peran pekerja sosial medis terhadap...
Post on 28-Aug-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERAN PEKERJA SOSIAL MEDIS TERHADAP PASIEN
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
NIM: 1112054100013
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H. /2017 M.
i
ABSTRAK
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
Peran Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Pekerja sosial medis berperan penting dalam melayani pasien, khususnya
dalam mendampingi pasien rawat inap. Salah satu peran pekerja sosial medis disini
yaitu advokasi. Advokasi dapat memberikan manfaat penting seperti standarisasi
pelayanan yang wajib diberikan pekerja sosial medis kepada pasien yang
membutuhkan pelayanan disetiap rumah sakit, serta terpenuhinya hak-hak bagi
pasien dan keluarga pasien yang seharusnya mereka dapatkan selama pasien berada
di rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran yang dilakukan
oleh pekerja sosial medis terhadap pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif.
Dalam pengumpulan data, teknik yang peneliti gunakan dengan melakukan
observasi, wawancara dan mengumpulkan dokumentasi. Informan dalam penelitian
ini adalah satu orang pekerja sosial medis dan dua pasien rawat inap di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran yang dilakukan pekerja
sosial medis merupakan suatu bentuk pendampingan dalam memberikan layanan
terbaik bagi pasien rawat inap, mulai dari membantu pasien untuk menerima hak-
haknya selama di Rumah Sakit misalnya terkait pengobatan yang harus dijalanin,
membantu mengurus kamar rawat inap, administrasi yang harus diselesaikan serta
terus membantu dalam memotivasi pasien secara langsung. Dalam proses advokasi,
pekerja sosial medis juga memiliki beberapa metode yang diterapkan kepada
pasiennya yaitu case work, metode ini termasuk kedalam jenis advokasi kasus,
dimana pekerja sosial medis membantu pasien dalam mengkaji suatu permasalahan
yang dihadapi pasien dan group work, termasuk dalam jenis advokasi kelas, dimana
pekerja sosial medis mendampingi pasien dengan menggunakan pengalaman
komunitas dan lingkungan keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan
masalah bagi pasien. Pekerja sosial medis juga melakukan evaluasi dengan tujuan
untuk melihat bagian mana yang memang sudah sesuai dan bagian mana yang harus
diperbaiki.
Kata Kunci: Peran, Pekerja Sosial Medis, Pasien Rawat Inap.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, serta memberikan taufik, hidayah,
dan inayah-Nya, sehingga peneliti mendapatkan kekuatan, kemudahan, kesabaran
serta pemahaman hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran
Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri teladan bagi
umatnya terutama dalam hal mendidik.
Skripsi ini, peneliti ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata
satu Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Peneliti menyadari skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa adanya
bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik itu secara individu
maupun secara umum terutama bimbingan dan pengarahan yang tulus dan ikhlas
dari pembimbing, untuk itu peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Hj. Roudhonah, MA., Wakil Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nunung Khoiriyah, MA, Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Nurhayati Nurbus, SE, M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi bagi peneliti,
yang tulus dan ikhlas untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta
bersedia meluangkan waktu untuk peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial dan Staf Akademik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan seluruh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu pengetahuan serta bantuan kepada peneliti selama masa perkuliahan,
semoga ilmu yang telah bapak dan ibu berikan mendapatkan keberkahan dari
Allah SWT.
7. Ibu Rolianna Harianja, S.Sos, M.Si Pekerja Sosial Medis Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta dan juga pembimbing bagi peneliti selama melakukan
praktek dan telah memberikan informasi yang dibutuhkan. Dengan bimbingan
beliau skripsi ini bisa diselesaikan.
8. Terkhusus untuk kedua Orang tuaku, Ayah Mohammad Nasir dan Mamah
Sutini terima kasih atas semua do’a, kasih sayang, serta rela mendengar keluh
kesah peneliti, hingga tiada hentinya memberikan dukungan moril dan materil
kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini ku
persembahkan untuk kalian. Semoga kalian selalu berada dalam lindungan
Allah SWT. Amin
iv
9. Kakakku yang kusayangi, Dessy Wulandari, S.S, yang memberikan
dukungannya serta kasih sayang kepada peneliti sehingga peneliti tidak pernah
bosan untuk berusaha menyelasaikan skripsi ini
10. Keponakanku satu-satunya, Danish Ara Lu’lu yang memberikan canda dan
tawa disaat peneliti merasa jenuh.
11. Sahabat Terbaikku, Muhammad Taqiyyudin, Willy Andrian Cahyadi, S.Kom,
dan Sabilal Muhtadin. Yang selalu berbagi pengetahuan dan pengalaman serta
kisah-kisah menarik dari zaman kita awal bertemu sampai kita bisa menjadi
sahabat.
12. Sahabat Perempuan Terbaikku, Desty Rahmayanti. Yang selalu meluangkan
waktu dan tenaganya serta menjadi seseorang yang bisa diajak untuk bertukar
pikiran demi menyelesaikan skripsi ini.
13. Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Terimakasih atas dukungan dan semangatnya.
Harapan peneliti semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi peneliti khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya. Peneliti
menyadari dalam penyusunan skripsi ini dirasakan dan ditemui berbagai macam
kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang
membaca skripsi ini akan peneliti terima dengan hati terbuka.
Jakarta, 8 September 2017
Peneliti,
Muhammad Hikmah Nikmatulloh
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 9
D. Rumusan Masalah ............................................................................... 10
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 10
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
G. Metode Penelitian ................................................................................ 11
H. Karakteristik Penelitian ........................................................................ 12
I. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Advokasi ............................................................................................ 19
1. Pengertian Advokasi .................................................................... 19
2. Prinsip-prinsip Advokasi .............................................................. 22
3. Keterampilan Advokasi (Advocacy Skills) ................................... 26
4. Unsur-unsur Pokok Advokasi ...................................................... 28
5. Jenis-jenis Advokasi .................................................................... 32
6. Dinamika Proses Advokasi .......................................................... 34
B. Pekerja Sosial Medis .......................................................................... 36
1. Definisi Pekerja Sosial Medis ...................................................... 36
a. Tujuan Pekerja Sosial Medis ................................................. 38
vi
b. Ruang Lingkup Praktek Pekerjaan Sosial
Medis ...................................................................................... 38
c. Peran Pekerjaan Sosial di Bidang Kesehatan ......................... 39
C. Kanker ................................................................................................. 43
1. Pengertian Kanker ........................................................................ 43
2. Gejala Kanker .............................................................................. 45
3. Faktor Resiko Terjadinya Kanker ................................................ 46
4. Pencegahan Kanker ...................................................................... 47
5. Pemeriksaan dan Pengobatan Kanker .......................................... 48
6. Jenis-jenis Kanker ........................................................................ 49
BAB III PROFIL LEMBAGA
A. Profil Rumah Sakit Dharmais ...................................................... 50
B. Struktur Organisasi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta ....... 52
C. Prosedur Pelayanan Rumah Sakit Dharmais ................................ 53
D. Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM)
Rumah Sakit Kanker Dharmais .................................................... 60
E. Program dan Kegiatan yang Dilakukan Instalasi
Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kanker Dharmais ................ 64
F. Pendanaan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
Kanker Dharmais ......................................................................... 67
G. Sarana dan Prasarana di Rumah Sakit Dharmais ......................... 67
H. Jaringan Kerja di Rumah Sakit Dharmais .................................... 70
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Advokasi Pekerja Sosial Medis Terhadap
Pasien Rawat Inap ....................................................................... 71
1. Prinsip-prinsip Advokasi ........................................................ 72
a. Bertindak dalam kepentingan terbaik klien ..................... 72
b. Bertindak sesuai dengan keinginan dan instruksi
klien .................................................................................. 73
vii
c. Klien terinformasikan dengan benar .............................. 75
d. Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan
kompetensi ...................................................................... 77
e. Bertindak independen dan mengutamakan
kejujuran ......................................................................... 79
f. Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien................... 81
2. Keterampilan Advokasi (Advocacy Skills) ............................ 83
a. Wawancara (Interview) .................................................. 83
b. Ketegasan ....................................................................... 84
c. Negosiasi ........................................................................ 85
d. Manajemen diri ............................................................... 86
e. Litigasi dan proses peradilan .......................................... 87
3. Unsur-unsur Pokok Advokasi ................................................ 89
a. Memilih tujuan advokasi ................................................ 89
b. Menggunakan data dan penelitian untuk advokasi ......... 90
c. Mengidentifikasi sasaran advokasi ................................. 90
d. Mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi ... 91
e. Membentuk koalisi ......................................................... 92
f. Membuat presentasi yang persuasif................................ 92
g. Mengumpulkan dana untuk advokasi ............................. 93
h. Mengevaluasi usaha advokasi ........................................ 94
4. Jenis-jenis Advokasi .............................................................. 96
a. Advokasi Kasus .............................................................. 98
b. Advokasi Kelas ............................................................. 100
5. Dinamika Proses Advokasi .................................................. 102
a. Mengidentifikasi masalah ........................................... 102
b. Merumuskan solusi ..................................................... 103
c. Melasanakan kebijakan ............................................... 105
d. Evaluasi ....................................................................... 107
B. Pendukung dan Kendala Dalam Proses Advokasi ..................... 107
a. Pendukung ......................................................................... 107
viii
b. Kendala ............................................................................. 110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 113
B. Saran ....................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Unsur-unsur Pokok Advokasi
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik
Gambar 4.1 Unsur-unsur Pokok Advokasi
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Praktik Kerja Lapangan
Lampiran 2 Surat Izin Penelititian
Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Surat Penerimaan Dari Pihak Rumah Sakit
Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 7 Biodata Pekerja Sosial Medis
Lampiran 8 Pedoman Wawancara
Lampiran 9 Transkrip Wawancara
Lampiran 10 Struktur Lembaga
Lampiran 11 Slip Pembayaran Praktek 1 Bulan
Lampiran 12 Surat Balasan MOU Dari Pihak Rumah Sakit
Lampiran 13 Foto Kegiatan
Lampiran 14 Biografi Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rumah Sakit adalah suatu bagian dari organisasi medis dan sosial
yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan lengkap
kepada masyarakat, baik secara kuratif maupun preventif. Pelayanan rumah
sakit menjangkau keluarga dan lingkungan rumah serta merupakan pusat
untuk latihan tenaga kesehatan dan penelitian biologi, psikologi, sosial
ekonomi dan budaya. Rumah sakit bertujuan untuk menghasilkan produk,
jasa atau pelayanan kesehatan yang benar-benar menyentuh kebutuhan dan
harapan pasien dari berbagai aspek, yang menyangkut medis dan non medis,
jenis pelayanan, prosedur pelayanan, harga dan informasi yang dibutuhkan.
Rumah sakit memiliki peran untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian karena suatu penyakit, untuk itu rumah sakit itu sendiri harus
memiliki kemampuan dalam meningkatkan mutu pelayanan kelengkapan
sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan hasil kerja yang dicapai.
Rumah sakit memiliki beberapa personel dalam bidangnya masing-masing
atau bisa disebut juga sebagai tim kerja yang mempunyai spesialisasi khusus.
Tim kerja terdiri dari ketua dan beberapa anggota yang di dalamnya terdapat
dokter atau tenaga ahli, contoh, tim kerja instalasi rehabilitasi medik, tim
tersebut di ketuai oleh dokter ahli dan anggota-anggotanya terdiri dari pekerja
sosial medis, psikolog, serta perawat. Tim kerja ini lah
2
yang menunjang dalam mencapai hasil kerja yang maksimal, sehingga
kesehatan bagi masyarakat bisa terwujud.
Manusia memerlukan kesehatan untuk melaksanakan fungsinya di
dalam keluarga dan masyarakat. Sehingga kebutuhan masyarakat akan
pelayanan rumah sakit akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menjelaskan,
bahwa kesehatan merupakan salah satu hak bagi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan menurut World
Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera sempurna dari
fisik, mental dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit
dan kelemahan.1 Sudah jelas pula bahwa kesehatan merupakan salah satu
aspek penting dalam mempengaruhi tingkat kesejahteraan.
Namun bagaimana jika manusia itu sendiri mengalami sakit. Sakit
bukan merupakan masalah yang sederhana karena jika seseorang terserang
sakit akan ada banyak efek yang saling berkaitan, misalnya seorang ayah atau
ibu yang merupakan tulang punggung keluarga dalam hal pemberian nafkah
lahiriyah. Jelas, perekonomian keluarga tersebut akan mengalami penurunan
dalam sisi pendapatan. Hal ini juga akan menyebabkan keluarga tersebut
mengalami kelebihan pengeluaran, karena yang seharusnya mereka hanya
1 Wiku Aminto, Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010) Cet ke-3, h. 6
3
mengeluarkan biaya untuk kebutuhan primer, akan tetapi ada biaya tak
terduga yang harus dikeluarkan demi membiayai tulang punggung mereka
yang biasa mencari nafkah harus berada di rumah sakit. Dimana saat berada
di rumah sakit tentu harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dengan
memahami kondisi itu, masyarakat tersebut tergolong dalam masyarakat yang
tidak mampu. Dalam artian, tidak mampu dalam mencari solusi, tidak mampu
dalam pendapatan dan tidak mampu dalam menghadapi masalah yang ada.
Dalam hal ini, kanker merupakan salah satu hal yang sudah menjadi
momok menakutkan bagi sebagian masyarakat. Mengapa demikian? Karena
sebagian orang yang sudah di vonis terkena kanker akan merasa hidupnya
sudah tidak lama lagi dan kehilangan harapan. Menurut konsultan hematologi
dan onkologi medik Rumah Sakit Kanker Dharmais dokter Ronald A.
Hukom, MHSc, SpPD KHOM bahwa Pasien pada kanker stadium lanjut
pengobatan tidak hanya mengandalkan dokter. Dukungan keluarga, pekerja
sosial, dan rohaniawan itu juga penting. Kehadiran mereka membantu agar
pasien kanker yang mampu hidup lama tidak cuma sekedar hidup namun bisa
menikmati hidup bebas dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan
maksimal serta berperan kembali kepada masyarakat. 2
Seperti halnya yang sudah dikatakan oleh konsultan hematologi dan
onkologi medik Rumah Sakit Kanker Dharmais dokter Ronald A. Hukom,
2 Benedikta Desideria, Tak Cuma Medis Pasien Kanker Butuh Dukungan Sosial Dan Emosional,
diakses http://health.liputan6.com/read/2126636/tak-cuma-medis-pasien-kanker-butuh-dukungan-
sosial-dan-emosional pada 10 Oktober 2017
4
MHSc, SpPD KHOM diatas bahwa pasien yang mengalami kanker
membutuhkan dukungan lebih, karena pada dasarnya pasien kanker memiliki
gejala-gejala gangguan psikologis seperti kemarahan, kecemasan, depresi,
dan tidak mempunyai harapan. Kondisi ini sayangnya jika tidak ditangani
dengan baik akan memperburuk kesehatan pasien kanker dan menyebabkan
penurunan kualitas hidupnya. Kondisi emosional seseorang akan
mempengaruhi tingkat kekebalan tubuh manusia. Orang yang berada pada
tingkat emosional yang rapuh akan lebih cepat tertularkan penyakit karena
tingkat kekebalan tubuhnya menurun akibat kondisi emosi yang buruk tadi.
Kondisi emosi yang positif dan penuh pengharapan akan meningkatkan daya
tahan tubuh kita, sedangkan sikap negatif, takut, dan pasrah akan menurunkan
daya kekebalan tubuh.
Adapun lima fase reaksi manusia bila dihadapkan dengan kanker,
yaitu pada fase pertama adalah penyangkalan dimana umumnya penderita
memberikan pengelakan atas diagnosa yang diberikan. Sikap ini terbilang
wajar terjadi pada penderita yang baru saja mengetahui diagnosanya. Pada
fase kedua orang ini akan marah dan berkata “mengapa saya?” dimana
biasanya penderita akan muncul rasa marah, tidak bisa menerima mengapa
dirinya bisa menderita penyakit kanker. Pada fase ketiga bersikap menawar,
dimana akan mengatakan “saya rela mati, tetapi kalau boleh berikan saya
waktu sedikit”. Yang hakikatnya mereka merasa putus asa dan pasrah akan
hidupnya. Pada fase keempat adalah depresi dimana orang ini akan
menyendiri, tidak berkomunikasi, dan tidak merasakan cinta maupun
5
perhatian yang diberikan orang di sekelilingnya. Pada saat ini tidak ada
gunanya mengihibur pasien ini. Dia perlu berdamai dengan dirinya. Terakhir
adalah fase kelima yaitu penerimaan dimana pada fase ini pasien akan
berkata, “baiklah, saya akan hadapi dengan sebaik-baiknya” dan sudah bisa
menerima penyakitnya dengan kesungguhan hati. Fase-fase yang sudah
dijelaskan sebelumnya tidak selalu secara teratur dilalui, dapat saja dilampaui
dengan cepat dari fase 1 ke fase 4, tergantung dari kondisi psikis pasien. 3
Hal lain yang dikhawatirkan oleh pasien dan keluarga bagi penderita
kanker adalah tarif pengobatan yang sangat mahal. Untuk mengobati satu
macam penyakit kanker, dibutuhkan biaya yang terbilang fantastis dimana
untuk kelas III khusus dewasa membutuhkan biaya minimal Rp.300.000,00
perhari untuk rawat inapnnya, sedangkan untuk biaya operasi dan satu kali
kemoterapi membutuhkan biaya deposit minimal Rp.4.500.000,00. Lalu
untuk perbandingan harga, pada kelas VVIP khusus dewasa membutuhkan
minimal Rp.1.750.000,00 perhari untuk rawat inapnya, sedangkan untuk
biaya operasi dan satu kali kemoterapi membutuhkan biaya deposit minimal
Rp.22.500.000,00.4 Oleh sebab itu, dibutuhkan sosok yang bisa memediasi
dan memberikan solusi kepada masyarakat dalam menangani masalahnya
sendiri. Seperti halnya yang dijelaskan pada al- Qur’an surat an- Nahl ayat
90, sebagai berikut:
3Anonim, Kondisi Psikologis Penderita Kanker, diakses
http://www.purtierplacenta.com/kondisi-psikologis-penderita-kanker/ pada 10 Oktober 2017 4 Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Tarif Pelayanan, diakses http://dharmais.co.id/tarif-
pelayanan/ pada tanggal 3 Oktober 2017
6
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Seperti yang sudah dijelaskan dari ayat al-Qur’an tersebut bahwa
bersikap adil dan berbuat kebajikan terhadap sesama manusia sudah
merupakan kewajiban dalam upaya melakukan pendampingan terhadap
seseorang yang mengalami kesulitan, dalam hal ini maka dikaitkan dengan
peran pekerja sosial medis dalam berupaya mengadvokasi calon pasien atau
pasien. Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal
1 poin 15 menyebutkan bahwa Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya. Terkait dengan Undang-undang tersebut pekerja
sosial medis merupakan sosok yang berperan aktif dalam membantu
memediasi atau mendampingi masyarakat yang membutuhkan. Akan tetapi
kurangnya promosi yang diadakan dari pihak rumah sakit, mengenai manfaat
dan kinerja pekerja sosial medis membuat profesi ini sedikit dikenal oleh
masyarakat.
7
Pekerja sosial medis disini memiliki peran yang tidak kalah penting
dengan profesi lainnya yang ada di rumah sakit. Salah satu Rumah Sakit yang
memiliki profesi pekerja sosial medis yaitu Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta. Pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berperan
aktif dalam menangani kondisi sosial pasien, mendampingi pasien dengan
keluarga serta membantu dalam memberikan solusi dengan merumuskan
beberapa strategi atau rencana sesuai dengan apa yang dialami pasien.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka peniliti tertarik untuk
meneliti secara lebih mendalam tentang “Peran Pekerja Sosial Medis
Terhadap Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta”.
B. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti melakukan beberapa tinjauan pustaka terhadap
beberapa sumber buku dan internet yang berhubungan dengan peran pekerja
sosial medis terhadap pasien kanker dengan pendekatan komprehensif.
Kemudian peneliti juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa
skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan utama pada skripsi ini,
terutama yang melakukan penelitian mengenai advokasi pekerja sosial medis:
1. Manajemen Kasus Pekerja Sosial Medis Instalasi Rehabilitasi Medis
(IRM) RSUP Fatmawati Dalam Upaya Restorasi Fungsi Psikososial
Pasien oleh Muhammad Afrizal, Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta lulus tahun 2011. Skripsi tersebut menjelaskan tentang proses
8
manajemen kasus yang dilakukan oleh pekerja sosial medis. Mulai dari
proses asesmen, intervensi seperti pengonseptualisasian masalah,
eksplorasi strategi masalah, penyeleksian strategi untuk mengatasi
masalah, pelaksanaan strategi dan melakukan evaluasi dari strategi
yang dipilh. Persamaan dari penelitian ini yaitu terletak pada
pembahasan teori dan praktek pekerja sosial di latar medis sedangkan
perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan pokok permasalahan
yaitu peneliti akan membahas mengenai advokasi yang dilakukan
pekerja sosial medis terhadap pasien tidak mampu. Meskipun skripsi
tersebut menjelaskan mengenai pekerja sosial medis, namun dalam
penelitiannya tidak menjelaskan secara detail mengenai advokasi
pekerja sosial medis.
2. Intervensi Mikro Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Terlantar di
RSUP. DR Sardjito oleh Endah Istikhomah Jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Fakultas Dakwah dan Komunikasi. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta lulus tahun 2014. Skripsi tersebut menjelaskan tentang
bagaimana intervensi mikro yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
dimulai dari tahap asesmen terhadap pasien terlantar, pendampingan
administrasi, konseling bagi individu dan keluarga, edukasi, mediasi
dan terminasi. Persamaan dari penelitian ini yaitu terletak pada kinerja
pekerja sosial medis dalam menghadapi pasien yang tidak mampu
sebagai pokok permasalahan serta lokasi penelitian yang berada di
9
rumah sakit. Perbedaannya penelitian tersebut tidak menjelaskan secara
mendalam mengenai advokasi yang dilakukan oleh pkerja sosial medis.
3. Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (BNP2TKI) Dalam Memberikan Perlindungan
Terhadap Tenaga Kerja Indonesia oleh Shelly Puspita Sari, Program
Studi Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lulus tahun 2016. Skripsi
tersebut menjelaskan tentang upaya advokasi yang dilakukan oleh
lembaga BNP2TKI dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga
kerja Indonesia dan bagaimana bentuk penanganan lembaga tersebut
dalam mewujudkan keadilan hukum bagi tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri. Persamaan dari penelitian ini yaitu terletak pada
pembahasan teori advokasi sedangkan perbedaannya peneliti hanya
berfokus terhadap upaya advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial
medis terhadap pasien tidak mampu sebagai pokok permasalahannya.
Dari penelitiannya tersebut, peneliti tersebut hanya terfokus terhadap
pemberian perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia sehingga peniliti
terinspirasi untuk melakukan penelitian dalam kajian yang berbeda.
Dari pembahasan literatur tersebut, belum ada peneliti sebelumnya
yang fokus mengenai literatur Peran Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Penelitian skripsi ini
merupakan ketertarikan peneliti terhadap tahap-tahap pendampingan dan
pelayanan yang diberikan pekerja sosial medis kepada pasien di rumah sakit.
10
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan untuk
menghindari pembahasan yang terlalu meluas hanya pada peran pekerja
sosial medis terhadap pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta.
D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan
masalah secara garis besar, yaitu:
“Bagaimana peran yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
terhadap pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peran yang dilakukan
pekerja sosial medis terhadap pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi keilmuan, pada
bidang ilmu kesejahteraan sosial mengenai “peran” pekerja sosial medis,
serta dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai
pendampingan dan pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial medis
terhadap pasien.
