refrat inverted papiloma
Post on 07-Aug-2015
301 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Papiloma inverted adalah suatu tumor jinak pada hidung dan sinus paranasalis yang
secara histlogi jinak namun perlu ditangani dengan agresif seperti halnya tumor pra-ganas
berdasarkan dua alasan : (1) bersifat invasif lokal, terkadang menyebabkan erosi tulang yang
luas dan jika diangkat secara konservatif, maka insidens rekurens cukup tinggi; (2) dalam
papiloma ditemukan fokus-fokus karsinoma sel gepeng yaitu pada sekitar 10% kasus.1
Papilloma inverted pertama kali didokumentasikan oleh Ward pada tahun 1854 yang
disebut Schnederian Papilloma. Tumor jinak ini diberi nama untuk menghormati C. Victor
Schneider yang pada tahun 1600 dalam memori Victor Conrod Schnider yang berhasil
menggambarkan histologi nya. Papiloma inverted ini merupakan tumor jinak epitelial yang
paling banyak ditemukan pada rongga hidung.2
Papiloma inverted adalah jenis tumor yang jarang, hanya ditemukan pada 0,5 % dari
semua kasus tumor hidung dan 4 % dari semua kasus polip hidung. Paling sering ditemukan
pada usia 40 – 60 tahun. Didapatkan predileksi yang signifikan antara pria dan wanita, yaitu
3-5 : 1. Papiloma inverted bersifat unilateral. 3
Papiloma merupakan tumor jinak epitelial yang paling sering ditemukan didaerah
sinonasal, lebih dari 10% neoplasma yang timbul pada daerah tersebut. Papiloma terdiri atas
tipe inverted, everted dan cylindric.4
Angka kekambuhan papiloma inverted cukup tinggi, dapat mencapai 74% pada eksisi
yang tidak adekuat. Kecenderungan untuk menjadi ganas dapat mencapai angka 53%. Kedua
faktor ini telah menjadi perdebatan bagaimana melakukan penatalaksanaan pada tumor ini.
Pendekatan yang paling bisa diterima adalah melakukan eksisi secara total terhadap lesi
papiloma inverted.2
Pendekatan eksisi secara eksternal dapat berupa maksilektomi medial, Rinotomi
lateral atau Midfacial degloving. Akhir-akhir ini pendekatan reseksi secara endoskopi telah
menjadi perhatian karena mempunyai komplikasi yang lebih rendah dibandingkan
pendekatan eksternal.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI RONGGA HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS
Hidung punya kekhususan : 6
Sebagai pintu gerbang
pernapasan
Menentukan profil muka
Bagian paling menonjol sehingga
mudah trauma
Anatomi hidung terdiri dari : 6
1. Nasus eksternus
2. Cavum nasi
3. Sinus paranasalis
NASUS EKSTERNUS Gambar 1 : Anatomi Hidung 13
Bagian /daerah : 6
Apex –nasi
Dorsum
Radix
Nares
Columela
Basis
Ala nasi
Kerangka : 6
Os nasalis
Cartilago lateralis
Cartilago alaris mayor
Cartilago alaris minor
Cartilago sesamoid
2
Gambar 2 : Anatomi Hidung13
Penyangga nasus eksternus meliputi : 6
Septum nasi
Proc. Nasalis dari os frontalis
Proc. Frontalis dan Proc. Alveolaris dari os maxilaris
o Tepinya membentuk lubang pada tengkorak seperti buah pir disebut opertura
piriformis. Dengan spina nasi anterior terdapat di bagian bawah media.
Otot nasus externus meliputi : 6
Otot dilator
1. M. Procerus
Dari bagian bawah os nasalis dan cartilago lateralis nasi ke kulit radix nasi.
2. Caput angulare – M. Quadratus labii superior
Dari proc. Frontalis dan margo infra orbitalis maxilla ke kulit pada ala nasi dan
sulcus naso labialis.
Otot konstriktor
1. M. nasalis
Pars tranversa dan pars alaris.
2. M. depressor septi
Aliran darah nasus externus terdiri dari : 6
1. Arteri Dorsalis Nasi
Cabang arteri opthaltica/carotis interna menembus M. Orbicularis oculi di atas
ligament palpebra medialis kemudian turun ke bawah beranastomose dengan arteri
angular.
2. Arteri Angularis
Cabang arteri maxilaris externa/carotis externa. Dengan cabang ramus lateralis nasi
dan ramus alaris nasi. Berjalan vertical ke atas di tepi lateral hidung beranastomose
dengan arteri dorsalis nasi.
Pembuluh darah vena berjalan sejajar dengan arteri dan ujung vena angularis masuk ke
vena ophthalmic, yang selanjutnya masuk ke sinus cavernosus. Secara klinis infeksi di hidung
dapat menjalar ke sinus cavernosus. 6
3
Saraf pada nasus externus : 6
Otot-otot inevasi dari cabang bucial dari N. facialis (VII)
Kulit inervasi dari cabang N. trigeminus (V)
N. Supra Trochlearis (Cabang nervus frontalis-nervus opthalmica) ke kulit :
radix nasi dan dahi.
Ramus Nasalis Externa N. ethmoidalis anterior – N. nasociliaris – N.
opthalmica ke kulit : apex dan ala nasi.
