pengaruh pemberian ekstrak buah okra (abelmoschus …€¦ · diabetes mellitus is adisease...
Post on 11-Nov-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH OKRA (Abelmoschus esculentus)
TERHADAP GANGGUAN METABOLIK DAN GAMBARAN STRUKTUR
MIKROSKOPIK JANTUNG PADA TIKUS JANTAN DENGAN DIABETES
MELLITUS AKUT
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
Nadira
NIM: 11141030000078
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
l. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesual
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.
3.
Ciputat, 12 September 2017
Na<iira
LEMBAR PERSETUJUAN PE}IBI}IBING
PENGARUI{ PEMBERIAN EKSTRAK BUAH OKRA {Abelmoschus esculentus)
TEREADAP GANGGTIAN 1WETABOLTK DAN GAITTBARAN STRUKTT]R
}IIKROSOPIK JANTUNG PADA TIKUS JANTAN DENGAN DIABETES
MELLITUS AKUT
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokteq Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Nadira
NIM. 11141030000078
Pembimbing tr
dr. Flori Ratna Sari, Ph.D
NIP. 19770727 200604 2 0a1
dr Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD-KEMD, FINASII\II
}\IIP.19651 123 200312 I 0A3
PROGRAM STUDI KEI}OKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNTYERSTTAS ISLAM NEGERI SYARTT' HIDAYATULLAII
JAKARTA
t438Ht2gt1n.d
Pembimbing I
LEMBATT PENGESAI{AN
Laporan Penelitian berjudul PENGARUE PEMBERTAN EKSTRAK BUAHoKIt,A, (A bel rwschus es culettr.as) TE RHADAP GANGGUAN METABOLTKDAN CAI}IB,AR+,N STRI}KTtIR IITTKROSOPIK JANTUNG PADA TTKUS.raNTAN DENGAN DIABETES plEl.I,rrtls Ar(ur yang diajukan olehNadira (NIM 11141030000078), telah diujikan dalam sidang ai FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 12 sepember \an. Laporanpenelitian ini telah diperbaiki sesuai dengan masukan dan saran penguji, sertatelah diterima sebagai salah satu syarat mernpr*leh gelar Sarjena Kedokteran(S.Ked.) pada Program Shrdi pendidikan Dokter.
Ciputat, 12 September 2Al7
GUJIo
drFTIP. tw7a727 7A*6*4 2 00t
dr. Flori Ratna Sari, Ph.DNrP. 19770727 200604 2 001
dr. Nurmila Sari, M.Kesl.tIP. 19850315 20n 01 2 010
n FKIK UIN
dr. Han Hendarto,Ph.D,Sp.PD-KEMD,FINASIMNrP. 1965 n23 2003721003
MP. 19720406 2003t2 2 005
PIMPTNAIX FAKTILTAS
Penpuji I
v*
K.M.,M.1 002
Kes. dr.
I'I
DEW,.TN PE
Pembiqbing I Pembimbing II
ffi Kaprodi PSKPD
hahab,Sp.U, Ph. D,FICS,1972t103 200604 1 001NrP. 19650808 198803
FACS
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala kebesaran,
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta
umat-Nya.
Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini telah selesai berkat bantuan , bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab Sp.U, PhD, FICS, FACS selaku ketua program studi kedokteran dan
profesi dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh pengajar di program
studi kedokteran dan profesi dokter yang senantiasa membimbing serta memberikan ilmu
kepada saya selama menjalani masa pendidikan.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM Yang
merupakan dosen pembimbing I dan pembimbing II penelitian saya, yang selalu
memberikan saya pengarahan dan juga bimbingan selama saya melakukan penelitian ini.
4. Kedua orang tua saya, Drs. Farid Wazdi Tarmum dan Lubnah Haidar Jawas, SE yang
selalu memberikan dukungan, kasih sayang, semangat serta doa selama saya menjalani
masa pendidikan di program studi pendidikan dokter. Juga kepada seluruh keluarga besar
saya terutama nenek saya, Nur Muhammad Jawas yang selalu mendoakan saya setiap
harinya.
5. Kedua adik saya Muhammad Syaugi Farid dan Suhail Farid yang selalu memberikan
semangat kepada kakak tercintanya.
6. Pak Chris Adhiyanto M.Biomed, PhD, selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD
2014 dan selaku PJ laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R. S.Si. M.Biomed. DMS
selaku PJ laboratotium Animal house, Ibu Dr. Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ
laboratorium Biokimia, dr. Nurul Hiedayati, Ph.D. selaku PJ Laboratorim Farmakologi
yang telah memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini.
vi
7. Untuk teman terdekat saya selama ini, Gebry Nadira Rambe yang selalu mendukung
saya, dengan sabar selalu menyemangati saya dalam pembuatan skripsi.
8. Untuk teman teman kelompok riset tikus diabetes, Fadhlurrahman Ananditya, Putri
Rahmah Ajizah, Irfiani Nurrachamawati, Alissa Rifa dan Fheby Syabrina. Serta seluruh
teman teman dari PSPD 2014 yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada
saya.
9. Untuk teman teman terdekat saya selama saya menjalani pendidikan dokter, Ning Indah
Permatasari Herman dan juga Shallyna Nurfadiyah Sakinah yang selalu membuat saya
tertawa dan tetap semangat dalam menjalani pendidikan saya.
10. Laboran laboran yang selalu membatu saya dalam menjalani penelitian ini, Mba Ai, Mba
Suryani, Mas Rachmadi, dan Mba Din.
11. Semua pihak yang membantu saya dalam menjalani penelitian ini
Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan
penelitian ini.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 12 Septermber 2017
vii
ABSTRAK Nadira. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Okra (Abelmoschus esculentus) Terhadap Gangguan Metabolik Dan Gambaran Struktur Mikroskopik Jantung Pada Tikus Jantan Dengan Diabetes Mellitus Akut.2017. Pendahuluan: Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya gula darah di dalam tubuh. Salah satu cara untuk mengobati penyakit ini adalah dengan menggunakan obat-obatan herbal yaitu buah okra.Objektif: Mengetahui efek pemberian ekstrak buah okra dalam memperbaiki gangguan metabolik berupa kadar gula darah, berat badan serta kadar trigliserida dan gambaran struktur mikroskopik jantung berupa diameter sel otot jantung pada tikus. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dan menggunakan tikus jantan strain Sprague dawley sebanyak 45 ekor yang dibagi kedalam 4 kelompok yaitu kelompok tikus DM sebagai kontrol positif, DM + Okra, normal sebagai kontrol negatif serta N + Okra. Streptozotocin merupakan zat yang digunakan untuk membuat tikus menjadi DM. Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa pemberian ekstrak buah okra dapat memperbaiki gangguan metabolik karena terdapat perbedaan yang bermakna pada berat badan (p = 0,002) dan glukosa darah (p = 0,0006) pada kelompok tikus DM+Okra dibandingkan dengan kelompok tikus lainnya. Penelitian ini juga menunjukan bahwa pemberian ekstrak buah okra tidak dapat memperbaiki kadar trigliserida maupun gambaran mikroskopik jantung berupa diameter sel otot jantung pada tikus. Kesimpulan: pemberian ekstrak buah okra sebanyak 200 mg/kgBB per oral selama 28 hari dapat memperbaiki gangguan metabolik. Kata kunci: Okra, diabetes mellitus, Streptozotocin, berat badan, glukosa darah, kadar trigliserida, diameter sel otot jantung.
ABSTRACT Nadira. The Effect Of Okra (Abelmoschus esculentus) Extract In Metabolic Disturbance And Microscopic Cardiac Structure In Male Rats With Acute Diabetes Mellitus.2017. Introduction: Diabetes mellitus is a disease characterized by increased blood sugar in the body. One way to treat this disease is to use herbal medicines namely okra fruit.Objective: To know the effect of extract of okra fruit to repair metabolic disturbance such as blood sugar, body weight also trygliseride and microscopic cardiac structure such as heart muscle diameter.Method: This study used experimental design and using 45 the male Sprague dawley strain rats divided into 4 groups is DM as positive control, DM + Okra, normal as negative and N + Okra. Streptozotocin is a substance used to make mice into DM. Results: This study showed that okra fruit can repair metabolic disease because there were significant differences in body weight (p = 0.002), blood glucose (p = 0.0006) in DM group with okra extract compared with groups of other mice. This experiment show us that the effect of extract of okra fruit can not repair trygliseride and microscopic cardiac structure such as heart muscle diameter. Conclusions: Giving okra extract of 200 mg/kgBW orally for 28 days can repair metabolic disturbance. Keywords : Okra (Abelmoschus esculentus), diabetes mellitus, Streptozotocin, body weight, blood glucose, heart muscle diameter.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………..……...ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………….……...…iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………….......iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………...…………….........v
ABSTRAK…………………………………………………...………………………….…..…vii
DAFTAR ISI…………………………………………………...………………….…….….…viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………...…………………………...…..xi
DAFTAR TABEL……………………………………………...………………….……….…..xiii
DAFTAR GRAFIK….………………………………………...…………………..…………..xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………...………………………...………....xv
DAFTAR SINGKATAN………………………………………...………………………..….xvii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..….1
1.1 LATAR BELAKANG……..……………………..…………......................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………...…...2
1.3 TUJUAN PENELITIAN………………………………………...……………...…....3
1.3.1. UMUM…………………..…………….………………………………....…...3
1.3.2. KHUSUS…………………………...................................................................3
1.4. MANFAAT PENELITIAN…………………………………………….....................4
1.4.1. BAGI PENELITI………………......................................................................4
1.4.2. BAGI INSTITUSI……………….....................................................................4
1.4.3. BAGI MASYARAKAT………...……………….............................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………….....................................................................5
2.1. Dasar Teori……….…………………...........................................................................5
2.1.1. Diabetes Melitus.................................................................................................5
2.1.1.1. Definisi.................................................................................................5
2.1.1.2. Klasifikasi………….............................................................................5
2.1.1.3 Fisiologi Insulin…………………………………..…..........................6
2.1.1.4. Patofisiologi DM.................................................................................9
2.1.1.5. Diagnosis...........................................................................................10
ix
2.1.1.6. Komplikasi........................................................................................13
2.1.1.7. Tatalaksana.......................................................................................13
2.1.1.8. Dislipidemia Pada DM .....................................................................16
2.1.1.9.Kardiomiopati Diabetikum Dan Apoptosis Sel Jantung.....................17
2.1.2. Okra ( Abelmoschus esculentus).....................................................................19
2.1.3. Streptozotocin...............................................................................................20
2.2. Kerangka teori……………………………………………………………………….23
2.3. Kerangka konsep ……………………………………………..……………………..24
2.4. Definisi oprasional………………………………………….………….…...……….25
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................................26
3.1. Desain Penelitian......................................................................................................26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................................26
3.2.1. Waktu Penelitian.............................................................................................26
3.2.2. Tempat Penelitian...........................................................................................26
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian................................................................................26
3.3.1. Kriteria Inklusi................................................................................................28
3.3.2. Kriteria Eksklusi.............................................................................................28
3.3.3. Kriteria Drop Out…………………………………………………………….28
3.4. Cara Kerja Penelitian................................................................................................28
3.4.1. Alat Dan Bahan Penelitian..............................................................................28
3.4.2. Adaptasi Sampel.............................................................................................30
3.4.3. Induksi Streptozotocin………........................................................................30
3.4.4.Pembuatan Ekstrak Okra .................................................................................31
3.4.5. pemberian ekstrak okra...................................................................................31
3.4.6. Pengukuran Sampel........................................................................................31
3.4.6.1.Berat Badan ......................................................................................31
3.4.6.2. Glukosa Darah...................................................................................32
3.4.6.3 Pengukuran Trigliserida......................................................................32
3.4.7. Tahapan Pewarnaan Haematoxylin Eosin......................................................34
3.4.8. Tahapan Pengamatan Jaringan .......................................................................35
3.5. Alur Penelitian..........................................................................................................36
x
3.6. Pengelolaan Data.…………………………………………………………….…....37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................38
4.1. Berat Badan ….........................................................................................................38
4.2 Glukosa Darah....................................................................................................,.....41
4.3 profil lipid (Trigliserida)....................................................................................,.....45
4.4. Diameter Jantung.....................................................................................................47
4.5. Keterbatasan Penelitian...........................................................................................50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................51
A.Kesimpulan...................................................................................................................51
B.Saran.............................................................................................................................52
