trauma occulus non perforans + hifema traumatik
Post on 27-Jan-2016
31 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Muh. Fahrul Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pekerjaan : Tidak Ada
Alamat : Jln. Poros Enrekang
No. Register : 680238
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2014
Tempat Perawatan : UGD Bedah RS Wahidin Sudirohusodo
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pengelihatan kabur pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak + 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat
terkena ujung topi yang dilempar oleh temannya dari jarak +2 m dan langsung mengenai
mata pasien sebelah kanan. Nyeri (+), pengeliatan menurun pada mata sebelah kanan (+),
mata merah (+), air mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), riwayat keluar darah (-),
riwayat keluar cairan seperti gel (-), riwayat pengobatan awal sebelumnya (+) di Rs.
Enrekang dilakukan spooling, diberikan obat minum paracetamol tablet dan sulfas atropin
tetes mata. Riwayat trauma sebelumnya (-), riwayat memakai kaca mata (-).
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
1OSOD
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (+)
Injeksio konjungtiva (+)
Injeksio perikorneal (-)
Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Mekanisme muskuler Normal ke segala arah Normal ke segala arah
ODS
OD
OS
Kornea Kornea tampak jernih
Fluorescein(-)
Jernih
Bilik mata depan Tampak koagulum (+) di 2/3
BMD
Normal
Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)
Pupil Mid dilatasi, sentral, RC (+) Bulat, sentral,RC (+)
Lensa Kesan jernih Normal
B. PALPASI
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
C. TONOMETRI
TOD : 6/5,5 : 14,6 (Normal)
TOS : 5/5,5 : 17,3 (Normal)
2
D. VISUS
VOD : 1/300
VOS : 20/20
E. PENYINARAN OBLIK
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+)
Injeksio konjungtiva (+)
Injeksio perikorneal (-)
Hiperemis (-)
Kornea Kornea jernih Jernih
Bilik mata depan Tampak koagulum (+) 2/3
BMD
Normal
Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)
Pupil Mid dilatasi, sentral, RC
(+) lambat.
Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Kesan jernih Jernih
F. OFTALMOSKOPI
FOD : Refleks fundus (+), detail lain sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3, A/V : 2/3, refleks fovea (+),
retina perifer normal
G. SLIT LAMP
SLOD: Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio perikorneal (-),
kornea tampak jernih, kornea fluorescein (-), tampak koagulum mengisi 2/3 BMD, iris
cokelat kripte (+), pupil mid dilatasi, sentral, refleks cahaya (+), lensa kesan jernih.
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), BMD normal, iris cokelat kripte (+), pupil bulat,
sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih.
H. PEMERIKSAAN B-SCAN
3
USG B-Scan OD : Lensa kesan jernih, vitreus kesan jernih, Retina Koroid Sklera kesan
attach, Nervus Optik dalam batas normal.
I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC 5,9 x 103/ uL Cr 0,40 mg/dL
RBC 4,07 x 106 /uL CT 7’00”
HB 11,2 g/dl BT 3’00”
HCT 31 % GOT 27 U/L
PLT 253 x 103 /uL GPT 15 U/L
PT 12,5 kontrol 12,6 detik Natrium 138 mmol
APTT 24,6 kontrol 20,5 detik Kalium 5,1 mmol
INR 1,00 Klorida 107 mmol
GDS 113 mg/dL HbsAg Non Reactive
Ur 15 mg/dL Anti HCV Non Reactive
IV. RESUME
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang dengan keluhan pengelihatan kabur pada
mata sebelah kanan akibat terkena lemparan topi yang dialami sejak + 1 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri (+), pengeliatan menurun pada mata sebelah kanan, mata
merah (+), air mata berlebih (+). Riwayat pengobatan awal sebelumnya (+), di Rs. Enrekang
dilakukan spooling, diberikan obat minum analgetik oral (paracetamol) dan tetes mata sulfas
atropin.
