transfer pricing pt pfu technology indonesia
Post on 03-Jan-2016
153 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36208/PP/M.IV/15/2012
Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan
Tahun Pajak : 2005
Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah,
mengenai koreksi positif Penghasilan Neto sebesar USD
1,095,895.00, yang terdiri dari :
- Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00,
- Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00
Koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00
Menurut Terbanding: bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan diketahui bahwa
dalam mengisi penentuan harga transfer kepada afiliasi oleh
Pemohon Banding dalam formulir lampiran 3B SPT Tahunan PPh
Badan tahun pajak 2005 ternyata tidak sesuai dengan SE-
04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9
Maret 1993 yaitu dalam penentuan harga transfernya Pemohon
Banding hanya berdasarkan kepada harga yang tercantum dalam
Qoutation (untuk penjualan) dan berdasarkan kepada purchase order
(untuk pembelian) sehingga oleh karena itu pemeriksa menghitung
kembali harga transfernya dengan menggunakan metode profit split.
Menurut Pemohon : bahwa perbandingan profit setelah pajak (net profit after tax)
terhadap penjualan dari tahun ke tahun (sample Tahun 2002-2005)
menunjukkan kenaikan persentase yang tidak signifikan, yakni
sekitar 0,52% - 0,92% untuk tahun 2002-2004, sedangkan pada
tahun 2005 menjadi 3,37% (laporan keuangan tahun 2002-2005
yang telah diaudit berikut rekapitulasi perbandingan persentase
profit setelah pajak terhadap penjualan. Perbandingan profit setelah
pajak terhadap penjualan khusus di tahun 2005 justru jauh
meningkat dibanding rasio yang sama tahun-tahun sebelumnya
(2002- 2004) dimana hal ini menunjukkan bahwa Pemohon Banding
telah melaporkan tingkat profit setelah pajak di Tahun 2005 (dan
mengenakan pajak) yang justru secara signifikan lebih tinggi
daripada di tahun-tahun sebelumnya (2002-2004). Sehingga tidak
tepat kiranya jika Pihak Terbanding melakukan koreksi semata-mata
karena alasan terdapat hubungan istimewa.
Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa
Terbanding melakukan koreksi positif Peredaran Usaha sebesar
USD 579,348.00 karena terdapat Indikasi Penyalahgunaan Transfer
Pricing atas Kewajaran Harga dalam Transaksi Hubungan Istimewa
atas penjualan produk dari Pemohon Banding kepada Siix
Singapore Pte Ltd, dari analisa transfer pricing dengan metode Profit
Split, sebagai berikut :
COGS USD 310,451,000.00
Inventory Awal USD 5,721,000.00
Inventory Akhir USD 8,891,000.00
Total Purchases USD 313,621,000.00
Purchases from PFU Batam USD 59,784,448.00
dalam prosentase 19,06%
Dari uraian di atas maka perhitungan harga transfernya dengan
metode profit split adalah sebagai berikut :
Net Profit SIIX Singapore Pte.Ltd USD 7,599,000.00
Net profit Batam Business (19,06%) USD 1,448,369.00
Deduct : Singapore tax rate (20%) USD 289,574.00
Net Profit After Tax USD 1,158,696.00
Profit Splited (50%) for PT PFU USD 579,348.00
bahwa data/dokumen yang telah diserahkan oleh Terbanding dalam
persidangan:
- LPP-KKP dan LPK,
- Tanggapan Tertulis Nomor : S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli
2011.
bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Surat Nomor :
S-4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, yang pada pokoknya
mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Pokok permasalahan
bahwa Pemohon Banding mengajukan Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31
Agustus 2010.
bahwa kronologis sengketa yang diajukan banding adalah koreksi
terhadap peredaran usaha sebesar USD 579.348.00 berdasarkan
analisa Profit Split method karena adanya hubungan istimewa antara
Pemohon Banding dengan SIIX Singapore Pte Ltd.
bahwa atas adanya transaksi hubungan istimewa antara Pemohon
Banding dengan Siix Singapore Pte Ltd, Pemohon Banding dalam
Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 telah
menghitung penerapan harga pasar wajar (arm's length principle)
dengan menggunakan metode lain.
bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta penjelasan
kepada Pemohon Banding tentang penggunaan metode lain
sehubungan dengan transaksi ke afiliasi dalam SPT Tahunan PPh
Badan tahun 2005 Lampiran 3B namun Pemohon Banding tidak
dapat menjelaskan tentang penggunaan metode lain tersebut dan
termasuk perhitungannya.
bahwa didalam persidangan Majelis telah meminta kepada Pemohon
Banding apakah metode profit split dapat diterapkan, apabila dapat
diterapkan bagaimana perhitungannya? Pemohon Banding
menyatakan metode profit split tidak dapat diterapkan. Sehubungan
dengan hal tersebut Pemohon Banding menyerahkan sengketa
kepada Majelis.
bahwa terhadap sengketa banding tersebut di atas, Majelis meminta
Terbanding membuat tanggapan tertulis tentang penggunaan profit
split method.
Dasar Hukum dan Kajian Teoritis
Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Undang-undang PPh),
yaitu:
Pasal 18 ayat (3)
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha
yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;
Pasal 18 ayat (4)
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a),
Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1)
dianggap ada apabila :
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib
Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua
Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir, atau
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih
Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik
langsung maupun tidak langsung, atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
Keputusan Terbanding Nomor : KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret
1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak
yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Pasal 1
Menetapkan Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini sebagai pedoman pelaksanaan dan
tata cara pemeriksaan dibidang perpajakan terhadap Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa, sebagai tambahan atas
Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-01/PJ.7/1990 tanggal 15
Nopember 1990.
Bab III : Teknik dan Metode Pemeriksaan
Angka 2 : Metode-metode pemeriksaan Kewajaran Harga :
1. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price),
2. Metode Harga Jual Minus (Resale Price),
3. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus Method),
4. Metode lainnya yang dapat diterima.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1993
tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus
transfer pricing.
Disebutkan jenis transaksi transfer pricing :
(1) Harga penjualan,
(2) Harga pembelian,
(3) Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost),
(4) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang
saham (shareholder loan),
(5) Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan
atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas
jasa lainnya,
(6) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik)
atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih
rendah dari harga pasar,
(7) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang
kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy
company, letter box company atau reinvoicing center).
Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-Singapore
Associated Enterprises. Where :
a. an enterprise of a Contracting State participates directly or
indirectly in the management, control or capital of an enterprise
of the other Contracting State, or
b. the same persons participate directly or indirectly in the
management, control or capital of an enterprise of the other
Contracting State and an enterprise of the other Contracting
State,
and in either case conditions are made or imposed between the
two enterprises in their commercial or financial relations which
differ from those which would be made between independent
enterprises, any profits which would, but for those conditions,
have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those
conditions, have not so accrued, may be included in the profits of
that enterprise and taxed accordingly;
Commentary Article 9 UN Model Convention, A.3
“......These conclusion represent internationally agreed principles
and the Group of Expert recommend that the Guidelines should be
folloed for the application of the arm’s length principle wich
underlies the articles”;
OECD Guidelines sebagai Internationally Agreed Principle sesuai
commentary article 9 UN Model Tax Convention menyebutkan
bahwa metode lainnya terdiri dari Profit Split Method dan
Transactional Net Margin Method
Paragraph 3.1
“......The other approaches are referred to in the discussion here as
“transactional profit methods,” i.e. methods that examine the profits
that arise from particular transactions among associated
enterprises. The only profit methods that satisfy the arm’s length
principle are those that are consistent with the profit spit method or
the transactional net margin method as described in these
guidelines.....”.
Glossary, Profit Split Method
“A transacsionat profit method that identifies the combined profit to
be split for the associated enterprises from a controlled transaction
(or controlled transactions that is appropriate to aggregate under
the principles of Chapter I) and then splits those profits between the
associated enterprises based upon an economically valid basis that
approximates the division of profits that would have been anticipated
and reflected in an agreement made at arm’s length.
Tanggapan Pemohon Banding
bahwa dalam surat tanggapannya dengan Surat Nomor :
003/SEI/FIN/05/2011 tanggal Mei 2011 perihal Bantahan atas
Uraian Banding (SUB) dari Ditjen Pajak, Pemohon Banding
melakukan tanggapan yang isinya sebagai berikut :
bahwa pihak Terbanding tidak mengungkapkan bahwa syarat-syarat
tertentu dalam transaksi berbeda dengan yang berlaku bagi
perusahaan-perusahaan Independent.
bahwa pihak Terbanding juga tidak menjalankan sepenuhnya
petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing sesuai Surat
Edaran Dirjen Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993.
bahwa pihak Terbanding belum mempertimbangkan latar belakang
kegiatan usaha dan analisa fungsional dari Pemohon Banding.
bahwa pihak Terbanding tidak memberikan penjelasan yang rasional
mengenai Metode Profit Split yang digunakan.
bahwa penerapan metode residual profit split yang tidak tepat oleh
pihak Terbanding sesuai dengan OECD Guidelines.
