memberikan Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I
0,183 2,000 0,366
2. Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor
0,189 1,333 0,252
3. Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
0,133 1,333 0,177
Total 1 2,465
101
Kelemahan utama lainnya yang dihadapi Pasar Citeureup I adalah kondisi
tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor yang memiliki skor 0,25. Faktor
tersebut juga berpengaruh terhadap Pasar Citeureup I, kondisi ini mengakibatkan
pedagang tidak nyaman untuk berdagang, begitupun dengan konsumen yang pada
akhirnya akan berpaling ke pasar-pasar tradisional lainnya.
5.4.2.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix)
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) merupakan hasil dari
identifikasi faktor-faktor strategis eksternal Pasar Citeureup I berupa peluang dan
ancaman yang telah diberi bobot dan rating. Hasil analisis matriks EFE
ditampilkan pada Tabel 18. Dari hasil analisis tersebut diperoleh total skor untuk
faktor strategis eksternal sebesar 2,15 dengan skor elemen peluang sebesar 0,97
dan elemen dan elemen ancaman sebesar 1,18. Nilai total skor yang kurang dari
2,5 menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang
eksternal untuk menghadapi ancaman
Tabel 18. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I
No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang 0,970 1. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup
(Calon Konsumen) besar 0,194 2,333 0,453
2. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I
0,117 1,000 0,117
3. Adanya Perpres No 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern
0,150 2,667 0,400
Ancaman 1,179 1. Adanya Supermarket/Minimarket yang
berdekatan dengan Pasar Citeureup I 0,172 2,333 0,401
2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitip
0,167 2,667 0,445
3. Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,200 1,667 0,333
Total 1 2,149 Peluang utama yang dimiliki oleh Pasar Citeureup I adalah jumlah
penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar dengan skor 0,45. Hal
102
tersebut menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk Kecamatan Citeureup yang
besar sangat mempengaruhi perkembangan Pasar Citeureup I. Sebagian besar
calon konsumen yang akan berbelanja ke Pasar Citeureup I berasal dari wilayah
terdekat, yaitu penduduk Kecamatan Citeureup.
Peluang terbesar lainnya yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah adanya
Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional,
pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan departemen
perdagangan terhadap pengelolan pasar tradisional. Hal tersebut memberikan
dampak positif serta angin segar dalam penataan pasar-pasar rakyat kedepan.
Dengan payung hukum tersebut permasalahan-permasalahan pedagang di
Kabupaten Bogor khususnya di Pasar Citeureup I dapat diminimalisir untuk
peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan pengelolaan pasar-pasar
tradisional.
Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk rehabilitasi Pasar Citeureup I
Kabupaten Bogor, tidak dipungkiri bahwa pendanaan untuk rehabilitasi pasar-
pasar tradisional di Kabupaten Bogor masih mengandalkan subsidi dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah, begitupun dengan Pasar Citeureup I yang kondisinya
sudah tidak layak, perlu segera direhabilitasi untuk keberlangsungan Pasar
Citeureup I yang menampung pedagang dalam jumlah besar.
Selanjutnya, ancaman utama yang di hadapi Pasar Citeureup I adalah
kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif dengan
skor 0,45. Harga barang yang kurang kompetitif ini menjadi ancaman karena
berdampak terhadap minat pembeli untuk tetap berbelanja di Pasar Citeureup I,
Pasar Citeureup I sebagai pasar tradisional harus mampu menjual barang dengan
harga yang bersaing dengan pasar-pasar modern sehingga menarik minat
konsumen untuk berkunjung dan tetap menjadi pelanggan setia pasar pasar
tradisional khususnya Pasar Citeureup I. Jika harga barang yang dijual kurang
kompetitif atau kalah bersaing akan mengakibatkan konsumen berpaling ke pasar-
pasar modern yang jelas ini juga berpengaruh pada omzet penjualan pedagang
karena konsumen yang berbelanja di pasar pasar tradisional juga menurun.
