refrat ards
Post on 14-Feb-2016
271 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejak Perang Dunia I, beberapa pasien dengan trauma non toraks, pancreatitis berat,
transfusi massif, sepsis, dan kondisi lain yang dikenal respiratory distress, infiltrate paru
difusa, gagal nafas kadang-kadang terjadi setelah keterlambatan selama berjam-jam bahkan
berhari-hari. Ashbaugh dan teman-teman mendeskripsikan 12 pasien pada tahun 1967
menggunakan istilah adult respiratory distress syndrome(ARDS) untuk kondisi seperti ini.
Seperti definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American-European Consensus
Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome lebih lanjut
digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena sindrom tersebut
terjadi pada anak-anak dan dewasa.1,2,3
ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk diffuse alveolar
injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi akut dengan karakteristik
bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat. Menurut kriteria ini, keparahan
hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio PaO2/FiO2, rasio tekanan parsial pada arteri
pasien terhadap oksigen dalam udara inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan
pada acute lung injury (ALI) rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik
pulmonal mempunyai tekanan kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien dengan
kateter Swan-Ganz.4
National Institutes of Health (NIH) memperkirakan bahwa kejadian tahunan di di
Amerika Serikat yaitu 75 per 100.000 populasi. Penelitian terbaru melaporkan tingkat
kejadian yang lebih rendah dari 1,5 hingga 8,3 per 100.000 populasi. Namun, penelitian
epidemiologi pada tahun 1994 dilaporkan tingginya insidensi tahunan di Skandinavia yaitu
17,9 per 100.000 untuk acute lung injury dan 13,5 per 100.000 pada acute respiratory
distress syndrome. Pada dasarnya hasil penyaringan sejumlah besar pasien dengan NIH Acute
Respiratory Distress Syndrome melebihi tiga tahun yang lalu, beberapa investigator percaya
bahwa perkiraan hasil 75 per 100.000 per tahun itu akurat.5
Tahun 1990, banyak penelitian melaporkan rata-rata mortalitas ARDS adalah 40-
70%. Namun, 2 laporan pada tahun 1990, satu dari rumah sakit di Seattle dan satu dari
United Kingdom mempunyai rata-rata mortalitas yang ,lebih rendah yaitu antara 30-40%.
1
Penjelasan yang mungkin untuk memperbaiki rata-rata kelangsungan hidup adalah dengan
memperbaiki penatalaksanaan terhadap sepsis. Mortalitas ARDS meningkat dengan
bertambahnya usia. Penilitian di King County, ditemukan rata-rata 24% mortalitas pasien
usia antara 15 dan 19 tahun dan 60% pada usia 85 tahun ke atas.5
ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa bentuk
penyakit yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru yang bukan
disebabkan oleh kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya berlangsung cepat.
Berdasarkan penyebabnya secara garis besar ARDS disebabkan oleh dua hal, yang pertama
yaitu disebabkan oleh Hipoksia atau kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan
iritan paru akut. Pada beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti
perkembangan ARDS berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai
beberapa hari setelah pemicu awal.3
Pada paru-paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan alveolus pada
bronkus. Ini merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat dari udara yang
diinhalasi ke dalam darah, yang kemudian membawa oksigen ke seluruh tubuh. Trauma pada
paru yang merusak alveolocapillary junction menyebabkan kebocoran cairan ke dalam
alveoli yang memenuhi alveoli sehingga udara tidak dapat masuk, terjadi kerusakan membran
kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel
alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan
edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru
menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun, fungsi kapasitas sisa (fungsional
residual capacity) juga menurun.1,2
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal pernafasan pada
orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak seimbangan ventilasi-perfusi,
hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi
alveoli-kapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien
ARDS akan menyebabkan terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang
mendalam mengenai gejala dan patofisiologi dari ARDS.1,2,3
1.2 TUJUAN
Untuk Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam materi ARDS.
BAB II
2
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)
2.1 DEFINISI
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) pertama kali diperkenalkan oleh
Ashbaugh pada tahun 1967, merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan dispnea dengan
onset cepat, hipoksemia, dan infiltrate paru luas yang menyebabkan terjadinya gagal nafas
(gagal respirasi). Penyebab dari kelainan ini dapat berupa cedera yang langsung mengenai
jaringan paru maupun penyakit-penyakit yang berada di luar jaringan paru. Sindrom ini
awalnya disebut acute respiratory distress in adults (untuk membedakan dengan neonatus).2,3
2.2 EPIDEMIOLOGI
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu jenis keadaan yang
membutuhkan penanganan kegawatdaruratan di bidang kedokteran. Pada ARDS akan terjadi
perlukaan pada jaringan paru oleh berbagai macam sebab yang ditandai dengan adanya
peningkatan permeabilitas membrane alveolus-kapiler secara difus, yang kemudian akan
mengakibatkan terjadinya edema dan inflamasi luas pada jaringan paru. Pada keadaan seperti
ini, proses difusi udara respirasi melalui membran alveolus-kapiler akan terhambat
mengakibatkan terjadinya sintas (shunting) dan hipoksemia pada penderitanya. Pada era
penanganan kedokteran yang modern sekalipun (dengan penanganan di Intensive Care Unit
dan menggunakan ventilator), angka kematian yang disebabkan ARDS masih tinggi berkisar
antara 40% hingga 50%.2,4
Penyakit ini tidak saja disebabkan oleh proses-proses kerusakan yang langsung
mengenai jaringan paru, namun disebabkan pula oleh proses yang berlangsung sistemik.