Ramus Palpebralis Inferior N. infra trochlearis – N. nasociliaris – N.
opthalmica ke kulit : radix nasi.
Nervus Infra Orbitalis Cabang N. maxilaris, dimana rami nasalis externa ke
ala nasi sedangkan rami nasalis int. ke septum mobile
Pembuluh Getah Bening Nasus Externus
Kulit kaya anyaman kapiler limfatik, terutama apex nasi dimana alirannya bersama vena
facialis anterior ke limfonodi submaxillaris. Sebagian dari radix nasi dan lateral hidung
melalui saluran di palpebra superior dan inferior ke limfonodi parotis. Juga anastomose
dengan saluran limfe di mukosa nasi. 6
RONGGA HIDUNG
Dibagi dua kanan dan kiri oleh septum nasi
Masing-masing rongga mempunyai : 6
a. Dinding : dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial.
b. Lubang : belakang = koane, depan = nares
Dasar Cavum Nasi 6
Dibentuk ¾ depan proc. Palatinus os maxilla, sedangkan ¼ belakang – proc.
Horizontalis os palatine.
Posisinya datar horizontal dapat turun ke bawah di bagian belakang. Ke lateral dan
medialdimana melengkung ke atas.
Tebalnya ke belakang makin tipis.
Atap Cavum Nasi 6
Melengkung seperti busur dimana lebarnya 4-5 mm.
4
Dibentuk :
Bagian depan : os frontalis
Bagian tengah : lamina cribosa os ethmoidalis (paling besar) melalui foramen
lamina cribosa keluar ujung saraf nervus olfactorius ke mukosa septum nasi
dan konka superior bagian atas.
Bagian belakang : os sphenoid.
Dinding Lateral Cavum Nasi 6
Dibentuk oleh dinding medius sinus maxillaris.
Terdapat 3 tonjolan memanjang, dari muka ke belakang yang disebut konka, dengan
lorong dibawahnya yang disebut meatus.
Gambar 3 : Anatomi Konka Nasal 11
a. Konka Inferior
Mukosanya tebal.
Mengandung plexus cavernosus konkarum.
Rangka tulangnya melekat pada krista konkalis os palatina, krista konkalis os
maxilla, krista konkalis os lacrimalis, proc. uncinatus os ethmoidalis.
Lorong dibawahnya adalah meatus nasi inferior, di bagian depan terdapat
muara ductus nasolacrimalis, yang dilindungi lipatan mukosa yang disebut
katup dari Hasner/plica lacrimalis dari Hasner.
b. Konka Nasi Media
Mukosanya sama dengan mukosa pada konka inferior.
Rangka tulangnya merupakan bagian dari os ethmoidalis.
5
Lorong dibawahnya adalah meatus medius, dimana di bagian depan pada
bagian lateral terdapat lekuk yang disebut infundibulum ethmoidalis. Dengan
penonjolan membulat dari posterior superiornya disebut bulla ethmoidalis.
Pintu masuk infundibulum adalah hiatus semilunaris.
Infundibulum ke anter-superior berakhir pada duktus nasofrontalis/kadang-
kadang di celulae ethmoidalis anterior.
Di bagian tengah meatus medius terdapat lobang dari sinus maxillaris.
c. Konka Nasi Superior
Mukosa tipis.
Rangka tulang merupakan bagian dari os ethmoidalis.
Lorong dibawahnya adalah meatus inferior. Disini bermuara celulae
ethmoidalis posterior. Diantara atap cavum nasi dan konka superior terdapat
recessus spheno-ethmoidalis.
Ostium sinus sphenoidalis terdapat pada dinding posteriornya.
d. Kadang-kadang ada konka keempat yaitu konka suprema.
Ukuran kecil, bagian dari konka superior yang membelah jadi dua.
Dinding Medial Cavum Nasi
Dibentuk oleh : 6
Superior : lamina perpendicularis os ethmoidalis.
Anterior : cartilago septum nasi (quadrangularis).
Posterior : vomer.
Anter-posterior : septum mobile. Nasi yang dibentuk oleh cruz medialis cartilage
alaris nasi.
Mukosa Cavum Nasi 6
Cavum nasi dilapisi mukosa kecuali bagian nares dan vestibulum nasi yang dilapisi
kulit dengan rambut (vibricae).
Mukosa cavum nasi dilapisi oleh epitel pseudokomplex kolumner bercilia, diantara
sel-selnya terdapat sel goblet yang menghasilkan lender dengan pH 6,5 dan
mengandung lysosime sebagai antiseptic.
Mukosa di regio olfactoria dilapisi epitel squamos complex yang mengandung banyak
sel olfactoria.
6
Mukosa di bagian anterior septum nasi, dari pars cartiligenus terdapat daerah yang
mukosanya mengandung banyak anyaman pembuluh darah disebut plexus
kiesselbach, daeahnya disebut area little.
Aliran Darah Di Cavum Nasi 6
1. Arteri Ethmoidalis Anterior (cabang A. Opthalmica – A. Carotis Externa). Ke atas
cavum nasi, septum nasi, dinding lateral cavum nasi bagian antero-superior.
