ptk metode nth
Post on 07-Jan-2017
99 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia
dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan
berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai
permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS
berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan
sosial masyarakatnya (Kosasih, 1994).
Memperhatikan tujuan dan esensi pendidikan IPS, sebaiknya
penyelenggara pembelajaran IPS mampu mempersiapkan, membina, dan
membentuk kemampuan peserta didik yang menguasai pengetahuan, sikap,
nilai dan kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupan di masyarakat
(Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1994). Untuk menunjang tercapainya tujuan IPS
tersebut harus didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar siswa (Aziz Wahab, 1986).
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan
dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di SDN Candirenggo 03 Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang diperoleh temuan sebagai berikut. Siswa kelas VI
sebagian besar masih mengalami kesulitan ketika memahami konsep tentang
Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia. Hasil pretest
menunjukkan bahwa masih 85% siswa kurang menguasai materi
Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia. Pembelajaran seharí-
hari yang dilakukan dengan menjelaskan secara lisan, tertulis di papan tulis,
dan pemberian kesempatan bertanya ketika guru mengajar, hanya direspon oleh
sebagian kecil siswa. Ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa, hanya
ada tiga orang siswa yang bisa menjawab pertanyaan guru dengan benar.
Ketika guru memberi latihan soal, sebagian besar siswa malas untuk
1
1
mengerjakannya. Ternyata sebagian besar siswa kesulitan mengerjakan soal
latihan tersebut karena kurangnya motivasi dalam belajar, sehingga hasil
belajar yang dicapai sangat rendah.
Membelajarkan siswa tentang Perkembangan Sistem Administrasi
Wilayah Indonesia dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) diduga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
sehingga berdampak pada hasil belajar siswa yang meningkat. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan
belajar. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Berdasarkan rangkaian uraian di atas, maka penulis ingin memberikan
sedikit masukan untuk perkembangan di bidang pendidikan dengan membuat
karya tulis yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar IPS Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together Untuk Siswa Kelas VI SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis
membatasi masalah tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar IPS melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk siswa kelas VI SDN Candirenggo
03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang?
2. Bagaimanakah meningkatkan motivasi belajar siswa dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas VI SDN Candirenggo
03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang?
2
3. Bagaimanakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPS untuk siswa kelas VI SDN
Candirenggo 03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah.
1. Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPS pada siswa kelas
VI SDN Candirenggo 03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang melalui
penerapan model pembelajaran koperatif tipe NHT.
2. Mendeskripsikan peningkatan motivasi belajar siswa kelas VI
SDN Candirenggo 03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang pada mata
pelajaran IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT
3. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi Perkembangan Sistem
Administrasi Wilayah Indonesia pada siswa kelas VI SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka hipotesis tindakan penelitian
ini sebagai berikut.
1. Peningkatan motivasi belajar melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPS untuk siswa kelas VI SDN
Candirenggo 03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
2. Peningkatan hasil belajar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT pada mata pelajaran IPS untuk siswa kelas VI SDN Candirenggo
03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak antara lain.
1. Bagi peneliti
3
Menambah wawasan keilmuannya dan meningkatkan profesionalisme dan
sebagai umpan balik demi perbaikan-perbaikan dalam studinya.
2. Bagi guru
Sebagai bahan kajian untuk memotivasi siswa dan mendorong rasa ingin
tahu siswa lebih banyak, menghindari penanaman pengertian secara
verbalisme dalam pembelajaran IPS, membantu memudahkan pemahaman
dalam pembelajaran IPS serta untuk meningkatkan hasil belajar IPS serta
mutu pendidikan.
3. Bagi siswa
Memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa dalam mempelajari IPS ada
banyak cara yang dapat digunakan. Misalnya dengan pembelajaran
kooperatif yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami konsep IPS
4. Bagi sekolah.
Diharapkan sekolah dapat menyempurnakan proses pembelajaran IPS untuk
ditindaklanjuti kepada sekolah-sekolah lain.
5. Bagi dinas dan pejabat depdiknas
Sebagai bahan kajian agar dapat mengambil langkah-langkah dalam
peningkatan mutu pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
F. Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Masalah
1. Penelitian dilaksanakan di SDN Candirenggo 03 Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang kelas VI semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 pada
pokok bahasan Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif
struktural NHT (Numbered Heads Together).
3. Aspek yang diteliti adalah motivasi dan hasil belajar. Motivasi belajar siswa
yang dilihat dari aspek minat, konsentrasi, perhatian dan ketekunan. Hasil
belajar yang terbatas pada kemampuan kognitif siswa dilihat dari skor tes
setiap akhir siklus dari dua siklus.
G. Definisi Operasional
1. Mata Pelajaran IPS SD
4
Mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat
peristiwa fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.
Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, dan
Ekonomi. Dalam penelitian ini pembelajaran IPS memuat materi
Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia
2. Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Numbered Heads
Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah model pembelajaran
kooperatif terstruktur yang dimulai dengan pemberian nomor masing-
masing anggota kelompok, pemberian pertanyaan dan penyampaian
jawaban dalam diskusi kelas dengan cara mengacak nomor yang harus
menjawab.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu hal yang telah dicapai oleh siswa setelah
mengalami proses belajar dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT). Pengukuran peningkatan tersebut
dari aspek kognitif dengan membandingkan skor tes tertulis pada akhir
siklus I dengan skor tes tes tertulis pada akhir siklus II.
4. Motivasi Belajar
Motivasi adalah respon siswa pada saat pelajaran berlangsung yang
merupakan tenaga pendorong/penarik yang menyebabkan adanya tingkah
laku kearah satu tujuan tertentu. Pada penelitian ini motivasi belajar diukur
dari karakteristik tingkah laku yang meliputi minat, perhatian, konsentrasi
dan ketekunan siswa dalam mengalami proses belajar mengajar dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat IPS
1. Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan perpaduan antara konsep-
konsep ilmu sosial dengan konsep-konsep pendidikan yang dikaji secara
sistematis, psiklogis dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan
anak didik (Somantri dalam Rochmadi, 2005: 5). Perpaduan antara ilmu-
ilmu sisal dan pendidikan dalam sajian IPS disebut dengan istilah Synthetic
disiplin.
2. Tujuan dan fungsi pendidikan IPS di SD
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas,
2006: 40) mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) memiliki kemampuan
dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen
dan kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan; (4) memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat, di tingkat local, nasional dan global.
B. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran
dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu dan
kelompok (Slavin, 1991 dalam Parlan, 2005). Model pembelajaran ini
berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep
tersebut dengan teman sebayanya (Slavin dalam Parlan, 2005).
