studi tentang pemahaman obat tradisional … · informasi pada kemasan obat tradisional. pemilihan...
Post on 01-Apr-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ii
STUDI TENTANG PEMAHAMAN OBAT TRADISIONAL BERDASARKAN INFORMASI PADA KEMASAN DAN ALASAN
PEMILIHAN JAMU RAMUAN SEGAR ATAU JAMU INSTAN PADA MASYARAKAT DESA MAGUWOHARJO
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Wisely
NIM : 058114111
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
iii
iv
v
” Ask, and it shall be given you;
Seek, and ye shall find; Knock, and it shall be opened unto you”
Matthew 7:7
Dedicated to: Jesus Christ, My Parents, My Grandma, My Sister and My Love
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Wisely Nomor Mahasiswa : 058114111
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : ”Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasarkan Informasi Pada Kemasan Dan Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar Atau Jamu Instan Pa-da Masyarakat Desa Maguwoharjo” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelo-lanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mem-publikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama te-tap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 16 Desember 2008 Yang menyatakan
( Wisely )
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
penyertaan, kekuatan, kebijaksanaan, berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini
bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan penguji
yang selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan serta selalu sabar
dalam membimbing sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat
berjalan dengan lancar.
3. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan penguji yang
selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan sehingga penelitian dan
penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si atas kesediaan menguji serta memberikan
saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sulasmono, Apt atas kesediaan menguji serta memberikan saran
dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., selaku pembimbing akademis yang
selalu memberikan motivasi terhadap penulis.
vii
7. Kedua nenekku tercinta atas doa, kasih sayang dan nasihatnya selama ini.
8. Papi dan Mami tercinta atas doa, kasih sayang, nasihat, perhatian, kepercayaan
dan dukungannya yang luar biasa selama ini.
9. Adik-adikku tersayang Viviane Andia, Yulian Veronika, Yovica Sagina dan
Rica Donna Alvita yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan.
10. Stella Maxda Juwita dan Keluarga atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan
motivasi pada penulis selama ini.
11. Teman-teman penelitian payung, Marlisa Bustan, Siska Suryanto, Yesica, Ika,
Lina dan Dewi.
12. Teman-teman kontrakan Agus, Fian, Liberto, dan Yoyok, serta pengunjung
tetap kami Hadian, Inus, Made atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini.
13. Sisca, Tara, Donald, Rony, Moncu dan Imel atas persahabatan dan
kebersamaannya selama ini.
14. Fred dan Bayu yang telah banyak membantu selama penyusun skripsi ini.
15. Teman-teman FKK 2005 atas segala kemurahan hati telah menerima penulis
sebagai bagian hidup kalian.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 November 2008
Wisely
ix
INTISARI
Penggunaan obat tradisional di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini terbukti dari semakin banyaknya jumlah industri jamu. Peningkatan penggunaan obat tradisional harus didukung dengan fasilitas dan informasi yang memadai. Umumnya informasi tentang obat tradisional hanya diperoleh dari kemasannya saja. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional. Pemilihan pengobatan baik menggunakan jamu ramuan segar ataupun instan pasti dilatarbelakangi berbagai alasan. Oleh sebab itu perlu perlu diteliti alasan masyarakat dalam menentukan pemakaian jamu ramuan segar atau instan.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan survey epidemiologi deskriptif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif dengan teknik perhitungan persentase.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan tergolong tinggi untuk nama produk (98,71%), indikasi (93,68%), keterangan kadaluwarsa (92,89%), cara pemakaian (92,82%), komposisi (85,06%), efek samping (81,90%), dan kontraindikasi (62,29%), dan tergolong rendah untuk logo (8,19%), nomor batch (29,31%) dan nomor ijin edar (48,28%). Sebanyak 72,41% memilih menggunakan jamu ramuan segar, dengan alasan alami dan tidak mengandung bahan pengawet (18,82%), aman dan terjamin kualitasnya (16,78%), harga terjangkau (14,74%), banyak jamu instan palsu (14,29%), sudah turun temurun (13,61%), sudah tahu cara meraciknya (13,15%), dan lainnya (8,61%). Kata kunci: pemahaman, alasan pemilihan, obat tradisional, kemasan.
x
ABSTRACT
The using of traditional medicine increases in Indonesia. The proof is in the increasing of its industry. The support of its facility and information has to be equal as well as its using. Such information can only be found in the general information in its package. Therefore, how the understanding of society toward such information in its package and to know the certain reason of society in determining either using ingredient fresh herbal medicine or using herbal instant product needs to be researched because the certain reasons in choosing the treatment either using ingredient fresh herbal medicine or using herbal instant product.
This research is non-experimental research with descriptive epidemiology research design. The instrument of research is questionnaire method. The gained datas are examined with descriptive statistic along with percentage accounting technique.
The result is the understanding of society toward information in its package is higher in the product’s name, it is about 98.71%. It is about 93.68% in indication, 92.89% in expired information, 92.82% in consuming medicine, 85.06% in composition, 81.90% in side-effects, 62.29% in contraindication and the lower information is in loggo (8.19%), batch number (29.31%) and license number of circulation (48,28%). That 72.41% using ingredient fresh herbal medicine because of its naturalness and no preservative material is about 18.82%, 16.78% in the safety and its guaranteed quality, 14.74% in the cheap price, 14.29% in many false herbal instant products, 13.61% in genetic factor, and 13.15% in knowing how to make it and 8.61% in other reason 8.61%. Key words: understanding, reason of choosing, traditional medicine, package.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………..... iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..... v
PRAKATA....................………………………………………………….... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………..... viii
INTISARI...……………………………………………………………...... ix
ABSTRACT................................................................................................... x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...... xvi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xvii
BAB I PENGANTAR................................................................................. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………...... 1
1. Permasalahan ………………………………………………........... 2
2. Keaslian penelitian ………………………………………………... 3
3. Manfaat penelitian ……………………………………………....... 4
B. Tujuan Penelitian …………………………………………………....... 4
1. Tujuan umum …………………………………………………….... 4
2. Tujuan khusus …………………………………………………....... 4
xii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA........................................................... 6
A. Perilaku Kesehatan................................................................................... 6
B. Teori tentang Perilaku ............................................................................. 6
1. Teori adopsi inovasi Rogers............................................................. 6
2. Model perubahan perilaku dari Green……………………………… 9
3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock…………………… 10
C. Obat Tradisional………………………………………………………… 10
1. Penggolongan obat tradisional............................................................ 14
2. Peraturan perundang-undangan terkait obat tradisional…………….. 16
3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional……………………….. 20
D. Pemahaman……………………………………………………………… 21
E. Alasan Pemilihan………………………………………………………… 23
1. Faktor budaya………………………………………………………. 23
2. Faktor sosial………………………………………………………… 24
3. Faktor personal……………………………………………………… 25
4. Faktor psikologis……………………………………………………. 26
F. Keterangan Empiris……………………………………………………… 27
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian................................................................. 28
B. Variabel Penelitian...................................................................................... 28
C. Definisi Operasional ……………………………………………............ 28
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling.................................................... 29
E. Instrumen Penelitian................................................................................ 31
xiii
F. Tata Cara Penelitian ................................................................................. 33
1. Studi pustaka..................................................................................... 33
2. Analisis situasi ……………………….............................................. 34
3. Pembuatan kuisioner......................................................................... 34
4. Penyebaran kuisioner........................................................................ 36
5. Analisis data penelitian..................................................................... 37
G. Keterbatasan Penelitian........................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 38
A. Karakteristik Responden........................................................................... 38
1. Usia.................................................................................................... 38
2. Pendidikan......................................................................................... 39
3. Pekerjaan............................................................................................ 39
4. Pengeluaran perbulan......................................................................... 40
B. Pemahaman Terhadap Informasi pada Kemasan Obat Tradisional......... 41
1. Logo.................................................................................................. 42
2. Nomor ijin edar................................................................................. 48
3. Nomor batch.................................................................................... 52
4. Nama produk................................................................................... 54
5. Khasiat atau kegunaan..................................................................... 56
6. Efek samping................................................................................... 59
7. Cara pemakaian................................................................................ 61
8. Keterangan kadaluwarsa.................................................................. 64
9. Kontraindikasi.................................................................................. 66
xiv
10. Komposisi......................................................................................... 70
C. Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan...................... 72
1. Sumber pengenalan.......................................................................... 72
2. Tujuan penggunaan jamu................................................................. 73
3. Alasan pemilihan jamu..................................................................... 74
4. Hasil yang diperoleh........................................................................ 75
5. Alasan pemilihan jamu instan dan jamu ramuan segar................... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 79
A. Kesimpulan............................................................................................ 80
B. Saran....................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 82
LAMPIRAN................................................................................................. 85
BIOGRAFI PENULIS................................................................................ 106
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Informasi yang harus dicantumkan pada kemasan obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka……. 19
Tabel II. Jumlah wanita usia 26 sampai 60 tahun……………….. 30
Tabel III. Lokasi penelitian di Desa Maguwoharjo………………. 31
Tabel IV. Skor berdasarkan kategori jawaban............................... 33
Tabel V. Pemahaman responden mengenai logo........................... 43
Tabel VI. Pemahaman responden mengenai nomor ijin edar......... 49
Tabel VII. Pemahaman responden mengenainomor batch.............. 52
Tabel VIII. Pemahaman responden mengenai logo........................... 55
Tabel IX. Pemahaman responden mengenai khasiat atau kegunaan 56
Tabel X. Pemahaman responden mengenai efek samping............. 59
Tabel XI. Pemahaman responden mengenai cara pemakaian.......... 61
Tabel XII. Pemahaman responden mengenai keterangan kadaluwarsa 64
Tabel XIII. Pemahaman responden mengenai kontraindikasi............ 67
Tabel XIV. Pemahaman responden mengenai komposisi................... 70
Tabel XV. Hasil yang diperoleh......................................................... 76
Tabel XVI. Cara pembuatan kunyit asam............................................ 79
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Logo jamu……………………………………………… 15
Gambar 2. Logo herbal terstandar………………………………… 15
Gambar 3. Logo fitofarmaka............................................................ 16
Gambar 4. Karakteristik usia responden………………………….. 38
Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan responden………….. 39
Gambar 6. Karakteristik pekerjaan responden……………………. 40
Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan responden……….. 41
Gambar 8. Tingkat pemahaman tentang kemasan obat tradisional 42
Gambar 9. Sumber pengenalan jamu……………………………… 72
Gambar 10. Tujuan penggunaan jamu……………………………… 74
Gambar 11. Alasan pemilihan jamu………………………………… 75
Gambar 12. Alasan memilih jamu ramuan segar ………………… 77
Gambar 13. Alasan memilih jamu instan………………………....... 78
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Desa Maguwoharjo............................................................. 83
Lampiran 2. Hasil uji validitas......................................................................... 84
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas...................................................................... 86
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian..................................................................... 87
Lampiran 5. Karakteristik responden............................................................... 92
Lampiran 6. Hasil kuisioner pemahaman tentang kemasan obat tradisional.... 94
Lampiran 7. Hasil kuisioner alasan penggunaan jamu instan atau
ramuan segar................................................................................ 97
Lampiran 8. Tabel random............................................................................... 100
Lampiran 9. Surat ijin BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta....... 101
Lampiran 10. Surat ijin BAPPEDA Kabupaten Sleman.................................. 102
Lampiran 11. Surat ijin Pemerintah Desa Maguwoharjo................................. 103
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya
bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu. Obat
tradisional tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan (kuratif), tetapi juga dapat
bermanfaat dalam peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Soedibyo, 1998).
Obat tradisional pada awalnya dibuat sendiri atau ada pula yang dibuat
oleh herbalist kemudian berkembang menjadi industri rumah tangga. Selanjutnya
pada pertengahan abad ke-20 telah diproduksi secara massal baik oleh industri
kecil obat tradisional maupun industri obat tradisional, dengan semakin
berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema ”kembali ke alam”, telah
meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin
banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Handayani dan Suharmiati, 2002).
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani (Anonim, 2005). Di
samping itu kemanfaatan obat tradisional juga tergantung dari ketepatan
penggunaannya. Umumnya informasi tentang obat tradisional hanya didapat dari
informasi yang ada pada kemasan obat tradisional. Pemahaman masyarakat
tentang obat tradisional yang mereka dapat lewat informasi di kemasan obat
tradisional mungkin saja beragam, sehingga memungkinkan terjadinya
2
penggunaan yang tidak tepat, apalagi bila tidak ada informasi dari tenaga
kesehatan yang terkait. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana pemahaman
masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional.
Pemilihan pengobatan baik menggunakan jamu ramuan segar (yang dibuat
sendiri atau yang dibuat oleh herbalist) ataupun menggunakan produk jamu instan
pasti dilatarbelakangi oleh berbagai alasan. Jika dilihat dari segi harga, jamu
ramuan segar jauh lebih murah dibandingkan dengan jamu instan. Hal ini
sebenarnya sangat membantu bagi mereka yang tingkat ekonomi rendah namun
tidak semua masyarakat terampil meracik, mengerti resep yang digunakan dan
mudah memperoleh bahan baku. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan atau alasan masyarakat
dalam menentukan pemakaian jamu ramuan segar atau jamu instan.
Penelitian ini dilakukan di Desa Maguwoharjo karena lokasi penelitian
yang relatif dekat dengan kampus III Universitas Sanata Dharma. Responden
yang dipilih adalah wanita, karena wanita lebih peduli terhadap kesehatannya
sendiri dan kesehatan keluarga (Sarwono, 2007). Usia responden dibatasi hingga
umur 60 tahun karena seseorang yang berusia diatas 60 tahun mempunyai
frekuensi untuk melakukan swamedikasi semakin menurun (Holt dan Hall, 1990).
1. Permasalahan
a. Bagaimana karakteristik responden pengguna obat tradisional di Desa
Maguwoharjo?
b. Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat
tradisional yang meliputi logo, nomor ijin edar, nama produk, komposisi, cara
3
pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor batch, keterangan
kadaluwarsa?
c. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi atau alasan masyarakat di Desa
Maguwoharjo dalam pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu instan?
2. Keaslian penelitian
Sebagian data yang terdapat di skripsi sudah dipublikasikan pada
Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI 2008 tanggal 11-12 Agustus 2008 di Hotel
Ina Garuda Yogyakarta. Data hasil penelitian yang sudah dipublikasi merupakan
data sekunder, sedangkan data yang belum dipublikasi disebut data primer
Data yang termasuk data sekunder dari penelitian yang berjudul ”Studi
Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasar Kemasan Dan Motivasi
Pemilihan Jamu Ramuan Segar Atau Jamu Instan Pada Masyarakat Desa
Maguwohardjo Depok Sleman Yogyakarta”, antara lain data hasil wawancara
tentang pengalaman menggunakan jamu instan, pengetahuan tentang bentuk
sediaan lain jamu selain serbuk, nomor ijin edar sebagai faktor utama yang
menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat, alasan memilih jamu ramuan segar,
alasan memilih jamu instan, tujuan penggunaan jamu dan tingkat pemahaman
obat tradisional berdasarkan informasi pada kemasan.
Data yang termasuk data primer dari penelitian yang berjudul ”Studi
Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasarkan Informasi Pada Kemasan Dan
Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar Atau Jamu Instan Pada Masyarakat Desa
Maguwoharjo”, antara lain data karakteristik responden, persentase
kecenderungan jawaban pada setiap butir pernyataan pemahaman obat tradisional
4
berdasarkan informasi pada kemasan, faktor utama yang menjadi pertimbangan
dalam pemilihan obat selain nomor ijin edar, pengertian jamu, pengertian jamu
instan, pengertian jamu ramuan segar, sumber-sumber pengenalan jamu, alasan
memilih mengkonsumsi jamu, hasil yang diperoleh setelah mengkonsumsi jamu,
cara pembuatan kunyit asam.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang kefarmasian, terkait dengan perilaku kesehatan.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar/baseline survey penelitian
untuk mendesain modul edukasi terkait obat tradisional serta dapat dijadikan
acuan dalam merencanakan program pemberdayaan kesehatan melalui
pengobatan tradisional mandiri.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memberi informasi mengenai pemahaman masyarakat tentang kemasan
obat tradisional serta faktor-faktor yang melatarbelakangi atau alasan pemilihan
pemakaian obat tradisional di masyarakat sekarang ini.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik responden pengguna obat tradisional di Desa
Maguwoharjo.
5
b. Mengetahui pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat
tradisional yang meliputi logo, nomor ijin edar, nama produk, komposisi, cara
pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor batch, dan
keterangan kadaluwarsa.
c. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi atau alasan masyarakat di
Desa Maguwoharjo dalam memilih jamu ramuan segar ataupun jamu instan.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Perilaku Kesehatan
Gochman (Smet, 1994) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu
sifat seperti kepercayaan, harapan, motivasi, nilai-nilai persepsi dan unsur-unsur
kognitif lain, karakteristik kepribadian termasuk afektif, status emosional dan sifat
individu, aksi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan perawatan
kesehatan, perbaikan kesehatan dan peningkatan kesehatan.
Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau suatu objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi : (a) perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintanane), (b) perilaku pencarian dan
penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku
pencarian pengobatan (health seeking behavior) (c) perilaku kesehatan lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasa sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-
apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Suchman, ada 5 macam reaksi dalam proses
mencari pengobatan, yaitu :
7
1. shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan
sesuai dengan harapan si sakit,
2. fragmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama, contohnya: berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan
dukun,
3. procrastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan,
4. self medication, adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya,
5. discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan (Sarwono, 2007).
