analisa kebijakan akreditasi sekolah

26
ANALISA KEBIJAKAN AKREDITASI SEKOLAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ANALISA KEBIJAKAN PUBLIK Dosen Pengampu : Dr. HARTUTI PURNAWENI, MPA Di susun oleh : 1. Nur Faizah ( Nim : 14020112410060 ) 2. Sukendro ( Nim : 140201124100008 )

Upload: agus-supriyadi

Post on 08-Aug-2015

195 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

ANALISA KEBIJAKAN AKREDITASI SEKOLAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

ANALISA KEBIJAKAN PUBLIK

Dosen Pengampu :

Dr. HARTUTI PURNAWENI, MPA

Di susun oleh :

1. Nur Faizah ( Nim : 14020112410060 )

2. Sukendro ( Nim : 140201124100008 )

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI

KONSENTRASI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2012

Page 2: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mutu pendidikan di Indonesia telah lama menjadi perhatian dan

keprihatinan banyak kalangan terlebih setelah krisis ekonomi 1997. Padahal

harapan besar ada pada dunia pendidikan. Peranan dunia pendidikan dalam

pembangunan bangsa paling tidak memuat 3 (tiga) fungsi yaitu : fungsi politik

pendidikan, agen sumber daya manusia dan fungsi ekonomi pendidikan.

Sementara itu, rendahnya kualitas pendidikan antara lain terlihat dari :

Organisasi kelembagaan

Ketenagaan

Sarana dan Prasarana

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan adalah

penyelenggaraan manajemen sekolah yang dilandasi dengan paradigma lama.

Paradigma pendidikan lama berorientasi pada pendidikan birokratis hirarkis

yang tak banyak memberikan ruang bagi “improvisasi” manajemen sekolah.

Sedangkan paradigma pendidikan baru bergeser pada pendidikan demokratis

yang berdasarkan atas kondisi sekolah, bukan lagi pedoman dari pusat. Untuk

mencapai pendidikan demokratis ada 3 aspek yang harus diperbaharui, yakni :

1) Regulasi

Pada aspek regulasi pendidikan telah diterbitkan serangkaian peraturan atau

kebijakan yang meliputi :

a. UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No 32

Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memberi angin segar bagi dunia

pendidikan karena wacana otonomi pendidikan gencar diusulkan untuk

mendukung pendidikan yang demokratis.

b. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

mengatur kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum

Indonesia dapat dijadikan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan

nasional yang bermutu.

Page 3: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

c. PP No 19 Tahun 2005, merupakan salah satu amanat UU No 20/2003,

pasal 35 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standarisasi Pendidikan

dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk

berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 041P

tahun 2005. Adapun lingkup yang distandarisasi oleh BSNP meliputi:

standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,

standar pengelolaan, standar pembiayaan serta standar penilaian

pendidikan.

d. Pasal 19 PP No 19/2005 menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan

pada jalur formal wajib melakukan penjaminan mutu (quality

assurance) pendidikan.

e. Keputusan Mendiknas No. 087/U/2002 tentang akreditasi dan

Keputusan Mendiknas No 039/O/2003 tentang Badan Akreditasi

Nasional (BasNas) adalah amanat PP Nomor 19/2005 Pasal 86. Badan

independen ini diharapkan dapat berfungsi sebagai katalisator

peningkatan kualitas pendidikan. Fungsi badan ini adalah memberi

masukan kepada BSNP untuk penyempurnaan standar nasional

pendidikan, motivator kepada kepala sekolah dan memberi referensi

masyarakat tentang kualitas suatu sekolah.

Regulasi ini merupakan wujud komitmen pemerintah secara komprehensif

untuk mengangkat keterpurukan pendidikan. Dari PP No 19/2005

mengisyaratkan adanya trimatra manajemen mutu pendidikan ( standar

nasional pendidikan, penjaminan mutu pendidikan dan akreditasi satuan

pendidikan) yang diharapkan menjadi pilar guna mempercapat peningkatan

kualitas pendidikan. Untuk lebih memperjelas kedudukan kaki-kaki dalam

trimatra manajemen mutu pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 4: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Gambar 1

Trimatra Manajemen Mutu Pendidikan

Gambar diatas menunjukkan bahwa tiga kaki trimatra manajemen mutu

pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan percepatan peningkatan

kualitas pendidikan. Standar nasional pendidikan membuat norma-norma

standar yang harus dicapai sekolah, lembaga penjaminan mutu dan badan

akreditasi. Penjaminan mutu bertugas untuk mengawasi, membina dan

mendorong sekolah agar lebih baik. Akreditasi satuan pendidikan akan

mendorong sekolah untuk mempersiapkan diri, mengevaluasi dan sebagai

alat akuntabilitas publik. Akhirnya, semua bermuara pada pembinaan

sekolah dan hasil akhirnya diharapkan menghasilkan lulusan yang memiliki

kompetensi maksimal.