Tanggapan Terbanding
bahwa berdasarkan pokok permasalahan, fakta yang ada dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap
koreksi atas peredaran usaha sebesar
USD 579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method,
dengan ini Terbanding berpendapat sebagai berikut:
bahwa koreksi terhadap peredaran usaha tersebut dilakukan karena
adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
berupa transaksi penjualan kepada Siix Singapore Pte Ltd. yang
memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU PPh Tahun 2000.
bahwa didalam persidangan Pemohon Banding tidak bisa
membuktikan bahwa transaksi dengan Siix Singapore Pte Ltd
tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana Pemohon
Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai dengan
Lampiran 3B SPT Tahunan PPh Badan (Pemohon Banding memilih
metode lainnya).
bahwa karena Pemohon Banding tidak dapat menjelaskan transaksi
hubungan istimewa dengan Siix Singapore Ltd merupakan transaksi
yang sudah wajar (arms length) maka Terbanding sesuai dengan
Pasal 18 ayat 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang nomor 17 tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha
yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor :
KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 terdapat 4 (empat) metode
dalam menentukan kewajaran harga yaitu : metode harga pasar
sebanding (cup method), metode harga jual minus (resale price
method), metode harga pokok plus (cost plus method) dan metode
lainnya yang diterima.
bahwa sesuai dengan OECD Guidelines Chapter ill terdapat 5 (lima)
metode transfer pricing yang terdiri dari:
a. Traditional transfer pricing methods terdiri dari :
- Comparable uncontrolled price (CUP) method,
- Cost plus method,
- Resale price method.
b. Transactional profit methods terdiri dari :
- Profit split method,
- Transactional net margin method (TNMN).
bahwa dalam menentukan harga transfer, Terbanding menggunakan
Profit Split method dengan alasan sebagai berikut :
bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor ;
KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 dan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak nomor : SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993
terdapat beberapa metode dalam menentukan harga transfer yaitu :
a. Metode Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price).
bahwa metode ini diterapkan dengan pembandingan harga transaksi
barang sejenis dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa (pembanding independent);
Metode ini dapat digunakan dalam hal :
- terdapat penjualan kepada pihak yang ada hubungan istimewa
- maupun kepada Pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa
- jenis produk sebagai obyek transaksi relative sama
bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah adanya
harga jual atas barang yang sama kepada pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa (independen). Hal ini tidak bisa
dipenuhi karena produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding
seluruhnya dijual kepada Siix Singapore berdasarkan pesanan
dimana bahan baku untuk produk tersebut seluruhnya diperoleh dari
Siix Singapore Pte Ltd. Karena Syarat ini tidak bisa dipenuhi (harga
jual kepada independen) maka metode ini tidak bisa diterapkan.
b. Metode Harga Jual Minus
bahwa metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang
diperiksa bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk
yang telah dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya.
Metode ini dapat digunakan dalam hal :
- tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan
istimewa yang dapat digunakan sebagai pembanding misalnya
pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal,
- terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa,
- tidak terdapat proses perubahan barang yang menambah nilai,
- pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak
menambah harga yang besar pengaruhnya terhadap nilai barang
tersebut.
bahwa syarat inipun tidak bisa dipenuhi karena kegiatan usaha
Pemohon Banding adalah jasa sub assembling komponen electronics
yang bahan bakunya seluruhnya diperoleh dari pembeli untuk
selanjutnya diproduksi menjadi PCB (printed circuit board) untuk
barang electronic seperti scanner, hand phone. Karena syarat tersebut
tidak bisa dipenuhi maka metode harga jual minus (resale price)
tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding.
c. Metode Harga Pokok Plus (Cost Plus)
bahwa metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang
menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut.
Pernitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan
menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi;
Data persentase laba kotor wajar dapat diperoleh dari:
- Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang
juga melakukan penjualan terhadap afiliasinya,
- Penjualan oleh pihak-pihak yang independen,
- Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi
penjualan yang dilakukan oleh penjual adalah sama dengan fungsi
penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian tersebut,
- Persentase laba kotor dari perusahaan sejenis.
bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini yaitu adanya
gross profit margin atas transaksi kepada perusahaan independen.
Hal ini tidak bisa dipenuhi karena Penjualan seluruhnya dilakukan
kepada Siix Singapore Pte Ltd sehingga tidak ada pembanding untuk
menentukan gros profit margin atas perusahaan independen. Karena
syarat tersebut tidak bisa dipenuhi maka metode Harga Pokok Plus
(Cost Plus) tidak bisa diterapkan kepada Pemohon Banding.
bahwa karena ketiga metode (metode tradisional) tersebut tidak bisa
diterapkan kepada Pemohon Banding dalam penentuan harga
transfer yang wajar (arms length), maka Terbanding menggunakan
metode lainnya yaitu metode profit split.
bahwa dari uraian diatas, Terbanding dalam menerapkan metode
Harga Transfer sudah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
bahwa penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan
secara hirarkis dimulai dengan menerapkan metode perbandingan
harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/
CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat.
bahwa dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang
independen (comparable uncontrolled price/ CUP) tidak tepat untuk
diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price
method/ RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM)
sesuai dengan kondisi yang tepat.
bahwa dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/
RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/ CPM) tidak tepat
untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit
split method/ PSM) atau metode laba bersih transaksional
(transactional net margin method/ TNMM).
bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) adalah
metode penentuan harga transfer berbasis laba bersih transaksional
(transactional net margin method/ TNMM) yang dilakukan dengan
mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan
dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara
ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang
selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
bahwa metode pembagian laba (profit split method/ PSM) secara
khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut:
a. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak
dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah atau,
b. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak
yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam
menemukan data pembanding yang tepat.
bahwa meskipun pemilihan metode profit split menurut OECD
Guidelines merupakan pilihan terakhir, Terbanding berpendapat
pemilihan metode profit split sudah benar karena pemilihan metode
tradisional tidak dapat diterapkan (Pemohon Banding sendiri sudah
mengakui dalam persidangan). Dan ini telah sesuai dengan ketentuan
dalam OECD Guidelines, yang antara lain menyatakan :
Paragraph 3.6 OECD Guidelines
"One strength of the profit split method is thar generally does not
rely directly on closely comparable transactions, and it can
therefore be used in cases when no such transactions between
independent enterprises can be identified ...".
bahwa cara penghitungan metode profit split dari Terbanding telah
memakai analisis fungsi, asset, dan resiko dan dari analisis tersebut
telah dilakukan pembobotan sehingga diperoleh pembobotan 50 : 50;
bahwa sesuai tanggapan Pemohon Banding baik dalam surat nomor :
003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei 2011 perihal Bantahan atas Uraian
Banding (SUB) dari Terbanding, Pemohon Banding pada intinya
menyatakan kelemahan Terbanding dalam memilih metode profit
split, tetapi disatu sisi dalam persidangan Pemohon Banding secara
eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan
istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd.
bahwa sesuai dengan hal tersebut di atas, sehubungan dengan
koreksi peredaran usaha yang didasarkan atas koreksi transfer
pricing sebesar USD 579.348.00 sudah benar sesuai dengan Pasal 18
ayat (3) Undang-undang PPh Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty
Indonesia-Singapore.
Kesimpulan
bahwa koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar USD
579.348.00 berdasarkan transfer pricing profit split method sudah
benar sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pajak
Penghasilan Tahun 2000 dan Pasal 9 Tax Treaty Indonesia-
Singapore.
bahwa penerbitan Keputusan Terbanding Nomor : KEP-
646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat
Nomor : 003/SEI/FIN/VII/2011 tanggal 28 Juli 2011, yang pada
pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Tanggapan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak
Terbanding.
bahwa tanggapan tertulis Pihak Terbanding masih mengindikasikan
bahwa koreksi terhadap peredaran usaha semata-mata didasarkan
pada alasan adanya transaksi kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa tanpa didukung pada analisa yang memadai.
Alasan Pihak Terbanding tersebut menunjukkan bahwa Pihak
Terbanding tidak menjalankan sepenuhnya Petunjuk Penanganan
Kasus-kasus Transfer Pricing sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak
Nomor SE-04/PJ.07/1993 tanggal 9 Maret 1993.
bahwa temuan dari Pihak Terbanding, di dalam melakukan koreksi
positif atas peredaran usaha tersebut di atas dan kemudian
menetapkan bahwa peredaran usaha Pemohon Banding tersebut
terlalu rendah, tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak
ada angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih
berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri. Sebagaimana
diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-
04/PJ.07/1993, koreksi yang terkait dengan masalah Transfer Pricing
harus didasarkan pada suatu angka pembanding dari satu transaksi
sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak
Terbanding yang menyatakan bahwa didalam pemeriksaan Pemohon
Banding tidak bisa membuktikan bahwa transaksi dengan Siix
Singapore Pte Ltd tersebut adalah sudah wajar (arms length), dimana
Pemohon Banding tidak bisa menunjukkan suatu perhitungan sesuai
dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan (Pemohon Banding memilih
metode lainnya).
bahwa perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa sengketa pajak ini
terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana pada waktu itu belum
begitu banyak sosialisasi mengenai penggunaan metode penentuan
harga wajar. Meskipun Metode penentuan harga wajar sudah pernah
dicantumkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-
01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan
Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993
tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing, namun
karena kedua peraturan tersebut ditujukan untuk kepentingan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hubungan
istimewa, maka Pemohon Banding berpendapat bahwa metode
tersebut tidak terkait dengan apa yang dimaksud dalam pelaporan
Lampiran 3a SPT PPh Badan. Oleh karena itu, Pemohon Banding
memilih isian metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud
dari metode yang ada.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak
Terbanding yang menyatakan bahwa sesuai tanggapan Pemohon
Banding baik dalam surat nomor : 003/SEI/FIN/05/2011 bulan Mei
2011 perihal Bantahan atas Uraian Banding (SUB) dari Terbanding,
Pemohon Banding pada intinya menyatakan kelemahan Terbanding
dalam memilih metode profit split, tetapi disatu sisi dalam
persidangan Pemohon Banding secara eksplisit tidak dapat
membuktikan kewajaran transaksi hubungan istimewa dengan Siix
Singapore Pte Ltd.
bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan Wajib Pajak tidak
benar biasanya dilakukan melalui proses pemeriksaan. Didalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/PJ.7/1993 pada bab
III , mengenai Teknik dan Metode Pemeriksaan diatur, antara lain,
Pemeriksa didalam menentukan harga pasar wajar dalam hubungan
istimewa harus dilakukan dengan menguji angka-angka dalam SPT
melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan
dan biaya. Metode tersebut termasuk metode harga pasar sebanding
(Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga jual minus
(Sales Minus/Resale Price Method), metode harga pokok plus (Cost
Plus Method), metode lainnya yang dapat diterima. Kekeliruan
penerapan pendekatan perhitungan tertentu seharusnya
mengindikasikan bahwa pembuktian bahwa SPT yang dilaporkan
Wajib Pajak tidak benar menjadi tidak berdasar dan seharusnya
dibatalkan.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Pihak
Terbanding yang menyatakan bahwa Pemohon Banding secara
eksplisit tidak dapat membuktikan kewajaran transaksi hubungan
istimewa dengan Siix Singapore Pte Ltd meskipun pada intinya
Pemohon Banding menyatakan kelemahan Terbanding dalam
memilih metode profit split. Menurut Pemohon Banding, karena
sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005 dimana dalam
kurun waktu tersebut belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi
Pemohon Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan
kewajaran transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding
tidak memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang
diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode
tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk,
tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari
data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi
yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode
transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa
juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan
pengembangan (research and development) yang terjadi di Pemohon
Banding. Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan
salah satu ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap
pihak/entitas yang sangat berhubungan dalam menerapkan metode
profit split.
bahwa seperti telah Pemohon Banding jelaskan sebelumnya tentang
metode profit split, bahwa metode profit split secara umum
diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan (inter-related)
yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode profit split ini
biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan elektronik yang
fungsinya adalah merupakan sarat dengan inovasi, dimana
transaksinya begitu “inter-related” (saling terkait satu dengan
lainnya) sehingga tidak dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah.
Dalam menentukan pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu
sendiri, harus dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap
pihak/entitas, serta (diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan
manufacturing costs dari tiap pihak.
Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu :
1. identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split)
kepada tiap entitas perusahaan manufaktur dari tranksaksi-
transaksi antara pihak-pihak dengan hubungan istimewa, dan
2. kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas
dasar ekonomis yang valid (“economically valid basis”) yang
dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang terjadi
untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak independen.
bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total
keuntungan (“combined profit”) dari hasil transaksi keseluruhan
ataupun keuntungan yang tersisa (“residual profit”) yang mewakili
keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para
pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya “intangible”
yang bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masing-
masing pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa
fungsional yang dinilai atau dilihat “value” nya (analisa fungsional
adalah suatu analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan
(mempertimbangkan aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko
yang ditanggung) oleh tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi
dari masing-masing pihak tersebut juga, sedapat mungkin, harus
berdasarkan data-data di “market” yang dapat diandalkan (contohnya
tingkat pembagian keuntungan atau pembagian pengembalian
(return) dari pihak-pihak independen dengan fungsi-fungsi yang
sebanding).
Annexure II dari OECD Transfer Pricing Guidelines memberikan
contoh sebagai berikut:
Laba Rugi PT. A dan PT. B
Keterangan A B
Sales 50 100
Less :
Purchases (10) (50)
Manufacturing costs (15) (20)
Gross profits (25) (70)
Less :
R&D (15) (10)
Operating expenses (10) (10)
(25) (20)
Net profit - 10
Penentuan keuntungan rutin (routine profit) manufaktur PT. A dan
PT. B dan penghitungan jumlah keuntungan sisa (total residual
profit).
bahwa contoh yang diberikan oleh OECD Transfer Pricing
Guidelines adalah sudah ditentukannya oleh kedua yuridiksi bahwa
pembanding perusahaan manufaktur pihak ketiga yang tidak
memiliki harta tidak berwujud inovatif memperoleh peredaran usaha
dari biaya-biaya manufakturnya (tidak termasuk biaya pembelian)
sebesar 10% (diperoleh dari rasio keuntungan terhadap biaya
manufaktur langsung dan tidak langsung).
bahwa dengan mengacu kepada Laporan Laba Rugi diatas, dapat
diketahui bahwa biaya manufaktur PT. A adalah 15 sehingga
peredaran usaha atas biaya manufaktur yang dikeluarkan PT. A dan
dapat diatribusikan terhadap keuntungan manufaktur PT. A menjadi
sebesar 1,5 (10% dari 15). Begitu pula halnya dengan biaya
manufaktur PT. B sebesar 20, maka biaya yang dapat diatribusikan
terhadap keuntungan manufaktur PT. B menjadi sebesar 2 (10% dari
20). Berdasarkan hal itu, keuntungan sisa yang terjadi menjadi
sebesar 6,5 yang diperoleh dari selisih antara keuntungan gabungan
bersih PT. A dan PT. B sebesar 10 dengan gabungan keuntungan
manufaktur sebesar 3,5 (3,5 diperoleh dari keuntungan manufaktur
PT. A sebesar 1,5 yang ditambahkan dengan keuntungan manufaktur
PT. B sebesar 2).
Pengalokasian keuntungan sisa.
bahwa pengalokasian keuntungan sebesar 1,5 bagi PT. A dan 2 bagi
PT. B mengarah pada fungsi manufaktur PT. A dan PT. B, meskipun
begitu, hal ini bukan merupakan nilai dari masing-masing biaya
penelitian dan pengembangan kedua perusahaan. Untuk
mendapatkannya, keuntungan sisa yang diperoleh dapat dibagi
antara PT. A dan PT. B berdasarkan jumlah biaya penelitian dan
pengembangan masing-masing perusahaan. Dengan asumsi, biaya
penelitian dan pengembangan masing-masing perusahaan relative
akurat menggambarkan kontribusi relative masing-masing
perusahaan terhadap nilai inovasi produk kedua perusahaan.
Pengalokasian keuntungan sisa terhadap kedua perusahaan tersebut
menjadi sebagai berikut :
PT. A = 6,5 X 15/25 = 3,9
PT. B = 6,5 X 10/25 = 2,6
bahwa alokasi sebesar 15/25 bagi PT. A dan 10/25 bagi PT. B
berasal dari biaya penelitian dan pengembangan masing-masing
perusahaan terhadap total biaya penelitian dan pengembangan kedua
perusahaan.
Pengalokasian keuntungan sisa.
bahwa jumlah keuntungan bersih PT. A menjadi sebesar 5,4 yang
diperoleh dari penambahan keuntungan manufaktur sebesar 1,5
dengan alokasi keuntungan sisa sebesar 3,9, sedangkan keuntungan
bersih PT. B menjadi sebesar 4,6 yang diperoleh dari penambahan
keuntungan manufaktur sebesar 2 dengan alokasi keuntungan sisa
sebesar 2,6.
Laporan Laba Rugi untuk kepentingan pajak
bahwa berdasarkan penghitungan diatas, Laporan Laba Rugi untuk
kepentingan pajak menjadi sebagai berikut :
Keterangan A B
Peredaran usaha 55,4 100,0
Dikurangi :
Pembelian (10,0) (55,4)
Biaya-biaya manufaktur (15,0) (20,0)
Keuntungan kotor 30,4 24,6
Dikurangi :
Biaya penelitian dan pengembangan (15,0) (10,0)
Biaya Operasional (10,0) (10,0)
(25,0) (20,0)
Keuntungan bersih 5,4 4,6
bahwa dengan mengacu pada contoh yang digambarkan OECD
Transfer Pricing Guidelines diatas, dapat dibuktikan bahwa
penerapan metode profit split yang dilakukan Pihak Terbanding
sama sekali tidak memiliki dasar pengalokasian maupun
penghitungan yang jelas, sehingga dasar koreksi Pihak Terbanding
yang menggunakan alasan penggunaan metode profit split juga tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
bahwa Pemohon Banding juga tidak setuju dengan pendapat Pihak
Terbanding yang menyatakan bahwa karena Pemohon Banding tidak
dapat menjelaskan transaksi hubungan istimewa dengan Siix
Singapore Pte Ltd merupakan transaksi yang sudah wajar (arms
length) maka Terbanding sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 Undang-
undangn Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
17 Tahun 2000 berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak
lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
bahwa sengketa banding ini terkait dengan Tahun Pajak 2005
dimana pada waktu itu tidak ada ketentuan yang mengharuskan
Wajib Pajak untuk menyiapkan dokumentasi berkaitan dengan
kewajaran harga atas transaksi yang memiliki hubungan istimewa.