2. Arteri Ethmoidalis Posterior (cabang A. Opthalmica). Ke septum nasi bagian superior,
dinding lateral cavum nas bagian superior.
3. Arteri Spheno-palatina (cabang A. Maxillaris Interna – A. Carotis Externa). Ke
dinding lateral cavum nasi.
4. Arteri Nasopalatina (lanjutan A. Sphenopalatina). Kea tap cavum nasi, sebagian besar
septum nasi, dasar cavum nasi beranastomose dengan arteri palatina desendens ke
dasar cavum nasi dan dinding lateral cavum nasi bagian belakang.
5. Arteri Lateralis Nasi (cabang A. Maxillaris Externa). Ke dinding lateral cavum nasi
dekat nares.
6. Arteri Pharyngea (cabang A. Maxillaris Interna). Ke bagian posterior radix nasi.
7. Arteri Nasalis Posterior Septi (cabang A. Maxillaris Externa). Ke bagian bawah
septum nasi, sepanjang dasar cavum nasi.
Saraf Di Cavum Nasi 6
Mendapat inervasi dari cabang nervus trigeminus, yaitu :
1. N. Opthalmica → N. Ethmoidalis Anterior → Ramus Nasalis Anterior
- Ri. Nasalis Interna Medialis
Ke bagian mukosa septum nasi bagian anterior.
- Ri. Nasalis Interna Lateralis
Ke dinding lateral cavum nasi meneruskan sebagai nasalis externa.
2. N. Maxillaris pada ganglion sphenopalatina
Ri. Nasalis Posterior Superior
Ri. Lateralis → ke knka superior dan media
Ri. Medialis → ke septum nasi.
Ri. Nasalis Posterior Inferior (Lateralis)
Ke konka inferior.
7
N. Alveolaris Superior
Ri. Alveolaris Superior, anterior ke meatus inferior.
N. Infraorbitalis
Ri. Nasalis Interna ke septum mobile dan vestibulum nasi.
Aliran Limfa 6
Area olfactoria terpisah dengan regio respiratory 2/3 – ¼ dialirkan ke belakang.
1. Jaringan Limfatik Anterior
Dari bagian anterior cavum nasi, vestibulum dan pre konka bermuara di sepanjang
pembuluh darah facialis yang menuju ke leher beranastomose dengan saluran limfe
nasus externus → limfonodi submaxillaris.
2. Jaringan Limfatik Superior
Ada 3 saluran limfe ke belakang :
1. Kelompok superior
Dari konka media, superior dan sebagian dinding hidung berjalan diatas tuba
eustachius bermuara di kelenjar limfe retro-pharingeal.
2. Kelompok media
Dari konka inferior, meatus inferior, dasar cavum nasi berjalan dibawah tuba
eustachius bermuara di kelenjar limfe jugularis.
3. Kelompok inferior
Dari septum nasi dan dasar hidung ke kelenjar limfe sepanjang pembuluh darah
jugularis interna.
SINUS PARANASALIS
Ada 4 pasang sinus paranasalis, yaitu : 2, 6
1. Sinus Frontalis
2. Sinus Maxilaris
3. Sinus Ethmoidalis
4. Sinus Sphenoidalis
8
Gambar 4 : Anatomi Sinus Paranasalis 14
Masing-masing sinus ada keistimewaanya tentang : 6
1. Letak sinus terhadap sekitarnya
2. Letak ostiumnya
3. Masa pembentukannya
Sinus Frontalis 6
Berbentuk sempurna biasanya pada umur 6 tahun.
Berasal dari celulae ethmoid anterior.
Besarnya tidak selalu sama, kadang tidak terbentuk/sebelah.
Terletak di tulang dahi dimana dinding tebal, dinding belakang tipis dan berbatasan
dengan fossa crania anterior.
Berhubungan dengan rongga hidung melalui ostium sinus frontalis menuju ductus
nasofrontalis di meatus medius.
Sinus Maxilaris 6
Terletak di corpus os maxilla, berada di sebelah kanan dan kiri rongga hidung.
Terbentuk waktu lahir belum ada/sebesar kedelai, berkembang jadi proportional pada
umur 3 tahun.
9
Bentuknya pyramid terbalik. Atapnya dasar dari orbita, dinding medial sama dengan
dinding lateral rongga hidung. Dasar sinus berbatasan dengan akar gigi seperti P2,
M1, M2, M3 atas.
Ostiumnya tinggi, lebih dekat atap sinus, terletak di meatus medius, pada daerah
hiatus semilunaris, tertutup bulla ethmoidalis.
Sinus Sphenoidalis 6
Sudah terbentuk waktu lahir, besarnya variable.
Letak di dalam corpus os sphenoidalis.
Ke atas berbatasan dengan fossa crania dan kelenjar pituitary.
Ke belakang berbtasan dengan fossa crania posterior,
Ke samping berbatasan dengan sinus cavernosus, N. III, N. IV, N. VI.
Ostium terletak pada dinding anterior bermuara di ressesus ethmoidalis, di belakang
konka superior.
Sinus Ethmoidalis 6
Sudah terbentuk waktu lahir.
Terletak di dalam labyrinth ethmoidalis.
Celulae kecil-kecil, jumlahnya banyak (3-15) dan saling berhubungan.
