revisi 5.docx
Post on 08-Apr-2016
154 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KAJIAN IMBANGAN NPK, KOMPAZOLLA DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SEGRENG
DIINOKULASI Rhizobacteri indigenous MERAPI PADA TANAH REGOSOL DENGAN CEKAMAN KEKERINGAN
Usulan Penelitian
Diajukan oleh:Rizky Junianto20110210010
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA2014
HALAMAN PENGESAHAN
Usulan penelitian
KAJIAN IMBANGAN NPK, KOMPAZOLLA DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SEGRENG
DIINOKULASI Rhizobacteri indigenous MERAPI PADA TANAH REGOSOL DENGAN CEKAMAN KEKERINGAN
Yang diajukan oleh:
Rizky Junianto20110210010
Program Studi Agroteknologi
Telah disetujui / disahkan oleh :
Pembimbing Utama:
Ir. Agung Astuti , MSi Tanggal…………………NIK. 19620923199303133.017
Pembimbing Pendamping:
Ir. Hariyono. MP Tanggal………………NIP : 196503301991031002
Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Innaka Ageng Rinegsane SP. MP Tanggal…………………..NIP. 19721012200004133050
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena perubahan iklim yang ekstrim seperti kemarau panjang
merupakaan persoalan yang memiliki dampak signifikan terhadap penurunan
produksi padi, pada tahun 2014 produksi padi Nasional sebanyak 70,61 juta ton
gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 0,67 juta ton (0,94
persen) dibandingkan tahun 2013 ( BPS, 2014). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dengan melakukan program
intensifikasi pertanian seperti penanaman varietas unggul yang tahan kekeringan,
pemanfaatan agensia hayati dan pemberian pupuk yang berimbang.
Hasil penelitian Agung_Astuti dkk (2014) menunjukkan bahwa varietas padi yang tahan dengan cekaman kekeringan adalah Segreng Handayani yang diinokulum dengan isolat Rhizobakteri indigenous Merapi MB+MD dan diberi dosis pupuk anorganik ½ dari dosis anjuran, dengan hasil panen mencapai 1,78 ton/ha. Hal ini disebabkan Rhizobacteri indigenous Merapi memiliki
kemampuan osmotoleran hingga >2,75 M NaCl serta memiliki kemampuan
Nitrifikasi, Amonifikasi dan melarutkan Posphat ( Agung_Astuti, 2012). Namun produksi yang dihasilkan masih jauh dibawah rata-rata produksi padi
sawah Indonesia yang mencapai 5,68 ton per hektar, laporan BPTP (2010).
Berdasrkan data tersebut maka perlu dilakukan lagi peningkatan produksi padi
Segreng dengan menambah bahan organik disekitar kita yang dapat menyediakan
pupuk secara alami, seperti Mikoriza sebagai penyedia Phospat (P) dan Azolla
sebagai pengganti pupuk Nitrogen (N). Tujuan penambahan bahan organik
tersebut untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia yang terlalu intensif yang
dilakukan oleh petani, karena semakin tingginya aplikasi pupuk anorganik tanpa
pengembalian bahan organik ke tanah mengakibatkan keseimbangan dan
ketersediaan hara tanah terganggu.
1
2
Pupuk hayati Mikoriza dapat membantu dalam memperluas serapan hara
(Talanca dan Adnan, 2005), mengubah hara tidak tersedia menjadi tersedia bagi
tanaman (Widiastuti dkk, 2005) dan dapat mengubah morfologi akar sehingga
tahan akan kekeringan (Nurbaity et al, 2009). Hasil penelitian Syamsiah dkk
(2012) menyatakan bahwa inokulasi Mikoriza pada padi meningkatkan tinggi
tanaman 9%, jumlah anakan 33% dan hasil Gabah Kering Giling (GKG) 16%
dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi. Sedangkan hasil penelitian
Gunawan dan Kartina (2012) menyatakan pemberian Azolla dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi dan berat kering tanaman padi sawah, masing-masing sebesar
12,69% dan 14,97% .
A. Rumusan masalah
Berdasarkan penelitian yang sudah ada menunujukkan bahwa
Rhizobakteri, Mikoriza dan Azolla, masing-masing dapat berasosiasi dengan
tanaman padi, pada penelitian ini akan diteliti beberapa permasalahan yaitu:
1. Adakah asosiasi antatara Rhizobakteri, Mikoriza dan Azolla terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi?
2. Apakah dengan inukulum Rhizobakteri, kompazolla dan Mikoriza dapat
mengurangi dosis pemupukan NPK ?
B. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji simbiosis antara Rhizobakteri, kompazolla dan Mikoriza terhadap
pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani pada tanah Regosol.
2. Menentukan imbangan dosis yang yang terbaik antara NPK (Urea, Sp 36
dan Kcl), Kompazolla dan Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil padi
Segreng Handayani diinokluasi Rhizobacteri indigenous Merapi pada tanah
Regosol dengan cekaman kekeringan.
II. TINJAUN PUSTAKA
A. Budidaya Padi Tahan Kering
Padi ( Oryza sativa ) secara ekologi dibagi menjadi dua bagian yaitu padi irigasi dan padi non irigasi. Padi gogo merupakan jenis padi non irigasi yang dapat tumbuh dalam keadaan yang ekstrim serta dapat tmbuh dalam keterbatasan input seperti kurangnya ketersediaan air. Kondisi tersebut menjadikan padi gogo dapat tumbuh dan berkembang pada lahan kering (Dobermann and Fairhurst, 2000). Terdapat beberapa jenis varietas padi gogo yang ada di Indonesia, akan tetapi padi gogo varietas lokal sering dibudidayakan, karena varietas lokal mempunyai rasa enak
yang sesuai dengan etnis daerah setempat. Selain itu beberapa varietas
lokal toleran terhadap keadaan lahan yang marginal, tahan terhadap
beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan masukan (pupuk dan
pestisida) yang rendah, serta pemeliharaan mudah dan sederhana (Adhi,
2011).
Segreng Handayani merupakan salah satu varietas padi gogo lokal
unggulan di Yogyakarta yang sering ditanam di daerah Gunung kidul.
Varietas ini mampu tumbuh baik pada lahan kering tadah hujan dan
bermanfaat bagi petani yang tidak memiliki sawah. Karakteristik Segreng
Handayani memiliki bentuk gabah ramping, gabah berbulu, memiliki
buku, tinggi tanaman 90,25 cm, panjang daun bendera 25,54 cm, lebar
daun bendera 1,48 cm, memiliki jumlah anakan produktif mencapai 10-
14, jumlah gabah per malai 103,6 (Utami dkk., 2009). Berdasarkan hasil
pengamatan dan analisa Kristamtini dan Prajitno (2009), menyatakan padi
beras merah Segreng memiliki keunggulan yaitu: 1) Hasilnya cukup tinggi
3- 4 ton/ ha, 2) Warna beras merah pada kulit arinya terkandung β- karoten
488, 65 mikro g/ 100 g, dapat berfungsi untuk menjaga kesehatan jantung
3
dan mencegah penuaan, 3) Nilai jual beras tinggi, 30% lebih mahal dari
beras biasa, dan 4) Padi yang toleran terhadap cekaman air.