B. Teori tentang Perilaku
Beberapa teori yang sering digunakan untuk analisa perilaku kesehatan
individu maupun suatu kelompok masyarakat yaitu:
1. Teori adopsi inovasi Rogers
Menurut teori inovasi Rogers, implisit dalam proses perubahan perilaku
adalah adanya suatu gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan yang
diharapkan untuk diterima oleh individu tersebut. Teori ini dikenal sebagai
innovation decision process. Proses ini terdiri dari lima tahap, yaitu mengetahui
atau menyadari tentang adanya ide baru (awareness), menaruh perhatian terhadap
ide tersebut (interest), memberi penilaian (evaluation), mencoba memakainya
8
(trial) dan bila menyukainya maka setuju untuk menerima ide atau hal baru
tersebut (adoption) (Sarwono, 2007).
Dari pengalaman di lapangan serta penelitian mengenai penerapan teori ini
ternyata membuat Rogers menyimpulkan bahwa proses adopsi ini tidak berhenti
setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi
sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Rogers mengubah teori itu dan
membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap knowledge
Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan
dengan suatu ide baru, ini menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh
tentang obyek atau topik tersebut.
b. Tahap persuasion
Oleh petugas kesehatan, tahap knowledge tersebut digunakan untuk membujuk
atau meningkatkan motivasi individu guna bersedia menerima obyek atau
topik yang dianjurkan tersebut.
c. Tahap decision
Tergantung pada hasil persuasi petugas atau pendidik kesehatan dan
pertimbangan pribadi individu, maka dalam tahap decision dibuat keputusan
untuk menerima atau justru menolak ide tersebut.
d. Tahap confirmation
Pada tahap ini, individu akan meminta dukungan dari lingkungan atas
keputusan yang telah diambil tersebut. Bila lingkungan memberikan dukungan
positif maka perilaku yang baru tersebut tetap dipertahankan, sedangkan bila
9
ada keberatan dan kritik dari lingkungan terutama dari kelompok acuannya,
maka biasanya adopsi itu tidak jadi dipertahankan dan individu kembali lagi
pada perilaku semula. Sebaliknya suatu penolakan pun akan dapat berubah
menjadi adopsi apabila lingkungannya justru memberikan dukungan agar
individu menerima ide baru tersebut. Tidak setiap orang mempunyai
kecepatan yang sama dalam hal mengadopsi sesuatu yang baru (Sarwono,
2007).
2. Model perubahan perilaku dari Green
Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang mengatakan
bahwa kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya
faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: faktor-faktor
predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing
factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma
sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat.
Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing
factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan
menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan
sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut
dan terhadap kesehatan pada umumnya (Sarwono, 2007).
10
3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock
Menurut Rosenstock (1982) model kepercayaan kesehatan mencakup lima
unsur utama. Unsur utama adalah persepsi individu tentang kemungkinannya
terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Unsur yang kedua
adalah pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived
seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari
penyakit itu. Semakin berat risiko suatu penyakit maka semakin besar
kemungkinan individu itu terserang penyakit tersebut sehingga timbul ancaman
yang besar dari dalam dirinya (perceived threast). Ancaman ini mendorong
individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit.
Beberapa alternatif tindakan ditawarkan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi
ancaman tersebut. Individu akan mempertimbangkan, apakah alternatif tersebut
dapat mengurangi ancaman penyakit. Sebaliknya, konsekuensi negatif dari
tindakan yang dianjurkan (biaya yang lebih mahal, rasa malu, takut akan rasa
sakit, dan sebagainya) seringkali menimbulkan keinginan individu untuk
menghindari alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan. Dalam memutuskan,
menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut, diperlukan satu unsur lagi
yaitu faktor pencetus (cues to action) yang dapat datang dari dalam diri individu,
nasehat orang lain, kampanye kesehatan, dan lain-lain (Sarwono, 2007).
C. Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bab I pasal
1 ayat (10) obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
11
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Menurut Handayani dan Suharmiati (2002), sumber pembuat atau yang
memproduksi obat tradisional, dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1) Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional
di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang lebih mengarah
kepada ”self care” untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta
penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga. Sumber
tanaman disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga,
maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Namun, tidak tertutup
kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional yang banyak menjual
bahan jamu yang pada umumnya juga merupakan bahan untuk keperluan
bumbu dapur masakan asli Indonesia.
2) Obat tradisional berasal dari pembuat jamu / herbalist
Penjual jamu gendong, peracik tradisional, tabib lokal dan sinshe, termasuk
pembuat jamu herbalist
a) Penjual jamu gendong
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan
dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk pilis, parem, tapel, tanpa
penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung
12
digunakan (Anonim, 1990). Jamu gendong dibuat dan dijajakan oleh ibu-
ibu muda yang bersolek, memakai batik dan kebaya, dengan sebuah bakul
sarat botol-botol berisi racikan obat tradisional tersandang dengan
selendang lusuh dipunggungnya (Kodim, 2000).
Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional
dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Segala
lapisan masyarakat sangat membutuhkan kehadirannya meskipun tidak
dapat dipungkiri lebih banyak dari lapisan bawah yang menggunakan
mereka. Selain jamu gendong yang umumnya dijual seperti kunir asam,
sinom, mengkudu, pahitan, beras kencur dan gepyokan, mereka juga
menyediakan jamu khusus sesuai pesanan, misalnya : jamu habis bersalin,
jamu untuk keputihan dan lain-lain. Saat ini dengan semakin
berkembangnya jamu-jamu industri seringkali kita menjumpai penjual
jamu gendong menyediakan serbuk buatan industri untuk dikonsumsi
bersamaan dengan jamu gendong yang mereka sediakan.
b) Peracik tradisional
Peracik jenis ini tampaknya sudah semakin berkurang jumlahnya dan
kalah bersaing dengan industri, karena alasan kepraktisan. Peracik
tradisional umunya berada di pasar-pasar tradisional menyediakan jamu
sesuai kebutuhan konsumen. Bentuk jamu pada umumnya sejenis jamu
gendong, namun lebih mempunyai kekhususan untuk pengobatan penyakit
atau keluhan kesehatan tertentu.
13
Perbedaan jamu gendong dan peracik tradisional adalah jamu gendong
menjual barang jadi, sedangkan peracik tradisional menjual barang
setengah jadi, yaitu berupa ramuan yang sudah ditumbuk kemudian diracik
dengan menambah air matang, disaring dan hasilnya siap diminum.
c) Tabib lokal
Biasanya melaksanakan praktik pengobatan dengan menyediakan ramuan
dengan bahan alam yang berasal dari bahan lokal. Ilmu ketabiban
seringkali diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada tabib yang
telah berpraktik. Di beberapa kota, telah dapat dijumpai pendidikan tabib
berupa kursus yang telah dikelolah dengan baik dan diselenggarakan oleh
tabib tertentu. Pada umumnya, selain pemberian ramuan, para tabib juga
mengkombinasikannya dengan teknik lain seperti metode spiritual atau
agama dan supranatural.
d) Shinshe
Merupakan pengobat tradisional yang berasal dari etnis Tionghoa yang
melayani pengobatan menggunakan ramuan obat tradisional bersumber
dari pengetahuan negara asal mereka, yaitu Cina. Pada umumnya mereka
menggunakan bahan-bahan yang berasal dari Cina meski tidak jarang juga
dicampur dengan bahan-bahan yang sejenis dengan yang mereka jumpai di
Cina. Selain memberikan obat tradisional yang disediakan sendiri maupun
yang disediakan oleh toko obat, shinse pada umumnya mengkombinasikan
ramuan segar dengan teknik lain, seperti : pijatan, akupresur, atau
akupuntur.
14
3) Obat tradisional buatan industri
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990,
Industri obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan
industri kecil obat tradisional berdasarkan total aset yang mereka miliki, tidak
termasuk harga tanah dan bangunan. Dengan semakin maraknya obat
tradisional, tampaknya industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi
obat tradisional. Tetapi, pada umumnya yang berbentuk sediaan modern
seperti bentuk tablet, kapsul, pil, salep, krim.
1. Penggolongan obat tradisional
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3
kategori yakni dengan logo sebagai penanda pada kemasan :
a. Jamu atau obat tradisional Indonesia
Jamu harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
3) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan
tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis
klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata: ”Secara tradisional
digunakan untuk ….” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Contoh : Antangin®(tablet), Buyung Upik®(serbuk), Kuku Bima®(kapsul)
15
Gambar 1. Logo jamu
(ranting daun terletak dalam lingkaran)
b. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan bahan bakunya telah
distandarisasi. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik
3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat
pembuktian umum dan medium.
Contoh : Diapet®(kapsul), Lelap®(kaplet), Tolak Angin®(cair)
Gambar 2. Logo herbal terstandar (tiga pasang jari-jari daun terletak dalam lingkaran)
16
c. Fitofarmaka
Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat
pembuktian medium dan tinggi. Kode nomor ijin edar digit 1 dan 2 adalah FF.
Contoh : X-Gra®(kapsul), Tensigard®(kapsul), Stimuno®(cair)
Gambar 3. Logo fitofarmaka (jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang terletak dalam lingkaran)
(Anonim, 2004)
2. Peraturan perundang-undangan terkait obat tradisional
a. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Pasal 40 2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta
alatkesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan. Penjelasan pasal Standar untuk obat tradisional adalah buku Material Medika
17
Pasal 41 1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat ijin edar. Penjelasan pasal Obat dan bahan obat tradisional yang dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong tidak diwajibkan memiliki ijin edar dan belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
b. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.23.02769 tahun 2002 tentang pencantuman asal bahan tertentu,
kandungan alkohol, dan tanggal kadaluwarsa pada penandaan atau label obat,
obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan:
Pasal 3 1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang mengandung
bahan tertentu harus mencantumkan asal dan keterangan bahan tertentu tersebut pada komposisi penandaan atau label.
2) Untuk obat, obat tradisional, dan suplemen makanan, selain harus mencantumkan keterangan sebagaimanan dimaksudkan pada ayat (1) juga harus mencantumkan tulisan ”Bersumber Babi” dalam kotak dengan warna putih pada penandaan atau label.
Pasal 4 1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang mengandung
alkohol harus mencantumkan kadar alkohol tersebut pada komposisi penandaan atau label.
2) Kadar alkohol sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus dicantumkan dalam persentase volume per volume (v/v).
Pasal 5 1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan harus
mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada penandaan atau label. 2) Pencantuman tanggal kadaluwarsa sebagaimana dimaksudkan pada ayat
(1) harus dicantumkan dibagian utama penandaan atau label sehingga mudah terlihat dan terbaca.
Pasal 6 Penulisan tanggal kadaluwarsa dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a) Tanggal ditulis dengan angka; b) Bulan ditulis dengan huruf; dan c) Tahun ditulis dengan angka.
18
c. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran
obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka:
Pasal 2 1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan
atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki ijin edar dari Kepala Badan.
2) Untuk memperoleh ijin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan pendaftaran
Pasal 3 Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap: a) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan
untuk penelitian; b) Obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas; c) Obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal
untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas; d) Obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan
jamu gendong; e) Bahan baku simplisia dan sediaan galenik
Pasal 4 Untuk dapat memiliki ijin edar sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat; b) dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku; c) penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Pasal 17 1) Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan :
a. rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister, catch over, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan penanda yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang akan diedarkan dan harus dilengkapi rancangan warna;
b. brosur yang mencantumkan informasi mengenai obat tradisional obat herbal terstandar dan fitofarmaka
19
2) Informasi minimal yang harus dicantumkan pada kemasan dan brosur sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1)
Tabel I. Informasi yang harus dicantumkan pada kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
Keterangan √ = informasi harus dicantumkan ± = informasi dapat dicantumkan dengan menyebutkan ”Lihat Brosur”
Pasal 34 1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang
mengandung: a) bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat; b) narkotik atau psikotropika; c) bahan yang dilarang seperti yang tercantum; d) hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
No. Informasi yang harus dicantumkan Pembungkus/Bungkus luar 1. Nama Obat tradisional/Obat herbal
terstandar/Fitofarmaka √
2. Bentuk sediaan √ 3. Besar kemasan √ 4. Komposisi √ 5. Logo Obat tradisional/Obat herbal
terstandar/Fitofarmaka √
6. Nama pendaftar √ 7. Alamat pendaftar √ Nama industri negara asal/pemberi
lisensi/penerima kontrak √
Alamat industri negara asal/pemberi lisensi/penerima kontrak
√
8. Nomor ijin edar √ 9. Nomor batch √
10. Batas kadaluwarsa √ 11. Klaim penggunaan √ 12. Kontraindikasi ± 13. Efek samping ± 14. Interaksi obat ± 15. Cara penyimpanan √ 16. Informasi khusus sesuai ketentuan
yang berlaku, misalnya: - Bersumber babi - Kandungan alkohol - Pemanis buatan
√ √ √
20
2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan: a) intravaginal; b) tetas mata; c) parenteral; d) supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan cair obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.
Untuk informasi pada kemasan obat tradisional, yang menjadi acuan
adalah Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan bukan Peraturan Menteri
Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional
dan pendaftaran obat tradisional bab VI pasal 34, walaupun secara struktural
Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 lebih tinggi. Hal ini
karena pada Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 belum ada
penggolongan pengelompokan obat bahan alam Indonesia (baik itu jamu, obat
herbal terstandar maupun fitofarmaka), pengelompokan ini baru ada pada tahun
2004 melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokkan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia.
3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional
Persepsi masyarakat bermacam-macam tentang obat tradisional, dari yang
tidak percaya sampai yang fanatik. Tidak percaya karena tidak semanjur obat
modern, bentuk dan kemasannya tidak meyakinkan, bahkan ada yang
menyebutnya dirty drug. Sebaliknya yang fanatik dengan obat tradisional
21
mengganggap bahwa yang berasal dari alam pasti baik dan aman sehingga
menggunakan bertahun-tahun, obat tradisional dapat menyembuhkan kausal
penyakit dan bukan sekedar simtomatik (Hakim, 2002).
Persepsi lain yang justru membahayakan dan memperburuk citra obat
tradisional adalah mengganggap obat tradisional sama manjurnya dan memiliki
onset yang sama secepatnya dengan obat modern. Hal tersebut rupanya
dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab untuk menambahkan
bahan-bahan kimia (obat) yang ternyata berbahaya ke dalam produknya.
Masyarakat secara tidak sadar terkecoh kerena tidak tahu akan bahaya yang kelak
dialaminya, dan produsen lebih bergairah karena produknya merajai pasar tanpa
merasa bersalah telah meracuni sekian juta manusia (Hakim, 2002).
D. Pemahaman
Menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer arti pemahaman adalah
proses, perbuatan atau cara memahami dan memahamkan. Menurut Bloom,
pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang tersaji,
kemampuan untuk menterjemahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam
kata-kata, angka ataupun interpretasi berbentuk penjelasan, ringkasan, prediksi
dan hubungan sebab akibat (Suparno, 2001).
Pemahaman setiap orang beragam, dua orang dalam keadaan sama dapat
bertindak berbeda karena mereka merasakan situasi itu berbeda. Kita semua
menangkap suatu rangsangan diri sebuah obyek melalui sensasi, yaitu aliran
22
informasi melalui panca indra kita. Akan tetapi, tiap orang menangkap, menyusun
dan menafsirkan informasi tersebut dengan caranya sendiri-sendiri (Kotler, 2006).
Sebelum tahap pemahaman, ada tahap yang dinamakan tahap eksposur.
Pada tahap ini orang akan menerima informasi melalui panca indranya, salah satu
karakteristik yang menonjol dari tahap ini adalah selektivitas. Orang akan lebih
cenderung untuk memperhatikan rangsangan yang berkaitan dengan kebutuhan
terbaru dan harapan mereka, sehingga orang lebih cenderung memperhatikan
rangsangan yang menyimpang jauh dari biasanya (Mowen, 2002).
Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap perhatian, pada tahap ini mereka
mengalokasikan kapasitas pemrosesan menjadi rangsangan. Apabila seseorang
memberikan perhatian pada rangsangan, maka orang tersebut sangat sadar dengan
penerimaan informasi. Seseorang pada awalnya akan mengevaluasi informasi
yang diperolehnya untuk menentukan apakah hal itu cukup penting untuk diproses
lebih jauh. Jika memang perlu, maka orang tersebut akan mengalokasikan sumber
daya kognitif tambahan ke rangsangan dan menggeser ke tahap perhatian dari
pemrosesan informasi (Mowen, 2002).
Akhirnya baru tahap pemahaman, pada tahap ini mereka menyusun dan
menginterpretasikan informasi untuk mendapatkan arti tentang informasi tersebut.
Proses interpretasi dimulai selama tahap perhatian dan berlanjut setelahnya,
dimana orang akan berusaha untuk memperoleh pemahaman tentang apa
rangsangan itu dan bagaimana mereka harus bereaksi menghadapinya (Mowen,
2002).
23
E. Alasan Pemilihan
Alasan yang dapat mempengaruhi pemilihan seseorang antara lain :
1. Faktor budaya
Sub faktor yang termasuk dalam faktor budaya adalah:
a. Kebudayaan (culture)
Merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling
mendasar. Jika mahluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur
oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari. Anak
yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat mempelajari seperangkat nilai
dasar, persepsi, prefensi dan perilaku melalui proses sosialisasi yang
melibatkan keluarga dan berbagai lembaga penting lainnya.
