analisa bulk and density

43
  i RINGKASAN Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hal yang menjadi kebutuhan utama manusia. Namun, seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan pangan juga meningkat, namun tidak diiringi dengan pemenuhan jumlah pangan yang mencukupi. Berbagai cara dilakukan untuk menganekaragamkan bahan pangan alternatif lain pengganti makanan pokok yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk tepung instant  yang merupakan hasil ekstrusi bahan serealia. Serealia yang digunakan adalah sorghum putih (  Andropogon sorghum Brot), sorghum merah (  Andropogon sorghum Brot), milet putih (Panicum miliacium Linn), milet merah (Panicum miliacium Linn) dan beras merah (Oryza sativa Linn). Selanjutnya dilakukan analisa fisik dan kimia terhadap tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dan tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi. Analisa fisik yang dilakukan, meliputi bulk density, analisa viskositas dengan alat RVA (  Rapid Vis co Analyzer ) dan kemampuan pembasahan. Analisa kimia yang dilakukan, meliputi analisa kadar air, analisa amilosa, analisa lemak, analisa serat kasar dan analisa protein. Dari hasil analisa diketahui bahwa tepung serealia instant memiliki bulk density yang lebih rendah (0,886 - 0,993 g/cm 3 ) dibandingkan dengan tepung serealia (1,101 - 1,176 g/cm 3 ), dengan asumsi lebih baik kualitasnya karena memiliki set back yang rendah, yaitu -0,968 hingga -12,132 RVU. Selain itu didukung sifat kimia yang lebih rendah nilainya, yaitu kadar air (7,243 - 8,064 %), lemak (1,825 - 5,280 %), serat kasar (9,143 - 12,153 %) dan protein (9,630 - 10,682 %). Oleh karena itu tepung serealia instant memiliki kemampuan untuk mudah dicerna, juga memiliki kualitas dan massa s impan yang bagus untuk dikembangkan menjadi produk instant  pengganti makanan pokok.

Upload: annisa-nurul-ghifari

Post on 07-Oct-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bulk and density adalah......

TRANSCRIPT

  • i

    RINGKASAN

    Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hal yang menjadi kebutuhan utama manusia. Namun, seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan pangan juga meningkat, namun tidak diiringi dengan pemenuhan jumlah pangan yang mencukupi. Berbagai cara dilakukan untuk menganekaragamkan bahan pangan alternatif lain pengganti makanan pokok yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk tepung instant yang merupakan hasil ekstrusi bahan serealia. Serealia yang digunakan adalah sorghum putih (Andropogon sorghum Brot), sorghum merah (Andropogon sorghum Brot), milet putih (Panicum miliacium Linn), milet merah (Panicum miliacium Linn) dan beras merah (Oryza sativa Linn). Selanjutnya dilakukan analisa fisik dan kimia terhadap tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dan tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi. Analisa fisik yang dilakukan, meliputi bulk density, analisa viskositas dengan alat RVA (Rapid Visco Analyzer) dan kemampuan pembasahan. Analisa kimia yang dilakukan, meliputi analisa kadar air, analisa amilosa, analisa lemak, analisa serat kasar dan analisa protein. Dari hasil analisa diketahui bahwa tepung serealia instant memiliki bulk density yang lebih rendah (0,886 - 0,993 g/cm3) dibandingkan dengan tepung serealia (1,101 - 1,176 g/cm3), dengan asumsi lebih baik kualitasnya karena memiliki set back yang rendah, yaitu -0,968 hingga -12,132 RVU. Selain itu didukung sifat kimia yang lebih rendah nilainya, yaitu kadar air (7,243 - 8,064 %), lemak (1,825 - 5,280 %), serat kasar (9,143 - 12,153 %) dan protein (9,630 - 10,682 %). Oleh karena itu tepung serealia instant memiliki kemampuan untuk mudah dicerna, juga memiliki kualitas dan massa simpan yang bagus untuk dikembangkan menjadi produk instant pengganti makanan pokok.

  • ii

    SUMMARY

    Adequacy of food is one of the essential human need. Due to increasing amount of people, adequacy of food will also rise, but do not accompany with availability of the food. Various alternatives have been conducted to look for other of food materials. Hence, this research trying to develop instant flour product which resulted from extrusion of cerealia. Cerealia that used in this research were white sorghum (Andropogon sorghum Brot), red sorghum (Andropogon sorghum Brot), white milet (Panicum miliacium Linn), red milet (Panicum miliacium Linn) and red rice (Oryza sativa Linn). There physical and chemical properties were analyzed for cereal instant flour which produced using extrusion process and cereal flour. Physical properties included bulk density, viscosity analysis using RVA (Rapid Visco Analyzer) and ability of drenching. Analysis of chemical properties included moist content, amylose, fat, harsh fiber dan protein. The result of analysis proved that instant flour have lower bulk density (0,886 to 0,993 g/cm3) than cereal flour (1,101 to 1,176 g/cm3), with assumption that the quality of instant flour better, because having lower set back (-0,968 to -12,132 RVU). Moreover, cereal instant flour had lower chemical properties which was moist content (7,243 to 8,064 %), fat (1,825 to 5,280 %), harsh fibre (9,143 to 12,153 %) and protein (9,630 to 10,682 %). Cereal instant flour had ability to digested easily, also it had longer storage life. There for, it had good quality keep good to developed become a product could substitute staple food.

  • 1

    1

    1. PENDAHULUAN

    Permasalahan yang sering kali dihadapi oleh negara-negara dengan populasi penduduk

    yang besar adalah sulitnya pengadaan pangan bagi penduduknya. Menurut perkiraan, pertumbuhan populasi dunia mengikuti deret geometri, sedangkan pertambahan

    pengadaan pangan mengikuti deret hitung. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan inovasi dari para pelaku dan pengusaha industri pangan. Di antaranya memproduksi bahan pangan yang mudah pengadaannya maupun murah biaya produksinya, dan mempunyai umur simpan yang relatif lama. Di antara bahan pangan yang diketahui, tepung merupakan salah satu yang mempunyai keunggulan di atas. Selain itu, bahan baku pembuatan tepung juga bermacam-macam, sehingga fungsinya pun beragam.

    Dengan proses penepungan, permasalahan pada komoditi bahan pangan segar sedikit banyak dapat diatasi. Namun, masyarakat memiliki anggapan bahwa jenis tepung hanyalah sebatas pada tepung gandum, tepung terigu maupun tepung yang sudah banyak dijumpai di pasaran seperti tepung tapioka dan tepung maizena. Pada kenyataannya, berbagai komoditi bahan pangan seperti kelompok umbi-umbian, serealia, legum, buah dan sayur dapat juga ditepungkan. Aplikasi tepung pada berbagai industri pengolahan pangan memiliki peluang yang sangat besar terutama bagi solusi ketersediaan pangan masa depan.

    Dewasa ini, usaha untuk menemukan makanan pengganti terus dikembangkan. Berbagai

    bahan juga digunakan sebagai makanan pengganti bahan makanan pokok yang lazim dikonsumsi oleh manusia. Perkembangan ini dilakukan dengan memanfaatkan sumber

    bahan pangan yang jarang terpikirkan oleh manusia pada umumnya, meskipun produk pangan tersebut jika diolah secara baik akan menambah perbendaharaan sumber bahan pangan dengan kekayaan potensi yang dimiliki oleh masing-masing bahan pangan.

    Serealia adalah salah satu hasil pertanian masyarakat Indonesia meskipun tidak sepenuhnya varietas tersebut adalah asli dari Indonesia. Namun, pada hakekatnya

    produk serealia ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan dengan berbagai bentuk

  • 2

    2

    dan variasi. Salah satu contohnya adalah produk ekstrusi dari serealia dengan variasi rasa, bentuk dan bahan dasar yang beragam. Produk serealia ini selain akan

    memperkaya jenis makanan di pasaran, juga dapat digunakan sebagai bahan makanan siap saji pengganti nasi, sebagai contohnya adalah corn flakes dan snack. Produk makanan ekstrusi ini sangat disukai konsumen baik dewasa maupun anak-anak.

    Seiring dengan kemajuan zaman yang menuntut suatu produk yang praktis di dalam penyajiannya, maka penganekaragaman produk pangan juga harus mengikuti tuntutan konsumen pada zaman ini. Produk yang dihasilkan harus dapat dikonsumsi dalam waktu cepat dan praktis, atau dikenal sebagai produk makanan instant yang praktis dalam

    penyajiannya. Selain itu, bentuk pangan tanpa air itu mudah ditambah air dan mudah larut, siap untuk disantap (Hartomo & Widiatmoko 1993). Dengan membuat produk pangan instant, kendala atau masalah penyimpanan serta transportasi juga akan semakin dipermudah.

    Menurut Hartomo & Widiatmoko (1993), salah satu kriteria makanan instant yaitu memiliki sifat hidrofilik. Apabila bahan pangan semula mengandung lemak atau minyak yang bersifat hidrofobik, misalnya pada susu atau coklat, afinitas terhadap air harus diperbesar dulu. Kriteria yang lain adalah tidak adanya lapisan gel, dikarenakan lapisan

    gel tersebut akan menyebabkan proses pembasahannya tertunda. Oleh karena itu makanan instant tersebut tidak boleh mengandung lapisan gel yang tidak permeabel

    (sebelum digunakan). Selanjutnya proses pembasahan pada saat yang tepat, harus cukup baik dan segera turun (tenggelam) tanpa menggumpal. Selanjutnya produk instant memiliki sifat mudah terdispersi, dan tidak menjadi sedimen yang hanya mengendap di bawah terus apabila dilarutkan dalam air (Hartomo & Widiatmoko 1993).