4
5
Menurut Adhi (2011) dalam budidaya padi gogo berdasarakan metode SRI daya
kecambah benih padi gogo > 80%, Kristamtini dan Prajitno (2009) juga
menyatakan bahwa benih padi segreng yang akan digunakan untuk budidaya
harus sudah masak secara fisiologis dan mempunyai kadar air konstan < 14%.
Hasil penelitian Agung_Astuti dkk (2013) menunjukkan bahwa penyiraman padi
segreng sehari sekali tidak beda nyata dengan 3 dan 6 kali sehari penyiraman.
Rekomendasi BPTP Kalbar (2010), Kebutuhan penggunaan pupuk NPK pada padi
yaitu: Urea=250 kg/ha, SP-36=150 kg/ha dan KCl=150 kg/ha
Menurut Farooq et al (2010), mekanisme pertahanan tanaman padi
terhadap kekeringan secara umum dengan cara (1) drought escape, tanaman
mampu menyelesaikan siklus hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought
avoidance terdiri dari: (a) toleran kekeringan pada potensial air jaringan tinggi
misalnya perakaran dalam, stomata sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan
(b) toleran kekeringan pada potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara
mempertahankan tugor melalui akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma,
meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma resistance yaitu protoplasma
tahan sampai potensial air –100s/d –200 Mpa.
Pada cekaman kekeringan, padi gogo mengalami proses adaptasi. Adaptasi
morfologi padi gogo dilakukan dengan membentuk akar yang lebih gemuk,
mempunyai akar seminal primer lebih banyak yang menyebabkan bobot kering
akar padi gogo lebih besar dibandingkan dengan padi sawah dan daun
menggulung yang merupakan indikasi tanaman mengalami titik layu sementara
(Fauzi, 1997).
B. Asosiasi Rhizobacteri pada Tanaman
Menurut Haas and Devago (2005) bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini merupakan mikroba kompetitor yang
paling efisien yang mampu menggeser kedudukan mikroba pribumi (native) di
lingkungan rizosfer sampai pada masa pertengahan umur tanaman dan dapat
meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui : produksi hormon
pertumbuhan, kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah,
6
penghasil osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan
penghasil senyawa tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman (Kloepper,
1993).
Rhizobakteri kelompok osmotoleran adalah kelompok mikrobia yang
memiliki mekanisme osmoregulasi di dalam sistem fisiologisnya, yaitu
mekanisme adaptasi selular, menghasilkan senyawa organik untuk mencegah
bahaya dehidrasi sel karena adanya cekaman osmotik. Adaptasi Rhizobakteri
untuk menghadapi cekaman osmotik pada dasarnya dilakukan dengan tiga
strategi, yaitu sintesis osmoprotektan, mengambil (uptake) senyawa
osmoprotektan yang ada di lingkungannya dan mengubah komposisi dinding sel
agar tidak rusak kerena tekanan osmotik (Fembria dkk, 2010). Mekanismenya,
dilakukan dengan menjaga agar potensial osmotik sel selalu lebih tinggi daripada
lingkungannya sehingga air tetap dapat masuk kedalam sel (Samidjo dkk, 2002).
Sebagian besar jasad osmotoleran diketahui mengakumulasi Glisin Betain
yang dikenal sebagai senyawa osmoprotektan paling potensial dan paling efisien
dalam memberikan tanggapan terhadap cekaman osmotik. Senyawa
osmoprotektan adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah, dapat
berupa : (1) Karbohidrat (Glukosa, Sukrosa, Fruktosa), (2) Poliol (Gliserol,
Glukosilgliserol), atau (3) turunan asam amino (Glisin betain, Prolin betain,
Prolin, Glutamin betain) (Hartmann et al, 1991). Sedangkan Glisin betain adalah
senyawa yang diakumulasikan oleh bakteri gram negatif pada kondisi cekaman
kekeringan yang tinggi. Akumulasi Glisin Betain diketahui tidak mempengaruhi
aktivitas selular dan tidak menghambat aktivitas enzim sitoplasma (Kusumastuti
dkk, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Susilowiati dkk (1997) diketahui bahwa pola
asosiasi yang terbangun antara Rhizobakteri dan tanaman padi gogo yang ditanam
di tanah Regosol sangat bergantung pada kondisi kelengasan tanah. Asosiasi
positif antara keduanya terjadi pada aras lengas tanah 80% dan 40% air tersedia.
Sementara pada aras lengas tanah 20% air tersedia, tidak terbangun pola asosiasi
tersebut. Peneliti lain yang menunjukkan tentang asosiasi Rhizobakteri dengan
7
akar tanaman diantaranya hasil penelitian Samidjo dkk (2002) yang membuktikan
inokulasi Rhizobakteri dengan cekaman lengas 80% memberikan pertumbuhan
padi varietas Cirata lebih baik dibandingkan kadar lengas 40% pada lahan pasir
pantai, kemudian Kusumastuti dkk (2003) juga membuktikan bahwa Inokulasi
campuran dua inokulum Rhizobakteri osmotoleran (Al-19+M-7b) terhadap
tanaman padi IR-64 pada aras lengas 80% mampu menghasilkan anakan
terbanyak.
Penelitian Agung_Astuti, dkk (2013) menyatakan isolat Rhizobacteri
indigenous Merapi MB dan MD pada padi IR-64 memberikan pengaruh terhadap
hasil panen 1,26 ton/ha dan pada frekuensi penyiraman 3 hari, memberikan
pengaruh yang sama dengan penyiraman setiap hari. Rhizobakteri osmotoleran
indigenous vulkanik Merapi isolat MB dan MD juga mampu tumbuh pada
cekaman NaCl >2,75 M dan melarutkan P pada medium Pikovkaya’s (PA)
(Agung_Astuti 2013), kemudian Agung _Astuti dkk (2014) membuktikan lagi
bahwa kombinasi isolat MB dan isolat MD sebesar 2 ml suspensi Rhizobacteri
indigenous Merapi pada padi varietas Segreng Handayani mampu memberikan
pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan varietas Cherang dan IR-64
dengan penyiraman 6 hari sekali tidak beda nyata dengan penyiraman 3 kali sehari
dan setiap hari. Rhizobakteri tersebut diaplikasikan dengan ketentuan setiap 15 ml
starter campuran untuk 50 gram carrier gambut dan lempung halus yang telah
disterilkan dengan perbandingan 3:2, lalu formulasi Rhizobakteri ini diaplikasikan
pada medium tanam dengan cara menaburkan 10 g per tanaman pada lubang di
sekeliling perakaran tanaman (Noviana dkk, 2009). Menurut Husen dan Irawan
(2012) jumlah populasi bakteri minimum yang terdapat dalam kemasan pupuk
hayati, yaitu >109 sel g-1 atau ml-1 pada saat diproduksi dan >107 sel g-1 atau ml-1
pada masa kedaluarsa.
C. Pengaruh Mikoriza Terhadap pertumbuhan Padi
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam
tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai
jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini
8
adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
terutama unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu
bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman.
Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari
asosiasi ini, hasil dari infeksi MVA yitu, meningkatkan penyerapan unsur hara,
meningkatkan ketahanan kekeringan, serta meningkatkan ketahanan terhadap
serangan pathogen. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan
hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang
(Widiastuti dkk, 2005).
Di dalam akar, jamur mikoriza membentuk arbuskular dan vesikel di
dalam kortek akar, arbuskular merupakan hifa bercabang halus yang dapat
menignkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmolema akar dan dapat memindahkan
nutrien antara jamur dan tanaman. Vesikel merupakan organ penyimpan dimana
jika korteks sobek maka vesikel dibebaskan kedalam tanah dan selanjutnya dapat
berkecambah dan merupakan propagul infektif. Bagian penting dari mikoriza
adalah hifa eksternal yang dibentuk diluar akar tanaman. Hifa ini membantu
memperluas daerah penyerapan akar (Kabirun, 1990). Tahannya tanaman yang
bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa eksternalnya
yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman
dan meningkatkan volume tanah yang dieksploitasi oleh air. Hal ini menyebabkan
lebih banyak air yang tersedia bagi tanaman inang yang akan lebih memacu
pertumbuhan tanaman melalui pembelahan, pemanjangan dan pengisian sel oleh
hasil metabolisme ((Sasli, 2004), (Nurbaity dkk, 2009)).Hasil penelitian Kabirun (2002) pemberian mikoriza pada padi gogo dapat
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tanaman, serapan P
tanaman, berat dan jumlah gabah berisi dan berat jerami. Sastrahidayat (1995)
juga menyatakan bahwa MVA dapat meningkatkan hasil pada berbagai jenis
tanaman antara lain: jagung (93,0%), kedelai (56,2), padi gogo (25%), kacang
tanah (23,8%), cabe (22%), bawang merah (62,0%), dan semangka (77%)
9
Hasil penelitian Mulyadi (1992) membuktikan inokulasi mikoriza
Giomus fascilatum dalam kondisi cekaman kekeringan mampu menghasilkan
anakan tertinggi pada kondisi kapasitas lapang 80%. Peran positif mikoriza juga
ditunjukkan hasil penelitian Rakhmawati (2006) yang membuktikan bahwa
pemberian inokulasi crude inokulum mikoriza dan inokulum murni dengan
frekuensi penyiraman 3 hari sekali mampu memberikan hasil tertinggi produksi
padi IR-64. Inokulum crude merupakan campuran dari akar, tanah dan spora
mikoriza dari hasil perbanyakan selama ± 1 bulan dari tanaman inang. Inokulum
mikoriza dalam bentuk crude diaplikasikan bersamaan waktu tanam sebanyak 40
gram (Lukiwati dan Simanulangkit, 2001). Sedangkan menurut Tjokronegoro dan
Gunawan (2000), inokulum berasal dari crude yang ditumbuhkan pada tanaman
jagung selama 6 minggu diaplikasikan ke tanaman sebanyak 10% dari berat tanah
(8 kg) maka perlu diberikan 80 gram crude inokulum.
D. Kompos Azolla
Azolla adalah nama tumbuhan paku-pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air. Tumbuhan ini bersimbiosis dengan Anabaena Azollae. Anabaena adalah genus Cyanobakteria
filamentous atau ganggang hijau-biru yang ditemukan sebagai plankton. Alga biru hijau (Cyanobacteria) dan Azolla sebagai inangnya atau rumah bagi alga. Alga hidup di rongga yang ada di sisi permukaan bawah daun Azolla. Dalam hubungan saling menguntungkan ini, Anabaena bertugas memfiksasi dan mengasimilasi gas Nitrogen dari atmosfer. Nitrogen ini selanjutnya digunakan oleh Azolla untuk membentuk protein. Sedangkan tugas Azolla menyediakan Karbon serta lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan alga. Hubungan simbiotik yang unik inilah yang membuat Azolla menjadi tumbuhan yang menakjubkan dengan kualitas nutrisi yang baik (Iriyanto, 1993). Anabaena memiliki Heterocysts yang
merupakan sel yang berada di bagian ujung (terminal) yang dikhususkan dalam
10
proses fikasi Nitrogen. Interior dari sel ini berupa mikrooxic sebagai akibat dari
peningkatan respirasi, tidak aktifnya pembentukan O2 dalam fotosistem II.
Nitrogenase mengubah Dinitrogen menjadi Ammonium pada pengeluaran ATP
dan keduanya merupakan reduktan yang dihasilkan melalui metabolisme
Karbohidrat, sebuah proses tambahan, dalam cahaya melalui aktivitas fotosistem
(PS) I . Sebagai imbalannya, Nitrogen difiksasi dalam heterocysts yang bergerak
ke dalam sel vegetatif bagian akhir dalam pembentukan asam amino.
Berdasarkan penelitin Gunawan dan Kartina (2012) diperoleh bahwa
peningkatan berat kering gabah pada pemberian Azolla tanpa Urea cenderung
lebih baik daripada pemberian Urea tanpa Azolla. Pemanfaatan Azolla sebagai pupuk memang sangat memungkinkan, karena bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (Azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3-5% dan Kalium 2-4,5 % (Rochdianto, 2008). Pemberian kompos Azolla dengan dosis 6 ton/ha
memberikan hasil terbaik tanaman padi sawah sebesar 12,05 ton/ha atau
meningkatkan berat produksi gabah sebesar 21,03% (Kaimuddin, dkk 2008).
Menurut Sutanto (2002), bila Azolla digunakan saat musim tanam padi
dengan cara membenamkan ke dalam tanah sebelum masa tanam atau setelah
masa tanam, maka Azolla akan mudah terurai atau terdekomposisi, pembenaman
Azolla akan meningkatkan bahan organik tanah. Aplikasi 5 ton Azolla setara
dengan nitrogen seberat 30 kg, untuk itu kebutuhan Nitrogen pada tanaman padi
dapat digantikan dengan pemanfaatan Azolla. Hasil penelitian Gatot_Kustiono
dkk (2009) menunjukan bahwa aplikasi kompos Azolla 6 ton/hektar pada tanaman
padi varietas Ciherang pada tanah Inceptisol, mampu menghasilkan gabah 8,69
ton/hektar, sedangkan perlakuan pupuk anorganik 100% (300 kg/hektar Urea, 75
kg/hektar SP36 dan 50 kg/hektar KCl) tanaman padi varietas Ciherang mampu
menghasilkan gabah 8,09 ton/hektar.
11
E. Hipotesis
Diduga kombinasi inokulum antara Kompazolla 24 gram/polybag,
Mikoriza 40 gram crude/polybag dan NPK 75% dari dosis anjuran, dapat
memberikan hasil tertingi terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng
Handayani diinokulasi Rhizobakteri indigenous Merapi pada tanah Regoso
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan percobaan Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, dengan jenis tanah Regosol. Waktu penelitian akan
dilaksanakan pada bulan April sampai juni 2015.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : benih padi Segreng
Handayani, Rhizobakteri indegenous Merapi isolat MB dan isolat MD (koleksi Ir.
