skripsi pengaruh therapy self - help group terhadap ...€¦ · stikes santa elisabeth medan...
Post on 19-Oct-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
SKRIPSI
PENGARUH THERAPY SELF - HELP GROUP TERHADAP
KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DAN DIABETES MELITUS DI PUSAT PELAYANAN
KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2018
Oleh:
ROY MEX GEVER PERANGIN ANGIN
032014060
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2018
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
SKRIPSI
PENGARUH THERAPY SELF-HELP GROUP TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DAN DIABETES MELITUS DI PUSAT PELAYANAN
KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2018
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
dalam Program Studi Ners
pada Sekola Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth
Oleh :
ROY MEX GEVER PERANGIN ANGIN
032014060
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2018
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : ROY MEX GEVER PERANGIN-ANGIN
NIM : 032014060
Program Studi : Ners
Judul Skripsi : Pengaruh Therapy Self-Help Group
terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik dan Diabetes Melitus di
Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
Tahun 2018.
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di STIKes Santa
Elisabeth Medan.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.
Penulis,
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth
Medan, saya bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ROY MEX GEVER PERANGIN-ANGIN
NIM : 032014060
Program Studi : Ners
Jenis karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan Hak Bebas Royalti
Non-ekskutif (Non-exlutive Royality Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul: Pengaruh therapy self-help group terhadap kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik dan diabetes melitus di pusat pelayanan kesehatan kota medan tahun
2018. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan hak bebas royalti Non-ekskutif ini Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Santa Elisabeth Medan berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan, 11 Mei 2018
Yang menyatakan
(Roy Mex Gever Perangin-angin)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
ABSTRAK
Roy Mex Gever perangin angin 032014060
Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dan Diabetes Melitus Dipusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
Program Studi Ners 2018
Kata Kunci: Self-Help Group, Kualitas Hidup, Gagal Ginjal Kronik, Diabetes
Melitus
(ix + 92 + lampiran)
Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan yang penting dan dapat
mempengaruhi kesehatan mental, mengancam citra tubuh, keuangan, kemandirian
dan kualitas hidup. Diabetes melitus merupakan serangkaian penyakit metabolik
akibat pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang mengakibatkan insomia,
hipertensi, penyakit jantung dan stroke, semua kondisi tersebut akan
menyebabkan menurunnya kualitas hidup. Salah satu yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas hidup adalah terapi Self-help group. Self-help group adalah
therapi yang dapat mendukung serta meningkatkan kualitas hidup dengan cara
berbagi pengalaman tentang kesulitan dan cara mengatasinya, anggota kelompok
akan saling berbagi nasehat, strategi koping dan saling mendukung satu sama
lainnya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh therapy self-help group
terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dan diabetes melitus dipusat
pelayanan kesehatan Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah pra
eksperimental pre-post without control group dengan metode purposive sampling
sebanyak 30 responden dengan 15 gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Khusus
ginjal Rasyida Medan dan 15 diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan. Hasil penelitian pasien gagal ginjal kronik pre-test (53,3%) 8 responden
kualitas hidup tidak baik, post-test (80,0%) 12 responden kualitas hidup baik dan
diabetes melitus pre-test (33,3%) 5 responden kualitas hidup tidak baik dan post-
test (73,3%) 11 orang kualitas hidup baik. Uji statistik Wilcoxon sign rank test
responden gagal ginjal kronik (p=0,001) dan diabetes melitus (p=0,003) yang
berarti terdapat pengaruh therapy self-help group terhadap kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik dan diabetes melitus dipusat pelayanan kesehatan Kota
Medan. Diharapkan kepada perawat agar mensosialisasikan terapi modalitas self-
help group untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Daftar Pustaka (1999-2017)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
x
ABSTRACT
Roy Mex Gever Perangin-angin 032014060
The Effect of self-Help Group Therapy on the Quality of Life of Chronic Kidney
Failure Patients and Diabetes Mellitus At The Center Of Health Services Of
Medan City
Ners Study Program 2018
Keyword: self-Help Group, Quality of Life, Chronic Kidney Failure, Diabetes
Mellitus
(ix + 90 + appendices)
Chronic kidney failure is an important health problem and can affect mental
health, threatening body image, finances, independence and quality of life.
Diabetes mellitus is a series of metabolic diseases caused by the pancreas is not
able to produce insulin that leads to insomnia, hypertension, heart disease and
stroke, all these conditions will lead to decreased quality of life. One that can be
used to improve the quality of life is Self-help group therapy. Self-help group is
therapies that can support and improve the quality of life by sharing experiences
of difficulties and how to overcome them, group members will share advice,
coping strategies and support each other. The purpose of this research is to know
the influence of self-help group therapy on the quality of we of patients with
chronic kidney failure and diabetes mellitus in the center of Medan City health
service. The research method used was pre experimental pre-post without control
group with purposive sampling method was 30 respondents with 15 chronic
kidney failure at Rasyida Special of kidney Hospital Medan and I5 diabetes
mellitus at Santa Elisabeth Hospital Medan. Result of research of chronic kidney
failure patients pre-test (53,3%) 8 respondents quality of life is not good, post-test
(80%) 12 responders good quality of life and diabetes mellitus pre-test (33,3%) 5
respondents quality of life is not good and post-test (73,3%) 11 respondents good
quality of life. Wilcoxon test statistics of sign rank test of chronic renal failure
(p=0,001) and diabetes mellitus (p=0,003) which means there is influence of self-
help group therapy on quality of life of patients with chronic kidney failure and
diabetes mellitus in Medan City health service center. It is expected that the nurse
should socialize the self-help group modal therapy to improve the quality of life of
the patient.
References (1999-2017)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasihnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi
ini adalah ”Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik Dan Diabetes Melitus Di Pusat Pelayanan
Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2018”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ners STIKes Santa
Elisabeth Medan.
Dalam penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Mestiana Br. Karo, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes Santa
Elisabeth Medan juga dosen pembimbing dan penguji I penulis yang telah
membimbing dan memberikan motivasi serta saran kepada peneliti.
2. Samfriati Sinurat, S.Kep., Ns., MAN, selaku Ketua Program Studi Ners
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian dalam penyelesaian pendidikan di STIKes Santa Elisabeth
Medan.
3. Maria Pujiastuti, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing dan
penguji II penulis yang telah bersedia membimbing penulis dan
memberikan saran serta motivasi kepada penulis hingga terbentuknya
skripsi ini..
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xii
4. Indra Hizkia Perangin-angin, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen penguji III
penulis yang telah banyak memberikan masukan serta saran kepada
penulis dalam pembetukan skripsi ini.
5. Dr. Syaiful M. Sitompul, selaku Direktur Rumah Sakit Khusus Ginjal
Rasyida Medan yang telah memberikan izin lokasi penelitian.
6. Dr. Maria Christina, MARS, Selaku Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan yang telah memberikan saya izin penelitian
7. Lilis Novitarum S.Kep.,Ns., M.Kep dosen pembimbing akademik penulis
yang telah banyak membantu dan memberikan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen dan Staff STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah
memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis Ayahanda Lorentius
Perangin-angin dan Ibunda Romanna Saragih yang telah memberikan
kasih sayang, dukungan moril maupun finansial, dorongan serta doa
kepada saya. Tak lupa juga kepada kakak saya Helen Persada dan adik
adik saya Harta Agung dan Lusia Sriwarina yang senantiasa memberikan
motivasi, doa, dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
10. Kepada koordinator asrama penulis Sr. Avelina, FSE dan ibu asrama Sr.
Ancilla Saragih, dan seluruh karyawan asrama yang sudah memfasilitasi
dan memberi dukungan serta doa kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xiii
11. Seluruh teman-teman program studi Ners tahap akademik angkatan ke
VIII stambuk 2014 yang selalu berjuang bersama sampai dengan
penyusunan tugas akhir ini, dan terimakasih untuk semua orang yang
terlibat dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti ucapkan
satu persatu.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang peneliti miliki, peneliti
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat kekurangan dan kelemahan, walaupun demikian peneliti telah
berusaha. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sehingga menjadi bahan masukan bagi peneliti untuk peningkatan di masa
yang akan datang, khususnya bidang ilmu keperawatan. Semoga Tuhan selalu
mencurahkan rahmat dan kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu
peneliti.
Medan, 11 Mei 2018
Peneliti
(Roy Mex Gever P)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xiv
DAFTAR ISI
Halaman sampul depan .................................................................................. ..... i
Halaman sampul dalam .................................................................................. .... ii
Halaman pernyataan orisinalitas ..................................................................... ... iii
Halaman persetujuan ...................................................................................... ....iv
Halaman penetapan panitia penguji ................................................................ ..... v
Halaman pengesahan ..................................................................................... ... vi
Surat Pernyataan Publikasi ............................................................................. ...vii
Halaman Abstrak ........................................................................................... ..viii
Halaman Abstract .......................................................................................... ....ix
Kata Pengantar ............................................................................................... ..... x
Daftar Isi ......................................................................................................... ..xiii
Daftar Tabel .................................................................................................... ..xvi
Daftar Bagan ................................................................................................... .xvii
Daftar Diagram ............................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 11
1.3. Tujuan ......................................................................................... 11
1.3.1 Tujuan umum ........................................................................ 11
1.3.2 Tujuan khusus ........................................................................ 11
1.4.Manfaat Penelitian ....................................................................... 12
1.4.1 Manfaat teoritis ...................................................................... 12
1.4.2 Manfaat praktis ...................................................................... 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 14
2.1. Konsep Kualitas Hidup ............................................................. 14
2.1.1 Defenisi ............................................................................. 14
2.1.2 Penilaian kualitas hidup...................................................... 15
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup ........................ 15
2.1.4 Struktur kualitas hidup ...................................................... 18
2.2. Jenis Penyakit Mengancam Kualitas Hidup ............................ 21
2.2.1 Gagal ginjal kronik ............................................................. 21
2.2.2 Diabetes melitus ................................................................. 27
2.2.3 Stroke ................................................................................. 36
2.2.4 Kanker ............................................................................... 37
2.2.5 CHF (Congertive Heart Failure) ........................................ 38
2.3 Jenis Terapi Kelompok ............................................................... 39
2.3.1 Psychodynamic theorists .................................................... 39
2.3.2 Classical analytic .............................................................. 40
2.3.3 Object relations ................................................................. 33
2.3.4 Ego psychology ................................................................. 41
2.3.5 Self psychology .................................................................. 41
2.3.6 Realated analytic theorist .................................................. 41
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xv
2.3.7 Non analytic theorist ......................................................... 41
2.3.8 Cognitive-behavioral theorists ........................................... 42
2.3.9 Gastalt theorists ................................................................ 43
2.3.10Transactional analysis ....................................................... 44
2.3.11 Self-Help Group ............................................................... 45
BAB 3 KERANGKA KONSEP ..................................................................... 56
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian .................................................. 56
3.2. Hipotesis Penelitian ..................................................................... 57
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 58
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 58
4.2. Populasi Dan Sampel .................................................................. 59
4.2.1 Populasi ............................................................................... 59
4.2.2 Sampel ................................................................................ 59
4.3. Variabel Penelitian Dan Defenisi Operasional ......................... 60
4.4. Instrumen Penelitian ................................................................. 61
4.5. Lokasi Dan Waktu Penelitian ................................................... 62
4.5.1 Lokasi Penelitian ............................................................... 62
4.5.2 Waktu Penelitian ............................................................... 63
4.6. Prosedur Pengambilan Dan Pengumpulan Data ..................... 63
4.6.1 Pengambilan data .............................................................. 63
4.6.2 Teknik pengumpulan data ................................................. 63
4.6.3 Uji validitas dan reliabilitas ............................................... 65
4.7. Kerangka Operasional ............................................................. 66
4.8. Analisa Data ............................................................................. 67
4.9. Etika Penelitian ....................................................................... 68
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 69
5.1. Hasil Penelitian .......................................................................... 69
5.1.1 Gambaran lokasi penelitian .............................................. 69
5.1.2 Karakteristik responden ................................................... 71
5.1.3 Kualitas hidup pre ............................................................ 74
5.1.4 Kualitas hidup post .......................................................... 75
5.1.5 Pengaruh self-help group ................................................. 76
5.2. Pembahasan ............................................................................... 79
5.2.1 Kualitas hidup pre ............................................................ 79
5.2.2 Kualitas hidup post .......................................................... 83
5.2.3 Pengaruh self help group .................................................. 87
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 87
6.1 Simpulan ..................................................................................... 87
4.2. Saran ........................................................................................... 88
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xvi
Daftar Pustaka ................................................................................................. 92
LAMPIRAN
1. Jadwal kegiatan
2. Penjelasan dan informasi (informed Consent)
3. Pernyataan persetujuan
4. Modul
5. Satuan Acara Pengajaran (SAP)
6. Standart Operasional Prosedur (SOP)
7. Alat pengumpul data (Kuesioner penelitian)
8. Etika penelitian
9. Surat Ijin Penelitian
10. Surat Balasan ijin penelitian
11. Surat selesai penelitian
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Pre-Post Test Dalam Satu Kelompok
(Pra Expremental Pre-Test Without Control Group) .................
58
Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dan
Diabetes Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
Tahun 2018................................................................................
61
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Yang Menjalani
Hemodialisa Di Rumah Sakit Ginjal Dan Hipertensi Rasyida
Medan 2018 ................................................................................
72
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Diabetes
Melitus Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2018...............
73
Tabel 5.5 Kualitas Hidup Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Pre-Post
Di Rumah Sakit Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan
2018.............................................................................................
74
Tabel 5.6 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Pre-Post Intervensi
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2018 ...........................
74
Tabel 5.7 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Self-Help Group Terhadap
Kualitas Hidup Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Di
Rumah Sakit Rasyida Medan Tahun 2018..................................
75
Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Self-Help Group Terhadap
Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2018...........................................
76
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xviii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dan
Diabetes Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
Tahun 2018.................................................................................
56
Bagan 4.2 Kerangka Operasional Pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dan
Diabetes Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
Tahun 2018.................................................................................
66
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
xix
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 5.1 Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum
Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida
Medan Tahun 2018.................................................................
77
Diagram 5.2 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Sebelum Intervensi
Self-Help Group Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Tahun 2018.............................................................................
79
Diagram 5.3 Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Setelah
Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida
Medan Tahun 2018.................................................................
81
Diagram 5.4 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Setelah Intervensi
Self–Help Group Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Tahun 2018.............................................................................
83
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Smetlzer & Bare, 2004). CKD
disebabkan oleh berbagai penyakit seperti glomerolunefritis akut, gagal ginjal
akut, penyakit ginjal polikistik, obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin,
dan penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, hipertensi, lupus eritematosus,
poliartritis, penyakit sel sabit, serta amiloidosis (Black & Hawks, 2005).
Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al
(2016) mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Menurut hasil Global
Burden of Disease tahun 2010, CKD merupakan penyebab kematian peringkat
ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010.
Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua
pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.
Hasil Riskesdas (2013) juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-
44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki
(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada
masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
2
masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
masing-masing 0,4 % (Infodatin, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu masalah kesehatan yang penting,
mengingat selain prevalensi dan angka kejadiannya semakin meningkat juga
pengobatan pengganti ginjal yang harus dilakukan oleh penderita. Pengobatan
gagal ginjal kronik sangatlah mahal, butuh waktu dan kesabaran yang harus
ditanggung oleh penderita gagal ginjal dan keluarganya (Hutagaol, 2017).
Berdasarkan hasil survei yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit
Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan dengan penyakit gagal ginjal kronis
bulan Februari tahun 2018 mencapai 370 orang. Pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisis setiap
minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per terapi. Kegiatan ini akan berlangsung
terus-menerus sepanjang hidupnya. Bila dilihat dari durasi waktu yang dibutuhkan
pasien yang menjalani hemodialisa. Masalah kesehatan ini sangat berdampak
serius pada kehidupan sosial pasien yang menjalani hemodialisa. Program
hemodialisa mempengaruhi kesehatan mental dan kualitas sosial secara bermakna
karena pasien tidak dapat melakukan kebiasaan sehari-hari mereka seperti
biasanya (Gerogianni, 2016).
