proposal welly
Post on 02-Jul-2015
1.962 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini masalah kesehatan lingkungan menjadi sorotan publik
berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan ekosistem
di bumi yang sudah mulai merosot. Perubahan yang mengakibatkan
ketidakseimbangan ekosistem ini menimbulkan berbagai masalah yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan khususnya sanitasi lingkungan.
Berbagai penyakit tropis seperti DBD, malaria, diare, dan ISPA masih
menjadi masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan oleh Indonesia.
Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit yang faktor penyebabnya
berasal dari lingkungan yang buruk. Keberadaan penyakit ini di Indonesia
menggambarkan betapa buruknya sanitasi lingkungan di Indonesia saat ini.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh pada buruknya sanitasi
lingkungan adalah kondisi sarana air bersih. Air merupakan unsur terpenting
dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat hidup tanpa air oleh karena
itulah air merupakan salah satu penopang kehidupan manusia. Kegunaan air
bagi kehidupan manusia sangatlah kompleks, air digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari adalah air yang bersih yang dapat digunakan oleh manusia tanpa
menimbulkan bahaya khususnya bahaya kesehatan. Air yang tidak bersih
dapat menjadi salah satu media penularan penyakit menular termasuk diare
karena bakteri penyebab diare pada umumnya dapat tertular melalui air.
Banyak jenis penyakit yang menular melalui air yang tidak higiene. Oleh
sebab itu, air yang tepat digunakan oleh manusia adalah air bersih yang tidak
berbahaya bagi kesehatan.
Air bersih merupakan air yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
berasa sehingga aman digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
1
sehari-harinya. Seiring meningkatnya jumlah populasi manusia, kebutuhan
akan air bersih juga semakin meningkat. Sementara ketersediaan air bersih
yang dapat dijangkau oleh manusia sangatlah terbatas. Walaupun
ketersediaan air di bumi melimpah ruah, hanya 5% dari keseluruhannya dapat
digunakan manusia dan selebihnya adalah air laut. Terbatasnya ketersediaan
air bersih di bumi akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan maanusia,
kekurangan air dapat menimbulkan bahaya kesehatan misalnya timbulnya
berbagai jenis penyakit, terganggunya sanitasi lingkungan, dll.
Agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia memerlukan
ketersediaan air yang dapat diakses semudah mungkin. Namun banyak sekali
kendala yang dihadapi saat ini seiring dengan munculnya berbagai masalah di
bidang sanitasi lingkungan yang tentunya berkaitan dengan masalah air
bersih. Akses air bersih sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan
manusia, buruknya akses air bersih akan mempengaruhi banyak aspek
kehidupan manusia khususnya aspek kesehatan.
Persentasi akses air bersih rumah tangga pada tahun 1994-2007
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun angka yang paling signifikan
menunjukkan peningkatan terjadi pada tahun 2007. Pada tahun 2007, akses
air bersih yang paling buruk di Riau. Sumatera selatan pada tahun 2007
persentasi akses air bersih cukup baik sebesar 61.1%. Sementara pada tahun
2009 akses air bersih di Palembang sebesar 65.94%. peningkatan akses air
bersih dari tahun ke tahun menunjukkan keberhasilan upaya yang
dicanangkan oleh pemerintah dan semakin tingginya kesadaran akan
penggunaan air bersih yang disediakan oleh pemerintah.
Pada desember 2009 lalu, terjadi kasus krisis air bersih di NTT yang
menimbulkan diare sebagai akibat dari mengkonsumsi air sumur yang telah
terkontaminasi bakteri. Kepala Dinas NTT dr. stefanu Bria Seran MPH
mengakui bahwa 50% masyarakat pedesaan di wilayah provinsi kepulauan
ini belum memiliki akses sanitasi yang memadai. Menurutnya, rumah tangga
di NTT yang menganut pola hidup berih dan sehat sampai saat itu masih
2
berkisar 42,7%, yang memperoleh akses air bersih ledeng 58,2%, sumur
pompatangan 21%, penampungan air hujan 7,7%.
Kasus air bersih juga terjadi di daerah kabupaten Tangerang, penduduk
sekitar terpaksa membeli air seharga dua ribu rupiah untuk mendapatkan 10
liter air bersih guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini terjadi akibat
krisis air bersih di daerah itu, penduduk tidak dapat dengan mudah
mengakses air yang layak digunakan unruk keperluan sehari-hari.
Ketidakseimbangan ekosistem merupakan salah satu penyebab dari
buruknya akses air bersih saat ini sehingga berbagai dampak yang
ditimbulkannya merugikan masya. Banyak sekali dampak dari buruknya
akses atau ketersediaan air bersih dalam suatu wilayah aspek yang paling
dipengaruh dalam hal ini adalah aspek kesehatan. rakat. Buruknya akses
sanitasi lingkungan ini akan mempengaruhi penerapan phbs dalam
masyarakat, mempengaruhi sanitasi lingkungan, menimbulkan penyakit-
penyakit berbasis lingkungan seperti kasus yang telah dijelaskan di atas.
Akses air yang buruk secara tidak langsung dapat menuntut masyarakat untuk
menggunakan air yang tidak sesuai dengan standard kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Hal ini akan berdampak buruk pada
kesehatan masyarakat dan dapat berdampak pada status kesehatan penduduk
secara nasional karena kekurangan air bersih terjadi tidak hanya pada satu
individu saja melainkan pada suatu populasi dalam suatu wilayah. Salah satu
penyakit yang rentan terjadi sebagai dampak dari penggunaan air yang tidak
sesuai dengan standard kesehatan adalah diare.
Penyakit diare merupakan penyakit menular yang lazim terjadi di
Indonesia. Kejadian penyakit diare dipengaruhi oleh berbagai faktor salah
satu faktor yang paling menonjol pengaruhnya adalah sanitasi lingkungan
karena diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dimana
agent sebagai penyebab terjadinya diare banyak terdapat di lingkungan
dengan sanitasi yang buruk. Itulah sebabnya, diare menjadi salah satu
penyakit langganan bagi mereka yang terkena bencana alam terkait dengan
sanitasi lingkungan yang buruk. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah
3
akses air bersih yang buruk atau tidak terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Pada umumnya penyakit ini menyerang mereka yang tinggal di daerah
dengan sanitasi yang buruk atau tidak sesuai dengan standard kesehatan baik
di pedesaan maupun di perkotaan. Penyakit ini telah menjadi penyakit
endemis di beberapa daerah di Indonesia misalnya di Denpasar (Bali),
kabupaten Ciamis (Jawa barat), Sulawesi tengah, Lampung, Nusa tenggara
Barat, dan Jawa tengah, Sumatera selatan (Ogan komering, Ogan ilir, Ogan
komering Ulu Timur, Musi Banyuasin). Terkait dengan masalah penyakit
diare pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi
masalah ini namun masih banyak kendala yang terjadi dalam proses upaya
pelaksanaan penanggulangan penyakit diare.
Pada umumnya penyakit ini sering terjadi di negara berkembang, hal ini
erat hubungannya dengan situasi sanitasi lingkungan di Negara-negara
berkembang karena diare merupakan salah satu penyakit yang barbasis
lingkungan. Pada umumnya penyakit ini banyak menyerang balita dan anak-
anak dalam kaitannya dengan pola hidup bersih dan sehat yang diterapkan
dalam kesehariannya. Proporsi kejadian diare di Indonesia pada orang
dewasa sebesar 40-50%, sementara pada balita 70-80% pada tahun 2008. Hal
ini merupakan masalah yang sangat memprihatinkan.
