peramalan penawaran dan permintaan beras pada
Post on 19-Jan-2017
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERAMALAN
PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS
PADA ERA OTONOMI DAERAH
DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis Minat Utama: Ekonomi Pertanian
Diajukan Oleh:
Eka Dewi Nurjayanti
S 640809001
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERAMALAN
PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS
PADA ERA OTONOMI DAERAH
DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS
Disusun oleh:
Eka Dewi Nurjayanti
S 640809001
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua
Dr. Ir. Kusnandar, M.Si NIP. 19670703 199203 1 004
........................
..............
Sekretaris
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
........................
..............
Anggota 1
Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si NIP. 19660611 199103 1 002
........................
..............
Anggota 2
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP NIP. 19480808 197612 2 001
........................
..............
Mengetahui:
Ketua Program Studi Magister Agribisnis Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
........................
..............
Direktur PPs UNS Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
........................
..............
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN
BERAS PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO,
dengan tujuan untuk melengkapi persyaratan guna mendapatkan gelar Magister
Agribisnis Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, M.S, selaku Ketua Program Studi Magister
Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji
yang banyak memberikan masukan, saran, dan motivasi dalam penyusunan
tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan sebagai bagian dari keluarga
besar Program Studi Magister Agribisnis dan semoga program studi ini
semakin berkembang dan sukses pada waktu yang akan datang.
3. Dr. Ir. Kusnandar, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister Agribisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga sebagai penguji. Terima kasih
telah memberikan arahan, motivasi dan saran selama proses perkuliahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
4. Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si, selaku pembimbing utama yang sangat inspiratif
dan solutif. Terima kasih telah berkenan mendampingi, meluangkan waktu,
tenaga, pemikiran, serta banyak memberikan arahan, motivasi, kritik, dan
saran selama proses penyusunan tesis ini.
5. Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP, selaku pembimbing pendamping yang
inspiratif dan solutif. Terima kasih telah memberikan banyak arahan,
masukan, kritik dan saran, serta motivasi dan nasihat selama proses
penyusunan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Agribisnis Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah
diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis di Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Staff administrasi Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan
dalam hal administrasi dan seminar.
8. Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian kepada
penulis.
9. Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistika, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
Sukoharjo dan BPS Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak
informasi dan data-data penting dalam penelitian penulis ini.
10. Orang tuaku tercinta Bapak Ilyas Zainal S.Pd dan Ibu Esti Handayani S.Pd,
terima kasih atas segala bimbingan, didikan, doa, dukungan, motivasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
nasihat, dan kasih sayang, serta kesempatan dan kepercayaan yang telah
diberikan kepada penulis selama ini.
11. Adik-adikku Ristiya Dwi Anggraeni dan Wahyu Tri Widyastuti terima kasih
atas doa, dukungan, dan semangat yang semakin mempererat persaudaraan
kita.
12. Seluruh Keluarga Besar Eyang Djamat Suharjono dan Eyang Kasmad yang
telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan bantuan bagi
penulis.
13. Sahabat terbaikku Ika Dewi Puspita Sari (Alm.) terima kasih untuk indahnya
kebersamaan dan persahabatan yang akan selalu memotivasi penulis untuk
terus berkarya.
14. Sahabat sekaligus saudaraku, Nita, Dede, Ncit, Putri, Yaning, Wilis, Era,
abang Arief, dan Heri. Tidak hanya sahabat tapi kalian adalah teman, saudara,
dan keluarga yang senantiasa menemaniku untuk lebih memahami makna
hidup.
15. Untuk “abang” yang telah mengajarkan banyak hal untuk selalu sabar dan
terus berusaha. Terima kasih untuk kebersamaan, kesabaran, motivasi,
nasehat dan semangat yang diberikan.
16. Teman seperjuangan, Tri R. Setyowati. Kebersamaan, perjuangan, dan
kesabaran yang dilalui bersama telah memberikan banyak warna dan cerita
hingga pada akhirnya kita berhasil menyelesaikan penelitian ini.
17. Teman-teman Magister Agribisnis, Tri Rahayu S., Umi Nur S., Tria Rosana,
Sasono Kurniadi, Candra Sukmana, Irma Wardhani, Putriesti Mandasari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Suratno, Farid Sunarto, Endang Tien, dan Sutopo. Teman-teman
seperjuangan yang memberikan banyak cerita, kebersamaan, motivasi dan
bantuan serta persahabatan yang unik dan penuh warna.
18. Teman-teman “siap dan pasti kaya team”, Agrobisnis 2005: diantaranya Siti,
Niken, Triana, Pandan, Hafid, Simbah, Gulan, Luthfi, Cecep. Bersama kalian
banyak memberikan warna dalam hidup. Terima kasih juga untuk
bantuannya.
19. Sekartaji crew: Lina, Kuning, Rima, Sarah, Umi, Sari, Sulis terima kasih
untuk keceriaan, kebersamaan, bantuan dan semuanya.
20. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis ini dan
memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang
akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga sumbangan pemikiran ini akan
dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak . Terimakasih.
Wassalaamu’alaikum. Wr. Wb.
Surakarta, Agustus 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv RINGKASAN .................................................................................................... xvi SUMMARY ....................................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................ 11 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 15 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 15
II. LANDASAN TEORI .............................................................................. 16 A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 16
1. Beras ................................................................................... 16 2. Otonomi Daerah ...................................................................... 18 3. Permintaan ............................................................................. 20 4. Penawaran ............................................................................. 24 5. Regresi Atas Variabel Dummy .............................................. 27 6. Model Persamaan Simultan .................................................... 29 7. Peramalan ............................................................................. 30 8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan ................................... 32 9. Analisis Deret Waktu (Time Series) ...................................... 34 10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) .............................................. 37 11. Penelitian Terdahulu ................................................................ 46
a. Analisis Penawaran dan Permintaan................................. 46 b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan ............. 49
B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ............................................ 54 1. Metode ARIMA (Box-Jenkins)............................................... 54 2. Model Persamaan Simultan .................................................... 57
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 60 D. Asumsi - Asumsi ...................................................................... 60 E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel .............. 60
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 63 A. Metode Dasar Penelitian ................................................................. 63 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian........................................ 63 C. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
D. Metode Analisis Data...................................................................... 64 1. Model ARIMA Permintaan dan Penawaran Beras.................. 64 2. Uji Variabel Dummy ................................................................ 68 3. Model Persamaan Simultan ..................................................... 69 4. Uji Kelayakan Model ............................................................... 71
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................... 75 A. Keadaan Alam ................................................................................. 75 B. Luas Wilayah................................................................................... 76 C. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja ........................................... 76 D. Keadaan Perindustrian .................................................................... 79 E. Keadaan Umum Pertanian .............................................................. 81 F. Keadaan Sektor Tanaman Bahan Makanan................................... 84 G. Keadaan Perekonomian ................................................................. 86
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 88 A. Dinamika Penawaran dan Permintaan Beras................................. 88
1. Dinamika Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo ............ 88 2. Dinamika Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo ........... 92
B. Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Beras ...................... 95 1. Penawaran Tahunan Beras ....................................................... 95
a. Tahap Identifikasi ................................................................. 95 b. Tahap Estimasi ..................................................................... 98 c. Tahap Uji Diagnostik ........................................................... 100
2. Permintaan Tahunan Beras........................................................ 106 a. Tahap Identifikasi ................................................................. 106 b. Tahap Estimasi ..................................................................... 108 c. Tahap Uji Diagnostik ........................................................... 110
C. Uji Variabel Dummy ...................................................................... 117 D. Model Persamaan Simultan ........................................................... 119 E. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras ............................... 123 F. Pembahasan .................................................................................... 127
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 136 A. Kesimpulan ...................................................................................... 136 B. Saran ................................................................................................ 138
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 141
LAMPIRAN ...................................................................................................... 145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal
1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 ....................................................... 9
2. Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010 ....................................................... 10
3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 ....................................... 76
4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009.................................................................... 78
5. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009 .......................................................... 79
6. Industri Menurut Kelompok Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ...................................................................................... 80
7. Luas Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ................................................................................................. 82
8. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Jenis di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ................................................ 82
9. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Status di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 ................................................ 83
10. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2009 (Ton) ...... 84
11. Produksi Bersih Padi dan Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 .................................... 89
12. Jumlah Penduduk dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010 ...................................................... 93
13. Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ................................................................. 97
14. Hasil Estimasi Parameter Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ....................................................... 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
15. Perbandingan Uji Diagnostik Beberapa Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo .................... 101
16. Hasil Pengujian Model ARIMA (0,1,1) Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ....................................................... 104
17. Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ................................................................. 107
18. Hasil Estimasi Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo...................................................................... 109
19. Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ................... 111
20. Hasil Pengujian Model ARIMA (2,2,1) Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ....................................................... 114
21. Nilai F-statistic dan Tingkat Probabilitas Hasil Chow Breakpoint Test Variabel Dummy ................................................. 118
22. Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo ................... 122
23. Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) ........................ 124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Kurva Permintaan ................................................................... 23
2. Kurva Penawaran .................................................................... 25
3. Kerangka Pemikiran Analisis Peramalan Permintaan dan Penawaran Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo ................................................................................ 59
4. Plot Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton) ...................................................................... 96
5. Plot Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton) ...................................................................... 106
6. Plot Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton) . 124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Permintaan dan Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010....................................................................... 146
2 Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras.. 147
3 Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras.. 148
4 Collerogram Data Penawaran Tahunan Beras.............................. 149
5 Collerogram Data Permintaan Tahunan Beras............................. 150
6 Hasil Estimasi Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo................................................................... 151
7 Hasil Estimasi Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo................................................................... 156
8 Uji Chow Breakpoint Test............................................................ 162
9 Estimasi Model Persamaan Simultan........................................... 163
10 Hasil Peramalan Penawaran Dan Permintaan Tahunan Beras Di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015................................... 164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
RINGKASAN
Eka Dewi Nurjayanti. S640809001. 2011. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika penawaran dan
permintaan beras pada era sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo dan menganalisis peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive), yaitu Kabupaten Sukoharjo. Data dianalisis dengan (1) metode Box-Jenkins (ARIMA) melalui empat tahap yaitu identifikasi, estimasi parameter, uji diagnostic, dan peramalan; (2) uji titik patah Chow (Chow Breakpoint Test); dan (3) metode persamaan simultan.
Hasil penelitian data penawaran tahunan beras mempunyai pola fluktuatif dengan trend cenderung meningkat. Data belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing pertama. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah ARIMA (0,1,1). Pada uji diagnostik ditetapkan bahwa model ARIMA yang terbaik adalah ARIMA (0,1,1) dengan RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311; nilai F-statistic sebesar 79,52704; dan parameter MA signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Data permintaan tahunan beras memiliki trend meningkat dan cenderung linier. Data permintaan tahunan beras tidak stasioner dan menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil estimasi parameter menetapkan model tentatif untuk permintaan tahunan beras adalah ARIMA(1,2,1). Setelah dilakukan uji diagnostik, model terbaik untuk permintaan tahunan beras yang dipilih adalah ARIMA (2,2,1) dengan RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar 0,947327; nilai F-statistic sebesar 53,95478; dan parameter AR(1) dan MA(1) signifikan karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan periode yang berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan beras adalah tahun 2000, dengan nilai F-statistic sebesar 3,033932 dan tingkat probabilitasnya juga signifikan. Pada model persamaan simultan hasil estimasi menunjukkan bahwa model mempunyai nilai R2 0,644626; F-statistic sebesar 5,462146; RMSE sebesar 8.823,807; dan nilai probabilistik dari F-statistic sudah signifikan. Otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras, karena peran pemerintah daerah di sektor perberasan relatif kecil dan sebagian besar kebijakan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hasil peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras tahun 2011 – 2015 menunjukkan bahwa permintaan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan penawaran cenderung mengalami penurunan.
Saran yang diberikan adalah perbaikan varietas benih padi yang ditanam dengan menciptakan varietas benih unggul yang lebih tahan pada hama dan penyakit, terutama hama wereng; menggunakan sistem serentak dan massal untuk menangani hama wereng; dan peningkatan alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi petani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
SUMMARY
Eka Dewi Nurjayanti. S640809002. 2011. The Forecasting Supply and Demand of Rice in Era of Regional Autonomy in Sukoharjo Regency.
The purpose of this research is to know the dynamics of suppling and
demanding rice in era before and after regional autonomy in Sukoharjo Regency and to analyzed forecast of them in Sukoharjo Regency on 2011 – 2015. The basic method applied in this research is analytical descriptive method. The research object is taken purposively, that is Sukoharjo Regency. The method of analysis data in this research is (1) Box-Jenkins (ARIMA) method with fourth steps, include identification, parameter estimation, diagnostic checking, and forecasting; (2) Chow Breakpoint Test; and (3) simultaneous equation method.
The result got from this research is the annual supply rice data have a fluctuation pattern with increase trend. It is not stationary and become stationary in first differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual supply rice is ARIMA (0,1,1). The result of diagnostic checking judged that the best ARIMA model is ARIMA (0,1,1) with RMSE value is 5.186,376; R2 value is 0,850311; F-statistic value is 79,52704; and parameter of MA is significant because probabilistic value is less than 0,05. The annual demand rice data have an increased and linear trend. It is not stationary and become stationary in second differencing. The result of parameter estimation judged that tentative model for the annual demand rice is ARIMA (1,2,1). After diagnostic checking test, the best ARIMA model for the annual demand rice is ARIMA (2,2,1) with RMSE value is 677,4671; R2 value is 0,947327; F-statistic value is 53,95478; and parameter of MA(1) and AR(1) are significant because the value of probability is less than 0,05. Chow Breakpoint Test showed that in 2000 was a period which affected annual supply and demand of rice, with F-statistic value is 3,033932 and this probability is significant. In simultaneous equation model, estimation result showed that the model had value of R2 is 0,644626; value of F-statistic is 5,462146; value of RMSE is 8.823,807; and probabilistic value of F-statistic is significant. Regional autonomy not affected in supply and demand of rice. It is because rule of regional government less than main government in capital country. The result of forecasting annual supply and demand of rice in 2011 – 2015 showed annual demand rice tended increase while annual supply decreased.
The suggestion based on this research is to increase the variety of rice seed through find out the best rice seed that resistant from plant disease; to change plant system for protect the element and quality of soil; to use together and massive system for eliminate plant disease, and to increase budget allocation for agriculture communication and also assistance for rice farmer if the farmer got any problems about rice cultivation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
LEMBAR PERNYATAAN
Nama : Eka Dewi Nurjayanti
NIM : S640809002
Program Studi : Agribisnis
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Peramalan
Penawaran dan Permintaan Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten
Sukoharjo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam tesis ini diberi tanda tersendiri dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka
saya bersedia sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh atas tesis tersebut.
Surakarta, Agustus 2011
Yang menyatakan,
Eka Dewi Nurjayanti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
PERAMALAN
PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS
PADA ERA OTONOMI DAERAH
DI KABUPATEN SUKOHARJO
TESIS
Disusun oleh:
Eka Dewi Nurjayanti
S 640809001
Telah disetujui oleh:
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing
Utama
Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si
NIP. 19660611 199103 1 002
........................
..............
Pembimbing
Pendamping
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP
NIP. 19480808 197612 2 001
........................
..............
Mengetahui:
Ketua Program Studi Magister Agribisnis
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya
menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU
No.7 Tahun 1996 tentang pangan. Hal ini menjadikan pangan sebagai
komoditas penting dan strategis. Kecukupan dan ketersediaan pangan akan
menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Kecukupan
dan ketersediaan pangan berkaitan dengan ketahanan pangan. Menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan,
disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dengan tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Made, 2008: 52).
Dalam pengertian tersebut pemenuhan kebutuhan pangan dapat disediakan
melalui hasil produksi dalam negeri atau impor.
Indonesia kaya akan beraneka ragam sumber bahan pangan baik nabati
maupun hewani untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, sehingga
kondisi ini sangat mendukung untuk mencapai ketahanan pangan yang
mantap. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan peran strategis
sektor pertanian. Secara empiris peran sektor pertanian tidak hanya
berkontribusi dalam aspek penyediaan (food availability), tetapi juga
memproduksi pangan dan secara global merupakan gantungan nafkah utama
sekitar 36 % penduduk dunia. Bahkan untuk negara berkembang angkanya
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lebih tinggi lagi, berkisar antara 40 – 50 % (Sumaryanto, 2009: 7). Di
Indonesia menurut BPS (2009: 51), sampai dengan bulan Februari, dari total
104,49 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, terdapat sekitar
43,03 juta penduduk (41,2 %) yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan. Perkembangan sektor pertanian sebagaimana yang
terdapat pada kebijakan pembangunan pertanian Indonesia, lebih menitik
beratkan pada produksi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia
yaitu beras.
Beras merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis bagi
bangsa Indonesia. Beras menjadi penting karena merupakan bahan makanan
pokok masyarakat Indonesia, dan menjadi strategis karena dapat
mempengaruhi stabilitas ekonomi (melalui inflasi) dan stabilitas nasional
(gejolak sosial) (Hasyim, 2007: 3). Sebagai bahan makanan pokok, maka
kebutuhan beras setiap saat harus dapat dipenuhi dan perlu diupayakan
ketersediaanya dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi,
dan mudah diperoleh dengan harga yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Sebagai bahan pangan pokok, beras memiliki peran yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi,
tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Begitu pentingnya
beras sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara berhati-hati, terutama
dalam hal kebijaksanaan perberasan yang ditetapkan pemerintah. Dalam
sejarah perberasan Indonesia, pemerintah mempunyai peran besar dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mengatur ekonomi perberasan nasional (Saifullah, 2001: 1). Salah satu
campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan adalah melalui
Keputusan Presiden No. 114/U/Kep/1976 pada tanggal 10 Mei 1967 tentang
pembentukan Badan Urusan Logistik (Bulog). Badan ini dibentuk sebagai
lembaga pembeli tunggal untuk beras (Kepres No. 272/1967) sedangkan
Bank Indonesia ditetapkan sebagai penyandang dana tunggal untuk beras
(Inpres No. 1/1968) (Emperadani, 2005: 2; Himateta, 2010: 1). Kebijakan
pemerintah membentuk Bulog tidak terlepas dari situasi ekonomi saat itu.
Memasuki 1967, krisis ekonomi terus berlanjut sehingga hampir
menghancurkan sendi-sendi pokok kehidupan bangsa. Negara dihadapkan
pada masalah kosongnya stok pangan di gudang-gudang BPUP (Badan
Pelaksana Urusan Pangan), habisnya devisa negara, dan tingkat inflasi yang
membumbung tinggi (Darwis, 2010: 2).
Bulog dalam perkembangannya mengalami beberapa perubahan fungsi
dan tugas. Selain sebagai pengelola cadangan pangan, Bulog juga diberi
kewenangan sebagai importir tunggal gula pasir dan gandum, serta distributor
gula pasir, kedelai, dan tepung terigu. Bahkan selama tahun 1977 – 1979,
Bulog mendapat tugas menerapkan kebijakan harga dasar untuk jagung,
kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Perubahan tugas dan fungsi yang
dituangkan dalam beberapa Keputusan Presiden ini menjadikan Bulog tidak
hanya menangani bidang perberasan nasional saja, tetapi juga mengendalikan
harga dan mengelola persediaan gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
bahan pangan lainnya (Emperadani, 2005: 3; Darwis, 2010: 2; Himateta,
2010: 1; Saifullah, 2001: 1-2).
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini diharapkan
mendukung perberasan nasional. Instrumen yang dibentuk pemerintah adalah
penetapan pengendalian harga dasar gabah yang setiap tahun disesuaikan
dengan masukan, inflasi, dan faktor lainnya. Bulog juga dibentuk untuk
mengamankan harga dasar gabah dan stabilitas domestik, selain itu juga
diberi hak monopoli impor pengadaan pangan. Melalui berbagai kebijakan
ini, ekonomi perberasan dalam negeri dapat ditangkal dari gejolak perubahan
global. Akan tetapi mulai tahun 1997, kondisi perberasan nasional mengalami
perubahan dikarenakan Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis ekonomi
yang dipicu oleh krisis moneter ini memberikan dampak yang luas terhadap
perekonomian Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah
melakukan pembenahan di bidang moneter salah satunya dengan menerima
bantuan dana moneter dari IMF (Irawan, 2002: 3-5).
Pemerintah banyak melakukan perubahan kebijakan untuk memulihkan
situasi ekonomi bangsa dan mengembalikan kepercayaan masyarakat
Indonesia maupun global. Perubahan kebijakan juga terjadi pada sektor
perberasan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap Bulog (Gaybita,
2008: 3). Tugas pokok Bulog kemudian diperbarui melalui Keppres RI No.
19/1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang tugas pokok Bulog, yaitu hanya
mengelola beras saja sedangkan komoditas lainnya diserahkan kepada
mekanisme pasar (Darwis, 2010: 2). Perlindungan kepada petani melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam menjaga
stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya
harga beras domestik. Sebaliknya, peran Bulog untuk membantu kelompok
miskin yang rawan pangan semakin menonjol (Gaybita, 2008: 3).
Adanya kebijakan baru ini dipandang sebagai era liberalisasi komoditas
pangan. Sebab, sejak Kepres tersebut dibuat tugas pokok Bulog hanya
mengelola beras. Kemudian melalui Keppres No. 103/2001 tanggal 13
September 2001, pemerintah mengatur kembali tugas dan fungsi Bulog.
Bulog hanya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik
sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku dengan kedudukan
sebagai lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab
langsung kepada presiden (Darwis, 2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1).
Sejak berdirinya Bulog sampai terjadinya krisis ekonomi, manajemen
Bulog tidak banyak berubah dari waktu ke waktu, meskipun ada perbedaan
tugas dan fungsi dalam berbagai periode. Pada awal berdirinya status Bulog
adalah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan
Keppres RI No. 39 tahun 1978. Akan tetapi, krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1997 menimbulkan tekanan yang sangat kuat agar peran
pemerintah dipangkas secara drastis sehingga semua kepentingan nasional
termasuk pangan harus diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
Tekanan tersebut terutama mucul dari negara-negara maju pemberi pinjaman
khususnya AS dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World
Bank (Perum Bulog, 2010: 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Banyaknya tekanan tersebut memberi konsekuensi bahwa Bulog harus
berubah secara total. Adanya perubahan kebijakan pangan pemerintah dan
pemangkasan tugas dan fungsi Bulog seperti yang tertuang dalam beberapa
Keppres dan SK Menperindag sejak tahun 1998, serta Keppres RI No. 103
tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status menjadi BUMN
selambat-lambatnya Mei 2003, merupakan faktor pendorong untuk
melakukan perubahan pada Bulog. Selain hal tersebut, fakor lainnya adalah
berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya
instansi vertikal. Selanjutnya Bulog melakukan berbagai kajian-kajian baik
oleh intern Bulog maupun pihak ekstern. Berdasarkan hasil kajian, ketentuan
dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling
sesuai bagi Bulog adalah Perum. Dengan bentuk Perum, Bulog tetap dapat
melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam
pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk
masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk
berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan
publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga. Disamping itu,
Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat
sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang
tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Berdasarkan hal
ini maka sejak tanggal 20 Januari 2003 LPND Bulog secara resmi berubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menjadi Perum Bulog berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun
2003 yang kemudian direvisi menjadi PP RI No. 61 Tahun 2003 (Darwis,
2010: 1; Perum Bulog, 2010: 1).
Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang
selanjutnya direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, menjadikan urusan di sektor perberasan diserahkan kepada
pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan secara teknis beras merupakan
produk sektor pertanian yang merupakan salah satu bidang kewenangan
pemerintah daerah. Berdasarkan hal ini maka pemerintah daerah secara
proaktif harus berperan dalam menangani persoalan perberasan yang terjadi
di daerahnya. Ini disebabkan sejak perubahan status Bulog dari LPND
menjadi Perum, harga sejumlah komoditas pangan termasuk beras selalu
mengalami perubahan. Pemerintah tidak lagi bisa mengendalikan harga sebab
harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Perubahan pada harga beras,
tidak banyak mempengaruhi permintaan beras, hal ini disebabkan orang akan
berusaha mempertahankan kuantitas beras yang dikonsumsinya meskipun
harga beras mengalami perubahan yang besar. Akan tetapi perubahan harga
beras yang berkepanjangan tentu akan merugikan masyarakat sebagai
konsumen. Keseimbangan antara ketersediaan pasokan beras dan permintaan
konsumen merupakan hal yang dapat menjaga stabilitas harga beras.
Ketersediaan pasokan beras di pasar tidak luput dari dukungan
pemerintah terutama pada teknis produksi, sarana dan prasarana usaha tani,
penanganan pasca panen, serta berbagai kebijakan mikro dan makro. Pada era
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
otonomi daerah sekarang ini, manajemen sistem kebijakan perberasan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah sistem kebijakan yang
menyangkut aspek penyediaan sarana dan prasarana usahatani, misalnya
menyangkut pembangunan jaringan irigasi, penyediaan bibit unggul, fasilitas
penanganan pasca panen yang memadai dan penyuluhan pertanian tentang
informasi pasar dan teknologi (Sutrisno, 2009: 2). Dengan adanya otonomi
daerah ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang
lebih baik pada para pelaku sektor perberasan, karena tidak lagi tergantung
pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan
sumber daya daerah yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat sehingga kesejahteraan rakyat menjadi lebih terjamin. Demikian
juga yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten
penghasil beras di propinsi Jawa Tengah.
Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi pemasok kebutuhan beras
nasional. Produktivitas padi yang terbesar di propinsi Jawa Tengah adalah
Kabupaten Sukoharjo (BPS, 2009: 207). Menurut data Badan Ketahanan
Pangan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 total produksi bersih beras
sebesar 210.726,38 ton. Produksi bersih beras tersebut berasal dari produksi
padi sebanyak 357.525 ton yang diperoleh dari lahan sawah dengan luas
panen 50.448 ha dan rata-rata produktivitas 70,87 ku/ha. Total produksi
bersih beras ini mampu mencukupi kebutuhan penduduk 843.127 jiwa,
bahkan masih terdapat kelebihan sebanyak 132.417 ton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Selama kurun waktu 6 tahun, yaitu tahun 2005-2010, luas lahan panen
dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo mengalami fluktuasi. Selain
karena perubahan luas lahan panen, curah hujan atau iklim juga sangat
mempengaruhi budidaya tanaman padi yang pada akhirnya akan ikut
berpengaruh pada jumlah hasil panen atau produksi padi. Perkembangan luas
lahan panen, produktivitas, dan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010
Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 2005 2006 2007 2008 2009 2010
46.440 49.422 46.171 48.248 50.448 51.876
64,43 65,24 69,88 69,90 70,87 64,70
299.206 322.426 322.656 337.244 357.525 335.638
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)
Sebagaimana disajikan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa luas panen,
produktivitas, dan produksi padi selama tahun 2005 – 2010 cenderung
mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu sangat mendukung untuk
menjamin ketersediaan beras guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
di Kabupaten Sukoharjo. Jumlah penduduk yang cenderung meningkat setiap
tahunnya tentu akan berpengaruh pada peningkatan permintaan beras sebagai
bahan pangan utama. Permintaan yang terus meningkat tentu harus diimbangi
dengan ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi permintaan tersebut.
