analisi kebijakan publik pim 3
TRANSCRIPT
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III
Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia
2008
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai
tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas
secara profesional. Untuk mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan peningkatan
kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural
Eselon III baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat struktural yang
berada pada posisi tengah, pejabat struktural eselon III memainkan peran yang sangat strategis
karena bertanggung jawab dalam menuangkan garis-garis kebijakan pimpinan instansinya ke
dalam program-program aktual, sehingga berbagai sumber daya yang dimiliki baik oleh
pemerintah, masyarakat maupun swasta dapat bersinergi dalam mendorong dan mempercepat
perwujudan tujuan-tujuan pembangunan nasional.
Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara
(LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan
Tingkat III. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan Diklat dapat lebih ditingkatkan
sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon III yang professional dapat terpenuhi. Agar
penyelenggaraan dan alumni tersebut menghasilkan kualitas yang sama, walaupun
diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Diklat yang berbeda, maka LAN menerapkan
kebijakan standarisasi program Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Proses standarisasi meliputi
keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan
kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai pada
pengadministrasian penyelenggaraannya. Dengan proses standarisasi ini, maka kualitas
penyelenggaraan dan alumni dapat lebih terjamin.
Salah satu unsur penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang mengalami proses
standarisasi adalah modul atau bahan ajar untuk para peserta (participants book). Disadari sejak
modul-modul tersebut diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan nasional
pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, konsep dan teori yang
mendasari substansi modul juga mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut
diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul-modul Diklat Kepemimpinan
Tingkat III ini.
Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang telah mengalami
penyempurnaan ini, dan mengaharapkan agar peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat III dapat
memanfaatkannya secaraoptimal, bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara
sesame peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama Diklat
berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan
terima kasih. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, Juli 2008
KEPALA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUNARNO
DAFTAR ISI
Lembar Judul. ..........................................................................
Lembar Pengesahan ............................................................
Kata Pengantar ......................................................................
Daftar Isi ...................................................................................
BAB I Pendahuluan ..........................................................
A. Latar Belakang ....................................................
B. Deskripsi Singkat ..................................................
C. Hasil Belajar........................................................
D. Indikator Hasil Belajar...........................................
E. Materi Pokok.......................................................
F. Manfaat............................................................
BAB II Pengertian, Jenis-jenis Kebijakan Publik dan Macam-macam Penggunaan Istilah
“Kebijakan” (Policy). ...................................................................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB III Sistem, Proses, dan Siklus Kebijakan Publik.........
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB IV Peran Informasi Dalam Pembuatan Kebijakan
Publik. ....................................................................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB V Agenda Setting .....................................................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB VI Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi
Kebijakan Puiblik. ..................................................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB VII Analisis Kebijakan Publik. .....................................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB VIII Perumusan Kebijakan Publik. ..............................
A. Uraian..............................................................
B. Latihan. ...............................................................
C. Rangkuman.......................................................
BAB IX Penutup. ..................................................................
A. Simpulan...........................................................
B. Saran dan Tindak Lanjut. .......................................
Daftar Pustaka..........................................................................
Tim penulis. ..............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perhatian terhadap analis kebijakan publik akhir-akhir ini tumbuh dengan pesat. Dimulai di
Amerika Serikat pada tahun 1960-an, dimana perkembangan Analis Kebijakan Publik didorong
oleh dua hal (Nogwood and Gunn, 1988).
Pertama: makin meningkatnya masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah indrustri barat
yang menyebabkan para pembuat kebijakan perlu bantuan untuk memecahkan masalah tersebut.
Kedua: para ahli ilmu-ilmu sosial mulai mengalihkan perhatiannya pada masalah-masalah
kebijakan dan berusaha menerapkan ilmu-ilmu mereka yang memecahkan masalah-masalah
yang ada didalam masyarakat.
Menurut Mustopadidjaja AR (1992), perkembangan mengenai administrasi negara, seperti
terlihat dalam paradigma-paradigma administrasi Negara, adalah berakhirnya dikotomi
(pemisahan) antara politik (perumusan dan pembuatan kebijakan) dan administrasi Negara
(pelaksanaan/implementasi kebijakan). Fungsi administrasi negara saat ini, tidak terbatas secara
tradisional dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan
pembuatan kebijakan; lebih dari itu, sistem administrasi Negara saat ini juga mempunyai
penerangan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan/implementasi kebijakan dan hasil-
hasilnya.
Para pejabat dari lingkungan organisasi-organisasi pemerintah (Pusat dan Daerah) dan juga para
pejabat yang berada di lingkungan
Lembaga tinggi dan Tertinggi Negara mempunyai peran dalam perumusan/pembuatan
kebijakan. Sosok pejabat dituntut memiliki kompetensi yang mampu memahami proses
Kebijakan Publik dan Analisis Kebijakan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia.
Untuk itu,materi pembelajaran mata Diklat ini disusun berdasarkan uraian berikut:
B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Analis Kebijakan Publik membahas pengertian, konsep pokok, dan metode analis
kebijakan publik yang menyangkut system, tingkat-tingkat, proses, siklus kebijakan publik, dan
peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik.
Jangka waktu pembelajaran mata Diklat ini adalah 9 jam pelajaran dan dilaksanakan dengan
metode ceramah dan tanya jawab.
C. Hasil Belajar
Setelah membaca modul Analisis Kebijakan Publik ini peserta mampu menjelaskan,
menerapkan konsep dan pengertian konsep pokok, metode analis kebijakan publik dan
mengaplikasikanya serta peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik.
D. Indikator Hasil Belajar
Indikator-indikator hasil belajar adalah :
1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Pengertian, jenis-jenis, dan tingkat-tingkat
kebijakan publik;
2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan system, proses, dan siklus kebijakan publik;
3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peran informasi dalam pembuatan kebijakan
publik;
4. Peserta mampu memahami dan menjelaskan agenda setting;
5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan analisis kebijakan Publik;
E. Materi Pokok
Materi Pokok yang dibahas dalam modul Analisis Kebijakan Publik ini adalah :
1. Pengertian, jenis-jenis, dan tingkat-tingkat kebijakan publik;
2. Sistem, proses, dan siklus kebijakan publik;
3. Peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik;
4. Agenda setting;
5. Implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik;
6. Analisis kebijakan Publik;
7. Perumusan Kebijakan Publik.
F. Manfaat
Berbekal hasil belajar pada modul Analisis Kebijakan Publik ini Peserta dapat lebih memahami
bagaimana proses perumusan Kebijakan Publik dan Analisis Kebijakan Publik dalam Sistem
Administrasi Negara Indonesia tersebut guna peningkatan kinerja instansinya.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian, jenis-jenis, dan
tingkat kebijakan publik
BAB II
PENGERTIAN, JENIS-JENIS
KEBIJAKAN PUBLIK DAN
MACAM-MACAM PENGGUNAAN ISTILAH
“KEBIJAKAN” (POLICY)
.
Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris “Public Policy”. Kata “policy”
ada yang menerjemahkan menjadi “Kebijakan” (Samodra Wibawa, 1994; Muhadjir Darwin, 18)
dan ada juga yang menerjemahkan menjadi “kebijaksanaan” (Islamy, 2001; Abdul Wahap,
1990).
Meskipun belum ada “kesepakatan”, apakah policy diterjemahkan menjadi “Kebijakan” ataukah
“kebijaksanaan”, akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy
digunakan istilah kebijakan maka dalam modul ini, untuk public policy diterjemahkan menjadi
“kebijakan publik”.
A. Uraian
1. Pengertian Kebijakan Publik.
a. Thomas R. Dye
Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut : “Public Policy is
whatever the government choose to do or not to do” (Kebijakan publik adalah apapun
pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu). Menurut Dye,
apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena
kebijakan publik merupakan “tindakan” pemerintah. apabila pemerintah memilih untuk tidak
melakukan sesuatu, inipun merupakan kebijakan publik, yang tentunya ada tujuannya.
Sebagai contoh : becak dilarang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, ber-tujuan untuk kelancaran
lalu lintas, karena becak dianggap menggangu kelancaran lalu-lintas, di samping dianggap
kurang manusiawi. Akan tetapi, dengan dihapuskan-nya becak, kemudian muncul “ojek sepeda
motor”. Meskipun “ojek sepeda motor” ini bukan termasuk kendaraan angkutan umum, tetapi
Pemerintah DKI Jakarta tidak melakukan tindakan untuk melarangnya. Tidak adanya tindakan
untuk melarang “ojek” ini, dapat dikatakan kebijakan publik, yang dapat dikategorikan sebagai
“tidak melakukan sesuatu”.
b. James E. Anderson.
Anderson mengatakan :
“Public Policies are those policies developed by governmental bodies and official (Kebijakan
publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah).
c. David Easton.
David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut :
“Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society”. (kebijakan
publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh anggota masyarakat).
Kesimpulan:
a. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah.
b. Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan
tertentu.
c. Kebijakan Publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
2. Jenis-Jenis Kebijakan Publik.
James L. Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut :
a. Substantive and Procedural Policies.
Substantive Policy.
Suatu kebijakan dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah.
Misalnya: kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi dan lain-lain.
Procedural Policy
Suatu kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlihat dalam perumusannya (Policy
Stakeholders).
Sebagai contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan public meskipun ada Instansi/Organisasi
Pemerintah yang secara fungsional berwenang membuatnya, misalnya Undang-undang tentang
Pendidikan, yang berwenang membuat adalah Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam
pelaksanaan pembuatannya, banyak instansi/organisasi lain yang terlibat, baik instansi/organisasi
pemerintah ataupun organisasi bukan pemerintah, yaitu antara lain DPR,
Departemen Hukum & HAM, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), dan Presiden yang mengesahkan Undang-undang tersebut. Instansi-
instansi/organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy Stakeholders.
b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies.
Distributive Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-
individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Contoh: kebijakan tentang “Tax
Holiday” Redistributive Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi
kekayaan, pemilikan, atau hak-hak.