Agung Astuti, M.Si.), media platting LBA (Luria Bertani Agar), media
perbanyakan isolat LBC (Luria Bertani Cair), mikoriza pada rhizosfer tanaman
jagung, kompos Azolla, KOH 10%, HCl 1%, Acid fuchin (untuk pengecatan),
Pupuk Urea, SP-36 dan KCL, tanah regosol untuk media tanam, air untuk
penyiraman, air steril, dan alcohol.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, colonicounter,
haemacytometer, petridish, shaker, erlenmeyer, mikro pipet, timbangan, gelas,
besek pembibibitan, polybag, pengga ris, timbangan analitik, jarum ose, driglasky,
pinset, pipet ukur, blue and yellow tip, autoklaf, oven, gelas piala, dan lampu
bunsen dan kertas label.
C. Metode Penelitian
Penelitian eksperimen disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAL) dengan metode percobaan faktor tunggal. Terdapat empat perlakuan dan
setiap perlakuan diulang 3 kali dengan 3 tanaman korban 3 tanaman sampel dan 1
tanaman cadangan sehingga terdapat 84 polybag (layout Lampiran 1). Adapun
perlakuannya adalah padi segreng diinokulasi Rhizobakteri indigenous Merapi
dengan pupuk sebagai berikut:
12
13
A: NPK 100% dosis anjuran
B: NPK75% dari dosis anjuran + Kompazolla (24 gram/polybag)
C: NPK 75 % dari dosis anjuran + Mikoriza (40 gr crude/polybag)
D: NPK 75 % dari dosis anjuran + Kompazolla (24 gr) + Mikoriza (40 gr crude)
D. Tata Laksana Penelitian
1. Pembuatan Inokulum Campuran Rhizobacteri indigenous Merapi dan Formulasi Carier Padat.
a. Sterilisasi alat
Alat-alat yang terbuat dari logam dan gelas dicuci bersih kemudian setelah
kering alat-alat tersebut dibungkus menggunakan kertas payung, kemudian
disterilkan dalam autoklaf dengan temperatur 121oC bertekanan 1 atm selama 30
menit.
b. Pembuatan medium Luria Bertani Agar (LBA) dan Luria Bertani Cair (LBC).
Media LBA digunakan untuk identifikasi isolat MB dan MD dan untuk
pembutaan kultur stok isolat. Media LBC digunakan untuk pebanyakan
Rhizobacteri indigenous Merapi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
media ialah nutrisi dalam media harus homogen, pH 6,5-7,2 dan media harus
steril. Medium LBA sebanyak 270 ml dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi steril
sebanyak 10 ml/tabung dan sisanya ke erlenmeyer. Medium LBC sebanyak 240
ml dimasukkan ke dalam 3 erlenmeyer sebanyak 80 ml/erlenmeyer.
c. Identifikasi koloni dan sel isolat MB dan MD Rhizobacter indigenous Merapi.
Identifikasi koloni dilakukan dengan pengamatan warna, diameter, bentuk
koloni, bentuk tepi, elevasi dan struktur dalam koloni serta bentuk dan sifat sel
Rhizobacteri indigenous Merapi dari hasil pembiakan kultur murni pada medium
LBA menggunakan surface platting method, merujuk pada karakterisasi hasil
penelitian (Agung_Astuti, 2012b).
14
d. Pembuatan biakan murni Isolat Rhizobacter indigenous Merapi untuk kultur stok.
Isolat Rhizobacter Indigenous Merapi yang diperoleh dari hasil penelitian
sebelumnya dimurnikan dengan cara mengambil 1 ose isolat bakteri ditumbuhkan
pada medium LBA. Setiap tabung reaksi diisi dengan satu ose isolat bakteri yang
diharapkan dalam medium LBA pada tabung reaksi tumbuh bakteri yang
berkoloni. Biakan murni dibuat dari 1 ose isolat MB dan MD pada medium Luria
Bertani Agar miring dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 27oC.
e. Perbanyakan dan pembuatan starter campuran isolat MB dan MD.
Perbanyakan isolat MB dan MD dari kultur stok dilakukan dengan
mengambil 2 ose isolat kemudian diinokulasikan ke dalam tabung reaksi berisi 10
ml medium LBA untuk tiap isolat dan diinkubasi dengan suhu ruang 27oC selama
48 jam pada rotary shaker dengan kecepatan 120 rpm. Isolat MB dan MD yang
telah diperbanyak dan diinkubasi selama 48 jam kemudian diinokulasikan
kedalam tabung reaksi berisi 20 ml LBC untuk perbanyakan isolat dan diinkubasi
selama 48 jam. Selanjutnya dari isolat hasil perbanyakan diambil sebanyak 12 ml
per isolat ke dalam 2 erlenmeyer steril berukuran 25 ml berisi 100 ml LBC untuk
masing-masing isolat (Lampiran 3). Kemudian inkubasi pada rotary shaker
selama 48 jam dengan suhu ruang untuk pengaktifan fase mid log bakteri dan
lakukan uji viabilitas starter campuran. Uji viabilitas dilakukan dengan metode
Total Plate Count (TPC). Satu mililiter starter campuran diencerkan
menggunakan air steril hingga seri pengenceran 10-8. Pada seri pengenceran 10-6,
10-7 dan 10-8 diambil 0,1 ml lalu diinokulasikan pada medium LBA dengan
surface platting method. Perhitungan jumlah koloni Rhizobakteri indigenous
Merapi dilakukan setelah inkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan 27ºC.
Setelah kultur aktif, setiap 30 ml isolat starter campuran dimasukkan kedalam
erlenmeyer berukuran 100 ml yang berisi carrier inokulum padat. Selanjutnya,
hasil percampuran starter campuran dan bahan pembawa dikemas dalam plastik
kemasan dan diinkubasi selama 1 bulan. Selama masa penyimpanan dilakukan uji
viabilitas bakteri untuk mengetahui pertumbuhan bakteri setiap 1 minggu sekali.
15
Selanjutnya formula inokulum padat diaplikasikan pada benih padi Segreng
Handayani pada saat persemaian.
f. Formulasi inokulum padat.
Bakteri Rhizobakteri indigenous Merapi diaplikasikan dengan ketentuan
setiap 15 ml starter campuran untuk 50 gram carrier gambut dan lempung halus
yang telah disterilkan dengan perbandingan 3:2. Starter campuran harus memiliki
kepadatan populasi bakteri ± 107 cfu/g. Kemasaman dan kadar air formula harus
disesuaikan yaitu pH 7 dan kadar air 40% untuk menunjang pertumbuhan
Rhizobakteri indigenous Merapi dalam carrier padat (Noviana dkk, 2009).
Formulasi Rhizobakteri akan diaplikasikan pada medium tanam dengan cara
menaburkan 10 g per tanaman pada lubang di sekeliling perakaran tanaman. Hal
lain yang perlu diperhatikan ialah kemasaman dan kadar air dalam kemasan.