Dengan demikian, upaya menjelaskan kewajaran transaksi hubungan
istimewa dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen
kegiatan bisnis biasanya. Kewajaran transaksi yang terjadi dengan
Siix Singapore Pte Ltd menurut Pemohon Banding dibuktikan
melalui keberadaan dokumen-dokumen penjualan, pembelian,
pembayaran, penerimaan cash terkait serta pencatatan pembukuan.
bahwa menurut Pemohon Banding, meskipun Pihak Terbanding
diberikan wewenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak
lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa, penentuan tersebut seharusnya
tetap mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-
01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman Pemeriksaan
Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.07/1993
tentang Petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing dan
bukan pendapat subyektif semata.
bahwa disamping ketidakjelasan latar belakang pembagian
pembobotan 50 : 50 atas analisa fungsi, asset dan resiko, menurut
Pemohon Banding penggunaan metode profit split yang diterapkan
Pihak Terbanding juga tidak tepat. Dengan demikian, penentuan
kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak yang diterapkan kepada Pemohon
Banding menjadi tidak berdasar dan seharusnya dibatalkan karena
alasan-alasan sebagai berikut :
A. Panduan Transfer Pricing dari OECD
bahwa mengingat peraturan perpajakan Indonesia belum mengatur
panduan atas metode keuntungan transaksional ("transactional profit
method") dalam penentuan harga wajar dan penerapan prinsip
kewajaran ("arm's length" principle) dalam transaksi antara pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka yang harus menjadi
acuan adalah ketentuan dan panduan yang diterbitkan oleh
Organization for Economic Cooperation and Development
("OECD"). OECD telah mengeluarkan panduan terkait Transfer
Pricing, yaitu OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational
Enterprises and Tax Administrations ("OECD TP Guidelines") yang
diubah dan direvisi secara teratur, dan terakhir adalah versi 2009.
Berikut adalah penjelasan atas beberapa ketentuan terkait pengetian
umum, kelemahan, dan aplikasi/penerapan dari salah satu metode
keuntungan transaksional yaitu Profit Split.
B. Penjelasan Umum ("general") atas Metode Keuntungan
Transaksional
Paragraph 3.2 dari OECD TP Guidelienes memberikan panduan
umum atas pengertian dari metode keuntungan transaksional:
"3.2 A transactional profit method examines the profits that arise
from particular controlled transactions. The transactional profit
methods for purposes of these Guidelines are the profit split method
and the transactional net margin method. It is unusual to find
enterprises entering into transactions in which profit is a condition
"made or imposed" in the transactions. In fact, enterprises rarely if
ever use a transactional profit method to establish their prices.
Nonetheless, profit arising from a controlled transaction can be a
relevant indicator of whether the transaction was affected by
conditions that differ from those that would have been made by
independent enterprises in otherwise comparable circumstances.
Thus, in those exceptional cases in which the complexities of real life
business put practical difficulties in the way of the application of the
traditional transaction methods and provided all the safeguards set
out in this chapter are observed, application of the transactional
profit methods (profit split and transactional net margin method)
may provide an approximation of transfer pricing in a manner
consistent with the arm's length principle. However, the
transactional profit methods may not be applied automatically
simply because there is a difficulty in obtaining data. The same
factors that led to the conclusion that it was not possible to reliably
apply a traditional transaction method must be reconsidered when
evaluating the reliability of a transactional profit method. Rather,
the reliability of a method should be assessed taking into account the
principles discussed in this Report, including the extent and the
reliability of adjustments to the data used."
bahwa paragraph 3.2 diatas menjelaskan bahwa metode keuntungan
transaksional adalah metode yang memeriksa keuntungan yang
timbul dari transaksi-transaksi antara pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa yang "khusus", dimana metode keuntungan
transaksional terdiri dari 2 jenis yaitu (1) metode "profit split", dan
(2) metode "transactional net margin method (TNMM)". Dalam
kenyataannya, perusahaan-perusahaan jarang, atau bahkan tidak
pernah, menggunakan metode keuntungan transaksional untuk
menentukan harga jual mereka. Maka kompleksitas dari "real-life
business" memberikan kesulitan praktis dalam aplikasi dari metode
keuntungan transaksional ini. Metode ini juga tidak dapat secara
otomatis diterapkan karena kesulitan dalam mencari data-data untuk
menerapkan metode lain yaitu metode "traditional transaction
method" yang memang harus dipertimbangkan terlebih dahulu
sebelum metode ini. Apabila diambil kesimpulan bahwa metode
"traditional transaction method" tidak mungkin untuk dipakai, maka
penerapan dari metode ini juga perlu di-evaluasi ulang untuk
menentukan reliabilitasnya.
Selanjutnya paragraph 3.3 dari OECD TP Guidelines juga
menjelaskan kaitan penggunaan metode keuntungan transaksional
dengan article 9 dari OECD Model Tax Convention:
"3.3 Methods that are based on profits can be accepted only insofar
as they are compatible with Article 9 of the OECD Model Tax
Convention, especially with regard to comparability. This is
achieved by applying the methods in a manner that approximates
arm's length pricing, which requires that the profits arising from
particular controlled transactions be compared to the profits arising
from comparable transactions between independent enterprises."
bahwa sesuai paragraph 3.3. diatas, metode keuntungan
transaksional hanya dapat diterima apabila metode tersebut sejalan
dengan Article 9 dari OECD Model Tax Convention terutama
menyangkut kesebandingan (comparability). Metode keuntungan
transaksional ini digunakan dengan membandingkan antara transaksi
antara pihak dengan hubungan istimewa (yang sedang diuji) dengan
tingkat keuntungan yang timbul dari transaksi sejenis dan sebanding
(comparable) antara pihak-pihak independent;
Syarat-syarat Tertentu yang Berbeda Dengan Perusahaan-perusahaan
Independen
bahwa terkait dengan paragraph 3.3. dari OECD TP Guidelines
diatas, perlu Pemohon Banding tambahkan bahwa Pemeriksa tidak
mengungkapkan "a condition imposed" di dalam koreksinya.
Koreksi yang dilakukan oleh Pihak Terbanding menyangkut
transaksi antara SIIX Singapore Pte. Ltd, perusahaan yang
berdomisili di Singapura dan Pemohon Banding, perusahaan yang
berdomisili di Indonesia. Oleh karena itu maka perlakuan pajak
terhadap transaksi tersebut harus merujuk kepada Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura. Transaksi
antara kedua perusahaan tersebut adalah transaksi antara dua pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, oleh karena itu ketentuan
Article 9 dijadikan rujukan. Article 9 dari P3B dimaksud berbunyi
sebagai berikut:
Article 9
Associated Enterprises
Where:
a) an enterprise of a Contracting State participates directly or
indirectly in the management, control or capital of an enterprise
of the other Contracting State, or
b) the same persons participate directly or indirectly in the
management, control or capital of an enterprise of a Contracting
State and an enterprise of the other Contracting State.
and in either case conditions are made or imposed between the two
enterprises in their commercial or financial relations which differ
from those which would be made between independent enterprises,
any profits which would, but for those conditions, have accrued to
one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so
accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed
accordingly.
bahwa ketentuan article 9 dari P3B di atas mengatur bahwa bila
terjadi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, dan dalam transaksi tersebut terdapat syarat-syarat tertentu
yang berbeda dengan yang berlaku umum, maka transaksi tersebut
dapat dikoreksi. Perlu Pemohon Banding garis bawahi disini bahwa
Article 9 dari P3B diatas mengatur bahwa koreksi atas transaksi
antar dua pihak yang mempunyai hubungan istimewa hanya dapat
dilakukan bila "conditions are made or imposed between the two
enterprises in their commercial or financial relations which differ
from those which would be made between independent enterprises".
bahwa dalam hubungan ini, Pihak Terbanding tidak mengungkapkan
bahwa dalam transaksi antara kedua perusahaan telah diciptakan
syarat-syarat tertentu yang berbeda dengan yang berlaku bagi
perusahaan-perusahaan yang independen. Pihak Terbanding
melakukan koreksi hanya berdasarkan fakta bahwa transaksi
dimaksud dilakukan antara pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
bahwa selanjutnya, paragraph 3.4 dari OECD TP Guidelines
menjelaskan lebih jauh tentang penerapan dari metode keuntungan
transaksional:
"3.4 In no case should transactional profit methods be used so as to
result in over-taxing enterprises mainly because they make profits
lower than the average, or in under-taxing enterprises that make
higher than average profits. There is no justification under the arm's
length principle for imposing additional tax on enterprises that are
less successful than average when the reason for their lack of
success is attributable to commercial factors."
bahwa paragraph 3.4 diatas mengatur bahwa metode keuntungan
transaksional tidak dapat diterapkan begitu saja yang mengakibatkan
pengenaan pajak yang berlebih (over-taxing) terhadap perusahaan-
perusahaan yang dianggap menerima keuntungan lebih rendah dari
rata-rata, atau sebaliknya pengenaan pajak terlalu rendah (under-
taxing) terhadap perusahan-perusahaan lain yang dianggap
menerima keuntungan lebih tinggi dari rata-rata. Tidak dapat
dibenarkan apabila pihak otoritas mengenakan tambahan pajak
terhadap perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil dibandingkan
rata-rata padahal sebenarnya hal tersebut disebabkan karena faktor
komersial.
C. Penjelasan Umum ("general") atas Metode Profit Split
bahwa seperti dijelaskan diatas, metode keuntungan transaksional
terdiri dari 2 jenis yaitu metode profit split dan metode TNMM.
Khusus untuk metode Profit Split, paragraph 3.5 dari OECD
Guidelines memberikan penjelasan umum berikut:
"3.5 Where transactions are very interrelated it might be that they
cannot be evaluated on a separate basis. Under similar
circumstances, independent enterprises might decide to set up a form
of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the
profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special
conditions made or imposed in a controlled transaction (or in
controlled transactions that are appropriate to aggregate under the
principles of Chapter I) by determining the division of profits that
independent enterprises would have expected to realise from
engaging in the transaction or transactions. The profit split method
first identifies the profit to be split for the associated enterprises
from the controlled transactions in which the associated enterprises
are engaged. It then splits those profits between the associated
enterprises on an economically valid basis that approximates the
division of profits that would have been anticipated and reflected in
an agreement made at arm's length. The combined profit may be the
total profit from the transactions or a residual profit intended to
represent the profit that cannot readily be assigned to one of the
parties, such as the profit arising from high-value, sometimes
unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based
upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to
the extent possible by any available reliable external market data.