Faktor lain yang menjadi ancaman adalah adanya supermarket/minimarket
yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I. Kebijakan pemerintah terhadap ijin
103
pendirian supermarket/minimarket perlu lebih diawasi dan dibatasi, karena
kebijakan yang tidak saling mendukung dapat mempengaruhi implementasi
terhadap aturan yang lain, terutama untuk perdagangan, Perpres No.112 Tahun
2007 tentang pasar modern mengatur bahwa jarak minimarket dengan pasar
tradisiona adalah 0,5 km. Menjamurnya supermarket/minimarket yang kadang
tidak sesuai dengan ijin pendirian sangat mempengaruhi keberadaan pasar-pasar
tradisional apalagi yang berdekatan dengan pasar.
5.4.3. Tahap Pencocokan
Tahap selanjutnya adalah tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan
strategi dengan teknik matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT).
Matriks SWOT ini bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap input
untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan
kelemahn internal. Mencocokkan faktor strategis internal dan eksternal ditujukan
untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dalam pengelolaan Pasar
Citeureup I. Matriks SWOT ini terdiri dari empat tipe strategi yang digunakan
dalam pengembangan Pasar Citeureup I kedepan, yaitu : SO (kekuatan-peluang –
strength-oppurtunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-oppurtunities), ST
(kekuatan-ancaman – strength-threats) dan WT (kelemahan-ancaman – weakness-
threats). Matriks SWOT Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19.Matriks SWOT Pasar Citeureup I
FAKTOR KEKUATAN (S) INTERNAL 1.Kemudahan dalam
pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I
KELEMAHAN (W) 1.Pengelola Pasar
Citeureup I kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan secara
2.Pelayanan yang baik di
104
berikan pegawai unit Pasar Citeureup I
3.Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I
baik dan teratur kepada pedagang Pasar Citeureup I
2.Kondisi tempat usaha berdagang di Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor
FAKTOR 3.Kondisi kebersihan
Pasar Citeureup I yang kotor
EKSTERNAL
PELUANG (O) 1.Jumlah penduduk Kec.
Citeureup (Calon Konsumen) besar
STRATEGI S-O
2.Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I
3.Adanya Perpres No.112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern
1.Peningkatkan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjujng dan berbelanja di Pasar Citeureup I (S1,S2,S3,O1,O2)
STRATEGI W-O 1.Pembinaan
pedagang Pasar Citeureup I(W1,O1,O2)
2.Penerapan peraturan pasar (S2,S3,O3)
2.Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I (W2,W3,O2,O3)
ANCAMAN (T) STRATEGI S-T 1.Adanya
Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
1.Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau peiode tertentu di Pasar Citeureup I (S1,S2,S3,T1,T2,T3)
STRATEGI W-T 1.Rehabilitasi Pasar
Citeureup I (W2,W3,T1,T2,T3)
2.Peningktan SDM pengelola Pasar Citeureup I (W1,T1,T2,T3)
2.Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
3.Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
5.4.3.1. Strategi S-O (Strength-Oppurtunities)
Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang eksternal untuk memperoleh keuntungan dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun beberapa alternatif yang dihasilkan
adalah:
1. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen
berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I
105
Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I dialokasikan
untuk peningkatan kualitas SDM pegawai Pasar Citeureup I untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, dengan peningkatan kualitas pelayanan ini
diharapkan dapat menarik konsumen untuk memilih berbelanja di Pasar
Citeureup I.
2. Penerapan peraturan pasar. Tegaknya suatu aturan atau peraturan pasar
diperlukan kualitas pelayanan dan kejujuran dari petugas pasar. Perpres
No.112 Tahun 2007 mengatur tentang pasar modern, penatan dan pembinaan
pedagang yang kesemuanya bisa diterapkan dalam pengelolaan pasar
tradisional dengan baik jika didukung pula oleh tingkat kualitas pelayanan
yang baik serta kejujuran dari petugas pasar.
5.4.3.2. Strategi Weakness-Oppurtunities (W-O)
Strategi W-O merupakan strategi yang disusun untuk mengatasi kelemahan
dan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa alternatif yang dihasilkan adalah :
1. Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk mengatasi
kelemahan kurangnya pembinaan secara baik dan teratur terhadap pedagang
Pasar Citeureup I. Dengan pembinaan diharapkan pedagang nantinya bisa
ditata dengan baik dalam peningkatan pengelolaan pasar sesuai dengan
Perpres No 112 Tahun 2007. Penataan pedagang bisa menarik minat
konsumen untuk berbelanja di Pasar Citeureup I.
2. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk
mengatasi kelemahan Pasar Citeureup I yang tidak tertata, kotor dan tidak
terawat. Penataan tempat-tempat pedagang diharapkan membuat pedagang
dan konsumen lebih nyaman, dengan menyediakan sarana kebersihan
diharapkan pasar tidak terlalu kotor dan jorok. Hal ini bisa dilakukan karena
adanya iuran retribusi kebersihan dan didukung alokasi dana APBD
Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I.
5.4.3.3. Strategi Strengths-Threats (S-T)
106
Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pengelolaan Pasar
Citeureup I. Alternatif strategi S-T yang dihasilkan adalah :
Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu.
Kekuatan internal menjadi modal dasar untuk mengurangi ancaman. Dengan
diselenggarakannya bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu dengan
cara menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga rendah atau murah,
maka akan meningkatkan konsumen dan sekaligus mengurangi pesaing dari
supermarket dan Pasar Citeureup II serta akan mengurangi tekanan kenaikan
harga barang yang dialami masyarakat karena barang-barang yang dijual dalam
bazar harganya murah.
5.4.3.4. Strategi Weakness-Threats (W-T)
Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif
strategi W-T yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Rehabilitasi Pasar Citeureup I
Strategi disusun untuk mengantisipasi kelemahan Pasar Citeureup I berupa
sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kelemahan-kelemahan tersebut
perlu diatasi untuk menghindari ancaman menjamurnya pusat perbelanjaan
modern, supermarket/minimarket yang menggeser keberadaan pasar-pasar
tradisional.
2. Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I
Strategi ini berupaya untuk menghindari ancaman eksternal, dengan
peningkatan sumber SDM pengelola pasar nantinya akan memberikan
pembinaan dan penyuluhan ke pedagang secara baik dan teratur sehingga
pedagang bisa berdagang secara sehat dan jujur menghadapi persaingan pasar-
pasar modern dan harga-harga barang yang di jual lebih kompetitif ke depan.
Profil strategi pengelolaan ditunjukkan oleh Gambar 21. Kerangka kerja
empat kuadran ini mengindikasikan apakah strategi yang cocok adalah strategi
yang agresif, konservatif, defensive, atau kompetitif.
107
Gambar 21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I
Tahap yang dibutuhkan untuk membentuk profil strategi ini adalah :
menempatkan nilai skor akhir dari matriks IFE dan EFE untuk sumbu yang sesuai,
menambahkan dua nilai pada sumbu x dan menggambarkan titik hasil pada X,
menambahakan dua nilai pada sumbu y dan menggambarkan titik hasil pada Y,
menggambarkan perpotongan X dan Y, dan menggambarkan arah vektor dari titik
asal melalui titik perpotongan yang baru. Vektor arah yang diasosiasikan dengan
masing-masing profil menyiratkan tipe strategi yang harus dijalankan.
Berdasarkan matriks IFE, skor untuk kekuatan adalah 1,67 sedangkan skor
untuk kelemahan adalah 0,80 sehingga selisih antara keduanya bernilai 0,87, nilai
tersebut pada profil strategi ditempatkan pada sumbu X-ordinat. Selanjutnya
selisih antara nilai peluang dan nilai ancaman bernilai -0,21 yang kemudian
ditempatkan pada sumbu Y-axis. Perpotongan antara X dan Y tersebut berada di
kuadran IV, dengan tipe strategi diversive. Berdasarkan analisis tersebut maka
profil strategi yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan
kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal.
108
5.4.4. Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap selanjutnya dari penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I
adalah tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan matriks QSP
(Quantitative Strategic Planning). Analisis ini ditujukan untuk menentukan
prioritas strategi yang dapat disusun oleh pemerintah Kab.Bogor khususnya PD.
Pasar Tohaga Kabupaten Bogor untuk pengelolaan Pasar Citeureup I.
