pengaruh pendapatan asli daerah, dana ... -...
Post on 01-Feb-2018
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN, SISA
LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAERAH DAN LUAS WILAYAH
TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN DAN KOTA DIPULAU
SUMATERA TAHUN 2013
Mona Syafria Anggaraini
Fakultas Ekonomi - Jurusan Akuntansi
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang, Juli 2016
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Luas
Wilayah Terhadap Belanja Modal dikabupaten/kota dipulau sumatera Tahun 2013 baik
secara Parsial dan Simultan. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah
kabupaten/kota dipulau Sumatera Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang berupa Laporan Realisai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pemerintah/kota dipulau Sumatera Tahun 2013. Yang menjadi variabel independen
adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
dan Luas wilayah. Sedangkan variabel dependen dalam penelitan ini adalah Belanja
Modal. Dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda sebagai alat analisis.
Dimana harus memenuhi terlebih dahulu uji asumsi klasik dalam menggunakan regresi
berganda. Adapun uji yang digunakan dalam asumsi klasik adalah uji normalitas, uji
multikolinearitas dan uji heteroskesdastistas. Sedangkan untuk penggujian hipotesis di
menggunakan uji T, uji F dan Koefisien Determinasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Pendapatan Asli
Daerah dan Luas wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hanya
variabel Dana Perimbangan dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal pada kabupaten/kota dipulau Sumatera Tahun 2013.
Sedangkan secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah secara bersama-
sama berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota diPulau Sumatera
Tahun 2013.
Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran, Luas Wilayah Dan Belanja Modal
PENDAHULUAN
Salah satu ukuran keberhasilan suatu daerah otonom dapat dilihat dari
kemampuan dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang
baik akan bermuara pada peningkatan pendapatan asli daerah dan meningkatnya usaha-
usaha pembangunan. Dalam hal ini yang dimaksud keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang
dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut dan juga salah satu isu penting dalam pelaksanaan otonomi
daerah adalah masalah hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dimana
telah terjadi pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan yang dikaitkan dengan
2 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
sumber keuangan/ pembiayaannya dan untuk ini diperlukan kesamaan pemahaman
antara jajaran pemerintahan pusat dan daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-undang No.23.
Tahun 2014). Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten
dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah
pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa Pemda
memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya yang dimiliki untuk
belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan
daerah yang tercantum dalam anggaran daerah (Purnama Arif 2014).
Pelaksanaan otonomi daerah ini diberlakukan diseluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia baik itu pada tingkat provinsi maupun ditingkat kabupaten
dan/atau kota. Pemerintah daerah dalam rangka menjalankan proses pemerintahan di
daerah wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Masing-masing daerah diberi kewenangan membangun daerahnya sendiri oleh
pemerintah sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki sehingga diharapkan
akan semakin meningkatkan perkembangan daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah diberi keluasan untuk mengelola
dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi
masyarakat daerah. Untuk itu pemerintah perlu mengoptimalkan sumber-sumber
penerimaan daerah tersebut agar tidak mengalami defisif anggaran yaitu berupa
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Fakta data dan pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa hampir disemua daerah persentase Pendapatan Asli
Daerah (PAD) relatif kecil. Dan juga program peningkatan kesejahteraan masyarakat
ditandai dengan kualitas pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat, tersedianya
layanan umum dan layanan sosial yang cukup dan berkualitas, perbaikan dan
penyediaan kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan, penambahan
perbaikan di bidang infrastruktur, bangunan, peralatan dan harta tetap lainnya.
Daerah yang dikatakan mandiri adalah daerah yang dapat membiayai kebutuhan
semua belanja modalnya dengan menggunakan dana dari Pendapatan Asli Daerah tanpa
harus meminjam dan tergantung dari bantuan pemerintah pusat.
Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang
terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi
Ksusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam
mendanai kewenangannya, juga bertujuan mengurangi ketimpangan sumber pendanai
pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan
pemerintahan antar daerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem
transfer dana dari pemerintahan serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
3 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintahan daerah dilakukan
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang didasarkan atas penyerahan tugas oleh
pemerintah kepada pemerintah daerah dengan memerhatikan stabilitas kondisi
perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal antara pemerintah dan pemerinthan
daerah. Sisa lebih pembiayaan anggaran daerah adalah selisih lebih antara realisasi
penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.
Sisa lebih pembiayaan anggaran daerah juga merupakan suatu indikator yang
menggambarkan efiseinsi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan
indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD
dan sekaligus ternjadi Pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen Penerimaan
lebih besar dari komponen Pengeluaran Pembiayaan(Balai Litbang NTT,2008) dalam
kusnandar dan Siswantoro, 2012).
Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan
prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk
fasilitas publik. Daerah dengan wilayah yang lebih luas membutuhkan sarana dan
prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila
dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang tidak begitu luas.
Sulit untuk menentukan berapa besar sebenarnya alokasi belanja publik yang
ideal di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengingat kompleksitas
masalah pembangunan daerah, karakteristik daerah, serta celah fiskal antara
kemampuan dana dan kebutuhan pembangunan di daerah yang berbeda-beda
(Kumorotomo 2010). Dan juga Terdapat kaitan erat antara penerimaan daerah,
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dimana semakin tinggi penerimaan yang diterima daerah maka semakin tinggi
peluang untuk membangun perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat
(Kurniawan 2010).
