syok hipovolemik et causa perdarahan intraabdominal
Post on 13-Apr-2016
71 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Syok Hipovolemik et causa Perdarahan IntraabdominalAlbert Chandra Wijaya
10.2010.249
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
darkfilipi@gmail.com
I. Pendahuluan
Trauma tumpul adalah cidera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan),
atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan
tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.
Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cidera pada organ berongga berupa
perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cidera deselerasi sering terjadi pada
kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda
keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan
robekan pada organ tersebut. Perdarahan intraabdomen akibat trauma tumpul pada kecelakaan
dapat menyebabkan syok hipovolemik.1
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi
yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).2
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan
gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hipovolemik.
Syok hipovolemik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara
signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen.2
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ
padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat
dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka bakar yang luas.2
1 | P a g e
II. Pembahasan
Anamnesis
Dalam cedera serius, anamnesis akan perlu dilakukan pada saat yang bersamaan dengan
resusitasi dan pemeriksaan fisik. Tanyakan tentang kapan trauma terjadi dan apa yang terjadi.
Jika merupakaan kecelakaan kendaraan bermotor, di mana pasien duduk, apakah mengenakan
sabuk pengaman, dan berapa kecepatan kendaraan saat kecelakaan, cidera apa yang diderita
penumpang lain, apa penyebab kecelakaan, apa yang terjadi tepat sebelum kecelakaan. Adakah
pajanan oleh bahaya lain (misalnya asap, kabut), apa yang pasien ingat. Dapatkan anamnesis dari
saksi lain, paramedis, polisi, dan sebagainya. Pastikan perawatan apa saja yang sudah didapat
dari pasien sebelum masuk rumah sakit dan tanyakan kapan terakhir kali pasien makan.3
Anamnesis yang berhubungan dengan kasus ini meliputi :3
a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau trauma /
luka tembus.
b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan, ketinggian
dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan
lain-lain.
Pemeiksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan kesadaran, tanda-tanda vital dan pemeriksaan
terkait klinis dari pasien. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi:4
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
2 | P a g e
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi
membuka mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1-6 tergantung responnya (Tabel 1).4
Tabel 1: Kriteria pemeriksaan dan pemberian nilai dari Glasgow Coma Scale1
Membuka Mata Motorik Verbal
1 Tidak ada Tidak bergerak Tidak bersuara
2 Dengan rangsang nyeri Postur deserebrasi Mengerang
3 Dengan perintah Postur dekortikasi Berupa kata-kata
4 Spontan Usaha menghindari rangsang nyeri Kebingungan
5 Mampu melokalisasi nyeri Terorientasi
6 Bergerak dengan perintah
Nilai :
15 : Compos mentis
12-14 : Somnolen
8-11 : Soporous
3-7 : Coma
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran
darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.4
3 | P a g e
Seperti pada pasien lain yang sakit berat, pastikan jalan nafas terjaga, pasien bernafas
adekuat, dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap. Khususnya, periksa tanda-tanda syok.3
· Denyut nadi: takikardia atau bahkan bradikardia
· Tekanan darah: menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif
· Warna kulit pucat dan suhu
· Keluaran urin berkurang
Adanya syok memerlukan terapi segera (berikan oksigen, pasang jalur vena dengan
selang berdiameter besar, berikan cairan intravena langsung sambil memantau dengan ketat, dan
ambil darah untuk cross-match), serta tegakkan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status
hidrasi:3
· Periksa turgor kulit
· Periksa membran mukosa, kering atau tidak
· Periksa JVP: meningkat atau menurun? (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau
PCWP jika tidak yakin)
· Periksa denyut nadi, tekanan darah (perubahan postural) dan pulsus paradoksus
(penurunan tekanan sistolik saat inspirasi)
Inspeksi
Untuk inspeksi lihat mulai dari keadaan umum penderita, tingkat kesadaran, ekspresi
wajah, tanda-tanda vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, daerah
lipat paha (inguinal, skrotum bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan). Pada trauma
abdomen biasanya ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan
indikasi adanya perdarahan di intra abdomen. Terdapat Echimosis pada daerah umbilikal biasa
kita sebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis yang ditemukan pada salah satu panggul disebut
sebagai ‘Turner’s Sign’.Terkadang ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ
abdomen keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus/tajam.4
Palpasi
Pada saat palpasi, pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan sampai dengan nyeri
hebat pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku
4 | P a g e
otot) menandakan adanya perdarahan intra peritoneal. Pada ruptur limpa, akan terjadi nyeri tekan
pada kuadran kiri atas abdomen. Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga
abdomenpenting dicari, terutama pada trauma tumpul. Bila yang terkena organ berlumen
(gaster) gejala peritonitis dapat berlangsung cepat, tetapi gejala peritonitis akan timbul lambat
bila usus halus dan kolon yang terkena. Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila ada
trauma penyerta, terutama pada kepala; dalam hal ini dianjurkan melakukan levase peritoneal.4
Perkusi
Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Selain itu bisa ditemukan adanya bunyi
timpani bila dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.
