perpajakan - eprints.unpam.ac.ideprints.unpam.ac.id/1228/1/e-learning ' bahan ajar '...
Post on 12-Mar-2019
305 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERPAJAKAN
Penyusun:
Wiwit Irawati, S.E
BAHAN AJAR
MATA KULIAH PERPAJAKAN
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2015
LEMBAR PESETUJUAN
Mata Kuliah : Perpajakan
Kode / SKS : E022404 / 3 SKS
Dosen Pengampu : Wiwit Irawati, S.E
Penyusun Buku : Wiwit Irawati, S.E
Judul Buku Ajar : Perpajakan
Program Studi : S1 Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Pamulang, Desember 2015
Reviewer, Penyusun,
H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M Wiwit Irawati, S.E
NIDN. 04090672303 NIDN.
Menyetujui, Pamulang, Desember 2015
Koordinator E‐Learning Ketua Program Studi
Aeng Muhidin, M.Pd H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M
NIDN. 0421108203 NIDN. 04090672303
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Mata Kuliah : Perpajakan
Kode / SKS : E022404 / 3 SKS
Dosen Pengampu : Wiwit Irawati, S.E
Penyusun Buku : Wiwit Irawati, S.E
Judul Buku Ajar : Perpajakan
Program Studi : S1 Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Menyetujui, Pamulang, Desember 2015 Wakil Rektor Bidang Akademik Dekan Fakultas Ekonomi,
Drs. H. Buchori H. Nuriman, M.M Dr. Ir. Boedi Hasmanto, M.S NIDN. 0418045803 NIDN. 0418015902
Mengesahkan, Rektor Universitas Pamulang
Dr. H. Dayat Hidayat, M.M NIDN. 0408046402
iii
Hal. 1
BAB I PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
Mata Kuliah Perpajakan 2 ini sebagian besar membahas
tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tambahan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) dan Bea Meterai pada bab terakhir. Pajak
Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan pada setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
PPN muncul sejak tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang‐
undang Nomor 8 tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 01 April 1985,
menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah diterapkan di
Indonesia sejak tahun 1951. Dikarenakan Pajak Penjualan (PPn) ini
dalam penerapannya banyak terjadi kelemahan antara lain
menimbulkan efek pajak berganda dan adanya bermacam‐macam tarif
sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengontrol dari sisi fiskus
(pajak) juga kesulitan penerapan oleh pihak Wajib Pajak itu sendiri.
Dalam perkembangannya, PPN yang terbit tahun 1983 dan mulai
berlaku sejak tahun 1985 ini, terkenal dengan Undang‐undang PPN
tahun 1984
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang/pemberi jasa) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Sedangkan
menurut mekanismenya, PPN harus dipungut, disetor, dan dilaporkan
oleh pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah
Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP.
Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal
istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN
yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak
masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh,
atau membuat produknya.
Setelah menyelesaikan materi ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan latar belakang Pajak Pertambahan Nilai.
Hal. 2
2. Menjelaskan karakteristik PPN
3. Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
4. Menjelaskan metode perhitungan PPN
B. DESKRIPSI MATERI
1. Latar Belakang Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) muncul menggantikan Pajak
Penjualan (PPn) yang sudah cukup lama diterapkan di Indonesia, yakni
dari tahun 1951 sampai munculnya Undang‐undang Nomor 8 tahun
1983. Alasan perubahan seperti yang tercantum dalam paragraf awal
Undang‐undang Nomor 8 tahun 1983 adalah bahwa Pajak Penjualan
(PPn) sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia sehingga belum dapat
menggerakkan peran serta semua lapisan pengusaha kena pajak dalam
meningkatkan pendapatan negara. Oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali sistem pajak penjualan dengan sistem pajak
pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang
mewah dengan undang‐undang.
Kelemahan dan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) adalah sebagai berikut:
Kelemahan PPn (Pajak Penjualan)
a. Menimbulkan pajak berganda
Hal ini mendorong wajib pajak untuk menghindar dari pengenaan
PPn bahkan kalau perlu mereka melakukan penggelapan pajak. Tax
avoidance (penghindaran pajak) masih tergolong sebagai tindakan
legal misalnya beberapa perusahaan dalam satu rangkaian beberapa
mata rantai jalur produksi atau distribusi yang sejenis melakukan
peleburan usaha, sehingga beberapa mata rantai produksi atau
distribusi lolos dari pengenaan PPn. Misalnya perkebunan kapas,
pabrik benang, pabrik tekstil, perusahaan garmen meleburkan diri
menjadi satu perusahaan garmen terpadu. Dengan demikian, maka
penyerahan bahan baku antar divisi tersebut tidak dapat dikenakan
PPn karena berada dalam satu perusahaan terpadu.
b. Adanya bermacam‐macam tarif (9 macam tarif) sehingga
menimbulkan kesulitan pelaksanaannya dan menyulitkan tindakan
pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak akibatnya belum dapat
mengatasi penyelundupan.
Hal. 3
c. Tidak mendorong ekspor, dikarenakan dalam pelaksanaannya UU
PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga PPn
menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam negeri
maupun internasional
Kelebihan PPN :
a. Menghilangkan pajak berganda.
Dikarenakan PPN dikenakan hanya terhadap nilai tambah (added
value) pada setiap jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak. PPN dikenakan berulang‐ulang pada
setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Meskipun
demikian,PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda (non
kumulasi).
b. Menggunakan tarif tunggal
PPN tarifnya hanya satu, yakni 10% sehingga memudahkan
pelaksanaan oleh Wajib Pajak sekaligus pengawasannya.
c. Dapat mendorong ekspor.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang di dalam negeri, maka Barang yang diekspor atau dikonsumsi
di luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Oleh
karenanya Barang yang diekspor dikenakan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak
Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena
Pajakdan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut dapat dikreditkan.
d. Netral terhadap persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola
konsumsi.
Hal ini dikarenakan PPN bukan merupakan beban yang menambah
harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan
yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian
diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
Pajak‐pajak yang pernah diterapkan di Indonesia sampai dengan
diterbitkannya Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :
a. Pajak Pembangunan I (PPb I) sebelum tahun 1950
b. Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)
c. Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951)
Hal. 4
d. Pajak Pertambahan Nilai, yakni dengan keluarnya UU No. 8 Tahun
1983
2. Karakteristik PPN
PPN mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah
suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat
ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi
penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b. Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax).
Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana
disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual
berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan
kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c. Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan
namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai
tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi
maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam
suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN
yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku
dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan
beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu
salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah
bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah
yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan
ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN
10%.
e. Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak
langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP.
Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi
beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan
dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai
terakhir.
f. Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang
menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem
pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada
Hal. 5
saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus
dipungut saat penjualan.
g. Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu
transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus
dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila
konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak
dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam
negeri.
Gambar 1.1 PPN bersifat multi stage levy
Pajak Penjualan (PPn)
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 10.000 1.000 1.000 11.000
Tekstil 16.000 1.600 1.600 17.600
Garmen 22.600 2.260 2.260 24.860
Pedagang Besar 29.860 2.986 2.986 32.846
Pedagang Eceran 37.846 3.785 3.785 41.631
Jumlah dibayar pembeli akhir 41.631
Jumlah pajak ditanggung pembeli 11.631
Beban pajak = 11.631/37.846 31%
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengusaha Harga Jual PPN 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 10.000 1.000 1.000 11.000
Tekstil 16.000 1.600 600 16.600
Garmen 21.600 2.160 560 22.160
Pedagang Besar 27.160 2.716 556 27.716
Pedagang Eceran 32.716 3.272 556 33.272
Jumlah dibayar pembeli akhir 33.272
Jumlah pajak ditanggung pembeli 3.272
Beban pajak = 3.272/32.716 10%
Hal. 6
3. Mekanisme Pemungutan PPN
Mekanisme pemungutan PPN di Indonesia secara umum adalah
sebagai berikut :
(1) Penghitungan PPN terutang yang disetor ke negara menggunakan
indirect substraction method/credit method/invoice method dengan
cara mengkreditkan pajak masukan (PK‐PM).
(2) Direct Subtraction Method
Metode yang menggunakan bendaharawan pemerintah dan KPKN
(Kantor Perbendaharaan Kas Negara ) sebagai pemungut PPN atas
transaksi yang menggunakan dana APBN/APBD, diatur dalam
pasal 16A ttg pemungut PPN.
(3) Self Imposition Method
Yakni pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh perusahaan
ataupun orang pribadi yang melakukan usaha.
Contoh :
‐ Import BKP tidak berwujud /JKP oleh PKP dan bukan PKP
‐ Obyek PPN pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri
‐ Obyek PPN pasal 16 D atas penyerahan aktiva tidak untuk diper
jual belikan
Gambar 1.2 Mekanisme PK‐PM PPN
Hal. 7
Keterangan Gambar :
(1) Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan
membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang.
Pajak yang dapat dipungut disebut Pajak Keluaran (output tax).
(2) Pada saat suatu PKP membeli/menerima BKP atau JKP dari PKP
lain, maka PKP pembeli/penerima membayar pajak yang
terutang kepada negara lewat PKP penjual. Pajak yang dibayar
disebut Pajak Masukan (input tax).
(3) Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan dapat dikreditkan
terhadap Pajak Keluaran.
(4) Jika Pajak Keluaran > Pajak Masukan, berarti kurang bayar,
harus dibayar ke Kas Negara paling lambat akhir bulan
berikutnya sebelum SPT masa PPN disampaikan
4. Metode Perhitungan PPN
Metode penghitungan PPN ada tiga cara sebagai berikut :
a. Subtraction Method (pengurangan secara langsung), yakni
dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga
jual dengan harga beli
b. Indirect Substraction Method ( pengurangan secara tidak
langsung ), yakni dengan cara mengurangkan PPN yang
dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan
barang atau jasa dengan PPN yang dibayarkan kepada penjual
atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang dan atau jasa.
c. Addition Method (Metode penghitungan nilai tambah), yakni
mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan unsur‐unsur
nilai tambah.
C. LATIHAN
1. Jelaskan latar belakang timbulnya Pajak Pertambahan Nilai di
Indonesia, kaitkan dengan kelemahan dari Pajak Penjualan yang
berlaku sebelumnya!
2. PPN mempunyai banyak karakteristik, sebutkan dan jelaskan apa
saja!
3. Jelaskan apa saja mekanisme pemungutan PPN di Indonesia!
4. Jelaskan mengapa Pajak Pertambahan Nilai dikatakan netral
terhadap persaingan usaha baik di dalam negeri maupun persaingan
usaha di luar negeri!
Hal. 8
5. Lengkapilah tabel perhitungan PPN dan PPn di bawah ini, dengan
asumsi bahwa penjual BKP selanjutnya menginginkan laba
Rp10.000,00
Pajak Penjualan (PPn)
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 25.000 …………….. …………….. ……………..
Tekstil …………….. …………….. …………….. ……………..
Garmen …………….. …………….. …………….. ……………..
Pedagang Besar …………….. …………….. …………….. ……………..
Pedagang Eceran …………….. …………….. …………….. ……………..
Jumlah dibayar pembeli akhir ………………………….
Jumlah pajak ditanggung pembeli ………………………….
Beban pajak = ………………………….
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengusaha Harga Jual PPN 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 25.000 ……………. ……………. ……………………….
Tekstil ……………. ……………. ……………. ……………………….
Garmen ……………. ……………. ……………. ……………………….
Pedagang Besar ……………. ……………. ……………. ……………………….
Pedagang Eceran ……………. ……………. ……………. ……………………….
Jumlah dibayar pembeli akhir ………………………….
Jumlah pajak ditanggung pembeli ………………………….
Beban pajak = ………………………….
Hal. 9
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah TugasI Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas I
RINCIAN TUGAS :
Carilah UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudian kerjakan tugas di bawah
ini :
1. Apa yang dimaksud dengan barang dan Barang Kena Pajak (BKP)?
2. Apa yang dimaksud dengan jasa dan Jasa Kena Pajak (JKP)?
3. Pada pasal berapa dibahas Barang Kena Pajak dan barang tidak kena
pajak? Jelaskan dan berikan contohnya.
4. Pasal 1 UU Nomor 42 th 2009 membahas tentang apa saja?
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 10
E. RINGKASAN MATERI
Pajak Pertambahan Nilai mulai dipakai di Indonesia sejak
terbitnya Undang‐undang nomor 8 tahun 1983 yang berlaku sejak
tanggal 01 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah
digunakan cukup lama, yakni sejak tahun 1951 sampai dengan tahun
1983. Uniknya Undang –undang ini lebih terkenal dengan sebutan
Undang‐undang PPN tahun 1984.
Digantinya Pajak Penjualan dengan Pajak Pertambahan Nilai tak
lepas karena adanya kelemahan pada Pajak Penjualan antara lain seperti
(1) Adanya pajak berganda, (2) Adanya bermacam2 tarif (9 macam tarif),
sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya, (3) Tidak mendorong
ekspor, dan (4) Belum dapat mengatasi penyelundupan. Hal ini
kebalikan dari keunggulan PPN yang antara lain (1) Menghilangkan
pajak berganda, (2) Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan
pelaksanaan, (3) Dapat mendorong ekspor, dan (4) Netral terhadap
persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola konsumsi.
Secara umum, pemungutan PPN menggunakan metode indirect
substraction method /credit method/invoice method dengan cara
mengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran (PK‐PM),
tetapi selain cara tersebut masih ada cara lainnya yakni dengan cara
pemungutan secara langsung oleh bendaharawan pemerintah dan
KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas Negara ) sebagai pemungut PPN
atas transaksi yang menggunakan dana APBN/APBD, dan yang ketiga
adan Self Imposition Method yakni pemungutan PPN yang dilakukan
sendiri oleh perusahaan ataupun orang pribadi yang melakukan usaha
atas (1) Import BKP tidak berwujud /JKP oleh PKP dan bukan PKP, (2)
Obyek PPN pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri, dan (3) Obyek
PPN pasal 16 D atas penyerahan aktiva tidak untuk diperjual belikan.
Karakteristik PPN yang membuatnya menjadi unik dan berbeda
dibandingkan dengan pajak lainnya adalah sebagai berikut: (1) PPN
adalah pajak tidak langsung, artinya beban pajak dilimpahkan kepada
pihak lain. Sehingga pemikul beban pajak dan penyetor pajak ke negara
berada pada pihak yang berbeda, (2) PPN adalah pajak objektif, artinya
timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh objek pajak, (3) PPN
Indonesia menggunakan tarif tunggal 10%, (4) PPN bersifat multi stage
levy, artinya dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi., (5) PPN merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri
Hal. 11
(destination principle) dan (6) Pemungutan pajaknya menggunakan
faktur pajak.
F. REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A‐B
Perpajakan, Edisi Revisi 2009, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Hal. 12
Bab II OBJEK DAN BUKAN OBJEK PPN
A. PENGANTAR
Pada bab I sudah dijelaskan latar belakang timbulnya PPN,
metode untuk pemungutannya, karakteristiknya, dasar hukumnya
hingga perhitungan sederhana bagaimana PPN berbeda dengan Pajak
Penjualan yang salah satu efeknya menimbulkan beban pajak berganda.
Maka pada Bab II ini fokus bahasan ada pada objek dan bukan objek
PPN.
Objek PPN adalah barang dan jasa yang dikenai pajak berdasarkan
undang‐undang PPN 1984, dan dimuat pada pasal 4, pasal 16C, dan
pasal 16D . Pasal 4 mengatur pengenaan PPn atas penyerahan, impor
dan ekspor Barang Kena Pajak &/Jasa Kena Pajak, pasal 16 C mengatur
pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan baik orang pribadi maupun
badan , sedang pasal 16 D mengatur pengenaan PPN atas penyerahan
aktiva yang semula tujuannya tidak untuk diperjual belikan oleh
Pengusaha Kena Pajak.
Untuk lebih meningkatkan kepastian hukum dan rasa keadilan,
melalui undang‐undang ini pemerintah menetapkan beberapa jenis
barang yang tidak dikenai PPN (barang non PPN ) dan jasa yang tidak
dikenai PPN (jasa non PPN). Barang yang tidak dikenai PPN antara lain
: (1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, (2) Barang‐barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak , (3) Makanan dan minuman
yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di
tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, dan (4) Uang, emas
batangan, dan surat berharga.
Sedangkan jasa yang tidak dikenai PPN antara lain : (1) Jasa
pelayanan kesehatan medik, (2) Jasa pelayanan sosial, (3) Jasa
pengiriman surat dengan perangko, (4)Jasa keuangan, (5) Jasa asuransi,
(6) Jasa keagamaan, (7) Jasa dibidang pendidikan, (8) Jasa kesenian dan
hiburan, (9) Jasa penyiaran tidak bersifat iklan. (10) Jasa angkutan
Hal. 13
umum di darat, air, jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, (11) Jasa
Tenaga Kerja, (12) Jasa perhotelan, (13) Jasa yang disediakan pemerintah
dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, (14) Jasa
Penyediaan tempat parkir, (15) Jasa Telepon Umum koin, (16)Jasa
pengiriman uang dengan wesel pos, dan (17) Jasa Boga atau Katering.
Setelah menyelesaikan materi bahasan ini, diharapkan mahasiswa
dapat :
1. Menjelaskan Objek PPN
2. Menjelaskan Barang Kena Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
3. Menjelaskan Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa Kena Pajak
4. Menjelaskan Objek PPN Pasal 16 C
5. Menjelaskan Objek PPN Pasal 16 D
B. DESKRIPSI MATERI
1. Objek PPN
Objek PPN adalah barang dan jasa yang dikenai pajak
berdasarkan undang‐undang PPN 1984, dan dimuat pada pasal 4, pasal
16C, dan pasal 16D .
a. Objek PPN dalam Pasal 4 UU PPN 1984
PPN dikenakan atas :
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yg
dilakukan oleh pengusaha
Penjelasan :
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang
Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi
belum dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi
syarat‐syarat sebagai berikut : (a) barang berwujud yang
diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; (b) barang tidak
berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud; (c )penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
dan (d) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud” adalah:
Hal. 14
a) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang
kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain
atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial
atau hak serupa lainnya;
b) penggunaan atau hak menggunakan peralatan
/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
c) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah,
teknikal, industrial, atau komersial;
d) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan
dengan penggunaan atau hak menggunakan hak‐hak
tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau
pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada
angka 3, berupa penerimaan atau hak menerima rekaman
gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan
kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa; penggunaan atau hak menggunakan
rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk
siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan
melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa; dan penggunaan atau hak menggunakan sebagian
atau seluruh spektrum radio komunikasi;
e) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup
(motion picture films), film atau pita video untuk siaran
televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
f) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan
dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak‐hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
2) Impor Barang Kena Pajak.
Penjelasan :
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak.
Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak dalam
daerah pabean , siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak
ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah
Hal. 15
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau
tidak, tetap dikenai pajak.
3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yg
dilakukan oleh pengusaha
Penjelasan :
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa
Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
belum dikukuhkan.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi
syarat‐syarat sebagai berikut: (a) jasa yang diserahkan
merupakan Jasa Kena Pajak; (b) penyerahan dilakukan di dalam
Daerah Pabean; dan (c) penyerahan dilakukan dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak
adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan
sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma‐cuma.
4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
Penjelasan :
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak
yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean
juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh:
Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak
menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang
berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut
oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean didalam
daerah pabean.
Penjelasan :
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai
Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di
Hal. 16
Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang
berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak
tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6) Ekspor Barang Kena Pajak berwujud yang dilakukan Pengusaha
Kena Pajak.
Penjelasan :
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
7) Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak
Penjelasan :
Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
8) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Penjelasan :
Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah
penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar
Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan
dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan di luar Daerah Pabean.
b. Objek PPN pasal 16 C
Yakni objek PPN yang dikenakan atas kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain yang batasan dan tatacaranya diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
c. Objek PPN pasal 16 D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang
Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Pasal 9 ayat (8) huruf b adalah perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
Hal. 17
dengan kegiatan usaha, sedangkan Pasal 9 ayat (8) huruf c adalah
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
Penjelasan :
Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin,
bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh
Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan
Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan
huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Gambar 2.1 Objek PPN
2. BKP dan Barang Non PPN
a. Barang Kena Pajak
Dalam pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN tahun 1984
dikatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut
Hal. 18
sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang
tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, sedangkan Barang
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan
Undang‐Undang ini.
b. Penyerahan Barang Kena Pajak
Diatur dalam pasal 1 angka 4 yang mengatakan “Penyerahan
Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang
Kena Pajak” termasuk dalam pengertian di atas adalah :
1) penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “perjanjian” meliputi jual beli,
tukar‐menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian
lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
2) pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa
beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
Penjelasan :
Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena
perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha
(leasing).
Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang Kena Pajak
karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah
penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna
usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak
dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak
pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan
barang (lessee).
3) penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara
atau melalui juru lelang;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “pedagang perantara” adalah
orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian
atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain
Hal. 19
dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya
komisioner.
Yang dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru lelang
Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
4) pemakaian sendiri dan/atau pemberian cumacuma atas
Barang Kena Pajak;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah
pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri,
pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri
maupun bukan produksi sendiri.
Yang dimaksud dengan “pemberian cuma‐cuma”
adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik
barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri,
seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli.
5) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
Penjelasan :
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap
sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan ini adalah penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf e,
yakni, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat
dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa kendaraan
bermotor sedan dan station wagon yang Pajak Masukan
atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c tidak termasuk
dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
6) penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar
cabang;
Hal. 20
Penjelasan :
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari
satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun
sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena
Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan Barang
Kena Pajak.
Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal
atau tempat kedudukan. Yang dimaksud dengan “cabang”
antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan
tempat kegiatan usaha sejenisnya
7) penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi;
Penjelasan :
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak
Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang
Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan
tersebut.
Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut
tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan
kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan
mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang‐Undang ini
8) penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
Penjelasan :
Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak
sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan
bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan
nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan
prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu
kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya
kepada Tuan B, berdasarkan Undang‐Undang
ini,penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap
Hal. 21
dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada
Tuan B.
c. Bukan Penyerahan BKP
Sedangkan yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak
adalah sebagai mana tertulis dalam pasal 1A ayat (2) UU PPN,
yakni :
1) penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang‐ Undang
Hukum Dagang;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan ”makelar” adalah makelar
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang‐ Undang
Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang diangkat
oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden
dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka
menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan
pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas
amanat dan atas nama orang‐orang lain yang dengan
mereka tidak terdapat hubungan kerja.
2) penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang‐
piutang;
Penjelasan : sudah cukup jelas
3) penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
Penjelasan :
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari
satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun
cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut
telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak
dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha
lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang)
dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak
antartempat pajak terutang.
Hal. 22
4) pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan
yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
dan
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “pemecahan usaha” adalah
pemisahan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang‐
Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.
5) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan yakni
yang tidak berhubungan langsung dengan usaha dan
jenisnya sedan dan station wagon.
d. Bukan Barang Kena Pajak
Maksudnya adalah barang yang tidak dikenai PPN ,
sesuai dengan pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984, barang yang
tidak dikenai PPN adalah :
1) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya;
Penjelasan :
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya meliputi:
a) minyak mentah (crude oil);
b) gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang
siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
c) panas bumi;
d) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur,
batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar
(feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer,
nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth),
tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit;
e) batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;
Hal. 23
f) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih
nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
2) barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak;
Penjelasan :
a) beras;
b) gabah;
c) jagung;
d) sagu;
e) kedelai;
f) garam, baik yang beryodium maupun yang tidak
beryodium;
g) daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi
telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong,
didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas,
digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara
lain, dan/atau direbus;
h) telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
i) susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung
tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas;
j) buah‐buahan, yaitu buah‐buahan segar yang dipetik,
baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas,
dipotong, diiris, di‐grading, dan/atau dikemas atau
tidak dikemas; dan
k) sayur‐sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,
ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah,
termasuk sayuran segar yang dicacah.
3) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan
dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau katering;
Penjelasan :
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan
pajak berganda karena sudah merupakan objek pengenaan
Hal. 24
Pajak Daerah.
4) uang, emas batangan, dan surat berharga.
3. JKP dan Bukan JKP
a. Jasa Kena Pajak
Dalam pasal 1 angka 5 dan 6 undang‐undang PPN 1984
disebutkan : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Sedangkan
Jasa Kena Pajak jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang‐
Undang ini.
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
pemberian Jasa Kena Pajak. Pengusaha yang melakukan
kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi
syarat‐syarat sebagai berikut: (a) jasa yang diserahkan
merupakan Jasa Kena Pajak; (b) penyerahan dilakukan di
dalam Daerah Pabean; dan (c) penyerahan dilakukan dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak
adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan
sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma‐cuma.
Menurut pasal 7 ayat 2 huruf c UU PPN 1984, Tarif Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas
ekspor Jasa Kena Pajak, tetapi didalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011, tentang Batasan Kegiatan
dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai PPN,
dikatakan bahwa “Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak
yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh
Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon dilaporkan
Hal. 25
sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai.”
Kemudian dalam pasal 2 PMK Nomor 70/PMK.03/2010,
dikatakan :
(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan
tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan
Pajak.
(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah 0% (nol persen).
(4) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah Penggantian
Menurut pasal 2 PMK 70/PMK.03/2010, selain ekspor
Jasa Maklon, ekspor JKP yang terutang PPN juga dikenakan
terhadap :
(1) jasa perbaikan dan perawatan
(2) jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
pekerjaan konstruksi.
c. Bukan Jasa Kena Pajak
Bukan Jasa Kena Pajak maksudnya adalah jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Diatur dalam pasal 4A ayat
(3) UU PPN 1984. Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa
sebagai berikut:
1) jasa pelayanan kesehatan medis;
Penjelasan :
Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
a) jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b) jasa dokter hewan;
c) jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi,
ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
d) jasa kebidanan dan dukun bayi;
e) jasa paramedis dan perawat;
Hal. 26
f) jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan,
laboratorium kesehatan, dan sanatorium
g) jasa psikolog dan psikiater; dan
h) jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan
oleh paranormal.
2) jasa pelayanan sosial;
Penjelasan :
Jasa pelayanan sosial meliputi:
a) jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b) jasa pemadam kebakaran;
c) jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) jasa lembaga rehabilitasi;
e) jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman,
termasuk krematorium; dan
f) jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
3) jasa pengiriman surat dengan perangko;
Penjelasan :
Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa
pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel
dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4) jasa keuangan;
Penjelasan :
Jasa keuangan meliputi:
a) jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
b) jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau
meminjamkan dana kepada pihak lain dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c) jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, berupa:
(1) sewa guna usaha dengan hak opsi;
(2) anjak piutang;
(3) usaha kartu kredit; dan/atau
(4) pembiayaan konsumen;
d) jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai,
termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
Hal. 27
e) jasa penjaminan.
5) jasa asuransi;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa
pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi
jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk
jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai
kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
6) jasa keagamaan;
Penjelasan :
Jasa keagamaan meliputi:
a) jasa pelayanan rumah ibadah;
b) jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c) jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
d) jasa lainnya di bidang keagamaan.
7) jasa pendidikan;
Penjelasan :
Jasa pendidikan meliputi:
a) jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah,seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan
pendidikan profesional;
b) jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
8) jasa kesenian dan hiburan;
Penjelasan :
Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.
9) jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
Penjelasan :
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa
penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi
pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak
dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10) jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan
udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
Hal. 28
11) jasa tenaga kerja
Penjelasan :
Jasa tenaga kerja meliputi:
a) jasa tenaga kerja;
b) jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha
penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil
kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c) jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12) jasa perhotelan;
Penjelasan :
Jasa perhotelan meliputi:
a) jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas
yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu
yang menginap;
b) jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
dan hostel.
13) jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum;
Penjelasan :
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi
jenis‐jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah,
antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan,
pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor
Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk
14) jasa penyediaan tempat parkir;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “jasa penyediaan tempat parkir”
adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh
pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15) jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam” adalah jasa telepon umum
Hal. 29
dengan menggunakan uang logam atau koin, yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
16) jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17) jasa boga atau katering.
4. Objek PPN Pasal 16 C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan
membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata
caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Menurut PMK nomor 163/PMK.03/2012, :
a. Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun
bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
b. Syarat PPN KMS :
Bangunan yang dikenai PPN KMS adalah satu atau lebih
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
1) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan
batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
2) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan
usaha; dan
3) luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter
persegi).
c. Tarif PPN KMS
1) 10 % dikali Dasar Pengenaan Pajak.
2) Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (dua puluh persen) dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga
perolehan tanah.
d. Saat dan Tempat Terutang PPN KMS
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan
membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan
sampai dengan bangunan selesai. Kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu
Hal. 30
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan‐
tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Dan Pajak
Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan
membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan
membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut
didirikan.
e. Penyetoran dan Pelaporan PPN KMS :
1) Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan
membangun sendiri wajib disetor ke kas negara melalui
kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
2) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan
di bidang perpajakan.
3) Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi
atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan
NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
4) Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda
dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a) kolom NPWP diisi dengan :
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut
didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b) pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan
NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri.
Hal. 31
5) Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan
membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) kolom NPWP diisi dengan :
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut
didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b) pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan
alamat orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri.
6) Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai terutang ke Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan
didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat
Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak. Ketentuan tambahan :
a) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan
berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama
tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar,
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan
membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar
ketiga Surat Setoran Pajak
b) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan
berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama
yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat
orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri selain wajib melaporkan
Hal. 32
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib
melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan
melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran
Pajak
c) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di
lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain
wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
terutang, wajib melaporkan kegiatan membangun
sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi
lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
f. Hal‐hal lain yang perlu diperhatikan :
1) Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun
sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal
atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan
bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas
kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang
menggunakan bangunan tersebut;
2) Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun
sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat
menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak
Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak
lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung
jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang.
3) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang dan/atau
kewajiban pelaporan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan
Hal. 33
didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran .
4) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri telah melakukan penyetoran
atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan
membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki
dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak diyakini
terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak
wajar, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat
menerbitkan surat himbauan
5) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterbitkannya surat teguran atau surat himbauan, orang
pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun
sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat
melakukan verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan
besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan
membangun sendiri tersebut.
6) Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas
kegiatan membangun sendiri.
7) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan
menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perundang‐undangan
di bidang perpajakan.
8) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri telah memiliki NPWP namun
berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP
sebagai cabang sesuai ketentuan perundang‐undangan di
bidang perpajakan
g. Penetapan secara jabatan PPN KMS :
1) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang
menyetorkan ke Kas Negara Pajak Pertambahan Nilai
terutang, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Hal. 34
Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil
pemeriksaan atau verifikasi.
2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi,
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri tidak memberikan data atau bukti
pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, maka jumlah
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan ditetapkan secara jabatan
berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan
Gedung Negara (HSBGN) masing‐masing daerah sesuai
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara dan perubahannya.
3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi,
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri memberikan data atau bukti pendukung
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak
lengkap, sehingga:
a) jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan lebih rendah
dari nilai terendah data Harga Satuan Bangunan Gedung
Negara (HSBGN), maka penetapan secara jabatan
dihitung berdasarkan data nilai terendah data Harga
Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) tersebut;
atau
b) jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan lebih tinggi
dari nilai terendah data Harga Satuan Bangunan Gedung
Negara (HSBGN), maka penetapan secara jabatan
dihitung berdasarkan data atau bukti pendukung biaya
yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan.
4) Penetapan secara jabatan berdasarkan nilai terendah dari
data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN)
mengacu pada Pedoman Penggunaan Harga Satuan
Bangunan Gedung Negara (HSBGN) Dalam Rangka
Hal. 35
Penetapan Secara Jabatan Jumlah Biaya yang Dikeluarkan
dan/atau yang Dibayarkan untuk Membangun Bangunan
yang Digunakan untuk Menghitung Kewajiban Pajak
Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri
h. Contoh Perhitungan PPN KMS
1) Contoh soal :
PT Grahaku membangun gedung kantor mulai Januari 2014,
seluas 1.500 m2, dengan perincian biaya selama Januari 2014
adalah sbb :
Pembersihan lahan Rp 5.000.000
Pemadatan lahan Rp 10.000.000
Pemancangan tiang Rp 17.500.000
Pembelian bahan
Besi Rp 120.000.000
Semen Rp 17.500.000
Pasir Rp 15.000.000
Batu kali Rp 15.000.000
Rp 167.500.000
Penyewaan Alat Berat Rp 30.000.000
Tenaga Kerja
Pengawas tukang 4 X 200.000 X 26 Rp 20.800.000
Kepala Tukang 8 X 150.000 X 26 Rp 31.200.000
Tukang 32 X 100.000 X 26 Rp 83.200.000
Pembantu tukang 24 X 75.000 X 26 Rp 46.800.000
Rp182.000.000
Total Biaya Bulan Januari 2013 Rp412.000.000
DPP = 20 % X 412.000.000 Rp 82.400.000
PPN = 10 % X 82.400.000 Rp 8.240.00
2) Pada Bulan Desember 2014 Bapak Andi memulai
membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal
pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah
sebesar 200 m2, biaya‐biaya yang dikeluarkan oleh Bapak
Andi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai
dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
pembelian tanah sebesar Rp 200.000.000, pembelian bahan
baku bangunan keseluruhan Rp 180.000.000, biaya upah
mandor dan pekerja bangunan Rp. 70.000.000. Maka
Hal. 36
berapakah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas
pembangunan rumah tersebut?
Sesuai dengan PMK No. 163/PMK.03/2012 tarif PPN atas
Kegiatan Membangun Sendiri yang terhutang adalah:
= 10% X DPP
= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)
= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)
Sehingga PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang
terhutang adalah
= 10% X 20% X Rp 250.000.000 = Rp 5.000.000
5. Objek PPN Pasal 16 D
Menurut pasal 16 D undang‐undang PPN 1984, Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak
berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Pasal 9 ayat (8) huruf b adalah perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha, sedangkan Pasal 9 ayat (8) huruf c adalah
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin,
bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh
Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan
Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan
huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Jadi untuk bebas dari pengenaan PPN pasal 16 D ini, aktiva
yang dimiliki pengusaha kena pajak ini harus memenuhi 2
persyaratan berikut :
a. Tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha
Hal. 37
b. Bukan berjenis sedan dan station wagon
PPN dihitung dengan mengalikan tarif PPN 10% dengan harga pasar
wajar aktiva tersebut
Contoh perhitungan
Tuan A mengelola sebuah perusahaan persewaan kendaraan
bermotor. Adapun jenis kendaraan bermotor yang disewakan
adalah jip, van, dan sedan. Tuan A telah dikukuhkan sebagai PKP
sejak 21 April 2005. Dalam rangka peremajaan, maka dalam bulan
April 2014 dilakukan penjualan beberapa aktiva perusahaan, sebagai
berikut:
10 unit sedan yang semula disewakan yang dibeli pada 31 Maret 2010
dijual dengan harga jual seluruhnya Rp 1 milyar
2 unit Van yang semula untuk kegiatan pemasaran dan antar
jemput karyawan, yang dibeli 30 April 2011 dijual dengan harga jual
seluruhnya 150 juta;
Diminta : Hitung PPN yang terutang atas penjualan aktiva di atas!
Maka :
a. Atas penjualan 10 unit sedan senilai Rp 1 milyar
PPN = 10% X Rp 1 M Rp 100 juta
b. Atas penjualan 2 unit van senilai Rp150 juta
PPN = 10% X Rp150 juta Rp 15 juta
Jumlah PPN terutang keseluruhan Rp 115 juta
C. LATIHAN
1. Tentukan apakah transaksi berikut terutang PPN atau tidak?
a. Penjualan motor bekas oleh dealer PT. Maju Makmur.
b. Jasa perbankan dalam menghimpun uang masyarakat oleh BCA.
c. Impor komputer dr PT. IBM International (Amerika) ke PT. Pasti
Untung di Berikat Nusantara Pulogadung.
d. PT. Carefour Indonesia membeli beras dari kelompok tani
makmur.
e. PT. Carefour Indonesia membeli madu murni dari PT. Perhutani
(Persero)
f. Apotik Kimia Farma jual obat kepada pasen di RSCM.
g. PT. Carefour Indonesia menjual beras rojolele kepada konsumen.
h. Kantor pusat PT. Malu‐Malu Kucing di Jakarta mengirim mobil
dinas atas nama kantor pusat ke kantor cabangnya di Maluku.