Matriks perencanaan strategi alternatif kualitatif (QSPM) merupakan alat
yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif
berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal dari matriks IFE dan
matriks EFE yang disajikan pada bagian halaman sebelumnya. Secara konsep
matriks QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan
pada faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal.
Hasil analisis QSPM menunjukkan bahwa strategi yang memiliki nilai Total
Attractiveness Score (TAS) terbesar yaitu sebesar 6,988 adalah strategi penataan
tempat usaha, selanjutnya yang memilki nilai TAS terendah (5,917) adalah
strategi penerapan peraturan pasar. Hasil analisis QSPM disajikan pada Lampiran
12.
Urutan prioritas strategi berdasarkan nilai TAS tertinggi sampai dengan
terendah yang dihasilkan matriks QSPM adalah sebagai berikut:
1. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I . (TAS = 6,988)
Strategi ini didasarkan pada kondisi Pasar Citeureup I saat ini yang tidak
tertata, kotor dan tidak terawat, sehingga ini menjadi prioritas utama dalam
peningkatan kualias pengelolaan Pasar Citeureup I. Penataan ini diharapkan
membuat pedagang dan konsumen lebih nyaman berada di Pasar Citeureup I demi
lancarnya proses jual beli yang dapat meningkatkan pendapatan para pedagang
dan membuat pengunjung lebih puas.
2. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen
berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800)
Strategi ini didasarkan pada rendahnya kualitas pelayanan Pasar Citeureup I,
sehingga mendesak untuk dilakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan Pasar Citeureup I. Peningkatan kualitas pelayanan ini di harapkan dapat
109
lebih menarik para konsumen untuk berkunjung dan memilih berbelanja di pasar
tradisional, Pasar Citeureup I.
3. Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di
Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775)
Strategi ini diprioritaskan berdasarkan pada kenyataan tingginya harga-harga
barang sedangkan tingkat kebutuhan manusia makin meningkat, begitupula untuk
mengurangi pesaing dari supermarket dan minimarket. Dengan menyelenggarakan
bazaar pada event-event tertentu atau periode-periode tertentu dengan cara
menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga murah akan menarik dan
meningkatkan minat konsumen untuk tetap berkunjung dan berbelanja di Pasar
Citeureup I.
110
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Karakteristik para pedagang di Pasar Citeureup I menunjukkan bahwa
sebagian besar adalah pedagang yang menempati kios yang tidak jauh beda
jumlahnya dengan pedagang kaki lima, kemudian pedagang di los dan
pedagang di radius. Sebagian besar pedagang memiliki omzet per hari yang
rendah, yaitu omzet per hari kurang dari Rp.1.000.000,-. Sedangkan pedagang
mempunyai pengeluaran rata-rata per hari Rp.51.000,- sampai Rp.100.000,-
dan sebagian besar adalah pedagang yang belum pernah berdagang
sebelumnya selain di Pasar Citeureup I.
2. Dari analisis tingkat kepentingan pedagang dapat disimpulkan bahwa dimensi
tangible (kenyataan/bentuk fisik) merupakan dimensi pengelolaan yang paling
penting oleh pedagang dibandingkan dimensi-dimensi kualitas pengeloaan
lainnya, dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi. Dimensi
reliability ((keandalan/kepercayaan) merupakan dimensi yang dianggap tidak
penting oleh pedagang dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan terendah.
Sedangkan atribut kualitas jasa yang dianggap paling penting oleh pedagang
adalah atribut kondisi tempat usaha/berdagang (dimensi tangible) dengan nilai
rata-rata tertinggi dan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata
terendah adalah besarnya sewa tempat usaha (dimensi reliability).
3. Dari analisis tingkat kepuasan/kinerja pedagang dapat disimpulkan bahwa
dimensi assurance (jaminan/kepastian) merupakan dimensi pengelolaan yang
memiliki tingkat kepuasan tertinggi dengan nilai rata-rata sedangkan dimensi
responsiveness (ketanggapan) merupakan dimensi yang memiliki nilai rata-
rata tingkat kepuasan terendah. Selanjutnya atribut kualitas jasa yang memiliki
tingkat kepuasan tertinggi adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik
retribusi (dimensi assurance) dengan nilai rata-rata atribut dan kondisi
bangunan/gedung pasar dianggap paling rendah tingkat kepuasannya oleh
pedagang dengan nilai rata-rata. Tingkat kepuasan pedagang secara
keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu mempunyai predikat
“cukup puas”.