6
6
C. Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini pertama kali dikembangkan oleh
Spencer Kagan dalam Trianto (2004: 62) untuk melibatkan lebih banyak siswa
dalam menelaah bahan materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagan dalam trianto (2004: 62-63) dengan menggunakan struktur empat fase
sebagai sintaks NHT:
Fase 1: Numbering (Penomoran)
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang,
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5 (sesuai jumlah anggota
kelompok) dan masing-masing kelmpok memiliki nama yang berbeda.
Fase 2: Questioning (Mengajukan Pertanyaan)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
Fase 3: Heads Together (Berfikir bersama)
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
Fase 4: Answering (Menjawab)
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomrnya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan
untuk seluruh kelas.
Kelebihan lain dari tipe NHT adalah dapat mengubah metode
konvensional yang selama ini digunakan, misalnya untuk menjawab pertanyaan
dari guru, siswa mengacungkan tangan terlebih dahulu sebelum ditunjuk oleh
guru. Suasana seperti ini dapat menimbulkan persaingan diantara siswa bahkan
dapat menimbulkan kegaduhan di kelas karena siswa saling berebut untuk
memperoleh kesempatan menjawab pertanyaan dari guru. Dengan menggunakan
model kooperatif tipe NHT suasana kegaduhan akibat memperebutkan
7
kesempatan dalam menjawab pertanyaan dari guru tidak akan terjadi, karena
siswa yang menjawab pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan
pemanggilan nomor siswa secara acak.
Selain memiliki kelebihan, tipe NHT juga memiliki kelemahan, yaitu
terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk terlibat dalam suatu strategi
pembelajaran yang memang berbeda dengan pembelajaran yang selama ini
diterapkan. Guru yang terbiasa memberikan semua materi kepada para
siswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat secara berangsur-angsur
mengubah kebiasaan tersebut. Selain itu strategi pembelajaran kooperatif
memerlukan waktu yang cukup panjang dan fleksibel sehingga sulit untuk
mencapai target kurikulum
D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan
mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan
mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi
pendidikan yang menyabut kekuatan mental yang mendorong terjadinya
belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia,
termasuk perilaku belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 80).
2. Prinsip Motivasi
Anderson dan faust dalam Styaningsih (2005: 31) menyatakan bahwa
motivasi belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku yang
menyangkut minat, perhatian, konsentrasi, ketekunan dan partisipasi siswa
dalam proses belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar
menampakkan minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-
tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak mungkin energi fisik maupun
psikis terhadap kegiatan tanpa mengenal perasaan bosan apalagi menyerah.
Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar akan
menampakkan keengganan, pasif, mudah bosan, dan berusaha menghindar
dari aktivitas belajar.
8
3. Cara Meningkatkan Motivasi
Motivasi penting dalam pembelajaran sehingga guru harus dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan dan mengembangkan motivasi
siswa dalam belajar. Sutikno dalam Triyana (2006: 18) menyebutkan 10
cara yang dapat dipergunakan guru dalam meningkatkan motivasi siswa,
yaitu.
a. Penjelasan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, semakin jelas
tujuan belajar semakin kuat motif untuk mencapainya.
b. Pemberian hadiah bagi siswa yang berprestasi, hal ini semakin memacu
semangat siswa untuk belajar lebih giat lagi. Disamping itu siswa yang
belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar siswa yang
berprestasi.
c. Pembuatan situasi persaingan/kompetisi. Pada umumnya setiap individu
memiliki usaha untuk menonjolkan diri atau ingin dihargai.
Kecenderungan ini dapat disalurkan dalam persaingan sehat, guru dapat
menciptakan suasana persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan
prestasi belajar.
d. Pemberian pujian. Siswa yang berprestasi hendaknya diberi pujian yang
bersifat membangun. Pujian tersebut akan membuat siswa merasa
dihargai dan siswa berusaha untuk belajar lebih giat lagi.
e. Pemberian hukuman. Hukuman ini diberikan kepada siswa yang berbuat
kesalahan dalam proses pembelajaran. Hukuman ini diberikan dengan
harapan agar siswa merubah diri dan memotivasi belajarnya.
f. Pemberian dorongan kepada siswa untuk belajar dengan memberikan
perhatian semaksimal mungkin kepada siswa. Perhatian tersebut akan
menggiatkan siswa untuk belajar.
g. Pembentukan kebiasaan belajar yang baik. Guru yang mengharapkan
sesuatu dari siswanya seharusnya memperlihatkan yang dimintanya itu
terpancang dalam diri guru, sehingga guru menilai guru itu telah
berusaha dengan baik. Hal ini menimbulkan kegairahan belajar pada diri
siswa.
9
h. Pemberian bantuan kesulitan belajar siswa secara individual maupun
kelompok. Perhatian guru yang ditunjukkan dengan memantau kesulitan
belajar siswa akan membuat siswa merasa diperhatikan dan merasa
dibantu sehingga siswa akan lebih berusaha untuk menguasai materi
pembelajaran.
i. Penggunaan media yang baik sesuai tujuan pembelajaran. Dengan
menggunakan media pembelajaran yang tepat akan membantu siswa
lebih mudah memahami materi pembelajaran.
E. Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2006: 238) mengatakan bahwa hasil belajar
adalah hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku
aktif dalam pembelajaran adalah guru, sehingga hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari 2 sisi. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan
“tingkat perkembangan mental”. “Tingkat perkembangan mental” tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah
kognitif berkaitan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan
informasi, pengembangan keterampilan intelektual. Ranah afektif berkaitan
dengan sikap, penghargaan, nilai perasaan dan emosi. Sedangkan ranah
psikomotorik berkaitan dengan perilaku terutama keterampilan motorik,
manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan
koordinasi badan.
F. Kerangka Berfikir
Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu model
pembelajaran struktural yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan
akademik. Model pembelajaran ini menghendaki agar para siswa bekerja sama
saling ketergantungan pada kelompok kecil secara kolaboratif. Dalam
kelompok belajar model NHT ini terdapat perbedaan kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, agama dan sebagainya. Masing-masing anggota kelompok
saling menelaah materi yang tercakup dalam pembelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi materi sehingga terjadi kerjasama dan saling
10
mendukung dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan
berikir terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh guru. Diharapkan
hasil belajar kelompok merupakan milik seluruh siswa walaupun memiliki
berbagai perbedaan latar belakang.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif,
karena data yang diperoleh dan dilaporkan dalam bentuk tulisan, bukan dalam
bentuk angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sa’dun Akbar (2004:15),
bahwa hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada
generalisasi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai yang diperoleh pada
siklus I belum tentu menggambarkan secara keseluruhan hasil penelitian ini.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Karena tindakan dalam menyelesaikan permasalahan dilakukan secara
bersiklus. Menurut Sa’dun Akbar (2004:28) dalam PTK filosofi, metodologi,
dan implmentasinya bahwa PTK adalah proses investigasi terkendali untuk
menemukan dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas yang dilakukan
secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran di kelas tertentu. Sehingga jenis PTK sesuai dengan penelitian
ini.
Penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini dilakukan 2 siklus, setiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Tiap siklus
terdiri dari 4 tahap yaitu menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan,
mengamati/observasi dan refleksi. Selanjutnya setelah dilakukan refleksi akan
muncul perencanaan baru untuk siklus berikutnya.
Secara umum alur pelaksanaan PTK ini mengikuti tahap-tahap
sebagaimana yang digambarkan oleh Kemmis dan MC. Taggart (dalam
Sa’dun Akbar) yaitu:
12
12
Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan PTK dari Kemmis dan McTaggart (dalam Sa’dun Akbar, 2010:28)
B. Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Candirenggo 03 Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang. Siklus I dilaksanakan Kamis tanggal 22 Agustus
2013 dan Siklus II dilaksanakan Selasa tanggal 27 Agustus 2013.
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Dengan jumlah 29 siswa yang terdiri
dari 10 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.
C. Instrumen Penelitian
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang motivasi belajar
siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan tindakan yang dilakukan
oleh guru sesuai dengan lembar observasi yang telah dibuat.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mengumpulkan data berupa hasil
pengamatan observer tentang situasi pembelajaran yang sedang
13
berlangsung, kondisi siswa ketika diajar dan respon siswa terhadap
pembelajaran yang diberikan oleh guru.
3. Pelaksanaan tes
Pelaksanaan tes dilakukan untuk memperoleh data hasil belajar siswa,
yang dilakukan pada setiap akhir siklus.
4. Kajian Dokumen
Pada penelitian ini dokumen yang ada di SD akan dimanfaatkan oleh
peneliti sebagai alat pengumpul data. Seperti: silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, dan dokumen lain yang terkait dengan penelitian ini
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Lembar observasi motivasi belajar siswa
Lembar observasi motivasi belajar siswa digunakan untuk merekam
data motivasi belajar siswa. Pengamatan terhadap motivasi belajar siswa
terdiri atas empat aspek, yaitu aspek minat, perhatian, konsentrasi dan
ketekunan
2. Catatan lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat hal-hal yang terkait
dengan penelitian namun belum tercantum dalam lembar observasi
mengenai hal-hal yang terjadi dalam pemberian tindakan
3. Lembar observasi tindakan guru
Lembar observasi tindakan guru digunakan untuk merekam kegiatan
guru selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan terhadap
kegiatan guru saat pembelajaran meliputi tahap kegiatan awal, inti dan
kegiatan akhir dari proses pembelajaran.
4. Lembar tes tulis
Lembar tes tulis yang digunakan dalam penelitian adalah tes hasil
belajar yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prestasi belajar siswa
yang dilaksanakan setiap akhir siklus.
E. Teknik Analisis Data
1. Data Kualitatif
14
Proses analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber yaitu observasi, catatan lapangan, dan
dokumen. Data penelitian akan dianalisis secara kualitatif yang meliputi tiga
alur yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Data yang
diperoleh melalui perangkat pengumpulan data akan dianalisis dan
selanjutnya direduksi secara sistematis berdasarkan kelompok data dan
disajikan secara terorganisir untuk dilakukan penarikan kesimpulan.
2. Data Kuantitatif
Dalam penelitian ini analisis data kuantitatif dilakukan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dan tentang keberhasilan
tindakan yang dilakukan oleh peneliti.
a. Data hasil belajar siswa
Analisis untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
ditentukan dengan ketuntasan belajar secara individual dan secara
klasikal. Kriteria penguasaan minimal hasil belajar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1) Secara perorangan (individual), dianggap telah “tuntas
belajar” apabila hasil belajar minimal siswa mencapai nilai 70.
2) Secara klasikal, dianggap telah “tuntas belajar” apabila
mencapai 85% dari jumlah siswa yang mencapai nilai minimal sebesar
70.
b. Data hasil observasi tindakan guru
Data tentang tindakan yang dilakukan oleh guru dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dicatat menggunakan lembar
observasi tindakan guru. Untuk mengetahui keberhasilan tindakan guru
c. Data hasil observasi motivasi belajar siswa
Data motivasi siswa berdasarkan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi dihitung dengan
menggunakan presentase motivasi siswa berdasarkan tiap-tiap indikator.
d. Indikator keberhasilan tindakan
Indikator keberhasilan tindakan dapat diketahui dengan
membandingkan skor motivasi belajar dan skor hasil belajar pada siklus I
15
dan siklus II. Tindakan dapat dikatakan berhasil apabila skor motivasi
dan hasil belajar pada siklus II lebih tinggi daripada skor motivasi dan
hasil belajar pada siklus I.
e. Analisis tanggapan siswa terhadap model
pembelajaran kooperatif tipe NHT
Tanggapan siswa berupa jawaban siswa terhadap pertanyaan yang
ada pada angket. Tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif dari hasil
angket yang telah disebarkan. Setiap jawaban ”ya” diberi skor 2, jawaban
”tidak” diberi skor 1 dan jawaban ”tidak tahu” diberi skor 0. Analisis
data angket dilakukan dengan mengkaji setiap pertanyaan.
F. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila sudah terjadi peningkatan
proses dan hasil belajar yang ditandai dengan meningkatnya motivasi belajar
dan hasil belajar siswa dalam memahami materi Perkembangan Sistem
Administrasi Wilayah Indonesia di kelas VI SDN Candirenggo 03 Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang khususnya pada mata pelajaran IPS.
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Paparan Data
1. Paparan Data Siklus I
a. Tahap perencanaan tindakan siklus I
Perencanaan tindakan dilaksananakan setelah tahap refleksi hasil
observasi pra tindakan. Kegiatan perencanaan tindakan meliputi hal-hal
berikut ini.
1) Penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-langkah dalam
melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
2) Mempersiapkan media yang
dibutuhkan yaitu nomor dada siswa (nomor absen siswa) untuk
mempermudah dalam merekam motivasi belajar siswa. Nomor untuk
penomoran dalam model pembelajaran kooperatif NHT yang dipasang
di topi.
3) Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa
(LKS) untuk bahan diskusi siswa.
4) Menyusun soal tes hasil belajar,
rambu-rambu jawaban soal tes akhir yang digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah menerima tindakan.
5) Menyusun lembar observasi motivasi
belajar siswa, lembar observasi tindakan guru dalam menerapkan RPP
dan format catatan lapangan.