Perkembangan penawaran, permintaan, dan surplus beras di Kabupaten
Sukoharjo selama tahun 2005 – 2010 terdapat pada Tabel 2 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Tabel 2. Penawaran, Permintaan dan Surplus Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2010
Tahun Jumlah
Penduduk (jiwa)
Penawaran (Ton)
Permintaan (Ton)
Surplus (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009 2010
821.213 826.289 831.613 837.279 843.127 849.016
167.287,872 177.413,144 170.016,216 190.569,488 196.239,792 165.172,568
76.266,05 76.737,46 77.231,90 77.758,10 70.763,65 71.257,91
91.021,82 100.675,68
92.784,31 112.811,38 125.476,14
93.914,65
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010
Surplus yang terdapat pada Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa masih
terdapat kelebihan produksi beras dikurangi dengan konsumsi beras. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat memenuhi
permintaan beras masyarakat. Surplus beras tersebut selanjutnya dapat
diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada di luar
Kabupaten Sukoharjo. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pemerintah
daerah telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung sektor
perberasan dan berhasil mengoptimalkan sumberdaya pertanian yang terdapat
di Kabupaten Sukoharjo. Kondisi surplus ini diharapkan dapat terus
berlangsung, akan tetapi hal ini tidak dapat dipastikan sebab adanya desakan
pengurangan luas lahan pertanian dan perubahan iklim yang tidak menentu.
Sisi lainnya adalah pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat
tentu membutuhkan bahan pangan, terutama beras, yang semakin banyak
pula.
Selama tahun 2005 – 2010, kondisi permintaan dan penawaran beras di
Kabupaten Sukoharjo cenderung mengalami perubahan. Perubahan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya ini dapat digunakan untuk meramalkan
kondisi tahun berikutnya dengan menggunakan metode Box-Jenkins
(ARIMA). Pada metode ARIMA, hasil peramalan sangat dipengaruhi oleh
kondisi variabel terikat pada periode sebelumnya, atau merupakan nilai-nilai
time-laged dari variabel tak bebas yang disebut autoregressive. Selain itu,
pada metode ini juga memperhitungkan adanya hubungan ketergantungan
antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan, yang dikenal dengan moving
average. Berdasarkan pertimbangan ini, selanjutnya dengan menambahkan
variabel dummy untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah
terhadap penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo, maka
dapat dilakukan analisis tentang peramalan penawaran dan permintaan beras.
Analisis peramalan permintaan dan penawaran ini menjadi penting untuk
perencanaan kebijakan di sektor perberasan. Pemerintah daerah selanjutnya
dapat menyusun perencanaan kebijakan-kebijakan untuk mendukung
penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo.
B. Perumusan Masalah
Bagi Indonesia, pangan diidentikkan degan beras, karena jenis pangan
ini merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Nilai
strategis beras antara lain disebabkan karena beras adalah makanan pokok
paling penting. Beras memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi
(penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika sosial pedesaan),
lingkungan (menjaga tata guna air dan udara bersih), dan sosial politik
(perekat bangsa, ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin
(Abubakar, 2008: 2).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah selalu berupaya untuk
meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan beras bagi
masyarakat. Pertimbangan tersebut menjadi penting sebab jumlah penduduk
yang terus bertambah, untuk itu diperlukan ketersediaan pangan dalam
jumlah yang cukup. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo terus berupaya untuk
meningkatkan produksi padi guna menjamin ketersediaan beras untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Sukoharjo.
Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
merupakan pembaharuan dari UU otonomi daerah sebelumnya, telah
memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan
potensi daerahnya dengan lebih maksimal demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat. Sama halnya, dalam sektor perberasan yang tercakup dalam
sektor pertanian, diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah.
Pemerintah daerah diharapkan lebih giat dan optimal dalam meningkatkan
ketersediaan beras di daerahnya, yang dapat diterapkan melalui berbagai
kebijakan yang mendukung sektor perberasan. Dukungan pemerintah
misalnya dapat melalui penyaluran pupuk kepada petani, penyediaan sarana
produksi budidaya padi, dan penyuluhan tentang teknologi baru yang tepat
guna serta informasi harga hasil pertanian. Dukungan pemerintah yang baik
diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan petani, selanjutnya akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
memicu kerja petani yang pada akhirnya akan menjamin peningkatan hasil
produksi.
Adanya perubahan kepengurusan sektor perberasan, yang pada awalnya
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan sekarang diserahkan ke
pemerintah daerah merupakan peluang bagi pemerintah daerah untuk lebih
meningkatkan ketersediaan pangan bagi masyarakatnya. Selain itu perubahan
peran Bulog selaku lembaga yang mengelola perberasan, merupakan peluang
bagi lembaga ini di tingkat daerah untuk menjamin ketersediaan bahan
pangan yang cukup dan merata. Meskipun harga beras sekarang ini
diserahkan pada mekanisme pasar, akan tetapi Bulog tetapi mepunyai peran
tersendiri yaitu dengan menjamin keseimbangan antara ketersediaan pasokan
dan permintaan konsumen untuk stabilitas harga beras agar tidak merugikan
produsen dan konsumen.
Meskipun pada kenyataannya produksi beras tidak hanya ditentukan
oleh dukungan pemerintah daerah saja. Banyak faktor-faktor lain yang ikut
menentukan penawaran beras di pasaran, misalnya harga beras itu sendiri,
luas panen padi, harga pupuk dan iklim juga ikut berpengaruh. Produksi beras
harus selalu ditingkatkan karena semakin meningkatnya jumlah penduduk,
yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan pangan. Walaupun
sekarang banyak terdapat bahan pangan lain, seperti roti, gandum, dan mie,
akan tetapi sampai saat ini beras masih menjadi bahan pangan utama. Untuk
itulah ketersediaan beras harus selalu dijaga untuk memenuhi kebutuhan
bahan pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama beberapa tahun ini
selalu dapat memenuhi permintaan masyarakat (surplus), akan tetapi kondisi
ini tidak dapat dipastikan untuk beberapa tahun ke depan. Budidaya tanaman
padi sangat tergantung pada kondisi iklim, terjadinya penyimpangan iklim
akan sangat mempengaruhi produktivitas padi. Jika produktivitas semakin
turun sedangkan permintaan beras terus meningkat akibat pertambahan
jumlah penduduk, dikhawatirkan produksi beras tidak dapat memenuhi
permintaan masyarakat, kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan hal ini maka penting untuk mengetahui peramalan penawaran
dan permintaan beras, untuk mengetahui gambaran kondisi ke depan.
Peramalan ini menjadi penting mengingat beras merupakan kebutuhan
pangan paling pokok yang kebutuhannya harus selalu terpenuhi. Melalui hasil
peramalan yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan sebagai lat bantu
untuk merumuskan kebijakan-kebijakan terkait dengan kondisi perberasan.
Berdasarkan uraian tersebut maka disusun perumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah dinamika penawaran dan permintaan beras pada era
sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten
Sukoharjo?
2. Bagaimanakah peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2011 – 2015 ?
3. Bagaimanakah peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo
pada tahun 2011 – 2015 ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dinamika penawaran dan permintaan beras pada era sebelum
dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo.
2. Menganalisis peramalan penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2011 – 2015.
3. Menganalisis peramalan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2011 – 2015.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Agribisnis pada
Program Studi Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk
menambah wawasan terutama yang berkaitan dengan peramalan
penawaran dan permintaan.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan
dalam menyusun kebijakan terutama terkait dengan permintaan dan
penawaran beras di Kabupaten Sukoharjo.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan informasi dan referensi dalam penyusunan penelitian
selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Beras
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah
yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh
menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh
(polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (hull), disebut
beras pecah kulit (brown rice). Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan
menentukan tingkat kehilangan zat-zat gizi. Proses penggilingan dan
penyosohan yang baik akan menghasilkan butiran beras utuh (beras
kepala) yang maksimal dan beras patah yang minimal. Lapisan yang
menyelimuti bagian luar beras pecah kulit, yakni dedak dan/atau bekatul
(rice bran) mengandung sekitar 65% dari zat gizi mikro penting dalam
beras. Dedak mengandung vitamin (tiamin, niasin, vitamin B6), mineral
(besi, fosfor, magnesium, potasium), asam amino, asam lemak esensial,
serta antioksidan. Kandungan zat gizi tersebut memberi manfaat dalam
meningkatkan kesehatan tubuh, bersifat hipoalergenik (rendah
kemungkinan untuk memicu alergi), sumber serat makan yang banyak
digunakan dalam berbagai industri pangan, farmasi dan pangan suplemen
(dietary supplement). Beras giling (milled rice) berwarna putih karena
telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak
padi sekitar 5-7 % dari berat beras pecah kulit (brown rice). Makin tinggi
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang
dihasilkan, namun makin miskin zat-zat gizi (Rahmat, 2010: 1).
Pola konsumsi masyarakat pada masing-maisng daerah berbeda-
beda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola
konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian,
khususnya beras yang diindikasikan oleh tingginya starchy staple ratio.
Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap
beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali potensi lokal
yang berbasis non-beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya
(Made, 2008: 52).
Menurut Lassa (2006: 3-4) dominasi beras atas sumber daya pangan
lainnya di Indonesia dapat ditemukan dalam istilah-istilah lokal seperti
“palawija” (Sansekerta, phaladwija) yang harfiahnya berarti sesuatu yang
bukan beras (sekunder) atau pangan kelas dua, sesuatu yang
terkonstruksikan secara budaya (culturally constructed). Dalam penelitian
ini Van der Eng (2001:190) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi
sumber pangan dominan yang tercermin dari 50% total konsumsi nasional.
Hari ini, 96% penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan
lainnya (Simatupang, 1999: 4).
Beras merupakan komoditas yang penting karena merupakan
kebutuhan pangan pokok yang setiap saat harus dapat dipenuhi.
Kebutuhan pangan pokok perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh
dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh
karena itu, sasaran pembangunan pertanian adalah memantapkan neraca
ketersediaan beras (Nurmalina, 2008: 48).
2. Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
telah membuka saluran baru bagi pemerintah propinsi dan kabupaten
untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan
umum kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan
berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah
diwujudkan melalui Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, selanjutnya
Peraturan Pemerintah Nomor 104, 105, 106, 107, 108, 109, dan 110 Tahun
2000 dan ketentuan lainnya yang relevan (Widjaja, 2004: 1-2).
Pemberlakuan UU N. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
atau lebih akrab degan sebutan otonomi, adalah salah satu hasil reformasi
politik dan pemerintahan di Indonesia sebagai dampak krisis ekonomi
yang begitu hebat. Undang-Undang ini memberikan banyak kewenangan
kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri kecuali di sektor-
sektor agama, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, moneter dan
kehakiman. Di laur kelima sektor tersebut sepenuhnya menjadi hak dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tanggung jawab daerah. Dengan kewenangan ini, Pemerintah Daerah dapat
merekayasa pembangunan sesuai kebutuhan dan kapasitas sumberdayanya
tanpa harus menunggu ijin dari Pemerintah Pusat. Pada pasal 10 (1) UU
No. 22/1999 disebutkan daerah berwenang mengelola sumber daya
nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara
kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya pasal 11 (2) menyebutkan bahwa bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian,
perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal. Lingkungan
hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja (Sudantoko, 2003: 33-34).
Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang sangat
dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokrasi, apalagi jika dikaitkan
dengan tantangan masa depan memasuki era perdagangan bebas yang
antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerja sama
regional, perubahan pola atau sistem informasi global. Melalui otonomi
daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh
kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur
daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya
dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan
identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu
menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif,
termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada
publik/masyarakat (Widjaja, 2004: 7).
Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar
susunan pemerintahan dan atau pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah
dalam kesatuan sistem pengelenggaraan Pemerintahan Negara. Dalam
kenyataannya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah, perlu diganti (direvisi) dan kemudian disahkan Undang-
Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor
4437) (Widjaja, 2007: 37).
3. Permintaan
Konsep permintaan mewakili perilaku konsumen secara umum di
pasar. Perilaku konsumen dalam hal ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah permintaan suatu produk oleh konsumen dan
bagaimana pengaruh dari perubahan faktor-faktor tersebut terhadap
permintaan produk tersebut. Konsep permintaan menjelaskan bahwa
permintaan atas suatu produk dipengaruhi oleh bauran pemasaran produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tersebut, bauran pemasaran produk pesaing, pendapatan konsumen, jumlah
penduduk, ekspektasi konsumen, dan lain-lain (Herlambang, 2002: 29).
Menurut Arsyad (2000: 125-128) pada tingkat individual,
permintaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu nilai dari cara mendapatkan
dan menggunakan barang dan jasa dan kemampuan untuk mendapatkan
barang dan jasa. Kedua faktor tersebut merupakan prasyarat bagi
permintaan efektif individual. Suatu hasrat saja tanpa didukung daya beli
(purchasing power) hanyalah keinginan bukan permintaan. Permintaan
individual tersebut apabila dijumlahkan akan membentuk permintaan
pasar. Permintaan pasar selanjutnya akan membentuk fungsi permintaan
pasar suatu produk yang menunjukkan hubungan antara jumlah produk
yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhi permintaan
tersebut. Berbagai variabel penentu permintaan dapat digolongkan menjadi
variabel strategis (harga barang yang bersangkutan, advertensi, kualitas
dan desain barang, serta saluran distribusi barang), variabel konsumen
(tingkat pendapatan, selera konsumen, dan harapan konsumen terhadap
harga di masa yang akan datang), variabel pesaing (harga barang substitusi
dan barang komplementer, advertensi dan promosi barang lain, saluran
distribusi barang lain, serta kualitas dan desain barang lain) dan variabel
lainnya (kebijakan pemerintah, jumlah penduduk, dan cuaca).
Ketika pendapatan total seseorang meningkat, dengan asumsi harga-
harga tidak berubah, maka kuantitas barang yang dibeli untuk setiap
barang juga akan meningkat. Barang-barang yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kecenderungan seperti ini disebut barang normal. Sebagian besar barang
merupakan barang normal, jika pendapatan meningkat, dalam prakteknya
orang cenderung untuk membeli lebih banyak barang. Permintaan untuk
barang-barang ”mewah” akan meningkat lebih cepat jika pendapatan naik,
tetapi permitaan barang “untuk keperluan sehari-hari” akan meningkat
lebih lambat (Nicholson, 2002: 92-94).
Jika harga suatu jenis barang berubah, perubahan ini memiliki dua
efek yang berbeda pada pilihan-pilihan seseorang. Dengan efek subtitusi,
meskipun individu tetap bertahan pada kurva indiferens yang sama,
konsumsinya harus diubah agar MRS-nya sama dengan rasio harga yang
baru dari kedua barang. Dengan efek pendapatan, karena perubahan harga
berarti perubahan daya beli “riil”, orang akan berpindah ke kurva
indiferens baru yang konsisten dengan daya beli baru ini.
Kecenderungannya adalah orang memilih untuk meningkatkan konsumsi
barang yang harganya menurun dan mengurangi konsumsi barang yang
harganya meningkat. Selain berdampak terhadap barang itu sendiri,
perubahan harga suatu barang juga akan berdampak pada kuantitas barang
lain yang diminta. Pada dua barang yang bersifat komplemen, kenaikan
harga suatu barang akan menurunkan kuantitas konsumsi barang lain.
Sedangkan pada barang yang bersifat subtitusi, kenaikan harga suatu
barang akan meningkatkan konsumsi barang lain (Nicholson, 2002: 96-
110).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi
menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode
waktu, pada berbagai harga alternatif oleh semua individu di dalam pasar.
Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor
yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah
pembeli komoditi tersebut di pasar. Secara geometris, kurva permintaan
pasar atas suatu komoditi diperoleh melalui penjumlahan horizontal dari
semua kurva permintaan individualitas komoditi tersebut
(Salvatore, 2006: 13).
P (Harga)
P1
P2
Q
Q1 Q2
Gambar 1. Kurva Permintaan
Hubungan antara harga dan jumlah penjualan jika digambarkan akan
membentuk kurva permintaan, yang menunjukkan jumlah total produk
yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga
yang ditawarkan oleh produsen, dengan mempertahankan faktor-faktor
lain konstan (Herlambang, 2002: 30). Pergeseran sepanjang kurva
permintaan menunjukkan perubahan jumlah barang yang diminta apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
terjadi perubahan harga, faktor lain dianggap cateris paribus. Sedangkan
apabila terjadi perubahan satu variabel atau lebih (selain harga) dalam
fungsi permintaan produk tertentu akan mengakibatkan terjadinya
pergeseran dari suatu kurva permintaan ke kurva permintaan lainnya
(Arsyad, 2000:132-133).
4. Penawaran
Penawaran adalah salah satu kekuatan yang menentukan
keseimbangan pasar. Penawaran pasar atas suatu produk menunjukkan
total penawaran seluruh produsen yang ada di pasar, yang ditentukan oleh
harga produk itu sendiri, harga produk lain, biaya produksi, teknologi,
kebijakan pemerintah, besar pajak dan subsidi, dan lain-lain. Jika harga
suatu produk semakin murah, maka jumlah penawaran produk tersebut
oleh produsen akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah penawaran
suatu produk dengan harganya dan jika digambarkan akan membentuk
kurva penawaran. Kurva penawaran menunjukkan jumlah penawaran
suatu produk pada berbagai tingkat harga, sementara faktor lain dianggap
tetap (Herlambang, 2002: 39-40).
Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi
memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode
waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen
komoditi tersebut dalam pasar. Penawaran pasar komoditi itu tergantung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu,
dan seterusnya pada jumah produsen dalam pasar (Salvatore, 2006: 15).
Kurva penawaran (supply curve) menunjukkan jumlah barang yang
produsen bersedia menjual dengan harga yang akan diterimanya di pasar
dengan mempertahankan setiap faktor yang mempengaruhi jumlah
penawaran agar tetap. Kurva penawaran menunjukkan bagaimana jumlah
barang yang ditawarkan untuk dijual berubah seiring dengan perubahan
harga barang tersebut. Kurva penawaran naik kemiringannya, semakin
tinggi harganya, semakin banyak perusahaan mampu dan bersedia
(Pindyck dan Daniel, 2007: 24).
Kurva penawaran memperlihatkan apa yang terjadi dengan kuantitas
barang yang ditawarkan ketika harganya berubah, dengan menganggap
seluruh faktor penentu lainnya konstan. Jika satu dari faktor-faktor
tersebut berubah, kurva penawaran akan bergeser (Mankiw, 2000: 88).
P (Harga)
P1
P2
Q
Q1 Q2
Gambar 2. Kurva penawaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Konsep dasar dari fungsi penawaran suatu produksi dapat
dinyatakan dalam hubungan antara kuantitas yang ditawarkan (kuantitas
penawaran) dan sekumpulan variabel spesifik yang mempengaruhi
penawaran produk sebagai berikut (Gaspersz, 2000: 71):
Qsx = f(Px, Pr, T, Pe, Nf, O)
Keterangan :
Qsx : kuantitas penawaran produk
f : notasi fungsi yang berarti penawaran dari
Px : harga dari produk x
Pr : harga dari input yang digunakan untuk memproduksi produk x
T : tingkat teknologi yang tersedia
Pe : ekspektasi produsen akan harga produk x di masa mendatang
Nf : banyaknya produsen yang memproduksi produk sejenis
O : faktor spesifik lain yang berkaitan dengan penawaran produk x
Pada berbagai kasus sederhana, kurva penawaran mengukur berapa
banyak barang yang akan disediakan untuk konsumen pada setiap tingkat
harga. Sebagai tambahan, definisi dari kurva penawaran adalah untuk
setiap tingkat harga, kita menentukan berapa banyak barang yang akan
ditawarkan. Jika kita mempunyai sejumlah penawaran individu dari suatu
barang, kita dapat menambahkan penawaran individu tersebut untuk
membentuk penawaran pasar (Varian, 2003: 289).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
5. Regresi Atas Variabel Dummy
Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data-data kuantitatif,
tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif. Jenis data kualitatif
tersebut seringkali menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertentu,
sering juga dikategorikan variabel bebas (X) dengan klasifikasi
pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Sebagai contoh, bila ingin
meregresikan pengaruh kondisi kemasan produk dodol nenas terhadap
harga jual. Pada umumnya, cara yang dipakai untuk penyelesaian adalah
memberi nilai 1 (satu) kalau kategori yang dimaksud ada dan nilai 0 (nol)
kalau kategori yang dimaksud tidak ada (bisa juga sebaliknya, tergantung
tujuannya). Dalam kasus kemasan ini, bila kemasannya menarik diberi
nilai 1 dan bila tidak menarik diberi nilai 0. Variabel yang mengambil nilai
1 dan 0 disebut variabel dummy dan nilai yang diberikan dapat digunakan
seperti variabel kuantitatif lainnya (Pusdatin, 2011: 5).
Menurut (Gujarati, 2004: 263-267) variabel yang mengambil nilai
seperti 1 dan 0 disebut variabel dummy, nama lainnya adalah variabel
indikator, variabel binary (2 angka), variabel bersifat katagori, variabel
kualitatif, dan variabel yang membagi dua (dichotomous). Ciri model
regresi variabel dummy adalah:
a. Jika suatu variabel kualitatif mempunyai m kategori, maka hanya
menggunakan m-1 variabel dummy.
b. Penetapan nilai 1 dan 0 untuk dua kategori adalah tanpa suatu dasar
(bersifat arbitrary).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c. Kelompok, kategori, atau klasifikasi yang diberi nilai nol seringkali
disebut sebagai kategori dasar, kontrol, perbandingan, atau yang
diabaikan merupakan dasar dalam arti bahwa perbandingan dibuat
dalam kategori ini.
d. Koefisien 囊 yang diberikan untuk variabel dummy D dapat disebut
koefisien intersep deferensial karena koefisien tadi menyatakan berapa
banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapat nilai 1
berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar.
Seringkali topik penelitian yang dibuat menggunakan jenis data
kualitatif. Misalnya laki-laki dan wanita, industri sandang, pangan,
peralatan, dst. Jika jenis kelamin atau industri diberi kode dengan angka,
maka sama sekali tidak menunjukkan bahwa angka yang lebih tinggi
menunjukkan nilai yang lebih besar. Angka-angka (numerik) tersebut
hanya kode untuk membedakan jenis atau kategori yang satu dengan yang
lain. Jika kategori seperti itu merupakan variabel penjelas maka dapat
digunakan variabel dummy. Jika kita memiliki tiga kategori, maka kita
hanya bisa membuat variabel dummy sebanyak dua (n-1) kategori. Hal ini
dilakukan untuk menghindari multikolinearitas yang sempurna. Misalnya
kita punya sembilan kelompok industri, maka kita dapat memasukkan
delapan variabel (Nachrowi, 2008: 27).
Meskipun merupakan suatu alat yang serba guna, teknik variabel
dummy perlu ditangani secara hati-hati. Pertama, jika model regresi berisi
suatu unsur konstanta, banyaknya variabel dummy harus lebih kecil dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
banyaknya klasifikasi tiap variabel kualitatif. Kedua, koefisien yang
diberikan pada variabel dummy selalu harus diinterpretasikan dalam
hubungannya dengan kelompok dasar, yaitu kelompok yang mendapat
nilai nol. Akhirnya, jika suatu model mempunyai beberapa variabel
kualitatif dengan beberapa kelas, pengenalan variabel dummy dapat
menghasilkan banyak derajat kebebasan (Gujarati, 2004: 278).
6. Model Persamaan Simultan
Seringkali hubungan satu arah atau hubungan sebab akibat satu arah
tidak berarti. Ini terjadi jika Y tidak hanya ditentukan oleh X tetapi
beberapa dari X sebaliknya, ditentukan oleh Y. Secara ringkas, terdapat
hubungan dua arah atau simultan antara X dan (beberapa dari) X, yang
membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang
menjelaskan menjadi meragukan. Pada persamaan simultan yang
dilakukan adalah mengumpulkan secara bersama-sama sejumlah variabel
yang dapat ditentukan secara simultan oleh kumpulan variabel sisanya.
Dalam model persamaan seperti ini terdapat lebih dari satu persamaan,
satu untuk tiap variabel tak bebas, atau bersifat endogen atau gabungan
atau bersama. Tidak seperti model persamaan tunggal, dalam model
persaman simultan orang tidak mungkin menaksir dari satu persamaan
tunggal tanpa memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan
lain dalam sistem (Gujarati, 2004: 307).
Salah satu bentuk model persamaan simultan adalah model
struktural, yaitu model yang menggambarkan struktur hubungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
lengkap antara berbagai variabel ekonomi. Persamaan struktural dari suatu
model mengandung variabel endogen, variabel eksogen, dan variabel
gangguan. Parameter struktural mencerminkan pengaruh langsung dari
setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel endogen dalam
persamaan struktural adalah variabel tak bebas dalam persamaan yang
nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, meskipun variabel tersebut
mungkin juga muncul sebagai variabel bebas dalam persamaan. Variabel
eksogen merupakan variabel yang nilainya ditentukan di luar model, yang
meliputi lagged endogenous variable. Variabel eksogen dan variabel
endogen beda kala disebut predetermined variables
(Johnston, 1984: 450-460).
Dari struktur rekursif ini tampak bahwa hubungan kausal antara
variabel endogen dan variabel penjelas bersifat searah, dimana tidak
terdapat ketergantungan di antara variabel endogen. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa 俰1 mempengaruhi 俰2, namun 俰2 tidak
mempengaruhi 俰1. Demikian pula 俰1 dan 俰2 mempengaruhi 俰3, namun 俰3
tidak mempengaruhi 俰1 dan 俰2, berarti setiap persamaan mempelihatkan
hubungan ketergantungan unilateral (Gujarati, 2004: 339-340).
7. Peramalan
Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan
peristiwa kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya
tenggang waktu (lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan
dan peramalan. Jika waktu tenggang ini nol atau sangat kecil maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang ini panjang dan hasil
peristiwa akhir tergantung pada fakta-fakta yang dapat diketahui, maka
perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam situasi seperti itu
peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan
terjadi atau timbul sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan
(Makridakis et al., 1999: 3).