2) Profesionalisme Guru

Faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan pendidikan demokratis

adalah profesionalitas guru. Badan Nasional Standart Pendidikan

mengisyaratkan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan harus

memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Guru profesional akan menghasilkan pengalaman belajar yang membawa

Standar Nasional

Penjaminan Mutu Pendidikan

Akreditasi Satuan Pendidikan

Satuan Pendidikan

Kualitas Lulusan

Page 5: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

peserta didik memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk hidup serta

meningkatkan kualitas dirinya, sehingga mampu menerapkan prinsip belajar

sepanjang hayat (long life education) (Subakir, 2001:21).

3) Manajemen Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma yang

memberikan otonomi seluas-luasnya pada sekolah untuk meningkatkan

efisiensi pengelolaan dan relevansi pendidikan di sekolah. Manajemen

berbasis sekolah secara konseptual digambarkan sebagai perubahan formal

struktur penyelenggaraan, sebagai bentuk desentralisasi yang

mengidentifikasi sekolah sebagai unit utama peningkatan pendidikan.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap,

terencana dan terukur sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60

tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan

program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut,

Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah

(BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-

S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program

dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur

formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sebagai

institusi yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Mendiknas,

BAN-S/M bertugas merumuskan kebijakan operasional, melakukan

sosialisasi kebijakan dan melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah. Dalam

melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M dibantu oleh Badan

Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk oleh

Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2). Sejalan dengan

kegiatan reformasi birokrasi yang ada di lingkungan Kemdiknas demi

mewujudkan layanan prima kepada publik, maka layanan akreditasi

sekolah/madrasah menjadi salah satu program dalam reformasi layanan.

Reformasi layanan mengacu pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, sehingga mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan

Page 6: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan

korporasi yang baik. Tujuan yang ingin dicapai dari reformasi layanan

akreditasi sekolah/madrasah ialah memberikan kemudahan kepada

pemangku kepentingan dalam mendapatkan layanan akreditasi. Reformasi

layanan akreditasi sekolah/madrasah yang sesuai dengan undang-undang

pelayanan publik membawa konsekuensi perubahan pada sistem dan

mekanisme akreditasi. Perubahan yang harus didukung dengan

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam bisnis inti

layanan untuk menciptakan layanan prima pendidikan nasional. Untuk

mencapai layanan prima pendidikan nasional, khususnya pada sistem

akreditasi sekolah/madrasah, perlu upaya untuk mengevaluasi dan

menganalisis proses awal sistem akreditasi sekolah/madrasah yang ditujukan

untuk menentukan kebutuhan teknologi yang sesuai dengan prinsip reformasi

layanan dan undang-undang pelayanan publik. Semua capaian dapat

diwujudkan dalam analisis sistem akreditasi sekolah/madrasah.

B. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Analisis Kebijakan

Dalam arti luas, analisis kebijakan adalah suatu bentuk riset terapan yang

dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang masalah-masalah sosioteknis

yang lebih dalam dan untuk menghasilkan pemecahan-pemecahan yang lebih

baik (Moekijat, 1995:5). Sementara Dunn mengemukakan definisi analisis

kebijakan publik secara longgar sebagai ilmu yang mempelajari mengenai dan

di dalam proses kebijakan (Dunn, 2000: 3). Beberapa pengertian Analisis

Kebijakan Publik yang diperoleh melalui materi perkuliahan, antara lain :

- E.S. Quade

Suatu bentuk penelitian terapan yang dilakukan untuk memahami secara

mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan

yang lebih baik.

