skripsi faktor-faktor yang berhubungan dengan …repository.stikes-bhm.ac.id/351/1/skripsi...
Post on 18-Jan-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
OLEH:
LUTFIANA OKTADILA NURJANAH
NIM. 201403025
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
i
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
OLEH:
LUTFIANA OKTADILA NURJANAH
NIM. 201403025
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak
mengikuti Ujian Sidang.
SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KELCOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Menyetujui,
Pembimbing I
Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes
NIS. 20160130
Menyetujui,
Pembimbing II
Suhadi Prayitno, S.KM., MM
NIS. 20050008
Mengetahui,
Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat
Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes
NIS. 20150114
iii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KELCOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi dan dinyatakan telah
memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar S.KM
Madiun, 16 Agustus 2018
Dewan Penguji
1. Ketua Dewan Penguji : Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes (....................)
2. Penguji 1 : Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (....................)
3. Penguji 2 : Suhadi Prayitno, S.KM., MM (....................)
Mengesahkan,
Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes
NIS. 20160130
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan skripsi
ini kepada:
1. Allah SWT, karena hanya atas ridho dan karunia-Nya maka skrispi ini dapat
dibuat dan selesai tepat waktu.
2. Kedua orang tua (Bapak Sunardi dan Ibu Pudjiati) yang sangat saya hormati
dan cintai, selama ini telah memberikan semangat, dukungan, dan doa tiada
henti untuk kesuksesan dan kelancaran untuk mengerjakan skripsi ini.
3. Kakak – kakak ku Mujianto, Muhammad Ashari dan Siti Nur Cholifah dengan
doa, semnagat, dan dukungan luar biasanya saya bisa menyelesaikan skripsi
ini tepat pada waktunya.
4. Teman baik, teman spesial, sahabat, sekaligus teman bertengkar Syamsuddin
Widodo yang selalu memberikan dukungan, doa dan menjadi partner yang
baik dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Sahabat – sahabatku (Windy, Nikma, Nurul, Eka, Hery S, Guruh, Gatot,
Guntur) dengan semangat kalian, saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabat dan teman terbaik Elfira, Desi, Kresnawati atas kesabaran dan
bantuannya saya mampu menyelesaikan skripsi ini
7. Sahabat kecilku Hemas, Isabella, Vita yang selama ini memberikan semangat,
dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Ana Malika yang selama ini mengerti dan memberi semangat.
v
9. Bapak dan Ibu Dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang senantiasa
memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh kawan S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang memberikan
bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lutfiana Oktadila Nurjanah
NIM : 201403025
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar
sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak
dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Madiun, 16 Agustus 2018
Lutfaiana Oktadila Nurjanah
NIM. 201403025
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Lutfiana Oktadila Nurjanah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 6 Oktober 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Hayam Wuruk RT 015/RW 003, Kel.
Manguharjo, Kec. Manguharjo Kota Madiun
Email : lutfianaoktadila@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan : 1. RA Masyitoh Kota Madiun (2001 – 2002)
2. Madrasah Ibtidaiyah 03 Kota Madiun (2002
– 2005)
3. SD Negeri 01 Manguharjo Kota Madiun
(2005 – 2008)
4. SMP Negeri 13 Kota Madiun (2008 – 2011)
5. SMK Negeri 2 Kota Madiun (2011 – 2014)
6. STIKES Bhakti Husada (2014 – 2018)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun 2018”. Dalam
penyusunan skripsi ini penulis menghadapi banyak hambatan dan tantangan
namun hal itu tidak mengurangi semangat penulis dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai mahasiswa semester akhir. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan
Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang membantu proses penulisan ini:
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes, selaku Dewan Penguji.
4. Bapak Suhadi Prayitno, S.KM., MM selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Ana Susilowati, Amd. Gizi selaku Pemegang Program Gizi di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yang telah memberikan
petunjuk dalam melakukan penelitian di lapangan.
ix
6. Seluruh pihak UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
7. Seluruh teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang memberikan
bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan dan kritik yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan
masyarakat khususnya.
Madiun, 16 Agustus 2018
Penyusun
Lutfiana Oktadila Nurjanah
NIM. 201403025
x
ABSTRAK
Lutfiana Oktadila Nurjanah
xix + 124 halaman + 33 tabel + 8 gambar + 12 lampiran
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Stunting merupakan suatu keadaan yang menggambarkan status gizi kurang
yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal
kehidupan. Kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun pada Tahun 2017 sebanyak 100 kasus. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan kejadian
stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan jumlah sampel sebanyak 275 dari 966 balita yang diambil
dengan cara teknik simple random sampling. Analisa data yang digunakan adalah
analisa univariat, bivariat menggunakan uji Chi Square dan multivariat
menggunakan uji regresi logistik.
Faktor risiko yang secara bersama-sama terbukti mempunyai hubungan
dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun yaitu pekerjaan (p=0,001 dan aPOR=2,89), pendapatan keluarga (p=0,000
dan aPOR=6,26), riwayat ASI eksklusif (p=0,000 dan aPOR=3,36), riwayat
BBLR (p=0,002 dan aPOR=2,62). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan
dengan kejadian stunting yaitu pendidikan (p=0,752 dan aPOR=1,13) dan pola
pemberian makan (p=0,773 dan aPOR=0,912).
Kesimpulan variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah
pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu lebih
meningkatkan pemantauan secara rutin terhadap pelaksanaan pemberian PMT ibu
hamil yang sudah diberikan, serta edukasi saat ibu hamil berkunjung ke
puskesmas.
Kata kunci : pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif, riwayat
BBLR, stunting.
Kepustakaan : 34 (2004 – 2018)
xi
ABSTRACT
Lutfiana Oktadila Nurjanah
xix + 124 page + 33 tables + 8 pictures + 12 enclosures
RELATING FACTORS OF STUNTING INSIDENCE IN THE KLECOREJO
PRIMARY HEALTH CENTER WORKING AREAS IN MADIUN DISTRICT
IN 2018
Stunting was situation that describes the lack of nutritional status that was
chronic in growth and development from the beginning of life. The incidence of
stunting in the Klecorejo primary health center working Areas in Madiun district
in 2017 was 100 cases. The purpose of this study was to determine the most
influential factors stunting incidence in the Klecorejo primary health center
working Areas in Madiun district.
The type of this research is analytic observational with cross sectional
approach with total sample 275 from 966 of toddlers taken by simple random
sampling technique. The data analysis used univariate, bivariate analysis using
Chi Square test and multivariate using logistic regression test.
Risk factors that had relationship with stunting incidence in the Klecorejo
primary health center working Areas, work (p = 0.001 and aPOR = 2.89), family
income (p = 0.000 and aPOR = 6.26), history Exclusive breastfeeding (p = 0,000
and aPOR = 3.36), LBW history (p = 0.002 and aPOR = 2.62). While variables
that were not related stunting incidence were education (p = 0.752 and aPOR =
1.13) and feeding patterns (p = 0.773 and aPOR = 0.912).
Conclusion variables that had related to the incidence of stunting was
work, family income, history of exclusive breasfeeding and LBW (Low Brith
Weight) history. Based on the results of the study, suggestions that can be given to
increase routine monitoring to the implementation of pregnant women PMT
given, as well as education when pregnant women visit in the health center.
Keywords : Work, family income, history Exclusive breastfeeding, LBW
(Low Brith Weight) history, stunting
Litterature : 34 (2004 – 2018)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................ x
ABSTRACT ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ...................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 8
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 9
1.4.1 Manafaat Bagi Puskesmas Klecorejo ............................. 9
1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun ... 9
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat ............................................... 9
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti ..................................................... 9
1.5 Keaslian Penelitian ..................................................................... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting ....................................................................................... 16
2.1.1 Definisi Stunting ............................................................. 16
2.1.2 Dampak Stunting ............................................................ 18
2.1.3 Tumbuh Kembang .......................................................... 20
2.1.4 Indeks Antropometri ....................................................... 20
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting .................... 28
2.2.1 Karakteristik Balita ......................................................... 28
2.2.1.1 Jenis Kelamin Balita ........................................... 28
2.2.1.2 Riwayat Berat Badan Lahir Rendah ................... 29
2.2.2 Karakteristik Keluarga .................................................... 33
2.2.2.1 Pendidikan Orang Tua/Pengasuh ........................ 33
2.2.2.2 Pekerjaan Orang Tua .......................................... 34
2.2.2.3 Pendapatan Keluarga .......................................... 35
2.2.3 Pola Asuh ........................................................................ 36
2.2.3.1 ASI Eksklusif ...................................................... 36
xiii
2.2.3.2 Pola Pemberian Makan ....................................... 41
2.2.4 Asupan Makanan ............................................................ 44
2.2.4.1 Asupan Energi .................................................... 45
2.2.4.2 Protein ................................................................. 46
2.2.4.3 Karbohidrat atau Hidrat Arang ........................... 48
2.2.4.4 Lemak ................................................................. 49
2.2.4.5 Zink ..................................................................... 49
2.2.5 Pelayanan Kesehatan ...................................................... 52
2.2.5.1 Status Imunisasi .................................................. 52
2.2.5.2 Riwayat KEK Selama Kehamilan pada Ibu
Balita ................................................................... 56
2.2.6 Penyakit Infeksi .............................................................. 59
2.2.6.1 Diare ................................................................... 60
2.2.6.2 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) ............. 61
2.2.7 Sanitasi Lingkungan ....................................................... 61
2.2.7.1 Personal Hygiene ................................................ 61
2.2.8 Kerangka Teori ............................................................... 62
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 64
3.2 Hipotesis Penelitian .................................................................... 66
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 68
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 68
4.2.1 Populasi .......................................................................... 68
4.2.2 Sampel ............................................................................ 69
4.3 Teknik Sampling ........................................................................ 70
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 71
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................ 73
4.5.1 Identifikasi Variabel ....................................................... 73
4.5.2 Variabel Penelitian .......................................................... 73
4.5.3 Definisi Operasional Variabel ........................................ 73
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................... 78
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 78
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 80
4.8.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 80
4.8.2 Waktu Penelitian ............................................................. 80
4.9 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 81
4.9.1 Sumber Data ................................................................... 81
4.10 Teknik Pengolahan dan Teknik Analisis Data ............................. 82
4.10.1 Pengolahan Data ............................................................. 82
4.10.2 Teknik Analisis Data ...................................................... 83
4.11 Etika Penelitian ............................................................................ 86
xiv
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
8.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 87
8.2 Hasil Penelitian .................................................................................. 89
8.2.1 Data Umum ............................................................................ 89
8.2.2 Data Khusus ........................................................................... 90
8.2.3 Analisis Bivariat ..................................................................... 93
8.2.4 Analisis Multivariat ................................................................ 98
8.3 Pembahasan ...................................................................................... 101
8.3.1 Faktor – Faktor yang Terbukti Berhubungan dengan Kejadian
Stunting ................................................................................ 101
8.3.2 Faktor – Faktor yang Tidak Terbukti Berhubungan dengan
Kejadian Stunting ................................................................. 114
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 122
6.2 Saran ................................................................................................. 123
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 125
LAMPIRAN ...................................................................................................... 128
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.5 Keaslian Penelitian ....................................................... 9
Tabel 2.1 Indeks Antropometri ..................................................... 22
Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Anak
Laki-Laki 0 Bulan-60 Bulan/1-5 Tahun ....................... 24
Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Anak
Perempuan 0 Bulan-60 Bulan/1-5 Tahun ..................... 26
Tabel 2.4 Keuntungan dan Kelemahan Indeks Antorpometri
(TB/U) ........................................................................... 28
Tabel 2.5 Kecukupan Gizi Rata-Rata untuk Bayi dan Balita ....... 38
Tabel 2.6 Kebutuhan Energi Balita Bedarkan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari ........................... 45
Tabel 2.7 Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari ....... 47
Tabel 2.8 Anjuran Proporsi Energi dari Protein Menurut
Kelompok Umur ........................................................... 52
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar ..................... 54
Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang
Berhbungan dengan Kejadian Stunting......................... 74
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ................................ 89
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 90
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ................................ 90
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ................................ 90
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pekerjaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ................................ 91
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pendapatan Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 91
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pola Pemberian Makan di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 92
xvi
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Riwayat ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 92
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Riwayat BBLR di Wilayah
Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ...................... 92
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ................................ 93
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 94
Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 94
Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendapatan
Keluarga dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....................... 95
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan antara Pola Pemberian
Makan dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....................... 96
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat ASI
Eksklusif Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 96
Tabel 5.16 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat BBLR
Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Tahun 2018 ................................................................... 97
Tabel 5.17 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor – Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Tahun 2018 ...................................................... 98
Tabel 5.18 Variabel – Variabel Kandidat Model Multivariat ......... 98
Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo dengan
Menggunakan Analisis Regresi Logistik ...................... 99
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Gangguan Pertumbuhan Antar-Generasi ................ 31
Gambar 2.2 Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) Panduan Sehari-
hari ........................................................................... 51
Gambar 2.3 Siklus Infeksi Malnutrisi ......................................... 60
Gambar 2.4 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting ....................................... 63
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting ................. 65
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional ........ 68
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting ................. 72
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo .............. 88
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian dan Inform Consent ....................... 128
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 129
Lampiran 3 Output SPPS Validitas dan Reliabilitas ......................................... 135
Lampiran 4 Surat Ijin Pencarian Data Awal .................................................... 142
Lampiran 5 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................ 146
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian ....................................................................... 147
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian .............................................. 151
Lampiran 8 Kartu Bimbingan Skripsi ............................................................... 152
Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi ..................................................................... 154
Lampiran 10 Output SPSS .................................................................................. 156
Lampiran 11 Input Data Responden ................................................................... 166
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian ................................................................. 177
xix
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
PB/U : Panjang Badan Menurut Umur
TB/U : Tinggi Badan Menurut Umur
BB/U : Berat Badan Menurut Umur
BB/TB : Berat Badan Menurut Umur
Stunting/Stunted : Pendek
Severely Stunted : Sangat Pendek
Wasting : Kurus
Overweight : Berat Badan Seseorang Melebihi Berat Badan Normal
SD : Standar Deviasi
WHO : World Health Organization
UNICEF : United Nations Children’s Fund
UNSD : United Nations Statistic Division
NHAES : National Health and Nutrion Examination Survey
Microtoice : Alat Ukur Tinggi Badan
SDGs : Sustainable Development Goals
MDGs : Millenium Development Goals
MSD : Mono Sodium Glutamat2
PSG : Pemantauan Status Gizi
MPASI : Makanan Pendamping ASI
AKG : Angka Kecukupan Gizi
FFQ : Food Frequency Questionaire
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berenana Nasional
KEK : Kurang Energi Kronis
LILA : Lingkar Lengan Atas
WUS : Wanita Usia Subur
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
UMK : Upah Minimum Kabupaten
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek) (Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak). Pengertian pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah
stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting)
dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya,
lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik atau
menahun pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan yaitu
dari mulai gizi ibu hamil yang kurang (KEK) dan pada masa kehamilan sampai
anak dilahirkan. Keadaan stunting ini dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD), severely stunted
atau sangat pendek dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut
umur kurang dari -3 standar deviasi (SD) dan dikatakan normal jika nilai z-score
tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan
standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010).
2
Sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting (UNICEF, 2013), prevalensi
balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau
lebih karena persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan
masalah kesehatan yang harus ditanggulangi dibandingkan beberapa negara
tetangga, prevalensi balita pendek (16%) dan Singapura (4%) (UNSD, 2014).
Global Nutrition Report Tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17
negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,
wasting dan overweight pada balita. Penurunan angka stunting atau postur tubuh
pendek menjadi target internasional 2025 dan menjadi salah satu output bidang
kesehatan dari Sustainable Developmet Goals (SDGs), yang merupakan program
kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs).
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar
37,2%, kemudian jika dibandingkan dengan persentase tahun 2010 (35,6%) dan
2007 (36,8%), prevalensi tersebut mengalami peningkatan dan diketahui dari
jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18% sangat pendek. Pada
Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG)
yang merupakan hasil studi potong lintang dengan sampel rumah tangga yang
mempunyai balita di Indonesia, hasil mengenai persentase balita pendek atau
stunting tinggi di Jawa Timur dengan prevalensi mengalami peningkatan di tahun
2016 sebesar 26,1% dan tahun 2017 sebesar 26,7% (Dinkes Kabupaten Madiun,
2017), di Jawa Timur daerah yang bervalensi sedang sebanyak 8 kabupaten/kota
salah satunya di Kabupaten Madiun (20.7%) di tahun 2017.
3
Prevalensi stunting di 26 Puskesmas Kabupaten Madiun tahun 2017 yaitu
Puskesmas Pilangkenceng sebesar 31,07%; Puskesmas Jetis sebesar 22,55%;
Puskesmas Krebet 20,73%; Puskesmas Gemarang 20,37; Puskesmas Mojopurno
20,35%; Puskesmas Balerejo 17,92%; Puskesmas Wonosari 16,16%; Puskesmas
Gantrung 15,16%; Puskesmas Geger 14,78%; Puskesmas Kebonsari 14,64%;
Puskesmas Mlilir 14%; Puskesmas Wungu 13,70%; Puskesmas Jiwan 13,02%;
Puskesmas Dimong 12,98%; Puskesmas Mejayan 12,87%; Puskesmas Kare
12,77; Puskesmas Sumbersari 12,45%; Puskesmas Klecorejo 10,35%; Puskesmas
Simo 10,30%; Puskesmas Klagenserut 9,48%; Puskesmas Madiun 5,64%;
Puskesmas Kaibon 5,01%; Puskesmas Bangunsari 2,93%. Meskipun Puskesmas
Klecorejo bukan urutan 5 besar stunting tertinggi namun tren/kecenderungan
stunting berdasar hasil PSG 2016-2017, Puskesmas Klecorejo mengalami
kenaikan 3%, kenaikan ini tertinggi dibandingkan dengan puskesmas yang ada di
Kabupaten Madiun.
Pada Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kecamatan Mejayan
Kabupaten Madiun masih terdapat masalah stunting, pada tahun 2016 terdapat 77
(7,8%) kasus stunting dengan 77 (7,3%) kasus stunted (pendek); 5 (0,5%) kasus
severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 984 bayi dan balita. Pada tahun
2017 terdapat 100 (10,3%) kasus stunting dengan 92 (9,5%) kasus stunted
(pendek); 8 (0,8%) kasus severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 966
bayi dan balita (Puskesmas Klecorejo, 2017).
Dari survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada saat
pelaksanaan kegiatan PSG, pada 25 balita masih banyak orang tua yang bekerja
4
sehingga balita diasuh oleh nenek atau saudara yang lain dan diberikan makanan
seperti permen, makanan ringan/camilan yang banyak mengandung MSG (Mono
Sodium Glutamat) sehingga balita tidak mau makan nasi lengkap dengan sayur
dan lauk, dan orang tua yang kurang mengetahui cara mengolah makanan dengan
tampilan yang menarik misal daging ayam/ikan/daging dapat diolah menjadi
rolade atau menu lainnya bila anak tidak mau makan daging. Serta masih terdapat
balita dengan riwayat BBLR yang dilihat dari KMS balita pada waktu
pelaksanaan PSG (Pemantauan Status Gizi) yang disebabkan oleh KEK pada saat
ibu balita hamil.
Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting yaitu dimulai pada saat masa
kehamilan dimana gizi ibu yang kurang baik karena pendapatan keluarga yang
rendah sehingga ibu hamil tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan yang di
anjurkan yang menyebabkan ibu hamil mengalami KEK (Kurang Energi Kronis)
dapat dilihat dari buku KIA yaitu ibu hamil dengan LILA < 23,5 cm yang
mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) serta pola asuh yang
kurang baik yaitu masih kurangnya pemberian ASI Eksklusif, MPASI yang terlalu
cepat yaitu umur bayi sebelum 6 bulan yang sudah diberikan makanan atau
minuman selain ASI, pola pemberian makanan yang kurang serta intake makanan
yang kurang baik bisa disebabkan karena pendapatan keluarga yang rendah serta
pengetahuan ibu balita/pengasuh balita yang kurang baik dan dari faktor yang
tidak langsung dari segi kebersihan lingkungan yang masih buruk.
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam
5
kehidupan selanjutnya seperti dampak jangka pendek rentan terhadap penyakit
diare, ISPA dan lain-lain, kemampuan motorik dan pertumbuhan linier yang
lambat. Dampak jangka panjang seperti penurunan intelektual, penurunan
produktivitas yang berdampak harapan menjadi pekerja yang produktif sangat
kecil yang mengakibatkan kerugian pada negara, kemiskinan dan risiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, beban negara terhadap biaya anggaran
kesehatan bertambah karena penyakit tidak menular yang akan berdampak jangka
panjang pada stunting dan mengakibatkan kerugian negara (UNICEF, 2012; dan
WHO, 2010). Stunting juga berhubungan dengan kapasitas mental dan performa
di sekolah, baik dalam kasus sedang sampai parah seringkali menyebabkan
penurunan kapasitas kerja dalam masa dewasa (Milman, et al., 2015).
Terdapat hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting. Kondisi
ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan riwayat BBLR, sejak dalam
kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan interauterin dan akan berlanjut
sampai usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal dan sering
gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya dicapai pada usianya
setelah lahir (Darwin Nasution, Detty Siti Nurdiati, Emy Huriyati, 2014).
Hambatan pertumbuhan yang terjadi berkaitan dengan maturitas otak yaitu
sebelum usia kehamilan 20 minggu terjadi hambatan pertumbuhan otak seperti
pertumbuhan somatik (OR=5,60; 95%CI:2,27-15,70).
Balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita, ASI memiliki banyak manfaat, misalnya meningkatkan
6
imunitas anak terhadap penyakit, infeksi telinga, menurunkan frekuensi diare,
konstipasi kronis dan lain sebagainya (Henningham dan McGregor, 2009 dalam
Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh, 2015). Kurangnya pemberian ASI dan
pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat meningkatkan risiko terjadinya
stunting terutama pada awal kehidupan. (OR=4,643;CI=1,328-16,233).
Dengan mengetahui faktor penyebab terjadinya kejadian stunting, maka
dapat dilakukan pencegahan. Maka dari itu mendorong penulis untuk memberikan
saran solusi kepada petugas kesehatan untuk mencegah secara langsung kejadian
stunting yaitu dengan cara intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil adalah
intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu
hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi
kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,
menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari
malaria. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6
bulan adalah intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong
inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum
serta mendorong pemberian ASI eksklusif. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran
ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan adalah ntervensi ini meliputi kegiatan
untuk mendorong penerusan pemberian ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan
kemudian setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI,
menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi
zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria,
7
memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan
diare.
Upaya untuk mencegah secara tidak langsung kejadian stunting yaitu
dengan upaya intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar
sektor kesehatan dengan sasaran masyarakat umum, kegiatannya meliputi
penyediaan penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan
kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE
Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain yang
bekerjasama dengan lintas sektor. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan
sensitif bersifat langgeng “sustainable” dan jangka panjang, namun pada
kenyataannya masih banyak terdapat balita stunting dan belum pernah ada
penelitian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun.
Berdasarkan gambaran permasalahan diatas peneliti ingin meneliti faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat rumusan
masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian
stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun?
8
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kejadian stunting, karaktristik responden berdasarkan
pendidikan, pekerjaan, riwayat ASI ekslusif, riwayat BBLR, pendapatan
keluarga dan pola pemberian makan.
2. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kejadian Stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
3. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan kejadian Stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
4. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian Stunting
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
5. Mengetahui hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian
Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
6. Mengetahui hubungan antara riwayat ASI Eksklusif dengan kejadian Stunting
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
7. Mengetahui hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian Stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
8. Mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan kejadian Stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.
9
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Klecorejo
Sebagai bahan evaluasi dan informasi bagi UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun terhadap program-program yang telah dilaksanakan maupun
yang masih direncanakan oleh UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Mengatahui program-program yang dilaksanakan pada unit gizi yang
bergerak di bidang kesehatan khususnya di UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun.
1.4.3 Manfaat Masyarakat
Penelitian ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan informasi
upaya pencegahan stunting pada balita.
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan keterampilan serta mengaplikasikan ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
1. Faktor
Yang
Berhubun
Khoirun
Ni’mah,
Siti
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Case Control Variabel
terikat
adalah
Panjang
badan(OR=4,
091;
10
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
gan
Dengan
Kejadian
Stunting
Pada
Balita
Rahayu
Nadhiroh
Tanah Kali
Kedinding,
Surabaya
Tahun 2015
kejadian
stunting,
sedangkan
variabel
bebas
adalah
berat
badan
lahir,
panjang
badan
lahir,
riwayat
pemberian
ASI
Eksklusif,
pendapata
n
keluarga,
pendidika
n orang
tua balita,
pengetahu
an gizi ibu
dan
jumlah
anggota
keluarga.