The functional analysis is an analysis of the functions performed
(taking into account assets used and risks assumed) by each
enterprise. The external market criteria may include, for example,
profit split percentages or returns observed among independent
enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section
provides guidance for applying the profit split method."
bahwa paragraph 3.5 diatas menjelaskan bahwa metode profit split
secara umum diterapkan untuk transaksi yang sangat berhubungan
(inter-related) yang tidak dapat di-evaluasi secara terpisah. Metode
profit split ini biasanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan
elektronik yang sarat dengan inovasi, dimana transaksinya begitu
"interrelated" (saling terkait satu dengan lainnya) sehingga tidak
dapat diuji atau di-evaluasi secara terpisah. Dalam mementukan
pembagian (split) dari keuntungan (profit) itu sendiri, harus
dipertimbangkan besarnya kontribusi dari tiap pihak/entitas, serta
(diantaranya) besarnya pengeluaran R&D, dan manufacturing costs
dari tiap pihak.
Ada 2 langkah dalam penerapan metode ini, yaitu :
1) identifikasi atas keuntungan (profit) untuk dibagikan (di-split)
kepada tiap entitas dari traksaksi-transaksi antara pihak-pihak
dengan hubungan istimewa, dan
2) kemudian, membagi profit di antara pihak-pihak tersebut atas
dasar ekonomis yang valid ("economically valid basis") yang
dapat secara akurat mengukur pembagian keuntungan yang
terjadi untuk transaksi sejenis di antara pihak-pihak
independent.
bahwa total keuntungan yang akan dibagi tersebut dapat berupa total
keuntungan ("combined profit") dari hasil transaksi keseluruhan
ataupun keuntungan yang tersisa ("residual profit") yang mewakili
keuntungan sisa yang tidak dapat secara mudah dibagi kepada para
pihak terkait disebabkan, contohnya karena adanya "intangible" yang
bernilai tinggi dan unik. Sementara kontribusi dari masing-masing
pihak (entitas) juga harus didasarkan kepada hasil analisa fungsional
yang dinilai atau dilihat "value" nya (analisa fungsional adalah suatu
analisa atas fungsi-fungsi yang dilakukan (mempertimbangkan
aktiva-aktiva yang dipakai, dan resiko-resiko yang ditanggung) oleh
tiap pihak/entitas yang terlibat. Kontribusi dari masing-masing pihak
tersebut juga, sedapat mungkin, harus berdasarkan data-data di
"market" yang dapat diandalkan (contohnya tingkat pembagian
keuntungan atau pembagian pengembalian (return) dari pihak-pihak
independen dengan fungsi-fungsi yang sebanding).
D. Kesimpulan OECD TP Guidelines atas Metode Keuntungan
Transaksional
Conclusions on transactional profit methods
3.49 Traditional transaction methods are to be preferred over
transactional profit methods as a means of establishing whether a
transfer price is at arm's length, i.e. whether there is a special
condition affecting the level of profits between associated
enterprises. To date, practical experience has shown that in the
majority of cases, it is possible to apply traditional transaction
methods.
3.50 There are, however, cases where traditional transaction
methods cannot be reliably applied alone or exceptionally cannot be
applied at all. These would be considered cases of last resorf. Such
cases arise only where there is insufficient data on uncontrolled
transactions (possibly because of uncooperative behaviour on the
part of the taxpayer relative to these Guidelines), or where such data
are considered unreliable, or due to the nature of the business
situation. In such cases of last resorf, practical considerations may
suggest application of a transactional profit method either in
conjunction with traditional transaction methods or on its own.
However, even in a case of last resorf, it would be inappropriate to
automatically apply a transactional profit method without first
considering the reliability of that method. See in particular
paragraphs 3.9 and 3.31. The same factors that led to the conclusion
that it was not possible to reliably apply a traditional transaction
method must be reconsidered when evaluating the reliability of a
transactional profit method. Thus, if it is necessary to aggregate
transactions to apply a transactional profit method and if it is
possible to aggregate the same transactions and apply a traditional
transaction method, the effect of such aggregation on the reliability
of both methods must be considered. Therefore, for the reasons set
out in this Report and particularly those in paragraphs 3.52-3.57
below, as a general matter the use of transactional profit methods is
discouraged.
3.51 A transactional profit method also may be used in cases where
application of the method is agreed to be appropriate by the
associated enterprises affected by the transactions and by the tax
administrations in the jurisdictions of those associated enterprises.
Transactional profit methods may also provide a useful means of
identifying cases that may require further investigation.
3.52 In most countries the application of transactional profit
methods has been limited to the profit split method, the use of which
has not been frequent and has taken place largely in bilateral
agreement procedures -- situations where the risk of unrelieved
double taxation is minimal. Very few countries have much
experience in the application of the transactional net margin method
and most consider it experimental and therefore prefer to use the
profit split method in cases of last resorf.
3.56 In all cases, considerable caution must be used to determine
whether a transactional profit method as applied to a particular
aspect of a case can produce an arm's length answer, either in
conjunction with a traditional transaction method or on its own (see
paragraph 3.50). The question ultimately can be resolved only on a
case-by-case basis taking into account the strengths and weaknesses
set forth above for a particular transactional profit method to be
applied. In addition, these conclusions assume that countries will
have a certain degree of sophistication in their underlying tax
systems before applying these methods. Consequently, transactional
profit methods should never be used by tax administrations if they do
not yet have the necessary institutional legal framework to ensure
that the proper precautions are taken. This would include the
existence of an effective administrative appeals mechanism. The
Committee on Fiscal Affairs intends to engage the major non-
member countries in a dialogue on the application of the principles
and methods set out in this Report and any revisions hereto.
bahwa di paragraph 3.49 diatas, pada prinsipnya, metode tradisional
(Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost-Plus
methods) harus diutamakan daripada metode keuntungan
transaksional dalam menguji kewajaran harga. OECD TP Guidelines
menyarankan bahwa, dalam kasus-kasus pada umumnya, metode
tradisional tersebut masing dapat diaplikasikan. Namun, disebutkan
di paragraph 3.50, bahwa dalam kasus-kasus tertentu, metode
tradisional tidak dapat dipakai sendiri atau bahkan tidak dapat
dipakai sama sekali, sehingga kita dapat beralih kepada metode
keuntungan transaksional. Hal ini disebut "case of last resorf", yang
mungkin timbul, di antaranya, karena data-data yang tidak cukup
valid, atau data cukup tapi tidak dapat diandalkan, atau karena sifat
dari situasi bisnis itu sendiri. Akan tetapi, dalam menerapkan metode
keuntungan transaksional, perlu benar-benar dipertimbangkan
kendalan/reliabilitas dari metode itu sendiri, dimana secara umum,
penggunaan metode keuntungan transaksional tidak disarankan.
Paragraph 3.51 menyebutkan bahwa metode keuntungan
transaksional dapat dipakai apabila penggunaannya telah disepakati
oleh pihak wajib pajak dan pihak administrasi pajak (fiskus). Di
beberapa Negara, metode keuntungan transaksional terbatas kepada
metode profit split yang mana penggunaannya pun masih sangat
jarang dan hanya didasarkan kepada perjanjian prosedur "bilateral
agreement", seperti disebutkan di paragraph 3.52 diatas.
bahwa paragraph 3.56 diatas menyarankan bahwa (diantaranya),
penggunaan metode keuntungan transaksional harus digunakan
(apabila memang dapat digunakan) dengan hati-hati dan
mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan yang ada.
Penggunaan metode ini juga harus dilakukan oleh suatu otoritas
dengan sistem perpajakan yang sudah cukup maju dan canggih
(sophisticated), dan pihak otoritas tidak dapat memaksakan
penggunaan metode ini apabila belum memiliki "legal framework"
yang cukup baik, diantaranya mekanisme administrasi litigasi
sengketa pajak yang cukup baik.
Kesalahan Metode Profit Split Oleh Pihak Terbanding
Berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penggunaan metode profit split menurut
OECD TP Guidelines:
bahwa belum ada ketentuan perpajakan Indonesia yang mengatur
secara jelas mengenai metode keuntungan transaksional dalam
menentukan harga wajar yang dianggap oleh Pihak Terbanding
sebagai dasar penentuan penggunaan metode residual profit split.
Salah satu aturan yang pernah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak (Dirjen Pajak) adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-01/PJ/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Pedoman
Pemeriksaan Pajak untuk Wajib Pajak Yang Memiliki Hubungan
Istimewa, namun aturan inipun tidak menjelaskan lebih rinci
mengenai metode keuntungan transaksional.
bahwa karena belum adanya ketentuan yang jelas tersebut, kita
seharusnya mengacu kepada OECD TP Guidelines, yang mengatur
bahwa metode keuntungan transaksional baru dapat digunakan
apabila tidak ada metode tradisional yang dapat diterapkan (sebagai
pilihan terakhir).
bahwa metode profit split sebagai salah satu metode penentuan laba
transaksional harus diterapkan setelah metode tradisional (yaitu
Comparable Uncontrolled Price, Resale Price dan Cost Plus
methods) telah dianalisa dan ternyata tidak dapat diterapkan,
sehingga metode ini dijadikan pilihan terakhir ("last resorf"). Metode
profit split hanya dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu seperti
untuk transaksi-transaksi yang sangat "inter-related" sehingga tidak
dapat dievaluasi secara terpisah, contohnya: transaksi perusahaan
elektronik yang sarat teknologi dan inovasi.
bahwa metode profit split ini diterapkan dengan menggabungkan
seluruh keuntungan yang didapatkan dari seluruh transaksi terkait,
dan kemudian membagi atau mengalokasikan keuntungan gabungan
tersebut dengan basis ekonomi yang valid ("economically valid
basis"). Basis ekonomi yang valid dapat dinilai dari kontribusi
masing-masing pihak yang terlibat (dapat dilihat dari fungsi yang
dilakukan, asset yang digunakan dan resiko yang ditanggung), dan
sesuai dengan kondisi yang wajar antar pihak-pihak independen
(diuji dengan "independent benchmark" atau "external market data").