111
4. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, pengelolaan Pasar
Citeureup I menekankan pada strategi yang bertujuan untuk menggunakan
kekuatan internal yang ada untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi S-
T). Selanjutnya hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar
Citeureup I kuat secara internal, sehingga mampu memanfaatkan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang dimiliki
Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat
usaha,.dan dari hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I
belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman.
Peluang utama yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup
(calon konsumen) yang besar.
5. Berdasarkan hasil analisis QSPM prioritas strategi yang terpilih dalam
pengembangan Pasar Citeureup I diantaranya adalah: penataan tempat-tempat
usaha di Pasar Citeureup I, peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I
untuk menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup
I, dan menyelenggarakan bazaar pada event-event tertentu atau periode
tertentu di Pasar Citeureup I.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat
direkomendasikan antara lain:
1. Dalam rangka peningkatan pengelolaan Pasar Citeureup I sebaiknya diarahkan
ke penataan fisik yang dibarengi dengan peningkatan kualitas pengelolaan
pasar dengan peningkatan SDM pengelola pasar.
2. Untuk pengelolaan Pasar Citeureup I yang lebih profesional dan mampu
bersaing dengan pasar modern, kerjasama dengan pihak swasta perlu
diaplikasikan dan dijalin secara baik oleh PD Pasar Tohaga Kab.Bogor dan
diarahkan untuk memperoleh nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi
pedagang dan masyarakat secara umum sehingga tercipta hubungan saling
membutuhkan dan saling menguntungkan antar berbagai pihak.
3. Kebijakan yang mendesak perlu untuk segera diperjuangkan dan
direalisasikan berdasar pada kondisi yang ada adalah rehabilitasi Pasar
112
Citeureup I, juga sesuai dengan hasil analisis tingkat kepentingan dan
kepuasan pedagang.
4. Dalam menerapkan kebijakan dan peraturan pasar diperlukan pendekatan
secara kekeluargaan, adanya sosialisasi dan penegakan hukum melalui
penertiban dan pengawasan terhadap pedagang secara intensif dari aparat
Pemerintah Kabupaten Bogor (PD.Pasar Tohaga Kabupaten Bogor) agar
kebijakan dan peraturan yang dibuat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
113
DAFTAR PUSTAKA
Agustiar, Memet.1996. Pengembangan Pasar Tradisional Menanggapi Tantangan Masa Depan : Konsep dan Penerapannya. Dalam Usahawan No. 02 Februari 1996.
Agung, I Gusti Ngurah. 2004. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Kiat untuk mempersingkat waktu penulisan Karya Ilmiah yang bermutu. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
David, Fred R, 2002. Manajemen Strategis. Penerbit PT. Prenhallindo. Jakarta. Davey, K.J. 1983. Financing Regional Government, Ltd New York, Brisbane,
Toronto, Singapore : Wiley and Sons. Darlilis, R. 2008. Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan
Berkaitan dengan Penanganan Komplain (Studi Kasus di PT PLN UPJ Pekalongan Kota). Skripsi pada Departemen Manajamen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Darrin, G. And Mervin K. Lewis .2001. Evaluating the risk of publik private
partnershif for infrastruktur project. East Asia Analitycal unit. 1998. Asias infrastruktur in the crisis, harnessing
private enterprise. Departemen of Foreign Affairs and Trade. Geertz, Clifford. 1992. Penjaja dan Raja: Perubahab Sosial dan Modernisasi
Ekonomi di Dua Kota Indonesia. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi UI.
Gerson, Richard. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. PPM. Jakarta. Hasibuan, H. Malayu S.P. 1996. Manajemen : Dasar, Pengertian dan Masalah.
Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. Irawan, H. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta. Khan, M. Adil. 1996. Economic Development Povertyalleviation and
Governance. Brookfield USA: Avebury. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran: analisis Perencanaan, Implementasi
dan Pengendalian Edisi 7 (Volume 1 dan 20. lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). PT. INDEKS Kelompok
Media, Jakarta.
114
Krisna, Eri. 2003. Local Governance, Paradigma Baru Pengelolaan Pemerintahan
Daerah. FISIP Universitas Djuanda. Bogor Lovelock, C. And L.K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa (Terjemahan).
Indeks, Jakarta. Madura, Jeff. 2001. Pengantar Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Marfiani, T. 2007. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan Ekonomi
di Bogor Barat, Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Martini C. A. And Lee D.Q. 1996. Dificulties in Infrastructure and other longterm
Capital Projects. Journal of Applied Finance and Investment. Mowen, John C. 1995. Consumer Behaviour. : Fifth ed, Prentice Hall mc. New
Jersey Nas, Peter J. M. 1986. The indonesian City : Studies In Urban Development And
Planning. Holland : Foris Publications. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategi Pemerintah
Kabupaten Bogor tahun 2003-2008 Perda DKI Jakarta. No. 7. 1992. Pulungan, Yogi R. L .2000.Pedoman Pembinaan Pasar Daerah. Diklat manajemen
Pasar Daerah, badan Pendidikan dan Pelatihan departemen Dalam Negeri. Pulungan, Thamrin. 2000. Transformasi Pengelolaan Pasar Tradisional PD Pasar
Jaya di DKI Jakarta. Magister Manajemen, Universitas Indonesia. Rangkuti, F. 1997. Riset pemasaran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rangkuti, F. 2003. Measuring Costumer Satisfaction. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Non Profit. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Santoso, S. 2006. Menggunakan SPSS Dan Excel Untuk Mengukur Sikap Dan
Kepuasan Konsumen. Elex Media Komputindo. Jakarta.
115
Subowo, Eko. 2002. Pokok-pokok Pikiran Deregulasi Perusahaan Milik Daerah (BUMD) sebagai lembaga pertumbuhan ekonomi. Diklat Manajemen Pasar daerah. Badan Pendidikan dan pelatihan Departemen dalam negeri.
Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta. Stratford. Strafford-on-Avon District Council Custumer Satisfaction Index June
2004. http:\\www.strafford.gov.uk\community\council-805.cfm.htm. [29 Januari 2007}
Threadgold, A. 1996. Private Financing of infrastruktur Capital projects. Journal
of Applied Finance and Investment. Umar, H. 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 & 33 tahun 2004 tentang otonomi
daerah.: Citra Umbara. Bandung . Widodo. 2005. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi:
Yayan Kelopak Magna Scarf Edisi ke Tiga, Jakarta Zaenudin, M. 1998. Metodologi Penelitian. Inpress, Surabaya Zumrotin KS. 2002. Pola Keterkaitan Pasar Modern Dengan Pasar Swalayan.
Diklat Manajemen Pasar Daerah, Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.