CI=1,162-
14,397),
balita yang
tidak
mendapatkan
ASI Eksklusif
(OR=4,643;
CI=1,328-
16,233),
pendapatan
keluarga yang
rendah
(OR=3,250;
CI=1,150-
9,187),
pendidikan
ibu yang
rendah
(OR=3,378;
CI=1,246-
9,157), dan
pengetahuan
gizi ibu yang
kurang
(OR=3,877;
CI=1,410-
10,658)
2. Faktor
Risiko
Stunting
Pada
Balita
(24—59
Bulan) Di
Sumatera
Zilda
Oktarina
dan Trini
Sudiarti
Provinsi
Aceh,
Sumatera
Utara,
Sumatera
Selatan, dan
Lampung,
meliputi
seluruh
kabupaten/k
ota yang
ada Tahun
2013
Cross
Sectional
Variabel
terikat
adalah
kejadian
stunting
Variabel
bebas
adalah
berat
lahir,
tinggi
badan ibu,
tingkat
asupan
energi,
Hasil
penelitian
menunjukkan
prevalensi
balita stunting
44.1%. Faktor
risiko stunting
pada balita
(p<0.05) yaitu
tinggi badan
ibu
(OR=1.36),
tingkat
asupan lemak
(OR=1.30),
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
11
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
tingkat
asupan
protein,
tingkat
asupan
lemak,
status
ekonomi
keluarga,
jumlah
anggota
rumah
tangga,
dan
sumber air
minum.
jumlah
anggota
rumah tangga
(OR=1.38)
dan sumber
air minum
(OR=1.36).
3. Faktor
Risiko
Stunting
Pada
Anak
Umur 6-
24 Bulan
Di
Kecamata
n
Penanggal
an Kota
Subulussa
lam
Provinsi
Aceh
Wanda
Lestari,
Ani
Margawa
ti, M.
Zen
Rahfiludi
n
Kecamatan
Penanggala
n Kota
Subulussala
m Tahun
2014
Case Control Varibel
terikat
adalah
kejadian
stunting
Variabel
bebas
adalah
pekerjaan
orang tua,
pendapata
n
keluarga,
menderita
diare dan
ISPA,
tinggi
badan
orang tua,
berat bayi
lahir, ASI
eksklusif,
umur
pemberian
MP-ASI
pertama
kali,
Faktor risiko
stunting pada
keluarga
berpenghasila
n rendah (OR
= 8,5, 95%
CI: 2,68-
26,89), yang
menderita
diare (OR =
5,04, 95% CI:
1,84-13, 81)
dan ISPA
(OR = 5,71,
95% CI: 1,95-
16,67),
asupan energi
tidak adekuat
(OR = 3,09,
95% CI: 1,02-
9,39) dan
asupan
protein tidak
adekuat (OR
= 5,54, 95%
CI: 2,43-
12,63),
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
12
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
praktek
pemberian
makan,
praktek
kebersiha
n anak,
praktek
pengobata
n anak,
dan
ketersedia
an sumber
air bersih
perawakan
pendek dari
orang tua (OR
= 11,13, 95%
CI: 4,37-
28,3), berat
badan lahir
rendah (OR =
3,26, 95% CI:
1,46-7,31),
tidak
menyusui ASI
eksklusif (OR
= 6,54, 95%
CI: 2,84-
15,06),
memberikan
makanan
pendamping
ASI terlalu
cepat (OR =
6, 54, 95%
CI: 2,84-
15,06), dan
pola asuh
kurang (OR =
4,59, 95% CI:
2,05-10,25),
praktik-
praktik
kebersihan
anak (OR = 3,
26, 95% CI:
1,46-7,31)
dan
penanganan
pengobatan
anak (OR =
2,46, 95% CI:
1,13-5,34).
Analisis
regresi
menunjukkan
Lanjutan Tabel 1.5.1 Keaslian Penelitian
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
13
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
bahwa faktor
risiko yang
dominan
untuk stunting
adalah
perawakan
pendek dari
orang tua (OR
= 13,16, 95%
CI: 3,72-
46,52).
4. Faktor-
Faktor
yang
Berhubun
gan
dengan
Stunting
pada
Balita
Usia 24-
59 Bulan
di
Wilayah
Kerja
Puskesma
s
Wonosari
I
Amalia
Miftakhu
l
Rochma
h
Wilayah
kerja
Puskesmas
Wonosari I
Tahun 2017
Cross-
Sectional
Varibel
terikat
kejadian
stunting
Variabel
bebas
adalah
status
ekonomi,
usia ibu,
tinggi
badan ibu,
ASI
esklusif,
BBLR
Variabel
terikat
kejadian
stunting
Variabel
bebas adalah
status
ekonomi nilai
p
(0,002<0,05),
tinggi badan
ibu nilai
(p<0,05), dan
BBLR nilai p
(0,045<0,05).
Hasil analisis
multivariat
status
ekonomi
(OR:4,8),
tinggi badan
ibu
(OR:10,1),
BBLR
(OR:5,8).
5. Faktor
risiko
kejadian
stunting
pada anak
umur 6-36
bulan di
Siti
Wahdah,
M.
Juffrie,
Emy
Huriyati
Wilayah
pedalaman
Kecamatan
Silat Hulu
Kabupaten
Kapuas
Hulu
Cross
Sectional
Variabel
terikat
adalah
kejadian
stunting
Variabel
bebas
Variabel
terikat adlah
kejadian
stunting
Variabel
bebas tinggi
badan ayah
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
14
No.
Judul
Jurnal
Penelitian
Nama
Peneliti
Tempat
dan Tahun
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
Wilayah
Pedalama
n
Kecamata
n Silat
Hulu,
Kapuas
Hulu,
Kalimanta
n Barat
Provinsi
Kalimantan
Barat Tahun
2015
adalah
umur,
jenis
kelamin,
riwayat
penyakit
infeksi,
pendidika
n
orang tua,
pekerjaan
orang tua,
jumlah
anggota
rumah
tangga,
pendapata
n, pola
asuh, pola
makan,
pemberian
ASI, dan
tinggi
badan
orang tua.
p=0,001<0,00
5(OR=8,33;
CI:3,133-
22,167)
Tinggi badan
ibu
p=0,001<0,00
5 (OR=5,56;
CI: 2,340-
13,208)
Pekerjaan ibu
p=0,032
(OR= 2,32;
CI:1,139-
4,959)
Pendapatan
keluarga
p=0,001
(OR=24,42;
CI: 9,068 –
65,807)
Jumlah
anggota
rumah tangga
p=0,002<0,05
(OR=3,51;
CI; 1,626 –
7,594)
Pola asuh p=
0,001<0,05
(OR= 5,26;
CI: 2,306 –
11,697)
Pemberian
ASI eksklusif
p=
0,042<0,005
(OR= 2,02;
CI:1,329 –
3,689)
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
15
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Lokasi : Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun.
2. Variabel Terikat : Kejadian stunting.
3. Variabel Bebas : Pola pemberian makan
4. Subyek Penelitian : Subyek penelitian adalah balita dengan stunting.
5. Metode Penelitian : Metode penelitian observasional analitik
menggunakan desain cross sectional, dengan
analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan
analisis multivariat dengan menggunakan Regresi
Logistik.
16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Definisi Stunting
Status gizi adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat
kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan
makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan
berdasarkan standar baku WHO dengan BB/U, TB/U dan BB/TB. Stunting
adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat. Sampai saat ini
stunting merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian
(Picauly dan Toy, 2013). Masalah gizi pada anak secara garis besar merupakan
dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran atau sebaliknya, di
samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk dikonsumsi (Arisman,
2009). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada di bawah normal.
17
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada
masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini
dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang
dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO
(WHO, 2010). Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut (TB/U)
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang
ada dan serve stunting didefinisikan kurang dari -3 SD (ACC/SCN, 2000). Salah
satu indikator gizi bayi lahir adalah panjang badan waktu lahir disamping berat
badan adalah panjang badan waktu lahir. Panjang bayi lahir dianggap normal
antara 48-52 cm. Jadi, panjang lahir <48 cm tergolong bayi pendek. Namun bila
ingin mengaitkan panjang badan lahir dengan risiko mendapatkan penyakit tidak
menular waktu dewasa nanti, WHO (2005) menganjurkan nilai batas <50 cm.
Berat dan panjang badan lahir di catat atau disalin berdasarkan dokumen/catatan
yang dimilki dari sampel balita, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan
kesehatan anak lainnya. Tinggi badan merupakan parameter yang penting untuk
keadaan sekarang maupun keadaan yang lalu, apabila umur tidak diketahui
dengan tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,
sebab dengan menghubungkan berat badan menurut tinggi bada, faktor umur
dapat ditiadakan. Pengukuran tinggi badan untuk balita sudah bisa berdiri tegak
menggunakan alat pengukur mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm
(Supariasa, 2002). Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri tegak pada lantai
yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar dataran Frankurt (mata
melihat lurus ke depan), kaki menyatu, lutut lurus, tumit, bokong dan bahu
18
menyentuh dinding yang lurus, tangan menggantung di sisi badan,subjek
diinstrusikan untuk menarik nafas kemudian bar pengukur diturunkan hingga
menyentuh puncak kepala (vertex) dan angka yang paling mendekatu skala
millimeter dicatat (Gibson, 2005).
2.1.2 Dampak Stunting
Dampak jangka pendek yaitu pada masa kanak-kanak, perkembangan
menjadi terhambat, penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh,
dan gangguan sistem pembakaran. Pada jangka panjang yaitu pada masa dewasa,
timbul risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner,
hipertensi, dan obesitas. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait
stunted dan dampaknya antara lain sebagai berikut:
1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted
yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam
perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal.
2. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih
sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik.
Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam
kehidupannya dimasa yang akan datang.
3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak
stunted pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan
19
pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian
tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara
langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang
melahirkan anak dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada
perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan
dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.
Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO
mengklasifikasikan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang:
1. Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka
pendek:
a. Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat
b. Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan
bahasa
c. Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan
perawatan anak yang sakit
2. Long-term consequences atau dampak jangka panjang:
a. Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan
komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi
b. Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan learning capacity
unachieved potensial
c. Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja
20
2.1.3 Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang
bisa diukur dengan berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Pekermbangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematang (Cintya, Dewi Rizki, 2015).
Menurut Depkes RI (1997), pertumbuhan adalah bertambah banyaknya
dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur,
sedangkan perkembangan adalah bertambahnya sempurnanya fungsi dari alat
tubuh. Markum, dkk (2001), pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
pekembangan adalah lebih menitik beratkan aspek perubahan bentu atau fungsi
pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional
akibat pengaruh lingkungan.
2.1.4 Indeks Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya
tubuh dan metros artinta ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh
(Supariasa, 2002). Menurut NHAES (National Health and Nutrition Examination
Survey, antropometri adalah studi tentang pengukuran tubuh manusia dalam
21
dimensi tulang otot dan jaringan adipose atau lemak. Karena tubuh dapat
mengasumsikan berbagai postur, antropometri selalu berkaitan dengan posisi
antomi tubuh. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Indeks antropometri merupakan kombinasi dari parameter-parameter yang ada.
Indeks antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Indeks mengetahui status balita stunting atau tidak, indeks yang
digunakan adalah tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan
parameter antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang.
Tinggi badan menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai,
dapay digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau.
Rendahnya tinggi badan menurut umur didefinisikan sebagai “kependekan” dan
mencerminkan baik variasi normal atau proses patologis yang mempengaruhi
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier. Hasil dari proses yang
terakhir ini disebut stunting atau mendapatkan insufisiensi dari tinggi badan
menurut umur (WHO, 1995).
Indeks tinggi badan memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu tinggi badan
akan terus meningkat, meskipun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi,
mudu kemudian melambat dan menjadi pesat lagi (growth spurt) pada masa
remaja, selanjutnya terus melambat dengan cepatnya kemudian berhenti pada usia
18-20 tahun dengan nilai tinggi badan maksimal. Pada keadaan normal, sama
halnya dengan berat badan, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur. Pertambahan nilai rata-rata tinggi badan dewasa dalam satu bangsa dapat
22
dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan, bila belum tercapainya potensi
genetik secara optimal. (Supariasa, 2002).
Tabel 2.1 Indeks Antropometri
Indeks Kategori
Status Gizi
Ambang Batas (Z-
score)
Berat Badan menurut Umur
(BB/U)
Anak Umur 0-60 bulan
Gizi Buruk < -3 SD
Gizi Kurang - 3 SD sampai dengan -2
SD
Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat
Pendek
< - 3 SD
Pendek - 3SD sampai dengan - 2
SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Tinggi > 2 SD
Berat Badan menurut Panjang
Badan (BB/PB) atau Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Anak umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus - 3SD sampai dengan - 2
SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus - 3SD sampai dengan - 2
SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 5-18 Tahun
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus - 3SD sampai dengan - 2
SD
Normal - 2 SD sampai dengan 1
SD
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2
SD
Obesitas > 2 SD Sumber: Kemenkes, 2011
23
Pengukuran antropometri memilki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya antara lain, yaitu :
1. Cara kerjanya sederhana.
2. Aman.
3. Dapat dilakukan dalam jumlah sampel besar.
4. Dalam pengukurannya relatif tidak membutuhkan tenaga khusus tetapi cukup
terlatih.
5. Alat-alat antropometri yang digunakan harganya terjangkau.
6. Mudah dibawa.
7. Dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat (kecualu Skin Fold Calipter).
8. Antropometri dapat dibakukan.
9. Dapat menggambarkan status gizi masa lalu.
10. Dapat mengavaluasi perubahan status gizi pada waktu tertentu atau antar
generasi.
11. Dapat digunakan pada suatu golongan yang berisiko malnutrisi.
12. Dapat mengidentifikasikan status gizi berdasarkan cut off point yang telah
ada.
Kekurangan antropometri antara lain:
1. Tidak sensitif maksudnya antropometri tidak melihat status gizi dalam waktu
singkat dan tidak dapat membedakan kekurangan gizi mikro.
2. Penurunan spesifikasi dan sensitivitas metode ini dapat dipengaruhi oleh
faktor selain gizi seperti penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi.
24
3. Dapat terjadi kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas
pengukuran pada saat pengukuran antropometri.
4. Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan
pada alat dan tingkat kesulitan pada pengukuran.
Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Th : Bln Bln ˗ 3
SD
˗ 2
SD
˗ 1
SD
Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 : 0 0 44,2 46,1 48,0 49,9 51,8 53,7 55,6
0 : 1 1 48,9 50,8 52,8 54,7 56,7 58,6 60,6
0 : 2 2 52,4 54,4 56,4 58,4 60,4 62,4 64,4
0 : 3 3 55,3 57,3 59,4 61,4 63,5 65,5 67,6
0 : 4 4 57,6 59,7 61,8 63,9 66,0 68,0 70,1
0 : 5 5 58,6 61,7 63,8 65,9 68,0 70,1 72,2
0 : 6 6 61,2 63,3 65,5 67,6 69,9 71,9 74,0
0 : 7 7 62,7 64,8 67,0 69,2 71,3 73,5 75,7
0 : 8 8 64,0 65,2 68,4 70,5 72,8 75,0 77,2
0 : 9 9 65,2 67,5 69,7 72, 0 74,2 76,5 78,7
0 : 10 10 66,4 68,7 71,0 73,3 75,6 77,9 80,1
0 : 11 11 67,6 69,9 72,2 74,5 76,9 79,2 81,5
1 : 0 12 68,6 71,0 73,4 75,7 78,1 80,5 82,9
1 : 1 13 69,6 72,1 74,5 76,9 79,3 81,8 84,2
1 : 2 14 70,6 73,1 75,6 78,0 80,5 83,0 85,5
1 : 3 15 71,6 74,1 76,8 79,1 81,7 84,2 86,7
1 : 4 16 72,5 75,0 77,6 80,2 82,8 85,4 88,0
1 : 5 17 73,3 76,0 78,6 81,2 83,9 86,5 89,2
1 : 6 18 74,2 76,9 79,6 82,3 85,0 87,7 90,4
1 : 7 19 75,0 77,7 80,5 83,2 86,0 88,8 91,5
1 : 8 20 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0 89,8 92,6
1 : 9 21 76,5 79,4 82,3 85,1 88,0 90,5 93,8
1 : 10 22 77,2 80,2 83,1 86,0 89,0 91,9 94,9
1 : 11 23 78,0 81,0 83,9 86,9 89,9 92,9 95,9
2 : 0 24 78,0 81,7 84,1 87,1 90,2 93,2 96,3
2 : 1 25 78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3
2 : 2 26 79,3 82,5 85,6 88,8 92,0 95,2 98,3
2 : 3 27 79,9 83,1 86,4 89,6 92,9 96,1 99,3
2 : 4 28 80,5 83,8 87,1 90,4 93,7 97,0 100,3
2 : 5 29 81,1 84,5 87,8 91,2 94,5 97,9 101,2
2 : 6 30 81,7 85,1 88,5 91,9 95,3 98,7 102,1
2 : 7 31 82,3 85,7 89,2 92,7 96,1 99,6 103,0
2 : 8 32 82,8 86,4 89,9 93,4 96,9 100,4 103,9
2 : 9 33 83,4 86,9 90,5 94,1 97,6 101,2 104,8
25
Th : Bln Bln ˗ 3
SD
˗ 2
SD
˗ 1
SD
Median 1 SD 2 SD 3 SD
2 : 10 34 83,9 87,5 91,1 94,8 98,4 102,0 105,6
2 : 11 35 84,4 88,1 91,8 95,4 99,1 102,7 106,4
3 : 0 36 85,0 88,7 92,4 96,1 99,8 103,5 107,2
3 : 1 37 85,5 89,2 93,0 96,7 100,5 104,2 108,0
3 : 2 38 86,0 89,8 93,6 97,4 101,2 105,0 108,8
3 : 3 39 86,5 90,3 94,2 98,0 101,8 105,7 109,5
3 : 4 40 87,0 90,8 94,7 98,6 102,5 106,4 110,3
3 : 5 41 87,5 91,4 95,3 99,2 103,2 107,1 111,0
3 : 6 42 88,0 91,9 95,9 99,9 103,8 107,8 111,7
3 : 7 43 88,4 92,4 96,4 100,4 104,5 108,5 112,5
3 : 8 44 88,9 93,0 97,0 101,0 105,1 109,1 113,2
3 : 9 45 89,4 93,5 97,5 101,6 105,7 109,8 113,9
3 : 10 46 89,9 94,0 98,1 102,2 106,3 110,4 114,6
3 : 11 47 90,3 94,4 98,6 102,8 106,9 111,1 115,2
4 : 0 48 90,7 94,9 99,1 103,3 107,5 111,7 115,9
4 : 1 49 91,2 95,4 99,7 103,9 108,1 112,4 116,6
4 : 2 50 91,6 95,9 100,2 104,4 108,7 113,0 117,3
4 : 3 51 92,1 96,4 100,7 105,0 109,3 113,6 117,9
4 : 4 52 92,5 96,9 101,2 105,6 109,9 114,2 118,6
4 : 5 53 93,0 97,4 101,7 106,1 110,5 114,9 119,2
4 : 6 54 93,4 97,8 102,3 106,7 111,1 115,5 119,9
4 : 7 55 93,9 98,3 102,8 107,2 111,7 116,1 120,6
4 : 8 56 94,3 98,8 103,3 107,8 112,3 116,7 121,2
4 : 9 57 94,7 99,3 103,8 108,3 112,8 117,4 121,9
4 : 10 58 95,2 99,7 104,3 108,9 113,4 118,0 122,6
4 : 11 59 95,4 100,2 104,8 109,4 114,0 118,6 123,2
5 : 0 60 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Lanjutan Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
26
Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Th : Bln Bln ˗ 3
SD
˗ 2
SD
˗ 1
SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
0 : 0 0 45,4 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7
0 : 1 1 47,8 49,8 51,7 53,7 55,6 57,6 59,5
0 : 2 2 51,0 53,0 55,0 57,1 59,1 61,1 63,2
0 : 3 3 53,5 55,6 57,7 59,8 61,9 64,0 66,1
0 : 4 4 55,6 57,8 59,9 62,1 64,3 66,4 68,6
0 : 5 5 57,4 59,6 61,8 64,0 66,2 68,5 70,7
0 : 6 6 58,9 61,2 63,5 65,7 68,0 70,3 72,5
0 : 7 7 60,3 62,7 65,0 67,3 69,6 71,9 74,2
0 : 8 8 61,7 64,6 66,4 68,7 71,1 73,5 75,8
0 : 9 9 62,9 65,3 67,7 70,1 72,6 75,0 77,4
0 : 10 10 64,1 66,3 69,0 71,5 73,9 76,4 78,9
0 : 11 11 65,2 67,7 70,3 72,8 75,3 77,8 80,3
1 : 0 12 66,3 68,9 71,4 74,0 76,6 79,2 81,7
1 : 1 13 67,3 70,0 72,6 75,2 77,8 80,5 83,1
1 : 2 14 68,3 71,0 73,7 76,4 79,1 81,7 84,4
1 : 3 15 69,3 72,0 74,8 77,5 80,2 83,0 85,7
1 : 4 16 70,2 73,0 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0
1 : 5 17 71,1 74,0 76,8 79,7 82,5 85,4 88,2
1 : 6 18 72,0 74,9 77,8 80,7 83,6 86,5 89,4
1 : 7 19 72,8 75,8 78,8 81,7 84,7 87,6 90,6
1 : 8 20 73,7 76,7 79,7 82,7 85,7 88,7 91,7
1 : 9 21 74,5 77,3 80,6 83,7 86,7 88,8 92,9
1 : 10 22 75,2 78,4 81,5 84,6 87,7 90,8 94,0
1 : 11 23 76,0 79,2 82,3 85,5 88,7 91,9 95,0
2 : 0 24 76,7 80,0 83,2 86,4 89,6 92,9 96,1
2 : 1 25 76,8 80,0 83,3 86,6 89,9 93,1 96,4
2 : 2 26 77,5 80,8 84,1 87,4 90,8 94,1 97,4
2 : 3 27 78,1 81,5 84,9 88,3 91,7 95,0 98,4
2 : 4 28 78,8 82,2 85,7 89,1 92,5 96,0 99,4
2 : 5 29 79,5 82,9 86,4 89,9 93,4 96,9 100,3
2 : 6 30 80,1 83,6 87,1 90,7 94,2 97,7 101,3
2 : 7 31 80,7 84,3 87,9 91,4 95,0 98,6 102,2
2 : 8 32 81,3 84,9 88,6 92,2 95,8 99,4 103,1
2 : 9 33 81,9 85,6 89,3 92,9 96,6 100,3 103,9
2 : 10 34 82,5 86,2 89,9 93,6 97,4 101,1 104,8
2 : 11 35 83,1 86,8 90,6 94,4 98,1 101,9 105,6
3 : 0 36 83,6 87,4 91,2 95,1 98,9 102,7 106,5
3 : 1 37 84,2 88,0 91,9 95,7 99,6 103,4 107,3
3 : 2 38 84,7 88,6 92,5 96,4 100,3 104,2 108,1
3 : 3 39 85,3 89,2 93,1 97,1 101,0 105,0 108,9
3 : 4 40 85,8 89,8 93,8 97,7 101,7 105,7 109,7
27
Th : Bln Bln ˗ 3
SD
˗ 2
SD
˗ 1
SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
3 : 5 41 86,3 90,4 94,4 98,4 102,4 106,4 110,5
3 : 6 42 86,8 90,9 95,0 99,0 103,1 107,2 111,2
3 : 7 43 87,4 91,5 95,6 99,7 103,8 107,9 112,0
3 : 8 44 87,9 92,0 96,2 100,3 104,5 108,6 112,7
3 : 9 45 88,4 92,5 96,7 100,9 105,1 109,3 113,5
3 : 10 46 88,9 93,1 97,3 101,5 105,8 110,0 114,2
3 : 11 47 89,3 93,6 97,9 102,1 106,4 110,7 114,9
4 : 0 48 89,8 94,1 98,4 102,7 107,0 111,3 115,7
4 : 1 49 90,3 94,6 99,0 103,3 107,7 112,0 116,4
4 : 2 50 90,7 95,1 99,5 103,9 108,3 112,7 117,1
4 : 3 51 91,2 95,6 100,1 104,5 108,9 113,3 117,7
4 : 4 52 91,7 96,1 100,6 105,0 109,5 114,0 118,4
4 : 5 53 92,1 96,6 101,1 105,6 110,1 114,6 119,1
4 : 6 54 92,6 97,1 101,6 106,2 110,7 115,2 119,8
4 : 7 55 93,0 97,6 102,2 106,7 111,3 115,9 120,4
4 : 8 56 93,4 98,1 102,7 107,3 111,9 116,3 121,1
4 : 9 57 93,9 98,5 103,2 107,8 112,5 117,1 121,8
4 : 10 58 94,5 99,0 103,7 108,4 113,0 117,7 122,4
4 : 11 59 94,7 99,5 104,2 108,9 113,6 118,3 123,1
5 : 0 60 95,2 99,9 104,7 109,4 114,2 118,9 123,7
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan
status gizi di masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks
TB/U disamping memberikan gambaran status gizi di masa lampau, juga lebih
erat kaitannya dengan status sosial – ekonomi (Supariasa, 2008).