Angka kejadian diare di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2008
mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan angka kejadian diare
paling tinggi pada periode tersebut terjadi pada tahun 2006 sebesar 10.980
kasus dan angka kejadian diare terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar
3661. Diare bukanlah hal yang sepele walaupun sebenarnya penanganan
cukup sederhana, tingginya angka kejadian diare di Indonesia
menggambarkan betapa memprihatinkan keadaan Indonesia. Diantara
banyaknya masalah baru yang muncul seperti bencana-bencana (yang
berpotensi mengakibatkan penigkatan kejadian diare), transisi epidemilogi
(peningkatan kejadian penyakit-penyakit degeneratif), diare masih
merupakan masalah yang harus diselesaikan. Case fatality rate diare di
4
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2008 sebesar
menunjukkan bahwa 1,18 % (11,3-2,48).
Apabila ditinjau angka kejadian diare dari setiap provinsi, maka provinsi
yang angka kejadian diarenya paling tinggi adalah di daerah Bali dengan
jumlah kasus sebesar 1.047 pada tahun 2008. Bali terkenal dengan daerah
endemis diare. Sedangkan case fatality rate tertinggi (2,2 %) terjadi di Jawa
timur dengan jumlah kasus diare sebesar 362 kasus.
Kejadian diare di provinsi Sumatera Selatan khususnya di Palembang
mengalami peningkatan pada tahun 2008, yaitu sebesar 7116 kasus dari tahun
sebelumnya. Padahal kasus diare pada tahun 2007 sudah mengalami
penurunan yang drastis dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6691. Hal ini
merupakan sebuah fenomena yang perlu dipertanyakan mengapa kasus diare
pada tahun 2008 meningkat lagi, padahal sebelumnya sudah mulai menurun.
Walaupun persentasi akses air bersih di Palembang pada tahun 2009
menunjukkan angka yang cukup tinggi, perlu ditinjau kembali bagaimana
pemerataan akses air bersih di seluruh wilayah Palembang dan
perbandingannya dengan jumlah penduduk pengguna air bersih. Karena
masalah akses air bersih yang tidak merata ini dapat menggambarkan
buruknya akses air bersih serta dapat berpengaruh pada peningkatan kejadian
diare di Palembang. Hal inilah yang menjadi masalah yang hendak dikaji
dalam proposal ini. Kejadian dire dapat berdampak pada kesejahteraan
masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan buruknya akses air bersih terhadap peningkatan kejadian diare di
Palembang pada tahun 2007-2009.
5
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui hubungan antara buruknya akses air bersih terhadap
peningkatan kejadian diare di Palembang pada tahun 2007 hingga 2009.
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui tidak meratanya akses air bersih yang merupakan salah
satu gambaran dari buruknya akses air bersih di Palembang
b. Mengetahui kondisi dan kualitas akses air bersih di Palembang.
c. Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat Palembang terhadap
pentingnya akses air bersih
d. Mengetahui hubungan antara air yang tidak bersih dengan kejadian
diare
e. Mengetahui hubungan antara akses air bersih terhadap kesadaran
masyarakat dalam menggunakan akses air bersih
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Dinas kesehatan Palembang
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang penting
bagi Dinas Kesehatan Kota Palembang sehingga bermanfaat dalam
memajukan kesehatan masyarakat di Palembang.
b. Sebagai masukan bagi Dinas kesehatan Kota Palembang dalam
upaya menanggulangi kejadian diare di kota Palembang
c. Sebagai gambaran tentang hubungan antara buruknya akses air
bersih dengan peningkatan kejadian diare
2. Bagi lembaga pendidikan
a. Sebagai informasi yang penting untuk memberikan gambaran
tentang hubungan buruknya akses air bersih dengan kejadian diare
di Palembang
6
b. Sebagai masukan bagi lembaga pendidikan agar dapat
meningkatkan mutu pendidikan
3. Bagi peneliti
Memperoleh pengetahuan dan informasi tentang akses air bersih,
sanitasi lingkungan, meningkatnya kesadaran akan pentingnya sanitasi
yang baik bagi kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Lingkup tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Palembang
2. Lingkup materi
Penelitian yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan, akses air
bersih, kejadian diare.
3. Lingkup waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus hingga Desember 2010.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYAKIT DIARE
1. Pengertian Diare
Berdasarkan WHO diare merupakan bertambahnya defekasi dari biasanya,
disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa
darah. Sedangkan DepKes menyatakan bahwa diare adalah suatu penyakit
dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa
diare merupakan suatu kondisi hilangnya cairan elektrolit yang berlebihan
sebagai akibat dari adanya gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pada
sistem pencernaan ini akan mengakibatkan frekuensi defekasi meningkat
dengan kondisi feses yang encer.
2. Patofisiologi Diare
Secara umum diare terjadi akibat adanya gangguan absorbsi dan ekskresi
cairan elektrolit pada saluran pencernaan sehingga terjadi peningkatan
motilitas dan percepatan pengosongan pada intenstinal. Cairan elektrolit
berupa sodium, potasium, dan bikarbonat akan berpindah dari rongga
ekstraselular ke tinja sehingga terjadi dehidrasi terhadap cairan elektrolit dan
dapat mengakibatkan asidosis metabolik. Berikut penjabaran patofisiologi
terjadinya diare:
Menurunnya absorbs normal larutan dalam air
Meningkatnya sekresi eletrolit ke dalam lumen intestinal
Adanya absorbs yang buruk secara osmosis di dalam larutan aktif
di lumen usus
Meningkatnya motilitas intestinal
8
Penyakit inflamasi yang menghasilkan darah, pus, dan mucus.
Penyebab penyakit diare ada tiga yaitu; adanya gangguan osmotic,
mikroorganisme, peradangan usus. Pada penyakit diare yang disebabkan oleh
adanya gangguan osmotic pada saluran pencernaan akan mengakibatkan
makanan sulit diserap oleh tubuh sehingga terjadi peningkatan tekanan
osmotic di dalam rongga usus. Peningkatan tekanan osmotic di dalam rongga
usus akan menimbulkan pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus
sehingga merangsang usus untuk mengeluarkannya dalam bentuk feses yang
encer atau cairan elektrolit dan inilah yang disebut diare. Pada diare yang
disebabkan oleh adanya gangguan mikroorganisme di dalam usus,
mekanismenya adalah sebagai berikut mikroorganisme yang mampu bertahan
terhadap asam lambung akan melewati usus dan kolon. Pada bagian usus dan
kolon, mikroorganisme akan mengeluarkan toksin tepatnya pada dinding usus
yang mengakibatkan peningkatan sekresi air dari elektrolit ke dalam rongga
usus, peningkatan sekresi air dari elektrolitke dalam rongga usus ini akan
menimbulkan peningkatan volume rongga usus yang berlebihan serta terjadi
hipersekresi yang pada akhirnya menimbulkan diare. Pada kejadian diare oleh
karena peradangan usus (hiperperistaltik) atau disebut juga dengan gangguan
motilitas usus, peradangan usus yang terjadi mengakibatkan penurunan fungsi
usus dalam menyerap makanan, ketika gerak peristaltic menurun akan
mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan sehingga menimbulkan
defekasi yang berlebihan yang disebut juga dengan diare.
