stomatitis css new (yoyo)
Post on 29-Dec-2015
89 Views
Preview:
TRANSCRIPT
CLINICAL SCIENCE SESSION
STOMATITIS APTOSA DAN
STOMATITIS HERPETIKA
Oleh
Khairul Hafidz Alkhair Khairul Amin 1301-1210-0215
Thavva Prisinna Kandaiah 1301-1208-2001
Preceptor
Dian Ariani, drg.
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP HASAN SADIKIN
BANDUNG
2010
PENDAHULUAN
Stomatitis secara singkat didefinisikan sebagai radang pada jaringan lunak
mulut atau secara awam disebut juga sariawan. Stomatitis adalah peradangan pada
lapisan mukosa mulut, beberapa bagian diantaranya termasuk gusi, lidah, bibir,
dan atap ataupun dinding mulut. Kata “stomatitis” secara bahasa artinya
peradangan pada mulut, peradangan ini dapat disebabkan oleh kondisi yang terjadi
pada mulut itu sendiri, seperti oral higiene yang buruk, pemasangan geligi palsu
yang tidak baik, luka bakar karena makanan dan minuman yang panas, atau
karena kondisi yang mempengaruhi seluruh tubuh, seperti pengobatan, reaksi
alergi, atau infeksi. Stomatitis biasanya terasa nyeri, dengan disertai kemerahan,
bengkak, berdarah, atau nafas menjadi bau. Stomatitis dapat terjadi pada setiap
jenjang usia, mulai dari bayi hingga dewasa.1
Stomatitis dapat ringan dan terlokalisasi atau parah dan menyebar. Nyeri
yang terjadi pun bervariasi. Stomatitis dapat berupa pembengkakan dan
kemerahan dari mukosa mulut atau ulkus yang menyebar (satu atau multipel).
Bentuk lain dari stomatitis adalah lesi yang berwarna putih, dan mulut yang
tampak normal, namun bentuk ini jarang ditemukan. Karena nyeri, terkadang
orang yang sariawan menghindari makan, terkadang hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi dan malnutrisi. Infeksi sekunder terkadang terjadi. Pada beberapa orang
dan kondisi, stomatitis dapat berulang2.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan stomatitis. Penggunaan sikat gigi
yang tidak baik, dinding mulut yang tergigit, atau gigi yang bergerigi dapat
menyebabkan iritasi pada mulut. Pernapasan kronis melalui mulut dikarenakan
saluran pada nasal tersumbat dapat mengakibatkan mukosa mulut menjadi kering,
sehingga dapat menimbulkan iritasi. Penyakit seperti gonorrhea, campak, herpes,
AIDS, dan kekurangan vitamin C dapat menyebabkan stomatitis. 1
Secara umum stomatitis dapat disebabkan oleh konsumsi minuman
beralkohol yang berlebihan, makanan pedas, makanan yang panas, atau merokok.
Sensitivitas pada obat kumur, pasta gigi, dan lipstik dapat mengiritasi lapisan pada
mulut. Terpapar dengan benda-benda padat seperti merkuri, timah, atau bismut
dapat mengakibatkan stomatitis. 1
1
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis lesi dan gambaran klinisnya stomatitis dapat dibagi
menjadi:
1. Lesi vesikulobulus
Lesi vesikulobulus mempunyai penampilan warna putih atau
putih agak keabu-abuan ketika mereka muncul sehingga dapat
dikategorikan sebagai lesi putih ketika pemeriksaan. Namun, pada
diagnosis banding, lesi ini dikategorikan sebagai lesi tersendiri
karena lesi ini mempunyai komponen putih dan erithematosus
ketika dalam keadaan vesikulobulus dan dalam satu atau dua hari
akan pecah. Ketika pecah, lesi ini akan tampak bewarna putih
untuk sementara. Ketika lesi ini benar-benar pecah dan kosong,
penampilan putihnya akan hilang walau fragmen-fragmen dari atap
jaringan mereka ada dan memberi kesan berbercak putih untuk
beberapa waktu.
Contoh :
a) Virus Herpes Simplex (HSV)
Gingivostomatitis
Herpes Labialis
b) Virus Varicella – Zoster
Varicella
Herpes Zoster (shingles)
2. Lesi ulseratif
Ulser oral dapat dikategorikan:
a. Primer dengan manifestasi primernya erosi atau ulser
traumatik
b. Sekunder karena ulser ini terbentuk dari bentuk klinis lain
yang terulserasi misalnya dari lesi vesikulobulus. Lesi eksofitik
juga dikategorikan sebagai lesi ulser sekunder karena mereka
terulserasi akibat jejas mekanik kronik atau sebagai akibat dari
biopsi insisional.
2
Lesi ulser dapat didiagnosis dengan pemeriksan rutin dengan
mikroskop cahaya bila mereka diberi pewarnaan hematoksilin dan
eosin atau pewarnan lain.
Ulser oral dibedakan menjadi 2 golongan:
a. Short-term ulcers, yang lamanya < 3 minggu dan ruptur
secara spontan atau akibat dari perawatan non-surgical.
b. Persistent ulcers, yang lamanya berminggu-minggu,
berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun.
Ulser traumatik (pada umumnya), ulser aphthous rekuren
(kecuali aphthous mayor), ulser herpetik intraoral rekuren, dan
chancres termasuk short-term ulcers. Sedangkan aphtae mayor,
ulser dari infeksi odontogenik, ulser malignant, gummas, beberapa
ulser traumatik, dan ulser sekunder (yang berhubungan dengan
penyakit sistemik) digolongkan persistent ulcers. Persistent ulcers
harus dikategorikan sebagai malignant sampai terbukti lain.
Contoh dari lesi ulseratif adalah:
a) Lesi reaktif
Ulserasi Traumatik
b) Infeksi bakteri
Sifilis
Noma/ Chancrum Oris/ Stomatitis gangrenosa
Tuberkulosis
Leprosia
Aktinomikosis
Gonore
c) Penyakit imunologis
Stomatitis Aphtosa Rekuren
Erythema Multiforme
3. Lesi putih
Lesi putih terjadi akibat penebalan lapisan oleh keratin, hiperplasia
epitel, edema epitel interseluler, dan/ atau vaskularisasi yang
berkurang pada jaringan ikat. Lesi putih atau putih kekuning-kuningan
3
dapat juga terjadi karena koloni jamur, eksudat fibrin yang menutupi
ulser, deposit sub mukosa, atau debris permukaan. Lesi putih ini dapat
dibedakan menjadi 3 golongan:
a. Lesi yang not-removeable dengan tongue blade
(kebanyakan keratotik). Jumlah keratin yang diproduksi berbeda pada
tiap individu, tergantung dari kontrol genetik dan dipengaruhi keadaan
sistemik.
b. Lesi yang removeable dengan tongue blade (nekrotik
pseudomembranus, sloughing). Akibat pemindahan ini, mungkin
menggores mukosa sehingga meninggalkan permukaan yang berdarah.