- Stuart S. Nagel

Page 7: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Penentuan dalam rangka menghubungkan antara berbagai alternatif

kebijakan dan tujuan, manakah diantara berbagai alternatif kebijakan,

keputusan atau cara-cara lain yang terbaik untuk mencapai sejumlah tujuan

tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas, maka analisis kebijakan publik di pahami

sebagai pengkajian atas suatu kebijakan guna menentukan kebijakan yang

lebih baik melalui sejumlah metode yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Tujuan Akreditasi

Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan

oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang untuk

menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur

pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk

akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil,

transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria

yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

Latar belakang adanya kebijakan akreditasi sekolah di

Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh

pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang

bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau

melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap

kelayakan setiap satuan/program pendidikan.

Akreditasi sekolah/madrasah memiliki lingkup pekerjaan yang mencakup:

1. Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA).

2. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs).

4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).

5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

6. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar

Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) dan Sekolah Menengah Luar

Biasa (SMLB).

Page 8: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Tujuan diadakannya kegiatan akreditasi sekolah/madrasah ialah:

1. Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau

program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional

Pendidikan.

2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.

3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada

program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.

Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu

Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.

2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus

meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan

kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan

regional dan internasional.

3. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan

pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka

menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program

Sekolah/Madrasah.

4. Membantu menidentifikasi Sekolah atau Madrasah dan program dalam

rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur

atau bentuk bantuan lainnya.

5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk

meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sector swasta

dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.

6. Mmbantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah

kepindahan peserta didik dari satu Sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru

dan kerjasama yang saling menguntungkan.

Page 9: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Dengan akreditasi diharapkan :

1. Masyarakat mengetahui bagaimana kinerja sekolah di lihat dari berbagai

unsur terkait, mengacu pada kualitas baku yang dikembangkan berdasarkan

indikator-indikator amalan baik sekolah.

2. Sebagai bentuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat memper-

tanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau

keinginan masyarakat.

3. Untuk kepentingan pengembangan agar sekolah dapat melakukan

peningkatan kualitas berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.

Akreditasi dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Obyektif, penilaian harus menggambarkan kondisi sekolah sebenarnya.

2. Efektif, hasil akreditasi dapat digunakan sebagai dasar pengambilan

keputusan kepala sekolah, pemerintah dan masyarakat.

3. Akuntabel, hasil akreditasi dapat digunakan sebagai bentuk

pertanggungjawaban pada publik.

4. Komprehensif, semua aspek menjadi bagian penilaian dalam pelaksanaan.

5. Profesional, dilakukan oleh asesor yang mengedepankan kejujuran profesi,

jauh dari unsur subjektivitas dan lebih meletakkan kepentingan perbaikan

sekolah dibanding pribadi.

6. Memandirikan, hasil akreditasi mampu membimbing sekolah lebih mandiri.

7. Mandatori, baik negeri atau swasta berkewajiban untuk diakreditasi dengan

cara mengajukan atau menunda akreditasi sampai siap.

Page 10: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

BAB II

ANALISIS KEBIJAKAN

A. PERUMUSAN MASALAH

Bagaimana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan

kualitas sebuah sekolah ?

B. TUJUAN ANALISIS KEBIJAKAN

Tujuan analisis kebijakan akreditasi ini adalah untuk mengetahui

bagaimana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan kualitas

sebuah sekolah.

C. KRITERIA KEBIJAKAN

Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk

menilai alternatif-alternatif. Kriteria yang sahih adalah kriteria yang memang

benar-benar bisa mengukur apa yang ingin di ukur, sesuai dengan konsep yang

mewakilinya. Kriteria diperlukan dalam analisis kebijakan publik ketika analis

melakukan pemilihan atau pengujian alternatif-alternatif kebijakan. (Kismartini

dkk, 2005). Penulis memilih kriteria Bardach diantara kriteria-kriteria yang lain

dikarenakan kriteria yang digunakan dapat diaplikasikan secara umum

(general). Kritera Bardach dikemukakan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

a) Technical feasibility (kelayakan teknis), yaitu kriteria yang digunakan untuk

mengukur apakah kebijakan atau program berhasil mencapai tujuan. Kriteria

ini memusatkan perhatiannya pada apakah alternatif kebijakan yang akan

dilaksanakan layak secara teknis.

b) Economic and financial possibility (kemungkinan ekonomi dan finansial),

yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur berapa biaya yang

dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang

dihasilkan.

c) Political Viability, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur apakah

kebijakan akan berhasil dimana terdapat pengaruh dari beberapa kelompok

kekuasaan, seperti: pembuat keputusan, legislatif, administrator, organisasi

sosial, organisasi kemasyarakatna perkumpulan dan aliansi politik lainnya.