4
Dari pemeriksaan oftalmologi, ditemukan :
OD: Palpebra edema (-), hiperlakrimasi (+). Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva
(+), injeksio perikorneal (-). Kornea tampak jernih, fluorescein (-), tampak koagulum
(+) mengisis 2/3 BMD, iris cokelat, kripte (+) pupil mid dilatasi, sentral, RC (+), lensa
kesan jernih, palpasi tekanan okuler = Tn. VOD 1/300. FOD : refleks fundus (+), detail
lain sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum.
OS: Palpebra edema (-), hiperlakrimasi (-). Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih. BMD
normal. Iris cokelat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. palpasi tekanan
okuler = Tn VOS 20/20. FOS : refleks fundus(+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3,
A/V : 2/3, refleks fovea (+), retina perifer normal.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan :
USG B-Scan OD: Lensa kesan jernih, vitreus kesan jernih, Retina Koroid Sklera kesan attach,
Nervus Optik dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
V. DIAGNOSIS
OD.Trauma Oculus Non Perforans + Hifema Traumatik.
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi sistemik :
1. Paracetamol tab 500 mg. 3x ½ tab
2. Asam Traneksamat 500 mg tab 3x ½ tab
Terapi topikal :
-Cendo P.Pred eyedrop mini dose 4x1 gtt occulus dextra
-Cendo Tropin 1% eyedrop 2x1 tetes occulus dextra
Head up 30°
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationem : bonam
Quo ad visam : bonam
5
Quo ad kosmeticum : bonam
VIII. DISKUSI
Dari anamnesis terdapat beberapa poin penting yang dapat dijadikan sebagai acuan,
diantaranya :
Kejadian terjadi akibat dari terkena benda tumpul langsung pada mata
Pasien merasakan nyeri pada mata kanan.
Pasien merasakan adanya penurunan pengelihatan pada mata kanan.
Pasien mengeluhkan mata merah.
Diagnosis OD trauma okuli non perforans + hifema traumatik pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisis. Pada pasien didapatkan keluhan
mata merah yang disertai nyeri dan penurunan visus serta terdapat hifema pada bilik mata
depan, hal ini sesuai dengan trauma okuli non perforans + hifema traumatik, trauma ini
biasanya disebabkan oleh trauma benda tumpul.
Secara garis umum trauma mata dibagi kepada dua, yaitu trauma mata tertutup bila
tidak menembusi bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati struktur
mata ( full thickness).
Trauma mata tertutup terbagi lagi kepada dua yaitu kontusio bola mata dan laserasi
lamellar. Kontusio bola mata dimana tidak terdapat luka pada dinding mata tetapi dapat
kerusakan intraocular seperti ruptur koroid atau perubahan bola mata. Pada laserasi lamellar,
trauma menyebabkan kerusakan parsial pada dinding mata.
Pada trauma mata terbuka, misalnya terjadi trauma benda tajam ( inside-out
mechanism ) dari luar menembus kedalam, atau bisa juga dari trauma benda tumpul (inside-
out mechanism) dimana trauma pada daerah local, terjadi peningkatan tekanan intraocular
sehingga dinding bola mata bergerak pada titik terlemah.
Pasien ini tidak ditemukan luka perforasi maupun penetrasi dari inspeksi dan hanya
terdapat hifema akibat trauma. Pada pemeriksaan funduskopi pada mata kanan terdapat
refleks fundus akan tetapi detail lainnya sulit dievaluasi karena terhalang oleh koagulum
yang mengisis 2/3 BMD. Bisa disimpulkan bahwa diagnosis kerja untuk waktu ini adalah
OD trauma oculi non perforans + hifemat traumatik.
Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kanan, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
6
Palpebra edema (-).
Hiperlakrimasi (+).
Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio perikorneal (-).
Tampak koagulum yang mengisi 2/3 BMD
Palpasi tekanan okuler Tn
Pemeriksaan tonometri, TOD: 6.5,5 = 14,6 dan TOS: 5,5/5 =17,3
Pupil mid dilatasi, sentral, refleks cahaya (+).