Kebudayaan ini sifatnya sangat luas dan menyangkut banyak aspek kehidupan
manusia dan pengaruhnya akan selalu berubah dari waktu ke waktu sejalan
dengan kemajuan dan perkembangan jaman dan masyarakat tersebut.
b. Sub budaya (sub culture)
Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil,
yang merupakan indentifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik (dalam hal ini
termasuk kewarganegaraan, agama, ras, kelompok, dan letak geografi) untuk
perilaku anggotanya.
c. Kelas sosial (social class)
Dalam suatu masyarakat, terdapat berbagai macam lapisan masyarakat yang
biasanya disebut golongan sosial, lapisan atau kelas sosial. Dalam masyarakat
kini ada lapisan petani, lapisan buruh, lapisan pegawai, lapisan cendekiawan,
24
dan lain sebagainya. Lapisan atau kelas sosial semacam itu terjadi karena
manusia yang dikelaskan kedalamnya itu mempunyai suatu gaya hidup yang
khas. Lapisan ini dapat dianggap lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung
dari sudut orang yang memandang tadi (Kotler, 2006).
2. Faktor sosial
Sub faktor yang termasuk dalam faktor sosial adalah:
a. Kelompok referensi (reference group)
Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang
memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Kelompok yang memberi pengaruh langsung kepada
seseorang disebut kelompok keanggotaan, yakni kelompok dimana seseorang
menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, ada 2 yaitu:
1) Kelompok primer
Kelompok ini cenderung bersifat informal dan terdapat interaksi yang
agak berkesinambungan, yang termasuk kelompok ini keluarga, sahabat,
tetangga dan rekan kerja.
2) Kelompok sekunder
Kelompok ini cenderung bersifat resmi dan kurang terjadi interaksi yang
berkesinambungan, yang termasuk kelompok ini organisasi keagamaan,
himpunan profesi.
b. Keluarga (family)
Merupakan suatu organisasi belanja konsumen yang penting dalam suatu
kelompok sosial dimana keputusan anggota keluarga akan sangatberpengaruh.
25
c. Peran dan Status (roles and status)
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok masyarakat dapat dijelaskan
dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status
yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat
sesuai dengan peranannya. Dalam hubungan dengan perilaku pembelian,
seseorang sering memilih produk yang menyatakan peranan dan status mereka
dalam masyarakat (Kotler, 2006).
3. Faktor personal
Sub faktor yang termasuk dalam faktor personal adalah:
a. Umur dan tahapan siklus hidup (age & lifecycle stage)
Seseorang akan membeli bermacam-macam barang dan jasa seumur hidupnya,
dan macam barang dan jasa yang dipilih itu dipengaruhi oleh umur orang
tersebut.
b. Pekerjaan (occupation)
Memberi pengaruh terhadap pola konsumsi, para pemasar akan mencoba
mengindentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau jabatan yang memiliki
kecenderungan minat di atas rata-rata dalam produk dan jasa mereka.
c. Keadaan ekonomi (income)
Memberi pengaruh yang besar terhadap pemilihan pilihan produk. Keadaan
ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan
kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran dan
menabung.
26
d. Gaya hidup (lifestyle)
Merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan melalui aktivitas,
kesenangan, dan opini mereka, sehingga gaya hidup ini merupakan potret
interaksi seseorang dengan lingkungannya.
e. Kepribadian dan konsep diri (personality & self concept)
Setiap orang memiliki karakter personal yang akan mempengaruhi perilaku
pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik
dan menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya (Kotler,
2006).
4. Faktor psikologis
Sub faktor yang termasuk dalam faktor psikologis adalah:
a. Motivasi (motivation)
Pada dasarnya secara psikologis manusia memiliki keinginan yang ingin
dicapainya. Tetapi tidak semua keinginan tersebut dapat diarahkan untuk
kepentingan lain di luar keinginannya. Untuk mengarahkannya perlu adanya
suatu motivasi. Motivasi adalah kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang
memberi daya, memberi arah, dan memelihara tingkah laku. Motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antar sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang.
b. Pembelajaran (learning)
Proses pembelajaran meliputi perubahan-perubahan pada diri seseorang yang
berkembang dari pengalaman. Pembelajaran ini meliputi tahapan-tahapan:
drive, stimuli, cues, responses, reinforcement.
27
c. Keyakinan dan sikap (believes and attitudes)
Keyakinan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang diyakini seseorang
terhadap suatu hal. Kepercayaaan terhadap suatu produk akan mempengaruhi
pendapat seseorang untuk membeli produk tersebut (Kotler, 2006).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pemahaman masyarakat tentang kemasan obat tradisional serta faktor-faktor yang
melatarbelakangi atau alasan pemilihan pemakaian obat tradisional khususnya
jamu ramuan segar ataupun instan.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan survei epidemiologi deskriptif. Survei epidemiologi adalah survei
terhadap fenomena kesehatan dalam masyarakat yang dilakukan tanpa adanya
perlakuan (manusia). Survei epidemiologi deskriptif adalah penelitian yang tujuan
utamanya melakukan eksplorasi-deskriptif terhadap fenomena kesehatan di
masyarakat. Penelitian ini hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena
yang terjadi, tanpa mencoba menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena
tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).
B. Variabel Penelitian
1. Pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional
2. Alasan pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu instan
C. Definisi Operasional
1. Pemahaman : kemampuan untuk mengartikan, menjelaskan dan menangkap
arti dari informasi yang terdapat pada kemasan obat tradisonal.
2. Obat tradisional : obat dengan bahan berupa bahan tumbuhan segar ataupun
simplisia yang dibuat dengan cara diramu sehingga dihasilkan jamu berbentuk
cairan ataupun serbuk kering, dengan klaim khasiat tertentu.
29
3. Kemasan : pembungkus luar yang tidak bersentuhan dengan isi, yang
memiliki berbagai informasi seperti logo, nomor ijin edar, nama produk,
komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor
batch, keterangan kadaluwarsa.
4. Alasan : faktor-faktor yang melatarbelakangi suatu pemilihan, yang bisa
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi maupun psikologis.
5. Pemilihan : proses memikirkan dan menentukan berdasarkan apa yang telah
dilihat dan dipahami.
6. Jamu ramuan segar : jamu yang terbuat dari bahan-bahan alami yang dibuat
dengan cara direbus atau diperas, umumnya berbentuk cairan yang dapat
langsung diminum tanpa perlu diolah lebih lanjut
7. Jamu instan: jamu buatan pabrik yang sudah dikemas, umumnya berbentuk
serbuk yang penggunaannya tinggal diseduh dan biasa dijual di toko obat atau
warung jamu.
8. Masyarakat : ibu-ibu yang sudah atau pernah menikah, berusia 26 sampai 60
tahun, yang pernah mengkonsumsi jamu ramuan segar dan atau jamu instan
baik bagi diri sendiri ataupun untuk keluarganya.
9. Karakteristik responden : data pribadi responden, yang meliputi umur,
pekerjaan, tingkat pendidikan, pengeluaran perbulan.
10. Pemahaman rendah : jika nilai persentase pemahaman kurang dari sama
dengan 50% (≤50%)
11. Pemahaman tinggi : jika nilai persentase pemahaman lebih besar dari 50%
(>50%)
30
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling
Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sudah atau pernah
menikah, berusia 26 sampai 60 tahun, yang pernah mengkonsumsi obat tradisional
dan bertempat tinggal di Desa Maguwoharjo.
Tabel II. Jumlah wanita usia 26 sampai 60 tahun
Kelompok umur Jumlah (P) *)
26-35 1.056 36-45 1.058 46-50 1.033 51-60 1.018 Total 4.165
Keterangan : *)Jumlah penduduk tahun 2007, Sumber : Kelurahan Maguwoharjo
Jumlah subyek pada penelitian ini dapat ditentukan dengan rumus berikut
(Notoatmodjo, 2002):
n : besar sampel yang diambil N : besar populasi d : tingkat signifikansi (10 %)
Perhitungan jumlah sampel yang diambil:
≈ 98
Jumlah sampel minimal adalah 98 orang pada penelitian ini diambil responden
sejumlah 116 orang.
31
Untuk menentukan lokasi penelitian digunakan teknik simple random
sampling yaitu dengan tabel random. Hakikat dari pengambilan sampel secara
acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Berdasarkan data jumlah
total RT yang terdapat di Desa Maguwoharjo adalah 174 RT. Kemudian dengan
menggunakan tabel random diambil 30 RT, di mana setiap RT diambil 4 orang
responden. Berikut daftar lokasi penelitian yang diperoleh :
Tabel III. Lokasi penelitian di Desa Maguwoharjo
No. Pedukuhan Lokasi 1. Denokan RW 01/RT 02 2. 3.
Krodan RW 04/RT 04 RW 05/RT 07
4. Jenengan RW 07/RT 01 5. 6. 7. 8.
Sanggrahan RW 11/RT 01 RW 12/RT 03 RW 13/RT 07 RW 14/RT 10
9. 10. 11. 12.
Nanggulan RW 15/RT 03 RW 18/RT 10 RW 18/RT 13 RW 19/RT 14
13. Nayan RW 24/RT 02 14. 15.
Kalongan RW 29/RT 08 RW 29/RT 09
16. 17. 18. 19.
Tajem RW 30/RT 01 RW 32/RT 06 RW 32/RT 05 RW 33/RT 08
20. 21.
Bajeng RW 35/RT 03 RW 35/RT 04
22. 23. 24. 25. 26.
Sembego RW 39/RT 04 RW 40/RT 05 RW 40/RT 07 RW 41/RT 08 RW 42/RT 11
27. Maguwo RW 46/RT 03 28. Ringin sari RW 50/RT 05 29. Sambilegi lor RW 53/RT 02 30. Sambilegi kidol RW 56/RT 02
32
E. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner.
Pengertian kuisioner adalah alat pengumpul data disebut angket, dan sumber
datanya berupa orang atau dikenal dengan istilah responden (respondent).
Kuisioner tersebut terdiri dari 3 bagian yang berisi pertanyaan dan pernyataan
yang mengacu pada permasalahan penelitian ini.
Bagian pertama dari kuisioner merupakan jenis pertanyaaan terbuka yang
berisi pertanyaan mengenai karakteristik responden. Disebut pertanyaan terbuka
karena jawaban tidak disediakan dan responden harus mengisi sendiri.
Bagian kedua dari kuisioner berisi pemahaman masyarakat terhadap
informasi pada kemasan obat tradisional. Kuisioner yang digunakan berdasarkan
skala Likert yang merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Kuisioner
terdiri dari 36 butir pernyataan. Untuk setiap butir pernyataan diberi empat
alternatif jawaban, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan
sangat tidak setuju (STS). Responden diwajibkan untuk memilih salah satu
jawaban pada setiap pernyataan tersebut. Peneliti melihat kecenderungan jawaban
dengan menjumlahkan persentase jawaban responden yaitu S+SS dan ST+STS.
Pernyataan dalam kuisioner ini terdiri dari dua sifat, yaitu : favourable dan
unfavourable. Hal ini bertujuan untuk menghindari stereotipe jawaban. Menurut
Azwar (1995), suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek
sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek
sikap. Pernyataan ini disebut yang favorable. Sebaliknya, suatu pernyataan sikap
33
dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam
pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek
sikap, dan karenanya disebut dengan pernyataan unfavorable. Sebagai kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai sikap, maka suatu skala hendaknya berisi
sebagian pernyataan favorable dan sebagian yang unfavorable.
Pemberian skor pada kuisioner berdasarkan pada penilaian dalam skala
Likert. Penilaian pada item favourable dalam skala ini dimulai dari empat sampai
dengan satu, sebaliknya untuk item unfavourable dimulai dari angka satu sampai
empat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III berikut ini:
Tabel IV. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Bagian ketiga dari kuisioner merupakan jenis pertanyaaan semi terbuka
yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang
melatarbelakangi masyarakat dalam pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu
instan. Disebut pertanyaan semi terbuka karena terdapat pilihan jawaban dan
alasan yang dapat diisi bebas oleh responden.
F. Tata Cara Penelitian
1. Studi pustaka
Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca literatur-
literatur yang ada mengenai obat tradisional, perilaku kesehatan, pembuatan
Jawaban Favourable Unfavourable Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2 Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
34
kuisioner, metodologi penelitian, dan perhitungan statistik yang diperlukan. Hal
ini dilakukan agar dalam melaksanakan penelitian, terjadinya kesalahan dapat
diminimalkan atau bahkan ditiadakan.
2. Analisis situasi
a. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara random, proses random dilakukan dengan
teknik simple random sampling yaitu dengan tabel random.
b. Perijinan
Sebelum dilakukan penelitian dilakukan perijinan. Perijinan dimulai dari
tingkat propinsi, hingga ke tingkat RT. Di samping melakukan perijinan,
peneliti juga mencari informasi mengenai data penduduk.
c. Perhitungan besar sampel
Jumlah penduduk wanita berusia 26 sampai 60 tahun yang berada di Desa
Maguwoharjo adalah 4.165 jiwa. Dari hasil perhitungan jumlah sampel,
diperoleh sampel minimal adalah 98 orang.
3. Pembuatan instrumen penelitian
Melalui beberapa tahapan, seperti uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan
uji reliabilitas. Uji-uji tersebut telah dilakukan sebanyak 3 kali, untuk setiap uji
coba dilakukan pada 20 ibu-ibu dengan karakteristik mirip responden namun di
luar daerah uji.
a. Uji pemahaman bahasa
Dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam kuisioner
dapat dipahami atau tidak oleh responden. Hasil dari uji tersebut digunakan
35
untuk mengevaluasi kuisioner. Parameter keberhasilan uji ini dilihat dari
jawaban yang dihasilkan. Apabila seluruh pertanyaan dalam kuisioner dapat
dijawab oleh subyek, maka kuisioner tersebut dapat dinyatakan lolos uji
pemahaman bahasa.
b. Uji validitas
Suatu instrumen mempunyai validitas tinggi jika instrumen dapat mengungkap
secara tepat sasaran yang dimaksud dalam pengukuran (Hadi, 1991). Uji
validitas perlu dilakukan untuk mengetahui kejelasan tujuan dan lingkup
informasi yang hendak diungkap, yaitu sejauh mana item-item pernyataan
dapat mencakup seluruh kawasan isi obyek yang hendak diukur. Pengujian
validitas ini dilakukan terhadap butir-butir pernyataan (Azwar, 2003).
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity),
yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat professional judgment, untuk melihat sejauh mana tes
mencerminkan atribut yang hendak diukur (Azwar, 2003). Dalam penelitian
ini, pengujian validitas isi kuisioner dilakukan dengan analisis rasional dengan
uji korelasi Produk Momen Pearson. Hasil uji validitas dari 55 butir
pernyataan yang dinyatakan valid sebanyak 36 butir.
c. Uji reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur diperlukan untuk melihat sejauh mana pengukuran
itu dapat memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran pada
subyek yang sama (Hadi, 1991). Koefisien reliabilitas menunjukkan besarnya
inkonsistensi skor hasil pengukuran. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
36
berarti semakin reliabel instrumen tersebut. Reliabilitas dinyatakan dengan
koefisisen reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00.
Semakin tinggi reliabilitasnya mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0
berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2004). Pengujian reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan metode belah dua (split-half method),
kemudian dilanjutkan dengan rumus Sperman-Brown (Azwar,2003).
r11 = koefisien reliabilitas Spearman-Brown r = koefisien korelasi antara kedua belahan
Hasil yang diperoleh dari uji belah dua (split-half method) adalah 0,863,
kemudian dimasukkan rumus Sperman-Brown diperoleh 0,93 (tingkat
reliabilitas tinggi).
4. Penyebaran kuisioner
Kuisioner ditujukan kepada responden, dengan melakukan pendekatan-
pendekatan terlebih dahulu. Penyebaran kuisioner dilakukan sendiri oleh peneliti
ke 30 RT yang sudah dipilih berdasarkan hasil random. Pengisian kuisioner
dilakukan sendiri oleh responden, dimana responden diberi kesempatan
mengerjakan kuisioner saat itu juga dan langsung dikembalikan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari responden mengakses sumber-sumber informasi.
Peneliti mendampingi responden pada saat pengisian kuisioner untuk menghindari
kesalahan pada saat pengisian dan memeriksa kelengkapan karakteristik
responden. Setelah mengisi kuisioner, responden diberikan edukasi tentang
37
kemasan obat tradisional, dimana edukasi ini diberikan secara personal. Tujuan
edukasi ini supaya masyarakat menjadi atau semakin kritis terhadap apa yang
mereka konsumsi.
5. Analisis data penelitian
Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif dengan
teknik perhitungan persentase kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram. Penghitungan persentase dilakukan dengan menggunakan rumus :
P : persentase jawaban (dalam %) A : jumlah jawaban yang sejenis B : jumlah responden total
G. Keterbatasan Penelitian
1. Lokasi penelitian yang tersebar, menyebabkan pengumpulan data menjadi
sedikit terhambat dan pemberian edukasi menjadi lebih singkat.
2. Data yang diperoleh dari kelurahan berbeda dengan di lapangan.
3. Ada beberapa responden yang menolak diajak bekerjasama.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi beberapa aspek, antara lain: usia,
pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran per bulan.