Disebabkan oleh hal tersebut di atas, maka kecurigaan untuk munculnya ARDS pada
seseorang harus tetap diwaspadai, terutama pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat
dan multiple.2,4,6
Insidens dari ARDS adalah sebesar 58,7/100000. Di Amerika Serikat diperkirakan
setiap tahunnya terdapat 141.500 kasus ARDS, menyebabkan kematian sekitar 74.500
penderitanya, dan menambah 3,6 juta dari hospitalisasi yang dibutuhkan, sedangkan data di
Indonesia belum ada. Secara umum angka kematian pada pasien ARDS adalah sebesar 50-
70%, dimana angka kematian ini dapat ditekan hingga berkisar 30-40% setelah era
penggunaan ventilator.2,4
3
2.3 ETIOLOGI
Inflamasi ekstensif luas paru-paru pada ARDS merupakan proses patogenesis dalam
respon terhadap berbagai penyebab yang menyebabkan kerusakan paru secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penyebab dari ARDS dapat dilihat pada tabel 1.Acute Lung
Injury (ALI) merupakan bentuk kelainan serupa dalam spektrum yang lebih rendah, namun potensial
untuk berevolusi menjadi ARDS.2,4
Tabel 1.Faktor risiko terjadinya ARDS2,4
Penyakit yang terjadi di jaringan paru Penyakit yang terjadi di luar paru
Pneumonia
Aspirasi dari isi lambung
Kontusio paru
Kasus tenggelam
Inhalasi zat toksik
Sepsis
Trauma berat
Fraktur tulang multipel
Iga gambang
Trauma Kepala
Luka Bakar
Transfusi berulang
Overdosis Obat
Pankreatitis
Paska Pintas Kardiopulmoner
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan risiko terjadinya ARDS sangat
banyak, tidak semua pasien dengan penyebab dasar berkembang menjadi ARDS. Berbagai
variasi klinik dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya ARDS termasuk diantaranya
peminum alkohol, hipoproteinemia, usia lanjut, keparahan penyakit dan luasnya kerusakan
diukur dengan skor APHACHE, hipertransfusi produk darah, dan merokok.2,4
2.4 GAMBARAN KLINIS
Perkembangan ARDS biasanya cepat, terjadi dalam waktu 12-48 jam dari penyakit
penyebab. Inflamasi yang terjadi di paru menurunkan komplain paru sehingga menyebabkan
4
peningkatan usaha paru untuk bernafas, tidal volume kecil dan takipnu. Pernapasan yang
cepat atau oksigenasi rendah, pasien dengan ARDS secara khusus mempunyai analisis gas
darah awal yang menunjukkan PaO2 kurang dari 50-55 mmHg dan pulse oxymetry mencatat
kurang dari 85% saturasi O2 arterial.2,4,5,6
Gambar1. Alveolus Normal
Menurut American European Consensus Conference (AECC) pada tahun 1994
definisi ARDS terdiri dari gagal nafas (respiratory failure/distress) dengan onset akut, rasio
tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2/ FiO2) <
200 mmHg hipoksemia berat, secara radiologis infiltrat bilateral yang konsisten dengan
edema paru, oksigenasi sistemik yang tidak baik, dan tidak ditemukannya hipertensi serambi
kiri (gagal jantung kiri).2,4,5
2.5 DIAGNOSIS
Pendekatan klinik untuk mendiagnosis ARDS dilakukan dengan beberapa cara,
pertama melalui pemeriksaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang menjadi ARDS
gambaran radiografinya menunjukkan infiltrat alveolus bilateral difus yang konsisten dengan
edema paru, onset awal infiltrat biasanya bervariasi dari ringan atau padat, insterstitial atau
alveolus, tersebar atau konfluen. Infiltrat di rontgen dapat tidak berhubungan dengan derajat
5
hipoksemia, sebagai contoh pasien dengan stadium awal ARDS mengalami hipoksemia berat
dengan gambaran infiltrat tersebar asimetris yang diinterpretasikan sebagai pneumonia.2,4,5,6,7
Gambar 2. Penampakan Radiologis ARDS
Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk diagnosis ARDS tidak ada, tetapi analisis
gas darah penting untuk mengkonfirmasi diagnosis ARDS dimana PaO2/ FiO2 abnormal.
Bronkoskopi dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan pemeriksaan penting untuk
mengevaluasi pasien yang belum jelas berkembang menjadi ARDS. Suatu keadaan yang
mirip dengan klinis ARDS adalah Acute Lung Injury (ALI), tetapi pada ALI kadar PaO2/ FiO2
dalam darah arteri antara 200-300 mmHg. Tabel 2 berikut ini menunjukkan kriteria diagnosis
ALI/ARDS berdasarkan AECC. Selanjutnya akan dibicarakan tentang ARDS ditinjau dari
aspek imunologinya. 2,4,5,6
Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI/ARDS2
Variabel Klinik ALI ARDS
OnsetHipoksemiaRadiografi dadaPenyebab nonkardiak
AkutPaO2/FiO2 ≤ 300 mmHgInfiltrat bilateralTidak ada bukti klinikHipertensi atrium kiri atauPulmonary capillary wedgePressure ≤ 18 mmHg
AkutPaO2/FiO2 ≤ 200 mmHgInfiltrat bilateralTidak ada bukti klinikHipertensi atrium kiri atauPulmonary capillary wedgePressure ≤ 18 mmHg
2.6 ASPEK IMUNOLOGIS ARDS
Aspek imunologis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) meliputi berbagai
aspek diantaranya adalah cedera jaringan paru, kerusakan endotel paru kapiler paru,
6
kerusakan epitel alveolus, peranan koagulasi dan gambaran patologi yang terjadi selama
berlangsungnya ARDS.
2.6.1 CEDERA JARINGAN PARU
A. Neutrofil
Beberapa studi membuktikan peran penting neutrofil dalam pathogenesis kasus-kasus
ARDS. Pada studi histologist, ARDS ini menunjukkan tanda akumulasi neutrofil di paru.
Untuk menyebabkan kerusakan paru, neutrofil harus bertahan di paru, berkontak erat dengan
epitel dan mengaktivasi pelepasan produk-produk inflamasi. Beberapa teori menjelaskan
mekanisme neutrofil menetap di paru. Teori pertama menunjukkan bahwa bertahannya
neutrofil karena interaksi antara molekul adhesi pada permukaan sel neutrofil dan sel-sel
endotel (Gambar 3). Molekul adhesi itu seperti P selektin, ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) dan CD 11/CD 18. Teori kedua, neutrofil bertahan di sirkulasi paru karena
induksi kekakuan.6,8,9
Neutrofil yang teraktivasi menyebabkan pelepasan berbagai produk sitotoksik, yang
akan merusak epitel alveolus. Produk-produk tersebut termasuk reactive oxygen
species/nitrogen species (ROS/NOS), peptide kationik, eicosanoid, dan enzim-enzim
proteolitik. Disamping itu neutrofil juga melepaskan growth factor (GF), sitokin-sitokin, dan
kemokin yang menyebabkan respon inflamasi di paru. Produk-produk kerusakan potensial
lainnya yang dilepaskan neutrofil termasuk platelet activating factor (PAF) dan metabolit
asam arakidonat seperti leukotrien.6,9
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Protease merusak matrik
ekstraseluler paru yang akan mempermudah migrasi neutrofil dari kapiler ke ruang udara.