Contoh : kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
Regulatory Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/pelarangan terhadap perbuatan/tindakan.
Contoh : kebijakan tentang larangan memiliki dan meng-gunakan senjata api.
c. Material Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang
nyata bagi penerimanya.
Contoh : kebijakan pembuatan rumah sederhana.
d. Public Goods and Private Goods Policies.
Public Goods Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan-pelayanan oleh
pemerintah, untuk kepentingan orang banyak.
Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan jalan umum.
Private Goods Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan-pelayanan oleh
pihak swasta, untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas, dengan imbalan.
Contoh : kebijakan pengadaan barang-barang /pelayanan untuk keperluan perorangan, misalnya
tempat hiburan, hotel dan lain-lain.
3. Macam-macam penggunaan istilah “Kebijakan” (policy)
Hogwood and Gunn (1988) mengelompokkan penggunaan istilah kebijakan (policy) sebagai
berikut :
a. Kebijakan sebagai label untuk suatu Bidang Kegiatan Tertentu.
Dalam Konteks ini, kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan dimana
pemerintah terlibat didalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan luar negeri.
b. Kebijakan sebagai Ekspresi mengenai Tujuan Umum atau Keadaan Yang dikehendaki
Disini kebijakan digunakan untuk menyatakan kehendak dan kondisi yang dituju. Contohnya
pernyataan tentang tujuan pembangunan dibidang SDM untuk menunjukkan aparatur yang
bersih.
c. Kebijakan sebagai Proposal di Bidang Tertentu.
Dalam konteks ini, kebijakan lebih berupa proposal, contoh: Usulan RUU (Rancangan Undang-
Undang) dibidang Keamanan dan Pertahanan atau RUU tentang Kepegawaian. Didalam
kebijakan tersebut dijelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan.
d. Kebijakan sebagai Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah
Sebagai contoh adalah keputusan untuk melaksanakan perombakan terhadap sistem administrasi
negara. Keputusan tersebut masih perlu dituangkan dalam bentuk Peraturan Perundang-
undangan.
e. Kebijakan sebagai Pengesahan Formal (formal Authorization)
Disini kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun keputusan yang sah. Sebagai contoh
UU Nomor 22/1999 yang merupakan keputusan yang sah dalam rangka penyerahan sebagaian
urusan pusat ke daerah.
f. Kebijakan sebagai Program
Yang dimaksud dengan kebijakan disini adalah program yang akan dilaksanakan. Sebagai
contoh, program peningkatan PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara), yang menjelaskan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan termasuk cara pengorganisasian, pelaksanaan, serta
pembiayaannya.
g. Kebijakan sebagai Output, atau apa yang dihasilkan
yang dimaksud disini adalah output yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan. Sebagai contoh
pelayanan yang murah dan cepat atau PNS yang profesional, dll.
h. Kebijakan sebagai Outcome
Kebijakan disini digunakan untuk menyatakan dampak yang diharapkan dari suatu kegiatan,
seperti pemerintahan yang efisien.
i. Kebijakan sebagai Teori atau model
Kebijakan disini menggambarkan model dari suatu keadaan, dengan asumsi tentang apa yang
dapat dilakukan oleh pemerintah dan apa konsekwensi dari tindakan pemerintah tersebut.
Sebagai contoh, kalau pajak dinaikkan X%, maka revenue diperkirakan naik Y%, atau kalau X
dilakukan maka dampak yang timbul adalah Y.
j. Kebijakan sebagai Proses atau tahapan yang perlu dilaksanakan.
B. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Pengertian,Jenis, dan Tingkat-tingkat
Kebijakan Publik, cobalah latihan di bawah ini.
1. Menurut Thomas R. Dye, tidak melakukan sesuatu merupakan kebijakan publik. Coba
jelaskan dan berikan contohnya !
2. Jelaskan tentang Substantive and Procedural Policies dan berikan masing-masing contohnya!
3. Jelaskan tentang Distributive, Redistributive and Regulatory Policies dan berikan masing-
masing contohnya!
4. Jelaskan tentang Public Goods and Private Goods Policies dan berikan masing-masing
contohnya!
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan
pembelajaran tentang Pengertian, Jenis-jenis dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik, terutama
yang belum Ada pahami.
C. Rangkuman
Kebijakan publik adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara yang ditujukan
untuk kepentingan masyarakat. Kebijakan publik bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah
yang ada di dalam masyarakat. Ada beberapa jenis kebijakan publik, yaitu Substantive and
Procedural Policies, Distributive, Redistributive and Regulatory Policies, Material Policies,
Public Goods and Private Goods Policies.
BAB III
SISTEM, PROSES, DAN SIKLUS
KEBIJAKAN PUBLIK
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian, sistem,
proses dan siklus kebijakan publik.
A. U r a i a n
1. Sistem Kebijakan Publik.
Yang dimaksud dengan sistem kebijakan publik, menurut Mustopadidjaja AR (Bintoro
Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja AR. 1988), adalah keseluruhan pola kelembagaan dalam
pembuatan kebijakan publik yang melibatkan hubungan diantara 4 elemen (unsur), yaitu masalah
kebijakan publik, pembuatan kebijakan publik, kebijakan publik dan dampaknya terhadap
kelompok sasaran (target groups).
Sebagai suatu sistem, maka dalam sistem kebijakan publik dikenal adanya unsur-unsur : Input,
Process, Output. Kebijakan public adalah merupakan produk (output) dari suatu input, yang
diproses secara politis.
Adapun elemen-elemen (unsur-unsur) sistem kebijakan public adalah :
a. Input : masalah Kebijakan Publik
Masalah Kebijakan Publik ini timbul karena adanya factor lingkungan kebijakan publik yaitu
suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah
kebijakan publik” tersebut, yang berupa tuntutan-tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau
tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatu kebijakan publik. Masalah
ini dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik yang baru.
Sebagai contoh : masalah kebijakan publik dapat timbul karena adanya dorongan dari
masyarakat. Misalnya, timbulnya INPRES SD, INPRES Pasar, INPRES Puskesmas, karena
adanya pandangan masyarakat (pada waktu itu) tentang kurangnya pemerataan pembangunan.
Pembangunan dikatakan sudah berhasil, tetapi kurang merata. Masalah kebijakan juga dapat
timbul, justru adanya kebijakan pemerintah. Misalnya sebagai akibat adanya kebijakan
pemerintah DKI Jakarta, bahwa untuk beberapa jalan protokol, kendaraan roda empat (kecuali
taksi dan Bus Kota) diwajibkan berpenumpang minimal tiga orang, yang kemudian terkenal
dengan sebutan “three in one” Kebijakan ini mengakibatkan timbulnya masalah “Jockey”, yaitu
“orang-orang yang dibayar” ikut mobil yang berpenumpang kurang dari tiga orang.
b. Process (proses): pembuatan Kebijakan Publik.
Proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat politis, di mana dalam proses tersebut terlibat
berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan.
Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stake- holders, yaitu mereka-mareka yang
mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh suatu kebijakan publik. Policy Stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat
negara, lembaga pemerintah, dan juga dari lingkungan masyarakat (bukan pemerintah),
misalnya, partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, perusahaan dan sebagainya.
c. Output : Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu seperti yang diinginkan oleh kebijakan
publik.
d. Impacts (dampak), yaitu dampaknya terhadap kelompok sasaran (target groups). Kelompok
sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-kelompok orang, atau organisasi-
organisasi, yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi atau diubah oleh kebijakan publik
tersebut.
2. Proses Kebijakan Publik.
Proses kebijakan publik ini meliputi tahap-tahap:
a. Perumusan kebijakan publik.
Tahap ini mulai dari perumusan masalah sampai dengan dipilihnya alternatif untuk
direkomendasikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
b. Implementasi kebijakan publik.
Setelah kebijakan publik disahkan oleh pejabat yang berwenang, maka kemudian kebijakan
publik tersebut diimplementasikan (dilaksanakan).
Mengenai implementasi kebijakan publik, Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokroamidjojo dan
Mustopadidjaja AR. 1988),
mengemukakan bahwa dilihat dari implementasinya, Ada tiga bentuk kebijakan publik, yaitu:
1) Kebijakan langsung, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah sendiri.
Misalnya : INPRES SD
2) Kebijakan tidak langsung, yaitu kebijakan yang pelak-sanaannya tidak dilakukan oleh
pemerintah. Dengan demikian, dalam hal ini pemerintah hanya mengatur saja.
Misalnya: kebijakan pemerintah tentang Investasi Asing.
3) Kebijakan campuran, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan
bukan pemerintah (swasta).
Misalnya kebijakan Pemerintah DKI Jakarta tentang kebersihan, di mana pelaksanaan kebersihan
dapat dilakukan oleh Dinas Kebersihan atau oleh swasta.
c. Monitoring kebijakan publik.
Monitoring kebijakan publik adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi
kebijakan yaitu, untuk memperoleh informasi tentang seberapa jauh tujuan kebijakan itu
tercapai. (Hogwood and Gunn, 1989).
d. Evaluasi kebijakan publik.
Evaluasi kebijakan publik ini bertujuan untuk menilai apakah perbedaan sebelum dan setelah
kebijakan itu diimplementasi-kan, yaitu perbandingan antara sebelum dan sesudah
diberlakukannya suatu kebijakan.
3. Siklus Kebijakan Publik.
Proses kebijakan publik ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus kebijakan publik seperti
gambar dibawah ini.
B. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai sistem proses dan siklus kebijakan publik,
cobalah latihan di bawah ini:
1. Jelaskan tentang elemen-elemen (unsur-unsur) dalam system kebijakan publik!
2. Jelaskan tentang tiga bentuk kebijakan publik dilihat dari implementasinya!
3. Jelaskan tahap-tahap dalam proses kebijakan publik!
4. Gambarkan bagan siklus kebijakan publik!
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan
pembelajaran tentang sistem, proses, dan siklus kebijakan publik, terutama yang belum Anda
pahami
C. Rangkuman
Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem, yang terdiri dari elemen-elemen (unsur-
unsur): input : masalah kebijakan publik, proses : pembuatan kebijakan publik, output, kebijakan
publik dan dampak (impact) terhadap kelompok sasaran (target groups).