Herlambang (2002: 86) menjelaskan bahwa tujuan peramalan adalah
untuk meminimalkan resiko dan ketidakpastian yang mungkin akan
dihadapi perusahaan untuk operasi perusahaan dalam jangka pendek
maupun untuk perencanaan jangka panjang perusahaan. Kedudukan
peramalan menjadi semakin penting karena organisasi bisnis dan
lingkungan menjadi semakin kompleks dan berubah dengan tempo yang
semakin cepat. Semua organisasi bisnis beroperasi dalam suatu lingkungan
yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu, hasil dari
peramalan dapat digunakan oleh manajer sebagai pegangan untuk
menentukan masa depan perusahaan.
Situasi peramalan sangat beragam dalam horizon waktu peramalan,
faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe pola data dan berbagai
aspek lainnya. Untuk menghadapinya dikembangkan beberapa teknik yang
dikategorikan menjadi dua kategori utama, yaitu metode kualitatif atau
teknologis dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi
deret berkala dan metode kausal, sedangkan metode kualitatif dapat dibagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menjadi eksploratoris dan normatif. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan
bila terdapat tiga kondisi berikut:
a. Tersedianya info tentang masa lalu;
b. Info tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data yang unik;
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa yang akan datang.
Terdapat berbagai alat peramalan yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah tentang peramalan. Akan tetapi berbagai alat
tersebut jarang yang digunakan untuk meramalkan secara langsung, tetapi
lebih sebagai komponen yang lebih besar dan lebih komprehensif dari
sistem peramalan. Secara garis besar terdapat dua metode peramalan yaitu
scientific and judgmental methods. Pada scientific method dapat
menjelaskan secara eksplisit bahwa peneliti menggunakan tehnik
pengaturan sama dengan asumsi akan menghasilkan ramalan yang sama.
Sedangkan pada judgmental method berdasarkan anggapan bahwa terdapat
beberapa hal yang tidak dapat diperkirakan. Anggapan ini menimbulkan
adanya ramalan yang ‘baik’ dan ‘buruk’. Suatu ramalan yang ‘baik’
hasilnya harus mendekati akurat yang berarti mendekati standar statistika
yang telah ditetapkan (Butler et al., 1996: 4-6).
8. Penaksiran dan Peramalan Permintaan
Arsyad (2000: 166) menjelaskan bahwa penaksiran permintaan
merupakan proses untuk menemukan nilai dari koefisien-koefisien fungsi
permintaan akan suatu produk pada masa kini (current value). Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
prakiraan permintaan merupakan proses penemuan nilai-nilai permintaan
pada periode waktu yang akan datang (future value). Nilai-nilai masa kini
dibutuhkan untuk mengevaluasi optimalitas penentuan harga sekarang dan
kebijaksanaan promosi dan untuk membuat keputusan sehari-hari. Nilai-
nilai pada waktu yang akan datang diperlukan untuk perencanaan
produksi, pengembangan produk baru, investasi, dan keadaan-keadaan lain
dimana keputusan yang harus dibuat mempunyai dampak pada periode
waktu yang panjang.
Peramalan permintaan adalah upaya untuk mengetahui kemungkinan
perubahan permintaan atau jumlah produk yang diminta oleh konsumen di
masa yang akan datang. Peramalan permintaan dapat dibagi menjadi dua
metode yaitu kuantitatif dan kualitatif. Metode peramalan kualitatif adalah
peramalan yang didasarkan atas judgement dari seseorang atau kelompok
orang. Hasil dari peramalan kualitatif dapat berupa angka-angka tetapi
biasanya tidak didasarkan atas suatu data historis. Metode peramalan
kuantitatif adalah metode peramalan yang menggunakan data historis
sebagai dasar pijakannya. Metode kuantitatif dibagi menjadi dua bagian
yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Dasar pemikiran peramalan
dengan deret waktu adalah bahwa sekumpulan data mempunyai pola dan
karakteristik tertentu. Jika pola tersebut dipelajari dan diketahui, maka
dapat digunakan untuk memproyeksikan data yang akan datang. Metode
yang dapat digunakan diantaranya moving average, eksponential
smoothing, model Box-Jenkins, dan metode dekomposisi. Peramalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
permintaan dengan metode kausal dilakukan dengan mencari hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk
(variabel bebas) terhadap permintaan suatu produk (variabel tak bebas)
(Herlambang, 2000: 105-108).
9. Analisis Deret Berkala (Time Series)
Makridakis et al. (1999: 329-331) menjelaskan bahwa penggunaan
metode-metode peramalan umum meliputi dua tugas dasar yaitu analisis
deret data dan seleksi model peramalan yang paling cocok dengan deret
data tersebut. Kategori utama teknik peramalan deret berkala adalah
pemulusan (smoothing) dan dekomposisi (decomposition). Metode
pemulusan mendasarkan ramalannya pada prinsip perata-rataan
(penghalusan) kesalahan-kesalahan masa lalu dengan menambahkan
persentase kesalahan pada persentase ramalan sebelumnya. Metode
dekomposisi deret berkala didasarkan pada prinsip “pemecahan” data deret
berkala ke dalam masing-masing komponennya yaitu musiman, trend,
siklus dan unsur random, dan kemudian dilakukan peramalan terhadap
nilai masing-masing dan komposisi tersebut secara terpisah dan akhirnya
menggabungkan kembali ramalan-ramalan tersebut.
Pada suatu persamaan dengan metode deret berkala, variabel bebas
persamaan merupakan nilai sebelumnya dari variabel tak bebas. Nilai-nilai
ini merupakan nilai-nilai time-laged dari variabel tak bebas, sehingga
digunakan istilah auotoregresi (AR) untuk menjelaskan persamaan
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
俰棍实逛十瑰1俰棍石1 十瑰2俰棍石2 十瑰诡俰棍石诡…十硅棍 (1)
Kemudian dilakukan pembobotan terhadap nilai-nilai sebelumnya
sehingga persamaan (1) menjadi bentuk sebagai berikut : 俰棍实逛十瑰1硅棍石1 十 逛 2硅棍石2 十瑰诡硅棍石 尳 …十硅棍 (2)
Keterangan: 俰棍 = variabel terikat pada saat t Y棍石1 … Y棍石诡 = variabel terikat pada saat time lag t – 1 …. t – k a = konstanta b1 … bk = parameter dari Y棍石1 … Y棍石诡 硅棍 = nilai kesalahan pada saat t e棍石1 … e棍石诡 = nilai kesalahan pada periode sebelumnya
Pada persamaan (2) secara eksplisit ditetapkan hubungan ketergantungan
antara nilai-nilai kesalahan yang berurutan dan persamaan disebut model
moving average (MA). Model-model autoregresif (AR) dapat secara
efektif digabungkan dengan model moving average (MA) untuk
membentuk kelas model yang sangat umum dan berguna dalam model
deret berkala yang biasanya dinamakan pola atau proses
autoregresive/moving average (ARMA).
Alat-alat metodologi untuk menganalisis data deret berkala
diantaranya adalah (Makridakis et al., 1999: 337-348) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
a. Plot data
Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala
adalah memplot data tersebut secara grafis. Hal ini akan bermanfaat
untuk memplot berbagai versi data moving average untuk menetapkan
adanya trend (penyimpangan nilai tengah) untuk menghilangkan
pengaruh musim pada data (deseasonilize the data).
b. Koefisien autokorelasi
Statistik kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien
autokorelasi, yaitu korelasi deret berkala dengan deret berkala itu
sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih.
c. Distribusi sampling autokorelasi
Konsep dari distribusi sampling sangat penting di dalam analisis deret
berkala karena dapat memberikan petunjuk untuk menilai koefisien
autkorelasi dan bagaimana hubungannya dengan signifikansi.
d. Periodogram dan analisis spektral
Dilakukan dengan menguraikan data dalam himpunan gelombang
sinus (siklus) pada frekuensi yang berbeda-beda. Nilai pengujian
kumpulan amplitude dari berbagai gelombang tersebut dapat
membantu penentapan unsur random, unsur musiman, dan autokorelasi
positif atau negatif dalam deret berkala.
e. Koefisien autokorelasi parsial
Autokorelasi parsial digunakan utnuk mengukur tingkat keeratan
(association) antara 贯棍 dan 贯棍石诡, apabila pengaruh dari time lag 1, 2,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3, … dan seterusnya sampai 诡石1 dianggap terpisah. Koefisien
autokorelasi berorde 桂 didefinisikan sebagai koefisien autoregresif
terakhir dari model AR 纵 晦 邹. 10. Metode Box-Jenkins (ARIMA)
Terdapat alat peramalan baru yang dikenal dengan metode Box-
Jenkins (BJ) atau lebih dikenal dengan metode ARIMA. Metode ini tidak
menekankan pada analisis probabilistik atau stokastik, tetapi lebih kepada
kelengkapan data ekonomi deret berkala (time series) dengan filosofi “let
the data speak themselves”. Tidak seperti model regresi, dimana Yt
dijelaskan oleh k regresi X1, X2, X3, …, Xk, jenis model time series BJ
mengijinkan Yt dijelaskan oleh masa lalu, atau lag, nilai dari Y itu sendiri
dan stochastic error terms. Untuk alasan tersebut, model ARIMA
seringkali disebut model atheoretic karena model ini tidak berdasarkan
dari berbagai teori ekonomi, dan teori ekonomi seringkali berbentuk model
persamaan simultan (Gujarati, 2003: 837).
Menurut Hyndman (2001: 1) ARIMA adalah suatu model
matematika yang digunakan untuk peramalan. ARIMA merupakan
singkatan dari autoregressive, integrated, moving average. Setiap kata dari
singkatan tersebut menjelaskan suatu bentuk model matematika yang
berbeda. ARIMA telah dipelajari secara ekstensif dan merupakan bagian
utama dari analisis time series. Model ini dipopulerkan oleh George Box
dan Gwilym Jenkins pada awal 1970-an dan sekarang dikenal dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
model Box-Jenkins. Pendekatan ARIMA yang digunakan untuk peramalan
adalah berdasarkan pada hal-hal berikut:
a. peramalan berdasarkan pada fungsi linear dari sampel yang diobservasi
b. tujuannya adalah untuk menemukan model yang paling sederhana
yang mampu memberikan diskripsi yang cukup dari data yang
diobservasi, kadangkala ini disebut prinsip parsimony.
Setiap proses ARIMA terdiri dari tiga bagian, yaitu autoregressive (AR),
integrated (I), dan moving average (MA) (Hyndman, 2001: 1-2).
a. AR : bagian ini menjelaskan bagaimana setiap observasi adalah suatu
fungsi dari p observasi sebelumnya. Sebagai contoh, jika p = 1, maka
setiap observasi adalah suatu fungsi hanya dari satu observasi
sebelumnya. 俰棍实规十淀1俰棍石1十晦棍 dimana 俰棍 menunjukkan nilai observasi pada waktu t, 俰棍石1
menunjukkan nilai observasi sebelumnya pada waktu t – 1, 晦棍 menunjukkan beberapa random eror dan c dan 淀1 adalah konstanta.
Nilai lain yang diamati dapat dimasukkan pada sisi kanan persamaan
jika p > 1: 俰棍实规十淀1俰棍石1十淀2俰棍石2 十赋十淀 贵俰棍石贵十晦棍 b. I : bagian ini menentukan apakah nilai observasi dibentuk secara
langsung, atau apakah ada perbedaan (differences) antara observasi
yang berurutan dengan model. Jika d = 0, observasi dibentuk secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
langsung. Jika d = 1, differences dilakukan sekali. Jika d = 2,
differences dilakukan dua kali. Dalam prakteknya jarang sekali nilai d
lebih dari 2.
c. MA : bagian ini menjelaskan bagaimana setiap observasi adalah suatu
fungsi dari q eror sebelumnya. Sebagai contoh, jika q = 1, maka setiap
observasi adalah suatu fungsi hanya dari satu eror sebelumnya
俰棍实规十凰1晦棍石1 十晦棍 晦棍 menunjukkan random eror pada waktu t dan 晦棍石1 menunjukkan
random eror sebelumnya pada waktu t – 1. Eror yang lain dapat
dimasukkan pada sisi kanan persamaan jika q > 1.
Menurut Sugiarto dan Harijono (2000) dalam Ratna (2004: 26-27)
metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini
tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja
dengan baik. Secara teoritis, metode Box-Jenkins merupakan metode yang
canggih terutama untuk melakukan peramalan jangka pendek. Akan tetapi
secara praktis terdapat beberapa kelemahan diantaranya:
1. jumlah data yang dibutuhkan relatif sangat besar. untuk data bulanan
yang bersifat musiman misalnya, paling tidak dibutuhkan 72 data.
2. apabila terdapat data baru yang tersedia, seringkali parameter dari
model ini harus diestimasi ulang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
adanya revisi total terhadap model yang sudah dibuat.
3. waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk mencari model yang tepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Selanjutnya Hanke et al. (2001) dalam Ratna (2004: 27) juga
menyatakan bahwa jumlah data yang dibutuhkan pada metode ini relatif
besar. Untuk data non musiman paling tidak dibutuhkan 40 data atau lebih
untuk membangun sebuah model ARIMA, sedangkan untuk data musiman
paling tidak data sekitar 6-10 tahun tergantung pada masa periode
musiman yang digunakan.
Menurut Gujarati (2003 : 840-848) metode Box-Jenkins terdiri dari
empat tahap, yaitu identifikasi, penaksiran parameter, pemeriksaan
diagnostik, dan peramalan.
a. Identifikasi
Aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya
berhubungan dengan deret berkala yang stasioner, sedangkan banyak
data deret berkala yang bersifat non-stasioner. Suatu data deret berkala
dikatakan stasioner apabila data deret berkala tersebut diplot dan
kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dan varian
yang jelas dari waktu ke waktu (Makridakis et al., 1999: 332-333).
Makridakis et al. (1999: 351) menambahkan bentuk visual dari
plot deret berkala dapat digunakan untuk menguji apakah suatu data
deret berkala telah stasioner atau tidak stasioner, demikian pula plot
autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran.
Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol
sesudah time-lag kedua atau ketiga, sedangkan untuk data yang tidak
stasioner, nilai-nilai tersebut berbeda signifikan dari nol untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, autokorelasi
data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal
dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time-lag
(selisih waktu).
Alat utama pada tahap identifikasi adalah autocorrelation
function (ACF), partial autocorrelation function (PACF), dan hasil
correlogram. Konsep dari autokorelasi parsial adalah analogi dari
konsep koefisien regresi parsial. Pada model regresi berganda k
variabel, koefisien regresi 慌诡 mengukur tingkat perubahan nilai tengah
dari regresi untuk suatu unit perubahan pada tingkat regresi ke-k,
dimana pengaruh seluruh regresor lainnya dianggap konstan. Pada
trend yang sama autokorelasi parsial 辉诡诡 mengukur korelasi antara
observasi time series pada periode k setelah dibandingkan dengan
korelasi pada lag pertengahan (misalnya pada periode lag kurang dari
k). Dengan kata lain, autokorelasi parsial adalah korelasi antara Yt dan 俰棍石诡 setelah perubahan dampak pada nilai tengah Y
(Gujarati, 2003: 841-842).
Penetapan karakteristik data deret berkala seperti stasioner,
musiman, dan sebagainya, memerlukan suatu pendekatan yang
sistematis. Hal ini akan membantu untuk mendapatkan gambaran
mengenai model-model yang akan dianalisis. Beberapa model yang
sering digunakan adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1. Model MA (0,0,q) 贯棍实幌十凰0 硅棍石凰1硅棍石1 石凰2硅棍石2 石赋石凰刽硅棍石刽 2. Model AR (p,0,0) 贯棍实 幌′十Φ1贯棍石1 十Φ2贯棍石2 十赋十Φ贵贯棍石贵十硅棍 3. Model ARMA (p,0,q) 贯棍实幌十Φ1贯棍石1 十Φ2贯棍石2 十赋十Φ贵贯棍石贵十硅棍十凰1硅棍石1 石凰挠硅迫能挠石赋石凰婆硅迫能婆
atau
试1石Φ囊顾石Φ挠顾挠石赋石Φ颇顾颇守贯迫实 _ 十试1石θ囊顾石θ挠顾挠石赋石θ颇顾颇守硅迫
4. Model ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)s
贯棍实足1石Φ1顾石Φ2顾2 石赋石Φ贵顾贵卒纵1石顾邹圭贯棍实幌十 足1石θ1顾石θ2顾2 石赋石θ贵顾贵卒硅棍 Keterangan: 贯棍 = variabel yang diamati 幌 = konstanta moving average 凰0 … 凰刽 = parameter 硅棍 … 硅棍石刽 幌′ = konstanta autoregressive
Φ1 … Φ贵 = parameter 贯棍石1 … 贯棍石贵
AR = autoregressive
MA = moving average
ARMA = autoregressive moving average
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
ARIMA = autoregressive integrated moving average
p = orde autoregressive tanpa musiman
d = orde differencing tanpa musiman
q = orde moving average tanpa musiman
P = orde autoregressive dengan musiman
D = orde differencing dengan musiman
Q = orde moving average dengan musiman
s = jumlah musim dalam satu periode
(Makridakis et al., 1999: 385-395).
b. Penaksiran parameter
Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara,
selanjutnya menetapkan parameter-parameter AR dan MA, musiman
dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik.
Menurut Makridakis et al. (1999: 406-407) terdapat dua cara mendasar
untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut, yaitu :
1. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa
nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau
sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang
akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum
of squared residuals).
2. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian
membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut
secara iteratif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
c. Pemeriksaan diagnostik
Makridakis et al. (1999: 411-414) mengatakan setelah berhasil
menaksir nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan
sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk
membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai. Terdapat dua
cara mendasar untuk melakukannya, yaitu:
1. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih
terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan.
Nilai sisa (kesalahan) yang tertinggal sesudah dilakukan
proses pencocokan model ARIMA, diharapkan hanya merupakan
gangguan random. Oleh karena itu, apabila autokorelasi, parsial
dan spektrum garis dari nilai sisa telah diperoleh, kita berharap
akan menemukan: (i) tidak ada autokorelasi yang signifikan, (ii)
tidak ada parsial yang signifikan, dan (iii) adanya konsistensi dari
amplitudo yang tinggi melalui seluruh nilai frekuensi pada
spektrum garis.
2. Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk
melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan.
Asumsi-asumsi statistik yang mendasari model umum
ARIMA, memberikan beberapa angka statistik yang harus dihitung
setelah nilai-nilai koefisin optimum diukur. Sebagai contoh, untuk
setiap koefisien akan terdapat kesalahan standart (standard error)
untuk masing-masing koefisien tersebut dan karena seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
koefisien diukur bersama-sama maka akan terdapat distribusi
sampling bersama-sama dari koefisien-koefisien tersebut. Hal ini
akan menghasilkan matriks interkorelasi yang memperlihatan
bagaimana bermacam-macam koefisien saling berhubungan satu
dengan lainnya.
d. Peramalan
Metode ARIMA adalah suatu metode yang populer untuk
peramalan karena metode ini dapat mengembangkan struktur
matematika dengan baik dari berbagai hal yang mungkin untuk
menghitung variasi model khusus seperti memprediksi interval. Ini
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peramalan untuk
memastikan bahwa mereka mampu meramalkan hal yang tidak pasti
agar dapat dikuantitatifkan (Hyndman, 2001: 2).
Menurut Makridakis et al. (1999: 382), pendekatan Box-Jenkins
pada tahap pertama (identifikasi) adalah merumuskan sekelompok
model-model yang umum kemudian dilanjutkan dengan penetapan
model untuk sementara. Tahap kedua meliputi penaksiran dan
pengujian, yang dilakukan adalah penaksiran parameter pada model
sementara dan pemeriksaan diagnosa untuk menentukan apakah model
memadai atau tidak. Jika model sudah memadai maka dilanjutkan pada
tahap ketiga (penerapan) yaitu menggunakan model untuk peramalan.
Akan tetapi jika model belum memadai maka kembali pada tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pertama demikian seterusnya sampai ditemukan model yang memadai
yang dapat digunakan untuk peramalan.
11. Penelitian Terdahulu
a. Analisis Penawaran dan Permintaan
Penelitian Maulana et al. (2006: 207-230) dengan judul Analisis
Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi,
metode analisis yang digunakan adalah tabulasi silang dan model
ekonometrika untuk menduga fungsi penawaran dan data yang
digunakan adalah data sekunder periode 1969-2005. Aspek yang
menjadi fokus análisis dalam penelitian ini adalah (1) masalah dan
kendala; (2) potensi dan prospek; dan (3) kebijakan strategis. Hasil
análisis menunjukkan kecenderungan penurunan laju pertumbuhan
produksi padi adalah akibat dari kombinasi: (a) penurunan luas baku
lahan sawah, khususnya di Jawa, dan (b) kemandekan, bahkan
penurunan produktivitas lahan. Berdasarkan kecenderungan historis
dan bila program revitalisasi industri perberasan nasional tidak efektif,
diperkirakan produksi beras akan mengalami pertumbuhan negatif
pada periode tahun 2006-2010 dan Indonesia akan terpaksa
mengimpor beras dalam jumlah yang semakin besar. Kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan kapasitas produksi industri
perberasan nasional harus diorientasikan dari fokus kebijakan harga ke
peningkatan kapasitas produksi, melalui (a) rehabilitasi dan
ekstensifikasi infrastruktur irigasi; (b) pembukaan lahan sawah baru,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dan (c) memacu inovasi teknologi, termasuk revitalisasi sistem
penelitian dan pengembangan pertanian serta sistem diseminasi inovasi
pertanian dengan deregulasi dan penciptaan iklim kondusif bagi
investor swasta.
Nuryanti (2005: 71-81) dalam penelitiannya yang berjudul
Analisis Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Beras di
Indonesia menggunakan model keseimbangan Cobweb hasilnya
menunjukkan bahwa dalan jangka pendek dan jangka panjang
kenaikan harga beras akan meningkatkan penawaran beras. Pengaruh
kenaikan harga pupuk urea dalam jangka pendek akan menurunkan
penawaran beras, sementara dalam jangka panjang akan meningkatkan
penawaran beras serta menurunkan harga beras. Pengaruh peningkatan
pendapatan per kapita dalam jangka pendek akan meningkatkan
permintaan beras, dan dalam jangka panjang tidak mengakibatkan
perubahan permintaan dan harga beras. Sementara itu peningkatan
jumlah penduduk dalam jangka pendek dan jangka panjang akan
menyebabkan peningkatan permintaan dan harga beras dengan
pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh peningkatan pendapatan
per kapita terhadap permintaan dan harga beras. Stabilitas
keseimbangan sistem penawaran dan permintaan beras dalam jangka
pendek keluar dari keseimbangan, namun dalam jangka panjang sistem
menuju pada harga keseimbangan dan sistem kembali stabil. Implikasi
dari kajian ini adalah bahwa kebijakan harga input (pupuk urea) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
harga output (gabah) tidak menimbulkan gangguan stabilitas pasar,
penawaran dan permintaan beras relatif stabil, artinya cukup aman
untuk dilaksanakan.
Kariyasa (2001: 1-21) dalam penelitiannya yang berjudul
Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia
Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi
Swasembada Daging Sapi 2005 menggunakan metode Three Stage
Least Squares (3SLS) untuk menganalisis data time series periode
1970-1999. Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah-peubah yang
secara ekonomi (sesuai dengan hipotesis) berpengaruh terhadap
produksi daging sapi dalam negeri adalah: harga daging sapi dalam
negeri, suku bunga, populasi ternak sapi, harga ternak sapi, dan harga
pakan. Pada persamaan impor daging sapi Indonesia ada empat peubah
yang berpengaruh secara ekonomi yaitu harga daging sapi impor, kurs
rupiah terhadap dolar AS, tarif impor, dan peubah harga daging sapi
dalam negeri. Sedangkan pada persamaan permintaan daging sapi
dalam negeri peubah-peubah yang berpengaruh secara ekonomi adalah
harga daging sapi dalam negeri, harga ikan, harga telur, harga daging
kambing, pendapatan per kapita dan selera.
Dalam jangka pendek maupun jangka panjang, produksi daging
sapi dalam negeri hanya respon terhadap perubahan peubah harga
daging sapi itu sendiri dan harga ternak sapi. Sementara itu permintaan
daging sapi dalam negeri hanya respon terhadap perubahan peubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
harga daging sapi itu sendiri dan pendapatan per kapita. Saat krisis
ekonomi produksi dan permintaan daging sapi dalam negeri masing-
masing 1,3 dan 0,5 kali lebih rendah dibanding sebelum krisis
ekonomi. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa harga riil
daging sapi dalam negeri saat krisis ekonomi sebenarnya sekitar 3,7
kali lebih rendah dibanding sebelum krisis ekonomi. Hal ini diduga
terjadi akibat laju peningkatan inflasi lebih dari 3 kali dibanding laju
peningkatan harga nominalnya. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa
dalam sepuluh tahun kedepan ketergantungan Indonesia akan daging
sapi impor semakin besar. Hal ini terlihat pada tahun 2000, produksi
daging sapi dalam negeri masih mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi daging dalam negeri sebesar 93%, sedangkan pada tahun
2009 diperkirakan proporsi tersebut berubah menjadi 79% dibanding
21%.
b. Analisis Peramalan Penawaran dan Permintaan
Penelitian Contreras et al. (2003: 1014-1020) dengan judul
ARIMA Models to Predict Next-Day Electricity Prices menggunakan
dua model ARIMA untuk meramalkan harga perjam pada penggunaan
listrik di Spanyol dan California. Pada model Spanyol perlu lima jam
untuk meramalkan harga yang akan datang, sebaliknya pada model
California hanya memerlukan dua jam saja. Perbedaan ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan struktur penawaran dan kepemilikan. Rata-
rata eror pada pasar Spanyol berkisar antara 10% dengan dan tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
variabel penjelas, dan berkisar 5% pada periode yang stabil dari pasar
California (berkisar 11% selama tiga minggu, dan tanpa variabel
penjelas). Di Spanyol, variabel penjelas hanya diperlukan pada bulan
dengan korelasi yang tinggi antara produksi hidro yang tersedia dan
harga. Sedangkan pada bulan yang lainnya, dampak ini tidak ada.
Untuk kedua pasar tersebut, tidak ada eror yang layak, diambil dalam
jumlah sifat yang kompleks dari harga time series dan hasil
sebelumnya dilaporkan dalam literature teknis, sebagian berasal dari
Artificial Neural Networks. Peramalan harga menjadi semakin
dibutuhkan oleh produsen dan konsumen pada pasar listrik kompetitif
yang baru. Baik untuk penempatan pasar dan kontrak jangka panjang,
peramalan harga diperlukan untuk mengembangkan penawaran strategi
atau kemampuan negosiasi dengan tujuan untuk memaksimalkan
keuntungan. Penelitian ini menggunakan metode untuk meramalkan
harga listrik harian dengan metode ARIMA. Teknik ARIMA
digunakan utnuk menganalisis data time series, dahulu dipakai untuk
meramalkan beban penggunaan listrik, dengan tingkat akurasi dan
matematika yang baik.