6) Menyiapkan daftar nama anggota
Penentuannya berdasarkan kemampuan akademik yaitu, 25%
kemampuan akademik rendah, 50% kemampuan akademik sedang,
dan 25% kemampuan akademik tinggi serta jenis kelamin.
17
b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran
Kooperatif model Numbered Heads Together (NHT)
Proses pembelajaran pada siklus I dilaksanakan dengan alokasi
waktu 2 x 35 menit. Sebelum pelaksanaan proses pembelajaran guru
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama proses pembelajaran,
seperti: kartu nomor yang akan digunakan untuk penomoran anggota
kelompok (ditempel di topi) dan kartu nomor untuk nomor absen siswa,
media pembelajaran, tujuan dan manfaat
1) Tahap penomoran (Numbering)
Masing-masing kelompok diberi nomor 1-5. Untuk menandai
penomoran siswa, guru membagikan topi bernomor. Pada siklus I ini
siswa menentukan sendiri nomornya sehingga sebagian besar siswa
berebut mendapatkan nomor yang diinginkan. Hal tersebut
mengakibatkan suasana kelas menjadi gaduh.
2) Tahap pengajuan pertanyaan
(Questioning)
Pada tahap pengajuan pertanyaan tidak dilakukan secara lisan,
tetapi disusun dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Kegiatan
awal pada tahap ini siswa melakukan pengamatan. Pada saat
melakukan pengamatan terlihat beberapa siswa yang kurang berminat
dan melakukan hal-hal diluar materi pembelajaran, hal tersebut
dikarenakan mereka asyik berbicra sendiri dengan teman dan merasa
tidak diawasi oleh guru.
3) Tahap berfikir bersama (Heads
Together)
Selanjutnya guru menginstruksikan kepada siswa yang telah
duduk sesuai dengan kelompok masing-masing untuk mendiskusikan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS, serta
menyatukan pendapat mengenai jawaban yang diperoleh dari semua
anggota kelompok dengan berdiskusi dan meyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban dari setiap pertanyaan yang ada
pada LKS, sehingga setiap siswa dalam kelompok siap untuk
18
17
menjawab pertanyaan saat dipanggil oleh guru serta dapat
memberikan tanggapan dari jawaban yang diutarakan oleh teman.
Pada tahap ini masih ada sebagian besar siswa yang pasif dalam
diskusi kelompok, sehingga komunikasi antar siswa masih kurang,
selain itu masih sebagian kecil siswa yang berani memberikan
masukan untuk setiap jawaban.
4) Tahap menjawab pertanyaan
(Answering)
Tahap menjawab (answering) dimulai dengan membahas LKS.
Kemudian guru memanggil nomor 1 dan semua siswa yang
mendapatkan nomor 1 dari masing-masing kelompok berdiri,
kemudian guru menunjuk siswa nomor 1 dari kelompok pisang untuk
menjawab pertanyaan nomor 2. siswa nomor 1 dari kelompok pisang
tersebut menjawab pertanyaan soal nomor 2 dengan lantang dan tegas.
Kemudian guru menunjuk siswa nomor 1 dari kelompok jambu untuk
menanggapi jawaban dari kelompok pisang, siswa nomor 1 dari
kelompok jambu mengemukakan jawaban yang berbeda namun
jawabannya juga benar. Guru memberikan reward berupa bintang
prestasi bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Pertanyaan nomor 3, guru meminta siswa yang bernomor 2
untuk menjawab. Seluruh siswa nomor 2 berdiri bersiap untuk
menjawab pertanyaan nomor 3. Guru menunjuk siswa nomor 2 dari
kelompok nanas untuk menjawab pertanyaan nomor 3, siswa nomor 2
dari kelompok nanas menjawab dengan suara yang lirih, siswa
tersebut terlihat agak takut dan ragu untuk mengemukakan jawaban.
Sebelum guru menunjuk kelompok lain untuk menganggapi, siswa
nomor 2 dari kelompok jambu mengacungkan tangan ingin
mengemukakan jawabannya. Akhirnya guru menunjuk siswa nomor 2
dari kelompok jambu untuk menjawab soal nomor 3. siswa nomor 2
dari kelompok jambu menjawab.
Pertanyaan nomor 4, guru meminta siswa yang bernomor 3
untuk menjawab. Seluruh siswa nomor 3 berdiri bersiap untuk
19
menjawab pertanyaan nomor 4. Guru menunjuk siswa nomor 3 dari
kelompok anggur untuk menjawab pertanyaan nomor 4, siswa nomor
3 dari kelompok anggur menjawab dengan suara lantang dan penuh
percaya diri. Kemudian guru menunjuk siswa nomor 3 dari kelompok
mangga untuk menanggapi jawaban dari kelompok anggur, siswa
nomor 3 dari kelompok mangga mengemukakan jawaban yang
hampir sama, namun siswa tersebut masih agak malu dalam
menyampaikan jawaban. Guru memberikan reward berupa bintang
prestasi bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar
dan memberikan penjelasan kepada siswa untuk tidak malu dan ragu
dalam menyampaikan jawaban.
Kegiatan ini tidak dapat dilanjutkan sebab waktu kegiatan
belajar mengajar IPS telah usai. Siswa diminta untuk mempelajari
materi Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia di
rumah dan membawa LKS yang telah dikerjakan untuk dipelajari
kembali dirumah.
c. Tahap observasi tindakan siklus I
Pengamatan/observasi pada siklus I dilaksanakan selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Aspek yang diamati sesuai dengan
petunjuk lembar observai motivasi belajar siswa, dan lembar observasi
tindakan guru selama pembelajaran berlangsung, selain itu hal-hal yang
belum terekam pada lembar observasi akan dicatat pada lembar catatan
lapangan.
Hasil observasi yang dilakukan observer terhadap motivasi
belajar siswa, tindakan guru dalam mengajar dan hal-hal lainnya yang
terjadi dalam proses pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
1) Hasil observasi terhadap motivasi
belajar siswa
Data motivasi belajar siswa diperoleh dari lembar observasi
belajar siswa yang dilakukan oleh observer. Secara ringkas data
motivasi belajar siswa siklus I disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Persentase Motivasi Belajar Siswa Siklus I
20
IndikatorMotivasi
Skor Motivasi (%)
KategoriTaraf
KeberhasilanNilai dengan
HurufMinat 36,55% K DPerhatian 73,56% C CKonsentrasi 64,37% K DKetekunan 60,69% K DRata-rata 58,79% K D
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata
motivasi belajar siswa hasil observasi pada siklus I sebesar 58,79%
dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan
motivasi belajar siswa per indikator motivasi yaitu: (1) indikator minat
sebesar 36,55% dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori
kurang, (2) indikator perhatian sebesar 73,56% dengan taraf
keberhasilan termasuk dalam kategori cukup, (3) indikator konsentrasi
sebesar 64,37% dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori
kurang, dan (4) indikator ketekunan sebesar 60,69% dengan taraf
keberhasilan termasuk dalam kategori kurang.