    Proses ekstrusi dapat dilakukan untuk mengolah biji serealia yang berpati tinggi (Harper, 1981). Dalam proses tersebut alat yang sering digunakan adalah jenis ekstruder berulir tunggal (single screw ekstruder). Menurut Hoseney (1994), proses ekstrusi merupakan suatu proses penggabungan beberapa unit operasi yang meliputi pencampuran, pemasakan, pemotongan dan pembentukan. Proses pemasakan ekstrusi

    menggunakan sistem pemanasan High Temperature Short Time (HTST), dengan suhu

  • 3

    3

    tinggi mendekati 200 oC, tekanan 500 Psi dan waktu yang relatif pendek yaitu 5 - 10 detik. Proses ekstrusi dapat dilakukan secara kontinyu dalam pencampuran dan

    pembentukan adonan untuk menghasilkan produk secara berkesinambungan dan cepat dalam waktu beberapa menit (Kruger et al., 1996). Pemasakan dengan ekstrusi umumnya digunakan untuk pemrosesan serealia, snack, makanan hewan dan banyak produk yang mengandung komponen pati dan protein dalam bahan mentah (gandum, jagung, rye, oats, sorghum, millet dan beras) (Cai & Diosady, 1993).

    Proses ekstrusi memiliki beberapa kelebihan, antara lain dapat meningkatkan keragaman makanan dengan memproduksi berbagai bentuk, tekstur, warna, dan flavor dari bahan baku utamanya (Muchtadi et al., 1988). Proses ekstrusi ini juga dapat mencegah kerusakan zat-zat gizi terutama protein dan vitamin, namun mampu merusak senyawa toksik dan anti nutrisi seperti hemaglutenin dan antitripsin, mengurangi kontaminasi mikrobia serta menginaktivasi enzim. Selain itu, menurut Andarwulan et al.(1995), teknologi ekstrusi telah mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini terutama terletak pada kemampuan ekstruder untuk mengolah bahan dengan cepat,

    penghematan energi, produk yang seragam, peralatannya sangat mudah dibongkar pasang maupun dilakukan automisasi, tidak banyak menghasilkan limbah, bentuk hasil akhirnya dapat diatur dan kerusakan nutrien yang dapat diminimalkan.

    Selain itu menurut Fellows (1990) proses ekstrusi memiliki berbagai keunggulan, antara lain berbagai produk dapat dihasilkan dengan mengubah bahan baku dan kondisi pengoperasian ekstruder. Selain itu proses ekstrusi ini memiliki biaya operasi yang rendah dengan produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan konvensional.

    Menurut Verheij & Caronel (1992), pengolahan dengan ekstrusi merupakan suatu cara untuk memperbanyak produk sereal, dimana proses ekstrusi tersebut berjalan secara kontinyu dengan menggunakan tekanan dan suhu. Dari proses ekstrusi tersebut akan menghasilkan produk kering, dimana pada umumnya makanan memiliki kadar air sebesar 12-20 %. Keunggulan produk ekstrusi memiliki daya cerna tinggi dan hasilnya

    dapat dimodifikasi sesuai keinginan (Hoseney, 1994).

  • 4

    4

    Selama proses ekstrusi granula pati mengalami pengembangan, kemudian menyerap air dan menjadi tergelatinisasi. Struktur makromolekul dari molekul pati akan terbuka dan menghasilkan massa dengan sifat viskositas yang plastis (Mercier, 1989). Pati dapat terlarutkan namun pada hakekatnya akan mengalami degradasi.

    Tabel 1. Komposisi Kimia dari Oryza sativa, Panicum milliacium dan Andropogon sorghum

    Parameter Oryza sativa Panicum milliacium

    Andropogon sorghum

    Protein (%) 8,3 9,6 10,4 11,6 12,9 16,6 Amilosa (%) 25,2 27,19 16,8 24,7 25,8 27,4 Pati (%) 77,2 77,4 77,8 78 Lemak (%) 2,1 3,3 3,5 4,7 2,8 3,4 Serat (%) 8,4 12,1 10,8 12,0 11,4 12,6 Vitamin ( g/100 g)

    Thiamine 2,1 - 4,5 0,4 0,78 0,40 Niacin 44 62 0,3 2,33 3,49 Ribovlavin 0,33 0,86 0,07 0,38 0,145 Asam panthothenat - 1,1 - Karoten 0,13 - -

    Minerals (mg/100 g) Calcium 65 - 400 14,140 26,34 Fosfor 2480 -2920 30 - 333 224,4 Besi 6,8 - 46 5 - 9 6,33

    (Salunkhe et al., 1985)

    Rapid Visco Analyser (RVA) merupakan alat computer-integrated yang dikembangkan untuk menentukan sifat viskositas pati, biji, adonan dan makanan lain. Instrumen ini secara terus-menerus mengukur sifat viskositas bahan di bawah kondisi variabel gaya irisan dan temperatur (Metzeger, 2004). Rapid Visco Analyser (RVA) memberikan hasil analisa secara sistematis berupa sifat pati yang terkandung dalam bahan. Dalam analisa RVA penentuan sifat viskositas yang terdapat pada bahan, dilakukan berdasarkan

    parameter paste peak viscosity, trough, breakdown, final viscosity, set back dan peak time yang dibentuk bahan selama proses analisa RVA berlangsung (Higley et al., 2001).

    Paste peak viscosity dalam analisa RVA merupakan parameter untuk mengetahui titik tertinggi atau nilai puncak viskositas yang dapat dicapai oleh produk, yang merupakan titik keseimbangan antara swelling (daya kembang) dan pelepasan polimer yang

  • 5

    5

    disebabkan karena peningkatan viskositas, peningkatan viskositas ini menunjukkan adanya proses gelatinisasi pati, selain itu parameter paste peak viscosity menunjukkan kapasitas atau daya ikat air yang dapat dikorelasikan dengan kualitas akhir suatu produk. Setelah mencapai titik puncak viskositas, produk akan mengalami tahap

    penurunan viskositas yang ditentukan dengan parameter trough yang merupakan nilai viskositas terendah setelah suatu produk mengalami peak viscosity (Newport Scientific, 1998).

    Parameter break down merupakan selisih nilai yang dibentuk pada peak viscosity dan trough yang dicapai produk. Parameter break down tersebut menunjukkan nilai kekuatan viskositas suatu produk selama proses pemanasan pada suhu maksimal ( 95 oC). Kemudian parameter final viscosity yang dibentuk produk merupakan nilai viskositas akhir suatu produk setelah mengalami penurunan suhu (pendinginan) 50 oC. Pada tahap ini produk mengalami retrogradasi molekul pati. Parameter final viscosity sering digunakan sebagai parameter produk yang ditunjukkan dengan kemampuan produk dalam membentuk pasta atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan.

    Parameter set back merupakan selisih nilai dari final viscosity dan paste peak viscosity. Hasil yang diperoleh pada parameter set back tersebut dapat dikorelasikan dengan tekstur produk. Bila nilai set back tinggi akan mengindikasikan semakin mudahnya suatu produk mengalami syneresis (keluarnya cairan dari produk) (Newport Scientific, 1998).

    Produk tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi diharapkan memiliki potensi untuk lebih dikembangkan sebagai salah satu makanan pokok pengganti. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dengan menggunakan bahan baku sorghum putih (Andropogon sorghum Brot), sorghum merah (Andropogon sorghum Brot), milet putih (Panicum miliacium Linn), milet merah (Panicum miliacium Linn), dan beras merah (Oryza sativa Linn) yang akan dibandingkan hasilnya dengan tepung serealia yang diproses tanpa melewati ekstrusi. Masing-masing sampel akan dibandingkan berdasarkan parameter fisik tepung yaitu bulk density, analisa sifat viskositas tepung menggunakan alat RVA (dengan parameter paste peak viscosity, trough, break down, final viscosity, set back

  • 6

    6

    dan peak time) dan kemampuan pembasahan. Sedangkan analisa kimia yang digunakan sebagai parameter pembanding meliputi analisa kadar air, analisa amilosa, analisa

    lemak, serat kasar dan protein.

  • 7

    7

    2. MATERI DAN METODA PENELITIAN

    2.1. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005 di Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan dan Laboratorium Ilmu Pangan, Jurusan Teknologi

    Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Untuk pengujian sifat fisika tepung dengan alat RVA (Rapid Visco Amilograph) dilakukan di Laboratorium Quality Control PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.

    2.2. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sorghum putih (Andropogon sorghum Brot), sorghum merah (Andropogon sorghum Brot), milet putih (Panicum miliacium Linn), milet merah (Panicum miliacium Linn) dan beras merah (Oryza sativa Linn). Bahan baku tersebut diperoleh dari Pasar Rejosari, Semarang.