Penelitian ini replikasi dari penelitan yang dilakukan oleh Kusnandar dan Dodik
Siswantoro pada tahun 2012. Dimana perbedaannya dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran dan Luas wilayah terhadap Belanja Modal pada kabupaten dan kota
seindonesia pada tahun 2012, namun dalam penelitian ini penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul tentang “ PENGARUH PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD), DANA PERIMBANGAN, SISA LEBIH PEMBIAYAAN
ANGGARAN (SiLPA), DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL
PADA KABUPATEN DAN KOTA DIPULAU SUMATERA TAHUN 2013”
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini penulis simpulkan sebagai berikut Apakah Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh terhadap Belanja Modal, Apakah Dana Perimbangan berpengaruh
terhadap Belanja Modal, Apakah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
berpengaruh terhadap Belanja Modal, Apakah Luas Wilayah berpengaruh Terhadap
Belanja Modal, Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan , Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Luas wilayah berpengaruh secara simultan
terhadap Belanja Modal.
Adapun Tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah
sebagai berikut Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Belanja Modal, Untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja
Modal, Untuk mengetahui pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
4 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
terhadap Belanja Modal, Untuk menegetahui pengaruh Luas Wilayah terhadap Belanja
Modal Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Luas Wilayah terhadap
Belanja Modal.
KAJIAN PUSTAKA
Belanja Modal
Menurut peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
pemerintahan, Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntasi. Belanja modal
meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan,
peralatan, dan aset tak terwujud.
Menurut peraturan dalam negeri nomor 13 tahun 2006 Belanja modal adalah
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan dan asset tetap
lainnya.
Dan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa Belanja modal
adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja
modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.
Belanja modal dipergunakan untuk antara lain :
1. Belanja Modal Tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 2010 pada lampiran II.08 Tanah yang dikelompokkan sebagai aset
tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran II.08 peralatan dan mesin
mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor,alat elektronik, dan seluruh
inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dari 12(duabelas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran II.08 gedung dan bangunan
mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk
dipakai dalam kegiatan opearsional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran II.08 jalan, irigasi, dan
jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemrintah serta
dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Aset Tetap Lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran II.08 Aset tetap lainnya
mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan aset tetap diatas, yang
diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap pakai.
5 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Pendapatan Asli Daerah
Dalam rangka pelaksaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah
daerah diharapkan memiliki kemandrian yang lebih besar. Pemerintah berharap dengan
meningkatnya pendapatan asli daerah dapat menggurangi ketergantungan terhadap
pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasan daerah.
Langkah penting yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan
daerah adalah menghitung potensi pendapatan asli daerah yang riil dimiliki daerah
(Chabib Soleh & Heru 2010:70).
Menurut Yani (2009:51) Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Dalam upaya peningkatan PAD, daerah dilarang menetapkan peraturan daerah
tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarangmenetapkan
peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas
barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan imor/ekspor.
Yang maksud dengan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan
retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pusat dan
provinsi sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah. Contoh punggutan
yang dapat menghambat kelancaran mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa
antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor antara lain retribusi izin masuk kota dan pajak/
retribusi atas pengeluaran/pengiriman barang dari suatu daerah ke daerah lain Yani
(2009:52)
Pendapatan Asli Daerha bersumber dari :
1. Pajak Daerah
2. Retbusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
4. Lain- lain PAD yang Sah
Dana Perimbangan
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun
2005 tentang perimbangan keuangan menjelaskan pengertian Dana perimbangan adalah
dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Perimbangan keuangan
antara pemerintahan dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem pembagian
keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparansi, dan efisiensi dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi,
dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelengraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan
subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah
dan pemerintahan daerah.Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang
6 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
bersumber dari APBN yang tediri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dana perimbangan selain dimaksud untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan
pemerintahan daerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem
transfer dana dari pemerintahan serta merupakan satu kesatuan yang utuh Yani ( 2009:
46-47).
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010
Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SiLPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama
satu periode pelaporan. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut
Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan
pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD,
pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain
pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan
belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan,
dan sisa dana kegiatan lanjutan.
SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efiseinsi pengeluaran
pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya
akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus ternjadi Pembiayaan Neto
yang positif, dimana komponen Penerimaan lebih besar dari komponen Pengeluaran
Pembiayaan (Balai Litbang NTT 2008 dalam Kusnandar dan Siswontoro, 2012).
Jumlah SiLPA yang ideal perlu ditentukan sebagai salah satu dasar evaluasi
terhadap pelaksanaan program/kegiatan pemerintah daerah kota/kabupaten Pelampauan
target SiLPA yang bersumber dari pelampauan target Penerimaan Daerah dan efisiensi
sangat diharapkan sedangkan yang bersumber dari ditiadakannya program/kegiatan
pembangunan apalagi dalam jumlah yang tidak wajar sangat merugikan masyarakat.
Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya menegaskan bahwa SiLPA yang
dihasilkan dari efisiensi APBD hendaknya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Sejauh ini mekanisme penggunaan SiLPA masih pro dan kontra. SiLPA digunakan pula
untuk permasalahan krusial yang sebelumnya memang disetujui oleh pihak legislatif.