Nochai dan Titida (2006: 1-7) dalam penelitiannya yang berjudul
ARIMA Model for Forecasting Oil Palm Price menggunakan tiga
model untuk meramalkan harga minyak yaitu harga petani, harga
grosir, dan harga minyak murni untuk periode lima tahun, 2000-2004.
Tujuan dari penelitian ini adaah untuk menemukan model ARIMA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
yang tepat untuk meramalkan ketiga bentuk harga minyak sawit
dengan memperhatikan rata-rata persentase eror absolute yang
minimum (the minimum of mean absolute percentage error – MAPE).
Hasil peramalannya adalah sebagai berikut:
a) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit di tingkat
petani adalah ARIMA (2,1,0) dengan bentuk model 俰遂棍实俰棍石1 十0,4621 纵俰棍石1石俰棍石2邹石 0,3899 纵俰棍石2石俰棍石3邹 dengan MAPE
13,23 %.
b) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit di tingkat
grosir adalah ARIMA (1,0,1) atau ARMA (1,1) dengan bentuk
model 俰遂棍实3,106十0,8039 俰棍石1十0,3466 晦棍石1 dengan MAPE
9,01 %.
c) Model ARIMA untuk meramalkan harga minyak sawit murni
adalah ARIMA (3,0,0) atau AR (3) dengan bentuk model 俰遂棍实1,8778十1,4313 俰棍石1石0,8840 俰棍石2十0,3781 俰棍石3 dengan
MAPE 5,27 %.
Penelitian Ratna Allyne (2004: 1-152) dengan judul Peramalan
Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada PT. Saung Mirwan,
Bogor bertujuan untuk (i) mengetahui bagaimana pola permintaan
brokoli, kedelai jepang, lettuce head, tomat ceri, dan tomat rianto, dan
(ii) mengetahui metode peramalan apa yang sesuai untuk peramalan
permintaan kelima jenis sayuran tersebut. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif yang terdiri dari metode time series dan kausal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(regresi). Metode time series menggunakan data permintaan aktual
tahun 2000 – Agustus 2003, sedangkan metode regresi menggunakan
data tahun 2000 – Agustus 2003 dengan variabel independen
permintaan sebelumnya, harga jual rata-rata dan periode waktu.
Peramalan dilakukan pada masing-masing komoditi dengan
menggunakan metode kuantitatif terbaik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola data permintaan pada kelima komoditi
sayuran tidak stasioner dimana terdapat unsur trend dan musiman.
Metode terbaik berdasarkan nilai MSE terkecil adalah ARIMA,
kecuali pada komoditi kedelai Jepang. Persamaan permintaan untuk
masing-masing komoditi adalah :
a) brokoli → ARIMA (2,0,0)
俰遂棍实150,28十0,5649 俰棍石1十0,215俰棍石2十晦; b) kedelai jepang → dekomposisi multiplikatif 俰棍实2348,79十0,330530棍十晦;
c) lettuce head → ARIMA (2,1,1) 1石纵0,7859顾邹十纵0,1383顾挠邹纵1石顾邹俰迫实2,058十1石纵0,9895顾邹硅迫; d) tomat ceri → ARIMA (3,1,1) 1石纵0,5714顾邹十纵0,0937顾挠邹石纵0,2035顾脑邹纵1石顾邹俰迫实石2,4367十1石纵0,9915顾邹硅迫; e) tomat rianto → ARIMA (3,0,0) 俰遂棍实296,8十0,4884 固棍石1十0,1229俰棍石2 十0,2041俰 固 石3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Penelitian Kardoyo dan Mudrajat (2002: 7-20) tentang Analisis
Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$
dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3 menyimpulkan bahwa: (i) dengan cocok
dan layaknya model kurs valas Frenkel-Bilson yang melibatkan
variabel fundamental ekonomi jumlah uang beredar (JUB), tingkat
pendapatan nasional, dan tingkat suku bunga, serta signifikannya
variabel-variabel fundamental ekonomi tersebut dalam menjelaskan
fluktuasi kurs Rp/US$, menghasilkan temuan bahwa doktrin paritas
suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam mempengaruhi
fluktuasi kurs valas Rp/US$ ; (ii) model kurs valas kasus Indonesia
yang melibatkan variabel fundamental ekonomi, jumlah uang beredar,
tingkat pendapatan nasional, dan tingkat inflasi serta signifikannya
variabel-variabel fundamental ekonomi dalam model tersebut dalam
menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/US$ memberikan hasil
bahwa model tersebut layak dan cocok untuk diterapkan untuk
menganalisis kurs Rp/US$. Variabel tingkat inflasi Indonesia terhadap
Amerika Serikat signifikan dalam menjelaskan fenomena fluktuasi
kurs Rp/US$. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa doktrin paritas
daya beli juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$;
(iii) ketiga model kurs valas yaitu model kurs valas Frenkel-Bilson,
Dornbusch-Frankel, maupun model Hooper-Morton tidak bisa
diterapkan untuk menganalisis fluktuasi kurs Rp/Yen. Model kurs
Rp/Yen dengan melibatkan variabel jumlah uang beredar dan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
inflasi justru mampu menjelaskan fenomena fluktuasi kurs Rp/Yen.
Variabel tingkat inflasi Indonesia terhadap inflasi Jepang bertanda
positif dan signifikan. Ini berarti doktrin paritas daya beli (purchasing
power parity) juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs
Rp/Yen.
B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
a. Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Metode yang digunakan untuk peramalan permintaan dan
pernawaran beras adalah metode ARIMA (metode Box-Jenkins). Setiap
proses ARIMA terdiri dari tiga bagian, yaitu autoregressive (AR),
integrated (I), dan moving average (MA). Model ini sering ditulis dalam
bentuk pendek ARIMA (p, d, q) dimana p menjelaskan AR, d menjelaskan
bentuk integrated dan q menjelaskan MA.
Menurut Gujarati (2003: 840-848) metode Box-Jenkins terdiri dari
empat tahap, yaitu identifikasi, penaksiran parameter, pemeriksaan
diagnostik, dan peramalan.
a. Identifikasi
Aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya
berhubungan dengan deret berkala yang stasioner, sedangkan banyak
data deret berkala yang bersifat non-stasioner. Suatu data deret berkala
dikatakan stasioner apabila data deret berkala tersebut diplot dan
kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dan varian
yang jelas dari waktu ke waktu. Alat utama pada tahap identifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
adalah autocorrelation function (ACF), partial autocorrelaion function
(PACF), dan hasil correlogram. Konsep dari autokorelasi parsial
adalah analogi dari konsep koefisien regresi parsial. Autokorelasi
parsial adalah korelasi antara Yt dan 俰棍石诡 setelah perubahan dampak
pada nilai tengah Y (Gujarati, 2003: 841-842).
b. Penaksiran parameter
Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara,
selanjutnya menetapkan parameter-parameter AR dan MA, musiman
dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Untuk
mendapatkan parameter-parameter tersebut dapat dilakukan dengan
cara perbaikan secara iteratif, yaitu dengan memilih taksiran awal dan
kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran
tersebut secara iteratif.
c. Pemeriksaan diagnostik
Makridakis et al. (1999: 411-414) mengatakan setelah berhasil
menaksir nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan
sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk
membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai. Terdapat dua
cara mendasar untuk melakukannya, yaitu:
1. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih
terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan.
2. Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk
melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
d. Peramalan
Metode ARIMA adalah suatu metode yang popular untuk
peramalan karena metode ini dapat mengembangkan struktur
matematika dengan baik dari berbagai hal yang mungkin untuk
menghitung variasi model khusus seperti memprediksi interval. Ini
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peramalan untuk
memastikan bahwa mereka mampu meramalkan hal yang tidak pasti
agar dapat dikuantitatifkan (Hyndman, 2001: 2).
Model ARIMA merupakan suatu bentuk model umum yang
digunakan untuk data forecasting. Menurut Chan dan Chan (2008) dalam
Sukma (2010: 4) variasi dari model ARIMA adalah dengan adanya
variabel tambahan yang disebut ARIMAX, dimana X menunjukkan
variabel tambahan. Beberapa penelitian dengan menggunakan model
ARIMAX, diantaranya adalah penelitian Sukma (2010), Sari (2010), dan
Suci (2010). Pada penelitian Sukma (2010) dan Suci (2010) variabel
tambahan yang digunakan adalah variabel dummy untuk efek variasi
kalender.
Uji variabel dummy dilakukan dengan menggunakan uji titik patah
Chow (Chow’s breakpoint test). Uji variabel dummy terdapat dalam
penelitian Darsono (2009) dengan hasil dummy 0 untuk data periode tahun
1975 – 1997 sedangkan dummy 1 untuk data periode tahun 1998-2009.
Penelitian dengan uji variabel dummy juga terdapat pada penelitian
Kuncoro dan Inayah (2003) yang menganalisis tentang studi perilaku kurs
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Rp/US$ selama periode 1 Januari 1999 – 30 April 2002. Variabel dummy
yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk membedakan sebelum
dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah.
b. Model Persamaan Simultan
Pada persamaan simultan nilai Y tidak hanya ditentukan oleh X
tetapi beberapa dari X sebaliknya, ditentukan oleh Y. Secara ringkas,
terdapat hubungan dua arah atau simultan antara X dan (beberapa dari) X,
yang membuat perbedaan antara variabel tak bebas dan variabel yang
menjelaskan menjadi meragukan. Dengan kata lain bahwa variabel tak
bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang
menjelaskan dalam persamaan lain dari sistem. Oleh karena itu, variabel
yang menjelaskan tak bebas (dependent exsplanatory variable) menjadi
stokastik dan biasanya berkorelasi dengan gangguan dari persamaan
dimana variabel tadi muncul sebagai variabel yang menjelaskan.
Pada persamaan simultan yang dilakukan adalah mengumpulkan
secara bersama-sama sejumlah variabel yang dapat ditentukan secara
simultan oleh kumpulan variabel sisanya. Dalam model persamaan seperti
ini terdapat lebih dari satu persamaan, satu untuk tiap variabel tak bebas,
atau bersifat endogen atau gabungan atau bersama. Dalam model persaman
simultan kita tidak mungkin menaksir dari satu persamaan tunggal tanpa
memperhitungkan informasi yang diberikan oleh persamaan lain dalam
sistem (Gujarati, 2004: 307).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Model persamaan simultan dapat diterapkan pada analisis penawaran
dan permintaan. Dengan menggunakan asumsi pada kondisi eseimbangan
pasar permintaan beras akan sama dengan penawaran beras. Setelah
memperoleh model persamaan penawaran dan permintaan beras dengan
menggunakan metode ARIMA serta adanya penambahan variabel dummy,
maka peramalan permintaan dan penawaran beras untuk tahun-tahun
berikutnya dilakukan secara bersama-sama dengan menggunakan
persamaan simultan. Persamaan yang diperoleh pada kondisi
keseimbangan pasar ini kemudian digunakan untuk peramalan permintaan
dan penawaran beras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dinamika Penawaran dan Permintaan Beras
Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Beras
Uji Variabel Dummy Otonomi Daerah
Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Beras
Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras
Plot data
Stasioner Tidak stasioner
Differencing (nilai d)
Stasioner
Estimasi Model (model tentatif permintaan dan penawaran)
Penaksiran Parameter (menetapkan nilai parameter AR dan MA)
Pemeriksaan Diagnostik (membandingkan model tentatif dengan model alternatif)
Peramalan Permintaan dan Penawaran Beras
Ya Tidak
penawaran beras tahun 1994 – 2010
permintaan beras tahun 1994 – 2010
Model ARIMA(p,d,q)
penawaran
Model Persamaan Simultan (pada kondisi keseimbangan pasar)
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Peramalan Permintaan dan Penawaran Beras Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo
Chow Breakpoint Test
Otonomi Daerah
Model ARIMA (p,d,q)
permintaan
D = 0, periode sebelum otda
D = 1, periode setelah otda
· Shock · Policy · Perubahan Iklim, dll
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
C. Pembatasan Masalah
1. Data yang digunakan adalah data time series selama 17 tahun, yaitu tahun
1994 – 2010.
2. Data permintaan adalah data permintaan beras secara agregat yang
diperoleh dengan pendekatan konsumsi. Data permintaan merupakan data
konsumsi beras di Kabupaten Sukoharjo.
3. Data penawaran adalah data penawaran beras secara agregat di Kabupaten
Sukoharjo yang diperoleh dengan pendekatan produksi. Produksi beras
diperoleh dengan mengkonversi produksi bersih padi sesuai dengan angka
konversi Neraca Bahan Makanan Indonesia 2006/2007, yaitu 63,2 % dari
gabah kering giling (GKG).
D. Asumsi
1. Model persamaan simultan untuk penawaran dan permintaan beras
dianalisis dalam kondisi equilibrium atau keseimbangan pasar. Pada
kondisi ini penawaran beras akan sama dengan permintaan beras.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Beras adalah makanan yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat
Indonesia yang dihasilkan dari tanaman padi (angka konversi sesuai
dengan neraca bahan makanan Indonesia 2006/2007, yaitu 63,2 % dari
gabah kering giling/GKG).
2. Penawaran beras adalah jumlah produksi bersih beras yang dihasilkan di
Kabupaten Sukoharjo yang dihitung tahunan dan dinyatakan dalam satuan
ton/tahun. Data penawaran beras diperoleh dengan mengkonversi produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
padi yang berupa gabah kering giling (GKG) menjadi beras dengan angka
konversi 63,2 % dari GKG.
3. Permintaan beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi oleh masyarakat di
Kabupaten Sukoharjo yang dihitung tahunan dan dinyatakan dalam satuan
ton/tahun. Data permintaan beras diperoleh dengan mengkalikan jumlah
penduduk dengan angka konsumsi beras per jiwa per kg per tahun. Angka
konsumsi beras tahun 1994 – 2008 sebesar 92,87 kg/jiwa/tahun dan tahun
2009 – 2010 sebesar 83,93 kg/jiwa/tahun.
4. Peramalan penawaran dan permintaan beras adalah jumlah beras yang
ditawarkan dan yang diminta oleh masyarakat Kabupaten Sukoharjo di
masa yang akan datang yang diukur dalam ton per tahun (ton/th).
5. Data time series adalah rangkaian data yang diamati pada interval ruang
waktu yang sama, data digunakan adalah data penawaran dan permintaan
beras selama kurun waktu 17 tahun, yaitu tahun 1994-2010.
6. Variabel dummy adalah variabel yang mengambil nilai seperti 1 dan 0.
Dalam penelitian ini variabel dummy akan membedakan periode sebelum
dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. Untuk penentuan nilai 0 dan 1
menggunakan uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test).
7. Autoregressive (AR) adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas dengan variabel bebas, melainkan
menghubungkan nilai-nilai sebelumnya (past value) variabel itu sendiri
pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
autoregresif akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai
sebelumnya dari deret berkala tertentu.
8. Differencing adalah suatu proses untuk menstasionerkan deret berkala
yang tidak stasioner, dilakukan dengan membuat pembedaan pertama deret
berkala tersebut. Jika pembedaan pertama tidak menstasionerkan data,
maka dapat dilakukan pembedaan dengan orde kedua.
9. Integrated adalah merupakan bagian model-model deret berkala (I dalam
model ARIMA) di mana satu atau lebih perbedaan-perbedaan deret
berkala tercakup dalam model.
10. Moving Average (MA) (rata-rata bergerak) adalah nilai deret berkala pada
waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan (mungkin)
unsur kesalahan terbobot pada masa lalu.
11. ARIMA adalah kependekan dari Autoregressive (AR) Integrated (I)
Moving Average (MA). Nama ini berkenaan dengan suatu kelompok luas
model-model deret berkala (time series models).
12. Model persamaan simultan adalah suatu persamaan dimana variabel tak
bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang
menjelaskan dalam persamaan lain dari sistem. Pada penelitian ini model
persamaan simultan digunakan untuk menganalisis penawaran dan
permintaan beras pada kondisi equilibrium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis
penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian sejelas
mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Penelitian
deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) berhubungan dengan keadaan
yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel
namun diuraikan satu-persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi
atau tidak ada perlakuan (treatment) (Kountur, 2005: 105-106).
B. Penentuan Lokasi/Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu
Kabupaten Sukoharjo. Pertimbangannya adalah Kabupaten Sukoharjo
merupakan kabupaten dengan produktivitas padi terbesar di propinsi Jawa
Tengah. Pada tahun 2009 jumlah produktivitas padi berhasil mencapai 70,87
ku/ha. Angka produktivitas ini merupakan produktivitas yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan kabupetan lain di Jawa Tengah (BPS, 2009: 207).
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data atau informasi yang tidak didapat secara langsung
dari sumber pertama (responden) baik yang didapat melalui wawancara
ataupun dengan menggunakan kuisioner secara tertulis (Sarwono, 2006: 228).
63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat Statistika Kabupaten
Sukoharjo dan Badan Pusat Statistika Propinsi Jawa Tengah. Data yang
digunakan berupa jumlah penduduk, produksi padi dan beras, luas lahan
panen, produktivitas padi, konsumsi beras. Dalam penelitian ini mengambil
data time series dengan kurun waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1994 – 2010.
D. Metode Analisis Data
1. Model ARIMA Permintaan dan Penawaran Beras
Tahapan yang dilaksanakan untuk mencari model ARIMA adalah
sebagai berikut :
a. Identifikasi
Pada tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Memplotkan data asli untuk mengetahui perilaku pola data.
2. Melihat kestasioneran data.
Suatu data disebut stasioner jika nilai rata-rata (mean) dan
varians konstan selama periode pengamatan. Dengan asumsi
stasioneritas maka mampu menterjemahkan data dan model
ekonomi secara baik karena data yang stasioner tidak terlalu
bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Untuk
menguji apakah data yang dianalisis dalam penelitian ini stasioner
atau tidak, maka dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar
unit (unit roots test). Pada uji akar-akar unit ini pada prinsipnya
untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
auotokorelasi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Uji
stasioneritas ini dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1981). Untuk
melihat stasioneritas suatu data dengan uji Dickey-Fuller (DF) dan
Augmented Dickey-Fuller (ADF) dilakukan dengan
membandingkan nilai t-statistik dari variabel-variabel penelitian
dengan nilai kritis DF dan ADF dalam suatu tabel. Suatu data
series dikatakan stasioner jika nilai kritis DF dan ADF lebih besar
dari nilai kritis t-statistik.
Apabila data series yang dianalisis menunjukkan pola yang
stasioner maka ketidakstasionerannya harus dihilangkan melalui
proses differencing. Pencapaian stasioneritas diperoleh dengan
melakukan pembedaan berturut-turut sampai nilai autokorelasi
mendekati nol di dalam dua atau tiga time lag. Data series yang
telah melalui proses differencing kemudian dianalisis nilai ADF-
nya sampai data menjadi stasioner.
b. Estimasi
Setelah menetapkan identifikasi model sementara, tahap
selanjutnya adalah mengestimasi nilai-nilai parameter dari model
sementara tersebut. Suatu model sementara dapat berupa model AR,
MA atau gabungan keduanya. Alat yang digunakan untuk
mengidentifikasi suatu model adalah autocorrelation function (ACF)
dan partial autocorrelation function (PACF).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
ACF atau fungsi autokorelasi merupakan suatu hubungan linear
pada data time series antara Zt dengan Zt+k yang dipisahkan oleh
waktu k. ACF ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi model time
series dan melihat kestasioneran data dalam mean. Rumus dari ACF
adalah (Wei, 2006 dalam Sukma, 2010: 2):
愠诡实 规瓘Ǵ 纵广棍,广棍石诡邹税Ǵ逛辊纵广棍邹 税Ǵ逛辊纵广棍十诡邹实黄诡黄0 dan kovarians antara Zt dan Zt+k adalah
黄诡实规瓘Ǵ纵广棍,广棍十诡邹实刮纵广棍石幌邹纵广棍十诡石幌邹 dengan
Var (广棍) = Var 纵广棍十诡邹 = 黄0 黄诡 = fungsi autocovarian 愠诡 = autocorrelation function (ACF)
Sedangkan fungsi autokorelasi yang dihitung berdasarkan
sampel data dapat dirumuskan sebagai berikut:
愠髓诡实∑ 试广棍石广伸守 试广棍十诡石广伸守柜石诡棍实1 ∑ 试广棍石广伸守2柜棍实1
Fungsi autokorelasi parsial merupakan korelasi antara Zt dengan
Zt+k setelah Zt dijelaskan oleh Zt-1, Zt-2,…., Zt-k+1. Fungsi autokorelasi
parsial menurut Wei (2006) dalam Sukma, (2010: 2) dirumuskan
sebagai berikut:
愠诡实规瓘Ǵ 试广棍石广遂棍邹,纵广棍石诡石广遂棍石诡守税Ǵ逛辊纵广棍邹 税Ǵ逛辊纵广棍十诡邹
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Dalam pengamatan time series, sampel PACF dinotasikan dengan 愠诡诡
dengan perhitungan :
愠诡十1,诡十1 实愠诡十1 石∑ 愠诡鬼 愠诡十1石鬼诡鬼实11 石∑ 愠诡 愠鬼诡鬼实1
dan 愠髓诡十1,鬼实愠髓诡鬼石愠诡十1,诡十1愠诡,诡十1石鬼,鬼实1,2,… ,诡
Model AR dapat dilihat polanya dari PACF, sedangkan pola
untuk model MA dilihat dari koefisien autokorelasi (ACF). Pola ACF
dan PACF tersebut dapat dilihat pada collerogram hasil olah data
dengan komputer.
Tahap selanjutnya setelah menetapkan model sementara adalah
menghitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model
sementara, kemudian dengan menggunakan program komputer
melalui proses iterasi guna memperoleh nilai estimasi akhir untuk
mengetahui nilai R2, F-statistik, uji signifikansi tiap parameter dan
nilai RMSE.
c. Uji Diagnostik
Setelah berhasil menaksir nilai-nilai parameter dari model
ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut
cukup memadai. Apabila model sementara yang ditetapkan
sebelumnya ternyata bukan merupakan model yang baik, maka dibuat
model alternatif yang lain sampai terbentuk model yang terbaik. Uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
diagnostik dilakukan dengan membandingkan model sementara
dengan model alternatif yang lainnya. Kriteria yang digunakan pada
tahap uji diagnostik adalah nilai R2 yang tinggi, signifikansi
parameter-parameter dalam model, dan nilai RMSE yang rendah.
Model sementara yang telah ditetapkan belum tentu merupakan model
yang terbaik karena masih perlu dibandingkan dengan model alternatif
yang lainnya.
d. Peramalan
Model terbaik telah diperoleh pada tahap uji diagnostik
selanjutnya dapat digunakan untuk peramalan satu atau beberapa
periode ke depan. Peramalan yang dilakukan harus tepat karena
menunjukkan seberapa jauh suatu model mampu menghasilkan
ramalan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan aktualnya.
2. Uji Variabel Dummy
Uji variabel dummy merupakan uji stabilitas dengan menggunakan
uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). Uji variabel dummy
terdapat dalam penelitian Darsono (2009) dengan hasil dummy 0 untuk
data periode tahun 1975 – 1997 sedangkan dummy 1 untuk data periode
tahun 1998-2009. Penelitian dengan uji variabel dummy juga terdapat
pada penelitian Kuncoro dan Inayah (2003) yang menganalisis tentang
studi perilaku kurs Rp/US$ selama periode 1 Januari 1999 – 30 April
2002. Penerapan Chow’s breakpoint test dalam penelitian ini untuk
seluruh periode data (1 Januari 1999 - 30 April 2002); periode Habibie
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
(1Januari 1999 – 19 Oktober 1999); periode Gusdur (20 Oktober 1999 –
20 Juli 2001); dan periode Megawati (21 Juli 2001 – 30 April 2002). Hasil
uji titik patah Chow menunjukkan bahwa :
1. Statistik F untuk seluruh periode data sangat signifikan. Hasil ini
memberi bukti yang kuat terjadinya perubahan struktural nilai tukar
pada ketiga periode kepemimpinan.
2. Hasil uji F pada periode Gusdur dan periode Habibie menunjukkan
tidak terjadinya perubahan struktural pada kedua periode tersebut. Hal
ini berarti selama kedua periode tersebut pergerakan nilai tukar
Rp/US$ memiliki pola perilaku yang relatif sama.
Variabel dummy dalam penelitian ini digunakan untuk menguji
pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap permintaan dan penawaran
beras di Kabupaten Sukoharjo. Variabel dummy ini akan membedakan
periode sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya
untuk nilai 1 dan 0 dari variabel dummy ditetapkan dengan menggunakan
uji titik patah Chow (Chow’s breakpoint test). Pada program komputer uji
titik patah Chow dilakukan dengan memasukkan periode dari pelaksanaan
otonomi daerah kemudian dipilih periode dengan nilai probabilitas yang
terkecil.
3. Model Persamaan Simultan
Setelah memperoleh model persamaan penawaran dan permintaan
beras dengan menggunakan metode ARIMA serta adanya penambahan
variabel dummy, maka peramalan permintaan dan penawaran beras untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tahun-tahun berikutnya dilakukan secara bersama-sama dengan
menggunakan persamaan simultan.
Model ARIMA (p,d,q) untuk penawaran dan permintaan beras
adalah sebagai berikut: 光迫劈实幌十慌雇迫十Φ囊光迫能囊十Φ挠光迫能挠十赋十Φ颇光迫能颇十硅迫十凰囊硅迫能囊石凰挠硅迫能挠石赋石凰婆硅迫能婆 光迫骗实幌十慌雇迫十Φ囊光迫能囊十Φ挠光迫能挠十赋十Φ颇光迫能颇十硅迫十凰囊硅迫能囊石凰挠硅迫能挠石赋石凰婆硅迫能婆
Pada kondisi keseimbangan pasar, jumlah penawaran beras sama
dengan jumlah permintaan beras. 光棍雇实光棍管 Keterangan: 光棍雇 = permintaan beras tahun t 光棍管 = penawaran beras tahun t 幌 = konstanta 慌 = parameter variabel dummy 雇棍 = variabel dummy 凰0 … 凰刽 = parameter 硅棍 … 硅棍石刽 Φ1 … Φ贵 = parameter 贯棍石1 … 贯棍石贵 硅棍石1… 硅棍石刽 = lag moving average 贯迫能囊…贯迫能颇 = lag autoregressive
Persamaan yang diperoleh pada kondisi keseimbangan pasar ini
kemudian digunakan untuk peramalan permintaan dan penawaran beras
pada tahun-tahun berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
4. Uji Kelayakan Model
a. Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit)
Berdasarkan pengujian model persamaan simultan akan
didapatkan pula koefisien determinasi (R2), semakin tinggi koefisien
determinasi maka akan semakin baik model tersebut, dalam arti
semakin besar kemampuan variabel bebas menerangkan variabel
terikat. Nilai R2 akan meningkat dengan bertambahnya jumlah variabel
bebas dalam persamaan, namun dengan menambahkan jumlah variabel
bebas, derajat bebas akan semakin kecil, karena itu dipergunakan R2
adjusted yang sudah mempertimbangkan derajat bebas. Selain itu
dapat pula diketahui koefisien determinasi parsial (r2) yang
menunjukkan seberapa besar kemampuan masing-masing variabel
bebas mempengaruhi variabel terikat.
b. Uji F
Untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara bersama-
sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat,
dapat diketahui dengan melakukan uji F. Adapun hipotesis yang
digunakan dalam uji F adalah :
1. Ho : bi = 0, dimana bi adalah koefisien regresi ke-i. Artinya bahwa
variabel-bariabel bebas secara bersama-sama tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2. Ha : bi ≠ 0, dimana bi adalah koefisien regresi ke-i. Artinya bahwa
variabel-bariabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh
yang bermakna terhadap variabel terikatnya.