Alokasi dari keuntungan sesuai dengan kontribusi dari tiap pihak
terlibat dapat menjadi hal yang subyektif, terutama apabila tidak ada
data pembanding yang independent.
bahwa metode keuntungan transaksional, terutama metode profit
split, harus diterapkan dengan hati-hati. Prinsip utamanya adalah
metode keuntungan transaksional adalah pilihan akhir setelah
metode tradisional tidak dapat diterapkan. Selain itu, metode profit
split juga perlu diuji keandalan (realibilitas)-nya dan hanya dapat
diterapkan oleh otoritas pajak yang sudah memiliki sistem
perpajakan yang cukup matang, dengan mekanisme sengketa
perpajakan yang cukup baik.
Kesimpulan Oleh Pemohon Banding
Berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal yang
dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan metode"profit-
split" yaitu:
bahwa pihak Terbanding tidak mempertimbangkan penerapan
metode tradisional terlebih dahulu, namun langsung berkesimpulan
untuk menerapkan metode profit split hanya dengan alasan terdapat
hubungan istimewa antara Pemohon Banding dengan SIIX
Singapore Pte Ltd.
bahwa pihak Terbanding tidak memperhitungkan kontribusi dari
masing-masing pihak, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko yang
ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa
(Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd).
bahwa penerapan metode profit split dari Pihak Terbanding juga
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dari OECD TP Guidelines. Pihak
Terbanding tidak mempertimbangkan adanya suatu basis ekonomi
yang valid ("economically valid basis") dalam mengalokasikan
seluruh tingkat kentungan dari seluruh transaksi. Alokasi total profit
harus berdasarkan suatu basis ekonomi tertentu yaitu sesuai
kontribusi masing-masing pihak berdasarkan suatu analisa
fungsional (analisa atas aktiva yang dipakai, fungsi yang dilakukan
dan resiko yang ditanggung). Pihak Terbanding belum
memperhitungkan kontribusi dari masing-masing pihak dalam
menentukan harga wajar, serta adanya perbedaan fungsi dan resiko
yang ditanggung masing-masing pihak yang memiliki hubungan
istimewa (yaitu Pemohon Banding dan SIIX Singapore Pte Ltd). Di
samping itu, pihak Terbanding juga belum membandingkan alokasi
keuntungan tersebut dengan acuan (referensi) kepada transaksi
sebanding antara pihak-pihak yang independen seperti yang
disarankan oleh OECD TP Guidelines dan juga berdasarkan Article
9 dari OECD Model Tax Convention dan Article 9 dari P3B antara
Indonesia dan Singapura.
bahwa penerapan metode keuntungan transaksional khususnya profit
split juga harus memperhitungkan reliabilitas dari penerapan metode
itu sendiri, dan ini tidak semudah hanya membagi 50% dan total
profit dari SIIX Singapore Pte Ltd seperti yang dilakukan oleh Pihak
Terbanding. Dengan ini dapat dilihat penerapan alokasi 50% seperti
yang dilakukan oleh Pihak Terbanding tidak memiliki dasar dan
analisa yang memadai dan juga tidak sesuai dengan OECD TP
Guidelines.
bahwa berdasarkan pada penjelasan, Pemohon Banding juga ingin
menanggapi tanggapan pihak Terbanding yang menyatakan bahwa
dalam menerapkan harga transfer, pihak Terbanding telah
menerapkan sejumlah metode tradisional secara hirarkis sebelum
menerapkan metode profit split. Padahal, pada kenyataannya, tidak
ada kertas kerja maupun penjelasan terkait yang tercantum dalam
surat pemberitahuan pemeriksaan yang menjelaskan adanya
pertimbangan Pemeriksa dalam menggunakan metode tradisional
sebelum menentukan pemilihan metode profit split. Dengan
demikian, pernyataan pihak Terbanding yang telah memperhatikan
metode tradisional secara hirarkis sebelum menerapkan metode
transaksional profit split sesungguhnya tidak terbukti.
bahwa pendapat pihak Terbanding yang menyatakan bahwa metode
pembagian laba (Profit Split Method) dengan menggunakan dasar
yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan
pembagian laba yang selayaknya akan terjadi sesungguhnya tidak
tepat. Hal ini dikarenakan pembagian laba tidak dapat semata-mata
didasarkan pada dasar yang dapat diterima secara ekonomi tetapi
juga didasarkan pada basis ekonomi yang valid, seperti kontribusi
masing-masing pihak yang terlibat dan sesuai dengan kondisi yang
wajar antar pihak-pihak yang independen.
Kesimpulan Pemohon Banding Atas Tanggapan Tertulis Pihak
Terbanding.
bahwa berdasarkan hal-hal diatas, terdapat beberapa kesalahan fatal
yang dilakukan oleh pihak Terbanding dalam menerapkan
metode”profit-split” yaitu:
bahwa koreksi positif atas peredaran usaha yang diterapkan Pihak
Terbanding tidak didasarkan pada analisa yang memadai (tidak ada
angka pembanding yang layak/wajar digunakan) tetapi lebih
berdasarkan unsur subyektif Pihak Terbanding sendiri.
bahwa belum begitu banyak sosialisasi mengenai penerapan metode
penentuan harga wajar yang harus dilaporkan dalam SPT PPh Badan
Tahun Pajak 2005, sehingga Pemohon Banding memilih isian
metode lainnya karena alasan tidak mengerti maksud dari metode
yang ada dan bukan bermaksud untuk tidak menunjukkan suatu
perhitungan sesuai dengan Lampiran 3b SPT PPh Badan.
bahwa dengan sistem self assessment, SPT yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak harus dianggap benar sampai kemudian dibuktikan
salah oleh Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan Pasal
12 Undang-undang KUP. Koreksi Pihak Terbanding yang tidak
didasarkan pada analisa yang memadai mengindikasikan bahwa
pembuktian SPT yang dilaporkan Wajib Pajak adalah tidak benar,
sesungguhnya belum dapat dibuktikan. Dengan demikian, pelaporan
SPT oleh Wajib Pajak tersebut seharusnya dianggap benar dan
koreksi Pihak Terbanding seharusnya dibatalkan.
bahwa belum ada kewajiban maupun petunjuk bagi Pemohon
Banding untuk membuktikan maupun menunjukkan kewajaran
transaksi hubungan istimewa, sehingga Pemohon Banding tidak
memiliki petunjuk mengenai pembuktian seperti apa yang
diharapkan oleh Pihak Terbanding. Disatu sisi, penerapan metode
tradisional tidak bisa diterapkan karena alasan keunikan produk,
tidak ada produk yang dijual kepada pihak ketiga maupun mencari
data pembanding yang memiliki kondisi yang sama dengan kondisi
yang dimiliki pihak ketiga. Disisi lain, penerapan metode
transaksional seperti metode profit split yang diterapkan Pemeriksa
juga tidak tepat diterapkan karena tidak adanya biaya penelitian dan
pengembangan (research and development) yang terjadi di SEI.
Padahal biaya penelitian dan pengembangan merupakan salah satu
ukuran untuk menentukan kontribusi dari tiap pihak/entitas yang
sangat berhubungan dalam menerapkan metode profit split.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Pemohon Banding
adalah perusahaan Penanaman Modal Asing yang bergerak dalam
bidang Sub Assy dan Komponen elektronika yang sahamnya dimiliki
oleh Siix Singapore Pte. Ltd. (99,99%) dan Masae Okada ( 0,01%).
bahwa berdasarkan fungsi Pemohon Banding terhadap Siix
Singapore Pte. Ltd. diketahui Pemohon Banding hanya
melaksanakan fungsi produksi barang jadi berdasarkan pesanan dari
Siix Singapore Pte. Ltd. yang terdiri dari rencana produksi, prosedur
desain manufaktur, pelatihan karyawan produksi, manufaktur,
kontrol kualitas, serta manajemen penyimpanan dan persediaaan
sedangkan Siix Singapore Pte. Ltd. Melaksanakan fungsi pemilihan
supplier bahan baku, penentuan kualitas bahan baku, negosiasi harga
beli bahan baku, juga melaksanakan fungsi pemasaran dan penjualan.
bahwa dengan demikian transaksi ini memang memenuhi kriteria
sebagai transaksi yang terjadi antara dua pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa koreksi
dilakukan oleh Terbanding pada koreksi positif Peredaran Usaha
sebesar USD 579,348.00 yang bersumber dari analisa transfer pricing
dengan metode Profit Split berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 yang mengatur tentang perlakuan terhadap transaksi
terkait adanya Hubungan Istimewa.