11
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana referensi untuk
penelitian yang akan datang dalam bidang ilmu kesejahteraan sosial terkait
peran, namun tidak tertutup pula dalam bidang ilmu lainnya. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan bagi para praktisi pekerja sosial medis
di IRM Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif. Menurut Sugiyono, Metode kualitatif sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, Karena
pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif karena data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.5
Yaitu metode yang menggambarkan bagaimana keadaan yang
sebenarnya dari fenomena yang diteliti. Dengan menggunakan metode
tersebut peneliti bertujuan untuk dapat menggambarkan, meringkaskan
berbagai kondisi, situasi atau fenomena realitas yang mampu menjadi objek
penelitian agar lebih mendalam kesasaran penelitian. Karena itu, sifat
penelitian ini adalah naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan bagaimana peran yang
5 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013. Cet
ke-19, h. 8
12
dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap pasien rawat inap yang
ditujukan kepada pekerja sosial medis dan pasien rawat inap di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta.
Dari penjelasan diatas, maka pemilihan metode kualitatif ini bertujuan
ingin mendapatkan gambaran mengenai peran pekerja sosial medis dalam
menghadapi pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
H. Karakteristik Penelitian
1. Karakteristik Informan
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka batasan informan dalam
penelitian ini adalah:
a. Pasien rawat inap
b. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perani yang
dilakukan pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta.
2. Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini digunakan prosedur pemilihan informan secara
purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.6 Prosedur penentuan sumber data dilakukan dengan mengambil
sampel purposif yang terstratifikasi. Dengan pendekatan ini peneliti akan
menjadikan subjek penelitian yaitu pekerja sosial medis pada RS. Kanker
6 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D., h.85
13
Dharmais Jakarta, karena subjek tersebut yang memiliki data dari pasien
serta memahami peran untuk mendampingi pasien.
3. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penulisan deskriptif, yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau
penghubungan dengan variabel lain. Jenis penelitian ini menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati guna mendapat data-data yang diperlukan. Data yang
diperlukan adalah berupa kata-kata karena adanya penerapan metode
kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan tersebut.7
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk
mendapatkan informasi data. Adapun dalam pengumpulan data yang
digunakan peneliti meliputi berbagai cara, yaitu:
a. Interview (wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dan jumlah
7 Lexy J. Moleong. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya, 2007.
Edisi Revisi. Cet ke-24, h.11
14
informannya sedikit atau kecil.8 Wawancara yang dilakukan merupakan
wawancara semiterstruktur, yang dalam pelaksanaannya lebih bebas,
sehingga kemungkinan dalam menemukan masalah akan lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak dalam wawancara akan diminta pendapat dan
ide-idenya.9 Peneliti akan melakukan wawancara langsung kepada
informan yang dianggap dapat memberikan informasi.
b. Dokumentasi
Dokumentasi diartikan sebagai catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari
seseorang.10 Dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian ini. Hasil dari observasi atau
wawancara akan lebih dipercaya apabila didukung oleh gambar berupa
foto-foto yang diambil oleh peneliti dengan informan pada saat
observasi maupun saat wawancara berlangsung. Dokumentasi dalam
penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pekerja sosial medis
dalam memahami peran pekerja sosial medis terhadap pasien rawat
inap.
5. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri lah yang menjadi instrumen
utama. Untuk dapat menjadi instrumen utama, peneliti harus memliki
bakal teori dan wawasan yang luas, sehingga peneliti mampu bertanya,
8 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013. Cet
ke-19, h.137 9 Ibid, h. 233 10 Ibid, h. 240
15
menganalisis dan mengkontruksi situasi sosial yang diteliti lebih jelas dan
bermakna.11 Peneliti harus mampu menggali informasi terkait dengan
masalah yang sedang diteliti.
6. Prosedur Penelitian
a. Tahapan persiapan
Peneliti melakukan beberapa persiapan dalam wawancara, yaitu:
1) Alat-alat Wawancara. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buku catatan, ponsel yang digunakan untuk merekam dan
kamera.
2) Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan yang akan diajukan
kepada setiap informan. Poin-poin pertanyaan dibuat berdasarkan
apa yang akan digali pada informan dan teori yang menjadi landasan
penelitian ini. Pertanyaan kemudian dioperasionalisasikan ke dalam
bentuk pertanyaan terbuka.
3) Memilih informan yang sesuai dengan karakteristik sampel
penelitian.
4) Meminta kesediaan informan untuk menjadi partisipan dalam
penelitian ini. Setelah mendapat kesedian informan, peneliti
membuat janji dan jadwal wawancara dengan informan.
b. Tahapan Pelaksanaan
11 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010. Cet
ke-6, h 8
16
Setelah subjek penelitian mendapat informasi yang jelas mengenai
penelitian yang akan dilakukan, peneliti meminta kesediaan informan
untuk diwawancarai. Hal ini disebut dengan informed consent.
Kemudian peneliti memberitahukan bahwa hasil wawancara akan
direkam dan data partisipan serta isi wawancara akan dirahasiakan. Hal
ini dilakukan untuk membangun hubungan yang dekat dengan informan
dan rasa percaya pada peneliti.
7. Analisis Data
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan
sejumlah data. Data diperoleh dalam penelitian kualitatif tidak berbentuk
angka, tapi berupa catatan pendek, narasi, deskripsi dan cerita. Adapun
analisis data yang dilakukan peneliti mengikuti model Miles dan
Huberman yang memiliki tahapannya sebagai berikut12:
a. Reduksi Data (Reduction Data)
Reduksi data merupakan upaya merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Reduksi data akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.
b. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat seperti teks
yang bersifat naratif, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
12 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013. Cet
ke-19, h. 246-252
17
sejenisnya. Penyajian data diharapkan bisa membantu dalam
membaca dan memahami isi data bagi peneliti dan pembaca.
c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)
Kesimpulan merupakan temuan sementara dan sewaktuwaktu akan
berubah. Temuan baru yang yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih abu-abu lalu setelah diteliti menjadi menjadi jelas.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian ini maka peneliti membuat
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang pendahuluan yang menjelaskan
dan menguraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi, tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori yang terdiri dari peran
pekerja sosial medis terkait advokasi, di dalamnya berisi
tentang pengertian advokasi, prinsip advokasi, ketrampilan
advokasi, unsur-unsur pokok advokasi, jenis-jenis advokasi
dan dinamika proses advokasi, kemudian pekerja sosial yang
di dalamnya berisi tentang pengertian pekerja sosial serta
18
pekerja sosial dalam latar medis dan yang terakhir
menjelaskan tentang pasien pengidap penyakit kanker.
BAB III PROFIL LEMBAGA
Bab ini memberikan gambaran umum tentang profil lembaga
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang menguraikan
tentang klasifikasi lembaga, latar belakang lembaga, struktur
dan pembagian tugas, pola pendanaan, peran tenaga pekerja
sosial medis, uraian tugas pekerja sosial medis, tugas pekerja
sosial sebagai penyedia pelayanan sosial medis, tugas
pekerja sosial medis sebagai pelaksana pelayanan sosial
medis, hubungan lembaga dengan masyarakat, kedudukan
lembaga dengan lembaga lain, sarana dan fasilitas lembaga
dan kegiatan-kegiatan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
Bab ini merupakan hasil penelitian yang menguraikan
tentang peran-peran yang dilakukan Pekerja Sosial Medis
terkait penerimaan pasien rawat inap terhadap proses
advokasi, pendukung serta kendala dalam proses advokasi di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan
dan saran.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan tentang definisi advokasi,
pekerja sosial dan kanker serta penjelasan yang lebih mendetail tentang
ketiganya.
A. Advokasi
1. Pengertian advokasi
Menurut Valerie Miller dan Jane Covey13 yang diterjemahkan
oleh Hermoyo, definisi mengenai advokasi itu beraneka ragam. Definisi
itu berubah-ubah sepanjang waktu dan dibentuk oleh berbagai
pengertian tentang kekuasaan dan politik. Sewaktu kelompok-
kelompok terlibat dalam suatu kebijakan, mereka mengembangkan
definisi-definisi kerja tentang advokasi yang pada akhirnya menjurus
ke penjelasan dan pemahaman yang lebih luas tentang proses itu.
Advokasi berkaitan dengan politik dan perubahan, dengan nilai-nilai
dan keyakinan, dengan kesadaran dan pengetahuan. Advokasi adalah
membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk
membuat para penguasa bertanggung jawab dan menyangkut
peningkatan ketrampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana
kekuasaan itu bekerja. Namun pada saat-saat tertentu, advokasi itu
13 Valerie Miller dan Jane Covey, Pedoman Advokasi: Kerangka Kerja Untuk Perencanaan,
Bertindak dan Refleksi, terj. dari Advocacy Sourcebook: Framework for Planning, Action, and
Reflection oleh Hermoyo, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), Edisi 1, h. 11
20
dapat didefinisikan lebih sebagai proses melobi yang berfokus untuk
mempengaruhi para pembuat kebijakan secara langsung.
Menurut Ritu R. Sharma14 yang diterjemahkan oleh Yayasan
Obor Indonesia, advokasi adalah upaya mengajukan, mempertahankan
atau merekomendasikan suatu gagasan di hadapan orang lain.
Kemudian Ritu R. Sharma juga menambahkan bahwa advokasi adalah
memasukkan suatu masalah ke suatu agenda, mencarikan solusi
mengenai problem tersebut dan membangun dukungan untuk bertindak
menangani masalah maupun solusinya.
Hepworth dan Larsen dalam Mark Ezell mengembangkan
definisi yang sangat berguna tentang advokasi15:
“the process of working with and/or on behalf of clients (1) to
obtain services or resources for clients that would not otherwise
be provided, (2) to modify extant policies, procedures or
practice that adversely impact clients or (3) to promote new
legislation or policies in the provision of needed resources or
services”
Dari kutipan diatas dapat diterjemahkan bahwa advokasi adalah
proses bekerja dengan atas nama klien, (1) untuk mendapatkan layanan
atau sumber daya untuk klien yang dinyatakan tidak akan disediakan,
(2) untuk memodifikasi kebijakan yang masih ada, prosedur atau
praktek yang berdampak negatif bagi klien atau, (3) untuk
mempromosikan undang-undang baru atau kebijakan yang akan
14 Ritu R. Sharma, Pengantar Advokasi Panduan Latihan, terj. dari An Introduction to Advocacy
Training Guide oleh Tim Yayasan Obor Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, IKAPI DKI
dan Yayasan Tifa, 2004), Edisi 1, hal. 7 15 Mark Ezell, Advocacy In The Human Services, Toronto, Canada : Nelson Thomson Learning,
2001. h. 22
21
menghasilkan bagi penyedia sumber daya atau bidang jasa yang
dibutuhkan.
Definisi advokasi saat ini juga dipertegas oleh Malcolm Payne
yang diterjemahkan oleh Susiladiharti dan Admiral Nelson16, advokasi
merupakan praktik-praktik sosial demokratik yang memampukan
manusia mengatasi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan-tujuan
hidup mereka, untuk memperoleh akses pada pelayanan dan untuk
memperbaiki pelayanan, yang berkontribusi pada praktik yang berfokus
pada ketidakadilan sosial.
Dari beberapa teori dan pendapat yang telah dikemukakan
tersebut, bisa ditarik gagasan bahwa advokasi merupakan suatu aksi
yang bergantung pada situasi dan kondisi serta latar belakang dimana
advokasi itu sendiri dilakukan. Advokasi masih terjadi banyak
perdebatan mengenai definisinya. Pada hasilnya advokasi itu memiliki
banyak makna dan artinya sendiri bagi tiap latar belakang, seperti pada
lingkungan pengacara maka arti advokasi itu sendiri merupakan aksi
berbicara di depan pengadilan, memeriksa saksi mata, dan lain-lain.
Serta mengkombinasikan antara keprofesionalitasan, aturan dan kode
etik dan kemampuan dalam turut serta di lingkungan pengadilan.
Sedangkan dalam pelayanan sosial, advokasi itu bisa dimaknai sebagai
aksi untuk mengkonstruksikan berbagai bantuan dan kerjasama yang
memberikan mereka kesempatan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
16 Malcolm Payne, Teori Pekerjaan Sosial Modern, terj. dari Modern Social Work Theory 4th
Edition oleh Susiladiharti, dan Admiral Nelson, (Jakarta: BPSW dan Yogyakarta: Penerbit Samudra
Biru 2016) Edisi 1, h. 249.
22
upaya perubahan dalam hidup mereka. Advokasi berupaya untuk
menengahi antara kepentingan masyarakat yang tidak berdaya kepada
individu-individu dan struktur-struktur yang berkuasa.
2. Prinsip-prinsip Advokasi
Advokasi memiliki tujuan untuk melakukan perubahan, maka
dalam prosesnya akan ada resistensi, oposisi dan konflik. Tidak ada
faktor utama yang menjamin keberhasilan advokasi. Advokasi yang
sukses akan terbentuk bila mengikuti pedoman dan beberapa prinsip di
bawah ini.
a. Bertindak dalam kepentingan terbaik klien
Prinsip ini merupakan prinsip yang mudah diabaikan, karena
berperan sebagai advokat akan mendapatkan berbagai tekanan baik
dari mitra ataupun dari pihak yang berlawanan. Prinsip ini
menjelaskan bahwa advokasi yang dilakukan harus selalu ingat
kepada siapa kita bertindak dan apa tujuan advokasi ini dilakukan.
Bertindak dengan mengutamakan kepentingan klien juga berarti
advokasi yang dilakukan harus mengarahkan klien jauh dari
tindakan yang cenderung merugikan diri klien, contohnya kerugian
fisik, materi atau efek psikologis. Namun di satu sisi, bertindak atas
nama klien juga akan menimbulkan dilema. Maksud dari dilema
disini ialah adanya kebimbangan antara mengutamakan keinginan
klien yang mungkin akan berdampak tidak baik kedepannya bagi
23
diri klien dengan mengutamakan nilai-nilai advokasi yang sudah
ditanamkan bagi advokat itu sendiri.
b. Bertindak sesuai dengan keinginan dan instruksi klien
Hubungan instruksional antara advokat dan klien adalah hal
yang mendasar. Hal ini yang menjadi tanda besar dalam proses
advokasi, karena advokasi yang dilakukan harus ada dorongan dari
keinginan dan instruksi klien. Dorongan dan instruksi klien ini
merupakan cara yang dapat membangun hubungan yang sehat bagi
klien dalam proses advokasi. Hubungan ini tentunya akan
memberikan dampak positif dalam menggali beberapa potensi yang
dimiliki klien, menentukan beberapa solusi terkait advokasi yang
dilakukan serta menentukan kapan pihak ketiga akan diperlukan.
c. Klien terinformasikan dengan benar
Sangat penting untuk di ingat, bahwa membuat klien agar
terinformasi dengan baik bisa dilakukan dengan mudah jika advokat
menjadikan hal tersebut sebagai rutinitas dalam kegiatan advokasi.
Ada alasan khusus mengapa klien harus terinformasi dengan baik.
Saat advokat merasa terjadi kesalahpahaman terhadap klien, maka
advokat bisa melakukan pembaharuan informasi dengan melakukan
diskusi bersama klien. Sehingga advokat bisa mendapatkan
informasi lanjut dari klien dan dapat membentuk kembali konsep
yang dipergunakan dalam advokasi. Berikut langkah mudah agar
klien dapat terinformasi dengan baik:
24
1) Mengirim semua salinan dokumen kepada klien.
2) Mengkonsep segala dokumen terkait infromasi klien secara
langsung, dokumen harus atas nama klien dan ditandatangani
oleh klien.
3) Membuat panggilan telepon ke beberapa pihak terkait ketika
klien hadir.
d. Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan kompetensi
Kata kuncinya adalah kerukunan dan kompetensi, advokat
tidak dituntut untuk menjadi sempurna juga tidak dituntut untuk
tidak pernah membuat kesalahan. Advokat harus memahami kapan
bantuan akan diperlukan dan paham akan batasan advokasi yang
dilakukan. Ketekunan yang dimaksud dalam advokasi itu,
merupakan keterampilan dalam menghubungkan fakta-fakta yang
relevan dalam suatu informasi lalu diinterpretasikan dengan baik
menjadi sebuah kebijakan atau hukum. Sedangkan kompetensi
merupakan upaya advokat dalam melakukan advokasi dengan atas
nama klien serta membangun hak-hak klien demi mencapai
kesepakatan yang dibutuhkan.
e. Bertindak independen dan mengutamakan keujujuran
Hak asasi manusia merupakan inti dari terlaksananya
advokasi. Advokasi merupakan tindakan yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah yang terstruktur dan terikat. Advokasi tidak
25
akan berjalan efektif jika dalam berjalannya advokasi masih ada
keberpihakan terhadap pihak lain. Dalam kegiatan advokasi,
advokat harus transparan dalam memberikan informasi, terutama
informasi yang kurang baik bagi klien, namun hal itu diperlukan
agar klien mengetahui seluruh proses advokasi yang terjadi
meskipun solusi yang akan diberikan masih belum bisa dipastikan.
Setiap orang mempunyai hak untuk mengetahui dimana mereka
berdiri dan memilki kemampuan untuk memilih pilihannya yang
didasari oleh kejujuran dan independen.
f. Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien
Dalam prinsip ini menjelaskan bahwa klien harus merasa
aman dalam setiap ucapan yang dikeluarkan oleh klien, karena
advokat harus mengutamakan kerahasiaan klien. Kerahasiaan
sangatlah penting dalam membangun rasa percaya dan kejujuran
antara advokat dan klien. Kerahasian klien merupakan salah satu
kode etik yang diutamakan dalam melakukan advokasi.17
Terkait kode etik diatas tercantum pula dalam Kode Etik
Profesi Pekerja Sosial pada Bab IV pasal 7 ayat 3 yang berbunyi:18
Pekerja Sosial Profesional menjaga kerahasiaan pasien dalam
konteks pelayanan, yang meliputi:
17 Neil Bateman, Advocacy Skills: A Handbook for Human Service Professionals, ( England :
Ashgate Publishing Limited), h. 26-39 18 IPSPI, Kode Etik Profesi Pekerja Sosial Indonesia, diakses www.ipspi.org pada 30 Maret
2017
26
a. Memberitahu pasien tentang hak-hak mereka terhadap
kerahasiaan dalam konteks pelayanan, juga termasuk bila
melibatkan pihak ketiga dalam pelayanan.
b. Memberitahukan pasien tentang pentingnya kerahasiaan
informasi dalam konteks pelayanan.
c. Memberitahukan catatan informasi atas permintaan pasien, dan
sejauh itu untuk kepentingan pelayanan.
d. Tidak membuka rahasia pasien kepada pihak lain, kecuali atas
perintah ketentuan hukum.
e. Tidak membuka rahasia pasien kepada pihak lain tanpa
mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan, sekalipun
pertimbangan-pertimbangan profesional mengharuskannya.
3. Keterampilan Advokasi (Advocacy Skills)
Menurut Neil Bateman advokasi memiliki enam keterampilan inti
yaitu wawancara, ketegasan, negosiasi, manajemen diri, penelitian
hukum dan litigasi atau proses peradilan. Berikut penjelasan dari
keenam keterampilan tersebut.
a. Wawancara (Interview)
Membangun relasi, mengassesment suatu permasalahan klien,
mendengarkan klien, memahami bahasa tubuh, objektif dan
memberikan feedback
27
b. Ketegasan
Mengekspresikan diri secara langsung kejujuran, kerendahan hati,
berjuang atas nama klien, memahami fakta-fakta seputar klien dan
memeneuhi hak-hak klien
c. Negosiasi
Upaya negosiasi atau diskusi jika solusi tidak ditemukan dan
kebijakan tidak memihak kepada klien.
d. Manajemen diri
Mengatur waktu pribadi, mengatur laporan tertulis, kreatif dalam
berpikir dan membuat keputusan serta mengatur tingkat stress bagi
pribadi atau klien.
e. Penelitian hukum (legal research)
Menghubungkan dan membentuk argumen secara konsisten dan
logis untuk mensupport klien. Argumen bisa berdasarkan dari
undang-undang dan hukum atau berdasarkan dari kebijakan
setempat atau dari hasil praktek yang telah dilaksanakan.
f. Litigasi atau proses peradilan
Upaya dalam menggambarkan proses advokasi baik dalam
berbentuk presentasi, negosiasi langsung atau dalam surat
menyurat19.
4. Unsur-unsur Pokok Advokasi
Teknik dan strategi yang spesifik memang beragam tetapi unsur-
unsur berikut ini yang dijelaskan pada gambar 2.1 merupakan bagian
dari advokasi yang efektif. Karena hanya merupakan bagian, maka
19 Ibid, h. 61
28
tidak perlu menggunakan setiap bagian tersebut untuk menciptakan
strategi informasi
Sumber : Pengantar Advokasi Panduan Latihan
Gambar 2.1
Dari gambar diatas dijelaskan bahwa advokasi memiliki 8 unsur
pokok yaitu tujuan, data, sasaran advokasi, pesan, pelaksanaan,
evaluasi, pengumpulan dana, dan koalisi. Adapun dari 8 unsur tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut20:
a. Memilih Tujuan Advokasi
Agar usaha advokasi itu berhasil, tujuan umumnya harus
dipersempit sampai pada tujuan advokasi yang didasarkan jawaban
terhadap pertanyaan: Dapatkah masalah ini mengajak berbagai
kelompok bersama-sama membentuk koalisi yang kuat? Apakah
20 Ritu R. Sharma, Pengantar Advokasi Panduan Latihan, terj. dari An Introduction to Advocacy
Training Guide, h. 10-13
Advokas
i
Koalisi
Tujuan
Data
Sasaran
Advokasi Pesa
n
Pelaksana
an
Evaluasi
Pengumpu
lan Dana
29
tujuannya mungkin tercapai? Dan Apakah tujuannya benar-benar
menangani masalah itu?
b. Menggunakan Data dan Penelitian Untuk Advokasi
Data dan penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk
membuat keputusan yang tepat ketika memilih masalah yang akan
ditangani, mengidentifikasi solusi bagi masalah tersebut, dan
menentukan tujuan yang realistis.
c. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi
Usaha advokasi harus diarahkan kepada orang-orang yang
memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Idealnya,
kepada orang yang mempegaruhi pengambil keputusan, seperti staf
penasihat, tokoh masyarakat yang berpengaruh, media dan
masyarakat.
d. Mengembangkan dan Menyampaikan Pesan Advokasi
Berbagai macam sasaran advokasi memberikan tanggapan
terhadap pesan yang berbeda-beda. Misalnya, seorang politikus
mungkin tergerak hatinya ketika ia tau berapa banyaknya orang di
wilayahnya yang menaruh kepedulian terhadap suatu permasalahan.
e. Membentuk Koalisi
Kekuatan advokasi terdapat dari beberapa orang yang
mendukung tujuan dari advokasi itu sendiri. Khususnya dimana
demokrasi dan advokasi merupakan fenomena yang baru, yang
30
melibatkan sejumlah besar orang yang mewakili kepentingan yang
berbeda-beda itu dapat memberikan jaminan keamanan bagi
advokasi maupun untuk membentuk dukungan politik.
f. Membuat Presentasi yang Persuasif
Kesempatan untuk mempengaruhi sasaran advokasi yang
merupakan tokoh kunci seringkali terbatas. Maka, persiapan yang
cermat dan mendalam untuk membuat argument yang meyakinkan
dan gaya penyajian mungkin dapat mengubah kesempatan yang
sempit itu menjadi advokasi yang berhasil.
g. Mengumpulkan Dana Untuk Advokasi
Sebagian besar kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan
sumber dana. Usaha untuk melakukan advokasi secara
berkelanjutan dalam waktu yang panjang berarti menyediakan
waktu dan energi dalam mengumpulkan dana atau sumber daya
yang lain untuk mendukung tugas advokasi.
h. Mengevaluasi Usaha Advokasi
Untuk menjadi pelaksana advokasi yang efektif diperlukan
umpan balik dan evaluasi secara terus-menerus. Adapun dalam hal
mengevaluasi ini, serupa dengan pernyataan yang disampaikan oleh
Karen Kay Krist Ashman dan Grafton H. Hull, Jr. dalam bukunya
31
yang berjudul Understanding Generalist Practice yang
menyebutkan21 :
“Generalist intervention model is a practice model providing
step-by-step direction concerning how to undertake the
planned change process, which is generally directed at
addressing problem. Social worker may need to advocate
and fight for change in a public assistance policy one that
discriminates against people who speak little and are unable
to follow an intricate, exasperating application process in
order to receive benefits. Regardless of what problem is
addresed, the plann change effort follows the sam course of
action. Generalist intervention model core has seven step
planned change process that empha sizes the assesment of
client strengths.”
