skripsi analisis penggunaan block penyekat …
Post on 30-Nov-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
ANALISIS PENGGUNAAN BLOCK PENYEKAT (BAFFLE
BLOCK)SEBAGAI PELINDUNG GERUSAN DASAR PADA PILAR JEMBATAN
OLEH :
MUH IZDIHAR BASIR 105 81 2344 15
RAHMAT HIDAYAT 105 81 2350 15
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat menyusun hasil
penelitian sebagai tugas akhir ini, dan dapat kami selesaikan dengan
baik.
Hasil Penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan
akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan program
studi pada Jurusan Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah
“Studi Model Blok Penyekat (Baffle Block)
SebagaiPelindungGerusanDasarPadaPilarJembatan”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan hasil
penelitian ini masih terdapat kekurangan–kekurangan, hal ini
disebabkan karena penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari
kesalahan dan kukurangan baik itu ditinjaudari segi teknis penulisan
maupun dari perhitungan – perhitungan. Oleh karena itu, penulis
menerima dengan sangat ikhlas dengan senang hati segala koreksi
serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat
bermanfaat.
Hasil penelitian ini sebagai tugas akhir dapat terwujut berkat
adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hari, kami
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya
kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar – besarnya atas segala limpahan kasih
sayang, do’a serta pengorbanannya terutama dalam bentuk materi
untuk menyelesaikan kuliah kami.
2. Bapak Ir. Hamzah Ali Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak A. Makbul Syamsul, S.T., M.T. sebagai Ketua Jurusan Teknik
Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. BapakIrRiswal MT selaku Pembimbing I dan Bapak Lutfi Hair
Djunur,ST., MT.selaku Pembimbing II, yang banyak meluangkan
waktu dalam membimbing kami.
5. Bapak dan Ibu dosen serta para staf pegawai di Fakultas Teknik atas
segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama
mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
6. Saudara – saudaraku serta rekan – rekan mahasiswa Fakultas
Teknik terkhusus angkatan REAKSI 2015 yang dengan
persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan proposal
tugas akhir ini.
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang
berlipat ganda di sisi Allah SWT dan proposal tugas akhir yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan – rekan,
masyarakat serta bangsa dan Negara. Amin.
“Billahi Fii Sabill Haq Fastabiqul Khaerat”.
Makassar, .....................2020
Penulis
ANALISIS PENGGUNAAN BLOK PENYEKAT (BAFFLE
BLOCK) SEBAGAI PELINDUNG GERUSAN DASAR PADA
PILAR JEMBATAN
Muh Izdihar Basir1),Rahmat Hidayat1),Ir Riswak K,ST.,MT2),Lutfi Hair
Djunur,ST.,MT3). 1)Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar 2)Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
3)Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Teknik Pengairan,Fakultas Teknik,Universitas Muhammadiyah Makassar,Jl
Sultan Alaudin No.259,Makassar 90221,Indonesia
e-mail: muhizdihar13@gmail.com , rahmatteknik015@gmail.com
ABSTRAK
Gerusan lokal merupakan proses alamiah yang terjadi di sungai akibat
pengaruh morfologi sungai atau atau adanya banguan air yang menghalangi
aliran, misalnya pilar jembatan, abutmen,dll. Dalam pengujian gerusan
disekitar pilar jembatan, peneliti mencoba suatu model penanggulangan
gerusan menggunakan baffle block. Penelitian ini dengan judul “Analisis
penggunaan block penyekat (baffle block) sebagai pelindung gerusan dasar
pada pillar jembatan. Pemasangan baffle block bertujuan untuk mengetahuii
bagaimana perubahan penampang saluran, mengetahui pola gerusan dan
kontur disekitar pilar jembatan, mengetahui besarnya volume gerusan,serta
mengetahui parameter perubahan aliran dengan variasi baffle block disekitar
pilar jembatan. Berdasarkan hasil penelitian dapat kami simpulkan bahwa
kemiringan baffle block 1:3 paling efektif mereduksi gerusan dengan
kedalaman 2 cm,persentase volume gerusan sebesar 2,44%, serta pada
pengairan pada durasi waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan
dasar saluran cenderung besar dan pada pengaliran dengan muka air tinggi
perubahan dasar saluran cenderung kecil.
Kata kunci : pilar jembatan,gerusan,baffle block.
ANALYSIS OF THE USE OF BLOCK BAFFLE (BAFFLE
BLOCK) AS THE BASIS OF PROTECTIVE SCOURING PILLAR
BRIDGE
Muh Izdihar Basir1),Rahmat Hidayat1),Ir Riswak K,ST.,MT2),Lutfi Hair
Djunur,ST.,MT3). 1)Students of the Department of Water Engineering,Faculty of
Engineering,Muhammadiyah University of Makassar 2)Lecturers in the Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering
Hasanuddin University 3)Lecturers in the Departmen Water Resource Engineering, Faculty of
Engineering,Muhammadiyah University of Makassar
Water Resource Engineering Faculty of Engineerng Muhammduyah
University of Makassar,Jl Sultan Alaudin No.259,Makassar 90221,Indonesia
e-mail: muhizdihar13@gmail.com , rahmatteknik015@gmail.com
ABSTRACT
Scours is a natural process that occurs in the river due to the
influence of river morphology or their building menghalangii water flow, such
as bridge piers, abutments, etc. In testing scour around bridge piers,
researchers tried a model using a baffle block scour countermeasures. The
study titled "Analysis of the use of block baffle (baffle block)as the basis of
protevtive scouring pillar bridge. The installation of the baffle block aims to
find out how the channel section changes, know the scour patterns and
contours around the bridge pillar, knowing the large volume of scour, and to
know the parameters of change flow with variation of baffle blocks around the
bridge piers. Based on the research we conclude that the slope of the baffle
block 1: 3 most effectively reduce scour with a depth of 2 cm,The percentage
volume of scour at 2:44%, as well as on water with a long duration of time will
result in a basic change channels tend to be large and the flow with high
water levels tend to be small changes to basic channels
Keywords: pillars of the bridge, scouring, baffle block.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR TABEL ................................................................................ xxii
BAB. I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. LatarBelakang ...................................................................... 1
B. RumusanMasalah ................................................................ 2
C. TujuanPenelitian .................................................................. 3
D. ManfaatPenelitian ................................................................ 4
E. BatasanMasalah .................................................................. 4
F. SistematikaPenulisan ........................................................... 5
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 7
A. PengertianGerusan .............................................................. 7
B. MekanismeGerusan ............................................................. 7
C. PolaGerusanLokalDiSekitarPilarJembatan ........................... 10
D. KedalamanGerusan ............................................................. 12
E. GerusandanEndapan ........................................................... 13
F. Faktor Yang MempengaruhiKedalamanGerusan ................. 16
1. Kecepatanaliranpadaalursungai ...................................... 16
2. Gradasisedimen .............................................................. 17
3. UkuranPilardanUkuranButiran Material Dasar ................ 18
4. Kedalamandasarsungaidarimuka air ............................... 20
5. Posisipilar ....................................................................... 23
G. PolaAliran………... ............................................................... 20
H. Transportasi Sediment ......................................................... 28
I. Baffle Block .......................................................................... 29
J. Analisis SPSS ...................................................................... 30
1. Regresi linear.................................................................. 30
2. Ujideterminasi ................................................................. 31
K. Lapis Batas (boundary layer) ............................................... 32
BAB. III METODE PENELITIAN ......................................................... 37
A. Lokasi Dan WaktuPenelitian ................................................ 37
B. JenisPenelitiandanSumber Data .......................................... 37
C. Bahan Dan Alat .................................................................... 38
D. Variabel Yang Diteliti ............................................................ 39
E. Perancangan Model ............................................................. 40
F. LangkahLangkahPenelitian .................................................. 43
a. PersiapanBahan ................................................................ 43
b. PersiapanAlatLaboratorium ............................................... 43
G. PenentuanPerubahanPenampangSaluran ........................... 44
H. Pencatatan Data ................................................................. 44
1. Data Yang DiambilSaatPengaliran .................................... 45
2. Data YangDiambilSetelahPengaliran ................................. 45
I. KalibrasiAlatUkur Debit Thomson ......................................... 46
J. KalibrasiKedalam Air .......................................................... 47
K. KecepatanAliran Air ............................................................. 47
L. WaktuRunning .................................................................... 47
M. SimulasiPenelitian ................................................................ 48
N. Analisa Data ........................................................................ 49
1. Program SPSS ................................................................. 49
2. Program Surfer ................................................................ 51
O. Diagram alirpenelitian .......................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 54
A. Data HasilPenelitian ............................................................. 54
1. Umum .............................................................................. 54
2. Kedalamanaliran .............................................................. 54
3. Kecepatanaliran ............................................................... 57
4. Debit aliran ....................................................................... 59
B. AnalisisHasilPenelitian ......................................................... 61
1. Tegangangeser ................................................................ 61
2. Klarifikasialiran ................................................................. 62
3. Perubahanpenampangsaluran ......................................... 64
4. Konturgerusanperspektifkonturgerusan ............................ 73
5. Volume gerusan ............................................................... 79
BAB V PENUTUP .............................................................................. 114
A. Kesimpulan .......................................................................... 114
B. Saran ................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 116
A. Lampiran 1 GrafikAnalisaSaringan ......................................... 118
B. Lampiran 2 Grafik Shield ........................................................ 119
C. Lampiran 3 Grafik Perubahan Penampang Saluran…………..121
D. Lampiran 4 Gambar Kontur dan Perspektif Kontur Gerusan ... 139
E. Lampiran 5 Gambar penampang jarak melintang ................... 151
F. Lampiran 6Tabel kekentalan kinematis (kinematic viscosity) .. 161
G. Lampiran7Data hasil pengukuran kedalaman gerusan ........... 162
H. Lampiran8 tabel analisis SPSS ............................................... 174
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 hubungan k3dalaman gerusan dengan waktu ..................... 8
Gambar 2.2 mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar .... 9
Gambar 2.3 pola kedalaman gerusan pada pilar jajar genjang ............... 10
Gambar 2.4 pola kedalaman gerusan pada pilar bulat ............................ 11
Gambar 2.5 pola kedalaman gerusan pada pilar bujur sangkar .............. 11
Gambar 2.6 Diagram Shield (Hubungan antara parameter mobilitas kritis dan
bilangan Reynold). .................................................................................. 15
Gambar 2.7 kedalaman gerusan simbang disekitar pilar fungsi ukuran butir
relatif untuk kondisi aliran air bersih ........................................................ 18
Gambar 2.8 Koefisien arah sudut aliran (Kα) pada pilar .......................... 22
Gambar. 2.9 Boundary Layer .................................................................. 33
Gambar 3.1. Dena tampak atas penempatan baffle blok pada pilar. ....... 40
Gambar 3.2. Tampak samping penempatan baffle block pada pilar. ....... 41
Gambar 3.3. Perspektif tampak baffle block........................................... 41
Gambar 3.4. Baffle block kemiringan 1:1 ................................................ 41
Gambar 3.5. Baffle block kemiringan 1:3 ................................................ 42
Gambar 3.6. Baffle block kemiringan 1:5 ................................................ 42
Gambar 3.7. Perletakan pias untuk titk pengamatan .............................. 42
Gambar 3.8. Perletakan baffle block pada model flume saluran terbuka. 43
Gambar 3.9 Pengambilan data sebelum pengaliran ............................... 45
Gambar 3.10 Pengambilan data saat pengaliran .................................... 45
Gambar 3.11 Pengambilan data setelah pengaliran ............................... 46
Gambar 3.12. material pasir yang di gunakan......................................... 48
Gambar 3.13 Pengukuran kedalaman gerusan dan endapan ................. 49
Gambar 3.14. Contoh grafik Hasil Pengolahan Data Menggunakan Program
SPSS ...................................................................................................... 50
Gambar 3.15. Contoh Hasil Pengolahan Data Menggunakan Surfer ...... 52
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kecepatan dan debit aliran ............ 60
Gambar 4.2 grafik penampang saluran tampa menggunakan Baffle
Block....................................................................................................... 65
Gambar 4.3 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle
Block 1:1 ................................................................................................. 67
Gambar 4.4 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle
Block 1:3 ................................................................................................. 70
Gambar 4.5 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle
Block 1:5 ................................................................................................. 72
Gambar 4.6 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit
pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 73
Gambar 4.7 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 74
Gambar 4.8 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit
pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 75
Gambar 4.9 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 75
Gambar 4.10 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit
pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 77
Gambar 4.11 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 77
Gambar 4.12 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 78
Gambar 4.13 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 79
Gambar 4.14 sketsa titik pengamatan tampa menggunakan
Baffle Block............................................................................................. 80
Gambar 4.15 sketsa titik pengamatan menggunakan Baffle Block.......... 80
Gambar 4.16 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
tampa Baffle Block .................................................................................. 84
Gambar 4.17 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
menggunakan Baffle Block 1:1 ............................................................... 84
Gambar 4.18 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
menggunakan Baffle Block 1:3 ............................................................... 85
Gambar 4.19 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
menngunakan Baffle Block 1:5 ............................................................... 85
Gambar 4.20 Grafik presentase gerusan dengan variasi Baffle Block .... 88
Gambar 4.21 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Baffle Block . 89
Gambar 4.22 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1:1 ................................................................................................. 90
Gambar 4.23 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 3. ............................................................................................. 91
Gambar 4.24 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 5 ............................................................................................... 92
Gambar 4.25 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block . 94
Gambar 4.26 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 1 ............................................................................................... 95
Gambar 4.27 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 3 ............................................................................................... 96
Gambar 4.28 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 5 ............................................................................................... 97
Gambar 4.29 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block ............... 99
Gambar 4.30 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada strukturpilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1
............................................................................................................... ` 100
Gambar 4.31 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3
............................................................................................................... 101
Gambar 4.32 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5
............................................................................................................... 102
Gambar 4.33 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur sekitar pilar jembatan tanpa Buffle Block ... 104
Gambar 4.34 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1
............................................................................................................... 105
Gambar 4.35 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:3
............................................................................................................... 106
Gambar 4.36 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:5
............................................................................................................... 107
Gambar 4.37 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan
SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block ............................ 109
Gambar 4.38 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan
SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1 ...... 110
Gambar 4.39 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan
SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3 ...... 111
Gambar 4.40 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan
SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5 ...... 112
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Koefisien kekasaran manning ................................................ 27
Tabel 2.2. matriks penelitian terdahulu ................................................... 35
Tabel 4.1 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block 55
Tabel 4.2 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1 .. 55
Tabel 4.3 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3 .. 56
Tabel 4.4 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan baffle block 1:5 .. 56
Tabel 4.5 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle
Block....................................................................................................... 57
Tabel 4.6 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1 ... 58
Tabel 4.7 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3 . 58
Tabel 4.8 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:5 . 59
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Aliran ................................................ 60
Table 4.10. hasil perhitungan tegangan geser ........................................ 61
Tabel 4.11 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan tanpa Baffle
Block ...................................................................................................... 62
Tabel 4.12 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan
Baffle Block 1 :1 ...................................................................................... 62
Tabel 4.13 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle
Block 1 :3 ................................................................................................ 63
Tabel 4.14 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle
Block 1 :5 ................................................................................................ 63
Table 4.15 perubahan penampang untuk t=15 menit dan Q=0,000861324
m³/detik .................................................................................................. 65
Table 4.16. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324
m³/detik Baffle Block 1:1 ......................................................................... 67
Table 4.17. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324
m³/detik Baffle Block 1:3 ......................................................................... 69
Table 4.18. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324
m³/detik Baffle Block 1:5 ......................................................................... 72
Tabel 4.19 Presentase volume gerusa.................................................... 86
DAFTAR NOTASI
Re : Bilangan Reynolds
µ : Kecepatan Rata-rata
R : Jari-jari Hidraulik
v : Kekentalan Kinematic
Fr : Angka Froude
ū : Kecepatan rata-rata penampang
D : Kedalaman maksimum aliran
g : Gaya gravitasi
Q : Debit aliran
V : Kecepatan aliran
A : Luas penampang aliran
Q : debit aliran
Cd : Koefisien Debit
g : Grafitasi bumi
H : Kedalaman air pada bak pengukur debit
U*c : Kecepatan geser kritis
U* : Kecepatan geser
: Rapat massa sedimen
: Rapat massa air
d : Diameter butiran
g : Percepatan gravitasi
y0 : Ketinggian aliran
S : Kemiringan dasar saluran
θ : Parameter mobilisasi kritis
: Tegangan geser dasar
: Tegangan geser kritis
Y : subyek dalam variabel dependen yang diprediksi
A : harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)
b : angka arah atau koefisien regresi
U∞ : kecepatan aliran bebas
B : Lebar saluran
H : Kedalaman Aliran
Buffle Block 1 : 1 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan
horizontal 1
Buffle Block 1 : 3 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan
horizontal 3
Buffle Block 1 : 5 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan
horizontal 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan sungai sebagai penunjang kebutuhan manusia pada saat ini
sungguh tidak bisa di pungkiri. Hal ini menyebabkan fungsi sungai bukan
sekedar sarana mengalirkan air, akan tetapi mampu memberi nilai ekonomis
dalam berbagai bidang, mulai dari pembangkit listrik, penyediaan air baku,
sarana transportasi, pertanian dan sebagainya.
Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya
perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi
dikarenakan oleh faktor alam dan faktor manusia seperti halnya pembuatan
bangunan-bangunan air seperti pilar, abutmen, bendung dan sebagainya.
Sifat sungai yang dinamis, dalam waktu tertentu akan mampu menjadikan
pengaruh kerusakan terhadap bangunan yang ada disekitarnya. Oleh karena
itu, proses gerusan yang terjadi perlu dipelajari untuk dicari cara-cara
pengendaliannya agar bangunan yang dibuat dapat bertahan dari pengaruh
kerusakan.
Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi
di sungai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang
menghalangi aliran, misalnya pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen,
krib sungai dll. Adanya bangunan air tersebut menyebabkan perubahan
karakteristik aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga
menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan.
Keruntuhan jembatan yang sering terjadi bukan hanya disebabkan
oleh gerusan semata akan tetapi juga disebabkan oleh factor factor lain
seperti getaran yang di sebabkan oleh kendaraan yang lewat. Untuk
mengendalikan gerusan yang terjadi di pilar jembatan maka di gunakan blok
penyekat (baffle block) yang akan di tempatkan di sekitar pilar jembatang
atau melingkari pilar jembatan dengan jarak dan ketinggian tertentu untuk
mencegah terjadinya gerusan pada pilar jembatan.
Berdasarkan permasalahan di atas maka kami mrengangkat judul
“Analisis penggunaan Blok Penyekat (Baffle Block) Sebagai Pelindung
Gerusan Dasar Pada Pilar Jembatan”. Penelitian ini dilakukan dengan
menguji model fisik pelindung gerusan dengan beberapa percobaan
alternative pada model laboratorium sungai. Alternatif yang dipakai dengan
mencoba memodifikasi pelindung gerusan pada pilar jembatan yaitu dengan
menggunakan blok penyekat (baffle block). Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan
perubahan karakteristik aliran dan morfologi sungai di sekitar pilar jembatan,
sehingga diperlukan kajian yang dapat memberikan solusi untuk keamanan desain
baffle block sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.
B. Rumus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagai mana pengaruh perubahan penampang saluran di sekitar pilar
jembatan dengan menggunakan variasi Baffle Block sebagai pelindung
pilar
2. Bagai mana pengaruh pola gerusan dan pola kontur disekitar pilar
jembatan dengan variasi Baffle Block sebagai pelindung pilar
3. Bagai mana pengaruh penempatan Baffle Block terhadap volume
gerusan disekitar pilar jembatan.
4. Bagai mana pengaruh perubahan parameter aliran dengan adanya
variasi Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang di tulis di atas maka tujuan
penelitiannya sebagai berili:
1. Mengetahui pengaruh perubahan penampang di sekitar pilar jembatan
akibat penempatan Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar
jembatan.
2. Mengetahui pola gerusan dan pola kontur di sekitar pilar jembatan
dengan variasi Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar
jembatan.
3. Mengetahui besarnya volume gerusan di sekitar pilar jembatan dengan
Baffle Block sebagai pelindung gerusan pilar jembatan.
4. Mengetahui kondisi perubahan parameter aliran dengan variasi Baffle
Blok sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara teoritik, penelitian ini bermanfaat guna pengembangan ilmu
Hidrolika di jurusan Teknik Sipil Universitas muhammadiyah Makassar.
2. Untuk mengetahui pengaruh perubahan penampang saluran disekitar
pilar jembatan
3. Untuk mengetahui pola gerusan disekitar pilar dengan menggunakan
variasi Baffle Block.
4. Untuk mengetahui kemiringan optimal dari penggunaan baffle block
segagai pelindung gerusan.
5. Dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak kaitannya dalam
pembangunan pilar jembatan atau bangunan air lainnya.
E. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang luas serta memudahkan dalam
penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Adapun batas masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model yang digunakan adalah pada model flume laboratorium hidrolika
2. Data analisa menggunakan data primer dari hasil pengukuran di flume
laboratorium Hidrolika
3. Membahas pola gerusan dan endapan di pilar jembatan
4. Material dasar yang digunakan adalah pasir dengan diameter tertentu
5. Menggunakan 3 model desing Baffle Block dengan kemiringan 1:1, 1:3,
1:5
6. Tinggi bukaan pintu h= 4 cm, 4,5 cm dan 5 cm
7. Durasi pengaliran t= 5, 10 dan 15 menit
8. Hanya mengkaji pola gerusan dan endapan di dasar sungai
F. Sistematika Penulisan
Penulisan ini merupakan susunan yang serasi dan teratur oleh karena itu
dibuat dengan komposisi bab-bab mengenai pokok-pokok uraian sehingga
mencakup pengertian tentang apa dan bagai mana, jadi sistematika penulisan
diuraikan sebagai berikut:
Bab I, Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan
sistematika penulisan.