    Gambar 1. Bahan Baku Serealia yang Digunakan Dalam Pembuatan Tepung

  • 8

    8

    2.3. Persiapan Sampel Masing-masing sampel dipersiapkan dengan cara dibersihkan dari kotoran dan batu.

    Selanjutnya dilakukan penepungan bahan baku. Proses penepungan ini dilakukan dari dua jenis bahan yang mengalami perlakuan yang berbeda. Dimana salah satu perlakuannya adalah bahan baku akan ditepungkan setelah melewati proses ekstrusi, sedangkan perlakuan lainnya yaitu dilakukannya penepungan dari bahan bahan tanpa melewati proses ekstrusi. Skema proses penepungan sampel dengan dua perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Serealia Dan Tepung Serealia Instant

    2.4. Proses Ekstrusi Ekstruder yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis ekstruder berulir tunggal (single screw ekstruder) yang diproduksi oleh PT Lucky Olympic, Kediri. Penampang samping alat ekstruder dapat dilihat pada Gambar 3 dan juga dapat dilihat ekstrudat hasil proses ekstrusi pada Gambar 4. Single screw ekstruder ini dilengkapi dengan komponen utama sebagai berikut :

    1. Motor penggerak berkekuatan 7,5 Kilowatt, dengan kecepatan putaran 424 rpm.

    Sampel Serealia

    Dibersihkan dari kotoran Dibersihkan dari kotoran

    Proses Ekstruksi

    Dihancurkan (Milling) Dihancurkan (Milling)

    Sieving dengan ukuran 625 Mesh Sieving dengan ukuran 625 Mesh

    Tepung serealia instant Tepung serealia

  • 9

    9

    2. Ulir (screw) dengan panjang 15,5 cm. Diameter 5,7 cm dan jumlah ulir sebanyak 14 buah (lebar 0,48 cm, dalam (flight) 0,3 cm).

    3. Barrel berdiameter 5,9 cm : panjang 11,1 cm dan jumlah ulir sebanyak 14 buah (lebar 0,52 cm, dalam (flight) 0,3 cm)

    4. Cetakan (die) berdiameter 0,35 cm. 5. Kecepatan pisau 40,00 rpm.

    (Kartika, 1999).

    Gambar 3. Penampang Samping Alat Ekstruder

    Keterangan Gambar : 1. Screw dengan peningkatan diameter

    ulir 2. Barrel dengan lapisan yang keras 3. Feed section 4. Compression section 5. Metering section 6. Breaker plate 7. Cetakan

    8. Discharge thermocouple 9. Pressure tranducer 10. Barrel steam jacket 11. Thermocouples 12. Cooling water jacket 13. Tempat memasukkan bahan 14. Motor penggerak

    Gambar 3. Penampang Samping Alat Ekstruder

    3 5 4 1

    2

    14 12 11 10010

    9

    6 7

    8 13

  • 10

    10

    Gambar 4. Produk Ekstrudat

    2.5. Proses Penghancuran dan Pengayakan Proses tersebut bertujuan untuk merubah bentuk menjadi bubuk, kemudian dilakukan proses sieving dengan ayakan yang berukuran 625 mesh untuk menyeragamkan ukuran. Tepung hasil proses pengayakan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

    Gambar 5. Tepung Serealia

  • 11

    11

    Gambar 6. Tepung Serealia Instant

    2.6. Analisa Sifat Fisik Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Proses analisa sifat fisik yang dilakukan yaitu bulk density, analisa sifat viskositas tepung dengan alat RVA (Rapid Visco Analyzer), dan kemampuan pembasahan. Analisa fisik dilakukan terhadap tepung serealia dan tepung serealia instant, dimana dilakukan 5 kali ulangan untuk tiap sampel.

    2.6.1. Bulk Density Analisa bulk density dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam wadah (yang telah diketahui volumenya) sampai penuh kemudian ditimbang. Bulk density diukur dengan membandingkan massa sampel tepung ekstrudat dengan volume wadah (bulk). Bulk density dinyatakan dalam satuan g/cm3 (Sharma et al., 2000).

    Berat bahan = (berat wadah + bahan) berat wadah

    Bulk density = wadahVolume

    bahanBerat

    Volume wadah = pi R2 t

  • 12

    12

    2.6.2. Analisa RVA Alat RVA (Rapid Visco Analyzer) digunakan untuk menganalisa sifat tepung serealia dan tepung serealia instant yang bertujuan untuk mengetahui sifat tepung selama siklus gelatinisasi dan retrogradasi pati (Pongsawatmanit et al., 2001). Alat ini akan menganalisa pati dengan parameter pengukuran yaitu peak viscosity (puncak viskositas yang dapat dicapai oleh produk), trough (nilai viskositas terendah setelah suatu produk mengalami puncak viskositas), break down (kekuatan viskositas suatu produk selama pemanasan pada suhu maksimal 95 oC), final viscosity (nilai viskositas akhir suatu produk setelah mengalami pendinginan 50 oC), set back (selisih antara final viscosity dan peak) dan peak time. Analisa tersebut menggunakan sampel sebanyak 28 g, yang merupakan larutan dari sampel yang sudah dilakukan analisa kadar air, dan kemudian ditambah sebanyak 25 ml aquades

    2.6.3. Kemampuan Pembasahan Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kemudahan terbasahi yang dinyatakan dalam satuan detik. Sejumlah 150 ml air dimasukkan ke gelas piala 600 ml mulut lebar dan ditutup. Tepung sebanyak 1 g dimasukkan ke permukaan air yang tenang, dan kemudian mencatat waktu yang terbentuk yang mulai dihitung sejak menuang sampai semua bubuk terbasahi (Hartomo & Widiatmoko 1993).

    2.7. Analisa Sifat Kimia Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Proses analisa sifat kimia yang dilakukan yaitu analisa kadar air, analisa amilosa, analisa lemak, analisa serat kasar dan analisa protein. Analisa kimia dilakukan terhadap tepung serealia dan tepung serealia instant, dilakukan 5 kali ulangan untuk tiap sampel.

    2.7.1. Analisa Kadar Air Sampel sebanyak 6 gr ditimbang dalam cawan dengan berat konstan. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 3 jam, kemudian didinginan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan (Soedarmadji et al., 1989).

  • 13

    13

    Perhitungan :

    Berat sampel (g) = W1 Berat sampel setelah dikeringkan (g) = W2 Berat sampel setelah dikeringkan (g) = W3 diperoleh dari (W1-W2)

    Dry basis = %10023

    xWW

    2.7.2. Analisa Amilosa 2.7.2.1. Kurva Standar Sampel amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N. dipanaskan didalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit sampai semua bahan membentuk gel. Setelah itu didinginkan. Seluruh campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml.

    Ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Masing-masing dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 ml larutan diatas masukkan masing-masing ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut tambahkan asam asetat 1 N (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml), kemudian ditambahkan masing-masing 2 ml larutan Iod. Masing-masing campuran dalam labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan air. Dibiarkan selama 20 menit. Selanjutnya intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Kemudian dibuat kurva standar, konsentrasi versus absorbansi.

    2.7.2.2. Penetapan Sampel Sampel sebanyak 100 mg sampel dalam bentuk tepung dimasukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N. Kemudian dipanaskan dalam air mendidih pada suhu 100 oC selama kurang lebih 10 menit sampai terbentuk gel. Kemudian seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dikocok dan

    ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Larutan tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml CH3COOH dan 2 ml

    larutan Iod. Kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades, dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm (Apriyantono et al., 1989).

  • 14

    14

    2.7.3. Analisa Lemak Sampel ditimbang sebanyak 2 g, lalu dibungkus dengan kertas saring yang telah

    diketahui beratnya. Sampel dimasukkan dalam labu Soxhlet ditambahkan dengan pelarut eter sampai 1/3 bagian labu diekstraksi selama 4 jam. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam oven kemudian ditimbang (Soedarmadji et al., 1989). Perhitungan :

    Berat lemak = berat awal berat akhir

    % lemak = %100)()(

    xgawalberatglemakberat

    2.7.4. Analisa Serat Kasar Sampel yang telah diekstrak lemaknya, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ditambah anti

    buih serta batu didih. Kemudian ditambahkan H2SO4 0,25 N sebanyak 200 ml dan didihkan selama 30 menit. Residu yang terbentuk disaring dan dicuci dengan aquades panas. Residu yang terbentuk dimasukkan dalam erlenmeyer dengan menambahkan NaOH 0,25 N sebanyak 200 ml dan didihkan kembali 30 menit. Setelah itu, residu disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kemudian residu yang berada pada kertas saring dicuci dengan menggunakan 5 ml K2SO4 10 % dan dilanjutkan dengan mencuci menggunakan 15 ml alkohol 95 %. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dan ditimbang beratnya (Soedarmadji et al., 1989).