Enzim protease yang dominan dilepaskan oleh neutrofil pada ARDS adalah neutrofil
elastase. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang
akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut
endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan
endotel tersebut menyebabkan terjadinya kebocoran vascular (vascular leak) sehingga
menyebabkan kerusakan organ multipel.6,9
7
Gambar 3. Kerusakan alveolus selama Fase Aktif
Dari sampel cairan edema paru dan bilasan bronkus (broncholaveolar lavage) pasien
dengan ARDS menunjukkan dominasi neutrofil, dan kadar neutrofil ini dihubungkan dengan
beratnya kerusakan dan buruknya prognosis. Pada sejumlah percobaan model binatang,
pengobatan dengan hambatan terhadap aktivasi neutrofil atau hambatan terhadap fungsinya
dan mencegah perkembangan ke arah acute lung injury. 6,8,9
8
Gambar 4. Perbandiangan alveolus normal dengan alveolus yang rusak
Kerusakan yang dihubungkan dengan neutrofil pada ARDS juga diatur oleh inhibitor
alami dari fungsi neutrofil. CC16 adalah inhibitor kemotaksis neutrofil yang telah
diidentifikasi pada bilasan cairan bronkoalveolar pasien ARDS. Inflamasi yang dimediasi
neutrofil secara normal diakhiri oleh fagositosis neutrofil dan dipindahkan dari ruang udara.
Jalur primer untuk memindahkan neutrofil apoptosis adalah melalui fagositosis oleh
makrofag alveolar, suatu mekanisme membersihkan neutrofil tanpa dilanjutkan dengan
pelepasan enzim-enzim proteolitik potensial yang merugikan. Pada pasien dengan ARDS
terdapat gangguan mekanisme pembersihan neutrofil yang normal. Neutrofil yang diisolasi
9
melalui bilasan bronkoalveolar dari pasien ARDS mempunyai penurunan kadar apoptosis.
Pada hewan percobaan, induksi apoptosis neutrofil memperbaiki ARDS, dan onset apoptosis
neutrofil terjadi secara bersamaan dengan fase resolusi kerusakan paru. 6,7,8
B. Kemokin
Sitokin kemotaktik (kemokin) adalah peptide yang berperan primer dalam penarikan
dan aktivasi leukosit selama inflamasi. Tanda infiltrasi paru yang dihubungkan dengan
terjadinya ARDS adalah adanya infiltrasi leukosit. Migrasi leukosit ynag berlangsung secara
besar dilakukan oleh kemokin. Hubungan timbal balik dari respon awal sitokin, molekul
adhesi, dan susunan neutrofil mengerahkan neutrofil ke dalam paru (Gambar 4).6,7,8
Sejumlah unsure telah dikenali sebagai kemoatraktan neutrofil, diantaranya adalah
interleukin-8 (IL-8) dan leukotrin B4. Interlukin-8 (IL-8) merupakan sitokin inflamasi yang
fungsi utamanya sebagai kemoatraktan dan faktor aktivasi neutrofil. Interleukin-8 merupakan
activator poten neutrofil dengan kapasitas untuk meregulasi ekspresi molekul adhesi pada
permukaan neutrofil, meningkatkan peningkatan leukotrin B4 (LTB4), menginduksi
kemotaksis neutrofil dan meningkatkan perlengketan neutrofil pada sel endotelial dan
epitelial. IL-8 berperan dalam sejumlah besar sekuester neutrofil dan bertahan di vaskuler
alveolus serta berakumulasi di ruang alveolus pada beragam penyakit, salah satunya termasuk
ARDS. Penelitian oleh Goodman dkk tahun 1998 mununjukkan bahwa IL-8 diproduksi
dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan kemokin lainnya oleh makrofag alveolar
manusia pada stimulasi dengan lipopolisakarida (LPS). Hal ini menunjukkan bahwa LPS
merupakan salah satu sumber peningkatan IL-8. 6,7,9,10
Makrofag alveoli merupakan sumber utama kemokin, produksi IL-8, peptide growth
related oncogen (GRO) dan protein epithelial neutrophil activating (ENA) dalam ruang
alveoli. Makrofag alveoli merespon langsung produk-produk bakteri seperti lipopolisakarida
bakteri dan produk-produk dinding sel gram positif seperti asam leipotechoic. Berdasarkan
jumlahnya, IL-8 diproduksi berlebihan mengikuti stimulus LPS. Sel-sel lain dalam alveoli
juga memproduksi kemokin α dan β serta memproduksi sitokin proinflamasi TNF-α dan IL-
1β. Kemokin proinflamasi CXC, GRO, CINC-2α (cytokine-induced neutrophil
chemoattractant), dan MIP-2 (macrophage imflammatory protein) juga merupakan
kemoatraktan neutrofil. Vanderbilt and colleagues melaporkan bahwa isolasi sel alveoli tipe
II menunjukkan mRNA kemokin ini dengan kadar yang lebih tinggi daripada isolasi dari sel
tipe I atau makrofag alveoli. Sel tipe II juga mengekspresikan CXCR2, reseptor untuk
10
kemokin ini. Perlukaan paru karena P. aeruginosa juga menyebabkan peningkatan sel alveoli
tipe II yang menunjukkan mRNA kemokin dan protein GRO.6,8,9
Tabel 3. Kemokin yang terlibat dalam migrasi neutrofil
Kemokin Reseptor
Interleukin-8
Peptide growth related oncogen (GRO)
Protein epithelial neutrophil activating (ENA)