Bab II, Menguraikan tentang teori umum dan teori khusus yang digunakan
dalam melakukan penelitian.
Bab III, Menguraikan tentang lokasi dan waktu studi, jenis penelitian dan
sumber data, tahapan percobaan model fisik, analisis data, serta bagan alur
penelitian.
Bab IV, Merupakan bab yang menguraikan tentang tahap penelitian yang
dilaksanakan yaitu,hasil percobaan model fisik, analisis hasil dan
pembahasan.
Bab V, Merupakan bab yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor
pendukung dan faktor penghambat yang dialami selama penelitian ini
berlangsung, yang tentunya diharapkan agar penelitian ini berguna untuk
ilmu aplikasi rekayasa khususnya bangunan air dan dapat dijadikan acuan
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Gerusan
Gerusan adalah proses erosi yang terjadi pada dasar sungai yang
terjadi karna adanya perubahan pola aliran,terutama pada sungai. Perubahan
pola aliran dapat terjadi karena terdapat rintangan atau halangan pada aliran
tersebut.
Menurut Laursen (1952) Gerusan didefinisikan sebagai pemindahan material
yang di sebabkan oleh gerakan fluida akibat pembesaran dari suatu aliran.
Gerusan terjadi pada suatu kecepatan aliran tertentu dimana sediment yang
ditransport lebih besar dari sediment yang disuplay.
B. Mekanisme Gerusan
Gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan adalah akibat dari
system pusaran (horse soe vortek system) yang timbul karena aliran
terhadang pilar. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan, berawal
dari hulu pilar yaitu pada saat timbul komponen aliran dengan arah ke bawah
(Yulistiyanto, 1998) dalam Rinaldi (2002:6)
Menurut Hanwar (1999) mekanisme gerusan disekitar pilar jembatan
adalah ketika partikel sedimen yang menutupi pilar mulai berpindah,maka
proses gerusan mulai terbentuk. Partikel yang tererosi ini akan mengikuti pola
aliran dan terbawa dari dekat pilar kearah dasar sungai,selanjutnya jika
partike sediment ini banyak tererosi maka bentuk gerusan akan mencapai
kedalaman maksimum. Dimana U>Uc akan mempengaruhi proses masuk dan
keluarnya sediment dari lubang gerusan.
Kedalam gerusan air bersih dan mair bersediment merupakan fungsi
kecepatan geser,seperti terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 2.1 Hubungan Kedalaman Gerusan (clear water dan live bed scour)
dengan waktu. (Miller, 2003:7)
Kedalaman gerusan pada pilar, intensitasnya tergantung aliran,
sedimen dasar, dan gangguan geometris pilar jembatan. Gerusan disekitar
pilar mulai terjadi pada saat material dasar mulai berpindah. Partikel
mengalami erosi mengikuti arah aliran dimulai dari bagian hulu ke hilir pilar.
Material dasar akan terus tergerus , dan jika kecepatan aliran bertambah
maka ukuran dan kedalaman gerusan juga bertambah.
Gambar 2.2 Mekanisme Gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar (Miller
2003;6)
Menurut miller (2003:8) parameter yang digunakan untuk menentukan
jenis gerusan (clear water scour atau live bed scour) adalah perbandingan
antara kecepatan upstream dengan kecepatan batasnya atau kecepeatn
kritis sedimen yang dibutuhkan untuk memindahkan sedimen dari bed.
Perbandingan ini disebut intensitas aliran(flow intensity), mungkin bias dalam
satu atau dua bentuk tergantung kecepatan yang digunakan. Jika digunakan
kecepatan geser (u*) yang digunakan, perbandingan dan rasionya menjadi
u*/u*c. Kecepatan geser (u*) didefinisikan sebagai u* = √τ/ρ, dimana τ
adalah tegangan geser dasar saluran/bed. Titik batas atau kecepatan geser
kritis (u*c) berbanding lurus dengan tegangan geser kritis (τc). Dalam
bentuk ini intensitas aliran sama dengan rasio tegangan geser dimana
τ/(τc= (u*/u*c)2. Oleh sebab itu persamaan ini mempunyai korelasi
langsung dengan transport sedimen, karena kebanyakan persamaan
transport sedimen dalam bentuk tegangan geser bed. Kecepatan geser kritis
bisa ditentukan pada sedimen yang ada, akan tetapi nilai u* biasanya tidak
dapat langsung dibaca untuk percobaan situasi aliran dan harus dijabarkan
menggunakan asumsi data kecepatan (velocity profile assumption).
Kedua, bentuk yang lebih umum dari intensitas aliran menggunakan
kecepatan kedalaman rata-rata/depth averaged approach velocity (V) dan
kecepatan kritis kedalaman rata-rata/critical depth averaged approach
velocity (Vc). Critical depth averaged approach velocity adalah kecepatan
kedalaman rata-rata minimum dari aliran untuk gerakan sedimen yang akan
terjadi. Bentuk intensitas aliran (V/Vc) membutuhkan data kecepatan vertikal
yang diketahui atau diasumsikan (biasanya logaritmik) untuk menghitung
critical depth averaged velocity (Vc) dari Gambar 2.3. untuk sedimen yang
ada.
C. Pola Gerusan Lokas Di Sekitar Pilar Jembatan
Dalam (Ariyanto, 2010) gerusan lokal yang terjadi disekitar pilar
akan membentuk suatu pola gerusan tertentu. Pola gerusan setiap pilar
diamati setelah proses gerusan terjadi.
Gambar 2.3. Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar jajar genjang dengan
debit 848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).
Gambar 2.4 Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bulat dengan debit
848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).
Gambar 2.5. Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bujur sangkar dengan
debit848cm3/dtk(Ariyanto,2010)
Dari ketiga gambar di atas dapat dilihat bahwa pola kedalaman
gerusan lokal disekitar pilar adalah sama untuk posisi pilar yang sejajar
dengan arah aliran yang datang, proses gerusan terjadi pada depan dan
belakang pilar , gerusan maksimum terjadi pada depan pilar, tetapi yang
berbeda adalah nilai kedalaman gerusan yang berbeda seiring bertambahnya
debit ditunjukkan pada gambar 3.5 dan gamabr 3.6. Pola kedalaman gerusan
lokal di sekitar pilar yang posisinya membentuk sudut terhadap arah aliran
yang datang, proses gerusan terjadi pada depan, samping dan belakang pilar
kedalaman gerusan maksimum terjadi di samping pilar seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.4 pola gerusan lokal di sekitar pilar untuk pilar
yang sejajar dengan arah aliran dan pilar yang membentuk sudut terhadap
arah aliran adalah berbeda.
D. Kedalaman Gerusan
Breuser dkk (1997) dalam Rinaldi (2002: 12), menyatakan bahwa
pengaruh kedalaman air terhadap kedalaman gerusan dapat diabaikan untuk
Do/ b>1. karena kompleksnya permasalahan gerusan lokal disekitar pilar,
terdapat perbedaan pendapat mengenai dasar parameter nondimensional
yang mempengaruhi gerusan lokal pada pilar.
Garde dan Raju (1997) dalam Rinaldi (2002: 12), menghubungkan
gerusan terhadap kekuatan sistem vorteks sehingga untuk pilar perlu
dipertimbangkan bilangan Reynold (Re=UR/v), sedangkan Liu dkk (1961)
dan Grade dkk dalam Grade (1961) dan Raju (1977), dalam Rinaldi
(2002:12), mempertimbangkan
sebagai parameter yang berpengaruh. Studi tersebut menyatakan
bahwa kecepatan dan kedalaman aliran serta diameter pilar mempengaruhi
kedalaman gerusan. Laursen (1962) dalam Grade dan Raju (1997) dalam
Rinaldi (2002:13) menemukan bahwa pada aliran dengan transportasi
sedimen (live-bedscour), pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusab kecil
sekali, tetapi kedalaman gerusan sangat dipengaruhi oleh kedalaman air.
sedangkan pada clear-water scour kecepatan aliran sangat berpengaruh
terhadap kedalaman gerusan.
Menurut Lee J.K dkk, (1994) dalam Rinaldi (2002:13) berdasarkan
data yang diperoleh, gerusan disekitar pilar diawali pada U/Ukr = 0.4-0.45
dan Fr =0.2, dan kedalaman relative gerusan adalah hubungan rasio
kecepatan, bilangan Froud, rasio gaya traktive dan bentuk pilar.
E. Gerusan dan Endapan
Menurut (Setyono, 2007) Gerusan adalah perubahan dari suatu aliran
yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida atau dapat
dikatakan juga bahwa gerusan adalah erosi pada dasar saluran alluvial.
Bila dari satu penampang ke penampang berikutnya (penampang 1 →
penampang 2) pada waktu tertentu kapasitas transport T meningkat, akan
terjadi gerusan pada dasar untuk memenuhi kekurangannya. Jadi
apabila:
⁄ gerusan ........................................................... (1)
Dimana x adalah jarak antara titik 1 dan titik 2
Jadi bukan kecepatan yang besar yang menimbulkan gerusan, tetapi
adanya perubahan kapasitas angkut sedimen.
Pada keadaan dT∕dx = 0 akan terjadi kondisi setimbang, yang hanya
terjadi pada aliran setimbang juga yaitu bila h = he, karena tidak terjadi
perubahan-perubahan terhadap Q dan v atai I juga tetap nilainya. Walaupun
rumus he tidak mengandung faktor sedimen, tetapi akan mencerminkan
kesetimbangan:
Pada h = he → dT∕dx = 0 → tidak terjadi gerusan maupun pengendapan.
Secara analogi, apabila: dT∕dx < 0 → akan terjadi kelebihan angkutan,
sehingga sebagian akan diendapkan → timbullah pengendapan.
Adapun faktor-faktor penentu angkutan sedimen (Cahyono, 2007), yaitu:
Sifat-sifat aliran (flow characteristic)
Sifat-sifat sedimen (sedimen characteristic)
Pengaruh timbal balik (interaction)
Untuk sedimen dasar pada aliran, tegangan geser dinyatakan dengan
persamaan Shield, yaitu tegangan geser non dimensional yang merupakan
fungsi dari angka Reynold dan diameter butiran.
................................................................. (2)
........................................................................... (3)
√ ..................................................................... (4)
..................................................................... (5)
...................................................................... (6)
(
)
...................................................................... (7)
Dimana:
U*c = Kecepatan geser kritis (m/det)
U* = Kecepatan geser (m/det)
= Rapat massa sedimen (kg/m3)
= Rapat massa air (kg/m3)
d = Diameter butiran (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
y0 = Ketinggian aliran (m)
S = Kemiringan dasar saluran
θ = Parameter mobilisasi kritis
= Tegangan geser dasar (N/m2)
= Tegangan geser kritis (N/m2)
Keterangan
terjadi gerusan
terjadi pengendapan
Dalam menganalisa tegangan geser dan variable-variabel di atas
digunakan diagram Shield, yang menggambarkan hubungan antara
parameter mobilitas kritis dengan bilangan Reynold, seperti pada gambar 2
berikut.
Gambar 2.6. Diagram Shield (Hubungan antara parameter mobilitas
kritis dan bilangan Reynold).
F. Faktor Yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan
Kedalaman gerusan yang terjadi disekitar bangunan air, jembatan
dan penyempitan air dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain adalah :
1. Kecepatan aliran pada alur sungai
Kedalaman gerusan lokal maksimum rerata di sekitar pilar sangat
tergantung nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan
rerata aliran dan kecepatan geser), nilai diameter butiran (butiran
seragam/tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan
local maksimum rerata tersebut merupakan gerusan lokal maksimum dalam
kondisi setimbang.
Liu dkk (1961), Garde (1961) dalam Garde dan Raju (1977)
menyatakan bahwa U/(g.y0)0,5 adalah parameter yang berpengaruh
terhadap kedalaman gerusan. Maza dan Sanches (1964) dalam Garde dan
raju (1977) menggunakan bilangan Froude = U/(g.y0)0,5, juga menyimpulkan
bahwa kecepatan aliran dan kedalaman aliran serta lebar pilar berpengaruh
terhadap kedalaman gerusan.
Kedalaman gerusan lokal maksimum rerata di sekitar pilar sangat
tergantung nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan
rerata aliran dan kecepatan geser), nilai diameter butiran (butiran
seragam/tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan
local maksimum rerata tersebut merupakan gerusan lokal maksimum dalam
kondisi setimbang.
Perlu diperhatikan bila :
a. apabila 0.50 > U/Uc tidak terjadi adanya pilar gerusan lokal dan tidak
terjadi transportasi sedimen pada daerah sekitar pilar,
b. apabila 1,0 > U/Uc > 0.50, penyebab utama terjadinya proses gerusan
adalah clear water scour dan ini akan terjadi gerusan lokal di daerah
sekitar pilar namun tidak terjadi proses transportasi sedimen. Pada kondisi
U/Uc < 1,0 maka kecepatan aliran sangat dominan dan menurut Shen
(1972) dan Graff (1995) dalam Berlianadi (1998:13) : kekuatan horseshoe
vortex dan angka Reynold pada pilar adalah :
(
) ……………………………..(8)
c. apabila 1,0 < U/Uc, penyebab utama adalah live bed scour karena proses
transportasi sedimen berlangsung terus akan tetapi tidak menimbulkan
dampak sampai tergerusnya dasar di sekitar pilar berarti pada daerah
tersebut terjadi kesetimbangan antara pengendapan dan erosinya.
2. Gradasi sedimen
Gradasi sedimen dari sedimen transpor merupakan salah satu factor
yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water
scour). kedalaman gerusan (ys/b) tak berdimensi sebagai fungsi dari
karakteristik gradasi sedimen material dasar (σ/d50). Dimana σ adalah
standar deviasi untuk ukuran butiran dan d50 adalah ukuran partikel butiran
rerata. Nilai kritikal dari σ/d50 untuk melindunginya hanya dapat dicapai
dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan dimana kekuatan
lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan meningkatnya pusaran air.
Dengan demikian nilai koefisien simpangan baku geometrik (σg) dari
distribusi gradasi sedimen akan berpengaruh pada kedalaman gerusan air
bersih dan dapat ditentukan dari nilai grafik Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Kedalaman gerusan seimbang di sekitar pilar fungsi
ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih (Breusers dan
Raudkivi, 1991)
Estimasi kedalaman gerusan dikarenakan adanya pengaruh distribusi
material dasar mempunyai nilai maksimum dalam kondisi setimbang pada
aliran air bersih (clear water) menurut Breuser dan Raudviki (1991:67)
adalah sebagai berikut : yse (σ)/ b= K d . y se d / b
3. Ukuran Pilar dan Ukuran Butiran Material Dasar
Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour
sangat dipengaruhi adanya ukuran butiran material dasar relatif b/d50 pada
sungai alami maupun buatan. Untuk sungai alami umumnya koefisien ukuran
butir relatif b/d50 pada kecepatan relatif U/Uc = 0,90 pada kondisi clear water
dan umumnya kedalaman gerusan relatif ys/b tidak dipengaruhi oleh
besarnya butiran dasar sungai selama b/d50 > 25.
Ukuran pilar mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal
pada kondisi clear-water sampai kedalaman terakhir, tidak dengan jarak
relatif (ys/b), jika pengaruh dari kedalaman relatif (y0/b) dan butiran relatif
(b/d50) pada kedalaman gerusan ditiadakan, maka nilai aktual dari (ys/b)
juga tergantung pada peningkatan dari bed material. Pada kasus gerusan
yang mengangkut sedimen (livebed),waktu diberikan untuk mencapai
keseimbangan gerusan dan tergantung pada rasio dari tekanan dasar ke
tekanan kritikal.
Berdasarkan data Laursen dan Toch (1956) dalam Breuser dan
Raudkivi (1971) menemukan persamaan untuk pilar bulat jembatan yaitu :
………………………………………...(9)
dengan :
b = lebar pilar jembatan (m)
h0 = kedalaman aliran (m)
Ki = faktor koreksi (untuk pilar bulat Ki = 1.0)
ym,e = kedalaman gerusan saat setimbang (m)
Volume lubang gerusan dibentuk untuk mengelilingi pilar dan
berbanding diameter kubik dari pilar itu sendiri, berarti semakin lebar pilar
semakin banyak gerusan dan semakin banyak pula waktu yang diperlukan
untuk melakukan penggerusan. Koefisien pengaruh ukuran pilar dan ukuran
butir material dasar (Kdt) ini menurut Ettema (1980) dalam Breuser (1991:68)
dapat pula untuk live bed scour.
4. Kedalaman Dasar Sungai Dari Muka Air
Dalam gerusan lokal yang terjadi dipengaruhi oleh kedalaman dasar
sungai dari muka air (tinggi aliran zat air), maka kecepatan relatif (u*/u*c) dan
kedalaman relatif (y0/b) merupakan faktor penting untuk mengestimasi
kedalaman gerusan lokal ini. Neil (1964) dalam Breuser (1991:70) kedalaman
gerusan lokal merupakan fungsi dari tinggi aliran dengan persamaan sebagai
berikut :
(
) ………………………………………(10)
Keseimbangan gerusan lokal pada aliran rendah akan tercapai jika
telah terjadi kesamaan nilai u*/u*c dan yo/b, dan pengaruh dari yo/b tidak
dapat dibedakan antara kondisi clear water scour dan live bed scour. Pada
u*/u*c yang konstan, faktor pengaruh dari kedalaman aliran dapat diabaikan
untuk y0/b ≥ 2, sedangkan korelasi antara kedalaman relatif (y0/b) dan
koefisien kedalaman air (Kda)
G. Pola Aliran
Kondisi aliran dalam saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan
permukaan bebas cenderung berubah menurut ruang dan waktu, disamping
itu ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air,
kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas. Kondisi fisik saluran
terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan saluran tertutup.
Berbagai pendekatan umum mengestimasi pola arus yang terjadi di
sekitar pilar jembatan umumya diperoleh dari hasil-hasil penelitian mengingat
kompleksitas permasalahan tersebut seperti estimasi perilaku hidrodinamika
yang terjadi pada hulu pilar jembatan. Pola arus dari aliran yang terjadi akan
berkembang sesuai dengan mekanisme lubang gerusan yang terjadi di daera
amatan serta dipengaruhi adanya bentuk pilar dan telapak pilar. Berkaitan
dengan hal tersebut di atas Shen (1971) dan Raudkivi (1991) dalam Aisyah
(2004:7) dari hasil penelitiannya didapat bentuk pola arus yang berbeda yang
menyebabkan adanya gerusan lokal di sekitar pilar seperti pada Gambar 2.8.
Dengan demikian maka pola arus sangat dipengaruhi adanya bentuk pilar,
tapak pilar serta pola debit yang terjadi.
Menurut Breuser (1996) dalam Aisyah (2004:7), perkembangan proses
gerusan tergantung pada kecepatan aliran dan intensitas turbulen pada
transisi antara fixed dan erodible bed, oleh karena itu tidak diperlukan
informasi mengenai kecepatan dan turbulensi dekat dasar pada lubang
gerusan. Dalam Breuser (1991:63) dikatakan bahwa bentuk aliran pada
lubang gerusan di saluran dua dimensi hampir mirip dengan lapis turbulen.
Arus atau olakan air lunak terbentuk dekat dasar pada lubang gerusan dan
berakhir pada lokasi kedalaman gerusan maksimum, di daerah ini aliran
sangat turbulen dan menyebabkan transpor sedimen dasar. Pada lokasi di
sebelah hilir kedalaman gerusan maksimum, profil kecepatan menurun
perlahan kembali ke kondisi normal dan turbulensi berkurang.
Gambar 2.8. Pola arus penyebab gerusan lokal pada pilar silinder (Sumber :
Breusers dan Raudkivi, 1991:63.
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola aliran :
1. Debit aliran
Debit aliran merupakan hubungan perkalian antara kecepatan aliran
dengan luas penampang basah saluran. Ven Te Chow(1989),dalam
Sudiyono dkk.(2014)
Q = U . A ................................................................ ( 11 )
Dimana:
Q = Debit aliran, m3/det
U = Kecepatan aliran rata-rata, m/det
2. Kecepatan Aliran Rata-rata
Menuruut Ven Te Chow(1989),Sudiyono dkk(2014) kevepatan aliran
rata-rata merupakan perbandingan antara debit aliran yang melewati saluran
(Q) dengan luas penampang basah (A) seperti persamaan dibawah ini:
…………………………………………….(12)
Dimana :
U = Kecepatan aliran rata-rata,(m/det)
Yo = Kedalaman aliran (m)
B =Lebar saluran,(m)
Q =Debit,(m3/det)
A =Luas penampang aliran,(m2)
3. Bilangan Reynolds
Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Reynold. Menurut
Reynold tipe aliran dibedakan sebagai berikut:
a. Aliran laminer adalah suatu tipe aliran yang ditunjukkan oleh gerak
partikelpartikel menurut garis-garis arusnya yang halus dan sejajar.