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa model
intervensi generalis adalah model praktik yang mengambarkan
langkah demi langkah tentang bagaimana melakukan proses
perubahan yang direncanakan yang umumnya dikhususkan
dalam mengatasi masalah. Pekerja sosial perlu untuk
mengadvokasi dan berjuang untuk perubahan dalam suatu
kebijakan publik yang mendiskriminasi orang-orang yang tidak
mampu mengemukakan pendapat dan tidak mampu mengikuti
kebijakan rumit untuk menerima manfaat. Terlepas dari apa
masalah yang dibahas, upaya perubahan rencana mengikuti
tindakan yang sama. model intervensi generalis inti memiliki tujuh
langkah proses perubahan terencana yang menekankan azas ukuran
yang assesment kekuatan pasien.
21 Karen Kay. Krisht – Ashman dan Grafton H. Hull, Jr, Understanding Generalist Practice,
(Chicago: Nelson-Hall, 1999, 2nd ed), hal. 31-32
32
5. Jenis-Jenis Advokasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis-jenis advokasi
menurut Sheafor dalam Edi Suharto, advokasi sosial dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: advokasi kasus (case
advocacy), dan advokasi kelas (class advocacy). Berikut penjelasan
dari kedua jenis tersebut22:
a. Advokasi Kasus
Merupakan kegiatan yang dilakukan seorang Pekerja Sosial
untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau
pelayanan sosial yang lembaga, dunia bisnis atau kelompok
profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu
merespon situasi tersebut dengan baik. Pekerja Sosial berbicara,
berargumen dan bernegosiasi atas nama klien individual.
Karenanya, advokasi ini sering disebut pula sebagai advokasi
klien (client advocacy)23.
Hal ini serupa dengan jenis advokasi menurut McGowan
dalam Mark Ezell yang menyebutkan bahwa advokasi kasus
adalah intervensi yang dilakukan dengan mengatasnamakan klien
dengan satu atau beberapa lembaga untuk mengamankan atau
meningkatkan layanan yang dibutuhkan baik itu sumber daya
atau hak-hak yang harus dipenuhi bagi klien. Dalam Mark Ezell
22 Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social Responsibility,
( Bandung: Alfabeta, 2009), cet ke-2, h.166 23 Ibid,.
33
dijelaskan pula bahwa self advocacy merupakan salah satu bentuk
dari advokasi kasus yang dimana menjelaskan klien mengetahui
hak-hak mereka dan mengetahui bagaimana mereka dilindungi,
advokasi ini mengatasnamakan seseorang dan sekelompok orang
dalam berbicara untuk bertindak dalam upaya pencarian
kebutuhan dan kepentingan klien24.
b. Advokasi Kelas
Advokasi ini menunjuk pada kegiatan-kegiatan atas nama
kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-
hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh
kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah
mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan
kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi
kelas melibatkan proses-proses politik yang ditunjukkan untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang
berkuasa25.
Menurut Epstein dalam Mark Ezell Advokasi kelas
merupakan sebuah aksi atau intervensi untuk mempromosikan
dalam mengubah kebijakan-kebijakan dan praktek yang
24 Mark Ezell, Advocacy In The Human Services…, h. 27 25 Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility..., h.166
34
mempengaruhi semua orang dalam beberapa kelompok atau kelas
yang memiliki kecenderungan masalah atau status yang sama26.
Maka, Pekerja Sosial bertindak sebagai perwakilan sebuah
organisasi, bukan sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi
kelas umumnya dilakukan melalui koalisi dengan kelompok dan
organisasi lain yang memiliki agenda yang sejalan27.
6. Dinamika Proses Advokasi
Advokasi merupakan proses yang dinamis yang menyangkut
pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Proses ini
berlangsung dalam lima tahap:
a. Mengidentifikasi masalah. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan.
Tahap ini mengacu pada penetapan agenda. Pekerja sosial sebagai
advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju dan
diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar
diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.
b. Merumuskan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat
harus merumuskan solusi mengenai masalah yang telah di
identifikasi dan memiliki salah satu yang paling fleksibel ditangani
secara politis, ekonomis dan sosial.
26 Mark Ezell, Advocacy In The Human Service...., h.27 27 Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility..., h.166
35
c. Membangun kemauan politik. Membangun kemauan politik untuk
bertindak menangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan
bagian terpenting dalam advokasi.
d. Melaksanakan kebijakan. Jika masalahnya telah dikenal secara
pasti, solusi telah dirumuskan serta adanya kemauan politik untuk
bertindak, maka peluang ini dapat dijadikan titik masuk pekerja
sosial untuk bertindak melaksanakan kebijakan.
e. Evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas
advokasi yang telah dilakukan. Selain itu, evaluasi juga dapat
dilakukan terhadap usaha yang telah berjalan dan menentukan
sasaran baru berdasarkan pengalaman mereka. 28
B. Pekerja Sosial Medis
1. Definisi Pekerja Sosial Medis
Banyak definisi yang dikemukakan para Ahli Pekerjaan
Sosial mengenai Pekerjaan Sosial dalam bidang kesehatan.
Skidmore, Thackeray dan Farley menjelaskan mengenai definisi dari
pekerjaan sosial medis:
“Medical social work: the social work practice that occurs
in hospital and others health care setting to facilitate good
health, prevent illness, and aid physically patients and their
families to resolve the social and psychological problems
related to the illness.“29
28 Edi Suharto, Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta, Badan
Pelatihan dan Pengembangan Sosial, 2004), h. 113 29 Skidmore, Thackeray, dan Farley. 1994. Introduction to Social Work. UK: Prentice Hall, h.
146
36
Skidmore, Thackeray dan Farley diatas mendefinisikan
bahwa pelayanan pekerjaan sosial di bidang kesehatan meliputi
upaya pemeliharaan kesehatan sebagai bagian dari praktik
kerjasama antara pekerja sosial denga profesi lain dalam bidang
kesehatan yang juga terlibat dalam program-program pelayanan
kesehatan masyarakat. Praktik pekerjaan sosial dalam bidang
pelayanan kesehatan mengarah pada penyakit yang disebabkan atau
berhubungan dengan akibat dari adanya tekanan-tekanan sosial yang
mengakibatkan kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan fungsi
relasi-relasi sosial.
Istilah pekerjaan sosial medis pada perkembangannya seperti
dikutip dalam Bracht digantikan dengan istilah pekerjaan sosial
dalam bidang pemeliharaan kesehatan (Social Work in Health Care).
Istilah pekerjaan sosial dalam bidang pemeliharaan kesehatan
dianggap lebih fleksibel dan lebih luas dibanding dengan istilah
Pekerjaan sosial medis yang hanya berkonotasi penyembuhan
(Medicine). Pekerjaan sosial dalam bidang pemeliharaan kesehatan
meliputi:
1) Pekerjaan sosial di rumah sakit (Social Work in Hospital)
2) Pekerjaan sosial dalam keluarga (Social Work in Family)
3) Pekerjaan sosial dalam kesehatan masyarakat (Social Work in
Public Health)30.
30 Bracht, Neil F. 1978. Social Work In Health Care: A Guide to Professional Practice. New
York : The Haworth Press, h. 10
37
Berdasarkan definisi pekerjaan sosial medis menurut
Skidmore, Thackeray dan Farley terdapat lima unsur pokok antara
lain:
1) Pekerjaan sosial medis merupakan praktik pekerjaan sosial
dalam intervensi penyembuhan terhadap penyakit pasien sesuai
dengan domain pekerjaan sosial.
2) Seting pekerjaan sosial medis di rumah sakit maupun di tempat-
tempat pelayanan kesehatan yang lain.
3) Intervensinya diarahkan untuk memberikan fasilitas pelayanan,
mencegah penyakit dan memberikan bantuan.
4) Sasarannya adalah pasien dan keluarga.
5) Tujuannya untuk memecahkan masalah sosial dan psikologis
yang berkaitan dengan penyakit31.
a. Tujuan Pekerjaan Sosial Medis
Pincus dan Minahan dalam Bracht, menjelaskan bahwa tujuan
Pekerjaan Sosial Medis adalah mendukung segala rencana yang
telah disusun untuk mencapai kesehatan bagi pasien. Lebih rinci
dijelaskan bahwa tujuan dari pekerjaan sosial medis adalah antara
lain :
1) Meningkatkan dan memperbaiki kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah-masalah sosial emosional yang
berhubungan dengan sakit dan penyakit yang dideritanya, baik
bagi pasien maupun keluarganya
31 Skidmore, Thackeray, dan Farley. 1994. Introduction…, h. 153
38
2) Menghubungkan/mengkaitkan pasien dengan sistem sumber
yang dapat membantu proses pengobatannya
3) Meningkatkan efektivitas pelayanan berbagai sistem sumber
pelayanan kesehatan untuk mencapai tujuan pengobatan pasien
4) Memberikan sumbangan bagi perubahan kebijakan di bidang
pelayanan kesehatan32.
b. Ruang Lingkup Praktek Pekerjaan Sosial Medis
Ruang lingkup pekerjaan sosial dalam pemeliharaan
kesehatan menurut Bracht meliputi: pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan (preservation and promotion of health), pencegahan dan
penyembuhan penyakit (prevention and cure of disease)33. Praktek
pekerjaan sosial medis merupaka salah satu bidang pekerjaan sosial
yang bercirikan bantuan dalam seting sekunder. Secara rinci Bracht
menjabarkan ruang lingkup Pekerjaan Sosial Medis antara lain:
1) Pekerja Sosial terdapat dalam program kesehatan masyarakat
dalam perawatan akut ataupun kronik.
2) Memberikan berbagai layanan yang meliputi pendidikan
kesehatan, intervensi krisis, konseling, dan manajmen kasus.
3) Dalam menangapi insiden yang berkaitan dnegan kejadian-
kejadian kritis, pekerja sosial medis dilatih untuk dapat
memberikan intervensi untuk mempersiapkan diri dalam
merespon kejadian traumatic dan bencana.
32 Bracht, Neil F. 1978…., h. 20-21 33 Ibid, h. 29
39
4) Pada negara sedang berkembang seperti di Indonesia, pekerjaan
sosial di bidang kesehatan menjadi sangat dibutuhkan karena
permasalahan kesehatan umumnya terkait dengan faktor-faktor
sosial, emosional, ekonomi dan budaya
5) Realitas tersebut menuntut peran aktif profesi peksos agar dapat
memberikan kontribusi seperti yang diharapkan yakni dapat
melakukan intervensi terhadap permasalahan sosial dan
emosional pasien dan keluarganya.
c. Peran Pekerjaan Sosial di Bidang Kesehatan
Nuryana dalam Pekerjaan Sosial Medik di Rumah Sakit
menyatakan terdapat beberapa peranan pekerja sosial di setting
rumah sakit sebagai berikut :
1) Konselor. Pekerja sosial membantu klien untuk memahami dan
menyadari permasalahan-permasalahan yang dihadapinya,
memahami potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan yang
dimilikinya, serta membimbing untuk menemukan,
menunjukkan dan memberikan cara pemecahan masalah yang
diperlukan. Konseling dilaksanakan dengan pertemuan-
pertemuan tatap muka yang berkesinambungan anatara konselor
dengan klien (atau disebut konseli) pada tingkatan individu atau
keluarga atau kelompok kecil.
2) Konsultan/advisor. Pekerja sosial emberikan pertolongan yang
bersifar khusus (ad hoc) atau temporer melalui pemberian
nasihat atau najuran atau pertimbangan atau aktivitas
40
pertolongan lain dari seorang konsultan (yang memiliki
keahlian) kepada orang yang membutuhlam yang ditujukan
untuk mencegah atau memecahkan masalah individu atau
keluarga, kelompok organisasi atau masyarakat. masalah yang
menjadi perhatian pekerjaan sosial dalam bidang kesehatan
adalah masalah psiko-sosial, sosial-ekonomi dan budaya yang
berhubungan dengan kesehatan dan atau upaya kesehatan.
3) Enabler/fasilitator. Pekerja sosial menajalankan peran enabler
atau fasilitator bertugas menolong klien untuk mempermudah
atau memungkinkan upaya pencapaian tujuan (mencegah atau
mengatasi masalah-masalah sosial dan emosional yang
berhubungan dengan kesehatan atau dengan penyembuhan,
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memberikan
dukungan yang memadai bagi pemelihataan kesehatan) dengan
mendayagunakan kekuatan-kekuatan atau sumber yang dimiliki
atau ada. Peran ini sering juga disebut dengan pendamping
karena dilakukan dengan cara mendampingi setiap aktivitas
klien, sehingga dapat memberikan dukungan untuk membangun
kepercayaan diri klien, dan membantu klien dalam mengatasi
hambata-hambatan yang dialaminya
4) Mediator. Pekerja sosial membantu pihak-pihak yang
mengalami konflik agar dapat saling memberikan dukungan
bagi upaya pencapaian tujuan dan tingkat kesejahteraan yang
diinginkan kedua belah pihak. Dalam usaha kesehatan, tindakan
41
ini dilakukan untuk memperbaiki ketidakseimbangan hubungan
antara orang dengan lingkungan sosialnya yang telah
menimbulkan masalah yang mengganggu kesehatan atau upaya
pemeliharaan atau peningkatan kesehatan. Pada peran ini
pekerja sosial meyakinkan kedua pihak mengenai misi pekerja
sosial yang bertindak untuk kepentingan kedua belah pihak
tanpa berat sebelah jujur dan terpercaya setelah pekerja sosial
mengidentifikasi dan memahami latar belakang masalah atau
konflik.
5) Broker. Pekerja sosial berupaya untuk menghubungkan klien
yang membutuhkan pelayanan dengan sumber-sumber yang
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan. Pekerja sosial
mengidentifikasi kebutuhan, mengidentifikasi sumber yang
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, memberikan
informasi tentang sumber yang menyediakan pelayanan, dan
membantu klien dalam mengakses sumber pelayanan yang
dibutuhkan.
6) Advokasi sosial (kasus/kebijakan). Peran ini dilakukan pekerja
sosial ketika hak klien tidak terpenuhi. Pekerja sosial bekerja
dengan atas nama klien bekerja untuk :
a) mendapatkan pelayanan-pelayanan atau sumber-sumber
yang tersedia bagi klien
42
b) mempengaruhi agar terjadi perubahan kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, atau praktek-praktek yang ada yang
merugikan klien
c) mempengaruhi agar tercipta kebijakan-kebijakan atau
perundang-undangan baru yang akan menghasilkan
penyediaan sumber-sumber atau pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan.
7) Peneliti. Pekerja sosial dapat melakukan penelitian-penelitian
untuk menjelaskan faktor-faktor psikososial, sosial ekonomi dan
budaya yang mempengaruhi kesehatan atau sakit dan upaya
kesehatan, mengevaluasi pelayanan atau praktek pekerjaan
medis atau dalam rangka menganalisi kebijakan yang ada,
sehingga dapat mengembangkan praktek pekerjaan sosial medis.
8) Pendidik/pelatih. Pekerja sosial dapat membantu masyarakat
akses pada informasi tentang apa yang terjadi dalam
masyarakatnya, mendidik masyarakat untuk membangun
kesadaran tentang masalah-masalah kesehatan di
lingkungannya, mempelajari kesuksesan dan kegagalan dari
usaha kesehatan,membangun kesadaran dan kebiasaan tentang
pola hidup sehat, serta mengajarkan cara mengorganisasikan
kegiatan masyarakat dalam usaha kesehatan34.
34 Nuryana, Mu’man. 2000. Pekerjaan Sosial Medik di Rumah Sakit. Bandung : STKS
Press, h. 21-22
43
C. Kanker
1. Pengertian Kanker
Menurut Wim de Jong35 yang diterjemahkan oleh Astoeti
Suharto Heerdjan, Kanker berasal dari kata Yunani, Karkinos, yang
berarti udang karang dan merupakan istilah umum untuk ratusan tumor
ganas yang masing-masing sangat berbeda satu sama lain.
Di manapun di dalam tubuh dapat timbul aneka jenis kanker,
bahkan di dalam satu organ, jenisnya dapat berbeda satu sama lain.
Kanker yang satu tidak saling berkaitan dengan kanker yang lain, setiap
kanker merupakan penyakit tersendiri. Sebenarnya , kanker sama
seperti berbagai penyakit infeksi seperti TBC, flu, bisul, tifus atau
radang paru-paru, semuanya merupakan radang yang masing-masing
disebabkan oleh bibit penyakit atau basil.
Masalahnya ialah, infeksi apa dan letaknya dimana. Jadi, radang
atau bukan, jika memang ada proses peradangan maka perlu diketahui
sampai mana proses atau stadium peradangan itu. Bila menyangkut
radang paru-paru, kita perlu mengetahui apakah berasal dari flu, kanker
paru-paru yang tersembunyi, atau dari sesuatu yang lain.
Menurut Yayasan Kanker Indonesia36 Kanker adalah penyakit
akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker
35 Wim de Jong, Kanker, Apakah itu?, terj. dari Kanker, Wat Heet?! Medische Informatie Over
de Ziekte(n), de Behandeting en de Prognose oleh Astoeti Suharto Heerdjan, (Jakarta: Arcan, 2005)
h. 2 36 Yayasan Kanker Indonesia, Apakah Kanker itu?, diakses
http://yayasankankerindonesia.org/tentang-kanker/ pada tanggal 8 November 2016, pukul 16.44
WIB.
44
ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat
menyebabkan kematian. Kanker sering dikenal oleh masyarakat
sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah
segala benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam 2
golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah
umum untuk semua jenis tumor ganas.
Menurut Rama Diananda37 kanker adalah istilah umum untuk
pertumbuhan sel yang tidak normal (yaitu, tumbuh sangat cepat tidak
terkontrol dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh
normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan
merupakan penyakit yang menular. Istilah tumor tidak sama dengan
kanker. Tumor adalah istilah umum untuk setiap benjolan abnormal.
Sedangkan kanker adalah tumor yang bersifat ganas. Dengan demikian,
kanker itu sama dengan tumor yang sangat ganas.
Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kanker
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak normalnya
pertumbuhan suatu sel dalam tubuh. Penyakit kanker memang tidak
menular akan tetapi kanker dapat menjalar dari satu organ ke organ
lainnya secara cepat apabila tidak diketahui sedini mungkin. Kanker
menjadi momok bagi semua orang, hal ini karena angka kematian
akibat kanker yang sangat tinggi.
37 Rama Diananda, Mengenal Seluk-Beluk Kanker, (Jakarta: Katahati,2009), Cet.3, h. 15
45
2. Gejala Kanker
Kanker dapat menimpa semua orang, pada setiap bagian tubuh,
dan pada semua gologan umur, namun lebih sering menimpa orang
yang berusia 40 tahun. Umumnya sebelum kanker meluas atau merusak
jaringan di sekitarnya, penderita tidak merasakan adanya keluhan
ataupun gejala. Bila sudah ada keluhan atau gejala, biasanya
penyakitnya sudah lanjut.
Adapun 7 gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih
lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu38:
a. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau
gangguan.
b. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
c. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh
d. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
e. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, menjadi semakin
besar dan gatal.
f. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh
g. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
2. Faktor Resiko Terjadinya Kanker
Untuk memahami faktor yang dapat meningkatkan resiko
kanker ini kita bisa melihat adanya faktor utama kanker adalah sebagai
berikut39:
38 Yayasan Kanker Indonesia, Apakah Kanker itu?,…. 39 Ibid,.
46
a. Bahan Kimia
Zat-zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan
berbagai jenis kanker pada perokok dan perokok pasif (orang bukan
perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam
jangka waktu yang lama. Bahan kimia untuk industri serta asap yang
mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan
seorang pekerja industri menderita kanker. Penyinaran yang
berlebihan sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan kanker kulit. Sinar radio aktif, sinar X yang berlebihan
atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia.
b. Virus
Beberapa jenis virus berhubungan erat dengan perubahan sel
normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab
kanker atau virus onkogenik.
c. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang
fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dari selaput
tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian
hormon tertentu secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan
terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara, rahim, indung
telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
47
d. Makanan
Zat atau bahan kimia yang terdapat pada makanan tertentu
dapat menyebabkan timbulnya kanker misalnya makanan yang lama
tersimpan dan berjamur dapat tercemar oleh aflatoxin. Aflatoxin
adalah zat yang dihasilkan jamur Aspergillus Flavus yang dapat
meningkatkan resiko terkena kanker hati.
3. Pencegahan Kanker
Sebagian besar jenis kanker dapat dicegah dengan kebiasaan
hidup sehat sejak usia muda dan menghindari faktor-faktor penyebab
kanker. Meskipun penyebab kanker secara pasti belum diketahui, setiap
orang dapat melakukan upaya pencegahan dengan cara hidup sehat dan
menghindari penyebab kanker40:
a. Mengenai makanan:
1) Mengurangi makanan berlemak yang berlebihan
2) Lebih banyak makan makanan berserat.
3) Lebih banyak makan sayur-sayuran berwarna serta buah-buahan,
beberapa kali sehari
4) Lebih banyak makan makanan segar
5) Mengurangi makanan yang telah diawetkan atau disimpan
terlalu lama
6) Membatasi minuman alkohol
b. Hindari diri dari penyakit akibat hubungan seksual
c. Hindari kebiasaan merokok. Bagi perokok: berhenti merokok.
40 Ibid,.
48
d. Upayakan kehidupan seimbang dan hindari stress
e. Periksakan kesehatan secara berkala dan teratur.
4. Pemeriksaan dan Pengobatan Kanker
Bagi yang ada kecurigaan, maka pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan sitologi dan patologi anatomi
b. Tes-tes pertanda kanker dalam darah
c. Rontgen
d. Mamografi (rontgen khusus untuk payudara)
e. Ultrasonografi / USG (memotret alat tubuh bagian dalam)
f. Endoskopi (peneropongan alat tubuh bagian dalam)
g. Kolposkopi (peneropongan leher rahim)
h. Laparoskopi (peneropongan rongga perut)
i. Pemotretan lapisan-lapisan tubuh dengan alat CT Scan, MRI
(Magnetic Resonance Imaging)41
Pengobatan kanker terdiri dari salah satu atau kombinasi dari
beberapa prosedur dan hasil pengobatan bergantung pada stadium atau
tingkatan kanker. Berikut adalah berbagai pilihan pengobatan untuk
kanker:
a. Pembedahan (operasi)
b. Penyinaran (Radio-terapi)
c. Pemakaian obat-obat pembunuh sel kanker (sitostatika/kemoterapi)
d. Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi)
41 Ibid,.
49
e. Pengobatan dengan hormone
f. Transplantasi organ.
g. Stem Cell42
5. Jenis-jenis kanker
a. Kanker leher rahim (kanker serviks)
b. Kanker payudara
c. Penyakit Trofoblas ganas
d. Kanker kulit
e. Kanker nasofaring
f. Kanker paru
g. Kanker hati
h. Kanker kelenjar getah bening (Limfoma Malignum)
i. Kanker usus besar
j. Kanker darah (Leukemia)
42 Ibid,.
50
BAB III
PROFIL LEMBAGA
A. Profil Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” berada di Jl. Letjen. S. Parman, Kavling
84-86, Jakarta 11420. Pembangunan Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
(RSKD) dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah penderita kanker di
Indonesia. Sehubungan dengan itu, pada tahun 1988, Bapak Soeharto, selaku
Ketua Yayasan “Dharmais”, mencetuskan gagasan mendirikan Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”. Pelaksanaan pembangunan dimulai pada bulan Mei 1991,
dan diresmikan pada tanggal 30 Oktober 1993. Pada tahun 1998, semenjak
kepemimpinan Bapak Soeharto berakhir, Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU), dan pengelolaan Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” sepenuhnya dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Kemudian, pemerintah juga menetapkan Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
sebagai Pusat Kanker Nasional (National Cancer Center).