Page 11: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

d) Administrative operability, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur

bagaimana kemungkinan-kemungkinan untuk melaksanakan kebijakan yang

diusulkan didalam konteks politik, sosial dan yang tak kalah penting adalah

administrasi.

e) Ecology (lingkungan), berupa dampak sosial dan dampak fisik (dalam hal

ini AMDAL) yang ditimbulkan dari suatu kebijakan.

D. ALTERNATIF KEBIJAKAN

Tujuan analisis kebijakan akreditasi ini adalah untuk mengetahui

bagamana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan kualitas

sebuah sekolah. Adapun tujuan dari akreditasi sekolah adalah memperoleh

gambaran tentang kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat

pembinaan, pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan serta

menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan

pendidikan.

Berdasarkan tujuannya, maka Penulis sekaligus Analis berusaha untuk

membuat alternatif-alternatif kebijakan yang nantinya akan diturunkan

berdasarkan kriteria kebijakan. Alternatif-alternatif kebijakan tersebut yaitu :

1) Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai penjaminan

kualitas sekolah.

2) Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara intensif tentang

akreditasi.

3) Mengedepankan kualitas akreditasi dari pada kuantitas pelaksanaan

akreditasi.

4) Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.

5) Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.

E. PENILAIAN ALTERNATIF

Kelima alternatif tersebut di atas di nilai berdasarkan kriteria-kriteria

Bardach yang telah disebutkan sebelumnya. Penilaian akan dilakukan secara

kuantitatif (dengan bobot nilai 1 – 4) dan kualitatif untuk mempermudah

penilaian. Hasil penilaian dapat di cermati sebagai berikut :

Page 12: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Alternatif (1) : Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai

penjaminan kualitas sekolah.

a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat

kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), maka Analis memberi skor 2.

b. Economic and financial possibility : pertimbangan mengenai biaya pada

alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis

memberi skor 2.

c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena

menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.

Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.

d. Administrative operability : pengoperasionalisasi secara administratif

dipandang dapat dilakukan dengan mudah dan skornya 1.

e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif ini tidak

dilakukan. Skor yang diberikan adalah 3.

Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot

alternatif (1) adalah 11 poin.

Alternatif (2) : Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara

intensif tentang akreditasi.

a. Technical feasibility : secara teknis, pembinaan bukan hal yang mudah

karena ini berkenaan dengan latar belakang sekolah masing-masing.

Untuk hal ini diberi skor 3.

b. Economic and financial possibility : dari segi finansial dan ekonomi,

pembinaan ini bukan merupakan hal yang sulit, skornya adalah 1.

c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena

menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.

Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.

d. Administrative operability : kebutuhan administrasi menjadi perhatian

dengan intensifnya pembinaan. Skor yang diberikan untuk alternatif ini 2.

e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif ini tidak

dilakukan. Skor yang diberikan adalah 3.

Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot

alternatif (2) adalah 12 poin.

Page 13: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Alternatif (3) : Mengedepankan kualitas akreditasi daripada kuantitas

pelaksanaan akreditasi.

a. Technical feasibility : berbicara mengenai kualitas, maka secara teknis

harus benar, tepat dan baik. Oleh karenanya skor tertinggi diberikan

untuk alternatif ini, yaitu 4.

b. Economic and financial possibility : pertimbangan mengenai biaya pada

alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis

memberi skor 2.

c. Political Viability : pertimbangan politik tidak begitu berarti, karena

kualitas pendidikan yang di pilih untuk dikedepankan. Skornya 2.

d. Administrative operability : kualitas yang baik membutuhkan tata

administrasi yang baik pula. Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.

e. Ecology : lingkungan perlu disadarkan untuk dapat menerima kualitas

pendidikan yang baik dan hal ini dapat dilakukan tanpa banyak

mengalami kesulitan. Skor yang diberikan 2.

Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot

alternatif (3) adalah 13 poin.

Alternatif (4) : Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana

akreditasi.

a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat

kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), maka Analis memberi skor 2.

b. Economic and financial possibility : dari segi finansial dan ekonomi,

penyederhanaan birokrasi ini merupakan penghematan yang seyogyanya

dilakukan, skornya adalah 1.

c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena

menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.

Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.

d. Administrative operability : kebutuhan administrasi menjadi perhatian

dalam tata laksana administrasi. Skor yang diberikan pada alternatif ini 2

e. Ecology : lingkungan sosial pasti mengharapkan penyederhanaan

mekanisme birokrasi. Skor yang diberikan 2

Page 14: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot

alternatif (4) adalah 10 poin.

Alternatif (5) : Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka

akreditasi.

a. Technical feasibility : berbicara mengenai penyiapan sumber daya, maka

secara teknis harus benar, tepat dan baik. Oleh karenanya skor tertinggi

diberikan untuk alternatif ini, yaitu 4.

b. Economic and financial possibility : dengan penyiapan sumber daya,

memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu skor yang diberikan 3.

c. Political Viability : penerimaan secara politis tidak begitu menjadi

perhitungan dalam hal ini dan skornya adalah 1.

d. Administrative operability : administrasi menjadi sangat penting karena

harus dimengerti dengan jelas oleh semua pihak yang terkait dengan

akreditasi. Skor yang diberikan adalah 4.

e. Ecology : lingkungan akan mendukung dengan adanya kediapan sumber

daya dari lembaga-lembaga pendidikan dan skornya adalah 2.

Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot

alternatif (5) adalah 14 poin.

F. HASIL PENILAIAN

Berdasarkan penilaian berbagai alternatif sesuai dengan kriteria yang

dipilih, maka akan diperoleh hasil penilaian. Hasil penilaian sesuai dengan

perincian di atas, secara jelas di rangkum dalam tabel berikut :

Tabel 2

Hasil Penilaian Alternatif

N

O

Alternatif –

Alternatif

KRITERIA Total

Skor

Rang-

kingPolitik Ekonom Teknik Lingk. Admin

1 I 3 2 2 3 1 11 IV

2 II 3 1 3 3 2 12 III

3 III 2 2 4 2 3 13 II

4 IV 3 1 2 2 2 10 V

5 V 1 3 4 2 4 14 I

Page 15: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

Dengan demikian, berdasarkan hasil penilaian atas alternatif-alternatif

yang ada, maka skor tertinggi diperoleh pada Alternatif (5), yaitu “Menyiapkan

sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.” Sedangkan alternatif

dengan skor terendah adalah Alternatif (4), yaitu : Menyederhanakan

mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.

Page 16: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

BAB III

PENUTUP

A. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penilaian berbagai alternatif kebijakan tentang

akreditasi Sekolah, maka penulis (Analis) merekomendasikan alternatif-

alternatif kebijakan sebagai berikut :

1) Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.

2) Mengedepankan kualitas akreditasi daripada kuantitas pelaksanaan

akreditasi.

3) Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara intensif tentang

akreditasi.

4) Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai penjaminan

kualitas sekolah.

5) Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.

B. SIMPULAN

Dari proses analisis kebijakan tentang akreditasi Sekolah, maka penulis

menarik beberapa simpulan sebagai berkut :

- Dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diperlukan langkah akreditasi

sebagai wujud penjaminan mutu sekolah.

- Akreditasi memerlukan berbagai langkah pendukung untuk

mensukseskannya, diantaranya adalah rekomendasi-rekomendasi yang

dihasilkan dari proses analisa kebijakan.

- Analisa yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk menyempurnakan

pelaksanaan progra-program akreditasi selanjutnya.

Page 17: Analisa Kebijakan Akreditasi Sekolah

DAFTAR PUSTAKA

AG. Subarsono, Drs, M.Si, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

BAS NAS, Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah, 2005, www.b an s m .org . Diakses tanggal 13 Nopember 2012, pukul 19.30 WIB.

Kementrian Pendidikan Nasional, Kajian Analisis Sistem Akreditasi Sekolah atau

Madrasah : Dalam rangka Reformasi Birokrasi Internal, 2011,

www.basnas.org. Di akses tanggal 21 November 2012 pukul 10.30 WIB

Kismartini, dkk, Analisis Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005.

Moekijat, Analisis Kebijaksanaan Publik, Penerbit Mandar Maju, Bandung,

1995.

Supriyono, Subakir, Manajemen Berbasis Sekolah, SIC, Surabaya, 2001.

William N. Dunn, Analisa Kebijaksanaan Publik, Hanindita, Yogyakarta, 2000.