Material yang bewarna putih mungkin epitel permukaan yang
terkoagulasi atau nekrotik atau merupakan campuran antara epitel yang
nekrotik, protein plasma, sel darah dan mikroorganisme.
c. Lesi non keratotik – non nekrotik yaitu edema jaringan
superfisial atau epitel. Yang biasanya diakibatkan oleh trauma ringan
kronik pada mukosa. Secara histologi, warna putih itu disebabkan oleh
hiperplasia epitelium, edema interseluler, dan formasi mikrovesikular
di lapisan prickle-cell (sel yang mirip duri).
Terdiri dari:
a) Lesi Reaktif
Hairy Leukoplakia
Hairy Tongue
b) Lesi Putih Lain
Geographic Tongue
Lupus Erythematosus
Lichen Planus
c) Lesi Putih Kekuning-kuningan Non-Epitel
4
Infeksi Jamur
- Kandidosis
- Kriptokokosis
- Histoplasmosis
- Fikomikosis
- Rinofikomikosis E
Fordyce’s Granules
4. Lesi merah-biru
Lesi merah-biru disebabkan oleh:
a. Dilatasi vaskular
Inflamasi
- Trauma mekanik (contoh: menggigit pipi, ill-fitting
denture).
- Trauma termal (contoh: makanan panas).
- Trauma kimiawi (contoh: cairan pencuci mulut yang
kuat).
- Infeksi (contoh: sellulitis, Ludwig’s angina).
- Alergi atau penyakit auto imun (contoh: sjögren’s
syndrome).
- Ulser dengan reaksi radang (contoh: lesi herpetik
rekuren).
Defek Kongenital (contoh: hemangioma).
b. Ekstravasasi darah (contoh: trauma dan/atau penyakit hemostatik).
c. Atrofi atau erosi mukosa (contoh: kandidiasis atrofik).
d. Kenaikan konsentrasi hemoglobin pada darah (contoh: polisitemia).
Contoh :
Burning Mouth Syndrome
Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Vitamin B
5. Lesi berpigmen
Lesi berpigmen, yang bewarna coklat, biru dan hitam, berasal
dari: akumulasi dari material bewarna dalam jumlah yang
5
abnormal atau terletak pada jaringan superfisial atau cairan yang
terdapat tepat di bawah epitelium. Timbunan material yang
menyebabkan perubahan warna dapat eksogen atau endogen.
Material eksogen yang memproduksi warna coklat, biru, atau
hitam biasanya mengandung logam berat yang tidak terdapat dalam
tubuh pada keadaan normal. Material ini biasanya masuk ke dalam
jaringan secara langsung atau diinjeksi dan dapat berasal dari
bahan pewarna, pigmen sayuran, dan pewarna lain. Material
endogen biasanya berasal dari kenaikan jumlah melanin atau
berasal dari pigmen darah atau berasal dari penumpukan logam
yang tidak normal dalam tubuh. Warna yang berasal dari material
eksogen dan endogen ini memberitahu tidak hanya tentang jumlah
pigmen tetapi juga letak/ kedalaman deposit pigmen tersebut.
Contohnya deposit melanin superfisial biasanya bewarna coklat
sedangkan deposit melanin yang lebih dalam tampak kebiruan.
Fenomena refraksi menyebabkan penampakan warna yang
abnormal pada kavitas superfisial yang terisi dengan cairan,
contohnya pada kista. Terdiri dari :
Lesi Melanositik
- Melanoma
- Nevomelanositik Nevus
Lesi Non-Melanositik
- Amalgam Tattoo (Argirosis Fokal)
6. Lesi verikulus papilare
Mukosa oral dapat menjadi salah satu tempat bagi lesi yang
secara klinis disebut sebagai lesi verikulus papilare. Mayoritas dari
lesi verikulus papilare ini adalah adalah eksofitik bening, yang
dapat tumbuh dari bagian mana saja dari mukosa oral, baik
terkeratinisasi maupun tidak. Etilogi dari lesi ini dapat berupa
virus, bakteri, jamur, trauma, dan neoplasma. Lesi ini dapat
berkembang dari yang relatif tidak berbahaya sampai dapat
mengancam hidup. Diagnosis klinis dapat bervariasi dikarenakan
6
penyebabnya sering tidak terelasi dengan kondisi yang ada. Contoh
:Verrucous Carcinoma.
Dalam pembahasan kali ini akan diutamakan pada stomatitis aptosa dan
stomatitis herpetika. 2
Dalam mendiagnosis stomatitis bukan hal yang mudah, selain dari
keterangan pasien diperlukan juga tindakan pemeriksaan fisik untuk
mengevaluasi lesi oral dan masalah kulit lainnya. Tes darah dan kultur pada
lapisan mulut yang terkena dapat dilakukan untuk kemudian diperiksa dibawah
mikroskop, untuk mengidentifikasikan jenis infeksi penyebabnya. 1
Dalam melakukan anamnesis keluhan utama, kita harus menggali durasi
terjadinya keluhan dan apakah pasien pernah mengeluhkan hal yang sama
sebelumnya. Rasa nyeri dan keparahannya harus ditanyakan. Hubungan antara
gejala dengan makanan, obat, dan substansi lain (seperti terkena zat kimia, debu,
logam, asap) juga harus ditanyakan2.
Anamnesis gejala sistemik dilakukan untuk mencari gejala-gejala yang
mungkin dapat menjadi penyebab stomatitis seperti diare kronis (inflammatory
bowel disease, celiac sprue), lesi genital (Bechet’s syndrome, sifilis), iritasi mata
(Bechet’s syndrome), dan kehilangan berat badan, lemas, serta demam (untuk
penyakit kronis yang tidak spesifik). Dalam anamnesis pun mencakup kondisi-
kondisi yang dapat menyebabkan lesi mulut, seperti Bechet’s syndrome, sifilis,
serta faktor resiko lain seperti keadaan immunocompromised (contoh kanker,
diabetes, transplantasi organ, obat immunosuppresant, HIV). Riwayat obat-obatan,
merokok, kontak seksual (terutama seks oral, dan seks tidak aman) harus
ditanyakan2.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh mulai dari tanda-tanda
vital (ada demam atau tidak), kondisi umum pasien (gejala lemah, tidak nyaman,
atau penyakit sistemik lain). Dilakukan inspeksi kulit dan mukosa yang lain
(termasuk genital) untuk melihat adanya lesi, kemerahan petechiae, atau
pengelupasan. Pemeriksaan mulut untuk mencari dan mendeskripsikan setiap lesi
yang ada2.