CINC-2α (cytokine-induced neutophil chemoattractant)
MIP-2 (macrophage imflamatory protein)
CXCR2
CXCR2
CXCR1
CXCR1
CXCR2
Ekspresi MCP-1 (monocyte chemoattractant protein) yang berlebihan pada paru tidak
menyebabkan inflamasi paru tetapi mengakibatkan peningkatan infiltrasi monosit dan
limfosit ke dalam jalan napas. Pada penelitian, setelah provokasi endotoksin pada baboon,
ada peningkatan kadar TNF-α pada 2 jam setelahnya, yang diikuti 4 jam kemudian kadar
puncak MCP-1. Penambahan MCP-1 eksogen melindungi tikus dari lethal challenge bakteri
atau endotoksin; MCP-1 keseimbangannya bergeser ke arah sitokin antiinflamasi, dengan
peningkatan IL-10 dan penurunan IL-2.6,7,8
C. Komplemen
Sistem komplemen adalah komponen sentral dari pertahanan penjamu. Aktivasi
komplemen dapat dihasilkan dari 1 dari 3 jalur: 1.Jalur klasik, yang diaktivasi oleh kompleks
antigen-antibodi; 2.Jalur pengikatan lektin, yang diaktivasi oleh komponen polisakarida
bakteri; dan 3.Jalur alternatif, yang diaktivasi oleh kumpulan protein, endotoksin, dan
berbagai senyawa tidak larut. Ketiga jalur bertemu di level C3 convertase dan pada akhirnya
menyebabkan pembentukan MAC (membrane attack complex) dan lisis mikroorganisme.6,8,10
Komponen aktivasi komplemen dapat mengaktivasi sel endotel untuk memproduksi
radikal oksigen dan molekul adhesi, dapat menginduksi ekspresi kemokin, dan dapat menjadi
kemotaktik langsung neutrofil. Sebenarnya semua komponen komplemen dapat diproduksi
secara lokal di paru oleh sel alveolar tipe II, makrofag alveoli, dan fibroblast paru. Jadi
sebagai bagian dari eradikasi mikroorganisme, kaskade komplemen juga penting secara
bermakna memperbesar inflamasi paru dan akibatnya terjadi kerusakan paru.6,7,8
Beberapa percobaan dan data klinik menunjukkan peranan aktivasi komplemen pada
patofisiologi ARDS. Pada binatang percobaan, aktivasi sistem komplemen menyebabkan
11
ARDS dengan histopatologi yang sama pada ARDS manusia. Penghambatan kaskade
komplemen melalui deplesi komplemen umum atau melalui hambatan spesifik dari konversi
C5a melindungi binatang percobaan dari ARDS. Pasien dengan ARDS secara umum
menunjukkan bukti aktivasi komplemen yang luas (peningkatan kadar plasma komponen
komplemen C3a dan C5a), dan tingkat aktivasi komplemen dihubungkan dengan
perkembangan dan dampak ARDS.6,8,9,10
2.6.2 KERUSAKAN ENDOTEL VASKULER PARU
Sel endotel (endothelial cells/ECs) sangat penting dalam pertahanan tuan rumah,
perbaikan, dan fisiologi inflamasi. Selain itu, endotel merupakan bagian penting antara
inflamasi dan jalur trombotik pada sepsis dan ARDS. Interaksi yang tidak teratur antara
aktivasi atau kerusakan endotel dengan leukosit sangat penting dalam eksperimen dan klinis
sepsis, dan menyebabkan sekuestrasi leukosit di intravaskuler paru-paru dan di dalam
kompartemen alveoli. Baru-baru ini studi di model murine menunjukkan bahwa sekuestrasi
leukosit di paru-paru yang diinduksi oleh LPS sebagian besar karena aktivasi endotel. Sel
endotel yang dilepaskan ke dalam sirkulasi pada pasien sepsis.2,4,6,8
Sel endotel (ECs) mengekspresikan TLRs dan mengenali produk LPS dan bakteri
lainnya. Sebagai respon terhadap rangsangan LPS, sel endotel akan mengekspresikan produk
baru, termasuk molekul adhesi dan kemokin yang akan menarik leukosit, dan mengalami
perubahan fenotipik dan fungsional. Perubahan yang sama telah didokumentasikan pada
pembuluh darah pasien sepsis. Beberapa kemokin baru yang dibentuk, seperti molekul
adhesi, dan faktor inflamasi disintesis di bawah kontrol transkripsi oleh faktor nuklir kappa B
(NF-kB). Kerusakan genetic NF-kB di endothelium menyebabkan kelangsungan hidup yang
lebih baik pada mencit yang dipapar dengan LPS. Jadi, mengubah ekspresi gen endotel dan
sintesis dari produk protein yang sesuai dalam merespon LPS menjadi Gambaran sentral
infeksi bakteri gram negative dan sepsis (Gambar 5.). Selain itu, pola messenger RNA
(mRNA), termasuk transkripsi kode untuk produk gen yang relevan dengan respon inflamasi
yang sistemik dan cidera, juga diubah bila sel endotel manusia dirangsang dengan lipoprotein
bakteri. Hal ini menggambarkan bahwa respon “endotoksik” bila dirangsang oleh berbagai
produk mikroba selain endotoksin klasik (LPS). Sel endotel mengekspresikan produk baru
yang diaktifkan oleh berbagai produk mikroba tersebut menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kegagalan antibody dengan spesifisitas.2,4,6,7
Aktivasi endotel vaskuler paru dapat disebabkan oleh sitokin, lipopolisakarida, dan
produk mikroba, dan perubahan ekstrim yang lain. Aktivasi endotel sebagian dibatasi dan
12