2) Hasil belajar siswa
Tes hasil belajar siklus I ini dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat kemampuan dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran ini.
Data secara keseluruhan hasil belajar siswa kelas VI pada siklus I
disajikan dalam tabel 4.2
Tabel 4.2 Presentase Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I
Ketuntasan Belajar Σ siswa Σ seluruh siswa Persentase
Tuntas Belajar 19 29 65,52%
Tidak Tuntas Belajar 10 29 34,48%
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa siswa
yang tuntas belajar sebanyak 19 siswa, sedangkan siswa yang tidak
tuntas belajar sebanyak 10 siswa. Presentase ketuntasan belajar siswa
secara klasikal sebesar 65,52% sehingga dapat dinyatakan bahwa pada
siklus I ini siswa kelas VI belum tuntas belajar, karena presentase
ketuntasan belajar secara klasikal minimal harus mencapai 85%.
d. Tahap refleksi siklus I
21
Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan siklus I, peneliti
menemukan beberapa hal yang perlu dicatat. Hal-hal tersebut antara lain.
1) Pada tahap penomoran (numbering),
siswa saling berebut menginginkan nomor tertentu yang diinginkan
sehingga membuat suasana kelas gaduh dan membuang waktu
pembelajaran.
2) Pada tahap pengajuan pertanyaan,
masih ada beberapa siswa yang bersenda gurau dengan temannya
membicarakan hal-hal diluar materi pembelajaran.
3) Pada tahap berpikir bersama (Heads
Together), aktivitas siswa dalam bekerjasama/diskusi dalam
kelompoknya masih rendah, begitu juga dalam memberi masukan
pada kelompok atas pertanyaan yang ada pada LKS.
4) Pada tahap menjawab (answering),
sebagian besar siswa tidak memusatkan perhatian pada teman yang
sedang menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKS.
5) Saat akan mengadakan tes di akhir
pembelajaran, banyak siswa yang mengeluh dan mengatakan belum
siap.
2. Paparan Data Siklus II
a. Tahap perencanaan tindakan siklus II
Perencanaan tindakan dilaksananakan setelah tahap refleksi hasil
observasi siklus I. Kegiatan perencanaan tindakan pada siklus II hampir
sama dengan siklus I, tetapi ada perbaikan-perbaikan yang ditambahkan
oleh peneliti agar pada siklus II ini didapat hasil yang diinginkan.
b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran
Kooperatif model Numbered Heads Together (NHT)
Proses pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dengan alokasi
waktu 2 x 35 menit. Sebelum pelaksanaan proses pembelajaran guru
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama proses pembelajaran,
seperti: kartu nomor yang akan digunakan untuk penomoran anggota
22
kelompok (ditempel di topi) dan kartu nomor untuk nomor absen siswa,
media pembelajaran.
1) Tahap penomoran (Numbering)
Masing-masing kelompok diberi nomor 1-5. Untuk menandai
penomoran siswa, guru membagikan topi bernomor. Pada siklus II ini
guru yang menentukan nomor siswa, sehingga tidak terjadi kegaduhan
di kelas seperti pada siklus I.
2) Tahap pengajuan pertanyaan
(Questioning)
Pada tahap pengajuan pertanyaan tidak dilakukan secara lisan,
tetapi disusun dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Kegiatan
awal pada tahap ini seluruh siswa mengerjakan dua LKS, yaitu LKS I
dan LKS II bersama anggota kelompok masing-masing dengan penuh
konsentrasi. Meskipun masih ada sebagian kecil siswa yang
memainkan alat tulis dan berbicara dengan teman diluar materi yang
dipelajari.
3) Tahap berfikir bersama (Heads
Together)
Selanjutnya guru menginstruksikan kepada siswa yang telah
duduk sesuai dengan kelompok masing-masing untuk mendiskusikan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS, serta
menyatukan pendapat mengenai jawaban yang diperoleh dari semua
anggota kelompok dengan berdiskusi dan meyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban dari setiap pertanyaan yang ada
pada LKS, sehingga setiap siswa dalam kelompok siap untuk
menjawab pertanyaan saat dipanggil oleh guru serta dapat
memberikan tanggapan dari jawaban yang diutarakan oleh teman.
4) Tahap menjawab pertanyaan
(Answering)
Tahap menjawab (answering) dimulai dengan membahas LKS I.
Kemudian guru memanggil nomor 5 dan semua siswa yang
mendapatkan nomor 5 dari masing-masing kelompok berdiri,
23
kemudian guru menunjuk siswa nomor 5 dari kelompok pear untuk
menjawab pertanyaan pada kartu tanya nomor 1. Siswa nomor 5 dari
kelompok pear tersebut menjawab 5 soal jawaban singkat dalam kartu
tanya nomor 1 dengan ragu-ragu, dari 5 soal yang dijawab yang dapat
dijawab dengan benar soal nomor 1-4, sedangkan jawaban soal nomor
5 salah. Kemudian guru menunjuk siswa nomor 5 dari kelompok
Pisang untuk mengemukakan jawaban kelompoknya. Siswa nomor 5
dari kelompok pisang tersebut dapat menjawab 5 soal jawaban singkat
dalam kartu tanya nomor 1 dengan benar, maka guru memberikan
reward berupa bintang prestasi.
Pertanyaan pada kartu tanya nomor 2, dijawab oleh siswa yang
bernomor 4. Kemudian guru memanggil siswa yang bernomor 4 untuk
berdiri, guru menunjuk siswa nomor 4 dari kelompok Apel untuk
menjawab pertanyaan pada kartu tanya nomor 2. Siswa nomor 4 dari
kelompok apel tersebut menjawab 5 soal jawaban singkat dalam kartu
tanya nomor 1 dengan ragu-ragu, dari 5 soal yang dijawab yang dapat
dijawab dengan benar soal nomor 6, 7, 8 dan 10, sedangkan jawaban
soal nomor 9 salah. Kemudian guru menunjuk siswa nomor 4 dari
kelompok anggur untuk menanggapi jawaban dari kelompok apel.
Siswa nomor 5 dari kelompok anggur dengan percaya diri namun
suaranya lemah menjawab ” menurut kelompok kami, jawaban dari
kelompok apel untuk pertanyaan n0mor 9 salah.