SiLPA yang cenderung besar menunjukkan lemahnya eksekutif di bidang perencanaan
dan pengelolaan dana (Lulung, 2011 dalam Ardhini 2011).
Luas Wilayah
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Luas wilayah merupakan
variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana persatuan
wilayah. Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan
prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk
fasilitas publik. Daerah dengan wilayah yang lebih luas membutuhkan sarana dan
prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila
dibandingkan dengan daerah wilayah yang tidak begitu luas (Kusnandar dan
Siswantoro, 2012).
7 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Luas wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional (Ardhini, 2011). Wilayah adalah sebuah daerah
yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Pada masa lampau,
seringkali sebuah wilayah dikelilingi oleh batas-batas kondisi fisik alam, misalnya
sungai, gunung, atau laut. Luas Wilayah Pemerintahan merupakan jumlah ukuran dari
besarnya wilayah dari suatu pemerintahan, baik itu pemerintahan kabupaten, kota,
maupun provinsi. Luas wilayah sangat erat kaitannya dengan geografis suatu daerah.
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari belasan ribu pulau yang
tersebar.
Untuk memperlancar proses pemerintahan di daerah yang luas, maka salah satu
tujuan pembangunan adalah membangun infrastruktur. Infrastruktur merupakan
instrument untuk memperlancar berputarnya roda pemerintahan serta perekonomian
sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan.
Pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastuktur agar
pembangunan tidak tersendat. Infrastruktur diwilayah yang luas berguna untuk
memudahkan mobilitas faktor produksi, terutama penduduk, memperlancar mobilitas
barang dan jasa dan tentunya memperlancar transaksi ekonomi antar daerah (Maryadi,
2014).
HIPOTESIS
Menurut Sugiono (2013 :64) Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka
hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
H1 : Diduga Pendapatan Asli Daerah Berpengaruh terhadap belanja modal
dikabupaten dan kota dipulau sumatera tahun 2013.
H2 :Diduga Dana Perimbangan Berpengaruh terhadap belanja modal dikabupaten
dan kota dipulau sumatera tahun 2013.
H3 :Diduga Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Berpengaruh terhadap
belanja modal dikabupaten dan kota dipulau sumatera tahun 2013.
H4 :Diduga Luas Wilayah Berpengaruh terhadap belanja modal dikabupaten dan
kota dipulau sumatera tahun 2013.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Dan Ruang Lingkup Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintahan
kabupaten dan kota yang terdapat dipulau sumatera pada tahun 2013. Terutama untuk
kabupaten dan kota yang menyampaikan laporan realisasi APBD pada situs Dirjen
Perimbangan Keuangan Pemerintahan daerah Kementrian Keuangan Republik
indonesia disitus www.djpk.kemenkeu.go.id. tahun 2013 untuk variabel Belanja modal,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Dana
Perimbangan. Sedangkan variabel Luas Wilayah situs web resmi Kementrian Dalam
Negeri yang Beralamat di www.kemendagri.go.id.
8 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis variabel yang digunakan yaitu:
Variabel dependen (Y)
Variabel Dependen (Variabel terikat) adalah variabel yang nilai dipengaruhi oleh
variael lain, Priyatno (2009 :2). Variabel Y dalam penelitian ini adalah Belanja
Modal.
Variabel independen
Variabel Independen (Variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi
variabel dependen, Priyatno (2009:2). Variabel independen (X) dalam penelitian
ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1), Dana Perimbangan (X2), Sisa
lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA) (X3) dan Luas wilayah (X4).
Populasi Dan Sampel
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2009:7), Populasi adalah kumpulan dari semua
kemungkinan orang-orang, benda-benda, dan ukuran lain, yang menjadi objek perhatian
atau kumpulan seluruh objek yang menjadi perhatian. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota yang terdapat di Propinsi
Sepulau Sumatera pada tahun 2013.
Dimana seluruh kabupaten dan kota pada pulau sumatera terdiri dari 119
kabupaten dan 34 kota. Jadi keseluruhan populasi yang ada dalam penelitian ini
berjumlah 153. Menurut Suharyadi dan Purwanti (2009:7), Sampel adalah suatu
bagian dari populasi tertentu yang menjadi bagian. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive
sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan memilih sampel berdasarkan
kriteria yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kabupaten dan Kota di provinsi sepulau sumatera yang telah memasukkan data
Laporan Realisasi APBD di situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah
Daerah tahun 2013.
2. Kabupaten dan Kota yang membuat Laporan Realisasi APBD dalam format SAP.
3. Kabupaten dan Kota yang melaporkan anggaran dari sektor Pendapatan Asli
Daerah (PAD),Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
dan Belanja Modal yang digunakan sebagai bahan penelitian ini.
4. Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbanagan, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran(SiLPA), Luas Wilayah dan Belanja Modal tidak (-) minus.
Kabupaten/Kota yang telah memenuhi kriteria untuk dipergunakan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Kabupaten dan Kota di pulau Sumatera Tahun 2013 = 153
2. Jumlah Kabupaten dan Kota yang tidak memenuhi kriteria: 47
Jumlah Kabupaten dan Kota yang memenuhi kriteria : 153 – 47 = 106
Dimana jumlah kabupaten dan kota yang memenuhi kriteria berjumlah 106.