Ke lateral berbatasan dengan orbitam dengan dinding tipis (lamina papiracea).
Ke atas berbatasan dengan fossa crania anterior.
Ke medial berbatasan dengan rongga hidung, melalui konka media dan superior.
10
2.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti inverted papiloma belum diketahui. Beberapa teori telah diajukan,
meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan pajanan serta
infeksi virus papiloma.7
Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan pasien-
pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang negatif, selain itu
papiloma sinonasal biasanya unilateral.7
Sinusitis paranasal sering ditemukan pada penderita inverted papiloma dan ini
disebabkan oleh obstruksi tumor dibanding dengan menyebabkan terbentuknya tumor.8,9
Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini,
dikarenakan virus-virus tersebut telah diketahui mempunyai kecenderungan membentuk
papiloma-papiloma di berbagai organ tubuh. Virus Human Papiloma (HPV) merupakan
epiteliotropik virus yang berimplikasi pada kehamilan dan lesi malignansi pada traktus
anogenital. Virus Human Papiloma (HPV) 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah dapat
diidentifikasi pada papiloma inverted. Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik
hibridasi dan reaksi rantai polimerase memperlihatkan bahwa HPV 11 dan HPV 6
berhubungan dengan banyak kasus papiloma tipe fusiform tetapi sangat jarang pada tipe
silindrikal dan inverted.7
2.3HISTOPATOLOGI
Papiloma terbagi atas 3 subtipe histologi, yaitu : tipe inverted, tipe fungiform
(everted) dan tipe silindrikal. Pada inverted papiloma didapatkan pola pertumbuhan
endofitik yang hampir selalu ditemukan pada dinding lateral hidung, sedangkan pada
papiloma fungiform mempunyai pola pertumbuhan eksofitik yang sering ditemukan pada
septum nasi. Tipe silindrikal yang merupakan tipe terjarang disebut juga dengan
papiloma onkotik.8
Inverted papiloma seringnya terlihat seperti polip, tetapi biasanya lebih keras
dan lebih mengandung komponen vaskular dibanding polip dengan tonjolan yang jelas
yang berbentuk granular seperti buah mulberi. Terdapat variasi warna papiloma inverted
dari merah, merah muda sampai pucat. Secara mikroskopik merupakan perselubungan
11
penebalan epitelial dengan invasi yang luas dari epitel yang hiperplasti kedalam dasar
dari stroma. Sifat invasi kedalam dasar stroma merupakan dasar teori asal dari
terbentuknya membran Schneiderian.8 Tumor mengisi ruang bawah mukosa yaitu daerah
subepitelial dan terus membentuk hubungan ke permukaan epitelial dan disebut
pertumbuhan inverted papiloma.8
Secara histologis gambaran tumor adalah inversi dari epitel neoplastik
kedalam stroma dibawahnya, melebihi proliferasinya kearah luar. Epitel neoplastik
dapat berupa tipe respirator, transisional dan skuamosa dengan maturasi dan mitosis
minimal dan adanya atipia secara umum. Mikrokistik mengandung musin adakalanya
terperangkap dibawah permukaan dan terdapat suatu lapisan dasar yang memisahkan
epitel inverted dari stroma dibawahnya. Epitel neoplastik akan berinvaginasi dan
mengubah bentuk tulang, tetapi tidak menginvasinya jika tidak terdapat keganasan.8
2.4 MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling sering adalah sumbatan hidung unilateral (64-78%), diikuti
oleh sakit kepala, epistaksis, nyeri wajah, bengkak periorbita, rinore purulent, sinusitis
kronik, alergi, hiposmia, gangguan penglihatan dan meningitis. Beberapa pasien dapat
tanpa gejala. Gejala-gejala ini menyulitkan para klinisi untuk membedakannya dengan
proses inflamasi.
Papiloma sering terjadi unilateral. Terdapat 3 sifat karakteristik klinis dari tumor tersebut
yaitu : 1) cenderung timbul kembali. 2) Tumor mempunyai kapasitas destruksi pada
jaringan dan struktur sekitarnya. 3). Tumor mempunyai kecenderungan menjadi ganas.8
2.5 PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN HIDUNG
Beberapa pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan luar
Perhatikan bentuk dari septum nasi, apakah ditemukan adanya deviasi septum,
apakah ada tanda tanda polip seperti frog nose fenomena, bibir bagian atas
apakah ada tanda maserasi karena sekret dari sinus maksilaris, cari tanda tanda 12
alergi seperti bayangan gelap di sekitar mata (Shinner), garis melintang di
dorsum nasi (Crease) atau bekas garukan di dorsum nasi karena gatal (Sallute)
dan cari apakah ada edema dan hiperemi pada fossa canina.
Cari tanda krepitasi akibat fraktur septum nasi yang dapat menyebabkan
obstruksi nasi, tekan dinding anterior sinus maksilaris dengan ibu jari ke arah
mediosuperior, jika didapatkan perbedaan nilai, sinus yang lebih sakit adalah
sinus yang patologis.
Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat dapat diganti dengan perkusi
dengan jari telunjuk secara bersamaan tanpa alas jari 9,10
2. Rhinoskopi anterior
Merupakan suatu proses untuk melihat cavum nasi melalui vestibulum nasi. Alat yang
diperlukan adalah lampu kepala, spekulum hidung dan larutan xylocain efedrin jika
diperlukan untuk melebarkan cavum nasi. 5,6
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan massa polipoid unilateral yang mengisi
kavum nasi dan menyebabkan obstruksi. Secara makroskopis inverted
papiloma terlihat ireguler dan rapuh, jika disentuh mudah berdarah. Warna
papiloma merah keabu-abuan dan mengisi kavum nasi, meluas ke vestibulum
juga ke nasofaring. Septum sering terdesak kearah sisi kontralateral. Proptosis
dan pembengkakan muka kadang timbul sekunder akibat ekspansi lesi tumor.7
Konka media dan dinding medial sinus maksila merupakan tempat asal
tumbuhnya inverted papiloma tersering. Pada kasus-kasus jarang tumor ini
dapat terisolasi di sinus spenoid. Keterlibatan sinus-sinus paranasal dapat
meningkatkan angka rekurensi.7
3. Rhinoskopi posterior
Untuk melihat nasofaring dan bagian belakang kavum nasi dengan kaca nasofaring
lewat orofaring. Diperlukan lampu kepala, lampu spiritus, spatula lidah dan kaca
nasofaring, kadang diperlukan juga spray xylocain untuk penderita yang amat sensitif.
Yang penting diperhatikan sehubungan dengan sinusitis adalah adanya sekret pada
meatus media, adanya edema dan hiperemi dari konka media dan inferior serta adanya
polip pada koane. 9,10
4. X foto rontgen sinus paranasalis
13
Untuk memeriksa sinus frontalis maka dilakukan posisi Caldwell, sedangkan untuk
sinus maksilaris dengan posisi Water’s. Yang dievaluasi dari foto adalah :
Hitam jernih berisi udara, normal
Suram putih ada cairan seperti nanah, darah atau tumor
Dilihat apakah ada penebalan mukosa dan dekstruksi tulang 11
Pemeriksaan X-foto hidung dan sinus paranasal dan sinuskopi sangat membantu
dalam menangani inverted papiloma. 3
5. Biopsi
Mengambil sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi anatomi, pada sinus
maksilaris dapat dilakukan melalui pungsi pada meatus inferior atau memakai cara
Caldwell-Luc 8
6. Pemeriksaan laborat, histopatologi, sitologi dan imunologi 8
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi preoperatif mempunyai peran penting pada
penatalaksanaan inverted papiloma untuk menentukan perluasan penyakit dan
keterlibatan struktur yang berdekatan.3
Tomografi komputer potongan aksial dan koronal merupakan pilihan untuk lesi
intranasal. Dengan menggunakan tomografi komputer dapat dibedakan lesi papilomatous
dengan penebalan mukoperiosteal, atau polip. Sekitar 75% pasien dengan papiloma
menunjukkan tanda adanya berbagai macam derajat kerusakan tulang. Terdapatnya tanda
hanya kerusakan tulang saja pada tomografi komputer bukan merupakan indikasi
terjadinya perubahan kearah keganasan dari inverted papiloma.3
Pemeriksaan endoskopik dan CT Scan hidung dan sinus paranasal merupakan
gold standar untuk evaluasi inverted papiloma.3
Pemeriksaan X-foto hidung dan sinus paranasal dan sinuskopi sangat
membantu dalam menangani inverted papiloma. Bila sinus maksila suram, pemeriksaan
sinoskopi menentukan cara operasi yang akan diambil. 3
14
2.7 DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histo-patologi. Biopsi tumor dapat
diambil dari rongga hidung dan sinus maksila. 3
2.8 TERAPI
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai dari terapi
medikmentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun dianjurkan hanya terapi
pembedahan. 3
1. Terapi pembedahan
Para klinisi setuju pilihan terapi pada inverted papiloma adalah dengan pembedahan,
tetapi sampai saat ini belum didapatkan sebuah konsensus untuk menentukan jenis
dan sejauh mana intervensi operasi yang terbaik. Terdapat tiga tujuan operasi
papiloma inverted, yaitu :
Dapat membuka dengan cukup sehingga dapat mereseksi tumor
keseluruhan.
Operasi menghasilkan lapangan pandang yang baik sehingga
memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi.
Meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional.
Luasnya jaringan yang terlibat, sifatnya yang lokal agresif dan eksisi yang tidak
lengkap berhubungan dengan tingginya tingkat rekurensi, oleh karena itu reseksi en
bloc dengan rinotomi lateral menjadi pendekatan standar. 3
Pendekatan bedah dalam reseksi inverted papiloma dapat dikategorikan sebagai
berikut : 3
Pendekatan endonasal nonendoskopik
Pendekatan eksternal terbatas (contohnya Caldwell –Luc)
Pendekatan eksternal radikal (contohnya maksilektomi medial via
rinotomi lateral atau pendekatan midfasial degloving)
pendekatan endoskopik endonasal.
15
Krouse mengembangkan sistem staging berdasarkan temuan radiologi dan endoskopi
preoperasi. Empat kelompok ini dimaksudkan untuk memprediksi prognosis,
pendekatan operasi dan perluasan tumor. Pembagiannya terdiri dari : 3
Tumor terbatas pada satu sisi kavum nasi tanpa perluasan ke sinus paranasal.