Dana yang dikeluarkan untuk pembangunan Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” sebesar Rp 112.496.642.143,21. Sekitar tahun 2002, Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” sempat berubah status kembali menjadi Perusahaan
Jawatan (PERJAN). Landasan hukumnya adalah Peraturan Pemerintah No.128
Tahun 2000 Tentang Pendirian PERJAN Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
51
51
No.72/Menkes/SK/I/1993, maka tugas-tugas Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
adalah:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan bermutu khusus kepada
pasien kanker.
2. Menyediakan pelayanan dan pengembangan sarana yang luas di bidan,
pendidikan untuk dokter-dokter spesialis, sub spesialis, dan paramedis.
3. Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
penyakit kanker untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian serta
menyebarluaskan hasil penelitian.
Status Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sebagai PERJAN tidak berlaku
lama. Sekitar tahun 2005, Rumah Sakit Kanker “Dharmais” kembali berstatus
Badan Layanan Umum (BLU), yang dikelola oleh Departemen Kesehatan.
Dengan didukung tenaga medis dan paramedis yang ahli dan berpengalaman
dalam bidangnya serta peralatan penunjang yang tersedia, Rumah Sakit
Kanker.
Sebagai salah satu BLU di Indonesia, Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
memiliki visi dan misi yang jelas dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Visi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah sebagai Rumah Sakit dan Pusat
Kanker Nasional yang menjadi panutan dalam penanggulangan penyakit
kanker di Indonesia. Sedangkan, misinya adalah melaksanakan pelayanan,
pendidikan, dan penelitian yang bermutu tinggi di bidang penanggulangan
penyakit kanker.
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” juga memiliki motto untuk mencapai
visi dan misi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Motto Rumah Sakit Kanker
52
52
“Dharmais” adalah “Memberikan layanan dan perawatan yang lebih baik dan
profesional”. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” juga siap melayani dengan
budaya SMILE & C!
S : Senyum dan ramah pada setiap pelanggan.
M : Mengutamakan mutu pelayanan.
I : Ikhlas dalam melaksanakan tugas.
L : Loyal pada pimpinan.
E : Excellent dalam pelayanan, pendidikan, dan pelatihan.
C : Continually Improvement, Senantiasa melakukan perbaikan mutu secara
berkesinambungan
! : Merupakan simbol optimis. Selalu optimis menghadapi segala tantangan
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” merupakan rumah sakit dengan rujukan
tertinggi dibidang kanker. Pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit
Dharmais juga berasal dari berbagai strata ekonomi. Pasien yang termasuk
dalam strata ekonomi menengah dan bawah banyak mendapatkan bantuan
pengobatan dari pihak asuransi, baik swasta maupun pemerintah. Menurut data
yang didapat dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, pasien yang menggunakan
asuransi kesehatan mencapai 60 persen dari keseluruhan pasien yang menjalani
perawatan.43
B. Struktur Organisasi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
(Terlampir)
43 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 22 November 2016
53
53
C. Prosedur Pelayanan Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Salah satu ciri khusus dari rumah sakit kanker ialah melakukan pendekatan
terpadu dalam penata-laksanaan penyakit kanker sejak diagnosis hingga
rehabilitasi. Untuk memberikan gambaran umum mengenai kemampuan dan
bidang kerja masing-masing instalasi dalam bidang medis pada Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”, dibawah ini diuraikan mengenai apa saja kemampuan dan
kegiatannya masing-masing.
Bidang Pelayanan Medis terdiri dari beberapa instalasi yakni:
1. Instalasi Rawat Jalan
Instalasi ini terdiri dari:
a. Unit Diagnosa Terpadu
Kemampuan yang dimiliki:
1) Menetapkan diagnosis kanker atau bukan kanker
2) Melakukan usaha deteksi dini (skinning) melalui pelayanan check up
kanker.
Kegiatan yang dilakukan:
1) Mengumpulkan data secara wawancara, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang (yang telah dilakukan sebelum penderita
datang ke RS Kanker).
2) Melakukan pemeriksaan penunjang laboratorium, radiodiagnostik
radiosotope
3) Melakukan pengambilan bahan pemeriksaan yang dapat dilakukan
tanpa rawat inap.
4) Membahas data-data yang terkumpul untuk memastikan diagnosis.
54
54
5) Memberikan penerangan pada mereka yang dicurigai/takut menderita
kanker
6) Melakukan dokumentasi.
b. Unit Rawat Jalan Bagi Penderita Kanker
Kemampuan yang dimiliki:
1) Melakukan pengelolaan penderita kanker secara rawat jalan
Kegiatan yang dilakukan menangani sendiri secara terpadu untuk:
1) Menetapkan jenis kanker dan tingkat penyakit
2) Menetapkan jenis pengobatan yang diperlukan
3) Mengobati dengan kemoterapi bila secara rawat jalan
4) Melakukan pengawasan lanjutan penderita kanker
5) Menetapkan indikasi rawat
6) Menjawab surat rujukan
7) Melakukan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya
8) Memberikan penjelasan/penerangan mengenai prosedur pengobatan
9) Melakukan rehabilitasi fisik dan mental
10) Melakukan asuhan keperawatan
11) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
c. Unit Prosedur Diagnostik
Kemampuan yang dimiliki:
1) Melakukan usaha diagnostik dini kanker
2) Melakukan terapi/pengobatan
3) Melakukan tindakan evaluasi
Kegiatan yang dilakukan:
55
55
1) Bidang kegiatan
a) Ginekologi
b) Biopsi dengan bantuan USG
c) Endoskopi sal. cerna atas dan bawah
d) Endoskopi sal. pernafasan
e) Biopsi dan BMP
f) Peritoneoskopi
g) Anuskopi
h) Pemulihan (recovery room)
2) Jenis Kegiatan Umum
a) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga
b) Memberikan informasi mengenai persiapan-persiapan yang harus
dilakukan sehubungan dengan tindakan
c) Mempersiapkan alat-alat umum yang akan digunakan
d) Mengobservasi keadaan umum pasien
e) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan/melakukan dokumentasi
3) Jenis Kegiatan Khusus
a) Ginekologi
Melakukan papsmer, kolposkopi, kauterisasi, cryosurgery, biopsy,
kuretase endoservik
b) Melakukan biopsi dengan bantuan USG
c) Endoskopi, saluran cerna atas dan bawah melakukan tindakan :
gastroskopi, endoskopi
d) Mengobati varises osefagus (skleroterapi), polipektomi, dll.
56
56
e) Endoskopi saluran nafas
Melakukan bronkoskopi, sinoskopi, laringoskopi,
nasufaringoskopi dan biopsi
f) Biopsi dan BMP
Melakukan biopsi, aspirasi sumsum tulang
g) Peritoneoskopi : Melakukan biopsi
h) Anuskopi: Melakukan biopsy
d. Unit Rawat Singkat
Kegiatan dan kemampuannya sama dengan Instalasi rawat inap.
Perbedaannya hanya terletak pada lama rawat si pasien.
2. Instalasi Rawat Inap
Kemampuan:
a. Merawat secara terpadu penderita kanker yang mendapat pengobatan
kemoterapi
b. Merawat penderita kanker dengan penurunan imunitas tubuh baik karena
penyakitnya dan/atau karena pengobatannya.
c. Merawat penderita kanker dengan pengobatan kanker.
Kegiatan:
a. Memberikan kemoterapi (sitostatika dan imunoterapi).
b. Memberikan pengobatan suportif (gizi, komponen darah dan analgetik).
c. Mengobati dan mendeteksi efek samping kemoterapi
d. Mendeteksi dan mengobati penyakit dan/atau gejala sistemik yang
merupakan gejala dan/atau berada bersama-sama penyakit kanker.
e. Merawat penderita pasca bedah yang tidak memerlukan perawatan ICU
57
57
f. Memberikan perawatan khusus dalam ruang high care
g. Melakukan perawatan aseptik dalam ruang isolasi pada mereka dengan
penurunan daya tubuh
h. Merawat dengan cara khusus penderita dengan zat radioaktif dalam
tubuhnya.
i. Melakukan rehabilitasi terpadu fisik dan mental
j. Melakukan dokumentasi
3. Instalasi Bedah Pusat
Kemampuan:
a. Melakukan tindakan pembedahan besar
b. Penanganan penderita perioperatif
Kegiatan:
a. Melaksanakan tindakan pembedahan besar (biopsi terbuka,
reseksi/eksisi, kedaruratan dan rekonstruksi), secara steril dan semisteril,
pada penderita kanker, yaitu tumor abdomen/gastrointestinal/hati, tumor
payudara, tumor ginekologi, tumor nasofaring/laring/hidung, tumor
mediastinum dan paru tumor urogenital, tumor tulang, tumor mulut,
tumor saraf dan otak.
b. Penatalaksanaan perioperatif :
Melakukan operasi dengan radiasi saat operasi (di Instalasi Radioterapi)
4. Instalasi Gawat Darurat
Kemampuan:
a. Mengatasi keadaan gawat darurat penderita kanker yang datang di dalam
dan di luar jam kerja rumah sakit, selama 24 jam.
58
58
b. Memberikan pertolongan pertama pada penderita non kanker sebelum
dirujuk ke rumah sakit yang tepat.
Kegiatan:
a. Memperbaiki gangguan hemodinamik dan gangguan jantung paru
penderita kanker baru dan lama, yang datang dalam keadaaan gawat
darurat, sebelum dikonsulkan ke dokter ahli atau dipindahkan ke ruang
khusus (high care unit).
b. Memberikan pengobatan dan perawatan darurat/pertolongan pertama
pada penderita non kanker yang dating ke rumah sakit serta merujuknya
kerumah sakit yang tepat.
c. Mengurus penderita yang datang meninggal atau meninggal di unit gawat
darurat dan mengirimnya ke kamar jenazah.
d. Pada setiap kegiatan di atas dokter jaga harus mengisi catatan medik
penderita.
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan/melakukan dokumentasi.
5. Instalasi Perawatan Intensif/ICU
Kemampuan:
a. Pasien dengan gangguan respirasi sehingga memerlukan alat respirasi
b. Pasien dengan kelainan jantung yang memerlukan alat monitor
c. Pasien post operasi yang memerlukan tindakan / pengawasan intensif
d. Pasien yang tertolong dengan tindakan resusitasi
e. Pasien dengan impending / MOF (Multiple Organ Failure)
59
59
Kegiatan:
a. Memberikan bantuan kepada pasien yang mengalami gangguan respirasi
dengan bantuan alat respirasi.
b. Memberikan bantuan pada pasien yang mengalami kelainan jantung
dengan alat monitor jantung
c. Melakukan perawatan dan pengawasan yang intensif pada pasien post
operasi
d. Melakukan tindakan resusitasi
e. Melakukan tindakan pasien dengan impending / MOF
f. Melakukan dokumentasi
6. Instalasi Penelitian dan Pengembangan
Kemampuan:
a. Melakukan penelitian terapan
b. Melakukan penelitian dasar
c. Dikemudian hari diharapkan menggunakan
Kegiatan:
a. Membuat program penelitian
b. Menyimpan data-data klinik dan penunjang klinik
c. Melakukan pemeriksaan laboratorium dalam rangka penelitian
d. Mengatur kegiatan pelaporan berbagai hasil penelitian44
44 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 22 November 2016
60
60
D. Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) - Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”
1. Tujuan Rehabilitasi Medik :
Upaya rehabilitasi medis bertujuan untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mencegah, mengurangi
kelainan, ketidakmampuan dan ketunaan beserta dampaknya melalui
peningkatan fungsi semaksimal mungkin sehingg dapat melakukan fungsi
di masyarakat.
2. Budaya Kerja IRM RSKD :
a. Memulai setiap hari dengan senyum, sapa, salam dan santun
b. Bekerja dengan melakukan kegiatan orientasi pada pelanggan terbaik
dan memuaskan pelanggan
c. Yakin bahwa “do the best” yang dilakukan dengan hati lapang dan
dilandasi rasa ikhlas dengan niat ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa,
hasilnya akan kembali pada diri kita sendiri
d. Mulai dari diri sendiri, sekecil apapun, saat ini juga dan tidak menunda-
nunda pekerjaan dalam melaksanakan budaya ini
3. Peranan Lembaga
Instalasi Rehabilitasi Medis - Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
menangani pemungsian kembali pasien penderita kanker, baik medis
maupun non-medis. Teknologi yang dilakukan oleh Instalasi Rehabilitasi
Medis adalah People Processing, dan People Sustaining.
61
61
4. Fungsi Lembaga
Instalasi Rehabilitasi Medis - Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,
menangani hal-hal yang berkaitan dengan upaya Treatment (Rehabilitatif):
Upaya Treatment (Rehabilitatif) Merupakan kegiatan untuk memberikan
pelayanan perawatan secara medis kepada pasien dan pelayanan psikologis
kepada pasien dan keluarganya yang mengalami masalah psikologis,
misalnya stres, trauma dan ketakutan. Serta, mengembangkan kapasitas diri
pasien dengan belajar, bermain, berkreasi, berpikir dan tetap aktif. Upaya
Treatment yang diberikan berkaitan dengan aspek medis adalah prosedur
pengobatan kanker pada umumnya. Selain itu, tim medis juga melakukan
perawatan rutin untuk semua pasien, baik yang menjalankan rawat inap
maupun rawat jalan.
5. Falsafah Lembaga
Falsafah Instalasi Rehabilitasi Medis - Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” dalam pelaksanaannya sebagai lembaga di bawah departemen
kesehatan RI, berpedoman kepada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 72/MenKes/SK/I/93. Sedangkan sifatnya bersifat universal, karena
Instalasi Rehabilitasi Medis Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
menggunakan nilai-nilai umum yang ada didalam masyarakat seperti nilai
persatuan, kerjasama, tolong menolong, dan yang lainnya. Selain itu,
Instalasi Rehabilitasi Medis - Rumah Sakit Kanker “Dharmais” juga
menggunakan nilai-nilai lain yang berkaitan dengan pengembalian fungsi
pasien secara optimal.
62
62
6. Staf dan Pembagian Tugas Lembaga
a. Fisioterapis: Melaksanakan upaya pelayanan terapi fisik melalui program
latihan dengan atau tanpa peralatan / sarana penunjang vasotrain, elektro
terapi, traksi, nebulizer, gimnasium, dan hidroterapi.
b. Okupasi terapis: Melakukan upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemandirian, fungsi aktifitas kehidupan sehari-hari,
merencanakan membuat alat adaptasi fungsionil.
c. Psikolog: Melaksanakan pemeriksaan, memberi bimbingan dan terapi
psikologis serta evaluasi untuk pasien dan keluarganya.
d. Terapis Wicara: Mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi secara verbal, isyarat atau suara perut (esophageal
speech), serta melihat fungsi menelan.
e. Ortotis Protetis: Melayani pembuatan ortosa anggota gerak atas dan
bawah, tulang punggung dan protesa untuk dapat gerak atas dan bawah.
f. Petugas Sosial Medis: Menjembatani dan menelaah penyelesaian
permasalahan sosial yang pada pasien dengan Rumahsakit, keluarga,
masyarakat, dan pekerjaan. Memimpin adaptasi pasien psikososial,
edukasi, dan rekreasi.
g. Rohaniawan: Melaksanakan bimbingan rohani untuk agama Islam,
Katolik, Kristen, Hindu dan Budha, melalui program bimbingan
kelompok dan individu.
63
63
7. Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik
Sumber: Data Pribadi Instalasi Rehabilitasi Medis RSKD Jakarta
Gambar 3.1
PENANGGUNG JAWAB NON-MEDIS DAN RT
PENANGGUNG JAWAB SARANA TERAPI MEDIS
ROHANIAWAN
PEKERJA SOSIAL
TERAPI WICARA
OKUPASI TERAPI
FISIOTERAPI
PELAYANAN MEDIK
PELAYANAN
PENANGGUNG
JAWAB KEUANGAN
PENANGGUNG
JAWAB SDM DAN
DIKLAT
KOORDINATOR ADM,
KEU DAN SDM
KOORDINATOR
PELAYANAN DAN
SARANA
MANAJER UNIT
PELAYANAN PALIATIF
DAN KEDOKTERAN
KOMPLEMENTER
KEPALA INSTALASI
REHABILITASI MEDIK SMF
STAF MEDIS FUNGSIONAL
PSIKOLOG
64
64
E. Program dan Kegiatan yang Dilakukan Intalasi Rehabilitasi Medik di
Rumah Sakit Kanker Dharmais
Ketentuan Pelayanan Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Kanker Dharmais
Pada Pasien Rawat Inap, sesuai dengan keputusan Direksi Rumah Sakit Kanker
Dharmais Nomor: HK. 00.06/1/4819/2008 Tentang Pemberlakuan Pedoman
Pelayanan Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Kanker Dharmais:
1. Pelayanan rehabilitasi medik dilaksanakan melalui sistem satu pintu (one
gate system). Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik menjawab rujukan baru
tidak lebih dari 24 jam, selanjutnya Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
bertanggung jawab atas seluruh resep & program rehabilitasi medik yang
disusunnya.
2. Setiap pasien akan dilayani oleh dokter spesialis rehabilitasi medik dan
terapis yang bertugas pada hari tersebut, dengan sistem kerja “one patient
one doctor” dan “one patient one therapist”. Apabila dokter/terapis yang
bersangkutan sedang berhalangan, maka pelayanan didelegasikan kepada
dokter/terapis lain, dengan mengacu pada prinsip “costumer oriented”,
pelayanan yang memuaskan pelanggan.
3. Program rehabilitasi medik dilaksanakan berdasarkan hasil diagnosis
fungsional prognosis pasien dan evaluasi dengan mencantumkan target
jangka pendek dan target jangka panjang, serta menentukan frekuensi/waktu
terapi dan waktu re-evaluasi.
4. Penatalaksanaan pasien dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Standar Pelayanan Rehabilitasi Medik
yang berlaku dan telah diberlakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
65
65
5. Pelayanan rehabilitasi medik Rumah Sakit Kanker Dharmais melayani
pasien kanker dan non kanker.
6. Petugas administrasi Instalasi Rehabilitasi Medik mencatat rujukan dari
petugas ruang Rawat Inap dan/atau petugas administrasi Instalasi
Rehabilitasi Medik menanyakan konsultasi/rujukan ke ruang Rawat Inap.
7. Petugas administrasi Instalasi Rehabilitasi Medik memberitahukan
rujukan/konsultasi dari petugas ruang Rawat Inap kepada dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik.
8. Pelayanan Posy Mastektomi, Post Histerektomi dan SIDA dapat langsung
dilayani oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik.
9. Tugas pelayanan kepada anggota tim rehabilitasi medik dilaksanakan sesuai
kebutuhan pasien, mengacu kepada program rehabilitasi.
10. Terapi dapat dilaksanakan di ruang rawat inap ataupun di poli Instalasi
Rehabilitasi Medik, sesuai pertimbangan kondisi klinis pasien, yang
ditentukan oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik yang bertanggungjawab
atas pasien tersebut.
11. Dilakukan evaluasi program pasien secara priodik bersama tim rehabilitasi,
melalui: ronde, konferensi, diskusi kasus; dan menyusun program-program
lanjutan. Bila perlu, konferensi tim dapat mengundang dokter atau disiplin
ilmu lain ataupun keluarga pasien.
12. Bila pasien pulang, dengan evaluasi/asesmen ulang oleh Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik (rawat jalan) ataupun pelayanan di rumah (oleh terapis)
dengan tanpa mengabaikan sistem sentral ke Instalasi Rehabilitasi Medik
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
66
66
13. Setiap pasien juga akan dievaluasi dari sudut pandang sosial medis oleh
Pekerja Sosial Medis dan Petugas Kerohanian, secara langsung dengan atau
tanpa menunggu surat konsultasi dokter. Selanjutnya petugas yang
bersangkutan wajib menginformasikan kepada dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik.
14. Tindakan pelayanan setiap hari dicatat dalam buku register pelayanan Rawat
Inap dan di Billing melalui data entry SIRS Rumah Sakit Kanker Dharmais
oleh petugas administrasi Rumah Sakit Kanker Dharmais.
15. Pelayanan psikologis dilaksanakan psikolog sebagai konsulen.
16. Pelayanan ortotik prostetik dilaksanakan bekerjasama dengan pihak ketiga.
17. Pelayanan pasien Timja atau pasien pribadi berlaku ketentuan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
18. Tarif pelayanan rehabilitasi medik, dipisahkan antara tarif pelayanan
konsultasi dokter dan tindakan terapi, sesuai dengan tarif baku rawat inap
Instalasi Rehabilitasi Medik yang berlaku di Rumah Sakit Kanker
Dharmais.45
F. Pendanaan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kanker
Dharmais
Pada dasarnya Rumah Sakit Kanker Dharmais merupakan salah satu
rumah sakit milik pemerintah berakreditasi A. Berdasarkan kepemilikan dan
penyelenggaraannya rumah sakit milik pemerintah dibiayai, dipelihara, dan
45 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
67
67
diawasi oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan
departenmen lainnya, termasuk BUMN.
Intalasi Rehabilitasi Medik memiliki sumber pendanaan yang berasal
dari bantuan dana dari Pegawai dan Dokter-Dokter Instalasi Rehabilitasi
Medik. Bantuan Dana juga didapatkan dari pihak Swasta yang diberikan oleh
Indonesia Power pada tahun 2000 sampai dengan sekarang. Dana yang
terkumpul tersebut digunakan untuk bantuan dana sosial bagi pasien yang tidak
mampu dan diberikan setiap minggunya.
G. Sarana dan Prasarana di Rumah Sakit Dharmais
Fasilitas peralatan yang tersedia pada Rumah Sakit Kanker Dharmais
terinci sebagaimana tersebut di bawah ini:
1. Ruang Radio Diagnostik, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain :
a. Urological X-ray unit
b. Gastro int X-ray
c. Gamma Camera
d. CT-scan
e. Dark Room Equipment
f. Angiography with DSA
2. Ruang radiotherapy, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Linear Accelerator 15 MV
b. Linear Accelerator 20 MV
c. Deep Therapy-stabilipan
d. Hyperthermia
e. Micro selectron HDR Ir 192
68
68
f. Simulator
g. Mould room equipment
h. Mevaplan-computerized treatment planning system
i. Sistem WP 600-fully automatic computerized water phantom
j. Hot laboratory equipment
k. After loading
l. CT-Scan planning sistem
3. Ruang Bedah Pusat, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Operating microscope
b. Electrosurgical unit
c. CO2 Lasser
d. Anaesthestic Machine
e. Minor Operation Table
f. Mayor Operation Table
g. Defibrillator + monitor
h. Micro Wave Surgery
i. Instrument Bedah
4. Ruang ICU, dilengkapi peralatan-peralatan antara lain:
a. Rescituation Kit for Adult, pediatric & infant
b. Servo ventilator
c. Central monitor
d. Bed side monitor
e. CO2 Analyzer
f. Multi channel ECG Recorder
69
69
5. Ruang Laboratorium dan Poliklinik, dilengkapi peralatan-peralatan antara
lain:
a. Peralatan laboratorium
b. Peralatan pelayanan klinik
6. Ruang Pemeriksaan dan Tindakan, dilengkapi peralatan-peralatan antara
lain:
a. Peralatan prosedur diagnostic
b. Peralatan recovery room
7. Fasilitas Tempat Tidur Pasien pada Ruang-Ruang, Terdiri dari:
a. Ruang perawatan kelas VVIP, VIP
b. Ruang perawatan kelas 1
c. Ruang perawatan kelas II & III
d. Ruang recovery
e. Ruang Isolasi46
H. Jaringan Kerja di Rumah Sakit Dharmais
Rumah Sakit Kanker Dharmais beberapa yayasan guna menunjang
proses pendampingan dan bimbingan kepada penderita penyakit kanker.