mempunyai respon bolak-balik terhadap inflamasi yang terjadi secara lokal atau sistemik,
proses aktivasi endotel ini menjadi tidak teratur dan tidak terkontrol pada ARDS.2,3,5,6
Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan respon inflamasi pada sepsis, dapat pula
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. IL-1β sebagai imunoregulator utama
mempunyai efek pada sel endotel termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-
E2) dan merangsang ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya
ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel
dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah yaitu: bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang
dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat ligan-selektif; adhesi dan
aktivasi neutrofil yang mengikat intergrin CD-11 atau CD-18 yang melekatkan neutrofil pada
endotel dengan molekul adhesi ICAM yang dihasilkan oleh endotel dan diapedesis neutrofil
menembus dinding endotel. Selama terjadi sepsis tingkat IL-1B dan TNF-α berkorelasi
dengan keparahan penyakit dan kematian. Sitokin-sitokin yang dihasilkan akan menginduksi
panas dan memproduksi protein-protein fase akut sebagai respon inflamasi. 2,4,6,7
Pada dekade penelitian klinik dan binatang menunjukkan bahwa edema paru karena
peningkatan permeabilitas adalah sebagai abnormalitas fisiologis primer pada stadium awal
ALI/ARDS. Edema paru karena peningkatan permeabilitas terjadi melalui kegagalan struktur
alveolus yang secara normal menahan plasma dalam kapiler alveolus (alveolar capillary
membrane (ACM)). Kegagalan ACM pada ARDS menyebabkan cairan kaya protein
memenuhi ruang udara alveolus dan secara langsung menyebabkan pemburukan pertukaran
gas dan hilangnya complain paru yang menandakan kelainan paru. ACM dibentuk oleh 2
komponen yang berbeda: endotel kapiler dan epitel alveolus, fungsi keduanya rusak pada
keadaan ARDS.2,4,6,7
Mekanisme yang menyebabkan kegagalan ACM bermacam-macam tapi dapat dibagi
secara kasar yaitu kerusakan endotel kapiler dan epitel alveolus. Kerusakan endotel kapiler
alveolus telah lama dikenal sebagai kunci dari fase akut ARDS. Studi ultrastruktur
menunjukkan pembengkakan sel endotel dan pelebaran sambungan interseluler, dan studi
radionuclide mengkonfirmasi adanya kebocoran kapiler pada pasien ini. Banyak definisi
terkini menunjukkan bahwa struktur endotel dan fungsinya berubah secara independen karena
proses kerusakan sel yang disebut aktivasi endotel. Sel endotel berkontraksi dan terjadi
kekacauan respon vasomotor yang menyebabkan perkembangan kebocoran kapiler, ekspresi
molekul adhesi dan sitokin yang memperbesar kerusakan alveolus. Dengan adanya kerusakan
13
endotel alveolus, kerusakan epitel ditandai oleh nekrosis dan sering ditemukan kerusakan
yang dalam, yang merupakan tanda penting pada ARDS.2,4,6,7,9
2.6.3 KERUSAKAN EPITEL ALVEOLUS
Epitel alveoli yang normal disusun secara dominan oleh sel epitel gepeng tipe 1 yang
menutupi 90% daerah permukaan alveolus berupa permukaan tipis untuk pertukaran gas dari
alveolus ke kapiler dan barier yang dapat melawan ekstravasasi cairan ke dalam ruang udara
serta mudah terjadi kerusakan. Sel epitel alveolus tipe II kuboid menutupi 10% dari
permukaan alveolus dan lebih tahan terhadap kerusakan. Sel epitel alveolus tipe II
mempunyai beberapa fungsi penting, termasuk memproduksi surfaktan dan transfer ion serta
berfungsi juga sebagai sel progenitor untuk regenerasi sel tipe I setelah mengalami
kerusakan. Sel epitel tipe II juga menyediakan proteksi penting melawan pembentukan edema
yaitu meresopsi cairan dari ruang udara. 2,4,6,10
Secara normal, 90% atau lebih sel ruang udara adalah makrofag alveolar (AM), <10%
limfosit dan hanya 1-2% PMN. Pada pasien dengan ARDS, lebih dari 90% sel-sel ruang
udara adalah PMN. Jika keadaan ARDS terjadi terus-menerus, PMN menetap di ruang udara,
dan jumlah makrofag menurun. Jika ARDS perbaikan, jumlah makrofag meningkat, tetapi
akumulasi limfosit jarang terjadi. 2,4,6
Barier epitel secara normal lebih rapat dari barier endotelial. Hilangnya integritas
epitel menambah pembentukan edema alveolar. Edema yang mengandung protein merupakan
karakteristik ARDS akibat dari kerusakan kedua komponen endotel dan epitel membran
alveoli dan hilangnya kedua fungsi barier dan resopsi cairan. Edema paru karena peningkatan
permeabilitas yang berlanjut, mengeksaserbasi fungsi surfaktan karena adanya protein serum,
dan enzim proteolitik pada ruang alveolus. Jika kerusakan epitel berat atau berulang,
ketidakteraturan atau perbaikan epitel yang tidak adekuat dapat berakhir dengan fibrosis.