Pada waktu perkusi bila ditemukan Balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras pada
panggul kanan ketika pasien berbaring ke samping kiri menunjukkan tanda adanya rupture
limpa. Sedangkan bunyi resonan lebih keras pada hati menandakan adanya udara bebas yang
masuk.4
Auskultasi
Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat kuadran abdomen. Jika adanya
ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi bising usus, juga perlu didengarkan adanya
bunyi bruits dari arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya trauma
pada arteri renalis.4
Pemeriksaan Penunjang
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu
sendiri. Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:5
1. Pemeriksaan darah dan urin, meliputi:
1. Hemoglobin dan hematokrit: Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar
Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma
5 | P a g e
atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akan terjadi
haemokonsentrasi.5
2. Urin: Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria.5
3. Pemeriksaan elektrolit serum: Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan
keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia
terutama pada penderita dengan asidosis.5
4. Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus.
Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran
penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain).5
5. Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi
sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia
meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan
pembedahan.5
6. Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan
maka diberikan profilaksis.5
2. Pemeriksaan radiologi
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai
kestabilan hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang
cepat harus ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui
dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil
saat pemeriksaan fisik dilakukan.6
1. Radiografi/ rontgen
- Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur
hemidiafragma atau pneumoperitonium.
- Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.
Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena
trauma.
- Tampak udara bebas intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari
perforasi duodenal.
6 | P a g e
2. Ultrasonografi
- Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan
positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.
- Pemeriksaan FAST (Focused Assessment with Sonography in Trauma) berdasar
pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan hemoperitonium.
Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti
lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
- Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang.
Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis.
Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis.
Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya
hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal
perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan
ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura
kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan
pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan
vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder
penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam)
pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas,
posterior dari uterus.
- Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT
scan untuk menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
- Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan
observasi, pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
- Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan
diagnosis yang meragukan untuk penanganan dokter.
3. Computed Tomography (CT) Scan
- CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan
abdomen dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur
vertebra dan pelvis dan kerusakan pada cavum toraks.
7 | P a g e
- Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem
genitourinarius. Gambar dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen
dan dapat menunjukkan organ dengan teliti.
- Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma
diafragma, pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan
memerlukan kontras oral atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang
merugikan.
4. Diagnostic peritoneal lavage
- DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang
belakang, (2) dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien
intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan
kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma intra-
abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang
lain
- Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi.
- Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang
multipel, dan kehamilan.
- Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi
metode open, semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit
infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter
diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak
dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang
peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di dalam kulit,
subkutan, linea alba dan peritoneum.
- Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan
aspirasi 10 mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih
dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu,
bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk
menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.
- DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%,
sensivitas 98-100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan
8 | P a g e
termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat
terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum
dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
- Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan
(pemeriksaan FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien
trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau tidak jelas.
Diagnosis Kerja
Syok hipovolemik, atau status syok akibat dari kehilangan volume cairan sirkulasi
(penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi yang secara bermakna
menguras volume darah normal, plasma, atau air. Syok ini dapat disebabkan oleh perdarahan,
luka bakar, obstruksi usus, dan peritonitis. Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran
balik vena, yang mengurangi curah jantung dan karenanya menurunkan tekanan darah.7
Bila tindakan untuk memperbaiki atau menghilangkan penyebab kehilangan volume
cairan dapat dilakukan, syok ini masih dalam tahap non-progresif dan krisis dicegah atau diatasi.
Bila kehilangan volume cairan berlebihan atau tindakan terapeutik tidak efektif, tahap awal syok
dapat berlanjut pada tahap yang ireversibel.7
Syok hipovolemik karena perdarahan terjadi sebagai akibat dari kehilangan darah masif.