Metode Analisis
Metode Regresi Linear berganda
Menurut Priyatno (2011: 238), analisis regresi berganda untuk mengetahui
pengaruh antara dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen yang
ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Hubungan antar variabel tersebut dapat
digambarkan dengan persamaan berikut :
9 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+ e
Dimana:
Y = variabel dependen ( Belanja Modal).
a = konstanta
b1, b2, b3,b4= koefisien regresi
X1 = Variabel Independen 1 (Pendapatan Asli Daerah (PAD))
X2 = Variabel Independen 2 ( Dana Perimbangan)
X3 = Variabel Independen 3 (SiLPA)
X4 = Variabel Independen 4 ( Luas Wilayah)
e = error
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis
regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS) Penggunaan analisis
regresi liner berganda dapat dilakukan setelah memenuhi asumsi klasik terlebih dahulu.
Adapun tiga uji asumsi klasik yang diuji dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji
multikolinearitas dan uji heteroskesdasitas. Uji Pengujian asumsi klasik yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2013:160) Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal.
Dalam peneitian ini uji normalitas menggunakan uji kolmogrov-Smirnov. Dimana
kreteria pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi > 0,05 maka data berdistribusi
normal dan jika signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal dan dapat juga
dilihat dalam bentuk grafik histogram dan grafik normal P-p plot of regression
standardized residual Priyatno (2009:101).
Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2013:105)uji multikolonearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antara variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi di antara variabel independen.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dengan melihat Tolerance dan VIF.
Jika nilai Tolerance > 0, 10 dan nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Heteroskedastistas
Menurut Ghozali (2013: 139) Uji heteroskedastistas bertujuan menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastitas.
Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi
Heteroskesdatisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya heteroskesdastistas
menggunakan grafik scatterplot yaitu :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur(bergelombang, melebar kemudian, menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heteroskesdastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.
10 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Dalam penelitian ini untuk mengetahui terjadi atau tidak nya heteroskesdastistas
dengan menggunakan metode Glejser. Metode Glejser dilakukan dengan meregresikan
semua variabel bebas terhadap nilai mutlak residualnya. Jika terdapat pengaruh variabel
bebas yang signifikan terhadap nilai mutlak residualnya maka dalam model terdapat
masalah heteroskesdastitas. Nilai signifikannya adalah > 0,05 Suliyanto(2011:9).
Pengujian Hipotesis
Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali (2013:97) Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi varibael dependen sangat
terbatas. Jika dalam uji empiris didapati nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R
2
dianggap nilai nol.
Uji Statistik F (Uji Simultan)
Menurut Priyatno (2009:48) Uji F atau uji koefisien regresi secara serentak,
yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara serentak terhadap variabel
dependen. Apakah pengaruhnya signifikan atau tidak. Tahap pengujiannya sebagai
berikut :
a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
H0: b1=b2=b3=b4 = 0 artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 artinya variabel independen
secaraserentak berpengaruh terhadap variabel dependen
b. Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi menggunakan 0,05
Uji Statistik T (Uji signifikan parsial )
Menurut Priyatno (2009 :50) Uji T untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen, apakah pengaruhnya signifikan
atau tidak. Pengujian b1......bn. Variabel X1......Xn.Tahap-tahap pengujian sebagai berikut:
a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
H0 : b1 = 0 artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen. Ha : b1 ≠ 0 artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen
b. Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi menggunakan 0,05
HASIL DAN ANALISIS
Gambaran Umum dan Objek Penelitian dan Data Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota yang
terdapat dipulau sumatera yang menyampaikan Laporan Realiasi APBD Pada Situs
Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintahan Daerah Kementerian Keuangan Republik
Indonesia Tahun 2013. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling maka kabupaten dan kota yang memenuhi kriteria untuk
dijadikan sampel sekaligus data penelitian berjumlah 106 sampel.
Statistik Deskriptif Adapun gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata dan standar deviasi untuk data yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat dari statistik deskriptif berikut ini :
11 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Tabel 4.1 Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
B.MODAL 106 62346,00 1271709,00 232909,8208 166021,38373
PAD 106 7224,00 1206170,00 76680,6887 137390,73629
DAPER 106 303732,00 2768805,00 721005,7170 363009,74858
SiLPA 106 1492,00 11625565,00 214177,2642 1128168,62199
LUAS.W 106 31,00 18359,04 3002,3959 3000,06927
Valid N
(listwise)
106
Sumber: Output spss versi 21.0(2015)
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2013:160) Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal.
Dalam peneitian ini uji normalitas menggunakan uji kolmogrov-Smirnov. Dimana
kreteria pengambilan keputusan yaitu jika signifikasi > 0,05 maka data berdistribusi
normal dan jika signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Adapun
bentuk tabel uji normalitas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Uji One-Sample Kolmogorov-smirnov test menggunakan log10
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N 106
Normal
Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation
,28770028
Most Extreme
Differences
Absolute ,067
Positive ,033
Negative -,067
Kolmogorov-Smirnov Z ,688
Asymp. Sig. (2-tailed) ,731
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data. Sumber : Data Olahan SPSS 21.0 ( 2015)
Dari tabel output spss versi 21 dapat kita ketahui bahwa besarnya one-sample
kolmogrov-smirnov test diatas perhitungan spss nya menunjukkan hasil bahwa besarnya
nilai kolmogrov-smirnov adalah 0,688 dimana 0,688 > 0,05. Dan nilai Asymp. Sig
(two.tailed) sebesar 0,731 dimana 0,731>0,05. Dalam hal ini berarti H0 ditolak yang
artinya data residual terdistribusi normal dimana nilai signifikannya 0,731 > 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan data dalam penelitian ini berdistribusi normal.
