referat koriokarsinoma
Post on 03-Jan-2016
358 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Koriokarsinoma merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional
( PTG ) dimana sejumlah 15-28% wanita dengan mola hidatidosa mengalami
degenerasi keganasan menjadi PTG.
Koriokarsinoma tidak selalu berasal dari molahidatidosa namun tidak
jarang berasal dari kehamilan normal, prematur, abortus maupun kehamilan
ektopik yang jaringan trofoblasnya mengalami konversi menjadi tumor
trofoblas ganas.
Koriokarsinoma ini sering terjadi pada usia 14-49 tahun dengan rata-rata
31,2 tahun. Resiko terjadinya PTG yang non metastase 75% didahului oleh
mola hidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan
aterm. Resiko terjadinya PTG yang metastase 50% didahului oleh mola
hidatidosa, 25% oleh abortus, 22% oleh kehamilan aterm dan 3% oleh
kehamilan ektopik.
Angka kejadian tertinggi Koriokarsinoma di dunia ditemukan terbanyak
pada daerah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Juga disebutkan bahwa angka
kejadian rata-rata terendah secara signifikan terlihat di daerah Amerika Utara,
Eropa dan Australia.
Di Amerika angka kejadian Koriokarsinoma berkisar 1 dari 20-40 ribu
kehamilan, dimana diperkirakan angka kejadiannya 1 dari 40 kehamilan mola
hidatidosa, 1 dari 5.000 kehamilan ektopik, 1 dari 15.000 kasus abortus, dan 1
dari 150.000 kehamilan normal. Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan
bahwa angka kejadian penyakit trofoblas secara umum bervariasi, di antara
1/120 hingga 1/200 kehamilan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui
kelainan yang terjadi pada koriokarsinoma mengingat cukup tingginya angka
kejadian koriokarsinoma di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada
khususnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar diskoid dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2-3
cm. Berat plasenta rata-rata 500-1000 gram. Tali pusat berhubungan dengan
plasenta biasanya ditengah (letak sentral). Keadaan ini disebut insersio sentralis.
Bila hubungan ini terletak agak ke pinggir, maka disebut insersio lateralis, dan
bila tepi plasenta, maka disebut insersio marginalis. Kadang tali pusat berada
diluar plasenta dan hubungan dengan plasenta terjadi melalui selaput janin. Jika
hal demikian terjadi, maka disebut insersio velamentosa.(1,2,3)
Plasenta yang matang terdiri dari dua bagian, yaitu sisi uterin atau maternal,
dan sisi janin. Kedua sisi ini dapat dibedakan dari keadaan fisiknya. Sisi janin
lebih lembut dan licin dengan adanya insersi tali pusat dari permukaannya,
sedangkan sisi maternal berwarna lebih merah dan permukaannya berbenjol-
benjol karena adanya massa villi korionik yang terbenam dalam endometrium
(anchoring villi). Anchoring villi ini membagi plasenta kedalam 7-10 massa yang
disebut kotiledon. (1,3)
Gambar 1. (A) Sisi Janin; (B) Sisi Maternal
2
3
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu
dengan ruangan amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun ruang
amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun amnion hanya
menempel saja, tidak sampai melekat pada korion.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke
atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas
korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk implantasi. Bila
diteliti baik-baik, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar bagian
janin, yaitu villi koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian
ibu yang berasal dari desidua basalis. (2,4,5)
Darah ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan
korion. Plasenta yang demikian dinamakan plasenta jenis hemokorial. Disini tidak
ada percampuran antara darah ibu dan darah janin. Ada juga sel-sel desidua yang
tidak dapat dihancurkan oleh trofoblas dan sel-sel ini akhirnya membentuk lapisan
fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch. Pada proses persalinan, plasenta terlepas
dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini. Bila oleh sesuatu sebab pada abortus
terjadi kuretase yang terlalu dalam, maka jonjot-jonjot plasenta tumbuh diantara
otot-otot miometrium (plasenta akreta) atau dapat pula dijumpai plasenta perkreta
yang dapat menimbulkan ruptura uteri spontan. (2)
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistol, darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg ke dalam ruang interviller sampai mencapai lempeng korion (chorionic
plate), yang merupakan pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah membasahi
seluruh villi koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke
vena-vena desidua. (5,6)
2. 2. Fungsi Plasenta
Plasenta sebagai organ yang kompleks, melepaskan berbagai macam hormon
dan enzim ke dalam sirkulasi darah ibu. Selain itu, plasenta juga berfungsi sebagai
organ transpor untuk pertukaran oksigan dan CO2 antara janin dan ibu. Dapat
dikemukakan bahwa fungsi plasenta adalah sebagai berikut:
Fungsi nutritif (transpor zat-zat makanan bagi janin)
4
Fungsi ekskresi (mengeluarkan sisa metabolisme janin)
Fungsi respirasi (pertukaran oksigen dan karbondioksida)
Pembentukan hormon
Transpor antibodi, obat-obatan, dan berbagai zat. (2,5,6)
2.3 Definisi Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik
Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari
sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang
menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh
darah sehingga menyebabkan perdarahan. (7)
Koriokarsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan trofoblas dan
kanker yang bersifat agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini ditandai dengan
metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru. (8)
Gambar 2. Koriokarsinoma dalam uterus.
Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang
mengandung trofoblas, seperti: lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh,
vili dari plasenta, gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas dimanapun di
dalam tubuh. (9)
“Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis
selaput pada rahim manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang
berasal dari sel-sel epithelial. Karena kanker ini merupakan kanker yang
berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka salah satu ciri khusus dari
kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic
5
Gonadothropin) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada wanita
hamil. Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil
termasuk wanita yang pernah mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola
hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang banyak organ dalam tubuh, seperti
hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga dinding rahim.
2.4 Etiologi Koriokarsinoma
Etiologi terjadinya Koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas
normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-
lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui
pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling
sering adalah paru-paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa
kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak﴿. (10)
Wikipedia, 2009 menyebutkan bahwa Koriokarsinoma selama kehamilan
bisa didahului oleh:
Mola hidatidosa ( 50% kasus )
Aborsi spontan ( 20% kasus )
Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
Kehamilan normal ( 20-30% kasus ) (7)
Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:
1. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik.
2. Immunoselektif dari trofoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi
jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia
sel-sel trofoblast.
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
6
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu
yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal
yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas
pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan
berkembang menjadi mola hidatidosa dan berikutnya menjadi
Koriokarsinoma.
5. Infeksi virus dan faktor kromosom. (12)
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi klinik penyakit trofoblas ganas ( PTG )
1. PTG non metastasis
2. PTG bermetastasis
a. Prognosis baik
hCG < 100.000 IU/urin 24 jam atau < 40.000 IU/ml serum
Simptom <4 bulan
Tidak ada metastasis di otak, liver
Belum pernah dapat kemoterapi
Bukan berasal dari kehamilan aterm
b. Prognosis buruk
hCG > 100.000 IU/ urin 24 jam atau > 40.000
Simptom > 4 bulan
Metastasis di otak, liver
Gagal dengan khemoterapi sebelumnya
Didahului kehamilan aterm (11)
Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
a. Koriokarsinoma Villosum
7
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah.
Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar.
Sel-sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam
miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada
dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal.
Walaupun secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi
penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola
hidatidosa.
b. Koriokarsinoma Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas.
Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat
pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%.
Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke
organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak.
Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.
Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya,
Koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:
Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur,
yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya
keganasan.
Sering menyerang wanita muda
Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi
reproduksi, dengan pengobatan sitostatika
Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi
spontan.
c. Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun
lambat apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap
sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang
aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan
mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh
8
pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar hCG dan
adanya metastasis.