1. Usia
Usia berpengaruh terhadap banyaknya pengalaman seseorang dalam
melakukan pengobatan. Seseorang yang berusia diatas 60 tahun mempunyai
frekuensi untuk melakukan swamedikasi yang semakin menurun (Holt dan Hall,
1990). Oleh karena itu usia responden dalam penelitian ini dibatasi hingga umur
60 tahun. Dari hasil penelitian (gambar 4) diketahui bahwa sebagian besar
(34,48%) responden berusia antara 26 sampai 30 tahun.
Gambar 4. Karakteristik usia responden
39
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh, baik itu terhadap tingkat daya tangkap responden terhadap
informasi, pengetahuan, sikap dan minat responden terhadap suatu alternatif
pemeliharaan kesehatan. Seperti yang dinyatakan oleh Holt dan Hall (1990),
tingkat pendidikan seseorang dalam hubungannya dengan sikap terhadap
kesehatan, termasuk dalam hal pengobatan sendiri merupakan salah satu faktor
yang menentukan karena pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas seseorang
terhadap berbagai informasi kesehatan yang ada di masyarakat. Dari hasil
penelitian (gambar 5) diketahui bahwa sebagian besar (50%) responden adalah
lulusan SLTA atau sederajat.
Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan responden
3. Pekerjaan
Pekerjaan dapat mempengaruhi hubungan sosial di masyarakat.
Lingkungan pekerjaan juga dapat memberi informasi yang mampu mengubah
40
sikap seseorang. Hal ini dapat menentukan perilaku masing-masing individu,
termasuk perilaku dalam memilih alternatif pemeliharaan kesehatan. Menurut
Sarwono (2007), pekerjaan dapat mempengaruhi pada tingkat sosial seseorang
dan interaksi didalam kelompok sosial tersebut dapat mempengaruhi cara pandang
dan minat terhadap sesuatu. Selain itu pekerjaan juga dapat berpengaruh pada
perilaku kesehatan seseorang karena adanya kebutuhan sebagai upaya pemenuhan
tuntutan kelompok sosialnya. Dari hasil penelitian (gambar 6) diketahui bahwa
sebagian besar (62,94%) responden adalah ibu rumah tangga.
Gambar 6. Karakteristik pekerjaan responden
4. Pengeluaran perbulan
Keadaan ekonomi berpengaruh pada usaha seseorang dalam mewujudkan
status kesehatan yang lebih baik. Seseorang dengan pendapatan yang relatif lebih
besar akan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menggunakan fasilitas
kesehatan yang lebih baik. Menurut Schawart dan Hoopes (1990), tingkat
pendapatan turut menentukan pengambilan keputusan pengobatan sendiri.
41
Pendapatan secara umum akan mempengaruhi daya beli serta pertimbangan
ekonomi dalam memilih upaya pemeliharaan kesehatan. Dari hasil penelitian
(gambar 7) diketahui bahwa sebagian besar (50,85%) responden memiliki
pengeluaran perbulan sebesar <Rp.1.500.000. Pertanyaan pengeluaran perbulan di
sini terkait dengan pendapatan, peneliti lebih mudah menanyakan pengeluaran
perbulan responden dari pada pendapatan perbulan.
Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan responden
B. Pemahaman Terhadap Informasi pada Kemasan Obat Tradisional
Pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional
meliputi beberapa aspek. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana
pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal
17 ayat (2), informasi minimal yang harus dicantumkan pada kemasan berisi
42
tentang : logo, nomor ijin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat,
kontraindikasi, efek samping, nomor batch, dan keterangan kadaluwarsa.
Gambar 8. Tingkat pemahaman kemasan obat tradisional Sumber : Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008)
1. Logo
Tingkat pemahaman masyarakat tentang logo khususnya pada kemasan
obat tradisional, yang meliputi : penanda atau logo dan klaim khasiat serta
keamanan dari obat bahan alam Indonesia (jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka) tergolong rendah. Dari hasil penelitian (gambar 8) diperoleh tingkat
pemahaman masyarakat tentang logo sebesar 8,19%.
Jika dilihat dari rendahnya pemahaman masyarakat tentang logo, maka hal
ini menimbulkan berbagai persoalan, di antaranya apakah pembuktian khasiat
secara klinik maupun pra klinik dipahami sebagai upaya perlindungan masyarakat
dan dijadikan alasan memilih obat tradisional. Dan apakah perusahaan obat
khususnya obat tradisional akan saling berlomba untuk mendapatkan kepercayaan
masyarakat. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan peran tenaga kesehatan khususnya
43
apoteker sebagai sumber pemberi informasi yang berguna, yang diharapkan bisa
mencerdaskan masyarakat.
Tabel V. Pemahaman responden mengenai logo
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
8,62% 91,38% TIDAK SETUJU
Saya tidak tahu logo diatas adalah logo Jamu. Logo Jamu yang saya kenal seperti logo dibawah.
88,79% 11,21% SETUJU
Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar.
5,17% 94,83% TIDAK SETUJU
Saya tahu ini adalah logo Fitofarmaka.
5,17% 94,83% TIDAK SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
85,34% 14,66% SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)
93,97% 6,03% SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
93,10% 6,90% SETUJU
44
a. Penanda obat bahan alam Indonesia
Pernyataan pertama yang tercantum pada kuisioner adalah ”Ada 3 macam
obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 0,86% responden (1
orang) menjawab sangat setuju, 7,76% responden (9 orang) menjawab setuju,
88,79% responden (103 orang) menjawab tidak setuju, dan 2,59% responden (3
orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V) menunjukkan
bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada
pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 91,38%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 1 ayat (2), obat bahan alam indonesia
dikelompokkan menjadi 3 yaitu: jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
1) Jamu
Pernyataan ke-2 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu
logo diatas adalah logo Jamu. Logo Jamu yang saya kenal seperti logo
dibawah”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 75,86% responden (88 orang)
menjawab sangat setuju, 12,93% responden (15 orang) menjawab setuju, 4,31%
responden (5 orang) menjawab tidak setuju, dan 6,90% responden (8 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut,
dengan persentase sebesar 88,79%.
45
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 5, logo jamu berupa ranting daun
yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”JAMU”.
2) Obat herbal terstandar
Pernyataan ke-3 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu ini
adalah logo Obat Herbal Terstandar”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa
1,72% responden (2 orang) menjawab sangat setuju, 3,45% responden (4 orang)
menjawab setuju, 6,90% responden (8 orang) menjawab tidak setuju, dan 87,93%
responden (102 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V)
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju
pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 94,83%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 7, logo obat herbal terstandar berupa
3 pasang jari-jari daun yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”OBAT
HERBAL TERSTANDAR”.
3) Fitofarmaka
Pernyataan ke-4 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu ini
adalah logo Fitofarmaka”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 5,17%
responden (6 orang) menjawab setuju, 5,17% responden (6 orang) menjawab tidak
setuju, dan 89,66% responden (104 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
46
penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
94,83%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 8, logo fitofarmaka berupa jari-jari
daun yang kemudian membentuk bintang yang terletak dalam lingkaran dan
bertuliskan ”FITOFARMAKA”.
b. Klaim khasiat serta keamanan obat bahan alam Indonesia
1) Jamu
Pernyataan ke-5 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu
bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji
(praklinis) maupun manusia (klinis)”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa
72,41% responden (84 orang) menjawab sangat setuju, 12,93% responden (15
orang) menjawab setuju, 7,76% responden (9 orang) menjawab tidak setuju, dan
6,90% responden (8 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel
V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju
pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 85,34%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokkan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 2 ayat (1) butir (b), klaim khasiat dan
keamanan pada jamu harus dibuktikan secara empirik (belum diuji baik secara
praklinis maupun klinis).
47
2) Obat herbal tersandar
Pernyataan ke-6 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu
bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada
hewan uji (praklinis)”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 84,49%
responden (98 orang) menjawab sangat setuju, 9,48% responden (11 orang)
menjawab setuju dan 6,03% responden (7 orang) menjawab tidak setuju. Hasil
penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 93,97%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 3 ayat (1) butir (b), klaim khasiat dan
keamanan pada obat herbal terstandar harus dibuktikan secara ilmiah atau
praklinis.
3) Fitofarmaka
Pernyataan ke-7 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu
bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada
hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis)”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 85,34% responden (99 orang) menjawab sangat setuju, 7,76%
responden (9 orang) menjawab setuju, 6,03% responden (7 orang) menjawab tidak
setuju dan 0,87% responden (1 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 93,10%.
48
Berdasarkan Keputusan Kepala Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok
pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 4 ayat (1) butir
(b), klaim khasiat dan keamanan pada fitofarmaka harus dibuktikan melalui uji
klinik.
2. Nomor ijin edar
Tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor ijin edar pada kemasan
obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan
pengetahuan responden tergolong rendah. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor ijin edar sebesar
48,28%. Sebanyak 7 dari 69 orang responden memilih nomor ijin edar sebagai
faktor utama yang menjadi pertimbangkan dalam pemilihan obat, selain nama
produk (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008). Menurut mereka obat yang tidak
mencantumkan nomor ijin edar merupakan produk yang belum terdaftar yang
berarti obat tersebut palsu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No: 949/Menkes/Per/VI/2000
tentang registrasi obat jadi bab I pasal 1 ayat (11) obat palsu adalah obat yang
diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut undang-undang yang berlaku
atau produksi obat dengan penandaan yang meniru indentitas obat lain yang telah
memiliki ijin edar. WHO mendefinisikan obat palsu sebagai obat yang dengan
sengaja diberi label di mana identitas dan/atau sumbernya dipalsukan.
Berdasarkan jenis obat dan jumlahnya, obat palsu dapat dikelompokkan menjadi
enam kategori yaitu produk tanpa bahan aktif (32,1%), produk dengan bahan aktif
49
tidak benar (21,4 %), produk dengan jumlah bahan aktif yang tidak tepat (20,2%),
produk dengan jumlah bahan aktif yang benar tetapi dengan kemasan palsu
(15,6%), produk dengan bahan tidak layak dan kontaminan atau tercemar (8,5%)
dan meniru produk asli (1%).
Proses pendaftaran nomor ijin edar merupakan suatu proses evaluasi atau
penilaian obat, yang meliputi evaluasi atau penilaian aspek efikasi (kemanjuran),
keamanan dan mutu. Menggunakan obat yang tidak mencantumkan nomor ijin
edar dapat beresiko tidak terjaminnya kebenaran kandungan dan mutu obat. Setiap
produk obat memiliki nomor ijin edar dan informasi siapa industri farmasi
pendaftar produk obat tersebut serta beberapa informasi lainnya. Nomor ijin edar
yang dipalsukan akan dapat ditelusuri dengan melihat kesesuaian kode nomor
dengan fisik produk serta data pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Tabel VI. Pemahaman responden mengenai nomor ijin edar
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang nomor ijin edar.
54,31% 45,69% SETUJU
Bagi saya informasi tentang nomor ijin edar itu tidak penting.
7,76% 92,24% TIDAK SETUJU
Saya tahu bahwa nomor ijin edar dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
87,07% 12,93% SETUJU
Dari nomor ijin edar saya dapat mengetahui obat tersebut palsu atau tidak.
33,62% 66,38% TIDAK SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-8 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang nomor ijin edar”. Hasil dari kuisioner menyatakan
bahwa 34,48% responden (40 orang) menjawab sangat setuju, 19,83% responden
(23 orang) menjawab setuju, 2,59% responden (3 orang) menjawab tidak setuju,
50
dan 43,10% responden (50 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
(tabel VI) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 54,31%.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang nomor ijin edar.
b. Persepsi responden mengenai nomor ijin edar
Pernyataan ke-9 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang nomor ijin edar itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 3,45% responden (4 orang) menjawab sangat setuju, 4,31%
responden (5 orang) menjawab setuju, 22,41% responden (26 orang) menjawab
tidak setuju, dan 69,83% responden (81 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian (tabel VI) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 92,24%. Perlu diketahui bahwa penggunaan obat tradisional instan yang
tidak mencantumkan nomor registrasi sangatlah beresiko karena kebenaran
kandungan dan mutu obat tidak terjamin.
c. Pengetahuan
1) Pendaftaran obat tradisional
Pernyataan ke-10 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu
bahwa nomor ijin edar dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES)
51
dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)”. Hasil dari
kuisioner menyatakan bahwa 75,86% responden (88 orang) menjawab sangat
setuju, 11,21% responden (13 orang) menjawab setuju, 6,03% responden (7
orang) menjawab tidak setuju, dan 6,90% responden (8 orang) menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian (tabel VI) menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 87,07%.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, menurut Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria
dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka pasal 2 ayat (1), nomor ijin edar dikeluarkan dan diawasi oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
2) Melihat obat palsu melalui nomor ijin edar
Pernyataan ke-11 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Dari nomor ijin
edar saya dapat mengetahui obat tersebut palsu atau tidak”. Hasil dari
kuisioner menyatakan bahwa 19,83% responden (23 orang) menjawab sangat
setuju, 13,79% responden (16 orang) menjawab setuju, 8,62% responden (10
orang) menjawab tidak setuju, dan 57,76% responden (67 orang) menjawab
sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel VI) menunjukkan bahwa sebagian
besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut,
dengan persentase sebesar 66,38%.
Salah satu cara untuk mengetahui obat palsu adalah dengan melihat nomor
ijin edar. Nomor ijin edar yang dipalsukan akan dapat ditelusuri dengan melihat
52
kesesuaian kode nomor dengan fisik produk serta data pada Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Kepentingan adanya nomor ijin edar juga ditegaskan
didalam pertimbangan butir (a) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana
pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
3. Nomor batch
Tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor batch pada kemasan obat
tradisional, yang meliputi kebiasaan membaca responden, persepsi dan
pengetahuan responden tergolong rendah. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang nomor batch sebesar 29,31%.
Nomor batch yang tercantum pada kemasan obat juga merupakan hal penting
untuk diperhatikan. Nomor batch merupakan kode yang diberikan oleh industri
farmasi yang bertujuan untuk memudahkan dilakukan penelusuran balik bila
terjadi suatu masalah pada produk obat yang beredar dipasaran, baik masalah
keamanan dan ataupun masalah mutu.
Tabel VII. Pemahaman responden mengenai nomor batch
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang nomor batch.
22,41% 77,59% TIDAK SETUJU
Bagi saya informasi tentang nomor batch itu tidak penting.
57,76% 42,24% SETUJU
Saya tahu bahwa nomor batch digunakan untuk memudahkan penelusuran jika ada obat yang gagal produksi atau rusak.
23,28% 76,72% TIDAK SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-12 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang nomor batch”. Hasil dari kuisioner menyatakan
53
bahwa 10,34% responden (12 orang) menjawab sangat setuju, 12,07% responden
(14 orang) menjawab setuju, 5,17% responden (6 orang) menjawab tidak setuju,
dan 72,42% responden (84 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
(tabel VII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 77,59%.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang nomor batch.
b. Persepsi responden mengenai nomor batch
Pernyataan ke-13 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang nomor batch itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 47,41% responden (55 orang) menjawab sangat setuju,
10,34% responden (12 orang) menjawab setuju, 14,66% responden (17 orang)
menjawab tidak setuju, dan 27,59% responden (32 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian (tabel VII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
57,76%.
Sebagian responden berpendapat bahwa nomor batch tidak penting karena
ketidaktahuan responden terhadap kegunaanya, hal ini dapat dilihat dari
pernyataan ke-14 dimana diketahui persentase pengetahuan kegunaan nomor
batch hanya sebesar 23,28%.
54
c. Pengetahuan
Pernyataan ke-14 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu
bahwa nomor batch digunakan untuk memudahkan penelusuran jika ada
obat yang gagal produksi atau rusak”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa
13,79% responden (16 orang) menjawab sangat setuju, 9,49% responden (11
orang) menjawab setuju, 6,90% responden (8 orang) menjawab tidak setuju, dan
69,82 % responden (81 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
(tabel VII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 76,72%.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI, No: 246/Menkes/
Per/V/1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat
tradisional bab 1 pasal 1 ayat (15), nomor batch memudahkan penelusuran balik
bila jika terjadi suatu masalah pada produk obat yang beredar dipasaran, baik
masalah keamanan dan ataupun masalah mutu.
4. Nama produk
Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi nama produk pada
kemasan obat tradisional, yang meliputi : pengetahuan dan kebiasaan membaca
responden responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8) diperoleh
tingkat pemahaman masyarakat tentang nama produk sebesar 98,71%. Sebanyak
69 dari 69 orang responden memilih nama produk sebagai faktor utama yang
menjadi pertimbangkan dalam pemilihan obat. Mereka lebih percaya dan lebih
memilih obat tradisional yang sudah terkenal dimasyarakat daripada yang belum,
hal ini dikarenakan ketakutan masyarakat akan beredarnya obat tradisional palsu.
55
Tabel VIII. Pemahaman responden mengenai logo
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya tahu pada setiap kemasan obat tradisional pasti terdapat nama produk/merk.
99,14% 0,86% SETUJU
Saya tidak pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah warna kemasannya.