Hmwe (2015),“The effects of acupressure on depression, anxiety and
stress in patients with hemodialysis: A randomized controlled trial” menyatakan
dari total 108 peserta, hampir 49,1% mengalami depresi, dimana 15,7% memiliki
tingkat ringan, 21,3% sedang, 2,8% berat dan 9,3% depresi sangat parah. Lebih
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
3
dari 50,9% pasien memiliki tingkat kecemasan yang bervariasi mulai dari yang
ringan 12%, sedang 21,3%, dan berat 8,3% sampai sangat parah 9,3%. Lebih dari
35,2% menunjukkan gejala stres, diantaranya mengalami gejala ringan 20,4% dan
sedang 10,2%.
Mugihartiadi (2016), “Efektivitas Self-Help Group terhadap kualitas hidup
pada pasien gagal ginjal kronik” mengatakan bahwa pada tahun 2007, 30% pasien
hemodialisa mengalami stres ringan, 40% mengalami stres sedang dan 30%
pasien mengalami stres berat. Stres pada pasien hemodialisa ini berasal dari
keterbatasan aktifitas fisik, perubahan konsep diri, status ekonomi, dan tingkat
ketergantungan. Pasien biasanya menghadapi masalah keuangan, kesulitan dalam
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi,
khawatir terhadap perkawinan dan ketakutan terhadap kematian. Individu dengan
gagal ginjal kronik jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya
dan gangguan dalam kehidupannya. Keadaan ini mengarahkan pasien dan
keluarganya kepada sumber-sumber yang ada untuk mendapatkan bantuan serta
dukungan. Sebagian besar pasien ini memilih untuk ditempatkan pada
hemodialisis yang dapat melemahkan dan dapat mengancam citra tubuh,
keuangan, kemandirian, dan kualitas hidup. Oleh karena itu, penting untuk
melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor terkait kualitas hidup
pada pasien (Purba, 2013).
Diabetes Melitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional,
nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
4
mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas
tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa
dalam darah (Infodatin, 2014).
Faktor resiko diabetes melitus bisa dikelompokkan menjadi faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan
lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang
dari 250 gram). Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi erat
kaitannnya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan lebih,
obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet
tidak sehat atau tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau
Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu), dan merokok (Infodatin, 2014)
Riskesdas (2007), oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-
rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%.
Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di
Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi
Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10.2%. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
5
adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (PERKENI, 2015)
Wahyuni (2015), “The Quality of Life of Patient with Type 2 Diabetes
Mellitus” menyatakan bahwa kualitas hidup pasien DM tipe 2 secara keseluruhan
adalah tinggi (56,18%). Berdasarkan umur, QoL tinggi terbesar adalah lansia
(65,9%) dan QoL rendah terbesar adalah dewasa madya (53,84%). Jenis kelamin,
QoL tinggi terbesar adalah laki-laki (58,97%) dan QoL rendah terbesar adalah
perempuan (46%). Tingkat pendidikan, QoL tinggi terbesar berada pada
perguruan tinggi (78,26%) dan QoL rendah terbesar berada pada SD (65%).
Berdasarkan social ekonomi, QoL tinggi terbesar adalah penghasilan lebih dari >5
juta (87,5%) dan QoL rendah terbesar adalah <1 juta (66,67%). Berdasarkan lama
menderita, QoL tinggi terbesar adalah >10 tahun (66,67%) dan QoL rendah
terbesar adalah < 1 tahun (53,33%). Berdasarkan status pernikahan QoL tinggi
terbesar adalah menikah (56,16%) dan QoL rendah terbesar adalah janda/duda
(46,67%). Perawat diharapkan dapat membantu pasien dengan karekteristik
tingkat pendidikan SD, usia dewasa madya, penghasilan <1 juta dan lama
menderita <1 tahun dengan cara mengembangkan aktivitas yang dapat
mendukung peningkatan QoL pasien DM tipe2.
Berdasarkan hasil survei yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan terdapat 282 pasien yang terkena diabetes melitus tahun
2017. Kebanyakan pasien diabetes tersebut banyak di rawat di ruangan penyakit
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
6
dalam. Setelah di telusuri dari beberapa ruangan bahwa banyak penyakit diabetes
melitus yang sudah mengalami komplikasi seperti: hipertensi, stroke, dan
penyakit jantung
Penderita diabetes melitus sebaiknya melaksanakan 4 pilar pengelolaan
diabetes melitus yaitu: 1) pendidikan kesehatan menjadi kewajiban bagi seluruh
tenaga medis untuk membuka mata dan pengetahuan masyarakat mengenai semua
hal yang berkaitan dengan kesehatan, 2) pengaturan makan merupakan
kewajiaban untuk mengontrol setiap asupan makanan yang akan di konsumsi.
Mengontrol disini bukanlah melarang tetapi harus lebih cermat memilih setiap
kandungan gizi yang terdapat dalam makanan agar pankreas yang mengalami
gangguan tidak merengek kesakitan untuk menghasilkan insulin, 3) olahraga baik
dilakukan untuk membantu pengendalian gula darah dan berat badan, dimana
prinsip olahraga yang dilakukan sebaiknya terus menerus, berirama, berselang,
meningkat, daya tahan, dan 4) pemberian obat dilakukan untuk mengatasi
kekurangan produksi insulin serta menurunkan resistensi insulin. Obat-obatan
dibagi menjadi dua, yakni oral dan injeksi/suntikan sesuai dengan tipe diabetes
melitus yang di derita (Novita, 2012).
Sebagian pasien memandang diabetes melitus hanya dari segi klinisnya
saja. Naiknya gula darah disebabkan oleh meningkatnya glikogenolisis dihati oleh
peningkatan glukagon terhambat pengambilan glukosa oleh otot dan
berkurangnya pembentukan insulin pankreas (Kadri, 2012). Dampak lain yaitu
insomnia, pergerakan usus (konstipasi dan diare), selain itu juga dapat melepaskan
hormon adrenalin secara berlebihan, yang membuat jantung berdetak cepat
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
7
sehingga meningkatkan tekanan darah yang dapat menyebabkan penyakit jantung,
stroke sehingga memperberat penyakit DM tesebut. Semua kondisi tersebut akan
menyebabkan menurunnya kualitas hidup pasien diabetes melitus (Azmi, 2013).
Self-Help Group (SHG) sering digunakan sebagai bahan penelitian.
Therapy Self-Help Group merupakan Salah satu tindakan keperawatan yang dapat
di teliti sebagai upaya pendukung kualitas hidup terapi ini mempunyai kelebihan
dan sangat efektif untuk mengurangi masalah-masalah Psikologis. Relawati
(2015) “Pengaruh Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa
Di Rumah Sakit Pusat Kesehatan Umum Muhammadiyah Yogyakarta”
menjelaskan bahwa pemberian hemodialisa yang di kombinasikan dengan SHG
sangat membantu meningkatkan nilai kualitas hidup pasien. Hasil analisis
terhadap selisih nilai kualitas hidup pasien hemodialisa sebelum dan setelah
dilakukan SHG baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok control
menunjukkan pvalue sebesar 0,001 yang bermakna ada perbedaan yang signifikan
antara nilai kualitas hidup kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pelaksanaan SHG sebagai terapi
pendamping hemodialisa dalam meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronis.
Mugihartadi (2016), “Efektivitas Self-Help Group Terhadap Kualitas
Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik” menyatakan bahwa 17 responden
kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi Self-Help Group, rata-rata skor
kualitas hidupnya adalah 48,06 dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 58.
Dari segi fisik dan mental, banyak responden yang mengisi mengalami gangguan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
8
kesehatan fisik dan mental akibat dari penyakit yang dideritanya, sehingga ada
responden yang tidak bisa bekerja lagi seperti sebelumnya karena fisiknya lemah.
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 17 responden kelompok kontrol sesudah
diberikan intervensi Self-Help Group, rata-rata skor kualitas hidupnya adalah
78,06 dengan standar deviasi 7,1 dari nilai terendah 56 dan nilai tertinggi 87. Dari
17 responden kelompok intervensi sesudah diberikan intervensi Self-Help Group,
rata-rata skor kualitas hidupnya adalah 91,29 dengan standar deviasi 5,4 dari nilai
terendah 79 dan nilai tertinggi 106.
Sulistyowati (2016), “ The Effect of Self-Help Group on Knowledge and
Attitude in Decision Making Among Household Head of Patients with Depression
in Yogyakarta” menyatakan sebagian besar subjek penelitian pada kelompok yang
tidak Self-Help Group memiliki pengetahuan pada tingkat sedang sebanyak 12
orang (40.0%) dan setelah diberikan Self-Help Group sebagian besar memilki
pengetahuan baik sebanyak 20 orang (66.7%). Subjek penelitian yang diberikan
Self-Help Group memilki pengetahuan 4 kali lebih baik dari kelompok yang tidak
diberi Self-Help Group. Hasil uji menunjukkan signifikan p sebesar 0.010, maka
terdapat pengaruh Self-Help Group terhadap pengetahuan dalam pengambilan
keputusan pada kepala keluarga dengan penderita depresi terbukti.
Roifah (2017), “Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Kusta Dengan
Menggunakan Metode Self-Help Group (SHG) “Menyatakan perubahan sebelum
dan setelah dilakukan intervensi; sebelum diberikan Self-Help Group (SHG)
terdapat kualitas hidup buruk pada penderita kusta 7 orang (46,7 %) dan sesudah
diberikan SHG 1 orang mengalami kualitas hidup buruk (6,7%). dan setelah diberi
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
9
Self-Help Group (SHG) kualitas hidup baik 5 orang (33,3%). Sebelum diberikan
Self-Help Group (SHG) penderita kusta tidak ada yang mengalami kualitas hidup
baik dan setelah diberikan Self-Help Group (SHG) 4 orang (26,7%) mengalami
kualitas hidup sangat baik.
Aspatrianti, dkk (2016), “Effect of Self-Help Group (SHG) to Stop
Smoking Attitudes Among Students” menyatakan pada kelompok perlakuan
setelah diberikan intervensi berupa Self-Help Group atau melakukan diskusi
antara sesama orang yang memiliki masalah rokok, didapatkan hasil bahwa Self-
Help Group memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap berhenti merokok
pada mahasiswa teknik mesin. Setelah diberikan intervensi respoden pada
kelompok postest intervensi meningkat menjadi 26 responden (100%). Penelitian
ini dalam kelompok intervensi mendapat perlakuan SHG dimana dalam SHG
mahasiswa dibantu untuk mendapatkan informasi yang positif dan
memberitahukan kerugian yang dialami serta pengalaman dari teman-teman
lainnya yang merokok.
Sutini (2014), “Pengaruh Terapi Self-Help Group Terhadap Koping
Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental” menyatakan data koping keluarga
memang menunjukkan terdapat perbedaan antara keluarga dengan IQ sedang dan
berat. Setelah terapi Self-Help Group, dua-duanya mengalami perubahan dari
maladaptive menuju adaptive, maka keluarga yang mempunyai IQ ringan, sedang,
berat, atau sangat berat pun dapat diikutsertakan dalam Self-Help Group, yang
penting keluarga ini memiliki motivasi untuk mengikuti kegiatan Self-Help
Group. Data yang diperoleh, khusus untuk data klasifikasi tingkat retardasi mental
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
10
diisi oleh petugas dengan melihat daftar siswa di SLB-C yang bersangkutan
sehingga data objektif. Umur anak tidak memengaruhi kemampuan koping
keluarga.
Self-Help Group (SHG) merupakan salah satu tindakan keperawatan yang
bisa digunakan untuk meningkatkan semangat hidup pasien. SHG adalah salah
satu terapi kelompok yang dapat dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi,
terdiri dari beberapa orang yang memiliki masalah serupa untuk saling berbagi
pengalaman dan cara mengatasi masalah yang dihadapi. Indikasi pemberian terapi
ini adalah mereka yang mengalami gangguan jiwa, masalah beban berat,
pemulihan dari ketergantungan obat-obatan, klien diabetes, para lanjut usia, klien
kanker dan penyakit kronis (Kyrouz & Humphres, 1997: Relawati, 2015).
Self-Help Group ini terdiri dua orang atau lebih yang datang bersama
untuk membuat kesepakatan saling berbagi pengalaman baik atau buruk, sukses
atau berhasil, dengan satu sama lain kadang disebut juga kelompok pemberi
semangat. Anggota bekerja sama dengan menggunakan kekuatan mereka untuk
mendapatkan kontrol atas hidup mereka. Dengan demikian, mereka mendidik satu
sama lain, saling mendukung, dan mengurangi rasa keterasingan (Varcarolis,
2006).
Kualitas hidup pasien gagal ginjal dan diabetes melitus dapat ditingkatkan
dengan pemberian Therapy Self-Help Group. Pasien akan dibentuk menjadi satu
kelompok agar mereka dapat berbagi pengalaman mengenai masalah terkait
kesehatan mereka. Kegiatan tersebut diharapkan mampu membantu
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
11
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dan meningkatkan semangat hidup
serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat Pengaruh Sebelum dan Sesudah diberikan Therapy Self-
Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes
Melitus di Pusat Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Tahun 2018?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dan diabetes melitus di pusat
pelayanan kesehatan di Kota Medan tahun 2018.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien penyakit gagal ginjal kronis
sebelum dilakukan intervensi Self-Help Group.
2. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien penyakit diabetes melitus sebelum
dilakukan intervensi Self-Help Group.
3. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien penyakit gagal ginjal kronis
sesudah dilakukan intervensi Self-Help Group.
4. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien penyakit diabetes melitus sesudah
dilakukan intervensi Self-Help Group.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
12
5. Mengidentifikasi pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik.
6. Mengidentifikasi pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas
hidup pasien diabetes melitus.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk pengembangan
ilmu keperawatan mengenai pelaksanaan Therapy Self-Help Group pada
pasien yang memiliki kualitas hidup rendah.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi data penunjang untuk
pengembangan penelitian selanjutnya dengan pelaksanaan Self-Help
Group pada pasien yang memiliki kualitas hidup rendah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Self-Help
Group pada pasien yang memiliki kualitas hidup rendah.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan, acuan dan
pertimbangan terkait intervensi Self-Help Group terhadap pasien gagal
ginjal kronik dan diabetes melitus.
2. Hasil penelitian ini menjadi masukan bagi pendidikan dalam proses
pembelajaran mahasiswa keperawatan khususnya keperawatan medikal
bedah sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang intervensi
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
13
Self-Help Group, disamping mendukung terwujudnya evidence based
dalam praktik keperawatan.
3. Hasil penelitian ini menambah pengalaman dalam melakukan penelitian
dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya secara lebih spesifik pada
program dukungan kelompok mandiri (Self-Help Group) pada pasien gagal
ginjal kronis maupun diabetes melitus.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kualitas Hidup
2.1.1. Defenisi
Kualias hidup (Quality of Life) merupakan konsep analisa kemampuan
individu untuk mendapatkan hidup yang normal terkait dengan persepsi secara
individu mengenai tujuan, harapan, standar dan perhatian secara spesifik terhadap
kehidupan yang di alami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada
lingkungan individu tersebut berada (Adam, 2006).
WHO (1996), kualitas hidup atau Quality of Life adalah persepsi
individual tentang posisi di masyarakat dalam konteks nilai dan budaya terkait
adat setempat dan berhubungan dengan keinginan dan harapan yang merupakan
pandangan multidimensi, yang tidak terbatas hanya dari fisik melainkan juga dari
aspek psikologis.
Kualitas hidup (Quality of life) digunakan dalam bidang pelayanan
kesehatan untuk menganalisis emosional seseorang, faktor sosial, dan kemampuan
untuk memenuhi tuntutan kegiatan dalam kehidupan secara normal dan dampak
sakit dapat berpotensi untuk menurunkan kualitas hidup terkait kesehatan (Brooks
& Anderson, 2007).
2.1.2. Penilaian kualitas hidup
Penilaian kualitas hidup WHOQOL-100 dikembangkan oleh WHOQOL
Group bersama lima belas pusat kajian (field centres) internasional, secara
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
15
bersamaan dalam upaya mengembangkan penilaian kualitas hidup yang akan
berlaku secara lintas budaya (Nursalam, 2014).
Prakarsa WHO untuk mengembangkan penilaian kualitas hidup muncul
karena beberapa alasan:
1. Beberapa tahun terakhir telah terjadi perluasan focus pada pengukuran
kesehatan, diluar indikator kesehatan tradisional seperti mortalitas dan
morbilitas serta untuk memasukkan ukuran dampak penyakit dan
gangguan pada aktivitas dari perilaku sehari-hari.