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN.........................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................54
LAMPIRAN……………………………………………………………………………………...58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi glukosa ……………….8
Gambar 2.2 Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer..9
Gambar 2.3 Langkah diagnosis DM, TGT, dan TTGO………………………………………....12
Gambar 2.4 Tabel terapi farmakologi DM …………………………………………………......16
Gambar 2.5 Abelmoschus esculentus (L.) Moench ……………………………………….….....19
Gambar 2.6 Rantai Ikatan Streptozotocin……………………………………...................................20
Gambar 3.1 Diameter sel otot jantung dengan mistar…….…………………….………..……..35
Gambar 4.1 Diameter sel otot jantung…………………………………………………….....…49
Gambar 7.1 Surat keterangan tikus sehat………………………………………….………........60
Gambar 7.2 Hasil identifikasi bahan uji…………………………………………………………61
Gambar 7.3 Surat lulus etik ……………………………………………………………………..62
Gambar 7.4 Tikus Sampai Di Animal House ………………………………………………………… 63
Gambar 7.5 Tikus Beradaptasi Selama 7 Hari ………………………………………………….63
Gambar 7.6 Pengukuran sukrosa dengan menggunakan timbangan digital……………………. 63
Gambar 7.7 Pencampuran sukrosa dan aquades dengan menggunakan stirrer………………… 63
Gambar 7.8 Sukrosa 10% dalam botol…………………………………………………………. 64
Gambar 7.9 Penimbangan asam sitrat dan natrium sitrat untuk membuat buffer menggunakan
timbangan digital…………………………………………………………….…….. 64
Gambar 7.10 Larutan standar PH ………………………………………….……………….…...64
Gambar 7.11 Buffer sitrat 0,1 M dengan PH 4,5 dalam botol ……………………………….….64
Gambar 7.12 Streptozotocin bubuk dalam botol………………………………………………... 65
Gambar 7.13 Penyuntikan Streptozotocin …………………………………………………….....65
Gambar 7.14 Ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) yang dikeringkan …………….………...65
Gambar 7.15 penimbangan ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) kering dengan timbangan
digital……………………………………………………………………………... 65
Gambar 7.16 Ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) yang dilarutkan dalam aquadest ….……66
Gambar 7.17 Larutan ekstrak buah okra dalam vortex……………………………………….…66
Gambar 7.18 Proses penyondean ekstrak buah okra………………………………………….…66
Gambar 7.19 Proses sacrifice……………………………………………………………………….……66
xii
Gambar 7.20 Tabung EDTA yang berisi darah dari vena cava inferior tikus……………..……67
Gambar 7.21 Tabung EDTA yang berisi darah dimasukan kedalam cool box…………………… 67
Gambar 7.22 Darah di sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm dalam 15 menit untuk diambil
plasma nya ………………………………………………………………………67
Gambar 7.23 Hasil sentrifugasi berupa plasma………………………………………………… 67
Gambar 7.24 Meletakkan plasma 1 mikro liter ke dalam plate ……………………………………..68
Gambar 7.25 Reagen Trigliserida Sclavo ……………………………………………………………..68
Gambar 7.26 . Microtube yang berisi plasma yang diurutkan di dalam rak ………………........68
Gambar 7.27 NaCl yang digunakan untuk membersihkan plasma ………………………….…68
Gambar 7.28 Tempat preparat yang berbentuk seperti kerajang …………………………….….69
Gambar 7.29 Pencampuran plasma, NaCl dan reagen trigliserida dengan pipet multichannel... 69
Gambar 7.30 Homogenisasi dengan menggunakan Rotamax dengan kecepatam15 rpm selama 10
menit…………………………………………………………………………….. 69
Gambar 7.31 Penggunaan ELISA reader untuk pembacaan kadar trigliserida………………... 69
Gambar 7.32 Phosphate Buffer Saline (PBS) …………………………………………………..70
Gambar 7.33 Larutan Entelan ………………………………………………………….……….70
Gambar 7.34 Formalin 37%......................................................................................................... 70
Gambar 7.35 H2O2 30%.............................................................................................................. 70
Gambar 7.36 Tahap rehidrasi ethanol ………………………………………………………..….71
Gambar 7.37 Dengan menggunakan stirrer, PBS dilarutkan pada DW……………………..…. 71
Gambar 7.38 Tahap Deparafin ethanol ……………………………………………………...…..71
Gambar 7.39 Tahap Deparafin xylene ………………………………………………………..…71
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 klasifikasi DM………………………………………………………………………..6
Tabel 2.2 kriteria diagnosis DM……………………..…………………………………..…..... 11
Tabel 4.1 Uji Kruskal Wallis berat badan selama 27 hari antar kelompok tikus………...……..39
Tabel 4.2 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok …………...….. 41
Tabel.4.3 Uji Kruskal-Wallis Glukosa Darah Selama 28 Hari antar kelompok
tikus………………...…………………………………………………….………...43
Tabel 4.4 Hasil analisis uji statistik Mann-whitney antara kelompok tikus D dibandingkan
dengan kelompok tikus D+ ………………………………………………….….….45
Tabel 4.5 Hasil analisis uji statistik Kruskal-wallis rata rata diameter sel otot jantung pada
seluruh kelompok penelitian………………………………………………………..48
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Presentase rasio BB tiap kelompok tikus selama 27 hari……………….………….38
Grafik4.2 Hasil uji Mann-whitney rata rata % BB antar kelompok pada hari ke-
27……………………………….………………………………………..…………40
Grafik 4.3 Rata rata glukosa darah tikus setiap kelompok penelitian ………………………..42
Grafik 4.4 Uji Mann-whitney antar semua kelompok tikus pada hari ke-28…..…………….. 44
Grafik 4.5 Rerata trigliserida hari ke 28 pada semua kelompok penelitian dan hasil uji analisis
statistik Mann-whitney ……………………………………………………….….…………46
Grafik 4.6 Rerata diameter sel otot jantung semua kelompok tikus penelitian dan hasil uji
statistik Mann-whitney………………………………………………….………....47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1…………….…………………………………………………………………………58
Cara Perhitungan………………………………………….………………………..……………58
Pembuatan Buffer Sitrat……………………………………….…….……………..……………58
Pembuatan Induksi Streptozotocin…………………………………………………………….…………59
Pembuatan Ekstrak Buah Okra………………………………………………….……………….59
Lampiran 2……………………………………………………………………………………….60
Surat Keterangan…………………………………………………………………………………60
Gambar 7.1 Surat keterangan tikus sehat………………………………………………………...60
Gambar 7.2 Hasil identifikasi bahan uji…………………………………………………………61
Gambar 7.3 Surat lulus etik ……………………………………………………………………..62
Lampiran 3……………………………………………………………………………………….63
Gambar Proses Penelitian………………………………………………………………………..63
Gambar 7.4 Tikus Sampai Di Animal House ………………………………………………………… 63
Gambar 7.5 Tikus Beradaptasi Selama 7 Hari ………………………………………………….63
Gambar 7.6 Pengukuran sukrosa dengan menggunakan timbangan digital……………………. 63
Gambar 7.7 Pencampuran sukrosa dan aquades dengan menggunakan stirrer………………… 63
Gambar 7.8 Sukrosa 10% dalam botol…………………………………………………………. 64
Gambar 7.9 Penimbangan asam sitrat dan natrium sitrat untuk membuat buffer menggunakan
timbangan digital…………………………………………...…………………….. 64
Gambar 7.10 Larutan standar PH ……………………………………………………………….64
Gambar 7.11 Buffer sitrat 0,1 M dengan PH 4,5 dalam botol ……………………….………….64
Gambar 7.12 Streptozotocin bubuk dalam botol………………………………………….……. 65
Gambar 7.13 Penyuntikan Streptozotocin ……………………………………………………...65
Gambar 7.14 Ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) yang dikeringkan ………………….….65
Gambar 7.15 penimbangan ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) kering dengan timbangan
digital……………………………………………………………………….…... 65
Gambar 7.16 Ekstrak buah (Abelmoschus esculentus) yang dilarutkan dalam aquadest ………66
Gambar 7.17 Larutan ekstrak buah okra dalam vortex…………………………………………66
Gambar 7.18 Proses penyondean ekstrak buah okra……………………………………………66
xvi
Gambar 7.19 Proses sacrifice……………………………………………………………………….……66
Gambar 7.20 Tabung EDTA yang berisi darah dari vena cava inferior tikus………………..…67
Gambar 7.21 Tabung EDTA yang berisi darah dimasukan kedalam cool box………………….. 67
Gambar 7.22 Darah di sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm dalam 15 menit untuk diambil
plasma nya ……………………………………………………………..………67
Gambar 7.23 Hasil sentrifugasi berupa plasma…………………………………………...…… 67
Gambar 7.24 Meletakkan plasma 1 mikro liter ke dalam plate …………………………...………..68
Gambar 7.25 Reagen Trigliserida Sclavo ……………………………………………………………..68
Gambar 7.26 . Microtube yang berisi plasma yang diurutkan di dalam rak …………………...68
Gambar 7.27 NaCl yang digunakan untuk membersihkan plasma ……………………………68
Gambar 7.28 Tempat preparat yang berbentuk seperti kerajang …………………………..….69
Gambar 7.29 Pencampuran plasma, NaCl dan reagen trigliserida dengan pipet multichannel .69
Gambar 7.30 Homogenisasi dengan menggunakan Rotamax dengan kecepatam15 rpm selama 10
menit……………………………………………………………………………. 69
Gambar 7.31 Penggunaan ELISA reader untuk pembacaan kadar trigliserida……………….. 69
Gambar 7.32 Phosphate Buffer Saline (PBS) ………………………………………………….70
Gambar 7.33 Larutan Entelan …………………………………………………………….......70
Gambar 7.34 Formalin 37%....................................................................................................... 70
Gambar 7.35 H2O2 30%............................................................................................................ 70
Gambar 7.36 Tahap rehidrasi ethanol ………………………………………………………….71
Gambar 7.37 Dengan menggunakan stirrer, PBS dilarutkan pada DW………………………. 71
Gambar 7.38 Tahap Deparafin ethanol ………………………………………………………...71
Gambar 7.39 Tahap Deparafin xylene …………………………………………………………71
Lampiran 4…………………………………………………………………………………...…72
Hasil Data Uji Statistik…………………….………………………………………………..….72
Lampiran 5…………………………………………………………………………………..….73
Riwayat Penulis……………………………………………………………………………........73
xv
DAFTAR SINGKATAN
ATP : Adenosin Trifosfat
BB : Berat Badan
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
CAT : Catalase
Ca2+ : Kalsium
Ca2+ Channel : Kanal kalsium
DAB : Diaminobenzidine
dkk : dan kawan-kawan
DM : Diabetes Melitus
DW : Deionized Water
DPP-IV : Dipeptidyl Peptidase-IV
EDTA : Ethylen Diamine Tetraacetic Acid
ELISA : Enzyme Linked Sorbant Assay
FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
GDS : Glukosa Darah Sewaktu
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
GLP-1 : Glucagon Like Peptide-1
GLUT : Glucose Transporter
HDL : High Density Lipoprotein
HE : Hematoxilin Eosin
HIV/AIDS : Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodefficiency Syndrome
HLA : Human Leucocyte Antigen
xvi
IDF : International Diabetes Federation
IPB : Institut Pertanian Bogor
IRS : Insulin Receptor Substrate
K+ : Kalium
K+ Channel : Kanal Kalium
kgBB : Kilogram BB
LDL : Low Density Lipoprotein
MDA : Malondialdehid
mg/dl : Miligram per desiliter
mg/kgBB : Miligram per Kilogram BB
mL : Mililiter
NGSP : National Glycohaemoglobin Standarization Program
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PSKPD : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
ROS : Reactive oxidative stress
SGLT-2 : Sodium Glucose Co-Transporter 2
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
TUNEL : Tdt-mediated dUTP Nick End.Labelling
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolic
menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulinatau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah
hormone yang mengatur keseimbangan gula dalam darah. Akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi gula dalam darah (hiperglikemia) . Diabetes mellitus
dibagi menjadi dua kategori utama yaitu DM tipe 1 atau biasa disebut
insulin-dependent/childhood onset-dependent dan tipe 2 atau non-insulin
dependent/adult onset-dependent.1
Diabetes mellitus adalah penyakit yang tidak menular namun akan
selalu meningkat angkanya di masa mendatang. Menurut WHO pada tahun
2000 jumlah pengidap DM diatas usia 20 tahun mencapai 150 juta jiwa dan
25 tahun kemudian, pada tahun 2025 akan membengkak menjadi 300 juta
jiwa.5
Jumlah penderita DM di Indonesia adalah 9,1 juta orang berdasarkan
data dari IDF. Indonesia merupakan negara dengan diabetes nomor 1 di Asia
Tenggara.3 Menurut riset yang dilakukan oleh Ananta dalam waktu 30 tahun
kedepan jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat hingga 86 –
138%, yang disebabkan oleh karena jumlah penduduk yang meningkat,
penduduk usia lanjut bertambah banyak, urbanisasi semakin tak terkendali,
pendapatan perkapita meningkat, restoran cepat saji, dan teknologi canggih
yang meyebabkan badan kurang bergerak. 5
Berdasarkan riset yang dilakukan pada tahun 1980-an prevalensi DM
pada penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 1,5-2,3% dengan prevalensi di
daerah pedesaan lebih kecil daripada perkotaan.5
Sedangkan Menurut data
Riskesdas tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa DM pada
wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki laki. 1
2
Jika penyakit DM dibiarkan terus menerus dan tidak dikelola dengan
baik maka akan menyebabkan berbagai macam komplikasi kronik. Pada
komplikasi di tingkatan mikrovaskular maka akan menyebabkan kelainan
pada retina yang akan menyebabkan retinopati diabetikum, glomelurus ginjal
yang akan menyebabkan nefropati diabetikum, saraf yang akan menyebabkan
neuropati diabetikum, dan juga otot jantung yang akan menyebabkan
kardiomiopati. Apabila komplikasi yang terjadi pada tingkat makrovaskular
akan menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke.5
Dewasa ini banyak masyarakat yang mencoba menggunakan
pengobatan tradisional untuk mengobati penyakitnya. Pengobatan tradisional
biasanya menggunakan obat obatan herbal yang terbuat dari tanaman.
Tanaman yang digunakan pun beragam. Salah satu tanaman yang dapat
digunakan untuk menurunkan gula darah adalah buah okra (Abelmoschus
esculentus). Kandungan kimia dari buah okra diantaranya adalah 67,50% alfa
selulosa dan 15,40% hemiselulosa, 7,10% lignin, 3,40% komponen pektik,
3,90% komponen lemak dan lilin serta 2,70% ekstrak air. Kandungan
tersebut yang memiliki efek menurunkan gula darah adalah alfa selulosa dan
hemiselulosa. Kedua komponen tersebut merupakan komponen serat. Serat
tersebut diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol total dan LDL serta
dapat menurunkan kelebihan gula dalam darah.11
Oleh karena prevalensi DM yang meningkat secara signifikan setiap
tahunnya dengan komplikasi yang cukup berbahaya bagi kehidupan dan
adanya tanaman yang dapat menurunkan gula darah dan juga profil lipid
maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap efek pemberian
ekstrak okra (Abelmoschus esculentus) dengan dosis 200 mg/kgBB yang
diberikan secara oral selama 28 hari terhadap BB, kadar glukosa darah,
kadartrigliserida, dan diameter sel otot jantung pada tikus jantan strain
Sprague dawley yang diinduksi Streptozotocin (STZ) menggunakan
pewarnaan HE.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dapat
memperbaiki gangguan metabolik berupa berat badan, kadar glukosa darah
3
serta kadar trigliserida dan gambaran struktur mikroskopik jantung berupa
pembesaran diameter sel otot jantung pada tikus jantan dengan DM akut yang
diinduksi STZ dibandingkan dengan tikus DM tanpa terapi, normal dan
normal dengan terapi ?