Tumor melibatkan dinding medial sinus maksila, sinus etmoid dan/atau
komplek ostiomeatal
Tumor meluas ke superior, inferior, posterior, anterior atau dinding lateral
sinus maksila, sinus frontal atau sinus spenoid
Tumor perluasan ke ekstrasinonasal atau tumor berubah ganas.
Sistem ini secara primer berdasarkan lokasi dan perluasan dari papiloma
inverted. Kategori ini sangat menolong pada perencanaan pendekatan bedah.
Papiloma inverted kelompok
dapat diangkat secara endoskopik tanpa reseksi tulang. Papiloma inverted pada
kelompok
pendekatan masih secara endoskopik dengan mereseksi stuktur tulang. Pada
pasien dengan keterlibatan sinus frontal atau kelompok
endoskopi masih bisa dipakai jika visualisasi memungkinkan, pendekatan
maksilektomi medial bisa digunakan. Pada kelompok
direkomendasikan open surgical untuk mendapatkan maksimal eksposur. 3
Teknik Pembedahan
Lateral rhinotomy approach
“Lateralis rhinotomy” dimulai dengan membuat sayatan lengkung antara commissura
palpebrarum medialis dan dorsum nasi. Prosedur ini dimulai dengan membuat insisi
dari bawah ujung medial alis, kemudian memperpanjang sayatan inferior tersebut di
antara commissura palpebrarum medialis dan dorsum nasi dan sepanjang alur dalam
hidung-pipi yang berdekatan dengan ala nasi. Kemudian,sayatan diarahkan naik ke
bagian lantai hidung. Sayatan tersebut setebal kulit ke periosteum. Sebuah insisi W-
atau Z-plasty dapat digabungkan ke dalam regio commissura palpebrarum medialis
untuk membantu mencegah terjadinya postoperative webbing dari jaringan lunak. 12
16
Setelah sayatan kulit dibuat, angkat periosteum untuk mengekspos dinding medial
orbita, dinding anterior maksilla hingga foramen infraorbita, dan apertura pyriformis.
Tulang hidung dapat ditarik kembali ke medial setelah osteotomy medial dan lateral
dilakukan. Untuk sampai pada tahap reseksi en blok, osteotomy dilakukan melalui
aspek inferior dan anterior dinding medial maksilla, kemudian melalui dinding medial
dari orbita yang lebih rendah dari sutura frontoethmoid, dan melalui tepi bawah orbita
dan lantai orbita. Dengan menghubungkan osteotomy ini, spesimen dapat dipindahkan
dengan menggunakan gunting mayo melengkung, yang dapat digunakan untuk
memisahkan spesimen dari dinding posterior sinus maksila. 12
Untuk maxillectomy sebelah medial, termasuk daerah fossa lacrimalis, tepi
infraorbital, dan resessus prelacrimal dari sinus maksilaris, bagilah dinding hidung
lateral sepanjang lantai hidung. Kemudian potong konka medial dibawah sisi yang
menempel pada bagian atas, dan keluarkan secara utuh seluruh dinding lateral setelah
dilepaskan dari tepi infraorbita. 12
Untuk menghindari epiphora, yang merupakan komplikasi umum pasca operasi dari
prosedur ini, selalu disertakan dacryocystorhinostomy. Dacryocystorhinostomy dapat
dilakukan dengan kateterisasi dari duktus lakrimal dengan menggunakan tabung
silicon indweeling (Guibor tube) atau dengan melakukan insisi vertikal sakkus
lacrimalis dan menjahit ujung-ujungnya ke jaringan sekitarnya. 12
commissura palpebrarum medialis biasanya dipindahkan dari insersinya dan harus
diperbaiki untuk mencegah telecanthus yang tak sedap dipandang. Posisi tendon yang
tinggi (melekat pada periosteum) menunjukkan bahwa itu adalah posisi normal yang
terjadi setelah penutupan periosteum yang dilakukan secara hati-hati. Kadang, dapat
terjadi transeksi tendon dan hal tersebut harus ditandai, dan diperkirakan pada akhir
prosedur. Transnasal wiring diperlukan jika krista lacrimalis dan tulang yang
berdekatan terlibat dalam reseksi tersebut.
Midfacial degloving approach
17
Sebuah pendekatan alternatif, serbaguna, dan yang dianjurkan adalah Midfacial
degloving untuk eksisi total Inverted Papiloma. Cara ini meliputi pengangkatan
jaringan lunak dari bagian tengah wajah dengan menggunakan insisi sublabial. 12
Empat jenis sayatan yang diperlukan dalam degloving midfacial:
1. bilateral intercartilaginous insisi,
2. insisi penusukan lengkap septocolumellar,
3. bilateral insisi sublabial dari tuberositas maksilaris ke tuberositas, dan
4. bilateral pyriform insisi aperture memperluas ke vestibulum.
Insisi ini memfasilitasi eksposur apertura pyriformis dan dinding hidung lateral.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah tidak ada jaringan parut eksternal, visibilitas
yang baik saat operasi, dan eksposur bilateral bersamaan. Selain itu, tingkat
kekambuhan inverted papiloma yang diangkat dengan menggunakan prosedur
degloving midfacial ini sama dengan rhinotomy lateral dan medial maxillectomy.