Formula inokulum harus memiliki pH 7 dan kadar air 40% untuk menunjang
pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi dalam carrier. Carrier yang
digunakan adalah kombinasi 89% gambut (w/w) + 1% gula (w/w) +10 arang aktif
(w/w) dengan kemasan plastik. Bahan yang digunakan untuk menyesuaikan pH
carrier ialah CaCO3 (kapur) dan untuk menyesuaikan kadar air digunakan air
steril (Agung_Astuti, 2014b )
2. Perbanyakan MVA
a. Perbanyakan inokulum Mikoriza
Perbanyakan inokulum dengan cara kultur pot dengan menggunakan tanaman jagung, masing-masing pot diisi sebanyak 5 kg tanah sisa bekas tanaman jagung kemudian ditanam biji jagung 2 butir tiap pot, lalu dipelihara selama ± 1 bulan. Setelah berumur 1 bulan, tanah dibongkar untuk mengambil akar jagung, kemudian dibersihkan dan dicuci, lalu akar tersebut dirajang. Tanah dan akar jagung tersebut dicampur kemudian dikering anginkan ± 7 hari. Kemudian dilakukan uji pendahuluan yaitu infeksi dan isolasi spora.b. Isolasi dan inokulasi Mikoriza.
16
Inokulum mikoriza diperoleh dengan cara mengambil tanah sisa bekas
penanaman jagung berumur 1 bulan dan selanjutnya disaring guna penyaringan
spora serta dihitung jumlahnya. Sedangkan akar jagung dicacah kemudian
dihitung persentase infeksi mikoriza. Apabila dari perhitungan jumlah spora
didapatkan lebih 50-60 spora/gram dan persentase infeksi lebih besar dari 80%
maka cukup diinokulasikan sebanyak 40 gram crude/tanaman dengan cara
dimasukkan dalam lubang sebelum bibit padi ditanam. Apabila crude inokulum
belum layak diaplikasikan ( jumlah spora dan persentase infeksi kurang dari 80%)
maka inokulasi ditambahkan menjadi 2-3 kali lipatnya.
3. Pembuatan Kompazolla
Azolla didapat dari persawahan kemudian Azolla segar dimasukkan kedalam karung dan diikat dengan tali rafia, kemudian diletakkan ditempat yang tidak terkena sinar matahari atau tempat yang memiliki kelembaban tinggi dan didiamkan selama 7 hari sampai berwarna kehitaman dan tidak berbau, agar proses pegomposan merata, diusahakan
melakukan pembalikan setiap hari. Sebelum digunakan, kompos Azolla sebaiknya diangin-anginkan dulu sampai kering sepenuhnya, baru bisa dicampurkan ke media tanam. Setelah dikering anginkan azolla ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan perpolybag (lampiran 4).
4. Aplikasi dan Budidaya
a. Persiapan Media tanam dan pemupukan dasar
Persiapan media tanam dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara
mengisi setiap polybag dengan tanah Regosol yang sudah diayak dan
dibersihkan dari kotoran dan gulma, kemudian diberi pupuk dasar yang
berupa NPK 75% dari dosis anjuran (Urea, SP-36 dan KCL), Kompazolla
sebanyak 24 gram/tanaman dan Mikoriza 40 gram crude/tanaman (lampiran
4). Pemberian pupuk dasar dilakukan bersamaan dengan
17
persiapan media tanam atau satu minggu sebelum tanam dengan cara dicampurkan dengan tanah yang dimasukkan dalam polybag.
b. Pembibitan
1). Seleksi benih dengan larutan garam
Seleksi benih dilakukan dengan cara memasukkan benih ke dalam
wadah yang berisi air dan dicampur dengan garam ± 20% dari volume air
yang digunakan, kemudian benih tersebut diaduk sampai benih terpisah
antara yang terapung dan tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih
yang bagus untuk dibibitkan. Selanjutnya benih tenggelam diambil dan
dibilas dengan air biasa sampai bersih dan dikering anginkan.
2). Uji daya kecambah
Uji daya kecambah dilakukan untuk mengetahui potensi benih yang
bisa berkecambah dari suatu kelompok atau satuan berat benih. Pengujian ini
dilakukan dengan cara mengambil 100 biji secara acak kemudian benih
disemai pada petridish yang sudah diberi kapas atau kertas saring yang telah
dibasahi. Kemudian dihitung berapa jumlah benih yang berkecambah.
Rumus perhitungan daya kecambah :
DB = (JBK / JBT) x 100 %
Keterangan :
DB = Persentase biji berkecambahJBK = Jumlah biji berkecambah JBT = Jumlah biji yang ditabur
c. Tahap inokulasi Rhizobakteri saat persemaian benih.
Formula padat Rhizobakteri indigenous Merapi diaplikasikan pada benih
padi Segreng Handayani dengan takaran 4-6 g/kg benih atau setara dengan 0,28-
0,42 kg/ha dengan penambahan perekat berupa indostik sebanyak 0,03% (v/w)
dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya setelah diinokulasi, benih
dikeringanginkan dan ditempatkan pada tempat yang teduh agar tidak terkena
18
sinar matahari, kemudian langsung disemai dalam besek. Benih yang di semaikan
dipelihara dengan cara disiram agar media tempat persemaian selalu lembab.
Selama persemaian dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan Rhizobakteri
saat fase persemaian. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 3
minggu.
d. Penanaman
Penanaman dan pemindahan bibit dilakukan pada saat umur bibit 3
minggu setelah persemaian. Penanaman dilakukan dengan cara tanam 2 bibit
dalam 1 lubang untuk mengurangi resiko jika ada tanaman yang mati.
Penanaman dilakukan dalam polibag dengan jarak antar polibag 20 cm x 20
cm. Penanaman dilakukan pagi atau sore hari dengan cara melubangi tanah
yang ada di polibag, kemudian bibit padi dimasukkan ke dalam lubang tanam.
e. Pemeliharaan
1). Pengairan
Pada awal penanaman selama 2 minggu kondisi tanah akan disamakan
sesuai syarat penanaman padi sawah yaitu tergenang, setelah 2 minggu pengairan
disesuaikan dengan cekaman kekeringan yaitu disiram 6 hari sekali.
2). Pemupukan susulan.Pupuk susulan di aplikasikan saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam
sebanyak Urea 30% dan KCl 50%, ketika umur 30 hari setelah tanam berikan
Urea 40%, kemudian 40 hst Urea 30% dan KCl 50%, pemupukan dilakukan
dengan menebar pupk di sekitar tanaman ( BPTP Kalbar, 2010).
3). Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan dengan cara mencabut dan membenamkan
gulma ke tanah dengan alat gosrok, penyiangan dilakukan ketika gulma yang
tumbuh di lahan populasinya > 50% setiap 1 minggu.
4). Pengendalian Hama
19
Pengendalian hama dilakukan secara manual yaitu mengambil atau
mengusir hama yang menyerang, tapi apabila serangan hama melewati ambang
batas akan dilakukan pengendalian secara kimiawi menggunakan pestisida.
Beberapa hama yang sering ada pada tanaman padi:
i.). Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)
Hama ini dapat menyebabkan tanaman padi mati kering dan tampak
seperti terbakar atau puso, serta dapat menularkan beberapa jenis penyakit.