    Perhitungan :

    Berat Residu = berat serat kasar

    % serat kasar = %100)()(

    xgawalberat

    gkasarseratberat

    2.7.5. Analisa Protein (Metoda Kjeldahl) Sampel sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 7,5 g K2SO4; 0,35 g HgO; dan 15 ml H2SO4 pekat serta batu didih ke dalam labu Kjedahl dan dipanaskan sampai diperoleh larutan jernih (selama 3 - 4 jam). Setelah itu labu berisi larutan didinginkan dan kemudian dipindahkan dalam labu destilasi sambil dibilas dengan 100 ml aquades dingin. Larutan yang telah dibilas dipindahkan ke dalam

  • 15

    15

    labu destilasi dan ditambahkan 15 ml Na2S2O3 4%; 50 ml NaOH 50 % dingin; dan 0,2 gr Zn. Pada erlenmeyer penampung destilat diisi dengan 50 ml HCL 0,1 N yang ditetesi dengan indikator metil red dan diletakkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dan didestilasi 1 jam sampai dihasilkan 75 ml destilat. Kemudian destilat dititrasi dengan NaOH 0,1 N samapai titik akhir titrasi hingga berwarna kuning. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk blanko (Soedarmadji et al., 1989)

    % N = %100)(008,14)(

    xmgsampelberat

    xNaOHNxsampelblangkoNaOHml

    % protein 1 = % N x faktor konversi

    2.8. Analisa Data Dalam menganalisa data tersebut menggunakan SPSS for windows versi 11.0. Data hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik yang terbentuk pada tepung serealia instant hasil dari proses ekstrusi dan tepung serealia tanpa melewati proses ekstrusi dianalisa dengan one way Anova. Kemudian dilanjutkan dengan uji T-Test untuk mengetahui perbedaan antara jenis bahan yang sama dengan perlakuan yang berbeda, yaitu antara tepung serealia dan tepung serealia instant.

  • 16

    16

    3. HASIL PENGAMATAN

    3.1. Analisa Sifat Fisik Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Analisa sifat fisik meliputi analisa bulk density, analisa dengan RVA (peak, trough, break down, final viscosity, set back, peak time) dan kemampuan pembasahan yang digunakan untuk menganalisa tepung serealia (tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi) dan tepung serealia instant (tepung serealia yang diproses melalui ekstrusi).

    3.1.1. Analisa Bulk Density Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Hasil analisa bulk density pada tepung serealia disajikan pada Tabel 2. Tepung serealia yang diposes tanpa melalui ekstrusi dari sampel sorghum merah memiliki nilai bulk density paling tinggi (1,101 g/cm3). Sampel milet putih memiliki nilai bulk density hampir sama dengan beras merah dan sorghum putih, yaitu 1,113 g/cm3. Sedangkan pada sampel sorghum putih memiliki nilai bulk density yang sama dengan milet putih dan milet merah, yaitu 1,125 g/cm3. Beras merah memiliki nilai bulk density yang paling rendah dari semua sampel yang diujikan, yaitu 1,101 g/cm3. Pada parameter bulk density pada tiap sampel terdapat pebedaan yang nyata, karena nilai signifikasinya kurang dari 0,05.

    Hasil analisa bulk density pada tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi disajikan pada Tabel 2. Tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dari sampel sorghum merah memiliki nilai bulk density paling tinggi, yaitu 0,993 g/cm3 dan memiliki bulk density yang hampir sama dengan sampel milet putih (0,984 g/cm3). Sampel milet merah memiliki nilai bulk density terendah, yaitu 0,940 g/cm3 dan terdapat perbedaan yang nyata dari tiap sampel. Grafik pengujiaan bulk density pada sampel tepung serealia dan tepung serealia instant dapat diamati pada Gambar 7.

  • 17

    17

    Tabel 2. Hasil Analisa Bulk Density Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

    Jenis Sampel Bulk Density (g/cm3)

    Tepung Serealia Bulk Density (g/cm3)

    Tepung Serealia Instant

    Beras Merah 1,101a 0,012 0,940c 0,007 Milet Putih 1,113ab 0,017 0,984d 0,008

    Milet Merah 1,133c 0,004 0,886a 0,012 Sorghum Putih 1,125bc 0,005 0,907b 0,010

    Sorghum Merah 1,176d 0,015 0,993d 0,002 Keterangan : * Semua nilai merupakan Mean Standar Deviasi

    * Pada kolom yang sama angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaaan yang nyata (p

  • 18

    18

    3.1.2. Analisa RVA Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Hasil analisa tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dengan alat RVA

    (Rapid Visco Analyser) disajikan pada Tabel 3. Sampel sorghum putih yang diproses tanpa melalui proses ekstrusi mempunyai hasil analisa RVA paste peak viscosity (159,518 RVU), trough (115,568 RVU), final viscosity (280,500 RVU), set back (120,982 RVU) dan peak time (6,014 menit) yang tertinggi. Namun, memiliki break down yang rendah, yaitu 43,952 RVU. Tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dari sampel milet merah memiliki peak viscosity sebesar 113,450 RVU, yang hampir sama dengan milet putih, yaitu 114,000 RVU. Tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dari sampel sorghum merah memiliki trough yang paling rendah,

    yaitu 74,234 RVU yang hampir sama dengan milet putih, yaitu 75,052 RVU, yang dapat diamati pada Tabel 3.

    Pada Tabel 3 dapat diamati, bahwa pada sampel milet merah dan milet putih, kemudian antara sampel sorghum merah dan beras merah, memiliki peak time yang hampir sama. Tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dari sampel sorghum merah

    memiliki nilai peak viscosity (77,350 RVU), trough (74,234 RVU), break down (3,116 RVU), final viskositas (135,532 RVU) yang terendah dan juga memiliki set back (58,182 RVU) dan peak time (5,932 menit) yang terendah. Sedangkan tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi yang lain memiliki nilai peak viscosity, trough, break down, final viskositas, set back dan peak time yang bervariasi. Pada parameter trough, final viscosity, set back dan peak time tiap sampel tedapat perbedaan yang nyata yang dapat diamati pada Tabel 3, dan juga dapat diamati pada Gambar 8.

    Hasil analisa tepung serealia instant yang diproses melalui proses ekstrusi dengan alat

    RVA (Rapid Visco Analyser) disajikan pada Tabel 4. Sampel milet putih yang melalui proses ekstrusi mempunyai hasil analisa RVA dengan parameter peak time (2,082 menit), peak viscosity (4,068 RVU), trough (1,232 RVU), break down (2,832 RVU), final viscosity (3,102 RVU) yang rendah dan nilai set back (-0,968 RVU) yang tinggi.

    Tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dari sorghum merah dan

    sorghum putih memiliki nilai yang hampir sama. Pada Tabel 4 dapat diamati bahwa

  • 19

    19

    tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dari sampel beras merah memiliki peak viscosity tertinggi, yaitu 25,984 RVU. Kemudian pada parameter breakdown masing-masing sampel memiliki nilai yang berbeda nyata, dengan break down tertinggi pada sampel sorghum merah, yaitu 10,882 RVU. Selanjutnya pada parameter final viscosity juga berbeda nyata dari masing-masing sampel, dengan final viscosity tertinggi pada sampel beras merah, yaitu 13,850 RVU.

    Pada parameter set back sampel dari sorghum merah dan milet merah memiliki set back yang hampir sama. Set back terendah dapat diamati pada tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dari sampel beras merah, yaitu -12,132 RVU. Kemudian pada

    parameter peak time, sampel milet putih memiliki peak time paling cepat, yaitu 2,082 menit dan hampir sama dengan sorghum putih (2,106 menit). Sedangkan sorghum putih memiliki peak time yang hampir sama dengan milet merah. Sedangkan sampel tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi yang lain memiliki nilai peak, trough, breakdown, final viskositas, set back dan peak time yang berbeda nyata pada tiap sampelnya yang dapat diamati pada Tabel 4.

  • 20

    20

    -50

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    peak_1 trough breakdow fnlvisko setback

    Vis

    cosi

    ty R

    VU

    (Ra

    pid

    Vis

    co U

    nit

    )

    BMTE BMDE MPTE MPDE MMTE MMDE SPTE SPDE SMTE SMDE

    Keterangan :* BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * BMDE = Beras Merah Dengan Ekstrusi; MPDE = Milet Putih Dengan Ekstrusi; MMDE = Milet Merah Dengan Ekstrusi; SPDE = Sorghum Putih Dengan Ekstrusi; SMDE = Sorghum Merah Dengan Ekstrusi

    Gambar 8. Analisa RVA Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

  • 21

    21

    Tabel 3. Analisa RVATepung Serealia

    Parameter Analisa Jenis

    Sampel Peak Viscosity (RVU) Trough (RVU) Break Down (RVU) Final Viscosity (RVU) Setback (RVU) Peak Time (menit) BMTE 159,518d 1,857 115,568c 2,193 43,952e 2,107 280,500e 7,304 120,982e 6,294 6,014b 0,031 MPTE 114,000b 2,170 75,052a 2,209 38,952d 1,117 162,950b 3,034 48,950a 2,188 5,682a 0,026 MMTE 113,450b 1,700 79,882b 1,169 33,566c 1,177 189,000c 2,308 75,550c 1,489 5,572a 0,038 SPTE 147,148c 1,677 124,400d 1,114 22,752b 1,410 235,900d 7,263 88,750d 6,500 6,494c 0,140 SMTE 77,350a 3,039 74,234a 2,895 3,116a 0,211 135,532a 3,798 58,182b 1,070 5,932b 0,234

    Keterangan : * BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * Semua nilai merupakan Mean Standar Deviasi, dimana 1 RVU memiliki nilai sebesar 12 cP. * Pada kolom yang sama angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaaan yang nyata (p

  • 22

    22

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    p eak t im e

    t (m

    en

    it)

    BM T E BM D E M P T E M P D E M M T E M M D E SP T E SP D E SM T E SM D E

    Keterangan :* BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * BMDE = Beras Merah Dengan Ekstrusi; MPDE = Milet Putih Dengan Ekstrusi; MMDE = Milet Merah Dengan Ekstrusi; SPDE = Sorghum Putih Dengan Ekstrusi; SMDE = Sorghum Merah Dengan Ekstrusi

    Gambar 9. Analisa Peak Time Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

    3.1.3. Analisa Kemampuan Pembasahan Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

    Hasil analisa kemampuan pembasahan tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi disajikan pada Tabel 5. Pada pengujian ini tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dari sampel milet merah memiliki kemampuan pembasahan oleh air paling lama waktunya, yaitu 97,020 detik. Sedangkan kemampuan pembasahan yang paling cepat waktunya adalah dari sampel sorghum putih, yaitu 28,214 detik, yang juga memiliki waktu pembasahan yang hampir sama dengan sampel sorghum merah dan

    beras merah. Dimana sampel beras merah memiliki kemampuan pembasahan, yaitu 41,256 detik yang hampir sama dengan sampel sorghum putih (28,214 detik), sorghum merah (34,122 detik) dan milet putih (52,202 detik). Hasil pengujian juga dapat diamati dalam bentuk grafik pada Gambar 10.