Selanjutnya guru memanggil siswa nomor 1 untuk menjawab
pertanyaan dalam kartu tanya nomor 3. Guru menunjuk siswa nomor 1
dari kelompok jambu untuk menjawab pertanyaan pada kartu tanya
nomor 3. Siswa nomor 1 dari kelompok tersebut menjawab 5 soal
jawaban singkat dalam kartu tanya nomor 3 dengan benar. Kemudian
guru menunjuk siswa nomor 1 dari kelompok apel untuk
mengemukakan jawaban kelompoknya. Siswa nomor 1 dari kelompok
apel tersebut menjawab 5 soal jawaban singkat dalam kartu tanya
nomor 3 dengan ragu-ragu, dari 5 soal yang dapat dijawab dengan
benar soal nomor 11, 13, 14 dan 15, sedangkan jawaban soal nomor
24
12 salah. Lalu guru menunjuk siswa nomor 1 dari kelompok anggur
untuk memberikan tanggapan atas jawaban kelompok apel dan
kelompok jambu. Siswa nomor 1 dari kelompok anggur menjawab,
”Kelompok kami sangat setuju dengan jawaban dari kelompok jambu,
untuk jawaban dari kelompok apel, jawaban pertanyaan nomor 12
kurang tepat.
Pertanyaan pada kartu tanya nomor 4, dijawab oleh siswa yang
bernomor 3. Kemudian guru memanggil siswa yang bernomor 3 untuk
berdiri, guru menunjuk siswa nomor 3 dari kelompok jeruk untuk
menjawab pertanyaan pada kartu tanya nomor 4. Siswa nomor 3 dari
kelompok jeruk tersebut menjawab 5 soal jawaban singkat dalam
kartu tanya nomor 4 dengan penuh percaya diri, dari 5 soal yang dapat
dijawab dengan benar soal nomor 16, 17, 18 dan 20, sedangkan
jawaban soal nomor 19 salah. Kemudian guru menunjuk siswa nomor
3 dari kelompok nanas untuk menanggapi jawaban dari kelompok
jeruk. Siswa nomor 3 dari kelompok nanas dengan percaya diri
menjawab, ”Kelompok kami mempunyai jawaban yang berbeda untuk
pertanyaan nomor 19.
Selanjutnya pertanyaan untuk kartu tanya yang terakhir, yaitu
kartu tanya nomor 5, dijawab oleh siswa yang bernomor 2. Kemudian
guru memanggil siswa yang bernomor 2 untuk berdiri, guru menunjuk
siswa nomor 2 dari kelompok mangga untuk menjawab pertanyaan
pada kartu tanya nomor 5. Siswa nomor 2 dari kelompok mangga
tersebut menjawab 5 soal jawaban singkat dalam kartu tanya nomor 5
dengan ragu-ragu, dari 5 soal yang dapat dijawab dengan benar hanya
soal nomor 23, sedangkan jawaban soal nomor 21, 22, 24, dan 25
salah. Lalu guru menunjuk siswa nomor 2 dari kelompok jambu untuk
menyampaikan jawaban kelompok. Siswa nomor 2 dari kelompok
jambu menjawab 5 pertanyaan dalam kartu tanya dengan suara
lantang penuh percaya diri dan jawaban yang disampaikan benar
semua.
c. Tahap observasi tindakan siklus II
25
Pengamatan/observasi pada siklus II dilaksanakan selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Aspek yang diamati sesuai dengan
petunjuk lembar observai motivasi belajar siswa, dan lembar observasi
tindakan guru selama pembelajaran berlangsung, selain itu hal-hal yang
belum terekam pada lembar observasi akan dicatat pada lembar catatan
lapangan.
Hasil observasi yang dilakukan observer terhadap motivasi belajar
siswa, tindakan guru dalam mengajar dan hal-hal lainnya yang terjadi
dalam proses pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
1) Hasil observasi terhadap motivasi belajar siswa
Data motivasi belajar siswa diperoleh dari lembar observasi
belajar siswa yang dilakukan oleh observer. Secara ringkas data
motivasi belajar siswa siklus I disajikan dalam tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Persentase Motivasi Belajar Siswa Siklus II
Indikator Motivasi
Skor Motivasi
(%)
KategoriTaraf
KeberhasilanNilai dengan
HurufMinat 68,28% C C
Perhatian 95,40% SB AKonsentrasi 96,55% SB AKetekunan 85,52% B BRata-rata 86,44% B B
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata
motivasi belajar siswa hasil observasi pada siklus II sebesar 86,44%
dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori baik. Sedangkan
motivasi belajar siswa per indikator motivasi yaitu: (1) indikator minat
sebesar 68,28% dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori
cukup, (2) indikator perhatian sebesar 95,40% dengan taraf
keberhasilan termasuk dalam kategori sangat baik, (3) indikator
konsentrasi sebesar 96,55% dengan taraf keberhasilan termasuk dalam
kategori sangat baik, dan (4) indikator ketekunan sebesar 85,52%
dengan taraf keberhasilan termasuk dalam kategori baik.
2) Hasil belajar siswa siklus II
26
Tes hasil belajar siklus II ini dimaksudkan untuk mengetahui
tingkat kemampuan dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran ini.
Tes hasil belajar siswa pada siklus II diikuti oleh seluruh siswa kelas
IV 29 siswa).
Tabel 4.5 Presentase Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus II
Ketuntasan Belajar Σ siswa Σ seluruh siswa PersentaseTuntas Belajar 27 29 93,10%Tidak Tuntas Belajar 2 29 6,89%
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa siswa yang
tuntas belajar sebanyak 27 siswa, sedangkan siswa yang tidak tuntas
belajar sebanyak 2 siswa. Presentase ketuntasan belajar siswa secara
klasikal sebesar 93,10% sehingga dapat dinyatakan bahwa pada siklus
II ini siswa kelas VI sudah tuntas belajar, karena presentase
ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 93,10% yang mana sudah
lebih tinggi dari presentase ketuntasan belajar minimal secara klasikal
sebesar 85%. Dua siswa yang tidak tuntas belajar dikarenakan siswa
tersebut memang memerlukan perhatian khusus.
d. Tahap refleksi siklus II
Hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada
siklus II merupakan tindak lanjut dan perbaikan dari siklus I, secara
umum telah meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas
VI SDN Candirenggo 03 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan siklus II, peneliti
menemukan beberapa hal yang perlu dicatat. Hal-hal tersebut antara
lain.
1) Sebagian besar siswa mengikuti
pelajaran dengan bersemangat. Hal tersebut terlihat dari antusias
siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
guru pada awal pembelajaran dan selama mengerjakan tugas
(mengerjakan LKS).
2) Pada tahap penomoran (numbering),
siswa tidak saling berebut menginginkan nomor tertentu, sebab
penomoran ditentukan oleh guru
27
3) Pada tahap pengajuan pertanyaan
(Questioning), guru diharapkan lebih giat memantau jalannya
diskusi kelmpok agar siswa tidak berbicara diluar materi
pembelajaran dan bercanda dengan temannya.