Sedangkan prosedur untuk diterima atau ditolaknya Ho adalah
sebagai berikut :
1. Jika nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel pada taraf
signifikan yang ditentukan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima
berarti ada pengaruh yang bermakna.
2. Jika nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel pada taraf
signifikan yang ditentukan sehingga Ho tidaK ditolak dan Ha
ditolak berarti tidak ada pengaruh yang bermakna.
c. Uji t
Untuk menguji ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat dilakukan perbandingan antara nilai t
statistik masing-masing variabel bebasnya dengan nilai t tabel model.
Dengan menggunakan α = 5% dan menggunakan uji t dua arah serta
DF = 5, maka akan diperoleh nilai t tabel.
Pengujian secara parsial pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun
hipotesis sebagai berikut :
1. Ho : bi = 0, i = 1, 2, 3, 4, 5; dimana bi adalah koefisien regresi ke-
i. Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara parsial tidak
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
2. Ha : bi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4, 5; dimana bi adalah koefisien regresi ke-i.
Artinya bahwa variabel-bariabel bebas secara parsial mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikatnya.
Sedangkan prosedur untuk ditolak atau diterimanya hipotesis nol
adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel pada taraf
signifikan yang ditentukan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima
bearti ada pengaruh yang bermakna.
2. Jika nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel pada taraf
signifikan yang ditentukan sehingga Ho tidal ditolak dan Ha
ditolak berarti tidak ada pengaruh yang bermakna.
d. Uji RMSE (Root of Mean Squared Error)
Model-model dimana variabel penjelasnya dianggap baik dan
layak digunakan untuk memprediksi ketidakpastian di masa yang akan
datang, apabila memiliki RMSE (root of mean squared error) yang
lebih kecil (Kuncoro, 2002). RMSE merupakan akar dari nilai rata-rata
kuadrat kesalahan (MSE). MSE didapatkan dengan membagi jumlah
kuadrat kesalahan, Sum of Squared Error (SSE) dengan jumlah
observasi dikurangi variabel termasuk intersepnya.
Pendugaan koefisien regresi pada model permintaan dan
penawaran beras juga dilakukan dengan metode persamaan simultan.
Adapun seluruh data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan
piranti lunak Eviews versi 5.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Untuk mengukur ketepatan peramalan digunakan nilai root mean
square error (RMSE), nilainya menunjukkan seberapa besar
penyimpangan hasil peramalan dengan kenyataan. Rumus RMSE
adalah:
观怪管刮实√怪管刮实顺管管刮柜石诡实顺∑纵故迫石瓜迫邹挠柜石诡
Keterangan:
At = nilai aktual dari deret waktu dalam periode t
Ft = nilai yang diramalkan
n = jumlah observasi
k = jumlah variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten di propinsi Jawa
Tengah yang letaknya diapit oleh enam kabupaten/kota, yaitu :
Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonogiri
Sebelah Barat : Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali
Letak daerah Kabupaten Sukoharjo secara astronomi adalah :
Bagian Ujung Sebelah Timur : 110 57' 33,70'' BT
Bagian Ujung Sebelah Barat : 110 42' 6,79" BT
Bagian Ujung Sebelah Utara : 7 32' 17,00" LS
Bagian Ujung Sebelah Selatan : 7 49' 32,00" LS
Wilayah Kabupaten Sukoharjo memiliki ketinggian tempat yang
bervariasi yaitu 89–125 meter di atas permukaan laut dengan ketinggian rata-
rata 108 meter di atas permukaan laut. Wilayah dengan ketinggian
0–100 meter di atas permukaan laut sebesar 459,12 km2 (98,38 %) dan
wilayah dengan ketinggian 101–500 sebesar 7,54 km2 (1,62 %). Curah hujan
tertinggi pada tahun 2009 sebesar 2.227 mm dan terendah 1.522 mm, dengan
rata-rata jumlah hari hujan 96 hari. Pada tahun 2009 Kabupaten Sukoharjo
diguyur hujan lebih dari seperempat tahun.
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
B. Luas Wilayah
Menurut BPS Kabupaten Sukoharjo (2009: 1), secara administrasi
Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari
150 desa dan 17 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo tercatat
46.666 Ha atau sekitar 1,43% dari luas wilayah propinsi Jawa Tengah.
Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%),
sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha
(4%) dari luas Kabupaten Sukoharjo.
C. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja
a. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex Ratio Laki-Laki Perempuan Jumlah
2004 2005 2006 2007 2008 2009
402.725 405.831 408.506 411.340 414.292 417.276
412.364 415.382 417.783 420.273 422.987 425.851
815.089 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127
97,66 97,70 97,78 97,87 97,94 97,99
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)
Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2004 – 2009 mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2009 tercatat
sebanyak 843.127 jiwa, terdiri dari 417.276 laki-laki dan 425.851
perempuan. Apabila dilihat dari penyebaran penduduk, rasio jenis kelamin
pada tahun 2009 sebesar 97,99 yang berarti setiap 100 penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Hampir di semua kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo memiliki angka rasio jenis kelamin di bawah 100,
yaitu berkisar 93 dan 99, kecuali Kecamatan Baki mempunyai sex ratio
100,58 (BPS Kabupaten Sukoharjo, 2010: 93).
Berdasarkan data BPS Kabupaten Sukoharjo (2010: 93) tercatat,
jumlah kelahiran selama tahun 2009 sebanyak 10.491 jiwa, terdiri dari
5.463 jiwa laki-laki dan 5.028 jiwa perempuan. Pada tahun 2009 ini
diperoleh angka kelahiran kasar (CBR) sebesar 12.49, terdapat kenaikan
jumlah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,51
(2006); 11,40 (2007); dan 12,37 (2008). Jumlah angka kematian pada
tahun 2009 tercatat sebanyak 5.243 jiwa yang terdiri dari 2.718 jiwa laki-
laki dan 2.525 jiwa perempuan. Angka kematian kasar (CDR) tercatat
6,24, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,20
terjadi peningkatan sebesar 0,04.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
b. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 +
26.717 30.168 33.621 36.057 39.496 39.602 35.887 31.937 30.160 26.149 21.778 16.660 14.178 12.093 10.184 12.589
24.862 28.510 32.088 35.775 42.041 42.615 38.149 33.644 30.746 25.688 20.470 16.313 15.166 13.615 11.945 14.224
51.579 58.678 65.709 71.832 81.537 82.217 74.036 65.581 60.906 51.837 42.248 32.973 29.344 25.708 22.129 26.813
Jumlah 417.276 425.851 843.127
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa menurut kelompok
umur, pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Sukoharjo paling banyak
pada usia 25-29 tahun yaitu sebanyak 82.217 jiwa dan yang paling sedikit
adalah kelompok usia 70-74 tahun, hanya berjumlah 22.129 jiwa. Jumlah
penduduk usia produktif juga lebih banyak jika dibandingkan dengan
penduduk usia non produktif, hampir 70% penduduk Kabupaten Sukoharjo
termasuk dalam angkatan kerja. Dengan demikian, penduduk usia
produktif yang banyak dapat dijadikan sebagai modal untuk meningkatkan
pembangunan daerah di Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Tabel 5. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004-2009
Tahun Jumlah (jiwa) Pertumbuhan (%)
Kepadatan (jiwa/km2)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
815.089 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127
0,78 0,75 0,62 0,64 0,68 0,70
1.747 1.760 1.771 1.782 1.794 1.807
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)
Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk
dalam kurun waktu enam tahun (2004-2009) cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2009
tercatat kepadatan penduduk sebesar 1.807 jiwa setiap km2. Penyebaran
penduduk di Kabupaten Sukoharjo masih belum merata. Penyebaran
penduduk yang paling padat terdapat di Kecamatan Kartasura dengan
kepadatan penduduknya adalah 4.736 jiwa/km2. Sedangkan wilayah yang
paling kecil kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Nguter dengan
tingkat kepadatan penduduk 1.174 jiwa/km2.
D. Keadaan Perindustrian
Salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan di
Kabupaten Sukoharjo adalah sektor industri. Karena hal itu, maka
pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama dalam
pembangunan ekonomi di Kabupaten Sukoharjo. Kontribusi sektor industri
terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2008 sebesar 29,52 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman
Modal, industri di Kabupaten Sukoharjo digolongkan menjadi Industri Besar,
Industri Menengah dan Industri Kecil. Industri-industri tersebut berdasar
kelompok usahanya dibedakan menjadi Industri Agro dan Hasil Hutan
(IAHH); Industri Tekstil dan Aneka (ITA); dan Industri Kimia, Logam,
Mesin, Elektronika (IKLME). Jumlah industri di Kabupaten Sukoharjo
menurut kelompok usahanya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Industri Menurut Kelompok Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Kelompok Industri Jumlah
Unit Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
Nilai Investasi
(Juta Rupiah)
Nilai Produksi
(Juta Rupiah) I. IAHH a. Industri besar b. Industri
menengah c. Industri kecil
35
105
6.766
8.230 9.205
26.761
160.312,63
40.129,50
66.099,19
590.082,94 575.787,79
661.533,70
Jumlah 6.906 44.196 266.541,32 1.827.404,43 II. ITA a. Industri besar b. Industri
menengah c. Industri kecil
13 31
4.240
44.700
3.977
16.322
1.366.282,70
26.402,73
24.928,09
2.956.324,83
114.148,45
716.196,23 Jumlah 4.284 64.999 1.417.613,52 3.786.669,51
III. IKLME a. Industri besar b. Industri
menengah c. Industri kecil
10 51
55.290
2.700 2.130
21.473
102.331,61
41.760,29
21.907,25
299.493,23 116.098,76
269.481,07
Jumlah 55.351 26.303 165.999,15 685.073,06
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)
Keterangan : § IAHH = Industri Agro dan Hasil Hutan § ITA = Industri Tekstil § IKLME = Industri Kimia, Logam, Mesin, dan Elektro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa industri yang menyerap
tenaga kerja terbesar di Kabupaten Sukoharjo adalah industri besar dalam
kelompok industri tekstil sebesar 44.700 jiwa. Hal ini disebabkan karena di
Kabupaten Sukoharjo terdapat pabrik tekstil yang cukup besar, yaitu PT
Sritex, sehingga memiliki tenaga kerja yang cukup banyak. Industri kecil
dalam kelompok industri agro dan hasil hutan berada di tempat kedua dalam
hal penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 26.761 jiwa. Dilihat dari nilai
produksinya, paling besar adalah pada industri tekstil, dilanjutkan industri
agro dan hasil hutan baru kemudian industri kimia, logam, mesin, dan elektro.
E. Keadaan Umum Pertanian
Selain sektor industri, sektor pertanian juga memegang peranan yang
penting. Sebagai sektor penyedia kebutuhan pangan, pemerintah terus
berupaya untuk meningkatkan peran sektor ini dalam pembangunan ekonomi.
Keadaan pertanian di Kabupaten Sukoharjo masih relatif produktif. Hal ini
dapat dilihat dari sebagian besar penduduknya yang masih bekerja di sektor
pertanian serta didukung oleh ketersediaan lahan yang memadai untuk
pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih
mampu memberikan sumbangan yang besar dari sembilan sektor
perekonomian yang lainnya pada perekonomian wilayah Kabupaten
Sukoharjo. Pendapatan sektor pertanian tersebut sangat tergantung dari
jumlah produksi yang dihasilkan. Penggunaan lahan baik lahan sawah
maupun lahan bukan sawah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Penggunaan Lahan Sawah Luas Lahan (Ha) Prosentase 1. Irigasi Teknis 2. Irigasi Setengah Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan
14.900 1.902 2.021 2.434
70,09 8,95 9,51
11,45 Jumlah 21.257 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Secara umum pemanfaatan lahan di Kabupaten Sukoharjo meliputi
21.257 Ha lahan sawah dan 25.409 Ha lahan bukan sawah. Berdasarkan
Tabel 7 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan sawah meliputi sawah
irigasi teknis 14.900 Ha (70,09%), sawah irigasi setengah teknis 1.902 Ha
(8,95%), sawah irigasi sederhana 2.021 Ha (9,51%) dan sawah tadah hujan
2.434 Ha (11,45%). Penggunaan lahan sawah terbesar adalah sawah irigasi
teknis. Hal ini dikarenakan pada lahan sawah dengan irigasi teknis mampu
menampung air lebih banyak dibandingkan lahan sawah irigasi lainnya.
Ditunjang dengan ketersediaan air yang mencukupi maka petani di Kabupaten
Sukoharjo lebih banyak menggunakan lahan sawah dengan irigasi teknis.
Pola tanam yang diterapkan pada lahan sawah irigasi teknis adalah padi –
padi – palawija, artinya bahwa dalam satu tahun padi ditanam pada dua
periode musim tanam dan kemudian palawija (biasanya kacang hijau, kedelai,
dan jagung) pada musim tanam berikutnya.
Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Jenis di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Penggunaan Lahan Bukan Sawah Luas Lahan (Ha) Prosentase 1. Tanah Kering 2. Hutan Negara 3. Perkebunan Negara
24.307 390 708
95,66 1,53 2,81
Jumlah 25.409 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan bukan
sawah menurut jenisnya terdiri dari tanah kering 24.307 Ha (95,66%), hutan
negara 390 Ha (1,53%) dan perkebunan negara 708 Ha (2,81%). Lahan tanah
kering paling banyak digunakan terutama untuk pekarangan dan tegalan.
Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Status di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Penggunaan Lahan Bukan Sawah Luas Lahan (Ha) Prosentase 1. Pekarangan/ Bangunan 2. Tegal/ Kebun 3. Hutan Rakyat 4. Tambak/ Kolam Empang 5. Hutan Negara 6. PBS/ PBN 7. Lainnya
16.099 4.599
904 36
390 708
2.673
63,36 18,10 3,55 0,14 1,54 2,79
10,52 Jumlah 25.409 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa lahan bukan sawah
menurut status meliputi pekarangan/bangunan, tegal/kebun, hutan rakyat,
tambak/kolam empang, hutan negara, perkebunan besar swasta/perkebunan
besar negara, dan lainnya. Hutan Negara banyak terdapat di Kecamatan Bulu,
dimana sebagian besar merupakan hutan jati. Pekarangan memiliki luas lahan
terbesar yaitu sebesar 16.099 Ha (63,36%) sedangkan tambak/kolam empang
memiliki luas lahan terkecil yaitu sebesar 36 Ha (0,14%). Penggunaan lahan
bukan sawah yang terbesar adalah pekarangan/bangunan, ini disebabkan oleh
adanya pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru
yang menetap di Sukoharjo. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan
terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau tegal menjadi
pekarangan/bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
F. Keadaan Sektor Tanaman Bahan Makanan
Sektor pertanian mempunyai peran yang cukup besar terhadap PDRB
Kabupaten Sukoharjo. Pada tiap tahun rata-rata sektor pertanian memberikan
kontribusi kurang lebih sebesar 20% (Statistik Daerah Kabupaten Sukoharjo,
2010: 14). Sektor pertanian terdiri atas beberapa sub sektor, yaitu tanaman
bahan makanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Produktivitas tanaman bahan makanan terutama padi terus ditingkatkan.
Apalagi Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten penyangga
pangan di Jawa Tengah. Sejak tahun 2004 produktivitas padi sawah terus
menunjukkan peningkatan hingga mencapai 70,87 ku/ha pada tahun 2009.
Demikian halnya dengan luas panen padi juga mengalami peningkatan
sebesar 4,56% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi padi sawah juga
cenderung meningkat, yaitu sebanyak 357.525 ton pada tahun 2009, yang
berarti mengalami peningkatan 6% dibanding tahun 2008.
Tabel 10. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 – 2009 (Ton)
Komoditas Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
1. Padi Sawah 2. Jagung 3. Ubi Kayu 4. Ubi Jalar 5. Kacang Tanah 6. Kedelai 7. Kacang Hijau
299.206 28.042
106.283 96
15.345 8.107
133
322.426 21.415 91.181
41 14.526
7089 72
319.720 22.448 93.133
27 15.181
9.187 58
337.244 30.589 59.982
14 13.957
8.586 40
357.525 31.651 63.755
28 9.217 9.243
118
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 (BPS, 2010)
Selain padi sawah, pertumbuhan produksi palawija juga berfluktuasi
setiap tahunnya. Berdasarkan Tabel 10. di atas dapat diketahui bahwa pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
tahun 2009 komoditas yang mengalami peningkatan produksi adalah jagung,
ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan kacang hijau. Perkembangan yang pesat
ditunjukkan oleh komoditas ubi jalar dan kacang hijau, yang masing-masing
mengalami peningkatan sebesar 100% dan 195% dibanding tahun
sebelumnya. Komoditi kacang tanah justru mengalami penurunan sebesar
40% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 13. 957 ton pada tahun 2008 menjadi
9.217 ton pada tahun 2009. Komoditas ubi jalar cenderung mengalami
penurunan dikarenakan turunnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ubi
jalar. Hal ini karena kurangnya teknologi untuk mengolah ubi jalar tersebut
menjadi bahan baku jenis lain, misalnya tepung ubi jalar. Masyarakat
mengkonsumsi ubi jalar hanya dalam bentuk umbi saja sehingga jenis
makanan yang dapat dibuat juga kurang bervariasi dan kurang menarik.
Menurut BPS (2010: 15) produksi sayur-sayuran secara umum
meningkat jika dibandingkan tahun 2008. Produksi terong pada tahun 2009
sebesar 207 kuintal (meningkat 116%), sedangkan kacang panjang sebesar
7.207 kuintal (meningkat 27%). Akan tetapi produksi cabe besar mengalami
penurunan dari 3.792 kuintal pada tahun 2008 menjadi 2.369 kuintal pada
tahun 2009 atau turun sebesar 38%. Demikian juga untuk komoditi buah-
buahan, secara umum menunjukkan peningkatan produksi kecuali buah
belimbing dan kedondong yang masing-masing turun sebesar 17% dan 79%.
Produksi jeruk besar mengalami peningkatan yang terbesar, yaitu hampir
mencapai 800% dan sirsak meningkat lebih dari 400% dibanding tahun 2008.
Secara kuantitas buah mangga merupakan komodi buah-buahan terbesar pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
tahun 2009, produksinya mencapai 446.210 kg, disusul kemudian buah sukun
dan rambutan yang produksinya lebih dari 8 ribu ton.
G. Keadaan Perekonomian
Salah satu alat untuk mengetahui perkembangan perekonomian suatu
daerah adalah melalui nilai PDRB. Pada tahun 2009, PDRB Kabupaten
Sukoharjo atas dasar harga berlaku mencapai 8,92 trilyun rupiah atau 4,86
trilyun atas dasar harga konstan (tahun 2000 sebagai dasar perhitungan).
Struktur perekonomian Kabupaten Sukoharjo selama tahun 2005-2009 tidak
mengalami perubahan yang berarti. Pada tahun 2009, sektor industri
pengolahan masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar,
yaitu 29% dari total PDRB. Pada urutan kedua adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 26% kemudian sektor pertanian
pada urutan ketiga dengan kontribusi 20%. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2005-2009 selalu menunjukkan angka positif di atas
4%, meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan sejak tahun 2008.
Pendapatan per kapita pun mengalami peningkatan sebesar 10% dari tahun
2008, yaitu menjadi 9.407.312,06 rupiah pada tahun 2009.
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di sekitarnya, PDRB
Kabupaten Sukoharjo atas dasar harga berlaku tahun 2009 berada di peringkat
kedua setelah Kabupaten Klaten. Berbeda jika perbandingan berdasar atas
harga konstan, Kabupaten Sukoharjo berada pada posisi keempat setelah
Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, dan Kabupaten Klaten. Perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
tersebut dikarenakan inflasi atau besarnya perubahan harga pada setiap
kabupaten/kota tidak sama.
Pendapatan perkapita Kabupaten Sukoharjo jika dibandingkan dengan
kabupaten/kota lain pada Eks-Karesidenan Surakarta, berada pada urutan
kedua. Selama tahun 2009, rata-rata setiap penduduk Kabupaten Sukoharjo
menghasilkan nilai tambah sebesar 10,6 juta rupiah (atas dasar harga
berlaku). Angka ini masih berada di bawah Kota Surakarta yang rata-rata
penduduknya mampu menghasilkan nilai tambah sebesar 16,8 juta rupiah per
tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dinamika Penawaran Dan Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat penting dan strategis.
Sebagai bahan pangan pokok, kebutuhannya harus selalu dipenuhi. Kabupaten
Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di propinsi Jawa
Tengah sangat memperhatikan ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakatnya. Usahatani padi sendiri sangat tergantung pada kondisi
iklim serta adanya pengaruh dari fakor lain seperti gangguan hama dan
penyakit. Untuk meminimalisir gangguan tersebut, berbagai upaya terus
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan ketersediaan beras,
diantaranya melalui bantuan irigasi untuk petani, penyediaan pupuk dan bibit
unggul, serta pendampingan melalui penyuluhan pertanian. Berbagai upaya
tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi padi, sehingga
ketersediaan beras juga meningkat.
1. Dinamika Penawaran Beras di Kabupaten Sukoharjo
Melalui pendekatan produksi maka dapat diperoleh data penawaran
beras. Data penawaran beras di dinas dan lembaga terkait tidak tersedia,
sehingga untuk perhitungan penawaran beras menggunakan pendekatan
produksi. Data penawaran beras yang digunakan adalah data periode 17
tahun yaitu tahun 1994 – 2010. Pada dasarnya, data produksi beras terdiri
dari data tahunan dan kuartalan (musiman). Data produksi kuartalan
dihitung berdasarkan musim tanam, yaitu dalam waktu satu tahun terdapat
88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
tiga musim tanam dan setiap musim tanam berlangsung selama empat bulan.
Pada penelitian ini hanya menggunakan data penawaran tahunan beras saja.
Selain kelengkapan dan ketersediaan data, pertimbangannya lainnya adalah
penggunaan metode persamaan simultan. Pada metode persamaan simultan,
hasil dari model ARIMA penawaran dan permintaan beras akan
disimultankan dalam kondisi keseimbangan pasar, sehingga range dan jenis
data penawaran dan permintaan beras yang digunakan harus sama. Karena
untuk permintaan beras hanya tersedia data tahunan saja maka dalam
penelitian ini hanya menggunakan data penawaran tahunan beras saja, untuk
kesamaan jenis data. Data produksi bersih padi dan penawaran tahunan
beras terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Produksi Bersih Padi dan Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010
Tahun Produksi Bersih Padi (Ton)
Penawaran Beras (Ton)
Fluktuasi (%)
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
250.687 255.072 262.307 255.968 279.549 249.834 282.908 270.775 261.634 252.946 269.710 264.696 280.717 269.013 301.534 310.506 261.349
158.434,184 161.205,504 165.778,024 161.771,776 176.674,968 157.895,088 178.797,856 171.129,800 165.352,688 159.861,872 170.456,720 167.287,872 177.413,144 170.016,216 190.569,488 196.239,792 165.172,568
- 1,75 2,84
-2,42 9,21
-10,63 13,24 -4,29 -3,38 -3,32 6,63
-1,86 6,05
-4,17 12,09 2,97
-15,83
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Berdasarkan tabel penawaran tahunan beras tersebut dapat diketahui
bahwa selama periode 17 tahun penawaran tahunan beras berfluktuasi.
Setiap tahunnya produksi beras bisa mengalami penurunan ataupun
peningkatan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi alam.
Hal ini yang menyebabkan hasil produksi tidak bisa dipastikan setiap
tahunnya. Selain faktor alam, adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi
perumahan dan industri juga menjadi penyebab berkurangnya produksi
beras yang dihasilkan.
Pada tahun 2001, produksi bersih padi di Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 270.775 ton dan dihasilkan beras sebanyak 171.129,800 ton. Pada
tahun ini produktivitas padi adalah 58,50 ku/ha, sedangkan luas panen padi
berkurang 6,31% dari tahun 2000. Hal ini yang menyebabkan penawaran
beras turun 4,29% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2003, produksi bersih
padi kembali mengalami penurunan dan hanya mampu menghasilkan padi
sebanyak 252.946 ton dengan penawaran beras sebanyak 159.861,872 ton.
Produktivitas padi pada tahun ini adalah 62,32 ku/ha dan luas panen
mengalami penurunan sebesar 4,38% dibandingkan tahun 2002.
Produksi bersih padi mengalami peningkatan pada tahun 2004, yaitu
sebesar 269.710 ton. Beras yang ditawarkan pada tahun ini adalah
170.456,720 ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penawaran
beras meningkat sebanyak 6,63%. Hal ini terjadi karena luas panen
meningkat sebesar 4,76% dari tahun sebelumnya, sehingga produksi padi
juga ikut meningkat. Kenaikan produksi bersih padi juga kembali terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
pada tahun 2006, dengan hasil produksi sebesar 280.717 ton. Jumlah beras
yang ditawarkan pada tahun ini sebesar 177.413,144 ton, meningkat 6,05%
dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan luas panen
6,42% dari tahun sebelumnya.
Penawaran beras terendah terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar
157.895,088 ton. Dibandingkan dengan penawaran tahun sebelumnya, pada
tahun 1999 terjadi penurunan sebesar 10,63 %. Hal ini dikarenakan adanya
dampak krisis ekonomi sehingga menyebabkan biaya produksi usahatani
meningkat. Pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2000, jumlah beras yang
ditawarkan mengalami peningkatan tajam yaitu 13,24 % dibandingkan
tahun sebelumnya atau sebesar 178.797,856 ton. Peningkatan ini terjadi
dikarenakan pada saat itu produksi usahatani dipusatkan pada produksi
beras guna mendukung program pemerintah agar Indonesia mencapai
swasembada beras.