1,72% 98,28% TIDAK SETUJU
a. Pengetahuan
Pernyataan ke-15 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu pada
setiap kemasan obat tradisional pasti terdapat nama produk/merk”. Hasil
dari kuisioner menyatakan bahwa 83,62% responden (97 orang) menjawab sangat
setuju, 15,52% responden (18 orang) menjawab setuju dan 0,86% responden (1
orang) menjawab tidak setuju,. Hasil penelitian (tabel VIII) menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut,
dengan persentase sebesar 99,14%.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang nama produk atau merk.
b. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-16 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak
pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah
warna kemasannya”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 1,72% responden
(2 orang) menjawab setuju, 13,79% responden (16 orang) menjawab tidak setuju,
dan 84,48% responden (98 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
56
(tabel VIII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 98,28%.
Menurut responden warna kemasan bukanlah indentitas yang baik untuk
diingat dan diperhatikan, karena tak jarang bentuk dan warna kemasan ditiru
produk lain. Tujuannya adalah mendompleng atau mendongkrak popularitas
supaya bisa bersaing dengan produk yang ditiru.
5. Khasiat atau kegunaan
Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi khasiat yang ada pada
kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi
dan pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi indikasi sebesar
93,68%. Sebanyak 11 dari 69 orang responden memilih informasi tentang khasiat
sebagai faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat, selain
nama produk. Indikasi menunjukkan kemanfaatan dari obat yang digunakan.
Informasi tentang indikasi berguna untuk panduan penggunaan obat, termasuk
menyaring informasi dari promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga
penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.
Penggunaan obat akan tidak efektif bila tidak sesuai indikasi
Tabel IX. Pemahaman responden mengenai khasiat atau kegunaan
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang khasiat/kegunaan yang ada pada kemasan.
97,41% 2,59% SETUJU
Bagi saya informasi tentang khasiat/kegunaan itu tidak penting.
3,45% 96,55% TIDAK SETUJU
Saya tahu setiap bahan penyusun yang ada pada kemasan memiliki khasiat/kegunaan tersendiri
87,07% 12,93% SETUJU
57
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-17 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang khasiat/kegunaan yang ada pada kemasan”.
Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 88,79% responden (103 orang) menjawab
sangat setuju, 8,62% responden (10 orang) menjawab setuju, 0,86% responden (1
orang) menjawab tidak setuju, dan 1,72% responden (2 orang) menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian (tabel IX) menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 97,41%. Penggunaan obat dikatakan tepat dan benar jika
seorang konsumen cermat dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi,
sehingga didalam penggunaannya obat dapat menghasilkan efek yang optimal dan
meminimalkan potensi resiko.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang khasiat atau kegunaan.
b. Persepsi responden mengenai khasiat atau kegunaan
Pernyataan ke-18 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang khasiat/kegunaan itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 1,72% responden (2 orang) menjawab sangat setuju, 1,72%
responden (2 orang) menjawab setuju, 7,76% responden (9 orang) menjawab tidak
setuju, dan 88,79% responden (103 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
58
penelitian (tabel IX) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
96,55%. Informasi tentang indikasi penting untuk diketahui, karena infomasi ini
digunakan sebagai panduan penggunaan obat termasuk menyaring informasi dari
promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga penggunaan obat akan benar
sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.
c. Pengetahuan
Pernyataan ke-19 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu
setiap bahan penyusun yang ada pada kemasan memiliki khasiat/ kegunaan
tersendiri”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 57,76% responden (67
orang) menjawab sangat setuju, 29,31% responden (34 orang) menjawab setuju,
6,90% responden (8 orang) menjawab tidak setuju, dan 6,03% responden (7
orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel IX) menunjukkan
bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 87,07%.
Ada sebagian responden (12,93%) cenderung tidak setuju dengan
pernyataan tersebut, menurut Handayani dan Suharmiati (2002), komposisi obat
tradisional yang biasa diproduksi oleh industri obat tradisional dalam bentuk obat
tradisional pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan
bervariasi sehingga memungkinkan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan
tanaman obat.
59
6. Efek samping
Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi efek samping pada
kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi
dan pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi efek samping
81,90%. Sama halnya dengan informasi indikasi pada kemasan obat tradisonal,
informasi tentang efek sampingpun berguna sebagai panduan penggunaan obat,
termasuk menyaring informasi dari promosi obat yang banyak dilakukan,
sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.
Tabel X. Pemahaman responden mengenai efek samping
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang efek samping.
95,69% 4,31% SETUJU
Bagi saya informasi tentang efek samping itu tidak penting.
1,72% 98,28% TIDAK SETUJU
Menurut saya semua obat tradisional tidak memiliki efek samping.
48,28% 51,72% TIDAK SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-20 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang efek samping”. Hasil dari kuisioner menyatakan
bahwa 83,62% responden (97 orang) menjawab sangat setuju, 12,07% responden
(14 orang) menjawab setuju, 1,72% responden (2 orang) menjawab tidak setuju,
dan 2,59% responden (3 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian
(tabel X) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab
setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 95,69%. Penggunaan
obat dikatakan tepat dan benar jika seorang konsumen cermat dan kritis terhadap
60
apa yang mereka konsumsi, sehingga didalam penggunaannya obat dapat
menghasilkan efek yang optimal dan meminimalkan potensi resiko.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang efek samping.
b. Persepsi responden mengenai efek samping
Pernyataan ke-21 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang efek samping itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 0,86% responden (1 orang) menjawab sangat setuju, 0,86%
responden (1 orang) menjawab setuju, 6,03% responden (7 orang) menjawab tidak
setuju, dan 92,24% responden (107 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian (tabel X) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
98,28%. Infomasi efek samping berguna sebagai panduan menyaring informasi
dari promosi obat yang banyak dilakukan, sehingga penggunaan obat akan benar
sesuai dengan jenis dan kondisi penderita.
c. Pengetahuan
Pernyataan ke-22 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
semua obat tradisional tidak memiliki efek samping”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 38,79% responden (45 orang) menjawab sangat setuju, 9,48%
responden (11 orang) menjawab setuju, 22,41% responden (26 orang) menjawab
61
tidak setuju, dan 29,31% responden (34 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian (tabel X) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 51,72%.
Ada sebagian responden (48,28%) cenderung setuju dengan pernyataan
tersebut, padahal pernyataan tersebut tidaklah benar. Menurut Winata (2003)
sangat keliru bila mengganggap obat tradisional tidak memiliki efek samping,
karena bagaimanapun tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional
mengandung zat kimia yang dapat menimbulkan reaksi saat berinteraksi dengan
tubuh.
7. Cara pemakaian
Tingkat pemahaman masyarakat tentang informasi cara pemakaian pada
kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi
dan pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang cara pemakaian sebesar
92,82%. Informasi tentang cara pemakaian berguna sebagai panduan penggunaan
obat, sehingga penggunaan obat akan benar sesuai dengan jenis dan kondisi
penderita. Kekeliruan karena pemakaian obat yang salah sangatlah merugikan.
Tabel XI. Pemahaman responden mengenai cara pemakaian
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang cara pemakaian yang ada pada kemasan.
94,84% 5,17% SETUJU
Bagi saya informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting.
0,86% 99,14% TIDAK SETUJU
Bagi saya cara pemakaian untuk semua obat tradisional sama.
15,52% 84,48% TIDAK SETUJU
62
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-23 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang cara pemakaian yang ada pada kemasan”. Hasil
dari kuisioner menyatakan bahwa 84,48% responden (98 orang) menjawab sangat
setuju, 10,34% responden (12 orang) menjawab setuju, 2,54% responden (3
orang) menjawab tidak setuju, dan 2,59% responden (3 orang) menjawab sangat
setuju. Hasil penelitian (tabel XI) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
94,48%. Penggunaan obat dikatakan tepat dan benar jika seorang konsumen
cermat dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi, sehingga didalam
penggunaannya obat dapat menghasilkan efek yang optimal dan meminimalkan
potensi resiko.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang cara pemakaian.
b. Persepsi responden mengenai cara pemakaian
Pernyataan ke-24 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 0,86% responden (1 orang) menjawab sangat setuju, 8,62%
responden (10 orang) menjawab tidak setuju, dan 90,52% responden (105 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel XI) menunjukkan bahwa
63
sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 99,14%.
Menurut Soesilo (1995), suatu obat yang penggunaanya tidak disertai
informasi yang benar dan tepat akan menyebabkan tidak tercapainya sasaran
upaya kesehatan, bahkan dapat memungkinkan terjadinya efek yang merugikan
seperti keracunan dan timbulnya efek samping. Obat akan bermanfaat apabila
digunakan secara tepat dan benar.
c. Pengetahuan
Pernyataan ke-25 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya cara
pemakaian untuk semua obat tradisional sama”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 9,48% responden (11 orang) menjawab sangat setuju, 6,03%
responden (7 orang) menjawab setuju, 16,38% responden (19 orang) menjawab
tidak setuju, dan 68,10% responden (79 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian (tabel XI) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 84,48%.
Dari pernyataan tersebut tidaklah benar jika cara pemakaian semua obat
tradisional sama, cara pemakaian salah satunya harus memperhitungkan faktor
usia. Hal ini berkaitan dengan dosis dan indikasi dari obat tradisional tersebut.
Menurut Stoklosa dan Ansel (1996) umur seseorang menjadi pertimbangan dalam
menentukan dosis pemakaian obat utamanya untuk anak-anak dan orang yang
lajut usia.
64
8. Keterangan kadaluwarsa
Tingkat pemahaman masyarakat tentang keterangan kadaluwarsa pada
kemasan obat tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi
dan pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang keterangan kadaluwarsa sebesar
92,89%. Sebanyak 51 dari 69 orang responden memilih keterangan kadaluwarsa
sebagai faktor utama yang menjadi pertimbangkan dalam pemilihan obat, selain
nama produk. Menurut Chosin (2001) waktu kadaluwarsa adalah salah satu
penanda yang banyak digunakan sebagai indikator mutu dan keamanan terhadap
paparan waktu.
Tabel XII. Pemahaman responden mengenai keterangan kadaluwarsa
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang tanggal kadaluwarsa yang ada pada kemasan.
97,41% 2,59% SETUJU
Bagi saya informasi tentang tanggal kadaluwarsa itu tidak penting.
0,86% 99,14% TIDAK SETUJU
Menurut saya semua obat tradisional memiliki tanggal kadaluwarsa.
75,86% 24,14% SETUJU
Menurut saya obat tradisional yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi.
0,86% 99,14% TIDAK SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-26 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang tanggal kadaluwarsa yang ada pada kemasan”.
Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 92,24% responden (107 orang) menjawab
sangat setuju, 5,17% responden (6 orang) menjawab setuju, 0,86% responden (1
orang) menjawab tidak setuju, dan 1,72% responden (2 orang) menjawab sangat
tidak setuju. Hasil penelitian (tabel XII) menunjukkan bahwa sebagian besar
65
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 97,41%.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang tanggal kadaluwarsa.
b. Persepsi responden mengenai keterangan kadaluwarsa
Pernyataan ke-27 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang tanggal kadaluwarsa itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 0,86% responden (1 orang) menjawab sangat setuju, 3,45%
responden (4 orang) menjawab tidak setuju, dan 95,69% responden (111 orang)
menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel XII) menunjukkan bahwa
sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan
tersebut, dengan persentase sebesar 99,14%. Sangatlah penting untuk selalu
memperhatikan tanggal kadaluwarsa pada kemasan, guna menghindari efek yang
merugikan seperti keracunan dan timbulnya efek samping.
c. Pengetahuan
1) Ada atau tidaknya tanggal kadaluwarsa
Pernyataan ke-28 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
semua obat tradisional memiliki tanggal kadaluwarsa”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 51,72% responden (60 orang) menjawab sangat setuju,
24,14% responden (28 orang) menjawab setuju, 8,62% responden (10 orang)
66
menjawab tidak setuju, dan 15,52% responden (18 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian (tabel XII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
75,86%.
Ada sebagian responden (24,14%) menyatakan obat tradisional tidak
memiliki tanggal kadaluwarsa, hal tersebut tidaklah benar karena obat tradisional
dapat mengalami penurunan mutu dan keamanan akibat kondisi lingkungan
penanganan, pengangkutan dan penyimpanan sebelum digunakan (Chosin, 2001).
2) Obat tradisional yang kadaluwarsa
Pernyataan ke-29 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
obat tradisional yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi”. Hasil
dari kuisioner menyatakan bahwa 0,86% responden (1 orang) menjawab sangat
setuju, 2,59% responden (3 orang) menjawab tidak setuju, dan 96,55% responden
(112 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel XII)
menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju
pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 99,14%. Obat tradisional
yang sudah kadaluwarsa tidak boleh dikonsumsi karena terjadi penurunan mutu
dan keamanan.
9. Kontraindikasi
Tingkat pemahaman masyarakat tentang kontraindikasi pada kemasan obat
tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan
pengetahuan responden tergolong cukup tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang kontraindikasi sebesar 62,29%.
67
Kebanyakan responden tidak paham tentang informasi kontraindikasi, terutama
pengertian serta manfaat dari informasi kontraindikasi.
Tabel XIII. Pemahaman responden mengenai kontraindikasi
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang kontraindikasi.
64,66% 35,34% SETUJU
Bagi saya informasi tentang kontraindikasi itu tidak penting.
10,34% 89,66% TIDAK SETUJU
Menurut saya semua orang boleh minum obat tradisional, walaupun sedang hamil dan menyusui atapun mengalami gangguan fungsi organ.
18,10% 81,90% TIDAK SETUJU
Menurut saya kontraindikasi sama artinya dengan efek samping.
87,07% 12,93% SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-30 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang kontraindikasi”. Hasil dari kuisioner menyatakan
bahwa 43,10% responden (50 orang) menjawab sangat setuju, 21,55% responden
(25 orang) menjawab setuju, 11,21% responden (13 orang) menjawab tidak
setuju, dan 24,14% responden (28 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian (tabel XIII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 64,66%.
Kebanyakan responden tidak membaca informasi tentang kontraindikasi, hal ini
mungkin disebabkan karena ketidakpahaman responden baik itu pengertian
maupun manfaat dari informasi kontraindikasi.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
68
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang kontraindikasi.
b. Persepsi responden mengenai kontraindikasi
Pernyataan ke-31 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang kontraindikasi itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 7,76% responden (9 orang) menjawab sangat setuju, 2,59%
responden (3 orang) menjawab setuju, 25% responden (29 orang) menjawab tidak
setuju, dan 64,66% responden (75 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil
penelitian (tabel XIII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
89,66%. Beberapa responden menganggap informasi tentang kontraindikasi tidak
penting karena responden tidak mengerti apa yang dimaksud dengan
kontraindikasi. Kontraindikasi menurut responden adalah efek samping.
c. Pengetahuan
1) Penggunaan obat tradisional pada ibu hamil, menyusui atau yang mengalami
gangguan fungsi organ
Pernyataan ke-32 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
semua orang boleh minum obat tradisional, walaupun sedang hamil dan
menyusui atapun mengalami gangguan fungsi organ”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 14,66% responden (17 orang) menjawab sangat setuju, 3,45%
responden (4 orang) menjawab setuju, 15,52% responden (18 orang) menjawab
tidak setuju, dan 66,38% responden (77 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian (tabel XIII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
69
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 81,90%.
Masih ada responden (18,10)% yang menganggap setiap obat tradisional
aman dikonsumsi oleh wanita hamil dan menyusui ataupun yang mengalami
gangguan fungsi organ. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat masa
kehamilan merupakan masa yang rentan terhadap interaksi atau komplikasi dari
zat atau makanan atau asupan yang masuk terutama bagi janin dalam kandungan.
Suhadi (2000) menyatakan bahwa penggunaan obat tradisional tidak boleh
berlebihan terutama bila seseorang dalam keadaan hamil karena dikhawatirkan
dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Begitu juga untuk yang
mengalami gangguan fungsi organ.
2) Pengertian kontraindikasi
Pernyataan ke-33 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
kontraindikasi sama artinya dengan efek samping”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 72,41% responden (84 orang) menjawab sangat setuju,
14,66% responden (17 orang) menjawab setuju, 3,45% responden (4 orang)
menjawab tidak setuju, dan 3,45% responden (4 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian (tabel XIII) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar
87,07%. Kebanyakan menilai kontraindikasi sama artinya dengan efek samping,
hal tersebut tidak benar. Kontraindikasi adalah setiap keadaan, teristimewa setiap
keadaan penyakit yang menyebabkan suatu cara pengobatan tidak tepat atau tidak
dikehendaki, sedangkan efek samping adalah efek lain yang ditimbulkan selain
70
efek utama. Jadi keliru bila menganggap kontraindikasi sama dengan efek
samping.
10. Komposisi
Tingkat pemahaman masyarakat tentang komposisi pada kemasan obat
tradisional, yang meliputi : kebiasaan membaca responden, persepsi dan
pengetahuan responden tergolong tinggi. Dari hasil penelitian (gambar 8)
diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang komposisi sebesar 85,06%.
Banyaknya komponen penyusun obat tadisional yang ditulis dalam bahasa latin,
menjadi salah satu kendala bagi responden untuk bisa lebih peduli terhadap
kegunaan masing-masing bahan penyusun obat tradisional.
Tabel XIV. Pemahaman responden mengenai komposisi
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan Saya selalu membaca informasi tentang komposisi yang ada pada kemasan.
74,14% 25,86% SETUJU
Bagi saya informasi tentang komposisi itu tidak penting
15,52% 84,48% TIDAK SETUJU
Menurut saya obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat.