12 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2013:105) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antara variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi di antara variabel independen.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dengan melihat tolerance dan VIF.
Jika nilai Tolerance > 0, 10 dan nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
Adapun bentuk tabel uji multikolinearitas adalah sebagai berikut : Tabel 4.3
Uji Multikolinearitas dengan menggunakan log10 Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) -,875 ,508
logPAD -,030 ,055 -,046 ,362 2,764
logDAPER ,957 ,127 ,709 ,303 3,300
logSiLPA ,123 ,026 ,264 ,883 1,132
logLUAS.W ,045 ,025 ,122 ,575 1,739
a. Dependent Variable: logB.MODAL
Sumber: Data Olahan SPSS 21.0 (2015)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan menunjukkan nilai
tolerance variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,10 dan hasil perhitungan
nilai VIF juga menunjukkan variabel independen memiliki nilai VIF < 10. Dengan
demikian dapat disimpulkan tidak terjadi multikolonieritas antar variabel independen
dalam model regresi.
Uji Heteroskesdastistas
Menurut Ghozali (2013: 139) Uji heteroskedastistas bertujuan menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastitas.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui terjadi atau tidak nya heteroskesdastistas
dengan menggunakan metode Glejser. Tabel 4.4
Uji heteroskedastistas menggunakan uji glejser sebelum dilog10
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -12455,630 8720,192 -1,428 ,156
PAD -,126 ,034 -,326 -3,706 ,000
DAPER ,115 ,015 ,784 7,717 ,000
13 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
SiLPA ,001 ,003 ,017 ,237 ,813
LUAS.W -,840 1,634 -,047 -,514 ,608
a. Dependent Variable: absut
Sumber: Data Olahan SPSS 21.0 (2015)
Berdasarkan hasil output spss diatas menunjukkan ada dua variabel memiliki
nilai signifikan < 0,05 sehingga menyebabkan terjadi heteroskedastistas. Maka untuk
menghindari terjadi nya heteroskesdastistas data dalam penelitian ini menggunakan
transform dengan compute log10. Log 10 digunakan untuk mencari nilai-nilai logaritma
berbasis log10 dari data yang akan diproses Wahyono (2012:37). Berikut ini hasil uji
heteroskesdastitas setelah diolah menggunakan log10.
Tabel 4.5
Uji heteroskedastistas dengan uji glejser setelah dilog10
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) ,065 ,289 ,224 ,823
logPAD ,023 ,031 ,124 ,753 ,453
logDAPER -,015 ,072 -,038 -,212 ,832
logSiLPA -,004 ,015 -,032 -,308 ,759
logLUAS.W ,012 ,014 ,109 ,835 ,405
a. Dependent Variable: ABSUT
Sumber: Data Olahan SPSS 21.0 (2015)
Berdasarkan tabel diatas variabel PAD memiliki nilai Sig sebesar 0,453, variabel
DAPER memiliki nilai Sig sebesar 0,832, SiLPA memiliki nilai Sig sebesar 0,759, dan
juga variabel LUAS.W memiliki nilai Sig sebesar 0, 405 dari kesemua variabel
independent memiliki nilai Sig>0,05 sehingga dapat disimpulkan dalam penelitian ini
tidak terjadi heteroskedastistas.
Analisi Regresi Linear Berganda
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda
dengan teknik estimasi yang digunakan untuk mencari persamaan regresi menggunakan
metode kuadrat terkecil untuk menganalisis pengaruh PAD, Dana Perimbangan,SiLPA
dan Luas Wilayah dalam hubungannya dengan Belanja Modal. Tabel 4.6
Regresi Linear berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -,875 ,508 -1,722 ,088
log PAD -,030 ,055 -,046 -,541 ,590
logDAPER ,957 ,127 ,709 7,560 ,000
logSiLPA ,123 ,026 ,264 4,811 ,000
log LUAS.W ,045 ,025 ,122 1,791 ,076
a. Dependent Variable: logB.MODAL
14 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Sumber : Data Olahan SPSS 21.0 (2015)
Berdasarkan hasil output SPSS Versi 21 tabel 4.6 diatas, dapat disusun
persamaan regresi berganda sebagai berikut :
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+e
Belanja Modal= -0,875-0,30logPADX1 + 0,957logDAPERX2 + 0,123logSiLPA X3 +
0,045logLUAS.W X4 +e
Penjelasan dari persamaan regresi berganda diatas dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Nilai konstanta sebesar -0,875 artinya apabila variabel PAD, Dana Perimbangan,
SiLPA dan Luas Wilayah bernilai 0, maka anggaran belanja modal pada
Kabupaten dan Kota dipulau Sumatera pada tahun 2013 menurun sebesar 875 satu
satuan.