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak dilakukan pada pasien dengan
stomatitis akut dan tanpa gejala atau faktor resiko untuk penyakit sistemik. Jika
7
stomatitis berulang, maka dilakukan pemeriksaan darah lengkap, iron, ferritin,
vitamin B12, folat, zinc, kultur bakteri dan viral, serta antibodi endomysial. Biopsi
pada jaringan normal dan abnormal dapat dilakukan untuk lesi persisten yang
tidak mempunyai etiologi yang jelas.2
Terapi untuk stomatitis berdasarkan pada penyakit penyebabnya, tetapi
menjaga kebersihan mulut adalah hal yang utama. Makanan yang berujung tajam
seperti kacang, keripik kentang, dan lain-lain sebaiknya dihindari. Sikat gigi
dengan ujung bulu yang halus sebaiknya dipilih untuk membersihkan gigi dan
gusi dengan hati-hati tanpa menekan sikat gigi ke dalam gusi. Pemasangan kawat
gigi yang tidak nyaman atau ujung gigi yang tajam dapat dirapihkan oleh dokter
gigi. Obat topikal yang biasanya diberikan umumnya untuk meringankan gejala,
diantaranya adalah obat anestesi, kortikosteroid, dan antibiotik. Penyakit seperti
AIDS, leukemia, dan anemia diobati dengan dokter spesialis dibidangnya. Luka
bakar pada mulut diakibatkan minuman atau makanan yang panas biasanya akan
membaik dengan sendirinya dalam hitungan kurang lebih satu minggu. 1,2
Stomatitis Aptosa
Stomatitis aptosa merupakan salah satu dari lesi oral yang sering
ditemukan. Etiologi dari stomatitis aptosa masih belum diketahui dan dapat
menyebabkan morbiditas yang signifikan. Meskipun stomatitis ini merupakan
penyakit yang self-limiting, pada beberapa orang, hal ini dapat terus menerus
terjadi2,3,4.
Etiologi2,3,4
Etiologi dari stomatitis aptosa masih belum jelas, namun ada
kecenderungan bahwa penyakit ini berhubungan dengan genetik. Kerusakan yang
terjadi umumnya cell-mediated, dan tampaknya berhubungan dengan destruksi
epitel yang dimediasi oleh sistem imun. Sitokin yang berperan di antaranya
sitokin ( IL-2, IL-10, dan TNF-α).
Genetik
8
Faktor genetik dianggap memainkan peranan yang sangat besar pada
pasien yang menderita RAS. Insiden RAS dipercaya meningkat pada pasien yang
memiliki riwayat keluarga positif terkena RAS. Kurang lebih 50% keturunan
derajat pertama dari penderita RAS juga akan mengidap RAS. Faktor genetik ini
juga dapat terlihat dari prevalensi RAS pada kembar identik. Faktor genetic RAS
diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA).
Bagaimanapun, kerentanan seseorang untuk terkena RAS sangat bervariasi dan
tergantung pada banyak faktor.
Defisiensi hematinik
Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang dengan kekurangan
zat besi, asam folat, vitamin B-6 dan B-12 memiliki kecenderungan untuk
mengalami stomatitis aptosa 2x lipat dibandingkan dengan orang biasa. Sebanyak
20% pasien dengan RAS memiliki defisiensi dari vitamin dan mineral tersebut.
Faktor penyakit sistemik
RAS ditemukan pada penderita penyakit sistemik seperti Inflammatory
Bowl Disease, crohns disease, HIV dan AIDS, dan Celiac Sprue. Celiac Sprue
atau sprue topical yang merupakan sindroma malabsorpsi yang tidak diketahui
penyebabnya, yang sering terjadi di Asia dan Karibia. Penyakit ini berhubungan
dengan kekurangan folat dan malabsorbsi vitamin B12, lemak, dan nutrient
lainnya. Dengan adanya kelainan malaabsorbsi tersebut maka akan semakin
memicu terjadinya defisiensi nutrisi yang merupakan factor predisposisi
timbulnya RAS.(ui,cawson)
Faktor Stress
Stress sangat berpengaruh pada sejumlah perubahan hidup yang terjadi
termasuk kemampuan dalam menimbulkan suatu penyakit. Stress dapat disertai
rasa cemas dan kadang terlihat adanya depresi. Kejadian stress dapat memberikan
respon terhadap tubuh baik itu respon fisiologis, respon psikologis, respon
hormonal, maupun respon hemostatik. Aktifnya hormon glukokortikoid pada
orang yang mengalami stress menyebabkan meningkatnya katabolisme protein
sehingga sintesis protein menurun. Akibatnya metabolisme sel terganggu
sehingga rentan terhadap rangsangan (mudah terjadi ulkus). Stress fisik juga
dianggap sebagai patogenesis timbulnya RAS.
9
Disregulasi sistem Imun
Meskipun belum ada teori immunopatogenesis yang pasti, namun teori
disregulasi imun memegang peranan yang signifikan. Kemampuan sitotoksik dari
limfosit dan monosit pada epitel mulut terlihat sebagai penyebab dari ulkus,
namun pencetus dari hal tersebut masih belum jelas. Dari hasil penelitian
histologis tampak adanya infiltrasi dari sel inflamasi yang bermacam-macam.
Pada fase preulcerative dan fase penyembuhan tampak dominasi dari sel T helper,
sementara pada fase ulcerative yang dominan adalah sel T suppressor.
Infeksi
Penelitian mengenai peran mikroba sebagai penyebab stomatitis aptosa
masih terus dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus herpes
simpleks, virus varicella atau sitomegalovirus bukan sebagai penyebab stomatitis
aptosa.
Stomatitis aptosa rekuren kemungkinan terbentuk sebagai respon dari
sistem imun yang dimediasi oleh sel T dengan antigen dari Streptococcus sanguis
yang bereaksi dengan protein mitokondrial. Hal ini menginduksi terjadinya
kerusakan mukosa mulut. Helicobacter pylori telah dapat terdeteksi dari lesi
stomatitis aptosa namun dari hasil penelitian belum dapat dibuktikan sebagai
bakteri penyebab.
Faktor Lokal
Faktor lokal yang dimaksud dalam hal ini adalah trauma, rokok, dan alergi
obat atau makanan serta beberapa bahan kimia. Trauma yang menstimulasi
timbulnya lesi RAS seperti gigitan ringan pada mukosa, sikat gigi, dan suntikan
pada mulut atau makanan yang runcing.
Khusus untuk rokok terdapat hubungan yang terbalik antara
perkembangan RAS dengan penggunaan berbagai bentuk tembakau. Hubungan
terbalik tersebut didasarkan dari beberapa penelitian epidemiologi dimana
ditemukan insiden RAS yang rendah pada semua partisipan yang merokok.
Menurunnya insiden RAS pada perokok diduga berhubungan dengan
meningkatnya mekanisme keratinisasi mukosa mulut akibat rokok. Selain itu
nikotin mungkin berperan sebagai protektif faktor. Selain itu orang yang merokok
mungkin mengalami stress pisikologis yang lebih rendah dibandingkan yang tidak
10
merokok. Pada beberapa daerah tertentu, ditemukan adanya hubungan antara RAS
dengan alergi makanan. Dari hasil pemeriksaan ditemukan 25-27 % patien
mengalami RAS akibat alergi. Lesi RAS muncul pada beberapa pasien setelah
mengkomsumsi makanan yang mengandung coklat, sereal, keju, susu sapi, atau
jus.
Mengenai penggunaan obat-obatan ditemukan obat antineoplasma
menyebabkan 37 % stomatitis ulseratif yang diberikan pada pasien yang
menderita leukemia. Captopril juga diduga bisa menyebabkan stomatitis. Obat-
obatan lain yang dianggap dapat menyebabkan stomatitis adalah obat antimikroba,
barbiturate, obat nonsteroid anti inflamasi, dan sulfonamide.