Lensa kesan jernih
VOD 1/300
Refleks fundus (+), detail lain sulit di evaluasi karena terhalang koagulum.
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi tersebut
tersebut menunjukkan adanya masalah yang terdapat segmen anterior bola mata sebab benda
asing yang masuk ke dalam bola mata tidak langsung masuk ke lapisan dalam bola mata,
tetapi perlu melewati beberapa bagian permukaan dari mata, seperti palpebra, konjungtiva,
kornea, sklera, sehingga masalah timbul pada segmen anterior bola mata.
Pada bilik mata depan dapat terjadi hifema yaitu terdapatnya darah pada segmen bilik
anterior yang sumber perdarahannya berasal dari iris maupun corpus siliar yang dapat
menyebabkan penurunan visus pada pasien ini.
Pada pemeriksaan penunjang USG B-Scan, hasil yang didapatkan echo baik, kornea
jernih, lensa jernih, vitreus jernih, retina attach, N.II intak. Pada pemeriksaan laboratorium,
semua dalam batas normal.
TRAUMA OCULUS NON PERFORANS
7
A. PENDAHULUAN
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola
mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata
dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata
dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walaupun mata mempunyai system
pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulber
selain terdapatnya reflex memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma
dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak mata,
saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan .(1)
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan terutama kebutaan unilateral
pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata
yang parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar
mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera
akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering
menyebabkan trauma mata.(1,2)
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan kelopak, konjungtiva, kornea, uvea,
lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Secara garis besar trauma okular dibagi dalam 4 kategori : trauma tumpul, trauma tembus
bola mata, trauma radiasi dan trauma kimia.(1,3)
B. INSIDENS
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan
bahkan kehilangan penglihatan.Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup
signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara
berkembang.Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak
daripada wanita.
8
Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19
juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan
bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi
di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di
rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.3
Pada Beaver Dam Eye Study, dilaporkan sekitar 20% orang dewasa mengalami
trauma okuli sepanjang kehidupan mereka dan mereka mengalami trauma okuli 3 kali lebih
sering dibandingkan trauma yang lain. Pada penelitian ini, benda tajam menyebabkan
trauma lebih dari setengah pada semua trauma. Sangat mengejutkan bahwa daerah rumah
lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami trauma pada mata dibandingkan di area
perkantoran tetapi sekitar 23% trauma okuli dihubungkan dengan olahraga.(4)
C. ANATOMI MATA
Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan antara
palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan saraf.
Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat menyebabkan penurunan
penglihatan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.(3,6)
I. Palpebra
Palpebra, ada dua palpebra superior yang dengan M. levator superior dipersarafi
oleh N. okulomotorius, dan palpebra inferior oleh M. levator inferior oleh N.
okulomotorius. Gangguan pada saraf optik nervus okulomotorius, dapat menyebabkan M.
levator palpebra lumpuh, akibatnya terjadi ptosis. Fungsi dari palpebra adalah
memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior, mensekresi bagian berminyak dari
lapisan film air mata, menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea, mencegah
mata kering dan memiliki puncta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.
Pada palpebra juga terdapat kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau
kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada tarsus.(1,2,3,7)
9
Gambar 1. Anatomi mata tampak depan
Gambar 2. Anatomi mata tampak depan potongan sagital
II. Konjungtiva
10
Konjungtivaadalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bolam mata terutama kornea.
Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona geografis: palpepra, forniks dan bulbar.