    Hasil analisa kemampuan penyerapan air pada tepung serealia instant yang diproses

    melalui ekstrusi disajikan pada Tabel 5. Pada pengujian ini tepung serealia instant yang

  • 23

    23

    diproses melalui ekstrusi dari milet putih memiliki kemampuan terbasahi oleh air paling lama waktunya, yaitu 1104,228 detik. Tepung serealia instant yang diproses melalui

    ekstrusi dari sampel beras merah memiliki kemampuan pembasahan yang paling cepat, yaitu 39,840 detik dan hampir sama dengan milet merah (95,884 detik). Didalam analisa kemampuan pembasahan tersebut adanya perbedaan yang nyata pada masing-masing sampel, seihngga hasilnya bervariasi yang dapat diamati pada Tabel 5 dan juga pada Gambar 10.

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    kemamp_basah

    Parameter

    t (de

    tik)

    BMTE BMDE MPTE MPDE MMTE MMDE SPTE SPDE SMTE SMDE

    Keterangan :* BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * BMDE = Beras Merah Dengan Ekstrusi; MPDE = Milet Putih Dengan Ekstrusi; MMDE = Milet Merah Dengan Ekstrusi; SPDE = Sorghum Putih Dengan Ekstrusi; SMDE = Sorghum Merah Dengan Ekstrusi

    Gambar 10. Analisa Kemampuan Pembasahan Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

  • 24

    24

    Tabel 5. Kemampuan Pembasahan Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

    Jenis Sampel Kemampuan

    Pembasahan (detik) Tepung Serealia

    Kemampuan

    Pembasahan (detik) Tepung Serealia Instant

    Beras Merah 41,256ab 6,840 39,84a 3,549 Milet Putih 52,202b 6,779 1104,228d 101,666

    Milet Merah 97,020c 20,603 95,884a 8,403 Sorghum Putih 28,214a 1,621 623,904c 120,611

    Sorghum Merah 34,122a 5,822 231,840b 26,922 Keterangan : * Semua nilai merupakan Mean Standar Deviasi

    * Pada kolom yang sama angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaaan yang nyata (p

  • 25

    25

    %) dan milet merah (26,874 %) juga memiliki kadar amilosa yang hampir sama. Namun pada dasarnya terdapat perbedaan yang nyata pada tiap sampelnya.

    Pada analisa amilosa tepung serealia instant yang diproses dengan melalui ekstrusi yang

    disajikan pada Tabel 7 diketahui pada masing-masing sampel memiliki kadar amilosa yang berbeda nyata. Pada sampel sorghum putih memiliki kadar amilosa tertinggi (36,773 %), dan milet putih memiliki kadar amilosa terendah (15,840 %). Kemudian pada sampel milet merah, beras merah dan sorghum merah memiliki nilai yang hampir

    sama.

    Pada analisa lemak dari Tabel 6, dapat diamati bahwa tepung serealia dengan proses tanpa melalui ekstrusi dari sampel milet merah memiliki kadar lemak tertinggi, yaitu 8,087 %. dan juga memiliki kadar lemak yang hampir sama dengan sampel milet putih (7,947 %). Sampel sorghum putih memiliki kadar lemak yang terendah, yaitu 5,354 %. Pada sampel sorghum putih juga memiliki kadar lemak yang hampir sama dengan sorghum merah dan beras merah, dan dalam analisa tersebut terdapat perbedaan yang

    nyata tiap sampelnya.

    Pada analisa lemak tepung serealia instant yang diproses dengan melalui ekstrusi pada

    Tabel 7 diketahui bahwa sampel milet putih memiliki kadar lemak tertinggi (5,280 %), dan sorghum putih memiliki kadar lemak terendah (1,825 %) yang hampir sama nilainya dengan sampel beras merah (2,103 %). Selain itu pada sampel sorghum merah (4,276 %) juga hampir sama nilainya dengan milet merah. Kemudian pada analisa serat kasar pada Tabel 7 diketahui sorghum putih memiliki kadar serat kasar tertinggi (14,142 %) yang hampir sama dengan sampel beras merah (12,153 %), selain itu sampel milet putih memiliki kadar serat kasar terendah (9,143 %), yang hampir sama dengan sampel sorghum merah dan milet merah.

    Hasil analisa serat kasar pada tepung serealia yang diproses tanpa melewati ekstrusi yang disajikan pada Tabel 6 terdapat perbedaaan yang nyata. Pada sampel sorghum putih memiliki kadar serat kasar tertinggi yaitu 15,437 %. Dimana kadar serat kasarnya hampir sama dengan sampel beras merah (14,292 %). Kemudian pada sampel milet

  • 26

    26

    putih memiliki kadar serat kasar paling rendah, yaitu (11,730 %). kadar serat kasar millet putih tersebut hampir sama dengan sampel sorghum merah, milet merah dan

    beras merah.

    Pada analisa protein tepung serealia yang diproses tanpa melewati proses ekstrusi pada Tabel 6 tidak ada perbedaan yang nyata antar sampel. Dapat diamati pada sampel sorghum putih memiliki kadar protein tertinggi, yaitu 24,448 %. Sedangkan sorghum merah memiliki kadar protein terendah (10,228 %), yang memiliki kadar protein yang hampir sama dengan beras merah, milet putih dan milet merah. Hasil analisa kimia tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi dapat diamati dalam bentuk grafik

    pada Gambar 11.

    Pada analisa protein tepung serealia instant yang diproses melalui proses ekstrusi yang disajikan pada Tabel 7, memiliki kadar protein yang hampir sama pada setiap sampelnya. Sampel sorghum putih memiliki kadar protein tertinggi (10,682 %) dan terendah pada sampel milet merah (9,630 %). Dimana dalam analisa protein tidak ada perbedaan yang nyata antar sampel. Hasil analisa dalam bentuk grafik dapat diamati pada Gambar 11.

  • 27

    27

    Tabel 6. Analisa Kimia Tepung Serealia

    Parameter Analisa Jenis Sampel

    Kadar Air (%) Amilosa (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Protein (%) BMTE 11,780c 0,075 26,677b 1,070 6,017a 0,166 14,292ab 3,382 10,738a 1,856 MPTE 11,078b 0,027 23,774a 1,510 7,947b 1,165 11,730a 0,807 13,026a 3,307 MMTE 11,718c 0,045 26,874b 1,184 8,087b 2,207 11,929a 1,456 13,976a 3,657 SPTE 12,979d 0,036 33,692c 0,383 5,354a 0,491 15,437b 1,173 24,448b 16,411 SMTE 10,381a 0,055 24,246a 2,685 5,633a 0,920 11,816a 0,939 10,228a 1,742

    Keterangan : * BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * Semua nilai merupakan Mean Standar Deviasi * Pada kolom yang sama angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaaan yang nyata (p

  • 28

    28

    0

    5

    1 0

    1 5

    2 0

    2 5

    3 0

    3 5

    4 0

    k dr_ a ir am ilo sa lem ak se ra t k asa r p ro t e in

    P a r a m e te r

    Pers

    en

    tase

    (%)

    BM T E BM D E M P T E M P D E M M T E M M D E SP T E SP D E SM T E SM D E

    Keterangan :* BMTE = Beras Merah Tanpa Ekstrusi; MPTE = Milet Putih Tanpa Ekstrusi; MMTE = Milet Merah Tanpa Ekstrusi; SPTE = Sorghum Putih Tanpa Ekstrusi; SMTE = Sorghum Merah Tanpa Ekstrusi.