Peningkatan insiden RAS juga ditemukan akibat penggunaan sodium
lauryl sulphate (SLS) yang dikandung dalam pasta gigi sedangkan insiden RAS
didapatkan menurun pada penderita yang menggunakan pasta gigi yang bebas dari
sodium lauryl sulphate.
Faktor Hormon
Pada wanita, sekelompok aphthous stomatitis sering terlihat di masa pra-
menstruasi bahkan banyak yang menggalaminya berulang kali. Keadaan ini
diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan
penting adalah estrogen dan progesterone.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
progesterone secara mendadak.Penurunan estrogen mengakibatkan terjadi
penurunan aliran darah sehingga suplai darah utamanya daerah perifer menurun
sehingga terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut,
memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan
terhadap jaringan lunak mulut sehingga rentan terhadap iritasi lokal sehingga
mudah terjadi RAS. Beberapa ahli berpendapat bahwa progesterone juga
memegang peranan dalam terjadinya RAS. Progesteron dianggap berperan dalam
mengatur pergantian epitel mukosa rongga mulut.
Faktor Predisposisi3
Faktor predisposisi stomatitis aptosa di antaranya:
11
- Trauma
- Stress
- Makanan, terutama coklat, kopi, kacang, telur, sereal, almond, stroberi,
keju, dan tomat.
Patofisiologi3
Stomatitis aptosa rekuren mengenai permukaan yang tidak berkeratin atau
miskin keratin dari mukosa oral, yaitu:
- Mukosa bukal dan labial
- Sulkus maksilari dan mandibular
- Unattached gingiva
- Soft palate
- Tonsillar fauces
- Lantai atau dasar mulut
- Permukaan ventral dari lidah
Klasifikasi dari stomatitis aptosa rekuren adalah: 2,3
1. Tipe minor (Recurrent aphthous ulcer minor, Mikulicz's disease)
Merupakan stomatitis aptosa rekuren yang paling sering (80% kasus).
Ulkus yang terjadi menyebar, dan berdiameter < 1cm. Lesi dapat sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut dalam 7-10 hari. Jumlah ulkus satu atau lebih.
2. Tipe mayor (Recurrent aphthous ulcer major, Sutton's disease )
12
Dahulu dikenal dengan nama periadenitis mucosa necrotica recurrens.
Tipe ini lebih jarang dibandingkan dengan yang lain (10-15%) dan
dikarakteristikan dengan ulkus berbentuk oval dengan diameter lebih dari satu
sentimeter. Pada beberapa kasus yang parah, ulkus ini dapat muncul lebih dari
satu. Ulkus biasanya besar dan dalam, memiliki batas ireguler dan dapat menyatu.
Penyembuhan memerlukan waktu yang lebih lama (hingga 6 minggu), serta dapat
meninggalkan luka parut. Gangguan pada mukosa mulut dan faring dapat terjadi.
3. Tipe Herpetiformis (Herpetiform recurrent aphthous ulcer)
Merupakan bentuk yang paling jarang (5-10%) dan merupakan yang
paling kecil dengan diameter <1mm.Biasanya muncul berkelompok yang terdiri
dari ulkus kecil yang berjumlah puluhan atau ratusan. Ulkus dapat kecil dan
terlokalisasi atau terdistribusi di seluruh mukosa dari mulut.
Frekuensi2,3
Amerika Serikat
Stomatitis aptosa rekuren adalah penyakit mukosa oral yang paling sering
terjadi di Amerika Utara. Penyakit ini mengenai 20% populasi dengan
13
insidensi yang meningkat hingga lebih dari 50% pada sekelompok murid.
(emed)
Internasional
Stomatitis aptosa rekuran terjadi di seluruh dunia dan mengenai 2-66%
populasi dunia.
Mortalitas / Morbiditas
Pada stomatitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, penyakit
ini jarang mengakibatkan morbiditas atau mortalitas yang signifikan.
Jenis Kelamin
Insidensi stomatitis aptosa rekuren lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria.
Umur
Stomatitis aptosa rekuren mempunyai onset yang khas, yaitu setelah pubertas
dan dapat bertahan sampai sepanjang hidup, meskipun pada masa dewasa tua
hal ini lebih jarang terjadi.
Gejala2,3,4
Gejala stomatitis aptosa umumnya muncul saat anak-anak (80% saat usia
kurang dari 30 tahun) dan frekuensi serta keparahannya berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Gejala dapat muncul 2-4 kali per tahun. Untuk stomatitis
yang parah, nyeri dapat bertahan 4-7 hari.
Diagnosis2,3,4
a. Anamnesis
Informasi yang kita butuhkan di antaranya:
Jenis lesi (jumlah, ukuran, durasi, rekurensi): Tingkat prodromal mulai
dengan sensasi terbakar atau tertusuk pada mukosa. Ulkus muncul 24-48
jam. Rasa nyeri abertahan 3-4 hari atau sampai adanya lapisan fibrosa atau
sampai epiteliasisasi muncul. Penyembuhan yang sempurna terjadi dalam
7-10 hari.
Usia pasien saat onset terjadinya stomatitis
Perubahan kulit atau mukosa
14
Gejala keterlibatan organ lain
Pengobatan saat ini
Faktor host yang berhubungan dengan RAS (genetik, defisiensi nutrisi,
disregulasi imun, stress).
Faktor lingkungan : trauma fisik, zat kimia, lokal, alergi atau sensitivitas
terhadap zat kimia tertentu.
Infeksi HIV
Behçet syndrome: karakteristiknya adalah stomatitis aptosa rekuren dan
setidaknya dua dari gejala berikut: genital aphthae, sinovitis, cutaneous
pustular vasculitis, posterior uveitis, or meningoencephalitis.
Gluten-sensitive enteropathy
b. Pemeriksaan Fisik
Ulkus yang muncul berbatas jelas, dangkal, oval atau bulat, dan mempunyai
bagian tengah yang nekrotik dengan pseudomembran kuning keabuan, halo
kemerahan, dan batas merah yang menonjol.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
Laju endap darah
Kadar zat besi, ferritin, folat, dan vitamin B-6 and B-12
Tzanck smears, kultur virus, atau bahkan biopsi kulit: Untuk
menyingkirkan diagnosis infeksi HSV jika pasien severely
immunocompromised.
- Pemeriksaan lain (jika kita mencurigai adanya penyakit tersebut):
Kolonoskopi
Biopsi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin serta kultur
Skin pathergy test
Pemeriksaan untuk uveitis
Antibodi antinuklear
Patch or sensitivity testing
15
- Histopatologi
Ulkus tidak spesifik dengan sel inflamasi kronis. Terdapat
pseudomembran yang menutupi aphthae yang merupakan kombinasi dari
bakteri dan fungi serta sel keratin yang nekrosis dan mukosa oral yang
terlepas.