Konjungtivapalpebradimulai dari jembatan mukokutaneus dari kelopak mata dan
melindunginya pada pemukaan dalam. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan
dari konjungtiva bulbar dan palpebra dan merupakan lipatan-lipatan besar. Konjungtiva
bulbaris melekat longgar ke septum orbikular ujung forniks dan melipat berkali-kali,
sehingga memungkinkan bola mata bergerak. Kecuali di limbus, konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke kapsul Tenon dan sklera dibawahnya.(1,2,3)
III. Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan, dimana sklera
padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah anterior dan durameter
optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm dan
bertambah 1 mm ketebalannya di posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan melintang
pada lamina kribrosa, dimana akson dari sel ganglion keluar untuk membentuk nervus
opticus. Nutrisi sklera lewat pembuluh darah dipasok oleh episklera yaitu lapisan tipis
dari jaringan elastis halus yang membungkus permukaan luar sklera anterior.(1,2)
IV. Kornea
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak
diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu
media refraksi (bersama dengan humor aquous membentuk lensa positif sebesar 43
dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung daripada anterior sehingga
rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Fungsi dari kornea
adalah merefraksikan cahaya dan bersama dengan lensa memfokuskan cahaya ke retina
serta melindungi struktur mata internal.
11
Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari anterior ke posteror, yaitu: epitel,
membrana Bowman, stroma, dua’s layer, membrana Descemet dan endotel. Kornea
mendapat suplai makan dari humor aquous, pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus
dan air mata. Perbedaan antara kapasitas regenerasi epitel dan endotel sangat penting.
Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel, yang
rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat beregenerasi. Hilangnya
fungsi sawar dan pompa pada endotel menyebabkan hidrasi berlebihan, distorsi bentuk
reguler serat kolagen, dan keruhnya kornea.(1,2,3)
V. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir
transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa terletak di belakang
pupil yang dipegang di daerah ekuator pada badan siliar melalui Zonula Zin. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. (1,3)
VI. Uvea
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yang potensi mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa
yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar
(terletak pada uvea anterior) dan koroid (terletak pada uvea posteror). Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam
bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar
dipersarafi oleh simpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi.(1,2,3)
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquoas
humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas
kornea dan sklera.
12
Koroid dibentuk oleh arteriol, venula, dan anyaman kapiler berfenestrasi yang
padat. Koroid memiliki aliran darah yang banyak sehingga berfungsi untuk memberi
nutrisi lapisan luar retina bagian dalam dan mungkin berperan dalam homeostasis
temperaturnya.(3)
VII. Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan. Permukaan
luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina, sehingga juga
bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid dan sklera. Di sebahagian besar tempat,
retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah sehingga membentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. (1,2,3)
Gambar 3. Anatomi mata potongan sagital
VII. Otot penggerak bola mata
13
Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita, yaitu : (1,3,6)
M. rektus superior → N. (III) Okulomotorius
M. rektus inferior → N. (III) Okulomotorius
M. rektus lateralis → N. (VI) Abdusen
M. rektus medialis → N. (III) Okulomotorius
M. oblikus superior → N. (III) Okulomotorius
M. oblikus inferior → N. (IV) Trochlearis
Gambar 4. Otot-otot Bola Mata
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan
langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh
cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian
equator dari bola mata cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal.
14
Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak
selalu seperti yang diharapkan.(4)
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola
mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing.Meskipun demikian kebanyakan
trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal
dari terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi
serius.Benda asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat
dirasakan sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan.Defek epitel kornea dapat
menimbulkan keruhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang
terpajan dan dapat memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif). 2
Mekanisme trauma pada bola mata akibat benda tumpul:6
1. Dampak langsung pada bola mata: tempat kontak mendapatkan cedera terbesar pada
mata.
2. Kekuatan gelombang penekanan: ditransmisikan melalui isi cairan ke seluruh arah
dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke belakang, dan juga
menghantam koroid dan retina. Kadang-kadang gelombang penekanan sangat besar
sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang
disebut counter coup.
3. Kekuatan gelombang penekanan yang dipantulkan: setelah mengenai dinding luar,
maka gelompang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat merusak fovea.
4. Kekuatan gelombang penekanan balik: setelah mengenai dinding belakang,
gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak koroid dan
diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan.
15
Dampak langsung
Kekuatan gelombang penekanan
Kekuatan gelombang penekanan
dipantulkan
Kekuatan gelombang
penekanan balik
Gambar 5. Patofisiologi trauma tumpul
E. ETIOLOGI
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi
berbagai macam bentuk trauma.