b. Nilai koefisien regresi variabel PAD -0,30 menunjukkan bahwa setiap kenaikan
pendapatan asli daerah sebesar satu satuan maka akan menurunkan belanja modal
sebesar 30 satuan dengan asumsi variabel lainnya adalah konstanta.
c. Nilai koefisien regresi Variabel Dana Perimbangan adalah 0,957 menunjukkan
bahwa setiap kenaikan dana perimbangan sebesar satu satuan maka akan
menambahkan belanja modal sebesar 957 satuan dengan asumsi variabel lainnya
adalah konstanta
d. Nilai koefisien regresi variabel SiLPA adalah 0,123 menunjukkan bahwa setiap
kenaikan SiLPA sebesar satu satuan maka akan menambahkan belanja modal
sebesar 123 satuan dengan asumsi variabel lainnya adalah konstanta.
e. Nilai koefisien regresi variabel luas wilayah adalah 0,045 menunjukkan bahwa
setiap kenaikan luas wilayah sebesar satu satuan maka akan menambahkan
belanja modal sebesar 45 satuan dengan asumsi variabel lainnya adalah kostanta.
Pengujian hipotesis
Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi varibael dependen sangat terbatas. Jika dalam uji
empiris didapati nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R
2 dianggap nilai nol.
Tabel 4.7
Uji Koefisien Determinasi menggunakan log10
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,855a ,731 ,720 ,12740
a. Predictors: (Constant), logLUAS.W, logSiLPA, logPAD, logDAPER
b. Dependent Variable: logB.MODAL
Sumber : Data Olahan SPSS 21.0 ( 2015)
Dari tabel hasil output SPSS Versi 21 diatas dapat dilihat bahwa angka R disebut
koefisien antara variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, SiLPA dan Luas
15 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Wilayah dengan belanja modal adalah 0,855 ini artinya hubungan antara Pendapatan
Asli Daerah, Dana perimbangan, SiLPA dan Luas Wilayah adalah sangat kuat
(Signifikan) sebesar 85,50%. Adjusted R2
dalam penelitian ini adalah 0,720 atau
72,00%. Dengan demikian besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Pendapatan
Asli Daerah, Dana Perimbangan, SiLPA, dan Luas Wilayah terhadap belanja modal
pada Kabupaten dan Kota dipulau Sumatera tahun 2013 adalah 72,00% atau hanya
sebesar 72,00% variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu
menjelaskan variabel dependen. Sedangkan sisanya sebesar 28% dipengaruhi atau
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Uji simultan (Uji F)
Uji F atau uji koefisien regresi secara serentak, yaitu untuk mengetahui
pengaruh variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen. Apakah
pengaruhnya signifikan atau tidak. Taraf signifikansinya adalah 0,05
Berikut ini tabel hasil output spss versi 21 : Tabel 4.8
Uji F setelah menggunakan log10
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 4,455 4 1,114 68,624 ,000b
Residual 1,639 101 ,016
Total 6,094 105
a. Dependent Variable: logB.MODAL
b. Predictors: (Constant), logLUAS.W, logSiLPA, logPAD, logDAPER Sumber : Data Olahan SPSS 21.0 ( 2015)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa secara simultan variabel
independen memiliki nilai signifikan 0,000 yakni 0,000 < nilai signifikansi 0,05 Nilai
FHitung 68,624 Nilai FTabel dfl (jumlah variabel -1) = 4 dan df2 (n-k-1) 106-4-1 =101
yaitu 2,46. Jadi dapat disimpulkan yakni nilai FHitung 68,624> 2,46. Maka H0 diterima,
jadi secara simultan semua variabel independen PAD, Dana Perimbangan, SiLPA dan
Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (belanja modal).
Uji Parsial (Uji T)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen sacara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Uji T untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen, apakah pengaruhnya signifikan atau tidak. Berikut ini hasil output spss versi
21
Tabel 4.9
Uji T setelah menggunakan log10
Coefficientsa
B Std. Error Beta
1
(Constant) -,875 ,508 -1,722 ,088
logPAD -,030 ,055 -,046 -,541 ,590
logDAPER ,957 ,127 ,709 7,560 ,000
logSiLPA ,123 ,026 ,264 4,811 ,000
logLUAS.W ,045 ,025 ,122 1,791 ,076
16 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
a. Dependent Variable: logB.MODAL
Sumber: Data olahan spss versi 21(2015)
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui bahwa Thitung variabel Pendapatan Asli
Daerah (logPAD) adalah sebesar -0,541 hasil ini lebih kecil dibandingkan denganTtabel
sebesar 1,983. Dengan demikian secara parsial PAD mempunyai pengaruh negatif tetapi
tidak signifikan terhadap belanja modal dengan memiliki nilai signifikansi yakni 0,590
> 0,05. Berarti hipotesis yang mengatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap belanja
modal secara statistik terbukti ditolak.\
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan secara parsial Dana Perimbangan
(logDAPER) memiliki nilai signifikansi yakni 0,000 <0,05 dan nilai Thitung7,560
>Ttabel1,983, jadi Ha ditolak dan Ho diterima. Maka dapat disimpulkan Dana
Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan secara parsial Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran Daerah (logSiLPA) memiliki nilai signifikansi yakni 0,000 dan nilai Thitung
4,811> Ttabel1,983, jadi Ha ditolak dan Ho diterima. Maka dapat disimpulkan SiLPA
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan
secara parsial Luas Wilayah memiliki nilai signifikansi yakni 0,076 >0,05 dan nilai
THitung 1,791 < TTabel 1,983, jadi Ha ditolak dan Ho diterima. Maka dapat disimpulkan
Luas Wilayah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal.