Kebijakan publik dapat pula dilihat sebagai proses yang meliputi tahap-tahap: perumusan
masalah, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik.
Kebijakan publik dapat digambarkan sebagai siklus.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu
menjelaskan peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik.
BAB IV
PERAN INFORMASI DALAM
PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK
A. U r a i a n
1. Pengertian Data dan Informasi
Seringkali orang mengartikan data dan informasi itu sama. Akan tetapi sebenarnya data dan
informasi itu berbeda. Mengenai perbedaan data dan informasi, Murdick et al (Kumorotomo dan
Agus Margono, 1994) mengemukakan bahwa data adalah fakta yang sedang tidak digunakan
dalam proses pembuatan keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan dalam tanpa maksud untuk
segera diambil kembali untuk pembuatan keputusan. Sebaliknya informasi terdiri dari data yang
telah diambil kembali, diolah dan digunakan untuk memberi dukungan keterangan untuk
pembuatan keputusan. Informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa, sehingga
bermakna dan bermanfaat untuk membuat keputusan. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa
pemakaian informasi itu penting, karena informasilah yang dipakai untuk menunjang pembuatan
keputusan.
Untuk membuat kebijakan diperlukan informasi yang berkualitas tinggi. Informasi yang
memiliki kualitas tinggi akan menentukan sekali efektivitas kebijakan publik.
Mengenai syarat-syarat informasi yang baik, Parker (Kumorotomo dan Agus Margono, 1994)
mengemukakan sebagai berikut :
a. Ketersediaan (availability).
Syarat pokok bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat
diperoleh bagi yang hendak memanfaatkannya.
b. Mudah dipahami.
Informasi harus mudah dipahami oleh pembuat kebijakan.
c. Relevan.
lnformasi yang diperlukan harus benar-benar relevan dengan permasalahannya.
d. Bermanfaat.
Terkait dengan syarat relevansi, informasi harus bermanfaat bagi pembuat kebijakan.
e. Tepat waktu.
Informasi harus tersedia tepat waktunya, terutama apabila pembuat kebijakan ingin segera
memecahkan masalah yang dihadapi oleh pemerintah.
f. Keandalan (Reliability).
Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya.
g. Akurat.
lnformasi seyogyanya bersih dari kesalahan, harus jelas dan secara tepat mencerminkan makna
yang terkandung dari data pendukungnya.
h. Konsisten.
Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi dalam penyajiannya.
2. Pentingnya informasi dalam pembuatan kebijakan.
William N. Dunn (1994) memberikan definisi Analisis kebijakan publik sebagai suatu disiplin
llmu Sosial Terapan, yang meng-gunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk
menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang
digunakan dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Dari pengertian Analisis Kebijakan Publik tersebut dapat dilihat bahwa untuk memecahkan
masalah-masalah kebijakan diperlukan informasi.
Dalam perumusan/pembuatan kebijakan, diperlukan informasi, dari data yang telah diolah.
Misalnya pemerintah akan merumuskan/membuat kebijakan kependudukan, maka untuk ini
diperlukan informasi tentang pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk, kualitas dan struktur
umur penduduk. Apabila pemerintah ingin merumuskan/ membuat kebijakan ekonomi, maka
diperlukan informasi tentang sektor-sektor yang potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkat
kan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, misalnya: sektor-sektor Industri, Perdagangan,
Keuangan/Perbankan, Pertanian, dan lain-lain.
3. Informasi yang Relevan dengan Kebijakan.
Tugas seorang Analis Kebijakan (Policy Analist) adalah memberikan informasi kepada pembuat
kebijakan (Policy Maker) untuk membuat kebijakan. Dalam kaitannya dengan penyediaan
informasi ini, William N. Dunn (1994), mengemuka-kan bahwa metodologi dalam analisis
kebijakan dapat memberikan informasi dengan menjawab lima bentuk pertanyaan, yaitu :
a. Masalah apakah yang dihadapi?
Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang masalah-masalah kebijakan (policy
problem).
Misalnya, apabila pertanyaan ini diajukan kepada Pemerintah DKI Jakarta, maka jawabannya
adalah masalah-masalah kemacetan lalu lintas, urbanisasi, meningkatnya kriminalitas,
perkelahian antar pelajar, dan lain-lain.
b. Kebijakan-kebijakan apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut,
baik pada masa sekarang maupun masa lalu; dan hasil-hasil apakah yang telah dicapai?
Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang hasil-hasil kebijakan (policy outcomes).
Misalnya, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, Pemerintah DKI Jakarta telah membuat
kebijakan tentang Pajak Progresif, untuk pemilik mobil pribadi lebih dari satu. Makin tambah
jumlah mobil yang dimiliki, makin tinggi pajaknya. Selain itu juga ada kebijakan “three in one”
untuk beberapa jalan protokol.
Hasil-hasil kebijakan tersebut di atas tampaknya belum bisa
mengatasi masalah kemacetan lalu lintas.
c. Bagaimana nilai (tujuan yang dinginkan) dari hasil-hasil kebijakan tersebut dalam
memecahkan masalah?
Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kinerja kebijakan (policy performance).
Menurut William N. Dune (1994), Policy Performance adalah suatu tingkat (derajat) sampai di
mana hasil suatu kebijakan membantu pencapaian. suatu nilai (tujuan yang diinginkan). Dalam
kenyataannya banyak masalah seringkali “tidak dapat dipecahkan”. Oleh karena itu, seringkali
perlu dicari cara-cara pemecahan yang baru, dirumuskan kembali masalahnya, dan kemungkinan
suatu masalah itu “tidak dapat dipecahkan”. Meskipun suatu masalah itu mungkin dapat
dipecahkan atau tidak dapat dipecahkan; informasi tentang hasil-hasil kebijakan tetap diperlukan,
terutama untuk meramalkan kebijakan yang akan datang. Misalnya di DKI Jakarta, meskipun
telah dibuat kebijakan-kebijakan untuk memecahkan masalah kemacetan lalu lintas, tetapi
tampaknya belum dapat memecahkan masalah tersebut Oleh karena itu, perlu dipikirkan adanya
kebijakan untuk memecahkan kemacetan lalu-lintas.
d. Alternatif-alternatif kebijakan apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah tersebut, dan
apakah kemungkinan di masa depan?
Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan (policy futures).
Misalnya untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di DKI Jakarta, memang ada saran-saran untuk
membatasi umur kendaraan yang boleh beroperasi, membuat jalan di bawah tanah, di samping
pembuatan jalan layang yang sudah ada.
e. Alternatif-alternatif tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah
tersebut?
Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang tindakan-tindakan kebijakan (policy
actions/implementation).
Misalnya, sebelum ada krisis moneter, Pemerintah DKI Jakarta ada rencana untuk membuat jalan
di bawah tanah antara kawasan Blok M (Kebayoran Baru) dan kawasan Kota (Glodok).
B. L a t i h a n
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Peran informasi dalam pembuatan
kebijakan; cobalah latihan di bawah ini.
1. Coba jelaskan perbedaan data dan informasi!
2. Coba jelaskan tentang syarat-syarat informasi yang baik!
3. Coba jelaskan pentingnya informasi dalam pembuatan kebijakan!
4. Coba jelaskan tentang metodologi analisis kebijakan yang dapat
memberikan informasi untuk menjawab lima bentuk pertanyaan! Apabila Anda belum mampu
menjawab latihan tersebut diatas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Peran
informasi dalam pembuatan kebijakan, terutama yang belum anda pahami.
C. Rangkuman
Data adalah fakta yang sedang tidak digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sedangkan
informasi adalah data yang telah diambil kembali, diolah dan digunakan untuk pembuatan
keputusan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai informasi yang
baik, yaitu : ketersediaan, mudah dipahami, relevan, bermanfaat, tepat waktu, keandalan, akurat
dan konsisten.
Informasi ini penting, karena untuk memecahkan masalah diperlukan informasi, terutama dalam
perumusan masalah-masalah kebijakan.
Metodologi dalam analisis kebijakan dapat memberikan informasi dengan menjawab lima bentuk
pertanyaan. Jawaban masalah-masalah kebijakan, kinerja kebijakan, kebijakan di masa depan,
dan tindakan/implementasi kebijakan.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan
mampu menjelaskan pengertian agenda setting.
BAB V
AGENDA SETTING
A. U r a i a n
1. Isu-Isu Konseptual
Tahap yang paling kritis dalam proses kebijakan adalah agenda setting. Agenda setting adalah
suatu tahap sebelum perumusan kebijakan dilahirkan, yaitu bagaimana isu-isu (issues) itu
muncul pada agenda pemerintah yang perlu ditindaklanjuti berupa tindakan-tindakan pemerintah.
Banyak isu yang masuk ke pemerintah, yang diharapkan agar pemerintah segera mengambil
tindakan, ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. (Howlett and
Ramesh, 1995).
Seperti yang yang telah dibahas dalam sistem kebijakan, isu-isu atau masalah-masalah itu dapat
timbul karena keinginan atau desakan dari masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, sebelum
masalah-masalah tersebut dipertimbangkan untuk dipecahkan, harus melalui suatu proses yang
kompleks.
Pada dasarnya, agenda setting adalah tentang pengenalan masalah, yang dihadapi oleh instansi-
instansi pemerintah. Sedangkan Cob and Ross, Seperti dikutip oleh Howlett and
Ramesh (1995), mendefinisikan agenda setting sebagai “proses di mana keinginan-keinginan
dari berbagai kelompok dalam masyarakat diterjemahkan ke dalam butir-butir kegiatan agar
mendapat perhatian serius dari pejabat-pejabat pemerintah”. Sedangkan mengenai pengertian
agenda, John Kingdon (Howlett and Ramesh, 195), mengemukakan bahwa “agenda setting
adalah suatu daftar subyek atau masalah di mana para pejabat pemerintah dari masyarakat diluar
pemerintah yang ada kaitannya dengan pejabat tersebut, memberikan perhatian pada masalah
tersebut”.