Dengan nilai Reynolds lebih kecil lima ratus (Re<500).
b. Aliran turbulen mempunyai nilai bilangan Reynolds lebih besar dari seribu
(Re>1000), aliran ini tidak mempunyai garis-garis arus yang halus dan
sejajar sama sekali.
c. Aliran transisi biasanya paling sulit diamati dan nilai bilangan Reynolds
antara lima ratus sampai seribu (500≤Re≤1000).
Persamaan untuk menghitung bilangan Reynolds yaitu :
……………………………………………………(13)
Dimana :
Re =Bilangan Reynolds
U =Kecepatan Aliran(m/det)
l =Panjang Karakteristik (m)
v =Visikositas Kinematik(m2/dtk)
4. Bilangan Fraude
Menurut Chow (1959) dalam buku Open Channel Hydraulics dalam
Mulyandari (2010) dijelaskan bahwa akibat gaya tarik bumi terhadap aliran
dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan gaya tarik bumi (g). Rasio ini
diterapkan sebagai bilangan Froude (Fr). Bilangan Froude untuk saluran
terbuka dinyatakan sebagai berikut, yaitu :
a. Aliran kritis, jika bilangan Froude sama dengan satu (Fr = 1) dan gangguan
permukaan misal, akibat riak yang terjadi akibat batu yang dilempar ke
dalam sungai tidak akan bergerak menyebar melawan arah arus.
b. Aliran subkritis, jika bilangan Froude lebih kecil dari satu (Fr < 1). Untuk
aliran subkritis, kedalaman biasanya lebih besar dan kecepatan aliran
rendah (semua riak yang timbul dapat bergerak melawan arus).
c. Aliran superkritis, jika bilangan Froude lebih besar dari satu (Fr > 1).
Untuk aliran superkritis, kedalaman aliran relatif lebih kecil dan
kecepatan relatif tinggi (segala riak yang ditimbulkan dari suatu gangguan
adalah mengikuti arah arus).
Persamaan untuk menghitung bilangan Froude, yaitu :
√ ………………………………………………(14)
Dimana :
Fr =Bilangan Fraude
U =Kecepatan Aliran (m/det)
g =Percepatan Gravitasi (m/det2)
h =Kedalaman Aliran (m)
Nilai kecepatan (U) diperoleh dengan rumus :
……………………………………………………(15)
Dimana :
Q =Debit Aliran (m3/dtk)
A =Luas aliran (m2)
Nilai luas saluran (A) diperoleh dengan rumus :
…………………………………………………..(16)
Dimana
h =Tinggi aliran(m)
b =Lebar aliran(m)
5. Koefesien Kekerasan Manning
Menurut Chow (1989),Faktor-faktor yang mempengaruhi kekesaran
manning sebagai berikut :
a. Kekasaran permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk
butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek
hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus
menyebabkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai
n yang tinggi.
b. Tetumbuhan yang juga memperkecil kapasitas saluran dan
menghambat aliran.
c. Ketidakteraturan saluran, yang mencakup pula ketidakteraturan keliling
basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran.
Secara umum perubahan lambat laun dan teratur dari penampang
62 ukuran dan bentuk tidak terlalu mempengaruhi nilai n, tetapi
perubahan tiba-tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar
memerlukan penggunaan nilai n yang besar.
d. Trase saluran, dimana kelengkungan yang landai dengan garis tengah
yang besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, sedangkan
kelengkungan ang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan
memperbesar nilai n.
e. Pengendapan dan penggerusan. Secara umum pengendapan dapat
mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup
beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat
berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari
pengendapan akan tergantung dari sifat alamiah bahan yang
diendapkan.
f. Hambatan, berupa balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya
yang cenderung memperbesar nilai n.
Besarnya koefisien dasar saluran dapat dihitung menurut Chow, (1989)
dalam Koyarki dkk(2012) dengan rumus :
…………………………………………..(17)
Dimana :
n =Koefesien kekerasan Manning
v =Kecepatan Aliran(M/dtk)
R =Jari-jari Hidrolik(m)
I =Kemiringan Saluran
Nilai jari-jari hidraulik(R) diperoleh dengan rumus :
………………………………………………….(18)
Dimana :
P = Kelliling Penampang Basah(m)
A= Luas Daerah(m2)
Nilai kemiringan saluean(I) diperoleh dengan rumus :
…………………………………………………..(19)
Dimana :
= Beda Tinggi Saluran Hulu Dan Hilir (m)
= Panjang Tinjauan Hulu dan Hilir(m)
Bahan N
Besi tulang lapis 0.014
Kaca 0.010
Saluran beton 0.013
Bata dilapis mortar 0.015
Pasangan batu disemen 0.025
Saluran tanah bersih 0.022
Saluran tanah 0.030
Saluran dengan dasar batu dengan
tebing rumput
0.040
Saluran pada galian batu padas 0.040
Sumber : TrSumber: Tiatmodjo, 2008
Tabel 2.1. Koefisien kekasaran manning
H. Tranportasi sediment
Proses terjadinya sedimen dalam Ispasiharjo (1993) dalam munadi
(2002:10,yaitu mempelajari tempat bahan granular (non kohesi), yang
disebabkan oleh aliran air,sedangkan besarnya angkutan sedimen ditentukan
dari perpindahan tempat sedimen yang melalui suatu tampang lintang selama
waktu periode waktu yang cukup.
Pragjono (1987:33) dalam Handis (2002:11), mengemukakan tentang
perbedaan sedimen, cara transportasi, dan asalnya, yaitu :
1. Bed Load adalah partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar
sungai secara keseluruhan atau dapat juga disebut muatan sedimen
dasar. Adanya muatan sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel
dasar sungai, gerakan itu dapat bergeser, melompat, menggelinding,
namun tidak terlepas dari dasar sungai. Gerakan ini mampu terjadi pada
jarak tertentu, dan tenaga yang mengerakkan pertama kali adalah tenaga
tarik (dragforce) yang dengan kapasitas tertentu dapat menggerakkan
partikel dasar sungai.
2. Suspended load adalah muatan sedimen yang bergerak melayang dalam
suatu aliran dan didukung oleh air, serta memiliki intensitas interaksi yang
kecil terhadap dasar sungai, akibat dari turbulensi aliran.
Dari cara bahan dasar yang ditransport menurut asalnya, Pragjono
mengemukakan dua hal :
a) Bed Material Transport yaitu asal transport bahan yang berasal dari
dasar sungai, yang berarti pergerakannya ditentukan oleh keadaan aliran
sungai yang berupa bed load dan suspended load.
b) Wash Load yang artinya transport bahan sebagian kecil atau bahkan
tidak berasal dari dasar sungai tetapi dari luar.
I. Baffle Block
Baffle block adalah suatu bentuk bangunan dimana bangunan ini
sering digunakan pada bendungan sebagai peredam energi pada kola olakan
bendungan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan
peredam energy dengan menggunakan baffle block.
Agnes (1999) melakukan penelitian tentang pemasangan atau
penambahan baffle block pada kolam olak lantai miring. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa pemasangan baffle block yang berbeda akan
menghasilkan panjang kolam olakan yang berbeda pula. Sedangkan pada
model pelimpah yang tidak memakai baffle block loncatan yang dihasilkan
lebih panjang dibanding model yang memakai baffle block.
Atmaja (2003) melakukan penelitian tentang efektifitas ukuran baffle
block pada kolam olakan tipe IV, pada penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa baffle block dalam berbagai ukuran akan mempengaruhi kecepatan
aliran dihillir (V2)dan panjang loncatan air dihilir (LJ). pemasangan baffle block
sangat efektif untuk meredam kecepatan di hilir (V2)dan panjang loncatan air
dihilir (LJ).
Tauvan (2009) melakukan penelitian tentang efektifitas baffle block
pada kolam olak tipe solid bucket. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa baffle block yang paling efektif yang dileteakkan dua baris tegak lurus
arah aliran secara bersilangan. Baris pertama diletakkan di awal cekungan
kolam olak. Penelitian ini menggunakan dimensi baffle block yang berbda
dan perletakan yang bervariasi pada kolam olak. Dengan tujuan untuk
perbandigan efektifitas peredam energi.
Honing (2009) melakukan penelitian tentang pelimpah bertangga
sebagai peredam energi pada kolam olak tipe solid roller bucket. Dari hasil
penelitian imi dapat diketahui bahwa semakin besar deit (Q) maka panjang
pusaran air (LJ) yang terjadi semakin panjang. Hasil penelitian menujukkan
tangga model datar memanjang adalah yang paling efesien meredam
panjang loncatan air pada kolam olak.
Kelebihan baffle block
Berfungsi untuk menimbulkan loncatan hidraulik dan mereduksi
kecepatan aliran sehingga tidak terjadi gerusan yang membahayakan
geometri sungai yaitu pada bagian dasar dan tebing sungai.
Kekurangan baffle block
Baffle block yang memiliki kemiringan yang curam kurang efektif untuk
mereduksi gerusan dan pola pemasangan baffle block dengan antar jarak
baffle block di sesusaikan sehingga memiliki kemampuan menstabilkan aliran
yang lebih baik.
J. Analisis SPSS
1. Regresi Linear Sederhana
Regresi linear sederhanaadalah hubungan secara linear antara satu
variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). analisis ini digunakan
untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen apakah positif atau negatif serta untuk memprediksi nilai
dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami
kenaikan atau penurunan nilai. Data yang digunakan biasanya berskala
interval atau rasio.
Rumus dari analisis regresi linear sederhana adalah sebagai berikut :
Y’ = a + Bx ……………………………………………………(20)
Keterangan :
Y = subyek dalam variabel dependen yang diprediksi
a = harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah garis
naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
X = subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai
tertentu.
Jika harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien
korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi
rendah maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi
negatif maka harga b juga negatif., sebaliknya bila koefisien korelasi positif
maka harga b juga positif.
2. Uji Determinasi (R2)
Uji determinasi atau R2 merupakan suatu ukuran yang menginformasikan
besar pengaruh antara variabel x dan y. menurut Sugiyono (2007) pedoman
untuk memberikan interpretasi koefisien relasi sebagai berikut:
0.00’ – 0.199 = sangat rendah
0.20 – 0.399 = rendah
0.40 – 0.599 = sedang
0.60 – 0.799 = kuat
0.80 – 1.000 = sangat kuat
K. Lapisan Batas (Boundary Layer)
Pada setiap aliran udara yang melalui suatu benda akan mengalami gesekan
dengan permukaan benda tersebut. Gesekan ini akan menimbulkan suatu
hambatan / tahanan. Besar kecilnya tahanan ditentukan oleh :
a. Kekasaran permukaan benda
b. Kecepatan udara yang mengalir
c. Letak benda terhadap aliran udara
Dengan adanya gesekan permukaan (skin friction) maka pada setiap aliran
udara yang mengalir melalui benda akan menyebabkan adanya perubahan
kecepatan aliran udara dari yang paling kecil sampai dengan suatu daerah yang
mempunyai kecepatan udara bebas, karena adanya separasi aliran. Kecepatan tiap
lapisan udara berbeda-beda sehingga tampak batas setiap lapisan.
Apabila aliran udara mengalir pada suatu benda yang kemudian terjadi lapisan-
lapisan aliran udara yang rata serta sejajar dengan permukaan benda tadi, maka
aliran udara yang demikian disebut aliran udara laminer. Pada aliran udara laminer
ini juga terjadi boundary layer, sehingga kecepatan lapisan udara yang dekat
dengan permukaan benda akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan lapisan
udara yang di titik yang lebih jauh dari permukaan benda. Di dalam boundary layer
pengaruh viskositas relatife besar sehingga profil kecepatan tidak uniform. Di luar
boundary layer, tidak ada pengaruh viskositas sehingga aliran dapat diperlakukan
sebagai inviscid flow.
Lapisan batas (boundary layer) adalah lapisan tipis pada permukaan padat (solid
surface) tempat fluida mengalir dimana pengaruh viskositas relatif besar. 5
Gambar. 2.9 Boundary Layer
Dari gambar 2.11, dapat dijelaskan bahwa fluida mengalir dengan
kecepatan seragam sebesar U∞ (kecepatan aliran bebas). Sewaktu melewati
permukaan padat, terbentuklah shear layer yang menghasilkan profil
kecepatan seperti yang tampak dalam gambar diatas. Pada titik A dan A’,
fluida memiliki kecepatan nol (disebut no-slip condition). Pada titik B dan B’,
fluida memiliki kecepatan sebesar U∞, dimana >. Pada 0 ≤ y ≤ dan 0 ≤ y ≤ ,
besarnya kecepatan dinyatakan 0 ≤ U ≤ U∞. pada y > dan y >, harga U = U∞,
ini berarti tidak ada gradien kecepatan, atau dengan kata lain gaya geser
yang bekerja sama dengan nol.
Pada lapisan batas, efek viskositas masih terjadi atau gradien kecepatan pada
arah vertikal masih terjadi. Di atas boundary layer fluida mengalir dengan kecepatan
seragam sebesar U∞. Boundary layer merupakan keadaan yang dinyatakan sebagai
lapisan dimana kecepatan aliran fluida sebesar 0,99 U∞.
Table 2.2 matriks penelitian terdahulu
No
JUDUL NAMA PENULIS
TAHUN METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
KESIMPULAN
1 KARAKTERISTIK GERUSAN PILAR SEGI EMPAT UJUNG BULAT PADA KONDISI TERJADI PENURUNAN DASAR SUNGAI DENGAN PROTEKSI TIRAI
Alifi Yunar
jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium
1. Data aliran dan butiran
2. Kedalaman gerusan
3. Penurunan dasar
Nilai perubahan kedalaman dasar baik itu kedalaman gerusan lokal maksimum ataupun penurunan dasar yang terjadi adalah nilai relatif
2 PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL
Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat
2006 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium
1. Tingi aliran (h) 2. Kecepatan
aliran (v) 3. Debit aliran (Q)
1. Dari pengujian yang dilakukan, perubahan debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan.
2. Pilar yang paling baik digunakan untuk pilar jembatan adalah pilar dengan bentuk bulat, Jika dibandingkan dengan pilar dengan bentuk persegi dan jajarangenjang.
3 PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DI PILAR DENGAN CHASING PENGAMAN
Hery Prasetyo E 2006 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium
1. Debit aliran (Q) 2. Ketinggian
aliran (h) 3. Kondisi aliran 4. Kecepatan
aliran (v)
1. Perkembangan gerusan adalah
suatu fungsi power terhadap
waktu. Pertambahan gerusan
berlangsung cepat pada
menit-menit awal pengujian
dan selanjutnya semakin
kecil seiring bertambahnya
waktu sampai mendekati nol.
35
4 PENGARUH ARAH ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN
Okky Martanto Wibowo
2007 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium
1. Karakteristik aliran
2. Kedalaman gerusan
3. Debit pengaliran
1. Penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal terjadi secara cepat pada berbagai sudut pilar.
2. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gerusan di sekitar Pilar lenticular adalah sudut pilar
terhadap arah aliran.
3. Gerusan terbesar pada pilar
lenticular dengan berbagai
variasi sudut pilar terhadap
arah aliran terjadi pada
bagian hulu pilar pada titik
pengamatan 12. Kedalaman
gerusan maksimum dari
semua pilar lenticular terjadi
pada pilar sudut 150,
sedangkan kedalaman
gerusan minimum dari semua
pilar lenticular terjadi pada
pilar sudut 0870
5 GERUSAN LOKAL DISEKITAR ABUTMENT JEMBATAN LABUAN
Nina Bariroh Rustiati
2007 Objek penelitian adalah jembatan labuan
1. Kedalam gerusan
2. Tinggi riprap
Gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment adalah kejadian turunnya dasar sungai di sekitar abutment akibat adanya system pusaran (vortex system) yang timbul akibat terhalangnya aliran oleh abutment.
36
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sungai
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar dengan waktu
penelitian dilakukan selama 3 bulan.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah permodelan fisik dengan skala
terdistorsi. Model fisik dipilih untuk dibuat atau dilakukan apabila fenomena
fisik dari permasalahan yang ada diprototipe dapat dibuat dengan skala yang
lebih kecil dengan kesebangunan yang cukup memadai. Agar pada proses
pembuatan model tersebut terdapat kesamaan yang tinggi maka perlu
adanya dua tahap pengecekan model.
Tahap pertama yaitu kalibrasi. Kalibrasi adalah pengaturan model agar
supaya data-data yang ada di prototipe sesuai dengan yang ada di model.
Tahap kedua yaitu verifikasi. Tahap verifikasi ini dilakukan setelah
tahap pertama telah memenuhi syarat dari tahap pertama. Verifikasi adalah
pembuktian bahwa model sudah sesuai dengan yang ada di prototipe tanpa
merubah atau mengatur model lagi. Data-data yang dieperlukan untuk
verifikasi itu sama dengan data-data yang digunakan pada kalibrasi.
Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni :
55
1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari simulasi model fisik
dilaboratorium.
2. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari literaturdan hasil penelitian
yang sudah ada baik yang telah dilakukan dilaboratorium maupun
dilakukan ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian Pengaruh
Penggunaan Baffle Block pada pilar jembatan sebagai pelindung
terhadap gerusan.
C. Bahan dan Alat
Pada penelitian ini menggunakan model pelindung gerusan Baffle
Block dengan slop 1:1, 1:3, dan 1:5 serta penampang morfologi sungai.
Bahan dan alat yang diguanakan pada uji model fisik ini antara lain:
1. Pompa sentrifugal berkapasitas 1050 ltr/menit
2. Jaringan pipa PVC 3”
3. Stop kran
4. Bak penampungan air kapasitas 12m3
5. Pintu ukur debit
6. Pintu ukur untuk mengatur debit yang dialirkan
7. Bak sirkulasi air dengan kapasitas 12m3
8. Pasir sebagai bahan pembentuk dasar sungai
9. Alat ukur untuk mengukur debit aliran
10. Point gauge untuk mengukur kedalaman dasar sungai.
11. Current meter untuk mengukur kecepatan aliran
56
12. Penggaris sebagai pengukur kedalaman kedalaman gerusan.
D. Variabel Yang Diteliti
Berdasarkan maksud dan tujuan penelitian ini, pengujian model
pelindung gerusan pada pilar dilaksanakan pada model saluran terbuka
(flume) dengan kajian pada dasar dan disekitar pilar jembatan. Pelaksanaan
penelitian dengan mengacu pada rancangan yang telah disetujui, guna
mendapatkan data sebagai bahan kajian.
Model fisik ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengidentifikasi
serta mengamati pola gerusan pada dasar sungai disekitar pilar jembatan
dengan variasi tinggi aliran (h), durasi pengaliran (t), dan debit aliran (Q) serta
pengamatan karakteristik aliran pada model pelindung gerusan yang diberi
variasi Baffle Block.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel
independen (variabel X) dan variabel dependen (variabel Y). Adapun
penjelasan dari kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut ini
1. Variabel independen (variabel X)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
2. Variabel dependen (variabel Y)
57
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. variabel
terikat merupakan variabel yang di pengaruhi atau menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas.
Berdasarkan penjelasan di atas, variabel dari penelitian ini adalah
sebagai berikut ini.
a. Variabel bebas (X) : Buffle Block, pilar jembatan
b. Variabel terikat (Y) : Gerusan.
E. Perancangan Model
Rancangan model peredam energi dibuat dengan skala model
terdistorsi, dimana skala horizontal sama dengan skala vertikal. Rancangan
model yang akan dibuat yaitu dengan kemiringan 1:1, 1:3, dan 1:5.
Perbedaan kemiringn ini dilakukan agar mendapatkan perbandingan dari
ketiga variasi. Dimana akan dilakukan pengamatan mana yang lebih
maksimal dalam melindungi pilar agar tidak terjadi gerusan. Adapun bentuk
rancangan seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.1. Dena tampak atas penempatan baffle blok pada pilar.
58
Gambar 3.2. Tampak samping penempatan baffle block pada pilar.
Gambar 3.3. Perspektif tampak baffle block
Gambar 3.4. Baffle block kemiringan 1:1
59
Gambar 3.5. Baffle block kemiringan 1:3
Gambar 3.6. Baffle block kemiringan 1:5
Gambar 3.7. Perletakan pias untuk titk pengamatan
60
Gambar 3.8. Perletakan baffle block pada model flume saluran terbuka
F. Langkah Langkah Penelitian
1. Persiapan Bahan
a) Pembuatan model pelindung gerusan (baffle block) dengan variasi
slop 1:1, 1:3, dan 1: 5
b) Persiapan bahan dasar sungai menggunakan pasir dengan diameter
sesuai hasil analisa saringan.
c) Air bersih di bak penampang
2. Persiapan Alat Laboratorium
1. Periksa alat pompa air dan dicoba
2. Bak penampung dan peredam agar aliran seragam.
3. Bak ukur debit dikalibrasi
4. Pengaturan waktu (stopwatch) dan gelas ukur
5. Mistar dan point gauge
6. Currel meter
61
G. Penentuan Perubahan Penampang Saluran
Perubahan dasar saluran atau sungai disekitar pilar jembatan
ditentukan setelah dilaksanakan running dengan beberapa model.
Pengamatan dilakukan setelah saluran dikosongan air. Konfigurasi dasar
sungai ditentukan dengan mengukur kedalaman dasar sungai pada daerah
pengamatan dengan menggunakan “point gauge”.
Titik-titik pengamatan berupa propel pengamatan yang hasilnya dapat
digambarkan dalam satu bidang kontur ketinggian (konfigurasi) dasar sungai.