Diagnosis Banding3
Behcet Disease Lichen Planus
Cancers of the Oral Mucosa Linear IgA Dermatosis
Cicatricial Pemphigoid Lupus Erythematosus, Acute
Contact Dermatitis, Allergic Lupus Erythematosus, Drug-
Induced
Contact Dermatitis, Irritant Pemphigus Vulgaris
Contact Stomatitis Pemphigus, Drug-Induced
Dermatologic Manifestations of Gastrointestinal
Disease
Pemphigus, IgA
Dermatologic Manifestations of Hematologic
Disease
Pemphigus, Paraneoplastic
Drug-Induced Bullous Disorders Reactive Arthritis
Erythema Multiforme Syphilis
Hand-Foot-and-Mouth Disease
Herpes Simplex
Langerhans Cell Histiocytosis
Pengobatan2,3,4,5
1. Medical Care
Stomatitis aptosa rekuren diobati dengan berbagai cara untuk mengurangi
gejala, mempersingkat waktu pemulihan, serta mencegah berulangnya kejadian
stomatitis. Terapi disesuaikan dengan kondisi yang terjadi dan ditentukan oleh
dokter dan pasien.
Obat-obatan yang dipakai dapat berupa:
Obat topikal:
16
Obat anti inflamasi (contoh : kortikosteroid) dan modulator imun (contoh :
retinoid, siklosporin). Dapat diberikan berupa gel, krim, pasta, larutan,
spray, atau obat kumur.
Obat kumur tambahan dapat mengurangi jumlah bakteri sehingga dapat
mengurangi inflamasi dan mempersingkat proses penyembuhan. Obat
yang dipakai antara lain chlorhexidine gluconate, dilute hydrogen
peroxide, dan lidocaine or benzocaine topikal.
Obat sistemik:
Colchicine (0.6 mg 3 tid)
Prednisone (20-80 mg/d)
Azathioprine use (50 mg/d)
Montelukast sodium (10 mg/d): cukup efektif dengan efek samping lebih
sedikit dibandingkan dengan steroid.
Clofazimine
Thalidomide: untuk stomatitis tipe mayor pada pasien dengan infeksi HIV.
Miscellaneous treatments:
Bismuth subsalicylate (Kaopectate) : melindungi mukosa dan
mempercepat proses reepitelisasi.
Multivitamin dengan zat besi
Hindari penggunaan sodium laurel sulfate karena dapat mengganggu
permukaan dari epitel.
Laser: untuk mengurangi nyeri dan resolusi dari lesi, namun tidak
mempengaruhi rekurensi dari stomatitis.
Nicotine replacement therapy
Sesuai frekuensi SAR yaitu :ui
Tipe A
Durasi hanya beberapa hari, kekambuhan setahun hanya beberapa kali,
cari faktor predisposisi
kumur antiseptic
Tipe B
Durasi 3-10 hari, kambuh tiap bulan
17
Terapi sama dengan tipe A + kortikosteriod topikal
Tipe C
Seakan tidak pernah sembuh, karena satu ulser sembuh, timbul yang
baru
Periksa lab komprehensif
Terapi atasi kondisi medis sesuai penemuan lab + kortikosteroid /
imunosupresan sistemik
2. Operasi
Tidak efektif karena secara natural penyakit ini dapat berulang
3. Diet
Makanan bebas gluten dapat membantu pasien dengan celiac disease.
Pasien dengan lesi harus menghindari makanan yang keras dan tajam yang
dapat mengganggu ulkus yang telah ada atau bahkan mencetuskan timbulnya
ulkus baru (koebnerization).
Hindari garam dan pedas untuk mencegah rasa nyeri dari iritasi. Pada
beberapa pasien, stomatitis dapat timbul setelah makan kacang, nanas, atau
yang lainnya sehingga pada kasus seperti ini diharapkan pasien menghindari
makanan pencetus tersebut.
4. Sediaan anestetik dan anakgesik
Semburan analgesic topikal seperti benzydamine hydrochloride boleh
digunakan untuk mengurasi rasa tidak nyaman.
Namun harus berhati-hati jika digunakan pada bagian posterior mulut kerana
ianya akan mempengaruhi refleks laryngeal.
Penggunaan lignocaine untuk jangka waktu lama tidak digalakkan keranqa
akan mempengaruhi sistem sistemik.
Sebilangan pasien juga akan membutuhkan analgesik sistemik seperti
ibuprofen dan paracetamol, dan harus diingatkan, walaupun jarang terjadi,
NSAID akan mempengaruhi RAS.
I. Covering agent
Beberapa jenis pasta dan gel boleh digunakan untuk menutup permukaan
ulkus dan membentuk protective layer terhadap infeksi sekunder dan iritasi
mekanikal.
18
Sedikit halangan utnuk menggunakan sediaan ini jika ulkus itu besar atau
ulkus itu berada di belakang mulut.
II. Agen Antiseptik
Membantu dalam mengurangkan infeksi sekunder dan ada di dalam sediaan
ubat kumur, gel dan pasta.
Ubat kumur chlorhexidine digunakan secara meluas untuk rawatan
simtomatik RAS dan sangat membantu buat pasien, terutamanya pada mereka
yang susah untuk menjaga kebersihan oral akibat ulkus.
III. Antibiotik topikal
Aplikasi topikal antibiotic dapat mengurangkan gejala yang disebabkan oleh
infeksi sekunder.
Ubat kumur yang mengandungi 2% tetracycline atau chlortetracycline
membantu dalam mengurangi nyeri akibat ulkus berat.
Ada juga keburukan dalam penggunaan antibiotik lebar iaitu risiko reaksi
hypersensitivity dan menggalakkan resistansi terhadap ubat.
IV. Steroid topikal
Dua mode of action:
i. Reaksi anti-inflammatory akan dapat mengurangkan
ketidaknyamanan.
ii. Mempunyai afek specific dalam memblokir sel epitel T-limfosit.
Ubat yang sering digunakan adalah hydrocortisone hemisussinate. Dan
triamcinolone acetronide.
Stomatitis Herpetika
Stomatitis herpetika merupakan infeksi virus di dalam rongga mulut yang
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan ulcer.6 Stomatitis herpetika lebih
sering terjadi pada bayi dan anak dengan usia kurang dari enam tahun. Prevalensi
terjadinya penyakit ini sama antara pria dan wanita. Pada sebagian besar orang,
infeksi ini umumnya asimtomatik. 7
Etiologi
Herpes stomatitis disebabkan oleh Herpes Simplex virus (HSV) iaitu
HSV-1 dan HSV-2 1, 7 Virus Herpes Simplex terdiri dari 2 jenis, yaitu HSV 1 dan
HSV 2. HSV 1 bertanggung jawab terhadap mayoritas dari kasus-kasus infeksi
19
mulut dan faringeal, meningoencephalitis, dan dermatitis di atas pinggang. HSV 2
disebut dalam mayoritas infeksi genital, infeksi dari bayi baru lahir, dan dermatitis
di bawah pinggang. HSV 1 merupakan organisme penyebab dalam sebagian besar
kasus ini, namun HSV 2 yang memiliki kecenderungan menginfeksi kulit di
bawah pinggang dapat menyebabkan stomatitis herpetika secara kontak oral-
genital atau oral-oral. Virus herpes simplex terdiri dari empat lapisan, yakni:
inti bagian dalam dari linear double-stranded DNA, protein kapsid,
tegument, dan selubung lipid mengandung glikoprotein yang berasal dari
selaput inti dari sel host. Dua jenis utama, HSV 1 dan 2, dapat dibedakan
secara serologis atau melalui analisis restriksi endonuklease dari DNA
inti.