2. Proses Agenda Setting.
Suatu agenda pemerintah tidak harus dipandang sebagai suatu daftar formal dari perbagai
masalah yang harus dibicarakan oleh pembuat kebijakan, tetapi agenda pemerintah tersebut
semata-mata menggambarkan masalah masalah atau isu-isu yang dihadapi oleh pembuat
kebijakan. (Islamy, 2001).
Cobb and Elder (Islamy 2001 Howlett and Ramesh 1995), membedakan antara “Systemic
Agenda” dan “Governmental Agenda”. Systemic Agenda (agenda sistemik) terdiri atas isu-isu
yang dipandang secara umum oleh anggota-anggota masyarakat politik sebagai pantas mendapat
perhatian dari pemerintah dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam kewenangan sah
setiap tingkat pemerintahan masing-masing.
Manurut Cobb and Elder, ada tiga prasyarat agar isu (policy Issue) itu dapat masuk dalam agenda
sistemik, yaitu:
a. Isu itu memperoleh perhatian yang luas atau sekurang-kurangnya menumbuhkan kesadaran
masyarakat.
b. Adanya persepsi atau pandangan masyarakat bahwa perlu dilakukan beberapa tindakan untuk
memecahkan masalah itu.
c. Adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu merupakan kewajiban dan
tanggungjawab yang sah daripemerintah untuk memecahkannya.
Sedangkan “Governmental Agenda” (Agenda Pemerintah) adalah serangkaian masalah yang
secara eksplisit memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat
kebijakan yang sah. Agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas dan terbatas jumlahnya.
Kemudian timbul pertanyaan, mengapa beberapa masalah masyarakat dapat masuk agenda
pemerintah, sedangkan beberapa masalah masyarakat lain tidak?
Menurut Cobb and Elder (Howlett and Ramesh, 1995), hal-hal tersebut dapat terjadi, karena
masalah-masalah dalam masyarakat begitu banyak sehingga para pembuat kebijakan akan
memilih dan merencanakan masalah-masalah mana yang menurut mereka perlu mendapat
prioritas utama untuk diperhatikan secara serius. Kalau sebagian besar pembuat kebijakan
sepaham bahwa prioritas perlu diberikan kepada masalah-masalah tertentu, maka Policy issue
tersebut segera dapat dimasukkan ke dalam agenda pemerintah.
Anderson (Islamy, 2001), mengemukakan adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan
permasalahan masyarakat dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yaitu:
a. Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok, maka kelompok-
kelompok tersebut akan mengadakan reaksi dan menuntut adanya tindakan pemerintah, untuk
mengatasi ketidakseimbangan tersebut.
Sebagai contoh, kelompok pengusaha kecil yang merasa terdesak oleh pengusaha besar dan kuat
(konglomerat).
b. Para pemimpin politik dapat menjadi faktor penting dalam penyusunan agenda pemerintah.
Para pemimpin politik, karena didorong adanya pertimbangan politik dan karena memperhatikan
kepentingan umum, selalu memperhatikan masalah-masalah masyarakat dan mengusulkan
upaya-upaya pemecahannya.
Sebagai contoh, karena adanya krisis moneter (krismon), yang mengakibatkan banyak karyawan
kena PHK dan pengangguran meningkat, maka para pemimpin politik mendesak pemerintah
untuk segera mengurangi dampak krismon tersebut.
c. Timbulnya krisis atau peristiwa luar biasa dapat menyebabkan suatu masalah masuk ke dalam
agenda pemerintah.
Sebagai contoh, masalah-masalah ekonomi, politik. sosial dan keamanan yang mengakibatkan
bentrokan etnis dan agama, mengakibatkan pembuat kebijakan segera memasukannya ke dalam
agenda pemerintah.
d. danya gerakan-gerakan protes, termasuk tindakan kekerasan, merupakan salah satu penyebab
yang dapat menarik perhatian pembuat kebijakan dan memasukannya ke dalam agenda
pemerintah.
Sebagai contoh, adanya protes dari kelompok kelompok ter-tentu, termasuk kelompok-kelompok
mahasiswa terhadap penculikan para aktivis mahasiswa maka pemerintah kemudian segera
memasukan masalah tersebut ke dalam agenda pemerintah.
Proses memasukkan masalah-masalah ke dalam agenda pemerintah bukanlah pekerjaan ringan
dan merupakan kegiatan yang kompleks, karena tidak semua pembuat kebijakan menaruh
perhatian yang sama terhadap masalah tersebut. Terjadi konflik kepentingan-kepentingan di
antara para aktor kebijakan, mengenai dapat atau tidaknya masalah-masalah tersebut masuk
kedalam agenda pemerintah.
B. L a t i h a n
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Agenda Setting, cobalah latihan di
bawah ini.
1. Coba jelaskan apa yang disebut dengan Agenda dan Agenda Setting!
2. Jelaskan tentang “Systemic Agenda” dan “Governmental Agenda”!
3. Mengapa isu-isu atau masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tidak semuanya masuk
dalam agenda sistemik dan apa prasyarat agar dapat masuk ke dalam agenda Sistemik?
4. Jelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalah- an masyarakat dapat masuk
ke dalam agenda pemerintah!
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan
pembelajaran tentang Agenda Setting, terutama yang belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Banyak isu atau masalah yang dihadapi oleh pemerintah masuk dalam agenda pemerintah untuk
kemudian dirumuskan per-masalahannya.
Ada dua bentuk agenda, yaitu: “Systemic Agenda” dan “Governmental Agenda”.
Ada beberapa prasyarat untuk dapat masuk ke dalam “Systemic Agenda”. Di samping itu ada
faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan masyarakat untuk dapat masuk ke dalam
“Governmental Agenda”.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik.
BAB VI
IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN
EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
A. U r a i a n
1. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udji
(Abdul Wahab, 1991) mengemukakan: “Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang
penting, bahkan mungkin lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan
akan sekedar berupa impian atau rencana yang tersimpan dalam arsip apabila tidak
diimplementasikan”.
Meskipun implementasi kebijakan itu penting, akan tetapi baru beberapa dasa warsa terakhir ini
saja para ilmuwan social menaruh perhatian terhadap masalah implementasi dalam proses
kebijakan.
Sebagai akibat kurang adanya perhatian pada implementasi kebijakan adalah adanya semacam
“mata rantai yang hilang” antara tahap perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Oleh karena
itu sering dikatakan bahwa kebanyakan pemerintah di
dunia ini baru mampu untuk mensahkan kebijakan dan belum sepenuhnya mampu untuk
menjamin bahwa kebijakan yang telah disahkan itu benar-benar akan menimbulkan dampak atau
perubahan yang diinginkan (Abdul Wahab, 2001).
Gejala inilah yang menurut Andrew Dunsire (Abdul Wahab, 2001), diuraikan sebagai
“implementation gap”, yaitu suatu keadaan di mana dalam suatu proses kebijakan selalu akan
terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan
dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil dari implementasi kebijakan).
Besar kecilnya perbedaan tersebut akan tergantung pada “implementation capacity” dari
organisasi/aktor yang dipercaya untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Implemen-
tation capacity ini adalah kemampuan suatu organisasi/actor untuk melaksanakan
mengimplementasikan kebijakan agar tujuan yang telah ditetapkan tersebut dapat dicapai (Abdul
Wahab, 2001).
Dalam kenyataannya, kebijakan publik itu mengandung risiko untuk mengalami kegagalan.
Hogwood dan Gunn (1986), mengelompokkan kegagalan implementasi kebijakan tersebut dalam
dua kategori, yaitu: “non implementation” (tidak dapat diimplementasikan) dan “unsuccessful
implementation” (implementasi yang kurang berhasil).
Sebagai contoh suatu kebijakan yang dikategorikan sebagaikebijakan yang “non
implementation” adalah kebijakan Menteri Keuangan yang mengenakan pajak 5% untuk
penukaran rupiah ke US $, yang ternyata tiga hari kemudian kebijakan tersebut dicabut kembali.
Sedangkan contoh kebijakan yang dikategorikan “unsuccessful implementation” adalah
implementasi kebijakan pemungutan
retribusi pesawat TV (televisi), yang pelaksanaannya ter-sendat-sendat.
Secara umum, tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan antara
tujuan kebijakan publik yang telah ditetapkan dengan tindakan-tindakan pemerintah untuk
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut yang berupa hasil kebijakan policy outcomes). Untuk ini
perlu diciptakan suatu sistem, yang diharapkan melalui sistem ini, tujuan kebijakan dapat
direalisasi-kan, yaitu dengan cara menterjemahkan tujuan kebijakan yang luas itu ke dalam
program-program kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan kebijakan. Dengan demikian,
untuk mencapai tujuan kebijakan perlu diciptakan berbagai macam program. Oleh karena itu,
suatu studi tentang proses implementasi kebijakan akan meliputi pengkajian dan analisis
terhadap program-program kegiatan yang dirancang sebagai sarana untuk mencapai tujuan-
tujuan kebijakan.
2. Monitoring Kebijakan Publik
Seperti telah diuraikan pada Bab III, monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap
implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya
(outcomes) (Hogwood and Gunn, 1989).
Monitoring bukan sekedar pengumpulan informasi, karena monitoring memerlukan adanya
keputusan-keputusan, tentang tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan, apabila terjadi
penyimpangan-penyimpangan dari yang telah ditentukan Hogwood and Gunn, 1989).
William N.Dunn (1994), menjelaskan bahwa monitoring mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan).
Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan prosedur yang
telah ditentukan.
Misalnya, dalam INPRES Desa Tertinggal (IDT), setiap desa menerima dana IDT sebesar Rp
20.000.000,00 (standard).
Monitoring adalah untuk mengetahui, apakah yang diserahkan benar-benar Rp 20.000.000,00 per
desa.
b. Auditing (pemeriksaan).