1.3 HIPOTESIS
Pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dapat
memperbaiki :
1. Gangguan metabolik berupa berat badan, kadar glukosa darah serta
kadar trigliserida
2. Gambaran struktur mikroskopik jantung berupa pembesaran
diameter sel organ jantung
pada tikus jantan dengan DM akut yang diinduksi STZ
dibandingkan dengan tikus DM tanpa terapi, normal dan normal
dengan terapi.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak
buah okra (Abelmoschus esculentus) dalam memperbaiki gangguan
metabolik dan gambaran struktur mikroskopik jantung pada tikus jantan
dengan DM akut yang diinduksi STZ dibandingkan dengan tikus DM
tanpa terapi, normal dan normal dengan terapi.
1.4.2 Khusus
Mengetahui efek pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus) yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 200 mg/kgBB
secara oral dalam memperbaiki gangguan metabolik berupa :
BB
Kadar glukosa darah
Kadar trigliserida
4
Serta mengetahui efek ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 200 mg/kgBB secara oral dalam
memperbaiki gambaran struktur mikroskopik jantung berupa :
Diameter sel otot jantung
pada tikus jantan strain Sprague dawley dengan DM akut yang
induksi STZ dibandingkan dengan tikus DM tanpa terapi, normal dan
normal dengan terapi.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 Bagi peneliti
1. Mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman dengan melakukan
penelitian yang menggunakan metode eksperimen.
2. Mendapatkan tambahan ilmu mengenai tanaman herbal yang dapat
mempengaruhi BB, kadar glukosa darah dan trigliserida.
3. Mendapatkan tambahan ilmu mengenai tanaman herbal yang memiliki
pengaruh terhadap diameter sel otot jantung .
4. Sebagai salah satu syarat agar bisa mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Bagi institusi
Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
1.5.3 Bagi masyarakat
Peneliti berharap di masa mendatang masyarakat dapat
menggunakan buah okra sebagai terapi alternatif untuk mengatasi DM.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI
2.1.1 Diabetes mellitus
2.1.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah sekelompok gangguan metabolik kronik,
yang ditandai oleh hiperglikemia yang berkorelasi dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang disebabkan oleh defek
sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya dan mengakibatkan
terjadinya komplikasi kronis dikarenakan adanya gangguan pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar.
2.1.1.2 Klasifikasi
Secara umum terdapat 4 pembagian DM menurut American Diabetes
Association:6
1. DM tipe 1 (disebabkan kerusakan sel beta pankreas yang berujung
pada defisiensi insulin absolut)
2. DM tipe 2 (disebabkan kerusakan pada sekresi insulin yang
progresif yang melatar belakangi resistensi insulin)
3. DM Gestasional (DM yang didiagnosis pada trimester kedua atau
ketiga kehamilan yang tidak jelas penyebabnya)
4. Tipe spesifik DM karena penyebab yang lain seperti sindrom DM
monogenik (seperti DM neonatus), penyakit pada eksokrin
pankreas (seperti cystic fibrosis), dan obat yang menginduksi DM
(seperti pada pengobatan HIV/AIDS atau setelah menjalani
transplantasi organ)
6
Sedangkan menurut PERKENI 2015 klasifikasi DM adalah sebagai
berikut :3
Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus
Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab Imunologi yang jarang
Sindrom genetik yang berkaitan dengan
DM
DM gestasional
2.1.1.3 Fisiologi insulin
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Sel-sel beta yang ada di dalam pankreas akan menghasilkan suatu
hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dinamakan hormon
insulin. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Dalam tubuh kita hormon
insulin tidak akan bekerja sendiri tetapi hormon insulin akan bekerja sama
dengan hormon glukagon yang berasal dari sel alfa pankreas untuk
mengendalikan kadar gula darah.5
Pembentukan hormon insulin akan terjadi di dalam retikulum
endoplasma sel beta dengan bentuk awal berupa preproinsulin yang
merupakan prekursor hormon insulin. Dengan bantuan enzim peptidase,
preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
7
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles)
dalam sel tersebut. Setelah berada di secretory vesicles dalam sel tersebut,
enzim peptidase juga akan membantu penguraian proinsulin menjadi
insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.5
Setelah adanya rangsangan pada sel beta pankreas oleh molekul
glukosa, ada beberapa tahapan yang harus dilewati agar sekresi insulin
dapat terjadi. Tahap pertama adalah tahapan dimana glukosa harus dapat
melewati membran sel beta pankreas. Untuk dapat melewati membran sel
beta dibutuhkan bantuan senyawa lain seperti senyawa GLUT (Glucose
Transporter). GLUT adalah senyawa yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa yang merupakan suatu asam amino dan terdapat di
dalam berbagai sel. Fungsi dari GLUT tersebut adalah sebagai
“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan
tubuh. Sebagai contoh Glucose Transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat
dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari
dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi
tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses
glikolisis dan fosforilasi di dalam sel dan kemudian membebaskan
molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada
membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K
dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran
sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Kejadian
inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan
peningkatan kadar ion Ca intrasel. Serangkaian proses inilah yang
dibutuhkan agar sekresi insulin dapat terjadi. (Gambar 2.1) 5
8
Gambar 2.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi
glukosa25
Berdasarkan gambar 2.2 insulin merupakan hormon yang
mempunyai fungsi penting pada metabolisme di dalam tubuh terutama
metabolisme karbohidrat. Hormon insulin memiliki peran yang sangat
penting dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama pada otot, lemak, dan hati.5
Insulin akan berikatan dengan suatu reseptor yang dinamakan
dengan Insulin Reseptor Substrate (IRS) yang terdapat pada membran sel
jaringan-jaringan yang ada di perifer seperti sel otot dan sel lemak. Setelah
insulin berikatan dengan reseptor tersebut maka akan dihasilkan semacam
sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa di
dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya
belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (Glucose Transporter-4) dan selanjutnya
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan
translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra
ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Proses metabolisme
glukosa normal bisa didapatkan dari dinamika dan mekanisme sekresi
insulin yang normal serta aksi insulin yang berlangsung normal. Salah satu
faktor penyebab terjadinya DM tipe 2 adalah rendahnya sensitivitas atau
tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin. Oleh karena itu dapat
dipastikan bahwa pada penderita DM terdapat abnormalitas pada hormon
insulin.5
Granule transport
9
Regulasi gula darah tidak hanya berhubungan dengan metabolisme
glukosa di perifer tetapi juga berhubungan dengan jaringan hati. Oleh
karena itu, baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya
berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di
jaringan hati dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut
glukosa melewati membran sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hati
ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh.5
Keterangan : 1. Binding ke reseptor, 2. Translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3.
Transportasi glukosa meningkat, 4. Disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali
menjauhi membran, 6. Kembali ke suasana semula.
Gambar 2.2 Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport
glukosa di jaringan perifer.26
2.1.1.4 Patofisiologi DM
DM tipe 2 merupakan kondisi multifaktorial. Sebagian pasien
DM tipe 2 adalah pasien obesitas atau dengan komponen lemak visceral
yang menonjol. Keadaan ini berhubungan dengan resistensi insulin.
Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum terjadinya DM tipe 2.
Secara fisiologis, tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang terjadi
dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin sehingga hiperglikemia tidak
terjadi. Resistensi insulin yang terjadi secara bertahap dan perlahan
menyebabkan hiperglikemia yang awalnya tidak menimbulkan gejala
klasik DM.
Pada suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan
resistensi insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Keadaan
kelebihan glukosa dalam darah ini akan menyebabkan glukosa yang masuk
10
kedalam ginjal melebihi kemampuan reabsorpsi glukosa di ginjal sehingga
glukosa dapat melewati ginjal dan bergabung dengan urin (glukosuria).
Glukosa yang lolos dan masuk kedalam ginjal juga akan menyebabkan
tertarikya air kedalam tubulus ginjal dan menyebabkan kandung kemih
terisi penuh dengan cepat. Hal ini akan menyebabkan penderita DM
banyak buang air kecil (poliuria). Poliuria akan menyebabkan hilangnya
cairan serta elektrolit tubuh sehingga osmoreseptor yang ada di pusat haus
teraktivasi dan menyebabkan penderita DM sering merasa haus serta
menjadi lebih banyak minum (polidipsi).27
Keadaan resistensi insulin ini juga akan menyebabkan glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan defisiensi glukosa
intraseluler. Defisiensi glukosa intraseluler akan menstimulasi rasa lapar
sehingga pasien DM menjadi banyak makan (polifagi). Degradasi protein
yang terjadi pada pasien diabetes karena tidak bekerjanya insulin pada sel,
menyebabkan berkurangnya massa otot sehingga pasien DM mengalami
penurunan berat badan.28
2.1.1.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti :
Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.9
11
Menurut PERKENI 2011 kriteria diagnosis DM adalah :9
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DM
1. P
e
m
e
r
i
k
s
a
n
H
b
A
1
c
(≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jka dilakukan pada sarana laboratorium
yang telah terstandarisasi dengan baik
Atau Gejala klasik DM
+
glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dL(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
Gejala Klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126(7,0 mmol/L
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL(11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam
air
12
Langkah langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu :5
Gambar 2.3 Langkah diagnosis DM, TGT, dan TTGO
13
2.1.1.6 Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :5,7
a. Komplikasi akut
Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar
gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.
Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,
Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang
umum berkembang pada penderita DM adalah penyakit jantung
koroner (PJK), gagal jantung kongestif, dan stroke.
Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik
retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi
2.1.1.7Tatalaksana
Terdapat 4 hal penting dalam penataaksanaan DM menurut PERKENI
2011: 9
1. Edukasi
Untuk melakukan edukasi tentang DM kepada pasien ,
dibutuhkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak seperti
pasien itu sendiri, tenaga kesehatan, maupun keluarga pasien
tersebut. Edukasi ini bertujuan untuk memberi pengarahan kepada
pasien tentang pentingnya menjaga pola hidup sehat dengan cara
14
menjaga pola makan dengan baik dan juga olahraga secara teratur.
Selain itu, pasien juga akan diberikan edukasi tentang pemantauan
glukosa secara mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta
bagaimana cara untuk mengatasinya.
2. Terapi nutrisi medis
Kunci dari keberhasilan terapi nutrisi medis adalah kerja
sama yang baik pada setiap elemen seperti dokter, pasien, tenaga
kesehatan lainnya, serta keluarga pasein. Prinsip dari terapi nutrisi
medis hamper sama dengan anjuran makan pada masyarakat
umum. Tetapi pada penderita DM hal hal yang sangat penting
untuk diperhatikan adalah jadwal makan, jenis makan dan jumlah
makanan yang dimakan. Komposisi dari makanan yang dianjurkan
terdiri dari:
karbohidrat sebesar 45-65% dari kebutuhan kalori. Makan
sebanyak tiga kali sehari dan apabila dibutuhkan boleh
diberikan makanan selingan.
lemak dianjurkan 20-25% dari kebutuhan kalori. Dengan
lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori dan kolesterol < 200
mg/hari. Makanan yang harus dibatasi konsumsinya adalah
daging, lemak, dan susu full cream.
protein sebanyak 10-20%, dari kebutuhan kalori. Sumber
protein terbaik adalah seafood, daging tanpa lemak, ayam
tampa kulit, susu low fat, kacang-kacangan, tahu dan juga
tempe.
Serat 25 g/hari. Sumber serat terbaik adalah sayur dan buah
serta kacang-kacangan.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada penderita DM harus dilakukan
secara teratur yaitu 3 sampai 4 kali dalam waktu satu minggu
selama kurang dari 30 menit. Latihan jasmani yang dilakukan
adalah latihan yang bersifat aerobic seperti berjalan kaki , naik
15
sepeda dan juga jogging. Tujuan dari latihan jasmani ini adalah
menurunkan berat badan serta meningkatkan sensitivitas insulin.
4. Terapi farmakologi
Penggunaan obat antidiabetik oral
Obat-obatan antidiabetik oral digunakan apabila
penatalaksanaan non farmakologis pada pasien ini gagal.
Pengunaan obat obatan tersebut baru dilakukan setelah 4
sampai 8 minggu terapi gizi dan latihan jasmani dilakukan
tetapi gula darah sewaktu masih diatas normal dan HbA1c
masih diatas 8%. Penggunaan antidiabetik oral dapat hanya
menggunakan 1 regimen obat ataupun dikombinasikan.
Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan
sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin
sensitizing.7
16
Terapi Farmakologis DM :
Gambar 2.4 Tabel terapi farmakologi DM
Injeksi insulin
Terdapat 3 jenis insulin yaitu insulin jangka panjang,
sedang dan jangka pendek
2.1.1.8 Dislipidemia pada DM
Pada penderita DM terjadi abnormalitas dari hormon insulin yaitu
terjadinya resistensi insulin. Metabolisme lipoprotein pada orang dengan
17
resistensi insulin berbeda dengan orang normal. Pada keadaan resistensi
insulin, lipolisis trigliserida pada jaringan lemak akan semakin meningkat
dikarenakan aktifnya hormon sensitif lipase pada jaringan lemak sehingga
asam lemak bebas yang dihasilkan juga semakin meningkat. Asam lemak
bebas yan dihasilkan ini akan dibawa menuju ke aliran darah, sebagian
akan digunakan sebagai energi (karena penderita DM mengalami resistensi
insulin sehingga glukosa sulit masuk kedalam sel sehingga sel tidak
mendapat energi dari glukosa) dan sebagian lainnya akan masuk kedalam
sel hati sebagai prekursor trigliserida. Nantinya trigliserida yang berasal
dari asam lemak ini akan menjadi bagian dari VLDL. Oleh sebab itu,
VLDL yang dihasilkan pada penderita DM merupakan VLDL yang kaya
akan trigliserida atau VLDL besar.5
Dalam sirkulasi darah, trigliserida yang banyak pada VLDL akan
bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. Hal ini akan
menghasilkan tingginya kolesterol kaya trigliserida dan rendahnya
kolesterol ester. Enzim hepatik lipase (biasanya banyak pada resistensi
insulin) akan menghidrolisis trigliserida pada LDL menjadi LDL yang kecil
tapi padat. LDL ini bersifat aterogenik karena sangat mudah mengalami
oksidasi. Trigliserida VLDL besar juga dipertukarkan dengan kolesterol
ester dari HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tetapi kaya
trigiserida. Jumlah HDL serum menurun karena kolesterol HDL bentuk
demikian lebih mudah di katabolisme oleh ginjal. Kelainan profil lipid yang
khas yang terdiri dari kadar trigliserida yang tinggi, kolesterol HDL rendah,
dan meningkatnya subfraksi LDL kecil padat dinamakan dengan fenotif
lipoprotein aterogenik atau lipid triad yang terjadi pada resistensi insulin.5
2.1.1.9 Kardiomiopati diabetik
Kardiomiopati merupakan sekelompok penyakit yang langsung
mengenai otot jantung atau miokard itu sendiri. Kardiomiopati bila
didasarkan pada etiologi terdiri dari dua tipe yaitu tipe primer dan sekunder.
Dikatakan tipe primer apabila terdapat penyakit yang langsung mengenai
18
otot jantung tanpa diketahui penyebabnya sedangkan tipe sekunder apabila
terdapat penyakit pada miokardium dengan penyebab yang diketahui,
termaksuk bila dihubungkan dengan penyakit yang berasal dari organ lain,
oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kardiomipati diabetikum
merupakan kardiomiopati tipe 2. Tetapi apabila didasarkan pada klinis dan
patofisiologi maka kardiomiopati dibagi menjadi tiga yaitu restriktif,
hipertrofik, dan dilatasi.
Kardiomiopati DM merupakan salah satu komplikasi kronik DM
yang dapat mengakibatkan perubahan dari struktur dan fungsi miokardium
yang tidak berkaitan dengan CAD dan juga hipertensi. Pada kardiomiopati
diabetikum salah satu hal yang akan terjadi adalah hipertrofi ventrikel kiri,
hal ini dikarenakan oleh adanya keterlibatan sitokin yang diproduksi oleh
jaringan adipose yang meluas pada orang dengan obesitas. Sebagai contoh
leptin akan langsung menyebabkan hipertrofi cardiomycyte secara in vitro.
Mekanisme leptin dapat merangsang hipertrofi ventrikel kiri juga
melibatkan endothelin-1 mediated reactive oksigen species (ROS). Dengan
cara yang sama, resitin yang juga merupakan adipokine yang di release
oleh makrofag juga menunjukan stimulasi dari hipertrofi cardiomycyte in
vitro via Insulin Reseptor Substrate (IRS).
Hal-hal lain yang akan terjadi pada kardiomiopati adalah
myocardial lipotoxicity, peningkatan stress oksidatif, kematian sel, fibrosis
interstitial, disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, dan perubahan pada
metabolisme myocardial. Peningkatan stress oksidatif ditandai dengan
akumulasi lipid pada jantung dan meningkatnya oksidasi asam lemak
mitokondria. Sedangkan apoptosis sel terjadi dikarenakan defisiensi leptin
dan hiperglikemia yang terlibat dalam memicu kematian sel melalui
peningkatan Rac1 dan derivat dari ROS yang ada di mitokondria sel otot
jantung.
Jumlah sel yang mengalami apoptosis meningkat pada orang yang
mengalami DM. Mekanisme terjadinya apoptosis ini masih banyak yang
belum bisa dimengerti. Meningkatnya NADPH yang dimediasi oleh Rac1
19
dan derivat dari ROS di mitokondria sel otot jantung dapat menginduksi
kematian sel dikarenakan terjadinya hiperglikemia. Peningkatan apoptosis,
stres oksidatif dan nekrosis di kardiomiosit dan sel endotel jantung
berkorelasi dengan aktivasi dari sistem renin-angiotensin.17
2.1.2 Okra (Abelmoschus esculentus)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Abelmoschus
Spesies : Abelmoschus esculentus (L.) Moench
Gambar 2.5 Abelmoschus esculentus (L.) Moench 30
Buah okra (Abelmoschus esculentus (L) Moench) merupakan sayuran
yang cukup penting secara ekonomis yang tumbuh pada daerah tropis maupun
subtropis yang termaksud ke dalam keluarga malvaceae. Okra berasal dari
Ethiopia dan didistribusikan secara luas dari Afrika ke Asia, Eropa Selatan,
Mediterania, dan seluruh Amerika. Okra disebut juga sebagai “lady finger”.
Okra sangat cocok dikelola terutama pada sebuah taman panen. Dimana
20
okra yang dikelola di taman panen akan memberikan hasil yang sama baiknya
dengan okra yang dikelola pada perkebunan komersial yang besar. Hasil
panen okra akan sangat baik pada cuaca panas terutama pada daerah dengan
malam yang hangat (>20 derajat). Okra sangat sensitif terhadap embun beku,
air penebangan, dan musim kemarau. Okra merupakan tanaman multitguna
karena berbagai kegunaannya. Bagian bagian dari tanaman okra yang
memiliki kegunaan antara lain adalah daun okra, pucuk okra, kelopak okra,
bunga okra, dan juga benih okra. Selama bertahun tahun, berbagai komunitas
di Gambella dan Beneshangul gumuz telah mengelola buah dan juga daun
okra untuk dijadikan sebagai makanan dan juga obat untuk berbagai penyakit.
Pada setengah cangkir okra yang telah dimasak, okra menandung hampir 10%
asam folat dan vitamin B6.10
Menurut Sylvia Zook, seorang spesialis nutrisi, mengatakan bahwa
okra mampu menstabilkan gula darah dengan membatasi tingkat penyerapan
gula di saluran usus karena okra memiliki serat khusus. Apabila kita
mengkonsumsi serat khusus ini maka gula darah postprandial ( 2 jam setelah
makan ) bisa menurun. Gula darah postprandial ini bisa menurun dengan cara
menunda penyerapan glukosa, menuda pencernaan karbohidat dan
mengurangi difusi glukosa.
2.1.2 Streptozotocin
Gambar 2.6 rantai ikatan Streptozotocin 31
21
Streptozotocin merupakan senyawa dengan rumus molekul C8H15N3O7
dengan berat rata rata sebesar 265.221 Dalton.12
Streptozotocin merupakan
bahan kimia yang sangat beracun bagi sel-sel beta pankreas yang merupakan
penghasil insulin pada mamalia. Streptozotocin di produksi oleh bakteri yang
berasal dari tanah yaitu bakteri Streptomyces achromogenes.16
Streptozotocin adalah senyawa glukosamin-nitrosourea. Seperti
dengan agen alkylating lainnya di kelas nitrosourea, Streptozotocin
merupakan racun bagi sel-sel beta pankreas. Karena kemiripannya dengan
glukosa, Streptozotocin dapat masuk kedalam sel beta pankreas dengan
menggunakan transporter glukosa yaitu GLUT 2 sehingga Streptozotocin
yang toksik tersebut akan berakumulasi di dalam sel beta pankreas.14,15
Streptozotocin yang berakumulasi tersebut akan menyebabkan terjadinya
kerusakan DNA dan juga terjadinya nekrosis sel beta pankreas. Streptozotocin
juga dapat menginhibisi sintesis DNA. Kerusakan DNA tersebut dikarenakan
Streptozotocin yang terakumulasi di dalam sel beta pankreas akan di
metabolisme dan akan melepaskan nitritoxide. Nitritoxide yang dilepaskan
akan menyebabkan peningkatan pembentukan cGMP dan juga peningkatan
aktivitas guanlil siklase sehingga terjadilah kerusakan DNA tersebut. Selain
itu Streptozotocin juga dapat meyebabkan DM dengan cara menginhibisi O-
GlcNAcase yang akan menyebabkan akumulasi protein berbahaya dan
aktivasi jalur stres yang mengarah ke apoptosis pada sel beta pankreas.
Streptozotocin juga dapat meyebabkan insulin tidak dapat disintesis maupun
disekresi dikarenakan adanya proses alkiasi dari DNA yang akan
menyebabkan menurunnya NAD+ sehingga terjadilah penurunan ATP.
Streptozotocin digunakan untuk merangsang terjadinya DM tanpa tergantung
insulin dan DM yang tergantung insulin.16
Streptozotocin tidak dapat dikenali oleh glucose trasnsporter lainnya.
Hal ini menjelaskan toksisitas relatif terhadap sel beta, karena sel-sel beta ini
memiliki relatifititas yang tinggi terhadap GLUT 2.14,15
Streptozotocin dapat disimpat pada suhu 4oc untuk jangka waktu yang
pendek dan membutuhkan suhu hingga -20oc untuk jangka waktu lama karena
22
Streptozotocin akan stabil pada suhu hingga hingga minimal selama 2 tahun.
Streptozotocin juga sangat larut pada air, ketones, dan juga alkohol tapi
sedikit larut dalam pelarut organik polar.16
Streptozotocin paling sering digunakan melalui 2 cara yaitu
intraperitoneal (IP) maupun intravena (IV). Untuk menginduksi DM dapat
digunakan Streptozotocin satu dosis tinggi maupun multiple dosis rendah.
Induksi DM melalui regimen tinggi dosis tunggal, dosis dilaporkan bervariasi
dari 100 mg/kg untuk 220 mg/kg. Protokol dosis rendah biasanya melibatkan
pemberian intraperitoneal dari 5 dosis harian berturut-turut dari 40 mg/kg
Streptozotocin.
23
2.2 KERANGKA TEORI
Streptozotocin
Disuntikan ke
tikus
Alkilasi
DNA
masuk ke sel
beta pankreas
melalui GLUT 2
NAD+
ATP
sintesis
dan sekresi
insulin
Akumulasi STZ
di sel beta
pankreas
STZ di
metabolisme
Menghasilkan
NO
cGMP
Sel beta pankreas
nekrosis
DNA rusak
guanil
siklase
Sel lemak
Insulin tidak
dapat
membawa
glukosa
masuk ke
dalam sel
BB trigliserida
lipolisis
TGA
Buah okra
Alfa selulosa dan
hemi selulosa
kadar
trigliserida
kadar gula
darah
hiperglikemia
DIABETES
Memperbaiki
metabolisme
tubuh
Menjaga berat
badan tetap
stabil
Peningkatan
diameter sel
otot jantung
Modifikasi
mikrovaskular
Hipertrofi sel
otot jantung
24
2.3 KERANGKA KONSEP
Ket: = Variable terikat
= Memperbaiki
= Variabel bebas
Tikus jantan
dengan DM
akut
Gangguan
metabolik
Gangguan
fungsi jantung
Kardiomiopati
diabetik
Meningkatnya
diameter otot
jantung
Meningkatnya
kadar
trigliserida
Meningkat
nya kadar
glukosa
darah
Menurunnya
berat badan
Ekstrak buah okra
(Abelmoschus
esculentus)
25
2.4 DEFINISI OPRASIONAL
No Variabel Definisi
operasional
Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Penguku
ran
1 Glukosa
darah
Sewaktu
(GDS)
Hasil
pemeriksaan
glukosa darah
sampel tanpa
dipuasakan
terlebih
dahulu.
Blood glucose
Test Meter
GlucoDrTM
model AGM-
2100 (diproduksi
oleh allmedicus
Co Ltd., Korea)
Darah sampel
diteteskan pada strip
glukometer,
interpretasi angka
yang muncul pada
alat.
Numerik
2 Berat
badan
(BB)
Nilai yang
tertera pada
alat ukur
berupa
timbangan
Timbangan digital Sampel diletakkan
pada timbangan
selanjutnya dilihat
angka pada
timbangan. Angka
tersebut merupakan
BB sampel
Numerik
3 Trigliserid Komponen
trigliserida
yang di ukur
dengan
spektrofotom
eter
Spektrofotometer Plasma sampel
dicampurkan dengan
reagen trigliserida.
Campuran sampel
dan reagen
selanjutnya dinilai
pada alat
spektrofotometer.
Numerik
4 Diameter Hasil
pengukuran
diameter sel
otot jantung
menggunaka
n mikroskop
dari titik
terjauh
diantara sel
tersebut
Mikroskop
Olympus BX41
dan software
Olympus DP-
BSW
Mengukur diameter
sel otot jantung
menggunakan fitur
yang ada pada
software mikroskop
Numerik
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
eksperimental.
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari Maret 2015 hingga Maret 2017.
3.2.2 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium
MPR, laboratorium Histologi, laboratorium Riset, laboratorium Biokimia,
laboratorium Biologi, laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl.
Kertamukti No.05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan, Banten.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Tikus jantan strain Sprague dawley merupakan strain yang digunakan
untuk hewan penelitian. Tikus ini berumur 16 minggu, dengan berat badan
rentang 160 - 200 gram yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Terdapat empat kelompok pada penelitian kali ini. Kelompok pertama
terdiri dari tikus normal (N) yang berfungsi sebagai kontrol negatif.
Kelompok kedua terdiri dari tikus DM tanpa perlakuan (D) yang berfungsi
sebagai kontrol positif. Kelompok ketiga terdiri dari tikus DM yang diberi
perlakuan atau diberikan ekstrak D + Okra 200 mg. Dimana tikus ini
mengalami DM dikarenakan induksi dari Streptozotocin lalu tikus tersebut
diberikan perlakuan dengan menggunakan ekstrak okra dengan dosis
200mg/kgBB selama 28 hari dan kelompok yang terakhir adalah tikus normal
yang diberikan perlakuan atau diberikan ekstrak N + Okra 200 mg. Tikus
27
pada kelompok ini juga diberikan ekstrak okra dengan dosis 200 mg/kgBB
dalam waktu 28 hari.
Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian,
digunakan rumus Mead sebagai berikut:
RUMUS MEAD : E = N-B-T
Dengan :
E = derajat kebebasan komponen kesalahan, (10 – 20 )
N = Jumlah sampel dalam penelitian (dikurangi 1)
B= blocking component mengambarkan pengaruh lingkungan yang
diperbolehkan dalam penelitian (dikurangi 1)
T =Jumlah kelompok perlakuan ( dikurangi 1)
E = N-B-T E = N-B-T
10 =(N-1)-0-(4-1) 20 =(N-1)-0-(4-1)
10= N-1-3 20= N-1-3
10=N-4 20=N-4
N 14 N 24
Menurut perhitungan yang didapatkan sesuai dengan rumus MEAD,
maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 4 – 6 sampel. Jumlah sampel
berada di rentang 14 sampai 24, sesuai dengan rumus MEAD. Alasan
pemilihan MEAD sebagai rumus jumlah sampel adalah karena pada penelitian
yang menggunakan metode eksperimental dan juga menggunakan hewan
percobaan, rumus MEAD inilah yang paling sering digunakan untuk
perhitungan jumlah sampel.18
28
3.3.2 Kriteria Inklusi
1. Tikus jantan strain Sprague dawley dengan rentang berat badan
160 - 200 gram yang berumur 16 minggu
2. Tikus yang belum pernah digunakan untuk penelitian
eksperimental lainnya.
3. Tikus yang dinyatakan sehat dibuktikkan dengan surat keterangan
sehat.
4. Kelompok kontrol positif : tikus jantan strain Sprague dawley yang
diinduksi STZ.
5. Kelompok kontrol negatif : tikus jantan strain Sprague dawley
yang tidak diinduksi STZ.
6. GDS < 250 mg/dl adalah normal
7. GDS > 250 mg/dl adalah DM
3.3.3 Kriteria Ekslusi
1. Tikus yang sakit dan mati.
3.3.4 Kriteria Drop Out
1. Tikus yang mati dan sakit.
3.4 CARA KERJA PENELITIAN
3.4.2 Alat dan bahan penelitian
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kandang tikus
2. Timbangan milligram
3. Kulkas -80oC
4. Termos es
5. Tabung reaksi
6. Micropipet
7. Tabung EDTA
8. Falcon tube
29
9. Eppendorf
10. Vortex
11. Sentrifuge
12. Spektrofotometer
13. Tempat makan dan minum tikus
14. Glukometer merk Easy Touch.
15. Glucotest strip merk Easy Touch
16. Neraca digital
17. Spuit
18. Oral sonde
19. Alcohol swab
20. Tissue
21. Silet
22. Korek api
23. Minor set
24. Neraca akrilik
25. Pipet multichannel
26. Plate
27. Shaker
28. Slide preparat
29. Mikroslide
30. Beaker glass 50 ml
31. Tabung EDTA
32. Falcon tube
33. Eppendrof
34. Vortex
35. Sentrifuge
36. spektrofotometer
Bahan bahan yang digunakan antara lain :
1. Ekstrak buah okra
2. Streptozotocin
30
3. Buffer Sitrat
4. Sukrosa 10%
6. Kit LDL dan Kolesterol
7. Aquadest
8. Ether
9. Xylene
10. Ethanol 70%, 80%, 90%
11. DBS working solution
12. Phosphate Buffer Saline 500 ml
13. Larutan H2O2
14. Formalin 37%
15. Methanol 70%, 80%, 90%
16. Entellan
Alat dan bahan pada saat pemotongan jaringan :
a. Tahap nekropsi: kapas, alat bedah minor, papan potong, ether.
b. Tahap pewarnaan : xylene, ethanol 100%, ethanol 95%, ethanol 90%,
ethanol 70%, distillated water, deionized water, asam sitrat, peroxidase
block, PBS, protein block, Antibodi primer, Post primary block, Novolink
polymer, DAB working solution, ionized water, hematoxylin, cover glass,
stirrer, oven, inkubator, microwave, kulkas, micropipette, termometer,
beaker glass, tisu.
c. Tahap foto: kotak preparat, kamera preparat, komputer lab, DVD foto,
mikroskop Olympus BX-41.
3.4.3 Adaptasi sampel
Selama 14 hari sampel diadaptasikan di animal house
3.4.4 Induksi Streptozotocin
Tikus akan diinduksi dengan menggunakan Streptozotocin pada hari
ke- 15, 16, dan 17 setelah dipuasakan selama kurang lebih 16 jam. Dosis
Streptozotocin yang digunakan adalah 55 mg/kgBB yang disuntikan secara
31
intraperitoneal. Dalam waktu 24 jam setelah diinduksi Streptozotocin tikus
diberikan sonde sukrosa 10% agar tidak mengalami hipoglikemia dan
diberikan makan yang cukup. Pada hari ke-18, 19 dan 20 secara berurutan
tikus yang telah diinduksi Streptozotocin diberhentikan pemberian sukrosa
10% dan pada hari ke-20 dilakukan pengukuran kadar glukosa darah. Tikus
dengan kadar glukosa darah sewaktu > 250 mg/dL dinyatakan mengalami
DM.
3.4.5 Pembuatan ekstrak okra
Ada beberapa tahapan yang harus dilewati untuk membuat ekstrak
okra. Tahap pertama diawali dengan di blender nya buah okra lalu setelah itu
diikuti dengan pengayakan guna mendapatkan serbuk halus okra. Kemudian
serbuk halus okra dicampurkan dengan ethanol 70% dengan perbandingan 10
mg serbuk dilarutkan dalam 100 ml ethanol 70%.
Setelah tahapan tersebut selesai, hasil campuran tersebut diaduk di hot
plate stirer selam 5 jam. Dilanjutkan dengan proses penyaringan dengan
menggunakan saringan mikro dan didapatkan ekstrak cair okra. Ekstrak cair
okra kemudian di evaporasi di PAU Institut Pertanian Bogor dan didapatkan
ekstrak kering okra.
3.4.6 Pemberian ekstrak okra
Tikus yang mengalami DM dengan perlakuan dan tikus normal dengan
perlakuan diberikan ekstrak okra dengan dosis 200mg/kgBB selama 28 hari
(hari ke-20 sampai ke-47) per oral dengan menggunakan alat sonde.
3.4.7 Pengukuran sampel
3.4.7.1.1 Berat badan
Pengukuran berat badan dilakukan selama 28 hari yaitu pada hari
ke-20 hingga hari ke-47. Pengukuran ini dilakukan setiap dua hari sekali
dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran berat badan ini juga
32
berfungsi untuk menentukan dosis ekstrak okra yang akan diberikan serta
melihat perubahan berat badan pada tikus.
3.4.7.2 Glukosa darah
Pengukuran glukosa darah dilakukan pada hari ke-1,7,14,21 dan
28 setelah tikus diberikan ekstrak okra. Darah yang diambil berasal dari
ekor tikus dan merupakan darah perifer. Tikus dibius dengan menggunakan
ether yang di tuangkan kedalam toples kaca yang berisi kapas. Dimana
tikus ini akan dimasukan kedalam toples kaca yang tersebut. Pembiusan ini
dilakukan agar rasa sakit yang dirasakan oleh tikus dapat berkurang.
Setelah dimasukan selama beberapa menit kedalam toples kaca yang berisi
ether, kesadaran tikus tersebut mulai berkurang dan dimulailah penyayatan
ekor tikus dengan menggunakan silet. Lalu darah yang keluar dari ekor
tikus akan diteteskan ke strip glucotest dan diukur gula darah diukur
melalui gukometer tersebut. Selanjutnya ekor tikus yang terluka akan
dibakar dengan menggunakan korek api agar perdarahan yang terjadi
terhenti dan mencegah terjadinya infeksi.
3.4.7.3 Pengukuran trigliserida
Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran kadar profil lipid.
Setelah di suntikan Streptozotocin kurang lebih selama 46 hari, tikus di
Sacrifice. Awalnya tikus dibius menggunakan ether. Lalu setelah tidak
sadarkan diri tikus dibedah dengan cara dibuka bagian abdomen hingga ke
toraks dengan menggunakan gunting bedah, lalu darah tikus diambil
melalui vena cava superior dengan menggunakan spuit 3 cc dengan needle
26 G. lalu setelah itu darah disimpan di dalam tabung EDTA agar darah
yang diambil tidak menggumpal dan disimpan di dalam termos es. Setiap
pembedahan 6 tikus yang berarti pengambilan darah 6 tikus, tabung EDTA
dibawa ke lab MPR dan di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan
500 rpm. Sentrifugasi dilakukan untuk mendapatkan plasma tikus. Setelah
terpisah dari komponen darah yang lain, plasma kemudian dipindahkan ke
tabung eppendorf dan disimpan di kulkas -80oC. Kemudian diukur kadar
trigliserida plasma.
33
Sebelum dilakukan pengecekan kadar trigliserida plasma, dilakukan
presipitasi terlebih dahulu pada sampel plasma. 10µl sampel dicampur
dengan 100µl reagen presipitan trigliserida setelah dicampur kemudian
diinkubasi selama 15 menit di suhu ruangan. Selanjutnya disentrifugasi
selama 20 menit. Setelah disentrifugasi, diambil supernatan plasma dan
dibaca dialat spektofotometer dengan panjang gelombang 500 nm.
34
3.4.7 Tahapan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE)
Deparafiniasi dalam xylol selama 3 menit
dilakukan sebanyak 3 kali
Dehidrasi alkohol bertingkat sebanyak 3 kali
Dibilas dengan menggunakan air mengalir
selama 3 detik
Direndam selama 15 menit dalam larutan
Haematoxylin
Dibilas dengan menggunakan air
Dimasukan kedalam lithium karbonat 15 – 30
detik
Dibasuh kembali dengan menggunakan air
Dimasukan kedalam larutan Eosin 15 menit
Dibasuh kembali dengan air
Dehidrasi dengan alkohol bertahap dan xylol
bertahap
Mounting
35
3.4.8 Tahapan pengamatan jaringan
Pengamatan jaringan pada preparat yang telah diwarnai dilakukan
dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 pada perbesaran 40x. Setiap
lapang pandang pada jaringan preparat tersebut akan di foto dengan software
Olympus DP2-BSW.
Dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41 pada perbesaran 40x,
preparat yang telah diwarnai dengan HE akan diamati dengan software
Olympus DP2-BSW pada masing masing preparat yang diambil sebanyak 30
foto per preparat dan dihitung ukuran diameter jantung pada setiap foto yang
diambil.
36
3.5 ALUR PENELITIAN
Hari 28
Seluruh kelompok tikus di
sacrifice dan dilakukan
pengambilan darah dari vena
cava inferior
Analisis statistik pada
data
Hari 1 hingga28
Berat badan tikus diukur
setiap 2 hari dekali dengan
menggunakan timbangan
digital
Pembuatan preparat organ
jantung
Pewarnaan HE untuk melihat
diameter
Penggunaan ELISA reader untuk melakukan
pemeriksaan trigliserida
Kelompok N
dengan glukosa
darah <250mg/dl
Kelompok
D+Okra, dengan
glukosa
darah>250mg/dl
+ pemberian
ekstrak okra
Kelompok
N+Okra dengan
glukosa darah
<250mg/dl +
pemberian
ekstrak okra
Kelompok D
dengan
glukosa darah
>250 mg/dl tanpa
pemberian
ekstrak okra
Tikus sampai di animal house
Adaptasi tikus di animal
house selama 7 hari. Setiap 3
tikus diletakan dalam 1
kandang, diberi minum dan
makan setiap harinya
Tikus yang dinduksi
dengan STZ dan
diberikan sukrosa per
oral 10% (hari ke-1)
Tikus normal (hari
ke-1)
Hari 1 hingga 28
glukosa darah tikus
diukur setiap 7 hari
sekali dengan
glucose test
37
B. PENGELOLAAN DATA
Pada penelitian kali ini pengelolaan data dilakukan dengan
menggunakan spss versi 23 setelah semua data terkumpul. Pertama
peneliti akan melakukan pengelolaan data dengan menggunakan uji
normalias untuk melihat apakah data yang dimiliki terdistribusi normal
atau tidak. Lalu karena penelitian ini termaksuk analitik kategorik numerik
dan lebih dari 2 kelompok maka uji yang digunakan adalah uji oneway
annova dan dilanjutkan dengan uji post hoc apabila data yang dimiliki
terdistribusi normal.Tetapi apabila data yang dimiliki peneliti terdistribusi
tidak normal dan tidak homogen maka uji berikutnya yang akan dilakukan
adalag uji kruskal-wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-whitney.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Badan
Data berat badan pada tikus diambil untuk melihat adanya
kenaikan dan juga penurunan berat badan pada semua kelompok tikus. Data
berat badan tikus yang ada merupakan rata rata berat badan tikus pada hari
ke-1 hingga hari ke-27. Data berat badan tikus di semua kelompok pada hari
pertama ini dibuat dalam presentase 100% untuk melihat kenaikan maupun
penurunan berat badan tikus menjadi lebih mudah untuk dilihat.