4) Pada tahap berpikir bersama (Heads
Together), hampir seluruh siswa sudah aktif dalam berdiskusi di
dalam kelompoknya. Siswa juga aktif memberi masukan pada
kelompok atas pertanyaan yang ada dalam LKS.
5) Pada tahap menjawab (answering),
sebagian besar siswa sudah mau memusatkan perhatian pada teman
yang sedang menjawab pertanyaan dalam LKS.
6) Saat akan mengadakan tes di akhir
pembelajaran siklus II, siswa terlihat sudah siap dan hampir tidak
ada yang mengeluh dan mengatakan belum siap
B. Pembahasan
1. Motivasi Belajar
Berdasarkan analisis data minat siswa yang mengalami pembelajaran
model kooperatif tipe NHT pada siklus I menunjukkan taraf keberhasilan
sebesar 36,55% dengan kategori kurang. Pada siklus II menunjukkan taraf
keberhasilan sebesar 68,28% dengan kategori cukup. Berdasarkan rumus
persentase peningkatan motivasi menunjukkan bahwa minat siswa
mengalami peningkatan sebesar 31,73% setelah mengalami pembelajaran
model kooperatif tipe NHT.
Pada siklus I aspek minat menunjukkan taraf keberhasilan sebesar
36,55% yang termasuk dalam kategori kurang, hal tersebut disebabkan
siswa belum terbiasa melakukan model pembelajaran kooperatif, sehingga
siswa belum dapat memahami tujuan model pembelajaran kooperatif
dengan baik. Usaha yang dilakukan guru untuk mengatasi hal tersebut
adalah selalu memberikan pengertian dan pengarahan tentang tujuan serta
cara melakukan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Maka pada siklus
II aspek minat menunjukkan taraf keberhasilan sebesar 68,28% yang
28
termasuk dalam kategori cukup. Dimyati dan Mudjiono (2006: 81)
mengatakan ada komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan,
dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa ada
ketidakseimbangan antara apa yang dia miliki dan yang dia harapkan.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam
rangka memenuhi harapan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut
merupakan inti motivasi. Dan tujuan itu sendiri adalah hal yang ingin
dicapai oleh seorang individu. Rumusan tujuan yang jelas dan dapat
diterima siswa dengan baik sangat berperan penting dalam meningkatkan
motivasi, sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai sangat
berguna dan menguntungkan maka siswa akan terus termotivasi untuk terus
belajar.
Berdasarkan analisis data perhatian siswa yang mengalami
pembelajaran model kooperatif tipe NHT pada siklus I menunjukkan taraf
keberhasilan sebesar 73,56% dengan kategori cukup. Pada siklus II
menunjukkan taraf keberhasilan sebesar 95,40% dengan kategori sangat
baik. Berdasarkan rumus persentase peningkatan motivasi menunjukkan
bahwa perhatian siswa mengalami peningkatan sebesar 21,84% setelah
mengalami pembelajaran model kooperatif tipe NHT.
Berdasarkan analisis data konsentrasi siswa yang mengalami
pembelajaran model kooperatif tipe NHT pada siklus I menunjukkan taraf
keberhasilan sebesar 64,37% dengan kategori kurang. Pada siklus II
menunjukkan taraf keberhasilan sebesar 96,55% dengan kategori sangat
baik. Berdasarkan rumus persentase peningkatan motivasi menunjukkan
bahwa perhatian siswa mengalami peningkatan sebesar 32,18% setelah
mengalami pembelajaran model kooperatif tipe NHT.
Persentase peningkatan konsentrasi siswa yang sangat besar pada
siklus II disebabkan sudah sebagian besar siswa yang mau mendengarkan
dan memperhatikan jawaban teman. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa
sudah merasa bahwa jawaban teman tidak kalah penting dari penjelasan
guru. Selain itu guru juga menjelaskan jika ada jawaban teman yang sudah
benar maka guru tidak akan mengulang untuk menjelaskan kembali. Dalam
29
menyampaikan materi guru harus dapat memusatkan perhatian siswa pada
materi yang hendak disampaikan.
Berdasarkan analisis data ketekunan siswa yang mengalami
pembelajaran model kooperatif tipe NHT pada siklus I menunjukkan taraf
keberhasilan sebesar 60,69% dengan kategori cukup. Pada siklus II
menunjukkan taraf keberhasilan sebesar 85,52% dengan kategori baik.
Berdasarkan rumus persentase peningkatan motivasi menunjukkan bahwa
perhatian siswa mengalami peningkatan sebesar 24,83% setelah mengalami
pembelajaran model kooperatif tipe NHT.
Pada siklus II siswa sudah mulai memahami manfaat dan tujuan dalam
pembelajaran modek kooperatif tipe NHT, yang terlihat dari sebagian besar
siswa sudah aktif dalam kegiatan diskusi dalam kelompok masing-masing
serta mengerjakan LKS dengan sebaik-baiknya. Siswa sudah memahami
bahwa dengan bekerjasama (diskusi) dalam kelompok dan mengerjakan
LKS dengan sebaik-baiknya akan memperoleh informasi atau pengetahuan
yang lebih banyak.
Berdasarkan uraian pembahasan mengenai motivasi belajar siswa di
atas, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini motivasi belajar siswa yang
meliputi empat aspek yaitu minat, perhatian, konsentrasi dan ketekunan
mengalami peningkatan. Aspek minat, konsentrasi dan ketekunan
mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu, minat sebesar 31,73%,
perhatian sebesar 21,84%, konsentrasi sebesar 32,18%, sedangkan
ketekunan sebesar 24,83%,. Pada siklus II sebagian besar siswa sudah mau
mendengarkan dan memperhatikan jawaban teman. Hal tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah merasa bahwa jawaban teman tidak kalah
penting dari penjelasan guru. Selain itu pada siklus II siswa sudah mulai
memahami manfaat dan tujuan dalam pembelajaran model kooperatif tipe
NHT, yang terlihat dari sebagian besar siswa sudah aktif dalam kegiatan
diskusi dalam kelompok masing-masing serta mengerjakan LKS dengan
sebaik-baiknya. Siswa sudah memahami bahwa dengan bekerjasama
(diskusi) dalam kelompok dan mengerjakan LKS dengan sebaik-baiknya
akan memperoleh informasi atau pengetahuan yang lebih banyak.
30
Motivasi sangat penting dalam pembelajaran sehingga seharusnya
guru dapat mempertahankan bahkan meningkatkan dan mengembangkan
motivasi siswa dalam belajar. Sutikno dalam Triyana (2005: 18). Salah satu
cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa ialah pemberian hadiah,
pujian dan hukuman. Hadiah/pujian bagi siswa yang berprestasi akan
semakin memacu semangat siswa untuk belajar lebih giat lagi. Disamping
itu siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar siswa
yang berprestasi.