Macam-macam bentuk trauma:
Mekanik
1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau bola bulu tangkis,
membuka tutup botol tidak dengan alat.
2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan.
Kimia
1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai,
kapur, lem.
2. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
16
Radiasi
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya
benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak
beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan
dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.
Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan
sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput
jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan
kebutaan menetap.
Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma
kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan
penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat
menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
Trauma Radiasi
1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan
kromatolisis sel.
2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea,
sklera dan sebagainya.
17
F. KLASIFIKASI
Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati
struktur dinding bola mata (non-full thickness), dan trauma terbuka bila melewati seluruh
struktur dinding bola mata (full thickness). (1)
Trauma mata tertutup terbagi menjadi kontusio dan laserasi lamellar. Pada kontusio
tidak terdapat luka ada permukaan bola mata. Trauma terjadi karena energi yang dibawa
oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa oleh benturan yang menyebabkan
perubahan bentuk dari bola mata. (4,8)
Trauma mata terbuka terbagi menjadi laserasi dan ruptur bola mata. Laserasi
merupakan luka pada seluruh dinding bola mata yaitu pada tempat yang terkena trauma,
karena sebuah objek yang tajam dari luar (out-side in mechanism). Laserasi ini terdiri dari
penetrasi, perforasi dan IOFB. Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan
prolaps dari isi mata sedangkan dikatakan trauma perforasi bila terjadi luka masuk dan luka
keluar. Sedangkan ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata karena
sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari objek tersebut bukan
hanya pada lokal pada area yang bersentuhan tetapi pada daerah lain pada bola mata.
Energi yang timbul dari objek tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler
sesaat sehingga dinding bola mata akan bergerak ke arah titik yang paling lemah ( inside-
out mechanism).(4,8,9)
Gambar 6. Klasifikasi Trauma Okuli
18
G. GAMBARAN KLINIS
Terdapat beberapa jenis trauma okuli yang lazim ditemukan yaitu: (1,2,3,4,7)
Trauma tertutup
i. Kontusio bola mata: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat
terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk
bola mata.
ii. Laserasi lamellar : trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding
mata.
Trauma terbuka
i. Ruptur bola mata: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda
tumpul.
ii. Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat benda tajam.
Trauma laserasi dapat diklasifikasikan lagi menjadi:
1. Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal
dalam bola mata.
2. Penetrasi bola mata: trauma laserasi tunggal yang disebabkan
benda tajam.
3. Perforasi bola mata: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka
keluar yang disebabkan oleh benda yang sama.
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang
terdalam. Trauma tumpul okular bisa mengenai:
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanen.Bisa terjadi hematom palpebral akibat
pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak mata akibat pecahnya
pembuluh darah palpebra.
19
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga
hidung.Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.
3) Konjungtiva
Dapat terjadi edema dan kemotik konjungtiva.Bisa terjadi hematom subkonjungtiva
apabila ruptur pembuluh darah seperti arteri konjungtiva dan episklera.
4) Kornea
Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras, malah bisa terjadi ruptur
membran Descement.Erosi kornea dapat terjadi apabila terkelupasnya epitel kornea
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
5) Uvea
Bisa terjadi iridoplegia (kelumpuhan otot sfingter pupil) sehingga pupil midriasis. Hal
ini dapat mengganggu proses akomodasi untk melihat jarak dekat. Bisa terjadi
iridodialisis (robekan pada pangkal iris), sehingga pupil agak ke pinggir letaknya,
pada pemeriksaan terdapat warna gelap selain pada pupil, juga pada dasar iris tempat
iridodialisis.
6) Bilik Mata Depan
Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi
anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat yang
paling sering dijumpai karena trauma.
Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari pembuluh darah korpus
siliaris dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris, sedang penyerapan darahnya
sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan selanjutnya ke kanal
Schlemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.