Grafik 4.1 Persentase rasio BB tiap kelompok tikus selama 27 hari
Ket: N (merah)= Normal , N+E (biru) = Normal dengan terapi Okra 200mg/kgBB, D+E
(hijau)= DM dengan terapi okra 200mg/kgBB ,D+TE (ungu) = DM tanpa terapi okra
200mg/kgBB
Berdasarkan hasil yang didapat pada grafik 4.3 dapat disimpulkan
bahwa pada kelompok normal terdapat peningkatan berat badan yang cukup
signifikan dari hari ke-1 hingga hari ke-27. Selain itu, pada kelompok
normal yang diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
didapatkan pula peningkatan berat badan yang cukup signifikan.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27
BB
(%
gram
)
HARI
39
Peningkatan berat badan pada kelompok tikus normal yang diberikan
ekstrak lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok tikus normal tanpa
ekstrak. Tikus DM yang diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus) juga mengalami peningkatan berat badan tetapi tidak se-tinggi
peningkatan berat badan pada kelompok tikus normal dan normal dengan
ekstrak. Pada akhir penelitian berat badan tikus DM dengan ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus) dapat terjaga dari penurunan berat badan
yang cukup bermakna. Tikus DM tanpa ekstrak mengalami penurunan berat
badan yang tidak terlalu signifikan pada awal penelitian tetapi kelompok
tikus tersebut mengalami penurunan berat badan yang cukup mencolok pada
akhir penelitian. Hal ini menunjukan bahwa pemberian ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) sebanyak 200 mg/kgBB selama 28 hari dapat
menaikan berat badan tikus normal dan dapat menjaga berat badan tikus DM
dari penurunan secara bermakna.
Kandungan buah okra (Abelmoschus esculentus) yang terdiri dari
serat khusus seperti alfa selulosa dan hemiselulosa dapat menurunkan
kadar trigliserida sehingga dapat memperbaiki metabolisme tubuh yang
nantinya akan berefek pada peningkatan berat badan tikus.11
Tabel 4.1 Uji Kruskal Wallis berat badan selama 27 hari antar kelompok
tikus
Sampel Mean±SD P. value
N 220.83±33.94
0.002 N+E 235.50±43.97
D 141.00±19.19
D+E 139.63±32.32
Ket: SD = Standard deviasi, N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E=
DM dengan terapi okra 200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB.
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai P = 0.002 data
tersebut menunjukan adanya perbedaan berat badan yang bermakna antar
kelompok tikus normal, normal yang diberikan ekstrak buah okra
40
(Abelmoschus esculentus), DM, dan DM yang diberikan ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus).
Grafik 4.2 Hasil analisis statistik uji Mann-whitneyrata-rata % BB antar
kelompok pada hari ke-27
Ket: N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E= DM dengan terapi okra
200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB
Dari grafik diatas juga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
berat badan yang signifikan di hari ke-27 pada semua kelompok tikus
terkecuali kelompok tikus normal dengan kelompok tikus normal yang
diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dan kelompok tikus
DM dengan tikus DM yang diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus).
Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai efek
pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) terhadap berat badan
tikus ,baik tikus DM yang diinduksi dengan Streptozotocin maupun tikus
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
N N+E D D+E
BERAT BADAN H-27 (%gram)
NS * NS
* *
*
41
normal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sabitha et, al. 2011
dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan berat badan yang signifikan antara
kelompok tikus DM yang diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus) dengan dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB selama 28 hari
dibandingkan dengan tikus DM tanpa ekstrak.20
4.2 Glukosa Darah
Data yang dicantumkan di bawah ini merupakan data rata rata glukosa
darah yang diambil pada saat penelitian dilakukan. Data ini diambil pada
penelitian hari ke-1, hari ke-7, hari ke-13, hari ke-19 dan hari ke-26 setelah
tikus dinyatakan DM dan normal. Data yang didapatkan selama penelitian
adalah :
Tabel 4.2 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok
penelitian
GDS Mean±SD (mg/dl)
Sampel Hari-1 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28
N 135.1±14.0 136±11.5 137±15.2 149±9.7 149±11.3
N+E 114±32.9 117±14.7 107±4.3 90.3±11 129.6±39
D 598±4.4 466,6±7.4 551.6±70.2 514.8±87 600±0
D+E 414.8±159.1 399±168 505.8±109.5 288±140 491±146
Ket: SD = Standard Deviasi, N = Normal , N+E = Normal dengan terapi Okra 200mg/kgBB,
D+E = DM dengan terapi okra 200mg/kgBB ,D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB
42
Grafik 4.3 Rata rata glukosa darah tikus setiap kelompok penelitian
Ket: Biru = Normal (N) , Merah= Normal dengan terapi Okra 200mg/kgBB (N+E), Hijau =
Diabetes tanpa terapi okra 200 mg/kgBB (D),Ungu = Diabetes dengan terapi okra 200
mg/kgBB (D+E)
Bedasarkan tabel dan grafik yang tercantum diatas dapat dilihat bahwa
rata- rata glukosa darah pada tikus normal adalah <250mg/dL. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa glukosa darah pada tikus normal berada pada nilai
yang normal. Selain itu dapat dilihat pula kadar glukosa darah pada tikus
normal mengalami sedikit peningkatan di setiap minggunya, tetapi
peningkatan nilai glukosa darah tersebut masih berada pada nilai yang normal.
Kadar glukosa darah tikus normal yang diberikan ekstrak lebih rendah
dibandingkan dengan glukosa darah tikus normal tanpa ekstrak tetapi kadar
glukosa darah tikus dengan ekstrak tersebut masih tergolong normal. Dapat
dilihat juga pada hari ke-14 nilai glukosa darah tikus normal yang diberikan
ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai glukosa darah tikus normal
tanpa ekstrak tetapi peningkatan tersebut juga tetap berada pada nilai yang
normal. Tikus DM yang tidak diberikan ekstrak memiliki nilai glukosa darah
yang cukup tinggi ( >250 mg/dL). Pada hari ke-14 dan hari ke-21 nilai glukosa
darah tikus DM telah mengalami penurunan tetapi kembali meningkat hari
terakhir pengukuran. Tikus DM yang diberikan ekstrak juga memiliki kadar
glukosa darah yang cukup tinggi (>250mg/dL) akan tetapi kadar glukosa
darah pada tikus golongan ini tidak setinggi kadar glukosa darah tikus DM
tanpa ekstrak. Kadar glukosa darah tikus yang diberikan ekstrak cukup stabil
pada hari ke-1 dan hari ke-14 tetapi kadar glukosa darah tersebut mengalami
0
100
200
300
400
500
600
700
1 7 14 21 28
GD
S (m
g/d
l)
HARI
43
peningkatan pada hari ke-14 dan hari ke-28 serta mengalami penurunan pada
hari ke-21.
Buah okra (Abelmoschus esculentus) mampu menstabilkan gula
darah dengan membatasi tingkat penyerapan gula di saluran usus karena okra
memiliki serat khusus. Serat khusus yang dimiliki oleh okra antara lain adalah
alfa selulosa dan hemiselulosa. Serat-serat tersebut diketahui dapat
menurunkan menurunkan kelebihan gula dalam darah. Oleh karena itu, apabila
kita mengkonsumsi serat khusus ini maka gula darah postprandial (2 jam
setelah makan) dapat menurun. Gula darah postprandial ini dapat menurun
dengan cara menunda penyerapan glukosa dan menuda pencernaan
karbohidrat.11
Analisis univariat dari rasio glukosa darah selama 28 hari dapat diamati pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Uji Kruskal-Wallis Glukosa darah Selama 28 Hari antar kelompok
tikus
Sampel Mean±SD P. value
N 141.5±2.2
0.0006 N+E 419.9±22.3
D 546.20±41.00
D+E 111.6±14.6
Ket: SD = Standard deviasi, N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E=
DM dengan terapi okra 200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil uji Kruskal-Wallis glukosa
darah selama 28 hari antar kelompok tikus dengan nilai P = 0.0006.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
glukosa darah yang bermakna pada semua kelompok tikus.
44
Grafik 4.4 Uji Mann-whitney antara tikus kelompok D dibandingkan dengan
kelompok D+E
Ket: N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E= DM dengan terapi okra
200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB
Dari grafik 4.2 diatas juga dapat disimpulkan bahwa terdapat
penurunan gula darah yang bermakna di hari ke-28 pada semua kelompok
tikus terkecuali pada kelompok tikus normal dibandingkan dengan kelompok
tikus normal yang diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus).
Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai efek
pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) terhadap gula darah
sewaktu tikus DM yang diinduksi oleh Streptozotocin. Penelitian yang
dilakukan oleh Akash Prabhune et, al. 2017 menunjukan bahwa buah okra
(Abelmoschus esculentus) memiliki kemampuan untuk menurunkan glukosa
darah dikarenakan adanya kandungan olenolic acid, beta sistostenol,
myricetin, dan kaempferol di dalam Abelmoschus esculentus (okra).19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indah Mohd Amin, dkk
didapatkan pula bahwa buah okra (Abelmoschus esculentus) mampu
menurunkan kadar glukosa darah sewaktu.21
Sedangkan berdasarkan
0
100
200
300
400
500
600
700
800
N N+E D D+E
GDS H-28 mg/dl
NS *
*
* *
*
45
penelitian yang dilakukan oleh Sabitha et, al. 2011 dapat diketahui bahwa
penurunan glukosa darah secara signifikan dapat terjadi pada tikus yang
diberikan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dengan dosis 100
mg/kgBB dan 200 mg/kgBB selama 28 hari..20
Ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) juga dapat menghambat ekspresi dari nuclear
receptor transcription factor PPARγ, yang berperan penting dalam regulasi
homeostatsis gula darah dalam tubuh menurut penelitian yan dilakukan oleh
Shengjie Fan et,al.2014.24
Terhambatnya nuclear receptor transcription
factor PPARγ akan menyebabkan reseptor pipar gamma menjadi semakin
banyak sehingga resistensi insulin dalam tubuh akan menurun.
Tabel 4.4 Hasil analisis uji statistik Mann-whitney antara kelompok tikus D
dibandingkan dengan kelompok tikus D+ E
Hari Kelompok tikus p – value Mann-
whitney
1
D vs D+E
0,031*
7 0,661
14 0,452
21 0,019*
28 0,0017*
Ket : D+TE = DM tanpa terapi okra 200mg, D+Ae200mg = DM dengan terapi okra
200mg/kgBB * = p < 0,05
Dari table 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat penurunan rerata
glukosa darah yang bermakna antara kelompok tikus DM tanpa ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus) dibandingkan dengan kelompok tikus DM
dengan ekstrak pada hari ke-1, hari ke-21, dan hari ke 28
4.3 Profil Lipid (Trigliserida)
Data trigliserida yang dicantumkan dibawah ini merupakan hasil
pengukuran sampel darah tikus di hari ke 28 pada semua kelompok tikus.
Hasil yang didapatkan adalah :
46
Grafik 4.5 Rerata trigliserida hari ke 28 pada semua kelompok penelitian dan
hasil uji analisis statistik Mann-whitney
Ket: N = Normal , DM TE = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, DM OKRA= DM dengan
terapi okra 200mg/kgBB ,NK= Normal dengan okra200 mg/kgBB.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kadar setelah dilakukan analisis
data didapatkan bahwa penurunan profil lipid pada seluruh tikus percobaan
tidak signifikan.
Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai efek
pemberian ekstrak okra terhadap kadar lipid pada tikus DM yang diinduksi
oleh Streptozotocin. Penelitian yang dilakukan oleh Akash Prabhune et, al.
2017 menunjukan bahwa buah okra (Abelmoschus esculentus) memiliki efek
anti – hyperlipidemia dikarenakan adanya kandungan olenolic acid, beta
sistostenol, myricetin, dan kaempferol di dalam Abelmoschus esculentus (
okra ).19
Penelitian yang dilakukan oleh Sabhita et, al. 2011 juga menunjukan
adanya efek pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dengan
dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB terhadap penurunan kadar trigliserida
pada profil lipid kelompok tikus dengan DM yang diberikan ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
157.66 150.36
207.32
95.33
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
N NK DM TE DM OKRA
NS NS
NS
NS NS
NS
Trigliserida (mg/dl)
47
Kahlon et,al.2007 juga membuktikan bahwa okra (Abelmoschus esculentus)
mengandung polisakarida yang dapat menurunkan kolesterol pada darah22
.
Penelitian yang dilakukan oleh Poorva Dubey dan Sunita Mishra pada tahun
2017 juga menunjukan bahwa buah okra (Abelmoschus esculentus) dapat
menurunkan kadar lipid dalam tubuh.23
4.4 Diameter Otot Jantung
Data diameter sel otot jantung yang diambil adalah jarak terpanjang
dari sel otot jantung yang sebelumnya telah dilakukan pewarnaan HE.. Data
diameter sel otot jantung yang didapatkan sebagai berikut:
Grafik 4.6 Rerata diameter sel otot jantung semua kelompok penelitian dan
hasil uji statistik Mann-whitney
Ket: N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E= DM dengan terapi okra
200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB
Grafik diatas merupakan grafik pengukuran diameter otot jantung
pada hari ke-28. Berdasarkan grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa
diameter sel otot jantung yang paling besar berada pada kelompok tikus DM
dengan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) lalu diikuti oleh
0
2
4
6
8
10
12
14
16
N N+E D D+E
Rata-rata Diameter Otot Jantung (mikrometer)
NS NS NS
NS *
*
48
kelompok tikus DM tanpa ekstrak lalu diikuti lagi oleh kelompok tikus
normal dengan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus) dan diameter otot
jantung yang paling kecil terdapat pada kelompok tikus normal tanpa ekstrak.