Hal. 38
2. Pada Bulan April 2015 Tuan Wijaya memulai membangun sebuah
rumah untuk tempat tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari
rumah tersebut adalah sebesar 250 m2, biaya‐biaya yang dikeluarkan
oleh Bapak Andi di Bulan April 2015 dalam upaya membangun
rumah tersebut adalah sebagai berikut: pembelian tanah seluas 300
M2 di Bogor sebesar Rp 225.000.000, pembelian bahan baku
bangunan keseluruhan Rp 80.000.000, biaya upah mandor dan
pekerja bangunan Rp. 20.000.000. Maka berapakah Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang atas pembangunan rumah
tersebut?
D. TUGAS
PETUNJUK :
Tugas ini adalah Tugas II Mata Kuliah Perpajakan 2
Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,25
Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan
mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas II
Hal. 39
RINCIAN TUGAS :
1. Carilah contoh perhitungan untuk PPN pasal 16 D untuk aktiva yang
semula tidak utuk dijual, kemudian bandingkan pengenaannya
sebelum berlakunya UU no 42 tahun 2009 tentang PPN & PPnBM 1,
dengan sesudah berlakunya Undang‐undang tersebut.
2. Kapan saja penyerahan Barang Kena Pajak terutang PPN?
3. Apa syaratnya penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN?
4. Jelaskan apa saja ekspor JKP yang dikenai PPN dan bagaimana
perlakuan terhadap pajak masukannya?
E. RINGKASAN MATERI
PPN adalah negative list maksudnya barang dan jasa yang tertulis
dalam undang‐undang ini tidak dikenai pajak, jadi yang tidak tertulis
semuanya dikenakan pajak pertambahan nilai. Barang Kena Pajak
adalah semua barang yang dikenai pajak menurut undang‐undang PPN
1984, demikian juga Jasa Kena Pajak adalah semua jasa yang dikenai
pajak menurut UU PPN 1984.
Objek PPN adalah barang dan jasa yang dikenai pajak berdasarkan
undang‐undang PPN 1984, dan dimuat pada pasal 4, pasal 16C, dan
pasal 16D . Pasal 4 mengatur pengenaan PPn atas penyerahan, impor
dan ekspor Barang Kena Pajak &/Jasa Kena Pajak, pasal 16 C mengatur
pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan baik orang pribadi maupun
badan , sedang pasal 16 D mengatur pengenaan PPN atas penyerahan
aktiva yang semula tujuannya tidak untuk diperjual belikan oleh
Pengusaha Kena Pajak.
Untuk lebih meningkatkan kepastian hukum dan rasa keadilan,
melalui undang‐undang ini pemerintah menetapkan beberapa jenis
barang yang tidak dikenai PPN (barang non PPN ) dan jasa yang tidak
dikenai PPN (jasa non PPN). Barang yang tidak dikenai PPN antara lain
: (1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, (2) Barang‐barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak , (3) Makanan dan minuman
yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di
tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, dan (4) Uang, emas
batangan, dan surat berharga.
Hal. 40
Sedangkan jasa yang tidak dikenai PPN antara lain : (1) Jasa
pelayanan kesehatan medik, (2) Jasa pelayanan sosial, (3) Jasa
pengiriman surat dengan perangko, (4)Jasa keuangan, (5) Jasa asuransi,
(6) Jasa keagamaan, (7) Jasa dibidang pendidikan, (8) Jasa kesenian dan
hiburan, (9) Jasa penyiaran tidak bersifat iklan. (10) Jasa angkutan
umum di darat, air, jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, (11) Jasa
Tenaga Kerja, (12) Jasa perhotelan, (13) Jasa yang disediakan pemerintah
dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, (14) Jasa
Penyediaan tempat parkir, (15) Jasa Telepon Umum koin, (16)Jasa
pengiriman uang dengan wesel pos, dan (17) Jasa Boga atau Katering.
F. REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A‐B
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak
PMK No. 30/PMK.03/2011, tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena
Pajak yang atas Ekspornya Dikenai PPN
PMK No. 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan
PPN atas KMS
PER‐25/PJ/2012 tentang Penetapan Secara Jabatan atas Jumlah Biaya
Yang Dikeluarkan Dan / Atau Yang Dibayarkan Untuk
Membangun Bangunan Dalam Rangka Kegiatan Membangun
Sendiri.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=11, diakses
tanggal 10 November 2015
Hal. 41
Bab III SUBJEK DAN BUKAN SUBJEK PPN
A. PENGANTAR
Pada bab I dan II sudah dijelaskan latar belakang pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, metode pemungutan, objek dan bukan objek nya.
Maka pada bab ini yang akan dipelajari adalah subjek Pajak
Pertambahan Nilai, yang dapat berupa Pengusaha Kena Pajak maupun
bukan Pengusaha Kena Pajak, dan apa saja hak dan kewajiban yang
mengikutinya.
Pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
dikenal dengan istilah Withholding Tax. Dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sebagai otorisator pemungutan pajak di Indonesia
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pihak ketiga untuk
mengemban tugas dalam pelaksanaan teknis pemungutan pajak yang
terkait dengan adanya suatu transaksi maupun penghasilan yang
diterima oleh pembayar pajak yang sesungguhnya dengan dan/atau dari
pihak ketiga sebagai mitra DJP dalam pemungutan pajak. Salah satu
pihak ketiga yang mendapatkan tugas untuk memungut pajak yakni
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Setelah menyelesaikan materi bab III ini, mahasiswa diharapkan
dapat :
1. Menjelaskan Subjek PPN
2. Menjelaskan Pengusaha Kena Pajak : definisi, pengukuhan, dan
kewajiban
3. Menjelaskan Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
4. Menjelaskan hubungan istimewa
B. DESKRIPSI MATERI
1. Subjek PPN
Subjek Pajak PPN adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut
peraturan perundang‐undangan ditentukan untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan di bidang PPN. Orang Pribadi atau Badan
tersebut dapat berupa Pengusaha Kena Pajak maupun yang belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Subjek Pajak PPN terdiri dari :
Hal. 42
a. Pengusaha Kena Pajak (PKP), yakni :
1) Pengusaha yang menyerahkan BKP / JKP (Ps. 4 ay. (1) huruf a
dan c UU PPN)
2) Pengusaha yang mengekspor BKP / JKP (Ps. 4 ay (1) huruf f, g, h)
3) Pengusaha yang menyerahkan aktiva yang semula tidak untuk
dijual (Ps. 16D)
b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP), yakni :
1) Mengimpor BKP / JKP (Ps.4 ay. (1) huruf b, c dan e)
Orang Pribadi atau Badan (bukan PKP) yang memanfaatkan
BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean, dan
memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean, wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang dengan
menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal
orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut paling
lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
2) Pengusaha atau bukan pengusaha yang membangun sendiri
bangunan tidak dalam kegiatan usaha / pekerjaan (Ps. 16C)
2. Pengusaha Kena Pajak : Definisi, Pengukuhan, dan Kewajiban
a. Definisi Pengusaha Kena Pajak
Menurut Pasal 1 UU PPN, Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya :
1) menghasilkan barang,
Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan pada ayat
ini adalah kegiatan:
a) merakit, yaitu menggabungkan bagian‐bagian lepas dari
suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan
perabot rumah tangga;
b) memasak, yaitu mengolah barang dengan cara
memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tidak;
c) mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur
(zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;
d) mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam
suatu benda untuk melindunginya dari kerusakan
dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya; dan
Hal. 43
e) membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda
cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;
serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan
kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain
melakukan kegiatan tersebut.
2) mengimpor barang,
3) mengekspor barang,
4) melakukan usaha perdagangan,
5) memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean,
6) melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
7) memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang‐Undang ini
b. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di
dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP, JKP,
dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih
dikukuhkan menjadi PKP. Apabila pengusaha kecil memilih
menjadi PKP, UU PPN juga berlaku sepenuhnya bagi
pengusaha kecil tersebut.
Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui
batasan peredaran bruto (omzet) Rp 4,8 miliar sampai dengan
suatu bulan dalam satu tahun buku, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP paling lama akhir
bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Apabila diperoleh data dan/ atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan tidak dipenuhi
pengusaha, artinya seharusnya pengusaha tersebut menjadi
Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk
Hal. 44
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Direktur
Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha
tersebut sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat
ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh:
Bapak Meidi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan
berdasarkan hasil ekstensifikasi (pencarian data yang lebih
luas) pada bulan Desember 2014 diketahui bahwa batasan
Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2014. Maka
saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak bulan Mei 2014
dan atas PPN terutang dari bulan Mei s.d. Nopember 2014
beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN terhutang.
c. Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Dalam pasal 3 A UU PPN, pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP di dalam Daerah
Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, ekspor JKP,
dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib :
1) Memungut pajak yang terutang;
2) Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang; dan
3) Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN.
Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melapor‐kan
PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat
pengukuhan sebagai PKP.
Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak adalah:
1) Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP;
Hal. 45
Pajak Masukan adalah PPN yang sudah dibayar oleh PKP
karena memperoleh atau membeli BKP dan/atau JKP.
Kemudian Pajak Masukan tersebut dapat berfungsi menjadi
kredit atau pengurang pajak keluaran apabila PKP menjual
barang. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut oleh PKP
saat melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
2) Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN. Apabila Pajak
Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka PKP
dapat mengajukan restitusi atau kompensasi. Restitusi
adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak, selain restitusi PKP dapat melakukan kompensasi
kelebihan Pajak Masukan untuk masa pajak berikutnya.
3. Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
197/PMK.03/2013 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2014,
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun
buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah). Peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
sebagaimana dimaksud adalah jumlah keseluruhan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku
adalah tahun kalender.
Hal. 46
Gambar 3.1 Batas Peredaran Bruto PKP, sumber Ortax.org
Atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh
Pengusaha Kecil tidak dikenakan PPN, kecuali jika Pengusaha Kecil
tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha Kecil
diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diwajibkan terhadap
PKP pada umumnya. Ketentuan tidak dikenakan PPN tidak berlaku
apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
4. Hubungan Istimewa
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE ‐
18/PJ.53/1995, hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak
dengan pihak yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau
keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan oleh salah satu
dari faktor‐faktor sebagai berikut :
a. Faktor Kepemilikan atau penyertaan
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan
kepemilikan berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh
lima perseratus) atau lebih, baik secara langsung atau tidak
langsung.
Hal. 47
Contoh :
1) Penyertaan secara langsung
PT. A memiliki 50% (lima puluh perseratus) saham PT. B.
Kepemilikan saham PT. B oleh PT. A tersebut merupakan
penyertaan modal secara langsung sebesar lebih dari 25%
(dua puluh lima perseratus). Dalam hal ini Dianggap ada
hubungan istimewa antara PT. A dan PT. B.
2) Penyertaan secara tidak langsung
Jika PT. B tersebut diatas memiliki 50% (lima puluh
perseratus) saham PT. C maka PT. A sebagai pemegang
saham PT. B, secara tidak langsung mempunyai penyertaan
pada PT. C sebesar 25% (dua puluh lima perseratus). Dalam
hal tersebut, antara PT. A, PT. B, dan PT. C terdapat
hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan tersebut diatas
juga dapat terjadi antara orang pribadi dan badan.
b. Faktor Penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi.
Hubungan istimewa antara pengusaha dapat juga terjadi karena
adanya penguasaan melalui manajemen ataupun penggunaan
teknologi, meskipun tidak terdapat hubungan kepemilikan.
Hubungan istimewa ada apabila satu atau lebih perusahaan
berada dibawah penguasaan yang sama. Demikian juga
hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam
penguasaan Pengusaha yang sama tersebut.
Contoh :
1) Penguasaan melalui manajemen :
TA, Direktur Utama di perusahaan BB, juga menjabat
sebagai Direktur Utama di Perusahaan C. Dalam hal ini ada
hubungan istimewa antara perusahaan BB dan C, karena
adanya penguasaan melalui manajemen oleh TA terhadap
perusahaan BB dan C.
2) Penguasaan melalui penggunaan Teknologi :
Perusahaan X yang memproduksi minuman menggunakan
Formula yang diciptakan oleh perusahaan Y. Dalam hal ini
ada penguasaan melalui penggunaan teknologi oleh
perusahaan Y terhadap perusahaan X, sehingga terjadi
hubungan istimewa antara perusahaan X dan perusahaan Y.
Hal. 48
c. Faktor hubungan keluarga sedarah atau semenda
Hubungan keluarga sedarah atau semenda ini dapat
menimbulkan hubungan istimewa diantara orang pribadi.
Hubungan keluarga sedarah yang menimbulkan hubungan
istimewa adalah hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat yaitu hubungan antara seseorang
dengan ayahnya, atau dengan ibunya, atau dengan anaknya,
dan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke
samping satu derajat, yaitu hubungan antara seseorang dengan
kakaknya, atau dengan adiknya.
Hubungan keluarga semenda yang dapat menimbulkan
hubungan istimewa adalah hubungan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus satu derajat, yaitu hubungan antara
seseorang dengan mertuanya, atau dengan anak tirinya, dan
hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping
satu derajat, yaitu hubungan antara seseorang dengan iparnya.
Apabila antara suami istri terdapat perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan, maka antara suami istri tersebut terdapat
hubungan istimewa.
Hubungan istimewa akan dapat mempengaruhi harga, yaitu adanya
kemungkinan harga ditekan lebih rendah dari harga pasar. Dalam
hal demikian maka yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah
harga pasar yang wajar yang berlaku di pasar bebas.
C. LATIHAN
1. Jelaskan siapa sajakah yang menjadi subjek Pajak Pertambahan
Nilai!
2. Siapakah yang diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dan apa
hak dan kewajiban dari Pengusaha Kena Pajak?
3. Jika pada bulan Maret 2015, Kepala KPP memperoleh data bahwa
jumlah peredaran bruto CV Mawar Melati selaku pemborong pada
tahun buku 2014 mencapai jumlah Rp5.000.000.000,00 (5 milyar
rupiah) namun berdasar data di KPP, CV Mawar Melati belum
dikukuhkan sebagai PKP, dan berdasar hasil pemeriksaan diketahui
bahwa jumlah peredaran bruto dari Januari sampai dengan 15 Juli
Hal. 49
2014 mencapai Rp4.850.000.000, jelaskan apa yang akan dikenakan
terhadap CV Mawar Melati atas kondisi di atas?
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas III Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas III
RINCIAN TUGAS :
1. Pada pasal berapa saja dalam undang‐undang PPN dan PPnBM
nomor 42 tahun 2009 yang mengatur tentang subjek PPN? Ketik
pasal dan isinya. Serta beri pendapat Saudara.
2. Carilah kasus yang sumbernya dapat dari mana saja, tentang
pengukuhan secara jabatan Pengusaha Kena Pajak disertai
sanksi/kewajiban yang mengikutinya!
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 50
E. RINGKASAN MATERI
Subjek PPN dapat berupa Pengusaha Kena Pajak dan Bukan
Pengusaha Kena Pajak, yang keduanya dapat merupakan Orang Pribadi
maupun Badan Hukum.
Sebagai Subjek PPN ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak adalah (1) Memungut pajak yang
terutang; (2) Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan,
serta menyetorkan PPnBM yang terutang; dan (3) Melaporkan
penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN.
Sedangkan hak Pengusaha Kena Pajak adalah (1) Pengkreditan
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP; (2) Restitusi atau kompensasi
atas kelebihan PPN untuk masa pajak berikutnya .
F. REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 1 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang‐undang PPN dan PPnBM
PMK No. 197 tahun 2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN
SE No. 18/ tahun 1995, tentang Pengertian Hubungan Istimewa
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=17, diakses
tanggal 11 November 2015
Hal. 51
BAB IV FASILITAS PPN & PPnBM
A. PENGANTAR
Pemerintah dalam rangka untuk mendorong berhasilnya sektor
kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional,
mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing,
mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan
nasional, memberikan kemudahan dalam bentuk fasilitas perpajakan
Menurut pasal 16 B ayat (1) Undang‐undang PPN dan PPnBM,
dikatakan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau
seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk
sementara waktu maupun selamanya, untuk: (1) kegiatan di kawasan
tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; (2) penyerahan
Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
(3) impor Barang Kena Pajak tertentu; (4) pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; dan (5) pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Setelah menyelesaikan materi ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
2. Menjelaskan Fasilitas Pajak Terutang Tidak Dipungut
3. Menjelaskan Fasilitas Pajak Terutang Dibebaskan
4. Memberi Contoh Perhitungan
B. DESKRIPSI MATERI
1. Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
Berdasarkan pasal 16 B ayat (1) Undang‐undang PPN dan PnBM,
pemerintah memberikan dua macam fasilitas yakni :
a. Fasilitas PPN Tidak Dipungut
b. Fasilitas PPN Dibebaskan.
Keduanya diberikan untuk :
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam
Daerah Pabean;
Hal. 52
b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa
Kena Pajak tertentu;
c. impor Barang Kena Pajak tertentu;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean.
Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya
untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar‐benar
diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi
yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong
perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing,
mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar
pembangunan nasional.
Kemudahan perpajakan yang diatur dalam Pasal ini diberikan
terbatas untuk:
a. mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di
tempat Penimbunan Berikat atau untuk mengembangkan
wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk
maksud tersebut;
b. menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain
dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi
internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman
internasional lainnya;
c. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui
pengadaan vaksin yang diperlukan dalam rangka program
imunisasi nasional;
d. menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang
memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari
ancaman eksternal maupun internal;
e. menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional;
f. meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan
membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan
buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau
masyarakat;
Hal. 53
g. mendorong pembangunan tempat ibadah;
h. menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau
oleh masyarakat lapisan bawah, yaiturumah sederhana, rumah
sangat sederhana, danrumah susun sederhana;
i. mendorong pengembangan armada nasional di bidang
angkutan darat, air, dan udara;
j. mendorong pembangunan nasional dengan membantu
tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti bahan baku
kerajinan perak;
k. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai
dengan hibah dan/atau dana pinjamannluar negeri;
l. mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi
Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk;
m. membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam
yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional;
n. menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat; dan/atau
o. menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk
mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di
daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya
yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan
orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang
tersedia sangat tinggi.
Perbedaan Fasilitas PPN tidak dipungut dengan Fasilitas PPN
dibebaskan adalah Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat
dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang dibayar untuk
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
2. Fasilitas Pajak Terutang Tidak Dipungut
a. Sehubungan dengan proyek pemerintah dengan sumber
dana dari hibah/bantuan LN, dasar hukum Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 1995, yang diperbarui dengan PP
Hal. 54
Nomor 25 Tahun 2001 tentang Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, PPN & PPnBM, dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan
Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana
Pinjaman Luar Negeri, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE ‐ 19/PJ.53/1996.
Fasilitas PPN dan PPn BM tidak dipungut untuk proyek
Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/dana pinjaman luar
negeri, pada prinsipnya diberikan untuk :
1) Pemasukan barang/jasa dari luar daerah pabean oleh
kontraktor utama yang meliputi :
a) impor Barang Kena Pajak (BKP),
b) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah
pabean,
c) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean.
2) Penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh
kontraktor utama kepada pemilik proyek.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam
daerah pabean yang dilakukan oleh kontraktor utama dari sub
kontraktor atau pihak lain, tetap terutang PPN yang bagi
kontraktor utama merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, sepanjang Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
tersebut digunakan untuk mengerjakan proyek tersebut.
Dalam hal proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/dana
pinjaman luar negeri dikerjakan oleh kontraktor utama yang
merupakan Joint Operation (JO), maka berlaku ketentuan‐
ketentuan sebagai berikut :
1) JO dan anggota JO harus terdaftar sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dari JO kepada pemilik proyek tidak dipungut PPN, namun
Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh JO dengan diberi cap
"PPN dan PPn BM tidak dipungut".
3) Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dari anggota JO kepada JO, terutang PPN dan anggota JO
harus membuat Faktur Pajak kepada JO. Bagi anggota JO,
Hal. 55
PPN dalam Faktur Pajak itu merupakan Pajak Keluaran dan
bagi JO, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.
4) Atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh
anggota JO tetap terutang PPN yang dapat merupakan Pajak
Masukan bagi anggota JO tersebut.
Dalam hal kontraktor utama melaksanakan proyek atas dasar
"turn key", namun barang‐barang yang tercantum dalam daftar
barang yang akan diimpor (Master List), diimpor oleh dan atas
nama pemilik proyek, maka Dasar Pengenaan Pajak yang
tercantum dalam Faktur Pajak dibuat atas dasar nilai kontrak
dikurangi dengan nilai impor atas barang‐barang yang
Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD‐nya) atas nama
pemilik proyek tersebut.
Dalam hal kontraktor utama melaksanakan proyek Pemerintah
yang sebagian dananya dibiayai dari hibah/dana pinjaman luar
negeri dan sebagian lainnya dari APBN/APBD/dana lain selain
hibah/dana pinjaman luar negeri, maka ketentuannya adalah
sebagai berikut :
1) Atas penyerahan/penerimaan termin proyek yang dibiayai
dari hibah/dana pinjaman luar negeri :
a) Tidak dipungut PPN dan PPn BM,
b) Faktur Pajak tetap dibuat dengan diberi cap "PPN dan
PPn BM tidak dipungut",
c) Surat Setoran Pajak tidak perlu dibuat.
2) Atas penyerahan/penerimaan termin proyek yang dibiayai
dengan dana dari APBN/APBD/dana lain selain hibah/dana
pinjaman luar negeri :
a) terutang PPN,
b) Faktur Pajak harus dibuat,
c) Surat Setoran Pajak harus dibuat, sesuai dengan
ketentuan‐ketentuan dalam pelaksanaan Keputusan
Presiden Nomor 56 Tahun 1988.
b. Penyerahan BKP di /Ke Kawasan Berikat
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
255/PMK.04/2011, maka :
Hal. 56
1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) tidak dipungut atas:
2) pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean
ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut;
3) pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan
Berikat dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lain
atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah
pabean ke Kawasan Berikat;
4) pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding)
dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau
perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke
Kawasan Berikat;
5) pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau
perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang
Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari
tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut
oleh Kawasan Berikat;
6) pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan
Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah
pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil
produksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah
pabean, yang semata‐mata akan digabungkan dengan
barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk
diekspor;atau
7) pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari
tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat
untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi
Kawasan Berikat.
c. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000
tentang Perlakuan Perjakan di Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET).
Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya
disebut PDKB, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan
fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang
Hal. 57
dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut atas:
1) impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;
2) impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
3) pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia
Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk
diolah lebih lanjut;
4) pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya
untuk diolah lebih lanjut;
5) pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke
perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam
rangka subkontrak;
6) penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan
subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB
lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
7) peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka
subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL
atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.
d. Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
580/KMK.04/2003 yang diperbarui dengan PMK Nomor
15/PMK.011/2011 tentang Tata Laksana Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor dan Pengawasannya .
PPN tidak dipungut atas :
1) Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah,
dirakit, atau dipasang pada barang lain di Perusahaan
dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan
serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.
2) Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari
impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses
lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau
Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut
Cara untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut :
1) Perusahaan wajib memiliki Nomor Induk Perusahaan
(NIPER) yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah dengan cara
Hal. 58
mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) secara lengkap
dan benar kepada Kepala Kantor Wilayah secara elektronik.
2) Kantor Wilayah melakukan penelitian administratif dan
lapangan terhadap kebenaran data dalam DIPER, dan
hasilnya dituangkan dalam Berita Acara dalam waktu 14 hari
kerja.
3) Persetujuan atau penolakan terhadap permohonan NIPER
diberikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal Berita Acara.
4) Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut‐
turut terhitung sejak NIPER diterbitkan perusahaan tidak
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pemberian
Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM
tidak dipungut, NIPER dicabut.
5) Terhadap perusahaan penerima Pembebasan dan/atau
Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang
NIPER‐nya dicabut, BM dan/atau Cukai serta PPN dan
PPnBM yang terutang, bunga serta sanksi wajib dilunasi
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
pencabutan
6) dilakukan oleh perusahaan yang mengimpor barang
dan/atau bahan dan mengekspor hasil produksinya atau
perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke
Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada
barang lain;
7) perusahaan mengajukan surat permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah dengan melampirkan Daftar Keterkaitan
antara barang dan/atau bahan asal impor dengan hasil
produksi yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan
Berikat atau dijual ke dalam DPIL.
e. Impor BKP Tertentu yang Dibebaskan dari Bea Masuk
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
142/PMK.010/2015 yang mengatur tentang Perlakuan PPN dan PPn
BM atas Impor BKP yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk,
dapat diketahui bahwa Atas impor Barang Kena Pajak yang
dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Hal. 59
Penjualan Atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan perundang‐
undangan perpajakan yang berlaku, kecuali :
1) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2) barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan
terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
3) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan, atau barang untuk kepentingan
penanggulangan bencana alam;
4) barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang
untuk konservasi alam;
5) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
6) barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang cacat lainnya;
7) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8) barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar
negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri
Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota
Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri
sekurang‐kurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang
tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat
rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat;
9) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai
dengan ketentuan perundang‐undangan Pabean;
10) barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah
daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11) perlengkapan militer termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan
Negara;
12) barang impor sementara sesuai ketentuan peraturan
perundang‐undangan mengenai impor sementara;
13) barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi dan
eksploitasi hulu minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan
Hal. 60
eksploitasi panas bumi; epanjang memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a) barang tersebut belum dapat diproduksi dalam negeri;
b) barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun
belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
c) barang tersebut sudah diproduksi dalam negeri, namun
jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
14) barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam
kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor
15) barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan, dan pengujian, kemudian diimpor kembali; sepanjang pada saat ekspor Barang Kena Pajak dimaksud
dinyatakan akan diimpor kembali.
16) obat‐obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran
pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
17) bahan terapi manusia, pengelompokan darah dan bahan
penjenisan jaringan yang diimpor dengan menggunakan
anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat.
Untuk memperoleh fasilitas tersebut, Wajib Pajak harus
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai
bersamaan dengan permohonan untuk memperoleh fasilitas
pembebasan bea masuk, dengan dilampiri Rencana Impor Barang
(RIB) yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal
Minyak dan Gas Bumi atau Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, yang tata caranya mengikuti ketentuan
perundang‐undangan Pabean.
f. Fasilitas PPN Tidak Dipungut untuk JKP dan BKP Alat
Angkutan Tertentu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 TAHUN 2015 tentang
Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu yang Tidak
Dipungut PPN, Jasa yang tidak dipungut PPN nya meliputi :
1) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional,
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional, dan Perusahaan
Hal. 61
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan Nasional yang meliputi:
a) jasa persewaan kapal;
b) jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa
tambat, dan jasa labuh; dan
c) jasa perawatan dan reparasi (docking) kapal;
2) jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional yang meliputi:
a) jasa persewaan pesawat udara; dan
b) jasa perawatan dan reparasi pesawat udara; dan
c) jasa perawatan dan reparasi kereta api yang diterima oleh
Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum
Sedangkan barang kena pajak berupa alat angkutan tertentu yang
atas impor dan penyerahannya PPN tidak dipungut adalah :
1) alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, dan kereta api, serta suku cadangnya yang diimpor atau
diserahkan oleh atau kepada Kementerian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk melakukan impor tersebut;
2) kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan
kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal tongkang, dan suku cadangnya, serta
alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang
diserahkan atau diimpor untuk digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan
Nasional, dan Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan
usahanya;
3) pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan
penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya,
serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara
yang diperoleh atau diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan
Hal. 62
dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat
udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; dan
4) kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan
dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diserahkan
atau diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, dan komponen
atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan
Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau
Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum,
yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh Badan Usaha
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan
Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum
3. Fasilitas Pajak Terutang Dibebaskan
a. BKP Tertentu yang Atas Impomya dan atau
Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 69 th 2015 tentang Impor dan atau
Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang
DIbebaskan dari Pengenaan PPN, maka atas impor dan atau
penyerahan BKP tertentu di bawah ini mendapat fasilitas bebas dari
pengenaan PPN :
1) Rumah sederhana, RSS, rusun sederhana, pondok boro, asrama
mahasiswa dan pelajar serta perumahan lain yg ditetapkan
KMK.
2) Senjata, amunisi, alat angkut di air, alat angkut di bawah air,
alat angkut di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan
khusus lainnya dan komponen atau bahan yang diperlukan
dalam pembuatan senjata dan amunis oleh PT. PINDAD utk
TNI/Polri.
3) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program PIN.
4) Buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran
Menurut PMK Nomor 122/PMK.011/2013, :
Hal. 63
a) Atas impor dan/atau penyerahan buku‐buku pelajaran
umum, kitab suci, dan buku‐buku pelajaran agama,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b) Buku‐buku pelajaran umum yang dimaksud merupakan
buku‐buku fiksi dan nonfiksi untuk meningkatkan
pendidikan dan kecerdasan bangsa, yang merupakan buku‐
buku pelajaran pokok, penunjang dan kepustakaan.
c) Kitab suci yaitu:
(1) Kitab suci agama Islam meliputi kitab suci Alquran,
termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara
keseluruhan maupun sebagian, dan Jus Amma;
(2) Kitab suci agama Kristen Protestan meliputi kitab suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru termasuk tafsir
dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun
sebagian;
(3) Kitab suci agama Katolik meliputi kitab suci Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru termasuk tafsir dan
terjemahannya baik secara keseluruhan maupun
sebagian;
(4) Kitab suci agama Hindu meliputi kitab suci Weda,
Smerti, dan Sruti, Upanisad, Itihasa, Purnama,
termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara
keseluruhan maupun sebagian;
(5) Kitab suci agama Budha meliputi kitab suci Tripitaka
termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara
keseluruhan maupun sebagian; dan
(6) Kitab lainnya yang telah ditetapkan sebagai kitab suci
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh menteri dimaksud.
d) Buku‐buku pelajaran agama adalah buku‐buku fiksi dan
nonfiksi untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan
bangsa, yang merupakan buku‐buku pelajaran pokok,
penunjang dan kepustakaan di bidang agama.
5) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh
Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas
dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang
Hal. 64
diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI
Catatan :
Dalam hal BKP Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN
dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas ternyata digunakan
tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada
pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5
tahun sejak saat impor dan atau perolehan, maka PPN yang
dibebaskan wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 bulan sejak
barang modal tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahkan,
sedangkan PPN yang telah dibayarkan tidak dapat dikreditkan.
b. Penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang
dibebaskan dari PPN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007,
maka BKP strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah :
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah :
1) barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku
cadang;
2) makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
3) barang hasil pertanian;
Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari
kegiatan usaha di bidang:
(1) pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
(2) peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun
penangkaran; atau
(3) perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang
dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung
dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan
tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau
mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
4) bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan;
Hal. 65
5) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air
Minum;
6) listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600
(enam ribu enam ratus) watt; dan
7) Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut
RUSUNAMI, adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian
yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik
bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan
penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui
kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi,
yang memenuhi ketentuan :
(1) luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu
meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam
meter persegi);
(2) harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp
144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
(3) diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai
penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta
lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
(4) pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan
teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
(5) merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan
sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak
dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak dimiliki
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
RUSUNAMI yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, ternyata di gunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
atau kurang sejak perolehannya atas Pajak Pertambahan Nilai
yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau
Hal. 66
dipindahtangankan,dengan ditambah sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang‐undangan.
Dan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Pajak
Pertambahan Nilai yang dibebaskan tidak dibayar, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang‐undangan.
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat yang
mendapatkan fasilitas bebas PPN :
(1) Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam
proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha
Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
(2) makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku
untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan
(3) barang hasil pertanian
(4) bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan
(5) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air
Minum
(6) istrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600
(enam ribu enam ratus) watt
(7) RUSUNAMI
c. Penyerahan JKP Tertentu dengan Fasilitas PPN
Dibebaskan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 69 th 2015 tentang Impor dan atau
Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang
DIbebaskan dari Pengenaan PPN, maka atas impor dan atau
penyerahan BKP tertentu di bawah ini mendapat fasilitas bebas dari
pengenaan PPN :
1) Jasa perawatan atau reparasi yang diterima oleh PT. KAI.
2) Jasa kontraktor bangunan rmh sederhana, RSS, rusun
sederhana, pondok boro, asrama masahasiswa atau pelajar serta
perumahan lainnya yang ditetapkan oleh KMK.
3) Jasa persewaan rusun sederhana, rumah sederhana, dan RSS.
Hal. 67
4) Jasa yang diserahkan oleh TNI / DepHan sehubungan data
batas/foto udara wilayah NKRI
d. Impor BKP Tertentu yang Bersifat Strategis
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007,
maka atas impor BKP strategis yang dibebaskan dari pengenaan
PPN adalah :
1) Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses
menghasilkan BKP oleh PKP.
2) Makanan ternak, unggas, ikan dan atau bahan baku pembuatan
makan‐an ternak, unggas dan ikan.
3) bibit dan atau benih dari barang hasil pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan.
4) Barang Hasil Pertanian.
Berdasarkan PMK Nomor 31/PMK.03/2008 :
1) Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima
penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis
berupa barang modal, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan
Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2) Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen
pembelian yang bersangkutan
3) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam
jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima
lengkap.
4) Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak
diperlukan Surat Setoran Pajak.
5) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
yakni barang modal yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam
Hal. 68
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu
yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaanya atau
dipindahtangankan.
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas impor atau
penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
dibayar oleh PKP yang mengimpor atau dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan maka:
1) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan ke
Kas Negara;
2) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang
Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis oleh Pengusaha
Kena Pajak Pembeli, dapat dikreditkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku; dan
3) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang
Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis oleh pembeli yang
bukan Pengusaha Kena Pajak, dapat diminta kembali sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
4. Contoh Perhitungan
Contoh PPN dibebaskan.
Pak Ahmad adalah seorang penjual Barang Kena Pajak, misalkan
buku. Diasumsikan satu buku tersebut, Pak Ahmad memerlukan
biaya sebesar Rp 50.000,00. Dan dari harga tersebut, Pak Ahmad
mengharapkan laba 20% dari HPP. Misalkan atas perolehan barang
dagangannya tersebut Pak Ahmad telah membayar Pajak
Masukannya sebesar Rp 5000,00 karena pajak masukan atas
fasilitas PPN ini tidak bisa dikreditkan, maka biasanya Penjual atau
pengusaha akan memasukkanya sebagai biaya dan menjadi bagian
dari harga pokok penjualan.
sehingga, perhitungannya adalah sebagai berikut.
Biaya perolehan buku : Rp50.000, 00
Pajak Masukan : Rp 5.000,00
harga pokok penjualan : Rp 55.000,00
laba diharapkan (20%): Rp 11.000,00
Harga Jual Rp66.000,00
PPN terutang : Rp 6.600,00 (dibebaskan)
harga yang dibayar oleh konsumen Rp 66.000,00
Hal. 69
PPN terutang tidak dipungut
untuk fasilitas PPN terutang tidak dipungut, karena PM bisa
dikreditkan, Pak Ahmad atau pengusaha biasanya tidak akan
memasukkannya sebagai biaya ke harga pokok penjualan karena
juga tidak rugi jika tidak dimasukkan. sehingga perhitungannya
sebagai berikut :
harga pokok penjualan : Rp 50.000,00
laba (20%) : Rp 10.000,00
Harga Jual Rp60.000,00
PPN terutang : (tidak dipungut) Rp 6.000,00
harga yang dibayar oleh konsumen : Rp 60.000,00
Dengan begitu, harga barang yang diberikan fasilitas PPN terutang
tidak dipungut lebih murah jika dibanding dengan fasilitas PPN
terutang dibebaskan.
Contoh kasus lain :
PT XYZ masa pajak Januari 2014, menjual 3 jenis BKP yakni :
a. BKP A seharga Rp 10.000.000 tanpa fasilitas
b. BKP B seharga Rp 15.000.000 dengan fasilitas PPN dibebaskan
c. BKP C seharga Rp20.000.000 dengan fasilitas PPN tidak
dipungut
Atas penjualan 3 BKP di atas, pembelian PT XYZ pada bulan yang
sama dengan mendapatkan faktur pajak adalah sbb :
a. BKP A seharga Rp 10.000.000
b. BKP B seharga Rp 12.000.000
c. BKP C seharga Rp 14.000.000
Hitunglah PPN yang harus disetor/lebih bayar PT XYZ masa pajak
Januari 2014 dan buat jurnal untuk mencatatnya.