Manusia adalah satu-satunya reservoir alami infeksi HSV, dan
penyebaran terjadi melalui kontak intim langsung dengan lesi-lesi atau
sekresi-sekresi dari pembawa gejala asimptomatik. Cara penyebaran HSV
yang terakhir ini biasanya antara 2% hingga 9% dari individu-individu
asimptomatik yang mengidap HSV pada saliva atau sekresi-sekresi genital.
Secara laten, suatu karakteristik dari semua herpesvirus, terjadi bila
virus dipindahkan dari ujung-ujung saraf mukosal atau kutaneous oleh
neuron-neuron menuju ganglia dimana HSV viral genome masih tetap ada
dalam keadaan nonreplikasi. Selama fase laten, DNA herpes dapat
dideteksi, tetapi protein-protein virus tidak dihasilkan. Reaktivasi virus
laten terjadi bila HSV bergeser ke keadaan replikatif; ini dapat terjadi
20
sebagai akibat dari sejumlah faktor yang mencakup luka jaringan periferal
dari trauma atau luka bakar, demam, atau imunosupresi.
Predisposisi : demam, menstruasi, Ultraviolet, stress1
Patogenesis 7
HSV relatif tidak tahan dan dapat mati dengan cepat oleh pengeringan,
larutan dengan PH yang asam (PH<6,8), pelarut lemak, detergen, enzim
proteolitik, dan terkena paparan sinar ultraviolet. Konsekuensinya, penularan
HSV terjadi paling sering melalui kontak dengan penderita. Infeksi terjadi pada
inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan dan melalui luka kecil di
kulit. Sekali virus masuk epidermis dan dermis, replikasi dimulai dan virus baru
diproduksi. Virus tersebut kemudian dipindahkan ke permukaan sel dan
menginfeksi sel-sel yang berdekatan. Proses replikasi virus ini mengawali
apoptosis sel sehingga menyebabkan kematian sel. Setelah infeksi primer, virus
naik melalui sistem saraf sensori dan autonom. Awalnya, infeksi HSV tidak
menimbulkan gejala dan lesi. Akhirnya, ujung saraf otonom dan sensori
terinfeksi. Virus kemudian berpindah melalui axon menuju badan sel di ganglion
perifer. Untuk HSV-1, ganglion trigeminal yang umumnya terinfeksi setelah
inokulasi oral sedangkan pada infeksi genital, ganglion nervus sacralis yang
umumnya terinfeksi. Replikasi virus terjadi di neuron dan melalui neuron yang
berdekatan. Virus-virus baru dapat berpindah melalui axon sehingga mereka dapat
menginfeksi mukosa sel yang berjauhan dari tempat awal inokulasi.
21
Virus kemudian akan diam di ganglia yang menginervasi sebagai HSV
laten. Semua virus herpes dapat berada pada suatu fase laten. Keadaan ini dapat
terjadi apabila virus dalam keadaan tertekan di dalam sel, tidak dapat mensintesis
DNA virus. HSV dapat mencapai fase laten di ganglion tetapi tidak di sel epitel.
Reaktivasi replikasi virus dapat terjadi kapan saja tergantung penderitanya.
Biasanya muncul sebagai hasil dari berbagai stimuli seperti sinar matahari,
trauma, demam, atau stres. Reaktivasi ini telah dikaitkan dengan pelepasan
prostaglandin. Oleh karena itu, apabila terjadi luka pada jaringan dapat
mengakibatkan reaktivasi HSV.Ini akan membentuk pinhead vesicle lesi yang
kecil dan kemerahan membesar secara perlahan ulkus yang diselimuti fibrin
kekuningan bergabung membentuk yang lebih besar, dangkal ,irreguler. Imunitas
seluter dan humoral berperan penting dalam pencegahan reaktivasi virus. Pasien
dengan imunitasnya yang terganggu memiliki resiko terjadinya reaktivasi virus.
Manifestasinya dapat berupa herpes labialis, herpes genitalis, ocular herpes, and
herpetic encephalitis.
22
Epidemiologi
Infeksi-infeksi Virus Herpes Simpleks Primer
Terdapat sekitar 600.000 kasus baru menyangkut infeksi HSV
primer setiap tahunnya di Amerika Serikat. Infeksi HSV primer terjadi
pada pasien yang tidak mempunyai kekebalan diakibatkan oleh kontak
sebelumnya dengan virus tersebut. HSV mengalami kontraksi setelah
kontak intim dengan individu yang mengalami lesi primer atau rekuren
HSV aktif.
Insidensi infeksi herpes simpleks primer sangat bervariasi sesuai
dengan kelompok sosioekonomi. Pada kelompok sosioekonomi yang lebih
rendah, 70% sampai 80% populasi memiliki antibodi terhadap HSV pada
dekade kedua hidupnya, yang menunjukkan infeksi HSV sebelumnya .
Sedangkan pada sekelompok individu kelas menengah, hanya 20% sampai
40% dari pasien dalam kelompok umur yang sama tersebut mempunyai
bukti tentang kontak dengan HSV.
Infeksi Virus Herpes Simpleks Rekuren
Pasien yang terinfeksi HSV primer tidak selalu mengalami infeksi
HSV rekuren. Terdapat sekitar 15% dari pasien dengan riwayat infeksi
genital primer dengan HSV1 yang selanjutnya mengalami infeksi HSV
rekuren. Laju rekurensi untuk infeksi HSV pada mulut diperkirakan
berkisar antara 20% hingga 40%.
Beberapa penelitian mengemukakan beberapa mekanisme terjadinya
reaktivasi HSV laten, diantaranya penurunan serum IgA, cell mediated
immune, aktivitas antiherpes pada saliva, ADCC (antibody-dependentcell-
mediated cytotoxicity), dan interleukin-2 yang disebabkan oleh pelepasan
prostaglandin pada kulit.
Infeksi Virus Herpes Simpleks pada pasien imunosupres i
Pada pasien imunosupresi mungkin dapat mengalami infeksi herpes yang
agresif maupun kronis, oleh sebab itu infeksi HSV hendaknya dimasukkan
dalam diagnosis banding jika pasien imunosupresi tersebut memilki ulser
23
kronis pada mulut. Bentuk infeksi kronis dari HSV merupakan variasi dari
infeksi HSV rekuren.
Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Infeksi HSV Primer
Gejala 9
Blister di dalam mulut, sering di lidah atau pipi
Kurang makan, walaupun pasien lapar
Sulit mengunyah (dysfagia)
Drooling
Demam, 1-2 hari sebelum timbul ulcer
Nyeri
Gusi bengkak
Ulcer di daerah mulut dan pipi yang timbul setelah blister pecah
Oral sign7
Lesi tampak diffuse, eritema, dengan keterlibatan dari gusi dan mukosa mulut
di sekitarnya dengan derajat edema dan perdarahan gusi yang bervariasi.