Menentukan apakah sumber-sumber pelayanan kepada kelompok sasaran (target groups)
memang benar-benar sampai kepada mereka.
Misalnya, untuk menentukan apakah dana IDT sebesar Rp 20.000.000,00 itu benar-benar sampai
ke kelompok sasaran, yaitu kelompok-kelompok masyarakat miskin.
c. Accounting (Akuntansi).
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah implementasi sejumlah
kebijakan publik dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh, untuk menentukan apakah setelah mene-rima dana IDT sebesar Rp
20.000.000,00 benar-benar ada perubahan kondisi sosial dan ekonomi dari kelompok sasaran,
atau dengan kata lain mereka yang tadinya miskin, sekarang tidak miskin lagi.
d. Explanation (Penjelasan)
Menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan kebijakan publik.
Sebagai contoh, misalnya menjelaskan mengapa setelah menerima dana IDT sebesar Rp
20.000.000,00, masyarakat
miskin tidak berkurang, atau mengapa dana IDT tersebut yang mestinya digulirkan ke kelompok
lainnya, ternyata tidak dapat digulirkan..
3. Evaluasi Kebijakan Publik
David Mackmias, seperti dikutip oleh Howlett and Ramesh (1995), mendefinisikan evaluasi
kebijakan sebagai : “suatu pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibat-akibat dari
suatu kebijakan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan-
tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut”.
Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain adalah tujuan-tujuan dalam kebijakan publik
jarang dilakukan (ditulis) secara cukup jelas, dalam arti seberapa jauh tujuan-tujuan kebijakan
publik itu harus dicapai. Pengembangan ukuran-ukuran yang tepat dan dapat diterima semua
pihak sangat sulit dilakukan (Howlett dan Ramesh, 1995).
Selain daripada itu, evaluasi kebijakan, seperti pada tahap-tahap lainnya dalam proses kebijakan,
merupakan kegiatan politis. Evaluasi kebijakan selalu melibatkan para birokrat (pejabat
pemerintah), para politisi, dan juga seringkali melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah
(Howlett and Ramesh, 1995).
Samodera Wibawa, et al (1994), mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan aktivitas
ilmiah yang perlu dilakukan oleh para pembuat kebijakan di dalam tubuh birokrasi pemerintah.
Di tangan para aktor kebijakan ini, evaluasi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu
memberikan masukan untuk penyempurnaan suatu kebijakan.
Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program-program
mereka, sehingga meningkatkan pula kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Seperti diuraikan di muka, evaluasi merupakan proses politik. Evaluasi kebijakan pada dasarnya
harus dapat menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mencapai
tujuan. Hanya saja, hal ini bukan merupakan hal yang mudah: Mengidentifikasi tujuan yang
benar-benar ingin dicapai, bukanlah tugas yang mudah. Banyak kebijakan/program yang
mempunyai tujuan yang sangat luas, dan oleh karenanya terasa tak mungkin tercapai. Akibatnya
evaluator tidak dapat membuat indikator efektivitas kebijakan/program tersebut. Mengapa suatu
kebijakan/program mempunyai tujuan yang kabur? Hal ini terjadi karena kebijakan adalah
produk politik, yang mengakomodasikan beraneka ragam kepentingan. Ada banyak tujuan
formal dan diumumkan kepada masyarakat, tetapi tujuan yang sesungguhnya tidak dapat
diketahui (Samodera Wibawa, et al, 1994).
Selain daripada itu, seringkali tidak disadari bahwa yang biasa disebut evaluasi oleh birokrasi
pemerintah, sebenarnya bukan evaluasi dalam arti yang benar. Para pejabat evaluator sering tidak
bersungguh-sungguh dalam menilai apakah kebijakan yang mereka evaluasi itu efektif atau
tidak. Hal ini terjadi karena yang mengevaluasi adalah pejabat pemerintah.
Mereka mempunyai kepentingan untuk menunjukkan bahwa kebijakan program telah berjalan
dengan, baik. (Samodera Wibawa, et al, 1994). Akibatnya, misalnya suatu instansi pemerintah
melakukan evaluasi kebijakan, tetapi dalam kenyataannya hasilnya jarang dipublikasikan,
sehingga masyarakat sulit mengetahui hasil evaluasi kebijakan.
Howlett dan Ramesh (1995), mengemukakan tentang beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu:
a. Administrative Evaluation (Evaluasi Administratif).
Evaluasi administratif pada umumnya dibatasi pada pengkajian tentang efisiensi penyampaian
pelayanan pemerintah dan penentuan, apakah penggunaan dana oleh pemerintah sesuai dengan
tujuan yang telah dicapai.
Ada beberapa bentuk evaluasi administratif (Howlett and Ramesh, 1995), yaitu:
1) Effort Evaluation.
Effort evaluation bertujuan untuk mengukur kuantitas inputs (masukan) program, yaitu kegiatan
yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Inputs itu adalah personil, ruang kantor, komunikasi,
transportasi, dan lain-lain, yang dihitung berdasarkan biaya yang digunakan.
2) Performance Evaluation.
Performance evaluation mengkaji outputs program. Contoh, outputs rumah sakit : tempat tidur
yang tersedia, jumlah pasien.
3) Effectiveness Evaluation.
Effectiveness evaluation bertujuan untuk menilai apakah program telah dilaksanakan, kemudian
diadakan perbandingan kesesuaian antara pelaksanaan program dengan tujuan kebijakan.
4) Process Evaluation.
Process evaluation mengkaji peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur operasi organisasi yang
digunakan dalam penyampaian program.
b. Judicial Evaluation (Evaluasi Yudisial).
Evaluasi yudisial mengadakan pengkajian apakah kebijakan yang dibuat pemerintah telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, apakah tidak melanggar HAM dan hak-hak individu.
c. Political Evaluation (Evaluasi Politis).
Evaluasi politis masuk dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu tertentu. Misalnya,
pemilihan umum.
B. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda tentang Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi
Kebijakan Publik, cobalah latihan di bawah ini.
1. Jelaskan tentang pentingnya implementasi kebijakan publik.
2. Jelaskan tentang kebijakan.
3. Jelaskan tentang implementation Gap.
4. Jelaskan tentang kebijakan yang tidak dapat diimplementasikan (non implementation) dan
berikan contohnya.
5. Jelaskan tentang kebijakan yang implementasinya kurang berhasil (unsuccessful
implementtation) dan berikan contohnya
6. Jelaskan pengertian monitoring kebijakan.
7. Jelaskan empat tujuan monitoring kebijakan.
8. Jelaskan pengertian evaluasi kebijakan.
9. Jelaskan kesulitan dalam evaluasi kebijakan.
10.Jelaskan, mengapa evaluasi dikatakan merupakan proses tentang bentuk-bentuk evaluasi
kebijakan.
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan
pembelajaran tentang Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Publik, terutama yang
belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, akan tetapi
baru beberapa dasa warsa terakhir ini mendapat perhatian dari para ilmuwan sosial.
Akibat kurangnya perhatian pada implementasi kebijakan ini menimbulkan adanya
implementation gap, yaitu kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan
dengan apa yang senyatanya dicapai. Kebijakan publik mengandung resiko untuk mengalami
kegagalan. Kegagalan ini dikategorikan menjadi dua, yaitu non implementation dan unsuccessful
implementation.
Tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan antara tujuan kebijakan
dengan tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan kebijakan.
Monitoring kebijakan merupakan kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Ada
empat tujuan monitoring, yaitu : Compliance (kesesuaian/kepatuhan), Auditing (pemeriksaan),
Accounting (akuntansi), dan Explanation (penjelasan).
Evaluasi kebijakan adalah suatu pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibat-akibat
dari suatu kebijakan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut.
Evaluasi kebijakan, seperti tahap-tahap lain dalam proses kebijakan, merupakan proses politik,
yang melibatkan para birokrat, politisi dan fihak-fihak di luar pemerintah.
Evaluasi merupakan kegiatan yang sulit, karena tujuan kebijakan itu sendiri sering dirumuskan
secara luas, sehingga sulit menyusun indikator-indikatornya.
Ada beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu Evaluasi Administratif, Evaluasi Yudisial dan
Evaluasi Politis.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu
menjelaskan analisis kebijakan publik.
BAB VII
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
A. Uraian
1. Dimensi-dimensi Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik, sebagai usaha untuk mengadakan informasi dalam pembuatan
kebijakan, sebenarnya sudah ada semenjak manusia mengenal organisasi dan mengetahui tentang
pembuatan keputusan, mulai dari penggunaan cara yang paling sederhana dan tradisional
(berdasarkan mistik) sampai dengan penggunaan cara-cara ilmiah, baik yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif. Namun sebagai disiplin ilmu tersendiri, kegiatan ilmu kebijakan dimulai setelah
Perang Dunia II, yakni dengan diterbitkannya buku karya Harolld D. Lasswell dan Daniel
Larner, yang berjudul : “The Policy Science: Recent Development in Scope and Methods” pada
tahun 1951. Buku ini berorientasi praktis dan dianggap sebagai buku pertama yang ditulis cukup
sistematis yang menyumbang lahirnya “Ilmu Kebijakan” sebagai Ilmu Sosial Terapan (Said
Zainal Abidin, 1991).
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, para penulis masa kini lebih menyukai untuk
menggunakan istilah “Analisis Kebijakan” (Policy Analysis) daripada menggunakan istilah
“Ilmu Kebijakan” (Policy Science). (Ham and Hill, 1986).
Kebijakan Publik (Public Policy) meliputi dua dimensi: yakni proses kebijakan (policy process)
dan analisis kebijakan (policy analysis).
Dimensi pertama, proses kebijakan, mengkaji proses penyusunan kebijakan mulai dari
identifikasi dan perumusan masalah, implementasi kebijakan, monitoring kebijakan serta
evaluasi kebijakan.