20
Hifema dapat diklasifikasi menjadi:
Hifema tingkat I : perdarahan mengisi 1/3 bagian bilik depan mata
Hifema tingkat II : perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata
Hifema tingkat III : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata
Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata
7) Lensa
Dapat terjadi dislokasi lensa jika terputusnya zonula Zinn secara komplit.Apabila
zonula Zinn terputus hanya secara parsial, maka dapat terjadi subluksasi lensa.Pada
trauma tumpul lensa yang sudah lama, dapat juga terjadi katarak akibat trauma
tersebut. Selain itu juga, dapt terbentuk juga cincin Vossius segera setelah trauma
akibat deposit iris pada bagian depan lensa.
8) Retina dan Koroid
Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan yang sangat
menurun.Ablasi retina dapat terjadi jika terlepasnya retina dari koroid.Selain itu, bisa
terjadi ruptur pada koroid.
9) Saraf (II) Optik
Dapat terjadinya avulsi papil saraf optik, yaitu terlepasnya saraf optik dari pangkal
bola mata.Selain itu juga, bisa terjadi kompresi pada saraf optik yang menyebabkan
optik neuropati traumatik yang sangat mengganggu penglihat walaupun tidak
didapatkan kelainan nyata pada retina.
21
Gambar 7. Beberapa luka yang dapat terjadi pada trauma tumpul
H. DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis
dan pemeriksaan penunjang jika tersedia.
Anamnesis
Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme dan onset
terjadinya trauma, bahan penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui objek
penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan
segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gagnguan penglihatan bersifat progresif
lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila
terdapat riwayat terjadi ledakan atau mengasah. Riwayat kejadian harus diarah secara
khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat
penyakit, pengobatan sebelumnnya dan alergi.(2)
22
Anamnesis pada trauma okuli:
I. Riwayat trauma
a) Bagaimana trauma terjadi
b) Waktu terjadinya trauma
c) Penggunaan pelindung mata
d) Riwayat penatalaksanaan trauma sebelumnya
II. Riwayat penyakit mata sebelumnya
a) Riwayat penglihatan kabur
b) Riwayat penyakit mata
c) Pengobatan mata
d) Riwayat operasi sebelumnya
III. Riwayat medis
a) Riwayat oenyakit sebelumnya
b) Pengobatan awal
c) Alergi obat
Pemeriksaan Fisik
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk pemeriksaan
visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot ekstraokular, tekanan
intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-lain.
Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti
tidak.Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya fraktur harus
dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun,
biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa
23
dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan
mengurangi trauma yang lebih lanjut.
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen
anterior bola mata. Tes fluoresen dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan dengan jelas.Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan
bola mata.Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting
untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.Bila benda asing yang
masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang
keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di
periksa, kemusian diuji pada strip fluoresen steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan
filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila
ada pengeluaran cairan mata.
Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata atau adanya kecenderungan ruptur bola
mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi dengan pelindung tanpa
bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-
tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(2,6,10)
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus paranasal
dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters menampilkan gambaran
yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi air-fluid level pada sinus maksila.
Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding medial orbita, dan proyeksi lateral
untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan frontal, zygoma dan sella tursika.
2. CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya benda
asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat kerusakan
periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan subdural.
3. USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan informasi tentang
status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing intraokuler, deteksi benda
24
asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina,
dan perdarahan subretina.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan trauma okuli mesti cepat dan tepat karena apabila perbaikan primer
tidak terjadi dalam 24 jam maka dapat terjadi edema yang menghambat penutupan jaringan
dan mengakibatkan akan terbentuk sikatriks. (2)
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular non perforans adalah:
Memperbaiki penglihatan.
Mencegah terjadinya infeksi.
Mempertahankan arsitektur mata.
Mencegah sekuele jangka panjang.
Penanganan yang dapat dilakukan pada trauma okular non perforans berdasarkan
lokasi terjadinya trauma adalah:
1) Palpebra
Apabila terjadi hematom palpebra, Penanganan pertama dapat diberikan kompres
dingin untuk menghentikan perdarahan.Selanjutnya untuk memudahkan
absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat.