2.6 Stadium Koriokarsinoma
Berdasarkan jauhnya penyebaran Koriokarsinoma dibagi menjadi 4,
yaitu:
Stadium I yang terbatas pada uterus
Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan
vagina
Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan
penyakit trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala
klinik pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring
FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO. (13)
Tabel I : Skoring Faktor Risiko Menurut FIGO (WHO) Dengan
Staging FIGO
9
Skor faktor risiko
menurut FIGO (WHO)
dengan staging FIGO
0 1 2 4
Usia < 40 ≥ 40 - -
Kehamilan sebelumnya mola Abortus Aterm -
Interval dengan
kehamilan tersebut
(bulan)
<4 4-6 7-12 >12
Kadar hCG sebelum
terapi (mIU/mL)
< 10³ 1000-10000 > 10000 –
100000
>
10000
0
Ukuran tumor terbesar,
termasuk uterus
- 3-4 ≥ 5 cm -
Lokasi metastasis,
termasuk uterus
Paru-paru Limpa,
ginjal
Traktus
gastrointesti
nal
Otak,
hepar
Jumlah metastasis yang
diidentifikasi
- 1-4 5-8 >8
Kegagalan kemoterapi
sebelumnya
- - Agen
tunggal
Agen
multip
el
Klasifikasinya adalah sebagai berikut : 1. Risiko rendah, skor total ≤ 4 2. Risiko sedang, skor total 5-7 3. Risiko tinggi, skor total ≥ 8 (13)
2.7 Tanda dan Gejala Koriokarsinoma
10
Karena Koriokarsinoma merupakan penyakit yang bisa menyerang banyak
bagian tubuh manusia, maka klienpun akan merasakan banyak tanda dan
gejala, antara lain:
a. Peningkatan jumlah kadar ß-hCG
Kadar ß-hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25
IU/ml.
Kadar ß-hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam
Kadar ß-hCG yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine
24jam >40.000 u/ml dalam interval lebih dari 4 bulan.
b. Perdarahan per vaginam
c. Batuk berdarah dan sesak nafas
d. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua
paru-paru
e. Sakit kepala dan hemiplegi
f. Sakit tulang belakang
g. Perut bengkak dan sklera menjadi kuning
h. Hilang selera makan dan berat badan turun (12)
Gambar 3. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung
kedua paru-paru.
2.8 Manifestasi klinis
11
Gejala Klinis :
1. Rahim membesar
2. Perdarahan dan syok
3. Ekspulsi gelembung mola
4. Anemis dan gejala sekunder.
Anamnesa/ keluhan
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah
dari kehamilan biasa, seperti:
2. Kadang ada tanda toksemia gravidarum
3. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna
tengguli tua atau kecoklatan
4. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya
(lebih besar)
5. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak
selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti
Pemeriksaan dalam
Terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
cavum vagina, serta evaluasi keadaan serviks (14)
a. Inspeksi
1. Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning-kuningan
yang disebut muka mola (mola face)
2. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas. (14)
b. Palpasi
1. Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan, teraba lembek.
2. Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan
janin.
12
3. Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar
dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru. (14)
c. Auskultasi
1. Tidak terdengar bunyi DJJ
2. Terdengan bising dan bunyi khas. (14)
Reaksi kehamilan
Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji imunologik
( galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi)
a. Galli mainini 1/3000 (+) maka suspect mola hidatidosa atau
Koriokarsinoma
b. Galli mainini 1/2000 (+) maka kemungkinan mola atau hamil kembar. (14)
2.9 Patofisiologis
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai
suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan
metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam
transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada Koriokarsinoma,
kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan
menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai
endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan.
Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di
uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada Koriokarsinoma, berbeda dengan
mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur
sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin
predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang
bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan
13
dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan
evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis
Koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di
diagnosis sebagai Koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan
umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan
ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada,
adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus.
Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan
kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat
menyebabkan perdarahan intraperitonium.
Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik.
Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan
mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada
beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai Koriokarsinoma
karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang
tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, Koriokarsinoma akan berkembang cepat
dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa
bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar
gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati,
tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi,
namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi
kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin,
siklofosfamid, dan vinkristin. (14)
2.10 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology
(FIGO) menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis PTG termasuk Koriokarsinoma adalah:
14
1. Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu
atau lebih (misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
2. Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau
lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)
3. Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
4. Gambaran patologi anatomi adalah Koriokarsinoma (15)
b. Pemeriksaan Penunjang
a) Klinis :
– untuk kasus Kr yang berasal dari MHK, diagnosis lebih mudah dibuat
karena sebelumnya mereka pasti sudah diberi informasi tentang adanya
kemungkinan keganasan, dan diharuskan untuk melakukan follow up
selama satu tahun. Bila selama follow up ditemukan distorsi dari kurva
regresi B-hCG sebelum minggu ke-12, atau kenaikan lagi setelah pernah
mencapai kadar normal, kemungkinan adanaya keganasan sudah dapat
dipikirkan, hanya saja tidak langsung disebut sebagai Kr, melainkan
Persistent Trophoblastic Disease (PTD), karena tidak dilakukan
pemeriksaan PA.