3. Klasifikasi Diare
Penyakit diare dapat dibagi berdasarkan faktor penyebabnya, masa
terjadinya penyakit tersebut, dan berdasarkan diare yang infeksius dengan
diare non infeksius.
a) Penyakit diare berdasarkan faktor penyebabnya;
Penyakit diare yang diklasifikasikan berdasarkan penyebab terjadinya diare
yang terdiri atas
9
i. Faktor infeksi; penyakit diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
infeksi virus, infeksi parasit (cacing), infeksi protozoa (entamoeba
histolitica, giardia lamblia, trichomonas homunis), infeksi jamur.
ii. Faktor malabsorbsi; penyakit diare yang disebabkan oleh adanya
gangguan absorbsi lemak, karbohidrat, dan protein pada saluran
pencernaan .
iii. Faktor makanan; penyakit diare yang disebabkan oleh makanan
yang tidak sesuai dengan kondisi seseorang atau bisa saja karena
alergi pada makanan tetentu karena tidak terbiasa, selain karena
alergi kondisi makanan juga akan mempengaruhi kemungkinan
terjadinya diare pada seseorang.
iv. Faktor psikologis; secara tidak langsung faktor psikologis
berpengaruh dalam menimbulkan penyakit diare pada sebagian
orang. Rasa cemas yang berlebihan, stress atau tekanan lingkungan
akan mempengaruhi pola makan dan kesehatan pencernaan
seseorang.
b) Penyakit diare berdasarkan masa terjadinya;
Penyakit diare yang dibagi berdasarkan masa terjadinya ini digolongkan
berdasarkan berapa lama penyakit tersebut menjadi masalah bagi
seseorang. Penyakit diare dalam hal ini dibagi menjadi 2 yaitu diare akut
dan diare kronik.
i. Diare akut adalah diare yang terjadi dalam kurun waktu beberapa
jam sampai 7 atau 14 hari yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri, keracunan, alergi, dan juga faktor psikis. Pada umumya
diare akut ini dibagi menjadi 3 tipe yaitu;
inflammatory (terjadi akibat terjadinya proses invasi dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri
yang pada akhirnya akan menimbulkan diare berdarah atau
sering disebut disentri dan umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme E. hystolitica, Shigella, Entero invasive E.
coli, V. parahaemolitycus, C. difficilli, C. jejuni)
10
Non inflammatory (terjadi akibat adanya eterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang lebih besar
tanpa adnya lendir dan darah yang biasanya disebabkan
oleh mikroorganisme V. cholera, Enterotoksigenik E. coli,
Salmonella).
Penetrating (diare yang terjadi pada bagian distal usus halus
yang biasanya disebabkan oleh S. thypii, S. parathypi A dan
B, S. cholerasuis, Y. enterocolitidea, dan C. fetus.
ii. Diare kronik adalah diare yang terjadi dalam kurun waktu yang
lama yaitu selama lebih dari 2 minggu. Terjadinya diare ini
dipengaruhi oleh konsistensi feses dan motilitas feses. Biasanya
gejalanya berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenemus,
demam, dan adanya tanda-tanda dehidrasi. Diare kronik dapat
diklasifikasikan menjadi; diare inflamasi, diare osmotic, diare
sekretori, dan motilitas.
Diare inflamasi; Diare yang disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus sebagai akibat dari proses inflamasi, sehingga
terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air
serta elektrolit ke dalam lumen, dan gangguan absorpsi
air/elektrolit. Inflamasi mukosa usus ini dapat disebabkan
oleh infeksi (Shigella) atau non infeksi (IBD/Inflammatory
Bowel Disease). IBD merupakan suatu penyakit yang
diduga disebabkan oleh faktor genetik, imunologik dan
mikroba. Peradangan yang disebabkan oleh IBD dapat
berakibat; Gangguan integritas sawar epitel mukosa,
hilangnya fungsi absorptif sel epitel permukaan, dan
pengaktifan sekresi sel kriptus sehingga menyebabkan
destruksi mukosa dan gangguan fungsi sawar dan absorbtif.
Proses ini menyebabkan terjadinya diare berdarah yang
intermitten. Contoh dari IBD adalah penyakit Crohn dan
11
kolitis ulserativa. Diare inflamasi ditandai dengan terjadinya
demam, nyeri perut, feses yang berdarah.
Diare osmotic; keadaan ini terjadi pada saat cairan yang
dicerna tidak seluruhnya dapat diabsorbsi oleh usus halus,
sehingga oleh tekanan osmotic cairan tersebut akan
memasuki lumen intesinal. Masuknya cairan ke dalam
lumen intestinal mengakibatkan volume lumen meningkat
sehingga mempengaruhi kapasitas kolon dalam reabsorbsi.
Umunya diare ini terjadi akibat adanya malabsorbsi lemak
dan karbohidrat yang akan mempengaruhi kerja sistem
pencernaan.
Diare sekretori; Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan
sekresi air dan elektrolit dari usus dan penurunan
absorpsi/penyerapan. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
sekali, dan tidak mereda walaupun penderita dipuasakan.
Diare ini dapat bersifat infektif (misalnya infeksi V.
cholera, E. coli) tapi dapat juga non-infektif. Beberapa
etiologi non-infektif antara lain; Neoplasma/keganasan:
Gastrinoma. Pada gastrinoma terjadi hiperplasia sel parietal
di daerah fundus lambung, sehingga terjadi pengeluaran
asam yang berlebihan. Pengeluaran asam ini merangsang
pelepasan sekretin, yang pada akhirnya akan menarik air
dan bikarbonat dari sel pankreas dan usus halus sehingga
terjadi diare; Hormon dan neurotransmitter: sekretin,
prostaglandin E (menstimulasi kerja adenilat siklase dan
cAMP sehingga terjadi pengeluaran air dan elektrolit),
kolesistokinin, gastrin, kolinergik, dll; Laksatif: hidroksi
asam empedu (asam dioksilat dan kenodioksilat) dan
hidroksi asam lemak (resinoleat kastroli).
12
Diare motilitas; Diare yang disebabkan oleh hipermotilitas
dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan
makanan terlalu cepat terpajan ke permukaan
pencernaan/absorptif. Akibatnya tidak semua jumlah
nutrien dapat dicerna/diserap dengan baik di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain diabetes melitus,
pasca reseksi lambung & vagotomi, hipertiroid.
Secara klinis, penyakit diare akan mengakibatkan tubuh kehilangan air dan
cairan elektrolit serta gangguan asam basa yang pada akhirnya menimbulkan
dehidrasi dan asidosis metabolic. Selain hal itu diare juga mengakibatkan
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan hipovolemik, berkurangnya perfusi
jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan hipoksia dan asidosis
metabolic, menurunnya kesadaran yang berpotensi mengakibatkan kematian.
4. Gejala-gejala Diare
Secara umum diare memiliki gejala sebagai berikut;
Gejala Diare diawali dengan timbulnya perasaan mual, muntah hingga
menimbulkan berkurangnya nafsu makan, sakit perut dan kejang perut.
Frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan kondisi feses
encer berwarna kehijau-hijauan (karena tercampur dengan empedu), pada
jenis diare tertentu feses terdapat darah.
Keadaan gelisah seiring dengan peningkatan suhu tubuh, dan nafsu makan
berkurang.
Mulai timbul gejala dehidrasi (kekuarangan air ataupun cairan), elastisitas
kulit akan menurun karena terjadi turgor pada kulit yang Nampak dengan
jelas, mata tampak cekung sebagai akibat dari keringnya membrane
mukosa, terjadinya penurunan berat badan.
Pada keadaan diare yang lebih parah lagi dapat terjadi percepatan pada
denyut jantung, kesadaran mulai menurun.
Diuresis berkurang (oligouria hingga menimbulkan anuria).
13
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare
Diare dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor-faktor yang berkaitan erat
dengan kejadian diare seperti faktor sanitasi lingkungan, faktor perilaku
manusia, faktor keadaan gizi seseorang, faktor pendidikan, faktor keadaan
sosial ekonomi. Kelima faktor tersebut akan mempengaruhi kejadian diare,
faktor yang paling berpengaruh adalah faktor sanitasi lingkungan dan
perilaku manusia.