Jawab :
Jurnal PT XYZ :
PPN Keluaran BKP A Rp. 1.000.000
PPN Keluaran BKP B Rp. 1.500.000
PPN Keluaran BKP C Rp 2.000.000
PPN Lebih bayar Rp. 1.400.000
PPN Masukan BKP A Rp 1.000.000
Hal. 70
PPN Masukan BKP C Rp 1.400.000
PPN Dibebaskan Rp. 1.500.000
PPN tidak dipungut Rp 2.000.000
Perhitungan PPN yang terutang/lebih bayar :
PPN Keluaran BKP A Rp. 1.000.000
PPN Masukan BKP A (Rp. 1.000.000)
PPN Masukan BKP C (Rp. 1.400.000)
PPN lebih bayar Rp. 1.400.000
C. LATIHAN
1. PT Bintang Malam masa pajak Februari 2014, menjual 4 jenis BKP
yakni :
a. BKP A seharga Rp 20.000.000 tanpa fasilitas
b. BKP B seharga Rp 25.000.000 dengan fasilitas PPN dibebaskan
c. BKP C seharga Rp 30.000.000 dengan fasilitas PPN tidak
dipungut
d. BKP D seharga Rp 15.000.000 tanpa fasilitas
Atas penjualan 4 BKP di atas, pembelian PT Bintang Malam pada
bulan yang sama dengan mendapatkan faktur pajak adalah sbb :
a. BKP A seharga Rp 15.000.000
b. BKP B seharga Rp 18.000.000
c. BKP C seharga Rp 24.000.000
d. BKP D seharga Rp 12.000.000
Hitunglah PPN yang harus disetor/lebih bayar PT XYZ masa pajak
Februari 2014!
2. Apa saja syarat agar RUSUNAMI bebas dari PPN? Dan apa sanksi dari
pelanggaran tersebut?
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas IV Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Hal. 71
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas IV
RINCIAN TUGAS :
1. Carilah kasus yang sumbernya dapat dari mana saja disertai
perhitungannya yang melibatkan pemberian fasilitas PPN untuk
proyek pemerintah dengan dana hibah atau bantuan Luar Negeri.
2. Jelaskan disertai dasar hukumnya apa yang dimaksud dengan
Kawasan Berikat, Kawasan Ekonomi Terpadu, dan Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor?
E. RINGKASAN MATERI
Jenis fasilitas yang diberikan pemerintah untuk penyerahan /impor
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak menurut pasal 16 B Undang‐
undang PPN ada dua, yakni (a) Fasilitas Pajak Terutang Tidak Dipungut
dan (2) Fasilitas Pajak Terutang Dibebaskan.
Untuk fasilitas pajak terutang tidak dipungut diberikan kepada
penyerahan BKP atau JKP, atau impor BKP atau pemanfaatan BKP tidak
Berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
antara lain : (1) Sehubungan dengan proyek pemerintah dengan sumber
dana dari hibah/bantuan LN, (2) Penyerahan BKP di /Ke Kawasan
Berikat, (3) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), (4)
kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE), (5) Impor BKP
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 72
Tertentu yang Dibebaskan dari Bea Masuk, (6) Fasilitas PPN Tidak
Dipungut untuk JKP dan BKP Alat Angkutan Tertentu
Fasilitas pajak terutang dibebaskan diberikan antara lain : (1) BKP
Tertentu yang Atas Impomya dan atau Penyerahannya Dibebaskan dari
Pengenaan PPN, (2) Penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis
yang dibebaskan dari PPN, (3) Penyerahan JKP Tertentu dengan
Fasilitas PPN Dibebaskan, (4) Impor BKP Tertentu yang Bersifat
Strategis.
Perbedaan kedua fasilitas di atas adalah adalah Pajak Masukan yang
dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai dapat dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang
dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
F. REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
PP 38 th 2003 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu dan
atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan
PPN
PP 69 th 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu
dan Penyerahan JKP Terkait yang Tidak Dipungut PPN
PP 31 th 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang
Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN
PMK 142/PMK.010/2015 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM atas Impor
BKP yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk
Hal. 73
BAB V SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
A. PENGANTAR
Saat dan tempat pajak terutang membahas kapan dan di mana
pajak pertambahan nilai atas penyerahan atau pemanfaat BKP dan JKP
terutang. Dasar hukum adalah dari undang‐undang PPN 1984 pasal 11
dan pasal 12, yang kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 1 tahun 2012, juga peraturan‐peraturan terkait
lainnya.
Bab ini juga membahas tentang tempat pemusatan pajak terutang
dengan dasar hukum PER‐19/PJ/2010. Tempat pemusatan pajak
terutang itu sendiri dapat berupa tempat tinggal, tempat kedudukan,
atau tempat kegiatan usaha yang dipilih sebagai tempat pemusatan
Pajak Pertambahan Nilai terutang.
Setelah menyelesaikan materi ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan Saat Terutang Pajak
2. Menjelaskan Tempat Terutang Pajak
3. Menjelaskan Pemusatan Tempat Pajak Terutang
B. DESKRIPSI MATERI
1. Saat Terutang Pajak
Berdasar pada pasal 11 Undang‐undang PPN dikatakan bahwa
terutangnya pajak terjadi pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. ekspor Jasa Kena Pajak.
i. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
Hal. 74
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
j. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat
terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar
ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Berdasar pasal 12 UU PPN bagian penjelasan dikatakan bahwa
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada
saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipun
pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum
sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak. Saat
terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui electronic
commerce tunduk pada ketentuan ini.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean, atau sebelum dimulainya pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran.
Berikut penjelasan saat terutang pajak berdasar pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 :
a. Saat terutang Penyerahan BKP
1) penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
a) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas
nama pembeli;
b) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara
langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma‐
cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
c) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada
juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
d) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai
piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
Hal. 75
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten.
Penjelasan :
Saat penyerahan barang bergerak merupakan dasar
penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkroni‐sasikan
saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang
tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta
diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak.
Dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, maka:
a) penyerahan barang bergerak dapat terjadi pada saat barang
tersebut dikeluarkan dari penguasaan Pengusaha Kena
Pajak (penjual) dengan maksud langsung atau tidak
langsung untuk diserahkan pada pihak lain. Karena itu
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat hak
penguasaan barang telah berpindah kepada pembeli atau
pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli.
b) Perpindahan hak penguasaan atas barang bisa juga terjadi
pada saat barang diserahkan kepada pihak kedua atau
pembeli atau pada saat barang diserahkan melalui juru
kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan, atau
pihak ketiga lainnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah terutang pada saat barang diserahkan
kepada juru kirim atau perusahaan angkutan.
Saat penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, tercermin dalam prinsip akuntansi yang
berlaku umum dalam bentuk pengakuan sebagai piutang atau
penghasilan dengan penerbitan faktur penjualan sebagai
sumber dokumennya.
Hal. 76
Dalam kegiatan usaha, saat pengakuan piutang atau
penghasilan atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi
tidak bersamaan dengan saat penyerahan barang secara fisik
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Oleh karena
itu, dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait
dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur
penjualan ditetapkan sebagai saat penyerahan barang yang
menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
Termasuk dalam pengertian faktur penjualan adalah
dokumen lain yang berfungsi sama dengan faktur penjualan.
2) Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang
Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata,
kepada pihak pembeli.
3) Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada
saat:
a) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud
diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan
diterapkan secara konsisten; atau
b) kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara
nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat
sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
Penjelasan :
Penyerahan Barang Kena Pajak untuk Barang Kena Pajak
tidak bergerak terjadi pada saat surat atau akta perjanjian yang
mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut
ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Saat
tersebut menjadi dasar penentuan saat terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Hal. 77
Namun demikian, dalam hal penyerahan hak atas barang
tidak bergerak tersebut secara nyata telah terjadi meskipun
surat atau akta perjanjian yang mengakibatkan perpindahan
hak belum ditandatangani, penyerahan Barang Kena Pajak
dianggap telah terjadi
4) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah
pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
a) ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
b) berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
c) tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan
perusahaan dibubarkan; atau
d) diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata‐nyata
sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah
dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada.
Yang dimaksud dengan "persediaan" adalah persediaan bahan
baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam
proses, persediaan barang setengah jadi, dan/atau persediaan
barang jadi.
5) pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d
Undang‐Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan
bentuk usaha, terjadi pada saat:
a) disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
b) ditandatanganinya akta mengenai penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan
usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
Penjelasan :
Hal. 78
Yang dimaksud dengan "penggabungan usaha,
pengambilalihan usaha, pemecahan usaha, dan peleburan
usaha" adalah penggabungan usaha, pengambilalihan usaha,
pemisahan usaha, dan peleburan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Undang‐Undang yang mengatur mengenai perseroan
terbatas.
Yang dimaksud dengan "pemekaran usaha" adalah
pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau
lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha
baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan
usaha yang lama.
Yang dimaksud dengan "perubahan bentuk usaha"
adalah berubahnya bentuk usaha yang digunakan oleh
Pengusaha Kena Pajak, misalnya semula bentuk usaha
Pengusaha Kena Pajak adalah Commanditaire Vennotschap
kemudian berubah menjadi Perseroan Terbatas
b. Impor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak
tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:
1) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang
atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan
oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
2) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat
sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau
3) mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai
secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal
pemberian cuma‐cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak
Penjelasan :
Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata,
baik sebagian atau seluruhnya. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak ini
merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan
Nilai dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak.
Namun demikian, dalam praktik kegiatan usaha dan
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, saat pengakuan
piutang atau penghasilan, atau saat penerbitan faktur penjualan
Hal. 79
dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat mulai tersedianya
fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian
atau seluruhnya. Dalam rangka memberikan kemudahan
administrasi terkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat
penerbitan faktur penjualan dapat ditetapkan sebagai saat
penyerahan jasa yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat
terutangnya Pajak Pertambahan Nilai dengan praktik yang lazim
terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik
pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha
Kena Pajak.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dan huruf e terjadi pada saat:
1) harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak
yang memanfaatkannya;
2) harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang
menyerahkannya; atau
3) harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya
oleh pihak yang memanfaatkannya
Yang terjadi lebih dulu
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada tanggal
ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat
terjadinya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui.
e. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud terjadi pada saat Barang Kena
Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
f. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud terjadi pada saat
Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor
tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
Hal. 80
g. Ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau
penghasilan
2. Tempat Terutang Pajak
Berdasar pasal 12 UU PPN tempat terutang pajak :
a) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP, mengekspor BKP , BKP Tidak Berwujud, dan atau JKP
terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain
selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau
lebih sebagai tempat pajak terutang.
b) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang
Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
c) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha.
d) Dalam hal‐hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak
terutang.
Tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan &/
tempat kegiatan usaha dilakukan sebagai tempat terutang PPN/
PPN &PPnBM menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor 4 Tahun
2010, adalah sebagai berikut :
a) Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi, Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah terutang di tempat tinggal dan/atau tempat
kegiatan usaha atau tempat lain
Hal. 81
b) Bagi Pengusaha Kena Pajak Badan, Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan
usaha atau tempat lain
c) Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) yang mempunyai tempat tinggal tidak
sama dengan tempat kegiatan usahanya, dikukuhkan dan
terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang
Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak melakukan kegiatan
usaha apapun di tempat tinggalnya
Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, terutangnya pajak terjadi
pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut di
dalam Daerah Pabean.
Hal itu dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak tersebut di luar Daerah Pabean sehingga tidak dapat
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, saat
pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat penyerahan, tetapi
dikaitkan dengan saat pemanfaatan.
Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat
tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha, sedangkan bagi Pengusaha
Kena Pajak badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha. Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu
atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat
kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat
terutangnya pajak dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu
tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja 1 (satu) Kantor
Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh tempat terutang tersebut,
Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan usaha
Hal. 82
sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk
seluruh tempat kegiatan usahanya, kecuali apabila Pengusaha Kena
Pajak tersebut menghendaki lebih dari 1 (satu) tempat pajak
terutang, Pengusaha Kena Pajak wajib memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak.
Contoh 1:
Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai
usaha di Cibinong. Apabila di tempat tinggal orang pribadi A tidak
ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang
pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Cibinong sebab tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A
adalah di Cibinong.
Sebaliknya, apabila penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak dilakukan oleh orang pribadi A hanya di tempat
tinggalnya saja, orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor.
Namun, apabila baik di tempat tinggal maupun di tempat
kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A wajib
mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor dan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena tempat
terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan
wajib mendaftarkan diri baik di tempat kedudukan maupun di
tempat kegiatan usaha karena bagi Pengusaha Kena Pajak badan di
kedua tempat tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Contoh 2:
PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha,yaitu di kota
Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang ketiganya berada di bawah
pelayanan 1 (satu) kantor pelayanan pajak, yaitu Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bengkulu.
Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak dan melakukan
Hal. 83
administrasi penjualan dan administrasi keuangan sehingga PT A
terutang pajak di ketiga tempat atau kota itu.
Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu
tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat
kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di
Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh
kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha
perusahaan tersebut.
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di
Bengkulu dan Bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang
untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib memberitahukan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.
Apabila Pengusaha Kena Pajak terutang pajak pada lebih dari
1 (satu) tempat kegiatan usaha, Pengusaha Kena Pajak tersebut
dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat
terutangnya pajak.
Orang pribadi atau badan baik sebagai Pengusaha Kena Pajak
maupun bukan Pengusaha Kena Pajak yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean dan/atau memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tetap terutang pajak di
tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha orang pribadi atau
di tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha badan
tersebut.
3. Pemusatan Tempat Pajak Terutang
Berdasar pasal 12 UU PPN kemudian diatur lebih jauh dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER‐19/PJ/2010 tentang
Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat PPN Terutang,
menerangkan bahwa tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang adalah tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat
kegiatan usaha yang dipilih sebagai tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang. Pengusaha Kena Pajak yang memiliki
lebih dari satu tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang dapat memilih
Hal. 84
1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang.
Tata Cara Pemusatan Pajak Terutang :
a. PKP harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat‐tempat
Pajak Pertambahan Nilai terutang yang akan dipusatkan.
b. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
1) memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang
dipilih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang;
2) memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang
akan dipusatkan; dan
3) dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan
diselenggarakan secara terpusat pada tempat PPN terutang yang
dipilih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang.
c. Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya
pemberitahuan menerbitkan :
1) SK DJP tentang Persetujuan Pemusatan Tempat PPN Terutang,
2) Surat Pemberitahuan Penolakan Pemusatan Tempat PPN
Terutang,
d. Persetujuan Pemusatan Tempat PPN Terutang mulai berlaku untuk
masa pajak berikutnya setelah tanggal Surat Keputusan Direktur
Jenderal Pajak tersebut diterbitkan berlaku untuk 5 tahun.
e. PKP dapat memilih tempat PPN terutang yang lain sebagai Tempat
Pemusatan PPN Terutang yang baru dan wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah
setelah jangka waktu 2 tahun sejak masa pajak dimulainya
pemusatan PPN terutang, tidak berlaku apabila Tempat Pemusatan
PPN Terutang secara permanen tidak lagi melakukan aktivitas
usaha.
Pencabutan Tempat Pajak Terutang :
a. PKP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang
pencabutan pemusatan tempat PPN terutang kepada Kepala Kantor
Wilayah
Hal. 85
b. Pemberitahuan secara tertulis harus disampaikan selambat‐
lambatnya 2 bulan sebelum masa pajak dimana PKP tidak lagi
menginginkan tempat‐tempat PPN terutang dipusatkan,
c. Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
pemberitahuan secara tertulis, menerbitkan SK DJP tentang
Pencabutan Pemusatan Tempat PPN Terutang.
Tata Cara Memperpanjang Tempat Pemusatan Pajak Terutang:
a. PKP dapat memperpanjang atau tidak memperpanjang jangka
waktu pemusatan tempat PPN terutang dan harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah
selambat‐lambatnya 2 bulan sebelum batas waktu persetujuan
pemusatan PPN terutang berakhir, jika tidak dianggap tidak
memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN terutang
b. Kepala Kantor Wilayah atas nama DJP dalam jangka waktu paling
lama 14 hari sejak diterimanya pemberitahuan menerbitkan SK DJP
tentang Persetujuan Pemusatan Tempat PPN Terutang yang baru
berlaku untuk masa pajak berikutnya
c. PKP dapat menyampaikan kembali pemberitahuan pemusatan
tempat PPN terutang dalam jangka waktu setelah 2 tahun sejak SK
DJP tentang Persetujuan Pemusatan Tempat PPN Terutang
berakhir.
C. LATIHAN
1. Jelaskan saat pajak terutang untuk penyerahan Barang Kena Pajak!
2. Apa yang dimaksud dengan pemusatan pajak terutang? Dan
bagaimana syarat untuk mendapatkannya?
3. Apa perbedaan perlakuan pajak untuk PKP yang melakukan
pemusatan pajak terutang dan tidak melakukan pemusatan pajak
terutang?
4. Jelasskan pengusaha kena pajak terutang pajak di mana saja atas
penyerahan BKP danJKP dan ekspor BKP dan/ JKPnya?
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas V Mata Kuliah Perpajakan 2
Hal. 86
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas V
RINCIAN TUGAS :
1. Carilah 2 kasus yang sumbernya dapat dari mana saja disertai
analisa saudara tentang saat dan tempat pajak terutang .
2. Tuan Arifin adalah pedagang eceran baju batik dengan omzet lebih
dari Rp7.000.000.000,00 tahun 2014, dengan jumlah toko 4 unit di
pertokoan Tanah Abang. Menurut Saudara, perlukah Tuan Arifin
melakukan pemusatan pajak terutang? Jelaskan alasan Saudara.
E. RINGKASAN MATERI
Saat pajak terutang seperti diatur dalam pasal 11 undang‐undang
PPN adalah :
a. penyerahan Barang Kena Pajak;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean;
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 87
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. ekspor Jasa Kena Pajak.
i. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
j. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat
terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar
ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Sedangkan tempat pajak terutang seperti diatur dalam pasal 12
UU PPN adalah :
a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan atau
JKP, mengekspor BKP , BKP Tidak Berwujud, dan atau JKP terutang
pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yang
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih
sebagai tempat pajak terutang.
b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena
Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
d. Dalam hal‐hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan
tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.
Untuk lebih memudahkan administrasi wajib pajak, pemerintah
membolehkan adanya pemusatan pajak terutang yang diatur dalam
PER‐19/PJ/2010 tentang pemusatan satu tempat atau lebih sebagai
Hal. 88
tempat PPN terutang. Dalam peraturan tersebut diatur tata cara
pengajuan tempat pemusatan pajak terutang, tata cara pencabutan, dan
tata cara perpanjangannya.
F. REFERENSI
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
UU Nomor 42 tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
PP Nomor 01 tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PER Nomor 4 tahun 2010 tentang Tempat Lain Selain Tempat Tinggal/
Tempat Kedudukan &/ Tempat Kegiatan Usaha Dilakukan Sebagai
Tempat Terutang PPN / PPN & PPnBM
PER Nomor 19 tahun 2010 tentang Penetapan Satu Tempat / Lebih
sebagai Tempat PPN Terutang
Hal. 89
BAB VI TARIF, DPP DAN CARA PERHITUNGAN
A. PENGANTAR
Tarif PPN berdasarkan pasal 7 Undang‐undang PPN 1984 adalah
tarif tunggal 10 %, sedangkan untuk ekspor tarif PPN adalah 0%. Tarif
ini dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak untuk menghasilkan PPN
yang terutang. Jadi untuk dapat menghitung PPN terutang sesuai
aturan, pengertian dan pemakaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
tepat menjadi hal penting .
Dasar Pengenaan Pajak dapat berupa : (1) Harga Jual; (2)
Penggantian; (3) Nilai Impor; (4) Nilai Ekspor dan (5) Nilai Lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan.
Setelah menyelesaikan materi ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan tarif PPN
2. Menjelaskan macam‐macam Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
3. Menjelaskan DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
4. Menjelaskan DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
5. Menjelaskan DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
6. Memberi contoh perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan
Pemberian Cuma‐Cuma
7. Menjelaskan nilai penyerahan dengan valas
B. DESKRIPSI MATERI
1. Tarif PPN
Berdasar pasal 7 Undang‐undang PPN 1984, tarif PPN adalah
sebagai berikut :
a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
1) ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
2) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
3) ekspor Jasa Kena Pajak.
Penjelasan :
Hal. 90
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena
itu,
1) Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor;
2) Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean
yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
3) Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang
diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan
melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di
luar Daerah Pabean,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak
Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut
dapat dikreditkan.
c. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah
menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima
belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan :
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau
peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah
diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas
persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan
tarif sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka
pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Hal. 91
Gambar 6.1 Tarif PPN
2. Macam‐macam DPP
PPN dan PPnBM dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak seperti
pada pasal 1 ayat (17) UU PPN 1984 adalah jumlah
a. Harga Jual,
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang‐Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak
Contoh perhitungan harga jual :
PKP A menjual BKP dengan harga jual Rp. 35.000.000
Maka :
PPN terutang = 10 % X Rp35.000.000,‐ = Rp3.500.000
Bagi PKP A PPN tersebut merupakan pajak keluaran .
b. Penggantian,
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang‐ Undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh
Hal. 92
penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
Contoh perhitungan
PKP B melakukan penyerahan JKP dengan nilai penggantian Rp.
55.000.00,00 termasuk PPN.
Maka :
Nilai Penggantian= DPP
= 100/110 X Rp55.000.000,00 Rp50.000.000,00
PPN = 10 % X Rp50.000.000,00 Rp 5.000.000,00
Bagi PKP B, PPN tersebut merupakan pajak keluaran
c. Nilai Impor,
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang dipungut menurut Undang‐ Undang ini .
Nilai Impor = (Cost + Insurance + Freight)+ Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan
Contoh perhitungan :
Tanggal 01 November 2014, PT JAK mengimpor barang elektronik
senilai (FOB) $ 20.000, biaya kirim $ 1.000, asuransi $ 100. Tarif Bea
masuk 5%, kurs pajak saat itu Rp 10.000/1$. Hitung Berapa jumlah
dibayar PT JAK dengan API?
Maka :
Cost = $20.000
Freight = $ 1.000
Insurance = $ 100
CIF = $21.100
CIF dalam rupiah= $21.100 X Rp10.000 =Rp211.000.000
Bea Masuk = 5% X Rp211.000.000 =Rp 10.550.000
Nilai impor =Rp221.550.000
PPN = 10 % X Rp221.550.000 =Rp 22.155.000
PPh22 API=2,5% X Rp221.550.000 =Rp 5.538.750
Jumlah dibayar PT JAK =Rp 249.243.750
Hal. 93
d. Nilai Ekspor,
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
Contoh perhitungan :
PKP C mengekspor BKP dengan nilai ekspor Rp25.000.000,00
Maka :
PPN terutang = 0 % X Rp25.000.000,00 =Rp 0,00
e. nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang.
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar
pengenaan pajak. Berdasar PMK 121 Tahun 2015 Tahun 2015 , nilai lain
ditetapkan sebagai berikut :
1) untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba
kotor;
2) untuk pemberian cuma‐cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor;
Contoh perhitungan :
PKP D menyerahkan BKP secara Cuma‐Cuma untuk membantu
korban bencana alam di Yogyakarta senilai Rp480.000.000,
termasuk laba 20%.
Maka :
DPP = 100/120 X Rp480.000.000,00 =Rp400.000.000,00
PPN = 10% X Rp400.000.000,00 =Rp 40.000.000,00
3) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata‐rata per
judul film;
4) untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual
eceran;
5) untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar
wajar;
6) untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
Hal. 94
7) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara
adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan
pembeli;
8) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah
harga lelang;
9) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya
ditagih; atau
10) untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen
perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana
angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya
tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa
perantara penjualan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Contoh perhitungan :
PT Wisata Indah menjual paket wisata ke Perancis kepada Tuan
Andreas seharga $ 7.000, termasuk di dalamnya tiket pesawat dari
Surabaya ke Jakarta senilai Rp 500.000, jika kurs pajak saat itu Rp
10.000/1USD, hitunglah PPN yang terutang dari transaksi tersebut!
Maka :
Harga jual = $ 7.000 X 10.000 Rp 70.000.000
Tiket pesawat dalam negeri Rp 500.000
Harga jual tanpa tiket DN Rp 69.500.000
DPP = 10% X 69.500.000 Rp 6.950.000
PPN = 10 % X 6.950.000 Rp 695.000
11) untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi
tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.
Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa oleh
pengusaha jasa pengiriman paket dan oleh pengusaha jasa biro
perjalanan atau jasa biro pariwisata tidak dapat dikreditkan.
Hal. 95
Sumber PPT Andre Pahala, FE UNJ
Gambar 6.2 Macam‐macam DPP
3. DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
30/PMK.03/2014 yang mengatur tentang PPN atas Penyerahan Emas
Perhiasan, dikatakan sebagai berikut :
a. Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang
bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan logam mulia
lainnya yaitu perak dan platina, maupun kombinasi di antaranya,
termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan/atau bahan
lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut.
b. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah
bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi
barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan
mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi
atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
c. Penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan
Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Pengusaha Emas Perhiasan meliputi pabrikan Emas Perhiasan dan
pedagang Emas Perhiasan
e. Pabrikan Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang Menghasilkan
Emas Perhiasan dan melakukan kegiatan antara lain jual beli, jasa
perbaikan/modifikasi, dan/atau jasa lain yang berkaitan dengan
Emas Perhiasan
Hal. 96
f. Pedagang Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang semata‐mata
melakukan kegiatan jual beli Emas Perhiasan
g. Penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan
Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan terutang Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan
Dasar Pengenaan Pajak.
h. Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
adalah Nilai Lain yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)
dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian.
i. Dalam hal penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas
Perhiasan dilakukan dengan cara mengganti atau menukar Emas
Perhiasan dengan emas batangan kadar 24 (dua puluh empat) karat
sebagai pengganti seluruh bahan baku pembuatan Emas Perhiasan,
Dasar Pengenaan Pajak adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari
selisih antara Harga Jual Emas Perhiasan dikurangi dengan harga
emas batangan kadar 24 (dua puluh empat) karat yang terkandung
dalam emas perhiasan tersebut.
j. Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan Emas
Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh
Pengusaha Emas Perhiasan tidak dapat dikreditkan.
k. Pengusaha EMas Perhiasan wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak walaupun masih memenuhi kriteria sebagai Pengusaha
Kecil
PPN terutang Emas Perhiasan = 10% X DPP Nilai Lain
= 10 % X (20% X Harga jual/Nilai Penggantian)
Atau
=10 % X (20% X (Harga jual/Nilai Penggantian‐ Harga emas batangan 24 karat ))
Contoh soal:
Toko Emmas melakukan penyerahan emas perhiasan sebesar
Rp200.000.000, maka PPN yang terutang atas transaksi tersebut :
Harga Jual Rp 200.000.000
DPP = 20% X 200.000.000 Rp 40.000.000
PPN terutang = 10 % X 40.000.000 Rp 4.000.000
Hal. 97
Contoh Kasus :
Ibu Eli memiliki sebuah toko perhiasan dan telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Peredaran usaha atas penyerahan Emas
Perhiasan selama bulan Juni 2014 adalah Rp250.000.000,00. Sedangkan
pembelian atas barang dagangan berupa emas perhiasan pada masa
yang sama adalah sebesar Rp300.000.000,00. Berdasarkan data dan
keterangan di atas bagaimana pengenaan PPN atas penyerahan emas
perhiasan yang telah dilakukannya?
Ibu Eli sebagai PKP wajib menghitung, menyetorkan sendiri dan
melaporkan PPN atas penyerahan barang dagangan berupa emas
perhiasan dengan perhitungan sebagai berikut:
PPN yang dipungut dari pembeli (PPN Keluaran): 10% x
20%xRp250.000.000,00 = Rp5.000.000,00
PPN Masukan yang telah dibayar adalah: 10% x 20%xRp300.000.000,00 =
Rp6.000.000,00 (tidak dapat dikreditkan)
PPN yang wajib disetor sendiri adalah: Rp5.000.000,00
Kewajiban Ibu Eli antara lain:
a. Menyetorkan PPN sebesar Rp5.000.000,00 paling lama tanggal 31 Juli
2014
b. Melaporkan penyetoran PPN dalam bentuk SPT PPN untuk Masa
Pajak Juni 2014 paling lama tanggal 31 Juli 2014.
4. DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
Berdasar Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE ‐ 79/PJ/2011 yang
mengatur tentang Nilai Lain Sebagai DPP atas Pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Berupa
Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor serta Dasar
Pemungutan PPh 22 atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor, dikatakan
sebagai berikut :
a. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
pemanfaatan Film Cerita Impor , adalah sebesar Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor. Pajak
Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Film Cerita Impor
tersebut dipungut dan dibayar pada saat impor
Hal. 98
b. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
penyerahan Film Cerita Impor , adalah sebesar Rp 12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) per copy Film Cerita Impor. Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan Film Cerita Impor
tersebut dipungut pada saat pertama kali masing‐masing copy Film
Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop. Atas
penyerahan copy Film Cerita Impor, Importir wajib menerbitkan
Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Apabila terjadi penyerahan berikutnya atas copy Film Cerita Impor
yang sebelumnya telah diserahkan kepada Pengusaha Bioskop dan
telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha
Bioskop lain, maka atas penyerahan tersebut tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sehingga tidak perlu diterbitkan Faktur Pajak.
5. DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
Jasa penyediaan tenaga kerja menurut pasal 4 A ayat (3) huruf k
UU PPN 1984 adalah termasuk jasa yang tidak dikenai PPN sepanjang
sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab
atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
Berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012
tentang Kriteria dan/ Rincian Jasa Tenaga Kerja yang Tidak Dikenai
PPN, didapati bahwa untuk tidak dikenai PPN kriterianya adalah
sebagai berikut :
a. pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tersebut semata‐mata hanya
menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja, yang tidak terkait
dengan pemberian Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa
bongkar muat, dan/atau jasa lainnya;
b. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga
kerja yang disediakan;
c. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil
kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada
pengguna jasa tenaga kerja; dan
d. tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian
pengguna jasa tenaga kerja.
Hal. 99
Dalam hal jasa penyediaan tenaga kerja tidak memenuhi
ketentuan di atas, jasa penyediaan tenaga kerja dimaksud merupakan
jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Perhitungan PPN untuk Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
PPN = 10 % X DPP
DPP = DPP adalah penggantian, yang meliputi seluruh tagihan
yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa
atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada
pengguna jasa, termasuk imbalan yang diterima tenaga
kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
sejenisnya
ATAU
Dalam hal tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja dirinci dalam
Faktur Pajak dengan memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yang
diterima oleh tenaga kerja
PPN = 10 % X DPP Nilai Lain
DPP Nilai Lain = DPP Nilai Lain adalah seluruh tagihan yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas
penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada
pengguna jasa, tidak termasuk imbalan yang diterima
tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan sejenisnya.
Contoh kasus dari Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE ‐
47/PJ/2012 :
PT Bahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
ketenagakerjaan. PT Bahtera bekerja sama dengan PT Pratama Duta,
sebuah perusahaan periklanan, untuk penyediakan tenaga kebersihan.
Berdasarkan perjanjian penyediaan kebersihan tersebut, PT
Bahtera hanya bertanggung jawab menyediakan 10 (sepuluh) tenaga
kebersihan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan dengan kriteria tenaga
kebersihan yang ditentukan oleh PT Pratama Duta.
Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa PT Bahtera hanya
bertanggung jawab untuk menyediakan tenaga kerja saja, sedangkan
metode kerja, chemical, perlengkapan, dan peralatan kerja disediakan
oleh PT Pratama Duta.
Hal. 100
Tenaga kebersihan yang diserahkan oleh PT Bahtera kepada PT
Pratama Duta tersebut merupakan karyawan dari PT Bahtera. Tenaga
kebersihan tersebut bertanggung jawab kepada PT Bahtera dan
mendapatkan upah dari PT Bahtera.
Atas jasa yang diserahkan tersebut, PT Bahtera menerima
imbalan dari PT Pratama Duta sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh
juta rupiah). Imbalan tersebut terdiri atas imbalan atas jasa penyediaan
tenaga kebersihan oleh PT Bahtera termasuk di dalamnya upah bagi
para tenaga kebersihan sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah) untuk 10 (sepuluh) tenaga kebersihan.
Jasa yang diserahkan oleh PT Bahtera kepada PT Pratama Duta
merupakan jasa penyediaan pekerja yang tidak memenuhi kriteria
sebagai jasa penyediaan tenaga kerja yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai, sehingga atas penyerahan jasa tersebut dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan contoh transaksi penyerahan jasa penyediaan jasa
pekerja/buruh di atas, Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa
tersebut adalah :
a. Penggantian, yaitu sebesar Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah), dalam hal tagihan tidak dirinci dalam Faktur Pajak antara
yang diterima oleh PT Bahtera dan upah yang diterima oleh tenaga
kebersihan; atau
b. Nilai lain, yaitu berupa tagihan yang seharusnya diterima oleh PT
Bahtera tidak termasuk upah bagi tenaga kebersihan, yaitu sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), dalam hal tagihan atas
penyerahan jasa tersebut dirinci dalam Faktur Pajaknya dengan
memisahkan antara imbalan yang diterima oleh PT Bahtera dan
upah yang diterima oleh tenaga kebersihan yaitu sebesar Rp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah
6. Perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian
Cuma‐Cuma
a. PPN untuk Pemakaian Sendiri
Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri BKP " adalah
pemakaian BKP untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus,
atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan
produksi sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan "Pemakaian
Hal. 101
sendiri JKP " adalah pemakaian JKP untuk kepentingan pengusaha
sendiri, pengurus, atau karyawannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012,
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang terutang PPN atau PPN dan PPnBM.
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemakaian
sendiri untuk:
1) tujuan produktif; atau
Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP
untuk tujuan produktif" adalah pemakaian BKP dan/atau JKP
yang nyata‐nyata digunakan untuk kegiatan produksi
selanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha ybs, yang
meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan
manajemen
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kecuali pemakaian
sendiri yang digunakan untuk melakukan penyerahan yang:
a) tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
b) mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN
Transaksi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif terutang
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam rangka
memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha
Kena Pajak, pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak
dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Kemudahan administrasi tersebut diberikan karena Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Contoh Pemakaian BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif
yang nyata‐nyata digunakan untuk kegiatan yang mempunyai
Hal. 102
hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang
bersangkutan:
a) Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang
diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut suku
cadang.
b) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya
berupa kulit dari inti sawit sebagai pengeras jalan di
lingkungan pabrik.
c) Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran
teleponnya untuk kegiatan operasional perusahaan dalam
berkomunikasi dengan mitra bisnisnya
Contoh Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak untuk tujuan produktif yang nyata‐nyata digunakan
untuk kegiatan produksi selanjutnya:
a) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya
berupa kulit dari inti sawit sebagai bahan pembakaran
boiler dalam proses pabrikasi.
b) Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil
produksinya berupa kayu lapis (plywood) untuk
membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan
agar tidak rusak.
c) Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan
saluran teleponnya untuk melakukan penyerahan jasa
provider internet kepada konsumennya.
2) tujuan konsumtif
Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri BKP dan/atau
JKP untuk tujuan konsumtif" adalah Pemakaian sendiri BKP
dan/atau JKP yang tidak ada kaitan dengan kegiatan produksi
selanjutnya atau untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan.
Contoh Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak untuk tujuan konsumtif:
a) Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya
untuk konsumsi karyawan atau para tamu.
Hal. 103
b) Pabrikan sepatu dalam rangka promosi membeli topi dengan
logo merek sepatu pabrik tersebut dan sebagian dibagikan
kepada karyawannya.
c) Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas
biaya telepon selular kepada para direksinya.
Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak bukan untuk tujuan produktif terutang PPN dan harus
diterbitkan Faktur Pajak. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak
merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus merupakan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Contoh kasus :
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri untuk:
a) truk yang digunakan untuk pengangkutan ban produksinya;
dan
b) kendaraan angkutan umumnya.
Atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagaimana
dimaksud pada contoh huruf a tidak dilakukan pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai.
Namun demikian, atas pemakaian sendiri untuk tujuan
produktif sebagaimana dimaksud pada contoh huruf b tetap
dipungut Pajak Pertambahan Nilai, karena digunakan untuk
penyerahan jasa angkutan umum yang merupakan penyerahan
yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
b. PPN untuk Pemberian Cuma‐cuma
Yang dimaksud dengan “pemberian cuma‐cuma” adalah
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh
barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Contoh Pemberian cuma‐cuma BKP dan atau JKP:
1) Pabrikan mie instan memberikan bantuan berupa mie instan
hasil produksinya kepada korban bencana alam.
2) Pabrikan mie instan memberikan contoh produknya kepada
para relasi.
3) Pabrikan shampo memberikan 1 sabun mandi untuk setiap
penjualan 1 botol produk shamponya.
Hal. 104
4) Perusahaan jasa persewaan traktor memberikan bantuan
penggunaan traktor kepada pemerintah untuk mengatasi tanah
longsor
Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE ‐ 04/PJ.51/2002,
besarnya Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak atas pemakaian sendiri dan atau
pemberian cuma‐cuma adalah Harga Jual atau Penggantian setelah
dikurangi laba kotor.
PPN yang telah dipungut dan disetor atas pemberian cuma‐
cuma BKP dan atau JKP, dapat dikreditkan oleh PKP penerima
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sepanjang memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundangan
yang berlaku.
PPN yang dibayar oleh PKP atas perolehan BKP dan atau JKP
yang digunakan untuk menghasilkan BKP dan atau JKP yang
digunakan untuk pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma‐
cuma atau atas perolehan BKP yang kemudian dipakai sendiri oleh
PKP atau diberikan secara cuma‐cuma merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang‐undangan
yang berlaku.
7. Nilai Penyerahan dengan Valas
Apabila terjadi penyerahan BKP dan atau JKP yang
pembayarannya ternyata dilakukan dengan menggunakan valuta asing,
maka sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 pasal 14 diatur :
Dalam hal transaksi atas:
a. impor Barang Kena Pajak;
b. penyerahan Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean; atau
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean,
dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, penghitungan
besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang, harus dikonversi ke
Hal. 105
dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang ditetapkan
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.
Contoh perhitungan :
Contoh 1 dengan DPP Nilai Impor
Tanggal 01 November 2011, PT JAK mengimpor barang elektronik senilai
(FOB) $ 10.000, biaya kirim $ 500, asuransi $ 25. Tarif Bea masuk 5%,
kurs pajak saat itu Rp 8.000/1$. Hitung Berapa jumlah dibayar PT JAK
dengan API?
Maka :
Cost = $10.000 X Rp8.000,00 Rp80.000.000,00
Insurance = $25 X Rp8.000,00 Rp 200.000,00
Freight = $500 X Rp8.000,00 Rp 4.000.000,00
Nilai CIF Rp84.200.000,00
Bea Masuk=5% X Rp84.200.000,00 Rp 4.210.000,00
Nilai Impor Rp88.410.000,00
PPN = 10% X Rp88.410.000,00 Rp 8.841.000,00
PPh 22 (API) =2,5% X Rp88.410.000,00 Rp 2.210.250,00
Jumlah dibayar PT JAK Rp99.461.250,00
Contoh 2 dengan DPP Harga Jual
Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan
Harga Jual $25.000, dan kurs Menteri Keuangan yang berlaku saat itu
adalah Rp10.000,00 per dolar.
Maka :
Harga jual = $25.000 X Rp10.000,00 Rp250.000.000,00
PPN = 10% X Rp250.000.000,00 Rp 25.000.000,00
C. LATIHAN
1. PKP A menjual BKP dengan harga jual Rp. 25.000.000 dengan
memberikan diskon 5 %. Hitung PPN Keluarannya!
2. PKP B melakukan penyerahan JKP dengan nilai penggantian Rp.
55.000.000 termasuk PPN. Berapakah DPP dan PPN Keluarannya!
3. PKP C mengimpor BKP dengan nilai impor Rp 6.500.000 termasuk
PPN dan PPnBM 20 %, berapakah PPN dan PPnBM yang dibayar
PKP C? Berapakah jumlah harus dibayar PKP C jika mempunyai API?
4. 0Tanggal 01 November 2011, PT JAK mengimpor barang elektronik
senilai (FOB) $ 10.000, biaya kirim $ 500, asuransi $ 25. Tarif Bea
Hal. 106
masuk 5%, kurs pajak saat itu Rp 8.000/1$. Hitung Berapa jumlah
dibayar PT JAK dengan API?
5. Pengusaha C, mengimport 2 film cerita dengan nilai import Rp.
50.000.000 untuk kedua film tersebut. Hitung PPN masukan
pengusaha C!
6. Pengusaha G mengimpor BKP dengan nilai impor $ 4.000, kurs
tengah BI tanggal tersebut Rp. 11.000/$, dan kurs pajak Rp. 10.000/$,
Hitung PPN yang terutang oleh pengusaha G.
7. PT Ramanda adalah perusahaan yang memproduksi Penanak Nasi.
Dalam rangka Hari Raya Idul Fitri PT Ramanda memberikan secara
gratis kepada karyawannya masing‐masing 1 buah penanak nasi
dengan harga jual termasuk laba kotor 20 % dari HPP sebesar
Rp300.000,00 untuk 300 karyawan.
a. Apakah PT Ramanda perlu membuat faktur pajak untuk
transaksi di atas? Berikan alasan Saudara.
b. Hitunglah berapa DPP dan PPN yang harus dipungut untuk
transaksi di atas!
8. PT Berkat adalah perusahaan yang memproduksi Penanak Nasi,
dalam rangka promosi produk barunya PT Berkat memberikan
secara gratis kepada PT Tahan Lama (pedagang besar elektronik) 10
buah Penanak Nasi dengan harga jual termasuk laba kotor 30%
sebesar Rp275.000,00/unit.
a. Apakah PT Berkat perlu membuat faktur pajak atas transaksi
di atas? Berikan alasan Saudara.
b. Hitunglah berapa DPP dan PPN yang harus dipungut untuk
transaksi di atas!
9. Tanggal 01 November 2015, PT Lautan Biru mengimpor barang
elektronik senilai (FOB) $ 11.000, biaya kirim $ 700, asuransi $ 125.
Tarif Bea masuk 5%, Bea Masuk Tambahan 5% kurs pajak saat itu Rp
12.000/1$. Hitung berapa jumlah dibayar PT Lautan Biru dengan API?
10. Tanggal 02 November 2015, Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai
Barang Kena Pajak dengan Harga Jual $35.000, dan kurs Menteri
Keuangan yang berlaku saat itu adalah Rp12.500,00 per dolar. Hitung
berapa PPN terutang untuk transaksi di atas!
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas VI Mata Kuliah Perpajakan 2
Hal. 107
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas VI
RINCIAN TUGAS :
1. Carilah 2 contoh perhitungan PPN atas impor yang terkena Bea
Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang sumbernya dapat dari mana
saja.
2. Carilah contoh perhitungan yang melibatkan DPP Nilai Lain,
sertakan analisa Saudara sebab dipakainya DPP Nilai Lain tersebut!
E. RINGKASAN MATERI
Perhitungan PPN adalah dengan mengalikan tarif PPN dengan
Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga
Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar
pengenaan pajak. Berdasar PMK 121 Tahun 2015 Tahun 2015 , nilai lain
ditetapkan sebagai berikut : (1) untuk pemakaian sendiri Barang Kena
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 108
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor, (2) untuk pemberian cuma‐cuma Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor, (3) untuk penyerahan film
cerita adalah perkiraan hasil rata‐rata per judul film, (4) untuk
penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
(5)untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
(6)untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; (7) untuk
penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah
harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli; (8)
untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga
lelang; (9) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya
ditagih, (10) untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa
agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana
angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya
tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa
perantara penjualan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih; (11) untuk penyerahan jasa
pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa
pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight
charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau
seharusnya ditagih.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU
PPN &PPnBM
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 Tahun 2014 tentang PPN Emas
Perhiasan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2012 tentang Nilai Lain
Jasa Penyedia Tenaga Kerja
Hal. 109
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102 Tahun 2011 tentang DPP Film
Cerita Impor
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121 Tahun 2015 tentang Nilai Lain
sebagai DPP
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=59, diakses
tanggal 11 November 2015
Hal. 110
BABVII FAKTUR PAJAK , NOTA RETUR, DAN DOKUMEN-
DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK
A. PENGANTAR
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Hanya PKP yang berhak membuat
Faktur Pajak pada saat terjadinya penyerahan JKP dan atau BKP atau
saat diterimanya pembayaran dalam hal pembayaran terjadi lebih dulu.
Dari ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip
terjadinya utang pajak dalam hal ini PPN adalah prinsip akrual.
Faktur Pajak dapat berbentuk kertas (hardcopy) maupun
elektronik (e‐faktur) yang untuk mendapatkannya ada prosedur yang
harus dijalani oleh PKP. Demikian juga pada bab ini akan dipelajari
sanksi terkait penerbitan Faktur Pajak, dan dokumen‐dokumen
tertentu yang dipersamakan kedudukannya dengan Faktur Pajak.
Setelah menyelesaikan materi bahasan ini, mahasiswa
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Faktur Pajak dan sanksi terkait pembuatan
Faktur Pajak.
2. Menjelaskan saat pembuatan faktur pajak
a. Menjelaskan Saat Penyerahan Barang Kena Pajak Bergerak
b. Menjelaskan Saat Penyerahan BKP Tidak Bergerak
c. Menjelaskan Saat Penyerahan Jasa Kena Pajak
d. Menjelaskan Saat Penerimaan Pembayaran Termin dalam Hal
Penyerahan Sebagian Tahap Pekerjaan.
3. Menjelaskan kode dan nomor seri Faktur Pajak
a. Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
b. Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
c. Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
d. Menjelaskan Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak
4. Menjelaskan Tata Cara Pembuatan dan Pembetulan Faktur Pajak
5. Menjelaskan Sanksi Terkait PPN
Hal. 111
6. Menjelaskan Dokumen‐dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
7. Menjelaskan Nota Retur dan Nota Pembatalan
B. DESKRIPSI MATERI
1. Pengertian Faktur Pajak dan Sanksi Terkait Pembuatan
Faktur Pajak.
Berdasar pada pasal 1 angka 23 Undang‐undang PPN 1984 dan
perubahannya terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009, dikatakan
bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Bagi PKP penjual, faktur pajak adalah bukti Pajak Keluaran.
Pajak Keluaran adalah PPN yang terutang yang wajib dipungut oleh
PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Sedangkan bagi PKP pembeli faktur pajak adalah bukti Pajak
Masukan. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar
oleh PKP karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak dan/ atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Yang wajib membuat faktur pajak adalah PKP yang melakukan
penyerahan maupun ekspor BKP dan atau JKP. Saat terutang pajak
sesuai dengan pasal 11 UU PPN, (dapat dibaca lagi pada bab terdahulu)
menggunakan basis akrual atau saat terjadinya walaupun belum terjadi
pembayaran sama sekali.
Dikecualikan dari pembuatan faktur pajak :
a) pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif yang
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
b) Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah
melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak
seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. Faktur
Pajak tersebut dianggap tidak diterbitkan dan PPN yang tercantum
tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan
Hal. 112
Berdasar ulasan di atas, fungsi dari faktur pajak adalah sebagai
berikut :
a. Bukti pungutan pajak bagi PKP penjual
b. Bukti pembayaran pajak bagi PKP pembeli
c. Sarana untuk mengkreditkan pajak masukan
2. Saat Pembuatan Faktur Pajak
Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan
atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi
sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat
pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat‐saat tersebut, misalnya
dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah. Oleh karena itu,
Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat
pembuatan Faktur Pajak.
Berdasar pasal 13 ayat (1 A) Undang‐undang PPN 1984, Faktur
Pajak harus dibuat pada:
a) saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak;
b) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak;
c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan; atau
d) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
Pengecualian :
Dikecualikan dari ketentuan di atas , untuk meringankan beban
administrasi, kepada Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk
membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu)
bulan kalender kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena
Pajak yang sama, yang disebut Faktur Pajak gabungan, paling lama pada
akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi
pembayaran baik sebagian maupun
seluruhnya.
Contoh 1 :
Hal. 113
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak kepada pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28,
dan 31 Juli 2010, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli 2010 sama sekali
belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, Pengusaha Kena
Pajak A diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak gabungan yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Juli, yaitu
paling lama tanggal 31 Juli 2010.
Contoh 2:
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30
September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran
oleh pengusaha B atas penyerahan tanggal 2 September 2010. Dalam hal
Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur
Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 September 2010 yang meliputi
seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan September.
Contoh 3
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
kepada pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30
September 2010. Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran
atas penyerahan tanggal 2 September 2010 dan pembayaran uang muka
untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Oktober 2010 oleh
pengusaha B. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A menerbitkan Faktur
Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30
September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan dan pembayaran
uang muka yang dilakukan pada bulan September.
a. Saat Penyerahan Barang Kena Pajak Bergerak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, maka
saat pembuatan Faktur Pajak untuk penyerahan BKP dan / atau
penyerahan JKP dicontohkan sebagai berikut :
Contoh 1:
PT Aman menyerahkan Barang Kena Pajak secara langsung kepada
Tuan Igna pada tanggal 15 Mei 2011. Atas transaksi penyerahan Barang
Kena Pajak tersebut PT Aman menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 15
Mei 2011.
Contoh 2:
PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual Barang Kena Pajak
kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat pengiriman (term of
Hal. 114
delivery) loco gudang penjual (fob shipping point). Barang Kena Pajak
dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria
pada tanggal 10 Juni 2011 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi
dengan tanggal DO (delivery order) 10 Juni 2011. Barang diterima oleh
PT Ceria pada tanggal 12 Juni 2011. Atas transaksi penyerahan Barang
Kena Pajak tersebut, PT Berkah menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal
10 Juni 2011.
Dalam hal pada contoh 1 dan contoh 2 di atas, faktur penjualan
(invoice) diterbitkan tidak pada tanggal penyerahan secara langsung
atau pada saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa
angkutan karena kondisi tertentu, maka Faktur Pajak wajib dibuat pada
saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur penjualan tersebut
harus dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dan dilakukan secara konsisten.
Contoh 3:
PT Cantik di Jakarta menjual Barang Kena Pajak kepada PT Sentosa di
Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang
pembeli (fob destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik
dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12 Agustus 2011 dengan
menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa
pada tanggal 13 Agustus 2011. PT Cantik menerbitkan faktur penjualan
(invoice) pada tanggal 16 Agustus 2011. Atas penyerahan Barang Kena
Pajak tersebut, PT Cantik wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal
13 Agustus 2011 atau paling lama tanggal 16 Agustus 2011.
b. Saat Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Bergerak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, maka
saat pembuatan Faktur Pajak untuk penyerahan BKP tidak bergerak
adalah sebagai berikut :
Contoh 1:
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2011.
Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah
tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 September 2011. Faktur
Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 September 2011. Bila sebelum surat
atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani barang tidak bergerak
telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli atau
Hal. 115
penerimanya, maka Faktur Pajak harus diterbitkan pada saat barang
tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli
atau penerima barang.
Contoh 2:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus
2011. Faktur Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 2011. Bila
sebelum surat atau akte tersebut dibuat atau ditandatangani, barang
tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli
atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang
tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan pembeli
atau penerima barang.
Contoh 3:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 Agustus
2011. Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 September 2011. Faktur
Pajak harus diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 2011.
c. Saat Penyerahan Jasa Kena Pajak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, maka
saat pembuatan Faktur Pajak untuk penyerahan Jasa Kena Pajak :
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan satu unit ruko kepada PT Diatetupa dengan
masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak disepakati
antara lain:
PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1
September 2011.
Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp
120.000.000,00.
Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap
tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rp10.000.000,00
per tahun.
Pada tanggal 29 September 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran
sewa untuk tahun pertama. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT
Semangat wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 29 September
2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp10.000.000,00.
Hal. 116
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa
konsultasi manajemen dan pelatihan kepada staff marketing PT Toryung
selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp60.000.000,00.
Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah
Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011.
Pada tanggal 10 Agustus 2011, Firma Cerah Konsultan mengajukan
tagihan untuk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli sebesar
Rp10.000.000,00. PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan
tersebut pada tanggal 20 Agustus 2011. Atas transaksi tersebut, Firma
Cerah Konsultan wajib menerbitkan Faktur Pajak pada tanggal 10
Agustus 2011 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp10.000.000,00
(sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima
tanggal 20 Agustus 2011.
d. Saat Penerimaan Pembayaran Termin dalam Hal Penyerahan
Sebagian Tahap Pekerjaan
Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan
jasa pemborong bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat
penerbitan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Umumnya pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang
tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum
jasa pemborong itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima
pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau
pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan
tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan. Dalam hal ini sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang‐
Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai terutang
pada saat pembayaran tersebut diterima oleh Pemborong atau
Kontraktor.
Selanjutnya setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut
selesai dikerjakan, maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan
kepada penerima jasa. Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (1)
Undang‐Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai
terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan, meskipun
pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh
Pemborong atau Kontraktor.
Contoh:
Hal. 117
(1) Tanggal 1 April 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan
diterima uang muka sebesar 20%.
(2) Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran
tahap ke‐1.
(3) Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran
tahap ke‐2.
(4) Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran
tahap ke‐3.
(5) Tanggal 25 Agustus 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan atau
barang tidak bergerak diserahkan.
(6) Tanggal 1 September 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke‐4)
sebesar 95% dari harga borongan.
(7) Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa
pemborongan.
Pada angka 1 sampai dengan angka 4 Pajak Pertambahan Nilai
terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang angka 5
sampai dengan angka 7 Pajak Pertambahan Nilai terutang pada tanggal
25 Agustus 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak
bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya. Tanggal
pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu
diperhatikan, karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya
Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam
Undang‐Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Cara penghitungan sebagaimana tersebut di atas juga berlaku
dalam hal penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
dilakukan dengan pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan
kemudian.
Contoh perhitungan 1 :
PT Megah adalah kontraktor pemenang lelang, untuk membangun
gedung perkantoran milik PT Duniaku.
Data‐data kontak sbb :
1) Kontrak ditanda tangani tanggal 1 Januari 2010 dengan nilai kontrak
include PPN Rp 71.280.000
Hal. 118
2) Pembayaran PT Duniaku sesuai dengan prestasi fisik proyek dengan
dilampiri Berita Acara Pemeriksaan Fisik Penyelesaian Pekerjaan dan
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan sbb :
05/02/2010 Prestasi fisik 10%
05/03/2010 Prestasi fisik 22%
05/04/2010 Prestasi fisik 34%
05/05/2010 Prestasi fisik 43%
05/06/2010 Prestasi fisik 57%
05/07/2010 Prestasi fisik 71,50%
05/08/2010 Prestasi fisik 85%
05/09/2010 Prestasi fisik 100%
Diminta : Buatlah perhitungan PPN atas pembayaran di atas!
Maka :
Perhitungan PPN sebagai berikut :
Contoh 2 :
PT Andalan mengadakan kontrak pengadaan BKP dengan PT Megariwa
dengan data kontrak sbb :
1) Kontrak ditandatangani tanggal 10 Januari 2010 dengan nilai kontrak
include PPN Rp418.000.000
2) Penyerahan barang tiap akhir bulan Feb, Maret, April, Mei dengan
dilampiri BA Pemeriksaan fisik barang dan BA Penerimaan Barang
3) Pembayaran Uang Muka Kerja (UMK) pada saat penandatanganan
kontrak sebesar 25%, kemudian pembayaran setiap tanggl 10 setelah
barang diserahkan dengan dilampiri faktur, BA Pemeriksaan Fisik,
dan BA Penerimaan Barang
4) Realisasi penyerahan barang :
28/02/2010 sebanyak 20% dari nilai kontrak
31/03/2010 sebanyak 35% dari nilai kontrak
Tahap Tanggal FP Nilai Kontrak Prestasi fisik DPP +PPN DPP PPN
I 05/02/2010 71.280.000 7.128.000 7.128.000 6.480.000 648.000
II 05/03/2010 71.280.000 15.681.600 8.553.600 7.776.000 777.600
III 05/04/2010 71.280.000 24.235.200 8.553.600 7.776.000 777.600
IV 05/05/2010 71.280.000 30.650.400 6.415.200 5.832.000 583.200
V 05/06/2010 71.280.000 40.629.600 9.979.200 9.072.000 907.200
VI 05/07/2010 71.280.000 50.965.200 10.335.600 9.396.000 939.600
VII 05/08/2010 71.280.000 60.588.000 9.622.800 8.748.000 874.800
VIII 05/08/2010 71.280.000 71.280.000 10.692.000 9.720.000 972.000
71.280.000 64.800.000 6.480.000
Hal. 119
30/04/2010 sebanyak 30% dari nilai kontrak
31/05/2010 sebanyak 15 % dari nilai kontrak
Diminta : Buatlah perhitungan PPN atas pembayaran di atas!
Maka :
3. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER‐13/PJ/2010
tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, dikatakan bahwa
“Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar, serta
ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena
Pajak untuk menandatanganinya”
Keterangan yang harus ada di dalam Faktur Pajak sesuai pasal 13
ayat 5 Undang‐undang PPN :
1) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
2) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
4) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
Tanggal FP Nilai Kontrak Uang Muka DPP +PPN DPP PPN
10/01/2010 418.000.000 104.500.000 104.500.000 95.000.000 9.500.000
Tahap Tanggal FP Nilai Kontrak Penyerahan Uang Muka DPP + PPN DPP PPN
I 28/02/2010 418.000.000 83.600.000 20.900.000 62.700.000 57.000.000 5.700.000
II 31/03/2010 418.000.000 146.300.000 36.575.000 109.725.000 99.750.000 9.975.000
III 30/04/2010 418.000.000 125.400.000 31.350.000 94.050.000 85.500.000 8.550.000
IV 31/05/2010 418.000.000 62.700.000 15.675.000 47.025.000 42.750.000 4.275.000
418.000.000 104.500.000 313.500.000 285.000.000 28.500.000
Total PPN yang terutang 38.000.000
Total diterima PT Andalan 380.000.000
Nilai Kontrak 418.000.000
Hal. 120
5) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan berupa
Tanda Tangan Elektronik
Yang berhak menandatangani Faktur Pajak, sesuai Per‐24/PJ/2012
adlah yang sudah terdaftar , boleh lebih dari satu orang dalam
pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau
pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai
dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi
kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang
sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya
sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan
penandatanganan Faktur Pajak. Bila tidak ditanda tangani akan
dianggan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Faktur Pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan ini bukan
merupakan Faktur Pajak, dan PPN yang tercantum dalam Faktur
Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
Faktur Pajak dapat berbentuk:
1) elektronik; atau
a) Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak kriteria tertentu mengikuti tata cara sebagaimana
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
b) Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur
Pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak
berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak tersebut
dianggap tidak membuat Faktur Pajak.
c) Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh
Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau
dilaporkan tidak sesuai dengan tata cara pelaporan bukan
merupakan Faktur Pajak
d) Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP
yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik
Hal. 121
tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik, PKP
tersebut diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak
berbentuk kertas .Keadaan tertentu yang tersebut adalah
keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan,
revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab
lainnya di luar kuasa PKP yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak
2) kertas (hardcopy).
Kode Faktur Pajak dan Nomor Seri Faktur Pajak
Berdasar Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER ‐ 24/PJ/2012 tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
1) Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam
belas) digit, yaitu:
a) 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b) 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c) 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan
memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara
yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900‐13.00000001 untuk
Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014
akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000‐14.00000001 demikian
seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai
berikut:
010.900‐13.00000001, berarti penyerahan yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal(bukan
Hal. 122
Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900‐13.00000001
sesuaidengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak.
011.900‐13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan
PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak
Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900‐13.00000001 sesuai
dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.
a. Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
1) 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang
PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis
penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan
kode 09.
2) 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut
oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
3) 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang
PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain
Bendahara Pemerintah) .
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal
ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak
dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik
Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai
Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap
Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut
secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN
4) 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
5) 05 Kode ini tidak digunakan.
6) 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor
Hal. 123
luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E
Undang‐ Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain
jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan
penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar
negeri (turis asing), antara lain:
(1) Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
(2) Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang
dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan
mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar
Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
(3) Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar
negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk,
terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
7) 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung
Pemerintah (DTP).
Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas
PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP),
berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
(1) Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
(2) Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan
bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi
Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di
Kawasan Berikat (KB).
(3) Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan
Berikat.
(4) Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan
di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
Hal. 124
(5) Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan
Penerbangan Internasional.
(6) Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
(7) Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan
Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar
Nabati Di Dalam Negeri.
(8) Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan,
Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan
Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan
Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas.
(9) Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan
Bebas.
(10) Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan
dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah
Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas
8) 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
mendapat fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN. Kode ini
digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan
dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang
berlaku antara lain:
a) Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b) Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
Hal. 125
c) Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan
Internasional serta pejabatnya
9) 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
b. Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 0 (nol) untuk status normal;
2) 1 (satu) untuk status penggantian
c. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
1) Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut
yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
2) Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor
dengan jumlah sesuai permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri
Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat
berupa:
‐ 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
‐ 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
‐ 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
3) Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur
Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun
penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak.
d. Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Berdasar pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER‐17/PJ/2014,
cara untuk mendapatkan kode dan nomor seri Faktur Pajak adalah
sebagai berikut :
1) PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke
KPP tempat PKP dikukuhkan dengan mengisi lengkap dan
menandatangai surat permohonan tersebut.
Dalam hal surat permohonan Kode Aktivasi dan Password
ditandatangani oleh selain PKP, maka surat permohonan harus
dilampiri dengan surat kuasa.
Hal. 126
2) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat
permohonan diterima, KPP menerbitkan Surat Pemberitahuan
Kode Aktivasi melalui pos dan Password melalui email ke PKP
dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dan laporan hasil registrasi
ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau PKP telah
dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 73/PMK.03/2012.
3) PKP harus melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara
elektronik (Akun Pengusaha Kena Pajak) yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode Aktivasi,
melalui: KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat
Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; atau laman
(website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user)
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
4) melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui: KPP
tempat PKP dikukuhkan; dan/atau laman (website) yang sitentukan
dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk untuk
PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik.
5) Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada PKP yang telah
memenuhi syarat sebagai berikut:
a) telah memiliki Kode Aktivasi dan Password;
b) telah melakukan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; dan
c) telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak
terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut‐turut pada
tanggal PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
4. Tata Cara Pembuatan dan Pembetulan Faktur Pajak
Berdasar pada berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER‐24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata CaraPengisian
Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata
Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur
Pajak dan perubahannya , adalah sebagai berikut :
Hal. 127
a. Tata Cara Penggantian Faktur Pajak yang tidak lengkap,
salah, rusak
1) Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima
Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur
Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, salah dalam
pengisian, atau salah dalam penulisan.
2) Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah
dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus,
atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara
membuat Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.
3) Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti
dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak
yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
yang telah ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
4) Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1,
diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri
dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian atau
salah dalam penulisan tersebut.
5) Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur
Pajak yang sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti.
Sedangkan tanggal Faktur Pajak Pengganti diisi dengan tanggal
pada saat Faktur Pajak Pengganti dibuat.
6) Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir
1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak yang diganti. Pengusaha
Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut.
Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti
dapat diisi dengan cara manual
Faktur Pajak yang diganti : ……………………………….
Kode dan Nomor Seri : ……………………………….
Tanggal : ……………………………….
7) Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya
kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa
Hal. 128
Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan
pembuatan Faktur Pajak tersebut.
8) Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama
dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan
penggantian dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan
yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
9) Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada
butir 8 harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.
b. Tata Cara Penggantian Faktur Pajak yang Hilang
1) Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak
a) Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak
dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy
dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena
Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b) Berdasarkan permohonan dari PKP penjual atau pemberi
JKP, PKP pembeli atau penerima JKP membuat copy dari
arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh PKP pembeli atau
penerima JKP, untuk dilegalisasi oleh KPP tempat PKP
pembeli atau penerima JKP dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
‐ Lembar ke‐1 : diserahkan ke PKP penjual atau pemberi JKP
melalui PKP pembeli atau penerima JKP.
‐ Lembar ke‐2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang
bersangkutan.
c) Legalisasi diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima JKP
dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak dan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak tersebut.
Hal. 129
d) Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur
Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan
sebagai Pajak Keluaran
2) Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima JKP :
a) Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima JKP dapat
mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari
Faktur Pajak yang hilang kepada PKP penjual atau pemberi
JKP dengan tembusan kepada KPP di tempat PKP pembeli
atau penerima JKP dikukuhkan dan kepada KPP di tempat
PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan.
b) Berdasarkan permohonan dari PKP pembeli atau penerima
JKP, PKP penjual atau pemberi JKP membuat copy dari arsip
Faktur Pajak yang disimpan oleh PKP penjual atau pemberi
JKP , untuk dilegalisasi oleh KPP tempat Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu:
‐ Lembar ke‐1 : diserahkan ke PKP pembeli atau penerima
JKP melalui PKP penjual atau pemberi JKP
‐ Lembar ke‐2 : arsip KPP yang bersangkutan.
c) Legalisasi diberikan oleh KPP tempat PKP penjual atau
pemberi JKP dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur
Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa PPN dari PKP penjual
atau pemberi JKP tersebut.
d) Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP pembeli atau penerima
JKP dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat
Pemberitahuan Masa PPN dari PKP pembeli atau penerima
JKP untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan
hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
c. Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
1) Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang faktur
Pajak‐nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut harus
dibatalkan.
Hal. 130
2) Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen
yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi.
Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain
yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
3) Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi
(disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang
menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
4) Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak
harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur
Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli
dikukuhkan.
5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan
Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak
penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan
mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN
dan PPnBM.
6) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan
Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka
Pengusaha Kena Pajak penjual harus melakukan pembetulan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak
yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol)
pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
7) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan
Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka
Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak
yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol)
pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
Hal. 131
5. Sanksi Terkait PPN
Sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak didasarkan pada
Undang‐undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai
berikut :
a. Bagi pengusaha yang bukan PKP tetapi menerbitkan faktur pajak,
maka akan terkena sanksi yang diatur dalam pasal 39 A UU KUP
demikian :
Setiap orang yang dengan sengaja:
1) menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti
setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
atau
2) menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak
6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak
b. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP , tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak
tepat waktu;
c. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap, selain:
1) identitas pembeli (nama, alamat, dan NPWP pembeli)
2) identitas pembeli (nama, alamat, dan NPWP pembeli )serta
nama dan tandatangan penjual (yang berhak menandatangani
faktur pajak), dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak pedagang eceran;
d. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan
masa penerbitan faktur pajak; atau
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf b,c,d, masing‐masing, selain wajib menyetor
pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Hal. 132
6. Dokumen‐dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak
Berdasar pasal 13 ayat 6 Undang‐undang PPn 1984 dikatakan
bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu
yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Direktur
Jenderal Pajak dapat menentukan dokumen yang biasa digunakan
dalam dunia usaha yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur
Pajak. Ketentuan ini diperlukan, antara lain, karena:
a. faktur penjualan yang digunakan oleh pengusaha telah dikenal oleh
masyarakat luas, seperti kuitansi pembayaran telepon dan tiket
pesawat udara;
b. untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak,
sedangkan pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak, yaitu
pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
berada di luar Daerah Pabean, misalnya, dalam hal pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, Surat Setoran Pajak dapat
ditetapkan sebagai Faktur Pajak; dan
c. terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal impor atau
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
7. Nota Retur dan Nota Pembatalan
Berdasar pada pasal 5A UU PPN 1984 dikatakan sebagai berikut :
a) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak
yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian
Barang Kena Pajak tersebut.
b) Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan
dari Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam Masa Pajak
terjadinya pembatalan tersebut.
Kemudian diatur lebih jauh pada Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 65/PMK.03/2010 sebagai berikut :
a) Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata
dikembalikan (retur) oleh Pembeli, Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat
Hal. 133
mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dan
mengurangi:
(1) Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal
Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah
dikreditkan;
(2) biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal
pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak
dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah
ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta
tersebut; atau
(3) biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena
Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan
(dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Prosedurnya :
(1) Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada
PKP Penjual dengan paling sedikit harus mencantumkan:
(a) nomor urut nota retur;
(b) nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang
Kena Pajak yang dikembalikan;
(c) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli;
(d) nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena
Pajak Penjual;
(e) jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang
dikembalikan;
(f) Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang
dikembalikan, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah yang dikembalikan;
(g) tanggal pembuatan nota retur; dan
(h) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota
retur.
(2) Nota retur harus dibuat pada saat BKP dikembalikan.
(3) Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan
administrasi Pembeli.
Hal. 134
(4) Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 yaitu:
(a) lembar ke‐1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual;
(b) lembar ke‐2: untuk arsip Pembeli.
(5) Dalam hal Pembeli bukan PKP , nota retur dibuat paling sedikit
dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke‐3 harus disampaikan ke
KPP tempat Pembeli terdaftar.
(6) Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam
hal:
(a) Nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan
seperti yang disyaratkan.
(b) nota retur tidak dibuat pada saat BKP tersebut
dikembalikan
(c) nota retur tidak disampaikan
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata
dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh
Penerima Jasa,
Contoh Nota Retur
Gambar 7.1. Contoh Nota Retur
b) Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan
tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha
Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
Hal. 135
(1) Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa,
dalam hal Pajak Masukan atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan
telah dikreditkan;
(2) biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa,
dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan
sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam
harga perolehan harta tersebut; atau
(3) biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha
Kena Pajak dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena
Pajak yang dibatalkan tersebut telah dibebankan sebagai biaya
atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan
harta tersebut.
c) Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal
Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena
Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya
Prosedurnya :
a) Penerima Jasa harus membuat dan menyampaikan nota
pembatalan kepada PKP Pemberi JKP, yang paling sedikit harus
mencantumkan:
(1) nomor nota pembatalan;
(2) nomor, kode seri dan tanggal Faktur Pajak dari Jasa Kena Pajak
yang dibatalkan;
(3) nama, alamat, dan NPWP Penerima Jasa;
(4) nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena
Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak;
(5) jenis jasa dan jumlah penggantian JKP yang dibatalkan;
(6) PPN atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
(7) tanggal pembuatan nota pembatalan; dan
(8) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota
pembatalan.
b) Nota pembatalan harus dibuat pada saat JKP dibatalkan.
c) Bentuk dan ukuran nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli.
d) Nota pembatalan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 yaitu:
(1) lembar ke‐1: untuk PKP Pemberi Jasa Kena Pajak;
(2) lembar ke‐2: untuk arsip Penerima Jasa.
Hal. 136
e) Dalam hal Penerima Jasa bukan PKP, nota pembatalan dibuat
paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke‐3 harus
disampaikan ke KPP tempat Penerima Jasa terdaftar.
f) Pembatalan JKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
(1) nota pembatalan tidak selengkapnya mencantumkan
keterangan yang disyaratkan
(2) nota pembatalan tidak dibuat pada saat JKP dibatalkan
(3) nota pembatalan tidak disampaikan
Contoh Nota Pembatalan
Gambar 7.2 Contoh Nota Pembatalan
C. LATIHAN
1. Jelaskan definisi dari Faktur Pajak dan apa fungsinya?
2. Kapan PKP harus membuat Faktur Pajak? Dan jelaskan apa yang
dimaksud Faktur Pajak Gabungan?
3. Jelaskan keterangan apa saja yang harus ada di dalam Faktur Pajak?
4. Jelaskan kode dan nomor seri Faktur Pajak berikut :
a. 011.900‐13.00000001
b. 020.800‐14.00000012
5. PT Andalan mengadakan kontrak pengadaan BKP dengan PT
Megariwa dengan data kontrak sbb :
Hal. 137
a. Kontrak ditandatangani tanggal 10 Januari 2010 dengan nilai
kontrak include PPN Rp418.000.000
b. Penyerahan barang tiap akhir bulan Feb, Maret, April, Mei
dengan dilampiri BA Pemeriksaan fisik barang dan Berita Acara
Penerimaan Barang
c. Pembayaran Uang Muka Kerja (UMK) pada saat
penandatanganan kontrak sebesar 25%, kemudian pembayaran
setiap tanggl 10 setelah barang diserahkan dengan dilampiri
faktur, BA Pemeriksaan Fisik, dan BA Penerimaan Barang.