2. Sebagian besar upaya dari status kesehatan ini telah dikembangkan di
Amerika Utara dan Inggris, dan penjabaran langkah-langkah tersebut yang
digunakan dalam situasi lain banyak menyita waktu, dan tidak sesuai
karena sejumlah alasan.
3. Memperbaiki assessment kualitas hidup dalam perawatan kesehatan,
perhatian difokuskan pada aspek kesehatan, dan intervensi yang dihasilkan
akan meningkat perhatian pada aspek kesejahteraan pasien.
1.1.3 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
Faktor-faktor yang mempegaruhi kualitas hidup menurut Moons,
Marquet, Budst, dan de Geest (Salsabila, 2012) dalam konseptualisasi yang
dikemukakannya, sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
terdapat perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana
kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
16
Fadda dan Jiron (1999) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber
sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga
akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan
dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan.
2. Usia
Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) menemukan adanya
perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting
bagi individu.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup subjektif. Peneliti`an yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour,
Safa, dan Kermani (2007) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan
terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.
4. Pekerjaan
Terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai
pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang
mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki
disablity tertentu). Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal & Moum (2004) menemukan
bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria
maupun wanita.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
17
5. Status pernikahan
Terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah,
individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi.
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, Rustoen, Hanestad,
Lerdal & Moum (2004) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita,
individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang
lebih tinggi.
6. Penghasilan
Testa dan Simonson (1996), menjelaskan bahwa bidang penelitian yang
sedang berkembang dan hasil penilaian teknologi kesehatan mengevaluasi
manfaat, efektivitas biaya, dan keuntungan bersih dari terapi. hal ini dilihat dari
penilaian perubahan kualitas hidup secara fisik, fungsional, mental, dan kesehatan
sosial dalam rangka untuk mengevaluasi biaya dan manfaat dari program baru dan
intervensi.
7. Hubungan dengan orang lain
Myers (dalam Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999) yang menyatakan
bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi,
baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui
pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara
fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour,
Safa, dan Kermani (2007) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang
lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup
subjektif.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
18
8. Standard referensi
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan
seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri
individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang
dikemukakan oleh WHOQOL (Power, 2003) bahwa kualitas hidup akan
dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu.
9. Kesehatan fisik
Galloway (2005), menjelaskan kesehatan adalah tonggak penting dalam
perkembangan kualitas hidup tentang kepedulian terhadap kesehatan. WHO
mendefinisikan kesehatan tidak hanya sebagai sesuatu penyakit tapi dapat dilihat
dari fisik, mental dan kesejahteraan sosial.
1.1.4 Struktur kualitas hidup
Nursalam (2014), bahwa pengakuan sifat multidimensi kualitas hidup
tercermin dalam struktur WHOQOL-100 yaitu:
1. Usulan penggunaan WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF
Dalam menetapkan nilai di berbagai bidang, dan alam mempertimbangkan
perubahan kualitas hidup selama intervensi. Penilaian WHOQOL juga diharapkan
akan menjadi nilai di mana prognosis penyakit cenderung hanya melibatkan
pengurangan atau pemulihan parsial, dimana perawatan mungkin lebih pariatif
daripada kuratif.
2. Pengukuran kualitas hidup
The WHOQOL-BREF menghasilkan kualitas profil hidup adalah mungkin
untuk menurunkan empat skor domain. Keempat skor domain menunjukkan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
19
sebuah persepsi individu tentang kualitas kehidupan setiap domain tertentu.
Domain skor berskalakan ke arah yang positif (yaitu skor yang lebih tinggi
menunjukkan kualitas hidup yang lebih tinggi. Biasanya seperti cakupan index
antara 0 (mati) dan 1 (kesehatan sempurna)
3. Domain kualitas hidup menurut WHOQOL-BREF
Domain-domain yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
dimensi-dimensi kualitas hidup yang terdapat pada World Health Organization
Quality of Life Bref version (WHOQOL-BREF). Menurut WHOQOL-BREF
(Power dalam Lopez & Snyder, 2003) terdapat empat dimensi mengenai kualitas
hidup yang meliputi:
a. Dimensi kesehatan fisik, yaitu kesehatan fisik dapat mempengaruhi
kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan
individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan
modal perkembangan ke-tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup
aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan, energy dan
kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat,
kapasitas kerja. Hal ini terkait dengan private self consciousness yaitu
mengarahkan tingkah laku ke perilaku covert, dimana individu lain tidak
dapat melihat apa yang dirasakan dan dipikirkan individu secara subjektif.
b. Dimensi psikologis, yaitu terkait dengan keadaan mental individu.
Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu
menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai
dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
20
dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu
dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat
secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup body image dan
appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self esteem, keyakinan
pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi, penampilan dan
gambaran jasmani. Apabila dihubungkan dengan private self onsciousness
adalah individu merasakan sesuatu apa yang ada dalam dirinya tanpa ada
orang lain mengetahuinya, misalnya memikirkan apa yang kurang dalam
dirinya saat berpenampilan..
c. Dimensi hubungan sosial, yaitu hubungan antara dua individu atau lebih
dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat
manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia
dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia
seutuhnya. Hubungan social mencakup relasi personal, dukungan sosial;
aktivitas seksual. Hubungan sosial terkait akan public self consciousness
yaitu bagaimana individu dapat berkomunikasi dengan orang lain.
d. Dimensi lingkungan, yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya
keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas
kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat
menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber
financial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan
kesehatan dan sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
21
kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun
ketrampilan; partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan
rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan
fisik termasuk polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim, serta transportasi.
Berfokus pada public self consciousness dimana individu memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
2.2. Jenis Penyakit Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
2.2.1 Gagal ginjal kronik
1. Definisi
Gagal ginjal Kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit yang
rentan, nefropati analgesik, desktruksi papila ginjal yang terkait dengan
pemakaian harian obat-obatan analgesik selama bertahun tahun dapat
menyebabkan gagal ginjal kronis (Corwin, 2009).
Gagal gunjal kronik adalah ketika pasien telah mengalami kerusakan
ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal secara terus
menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal
kronis (Brunner, 2015).
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal sebagai organ tubuh sangat vital, seperti menyring darah,
menghasilkan hormone, menjaga keseimbangan basa, dan sebagainya. Ginjal
mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
22
a. Membuang racun dan produksi buangan/limbah dari darah. Racun didalam
darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan keduaracun ini
terlalu berlebihan , maka akan mengganggu metabolisme tubuh.
b. Menjaga kebersihan darah dan regulasi selruh cairan (air dan garam) di
dalam tubuh
c. Meregulasi tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin yang bertugas
mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elektrolisis. Renin mengubah
protein dalam darah menjadi hormone angiostensis. Mengabsorsisodium
dan air ke dalam darah.
d. Mengatur keseimbangan pH darah
e. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
f. Memproses hormone erythropoiethin yang bertugas memproduksi sel
darah merah ditulang.
g. Mengekresikan zat-zat metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya
amonia.
h. Mengekresikan zat-zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat-obatan, bakteri, dan zat warna).
i. Mengatur keseimbangan air dan garam.
j. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan
asam atau basa. (Manurung, 2017).
3. Etiologi
Gagal ginjal kronis dapat terjadi akibat sejumlah kondisi yang menyebabkan
hilangnya nefron permanen, termasuk diabetes, hipertensi, glomerulonefritis, dan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
23
penyakit ginjal polikistik (Porth, 2011) sedangakan menurut kowalak (2014)
adalah sebagai berikut:
a. Penyakit glomerulus yang kronis (glomerulonefritis)
b. Infeksi kronis (seperti pielonefritis kronik dan tuberkolosis)
c. Anomali kongenital (penyakit polikistik ginjal)
d. Obstruksi renal (batu ginjal)
e. Penyakit kolagen (lupus eritematosus
f.Preparat nefrotoksik (terapi aminoglikosid yang lama)
g. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)
4. Manifestasi klinis
Brunner (2015), terdapat tanda dan gejala pada pasien gagal ginjal kronik
meliputi Sebagai berikut:
a. Kardiovaskular: Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan sakrum), edema
periorbital, gesekan perikardium, pembesaran vena-vena di leher, perikarditis,
tamponade perikardium, hiperkalemia, hiperlipidemia.
b. Integumen: warna kulit keabu-abuan, kulit kering dan gampang terkelupas,
pruritus berat, ekimosis, purpura, kuku rapuh, rambut kasar dan tipis.
c. Paru-paru: ronkhi basah kasar (krekels), sputum yang kental dan lengket,
penurunan refleks batuk, nyeri pleura, sesak napas, takipnea, pernapasan
Kussmaul, pneu monitis urernik.
d. Saluran cerna: bau ammonia ketika bernapas, pengecapan rasa logam, ulserasi
dan perdarahan mulut, anoreksia, mual dan muntah, cegukan, konstipasi, atau
diare, perdarahan pada saluran cerna.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
24
e. Neurologik: kelemahan dan keletihan, konfusi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriksis, tungkai tidak nyaman,
telapak kaki serasa terbakar, perubahan perilaku.
f. Muskuloskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodistrofi ginjal,
nyeri tulang, fraktur, kulai kaki.
g. Reproduksi: amenorea, atrofi testis, ketidaksuburan, penurunan libido.
h. Hematologi: anemia, trombositopenia.
5. Penatalaksanaan
Kowalak (2014), terdapat beberapa penatalaksanaan baik secara medis
ataupun mandiri diantaranya yaitu:
a. Diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolisme protein
yang tidak dapat diekskresi oleh ginjal
b. Diet tinggi protein bagi pasien yang menjalani dialisis peritoneal secara
kontinu
c. Diet tinggi kalori untuk mencegah ketoasidosis dan atrofi jaringan
d. Pembatasan asupan natrium dan kalium untuk mencegah kenaikan kadar
kedua mineral ini
e. Pembatasan cairan untuk mempertahankan keseimo bangan cairan
f. Obat-obat golongan loop diuretics, seperti furosemid (Lasix), untuk
mempertahankan keseimbangan cairan
g. Ohat-obat golongan glikosid kardiak, seperti digoksin untuk memobilisasi
cairan yang menyebabkan edema.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
25
h. Kalsium karbonat (Caltrate) atau kalsium asetat (PhosLo) untuk mengatasi
osteodistroh renal dengan pengikatan fosfat dan suplementasi kalsium
i. obat-obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah dan edema
j. obat-obat antiemetik untuk mengendalikan mual dan muntah
k. famotidin (Pepcid) atau ranitidin (Zantac) untuk mengurangi iritasi lambung
l. metilselulosa atau dokusat untuk mencegah konstipasi suplemen besi dan
folat atau transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
m. pemberian eritropoietin sintetis untuk menstimulasi sumsum tulang agar
memproduksi sel darah merah; suplemen zat besi, preparat estrogen. dan
desmopresin untuk mengatasi efek hematologi
n. obat-obat antipruritus. seperti trimeprazin (Temaril) atau difenhidramin
(Benadryl). untuk meredakan rasa gatal
o. Gel aluminum hidroksida untuk mengurangi kadar fosfat serum
p. Suplemen Vitamin. khususnya vitamin B dan D serta ”masam amino
esensial
q. dialisis untuk mengatasi hiperkalemia dan ketidak. seimbangan cairan
r. pemberian per oral atau rektal preparat resin penukar kation. seperti sodium
poli tiren sulfonat (Kayexalnte) dan penyuntikan IV kalsium glukonat.
natrium bikarbonat, dekstros 50% dan regular insulin untuk membalikkan
keadaan hiperkalemia
s. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan kor
tamponade
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
26
t. Dialisis intensif dan torakosentesis untuk mengurangi edema paru dan efusi
pleura
u. Dialisis peritoneal atau hemodialisis untuk membantu mengendalikan
penyakit ginjal terminal
v. Transplantasi ginjal (yang biasanya merupakan terapi pilihan bila donor
tersedia).
6. Pemeriksaan penunjang
Pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan salah satunya
dengan ultrasonografi gagal ginjal. Utrasonografi saat ini digunakan sebagai
pemeriksaan rutin dan merupakan pilihan pertama pada penderita gagal ginjal
kronik. Pada gagal ginjal tahap awal ukuran ginjal masih terbilang normal
sedangkan pada gagal ginjal kronik ukuran ginjal pada umumnya mengecil,
dengan penipisan parenkim, peninggian ekogenitas parenkim dan batasan
kartikomedular yang sudah tidak jelas/mengecil. Ultrasonografi juga dapat
digunakan untuk menilai ukuran serta ada tidaknya obstruksi ginjal (Andika,
2003).
2.2.2. Diabetes melitus
1. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin
(Brunner, 2015).
Penyakit diabetes melitus ditandai dengan tingginya kadar gula darah
akibat tubuh tidak memiliki hormon insulin atau insulin tidak dapat bekerja
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
27
sebagaimana mestinya. Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan
salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Sekresi
insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati
serta lemak. Insulin di dalam sel-sel tersebut menimbulkan efek seperti
menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen),
meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adiposa dan
mempercepat pengangkutan asam amino (yang berasal dari protein makanan) ke
dalam sel (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Etiologi
Smaltzer (2002) terdapat etiologi proses terjadinya diabetes melitus
menurut tipenya diantaranya adalah:
a. Diabete melitus tipe 1
Diabetes Tipe l ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya,
infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Faktor-faktor
Genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi,
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun
lainnya. 95 % pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya
diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
28
salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga
20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika
dibandingkan dengan populasi umum).
Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respons autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing Otoantibodl
terhadap sel sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada
saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum mnbulnya tanda-tanda
klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat
imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I yang
baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang
terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya
menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap
fungsi sel beta.
Faktor-faktor Lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
29
itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada . usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik (di Amerika Serikat. golongan Hispanik serta penduduk
asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afra-Amerika)
3. Klasifikasi diabetes mellitus
Terdapat klasifikasi DM menurut America Diabetes Association (ADA)
tahun 2010, meliputi DM tipe I, DM tipe II, DM tipe lain dan DM gestasional.
a. Diabetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I yang disebut diabetes tergantung insulin
(IDDM) merupakan gangguan katabolik dimana tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal
berespon terhadap semua rangsangan insulinogenik. Hal ini disebabkan
oleh penyakit tertentu (antara lain infeksi virus dan autoimun) yang
membuat produksi insulin terganggu (Guyton, 2006). Diabetes melitus ini
erat kaitannya dengan tingginya frekuensi dari antigen HLA tertentu. Gen-
gen yang menjadikan antigen ini terletak pada lengan pendek kromosam.
Onset terjadinya DM tipe I dimulai pada masa anak-anak atau pada umur
14 tahun (Guyton, 2006).
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
30
b. Diabetes melitus tipe II
Diabetes mellitus tipe II merupakan bentuk diabetes nonketotik yang
tidak terkait dengan marker HLA kromosom ke-6 dan tidak berkaitan
dengan autoantibody sel pulau Langerhans. Dimulai dengan adanya
resistensi insulin yang belum menyebabkan DM secara klinis. Hal ini
diitandai dengan sel β pankreas yang masih dapat melakukan kompensasi
sehingga terjadi keadaan hiperinsulinemia dengan glukosa yang masih
normal atau sedikit meningkat (Sudoyo, 2006). Pada kebanyakan kasus,
DM ini terjadi pada usia >30 tahun dan timbul secara perlahan (Guyton,
2006). Menurut Perkeni (2011) untuk kadar gula darah puasa normal
adalah ≤ 126 mg/dl, sedangkan untuk kadar gula darah 2 jam setelah
makan yang normal adalah ≤ 200 mg/dl.
c. Diabetes mellitus tipe lain
Biasanya disebabkan karena adanya malnutrisi disertai kekurangan
protein (Sudoyo,2006), gangguan genetik pada fungsi sel β dan kerja
insulin, namun dapat pula terjadi karena penyakit eksokrin pankreas
(seperti cystik fibrosis), endokrinopati, akibat obat-obatan tertentu atau
induksi kimia (ADA, 2010)
d. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional yaitu DM yang timbul selama
kehamilan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan yang mengakibatkan
melambatnya reabsorpsi makanan, sehingga menimbulkan keadaan
hiperglikemik yang cukup lama. Menjelang aterm kebutuhan insulin
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
31
meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan keadaan normal, yang
disebut sebagai tekanan diabetonik dalam kehamilan. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya resistensi insulin secara fisiologik. DM
gestasional terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan
seluruh insulin saat selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak
dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa
meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemi (Prawirohardjo,
2007).