116
Lampiran 4. Uji reliability tingkat kepentingan kuesioner Case Processing Summary N % Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's N of Alpha Items
0.753 17 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Corrected Alpha if Item-Total Item Correlation Deleted
B1 65.3667 22.999 0.537 0.730B2 64.9333 21.099 0.671 0.711B3 65.0333 22.033 0.523 0.725B4 65.2667 23.099 0.426 0.735B5 65.0000 21.034 0.633 0.713B6 65.3000 22.976 0.371 0.739B7 65.5000 23.983 0.162 0.758B8 65.7333 23.306 0.141 0.772B9 65.7000 24.355 0.036 0.784B10 65.3667 24.792 0.120 0.757B11 65.1000 22.300 0.553 0.725B12 65.3667 23.620 0.491 0.735B13 65.4333 21.771 0.519 0.724B14 65.3333 24.575 0.178 0.753B15 65.4000 24.179 0.397 0.742B16 65.2667 23.582 0.335 0.742B17 65.3000 24.286 0.218 0.750
Scale Statistics
Mean Variance Std. N of
Deviation Items 69.4000 25.766 5.07597 17
Lampiran 5. Uji reliability tingkat kepuasan kuesioner
124
Case Processing Summary N % Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0.925 17 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Cronbach's Corrected Alpha if Item-Total Item Correlation Deleted
C1 42.1667 126.420 0.334 0.928C2 42.6667 124.230 0.561 0.923C3 42.7333 122.892 0.686 0.921C4 42.0333 119.826 0.550 0.923C5 42.1667 114.557 0.771 0.917C6 42.0000 117.310 0.671 0.920C7 42.1333 117.430 0.748 0.918C8 42.0333 114.102 0.787 0.917C9 42.2333 115.013 0.770 0.917C10 42.2667 113.582 0.721 0.919C11 42.4667 116.947 0.742 0.918C12 41.6333 123.137 0.467 0.925C13 41.6000 119.490 0.592 0.922C14 42.0667 120.271 0.508 0.924C15 41.4667 117.292 0.673 0.920C16 42.6333 117.068 0.743 0.918C17 42.5000 126.052 0.324 0.928
Scale Statistics
Mean Variance Std. N of
Deviation Items 44.8000 133.890 11.57107 17
125
Lampiran 6. Urutan Tingkat Kepentingan No Atribut Rata-rata 1 Besarnya sewa tempat usaha 3.70 2 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 3.89 3 Sikap pegawai unit pasar 3.90 4 Besarnya retribusi 3.91 5 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92
Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan 6 teratur 3.94 7 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum 3.95 8 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 3.95 9 Kebersihan kantor unit pasar 3.99
10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 4.00 11 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 4.05 12 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 4.11 13 Kondisi MCK 4.14 14 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 4.16 15 Kondisi kebersihan pasar 4.31 16 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 17 Kondisi kebersihan pasar 4.36
Lampiran 7. Urutan Tingkat Kepuasan/Kinerja No Atribut Rata-rata 1 Kondisi bangunan/gedung pasar 2.30 2 Kondisi kebersihan pasar 2.33
Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah 3 yang ada 2.36
Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik 4 dan teratur 2.39 5 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 2.47 6 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hokum 2.63 7 Kondisi tempat usaha/berdagang 2.64 8 Besarnya retribusi 2.74 9 Besarnya sewa tempat usaha 2.87
10 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 2.89 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada
11 pedagang 2.89 12 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 2.90 13 Kebersihan kantor unit pasar 2.94 14 Kondisi MCK 3.16 15 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.20 16 Sikap pegawai unit pasar 3.50 17 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 3.52
126
Lampiran 8. CSI tiap Atribut
No. atribut
Rata- rata Tingkat
Kepentingan Rata- rata Tingkat
Kinerja Importance Weighting
Factors (%)
CSI Tiap Atribut (%)
Weighted Score
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Y ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
X
1 3.990 5.815 2.940 0.171 0.034 2 4.330 6.311 2.300 0.145 0.029 3 4.310 6.282 2.330 0.146 0.029 4 4.140 6.034 3.160 0.191 0.038 5 4.360 6.355 2.640 0.168 0.034 6 4.110 5.990 2.900 0.174 0.035 7 3.890 5.670 2.890 0.164 0.033 8 3.700 5.393 2.870 0.155 0.031 9 3.910 5.699 2.740 0.156 0.031 10 4.000 5.830 2.470 0.144 0.029 11 4.160 6.063 2.360 0.143 0.029 12 4.050 5.903 3.520 0.208 0.042 13 3.920 5.713 3.200 0.183 0.037 14 3.950 5.757 2.890 0.166 0.033 15 3.900 5.684 3.500 0.199 0.040 16 3.940 5.743 2.390 0.137 0.027 17 3.950 5.757 2.630 0.151 0.030
Total 68.610 100.000 Weighted Total 2.801 Satisfaction Index 56.023% 56.023 %
127
Lampiran 9. Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal
Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
1 1 2 1,333
Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Eksternal
Rating Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Resp 1 Resp 2 Resp 3
Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup (calon konsumen) besar
2 2 3 2,333
Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I
1 1 1 1,000
Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern
3 2 3 2,667
Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
3 2 2 2,333
Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
4 2 2 2,667
Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
1 2 2 1,667
128
Lampiran 10. Nilai Bobot Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I
Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal
Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
0,100 0,133 0,167 0,133
Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal
Rating Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Resp 1 Resp 2 Resp 3
Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup (calon konsumen) besar
0,200 0,200 0,183 0,194
Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I
0,100 0,117 0,133 0,117
Adanya Perpres No.112 tahun 2007 0,150 0,150 0,150 0,150 Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,200 0,150 0,167 0,172
Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
0,117 0,183 0,200 0,167
Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,233 0,200 0,167 0,200
129
Lampiran 11. Matriks IFE dan EFE
Matriks Evaluasi faktor internal (IFE matriks) pasar Citeureup I
No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan 1,670 1. Kemudahan dalam pengurusan sewa
tempat di Pasar Citeureup I 0,217 3,000 0,651
2. Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeureup I
0,156 3,667 0,572
3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I
0,122 3,667 0,447
Kelemahan 0,795 1. Pengelola Pasar kurang memberikan
Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I
0,183 2,000 0,366
2. Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor
0,189 1,333 0,252
3. Kondisi kebersihan pasar Citeureup I yang kotor
0,133 1,333 0,177
Total 1 2,465
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang 0,970 1. Jumlah penduduk Kec. Citeureup
(Calon Konsumen) besar 0,194 2,333 0,453
2. Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I
0,117 1,000 0,117
3. Adanya Perpres no 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar
0,150 2,667 0,400
Ancaman 1,179 1. Adanya Supermarket/Minimarket
yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,172 2,333 0,401
2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
0,167 2,667 0,445
3. Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,200 1,667 0,333
Total 1 2,149
130
Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I
Strategi 1 Strategi 2 No Faktor Strategis Internal Bobot NDT TNDT NDT TNDT Kekuatan 1 Kemudahan dalam pengurusan
sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I
0,200 3,667 0,733 2,667 0,533
2 Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeuereup I
0,150 3,333 0,499 3,333 0,499
3 Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I
0,133 3,667 0,488 3,333 0,443
Kelemahan 4 Pengelola kurang memberikan
pembinaan dan penyuluhan secara baik teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I
0,150 3,333 0,499 3,333 0,499
5 Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat, dan kotor
0,200 3,667 0,733 2,667 0,533
6 Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
0,167 3,667 0,612 2,667 0,445
Peluang 7 Jumlah penduduk kec. Citeureup
(calon konsumen) besar 0,183 3,333 0,609 2,667 0,488
8 Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I
0,133 3,333 0,443 3,333 0,443
9 Adanya Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang pentaan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan took modern
0,150 3,333 0,449 3,333 0,499
Ancaman 10 Adanya supermarket/ minimarket
yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,167 3,333 0,557 3,333 0,557
11 Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif
0,200 3,667 0,733 2,667 0,533
12 Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
0,167 2,667 0,445 2,667 0,445
Jumlah Total Nilai Daya Tarik 6,800 5,917
131
Lanjutan Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I
Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 Faktor Strategis Bobot NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT Kekuatan
1 0,20 3,333 0,667 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 3,333 0,667 2 0,15 3,333 0,499 3,667 0,550 3,333 0,499 3.333 0,499 3,333 0,499 3 0,133 3,333 0,443 3,667 0,488 3,667 0,488 3,667 0,488 3,333 0,443
Kelemahan 4 0,15 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499 3,667 0,450 5 0,20 3,667 0,733 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 3,667 0,733 6 0,167 3,333 0,557 3,333 0,557 3.333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557
Peluang 7 0,183 2,667 0,488 3,333 0,609 3,333 0,609 3,333 0,609 2,667 0,488 8 0,133 3,333 0,443 3,667 0,488 3,333 0,443 3,333 0,443 3,667 0,488 9 0,150 3,333 0,499 3,667 0,550 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499
Ancaman 10 0,167 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557
11 0,20 2,667 0,533 3,333 0,667 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 12 0,167 2,667 0,445 3,333 0,557 3,333 0,557 2,667 0,445 2,667 0,445
Total 6,383 6,988 6,775 6,597 6,483
132