Adapun yang yayasan yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker
Dharmais yaitu:
1. Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) dengan pemberian
kegiatan Sekolah Pasien.
46 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
70
70
2. Cancer Information and Support Centre (CISC) pendampingan pasien
dengan pemberian kegiatan Sekolah Pasien.
3. Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dengan kegiatan
pendampingan pasien penderita kanker payudara dan pengoperasian
Mobilmamografi.
4. Yayasan Rumah Rachel memberikan bantuan berupa Penyelenggaraan
Asuhan Paliatif kepada pasien yang akan terminasi.
5. Komunitas Laras Kasih dengan kegiatan Bimbingan Melukis.
6. Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) yang melakukan kegiatan
pendampingan pasien anak penderita kanker.47
47 Data diperoleh dari Perpustakaan Bagian Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Lt. 5, Jakarta, 23 November 2016
71
BAB IV
TEMUAN DAN ANALSIS DATA
A. Peran Pekerja Sosial Medis Terhadap Pasien Rawat Inap
Pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta,
mempunyai peran yang sangat penting dalam mendampingi klien, salah satu
perannya ialah advokasi. Advokasi pekerja sosial medis adalah suatu tindakan
yang dilakukan untuk menolong, mendampingi serta berkontribusi pada
pelayanan bagi pasien untuk mendapatkan hak-haknya. Advokasi pekerja
sosial medis juga bermanfaat untuk mendapatkan layanan atau sumber daya
untuk pasien yang dinyatakan tidak akan disediakan, serta untuk
memodifikasi kebijakan yang masih ada, prosedur atau praktek yang
berdampak negatif bagi pasien.
Dari pengertian advokasi diatas sesuai dengan advokasi yang
dipaparkan menurut Ibu Roliana Harianja, atau biasa di panggil dengan
sebutan Ibu Ana selaku pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker
Dharmais, merupakan pendampingan yang bertujuan membantu
memecahkan masalah, dimana dalam hal ini pekerja sosial medis dituntut
untuk siap menerima keluhan dan kemungkinan hambatan yang dihadapi
pasien dan keluarga serta membantu mencari alternatif atas masalah tersebut.
72
1. Prinsip-prinsip Advokasi
Advokasi pekerja sosial medis adalah kombinasi antara
pendekatan atau kegiatan individu dan sosial untuk memperoleh
komitmen antara pekerja sosial medis dengan pasien, serta adanya
dukungan kebijakan, penerimaan sosial, dan adanya sistem yang
mendukung terhadap suatu program kesehatan. Oleh sebab itu, prinsip-
prinsip advokasi ini yang dilakukan oleh pekerja sosial medis dalam
mengadvokasi pasien sebagai berikut:
f. Bertindak dalam kepentingan terbaik klien
Bahwa bertindak dalam kepentingan terbaik pasien yaitu
advokasi yang dilakukan harus selalu ingat kepada siapa kita
bertindak dan apa tujuan advokasi ini dilakukan48. Ibu Ana juga
mengatakan demikian, bahwa pekerja sosial medis berperan untuk
dan pekerja sosial medis membantu pasien dalam mempertahankan
suatu prinsip apabila pasien tidak bersedia untuk di operasi. Dengan
alasan keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang dengan kepentingan
keluarga atau alasan khusus seperti rasa takut akan terjadi hal yang
lebih buruk terjadi setelah operasi. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
48 BAB II halaman 21
73
“..... Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi.
Hal ini sering terjadi karena keluarga tidak tega atau ada
hal-hal yang terkait dengan kepentingan keluarga atau
alasan khusus seperti rasa takut lebih buruk terjadi setelah
operasi.” 49
Dari pernyataan diatas sudah dijelaskan bagaimana proses
advokasi itu berlangsung, dilihat dari prinsip advokasi poin (a)
dirasakan pula oleh pasien Tn. TA dimana Ibu Ana membantu untuk
membangun koneksi dengan keluarga yang awalnya kurang baik.
Tn. H menambahkan bahwa Ibu Ana juga Ibu Ana membantunya
dalam memberikan semangat dan dukungan aktif secara langsung
mulai dari membantu administrasi dengan BPJS sampai
mendapatkan kamar rawat inap. Berikut disampaikan Tn. TA dan
Tn. H pada saat wawancara langsung:
“…. Ibu Ana juga memberi dukungan dengan cara
membantu membangun koneksi dengan keluarga saya yang
awalnya mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya
semakin semangat lagi….”50
“… beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya,
malahan saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe.
Dari proses bantuin BPJS saya sampai akhirnya dapat
kamar Ibu Ana bantuin saya.” 51
g. Bertindak sesuai dengan keinginan dan instruksi klien
Bahwa pekerja sosial bertindak sesuai dengan keinginan dan
instruksi pasien, yang dimana hubungan instruksional antara
pekerja sosial medis dan pasien adalah hal mendasar. Hal ini yang
menjadi tanda besar dalam proses advokasi, karena advokasi yang
49 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 50 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 51 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
74
dilakukan harus ada dorongan dari keinginan dan instruksi
pasien52. Yang dimana hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana
bahwa advokasi merupakan pendampingan yang bertujuan
membantu memecahkan masalah, dimana dalam hal ini pekerja
sosial medis dituntut untuk siap menerima keluhan dan
kemungkinan hambatan yang dihadapi pasien dan keluarga serta
membantu mencari alternatif atas masalah tersebut. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat wawancara:
“advokasi dalam pekerja sosial medis itu merupakan
pendampingan yang bertujuan membantu memecahkan
masalah. Jadi maksudnya gini hikmah, pekerja sosial itu
harus siap menerima keluhan dan kemungkinan hambatan-
hambatan yang dihadapi pasien dan keluarga, jadi nanti
untuk selanjutnya membantu mencari alternatif pemecahan
masalah atau sistem sumber.”53
Dari prinsip advokasi pada poin (b) dijelaskan advokasi yang
dilakukan harus ada dorongan dari keinginan dan instruksi pasien.
Dalam hal ini juga dirasakan oleh pasien Tn. TA bahwa Ibu Ana
memberikan dukungan dan penyadaran jika seseorang yang tidak
mengidap penyakit kanker saja mau untuk mendukung si pasien,
apalagi ia yang mengalami secara langsung hal ini, maka harus pula
memiliki semangat yang luar biasa. Tn. H juga merasakan bahwa
Ibu Ana memberikan dukungan dalam menjalani kemoterapi dan
Ibu Ana juga berusaha membangun kembali koneksi dengan
52 BAB II halaman 22 53 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
75
keluarga Tn. H secara lebih baik. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“.... Ibu Ana tetap memberi saya support dan membuat saya
berfikir bahwa orang yang tidak diposisi saya saja mau
mendukung saya, masa saya sendiri tidak ingin berusaha
untuk membahagiakan orang-orang disekeliling saya....” 54
“.... dia selalu menyemangati saya saat ingin menjalani
kemoterapi, bahkan beliau tidak sungkan untuk
menghubungi keluarga saya untuk datang ke rumah sakit
menemani saya ya seperti yang saya bilang dia suka
ngerangkul pasien dan memberikan dorongan semangat.”55
h. Klien terinformasikan dengan benar
Bahwa ada alasan khusus mengapa pasien harus terinformasi
dengan baik. Saat pekerja sosial medis merasa terjadi
kesalahpahaman terhadap pasien, maka pekerja sosial medis bisa
melakukan pembaharuan informasi dengan melakukan diskusi
bersama pasien56. Dalam hal ini pun terdapat pula pada unsur
advokasi yang dikemukakan oleh Ritu R. Sharma pada poin (d)
mengembangkan dan menyampaikan pesan advokasi57. Dimana
pekerja sosial menerima berbagai macam sasaran advokasi serta
memberikan tanggapan terhadap pesan yang berbeda-beda.
Adapun tujuan dalam melakukan advokasi yang dilakukan
oleh Ibu Ana sebagai pekerja sosial medis yaitu untuk mengubah
terjadinya kebijakan program atau kegiatan layanan dari pasien yang
kurang mengetahui informasi terkait pelayanan yang seharusnya
54 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 55 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 56 BAB II halaman 22-23 57 BAB II halaman 28
76
diperoleh. Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan
diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama
di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“Tujuannya adalah untuk mengubah terjadinya kebijakan
program atau kegiatan layanan dari pasien yang tidak tahu
terkait pelayanan yang seharusnya diperoleh. Sehingga
pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh
sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama di
Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang.” 58
Dari prinsip advokasi pada poin (c) dirasakan pula oleh
pasien Tn. TA dimana Ibu Ana secara rinci menjelaskan berbagai
macam penanganan yang mungkin akan pasien ambil terkait
masalah yang dihadapinya, sedangkan Tn. H merasa Ibu Ana
memberikannya banyak pelajaran mulai dari memberinya sebuah
penyadaran bahwa kegiatan yang dilakukan selama ini merupakan
kegiatan yang kurang sehat untuk dijadikan rutinitas. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancara:
“Ya memang begitu, Bu Ana awalnya juga menjelaskan
beberapa hal terkait beberapa penanganan yang mungkin
saya ambil. Bukan sekedar memberikan pilihan saja,
melainkan memberikan penjelasan sampai saya benar-
benar mengerti dan punya keputusan yang tepat untuk
mengatasi permasalahan yang saya hadapi ini.” 59
58 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 59 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
77
“Ibu Ana memberikan saya banyak pelajaran (edukasi),
saya senang dengan beliau, soalnya suka bikin saya sadar
kalo kegiatan saya sebenernya gak sehat...” 60
i. Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan kompetensi
Melaksanakan instruksi dengan ketekunan dan kompetensi,
pekerja sosial medis tidak dituntut untuk menjadi sempurna juga
tidak dituntut untuk tidak pernah membuat kesalahan61. Pekerja
sosial medis harus memahami kapan bantuan akan diperlukan dan
paham akan batasan advokasi yang dilakukan. Ketekunan yang
dimaksud dalam advokasi itu, merupakan keterampilan dalam
menghubungkan fakta-fakta yang relevan dalam suatu informasi
lalu diinterpretasikan dengan baik menjadi sebuah kebijakan atau
hukum. Sedangkan kompetensi merupakan upaya pekerja sosial
medis dalam melakukan adovkasi dengan atas nama pasien serta
membangun hak-hak pasien demi mencapai kesepakatan yang
dibutuhkan.
Dari pemaparan diatas dijelaskan bahwa dalam prinsip
advokasi secara umum dituntut untuk bertindak dengan keinginan
serta instruksi yang diberikan oleh pasien. Hal ini serupa dengan
pernyataan Ibu Ana terkait dengan proses pekerja sosial medis yang
diterapkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang dimana pekerja
sosial medis berperan dalam membantu pasien dan keluarga untuk
mendapatkan haknya saat berada di Rumah Sakit, membantu pasien
60 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 61 BAB II halaman 23
78
dalam menerima sumber dan pelayanan untuk memberikan
dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan, berikut
pemaparan Ibu Ana ketika di wawancara:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam
menangani pasien itu yang pasti adalah membantu pasien
dan keluarga dalam mendapatkan hak-haknya selama
perawatan di Rumah Sakit, lalu perkerja sosial medis juga
membantu pasien dalam menerima sumber-sumber dan
pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif
atau dukungan secara langsung terhadap suatu
perubahan.....” 62
Dari prinsip advokasi pada poin (d) dirasakan pula oleh Tn.
TA dimana menurutnya Ibu Ana rajin mengunjungi pasien setiap
pagi untuk mengecek secara langsung kondisi pasien tersebut,
sedangkan Tn. H berpendapat bahwa Ibu Ana membantunya dalam
mendapatkan solusi atau alternatif lain dalam menjalani pengobatan
yang akan dihadapi. Berikut pemapran secara langsung dari Tn. TA
dan Tn. H pada saat di wawancarai:
“Ibu Ana membantu saya mendapatkan solusi lain yang bisa
saya lakukan untuk megatasi masalah saya. Ya kurang lebih
Ibu Ana mencarikan alternatif dimana mungkin saya akan
mengambil solusi yang diberikan tersebut.”63
“... Bu Ana, beliau rajin kunjungi pasien tiap pagi bahkan
yang dateng duluan buat ngecek kondisi saya dan pasien lain
itu bu ana, suster ma dokter aja masih kalah cepet hehehe...”
64
Pasien Tn. TA juga merasakan hal lain dimana Ibu Ana
membantunya dalam memberikan semangat dan dukungan aktif
secara langsung serta selalu mengingat adanya Tuhan dalam
62 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 63 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 64 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
79
keadaan apapun. Tn. H menambahkan bahwa Ibu Ana juga
memberikan penyadaran masalah yang pasien alami sendiri, bahwa
pasien dalam mencari nafkah pasien juga harus memperhatikan
kondisi fisiknya sendiri. Berikut disampaikan Tn. TA dan Tn. H
pada saat wawancara langsung:
“.... Bu Ana juga membantu saya untuk tetap semangat dan
yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada
hambanya apabila ia tidak mampu. Jadi ya sebenarnya saya
mampu melewati ini semua meskipun rasanya begitu susah.
Bu Ana juga menyadarkan saya tentang hal ini bukan satu
kali atau dua kali saja melainkan beberapa kali bahkan
ketika saya dalam posisi terpuruk”65
“.... Tapi setelah dapat arahan dari Bu Ana, buat apa nyari
duit kalo fisiknya malah sakit, yang ada keluarga saya juga
ikutan sakit, terutama dompet deh juga ikutan sakit hahaha...
Bu Ana sering ngasih saya saran agar mengajak keluarga
saya, pas sedang ada penyadaran masalah, jadinya gak
cuma saya aja yang tau soal penyakit saya tapi istri saya dan
anak-anak saya pun juga tau.”66
j. Bertindak independen dan mengutamakan keujujuran
Bertindak independen dan mengutamakan kejujuran dimana
hak asasi manusia merupakan inti dari terlaksananya advokasi67.
Advokasi merupakan tindakan yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah yang terstruktur dan terikat. Advokasi tidak akan berjalan
efektif jika dalam berjalannya advokasi masih ada keberpihakan
terhadap pihak lain. Dalam kegiatan advokasi, pekerja sosial harus
transparan dalam memberikan informasi, terutama informasi yang
kurang baik bagi pasien, namun hal itu diperlukan agar pasien
65 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 66 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 67 BAB II halaman 24
80
mengetahui seluruh proses advokasi yang terjadi meskipun solusi
yang akan diberikan masih belum bisa dipastikan. Setiap orang
mempunyai hak untuk mengetahui dimana mereka berdiri dan
memilki kemampuan untuk memilih pilihannya yang didasari oleh
kejujuran dan independen.
Dari penjelasan diatas pemantauan disini dapat disebut juga
sarana atau evaluasi yang merupakan sarana tertentu yang ingin
dicapai setelah dilaksanakannya advokasi itu sendiri, lalu adanya
indikator untuk melihat keberhasilan jangka panjang dalam suatu
kegiatan dan adanya sistem sumber yang sudah digunakan. Berikut
pemaparan Ibu Ana secara langsung saat di wawancara :
“Yang dilakukan pekerja sosial medis dalam pemantauan
pasien setelah advokasi yaitu sarana atau evaluasi yang
dimana merupakan suatu keadaan tertentu yang ingin
dicapai setelah di laksanakan advokasi, lalu ada indikator
untuk melihat keberhasilan atau tujuan jangka panjang
dalam kegiatan dan setelah itu adanya sistem-sistem sumber
yang sudah digunakan.”68
Setelah dilakukannya proses advokasi pasien diharapkan
untuk berkomitmen dengan pilihannya, seperti yang dipaparkan oleh
Tn. TA dan Tn. H bahwa ia akan berusaha untuk berkomitmen
dengan treatment yang disarankan oleh Ibu Ana. Yang dimana
sebelumnya Ibu Ana sudah menjelaskan kelebihan dan kekurangan
dari treatment yang telah dipilih pasien.
“Saya berusaha untuk komitmen dengan treatment yang
sudah disarankan Ibu Ana karena bagaimanapun juga ia
sudah membantu saya dan menjelaskan kekurangan dan
68 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
81
kelebihan dari treatment yang disarankan, jadi saya pasti
usahakan untuk komitmen. Tapi ya apabila dalam treatment
tersebut saya merasa kurang puas saya diizinkan untuk
menggantinya atau meminta untuk lebih meningkatkan
kuaitas treatment tersebut sehingga saya tidak perlu
menggantinya.”69
“Tentu saya harus berkomitmen, soalnya Ibu Ana selalu
memperingati saya jika ingin masalah atau penyakit saya
bisa teratasi, saya harus komit.”70
k. Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien
Mengutamakan kode etik kerahasiaan klien dimana pada
poin ini pasien merasa aman dalam setiap ucapan yang dikeluarkan
oleh pasien, karena pekerja sosial medis harus mengutamakan
kerahasiaan pasien71.
Ibu Ana sebagai pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker
Dharmais juga menerapkan kode etiknya untuk menjaga
kerahasiaan pasien dan menghormati hak pasien serta meningkatkan
pelayanan dalam perawatan, dimana hal ini tercantum dalam Kode
Etik Profesi Pekerja Sosial pada Bab IV pasal 7 ayat 372 bahwa
pekerja sosial medis menjunjung tinggi pelayanan yang terbaik
untuk pasien. Sehingga hak-hak yang diterima pasien bisa terpenuhi
dan proses advokasi yang dilakukan terhadap pasien bisa berjalan
dengan lancar.
Dari penjelasan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait identifikasi terhadap pasien pada saat proses advokasi
69 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 70 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 71 BAB II halaman 24 72 BAB II halaman 25
82
berlangsung. Pekerja sosial medis melakukan identifikasi terhadapat
pasien dengan memperhatikan pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Lalu memberikan pelayanan terhadap pasien terkait pada
identifikasi dimana terdapat kerahasiaan, menghormati hak pasien
dan meningkatkan pelayanan dalam perawatan. Berikut pemaparan
secara langsung Ibu Ana pada saat diwawancarai :
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”73
Dalam penjelasan pada prinsip advokasi poin (f) dirasakan
pula oleh Tn. TA terkait identifikasi masalah yang dijelaskan pula
oleh Ibu Ana sebelumnya bahwa memang dalam proses identifikasi
atau pengenalan, Tn. TA merasa sudah tidak canggung dan merasa
nyaman, lalu Tn. H menambahkan bahwa memang ia juga merasa
yakin apabila harus bercerita apapun yang dialaminya selama di
rawat. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa Tn. TA dan Tn. H merasa
segala kerahasiannya di jaga oleh Ibu Ana.
“Awalnya sih gak yakin ya, soalnya kan saya fikir belum
kenal juga masa udah mau cerita macam-macam. Tetapi
setelah dua dan tiga kali ketemu, terus saya juga sudah
mulai merasa nyaman dan tidak canggung lagi, ya akhirnya
coba cerita pelan-pelan....”74
“sejauh ini saya merasa yakin dengan bantuan beliau,
walopun saya belum bisa pulang, saya juga ikut aja gimana
73 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 74 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
83
instruksi Ibu Ana. Masalah yang saya punya bisa dibantu
untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya, dia selalu
mendampingi saya dari awal masuk rumah sakit sampai
nanti saya akan keluar dari rumah sakit.”75
2. Keterampilan Advokasi (Advocacy Skills)
Dalam proses advokasi yang telah dilakukan oleh pekerja sosial
medis peneliti menyimpulkan bahwa pekerja sosial medis di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta memiliki keterampilan-keterampilan
advokasi sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Pekerja sosial juga perlu dalam melakukan wawancara
kepada pasien terkait hal-hal yang dialami pasien, dimana maksud
dari wawancara disini ialah mampu dalam membangun relasi,
mengassesment suatu permasalahan pasien, mendengarkan pasien,
memahami bahasa tubuh, objektif dan memberikan feedback76. Hal
ini juga sesuai dengan pernyataan Ibu Ana terkait dengan pernyataan
sebelumnya bahwa proses advokasi yang dilakukan melalui
wawancara berupa penguatan dalam bentuk terapi psikososial yang
dilakukan pada tahapan persiapan yaitu sosialisasi, kontak,
konsultasi, pemberian motivasi, identifikasi, pencatatan, assesment,
rencana intervensi dan lain-lain. Berikut pemaparan Ibu Ana secara
langsung pada saat di wawancara:
“Ya kurang lebih seperti itu hikmah. Dalam proses advokasi
berkaitan dengan wawancara bukan memberikan nasehat-
nasehat tetapi penguatan dalam bentuk terapi psikososial
75 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 76 Bab II halaman 26
84
yang dilakukan pada tahapan persiapan yaitu sosialisasi,
kontak, konsultasi, pemberian motivasi, identifikasi,
pencatatan, assessment, rencana intervensi dan lain-lain.”
Keterampilan advokasi terkait wawancara ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis melakukan
pencarian data secara mendalam dengan wawancara, seperti
mengajak pasien berbincang-bincang.
b. Ketegasan
Dalam proses advokasi adanya keterampilan yang harus
dimiliki oleh pekerja sosial medis. Pekerja sosial membutuhkan
ketarmpilan dalam hal ketegasan, yakni mampu mengekspresikan
diri secara langsung kejujuran, kerendahan hati, berjuang atas nama
pasien, memahami fakta-fakta seputar pasien dan memenuhi hak-
hak pasien77.