96,55% 3,45% SETUJU
a. Kebiasaan membaca responden
Pernyataan ke-34 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya selalu
membaca informasi tentang komposisi yang ada pada kemasan”. Hasil dari
kuisioner menyatakan bahwa 43,97% responden (51 orang) menjawab sangat
setuju, 30,17% responden (35 orang) menjawab setuju, 6,90% responden (8
orang) menjawab tidak setuju, dan 18,97% responden (22 orang) menjawab
sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel XIV) menunjukkan bahwa sebagian
besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 74,14%. Kebanyakan responden (25,86) tidak membaca
71
informasi tentang komposisi, hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya
komponen penyusun obat tadisional yang ditulis dalam bahasa latin.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab V pasal 17 ayat (2),
informasi yang tercantum pada pembungkus salah satunya harus berisi informasi
tentang komposisi
b. Persepsi responden mengenai komposisi
Pernyataan ke-35 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Bagi saya
informasi tentang komposisi itu tidak penting”. Hasil dari kuisioner
menyatakan bahwa 3,45% responden (4 orang) menjawab sangat setuju, 17,07%
responden (14 orang) menjawab setuju, 21,55% responden (25 orang) menjawab
tidak setuju, dan 62,93% responden (73 orang) menjawab sangat tidak setuju.
Hasil penelitian (tabel XIV) menunjukkan bahwa sebagian besar responden
cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase
sebesar 84,48%. Beberapa responden menganggap informasi tentang komposisi
tidak penting karena ketidaktahuan responden terhadap kegunaan masing-masing
bahan yang digunakan dalam obat tradisional.
c. Pengetahuan
Pernyataan ke-36 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Menurut saya
obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat”. Hasil dari
kuisioner menyatakan bahwa 87,93% responden (102 orang) menjawab sangat
setuju, 8,62% responden (10 orang) menjawab setuju, 0,86% responden (1 orang)
72
menjawab tidak setuju, dan 2,59% responden (3 orang) menjawab sangat tidak
setuju. Hasil penelitian (tabel XIV) menunjukkan bahwa sebagian besar
responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan
persentase sebesar 96,55%.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI, No: 246/Menkes/
Per/V/1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat
tradisional bab V pasal (23) butir (c), obat tradisional tidak boleh mengandung
bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat.
C. Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan
1. Sumber pengenalan
Sumber pengenalan tentang obat tradisional yang diperoleh responden
dapat diperoleh dari berbagai sumber. Berikut ini adalah gambaran mengenai
sumber pengenalan jamu.
Gambar 9. Sumber pengenalan jamu
73
Dari data (gambar 9) dapat dilihat bahwa sumber pengenalan jamu yang
paling dominan adalah keluarga atau teman yakni sebesar 48,29%. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kotler (2006) bahwa keluarga, saudara dan teman merupakan
kelompok acuan yang mempunyai pengaruh langsung pada diri konsumen, karena
mereka selalu berinteraksi dengan konsumen. Untuk peran tenaga kesehatan
dalam upaya pemanfaatan kembali bahan alam (back to nature), masih tergolong
rendah yakni 2,13%, dengan kondisi seperti ini peran tenaga kesehatan khususnya
Apoteker sangatlah dibutuhkan sebagai sumber informasi.
Menurut Handayani (2006) kalangan medis belum dapat menerima
penggunaan obat tradisional pada pelayanan kesehatan konvensional karena:
Pertama, mereka menganggap bahwa pengobatan tradisional sebagai cara yang
tidak ilmiah dan tidak berharga, karena memberikan bahan yang tidak benar dan
tidak tepat serta menyebabkan orang sakit menjadi terlambat mencari pengobatan
yang lebih baik (konvensional). Mereka menganggap bahwa mengingatkan
masyarakat agar menjauhi pengobatan tradisional adalah merupakan bagian
tugasnya untuk melindungi kesehatan masyarakat. Kedua, mereka menganggap
bodoh orang yang percaya pengobatan tradisional. Mereka menganggap orang
yang menggunakan jasa pengobatan tradisional sebagai orang yang tidak mampu
membedakan mana pelayanan kesehatan yang legal dan yang tidak legal.
2. Tujuan penggunaan jamu
Obat tradisional dapat digunakan untuk mencegah penyakit (preventif),
pengobatan (kuratif), peningkatan kesehatan (promotif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif). Berikut gambaran mengenai tujuan penggunaan jamu.
74
Gambar 10. Tujuan penggunaan jamu Sumber : Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008)
Dari data (gambar 10) dapat dilihat bahwa tujuan penggunaan jamu yang
paling besar adalah untuk memulihkan kesehatan dengan persentase 48,29%.
Selanjutnya untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan mengobati
penyakit dengan persentase 26,5%, 25,36% dan 19,08%.
Penggunaan jamu untuk pengobatan tergolong kecil, responden lebih
mengandalkan tenaga medis khususnya dokter. Duke (2000) mengatakan bahwa
jangan pernah menjadi dokter untuk diri sendiri dalam hal pemakaian obat
tradisional terutama untuk mengatasi penyakit-penyakit yang berat. Perlu adanya
seorang ahli terutama dalam hal obat tradisional atau bukti klinis untuk penegasan
diagnosa penyakit. Jadi tidak hanya pengobatan berdasarkan pengalaman saja
yang berupa try and error.
3. Alasan pememilihan jamu
Setiap individu dalam menentukan perilaku kesehatan, pasti dilandasi oleh
berbagai alasan guna menetukan alternatif pemiliharaan kesehatan.
75
Gambar 11. Alasan pemilihan jamu
Dari data (gambar 11) yang diperoleh 28,65% responden memilih jamu
karena mudah didapat. Kemudian karena jamu tidak menimbulkan efek samping
dengan persentase 26,17%, selanjutnya karena murah, manjur dan lainnya dengan
persentase 25,62%, 17,91% dan 1,65%.
Faktor kemudahan dalam memperoleh, keamanan, biaya dan manfaat
menjadi pertimbangan reponden dalam pemilihan jamu sebagai alternatif
pemeliharaan kesehatan. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh
Sarwono (2007) bahwa orang akan mempertimbangkan manfaat yang nyata,
resiko, untung rugi dan kemudahan mengerjakan sebelum memutuskan untuk
menerima atau menolak ide yang ditawarkan.
4. Hasil yang diperoleh
Dari data (tabel XV) hasil yang diperoleh responden setelah
menggunakan jamu yaitu sebanyak 75,18% responden menyatakan sembuh
76
sementara atau hanya meredakan gejala dan 24,82% reponden menyatakan
sembuh total atau lebih bugar.
Tabel XV. Hasil yang diperoleh
Hasil yang dirasakan responden sangatlah menetukan perilaku responden
selanjutnya. Ini sesuai dengan teori inovasi Rogers (cit Sarwono, 2007) tentang
innovation decision process di mana seseorang yang telah mengetahui dan
menaruh perhatian terhadap suatu ide serta memberi penilaian, akan mencoba
memakainya dan bila menyukainya atau mendapatkan hasil seperti yang
diharapkan maka orang tersebut akan mengadopsi ide atau hal baru tersebut,
dalam hal ini tentang penggunaan jamu dan selanjutnya akan membentuk sikap
atau perilaku dari individu tersebut.
5. Alasan pemilihan jamu instan dan jamu ramuan segar
Sebanyak 72,41% responden lebih memilih menggunakan jamu ramuan
segar dari pada jamu instan, dengan alasan (gambar 12) : alami dan tidak
mengandung bahan pengawet (18,82%), aman dan terjamin kualitasnya (16,78%),
harga yang terjangkau (14,74%), banyaknya jamu instan palsu yang beredar
(14,29%), sudah turun temurun (13,61%), tahu cara meraciknya (13,15%), dan
lainnya (8,61%).
No. Jawaban Jumlah (n) Persentase 1. Sembuh total (lebih bugar) 35 24,82% 2. Sembuh sementara (meredakan gejala) 106 75,18% 3. Tambah parah 0 0 4. Tidak berkasiat 0 0 Total 141 100
77
Gambar 12. Alasan memilih jamu ramuan segar Sumber : Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008)
Apabila dilihat dari alasan pemilihan jamu ramuan segar (gambar 12) ada
hal menarik, yakni faktor banyaknya jamu palsu yang beredar ternyata menjadi
suatu hal yang menakutkan bahkan menjadi trauma bagi sebagian masyarakat
dalam pemilihan jamu instan (14,29%). Hal ini didukung hasil wawancara
(Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008), di mana seorang ibu menceritakan
pengalaman pribadinya sewaktu mengkonsumsi jamu instan. Ibu tersebut
berharap mendapatkan hasil yang lebih baik setelah mengkonsumsi jamu, tetapi
bukan itu yang didapatkannya. Ibu tersebut harus mendapat perawatan intensif di
rumah sakit setelah mengkonsumsi jamu instan tersebut. Walaupun sang ibu
selamat, tetapi janin yang berada didalam kandungan dan temannya yang ikut
mengkonsumsi meninggal. Itulah salah satu kenyataan yang dihadapi masyarakat
kita saat ini.
78
Gambar 13. Alasan memilih jamu instan Sumber : Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008)
Sedangkan sebanyak 27,59 responden lebih memilih menggunakan jamu
instan dari pada jamu instan, dengan alasan (gambar 13) : lebih hiegienis dan
praktis (28,83%), Mudah didapat dan harga terjangkau (27,93%), jamu instan
memiliki rasa yang lebih enak (16,22%), tidak tahu cara meracik (16,22%),
kesulitan mendapat bahan baku (8,11%), lainnya (2,69%).
Jamu ramuan segar menurut responden adalah jamu yang dibuat sendiri
dengan cara direbus atau diperas dan dibuat dari bahan-bahan alami 29,13%, jamu
ramuan segar adalah jamu gendong 28,08%, jamu yang berbentuk cair yang sudah
langsung dapat diminum tanpa perlu diolah lagi 23,10%, jamu yang bukan buatan
pabrik dan tidak dikemas 19,69%. Jenis jamu ramuan segar yang sering dibuat
oleh responden adalah kunyit asam. Pada kesempatan ini pula penulis
menanyakan cara pembuatan kunyit asam, di mana sebanyak 17 dari 24 reponden
membuat kunyit asam dengan cara dikupas terlebih dahulu kemudian diparut atau
diblender setelah itu direbus dan hasil parutan kemudian diperas.
79
Tabel XVI. Cara pembuatan kunyit asam
Jamu instan menurut responden adalah jamu buatan pabrik yang sudah
dikemas 39,93%, jamu umumnya berbentuk serbuk yang penggunaannya tinggal
diseduh 36,63%, jamu yang dijual di toko obat atau warung jamu 19,41%, dan
jamu yang dibuat dengan bentuk sediaan modern seperti bentuk tablet, kapsul, pil,
salep, krim 4,03%. Pengetahuan masyarakat tentang bentuk sediaan lain pada
jamu selain serbuk tergolong rendah, hal ini mungkin disebabkan karena
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap logo (Wisely, Hartini dan Djunarko,
2008).
No. Jawaban Jumlah (n) Persentase 1. Kupas – diiris – dijemur – direbus 3 12,50% 2. Kupas – diiris – direbus 1 4,17% 3. Kupas – parut/blender – rebus – diperas 17 70,83% 4. Bakar – kupas – diparut – rebus – diperas 3 12,50% Total 24 100
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden di Desa Maguwoharjo adalah ibu rumah tangga,
berusia 26-30 tahun, bertingkat pendidikan lulus SLTA atau sederajat, dengan
pengeluaran per bulan < Rp 1.500.000,-.
2. Pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional
tergolong tinggi untuk nama produk (98,71%), indikasi (93,68%), keterangan
kadaluwarsa (92,89%), cara pemakaian (92,82%), komposisi (85,06%), efek
samping (81,90%) dan kontraindikasi (62,29%). Sedangkan yang masih
tergolong rendah adalah logo (8,19%), nomor batch (29,31%) dan nomor ijin
edar (48,28%).
3. Faktor yang melatarbelakangi atau alasan masyarakat lebih memilih
menggunakan jamu ramuan segar daripada jamu instan, karena alami dan
tidak mengandung bahan pengawet (18,82%), lebih aman dan terjamin
kualitasnya (16,78%), harga yang terjangkau (14,74%), banyaknya jamu
instan palsu yang beredar di pasaran (14,29%), sudah turun temurun (13,61%),
karena sudah tahu cara meraciknya (13,15%), dan lainnya (8,61%).
81
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik reponden dengan pemahaman obat tradisional berdasarkan
informasi pada kemasan dan hubungan antara karakteristik reponden dengan
alasan pemilihan jamu ramuan segar atau jamu instan.
2. Untuk peran tenaga kesehatan dalam upaya pemanfaatan kembali bahan alam
(back to nature), masih tergolong rendah sehingga dengan kondisi seperti ini
peran tenaga kesehatan khususnya Apoteker sangatlah dibutuhkan sebagai
sumber informasi.
3. Masyarakat masih belum paham tentang logo, nomor ijin edar dan nomor
batch oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi.
82
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indoensia, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta
Anonim, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan No: 949/Menkes/Per/VI/2000 tentang Registrasi Obat, Departemen Kesehatan Republik Indoensia, Jakarta
Anonim, 2002, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.23.02769 tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, Dan Tanggal Kadaluwarsa Pada Penandaan Atau Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, Dan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2004, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Azwar, S., 1995, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi II, 106-125, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 1-71, Pustaka belajar, Yogyakarta.
Azwar, S., 2004, Penyusunan Skala Psikologi, 83-104, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Chosin, A., 2001, Kajian Waktu Dasaluwarsa Obat Tradisional Bentuk Serbuk, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, http//digilib.litbang.depkes.go.id/, diakses tanggal 4 agustus 2008
83
Duke, J. A., 2000, Herb Green Medicine, 106-113, C.R.C. Boka Raton Inc Florida
Hadi, S., 1991, Analisis Butir Untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan Basica, 1-21, Andi Offset, Yogyakarta
Hakim, L., 2002, Kajian Strategis Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Alam Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, 9-17, Universitas Surabaya, Surabaya
Handayani, L., dan Suharmiati, 2002, Meracik Obat Tradisional Secara Rasional, Medika, Vol. XXVIII, Tahun 2002, 648-651
Handayani, L., 2006, Pengobatan Konvensional : Antara Kekuatan dan Kelemahan, Medika, Vol. XXXII, Tahun 2006, 216-221
Holt, G. A., dan Hall, L., 1990, The Self-Care Movement, Handbook of Nonprescription Drugs, 9
th edition, 1-10, AphA, Washington D.C.
Kodim, N., 2000, Kontaminasi Mikroorganisme Pada Jamu Gendong, Medika Tahun XXXVI, Tahun 2000, 416
Kotler, P., 2006, Managemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol, 229-273, Prenhallindo, Jakarta
Mowen, J., dan Minor, M., 2002, Perilaku Konsumen, Erlangga, Jakarta
Notoadmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, 79-92, P.T. Rineka Cipta, Jakarta
Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, 133-151, 205-217, Rhineka Cipta, Jakarta
Pratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Cetakan 5, 10-18, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta
Sarwono, S., 2007, Sosiologi Kesehatan, 1-9,54-79, UGM Press, Yogyakarta.
Schwartz, W.K., & Hoopes, JM., 1990, Patient Assesment and Drug Consultatin, Handbook of Non Prescription Drugs, 9
th edition, 11-20, AphA,
Washington D.C.
Smet, B., 1994, Psikologi Kesehatan, 7-32, Gramedia Widiasaranai Indonesia, Jakarta.