Factor sanitasi lingkungan atau hygiene lingkungan; Suatu penyakit akan
timbul ketika terjadi ketidakseimbangan antara agent penyakit tersebut
dengan lingkungan serta terhadap host (inang). Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit berbasis lingkungan yang penularan arau kejadiannya
dapat terjadi di lingkungan. Sebagian besar agent penyebab diare terdapat
di lingkungan seperti virus, bakteri, kuman, jamur, dan parasit lainnya
keberadaan agen ini secara tidak langsung akan mempengaruhi keadaan
lingkungan sekitar. Buruknya sanitasi lingkungan akan memicu
perkembangbiakan berbagai jenis mikroorganisme yang terdapat di
lingkungan tersebut, keadaan inilah yang terjadi pada agent penyebab
diare. Keadaan lingkungan yang buruk menggambarkan
ketidakseimbangan trias epidemiologi yang telah dijelaskan di atas.
Faktor perilaku; selain factor lingkungan, factor yang berpengaruh dalam
kejadian diare adalah perilaku dalam kaitannya dengan personal hygiene.
Personal hygiene merupakan pola hidup bersih dan sehat yang perlu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Factor perilaku yang
memungkinkan terjadinya diare seperti; kebiasaan tidak mecuci tangan
sebelum memakan sesuatu, kebiasaan memakan buah yang tidak
dibersihkan dengan air yang mengalir, kebiasaan makan sembarangan,
tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar,
mengkonsumsi makanan yang sudah basi, dll. Kebiasaan tersebut
merupakan hal yang sepele yang sering diabaikan dalam kehidupan
sehari-hari padahal kebiasaan yang buruk akibat tidak mengikuti pola
14
hidup bersih dan sehat berkontribusi untuk menimbulkan penyakit diare
bahkan penyakit berbasis lingkungan lainnya.
Factor status gizi, konsumsi gizi akan mempengaruhhi kesehatan
seseorang, meningkatnya kesehatan sesorang akan memicu peningkatan
kekebalan tubuh. Peningkatan kekebalan tubuh akan menghambat
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia. Kekurangan gizi
mempunyai hubungan yang timbal-balik dengan diare, mereka yang
menderita kekurangan gizi akan berpotensi terjadinya diare dan
sebaliknya kejadian diare akan berpengaruh pada status gizi seseorang.
Penderita malnutrisi akan mengalami episode diare yang lebih lama
dibandingkan dengan mereka yang status gizinya baik. Status gizi yang
buruk akan mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit di dalam
tubuh, hal inilah yang memicu terjadinya diare. Selain gangguan pada
keseimbangan elektrolit, status gizi buruk juga akan mengakibatkan
gangguan absorbsi makanan pada pancreas atau juga usus halus.
6. Pencegahan terhadap Diare
Pencegahan terhadap penyakit diare terbagi atas 3 yaitu; pencegahan
primer (promosi kesehatan dan pencegahan khusus), pencegahan sekunder
(diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, dan pencegahan tersier
(pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi).
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan tindakan pencegahan yang pertama kali
dilakukan. Pencegahan ini disasarkan pada host, agent, dan environtment
(lingkungan). Pada prinsipnya, pencegahan primer dilakukan dengan
promosi kesehatan tentang penyakit diare, dan melakukan tindakan
pencegahan khusus. Pencegahan pada host dilakukan dengan
mempromosikan tentang pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat
dan meningkatkan imunitas host itu sendiri sehingga dapat terhindar dari
bahaya penyakit. Pencegahan pada agent dilakukan dengan memberantas
agent langsung pada sumbernya dengan melakukan berbagai metode yang
15
dianggap tepat. Pencegahan pada lingkungan dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan dengan tujuan perbaikan lingkungan biologis.
Berikut beberapa tindakan pencegahan primer terhadap penyakit diare;
Penyediaan air bersih, ini merupakan salah satu tindakan yang
sangat penting air bersih yang umum digunakan adalah air
permukaan tanah yang tidak tercemar oleh mikroorganisme. Air
bersih harus bersumber dari wadah atau tempat yang bersih yang
jauh dari sumber penyakit (misalnya 10 meter dari septictank, dan
jauh dari kandang peternakan). Penggunaan air bersih juga
sebaiknya dilaksanakan dengan baik misalnya mengambil air
dengan gayung atau ember yang bersih.
Pengadaan dan pemeliharaan tempat pembuangan tinja, tempat
pembuangan tinja yang tidak sesuai dengan standard kesehatan
lingkungan akan menimbulkan kemungkinan terjadinya penyakit
berbasis lingkungan. Tempat pembuangan tinja yang sesuai dengan
standar kesehatan adalah; tidak mengotori lingkungan, tidak
merusak nilai estetika, tidak mengotori permukaan tanah, tidak
mengotori air permukaan tanah, tidak dapat dijangkau oleh
serangga, tidak menimbulkan bau pada lingkungan sekitar, mudah
digunakan dan dipelihara serta dapat terjangkau oleh masyarakat.
Agar tempat pembuangan tinja tidak merusak lingkungan maka
perlu dilakukan pemeliharaan dan pengelolaan yang tepat. Ada
berbagai jenis tempat pembuangan tinja yang dapat digunakan oleh
masyarakat seperti berikut; jamban cemplung (pit latrine), jamban
cemplung berventilasi (ventilation improved pit latrine), jamban
empang (fishpond latrine), jamban pupuk (the compost privy),
septiktank.
Peningkatan status gizi, hal ini akan berpengaruh pada kekebalan
tubuh host karena nutrisi akan berpengaruh pada kelenjar timus
yang akhirnya berpotensi pada peningkatan kekebalan tubuh.
16
Sebuah penelitian kesehatan menyatakan bahwa semakin buruk
status gizi seseorang maka semakin lama diare yang diderita pasien.
Kebiasaan mencuci tangan, diare merupakan penyakit yang dapat
menular melalui oral (pencernaan). Oleh sebab itu, kebiasaan
mencuci tangan akan berpengaruh pada penularan penyakit diare
dari individu yang satu ke individu yang lainnya. Biasanya
penularan diare melalui tangan terjadi pada ibu-ibu yang baru
selesai membersihkan tinja anaknya. Di pedesaan ibu-ibu cenderung
tidak meggunakan air untuk membersihkan tangan hanya
menggunakan kain lap saja karena mereka menganggap kotoran
anak-anak tidaklah terlalu berbahaya bagi kesehatan. Kebiasaan
mencuci tangan akan sangat berpengaruh pada kejadian diare.
Pemberian ASI eksklusive dan Imuisasi, hal ini merupakan salah
satu tindakan pencegahan kejadian diare pada bayi atau balita yang
sangat rentan terhadap penyakit diare.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder meliputi deteksi penyakit dini yang
dilakukan dengan skrining dan pengobatan tepat (prompt treatment).
Pencegahan tingkat ini difokuskan pada host yang sudah terkena diare
dengan harapan untuk mencegah diare ke tahapan selanjutnya atau
menimbulkan cacat bahkan kematian. Tindakan yang dilakukan berupa
deteksi penyakit secara dini dengan memperhatikan gejala-gejala
terjadinya diare, agar diagnosisnya lebih jelas dapat diperiksa ke
layanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti
dan melakukan pengobatan yang tepat.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tingkat ini merupakan pencegahan terjadinya
kecacatan dan kematian akibat dehidrasi pada penderita diare.
Pencegahan ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan kondisi fisik
dan psikologis penderita semaksimalnya. Upaya ini dilakukan dengan
meningkatkan konsumsi nutrisi pada penderita untuk memulihakn
17
kembali fungsi-fungsi tubuh yang terganggu akibat diare, rehabilitasi
dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis penderita yang
berpengaruh pada keadaan mentalnya.
7. Penatalaksanaan terhadap Kejadian Diare
Ada banyak jenis obat diare yang sudah beredar di pasaarn berikut
beberapa contoh.
a.Pengobatan diare pada diare akut; pada prinsipnya pengobatan diare
dilakukan dengan menghilangkan penyebab diare yaitu antimikroba yang
sesuai dengan etiologi penyakitnya. Beberapa terapinya adalah sebagai
berikut:
Terapi supportif atau simptomatik; terapi inni dilakukan dengan
pemberian kalori (intake kalori) sesuai kebutuhan sebagai energy untuk
menghasilkan enterosit yang sudah rusak. Pada prinsipnya obat ini
bekerja dengan mengurangi volume feses dan frekuensi diare atau dapat
disebut dengan menyerap air.