Sedangkan dimensi kedua, analisis kebijakan, meliputi penerapan metode dan teknik analisis
yang bersifat multidisiplin dalam proses kebijakan
Analisis kebijakan, tidak hanya berkaitan dengan satu disiplin ilmu saja, akan tetapi terkait
dengan berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu pendekatannya adalah multidisiplin, yaitu
penerapan dari berbagai metode dan teknik analisis dari berbagai disiplin ilmu.
2. Pengertian Analisis Kebijakan Publik
a. William N. Dunn.
Analisis kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial, terapan, yang menggunakan berbagai
macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentrans-formasikan
informasi yang relevan dengan kebijakan, yang digunakan dalam lingkungan politik tertentu,
untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
b. E. S. Quade.
Dalam arti luas, analisis kebijakan publik adalah suatu bentuk penelitian terapan untuk
memahami secara mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang
lebih baik.
c. Stuart S. Nagel.
Analisis kebijakan publik adalah penentuan dalam rangka hubungan antara berbagai alternatif
kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan; manakah di antara berbagai alternative kebijakan,
keputusan, dan cara-cara lainnya yang terbaik untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan tertentu.
Kesimpulan:
Analisis Kebijakan Publik adalah:
1) Penelitian untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi.
2) Mencari dan mengkaji berbagai alternatif pemecahan masalah atau pencapaian tujuan.
3) Tambahan dari William N. Dunn, keduanya dilakukan secara multidisiplin.
Tujuan dari analisis kebijakan adalah memberikan informasi kepada pembuat kebijakan, yang
dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah masyarakat. Di samping itu, analisis
kebijakan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Aplikasi analisis kebijakan meliputi wilayah permasalahan yang sangat luas, misalnya energi,
pendidikan, hubungan internasional, kriminalitas, kesejahteraan masyarakat, pengangguran,
transportasi, lingkungan hidup, stabilitas keamanan, kemiskinan, dan sebagainya. (Dunn, 1994).
3. Faktor-faktor Strategis yang Berpengaruh dalam Perumusan Kebijakan.
a. Faktor Politik
Faktor politik ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebijakan, karena dalam
perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors),
baik, aktor-aktor dari kalangan pemerintah (Presiden, Menteri, Panglima TNI dan lain-lain),
maupun dari kalangan bukan pemerintah (Pengusaha, LSM, Asosiasi Profesi, ilmuwan; Media
Massa dan lain-lain).
b. Faktor Ekonomi/Finansial.
Faktor ekonomi/finansial pun perlu dipertimbangkan, terutama apabila kebijakan tersebut akan
menggunakan dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam negara.
c. Faktor Administratif/Organisatoris.
Dalam perumusan kebijakan perlu pula dipertimbangkan factor adminitratif/organisatoris, yaitu
apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan
administrative yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan
kebijakan itu.
d. Faktor Teknologi.
Dalam perumusan kebijakanpun perlu mempertimbangkan factor teknologi, yaitu apakah
teknologi yang ada dapat mendukung, apabila kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan.
Faktor sosial, budaya, dan agama pun perlu dipertimbangkan, yaitu misalnya apakah kebijakan
tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya dan agama atau yang sering disebut masalah
SARA.
e. Faktor Pertahanan dan Keamanan.
Faktor pertahanan dan keamanan ini pun akan berpengaruh dalam perumusan kebijakan,
misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan mengganggu stabilitas
keamanan negara.
Faktor-faktor tersebut di atas akan menjadi kriteria dalam menentukan feasibilitas (kelayakan)
dari alternatif-alternatif kebijakan yang akan dipilih dalam langkah-langkah perumusan
kebijakan.
4. Aspek-aspek dalam Analisis Kebijakan Publik.
Amir Santoso, dalam tulisannya pada Jurnal Ilmu Politik, menjelaskan tentang adanya tiga aspek
dalam analisis kebijakan publik, yaitu :
a. Analisis mengenai perumusan kebijakan:
Analisis perumusan kebijakan, misalnya hubungan antara lembaga-lembaga/badan-badan
pemerintah, di mana dalam kebijakan tersebut dirumuskan hubungan antara badan badan
eksekutif dan legislatif, selama proses perumusan tersebut berlangsung.
Analisis ini mencoba menjawab pertanyaan, misalnya bagaimana kebijakan dibuat. Mengapa
pemerintah memiliki alternatif A dan bukan alternatif B, sebagai kebijakannya. Siapa saja yang
terlibat dalam perumusan tersebut dan siapa yang paling dominan. Mengapa orang itu atau
golongan itu yang paling dominan.
b. Analisis mengenai implementasi kebijakan.
Analisis implementasi kebijakan mencoba mempelajari sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan
kebijakan public melalui pembahasan mengenai faktor-faktor yang mem-pengaruhi implementasi
kebijakan, seperti masalah kepemimpinan dan interaksi politik di antara pelaksana kebijakan.
Aspek ini berkembang akibat kesadaran di kalangan ilmuwan kebijakan bahwa implementasi
suatu kebijakan/program tidak hanya bersifat teknis dan administratif belaka. Implementasi
kebijakan ternyata melibatkan masalah-masalah politik, yang sering merupakan faktor yang
mempengaruhi implementasi suatu kebijakan/ program.
Pertanyaan yang hendak dijawab, antara lain adalah:
1) Bagaimana cara kebijakan diimplementasikan?
2) Siapa saja yang dilibatkan dalam proses implementasi tersebut?
3) Bagaimana interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam
implementasi kebijakan itu ?
4) Siapa yang secara formal diberi wewenang mengim-plementasikan kebijakan dari siapa yang
informal lebih berkuasa dan mengapa?
5) Bagaimana cara kerja birokrasi pusat dan daerah serta badan-badan lain yang terlibat dalam
implementasi kebijakan/program?
6) Bagaimana cara atasan mengawasi bawahan dan bagaimana mengkoordinasikannya?
7) Bagaimana tanggapan target group terhadap kebijakan tersebut?
c. Analisis mengenai evaluasi kebijakan.
Evaluasi kebijakan mengkaji akibat-akibat suatu kebijakan atau mencari jawaban atas pertanyaan
“apa yang terjadi sebagai akibat dari implementasi suatu kebijakan?”.
Analisis evaluasi kebijakan sering juga disebut analisis dampak kebijakan, yang mengkaji akibat-
akibat implemen-tasi suatu kebijakan dan membahas “hubungan di antara cara yang digunakan
dan hasil yang dicapai”. Misalnya, apakah pelayanan terhadap penumpang kendaraan umum
menjadi lebih baik setelah dikeluarkan kebijakan mengenai perbaikan transportasi umum?
5. Macam-macam Analisis Kebijakan (Policy Analysis).
Gordon, Lewis, and Gunn (Wayne Parsons), mengemukakan adanya macam-macam analisis
kebijakan (Policy Analysis), seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Analysis of Analysi ofPolicy policy
Analysis of Analysis of Policy Information policy Policy policy Monitoring of advocacy Determination Conten and evaluation policy
Analysis of Policy, meliputi :
a. Policy Determination, yaitu analisis yang berkaitan dengan bagaimana kebijakan itu dibuat,
mengapa dibuat, kapan dibuat, dan untuk siapa dibuat (how, when, for whom).
b. Policy Content, yaitu terkait dengan deskripsi suatu kebijakan tertentu, dan bagaimana
ebijakan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan kebijakan-kebijakan lain yang telah lalu.
Policy Monitoring and Evaluation, meliputi :
a. Policy Monitoring, yaitu mengkaji bagaimana kebijakan itu diimplementasikan, dikaitkan
dengan tujuan kebijakan.
b. Policy Evaluation, yaitu apa dampak kebijakan tersebut terhadap permasalahan tertentu.
Analysis for Policy, meliputi :
a. Policy Advocacy, yaitu terkait dengan riset dan argument yang bertujuan untuk
mempengaruhi policy agenda, baik diluar maupun didalam pemerintah.
b. Information for Policy, yaitu suatu bentuk analisis yang ditujukan untuk mendukung
kegiatan pembuatan kebijakan dalam bentuk hasil penelitian.
B. Latihan
Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda mengenai analisis kebijakan publik, maka coba
jawablah pertanyaan di bawah ini.
1. Coba jelaskan tentang dua dimensi kebijakan publik!
2. Coba jelaskan pengertian analisis kebijakan publik!
3. Coba jelaskan factor-faktor strategis yang mempengaruhi perumusan kebijakan publik!
4. Coba jelaskan tiga aspek dalam analisis kebijakan publik!
Apabila Anda belum mampu menjawab pertanyaan di atas, maka pelajari kembali pembelajaran
tentang Analisis Kebijakan Publik, terutama yang belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Ada dua dimensi kebijakan publik, yaitu proses kebijakan dan analisis kebijakan.
Analisis kebijakan merupakan penerapan metode dan teknik analisis yang bersifat multidisiplin
dalam proses kebijakan.
Dalam analisis kebijakan publik perlu diperhatikan adanya faktor-faktor strategis yang
berpengaruh dalam perumusan kebijakan, yaitu faktor-faktor politik, ekonomi/finansial,
administratif/organisatoris, teknologi, sosial, budaya, agama, dan pertahanan/keamanan.
Ada beberapa aspek dalam analisis kebijakan, yaitu analisis mengenai perumusan kebijakan,
implementasi kebijakan dan analisis mengenai evaluasi kebijakan.
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan merumuskan kebijakan publik
BAB VIII
PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
.
A. U r a i a n
1. Isu-Isu Konseptual
Apabila pemerintah mengetahui adanya masalah-masalah dalam masyarakat (public problems)
dan pemerintah ingin mengatasinya, maka pembuat kebijakan perlu memutuskan untuk
melakukan serangkaian tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk itu, pembuat
kebijakan harus memilih beberapa alternatif yang ada untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk
memperoleh alternatif-alternatif tersebut, diperlukan adanya proses perumusan kebijakan.
(Howlett and Ramesh, 1995).
Masalah-masalah kebijakan, publik tidak selalu siap ada dihadapan pembuat kebijakan. Dalam
kenyataannya, pembuat kebijakan harus melakukan identifikasi masalah sebelum melakukan
perumusan kebijakan.