– untuk kasus yang didahului oleh jenis kehamilan lain seperti abortus,
kehamilan ektopik, atau aterm, diagnosis lebih sulit ditegakkan. Untuk itu,
Acosta Sison mengusulkan kriteria Hbes, yang berarti(1) :
H : having expelled a product of conception
B : Bleeding
es : enlargement and softness of the uterus
Jadi, menurut Acosta Sison, pada semua wanita yang pernah
mengeluarkan hasil kehamilan, apapun jenisnya, kemudian mengalami
perdarahan pervaginam, yang disertai adanya subinvolusi uterus, maka
wanita tersebut patut dicurigai adanya keganasan. Apalagi disertai dengan
adanya kenaikan kadar B-hCG atau tanda-tanda metastasis lainnya. (16)
15
b) Pemeriksaan laboratorium :
o adanya peninggian kadar B-hCG
o sebaiknya setiap kasus Kr, diperiksa juga T3, T4, dan TSH
sehunbungan dengan adanya penyulit tirotoksikosis. (16)
c) USG :
o biasanya akan tampak masa kompleks dengan disertai adanya
neovaskularisasi
o kadang dapat juga menunjukkan adanya ancaman perforasi. (16)
d) Diagnosis pasti :
o ditentukan juga dari hasil PA. Pada umumnya gambaran PA nya
menunjukkan adanya sel-sel trofoblas yang atipik, tanpa vili
korialis, disertai hemoragi dan nekrosis. (16)
Gambar 4. Gambaran mikroskopis Koriokarsinoma
16
2.11 Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan terapi korikarsinoma bisa dilakukan dengan:
a. Kemoterapi
Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-
obatan kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan
kemoterapi pasien dengan Koriokarsinoma mengalami kesembuhan
90-95%.
Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D
Terapi ini digunakan untuk Koriokarsinoma yang belum
bermetastase meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala ringan.
Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin
D, cyclosphosphamide and oncovin)
Terapi komplek ini digunakan untuk Koriokarsinoma dengan skala
sedang atau berat.
b. Operasi
Tujuan operasi adalah :
1. mengontrol perdarahan
2. mengurangi atau menghilangkan masa tumor
3. mengurangi kompresi terhadap organ.
Operasi hanya merupakan tindakan tambahan saja, karena
pada prinsipnya kita ingin mempertahankan fungsi reproduksi.
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah :
a) indikasi absolut :
perdarahan pervaginam yang tidak terkontrol secara
medikamentosa
perforasi uterus, terutama bila disertai akut abdomen
17
b) indikasi relatif
uterus lebih besar dari 14 minggu
ancaman perforasi uterus, berdasarkan hasil USG
kemoterapi gagal
jumlah anak cukup
Histerektomi bukanlah satu-satunya jenis operasi pada Kr. Pada
keadaan dimana masa tumor tidak terlalu besar, soliter, dan
berkapsul yang jelas, dapat dipikirkan untuk melakukan reseksi
parsial uterus, terutama yang masih menginginkan fungsi repoduksi.
Jenis operasi lain yang bisa dilakukan adalah ekstirpasi metastasis
di vulva/vagina, lobektomi, atau kraniotomi untuk metastasis di paru-
paru dan otak yang resisten terhadap kemoterapi. Apapun jenis
operasinya, selalu harus diikuti dengan pemberian kemoterapi.
Soper membagi tindakan histerektomi menjadi dua bagian, yaitu
histerektomi primer, bila dilakukan sebelum pemberian kemoterapi,
dan histerektomi sekunder dilakukan bila kemoterapi pertama
dianggap gagal. Histerektomi primer akan lebih berhasil jika
dilakukan pada golongan resiko rendah yang sudah tidak
memerlukan lagi fungsi reproduksinya.
Untuk tindakan ekstirpasi, yang umum dilakukan adalah dengan
membuat pullstring ligation pada dasar tangkai, baru kemudian
memotong tangkai tersebut diatas ikatan tadi. Cara ini banyak
dilakukan pada kasus dengan tangkai yang tidak terlalu besar, dan
hubungannya dengan dinding vagina tidak terlalu erat. Teknik ini
akan sukar jika metastasis pada vaginanya berdasar lebar. Untuk itu,
sebaiknya mukosa vagina diatas tumor dibuka, lalu masa tersebut
dikeluarkan secara digital. Setelah perdarahan dirawat, mukosa
vagina ditutup kembali. Hati-hati dengan perdarahan, karena banyak
metastasis berdasar lebar yang disertai vaskularisasi yang berlebihan.