Realisasi penyerahan barang :
a. 28/02/2010 sebanyak 20% dari nilai kontrak
b. 31/03/2010 sebanyak 35% dari nilai kontrak
c. 30/04/2010 sebanyak 30% dari nilai kontrak
d. 31/05/2010 sebanyak 15 % dari nilai kontrak
Diminta buatlah perhitungan PPN dan kapan saatnya pembuatan
faktur pajak atas transaksi di atas!
6. Jelaskan bagaimana mekanisme penggantian faktur Pajak yang rusak,
salah, tidak lengkap!
7. Jelaskan sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak didasarkan pada
Undang‐undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan!
8. Jelaskan alasan pemerintah menetapkan dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak!
9. Dalam hal terjadi Nota Retur, jelaskan apa yang menyebabkan
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi !
10. Jelaskan apa saja yang harus dicantumkan pada Nota pembatalan
kepada PKP Pemberi JKP!
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas VII Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Hal. 138
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas VII
RINCIAN TUGAS :
1. Sanksi apa yang akan diterima Pak Hasan, pedagang tekstil di
pertokoan Tanah Abang, karena menerbitkan faktur pajak
sedangkan Pak Hasan adalah tergolong pengusaha kecil, karena
omzetnya tahun 2014 kurang dari Rp4.800.000.000? Jelaskan
dengan diserta dasar hukumnya.
2. PT Andalan mengadakan kontrak pengadaan BKP dengan PT
Megariwa dengan data kontrak sbb :
a. Kontrak ditandatangani tanggal 10 Januari 2010 dengan nilai
kontrak include PPN Rp412.500.000
b. Penyerahan barang tiap akhir bulan Feb, Maret, April, Mei
dengan dilampiri BA Pemeriksaan fisik barang dan BA
Penerimaan Barang
c. Pembayaran Uang Muka Kerja (UMK) pada saat
penandatanganan kontrak sebesar 20%, kemudian pembayaran
setiap tanggl 10 setelah barang diserahkan dengan dilampiri
faktur, BA Pemeriksaan Fisik, dan BA Penerimaan Barang.
d. Realisasi penyerahan barang :
1) 28/02/2010 sebanyak 20% dari nilai kontrak
2) 31/03/2010 sebanyak 35% dari nilai kontrak
3) 30/04/2010 sebanyak 30% dari nilai kontrak
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 139
4) 31/05/2010 sebanyak 15 % dari nilai kontrak
Hitung PPN yang harus dipungut dan berapa harus dibayar?
E. RINGKASAN MATERI
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak sebagai
bukti pemungutan pajaknya. Saat PKP wajib membuat faktur pajak
adalah :
a) saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak;
b) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak;
c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan; atau
d) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
Faktur pajak dapat berbentuk kertas(hardcopy) maupun
elektronik yang sering disebut e‐faktur yang tata cara untuk
mendapatkan dan penggunaan kode dan nomor serinya diatur dengan
undang‐undang. Demikian juga dengan sanksi pelanggaran dalam hal
penerbitan faktur pajak yang diakibatkan tidak dipenuhi kewajiban
pengusaha baik PKP maupun non PKP.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU
PPN &PPnBM
Hal. 140
BAB VIII PERHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN
A. PENGANTAR
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang
Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak. Bukti Pajak Masukan adalah Faktur Pajak yang
dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan berarti mengurangkan jumlah Pajak
Keluaran (PPN yang dipungut PKP penjual) dengan Pajak Masukan
(PPN yang sudah dibayar PKP pembeli) sehingga menghasilkan PPN
kurang bayar yang harus disetor atau PPN lebih bayar untuk dapat
dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau direstitusikan.
Setelah menyelesaikan materi bahasan kali ini diharapkan
mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
2. Menjelaskan Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
3. Menjelaskan Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan
4. Menjelaskan PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
5. Menjelaskan Pengkreditan PM dan Pedoman Pengkreditan
a. Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan
Penyerahan Tidak Terutang Pajak
b. Bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
c. Bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam 1 Tahun Tidak
Melebihi Jumlah Tertentu
Hal. 141
B. DESKRIPSI MATERI
1. Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
Berdasarkan pasal 9 Undang‐undang PPN 1984 dikatakan sebagai
berikut : (1) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. (2) Bagi Pengusaha Kena
Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor
barang modal dapat dikreditkan.
Hasil dari pengkreditan pajak masukan :
a. PPN Kurang Bayar, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
b. PPN Lebih Bayar, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya, atau diajukan diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku.
c. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan
permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena
Pajak Berwujud;
2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
3) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak
Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
4) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud;
5) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak;
dan/atau
6) Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
d. PKP yang mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C ayat (1) Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.
Hal. 142
.
2. Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
Dalam pasal 9 UU PPn 1984, diatur ketentuan lainnya sebagai
berikut :
a. Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan
yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
terutang pajak.
b. Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan
untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan
pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
c. Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan
pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak
dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal
berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
d. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha
Kena Pajak yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak
melebihi jumlah tertentu, kecuali Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan usaha tertentu, dapat dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
e. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Hal. 143
3. Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan
Berdasar pasal 13 ayat (1A) huruf G UU PPN 1984, Faktur Pajak
harus memenuhi persyaratan formal dan material. Faktur Pajak
memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas dan benar atau
persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sesuai
dengan wewenang yang diberikan .
Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material
apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Jadi syarat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan baik formil
maupun materiil.
b. Faktur Pajak tersebut dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
c. Pajak Masukan ats perolehan BKP/JKP terebut berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha
4. PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Berdasar pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pengkreditan Pajak Masukan
tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk :
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan
dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk
semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga
harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan
dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat
Hal. 144
adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih
dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan,
yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak
f. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
g. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
Penjelasan :
Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru
membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan
atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah
diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar
atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan; dan
i. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena
Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a).
Hal. 145
5. Pengkreditan PM dan Pedoman Pengkreditan
a. Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan
Penyerahan Tidak Terutang Pajak
Berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.011/2014 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan
Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak
Terutang Pajak, dikatakan sebagai berikut :
Pengertian Umum
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang
Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak antara
lain:
1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan/atau memanfaatkan
kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya Pengusaha Kena
Pajak yang menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik
minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak),
yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain
dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas
penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang
perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang
perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan
untuk tempat usaha.
3) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan
jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang
Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang
kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena
Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa
angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
4) Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, misalnya pengusaha
pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa
rumah mewah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah
Hal. 146
sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang
Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak
sebagaimana tersebut di atas, perlakuan pengkreditan Pajak
Masukan adalah sebagai berikut:
1) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang nyata‐nyata hanya digunakan untuk kegiatan
yang terkait dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan
Nilai, clapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
a) Pajak Masukan untuk perolehan mesin‐mesin yang digunakan
untuk memproduksi minyak jagung;
b) Pajak Masukan untuk perolehan alat‐alat perkantoran yang
hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan
kantor;
2) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang nyata‐nyata hanya digunakan untuk kegiatan
yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan
seluruhnya, misalnya:
a) Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk
jasa angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan
merupakan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak
terutang Pajak Pertambahan Nilai;
b) Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan
untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas
penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
3) Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan
penggunaannya untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, pengkreditannya
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini,
misalnya:
Hal. 147
a) Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik
untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak
jagung, yang sebagian jagung tersebut dijual kepada pihak lain
dan tidak diolah sendiri oleh pemilik kebun jagung menjadi
minyak jagung;
b) Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan
baik untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun
untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor
Contoh perhitungan :
Contoh 1 :
1) Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di
bidang industri pembuatan sepatu.
2) Pada bulan Januari 2014, Pengusaha Kena Pajak B tersebut
membeli generator listrik yang dimaksudkan untuk digunakan
seluruhnya untuk kegiatan pabrik dengan nilai perolehan sebesar
Rp100.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp10.000.000,00.
3) Pajak Masukan atas perolehan generator listrik sebesar
Rp10.000.000,00 secara keseluruhan dikreditkan pada Masa Pajak
Januari 2014.
4) Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5
(lima) tahun, tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan
ini, masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan 4 (empat)
tahun, sehingga alokasi pengkreditan Pajak Masukan untuk setiap
tahunnya adalah sebesar:
Rp 10.000.000,00 / 4 tahun =Rp2.500.000,00
5) Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut digunakan:
a) untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2014:
10% untuk perumahan karyawan dan direksi;
90% untuk kegiatan pabrik, dan
b) untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014:
20% untuk perumahan karyawan dan direksi;
80% untuk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tersebut di atas, rata‐rata penggunaan generator
listrik untuk kegiatan pabrik adalah:
90% + 80% = 85%
Hal. 148
6) Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
untuk tahun buku 2014 dapat dilakukan paling lambat pada Masa
Pajak Maret 2015. Pengusaha Kena Pajak B melakukan
penghitungan kembali Pajak Masukan pada Masa Pajak Februari
2015. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku
2014 seharusnya sebesar:
85% x (Rp10.000.000,00/4) = Rp2.125.000,00
7) Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan
mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Februari 2015
adalah sebesar:
Rp2.500.000,00 ‐ Rp2.125.000,00 = Rp375.000,00
8) Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas
dilakukan sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.
Contoh 2 :
1) Pengusaha Kena Pajak D adalah perusahaan yang menghasilkan
jagung, dan memproses jagung tersebut menjadi minyak jagung
yang merupakan Barang Kena Pajak, dengan titip olah
menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak E.
Selanjutnya, Pengusaha Kena Pajak D hanya menjual minyak
jagung.
2) Pada bulan Maret 2014, Pengusaha Kena Pajak D membayar jasa
titip olah kepada Pengusaha Kena Pajak E sebesar
Rp25.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp2.500.000,00.
3) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha
Kena Pajak D pada masa Maret 2014 adalah sebesar
Rp2.500.000,00
Contoh 3
1. Pengusaha Kena Pajak N adalah perusahaan integrated (terpadu)
yang bergerak di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak
jagung. Sebagian jagung yang dihasilkannya diolah lebih lanjut
menjadi minyak jagung dan sebagian lainnya dijual kepada pihak
lain.
2. Pada bulan April 2014, Pengusaha Kena Pajak N membeli truk
yang digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk
pabrik minyak jagung dengan harga perolehan sebesar
Hal. 149
Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp20.000.000,00.
3. Berdasarkan data‐data yang dimiliki, diperkirakan persentase
rata‐rata jumlah penyerahan minyak jagung terhadap
penyerahan seluruhnya adalah sebesar 70%, sedangkan 30%
merupakan penyerahan jagung kepada pihak lain.
4. Berdasarkan data tersebut maka Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2014 sebesar:
Rp20.000.000,00 x 70% = Rp14.000.000,00
5. Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2014 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari
penjualan jagung kepada pihak lain sebesar Rp40.000.000.000,00
dan penjualan minyak jagung sebesar Rp60.000.000.000,00.
6. Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi
untuk tujuan penghitungan Pajak Masukan berdasarkan
Peraturan Menteri ini ditetapkan 4 (empat) tahun.
7. Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang
dapat dikreditkan selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada
Masa Pajak Maret 2015 adalah:
8. Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun
buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
Rp14.000.000,00/4 =Rp 3.500.000,00
9. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan
mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015 adalah
sebesar:
Rp3.500.000,00 ‐ Rp3.000.000,00 = Rp500.000,00
10. Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di
atas dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk
berakhir.
Contoh 4:
1) Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha
selama tahun buku 2015 adalah Rp100.000.000.000,00, yang
berasal dari penjualan jagung sebesar Rp10.000.000.000,00 dan
penjualan minyak jagung sebesar Rp90.000.000.000,00.
. . ,
. . X
.. . , = Rp3.000.000,00
Hal. 150
2) Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang
dapat dikreditkan selama tahun buku 2015 yang dilakukan pada
Masa Pajak Maret 2016 adalah:
3) Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun
buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
Rp14.000.000,00/4 = Rp3.500.000,00
4) Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan
menambah Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2016 adalah
sebesar:
Rp4.500.000,00 ‐ Rp3.500.000,00 = Rp 1.000.000,00
5) Penghitungan seperti di atas terus dilakukan sampai akhir tahun
ke 4 umur manfaat truk tersebut.
b. Bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Berdasar pada PMK Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman
Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Mempunyai
Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu, yang diperbarui
dengan PMK Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Penyerahan Emas
Perhiasan, diatur sebagai berikut:
1) Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata‐
mata melakukan :
a) penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau
b) penyerahan emas perhiasan dan/atau jasa yang terkait
dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan.
Pengusaha Emas Perhiasan meliputi :
(1) pabrikan Emas Perhiasan dan
Pabrikan Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang
Menghasilkan Emas Perhiasan dan melakukan kegiatan
antara lain jual beli, jasa perbaikan/modifikasi, dan/atau
jasa lain yang berkaitan dengan Emas Perhiasan
(2) pedagang Emas Perhiasan.
Pengusaha yang semata‐mata melakukan kegiatan jual
beli Emas Perhiasan.
2) Bagi PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor
bekas eceran, PPN terutang adalah Pajak Keluaran dikurangi
. . ,
. . X
.. . , = Rp4.500.000,00
Hal. 151
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Besarnya Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan adalah 90% (sembilan puluh persen) dari
Pajak Keluaran. Atau sama dengan 1% (satu persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak.
3) Bagi PKP penyerahan emas perhiasan, PPN terutang adalah 20%
(delapan puluh persen) kali Dasar Pengenaan Pajak. DPP adalah
harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian.
Dalam hal penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas
Perhiasan dilakukan dengan cara mengganti atau menukar Emas
Perhiasan dengan emas batangan kadar 24 (dua puluh empat)
karat sebagai pengganti seluruh bahan baku pembuatan Emas
Perhiasan, Dasar Pengenaan Pajak adalah sebesar 20% (dua
puluh persen) dari selisih antara Harga Jual Emas Perhiasan
dikurangi dengan harga emas batangan kadar 24 (dua puluh
empat) karat yang terkandung dalam emas perhiasan tersebut
4) Dalam hal pada suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan Kegiatan Usaha Tertentu beralih usaha di luar
Kegiatan Usaha Tertentu, berlaku ketentuan sebagai berikut :
a) Pengusaha Kena Pajak dapat menghitung besarnya Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan atau
menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan
dengan Pajak Keluaran apabila peredaran usahanya dalam 1
(satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu
miliar delapan ratus juta rupiah);
b) Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan mekanisme
pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran apabila
peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun buku di atas Rp
1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah),
terhitung sejak Masa Pajak saat Pengusaha Kena Pajak tidak
melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.
c. Bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam 1 Tahun Tidak
Melebihi Jumlah Tertentu
Berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai Peredaran
Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu, dikatakan sebagai berikut :
Hal. 152
1) Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha
Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu)
tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar
delapan ratus juta rupiah).
2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan apabila memenuhi syarat :
a) mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku
sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar
delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku;
atau
b) Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.
3) Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan wajib beralih
menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan
Pajak Keluaran mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran
usahanya melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan
ratus juta rupiah). Jika tidak dapat dikenai sanksi sesuai
peraturan yang berlaku di bidang perpajakan.
4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menggunakan mekanisme
pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan mulai
Masa Pajak saat digunakannya mekanisme pengkreditan Pajak
Masukan
5) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan yaitu sebesar :
a) Untuk penyerahan JKP = 60% (enam puluh persen) dari
Pajak Keluaran atau PPN terutang sama dengan 4% dari DPP
(peredaran usaha)
b) Untuk penyerahan BKP =70% (tujuh puluh persen) dari
Pajak Keluaran, atau PPN Terutang sama dengan 3 % dari
DPP (peredaran usaha)
6) Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat
Hal. 153
membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk
penghitungan Pajak Penghasilan.
Contoh perhitungan :
Nilai Peredaran Bruto BKP masa Juli 2010
(tidak termasuk PPN) = Rp 40.000.000,00
PK = 10% x Rp 40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
PM yang dapat dikreditkan
= 70% x Rp 4.000.000,00 = Rp. 2.800.000,00
PPN yang terhutang = Rp. 1.200.000,00
C. LATIHAN
1. PKP Lestari adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak
di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung. Sebagian
jagung yang dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak
jagung dan sebagian lainnya dijual kepada pihak lain.
Pada bulan Maret 2014, PKP Lestari membeli truk yang digunakan
baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak
jagung dengan harga perolehan sebesar Rp350.000.000,00 dan
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp35.000.000,00.
Berdasarkan data‐data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata‐
rata jumlah penyerahan minyak jagung terhadap penyerahan
seluruhnya adalah sebesar 80%, sedangkan 20% merupakan
penyerahan jagung kepada pihak lain.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2014 adalah Rp80.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan
jagung kepada pihak lain sebesar Rp20.000.000.000,00 dan
penjualan minyak jagung sebesar Rp60.000.000.000,00.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk
tujuan penghitungan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan
Menteri ini ditetapkan 4 (empat) tahun
Berdasarkan data di atas hitunglah :
a. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN
Masa Pajak Maret 2014 !
b. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan
mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015!
Hal. 154
c. Buatlah perhitungan pada huruf b, sampai dengan habisnya
masa manfaat menurut fiskal!
2. Pengusaha Anton, omzet BKP tahun 2012 adalah 1,5 M. Tahun 2013
omzetnya naik menjadi 1,7 M. Hitunglah PPN yang harus disetor
oleh pengusaha Anton untuk Januari 2014, dengan omzetnya tanpa
PPN 150 juta!
3. Toko “Nona” menjual pakaian untuk konsumen di Pasar Induk
dengan omzet penjualan setahun tanpa PPN Rp 800 juta tahun
2012. Penghitungan penghasilan neto untuk Pajak Penghasilan
Onah selaku pemilik Toko memutuskan untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selama bulan September
2013, omzet penjualannya adalah Rp 150 juta dan membeli bahan
dagangannya sebesar Rp 80 juta. Hitung PPN yang harus disetor
atas masa pajak September 2013!
4. PT Jasaku adalah PKP di bidang jasa arsitektur, dan memilih
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan untuk menghitung PPN yang harus disetor. Tahun 2012
omzet PT Jasaku adalah Rp 1.750.000.000. Hitung berapa PPN yang
harus disetor PT Jasaku Januari 2013 jika omzetnya Rp 200.000.000!
5. PT Prima bulan Januari 2014 menyerahkan JKP senilai Rp
275.000.000( dengan PPN) dan membeli BKP senilai Rp 150.000.000
(tanpa PPN). Jika PT Prima menggunakan P4M, hitunglah PPN
yang harus disetor PT Prima masa Januari 2014!
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas VIII Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Hal. 155
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas VIII
RINCIAN TUGAS :
1. PKP Lestari adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak
di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung. Sebagian
jagung yang dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak
jagung dan sebagian lainnya dijual kepada pihak lain.
Pada bulan April 2014, PKP Lestari membeli mobil pick up yang
digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik
minyak jagung dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00
dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp15.000.000,00.
Berdasarkan data‐data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata‐
rata jumlah penyerahan minyak jagung terhadap penyerahan
seluruhnya adalah sebesar 75%, sedangkan 25% merupakan
penyerahan jagung kepada pihak lain.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2014 adalah Rp70.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan
jagung kepada pihak lain sebesar Rp20.000.000.000,00 dan
penjualan minyak jagung sebesar Rp50.000.000.000,00.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk
tujuan penghitungan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan
Menteri ini ditetapkan 4 (empat) tahun
Berdasarkan data di atas hitunglah :
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 156
a. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN
Masa Pajak April 2014 !
b. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan
mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak April 2015!
c. Buatlah perhitungan pada huruf b, sampai dengan habisnya
masa manfaat menurut fiskal!
2. Jelaskan siapakah yang dimaksud dengan PKP yang melakukan
kegiatan usaha tertentu, dan bagaimana cara menghitung pajak
masukannya disertai dengan contoh soal masing‐masing satu soal!
E. RINGKASAN MATERI
Pajak Masukan adalah mengurangkan jumlah Pajak Keluaran (PPN
yang dipungut PKP penjual) dengan Pajak Masukan (PPN yang sudah
dibayar PKP pembeli) sehingga menghasilkan PPN kurang bayar yang harus
disetor atau PPN lebih bayar untuk dapat dikompensasi ke masa pajak
berikutnya atau direstitusikan.
Untuk dapat dikreditkan Pajak Masukan harus memenuhi beberapa
prasyarat yang diatur berdasar undang‐undang dan aturan pelaksanaan lain
yang ada di bawahnya seperti : (1) Menggunakan Faktur Pajak yang
memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil, (2) Faktur Pajak
tersebut dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak, (3) Pajak Masukan ats
perolehan BKP/JKP tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha.
Setelah memenuhi persyaratan di atas, PKP dapat melakukan
pengkreditan Pajak Masukan tersebut dengan mekanisme : (1) pengkreditan
pajak masukan terhadap pajak keluaran pada masa pajak yang sama, (2)
pengkreditan pajak masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan
pajak masukan.
Hasil dari pengkreditan Pajak Masukan dapat berupa PPN kurang
bayar yang harus disetor atau PPN lebih bayar untuk dapat dikompensasi ke
masa pajak berikutnya atau direstitusikan pada akhir tahun buku.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Hal. 157
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU
PPN &PPnBM
PMK Nomor 135/PMK.011/2014 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang
Tidak Terutang Pajak
PMK Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu,
PMK Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Emas Perhiasan
Hal. 158
BAB IX PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH (PPn BM)
A. PENGANTAR
Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan pungutan
tambahan disamping Pajak Pertambahan Nilai. Tidak semua BKP
dikenakan PPnBM hanya BKP yang memenuhi kriteria tertentu saja
yang dikenakan PPnBM. Kriteria tersebut antara lain : (a) barang yang
bukan merupakan barang kebutuhan pokok; (b) barang yang
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; (c) barang yang pada umumnya
dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau (d) barang
yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Pengenaan PPnBM itu sendiri didasarkan pada pertimbangan
pemerintah yang ingin : (a). perlu keseimbangan pembebanan pajak
antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang
berpenghasilan tinggi; (b) perlu adanya pengendalian pola konsumsi
atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; (c) perlu adanya
perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan (d) perlu
untuk mengamankan penerimaan negara.
Setelah menyelesaikan materi ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan.
2. Menjelaskan Kriteria dan Tarif BKP yang Tergolong Mewah
3. Menjelaskan Pengelompokan BKP yang Tergolong Mewah.
4. Menjelaskan Kendaraan Bukan Objek PPn BM
5. Memberi Contoh Perhitungan PPn BM
B. DESKRIPSI MATERI
Pengenaan PPnBM berdasarkan Undang‐undang PPN pada pasal
5, 8, dan 10 dan Peraturan Pemerintah Nomor 145 tahun 2000 tentang
pengelompokan barang yang tergolong mewah yang kemudian
diperbarui dengan PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang
Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang
Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan PMK Nomor
64/PMK.011/2014 tentang tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang
Hal. 159
Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian
Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
1. Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan
Berdasarkan pasal 5 Undang‐undang PPN 1984, diketahui
PPnBM mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN
b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali
pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah.
Penjelasan :
1) Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan pada ayat ini
adalah kegiatan:
2) merakit, yaitu menggabungkan bagian‐bagian lepas dari suatu
Barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi seperti
merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga;
3) memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan
baik dicampur bahan lain maupun tidak;
4) mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur (zat)
untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;
5) mengemas, yaitu menempatkan suatu barang kedalam suatu
benda untuk melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk
meningkatkan pemasarannya; dan
6) membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke
dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;
7) serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan
itu atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan
tersebut.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan seperti PPN, tetapi eksportir yang
mengekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali
PPnBM yang sudah dibayarkan saat perolehan BKP tergolong
mewah tersebut.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan dengan pertimbangan
bahwa:
a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
Hal. 160
b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah;
c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau
tradisional; dan
d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
2. Kriteria dan Tarif BKP yang Tergolong Mewah
Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah" adalah:
a. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; dan/atau
d. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
Tarif PPnBM seperti tertulis dalam pasal 8 UU PPN 1984 adalah
sebagai berikut :
a. (1) Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling
rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus
persen).
b. Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak
dengan tarif 0% (nol persen).
c. Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan
tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Pengelompokan BKP yang Tergolong Mewah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000
tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang
Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah sebagai berikut :
a. Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah selain
kendaraan bermotor
b. Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang berupa
kendaraan bermotor
Hal. 161
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah selain
kendaraan bermotor
Diatur dalam PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor
yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah :
a. Dengan Tarif 20 %
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah,
apartemen,kondominium, town house, dan sejenisnya
1) Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan luas
bangunan 350 m2 atau lebih.
2) Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan
sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih
b. Dengan Tarif 40 %
1) Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat
dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
2) Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali
untuk keperluan negara: Peluru dan bagiannya, tidak termasuk
peluru senapan angin.
c. Dengan tarif 50%
1) Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam Lampiran
II, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga,
yakni Helikopter , Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya,
selain helikopter
2) Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara:
a) Senjata artileri
b) Revolver dan pistol
c) Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan
peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan
penembakan bahan peledak
d. Dengan tarif 75%
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara
atau angkutan umum:
1) Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu
terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari
semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan
umum.
2) Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum
Hal. 162
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang
berupa kendaraan bermotor
Berdasarkan pada PMK Nomor 64/PMK.011/2014 tentang Jenis
Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dan Tata Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, adalah sebagai berikut :
PPnBM dikenakan atas:
a. Impor Kendaraan CBU (Completely Built Up) berupa Kendaraan
Pengangkutan Orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk
pengemudi, kendaraan kabin ganda (double cabin), kendaraan
khusus, trailer dan semi‐trailer dari jenis tipe caravan untuk
perumahan atau kemah dan kendaraan bermotor beroda 2 (dua)
dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
b. Penyerahan kendaraan hasil perakitan/produksi di dalam daerah
pabean berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15
(lima belas) orang termasuk pengemudi, kendaraan kabin ganda
(double cabin), kendaraan khusus, trailer dan semi‐trailer dari jenis
tipe caravan untuk perumahan atau kemah dan kendaraan bermotor
beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
c. Penyerahan kendaraan bermotor berupa Kendaraan Pengangkutan
Orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi dan
kendaraan kabin ganda (double cabin) hasil pengubahan dari
Kendaraan Sasis atau Kendaraan Pengangkutan Barang.
Tarif PPnBM :
a. Dengan Tarif 10 % :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang
sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar cetus api atau nyala api kompresi
(diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder.
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu)
gardan penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1500 cc.
Hal. 163
3) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu)
gardan penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1500 cc.
b. Dengan Tarif 20 % :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2), dengan
motor bakar cetus api, dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc sampai dengan 2500 cc.
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 1 (satu)gardan penggerak (4x2), dengan
motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel),dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
3) Kendaraan bermotor dengan kabin yang dirancang untuk 2
(dua) baris tempat duduk (double cabin) untuk penumpang
melebihi 3 (tiga) orang tetapi tidak melebihi 6 (enam) orang
termasuk pengemudi dan memiliki bak (terbuka atau tertutup)
untuk pengangkutan barang, dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/ semi diesel), dengan sistem 1
(satu) gardan penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua)
gardan penggerak (4x4), untuk semua kapasitas isi silinder,
dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
c. Dengan Tarif 30 % :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar
cetus api, dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc :
‐ sedan atau station wagon;
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua)
gardan penggerak (4x4).
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc:
‐ sedan atau station wagon;
Hal. 164
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua)
gardan penggerak (4x4).
d. Dengan Tarif 40% :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu)
gardan penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
2500 cc sampai dengan 3000 cc.
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar
cetus api, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai
dengan kapasitas 3000 cc :
‐ sedan atau station wagon;
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan
penggerak (4X4)
3) A Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari
10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc:
‐ sedan atau station wagon;
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan
penggerak
e. Dengan Tarif 50%
Semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf
f. Dengan Tarif 60%
1) Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc: Sepeda motor
(termasuk moped) dari sepeda yang dilengkapi dengan motor
tambahan, dengan atau tanpa kereta pasangan sisi, termasuk
kereta pasangan sisi.
2) Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di
pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
g. Dengan Tarif 125% :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar
cetus api, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc :
‐ sedan atau station wagon;
Hal. 165
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gardan penggerak (4x2) ;
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua)
gardan penggerak (4x4 )
2) Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh)
orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 2500 cc :
‐ sedan atau station wagon
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gardan penggerak (4x2 ) ;
‐ selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua)
gardan penggerak (4x4 ) ;
3) Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 500 cc: Sepeda motor (tennasuk moped) dan sepeda
yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau tanpa
kereta pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
4) Trailer atau semi‐trailer dari tipe caravan, untuk perumahan
atau kemah.
4. Kendaraan Bukan Objek PPn BM
Berdasar PMK Nomor 64/PMK.011/2014 tentang Jenis Kendaraan
Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata
Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, adalah sebagai berikut :
PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan:
a. Kendaraan CKD;
b. Kendaraan Sasis;
c. Kendaraan Pengangkutan Barang;
d. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 250 cc; dan
e. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang
atau lebih termasuk pengemudi
PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:
a. Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan
kendaraan pengangkutan umum;
Hal. 166
b. Kendaraan Protokoler Kenegaraan;
c. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai
dengan 15 (lima belas) orang, termasuk pengemudi, yang digunakan
untuk kendaraan dinas TNI atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia; dan
d. Kendaraan Patroli TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Syarat :
a. orang pribadi atau badan yang melakukan impor atau yang
menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut wajib memiliki
Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
b. Dalam hal kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan
PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ternyata
dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak
sesuai dengan tujuan semula sebelum lewat jangka waktu 4 (empat)
tahun sejak saat impor atau perolehannya, PPnBM yang dibebaskan
tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau diubah
peruntukannya.
c. Saat impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada saat
tanggal Pemberitahuan Pabean Impor.
d. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan PPnBM yang dibebaskan
tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang‐undangan di bidang perpajakan.
5. Perhitungan PPn BM
Masih berdasar PMK Nomor 64/PMK.011/2014 tentang Jenis
Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dan Tata Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, PPnBM dihitung dengan cara :
PPnBM = Tarif X Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah :
a. Penyerahan Dalam Negeri DPP sama dengan Harga Jual
b. Dalam hal impor, DPP sama dengan Nilai Impor
c. Untuk BKP dengan Tarif PPnBM 10 %, 20%, 30%, 40%, dan 125%:
1) 75% (tujuh puluh lima persen) dari harga jual untuk kendaraan
bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol
Hal. 167
engine, dual petrol gas engine, (converter kit CNG/LGV), biofuel
engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan
konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 (dua puluh) kilometer
per liter sampai dengan 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter
atau bahan bakar lain yang setara dengan itu;
2) 50% (lima puluh persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor
yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual
petrol gas engine, (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid
engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar
minyak lebih dari 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter atau
bahan bakar lain yang setara dengan itu; dan
Syarat :
‐ Dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai Surat penetapan
peserta pengembangan kendaraan bermotor roda empat yang
hemat energi; dan
‐ Surat penetapan kendaraan bermotor roda empat hemat energi
penerima fasilitas perpajakan,
yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang industri, , jika tidak dipenuhi DPP sama
dengan 100% dari harga jual ditambah sanksi perpajakan.
3) 0% (nol persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor yang
termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain
sedan atau station wagon, dengan persyaratan sebagai berikut:
a) motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit
20 (dua puluh) kilometer per liter atau bahan bakar lain yang
setara dengan itu; atau
b) motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas
isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi bahan bakar
minyak paling sedikit 20 (dua puluh) kilometer per liter atau
bahan bakar lain yang setara dengan itu.
Syarat :
berlaku bagi Pengusaha yang memiliki:
‐ Surat penetapan peserta pengembangan kendaraan bermotor
roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau; dan
‐ Surat penetapan kendaraan bermotor roda empat hemat energi
dan harga terjangkau penerima fasilitas perpajakan,
Hal. 168
yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang industri, jika tidak dipenuhi DPP sama
dengan 100% dari harga jual ditambah sanksi perpajakan.
4) Pengukuran atau penentuan konsumsi Bahan Bakar Minyak atau
bahan bakar lain yang setara dengan itu dilakukan oleh Balai
Termodinamika Motor dan Propulsi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
5) Dalam hal ketentuan mengenai teknologi dan/atau konsumsi bahan
bakar minyak, PPnBM untuk kendaraan bermotor dihitung dengan
Dasar Pengenaan Pajak sebesar 100% (seratus persen) dari harga
jual dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan di bidang perpajakan.
Contoh perhitungan
Contoh diambil dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP‐
540/PJ./2000, tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Atas Kendaraan Bermotor.
a. Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM Untuk
kendaraan impor dalam keadaan CBU
(1) Importir Kendaraan Bermotor: Importir Umum/industri
Perakitan/ATPM.
(a) impor :
‐ Nilai Impor (DPP) Rp200.000.000,00
‐ PPN (10%) Rp. 20.000.000,00(P.M.)
‐ PPn BM (50%) Rp.100.000.000,00
‐ Harga Impor Rp320.000.000,00
(b) Penyerahan :
‐ Harga Beli Rp200.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ PPnBM DIbayar Rp.100.000.000,00
‐ Harga Jual(DPP) Rp320.000.000,00
‐ PPN Rp 32.000.000,00 (P.K)
‐ Harga Penjualan Rp352.000.000,00
(2) Distributor :
(a) Pembelian:
‐ Harga Beli (DPP) Rp320.000.000,00
‐ PPN Rp 32.000.000,00(P.M)
Hal. 169
‐ Harga Pembelian Rp352.000.000,00
(b) Penyerahan
‐ Harga beli Rp320.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp340.000.000,00
‐ PPN Rp 34.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp374.000.000,00
(3) Dealer
(a) Pembelian
‐ Harga beli Rp340.000.000,00
‐ PPN Rp 34.000.000,00 (P.M.)
‐ Harga pembelian Rp374.000.000,00
(b) Penyerahan
‐ Harga beli Rp340.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp360.000.000,00
‐ PPN Rp 36.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp396.000.000,00
(4) Sub Dealer
(a) Pembelian
‐ Harga beli Rp360.000.000,00
‐ PPN Rp 36.000.000,00 (P.M.)
‐ Harga pembelian Rp396.000.000,00
(b) Penyerahan
‐ Harga beli Rp360.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp380.000.000,00
‐ PPN Rp 38.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp418.000.000,00
Harga penjualan di atas adalah harga yang dibayar
konsumen.
Jika konsumen mempunyai SKB PPnBM, maka :
(5) Konsumen
‐ Harga beli Rp260.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ PPnBM Dibayar Rp 0,00
‐ Harga jual(DPP) Rp280.000.000,00
‐ PPN Rp 28.000.000,00 (P.K.)
Hal. 170
‐ Harga Penjualan Rp308.000.000,00
b. Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM Untuk
kendaraan impor dalam keadaan CKD atau kendaraan
bermotor produksi dalam negeri :
(1) Importir Kendaraan Bermotor: Importir Umum/industri
Perakitan/ATPM.
(a) impor :
‐ Nilai Impor (DPP) Rp200.000.000,00
‐ PPN (10%) Rp. 20.000.000,00(P.M.)
‐ PPn BM (0 %) Rp. 0,00
‐ Harga Impor Rp220.000.000,00
(b) Penyerahan :
‐ Harga Beli Rp200.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual (DPP) Rp220.000.000,00
‐ PPnBM (50%) Rp.110.000.000,00
‐ PPN Rp 22.000.000,00 (P.K)
‐ Harga Penjualan Rp352.000.000,00
(2) Distributor :
(c) Pembelian:
‐ Harga Beli (DPP) Rp220.000.000,00
‐ PPnBM DIbayar Rp110.000.000,00
‐ PPN Rp 22.000.000,00(P.M.)
‐ Harga Pembelian Rp352.000.000,00
(d) Penyerahan
‐ Harga beli Rp330.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp350.000.000,00
‐ PPN Rp 35.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp385.000.000,00
(3) Dealer
(e) Pembelian
‐ Harga beli Rp350.000.000,00
‐ PPN Rp 35.000.000,00 (P.M.)