Beberapa kondisi yang menimbulkan kehilangan darah drastis mencakup perdarahan
gastrointestinal, hemoragi pascaoperasi, hemofilia, persalinan, dan trauma. Kehilangan darah
minimal, sampai 10% dari volume total, tidak menimbulkan perubahan nyata pada tekanan darah
atau curah jantung. Kehilangan darah sampai 45% dari volume darah total menurunkan baik
curah jantung maupun tekanan darah sampai nol. Gejala-gejalanya bergantung pada kehilangan
darah aktual dan apakah kehilangan tersebut tiba-tiba atau bertahap.7
Cedera nonpenetrasi atau tumpul pada abdomen dapat menimbulkan rupture dari alat
dalam yang berongga dan menyebabkan peritonitis atau dapat menimbulkan rupture dari alat
dalam yang solid dan menyebabkan perdarahan internal. Banyak kontusio abdominal timbul
tanpa kerusakan visera yang serius, tetapi kemungkinan cedera harus selalu diingat dan pasien
harus diperiksa dengan interval yang sering sampai keputusan yang berkenaan dengan
pembedahan dapat dibuat. Cedera yang sangat sepele dapat menimbulkan ruptur dari usus atau
9 | P a g e
lien. Cedera yang serius dapat timbul tanpa tanda yang dapat terlihat atau kontusio pada dinding
abdomen. Kesulitan dalam diagnosis dapat timbul Karena bukti-bukti klinis dari cedera tidak
timbul, sampai beberapa jam kemudian.1
Diagnosis Banding
Syok cardiogenik Syok distributif Syok Obstruktif
• Kegagalan kerja
jantungnya sendiri.
Gangguan perfusi
jaringan yang disebabkan
disfungsi jantung
• Contoh : aritmia, miokard
infark
Berkurangnya tahanan
prmbuluh darah perifer
• syok septik syok karena
penyebaran kuman dan
toksinnya di dalam tubuh
vasodilatasi
• Syok anafilatik gannguan
perfusi jaringan akibat ada rx
AG-AB yang keluarkan
histamin naik premeabilitas
membran kapiler dilatasi
arteriola dan venous return
turun. Contoh : sengatan
serangga, reaksi tranfusi
Gangguan kontraksi jantung
akibat di luar jantung
• Ketidakmampuan
ventrikel untuk mengisi
selama diastol sehingga
secara nyata turunkan
volume sekuncup dan
curah jantung
• Contoh: emboli paru
Etiologi
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri
dari:2
1. Perdarahan:
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Pendarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
10 | P a g e
2. Kehilangan plasma:
Luka bakar yang luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
3. Kehilangan cairan ekstraselular:
Muntah (vomitus)
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi renal
Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap pendarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi
utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskular, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber pendarahan. Pembuluh darah yang
rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi
dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.8
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus
aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan
mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.8
11 | P a g e
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari
apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang
selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik,
yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air.8
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior
sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle.8
Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi
perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau
koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang.
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian darah rata-rata dan menurunkan aliran darah
balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang
rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.8
Stadium Syok
Stadium kompensasi Stadium dekompensasi Stadium irreversible
Fungsi organ vital
dipertahankanmekanisme kompensasi
fisiologis tubuh ( meningkatkan refleks
simpatis) :
- Resistensi sistemik meningkat
(fokuskan ke jantung, paru,
otak cardiac output naik, HR
naik)
Stadium ini telah terjadi :
Laktat asidosis, diperberat
oleh penumpukan CO2 ,
dimana CO2 menjadi asam
karbonat.
Perfusi jaringan buruk
kerusakan sel, integritas
membran sel terganggu,
Tubuh kehabisan
energi. multi organ failure.
Cadangan phosphate
berenergi tinggi (ATP) akan
habis terutama di jantung
dan hepar Syok yang
berlanjut akan menyebabkan
kerusakan dan kematian sel
12 | P a g e
Manifestasi klinis :
Takikardia, gelisah, kulit pucat dan
dingin, pengisian kapiler lambat (lebih dari
2 detik).
fungsi lisosom dan
mitokondria memburuk
Pelepasan mediator
vaskular : histamine,
serotonin, sitokin (TNF
alfa dan interleukin I),
xantin oxydase
cardiac output turun,
venous return menurun
Manifestasi klinis :
takikardia, tekanan darah
sangat turun, perfusi perifer
buruk, asidosis, oliguria dan
kesadaran menurun.
Manifestasi klinis : nadi
tidak teraba, tekanan darah
tidak terukur. Anuria dan
tanda-tanda kegagalan organ
Penatalaksanaan
Tujuan pertamanya untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah. Bila ini tidak
mungkin, volume yang hilang harus diganti cukup cepat agar jaringan vital dan nonvital tetap
memiliki perfusi. Volume yang hilang idealnya diganti dengan eritrosit yang dikumpulkan.