Pada tahun 2009 penawaran beras mencapai titik tertinggi, yaitu sebesar
196.239,80 ton. Meskipun pada tahun ini peningkatannya kecil jika
dibandingkan degan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 jumlah
produktivitas padi berhasil mencapai 70,87 ku/ha. Pemerintah terus
berupaya untuk meningkatkan produksi padi, sehingga menjadikan
Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di
Jawa Tengah. Pada tahun 2009, luas panen padi juga mengalami
peningkatan sebesar 4,56 % dibandingkan tahun sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Penurunan penawaran beras yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010,
yaitu beras yang ditawarkan menurun sebanyak 15,83 % dibandingkan
tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 terjadi serangan hama wereng secara
besar-besaran yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami gagal
panen. Dari luas tanam sebesar 51.748 ha, luas lahan yang mengalami puso
sebesar 2.304 ha. Produktivitas padi juga mengalami penurunan dibanding
tahun sebelumnya, yaitu hanya 57,97 ku/ha.
2. Dinamika Permintaan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Data yang digunakan untuk peramalan permintaan beras adalah data
permintaan beras tahun sebelumnya yang diperoleh dengan pendekatan
konsumsi. Priode data yang dipakai adalah 17 tahun, yaitu tahun 1994 –
2010. Berbeda dengan data penawaran, data permintaan beras hanya tersaji
dalam bentuk data tahunan dan tidak terdapat data kuartalan. Berdasarkan
informasi dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten Sukoharjo,
permintaan atau konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan
jumlah konsumsi per jiwa per tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten
Sukoharjo setiap tahun mengalami peningkatan sehingga permintaan beras
juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk tersebut
kemudian dikalikan dengan angka konversi konsumsi tahunan beras untuk
memperoleh permintaan tahunan beras. Angka konversi konsumsi yang
digunakan mengacu pada Neraca Bahan Makanan (NBM), yaitu 92,87
kg/jiwa/tahun untuk periode tahun 1994 – 2008 dan 83,93 kg/jiwa/tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
untuk periode tahun 2009 – 2010. Berikut adalah data jumlah penduduk dan
permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo.
Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 1994 – 2010
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
Permintaan Beras (Ton)
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
720.892 734.554 747.301 760.703 768.421 776.107 788.326 795.680 802.502 808.811 815.089 821.213 826.289 831.613 837.279 843.127 849.016
66.949,24 68.218,03 69.401,84 70.646,49 71.363,26 72.077,06 73.211,84 73.894,80 74.528,36 75.114,28 75.697,32 76.266,05 76.737,46 77.231,90 77.758,10 70.763,65 71.257,91
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2010
Data permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang meningkat dan
linier. Jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan
permintaan juga mengalami peningkatan. Karena jumlah penduduk yang
banyak juga memerlukan kebutuhan bahan pangan yang banyak pula. Selain
itu, faktor konversi yang sama juga menjadi penyebab data permintaan
tahunan menunjukkan pola yang linier. Pada tahun 2009 jumlah permintaan
beras mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi
karena angka konversi yang digunakan pada tahun 2009-2010 lebih kecil
dibandingkan angka konversi tahun 1994-2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Angka konversi konsumsi menunjukkan tingkat konsumsi beras per
jiwa per kg per tahun. Pada tahun 2009-2010 tingkat konsumsi beras
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu
hanya sebesar 83,93 kg/jiwa/tahun. Penurunan tingkat konsumsi ini
disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat pengetahuan dan
diversifikasi pangan. Kemajuan teknologi menjadi pendorong perubahan
pola pikir dan perkembangan tingkat pengetahuan masyarakat. Jika dahulu
ketika mengkonsumsi pangan masyarakat hanya mementingkan kuantitas
saja tanpa memperhatikan kualitas, maka dengan pengetahuan yang semakin
bertambah menjadikan masyarakat sadar tentang arti kesehatan. Trend yang
terjadi sekarang ini adalah masyarakat sudah mulai memperhatikan kualitas
dari bahan pangan yang dikonsumsi. Keseimbangan antara karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral pada makanan lebih diperhatikan. Beras
sebagai sumber karbohidrat, jumlah konsumsinya dikurangi dan lebih
meningkatkan konsumsi protein dan vitamin sebagai asupan gizi.
Selain tingkat pengetahuan, diversifikasi pangan juga menyebabkan
berkurangnya konsumsi beras sebagai bahan pangan utama. Tersedianya
bahan pangan lokal, seperti ubi, jagung, garut, dan singkong dapat
mengurangi tingkat ketergantungan konsumsi beras. Apalagi penggunaan
bahan pangan lokal tersebut mendapat dukungan dari pemerintah daerah
melalui Badan Ketahanan Pangan. Salah satu program Badan Ketahanan
Pangan Kabupaten Sukoharjo adalah meningkatkan penggunaan bahan
pangan lokal sebagai bahan pangan utama selain beras. Melalui program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
tersebut diharapkan tingkat ketergantungan konsumsi beras menurun dan
konsumsi bahan pangan lokal lebih meningkat.
B. Model ARIMA Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten
Sukoharjo
Pada penelitian ini ditentukan model ARIMA penawaran dan permintaan
beras di Kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan data produksi dan
konsumsi beras. Data kemudian diolah dengan menggunakan metode Box-
Jenkins (ARIMA). Pada penelitian ini juga terdapat variabel tambahan yaitu
variabel dummy, untuk menguji pengaruh pelaksanaan otonomi daerah
terhadap penawaran dan permintaan beras di Kabupaten Sukoharjo. Metode
Box-Jenkins (ARIMA) terdiri dari empat tahap, yaitu identifikasi, estimasi
model, uji diagnostik, dan peramalan.
1. Penawaran Tahunan Beras
a) Tahap Identifikasi
Pada tahap identifikasi yang dilakukan adalah mengetahui plot data
dan menguji stasioneritas data. Berdasarkan dari data penawaran tahunan
beras yang terdapat pada Tabel 11. kemudian dibuat plot data untuk
mengetahui unsur trend dan perilaku dari data tersebut. Plot data
penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo terdapat pada Gambar
4. berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Gambar 4. Plot Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton)
Plot data tahunan penawaran beras menunjukkan pola yang fluktuatif
dengan trend cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena beras
merupakan bahan pangan pokok yang kebutuhannya harus selalu
dipenuhi, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan
jumlah produksi padi. Adapun terjadinya fluktuasi jumlah produksi
disebabkan oleh perubahan iklim, dan luas tanam. Sesuai dengan data
penawaran tahunan beras, pada plot data juga menunjukkan bahwa
penawaran beras tertinggi terjadi pada tahun 2009, sedangkan penawaran
terendah terjadi pada tahun 1999.
Langkah selanjutnya pada tahap identifikasi setelah mengetahui plot
data adalah mengidentifikasi stasioneritas data. Hal ini penting karena
pada metode ARIMA, data yang akan dianalisis harus dalam kondisi
stasioner. Kondisi data yang stasioner akan mampu menterjemahkan
data dan model ekonomi secara baik karena data yang stasioner tidak
150000
160000
170000
180000
190000
200000
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
SUPPLY
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
terlalu bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Stasioner
atau tidaknya suatu data dapat diketahui dari nilai Augmented Dickey-
Fuller (ADF). Menurut Yuliadi (2009: 59), suatu data dikatakan stasioner
apabila nilai ADF test statistic lebih besar dari nilai critical value tingkat
kepercayaan.
Tabel 13. Nilai ADF dan Critical Value Data Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Nilai Supply Supply
Differencing 1
ADF -3,181357 -4,029257 Critical value 1% -3,920350 -4,004425 Critical value 5% -3,065585 -3,098896 Critical value 10% -2,673459 -2,690439
Sumber : Diolah dari Lampiran 2
Pada Tabel 13. dapat diketahui bahwa nilai ADF untuk data
penawaran tahunan beras adalah -3,181357. Nilai ADF jika dibandingkan
dengan critical value 5% (-3,065585) dan 10% (-2,673459), nilainya
sudah lebih besar. Tetapi nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan
dengan critical value 1% (-3,920350). Ini menunjukkan bahwa data
penawaran tahunan beras belum stasioner. Untuk menstasionerkan data
dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu,
diketahui bahwa nilai ADF adalah -4,029257. Nilai ADF differencing
pertama ini sudah lebih besar dibandingkan critical value 1%
(-4,004425); 5% (-3,098896); dan 10% (-2,690439). Nilai ADF ini
menunjukkan bahwa data sudah stasioner. Berdasarkan kondisi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
maka dapat disimpulkan bahwa data penawaran tahunan beras tidak
stasioner dan menjadi stasioner pada differencing orde satu.
b) Tahap Estimasi
Setelah pola data dan stasioneritas data diidentifikasi, maka tahap
selanjutnya adalah penentuan jenis model ARIMA sementara serta
penentuan orde untuk bagian autoregressive (p) dan orde untuk bagian
moving average (q). Untuk menentukan apakah model yang digunakan
adalah autoregressive (AR) atau moving average (MA) dapat dilihat
berdasarkan pola autocorelation function (ACF) dan partial
autocorelation function (PACF). Menurut Kuncoro (2004) untuk
mengamati pola ACF dan PACF dapat diketahui dari hasil collerogram.
Suatu model AR dapat dilihat dari pola PACF sedangkan pola ACF akan
menentukan model MA.
Pada data penawaran tahunan beras, telah diketahui sebelumnya
bahwa data stasioner pada differencing pertama. Selanjutnya dilakukan
identifikasi plot ACF-PACF data hasil differencing tersebut. Plot ACF-
PACF data hasil differencing pertama (Lampiran 4) dapat diketahui
bahwa nilai PACF sangat rendah pada lag pertama kemudian meningkat
secara drastis pada lag kedua, dan pada lag-lag berikutnya terjadi
penurunan. Pola plot ACF juga menunjukkan kenaikan dan penurunan
pada lag awal, akan tetapi nilainya stabil pada lag-lag berikutnya.
Berdasarkan hasil collerogram dan nilai ADF kemudian ditentukan
bentuk umum dari model tentatif ARIMA (p,d,q) dimana p menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
orde AR, d adalah derajat differencing, dan q menunjukkan orde MA.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil bahwa data penawaran
tahunan beras di-differencing sebanyak satu kali (d = 1), orde AR adalah
0 (p = 0), dan orde MA adalah 1 (q = 1). Jadi model tentatif ARIMA
penawaran tahunan beras adalah sebagai berikut :
Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras : ARIMA (0,1,1)
Selanjutnya model tentatif tersebut diestimasi tiap parameternya
dengan bantuan program Eviews 5.1 dan hasil lengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 6. Berikut adalah tabel hasil estimasi parameter model
tentatif penawaran tahunan beras.
Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Model Tentatif Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Parameter Koefisien Probabilistik Konstanta 2701,109*** 0,0000 MA(1) -2,232999*** 0,0041
Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Keterangan: *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Hasil estimasi model tentatif menunjukkan bahwa model tentatif
mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311 dan nilai
F-statistic sebesar 79,52704. Kemudian estimasi parameter model tentatif
menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai konstanta 2701,109 dan
koefisien MA(1) sebesar -2,232999. Berdasarkan nilai probabilitasnya,
parameter MA(1) sudah signifikan karena nilai probabilitasnya (0,0041)
lebih kecil dari 0,05. Bentuk matematis dari model tentatif penawaran
tahunan beras ARIMA (0,1,1) adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
脨 缴疆实籠ǁǑො, ොǑ幂十勾姑石籠,籠蹐籠幂幂幂 勾姑石ො c) Tahap Uji Diagnostik
Setelah menentukan model tentatif ARIMA untuk penawaran
tahunan beras, tahap selanjutnya adalah menguji apakah model tentatif
yang telah ditentukan tersebut merupakan model yang layak untuk
peramalan. Jika hasilnya menunjukkan model tentatif masih belum layak
maka dibuat model yang lainnya hingga ditemukan model yang terbaik.
Kriteria yang akan digunakan pada tahap ini adalah nilai RMSE yang
kecil, nilai R2 yang tinggi, signifikansi nilai F-statistik dan parameter-
parameternya harus signifikan. Pada tahap ini juga dicoba beberapa
alternatif bentuk model ARIMA yang lain. Model yang paling memenuhi
kriteria yang akan dipilih sebagai model terbaik untuk peramalan
penawaran dan permintaan beras.
Uji diagnostik pertama untuk model tentatif penawaran tahunan
beras adalah uji nilai RMSE. Pada pembahasan sebelumnya telah
diketahui bahwa nilai RMSE model tentatif cukup kecil. Akan tetapi hal
ini masih perlu dibandingkan dengan RMSE model alternatif yang lain.
Selanjutnya untuk nilai R2 (0,850311) sudah tinggi dan nilai F-statistic
(0,0041) juga sudah signifikan. Sama seperti kriteria RMSE, untuk nilai
R2 dan F-statistic juga masih harus dibandingkan dengan model alternatif
yang lain. Parameter MA pada model tentatif penawaran tahunan beras
juga sudah signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas yang
lebih kecil dari 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Langkah berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan
alternatif model yang lain. Hasil analisis model penawaran beras dengan
bantuan program Eviews 5.1 pada berbagai model alternatif terdapat
pada Lampiran 6. Berikut adalah tabel perbandingan uji diagnostik model
tentatif dengan model alternatif yang lain.
Tabel 15. Perbandingan Uji Diagnostik Beberapa Model ARIMA Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Model Konstanta AR(1) AR(2) MA(1) MA(2) R2 F-stat RMSE ARIMA (0,1,1)
2701,109 (14,43913)
-2,232999 (-3,430381)
0,850311 79,52704 5186,376
ARIMA (1,1,0)
1180,435 (0,612960)
-0,68358 (-2,337946)
0,296003 5,465993 11604,41
ARIMA (2,1,0)
1496,133 (1,207086)
-1,056719 (-2,900310)
-0,595544 (-1,62979)
0,435056 4,235481 10722,88
ARIMA (1,1,1)
1226,049 (2,338764)
-0,290730 (-0,918774)
-0,907153 (-9,71599)
0,526888 6,681938 9513,063
ARIMA (2,1,1)
1250,767 (2,243276)
-0,297166 (-0,875962)
-0,130765 (-0,33363)
0,917692 (-10,29447)
0,534620 3,829268 9732,244
ARIMA (1,1,2)
1192,557 (2,291158)
-0,835204 (-2,258157)
-0,366418 (-0,791774)
-0,628322 (-0,860129)
0,552889 4,534124 9247,949
ARIMA (2,1,2)
862,7261 (0,909512)
-0,722903 (-1,122325)
-0,014533 (-0,02929)
-0,145527 (-0,255718)
-0,849001 (-1,677272)
0,610530 3,527082 8903,197
Sumber : Diolah dari Lampiran 6
Model alternatif yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah
ARIMA (1,1,0); ARIMA (2,1,0); ARIMA (1,1,1); ARIMA (2,1,1),
ARIMA (1,1,2); dan ARIMA (2,1,2). Pada model alternatif pertama yaitu
ARIMA (1,1,0) mempunyai R2 sebesar 0,296003; RMSE sebesar
11.604,41; probabilistik F-statistic (0,036026) signifikan pada taraf
95%; dan parameter AR(1) juga signifikan pada taraf 95%. Model
tentatif masih lebih baik jika dibandingkan dengan model baik ARIMA
(1,1,0), karena nilai RMSE model tentatif lebih rendah. Oleh karena itu
model ARIMA (1,1,0) tidak dipilih. Model alternatif kedua adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
ARIMA (2,1,0) mempunyai R2 sebesar 0,435056; RMSE sebesar
10.722,88; probabilistik F-statistic (0,043254) signifikan pada taraf 95%;
dan parameter AR(1) signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak
signifikan. Meskipun model alternatif kedua nilai RMSE-nya lebih
rendah dan nilai R2 lebih tinggi dibandingkan model alternatif pertama,
tetapi salah satu parameternya ada yang tidak signifikan.
Model alternatif ketiga yaitu ARIMA (1,1,1) mempunyai R2
sebesar 0,526888; RMSE sebesar 9.513,063; probabilistik F-statistic
(0,011215) signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) tidak
signifikan sedangkan parameter MA(1) signifikan pada taraf 95%. RMSE
dan R2 model alternatif ketiga lebih baik dari model alternatif pertama
dan kedua, tetapi salah satu parameternya tidak signifikan. Model
alternatif keempat adalah ARIMA (2,1,1) mempunyai R2 sebesar
0,534620; RMSE sebesar 9.732,244; probabilistik F-statistic (0,046172)
signifikan pada taraf 95%; dan parameter AR(1) dan AR(2) tidak
signifikan sedangkan parameter MA(1) sudah signifikan. RMSE dan R2
model alternatif keempat lebih baik dari model alternatif pertama dan
kedua, tetapi terdapat dua parameter yang tidak signifikan sehingga
model ini tidak dipilih.
Pada model alternatif kelima yaitu ARIMA (1,1,2) mempunyai R2
sebesar 0,552889; RMSE sebesar 9.247,949; probabilistik F-statistic
(0,026557) signifikan pada taraf 95%, parameter AR(1) signifikan
sedangkan parameter MA(1) dan MA(2) tidak signifikan. RMSE dan R2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
model alternatif ini lebih baik dari model-model alternatif sebelumnya.
Akan tetapi model ini tidak dipilih karena model tentatif masih lebih
baik. Model ARIMA (2,1,2) merupakan model alternatif yang terakhir.
Model ini mempunyai R2 sebesar 0,610530; RMSE sebesar 8.903,197;
probabilistik F-statistic (0,053810) tidak signifikan pada taraf 95%,
semua parameter dalam model ini tidak ada yang signifikan.
Berdasarkan hasil uji diagnostik pada Tabel 14. di atas, peneliti
mengambil keputusan untuk tetap memilih model tentatif ARIMA (0,1,1)
sebagai model ARIMA terbaik untuk penawaran tahunan beras. Hal ini
dikarenakan model tentatif memiliki RMSE yang paling kecil dibanding
model yang lainnya, yaitu sebesar 5.186,376. Semakin kecil nilai RMSE
maka semakin baik model tersebut, karena hasil peramalan semakin
mendekati nilai aktualnya. Pertimbangan lainnya adalah nilai R2 paling
tinggi, yaitu sebesar 0,850311. Nilai R2 tersebut berarti bahwa model
ARIMA (0,1,1) dapat menjelaskan variasi perubahan variabel bebas
sebesar 85,0311 %. Semakin tinggi nilai R2 suatu model maka akan
semakin baik model tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Tabel 16. Hasil Pengujian Model ARIMA (0,1,1) Penawaran Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C*** 2737.831 155.5887 17.59660 0.0000
DUMMYns -963.6575 2374.831 -0.405779 0.6915 MA(1)*** -2.316226 0.720251 -3.215860 0.0068
R-squared 0.864612 Mean dependent var 421.1490 Adjusted R-squared 0.843783 S.D. dependent var 13844.68 S.E. of regression 5472.007 Akaike info criterion 20.22004 Sum squared resid 3.89E+08 Schwarz criterion 20.36490 Log likelihood -158.7603 F-statistic 41.51024 Durbin-Watson stat 2.591792 Prob(F-statistic) 0.000002 Inverted MA Roots 2.32
Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Keterangan: ns = non-signifikan *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Pada Tabel 16. dapat diketahui bahwa variabel dummy telah
dimasukkan pada model penawaran tahunan beras ARIMA (0,1,1).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,864645, yang
berarti bahwa 86,4645 % variasi penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam
model, yaitu variabel dummy dan variabel MA(1). Nilai R2 pada model
menunjukkan ketepatan model, sedangkan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo secara bersama-sama dapat dilihat dari hasil uji F.
Berdasarkan hasil uji F-statistic dapat diketahui nilai probabilitasnya
sebesar 0,000002. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 dan 0,01, yang berarti
bahwa variabel dummy dan variabel MA secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap penawaran tahunan beras pada tingkat
signifikansi 99%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel yang
berpengaruh terhadap penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo
dapat digunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, dapat
diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel dummy (0,6915)
lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa otonomi daerah tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras.
Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0068. Nilai ini lebih kecil
dari 0,05 dan 0,01, yang berarti bahwa variabel MA(1) berpengaruh
secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. MA(1) berarti
bahwa penawaran tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh dinamika
penawaran tahunan beras satu tahun sebelumnya. Koefisien MA(1)
sebesar -2,316226, artinya bahwa setiap dinamika penawaran beras satu
tahun sebelumnya naik sebesar 1 satuan maka penawaran tahunan beras
di Kabupaten Sukoharjo akan turun sebesar 2,316226 satuan.
Berdasarkan hasil pengujian model penawaran tahunan beras
ARIMA (0,1,1) seperti yang terdapat pada Tabel 16. di atas, maka model
matematisnya adalah : 脨 缴疆实籠ǁ蹐ǁ,密蹐ො石幂泌蹐,泌觅ǁ觅各姑十勾姑石籠,籠蹐籠幂幂幂 勾姑石ො
Keterangan : 蟨 棍管 = penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun t Dt = dummy otonomi daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
et = dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun t et石1 = dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun t-1
2. Permintaan Beras
a) Tahap Identifikasi
Seperti pada penawaran tahunan beras, pada tahap identifikasi ini
data permintaan tahunan beras diidentifikasi pola datanya untuk
mengetahui pola trend data. Plot data permintaan tahunan beras di
Kabupaten Sukoharjo terdapat pada Gambar 5. berikut ini.
Gambar 5. Plot Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo (Ton)
Plot data permintaan tahunan menunjukkan bahwa permintaan
tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo memiliki trend meningkat. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya pada dinamika permintaan tahunan beras,
plot data menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terjadi penurunan
66000
68000
70000
72000
74000
76000
78000
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
DEMAND
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
permintaan yang sangat tajam. Hal ini terjadi karena angka konversi yang
digunakan pada tahun 2009-2010 lebih kecil dibandingkan angka
konversi tahun 1994-2008. Angka konversi konsumsi yang digunakan
mengacu pada Neraca Bahan Makanan (NBM), yaitu 92,87
kg/jiwa/tahun untuk periode tahun 1994 – 2008 dan 83,93 kg/jiwa/tahun
untuk periode tahun 2009 – 2010.
Setelah mengetahui plot data kemudian dilanjutkan dengan
identifikasi stasioneritas data permintaan tahunan beras. Stasioner atau
tidaknya suatu data dapat diketahui dari nilai Augmented Dickey-Fuller
(ADF). Nilai ADF hasil analisis data kemudian dibandingkan dengan
critical value tingkat kepercayaan untuk mengetahui stasioneritas data
tersebut.
Tabel 17. Nilai ADF dan Critical Value Data Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Nilai Demand Demand Differencing 1
Demand Differencing 2
ADF -2,028527 -3,619274 -7,350896 Critical value 1% -3,920350 -3,959148 -4,004425 Critical value 5% -3,065585 -3,081002 -3,098896 Critical value 10% -2,673459 -2,681330 -2,690439
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
Pada nilai ADF dan critical value data permintaan tahunan beras,
dapat diketahui bahwa nilai ADF-nya adalah -2,028527. Nilai ADF
tersebut jika dibandingkan dengan critical value 10% (-2,673459),
nilainya sudah lebih besar. Tetapi nilai ini masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan critical value 5% (-3,065585) dan 1% (-3,920350).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Hal ini menunjukkan bahwa data permintaan tahunan beras belum
stasioner. Untuk menstasionerkan data dilakukan proses pembedaan
(differencing). Pada differencing orde satu, diketahui bahwa nilai ADF
adalah -3,619274. Nilai ADF differencing pertama ini sudah lebih besar
dibandingkan critical value 5% (-3,081002) dan 10% (-2,681330). Akan
tetapi nilai ADF differencing orde satu masih lebih kecil dari critical
value 1% (3,959148). Sesuai kondisi ini maka data permintaan tahunan
beras masih belum stasioner pada differencing pertama sehingga perlu
dilakukan differencing orde dua. Nilai ADF differencing orde dua adalah
-7,350896. Nilai ini sudah lebih besar dari critical value 10%
(-2,690439); 5% (-3,098896) dan 1% (-4,004425) sehingga data
permintaan tahunan beras sudah stasioner. Berdasarkan kondisi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa data permintaan tahunan beras tidak
stasioner dan menjadi stasioner pada differencing orde dua.
b) Tahap Estimasi
Tahap kedua setelah identifikasi data adalah tahap estimasi model.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah penentuan jenis model ARIMA
serta penentuan orde untuk bagian autoregressive (p) dan orde untuk
bagian moving average (q). Untuk menentukan model yang digunakan
berdasarkan dari pola autocorelation function (ACF) dan partial
autocorelation function (PACF).
Pada data permintaan tahunan beras, telah diketahui bahwa data
belum stasioner dan menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
plot ACF-PACF differencing kedua kemudian diidentifikasi untuk
mengetahui polanya. Plot ACF-PACF data hasil differencing kedua
(Lampiran 5) menunjukkan bahwa nilai ACF dan PACF memiliki pola
yang sama. Pada lag pertama nilainya sangat rendah, kemudian terjadi
penurunan pada lag kedua. Akan tetapi pada lag ketiga meningkat dan
menjadi stabil pada lag-lag selanjutnya.
Hasil collerogram dan nilai ADF data permintaan tahunan beras
selanjutnya digunakan untuk menentukan model tentatif ARIMA (p,d,q).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa data permintaan tahunan beras
di-differencing sebanyak dua kali (d = 2), orde AR adalah 1 (p = 1), dan
orde MA adalah 1 (q = 1). Jadi model tentatif ARIMA permintaan
tahunan beras adalah sebagai berikut :
Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras : ARIMA (1,2,1)
Selanjutnya model tentatif tersebut diestimasi tiap parameternya
dengan bantuan program komputer Eviews 5.1 dan hasil lengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 7. Berikut adalah tabel hasil estimasi
parameter model tentatif permintaan tahunan beras.
Tabel 18. Hasil Estimasi Model Tentatif Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Parameter Koefisien Probabilistik Konstanta -79,78165*** 0,0001 AR(1) -0,679413** 0,0434 MA(1) -2,6664447*** 0,0051
Sumber : Diolah dari Lampiran 7 Keterangan: ** = signifikan pada taraf kepercayaan 95% *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Berdasarkan hasil estimasi parameter, model tentatif mempunyai
RMSE sebesar 2.016,135; R2 sebesar 0,933452 dan nilai F-statistic
sebesar 77,14651. Selanjutnya model tentatif mempunyai konstanta
-79,78165 dengan koefisien AR(1) sebesar -0,679413 dan koefisien
MA(1) sebesar -2,6664447. Parameter AR dan MA model tentatif ini
juga signifikan karena nilai probabilitasnya untuk AR (0,0434) dan MA
(0,0051) sudah lebih kecil dari 0,05. Bentuk matematis dari model
tentatif penawaran tahunan beras ARIMA (1,2,1) adalah :
脨缴箭实石ǁ幂,ǁ密ො泌觅石Ǒ,泌ǁ幂秘ො蹐 脨缴石ො箭 十勾姑石籠,泌泌泌秘秘秘ǁ 勾姑石ො
c) Tahap Uji Diagnostik
Setelah menentukan model tentatif ARIMA untuk permintaan
tahunan beras, kemudian dilakukan uji terhadap model tentatif tersebut.