‐ Harga pembelian Rp385.000.000,00
(f) Penyerahan
‐ Harga beli Rp350.000.000,00
Hal. 171
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp370.000.000,00
‐ PPN Rp 37.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp407.000.000,00
(4) Sub Dealer
(g) Pembelian
‐ Harga beli Rp370.000.000,00
‐ PPN Rp 37.000.000,00 (P.M.)
‐ Harga pembelian Rp407.000.000,00
(h) Penyerahan
‐ Harga beli Rp370.000.000,00
‐ Keuntungan Rp 20.000.000,00
‐ Harga jual(DPP) Rp390.000.000,00
‐ PPN Rp 39.000.000,00 (P.K.)
‐ Harga Penjualan Rp429.000.000,00
Harga penjualan di atas adalah harga yang dibayar
konsumen.
c. Contoh Pehitungan PPN dan PPnBM Kendaraan Bermotor
yang Berasal dari Sasis (Dealer sebagai Wajib Pungut PPn
BM)
(1) Dealer " B" membeli sasis kendaraan bermotor dari Main
Dealer "A" seharga Rp 100.000.000,‐ dengan potongan harga
sebesar Rp 1.000.000,‐ (termasuk PPN).
(2) Dealer "B" menyuruh Karoseri "C" mengubah sasis tersebut
menjadi kendaraan bermotor angkutan orang dengan
ongkos sebesar Rp.l0.000.000,‐ dan PPN dipungut oleh
Karoseri "C" sebesar Rp.l.000.000,‐.
(3) Dealer " B" kemudian menjual kendaraan hasil rakitan
tersebut kepada pembeli dengan harga Rp 150.000.000
(termasuk PPN dan PPn BM).
(4) PPn BM terutang dan dipungut oleh Dealer "B" dengan tarif
15%
Penghitungan & Pelaporan oleh Dealer B
Pembelian :
Harga Beli Sasis dari Main Dealer “A: Rp100.000.000,00
Potongan pembelian Rp 1.000.000,00
Harga beli sasis termasuk PPN Rp99.000.000,00
Hal. 172
DPP = 100/110 X Rp99.000.000 Rp90.000.000,00
PPN Rp 9.000.000,00
Biaya Karoseri Rp11.000.000,00
PPN Biaya Karoseri Rp 1.000.000,00
Penjualan (Off The Road) :
Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM (15%) Rp. 150.000.000,‐
DPP = (100/125 xRp. l50.000.000,‐) Rp. 120.000.000,‐
PPN terutang (10% x Rp.l20.000.000,‐) Rp. 12.000.000,‐
PPnBM terutang (15% x Rp.l20.000,000,‐) Rp. 18.000.000,‐
Perhitungan PPN Dan PPn BM atas transaksi tersebut :
(1) PPN Keluaran Rp 12.000.000,00
‐ Pajak Masukan
Pembelian Sasis Rp9.000.000,00
Jasa Karoseri Rp1.000.000,00
Jumlah Pajak Masukan Rp10.000.000,00
PPN yang harus disetor Rp 2.000.000,00
(2) PPnBM yang harus disetor Rp18.000.000,00
C. LATIHAN
PT. Angkasa adalah importir ATPM mobil merk “Flash”, dengan nilai
impor per unit Rp 250.000.000,‐ .Dalam keadaan CKD.
Hitunglah mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM atas unit mobil
tersebut sampai ke tangan konsumen, jika PPnBM ditentukan
pemerintah sebesar 60% dan tingkat keuntungan yang diharapkan
adalah Rp 25.000.000,‐
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas IX Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Hal. 173
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan
mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas IX
RINCIAN TUGAS :
PT. Angkasa adalah importir ATPM mobil merk “Flash”, dengan nilai
impor per unit Rp 250.000.000,‐ Hitunglah mekanisme pemungutan
PPN dan PPnBM atas unit mobil tersebut sampai ke tangan konsumen,
jika :
a. Impor dalam keadaan CKD, dengan PPnBM 50% dan tingkat
keuntungan yang diharapkan adalah Rp25.000.000,00 pada tiap
tingkat penyerahan.
b. Impor dalam keadaan CBU, dengan PPnBM 60% dan tingkat
keuntungan yang diharapkan adalah Rp30.000.000,00
E. RINGKASAN MATERI
PPnBM hanya dikenakan sekali Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan
atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000
pengelompokan barang tergolong mewah adalah sebagai berikut : (a)
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah selain kendaraan
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 174
bermotor, (b) Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor.
Untuk BKP tergolong mewah berupa kendaraan bermotor,
pemerintah memberikan keringanan tidak dikenakan PPnBM untuk
beberapa kendaraan bermotor dengan kriteria: (a) Kendaraan CKD; (b)
Kendaraan Sasis; (c) Kendaraan Pengangkutan Barang; (d) Kendaraan
bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250
cc; dan (e) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas)
orang atau lebih termasuk pengemudi , disamping itu pemerintah juga
memberikan fasilitas PPnBM dibebaskan untuk kendaraaan bermotor
yang memenuhi persyaratan tertentu yang diatur dengan undang‐
undang.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN
&PPnBM
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP‐ 540/PJ./2000, tentang
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Kendaraan Bermotor.
PMK Nomor 64/PMK.011/2014 tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang
Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian
Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
Hal. 175
Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah
Hal. 176
BAB X PERHITUNGAN PPN OLEH PEMUNGUT
A. PENGANTAR
PPN merupakan withholding tax yakni pajak yang
pemungutannya dilakukan oleh pihak ketiga, antara lain oleh
Pemungut PPN dan PPn BM. Pemungut PPN dapat berupa
bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, Kantor
Perbendaraharaan dan Kas Negara, Kontraktor Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin dan BUMN.
Pemungutan PPN yang seharusnya berdasarkan akrual basis,
khusus untuk pemungut bendaharawan pemerintah pusat atau daerah
menjadi kas basis, yakni dilakukan saat terjadinya pembayaran oleh
bendaharawan pemerintah tersebut.
Harapan yang ingin dicapai setelah menyelesaikan bahasan
materi ini, mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan Definisi Pemungut PPN
2. Menjelaskan Mekanisme Pemungutan PPN
3. Menjelaskan Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
B. DESKRIPSI MATERI
1. Definisi Pemungut PPN
Menurut pasal 1 angka 27 UU PPN, Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena
Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut.
Jadi, pemungut PPN berdasar ulasan di atas :
a. Bendaharawan pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
Menurut KMK Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN dan
Hal. 177
PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporannya :
1) Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat
yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi,
Kabupaten, atau Kota.
2) Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah
atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
b. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah
1) kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas
bumi
2) kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan
sumber daya panas bumi
Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi
dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan
sumber daya panas bumi berdasar pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010.
c. BUMN
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya (paling sedikit 51%) dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan.
Berdasar pada PMK Nomor 85/PMK.03/2012 yang diperbarui
dengan PMK Nomor 136/PMK. 03/2012 tentang Penunjukan Badan
Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporannya.
Di dalam pasal 16 A UU PPN dijelaskan bahwa Pajak yang
terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut,
disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Meskipun demikian, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
Hal. 178
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk
melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai.
2. Mekanisme Pemungutan PPN
Mekanisme pemungutan PPN dibedakan berdasarkan siapa
pemungut PPN nya, adalah sebagai berikut :
a. Bendaharawan pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara
Menurut KMK Nomor 563/KMK.03/2003,
1) Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam
hal :
a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00
(satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah‐pecah;
b) pembayaran untuk pembebasan tanah;
c) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang‐
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
d) pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan
Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO)
PERTAMINA;
e) pembayaran atas rekening telepon;
f) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan; atau
g) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa
yang menurut ketentuan perundang‐undangan yang
berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) ,
dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum
Hal. 179
3) Pemungutan PPN & PPnBM dilakukan pada saat pembayaran
dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah
4) Penyetoran PPN & PPnBM dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam
hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
5) Pelaporan PPN & PPnBM yang dipungut dan disetor ke Kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
setempat, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya
bulan dilakukan pembayaran tagihan.
6) Pelaporan pemungutan dan penyetoran PPN & PPnBM
dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa bagi
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
7) Saat pemungutan adalah cash basis, atau saat dilakukan
pembayaran oleh pemungut.
Tata Cara Pemungutan & Penyetoran
1) PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada
saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah
atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
2) SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan
membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah
yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas
nama PKP Rekanan Pemerintah.
3) Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP
rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang
terutang pada Faktur Pajak.
4) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam
rangkap 3 (tiga) :
‐ lembar ke‐1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
sebagai Pemungut PPN
‐ lembar ke‐2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
‐ lembar ke‐3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
5) Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5
Hal. 180
(lima). Setelah PPN dan atau PPn BM disetor di Bank Persepsi
atau Kantor Pos, lembar‐lembar SSP tersebut diperuntukkan
sebagai berikut :
‐ lembar ke‐1 untuk PKP Rekanan Pemerintah
‐ lembar ke‐2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
‐ lembar ke‐3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan
pada SPT Masa PPN.
‐ lembar ke‐4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
‐ lembar ke‐5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
6) Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud
pada huruf a dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang masing‐
masing diperuntukkan sebagai berikut
‐ lembar ke‐1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
‐ lembar ke‐2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
‐ lembar ke‐3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan
pada SPT Masa PPN
‐ lembar ke‐4 untuk pertinggal KPKN.
7) Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d
oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungut
wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal ..............." dan
ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah
8) Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf d dan SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN
yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal
advis SPM
9) Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf d dan SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN
yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal
advis SPM
10) SSP lembar ke‐1 dan lembar ke‐2 sebagaimana dimaksud pada
huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN
11) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan
penyetoran PPN dan atau PPn BM
Tata Cara Pelaporan
1) Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan
penyetoran PPN dan PPn BM diwajibkan melaporkan PPN dan
Hal. 181
PPn BM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar
dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai" yang dibuat dalam rangkap
3 (tiga) paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya
bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing‐masing
diperuntukkan sebagai berikut :
‐ lembar ke‐1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke‐3 untuk KPP
‐ lembar ke‐2, untuk KPKN
‐ lembar ke‐3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.
2) KPKN
‐ KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke‐3 Faktur
Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis
kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan Surat Pengantar.
‐ Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada
hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dengan catatan "Faktur
Pajak NIHIL".
b. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
Berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2010.
1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dalam hal:
a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00(sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah
Pajak PPN &/atau PPnBM yang terutang dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah‐pecah;
b) pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menurut ketentuan perundang‐undangan di bidang
perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan PPN;
c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan
bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d) pembayaran atas rekening telepon;
e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan; dan/atau
Hal. 182
f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau
jasa yang menurut ketentuan perundang‐undangan di
bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN & PPn BM.
2) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Rekanan sesuai
dengan peraturan perundang‐undangan di bidang perpajakan
3) Faktur Pajak dan juga pemungutan PPN & atau PPn BM dibuat
pada saat:
a) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
b) penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
c) penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan
4) Pelaporan PPN atau PPN & PPn BM yang telah dipungut ke
Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5) Pelaporan PPN atau PPN & PPn BM yang telah dipungut ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
6) Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN &
PPn BM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran :
1) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai
dengan ketentuan di bidang perpajakan
3) SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan
membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau
Hal. 183
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama
Rekanan
4) Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang
PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah
PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak
5) Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
‐ lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin
‐ lembar kedua untuk Rekanan; dan
‐ lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN
bagi Pemungut PPN
6) SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam
rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut :
‐ lembar kesatu untuk Rekanan
‐ lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos;
‐ lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN
‐ lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
‐ lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa PPN
bagi Pemungut PPN
7) Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang
melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor
Tanggal .............." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam angka 5
8) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan
penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
Tata cara Pelaporan :
Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan
formulir "Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN"
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak,
dilampiri Faktur Pajak lembar ke‐3 dan SSP lembar ke‐5.
Hal. 184
c. BUMN
Berdasar pada PMK Nomor 85/PMK.03/2012 yang diperbarui
dengan PMK Nomor 136/PMK. 03/2012 :
1) PPN atau PPN & PPn BM tidak dipungut oleh Badan Usaha
Milik Negara dalam hal :
a) pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah
PPN atau PPN & PPn BM yang terutang dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah‐pecah;
b) pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang‐
undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c) pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan
bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d) pembayaran atas rekening telepon;
e) pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan; dan/atau
f) pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau
jasa yang menurut ketentuan perundang‐undangan di
bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN & PPn BM
2) PPN atau PPN & PPn BM yang terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan
peraturan perundang‐undangan di bidang perpajakan.
3) Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada BUMN, sekaligus memungut pajak
terutang saat :
a) penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
b) penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau
sebelum penyerahan JKP; atau
c) penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
4) Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan PPN atau
PPN dan PPn BM yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank
Hal. 185
Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
5) Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan PPN atau PPN &
PPn BM yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama
pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
dilakukan setiap bulan dengan menggunakan SPT Masa PPN
bagi pemungut PPN
6) SPT MasaP PN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat
Setoran Pajak.
3. Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
1) Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah
PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah
pembayaran.
Jumlah pembayaran Rp11.000.000,00
Jumlah PPN : 10/110 x Rp.11.000.000,00 Rp 1.000.000,00
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan
Rp.11.000.000,00 ‐ Rp.1.000.000,00) Rp10.000.000,00
2) Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari
pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah
tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM
dengan tarif 20%, maka jumlah PPN dan PPn BM yang
dipungut adalah sebagai berikut :
Jumlah pembayaran Rp13.000.000,00
Jumlah PPN yang dipungut :
(10/130 x Rp.13.000.000,00) Rp 1.000.000,00
Jumlah PPn BM yang dipungut :
(20/130 x Rp.13.000.000,00) Rp 2.000.000,00
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :
Rp.13.000.000,00 ‐ (Rp.1.000.000,00 + Rp.2.000.000,00) =
Rp.10.000.000,00
3) Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan jumlah
yang terpecah‐pecah termasuk PPN dan PPn BM, maka PPN
dan PPn BM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah :
Hal. 186
Harga Jual Rp 900.000,00
PPN : 10% x Rp.900.000,00 Rp 90.000,00
PPn BM (Misal terutang dengan tarif 20%)Rp 180.000,00
Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM Rp1.170.000,00
Meskipun Harga Jual Rp.900.000,00 tetapi karena pembayaran
termasuk PPN dan PPn BM berjumlah Rp.1.170.000,00 (di atas
Rp.1.000.000,00), maka PPN dan PPn BM yang terutang harus
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
Tetapi jika :
Harga Jual Rp 800.000,00
PPN : 10% x Rp.800.000,00 Rp 80.000,00
PPn BM (Misal terutang dengan tarif 10%)Rp 80.000,00
Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM Rp 960.000,00
Karena Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM berjumlah
Rp.960.000,00 (kurang dari Rp.1.000.000,00), maka PPN dan
PPn BM yang terutang tidak perlu dipungut oleh
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi harus dipungut
dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak
tetap harus dibuat.
C. LATIHAN
1. Penyerahan PT Abadi kepada bendaharawan pemda dengan kas
diterima Rp 3.940.000.000,00. Atas pembayaran tersebut telah
dipotong PPN, PPnBM dengan tarif 20%, dan PPh 22 bendaharawan
negara dengan tarif 1,5%. Maka hitunglah pajak‐pajak yang terjadi
dan berapa jumlah yang diterima oleh PT Abadi?
2. PT Lestari melakukan penagihan ke pemerintah dengan harga jual
belum termasuk PPN dan PPnBM 1.200.000. Berapakah yang
diterima PT Lestari atas tagihan tersebut!
3. PT Kekal melakukan penagihan ke pemerintah dengan harga jual
termasuk PPN dan PPn BM (30%) sebesar Rp 350.000.000
Berapakah yang diterima PT Kekal atas tagihan tersebut!
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas X Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
Hal. 187
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas X
RINCIAN TUGAS : 1. Penyerahan PT Abadi kepada bendaharawan pemda dengan kas
diterima Rp 4.334.000.000,00. Atas pembayaran tersebut telah
dipotong PPN, PPnBM dengan tarif 20%, dan PPh 22 bendaharawan
negara dengan tarif 1,5%. Maka hitunglah perpajakan yang terjadi,
dan berapa jumlah yang diterima oleh PT Abadi?
2. PT Lestari melakukan penagihan ke pemerintah dengan harga jual
belum termasuk PPN dan PPnBM 10%, senilai Rp 700.000.
Berapakah yang diterima PT Lestari atas tagihan tersebut! Dan
Bagaimana perlakuan perjakannya?
3. Sebutkan dan jelaskan siapakah yang dimaksud dengan Pemungut
PPN dan PPn BM menurut UU PPN, dan apa kewajibannya?
E. RINGKASAN MATERI
Pemungut PPN dan PPn BM menurut UU PPN adalah adalah
bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan. Bendahara pemerintah adalah Bendaharawan
Pemerintah Pusat dan Daerah, badan adalah Badan Usaha Milik Negara
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 188
yakni badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya (paling
sedikit 51%) dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan juga Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang izin, sedangkan instansi pemerintah
adalah Kantor Perbendaharaan Kas Negara.
Sebagai pemungut PPN dan PPn BM kewajibannya adalah
memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh
Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau
instansi pemerintah tersebut yang tata cara pemungutan, penyetoran,
dan pelaporannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan terkait.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
KMK 563/KMK.03/2003 ttg Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Untuk Memungut,
Menyetor, dan Melaporkan PPN dan PPnBM Beserta Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang
Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan
Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporannya.
PMK 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara
untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak
Hal. 189
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporannya.
Hal. 190
BAB XI MEKANISME PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
SPT MASA PPN DAN PPn BM
A. PENGANTAR
PPN dan PPn BM yang telah dipungut baik oleh PKP maupun
pemungut PPN, selanjutnya harus disetor dan dilaporkan. Sesuai
dengan kewajiban dari PKP maupun pemungut PPN dan PPn BM yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya yakni memungut pajak yang
terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP , menyetorkannya pada kas
negara melalui kantor pos, bank persepsi, maupun KPKN serta
melaporkannya dengan menggunakan SPT masa PPN.
Pada bab ini akan dibahas bagaimana mekanisme atau tata cara
perolehan, pengisian SPT Masa PPN, hingga pembayaran pelaporan
dan penyampaiannya. Pada bab ini juga akan disertakan contoh
sederhana penghitungan PPN yang kurang atau lebih bayar.
Setelah mempelajari bab XI ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan Ketentuan Umum, Fungsi dan Bentuk SPT Masa PPN
& PPn BM
2. Menjelaskan Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT
Masa PPN 1111
3. Menjelaskan Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM,
Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
4. Memberi contoh Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
5. Menjelaskan Macam‐macam Formulir SPT Masa PPN & PPn BM
B. DESKRIPSI MATERI
SPT Masa PPN adalah SPT untuk suatu Masa Pajak Pertambahan
Nilai. Fungsi SPT Masa PPN bagi PKP adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu
Hal. 191
Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐
undangan perpajakan.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT Masa PPN Bagi
Pemungut adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya.
Dari ulasan di atas, yang wajib untuk menyetor dan melaporkan
PPN dan PPn BM adalah :
a) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
b) Pemungut PPN & PPn BM, yakni :
1) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
2) Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
3) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
1. SPT Masa PPN 1111
Berdasarkan pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER‐11/PJ/2013,
tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), diketahui
bahwa :
a. Ketentuan Umum yang harus diperhatikan oleh PKP :
1) Setiap PKP wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa PPN
dengan benar, lengkap, dan jelas serta menandatanganinya.
2) SPT Masa PPN ditandatangani oleh PKP atau orang yang diberi
kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa
khusus.
3) PKP harus mengambil sendiri formulir SPT Masa PPN ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh
(download) melalui laman www.pajak.go.id.
4) Penyampaian SPT Masa PPN dilakukan secara langsung ke KPP
tempat PKP dikukuhkan atau KP2KP atau tempat lain yang
ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
5) Selain disampaikan secara langsung, SPT Masa PPN dapat
disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman atau dengan
cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 181/PMK.03/2007 dan perubahan/penggantinya.
6) Setiap PKP yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Masa
PPN atau menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang
Hal. 192
isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Fungsi SPT Masa PPN
Dalam sistem self assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana
bagi PKP untuk mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN
atau PPN dan PPnBM yang terutang dan melaporkan tentang:
‐ pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran (PK);
dan
‐ pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pihak lain dalam suatu Masa Pajak.
Pengusaha yang berstatus sebagai pemungut PPN juga diwajibkan
melaporkan PPN yang telah dipungut dengan menggunakan formulir
SPT Masa PPN untuk Pemungut PPN. tanda tangan Wajib Pajak atau
kuasa Wajib Pajak.
c. Bentuk dan Isi SPT Masa PPN 1111
SPT Masa PPN 1111 terdiri dari :
1) Induk SPT Masa PPN; dan
2) Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) atau data elektronik yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan, yang masing‐masing diberi nomor, kode,
dan nama formulir.
Tabel 11.1 Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111
No. Nomor dan
Kode
Formulir
Nama Formulir Keterangan
1111
(F.1.2.32.04)
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN
Induk SPT Masa PPN
1111 AB
(D.1.2.32.07)
Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan
Lampiran SPT Masa PPN sebagai Sub Induk SPT Masa PPN (memuat keterangan rekapitulasi penyerahan, perolehan dan penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan)
Hal. 193
1111 A1
(D.1.2.32.08)
Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, dan/atau JKP
Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/ Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
1111 A2
(D.1.2.32.09)
Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
Lampiran SPT Masa PPN untuk
melaporkan:
‐ Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, yang diterbitkan; dan/atau
‐ Nota Retur/Nota Pembatalan yang diterima
1111 B1
(D.1.2.32.10)
Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfataan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean
Lampiran SPT Masa PPN untuk melaporkan Pemberitahuan impor Barang atas impor Barang Kena Pajak dan/atau SSP atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
1111 B2
(D.1.2.32.11)
Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri
Lampiran SPT Masa PPN untuk
melaporkan:
‐ Faktur Pajak yang dapat dikreditkan, yang diterima; dan/atau
‐ Nota Retur/Nota Pembatalan atas ‐ pengembalian Barang Kena Pajak/
pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan, yang diterbitkan
1111 B3
(D.1.2.32.12)
Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas
Lampiran SPT Masa PPN untuk
melaporkan:
‐ Faktur Pajak yang tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterima; dan/atau
‐ Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena Pajak/pembatalan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterbitkan
SPT Masa PPN 1111 ini wajib digunakan oleh setiap PKP selain PKP
yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan, untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari
2011.
Hal‐hal yang perlu diperhatikan didalam mengisi SPT Masa PPN 1111 :
Hal. 194
Khusus bagi PKP yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah, dalam hal PKP yang bersangkutan melakukan
penyerahan BKP yang tergolong mewah maka kolom PPnBM pada
masing‐masing formulir juga harus diisi.
2. Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT Masa PPN
1111
a. Formulir Induk SPT Masa PPN 1111 beserta Lampirannya dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) dan Aplikasi Pengisian SPT
(e‐SPT) dapat diperoleh dengan cara:
1) diambil di KPP atau KP2KP;
2) digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP;
3) diunduh di laman Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat
http://www.pajak.go.id, selanjutnya dapat
dimanfaatkan/digandakan; atau
4) disediakan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)
yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (khusus e‐
SPT).
b. PKP dapat mengisi SPT Masa PPN 1111 dan Lampirannya dalam
bentuk formulir kertas (hard copy) dengan cara :
1) ditulis tangan dengan menggunakan huruf balok (bukan
huruf sambung); atau
2) diketik dengan menggunakan mesin ketik.
c. Pengisian data pada SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir
kertas (hard copy) juga harus memperhatikan hal‐hal sebagai
berikut:
1) Pengisian data pada Induk dan Lampiran SPT Masa PPN
tidak boleh melebihi baris dan/atau kolom yang telah
disediakan dan harus dituliskan dalam satu baris.
Contoh:
Nama Penjual : PT. Cahaya Buana Terang Indonesia Jaya
Perkasa, pada Lampiran SPT Masa PPN dapat ditulis PT
Cahaya Buana TIJP agar tertampung di dalam kolom/baris
Nama Penjual BKP/BKP Tidak Berwujud/Pemberi JKP.
2) Pengisian NPWP, Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, nomor
Dokumen Tertentu, dan nomor Nota Retur/Nota
Pembatalan harus dituliskan secara lengkap dan tidak boleh
singkat.
Hal. 195
Untuk pengisian SPT dengan menggunakan tulisan tangan
atau mesin ketik, PKP diperbolehkan untuk mengisi data
NPWP pada kolom atau baris tanpa menggunakan tanda
baca, kecuali untuk identitas NPWP yang sudah disediakan
formatnya pada formulir.
Contoh:
NPWP dapat ditulis 01.021.354.6‐427.000 atau
010213546427000
d. Penggunaan formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk PDF
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
2) PKP dapat mencetak/print formulir SPT Masa PPN 1111
langsung dari file PDF yang telah disediakan, selama
memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a) Dicetak dengan menggunakan kertas folio/F4 dengan
berat minimal 70 gram.
b) Pengaturan ukuran kertas pada printer menggunakan
ukuran kertas (paper size) 8,5 x 13 inci (215 x 330 mm).
c) Tidak menggunakan printer dotmatrix.
Di samping pedoman tersebut, terdapat petunjuk
pencetakan yang harus diikuti, yang tersimpan dalam bentuk
file PDF dengan nama readme.pdf
3) A Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk file PDF terlebih
dahulu dicetak, selanjutnya PKP dapat mengisi formulir SPT
Masa PPN 1111 tersebut, menandatanganinya kemudian
menyampaikannya ke KPP atau KP2KP.
3. Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM, Pelaporan dan
Penyampaian SPT Masa PPN 1111
a. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM
1) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak,
harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN 1111
disampaikan.
2) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan
hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
b. Batas Waktu Pelaporan SPT Masa PPN 1111
Hal. 196
1) SPT Masa PPN 1111 harus disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
2) Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan SPT
Masa PPN 1111 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
c. Tempat Pelaporan SPT Masa PPN 1111 :
1) KPP;
2) KP2KP; atau
3) tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
d. Cara Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
1) SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara :
a) Manual yaitu :
(1) disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa PPN 1111 tersebut
PKP akan menerima tanda bukti penerimaan; atau
(2) disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau
perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
Bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda
bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT
tersebut lengkap, atau
b) elektronik (e‐Filing), yaitu melalui sistem online yang real
time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa
Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak,
yang tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008
tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan
Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat
Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e‐Filing) Melalui
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan
perubahan/penggantinya
2) Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN 1111 secara manual
dapat dilakukan untuk SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir
kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.
3) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk media
elektronik, Induk SPT Masa PPN 1111 harus tetap disampaikan
Hal. 197
dalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan
disampaikan secara manual.
4) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan secara e‐Filing, Induk
SPT Masa PPN 1111 tidak perlu disampaikan secara manual dalam
bentuk formulir kertas (hard copy).
4. Contoh Penghitungan
a. PPN Kurang Bayar
1) Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus
dipungut sendiri Rp1.000.000,00.
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
yang sama Nihil.
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 700.000,00.
Kurang bayar PPN sebesar Rp 300.000,00.
2) A Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus dipungut
sendiri oleh PKP sebesar Rp1.000.000,00.
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
yang sama sebesar Rp 200.000,00.
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
sebagai minus (asumsi terdapat penghi‐
tungan kembali Pajak Masukan yang telah
dikreditkan atau terdapat retur pembelian
yang nilai PPN‐nya lebih besar dari Pajak
Masukan lainnya). Rp 400.000,00
Sehingga kurang bayar PPN sebesar Rp 1.200.000,00
3) A Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus dipungut sen‐
Diri oleh PKP sebesar minus (asumsi ter‐
Dapat retur penjualan yang jumlah PPN‐
Nya lebih besar dari PPN atas penyerahan
BKP dan/atau JKP). (Rp1.000.000,00)
Hal. 198
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
yang sama sebesar (Rp 200.000,00)
Pajak Masukan yang dapat diperhitung‐
kan (asumsi terdapat penghitungan kembali
Pajak Masukan yang telah dikreditkan atau
terdapat retur pembelian yang nilai PPN‐
nya lebih besar dari Pajak Masukan lainnya).
sebesar minus Rp1.300.000,00
Sehingga terdapat kurang bayar PPN Rp100.000,00.
b. PPN Lebih Bayar
1) Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus dipungut sen‐
diri oleh PKP sebesar Rp500.000,00.
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
Yang sama Nihil. Rp 0,00
Pajak Masukan yang dapat diperhitung‐
Kan sebesar Rp600.000,00.
Sehingga terdapat lebih bayar PPN Rp100.000,00.
2) Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus dipungut sen‐
diri oleh PKP (asumsi terdapat retur pen‐
jualan yang jumlah PPN‐nya lebih besar
dari PPN atas penyerahan BKP dan/atau
JKP), sebesar minus (Rp500.000,00)
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
yang sama sebesar Rp200.000,00.
Pajak Masukan yang dapat diperhitung‐
kan sebesar Rp400.000,00.
Sehingga lebih bayar PPN sebesar Rp1.100.000,00.
3) Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran yang harus dipungut sen‐
diri oleh PKP (asumsi terdapat retur pen‐
jualan yang jumlah PPN‐nya, lebih besar
Hal. 199
dari PPN atas penyerahan BKP dan/atau
JKP), sebesar minus (Rp1.000.000,00 )
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak
yang sama sebesar Rp200.000,00.
Pajak Masukan yang dapat diperhitung‐
Kan (asumsi terdapat penghitungan kem‐
bali Pajak Masukan yang telah dikredit‐
kan atau terdapat retur pembelian yang
nilai PPN‐nya lebih besar dari Pajak Ma‐
sukan lainnya), sebesar minus Rp400.000,00
Sehingga lebih bayar PPN sebesar Rp 800.000,00.
PPN Lebih bayar ini dapat dikompensasikan ke masa pajak
berikutnya.
5. Contoh Formulir SPT Masa PPN 1111
a. Formulir 1111 (Induk)
b. Formulir 1111 AB
c. Formulir 1111 A1
d. Formulir 1111 A2
e. Formulir 1111 B1
f. Formulir 1111 B2
g. Formulir 1111 B3
Seperti terlampir di halaman berikut ini :
Hal. 200
Gambar 11.1 Formulir 1111
Hal. 201
Gambar 11.2 Formulir 1111 AB
NAMA PKP : MASA 0 s.d 0 - 0 (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
DPP (Rupiah)
A. Ekspor BKP Berwujud/BKP Tidak Berwujud/JKP -
B.1. Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Tidak Digunggung -
2. Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung
C.
1.
2.
3.
4.
A.
B.
C.
D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B + II.C) -
A.B.
1.
2.
3.4.
C. Jumlah Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan( III.A + III.B.4)
D.1.2.32.07
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) -
-
Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT PPN Masa Pajak - (mm-yyyy)
Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagai penambah (pengurang) Pajak Masukan
Pajak Masukan atas Perolehan yang Dapat Dikreditkan (II.A + II.B)
Pajak Masukan Lainnya
Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya
Impor atau Perolehan Yang PM-nya Tidak Dapat dikreditkan dan/atau Impor atau Perolehan Yang Mendapat Fasilitas
- -
III. Penghitungan PM Yang Dapat dikreditkan
II. Rekapitulasi PerolehanImpor BKP, Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean dan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean Yang PM-nya Dapat Dikreditkan
Perolehan BKP/JKP dari Dalam Negeri Yang PM-nya Dapat Dikreditkan
Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya tidak dipungut ( Jumlah II dengan Faktur Pajak Kode 07 )
Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM ( Jumlah II dengan Faktur Pajak Kode 08 )
Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya harus dipungut sendiri ( Jumlah I.B.1 dengan Faktur Pajak Kode 01,04,06 dan 09 ditambah I.B.2 )
Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya dipungut oleh Pemungut PPN ( Jumlah I.B.1 dengan Faktur Pajak Kode 02 dan 03 )
Penyerahan Dalam Negeri - -
Rincian Penyerahan Dalam Negeri
REKAPITULASI PENYERAHAN DAN PEROLEHAN FORMULIR 1111 AB(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
URAIAN PPN (Rupiah) PpnBM (Rupiah)
I. Rekapitulasi PenyerahanA.1
A.2
1
2
3
4
B.1
B.2
B.3
5
Hal. 202
Gambar 11.3 Formulir 1111 A1
NAMA PKP : MASA 0 s.d 0 - 0 (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
Nomor Tanggal (dd-mm-yyy)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
JUMLAH -
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
AR
EA S
TAPLES
DAFTAR EKSPOR BKP BERWUJUD, BKP TIDAK BERWUJUD, DAN ATAU JKP FORMULIR 1111 A1(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
No. Nama Pembeli BKP /Penerima Manfaat BKP Tidak
Berwujud/Penerima JKP
Dokumen TertentuDPP Keterangan
A.1
Hal. 203
Gambar 11.4 Formulir 1111 A2
NAMA PKP : MASA 0 s.d 0 - 0 (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
Kode dan Nomor SeriTanggal
(dd-mm-y y y )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
- - JUMLAH -
PpnBM (Rupiah)
Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/ Diretur
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
DAFTAR PAJAK KELUARAN ATAS PENYERAHAN DALAM NEGERI DENGAN FAKTUR PAJAK FORMULIR 1111 A2(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
No. Nama Pembeli BKP /Penerima
Manfaat BKP Tidak Berwujud/ Penerima JKP
NPWP/Nomor Paspor
Faktur Pajak/Dokumen Tertentu/ Nota Retur/Nota Pembatalan DPP
(Rupiah) PPN (Rupiah)
A.2
Hal. 204
Gambar 11.5 Formulir 1111 B1
NAMA PKP : MASA 0 s.d 0 - 0 (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
Tanggal (dd-mm-y y y )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
- - JUMLAH -
KeteranganNomor
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA S
TA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
DAFTAR PAJAK MASUKAN YANG DAPAT ATAS IMPOR BKP DAN PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD/JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN FORMULIR 1111 B1(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
No. Nama Penjual BKP /
BKP Tidak Berwujud/ Pemberi JKP
Dokumen Tertentu DPP (Rupiah)
PPN (Rupiah)
PpnBM (Rupiah)
B.1
Hal. 205
Gambar 11.6 Formulir 1111 B2
NAMA PKP : MASA 0 s.d 0 - 0 (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
Kode dan Nomor Seri Tanggal (dd-mm-y y y )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
- - JUMLAH -
PpnBM (Rupiah)
Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/ Diretur
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
DAFTAR PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN ATAS PEROLEHAN BKP/JKP DALAM N FORMULIR 1111 B2(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
No. Nama Penjual BKP /
BKP Tidak Berwujud/ Pemberi JKP
NPWP
Faktur Pajak/Dokumen Tertentu/ Nota Retur/Nota Pembatalan DPP
(Rupiah) PPN (Rupiah)
B.2
Hal. 206
Gambar 11.7 Formulir 1111 B3
NAMA PKP : MASA : s.d - (mm-mm-yyyy)
NPWP : Pembetulan Ke : ( )
Kode dan Nomor SeriTanggal
(dd-mm-y y y )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
- - JUMLAH -
PpnBM (Rupiah)
Kode dan No. Seri Faktur Pajak Yang Diganti/ Diretur
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
AR
EA
STA
PLE
S
DAFTAR PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN ATAU YANG MENDAPAT FASILITAS FORMULIR 1111 B3(Bila tidak ada transaksi tidak perlu dilampirkan
No. Nama Penjual BKP /
BKP Tidak Berwujud/ Pemberi JKP
NPWP
Faktur Pajak/Dokumen Tertentu/ Nota Retur/Nota Pembatalan DPP
(Rupiah) PPN (Rupiah)
B.3
Hal. 207
C. LATIHAN
1. PT Riang Ria (PKP) untuk masa Pajak Januari 2014 diketahui
informasi sebagai berikut:
Pajak Keluaran = Rp2.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp4.500.000,00
Hitunglah berapa PPN yang kurang atau lebih bayar dan jelaskan!
2. Informasi untuk PT Maju Cantik masa Pajak Januari 2014 diketahui
sebagai berikut :
penyerahan yang terutang pajak = Rp25.000.000,00
penyerahan yang tidak terutang PPN = Rp 5.000.000,00
penyerahan yang dibebaskan dari PPN = Rp 5.000.000,00
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:
BKP dan JKP terkait penyerahan terutang pajak = Rp 1.500.000,00
BKP dan JKP terkait penyerahan tidak dikenai PPN = Rp 300.000,00
BKP dan JKP terkait penyerahan dibebaskan dari PPN = Rp 500.000,00
Hitunglah berapa PPN yang kurang atau lebih bayar dan jelaskan! 3. Jelaskan siapakah yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan
PPN dan PPnBM? Kapan dan di mana harus menyetor dan
melaporkannya?