Begitu pula yang dipaparkan oleh Ibu Ana bahwa memang
advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam menangani
pasien itu adalah membantu pasien dan keluarga dalam mendapatkan
hak-haknya selama perawatan di Rumah Sakit, serta pekerja sosial
medis ini juga membantu pasien dalam menerima sumber-sumber
dan pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif atau
dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan. Berikut
pemaparan Ibu Ana secara langsung pada saat diwawancarai:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam
menangani pasien itu yang pasti adalah membantu pasien
77 Pada Bab II halaman 26
85
dan keluarga dalam mendapatkan hak-haknya selama
perawatan di Rumah Sakit, lalu perkerja sosial medis juga
membantu pasien dalam menerima sumber-sumber dan
pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif
atau dukungan secara langsung terhadap suatu
perubahan…”78
Keterampilan advokasi terkait ketegasan ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis dengan
tegas dan sangat rendah hati dalam memulai atau menjalin relasi
dengan pasien. Seperti pada saat pekerja sosial medis menanyakan
kondisi pasien, lalu menanyakan perihal kenyamanan pasien di
ruang rawat inap dan menawarkan bantuan jika pasien merasa tidak
nyaman, pekerja sosial medis menegaskan kepada pasien, bahwa
mereka bisa mengutarakan keberatannya secara langsung dan
terbuka, jika ada salah satu pelayanan rumah sakit yang membuat
mereka tidak nyaman atau adanya praktek percaloan.
c. Negosiasi
Pekerja sosial juga harus pandai dalam membuat negosiasi,
dimana upaya negosiasi atau diskusi ini diperlukan jika solusi tidak
ditemukan dan kebijakan tidak memihak kepada pasien79. Hal ini
juga serupa dengan pernyataan Ibu Ana bahwa pekerja sosial medis
juga berperan untuk membantu pasien dalam mempertahankan
prinsip untuk tidak bersedia di operasi. Berikut pemaparan secara
langsung yang di paparkan Ibu Ana pada saat diwawancarai:
78 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 79 Pada Bab II halaman 26
86
“…. Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi
….”80
Keterampilan advokasi terkait negosiasi ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis membantu
keluarga pasien yang telah meninggal. Pekerja sosial medis
membantu agar keluarga pasien tidak terjebak oleh permainan para
oknum yang ada di rumah sakit, sehingga tarif mengurusi jenazah
bisa lebih mahal dari tarif yang ditentukan. Namun dengan adanya
pekerja sosial medis praktek tersebut bisa dicegah dan bisa
meringankan beban pasien.
d. Manajemen diri
Dalam proses advokasi berlangsunng pekerja sosial medis
harus mampu dalam hal manajemen diri, hal ini sudah dijelaskan
sebelumnya oleh Neil Bateman pada poin (d) bahwa manajemen diri
ini ialah mengatur waktu pribadi, mengatur laporan tertulis, kreatif
dalam berpikir dan membuat keputusan serta mengatur tingkat stres
bagi pribadi atau pasien81. Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana
terkait waktu yang disediakan ketika ingin melakukan proses
advokasi, dimana proses advokasi dilakukan ketika ada rujukan dari
dokter atau hal-hal yang berkaitan langsung dengan pekerja sosial
medis itu sendiri. Berikut pemaparan Ibu Ana secara langsung pada
saat di wawancarai:
80 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 81 Pada Bab II halaman 26
87
“Berbicara kapan dapat dikatakan tentatif (belum pasti) ya,
karena advokasi itu sendiri dapat dilakukan ketika ada
rujukan atau konsul dari dokter atau hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pekerja sosial medis itu sendiri.” 82
Keterampilan advokasi terkait manajemen diri ini, peneliti
menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis mampu
mengatur waktunya, baik bagi keluarga atau dengan profesinya di
rumah sakit. PSM selalu mencatat segala aktifitasnya dengan pasien
ke dalam log book, tidak hanya di log book, PSM juga membuat
catatan-catatan penting dan menempelkannya di dinding ruangan ia
bekerja. Setiap satu bulan sekali, laporan kegiatan PSM akan
disetorkan ke pihak administrasi Instalasi Rehabilitasi Medik untuk
dilakukan evaluasi. PSM selalu rendah hati dan menghormati
pasiennya dalam menentukan pilihannya guna mencapai titik terang
dalam permasalahan pasien.
e. Litigasi atau proses peradilan
Dalam keterampilan advokasi pekerja sosial perlu
melakukan tindakan litigasi atau proses peradilan, yang sebelumnya
sudah dijelaskan oleh Neil Bateman pada poin (f) dimana tindakan
litigasi atau proses peradilan ini merupakan upaya dalam
menggambarkan proses advokasi baik dalam berbentuk presentasi,
negosiasi langsung atau dalam surat menyurat83. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibu Ana bahwa adanya proses advokasi dalam
bentuk presentasi dimana Ibu Ana melakukan penjelasan pasien
82 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 83 Pada Bab II halaman 26
88
yang akan di advokasi kepada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis,
negosiasi langsung atau dalam surat menyurat dilakukan terhadap
pasien dalam mengurus administrasi. Berikut pemaparan secara
langsung Ibu Ana pada saat di wawancarai:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”84
Keterampilan advokasi terkait litigasi atau proses peradilan
ini, peneliti menyaksikan saat observasi bahwa pekerja sosial medis
melakukan kegiatan surat-menyurat terhadap staf administrasi BPJS
agar salah satu pasien yang berada di Papua dapat segera
diverifikasi, untuk melakukan penebusan obat.
3. Unsur-unsur Pokok Advokasi
Dalam unsur-unsur pokok advokasi ini peneliti menemukan
bahwa unsur-unsur ini tidak harus dilakukan secara berurutan oleh
pekerja sosial medis, namun proses advokasi akan berhasil dan berjalan
dengan adanya unsur-unsur vital sebagai berikut85:
84 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 85 BAB II halaman 27-30
89
Sumber: Pengantar Advokasi Panduan Latihan
Gambar 4.1
a. Memilih Tujuan Advokasi
Pada poin ini peneliti menemukan bahwa Ibu Ana dalam
melakukan advokasi, yaitu untuk mengubah terjadinya kebijakan
program atau kegiatan layanan dari pasien yang kurang mengetahui
informasi terkait pelayanan yang seharusnya diperoleh. Sehingga
pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi dan
mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama di Rumah Sakit
atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau mendukung sesuatu
atau seseorang. Berikut pemaparan secara langsung pada saat di
wawancara:
“…Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang
akan diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal
tindakan selama di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk
mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang.”
Advokasi
Koalisi
Tujuan
Data
Sasaran Advokas
i Pesa
n
Pelaksan
a
an
Evaluasi
Pengumpul-an Dan
a
90
b. Menggunakan Data dan Penelitian Untuk Advokasi
Ibu Ana, selaku pekerja sosial medis dalam melakukan
identifikasi terhadap pasien merupakan prosedur yang harus dijalani
sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Agar pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui jadwal tindakan selama di Rumah Sakit. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancarai:
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”86
c. Mengidentifikasi Sasaran Advokasi
Ibu Ana menyatakan bahwa dalam melakukan identifikasi
terhadap pasien merupakan prosedur yang harus dijalani sebagai
profesi yang memiliki pengetahuan, nilai dan keterampilan. Agar
supaya pasien dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi
dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan diperoleh sampai
mengetahui jadwal tindakan selama di Rumah Sakit. Berikut
pemaparan secara langsung pada saat di wawancarai:
86 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
91
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat
kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayananan dalam perawatan. Semuanya ini
ada pada status pasien.”87
d. Mengembangkan dan Menyampaikan Pesan Advokasi
Pada poin ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Ibu
Ana terkait tujuan dalam melakukan advokasi yaitu untuk mengubah
terjadinya kebijakan program atau kegiatan layanan dari pasien yang
kurang mengetahui informasi terkait pelayanan yang seharusnya
diperoleh. Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang akan
diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama
di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau
mendukung sesuatu atau seseorang. Berikut pemaparan secara
langsung pada saat di wawancara:
“…Sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi
berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan yang
akan diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal
tindakan selama di Rumah Sakit atau suatu tindakan untuk
mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang.”
e. Membentuk Koalisi
Ibu Ana menyampaikan terkait pihak-pihak yang terlibat
dalam penanganan advokasi terhadap pasien, diantaranya
manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu sendiri, lalu ada kepala ada
87 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
92
Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap,
keluarga dan masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila
pasien sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu pekerja
sosial medis. Dari pemaparan tersebut dijelaskan bahwa dalam
sebuah advokasi dibutuhkannya dukungan beberapa orang agar
terciptanya tujuan dari advokasi itu sendiri. Adanya demokrasi
dalam proses advokasi yang melibatkan sejumlah orang yang
berjumlah besar mampu mewakili kepentingan yang berbeda-beda.
Berikut ini pemaparan secara langsung pada saat di wawancara:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”88
f. Membuat Presentasi yang Persuasif
Pada poin ini peneliti menemukan pihak-pihak yang terlibat
dengan Ibu Ana dalam penanganan advokasi terhadap pasien,
diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu sendiri, lalu
ada kepala ada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi
Rawat Inap, keluarga dan masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat
apabila pasien sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien
bekerja dan tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini
88 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
93
yaitu pekerja sosial medis. Dari pemaparan tersebut dijelaskan
bahwa dalam sebuah advokasi dibutuhkannya dukungan beberapa
orang agar terciptanya tujuan dari advokasi itu sendiri. Adanya
demokrasi dalam proses advokasi yang melibatkan sejumlah orang
yang berjumlah besar mampu mewakili kepentingan yang berbeda-
beda. Berikut ini pemaparan secara langsung pada saat di
wawancara:
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait
BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat apabila pasien
sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan
tentunya yang terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu
pekerja sosial medis.”89
g. Mengumpulkan Dana Untuk Advokasi
Mengumpulkan dana untuk advokasi dimana sebagian besar
kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan sumber dana. Usaha
untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang
panjang berarti menyediakan waktu dan energi dalam
mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk mendukung
tugas advokasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Ana pada saat
di wawancarai :
“.... meninjau kembali asesmen yang telah dilakukan apakah
kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan membutuhkan dana
sosial, perencanaan dan pelaksanaan; memberikan dana
sosial yang telah disiapkan dari pihak rumah sakit,
terminasi; bisa membantu pasien dalam pengurusan
admisnistrasi atau pasien meninggal dan membantu dalam
89 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
94
proses pengurusan jenazah, dan follow up maksudnya
menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia keluar dari
Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan Ibu Ana atau
tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”90
h. Mengevaluasi Usaha Advokasi
Mengevaluasi usaha advokasi dimana untuk menjadi
pelaksana advokasi yang efektif, diperlukan umpan balik dan
evaluasi secara terus-menerus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu
Ana pada saat di wawancarai :
“.... monitoring dan evaluasi; meninjau kembali asesmen
yang telah dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi
atau bahkan membutuhkan dana sosial, perencanaan dan
pelaksanaan; memberikan dana sosial yang telah disiapkan
dari pihak rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien
dalam pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”91
Memang jelas bahwa adanya proses secara terstruktur yang
dilakukan pekerja sosial medis itu sendiri dalam mengadvokasi
pasien. Menurut pasien Tn. TA yang mengalami secara langsung
proses tersebut mengungkapkan bahwa Ibu Ana memberikan
dukungan secara langsung dan membantu dalam membangun
koneksi dengan keluarganya. Ibu Ana juga menjadikan pasien lain
yang sebelumnya pernah ditangani beliau sebagai contoh
pembelajaran bagi Tn. TA agar Tn. TA lebih bersyukur lagi dengan
kondisinya saat ini. Tn. H juga menambahkan bahwa Ibu Ana juga
90Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 91Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
95
berperan dalam mendampingi pasien, seperti membantu dalam
proses administrasi, upaya mendapatkan kamar rawat inap dan
membantu menghubungi keluarga serta rekan kerja Tn. H. Berikut
disampaikan Tn. TA dan Tn. H pada saat wawancara langsung:
“Bu Ana memberikan dukungan kepada saya secara
maksimal. Ya maksudnya meskipun ada momen dimana saya
belum ingin cerita tapi Bu Ana tetap memberi saya support
dan membuat saya berfikir bahwa orang yang tidak diposisi
saya saja mau mendukung saya masa saya sendiri tidak ingin
berusaha untuk membahagiakan orang-orang disekeliling
saya. Bu Ana juga memberi dukungan dengan cara
membantu membangun koneksi dengan keluarga saya yang
awalnya mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya
semakin semangat lagi. Lalu Bu Ana pernah juga
menceritakan pengalamannya memiliki pasien yang
kondisinya jauh lebih sulit daripada saya tapi memiliki
semangat yang luar biasa sehingga membuat saya merasa
perlu untuk lebih bersyukur dan bersyukur lagi dengan
keadaan saya saat ini.”92
“Bu Ana dari saya pertama masuk, dia selalu dampingi saya
loh, dari bantu proses BPJS saya, dapetin kamar rawat inap
bahkan jika saya sudah diperbolehkan pulang kekampung
beliau gak sungkan buat bantu saya nanti. dalam membantu
menangani masalah dan penyakit saya, dia seperti bisa
melihat dari berbagai sisi dari masalah saya yang saya
hadapi, disaat keluarga saya sulit dihubungi, dia justru
menghubungi rekan-rekan saya di tempat kerja untuk bisa
membantu dalam permasalahan adminstrasi yang harus
dilengkapi di rumah sakit.”93
Ibu Ana juga menjelaskan kembali secara lebih rinci melalui
tujuh poin diantaranya menjalin sebuah relasi, rencana intervensi,
implementasi rencana, pengawasan dan evaluasi, terminasi dan poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti. Hal ini serupa
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Karen Kay Krist Ashman
92 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 93 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
96
dan Grafton H. Hull, Jr.94 bahwa model intervensi generalis adalah
model praktik yang mengambarkan langkah demi langkah tentang
bagaimana melakukan proses perubahan yang direncanakan yang
umumnya dikhususkan dalam mengatasi masalah.
Pekerja sosial perlu untuk mengadvokasi dan berjuang
untuk perubahan dalam suatu kebijakan publik yang
mendiskriminasi orang-orang yang tidak mampu mengemukakan
pendapat dan tidak mampu mengikuti kebijakan rumit untuk
menerima manfaat. Terlepas dari apa masalah yang dibahas, upaya
perubahan rencana mengikuti tindakan yang sama. model intervensi
generalis inti memiliki tujuh langkah proses perubahan terencana
yang menekankan azas ukuran yang assesment kekuatan pasien.
Dari pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait tujuh poin yang merupakan standar awal dalam pelayanan
advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau menjalin relasi,
asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap pasien, rencana
intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis dengan pasien
dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh pasien itu sendiri,
implementasi rencana atau memilih dan melakukan langkah yang
telah diambil oleh pasien, pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum, terminasi atau pemutusan
94 BAB II halaman 30-31
97
hubungan dengan pasien yang dianggap sudah mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak menutup
kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan dari
pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa dilakukan
sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi dianggap
terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia dan sudah
dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya, poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.”95
95Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
98
4. Jenis-jenis Advokasi
Jenis-jenis advokasi yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
dalam mengadvokasi pasien dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Advokasi Kasus
Dalam proses advokasi terdapat pula adanya jenis advokasi
yang mendukung proses terjadinya advokasi itu sendiri, yang
dipaparkan oleh Sheafron yaitu advokasi kasus merupakan kegiatan
yang dilakukan seorang Pekerja Sosial untuk membantu pasien agar
mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang lembaga,
dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap pasien dan pasien
sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik96.
Dari pemaparan diatas sama halnya yang dijelaskan oleh Ibu
Ana dalam melakukan proses advokasi yaitu metode pertama case
work atau suatu metode dimana pekerja sosial membantu pasien
dalam mengkaji masalahnya secara pribadi serta membantu pasien
dalam penyesuaiannya terhadap lingkungan. Peneliti juga
menemukan praktek advokasi dalam membantu pasien yang sulit
dalam menemukan keluarganya, dengan cara menghubungi pihak
terkait seperti teman satu kamar pasien yang ternyata memiliki
saudara yang berprofesi sebagai polisi yang bertugas di kampung
halaman pasien, sehingga proses pelacakan bisa selesai. Hal ini
96 BAB II halaman 31 – 32
99
serupa dengan pernyataan Ibu Ana pada saat wawancara sebagai
berikut:
“… case work merupakan suatu metode untuk membantu
individu-individu dalam mencapai penyesuaian satu sama
lain dan penyesuaian individu dengan lingkungan, dalam
case work ini kalau diambil secara garis besar
komponennya, itu ada individu, masalah, lembaga,
proses…”97
Hal ini juga diperkuat dari pernyataan pasien Tn. H dan Tn.
TA yang merasakan secara nyata metode tersebut di aplikasikan
kepada mereka. Dari metode case work Tn. TA pribadi berpendapat
bahwa Ibu Ana menyadarkannya untuk tetap semangat dan meyakini
akan ujian yang diberikan Tuhan kepada hambanya bahwa Tuhan
tidak akan memberikan ujian kepada hambanya apabila ia tidak
mampu. Berikut disampaikan Tn. TA pada saat wawancara
langsung:
“Awalnya sih saya emang putus asa dengan keadaan saya
saat ini, tapi Ibu Ana membantu saya untuk lepas
mencurahkan isi hati berupa keluhan atau semacamnya. Ibu
Ana juga membantu saya untuk tetap semangat dan yakin
bahwa Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada
hambanya apabila ia tidak mampu. Jadi ya sebenarnya saya
mampu melewati ini semua meskipun rasanya begitu susah.
Ibu Ana juga menyadarkan saya tentang hal ini bukan satu
kali atau dua kali saja melainkan beberapa kali bahkan
ketika saya dalam posisi terpuruk.”98
b. Advokasi Kelas
Adapun jenis advokasi lain yang mendukung proses
terjadinya advokasi itu sendiri, yang dipaparkan oleh Epstein yaitu
97 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 98 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
100
advokasi kelas merupakan sebuah aksi atau intervensi untuk
mempromosikan dalam mengubah kebijakan-kebijakan dan praktek
yang mempengaruhi semua orang dalam beberapa kelompok atau
kelas yang memiliki kecenderungan masalah atau status yang
sama99.
Dari pemaparan diatas sama halnya yang dijelaskan oleh Ibu
Ana dalam melakukan proses advokasi yaitu pada metode kedua
group work atau dimana pekerja sosial medis mendampingi pasien
dengan menggunakan pengalaman komunitas dan lingkungan
keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan masalahnya, dan
metode ketiga lingkungan atau masyarakat (CO-CD). Peneliti juga
menemukan hal serupa pada saat observasi berlangsung bahwa
adanya advokasi kelas dalam proses advokasi terhadap pasien,
peneliti menyaksikan kegiatan PSM dalam mengadvokasi pasien di
ruang lingkup rumah sakit yang semua pasiennya mengidap penyakit
kanker. Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana pada saat
wawancara sebagai berikut:
“…group work yang dimana metode ini merupakan
pendampingan sosial menggunakan pengalaman komunitas,
lingkungan keluarga sebagai sarana utama untuk membantu
meningkatkan kemampuan individu dalam memecahkan
masalahnya. Dan ketiga ini ada lingkungan atau masyarakat
(CO-CD) atau selain dengan tiga metode tersebut ada tiga
metode alternatif contohnya pekerja sosial dengan individu
bertujuan untuk membantu pasien dalam pemenuhan
kebutuhan serta dalam menghadapi dan memecahkan
99 BAB II halaman 32-33
101
masalahnya, lalu ada juga intervensi krisis dan konseling
sebagai pendukung dari metode ketiga ini.”100
Dari metode group work ini diperkuat juga oleh pasien Tn.
H yang berpendapat bahwa ia mendapat banyak pelajaran setelah
bertemu dengan Ibu Ana bahwa dari kegiatan rutin yang dilakukan
olehnya merupakan kegiatan yang tidak sehat karena padatnya
pekerjaan di lingkungan pabrik dan dengan jarak yang jauh pula ia
bisa melupakan kebutuhan pokok untuk dirinya sendiri yaitu
kebutuhan akan nutrisi. Dalam hal ini Ibu Ana membuat ia sadar
akan kondisinya sendiri, bahkan Ibu Ana juga menyarankan untuk
menghadirkan pihak keluarga pada saat penyadaran berlangsung.
Ibu Ana juga pernah menceritakan pengalamannya memiliki pasien
yang kondisinya jauh lebih sulit daripada Tn. H tapi memiliki
semangat yang luar biasa sehingga membuat saya merasa perlu
untuk lebih bersyukur dan bersyukur lagi dengan keadaannya saat
ini. Berikut disampaikan Tn. H pada saat wawancara langsung:
“Ibu Ana memberikan saya banyak pelajaran (edukasi), saya
senang dengan beliau, soalnya suka bikin saya sadar kalo
kegiatan saya sebenernya gak sehat, bayangin aja saya
tinggal di lingkungan pabrik dan bekerja dengan jarak yang
jauh seterusnya sampai saya lupa dengan makan saya, ya
memang dibalik itu saya berusaha buat anak dan istri juga.
Tapi setelah dapat arahan dari Ibu Ana, buat apa nyari duit
kalo fisiknya malah sakit, yang ada keluarga saya juga
ikutan sakit, terutama dompet deh juga ikutan sakit hahaha...
Ibu Ana sering ngasih saya saran agar mengajak keluarga
saya, pas sedang ada penyadaran masalah, jadinya gak
Cuma saya aja yang tau soal penyakit saya tapi istri saya
dan anak-anak saya pun juga tau.” 101
100 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016 101 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
102
5. Dinamika Proses Advokasi
Dinamika proses advokasi yang dimaksud disini merupakan
tahapan dalam mengadvokasi pasien yang dilakukan oleh pekerja sosial
medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah
Tahap ini mengacu pada penetapan agenda. Pekerja sosial
sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju
dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar
diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan102.
Dari penjelasan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait identifikasi terhadap pasien pada saat proses advokasi
berlangsung. Pekerja sosial medis melakukan identifikasi terhadapat
pasien dengan memperhatikan pengetahuan, nilai dan keterampilan.
Lalu memberikan pelayanan terhadap pasien terkait pada identifikasi
dimana terdapat kerahasiaan, menghormati hak pasien dan
meningkatkan pelayanan dalam perawatan. Berikut pemaparan
secara langsung Ibu Ana pada saat diwawancarai :
“berbicara bagaimana pekerja sosial medis melakukan
identifikasi terhadap pasien yaitu tentang prosedur yang
melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai
dan keterampilan, lalu memberikan pelayananan terhadap
pasien terkait pada identifikasi dimana terdapat kerahasiaan,
dan menghormati hak pasien dan meningkatkan pelayananan
dalam perawatan. Semuanya ini ada pada status pasien.”103
102 Pada BAB II halaman 33 103 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 23 November 2016
103
b. Merumuskan solusi
Merumuskan solusi dimana pekerja sosial berperan sebagai
advokat yang harus merumuskan solusi mengenai masalah yang
telah di identifikasi dan memiliki salah satu yang paling fleksibel
ditangani secara politis, ekonomis dan sosial104.
Ibu Ana juga menjelaskan kembali secara lebih rinci melalui
tujuh poin diantaranya menjalin sebuah relasi, rencana intervensi,
implementasi rencana, pengawasan dan evaluasi, terminasi dan poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti. Hal ini serupa
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Karen Kay Krist Ashman
dan Grafton H. Hull, Jr.105 bahwa model intervensi generalis adalah
model praktik yang mengambarkan langkah demi langkah tentang
bagaimana melakukan proses perubahan yang direncanakan yang
umumnya dikhususkan dalam mengatasi masalah. Pekerja sosial
perlu untuk mengadvokasi dan berjuang untuk perubahan dalam
suatu kebijakan publik yang mendiskriminasi orang-orang yang
tidak mampu mengemukakan pendapat dan tidak mampu mengikuti
kebijakan rumit untuk menerima manfaat. Terlepas dari apa masalah
yang dibahas, upaya perubahan rencana mengikuti tindakan yang
sama. model intervensi generalis inti memiliki tujuh langkah proses
perubahan terencana yang menekankan azas ukuran yang assesment
kekuatan pasien.
104 BAB II halaman 34
105 BAB II halaman 30
104
Dari pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan Ibu Ana
terkait tujuh poin yang merupakan standar awal dalam pelayanan
advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau menjalin relasi,
asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap pasien, rencana
intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis dengan pasien
dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh pasien itu sendiri,
implementasi rencana atau memilih dan melakukan langkah yang
telah diambil oleh pasien, pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum, terminasi atau pemutusan
hubungan dengan pasien yang dianggap sudah mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak menutup
kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan dari
pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa dilakukan
sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi dianggap
terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia dan sudah
dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya, poin
ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
105
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi”.106
c. Melaksanakan kebijakan
Melaksanakan kebijakan dimana pekerja sosial membantu
dalam memberikan solusi107. Dari pernyataan sesuai dengan
pernyataan Ibu Ana terkait tujuh poin yang merupakan standar awal
dalam pelayanan advokasi itu sendiri diantaranya engagement atau
menjalin relasi, asesmen atau adanya pengkajian masalah terhadap
pasien, rencana intervensi atau keterlibatan pekerja sosial medis
dengan pasien dalam menyusun langkah yang akan diambil oleh
pasien itu sendiri, implementasi rencana atau memilih dan
melakukan langkah yang telah diambil oleh pasien, pengawasan dan
evaluasi atau meninjau kembali asesmen yang telah dilakukan
apakah sudah sesuai yang dibutuhkan oleh pasien atau belum,
106Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 107 BAB II halaman 34
106
terminasi atau pemutusan hubungan dengan pasien yang dianggap
sudah mampu menyelesaikan masalahnya sendiri namun tidak
menutup kemungkinan apabila pasien masih membutuhkan bantuan
dari pekerja sosial medis hal tersebut tidak dibatasi dan bisa
dilakukan sesuai dengan perjanjian yang akan dilakukan. Terminasi
dianggap terjadi apabila pasien yang bersangkutan meninggal dunia
dan sudah dikategorikan “bersih” dari penyakit kanker. Selanjutnya,
poin ketujuh adalah follow up atau menindak lanjuti hal-hal terkait
dengan pelayanan bagi pasien, hal ini bersifat tentatif karena
bergantung pada persetujuan antara pekerja sosial medis dan pasien.