Uji ini untuk menentukan bahwa model tentatif yang telah ditentukan
tersebut merupakan model yang layak untuk peramalan. Jika hasilnya
menunjukkan model tentatif masih belum layak maka dibuat model yang
lainnya hingga ditemukan model yang terbaik.
Sama seperti pada model penawaran penawaran, kriteria yang
digunakan pada tahap uji diagnostik adalah nilai RMSE yang kecil, nilai
R2 yang tinggi, signifikansi nilai F-statistic dan parameter-parameternya
harus signifikan. Pada tahap ini juga dicoba beberapa alternatif bentuk
model ARIMA yang lain. Model yang paling memenuhi kriteria yang
akan dipilih sebagai model terbaik untuk peramalan penawaran dan
permintaan beras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Pada model tentatif permintaan yang telah dijelaskan sebelumnya
diketahui bahwa nilai RMSE sebesar 2.016,135. Nilai ini cukup kecil,
tetapi masih perlu dibandingkan dengan RMSE model alternatif lainnya.
Selanjutnya untuk nilai R2 sebesar 0,933452 sudah tinggi dan nilai
F-statistic sudah signifikan. Meskipun sudah tinggi dan signifikan nilai
ini perlu dibandingkan dengan model alternatif lain. Parameter AR dan
MA pada model tentatif permintaan tahunan beras juga sudah signifikan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitasnya sudah lebih kecil dari 0,05.
Setelah diketahui kriteria dari model tentatif maka langkah
berikutnya adalah membandingkan model tentatif dengan alternatif
model yang lain. Hasil analisis model permintaan beras dengan bantuan
program komputer Eviews 5.1 pada berbagai model alternatif terdapat
pada Lampiran 7. Berikut adalah tabel perbandingan uji diagnostik model
tentatif permintaan tahunan beras dengan model alternatif yang lain.
Tabel 19. Perbandingan Uji Diagnosis Beberapa Model ARIMA Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Model Konstanta AR(1) AR(2) MA(1) MA(2) R2 F RMSE ARIMA (1,2,1)
-79,78165 (-6,325484)
-0,679413 (-2,281434)
-2,666447 (-3,485959)
0,933452 77,14651 2016,135
ARIMA (1,2,0)
-331,5915 (-1,249160)
-1,091626 (-3,836454)
0,550871 14,71838 1906,386
ARIMA (2,2,0)
-220,3092 (-1,153336)
-1,130549 (-3,667439)
-1,835733 (-0,66234)
0,573705 6,728966 1927,293
ARIMA (0,2,1)
-82,00674 (-13,04580)
-2,715815 (-3,127891)
0,906007 125,3082 842,5462
ARIMA (0,2,2)
-82,33764 (-12,71998)
-3,063650 (-3,771644)
1,049169 (1,293876)
0,928926 78,41948 732,6563
ARIMA (1,2,2)
-78,96793 (-6,886773)
-1,574731 (-0,824696)
-1,900115 (-0,841449)
-2,506974 (-0,456017)
0,938885 51,20843 703,2345
ARIMA (2,2,1)
-121,6293 (-4,955636)
-0,898087 (-2,744707)
-3,931372 (-1,15509)
-2,887589 (-3,1682308)
0,947327 53,95478 677,4671
Sumber : Diolah dari Lampiran 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Model alternatif yang digunakan pada tahap uji diagnostik adalah
ARIMA (1,2,0); ARIMA (2,2,0); ARIMA (0,2,1); ARIMA (0,2,2),
ARIMA (1,2,2); dan ARIMA (2,2,1). Pada model alternatif pertama yaitu
ARIMA (1,2,0) mempunyai R2 sebesar 0,550871; RMSE sebesar
1.906,386; probabilistik F-statistic (0,002368) signifikan pada taraf
99%; dan parameter AR(1) juga signifikan. Model alternatif pertama ini
lebih baik jika dibandingkan dengan model tentatif, karena nilai RMSE-
nya lebih rendah dari model tentatif. Model alternatif kedua adalah
ARIMA (2,2,0) mempunyai R2 sebesar 0,573705; RMSE sebesar
1.927,293; probabilistik F-statistic (0,014078) signifikan pada taraf 95%;
dan parameter AR(1) signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak
signifikan. Berdasarkan nilai RMSE, model alternatif pertama lebih baik
daripada model alternatif kedua. Selain itu, pada model alternatif kedua,
salah satu parameternya ada yang tidak signifikan.
Model alternatif ketiga yaitu ARIMA (0,2,1) mempunyai R2
sebesar 0,906007; RMSE sebesar 842,5462; probabilistik F-statistic
(0,000000) signifikan pada taraf 99%; dan parameter MA(1) sudah
signifikan. RMSE dan R2 model alternatif ketiga lebih baik dibandingkan
dua model alternatif sebelumnya. Model alternatif keempat adalah
ARIMA (0,2,2) mempunyai R2 sebesar 0,928926; RMSE sebesar
732,6563; probabilistik F-statistic (0.000000) signifikan pada taraf 99%;
dan parameter MA(1) signifikan sedangkan parameter MA(2) tidak
signifikan. RMSE dan R2 model alternatif keempat lebih baik dari model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
alternatif ketiga, tetapi salah satu parameternya tidak signifikan sehingga
perlu dibandingkan dengan model alternatif yang lain.
Pada model alternatif kelima yaitu ARIMA (1,2,2) mempunyai R2
sebesar 0,938885; RMSE sebesar 703,2345; probabilistik F-statistic
(0,000002) signifikan pada taraf 99%, parameter AR(1), MA(1), dan
MA(2) tidak ada yang signifikan. RMSE dan R2 model alternatif ini lebih
baik dari model-model alternatif sebelumnya. Akan tetapi model ini tidak
dipilih karena ketiga parameternya tidak ada yang signifikan. Model
ARIMA (2,2,1) merupakan model alternatif yang terakhir dengan R2
sebesar 0,947327; RMSE sebesar 677,4671; probabilistik F-statistic
(0,000004) signifikan pada taraf 99%, parameter AR(1) dan MA(1)
signifikan sedangkan parameter AR(2) tidak signifikan.
Berdasarkan perbandingan uji diagnostik pada Tabel 19, peneliti
mengambil keputusan untuk memilih model alternatif terakhir yaitu
ARIMA (2,2,1) sebagai model ARIMA terbaik untuk permintaan
tahunan beras. Hal ini dikarenakan model ARIMA (2,2,1) memiliki
RMSE sebesar 677,4671. Nilai ini merupakan nilai RMSE yang paling
kecil jika dibandingkan model alternatif lainnya. Selain itu nilai R2 dari
model terbaik juga lebih besar dari R2 model tentatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Tabel 20. Hasil Pengujian Model ARIMA (2,2,1) Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Cns -138.6088 66.37988 -2.088114 0.0702
DUMMYns -271.3554 455.7642 -0.595385 0.5680 AR(1)** -0.883620 0.366785 -2.409096 0.0426 AR(2)ns -0.828042 3.462941 -0.239115 0.8170
MA(1)** -2.526681 0.831859 -3.037392 0.0161 R-squared 0.929770 Mean dependent var -57.72231 Adjusted R-squared 0.894656 S.D. dependent var 3072.372 S.E. of regression 997.1932 Akaike info criterion 16.93149 Sum squared resid 7955154. Schwarz criterion 17.14878 Log likelihood -105.0547 F-statistic 26.47804 Durbin-Watson stat 1.677535 Prob(F-statistic) 0.000115 Inverted AR Roots -.44+.80i -.44-.80i Inverted MA Roots 2.53
Sumber : Diolah dari Lampiran 7 Keterangan : ns = non-signifikan ** = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 20. dapat diketahui bahwa variabel dummy telah
dimasukkan pada model permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R2 sebesar 0,929770, yang
berarti bahwa 92,9770 % variasi permintaan tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam
model, yaitu variabel dummy, variabel AR dan variabel MA. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan tahunan
beras di Kabupaten Sukoharjo secara bersama-sama dapat dilihat dari
hasil uji F. Berdasarkan hasil uji F-statistic dapat diketahui nilai
probabilitasnya sebesar 0,000115. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 dan 0,01,
yang berarti bahwa variabel dummy, variabel AR, dan variabel MA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penawaran
tahunan beras pada tingkat signifikansi 99%.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel yang
berpengaruh terhadap permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo
dapat digunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, dapat
diketahui bahwa nilai probabilitas t-statistik variabel dummy (0,5680)
lebih besar dari tingkat signifikansi 95%. Hal ini berarti bahwa otonomi
daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan
beras. Hasil uji-t variabel AR(2), nilai probabilistik t-statistik sebesar
0,8170. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi 95%, artinya bahwa
variabel AR(2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan
tahunan beras.
Pada hasil uji-t variabel AR(1) diketahui nilai probabilistiknya
sebesar 0,0426. Nilai probabilistik ini lebih kecil dari tingkat signifikansi
95%, artinya bahwa variabel AR(1) berpengaruh secara signifikan
terhadap permintaan tahunan beras. AR(1) berarti bahwa permintaan
tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh permintaan beras satu tahun
sebelumnya. Sedangkan koefisien AR(1) sebesar -0,883620, berarti
bahwa setiap permintaan beras satu tahun sebelumnya bertambah 1
satuan maka akan menurunkan permintaan tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo sebesar 0,883620 satuan.
Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0161. Nilai ini lebih kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
dari tingkat signifikansi 95%, yang berarti bahwa variabel MA(1)
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. MA(1)
berarti bahwa permintaan tahunan beras sekarang dipengaruhi oleh
dinamika permintaan tahunan beras satu tahun sebelumnya. Koefisien
MA(1) sebesar -2,526681, artinya bahwa jika dinamika permintaan
tahunan beras bertambah 1 satuan maka akan menurunkan permintaan
tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo sebesar 2,526681 satuan.
Berdasarkan hasil pengujian model permintaan tahunan beras
ARIMA (2,2,1) seperti yang terdapat pada Tabel 20. di atas, maka model
matematisnya adalah : 脨 缴箭实石ො蹐密,泌Ǒ密密石籠ǁො,蹐觅觅秘各姑石Ǒ,密密蹐泌籠Ǒ巩姑能ො各 石Ǒ,密籠密Ǒ秘籠巩姑能籠各 十勾姑石籠,觅籠泌泌密ො 勾姑能ො
Keterangan : 蟨 棍雇 = permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun t Dt = dummy otonomi daerah Yt石1D = permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun
t-1 Yt石2D = permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo tahun
t-2 et = dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun t et石1 = dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun t-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
C. Uji Variabel Dummy
Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang paling penting dalam
kehidupan, terutama beras sebagai makanan pokok. Karena merupakan bahan
pangan penting maka pemerintah selalu melakukan pengawasan melalui
kebijakan-kebijakan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa ketersediaan
beras di pasar dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Setelah
terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, sektor perberasan yang termasuk dalam
sektor pertanian sepenuhnya menjadi tangung jawab pemerintah daerah yang
diatur melalui otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan
pemerintah daerah dapat lebih memaksimalkan potensi daerahnya masing-
masing sehingga daerahnya dapat lebih berkembang. Meskipun demikian,
beras sebagai bahan pangan utama di Indonesia masih mendapat pengawasan
ketat dari pemerintah. Berbagai kebijakan yang terkait dengan perberasan terus
dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini untuk memastikan bahwa ketersediaan
dan distribusi beras sudah merata dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat
sehingga tidak terjadi kekurangan pangan.
Berdasarkan informasi dari BAPPEDA Kabupaten Sukoharjo,
pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo mulai melaksanakan otonomi daerah
pada tahun 2000. Sebagai salah satu kabupaten penyangga kebutuhan pangan
di propinsi Jawa Tengah, pemerintah daerah terus berupaya untuk
meningkatkan produksi padi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka pada penelitian ini digunakan
variabel dummy sebagai variabel tambahan dalam model ARIMA penawaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
dan permintaan tahunan beras. Variabel dummy digunakan untuk menguji
apakah otonomi daerah berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan
tahunan beras. Variabel dummy diuji dengan menggunakan Chow Breakpoint
Test, untuk mengetahui structural break dari data penawaran dan permintaan
tahunan beras. Karena otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo mulai
dilaksanakan pada tahun 2000, maka periode structural break yang diuji pada
penelitian ini adalah pada kisaran tahun pelaksanaan otonomi daerah yaitu
tahun 1999, 2000, dan 2001. Periode structural break tersebut kemudian diuji
dengan bantuan program Eviews 5.1 untuk mengetahui nilai probabilitas
masing-masing periode structural break. Nilai probabilitas yang paling kecil
menunjukkan bahwa periode tersebut memberikan pengaruh structural break
pada data series. Hasil analisis untuk Chow Breakpoint Test terdapat pada
Lampiran 8. Berikut adalah tabel perbandingan hasil Chow Breakpoint Test
pada periode 1999, 2000, dan 2001.
Tabel 21. Nilai F-statistic dan Tingkat Probabilitas Hasil Chow Breakpoint Test Variabel Dummy
Periode Structural Break F-statistic Tingkat Probabilitas
1% 5% 1999 1,195316 0,333784 0,238143 2000 3,033932 0,082922 0,038543 2001 2,168281 0,153947 0,086563
Sumber : Diolah dari Lampiran 8
Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa pada hasil Chow
Breakpoint Test periode tahun 1999 tingkat probabilitasnya lebih besar dari
0,01 dan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa periode tahun 1999 tidak
berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan permintaan tahunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
beras di Kabupaten Sukoharjo. Hal yang sama juga terjadi pada periode tahun
2001. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya juga lebih besar
dari 0,01 dan 0,05 sehingga tidak signifikan.
Pada hasil Chow Breakpoint Test periode tahun 2000, dapat dilihat
bahwa pada tingkat signifikansi 99%, nilai probabilitasnya tidak signifikan.
Sedangkan pada tingkat signifikansi 95%, nilai probabilitasnya sudah
signifikan karena nilainya lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan kondisi tersebut
maka disimpulkan bahwa periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural
break terhadap data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo. Dengan demikian, variabel dummy sebelum pelaksanaan otonomi
daerah nilainya 0 untuk periode tahun 1994 – 1999, sedangkan variabel dummy
setelah pelaksanaan otonomi daerah nilainya 1 untuk periode tahun 2000 –
2010.
D. Model Persamaan Simultan
Pada kondisi keseimbangan pasar, penawaran akan sama dengan
permintaan. Berdasarkan kondisi ini maka model ARIMA terbaik yang telah
ditetapkan pada tahap sebelumnya akan disimultankan. Karena pada dasarnya
penawaran dan permintaan saling mempengaruhi. Pada model persamaan
simultan ini juga ditambahkan variabel dummy sesuai dengan hasil uji Chow
Breakpoint Test, untuk menguji pengaruh otonomi daerah terhadap penawaran
dan permintaan tahunan beras secara bersama-sama.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa data penawaran
tahunan beras cenderung berfluktuasi, setiap tahunnya bisa terjadi penurunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
atau peningkatan. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
adalah iklim, gangguan hama dan penyakit, varietas benih, dan teknologi yang
digunakan. Budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi iklim. Jika
kondisi iklim tidak mendukung dan terjadi serangan hama, bisa menyebabkan
penurunan hasil produksi. Selain itu adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan perumahan dan industri juga dapat mengurangi hasil produksi padi.
Karena berbagai hal itulah, setiap tahunnya hasil produksi padi cenderung
berfluktuasi.
Berkebalikan dengan data penawaran, data permintaan tahunan beras
cenderung membentuk pola yang linier, yaitu terjadi peningkatan dari tahun ke
tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Jumlah penduduk yang semakin meningkat juga memerlukan
kebutuhan pangan yang semakin meningkat pula. Trend yang terjadi sekarang
ini adalah produk pangan alternatif pengganti beras semakin banyak, seperti
misalnya mie, gandum, roti, atau oatmeal. Meskipun demikian, pola konsumsi
pangan masyarakat Kabupaten Sukoharjo masih menggunakan beras sebagai
sumber bahan pangan pokok. Data permintaan tahunan beras yang cenderung
linier tersebut menjadi pertimbangan untuk menggunakan data permintaan
tahunan beras sebagai variabel eksogen dalam penawaran tahunan beras pada
model persamaan simultan. Dengan demikian data series permintaan tahunan
beras hasil dari ARIMA terbaik yaitu ARIMA (2,2,1) digunakan sebagai
varibel eksogen pada model persamaan simultan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Model penawaran tahunan beras ARIMA (0,1,1) yang digunakan untuk
model persamaan simultan bentuk matematisnya adalah :
蟨 棍管实2737,831石963,6575Dt 十et 石2,232999 et石1 Model permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1) yang digunakan untuk model
persamaan simultan bentuk matematisnya adalah :
蟨 迫劈实石138,6088石271,3554D疟石0,883620Y疟能囊腻 石0,828042Y疟能挠腻 十e疟石2,526681 e疟能囊 Model penawaran dan permintaan tahunan beras tersebut kemudian
disimultankan pada kondisi keseimbangan pasar, dimana penawaran sama
dengan permintaan, yaitu : 蟨 棍管实蟨 棍雇
Pada model persamaan simultan ini variabel yang dimasukkan dalam
model adalah penawaran tahunan beras differencing orde satu, variabel dummy
otonomi daerah dan permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1). Model
persamaan simultan ini terdiri dari variabel endogen, dan variabel eksogen.
Variabel endogen adalah variabel dependen yang nilainya ditentukan dalam
sistem persamaan, pada persamaan simultan ini adalah variabel penawaran
tahunan beras. Variabel eksogen adalah variabel independen yang nilainya
ditentukan di luar sistem persamaan, pada persamaan simultan ini meliputi
variabel dummy dan permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1). Estimasi
model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
dengan menggunakan program Eviews 5.1 dengan hasil estimasi sebagai
berikut :
Tabel 22. Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Cns -2619.691 15371.18 -0.170429 0.8684
-DEMAND221* 3.052542 1.638401 1.863123 0.0953 +DUMMYns 3126.712 15599.38 0.200438 0.8456 MA(1)*** -0.913356 0.177961 -5.132332 0.0006
R-squared 0.644626 Mean dependent var 261.5994 Adjusted R-squared 0.526167 S.D. dependent var 15363.48 S.E. of regression 10575.53 Sum squared resid 1.01E+09 F-statistic 5.462146 Durbin-Watson stat 2.130937 Prob(F-statistic) 0.020487 Inverted MA Roots .91
Sumber : Diolah dari Lampiran 9 Keterangan : ns = non-signifikan * = signifikan pada taraf kepercayaan 90% *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai R2 dan F-statistic untuk
persamaan simultan sudah tinggi, dengan RMSE sebesar 8.823,807. Pada
Tabel 22. dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,644626, yang berarti bahwa
64,4626% variasi perubahan variabel endogen (penawaran tahunan beras)
dapat dijelaskan oleh variabel eksogen yang digunakan dalam model, yaitu
variabel dummy, variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1), dan
variabel MA. Nilai probabilistik dari F-statistic adalah 0,020487, nilai
probabilistik ini sudah signifikan karena nilainya lebih kecil dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa variabel dummy, variabel permintaan tahunan beras ARIMA
(2,2,1), dan variabel MA secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
penawaran tahunan beras pada tingkat signifikansi 95%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Berdasarkan hasil uji-t variabel dummy, nilai probabilistik t-statistik
sebesar 0,8456. Nilai ini lebih besar dari 0,05, artinya bahwa variabel dummy
otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran
tahunan beras pada persamaan simultan. Hasil uji-t variabel permintaan
tahunan beras ARIMA (2,2,1), dapat diketahui bahwa nilai probabilitas t-
statistiknya adalah 0,0953. Nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 90%.
Hal ini berarti bahwa variabel permintaan tahunan beras ARIMA (2,2,1)
berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Koefisien
permintaan ARIMA (2,2,1) sebesar 3,052542, artinya jika permintaan tahunan
beras dengan model ARIMA (2,2,1) bertambah 1 satuan maka penawaran
tahunan beras akan meningkat sebesar 3,052542 satuan.
Pada hasil uji-t variabel MA(1) dapat diketahui bahwa nilai probabilitas
t-statistik variabel MA(1) adalah 0,0006. Nilai ini lebih kecil dari 0,01, yang
berarti bahwa variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap
penawaran tahunan beras. MA(1) berarti bahwa penawaran tahunan beras
sekarang dipengaruhi oleh dinamika penawaran tahunan beras satu tahun
sebelumnya. Koefisien MA(1) sebesar -0,913356, artinya bahwa jika dinamika
penawaran tahunan beras bertambah 1 satuan maka akan menurunkan
penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo sebesar 0,913356 satuan.
E. Peramalan Penawaran dan Permintaan Beras
Model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras
yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, kemudian digunakan untuk
peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
periode tahun 2011 – 2015. Peramalan merupakan tahap yang paling akhir
pada penelitian ini. Nilai RMSE yang kecil pada model persamaan simultan
menunjukkan bahwa hasil peramalan mendekati nilai akuratnya. Berdasarkan
hasil peramalan dapat diketahui fluktuasi permintaan dan penawaran pada
periode lima tahun ke depan apakah terjadi kelebihan penawaran seperti tahun-
tahun sebelumnya atau tidak. Berikut adalah hasil peramalan penawaran dan
permintaan tahunan beras untuk periode 2011 – 2015.
Tabel 23. Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton)
Tahun Peramalan Penawaran Peramalan Permintaan 2011 175.363,548 71.198,976 2012 160.694,788 71.425,492 2013 159.562,000 71.492,696 2014 153.844,269 71.611,653 2015 165.047,419 71.544,439
Sumber : Diolah dari Lampiran 10
Gambar 6. Plot Hasil Peramalan Penawaran dan Permintaan Tahunan Beras di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011 – 2015 (Ton)
Berdasarkan Tabel 23 dan Gambar 6, dapat diketahui bahwa penawaran
tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung
mengalami penurunan. Penawaran beras pada tahun 2011 sebesar
175.363,548 ton, kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi 160.694,788
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
2011 2012 2013 2014 2015
DEMAND SUPPLY
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
ton. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2013, dimana penawaran beras
hanya sebesar 159.562 ton. Pada tahun 2014 juga kembali menurun,
sehingga penawaran beras pada tahun ini hanya sebesar 153.844,269 ton.
Setelah terjadi penurunan, pada tahun 2015 mengalami kenaikan penawaran
beras yaitu sebesar 165.047,419 ton. Penurunan penawaran beras ini
disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah belum adanya benih
berkualitas unggul, serangan hama dan penyakit, dan alih fungsi lahan
pertanian. Sampai sekarang ini masih belum ditemukan benih yang tahan
terhadap hama wereng. Hama wereng merupakan hama yang paling ditakuti
oleh petani padi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010, ketika hama wereng
menjadi penyebab utama gagal panen dengan luas lahan puso sebanyak
2.304 ha. Selain hama wereng, alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
perumahan dan industri juga mempersempit lahan pertanian yang ada
sekarang ini. Akibatnya adalah penurunan produksi sehingga jumlah beras
yang ditawarkan juga menurun.
Permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 –
2015 cenderung mengalami peningkatan. Permintaan beras pada tahun 2011
sebesar 71.198,976 ton, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi
71.425,492 ton. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2013, dimana
permintaan beras menjadi 71.492,696 ton. Pada tahun 2014 permintaan
beras juga meningkat lagi sebesar 71.611,653 ton. Sedangkan pada tahun
2015 mengalami penurunan sedikit jika dibandingkan permintaan tahun
sebelumnya. Permintaan beras pada tahun 2015 sebesar 71.544,439 ton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Peningkatan permintaan beras ini disebabkan oleh semakin bertambahnya
jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang semakin
meningkat tersebut juga mendorong peningkatan konsumsi bahan pangan,
terutama beras sebagai bahan pangan pokok. Sedangkan penurunan
permintaan beras kemungkinan disebabkan semakin banyaknya diversifikasi
bahan pangan selain beras sehingga konsumsi beras menjadi turun.
Hasil peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun 2011 – 2015 jika dibandingkan, maka hasilnya
menunjukkan bahwa penawaran masih lebih besar daripada permintaan. Hal
ini berarti bahwa produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama periode
lima tahun ke depan masih dapat memenuhi permintaan masyarakat, bahkan
masih terdapat surplus atau kelebihan.
Berdasarkan Gambar 6. dapat diketahui bahwa penawaran dan
permintaan tahunan beras untuk yahun 2011 – 2015 mempunyai pola yang
divergen atau berbeda. Penawaran tahunan beras mempunyai pola yang
menurun sedangkan permintaan mempunyai pola yang meningkat. Selama
periode lima tahun ke depan masih terdapat kelebihan penawaran atau
surplus. Pada Gambar 6. dapat dilihat bahwa kelebihan atau surplus yang
mungkin terjadi pada lima tahun ke depan jumlahnya besar. Kelebihan
penawaran yang besar ini selanjutnya dapat diperdagangkan ke luar
Kabupaten Sukoharjo, sehingga dapat menambah pendapatan daerah.
Kondisi penawaran yang semakin menurun sedangkan kondisi
permintaan yang terus meningkat sebaiknya disikapi oleh pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung usahatani padi, misalnya
dengan penyediaan sarana dan prasarana produksi yang lebih baik dan
kegiatan penyuluhan yang lebih intensif. Sedangkan adanya kelebihan
penawaran atau surplus dapat diperdagangkan di luar Kabupaten Sukoharjo,
dimana peran pemrintah dapat melalui penyediaan jaringan distribusi yang
dapat memperlancar proses pemasaran. Bulog sebagai lembaga penyangga
pangan di Kabupaten Sukoharjo hendaknya juga memperhatikan
keseimbangan antara penawaran dan permintaan beras sehingga harga yang
terbentuk di pasar tidak merugikan konsumen maupun produsen.
F. Pembahasan
Beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat penting dan strategis.
Meskipun sekarang ini terdapat berbagai macam bahan pangan alternatif, beras
masih merupakan bahan pangan pokok bagi masyarakat Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai bahan pangan pokok, kebutuhannya harus selalu dipenuhi. Kabupaten
Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan di propinsi Jawa
Tengah sangat memperhatikan ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakatnya.