Seringkali terjadi adanya ketidaksepakatan antara orang satu dengan orang yang lain. Sesuatu
yang dianggap sebagai “masalah” oleh seseorang mungkin dipandang bukan “masalah” oleh
orang lain, karena dianggap malah menguntungkan. Charles O. Jones, seperti dikutip oleh Islamy
(2001), mengemukakan
“Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat diartikan secara berbeda pada waktu yang
berbeda. Banyak masalah yang timbul sebagai akibat dari satu peristiwa yang sama”.
Mengenai pengertian “masalah”, David. G. Smith (Islamy, 2001), mengemukakan “Untuk tujuan
kebijakan, masalah dapat diartikan secara formal sebagai kondisi atau situasi yang menghasilkan
kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan dalam masyarakat, untuk itu perlu dicari cara-cara
penanggulangannya”
Mengenai istilah “peristiwa”, Jones (Islamy, 2001) mengartikan-nya sebagai kegiatan-kegiatan
manusia atau alam yang dipandang mempunyai akibat pada kehidupan manusia. Sedangkan
mengenai masalah, Jones sependapat dengan Smith, yaitu “Kebutuhan-kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi/ditanggulangi)”.
Banyak kebutuhan atau ketidakpuasan yang ada dalam masyarakat, tetapi tidak selalu hal itu
langsung menjadi “public Problem”. Public problem adalah kebutuhan-kebutuhan atau
ketidakpuasan manusia yang tidak dapat dipenuhi atau diatasi secara pribadi (privat).
Dalam kebijakan publik dikenal adanya apa yang disebut “public problem” dan “private
problem”. Pada hakekatnya yang dinamakan “public problem” adalah masalah-masalah yang
mempunyai akibat yang luas, termasuk akibat-akibat yang mengenai orang-orang yang tak
langsung terlibat.
Sedangkan “private problem” adalah masalah-masalah yang mempunyai akibat terbatas atau
hanya menyangkut satu atau sejumlah kecil orang terlibat secara langsung.
2. Proses Perumusan Kebijakan Publik.
Setelah”public problem” masuk dalam agenda pemerintah, maka langkah selanjutnya adalah
proses perumusan kebijakan publik, Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokroamidjojo dan
Mustopadidjaja AR, 1988) mengemukakan tentang langkah-langkah perumusan kebijakan
publik sebagai berikut:
a. Perumusan Masalah Kebijakan.
Perumusan masalah kebijakan ini adalah untuk menemukan dan memahami hakikat masalah,
kemudian merumuskannya dalam bentuk sebab-akibat. Untuk ini harus jelas, mana factor
penyebab (Independent variable) dan mana faktor akibat (dependent variable).
Disiplin yang terkait dalam tahap ini, misalnya metode penelitian, metode kuantitatif dan teori-
teori yang sesuai dengan substansi masalah.
Teknik analisis yang dapat digunakan, misalnya analisis masalah dengan “pohon masalah”
(problem tree) atau analisis masalah dengan “tulang ikan” (fish bones). Contoh analisis masalah
dengan pohon masalah, tentang meningkatnya arus urbanisasi di DKI Jakarta. Oleh karena itu
perlu dicari penyebabnya.
Meningkatnya arus Arus urbanisasi di Jakarta
Mudahnya perpindahan Meningkatnya PembangunanPenduduk kota JakartaDari luar Jakarta
Kurangnya perpindahan penduduk
Kurangnya Pembangunan Kedaerah lain Fasilitas di daerah-daerah
b. Perumusan Tujuan/Sasaran.
Tujuan/sasaran adalah suatu akibat yang secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari. Pada
umumnya suatu kebijakan bertujuan untuk mencapai kebaikan-kebaikan atau mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan.
Teknik analisis tujuan/sasaran yang dapat di gunakan misalnya analisis sasaran, sebagai
kelanjutan analisis masalah dengan menggunakan pohon masalah.
Contoh Analisis Sasaran
Mengurangi arusArus urbanisasi di Jakarta
3 1 Mengatasi PembangunanMembatasi tinggal Di JakartaDi DKI Jakarta
2 4 Membangun fasilitas Mendorong perpindahan Didaerah daerah penduduk kedaerah lain
Catatan : 1, 2, 3, 4 adalah alternatif-alternatif yang dipilih.
c. Perumusan alternatif.
Alternatif adalah pilihan tentang cara atau alat yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan/sasaran. Alternatif ini dapat diperoleh dari hasil analisis sasaran.
d. Perumusan Model.
Apabila diperlukan dapat dirumuskan suatu model analisis kebijakan, misalnya flow chart,
miniatur dan lain-lain.
e . Perumusan Kriteria.
Kriteria ini dapat dipakai untuk mengukur/menilai feasibilitas (kelayakan) dari tiap-tiap
alternatif.
Kriteria ini misalnya:
1) Politik;
2) Ekonomi/finansial;
3) Administratif/organisatoris;
4) Teknologi;
5) Sosial, budaya, dan agama;
6) Pertahanan dan Keamanan (Hankam)
f. Penilaian Alternatif.
Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria di atas.
1) Politik.
Alternatif mana yang paling banyak mendapat dukungan dari para aktor kebijakan.
2) Ekonomi/finansial.
Alternatif mana yang paling banyak menggunakan dana.
3) Administratif/organisatoris.
Apakah secara administratif/organisatoris, alternative tersebut dapat dilaksanakan atau apakah
ada organisasi- organisasi yang melaksanakan.
4) Teknologi.
Apakah untuk alternatif-alternatif tersebut didukung oleh tersedianya teknologi yang diperlukan.
5) Sosial, budaya, dan agama.
Apakah alternatif-alternatif tersebut tidak menimbulkan gejolak sosial, SARA, dan sebagainya.
6) Hankam.
Apakah alternatif-alternatif tersebut dari segi stabilitas keamanan cukup feasible (layak).
Misalnya, hanya ada empat alternatif kebijakan yang akan diperhitungkan, yaitu :
1) Membatasi kemungkinan untuk tinggal di Jakarta dengan tidak memberikan KTP baru bagi
mereka yang baru datang.
2) Membangun fasilitas yang lebih baik di daerah-daerah.
3) Membatasi pertumbuhan kota Jakarta dengan mem-batasi pertambahan investasi baru.
4) Mendorong perpindahan penduduk ke wilayah lain dengan lebih mempermudah transportasi
laut ke dan dari wilayah-wilayah diluar Jakarta.
Dengan mengutamakan kriteria feasibilitas (kelayakan) politik, ekonomi, keuangan,
administratif, dan efektivitas (lebih banyak mencapai hasil, dalam hal ini mengurangi
urbanisasi), kita menilai keempat alternatif tersebut. Setiap alternatif kita beri nilai secara relatif.
Karena kriteria ada lima, Maka yang paling baik sekali kita beri nilai 5, baik sekali diberi nilai
4,baik diberi nilai 3, sedang diberi nilai 2, dan kurang baik diberi nilai 1.
Hasil analisis sasaran menunjukkan ada empat alternative kebijakan yang akan diperhitungkan,
yaitu :
Alternatif 1 :
Dari segi politik kurang baik, karena ini menimbulkan kesan pembatasan kebebasan warga
negara bertempat tinggal di negaranya sendiri.
Dari segi ekonomi terhitung sedang. Sekalipun dapat mencegah adanya pengangguran, akan
tetapi ini dapatmengurangi pengadaan tenaga kerja baru di Jakarta, sementara di pedesaan tidak
ada kesempatan kerja.
Dari segi keuangan, ini paling baik, karena tidak memerlukan biaya yang besar.
Dari segi administratif termasuk kurang baik. Biarpun kelihatannya tidak sulit untuk tidak
memberi KTP bagi pendatang baru, tetapi ini dapat mendorong terjadinya penyimpangan-
penyimpangan yang mengarah pada KKN.
Dari segi efektifitas termasuk baik, karena dapat mengurangi minat tinggal di Jakarta yang
berdampak cukup baik pada pengurangan urbanisasi dalam jumlah yang terbatas.
Alternatif 2 :
Dari segi politik paling baik sekali. Mengembangkan kemampuan daerah dan mudah mendapat
dukungan masyarakat dan kekuatan-kekuatan politik yang ada. Dari segi ekonomi paling baik
sekali. Pembangunan daerah merupakan strategi yang memang harus dilakukan untuk
menghilangkan ketimpangan antar daerah dan memperkuat basis perekonomian nasional,
memperluas pasar dan daya beli dalam negeri, serta pemanfaatan sumber daya nasional secara
luas.
Dari segi keuangan kurang baik, karena pembangunan daerah cukup mahal dan tidak
memberikan keuntungan dengan segera.
Dari segi administratif masuk kategori sedang, karena pembangunan daerah merupakan kegiatan
yang cukup berat, walaupun ini tergantung pada kemampuan penanganan oleh masing-masing
daerah.
Dari segi efektivitas termasuk baik sekali untuk mengurangi urbanisasi, karena dapat memberi
dorongan untuk bertindak sendiri untuk merubah arah arus urbanisasi.
Alternatif 3 :
Dari segi politik termasuk kurang baik, karena pembatasan pembangunan kota Jakarta
merupakan tindakan yang radikal. Itu bisa terjadi kalau dilakukan secara tidak langsung melalui
perluasan pembangunan daerah. Tetapi apabila dilakukan,secara langsung merupakan tindakan
yang sulit mendapat dukungan politik.
Dari segi ekonomi termasuk kurang baik, karena pembatasan pembangunan kota dapat
membatasi perkembangan ekonomi.
Dari segi keuangan termasuk kategori sedang, karena pembatasan pembangunan kota Jakarta
barangkali tidak mengeluarkan biaya, tetapi juga mengurangi tambahan pemasukan baru.
Dari segi administratif termasuk sedang, pembatasan pembangunan kota Jakarta tidak berarti
tidak ada kegiatan, bahkan mungkin dapat menimbulkan berbagai kegiatan administrasi baru.