4. Patofisiologi diabetes melitus
Kolawak (2014), terdapat tiga patofisiologi terjadinya diabetes melitus
berdasarkan jenisnya:
a. Diabetes tipe 1 kejadian pemicu yakni kemungkinan infeksi virus, akan
menimbulkan produksi autoantibodi terhadap sel-sel bata pankreas.
Destruksi sel beta yang diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi
insulin dan akhirnya kekurangan hormon insulin. Defesiensi insulin
mengakibatkan keadaan hiperglikemia, peningkatan lipolisis (penguraian
lemak) dan ketobolisme protein. Karakteristik ini terjadi ketika sel-sel beta
yang engalami dstruksi melebihi 90 %
b. Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh
satu atau lebih faktor berikut ini: kerusakan sekrsi insulin, produksi
glukosa yang tidak tepat di dalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor
insulin perifer. Faktor genetik merupakan hal yang signifikan, dan awitan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
32
diabetes di percepat oleh obesitas serta gaya hidup sedentari(sering
duduk).Sekali lagi, stres tambahan dapat menjadi faktor penting
c. Diabetes gestasional terjadi ketika seorang wanita yang sebelumnya tidak
didiagnosis sebagai sebagai penyandang diabetes memperlihatkan
intoleransi glukosa selama kehamilannya. Hal ini dapat terjadi jika
hormon-hormon plasenta melawan balik kerja insulin sehingga timbul
resistensi insulin. Diabetes kehamilan merupakan faktor resiko yang
segnifikan bagi terjadinya diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari.
5. Manifestasi klinis diabetes mellitus
Kalowak (2014) terdapat tanda dan gejala diabetes melitus meliputi:
a. Poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitas serum yang
tinggi akibat kadar glukosa serum yang tinggi.
b. Anoreksia (sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi)
c. Penurunan berat badan (biasanya sebesar 10 % hingga 30 %;
penyandang diabetes tipe 1 secara khas tidak memiliki lemak pada
tubuhnya saat diagnosis di tegakkan) karena tidak terdapat
metabolisme karbohidrat, lemak, dan proein yang normal sebagai
akibat fungsi insuin yang rusak atau tidak ada.
d. Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk , tenaga yang berkurang, dan
gangguan pada kinerja sekolah serta pekerjaan; semua ini disebabkan
oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
e. Kram otot, iritailitas, dan emosi yang labil akibat ketidakseimbangan
elektrolit.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
33
f. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, dan akibat
pembengkakan yang disebabkan glukosa.
g. Mati rasa (baal) dan kesemutan akibat kerusakan jaringan saraf.
h. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen akibat neuropati
otonom yang menimbulkan gastroparesis dan konstipasi.
i. Mual, diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseibangan
elektrolit ataupun neuropati otonom.
j. Infeksi atau luka pada kulit yang lembat sembuhnya; rasa gatal pada
kulit.
6. Komplikasi
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensidari diabetes yang sering terjadi adalah:
a. Meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke
b. Neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki
c. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan, terjadinya akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina
d. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.
e. Resiko kematian penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat
dibandingkan bukan penderita diabetes. (Infodatin, 2014)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
34
7. Penatalaksanaan diabetes melitus
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktivitas pasien. Perkeni (2015) menyatakan ada empat pilar
penatalaksanaan DM.
a. Edukasi
Pengelolaan mandiri DM secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang
berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan
perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan
upaya peningkatan motivasi.
b. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing masing individu.
Perlu ditekankan pentingnya keteraturan dalam hal jadwal makan, jenis,
dan jumlah makanan terutama pada pasien yang menggunakan obat
penurun glukosa darah dan insulin. Menurut Smeltzer dan Bare (2002),
tujuan utama terapi DM adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
35
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diarahkan
untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energy
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
c. Olahraga
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-
hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu.
Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila
kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan
jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
36
dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah.
d. Pemberian obat
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
2.2.3. Stroke
Stroke yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular accident atau
brain attack, merupakan kerusakan mendadak pada peredaran darah otak dalam
satu pembuluh darah atau lebih. Serangan stroke akan mengganggu atau
mengurangi pasokan oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan yang serius
atau nekrosis pada jaringan otak. Semakin cepat peredaran darah otak kembali
kepada keadaan normal setelah suatu serangan stroke. Semakin baik peluang
pasien untuk sembuh total. Akan tetapi, sekitar separuh pasien stroke akan
berhasil hidup akan mengalami disabilitas yang permanen dan kemudian kambuh
kembali dalam waktu beberapa minggu, bulan, atau tahun. Stroke merupakan
penyebab individu harus masuk rumah sakit dan dirawat dalam jangka waktu
lama (Kowalak, 2014).
Stroke dapat juga disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah di otak
ataupun dari gumpalan darah. Berikut adalah Gejala penyakit stroke:
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
37
1. Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali terjadi
pada salah satu sisi tubuh
2. Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh
3. Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan
4. Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata
5. Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan
6. Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau pingsan
(infodatin, 2014).
2.2.4. Kanker
Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak
normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker, sedangkan tumor
adalah kondisi dimana pertumbuhan sel tidak normal sehingga membentuk suatu
lesi atau dalam banyak kasus, benjolan di tubuh (Infodatin, 2015).
Sel-sel kanker dideskripsikan sebagai neoplasma ganas/maligna dan
diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh sel
kanker tersebut. Kegagalan sistem imun untuk menghancurkan sel abnormal
secara cepat dan tepat memungkinkan sel-sel ini tumbuh terlalu besar untuk dapat
ditangani oleh mekanisme imun yang normal. Kategori agens atau faktor tertentu
yang berperan dalam karsinogenesis (transformasi maligna) mencakup virus dan
bakteri, agen fisik, agens kimia, faktor genetik atau familial, faktor diet, dan agens
hormonal (Brunner, 2015).
Lebih dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor
risiko perilaku dan pola makan yaitu:
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
38
1. Indeks massa tubuh tinggi
2. Kurang konsumsi buah dan sayur
3. Kurang aktivitas fisik
4. Penggunaan rokok, dan Konsumsi alkohol berlebihan.
Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan
terjadinya lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70%
kematian akibat kanker paru di seluruh dunia. Kanker yang menyebabkan infeksi
virus seperti virus hepatitis B/hepatitis C dan virus human papilloma
berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara berpenghasilan
rendah dan menengah (infodatin, 2015).
2.2.5. CHF ( Congestive Heart Failure)
Gagal jantung merupakan suatu sindrome, bukan penyakit dan terjadi
ketika jantung tidak lagi mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh. Gagal jantung akan mengakibatkan kelebihan muatan volume
intravaskuler serta interstisial dan perfusi jaringan yang buruk. Indivu yang
menderita gagal jantung akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas
fisik, penurunan kualitas hidup, dan rentang hidupnya memendek (Kowalak,
2014).
Brunner (2015) tanda dan gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan
ventrikel yang mengalami gangguan. Gagal jantung kiri memiliki manifestasi
yang berbeda:
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
39
1. Kongesti pulmonal: dispnea, batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang
rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop
ventrikel” bisa dideteksi melalui auskultasi.
2. Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal
(PND).
3. Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak
4. Sputum berbusa, banyak, dan berwarna pink (berdarah).
2.3. Jenis Terapi Kelompok
Sadock (2010) menyatakanterdapat beberapa terapi kelompok yang dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien yang dimana terapi kelompok pada awalnya
didasarkan pada prinsip psikoanalitik, berbagai teori sekarang menginformasikan
praktik psikoterapi kelompok yaitu:
2.3.1 Psychodynamic theorists
Teori ini biasanya digunakan bagi anak-anak yang berprilaku negatif,
seperti menentang, mengendalikan anak yang trauma, anak yang memiliki
kecemasan berat, dan pobia. Teori psikodinamik awal menggambarkan hubungan
yang terjalin antara ibu dan anak, sang ayah jauh dan tidak efektif, dan hubungan
yang tidak disengaja antara orang tua, hanya dua studi terkontrol tentang mutasi
selektif yang tidak menemukan fungsi keluarga yang lebih buruk dibandingkan
dengan keluarga orang lain seperti anak yang terganggu secara emosional. Fitur
terkait mencakup riwayat masalah bicara dan artikulasi yang tertunda, dan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
40
kemungkinan peningkatan kejadian enuresis dan atau encopresis. Mungkin ada
riwayat keluarga tentang rasa malu umum, atau tingkat kecemasan yang
meningkat pada orang tua (Kay, 2006).
2.3.2 Classical analytic
Klasik analitik penekanan pada libido dan agresi menemukan ekspresi di
bawah sadar kekuatan yang mendorong kelompok secara keseluruhan sepanjang
lintasan epigenetiknya . Dalam model ini, kelompok berkembang sepanjang jalur
epigenetik yang sama dengan individu, yaitu imperatif oral, anal, phallic, dan
genital yang mendiktekan gerakan dari tahap awal sampai tahap kelompok
dewasa.
2.3.3 Object relations
Beberapa ahli teori, relasi objek mengacu pada hubungan interpersonal
lain menekankan bahwa konsep tersebut tidak mengacu pada hubungan
interpersonal eksternal tetapi juga untuk struktur intrapsik yang spesifik. Konsep
dunia yang dihuni oleh representasi mental dan objek sangat penting bagi semua
teori relasi objek. Ada beberapa tempat dibangun oleh individu melalui integrasi
yang kurang berhasil dari representasi internal dari gambaran eksternal yang nyata
dengan subjek berinteraksi (Kay, 2006).
2.3.4 Ego psychology
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
41
Minat Anna Freud terhadap pertahanan ego dengan seseorang menghadapi
kecemasan yang berpotensi menghancurkan mempengaruhi sejumlah intervensi
kelompok berkaitan dengan pemulihan dari penyakit fisik atau mental.
2.3.5 Self psychology
Psikolog diri dapat saling mengenal cerminan diri dan empatik antara
berkomitmen anggota yang dapat berfungsi sebagai objek satu sama lain. Semua
terapi kelompok analitik bergantung pada interpretasi resistansi, pertahanan, dan
beberapa transferences yang terjadi antara anggota, antara anggota dan pemimpin.
dan kepada kelompok secara keseluruhan.
2.3.6 Related analytic theorists
Sullivanian dan interpersonalis lainnya seperti lrvin Yalom menekankan
penyembuhan yang berasal dari hubungan sebenarnya di antara para anggota, dan
para feminis melihat secara berkelompok kesempatan untuk memeriksa dampak
gender terhadap lingkungan dan sebaliknya. Eksistensialis bergantung pada
kelompok untuk mengeksplorasi, memverifikasi, dan menerima mitos pribadi dan
kesengajaan individu di dunia karena mereka berkontribusi terhadap keaslian diri
individu.
2.3.7 Nonanalytic theorists
Selain teori psikodinamik yang mendominasi bidang terapi kelompok,
sejumlah teori, sejarawan lainnya telah memberikan kontribusi untuk bidang
psikoterapi kelompok. Beberapa dari mereka termasuk tokoh kognitif, teori
gestalt, analis transaksional dan terapis redecision.
2.3.8 Cognitive-behavioral theorists
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
42
Forinash (2007), Cognitive Behavioral Therapy (CBT) gabungan dari dua
modalitas terapi yang efektif yang saat ini digunakan secara terpisah atau
bersama-sama (model kognitif dan perilaku):
1. Behavioral Therapy mengikuti model kognitif saat ini, dimulai dengan Ivan
Pavlov (pengkondisian klasik) dan modifikasi lanjutan oleh B. F.
Skinner(pengkondisian operan) dan beberapa pendukung lainnya. Intervensi
perilaku berfokus terutama pada memodifikasi atau menghentikan perilaku
maladaptif dan tidak peduli dengan klien yang mendapatkan wawasan
tentang penyebab perilaku mereka. Baik orang dewasa maupun anak-anak
dapat menggunakan teknik perilaku, banyak di antaranya yang efektif.
2. Cognitive Therapy dimulai dengan Aaron Beck dan Albert Ellis dan telah
dimodifikasi oleh beberapa pendukung berikutnya. Hal ini didasarkan pada
Konsep bahwa disfungsi emosional dan perilaku berhubungan langsung
dengan pemikiran terdistorsi dan irasional seseorang, dan diperlakukan
dengan membantu Klien untuk mengubah pemikiran yang salah.
Saat ini, gabungan CBT adalah modalitas berbasis bukti yang sangat
populer berdasarkan teknik uji dan digunakan pada tingkat tertentu dalam
pengaturan perawatan psikiatris. CBT dilakukan secara individu dan / atau
berkelompok. Salah satu alasan popularitas CBT adalah mendorong
pengembangan tujuan konkret spgfijik dan menyediakan metode konstruktif bagi
klien untuk mencapai tujuan dan memantau kemajuan mereka. Langkah untuk
CBT meliputi:
1. Identifikasi pikiran terdistorsi
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
43
2. Eksplantasi / analisis distorsi kognitif
3. Merestrukturisasi kognisi dan / mengganti pikiran negatif dengan alternatif
4. Aktivasi perilaku Peningkatan keterampilan (problem solving dan
assertiveness)
5. Memantau kemajuan melalui pekerjaan rumah
Intervensi kognitif memerlukan penilaian yang hati-hati untuk menentukan
kapasitas klien untuk memahami progresi logis, dan kemampuan dan tingkat
keahlian mereka dalam memecahkan masalah. Terapis yang terampil dan realistis
sangat berperan dalam memodifikasi kombinasi CBT saat klien mengalami
gangguan pemikiran dan memiliki kesulitan untuk memahami konsep atau
menyelesaikan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dalam upaya
untuk membantu klien mencapai potensi maksimum mereka yang unik, terapis
terampil berkreasi dalam melestarikan struktur terapi, sambil menggabungkan
teknik kognitif dan perilaku yang mendorong keberhasilan klien dan mencegah
kegagalan klien. Terapi kognitif dan perilaku yang dibahas di bagian berikut dapat
digabungkan saat merawat klien.
2.3.9 Gestalt theorists
Banyak teori yang dikembangkan pada tahun 1960an dan 1970an
menggunakan model kelompok. Teori terapi gestalt didefinisikan oleh dua
gagasan utama: pertama, bahwa fokus psikologi yang tepat adalah momen saat
pengalaman dan kedua, bahwa hanya mungkin untuk mengetahui diri sendiri
dalam kaitannya dengan hal-hal lain di bidang interaktif. Teori Gestalt yang
dikembangkan oleh Fritz Perls, Paul Goodman, dan yang lainnya untuk
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
44
mengendalikan usaha pasien untuk mengintegrasikan tindakan, pengaruh, dan
kognitif. Saat bekerja dengan seorang protagonis individu di dalam kelompok
tersebut, para pemikir ini menggunakan keseluruhan kelompok sebagai wadah
pendukung dan reaktor untuk pengembangan klinis protagonis. Dalam teori
gestalt, fokusnya adalah mengatur akumulasi pengalaman masa lalu ke dalam
realitas orang tersebut sekarang. Dengan demikian, keseimbangan antara sosok
dan tanah (atau isi dan proses) adalah arah menuju kesehatan.
2.3.10 Transactional analysis
Fortinash (2007), Transactional Analysis (TA) adalah terapi (dikembangkan
oleh Eric Berne) berdasarkan teori bahwa individu mampu merespons dari tiga
keadaan ego yang berbeda (orang tua, anak, dan orang dewasa), dan bahwa
transaksi interpersonal yang sukses bergantung pada penggunaan pendekatan
kombinasi antara ego ini antara komunikator:
1. Keadaan ego orang tua mencakup perasaan dan perilaku yang dipelajari
dari orang tua atau tokoh otoritas dan mungkin pengasuhan atau kritis.
2. Status ego anak terdiri dari emosi, atau emosi yang tidak berhubungan
dengan anak, yang berasal dari pengalaman awal perkembangan
kehidupan. Mungkin adaptif (sesuai) atau bebas semangat (tidak sesuai).
3. Status ego dewasa bertanggung jawab atas penilaian realitas yang obyektif
dan dewasa dan memiliki kapasitas pemecahan masalah untuk mengolah
data.