Lanjutan Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
28
Tabel 2.4 Keuntungan dan Kelemahan Indeks Antropometri TB/U
Keuntungan Indeks Antropometri
TB/U
Kelemahan Indeks Antropometri
TB/U
1. Baik untuk menilai status gizi masa
lalu
1. Tinggi badan tidak cepat naik
bahkan tidak mungkin turun
2. Ukuran panjang murah dan mudah
dibawa.
2. Pengukuran relatif sulit dilakukan
karena anak harus berdiri tegak,
sehingga diperlukan dua orang
untuk melakukan pengukuran
tinggi badan
Sumber: Supariasa, 2008
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting
Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah jenis
kelamin balita, gizi ibu hamil yang dapat dilihat dari KMS ibu hamil yang
mengalami KEK (Kurang Energi Kronis), riwayat BBLR, karakteristik
keluarga mulai dari pendidikan orang tua/pengasuh, pekerjaan orang tua,
pendapatan keluarga, pola asuh yang meliputi ASI Eksklusif, pola
pemberian makanan, inteks makanan/asupan makanan, pelayanan kesehatan
yang meliputi status imunisasi, penyakit infeksi (diare dan ISPA),
kebersihan lingkungan meliputi sanitasi lingkungan (personal hygiene).
2.2.1 Karakteristik Balita
2.2.1.1 Jenis Kelamin Balita
Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan jenis kelamin laki-laki
memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting dibandingkan bayi perempuan
pada usia 6-12 bulan (Medhin, 2010). Anak laki-laki lebih berisiko mengalami
stunting dan atau underweight dibandingkan anak perempuan. Beberapa
penelitian di sub-Sahara Afrika menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah
lebih berisiko stunting daripada anak perempuan. Dalam hal ini tidak diketahui
29
apa alasan dan penyebabnya (Lesiapeto, et al., 2010). Dalam sua penelitian yang
dilakukan di tiga negara berbeda, yaitu Libya (Taguru et al 2008), serta
Bangladesh dan Indonesia (Semba et al, 2008), menunjukkan bahwa prevalensi
stunting lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
2.2.1.2 Riwayat Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan adalah hasil keseluruhan jaringan-jaringan tulang, otot, lemak,
cairan tubuh dan lainnya. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dipakai pada setia pemeriksaan kesehatan anak padasetiap kelompok
umur. Selain itu, berat badan digunakan sebagai indikator tunggal yang terbaik
pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang (Narendra &
Suyitno, 2002). Di Indonesia, alat yang digunakan memenuhi syarat untuk
melakukan penimbangan pada balita adalah dacin (Supariasa, 2002).
Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal
dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan
jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh WHO
yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi kehamilan dan laju
pertumbuhan janin. Maka, dari itu, bayi dengan berat lahir <2500 gr dikarenakan
dia lahir secara premature atau karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba dan
Bloem, 2001). Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa berat badan lahir
berbanding terbalik dengan risiko terjadinya penyakit hipertensi, penyakit
kardiovaskuler dan diabetes tipe 2 pada masa dewasa.
Penelitian Darwin Nasution1, Detty Siti Nurdiati2, Emy Huriyati3 (2014)
hasil analisis menunjukkan bahwa terdapathubungan antara BBLR dengan
30
kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan yaitu 5,6 kali lebih berisiko untuk
mengalami kejadian stunting pada anak dengan riwayat BBLR dibandingkan anak
yang lahir dengan berat badan normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi
yang lahir dengan BBLR, sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi
pertumbuhan interauterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah
dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat
dari bayi yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan
yang seharusnya dicapai pada usianya setelah lahir. Hambatan pertumbuhan yang
terjadi berkaitan dengan maturitas otak yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu
terjadi hambatan pertumbuhan otak seperti pertumbuhan somatik (OR=5,60;
95%CI:2,27-15,70).
Anak BBLR kedepannya akan memiliki ukuran antropometri yang kurang
di masa dewasa, bagi perempuan yang lahir dengan BBLR memiliki risiko besar
untuk menjadi ibu yang stunted sehingga akan cenderung melahirkan bayi dengan
beray lahir rendah seperti dirinya. Bayi dilahirkan oleh ibu yang stunted tersebut
akan menjadi perempuan dewasa yang stunted pula, dan akan membentuk siklus
sama seperti sebelumnya atau bisa dikatakan genetik (Semba dan Bloem, 2001).
Semua kelompok lahir berisiko terhadap stunting hingga usia 12 bulan, dengan
risiko terbesar pada kelompok anak IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
dan risiko terkecil pada kelompok anak normal. Pada kelompok IUGR
berkontribusi terhadap siklus intergenerasi yang disebabkan oleh tingkat ekonomi
rendah, penyakitm dan defisiensi zat gizi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu
dnegan gizi kurang sejak awal sampai dengan akhir kehamilan akan melahirkan
31
BBLR, yang kedepannya akan menjadi anak stunting (Kusharisupeni, 2004).
Gangguan pertumbuhan antar generasi dapat digambarkan seperti berikut:
Gambar 2.1 Gangguan Pertumbuhan Antar-Generasi
Berdasarkan klasifikasi masa kehamilan maka bayi BBLR dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi kecil masa kehamilan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
1. BBLR Prematur
BBLR prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya
kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk
Kegagalan
pertumbuhan
pada anak
BBLR Remaja
dengan berat
dan tinggi
kurang
Perempuan
dewasa stunted
Kehamilan
usia muda
32
masa kehamilan. Karakteristik Universitas Sumatera Utara bayi BBLR
prematur adalah berat lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau
sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang
dari 33 cm. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna perkembangan
organorgan tubuhnya, dan semakin rendah berat badanya saat lahir dan
semakin tinggi risikonya mengalami berbagai komplikasi berbahaya.
2. Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi BBLR yang diakibatkan
karena gangguan pertumbuhan intranutrien. Bayi kecil masa kehamilan adalah
bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari 10th. Bayi kecil
masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis atau penyebab sekunder
persentil untuk berat sebenarnya dengan umur kehamilan. Istilah bayi kecil
untuk masa kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan lebih atau sama
dengan 37 minggu. Istilah yang banyak digunakan dengan bayi kecil untuk
masa kehamilan diantaranya pseudoprematuritas, dismaturitas, fetal
malnutrisi, chronic fetal distress.
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya
karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi,
kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia.
Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang
komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan
kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan
33
kelompok risiko tinggi karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka
kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.
Menurut Manuaba 1998 ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor ibu,
faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu yang berperan dalam
menyebabkan terjadinya bayi KMK seperti malnutrisi, penyakit ibu
(hipertensi, paru, penyakit gula), komplikasi hamil (preeklamsia, eklamsia,
perdarahan), dan kebiasaan ibu (perokok, peminum). Faktor uterus dan
plasenta dapat berupa gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat,
kelainan bentuk plasenta, dan perkapuran plasenta. Faktor janin berupa
kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam rahim, cacat bawaan.
3. Kombinasi Prematur dan Bayi Kecil Masa Kehamilan Kombinasi bayi
prematur dan bayi kecil masa hamil dipastiakan akan menyebabkan bayi lahir
dengan berat badan rendah.
2.2.2 Karakteristik Keluarga
2.2.2.1 Pendidikan Orang Tua/Pengasuh
Pada penelitian Astari, Nasoetion dan Dwiriani (2005) tingkat pendidikan
ayah pada anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, hal ini
menunjukkan pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak
karena dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya
pernanan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu dengan pendidikan yang
baik diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula, ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan, mengatur
34
menu makanan serta menjaga mutu dan kebersihan makanan dnegan baik.
Pendidikan tinggi dapat mencerminkan pendapatan yang lebih tinggi dan ayah
akan lebih mendapat perhatian gizi anak. Ibu yang berpendiidkan diketahui lebih
luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak sesuai dengan penelitian Siti
Wahdah (2015) dengan nilai p 0,057 OR 2,55 (1,054 - 6,171).
2.2.2.2 Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan
kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan dengan pendapatan dengan
demikian terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi, apabila pendapatan
meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan masalah keluarga yang
berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan. Faktor ibu yang bekerja di luar
rumah biasanya sudah mempertimbangkan untuk perawatan anaknya, namun tidak
ada jaminan untuk hal tersebut. Sedangkan ibu yang bekerja di rumah tidak
memilki alternative untuk merawat anaknya. Terkadang ibu memilki masalah
dalam pemberian makanan untuk anak kurang diperhatikan juga, karena ibu
merasa sudah merawat anaknya, misalnya dalam pemberian ASI eksklusif (on
demand). Menurut survey awal pada penilitian ini banyak ibu yang berkerja di
luar rumah yang membuat pengasuhan anak dialihkan oleh nenek namun dengan
masalah apabila anak tidak mau makan nasi beserta lauk nenek akan memberi
makanan ringan bahkan permen atau apapun yang diinginkan anak tanpa
memperhatikan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga masih banyak
anak stunting dengan berat badan yang rendah, sesuai dengan penelitian Siti
Wahdah (2015) dengan nilai p 0,032 OR 2,38 (1,139 – 4,959).
35
2.2.2.3 Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah sebagai
pendapatan yang diperoleh dari seluruh anggota yang bekerja baik dari pertanian
maupun dari luar pertanian (Subandi, 2001 dalam Geti Wulandari, 2015).
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan
penghasilan yang berkaitan dengan kejadianm stunting, maka perbaikan gizi akan
tercapai dengan sendirinya. Penghasilan merupakan faktor penting dalam
penentuan kualitas dan kuantitas makanan dalam suatu keluarga. Terdapat
hubungan pendapatan dan gizi menguntungkan yaitu pengaruh peningkatan
pendapatan dapat menimbulkan perbaikan gizi yang menguntungkan, yaitu
peningkatan pendapatan dapat menimbulkan perbaikan kesehatan dan kondisi
keluarga yang menimbulkan interaksi status gizi. Di negara berkembang, baisanya
masyarakat yang berpenghasilan rnedah, membelanjakan sebagian besar dari
pendapatannya untuk membeli makanan. Tingkat pengahasilan juga menentukan
jenis pangan yang akan dikonsumsi. Biasanya di negara yang berpendapatan
rendah mayoritas pengeluaran pangannya untuk membeli serelia, sedangkan di
negara yang memiliki pendapatan per-kapita tinggi, pengeluaran bahan pangan
protein akan meningkat (Berg&Muscat, 1985).
Faktor ekonomi dan lingkungan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan
anak daripada faktor genetik dan etnik (Habicht, 1974) . Status ekonomi rumah
tangga dipandang memilki dampak yang signifikan terhadap probabilitas seorang
36
anak menjadi pendek dan kurus. Dalam hal ini WHO merekomendasikan status
gizi pendek atau stunting sebagai alat ukur atas tingkat sosio-ekonomi yang
rendah dan sebagai salah satu indicator untuk memantau ekuitas dalam kesehatan
(Zere & McIntyre, 2003).
Dengan karakteristik ekonomi yang rendah pada kelompok anak stunting
dan normal, ternyata kelompok anak normal yang miskin memiliki pengasuhan
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak stunting dari keluarga
kurang mampu (Astari, dkk, 2005). Peningkatan pendapatan rumah tangga
berhubungan dengan penurunan drmatis terhadap probabilitas stunting pada anak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan pada penduduk
kurang mampu adalah strategi untuk membatasi tingginya kejaidan stunting dalam
sosio-ekonomi rendah pada segmen populasi. Malnutrisi terutama stunting lebih
dipengaruhi oleh dimensi sosio-ekonomi sehingga harus dilihat harus dilihat
dalam koteks yang lebih luas dan tidak hanya dalam ranah biomedis (Zere &
McIntyle, 2003). Proporsi anak yang stunting lebih banyak terjadi pada rumah
tangga dengan pendapatan keluarga yang tergolong rendah sesuai dengan
penelitian Siti Wahdah (2015) dengan nilain p <0,001 OR 24,42 (9,068 –
65,807).
2.3 Pola Asuh
2.3.1.1 ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang berupa ASI saja tanpa
diberi cairan lain baik dalam bentuk apapun kecuali sirup obat. ASI eksklusif
diberikan minimal dalam jangka waktu enam bulan (Depkes, 1997). ASI saja
37
dapat mencukupi kebutuhan bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.
Makanan dan minuman lain justru dapat membahayakan kesehatannya (Roesli,
2001 dalam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, 2011). Manfaat pemberian ASI eksklusif tidak
hanya dirasakan oleh bayi, tetapi juga oleh ibu, lingkungan bahkan negara.
Manfaat ASI, sebagai berikut:
1. Sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan komposisi yang seimbang sesuai
dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan
2. ASI mengandung berbagai zat kekebalan sehingga bayi akan jarang sakit,
mengurangi diare, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan.
3. ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak
sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul
pada prestasi/meningkatkan kecerdasan.
4. ASI sebagai makanan tunggal untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
sampai usia enam bulan.
Makanan lain yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan
penyakit infeksi pada bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status
gizi bayi (Subhardjo, 1996). Guna menjamin anak akan protein yang bermutu
tinggi, sehingga terhindardari baya kwahiokor, Jelliefe (7) menganjurkan
penggunaan 3 sumber protein secara maksimal yaitu:
1. Anak diberi ASI selama mungkin sepanjang ASI masih keluar.
2. Anak diberi campuran protein nabati dari biji-bijian (serelia) dan kacang-
kacangan (leguminosa).
38
3. Berikan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang mudah
didapat dan murah harganya (dapat dijangkau masyarakat).
Cara ini dikenal dengan nama “Tiga Lapisan Jembatan Protein” yang
berfungsi sebagai jembatan dalam peralihan makanan anak dari ASI ke makanan
biasa. Hendaknya para orang tua memperhatikan kebutuhan gizi yang seimbang
pada setiap asupan makanan yang diberikan kepada anak usia 24 bulan.
Tabel 2.5 Kecukupan Gizi Rata-Rata untuk Bayi dan Balita
Uraian
Golongan Umur
0-6
bulan
6-12 bulan 12-36 bulan
Energi (Kcal) 560 800 1.250
Protein (Gram) 12 15 23
Vitamin A (RE, ug) 250 350 350
Thiamin (mg) 0,3 0,4 0,5
Ribolflavin (mg) 0,3 0,4 0,6
Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4
Asam Folat (mg) 22 32 40
Vitamin C (mg) 30 335 40
Kalsium (mg) 300 400 500
Fosfor (mg) 200 50 250
Seng (mg) 3 5 8
Besi (mg) 3 5 10
Yodium (mg) 50 70 70 Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Antara usia 6-24 bulan, anak tumbuh dengan cepat kebutuhan energi,
vitamin dan mineralnya meningkat. Saat yang dipakai adalah konsep makanan
sehat seimbang seperti yang dituangkan dalam piramida makanan. Porsi terbesar
makanan adalah yang tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu beras dan
sereal sedangkan makanan yang kebutuhannya sangat sedikit adalah yang di
puncak piramida yaitu lemak dan gula. Prinsip pengaturan makanan bagi anak di
bawah lima tahun (balita), termasuk didalamnya usia 24 bulan adalah
pemanfaatan ASI secara tepat, pemberian makanan pendamping ASI sebagai
39
makanan sapihan serta makanan setelah uasia 1 tahun. Langkah-langkah dalam
pengaturan makanan dan pemeliharaan gizi anak usia 24 bulan adalah:
1. Cukupilah kebutuhan akan bahan makanan pemberi kalori.
2. Susui anak selama mungkin sepanjang ASI masih keluar.
3. Gunakan gabungan bahan makanan sumber protein nabati terutama kacang-
kacangan atau hasilnya (tahu, tempe, dsb).
4. Gunakan sumber protein hewani setempat yang mudah didapat.
Bayi sebaiknya diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan karena bagi
bayi usia tersebut tidak ada makanan lain sebaik ASI namun jika kondisi tertentu,
seperti produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi atau alasan medis
yang lain, maka pada usia 4 bulan bayi sudah bisa diberikan MPASI (Makanan
Pendamping ASI). Menginjak 6 bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah
tidak mencukupi lagi kebutuhan gizi yang terus berkembang, sehingga anak perlu
diberikan MPASI. Bayi dilahirkan dengan kemampuan refleks makan, seperti
menghisap, menelan dan akhirnya mengunyah. Pemberian MPASI harus
disesuaikan dengan perkembangan system alat pencernaan bayi, mulai dari
makanan bertekstur cair, kental, semi padat hingga akhirnya makanan padat.
Secara umum kesiapan bayi menerima makanan pendampingnya ditandai dengan
hal-hal berikut:
1. Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya.
2. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan serta hilangnya
refleks menjulurkan lidah.
3. Bayi lebih tertarik atau ketika disodorkan puting susu.
40
4. Bayi rewel atau gelisah padahal sudah diberi ASI atau susu formula sebnayak
4-5 kali sehari.
5. Bayi sudah bisa duduk sambil disangga dan sudah mampu menegakkan
kepalanya.
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi
ASI eksklusif (ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI
eksklusif (>6bulan) (Hien dan Kam, 2008). Hal ini mungkin disebabkan karena
kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang
tidak menerima kolostrum mungkin memiliki insiden, durasi dan keparahan
penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan
gizi. Penelitian lain juga menyebutkan pemberian kolustrum pada bayi
berhubungan dengan kejadian stunting (Kumar, et al., 2006). Hal ini sesuai
dengan penelitian iti Wahdah (2015) dengan nilai p 0,042 OR 2,02 (1,329-3,689).
Penyebab tidak diberikannya ASI esksklusif:
1. Ibu meninggal saat melahirkan atau saat masih masa menyusui bayinya.
2. ASI yang menyusui mengalami sakit berat tang secara medis tidak
diperbolehkan menyusui bayinya.
3. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang masih rendah sehingga
menimbulkan rasa tidak percaya diri saat menyusui yang menyebabkan ASI
tidak keluar.
4. Dukungan keluarga tentang ASI eksklusif yang masih rendah.
41
2.3.1.2 Pola Pemberian Makan
Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses
pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi
menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi didalamnya
memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan
kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka
pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi
buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola pemberian makanan
terutama pada 2 tahun pertama kehidupan, pola pemberian makanan dapat
mempengaruhi kualitas konsumsi makanan balita, sehingga dapat mempengaruhi
status gizi balita. Pemberian ASI yang kurang dari 6 bulan dan MP-ASI terlalu
dini dapat meningkatkan risiko stunting karena saluran pencernaan bayi belum
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.
Pola pemberian makanan anak balita terdiri dari tingkat asupan makanan dan
frekuensi pemberian makanan, hal ini sesuai dengan penelitian Wanda Lestari
(2014) pola pemberian makan (OR=4,59, 95% CI: 2,05-10,25).
Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam
kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada
pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi
pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi pola pemberian
makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali sehari dengan jam
makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.
42
Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui
tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka
peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Faktor yang mempengaruhi
pola pemberian makanan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan
makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola
pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan
lingkungan.
1. Faktor Ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam meningkatkan peluang
untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,
sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli
pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya taraf
hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan serta
kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahaan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi
menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan
gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif
dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan
lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.
Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap
santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah
meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok
masyarakat ekonomi menengah ke atas. (Purwani & Mariyam, 2013).
43
2. Faktor Sosio Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh
kepercayaan pada umumnya mengandung perlambangan atau nasihat yang
dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi
kebaisaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang
cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah
pangan yang akan dikonsumsi. Budaya mempengaruhi seseorang dalam
menentukkan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan
dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan
tersebut dikonsumsi.
Tidak sedikit makanan yang dianggap tabu adalah baik jika ditinjau dari
kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengkonsumsi ikan
laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari segi
kesehatan berlaku sebaliknya mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita
karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan bila kekurangan protein akan berdampak pada kejadian anak
pendek atau stunting. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang sering
memiki pantangan terhadap makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu
menyusui.
3. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan
44
gizi. Salah satu contih, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan
rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan
makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan
makanan sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan
zat gizi lain.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan pola
pemberian makanan. Lingkungan yang di maksud dapat berupa lingkungan
keluarga serta adanya promosi melalui media cetak, kebiasaan makan dalam
keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola pemberian makan
seseorang, kesuakaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan
yan terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk didalamnya para
guru, teman sebaya dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruh
terbentuknya pola makan.
2.3.2 Asupan Makanan
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut
menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting adalah
berat badan anak tidak sebanding dnegan tinggi badannya. Jika kekurangan ini
bersifat menahun (kronis) artinya sedikit demi sedikit tetapi dalam jangka waktu
yang lama akan terjadi keadaan stunting. Stunting adalah anak menjadi pendek
45
dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak
kurus.
2.3.2.1 Asupan Energi
Gizi yang baik dan kesehatan adaah bagian penting dari kualitas hidup
yang baik (Aora, 2009). Menurut Ramli, et al (2009) gizi yang cukup diperlukan
untuk menjamin pertumbuhan optimal dan pengembangan bayi dan anak.
Kebutuhan gizi sehari-hari digunakan untuk menjalankan dan menjaga fungsi
normal tubuh dapat dilakukan dengan memilih dan mengasup amakanan yang
baik (kualitas dan kuantitasnya) (Almatsier, 2001). Kebutuhan energi yang harus
dipenuhi asupannya oleh balita di Indonesia telah di tetapkan pada tabel berikut
ini:
Tabel 2.6 Kebutuhan Energi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari
No. Kelompok Umur Energi (Kkal)
1. 0-6 bulan 550
2. 7-12 bulan 650
3. 1-3 tahun 1000
4. 4-6 tahun 1550
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang
dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.
Kecukupannya semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Menurut
Suharjo (2003), makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua
aktivitas manusia. Adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak
mengasilkan energi pada tubuh manusia, maka dari itu manusia tercukupi
energinya dibutuhkan makanan yang masuk kedalam tubuh secara adekuat.
46
Asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama dari total energi, protein, lemak, dan
zat gizi mikro, berhubungan dengan defisit pertumbuhan fisik di anak pra sekolah
(ACC/SCN, 2000) namun konsumsi diet yang cukup tidak menjamin
pertumbuhan fisik yang normal, karena kejadian penyakit lain, seperti infeksi akut
atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang kompleks terhadap terjadinya atau
pemeliharaan deficit pertumbuhan pada anak.
Kecukupan total makanan yang dikonsumsi merupakan penentu utama
pertumbuhan, hal ini karena sebagian nutrisi dapat didistribusikan secara luas di
berbagai jenis makanan. Makanan yang memadai dari segi kuantitas sangat
penting akrena energy (Kkal) yang disediakan didalamnya dan berbagai jenis
makanan dapat menajdi subtitusi satu sama lain untuk menghasilkan energi.
2.3.2.2 Protein
Protein merupakan zat pengatur dalam tubuh manusia. Pada balita protein
dibutuhkan untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan untuk
sintesis jaringan baru. Selain itu protein juga dapat membentuk antibodu untuk
menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi dan bahan-bahan asing yang masuk ke
dalam tubuh (Almatsier, 2001). Perkiraan kebutuhan protein dalam pertumbuhan
berskisar 1 sampai dengan 4 gr/kg pertambahan jaringan. Evaluasi asupan protein
anak harus berdasarkan:
1. Tingkat pertumbuhan
2. Kualitas protein dari makanan yang diasup
3. Kombinasi makanan yang menyediakan adam amno komplementer ketika
dikonsumsi bersamaan
47
4. Asupan vitamin, mineral dan energi yang adekuat
Semua komponen tersebut penting dalam sintesis protein (Trahms&Pipes, 2000).
Tabel 2.7 Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari
No. Kelompok Umur Protein (gr)
1. 0-6 bulan 10
2. 7-12 bulan 16
3. 1-3 tahun 25
4. 4-6 tahun 39
Sumber: http//gizi.depkes.go.id
Menurut WHO, kebutuhan protein adalah sebesar 10%-15% dari
kebutuhan energi total (Almatsier, 2005). Asupan protein yang adekuat telah
menjadi perhatian dan kontroversi di komunitas gizi internasional untuk 50
terakhir tahun. Protein sering dikonsumsi dalam hubungannya dengan energi dan
zink. Zat gizi tersebut untuk fungsi normal dari hampir semua sel dan proses
metabolism, dnegan demikian difisit dalam zat gizi tersebut memiliki banyak efek
klinis. Di sub-Sahara 38% anak stunting dan 9% wasting, walaupun penyebab dari
kelainan antropometri adalah multifaktorial, namun beberapa anak-anak di daerah
tersebut hidup dengan diet asupan protein yang tidak memadai (Asiss, 2004).