2) Saluran Lakrimalis
Jika terjadi kerusakan pada saluran lakrimalis, dapat dilakukan pembedahan pada
saluran tersebut
25
3) Konjungtiva
Pada edem konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan
cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.Pada edem konjungtiva yang berat dapat
dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
4) Kornea
Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras.Pengobatan yang diberikan
adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%, glukosa 40% atau larutan albumin.Bila
terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida.Dapat
diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki
tajam penglihatan.
Jika tejadi erosi kornea, pertama-tama dapat diberikan anestesi topikal untuk
memeriksa visus dan menghilangkan rasa sakit.Anestesi topikal diberikan dengan
hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.Untuk mencegah
terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika tetes mataspektrum luas seperti
neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid.
Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan
sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.Untuk mengurangi rangsangan cahaya
dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan penutup mata pada
pasien minimal 24 jam.
5) Uvea
Bila didapatkan iridoplegia(kelumpuhan otot sfingter pupil), pasien dinasihatkan
untuk istirahat dan nutrisi yang cukup untuk mencegah terjadinya kelelahan
sfingter.Bila terjadi iridodialisis (robekan pada pangkal iris), dapat dilakukan
pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
26
6) Bilik Mata Depan
Apabila hifema terjadi, penanganan awal pada pasien adalah dengan merawat pasien
dengan berbaring dan ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi dan mata
ditutup.Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi
glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.
Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien
dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema
berkurang.
7) Lensa
Apabila terjadi dislokasi dan subluksasi, dapat dilakukan pembedahan untuk
mnegurangkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular sebelum direposisi
kembali lensanya.Jika terjadinya katarak akibat trauma, dapat dilakukan operasi
ekstraksi katarak.
8) Retina dan Koroid
Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan yang sangat
menurun.Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menyuruh pasien istirahat.
Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga
penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.
Jika terjadi ablasio retina, dapat dilakukan pembedahan
9) Saraf (II) Optik
Apabila terganggunya saraf optik, penderita dapat dirawat dengan kortikosteroid dan
perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya akibatkan ruptur
atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.
27
H. PROGNOSIS.(1,3)
Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka
panjang dan jarang dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan ekstensif.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi
jika terjadi lubang retina pada fovea.Penglihatan juga dapat terganggu jika koroid pada
makula rusak.Dalam jangka panjang dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa
tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami kerusakan dan bisa saja terjadi
katarak akibat trauma.Trauma orbita berat juga dapat menyebabkan masalah kosmetik dan
okulomotor.
28
HIFEMA
A. PENDAHULUAN
Hifema (Hyphema) adalah terdapatnya darah di dalam anterior chamber atau bilik
mata depan yang dapat terjadi akibat setelah terkenanya trauma tumpul atau laserasi
trauma serta setelah pembedahan intraokular. Hifema dapat terjadi secara spontan dan
traumatik. Pada hifema spontan dapat terjadi pada kondisi seperti rubeosis iridis (yang
berhubungan dengan retinopati diabetik dan chronic retinal detachment),
thrombocytopenia dan hemopilia. Sedangkan pada hifema traumatik terjadi dikarenakan
luka trauma pada pembuluh darah iris dan badan siliar. Hifema juga dapat terjadi akibat
dari penggunaan substansi anti platelet atau gangguan pembekuan thrombin
(aspirin,warfarin).(5)
B. MEKANISME PERDARAHAN
Trauma tumpul paling sering berkaitan dengan penekanan antero-posterior dari
tipe trauma closed globe injury. Ekuatorial dari closed globe injury akan menyebabkan
tekanan pada struktur dari sudut anterior chamber, dimana akan dapat menyebabkan
ruptur dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang selanjutnya akan menyebabkan
perdarahan. Perdarahan berulang atau yang biasa di sebut rebleeding dapat diakibatkan
oleh bekuan yang lisis dan tertarik oleh pembuluh darah yang trauma. Hifema setelah
pembedahan intarokular dapat terjadi dikarenakan terjadi jaringan granulasi dalam
margin luka insisi. Hifema dapat di absrobsi melalui trabekular meshwork, hifema tanpa
komplikasi dapat hilang selama kurang lebih 1 minggu.(5)
C. KLASIFIKASI
Hifema dapat diklasifikasi menjadi:
Hifema tingkat I : perdarahan mengisi 1/3 bagian bilik depan mata
Hifema tingkat II: perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata
Hifema tingkat III: perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata
29
Hifema tingkat IV: perdarahan mengisi penuh bilik depan mata
Gambar 8. Hifema total pada pemeriksaan slit lamp
D. KOMPLIKASI
1) Peningkatan Tekanan Intraokular
Pada keadaan akut peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi di akibatkan oleh
bekuan dan menyebabkan oklusi dari trabekular meshwork.