Oral rehydration solution; pengobatan jenis ini dikenal dengan oralit
yang pemberiannya melalui oral.
b. Pengobatan diare pada diare kronis; pengobatan diare kronik dberikan obat
seperti loperamid, klonidin, kodein, octreotide, dhyphenoxylat,
cholestiramin.
B. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI PENYAKIT DIARE
Berdasarkan data profil kesehatan Kota Palembang Tahun 2008,
melalui pengamatan terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun dapat
diketahui bahwa sepuluh penyakit terbanyak pada kunjungan rawat jalan
puskesmas Kota Palembang masih didominasi penyakit infeksi dan
penyakit menular.
Jumlah Kasus Penderita Diare Kota Palembang
Tahun 2004 – 2008
No. Tahun Jumlah Kasus % Cakupan
18
Penderita Meninggal
1. 2004 43.842 0 57,9
2. 2005 49.027 0 61,65
3. 2006 53.429 0 66,5
4. 2007 46.738 0 57,8
5. 2008 33.588 0 58,7
2004 2005 2006 2007 20080
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Jumlah Penderita DiareTahun 2004-2008
Jumlah Penderita
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa kasus diare tertinggi tahun
2006 yaitu 53.429 kasus dan terendah tahun 2004 yaitu 43.842 kasus.
Dari data profil kesehatan Kota Palembang Tahun 2008, dapat
ditarik beberapa informasi penting, yaitu:
1. Angka kesakitan berbagai kasus penyakit menular mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya. Jumlah kasus diare pada tahun 2008
adalah 33.588 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kasus
tahun 2007 yaitu sebesar 46.738 kasus, jumlah kasus diare pada balita
tahun 2008 yaitu 26.891 kasus sedangkan kasus diare pada balita tahun
2007 sebesar 23.715 kasus.
19
2. Pencapaian keluarga yang memiliki akses air bersih pada tahun 2008
meningkat menjadi 80 % namun pencapaian indikator akses air bersih
masih dibawah target yang ditetapkan (Indonesia Sehat 2010) yaitu
85%.
3. Presentase rumah tangga PHBS pada tahun 2008 adalah 50.67%
meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu 33.70 tetapi masih dibawah
target Indonesia Sehat 2010 (65%).
C. PENULARAN PENYAKIT DIARE
Dalam kajian ini diare yang dapat menular adalah diare yang
disebabkan oleh mikroorganisme (penyakit berbasis lingkungan). Penyakit
ini dapat menular pada lingkungan yang sanitasinya buruk dan
hygienenya. Penularan penyakit diare dapat disebabkan oleh berbagai
factor dengan masing-masing mekanisme yang berbeda. Pada umumnya
penularan diare terjadi melalui fecal oral (pencernaan). Penularan penyakit
diare dapat dibagi berdasarkan sumber penularannya;
a. Makanan
Penularan diare melalui makanan dapat dimulai dari makanan yang
telah terkontaminasi oleh bakteri penyebab diare, terkontaminasinya
makanan oleh bakteri ini dapat terjadi melalui lalat atau srangga
lainnya yang hinggap pada makanan setelah hinggap di daerah yang
sudah mengandung bakteri. Jadi secara tidak langsung vector seperti
lalat menmbawa bakteri sehingga makanan terkontaminasi. Makanan
yang telah terkontaminasi ini akan dikonsumsi oleh manusia sehingga
bakteri penyebab diare masuk ke dalam tubuh manusia yang apada
akhirnya akan mengakibatkan diare. Pada saat host sudah terkena
diare, feses yang akan dikeluarkannya dapat menjadi sumber penyakit
diare lagi sehingga terbentuk berupa siklus.
b. Air
20
Air yang umumnya rentan terhadap kandungan bakteri adalah air
sungai. Hal ini disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh
penduduk di pedesaan umumnya bahkan pembuangan tinja dilakukan
di sungai. Air sugai yang sudah terkontaminasi oleh bakteri akan
digunakan oleh waarga sekitar untuk mencuci piring, mencuci pakaian,
bahkan digunakan untuk memasak. Aktivitas ini berpotensi
mengakibatkan kejadian diare, dengaan mekanisme sebagai berikut;
pada saat piring atau pakaian dicuci di air sungai secara tidak disadari
bakteri telah mengkontaminasi barang-barang tersebut kemudian
digunakan oleh mansia yang pada akihirnya akan timbul diare.
c. Sanitasi yang buruk
Sanitasi yang buruk akan memungkinkan bakteri untuk
berkembang biak dan mengkontaminasi host. Saniatsi yang buruk yang
berpotensi menimbulkan diare secara tidak langsung maupun secara
langsung adalah; tempat pembuangan tinja yang dekat dengan sumber
air, tempat sampah yang tidak di pelihara dengan baik, dll.
d. Pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat
Pola hidup sangat berperan dalam hal ini, personal hygiene menjadi
factor yang sangat berpengaruh. Perilaku manusia yang umumnya
berdampak pada timbulnya kejadian diare adalah; membuang tinja tidak
di tempat yang tepat, tempat pembuangan sampah yang tidak
terpelihara, mengkonsumsi makanan atau minuman yang basi (atau
sudah terkontaminasi).
D. AIR BERSIH
Air bersih merupakan air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau yang apabila dikonsumsi oleh manusia tidak akan mengganggu
kesehatannya dan aman digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dalam
kehidupan sehari-hari kebutuhan manusia akan air sangat mempengaruhi
aktivitas manusia sehari-hari. Air digunakan oleh manusia untuk memenuhi
21
kebuttuhan sehari-hari seperi mencuci pakaian, mencuci piring,
membersihkan diri, dan sebagai cairan pokok yang dibutuhkan manusia agar
terhinda dari dehidrasi. Kekurangan air bersih dapat menimbulkan dampak
yang buruk bagi manusia, dampaknya akan berpengaruh pada kesehatan
manusia itu sendiri, sanitasi lingkugan di sekitarnya, dan juga bagi mahluk
hidup lainnya. Syarat-syarat kesehatan air bersih adalah sebagai berikut;
a. Syarat bilogis
Air bersih yang sesuai dengan standard kesehatan adalah air yang tidak
mengandung mikroorganisme seperti bakteri, jamur, protozoa, parasit,
dan virus. Pada umumnya parameter yang digunakan sebagai indikator
bersihnya air adalah E. coli. Air yang sesuai dengan standard
kesehatan tidak boleh mengandung bakteri E. coli satu unit pun.
Kandungan E. coli yang melebihi batas akan berdampak merugikan
bagi kesehatan manusia.
b. Syarat fisik.
Agar dapat mengenali air yang bersih dan sesuai dengan standard
kesehatan syarat fisik yang perlu diperhatikan adalah temperatur air,
warna, dan bau air tersebut.
Warna
Warna yang tepat untuk air bersih adalah bening atau tidak
berwarna. Air yang bersih dan tidak berwarna dapat menjadi
indicator bahwa air tersebut bebas dari zat-zat berbahaya bagi
kesehatan. Warna pada air yang keruh dapat berasal dari bahan-
bahan kimia, debu atau lumpur yang terdapat di dalam air. Jika
warna air bening dapat diperkirakan bahwa auur tersebut bebas
dari bahan-bahan yang dapat menyebabkan air menjadi keruh.
Manusia dapat mendeteksi warna diatas 15 TCU dalam segelas
air, dan warna dibawah 15 TCU dianggap tidak membahayakan
kesehatan manusia atau aman. Warna juga dapat dilihat dari
tingkat kekeruhan air, kekeruhan dapat berasal dari partikulat-
22
partikulat yag berasal dari proses filtrasi. Kekeruhan maksimal
pada 25 skala NTU.