Material pembentuk dasar sungai adalah material tidak berkohesi,
dalam hal ini digunakan pasir sedang yang berdiameter sesuai hasil analisa
saringan. Perlakuan terhadap pembentukan dasar sungai model dilakukan
sedemikian rupa untuk memperoleh bentuk saluran dan tingkat kepadatan
yang relatif sama untuk setiap simulasi.
H. Pencatatan Data
Pencatatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu data kondisi awal
sebelum running, data pada saat running, dan data setelah dilakukan
running.
Data Yang Diambil Saat Pengaliran.
1. Kondisi awal sungai, elevasi dan kemiringan sungai tiap seksi yang
ditinjai
2. Pantauan debit aliran melalui tinggi air pada alat ukur debit (hT). Data
yang diambil saat pengaliran
62
Gambar 3.9 Pengambilan data sebelum pengaliran
1. Data Yang Diambil Saat Pengaliran
a) Karakteristik aliran disekitar Baffle Block
b) Ketinggian aliran ditempat yang ditinjau
c) Pengaturan kecepatan dengan alat current meter pada tempat yang
ditinjau.
Gambar 3.10 Pengambilan data saat pengaliran
2. Data Yang Diambil Setelah Pengaliran
a) Untuk pengaliran selama 5, 10, dan 15 menit diambil data elevasi tiap
tinjauan potongan melintang
b) Jarak pengambilan data adalah 2 cm
63
Gambar 3.11 Pengambilan data setelah pengaliran
I. Kalibrasi Alat Ukur Debit
Kalibrasi terhadap alat ukur debit dimaksudkan untuk menentukan
koefisien debit Cd berdasarkan rumus debit pada persamaan berikut:
(
) √ …………………………………(22)
Dimana:
Q = debit aliran (m3/dt)
Cd = Koefisien Debit
g = Grafitasi bumi (m/dt2)
H = Kedalaman air pada bak pengukur debit (m)
Untuk menentukan nilai Cd dari persamaan diatas, harus diketahui
besarnya tinggi aliran (ht) pada alat ukur debit. Agar diperoleh hasil Cd yang
teliti maka dilakukan pengukuran tinggi h, dan Q yang berbeda-beda. Dari
hasil pengkalibrasian diperoleh koefisien debit Cd rata-rata dan dipergunakan
dalam penelitian ini.
64
Dimensi model dan kemampuan pompa dalam menentukan debit
maksimum yang dapat dialirkan. Debit maksimum diperoleh pada tinggi air
dialat ukur debit (ht) dalam pengaliran ini dilakukan 3 variasi tinggi aliran ht.
J. Kalibrasi kedalaman air
Kalibrasi kedalaman aliran (h) dilakukan agar diperoleh kedalaman
aliran. Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air, untuk mendapatkan
tinggi aliran rata-rata (hr) yang terjadi dilakukan dengan point gauge.
K. Kecepatan Aliran Air (m/dtk)
Kecepatan aliran (v) adalah kecepatan aliran air yang terjadi di sungai
saat dilakukan pengujian. Kecepatan aliran diukur dengan alat pengukuran
kecepatan aliran current meter dengan rumus kecepatan:
………………………………………….(23)
Dimana:
V = kecepatan aliran (m/dtk)
n = jumlah putaran (dtk)
L. Waktu Running t (menit)
Waktu running diukur dengan menggunakan stopwatch. Pelaksanaan
running dengan mengalirkan air ke model sungai menggunakan pompa.
Pengaliran air melalui sungai sirkulasi ke bak penenang dan melalui alat ukur
debit Thompson terus masuk ke sungai pengamatan.
65
M. Simulasi Penelitian
Prosedur perolehan data secara garis besar adalah sebagai berikut:
a) Melakukan kalibrasi terhadap alat percobaan
b) Memasang baffle block
c) Material dasar sungai dituang sepanjang saluran (flume) dan dipadatkan
dengan ketebalan 10 cm. Selanjutnya pompa dihidupkan sampai waktu
terjadi keseimbangan.
Gambar 3.12. material pasir yang di gunakan
d) Elevasi muka air diatur untuk memperoleh kedalaman aliran yang
diinginkan yaitu h1=4 cm, h2=4,5 cm dan h3=5 cm.
e) Mengalirkan debit dengan lama waktu yang telah ditentukan yaitu t1=5
menit, t2=10 menit dan t3=15 menit.
f) Pengujian dengan variasi baffle block, 1:1, 1:3 dan 1:5 dengan tampa
adanya baffle block.
g) Mengamati karakteristik aliran disekitar pilar
66
h) Mengamati pola gerusan dan endapan yang terjadi pada dasar sungai
di sekitar pilar dan kemudian dicatat.
Gambar 3.13 Pengukuran kedalaman gerusan dan endapan
i) Air sisa/ kotor dikeluarkan dari flume melalui pipa pembuang
j) Prosedur 1-9 diulangi sebanyak 36 kali simulasi pada variasi waktu
pengaliran (t), debit pengaliran (Q) dan tinggi pengaliran (h).
N. Analisa Data
Dalam menganalisa data hasil percobaan maka dilakukan langkah-
langkah berikut
1. Program SPSS
SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah sebuah
software komputer yang salah satu fungsinya adalah untuk menghitung data
statistik. Pada program ini analisis data yang dilakukan akan lebih efektif dan
efesien karena berbagai fitur yang ada.
67
Dengan menggunakan Program SPSS ini maka akan diperoleh data
statistik mengenai perbandingan-perbandingan hasil pengujian di
laboratorium sehingga mendapatkan kesimpulan dari pengujian yang
dilakukan.
Cara mengolah data dengan program SPSS
a) Klik analyze > Descriptive Statistics > Descriptives.
b) Pilih variable yang akan dianalisis.
c) Klik options untuk memilih analisis statistika descriptif yang akan
dihitung.
d) Klik OK pada jendela Descriptives.
e) Hasil analisis ditampilkan pada jendela output
Gambar 3.14. Contoh grafik Hasil Pengolahan Data Menggunakan
Program SPSS
68
2. Program Surfer
urfer adalah salah satu dari perangkat lunak yang diciptakan untuk
kegunaan pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang
berdasarkan grid yang ada dan mempermudah serta mempercepat aktivitas
konversi data kedalam bentuk peta kontur dan plot permukaan. Salah satu
contoh penggunaan aplikasi surfer yaitu pembuatan peta kontur batimetri.
Dengan menggunakan software ini maka dapat diperoleh plot permukaan
dasar sungai sehingga dapat diketahui besar gerusan dan endapan yang
terjadi.
Secara umum langkah penggunaan Surfer :
1. Input data base map, post map, dan contour map dari soal ke
worksheet di Microsoft excel.
2. Pindahkan data dalam format (.xls) ke program server 9,
3. Mengolah data menjadi bentuk base map, post map, contour map, dan
untuk hasil yang lebih padu dan baik, grafik yang dihasilkan dapat
disatukan atau disajikan dalam bentuk 3D.
Berikut secara singkat langkah pemodelan kontur menjadi 3D
a. Masukkan data kontur yang telah dibuat.
b. Kemudian akan keluar peta kontur yang telah dibuat sebelumnya
dan silahkan ganti warna sesuka kalian.
c. Kemudian kita akan membuat dalam bentuk 3D. klik map pada tool,
kemudian klik New dan kemudian klik 3D Surace.
69
d. Maka akan muncul model 3D dari kontur yang telah dibuat.
Gambar 3.15. Contoh Hasil Pengolahan Data Menggunakan Surfer
70
O. Diagram Alir Penelitian
persiapan alat dan bahan
penelitian
selesai
Mula
Pemasang model pada saluran
Pelaksaanaan Uji model
l. Tampa baffle block
2. Fariasi baffle block
Analisa data pembahasan
Persiapan alat bahan
Pengamatan dan Pengambilan Data
Kecepatan Aliran (v), Tinggi Aliran (h),
(t) lama pengaliran serta kedalaman
gerusan dan endapan dengan 3 variasi
Kesimpulan dan saran
71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Penelitian
1. Umum
Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh
penempatan baffle block pada pilar jembatan sebagai pelindung
gerusan,untuk mengetahui pola gerusan dengan adanya variasi kemiringan
buffle block dan tanpa adanya buffle block serta kombinasi desain yang
paling efektif dalam meredam energi. Maka, dalam penelitian ini diuraikan
informasi terkait dengan data kecepatan aliran, tinggi aliran, lama pengaliran,
kedalaman gerusan serta persentase gerusan yang terjadi.
2. Kedalaman Aliran
Kedalaman Aliran diukur pada saat proses pengaliran pada flume, untuk
pengukuran ini digunakan tiga variasi pengambilan data kedalaman
pengaliran dengan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan tinggi bukaan
pintu yang diberikan. Untuk mendapatkan aliran rata-rata yang terjadi
dilakukan pengukurann mulai dari titik kiri penampang ,tegah, dan bagian
kanan. Dalam memperoleh kedalaman aliran yang terjadi,dilakukan
pengukuran dimulai dari hulu saluran, depan pilar, di belakang, dan bagian
hilir saluran. Berikut hasil pengukuran kedalaman aliran yang disajikan pada
tabel 4.1,4.2,dan 4.3
72
Tabel 4.1 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
tinggi aliran h rata-rata h
Kanan Tengah Kiri
(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1
Tanpa Buffle Block
Hulu
5 1.1 1.1 1.1 1.10
1.13 10 1.1 1.1 1.2 1.13
15 1.2 1.3 1 1.17
2 Sebelum pilar
5 1.1 1.2 1.3 1.20
1.27 10 0 1.5 1.5 1.00
15 1 2.8 1 1.60
3 Sesudah pilar
5 1 0.8 1.3 1.03
0.96 10 0 1 1.5 0.83
15 0 2 1 1.00
4 Hilir
5 1 1 3 1.67
1.31 10 0 1 1.8 0.93
15 0 2 2 1.33
Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.17
Tabel 4.2 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1
No.
Variasi Struktur
Titik Pengukuran
Waktu (t)
tinggi aliran h rata-rata h
Kanan Tengah Kiri
(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1
Buffle Block 1 :1
hulu
5 1.5 1.7 1.7 1.63
1.18 10 0.8 1 1 0.93
15 1 1 0.9 0.97
2 Sebelum pilar
5 2 1.8 2 1.93
1.63 10 0.7 1.3 1.2 1.07
15 1.2 3 1.5 1.90
3 Sesudah pilar
5 1.5 1.5 2 1.67
1.50 10 1.2 1 2 1.40
15 2 0.5 1.8 1.43
4 Hilir
5 1.1 1.5 2 1.53
1.24 10 0.9 0.5 0.8 0.73
15 1.8 0.6 2 1.47
Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.39
73
Tabel 4.3 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
tinggi aliran h rata-rata h
Kanan Tengah Kiri
(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1
Buffle Block 1 : 3
hulu 5 0.8 1 1.1 0.97
0.97 10 0.8 1 1.5 1.10
15 0.7 0.8 1 0.83
2 Sebelum pilar
5 0.5 0.8 1.1 0.80
1.10 10 1 1 1.8 1.27
15 1.5 0.7 1.5 1.23
3 Sesudah pilar
5 1 1.5 0.7 1.07
1.54 10 1 1.8 2.2 1.67
15 2.8 1 1.9 1.90
4 Hilir
5 1.4 1.5 1.6 1.50
1.43 10 1.5 1.9 2 1.80
15 1 0.9 1.1 1.00
Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.26
Tabel 4.4 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan baffle block 1:5
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
tinggi aliran h rata-rata h
Kanan Tengah Kiri
(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1
Buffle Block 1 :5
hulu
5 2 2 2.4 2.13
1.33 10 1 1.2 1.2 1.13
15 0.3 1.8 0.1 0.73
2 Sebelum pilar
5 2 2 2 2.00
1.47 10 1.1 1.8 1 1.30
15 1.1 2.2 0 1.10
3 Sesudah pilar
5 2.1 1.6 1.7 1.80
1.48 10 3 0.5 1.5 1.67
15 2 0.4 0.5 0.97
4 Hilir
5 2 2.2 1.7 1.97
1.52 10 2 0 1.4 1.13
15 1.9 0 2.5 1.47
Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.45
Sumber: Data Penelitian
74
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan
4.4 dapat dinyatakan bahwa kedalaman aliran paling tinggi terdapat pada
variasi Buffle Block 1:1 sebesar 1,63 cm, sedangkan kedalaman aliran paling
rendah terdapat pada saluran degan variasi Buffle Block 1:1 sebesar 0,97
cm.
3. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan Flow watch yang
berfungsi untuk memberikan data kecepatan secara otomatis terhadap aliran
pada saluran untuk titik pengamatan yang telah ditentukan.
Adapun titik pengamatan untuk kecepatan aliran adalah pada bagian hulu
saluran, depan pilar,sesudah piar dan hilir saluran. Data hasil pengamatan
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block
No.
Variasi Struktur
Titik Pengukuran
Waktu (t)
Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0
Kanan Tengah Kiri
(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)
(cm/dtk)
1
Tanpa Buffle Block
Hulu
5 0.3 0.3 0.3 30.00
34.44 10 0.8 0.4 0.9 43.33
15 0.3 0.4 0.2 30.00
2 Sebelum
pilar
5 0.4 0.2 0.4 23.33
26.67 10 0.5 0.4 0.6 33.33
15 0.2 0.4 0.1 23.33
3 Sesudah
pilar
5 0.7 0.7 0.7 50.00
24.44 10 0.5 0 0.6 20.00
15 0.1 0 0.1 3.33
4 Hilir
5 0 0.1 1.3 46.67
32.22 10 0 0.1 0.7 26.67
15 0 0.1 0.6 23.33
Rata -rata pengaliran keseluruhan 29.44
75
Tabel 4.6 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0
Kanan Tengah Kiri
(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)
(cm/dtk)
1
Buffle Block 1
:1
Hulu
5 0.2 0.2 0.2 20.00
25.56 10 0.4 0.4 0.4 30.00
15 0.3 0.2 0.3 26.67
2 Sebelum pilar
5 0.3 0.1 0.4 26.67
27.78 10 0.4 0.2 0.5 36.67
15 0.1 0.2 0.3 20.00
3 Sesudah pilar
5 0.6 0.1 0.5 40.00
43.33 10 0.5 0 1 50.00
15 0.6 0 0.6 40.00
4 Hilir 5 0.2 0.1 0.5 26.67
27.78 10 0.4 0 0.5 30.00
15 0.2 0 0.6 26.67
Rata -rata pengaliran keseluruhan 31.11
Tabel 4.7 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0
Kanan Tengah Kiri
(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)
(cm/dtk)
1
Buffle Block 1
:3
Hulu
5 0.6 0.4 0.6 36.67
32.22 10 0.5 0.1 0.6 26.67
15 0.4 0.4 0.4 33.33
2 Sebelum pilar
5 0.5 0.3 0.6 40.00
31.11 10 0.4 0.3 0.4 26.67
15 0.3 0.3 0.4 26.67
3 Sesudah pilar
5 0.8 0.1 0.9 46.67
40.00 10 0.3 0.2 0.5 30.00
15 0.9 0 0.9 43.33
4 Hilir
5 0.3 0.1 0.6 33.33
32.22 10 0.2 0.1 0.5 26.67
15 0.3 0.3 0.5 36.67
Rata -rata pengaliran keseluruhan 33.89
76
Tabel 4.8 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:5
No. Variasi
Struktur Titik
Pengukuran
Waktu (t)
Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0
Kanan Tengah Kiri
(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)
(cm/dtk)
1
Buffle Block 1
:5
Hulu
5 0.4 0.2 0.3 23.33
33.33 10 0.4 0.3 0.2 30.00
15 0.8 0.6 0.8 46.67
2 Sebelum pilar
5 0.3 0.3 0.2 26.67
28.89 10 0.4 0.4 0.3 36.67
15 0.4 0.3 0.4 23.33
3 Sesudah pilar
5 0.6 0 0.7 36.67
31.11 10 0.4 0 0.3 23.33
15 0.5 0 0.5 33.33
4 Hilir
5 0.3 0 0.5 26.67
44.44 10 0.4 0 0.5 30.00
15 1.5 0 0.8 76.67
Rata -rata pengaliran keseluruhan 34.44
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan pada tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan
4.8 dapat dinyatakan bahwa kecepatan aliran paling tinggi terdapat pada titik
pengukuran di hilir dengan variasi Buffle Block 1:5 sebesar 44,44 cm/dtk,
sedangkan kecepatan aliran paling rendah terdapat pada Baffle Block
dengan variasi Baffle Block 1:1 sebesar 25,56 cm/dtk.
4. Debit Aliran
Perhitungan debit aliran diperoleh dengan menggunakan dengan
persamaan (3) dengan data hasil pengkuran kecepatan dan kedalaman aliran
pada kalibrasi debit yang menggunakan variasi bukaan pintu yaitu 4 cm, 4,5
cm, 5 cm dengan variasi waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Sumber: Data Penelitian
77
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Aliran
Berdasarkan hasil perhitungan debit aliran, bukaan pintu 4 cm
mengalirkan debit air sebesar 0,000861324 m³/detik, dan bukaan pintu 4,5
cm mengalirkan debit sebesar 0,000912549 m³/detik, sedangkan bukaan
pintu 5 cm mengalirkan debit sebesar 0,001052333 m³/detik. Hasil
pengukuran debit aliran dapat di lihat pada table berikut
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kecepatan dan debit aliran
Q1 4 0.011 0.003196667 0.2694
Q2 4,5 0.012 0.003352222 0.2722
Q3 5 0.014 0.003826667 0.2750
0.000861324
variasi debit Tinggi aliran(m) Luas penampamg (m2) kecepatan rata-rata (m/dt) Debit(m3/dt)Bukaan
0.000912549
0.001052333
0
0,0002
0,0004
0,0006
0,0008
0,001
0,0012
0,2680 0,2700 0,2720 0,2740 0,2760
Deb
it p
enga
liran
kecepatan alran
Grafik Hubungan antara kecepatan dan debit aliran
Q1
Q2
Q3
78
ρs ρw ζ0=ρw . g .h .S ζc=Ɵ. ρw .g. Δ. d
Tanpa Buffle Blok 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.019 0.05 0.34335 0.23 0.343 0.228 Terjadi gerusan
Buffle Blok 1 : 1 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.020 0.08 0.40875 0.36 0.409 0.365 Terjadi gerusan
Buffle Blok 1 : 3 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.019 0.044 0.371145 0.20 0.371 0.201 Terjadi gerusan
Buffle Blok 1 : 5 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.021 0.09 0.426735 0.41 0.427 0.410 Terjadi gerusan
Ɵ ζ0 ζc Ket.Titik Pengamatan d50 s U*=( ζ0 / ρw ) 0.5(
⁄ ) ( ⁄ )
Δ=
( ) ( )
B. Analisa Hasil Penelitian
1. Tegangan Geser
Untuk sedimen dasar pada aliran, tegangan geser dinyatakan dengan
persamaan shield. Sebelum menghitung tegangan geser dilakukan uji analisa
saringan untuk mengetahui diameter butiran pasir yang digunakan.
Dalam menghitung tegangan geser digunakan persamaan 6, 8, 9 dan
10. Syarat terjadinya suatu gerusan apabila tegangan geser dasar lebih
besar dari tegangan geser kritis ( . Perhitungan Kecepatan Geser
dan Tegangan Geser Kritis pada saluran tanpa Buffle Blok sebagai berikut.
Table 4.10. hasil perhitungan tegangan geser
Dari table di atas dapat dinyatakan bahwa tegangan geser yang paling
besar berada di variasi baffle block 1:5 yaitu sebesar 0,427 N/m². sedangkan
tegangan geser yang paling kecil terjadi pada baffle block 1:3 yaitu 0,371
N/m².