Menurut penelitian Ida Ayu Kade Chandra Dewi (2016), Kadek Tresna
Adhi berbeda halnya dengan konsumsi energi, konsumsi zat makro lainnya seperti
protein memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian stunting. Anak balita
yang kekurangan konsumsi protein memiliki odds 10,26 kali untuk mengalami
stunting dibandingkan anak balita yang konsumsi proteinnya mencukupi. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Hidayati et al., (2010) di wilayah kumuh perkotaan
Surakarta, bahwa anak batita yang kekurangan asupan protein mempunyai risiko
3,46 kali menjadi anak stunting dibandingkan dengan anak yang asupan
48
proteinnya cukup. Lebih banyaknya asupan protein dan lebih beragamnya
makanan yang dikonsumsi perharinya pada kelompok anak balita normal dalam
penelitian ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak memiliki laju
pertumbuhan yang baik sesuai dengan umurnya. Protein merupakan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit
dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang sudah usang (Almatsier, 2002).
Eratnya hubungan protein dengan pertumbuhan menyebabkan seorang anak yang
kurang asupan proteinnya akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat
daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup (Bender, 2002) dan pada
keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama
dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan (Andarini, Ventiyaningsih,
& Samosir, 2013) (OR=.10,26; 95%CI; 1,922-100,062).
2.3.2.3 Karbohidrat atau Hidrat Arang
Karbohidrat adalah sakarida, yang tergabung dalam berbagai tingkat
kompleksitas untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar
seperti olisakarida dan polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber
energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat tidak dapat dicerna disebut
non glikemik, dan terdiri dari atas polisakarida nonpati (non starch
polysaccharide, NSP) yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan
dalam fungsi usus. Fungsi karbohidrat yaitu sebagai sumber energi, sebagai
sparing acion dari protein, untuk membentuk volume makanan.
49
2.3.2.4 Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar
merupakan trigliserida atau triasilhliserol (TAG). Produk turunannya, seperti
fosfolipid atau sterol (yang paling terkenal adalah kolestrol) juga termasuk dalam
kelompok ini. TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan
energi utama bagi tubuh, dalam jaringan adipose. Asam lemak spesisfik yang
terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membran sel, dan harus
diperoleh dari diet, asam lemak in disebut asam lemak esensial.
2.3.2.5 Zink
Sumber utama zink adalah daging, unggas, telur, ikan, susu, keju, hati,
gandum, ragi, selada, roti, dan kacang-kacangan. Sedangkan fungsi zink di
antaranya adalah untuk meningkatkan keaktifan enzim dan meningkatkan laju
pertumbuhan. Zink berperan dalam sintesis protein dan merupakan komponen
enzim tertentu sehingga defisiensi zink dapat menyebabkan kekerdilan (stunted)
dan mempengaruhi perkemabngan seksual serta gangguan kesembuhan luka.
Gizi seimbang menjadi kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia.
Bukan hanya untuk orang dewasa namun juga bagi pertumbuhan anak-anak.
Mereka semua membutuhkan tersedianya gizi seimbang dan memadai baik itu
protein, karbohidrat, maupun lemak. Untuk memenuhi tidak harus mengkonsumsi
makanan berharga mahal, yang penting adalah gizi seimbang untuk hidup sehat
(newsletter Andalas. novella, 2012).
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
50
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan
gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih
rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki kelebihan
gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan yang padat
energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya. Kegiatan yang bertujuan
untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang
tepat telah lama dilakukan oleh pemerintah melalui salah satu program yaitu
Posyandu, kebutuhan asupan gizi divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi
Seimbang (TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. Luasnya
potongan menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air
putih, artinya air putih merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi
kehidupan untuk hidup sehat dan aktif.
51
Gambar 2.2 Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) Panduan Sehari – Hari
Sumber: Kemenkes RI
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar
dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat
Pilar tesebut adalah sebagai berikut:
1) Mengonsumsi makanan beragam. Mengonsumsi makanan beragam juga harus
memperhatikan porsi dan proporsinya.
2) Membiasakan perilaku hidup bersih.
3) Melakukan aktivitas fisik.
4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal.
Merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat,
protein dan lemak di Amerika Serikat (IOM, 2005) dan menyelaraskan dengan
Pedoman Gizi Seimbang Indonesia (Kemenkes 2005) serta perhitungan hasil
konsumsi pangan Riskesdas 2010 (Hardinsyah 2012), maka anjuran kecukupan
lemak dalam konteks AMDR bagi penduduk Indonesia dibagi ke dalam tiga (3)
52
kelompok penduduk. Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 35% pada
anak usia 1-3 tahun, 30% pada usia 4-18 tahun dan 25% pada orang dewasa.
Perbaikan menu dengan komposisi energi asam lemak ini sangat penting agar
upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin dapat tercapai
(Bredbenner et al. 2009 dan WHO 2010).
Tabel 2.8 Anjuran Proporsi Energi dari Lemak, Karbohidrat dan Protein
Menurut Kelompok Umur
Zat Gizi
Makro
Persen Terhadap Total Energi (%)
Bayi, 0 – 11
Bulan
Anak 1 – 3
Tahun
Anak, 4 – 8
Tahun
Dewasa
Protein 5 15 (5 – 20) 15 (10 – 30) 15 (10 – 30)
Lemak 55 35 (30 – 40) 30 (25 – 35) 25 (20 – 30)
Karbohidrat 40 50 (45 – 65) 55 (45 – 65) 60 (45 – 65)
Sumber:Kemenkes, 2005
2.3.3 Pelayanan Kesehatan
2.3.3.1 Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit
tersebut diharapkan tubuh dapat mengahsilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyarang
tubuh (BKKBN, 1998). Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada
bayi dan anak terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 1998). Imunisasi adalah
suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen
sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
(Ranuh, 2005). Imunisasi merupakan proses menginduksi imunitas secara buatan
53
bai dengan vaksinasi (imunitas aktif) maupun dengan pemberian antibodi
(imunisasi pasif). Dalam hal ini, imunisasi aktif menstimulasi sistem imun untuk
membentuk antibodi dan respom imun seluler yang dapat melawan agen
penginfeksi. Ian halnya dengan imunisasi pasif, imunisasi ini menyediakan
proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang diproduksi secara eksogen
maupun tranmisi transplasenta dari ibu ke janin (Peter 2003).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas amabang perlindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara
umur 0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG (1, 2, 3); Polio (1, 2, 3, 4);
Hepatitis B (1, 2, 3) dan campak (Pedoman Penyelanggaraan Imunisasi, 2005).
Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan diatas ambang perlindungan untuk memperpanjang masa perlindungan
(Pedoman Penyelanggaraan Imunisasi, 2005).
Pemberian imunisasi pada anak memiliki tujuan penting yaitu untuk
mengurangi risiko morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) anak akibat
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit-penyakit
tersebut antara lain: TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, campak, hepatitis B, dan
sebagainya. Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru jadi, status
imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status gizi
jangka panjang.
54
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar
No. Jenis Imunisasi Umur Bayi
1. Hepatitis B (HB) 0 ≤ 7 hari
2. BCG, Polio 1 1 bulan
3. DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
4. DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
5. DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
6. Campak 9 bulan
Sumber: Depkes, 2009
Manfaat imunisasi yaitu:
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila
anak sakit. Mendorong pembentukkan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman,
3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Jenis-jenis imunisasi adalah sebagai berikut:
1. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan
suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio
atau campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin,
yaitu:
a. Vaksin dapat berupa organism yang secara keseleruhan dimatikan, eksotoksin
yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
55
seperi polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-
komponen organism dari suatu antigen. Dasrnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organism yang dijadikan vaksin.
b. Pengawet, stabilisator atau antibiotic. Merupakan zat yang digunakan agar
vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan
mencegahtumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa
atau antibiotik yang baisa digunakan.
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan
yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur,
protein serum, bahan kultur sel.
d. Adjuvan terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem
imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen
dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
2. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang
didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus
Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
56
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa
kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. Menurut penelitian Agus
Hendra AL-Rahmad, Ampera Miko, Abdul Hadi (2013) terdapat hubungan
anak balita dengan status imunisasi tidak lengkap dengan kejadian stunting
(OR= 3,5; CI 95%= 1,2-10,8).
2.3.3.2 Riwayat KEK Selama Kehamilan pada Ibu Balita
KEK merupakan gambaran status gizi ibu hamil di masa lalu, kekurangan
gizi kronis pada masa anak-anak baik disertai sakit yang berulang, akan
menyebabkan bentuk tubuh yang pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada saat
dewasa. Ibu yang memiliki postur tubuh seperti ini berisiko mengalami gangguan
pada masa kehamilan dan melahirkan bayi BBLR (Soetjiningsih, 2009 dalam
Nursari Abdul Syukur, 2016)
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumber daya
masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
Akar masalahnya adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta
kurangnya pemanfaataan sumber daya masyarakat dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi, dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan
tersebut telah memicu munculnya kasus masalah gizi akibat kemiskinan dan
ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai. Masalah gizi terbagi menjadi
masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi mikro adalah masalah yang
utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan
protein. Manifestasi dari masalah gizi mikro bila terjadi pada wanita usia subur
57
dan ibu hamil yang kurang energi kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir
yang rendah (BBLR). Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran
LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LIA kurang dari 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai
resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan (stunting) dan
perkembangan anak. Sejalan dengan penelitian Sartono (2013) bahwa terdapat
hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting usia 6-
24 bulan dengan p=0,042 dan OR=1,74 (95%CI ;1,01-2,977).
1. Penyebab KEK (Kurang Energi Kronis)
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil
ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih
tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya meningkat selama hamil. Penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Penyebab Langsung
Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.
b. Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut penyakit
dengan causa multi factorial dan antara hubungan menggambarkan interaksi
antara faktor dan menuju titik pusat kekurangan energi kronis.
58
1) Hambatan utilitas zat-zat gizi. Hambatan utilitas zat-zat gizi ialah hambatan
penggunaan zat-zat gizi karena susunan asam amino didalam tubuh tidak
seimbang yang dapat menyababkan penurunan nafsu makan dan penurunan
konsumsi makan.
2) Hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing.
3) Ekonomi yang kurang.
4) Pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang.
5) Produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan.
6) Kondisi hygiene yang kurang baik.
7) Jumlah anak yang terlalu banyak.
8) Penghasilan rendah.
9) Perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.
2. Pencegahan KEK (Kurang Energi Kronis)
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya KEK, antara lain :
a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi, yaitu :
1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayur berwarna hijau
tua, kacang-kacangan, tempe).
2) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C
(seperti daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas)
sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
b. Menambah pemasukan zat besi dalam tubuh dengan meminum tablet penambah
darah.
59
c. Guna mencegah terjadinya resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan
(WUS) sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak
kurang dari 23.5 cm. Beberapa kriteria ibu KEK adalah berat badan ibu sebelum
hamil <42 kg, tinggi badan ibu <145 cm, berat badan ibu pada kehamilan
trimester III <45 kg, Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu
menderita anemia (Hb <11 gr%).
2.3.4 Penyakit Infeksi
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan
penyakit. Manifestasi malnutrisi disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi
yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal
ini terjadi sebagai kosenkuensi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat
gizi, atau mengalami infeksi yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi,
mengurangi nafsu makan atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.
Malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan dan malnutrisi dapat
meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi
yang mengarahakan ke lingkaran setan. Anak gizi yang daya tahan terhadap
penyakitnta rendah akan sakit dan akan menjadi samakin kurang gizi, sehingga
mengurangi kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya, ini disebut
juga dengan infectionmalnutrition (Maxwell, 2011).
60
Gambar 2.3 Siklus Infeksi-Malnutrisi
Sumber: Tomkins&Watson 1989
2.3.4.1 Diare
Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat menyebabkan anak
kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang mengalami diare
akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi dan bila tidak segera
ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang sesuai makan terjadi gagal
tumbuh. Penelitian Chamilia Desyanti1, Triska Susila Nindya2 (2017)
menunjukkan bahwa sebagian besar balita pada kelompok stunting mengalami
kejadian diare yang sering yaitu lebih dari dua kali dalam tiga bulan terakhir,
sedangkan pada kelompok tidak stunting sebagian besar jarang mengalami diare.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri yang biasa disebut dengan
Enteropathogenic Escherichia coli yang juga menjadi penyebab dari terjadinya
Diet yang tidak
adekuat
Penurunan BB, gagal
tumbuh, penurunan
kekebalan tubuh,
penimgkatan kerentanan
Penurunan makan,
malabsorbsi,
peningkatan kebutuhan
tubuh energi dan zat gizi
lain
Peningkatan
keparahan dan
durasi penyakit
61
kematian ribuan anak di negara-negara berkembang tiap tahunnya. Diare juga
dapat terjadi karena konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi,
dari satu orang ke orang lainnya, ataupun dari perilaku higiene yang buruk
(OR=3,619;CI;1,290-10,150).
2.3.4.2 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak di negara berkembang.
Penyakit infeksi merupakan penyebab dari kekurangan energi protein,
pada bayi yang konsumsi ASI tidak cukup, maka daya tahan tubuh akan melemah
(Ardian Candra M1, Hertanto W. Subagio, Ani Margawati, 2016). Pada keadaan
tersebut bayi mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu
makan dan akhirnya akan menderita kurang gizi. Infeksi yang sering atau kronis
akan mengganggu pertumbuhan bayi (OR = 2,29 ,95% CI = 1,16;4,51, p=0,016).
2.3.5 Sanitasi Lingkungan
2.2.7.1 Personal Hygiene
Hygiene dan sanitasi yang buruk menyebabkan gangguan inflamasi usus
kecil yang mengurangi penyerapan zat gizi dimana terjadi pengalihan energi, yang
seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi akhirnya digunakan untuk
melawan infeksi dalam tubuh baik infeksi akibat kecacingan ataupun penyakit
infeksi (ISPA dan diare). Penelitian Chamilia Desyanti, Triska Susila Nindya2
(2016) pada kelompok balita stunting lebih banyak balita yang diasuh dengan
62
hygiene yang buruk yaitu dengan persentase 75,8%, sedangkan pada kelompok
balita tidak stunting sebagian besar balita diasuh dengan hygiene yang baik yaitu
dengan persentase 60,6%. Secara umum, lingkungan tempat tinggal balita pada
kedua kelompok (stunting dan tidak stunting) adalah sama, yang membedakan
adalah praktik hygiene dari masing-masing keluarga, masih banyak keluarga
terutama pada kelompok anak stunting yang memiliki kesadaran yang rendah
akan pentingnya kebersihan diri tertutama CTPS sebelum makan (OR=4,808
;CI=1,667-13,862).
2.3.6 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan berikut faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian stunting. Kerangka teori kejadian stunting
dapat dilihat pada gambar 2.2.8.1 berikut ini:
63
Pertumbuhan
Terhambat
Penyebab Langsung
Riwayat BBLR
Asupan Energi
Asupan Makanan
Asupan Lemak
Asupan Zink
ISPA
Penyakit Infeksi
Pola Pemberian Makan
Riwayat Asi Eksklusif Berat badan Naik turun
Pendidikan
Sanitasi Lingkungan
Penyebab
Tidak Langsung
Karakteristik
Kleuarga
Status Imuninsasi
Asupan Protein
Diare
Intake Kurang
Pekerjaan
Pendapatan Keluarga
KEK pada ibu hamil
Pelayanan
Kesehatan
Personal Hygiene Cacingan
Defisit Asupan
Kejadian
Stunting
Gambar 2.4 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Sumber: Modifikasi UNICEF. 1990 dalam BAPPENAS, 2011; Paramitha Anisa (2012)
64
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui
penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan tinjauan pustaka
yang telah diuraikan dan kerangka teori yang telah disajikan di bab sebelumnya,
dapat diketahui bahwa masalah malnutrisi kronis pada balita merupakan masalah
yang rumit dan disebabkan oleh multifaktor penyebab. Adanya
ketidakterjangkauan peneliti untuk mengetahui semua faktor penyebab terjadinya
stunting pada balita sehingga ada beberapa faktor risiko yang terdapat pada
kerangka teori dihilangkan, maka untuk penelitian ini dibuat kerangka konseptual
penelitian yaitu:
1. Variabel bebas (independen): riwayat BBLR, pola pemberian makan, riwayat
ASI eksklusif, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga.
2. Variabel terikat (dependen): kejadian stunting.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting terdiri dari dua
faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor
penyebab langsung adalah asupan makanan (asupan energi, asupan protein,
asupan lemak, asupan zink), riwayat BBLR, penyakit infeksi (ISPA dan diare),
dan pola pemberian makanan. Faktor tidak langsung adalah riwayat ASI eksklusif,
jenis kelamin balita, karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan
65
keluarga), pelayanan kesehatan (status imunisasi dan KEK pada ibu hamil),
santitasi lingkungan (personal hygiene).
Dibawah ini dijelaskan kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, sehingga kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Keterangan:
: Diteliti
: Berhubungan
Pendapatan Keluarga
Pendidikan
Kejadian
Stunting
Riwayat ASI Eksklusif
Riwayat BBLR
Pekerjaan
Pola Pemberian Makan
66
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
dirumuskan dalam perencanaan penelitian, untuk mengarahkan pada hasil
penelitian maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban
sementara dari penelitian (Notoatmodjo, 2012). Jenis-jenis rumusan hipotesis
adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif
Hipotesis kerja adalah suatu rumusan dengan tujuan untuk membuat
ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul.
Hipotesisi ini sering juga disebut dengan hipotesis alternative, karena
mempunyai rumusan dengan implikasi alternatif didalamnya (Notoatmodjo,
2012).
Adapun hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha :
1) Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
2) Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
3) Ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
4) Ada hubungan antara ppla pemberian makan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
67
5) Ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
6) Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
2. Hipotesis Nol
Hipotesis nol yang bermula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher,
dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dengan kata lain hipotesis nol
dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak adanya suatu
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu
hal yang dipermasalahkan (Notoatmodjo, 2012).
68
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan desain cross
sectional. Desain peneliti cross sectional (potong lintang) adalah mencakup
semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya
satu kali atau pada saat itu (Dr. Hasmi, 2016). Dalam penelitian ini untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Wiratna, 2012). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berkunjung pada posyandu di
Populasi/Sampel
Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-)
Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)
69
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kab. Madiun yaitu sejumlah 966 balita
(Puskesmas Klecorejo, 2017).
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian (Wiratna, 2012). Besar sampel yang
akan diambil berdasarkan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n = Besar Sampel
P = Estimator Proporsi Populasi (0,5)
Q = 1-p (100% ˗ p) atau 0,5
Zα² = 1,96
D = Toleransi kesalahan yang dipilih (d=0,05) (Lemeshow (1990)
Dimasukkan kedalam rumus:
70
Jadi, besar sampel dari penelitian ini sebesar 275 balita. Namun, dalam
penelitian ini terdapat beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Balita usia 12 bulan sampai 60 bulan atau 1 tahun sampai 5 tahun.
2) Bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun yang telah di diagnosis stunting melalui rekap PSG
(Pemantauan Status Gizi) petugas serta KMS.
3) Orang tua/keluarga bersedia menjadi subyek penelitian dengan
menandatangani lembar persetujuan.
2. Kriteria Eksklusi
1) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah responden yang sedang tidak
ada ditempat pada saat penelitian berlangsung.
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis probability sampling
yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple
random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan sampel dengan
cara acak tanpa memperhatian strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini
dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen, sebagai contoh bila
71
populasinya homogen kemudian diambil secara acak, maka akan didapatkan
sampel yang representatif.
Langkah-langkah simple random sampling yang dilakukan dengan cara
undian, adalah sebagai berikut:
1. Mendaftar semua anggota populasi.
2. Kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor, masing-masing
dalam satu kertas kecil-kecil.
3. Kertas-kertas kecil yang masing-masing telah diberi nomor tersebut kemudian
digulung atau dilinting.
4. Kemudian lintingan kertas tersebut dimasukkan kedalam suatu tempat (kotak
atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengaduk sehingga tersusun secara
acak.
5. Kemudian peneliti mengambil lintingan kertas satu persatu sampai diperoleh
sejumlah sampel yang diperlukan.
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja penelitian merupakan kerangka pelaksanaan penelitian
mulai dari pengambilan data sampai menganalisa hasil penelitian, kerangka
kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
72
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting
Pengumpulan Data Sekunder
Buku KIA dan KMS balita, dan rekap
petugas gizi.
Populasi
Seluruh Balita yang Berkunjung di Posyandu Balita Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Sejumlah 966 Balita Tahun 2017.
Sampel
Balita Usia 12 – 60 Bulan Sejumlah 275 balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo.
Variabel Independen
Riwayat ASI eksklusif, Pola Pemberian
Makan, Pendidikan, Pekerjaan,
Pendapatan Keluarga.
Variabel Dependen
Kejadian Stunting pada Balita,
Riwayat BBLR.
Pengumpulan Data Primer
Berdasarkan kuesioner dan wawancara
Analisis Data
Univariat, Bivariat dan Multivariat
Kesimpulan
Hasil
Pelaporan
Teknik Sampling
Simple Random Sampling
Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry Data, Tabulating
73
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Identifikasi Variabel
Menurut Sugiyono (2017) variabel penenlitian adalah sesuatu hal yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Secara teoritis variabel adalah atribut seseorang atau objek yang mempunyai
variasi satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek lain. Variabel
adalah sifat yang akan diukur dan diamati yang nilainya berbeda antara satu objek
dengan objek lainnya (V. Wiratna Sujarweni, 2012).
4.5.2 Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik balita (jenis
kelamin, riwayat BBLR), pola asuh (pola pemberian makan, riwayat ASI
eksklusif), karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan, pendapatan
keluarga).
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian stunting.
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Definisi operasional ditentukkan berdasarkan ditentukkan parameter
yang dijadikan ukuran dalam penelitian.
74
Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
1 2 3 4 5 6
Variabel Terikat
1. Stunting Tinggi badan balita menurut umur
(TB/U) kurang dari -2 standar
deviasi (SD) sehingga lebih
pendek daripada tinggi yang
seharusnya.
Diukur dengan indeks
antropometri TB/U
yang dilihat
menggunakan KMS
balita
KMS balita Nominal 1=Stunting, jika
rentang (< -2 SD).
2= Normal (≥ -2
SD)
(WHO, 2005)
Variabel Bebas
1. Riwayat
BBLR
Berat balita pada saat dilahirkan
yang dilihat menggunakan KMS
balita.
Dilihat menggunakan
KMS balita.
1= BBLR, jika berat
lahir <2500 gram
2= Normal, jika berat
lahir ≥ 2500 gram
KMS balita Nominal 1=BBLR (BBLR
<2500 gram)
2=Normal (BBL
≥ 2500 gram)
(Depkes RI,
2005)
2. Riwayat
ASI
Eksklusif
ASI Eksklusif adalah memberikan
hanya ASI saja untuk bayi yang
baru lahir sampai usia 6 bulan.
1. Tidak ASI
eksklusif, jika bayi
yang diberi selain
ASI (air putih,
pisang kerok, air
tajin, susu formula,
madu, dll) pada
usia sebelum 6
bulan atau
menyusui
predominan dan
Kuesioner Nominal 1=Tidak ASI
Eksklusif
2=ASI Eksklusif
(Kemenkes, 2010)
75
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
menyusui parsial.
2. ASI eksklusif, jika
bayi yang baru
lahir diberikan
hanya ASI tanpa
tambahan
makanan/minuman
pengganti ASI
lainnya sampai usia
6 bulan.
(Kemenkes No.
450/MENKES/SK/VI/
2004 tentang
Pemberian ASI
Eksklusif)
3. Pola
Pemberian
Makan
Pola makan berdasarkan frekuensi
makan dan waktu pemberian
makan
1. Kurang bila
frekuensi makan < 3
kali sehari dengan
jam atau waktu
makan yang tidak
teratur dan tidak ada
variasi buah dan
sayur.
2. Baik bila frekuensi
makan 3 kali sehari
dengan jam atau
waktu makan yang
Kuesioner Nominal 1= Kurang, jika
frekuensi makan
<3 kali sehari dan
jam atau waktu
makan tidak
teratur
2= Baik, jika
frekuensi makan
≥3 kali sehari dan
jam atau waktu
makan
teraturseperti jam
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
76
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
teratur seperti jam 8,
jam 12, jam 18,
variasi makan buah
dan sayur.
8, jam 12, dan
jam 18. Serta
variasi makanan
buah dan sayuran.
(Suryansyah,
2012)
4. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir
yang dicapai oleh ibu balita dan
responden pada saat penelitian.