Bau
Bau yang tidak sedap dapat berasal dari zat-zat organic yang
sudah membusuk, oleh sebab itu air yang bersih sebaiknya
tidak berbau. Air yang tidak berbau dapat dianggap bebas dari
bahan-bahan organic yang dapat mengganggu kesehatan
manusia. Adanya bau pada air dapat menjadi indicator bahwa
air tersebut mengandung polutan.
Rasa
Air yag bersih itu tidak berasa, rasa pada air dapat berasal dari
bahan-bahan yang terlarut di dalam air. Misalnya air tanah, rasa
tanah dapat terasa pada saat belum dilakukan proses
pengolahan. Rasa pada air dapat juga disebabkan oleh kadar ph
air.
Temperature air
Suhu yang tepat pada air sebaiknya + 30C dari udara.
c. Syarat kimiawi
a. Kandungan oksigen
Kandungan oksigen dalam air menjadi sangat penting karena
oksigen diperlukan untuk membantu mikroorganisme yang
menguaraikan zat-zat organic di dalam air. Bahan organic yang
diuraikan oleh mikroorganisme yang juga membutuhkan
oksigen pada prosesnya akan terdekompodidi menjadi
carbonmonoksida (CO2) dan air (H2O). Selanjutnya CO2 akan
dimanfaatkan tanaman air untuk melakukan proses fotosintesis
yang pada akhirnya tanaman akan menghasilkan oksigen dan
seterusnya
b. Derajat keasaman.
Derajat keasaman yang dimiliki oleh air yang berstandar
kesehatan haruslah netral. Keasaman pada air dapat berasal dari
23
kandungan C (carbon) dalam air yang dapat berdampak buruk
bagi kesehatan. Senyawa ini dapat mengalami reaksi-reaksi
yang tidak baik bagi kesehatan. Ph yang tepat untuk air adalah
6,5-9,2.
c. Besi
Kandungan besi dalam air mengakibatkan air berwarna kuning
dan menimbulkan rasa logam di dalam air. Batas maksimal
kandungan besi dalam air adalah 1 mg/lt.
d. Aluminium
Kandungan aluminium dalam air akan mengakibatkan rasa air
yang tidak enak untuk dikonsumsi selain itu juga bahan ini
cukup membahayan bagi kesehatan apabila kandungannya
dalam air di atas ambang batas. Kandungan aluminium dalam
air sebaiknya 0,2 mg/lt.
e. Zat organic
Zat organic yang dimaksud dalam kajian ini adalah unsur hara
yang terdapat di dalam air yang berasal dari makanan, flora,
dan fauna.
f. Sulfat
Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat
mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air
(panci / ketel)selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa.
Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air
bekas.
g. Nitrat dan nitrit
Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan
tanaman. Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun
dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh
bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih
24
besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang
dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam daerah
membentuk methaemoglobine yang dapat menghalang
perjalanan oksigen didalam tubuh.
h. Chlorida
Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia.
Chlorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan
namun apabila berlebihan dan berinteraksi dengan ion Na+
dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air.
i. Zinc
Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15
mg/l. Penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan
rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink
merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena
kekurangan Zink dapat menyebabkan hambatan pada
pertumbuhan anak.
E. PENGARUH AIR TERHADAP KESEHATAN
Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50 -70 % dari seluruh berat
badan. Air terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22 %
berat tulang, di darah dan ginjal sebanyak 83 %. Kehilangan air untuk 15 %
dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa
perlu minum minimum 1,5 – 2 liter air sehari. Kekurangan air ini
menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di
daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur –unsur
yang ada di dalam cairan tubuh.
Air sebagai media penularan penyakit
Air yang telah tercemar oleh bakteri penyebab berbagai penyakit, dapat
menularkan kepada manusia atau hewan melalui empat mekanisme:
a. Water borne disease
25
Mekanisme penyebaran penyakit dimana pathogen penyebab penyakit
berada dalam air yang telah tercemar dan dapat menyebabkan penyakit
infeksi bila terminum oleh manusia atau hewan. Hal ini karena air
tersebut mengandung kuman pathogen. Diantara penyakit- penyakit
yang disebarkan dengan mekanisme ini adalah penyakit kolera, tifoid,
hepatitis A, disentri, poliomyelitis, dan diare.
b. Water washed disease
Mekanisme penyebaran penyakit bila suatu penyakit infeksi dapat
dicegah dengan memperbanyak volume pemakaian air serta
memperbaiki hygiene perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan
oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit- penyakit tertentu
dapat dikurangi penularannya pada manusia, dan penyakit ini banyak
terjadi di daerah tropis. Contoh penyakit yang disebabkan adalah
penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit infeksi kulit dan selaput
lendir, penyakit yang ditimbulkan oleh insekta pada kulit dan selaput
lender.
c. Water based disease
Cara penyebaran penyakit ini terjadi bila sebagian siklus hidup
penyebab penyakit memerlukan hospes perantara seperti siput air.
Infeksi pada manusia dapat dicegah dengan menurunkan keinginan
dengan kontak dengan air, mengontrol populasi siput air, dan
memperbaiki kualitas air. Contoh penyakit yang disebabkan adalah
Schistomiasis. Dimana larva schistosoma hidup dalam keong - keong
air. Setelah waktunya larva ini mengubah bentuk menjadi cercaria dan
menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut.
d. Insect vector disease
Cara penyebaran berkaitan dengan serangga sebagai vektor penyebaran
pathogen penyebab penyakit yang hidup di air. Strategi pencegahan
penyebaran penyakit dapat melalui perbaikan pengelolaan air
permukaan, menghilangkan tempat- tempat perkembangbiakan
serangga yang menjadi vektor penyebaran penyakit infeksi. Contoh-
26
contoh penyakit yang ditularkan melalui vektor yang hidupnya
bergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis,
Yellow fever, dan lain sebagainya.
F. SARANA DAN AKSES AIR BERSIH
Ketersediaan air menjadi masalah yang serius karena daerah tangkapan air
yang rusak dan pengaruh perkembangan iklim global yang juga dipengaruhi
kondisi lingkungan dan pencemaran. Air tidak hanya tidak terdistribusi
secara merata antar daerah dan wilayah, tetapi juga distribusinya tidak adil
dan merata di antara masyarakat yang kaya dan miskin. Pada sisi lain
kebutuhan air juga terus meningkat baik karena pertumbuhan penduduk
maupun pertumbuhan ekonomi yang juga memerlukan dukungan
ketersediaan air. Kelangkaan air ini tidak hanya menjadi isu lokal dan
nasional tetapi telah menjadi isu global. Salah satu aspek penting dari air
selain jumlahnya adalah kualitas. Air untuk keperluan manusia, terutama
untuk keperluan minum, harus memenuhi standar kualitas tertentu yang
memenuhi aspek kesehatan. Kualitas air saat ini juga sudah semakin menurun
seiring dengan tumbuh pesatnya industrialisasi, terutama di perkotaan dan di
daerah yang penduduknya padat, serta makin meningkatnya urbanisasi.
Kualitas air di beberapa daerah aliran sungai terus menurun karena polusi,
terutama yang berasal dari luar aliran sungai, baik yang berasal dari limbah
domestik maupun industri, atau pun usaha lain seperti pertambangan dan
penggunaan pestisida.