Peningkatan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran
kooperatif tipe NHT pada penelitian ini didukung oleh hasil dari penelitian
terdahulu. Penelitian Aria Styaningsih, dari hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Hasil Belajar
Berdasarkan observasi awal sebelum diberikan tindakan dapat
diketahui bahwa, hasil belajar siswa sebelum penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPS (diperoleh
melalui pre test), rata-rata nilai secara klasikal sebesar 41,24. Nilai 41,24
jauh dari standar nilai ketuntasan minimal belajar SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang sebesar 70. Data ini menunjukkan
bahwa rata-rata nilai tersebut tidak memenuhi SKM belajar IPS dan siswa
belum mencapai presentase ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar
85% dari jumah siswa yang mencapai daya serap minimal 70% (standar
ketuntasan minimal).
Berdasarkan analisis data terhadap hasil belajar siswa untuk aspek
kognitif pada siklus I dapat diketahui bahwa siswa yang tuntas belajar
sebanyak 19 siswa, sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 10
siswa. Rata-rata nilai secara klasikal sebesar 68,45. Nilai 68,45 belum
memenuhi standar nilai ketuntasan minimal belajar SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang sebesar 70. Dilihat dari rata-rata
nilai klasikal dapat diketahui hasil belajar siswa setelah dilaksanakan
31
tindakan siklus I meningkat sebesar 20,52. Namun Presentase ketuntasan
belajar siswa secara klasikal sebesar 65,52% sehingga dapat dinyatakan
bahwa pada siklus I ini siswa kelas VI belum tuntas belajar, karena
presentase ketuntasan belajar secara klasikal minimal harus mencapai 85%.
Hal-hal yang menyebabkan tidak tercapainya ketuntasan belajar secara
klasikal pada siklus I antara lain. (1) Siswa belum terbiasa belajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT, seperti yang dikemukakan oleh
Lie dalam Triyana 2006, bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama
dengan hanya belajar dalam kelompok. Unsur-unsur dasar pembelajaran
kooperatif membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan
secara asal-asalan, dalam pembelajaran kooperatif pengelompokannnya
secara heterogen. (2) Kurangnya komunikasi/interaksi tatap muka antar
siswa dalam satu kelompok, siswa belum memahami bahwa Interaksi tatap
muka menuntut siswa dalam kelompok bertatap muka untuk melakukan
dialog. Interaksi yang semacam ini memungkinkan siswa dapat saling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar bervariasi (Abdurrahman
dan Bintoro dalam Nurhadi, 2004: 61). (3) Siswa kurang termotivasi minat
dan perhatiannya dalam kegiatan belajar mengajar IPS, berdasarkan hasil
observasi motivasi hasil belajar siswa ada sebagian besar siswa yang masih
asyik bergurau dan memainkan alat tulis. Anderson dan faust dalam
Styaningsih (2005: 31) menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi
tinggi dalam belajar menampakkan minat yang besar dan perhatian yang
penuh terhadap tugas-tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak mungkin
energi fisik maupun psikis terhadap kegiatan tanpa mengenal perasaan
bosan apalagi menyerah. Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi rendah
dalam belajar akan menampakkan keengganan, pasif, mudah bosan, dan
berusaha menghindar dari aktivitas belajar.
Berdasarkan analisis data terhadap hasil belajar siswa untuk aspek
kognitif pada siklus II dapat diketahui bahwa siswa yang tuntas belajar
sebanyak 27 siswa, sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 2
siswa. Rata-rata nilai secara klasikal sebesar 88,97. Nilai 88,97 sudah
memenuhi standar nilai ketuntasan minimal belajar SDN Candirenggo 03
32
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang sebesar 70. Presentase ketuntasan
belajar siswa secara klasikal sebesar 93,10%. Rata-rata nilai klasikal siklus I
sebesar 68,45 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 65,52%, rata-
rata nilai klasikal siklus II sebesar 88,97 dengan persentase ketuntasan
belajar sebesar 93,10%. Dilihat dari rata-rata nilai klasikal dapat diketahui
hasil belajar siswa pada siklus I setelah dilaksanakan tindakan perbaikan
pada siklus II meningkat sebesar 20,52, dibarengi dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa sebesar 27,59%. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
pada siklus II ini siswa kelas VI sudah tuntas belajar, karena presentase
ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 93,10% yang mana sudah lebih
tinggi dari presentase ketuntasan belajar minimal secara klasikal sebesar
85%.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan motivasi belajar IPS siswa kelas VI SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, yang ditandai dengan
meningkatnya keempat aspek motivasi yaitu minat (31,73%), perhatian
(21,84%), konsentrasi (32,18%) dan ketekunan (24,83%).
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan motivasi belajar IPS siswa kelas VI SDN Candirenggo 03
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Rerata klasikal awal sebelum
pelaksanaan tindakan adalah 41,24 dengan persentase ketuntasan belajar
klasikal 14,63%, meningkat pada siklus I skor rerata klasikal sebesar 68,45
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 65,52%, meningkat pada
siklus II skor rerata 88,97 dengan persentase ketuntasan belajar 93,10%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran
yang perlu dipertimbangkan antara lain.
1. Guru dapat mencoba model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada
materi lain untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Guru hendaknya menggunakan media pembelajaran selain LKS, dan
mengkombinasikan media LKS dengan media pembelajaran lain.
34
34
DAFTAR RUJUKAN
Asy’ari, Maslichah. 2006. Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
BAAKPSI. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Depdiknas. 2006. Standar Isi Ilmu Pengetahuan Sosial SD/MI. Jakarta: Depdiknas
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Yakarta: Rineka Cipta.
Hasan, S. Hamid. 1996. Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah. FPIPS. IKIP Bandung.
Kosasih, A. Djahiri. 1994. Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran. Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Penerbit Universitas Negeri Malang.
Rochmadi, Nur wahyu. 2006. Naskah IPS SD Pendidikan dan Latihan profesi Guru SD di PSG Rayon 15 UM. Malang: Panitia Sertifikasi Guru UM.
Sulistyorini, Sri. 2006. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalan KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Solihatin, Etin. dan Raharjo. 2005. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Styaningsih, Aria. 2006. Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Negeri XII Malang Kelas XI A2 Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT) Dalam Pokok Bahasan Sistem Indera Pada Manusia. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Pendidikan Biologi.
Trianto. 2005. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Triyana, Antin. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif NumberedHeads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Miftahul Huda Kec. Ngadirojo Pacitan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Pendidikan Biologi.
35
35
top related