Gejala serangan adalah terdapatnya imago wereng coklat pada tanaman dan
menghisap cairan tanaman pada pangkal batang, kemudian tanaman menjadi
menguning dan mengering. Pengendalian dianjurkan menggunakan insektisida
sistemik Winder 100EC (0,25-0,5 ml/L), Winder 25WP (0,125-0,5 g/L),
WinGran 0,5GR ditaburkan merata.
ii). Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Hama wereng hijau merupakan hama penyebar (vector) virus tungro
yang menyebabkan penyakit tungro. Fase pertumbuhan padi yang rentan
serangan wereng hijau adalah saat fase persemaian sampai pembentukan
anakan maksimum, yaitu umur ± 30 hari setelah tanam. Gejala kerusakan yang
ditimbulkan adalah tanaman kerdil, anakan berkurang, daun berubah menjadi
kuning sampai kuning oranye. Pencegahan dan pengendalian Pengendalian
dianjurkan menggunakan insektisida sistemik Winder 100EC (0,25-0,5 ml/L),
Winder 25WP (0,125-0,5 g/L), WinGran 0,5GR ditaburkan merata.
iii). Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan bulir pada fase
masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit menyebabkan beras
berubah warna, mengapur serta hampa. Hal ini dikarenakan walang sangit
menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi yang rentan terserang
hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai keluar malai sampai fase
masak susu. Pengendalian dianjurkan dilakukan pada saat gabah masak susu
pada umur 70-80 hari setelah tanam dengan disemprot insektisida Greta 500EC
(1-2 ml/L).
20
f. Pengamatan dan pemanenan
Pengamatan dilakukan mulai dari 1 minggu setelah tanam, menjelang panen
hingga pada saat panen. Pemanenan dilakukan setelah padi menguning (95%
malai padi menguning dari sejumlah tanaman yang ada) dan di panen pada umur
115 hari setelah tanam.
E. Variabel Pengamatan
1. Pertumbuhan Rhizobakteri indigenous Merapi
a. pada formula padat
b. saat pembibitan hari ke 0
c. minggu ke 2, 5 dan 8 selam budidaya
2. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
a. Akar
1). Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal
tanaman hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan
pada minggu ke- 2, 4 dan 6 setelah tanam pada 3 tanaman korban per
perlakuan.
2). Poliferasi akar
Poliferasi akar diketahui dengan mengamati percabangan perakaran
tanaman padi. Pengamatan dilakukan pada 1 tanaman korban per perlakuan
pada minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 setelah tanam. Proliferasi akar dinyatakan
secara kualitatif dengan harkat (++++) untuk perakaran yang memiliki
percabangan yang rumit serta banyak secara horizontal dan vertikal, (+++)
untuk perakaran yang memiliki percabangan yang cukup banyak, (++) untuk
perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedang, dan (+) untuk
perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedikit dan (-) untuk
perakaran yang tidak memiliki percabangan.
3). Pesentasi infeksi MVA
Pengamatan dilakukan dengan pengecatan pada akar lalu diamati dengan
mikroskop, dengan cara sebagai berikut:
21
i. Mengambil sampel akar sesuai perlakuan lalu dibersihkan dari segala
kotoran dengan menggunakan air,kemudian akar dipotong dengan
panjang 0,5-1 cm
ii. Akar yang telah dipotong dimasukkan dalam botol reaksi dan diberi 2
ml KOH 10% sehingga akar tercelup semua dan dibiarkan selama 24
jam. Setelah itu akar dibilas dengan air bersih
iii. 2 ml HCl 1% ditambahkan pada botol hingga tercelup selama 1 jam.
Setelah itu larutan dibuang
iv. 2 ml Cat Acid-fuchin diberikan pada botol reaksi selama 10-60 menit
v. 20 potongan akar diambil dan diatur dalam gelas benda lalu ditutup
dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop,lalu dihitung
persentase infeksi dengan rumus:
vi. persentase infeksi=(jumlah akar terinfeksi)/(jumlah akar total) x
100%.
4). Berat segar dan berat kering akar (g)
Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara mencabut tanaman
sampel kemudian menimbang bagian akar yang sudah dibersihkan dari
tanahnya. Akar ditimbang menggunakan timbangan analitik, dan dinyatakan
dalam satuan gram. Selanjutnya akar dijemur di bawah sinar matahari
selama 24 jam dan dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan.
Pengamatan bobot kering akar dilakukan dengan cara menimbang akar yang
sudah kering oven menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam
satuan gram. Penghitungan bobot segar dan kering akar dilakukan pada
tanaman sampel minggu ke-8.
b. Tajuk
1). Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai dengan bagian tanaman yang
tertinggi. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan penggaris yang
satuannya adalah (cm).
22
2). Jumlah anakan
Pengamatan jumlah anakan per rumpun dilakukan setiap 1 minggu sekali
setelah perlakuan dan berhenti ketika titik maksimum perkembangan
vegetative yang ditandai dengan keluar nya malai.
3). Berat segar dan berat kering tanaman
Pengamatan berat segar tanaman dilakukan dengan menimbang tajuk
tanaman dengan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam gram. Pengamatan
berat kering tanaman dilakukan dengan cara memasukkan tajuk tanaman padi
ke dalam oven dengan suhu (80-150)˚C kemudian setelah konstan ditimbang
dengan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam gram.
c. Hasil tanaman
1). Waktu berbunga (%)
Pengamatan umur berbunga dilakukan saat padi mengalami pembungaan lebih
dari 50%.
2). Jumlah Malai (bulir/malai)
Menghitung jumlah biji per malai dari tanaman sampel, dilakukan dengan
menghitung semua biji yang ada dalam rumpun tersebut, baik yang berisi
maupun yang hampa. Penghitungan jumlah gabah per malai ini dilakukan
pada tanaman sampel pada waktu panen. Alat yang digunakan dalam
pengamatan adalah bopoint dan kertas.
3). Jumlah bulir/malai (biji)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung berapa bulir yang dihasilkan
setiap malai
4). Berta 1000 biji (g)
Pengamatan berat 1000 biji dilakukan dengan cara menimbang berat gabah
1000 biji dari hasil masing-masing perlakuan yang telah dikeringkan,
kemudian mengukur kadar airnya dengan dikonversikan pada kadar air 14%
dengan rumus:
23
gram = (100−Ka)100−14 %
xb
a= berat 1000 biji pada kadar air 14 %b= berat 1000 biji pada kadar air terukur.
5). Hasil (ton/ha)
Pengamatan dilakukan pada saat panen dari petak hasil perlakuan yaitu dengan
mengeringkan bulir gabah kemudian ditimbang diukur kadar airnya kemudian
dikonversikan dalam ton/ha pada kadar air 14% dengan rumus :
H = AB
x (100−Ka)100−14 %
xC kg
H = hasil gabah/ha pada kadar air 14%A = luas lahan dalam satuan ha (10.000 m2)B = luas petak hasil (m2)C = berat biji per petak hasil (kg/m2) KA= kadar air biji terukur
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan secara periodik disajikan dalam bentuk histogram
dan grafik, sedangkan hasil akhir dianalisis sidik ragam (Analysis of variance)
mengunakan uji F pada tingkat kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda
nyata diuji lebih lanjut dengan uji jarak berganda Ducan (DMRT).