bahwa berdasarkan kuasa pasal tersebut Peredaran Usaha dikoreksi
dan Terbanding menghitung Peredaran Usaha yang wajar dengan
metode Profit Split sehingga Peredaran Usaha menurut Terbanding
adalah sebesar USD 60,363,796.00.
bahwa menurut Majelis, belum ada ketentuan dalam perpajakan
Indonesia yang menyatakan secara jelas mengenai metode
keuntungan transaksional dalam menentukan harga wajar sebagai
dasar penentuan penggunaan metode residual profit split, sehingga
acuan dalam menggunakan metode keuntungan transaksional harus
mengacu kepada acuan yang diterapkan secara internasional, yaitu
OECD Transfer Pricing Guidelines For Multinational Enterprises
and Tax Administrations.
bahwa Article 9 dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) Indonesia-Singapura berbunyi sebagai berikut:
Article 9
Associated Enterprises
Where:
a. an enterprise of a Contracting State participates directly or
indirectly in the management, control or capital of an enterprise
of the other Contracting State, or
b. the same persons participate directly or indirectly in the
management, control or capital of an enterprise of a Contracting
State and an enterprise of the other Contracting State.
and in either case conditions are made or imposed between two
enterprises in their commercial or financial relations which differ
from those which would be made between independent enterprises,
any profits which would, but for those conditions, have accrued to
one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so
accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed
accordingly.
bahwa berdasarkan paragraf 3.5 OECD Transfer Pricing Guidelines
For Multinational Enterprises and Tax Administrations, disebutkan
bahwa Where transactions are very interrelated it might be that they
cannot be evaluated on a separate basis. Under similar
circumstances, independent enterprises might decide to set up a form
of partnership and agree to a form of profit split. Accordingly, the
profit split method seeks to eliminate the effect on profits of special
conditions made or imposed in a controlled transaction (or in
controlled transactions that are appropriate to aggregate under the
principles of Chapter I) by determining the division of profits that
independent enterprises would have expected to realise from
engaging in the transaction or transactions. The profit split method
first identifies the profit to be split for the associated enterprises
from the controlled transactions in which the associated enterprises
are engaged. It then splits those profits between the associated
enterprises on an economically valid basis that approximates the
division of profits that would have been anticipated and reflected in
an agreement made at arm's length. The combined profit may be the
total profit from the transactions or a residual profit intended to
represent the profit that cannot readily be assigned to one of the
parties, such as the profit arising from high-value, sometimes
unique, intangibles. The contribution of each enterprise is based
upon a functional analysis as described in Chapter I, and valued to
the extent possible by any available reliable external market data.
The functional analysis is an analysis of the functions performed
(taking into account assets used and risks assumed) by each
enterprise. The external market criteria may include, for example,
profit split percentages or returns observed among independent
enterprises with comparable functions. Subsection c) of this Section
provides guidance for applying the profit split method."
bahwa berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa profit
split dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu total profit
(profit gabungan atau residual profit) yang akan dibagikan kepada
masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai
dengan kontribusi berdasarkan analisa fungsional.
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-
04/PJ.7/1993 tanggal 09 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan
Kasus-kasus Transfer Pricing, menyebutkan:
Hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena
pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan
lainnya sebanyak 25% atau lebih, atau antara beberapa badan yang
25% atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan.
… Hubungan istimewa dimaksud dapat mengakibatkan kekurang-
wajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam
suatu transaksi usaha;
Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing.
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau
dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke
Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan
keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.
Kekurang wajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada :
1. Harga penjualan,
2. Harga pembelian,
3. Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost),
4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang
saham (shareholder loan),
5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas
jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa
lainnya,
6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah
dari harga pasar,
7. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang
kurang/tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy
company, letter box company atau reinvoicing center).
… Perlu ditegaskan pula bahwa Transfer Pricing dapat terjadi antar
Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri
dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax
Haven Countries (Negara yang tidak memungut/memungut pajak
lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang
perpajakan kita menganut azas materiil (substance over form rule).
bahwa sesuai peraturan yang berlaku, pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dilakukan sesuai
pedoman yang telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-01/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993, tentang Pedoman
Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai
Hubungan Istimewa.
bahwa berdasarkan peraturan tersebut, serta sesuai dengan
kesepakatan internasional seperti yang terdapat dalam OECD
Transfer Pricing Guidelines yang juga dijadikan pedoman oleh
Terbanding, dalam pemeriksaannya: “… Pemeriksa Pajak perlu
menentukan harga yang wajar (arm’s length price) atas transaksi-
transaksi yang dapat dikelompokkan…” (Bab I Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993).
bahwa Issue utama dalam masalah Hubungan Istimewa adalah
tentang “kewajaran” harga. Berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993
tersebut, serta yang secara lebih rinci terdapat dalam OECD Transfer
Pricing Guidelines (Chapter VI : Special Considerations for
Intangible Property), penentuan harga wajar, hanya bisa dilakukan
setelah Pemeriksa Pajak melakukan berbagai langkah pengumpulan
data sampai dengan analisa faktor-faktor yang mempengaruhi
komparabilitas yang rumit, sebagaimana yang tertulis di OECD
Transfer Pricing Guidelines 2009, Para 4.7. :”….Transfer pricing
cases are fact-intensive and may involve difficult evaluations of
comparability, markets, and financial or other industry
information….”.
bahwa analisa atau evaluasi komparabilitas dimaksud meliputi
analisa mendalam tentang karakteristik barang; analisa fungsi;
analisa persyaratan dalam perjanjian; analisa kondisi ekonomi serta
analisa strategi usaha.
bahwa berdasarkan OECD Transfer Pricing Guidelines For
Multinational Enterprises and Tax Administrations (OECD), ketiga
metode yang disebutkan pertama kali dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993, tanggal 9 Maret 1993
dikenal sebagai metode tradisional, sedangkan metode lainnya
dikenal sebagai metode keuntungan transaksional (transactional
profit methods) yang diantaranya adalah metode profit split, yang
baru dapat diterapkan setelah metode tradisional tidak lagi dapat
diterapkan secara sendiri maupun sama sekali.
bahwa pemilihan transaksi keuntungan metode transaksional tetap
menjadi tidak tepat jika begitu saja diterapkan tanpa
memperhitungkan reliabilitas metode keuntungan transaksional itu
sendiri;
bahwa Terbanding dalam Tanggapan Tertulis Nomor : S-
4574/PJ.07/2011 tanggal 11 Juli 2011, khususnya pada bagian :
Tanggapan Terbanding, mempertanyakan berbagai hal yang justru
seharusnya dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan
sebagai pihak yang mempermasalahkan kewajaran harga jual oleh
Pemohon Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd.
bahwa berdasarkan data dalam berkas banding maupun yang
diserahkan dalam persidangan Terbanding tidak dapat memberikan
data perhitungan yang wajar tentang harga jual yang seharusnya
menjadi alasan untuk menyatakan harga jual Pemohon Banding tidak
wajar karena adanya hubungan istimewa sehingga Terbanding dapat
melakukan koreksi.
bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan tidak
terdapat petunjuk maupun dokumen yang bisa membuktikan bahwa
Terbanding telah melaksanakan pedoman pemeriksaan yang diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01/PJ.7/1993
tanggal 9 Maret 1993 tersebut. Terbanding telah melakukan koreksi
atas koreksi positif Peredaran Usaha dengan alasan dilakukannya
koreksi Terbanding hanya didasarkan pada analisa yang sederhana
atas metode residual profit split dengan hanya mengalokasikan 50%
dari keuntungan Siix Singapore Pte Ltd.
bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta
pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat koreksi positif
Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00 tersebut dilakukan tidak
berdasarkan alasan yang kuat, sehingga terbukti tidak terdapat
penyalahgunaan Transfer Pricing atas kewajaran harga dalam
transaksi hubungan istimewa harga jual produk dari Pemohon
Banding kepada Siix Singapore Pte Ltd.
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan
bahwa koreksi positif Peredaran Usaha sebesar USD 579,348.00
tidak dapat dipertahankan.
Koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD 516,547.00
Menurut Majelis : Harga Pokok Penjualan dikoreksi positif sebesar USD 516,980.00
dengan alasan sebagai berikut :
bahwa dari Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25 Januari
2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP Ernst &
Young Prasetio, Sarwoko Sandjaja diperoleh sebagai berikut:
Pembelian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,441,562.00
Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00
Persediaan akhir raw material per 25/01/2006 USD 2,087,924.00
sehingga dapat ditentukan persediaan awal raw material per 01/01/06 sebagai
berikut
Pemakaian raw material 01/01/2006 - 25/01/2006 USD 4,149,165.00
Ditambah persediaan akhir per 25/01/2006 USD 2,087,924.00
Persediaan yang siap digunakan USD 6,237,089.00
Dikurang pembelian raw material 01 /01 /2006-25/01 /2006
USD (4,441,562.00)
Persediaan awal raw material per 01/01/06 USD 1,795,527.00
bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan
tahun 2005 atas pembelian raw material selama tahun 2005 dalam
HPP sebesar USD 54,384,948.00 terdiri dari pembelian kepada
afiliasi sebesar USD 54,092,293.00 (99,46%) dan pembelian kepada
pihak ketiga hanya sebesar USD 292,655.00 (0,54%). Sementara
berdasarkan Laporan Keuangan periode 1 Januari 2006 s.d 25
Januari 2006 (periode sebelum merger) yang telah diaudit oleh KAP
Ernst & Young Prasetio, Sarwoko & Sandjaja jika memang dalam
periode 1 sd. 25 Januari 2006 terdapat pembelian dari pihak ketiga
sebesar USD 516,980.00 yang merupakan 10,42% dari total
pembelian raw material sebesar USD 4,958,541.00 (100%) maka
dapat diduga pembelian dari pihak ketiga untuk selama tahun 2005
yang hanya sebesar 0,54% dicatat terlalu rendah yang kemudian
patut diduga terdapat penjualan yang kurang dilaporkan.