Karena itu, setelah tindalan ekstirpasi selalu harus dipasang tampon
vagina selama 24 jam. (16)
18
c. Radiasi
Radioterapi banyak digunakan pada stadium IV dengan metastasis
di otak. Begitu diagnosis ditegakkan, langsung dilakukan ”whole
brain irradiation”, dengan dosis 3000 cGy. Dosis tersebut diberikan
dalam 10 kali fraksi.
Radiasi ini sebaiknya diberikan bersamaan dengan kemoterapi,
karena radiasi berfungsi sebagai hemostatika dan tumorisidal untuk
mengurangi resiko terjadinya perdarahan spontan.
2.12 Prognosis
Kr merupakan varian TTG yang paling ganas. Dahulu, wanita yang
menderita penyakit ini hampir selalu diikuti dengan kematian.
Namun,sekarang di negara maju, 90% dari kasus Kr dapat diobati secara
tuntas.
BAB III
RANGKUMAN
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik
Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari
sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang
menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh
darah sehingga menyebabkan perdarahan.
Pasien dengan Koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%. Terapi
dapat dilakukan dengan agen single methotrexate or actinomycin D maupun
dengan terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D,
cyclosphosphamide and oncovin), jika karsinoma sudah menginvasi
miometrium maka dapat dilakukan hysterektomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F. G, Kenneth L, Steven B, John H, Larry G, Katharine W.
2005. Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 49-82.
2. Winkjosastro H. 1992. Plasentasi dan Likuor Amnii; Ilmu Kebidanan;
YBPSP:Jakarta; hlm 66-73.
3. Knuppel R. A. 1998. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and
Treatment: Maternal-Fetal-Placental Unit-;Fetal and Early
NeonatalPhysiology. USA. Appleton and Lange Hlm 155-63.
4. Gest T. 1999. Placenta and Extraembryonic Membranes. diakses tanggal
21 Juli 2012 dari www.med.umich.edu/lrc/coursepages/embryo /links.htm.
5. Cunningham F. G, Kenneth L, Steven B, John H, Larry G, Katharine W.
2005. Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 619-26.
6. Menton D. 2007. The Placenta. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari
http://www.answersingenesis.org/assets/images/articles/am/v2/n1/placenta
-fig-4.gif.
7. H. Soekimin. Penyakit Trofoblas Ganas. 24 Maret 2005. diakses tanggal
21 Juli 2012 dari www.repository.usu.ac.id/bitstream/.../2042/3/patologi-
soekimin3.pdf.txt.
8. Anonymus.Koriokarsinoma.http://www.en.wikipedia.org/wiki/Choriocar-
cinoma.diakses tanggal 21 Juli 2012.
9. Dito A, Koriokarsinoma. 6 Jun 2008. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari
www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3jd...thn=2008...23.
10. Cunningham, MacDonald,Gant. Gestationnal Trofoblastic Tumors, Willm
Obstetric 9th. 1990:746-50.
11. Anonymus. Tumor Trofoblastik Plasental Site. diakses tanggal 21 Juli
2012 dari www. digilib.unsri.ac.id/download/PSTT.pdf.
12. Pratidina Lestiyani. Khoriokarsinoma. diakses tanggal 21 Juli 2012 dari
http://pratidinalestiyani.wordpress.com/2011/06/15/khoriokarsinoma.
20
13. Anonymous. Penyakit Trofoblast Ganas, Dalam: Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin, Edisi ke-2, Hidayat
W, Achmad S, Wiryawan P, Tina DJ, penyunting. Bandung: Bagian/SMF
Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP
Dr. Hasan Sadikin, 2005.
14. Hacker & Moore. Essensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2.
Jakarta:Hipokrates, 2001.
15. Florinda, Shella Vina P, Dian R. Mola Destruens. diakses tanggal 21 Juli
2012 dari http://www.scribd.com/doc/82778600/Presentasi-Kasus-Mola-
Dian
16. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestational : EGC, 2005.
top related