Pada lesi awal, terlihat sebagai vesikel yang menyebar, spherical, abu-abu
yang dapat terjadi di gusi, mukosa bukal dan labial, palatum, faring, dan
mukosa sublingual, serta lidah.
Setelah kira-kira 24 jam, vesikel akan ruptur dan membentuk ulkus yang
nyeri, kecil dengan batas yang kemerahan dan menonjol, dengan bagian
tengah yang cekung dan berwarna putih kekuningan atau putih keabuan.
Lesi ini dapat muncul di area terpisah maupun dalam kluster dimana vesikel
tersebut dapat menyatu.
Perjalanan penyakit terbatas selama 7-10 hari. Kemerahan dan bengkak pada
gusi yang terjadi pada awal penyakit dapat bertahan selama beberapa hari
setelah ulkus sembuh.
24
Oral symptoms7
Penyakit ini diikuti dengan generalized “soreness” pada mulut yang
berhubungan dengan makan dan minum.
Vesikel yang ruptur merupakan fokus nyeri dan sensitif terhadap sentuhan,
perubahan suhu, makanan seperti jus buah, dan makanan yang kasar.
Extraoral and systemic sign and symptoms7.
Cervical adenitis, demam (101° F sampai 105° F (38.3°C sampai 40.6°C ),
dan malaise.
History7
Biasanya pasien dengan herpetic gingivostomatitis mengalami infeksi akut
yang berulang.
Kondisi ini sering terjadi selama dan segera setelah mengalami febrile
diseases.
Herpetic stomatitis juga cenderung terjadi pada kondisi kecemasan, dalam
tekanan, kelelahan, atau selama menstruasi.
Primary gingivostomatitis sering terjadi pada tingkat awal dari infeksi
mononukleosis.
Histopathology7
The virus targets the epithelial cells, which show “balllooning degeneration”
consisting of acantholysis, nuclear clearing and nuclear enlargement.these
cells called as tzank cells
Infected cells fuse, forming multinucleated cells, and intercellular edema
leads to formation of an intraepithelial vesicles that rupture and develop a
secondary inflammatory response with a fibropurulent exudate
25
Disrete ulcercation resulting from rupture of the vesicles have a central
portion of acute inflammation, with varying degrees of purplent exudate,
surrounded by zone rich in engorged blood vessels.
Gambaran Klinis Infeksi HSV Rekuren
Recurrent Herpes Labialis (RHL), common cold sore atau fever
blister, dapat dicetuskan oleh demam, menstruasi, sinar ultraviolet, dan
mungkin tekanan emosional. Enam sampai 24 jam sebelum terbentuknya lesi
dari epitel yang terkena didahului oleh periode prodormal dengan rasa nyeri,
geli atau terbakar. Bersamaan dengan edema di tempat lesi tersebut, yang
diikuti oleh pembentukan sekumpulan vesikel kecil yang berisi cairan.
Setiap vesikel berdiameter 1 sampai 3 mm, berkumpul dalam skala yang
berkisar dari 1cm sampai 2 cm. Lesi-lesi yang yang lebih besar ini lebih
sering terdapat pada pasien imunosupresi.Vesikel tersebut rupture dan
membentuk krusta dalam bentuk 2 hari. Penyembuhan biasanya berlangsung
selama 7 sampai 10 hari. Terjadinya ruptur dari vesikel dapat disebabkan karena
terkena paparan sinar matahari. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran virus yang
terdapat pada cairan vesikel ruptur tersebut sehingga terjadi penyebaran lesi di
bibir.
RHL sebelum rupture RHL sesudah ruptur
Gambaran Klinis Infeksi HSV pada Pasien Imunosupresi
Lesi-lesi HSV rekuren yang kronis atau agresif bisa saja terjadi
pada bibir atau mukosa intraoral. HSV adalah penyebab paling umum lesi-
lesi di mulut pada kedua kelompok. Lesi-lesi oral dapat kecil, bundar,
simetris, dan berkaitan dengan infeksi herpes rekuren, atau besar dan
26
dalam serta sering dibingungkan dengan lesi-lesi dari penyakit-penyakit
lain.
Lesi-lesi tersebut terdapat selama berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan dan dapat mencapai beberapa sentimeter diameternya.
Lesi-lesi yang lebih besar seringkali meningkatkan perbatasan berwarna
putih yang terdiri dari vesikel-vesikel kecil.
Ulkus yang besar pada mukosa bukal yang dikarenakan infeksi HSV kronis padapasien dengan transplantasi ginjal dan menerima obat immunosupresan.
Diagnosis7
Diagnosis untuk penyakit herpetic gingivostomatitis biasanya dapat dilihat
dari riwayat pasien dan temuan klinis pasien. Lesi pada pasien diambil kemudian
dirujuk ke laboratorium untuk dilakukan tes konfirmasi yaitu kultur virus dan tes
imunologic dengan menggunakan monoclonal antibodies atau teknik DNA
hybridization.
Diagnosis Banding7
ANUG adalah infeksi pada gingival yang disertai rasa nyeri, perdarahan,
nafas bau tak sedap. Biasanya terjadi pada perokok dan pasien yang
mengalami stress
Erythema multiforme dapat dibedakan dengan cara melihat bentuk
vesikelnya. Vesikel pada erythema multiforme lebih luas dan ketika vesikel itu
pecah maka akan terbentuk pseudomembrane
Steven-Johnson syndrome perbedaan dengan herpetic gingivostomatitis
yaitu pada SJS dikarakteristikan dengan adanya lesi hemorrhagic vesicular di
oral cavity, hemorrhagic ocular, dan lesi bullous pada kulit
27
Bullous lichen planus yaitu kondisi nyeri yang dikarakteristikan dengan
adanya blister yang besar di lidah dan pipi, jika blister pecah maka akan
terbentul ulcer. Patches yang memanjang, berwarna abu-abu, ketika bullous
erupsi maka akan terlihat lace-like lesion. Perbedaan mendasar dari bullous
lichen planus dan akut herpetic gingivostomatitis adalah terlibat atau tidaknya
kulit
Desquamation gingivitis dikarakteristikan dengan adanya diffuse yang
melibatkan gingiva, adanya pengelupasan pada permukaan epitel
Reccurent apthous stomatitis memiliki ukuran diameter 0.5-1 cm, bulat
dan berbatas tegas atau ulcer yang berbentuk seperti telur dengan area central
yang abu-abu kekuningan serta dikelilingi oleh erythematous halo. Biasanya
pada RAS akan sembuh dalam jangka waktu 7-10 hari. Pada RAS tidak terjadi
gekala acute toxic systemic
Communicability7
Herpetic gingivostomatitis adalah penyakit yang menyebar. Biasanya
terjadi pada Kebanyakan orang dewasa memiliki kekebalan terhadap HSV karena
sebelumnya mereka telah terinfeksi virus tersebut pada masa kecilnya, dimana
pada umumnya hanya menimbulkan gejala-gejala sub klinis.