Tetapi karena pencocokan darah membutuhkan waktu 1-2 jam, maka penggunaan larutan garam
seimbang sementara waktu dapat dilakukan. Larutan ini terdiri dari salin normal, Ringer Laktat,
dan bikarbonat Ringer.9
Parameter yang harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan adalah: denyut jantung,
frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP), dan pengeluaran urin. Fungsi
ginjal dipantau dengan kateter yang dibiarkan terpasang dan urin yang dikeluarkan harus 20-70
ml per jam. Bila kurang dari 30 ml per jam atau 0,5 ml/kg/jam menunjukkan perfusi ginjal yang
tidak adekuat, pemberian cairan harus ditambah dan diberikan manitol 25 g intravena. Bila tidak
ada perbaikan, furosemid ditambahkan dan diberikan terus menerus atau dibagi mejadi beberapa
dosis sampai mencapai 2000 mg. Bila ini juga tidak bermanfaat, maka pertimbangan harus
diberikan ke pengobatan pasien bagi gagal ginjal yang telah terjadi dengan dialisis peritoneum
13 | P a g e
atau ginjal. Tekanan darah lebih baik dipantau dengan kanulasi arteri radialis. Keuntungan lain
kanulasi arteri adalah kemampuannya mengukur pH dan gas darah. Pengukuran pH, PCO2, dan
PO2 diteliti karena dapat menunjukkan jumlah oksigen yang diterima sel. Metode yang lebih
disukai untuk menentukan keadaan cairan pasien dan volume cairan yang akan diberikan
meliputi penempatan kateter tekanan arteria pulmonalis (PAP) pada cabang kecil arteria
pulmonalis untuk mengukur tekanan wedge paru. Tekanan vena sentral (CVP) harus dipantau
pada pasien muda atau pasien syok hipovolemik sedang.9
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau kanula. Jalan
napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliran
pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan untuk
mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium
analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan diventiliasi dengan ventilator yang volumenya
terukur. Intubasi mungkin diperlukan pada kasus distres pernapasan, hipoksemia yang berat,
asidosis, atau koma. Jika intubasi diperlukan, tidal volum yang rendah dan puncak tekanan
inspirasi harus ditingkatkan untuk mencegah penurunan venous return yang berhubungan dengan
tekanan positif ventilasi. Volume tidal harus diatur sebesar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi
pernapasan sebesar 12 -16 per menit. Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO2
sekitar 100 mmHg. Jika pasien “melawan” terhadap ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh
otot harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang adekuat,
atau jika fungsi paru-paru menurun harus ditambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif.9
Penggantian cairan. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan
cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti
Ringer’s laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan
pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit
diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik. Resusitasi cairan diperlukan untuk
menanggulangi syok hipovolemik. Resusitasi cairan diberikan untuk menjaga denyut jantung
kurang dari 100 denyut/menit dan menjaga tekanan sistolik lebih besar dari 90 mmHg.
Kecepatan pemberian dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung
beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 sampai 2 liter larutan Ringer laktat harus diberikan
dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat
14 | P a g e
diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah
minimal.9
Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin < 10g/dL perlu penggantian
darah dengan transfusi. Jenis darah transfuse tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang
digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka dapat digunakan
Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif.9
Pemakaian vasopresor pada penanganan syok hipovolemik akhir-akhir ini kurang disukai.
Alasannya adalah hal ini akan mengurangi pefusi jaringan. Vasopresor dapat diberikan sebagai
tindakan sementara untuk meningkatkan tekanan darah sampai didapatkan cairan pengganti yang
adekuat. Contoh vasopresor yang dapat digunakan adalah: dopamine, vasopressin atau
dobutamin.9
Komplikasi
Komplikasi akibat syok hipovolemik:5
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Prognosis
Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Deteksi dini dan juga
terapi yang adekuat dapat menghasilkan prognosis yang baik. Namun, jika syok berlanjut ke
level yang lebih tinggi yaitu dengan kehilangan cairan tubuh yang melebihi 25% dari total cairan
tubuh di nyatakan sebagai syok yang ireversibel dan dapat mengakibatkan kematian.10
III. Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan dengan
cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang
tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik
15 | P a g e
merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Diagnosa adanya syok harus
didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat
dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera
ditangani. Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik (resusitasi cairan) dan
menghilangkan faktor penyebab (menghentikan pendarahan).
IV. Daftar Pustaka
1. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis ed 5. Jakarta:
EGC;2003.h.4-7
2. Sudoyo, Aru. W, Setyohadi B,Alwi I, Simabrata KM. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 180-181.
3. Gridale J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga. Jakarta; 2005.h. 105-7
4. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. h.7-10.
5. Henderson SO. Vademacum kedokteran emergensi. Jakarta: EGC;2013.h.520-5
6. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah ed 6. Jakarta: EGC;2004.h.82-3
7. Tambayong, Jan. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2001. h. 22-31
8. Kolecki, Paul. 2008. Syok Hipovolemik. www. Asrama Medica Fakultas kedokteran UNHAS. Diakses tanggal 14 Februari 2016.
9. Andrianto P, Timan IS, Oswari J, editor. Buku Ajar Bedah Sabiston. Jakarta: EGC, 1992.
h.238-45.
10. Aru WS et al. Buku Ajar IPD FKUI. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI; 2006. hal.
180-1, 297-304, 338-44, 349-51.
16 | P a g e
top related