24
G. Jadual Kegiatan
No KegiatanBln ke-1 Bln ke-2 Bln ke-3 Bln ke-4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan Isolat
2 Perbanyakan Isolat
2 Persiapan dan pembuatan kompos Azolla
3 Pembibitan dan inokulasi benih
4 Persemian
5 Pengolahan tanah dan pemberian pupuk dasar
6 Penanaman
7 Perawatan
8 Pengamatan di Lapanagan dan di Lab
9 Analisis data
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, S.P. 2011. Budidaya padi Gogo. http://sawitwatch. or.id/download/ manual %20dan%20modul/148_Budi%20daya%20Padi%20Gogo%201.pdf. Diakses tanggal. 5 Maret 2015.
Agung_Astuti. 2012. Uji Potensi Rhizobacteri Indigenous Lahan Pasir Vulkanik Merapi Untuk Dikembangkan Sebagai Pupuk Hayati Di Lahan Marginal. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Lahan Marginal Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Ketahanan Pangan Lokal, HITI & UNSOED Purwokerto, 8 Juni 2013.
Agung_Astuti. 2012b. Isolasi Rhizobacteri indigenous Lahan Pasir Vulkanik Merapi yang Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan. Seminar Ilmiah di Fakultas Pertanian UMY
Agung_Astuti, Haryono dan Murdianto. 2013. Pengaruh Frekuensi Penyiraman Dan Inokulasi Rhizobacteri Indigenous Vulkanik Merapi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Padi Ir64 (Oryza sativa). Skripsi Mahasiswa Umy (tidak dipublikasikan)
Agung_Astuti. Haryono dan M. H. Rachman. 2014. Pengujian Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Berbagai Varietas Padi Yang Diinokulasi Rhizobakteri Indigenous Merapi. Skripsi Mahasiswa Pertanian UMY (Tidak Dipublikasikan).
Agung_Astuti. Sarjiyah. A. Fitri. 2014b. Pengaruh Formulasi Inokulum Padat Dan Bahan Pengemas Terhadap Aktivitas Rhizobacteri Indigenous Merapi Dan Pertumbuhan Padi Dalam Cekaman Kekeringan. Skripsi Mahasiswa FP UMY. Tidak Dipublikasikan.
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat. 2010. Usahatani Padi Gogo. http://kalbar.litbang.pertanian.go.id/ind/images/ stories/ leaflet/padi_gogo.pdf . Di akses tanggal 04 Febuari 2015.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Tanaman Pangan Angka Ramalan II (Aram II) 2014 dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Katalog BPS:9199017. Edisi 54 November 2014.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2010. Petunjuk teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo. (http://jabar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/publikasi/brosurbook let/ 114.petunjuk-teknis-ptt-padi-gogo. Diakses pada tanggal 29 febuari 2015.
Dobermann and Fairhurst. 2000. Rice Nutrient Disorder and Nutrient Management. International Rice Research Institute. Philippines. 201 p
25
24
Farooq, M. Kobayashi, N. Ito, O. Wahid, A dan Serraj, R. 2010. Broader Leaves Result In Better Performance Of Indica Rice Under Drought Stress. Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/20392520. Diakses pada tanggal 05 Januari 2015.
Fauzi, A. 1997. Studi Beberapa Tolok Ukur Viabilitas Benih Padi Gogo untuk Indikasi Fisiologi Sifat Tahan terhadap Kekeringan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.
Fembria I.W., Agung_Astuti dan Haryono. 2010. Pengaruh Inokulasi Rhizobakteri osmotoleran- Fiksasi Nitrogen dan Kondisi Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Merah-Putih.Skripsi Mahasiswa Fakultas Pertanian UMY. Hal 82.
Gatot_Kustiono, Indarwati dan Jajuk Herawati. 2009. Kajian Aplikasi Kompos Azolla dan Pupuk Anorganik untuk meningkatkan hasil padi sawah (Oryza sativa L.). Http://pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/ uploads/ kajian-aplikasi-kompos-azolla-dan-pupuk-anorganik-untuk meningkatkan -hasil-padi-sawah-oryza-sativa-l.pdf. Di akses 20 Januari 2015.
Gunawan, I dan R. Kartina. 2012. Substitusi Kebutuhan Nitrogen Tanaman Padi Sawah oleh Tumbuhan Air Azolla (Azollae pinnatae). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12 (3): 175-180
Haas, D. and Devago, G. (2005). Biologycal Control Of Soil-Borne Pathogens by Fluorescens Pseudomonads. Nature Reviews Microbiology. (1): 1-13.
Hartmann, A., SR. Prabhu and EA. Galinski. 1991. Osmotolerance of Diazotropic Rhizosphere Bacteria Plant and Soil. (137) : 105 – 109
Husen, E. dan Irawan. 2010. Efektivitas dan Efisiensi Mikroba Dekomposer Komersial dan Lokal dalam Pembuatan Kompos Jerami. http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 21 januari 2015.
Iriyanto. 1993. Kombinasi kompos azolla dengan urea terhadap tanaman cabai merah. KANISIUS. Yogyakarta. 157 hal.
Kaimuddin, B., Ibrahim dan L. Tangko. 2008. Budidaya padi sawah irigasi dengan aplikasi azolla dan ikan nila. Journal Agrivigor 7(3):242-253.
Kabirun, S. 1990. Peranan Endomikoriza dalam Pertanian. PAU Bioteknologi IPB kerjasama PAU Bioteknologi UGM. Bogor.
25
Kabirun, S. 2002. Tanggapan Padi Gogo terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula dan Pemupukan P Di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 3 (2): 49-56.
Kristamtini dan Prajitno AL. 2009. Karakterisasi Padi Beras Merah Segreng Varietas Unggul Lokal Gunungkidul. Jurnal Ilmu-ilmu Pengetahuan. 5(2): 45-51.
Kloepper, J. W. 1993. Plant growth-promotting rhizobacteria as biological control agents. Dalam: F.B. Metting, Jr. (ed). Soil Microbiology Ecology Application in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker Inc. New York. P. 255-274
Kusumastuti, A., T. Yuwono dan J. Soedarsono. 2003. Peran Bahan Organik dalam Interaksi Rhizobakteri osmotoleran dan padi IR-64 pada dua aras lengas tanah di Udipsament. Tesis Program Studi Ilmu Tanah UGM. 100 hal
Lukiwati, D. R. dan Simanungkalit, R. D. M. 2001. Dry Matter Yield P Uptake of Maize With Combination Of Phosphorus Fertilizer From Different Sources and Glomus Fasciculatum Inoculation. Konas. Yogyakarta. 175 hal
Mulyadi. 1992. Pengaruh Jamur VA Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Padi Gogo Pada Berbagai Kondisi Tanah. Tesis FTP UGM. (Tidak Dipublikasikan).
Nurbaity, A., A. Herdiyantoro and O. Mulyani. 2009. Utilization of Organic Materials as Carrier of Arbuskula Mycorrhizal Fungi Inoculant. J. Biol. XIII (1): 17-11.