Soedibyo, B. R. A. Mooryati, 1998, Alam Sumber Kesehatan dan Kegunaannya, 1-11, Balai Pustaka, Jakarta
84
Soesilo, S., 1995, Perkembangan dan Pelaksanaan Kebijakan Obat Nasional di Indonesia, 2-3, UGM, Yogyakarta
Stoklosa, M. J., and Ansel, H. C., 1996, Pharmaceutical Calculations, 10th edition, 57-77, William and willkins, USA
Suhadi, R., 2000, Keluarga Sehat dengan Biaya Murah Melalui Sistem Perawatan Sendiri, Seri Menyongsong Milenium ke-3, Mencegah Penyakit Lebih Murah daripada Mengobati Penyakit, 95-111, USD, Yogyakarta
Suparno, A.S., 2001, Membangun Kompetensi Belajar, 6-11, Departeman Pendidikan Nasional, Jakarta
Winata, S. D., 2003, Cara Bijak Menggunakan Obat Herbal, Meditek, Vol. XI, Tahun 2002, 50-55
Wisely, Hartini., Y.S, Djunarko., I, 2008, Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasar Kemasan dan Motivasi Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan Pada Masyarakat Desa Maguwohardjo Depok Sleman Yogyakarta, Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI, Yogyakarta
85
Lampiran 1. Peta Desa Maguwoharjo
86
Lampiran 2. Hasil uji validitas
VAR00001 Pearson
Correlation .500(*) VAR00011 Pearson
Correlation -0.04 VAR00021 Pearson
Correlation .538(*) Sig. (2-tailed)
0.025 Sig. (2-tailed) 0.866 Sig. (2-
tailed) 0.014 N 20 N
20 N 20
VAR00002 Pearson Correlation
0.152 VAR00012 Pearson Correlation .505(*)
VAR00022 Pearson Correlation .489(*)
Sig. (2-tailed)
0.522 Sig. (2-tailed) 0.023 Sig. (2-
tailed) 0.029 N 20 N
20 N 20
VAR00003 Pearson Correlation
0.332 VAR00013 Pearson Correlation .452(*)
VAR00023 Pearson Correlation 0.251
Sig. (2-tailed)
0.153 Sig. (2-tailed) 0.045 Sig. (2-
tailed) 0.285 N 20 N
20 N 20
VAR00004 Pearson Correlation
.517(*) VAR00014 Pearson Correlation .574(**)
VAR00024 Pearson Correlation 0.419
Sig. (2-tailed)
0.02 Sig. (2-tailed) 0.008 Sig. (2-
tailed) 0.066 N 20 N
20 N 20
VAR00005 Pearson Correlation
.557(*) VAR00015 Pearson Correlation -0.137
VAR00025 Pearson Correlation .588(**)
Sig. (2-tailed)
0.011 Sig. (2-tailed) 0.565 Sig. (2-
tailed) 0.006 N 20 N
20 N 20
VAR00006 Pearson Correlation
.489(*) VAR00016 Pearson Correlation .631(**)
VAR00026 Pearson Correlation 0.394
Sig. (2-tailed)
0.029 Sig. (2-tailed) 0.003 Sig. (2-
tailed) 0.086 N 20 N
20 N 20
VAR00007 Pearson Correlation
.540(*) VAR00017 Pearson Correlation 0.339
VAR00027 Pearson Correlation .460(*)
Sig. (2-tailed)
0.014 Sig. (2-tailed) 0.144 Sig. (2-
tailed) 0.041 N 20 N
20 N 20
VAR00008 Pearson Correlation
.522(*) VAR00018 Pearson Correlation .524(*)
VAR00028 Pearson Correlation .572(**)
Sig. (2-tailed)
0.018 Sig. (2-tailed) 0.018 Sig. (2-
tailed) 0.008 N 20 N
20 N 20
VAR00009 Pearson Correlation
.659(**) VAR00019 Pearson Correlation .513(*)
VAR00029 Pearson Correlation .498(*)
Sig. (2-tailed)
0.002 Sig. (2-tailed) 0.021 Sig. (2-
tailed) 0.025 N 20 N
20 N 20
VAR00010 Pearson Correlation
0.049 VAR00020 Pearson Correlation 0.277
VAR00030 Pearson Correlation 0.437
Sig. (2-tailed)
0.838 Sig. (2-tailed) 0.236 Sig. (2-
tailed) 0.054 N 20 N
20 N 20
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
87
VAR00031
Pearson Correlation 0.424
VAR00041 Pearson Correlation 0.322
VAR00051 Pearson Correlation 0.293
Sig. (2-tailed) 0.062 Sig. (2-
tailed) 0.166 Sig. (2-tailed) 0.21
N 20 N 20 N 20 VAR00032
Pearson Correlation .599(**)
VAR00042 Pearson Correlation .502(*)
VAR00052 Pearson Correlation .531(*)
Sig. (2-tailed) 0.005 Sig. (2-
tailed) 0.024 Sig. (2-tailed) 0.016
N 20 N 20 N 20 VAR00033
Pearson Correlation .539(*)
VAR00043 Pearson Correlation .593(**)
VAR00053 Pearson Correlation .562(**)
Sig. (2-tailed) 0.014 Sig. (2-
tailed) 0.006 Sig. (2-tailed) 0.01
N 20 N 20 N 20 VAR00034
Pearson Correlation .450(*)
VAR00044 Pearson Correlation .484(*)
VAR00054 Pearson Correlation .470(*)
Sig. (2-tailed) 0.047 Sig. (2-
tailed) 0.031 Sig. (2-tailed) 0.036
N 20 N 20 N 20 VAR00035
Pearson Correlation -0.271
VAR00045 Pearson Correlation .498(*)
VAR00055 Pearson Correlation 0.315
Sig. (2-tailed) 0.247 Sig. (2-
tailed) 0.025 Sig. (2-tailed) 0.176
N 20 N 20 N 20 VAR00036
Pearson Correlation 0.223
VAR00046 Pearson Correlation 0.243
VAR00056 Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed) 0.344 Sig. (2-
tailed) 0.301 Sig. (2-tailed) .
N 20 N 20 N 20 VAR00037
Pearson Correlation .636(**)
VAR00047 Pearson Correlation .690(**)
Sig. (2-tailed) 0.003 Sig. (2-
tailed) 0.001N 20 N 20
VAR00038
Pearson Correlation .519(*)
VAR00048 Pearson Correlation .483(*)
Sig. (2-tailed) 0.019 Sig. (2-
tailed) 0.031N 20 N 20
VAR00039
Pearson Correlation .599(**)
VAR00049 Pearson Correlation .601(**)
Sig. (2-tailed) 0.005 Sig. (2-
tailed) 0.005 N 20 N 20
VAR00040
Pearson Correlation 0.346
VAR00050 Pearson Correlation .491(*)
Sig. (2-tailed) 0.135 Sig. (2-
tailed) 0.028 N 20 N 20
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
88
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas
Correlations
ganjil genap ganjil Pearson
Correlation 1 .863(**)
Sig. (2-tailed) . .000 N 20 20
genap Pearson Correlation .863(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 . N 20 20
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
89
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian
Kuisioner
Alamat : ……………
Umur : ……………
Pekerjaan : ……………
Tingkat Pendidikan Terakhir : ……………
Pengeluaran per bulan : a. < 1.500.000
b. 1.500.000 – 2.500.000
c. 2.500.000 – 3.500.000
d. >3.500.000
PENGETAHUAN TENTANG KEMASAN OBAT TRADISIONAL
Petunjuk Baca dan pahami setiap pernyataan dengan baik kemudian berilah tanda (X) pada
kolom yang telah tersedia. Pilihan jawaban atas pernyataan-pernyataan tersebut
adalah sebagai berikut :
STS : bila Anda menjawab Sangat Tidak Setuju terhadap pertanyaan
TS : bila Anda menjawab Tidak Setuju terhadap pertanyaan
S : bila Anda menjawab Setuju terhadap pertanyaan
SS : bila Anda menjawab Sangat Setuju terhadap pertanyaan
Jawaban yang diberikan tidak akan mendapat penilaian BENAR atau SALAH, sebab
jawaban yang paling benar adalah yang sesuai dengan apa yang Anda ketahui.
Contoh
No Pertanyaan SS S TS STS
1. Saya cinta kebudayaan Indonesia X
90
No Pernyataan SS S TS STS1. Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu,
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
2.
Saya tidak tahu logo diatas adalah logo Jamu. Logo Jamu yang saya kenal seperti logo dibawah.
3.
Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar.
4.
Saya tahu ini adalah logo Fitofarmaka.
5. Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
6. Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)
7. Saya tidak tahu bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
8. Saya selalu membaca informasi tentang nomor ijin edar. 9. Bagi saya informasi tentang nomor ijin edar itu tidak
penting.
10. Saya tahu bahwa nomor ijin edar dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
11. Dari nomor ijin edar saya dapat mengetahui obat tersebut palsu atau tidak.
12. Saya selalu membaca informasi tentang nomor batch. 13. Bagi saya informasi tentang nomor batch itu tidak penting.
91
No Pernyataan SS S TS STS14. Saya tahu bahwa nomor batch digunakan untuk
memudahkan penelusuran jika ada obat yang gagal produksi atau rusak.
15. Saya tahu pada setiap kemasan obat tradisional pasti terdapat nama produk/merk.
16. Saya tidak pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah warna kemasannya.
17. Saya selalu membaca informasi tentang khasiat/kegunaan yang ada pada kemasan.
18. Bagi saya informasi tentang khasiat/kegunaan itu tidak penting.
19. Saya tahu setiap bahan penyusun yang ada pada kemasan memiliki khasiat/kegunaan tersendiri
20. Saya selalu membaca informasi tentang efek samping. 21. Bagi saya informasi tentang efek samping itu tidak penting. 22. Menurut saya semua obat tradisional tidak memiliki efek
samping.
23. Saya selalu membaca informasi tentang cara pemakaian yang ada pada kemasan.
24. Bagi saya informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting.
25. Bagi saya cara pemakaian untuk semua obat tradisional sama.
26. Saya selalu membaca informasi tentang tanggal kadaluwarsa yang ada pada kemasan.
27. Bagi saya informasi tentang tanggal kadaluwarsa itu tidak penting.
28. Menurut saya semua obat tradisional memiliki tanggal kadaluwarsa.
29. Menurut saya obat tradisional yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi.
30. Saya selalu membaca informasi tentang kontraindikasi. 31. Bagi saya informasi tentang kontraindikasi itu tidak
penting.
32. Menurut saya semua orang boleh minum obat tradisional, walaupun sedang hamil dan menyusui atapun mengalami gangguan fungsi organ.
33. Menurut saya kontraindikasi sama artinya dengan efek samping.
34. Saya selalu membaca informasi tentang komposisi yang ada pada kemasan.
35. Bagi saya informasi tentang komposisi itu tidak penting 36. Menurut saya obat tradisional tidak boleh mengandung
bahan kimia obat.
92
MOTIVASI PENGGUNAAN JAMU INSTAN ATAU RAMUAN SEGAR Petunjuk Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
1. Apa yang anda ketahui tentang jamu? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Jamu yang saya ketahui tidak ada yang lain selain jamu gendong. b. Jamu yang dibuat sendiri dari bahan-bahan alami. c. Jamu yang berbentuk serbuk yang penggunaannya tinggal diseduh. d. Jamu buatan pabrik yang sudah dikemas. e. Lainnya………………………………………
2. Apa yang anda ketahui tentang jamu instan? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Jamu yang dijual di toko obat / warung jamu b. Jamu umumnya berbentuk serbuk yang penggunaannya tinggal diseduh c. Jamu buatan pabrik yang sudah dikemas. d. Jamu yang dibuat dengan bentuk sediaan modern seperti bentuk tablet, kapsul, pil,
salep, krim. e. Lainnya………………………………………
3. Apa yang anda ketahui tentang jamu ramuan segar? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Jamu ramuan segar yang saya tahu adalah jamu gendong. b. Jamu yang berbentuk cair yang sudah langsung dapat diminum tanpa perlu diolah lagi c. Jamu yang bukan buatan pabrik dan tidak dikemas. d. Jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau diremes dan dibuat dari bahan-
bahan alami. e. Lainnya………………………………………
4. Dari siapa Anda mengenal jamu? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Keluarga/Teman b. Tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan) c. Pengalaman masa lalu d. Iklan surat kabar/buku/majalah/televisi/radio e. Lainnya………………………………………
5. Mengapa Anda memilih mengkonsumsi jamu? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Murah b. Mudah didapat c. Manjur d. Tidak menimbulkan efek samping e. Lainnya………………………………………
6. Tujuan Anda mengkonsumsi jamu? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Mencegah penyakit b. Mengobati penyakit c. Memulihkan kesehatan d. Meningkatkan kesehatan e. Lainnya………………………………………
93
7. Bagaimana hasil yang Anda dapatkan setelah mengkonsumsi jamu? a. Sembuh total b. Sembuh sementara c. Tambah parah d. Tidak berkasiat e. Lainnya………………………………………
8. Antara jamu instan dan jamu segar, mana yang anda sering gunakan? a. Jamu instan b. Jamu ramuan segar
Alasan : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… 9. Mana yang Anda pilih antara jamu instan dan jamu ramuan segar?
a. Jamu instan (silakan melanjutkan soal nomor 10) b. Jamu ramuan segar (silakan melanjutkan soal nomor 11)
10. Anda lebih memilih jamu instan daripada jamu ramuan segar, karena (jawaban boleh
lebih dari satu) a. Kesulitan mendapat bahan baku jamu ramuan segar b. Saya tidak tahu cara meracik jamu segar c. Jamu instan mudah diperoleh dan harga terjangkau d. Jamu instan lebih higienis (bersih) dan praktis e. Jamu instan memiliki rasa yang enak f. Lainnya……………….
Alasan : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… 11. Anda lebih memilih jamu ramuan segar daripada jamu instan, karena
(jawaban boleh lebih dari satu) a. Sudah turun temurun b. Saya tahu cara meracik jamu segar c. Jamu ramuan segar harganya lebih murah d. Jamu ramuan segar lebih aman dan terjamin kualitasnya e. Jamu ramuan segar lebih alami dan tidak mengandung bahan pengawet f. Maraknya isu mengenai jamu instan palsu yang beredar dipasaran g. Lainnya ……………….
Alasan : ………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………
- TERIMA KASIH -
94
Lampiran 5. Karakteristik responden
NO USIA ALAMAT PENDIDIKAN PEKERJAAN PENGELUARAN 1 42 DENOKAN SLTA IRT <1.500.000 2 38 DENOKAN D3 IRT 1.500.000-2.500.000 3 54 DENOKAN SMP IRT 2.500.000-3.500.000 4 31 DENOKAN SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 5 44 TIMBULREJO SMP WIRASWASTA <1.500.000 6 40 TIMBULREJO SMP WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 7 37 TIMBULREJO SMP IRT <1.500.000 8 40 TIMBULREJO SLTA SWASTA <1.500.000 9 29 KEPUHSARI SMA SWASTA 1.500.000-2.500.000 10 26 KEPUHSARI SMU IRT 1.500.000-2.500.000 11 27 KEPUHSARI SMA SWASTA <1.500.000 12 26 KEPUHSARI SMU IRT <1.500.000 13 40 JENENGAN SLTA IRT <1.500.000 14 60 JENENGAN SMP IRT 1.500.000-2.500.000 15 50 JENENGAN SMP IRT 1.500.000-2.500.000 16 26 JENENGAN SLTP IRT 1.500.000-2.500.000 17 28 KARANGNONGKO RT11 SMP BURUH 1.500.000-2.500.000 18 45 KARANGNONGKO RT11 SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 19 26 KARANGNONGKO RT11 SMP IRT <1.500.000 20 41 KARANGNONGKO RT11 SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 21 40 KARANGNONGKO RT07 SMA IRT <1.500.000 22 50 KARANGNONGKO RT07 SD BURUH <1.500.000 23 27 KARANGNONGKO RT07 SMP IRT <1.500.000 24 52 KARANGNONGKO RT07 SMP BURUH <1.500.000 25 28 KARANGNONGKO RT10 SMU IRT <1.500.000 26 39 KARANGNONGKO RT10 SD IRT <1.500.000 27 34 KARANGNONGKO RT10 SD IRT 1.500.000-2.500.000 28 44 KARANGNONGKO RT10 SLTP WIRASWASTA <1.500.000 29 38 KARANGNONGKO RT09 SLTA IRT <1.500.000 30 27 KARANGNONGKO RT09 SMK SWASTA <1.500.000 31 55 KARANGNONGKO RT09 D3 GURU >3.500.000 32 27 KARANGNONGKO RT09 S1 KARYAWAN 1.500.000-2.500.000 33 58 TAJEM SD IRT 1.500.000-2.500.000 34 28 TAJEM SMK IRT <1.500.000 35 28 TAJEM SLTA IRT <1.500.000 36 48 TAJEM SKKA WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 37 37 PANJEN RT06 SLTA SWASTA <1.500.000 38 30 PANJEN RT06 SMEA IRT <1.500.000 39 28 PANJEN RT06 SLTP IRT <1.500.000 40 49 PANJEN RT06 SMP DAGANG >3.500.000 41 37 PANJEN RT05 SMEA SATPAM <1.500.000 42 30 PANJEN RT05 SMA IRT <1.500.000 43 33 PANJEN RT05 S1 WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 44 35 PANJEN RT05 SMA DAGANG >3.500.000 45 34 PASEKAN RT05 S1 IRT 1.500.000-2.500.000 46 53 PASEKAN RT05 SMA WIRASWASTA <1.500.000 47 29 PASEKAN RT05 SMP IRT 2.500.000-3.500.000 48 29 PASEKAN RT05 SD IRT 2.500.000-3.500.000 49 34 PASEKAN RT06 SMA IRT <1.500.000 50 31 PASEKAN RT06 SMEA IRT 1.500.000-2.500.000 51 28 PASEKAN RT06 SMK IRT <1.500.000 52 26 PASEKAN RT06 SMK IRT <1.500.000 53 29 PASEKAN RT07 SLTA SWASTA 1.500.000-2.500.000 54 55 PASEKAN RT07 SD PETANI <1.500.000 55 55 PASEKAN RT07 D3 GURU SD 1.500.000-2.500.000 56 59 PASEKAN RT07 SMP IRT <1.500.000 57 36 SINGOSUTAN S1 GURU 1.500.000-2.500.000 58 40 SINGOSUTAN S1 PNS 1.500.000-2.500.000 59 31 SINGOSUTAN SPK IRT <1.500.000 60 36 SINGOSUTAN SMA POLISI 1.500.000-2.500.000 61 47 BEDREK SD WIRASWASTA <1.500.000 62 30 BEDREK SD IRT 1.500.000-2.500.000
95
63 45 BEDREK SD SWASTA 1.500.000-2.500.000 64 38 BEDREK SMA IRT 1.500.000-2.500.000 65 41 TEMPELSARI RT03 SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 66 26 TEMPELSARI RT03 SMK IRT <1.500.000 67 28 TEMPELSARI RT03 SMK IRT <1.500.000 68 44 TEMPELSARI RT03 SMP IRT <1.500.000 69 50 TEMPELSARI RT04 SD IRT <1.500.000 70 34 TEMPELSARI RT04 SMA IRT 1.500.000-2.500.000 71 55 TEMPELSARI RT04 SD IRT <1.500.000 72 58 TEMPELSARI RT04 SD IRT <1.500.000 73 31 SAMBILEGI KIDUL SMA IRT 1.500.000-2.500.000 74 30 SAMBILEGI KIDUL SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 75 35 SAMBILEGI KIDUL SMP IRT 1.500.000-2.500.000 76 27 SAMBILEGI KIDUL SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 77 30 SAMBILEGI LOR S1 WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 78 58 SAMBILEGI LOR SLTA PENSIUNAN 1.500.000-2.500.000 79 53 SAMBILEGI LOR SMP SWASTA <1.500.000 80 38 SAMBILEGI LOR SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 81 29 RINGIN SARI SLTP IRT 1.500.000-2.500.000 82 28 RINGIN SARI SMK SWASTA <1.500.000 83 51 RINGIN SARI SLTA SWASTA <1.500.000 84 41 RINGIN SARI SMEA IRT 1.500.000-2.500.000 85 38 MAGUWO SMA IRT <1.500.000 86 30 MAGUWO SMA IRT <1.500.000 87 27 MAGUWO SMA IRT <1.500.000 88 28 MAGUWO S1 WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 89 26 SANTAN RT09 D3 IRT <1.500.000 90 57 SANTAN RT09 SARJANA MUDA IRT 1.500.000-2.500.000 91 30 SANTAN RT09 SMEA WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 92 40 SANTAN RT09 PGTK GURU TK <1.500.000 93 40 SANTAN RT08 SMEA IRT 1.500.000-2.500.000 94 35 SANTAN RT08 SLTA WIRASWASTA <1.500.000 95 41 SANTAN RT08 SD WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 96 45 SANTAN RT08 SMP BURUH 1.500.000-2.500.000 97 28 NAYAN D3 IRT <1.500.000 98 27 NAYAN SMU IRT <1.500.000 99 54 NAYAN SD IRT <1.500.000
100 35 NAYAN SD IRT <1.500.000 101 39 NANGGULAN RT14 S2 PNS 1.500.000-2.500.000 102 34 NANGGULAN RT14 SLTA IRT 1.500.000-2.500.000 103 38 NANGGULAN RT14 SLTA SWASTA <1.500.000 104 58 NANGGULAN RT14 SD IRT <1.500.000 105 56 NANGGULAN RT03 SMP IRT <1.500.000 106 44 NANGGULAN RT03 SMP IRT 1.500.000-2.500.000 107 53 NANGGULAN RT03 SLTA WIRASWASTA 1.500.000-2.500.000 108 30 NANGGULAN RT03 SLTA IRT <1.500.000 109 50 NANGGULAN RT13 SMP IRT <1.500.000 110 40 NANGGULAN RT13 SD IRT <1.500.000 111 28 NANGGULAN RT13 S1 WIRASWASTA <1.500.000 112 30 NANGGULAN RT13 SLTA IRT <1.500.000 113 27 NANGGULAN RT10 SMA IRT 1.500.000-2.500.000 114 40 NANGGULAN RT10 SMU IRT 1.500.000-2.500.000 115 36 NANGGULAN RT10 SMA IRT 1.500.000-2.500.000 116 51 NANGGULAN RT10 SD IRT 1.500.000-2.500.000
96
Lampiran 6. Hasil kuisioner pemahaman tentang kemasan obat tradisional
No Pernyataan SS S TS STS 1. Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal,
yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
1 0,86%
9 7,76%
103 88,79%
3 2,59%
2.