2) Kornea Bloodstaining
Insidensi dari hifema traumatik yang berhubungan dengan kornea bloodstaining
mencapai 2-11%. Kornea bloodstaining biasanya terjadi dari hifema dan
peningkatan tekanan intraokuler, dan juga karena hifema yang banyak,
rebleeding, durasi bekuan yang lama dan disfungsi dari sel endotel kornea.
Kornea akan berwarna merah kecoklatan atau hijau kekuningan dan kornea akan
jernih kembali dengan sangat lambat dari perifer ke sentral dan proses
keseluruhannya akan memakan waktu lebih dari 2 tahun. Kornea bloodstaining
dapat menyebabkan penurunan visus setelah hifema teresolusi dan dapat
30
menyebabkan amblyopia pada anak. Read dan Goldberg mengatakan korneal
bloodstaining sering terjadi pada pasien dengan total hifema dan peningkatan
tekanan intraokuler >25 mm Hg dan durasi selama >6 hari. Tanda awal dari
korneal bloodstaining adalah kornea berwarna kuning jerami pada lapisan stroma
dalam. (6)
Gambar 9. Korneal Bloodstaining
E. MANAGEMENT
1) Terapi Farmakologi
Pemberian analgesik berguna untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan
hifema. Beberapa obat topikal direkomendasikan pada pasien dengan hifema
traumatik seperti cycloplegics untuk traumatik iridocyclitis dan miotik untuk
meningkatkan area permukaan dari iris untuk meningkatkan penyerapan hifema.
2) Pembedahan
Intervensi pembedahan di indikasikan berdasarkan indikasi berikut :
a) Empat hari setelah terjadinya hifema total
31
b) Tampak mikroskopik korneal blood staining
c) Hifema total dengan tekanan intraokuler 50 mm Hg
Beberapa teknik operasi seperti evakuasi hifema dengan closed vitrektomy
instrumentation, parasintesis, irigasi dan aspirasi dengan insisi kecil dan irigasi
bekuan dengan trabekulektomy di rekomendasikan. Jika dalam kurun waktu 1
minggu darah tidak terabsorbsi maka parasintesi dilakukan agar drain dari darah
dapat dilakukan.(6)
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga.Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pg. 259-76
2. Jane O, Ophthalmology at a glance, 2nd edition, John Wiley & Sons,Ltd 2014. Pg 44-54.
3. Khurana AK. Ocular Injuries. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. India: New
Age International (P) Ltd; 2007. pg 401-16
4. James B, Chew C, Bron A. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology. 9 th Edition.
Oxford: Blackwell Publishing; 2003. pg 186-96
5. Trauma. Available at http://www.cehjournal.org/files/eshc/eysurhc_ch11.pdf.[cited on] Dec 26th 2012.
6. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaManage
ment.pdf[ cited on ] Dec 26th 2012.
7. Assessing And Managing Eye Injury, Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705680. [cited on] Oct 2005
8. Eye Education For Emergency Clinicians, Available at
http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/.../pdf.../eem_education_session5. [cited on] Dec
2008
33
top related