Dari sisi akses ke prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan, masih banyak masyarakat yang belum memilikinya. Pada saat ini
jumlah anggota masyarakat yang tidak memiliki akses jauh lebih besar
dibanding dengan saat dicanangkannya Dekade Pasokan Air Minum dan
Sanitasi 20 tahun yang lalu. Dalam konteks global saat ini diperkirakan
sekitar 1.1 milyard penduduk dunia yang tidak memiliki akses ke air minum
yang layak, dan sekitar 2,5 milyard yang tidak memiliki akses ke prasarana
27
dan sarana sanitasi yang baik. Diperkirakan sekitar sepuluh ribu orang setiap
hari penduduk dunia meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan
air. Masalah yang dihadapi adalah lambatnya penanganan dan dana yang
tersedia, terutama di negara berkembang, belum digunakan secara efektif.
Hal tersebut dikarenakan belum adanya kemauan politik, kerangka kerja legal
dan kelembagaan, kapasitas, dan peralatan untuk menerapkan praktik-praktik
yang baik untuk mengatasi hambatan dalam penyediaan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan.
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama, melalui berbagai proyek
pembangunan, Pemerintah telah membangun sistem air minum di berbagai
kota dan juga di perdesaan. Meskipun pada awalnya dominasi Pemerintah
Pusat masih sangat kuat dalam aspek perencanaan dan pembangunan
prasarana dan sarana air minum melalui Proyek-proyek Air Minum, serta
pengelolaannya melalui Badan Pengelolaan Air Minum (BPAM), namun
pada akhirnya dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pengelolaan tersebut yang di
perkotaan diserahkan juga kepada Pemerintah Daerah.
Dalam pelaksanaannya, pengelolaan prasarana dan sarana air minum
tersebut di daerah dilakukan oleh badan usaha milik daerah yang dikenal
dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Untuk di tingkat perdesaan
pengelolaan ada yang dilakukan oleh lembaga atau organisasi masyarakat
setempat yang berbentuk Unit Pengelola Sarana, Kelompok Pengelola
Sarana, atau Himpunan Masyarakat Pengguna Air Minum (HIPAM). Pada
tahun 2002 ada 296 unit PDAM yang mengelola air minum di Indonesia,
termasuk beberapa buah yang masih berstatus BPAM, dan beberapa unit
yang dikelola bersama oleh Pemerintah Daerah dan swasta.
Dalam era otonomi daerah, Pemerintah Daerah memandang bahwa PDAM
merupakan badan usaha milik daerah yang harus menghasilkan pendapatan
daerah sehingga banyak campur tangan dari Pemerintah Daerah. Hal ini
berakibat pada PDAM menjadi tidak mandiri, karena terlalu banyak
intervensi dari Pemerintah Daerah terutama dalam penentuan kebijakan dan
28
pengambilan keputusan. PDAM tidak dapat meningkatkan efisiensi dan tidak
dapat mengembangkan diri sebagai suatu perusahaan profesional. Dalam
kondisi seperti itu, hampir semua PDAM menghadapi masalah keuangan
yangserius, terutama pendapatan yang kurang karena tarif yang rendah,
sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana jauh lebih
tinggi. Sebagian besar PDAM terlilit hutang dalam jumlah yang besar, dan
bahkan sebagian ada yang sudah jatuh tempo. Hal tersebut diperburuk lagi
oleh kondisi SDM pengelola, baik teknis maupun manajerial yang masih
rendah. Begitu pula peraturan dan perundang-undangan yang ada sudah tidak
sesuai lagi dengan kondisi saat ini, sehingga tidak dapat berperan secara
optimal dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Keterlibatan
sektor swasta untuk berinvestasi dalam penyediaan prasarana dan sarana air
minum juga masih sangat rendah. Masih kurangnya sektor swasta terlibat
dalam hal ini antara lain karena belum ada kejelasan peraturan dan
perundang-undangan yang mengatur privatisasi maupun kemitraan antara
Pemerintah dengan swasta, khususnya dalam penyediaan air minum. Selain
itu karena investasi dalam penyediaan prasarana dan sarana air minum sangat
padat modal yang berisiko tinggi, sedangkan di sisi lain kesadaran dan
kemampuan masyarakat dalam membayar jasa pelayanan air minum masih
dianggap cukup rendah. Sebagai suatu perusahaan, selain mengharapkan
pengembalian investasi (cost recovery) tentunya juga mengharapkan
memperoleh keuntungan. Kondisi yang ada saat ini masih dianggap belum
kondusif untuk berinvestasi dalam penyediaan pelayanan air minum.
Meskipun Pemerintah sudah sejak beberapa Pelita melakukan
pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, namun
cakupannya masih belum merata sehingga presentase masyarakat yang
memiliki akses kepada prasarana dan sarana penyehatan lingkungan masih
rendah, terutama di perdesaan. Sistem pelayanan persampahan, terutama di
perkotaan, masih belum memadai sehingga baru mampu melayani sebagian
kecil warga kota.
29
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang masih terus meningkat setiap
tahunnya, akan membawa konsekwensi makin sulitnya mengelola sampah.
Perhatian Pemerintah terhadap penanganan prasarana dan sarana penyehatan
lingkungan juga masih rendah dibandingkan dengan perhatian pada sektor
lain. Begitu pula kemampuan Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran
untuk pengelolaan sampah juga masih rendah. Kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap kesehatan lingkungan juga masih rendah, sehingga
masih sulit mengharapkan mereka mau membayar untuk pengelolaan
prasarana dan sarana penyehatan lingkungan. Dalam kondisi kemampuan
masyarakat yang masih rendah seperti itu, sektor swasta tidak tertarik untuk
berinvestasi dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana
penyehatan lingkungan. Investasi dalam pembangunan prasarana dan sarana
penyehatan lingkungan, seperti sistem penanganan air limbah terpusat (off
site), memerlukan biaya yang besar sehingga akan sangat sulit untuk
memperoleh pengembalian investasi. Hal tersebut juga karena peraturan dan
perundang-undangan yang ada belum mendukung kebutuhan yang terus
berkembang.
PDAM merupakan sarana air bersih di daerah perkotaan sedangkan di
pedesaan sarana air bersih adalah sungai, sumur, danau dan lain-lain. Sarana
air bersih di sungai, danau, dan sumur perlu mendapat perhatian khususnya di
bidang kesehatan lingkungan. Sarana air bersih yang baik adalah sarana yang
sesuai dengan standard kesehatan dan ttidak mebahayakan bagi kesehatan.
Berikut criteria yang perlu diperhatikan untuk saraa dan akses air bersih yang
tepat;
a. Sungai
Sungai merupakan sarana dan akses air bersih yang sering
dimanfaatkan di pedesaan. Sarana ini merupakan sarana yang paling
mudah dijangkau dan sederhana pemanfaatannya sehingga masyarakat
lebih cenderung menggunakan sungai untuk keperluan sehari-harinya.
Namun, banyak sekali masalah yang timbul berhubngan dengan sungai
karena mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas air sungai
30
disebabkan oleh banyak hal khususnya oleh perilaku manusia. Perilaku
manusia yang sering membuang sampah di sungai bahkan menbuang
hajat di sungai memnagkibatkan air sungai tercemar. Perilaku buruk
tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem, dimana hal ini
secara tidak langung akan mempengaruhi kesehatan.
b. Sumur
Kriteria sumur yang baik untuk kesehatan adalah;
Jauh dari sumber penyakit seperti tumpukan sampah, tempat
pembuangan sampah, dan septiktanc.
Kedalamannya sesuai dengan standard kesehatan, dan
tingginya 3 meterdi atas permukaan tanah.
Mudah dijangkau dan terpelihara dengan baik.
G. KERANGKA TEORI
31
SANITASI BURUK
AKSES AIR BERSIH BURUK
BAKTERI
DIARE
TIDAK CUCI TANGAN
PHBS BURUK
PERILAKU
IMUNITAS TURUN
STATUS GIZI BURUK
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan tinjauan pustaka serta serta adanya keterbatasan penelitian,
maka variabel independen da dependen yang akan diteliti dijabarkan dalam
bentuk kerangka konsep.