Grafik tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan diameter sel otot
jantung yang tidak bermakna pada hampir seluruh kelompok tikus terkecuali
pada kelompok tikus normal tanpa ekstrak dibandingkan dengan kelompok
tikus normal dengan ekstrak dan kelompok tikus normal dengan kelompok
tikus DM dengan ekstrak. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan perilaku yang
diberikan kepada tikus hanya dilakukan selama 28 hari, sedangkan untuk
mendapatkan perbedaan diameter otot jantung yang signifikan dibutuhkan
waktu yang lebih panjang lagi. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih
lanjut untuk mendapatkan perbedaan diameter otot jantung yang bermakna
pada sebagian besar kelompok tikus. Diabetes mellitus dapat menyebabkan
hipertrofi, atrofi maupun hilangnya sel otot jantung pada myocardium
dikarenakan gangguan metabolik pada tubuh yang sudah berlangsung lama
dan modifikasi mikrovaskular yang menyebabkan terjadinya abnormalitas
pada mikrovaskular.32
Tabel 4.5 Hasil analisis uji statistik Kruskal-wallis rata-rata diameter sel otot
jantung pada seluruh kelompok penelitian
Sampel Mean p-value Kruskal-wallis
N 10.46±0.155
0.05 N+E 10.56±0.182
D 8.712±2.162
D+E 12.99±2.48
Ket: N = Normal , D = DM tanpa terapi okra 200mg/kgBB, D+E= DM dengan terapi
okra 200mg/kgBB ,N+ E= Normal dengan okra200 mg/kgBB
Tabel 4.5 menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata
diameter sel otot jantung yang bermakna karena nilai P yang didapatkan
pada uji kruskal-wallis adalah 0.05
49
N D
N + Okra D + Okra
Gambar 4.1 Gambar diameter sel otot jantung dengan perbesaran 40x
keterangan :
N = Kelompok tikus normal tanpa ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
N + Okra = Kelompok tikus normal dengan terapi ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus) 200 mg/kgBB
D = Kelompok tikus DM tanpa ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
D + Okra = Kelompok tikus DM dengan terapi ekstrak ekstrak buah okra (Abelmoschus
esculentus) 200mg/kgBB
50
4.6 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu dosis ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus) yaitu sebanyak 200mg/kgBB sedangkan
apabila dosis yang digunakan lebih bervariasi lagi maka hasil penelitian bisa
menjadi lebih variatif. Selain itu, penelitian ini juga hanya memakan waktu
selama 28 hari dimana apabila waktu yang digunakan lebih panjang maka
hasil penelitian yang didapatkan bisa menjadi lebih baik lagi dan variatif.
Peneliti juga hanya melihat adanya pembesaran diameter sel pada organ
jantung tikus jantan Strain Sprague dawley, apabila penelitian juga dilakukan
pada sel organ lain tentu hasilnya akan menjadi lebih variatif .
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah mendapatkan hasil dari penelitian ini peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa pemberian ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
dengan dosis 200 mg/kgBB selama 28 hari dapat memperbaiki gangguan
metabolik karena dapat :
Menjaga BB tikus jantan Strain Sprague dawley yang diinduksi STZ
secara bermakna (P = 0,002) dibandingkan tikus DM tanpa ekstrak
buah okra (Abelmoschus esculentus), normal dengan ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus,) dan normal tanpa ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus).
Menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan Strain Sprague
dawley yang diinduksi STZ secara bermakna (P = 0,0006)
dibandingkan dengan kelompok tikus DM tanpa ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus), normal dengan ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus,) dan normal tanpa ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus).
Menurunkan kadar trigliserida secara umum namun tidak bermakna
(P = 0,144) pada tikus jantan Strain Sprague dawley yang diinduksi
STZ dibandingkan dengan kelompok tikus DM tanpa ekstrak buah
okra (Abelmoschus esculentus), normal dengan ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus), dan normal tanpa ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus).
Peneliti juga dapat menarik kesimpulan bahwa pemberian ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) dengan dosis 200 mg/kgBB selama 28 hari tidak
dapat memperbaiki gambaran struktur mikroskopik jantung karena :
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P = 0,05) pada diameter
sel otot jantung tikus Sprague dawley yang diinduksi STZ
dibandingkan dengan kelompok tikus DM tanpa ekstrak buah okra
52
(Abelmoschus esculentus), normal dengan ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) dan normal tanpa ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus).
B. Saran
1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) terhadap tikus jantan yang diinduksi
Streptozotocin dengan menggunakan dosis yang beragam, tidak
hanya menggunakan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
dengan dosis 200 mg/kgBB agar data yang didapatkan lebih
beragam
2. Melakukan penelitian lebih lama tentang efek ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) terhadap tikus jantan yang di induksi
oleh Streptozotocin.
3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak buah okra
(Abelmoschus esculentus) terhadap organ selain jantung pada
tikus jantan yang diinduksi Streptozotocin.
53
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian kerjasama antara penelitian mahasiswa
dengan kelompok penelitian diabetes dan regenerasi pankreas PKSPD FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari
Hendarto,Sp.PD, KEMD, Ph.D, FINASIM yang dibiayai oleh Kementerian
Agama Republik Indonesia.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
2014. Situasi dan Analisis DM. Jakarta: Infodatin Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
2. Internatonal DM Federation. IDF–DM Atlas 7th
ed 2015.
3. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM
Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PERKENI
4. Balitbang Kemenkes RI.2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta :
Balitbang Kemenkes RI
5. Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; DM
di Indonesia. Jakarta: Interna Publishing
6. American DM Association. 2012 . Diagnosis and Classification of
DM. DM Care :35(1),1-8
7. Fatimah , Restyana Noor. 2015. DM Tipe 2. Lampung : Universitas
Lampung.
8. Plantamor. Abelmoschus esculentus. [ dikutip 14 februari 2017];
tersedia pada : http://www.plantamor.com/database/
9. PERKENI.2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM di
Indonesia. Jakarta : PERKENI
10. Yonas, Mihteru. Garedew, Weyessa. Adugna, Debela. 2014.
Multivariate Analysis Among Okra (Abelmoschus Esculentus)
Collection In South Western Ethiopia.J Pant Sci.,2014. doi:
10.3923/Jps.2014.
11. Kumar, D.Satish, dkk. 2013. A Review On Abelmoschus
Esculentus ( Okra ). Int. Res J Pharm. App Sci., 2013; 3 (4): 129-
132
12. Chemspider. Streptozotocin . [ dikutip 14 februari 2017]; tersedia
pada : http://www.chemspider.com
55
13. Szkudelski T .2001. The mechanism of alloxan and Streptozotocin
action in B cells of the rat pancreas. Physiol Res. 50 (6): 537–46.
PMID 11829314.
14. Wang Z, Gleichmann H .1998. GLUT 2 in pancreatic islets:
crucial target molecule in DM induced with multiple low doses of
Streptozotocin in mice. DM. 47 (1): 50–6.
doi:10.2337/DM.47.1.50. PMID 94213 74.
15. Schnedl WJ, Ferber S, Johnson JH, Newgard CB (1994). STZ
transport and cytotoxicity. Specific enhancement in GLUT2-
expressing cells. DM. 43 (11): 1326–33.
doi:10.2337/DM.43.11.1326. PMID 7926307.
16. Goud, B.J., Dwarakanath, V. , Chikka swamy, B.K. 2015.
Streptozotocin – A Diabetogenic Agent in Animal Models. IJPPR.
Human, 2015; Vol. 3 (1): 253-269.
17. Sihem, Boudina. Abel, Evan Dale.2010. Diabetic Cardiomyopathy,
Causes And Effects. Rev Endocr Metab Disord. 2010 Mar; 11(1):
31–39. doi: 10.1007/S11154-010-9131-7
18. Sing, A.S., Masuku, M.B. 2014. Sampling Techniques&
Determination of Sample Size in Applied Statistics Research: an
Overview. IJECM Vol. II, Issue 11, Nov 2014
19. Prabhune , Akash. Sharma, Manushi. 2017. Abelmoschus
Esculentus (Okra) Potential Natural Compound For Prevention
And Management Of DM And Diabetic Induced Hyperglycemia :
Review. International journal of herbal medicine 2017 ; 5 (2):65-
68
20. Sabitha, V.Ramachandran, dkk. 2011. Antidiabetic And
Antihyperlipidemic Potential Of Abelmoschus Esculentus (L.)
Moench. In Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. J Pharm
Bioallied Sci. 2011 Jul-Sep; 3(3): 397–402. doi: 10.4103/0975-
7406.84447
56
21. Amin, Indah Mohd. 2011. Hypoglycemic Effects In Response To
Abelmoschus Esculentus Treatment : A Research Framework
Using STZ-Induced Diabetic Rats. IJBBB, Vol.1, No 1, May 2011.
22. Kahlon TS, Chapman MH, Smitb GH. In Vitro Binding Of Bile
Acid By Okra, Beets, Asparagus, Eggpant, Tumips, Green Beans,
Carrots, And Cauli Flower. Food Chemistry. 2007; 103:676-80
23. Dubey, Poorva. Mishra, Sunita.2017. Effect Of Okra Seed In
Reduce Of Cholesterol.Journal Of Entomology And Zoology
Studies 2017; 5(4) : 94-97
24. Fan, shengjie. Zhang, yu. 2014. Extract Of Okra Lowers Blood
Glucose And Serum Lipids In High-Fat Diet Induced Obese
C57BL/6 Mice. Journal Of Nutritional Biochemistry 25 (2014)
702-709. doi: 10.1016/j.jnutbio.2014.02.010
25. Kramer , W. 1995. The Molecular Interaction Of Sulphonylureas.
DRCP 28: 67 – 80
26. Girard, J. 1995. NIDDM And Glucose Transport In Cells. In (
Assan, R, Ed ) NIDDM And Glucose Transport In Cells. Molecular
Endocrinology and Development CNRS Meudon, France: 6 – 16.
27. Kumar, Abbas. Fausti. 2012. Pathologic Basic Of Disease 7thed.
USA: Saunders.
28. Sherwood, Lauralee. 2010. Human Physiologic : From Cell To
System 7th
ed. US : Brooks/Cole Cengage Learning.
29. Setyawati , Tri. 2014. Peroxisome Proliferator Activated Receptor-
ᵞ ( ppar-ᵞ Coactivator 1-Α (PGC 1α) Pada Diabetes Mellitus Tipe 2
(DMT2) Dan Perannya Dalam Fungsi Mitokondria. Medika
Tadulako.
30. Pawar, Yogesh. Varma, L.R. Performance Of Varieties And
Seasons On Okra (Abelmoschus esculentus). Germany: Lambert
Academic Publishing.
31. Pubchem. Streptozotocin. [Dikutip Pada 2 November 2017]
Tersedia pada: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
57
32. Miki, takayuki, dkk. 2013. Diabetic cardiomyopathy :
pathophysiology and clinic features. PMCID 18 (2) : 149-166. doi :
10.1007/s1074-1-012-9313-3
58
Lampiran 1
Cara perhitungan
Pembuatan Buffer Sitrat
Buffer sitrat yang digunakan adalah buffer sitrat 0,1 M.
Untuk mendapatkan buffer sitrat 0,1 M, maka harus mencampurkan :
20 ml Natrium Sitrat + 20 ml asam sitrat
0,576 gram natrium sittrat bubuk+ 20 ml aquades steril (dicampur menggunakan
stirer)
0,516 gram asam sitrat bubuk + 30 ml aquades steril (dicampur menggunakan
stirer)
Diaduk bersama menggunakan stirer
buffer sitrat 0,1 M
PH buffer sitrat diukur di alat pH meter terkalibrasi
dengan target Ph 4,5
Menambahkan NaOH jika pH buffer sitrat terlalu asam atau
Menambahkan Hcl jika pH buffer sitratterlalu basa
Pembuatan Induksi Streptozotocin
Dosis STZ yang digunakan adalah 55mg/kgBB.
59
=
=
100 gram BB dilarutkan dengan 0,1 ml buffer sitrat
Maka
Dari hasil pengukuran BB tikus, rerata BB tikus yang akan disuntik pada hari 15
adalah 1200 gram (37 tikus) include tikus dengan ekstrak salam dan cambogia
Cara pencampuran STZ dengan buffer sitrat :
1. Hitung BB tikus yang akan disuntik (ex:1200 gram)
2. Dosis STZ =
x 1200 gram
= 66 mg untuk 37 tikus
3. Menentukan dosis buffer sitrat (pelarut) yang digunakan
Dosis buffer sitrat yang digunakan =
=
= 1,2 ml buffer sitrat
Pembuatan ekstrak buah okra (Abelmoschus esculentus)
Pembuatan Ekstrak buah okra
Dosis ekstrak buah okra yang digunakan adalah 200mg/kgBB.
=
=
100 gr dilarutkan dengan 0,1 ml aquades steril
Maka
Misal dosis ekstrak okra untuk BB rata-rata tikus 1300 gram :
x 1300 gr = 260 mg
Dosis pelarut untuk ekstrak daun salam :
=
= 1,3 ml aquades steril
Jadi diperlukan 1,3 ml aquades steril untuk melarutkan 260 mg ekstrak buah okra.
Dikarenakan berat badan tikus berubah setiap harinya oleh karena itu dosis dan
pelarut yang akan digunakan juga berbeda.