    * BMDE = Beras Merah Dengan Ekstrusi; MPDE = Milet Putih Dengan Ekstrusi; MMDE = Milet Merah Dengan Ekstrusi; SPDE = Sorghum Putih Dengan Ekstrusi; SMDE = Sorghum Merah Dengan Ekstrusi

    Gambar 11. Analisa Kimia Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant

    3.3. Uji T-test Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Dari hasil uji T-test yang disajikan pada Tabel 8 diketahui bahwa, pada parameter analisa protein tidak ada beda nyata pada masing-masing sampel yaitu antara tepung serealia dan tepung serealia instant. Kemudian pada analisa kemampuan pembasahan pada sampel beras merah dapat diamati bahwa antara sampel beras merah dari tepung serealia dan tepung serealia instant tidak berbeda nyata. Pada parameter analisa amilosa hanya pada sampel sorghum putih, milet putih dan milet merah yang menunjukkan adanya beda nyata dari jenis tepung serealia dan tepung serealia instant. Kemudian pada sampel sorghum merah dapat diketahui tidak adanya beda nyata pada parameter analisa

    lemak. Selanjutnya pada analisa serat kasar pada sampel beras merah dan sorghum merah menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata. Sedangkan parameter yang lain adanya beda nyata dapat diamati pada Tabel 8 dengan nilai signifikansi p< 0,05.

  • 29

    29

    Tabel 8. Uji T-test Antara Tepung Serealia dan Tepung Serealia Instant Nilai Signifikansi

    Parameter Beras

    Merah

    Milet

    Putih

    Milet

    Merah

    Sorghum Putih

    Sorghum Merah

    Peak 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Trough 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Break Down 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Final Viscosity 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Set Back 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Peak Time 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Bulk Density 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Kemampuan Pembasahan 0,692* 0,000 0,000 0,000 0,000 Kadar air 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

    Amilosa 0,265* 0,000 0,000 0,006 0,108* Lemak 0,000 0,002 0,002 0,000 0,028 Serat kasar 0,325* 0,002 0,002 0,000 0,018 Protein 0,616* 0,088* 0,088* 0,220* 0,657*

    Keterangan : * tanda (*) dibelakang angka menunjukkan signifikasi p>0,05, yang berarti tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %

  • 30

    30

    4. PEMBAHASAN

    Hasil analisa sifat fisik yaitu bulk density pada sampel tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi didapatkan hasil tertinggi pada sorghum merah, yaitu 0,993 g/cm3. Sedangkan, bulk density terendah pada sampel milet merah, yaitu 0,886 g/cm3. Dari hasil analisa tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi didapatkan nilai bulk density tertinggi pada sampel sorghum merah, yaitu 1,176 g/cm3 dan bulk density terendah pada milet merah, yaitu 1,133 g/cm3. Tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi memiliki nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi, meskipun proses pembuatan tepung serealia dan tepung serelia instant sama-sama mengalami proses sieving dengan

    ayakan yang berukuran 625 mesh. Penggunaan ukuran 625 mesh, dikarenakan akan menghasilkan ukuran partikel yang semakin kecil sehingga meningkatkan kelarutan dan

    porositas produk yang dihasilkan (Arpah, 1993). Dengan ukuran yang semakin halus, maka akan semakin tinggi mutunya, karena penampakan tepung yang lebih baik serta daya guna yang tinggi (Arpah, 1993).

    Hasil pengukuran densitas diperoleh dari pembagian massa bahan dengan volume wadah yang ditempati bahan tersebut (Sudarmadji et al., 1989). Hasil analisa yang menunjukkan bulk density tepung serealia instant lebih rendah jika dibandingkan dengan tepung serealia (Tabel 2). Penurunan bulk density yang hampir sama pada semua sampel tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi, dikarenakan adanya proses ekstrusi. Pada proses ekstrusi tersebut bahan baku mendapat suhu dan

    tekanan tinggi yang dikombinasikan dengan tekanan pemotongan (Chen et al., 1991), sehingga dengan adanya perlakuan suhu yang tinggi mengakibatkan densitas menurun

    (Soedarmadji et al., 1989). Adanya perbedaan pada masing-masing sampel menurut Soedarmadji et al. (1989), dikarenakan adanya perbedaan bentuk, ukuran bahan, sifat permukaan dan cara pengukuran yang akan membedakan hasil analisa bulk density. Dengan adanya proses ekstrusi maka akan menghasilkan bahan dengan penurunan bulk density, karena adanya proses thermal yang dialami oleh bahan tepung serealia instant. Oleh karena itu dapat dikatakan tepung serealia instant memiliki kemampuan

    menempati volume jauh lebih besar, dibandingkan dengan tepung serealia. Perbedaan

  • 31

    31

    besarnya bulk density dikarenakan pengaruh dari berbedanya bentuk bahan, ukuran, sifat permukaan dan perbandingan massa bahan dengan volume wadah (Soedarmadji et al., 1989).

    RVA (Rapid Visco Analyzer) digunakan untuk mengetahui viskositas selama siklus gelatinisasi dan retrogradasi (Pongsawatmanit et al., 2002) dan (Whalen et al., 1997). Tahapan proses diawali dengan memasukkan sampel kedalam cannister dengan total berat 28 g, sebelumnya dikocok seara manual dengan memutarnya selama 15-30 detik untuk homogenisasi sampel dan aquades. Viskositas produk dianalisa sebelum proses pemanasan, yang disebut dengan tahap profil pembentukan pasta. Suhu yang digunakan

    berdasarkan titik keseimbangan aliran pati yaitu 50 oC selama 1 menit. Kemudian dilanjutkan dengan adanya tahap peningkatan suhu hingga 95 oC dengan daya pemanasan sebesar 6 oC/menit, dan membiarkan pada suhu 95 oC selama 5 menit. Setelah selesai dilanjutkan dengan tahap penurunan suhu hingga 50 oC dengan daya pemanasan sebesar 6 oC/menit, dan membiarkannya selama 50 oC sampai waktu yang tersisa telah habis, dengan total waktu pemrosesan dari awal hingga akhir analisa

    selama 23 menit. Dari tahapan-tahapan tersebut akan digunakan untuk mendeskripsikan sifat produk, dengan parameter RVA yang digunakan adalah peak viscosity, break down, final viscosity, set back dan peak time (Higley et al., 2001). Parameter paste peak viscosity diukur dari titik maksimal viskositas yang dapat dicapai bahan, dihasilkan dari adanya pengembangan granula yang diikuti dengan larutnya amilosa selama proses

    pemanasan (Pongsawatmanit et al., 2002). Proses penggelembungan granula tersebut diakibatkan karena air menembus lapisan luar granula, dan terjadi pada saat peningkatan suhu dari 60 oC sampai 85 oC (Gaman & Sherrington, 1994). Tepung serealia beras merah yang diproses tanpa melalui ekstrusi memiliki peak viscosity tertinggi (159,518 RVU) dibandingkan sampel yang lain. Pada tepung serealia instant, sampel beras merah juga memiliki peak viscosity tertinggi, yaitu 25,984 RVU.

    Jika dibandingkan dengan tepung serealia, maka peak viscosity tepung serealia instant memiliki nilai yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada tepung serealia instant sudah mengalami proses thermal (suhu dan tekanan yang tinggi) yang dikombinasikan dengan tekanan pemotongan sehingga terjadi perubahan sifat fisik selama ekstrusi (Chen et al.,

  • 32

    32

    1991). Tepung serealia instant telah mengalami gelatinisasi, sehingga pada saat pengujian dengan RVA, tepung serealia instant memiliki granula yang lebih cepat untuk mengembang yang mengakibatkan titik vikositas dan waktu terbentuknya pasta menjadi lebih cepat (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa tepung serealia instant memiliki daya kembang dan pelepasan polimer yang lebih cepat, terutama pada sampel beras merah yang memiliki daya ikat air yang lebih besar dibandingkan dengan sampel lainnya. Oleh karena itu dalam analisa RVA dapat dikatakan penyebab meningkatnya viskositasnya dikarenakan molekul pati membentuk ikatan silang yang menyebabkan air terjebak di dalamnya sehingga akan membentuk gel (Lewis, 1988). Hal ini ditunjukkan dengan peak viscosity yang tertinggi pada analisa sampel tepung serealia (159,518 RVU pada sampel beras merah) maupun pada tepung serelia instant (25,984 RVU pada sampel beras merah).

    Pada saat granula pecah akibat proses pemanasan yang berlanjut, maka akan terjadi penurunan viskositas (Pongsawatmanit et al., 2002), yang dianalisa sebagai parameter titik viskositas terendah (trough). Penurunan viskositas tersebut menurut Gaman & Sherrington (1994), terjadi pada suhu 85 oC. Pada suhu tersebut granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya, karena daya tarik antara molekul-molekul protein menjadi lemah dan sol yang bersifat cairan (bersifat mengalir dan dapat dituang dengan mudah) (Gaman & Sherrington, 1994). Parameter trough tepung serealia instant pada masing-masing sampel mengalami kecenderungan

    penurunan hasil jika dibandingkan dengan tepung serealia (Tabel 3). Sampel beras merah memiliki nilai trough tertinggi, baik pada tepung serealia (115,518 RVU) dan pada sampel tepung serealia instant (7,500 RVU). Kecenderungan rendahnya trough pada semua sampel tepung serealia instant dikarenakan telah mengalami gelatinisasi

    pada proses ekstrusi, sehingga peristiwa pecahnya pati terdispersi keluar sangat kecil. Hal ini menyebabkan nilai trough relatif lebih rendah (berkisar antara 1,232 RVU hingga 8,548 RVU) pada semua sampel serealia instant.