Dinamika penawaran tahunan beras selama periode 17 tahun (1994 –
2010) memiliki pola yang berfluktuasi. Penawaran beras terendah terjadi pada
tahun 1999, yaitu sebesar 157.895,088 ton. Dibandingkan dengan penawaran
tahun sebelumnya, pada tahun 1999 terjadi penurunan sebesar 10,63 %. Pada
tahun 2009 penawaran beras mencapai titik tertinggi, yaitu sebesar 196.239,80
ton. Pada tahun 2009 jumlah produktivitas padi berhasil mencapai 70,87 ku/ha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Fluktuasi penawaran tahunan beras yang terjadi disebabkan oleh perbedaan
varietas dan teknologi yang digunakan, selain itu perubahan iklim juga ikut
mempengaruhi karena budidaya tanaman padi sangat tergantung pada kondisi
iklim. Dinamika permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang meningkat
dan linier. Jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan
permintaan juga mengalami peningkatan. Karena jumlah penduduk yang
banyak juga memerlukan kebutuhan bahan pangan yang banyak pula.
Data penawaran tahunan beras pada tahap uji stasioneritas data,
menunjukkan bahwa data penawaran belum stasioner. Untuk menstasionerkan
data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu,
data penawaran tahunan beras sudah stasioner. Setelah mengetahui
stasioneritas data, maka pada tahap selanjutnya yaitu estimasi parameter,
ditetapkan bahwa model tentatif untuk penawaran tahunan beras adalah
ARIMA (0,1,1). Hasil estimasi model tentatif menunjukkan bahwa model
tentatif mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar 0,850311 dan nilai
F-statistic sebesar 79,52704. Kemudian estimasi parameter model tentatif
menunjukkan bahwa model tentatif mempunyai konstanta 2701,109 dan
koefisien MA(1) sebesar -2,232999. Berdasarkan nilai probabilitasnya,
parameter MA(1) sudah signifikan karena nilai probabilitasnya (0,0041) lebih
kecil dari 0,05.
Pada tahap uji diagnostik, setelah membandingkan model tentatif dengan
model alternatif lainnya, ditetapkan bahwa model tentatif ARIMA (0,1,1)
adalah model ARIMA terbaik untuk penawaran tahunan beras. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dikarenakan model tentatif memiliki RMSE yang paling kecil dibanding model
yang lainnya, yaitu sebesar 5.186,376. Pertimbangan lainnya adalah nilai R2
paling tinggi, yaitu sebesar 0,850311. Nilai R2 tersebut berarti bahwa model
ARIMA (0,1,1) dapat menjelaskan variasi perubahan variabel bebas sebesar
85,0311 %. Berdasarkan hasil uji-t, diketahui variabel dummy otonomi daerah
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras.
Sedangkan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran
tahunan beras.
Data permintaan tahunan beras pada tahap uji stasioneritas menunjukkan
bahwa data permintaan tahunan beras belum stasioner. Untuk menstasionerkan
data dilakukan proses pembedaan (differencing). Pada differencing orde satu,
data permintaan tahunan beras masih belum stasioner dan baru menjadi
stasioner pada differencing kedua. Tahap kedua setelah uji stasioneritas adalah
estimasi model. Pada tahap ini ditetapkan model tentatif ARIMA permintaan
tahunan beras adalah ARIMA (1,2,1). Berdasarkan hasil estimasi parameter,
model tentatif mempunyai RMSE sebesar 2.016,135; R2 sebesar 0,933452 dan
nilai F-statistic sebesar 77,14651. Selanjutnya model tentatif mempunyai
konstanta -79,78165 dengan koefisien AR(1) sebesar -0,679413 dan koefisien
MA(1) sebesar -2,6664447. Parameter AR dan MA model tentatif ini juga
signifikan karena nilai probabilitasnya untuk AR (0,0434) dan MA (0,0051)
sudah lebih kecil dari 0,05.
Setelah ditetapkan model tentatif maka langkah berikutnya adalah
membandingkan model tentatif dengan alternatif model yang lain. Hasil uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
diagnostik menunjukkan bahwa model tentatif belum memenuhi kriteria
sebagai model terbaik. Model ARIMA terbaik untuk permintaan tahunan beras
adalah ARIMA (2,2,1). Hal ini dikarenakan model ARIMA (2,2,1) memiliki
RMSE sebesar 677,4671. Nilai ini merupakan nilai RMSE yang paling kecil
jika dibandingkan model alternatif lainnya. Selain itu nilai R2 dari model
terbaik juga lebih besar dari R2 model tentatif. Berdasarkan hasil uji-t diketahui
bahwa variabel dummy otonomi daerah dan variabel AR(2) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras. Sedangkan variabel
AR(1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan
tahunan beras.
Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, sektor perberasan yang
termasuk dalam sektor pertanian sepenuhnya menjadi tangung jawab
pemerintah daerah yang diatur melalui otonomi daerah. Dengan adanya
otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih memaksimalkan
potensi daerahnya masing-masing sehingga daerahnya dapat lebih berkembang.
Berdasarkan kondisi tersebut, kemudian digunakan variabel dummy otonomi
daerah sebagai variabel tambahan dalam model ARIMA penawaran dan
permintaan tahunan beras. Variabel dummy digunakan untuk menguji apakah
otonomi daerah berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan
beras di Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan hasil Chow Breakpoint Test periode tahun 1999 dan tahun
2001 tidak berpengaruh terhadap structural break data penawaran dan
permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan periode tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
2000, nilai probabilitasnya signifikan pada tingkat signifikansi 95%. Dengan
demikian, periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural break terhadap
data penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo.
Sehingga, variabel dummy sebelum pelaksanaan otonomi daerah nilainya 0
untuk periode tahun 1994 – 1999, sedangkan variabel dummy setelah
pelaksanaan otonomi daerah nilainya 1 untuk periode tahun 2000 – 2010.
Secara teknis beras merupakan produk sektor pertanian yang merupakan
salah satu bidang kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hal ini maka
pemerintah daerah secara proaktif harus berperan dalam menangani persoalan
perberasan yang terjadi di daerahnya. Akan tetapi pada kenyataannya persoalan
beras tidak terbatas pada persoalan teknis produksi saja. Hal ini dikarenakan
komoditi beras bukan hanya sebagai komoditi ekonomi saja, tetapi juga
merupakan komoditi sosial politis. Akibatnya, meskipun kewenangan sektor
pertanian telah didesentralisasikan ke daerah, peran pemerintah daerah dalam
hal perberasan masih kecil. Pemerintah pusat masih terus memainkan peran
yang dominan dan menentukan.
Pada era otonomi daerah, manajemen sistem kebijakan perberasan dalam
pelaksanaannya terbagi menjadi dua. Pertama, manajemen sistem kebijakan
perberasan yang berkaitan dengan penanganan pasca panen dan kebijakan
makro lainnya dilakukan oleh pemerintah pusat. Penetapan harga dasar gabah,
tarif impor, penyediaan kredit, peran Bulog, Raskin, dan subsidi pupuk,
merupakan contoh unsur-unsur kebijakan perberasan yang sangat penting yang
ditentukan oleh pemerintah pusat. Dalam aspek-aspek kebijakan ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
dikatakan bahwa pemerintah daerah tidak mempunyai peran apa pun, baik
dalam perumusan kebijakan maupun dalam polemik mengenai isu kebijakan
perberasan nasional (pasar bebas versus proteksionisme). Pada kondisi ini
beras masih dan akan tetap menjadi komoditi yang menjadi urusan pemerintah
pusat.
Kedua, sistem kebijakan yang menyangkut aspek penyediaan sarana dan
prasarana usahatani. Sesuai dengan kewenangan otonomi daerah, pelaksanaan
aspek kebijakan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Peran pemerintah daerah misalnya melalui pembangunan jaringan irigasi dan
penyuluhan pertanian tentang cara budidaya tanaman yang tidak merusak
lingkungan dan cara penanganan hama tanaman padi. Peran pemerintah yang
lainnya ditunjukkan melalui penyediaan mesin perontok gabah (rice milling
machine) yang dapat disewa olah petani. Melalui penyediaan mesin perontok
gabah ini diharapkan petani dapat segera mengolah hasil panennya, sehingga
kualitas beras yang dihasilkan juga tetap terjaga. Peran pemerintah daerah pada
bidang perberasan dirasakan masih kecil dan tidak berpengaruh besar, karena
urusan yang terkait dengan beras sebagian besar masih menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat. Gambaran kondisi ini juga terlihat pada hasil
persamaan ARIMA untuk penawaran dan permintaan tahunan beras, dimana
variabel dummy otonomi daerah pada masing-masing persamaan tidak
berpengaruh secara signifikan. Hal ini berarti bahwa adanya otonomi daerah
tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras di
Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Pada kondisi keseimbangan pasar, penawaran akan sama dengan
permintaan. Berdasarkan kondisi ini maka model ARIMA terbaik yang telah
ditetapkan pada tahap sebelumnya akan disimultankan. Karena pada dasarnya
penawaran dan permintaan saling mempengaruhi. Pada model persamaan
simultan ini juga ditambahkan variabel dummy sesuai dengan hasil uji Chow
Breakpoint Test, untuk menguji pengaruh otonomi daerah terhadap penawaran
dan permintaan tahunan beras secara bersama-sama.
Telah diketahui sebelumnya bahwa data penawaran tahunan beras
cenderung berfluktuasi, sedangkan data permintaan tahunan beras cenderung
membentuk pola yang linier, yaitu terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
Data permintaan tahunan beras yang cenderung linier tersebut menjadi
pertimbangan untuk menggunakan data permintaan tahunan beras sebagai
variabel eksogen dalam penawaran tahunan beras pada model persamaan
simultan.
Hasil estimasi model persamaan simultan menunjukkan bahwa nilai R2
dan F-statistic sudah tinggi, dengan RMSE sebesar 8.823,807. Nilai R2 model
persamaan simultan sebesar 0,644626, dan nilai probabilistik dari F-statistic
adalah 0,020487. Hasil uji-t model persamaan simultan menunjukkan bahwa
variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penawaran tahunan beras. Sedangkan variabel permintaan tahunan beras
ARIMA (2,2,1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan tahunan beras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Model persamaan simultan penawaran dan permintaan tahunan beras
yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya, kemudian digunakan untuk
peramalan penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo
periode tahun 2011 – 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran
tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung
mengalami penurunan. Sedangkan permintaan tahunan beras di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami peningkatan. Pola ini
menunjukkan bahwa penawaran dan permintaan beras mempunyai pola yang
divergen atau berbeda.
Hasil peramalan penawaran dan permintaan beras di Kabupaten
Sukoharjo tahun 2011 – 2015 jika dibandingkan, maka hasilnya menunjukkan
bahwa penawaran masih lebih besar daripada permintaan. Hal ini berarti bahwa
produksi beras di Kabupaten Sukoharjo selama periode lima tahun ke depan
masih dapat memenuhi permintaan masyarakat, bahkan masih terdapat surplus
atau kelebihan.
Pada era otonomi daerah, peran pemerintah daerah di sektor perberasan
lebih ditekankan pada aspek sarana dan prasarana usaha tani. Sesuai dengan
peran tersebut, menghadapai kondisi penawaran tahunan beras yang menurun
hendaknya pemerintah daerah terus memberikan bantuan dan pendampingan
bagi para petani padi agar usahatani padi mempunyai produktivitas yang tinggi
sehingga hasil produksi padi tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan bahan
pangan pokok masyarakat di Kabupaten Sukoharjo. Pendampingan yang
dilakukan pemerintah dapat berupa penyaluran pupuk yang merata, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
penyuluhan tentang sistem budidaya tanaman yang tidak merusak lingkungan
serta cara pemberantasan hama yang tepat. Selain itu, pemerintah daerah
hendaknya menyediakan mesin perontok gabah secara lebih merata ke petani-
petani padi serta pemantauan kualitas dan ketersediaan beras di pasar. Hal ini
penting untuk menjaga kualitas beras dan menghindari terjadinya tindakan-
tindakan curang yang dapat merugikan konsumen maupun produsen. Melalui
penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik, diharapkan petani
dapat meningkatkan hasil produksinya.
Selain penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik,
pemerintah daerah juga dapat mengalokasikan anggaran yang lebih banyak
untuk penyuluhan pertanian. Dengan alokasi anggaran penyuluhan pertanian
yang lebih banyak, diharapkan pendampingan kepada petani dapat dilakukan
secara lebih intensif sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami petani selama
kegiatan produksi dapat ditasi dengan baik. Kerjasama yang baik antara
pemerintah dan masyarakat, baik itu petani maupun konsumen, diharapkan
dapat menjamin kecukupan ketersediaan beras di pasar sehingga kebutuhan
masyarakat akan bahan pangan utama dapat terpenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini,
maka dapat di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dinamika penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo selama
periode 17 tahun (1994 – 2010) mempunyai pola yang berfluktuasi.
Sedangkan dinamika permintaan tahunan beras menunjukkan pola yang
meningkat dan linier. Variabel dummy otonomi daerah pada penawaran
dan permintaan tahunan beras tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini
berarti bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tidak
berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras. Ini terjadi
karena peran pemerintah daerah dalam hal perberasan masih kecil
sedangkan pemerintah pusat memainkan peran yang dominan dan
menentukan. Sesuai dengan kewenangan otonomi daerah, peran
pemerintah daerah hanya menyangkut aspek penyediaan sarana dan
prasarana usahatani, sedangkan kebijakan yang terkait dengan pasca panen
dan pemasaran menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
2. Data penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo belum stasioner
dan menjadi stasioner pada differencing orde satu. Hasil estimasi
parameter menetapkan model tentatif untuk penawaran tahunan beras
adalah ARIMA (0,1,1) dan setelah dilakukan uji diagnostik ditetapkan
bahwa model tentatif merupakan model ARIMA yang terbaik. Model
ARIMA (0,1,1) mempunyai RMSE sebesar 5.186,376; R2 sebesar
136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
0,850311 dan nilai F-statistic sebesar 79,52704. Berdasarkan hasil uji-t,
diketahui bahwa variabel dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penawaran tahunan beras. Sedangkan variabel MA(1)
berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tahunan beras.
3. Data permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo belum stasioner
dan menjadi stasioner pada differencing kedua. Hasil estimasi parameter
menetapkan model tentatif untuk permintaan tahunan beras adalah
ARIMA(1,2,1). Setelah dilakukan uji diagnostik, model terbaik untuk
permintaan tahunan beras yang dipilih adalah ARIMA (2,2,1). Model
ARIMA (2,2,1) mempunyai RMSE sebesar 677,4671; R2 sebesar
0,947327; nilai F-statistic sebesar 53,95478; dan berdasarkan hasil uji-t
diketahui bahwa variabel dummy otonomi daerah dan variabel AR(2) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan tahunan beras.
Sedangkan variabel AR(1) dan variabel MA(1) berpengaruh secara
signifikan terhadap permintaan tahunan beras.
4. Hasil Chow Breakpoint Test menunjukkan bahwa pada tahun 2000, nilai
probabilitasnya signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian,
periode tahun 2000 memberikan pengaruh structural break terhadap data
penawaran dan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo.
Variabel dummy otonomi daerah pada model ARIMA penawaran dan
permintaan tahunan beras tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini
berarti bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tidak
berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan tahunan beras. Ini terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
karena peran pemerintah daerah dalam hal perberasan masih kecil
sedangkan pemerintah pusat memainkan peran yang dominan dan
menentukan.
5. Hasil peramalan penawaran tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2011 – 201 cenderung mengalami penurunan. Penawaran beras pada
tahun 2011 sebesar 175.363,548 ton, kemudian menurun pada tahun 2012
menjadi 160.694,788 ton. Pada tahun 2013 terjadi penurunan lagi menjadi
159.562 ton. Demikian juga pada tahun 2014, penawaran beras hanya
sebesar 153.844,269 ton. Pada tahun 2015 mengalami kenaikan penawaran
beras yaitu sebesar 165.047,419 ton.
6. Hasil peramalan permintaan tahunan beras di Kabupaten Sukoharjo pada
tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami peningkatan. Permintaan beras
pada tahun 2011 sebesar 71.198,976 ton, kemudian meningkat pada tahun
2012 menjadi 71.425,492 ton. Peningkatan terjadi kembali pada tahun
2013, sehingga permintaan beras menjadi 71.492,696 ton. Pada tahun 2014
permintaan beras juga meningkat lagi menjadi 71.611,653 ton. Sedangkan
pada tahun 2015 mengalami penurunan sedikit jika dibandingkan
permintaan tahun sebelumnya. Permintaan beras pada tahun 2015 sebesar
71.544,439 ton.
B. Saran
Pada era otonomi daerah, peran pemerintah daerah di sektor perberasan
relatif masih kecil dan hanya memiliki kewenangan terkait dengan sarana dan
prasarana usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2011 –
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
2015 diperkirakan penawaran tahunan beras memiliki pola yang menurun
sedangkan permintaan mempunyai pola meningkat. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya adalah sebagai berikut :
1. Menyediaan sarana dan prasarana usahatani padi secara lebih baik,
misalnya melalui pemberian bantuan pembangunan jaringan irigasi agar
sistem irigasi lebih lancar, dan pembagian pupuk secara lebih merata ke
petani-petani di daerah. Peran pemerintah yang lainnya dapat ditunjukkan
dengan menyediakan mesin perontok gabah (rice milling machine) dengan
jumlah yang lebih banyak dan lebih merata. Melalui penyediaan mesin
perontok gabah ini diharapkan petani dapat segera mengolah hasil
panennya, sehingga kualitas beras yang dihasilkan juga tetap terjaga.
Selain itu petani dapat menghemat pengeluaran untuk biaya usahatani,
karena tidak perlu menyewa mesin perontok padi dengan harga sewa yang
mahal. Dengan penyediaan sarana dan prasarana usahatani yang lebih baik
diharapkan petani lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan produksi
sehingga hasil produksi meningkat dan penawaran beras di Kabupaten
Sukoharjo dapat meningkat pula.
2. Peningkatan alokasi anggaran biaya untuk penyuluhan pertanian dan
pendampingan bagi petani. Dengan alokasi anggaran biaya yang lebih
besar diharapkan kinerja pembangunan pertanian di Kabupaten Sukoharjo
lebih meningkat. Alokasi anggaran biaya ini dapat dimanfaatkan untuk
pemberian informasi pasar dan teknologi kepada petani padi serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
peningkatan penyuluhan pertanian dan pendampingan bagi para petani
ketika mendapat kesulitan atau masalah terkait dengan budidaya tanaman
padi. Petani seringkali mengalami kesulitan ketika ada serangan hama dan
penyakit. Pada kondisi ini diharapkan penyuluh pertanian lebih berperan
aktif, terutama pemberian penyuluhan tentang cara penanganan hama dan
penyakit tanaman secara efektif dan efisien sehingga petani tidak
mengalami kerugian akibat gagal panen.
3. Meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur yang dibangun oleh
pemerintah daerah seperti jalan, jembatan, transportasi dan komunikasi
untuk memperlancar distribusi dan pemasaran beras ke luar Kabupaten
Sukoharjo. Adanya kelebihan penawaran keuntungan bagi pemerintah
daerah, karena dapat menjual kelebihan produksi tersebut sehingga bias
meningkatkan pendapatan daerah. Sarana dan prasarana transportasi yang
lancar dan memadai akan mempercepat proses distribusi ke luar daerah,
sehingga pendapatan dan keuntungan dapat segera diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, M. 2008. Kebijakan Pangan, Peran Perum Bulog, dan Kesejahteraan Petani. http://www.setneg.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Arsyad, L. 2000. Ekonomi Manajerial. BPFE, Yogyakarta.
BPS Kabupaten Sukoharjo. 2010. Sukoharjo Dalam Angka 2010. BPS Kabupeten Sukoharjo.
BPS Provinsi Jawa Tengah. 2009. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. BPS Provinsi Jawa Tengah.
Butler, W., Robert, K., and Robert, B., 1996. Methods and Techniques of Business Forecasting. Prentice-Hall, Inc. New Jersey, United States of America.
Contreras, J., Rosario E., Fransisco J., and Antonio J., 2003. ARIMA Models to Predict Next-Day Electricity Prices. Jurnal IEEE Transactions on Power Systems, Volume 18 No.3, August 2003.
Daniel, M., 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Darsono. 2009. Peran Pemerintah dalam Mendorong Kinerja Pertanian dan Agroindustri (Analisis Kritis Masa Orde Baru dan Orde Reformasi). UNS Press bekerjasama dengan Pembaga Pengembangan Pendidikan (LPP UNS) dan Pusat Penelitian Pedesaan dan Pengembangan Daerah LPPM UNS. ISBN: 979-498-490-6. Surakarta.
Darwis, SN. 2010. Bulog, Sang Stabilisator Pangan?. http://www.bataviase.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Emperadani, W. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras di Rantau Prapat. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Gasperz, V., 2000. Ekonomi Manajerial dalam Pengambilan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gaybita, N. 2008. Sentra Kebijakan Perberasan Nasional. www.majalahpadi.blogspot.com. Diakses pada 17 Maret 2011.
Gujarati, D. N., 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. McGraw Hill Companies, Inc. New York. United States.
_____________. 2004. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Inc. United States. Alih Bahasa oleh Sumarno Zain. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hasyim, H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Herlambang, T. 2002. Ekonomi Manajerial dan Strategi Bersaing. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hyndman, R. J., 2001. ARIMA Processes. http://www.arimaresearch.org. Diakses pada 10 Maret 2011.
Irawan, A. 2000. Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia (EKI) Vol. 17 (1). Hal. 1-25.
Irawan, B. 2002. Kebijakan Penanggulangan Krisis Ekonomi dan Konsekuensinya Terhadap Peluang Peningkatan Pendapatan Petani. www.ejornal.unud.ac.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Johnston, J. 1984. Econometric Methods. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
Kardoyo, H. dan Mudrajad K., 2002. Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan Box-Jenkins: Studi Empiris Rp/US$ dan Rp/Yen, 1983.2-2000.3. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang. JEP Vol 7, No. 1, 2002. Hal: 7 – 20.
Kariyasa, K. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi Swasembada Daging Sapi 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan, Bogor.
Kountur, R. 2005. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM, Jakarta.
Kuncoro, M. dan Inayah, 2003. Studi Perilaku Kurs Rp/US$ Periode 1 Januari 1999 – 30 April 2002. http://www.mudrajat.com. Diakses pada 6 April 2011.
Lassa, J. 2006. Politik Ketahanan Pangan Indonesia 1950-2005. http://www.fivims.net/3ddf_politikketahananpanganindonesia1950-2005. Diakses pada 14 Januari 2011.
Made, N. S. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No. 1, April 2008: 51-60.
Makridakis, P., Steven C. Wheelwright, and Victor E. Mcgee. 1999. Forecasting, 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc. United States. Diterjemahkan oleh Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith. Metode Aplikasi Peramalan Edisi Kedua Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Malian, H., Sudi M., Mewa A., 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 22 No. 2, Oktober 2004: 119-146.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Mankiw, N. G, 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I.. Diterjemahkan oleh Drs. Haris Munandar, MA. Penerbit Erlangga, Jakarta
Maulana, M., Nizwar S., Pantjar S., 2006. Analisis Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 24 No.2, Oktober 2006: 207-230.
Nicholson, W. 2002. Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight Edition. Harcount, Inc. New York. Alih Bahasa: Bayu Mahendra dan Abdul Aziz. Penerbit Erlangga, Jakarta.
___________. 2004. Intermediate Microeconomics and Its Application, Ninth Edition. Thomson-South Western, Inc. Ohio, United States.
Nochai, R. dan Titida N. 2006. ARIMA Model for Forecasting Oil Palm Price. Proceedings of the 2nd IMT-GT Regional Conference on Mathematics, Statistics and Applications. June 13-15, 2006. University Sains Malaysia, Penang.
Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No. 1, Maret 2008: 47-79.
Nuryanti, Sri. 2005. Analisis Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 71-81.
Perum Bulog. 2010. Sejarah Perum BULOG. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Pindyck, R. S. dan Daniel L. R. 2007. Microeconomic, Sixth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Mikroekonomi Edisi Ke-6 Jilid I. Alih Bahasa: Nina Kurnia Dewi. PT. Indeks, Jakarta.
Pramono, J., Seno B., Widarto, 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Jurnal Agrosains, 7(1): 1-6, 2005.
Pusdatin Deptan. 2011. Analisis Regresi : Sebuah Konsep Dasar. http://www.deptan.go.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Rahmad, R. 2010. Stabilisasi Mutu Beras Pecah Kulit Melalui Penerapan Teknologi Penyimpanan Hermetik. http://www.wordpress.com/ pangan_media_komunikasi_dan_informasi. Diakses pada 24 Desember 2010.
Ratna, A. 2004. Peramalan Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada PT. Saung Mirwan, Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Saifullah, A. 2001. Peran Bulog Dalam Kebijakan Perberasan Nasional. http://www.bulog.co.id. Diakses pada 17 Maret 2011.
Salvatore, D. 2006. Schaum’s Outlines: Microeconomic, Fourth Edition. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. New York. Schaum’s Outlines: Mikroekonomi Edisi Ke-4. Alih Bahasa: Rudi Sitompul, Haris Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Samuelson, P. A dan W. D. Nordhaus, 2001. Ilmu Mikroekonomi. Diterjemahkan oleh Nur Rosyidah, Anna Elly dan Bosco Carvalo. PT. Media Global Edukasi, Jakarta.
Sari, P. R. 2010. Permodelan Persediaan dan Pengeluaran Beras di Bulog Jawa Timur. http://www.its.ac.id. Diakses pada 4 April 2011.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha Ilmu, Jogjakarta.
Suci, R. 2010. Pemodelan Kombinasi Tren Deterministik dan Stokastik Pada Kasus Pelonjakan Volume Penumpang Lebaran Moda Kereta Api Ekonomi. http://www.undip.ac.id. Diakses pada 4 April 2011.
Sudantoko, D. 2003. Dilema Otonomi Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Sukirno, S, 2001. Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Kedua. BPFE UI, Jakarta.
Sukma, A. 2010. Perbandingan Metode Time Series Regression dan ARIMAX Pada Permodelan Data Penjualan Pakaian di Boyolali. http://www. ITS-Undergraduate-12608-Paper.com. Diakses pada 4 April 2011.
Sumaryanto. 2009. Diversifikasi Sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan Pangan. Makalah disajikan dalam Seminar Memperingati Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2009.
Sutrisno. 2009. Dilematis Kebijakan Harga Beras di tingkat Petani. Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. http://litbang.patikab.go.id. Diakses pada 7 Maret 2011.
Varian, H. R. 2003. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach, Sixth Edition. W. W. Norton & Company, Inc. New York.
Widjaja, H.A.W. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
____________. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia: Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
top related