Manajemen5
Saat ini, pengobatan terbaik herpetic gingivistomatitis ialah dengan
mengobati gejalanya dan memelihara kebersihan mulutnya. Pasien sebaiknya
diinstruksikan untuk membatasi kontak dengan lesi yang aktif untuk mencegah
penyebaran ke tempat lain dan orang lain.
Pasien yang datang dengan kondisi yang parah dapat diberikan pengobatan
antiviral sistemik. Kemajuan dalam penanganan infeksi HSV adalah
ditemukannya asiklovir yang tidak berpengaruh terhadap sel-sel normal
tetapi dapat menghambat replikasi DNA pada sel-sel yang terinfeksi HSV.
Acyclovir diberikan dengan dosis 5 x 200mg selama 5hari. Acyclovir juga
tersedia dalam bentuk suspensi dan dapat diminum dengan menggunakan teknik
rinse and swallow ( bilas dan teguk ). Formula ini sangat baik karena dapat
28
mengantarkan obat langsung pada area yang terinfeksin sekaligus absorbsi secara
sistemik juga terjadi.
Terapi asiklovir akan sangat efektif jika diberikan pada anak-anak
yang terinfeksi HSV primer pada 72 jam pertama. Asiklovir secara
signifikan dapat mengurangi demam, rasa nyeri, dan lesi-lesi. Obat
antiherpes yang lebih baru antara lain valasiklovir dan famsiklovir.
Keunggulan dari kedua obat tersebut adalah dapat meningkatkan
bioavailabilitas dengan dosis yang lebih sedikit.
Penggunaan acyclovir juga sanagat baik untuk herpes labialis. Selain itu
acyclovir juga dapat menjadi profilaksis rekurensi. Jika diberikan dalam fase
prodormal dapat mengurangi jumlah lesi yang timbul dan mengurang waktu
munculnya krusta. Rasa sakit dan waktu penyembuhan tidak signifikan berubah
apabila pengobatan tidak diberikan pada waktu fase prodormal.
Penderita immunocompromise sering memerlukan acyclovir intravena.
Penderita immunocompromise seperti pasien dengan transplantasi sumsum tulang
belakang dan AIDS sering membutuhkan acyclovir untuk profilaksis juga yang
diberikan secara oral. Terkadang terjadi resistensi virus. Stran yang resisten ini
dapat diberikan trisodium phosphonoformate hexahydrate (foscarnet), tetapi
pengobatan ini adalah terapi pilihan kedua karena efek sampingnya.
Pada kasus yang lebih ringan dapat diberikan perawatan suportif
saja, seperti dengan pemberian aspirin atau asetaminofen untuk demam
dan mengurangi ketidaknyamanan serta cairan untuk menjaga kadar cairan
dan keseimbangan elektrolit.
Jika pasien mengalami kesulitan makan dan minum, maka sebelum
makan dapat diberikan anestesi topikal, seperti Dyclonine hydrochloride
0,5% yang baik untuk mukosa oral. Larutan diphenhydramine
hydrochloride 5 mg/mL yang dicampur dengan susu magnesium juga dapat
berfungsi sebagai anestesi topikal. Lidokain dengan dosis yang tingi sebaiknya
jangan digunakan pada anak-anak karena bisa menyebabkan kejang pada anak-
anak.
29
Bayi yang tidak dapat minum karena nyeri pada mulut harus dirujuk
pada pediatrik untuk mendapatkan perawatan cairan dan keseimbangan
elektrolit.
Antibiotik tidak menolong dalam pengobatan infeksi herpes primer
dan penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan. Terapi selanjutnya
mencakup pencegahan infeksi dengan vaksin HSV.
Penatalaksanaan Infeksi HSV Rekuren
Infeksi HSV kambuhan pada bibir dan mulut jarang menimbulkan
gangguan, sebaliknya pada individu normal hendaknya mendapat
pengobatan simptomatis. Dokter berusaha meminimalisir pemicu yang
jelas, seperti seperti sinar ultraviolet dengan menggunakan tabir surya
selama terpapar sinar ultraviolet.
Obat yang digunakan adalah obat yang dapat menekan pembentukan
dan memperpendek waktu penyembuhan lesi rekuren baru. Asiklovir
merupakan obat antiherpes yang bersifat aman dan efektif. Asiklovir 400
mg dua kali sehari, valasiklovir 250 mg dua kali sehari, dan famsiklovir
250 mg sangatlah efektif dalam mencegah rekurensi HSV genital.
Penatalaksanaan Infeksi HSV pada Pasien Imunosupresi
Pasien imunosupresi dengan infeksi HSV memberikan reaksi
dengan baik terhadap asiklovir yang diberikan melalui oral atau intravena.
Pada kasus infeksi yang resisten terhadap asiklovir, Foscarnet merupakan
terapi efektif bagi pasien ini.
Prognosis9
Penyakit ini dapat sembuh dalam sepuluh hari tanpa pengobatan. Untuk
mempercepat proses penyembuhan dapat diberikan acyclovir per oral.
Komplikasi9
30
Herpetic keratoconjunctivitis yang merupakan infeksi herpes sekunder di
mata dapat terjadi. Hal ini merupakan sebuah keadaan emergensi dan dapat
menyebabkan kebutaan. Dehidrasi dapat terjadi jika anak menolak untuk makan
dan minum karena rasa nyeri di mulut.
Pencegahan9
Kira-kira 90% dari populasi merupakan karier dari herpes simplex virus
sehingga sulit untuk mencegah anak-anak untuk terinfeksi virus ini. Oleh karena
itu, untuk orang tua diharapkan untuk mencegah anak-anaknya berdekatan dengan
orang yang memiliki cold sores. Anak-anak juga harus dijauhkan dari penderita
herpetic stomatitis, mereka tidak boleh memakai peralatan bersama-sama, gelas,
atau makanan.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Advameg inc. Stomatitis. 2010. [cited 2010; Available from:
http://www.faqs.org/health/topics/32/Stomatitis.html
2. Cohen, R. B. Approach to Dental and Oral Symptoms: Stomatitis. 2009
[cited 2010; Available from:
www.merck.com/mmpe/sec08/ch094/ch094e.html
3. Casiglia, J. M. Aphthous Stomatitis. 2010 [cited 2010; Available from:
www.emedicine.medscape.com
4. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment
5. Y.M HS. Stomatitis Yang Sering Dijumpai di Klinik. 2009 [cited 2010;
Available from: /staff.ui.ac.id/internal/130611236/material/STOMATITIS.pdf
6. Lingen MW. Head and neck. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC,
eds. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier;2009:chap 16.
7. Carranza FA, Hogan EL. Gingival enlargement. In : Newman MG, Takei HH,
Carranza FA. Clinical periodontology. 9th edition. Philadelphia : W. B.
Saunders Co.; 2002.
8. Cawson, RA, ed. Oral Pathology and Diagnosis. Philadelphia, PA: W.B.
Saunders 1992.
9. Kaneshiro, N. K. Herpetic Stomatitis. 2009 [cited 2010; Available from:
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001383.htm
32
top related