    Parameter break down dihasilkan dari selisih nilai peak viscosity dan trough yang dicapai produk. Parameter break down diukur pada saat sampel mengalami periode konstan pada suhu tertinggi ( 95 0C). Dari hasil tersebut dapat digunakan untuk

  • 33

    33

    mendeskripsikan kekuatan viskositas pada produk selama proses pemanasan atau suhu maksimal ( 95 0C) (Bason et al., 1993). Hasil analisa dengan parameter break down, sampel dari beras merah yang berasal dari tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi memiliki nilai tertinggi, yaitu 43,952 RVU. Pada tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi, sampel beras merah memiliki nilai yang tertinggi, yaitu 18,484 RVU. Pada sampel milet putih dan milet merah hasil analisa break down antara tepung serealia dan tepung serealia instant, tampak adanya penurunan yang signifikan. Penurunan ini dikarenakan pada milet putih dan milet merah memiliki bentuk dan

    ukuran yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sampel lainnya (Gambar 8), sehingga kemungkinan mengalami proses perubahan sifat fisik akibat proses ekstrusi

    semakin besar (Chen et al., 1991). Hal ini dibuktikan dengan penurunan hasil analisa pada hampir semua parameter yang digunakan (Tabel 3. dan Tabel 4).

    Final Viscosity adalah suatu titik yang dicapai oleh produk ketika dilakukan pendinginan pada suhu 50 oC, hingga terjadi pembentukan gel akibat pengikatan kembali amilosa yang menyebabkan viskositas meningkat hingga mencapai viskositas

    akhir. Peristiwa ini dinamakan retrogradasi atau kemampuan pembentukan molekul amilosa (Pongsawatmanit et al., 2002). Peningkatan viskositas produk dikarenakan adanya proses pendinginan pada suhu 50 oC, yang menyebabkan molekul-molekul dalam bentuk sol akan kompak dan tergulung, kemudian terurai hingga menyebabkan terjadinya ikatan-ikatan silang antara molekul-molekul yang berdekatan dan membentuk suatu jaringan dan merubah sol menjadi gel yang lebih kental (Gaman & Sherrington, 1994). Peristiwa ini diukur dengan parameter final viscosity dimana nilai tertinggi pada sampel beras merah dari tepung serealia yang diproses tapa melalui ekstrusi yaitu 280,5 RVU dan pada sampel beras merah dari tepung serealia instant, yaitu 13,85 RVU. Dapat diasumsikan bahwa final viscosity yang tinggi menunjukkan kemampuan bahan untuk membentuk pasta (retrogradasi) setelah proses pemanasan dan pendinginan terjadi lebih cepat. Dalam hal ini final viscosity tepung serealia instant memiliki nilai lebih besar (13,850 RVU) dibandingkan dengan sampel lainnya dalam perlakuan yang sama.

    Parameter set back lebih mengacu pada kualitas dari bahan, yang menunjukkan semakin tinggi set back, maka mengindikasikan mudahnya suatu bahan mengalami syneresis

  • 34

    34

    (keluarnya cairan dari bahan) (Newport Scientific, 1998). Sampel tepung serealia instant lebih baik dibandingkan tepung serealia, dikarenakan memiliki set back yang lebih rendah, khususnya pada sampel beras merah dari tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi memiliki set back sebesar -12,132 RVU, dengan peak time yang juga lama yaitu 4,64 menit.

    Dari parameter peak time dapat disebut sebagai waktu gelatinisasi, yang merupakann waktu yang diperlukan oleh suspensi tepung untuk mulai meningkatkan viskositasnya

    atau bergelatinisasi (Munarso, 1998). Fenomena ini dapat diterangkan bahwa ketika suspensi pati dipanaskan, granula yang mulai mengembang sejak mencapai suhu gelatinisasi akan terus mengembang. Selama proses ini berlangsung, amilosa cenderung lepas dari granula dan bersama dengan amilopektin akan menjadi terhidrasi. Akibatnya suspensi akan menjadi jenuh dan viskositas meningkat terus sampai menjadi puncak dimana granula mengalami hidrasi maksimal (Munarso, 1998). Hal ini ditunjukkan dengan adanya paste peak viscosity beras merah tepung serealia instant yang memiliki nilai tertinggi, yaitu 25, 984 RVU. Seluruh parameter dengan satuan RVU (Rapid Visco Unit) dapat dikonversikan, yaitu 1 RVU adalah 12 cP (Bason et al., 1993).

    Dari hasil analisa RVA tersebut dapat diasumsikan bahwa sampel tepung serealia

    instant memiliki kualitas produk yang lebih baik, dikarenakan meskipun memiliki kemampuan pembentukan final viscosity yang lebih rendah, namun memiliki karakteristik tidak mudah mengalami syneresis (proses pengkerutan gel yang diikuti dengan hilangnya cairan dari dalam produk (Gaman & Sherrington, 1994). Lebih rendahnya kemampuan mencapai final viscosity dan peak viscosity diakibatkan karena adanya proses ekstrusi yang menyebabkan tepung tersebut mengalami gelatinisasi,

    sehingga kapasitas daya ikat air produk tepung serealia instant lebih kecil yang berakibat rendahnya peningkatan viskositas pada uji RVA.

    Tepung serealia instant memiliki kemampuan pembasahan yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan tepung serealia (Tabel 5). Hal ini disebabkan karena bulk density tepung serealia instant lebih rendah sehingga sukar larut masuk ke dalam air. Hein (1983), menyatakan bahwa padatan akan terapung atau tenggelam tergantung

  • 35

    35

    pada densitas bahan tersebut, benda akan terapung jika berat jenisnya lebih besar dari air. Meskipun pada sampel tepung serealia instant juga memiliki kadar air paling rendah jika dibandingkan dengan tepung serealia, namun memiliki daya ikat air yang lebih rendah yang dibuktikan dengan analisa peak viscosity (Tabel 3 dan Tabel 4). Dalam analisa kemampuan pembasahan ini sampel beras merah dari tepung serealia instant memiliki kemampuan pembasahan yang paling cepat yaitu 39,84 detik. Selain itu jika dihubungkan dengan adanya pemecahan pati pada proses ekstrusi (Chen et al., 1991), meskipun tidak dilakukan analisa pati, namun dapat dilakukan pendekatan menurut

    pernyataan dari Wulansari et al. (1999), karena akan terjadi perubahan jumlah dari konversi pati yang akan mempengaruhi tekstur dan sifat lain dari produk. Oleh karena

    itu meskipun dilakukan sieving dengan ukuran yang sama namun memiliki sifat dan tekstur yang berbeda antara tepung serealia dan tepung serealia instant, sehingga menyebabkan kemampuan pembasahan tepung serealia instant menjadi lebih lama.

    Dari hasil analisa kadar air diketahui bahwa tepung serealia instant memiliki kadar air yang relatif lebih rendah. Proses penurunan kadar air dikarenakan selama proses

    ekstrusi terjadi adanya penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi (Chen et al., 1991), sehingga akan menguapkan air dalam bahan sehingga setelah ditepungkan dan dianalisa. Pada tepung serealia instant kadar air terendah yaitu pada sampel milet merah

    (7,243 %). Kadar air yang relatif lebih rendah pada semua tepung sereali instant dapat dideskripsikan bahwa tepung serealia instant memiliki massa simpan yang lebih lama,

    karena dengan kadar air yang rendah bahan dapat terhindar dari serangan mikroba atau serangga, sehingga akan awet selama penyimpanannya (Arpah, 1993). Dengan kadar air pada tepung serealia instant yang berkisar antara 7,243 % hingga 8,064 %, maka dapat dikatakan bahan tersebut akan lebih tahan lama selama penyimpanan.

    Dari hasil analisa amilosa dapat diamati adanya penurunan amilosa pada tepung serealia

    instant (berkisar pada 15,840 % hingga 36,773 %) jika dibandingkan dengan tepung serealia (berkisar pada 23,774 % hingga 33,692 %). Proses penurunan amilosa tersebut mungkin dikarenakan adanya pemecahan pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil pada saat bahan terkena suhu dan tekanan yang tinggi pada proses ekstrusi, karena

    gelatinisasi terjadi pada suhu 85 oC (Gaman & Sherrington, 1994). Pada proses ekstrusi

  • 36

    36

    yang menggunakan proses HTST (High Temperature Short Time) (Muchtadi et al., 1988) pada suhu mendekati 200 oC, dapat diketahui bahwa produk mengalami gelatinisasi saat proses ekstrusi berlangsung, yang menyebabkan kadar amilosa pada tepung serealia instant berkurang. Selain itu adanya kadar amilosa yang tinggi pada

    tepung serealia instant menyebabkan karakteristik dari tepung tidak mudah lembek.

    Dari hasil analisa lemak dapat diamati, bahwa sampel serealia instant mengalami penurunan dengan kadar lemak 1,825 % hingga 5, 280 %. Proses hilangnya lemak dapat terjadi karena adanya perlakuan thermomechanical selama ekstrusi, yang menyebabkan perubahan kimia Vergnes et al. (1987) dalam Van Den Ende et al. (2003). Oleh karena itu pada saat produk mendapatkan tekanan dan suhu yang tinggi pada proses ekstrusi, kadar lemak yang ada dalam bahan ikut teruapkan, yang menyebabkan kadar lemak berkurang. Adanya kadar lemak yang semakin rendah pada tepung serealia instant akan membuat tidak mudah teroksidasi dan tidak mudah menjadi tengik. Proses ketengikan terjadi karena adanya reaksi trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara, molekul oksigen akan bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida yang menyebabkan

    timbulnya rasa tengik yang tidak sedap (Gaman & Sherrington, 1994). Pada Tabel 7 dapat diketahui kadar lemak yang rendah pada sampel beras merah (2,103 %) dan sorghum putih (1,825 %). Dengan kadar lemak yang rendah maka tepung serealia instant menjadi lebih baik kualitasnya.