4. Apa fungsi SPT Masa PPN bagi PKP dan Pemungut PPN?
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas XI Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Hal. 208
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas XI
RINCIAN TUGAS :
PT Aneka Buana adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam
produksi minyak jagung dengan merk Jagung Emas (terutang PPN) dan
penjualan jagung dengan merk Jagung Hijau (tidak terutang PPN),
berkedudukan di Jl. Merari Blok AB15/23, Jakarta Selatan, No. tlp 021 –
52352345, NPWP : 01.123.456.4 – 013.000, KLU (Klasifikasi Lapangan
Usaha ) 24435.
Transaksi PT Aneka Buana bulan Januari 2014 adalah sbb :
Atas Penyerahan BKP/JKP :
04/01/2014 Menyerahkan minyak jagung seharga Rp 35.000.000 dan
menerima pembayaran dari PT Lestariku NPWP ;
01.222.333.4 ‐ 008.000
07/01/2014 Mengekspor minyak jagung dengan nilai ekspor
Rp3.500.000.000 ke Goldoil, Ltd, Amerika.
15/01/2014 Menjual aktiva perusahaan yang semula tidak untuk
diperjual belikan yakni sebuah truk yang dibeli tanggal 10
Okt. 2007 sebesar Rp250.000.000 kepada PT Angkutanku
NPWP 01.123.332.5‐012.000
18/01/2014 Menyampaikan tagihan kepada PEMDA DKI, NPWP
00.444.666.8 ‐011.000 sesuai dengan harga kontrak
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 209
Rp165.000.000 termasuk PPN atas penyerahan 1000 liter
minyak jagung.
22/01/2014 Menyumbangkan minyak jagung dengan harga jual Rp
3.600.000 termasuk laba 20% kepada Panti Asuhan
"Berbagi" (tidak berNPWP)
26/01/2014 Menerima pembayaran dari PT Auraku NPWP
01.765.422.4‐041.000 atas penyerahan 500 ton jagung pada
tanggal 23 Januari 2014, dengan harga jual RP450.000.00
27/01/2014 Menyerahkan minyak jagung dengan harga jual
Rp25.000.000 kepada Kedubes Amerika dan langsung
diterima pembayaran, dan menerima fasilitas PPN
dibebaskan.
31/01/2014 Menyerahkan minyak jagung sebanyak 2.000 liter dengan
harga jual Rp300.000.000 kepada PT Pelangi Indah,
NPWP 01.123.213.8 ‐008.000s
Atas Perolehan JKP/BKP :
06/01/2014 Membayar rekening telepon bulanan Rp7.700.000
termasuk PPN kepada PT Indosat, NPWP 01.123.345.7‐
092.000, kuitansi no. 017‐Ind‐0111 tanggal 06 Januari 2014
09/01/2014 Membayar PPN sebesar RP25.000.000 ke Bank BNI,
NPWP 01.444.666.9‐091.000 atas impor mesin dari China,
SSPCP dg NTPN 8898898897766654 dan PIB No. 009‐I‐14
masing‐masing tertanggal 9 Januari 2014, karena PT
Aneka Buanan tidak punya SKB, maka tidak mendapat
fasilitas PPN dibebaskan.
15/01/2014 Membayar tunai 1 unit sedan Vitrarah ke PT Mobilku
(pabrikan) NPWP 01.000.432.7‐007.000 dengan harga
RP300.000.000 termasuk PPN dan PPnBM(40%). Faktur
Pajak no. 010.000‐11.0000000043 tanggal 05 Januari 2014.
20/01/2014 Membayar jasa perbaikan truk pengangkut minyak jagung
Rp1.650.000 termasuk PPN kepada PT Rapih NPWP
01.543.453.5‐008.000, dengan Faktur Pajak No. 010.000‐
11.00000428 tanggal 20 Januari 2014
30/01/2014 Meretur komponen mesin pembuat minyak jagung
kepada PT Canggih , NPWP 01.777.678.8‐012.000 dengan
harga jual RP5.000.000 yang merupakan bagian dari
Hal. 210
penyerahan tanggal 18 November 2013 dengan faktur pajak
no. 010.000‐10.00005645
Keterangan Tambahan :
a. Selama bulan Januari 2014 dikeluarkan biaya sejumlah
RP540.000.000 untuk pembuatan gudang yang dibangun sendiri
seluas 20,5 X 20 M dengan rincian : pembelian tanah
Rp170.000.000, material Rp220.000.000 termasuk PPN
Rp20.000.000, upah Rp150.000.000.
b. Dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2013 terdapat lebih
bayar Rp5.000.000 yang diminta untuk dikompensasikan ke masa
pajak berikutnya.
Diminta :
a. Hitung berapa PPN kurang Bayar/Lebih Bayar PT Aneka Buana
untuk masa Pajak Januari 2014!
b. Berapa PPN Kegiatan Membangun Sendiri PT Aneka Buana?
E. RINGKASAN MATERI
PPN dan PPn BM yang telah dipungut baik oleh PKP maupun
pemungut PPN, selanjutnya harus disetor ke negara yang saat
penyetorannya diatur dengan Undang‐undang . Setelah disetorkan,
kewajiban selanjutnya adalah melaporkan PPN dan PPnBM yang telah
disetor ke KPP .
SPT Masa PPN digunakan untuk melaporkan PPN dan PPnBM
yang sudah dipungut dan disetor dengan menggunakan SSP (Surat
Setoran Pajak) . Ada 3 macam SPT Masa PPN : (1) SPT Masa PPN 1111, (2)
SPT Masa PPN 1111 DM bagi PKP yang menggunakan deemed profit atau
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, dan (3) SPT
Masa PPN 1111 Put, bagi Pemungut PPN. Tetapi dalam buku ini hanya
mempelajari SPT Masa PPN 1111.
F. REFERENSI
Undang‐undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Hal. 211
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A‐B
PER 11/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN)
Hal. 212
BAB XII PBB DAN BEA METERAI
A. PENGANTAR
Pajak Bumi dan Bangunan menurut sifatnya adalah Pajak
Objektif. Yakni pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang
menyebabkan timbulnya kewajiban membayar. Sedangkan menurut
wewenang atau pemungutnya, PBB yang sekarang ini yakni sejak 1
Januari 2014 terbagi menjadi dua yakni : (1) Sebagai Pajak Pusat, untuk
PBB sektor P3 (Pertanian, kehutanan, dan Pertambangan) dan (2)
Sebagai Pajak Daerah, untuk PBB sektor P2 (Perdesaaan dan Perkotaan)
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen. Bea
Meterai diatur dengan Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
Bea Meterai. Dalam Undang‐undang ini diatur antara lain objek,subjek,
tarif, saat terutang dan cara pelunasan Bea Meterai.
Yang ingin dicapai setelah mempelajari bab XII ini adalah
mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan Definisi Objek, Subjek, DPP dan Tata Cara Pembayaran
dan Pelaporan PBB
2. Memberi Contoh Perhitungan PBB
3. Menjelaskan Definisi Bea Meterai
4. Menjelaskan Objek, Subjek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
B. DESKRIPSI MATERI
1. Objek , Subjek, DPP dan Tata Cara Pembayaran dan
Pelaporan PBB
Berdasarkan pada Undang‐undang Nomor 12 tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan dapat diketahui sebagai berikut :
a. Objek PBB
Objek PBB adalah :
1) Bumi , yakni Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan
perdalaman serta laut wilayah Indonesia.
Hal. 213
2) Bangunan, yakni konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut.
termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
‐ jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks
bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan
lain‐lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut;
‐ jalan TOL;
‐ kolam renang;
‐ pagar mewah
‐ tempat olah raga;
‐ galangan kapal, dermaga;
‐ taman mewah;
‐ tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa
minyak;
‐ fasilitas lain yang memberikan manfaat;
Bukan Objek PBB :
1) digunakan semata‐mata untuk melayani kepentingan umum
di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud‐kan untuk
memperoleh keuntungan.
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;
3) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak;
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
CaraMendaftarkan Subjek Pajak
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan
Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
Hal. 214
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.
b. Subjek PBB
Diatur dalam pasal 4 Undang‐undang Nomor 12 tahun 1985 tentang
PBB sebagai berikut :
Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
dikenakan Pajak, sedangkan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai degan
ketentuan peraturan perundang‐undangan perpajakan daerah.
Jadi subjek pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara yata:
‐ mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
‐ memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
‐ memiliki bangunan, dan atau;
‐ menguasai bangunan, dan atau;
‐ memperoleh manfaat atas bangunan
c. DPP dan Tarif PBB
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Hal‐hal yang perlu diperhatikan terkait DPP PBB :
1) Ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat Gubernur / Bupati/ Walikota
(Pemerintah Daerah) setempat.
2) Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah‐
rendahnya 20% dan setinggi‐tingginya 100% dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya
disebut NJOP adalah harga rata‐rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis,
Hal. 215
atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak
Pengganti.
3) Besarnya presentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional, yakni
dengan memperhatikan :
a) harga rata‐rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar;
b) perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang
letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui
harga jualnya;
c) nilai perolehan baru;
d) penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti
4) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut
keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari.
Tarif PBB
1) Tarif PBB sebagai Pajak Pusat
Tarif PBB = 0,5% X NJKP
= 0,5% X (tarif NJKP X NJOPKP)
=0,5% X (tarif NJKP X (NJOP‐NJOPTKP)
Keterangan :
NJKP = Nilai Jual Kena Pajak
NJOPKP = Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak
Yakni
NJOPTKP = Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, yakni
adalah batas NJOP yang tidak kena pajak.
NJOPTKP berdasarkan PMK Nomor 23/PMK.03/2014, besarnya
adalah Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak, selain sektor
perdesaan dan perkotaan.
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang
nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap
dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
Hal. 216
Tarif NJKP
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2002
tentang Penetapan Besarnyak NJKP untuk Penghitungan PBB
dan dengan pertimbangan perekonomian sekarang ini, terutama
untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah pedesaan,
tetapi dengan tetap memperlihatkan penerimaan, khususnya
bagi Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besarnya
persentase untuk menentukan besarnya NJKP, yaitu:
a) Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk:
(8) Objek Pajak perkebunan
(9) Objek Pajak kehutanan
(10) Objek Pajak Pertambangan
(11) Objek Pajak lainnya, wajib pajaknya perorangan dengan
NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari
Rp 1.000.000.000,00
b) Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk:
Objek Pajak lainnya yang NJOP‐nya kurang dari
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
2) Tarif PBB sebagai Pajak Daerah, yakni Jenis Pajak
Kabupaten/Kota
Tarif PBB = Max 0,3 % X NJOPKP
Tarif PBB = Max 0,3% X (NJOP – NJOPTKP)
NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak
Hal‐hal yang perlu diketahui terkait PBB sektor Perdesaaan dan
Perkotaan berdasar Undang‐undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :
a) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
b) NJOP, adalah harga rata‐rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan
Hal. 217
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti.
c) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya
disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan untuk
memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak
d) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut
keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
e) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang
meliputi letak objek pajak.
Tabel 12.1 Perbedaan UU PBB dengan UU PDRD
Materi UU PBB UU PDRD No.28 Th 2009
Subjek Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan
Tidak ada perubahan
Tarif Tunggal 0,5% Paling tinggi 0,3%
NJKP 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%)
Tidak ada
NJOPTKP Paling tinggi Rp12.000.000 per Wajib Pajak PMK 23/PMK.03/2014, NJOPTKP maksimal 12.000.000
Paling rendah Rp10.000.000 per Wajib Pajak
PBB Terutang
0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
0,3% (maksimal) x (NJOP-NJOPTKP)
d. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan :
1) Pajak yang terhutang ditagih menggunakan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang harus dilunasi selambat‐
lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh
wajib pajak di Bank, Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Hal. 218
2) Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak harus
dilunasi selambat‐lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak.
3) Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi
sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh
tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, yang ditagih dengan
Surat Tagihan Pajak yang harus dilunasi selambat‐lambatnya 1
(satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak oleh
wajib pajak, apabila masih belum dibayar juga, dapat diterbitkan
Surat Paksa
Gambar 12.1 SPPT PBB
2. Contoh Perhitungan PBB
Contoh 1.
Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa :
‐ Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp. 300.000/m2;
‐ Bangunan seluas 400m2 dengan nilai jual Rp. 350.000/m2;
‐ Taman mewah seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp. 50.000/m2;
Hal. 219
‐ Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata‐rata pagar 1,5 m
dengan nilai jual Rp. 175.000/m2;
‐ Persentase nilai jual kena pajak misalnya 20%
‐ Untuk Pajak Daerah diasumsikan NJOPTKP daerah adalah
Rp10.000.000,00, dengan tarif PBB 0,3%
Besarnya pajak yang terhutang adalah sebagai berikut :
a. Sebagai Pajak Pusat
NJOP Tanah : 800 x Rp300.000,00 = Rp.240.000.000,00
NJOP bangunan :
Rumah & garasi 400 x Rp. 350.000,00 = Rp140.000.000,00
Taman Mewah 200 x Rp. 50.000,00 = Rp 10.000.000,00
Pagar mewah (120x1,5)xRp. 175.000,00= Rp 31.500.000,00
Jumlah NJOP bangunan = Rp.181.500.000,00
NJOP tanah dan bangunan = Rp.421.500.000,00
NJOPTKP = Rp 12.000.000,00
NJOPKP = Rp409.500.000,00
NJKP = 20% X Rp409.500.000 = Rp 81.900.000,00
PBB terutang = 0,5% X Rp81.900.000 = Rp 409.500,00
b. Sebagai Pajak Daerah
NJOP Tanah : 800 x Rp300.000,00 = Rp.240.000.000,00
NJOP bangunan :
Rumah & garasi 400 x Rp. 350.000,00 = Rp140.000.000,00
Taman Mewah 200 x Rp. 50.000,00 = Rp 10.000.000,00
Pagar mewah (120x1,5)xRp. 175.000,00= Rp 31.500.000,00
Jumlah NJOP bangunan = Rp.181.500.000,00
NJOP tanah dan bangunan = Rp.421.500.000,00
NJOPTKP = Rp 10.000.000,00
NJOPKP = Rp411.500.000,00
PBB terutang = 0,3% X Rp411.500.000= Rp 1.234.500,00
Contoh 2.
Pak Budi mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di
desa A dan desa B, dengan nilai sbb :
Desa A
NJOP Bumi Rp25.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 15.000.000,00
Desa B
NJOP Bumi Rp 18.000.000,00
Hal. 220
NJOP Bangunan Rp 12.000.000,00
NJOPTKP daerah ditetapkan Rp10.000.000,‐dengan tarif PBB 0,2%.
Hitung PBB yang harus dibayar Pak Budi :
a. Sebagai Pajak Pusat
b. Sebagai Pajak Daerah
Jawab :
a. Sebagai Pajak Pusat
Desa A
NJOP Bumi Rp25.000.000,00
NJOP Bangunan Rp15.000.000,00
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan Rp40.000.000,00
NJOPTKP Rp12.000.000,00
NJOPKP Rp28.000.000,00
NJKP = 20%*Rp28.000.000,00 Rp 5.600.000,00
PBB Terutang Desa A
= 0,5%*Rp5.600.000,00 Rp 28.000,00
Desa B
NJOP Bumi Rp18.000.000,00
NJOP Bangunan Rp12.000.000,00
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan Rp30.000.000,00
NJOPTKP Rp 0,00
NJOPKP Rp30.000.000,00
NJKP = 20%*Rp30.000.000,00 Rp 6.000.000,00
PBB Terutang Desa A
= 0,5%*Rp6.000.000,00 Rp 30.000,00
b. Sebagai Pajak Daerah
Desa A
NJOP Bumi Rp25.000.000,00
NJOP Bangunan Rp15.000.000,00
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan Rp40.000.000,00
NJOPTKP Rp10.000.000,00
NJOPKP Rp30.000.000,00
PBB Terutang Desa A
= 0,2%*Rp30.000.000,00 Rp 60.000,00
Desa B
NJOP Bumi Rp18.000.000,00
NJOP Bangunan Rp12.000.000,00
Hal. 221
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan Rp30.000.000,00
NJOPTKP Rp 0,00
NJOPKP Rp30.000.000,00
PBB Terutang Desa A
= 0,2%*Rp30.000.000,00 Rp 60.000,00
3. Bea Meterai
Dasar hukum pengenaan Bea Meterai
adalah Undang‐undang Nomor 13
Tahun 1985 dan peraturan‐peraturan
lain di bawahnya yang terkait, antara
lain : (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif
Bea Meterai dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, (2) Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara
Pemeteraian Kemudian.
Beberapa definisi yang didapat dari UU Nomor 13 Tahun 1985:
a. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen
b. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung
arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak‐pihak yang berkepentingan
c. Sedangkan benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
d. Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya
dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tandatangan
atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai
pengganti tandatangan
e. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai
yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterai‐nya belum dilunasi sebagaimana
mestinya
f. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang
diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
Hal. 222
4. Objek, Subjek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000
tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan
Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, diketahui sebagai berikut:
a. Objek Bea Meterai
Yakni dokumen‐dokumen sebagai berikut :
1) surat perjanjian dan surat‐surat lainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
Surat‐surat lainnya antara lain surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan.
2) akta‐akta Notaris termasuk salinannya;
3) akta‐akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) termasuk rangkap‐rangkapnya;
4) surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a) yang menyebutkan penerimaan uang;
b) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan
uang dalam rekening di Bank;
c) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau
d) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
5) surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
6) dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
muka Pengadilan, yaitu:
a) surat‐surat biasa dan surat‐surat kerumahtanggaan;
b) surat‐surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain
atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula
Bukan Objek Bea Meterai :
Tidak dikenakan Bea Meterai atas :
1) dokumen yang berupa :
a) surat penyimpanan barang;
b) konsumen
c) surat angkutan penumpang dan barang
Hal. 223
d) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka
3);
e) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim;
g) surat‐surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat‐
surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka
6).
2) segala bentuk Ijazah;
3) tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan
kerja serta surat‐surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu;
4) tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas
Pemerintah Daerah, dan bank;
5) kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan
lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas
Pemerintahan Daerah dan bank;
6) tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
organisasi;
7) dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang
tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan‐
badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
8) surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan
Penggadaian;
9) tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
b. Subjek Bea Meterai
Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak‐pihak
yang bersangkutan menentukan lain.
Misal :
1) Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea
Meterai terhutang oleh penerima kuitansi.
2) Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih,
misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masing‐
Hal. 224
masing pihak terhutang Bea Meterai atas dokumen yang
diterimanya.
3) Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea
Meterai yang terhutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh
Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak‐pihak
yang bersangkutan terhutang oleh pihak‐pihak yang mendapat
manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah
pihak‐pihak yang mengadakan perjanjian.
4) Jika pihak atau pihak‐pihak yang bersangkutan menentukan
lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak‐pihak
yang ditentukan dalam dokumen tersebut.
Saat terutang Bea Meterai :
1) dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat
dokumen itu diserahkan;
2) dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah
pada saat selesainya dokumen itu dibuat;
3) dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat
digunakan di Indonesia.
Macam‐macam Bea Meterai :
1) Meterai Tempel
2) Kertas Meterai
3) Pemeteraian Kemudian
Yakni Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea
Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan
pemegang dokumen yang Bea Meterai‐nya belum dilunasi
sebagaimana mestinya;
c. Tarif Bea Meterai
Dari Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 2000, didapati tarif Bea
Meterai sebagai berikut :
1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf
b, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp
6.000,00 (enam ribu rupiah).
a. surat perjanjian dan surat‐surat lainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
Hal. 225
b. akta‐akta Notaris termasuk salinannya;
e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
f. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
muka Pengadilan, yaitu:
1) surat‐surat biasa dan surat‐surat kerumahtanggaan;
2) surat‐surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan
lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula
2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d dan
huruf e :
a) yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp
250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), tidak
dikenakan Bea Meterai;
b) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai
dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah);
c) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif
sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
3) Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya
harga nominal
4) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai
harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00
(tiga ribu rupiah), sedangkan yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah
5) Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga
nominal sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga
ribu rupiah) sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih
dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai
dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
Hal. 226
d. Cara Pelunasan Bea Meterai
Berdasarkan pada Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
BeaMeterai dapat diketahui bahwa cara pelunasan Bea Meterai
adalah sebagai berikut :
1) menggunakan benda meterai;
Cara:
a) Meterai tempel di rekatkan seluruhnya dengan utuh dan
tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.
b) Meterai tempel di rekatkan di tempat dimana tanda tangan
akan dibubuhkan.
c) Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman
tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang
sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di
atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
d) Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan
harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel
dan sebagian di atas kertas.
e) Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh
digunakan lagi.
f) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu
panjang untuk dimuat seluruhnya di atas meterai yang
digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal
dapat digunakan kertas tidak bermeterai
g) Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi, dokumen yang
bersangkutan dianggap tidak bermeterai.
h) Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi
sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang
tidak atau kurang dibayar, dengan cara pemeteraian‐
kemudian dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara
yang tetapkan oleh Menteri Keuangan. Pemeteraian
Kemudian akan dijelaskan lebih lanjut di sub bahasan
berikutnya.
2) menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan
Cara lain bagi pelunasan Bea Meterai, misalnya membubuhkan
tanda‐tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen
Hal. 227
dengan mesin‐teraan, sesuai dengan peraturan perundang‐
undangan yang ditentukan untuk itu
5. Pemeteraian Kemudian
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian diketahui beberapa
definisi sebagai berikut :
1) Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea
Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan
pemegang Dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya
Pemeteraian Kemudian dilakukan atas:
a) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
muka pengadilan;
b) Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya; dan/atau
c) Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan
di Indonesia
2) Pemilik Dokumen adalah pihak yang terutang Bea Meterai
3) Penerbit Dokumen adalah pihak yang menerbitkan Dokumen
yang merupakan objek Bea Meterai
4) Kantor Pelayanan Pajak Pemilik Dokumen, yang selanjutnya
disebut KPP Pemilik Dokumen adalah Kantor Pelayanan Pajak
tempat pemilik Dokumen terdaftar sebagai Wajib Pajak
5) Kantor Pelayanan Pajak Penerbit Dokumen, yang selanjutnya
disebut KPP Penerbit Dokumen adalah Kantor Pelayanan Pajak
tempat penerbit Dokumen terdaftar sebagai Wajib Pajak
6) Kantor Pelayanan Pajak Pengguna Dokumen Luar Negeri, yang
selanjutnya disebut KPP Pengguna Dokumen Luar Negeri
adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang akan
menggunakan Dokumen yang dibuat di luar negeri di Indonesia
terdaftar sebagai Wajib Pajak
7) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan
Hal. 228
8) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor
bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul
Penerimaan Negara.
Pemeteraian Kemudian dilakukan oleh pemegang Dokumen,
yakni:
1) pihak yang akan menggunakan dokumen sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan,
2) Pemilik Dokumen, untuk Dokumen yang belum atau kurang
bea meterainya.
3) pihak yang akan menggunakan Dokumen di Indonesia, untuk
Dokumen yang dibuat di luar negeri
Tata Cara Pelunasan Pemeteraian Kemudian dengan Meterai
Tempel :
1) pemegang Dokumen melunasi Bea Meterai yang terutang
dengan cara menempelkan meterai tempel sebesar Bea Meterai
yang tidak atau kurang dilunasi pada Dokumen yang akan
dilakukan Pemeteraian Kemudian
2) pemegang Dokumen harus menyerahkan Dokumen yang Bea
Meterainya akan dilunasi dengan cara Pemeteraian Kemudian
kepada Pejabat Pos di kantor pos
3) pemegang Dokumen membayar denda sebesar 200% (dua ratus
persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode
Akun Pajak 411611 dan Kode Jenis Setoran 512
4) Pejabat Pos membubuhkan cap "TELAH DILAKUKAN
PEMETERAIAN KEMUDIAN SESUAI DENGAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.03/2014" disertai
dengan nama, NIPPOS, dan tanda tangan Pejabat Pos yang
bersangkutan, pada Dokumen yang telah ditempeli meterai
tempel dan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditera Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
Pelunasan Bea Meterai yang dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) :
Hal. 229
1) pemegang Dokumen membuat dan menyerahkan daftar
Dokumen yang akan dilakukan Pemeteraian Kemudian kepada
Pejabat Pos di kantorpos;
2) pemegang Dokumen melunasi Bea Meterai yang tidak atau
kurang dilunasi berdasarkan daftar Dokumen yang
bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
dengan Kode Akun Pajak 411611 dan Kode Jenis Setoran 100;
3) pemegang Dokumen membayar denda sebesar 200% (dua ratus
persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode
Akun Pajak 411611 dan Kode Jenis Setoran 512,
Pejabat Pos membubuhkan cap "TELAH DILAKUKAN
PEMETERAIAN KEMUDIAN SESUAI DENGAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.03/2014" disertai
dengan nama, NIPPOS, dan tanda tangan Pejabat Pos yang
bersangkutan, pada daftar Dokumen dan Surat Setoran Pajak
(SSP) yang telah ditera Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN)
C. LATIHAN
1. Wajib pajak Tuan Luhurati mempunyai obyek pajak berupa :
‐ Tanah seluas 1.000 m2 dengan harga jual Rp. 350.000/m2;
‐ Bangunan seluas 500m2 dengan nilai jual Rp. 1.000.000/m2;
‐ Taman mewah seluas 250 m2 dengan nilai jual Rp. 150.000/m2;
‐ Pagar mewah sepanjang 170 m dan tinggi rata‐rata pagar 1,5 m
dengan nilai jual Rp. 250.000/m2;
‐ Untuk Pajak Daerah diasumsikan NJOPTKP daerah adalah
Rp12.000.000,00, dengan tarif PBB 0,3%
Hitunglah PBB terutang Tuan Luhurati sebagai :
a. Pajak Pusat
b. Pajak Daerah sektor P2 (Perdesaan dan Perkotaan)
2. Pak Iskandariah mempunyai objek pajak berupa bumi dan
bangunan di desa A dan desa B, dengan nilai sbb :
Desa A
NJOP Bumi Rp75.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 25.000.000,00
Desa B
Hal. 230
NJOP Bumi Rp 50.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 75.000.000,00
NJOPTKP daerah ditetapkan Rp10.000.000,‐dengan tarif PBB 0,2%.
Hitung PBB yang harus dibayar Pak Budi :
a. Sebagai Pajak Pusat
b. Sebagai Pajak Daerah
3. Tuan Ahmad pemilik toko buku “Ahmad Jaya” menjual sejumlah
buku senilai Rp. 2.500.000,00 kepada Tuan Budi, pelanggan
setianya. Tuan Ahmad membuat “kuitansi sementara” (kertas
kuitansi biasa) dan berjanji akan mengganti dengan kuitansi resmi
(kuitansi yang ada kop toko Ahmad Jaya). Pertanyaannya :
a. Jelaskan apakah “kuitansi sementara” dikenakan Bea Meterai?
b. Jelaskan apakah “kuitansi resmi” dikenakan Bea Meterai,
jelaskan?
D. TUGAS
PETUNJUK :
• Tugas ini adalah Tugas XII Mata Kuliah Perpajakan 2
• Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran
normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15
• Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan
nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout
lembar jawaban sebagai berikut :
Nama :
NIM :
Ruang Kelas :
Nilai :
Hal. 231
• Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya.
• Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas XII
RINCIAN TUGAS :
1. Pak Anton mempunyai rumah 2 lantai ukuran bangunan 10m x 20m,
rumah tersebut dibangun pada sebidang tanah ukuran 10m x 30m.
Hitunglah berapa jumlah pajak PBB yang harus dibayar setiap tahun
,jika :
a. Sebagai Pajak Pusat
b. Sebagai Pajak Daerah dengan NJOPTKP daerah Rp10.000.000,00
dan tarif PBB 0,2%!
2. Pak Budiman mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di
desa A dan desa B, dengan nilai sbb :
Desa A
NJOP Bumi Rp105.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 45.000.000,00
Desa B
NJOP Bumi Rp 50.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 75.000.000,00
NJOPTKP daerah ditetapkan Rp12.000.000,‐dengan tarif PBB 0,2%.
Hitung PBB yang harus dibayar Pak Budiman !
3. Windu menjual sepeda kepada Bayu seharga Rp. 250.000,‐ dan atas
transaksi itu dibuat tanda penerimaan uang berupa kuitansi.
Pertanyaannya :
a. Berapa Bea Meterai yang harus dikenakan atas kuitansi tersebut.
Jelaskan jawaban saudara!
b. Jika atas kuitansi di atas tidak dikenakan Bea Meterai, dan
dikemudian hari terjadi sengketa sehingga dijadikan sebagai alat
bukti di pengadilan, apakah terhadap kuitansi tersebut perlu
dilakukan pemeteraian kemudian?
c. Apa yang dimaksud dengan pemeteraian kemudian?
Hal. 232
E. RINGKASAN MATERI
Bab XII mempunyai 2 materi bahasan pokok yakni : (1) Pajak
Bumi dan Bangunan dan (2) Bea Meterai. Di mana Pajak Bumi dan
Bangunan yang dipelajari adalah PBB untuk sektor P2 (Perdesaaan dan
Perkotaan) yang sejak 01 Januari 2014 berdasarkan Undang‐undang
Nomor 28 Tahun 2009 menjadi pajak daerah.
Perbedaan antara PBB berdasarkan UU PBB dan UU PDRD
seperti dirangkumkan pada tabel berikut :
Materi UU PBB UU PDRD No.28 Th 2009
Subjek Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan
Tidak ada perubahan
Tarif Tunggal 0,5% Paling tinggi 0,3%
NJKP 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%)
Tidak ada
NJOPTKP Paling tinggi Rp12.000.000 per Wajib Pajak PMK 23/PMK.03/2014, NJOPTKP maksimal 12.000.000
Paling rendah Rp10.000.000 per Wajib Pajak
PBB Terutang
0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
0,3% (maksimal) x (NJOP-NJOPTKP)
Sedangkan Bea Meterai adalah pajak atas dokumen, yang
jenisnya dapat : (1) Meterai Tempel, (2) Kertas Meterai, dan (3)
Pemeteraian Kemudian. Objek, subjek, tarif,dan tata cara pelunasannya
diatur Undang‐undang dan peraturan‐peraturan di bawahnya yang
terkait.
Hal. 233
F. REFERENSI
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi
Offset, Yogyakarta
Undang‐undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2014 tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2002 tentang Penetapan
Besarnyak NJKP untuk Penghitungan PBB
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
PP No 24 th 2000 ttg Tarif Bea Meterai & Besarnya Batas Pengenaan
Harga nominal yang Dikenakan Bea Meterai
PMK No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian
Hal. 234
DAFTAR PUSTAKA
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A‐B
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
PMK No. 30/PMK.03/2011, tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena
Pajak yang atas Ekspornya Dikenai PPN
PMK No. 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN
atas KMS
PER‐25/PJ/2012 tentang Penetapan Secara Jabatan atas Jumlah Biaya Yang
Dikeluarkan Dan / Atau Yang Dibayarkan Untuk Membangun
Bangunan Dalam Rangka Kegiatan Membangun Sendiri.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=11, diakses tanggal
10 November 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 1 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang‐undang PPN dan PPnBM
PMK No. 197 tahun 2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN SE No. 18/ tahun 1995, tentang Pengertian Hubungan Istimewa http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=17, diakses tanggal
11 November 2015
PP 38 th 2003 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN
PP 69 th 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan
Penyerahan JKP Terkait yang Tidak Dipungut PPN
Hal. 235
PP 31 th 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN
PMK 142/PMK.010/2015 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM atas Impor BKP
yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk
PP Nomor 01 tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PER Nomor 4 tahun 2010 tentang Tempat Lain Selain Tempat Tinggal/
Tempat Kedudukan &/ Tempat Kegiatan Usaha Dilakukan Sebagai
Tempat Terutang PPN / PPN & PPnBM
PER Nomor 19 tahun 2010 tentang Penetapan Satu Tempat / Lebih sebagai
Tempat PPN Terutang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2012 tentang Nilai Lain Jasa
Penyedia Tenaga Kerja
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102 Tahun 2011 tentang DPP Film
Cerita Impor
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121 Tahun 2015 tentang Nilai Lain
sebagai DPP
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=59, diakses
tanggal 11 November 2015
PMK Nomor 135/PMK.011/2014 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang
Tidak Terutang Pajak
PMK Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu,
PMK Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Emas Perhiasan
Hal. 236
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP‐ 540/PJ./2000, tentang
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Kendaraan Bermotor.
PMK Nomor 64/PMK.011/2014 tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang
Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian
Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah
KMK 563/KMK.03/2003 ttg Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor,
dan Melaporkan PPN dan PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi
dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan
Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporannya.
PMK 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara
untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporannya.
PER 11/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta
Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN)
Hal. 237
Undang‐undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2014 tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2002 tentang Penetapan
Besarnyak NJKP untuk Penghitungan PBB
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
PP No 24 th 2000 ttg Tarif Bea Meterai & Besarnya Batas Pengenaan Harga
nominal yang Dikenakan Bea Meterai
PMK No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian
Hal. 238
Lampiran 1 FORMAT
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
A. Identitas Mata Kuliah Program Studi : Akuntansi Fakultas : Ekonomi Mata Kuliah : Perpajakan 2. Kode / SKS : E022404 / 3 sks Prasyarat : Telah menyelesaikan perkuliahan Perpajakan 1 Dosen Pengampu : .Wiwit Irawati, S.E. Penelaah : Ketua Tim Teaching Aeng Muhidin, M.Pd ` B. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini tergolong mata kuliah wajib bagi mahasiswa prodi Akuntansi S1. Mata kuliah ini menawarkan kemampuan dasar dalam perhitungan sederhana PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai sesuai dengan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU tentang PBB serta UU PDRD yang berlaku. C. Tujuan Perkuliahan dan Kompetensi Perkuliahan
1. Tujuan Perkuliahan Setelah menyelesaikan mata kuliah Perpajakan 2, mahasiswa mampu menerapkan perhitungan sederhana PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai sesuai dengan undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku.
2. Kompetensi Perkuliahan Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa mampu:
1) Menjelaskan mekanisme dan metode perhitungan PPN 2) Menjelaskan objek dan bukan objek PPN
Hal. 239
3) Menjelaskan subjek dan bukan subjek PPN 4) Menjelaskan Fasilitas PPN dan PPnBM 5) Menjelaskan saat dan tempat pajak terutang 6) Mengetahui tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya 7) Menjelaskan Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 8) Menerapkan perhitungan pengkreditan Pajak Masukan 9) Menerapkan perhitungan PPnBM 10) Menerapkan perhitungan PPN oleh Pemungut 11) Menjelaskan mekanisme pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM 12) Menerapkan perhitungan sederhana PBB dan Bea Meterai
D. Topik Materi / Pokok Bahasan
1) Mekanisme dan metode perhitungan PPN 2) Objek dan bukan objek PPN 3) Subjek dan bukan subjek PPN 4) Fasilitas PPN dan PPnBM 5) Saat dan tempat pajak terutang 6) Tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya 7) Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 8) Perhitungan pengkreditan Pajak Masukan 9) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) 10) Perhitungan PPN oleh Pemungut 11) Mekanisme pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM 12) Perhitungan sederhana PBB dan Bea Meterai
Hal. 240
E. Evaluasi Pembelajaran
1. Evaluasi Sumatif Tugas Mandiri atau Tugas Terstruktur
a. Print out UU No. 42 th 2009 tentang PPN dan PPnBM b. Membedakan transaksi terutang PPN atau tidak terutang PPN c. Perhitungan PPN dengan Macam-macam DPP d. Latihan Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan e. Latihan Perhitungan PPnBM f. Latihan Perhitungan PPN oleh Pemungut g. Latihan Perhitungan Sederhana PBB dan Bea Meterai
2. Evaluasi Formatif
Ujian Tengah Semester KISI-KISI SOAL )* R S T
1. Sebutkan karakteristik PPN dan keunggulannya dibandingkan pajak penjualan! (Bobot Nilai 10)
2. Sebutkan 4 jenis barang yang tidak dikenai PPN (Barang Non PPN) menurut UU PPN pasal 4A ayat 2! (Bobot Nilai 10)
3. Jelaskan kriteria Barang Mewah dan tarif yang berlaku saat ini dengan dasar hukumnya!(Bobot Nilai 20)
4. Tentukan apakah transaksi-transaksi di bawah ini terutang PPN atau tidak dengan disertai alasannya : a. Penjualan Gas Elpiji oleh PT Pertamina kepada SPBU. b. Pembelian batu bara oleh PKP kepada penambang. c. Pembelian emas perhiasan oleh Toko Emas kepada pengrajin emas perhiasan. d. Pemberian bonus produk sendiri oleh PKP kepada seluruh karyawannya.