Berdasarkan hasil output spss versi 21, Pengujian hipotesis pertama variabel
independen Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai signifikan 0,590 > 0,05 maka
hasil pengujian HA diterima dan H0 ditolak tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap belanja modal pada kabupaten dan kota di pulau sumatera tahun 2013.
Hal ini dikarena kan pendapatan asli daerah lebih banyak digunakan untuk
membiayai belanja pegawai dan biaya langsung lainnya dari pada untuk membiayai
belanja modal yang berupa tanah, gedung dan bangunan, mesin dan peralatan, dan aset
tetap lainnya Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ida Mentayani dan
Rusmanto (2013) yaitu Pendapatan Asli daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap
belanja modal. Ia mengatakan Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh belom optimal
hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan daerah mengesksplorasi hasil kekayaan
alam dengan kemampuan sendri, karena sebagian besar kabupaten dan kota dipulau
sumatera hanya memanfaatkan pendapatan asli daerah untuk belanja operasi dari pada
belanja modal.
PAD merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan
dana pembangunan dalam memenuhi belanja daerah, selain itu PAD merupakan usaha
daerah guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dan (subsidi) dari
pemerintahan pusat. PAD merupakan penerimaan murni daerah dan peranannya
merupakan indikator sejauh mana telah dilaksanakan otonomi daerah tersebut secara
luas, nyata dan tanggung jawab (Ida Mentayani dan Rusmanto 2013).
Pengujian hipotesis kedua, variabel Dana Perimbangan memiliki nilai signifikan
sebesar 0,000 < 0,05 maka hasil dari pengujian HA diterima H0 ditolak yang
menunjukkan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh secara signifikan terhadap belanja
modal pada kabupaten dan kota pada pulau sumatera tahun 2013. Hal ini dikarenakan
pemda tidak mengalokasikan dengan baik penerimaan dana transfer dari pemerintah
17 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
pusat terhadap belanja modal, pemda lebih memusatkan pengeluaran belanja rutin
daerah yang tidak produktif (Aprizay,Yudi Satryadkk (2014).
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aprizay,YudiSatryadkk (2014) yang menyatakan bahwa Dana Perimbangan
berpengaruh terhadap belanja modal.Dana perimbangan yang bertujuan mengurangi
kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintahan daerah (Yani, Ahmad: 44). Dan
juga dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangan, juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan
daerah yang dimana terdapat tiga komponen yaitu dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dan dana alokasi khusus yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Pengujian hipotesis ketiga, variabel independen Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran Daerah (SiLPA) memiliki nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05 maka hasil
dari pengujian HA diterima H0 ditolak yang menunjukkan bahwa Sisa lebih
Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA) berpengaruh signifikan terhadap belanja modal
pada kabupaten dan kota dipulau sumatera tahun 2013. Hal ini dikarenakan bahwa
pemda telah berhasil menggunakan SiLPA untuk pelaksanaan program/kegiatan
pemerintah daerah kabupaten/kota termasuk kepada pelayanan publik (Aprizay,Yudi
Satrya dkk, 2014).
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Kusnandar dan
Siswantoro 2012) dan (Ida Mentayani dan Rusmanto) yang menyatakan SiLPA
berpengaruh terhadap belanja modal. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi,
karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus
terjadi Pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen Penerimaan lebih besar dari
komponen Pengeluaran Pembiayaan.
Menurut Kusnandar dan Siswantoro (2012) SiLPA tahun sebelumnya yang
merupakan penerimaanpembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran
apabilarealisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja,mendanai pelaksanaan
kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal,
dan belanjapegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai denganakhir tahun
anggaran belum diselesaikan. Menurut Kumorotomo (2010), besarnya SiLPA
menunjukkan masih lambatnya perbaikankemampuan aparat daerah dalam
penganggaran.
Pengujian hipotesis keempat, variabel independen Luas Wilayah memiliki nilai
signifikan sebesar 0,076 > 0,05 maka hasil dari pengujian HA diterima H0 ditolak yang
menunjukkan bahwa Luas Wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera tahun 2013.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainun Jariyah
(2014) yaitu luas wilayah tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini
dikarenakan bahwa alokasi belanja modal yang dilakukan oleh daerah tidak dipengaruhi
oleh luas daerah itu sendiri.
Luas wilayah suatu daerah dapat dijadikan ukuran suatu daerah untuk
mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan terutama berupa pembangunan
infrastruktur berupa jalan dan jaringan. Pembangunan infrastruktur berupa jalan akan
mempermudah akses ke suatu daerah dan dapat memperlancar transportasi sehingga
dapat memperlancar arus barang dari daerah satu ke daerah yang lain. Lancarnya arus
barang dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya. Dan hal tersebut dapat
meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri (Purnama, Arif 2014).