    Dari hasil analisa serat kasar diketahui bahwa sampel serealia instant memiliki kadar yang lebih rendah, yaitu berkisar antara 9,143 % hingga 14,142 % jika dibandingkan dengan tepung serealia, yaitu 11,730 % hingga 15,437 %. Kadar serat kasar erat kaitannya dengan kemudahan untuk dicerna (Arpah, 1993). Hal ini membuktikan bahwa tepung serealia instant dengan kadar serat kasar yang rendah akan semakin mudah untuk dicerna. Penurunan kadar serat kasar dapat terjadi karena pada tepung serealia instant mengalami proses ekstrusi menggunakan suhu dan tekanan tinggi yang dapat menyebabkan rusaknya serat kasar karena proses panas. Sehingga dengan rusaknya serat kasar pada produk tepung serealia instant oleh proses thermal, memungkinkan untuk berubahnya sifat serat kasar sehingga mudah larut dalam pelarut alcohol yang

    digunakan.

  • 37

    37

    Penurunan kadar protein terjadi pada tepung serealia instant, yaitu berkisar antara 9,630 % hingga 10,682 %. Proses ini terjadi karena adanya proses thermal, yang mengakibatkan terjadinya denaturasi protein (Arpah, 1993). Menurut Arpah (1993) pengaruh pemanasan dapat meningkatkan daya cerna protein karena terjadinya denaturasi, sehingga daya cerna oleh enzim protease menjadi lebih mudah. Selain itu meskipun analisa protein dipengaruhi oleh nitrogen (Walker, 1983 dan Winarno, 1984 dalam Arpah, 1993). Proses penurunan kadar protein yang terjadi mungkin dapat disebakan karena pembentukan unsur nitrogen (N) menjadi N2. yang dihasilkan karena adanya proses thermal. Proses ekstrusi yang menggunakan suhu tinggi akan menyebakan protein terdenaturasi karena susunan rantai polipeptida dari protein

    tersebut berubah, yang menyebabkan molekul mengembang. pengembangan produk pada saat diekstrusi maka memungkinkan kadar protein tepung serealia instant menjadi turun yaitu berkisar antara 9,630 % hingga 10,682 %.

  • 38

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan Dari hasil analisa RVA tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi didapatkan hasil (peak viscosity, trough, break down, final viscosity, set back dan peak time) yang lebih rendah dari pada tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi, karena pengaruh thermal (suhu dan tekanan yang tinggi) selama proses ekstrusi.

    Penurunan hasil analisa RVA dikarenakan sampel serealia instant telah mengalami proses gelatinisasi pada saat melalui proses ekstrusi sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia, menjadi lebih baik dari pada tepung serealia yang diproses tanpa melalui ekstrusi.

    Hasil analisa RVA yang lebih rendah menunjukkan tepung serealia memiliki kualitas yang lebih bagus, karena memiliki kecenderungan lebih cepat membentuk gel dan tidak mudah mengalami syneresis.

    Tepung serealia instant yang diproses melalui ekstrusi dapat digunakan sebagai salah satu produk makanan instant, dengan kadar air, kadar lemak, serat kasar, protein dan

    amilosa yang rendah, maka tepung serealia instant memiliki massa simpan yang lama, tidak mudah apek dan mudah untuk dicerna.

    5.2. Saran Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah flavor sebagai penambah cita rasa dan menguji tingkat kesukaan konsumen terhadap produk tepung serealia instant melalui uji sensoris.

  • 39

    39

    6. DAFTAR PUSTAKA

    Andarwulan, N.; F. G. Winarno; & E. Ruslim. (1995). Sifat Fisikokimia dan Daya Cerna Produk Ekstrusi dari Campuran Beras, Kedelai dan Biji Nangka. Bul. Tek. Dan Industri Pangan, vol. VI no 2.

    Apriyantono, A.; D. Fardiaz.; N. L. Puspitasari.; Sedapnawati.; & S. Budiyanto. (1989). Analisa Pangan. PAU Pangan & Gizi. IPB pers.

    Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit Tarsito. Bandung

    Bason, M. L.; J. A. Ronalds.; C. W. Wrigley.; & L. J. Hubbard. (1993). Testing for Sprout Damage in Malting Barley Using The Rapid Visco Analyzer. Cereal Chemistry. 70 : 269-272.

    Cai, W & L. L. Diosady. (1993). Model of Wheat starch in a Twin Screw Extruder. Journal of Food Science Volume 58, no. 4.

    Chen, J.; F. L. Serafin; R. N. Pandya & H. Dawn. (1991). Effect of Extrusion Conditions on Sensory Properties of Corn Meal Extrudates. Journal of Food Science. Vol. 56, No.1 : 84-89.

    Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood Limited. New York.

    Gaman, P. M & K. B. Sherington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

    Harper, J. M. (1981). Extrusion of Foods. Vol 1. CRR. Press Inc. Boca Raton. Florida. Hartomo, A. J. & M. C. Widiatmoko. (1993). Emulsi dan Pangan Instant Ber Lesitin. Andi offset. Yogyakarta.

    Higley, J. S.; J. E. Nelson.; & K. C. Huber. (2001). The Rapid Visco Analyzer as a Tool for Differentiating Potato Genotypes on The Basis of Starch Pasting Properties. University of Idaho, Departement of Food Science and Toxicology. Moscow.

    Hoseney, R. C. (1994). Principles of Cereal Science and Technology. Second Edition. American Association of Cereal Chemistry-Inc. St Paul. Minnesota. USA.

  • 40

    40

    Kartika, B. (1999). Evaluasi Pengaruh Suplementasi Limbah Tahu Pada Ekstrusi Jagung Berdasarkan Perubahan FIsik dan Penerimaan Konsumen. Skripsi. Jurusan teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

    Kruger, J. E.; R. B. Matsuo; & J. W. Dick. (1996). Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc. St Paul. Minnesota. USA.

    Lewis, M. J. (1988). Physical Properties of Foods and Food Processing Systems. Ellis Horwood Ltd. Chichester, England.

    Mercier, C.; P. Linko.; & J. M. Harper. (1989). Extrusion Cooking. American Association of Cereal Chemistry-Inc. St Paul. Minnesota. USA.

    Muchtadi, T.R.; Purwiyatno; & A. Basuki. (1988). Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Lembaga Sumber daya Informasi. IPB. Bogor.

    Newport Scientific. (1998). Operation Manual for The Series 4 Rapid Visco Analyzer. Newport Scientific Pty, Ltd. Australia.

    Pongsawatmanit, R.; P. Thanasukarm.;. & S. Ikeda. (2001). Effect of Sucrose on RVA Viscosity Parameters, Water Activity and Freezable Water Fraction of Cassava Starch Suspensiions. Science Asia 28 (2002) : 129-134.

    Salunkhe, D. K.; J. K. Chaven; & S. S. Kadam. (1985). Posthharvest Biotechnology of Cereals. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

    Sharma, S. K.; S. J. Mulvaney.; & S. S. H. Rizvi. (2000). Foods Process Enginering. John Wiley & Sons Inc. Canada.

    Soedarmadji, S.; B. Haryono; & Suhardi. (1989). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian . Edisi 4 Penerbit Liberty. Yogyakarta.

    Van Den Einde, R. M.; A. J. Van Der Goot.; & R. M. Boom. (2003). Understanding Molecular Weight Reduction of Starch During Heating-Shearing Processes. Journal of Food Science, Vol. 68, NR.

    Vergnes, B.; J.P. Villemaire.; P. Colonna.; & J. Tayeb. (1986). Interrelationships Between Thermomechanical Treatment & Macromolecular Degradation of Maize Starch in a Novel Rheometer With Preshearing. Journal of Cereal Science. 5 : 189-202.

    Verheij, E. W. M. & R. E. Caronel. (1992). Plant Resources of South East Asia. Bogor.

  • 41

    41

    Walker, A. F. (1983). The Estimation of Protein Quality. Di dalam H. J. F. Hudson. (ed.). Development in Food Proteins 2. Elsevier Apllied Sci. Publ. New York.

    Whalen, P. J.; M. L. Bason.; R. I. Booth.; C. E. Walker.; & P. J. Williams. (1997). Measurement of Extrusion Effects by Viscosity Profile Using the Rapid Viscoanalyzer. Cereal Foods World. 42: 469-475.

    Winarno, F. G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

    Wulansari, R.; J. R. Mitchell.; & j. M. V. Blanshard. (1999). Starch Conversion During Extrusion as Affected by Added Gelatin. Journal. Institute of Food Technologists.

    01.70.0045-494-fisikokimia-abstract.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-chapter01.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-chapter02.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-chapter03.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-chapter04.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-chapter05.pdf01.70.0045-494-fisikokimia-references.pdf