1. Pendidikan dasar
(tamat SD
sederajat, tamat
SMP sederajat)
2. Pendidikan
menengah (SMA
sederajat)
3. Pendidikan tinggi
(tamat PT atau
Perguruan Tinggi)
(UU RI tentang Sistem
Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003)
Kueioner Nominal 1=Rendah (tamat
SD, tamat SMP
sederajat)
2=Tinggi (tamat
SMA dan
Perguruan Tinggi)
5. Pekerjaan Pekerjaan yang menggunakan
waktu terbanyak responden atau
pekerjaan yang memberikan
penghasilan terbesar
Pekerjaan yang
memberikan
penghasilan.
1. Tidak bekerja, jika
tidak mendapatkan
penghasilan.
2. Bekerja, jika
mendapatkan
Kuesioner Nominal 1= Tidak Bekerja
2= Bekerja
(Kemenkes, 2010
dalam Paramitha
Anisa, FKM UI,
2012)
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
77
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
pengasilan
6. Pendapatan
Keluarga
Pendapatan keluarga adalah
jumlah penghasilan riil dari
seluruh anggota rumah tangga
yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga.
Berdasarkan UMK Kabupaten
Madiun 2018
Pendapatan keluarga
adalah jumlah
penghasilan riil dari
seluruh anggota rumah
tangga yang digunakan
untuk memenuhi
kebutuhan bersama
maupun perseorangan
dalam rumah tangga
berdasarkan UMK
Kabupaten Madiun
2018.
1. Rendah, jika <
UMK 1.576.892,91
2. Tinggi, jika ≥ UMK
1.576.892,91
(Peraturan Gubernur
Jawa Timur No. 75,
2017).
Kuesioner Nominal 1= < UMK
Kabupaten
Madiun 2018
2= ≥ UMK
Kabupaten
Madiun 2018
(Peraturan
Gubernur Jawa
Timur No. 75,
2017)
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
78
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner
merupakan suatu daftar tertulis yang memuat pertanyaan-pertanyaan peneliti
mengenai suatu hal tertentu untuk mengumpulkan data-data melalui proses
wawancara. (Sugiyono, 2008). Jenis kuisioner dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Kuisioner terbuka yaitu merupakan daftar pertanyaan yang memberi
kesempatan kepada responden untuk menuliskan pendapat mengenal
pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
2. Kuisioner tertutup yaitu merupakan daftar pertanyaan yang alternatif
jawabannya sudah disiapkan oleh peneliti.
3. Kuisioner campuran adalah perpaduan antara bentuk kuisioner terbuka dan
tertutup.
Sedangkan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada ibu balita. Pertanyaan kuesioner meliputi data tentang
jenis kelamin balita, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, pendidikan,
pekerjaan orang tua, pendapatam keluarga dan pola pemberian makanan.
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum instrument (kuesioner) penelitian ini digunakan sebagai alat
pengumpul data terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui ketepatan
79
kuesioner dalam mengukur suatu data. Uji yang dilakukan untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukut (instrument) itu
benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmodjo, 2012
dalam Sugiyono 2017). Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan
butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mengidentifikasi suatu
variabel, daftar variabel ini pada umumnya mendukung suatu kelompok
variabel tertentu. Validitas kuesioner dapat diketahui dengan cara melakukan
korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.
Hasi r hitung kita bandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig
5%. Jika r tabel < r hitung mak valid (Wiratna Sujarweni, 2012). Teknik
korelasi yang digunakan adalah korelasi pearson product moment
menggunakan program aplikasi data statistik SPSS 16.0. Berdasarkan dari
hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 8 butir pertanyaan pada
variabel ASI eksklusif dengan responden berjumlah 30 dan df=30-2=28
dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05 dinyatakan valid.
Berdasarkan dari hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 11 butir
pertanyaan pada variabel pola pemberian makan dengan responden berjumlah
30 dan df=30-2=28 dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05
dinyatakan valid.
80
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan yang merupakan dimensi
suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner (Wiratna Sujarweni,
2012). Uji reabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha
Cronbach’s, jika nilai cronbach’s alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan yang
merupakan dimensi variabel adalah reliabel (Wiratna Sujarweni, 2012) dengan
menggunakan pengolah data SPSS 16.0. Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas
bahwa pada 8 butir pertanyaan pada variabel ASI eksklusif dengan responden
berjumlah 30 dan nilai cronbach’s alpha > r tabel 0,60 dinyatakan reliable.
Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas bahwa pada 11 butir pertanyaan pada
variabel pola pemberian makan dengan responden berjumlah 30 dan nilai
cronbach’s alpha > r tabel 0,60 dinyatakan reliable.
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.8.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di 23 posyandu balita Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, meliputi 7 desa yang terdiri dari Desa
Blabakan, Desa Darmo, Desa Kebonagung, Desa Klecorejo, Desa Kuncen, Desa
Sidodadi, Desa Wonorejo.
4.8.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan 5 Juni sampai dengan bulan 9
Juli 2018.
81
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
4.9.1 Sumber Data
Pada dasarnya, penelitian merupakan proses penarikan kesimpulan dari
data yang telah dikumpulkan. Tanpa adanya kata, maka hasil penelitian tidak akan
terwujud dan penelitian tidak akan berjalan. Menurut sumbernya, data dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari responden yang berkaitan
dengan sampel penelitian dengan menggunakan instrumen/alat ukur
kuesioner. Data primer dalam penelitian ini yaitu pendidikan, pekerjaan,
riwayat BBLR, ASI Eksklusif, dan pola pemberian makan.
2. Data Sekunder
Data ini merupakan data penunjang kelengkapan data primer. Data
sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Puskesmas
Gantrung Kabupaten Madiun, KMS, dan berbagai sumber lainnya. Data
sekunder dalam penelitian ini yaitu identitas balita stunting serta jenis kelamin
balita.
3. Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara secara
langsung kepada responden menggunakan alat ukur kuesioner. Pengumpulan
data sekunder diperoleh dari laporan rekapitulasi Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun unit upaya kesehatan masyarakat esensial bagian Gizi.
82
4.10 Teknik Pengolahan dan Teknik Analisis Data
4.10.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Penyuntingan Data (Editing)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua item pertanyaan
dalam kuesioner. Editing dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah
data terkumpul dengan memeriksa jumlah kuesioner, kelengkapan identitas,
lembar kuesioner, kelengkapan isian kuesioner, serta kejelasan jawaban.
2. Pengkodean (Coding)
Pengkodean merupakan pemberian kode atau angka pada variabel yang
diteliti untuk memudahkan pengolahan data. Dalam penelitian ini
menggunakan coding sebagai berikut:
3. Memasukkan Data (Entry Data)
Memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan fasilitas computer.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS 16.0.
4. Pentabulasian (Tabulating)
Kegiatan pentabulasian dalam penelitian ini meliputi, pengelompokkan
data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan kedalam tabel-
tabel yang telah ditentukkan, berdasarkan kueisoner yang telah ditentukan
skor atau kodenya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
menggunakan program aplikasi data statistik SPSS 16.0.
83
4.10.2 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisisdengan
menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 16.0. analisis data pada
penelitian ini adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi,
baik variabel bebas, variabel terikat, maupun deskripsi karakteristik
responden. Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran
tendensi sentral atau grafik. Variabel independen atau variabel bebas dalam
penelitian ini adalah karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin balita,
riwayat BBLR, pola pemberian makan, riwayat ASI eksklusif, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan keluarga.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua
variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif (Suryono, 2010).
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
dan untuk mengetahui kemaknaan hubungan nilai p yaitu menggunakan
analisis chi-square dan besarnya risiko menggunakan RP (Ratio Prevalens).
Semua hipotesis untuk kategori nominal dan ordinal tidak berpasangan
menggunakan analisa data uji chi square (Sopiyudin, 2014).
Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya
perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat
84
menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan
uji chi square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uj chi
square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih
besar dibanding kelompok yang lain. Untuk mengetahui ukuran RP (Ratio
Prevalens) dan OR (Odds Ratio). Keputusan dari uji chi square:
1. Apabila nilai p > α = Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan.
2. Apabila nilai p < α = Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan.
Variabel independen yang diteliti merupakan faktor protektif/pencegah risiko
jika nilai RP < 1, apabila RP > 1 merupakan faktor risiko, dan = 1 yaitu tidak
ada hubungan. Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis
bivariat (Saryono, 2013). Syarat uji chi square adalah :
a) Sampel dipilih secara acak
b) Semua pengamatan dilakukan dengan independen
c) Setiap sel berisi frekuensi harapan sebesar 0. Sel-sel dengan frekuensi
harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel.
d) Besar sampel sebaiknya > 40.
Uji altrernatif dari uji chi-square adalah uji fisher exact untuk tabel 2x2
dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel yang
nilai harapan (E) kurang dari 5.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan secara
bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel
85
bebas mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat dengan
menggunakan uji regresi logistik. Dengan menggunakan teknik analisis ini
maka dapat menganalisis pengaruh beberapa variabel terhadap variabel-
variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan (Wiratna, 2012). Analisis
multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik.
Langkah yang dilakukan dalam analisis regresi logistik adalah sebagai
berikut (Sopiyudin Dahlan, 2012):
a. Melakukan seleksi variabel yang layak dilakukan dalam model multivariat
dengan cara terlebih dahulu melakukan seleksi bivariat antara masing-masing
variabel independen dengan variabel dependen dengan uji regresi logistik
sederhana.
b. Variabel yang memenuhi syarat lalu dimasukkan ke dalam analisis
multivariate yaitu nilai p < 0,25.
c. Dari hasil analisis dengan multivariat dengan regresi logistik menghasilkan
nilai p masing-masing variabel.
d. Variabel nilai p > 0,05 ditandai dan dikeluarkan satu persatu dari model,
hingga seluruh variabel dengan nilai p > 0,05 hilang.
e. Pada langkah terakhir akan tampak nilai exp(B), yang menunjukkan bahwa
semakin besar nilai exp(B)/RP maka semakin besar pengaruh variabel
tersebut terhadap variabel dependen.
86
4.11 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2007) etika penelitian sangat penting karena penelitian
berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada
responden yang akan diteliti agar subyek mengerti maksut dan tujuan dari
penelitian. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati
hak-hak responden.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak
yang terkait dengan peneliti.
87
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Klecorejo berlokasi di Jalan Raya Wates Desa Klecorejo
Kecamatan Mejayan, berdiri berdasarkan Keputusan Bupati Madiun Nomor :
188.45 / 331 / KPTS / 402.031/ 2010 Tanggal : 17 Juni 2010 tentang
Pembentukan Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, dan mulai Beroperasi 18
Oktober 2010. Puskesmas Klecorejo berdiri diatas tanah milik pemerintah
Kabupaten Madiun dengan luas lahan 2801 m2 merupakan puskesmas perawatan.
Wilayah kerja seluas 1826,714 km2 mencakup 7 (tujuh) desa yaitu Blabakan,
Darmorejo, Kebonagung, Klecorejo, Kuncen, Sidodadi, dan Wonorejo. Dilihat
dari letak Geografisnya wilayah puskesmas Klecorejo merupakan daratan rendah
yang berbukit dan terletak di daerah perdesaan. Batas Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun:
1. Sebelah Utara berbatasan Desa Kaligunting, Desa Mejayan
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kaliabu, Desa Pandean
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Kare, Kec. Gemarang
4. Sebelah Timur berbatasan Desa Kaligunting, Kec. Gemarang
88
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo berjumlah
16.726 jiwa Tahun 2017. Sesuai Permenkes No. 75 Tahun 2014, Dalam rangka
meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas Klecorejo didukung oleh
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan, antara
lain Puskesmas Pembantu, Bidan Desa (Polindes/Ponkesdes), Puskesmas keliling,
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (desa Siaga, Posyandu). Sarana kesehatan
yang ada di Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yaitu puskesmas pembantu
berjumlah 2 unit, bidan desa di ponkesdes berjumlah 2 desa, bidan desa di
polindes berjumlah 2 desa, puskesmas keliling berjumlah 1 unit, desa siaga
berjumlah 7 desa, posyandu berjumlah 23 posyandu yang terserbar di 7 desa.
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
89
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Data Umum
Data umum akan menyakikan karakteristik responden penelitian
berdasarkan jenis kelamin balita, umur balita, pekerjaan, pendidikan, riwayat ASI
ekslusif, riwayat BBLR, pendapatan keluarga dan pola pemberian makan,
gambaran kejadian stunting.
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Tahun 2018
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 138 50,2
2. Perempuan 137 49,8
Total 275 100,0 Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 138 orang (50,2%) sedangkan balita
dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 137 balita (49,8%).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Bekerja 164 59,6
2. Buruh Tani 89 32,4
3. Swasta 14 5,1
4. PNS/TNI/Polri 8 2,9
Total 275
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden tidak bekerja yaitu sebanyak 164 balita (59,6%). Sedangkan responden
90
yang paling sedikit bekerja sebagai PNS/TNI/Polri yaitu sebanyak 14 orang
(2,9%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Tamat SD 78 28,4
2. Tamat SMP/MTs/Sederajat 78 28,4
3. Tamat SMA/SMK/MA/Sederajat 106 38,5
4. Tamat PT 13 4,7
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besarn
responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA/SMK/MA/sederajat yaitu
sebanyak 106 orang (38,5%). Sedangkan sebagaian kecil responden memiliki
tingkat pendidikan tamat PT (perguruan tunggi) yaitu sebanyak 13 orang (4,7%).
5.2.2 Data Khusus
Data khusus akan menyajikan data karakteristik responden yang terkait
dengan variabel bebas (pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola
pemberian makan, riwayat ASI eksklusif,dan riwayat BBLR) dan variabel terikat
(kejadian stunting).
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori
Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Kategori Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Pendidikan Rendah 78 28,4
2. Pendidikan Tinggi 197 71,6
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
91
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar
responden memiliki kategori pendidikan tinggi yaitu sebanyak 197 orang (71,6%).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori
Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Kategori Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Bekerja 164 59,6
2. Bekerja 111 40,4
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
(orang tua balita) tidak bekerja yaitu sebesar 164 orang (59,6%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pendapatan Keluarga
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori
Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018
No. Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase (%)
1. < UMK 154 56,0
2. ≥ UMK 121 40,0
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar
responden memiliki pendapatan keluarga yang rendah yaitu sebanyak 154 orang
(56%).
92
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pola Pemberian Makan
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Kategori Riwayat ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018
No Pola Pemberian Makan Jumlah Persentase(%)
1 Kurang 160 58,2
2 Baik 115 41,8
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar
responden balita dengan pola pemberian makan < 3 kali sehari sebanyak 160
balita (58,2%).
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Riwayat ASI Eksklusif
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori
Riwayat ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018
No Riwayat ASI Eksklusif Jumlah Persentase(%)
1 Tidak ASI Eksklusif 153 55,6
2 ASI Eksklusif 122 44,4
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.9 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar
responden balita tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 153 balita (55,6%).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Riwayat BBLR
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori
Riwayat BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No Riwayat BBLR Jumlah Persentase (%)
1 BBLR 154 56,0
2 Normal 121 44,0
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
93
Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
dengan riwayat BBLR sebanyak 154 balita (56%).
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Kejadian Stunting
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Kategori Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun 2018
No Stunting Jumlah Persentase (%)
1 Stunting 100 36,4
2 Normal 175 63,6
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
tidak mengalami stunting yaitu sebanyak 175 balita (63,6%).
5.2.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola pemberian makan, riwayat ASI
Eksklusif, dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Penelitian ini menggunakan uji
statistik Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) atau Ratio Prevalens
dengan taraf kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05.
Berikut adalah hasil analisa bivariat penelitian menggunakan aplikasi
pengolah data statistik SPSS 16.0.
94
1. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian
Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun
Pendidi
kan
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
Rendah 30 38,5 48 61,5 78 100,0
0,752
1,082
Tinggi 70 35,5 127 64,5 197 100,0 (0,772–
1,518)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada orang tua yang berpendidikan tinggi yaitu
sebanyak 30 orang (38,5%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan
orang tua yang berpendidikan rendah yaitu sebanyak 70 orang (35,5%). Hasil
analisis uji Chi-Square hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,752 lebih dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan antara
antara pendidikan dengan kejadian stunting.
2. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian
Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun
Pekerjaan
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
Tidak
Bekerja 72 43,9 92 56,1 164 100,0
0,002
1,740
(1,209-
2,505) Bekerja 28 25,2 83 74,8 111 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.12 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita dengan orang tua yang tidak bekerja
95
yaitu sebanyak 72 orang (43,9%) dibandingkan balita yang mengalami stunting
dengan orang tua yang bekerja yaitu sebanyak 28 orang (25,2%). Hasil analisis uji
Chi-Square hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting menunjukkan
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,002 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pekerjaan
dengan kejadian stunting.
3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Pendapatan
Keluarga
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
< UMK 81 52,6 73 47,4 154 100,0
0,000
3,350
(2,159-
5,197) ≥ UMK 19 15,7 102 77,0 121 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.13 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada pendapatan keluarga yang <UMK yaitu 81
orang (52,6%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan pendapatan
keluarga yang ≥UMK yaitu 19 orang (15,7%). Hasil analisis uji Chi-Square
hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting menunjukkan
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pendapatan
keluarga dengan kejadian stunting.
96
4. Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan antara Pola Pemberian Makan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Pola
Pemberian
Makan
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
Kurang 68 42,5 92 57,5 160 100,0
0,018
1,527
(1,082 –
2,157) Baik 32 27,8 83 72,2 115 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.14 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada pola pemberian makan yang kurang yaitu
68 balita (42,5%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan pola
pemberian makan yang baik yaitu 32 balita (27,8%). Hasil analisis uji Chi-Square
hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting menunjukkan
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,018 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pola pemberian
makan dengan kejadian stunting.
5. Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Riwayat
ASI
Eksklusif
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
Tidak ASI
Eksklusif 72 47,1 81 52,9 153 100,0
0,000
2,050
(1,422 –
2,957) ASI
Eksklusif 28 23,0 94 77,0 122 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.15 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat ASI tidak
97
eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dibandingkan balita yang mengalami
stunting dengan riwayat ASI yang eksklusif yaitu 28 balita (23,0%). Hasil analisis
uji Chi-Square hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara
riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
6. Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting
Tabel 5.16 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat BBLR dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Riwayat
BBLR
Kejadian Stunting
P-value RP
95% CI Stunting Normal Total
F % F % F %
BBLR 76 49,4 78 50,6 154 100,0
0,000
2,488
(1,681 –
3,683) Normal 24 19,8 97 80,2 121 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.16 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu
76 balita (49,4%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan riwayat
ASI yang eksklusif yaitu sebanyak 24 balita (19,8%). Hasil analisis uji Chi-
Square hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara
riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
Rangkuman hasil dari analisis bivariat faktor – faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting, ditampilkan pada tabel berikut ini:
98
Tabel 5.17 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun
No. Variabel POR 95% CI P
1. Pendidikan 1,08 0,772 – 1,518 0,752
2. Pekerjaan 1,74 1,209 – 2,505 0,002*
3. Pendapatan Keluarga 3,35 2,159 – 5,197 0,000*
4. Pola Pemberian Makan 1,52 1,082– 2,157 0,018*
5. Riwayat ASI Eksklusif 2,05 1,422 – 2,957 0,000*
6. Riwayat BBLR 2,48 1,681 – 3,683 0,000*
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Keterangan * = Variabel yang berhubungan dengan variabel dependen (p <0,05)
sekaligus menjadi kandidat dalam uji regresi logistik
5.2.4 Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan beberapa
variabel independen terhadap satu variabel dependen secara bersama-sama.
Analisis multivariat adalah yang digunakan adalah regresi logistik untuk melihat
variabel independen yang paling berpengaruh dalam variabel dependen.
Variabel yang menjadi kandidat model multivariate dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 5.18 Variabel – Variabel Kandidat Model Multivariat
No. Variabel POR 95% CI P
1. Pekerjaan 1,74 0,772 – 1,518 0,002*
2. Pendapatan Keluarga 3,35 1,209 – 2,505 0,000*
3. Pola Pemberian Makan 1,52 2,159 – 5,197 0,018*
4. Riwayat ASI Eksklusif 2,05 1,082– 2,157 0,000*
5. Riwayat BBLR 2,48 1,422 – 2,957 0,000*
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.19 bahwa dari hasil tabel analisis bivariat maka
variabel dengan nilai p <0,05 yang masuk ke dalam kandidat multivariat yaitu
pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola pemberian makan, riwayat ASI
eksklusif, riwayat BBLR. Kemudian dilakukan analisis regresi logistik ganda
dengan metode Backward LR (Likehood Ratio) yaitu memasukkan semua variabel
99
independen yang menjadi kandidat ke dalam model regresi logistik kemudian satu
per satu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria
kemaknaan statistik tertentu. Hasil regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kelcorejo
dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik
No. Variabel Nilai B aPOR 95% CI P
1. Pekerjaan 1,064 2,89 1,550 – 5,414 0,001
2. Pendapatan Keluarga 1,835 6,26 3,296 – 11,901 0,000
3. Riwayat ASI Eksklusif 1,212 3,36 1,798 – 6,283 0,000
4. Riwayat BBLR 0,965 2,62 1,421 – 4,848 0,002
Konstanta -3,701
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil analisis multivariat
menggunakan regresi logistik ganda dengan metode Backward LR (Likehood
Ratio) didapatkan hasil bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting
pada balita adalah sebagai berikut:
1) Balita dengan pengasuh atau keluarga yang tidak bekerja memiliki resiko
2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibanding dengan
balita dengan pengasuh atau keluarga yang bekerja dengan nilai p value
0,001 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
stunting dengan nilai (95% CI 1,550 – 5,414).
2) Balita yang keluarganya berpendapatan rendah yaitu <UMK memiliki risiko
6,26 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingan dengan
balita yang keluarganya berpendapatan tinggi yaitu ≥UMK dimana p value
0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan
kejadian stunting dengan nilai (95% CI 3,296 – 11,901).
100
3) Balita yang memiliki riwayat ASI tidak eksklusif <6 bulan memiliki risiko
3,36 lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan
balita yang memiliki riwayat ASI eksklusif ≥6 bulan dimana p value 0,000 <
α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan
kejadian stunting dengan nilai (95% CI 1,798 – 6,283).
4) Balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu berat lahir yang <2.500 gram
memiliki risiko 2,62 lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan
dengan balita yang memiliki riwayat tidak BBLR atau berat lahir normal
yaitu ≥2.500 gram dimana p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan
antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai (95% CI 1,421 –
4,848).
5) Penaksiran probabilitas individu (balita) untuk mengalami stunting
berdasarkan nilai – nilai dari variabel pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat
ASI eksklusif, riwayat BBLR, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
e = exponen (2,718)
a = konstanta
b = nilai B (yang terdapat pada regresi logistik)
Jadi, penaksiran probabilitas individu (balita) dapat diperoleh sebagai berikut:
= - (-3,701+(1,064×1+1,835×1+1,212×1+0,965×1)
= - (-3,701+5,076)
101
= -1,375
Dimasukkan kedalam rumus:
p = 0,798×100%
p = 79,8%
Jadi, seorang balita dengan orang tua yang tidak bekerja, pendapatan
keluarga yang rendah (<UMK), riwayat ASI tidak eksklusif, dan memiliki
riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko untuk mengalami
stunting sebesar 79,8%.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Faktor - Faktor yang Terbukti Berhubungan dengan Kejadian
Stunting
Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang terbukti merupakan faktor
risiko terjadinya stunting adalah pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat ASI
eksklusif, dan riwayat BBLR.
1. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan orang tua yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 72 orang (43,9%), dengan p value 0,002 < 0,05
102
yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting dengan
nilai RP sebesar 1,74 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja
memiliki risiko 1,74 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan
balita dengan orang tua yang bekerja. Sedangkan dari analisis multivariat
dapat diketahui pekerjaan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan
kejadian sunting dengan nilai p value 0,001 < α 0,05 yang berarti ada
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai
RP sebesar 2,89 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja memiliki
risiko 2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan
balita dengan orang tua yang bekerja dengan (95% CI 1,550 – 5,414).
Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan
kuantitas pangan serta pola asuh, karena pekerjaan berhubungan dengan
pendapatan dengan demikian terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi,
apabila pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan
masalah keluarga yang berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan (Dian,
2008). Keluarga yang tidak bekerja akan memiliki masalah dalam pola asuh
untuk balita sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang
dan keluarga yang bekerja terutama ibu balita sehingga pengasuhan anak oleh
pihak lain juga dapat mempengaruhi gizi anak apabila pengetahuan pengasuh
kurang baik. Pekerjaan orang tua berkaitan dengan status ekonomi keluarga
dan pola asuh anak. Orang tua yang tidak bekerja akan menyababkan status
ekonomi yang rendah yang berakibat kurangnya daya beli terhadap bahan
makanan (Dian, 2008).