79
(v)
Kekentalan Kinematis
(m)
Tinggi aliran kecepatan
(m/dtk)
Luas keliling penampang panjang karakteristik
0.003173333 0.563173333 0.005634736
0.003546667 0.563546667
0.002675556 0.562675556
0.006293475
0.004755059
0.003671111 0.563671111 0.00651286
ReynoldFraude
0.756
0.798
Variasi
Struktur
Titik
Pengukuran
hulu
Sebelum pilar
Sesudah pilar
Hilir
Tanpa Buffle
Block
0.01 0.34 0.000000894 1.033
0.898
1877
1300
2347
2171
0.01
0.01
0.01
0.27
0.24
0.32
0.000000894
0.000000894
0.000000894
Kekentalan Kinematis
(v)
Tinggi aliran
(m)
kecepatan
(m/dtk)
panjang karakteristik
0.003297778 0.563297778 0.005854413
0.004573333 0.564573333 0.008100512
0.0042 0.5642 0.007444169
Fraude Reynold
Buffle Block
1 :1
hulu 0.01 0.26 0.000000894 0.752 1674
Variasi
Struktur
Titik
PengukuranLuas keliling penampang
2517
Sesudah pilar 0.02 0.43 0.000000894 1.130 3608
Sebelum pilar 0.02 0.28 0.000000894 0.694
1921Hilir 0.01 0.28 0.000000894 0.7950.003484444 0.563484444 0.006183746
Kekentalan Kinematis
(v)
Tinggi aliran
(m)
kecepatan
(m/dtk)
0.562706667 0.004810085
0.00308 0.56308 0.005469915
0.004324444 0.564324444 0.007663046
0.004013333 0.564013333 0.007115671
Variasi
Struktur
Titik
PengukuranFraude ReynoldLuas keliling penampang panjang karakteristik
1.046 1734
Sebelum pilar 0.01 0.31 0.000000894 0.947 1904 Buffle Block
1 :3
hulu 0.01 0.32 0.000000894
Sesudah pilar 0.02 0.40
0.002706667
0.000000894 1.028 3429
Hilir 0.01 0.32 0.000000894 0.859 2565
2. Klasifikasi Aliran
Aliran air pada saluran diklasifikasikan berdasarkan angka Reynold dan
angka Froud, dimana nilai fr <1 aliran sub kritis,fr=1 aliran kritis,fr>1aliran
superkritis,dan Re<500 aliran laminer, Re >500 aliran turnulen,500<Re<1000
aliran transisi ,Hasil perhitungan bilangan Reynold dan angka Froud
sebagaimana disajikan pada tabel berikut
Tabel 4.11 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan tanpa Baffle
Block
Tabel 4.12 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1
:1
Tabel 4.13 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1
:3
80
Kekentalan Kinematis
(v)
Tinggi aliran
(m)
kecepatan
(m/dtk)
0.003733333 0.563733333 0.006622517
0.004106667 0.564106667 0.007279947
0.004137778 0.564137778 0.007334694
Fraude Reynold
Buffle Block
1:5
hulu 0.01 0.33 0.000000894 0.922 2469
Variasi
Struktur
Titik
PengukuranLuas keliling penampang panjang karakteristik
3755Hilir 0.02 0.44 0.000000894 1.150
2352
Sesudah pilar 0.01 0.31 0.000000894 0.817 2552
Sebelum pilar 0.01 0.29 0.000000894 0.762
0.004262222 0.564262222 0.00755362
Tabel 4.14 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1
:5
Dari hasil analisa angka Froud pada tabel diatas dapat diketahui tipe
aliran yang didasarkan pada nilai angka Froud (Fr). Aliran dikatakan sub kritis
apabila Fr < 1, aliran kritis apabila Fr = 1 dan aliran super kritis apabila Fr > 1.
Sedangkan untuk hasil analisa bilangan Reynold (Re), jenis aliran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis aliran yaitu aliran laminer apabila Re <
2000, aliran transisi apabila 2000<Re<4000 serta jenis aliran turbulen
apabila Re > 4000.
81
3. Perubahan Penampang Saluran
Perubahan penampang yang dimaksud dalam hal ini adalah
perubahan bentuk saluran dari bentuk saluran sebelum pengaliran, yang
mana terjadi akibat adanya gerusan dan sedimentasi. Perubahan
penampang untuk berbagai simulasi dijelaskan sebagai berikut
a) Saluran Tanpa Baffle Block
Untuk saluran tanpa buffle blok dilakukan simulasi sebanyak sembilan
kali dengan atau tanpa menggunakan buffle blok. Hasil pengamatan kondisi
perubahan penampang untuk kondisi pengaliran dengan tanpa buffle blok
diuraikan sebagai berikut, sedangkan hasil untuk kondisi simulasi yang lain
disajikan pada lampiran 1.
Pengaliran dengan ketinggian (h)=4 cm selama t=15 menit
mengakibatkan perubahan dasar saluran pada P7 bagian kanan terjadi
terjadi gerusan sedalam 1,5 cm bagian tengah terjadi gerusan sedalam 2,3
cm, dan bagian kiri terjadi gerusan sedalam 2 cm, . Pada profil P9 di bagian
kana terjadi gerusan sedalam 1,4 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam
2,5 cm dan gerusan sedalam 1,7 cm pada bagian kanan. Pada profil P10 di
bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah terjadi gerusan
sedalam 3 cm, dan gerusan 2 cm pada bagian kiri, Pada profil P11 di bagian
kianan terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah terjadi gerusan
sedalam 3 cm dan gerusan sedalam 1 cm terjadi pada bagian kiri, Pada profil
82
P12 di bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.3 cm, bagian tengah terjadi
gerusan sedalam 3 cm dan gerusan sedalam 1 cm terjadi pada bagian kiri.
Pada profil P14 bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1,7 cm, bagian tengah
terjadi gerusan sedalam 1,6 cm, dan endapan setinggi 1,1 cm terjadi pada
bagian kanan
Table 4.15 perubahan penampang untuk t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik
Gambar 4.2 grafik penampang saluran tampa menggunakan baffle block.
NO P7 P9 P10 P11 P12 P14
1 20 19.7 20 19 18.7 16.9
2 19.8 19.6 19.5 19 19 17
3 19.9 19.7 19.5 19 19 18.9
4 20 19.7 19.5 19 19 19.3
5 20 20.3 19.7 19.2 20 19.4
6 20.2 20.4 21 20.8 20.8 20
7 20.3 21.5 21 21 21 19.6
8 20.3 21.3 21 20.8 21 19.7
9 19 20.2 20.2 20.5 20.1 20.2
10 20 19.8 19.8 20.6 19.4 19.8
11 19.5 19.5 19.5 19.5 19.3 19.6
12 19.5 19.4 19.5 19.3 19.3 19.7
0
5
10
15
20
25
30
-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Grafik Perubahan Penampang Saluran tanpa Menggunakan Buffle Block dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324m3/dtk
ElevasisaluranElevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
83
Dari grafik penampang saluran di atas dapat di nyatakan bahwa
gerusan yang paling dalam terjadi di di titik 12,5 jarak melintang P9, dan
gerusan terkecil terjadi di titik 22,5 jarak melintang P14, sedangkan terjadi
endapan pada titik 28 jarak melintang P14.
b) Saluran Dengan Baffle Block 1:1
Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan
perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami
gerusan sedalam 0,9 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, dan
bagian kiri terjadi gerusan sadalam 1 cm. Pada profil P10 bagian kiri
mengalami gerusan sedalam 0,9 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam
2.5 cm, dan bagian kiri terjadi gerusan sedalam 1 cm. Pada profil P11 bagian
kiri saluran menglami gerusan sedalam 1 cm, bagian tengah tidak terjadi
gerusan dan endapan, dan bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.5 cm,
Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 1 cm, dan
bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P13 bagian
kiri saluran mengalami gerusan sedalam 1,5 cm ,dan pada bagian kanan
saluran terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada profil P14 bagian kiri saluran
mengalami gerusan sedalam 2,5 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan
sedalam 2,5 cm. Pada profil P14 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam
2,5 cm, bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P15
bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 2 cm, dan bagian kanan saluran
84
terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi
endapan setebal 2 cm, dan bagian kana terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada
profil P17 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah
terjadi gerusan sedalam 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan sedalam 2,4
cm. Pada profil P18 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1,2 cm,
bagian tengah terjadi gerusan sedalam 0,2 cm, dan pada bagian kanan
saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm
Table 4.16. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:1
Gambar 4.3 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 18.9 18.9 19 19 19.5 20.5 20 20 19.5 19.2 19
2 18.7 19.3 20 19 18 18 18 18 19.2 19 19
3 18.7 19.3 20 18 18 18 18 18 19.2 19 19
4 19 20 18 18 18 18 18 18 19 18.7 19
5 19.1 20 18 18 18 18 18 18 19 18.5 18.5
6 19.5 20.5 18 18 18 18 18 18 19 18.6 18.2
7 19.5 20.5 18 18 18 18 18 18 19 18.8 18.5
8 19.4 20 18 18 18 18 18 18 19 18.9 18.5
9 19.2 19.5 18 18 18 18 18 18 20.4 19.8 19.3
10 19.2 19.4 20.2 18 18 18 18 18 20.2 19.7 19.4
11 19 19 20 19.5 21 20 20 20 20.4 19.7 19.4
12 19 19 19.5 19.5 20 20.5 20 20 20.4 19.9 19.5
0
5
10
15
20
25
30
-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 : 1 dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324m3/dtk
ElevasisaluranElevasi awal
P9
P10
P13
P14
85
Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan
yang paling dalam terjadi di di titik 2,5 sampai 7,5 cm jarak melintang P17,
dan gerusan terkecil terjadi di titik 22,5 sampai 25 cm jarak melintang P9.
Dan tidak mengalami endapan.
c) Saluran Dengan Baffle Block 1:3
Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan
perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami
gerusan sedalam 0,1 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam 0,4 cm, dan
bagian kiri tdak terjadi gerusan. Pada profil P10 bagian kiri mengalami
gerusan sedalam 0,5 cm, bagian tengah tidak terjadi gerusan sebesar, dan
bagian kiri terjadi gerusan sedalam 0,5 cm. Pada profil P11 bagian kiri
saluran tidak menglami gerusan atau stabil, dan bagian kana terjadi gerusan
sedalam 1 cm, Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami endapan
setebal 1,9 cm, dan bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 0,9 cm. Pada
profil P13 bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 0,4 cm, dan pada
bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P14
bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 0.6 cm, dan bagian kanan
terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P15 bagian kiri saluran
mengalami endapan setebal 0,5 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan
setinggi 1. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 0,5 cm,
dan bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 1 cm. Pada profil P17
86
bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 0,7 cm, bagian tengah terjadi
gerusan sedalam 0,4 cm,dan bagian kana terjadi gerusan sedalam 0,5 cm.
Pada profil P18 bagian kiri saluran tidak terjadi endapan ataupun gerusan,
,bagian tengah terjadi endapan setebal 0,9 cm, dan bagian kanan terjadi
gerusan sedalam 0,5 cm. Pada profil P19 bagian kiri saluran terjadi endapan
setebal 0,9 cm,bagian tengah terjadi endapan setebal 0,4 cm, dan pada
bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 0,3 cm.
Table 4.17. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:3
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 18.1 18.5 18 17.9 18.4 18.6 18.5 18.5 17.7 18 17.9
2 18.1 18.9 18 17.9 18.5 18.4 18.5 18.7 17.5 17.5 17.9
3 19 18.5 18.3 18 18 18 18 18 17.3 17.3 17.8
4 18.5 18.5 18.2 18 18 18 18 18 17.3 17.1 17.5
5 18.4 18.1 18 18 18 18 18 18 18 18 17.4
6 18.4 18 18 18 18 18 18 18 18.4 17.9 17.4
7 18.9 18.5 18 18 18 18 18 18 18.5 18 18
8 19 18.5 18 18 18 18 18 18 18.5 18.5 18.3
9 19.3 18.6 18.5 18 18 18 18 18 18 17.4 18.2
10 19.5 18.8 18.6 18 18 18 18 18 17.8 17.3 17.5
11 18 20 20 18.2 19.5 19 18.9 18.7 17.9 18.5 17.6
12 18 18.5 19 18.9 19.5 19 19 19 18.5 18.5 18.3
87
Gambar 4.4 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:3
Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan
yang paling dalam terjadi di di titik 2 cm jarak melintang P10 dan P11, dan
gerusan terkecil terjadi di titik 17,5 cm jarak melintang p10. sedangkan terjadi
endapan tertinggi pada titik 20-28 cm jarak melintang p17 dan p18.
d) Saluran Dengan Baffle Block 1:5
Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan
perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami
gerusan setinggi 0,1 cm, bagian tengah terjadi gerusan setinggi 0,5 cm, dan
bagian kiri terjadi gerusan setinggi 0,6 cm. Pada profil P10 bagian kiri
mengalami gerusan setinggi 0,4 cm, bagian tengah terjadi gerusan setinggi
1,6 cm, dan bagian kiri terjadi gerusan setinggi 0,8 cm. Pada profil P11
0
5
10
15
20
25
30
-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30K
edal
aman
ger
usa
n(c
m)
Jarak antar titik(cm)
Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 : 3 dengan t = 15 menit dan Q=0,00061324m3/dtk
ElevasisaluranElevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
88
bagian kiri saluran tidang mengalami gerusan atau endapan, begitu pula
bagian tengah tidak terjadi gerusan atau stabil, dan bagian kana terjadi
gerusan setinggi 1 cm, Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami
gerusan setinggi 1,3 cm, dan bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi
0,9 cm. Pada profil P13 bagian kiri saluran mengalami gerusan setinggi 1,3
cm, dan pada bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi 1 cm. Pada profil
P14 bagian kiri saluran mengalami gerusan setinggi 1 cm, dan bagian kanan
terjadi gerusan setinggi 1.5 cm. Pada profil P15 bagian kiri saluran
mengalami endapan setebal 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan setinggi
1,6. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, dan
bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi 1,9 cm. Pada profil P17 bagian
kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, bagian tengah terjadi gerusan
setinggi 1,5 cm, dan bagian kana terjadi gerusan setinggi 2,2 cm. Pada profil
P18 bagian kiri saluran terjadi gerusan setingg 2 cm, bagian tengah terjadi
endapan setebal 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan setinggi 2,2 cm.
Pada profil P19 bagian kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, bagian
tengah terjadi gerusan 1 cm, dan pada bagian kanan saluran terjadi gerusan
setinggi 2,1 cm.
89
Table 4.18. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:5
Gambar 4.5 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:5
Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan
yang paling dalam terjadi di di titik 0 sampai 2,5 cm jarak melintang P17, dan
gerusan terkecil terjadi di titik 25 cm jarak melintang P10. sedangkan terjadi
endapan tertinggi pada titik 12,5 sampai 15 cm jarak melintang P18.
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 18.1 18.4 18 19.3 19.3 19 19 20 20 20 20
2 18.2 18.3 19 19.7 19.5 19.5 19.1 19.5 20 20 20
3 19.5 19.2 19.1 18 18 18 18 19.5 19.5 19.5 19.8
4 19.5 19.4 18 18 18 18 18 18 19.5 19.2 19.5
5 19.6 19.5 18 18 18 18 18 18 19.5 18.9 19.3
6 19.5 19.6 18 18 18 18 18 18 19.5 17 19
7 19.5 19.8 18 18 18 18 18 18 19.5 17 17.3
8 19.5 19.6 18 18 18 18 18 18 18.8 18.7 17
9 19.5 19.8 18 18 18 18 18 18 19 19 18.8
10 19.5 19.6 18 18 18 18 18 19.5 19.5 19.3 19
11 19.1 19 18.3 19.3 19.2 19.5 19.4 19.2 20.2 20.2 19.4
12 18.6 18.8 19 18.9 19 19.5 19.6 19.9 20.2 20.2 20.1
0
5
10
15
20
25
30
-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 :
5 dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324 m3/dtk
ElevasisaluranElevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
90
4. Kontur Gerusan Dan Perspektif Kontur Gerusan
a) Saluran Tampa Baffle Block
Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan
mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X
dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan
ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.6 sedangkan prespektif
kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.7.
Gambar 4.6 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
91
Gambar 4.7 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
Dari gabar kontur 4.6 di atas dapat kita lihat gerusan yang terjadi pada
pilar sangat siknifikan, hal itu bisa di lihat dari bentuk kontur yang cenderung
rapat pada jarak melintang 12,5-20 cm di P7-P10 depan pilar, hal serupa
terjadi di belakang pilar gerusan yan terjadi mencapai kedalaman 21 cm dari
elevasi kedalaman saluran di P11-P12 pada jarak melintang 12.5 cm, ha ini
di karenakan aliran air disekitar pilar berubah, dari gradient kecepatan vertikal
(vertical velocity gradient) berubah menjadi gradient tekanan (pressure
gradient) pada ujung permukaan pilar. Sehingg gradient tekanan membentuk
pusaran dan menyapu sekeliling bagian bawah pilar.
Dari gambar kontur 4.7 dan perspektif kontur gerusan dapat
dinyatakan bahwa di titik 12,5-20 cm pada jarak memanjang P7-P12 terjadi
gerusan yang mempunyai kedalaman rara-rata 20,5 cm.
92
b) Saluran Dengan Baffle Block 1:1
Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan
mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X
dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan
ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.8 sedangkan prespektif
kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.8 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
Gambar 4.9 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan
debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
93
Pada gambar kontur 4.8 di atas dapat dilihat bentuk kontur yang
cenderung rapat pada jarak melintang titik 5-20 cm di P9-P10 depan pilar,
sedangkan di sisi kiri dan kanan baffle block mulai dari P11-P17 juga terjadi
gerusan dengan kedalaman yang cukup signifikan dengan kedalaman rata-
rata 20 cm, hal ini disebabkan oleh adanya baffle block yang memecah aliran
sehingg gerusat banyak terjadi di sisi kiri dan kanan baffle block.
Dari gambar kontur 4.9 dan perspektif kontur di atas dapat di
nyatakan bahwa di titik 10-20 cm pada pias 10 terjadi gerusan sampai 2,5
cm, sedangkan pada jarak memanjang P11-P17 di titik 0-2,5 samping kanan
baffle block terjadi gerusan rata-rata 20 cm, dan di samping kiri pada P14-
P16 dititik 28 cm terjadi gerusan yang sama dalamnya seperti pada samping
kanan. sedangkan di bagian belakang baffle block gerusan yang terjadi
semakin mengecil.
c) Saluran Dengan Baffle Block 1:3
Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan
mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X
dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan
ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.10 sedangkan prespektif
kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.11.
94
Gambar 4.10 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
Gambar 4.11 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
Pada gambar 4.10 dapat dilihat bentuk kontur yang cenderung rapat
berada pada bagian depan sisi kanan baffle block pada jarak memanjang P9
sampai P11 dan jarak melintang di titik 22,5 cm sampai 27,5 cm. Kemudian
pada P13 sampai P16 di titik 22,5 cm sampai 25 cm juga kontur cenderung
95
rapat menandakan terjadi gerusan. Sedangkan di bagian belakang baffle
block gerusan yang terjadi tidak terlalu signifikan seperti pada bagian sisi lain.
Dari gambar kontur 4.11 dan perspektif kontur gerusan dapat di
nyatakan bahwa pada P10 sampai P11 di titik 25 cm kedalaman gerusan
mencapai 2,0 cm. Sedangkan di bagian belakang baffle block gerusan yang
terjadi relatif stabil, karenakan energi yang di hasilkan akibat kecepatan aliran
tereduksi oleh baffle block.
d) Saluran Dengan Baffle Block 1:5
Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan
mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X
dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan
ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.12 sedangkan prespektif
kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.12 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
96
Gambar 4.13 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit
dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik
Pada gambar 4.12 dapat dilihat bentuk kontur yang cenderung rapat
pada jarak melintang di titik 7,5 cm sampai 22,5 cm di depan pilar, hal serupa
juga terjadi di sisi kiri pilar pada jarak melintang di titk 5 cm, dan jarak
melintang di sisi kanan pilar pada titik 22,5 cm. kontur yang cenderung rapat
menandakan terjadinya gerusan, hal ini di sebabkan oleh perubahan aliran
akibat adanya baffle block, sehingga intensitas aliran di sisi kiri dan kanan
baffle block cukup tinggi.
Dari gambar kontur 4.13 dan perspektif kontur gerusan di atas dapat
dinyatakan bahwa gerusan yang terjadi di depan, samping kiri dan kanan
lebih banyak, sedangkan di bagian belakang baffle block terjadi endapan dan
juga gerusan.
5. Volume Gerusan
Volume gerusan dihitung berdasarkan perubahan luas penampang
saluran dari bentuk sebelum dilakukan pengaliran sepanjang area
97
pengamatan. Pada penelitian ini difokuskan pada gerusan dasar dengan
ketebalan material dasar saluran 6 cm. Berikut disajikan gambar penampang
melintang dengan berbagai variasi struktur baffle block.
Gambar 4.14 sketsa titik pengamatan tampa menggunakan Baffle Block
Gambar 4.15 sketsa titik pengamatan menggunakan Baffle Block
Untuk memperoleh volume gerusan atau endapan pada titik
pengamatan dilakukan dengan cara menghitung luas penampang melintang
dari jarak pusat kemudian dikalikan dengan jarak antar penampang
98
melintang. Contoh perhitungan volume gerusan tanpa menggunakan baffle
block diuraikan sebagai berikut:
Vol. gerusan 1 =
4 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 2 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 3 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
4 (jarak antar penampang melintang)
. Contoh perhitungan volume gerusan tanpa menggunakan baffle block
diuraikan sebagai berikut:
Vol. gerusan 2 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 3 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 2 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 3 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
99
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Vol. gerusan 4 =
2 (jarak antar penampang melintang)
Untuk perhitungan volume gerusan dapat di lihat pada table 4.19,
berikut analisis penampang melintang untuk variasi baffle block.
a. Pengaruh jarak melintang terhadap gerusan
1) Struktur pilar tanpa Baffle block
Pengaliran dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit
dengan jarak melintang x1=0 cm terjadi gerusan 48,625 cm2,x2=6 cm terjadi
gerusan 59,6 cm2,x3=8 terjadi gerusan 56,875 cm2,x4=10 cm terjadi gerusan
56,875 cm2,x5=12 cm terjadi gerusan 52,075 cm2,x6=14 cm terjadi gerusan
49,65 cm2. Pengaruh jarak melintang dengan luas gerusan tanpa
menggunakan baffle block dapat di lihat pada gambar 4.16.
2) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 1
Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit
dengan jarak melintang x1= 0 cm terjadi gerusan 31,125 cm2,x2=2 cm terjadi
gerusan 46.625 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 30.25 cm2,x4=6 cm terjadi
gerusan 10,125 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 13,125 cm2,x6=10 cm terjadi
100
gerusan 12,375 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 11 cm2,x8=14 cm terjadi
gerusan 11 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 42,075 cm2,x10=18 terjadi gerusan
31,525 cm2,x11=20 cm terjadi gerusan 25,85 cm2. Pengaruh jarak melintang
dengan luas gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di lihat pada
gambar 4.17.
3) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 3
Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit
dengan jarak melintang x1=0 cm terjadi gerusan 17,875 cm2,x2=2 cm terjadi
gerusan 17,875 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 11 cm2,x4=6 cm terjadi gerusan
1,25 cm2, dan endapan 0,75 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 0,125 cm2,x6=10
cm terjadi gerusan 6 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 5,85 cm2,x8=14 cm terjadi
gerusan 5,8 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 4,125 cm2 dan endapan 5,775
cm2,x10=18 terjadi gerusan 2,6695 cm2 dan endapan 7,7945 cm2, x11=20 cm
terjadi gerusan 1,2643 cm2 dan endapan 7.0393 cm2. Pengaruh jarak
melintang dengan luas gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di
lihat pada gambar 4.18.
4) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 5
Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit
dengan jarak melintang x1= 0 cm terjadi gerusan 34,8 cm2,x2=2 cm terjadi
gerusan 36,3239 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 7,575 cm2,x4=6 cm terjadi
gerusan 10,8 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 10,175 cm2,x6=10 cm terjadi
101
gerusan 11,375 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 10,25 cm2,x8=14 cm terjadi
gerusan 19,9 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 43,85 cm2,x10=18 terjadi gerusan
16,3353 cm2 dan endapan 3,8922 cm2, x11=20 cm terjadi gerusan 31,9296
cm2 dan endapan 3,1797 cm2. Pengaruh jarak melintang dengan luas
gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di lihat pada gambar 4.19
Gambar 4.16 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
tampa Baffle Block
Gambar 4.17 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan menggunakan Baffle Block 1:1
102
Gambar 4.18 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan
menggunakan Baffle Block 1:3
Gambar 4.19 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan menngunakan Baffle Block 1:5
Dari grafik 4.16 di atas dapat di nyatakan bahwa gerusan yang terjadi
pada pilar tanpa menggunakan baffle block mulai pada titik awal pengambilan
data terjadi gerusan yang cukup dalam, hal ini di karenakan perubahan aliran
setelah menyentuh pilar, sehingga aliran air berputar dan menjadi aliran
103
vertical menuju kedasar saluran yang menyebabkan terjadi gerusan yang
lebih besar pada sekitar pilar. Sedangkan grafik 4.17, 4.18 dan 4.19 dapat di
nyatakan bahwa pada pilar yang menggunakan baffle block gerusan terbesar
berada di depan dan belakang baffle block.
b. Presentase volume gerusan (%)
Presentase gerusan dihitung berdasarkan banyaknya gerusan yang
terjadi pada setiap simulasi yang dilakukan dengan berbagai variasi baffle
block. Tujuan perhitungan presentase gerusan ini untuk mengetahui
besarnya gerusan yang terjadi di sekitar pasangan baffle block (titik
pengamatan) pada setiap variasi pilar yaitu tanpa menggunakan Buffle Block,
dengan Buffle Block 1:1, dengan Buffle Block 1:3 dan Buffle Block 1:5. Hal ini
dapat memberikan informasi mengenai variasi baffle block yang paling efektif
dalam mereduksi energi aliran sehingga tidak terjadi gerusan yang signifikan.
Berikut tabel hasil perhitungan presentase volume gerusan untuk setiap
variasi baffle block.
Tabel 4.19 Presentase volume gerusa
115.375 48.625 -
108.4 59.6 -
-
111.125 56.875
-
111.125 56.875 -
115.925 52.075 -
118.35 49.65 -
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
volume sisa gerusan
Luas (cm2)
volume gerusan
Luas (cm2)
222.25
4
6
14
447.55
219.525
10
-
-
203.45
216.45
116.475
Volume material
sebelum gerusan (cm3)
presentasi gerusan
(%)
2352 13.76
-
Variasi struktur
tanpa baffle block 323.7
227.05
468.55
Jarak
melintang
0
8
113.75
108.95
volume endapan
Luas (cm2)
Volume gerusan
total (cm3)
-
104
136.875 31.125 -
121.375 46.625 -
-
137.75 30.25
-
157.875 10.125 -
154.875 13.125 -
155.625 12.375 -
-
157 11
-
157 11 -
125.925 42.075 -
-
136.475 31.525
-
142.15 25.85
150.125 17.875 -
150.125 17.875 -
-
157 11
-
166 1.25 0.75
159.875 8.125
162 6
162.15 5.85
162.2 5.8
163.875 4.125 5.775
-
165.3303 2.6695 7.7945
-
165.7357 1.2643 7.0393
133.200 34.8
131.425 36.3239
160.425 7.575
157.2 10.8
157.825 10.175
156.625 11.375
157.75 10.25
148.1 19.9
124.15 43.85
-
135.7568 16.3353 3.8932
136.0703 31.9296 3.1797
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Volume gerusan Volume material
total (cm3) sebelum gerusan (cm3)
Volume gerusan Volume material
total (cm3) sebelum gerusan (cm3)
Volume gerusan Volume material
total (cm3) sebelum gerusan (cm3)
presentasi gerusan
(%)
presentasi gerusan
(%)
presentasi gerusan
(%)
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
Vol rata-rata
cm3
258.25 77.75 -
Luas (cm2) Luas (cm2) Luas (cm2)
265.075 3360
312.75 23.25 -
8
4
2
259.125 76.875
-
Luas (cm2)
18 -
278.625 57.375
20 -
Luas (cm2) Luas (cm2)
6
321.875 14.125 -
3360
0
12.25
-
329.2053 6.7945
18
Variasi strukturJarak
melintang
volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan
0
16
14
14
326.075 9.925
12
262.4 73.6
312.625 23.375
310.5 25.5 -
10
12
22
282.925
295.625 40.375
6
323
7.89Baffle block 1 : 1
Variasi strukturJarak
melintang
volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan
53.075
-
-
16
314
20
Baffle block 1 : 3 81.8338
307.125 28.875
4
324.35 11.65
10 32.625
324.15 11.85
-
9.375 -
8
331.066 3.9338 14.8338
315.025
Luas (cm2) Luas (cm2) Luas (cm2)
2.44
300.25 35.75 -
2
325.875
233.3138 6.94
264.625 71.1239
314.45
Variasi strukturJarak
melintang
volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan
Baffle block 1 : 5
0
291.85 43.8989
21.55
6
21.625
2
4
317.625 18.375
3360
8
14
272.25 63.75
20.975
12
305.85 30.15
10
314.375
18
271.8271 48.2649 7.0729
16
259.9068 60.1853
20
105
Gambar 4.20 Grafik presentase gerusan dengan variasi Baffle Block
Dari garafik 4.20 di atas dapat di nyatakan bahawa Baffle Block
dengan kemiringan 1:3 memiliki presentase volume gerusan yang paling
sedikit di bandingkan dengan variasi baffle blok yang lain yaitu sebesar
2,44%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa struktur Baffle Block dengan
kemiringan 1:3 paling efektif dalam mereduksi gerusan yang membahayakan
keruntuhan pilar jembatan akibat terjadinya gerusan.
c. Pembahasan hasil gerusan.
Dari hasil penelitian, melalui pengamatan perilaku air dan material
pembentukan sungai serta data pengukuran setiap proses pengujian dapat
digambarkan sebagai berikut:
106
1. Pengaruh kedalaman aliran terhadap gerusan.
a) Struktur pilar tanpa Baffle Block.
Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7
Gambar 4.21 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Baffle Block
Dari gambar 4.21 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,67 dapat diartikan sebagai variabel
kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 17,67
107
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 1,83, artinya
setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar 1,83
Dari gambar 4.21 diketahui nilai R2 = 0.634 artinya hubungan antara
variabel x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.
b) Sruktur pilar jembatan menggunakan baffle block 1:1
Gambar 4.22 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1
Dari gambar 4.22 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
108
1) Nilai konstanta (a) sebesar 21.89 dapat diartikan sebagai variabel
kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 21.89.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -2,12, artinya
setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar -2,12.
Dari gambar 4.22 diketahui nilai R2 = 0.649 artinya hubungan antara variabel
x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.
c) Struktur pilar jembatan dengan menggunakan baffle block 1:3
Gambar 4.23 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3.
Dari gambar 4.23 diperoleh nilai persamaan regresi
109
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,26 dapat diartikan sebagai variabel
kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 19,26.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,79, artinya
setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar -0,79.
Dari gambar 4.23 diketahui nilai R2 = 0.210 artinya hubungan antara variabel
x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) rendah.
d) Struktur pilar jembatan jembatan menggunakan Baffle Block 1:5
Gambar 4.24 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman
gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5
110
Dari gambar 4.24 diperoleh nilai persamaan regresi:
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 21,49 dapat diartikan sebagai variabel
kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 21,49.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -1,8, artinya setiap
perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar -1,8.
Dari gambar 4.24 diketahui nilai R2 = 0,683 artinya hubungan antara variabel
x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan persamaan regresi
dan uji determinasi dapat dinyatakan bahwa pengaruh kedalaman aliran
terhadap kedalaman gerusan sangat berpengaruh.
2. Pengaruh lama waktu pengaliran terhadap gerusan
Untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengaliran terhadap
kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan
analisis statistik menggunakan program SPSS sebagai berikut:
111
a. Struktur pilar jembatan tanpa menggunakan Baffle Block
Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7
Gambar 4.25 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Dari gambar 4.25 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,61 dapat diartikan sebagai variabel
lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 17,61.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,17, artinya setiap
perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0,17.
112
Dari gambar 4.25 diketahui nilai R2 = 0,999 artinya hubungan antara variabel
x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat
kuat.
b. Struktur pilar jembatan mengggunakan Baffle Block 1:1
Gambar 4.26 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 1
Dari gambar 4.24 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,03 dapat diartikan sebagai variabel
lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 19,03.
113
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,4, artinya setiap
perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0,4.
Dari gambar 4.26 diketahui nilai R2 = 0.881 artinya hubungan antara variabel
x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat
kuat.
c. Struktur pilar jembatan mengunakan Baffle Block 1:3
Gambar 4.27 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 3 Dari gambar 4.27 diperoleh nilai persamaan regresi
114
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,41 dapat diartikan sebagai variabel
lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,41.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,02, artinya setiap
perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0,02.
Dari gambar 4.27 diketahui nilai R2 = 0.634 artinya hubungan antara variabel
x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.
d. Struktur pilar jembatan menggunakan baffle block 1:5
Gambar 4.28 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle
Block 1 : 5
115
Dari gambar 4.28 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,06 dapat diartikan sebagai variabel
lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,06.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 09, artinya setiap
perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0,9.
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dari gambar 4.28 diketahui nilai R2 = 0,829 artinya hubungan antara
variabel x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan)
sangat kuat.
Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi
maka dapat dinyatakan bahwa pengaruh antara lama waktu pengaliran
terhadap kedalaman gerusan sangat berpengaruh.
3. Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan
Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman
gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik
menggunakan program SPSS sebagai berikut:
116
a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7
Gambar 4.29 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Dari gambar 4.29 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 20,59 dapat diartikan sebagai variabel
kecepatan aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 22,59
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0.03, artinya
setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar -0.03
117
Dari gambar 4.29 diketahui nilai R2 = 0.136 artinya hubungan antara variabel
x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.
b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1
Gambar 4.30 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada strukturpilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1
Dari gambar 4.30 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,93 dapat diartikan sebagai variabel
kecepatan aliran adalah nol (konstan) atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 19,93. Pada
118
persamaan regresi diatas, konstanta negatif umumnya terjadi jika ada
rentang yang cukup jauh antara variabel x dan variabel y.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,03, artinya
setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar -0,03.
Dari gambar 4.30 diketahui nilai R2 = 0.346 artinya hubungan antara variabel
x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) rendah.
c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3
Gambar 4.31 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3
Dari gambar 4.31 diperoleh nilai persamaan regresi
119
1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,08 dapat diartikan sebagai variabel
kecepatan aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka kedalaman gerusan sebesar 18,08.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0.00397 artinya
setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan
kedalaman gerusan sebesar 0,00397.
Dari gambar 4.31 diketahui nilai R2 = 0.003 artinya hubungan antara variabel
x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.
d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5
Gambar 4.32 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5
Dari gambar 4.32 diperoleh nilai persamaan regresi
120
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,31 dapat diartikan sebagai variabel
kecepatan aliran adalah nol (konstan) atau tidak mengalami
perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,31. Pada
persamaan regresi diatas, konstanta negatif umumnya terjadi jika ada
rentang yang cukup jauh antara variabel x dan variabel y.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0.02, artinya setiap
perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0.02.
Dari gambar 4.32 diketahui nilai R2 = 0.591 artinya hubungan antara variabel
x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan persamaan regresi dan uji
determinasi dapat dinyatakan bahwa pengaruh kecepatan aliran terhadap
kedalaman gerusan tidak terlalu berpengaruh.
4. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Gerusan
Untuk mengetahui pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik
menggunakan program SPSS sebagai berikut:
121
a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7
Gambar 4.33 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur sekitar pilar jembatan tanpa Buffle Block
Dari gambar 4.33 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 20,23 dapat diartikan sebagai variabel
debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
kedalaman gerusan sebesar 20,23.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,05, artinya
setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar -0,05.
122
Dari gambar 4.33 diketahui nilai R2 = 0.110 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.
b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1
Gambar 4.34 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1
Dari gambar 4.32 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,94 dapat diartikan sebagai variabel
debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
kedalaman gerusan sebesar 19,94.
123
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,08, artinya
setiap kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar -0,08.
Dari gambar 4.34 diketahui nilai R2 = 0.597 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.
c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3
Gambar 4.35 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3
Dari gambar 4.35 diperoleh nilai persamaan regresi
124
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,85 dapat diartikan sebagai variabel
debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
kedalaman gerusan sebesar 18,85.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,03, artinya
setiap kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar -0,03.
Dari gambar 4.35 diketahui nilai R2 = 0.126 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.
d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5
Gambar 4.36 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5
125
Dari gambar 4.36 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,48 dapat diartikan sebagai variabel
debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
kedalaman gerusan sebesar 17,48.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,09, artinya setiap
kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman
gerusan sebesar 0,09.
Dari gambar 4.36 diketahui nilai R2 = 0.419 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.
Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi
dapat dinyatakan bahwa pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan
tidak terlalu berpengaruh.
5. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Volume Gerusan
Untuk mengetahui pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan
yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik
menggunakan program SPSS sebagai berikut:
126
a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7
Gambar 4.37 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block
Dari gambar 4.37 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 113 dapat diartikan sebagai variabel debit
aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
volume gerusan sebesar 113.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 4,52, artinya setiap
perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume gerusan
sebesar 4,52.
127
Dari gambar 4.37 diketahui nilai R2 = 0.026 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sangat rendah.
b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1
Gambar 4.38 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1
Dari gambar 4.38 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 101 dapat diartikan sebagai variabel debit
aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
volume gerusan sebesar 101.
128
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -4,17, artinya
setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume
gerusan sebesar -4,17.
Dari gambar 4.38 diketahui nilai R2 = 0.511 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sedang.
c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3
Gambar 4.39 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3
Dari gambar 4.39 diperoleh nilai persamaan regresi
129
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 31,35 dapat diartikan sebagai variabel
debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka volume gerusan sebesar 31,35.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -1,36, artinya
setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume
gerusan sebesar -1,36.
Dari gambar 4.39 diketahui nilai R2 = 0.256 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) rendah.
d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5
Gambar 4.40 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5
130
Dari gambar 4.40 diperoleh nilai persamaan regresi
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai konstanta (a) sebesar 2,38 dapat diartikan sebagai variabel debit
aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka
volume gerusan sebesar 2,38.
2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 3,09, artinya setiap
perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume gerusan
sebesar 3,09.
Dari gambar 4.40 diketahui nilai R2 = 0.185 artinya hubungan antara variabel
x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sangat rendah
Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi
terhadap parameter aliran dapat dinyatakan bahwa pengaliran dengan durasi
waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan dasar saluran cenderung
besar, dan pada pengaliran dengan muka air yang tinggi perubahan dasar
saluran cenderung kecil. Dimana sesuai konsep lapis batas bahwa semakin
tinggi muka air dan kecepatan aliran di dasar saluran akan semakin
berkurang dan tidak mampu mengangkat material dasar saluran
114
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian “ analisis blok
penyekat (baffle block) sebagai pelindung gerusan dasar pada pilar
jembatan” adalah:
1. Perubahan penampang saluran di depan pilar jembatan dipengaruhi
oleh media yang dilewati oleh aliran air. Dengan variasi struktur baffle
block, diketahui bahwa yang paling efektif dalam mereduksi gerusan di
sekitar pilar adalah dengan menggunakan Baffle Block 1 : 3 dengan
kedalaman gerusan 2,0 cm.
2. Dari hasil analisis kontur diketahui struktur baffle block yang paling
efektif dalam mereduksi gerusan pada pilar jembatan yaitu dengan
menggunakan buffle block kemiringan 1 : 3.
3. Volume gerusan yang terjadi pada setiap pengujian bersifat variatif.
Dari hasil perhitungan volume gerusan didapatkan volume gerusan
yang paling sedikit terjadi pada variasi Buffle Block 1: 3 yaitu sebesar
81,8338 cm3..
4. Dari analisis persamaan regesi dan uji determinasi terhadap
parameter aliran dapat dinyatakan bahwa kecepatan, debit dan tinggi
muka air tidak terlalu berpengaruh terhadap gerusan, sedangkan
lama waktu pengaliran sangat berpengaruh terhadap gerusan yaitu
sebesar R2 = 0.881.
115
B. Saran
Untuk penambahan alternatif media dalam mereduksi gerusan
pada pilar jembatan, kami menyarankan untuk menggunakan variasi
Buffle Block dengan kemiringan 1 : 3, karena dalam penelitian yang kami
lakukan telah terbukti bahwa variasi Buffle Block dengan kemiringan 1 : 3
paling efektif dalam mereduksi gerusan di sekitar pilar jembatan.
Dari hasil penelitian ini diharapkan selanjutnya dapat mengkaji
bagian diseditar pilar jembatan yaitu dengan menambahkan media
sehingga dapat mengurangi kedalaman gerusan serta menggunakan
variasi tinggi dan kemiringan Buflle Block selain yang digunakan pada
penelitian ini sehingga dapat melihat perbandingan tingkat keefektivan
dalam mereduksi gerusan dasar pada pilar jembatan.
Lama waktu pengaliran tidak sampai pada keseimbangan gerusan,
sehingga di sarankan pada penelitian selanjutnya dapat di lakukan
pengaliran dengan waktu yang lama agar di dapat keseimbangan gerusan
atau sampai pada titik jenuh. Serta memperhatikan tampungan flume dan
Kemampuan alat lainya agar dapat atau mampu mendapatkan aliran
superkritis pada penelitian selanjutnya.
116
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Y. 2004. Pengaruh Kecepatan Aliran terhadap Kedalaman
Gerusan Lokal di Hilir Bed Protection. Skripsi Jurusan Teknik
Sipil Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Bruesers H.N.C and Raudkivi, A.J . 1991. Scouring. AA Balkema:
Rotterdam. Chow, V.T. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka.
Erlangga: Jakarta.
Legono, D. 1991. Gerusan pada Bangunan Sungai. Pusat Antar
Universitas Ilmuilmu Teknik: Yogyakarta.
Hanwar. S. 1999. Gerusan Lokal di Sekitar Abutment Jembatan. Tesis
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah
Mada: Yogyakarta.
Miller jr. w. 2003. Model Forde Time Rate Of Locol Sediment Scour At A
Cylindrical Structure. Desertation Of University Of Florida.
http.//www.dot.state.fl.us/rddesign/dr/research/time/pdf. Florida
Munadi, H. 2002. Studi Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan terhadap Pola
Gerusan Lokal. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri
Semarang: Semarang.
Rinaldi. 2001. Model Fisik Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen
Jembatan. Tesis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Triatmodjo, B. 2003. Hidroulika II. Beta Offset: Yogyakarta.
117
Yunar. A. 2005. Karakteristik Gerusan Lokal di Sekitar Pilar Silinder dan
Pilar Segi Empat Ujung Bulat pada Kondisi Terjadi Penurunan
Dasar Sungai. Tesis Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Pascasarjana Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Sucipto 2003 Gnalisa Gerusan Lokal di Hilir Bed Protection. Tesis Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta.
Hery prasetyo e. 2006. Pengendalian Gerusan Lokal di Pilar Dengan
Chasing Pengaman Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
118
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel dan Grafik Analisa Saringan
Tabel Analisa Saringan
Grafik Analisa Saringan
No Berat Berat Berat Saringan + ∑ Berat Tertahan
Saringan Tertahan Berat Tertahan Komulatif Berat Tertahan Lolos
( mm ) ( gram ) ( gram ) ( gram ) ( % ) ( % )
1 2 3 4 5 = ( 3 + 4 ) 6 7 8
8 2 406 9 415 9 1,08 98,92
16 0,82 400 7 407 16 1,92 98,08
40 0,41 387 31 418 47 5,63 94,37
50 0,27 374 107 481 154 18,44 81,56
100 0,16 374 244 618 398 47,66 52,34
200 0,075 247 110 357 508 60,84 39,16
Pan 320 327 647 835 100 0
Persentase
Saringan
Diameter
119
Lampiran 2 : Grafik Shield
Grafik Shield untuk Saluran tanpa Buffle Blok.
Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 1.
120
Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 3.
Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 5.