Dari segi efektivitas termasuk kategori baik. Pembatasan pembangunan kota Jakarta barangkali
mengurangi minat pendatang baru, tetapi tidak mengurangi minat mereka yang sudah tinggal di
Jakarta.
Alternatif 4 :
Dari segi politik termasuk yang paling baik sekali, karena dapat memperluas wawasan politik
masyarakat, dan lebih memungkinkan untuk mendapat dukungan yang luas dari berbagai pihak.
Dari segi ekonomi termasuk baik sekali, karena dapat memperluas jangkauan perekonomian
dalam negeri melalui perluasan pemanfaatan sumber daya dan perluasan pasar.
Dari segi keuangan termasuk kurang baik, karena adanya pengeluaran yang cukup besar.
Dari segi administratif termasuk baik, karena akan menimbulkan kegiatan administratif lebih
banyak, perluasan hubungan dan memperlancar kegiatan administrasi pembangunan.
Dari segi efektifitas termasuk baik, karena untuk mengurangi urbanisasi, secara tidak langsung
sangat bermanfaat. Untuk memilih alternatif yang terbaik, sesuai dengan penilaiandi atas, maka
setiap alternatif tersebut di atas dapat diproyeksikan dalam angka-angka seperti tersebut dalam
tabel
1 di bawah ini.
Tabel 1
Dalam tabel tersebut di atas terlihat bahwa pembangunan daerah merupakan salah satu alternatif
yang mempunyai angka tertinggi, yakni. 17, disusul oleh alternatif pembangunan transportasi ke
daerah lain dengan nilai 16.
Dalam penilaian untuk pemilihan lebih lanjut, angka-angka ini belum merupakan angka final.
Yang perlu dinilai adalah nilai bobot dari masing-masing kriteria itu sendiri sesuai dengan
pertimbangan dalam hubungan dengan tujuan yang lebih tinggi ataupun yang lebih, mendesak.
Pertimbangan itu bisa jadi berhubungan dengan persatuan dan kesatuan nasional, kepentingan
untuk segera meningkatkan daya saing, yang mungkin diperkirakan makin mendesak, dan
sebagainya.
Katakanlah misalnya prioritas kita pada peningkatan daya saing nasional yang mendesak,
sementara persatuan dan kesatuan nasional dipandang sudah cukup mantap, maka kriteria itu
dapat kita beri nilai bobot sebagai berikut:
Kriteria politik : 3
Kriteria ekonomi : 5
Kriteria keuangan : 2
Kriteria administrasi : 3
Kriteria efektifitas : 4
Kriteria ekonomi dipandang penting, sementara efektifitas merupakan sesuatu yang ingin
diusahakan. Jadi nilainya tidak boleh kurang dari empat. Kriteria politik juga cukup penting,
namun masih di bawah kriteria ekonomi, yang langsung erkaitan dengan daya saing. Kriteria
keuangan dipandang kurang penting dibandingkan dengan kriteria administrasi, karena keperluan
adanya peningkatan kemampuan dalam pelayanan umum.
Dengan demikian nilai dalam tabel 1 berubah menjadi seperti dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel-2
Pada tabel 2 tersebut di atas terlihat bahwa pembangunan daerah masih tetap merupakan
alternatif kebijakan yang terbaik, diikuti oleh alternatif keempat, pembangunan transportasi ke
daerah lain. Kondisi ini kelihatannya sama dengan tabel 1. Tetapi keadaan ini tidak selalu
demikian, tergantung prioritas yang kita berikan terhadap kriteria-kriteria yang kita pakai.
Dengan demikian, pilihan kita jatuh pada alternatif ke-2, pembangunan daerah dengan nilai akhir
64, diikuti alternative ke-4.
B. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Perumusan Kebijakan Publik, cobalah
latihan di bawah ini.
1. Jelaskan pengertian “masalah” menurut David G. Smith!
2. Jelaskan pengertian “peristiwa” menurut Jones, yang terkait dengan perumusan masalah
kebijakan publik!
3. Jelaskan pengertian “Public problem” dan “private problem”!
4. Jelaskan langkah-langkah perumusan kebijakan publik!
Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan
pembelajaran tentang Perumusan Kebijakan Publik, terutama yang belum Anda pahami.
C. Rangkuman
Tahap pertama proses kebijakan publik adalah perumusan kebijakan.
Langkah pertama dalam perumusan kebijakan adalah perumusan masalah kebijakan. Dalam
kebijakan publik dikenal apa yang di sebut “public problem” dan “private problem”.
Langkah kedua dalam perumusan kebijakan adalah perumusan tujuan/sasaran.
Langkah ketiga adalah perumusan alternatif kebijakan.
BAB IX
P E N U T U P
A. Simpulan
Kemajuan suatu negara ditentukan oleh kebijakan publik yang dimilikinya. Oleh karena itu
untuk mengetahui kualitas suatu kebijakan publik, diperlukan kemampuan untuk menganalisis
kebijakan publik. Namun untuk melakukan analisis tersebut secara tepat, terlebih dahulu perlu
dipahami esensi kebijakan publik itu. Kebijakan publik itu sendiri adalah suatu kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah/negara yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Tujuannya adalah
untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat.
Untuk menghasilkan kebijakan publik yang baik, maka kebijakan publik perlu dilihat sebagai
suatu sistem, yang terdiri dari unsur input yakni masalah kebijakan publik, proses yang berupa
pembuatan kebijakan publik, dan output yakni kebijakan publik dan dampak (impact) yang
ditimbulkan terhadap kelompok sasaran (target group). Disamping itu, kebijakan publik dapat
pula dilihat sebagai proses yang meliputi tahap perumusan masalah, implementasi, monitoring,
dan evaluasi kebijakan publik.
Dalam tahap perumusan masalah, kebijakan publik memerlukan input yang berupa data dan
informasi. Pengelolaan data dan informasi kebijakan publik perlu dilaksanakan dengan baik agar
dapat secara akurat memecahkan permasalahan yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya,
kebijakan publik memasuki tahapan implementasi, kemudian monitoring dan terakhir adalah
evaluasi. Implementasi adalah tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan
kebijakan. Monitoring merupakan kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan,
sedangkan evaluasi kebijakan adalah suatu pencapaian secara sistematis atas kesesuaian tujuan
kebijakan dengan fakta empiris di lapangan.
Untuk melihat keberhasilan kebijakan publik, maka diperlukan analisis terhadap keseluruhan
sistem, proses dan tahapan kebijakan. Analisis ini bersifat multidisiplin yang mencakup faktor-
faktor politik, ekonomi, administratif, teknologi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
B. Tindak Lanjut
Pejabat Struktural Eselon III dituntut untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan publik
yang terkait dengan sektor atau bidang yang menjadi tugas pokoknya. Implementasi kebijakan-
kebijakan tersebut dapat berlangsung secara efektif apabila esensi kebijakan-kebijakan tersebut
yang meliputi sistem dan prosesnya dapat dipahami.
Oleh karena itu berbekal hasil-hasil belajar pada modul Analisis Kebijakan Publik ini, peserta
diharapkan mampu menerapkan kebijakan-kebijakan publik yang terkait dengan sektor atau
bidangnya masing-masing, dan secara proaktif melakukan analisis terhadapnya terutama pada
aspek implementasinya di lapangan, dan apabila terdapat permasalahan dapat menyusun dan
menyampaikan hasil analisisnya kepada atasannya guna penyempurnaan kebijakan tersebut.
Kesemua ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja instansi masing-masing peserta.
Daftar Pustaka
Abdul Wahab, Solichin. (1990). Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Rineka
Cipta.
Abdul Wahab, Solichin (2001). Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara.
Anderson, James E. (1976). Public Policy Making, New York: Holt, Rinrkart and Winston.
Abidin, Said Zainal (1997). 10 Langkah Analisis Perumusan dan Saran Kebijaksanaan Publik,
Jakarta: Lembaga Adminis-trasi Negara.
Dunn, William N. (1994). Public Policy Analysis: An Introduction, Englewood Cliff. Prentice
Hall, Inc.
Ham, Christopher and Michael Hill (1980). The Policy Process in The Modern Capitalist State,
Brighton, Sussex: Wheatsheaf Book, Ltd.
Hill, Michael (Ed.) (1997). The Policy Process, Harlow, Essex, England: Prentice-Hall, Inc.
Hogwood, Brian W. and Lewis A. Gunn (1985). Policy Analysis for the Real World, Oxford:
Oxford University Press.
Howlett, Michael and M. Rarnesh (1995). Studying Public Policy. Policy Cycles and Policy
Subsystems, Oxford: Oxford University Press.
Islamy, M. Irfan, (2001). Prinsip - prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bina
Aksara.
Jones, Charles O. (1984). An Introduction to The Study of Public Policy,Massachusetts:
Duxbury Press.
Kumorotomo. Wahyudi. dan Subandio Agus Margono. (1994). Sistem Informasi Manajemen
dalam Organisasi-organisasi Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lineberry, Robert L., and Ira Sharkansky. (1974). Urban Politics and Public Policy, New York:
Harper & Row, Publishers.
Linblom, Charles E. (1980). Proses Penetapan Kebijaksanaan, terjemahan: Ardian SyMnsutlin,
Jakarta: Erlangga.
Lembaga Administrasi Negara RI. (1997). Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jilid
I dan II, Edisi Ketiga, Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung. Mustopadidjaja AR. (1992). Studi Kebijaksanaan, Jakarta. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Parsons, Wayne. (1995). Public Policy: An Introduction to the
Theory and Practice of Policy Analysis. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing, Ltd.
Tjiptoherjanto, Priyono, dan Said Zainal Abidin. (1993). Reformasi Administrasi; Jakarta: FE-
UI.
Tjokroamidjojo, Bintoro dan Mustopadidjaja AR. (l999). Kebijaksanaan dan Administrasi
Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
Wibawa Samodra, et. al., (1994). Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wibawa, Samodra. (1994). Kebijakan Publik : Proses dan Analisis Jakarta: Intermedia