103
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Paramitha (2012) dan
Novoita (2013), hasil penelitian menyatakan bahwa kecenderungan balita
stunting lebih banyak pada orang tua yang tidak bekerja karena pekerjaan erat
hubungannya dengan status ekonomi keluarga yang berkaitan dengan
pemenuhan gizi. Pengaruh pendapatan per kapita pada defisit pertumbuhan
dapat dihubungkan dengan kepentingannya untuk pembelian makanan dan
serta benda – benda lain yang berguna bagi kesehatan anak (Aerts, Drachler &
Giugliani, 2004 dalam Paramitha, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun hal ini dikarenakan balita dengan orang tua
yang tidak bekerja sebagian besar mengalami stunting. Dalam penelitian ini
sebagian besar kejadian stunting pada balita secara tidak langsung disebabkan
karena orang tua yang tidak bekerja, keluarga yang tidak bekerja akan
mengalami kesulitan dalam pola asuh balita karena kurangnya daya beli yang
kurang dengan proporsi pendapatan keluarga <UMK 1.576.892,91 yaitu
sebesar 154 orang (56%) sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga
akan kurang dibandingkan dengan keluarga yang bekerja. Keluarga yang
bekerja akan mendapatkan uang yang digunakan untuk pemenuhan kehidupan
sehari – hari terutama pemenuhan gizi keluarga dan gizi pada waktu hamil
terpenuhi sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.
104
2. Pendapatan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendapatan
kluarga <UMK Kabupaten Madiun tahun 2018 yaitu sebanyak 81 orang
(52,6%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara
pendapatan keluarga dengan kejadian stunting dengan nilai RP sebesar 3,35
sehingga balita dengan pendapatan keluarga <UMK Kabupaten Madiun tahun
2018 memiliki risiko 3,35 kali lebih besar untuk mengalami stunting
dibandingkan balita dengan pendapatan keluarga ≥UMK Kabupaten Madiun
Tahun 2018. Sedangkan dari analisis multivariat dapat diketahui penadapatan
keluarga merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian sunting
dengan nilai p value 0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara
pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai RP
sebesar 6,26 sehingga balita dengan pendapatan keluarga <UMK Kabupaten
Madiun Tahun 2018 memiliki risiko 6,26 kali lebih besar untuk mengalami
kejadian stunting dibandingkan balita dengan pendapatan keluarga ≥UMK
Kabupaten Madiun Tahun 2018 dengan (95% CI 3,296 – 11,901).
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi
tanggungan kepala rumah tangga. Pendapatan keluarga merupakan balas karya
atau jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan
dalam kegiatan produksi (Deti Wulandari, 2015). Pendapatan keluarga dapat
menentukan status ekonomi, status ekonomi secara tidak langsung dapat
105
mempengaruhi status gizi anak. Sebagai contoh, keluarga dengan status
ekonomi baik bisa mendapatan pelayanan umum yang lebih baik juga, yaitu
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Daya beli keluarga untuk
makanan bergizi dipengaruhi oleh pendapatan keluarga karena dalam
menentukkan jenis pangan yang akan dibeli tergantung pada tinggi rendahnya
pendapatan (Rizki, 2017).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Anisa (2012) dan Rizky
(2017), hasil penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan balita stunting
lebih banyak terdapat pada keluarga dengan pendapatan rendah yaitu sebesar
38,2%, sedangkan pada keluarga dengan pendapatan tinggi terdapat 17,9%
yang memiliki p value < 0,05 artinya ada hubungan antara pendapatan
keluarga dengan kejadian stunting karena pendapatan keluarga menentukkan
daya beli makanan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah
(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan keluarga
dengan kejadian stunting pada balita dengan p value 0,04 < 0,05 dengan nilai
OR sebesar 3,25 karena status ekonomi yang rendah dianggap memiliki
dampak yang signifikan terhadap anak menjadi kurus (wasting) dan pendek
(stunting) karena pemenuhan gizi kurang akan menyebabkan pertumbuhan
anak ikut terhambat. Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa terdapat
hubungan pendapatan keluarga <UMR dengan kejadian stunting dengan p
value 0,036 < 0,05 dengan nilai OR 2,42 karena meningkatnya pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan
kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan keluarga akan
106
menyebabkan menurunnya daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dan dari hasil multivariat, diperoleh
bahwa faktor yang paling dominan risiko stunting pada balita yaitu
pendapatan keluarga yang rendah <UMK. Dalam penelitian ini, stunting pada
balita yang disebabkan secara tidak langsung karena pendapatan keluarga
<UMK sehingga menyebabkan kurangnya daya beli makanan serta kurang
baiknya pola asuh pada balita, dari hasil penelitian didapatkan pendapatan
keluarga terendah yaitu total pendapatan seluruh anggota keluarga yang
bekerja didalam rumah sebesar 2.000.000 yang menanggung 7 orang yang
tinggal dalam satu rumah, jadi setiap individu didalam rumah mendapatkan
porsi 280.000 dibandingkan dengan keluarga yang berpendapatan ≥UMK akan
dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama gizi keluarga dan gizi pada
waktu hamil terpenuhi sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.
Sehingga banyaknya keluarga yang berpenghasilan <UMK Kabupaten
Madiun tahun 2018 karena sebagaian besar bekerja sebagai buruh tani sebesar
89 orang (32,4%) dan tidak bekerja sebesar 164 orang (59,6%) yang
menyebabkan mengalami kesulitan dalam pola asuh balita dan ketersediaan
pangan kurang yang dilihat dari proporsi balita yang lebih banyak dengan pola
pemberian makan <3 kali sehari sebanyak 160 balita (58,2%) sehingga asupan
makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang yang berakibat juga pada gizi
107
ibu hamil yang kurang, dari hasil wawancara didapatkan ibu balita dengan
riwayat ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis) yang menandakan kurangnya
gizi sewaktu hamil sebanyak 150 orang dari keseluruhan responden yang
berakibat pada kelahiran bayi lahir rendah (BBLR) yaitu sebanyak 154 orang
(56%).
Menurut peneliti dari petugas kesehatan sudah memberikan PMT
(Pemberian Makanan Tambahan) pada ibu hamil secara rutin namun ibu balita
sewaktu hamil tidak mau mengkonsumsi dengan alasan rasa yang tidak enak.
Sebaiknya perlu meningkatkan edukasi tentang gizi pada WUS guna
mengetahui dan mempersiapkan gizi sebelum kehamilan.
3. Riwayat ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat ASI tidak
eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang
berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
dengan nilai RP sebesar 2,05 sehingga balita dengan riwayat ASI tidak
eksklusif memiliki risiko 2,05 kali lebih besar untuk mengalami stunting
dibandingkan balita dengan riwayat ASI yang eksklusif. Sedangkan dari
analisis multivariat dapat diketahui riwayat ASI eksklusif merupakan faktor
yang paling berhubungan dengan kejadian sunting dengan nilai p value 0,000
< α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita dengan nilai RP sebesar 3,36 sehingga balita
dengan riwayat ASI tidak eksklusif memiliki risiko 3,36 kali lebih besar untuk
108
mengalami kejadian stunting dibandingkan balita yang memiliki riwayat ASI
eksklusif dengan (95% CI 1,798 – 6,283).
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir
sampai usia 6 bulan. Namun ada pengecualian, bayi diperbolehkan
mengkonsumsi obat – obatan,vitamin, dan mineral tetes atas saran dokter.
Selama 6 bulan pertama pemberian ASI eksklusif, bayi tidak diberikan
makanan dan minuman lain (Kemenkes, 2010). Menyusui predominan adalah
menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis
air, misalnya teh sebagai makanan/minuman prelakteal sebelum ASI keluar
(Kemenkes 2010). Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan
makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya
sebelum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun
diberikan sebagai makanan prelakteal (Kemenkes 2010).
Manfaat ASI sebagai sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan
komposisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan bayi pada masa
pertumbuhan, ASI mengandung berbagai zat kekebalan sehingga bayi akan
jarang sakit, mengurangi diare, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan
dan ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak
sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul
pada prestasi/meningkatkan kecerdasan, ASI sebagai makanan tunggal untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan sampai usia enam bulan. Makanan lain
yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan penyakit infeksi pada
109
bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi bayi (Subhardjo,
2008).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anisa (2012) menyatakan
bahwa riwayat ASI eksklusif ada hubungan dengan kejadian stunting, yang
memiliki risiko 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidakdiberi ASI eksklusif
(ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (≥6
bulan) karena balita yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi
terhadap stuting. Hal ini disebabkan karena kolostrum memberikan efek
perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum
memiliki insiden, durasi dan keprahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare
yang berkontribusi terhadap kurangnya gizi balita sehingga pertumbuhan
balita akan lambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah
(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI
eksklusif dengan dengan kejadian stunting dengan OR sebesar 4,64 yaitu
balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan memiliki
risiki 4,64 lebih besar untuk mengalami stunting karena ASI memiliki banyak
manfaat untuk meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit infeksi telina,
mencegah diare, konstipasi kroni dan penyakit ISPA. Kurangnya pemberian
ASI dan pemberian MP – ASI yang teralu dini dapat meningkatkan risiko
stunting terutama pada awal kehidupan (Adair dalam Khoirun Ni’mah, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dan menjadi penyebab terjadinya
110
stunting dengan proporsi riwayat ASI tidak eksklusif sebesar 153 balita
(55,6%). Dari hasil wawancara dengan ibu balita menunjukkan bahwa alasan
ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya karena ASI tidak
keluar pada saat anak lahir sehingga pada bayi diberikan susu formula yang
didapatkan dari RS karena pada saat melahirkan di RS secara operasi sectio
caesaria yang digunakan sebagai pengganti ASI serta pemberian MPASI
terlalu awal yaitu sebelum bayi berusia 6 bulan. Selain itu alasan lain karena
pemberian MPASI yang diberikan lebih awal agar bayi tidak menangis atau
rewel dan dukungan dari keluarga untuk melakuan ASI eksklusif juga kurang
karena banyak ibu balita yang mengaku keluarga panik bila bayi menangis dan
menganggap bayi menangis karena lapar. ASI yang tidak lancar dikarenakan
asupan makanan sewaktu ibu menyusui kurang disebabkan karena pendapatan
keluarga <UMK sebesar 56%.
Menurut peneliti, stunting yang dialami balita disebabkan karena riwayat
ASI tidak eksklusif sehingga menyebabkan lemahnya imunitas pada anak dan
mudah terserang penyakit apabila balita mudah terserang penyakit akan terjadi
pengalihan energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi
akhirnya digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit yang ada didalam
tubuh balita sehingga pertumbuhan balita juga akan terhambat dibandingkan
balita dengan riwayat ASI eksklusif akan mendapatkan kekebalan tubuh
secara alami sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Sebaiknya masyarakat terutama ibu hamil agar mau melaksanakan saran
yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk memberikan bayinya ASI secara
111
eksklusif dari mulai lahir sampai dengan usia 6 bulan dan memberikan
MPASI sesuai yang dianjurkan oleh petugas kesehatan yang berguna
mencegah balita untuk terserang penyakit dan pertumbuhan tidak terhambat
dan dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.
4. Riwayat BBLR
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat BBLR
yaitu sebanyak 76 balita (49,4%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada
hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai RP
sebesar 2,48 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,48 kali
lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan riwayat
BBL normal. Sedangkan dari analisis multivariat dapat diketahui riwayat
BBLR merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian sunting
dengan nilai p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat
BBLR dengan kejadian stunting pada balita umur 12-60 bulan dengan nilai RP
sebesar 2,62 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,62 kali
lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan balita yang
memiliki riwayat BBL normal dengan (95% CI 1,421 – 4,848).
Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal
dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan
jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh
WHO yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi
kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan berat lahir
112
<2500 gr dikarenakan dia lahir secara prematur atau karena terjadi retardasi
pertumbuhan (Semba dan Bloem, 2001).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khoirun Anisa (2012) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat BBLR
dengan kejadian stunting pada balita dengan OR sebesar 12,78 sehingga
balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 12,78 kali lebih besar mengalami
stunting dibandingkan dengan balita dengan keadaan BBL normal. Hal
tersebut dikarenakan pertumbuhan bayi sejak dalam kadnungan sudah mulai
bermasalah dan berakibat pada masa mendatang pertumbuhannya juga akan
terhambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Zilda (2013) menyatakan
bahwa terdapat hubungan riwayat BBLR dengan kajadian stunting dengan
nilai p value 0,03 dan OR sebesar 1,31 yang berarti anak dengan riwayat
BBLR memiliki risiko 1,31 lebih besar mengalami stunting, berat lahir
merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran tubuh di kemudian hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun dan menjadi penyebab terjadinya stunting. Dari
hasil wawancara dengan ibu balita didapatkan riwayat ibu hamil KEK
(Kurang Energi Kronis) pada ibu balita yang menandakan kurangnya gizi
selama kehamilan yang dilihat menggunakan buku KIA sebesar 150 orang
dari keseluruhan responden.
Menurut peneliti, alasan lain mengapa BBLR dapat menyebabkan stunting
karena adanya riwayat ibu hamil KEK pada ibu balita sewaktu hamil sebesar
113
150 orang dari keseluruhan responden dan adanya kelahiran premature <40
minggu, adanya riwayat ibu hamil KEK disebabkan kurangnya gizi ibu
sewaktu hamil karena kurangnya daya beli makanan yang digunakan untuk
pemenuhan gizi sewaktu hamil yang didukung oleh proporsi pendapatan
keluarga <UMK sebesar 56% sehingga pertumbuhan balita pun juga ikut
terhambat dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal dan pendapatan
keluarga ≥UMK dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama
pemenuhan gizi keluarga terutama ibu hamil sehingga mengurangi risiko
terjadinya stunting.
Sehingga ibu hamil KEK dan kelahiran prematur <40 minggu berisiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yang akan menghambat
pertumbuhan balita sehingga menyebabkan terjadinya stunting. Pertumbuhan
bayi dengan BBLR akan jauh lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang
lahir dengan berat badan normal, sehingga perlu mendapat perawatan dan pola
asuh yang khusus, bayi BBLR dapat diperbaiki dengan pola asuh yang baik
serta harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi guna mencegah untuk
terserang penytakit baik penyakit pencernaan, ISPA ataupun penyakit yang
lainnya namun data yang didapat dari lapangan sebagaian besar responden
yang berpendapatan <UMK sebesar 56% dan sebagian besar pola asuh yang
meliputi balita tidak mendapat ASI secara eksklusif sebesar 55,6% dan
sebagaian besar pola pemberian makan yang kurang sebesar 58,2% dari
keseluruhan responden sehingga pertumbuhan balita juga akan terhambat yang
dapat menyebabkan terjadinya stunting.
114
Sebaiknya petugas kesehatan lebih meningkatkan edukasi tentang gizi
selama kehamilan kepada masyarakat terutama ibu hamil dan WUS yang
berkunjung ke Puskesmas Gantrung agar untuk dapat mengetahui dan
mempersiapkan gizi sebelum kehamilan untuk mencegah ibu hamil KEK
(Kurang Energi Kronis) dan lebih meningkatkan pemantauan PMT yang
secara rutin diberikan oleh petugas kesehatan dan masyarakat khususnya ibu
hamil mau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dari mulai lahir sampai
dengan bayi berumur 6 bulan.
5.3.2 Faktor-Faktor yang Terbukti Tidak Berhubungan dengan Kejadian
Stunting
1. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita
dari hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendidikan
orang tua yang tinggi sebanyak 70 orang (35,5%) dan pada balita yang
normal dengan pendidikan orang tua yang tinggi sebesar 175 orang (63,6%)
dengan p value 0,752 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara
pendidikan.
Pendidikan orang tua berpengaru terhadap pengasuhan anak, karena
dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya
peranan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu, dengan pendidikan
yang baik, diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu
dengan pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan,
115
mengatur menu makanan, serta menjaga mutu dan kebersihan makanan
dengan baik (Soekiman, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah (2015)
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan
kejadian stunting dengan nilai p value 0,32 > 0,05 hal ini disebabkan peran
pengasuhan lebih besar dilakukan oleh nenek dan keluarga yang lain, karena
pengetahuan dan tingkat pendidikan pengasuh balita yang tinggi akan
membuat status gizi anak akan lebih baik. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Irvani (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan orang tua dengan kejadian stunting hal tersebut di karenakan
sama dengan penelitian Khoirun Ni’mah (2015) yang disebabkan peran
pengasuh sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara pendidkan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Dari hasil wawancara pengasuhan
banyak yang diserahkan kepada nenek dan saudara yang lain, balita yang
mengalami stunting dengan pendidikan orang tua yang tinggi terjadi karena
pola asuh yang kurang baik seperti pola pemberian makan yang kurang yaitu
sebesar 58,2%, pemberian ASI yang tidak eksklusif sebesar 55,6% dan
pendapatan keluarga <UMK sebesar 56% yang mengakibatkan kurangnya
pemenuhan gizi keluarga terutama ibu hamil sehingga pertumbuhan balita
juga akan terhambat dan dapat terjadi stunting dibandingkan dengan pola
asuh balita yang baik akan mencegah terjadinya stunting.
116
Sebaiknya masyarakat terutama ibu hamil agar melaksanakan saran
yang dianjurkan oleh petugas kesehatan seperti memperhatikan gizi selama
kahamilan, mau mengkonsumsi PMT yang sudah diberikan oleh petugas
kesehatan, memperhatikan pola asuh balita dengan baik meberikan ASI
eksklusif kepada bayi dari mulai lahir sampai usia 6 bulan, lebih
memperhatikan asupan makanan yang diberikan kepada balita. Selain itu
perlu meningkatkan edukasi kepada WUS untuk mempersiapkan gizi
sebelum kehamilan untuk mencegah terjadinya stunting.
2. Pola Pemberian Makan
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pola pemberian
makan yang kurang (<3 kali dalam sehari) yaitu sebanyak 68 balita (42,5%)
dengan p value 0,0018 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara pola
pemberian makan dengan kejadian stunting dengan nilai RP sebesar 1,52
sehingga balita dengan pola pemberian makan <3 kali sehari memiliki risiko
1,52 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan
pola pemberian makan ≥3 kali sehari dengan (95% CI 1,146 – 3,207), namun
pola pemberian makan secara bersama – sama bukan merupakan faktor utama
terjadinya stunting karena pendapatan keluarga memiliki faktor yang dominan
dalam terjadinya stunting, pada hasil analisis multivariat dengan uji regresi
logistik dengan nilai p value 0,773 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan
antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting.
117
Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses
pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi.
Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi
didalamnya memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan
kesehatan dan kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada
balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan
bisa terjadi gizi buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola
pemberian makanan terutama pada 2 tahun pertama kehidupan, pola
pemberian makanan dapat mempengaruhi kualitas konsumsi makanan balita,
sehingga dapat mempengaruhi status gizi balita (Cintya, 2015).
Pola pemberian makanan ini meliputi frekuensi makan minimal tiga kali
sehari termasuk kategori baik, akan tetapi terdapat juga dalam kategori
kurang. Untuk angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein
(AKP) sebagian besar dalam kategori baik, akan tetapi belum seluruhnya.
Frekuensi konsumsi makan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi,
sedangkan kecukupan energi digunakan untuk mempertahankan fungsi tubuh,
aktivitas otot dan pertumbuhan, serta kecukupan protein digunakan sebagai
pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, pengatur dan sebagai bahan
bakar. (Kusumaningtyas, 2017).
Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam
kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat
pada pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang
mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi
118
pola pemberian makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali
sehari dengan jam makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.
Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui
tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan,
maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Faktor yang
mempengaruhi pola pemberian makanan yang terbentuk sangat erat kaitannya
dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pola pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya,
agama, pendidikan dan lingkungan (Suryansyah, 2012).
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan
gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih
rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki
kelebihan gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan
yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit
seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya
(Kemenkes R1, 2010).
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang
keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur.
Empat Pilar tesebut adalah mengonsumsi makanan beragam, mengonsumsi
119
makanan beragam juga harus memperhatikan porsi dan proporsinya,
membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik,
mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal (Kemenkes R1,
2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dewi (2018) menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian
stunting dengan p value 0,001 < 0,05 karena dalam pengeolahan makanan
untuk balita sebagian besar responden masih kurang dan sebagaian responden
yang belum mengerti bagaimana cara pengolahan makanan yang baik untuk
balita. Pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk balita
adalah suatu hal yang sangat penting. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Rita (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan pola pemberian makan
dengan kejadian stunting hal tersebut disebabkan makanan yang mengandung
protein berguna untuk pertumbuhan anak sehingga apabila terjadi difisiensi
yang kronis dapat menghambat pertumbuhan bagi anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Namun pola pemberian makan
secara bersama – sama bukan merupakan faktor utama terjadinya stunting
karena pendapatan keluarga secara tidak langsung memiliki faktor yang
dominan dalam terjadinya stunting. Dari hasil wawancara dengan ibu balita
bahwa pola pemberian makan yang kurang disebabkan anak tidak mau makan
karena bosan dengan olahan makanan yang dibuat oleh ibu balita, sebagian
120
balita alergi dengan protein hewani seperti ayam potong, telur ayam negeri
serta ibu balita akan memberikan snak ringan yang banyak mengandung MSG
(Monosidium Glutamat) seperti chiki, mie instan, es krim, dan kerupuk yang
mengandung banyak minyak sehingga balita pun banyak yang batuk selain itu
sebagaian besar responden memiliki pendapatan <UMK sebesar 56% sehingga
daya beli untuk pemenuhan gizi keluarga juga kurang dibandingkan balita
dengan pola makan yang baik, pendapatan keluarga ≥UMK akan dapat
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan dapat mencegah terjadinya stunting.
Menurut peneliti alasan lain mengapa pola pemberian makan pada balita
kurang adalah orang tua selalu memberikan makanan cepat saji seperti mie
instan, pemberian makanan selingan seperti berupa chiki yang banyak
mengandung MSG, kerupuk yang banyak mengandung minyak serta
kurangnya kreatifitas untuk mengolah makanan dengan bentuk yang menarik
namun dengan harga bahan makanan yang murah dan teteap terpenuhi
gizinya. Sehingga asupan protein untuk balita masih kurang karena banyak
balita yang tidak mengkonsumsi dengan benar seharusnya protein pada balita
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Gizi seimbang sesuai umur anak 1 – 3
tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutihkan sebesar 15% - 20%, pada
anak 4 – 8 tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutuhkan sebesar 15% -
30%. Pola pemberian makan yang kurang disebabkan karena pendapatan
keluarga <UMK yaitu sebesar 56% yang berakibat kurangnya daya beli
makanan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga
serta ibu hamil yang dapat mengakibatkan pertumbuhan anak akan terhambat
121
karena mengalami defisit asupan zat gizi terutama protein yang berdampak
terjadinya stunting.
Sebaiknya untuk masyarakat agar lebih memperhatikan asupan makanan
pada balita dan masyarakat terutama pada ibu balita agar lebih kreatif dalam
mengolah bahan makanan seperti protein hewani apabila anak alergi pada
ayam potong dan telur ayam negeri bisa diganti menggunakan ayam kampung
dan telur ayam kampung serta makanan yang bergizi tidak selalu yang mahal
namun dengan harga murah masih dapat memenuhi gizi keluarga terutama
gizi ibu hamil dan balita, serta petugas kesehatan perlu meningkatkan edukasi
tentang variasi makanan dan pelatihan kader posyandu tentang pentingnya
memperhatikan variasi makanan yang murah namun tetap mengandung gizi
yang baik untuk balita, ibu hamil bahkan WUS yang mempersiapkan gizi
sebelum kehamilan.
122
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun sebesar 100 balita (36,4%).
2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p
value=0,752 > 0,05 serta nilai RP=1,08 (95% CI 0,772 – 1,518).
3. Tidak ada hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p
value=0,773 > 0,05 serta nilai RP=0,912 (95% CI 0,485 – 1,713).
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p value=0,002 <
0,05 serta nilai RP=1,74 (95% CI 1,209 – 2,505).
5. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p
value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 3,35 (95% CI 2,159 – 5,197).
6. Ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p
value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 2,05 (95% CI 1,422 – 2,957).
123
7. Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p
value=0,000 < 0,05 serta nilai RP=2,48 (95% CI 1,681 – 3,683).
8. Variabel yang paling berhubungan dan memiliki risiko paling besar dengan
kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun adalah pendapatan keluarga, sedangkan variabel yang
memiliki risiko paling kecil adalah riwayat BBLR.
6.2 Saran
1. Bagi Instansi Kesehatan
Petugas diharapkan lebih meningkatkan pemanatauan secara rutin terhadap
pelaksanaan pemberian bantuan PMT yang sudah diberikan kepada
masyarakat serta pemberian edukasi terhadap ibu hamil saat berkunjung ke
Puskesmas agar mau mengkonsumsi PMT yang sudah diberikan, edukasi
pada WUS tentang gizi agar dapat mempersiapkan gizi selama kehamilan
dengan baik agar tidak terjadi KEK selama kehamilan serta pelatihan kader
posyandu balita tentang dampak stunting agar kader lebih terampil dan dapat
menyebar luaskan informasi tentang stunting.
2. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Informasi dari penelitian ini diharapkan mendorong pihak institusi untuk
dapat berperan dalam masyarakat atau pada balita yang mengalami stunting
dengan melakukan edukasi atau penyuluhan tentang stunting.
124
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat terutama WUS mengetahui dan mempersiapkan gizi
sebelum kehamilan dan ibu hamil agar mengkonsumsi PMT (Pemberian
Makanan Tambahan) ibu hamil dengan baik yang telah diberikan secara rutin
oleh petugas keesehatan.
4. Peneliti Selanjutnya
Peneliti berharap untuk melakukan penelitian selanjutnya agar dapat
melakukan penelitian dengan variabel lain yang lebih komplek yang belum
diteliti oleh peneliti guna untuk lebih menyempurnakan peneliian ini
sehingga hasil yang diperoleh lebih mendalam dan maksimal.
125
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Fitri Respati, dkk. 2015. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan
Balita. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Handayana, S. (2012). Analisis Sebaran dan Faktor
Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Dipetik melalui
https://e-journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Sabtu, 10 Maret 2018 pukul
19.23 WIB.
Barasi, Mary E. 2009. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Candra Ardian, dkk. 2016. Determinan kejadian stunting pada bayi usia 6 bulan.
Semarang. Dipetik melalui https://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada hari
Senin, 19 Maret 2018 pukul 01.09 WIB.
Cintya, Dewi Rizki, dkk. 2015. Teori&Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toodler;
Anak dan Usia Remaja.Yogyakarta: Nuha Medika.
Dekkers, dkk, 2012. Relatif Validity of a Short Qualitative Food Frequency
Questionnaire for Use in Food Consumption Serveys. European Journal of
Public Health. Dipetik melalui http://www.academia.edu. Diakses pada hari
Minggu, 24 Maret 2018 pada pukul 13.21 WIB.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Desyanti Chamilia, dkk. 2017. Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Surabya. Dipetik melalui https://e-
journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Senin, 19 Maret 2018 pukul 00.58 WIB.
Erni Purwani &Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak
Usia 1 Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Fakultas Ilmu
Keperawatan Dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang,
Jl.Kedung Mundu Raya No. 8a, 50174, Semarang. jurnal keperawatan anak.
Vol.1 No.1 mei 2013. Halaman 30-36.
Hasmi.2016. Metode Penelitian Epidemiologi, Jakarta: Trans Info Media.
126
Hayati, Aslis Wirda.2009. Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Dipetik melalui
www.depkes.go.id. Diakses pada hari Minggu, 11 Maret 2018 pada pukul
07.21 WIB.
Jauhari, Ahmad. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Karbohidrat Protein Lemak Vitamin.
Yogyakarta: Jaya Ilmu.
Kade Ayu Ida, dkk. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida II. Bali: Fakultas Kedokteran.
Dipetik melalui. Diakses pada hari Minggu, 18 Maret 2018 pukul 23.34 WIB.
Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1995/Menkes/Skxii/2010 Tentang Standart Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak. Diakses Pada 23 April 2018.
Kementerian RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Kementerian Kesehatan
RI.
Mardalena, Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep dan
Penerapan Pola Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Marimbi, Hanum. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Moehji, Sjahmien. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi 2. Jakarta: Pustaka Kemang,
Kelompok Penerbit Papas, Anggota Ikapi.
Nasution Darwin, dkk. 2014. Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-24 bulan Low birth weight to the incidence of
stunting in children aged 6-24 months. Sumatera Utara: Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Dipetik melakui https://jurnal.ugm.ac.id. Diakses pada hari Minggu,
18 Maret 2018, pukul 22.00 WIB.
Ngaisyah, Dewi RR. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Stunting
pada Balita di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati
10 (4): 1907 – 3887
Ni’mah Khoirun, dkk.2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita. Surabaya. Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan
127
Masyarakat Universitas Airlangga. Dipetik melalui https;//e-journal.unair.ac.id.
Diakses pada hari Selasa 13 Maret 2018, pukul 09.47 WIB.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Proverawati, Atikah, dkk. 2010. Imunisasi dan Vaksin. Yogyakarta: Nuha Offset
Proverawati, Atikah, dkk. 2014. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ranuh, I.G.N, dkk.2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi-
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rr Ngasisyah Dewi, dkk 2016. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian
Stunting. Yogyakarta: Universitas Respasti. Dipetik melalui
http//jurnal.akbiduk.ac.id. Diakses pada hari Senin 19 Maret 2018 pukul 06.41
WIB.
Sari, Rita dan Sulistiningsig, Apri. 2017. Faktor Determinan Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Kabupaten Pesawaran Lampung.
Journal Wacana Kesehatan. 2. (2): 2541-6251.
Sartono.2013. Hubungan Kurang Energi Kronis Ibu Hamil dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta. Dipetik melalui
http://etd.repository.ugm.ac.id. Diakses pada hari Selasa, 27 Maret 2018, pukul
10.53 WIB.
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula,
Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Sharlin, Judhith,dkk.2014. Buku Ajar Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Soenarwo, Briliantono M. 2012. 360 Pekan Masa Keemasan Anak; Sekali Seumur
Hidup. Jakarta: Halimun Medical Centre & Al-Mawardi Prima.
Trihono, dkk. 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta:
Lembaga Penerbit Balitbangkes. Dipetik melalui http://pdgmi.org. Diakses
pada hari Minggu, 18 Maret 2018, pukul 10.51 WIB.
Waryana.2010. Gizi Reproduksi. Bantul, Yogyakarta: Pustaka Rihama.
128
Lampiran 1 Lembar Penjelasan
Penelitian dan Inform Consent
No. Responden [ ] [ ] [ ]
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN DAN INFORM CONSENT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN
Assalamualaikum wr.wb
Yang terhormat Ibu, perkenalkan saya Lutfiana Oktadila Nurjanah. Pada
kesempatan kali ini saya mohon kesediaan Ibu untuk berkenan menjadi responden
pada penelitian dengan judul diatas, guna untuk memenuhi penyusunan skripsi studi
S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Maka saya akan
mewawancarai Ibu untuk beberapa hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.
Jawaban yang ibu berikan akan bermanfaat bagi program kesehatan Kabupaten
Madiun dan terjamin kerahasiaannya. Apakah ibu bersedia menjadi responden pada
penelitian ini?
1. Ya [ ] 2. Tidak [ ]
Setelah mengetahui penjelasan tentang tujuan penelitian, prosedur penelitian,
manfaat dan inti dari kuesioner ini. Saya mengerti bahwa “Pada diri saya akan
dilakukan wawancara dengan pertanyaan pada kuesioner”
Maka dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur : Tahun
Alamat Lengkap :
Nama Balita :
No. Telpon :
Menyatakan setuju untuk berpartisipas menjadi subjek penelitian ini secara
sukarela tanpa ada paksaan.
Madiun, 2018
Pembuat Peryataan
( )
129
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian No. Responden [ ] [ ] [ ]
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Umur Responden : Tahun
2. Pendidikan :
Tamat PT (Perguruan Tinggi)
3. Pekerjaan KK :
4. Pekerjaan Ibu :
B. IDENTITAS BALITA
1. Umur Balita : Bulan
2. Jenis Kelamin Balita : Laki-laki Perempuan
3. Tinggi Badan Balita : cm
4. Berat Lahir Balita : gram
Tamat
SD/sederajat
Tamat
SMP/sederaj
at
Tamat
SMA/SMK
/sederajat
130
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN
A. RIWAYAT BBLR DAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF
1. Berapakah usia balita Ibu mulai diberikan MPASI? ……. Bulan
2. Berapa lama balita Ibu pernah diberikan susu formula saat ASI tidak lancar?
a. 1 bulan pertama c. 4 bulan
b. 2 bulan d. Kurang lebih 6 bulan
3. Apa yang pertama kali Ibu berikan kepada bayi setelah melahirkan?
a. ASI
b. Susu formula, tajin, air putih
4. Bila dalam beberapa jam setelah Ibu melahirkan, ASI tidak keluar, apa yang
ibu lakukan?
a. Melakukan perangsangan yaitu dengan mendekatkan bayi ke putting
untuk menghisap
b. Bertanya ke dokter/petugas kesehatan lainnya agar ASI bisa keluar
c. Mengganti sementara dengan susu formula
d. Diberi madu, air putih, tajin
5. Mulai usia berapakah balita Ibu diberikan ASI?
a. 1 bulan c. 3 bulan
b. 2 bulan d. 4 bulan
131
6. Sampai usia berapakah balita Saudara mendapatkan ASI eksklusif (hanya ASI
saja)?.............Bulan
7. Apa yang diberikan kepada bayi Ibu ketika berumur 0-6 bulan?
a. ASI saja
b. ASI dan lainnya (susu formula, tajin, madu, air putih, pisang kerok)
8. Bagaimana cara Ibu memberikan ASI kepada bayi, bila kondisi Ibu tidak
berdampingan dengan bayi?
a. ASI diperah, lalu di simpan kedalam botol untuk diberikan kepada
bayi
b. ASI diganti dengan susu formula, agar bayi tetap merasa kenyang
c. Diberi air putih, madu, tajin, agar bayi tetap merasa kenyang
132
B. PENDAPATAN KELUARGA
1. Berapa jumlah anggota keluarga dalam rumah Saudara?
Anggota Keluarga Jumlah Penghasilan Per Bulan
Kepala Keluarga
Ibu
Anak/Saudara Serumah (jika ada)
Total
C. Pola Pemeberian Makan
1. Apakah balita Ibu diberikan makan?
Ya, di berikan makan
Tidak diberikan makan
2. Jika diberikan makan, kapan diberikan?
3. Apakah balita ibu diberikan makanan selingan?
Ya, di berikan makanan selingan
Tidak diberikan makanan selingan
4. Jika diberikan makan selingan, berapa kali Ibu memberikannya?
1 kali sehari 3 kali sehari
2 kali sehari ≥ 4 kali sehari
Pagi
Siang
Sore
Sesuai keinginan anak
Lainnya,
133
5. Apa saja makanan selingan yang dikonsumsi balita Ibu?
6. Apabila balita Ibu tidak suka mengkonsumsi sayur, apakah Ibu akan
menyuapi balita Ibu dengan tambahan lauk pauk?
7. Apakah Ibu suka membujuk balita yang Ibu yang tidak mau makan dengan
membelikannya makanan ringan seperti coklat, es krim, dll ketika sebelum
mengkonsumsi makanan utama, sehingga anak tidak menghabiskan
makanan utama?
8. Apakah balita Ibu tidak suka makan sayur?
Chiki
Buah-buahan
Gorengan
Lainnya,
Ya, disuapi
Tidak, disuapi
Ya, membelikkan makanan ringan agar yang penting anak
makan Tidak, membelikkan makanan ringan ketika anak tidak mau makan
Ya, suka makan sayur
Tidak, suka makan sayur
134
9. Apakah yang Ibu lakukan bila balita tidak mau makan sayur?
10. Apakah balita Ibu tidak suka makan lauk pauk (tempe, tahu, daging ayam,
daging sapi, telur atau protein lainnya)?
11. Apa yang Ibu lakukan bila balita Ibu tidak mau makan lauk pauk tempe,
tahu, daging ayam, daging sapi, telur, atau protein lainnya?
Menyuapi dan membuat variasi olahan masakan agar anak mau
mengkonsumsi sayur
Sesuai keinginan anak
Memberikan anak makan tanpa menggunakan sayur
Ya, suka makan lauk pauk
Tidak suka makan lauk pauk
Menyuapi dan membuat variasi olahan masakan agar anak mau
mengkonsumsi lauk
Sesuai keinginan anak
Membeiarkan anak makan dengan tanpa lauk pauk
135
Lampiran 3 Output SPSS Validitas dan Reliabilitas
Correlations
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 TOTAL
A1 Pearson Correlation 1 .926** .853
** .772
** .772
** .772
** .850
** .772
** .895
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A2 Pearson Correlation .926** 1 .757
** .683
** .683
** .683
** .772
** .683
** .824
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A3 Pearson Correlation .853** .757
** 1 .921
** .921
** .921
** .853
** .921
** .951
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A4 Pearson Correlation .772** .683
** .921
** 1 1.000
** 1.000
** .926
** 1.000
** .972
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A5 Pearson Correlation .772** .683
** .921
** 1.000
** 1 1.000
** .926
** 1.000
** .972
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A6 Pearson Correlation .772** .683
** .921
** 1.000
** 1.000
** 1 .926
** 1.000
** .972
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A7 Pearson Correlation .850** .772
** .853
** .926
** .926
** .926
** 1 .926
** .956
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A8 Pearson Correlation .772** .683
** .921
** 1.000
** 1.000
** 1.000
** .926
** 1 .972
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson Correlation .895** .824
** .951
** .972
** .972
** .972
** .956
** .972
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
VALIDITAS PER ITEM VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)
136
UJI RELIABILITAS VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)
Keterangan:
1. Hasil Uji Validitas
Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 30 maka r tabel dapat diperoleh
melalui tabel r product moment person dengan df (degree of freedom) = n-2, jadi df= 30-
2= 28, maka r tabel=0,312
Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel ASI Eksklusif (A)
No. Butir r Hitung r Tabel Interpretasi
A1 0,880 0,312 Valid
A2 0,801 0,312 Valid
A3 0,944 0,312 Valid
A4 0,967 0,312 Valid
A5 0,967 0,312 Valid
A6 0,967 0,312 Valid
A7 0,950 0,312 Valid
A8 0,967 0,312 Valid
2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach Alpha
Jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliable.
Dari hasil analisis didapatkan nilai Alpha sebesar 0,804.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.804 9
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
A1 19.5333 43.499 .880 .779
A2 19.5667 44.116 .801 .784
A3 19.6000 43.490 .944 .778
A4 19.5667 43.151 .967 .776
A5 19.5667 43.151 .967 .776
A6 19.5667 43.151 .967 .776
A7 19.5333 43.085 .950 .776
A8 19.5667 43.151 .967 .776
TOTAL 10.4333 12.323 1.000 .981
137
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Variabel ASI Eksklusif (A)
No. Butir Cronbach Alpha r Tabel Interpretasi
A1 0,779 0,6 Realibel
A2 0,784 0,6 Realibel
A3 0,778 0,6 Realibel
A4 0,776 0,6 Realibel
A5 0,776 0,6 Realibel
A6 0,776 0,6 Realibel
A7 0,776 0,6 Realibel
A8 0,776 0,6 Realibel
138
Correlations
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 TOTAL
C1 Pearson Correlation
1 .480** .558
** .713
** .636
** .731
** .649
** .636
** .484
** .398
* .515
** .803
**
Sig. (2-tailed) .007 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .007 .029 .004 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C2 Pearson Correlation
.480** 1 .592
** .480
** .853
** .537
** .585
** .318 .829
** .558
** .650
** .795
**
Sig. (2-tailed) .007 .001 .007 .000 .002 .001 .087 .000 .001 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C3 Pearson Correlation
.558** .592
** 1 .860
** .617
** .455
* .505
** .592
** .400
* .499
** .599
** .781
**
Sig. (2-tailed)
.001 .001
.000 .000 .012 .004 .001 .028 .005 .000 .000
N
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C4 Pearson Correlation
.713** .480
** .860
** 1 .636
** .591
** .508
** .793
** .311 .398
* .515
** .803
**
Sig. (2-tailed) .000 .007 .000 .000 .001 .004 .000 .094 .029 .004 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C5 Pearson Correlation
.636** .853
** .617
** .636
** 1 .523
** .722
** .373
* .707
** .613
** .555
** .845
**
Sig. (2-tailed)
.000
.000
.000
.000
.003
.000
.042
.000
.000
.001
.000
N
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
C6 Pearson Correlation
.731** .537
** .455
* .591
** .523
** 1 .659
** .690
** .572
** .313 .449
* .771
**
Sig. (2-tailed)
.000 .002 .012 .001 .003
.000 .000 .001 .092 .013 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
VALIDITAS PER ITEM VARIABEL POLA PEMBERIAN MAKAN (C)
139
C7 Pearson Correlation
.649** .585
** .505
** .508
** .722
** .659
** 1 .431
* .612
** .515
** .480
** .785
**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .004 .004 .000 .000 .017 .000 .004 .007 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C8 Pearson Correlation
.636** .318 .592
** .793
** .373
* .690
** .431
* 1 .452
* .380
* .650
** .736
**
Sig. (2-tailed) .000 .087 .001 .000 .042 .000 .017 .012 .038 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C9 Pearson Correlation
.484** .829
** .400
* .311 .707
** .572
** .612
** .452
* 1 .709
** .784
** .784
**
Sig. (2-tailed) .007 .000 .028 .094 .000 .001 .000 .012 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C10 Pearson Correlation
.398* .558
** .499
** .398
* .613
** .313 .515
** .380
* .709
** 1 .711
** .694
**
Sig. (2-tailed) .029 .001 .005 .029 .000 .092 .004 .038 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C11 Pearson Correlation
.515** .650
** .599
** .515
** .555
** .449
* .480
** .650
** .784
** .711
** 1 .785
**
Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .004 .001 .013 .007 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson Correlation
.803** .795
** .781
** .803
** .845
** .771
** .785
** .736
** .784
** .694
** .785
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
140
UJI RELIABILITAS VARIABEL POLA PEMBERIAN MAKAN (C)
Keterangan:
1. Hasil Uji Validitas
Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 30 maka r tabel dapat diperoleh
melalui tabel r product moment person dengan df (degree of freedom) = n-2, jadi df= 30-
2= 28, maka r tabel=0,312
Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Pola Pemberian Makan (C)
No. Butir r Hitung r Tabel Interpretasi
C1 0,779 0,312 Valid
C2 0,773 0,312 Valid
C3 0,756 0,312 Valid
C4 0,779 0,312 Valid
C5 0,826 0,312 Valid
C6 0,743 0,312 Valid
C7 0,759 0,312 Valid
C8 0,708 0,312 Valid
C9 0,763 0,312 Valid
C10 0,664 0,312 Valid
C11 0,767 0,312 Valid
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.777 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
C1 27.2333 55.357 .779 .755
C2 27.3333 55.885 .773 .757
C3 27.3000 55.803 .756 .757
C4 27.2333 55.357 .779 .755
C5 27.2667 55.168 .826 .753
C6 27.1667 55.454 .743 .755
C7 27.2000 55.407 .759 .755
C8 27.3333 56.299 .708 .760
C9 27.4000 56.455 .763 .760
C10 27.3667 56.792 .664 .762
C11 27.4667 57.154 .767 .763
TOTAL 14.3000 15.321 1.000 .935
141
2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach Alpha
Jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliable.
Dari hasil analisis didapatkan nilai Alpha sebesar 0,777
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Pola Pemberian Makan (C)
No. Butir Cronbach
Alpha
r Tabel Interpretasi
C1 0,755 0,6 Realibel
C2 0,757 0,6 Realibel
C3 0,757 0,6 Realibel
C4 0,755 0,6 Realibel
C5 0,753 0,6 Realibel
C6 0,755 0,6 Realibel
C7 0,755 0,6 Realibel
C8 0,760 0,6 Realibel
C9 0,760 0,6 Realibel
C10 0,762 0,6 Realibel
C11 0,763 0,6 Realibel
142
Lampiran 4 Surat Ijin Pencarian Data Awal
143
144
145
146
Lampiran 5 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas
147
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
148
149
150
151
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian
152
Lampiran 8 Kartu Bimbingan Skripsi
153
154
Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi
155
156
Lampiran 10 Output SPSS
1. Karakteristik Resaponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TAMAT SD 78 28.4 28.4 28.4
TAMAT SMPMTS/SEDERAJAT
78 28.4 28.4 56.7
TAMAT SMA/SMK/MA/SEDERAJAT
106 38.5 38.5 95.3
TAMAT PERGURUAN TINGGI
13 4.7 4.7 100.0
Total 275 100.0 100.0
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Balita
PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK BEKERJA 164 59.6 59.6 59.6
BURUH TANI 89 32.4 32.4 92.0
SWASTA 14 5.1 5.1 97.1
PNS/TNI/POLRI 8 2.9 2.9 100.0
Total 275 100.0 100.0
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita
KAT_JENIS_KELAMIN_BALITA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid LAKI-LAKI 138 50.2 50.2 50.2
PEREMPUAN 137 49.8 49.8 100.0
Total 275 100.0 100.0
157
A. ANALISIS UNIVARIAT
1. Distribusi Frekuensi Kategori Pendidikan
KAT_PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid PENDIDIKAN RENDAH 78 28.4 28.4 28.4
PENDIDIKAN TINGGI 197 71.6 71.6 100.0
Total 275 100.0 100.0
2. Distribusi Frekuensi Kategori Pekerjaan
KAT_PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK BEKERJA 164 59.6 59.6 59.6
BEKERJA 111 40.4 40.4 100.0
Total 275 100.0 100.0
3. Distribusi Frekuensi Kategori Pendapatan Keluarga
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < UMK 154 56.0 56.0 56.0
>= UMK 121 44.0 44.0 100.0
Total 275 100.0 100.0
4. Distribusi Frekuensi Kategori Riwayat ASI Eksklusif
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK ASI EKSKLUSIF 153 55.6 55.6 55.6
ASI EKSKLUSIF 122 44.4 44.4 100.0
Total 275 100.0 100.0
5. Distribusi Frekuensi Kategori Riwayat BBLR
KAT_RIWAYAT_BBLR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid BBLR 154 56.0 56.0 56.0
NORMAL 121 44.0 44.0 100.0
Total 275 100.0 100.0
158
6. Distribusi Frekuensi Kategori Pola Pemberian Makan
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid KURANG 160 58.2 58.2 58.2
BAIK 115 41.8 41.8 100.0
Total 275 100.0 100.0
7. Distribusi Frekuensi Kategori Stunting
KAT_STUNTING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid STUNTING 100 36.4 36.4 36.4
NORMAL 175 63.6 63.6 100.0
Total 275 100.0 100.0
159
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Pendidian dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Stunting
KAT_PENDIDIKAN * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_PENDIDIKAN
PENDIDIKAN RENDAH Count 30 48 78
Expected Count 28.4 49.6 78.0
% within KAT_PENDIDIKAN 38.5% 61.5% 100.0%
PENDIDIKAN TINGGI Count 70 127 197
Expected Count 71.6 125.4 197.0
% within KAT_PENDIDIKAN 35.5% 64.5% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_PENDIDIKAN 36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Pendidikan
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .207a 1 .649
Continuity Correctionb .100 1 .752
Likelihood Ratio .206 1 .650
Fisher's Exact Test .678 .374
Linear-by-Linear Association
.206 1 .650
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.36.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Pendidikan
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_PENDIDIKAN (PENDIDIKAN RENDAH / PENDIDIKAN TINGGI)
1.134 .660 1.949
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.082 .772 1.518
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .955 .779 1.170
N of Valid Cases 275
160
2. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Stunting
KAT_PEKERJAAN * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_PEKERJAAN
TIDAK BEKERJA Count 72 92 164
Expected Count 59.6 104.4 164.0
% within KAT_PEKERJAAN 43.9% 56.1% 100.0%
BEKERJA Count 28 83 111
Expected Count 40.4 70.6 111.0
% within KAT_PEKERJAAN 25.2% 74.8% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_PEKERJAAN 36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Pekerjaan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.979a 1 .002
Continuity Correctionb 9.188 1 .002
Likelihood Ratio 10.223 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association
9.943 1 .002
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.36.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Pekerjaan
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_PEKERJAAN (TIDAK BEKERJA / BEKERJA)
2.320 1.368 3.933
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.740 1.209 2.505
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .750 .631 .892
N of Valid Cases 275
161
3. Hubungan Antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
< UMK Count 81 73 154
Expected Count 56.0 98.0 154.0
% within KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
52.6% 47.4% 100.0%
>= UMK Count 19 102 121
Expected Count 44.0 77.0 121.0
% within KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
15.7% 84.3% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Pendapatan Keluarga
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square
39.860a 1 .000
Continuity Correction
b
38.281 1 .000
Likelihood Ratio 42.243 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
39.715 1 .000
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Pendapatan Keluarga
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_PENDAPATAN_KELUARGA (< UMK / >= UMK)
5.957 3.325 10.671
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 3.350 2.159 5.197
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .562 .468 .675
N of Valid Cases 275
162
4. Hubungan Antara Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
KURANG Count 68 92 160
Expected Count 58.2 101.8 160.0
% within KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
42.5% 57.5% 100.0%
BAIK Count 32 83 115
Expected Count 41.8 73.2 115.0
% within KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
27.8% 72.2% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Pola Pemberian Makan Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square
6.226a 1 .013
Continuity Correction
b
5.608 1 .018
Likelihood Ratio 6.322 1 .012
Fisher's Exact Test .016 .009
Linear-by-Linear Association
6.203 1 .013
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.82.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Pola Pemberian Makan
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN (KURANG / BAIK)
1.917 1.146 3.207
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.527 1.082 2.157
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .797 .669 .949
N of Valid Cases 275
163
5. Hubungan Antara Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
TIDAK ASI EKSKLUSIF Count 72 81 153
Expected Count 55.6 97.4 153.0
% within KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
47.1% 52.9% 100.0%
ASI EKSKLUSIF Count 28 94 122
Expected Count 44.4 77.6 122.0
% within KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
23.0% 77.0% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Riwayat ASI Eksklusif
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square
17.048a 1 .000
Continuity Correction
b
16.022 1 .000
Likelihood Ratio 17.503 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
16.986 1 .000
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.36.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Riwayat ASI Eksklusif
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF (TIDAK ASI EKSKLUSIF / ASI EKSKLUSIF)
2.984 1.760 5.060
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 2.050 1.422 2.957
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .687 .575 .821
N of Valid Cases 275
164
6. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Riwayat BBLR dengan Stunting
KAT_RIWAYAT_BBLR * KAT_STUNTING Crosstabulation
KAT_STUNTING
Total STUNTING NORMAL
KAT_RIWAYAT_BBLR
BBLR Count 76 78 154
Expected Count 56.0 98.0 154.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 49.4% 50.6% 100.0%
NORMAL Count 24 97 121
Expected Count 44.0 77.0 121.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 19.8% 80.2% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 36.4% 63.6% 100.0%
b. Nilai Signifikansi Riwayat BBLR
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square
25.510a 1 .000
Continuity Correction
b
24.251 1 .000
Likelihood Ratio 26.511 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
25.417 1 .000
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Nilai POR Riwayat BBLR Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KAT_RIWAYAT_BBLR (BBLR / NORMAL)
3.938 2.278 6.807
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 2.488 1.681 3.683
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .632 .528 .756
N of Valid Cases 275
165
C. Analisis Multivariat
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a KAT_PEKERJAAN(1) 1.064 .319 11.115 1 .001 2.899 1.551 5.421
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA(1) 1.858 .339 30.138 1 .000 6.414 3.303 12.454
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN(1) -.093 .322 .083 1 .773 .912 .485 1.713
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF(1) 1.224 .322 14.441 1 .000 3.399 1.809 6.390
KAT_RIWAYAT_BBLR(1) .980 .317 9.532 1 .002 2.664 1.430 4.963
Constant -3.676 .491 56.008 1 .000 .025
Step 2a KAT_PEKERJAAN(1) 1.064 .319 11.111 1 .001 2.897 1.550 5.414
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA(1) 1.835 .328 31.367 1 .000 6.263 3.296 11.901
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF(1) 1.212 .319 14.423 1 .000 3.361 1.798 6.283
KAT_RIWAYAT_BBLR(1) .965 .313 9.505 1 .002 2.625 1.421 4.848
Constant -3.701 .484 58.440 1 .000 .025
a. Variable(s) entered on step 1: KAT_PEKERJAAN, KAT_PENDAPATAN_KELUARGA, KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN, KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF, KAT_RIWAYAT_BBLR.