Noviana, L dan Raharjo, B. 2009. Viabilitas Rhizobakteri Bacillus sp. DUCC-BR K1.3 pada Media Pembawa Tanah Gambut Disubstitusi dengan Padatan Limbah Cair Industri Rokok. BIOMA. ISSN: 1410-8801. 11 (1): 30-39.
Rakhmawati. 2006. Kajian Frekuensi Penyiraman dan Inokulasi VAM (Vesicular Arbuscular Mikoriza) Pada Budidaya Padi di Tanah Pasir Pantai. Skripsi Mahasiswa Pertanian UMY (Tidak Dipublikasikan).
Rochdianto, A. 2008. Manfaat tanaman Azolla. Dikutip dari http://agusrochdianto .mutiply.com diakses tanggal 14 febuari 2015.
Samidjo, G.S., T. Yuwono dan J. Soedarsono. 2002. Kajian Peranan Inokulasi Rhizobakteri Osmotoleran Pada Tanaman Padi di Tanah Pasir Pantai. Tesis Program Studi Agronomi. UGM. 66 hal
26
Sasli,I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702). Institut Pertanian Bogor. 99 hal
Sastrahidayat, I.R. 1995. Studi rekayasa teknologi pupuk hayati mikoriza. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VI Jakarta. Hal 11-15.
Susilowati, L.E., Yuwono dan Soedarsono (1997). Asosiasi Antara Rhizobakteri Dengan Tanaman Padi Gogo Di Tanah Regosol Pada Berbagai Aras Lengas Tanah. Tesis. Fakultas Pertanian UGM. 63 hal
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius.Yogyakarta.110 hal
Syamsiyah, J., B. H. Sunarminto., E. Hanudin dan J. Widada. 2012. Pengaruh Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula Terhadap Glomalin, Pertumbuhan Dan Hasil Padi (Effect Of Arbuscular Mycorrizhal Fungi Inoculation On Glomalin, Growth And Rice Yield). Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 11 (1) 41-45
Syib’li. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Eksistensi Hutan dan Ekonomi Indonesia. http://-www.kabarindonesia.com . Diakses tanggal 14 Febuari 2015.
Utami D. W., Kristamtini, Prajitno al. KS. 2009. Karakterisasi Plasma Nutfah Padi Beras Merah Lokal Asal Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi dan Marka SSRs. Yogyakarta. 51 hal
Talanca,A.H, dan A.M. Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya Pada Tanaman. BPTS. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuam Tahunan. PEJ dan PFJ XVJ. Komda Sul-Sel.2005. ISBN: 979-95025-6-7.
Tjokronegoro P. D dan A. W. Gunawan. 2000. Te Role of Glomus Fasciculatum And Soil Water Conditions On Growth Of Soybean and Maize. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. Media Komunikasi Mikrobiologi Dan Bioteknologi:1-3.
Widiastuti, H,. N. Sukarno,. L. K. Darusman,. D.H. Gunadi,.S. Smith dan E. Guhardja. 2005. The use of Arbuskula Mycorrhizal Fungi Sporesasthe Inoculum to Improve Growth and Nutrient Uptakeof Oil Palm Seedlings. J. Menara Perkebunan73(1):26-34.
21
LAMPIRAN I
Lampiran 1. Layout penelitian
A (3) C (1) C (2)
D (2) B (3) B (1)
C (3) A (1) B (2)
D (3) A(2) D (1)
Keterangan :
A: Rhizobakteri +NPK 100%
B: Rhizobakteri+NPK75%+Kompazolla
C: Rhizobakteri+NPK75%+Mikori
D: Rhizobakteri+ NPK75%+ Kompazolla +Miko
22
Lampiran 2. Komposisi Media
1. Media Luria Bertani Cair/La. Tryptone = 10 mlb. Yeast Extract = 5 gramc. NaCl = 10 gramd. Aquadest = 1000 mle. pH = 7,2
2. Media Luria Bertabi Aagar/La. Tryptone = 10 mlb. Yeast Extract = 5 gramc. NaCl = 10 gramd. Agar = 15 %e. Aquadest = 1000 mlf. pH = 7,2
3. Media Ekstrak Tanah Agar (Allen, 1957 cit johnson et al., 1960)a. Glukosa = 1 gb. K2HPO4 = 0,5 gc. Agar = 15 gd. Aquades Steril = 900 mle. Ekstrak tanah = 250 ml
Cara Membuat Ekstrak tanah
Ekstrak tanah dibuat dengan mengautoklav 1.000 gram contoh tanah yang
ditambahkan 1 lier aquades steril selama 30 menit. Kemudian ditambahkan sedikit
kalsium karbonat dan suspensi tanah disaring dengan kertas saring ganda hingga
diperoleh cairan jernih.
23
Lampiran 3. Skema Perbanyakan isolat Rhizobakteri Indigenous Merapi
Gambar. Skema alur pembiakan bakteri MB
Gambar. Skema alur pembiakan bakteri MD
Gambar. Skema alur pembiakan isolat bakteri MB dan MD
1 ml/ tabung1 ose
LB
C
LBA miringMasing erlen meyer berisi 210 ml
Masukkan 10%
@ tabung 10 ml
1 ml/ tabung1 ose
LB
C
LBA miringMasing erlen meyer berisi 210 ml
Masukkan 10%
@ tabung 10 ml
24
Lampiran 4. Kebutuhan Pupuk
Kebutuhan penggunaan pupuk NPK (Urea=250 kg/ha, SP-36=150 kg/ha
danKCl=150 kg/ha (BPTP Kalbar, 2010). Pupuk diaplikasikan ½ dari dosis
anjuran.
Jarak tanaman padi yaitu 20 cm x 20 cm = 0,4m
a. Jumlah tanaman perhektar lahan
Jumlah tanaman =Luaslahan/JarakTanam
= (10.000 m2)/(0,4 m) = 25.000 tanaman
b. Jumlah kebutuhan pupuk per tanaman (per polybag)
kebutuhan pupuk per hektarJumlahTanaman
1. Kebutuhan NPK 100% dosis anjuran
a). SP−36= 150kg250. 000
=0. 0006 kg=0 . 6 gr x 21 polybag = 12,6 gram
b). Urea= 250250 . 000
=0 . 001 kg=1gr x 21 polybag = 21 gram
c ¿ .KCl= 10250 . 000
=0. 0006 kg=0 . 6 gr x 21 polybag = 12,6 gram
2. Kebutuhan NPK 75% dari dosis anjuran
a). Urea=187 ,5 kg250 . 000
=0 .00075 kg=0 ,75 gr
b). SP−36=112 ,5 kg250 .000
=0 . 00045 kg=0 ,45 gr
c). KCl=112 ,5 kg250 . 000
=0 .00045 kg=0 , 45 gr
d). Kompazolla= 6000 kg250 .000
=0 , 024 kg=24 gr
3. Total kebutuhan pupuk
a. Urea = 0,75 x 63 polybag = 47,25 gr +21 gr = 68,25 gr
b. SP-36 = 0,45 gr x 63 polybag = 28,35gr + 12,6 gr = 40,95 gr
top related