Sebagaimana rhinotomy lateral, degloving midfacial dapat dikombinasikan dengan
craniofacial approach untuk mengobati lesi dasar tengkorak atau fosa kranial anterior. 12
Keterbatasan utama dari pendekatan degloving midfacial adalah ketika diperlukan
pembedahan untuk tumor yang lebih luas yang menyerang sel-sel ethmoid
supraorbital atau sinus frontal, yang memerlukan insisi yang terpisah. Septum
translokasi melalui insisi sublabial adalah pendekatan lain yang berbagi kelebihan dari
degloving midfacial, yaitu memberikan lapang pandang yang luas saat operasi dan
hasilnya tanpa jaringan parut eksternal. 12
Endoscopic medial maxillectomy
18
Tumor yang menyebar dari meatus media ke dalam sinus maksilaris atau yang berasal
dari dinding medial sinus maksilaris harus ditangani dengan TEMM (transnasal
endoscopic medial maxillectomy) yang meliputi reseksi duktus nasolacrimal untuk
memungkinkan adanya pengangkatan lengkap maxilla sebelah medial. Sebuah
penelitian anatomi terbaru mengungkapkan bahwa 65% dari volume sinus maksilaris
jatuh di bawah menempelnya konka inferior dinding hidung lateral, dan kanalis
nasolacrimal membatasi visualisasi dan akses ke dinding sinus lateral dan maksilla
anterior. Hal ini merupakan dasar untuk TEMM ketika sinus maksilaris yang terlibat
oleh tumor. 12
Gambar 5: Sagittal illustration of transnasal
endoscopic medial maxillectomy (TEMM)
shows the resected lateral nasal wall. Note the
cavity of the maxillary sinus (M), resected
ethmoid sinuses (E), nasolacrimal duct (NLD),
sphenopalatine artery (SPA), and tumor (T). 12
Setelah anestesi general diberikan, lakukan decongestion intranasal dengan 2%
topikal oxymetazoline. Melalui mulut, masukkan 1% lidokain dengan epinefrin
1:100.000 ke foramen sphenopalatina. Suntikkan obat intranasal sepanjang dinding
meatus inferior ke konka, sepanjang krista maksila, hingga insertio konka medial dan
ke dalam tumor. Buat insisi pertama sepanjang tepi reseksi superior yang meliputi
ethmoid seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Terapkan kauterisasi bipolar,
kemudian potong insersio konka media pada dinding hidung lateral dengan gunting
endoskopi. 12
19
Gambar 6: Superior cut in
transnasal endoscopic medial
maxillectomy (TEMM) going
through the anterior ethmoids (AE)
along the ethmoid roof. Central
circle shows the endoscopic view
and the semitranslucent peripheral
circle is the bird's-eye view to
show the context. Image shows the
middle turbinate (MT),
nasolacrimal duct (NLD), Tumor
(T), nasal septum (S), and inferior
turbinate (IT). 12
Dengan menggunakan lift Freer, lakukan pembedahan sepanjang atap ethmoid sampai
rostrum sphenoid. Identifikasi arteri ethmoid, dan kauter arteri tersebut dengan kauter
bipolar. Selanjutnya, melakukan reseksi inferior, seperti yang terlihat pada gambar di
bawah, pada meatus inferior. Potong mukosa dengan perangkat elektrokauter pada
sambungan dinding lateral dan lantai kavum nasi. Lakukan meatotomy inferior pada
ujung anterior meatus. Dengan menggunakan osteotome lurus, potong meatus inferior
sampai ke dinding posterior sinus maksila. 12
Gambar 7 : Inferior incision in
transnasal endoscopic medial
maxillectomy (TEMM) through the
mucosa and soft tissue to expose the
bone for osteotomy. Broken line
illustrates the position of the inferior
osteotomy. Image shows the nasal
floor (NF), septum (S), the anterior
head of inferior turbinate (IT),
nasolacrimal duct (NLD)), and tumor
(T). 12
20
Reseksi anterior, seperti yang terlihat pada gambar di bawah, meliputi potongan
dilakukan bagian inferior dari insersio anterior konka media untuk mencakup prosesus
uncinate dan krista maksila. Potongan dilanjutkan anterior caput konka inferior untuk
terhubung ke pemotongan meatotomy inferior. 12
Gambar 8 : Anterior mucosal incision
and osteotomy in transnasal endoscopic
medial maxillectomy (TEMM) connecting
the superior and the inferior cuts. Bony
nasolacrimal duct is osteotomized to expose
the duct (NLD). Image shows the nasal floor
(NF), inferior turbinate (IT), septum (S),
ethmoid sinuses (ES), and tumor (T). 12
Setelah jaringan lunak terangkat, lakukan osteotomy anterior sepanjang krista
maksilaris ke dalam sinus maksilaris. Kemudian, memotong saluran nasolacrimal
dengan gunting endoskopi dan meliputi saluran pada spesimen. Mobilisasi dinding
lateral ke medial dengan diseksi progresif sampai pedicled pada arteri sphenopalatina
(seperti terlihat pada gambar di bawah). Demikian juga, memobilisasi setiap tumor di
sinus . 12
Gambar 9 Posterior cuts in transnasal
endoscopic medial maxillectomy (TEMM). The
nasolacrimal duct (NLD) is transected to allow
medialization of the lateral nasal wall and to
expose the maxillary sinus. Posterior cuts are
completed in the maxillary sinus. The
sphenopalatine artery is exposed.