Transaksi pelengkap terjadi ketika stimulus transaksional dan respons
transaksional berasal dari keadaan ego identik, yaitu orang tua dari orang tua,
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
45
anak ke anak, atau orang dewasa sampai orang dewasa. Transaksi silang terjadi
ketika stimulus transaksional dan respons transaksional berasal dari keadaan ego
yang berbeda, seperti orang tua terhadap anak, orang dewasa sampai orang tua,
atau anak dewasa. Transaksi pelengkap dan crossed bisa berhasil atau tidak
berhasil, tergantung pada tanggapan individu dan situasinya. Tujuan utama
kelompok TA adalah untuk memungkinkan anggota berkomunikasi dari keadaan
ego yang sesuai dengan situasi dan tanggapan individu, sehingga mengurangi
konflik dan mempromosikan hubungan interpersonal yang matang.
2.3.11 Self-help group
1. Defenisi
Self-help group adalah suatu terapi dimana setiap anggota saling berbagi
pengalaman tentang kesulitan dan cara mengatasinya, hal ini dilakukan untuk
memberikan semangat bahwa mereka tidak sendiri dan banyak dari mereka yang
bertahan dengan kondisi seperti ini. Anggota kelompok saling berbagi nasehat,
berbagi strategi koping dan saling mendukung antar anggota lainnya (Townsend,
2009).
2. Tujuan
Tujuan Self-help group dalam kelompok adalah memberikan support
terhadap sesama anggota dan membuat penyelesaian masalah secara lebih baik
dengan cara berbagi perasaan dan pengalaman, belajar tentang penyakit dan
memberikan asuhan, memberikan kesempatan caregiver untuk berbicara tentang
permasalahan dan memilih apa yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu
sama laian, membantu sesama anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
46
infomasi serta memberikan support. meningkatkan kepedulian antar sesama
anggota sehingga tercapainya perasaan aman dan sejahtera, mengetahui bahwa
mereka tidak sendiri. Support group juga memberikan kesempatan kepada
caregivers untuk berbagi perasaan, masalah, ide-ide dan infomasi dengan yang
lain yang mempunyai masalah yang sama Selain itu juga memberikan kepuasan
karena dapat berbagai dan membantu satu dengan yang lainya (Sreevani, 2009)
3. Peraturan
Kondisi Pertemuan kelompok harus disiapkan agar tidak ada penghalang
antara anggota. Misalnya, lingkaran kursi lebih baik dari kursi yang diletakkan di
sekeliling meja. Anggota harus didorong untuk duduk di kursi yang berbeda setiap
pertemuan. Keterbukaan dan perubahan ini menciptakan ketidaknyamanan yang
mendorong perilaku cemas dan tidak tenang yang kemudian dapat dieksplorasi
dalam kelompok tersebut (townsend, 2009).
4. Prinsip
Prinsip yang harus dilakukan dalam Self-help group seperti yang
dikemukakan Nottingham (2005) adalah sebagai berikut:
a. Mutuality (Pengambilan keputusan dilakukan kelompok). Beberapa anggota
kelompok akan saling berbagi tentang apa yang mereka rasakan. lakukan
dalam mengatasi suatu masalah. Alasan memilih Self-help adalah melalui
mutual understanding dan dukungan anggota dimana anggota kelompok
dapat berbagi pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan masalah serta
menemukan solusi melalui diskusi kelompok. Infomasi dari anggota
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
47
kelompok dan solusi yang dapa dilakukan merupakan bahan bagi anggota
kelompok.
b. Reciprocity (Hubungan timbal balik) Keikutsertaan seseorang dalam
kelompok akan saling timbal balik, karena masing masing anggota akan
memberikan infomasi tentang prasaan yang anggota hadapi
5. Ukuran
Berbagai penulis telah menyarankan rentang ukuran yang berbeda sesuai
ideal untuk interaksi kelompok: 4 sampai 7 (Huber, 1996), 2 sampai 15 (Sampson
& Marthas, 1990), dan 4 sampai 12 (Clark, 1994). Ukuran kelompok memang
membuat perbedaan dalam interaksi antar anggota. Semakin besar kelompok,
semakin sedikit waktu yang tersedia untuk dicurahkan ke anggota individu.
Sebenarnya, dalam kelompok yang lebih besar, individu yang lebih agresif
kemungkinan besar untuk didengar, sedangkan anggota yang lebih tenang
mungkin tidak hadir dalam diskusi sama sekali. Di sisi lain, kelompok yang lebih
besar memberi lebih banyak kesempatan bagi individu untuk belajar dari anggota
lainnya. Rentang pengalaman dan pengetahuan hidup yang lebih luas memberikan
potensi lebih besar untuk pemecahan masalah kelompok yang efektif (Townsend,
2009).
6. Indikasi
Indikasi pemberian terapi ini adalah mereka yang mengalami gangguan
jiwa, masalah beban berat, pemulihan dari ketergantungan obat-obatan, klien
diabetes, para lanjut usia, klien kanker dan penyakit kronis (Relawati, 2015)
7. Fungsi kelompok
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
48
Salah satu fungsi terpenting mereka adalah menunjukkan kepada individu
bahwa mereka tidak sendirian dalam memiliki masalah tertentu. Berbagi
pengalaman masing-masing tidak hanya membantu anggota dengan memberikan
dukungan bersama, tetapi juga dengan menghasilkan cara alternatif untuk melihat
dan menyelesaikan masalah. Dengan demikian, mereka membantu mengatasi pola
maladaptif tentang perilaku atau keadaan perasaan bahwa profesional kesehatan
mental tradisional pada umumnya tidak berhasil menyelesaikannya (Sreevani,
2009).
Townsend (2011), menguraikan delapan fungsi yang melayani kelompok
untuk anggotanya. Mereka berpendapat bahwa kelompok dapat melayani lebih
dari satu fungsi dan biasanya melayani fungsi yang berbeda untuk anggota
kelompok yang berbeda. Delapan fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi, kelompok budaya tempat kita dilahirkan memulai proses
pengajaran norma-norma sosial. Hal ini berlanjut sepanjang hidup kita oleh
anggota kelompok lain yang dengannya kita berafiliasi.
b. Dukungan, anggota kelompok sesama seseorang tersedia pada saat
dibutuhkan. Individu memperoleh perasaan aman dari keterlibatan
kelompok.
c. Tugas selesai, anggota kelompok memberikan bantuan dalam usaha yang
berada di luar kapasitas satu orang saja atau bila hasilnya dapat dicapai lebih
banyak efektif sebagai tim.
d. Persahabatan, anggota kelompok memberikan kegembiraan dan kesenangan
yang dicari individu dari interaksi dengan orang lain yang signifikan.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
49
e. Informasi, belajar berlangsung dalam kelompok. Penjelasan tentang
peristiwa dunia terjadi dalam kelompok. Pengetahuan didapat saat anggota
individu belajar bagaimana orang lain dalam kelompok telah menyelesaikan
situasi yang serupa dengan situasi yang sedang mereka hadapi saat ini.
f. Normatif, fungsi ini berkaitan dengan cara kelompok menerapkan norma
yang telah mapan.
g. Pemberdayaan, Kelompok membantu mewujudkan perbaikan dalam kondisi
yang ada dengan memberikan dukungan kepada anggota individu yang
berusaha mewujudkan perubahan. Kelompok memiliki kekuatan yang hanya
dimiliki individu saja.
h. Pemerintahan,contoh fungsi pemerintahan adalah peraturan yang dibuat
oleh komite dalam organisasi yang lebih besar.
8. Karakteristik
Karakteristik kelompok Self-help yang membedakan adalah homogenitas
mereka. Anggota memiliki gangguan yang sama dan berbagi pengalaman mereka
baik atau buruk, sukses atau tidak berhasil, satu sama lain. Anggota bekerja sama
menggunakan kekuatan mereka untuk mendapatkan kendali atas kehidupan
mereka. Dengan melakukan hal tersebut, mereka saling mendidik, saling memberi
dukungan, dan meringankan rasa keterasingan yang biasanya dirasakan oleh
orang-orang yang tertarik pada kelompok seperti ini. Dengan kata lain, kelompok
swadaya didasarkan pada premis bahwa orang-orang yang telah mengalami
masalah tertentu dapat membantu orang lain yang memiliki masalah yang sama
(Sreevani, 2009)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
50
9. Pelaksanaan
Langkah awal sebelum memulai aktifitas kelompok adalah
mengorganisasikan kelompok yang dilakukan pada penemuan awal. Aktifitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah menetapkan hal yang menjadi fokus dalam
kelompok, menentukan siapa saja yang bisa bergabung dalam kelompok, memilih
nama kelompok, menetapkan tenaga kesehatan yang dipilih, mengembangkan
anonimity dan kerahasaiaan mempertimbangkan kebutuhan dalam kelompok.
penggabungan, menentukan waktu penemuan. mempersiapkan aktifitas yang akan
dilakukan, memulai mengembangkan “mutual help". community outreach.
(Domheck & Moran. 2000 dalam Utami 2008).
Tahapan kelompok Self-help yang dikembangkan oleh Dombeck & Moran
(dalam Utami. 2008) adalah sebagai berikut :
Sesi l-4 merupakan analisa msalah. yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memahami masalah. tiap anggota harus memahami isu, gejala atau masalah
yang dialami, langkah pertama adalah memahami konsep kelompok Self-
help. selanjutnya memahami isu dan sifat masalah.
2. Memecahkan msalah kedalam bagian-bagian kecil, masalah dipahami, jika
dirasakan terlalu besar untuk diselesaikan, maka masalah dibagi menjadi
beberapa bagian yang selanjutnya dibuat rencana untuk memperbaiki
masalah dari bagian-bagian kecil tersebut.
3. Menentukan tujuan Pada sesi ini setiap masalah sudah dibagi menjadi
bagian bagian kecil, selanjutnya membuat tujuan, lengkap dengan
waktunya.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
51
4. Menentukan cara mengukur pencapaian tujuan Beberapa cara untuk
mengukur pencapaian tujuan adalah dengan melihat apa permasalahan
utamanya, berapa lama waktu tmtuk mencapai tujuan, apa yang telah
dilakukan untuk mencapai tujuan.
Langkah 5-7: Merencanakan Suatu Solusi
5. Memberikan pendidikan tentang pemecahan masalah dengan belajar
metode-metode yang tersedia untuk membantu mengelola isu isu dan
pemusalahan, sehingga kita akan tahu apa yang akan dilakukan dalam
memecahkan masalah yang dialami. Bicarakan dengan anggota yang lain
bagaimana pendapat tiap anggota atau yang pemah mengalami
permasalahan yang sama
6. Memilih solusi yang terbaik. Setelah mempelajari sebanyak mungkin
tentang cara memecahkan msalah, pilih cara yang akan dipakai berdasarkan
faktor kekuatan dan kelemahan yang ada
7. Menulis rencana. Hal ini dilakukan setelah mengikuti Self Help Group:
1) apa permasalahan yang ingin diubah
2) bagaimana cara merubahnya
3) Apa tujuan dan sasaran dari pemasalahan,
4) bagaimana cara mengukur kemajuan
5) Pemecahan masalah apa yang akan dipilih
6) metoda dan pilihan paya yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
Tulis semua rencana kedalam kertas pilih metoda, pendekatan dan teknik
yang akan digunakan untuk menyelesaikan rencana dan batas waktu.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
52
10. Tahapan perkembangan kelompok
Townsend (2009) terdapat 3 tahapan perkembangan kelompok dan individu
yang bergerak melalui fase pengembangan siklus hidup. Idealnya, kelompok akan
maju dari fase awal sampai kematangan lanjutan dalam upaya memenuhi tujuan
yang ditetapkan oleh keanggotaan. Sayangnya, seperti halnya individu, beberapa
kelompok menjadi tetap pada tingkat perkembangan awal dan tidak pernah
mengalami kemajuan, atau mengalami periode regresi dalam proses
perkembangan. Tiga tahap pengembangan kelompok dibahas di sini.
Tahap I. Tahap awal atau orientasi
a. Aktivitas grup
Pemimpin dan anggota bekerja sama untuk menetapkan peraturan
yang akan mengatur kelompok tersebut (mis., Kapan dan di mana
pertemuan akan terjadi, pentingnya kerahasiaan, bagaimana pertemuan akan
disusun). Tujuan kelompok dibentuk. Anggota diperkenalkan ke masing-
masing.
b. Harapan pemimpin
Pemimpin diharapkan untuk mengarahkan anggota ke proses
kelompok tertentu, mendorong anggota untuk berpartisipasi tanpa
mengungkapkan terlalu banyak terlalu cepat, mempromosikan lingkungan
kepercayaan, dan memastikan bahwa peraturan yang ditetapkan oleh
kelompok tidak mengganggu pemenuhan tujuan.
c. Perilaku anggota
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
53
Pada fase I, anggota belum memiliki kepercayaan dan akan
menanggapi kurangnya kepercayaan ini karena terlalu sopan. Ada rasa takut
tidak diterima oleh kelompok. Mereka mungkin mencoba untuk
"mendapatkan sisi baik" pemimpin dengan pujian dan perilaku yang sesuai.
Perebutan kekuasaan bisa terjadi saat anggota bersaing untuk posisi mereka
dalam "pecking order" kelompok tersebut.
Tahap II. tahap tengah atau bekerja
a. Aktivitas grup
Idealnya, selama fase kerja, kekompakan telah terbentuk di dalam
kelompok. Ini adalah saat kerja produktif menuju penyelesaian tugas
dilakukan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terjadi di dalam
kelompok. Pada kelompok dewasa, kerjasama berlaku, dan perbedaan dan
ketidaksepakatan dihadapkan dan diselesaikan
b. Harapan pemimpin
Peran pemimpin semakin berkurang dan menjadi salah satu fasilitator
selama fase kerja. Beberapa fungsi kepemimpinan dibagi oleh beberapa
anggota kelompok saat mereka maju menuju resolusi. Pemimpin membantu
menyelesaikan konflik dan terus mengembangkan kekompakan di antara
anggota sambil memastikan bahwa mereka tidak menyimpang dari tugas
atau tujuan yang dimaksudkan untuk kelompok tersebut diorganisir.
c. Perilaku anggota
Pada titik ini kepercayaan telah terjalin di antara para anggota. Mereka
lebih sering berkumpul bersama dan lebih jarang kepada pemimpin untuk
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
54
mendapatkan panduan. Mereka menerima kritik dari satu sama lain secara
konstruktif untuk menciptakan perubahan. Kadang kelompok akan
terbentuk di mana dua atau lebih anggota saling berkonspirasi dengan
mengesampingkan bagian kelompok lainnya. Untuk menjaga kohesi
kelompok, kelompok ini harus dihadapkan dan didiskusikan oleh seluruh
anggota. Konflik dikelola oleh kelompok dengan sedikit bantuan dari
pimpinan.
Tahap III. Final atau fase terminasi
a. Aktivitas grup
Semakin lama sebuah kelompok telah ada semakin sulit juga bagi
seluruh anggota untuk berhenti dalam kelompok. Semua anggota kelompok
akan merasakan kehilangan, sukaduka akan tercipta saat semua anggota
kelompok dapat berhasil dalam tujuan merek.
b. Harapan pemimpin
Pada fase penghentian, pemimpin mendorong anggota kelompok
untuk mengenang kembali apa yang telah terjadi di dalam kelompok, untuk
meninjau tujuan dan mendiskusikan hasil aktual, dan untuk mendorong
anggota memberi umpan balik satu sama lain mengenai kemajuan individu
di dalam kelompok. Pemimpin mendorong anggota untuk mendiskusikan
perasaan kehilangan yang terkait dengan penghentian kelompok.
c. Perilaku anggota
Anggota dapat mengungkapkan kejutan atas aktualisasi akhir. Ini
merupakan tanggapan duka cita penolakan, yang kemudian bisa berlanjut
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
55
menjadi kemarahan. Kemarahan terhadap anggota kelompok lainnya atau
terhadap pemimpin mungkin mencerminkan perasaan ditinggalkan.