166
Lampiran 11 Input Data Responden
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
1 1 2300 5 2 1 1 534000 -2,31 14 12-24 BULAN
2 1 2300 4 2 2 1 700000 -2,52 32 25-36 BULAN
3 2 2400 3 2 3 2 1200000 -2,41 27 25-36 BULAN
4 1 2400 4 2 2 1 433000 -3,38 21 12-24 BULAN
5 2 2400 5 2 2 1 600000 -2,39 14 12-24 BULAN
6 2 2450 4 3 3 1 1600000 -3,81 19 12-24 BULAN
7 2 2400 5 3 1 1 1600000 -2,17 42 37-48 BULAN
8 1 2400 4 4 3 2 1166000 -2,41 38 37-48 BULAN
9 2 2400 5 2 2 1 1600000 -2,19 44 37-48 BULAN
10 1 2400 4 4 2 1 1600000 -2,77 33 25-36 BULAN
11 2 2300 4 2 3 1 700000 -2,77 43 37-48 BULAN
12 2 2300 4 3 2 1 650000 -2,18 19 12-24 BULAN
13 1 2400 5 2 3 1 541000 -2,36 37 37-48 BULAN
14 2 2400 5 2 2 1 400000 -2,09 49 49-60 BULAN
15 1 2000 5 3 3 1 500000 -2,02 12 12-24 BULAN
16 1 2000 5 2 1 1 500000 -2,03 57 49-60 BULAN
17 2 2200 5 2 3 1 500000 -3,24 22 12-24 BULAN
18 1 2300 5 2 3 1 5000000 -2,33 16 12-24 BULAN
19 1 1200 4 3 2 1 1600000 -3,45 31 25-36 BULAN
20 1 1300 5 2 2 1 1600000 -2,84 31 25-36 BULAN
21 2 3000 6 5 4 2 1587000 -2,33 21 12-24 BULAN
22 2 2100 5 2 3 1 1600000 -2,58 40 37-48 BULAN
23 1 2100 5 2 2 1 1600000 -5,51 12 12-24 BULAN
167
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
24 1 2400 3 2 3 1 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
25 2 2700 6 4 2 2 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
26 2 2900 7 2 2 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
27 1 2300 5 2 2 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
28 2 2200 5 2 3 2 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
29 1 2000 5 2 1 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
30 1 2200 5 2 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
31 1 1500 5 2 3 2 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
32 2 2450 7 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
33 2 2300 4 2 3 2 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
34 1 2100 3 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
35 2 2200 5 2 2 2 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
36 2 2400 6 2 3 1 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
37 2 2470 3 2 3 2 2000000 -4,74 43 37-48 BULAN
38 1 2400 3 2 2 1 700000 -3,17 12 12-24 BULAN
39 2 1200 5 2 2 2 286000 -2,96 60 49-60 BULAN
40 2 2300 5 2 3 1 1116000 -2,48 27 25-36 BULAN
41 1 2300 5 2 2 1 416000 -3,29 50 49-60 BULAN
42 1 2400 5 2 3 2 900000 -3,95 31 25-36 BULAN
43 2 2900 6 4 3 1 2544000 -2,49 53 49-60 BULAN
44 2 2300 5 2 2 1 410000 -2,04 28 25-36 BULAN
45 2 2200 5 2 1 1 310000 -2,33 41 37-48 BULAN
46 2 1400 3 2 1 1 375000 -2,95 48 37-48 BULAN
47 1 2250 3 2 1 2 800000 -3,33 45 37-48 BULAN
48 1 2400 6 2 1 1 1200000 -3,32 12 12-24 BULAN
49 1 3100 7 2 3 2 625000 -3,94 50 49-60 BULAN
50 1 2200 5 2 2 1 500000 -2,58 47 49-60 BULAN
168
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
51 2 2100 5 2 3 2 840000 -3,01 14 12-24 BULAN
52 2 3200 7 4 1 1 1000000 -4,44 30 25-36 BULAN
53 1 2300 3 2 1 1 500000 -2,83 49 49-60 BULAN
54 1 2100 5 2 3 2 1600000 -2,61 45 37-48 BULAN
55 2 2400 6 4 1 1 550000 -2,21 25 25-36 BULAN
56 2 2400 4 3 1 3 1000000 -2,21 18 12-24 BULAN
57 1 2900 6 3 1 1 375000 -2,73 18 12-24 BULAN
58 1 3100 7 3 1 1 300000 -2,33 12 12-24 BULAN
59 2 2400 5 2 1 2 600000 -2,98 41 37-48 BULAN
60 1 2700 7 4 1 1 625000 -4,91 30 25-36 BULAN
61 1 2750 6 2 1 3 1000000 -2,11 58 49-60 BULAN
62 1 2800 6 4 3 1 1100000 -2,59 30 25-36 BULAN
63 1 2400 4 2 1 2 514000 -2,31 42 37-48 BULAN
64 2 2000 5 2 3 1 516000 -2,49 16 12-24 BULAN
65 1 2300 4 3 1 1 534000 -2,31 14 12-24 BULAN
66 1 2400 5 3 3 1 700000 -2,52 32 25-36 BULAN
67 2 2600 3 2 1 4 1200000 -2,41 27 25-36 BULAN
68 1 2300 5 4 2 1 433000 -3,38 21 12-24 BULAN
69 1 3200 4 2 1 1 600000 -2,39 14 12-24 BULAN
70 2 2400 3 2 3 1 733000 -3,81 19 12-24 BULAN
71 2 2300 5 3 1 1 380000 -2,17 42 37-48 BULAN
72 2 2100 3 3 3 3 1166000 -2,41 38 37-48 BULAN
73 1 2200 4 2 1 1 600000 -2,19 44 37-48 BULAN
74 2 2500 5 2 1 1 633000 -2,77 33 25-36 BULAN
75 1 2300 6 2 1 1 700000 -2,77 43 37-48 BULAN
76 2 2600 7 2 1 1 650000 -2,18 19 12-24 BULAN
77 1 2700 6 3 3 1 541000 -2,36 37 37-48 BULAN
169
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
78 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,09 49 49-60 BULAN
79 1 2200 7 4 3 1 500000 -2,02 12 12-24 BULAN
80 1 2400 6 2 3 1 500000 -2,03 57 49-60 BULAN
81 2 2100 4 3 2 1 500000 -3,24 22 12-24 BULAN
82 1 2300 5 2 3 1 5000000 -2,33 16 12-24 BULAN
83 2 2700 6 2 3 1 416000 -3,45 31 37-48 BULAN
84 2 2900 5 2 2 1 416000 -2,84 31 37-48 BULAN
85 1 3000 4 3 3 1 1587000 -2,33 21 12-24 BULAN
86 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,58 40 37-48 BULAN
87 2 2200 7 3 1 2 500000 -5,51 12 12-24 BULAN
88 1 2500 4 2 3 2 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
89 2 2100 5 2 3 1 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
90 1 2300 3 2 3 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
91 1 3100 5 2 3 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
92 1 2800 4 3 4 1 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
93 2 2700 6 2 3 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
94 2 2100 7 4 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
95 1 2200 4 2 3 1 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
96 2 2300 3 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
97 1 2900 5 2 3 1 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
98 2 2100 4 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
99 2 2200 6 2 1 1 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
100 1 2300 7 3 3 2 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
101 2 2500 7 4 1 2 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
102 1 3000 4 2 2 1 1579000 1,39 30 25-36 BULAN
103 1 3200 6 4 3 2 2333000 2,34 16 12-24 BULAN
104 2 2300 6 3 1 1 2000000 2,51 37 37-48 BULAN
170
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
105 1 3200 5 2 3 2 1600000 1,44 43 37-48 BULAN
106 1 3250 7 3 2 1 2200000 1,83 47 37-48 BULAN
107 1 2400 6 3 3 2 1580000 0,16 14 12-24 BULAN
108 2 2700 5 2 3 1 1600000 1,66 34 25-36 BULAN
109 1 3000 6 4 1 2 1580000 1,8 20 12-24 BULAN
110 1 2400 6 2 2 1 1600000 1,92 13 12-24 BULAN
111 2 3100 5 3 1 1 1578000 2,44 12 12-24 BULAN
112 1 2500 6 2 1 2 1600000 0,31 21 12-24 BULAN
113 1 3000 5 4 3 2 1600000 1,79 33 25-36 BULAN
114 2 2800 6 2 4 1 2200000 1,34 44 37-48 BULAN
115 2 2900 5 4 4 3 1650000 0,24 13 12-24 BULAN
116 2 2700 7 2 2 3 1590000 1,19 35 25-36 BULAN
117 2 3100 5 4 1 1 1760000 0,12 35 25-36 BULAN
118 2 2500 5 3 2 2 2300000 1,32 34 25-36 BULAN
119 1 3300 7 2 3 2 1578000 1,12 55 49-60 BULAN
120 1 3000 5 4 2 1 1579000 1,15 22 12-24 BULAN
121 1 3100 6 3 1 1 2000000 1,44 48 49-60 BULAN
122 1 3400 6 2 3 1 1579000 1,23 41 37-48 BULAN
123 1 2900 6 3 3 2 1674000 1,78 18 12-24 BULAN
124 1 2800 6 2 2 2 1650000 2,01 34 25-36 BULAN
125 2 3200 7 4 2 1 2000000 1,19 59 49-60 BULAN
126 2 3900 6 5 1 2 1578000 1,44 59 49-60 BULAN
127 2 2900 6 4 3 1 1584000 2,45 38 37-48 BULAN
128 1 2900 7 4 1 2 1600000 2,38 48 37-48 BULAN
129 1 3500 6 4 3 1 1000000 2,38 33 25-36 BULAN
130 1 3700 6 4 1 2 840000 0,83 25 25-36 BULAN
131 1 2900 7 3 3 1 500000 2,69 12 12-24 BULAN
171
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
132 2 3800 5 4 3 2 1640000 -0,11 28 25-36 BULAN
133 2 2800 7 4 2 1 1580000 -1,36 24 12-24 BULAN
134 1 3000 5 3 2 4 2300000 -1,45 58 49-60 BULAN
135 1 2800 6 3 2 1 2200000 -0,41 48 37-48 BULAN
136 1 2900 6 3 3 2 1685000 -1,67 38 37-48 BULAN
137 1 2300 6 2 2 1 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
138 2 3100 7 2 2 1 534000 1,39 32 25-36 BULAN
139 2 3000 6 4 2 2 1579000 2,34 27 25-36 BULAN
140 1 3000 4 2 2 1 2333000 2,51 21 12-24 BULAN
141 1 3400 5 3 2 1 2000000 1,44 14 12-24 BULAN
142 1 3000 4 3 3 4 1600000 1,83 19 12-24 BULAN
143 2 2700 3 3 2 4 2200000 0,16 42 37-48 BULAN
144 1 2100 7 2 3 1 700000 1,66 38 37-48 BULAN
145 1 3000 6 2 3 1 1580000 1,8 44 37-48 BULAN
146 2 3000 5 2 3 1 1600000 1,92 33 25-36 BULAN
147 2 2500 4 4 2 1 1580000 2,44 43 37-48 BULAN
148 1 2800 3 2 3 1 1200000 0,31 19 12-24 BULAN
149 1 2600 6 2 2 1 433000 1,79 37 37-48 BULAN
150 2 3000 7 2 2 1 600000 1,34 49 49-60 BULAN
151 2 2300 5 3 2 4 1600000 0,24 12 12-24 BULAN
152 2 3100 4 3 2 2 1578000 1,19 57 49-60 BULAN
153 1 3100 5 2 2 1 1600000 0,12 22 12-24 BULAN
154 2 2600 3 2 2 2 733000 1,32 16 12-24 BULAN
155 2 3200 6 2 3 1 380000 1,12 31 25-36 BULAN
156 1 3500 7 2 3 2 1166000 1,15 31 25-36 BULAN
157 1 3000 6 2 2 1 600000 1,44 21 12-24 BULAN
158 2 2900 5 2 2 2 633000 1,23 40 37-48 BULAN
172
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
159 1 2900 4 2 2 1 700000 1,78 12 12-24 BULAN
160 1 3300 5 2 2 2 650000 2,01 48 37-48 BULAN
161 1 3000 6 4 3 1 1600000 1,19 48 37-48 BULAN
162 2 2300 7 2 4 2 541000 1,44 29 25-36 BULAN
163 2 3100 3 4 3 1 2200000 2,45 13 12-24 BULAN
164 1 2300 4 4 3 2 1650000 2,38 13 12-24 BULAN
165 1 2100 3 3 2 2 1590000 2,38 53 49-60 BULAN
166 2 3000 5 4 2 1 1760000 0,83 60 49-60 BULAN
167 2 2500 4 2 2 2 400000 2,69 38 37-48 BULAN
168 2 2700 6 4 3 1 1640000 -0,11 19 12-24 BULAN
169 1 2800 7 2 3 2 500000 -1,36 30 25-36 BULAN
170 1 2100 6 4 2 1 1580000 -1,45 30 25-36 BULAN
171 2 2300 8 2 1 1 500000 -0,41 48 37-48 BULAN
172 1 2400 4 3 2 1 2300000 -1,67 52 49-60 BULAN
173 1 2700 5 4 3 2 1578000 2,45 43 37-48 BULAN
174 2 2200 4 4 1 1 1579000 2,38 12 12-24 BULAN
175 2 2500 3 3 1 1 2300000 2,38 60 49-60 BULAN
176 2 2600 5 3 1 2 2000000 0,83 27 25-36 BULAN
177 1 2800 6 3 1 1 2200000 2,69 50 49-60 BULAN
178 1 3100 7 2 3 2 500000 -0,11 31 25-36 BULAN
179 2 3000 6 3 3 2 1579000 -1,36 53 49-60 BULAN
180 1 2100 7 3 3 1 1674000 -1,45 28 25-36 BULAN
181 1 2400 6 4 2 1 1650000 -0,41 41 37-48 BULAN
182 2 2300 8 2 3 1 5000000 -1,67 48 37-48 BULAN
183 2 3100 6 3 3 1 1685000 1,34 45 37-48 BULAN
184 1 2300 5 4 2 1 2000000 1,39 12 12-24 BULAN
185 2 2100 4 3 3 2 416000 2,34 50 49-60 BULAN
173
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
186 1 1900 3 3 3 2 416000 2,51 47 37-48 BULAN
187 2 2300 5 5 2 1 1578000 1,44 14 12-24 BULAN
188 2 2100 4 5 3 2 1587000 1,83 30 25-36 BULAN
189 1 2300 6 2 3 1 400000 0,16 49 49-60 BULAN
190 2 2400 7 4 4 2 1584000 1,66 45 37-48 BULAN
191 1 2200 6 2 2 1 500000 1,8 25 25-36 BULAN
192 2 3100 7 2 3 1 1600000 1,92 18 12-24 BULAN
193 2 3200 8 4 3 1 667000 2,44 18 12-24 BULAN
194 2 2300 6 4 4 1 478000 0,31 12 12-24 BULAN
195 1 2100 7 2 4 1 375000 1,79 41 37-48 BULAN
196 2 2200 5 2 3 1 2200000 1,34 30 25-36 BULAN
197 1 2300 4 4 2 2 1600000 0,24 58 49-60 BULAN
198 2 3200 5 2 3 2 750000 1,19 30 25-36 BULAN
199 2 2100 4 2 3 1 625000 0,12 42 37-48 BULAN
200 2 2000 5 2 3 1 750000 1,32 16 12-24 BULAN
201 1 2200 4 2 2 2 250000 1,12 14 12-24 BULAN
202 1 2300 6 2 3 1 375000 1,15 32 25-36 BULAN
203 2 2500 7 2 2 2 1000000 1,44 27 25-36 BULAN
204 1 2100 6 2 1 1 666000 1,23 21 12-24 BULAN
205 2 2200 6 2 3 1 1000000 1,78 14 12-24 BULAN
206 1 2300 6 2 3 4 2000000 2,01 19 12-24 BULAN
207 1 1900 7 2 1 1 700000 1,19 42 37-48 BULAN
208 1 1850 8 2 2 2 286000 2,38 38 37-48 BULAN
209 2 3200 6 2 3 1 1116000 0,83 44 37-48 BULAN
210 2 2100 5 2 1 2 416000 2,69 33 25-36 BULAN
211 1 2200 4 2 4 2 900000 -0,11 43 37-48 BULAN
212 2 2400 3 4 3 4 2544000 -1,36 19 12-24 BULAN
174
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
213 1 3100 5 2 2 2 410000 -1,45 37 37-48 BULAN
214 2 2300 4 2 2 2 310000 -0,41 49 49-60 BULAN
215 2 2100 5 2 2 2 375000 -1,67 12 12-24 BULAN
216 1 2400 3 2 1 2 800000 2,45 57 49-60 BULAN
217 2 2500 5 2 1 3 1200000 2,38 22 12-24 BULAN
218 1 2700 6 4 3 1 625000 2,38 16 12-24 BULAN
219 2 2100 7 2 4 2 500000 0,83 31 25-36 BULAN
220 1 2200 6 2 3 2 840000 2,69 31 25-36 BULAN
221 1 2300 7 4 3 2 1000000 -0,11 48 37-48 BULAN
222 2 2600 6 2 2 3 500000 -1,36 33 25-36 BULAN
223 2 2100 5 4 3 2 1000000 -1,45 25 25-36 BULAN
224 1 2200 4 4 1 1 840000 -0,41 12 12-24 BULAN
225 1 3100 4 2 3 2 1600000 -1,67 28 25-36 BULAN
226 2 3200 5 4 1 2 550000 1,34 24 12-24 BULAN
227 1 3000 6 3 1 1 1000000 1,39 58 49-60 BULAN
228 2 3100 3 3 1 2 375000 2,34 48 37-48 BULAN
229 1 3200 4 3 1 1 300000 -0,11 38 37-48 BULAN
230 2 2800 3 2 3 1 500000 -1,36 14 12-24 BULAN
231 1 2100 5 2 1 2 600000 -1,45 32 25-36 BULAN
232 1 2900 4 4 2 2 625000 -0,41 27 25-36 BULAN
233 2 2800 5 4 1 1 1000000 -1,67 21 12-24 BULAN
234 2 2600 4 4 3 1 1100000 1,34 14 12-24 BULAN
235 2 2500 6 2 1 2 514000 1,19 19 12-24 BULAN
236 1 2100 7 2 3 1 516000 2,38 42 37-48 BULAN
237 1 2700 8 4 3 2 500000 0,83 38 37-48 BULAN
238 1 3000 6 2 3 2 1640000 2,69 44 37-48 BULAN
239 1 3100 7 4 4 1 1580000 -0,11 33 25-36 BULAN
175
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
240 2 3300 6 4 4 1 2300000 -1,36 43 37-48 BULAN
241 2 2300 7 3 1 1 2200000 -1,45 19 12-24 BULAN
242 1 2100 6 3 3 1 1685000 -0,41 37 37-48 BULAN
243 1 3100 7 3 1 1 1600000 -1,67 49 49-60 BULAN
244 2 2100 5 2 3 2 534000 2,45 12 12-24 BULAN
245 2 2400 4 2 1 2 1579000 2,38 57 49-60 BULAN
246 1 2100 5 4 2 3 2333000 2,38 22 12-24 BULAN
247 2 2100 6 2 1 3 2000000 0,83 16 12-24 BULAN
248 2 2300 7 3 1 1 1600000 2,69 31 25-36 BULAN
249 2 3400 8 3 3 3 2200000 -0,11 31 25-36 BULAN
250 1 2100 7 3 1 1 700000 -1,36 21 12-24 BULAN
251 2 2100 5 2 1 1 1580000 -1,45 40 37-48 BULAN
252 2 2300 4 2 1 1 1600000 -0,41 12 12-24 BULAN
253 2 3100 6 2 3 1 1580000 -1,67 48 37-48 BULAN
254 2 2000 7 4 1 1 1200000 1,34 48 37-48 BULAN
255 1 2400 6 2 3 1 433000 1,39 29 25-36 BULAN
256 2 2100 5 2 2 1 600000 2,34 13 12-24 BULAN
257 2 2300 5 2 3 3 2000000 -0,11 13 12-24 BULAN
258 2 3100 3 3 1 1 1578000 -1,36 53 49-60 BULAN
259 1 2300 4 2 1 3 1584000 -1,45 60 49-60 BULAN
260 2 2300 3 2 1 1 1600000 -0,41 38 37-48 BULAN
261 2 1800 5 2 1 3 1000000 -1,67 19 12-24 BULAN
262 1 2100 6 2 3 3 840000 1,34 30 25-36 BULAN
263 2 2200 6 2 1 1 500000 -0,41 30 25-36 BULAN
264 1 2300 7 2 1 1 1640000 -1,67 48 37-48 BULAN
265 2 1900 5 2 2 2 1580000 2,45 52 49-60 BULAN
266 2 2100 4 2 2 4 2300000 2,38 43 37-48 BULAN
176
NO. RESPONDEN
JENIS KELAMIN
BALITA
RIWAYAT BBLR
RIWAYAT ASI
EKSKLUSIF
POLA PEMBERIAN
MAKAN PENDIDIKAN PEKERJAAN
PENDAPATAN KELUARGA
STUNTING UMUR BALITA
(BULAN)
KELOMPOK UMUR BALITA
267 2 2200 7 2 1 2 2200000 2,38 12 12-24 BULAN
268 1 2000 6 2 3 1 1685000 0,83 60 49-60 BULAN
269 1 2100 3 2 1 1 1600000 2,69 27 25-36 BULAN
270 2 2200 4 2 1 1 534000 -0,11 50 49-60 BULAN
271 2 2300 5 2 2 1 1579000 -1,36 31 25-36 BULAN
272 2 3200 6 2 1 2 2333000 -1,45 53 49-60 BULAN
273 2 1900 7 2 2 1 2000000 -0,41 28 25-36 BULAN
274 1 3500 7 2 1 2 1600000 -1,67 41 37-48 BULAN
275 2 3200 6 2 4 2 2200000 1,34 48 37-48 BULAN
177
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
177
top related