(Bobot nilai 20)
5. PKP C mengimpor BKP dengan nilai impor Rp 84.00.000 termasuk PPN dan PPnBM
Hal. 241
30 %, berapakah PPN dan PPnBM yang dibayar PKP C? Berapakah jumlah harus dibayar PKP C jika mempunyai API? (Bobot Nilai 30)
Keterangan: R: Rendah; S: Sedang, dan T: Tinggi )* : untuk 2 SKS (14 pertemuan), soal diturunkan dari kompetensi perkuliahan pada pertemuan pertama sampai pertemuan ketujuh.
Ujian Akhir Semester
KISI-KISI SOAL )* R S T 1. Jelaskan kapan saat pelaporanPPN dan/atau PPnBM! (Bobot Nilai 20) 2. Kerjakan soal transaksi PPN dengan pemungut bendaharawan pemerintah di bawah
ini! (Bobot nilai 30) a. Penyerahan oleh PT Elok kepada bendaharawan pemda dengan kas diterima Rp
1.970.00.000,00. Atas pembayaran tersebut telah dipungut PPN, PPnBM dengan tarif 30%, dan PPh 22 bendaharawan negara dengan tarif 1,5%. Hitunglah perpajakan yang terjadi dan berapa jumlah tagihannya?
b. 2. PT Indramaya melakukan penagihan ke pemerintah dengan harga jual belum termasuk PPN dan PPnBM (30%) sebesar Rp 750.000. Berapakah perpajakan yang terjadi dan berapa yang diterima PT Indramaya atas tagihan tersebut!
3. Siapa sajakah yang wajib meyetor dan melaporkan PPN dan /PPnBM? (Bobot nilai 10) 4. PT Andika bulan Februari 2014 menyerahkan BKP senilai Rp 264.000.000( dengan
PPN) dan mendapatkan JKP senilai Rp 150.000.000 (tanpa PPN). Jika PT Andika menggunakan P4M , hitunglah PPN yang harus disetor PT Andika masa Februari 2014!(Bobot nilai 20)
5. Sebutkan 4 syarat untuk Rusunami agar mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Bobot Nilai 20)
Hal. 242
6.
Keterangan: R: Rendah; S: Sedang, dan T: Tinggi )* : untuk 2 SKS (14 pertemuan), soal diturunkan dari kompetensi perkuliahan pada pertemuan ke sembilan sampai ketiga belas. F. Kegiatan Pembelajaran Semester Lampiran 1. G. Bahan Pustaka UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN & PPnBM PP No. 01 tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A-B, PMK 151 tahun 2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak PER - 17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian, Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Pak Budi mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di desa A dan desa B, dengan nilai sbb
Desa A NJOP Bumi 75.000.000
NJOP Bangunan 150.000.000
Desa B NJOP Bumi 50.000.000
NJOP Bangunan 120.000.000
NJOPTKP daerah ditetapkan Rp10.000.000,‐ Hitung PBB yang harus dibayar Pak Budi :
a. Sebagai Pajak Pusat
b. Sebagai Pajak Daerah
Hal. 243
SE No. 04 tahun 2002 tentang Pengenaan PPN & PPnBM atas Pemakaian Sendiri & / Pemberian Cuma-Cuma BKP /JKP PMK No. 30 tahun 2014 tentang PPN Emas Perhiasan PMK No. 83 tahun 2012 tentang Nilai Lain Jasa Penyedia Tenaga Kerja PMK No. 102 tahun 2011 tentang DPP Film Cerita Impor PMK no. PMK 121 tahun 2015 tentang Nilai Lain sebagai DPP PER No. 4 tahun 2010 tentang Tempat Lain Selain Tempat Tinggal/ Tempat Kedudukan &/ Tempat Kegiatan Usaha Dilakukan Sebagai Tempat Terutang PPN / PPN & PPnBM PER No.19 tahun 2010 tentang Penetapan Satu Tempat / Lebih sebagai Tempat PPN Terutang PP No. 22 th 2014 tentang BKP Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM PMK 106 th 2015 tentang BKP Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM PMK No. 74 th 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu PMK 135 th 2014 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak
Hal. 244
Rencana Kegiatan Pembelajaran Semester (RKPS)
10 KOMPETENSI INDIKATOR SUBSTANSI
KAJIAN PENGALAMAN BELAJAR
METODE PENILAIAN SUMBER BELAJAR Teori Praktek Latihan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Menjelaskan latar
belakang, karakteristik, mekanisme dan metode perhitungan PPN
Menjelaskan Latar belakang PPN
Menjelaskan karakteristik PPN
Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
Menjelaskan metode perhitungan PPN
Latar belakang PPN
Karakteristik PPN
Mekanisme pemungutan PPN
Metode Perhitungan PPN
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Bina Fiscal Indonesia, 2013,Pajak Terapan Brevet A-B
UU No. 42 th 2009 tentang PPN & PPn BM
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
2. Menjelaskan objek dan bukan objek PPN
Menjelaskan Objek PPN
Menjelaskan Barang Kena Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
Menjelaskan Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa
Objek PPN Barang Kena
Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa Kena Pajak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Bina Fiscal Indonesia, 2013,Pajak Terapan Brevet A-B
UU No. 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PMK No. 30/PMK.03/2011
Hal. 245
Kena Pajak 3. Menjelaskan
Objek PPN pasal 16 C
Menjelaskan Objek PPN pasal 16D
Objek PPN pasal 16 C
Objek PPN pasal 16 D
Contoh perhitungan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
PMK Nomor : 163/PMK.03/2012
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2012
4. Menjelaskan subjek dan bukan subjek PPN
Menjelaskan Subjek PPN
Menjelaskan Pengusaha Kena Pajak : definisi, pengukuhan, dan kewajiban
Menjelaskan Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
Menjelaskan hubungan istimewa
Subjek PPN Pengusaha
Kena Pajak : definisi, pengukuhan, dan kewajiban
Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
hubungan istimewa
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 1 1 Tahun 2012 PMK No. 197 tahun 2013
SE No. 18/ tahun 1995
5. Menjelaskan Fasilitas PPN dan PPnBM
Menjelaskan Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
Menjelaskan Fasilitas Pajak Terutang Tidak
Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
Fasilitas Pajak Terutang Tidak Dipungut
Fasilitas Pajak Terutang
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV
Hal. 246
Dipungut Menjelaskan
Fasilitas Pajak Terutang Dibebaskan
Memberi Contoh Perhitungan
Dibebaskan Contoh
Perhitungan
Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 31 th 2007
PMK 142/PMK.010/2015
6. Menjelaskan saat dan tempat pajak terutang
Menjelaskan saat terutang pajak
Menjelaskan tempat terutang pajak
Menjelaskan pemusatan tempat pajak
saat terutang pajak
tempat terutang pajak
pemusatan tempat pajak terutang
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP Nomor Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
Hal. 247
terutang Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER 4 th 2010
Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER 19 Tahun 2010
7. Mengetahui tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya
Menjelaskan tarif PPN
Menjelaskan macam-macam Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Menjelaskan DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
Menjelaskan DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
Menjelaskan DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
tarif PPN macam-
macam Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPn BM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
PMK No. 30 th 2014 tentang PPN Emas Perhiasan
PMK No. 83 th 2012 tentang Nilai Lain Jasa Penyedia Tenaga Kerja
PMK No. 102 th 2011 tentang DPP Film Cerita Impor
PMK no. PMK 121 th 2015 tentang Nilai Lain sebagai
Hal. 248
DPP 8. Memberi
contoh perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma
Menjelaskan nilai penyerahan dengan valas
contoh perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma
nilai penyerahan dengan valas
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
SE No. 04 th 2002 tentang Pengenaan PPN & PPn BM atas Pemakaian Sendiri & / Pemberian Cuma-Cuma BKP /JKP
9. Menjelaskan Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak
Menjelaskan Pengertian Faktur Pajak dan sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak.
Menjelaskan saat pembuatan faktur pajak
Menjelaskan Saat penyerahan Barang Kena Pajak
Pengertian Faktur Pajak dan sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak.
saat pembuatan faktur pajak
Saat penyerahan Barang Kena Pajak Bergerak
Saat Penyerahan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK 151 th 2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Hal. 249
Bergerak Menjelaskan
Saat Penyerahan BKP Tidak Bergerak
Menjelaskan Saat penyerahan Jasa Kena Pajak.
BKP Tidak Bergerak
Saat penyerahan Jasa Kena Pajak.
Penggantian Faktur Pajak
10. Menjelaskan Faktur Pajak untuk pembayaran pertermin
Memberi contoh perhitungan untuk pembayaran pertermin
Saat Penerimaan Pembayaran Termin dalam hal Penyerahan Sebagian Tahap Pekerjaan
Contoh perhitungan dan saat pembuatan faktur pajak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
11. Menjelaskan kode dan nomor seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
kode dan nomor seri Faktur Pajak
Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
Tata Cara Penggunaan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK 151 th 2013 tentang
Hal. 250
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Menjelaskan Sanksi terkait PPN
Menjelaskan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukan-nya diper-
samakan dengan Faktur Pajak. Menjelaskan
Kode Status pada Faktur Pajak
Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Tata Cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Sanksi terkait PPN
dokumen-dokumen tertentu yang kedudukan-nya diper-samakan dengan Faktur Pajak.
Nota Retur dan Nota Pembatalan
Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Undang-Undang Nomor 28 th 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
PER - 17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian, Keterangan, Prosedur Pemberitahu-an Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Hal. 251
Nota Retur dan Nota Pembatalan
12. Menerapkan perhitungan pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Kriteria PM yang dapat dikreditkan
Menjelaskan PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Kriteria PM yang dapat dikreditkan
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
13. Pedoman Pengkreditan PM bagi PKP yang melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak, dan contoh Perhitungan
Pengkreditan PM dan Pedoman Pengkreditan
Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak Contoh
Perhitungan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK 135 th 2014 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP
Hal. 252
yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak
.14. Menjelaskan Pedoman Pengkreditan PM bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Menjelaskan Pedoman pengkreditan PM bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam satu Tahun Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Pedoman Pengkreditan PM Bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Pedoman Pengkreditan Bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam Satu Tahun Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Contoh Perhitungan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK No. 79 th 2010
PMK Nomor 30/PMK.03/2014
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010
15. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Menjelaskan Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan.
Menjelaskan Kriteria dan
Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan.
Kriteria dan Tarif BKP yang
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU Nomor 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr.
Hal. 253
Tarif BKP yang tergolong Mewah
Menjelaskan Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah.
Menjelaskan Kendaraan Bukan Objek PPn BM
Memberi contoh perhitungan PPn BM
tergolong Mewah
Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah.
Kendaraan Bukan Objek PPn BM
contoh perhitungan PPn BM
Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPnBM
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 540/PJ./2000,
PMK Nomor 64/PMK.011/2014
PMK Nomor 106/PMK.010/2015
Peraturan Pemerintah Nomor 145
Hal. 254
TAHUN 2000 16. Menerapkan
perhitungan PPN oleh Pemungut
Menjelaskan definisi pemungut PPN
Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
Menjelaskan Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
Definisi Pemungut PPN
Mekanisme Pemungutan PPN
Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
KMK 563/KMK.03/2003 Pelaporannya
PMK Nomor 73/PMK.03/2010.
PMK 85/PMK.03/2012.
17. Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan SPT
Menjelaskan ketentuan umum, fungsi
ketentuan umum, fungsi dan
Kuliah mimbar, diskusi,
Keaktifan dalam interaksi
UU No 42 th 2009 tentang PPN &
Hal. 255
Masa PPN dan PPnBM
dan bentuk SPT masa PPN & PPnBM
Menjelaskan Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT Masa PPN 1111
Menjelaskan Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
Memberi contoh penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
Menjelaskan macam-macam formulir SPT Masa PPN & PPn BM
bentuk SPT masa PPN & PPnBM
Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT Masa PPN 1111
Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
contoh penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
Contoh formulir SPT Masa PPN & PPn
latihan soal /tanya jawab Hasil dari
latihan/tugas
PPnBM PP No. 01 th
2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A-B
PER 11/PJ/2013
18 PBB dan Bea Menjelaskan objek, Kuliah Keaktifan Sumber :
Hal. 256
Meterai definisi, objek, subjek, DPP dan Tata Cara Pem-bayaran dan Pelaporan PBB.
Memberi contoh perhitungan PBB.
Menjelaskan definisi Bea Meterai.
Objek, Subjek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
Menjelaskan Pemeteraian Kemudian
subjek, DPP dan Tata Cara Pem-bayaran dan Pelaporan PBB.
Contoh Perhitungan PBB
Definisi Bea Meterai
Objek, Subjek,Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
Pemeteraian Kemudian
mimbar, diskusi, latihan soal
dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Booklet PBB UU Nomor 12
Tahun 1994 tentang PBB
PMK Nomor 23/PMK.03/2014
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
PP No 24 th 2000 PMK No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian
KETERANGAN: *) : jumlah pertemuan disesuaikan dengan beban SKS (2 SKS=14 pertemuan, 3 SKS=18 pertemuan, dan 4 SKS=24 pertemuan) (1) : KOMPETENSI, diturunkan dari point C bagian 2 Kompetensi Perkuliahan; (2) : INDIKATOR, diturunkan dari kompetensi, berisi ciri-ciri mahasiswa telah menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. (3) : SUBSTANSI KAJIAN, pokok bahasan (topik materi) yang diturunkan dari indikator. (4) : PENGALAMAN BELAJAR (TEORI), ceklis jika kompetensi hanya mengandung kompetensi kognitif (teoretis). (5) : PENGALAMAN BELAJAR (PRAKTEK), ceklis jika kompetensi hanya mengandung kompetensi psikomotorik (tindakan/perilaku/keterampilan). (6) : PENGALAMAN BELAJAR (LATIHAN), ceklis jika kompetensi menuntut unjuk kinerja /performa, baik berupa latihan, penyelesaian proyek, penyusunan makalah. (7) : METODE, pilihan metode yang digunakan untuk mencapai kompetensi, pilihan sebagai berikut:
Risetasi, mahasiswa mencari dan menggali informasi, mendiskusikan di depan kelas dan mengambil kesimpulan dari hasil diskusi.
Hal. 257
Proyek, mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan proyek atau menyusun produk yang ditetapkan oleh dosen pengampu mata kuliah. Praktikum, mahasiswa dituntut untuk untuk melakukan kajian substansi kajian di labolatorium, di lapangan, atau di ruang kelas.
(8) : PENILAIAN, penilaian sebagaimana standar Unpam terdiri dari empat kriteria, yaitu Absensi, Tugas, UTS, dan UAS. (9) : SUMBER BELAJAR, terdiri dari buku/media dan sejenisnya yang mengandung informasi materi substansi kajian.
Hal. 258
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh Tim Teaching
Mata Kuliah Perpajakan 2
Ketua Tim Teaching Anggota
Drs. Subarto, M.Pd Wiwit Irawati, S.E. NIDN. 0405016703 Ketua Program Studi Akuntansi Koordinator E-Learning
Endang Ruhiyat, S.E., M.M. Aeng Muhidin, M.Pd NIDN. 0409067203 NIDN. 0421108203
Hal. 259
TENTANG PENULIS
Wiwit Irawati, S.E. lahir di Tegal, 08 September 1973,
ibu dari dua putra Mikhael Deo Barli dan Gabriel
Dennis Barli dari pernikahan dengan Harry Barli,
S.E., M.M., BKP, adalah seorang staf pengajar pada
Program Studi Akuntansi, FE‐Universitas Pamulang.
Bergabung dengan Universitas Pamulang sejak semester Gasal 2014, setelah
menamatkan jenjang S1 Program Studi Akuntansi di Universitas Pamulang,
dan saat ini tengah mengejar jenjang S2 Magister Akuntansi pada
Universitas Esa Unggul.
Pendidikan dasar di sebuah desa kecil bernama Ketanggungan
Timur, sebuah kecamatan di kabupaten Brebes, Jateng, dan lulus Sekolah
Menengah Atas Negeri Kendal di tahun 1992. Setelah lulus SMA masuk
dunia kerja sebagai staf administrasi hingga sekretaris.
Sempat vakum dan asyik dengan dunia rumah tangga sejak tahun
1999 sampai tahun 2012 bergabung dengan KAP Yahya Santosa dan Rekan
sebagai auditor, hingga akhirnya bergabung dengan Universitas Pamulang.
Selama bergabung di program Studi Akuntansi dipercaya mengampu
beberapa mata kuliah yang kemudian terkonsentrasi pada mata kuliah
Auditing, Akuntansi, dan Perpajakan.
1
Lampiran 1 FORMAT
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
A. Identitas Mata Kuliah
Program Studi : Akuntansi Fakultas : Ekonomi Mata Kuliah : Perpajakan 2. Kode / SKS : E022404 / 3 sks Prasyarat : Telah menyelesaikan perkuliahan Perpajakan 1 Dosen Pengampu : .Wiwit Irawati, S.E. Penelaah : Ketua Tim Teaching Aeng Muhidin, M.Pd `
B. Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini tergolong mata kuliah wajib bagi mahasiswa prodi Akuntansi S1. Mata kuliah ini menawarkan kemampuan dasar dalam perhitungan sederhana PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai sesuai dengan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , UU tentang PBB serta UU PDRD yang berlaku.
C. Tujuan Perkuliahan dan Kompetensi Perkuliahan 1. Tujuan Perkuliahan Setelah menyelesaikan mata kuliah Perpajakan 2, mahasiswa mampu menerapkan perhitungan sederhana PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai sesuai dengan undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku. 2. Kompetensi Perkuliahan Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa mampu: 1) Menjelaskan mekanisme dan metode perhitungan PPN 2) Menjelaskan objek dan bukan objek PPN
2
3) Menjelaskan subjek dan bukan subjek PPN 4) Menjelaskan Fasilitas PPN dan PPnBM 5) Menjelaskan saat dan tempat pajak terutang 6) Mengetahui tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya 7) Menjelaskan Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 8) Menerapkan perhitungan pengkreditan Pajak Masukan 9) Menerapkan perhitungan PPnBM 10) Menerapkan perhitungan PPN oleh Pemungut 11) Menjelaskan mekanisme pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM 12) Menerapkan perhitungan sederhana PBB dan Bea Meterai
D. Topik Materi / Pokok Bahasan 1) Mekanisme dan metode perhitungan PPN 2) Objek dan bukan objek PPN 3) Subjek dan bukan subjek PPN 4) Fasilitas PPN dan PPnBM 5) Saat dan tempat pajak terutang 6) Tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya 7) Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 8) Perhitungan pengkreditan Pajak Masukan 9) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) 10) Perhitungan PPN oleh Pemungut 11) Mekanisme pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM 12) Perhitungan sederhana PBB dan Bea Meterai
3
E. Evaluasi Pembelajaran 1. Evaluasi Sumatif
Tugas Mandiri atau Tugas Terstruktur a. Print out UU No. 42 th 2009 tentang PPN dan PPnBM b. Membedakan transaksi terutang PPN atau tidak terutang PPN c. Perhitungan PPN dengan Macam-macam DPP d. Latihan Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan e. Latihan Perhitungan PPnBM f. Latihan Perhitungan PPN oleh Pemungut g. Latihan Perhitungan Sederhana PBB dan Bea Meterai
2. Evaluasi Formatif Ujian Tengah Semester
KISI-KISI SOAL )* R S T 1. Sebutkan karakteristik PPN dan keunggulannya dibandingkan pajak penjualan! (Bobot
Nilai 10)
2. Sebutkan 4 jenis barang yang tidak dikenai PPN (Barang Non PPN) menurut UU PPN pasal 4A ayat 2! (Bobot Nilai 10)
3. Jelaskan kriteria Barang Mewah dan tarif yang berlaku saat ini dengan dasar hukumnya!(Bobot Nilai 20)
4. Tentukan apakah transaksi-transaksi di bawah ini terutang PPN atau tidak dengan disertai alasannya : a. Penjualan Gas Elpiji oleh PT Pertamina kepada SPBU. b. Pembelian batu bara oleh PKP kepada penambang. c. Pembelian emas perhiasan oleh Toko Emas kepada pengrajin emas perhiasan. d. Pemberian bonus produk sendiri oleh PKP kepada seluruh karyawannya. (Bobot nilai 20)
5. PKP C mengimpor BKP dengan nilai impor Rp 84.00.000 termasuk PPN dan PPnBM
4
30 %, berapakah PPN dan PPnBM yang dibayar PKP C? Berapakah jumlah harus dibayar PKP C jika mempunyai API? (Bobot Nilai 30)
Keterangan: R: Rendah; S: Sedang, dan T: Tinggi )* : untuk 2 SKS (14 pertemuan), soal diturunkan dari kompetensi perkuliahan pada pertemuan pertama sampai pertemuan ketujuh.
Ujian Akhir Semester
KISI-KISI SOAL )* R S T 1. Jelaskan kapan saat pelaporanPPN dan/atau PPnBM! (Bobot Nilai 20) 2. Kerjakan soal transaksi PPN dengan pemungut bendaharawan pemerintah di bawah
ini! (Bobot nilai 30) a. Penyerahan oleh PT Elok kepada bendaharawan pemda dengan kas diterima Rp
1.970.00.000,00. Atas pembayaran tersebut telah dipungut PPN, PPnBM dengan tarif 30%, dan PPh 22 bendaharawan negara dengan tarif 1,5%. Hitunglah perpajakan yang terjadi dan berapa jumlah tagihannya?
b. 2. PT Indramaya melakukan penagihan ke pemerintah dengan harga jual belum termasuk PPN dan PPnBM (30%) sebesar Rp 750.000. Berapakah perpajakan yang terjadi dan berapa yang diterima PT Indramaya atas tagihan tersebut!
3. Siapa sajakah yang wajib meyetor dan melaporkan PPN dan /PPnBM? (Bobot nilai 10) 4. PT Andika bulan Februari 2014 menyerahkan BKP senilai Rp 264.000.000( dengan
PPN) dan mendapatkan JKP senilai Rp 150.000.000 (tanpa PPN). Jika PT Andika menggunakan P4M , hitunglah PPN yang harus disetor PT Andika masa Februari 2014!(Bobot nilai 20)
5. Sebutkan 4 syarat untuk Rusunami agar mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Bobot Nilai 20)
5
6.
Keterangan: R: Rendah; S: Sedang, dan T: Tinggi )* : untuk 2 SKS (14 pertemuan), soal diturunkan dari kompetensi perkuliahan pada pertemuan ke sembilan sampai ketiga belas.
F. Kegiatan Pembelajaran Semester
Lampiran 1.
G. Bahan Pustaka UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN & PPnBM PP No. 01 tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A-B, PMK 151 tahun 2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak PER - 17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian, Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Pak Budi mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di desa A dan desa B, dengan nilai sbb
Desa A NJOP Bumi 75.000.000
NJOP Bangunan 150.000.000
Desa B NJOP Bumi 50.000.000
NJOP Bangunan 120.000.000
NJOPTKP daerah ditetapkan Rp10.000.000,‐ Hitung PBB yang harus dibayar Pak Budi :
a. Sebagai Pajak Pusat
b. Sebagai Pajak Daerah
6
SE No. 04 tahun 2002 tentang Pengenaan PPN & PPnBM atas Pemakaian Sendiri & / Pemberian Cuma-Cuma BKP /JKP PMK No. 30 tahun 2014 tentang PPN Emas Perhiasan PMK No. 83 tahun 2012 tentang Nilai Lain Jasa Penyedia Tenaga Kerja PMK No. 102 tahun 2011 tentang DPP Film Cerita Impor PMK no. PMK 121 tahun 2015 tentang Nilai Lain sebagai DPP PER No. 4 tahun 2010 tentang Tempat Lain Selain Tempat Tinggal/ Tempat Kedudukan &/ Tempat Kegiatan Usaha
Dilakukan Sebagai Tempat Terutang PPN / PPN & PPnBM PER No.19 tahun 2010 tentang Penetapan Satu Tempat / Lebih sebagai Tempat PPN Terutang PP No. 22 th 2014 tentang BKP Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM PMK 106 th 2015 tentang BKP Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM PMK No. 74 th 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Mempunyai Peredaran Usaha
Tidak Melebihi Jumlah Tertentu PMK 135 th 2014 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang
Pajak dan Tidak Terutang Pajak
7
Rencana Kegiatan Pembelajaran Semester (RKPS)
10 KOMPETENSI INDIKATOR SUBSTANSI
KAJIAN PENGALAMAN BELAJAR
METODE PENILAIAN SUMBER BELAJAR Teori Praktek Latihan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Menjelaskan latar
belakang, karakteristik, mekanisme dan metode perhitungan PPN
Menjelaskan Latar belakang PPN
Menjelaskan karakteristik PPN
Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
Menjelaskan metode perhitungan PPN
Latar belakang PPN
Karakteristik PPN
Mekanisme pemungutan PPN
Metode Perhitungan PPN
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Bina Fiscal Indonesia, 2013,Pajak Terapan Brevet A-B
UU No. 42 th 2009 tentang PPN & PPn BM
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
2. Menjelaskan objek dan bukan objek PPN
Menjelaskan Objek PPN
Menjelaskan Barang Kena Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
Menjelaskan Jasa Kena Pajak dan
Objek PPN Barang Kena
Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa Kena Pajak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Bina Fiscal Indonesia, 2013,Pajak Terapan Brevet A-B
UU No. 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PMK No.
8
Bukan Jasa Kena Pajak
30/PMK.03/2011
3. Menjelaskan Objek PPN pasal 16 C
Menjelaskan Objek PPN pasal 16D
Objek PPN pasal 16 C
Objek PPN pasal 16 D
Contoh perhitungan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
PMK Nomor : 163/PMK.03/2012
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2012
4. Menjelaskan subjek dan bukan subjek PPN
Menjelaskan Subjek PPN
Menjelaskan Pengusaha Kena Pajak : definisi, pengukuhan, dan kewajiban
Menjelaskan Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
Menjelaskan hubungan istimewa
Subjek PPN Pengusaha
Kena Pajak : definisi, pengukuhan, dan kewajiban
Definisi dan Batasan Pengusaha Kecil
hubungan istimewa
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 1 1 Tahun 2012 PMK No. 197 tahun 2013
SE No. 18/ tahun 1995
5. Menjelaskan Fasilitas PPN dan PPnBM
Menjelaskan Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
Menjelaskan Fasilitas
Jenis Fasilitas PPN dan PPn BM
Fasilitas Pajak Terutang Tidak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi
9
Pajak Terutang Tidak Dipungut
Menjelaskan Fasilitas Pajak Terutang Dibebaskan
Memberi Contoh Perhitungan
Dipungut Fasilitas Pajak
Terutang Dibebaskan
Contoh Perhitungan
2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 31 th 2007
PMK 142/PMK.010/2015
6. Menjelaskan saat dan tempat pajak terutang
Menjelaskan saat terutang pajak
Menjelaskan tempat terutang pajak
saat terutang pajak
tempat terutang pajak
pemusatan tempat pajak terutang
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP Nomor Tahun 2012 tentang
10
Menjelaskan pemusatan tempat pajak terutang
Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER 4 th 2010
Peraturan DIrjen Pajak Nomor PER 19 Tahun 2010
7. Mengetahui tarif PPN, DPP, dan cara perhitungannya
Menjelaskan tarif PPN
Menjelaskan macam-macam Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Menjelaskan DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
Menjelaskan DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
Menjelaskan DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
tarif PPN macam-
macam Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP Nilai Lain Emas Perhiasan
DPP Nilai Lain Film Cerita Impor
DPP Nilai Lain Jasa Penyediaan Tenaga Kerja
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPn BM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
PMK No. 30 th 2014 tentang PPN Emas Perhiasan
PMK No. 83 th 2012 tentang Nilai Lain Jasa Penyedia Tenaga Kerja
PMK No. 102 th 2011 tentang DPP Film Cerita Impor
PMK no. PMK
11
121 th 2015 tentang Nilai Lain sebagai DPP
8. Memberi contoh perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma
Menjelaskan nilai penyerahan dengan valas
contoh perhitungan PPN untuk Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma
nilai penyerahan dengan valas
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPn BM
SE No. 04 th 2002 tentang Pengenaan PPN & PPn BM atas Pemakaian Sendiri & / Pemberian Cuma-Cuma BKP /JKP
9. Menjelaskan Faktur Pajak dan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak
Menjelaskan Pengertian Faktur Pajak dan sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak.
Menjelaskan saat pembuatan faktur pajak
Menjelaskan Saat
Pengertian Faktur Pajak dan sanksi terkait pembuatan Faktur Pajak.
saat pembuatan faktur pajak
Saat penyerahan Barang Kena Pajak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK 151 th 2013 tentang Tata Cara Pembuatan
12
penyerahan Barang Kena Pajak Bergerak
Menjelaskan Saat Penyerahan BKP Tidak Bergerak
Menjelaskan Saat penyerahan Jasa Kena Pajak.
Bergerak Saat
Penyerahan BKP Tidak Bergerak
Saat penyerahan Jasa Kena Pajak.
dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
10. Menjelaskan Faktur Pajak untuk pembayaran pertermin
Memberi contoh perhitungan untuk pembayaran pertermin
Saat Penerimaan Pembayaran Termin dalam hal Penyerahan Sebagian Tahap Pekerjaan
Contoh perhitungan dan saat pembuatan faktur pajak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
11. Menjelaskan kode dan nomor seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode
kode dan nomor seri Faktur Pajak
Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN
13
Transaksi pada Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Menjelaskan Tata Cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Menjelaskan Sanksi terkait PPN
Menjelaskan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukan-nya diper- samakan
Pajak Tata Cara
Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
Tata Cara Mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Tata Cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Sanksi terkait PPN
dokumen-dokumen tertentu yang kedudukan-nya diper-samakan dengan Faktur Pajak.
Nota Retur dan Nota Pembatalan
&PPnBM PMK 151 th
2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Undang-Undang Nomor 28 th 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
PER - 17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian, Keterangan, Prosedur Pemberitahu-an Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan
14
dengan Faktur Pajak.
Menjelaskan Nota Retur dan Nota Pembatalan
Faktur Pajak.
12. Menerapkan perhitungan pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Menjelaskan Kriteria PM yang dapat dikreditkan
Menjelaskan PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Kriteria PM yang dapat dikreditkan
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
13. Pedoman Pengkreditan PM bagi PKP yang melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak, dan
Pengkreditan PM dan Pedoman Pengkreditan Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Penyerahan Tidak
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK 135 th 2014 tentang Pedoman
15
contoh Perhitungan
Terutang Pajak
Contoh Perhitungan
Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak
.14. Menjelaskan Pedoman Pengkreditan PM bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Menjelaskan Pedoman pengkreditan PM bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam satu Tahun Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Pedoman Pengkreditan PM Bagi PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Pedoman Pengkreditan Bagi PKP yang Peredaran Usahanya dalam Satu Tahun Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Contoh Perhitungan
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
PMK No. 79 th 2010
PMK Nomor 30/PMK.03/2014
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010
15. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Menjelaskan Karakteristik PPnBM dan Tujuan
Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan.
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
UU Nomor 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
16
Pengenaan. Menjelaskan
Kriteria dan Tarif BKP yang tergolong Mewah
Menjelaskan Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah.
Menjelaskan Kendaraan Bukan Objek PPn BM
Memberi contoh perhitungan PPn BM
Kriteria dan Tarif BKP yang tergolong Mewah
Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah.
Kendaraan Bukan Objek PPn BM
contoh perhitungan PPn BM
Hasil dari latihan/tugas
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN & PPnBM
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 540/PJ./2000,
PMK Nomor 64/PMK.011/2014
PMK Nomor 106/PMK.010/2015
17
Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000
16. Menerapkan perhitungan PPN oleh Pemungut
Menjelaskan definisi pemungut PPN
Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
Menjelaskan Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
Definisi Pemungut PPN
Mekanisme Pemungutan PPN
Perhitungan Pemungutan PPN oleh Pemungut
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
KMK 563/KMK.03/2003 Pelaporannya
PMK Nomor 73/PMK.03/2010.
PMK 85/PMK.03/2012.
18
17. Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPN dan PPnBM
Menjelaskan ketentuan umum, fungsi dan bentuk SPT masa PPN & PPnBM
Menjelaskan Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT Masa PPN 1111
Menjelaskan Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
Memberi contoh penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
Menjelaskan macam-macam formulir SPT
ketentuan umum, fungsi dan bentuk SPT masa PPN & PPnBM
Tata Cara Perolehan, Pengisian dan Pencetakan SPT Masa PPN 1111
Tata Cara Penyetoran PPN atau PPN dan PPn BM, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
contoh penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
Contoh formulir SPT Masa PPN & PPn
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
UU No 42 th 2009 tentang PPN & PPnBM
PP No. 01 th 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN &PPnBM
Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak, CV Andi Offset, Yogyakarta
Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A-B
PER 11/PJ/2013
19
Masa PPN & PPn BM
18 PBB dan Bea Meterai
Menjelaskan definisi, objek, subjek, DPP dan Tata Cara Pem-bayaran dan Pelaporan PBB.
Memberi contoh perhitungan PBB.
Menjelaskan definisi Bea Meterai.
Objek, Subjek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
Menjelaskan Pemeteraian Kemudian
objek, subjek, DPP dan Tata Cara Pem-bayaran dan Pelaporan PBB.
Contoh Perhitungan PBB
Definisi Bea Meterai
Objek, Subjek,Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai
Pemeteraian Kemudian
Kuliah mimbar, diskusi, latihan soal
Keaktifan dalam interaksi /tanya jawab
Hasil dari latihan/tugas
Sumber : Booklet PBB
UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB
PMK Nomor 23/PMK.03/2014
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
PP No 24 th 2000 PMK No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian
KETERANGAN: *) : jumlah pertemuan disesuaikan dengan beban SKS (2 SKS=14 pertemuan, 3 SKS=18 pertemuan, dan 4 SKS=24 pertemuan) (1) : KOMPETENSI, diturunkan dari point C bagian 2 Kompetensi Perkuliahan; (2) : INDIKATOR, diturunkan dari kompetensi, berisi ciri-ciri mahasiswa telah menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. (3) : SUBSTANSI KAJIAN, pokok bahasan (topik materi) yang diturunkan dari indikator. (4) : PENGALAMAN BELAJAR (TEORI), ceklis jika kompetensi hanya mengandung kompetensi kognitif (teoretis). (5) : PENGALAMAN BELAJAR (PRAKTEK), ceklis jika kompetensi hanya mengandung kompetensi psikomotorik
(tindakan/perilaku/keterampilan).
20
(6) : PENGALAMAN BELAJAR (LATIHAN), ceklis jika kompetensi menuntut unjuk kinerja /performa, baik berupa latihan, penyelesaian proyek, penyusunan makalah.
(7) : METODE, pilihan metode yang digunakan untuk mencapai kompetensi, pilihan sebagai berikut: Risetasi, mahasiswa mencari dan menggali informasi, mendiskusikan di depan kelas dan mengambil kesimpulan dari hasil diskusi. Proyek, mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan proyek atau menyusun produk yang ditetapkan oleh dosen pengampu mata kuliah. Praktikum, mahasiswa dituntut untuk untuk melakukan kajian substansi kajian di labolatorium, di lapangan, atau di ruang kelas.
(8) : PENILAIAN, penilaian sebagaimana standar Unpam terdiri dari empat kriteria, yaitu Absensi, Tugas, UTS, dan UAS. (9) : SUMBER BELAJAR, terdiri dari buku/media dan sejenisnya yang mengandung informasi materi substansi kajian.
21
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh Tim Teaching
Mata Kuliah Perpajakan 2
Ketua Tim Teaching Anggota
Drs. Subarto, M.Pd Wiwit Irawati NIDN. 0405016703 Ketua Program Ekonomi Akuntansi Koordinator E-Learning
Endang Ruhiyat, S.E., M.M. Aeng Muhidin, M.Pd NIDN. 0409067203 NIDN. 0421108203
top related