Perasaan ini dapat menyebabkan diskusi anggota individu mengenai
kerugian sebelumnya yang dialami oleh emosi serupa. Penghentian
kelompok yang berhasil dapat membantu anggota mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan saat terjadi kerugian dalam dimensi
kehidupan mereka yang lain.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
58
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA
3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Model konseptual, kerangka konseptual dan skema konseptual adalah
sarana pengorganisasian fenomena yang kurang formal daripada teori. Seperti
teori, model konseptual berhubungan dengan abstraksi (konsep) yang disusun
berdasarkan relevansinya dengan tema umum (Polit, 2012).
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes
Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan Tahun 2018.
Variabel independen Proses Variabel dependen
Kualitas hidup
Terapi Terapi Kelompok
1. Psychodynamic
theorists 2. Classical analytic 3. Object relations 4. Ego psychology 5. Self psychology 6. Related analytic
theorist 7. Non analytytic theorists
8. Cognitive-behavioral theorists
9. Gastalt Theorists 10. Transactional analysis
11. Self-Help Group
1. Kesehatan fisik
2. Psikologis
3. Hubungan Sosial
4. Lingkungan
1. Kesehatan fisik a. Kegiatan kehidupan
sehari-hari b. Ketergantungan
pada bahan obat dan bantuan medis
c. Energi dan kelelahan
d. Mobilitas e. Rasa sakit dan
ketidaknyaman f. Tidur dan istirahat
2. Psikologis a. Bentuk dan
tampilan tubuh b. Perasaan negatif
c. Perasaan positif d. Penghargaan diri e. Spiritualitas agama
atau keyakinan kepribadian
Kualitas Hidup
- Tidak baik - Baik
- Sangat Baik
Pre-test kualitas hidup
1. Pasien gagal ginjal
kronik 2. Pasien diabetes
melitus
Intervensi
Post-test kualitas hidup
1. Pasien gagal ginjal kronik
2. Pasien diabetes melitus
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
59
Keterangan:
= mempengaruhi antar variabel
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
Kerangka konsep diatas menjelaskan bahwa variabel independen adalah
Self-Help Group dengan komponen dasar yaitu saling mendidik,saling memberi
dukungan, meringankan rasa keterasingan (Sreevani, 2009) dengan variabel
dependen yaitu kualitas hidup (WHO, 2004). Variabel independen akan
mempengaruhi variabel dependen, dimana peneliti bertujuan mengetahui
pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dan diabetes melitus dipusat pelayanan kesehatan Kota Medan.
3.2.Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah prediksi, hampir selalu merupakan prediksi tentang
hubungan antar variabel. Hipotesis ini diprediksi bisa menjawab pertanyaan.
Hipotesis kadang-kadang mengikuti dari kerangka teoritis. Validitas teori
dievaluasi melalui pengujian hipotesis (Polit, 2012)
Ha = Terdapat Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik Dipusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
(Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan) Tahun 2018.
Ha = Terdapat Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus Dipusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan
(Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan) Tahun 2018.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
60
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.Rancangan Penelitian
Peneliti menggunakan rancangan “pra expremental pre-post without control
group”. Desain ini mencakup observasi pre-test diikuti dengan intervensi dan
post-test untuk satu kelompok (Cresswell, 2009). Rancangan penelitian ini untuk
mengidentifikasi adanya pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik dan diabetes melitus dipusat pelayanan kesehatan
Kota Medan.
Tabel 4.1. Rancangan Penelitian Pre-Post Test Dalam Satu Kelompok (Pra
Expremental Pre-Post Without Control Group)
O1 X O2
Keterangan:
X : Intervensi
O1 : Observasi atau pengukuran variabel dependen pre-tess
O2 : Observasi atau pengukuran variabel dependen post-tess
Suatu kelompok sebelum diberikan intervensi, diberikan pre-test, kemudian
setelah perlakuan, dilakukan pengukuran kembali untuk mengetahui akibat dari
perlakuan (Polit, 2012).
4.2.Populasi dan Sampel
4.2.1. Populasi
Populasi adalah sekelompok individu yang memiliki ciri-ciri khusus yang
sama dapat berbentuk kecil ataupun besar (Creswell, 2015). Populasi dalam
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
61
penelitian ini adalah pasien dengan gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa rutin di Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan
sebanyak 370 dibulan Februari tahun 2018 dan pasien diabetes melitus di Rumah
Sakit santa Elisabeth Medan yang sedang rawat inap sebanyak 282 orang di tahun
2017.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sekelompok dari populasi target yang direncanakan oleh
peneliti untuk menggeneralisasikan tentang populasi target. Dalam situasi ideal,
peneliti memilih sample individu yang mewakili seluruh populasi (Creswell,
2015). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah purposive sampling
yaitu suatu metode pemilihan sampel atau tempat dalam penelitian yang bertujuan
untuk mempelajari atau memahami fenomena sentral yang standar digunakan
dalam memilih partisipan dan tempat (Patton, 2002). Sampel pada penelitian
adalah pasien yang menjalani hemodialisa Rumah Sakit Rasyida Medan dengan
jumlah 15 responden dan pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan dengan jumlah 15 responden yang memenuhi Kriteria inklusi sebagai
berikut:
1. Pasien Gagal ginjal kronik
a. Hemodialisa rutin 2 kali dalam seminggu.
b. Sudah menjalani hemodialisa maksimal 3 tahun
c. Bersedia menjadi responden penelitian.
d. Mampu berkomunikasi dengan baik.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
62
2. Pasien Diabetes Melitus
a. Sedang dirawat minimal hari 2 perawatan.
b. Tidak bedrest
c. Bersedia menjadi respon.
d. Mampu berkomunikasi dengan baik.
4.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.3.1 Variabel penelitian
1. Variabel independen
Variabel bebas (independent variabel) adalah merupakan variabel
yang mungkin menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek pada outcome.
Variabel ini juga dikenal dengan istilah variabel treatment, manipulated,
antecedent atau predictor (Creswell, 2009). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Self-Help Group.
2. Variabel dependen
Variabel terikat (dependent variabel) merupakan variabel yang
bergantung pada variabel bebas. Variabel terikat ini merupakan outcome
atau hasil dari pengaruh variabel bebas. Istilah lain untuk variabel terikat
adalah variabel criterion, outcome, effect, dan response (Creswell, 2009).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas hidup pasien Gagal
Ginjal Kronik dan Diabetes Melitus dipusat pelayanan kesehatan Kota
Medan.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
63
4.3.2 Definisi operasional
Definisi operasional berasal dari seperangkat prosedur atau tindakan
progresif yang dilakukan peneliti untuk menerima kesan sensorik yang
menunjukkan adanya atau tingkat eksistensi suatu variabel (Grove, 2014).
Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Dan Diabetes
Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan Tahun
2018. Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor
Independen
Self-Help
Group
Self-Help Group
adalah suatu terapi
kelompok dimana
setiap anggota
saling berbagi
pengalaman tentang
penyakit dan cara
mengatasinya,
untuk
meningkatkan
kualitas hidup individu.
1. Keputusan
diambil oleh
kelompok
2. Hubungan
timbal balik
SOP - -
Dependen Kualitas
Hidup
Kualitas hidup
adalah suatu
kemampuan
individu untuk
memperoleh
kesejahteraan dan
mendapatkan hidup
yang lebih baik
sesuai dengan
tujuan, harapan, dan
standar masing-
masing individu
1. Domain
kesehatan
fisik
2. Domain
Psikologis
Kuesioner Interval Nilai skor
maksimal
adalah 65,
dibedakan
menjadi 3
kelompok:
1 =kualitas
hidup
kurang baik
(total 13-30)
2 = kualitas
hidup baik (total 31-48)
3=kualitas
hidup sangat
baik (total
49-65)
4.4.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat untuk mengukur, mengobservasi, atau
mendokumentasikan data kuantitatif. Instrumen itu berisi berbagai pertanyaan dan
kemungkinan respon/jawaban tertentu yang peneliti tetapkan atau kembangkan
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
64
sebelum penelitian dilaksanakan (Creswell, 2015). Instrumen yang digunakan
oleh peneliti pada variabel independen adalah buku bacaan, SOP tentang Self-
Help Group dari Psychiatric Mental Health Nursing dan A Guide to Mental
Health and Psychiatric Nursing. Pada variabel dependen adalah lembar kuesioner
yang diadopsi dari buku Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan tahun 2014
tentang kualitas hidup (Quality Of Life).
4.4.1 Data demografi
Data demografi pasien meliputi nomor responden, inisial, umur, dan jenis
kelamin
4.4.2 Kualitas Hidup
Kualitas Hidup individu diteliti berdasarkan pengamatan dan memakai
lembar kuesioner baku tentang kualitas hidup dari buku Metodelogi Penelitian
Ilmu Keperawatan oleh Nursalam tahun 2014.
4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.5.1 Lokasi
Tempat penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Khusus Ginjal dan
Hipertensi Rasyida Medan yang berada di Jl. Mayjen DI Panjaitan No.144
Sumatera Utara, karena merupakan satu-satunya Rumah Sakit Khusus ginjal yang
terdapat di Kota Medan untuk responden gagal ginjal kronik sedangkan pada
responden diabetes melitus dilaksanakan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Jl. Haji Misbah No. 108 Sumatera Utara. Peneliti memilih tempat ini karena
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
65
rumah sakit ini merupakan lahan praktik Rumah Sakit bagi peneliti dan
merupakan lahan yang dapat memenuhi sampel yang diteliti.
4.5.2 Waktu
Waktu penelitian pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi
Rasyida Medan telah dilaksanakan mulai tanggal 22 Februari sampai 28 Maret
tahun 2018, Sedangkan pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan dilaksanakan mulai tanggal 23 Februari sampai 09 April tahun
2018.
4.6. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
4.6.1 Pengambilan data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karateristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2014). Pengambilan data penelitian diperoleh langsung dari responden
sebagai data primer dan dari data rekam medik sebagai data sekunder. Dimana
terlebih dahulu dilakukan memberikan lembar kuesioner kepada responden
sehingga didapatkan hasil kualitas hidup sebelum diberikan intervensi Self-Help
Group. Selanjutnya diberikan intervensi Self-Help Group selama ± 60 menit
dalam dalam kegiatan dan dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Kemudian di
berikan kuesioner kualitas hidup kembali untuk melihat perubahan setelah
diberikan intervensi Self-Help Group.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
66
4.6.2 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan berupa kuesioner yang
langsug diberikan kepada subjek. Pada jenis pengukuran ini peneliti
mengumpulkan data secara formal untuk menjawab pertanyaan secara tertulis
(Nursalam, 2014).
Pada proses pengumpulan data dalam penelitian, peneliti membagi proses
menjadi tiga bagian dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pre-test
Peneliti menjelaskan prosedur kerja sebelum dilakukannya pemberian
Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dan
diabetes melitus. Sebelum melakukan pemberian Self-Help Group, peneliti
terlebih dahulu memberikan kuesioner kualitas hidup untuk menilai kualitas
hidup responden.
2. Intervensi
Peneliti mengumpulkan responden disuatu tempat kemudian peneliti
menggali status kesehatan atau masalah kesehatan yang dialami oleh
responden dan mendiskusikan tujuan dan harapan setelah dilakukan
tindakan Self-Help Group. Selanjutnya peneliti melakukan Self-Help Group
sesuai SOP. Intervensi Self-help Group akan dilaksanakan selama 4 kali.
3. Post-test
Setelah dilakukan Self-Help Group subjek akan diminta kembali
mengisi kuesioner kualitas hidup kembali untuk mengukur kualitas hidup.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
67
Selanjutnya peneliti mengamati apakah ada pengaruh Self-Help Group
terhadap kualitas hidup subjek.
4.6.3 Uji validitas dan reliabilitas
1. Uji validitas
Validitas instrumen adalah penentuan seberapa baik instrumen tersebut
mencerminkan konsep abstrak yang sedang diteliti. Validitas akan bervariasi dari
satu sample ke sample yang lain dan satu situasi ke situasi lainnya. Oleh karena
itu penguji validitas mengevaluasi penggunaan instrument untuk tertentu sesuai
dengan ukuran yang di teliti (Polit, 2012). Peneliti tidak melakukan uji validitas
karena kuesioner mengadopsi kuesioner yang sudah baku dari WHO (2004) yang
dapat di jadikan sebagai alat pengukur kualitas hidup yang terdiri dari 26
pertanyaan.
2. Uji reliabilitas
Reliabelitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang
peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan (Polit, 2012). Peneliti tidak
melakukan uji reliabilitas karena kuesioner adopsi WHO (2004) dan sudah
reliabel.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
68
4.7.Kerangka Operasional
Bagan 4.1 Kerangka Operasional Pengaruh Therapy Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Dan Diabetes
Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan Tahun 2018.
Pengajuan judul proposal
Pengambilan data awal
prosedur izin
pasien yang menjalani
hemodialisa di Rumah Sakit
Rasyida Medan
Pasien diabetes melitus yang
dirawat di Rumah Sakit santa
Elisabeth Medan
Informed consent Informed consent
Pengambilan data pre-test sebelum
Mengikuti Self-Help group
Intervensi Self-Help group
Pengambilan data Post test Sesudah mengikuti Self-Help Group
Pengolahan data editing,coding,processing and Cleaning
Analisa data
4.8. Analisa Data
Analisa data merupakan suatu komponen terpenting dalam penelitian untuk
mencapai tujuan utama penelitian, yaitu menjawab pertanyaan penelitian dan
mengungkapkan kebenaran. Teknik analisa data juga sangat dibutuhkan untuk
mengolah data penelitian menjadi sebuah informasi. Sebelum mendapatkan
informasi, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data penelitian yang besar
menggunakan uji statistik dan diinterpretasikan dengan benar. Statistik berfungsi
untuk membantu membuktikan hubungan, perbedaan atau pengaruh hasil dari
variabel-variabel yang diteliti (Nursalam, 2016).
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
69
Sumantri (2015), proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak
komputer dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing data yaitu megoreksi jawaban yang telah diberikan responden,
apabila ada data yang salah atau kutang segera dilengkapi.
2. Coding data yaitu melakukan pengkodean terhadap beberapa variabel
yang akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat
melakukan analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.
3. Entry data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan
menggunakan komputer.
Analsa data penelitian menggunakan Uji wilcoxon signed-rank test. Dalam
situasi dua kelompok tertentu, sebuah tes nonparametrik mungkin diperlukan-
misalnya, jika variabel dependen berada pada skala ordinal, atau jika distribusinya
sangat tidak normal bila data tingkat ordinal dipasangkan (Polit, 2012).
Peneliti menggunakan Uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi
normal, adapun hasil uji normalitas diperoleh nilai Shapiro-wilk untuk responden
p <0,5 didapatkan nilai kemaknaan, yaitu (p) 0,00 > 0,05.
4.9. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khusunya jika subjek penelitian adalah
manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Secara umum prinsip
etikanya adalah prinsip manfaat, menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan
(Nursalam, 2016). Etika membantu dalam merumuskan pedoman etis atau norma-
norma yang diperlakukan dalam kelompok masyarakat, termasuk masyarakat
profesional. Sedangkan etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip-pronsip etis
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
70
yang diterapkan dalam kegiatan kegiatan penelitian. Peneliti akan memberikan
penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian. Responden
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent karena menyetujui menjadi
responden.
Kerahasiaan informasi responden (confidentiality) dijamn oleh peneliti dan
hanya kelompok tertentu saja yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian
atau hasil riset. Beneficienci, peneliti sudah berupaya agar segala tindakan kepada
responden mengandung prinsip kebaikan. Nonmaleficience, tindakan atau
penelitian yang dilakukan peneliti tidak mengandung unsur berbahaya atau
merugikan responden. Veracity, penelitian yang dilakukan telah dijelaskan secara
jujur mengenai manfaatnya, efeknya dan apa yang didapat jika responden
dilibatkan dalam penelitian tersebut.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
71
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian melalui pengumpulan data
yang telah dilakukan di Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida
Medan dan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan jumlah responden 30
orang diantaranya 15 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida dan 15 pasien diabetes
mellitus. Penyajian hasil data dalam penelitian ini meliputi data Self-help group,
Kualitas Hidup pasien gagal ginjal kronik dan diabetes melitus, dan pengaruh
Therapy self-help group terhadap pasien yang menjalai hemodialisa di Rumah
Sakit Ginjal Rasyida dan diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
tahun 2018.