Menurut Terbanding: bahwa terdapat ketidakjelasan bagaimana Pihak Terbanding
(Penelaah Keberatan) Memperoleh Persediaan Awal Raw Material
Per 1 Januari 2006 Sebesar USD 1,795,526.00.
bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan tidak
menyatakan bagaimana Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan)
mendapatkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari 2006
sebesar USD 1,795,526.00. Dengan memahami bagaimana
nampaknya Pihak Terbanding (Penelaah Keberatan)
membandingkan nilai persediaan awal raw material per 1 Januari
2006 melalui Laporan Audit per 31 Desember 2005 dan Laporan
Audit per 25 Januari 2006, menurut Pemohon Banding, Pihak
Terbanding (Penelaah Keberatan) mendapatkan nilai persediaan
awal raw material per 1 Januari 2006 sebesar USD 1,795,526.00
adalah berdasarkan sumber informasi dan formula.
bahwa berdasarkan penjelasan diatas, seharusnya dapat diketahui
bahwa tidak terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan
akhir raw material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas
persediaan awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw
material per 31 Desember 2005 maupun persediaan awal per 1
Januari 2006 sama-sama menggunakan nilai persediaan raw material
sebesar USD 1,278,547.00. Dengan demikian, koreksi tambahan
sebesar USD 516,547.00 yang dikenakan Pihak Terbanding
seharusnya dapat dibatalkan.
Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diperoleh petunjuk bahwa
Terbanding melakukan koreksi positif Harga Pokok Penjualan
sebesar USD 516,547.00 karena Harga Pokok Penjualan tahun 2005
dicatat terlalu tinggi sebesar USD 516,547.00 dengan menggunakan
pencatatan persediaan akhir raw material yang terlalu rendah
(USD 1,278,547.00) yaitu :
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut Tb USD 1,795,527.00
Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2005 Menurut PB USD 1,278,547.00
Pencatat lebih rendah atas persediaan akhir raw material USD 516,980.00
bahwa Pemohon Banding dalam Persidangan pada intinya
menegaskan bahwa :
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pernyataan
Terbanding yang menyatakan bahwa berdasarkan dokumen Akta
Penggabungan diketahui bahwa tanggal efektif penggabungan adalah
25 Januari 2006. Padahal, kenyataannya Akta Penggabungan PT
PFU Technology dan PT Siix Electronics Indonesia Nomor 61 telah
ditandatangani pada tanggal 15 Desember 2005, sedangkan
Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix Electronics Indonesia Nomor
63 tanggal 15 Desember 2005 tentang Penggabungan PT PFU
Technology dan PT Siix Electronics Indonesia baru disetujui melalui
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor C-02239 HT.01.04.TH2006 dimana pada
kenyataannya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui
penggabungan usaha PT PFU Technology dan PT Siix Electronics
Indonesia pada tanggal 25 Januari 2006.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding
yang menyatakan bahwa pembelian Pemohon Banding (PT PFU
Technology) dari pihak ketiga tidak dapat diyakini karena alasan
berdasarkan dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics
Indonesia.
bahwa dokumen-dokumen pembelian yang dinyatakan dengan nama
PT Siix Electronics Indonesia dilakukan karena berdasarkan
Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005,
penggabungan antara PT PFU Technology dan PT Siix Electronics
Indonesia telah disetujui oleh masing-masing pemegang saham per
tanggal 15 Desember 2005 berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat
tersebut. Dengan demikian, penggabungan tersebut telah Pemohon
Banding umumkan kepada pihak vendor-vendor Pemohon Banding
pada bulan Desember 2005, bahwa untuk tahun yang berakhir 1
Januari 2006 menggunakan nama PT Siix Electronics Indonesia,
karena Pemohon Banding berharap bahwa Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia dapat menyetujui penggabungan usaha Pemohon
Banding efektif per tanggal 1 Januari 2006, namun pada
kenyataannya persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia baru diterbitkan pada tanggal 25 Januari 2006. Sementara
untuk keperluan akuntansi, pihak auditor Pemohon Banding
memisahkan kejadian transaksi penggabungan maupun sebelum
penggabungan berdasarkan tanggal penerbitan Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239
HT.01.04.TH2006 tanggal 25 Januari 2006.
bahwa meskipun pembelian dari pihak ketiga menggunakan
dokumentasi atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun
pembayarannya dilakukan melalui rekening koran atas nama PT
PFU Technology dan telah diteliti pada saat uji bukti dengan
Terbanding.
bahwa Pemohon Banding tidak dapat menemukan transaksi ke
“others’ sebesar USD 4,543.55 dengan rincian sebagai berikut,
sehingga Pemohon Banding setuju dengan koreksi sebesar USD
4,543.55 yang dilakukan pihak Terbanding.
No Description Invoice No Amount (USD)
1 Others 25/AP/06 129.70
2 Others 28/AP/06 3,184.66
3 Others 02/AP/06 456.67
4 Others 31/AP/06 341.22
5 Others 32/AP/06 431.30
Sub Total 4,543.55
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan bukti
berupa:
- Invoice,
- Delivery Order,
- Rekap Purchase Material,
- Voucher,
- Cek/kuitansi,
- Rekening Koran,
- Laporan Keuangan,
- Akta Penggabungan.
bahwa Terbanding dalam Persidangan pada intinya menegaskan
bahwa :
bahwa berdasarkan bukti terdapat pembelian Raw material dari
pihak ketiga (non-related party).
bahwa dari dokumen Akta Penggabungan diketahui bahwa tanggal
efektif penggabungan adalah tanggal 25 Januari 2006.
bahwa seluruh data Invoice dan delivery order per tanggal sebelum
merger (25 Januari 2006) menggunakan nama PT Siix Electronics
Indonesia.
bahwa Terbanding telah melihat arus uang atas pembelian Raw
material.
bahwa Pemohon Banding tidak memberikan data pembelian ke
others sebesar USD 4,543.55 (5 transaksi).
bahwa kesimpulannya pembelian Pemohon Banding (PT PFU
Technology) ke dari pihak ketiga tidak dapat diyakini, karena dari
arus dokumen pembelian dilakukan oleh PT Siix Electronics
Indonesia.
bahwa terdapat data pembelian ke others sebesar USD 4,543.55 yang
tidak didukung dengan bukti.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui Akta
Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix
Electronics Indonesia Nomor 61 telah ditandatangani pada tanggal
15 Desember 2005, sedangkan Pernyataan Keputusan Rapat PT Siix
Electronics Indonesia Nomor 63 tanggal 15 Desember 2005 tentang
Penggabungan PT PFU Technology Indonesia dan PT Siix
Electronics Indonesia baru disetujui melalui Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-02239
HT.01.04.TH2006 pada tanggal 25 Januari 2006.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen pembelian
diketahui pembelian dari pihak ketiga menggunakan dokumentasi
atas nama PT Siix Electronics Indonesia, namun pembayarannya
dilakukan oleh PT PFU Technology Indonesia, hal ini didukung oleh
pencatatan pada Rekening Koran PT PFU Technology Indonesia dan
terbukti juga tidak terdapat double pencatatan.
bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta
pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa tidak
terdapat pencatatan yang lebih rendah atas persediaan akhir raw
material per 31 Desember 2005 dibanding pencatatan atas persediaan
awal per 1 Januari 2006. Baik persediaan akhir raw material per 31
Desember 2005 maupun persediaan awal per 1 Januari 2006 sama-
sama menggunakan nilai persediaan raw material sebesar USD
1,278,547.00.
bahwa Pemohon Banding menyatakan setuju dengan koreksi sebesar
USD 4,543.55 , karena tidak dapat menemukan transaksi ke “others’;
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan
bahwa koreksi positif Harga Pokok Penjualan sebesar USD
512,003.45 tidak dapat dipertahankan sedangkan koreksi sebesar
USD 4,543.55 tetap dipertahankan.
bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, Majelis
berkesimpulan untuk meninjau kembali Keputusan Terbanding
Nomor KEP-646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010,
sehingga Penghasilan Neto dihitung kembali menjadi sebagai
berikut:
Penghasilan Neto menurut Terbanding
Koreksi positif yang tidak dapat dipertahankan
Peredaran Usaha USD579,348.00
Harga Pokok Penjualan USD512,003.45
Jumlah
Penghasilan Neto menurut Majelis
USD 4,174,646.00
USD 1.091.351.45
USD 3,083,294.55
Memperhatikan : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding
Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding serta hasil
pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan di
atas.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak.
2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum
yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.
Memutuskan : Menyatakan Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-
646/WPJ.02/BD.0602/2010 tanggal 31 Agustus 2010, tentang
keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2005 Nomor: 00028/206/05/217/09
tanggal 15 Juni 2009, dan pajaknya dihitung kembali menjadi
sebagai berikut :
Penghasilan Neto USD 3,083,294.55
Kompensasi Kerugian USD 0,00
Penghasilan Kena Pajak USD 3,083,294.55
Pajak Penghasilan yang terutang USD 923,210.96
Kredit Pajak USD 914.188.00
Pajak Penghasilan yang kurang dibayar USD 9,022.96
Sanksi Adm : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP USD 4,331.02
Jumlah yang masih harus dibayar USD 13,353.98
top related