Pada beberapa studi klinik, derajat kerusakan epitel alveolar merupakan prediktor penting
ARDS. 2,3,4,6
Lesi epitel pada studi-studi awal dari pasien yang meniggal akibat ARDS
menunjukkan spektrum dari pembengkakan sitoplasma, vakuolisasi, dan pembentukan bleb
nekrosis dan penggundulan lengkap sel epitel. Tingkat kehilangan fungsi sel-sel epitel ini
pada ARDS menunjukkan hubungannya dengan prognosis yang buruk. Studi yang sama
menemukan bahwa peningkatan rata-rata klirens cairan alveolus pada pasien yang menderita
ARDS dihubungkan dengan jenis kelamin perempuan, tidak merokok, dan mempunyai faktor
14
risiko ARDS seperti sepsis, menyebabkan heterogenitas klinik dari klirens cairan alveoli yang
bervariasi. 2,4,6
Bagan.1 Mekanisme kerusakan membrane alveolus – kapiler
2.6.4 KOAGULASI / TROMBOSIS
Aktivasi platelet, interaksi dengan leukosit dan sel endotel, dan sekuestrasi di
mikrovaskuler adalah kunci kejadian percobaan klinik sepsis. Aktivasi platelet oleh trombin,
15
Injury to alveolar – capillary membrane
Damaged type II alveolar cell Release of inflammatory mediators
Vascular narrowing
& obstruction
↑ Alveolar – capillary membrane permeability
Outward migration of blood cells &
fluids from capillaries
Bronchoconstriction
↓ Surfactant production
↓ Alveolar compliance & recoil
atelectasis
Pulmonary edemaHyaline membrane
formation
↓ Lung compliance
Impairment in gas exchange
Pulmonary Hypertension
ARDS
atau platelet activating factor (PAF), yang dihasilkan pada sepsis menginduksi agregasi
platelet, membentuk agregasi dengan leukosit dan berinteraksi dengan endotel. Sekuestrasi
platelet pada mikrovaskuler potensial untuk memperpanjang sinyal interselluler dan
memperkuat deposisi fibrin dan menyebabkan obstruksi mikrovaskuler.2,4,6
Aktivasi dan agregasi trombosit, mikrotrombi dan deposisi intraalveolar merupakan
tampilan utama histologist ARDS dan perubahan pada koagulasi dan fibrinolisis sangat
penting pada kejadian ARDS. Deposisi fibrin dalam ruang alveolar adalah hasil dari
ketidakseimbangan antara koagulasi, protease fibrinolitik (plasmin dan activator plasminogen
jenis urokinase atau u-PA) dan antiproteases (plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)) dan
ketersediaan plasma yang diturunkan dari fibrinogen. 2,4,6
Peningkatan aktivitas prokoagulan terlihat pada pasien yang berisiko ARDS dan
terkait dengan peningkatan ekspresi prokoagulan (faktor jaringan/TF) dan protein
antifibrinolytic (PAI-1). PAI-1 akan dilepas secara lokal oleh sel epitel, sel endotel, dan
fibroblast. Tissue Factor (TF) adalah mediator yang sangat trombogenik dalam jalur
koagulasi ekstrinsik yang menyebabkan pembentukan fibrin. Pada ALI, alveolus berisi TF
dengan kadar yang tinggi dan ini mungkin disebabkan sebagian epitel alveolar bereaksi
terhadap rangsangan proinflamasi. 2,4,6
Protein C adalah antikoagulan plasma endogen yang memudahkan fibrinolisis dan
menghambat trombosis dan inflamasi. Kadar lebih rendah dari plasma protein berkaitan
dengan hasil klinis yang lebih buruk di ALI. Aktivasi protein C memerlukan reseptor protein
C endotel dan kompleks trombomodulin-trombin. Pada pasien dengan sepsis, terdapat
peningkatan kadar trombomodulin yang beredar pada permukaan sel endothelium, sehingga
mengurangi ketersediaan untuk aktivasi protein C pada permukaan endotel. 2,4,6
2.6.5 GAMBARAN PATOLOGIS ARDS
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang
merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan oleh
karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan
alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan
beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan
menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada akhirnya dapat
memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi)
juga terbentuk dalam alveoli.2,4,7,8
16
Berdasarkan hukum starling, maka mekanisme utama terjadinya ekstravasi bahan –
bahan intravascular ke dalam jaringan paru disebabkan oleh karena adanya peningkatan dari
permeabilitas kapiler, bukan oleh karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik
intravascular sebagai mana terlihat pada edema pulmonal kardiogenik. Normalnya barier
epitel alveolar sangat rapat, melawan gerakan pasif walaupun molekul kecil seperti protein
termasuk juga albumin dan immunoglobulin. Sambungan protein yang rapat ini
dipertahankan oleh sel epitel alveolar tipe 1 dan tipe II. Epitel alveolar mempunyai fungsi
khusus pertukaran gas. Sel epitel alveolar tipe II adalah sumber material aktif permukaan
yang penting untuk memelihara stabilitas alveolus pada pengisian gas paru. Sel epitel
alveolus tipe I sama dengan sel tipe II, mempunyai kapasitas memindahkan cairan alveoli
yang berlebihan melalui transport ion. Sistematika patofisiologi ARDS dapat dilihat diatas.2,4
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yitu fase
eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.
Gambar 5. Fase-fase patologi ARDS4
Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS, muncul lebih
kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama pasien dengan factor
risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe
I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan cairan dan
makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane hialin dan kolaps
alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular melebar dan vesikel pinocytic
meningkat, menyebabkan membrane kapiler terganggu dan mengakibatkan kebocoran
kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di
membrane basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema
alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma,
surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan
17
tersebut kemudian akan diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan
penurunan dari kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi.2,4,5,7,8
Perubahan histologist yang terjadi ialah kerusakn alveolus yang luas. Bachofen dan
wiebel orang pertama yang mempelajari perubahan histopatologis secara rinci pada pasien
yang meninggal dengan ARDS. Suatu tahap akut dimulai dalam 24 jam pertama dari gejala
yang ditandai dengan adanya protein di alveoli dan perdarahan interstisial yang bermakna,
serta edema alveoli dengan munculnya membrane hialin. Membrane hialin adalah eosinofilik
mengandung fibrin, immunoglobulin, dan komplemen-komplemennya. Terdapat daerah focus
kerusakan pada barir mikrovaskular dan alveolar dan dinding alveolar mengalami edema
dengan daerah nekrosis dalam lapisan epitel, walaupun lamina basal utuh pada awalnya. Lesi
endotel terjadi lebih dini, daerah yang nekrosis dan rusak biasanya diisi dengan bekuan fibrin.
Jumlah neutrofil semakin meningkat dalam kapiler, jaringan interstisial, dan semakin
progresif dalam alveoli selama fase awal.2,4,6,7
Akumulasi dari kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas
(shunting) interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai
dengan peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal
nafas pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase
awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang
melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru. Lebih lanjut lagi, untuk
membedakan gambaran radiologis ARDS dengan gambaran radiologis edema pulmonal
kardiogenik ialah pada karakteristik ARDS jarang dijumpai kardiomegali, efusi pleura atau
redistribusi vascular pulmonal.2,4,5,7
Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang terjadi pada
hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Secara histologis akan terjadi perbaikan dari
mikrostruktur jaringan paru, ditandai dengan munculnya sel-sel pneumosit tipe 1 dan
pembentukan kembali surfaktan paru oleh sel pneumosit tipe2. Perubahan ini akan terlihat di
sepanjang membrane basal alveolar.2,4,5,8
Fase proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap
berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku,
kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi
intimal jelas dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang
interstisial menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel
18
darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk
menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas
menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini
adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-puing sel
digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang intra-alveolar, tetapi juga
terjadi di dalam interstitium.2,4,5,8,10
Secra klinis akan terlihat perbaikan pada pasien, walaupun biasanya masih dijumpai
gejala-gejala seperti dyspnea, takipnea, dan hipoksemia. Pada beberapa pasien akan terjadi
perburukan keadaan histologis jaringan paru yang ditandai dengan perlukaan paru yang
progresif dan perubahan dini dari fibrosis pulmoner.2,4,5,8
Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan dialami
oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini,
secara histopatologis edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal
penyakit akan mengalami perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang intensif.
Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan
mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi intimal juga akan
terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang pada akhirnya akan menyababkan
terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan hipertensi pulmoner. Pada akhirnya
konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya
peningkatan resiko dari pneumothoraks, reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari
ruang mati (dead space) pulmoner.2,4,5,8,10
Setelah fase akut dan eksudat ARDS, beberapa pasien tidak mempunyai komplikasi
dengan resolusi yang cepat. Yang lain berkembang menjadi kerusakan paru fibrotik, yang
dapat diamati pada biopsy 5-7 hari setelah onset ARDS. Fibrosis alveolitis merupakan respon
perbaikan fibroproliferatif maladaptasi terhadap kerusakan komponen alveolus dan dihasilkan
dari interaksi antara miofibroblas, fibroblast, sel inflamasi akut dan sel epitel selama interaksi
sitokin, growth factos, colony stimulating factors, dan fibrin. Sel mesenkim dan fibroblast
yang proliferasi mengisi ruang alveolar selama pembentukan pembuluh darah baru.
Pasien meninggal dengan ARDS mempunyai tanda peningkatan paru oleh kolagen
tipe I dan III dan fibronectin. Penemuan fibrosis alveolitis pada biopsi paru dihubungkan
dengan peningkatan angka kematian ARDS. Walaupun fibrosis alveolitis secara khusus
berkembang beberapa hari setelah kejadian ARDS, mekanisme molekuler yang menentukan
19
apakah pasien berkembang kearah fibrosis mungkin diatur oleh progresifitas awal kejadian
ARDS dan tingkat keparahan fungsi dari kerusakan paru dini. Kadar peptida prokolagen III
dalam kompartemen alveoli dapat meningkat lebih awal pada berlangsungnya ARDS, bahkan
pada saat diagnosis, kadar yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan angka kematian.
Mediator proinflamasi awal seperti IL-1 dapat memudahkan induksi fibrogenesis. Bilasan
cairan bronkus dan cairan edema paru dari pasien early ARDS adalah mitogenik untuk
fibroblass paru manusia, efeknya tergantung pada bioaktif IL-1.2,4,5,8,10
2.7 TERAPI
Penderita sindroma gawat pernafasan akut dirawat di unit perawatan intensif. Terapi
oksigen sangat penting untuk mengoreksi kadar oksigen darah, seringkali diberikan oksigen
dalam konsentrasi tinggi (mungkin diperlukan oksigen 100%). Bila pemberian oksigen
dengan sungkup muka tidak berhasil mengatasi masalah, perlu digunakan alat bantu
pernafasan (ventilator). Ventilator menyalurkan oksigen dengan menggunakan tekanan
melalui pipa yang dimasukkan ke hidung, mulut atau trakea; tekanan ini membantu
memasukkan oksigen ke dalam darah. Tekanan yang diberikan dapat disesuaikan untuk
membantu tetap terbukanya saluran napas yang kecil dan alveoli, dan untuk memastikan agar
paru-paru tidak menerima konsentrasi yang berlebihan karena konsentrasi yang berlebihan
dapat merusak paru-paru dan memperberat sindroma ini.8,9
Pengobatan suportif lainnya seperti pemberian cairan atau makanan intravena
(melalui infus) juga penting karena dapat terjadi dehidrasi atau malnutrisi yang bisa
menyebabkan berhentinya fungsi organ tubuh (keadaan yang disebut sebagai kegagalan
organ multipel).8
Obat-obatan khusus diberikan untuk mengobati infeksi, mengurangi peradangan dan
membuang cairan dari dalam paru-paru. Misalnya pada infeksi diberikan antibiotik.8
2.8 PROGNOSIS
Sampai tahun 1990, kebanyakan penelitian melaporkan angka kematian ARDS sekitar
40-70%. Namun, 2 laporan pada tahun 1990 melaporkan hal yang berbeda, berkisar antara
30-40 %. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk hal ini adalah penaganan sepsi,
penerapan ventilasi mekanik, dan perawatan INtensif yang telah membaik.8,9,10
Sebagai catatan bahwa kematian pada pasien ARDS kebanyakan di perparah dengan
kondisi sepsis (suatu faktor prognosis yang parah) atau merupakan kegagalan multi organ
dibanding kegagalan paru semata.8,9,10
20
Indeks oksigenasi dan ventilasi, termasuk rasio PaO2/ FIO2, tidak memprediksi
penampakan resiko kematian. Keparahan hipoksemia pada saat diagnosis tidak berhubungan
dengan angka bertahan hidup. Namun, kegagalan fungsi pulmonal untuk meningkat dalam
minggu pertama penanganan adalah faktor prognosis yang buruk.6
Angka kejadian harus diperhitungkan, pasien dengan ARDS lebih sering mendapat
perawatan yang lama di rumah sakit, dan mereka mudah untuk mendapatkan infeksi
nosokomial, khususnya Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Sebagai tambahan, pasien
mengalami penurunan berat badan drastic, kelemahan otot, dan kecacatan fungsi dapat
menetaap berbuulan-bulan setelah berbulan-bulan keluar dari Rumah Sakit.11
Penyakit yang parah dan penggunaan ventilator mekanik merupakan predictor dari
abnormalitas yang menetap dalam fungsi paru. Pasien ARDS yang bertahan hidup akan
mengalami kerusakan fungsi bahkan setelah 1 tahun keluar dari rumah sakit.11
Dalam penelitian dari 109 pasien yang bertahan hidup, spirometri dan volume paru
normal pada 6 bulan, tetapi capasitas keseluruhan masih tetap menurun,, berkisar 72% pada
tahun pertama post ARDS, dan hanya 49% yang kembali bekerjja. Kualitas kesehatan mereka
otomatis dibawah normal. Namun, tidak ada pasien yang tetap harus menggunakan oksigen
selama 12 bulan. Abnormalitas radiologis juag sembuh secara total dalam satu tahun
pengobatan.10,11
Suatu penelitian yang memeriksa kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan
(HRQL) setelah mengalami ARDS mendapatkan hasil HRQL yang rendah secara
keseluruhan dari pada populasi umum setalah masa 6 bulan penyembuhan. Hal ini juga
termasuk angka kejadian, energy, dan isolasi sosial.10
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom gawat nafas akut dewasa (ARDS) adalah bentuk khusus gagal nafas yang
ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan
konvensional. ARDS diawali dengan berbagai penyakit serius yang pada akhirnya
menyebabkan edema paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah ini diperkenalkan oleh
21
peetty dan ashbaugh pada athun 1971 setelah mengamati gawat nafas akut yang mengancam
nyawa pasien – pasien yang tidak mengidap penyakit paru sebelumnya.