63
Lampiran 3
Gambaran proses penelitian
Gambar 7.4. Tikus sampai di
animal house Gambar 7.5. Tikus beradaptasi
selama 7 hari
Gambar 7.6. Pengukuran sukrosa
dengan menggunakan timbangan
digital
Gambar 7.7. Pencampuran sukrosa
dan aquades dengan menggunakan
stirer
64
Gambar 7.8. Sukrosa 10%
dalam botol
Gambar 7.9. Penimbangan asam
sitrat dan natrium sitrat untuk
membuat buffer menggunakan
timbangan digital
Gambar 7.10. Larutan
standar PH
Gambar 7.11. Buffer sitrat 0,1
M dengan PH 4,5 dalam botol
65
Gambar 7.12. Streptozotocin
bubuk dalam botol
Gambar 7.13. Penyuntikan
Streptozotocin
intraabdominal
Gambar 7.14. Ekstrak buah
(Abelmoschus esculentus)
yang dikeringkan
Gambar 7.15. penimbangan
ekstrak buah (Abelmoschus
esculentus) kering dengan
timbangan digital
66
Gambar 7.16. Ekstrak buah
(Abelmoschus esculentus) yang
dilarutkan dalam aquadest
Gambar 7.17. Larutan ekstrak
buah okra dalam vortex
Gambar 7. 18. Proses
penyondean ekstrak buah okra
Gambar 7.19. Proses sacrifice
67
Gambar 7.20. Tabung
EDTA yang berisi darah dari
vena cava inferior tikus
Gambar 7.21. Tabung
EDTA yang berisi darah
dimasukan kedalam cool
box
Gambar 7.22. Darah di
sentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm dalam
15 menit untuk diambil
plasma nya
Gambar 7.23. Hasil
sentrifugasi berupa plasma
68
Gambar 7.24. Meletakkan
plasma 1 mikro liter ke dalam
plate
Gambar 7.25. Reagen
Trigliserida Sclavo
Gambar 7.26. . Microtube yang
berisi plasma yang diurutkan di
dalam rak
Gambar 7.27. NaCl yang
digunakan untuk
membersihkan plasma
69
Gambar 7.28. Tempat preparat
yang berbentu k seperti kerajang
Gambar 7.29. Pencampuran
plasma, NaCl dan reagen
trigliserida dengan pipet
multichannel
Gambar 7.30. Homogenisasi
dengan menggunakan Rotamax
dengan kecepatam15 rpm
selama 10 menit
Gambar 7.31. Penggunaan
ELISA reader untuk
pembacaan kadar trigliserida
70
Gambar 7.32. Phosphate Buffer
Saline (PBS)
Gambar 7.33. Larutan Entelan
Gambar 7.34. Formalin 37% Gambar 7.35. H2O2 30%
71
\
Gambar 7.36. Tahap
rehidrasi ethanol
Gambar 7.37. Dengan
menggunakan stirrer, PBS
dilarutkan pada DW
Gambar 7.38. Tahap
Deparafin ethanol
Gambar 7.39. Tahap Deparafin
xylene
72
Lampiran 6
Hasil uji statistik
A. GULA DARAH
Tests of Normalityb
kode
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hari1 1 .146 6 .200* .988 6 .985
2 .182 8 .200* .885 8 .211
3 .307 4 . .729 4 .024
4 .441 4 . .630 4 .001
hari7 1 .178 6 .200* .977 6 .936
2 .187 8 .200* .932 8 .532
3 .324 4 . .901 4 .437
4 .259 4 . .890 4 .383
hari13 1 .219 6 .200* .917 6 .487
2 .264 8 .106 .794 8 .025
3 .306 4 . .782 4 .074
4 .441 4 . .630 4 .001
hari19 1 .320 6 .055 .819 6 .087
2 .214 8 .200* .902 8 .300
3 .416 4 . .712 4 .016
4 .215 4 . .981 4 .910
hari26 1 .281 6 .150 .903 6 .391
2 .355 8 .004 .701 8 .002
3 .361 4 . .735 4 .028
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b. hari26 is constant when kode = 4. It has been omitted.
73
Kruskal-Wallis Test
Test Statisticsa,b
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Chi-Square 16.979 14.459 17.749 16.759 15.282
df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .001 .002 .000 .001 .002
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kode
Mann-Whitney Test
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 dm okra 8 5.13 41.00
dm te 4 9.25 37.00
Total 12
hari7 dm okra 8 6.00 48.00
dm te 4 7.50 30.00
Total 12
hari13 dm okra 8 5.50 44.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 12
hari19 dm okra 8 5.00 40.00
dm te 4 9.50 38.00
Total 12
hari26 dm okra 8 5.00 40.00
dm te 4 9.50 38.00
Total 12
74
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U 5.000 12.000 8.000 4.000 4.000
Wilcoxon W 41.000 48.000 44.000 40.000 40.000
Z -1.937 -.679 -1.409 -2.038 -2.180
Asymp. Sig. (2-tailed) .053 .497 .159 .042 .029
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .073a .570
a .214
a .048
a .048
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 normal 6 3.50 21.00
dm okra 8 10.50 84.00
Total 14
hari7 normal 6 4.17 25.00
dm okra 8 10.00 80.00
Total 14
hari13 normal 6 3.50 21.00
dm okra 8 10.50 84.00
Total 14
hari19 normal 6 4.33 26.00
dm okra 8 9.88 79.00
Total 14
hari26 normal 6 4.33 26.00
dm okra 8 9.88 79.00
Total 14
75
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U .000 4.000 .000 5.000 5.000
Wilcoxon W 21.000 25.000 21.000 26.000 26.000
Z -3.102 -2.582 -3.102 -2.453 -2.458
Asymp. Sig. (2-tailed) .002 .010 .002 .014 .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001a .008
a .001
a .013
a .013
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 normal 6 5.83 35.00
normal okra 4 5.00 20.00
Total 10
hari7 normal 6 7.00 42.00
normal okra 4 3.25 13.00
Total 10
hari13 normal 6 7.42 44.50
normal okra 4 2.63 10.50
Total 10
hari19 normal 6 7.50 45.00
normal okra 4 2.50 10.00
Total 10
hari26 normal 6 6.50 39.00
normal okra 4 4.00 16.00
Total 10
76
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U 10.000 3.000 .500 .000 6.000
Wilcoxon W 20.000 13.000 10.500 10.000 16.000
Z -.429 -1.942 -2.467 -2.566 -1.283
Asymp. Sig. (2-tailed) .668 .052 .014 .010 .199
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .762a .067
a .010
a .010
a .257
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 normal 6 3.50 21.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 10
hari7 normal 6 3.50 21.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 10
hari13 normal 6 3.50 21.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 10
hari19 normal 6 3.50 21.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 10
hari26 normal 6 3.50 21.00
dm te 4 8.50 34.00
Total 10
77
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000
Z -2.590 -2.558 -2.590 -2.558 -2.640
Asymp. Sig. (2-tailed) .010 .011 .010 .011 .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .010a .010
a .010
a .010
a .010
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 dm okra 8 8.50 68.00
normal okra 4 2.50 10.00
Total 12
hari7 dm okra 8 8.38 67.00
normal okra 4 2.75 11.00
Total 12
hari13 dm okra 8 8.50 68.00
normal okra 4 2.50 10.00
Total 12
hari19 dm okra 8 8.50 68.00
normal okra 4 2.50 10.00
Total 12
hari26 dm okra 8 8.38 67.00
normal okra 4 2.75 11.00
Total 12
78
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U .000 1.000 .000 .000 1.000
Wilcoxon W 10.000 11.000 10.000 10.000 11.000
Z -2.732 -2.552 -2.727 -2.722 -2.561
Asymp. Sig. (2-tailed) .006 .011 .006 .006 .010
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004a .008
a .004
a .004
a .008
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
Ranks
kode N Mean Rank Sum of Ranks
hari1 normal okra 4 2.50 10.00
dm te 4 6.50 26.00
Total 8
hari7 normal okra 4 2.50 10.00
dm te 4 6.50 26.00
Total 8
hari13 normal okra 4 2.50 10.00
dm te 4 6.50 26.00
Total 8
hari19 normal okra 4 2.50 10.00
dm te 4 6.50 26.00
Total 8
hari26 normal okra 4 2.50 10.00
dm te 4 6.50 26.00
Total 8
79
Test Statisticsb
hari1 hari7 hari13 hari19 hari26
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Z -2.397 -2.323 -2.381 -2.323 -2.477
Asymp. Sig. (2-tailed) .017 .020 .017 .020 .013
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a .029
a .029
a .029
a .029
a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kode
B. BERAT BADAN
Kruskal-Wallis Test HARI 1
HARI 26
Test Statisticsa,b
H7 H9 H11 H13 H15 H17 H19 H21 H23 H25 Kelompok H1 H5
Chi-Square 22.734 22.800 22.867 22.815 22.920 22.870 22.937 22.800 22.950 22.887 23.000 22.660 22.717
df 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Asymp. Sig. .358 .355 .351 .354 .348 .351 .347 .355 .347 .350 .344 .362 .359
a. Kruskal Wallis Test
Test Statisticsa,b
H7 H9 H11 H13 H15 H17 H19 H21 H23 H25 H27 Kelompok
Chi-Square 22.937 22.167 21.665 22.387 21.520 21.467 21.777 21.959 21.749 21.977 22.179 23.000
df 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Asymp. Sig. .347 .390 .419 .378 .428 .431 .412 .402 .414 .401 .389 .344
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: H1
80
Test Statisticsa,b
H7 H9 H11 H13 H15 H17 H19 H21 H23 H25 Kelompok H1 H5
Chi-Square 22.734 22.800 22.867 22.815 22.920 22.870 22.937 22.800 22.950 22.887 23.000 22.660 22.717
df 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Asymp. Sig. .358 .355 .351 .354 .348 .351 .347 .355 .347 .350 .344 .362 .359
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: H27
Mann-Whitney Test
TIKUS NORMAL
Ranks
HARI N Mean Rank Sum of Ranks
BB HARI 1 6 4.50 27.00
HARI 26 6 8.50 51.00
Total 12
Test Statisticsb
BB
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -1.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: HARI
81
TIKUS DM TE
Ranks
HARI N Mean Rank Sum of Ranks
BB HARI 1 8 9.63 77.00
HARI 26 8 7.38 59.00
Total 16
Test Statisticsb
BB
Mann-Whitney U 23.000
Wilcoxon W 59.000
Z -.947
Asymp. Sig. (2-tailed) .344
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .382a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: HARI
TIKUS NORMAL OKRA
Ranks
HARI N Mean Rank Sum of Ranks
BB HARI 1 3 2.00 6.00
HARI 26 3 5.00 15.00
Total 6
82
Test Statisticsb
BB
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) .050
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: HARI
TIKUS DM OKRA
Ranks
hari N Mean Rank Sum of Ranks
BB hari 1 8 7.63 61.00
hari 26 8 9.38 75.00
Total 16
Test Statisticsb
BB
Mann-Whitney U 25.000
Wilcoxon W 61.000
Z -.735
Asymp. Sig. (2-tailed) .462
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .505a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: hari
83
C. PROFIL LIPID (TRIGLISERIDA)
Kruskal-Wallis Test
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank
TGA 1 4 11.00
2 4 11.50
3 4 5.50
4 4 6.00
Total 16
Test Statisticsa,b
TGA
Chi-Square 5.406
df 3
Asymp. Sig. .144
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
KELOMPOK
Mann-Whitney Test
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 1 4 4.50 18.00
2 4 4.50 18.00
Total 8
84
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 1 4 5.50 22.00
3 4 3.50 14.00
Total 8
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.169
Asymp. Sig. (2-tailed) .243
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
85
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 1 4 6.00 24.00
4 4 3.00 12.00
Total 8
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.753
Asymp. Sig. (2-tailed) .080
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 2 4 5.50 22.00
3 4 3.50 14.00
Total 8
86
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.162
Asymp. Sig. (2-tailed) .245
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 2 4 6.50 26.00
4 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.323
Asymp. Sig. (2-tailed) .020
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
87
Test Statisticsb
TGA
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.155
Asymp. Sig. (2-tailed) .248
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: KELOMPOK
Ranks
KELOM
POK N Mean Rank Sum of Ranks
TGA 3 4 3.50 14.00
4 4 5.50 22.00
Total 8
D. APOPTOSIS
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
apoptosis DM OKRA .250 4 . .927 4 .577
Normal okra .250 4 . .945 4 .683
DM TE .355 4 . .841 4 .199
NORMAL .307 4 . .729 4 .024
a. Lilliefors Significance Correction
88
Kruskal-Wallis Test
Ranks
kelompok N Mean Rank
apoptosis DM OKRA 4 6.75
Normal okra 4 2.50
DM TE 4 10.25
Total 12
Test Statisticsa,b
apoptosis
Chi-Square 9.302
df 2
Asymp. Sig. .010
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
kelompok
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis DM OKRA 4 6.50 26.00
Normal okra 4 2.50 10.00
Total 8
89
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis DM OKRA 4 2.75 11.00
DM TE 4 6.25 25.00
Total 8
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.021
Asymp. Sig. (2-tailed) .043
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis DM OKRA 4 6.50 26.00
NORMAL 4 2.50 10.00
Total 8
90
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis Normal okra 4 2.50 10.00
DM TE 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
91
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis Normal okra 4 3.50 14.00
NORMAL 4 5.50 22.00
Total 8
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 14.000
Z -1.183
Asymp. Sig. (2-tailed) .237
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .343a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
apoptosis DM TE 4 6.50 26.00
NORMAL 4 2.50 10.00
Total 8
92
Test Statisticsb
apoptosis
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
E. DIAMETER
Tests of Normality
TIKUS
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
RERATADIA DMK .401 4 . .732 4 .026
N .307 4 . .729 4 .024
NK .208 4 . .950 4 .714
TE .410 4 . .680 4 .007
a. Lilliefors Significance Correction
93
Kruskal-Wallis Test
Ranks
TIKUS N Mean Rank
RERATADIA 1 4 14.00
2 4 7.50
3 4 7.50
4 4 5.00
Total 16
Test Statisticsa,b
RERATADIA
Chi-Square 7.876
df 3
Asymp. Sig. .049
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: TIKUS
Mann-Whitney Test
TIKUS N Mean Rank Sum of Ranks
RERATADIA 1 4 6.50 26.00
2 4 2.50 10.00
Total 8
94
Test Statisticsb
RERATADIA
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .021
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: TIKUS
Ranks
TIKUS N Mean Rank Sum of Ranks
RERATADIA 1 4 6.50 26.00
3 4 2.50 10.00
Total 8
Test Statisticsb
RERATADIA
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.337
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: TIKUS
Ranks
TIKUS N Mean Rank Sum of Ranks
RERATADIA 1 4 6.00 24.00
4 4 3.00 12.00
Total 8
95
Test Statisticsb
RERATADIA
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: TIKUS
Ranks
TIKUS N Mean Rank Sum of Ranks
RERATADIA 2 4 4.50 18.00
3 4 4.50 18.00
Total 8
Test Statisticsb
RERATADIA
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: TIKUS
96
Lampiran 7
Riwayat penulis
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Nadira
Jenis Kelamin : perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 25 Januari 1997
Agama : Islam
Alamat : Jalan Alfida 3 no 231 Halim Jakarta Timur
e-Mail : nadira.unila@gmail.com
Riwayat Pendidikan
1999-2001 : TK Angkasa 5 Halim Jakarta Timur
2002-2008 : SD Angkasa 1 Halim Jakarta Timur
2008-2011 : SMPN 128 Jakarta TIimur
2011-2014 : SMAN 48 Jakarta Timur
2014-Sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Profesi dan Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
top related