18 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Pengujian hipotesis kelima, kesemua variabel independen Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah
memiliki nilai FHitung 68,624 lebih besar dari pada FTabel 2,46 dengan derajat n-k–1 =
106-4-1= 101 dengan nilai signifikansi 0,000 yang lebih besar dari α =0,05 maka hasil
pengujian hipotesis diterima yang menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan,Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA) dan luas wilayah
secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap belanja modal pada kabupaten
dan kota dipulau sumatera ditahun 2013. Hal ini berarti semakin tinggi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SiLPA)
dan Luas Wilayah secara bersama-sama (simultan) maka semakin tinggi belanja modal
disuatu daerah.
Hasil penelitian ini mendukung penelitiaan yang dilakukan oleh kusnandar dan
siswantoro (2012) yang mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran daerah dan luas wilayah secara simultan berpengaruh terhadap
belanja modal. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Ida Mentayani dan Rusmanto
(2013) dia mengatakan bahwa Pendapatan asli daerah(PAD), Dana alokasi umum
(DAU), dan sisa lebih pembiayaan anggaran daerah (SiLPA) secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap terhadap belanja modal serta penelitaan yang dilakukan
oleh .Yudi Satrya Aprizay, Darwanis, dan Muhammad Arfan ( 2014) hasil penelitian
nya untuk variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran(SiLPA) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka penelitian menyimpulkan
bahwa :
1. Pendapatan Asli Daerah secara individual (parsial) tidak berpengaruh terhadap
belanja modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera pada tahun 2013.
2. Dana Perimbangan secara individual (parsial) berpengaruh terhadap belanja
modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera pada tahun 2013.
3. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah secara individual (parsial)
berpengaruh terhadap belanja modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera
pada tahun 2013.
4. Luas Wilayah secara individual (parsial) tidak berpengaruh terhadap belanja
modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera pada tahun 2013.
5. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
Daerah dan Luas Wilayah secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap
Belanja Modal pada kabupaten dan kota dipulau sumatera tahun 2013.
Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan di atas, maka peneliti ini memberikan
saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan data lebih dari satu tahun
sehingga dapat mengetahui kecenderungan antar waktu.
2. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan mengggunakan data Laporan Realisasi
Anggaran yang lebih lengkap.
19 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan penjelasan secara rinci
tentang alokasi penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah Kabupaten dan Kota
pulau sumatera, dan jenis Belanja Modal manakah yang lebih banyak
mengkonsumsi anggaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. (2007). Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Anggiat Situngkir, dkk. (2009). Efek Memiliki Pendapatan Daerah, Pengalokasian
Dana Umum, Dan Dana Khusus Pada Belanja Modal Di Kota Dan Kabupaten
Sumatera Utara. Volume 4, Nomor 2.
Jariyah,Ainun Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum ,Pendapatan Asli
Daerah, Sisa Lebih PembiayaanAnggaran, Dan Luas Wilayah Terhadap
Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se-Jawa Tengah) Jurnal
Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014
Aprizay, Yudi satrya, ddk. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh, Jurnal Akuntansi Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala. Vol. 3, No 1, Februari 2014.
Ardhini, (2011). Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Untuk
Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Keagenan (Studi Pada Kabupaten
Dan Kota Di Jawa Tengah). Skripsi.Universitas Diponerogo. Semarang
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPS 21.
Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponerogo.
Kusnandar dan Siswantoro, Dodik (2012). Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan
Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap
Belanja Modal. Jurnal Universitas indonesia.
Kumorotomo, Wahyudi. 2010. Akuntabilitas Anggaran Publik: Isu Politik, Prioritas
Belanja dan Silpa dalam Alokasi di Beberapa Daerah. Universitas Gadjah
Mada.Makalah pada Konferensi Administrasi Negara ke-3, Bandung.
Kurniawan, Septian. 2010. Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponorogo.
SkripsiUniversitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Maryadi, (2014).Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Bagi
Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja
20 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Modal Pada Kabupaten Dan KotaDi Indonesia Tahun 2012. Skripsi Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Mentayani, Ida dan Rusmanto, (2013). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah terhadap belanja
modal pada kota dan kabupaten dipulau kalimantan. Jurnal Infestasi. Vol.9, No
2 Desember 2013, Halaman 91-102.
Priyatno, Duwi (2009) SPSS untuk analisis korelasi, regresi dan multivariate
.yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Priyatno, Duwi (2011) Spss analisis statistik data lebih cepat, efisien dan akurat.
Jakarta: penerbit mediakom
Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Purnama, Arif (2014) Pengaruh Dana Alokasi Umum (Dau), Pendapatan AsliDaerah
(Pad), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa),Dan Luas Wilayah Terhadap
Belanja Modal PadaKabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah Periode 2012-2013.
Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Republik Indonesia. Undang-UndangNomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintahan Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 200 5Tentang Dana
Perimbangan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah
Soleh, C., dan Rochmansjah, H. 2010. Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah.
Bandung:Fokusmedia.
Suharyadi,&Purwanto. 2009. Statistik Untuk Ekonomi Dan Keuangan Modern . Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Sugiyono, (2013), Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D, Bandung:Alfabeta.
21 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
Suliyanto. 2011. Ekonometrika terapan : Teori & Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta:
Penerbit Andi Yogyakarta
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah
diindonesia, jakarta: Rajawali pers.
www.djpk.depkue.go.id.
www.kemendagri.go.id.
top related