Dari tujuh poin yang disebutkan diatas merupakan pernyataan dari
Ibu Ana pada saat di wawancara sebagai berikut:
“Standar awal dalam pelayanan advokasi ada tujuh poin
yang tidak jauh dari yang biasa dilakukan hikmah, yang pasti
sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu menjalin relasi
dengan pasien, asesmen; dari bantu proses BPJS sampai
dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu
pasien ada yang datang sendiri tanpa keluarga maka kita
bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau
menemukan kontak salah satu keluarganya PSM akan
menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring
dan evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah
dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi atau bahkan
membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak
rumah sakit, terminasi; bisa membantu pasien dalam
pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan
membantu dalam proses pengurusan jenazah, dan follow up
maksudnya menindak lanjuti kebutuhan pasien setelah dia
keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan
Ibu Ana atau tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi”.108
108Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
107
d. Evaluasi
Evaluasi dimana pekerja sosial menilai kembali efektifitas
advokasi yang telah dilakukan109. Ibu Ana juga menjelaskan hal
serupa terkait standar awal yang dilakukan dalam proses advokasi
dimana adanya proses pengawasan dan evaluasi atau meninjau
kembali asesmen yang telah dilakukan apakah sudah sesuai yang
dibutuhkan oleh pasien atau belum.
“....monitoring dan evaluasi; meninjau kembali asesmen
yang telah dilakukan apakah kebutuhan pasien terpenuhi
atau bahkan membutuhkan dana sosial….”110
B. Pendukung dan Kendala Dalam Proses Advokasi
1. Pendukung
Dalam proses advokasi ini tidak akan berhasil apabila tidak
disertai oleh beberapa aspek pendukung. Adapun pihak-pihak yang
terlibat di dalam proses advokasi ini yaitu adanya keterlibatan
manajemen Rumah Sakit terkait BPJS, lalu ada pula Kepala Instalasi
Rehabilitasi Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan
masyarakat, bahkan perusahaan pun juga ikut terlibat dalam proses
advokasi ini apabila pasien sebelum sakit merupakan pegawai aktif di
perusahaan tersebut dan tentunya yang terlibat dalam penanganan
109 BAB II halaman 34 110Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016
108
advokasi ini yaitu pekerja sosial medis itu sendiri. Berikut pemaparan
yang disampaikan oleh Ibu Ana pada saat di wawancarai :
“Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup
banyak ya, diantaranya manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu
sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medis, Kepala
Instalasi Rawat Inap, keluarga dan masyarakat, perusahaan juga
ikut terlibat apabila pasien sebelum sakit aktif di perusahaan
tempat pasien bekerja dan tentunya yang terlibat dalam
penanganan advokasi ini yaitu pekerja sosial medis.”111
Pasien Tn. TA merasakan dukungan yang diberikan oleh Ibu Ana
sebagai pekerja sosial medis, bahwa Ibu Ana memberikan dukungan
dan penyadaran jika seseorang yang tidak mengidap penyakit kanker
saja mau untuk mendukung si pasien, apalagi ia yang mengalami secara
langsung hal ini, maka harus pula memiliki semangat yang luar biasa.
Tn. H juga merasakan bahwa Ibu Ana memberikan dukungan dalam
menjalani kemoterapi dan Ibu Ana juga berusaha membangun kembali
koneksi dengan keluarga Tn.H secara lebih baik. Berikut pemaparan
secara langsung pada saat di wawancara:
“.... Ibu Ana tetap memberi saya support dan membuat saya
berfikir bahwa orang yang tidak diposisi saya saja mau
mendukung saya, masa saya sendiri tidak ingin berusaha untuk
membahagiakan orang-orang disekeliling saya....” 112
“dukungan yang Ibu Ana berikan dia selalu menyemangati saya
saat ingin menjalani kemoterapi, bahkan beliau tidak sungkan
untuk menghubungi keluarga saya untuk datang ke rumah sakit
menemani saya ya seperti yang saya bilang dia suka ngerangkul
pasien dan memberikan dorongan semangat.”113
Ibu Ana juga mengatakan bahwa pekerja sosial medis berperan
untuk dan pekerja sosial medis membantu pasien dalam
111 Wawancara Pribadi dengan Ibu Roliana Harianja, Jakarta, 30 November 2016 112 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 113 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
109
mempertahankan suatu prinsip apabila pasien tidak bersedia untuk di
operasi. Dengan alasan keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang
dengan kepentingan keluarga atau alasan khusus seperti rasa takut akan
terjadi hal yang lebih buruk terjadi setelah operasi. Berikut pemaparan
secara langsung pada saat di wawancara:
“..... Pekerja sosial medis juga membantu pasien dalam hal
mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi. Hal ini
sering terjadi karena keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang
terkait dengan kepentingan keluarga atau alasan khusus seperti
rasa takut lebih buruk terjadi setelah operasi.” 114
Dari pernyataan diatas sudah dijelaskan bagaimana proses
advokasi itu berlangsung, dilihat dari prinsip advokasi poin (a)
dirasakan pula oleh pasien Tn. TA dimana Ibu Ana membantu untuk
membangun koneksi dengan keluarga yang awalnya kurang baik. Tn.
H menambahkan bahwa Ibu Ana juga Ibu Ana membantunya dalam
memberikan semangat dan dukungan aktif secara langsung mulai dari
membantu administrasi dengan BPJS sampai mendapatkan kamar
rawat inap. Berikut disampaikan Tn. TA dan Tn. H pada saat
wawancara langsung:
“…. Ibu Ana juga memberi dukungan dengan cara membantu
membangun koneksi dengan keluarga saya yang awalnya
mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya semakin
semangat lagi….”115
“… beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya, malahan
saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe. Dari proses
bantuin BPJS saya sampai akhirnya dapat kamar Ibu Ana
bantuin saya.” 116
114 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ana, Jakarta, 14 November 2016 115 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016 116 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
110
Hal ini serupa dengan pernyataan Ibu Ana terkait dengan proses
pekerja sosial medis yang diterapkan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
yang dimana pekerja sosial medis berperan dalam membantu pasien dan
keluarga untuk mendapatkan haknya saat berada di Rumah Sakit,
membantu pasien dalam menerima sumber dan pelayanan untuk
memberikan dukungan secara langsung terhadap suatu perubahan,
berikut pemaparan Ibu Ana ketika di wawancara:
“Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam menangani
pasien itu yang pasti adalah membantu pasien dan keluarga
dalam mendapatkan hak-haknya selama perawatan di Rumah
Sakit, lalu perkerja sosial medis juga membantu pasien dalam
menerima sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan untuk
memberikan dukungan aktif atau dukungan secara langsung
terhadap suatu perubahan.....”117
2. Kendala
Adapun kendala atau hambatan yang terjadi pada saat proses
advokasi ini berlangsung yaitu terbatasnya sumber daya manusia terkait
profesi pekerja sosial medis itu sendiri maksudnya jumlah pasien rawat
inap dan rawat jalan tidak sebanding dengan jumlah pekerja sosial
medis yang ada di Rumah Sakit yang bersangkutan. Serta sulitnya
dalam berkomunikasi karena keterbatasan bahasa apabila pasien
tersebut dari daerah, sehingga pekerja sosial medis harus menghubungi
pemda daerah yang bertempat di Jakarta untuk menjembatani
komunikasi pekerja sosial medis dengan pasien. Hal ini di sampaikan
langsung oleh Ibu Ana saat di wawancarai :
117 Ibid,.
111
“Ehm untuk hambatan sih ya biasanya karena keterbatasan
sumber daya manusia terkait profesi pekerja sosial medis dalam
pelayanan dengan jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan,
lalu umumnya juga pasien dari daerah keterbatasan pekerja
sosial dalam mengerti bahasa sehingga pekerja sosial harus
menghubungi pemda daerah yang di Jakarta untuk menjembatani
pekerja sosial dan pasien.”118
Kendala lain dialami langsung oleh pasien Tn. H dimana
sebelumnya Tn. H merasa putus asa dengan kondisinya pada saat itu,
sehingga membuatnya berfikir bahwa menyerah menjadi solusi terkahir
untuknya. Begitupula yang dialami oleh Tn. TA dimana rasa putus asa
itu selalu datang menyelimutinya. Berikut pemaparan Tn. H dan Tn. TA
secara langsung pada saat di wawancarai:
“ Saya merasa putus asa dengan kondisi saya, sehingga membuat
saya berfikir bahwa sebaiknya saya menyerah saja dengan
kondisi seperti ini.”119
“.... Jujur saya merasa putus asa, namun di satu sisi saya
mempunyai keyakinan bahwa saya masih bisa kembali normal
(sembuh). Karena itu saya jadi terus berusaha berobat dan
mencari tau segala sebab-sebabnya.”120
Terkadang sikap pasien yang selalu merasa dirinya lemah juga
menjadi kendala dalam proses advokasi dimana Tn. TA menganggap
118 Wawancara Pribadi dengan Ibu Roliana Harianja, Jakarta, 30 November 2016 119 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016 120 Wawancara Pribadi dengan Tn. TA, Jakarta, 28 November 2016
112
dirinya tidak layak akibat penyakit yang dideritanya, sedangkan Tn.H
menganggap dirinya sangat bawel.
“.... bahkan dengan kondisi saya yang tidak layak ini....” 121
“.... beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya, malahan
saya yang bawel gini masih aja dilayanin hehehe...”122
121 Ibid,. 122 Wawancara Pribadi dengan Tn. H, Jakarta, 25 November 2016
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, penulis
menyimpulkan bahwa peran pekerja sosial medis merupakan suatu bentuk
pelayanan dalam mendampingi pasien untuk mendapatkan hak-haknya, hal
ini dilihat dari proses pendampingan yang diberikan oleh Ibu Ana selaku
pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Advokasi
disini merupakan pendampingan yang bertujuan membantu memecahkan
masalah, dimana dalam hal ini pekerja sosial medis dituntut untuk siap
menerima keluhan dan kemungkinan hambatan yang dihadapi pasien dan
keluarga serta membantu mencari alternatif atas masalah tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan temuan yang didapat dari masing-masing
indikator advokasi pekerja sosial medis sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip advokasi, dimana pekerja sosial medis harus siap
menerima keluhan serta hambatan yang akan terjadi, pekerja sosial
juga harus mampu dalam memberikan edukasi dan informasi
mengenai pelayanan atau tindakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta. Pekerja sosial medis juga perlu memberikan bantuan
terhadap pasien dalam menerima hak-haknya serta memberikan
dukungan aktif. Pekerja sosial medis dituntut pula dalam menjaga
kerahasiaan pasien agar supaya pasien tetap merasa nyaman apabila
harus bercerita hal-hal yang lebih pribadi. Dalam
114
proses advokasi pekerja sosial medis perlu melakukan adanya
monitoring serta evaluasi terhadap pasien terkait advokasi yang telah
dilakukan sebelumnya.
2. Keterampilan, dalam melakukan advokasi pekerja sosial medis harus
memiliki ketrampilan seperti halnya pekerja sosial harus mampu
dalam mewawancarai pasien terkait apa yang ia alami, pekerja sosial
juga diminta untuk bersikap tegas dalam menangani suatu masalah.
Dalam proses advokasi juga diperlukan adanya negosiasi atau
diskusi antara pasien dan pekerja sosial medis itu sendiri terkait hal-
hal yang perlu diketahui oleh pasien. Pekerja sosial juga harus
mampu untuk memanajemen dirinya dengan baik dan benar,
sehingga bisa mengatur waktu atau kepentingan antara keperluan
pribadi dengan keperluan pekerjaan sebagai pekerja sosial medis.
Pekerja sosial perlu melakukan litigasi atau proses peradilan kepada
Instalasi Rehabilitasi Medis yaitu untuk mendiskusikan tindakan
advokasi.
3. Unsur-unsur advokasi, dalam proses advokasi pekerja sosial medis
perlu menetukan tujuan advokasi agar terbentuknya kebijakan
program atau kegiatan pelayanan bagi pasien,pekerja sosial medis
menggunakan status pasien dalam mengidentifikasi pasien. Pekerja
sosial juga perlu mengembangkan dan menyampaikan pesan agar
pasien terinformasi dengan baik. Dalam proses advokasi
diperlukannya koalisi atau keterlibatan dengan beberapa unsur staf
seperti kepada Instalasi Rehabilitasi Medis, Instalasi Rawat Inap dan
115
keluarga. Selain adanya keterlibatan dari berbagai pihak, pekerja
sosial medis juga mampu mempengaruhi pihak terkait agar
tercipatanya proses advokasi yang seimbang. Dalam proses advokasi
pekerja sosial menggunakan dana sosial untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Pekerja sosial juga perlu melakuakn evaluasi advokasi untuk
menentukan efektif atau tidaknya advokasi yang telah dilaksanakan.
4. Jenis-jenis advokasi, adapun jenis-jenis advokasi yang dilakukan
pekerja sosial medis di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
diantaranya metode case work yang digunakan pekerja sosial medis
dalam mengadvokasi pasien, termasuk kedalam salah satu jenis
advokasi yaitu advokasi kasus, dimana pekerja sosial medis
membantu pasien dalam mengkaji suatu permasalahan yang
dihadapi pasien. Metode lainnya yang digunakan adalah metode
group work yang digunakan pekerja sosial medis dalam
mengadvokasi pasien termasuk kedalam salah satu jenis advokasi
yaitu advokasi kelas, dimana pekerja sosial medis mendampingi
pasien dengan menggunakan pengalaman komunitas dan lingkungan
keluarga sebagai sarana utama dalam memecahkan masalah bagi
pasien.
5. Dinamika proses advokasi, dalam proses advokasi adapula dinamika
proses advokasi dimana dalam hal ini pekerja sosial medis
mengidentifikasi masalah dengan melibatkan status pasien untuk
mengambil langkah tindakan kebijakan. Pekerja sosial medis
berperan untuk merumuskan solusi dalam mengintervensi
116
permasalahan pasien. Pekerja sosial medis juga berperan dalam
melaksanakan kebijakan, baik itu dari pihak pasien yang
menentukan atau dari pihak rumah sakit. Dalam dinamika proses
advokasi ini pekerja sosial medis juga mengevaluasi hasil dari
advokasi yang sudah dilaksanakan.
B. Saran
Merujuk pada kesimpulan diatas, maka penulis mencoba
memberikan dan mengemukakan masukan atau rekomendasi yang kiranya
dapat menjadi bahan pertimbangan kedepannya, sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Berdirinya Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, diharapkan
mampu menambah sumber daya manusia terkait profesi pekerja
sosial profesional di bidang medis, sehingga unit Instalasi
Rehabilitasi Medis dimana unit ini adalah tempat pekerja sosial
medis bernaung, dapat berperan penuh dalam proses penyembuhan
baik dari segi fisik, psiko, sosial serta ekonomi pasien. Serta
melakukan kerjasama terhadap universitas-universitas yang
memiliki program studi kesejahteraan sosial, sehingga ilmu pekerja
sosial akan terus berkembang dan lebih dikenal oleh masyarakat.
2. Bagi Program Studi Kesejahteraan Sosial
Diharapkan program studi kesejahteraan sosial lebih meningkatkan
pengenalan pada awal semester terkait penempatan profesi pekerja
sosial dalam segala bidang, baik itu di latar panti sosial, rumah sakit
atau di bidang industri.
117
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti menyadari akan keterbatasan dalam pembuatan penelitian
ini, maka peneliti mengharapkan adanya penelitian selanjutnya dari
pihak lain dan hasil penelitian ini dapat digunakan juga sebagai
tambahan informasi dalam melakukan penelitian dengan tema yang
berbeda, contohnya mengenai Advokasi Pekerja Sosial Medis
Terhadap Pasien Rawat Jalan dan Peran Pekerja Sosial Dalam Proses
Penerimaan Pasien Terhadap Penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aminto, Wiku. Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2010) Cet
ke-3
Bateman, Neil. Advocacy Skills: A Handbook for Human Service Professionals,
(England: Ashgate Publishing Limited)
Bracht, Neil. F. 1978. Social Work In Health Care: A Guide to Professional
Practice. New York: The Haworth Press
Diananda, Rama. Mengenal Seluk-Beluk Kanker, (Jakarta: Katahati,2009), Cet.3
Ezell, Mark. Advocacy In The Human Services, Toronto, Canada : Nelson Thomson
Learning, 2001
Jong, Wim de. Kanker, Apakah itu?, terj. dari Kanker, Wat Heet?! Medische
Informatie Over de Ziekte(n), de Behandeting en de Prognose oleh Astoeti
Suharto Heerdjan, (Jakarta: Arcan, 2005)
Kay, Karen Krisht – Ashman dan Grafton H. Hull. Jr, Understanding Generalist
Practice, (Chicago: Nelson-Hall, 1999, 2nd ed)
Miller, Valerie dan Jane Covey. Pedoman Advokasi: Kerangka Kerja Untuk
Perencanaan, Bertindak dan Refleksi, terj. dari Advocacy Sourcebook:
Framework for Planning, Action, and Reflection oleh Hermoyo, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005), Edisi 1
Moleong, Lexy J. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosadakarya, 2007. Edisi Revisi. Cet ke-24
Nuryana, Mu’man. 2000. Pekerjaan Sosial Medik di Rumah Sakit. Bandung: STKS
Press
Payne, Malcolm. Teori Pekerjaan Sosial Modern, terj. dari Modern Social Work
Theory 4th Edition oleh Susiladiharti, MSW., dan Admiral Nelson, Ph.D.,
(Jakarta: BPSW dan Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru 2016) Edisi 1
Sharma, Ritu R. Pengantar Advokasi Panduan Latihan, terj. dari An Introduction
to Advocacy Training Guide oleh Tim Yayasan Obor Indonesia, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, IKAPI DKI dan Yayasan Tifa, 2004), Edisi 1
Skidmore, Thackeray, dan Farley. 1994. Introduction to Social Work. UK: Prentice
Hall
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2013. Cet ke-19, h. 8
Suharto, Edi. Pekerja Sosial di Dunia Industri Memperkuat Coorporate Social
Responsibility, ( Bandung: Alfabeta, 2009), cet ke-2
Suharto, Edi. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta,
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, 2004)
Website:
Anonim, Kondisi Psikologis Penderita Kanker, diakses
http://www.purtierplacenta.com/kondisi-psikologis-penderita-kanker/ pada
10 Oktober 2017
Desideria, Benedikta, Tak Cuma Medis Pasien Kanker Butuh Dukungan Sosial Dan
Emosional, diakses http://health.liputan6.com/read/2126636/tak-cuma-
medis-pasien-kanker-butuh-dukungan-sosial-dan-emosional pada 10
Oktober 2017
IPSPI, Kode Etik Profesi Pekerja Sosial Indonesia, diakses www.ipspi.org pada 30
Maret 2017
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Tarif Pelayanan, diakses
http://dharmais.co.id/tarif-pelayanan/ pada tanggal 3 Oktober 2017
Yayasan Kanker Indonesia, Apakah Kanker itu?, diakses
http://yayasankankerindonesia.org/tentang-kanker/ pada tanggal 8 November
2016
BIODATA
PEKERJA SOSIAL MEDIS
1. Nama : Rolianna Harianja, S. Sos., M. Si.
2. NIP : 19730210199303200
3. Tempat, Tanggal Lahir : 2 Oktober 1973
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Kristen
6. Jabatan : Pelaksana Pekerja Sosial Ahli
7. Alamat : Permata Regency Depok
8. Telepon : 0812-9818-7640
9. Pendidikan : - SD PSKD
- SMP PSKD
- SMPS
- S1 Widuri Kessos
- S2 Yapan Public Relation
10. Tahun Masuk di Rumah Sakit : 30 Maret 1993
Kanker Dharmais Jakarta
Pedoman Wawancara Pekerja Sosial Medis
Nama : Roliana Harianja, S.Sos, M.Si.
Jabatan: Pekerja Sosial Ahli di Rumah Sakit Kanker Dharmais
1. Menurut anda, apakah yang dimaksud dengan advokasi dalam ruang lingkup profesi
pekerja sosial medis?
2. Bagaimana advokasi yang dilakukan Pekerja Sosial medis dalam menangani pasien?
3. Siapa saja yang terlibat dalam penanganan advokasi?
4. Metode apa yang digunakan dalam proses advokasi?
5. Apa saja standar awal dalam pelayanan advokasi?
6. Bagaimana pekerja sosial medis dalam melakukan identfikasi terhadap pasien?
7. Apa tujuan dari advokasi?
8. Kapan pekerja sosial medis melakukan advokasi terhadap pasien?
9. Ketika proses advokasi apa saja yang ditanyakan terhadap pasien? dan apakah pekerja
sosial medis memberikan nasihat-nasihat tertentu terhadap pasien?
10. Apa yang dilakukan pekerja sosial medis dalam pemantauan pasien setelah proses
advokasi?
11. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi pekerja sosial medis dalam mengadvokasi
pasien?
Pedoman Wawancara Pasien
1. Ketika bapak/ibu tahu bahwa kondisi fisik yang sekarang ini sudah tidak dapat
berfungsi secara normal apa yang bapak/ibu rasakan?
2. Apakah hal tersebut penah ditanyakan oleh PSM?
3. Sejauh mana PSM memberikan penyadaran terhadap permasalahan yang sedang
bapak/ibu hadapi?
4. Bagaimana proses perkenalan PSM terhadap bapak/ibu?
5. Dengan proses perkenalan tersebut apa bapak/ibu yakin bahwa PSM dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang bapak/ibu hadapi?
6. Bagaimana hubungan bapak/ibu terhadap PSM hingga sekarang?
7. Selama bapak/ibu di rawat bagaimana cara PSM memberikan dukungan terhadap
bapak/ibu?
8. Di rumah sakit ada sejumlah penanganan yang harus dilalui bapak/ibu, lalu bagaimana
PSM mengeksplorasi berbagai macam cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi
masalah yang bapak/ibu hadapi?
9. Pernahkah bapak/ibu mendiskusikan tentang cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu hadapi sekarang ini kepada PSM?
10. Apabila PSM memberikan gambaran mengenai cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu alami sekarang, apakah PSM menjelaskan tindakan awal apa yang harus
dilakukan bapak/ibu untuk mendapatkan penanganan yang tepat?
11. Setelah bapak/ibu mendapatkan pilihan mengenai cara mengatasi masalah apakah PSM
menganjurkan agar bapak/ibu berkomitmen dengan pilihan bapak/ibu?
12. Jika bapak/ibu sudah memilih cara yang disarankan oleh PSM apakah bapak/ibu
berkomitmen untuk melanjutkan treatment tersebut ?
13. Apa manfaat yang sangat dirasakan bapak/ibu dengan adanya PSM ?
14. Ada kritik atau saran untuk PSM di IRM RSUP Fatmawati ?
TRANSKRIP WAWANCARA PEKERJA SOSIAL MEDIS
Keterangan : A : Peneliti
B: Informan
Nama : Roliana Harianja, S.Sos, M.Si.
Jabatan : Pekerja Sosial Ahli di Rumah Sakit Kanker Dharmais
A : Menurut ibu, apa yang dimaksud dengan advokasi dalam ruang lingkup profesi pekerja
sosial medis?
B : advokasi dalam pekerja sosial medis itu merupakan pendampingan yang bertujuan
membantu memecahkan masalah. Jadi maksudnya gini hikmah, pekerja sosial itu harus siap
menerima keluhan dan kemungkinan hambatan-hambatan yang dihadapi pasien dan
keluarga, jadi nanti untuk selanjutnya membantu mencari alternatif pemecahan masalah atau
sistem sumber.
A : Oh begitu maksudnya bu, nah sebenarnya bagaimana advokasi yang dilakukan
sosial medis dalam menangani pasien ?