121
LAMPIRAN 3. GRAFIK PERUBAHAN PENAMPANG SALURAN
TANPA BAFFLE BLOCK
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
122
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
123
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
124
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ke
da
lam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
125
BAFFLE BLOCK 1:1
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P7
P9
P10
P11
P12
P14
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
126
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
127
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
128
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
129
BAFFLE BLOCK 1:3
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
130
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
131
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
132
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ke
dal
aman
ge
rusa
n(c
m)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
133
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
134
BAFFLE BLOCK 1:5
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ke
dal
aman
ge
rusa
n(c
m)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
135
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5dengan t= 10 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861
m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
136
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
137
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
138
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
0
5
10
15
20
25
30
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
Ked
alam
an g
eru
san
(cm
)
Jarak antar titik(cm)
Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk
Elevasi saluran
Elevasi awal
P9
P10
P13
P14
P17
P18
139
Lampiran 4 : Gambar Kontur dan Perspektif Kontur Gerusan
Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.
Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 10 menit
Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 15 menit.
140
Tanpa Buffle Block dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit
Tanpa Buffle Block dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 15 menit
141
Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 5 menit.
Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 10 menit.
Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 15 menit.
142
Buffle Block 1 : 1 dengan h = cm, dan t = 5 menit.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4 cm, dan t = 10 menit.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4 cm, dan t = 15 menit.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 5 menit.
143
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 10 menit.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 15 menit.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 5 menit.
144
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 10 menit.
.
Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 15 menit
145
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 15 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit.
146
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 15 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 5 cm dan t = 5 menit.
147
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.
Buffle Block 1 : 3 dengan h = 5 cm dan t = 15 menit.
148
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.
149
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 15 menit
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit
150
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 15 menit
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 5 cm dan t = 5 menit
Buffle Block 1 : 5 dengan h = 5 cm dan t = 10 menit
152
Lampiran 5. Penampang Jarak melintang
Penampang Jarak melintang tanpa Buffle Block
Gambar 4.14 penampang jarak melintang pada pias 7 tanpa baffle
block
Gambar 4.15 penampang jarak melintang pada pias 9 tanpa baffle
block
Gambar 4.16 penampang jarak melintang pada pias 10 tanpa baffle
block
153
Gambar 4.17 penampang jarak melintang pada pias 11 tanpa baffle
block
Gambar 4.18 penampang jarak melintang pada pias 12 tanpa baffle
block
Gambar 4.19 penampang jarak melintang pada pias 14 tanpa baffle
block
Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 1
Gambar 4.20 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:1
154
Gambar 4.21 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block
1:1
Gambar 4.22 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block
1:1
Gambar 4.23 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block 1:1
Gambar 4.24 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block
1:1
Gambar 4.25 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block
1:1
155
Gambar 4.26 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block
1:1
Gambar 4.27 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block
1:1
Gambar 4.28 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block
1:1
Gambar 4.29 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block
1:1
156
Gambar 4.30 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block
1:1
Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 3
Gambar 4.31 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:3
Gambar 4.32 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block
1:3
Gambar 4.33 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block
1:3
157
Gambar 4.34 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block
1:3
Gambar 4.35 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block
1:3
Gambar 4.36 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block
1:3
Gambar 4.37 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block
1:3
158
Gambar 4.38 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block
1:3
Gambar 4.39 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block
1:3
Gambar 4.39 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block
1:3
159
Gambar 4.40 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block
1:3
Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 5
Gambar 4.41 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:5
Gambar 4.42 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block
1:5
Gambar 4.43 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block 1:5
160
Gambar 4.44 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block 1:5
Gambar 4.45 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block 1:5
Gambar 4.46 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block 1:5
Gambar 4.47 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block 1:5
Gambar 4.48 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block 1:5
161
Gambar 4.49 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block 1:5
Gambar 4.50 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block 1:5
Gambar 4.51 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block 1:5
163
Lampiran 7
Data hasil pengukuran kedalaman gerusan tanpa menggunakan
baffle block
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -0,1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2 -0,2 0 0 1 0,9 0,6 0,6 0,5 0,5 0,7 0,6
3 -0,2 0 -0,3 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0 0,5 0,5
4 -0,2 -0,3 -0,3 0,2 0 0,2 0,2 0 -0,5 0 0,7
5 -0,3 -0,2 -0,5 0 -0,1 0 0 -0,5 -0,5 -0,4 0
6 -0,3 -0,4 -0,6 -0,5 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,4 -0,5 -0,4
7 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -1 -1 -1 -0,9 -0,2 -0,5 -0,5
8 -0,5 -0,4 -0,5 -0,4 -1,2 -1 -1 -1 -0,5 -1 -0,5
9 -0,5 -0,3 -0,6 -1,8 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1 -1
10 -0,7 -0,5 -0,6 -1,9 -1,6 -1,7 -1,8 -1,5 -0,5 -1 -1,3
11 -0,9 -0,5 -0,7 -2,5 -2 -2 -2 -2 -0,5 -1,5 -1,3
12 -0,5 -0,6 -2,5 -2 -2,4 -2 -2 -0,8 -1,5 -1,5 -1,5
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 0 -1,3 1 -1 1 1 1 1 1 1 1
2 -1,3 0,5 -1,2 0,5 0,5 0,5 0,5 1 0,5 0,5 0,5
3 -1,3 -1 -0,2 -1,3 0,5 0,4 -1 0 -1,5 -1,5 -1,5
4 -1,3 -1,5 -1 -1,5 -0,5 -1,7 -1 0 -1,5 -1,5 -1,5
5 -1,5 -1,5 -1,2 -1,5 -1 -1,7 -0,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5
6 -1,4 -2 -1,4 -1,3 -1 -1,7 -0,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5
7 -1,4 -1,7 -1,3 -2,3 -1,5 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,6
8 -0,3 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -0,7 -1,5 -1,5 -1,7 -1,6
9 -1 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -0,7 -2 -1,5 -1,7 -1,7
10 -1 -1,2 -1,2 -1,7 -1,4 -1,5 -0,7 -1,7 -1,5 -1,7 -1,7
11 -1 -1,2 -1 -1,5 -1,4 -1,5 -0,7 -1,7 -1,5 -1,5 -1,7
12 -1 -1,2 -1 -1 -1,4 -1,5 -1,7 -1,5 -1,6 -1,5 -1,7
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -2 -1,5 -1,7 -2 -1 -0,7 1 1,1 1 1 1
2 -1,8 -1,5 -1,6 -1,5 -1 -1 -1 1 1 1 0,8
3 -1,9 -1,5 -1,7 -1,5 -1 -1 -1,2 -0,9 -1 0,5 -1,2
4 -2 -1,6 -1,7 -1,5 -1 -1 -1,5 -1,3 -1 -1,3 -1,5
5 -2 -1,6 -2,3 -1,7 -1,2 -2 -2 -1,4 -1,3 -1,5 -2
6 -2,2 -2,1 -2,4 -3 -2,8 -2,8 -1,8 -2 -1,8 -1,9 -1,6
7 -2,3 -2,2 -3,5 -3 -3 -3 -1,7 -1,6 -1,5 -1,6 -1,5
8 -2,3 -2,2 -3,3 -3 -2,8 -3 -2 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5
9 -1 -1,8 -2,2 -2,2 -2,5 -2,1 -2 -2,2 -2 -1,7 -2
10 -2 -1,5 -1,8 -1,8 -2,6 -1,4 -1,7 -1,8 -2 -2 -1,9
11 -1,5 -1,2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,3 -1,5 -1,6 -1,5 -1,7 -2
12 -1,5 -1,3 -1,4 -1,5 -1,3 -1,3 -1,5 -1,7 -1,6 -1,6 -1,7
164
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -0,5 -0,4 -0,5 -0,1 -0,2 -0,5 0 0 0 -0,2 -0,3
2 -0,5 -0,4 -0,4 -0,3 -0,2 -0,2 -0,1 0 -0,1 -0,3 -0,3
3 -0,5 -0,4 -0,3 -0,3 -0,2 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,4 -0,3
4 -0,4 -0,3 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,3 -0,3 -0,3 -0,5 -0,2
5 -0,3 -0,3 -0,2 -0,5 -0,3 -0,2 -0,3 -0,2 -0,3 0 -0,2
6 -0,3 -0,2 -0,1 -0,5 -0,5 -0,1 -0,4 0,1 0 -0,1 -0,1
7 -0,3 -0,2 -0,1 -0,1 -0,1 -0,1 0 0,1 0 -0,2 -0,1
8 0 -0,2 0 0 -0,2 0 0 0,1 0 -0,2 -0,2
9 0 0 0 0 -0,1 0 0 0 0,1 -0,2 -0,2
10 0 0 0 0,1 0 0,1 0 0 0 -0,3 -0,2
11 -0,1 0 0 0,1 0 0,1 0 0 0 -0,3 -0,3
12 0,1 0,1 0,1 0,1 0 0 0 0 0 -0,3 -0,3
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1 -1,2 -1,5 -1,2 -1,5 -1,4
2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1 -1,2 -1,5 -1,4 -1,5 -1,4
3 -1,2 -1,4 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,4 -1,6 -1,4 -1,5 -1,6
4 -1,5 -1,5 -1,5 -1,4 -1,4 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -1,9
5 -1,5 -1,5 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -1,7 -1,9 -1,7
6 -1,3 -1,7 -1,1 -1,8 -1,1 -1,9 -1,9 -1,6 -1,4 -1,2 -1,2
7 -1,4 -2 -2,4 -3,1 -2,1 -2 -1,2 -1,6 -1 -1,2 -1,1
8 -1,4 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -2 -1,6 -1,4 -1 -1,4 -1,4
9 -1,4 -1,3 -1,2 -1,6 -1,9 -1,8 -1,3 -1 -1,4 -1,5 -1,5
10 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,4 -1 -1 -0,5 -1,4 -1,2 -1,2
11 -0,3 -0,3 -0,5 -0,3 -0,4 -0,8 -0,5 -0,5 -1 -1 -1
12 0 -0,3 -0,4 -0,3 -0,4 -0,8 -0,5 -0,5 -0,8 -0,8 -0,8
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -2,3 -2,4 -2,4 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,8 -3 -3
2 -2,3 -2,3 -2,3 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,8 -3 -3
3 -2,3 -2,3 -2,3 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,7 -3 -3
4 -2,3 -2,3 -2,3 -2,3 -2,8 -2,8 -2,5 -2,8 -2,8 -1,9 -2,9
5 -2,2 -2,2 -2,2 -2,3 -2,5 -2,6 -2,5 -2,5 -2 -2,5 -2,2
6 -2 -2,1 -2 -2,5 -2,2 -2,6 -2,5 -1,7 -1,5 -2 -1,8
7 -1,8 -2 -2 -2 -2,1 -1,5 -2,4 -1,5 -1,4 -1,5 -1,6
8 -1,8 -1,3 -1,2 -1,8 -1,8 -1,5 -2,4 -1,5 -1,3 -1,5 -1,5
9 -1,3 -1,3 -1,2 -1 -1 -1,5 -1,4 -1,5 -1,3 -1,2 -1,5
10 -1 -1 -1,2 -0,8 -0,5 -1,5 -1,2 -1,3 -1 -1,2 -0,8
11 -1 -0,1 -0,1 -0,8 -0,4 -0,5 -1,2 -1,3 -1 -1 -0,8
12 -0,2 0 -0,1 -0,7 -0,4 -0,5 -0,5 -1,5 -0,5 -0,5 -0,7
165
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,1 -0,2
2 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,1 -0,2
3 -0,1 -0,3 -0,2 0 0 -0,1 -0,1 0 -0,1 -0,1 -0,2
4 -0,3 -0,4 -0,2 0 0 -0,3 -0,3 0 -0,1 -0,3 -0,3
5 -0,3 -0,4 -0,5 -0,5 -0,5 0,1 0 0,5 0,4 -0,3 -0,5
6 -0,3 -0,6 -1,1 -0,7 -0,5 0,3 0,5 0,5 0,5 0,3 0
7 -0,4 -0,6 -1,5 -1,7 -0,5 0,3 0,5 0,5 0,5 0,3 -0,1
8 -0,4 -0,5 -1 -1,7 -1 -0,5 -0,5 0,9 0,2 0,4 0,5
9 -0,4 -0,6 -0,5 -1,6 -0,6 0 0 -0,1 -0,5 0,4 0,5
10 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,5 -0,6 0,2
11 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,5 -0,4 -0,9
12 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,4 -0,4 -0,5
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -1 -1 -1 -1 -1,6 -1 -1,5 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5
2 -1 -1 -1 -1 -1,6 -1 -1 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5
3 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1,4 -1,7 -1
4 -1 -1 -2 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1 -1
5 -1 -1 -2 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1,7 -1
6 -1 -1 -2 -1 -1,5 -1 -1 -1,7 -1,7 -1,7 -1
7 -1,4 -1,2 -1,7 -1 -1,5 -1 -0,5 -0,7 -0,7 -1,5 -0,7
8 -1 -1,2 -1,7 -1 -1,5 -1 -0,5 -0,4 -1 -1,5 -0,7
9 -1,2 -1,3 -1,3 -1 -1,5 -1,5 -0,7 -1 -1,2 -1,5 -1
10 -1,2 -1,3 -1,4 -2 -1 -1,5 -1,5 -1 -1,2 -1,4 -1,2
11 -1,2 -1,3 -1,2 -2 -1 -1,5 -1,2 -1,2 -1,3 -1,4 -1,2
12 -1,3 -1,9 -1,5 -2,5 -1 -1,3 -1,3 -1,3 -1,3 -1,4 -1,2
NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17
1 -1,1 -1,2 -1,2 -1,7 -1,6 -1,8 -1,5 -1,5 -1,4 -1,5 -1,5
2 -1,2 -1,4 -1,4 -1,7 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5 -1,5
3 -1,3 -1,4 -1,2 -1,5 -1,7 -2 -1,9 -1,5 -1,6 -1,7 -1,7
4 -1,5 -1,5 -1,3 -1,5 -1,7 -2 -2 -1,5 -1,9 -1,8 -2
5 -1,5 -1,5 -1,6 -1,4 -1,7 -2 -1,9 -1,4 -1,4 -2 -1,7
6 -1,5 -2 -1,9 -1,9 -1,9 -1,6 -1,4 -1 -1,1 -1,7 -1,7
7 -1,5 -2 -2 -2,8 -2,2 -1,3 -1,5 -1,5 -1,3 -1,6 -1,2
8 -1,5 -2 -2,9 -2,9 -2,5 -1,2 -1,5 -1,3 -1,3 -1,2 -1,2
9 -1,5 -2 -1,8 -1,5 -2,2 -1,4 -1,4 -1,5 -1 -1,2 -1,2
10 -1,5 -2 -1,2 -1,5 -2,2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,2 -1,2
11 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -2,3 -1,6 -1,5 -1,5 -1,4 -1,2 -1,2
12 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -2,4 -1,7 -1,5 -1,5 -1,4 -1,2 -1,2
166
Data hasil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle
block 1:1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 0 -0,6 -1,5 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -1 -0,5 0
2 -0,5 -0,5 -0,6 -1,5 0 -2 0 -1 -1,5 -0,5 -0,5
3 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -0,5
4 -0,7 -0,7 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -0,5
5 -0,7 -0,7 -1,1 0 0 0 0 0 -1,2 -1,2 0
6 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1 0
7 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1,2 -0,5
8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -0,2
9 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,7 -0,7 -0,2
10 -1 -1 -1 0 0 0 0 -1,5 -1,7 -0,7 -1
11 -1 -1 -1 -0,3 -1,4 -1,2 -1,3 -1,5 -1,5 -1,5 -1
12 -1,5 -1,5 -1,2 -1,3 -1,4 -1,6 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5 -1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,7 -0,6 -0,7 -0,7 -1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1,2 -1
2 -0,7 -0,7 -0,7 -0,6 -1 -2 -2 -1,5 -1,6 -1,2 -1
3 -0,8 -0,8 -1 -1 0 0 0 -1,4 -1,5 -1,2 -1,1
4 -1 -1,2 -2 0 0 0 0 0 -0,2 -1,1 -0,7
5 -1 -1,2 -2,1 0 0 0 0 0 -0,1 -1 -1
6 -1,3 -1,8 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,9 -0,7
7 -1 -0,1 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,9 -0,7
8 -1,2 -1,8 0 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1
9 -1,1 -1,5 -2 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1
10 -1 -1,1 -1,8 -2,1 0 0 0 -2,1 -2,2 -1,4 -1,2
11 -0,7 -1 -0,8 0 -2,4 -2 -2,2 -2 -2,1 -2,5 -2
12 -1 -0,7 -0,8 -1 -1,4 -2 -2,5 -2 -2 -2 -2
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,9 -0,9 -1 -1 -1,5 -2,5 -2 -2 -1,5 -1,2 -1
2 -0,7 -1,3 -2 -1 0 0 0 0 -1,2 -1 -1
3 -0,7 -1,3 -2 0 0 0 0 0 -1,2 -1 -1
4 -1 -2 -2,3 0 0 0 0 0 -1 -0,7 -1
5 -1,1 -2 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5
6 -1,5 -2,5 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 -0,2
7 -1,5 -2,5 0 0 0 0 0 0 -1 -0,8 -0,5
8 -1,4 -2 0 0 0 0 0 0 -1 -0,9 -0,5
9 -1,2 -1,5 0 0 0 0 0 0 -2,4 -1,8 -1,3
10 -1,2 -1,4 -2,2 0 0 0 0 0 -2,2 -1,7 -1,4
11 -1 -1 -2 -1,5 -3 -2 -2 -2 -2,4 -1,7 -1,4
12 -1 -1 -1,5 -1,5 -2 -2,5 -2 -2 -2,4 -1,9 -1,5
167
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,1 -0,6 -0,2 -0,5 -1,5 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,8 -0,8
2 -0,3 -0,8 -0,5 -1,5 -1,6 -1,5 -1 0 -0,5 -0,5 0
3 -0,3 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 0
4 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 0
5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,3
6 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3 -0,5
7 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 -0,5
8 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5
9 -0,3 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,8 -0,5
10 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,8 -0,8 -0,5
11 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,1 -0,8 -1 -0,8 -0,9 -0,5
12 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,3 -1,3 -0,8 -1 -0,5
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -0,5 -0,4 -0,4 -0,4 -1,6 -0,4 -0,5 -0,5 -0,6 -0,5
2 -0,5 -0,7 -0,6 -1,5 0 -1,5 -1,3 -1,2 -0,9 -0,6 -0,4
3 -0,3 -0,9 -0,5 0 0 0 0 0 -1 -0,7 -0,3
4 -0,3 -0,6 -1,4 0 0 0 0 0 -0,7 -0,5 -0,4
5 -0,3 -0,6 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 0,2
6 -0,4 -0,7 0 0 0 0 0 0 -1 -1,1 -0,2
7 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,4 -0,9 -0,5
8 -0,7 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3 -0,1
9 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,6 -0,4
10 -0,4 -0,5 -1,2 -1,5 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,5 -1
11 -0,4 -0,4 -0,8 -0,8 -1,2 -1,4 -1,3 -1,4 -1,5 -1,6 -1,6
12 -0,4 -0,4 -0,5 -0,5 -0,8 -1,4 -1,5 -1,2 -1,5 -1,6 -1,6
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,6 -0,8 -0,8 -0,8 -0,5 -1,5 -1,5 -1 -1 -0,6 -1
2 -0,6 -0,7 -0,7 -1 -0,7 -1,9 -1,5 -1,2 -1 -1 -1
3 -0,7 -0,8 0 -1 0 0 0 -1,5 -1 -0,5 -0,5
4 -0,7 -0,9 -1,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,3 -0,2
5 -0,8 -1 -1,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,1
6 -0,8 -1,2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7 0
7 -0,7 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,3 -0,2
8 -0,5 -1,3 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,4 -0,3
9 -0,5 -0,4 -0,1 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,4
10 -0,5 -1 -1,4 -0,5 0 0 0 -0,7 -0,4 -0,3 -0,6
11 -0,6 -0,8 -0,7 -0,5 -0,9 -1,5 -1,5 -1 -1,7 -0,5 -1
12 -0,8 -0,9 -0,7 -0,5 -0,5 -1,9 -1,5 -1,5 -1,5 -1,4 -1,5
168
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 0 0,1 -0,5 -1,5 -2 -1,8 -1,3 -1,5 0 0
2 0 -0,5 -0,5 -0,8 -0,9 -2,1 -1,8 -1 -1,5 -0,5 -0,5
3 -0,5 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,7
4 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,8
5 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,8 -0,5
6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5
7 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,5
8 -0,3 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,8
9 -0,5 -0,8 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,8
10 -0,3 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 -1
11 -0,3 -0,6 -1 -1 -1,5 -2,1 -2,2 -1,5 -1,5 -0,5 -1
12 -0,3 -0,6 -1 -1,3 -1,5 -1,5 -2 -1,1 -1,5 -1 -1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,2 -0,2 0 -1 -1,8 -1,5 -1,2 -1 -0,7 -0,5 -0,5
2 -0,5 -0,4 -0,5 -2 -1,8 -1,5 -1,7 -1,5 0 -0,5 -0,5
3 -0,6 -0,8 -2 0 0 0 0 0 -1,5 -0,7 -0,6
4 -1 -1,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4
5 -1 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,4 -0,8
6 -0,8 -1,2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,3 0,2
7 -0,6 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,1 0,2
8 -0,4 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,2 -0,1 0
9 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -1,3 0,2 -0,1
10 -0,7 -1 -1,3 0 0 0 0 0 -1 -0,1 0,2
11 -0,4 -0,5 -0,5 -1,2 -1,5 -1,5 -1,1 -1 -1 -0,8 -0,2
12 -0,2 -0,1 -0,2 -0,2 -0,5 -0,5 -1,2 -1,9 -1,5 -1 -0,8
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -1 -1,2 -2 -2 -1,5 -2 -1 -0,2 -1 -1 -1
2 -2 -2 0 -2 0 -1,5 -1 -1 -1 -1 -1
3 -1,7 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -1 -1,5
4 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,2 0 -0,5
5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7
7 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7
8 -1 0 0 0 0 0 0 0 0,5 -1 -0,2