V. INDEPENDENT V. DEPENDEN
32
AKSES AIR BERSIH BURUK
DIAREPHBS BURUK
STATUS GIZI BURUK
BAKTERI
B. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka konsep maka hipotesisnya adalah;
1. Ada hubungan antara phbs dengan kejadian diare
2. Ada hubungan antara status gizi buruk dengan kejadian diare
3. Ada hubungan antara buruknya akses air bersih dengan
kejadian diare.
33
C. DEFINISI OPERASIONAL TABEL
No. VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL
CARA UKUR
DAN ALAT
UKUR
HASIL UKUR DAN
KATEGORI
SKALA
1.
2.
VARIABEL
INDEPENDEN
Akses air yang buruk
Phbs yang buruk
Cara masyarakat
sekitar
mendapatkan air
bersih
Penerapan masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat
Wawancara
kuisioner
Wawancara
kuisioner
Kategori:
Sumber air bersih
Sungai
Sumur
Pdam
Hasil ukur:
Sungai = buruk
Sumur= sedang
PDAM=baik
Menjabarkan pola
hidup bersih dan sehat
dengan membuat
kategorik
Kategorik
34
3
3.Status gizi buruk
Mengetahui status gizi penderita
Wawancara
kuisioner
piliahn dilaksabakan
atau tidak
Dengan
membandingkan imt
dan menu makanan
yang ada semua
dijabarkan dalam
bentuk kuisioner
kategorik
4.
VARIABEL
DEPENDEN
diare Mengetahui status
diare atau tidak
Data yang sudah
ada dan
wawancara
kuisioner
Wawancara kuisioner
dan data yang sudah
ada
kategorik
35
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional
(analitik) dengan metode surveyc adalah suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
time approach). Arttinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada
saat pemeriksaan.
B. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berdomisili
di Palembang yang melapor terkena diare dengan jumlah populasi sebesar
53854.
2. Sampel
a. Besar sampel
n= N
1+N d2
Keterangan :
N= besar populasi
n= besar sampel
d=tingkat kepercayaan atau ketepatan yag diinginkan, sebesar 10%
n= 538541+(53854)0.01
n= 100 responden+ (10% x 100)= 110 orang.
36
b. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling.
Gugusan kelompok yang diambil sebagai sampel terdiri dari
unit geografis (desa, kecamatan, kabupaten, dan sebagainya),
unit organisasi (klinik, PKK, LKMD, dansebagainya). Dalam
pengambilan sampel ini, peneliti tidak perlu mendata semua
anggota atau unit yang ada dalam populasi, tetapi cukup
mendaftar banyaknya kelompok atau gugus dalam populasi itu.
Dengan membagi sampel ke dalam setiap cluster yang
diambil. Ada 13 wilayah yang akan dijadikan sampel
sehingga jumlah sampel per wilayah adalah 9 orang.
Wilayah atau cluster terbagi atas 13 rumah sakit yang ada
di Palembang yaitu sebagai berikut; Rumah sakit anak dan
bersalin Az Zahra, RS bahayangkara, RS Dokter A. Gani,
RSMH, RS islam siti kadijah, RS muhammadiyah, RS
Myria, RS pelabuhan Palembang, RS pertamina, RS pusri,
RS Charitas, RSUD alembang Bari, RSU Pusat.
C. CARA PENGUMPULAN DATA
1. Alat pengumpul data
Alat penguumpul data berupa berbagai kuisioner. Kuisioner digunakan
untuk mengumpulkan data primer mengenai berbagai factor yang
berhubungan dengan kejadian diare dan akses air bersih.
2. Teknik pengumpul data
a. Data primer
Data ini dapat diperoleh langsung dari wawancara kuisioner dengan
responden oleh peneliti.
b. Data sekunder
Data sekunder dapat diperoleh dari pusat informasi dan puskesmas,
serta browsing dari internet.
37
D. PENGOLAHAN DATA
Kuisioner yang telah diisi dikumpulkan langsung oleh peneliti dan diperiksa
kelengkapannya. Apabila belum lengkap diminta untuk melengkapinya pada
saat itu juga. Pengolahan data ini menggunakan perangkat spss 16 dan
sebelum diolah, data terlebih dahulu diperiksa melalui tahap berikut;
1. Editing, suatu proses pengolahan dimana setiap pertanyaan yang telah
dijawab melalui kuisioner, diperiksa kembali dan dinilai kelayakannya
apakah sudah cukup baik, bila sudah cukup baik maka dapat diproses
lebih lanjut.
2. Coding, proses dimana pertanyaan-[ertanyaan yang telah dijawab,
diklasifikasikan menurut jenis kelamin dan semacamnya sehingga
bentuknya menjadi lebih ringkas.
3. Entry, setelah proses coding data tersebut dimasukkan dalam perangkat
prigram spss untuk diolah
4. Cleaning, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua data yang
sudah dientri siap untuk dianalisa.
E. ANALISA DATA
1. Analisis univariat
Analisis univariat merupakan analsis yang bertujuan untuk menjelaskan
ata mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk
penelitian ini variabelnya adalah akses air bersih yang buruk dengan
kejadian diare. Analisis terhadap kejadian diare dapat dideskripsikan
dalam bentuk distribusi frekuensi dimana kejadian diare di Palembang
cukup tinggi. Sedangkan untuk analisis untuk akses air bersih dapat
digambarkan dalam bentuk sarana air bersih yang digunakan loeh
responden.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang saling berhubungan atau memilki korelasi. Uji statistic
yang digunakan adalah uji Chi square, dengan pertimbangan
38
Data yang diolah merupakan data berupa kategorik dan numeric
Data yang diolah disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
Digunakan untuk menggambarkan ada tidaknya pengaruh antara
buruknya akses sanitasi dengan kejadian diare.
Adapun aturan yang berlaku pada uji chi square adalah;
a. Tidak boleh ada nilai observai yang nol
b. Apabila nilai expected yang <5 sebesar 20% maka alternative uji
yang digunakan adalah fisher exact
Pengambilan keputusan statistic ini menggunakan tingkat kepercayaan
sebesar 90%, dengan tingkat kemaknaannya sebesar 5%. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai pvalue dengan alpha (atau
derajat kemaknaan). Dengan ketentuan sebagai berikut
Apa bila pvalue lebih kecil dari alpha maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara kedua variabel
Apabila pvaluenya lebih besar maka tidak ada hubungan antara
kedua variabel.
DAFTAR PUSTAKA
39
Dinas kesehatan sulteng. 2007. Derajat kesehatan masyarakat. http://sulteng.surveilans-respon.org/profil/profil-kesehatan/derajat-kesehatan-masyarakat/. Diakses tanggal 18 November 2010.
Detikcom. 2006. Kemarau Datang, Diare Ancam Sumatera Selatan. http://arsip.net/id/link.php?lh=AlNaVwYOUQJd. Diakses tanggal 18 november 2010.
Bappenas. 2009. Pengembangan Database Pembangunan Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Beritadaerah.com. 2009. Akses Sanitasi Masih Jauh dari Orang Desa. http://www.beritadaerah.com/artikel.php?pg=artikel_bali&id=15413&sub=column&page=. Diakses tanggal 29 November 2010.
Targetmgds. 2008. Bahaya Krisis Air Bersih. http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=124&Itemid=1. Diakses tanggal 29 November 2010.
Maryani, Sri. 2003. Diare Kronik. www.scribd.com/.../Diare-Kronik-Sri-Maryani-Sutadi-Fakultas-Kedokteran . diakses tanggal 3 desember 2010.
Palupi, astya dkk. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/610917.pdf . Diakses tanggal 4 desember 2010.
Zakianis. 2009. Aspek Fisik Air. repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/3387.pdf. diakses tanggal 5 desember 2010.
40
top related