5.1.1 Gambaran lokasi penelitian
1. Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida Medan
Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida adalah satu-satunya
Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi yang berada di Sumatera utara yang
terletak di jalan D.I Panjaitan no.144 Medan/ Jalan Sei Besilam no.8 Kelurahan
Sei Kambing D Kecamatan Medan Petisah Provinsi Sumatera Utara yang
didirikan tanggal 10 November 1995 oleh Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD,
KGH, dibawah Yayasan Nurani Ummi Rasyida. Adapun pelayanan yang
dilakukan adalah konsultasi penyakit dalam ginjal dan hipertensi serta pelayanan
hemodialisa.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
72
Pada tahun 2002 Yayasan Nurani Rasyida berubah menjadi PT. Nurani
Ummi Rasyida dengan akte pendirian tanggal 01 agustus 2002 Nomor 01 dan
telah didaftarkan pada Menkumham Nomor C-22699 HT.01.TH.2001. Seiring
dengan berjalannya waktu, pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Ginjal dan
Hipertensi Rasyida mengalami pertumpuhan dengan penambahan fasilitas seperti
laboratorium, radiolodi, USG, EKG, apotek , kamar bedah mini, Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), layanan konsultasi penyakit bedah
vascular (doublelumen dan simino shunt).
Sehubungan dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun
2004 tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang diberlakukan pemerintah pada
tanggal 01 januari 2014 dengan membentuk Badan Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan kecenderungan meningkatnya pasien gagal
ginjal kronik di Sumatera Utara khusus Kota Medan maka pemilik Rumah Sakit
Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida berkeinginan meningkatkan status Rumah
Sakit menjadi Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi pada tahun 2016
dengan harapan dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan khusus ginjal.
Misi dari Rumah Sakit Khusus Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan adalah: 1)
menyusun strategi, kemampuan daya saing dan beradaptasi, 2) menyiapkan
sumber daya sesuai dengan standar, 3) mendorong semangat sumber daya
manusia, 4) menjalin kerjasama lintas program dan lintas sektor.
2. Rumah Sakit Santa Elisabeth
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah Rumah Sakit yang memiliki
kriteria tipe B Paripurna Bintang Lima yang terletak di Jalan Haji Misbah No.7
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
73
Medan yang dibangun pada tahun 1931 yang merupakan karya para suster atau
biarawati Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) Medan. Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan memiliki visi yaitu menjadikan Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang berkualitas tinggi atas dasar cinta kasih dan persaudaraan dan misi yaitu
meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia profesional, sarana,
dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat lemah.
Tujuan dari Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ini adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal dengan semangat cinta kasih sesuai kebijakan
pemerintah dalam menuju masyarakt sehat. Rumah sakit ini memiliki Motto
“Ketika Aku Sakit Kamu Melawat Aku”.
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menyediakan beberapa unit pelayanan
medis dari pelayanan keperawatan, baik rawat jalan maupun rawat inap, sehingga
dijabarkan sebagai berikut: poli umum, poli Rumah Sakit spesialis, poli gigi,
MCU (Medical Check Up); BKIA (Badan Kesehatan Ibu dan Anak), IGD
(Instalasi Gawat Darurat), OK (Kamar Operasi), farmasi, radiologi, fisioeterapi,
laboratorium, dan ruang rawat inap ( 6 ruang rawat inap internis, 4 ruang rawat
inap bedah, 4 ruang rawat intensif, 3 ruang rawat inap perinatologi, 1 ruang rawat
anak). Ruangan rawat inap terdiri dari kelas I, II, III, VIP, Super VIP, dan
Eksklusif.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
74
5.1.2 Karakteristik Responden
1. Gagal ginjal kronik
Karakteristik responden yang menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit
Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan 2018, dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah
ini.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Yang Menjalani
Hemodialisa Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan 2018.
Karakteristik f %
Umur
20-40 tahun 41-60 tahun
61-80 tahun
>81 tahun
3 8
3
1
20,0 53,3
20,0
6,7
Total 15 100,0
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
8
7
53,3
46,7
Total 15 100,0
Agama
Islam
Kristen Katolik
8
6 1
53,3
40,0 6,7
Total 15 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja Mahasiswa
Wiraswasta
10 1
4
66.,7 6,7
26,7
Total 15 100,0
Lama
hemodialisa
1-3 bulan
4-6 bulan 7-9 bulan
>1 thun
5
4 2
4
33,3
26,7 13,3
26,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diperoleh hasil karakteristik responden
berdasarkan umur dari 15 responden mayoritas rentang umur 41-60 tahun
sejumlah 8 orang (53.3%). Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
diperoleh data bahwa responden mayoritas jenis kelamin laki-laki sebanyak 8
orang (53.3%). Karakteristik responden berdasarkan agama diperoleh data
mayoritas agama islam sebanyak 8 orang (53.3%). Karakteristik responden
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
75
berdasarkan pekerjaan diperoleh data mayoritas sebanyak 10 orang (66.7%) tidak
bekerja. Karakteristik responden berdasarkan lama hemodialisa diperoleh data
mayoritas sebanyak 5 orang (33.3%) selama 1-3 bulan.
2. Diabetes melitus
Karakteristik responden diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan 2018, dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Diabetes Melitus
Di Rumah Santa Elisabeth Medan 2018.
Karakteristik f %
Umur
31-50 Tahun
51-70 Tahun 71-90 Tahun
6
7 2
40,0
46,7 13,3
Total 15 100
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
6
9
40,0
60,0
Total 15 100
Agama Islam
Kristen
Katolik
4
9
2
26,7
60,0
13,3
Total 15 100
Pekerjaan
Tidak bekerja/ Pensiunan
Petani Wiraswasta
IRT
10
1 2
2
66.7
6,7 13,3
13,3
Total 15 100
Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat karakteristik responden
berdasarkan umur diperoleh data dari 15 responden diperoleh data mayoritas
sejumlah 7 orang (46,7%) dalam rentang umur 51-70 tahun. Karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh data mayoritas jenis kelamin
perempuan sebanyak 9 orang (60%). Karakteristik responden berdasarkan agama
diperoleh data mayoritas agama kristen sebanyak 9 orang (60%). Karakteristik
responden berdasarkan pekerjaan diperoleh data sebanyak 10 orang (66.7%) tidak
bekerja/Pensiunan.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
76
5.1.3 Tingkat kualitas hidup pasien pre-post intervensi
1. Gagal ginjal kronik
Tingkat kualitas hidup pasien hemodialisa pre-post test di Rumah Sakit
Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan 2018, dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah
ini:
Tabel 5.5 Kualitas Hidup Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Pre-Post Test Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan 2018.
Kategori f % f %
Pre-test Pre-test Post-test Post-test
Kualitas hidup tidak baik Kualitas hidup baik
Kualitas hidup sangat baik
8 7
0
53,3 46,7
0
0 12
3
0 80,0
20,0
Total 15 15 100 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dari 15 responden pasien yang menjalani
hemodialisa dapat dilihat bahwa kualitas hidup pasien yang menjalani
Hemodialisa pre-test self-help group yang mengalami kualitas hidup baik
sebanyak 8 orang (53.3%), dan tingkat kualitas hidup kurang baik sebanyak 7
orang ( 46.7 %). Sementara hasil Post-tess dari 15 responden, pasien yang
mengalami tingkat kualitas hidup baik sebanyak 12 orang (80%), dan tingkat
kualitas hidup sangat baik sebanyak 3 orang (20%).
2. Diabetes melitus
Tingkat kualitas hidup pasien diabetes melitus pre-post test di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan 2018, dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini:
Tabel 5.6 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Pre-Post Test Intervensi Self-Help Group di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan 2018. Kategori f % F %
Pre-test Pre-test Post-test Post-test
Kualitas hidup tidak baik Kualitas hidup baik
Kualitas hidup sangat baik
5 10
0
33,3 66,7
0
0 11
4
0 73,3
26,7
Total 15 15 100 100
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
77
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dari 15 responden pasien diabetes melitus
dapat dilihat bahwa kualitas hidup pasien diabetes pre-tess intervensi yang
mengalami kualitas hidup tidak baik sebanyak 5 orang (33.3%), dan kualitas
hidup baik sebanyak 10 orang ( 66.7 %). sedangkan hasil post-tess dari 15
responden yang mengalami tingkat kualitas hidup baik sebanyak 11 orang
(73,3%), sedangkan tingkat kualitas hidup sangat baik sebanyak 4 orang (26,7%).
5.1.4 Pengaruh Self-help group terhadap kualitas hidup
1. Gagal ginjal kronik
Intervensi dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 2 minggu sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas
hidup pasien sebelum dan sesudah intervensi Self-help group pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Rasyida Medan tahun
2018 dengan menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah uji
Wilcoxon sign rank test. Uji Wilcoxon sign rank test dilakukan karena hasil data
tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu peneliti menggunakan Uji Wilcoxon
sign rank test. Hal ini ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.7 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Rasyida Medan Tahun 2018.
N Mean Rank Sum of Ranks
Pre-Post Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 11b 6.00 66.00
Ties 4c
Total 15
Pre Intervensi– Post Intervensi
Z -3.317a
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
78
Berdasarkan tabel 5.5 di atas bahwa diperoleh hasil yang menunjukkan
bahwa kualitas hidup sebelum dan sesudah intervensi Self-help group pada pasien
yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Rasyida Medan tahun 2018, dengan
hasil uji statistik diperoleh p=0,001 dimana p< 0,05. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa ada pengaruh yang bermakna sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
Self-help group terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Rasyida Medan tahun 2018.
2. Diabetes melitus
Pengukuran dilakukan setiap hari sampai pasien pulang dari rumah sakit
maksimal 3 kali pertemuan dilakukan intervensi. Untuk mengetahui tingkat
kualitas hidup pasien sebelum dan sesudah intervensi Self-help group pada pasien
rawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2018 dengan menggunakan
kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon sign rank test. Uji
Wilcoxon sign rank test dilakukan karena diperoleh hasil data tidak berdistribusi
normal. Oleh karena itu peneliti menggunakan Uji Wilcoxon sign rank test. Hal ini
ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji Wilcoxon Self-Help Group Terhadap Kualitas
Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2018.
N Mean Rank Sum of Ranks
Pre – Post Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 9b 5.00 45.00
Ties 6c
Total 15
Pre intervensi - Post Intervensi
Z -3.000a
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Berdasarkan tabel 5.8 di atas bahwa diperoleh hasil, rata-rata kualitas
hidup sebelum intervensi Self-help group terdapat peningkatan dari kualitas hidup
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
79
tidak baik menjadi baik sebanyak 5 orang dan yang memiliki kualitas hidup baik
meningkat menjadi kualitas hidup baik sebanyak 4 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas hidup sebelum dan sesudah intervensi Self-help group pada pasien
diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan meningkat.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p=0,003 dimana p < 0,05. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan Self-help group terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisa di Rumah Sakit Rasyida Medan tahun 2018.
5.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden tentang
pengaruh therapy self-help group terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dan diabetes mellitus di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan diperoleh
hasil sebagai berikut:
5.2.1 Kualitas hidup pre-test intervensi
1. Kualitas hidup pasien ginjal kronik pre-test sebelum dilakukan intervensi
self-help group
Diagram 5.1 Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Pre Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan Tahun 2018.
Kualitas hidup tidak baik
Skor=13-30
Kualitas hidup baik
Skor=31-48
46,7%
53,3
%
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
80
Berdasarkan diagram 5.1 dapat dilihat bahwa nilai kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik sebelum diberikan Intervensi Self-help group dengan total
sebanyak 15 responden didapatkan data bahwa kualitas hidup pasien kurang/tidak
baik sebanyak 8 orang (53,3 %), sedangkan tingkat kualitas hidup baik sebanyak 7
orang (46,7%).
Didukung oleh penelitian (Meilani, 2015) menyatakan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang buruk dan cenderung
mengalami komplikasi seperti depresi, kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak
dari mereka menderita gangguan kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi
rendah, gangguan fisik, mental, dan sosial yang nantinya mengganggu aktifitas
sehari-hari.
Sejalan dengan kutipan (Son,Y.J.,etal,2009) dalam Meilani (2015)
menekankan bahwa kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis sangat penting untuk diperhatikan karena dampak dari penyakit
ginjal kronik dan ketergantungan dengan terapi hemodialisa akan mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan meliputi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.
Kualitas hidup pasien gagal ginjal sangat berkaitan dengan hemodialisa.
Namun, hemodialisa bukan merupakan suatu terapi untuk menyembuhkan.
Hemodialisa dilakukan hanya untuk mempertahankan kehidupan dan
kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Hemodialisa merupakan
terapi yang lama, mahal, serta membutuhkan restriksi cairan dan diet. Pasien akan
kehilangan kebebasan karena berbagai aturan, pasien sangat tergantung pada
pemberi layanan kesehatan. Tidak menutup kemungkinan pula pasien sering
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
81
mengalami perpecahan di dalam keluarga dan di dalam kehidupan sosial.
Pendapatan akan semakin berkurang atau bahkan hilang, akibat pasien tidak
produktif. Berbagai faktor tersebut atau bahkan didukung beberapa aspek lain
seperti aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan lingkungan dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal (Nurchayati, 2011).
Peneliti berasumsi bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa akan menderita gangguan kognitif, seperti kehilangan memori,
konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental, dan sosial yang nantinya mengganggu
aktifitas sehari-hari dan mereka akan kehilangan kebebasan karena barbagai
aturan yang membuat pasien tergantung pada pemberian layanan kesehatan.
2. Kualitas hidup pasien diabetes melitus sebelum dilakukan intervensi self-
help group
Diagram 5.2 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Pre Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2018.
Kualitas hidup pasien diabetes melitus sebelum dilakukan intervensi Self-
help group. Tingkat Kualiatas hidup pasien di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan sebelum diberi intervensi dengan total sebanyak 15 responden didapatkan
Kualitas hidup tidak baik Skor =13-30
Kualitas Hidup baik Skor =31-48
66,7%
33,3%
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
82
data bahwa kualitas hidup pasien kurang/tidak baik sebanyak 5 orang (33, 3%),
sedangkan tingkat kualitas hidup baik sebanyak 10 orang (66,7%).
Peneliti berasumsi bahwa penyakit diabetes melitus tidak bisa sembuh
total, namun bisa dikontrol agar tidak kambuh dan penderita bisa menjalankan
aktifitas sehari-hari. Peningkatan angka penderita diabetes melitus disebabkan
oleh tingkat pemulihan yang rendah dan tingkat kekambuhan tinggi, hal ini karena
kurangnya support dan pengetahuan penderita tentang cara pengendalian penyakit
diabetes melitus.
Issa dan Baiyewu (2006) menyatankan bahwa sosial ekonomi merupakan
prediktor terjadinya kualitas hidup yang rendah pada pasien diabetes melitus.
Status sosial dan ekonomi akan berdampak pada ketersediaan finansial untuk
memperoleh pengobatan. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang
pengobatannya sangat mahal dan memerlukan pengobatan seumur hidup serta
perawatan diri untuk mencapai kualitas hidup yang tinggi. Menurut Ried dan
Walker (2009) menyatakan bahwa lama menderita diabetes melitus berhubungan
dengan tingkat kecemasan pasien, sehingga akan berakibat terhadap penurunan
kualitas hidup pasien diabetes melitus dapat memengaruhi kapasitas fungsional,
psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan pasien (Wahyuni dkk, 2014)
Penyebab terbesar dari kekambuhan pada penderita diabetes melitus ini
adalah emosi baik pada laki-laki maupun perempuan. Partisipan mengekspresikan
bahwa ketika dia sedang marah, sedih atau memikirkan sesuatu biasanya akan
mulai merasakan letih kemudian beberapa hari akan diikuti dengan gejala diabetes
melitus (Muhlisin dkk, 2015)
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
83
Hal ini sesuai dengan Psycho-oncology research group (POGOG) (2011)
menjelaskan bahwa kualitas hidup seseorang bisa dipengaruhi oleh pengalaman
hidupnya tentang penyakit yang dialami meliputi bagaimana mereka merasakan
tanda dan gejala, dampak dari pengobatan, peran dalam masyarakat dan keluarga
dan fungsi tubuh termasuk sexual.
5.2.2 Kualitas hidup post intervensi
1. Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik setelah dilakukan intervensi self-
help group
Diagram 5.3 Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Post Intervensi
Self-Help Group Di Rumah Sakit Ginjal Rasyida Medan Tahun
2018
Kualias hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Rasyida setelah diberi intervensi dengan total responden sebanyak
15 responden didapatkan data bahwa yang mengalami kualitas hidup baik
sebanyak 12 orang (80), kualitas hidup sangat baik sebanyak 3 orang (20 %).