B : Advokasi yang dilakukan pekerja sosial medis dalam menangani pasien itu yang pasti
adalah membantu pasien dan keluarga dalam mendapatkan hak-haknya selama perawatan
di Rumah Sakit, lalu perkerja sosial medis ini juga membantu pasien dalam menerima
sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan untuk memberikan dukungan aktif atau dukungan
secara langsung terhadap suatu perubahan. Misalnya, sumber-sumber saat pasien tidak
mampu karena untuk membeli obat yang tidak di cover BPJS, nah karna hal itu pasien di
bantu dari dana sosial yang dikelola oleh pekerja sosial medis ini. Pekerja sosial medis juga
membantu pasien dalam hal mempertahankan prinsip untuk tidak bersedia di operasi. Hal
ini sering terjadi karena keluarga tidak tega atau ada hal-hal yang dengan kepentingan
keluarga atau alasan khusus seperti rasa takut lebih buruk terjadi setelah operasi.
A : Ehm, lalu siapa saja bu yang terlibat dalam penanganan advokasi ini?
B : Untuk keterlibatan dalam penanganan advokasi ini cukup banyak ya, diantaranya
manajemen Rumah Sakit terkait BPJS itu sendiri, lalu ada Kepala Instalasi Rehabilitasi
Medis, Kepala Instalasi Rawat Inap, keluarga dan masyarakat, perusahaan juga ikut terlibat
apabila pasien sebelum sakit aktif di perusahaan tempat pasien bekerja dan tentunya yang
terlibat dalam penanganan advokasi ini yaitu pekerja sosial medis.
A : Ternyata terstruktur juga ya bu, jadi bukan hanya pekerja sosial medisnya saja tapi
lingkungan pun juga harus mendukung. Lalu adakah metode yang dilakukan dalam proses
advokasi ini? Apabila ada mohon penjelasnnya bu..
B : Tentu ada hikmah, metode yang digunakan dalam proses advokasi ini berlangsung ada tiga
macam yaitu yang pertama case work merupakan suatu metode untuk membantu individu-
individu dalam mencapai penyesuaian satu sama lain dan penyesuaian individu dengan
lingkungan, dalam case work ini kalau diambil secara garis besar komponennya, itu ada
individu, masalah, lembaga, proses. Yang kedua ada group work yang dimana metode ini
merupakan pendampingan sosial menggunakan pengalaman komunitas, lingkungan
keluarga sebagai sarana utama untuk membantu meningkatkan kemampuan individu dalam
memecahkan masalahnya. Dan ketiga ini ada lingkungan atau masyarakat (CO-CD) atau
selain dengan tiga metode tersebut ada tiga metode alternatif contohnya pekerja sosial
dengan individu bertujuan untuk membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan serta dalam
menghadapi dan memecahkan masalahnya, lalu ada juga intervensi krisis dan konseling
sebagai pendukung dari metode ketiga ini.
A : Ehm begitu bu, lalu apa saja yang menjadi standar awal dalam pelayanan advokasi?
B : Standar awal dalam pelayanan advokasi memiliki tujuh poin yang tidak jauh dari yang bisa
lakukan hikmah, yang pasti sudah diajarkan juga di perkuliahan yaitu asesmen; dari bantu
proses BPJS sampai dapat kamar rawat inap, rencana intervensi; salah satu pasien ada yang
datang sendiri tanpa keluarga maka kita bantu cari cara buat menghubungi keluarganya,
implementasi rencana intervensi; setelah bertemu atau menemukan kontak salah satu
keluarganya PSM akan menghubunginya untuk segera menemui pasien, monitoring dan
evaluasi; meninjau kembali asesmen yang telah dilakukan apakah kebutuhan pasien
terpenuhi atau bahakan membutuhkan dana sosial, perencanaan dan pelaksanaan;
memberikan dana sosial yang telah disiapkan dari pihak rumah sakit, dan terminasi; bisa
membantu pasien dalam pengurusan admisnistrasi atau pasien meninggal dan membantu
dalam proses pengurusan jenazah dan follow up maksudnya menindak lanjuti kebutuhan
pasien setelah dia keluar dari Rumah Sakit, apakah dia masih membutuhkan Ibu Ana atau
tidak. Tapi hal seperti itu jarang sih terjadi.
A : Bagaimana pekerja sosial medis dalam melakukan identifikasi terhadap pasien?
B : berbicara bagaimana Pekerja sosial medis melakukan identifikasi terhadap pasien yaitu
tentang prosedur yang melayani sebagai profesi yang memiliki pengetahuan, nilai dan
keterampilan, lalu memberikan pelayanan terhadap pasien terkait pada identifikasi dimana
terdapat kerahasiaan, dan menghormati hak pasien dan meningkatkan pelayanan dalam
perawatan. Semuanya ini ada pada status pasien.
A : Ehm begitu bu, lalu apa tujuan dari advokasi itu sendiri?
B : Tujuannya adalah untuk mengubah terjadinya kebijakan program atau kegiatan layanan
dari pasien yang tidak tahu terkait pelayanan yang seharusnya diperoleh. Sehingga pasien
dan keluarga mendapatkan informasi berupa edukasi dan mengerti tindakan atau pelayanan
yang akan diperoleh sampai mengetahui protokol atau jadwal tindakan selama di Rumah
Sakit atau suatu tindakan untuk mempengaruhi atau mendukung sesuatu atau seseorang.
A : Lalu bu, kapan pekerja sosial medis melakukan advokasi terhadap pasien?
B : Berbicara kapan dapat dikatakan tentatif (belum pasti) ya, karena advokasi itu sendiri dapat
dilakukan ketika ada rujukan atau konsul dari dokter atau hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pekerja sosial medis itu sendiri.
A : Cukup fleksibel ya bu tapi tetap terjadwal juga. Nah, ketika proses advokasi apa saja yang
ditanyakan terhadap pasien? Dan apakah pekerja sosial medis memberikan nasihat-nasihat
tertentu terhadap pasien?
B : Ya kurang lebih seperti itu hikmah. Dalam proses advokasi berkaitan dengan wawancara
bukan memberikan nasehat-nasehat tetapi penguatan dalam bentuk terapi psikososial yang
dilakukan pada tahapan persiapan yaitu sosialisasi, kontak, konsultasi, pemberian motivasi,
identifikasi, pencatatan, assessment, rencana intervensi dan lain-lain.
A : Apa saja yang dilakukan pekerja sosial medis dalam pemantauan pasien setelah proses
advokasi?
B : Yang dilakukan pekerja sosial medis dalam pemantauan pasien setelah advokasi yaitu
sarana atau evaluasi yang dimana merupakan suatu keadaan tertentu yang ingin dicapai
setelah di laksanakan advokasi, lalu ada indikator untuk melihat keberhasilan atau tujuan
jangka panjang dalam kegiatan dan setelah itu adanya sistem-sistem sumber yang sudah
digunakan.
A : Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi pekerja sosial medis dalam mengadvokasi
pasien?
B : Ehm untuk hambatan sih ya biasanya karena keterbatasan sumber daya manusia terkait
profesi pekerja sosial medis dalam pelayanan dengan jumlah pasien rawat inap dan rawat
jalan , lalu umumnya juga pasien dari daerah keterbatasan pekerja sosial dalam mengerti
bahasa sehingga pekerja sosial harus menghubungi pemda daerah yang di Jakarta untuk
menjembatani pekerja sosial dan pasien.
A : Oh begitu ya bu, terimakasih ya ibu sudah meluangkan waktunya. Mungkin sampai disini
saja wawancara saya dengan ibu.
Transkrip Wawancara Pasien
Keterangan : A : Peneliti
B : Informan
Nama : Tn. TA
Usia : 28 tahun
A : Ketika bapak/ibu tahu bahwa kondisi fisik yang sekarang ini sudah tidak dapat berfungsi
secara normal apa yang bapak/ibu rasakan?
B : Saya merasa putus asa dengan kondisi saya, sehingga membuat saya berfikir bahwa
sebaiknya saya menyerah saja dengan kondisi seperti ini.
A : Apakah hal tersebut pernah ditanyakan oleh Bu Ana?
B : Pernah sih waktu itu ada yang datang ke kamar saya dan ternyata itu Pekerja sosial medis,
dan Bu Ana itu menanyakan seputar kondisi saya selama berada di rumah sakit ini.
A : Sejauh mana Bu Ana memberikan penyadaran terhadap permasalahan yang sedang
bapak/ibu hadapi?
B : Awalnya sih saya emang putus asa dengan keadaan saya saat ini, tapi Bu Ana membantu
saya untuk lepas mencurahkan isi hati berupa keluhan atau semacamnya. Bu Ana juga
membantu saya untuk tetap semangat dan yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan
ujian kepada hambanya apabila ia tidak mampu. Jadi ya sebenarnya saya mampu melewati
ini semua meskipun rasanya begitu susah. Bu Ana juga menyadarkan saya tentang hal ini
bukan satu kali atau dua kali saja melainkan beberapa kali bahkan ketika saya dalam posisi
terpuruk.
A : Bagaimana proses perkenalan Bu Ana terhadap bapak/ibu?
B : Bu Ana memperkenalkan dirinya pada saya wktu itu dengan sopan dan santun, menjelaskan
seeperti apa pekerjaannya dan bagaimana perannya dia dalam rumah sakit ini.
A : Dengan proses perkenalan tersebut apa bapak/ibu yakin bahwa Bu Ana dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang bapak/ibu hadapi?
B : Awalnya sih gak yakin ya, soalnya kan saya fikir belum kenal juga masa udah mau cerita
macam-macam. Tetapi setelah dua dan tiga kali ketemu, terus saya juga sudah mulai
merasa nyaman dan tidak canggung lagi, ya akhirnya coba cerita pelan-pelan. Puji Tuhan
saya menjadi lebih yakin untuk menyelesaikan masalah yang saya hadapi.
A : Bagaimana hubungan bapak/ibu terhadap Bu Ana hingga sekarang?
B : Puji Tuhan hubungannya berjalan dengan baik, bahkan sangat baik. Saya juga gak bisa
ngelupain jasanya yang sudah membantu menyadarkan keadaan saya pada waktu itu. Jadi
ya seprti keluarga baru saja.
A : Selama bapak/ibu di rawat bagaimana cara Bu Ana memberikan dukungan terhadap
bapak/ibu?
B : Bu Ana memberikan dukungan kepada saya secara maksimal. Ya maksudnya meskipun
ada momen dimana saya belum ingin cerita tapi Bu Ana tetap memberi saya support dan
membuat saya berfikir bahwa orang yang tidak diposisi saya saja mau mendukung saya
masa saya sendiri tidak ingin berusaha untuk membahagiakan orang-orang disekeliling
saya. Bu Ana juga memberi dukungan dengan cara membantu membangun koneksi
dengan keluarga saya yang awalnya mungkin tidak cukup baik sehingga membuat saya
semakin semangat lagi. Lalu Bu Ana pernah juga menceritakan pengalamannya memiliki
pasien yang kondisinya jauh lebih sulit daripada saya tapi memiliki semangat yang luar
biasa sehingga membuat saya merasa perlu untuk lebih bersyukur dan bersyukur lagi
dengan keadaan saya saat ini.
A : Di rumah sakit ada sejumlah penanganan yang harus dilalui bapak/ibu, lalu bagaimana Bu
Ana mengeksplorasi berbagai macam cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi
masalah yang bapak/ibu hadapi?
B : Bu Ana membantu saya mendapatakan solusi lain yang bisa saya lakukan untuk megatasi
masalah saya. Ya kurang lebih Bu Ana mencarikan alternatif dimana mungkn saya akan
mengambil solusi yang diberikan tersebut.
A : Pernahkah bapak/ibu mendiskusikan tentang cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu hadapi sekarang ini kepada Bu Ana?
B : Pernah, dengan adanya diskusi itu membuat saya mendapat berbagai macam solusi untuk
mengatasi masalah yang saya hadapi.
A : Apabila Bu Ana memberikan gambaran mengenai cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu alami sekarang, apakah Bu Ana menjelaskan tindakan awal apa yang harus
dilakukan bapak/ibu untuk mendapatkan penanganan yang tepat?
B : Ya memang begitu, Bu Ana awalnya juga menjalaskan beberapa hal terkait beberapa
penanganan yang mungkin saya ambil. Bukan sekedar memberikan pilihan saja,
melainkan memberikan penjelasan sampai saya benar-benar mengerti dan punya
keputusan yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang saya hadapi ini.
A : Setelah bapak/ibu mendapatkan pilihan mengenai cara mengatasi masalah apakah Bu Ana
menganjurkan agar bapak/ibu berkomitmen dengan pilihan bapak/ibu?
B : Iya, pastinya begitu. Meskipun Bu Ana memberikan beberapa solusi akan tetapi apabila
saya sudah mengambil satu keputusan untuk penangan saya. Ya saya juga harus komitmen
kecuali dalam penanganan yang saya ambil ini terasa belum memuaskan dan saya
memiliki hak untuk berpindah ke penanganan yang saya anggap pas untuk saya.
A : Jika bapak/ibu sudah memilih cara yang disarankan oleh Bu Ana apakah bapak/ibu
berkomitmen untuk melanjutkan treatment tersebut ?
B : Saya berusaha untuk komitmen dengan treatment yang sudah disarankan Bu Ana karena
bagaimanapun juga ia sudah membantu saya dan menjelaskan kekurangan dan kelebihan
dari treatment yang disarankan, jadi saya pasti usahakan untuk komitmen. Tapi ya apabila
dalam treatment tersebut saya merasa kurang puas saya diizinkan untuk menggantinya atau
meminta untuk lebih meningkatkan kuaitas treatment tersebut sehngga saya tidak perlu
menggantinya.
A : Apa manfaat yang sangat dirasakan bapak/ibu dengan adanya Bu Ana?
B : Saya merasa terbantu dari segi psikis, jadi lebih tenang, santai, tawakal aja gitu. Karena Bu
Ana membantu saya untuk mampu mengerti keadaan diri saya sendiri dengan melihat
kelebihan yang saya miliki dan selalu bersyukur bahwa Tuhan itu memang adil sudah
memberikan saya nikmat yang tidak semua orang diberikan semacam ini.
Nama : Tn. H
Usia : 44 tahun
A : Ketika bapak/ibu tahu bahwa kondisi fisik yang sekarang ini sudah tidak dapat berfungsi
secara normal apa yang bapak/ibu rasakan?
B : awalnya saya tidak begitu mempermasalahkan penyakit yang saya alami ini, saya
beraktifitas seperti biasanya, saya berangkat kerja kaya biasa, makan seperti biasa, yah
pokoknya sehari-hari saya kaya biasa aja kaya orang normal. Namun setelah kurang lebih 2
bulan, saya ngerasa saya cepet lelah, sering banget saya merasa kepala pusing, kadang
muncul, kadang hilang, muncul lagi, hilang lagi sampe seterusnya, saat aktivitias itu juga
saya belum menceritakan ke keluarga, karna saya pikir takut mereka khawatir, kepikiran
deh. Saya awalnya mencoba berobat dulu di puskemas namun puskesmas belom memvonis
saya mengidap kanker tuh, nah selanjutnya puskemas merujuk saya ke rumah sakit dharmais
cek daging atau proses biopsi, setelah itu saya menunggu hasilnya sekitar 1 bulan, baru lah
saya akhirnya divonis mengidap penyakit kanker. Jujur saya merasa putus asa, namun di
satu sisi saya mempunyai keyakinan bahwa saya masih bisa kembali normal (sembuh).
Karena itu saya jadi terus berusaha berobat dan mencari tau segala sebab-sebabnya.
A : Apakah hal tersebut penah ditanyakan oleh Bu Ana?
B : dulu.. malahan saya gak tau apa itu pekerja sosial medis, saya tau Bu Ana itu setelah masuk
rumah sakit kanker dharmais ini, malahan waktu di puskesmas juga gak ada apa itu pekerja
sosial medis. Nah.. setelah saya di rawat inap di rumah sakit ini akhirnya saya bertemu
dengan Bu Ana yang berprofesi sebagai pekerja sosial medis, pada awalnya saya tidak
langsung menanyakan hal ini, namun setelah beberapa kali bertemu dengan Bu Ana,
akhirnya saya memberanikan diri untuk langsung menanyakan apa yang terjadi dengan saya,
beliau begitu sabar dan ramah mendampingi saya, malahan saya yang bawel gini masih aja
dilayanin hehehe. Dari proses bantuin BPJS saya sampai akhirnya dapat kamar semua Bu
Anna yang bantuin saya
A : Sejauh mana Bu Ana memberikan penyadaran terhadap permasalahan yang sedang
bapak/ibu hadapi?
B : Bu Ana memberikan saya banyak pelajaran (edukasi), saya senang dengan beliau, soalnya
suka bikin saya sadar kalo kegiatan saya sebenernya gak sehat, bayangin aja saya tinggal di
lingkungan pabrik dan bekerja dengan jarak yang jauh seterusnya sampai saya lupa dengan
makan saya, ya memang dibalik itu saya berusaha buat anak dan istri juga. Tapi setelah
dapat arahan dari Bu Ana, buat apa nyari duit kalo fisiknya malah sakit, yang ada keluarga
saya juga ikutan sakit, terutama dompet deh juga ikutan sakit hahaha... Bu Ana sering ngasih
saya saran agar mengajak keluarga saya, pas sedang ada penyadaran masalah, jadinya gak
Cuma saya aja yang tau soal penyakit saya tapi istri saya dan anak-anak saya pun juga tau.
A : Bagaimana proses perkenalan Bu Ana terhadap bapak/ibu?
B : waktu pertama kali kenal, saya masih bertanya-tanya siapa dia? Soalnya keliatannya gak
kaya suster tapi juga gak keliatan dokter. Lalu Beliau saat menemui saya langsung
memeperkenalkan diri dengan ramahnya, nanyain kondisi saya, terus soal pelayanan di
rumah sakit, ada yang kurang atau tidak, bahkan sampai nanyain dimana keluarga saya dan
sama siapa saya dibawa ke rumah sakit, lalu setelah cukup sering bertemu barulah saya
menceritakan apa saja masalah yg saya alami. Bu Ana ramah yah orangnya, seneng ngeliat
dia merhatiin saya kalo saya kalau lagi cerita.
A : Dengan proses perkenalan tersebut apa bapak/ibu yakin bahwa Bu Ana dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang bapak/ibu hadapi?
B : sejauh ini saya merasa yakin dengan bantuan beliau, walopun saya belum bisa pulang, saya
juga ikut aja gimana instruksi Bu Ana. Masalah yang saya punya bisa dibantu untuk
diselesaikan dengan sebaik-baiknya, dia selalu mendampingi saya dari awal masuk rumah
sakit sampai nanti saya akan keluar dari rumah sakit.
A : Bagaimana hubungan bapak/ibu terhadap Bu Ana hingga sekarang?
B : hubungan saya baik dengan Bu Ana, beliau rajin kunjungi pasien tiap pagi bahkan yang
dateng duluan buat ngecek kondisi saya dan pasien lain itu bu ana, suster ma dokter aja
masih kalah cepet hehehe.. Bu Ana saya sudah menganggapnya seperti saudara sendiri,
bahkan dengan kondisi saya yang tidak layak ini, beliau suka merangkul dan memberi
semangat kepada saya.
A : Selama bapak/ibu di rawat bagaimana cara Bu Ana memberikan dukungan terhadap
bapak/ibu?
B : dukungan yang Bu Ana berikan dia selalu menyemangati saya saat ingin menjalani
kemoterapi, bahkan beliau tidak sungkan untuk menghubungi keluarga saya untuk datang
ke rumah sakit menemani saya ya seperti yang saya bilang dia suka ngerangkul pasien dan
memeberikan dorongan semangat.
A : Di rumah sakit ada sejumlah penanganan yang harus dilalui bapak/ibu, lalu bagaimana Bu
Ana mengeksplorasi berbagai macam cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi
masalah yang bapak/ibu hadapi?
B : Bu Ana dari saya pertama masuk, dia selalu dampingi saya loh, dari bantu proses BPJS
saya, dapetin kamar rawat inap bahkan jika saya sudah diperbolehkan pulang kekampung
beliau gak sungkan buat bantu saya nanti. dalam membantu menangani masalah dan
penyakit saya, dia seperti bisa melihat dari berbagai sisi dari masalah saya yang saya hadapi,
disaat keluarga saya sulit dihubungi, dia justru menghubungi rekan-rekan saya di tempat
kerja untuk bisa membantu dalam permasalahan adminstrasi yang harus dilengkapi di rumah
sakit.
A :Pernahkah bapak/ibu mendiskusikan tentang cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu hadapi sekarang ini kepada Bu Ana?
B : iya, saya selalu mendiskusikan masalah saya dengan Bu Ana, beliau selalu memberikan
beberapa solusi dari masalah, tapi dari solusi itu, saya yang menentukannya.
A : Apabila Bu Ana memberikan gambaran mengenai cara mengatasi masalah yang sedang
bapak/ibu alami sekarang, apakah Bu Ana menjelaskan tindakan awal apa yang harus
dilakukan bapak/ibu untuk mendapatkan penanganan yang tepat?
B : iya, Bu Ana selalu memperingatkan di awal-awal, apa yang harus dikerjakan dan tidak
dikerjakan.
A : Setelah bapak/ibu mendapatkan pilihan mengenai cara mengatasi masalah apakah Bu Ana
menganjurkan agar bapak/ibu berkomitmen dengan pilihan bapak/ibu?
B : Bu Ana orangnya suka menghormati segala keputusan saya, bahkan dukungan dan
motivasinya tidak pernah putus.
A : Jika bapak/ibu sudah memilih cara yang disarankan oleh Bu Ana apakah bapak/ibu
berkomitmen untuk melanjutkan treatment tersebut ?
B : Tentu saya harus berkomitmen, soalnya Bu Ana selalu memperingati saya jika ingin
masalah atau penyakit saya bisa teratasi, saya harus komit.
A : Apa manfaat yang sangat dirasakan bapak/ibu dengan adanya Bu Ana?
B : manfaat yang rasakan banyak, hampir gak kehitung, yang saya sangat terbantu dengan
pelayanan yang Bu Ana kasih.
Slip Pembayaran Praktek selama 1 bulan
Surat Balasan MOU dari Pihak Rumah Sakit
FOTO KEGIATAN
Pekerja Sosial Medis berperan sebagai edukator Pekerja Sosial Medis sedang mengadvokasi keluarga
jenazah
Praktikan mengassesmen istri dari Tn. H. Praktikan mengunjungi Rumah Kedua (rumah Singgah)
Pekerja Sosial Medis berperan sebagai Supervisor
Rekam Medis Instalasi Rehabilitasi Medik, harus diisi sebelum mengassesmen
pasien
Formulir assesment Tn. TA yang dibuat sendiri oleh Pekerja Sosial Medis
Formulir assesment Tn. H yang dibuat sendiri oleh Pekerja Sosial Medis
BIOGRAFI PENULIS
MUHAMMAD HIKMAH NIKMATULLOH, lahir di Jakarta,13 Mei 1994 dari pasangan
Mohammad Nasir dan Sutini putra kedua dari 2 bersaudara yang beralamat di Jalan Haji. Kelik
Gg. Lada No. 117 RT 004/008, Kelapa Dua, Kebon Jeruk Jakarta Barat. Penulis memulai
pendidikan di SDN 01 Pagi Kelapa Dua pada tahun 2000 dan selesai tahun 2006. Kemudian
penulis melanjutkan ke MTs.N 12 Jakarta lulus pada tahun 2009, selanjutnya melanjutkan ke
SMAN 65 Jakarta dan lulus pada tahun 2012. Tamat dari SMAN penulis mendaftarkan diri
untuk melanjutkan ke perguruan tinggi pada tahun 2012 melalui Jalur Ujian Mandiri UIN,
penulis lulus di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi
Kesejahteraan Sosial.
Nothing is True, Everything is Permitted
- Hassan Ibn Sabbah -
top related