9 -1 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -1,5
10 -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1 -1,5
11 -0,5 -0,5 0 0 -1,3 -1 -0,5 -1 0 -1 -1,5
12 -0,5 -0,5 -1,7 -1,5 -1,5 -1 -1,6 -1 0 -1 -1,5
169
Data hassil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle
block 1 : 3
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 -0,4 0 -0,1 -0,5 -0,4 -0,4 -0,5 0 0,3 0,5
2 -0,1 -0,4 -0,3 -0,2 -0,5 -0,7 -0,8 -0,5 0,5 0,6 0,7
3 -0,3 -0,3 -0,1 0 0 0 0 -1 0,6 1 0,7
4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 0,6 1 0,8
5 -0,1 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,2 0,8 0,1
6 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,4 0
7 -0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,3 -0,1
8 -0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,1 0,5
9 -0,7 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,6 0,5
10 -0,8 -0,8 -0,5 0 0 0 0 -1 -0,8 0,6 0,3
11 -0,8 -0,7 -0,4 -0,4 -0,2 -0,5 -0,9 -1 -1 0,9 -0,5
12 -0,8 -0,7 -0,8 -0,5 -0,8 -0,5 -2 -1,5 -0,8 -0,5 -0,5
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -1 0 -0,1 -0,3 -0,8 0 -0,5 -1,2 -0,5 0 0
2 -1,5 0 -0,2 -0,3 -0,6 -0,5 -1,5 -1,5 -0,4 0,6 0,1
3 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0,2 0,5 0,5
4 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 0,5
5 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 0,5
6 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 0,2
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,5 0,5
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0,5
10 -0,5 -2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1 0,5
11 -0,5 -1,5 -1 -0,5 -0,4 -0,8 -0,7 -2,5 -2 -1 -0,5
12 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,2 -1,8 -2,5 -2 -1,2 -1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,1 -0,5 0 0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,5 0,3 0 0,1
2 -0,1 -0,9 0 0,1 -0,5 -0,4 -0,5 -0,7 0,5 0,5 0,1
3 -1 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0,7 0,7 0,2
4 -0,5 -0,5 -0,2 0 0 0 0 0 0,7 0,9 0,5
5 -0,4 -0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0,6
6 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 -0,4 0,1 0,6
7 -0,9 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0 0
8 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,3
9 -1,3 -0,6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,6 -0,2
10 -1,5 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0,2 0,7 0,5
11 0 -2 -2 -0,2 -1,5 -1 -0,9 -0,7 0,1 -0,5 0,4
12 0 -0,5 -1 -0,9 -1,5 -1 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,3
170
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 0 -0,4 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1 -0,4 -0,5 -0,1 0
2 0 -0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -0,6 -0,5 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,2 0
4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,2
5 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,9 -0,5
6 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,7
7 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,6
8 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,6 -1 -0,4
9 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,9 -0,9
10 -0,2 -0,2 -0,2 -0,8 0 0 0 0 -0,7 -0,8 -0,9
11 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,3 -0,5 -0,7 -1 -0,5 -0,5 -1
12 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,2 0 -0,5 -1,8 -0,5 -0,5 -1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0,3 -0,6 -0,8 -0,6 -0,5 -0,8 -0,5 -0,6 -0,8 0,5 0,1
2 0,5 -0,7 -0,9 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,9 0,5 0,5
3 0,3 -0,7 -1 0 0 0 0 -0,7 -0,9 0 0,2
4 0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,3 0,1
5 0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,3 0,1
6 0,1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,9
7 0 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -1
8 0 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,5
9 0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,1 -1
10 0,1 -0,4 0 0 0 0 0 -0,5 -2 -0,5 -0,5
11 0 -0,5 -0,9 -0,7 -0,7 -0,5 -0,9 -0,3 -2 -1 0
12 0 -0,5 -1 -0,6 -0,6 -0,7 -0,7 -0,3 -1,3 -1,5 -0,5
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,1 -1 0 0 0
2 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,5 -1,2 -1 -0,7 0,3 0,5 0,5
3 -0,4 -0,4 0 -1,1 0 0 0 0 0,1 0,2 0,2
4 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,2
6 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,6 0 -0,3
7 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 0 0
8 -0,8 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2
9 -0,6 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,2 0,2
10 -0,6 -1 0 -0,5 0 0 0 0 -1 0 0,2
11 -0,5 -1,2 -2 -1 -2,1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1 0
12 -0,5 -0,5 -1,5 -1 -2,5 -2,5 -2 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5
171
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 0 -0,4 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1 -0,4 -0,5 -0,1 0
2 0 -0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -0,6 -0,5 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,2 0
4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,2
5 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,9 -0,5
6 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,7
7 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,6
8 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,6 -1 -0,4
9 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,9 -0,9
10 -0,2 -0,2 -0,2 -0,8 0 0 0 0 -0,7 -0,8 -0,9
11 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,3 -0,5 -0,7 -1 -0,5 -0,5 -1
12 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,2 0 -0,5 -1,8 -0,5 -0,5 -1
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0,3 -0,6 -0,8 -0,6 -0,5 -0,8 -0,5 -0,6 -0,8 0,5 0,1
2 0,5 -0,7 -0,9 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,9 0,5 0,5
3 0,3 -0,7 -1 0 0 0 0 -0,7 -0,9 0 0,2
4 0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,3 0,1
5 0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,3 0,1
6 0,1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,9
7 0 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -1
8 0 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,5
9 0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,1 -1
10 0,1 -0,4 0 0 0 0 0 -0,5 -2 -0,5 -0,5
11 0 -0,5 -0,9 -0,7 -0,7 -0,5 -0,9 -0,3 -2 -1 0
12 0 -0,5 -1 -0,6 -0,6 -0,7 -0,7 -0,3 -1,3 -1,5 -0,5
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,1 -1 0 0 0
2 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,5 -1,2 -1 -0,7 0,3 0,5 0,5
3 -0,4 -0,4 0 -1,1 0 0 0 0 0,1 0,2 0,2
4 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,2
6 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,6 0 -0,3
7 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 0 0
8 -0,8 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2
9 -0,6 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,2 0,2
10 -0,6 -1 0 -0,5 0 0 0 0 -1 0 0,2
11 -0,5 -1,2 -2 -1 -2,1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1 0
12 -0,5 -0,5 -1,5 -1 -2,5 -2,5 -2 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5
172
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 -0,1 -0,1 -0,4 -0,3 -0,5 -0,6 -1,5 -0,2 0 0
2 -0,1 -0,1 -0,1 -0,5 -0,5 0 -1,9 -1,5 -1 -0,3 0
3 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 0
4 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3
6 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5
7 -0,2 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5
8 -0,2 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5
9 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 0
10 0 -0,2 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,1
11 0 -0,2 -0,3 -0,9 -0,4 -0,5 -2 -1,8 -1,4 -0,6 -0,7
12 0 -0,2 -0,3 -0,6 -0,8 -0,5 -1 -0,7 -0,8 -1 -0,7
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,4 -0,3 0 0 -1,5 -1,8 -1,4 -0,5 -0,8 -1 -0,9
2 -0,4 -0,4 -0,5 -1,9 -1 -1,4 -1,4 -1 -1 -1 -1
3 -0,4 -0,6 -2 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,8 -1
4 -0,9 -1,5 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,6
5 -1,2 -1,9 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,4 -0,5
6 -0,8 -1,1 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,4 -0,4
7 0 -1,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,4 -0,4
8 -1,4 -1,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,5
9 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,5
10 -0,8 -1,8 -1,8 0 0 0 0 -1,5 -1 -1,2 -1,5
11 -0,8 -1,9 -1 -1,9 -1,9 -2 -2 -2,5 -1,5 -1,8 -1,8
12 -0,8 -1,9 -1 -1 -1,3 -2,5 -2 -2,5 -2 -2 -1,8
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -1,2 -1,3 -1 -1 -1,5 -1,7 -3 -3 -2,5 -2,2 -2
2 -1,2 -1,3 -1,3 -1,5 -1,7 0 0 -2 -2,2 -1,7 -1,5
3 -1,5 -1,3 -1,4 0 0 0 0 0 -1,4 -1 -1,4
4 -1,5 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -1
5 -1 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1,4 -1
6 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -1,6
7 -1,7 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,2 -1,2
8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,3 -2
9 -1,8 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,3 -2,5
10 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -2,3 -1,7 -2,5
11 -1 -1,2 -1 -1,3 -1,5 -1 -2,2 -1,8 -2,4 -1,7 -3,5
12 -1 -1,2 -1,3 -1,3 -1,7 -1,4 -2,5 -2,3 -2,4 -1,7 -3,5
173
Data hasil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle
block 1 :5
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0,3 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,6 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7
2 0,3 -0,9 0 0 -0,5 -0,5 -0,5 -0,9 -0,6 -0,5 -0,5
3 0 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,2 0,1 0,2
4 0 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 0,8 0,9
5 0 -0,8 0 0 0 0 0 0 0,5 0,5 -0,7
6 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0,5 0,2 -0,9
7 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0,1 0 0
8 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0
9 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,7 0,2 0,2
10 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 0,6 0,5
11 0,4 -0,5 -0,4 -0,3 -0,6 -0,6 -0,5 -0,8 -0,8 0,4 0,4
12 0 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,6 -0,6 -0,2 -0,9 0 0
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,2 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,4 -0,5 -0,9 -1 -1,3 -1,4
2 -0,2 -0,4 -0,1 -0,2 -0,5 -0,3 -0,5 -0,9 -1 -1,1 -1,2
3 -0,5 -0,5 -0,3 0 0 0 0 -1 -1 -1,1 -1,2
4 -0,7 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1,1
5 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 -0,8
6 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -0,5 1 1
7 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -0,7 1 1
8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 1 -0,8 1
9 -0,9 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7 -0,8
10 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 -0,7 -0,5 -0,4 -0,4
11 -0,8 -0,8 -0,2 0 -0,7 -0,8 -0,7 -1,1 -1,1 -0,4 -0,2
12 -0,7 -0,7 -0,5 -0,1 -0,6 -0,5 -0,6 -1 -1,8 -0,4 -1,4
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,1 -0,4 0 -1,3 -1,3 -1 -1 -2 -2 -2 -2
2 -0,2 -0,3 -1 -1,7 -1,5 -1,5 -1,1 -1,5 -2 -2 -2
3 -1,5 -1,2 -1,1 0 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8
4 -1,5 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1,2 -1,5
5 -1,6 -1,5 0 0 0 0 0 0 -1,5 -0,9 -1,3
6 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 0 -1,5 1 -1
7 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -1,5 1 0,7
8 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,7 1
9 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,8
10 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,3 -1
11 -1,1 -1 -0,3 -1,3 -1,2 -1,5 -1,4 -1,2 -2,2 -2,2 -1,4
12 -0,6 -0,8 -1 -0,9 -1 -1,5 -1,6 -1,9 -2,2 -2,2 -2,1
174
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -0,7 -0,5 -0,5 -1 -1 -0,2 -0,3 0,8 1 0,5
2 -0,4 -0,5 -0,5 -0,4 -0,7 -0,6 0 -0,3 0,8 0,8 0,8
3 -0,4 -0,5 -0,5 0 0 0 0 -0,3 -0,2 0,8 0,8
4 -0,4 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8
5 -0,4 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8
6 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8
7 -0,5 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8
8 -0,5 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 0 0,5
9 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,2 0 0,5
10 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,2 -0,9 0 0,5
11 -0,4 -0,5 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,7 -0,3 0,1 0 0,5
12 -0,4 -0,5 -0,2 -0,2 -1,2 -0,2 -0,7 0 0,1 -0,2 0,4
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -0,7 -0,4 -0,5 -0,3 -1 -0,5 -1 -0,8 -0,5 -0,3
2 -0,5 -0,7 -0,5 -0,5 -0,8 -1,2 -0,5 -0,9 -0,5 0 0,6
3 -0,5 -0,8 -0,5 0 0 0 0 -0,3 -0,2 0,7 0,6
4 -0,6 -0,7 0 0 0 0 0 0 0,9 1 0,7
5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,4 0,2 0,8
6 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,6 0,4 0,5
7 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,8 1 0,6
8 -0,4 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,8 1 0,9
9 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,8 0,7 0,6
10 -0,3 -0,4 -0,2 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,4 -0,4
11 -0,3 0 -0,5 0 -0,4 -0,5 -0,4 -0,3 -0,4 -0,4 0,1
12 -0,1 0,2 -0,5 -0,2 -0,5 -0,4 -0,5 -0,2 -0,4 -0,4 -0,4
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -1 -0,5 -0,5 -1 -0,5 -1 -1,5 -1 -1,3 -1,5 -1,3
2 -1 -0,5 -0,5 -1 -1 -2 -2 -1,5 -1,5 -0,5 -1,1
3 -1 -1 0 -0,9 0 0 0 -0,5 0,5 0,7 0,7
4 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0
5 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0,7
6 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0,7
7 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0,7 0,5
8 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0,3 0,5
9 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0,2 0,1
10 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1
11 -0,5 0 -0,3 0 -0,5 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,3 -0,3
12 -0,5 0 -0,2 -0,1 -1 -1,5 -1,5 -1,5 -0,7 -0,3 -0,3
175
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 -0,6 -0,5 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 1 1 1
2 -0,5 -0,8 -0,5 -0,8 -0,8 -0,7 -0,9 -0,5 0,6 0 0,1
3 -0,3 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0 1 0,2
4 -0,5 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,5
5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0
6 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0
7 -0,6 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 0,1
9 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,1
10 -0,5 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,8 -1 0 0
11 -0,5 -0,6 -0,5 -0,3 -0,5 -0,6 -1 -0,8 -1 0 0
12 -0,5 -0,8 -0,5 -0,5 -0,1 -0,9 -1 -0,8 -1,3 0 0
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 -0,5 -0,3 -0,7 -0,4 -0,4 -0,4 -0,5 -0,8 -0,8 -0,1 0,2
2 -0,5 -0,3 -0,6 -0,4 -0,5 -0,4 -0,5 -1 -0,5 -0,1 0,6
3 -0,5 -0,3 -0,6 0 0 0 0 0 -0,2 0,2 0,5
4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0,8 0,6
5 -0,6 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0,6
6 -0,6 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0,7
7 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 -0,7 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 0,5 -1,8
9 -0,8 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 -0,9 -1,8
10 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,5 -2 -1,8
11 -0,9 -0,9 -1,4 -1,4 -1 -1,8 -1 -1 -2 -2 -1,8
12 -0,8 -0,9 -1 -0,9 -1 -0,9 -1 -1,5 -2 -2 -1,8
NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19
1 0 -0,1 -0,5 -0,6 -0,6 -0,5 0,2 0,5 0,5 0,4 0,5
2 -0,1 -0,2 -0,4 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0,2 0,2 0,2
3 -0,1 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0,4 0,5 0,5
4 0 -0,5 0 0 0 0 0,5 0 0,5 0,6 0,6
5 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 1 1 1
6 0 -0,1 0 0 0 0 0 0 1 0,4 0,5
7 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,5 0,6 0,6
8 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,2 0,5 0,5
9 -0,5 -1 -1 0 0 0 0 0 0,6 0,5 0,8
10 -0,5 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 -0,5 -0,4 -1 0,2
11 -0,5 -0,5 -0,5 -0,9 -1 -1 -1,5 -1,5 -1,4 -1 -0,8
12 -0,4 -0,4 -0,2 -0,2 -1,5 -1,5 -2 -2 -2 -1,8 -2
176
Lampiran 8 Pembahasan Hasil Gerusan
1. Pengaruh kedalaman aliran terhadap gerusan.
kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan
cm cm
1.13 19.875
1.33 20.09166667
1.33 20.01666667
1.06 19.80833333
1.06 19.71666667
1.01 19.175
kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan
cm cm
1.32 19.1
1.32 19.61666667
1.52 18.89166667
1.52 18.41666667
1.52 18.54166667
1.58 18.58333333
1.58 18.5
1.58 18.5
1.21 19.525
1.21 19.15
1.21 18.94166667
kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan
cm cm
1.03 18.6
1.03 18.61666667
1.36 18.38333333
1.36 18.075
1.36 18.325
1.48 18.25
1.48 18.24166667
1.48 18.24166667
1.31 17.95
1.31 17.83333333
1.31 17.81666667
kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan
cm cm
1.34 19.175
1.34 19.25
1.58 18.28333333
1.58 18.43333333
1.58 18.41666667
1.72 18.45833333
1.72 18.425
1.72 18.8
1.23 19.6
1.23 19.08333333
1.23 19.1
Baffle block 1 : 1
Variasi struktur
Baffle block 1 : 3
Variasi struktur
Baffle block 1 : 5
Variasi struktur
tanpa baffle block
Variasi struktur
177
2. Pengaruh lama waktu pengaliran terhadap gerusan
Variasi struktur waktu pengaliran (x)
kedalaman gerusan max
t cm
tanpa baffle block
5 18.425
10 19.3
15 20.09166667
Baffle block 1 : 1
5 19.25
10 19.31666667
15 19.61666667
Baffle block 1 : 3
5 18.45833333
10 18.64166667
15 18.61666667
Baffle block 1 : 5
5 18.65833333
10 18.75833333
15 19.6
178
3. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Gerusan
debit aliran (x) kedalaman gerusan
Q cm
10.93 19.875
9.46 20.09166667
9.46 20.01666667
6.54 19.80833333
6.54 19.71666667
11.83 19.175
debit aliran (x) kedalaman gerusan
Q cm
8.43 19.1
8.43 19.61666667
12.70 18.89166667
12.70 18.41666667
12.70 18.54166667
18.20 18.58333333
18.20 18.5
18.20 18.5
9.68 19.525
9.68 19.15
9.68 18.94166667
debit aliran (x) kedalaman gerusan
Q cm
8.72 18.6
8.72 18.61666667
9.58 18.38333333
9.58 18.075
9.58 18.325
17.30 18.25
17.30 18.24166667
17.30 18.24166667
12.93 17.95
12.93 17.83333333
12.93 17.81666667
debit aliran (x) kedalaman gerusan
Q cm
12.44 19.175
12.44 19.25
11.86 18.28333333
11.86 18.43333333
11.86 18.41666667
12.87 18.45833333
12.87 18.425
12.87 18.8
18.94 19.6
18.94 19.08333333
18.94 19.1
Variasi struktur
Baffle block 1 : 5
Variasi struktur
tanpa baffle block
Variasi struktur
Baffle block 1 : 1
Variasi struktur
Baffle block 1 : 3
179
5. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Volume Gerusan
debit aliran (x) volume gerusan
Q (cm3)
10.93 216.45
9.46 116.475
9.46 113.75
6.54 108.95
6.54 203.45
debit aliran (x) volume gerusan
Q (cm3)
8.43 77.75
8.43 76.875
12.70 40.375
12.70 23.25
12.70 25.5
18.20 23.375
18.20 22
18.20 53.075
9.68 73.6
9.68 57.375
debit aliran (x) volume gerusan
Q (cm3)
8.72 35.75
8.72 35.75
9.58 35.75
9.58 35.75
9.58 35.75
17.30 35.75
17.30 35.75
17.30 35.75
12.93 35.75
12.93 35.75
debit aliran (x) volume gerusan
Q (cm3)
12.44 71.1239
12.44 43.8989
11.86 18.375
11.86 20.975
11.86 21.55
12.87 21.625
12.87 30.15
12.87 63.75
18.94 60.1853
18.94 48.2649
Variasi struktur
Baffle block 1:5
tanpa baffle block
Variasi struktur
Baffle block 1:1
Variasi struktur
Baffle block 1:3
Variasi struktur
180
6. Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan
kecepatan(x) kedalaman gerusan (y)
cm/dtk cm
34.44 19.875
26.67 20.09166667
26.67 20.01666667
24.44 19.80833333
24.44 19.71666667
32.22 19.175
kecepatan kedalaman gerusan
cm/dtk cm
25.56 19.1
25.56 19.61666667
25.56 18.89166667
25.56 18.41666667
25.56 18.54166667
25.56 18.58333333
25.56 18.5
25.56 18.5
25.56 19.525
25.56 19.15
25.56 18.94166667
kecepatan kedalaman gerusan
cm/dtk cm
32.22 18.6
32.22 18.61666667
31.11 18.38333333
31.11 18.075
31.11 18.325
40.00 18.25
40.00 18.24166667
40.00 18.24166667
32.22 17.95
32.22 17.83333333
32.22 17.81666667
kecepatan kedalaman gerusan
cm/dtk cm
33.33 19.175
33.33 19.25
28.89 18.28333333
28.89 18.43333333
28.89 18.41666667
31.11 18.45833333
31.11 18.425
31.11 18.8
44.44 19.6
44.44 19.08333333
44.44 19.1
Variasi struktur
tanpa baffle block
Variasi struktur
Baffle block 1 : 1
Variasi struktur
Baffle block 1 : 3
Variasi struktur
Baffle block 1 : 5
top related