Semitranslucent bird's-eye view illustrates the
21
ethmoid sinuses (ES) along with the lateral nasal wall that is medialized with the tumor (T). Image also shows the ethmoid roof
(ER), nasal floor (NF), and sphenoid ostium (SO).
Klip, kauter, dan potong arteri sphenopalatina. Potong insersio posterior konka
inferior, dan lepaskan dinding lateral bersama dengan tumor. Buang sisa mukosa
ethmoid ke superior, dan lateral jika diperlukan, untuk kontrol margin, dan buang
lapisan dari sinus maksilaris jika diperlukan untuk pengendalian margin. Jika
diperlukan, lamina papyracea dan dinding medial orbit berdekatan bisa diangkat.
Dengan menggunakan scopes 30 ° dan 70 °, lapisan seluruh dinding superior dan
lateral sinus maksilaris dapat divisualisasikan, dan mukosa dapat dihilangkan untuk
membersihkan potensial penyakit multisentrik. Dinding anterior dari sinus sphenoid
dapat dengan mudah direseksi jika diperlukan.
2. Radioterapi
Radioterapi masih dapat digunakan pada pengobatan lanjutan dan adanya agresifitas
biologikal papiloma inverted pada traktus sinonasal atau pada pasien pasca operasi
radikal dengan tingkat morbiditas yang berat. Tetapi terapi ini umumnya tidak
diindikasikan untuk pengobatan pada lesi papiloma yang jinak. Radioterapi tidak
efektif untuk pengobatan papiloma inverted, serta dapat menyebabkan kemungkinan
resiko perubahan kearah keganasan pada lesi jinak yang lain.
22
BAB III
KESIMPULAN
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu:pangkal
hidung(bridge),batang hidung(dorsum nasi),puncak hidung(hip),ala nasi,kolumela,lubang
hidung(nares anterior).
Papiloma inverted adalah suatu tumor jinak pada hidung dan sinus paranasalis yang secara
histlogi jinak namun perlu ditangani dengan agresif seperti halnya tumor pra-ganas
berdasarkan dua alasan : (1) bersifat invasif lokal, terkadang menyebabkan erosi tulang yang
luas dan jika diangkat secara konservatif, maka insidens rekurens cukup tinggi; (2) dalam
papiloma ditemukan fokus-fokus karsinoma sel gepeng yaitu pada sekitar 10% kasus.
Papiloma terdiri atas tipe inverted, everted dan cylindric.
Penyebab pasti papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah diajukan, meliputi
alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan pajanan serta infeksi virus
papiloma
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai dari terapi
medikmentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun dianjurkan hanya terapi pembedahan.
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Higler, Adams Boeis, Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta. 1997
2. Panje W.R, Allegretti J.P, Schaefer S. Management of Inverting Papilloma. In:
Pensak M, editor. Controversies in otolaryngology. New York: Thieme ; 2001. p. 20-
32
3. Francis B. Quinn, Jr, Judul : ‘INVERTED PAPILLOMA’, diunduh tanggal 27
September 2011 jam 20.00, http://www.utmb.edu/otoref/grnds/inverted_papil.htm
4. Baruah P, Deka R. Endoscopic management of inverted papilloma of the nose and
paranasal sinuses. Ear Nose and Throath Journal 2003; 82: 317-20
5. Llorente JL, deleyiannis F. Minimally invasive treatment of the nasal inverted
papilloma. American journal of rhinology. 2003; 17: 335-4
6. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya, Diktat
Kuliah THT, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, 1998
7. Kraft M, Simmen D, Casa R. Significans of human papilloma virus in sinonasal
papilloma. laryngol Otol 2001; 115: 709-14
8. Cardesa A, Alos L, Franchi A. Benign epithelial neoplasma. In : Cardesa A,
slootweg PJ, editor. Pathology of the head and neck. , Berlin: Springer; 2006. p. 46-50
9. Prof. Dr. dr. H. Soediyono Sp. THT, Tehnik Pemeriksaan Telinga, Hidung &
Tenggorok, EGC, Jakarta, 2000
10. Swartz, Mark H, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC, Jakarta, 1995
24
11. J, Purnawan, Atiek S.S, dan Husna A, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 2000
12. Sadeghi, Nader Judul : ‘INVERTED Sinonasal Papillomas, Treatment Treatment
& Management’ diunduh tanggal 27 September 2011 jam 20.00,
http://emedicine.medscape.com/article/862677-treatment#a1133
13. Medilinux Judul : ‘Karsinoma Nasofaring’ diunduh tanggal 27 September 2011
jam 20.00http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma-nasofaring.html
14. Illustrations courtesy of The Mayo Clinic Family Health Book, 1992, diunduh tanggal
27 September 2011 jam 20.00, http://www.edutv.com/Anat.htm
25
top related