Meskipun sindrom ini dikenal dengan banyak nama lainya ( shock lung, wet lung,
adult hyaline membrane disease, stiff lung syndrome), istilah adult respiratory distress
syndrome lebih banyak diterima. Asosiasi Paru Amerika memperkirakan ada 27.000 orang
yang menderita ARDS setiap tahunnya, dan tingkat mortalitasnya lebih besar 50% pada
tahun-tahun penelitian.
Mekanisme mengapa ARDS yang mempunyai penyebab macam-macam dapat
berkembang menjadi syndrome klinis dan patofisiologi yang sama masih belum jelas
diketahui. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas agaknya berupa cedera
membrane kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran kapiler.membran kapiler alveolar
dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel – partikel. Tetapi, dengan adanya
cidera, terjadi perubahan dalam permeabilitas kapiler-kapiler tersebut, sehingga dapat dilalui
cairan, sel darah merah, sel darah putih, dan protein darah. Mula-mula cairan akan terkumpul
di interstitium, dan jika telah melebihi kapasitas dari interstitium, cairan akan berkumppul di
dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektaksis kongestif.
Prognosis yang buruk pada pasien dengan ARDS merupakan dorongan yang kuat
untuk menjelaskan mekanisme yang memulai cidera pembuluh darah paru. Mekanisme ini
kelihatannya bergantung pada interaksi sel-sel radang yang aktif, mediator humoral, sel-sel
endothelial.
Gambaran primer ARDS meliputi pirau intra pulmonal yang nyata dengan
hipoksemia, keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dyspnea serta takhipnea
yang berat akibat hipoksemia dan bertambahnya kerja pernafasan yang disebabkan oleh
penurunan keregangan paru. Gambaran – gambaran ini merupakan akibat edema alveolar
dan interstitial. Cirri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan
pemberian oksigen selam bernafas spontan. Gambaran klinis lengkap dapat bermanifestasi 1
sampai 2 hari setelah cerdera.
Untuk menegakkan diagnosis ARDS sangat bergantung pada pengambilan anamnesis
yang klinis yang tepat. Pemeriksaan laboratorium yang paling awal adalah hipoksemia,
sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang
tepat. PCO2 umumnya normal atau rendah. Pemeriksaan radiogram dada pada permukaan
mungkin normal meskipun sudah terjadi hipoksemia. Kemudian, dengan tertimbunya cairan
pada alveolar dan interstitial dan meluasnya atelektasis kongestif, maka ronsen dada
22
menunjukkan gambaran “putih” yang difus. Oleh karena itu nama lain ARDS adalah “paru
putih”.
Pengobatan ARDS ditujukan untuk memperbaiki syok, asidosis, dan hipoksemia yang
menyertainya. Hampir semua pasien memerlukan ventilasi mekanis dan oksigen konsentrasi
tinggi untuk menghiindari hipoksia jaringan yang berat. Pemberian tekanan positif akhir
ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan langkah besar dalam penanganan
keadaan ini. PEEP membantu memperbaiki sindrom gawat nafas dengan mengembangkan
daerah yang sebelumnya mengalami atelektasis, dan mengembalikan aliran cairan edema
atelektasis dari kapiler. Kerena penimbunan cairan pada paru merupakan masalah, maka
pembatasan cairan dan terapi diuretic merupakan tindakan lain yang penting dalam
penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi infensi. Meskipun
penggunaan Corticosteroid masih controversial, tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan
kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guntur AH. Sepsis. Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2007: 1840-43.
2. Amin Zulkifli, Purwoto J. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI:2007: 178-79
23
3. Ashbaugh DG, Bigelow DB, Petty TL. Acute respiratory distress in
adults. Lancet. Aug 12 1967;2(7511):319-23.
4. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. The Acute Respiratory
Distress Syndrome (http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM). Accesed on May
4, 2010.
5. Davidson TA, Caldwell ES, Curtis JR. Reduced quality of life in survivors of acute
respiratory distress syndrome compared with critically ill control patients. JAMA. Jan
27 1999;281(4):354-60.
6. Davey-Quinn A, Gedney JA, Whiteley SM. Extravascular lung water and acute
respiratory distress syndrome--oxygenation and outcome. Anaesth Intensive
Care. Aug 1999;27(4):357-62.
7. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D. The Acute Respiratory
Distress Syndrome. N Engl J Med 2000; 342:1334-1349.
8. Price A. Wilson, Wilson M.Lorraine. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses
Penyakit. Edisi 6. EGC; 2002; 835-37.
9. The Acute Respiratory Distress Syndrome Network. Ventilation with lower tidal
volumes as compared with traditional tidal volumes for acute lung injury and the
acute respiratory distress syndrome. N Engl J Med. May 4 2000;342(18):1301-8.
10. Eloise M Harman, MD. Acute Respiratory Distress Syndrom. Emed.2010
11. Levy BD, Shapiro SD. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In : Fauci AS,
Hauser SL, Braunwald E, et al (eds). Harrison’s principle of internal medicine, 17 th
edition. New York: Mc Graw Hill Companies inc; 2007. P 1680-84.
24
top related