Didukung oleh peneltian (Ambar, 2015) menyatakan Self-help group
merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dapat dilakukan dalam berbagai
situasi dan kondisi, terdiri dari beberapa orang yang memiliki masalah serupa
untuk saling berbagi pengalaman dan cara mengatasi masalah yang dihadapi.
Kualitas hidup baik skor=31-
48
Kualitas hidup sangat baik
skor=49-6520%
80 %
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
84
Didukung oleh penelitian Mugihartadi dkk (2016) menyatakan Self-help
group ini akan menunjukkan peran perawat dalam merawat pasien gagal ginjal
kronik yaitu meningkatkan kemandirian pasien. Self-help group sebagai program
promosi kesehatan memberdayakan individu dengan terus meningkatkan harapan
dukungan dan pernyataan. Pembentukan self help group memungkinkan anggota
kelompok memperluas jaringan sosial, menerima informasi, dan mendapat
dukungan emosional dari teman sekelompok, sehingga bisa memberikan banyak
manfaat dalam berbagai hal
Penelitian ini sejalan dengan Utarmi (2008) dalam Roifah (2017)
menjelaskan Self Help Group dalam kelompok adalah memberikan support
terhadap sesama anggota dan membuat penyelesaian masalah secara lebih baik
dengan cara berbagi perasaan dan pengalaman, belajar tentang penyakit dan
memberikan asuhan, memberikan kesempatan caregiver untuk berbicara tentang
permasalahan dan memilih apa yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu
sama lain, membantu sesama anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan
informasi serta memberikan support, meningkatkan kepedulian antar sesama
anggota sehingga tercapainya perasaan aman dan sejahtera, mengetahui bahwa
mereka tidak sendiri.
Maka peneliti berasumsi bahwa therapy self-help group sangat
memberikan dampak yang baik dalam meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan cara berbagi perasaan, pengalaman, belajar tentang penyakit, memberi
asuhan, serta kelompok dapat memperluas jaringan sosial dan meningkatkan
kepedulian antar sesama angota
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
85
2. Kualitas hidup pasien diabetes melitus setelah dilakukan intervensi self-
help group
Diagram 5.4 Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Post Intervensi Self-Help Group Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2018
Kualitas hidup pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan setelah diberi intervensi dengan total responden sebanyak 15 responden
didapatkan data bahwa yang mengalami kualitas hidup baik sebanyak 11 orang
(73,3%), kualitas hidup sangat baik sebanyak 4 orang (26,7%)
Didukung oleh peneltian (Ambar, 2015) menyatakan Self-help group
merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dapat dilakukan dalam berbagai
situasi dan kondisi, terdiri dari beberapa orang yang memiliki masalah serupa
untuk saling berbagi pengalaman dan cara mengatasi masalah yang dihadapi.
Dalam self-help group setiap anggota kelompok akan memberi
kesempatan menjadi caregiver yang mampu berbicara tentang permasalahan dan
memilih apa yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu sama lain,
membantu sesama anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan informasi serta
memberikan support. Meningkatkan kepedulian antar sesama anggota sehingga
tercapainya perasaan aman dan sejahtera, mengetahui bahwa mereka tidak sendiri
Sreevani, 2009)
Kualitas hidup baik Skor =31-
48
Kualitas hidup Sangat baik
Skor =49-6526,7
%
73,3 %
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
86
Tingkat kualitas hidup pasien setelah dilakukan SHG menunjukkan
perubahan berupa peningkatan kualitas hidup, karena dengan adanya Self-Help
Group pasien dibantu oleh masing-masing anggota kelompok dengan cara berbagi
pengalaman dan memberikan dukungan bersama. Dengan tindakan ini dapat
menghasilkan cara alternatif untuk melihat dan menyelesaikan masalah yang
sedang dialami masing-masing anggota.
Peneliti berasumsi bahwa Therapy self-help group sangat memberikan
dampak yang baik dalam meningkatkan kualitas hidup. Therapy Self-help group
akan menjadikan pasien lebih mandiri karena setiap anggota akan memberikan
support terhadap kelompok, saling berbagi nasehat, berbagi strategi koping dan
saling mendukung antar anggota lainnya.
5.2.3 Pengaruh Self-help group
1. Gagal ginjal kronik.
Ada pengaruh self-help group terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dan diabetes melitus dengan uji Wilcoxon dengan nilai p=0,001 dimana p
<0,05 terdapat pengaruh yang signifikan antara self-help group terhadap kualitas
hidup pasien gagal ginjal kronik dan diabetes melitus.
Didikung oleh penelitian Mugihartadi dkk (2016) menyatakan self-help
group dapat menunjukkan peran perawat dalam merawat pasien gagal ginjal
kronik yaitu meningkatkan kemandirian pasien. Dukungan kelompok dengan
penderita penyakit yang sama, dapat secara efektif meningkatkan pengetahuan
tentang kondisi yang dirasakan secara nyata diantara anggota. Selain itu pasien
dapat mengetahui bahwa yang mengalami penyakit tersebut bukan hanya dia
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
87
seorang diri. Dalam kelompok SHG (Self Help Group) anggota kelompok tidak
akan merasa sendiri dan mempunyai kesempatan untuk mengenali koping dan
penguasaan model peran dari anggota lain. Menurut Orem, asuhan keperawatan
dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk
merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kabutuhan hidup,
memlihara kesehatan dan kesejahteraannya.
Peneliti berasumsi bahwa Self-Help Group sangat berpengaruh terhadap
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Self-help group merupakan terapi yang
sangat efektif dalam meningkatkan kualitas hidup dimana setiap anggota akan
saling mendukung, meningkatkan pengetahuan, berbagi pengalaman hidup,
masalah fisik maupun emosional, dan meningkatkan kemandirian setiap anggota.
2. Diabetes melitus
Ada pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien
diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan Uji Wilcoxon sign
rank test dengan nilai p=0,003 dimana p <0.05. terdapat pengaruh yang signifikan
antara self-help group terhadap kualitas hidup pasien diabetes melitus
(Sreevani, 2009), menyatakan self-help group akan memberi kesempatan
menjadi caregiver yang mampu berbicara tentang permasalahan dan memilih apa
yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu sama lain, membantu sesama
anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan informasi serta memberikan support.
Meningkatkan kepedulian antar sesama anggota sehingga tercapainya perasaan
aman dan sejahtera, mengetahui bahwa mereka tidak sendiri.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
88
Ambar (2015) menyatakan kegiatan Self-Help Group yang dilaksanakan
oleh pasien mempunyai pengaruh terhadap perilaku kesehatan pasien. Dalam
penelitian ini perilaku kesehatan tidak diamati, akan tetapi dalam setiap awal Self-
help group dilakukan evaluasi terhadap tema yang sudah dibahas sebelumnya dan
diklarifikasi apakah informasi-informasi yang didapatkan pada pertemuan
sebelumnya dilaksanakan. Semua anggota kelompok menyatakan bahwa mereka
berusaha melakukan apa yang di sepakati dalam kegiatan Self-help group yang
sudah dilakukan, walaupun ada sebagian anggota kelompok yang kadang belum
optimal menerapkan hasil kegiatan Self-help group.
Sejalan dengan kutipan Bensley dan Fisher (2003) dalam Relawati dkk,
(2015) yang menyatakan Self-help group adalah suatu terapi kelompok dimana
setiap anggotanya saling berbagi masalah baik fisik maupun emosional yang
bertujuan agar setiap anggota kelompok bersosialisasi, menceritakan masalah
yang mereka alami dan saling berbagi pengalaman kepada sesama anggota
kelompok.
Peneliti berasumsi bahwa self-help group sangat berpengaruh terhadap
kualitas hidup pasien diabetes melitus. Self-help group merupakan terapi yang
sangat efektif dalam meningkatkan kualitas hidup dimana setiap anggota akan
berbagi pengalaman hidup baik masalah fisik maupun emosional, saling
mendengarkan satu sama lain, mampu belajar dari pengalaman, serta mampu
merawat diri sendiri.
.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
89
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan jumlah sampel 30 responden mengenai
pengaruh therapy self-help group terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dan diabetes melitus di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan tahun
2018 maka dapat disimpulkan:
1. Kualitas hidup pre-test sebelum intervensi pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Rasyida, kualitas hidup tidak baik
sebanyak 8 responden (53,3%) dan kualitas hidup baik sebanyak 7
responden (46,7%) dan post-test didapatkan tingkat kualitas hidup baik
sebanyak 12 orang (80%), tingkat kualitas hidup sangat baik 3 orang (20%).
2. Kualitas hidup pre-test sebelum intervensi pasien diabetes melitus di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan didapatkan data bahwa kualitas hidup tidak
baik sebanyak 5 orang (33,3%), kualitas hidup baik sebanyak 10 orang
(66,7%) dan post-test didapatkan data kualitas hidup baik sebanyak 11
orang (73,3%) tingkat kualitas hidup sangat baik 4 orang (26,7%).
3. Ada pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Rasyida
Medan dengan Uji Wilcoxon sign rank test dengan nilai p= 0,001 dimana
p<0,05. terdapat pengaruh yang signifikan antara self-help group terhadap
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
90
4. Ada pengaruh Therapy Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien
diabetes melitus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan Uji
Wilcoxon sign rank test dengan nilai p=0,003 dimana p <0.05. terdapat
pengaruh yang signifikan antara self-help group terhadap kualitas hidup
pasien diabetes melitus.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dengan jumlah sampel 30 reponden dengan judul
Pengaruh Therapy Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dan Diabetes Melitus Di Pusat Pelayanan Kesehatan Kota Medan Tahun
2018, sebagai berikut :
6.2.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan mampu mengetahui serta dapat mensosialisasikan Therapy
Self-Help Group pada pasien terminal baik gagal ginjal kronik, diabetes melitus,
ataupun penyakit terminal lainnya. Supaya pasien dapat memperoleh informasi
kesehatan dari sesama teman yang memiliki penyakit yang serupa terlebih yang
sudah mengalaminya.
6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi
institusi STIKes Santa Elisabeth Medan diharapkan dapat menambah atau sebagai
sumber referensi yang dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
bagaimana pengaruh Self-Help Group terhadap kualitas hidup pasien.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
91
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar meneliti kembali pengaruh self-
help group kepada pasien dengan satu variabel dengan menggunakan kelompok
control atau perbandingan agar dapat mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok.
6.2.4 Bagi Responden
Diharapkan agar Therapy Self-Help Group ini dapat di teruskan sebagai
sarana untuk berbagi informasi mengenai masalah-masalah kesehatan yang
dialami.
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
92
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawks. (2005). Keperawatan Medikal Bedah .Indonesia : Medika
Salemba
Brooks, B.A.,anderson, B.,(2007). Assesing the Nursing Quality of Work Life.
Nursing Administrasi Quarterly, pp. 152- 15
Brunner & suddarth. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. EGC: jakarta Corwin, Elizabeth J (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Creswell, J. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches. SAGE Publications, Incorporated.
Cruz, M. C., Andrade, C., Urrutia, M., Draibe, S., Nogueira-Martins, L. A., &
Sesso, R. D. C. C. (2011). Quality of life in patients with chronic kidney
disease. Clinics, 66(6), 991-995. Fortinash, K. M., & Worret, P. A. H. (2007). Psychiatric Nursing Care Plans-E-
Book. Elsevier Health Sciences.
Grove, S. K., Burns, N., & Gray, J. (2014). Understanding nursing research:
Building an evidence-based practice. Elsevier Health Sciences.
Guyton, Hall JE. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran s. Jakarta: EGC
Hutagaol, E. F. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological Intervention Di Unit Hemodialisa Rs Royal Prima Medan Tahun 2016. Jumantik (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 2(1), 42-59.
Hmwe, N. T. T., Subramanian, P., Tan, L. P., & Chong, W. K. (2015). The effects
of acupressure on depression, anxiety and stress in patients with
hemodialysis: a randomized controlled trial. International journal of nursing studies, 52(2), 509-518.
Kay Jerald & Allan Tasman. (2006). Essentials Of Psychiatry. England: Wiley Kowalak, Jennifer P.dkk. (2014). Buku Ajar Patofiologi. Jakarta: EGC
Lopez, & Snyder, C.R. (2003). Positive Psychological Assessment a Handbook of Models & measures.Washington. DC : APA
Manurung, Rostinah.dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
93
Mugihartadi, E. M. R., & Afandi, M. (2016). Efektivitas Self-Help Group
Terhadap Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Moons, P., Marquet, K., Budts, W., & De Geest, S. (2004). Validity, reliability
and responsiveness of the" Schedule for the Evaluation of Individual Quality of Life–Direct Weighting"(SEIQoL-DW) in congenital heart disease. Health and quality of life outcomes, 2(1), 27.
Msc, R. N., Fotoula Babatsikou, R. N., Charilaos Koutis, M. D., Maria Panagiotou
BSc, R. N., & Psimenou, E. (2016). Social Life of Patients Undergoing Haemodialysis. International Journal of Caring Sciences, 9(1), 122.
Notoatmodjo,Soekidjo. (2012). Metodolodi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Papazafiropoulou, A. K., Bakomitrou, F., Trikallinou, A., Ganotopoulou, A.,
Verras, C., Christofilidis, G., ... & Μelidonis, Α. (2015). Diabetes-dependent quality of life (ADDQOL) and affecting factors in patients with
diabetes mellitus type 2 in Greece. BMC research notes, 8(1), 786. Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing research: Generating and assessing
evidence for nursing practice. Lippincott Williams & Wilkins Purba, C. I. H., & Moni, R. (2014). Correlational Study: Patient’s Characteristics
and Quality of Life (QoL) in Patients with Chronic Renal Diseases Undergoing Hemodialysis in Gambiran Hospital, East Java Indonesia. GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC), 1(1).
Relawati, A., & Hakimi, M. (2015). Pengaruh Self-Help Group Terhadap Kualitas Hidup Pasien Hemodialisa Di Rumah Sakit Pusat Kesehatan Umum Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
11(3). Rizkifani, S., Perwitasari, D. A., & Supadmi, W. (2014). Pengukuran Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus Di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta Farmasains, 2(3).
Roifah, I. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Kusta Dengan
Menggunakan Metode Self Help Group (SHG). Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 82-89.
Rudijanto, A., Yuwono, A., Shahab, A., Manaf, A., Pramono, B., Lindarto, D., ... & Suastika, K. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
94
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI). Sitinjak,Rama R. (2013). Konsep Dan Teknik Pelaksanaan Riset Keperawatan.
Medan: Bina Media Perintis Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.
Sreevani, R. (2009). A guide to mental health and psychiatric nursing. JAYPEE
BROTHERS PUBLISHERS.
Sugiyo, D., & Asparati, F. (2016). Effect of Self Help Group (SHG) to Stop
Smoking Attitudes Among Students. IJNP (Indonesian Journal of Nursing
Practices), 1(1), 1-14. Sulistyowati, E. T., Murti, B., & Dewi, Y. L. R. (2017). The Effect of Self-Help
Group on Knowledge and Attitude in Decision Making Among Household Head of Patients with Depression in Yogyakarta. Journal of Health Promotion and Behavior, 1(4), 224-228.
Sumantri, H. (2015). Metodologi penelitian kesehatan. Prenada Media. Sutini, T., Keliat, B. A., & Gayatri, D. (2014). Pengaruh Terapi Self-Help Group
terhadap Koping Keluarga dengan Anak Retardasi Mental. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2(2).
Townsend, Mary C.(2009).Psychiatric Mental Health Nursing. United Of America:Davis Company
Wagner, J. A., Abbott, G., & Lett, S. (2004). Age related differences in individual
quality of life domains in youth with type 1 diabetes. Health and quality of life outcomes, 2(1), 54.
Wahl, A. K., Rustoen, T., Hanestad, B. R., Lerdal, A., & Moum, T. (2004). Quality of life in the general Norwegian population, measured by the Quality of Life Scale (QOLS-N). Quality of life research, 13(5), 1001-
1009.
Wahyuni, Y., Nursiswati, N., & Anna, A. (2014). Kualitas Hidup berdasarkan
Karekteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2(1).
STIK
ES S
anta
Elis
abet
h M
edan
95
top related