Saya tidak tahu logo diatas adalah logo Jamu. Logo Jamu yang saya kenal seperti logo dibawah.
88 75,86%
15 12,93%
5 4,31%
8 6,90%
3.
Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar.
2 1,72%
4 3,45%
8 6,90%
102 87,93%
4.
Saya tahu ini adalah logo Fitofarmaka.
-
6 5,17%
6 5,17%
104 89,66%
5. Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
84 72,41%
15 12,93%
9 7,76%
8 6,90%
6. Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)
98 84,49%
11 9,48%
7 6,03%
-
7. Saya tidak tahu bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
99 85,34%
9 7,76%
7 6,03%
1 0,87%
8. Saya selalu membaca informasi tentang nomor ijin edar.
40 34,48%
23 19,83%
3 2,59%
50 43,10%
9. Bagi saya informasi tentang nomor ijin edar itu tidak penting.
4 3,45%
5 4,31%
26 22,41%
81 69,83%
97
10. Saya tahu bahwa nomor ijin edar dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
88 75,86%
13 11,21%
7 6,03%
8 6,90%
11. Dari nomor ijin edar saya dapat mengetahui obat tersebut palsu atau tidak.
23 19,83%
16 13,79%
10 8,62%
67 57,76%
12. Saya selalu membaca informasi tentang nomor batch.
12 10,34%
14 12,07%
6 5,17%
84 72,42%
13. Bagi saya informasi tentang nomor batch itu tidak penting.
55 47,41%
12 10,34%
17 14,66%
32 27,59%
14. Saya tahu bahwa nomor batch digunakan untuk memudahkan penelusuran jika ada obat yang gagal produksi atau rusak.
16 13,79%
11 9,48%
8 6,90%
81 69,82%
15. Saya tahu pada setiap kemasan obat tradisional pasti terdapat nama produk/merk.
97 83,62%
18 15,52%
1 0,86%
-
16. Saya tidak pernah memperhatikan nama produk/merk, yang saya perhatikan adalah warna kemasannya.
- 2 1,72%
16 13,79%
98 84,48%
17. Saya selalu membaca informasi tentang khasiat/kegunaan yang ada pada kemasan.
103 88,79%
10 8,62%
1 0,86%
2 1,72%
18. Bagi saya informasi tentang khasiat/kegunaan itu tidak penting.
2 1,72%
2 1,72%
9 7,76%
103 88,79%
19. Saya tahu setiap bahan penyusun yang ada pada kemasan memiliki khasiat/kegunaan tersendiri
67 57,76%
34 29,31%
8 6,90%
7 6,03%
20. Saya selalu membaca informasi tentang efek samping.
97 83,62%
14 12,07%
2 1,72
3 2,59%
21. Bagi saya informasi tentang efek samping itu tidak penting.
1 0,86%
1 0,86%
7 6,03%
107 92,24%
22. Menurut saya semua obat tradisional tidak memiliki efek samping.
45 38,79%
11 9,48%
26 22,41%
34 29,31%
23. Saya selalu membaca informasi tentang cara pemakaian yang ada pada kemasan.
98 84,48%
12 10,34%
3 2,59
3 2,59%
24. Bagi saya informasi tentang cara pemakaian itu tidak penting.
1 0,86%
- 10 8,62%
105 90,52%
25. Bagi saya cara pemakaian untuk semua obat tradisional sama.
11 9,48%
7 6,03%
19 16,38%
79 68,10%
26. Saya selalu membaca informasi tentang tanggal kadaluwarsa yang ada pada kemasan.
107 92,24%
6 5,17%
1 0,86%
2 1,72%
27. Bagi saya informasi tentang tanggal kadaluwarsa itu tidak penting.
1 0,86%
- 4 3,45%
111 95,69%
28. Menurut saya semua obat tradisional memiliki tanggal kadaluwarsa.
60 51,72%
28 24,14%
10 8,62%
18 15,52%
29. Menurut saya obat tradisional yang sudah kadaluwarsa masih boleh dikonsumsi.
1 0,86%
- 3 2,59%
112 96,55%
30. Saya selalu membaca informasi tentang kontraindikasi.
50 43,10%
25 21,55%
13 11,21%
28 24,14%
98
31. Bagi saya informasi tentang kontraindikasi itu tidak penting.
9 7,76%
3 2,59%
29 25
75 64,66%
32. Menurut saya semua orang boleh minum obat tradisional, walaupun sedang hamil dan menyusui atapun mengalami gangguan fungsi organ.
17 14,66%
4 3,45%
18 15,52%
77 66,38v
33. Menurut saya kontraindikasi sama artinya dengan efek samping.
84 72,41%
17 14,66%
4 3,45%
4 3,45%
34. Saya selalu membaca informasi tentang komposisi yang ada pada kemasan.
51 43,97%
35 30,17%
8 6,90%
22 18,97%
35. Bagi saya informasi tentang komposisi itu tidak penting
4 3,45%
14 12,07%
25 21,55%
73 62,93%
36. Menurut saya obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat.
102 87,93%
10 8,62%
1 0,86%
3 2,59%
99
Lampiran 7. Hasil kuisioner alasan penggunaan jamu instan atau ramuan segar 1. Apa yang anda ketahui tentang jamu?
2. Apa yang anda ketahui tentang jamu instan?
3. Apa yang anda ketahui tentang jamu ramuan segar?
4. Dari siapa Anda mengenal jamu?
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Jamu yang saya ketahui tidak ada yang lain selain
jamu gendong. 93
23,79% 2. Jamu yang dibuat sendiri dari bahan-bahan alami. 112 28,64% 3. Jamu yang berbentuk serbuk yang
penggunaannya tinggal diseduh. 92
23,53% 4. Jamu buatan pabrik yang sudah dikemas. 94 24,04% 5. Lainnya: 0 0 Total 391 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Jamu yang dijual di toko obat / warung jamu 53 19,41% 2. Jamu umumnya berbentuk serbuk yang
penggunaannya tinggal diseduh 100
36,63% 3. Jamu buatan pabrik yang sudah dikemas. 109 39,93% 4. Jamu yang dibuat dengan bentuk sediaan modern
seperti bentuk tablet, kapsul, pil, salep, krim. 11
4,03% 5. Lainnya 0 0 Total 273 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Jamu ramuan segar yang saya tahu adalah jamu
gendong. 107 28.08%
2. Jamu yang berbentuk cair yang sudah langsung dapat diminum tanpa perlu diolah lagi 88
23,10%
3. Jamu yang bukan buatan pabrik dan tidak dikemas. 75
19,69%
4. Jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau diremes dan dibuat dari bahan-bahan alami. 111
29,13%
5. Lainnya 0 0 Total 381 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Keluarga/Teman 113 48,29% 2. Tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan) 5 2,13% 3. Pengalaman masa lalu 16 6,84% 4. Iklan surat kabar/buku/majalah/televisi/radio 92 39,32% 5. Lainnya (Penjual 8) 8 3,42% Total 234 100%
100
5. Mengapa Anda memilih mengkonsumsi jamu?
6. Tujuan Anda mengkonsumsi jamu?
7. Bagaimana hasil yang Anda dapatkan setelah mengkonsumsi jamu?
8. Antara jamu instan dan jamu segar, mana yang anda sering gunakan?
9. Mana yang Anda pilih antara jamu instan dan jamu ramuan segar?
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Murah 93 25,62% 2. Mudah didapat 104 28,65% 3. Manjur 65 17,91% 4. Tidak menimbulkan efek samping 95 26,17% 5. (Enak 1, Aman1, Menyusui 2, Tambah nafsu
makan 2) 6 1,65%
Total 363 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Mencegah penyakit 89 25,36% 2. Mengobati penyakit 67 19,08% 3. Memulihkan kesehatan 102 29,06% 4. Meningkatkan kesehatan 93 26,50% 5. Lainnya 0 0 Total 351 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Sembuh total 35 24,82% 2. Sembuh sementara (mengurangi) 106 75,18% 3. Tambah parah 0 0 4. Tidak berkasiat 0 0 Total 141 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Jamu instan 32 27,59% 2. Jamu ramuan segar 84 72,41% Total 116 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Jamu instan (silakan melanjutkan soal nomor 10) 32 27,59% 2. Jamu ramuan segar (silakan melanjutkan soal
nomor 11) 84 72,41%
Total 116 100%
101
10. Anda lebih memilih jamu instan daripada jamu ramuan segar, karena
11. Anda lebih memilih jamu ramuan segar daripada jamu instan, karena
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Kesulitan mendapat bahan baku jamu ramuan
segar 9 8,11%
2. Saya tidak tahu cara meracik jamu segar 18 16,22% 3. Jamu instan mudah diperoleh dan harga
terjangkau 31 27,93%
4. Jamu instan lebih higienis (bersih) dan praktis 32 28,83% 5. Jamu instan memiliki rasa yang enak 18 16,22% 6. Lainnya (Repot 1, Takaran terukur 2) 3 2,69% Total 111 100%
No. Jawaban Jumlah Persentase 1. Sudah turun temurun 60 13,61% 2. Saya tahu cara meracik jamu segar 58 13,15% 3. Jamu ramuan segar harganya lebih murah 65 14,74% 4. Jamu ramuan segar lebih aman dan terjamin
kualitasnya 74 16,78%
5. Jamu ramuan segar lebih alami dan tidak mengandung bahan pengawet 83
18,82%
6. Maraknya isu mengenai jamu instan palsu yang beredar dipasaran 63
14,29%
7. Lainnya (Jamu instan ditambah bahan kimia 8, Lebih mudah didapat 12, Tidak ada efek samping 6, Manjur 3, Enak 9)
38
8,61%
Total 441 100%
102
Lampiran 8. Tabel random
(diambil dari http://www.mrs.umn.edu/randomnumbersII.html 12 juni 2008)
39634 62349 74088 65564 16379 19713 39153 69459 17986 24537 14595 35050 40469 27478 44526 67331 93365 54526 22356 93208 30734 71571 83722 79712 25775 65178 07763 82928 31131 30196 64628 89126 91254 24090 25752 03091 39411 73146 06089 15630 42831 95113 43511 42082 15140 34733 68076 18292 69486 80468 80583 70361 41047 26792 78466 03395 17635 09697 82447 31405 00209 90404 99457 72570 42194 49043 24330 14939 09865 45906 05409 20830 01911 60767 55248 79253 12317 84120 77772 50103 95836 22530 91785 80210 34361 52228 33869 94332 83868 61672 65358 70469 87149 89509 72176 18103 55169 79954 72002 20582 72249 04037 36192 40221 14918 53437 60571 40995 55006 10694 41692 40581 93050 48734 34652 41577 04631 49184 39295 81776 61885 50796 96822 82002 07973 52925 75467 86013 98072 91942 48917 48129 48624 48248 91465 54898 61220 18721 67387 66575 88378 84299 12193 03785 49314 39761 99132 28775 45276 91816 77800 25734 09801 92087 02955 12872 89848 48579 06028 13827 24028 03405 01178 06316 81916 40170 53665 87202 88638 47121 86558 84750 43994 01760 96205 27937 45416 71964 52261 30781 78545 49201 05329 14182 10971 90472 44682 39304 19819 55799 14969 64623 82780 35686 30941 14622 04126 25498 95452 63937 58697 31973 06303 94202 62287 56164 79157 98375 24558 99241 38449 46438 91579 01907 72146 05764 22400 94490 49833 09258 62134 87244 73348 80114 78490 64735 31010 66975 28652 36166 72749 13347 65030 26128 49067 27904 49953 74674 94617 13317 81638 36566 42709 33717 59943 12027 46547 61303 46699 76243 46574 79670 10342 89543 75030 23428 29541 32501 89422 87474 11873 57196 32209 67663 07990 12288 59245 83638 23642 61715 13862 72778 09949 23096 01791 19472 14634 31690 36602 62943 08312 27886 82321 28666 72998 22514 51054 22940 31842 54245 11071 44430 94664 91294 35163 05494 32882 23904 41340 61185 82509 11842 86963 50307 07510 32545 90717 46856 86079 13769 07426 67341 80314 58910 93948 85738 69444 09370 58194 28207 57696 25592 91221 95386 15857 84645 89659 80535 93233 82798 08074 89810 48521 90740 02687 83117 74920 25954 99629 78978 20128 53721 01518 40699 20849 04710 38989 91322 56057 58573 00190 27157 83208 79446 92987 61357 38752 55424 94518 45205 23798 55425 32454 34611 39605 39981 74691 40836 30812 38563 85306 57995 68222 39055 43890 36956 84861 63624 04961 55439 99719 36036 74274 53901 34643 06157 89500 57514 93977 42403 95970 81452 48873 00784 58347 40269 11880 43395 28249 38743 56651 91460 92462 98566 72062 18556 55052 47614 80044 60015 71499 80220 35750 67337 47556 55272 55249 79100 34014 17037 66660 78443 47545 70736 65419 77489 70831 73237 14970 23129
103
Lampiran 9. Surat ijin BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
104
Lampiran 10. Surat ijin BAPPEDA Kabupaten Sleman
105
Lampiran 11. Surat ijin Pemerintah Desa Maguwoharjo
106
BIOGRAFI PENULIS
Inosensius Wisely, merupakan anak pertama dari pasangan
Hermawan, SH dan Henny, SH. Lahir di Pemangkat, pada
tanggal 20 Juli 1987. Pendidikan awal dimulai di Taman
Kanak-Kanak Karuna, Singkawang pada tahun 1991-1993,
Sekolah Dasar Panca Setya 1, Sintang pada tahun 1993-1999.
Dilanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Panca
Setya 1, Sintang pada tahun 1999-2002. Kemudian naik ke jenjang Sekolah
Menengah Umum Stella Duce Bantul, Yogyakarta pada tahun 2002-2005.
Selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan
Tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa
studi pada tahun 2009. Selama kuliah, penulis pernah menjabat sebagai Komisaris
Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) komisariat
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta masa jabatan 2007 dan Ketua Aksi
Kampanye Informasi Obat (KIO) tahun 2006.
top related