pengaruh media pembibitan dan ukuran kecambah … · media tanam terhadap pertumbuhan kecambah...
Post on 05-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH MEDIA PEMBIBITAN DAN UKURAN
KECAMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PALA
(Myristica fragran HOUTT).
FACHRUL MAULANA
A24134014
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PEMILIHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh media pembibitan
dan ukuran kecambah terhadap pertumbuhan bibit pala (Myristica fragran Houtt)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Fachrul Maulana
NIM A24134014
Pengaruh Media Pembibitan dan Ukuran Kecambah terhadap Pertumbuhan Bibit Pala
(Myristica fragrans Houtt)
Effect of Nursery Substrate and Seedling Size on Growth of Nutmeg
(Myristica fragrans Houtt)
Fachrul Maulana, Eny Widajati
¹Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Jl Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
Telp & Faks 62-251-8629353 e-mail: agronipb@indo.net.id
ABSTRACT
FACHRUL MAULANA. Effect of Nursery Substrate and Seedling Size on Growth of
Nutmeg (Myristica fragrans Houtt). Under supervision of ENY WIDAJATI.
The succesfull of a nutmeg plantation is affected by high quality seedling. Nutmeg
seedling are derived form the kernels has adventages, is a strong root system and of long
lifetime. The substrate use for seedlling should be good physical and chemical properties. A
nursery substrate is usually in form of a mix of soil and organic material at a certain ratio.
The purpose of the research was to determine the effect of a nursery substrate on the growth
of nutmeg seedling. The experiment was designed in a two-factor Randomized Complete
Group Design. First factor was nursery substrate compotition (K) consisiting of three levels,
namely K1 = organic fertilizer 75% + soil 25%, K2 = organic fertilizer 50% + soil 50%, and
K3 = organic fertilizer 25% + soil 75%. Second factor was seedling size (B) consisting of
three levels, namely B1 = small size seedling (±4 cm), B2 = medium size seedling (±7 cm),
and B3 = Large size seedling (±12 cm). The results showed that treatment nursery
composition and size of the seedling very significant effect on plant height at 1-6 weeks after
planting and there is interaction between treatments were highly significant at 1-3 weeks after
planting on plant height, very significant effect on the number of leaves in 1-8 weeks after
planting, and significant effect on stem diameter at 1-3 weeks after planting. Treatment of
nursery substrate composition and size of the seedling only in effect until the 6th week in
plant height, affects up to 8 weeks for the number of leaves, and effect until the 3rd week of
the trunk diameter. The size of the seedling that produce the best seed and in accordance with
the criteria of the standard size of seedling in the market minimum size (± 7 cm) and nursery
substrate (25% manure + 75% of the land) and the media (50% manure + 50% of the land).
Keyword: organic fertilizer, plant size, substrate composition.
ABSTRAK
FACHRUL MAULANA Pengaruh Media Pembibitan dan Ukuran Kecambah Terhadap
Pertumbuhan Bibit Pala (Myristica fragrans Houtt). Dibimbimbing oleh ENY WIDJATI.
Keberhasilan usaha tani tanaman pala ditentukan oleh faktor penggunaan bibit
tanaman yang baik. Bibit pala yang digunakan berasal dari biji mempunyai kelebihan sistem
perakaran yang kuat dan berumur panjang. Media yang digunakan harus mempunyai sifat
fisik dan kimia yang baik. Media pembibitan biasanya berupa campuran tanah dan bahan
organik dengan perbandingan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
media tanam terhadap pertumbuhan kecambah tanaman pala. Percobaan disusun dalam
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama yaitu komposisi
media tanam (K) terdiri dari tiga taraf yaitu K1 = pupuk organik 75% + 25% tanah, K2 =
pupuk organik 50% + tanah 50%, K3 = pupuk organik 25% + 75% tanah. Faktor kedua yaitu
ukuran kecambah (B) terdiri dari tiga taraf yaitu B1 = kecambah berukuran kecil (±4 cm),
B2= kecambah berukuran sedang (±7 cm), B3 = kecambah berukuran besar (±12 cm). Hasil
penelitian menunjukan bahwa perlakuan komposisi media tanam dan ukuran kecambah
berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanam pada 1-6 MST serta terjadi interaksi antar
perlakuan yang berpengaruh sangat nyata pada 1-3 MST terhadap tinggi tanaman,
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada 1-8 MST, dan berpengaruh nyata
terhadap diameter batang pada 1-3 MST. Perlakuan komposisi media tanam dan ukuran
kecambah hanya berpengaruh sampai dengan minggu ke-6 pada tinggi tanaman, berpengaruh
sampai dengan minggu ke-8 untuk jumlah daun, dan berpengaruh sampai dengan minggu ke-
3 untuk diameter batang. Ukuran kecambah yang menghasilkan bibit terbaik dan sesuai
dengan kriteria jual di pasaran minimal berukuran (± 7 cm) dan ditanam pada media (25%
pupuk kandang + 75% tanah) dan media (50% pupuk kandang + 50% tanah).
Kata kunci: komposisi media, pupuk organik, ukuran tanaman.
PENGARUH MEDIA PEMBIBITAN DAN UKURAN
KECAMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PALA
(Myristica fragrans HOUTT).
FACHRUL MAULANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul skripsi : Pengaruh Media Pembibitan dan Ukuran Kecambah Terhadap
Pertumbuhan Bibit Pala (Myristica fragrans HOUTT)
Nama : Fachrul Maulana
NIM : A24134014
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eny Widajati, M.S.
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 hingga bulan Agustus 2015 dengan
judul Pengaruh Media Pembibitan dan Ukuran Kecambah Terhadap Pertumbuhan
Bibit Pala (Myristica fragrans HOUTT).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Eny Widajati, M.S.
selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik.
Ungkapan terimakasih untuk seluruh keluarga atas doa dan dukungannya, teman-
teman Alih Jenis AGH 2013 dan AGH 48 Dandelion terimakasih atas segala
bantuan dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Hikmah Sari yang selalu memberi dukungan dan semangat selama menyusun
karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Fachrul Maulana
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Morfologi tanaman 3
Syarat tumbuh 3
Pembibitan 4
Media Tanam 4
METODE 4
Waktu dan Tempat 4
Bahan dan Alat 4
Metode Penelitian 5
Pelaksanaan Penelitian 6
Pengamatan 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum Percobaan 6
Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbbuhan Bibit Pala 7
SIMPULAN DAN SARAN 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 20
iii
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh ukuran kecambah dan
komposisi media terhadap tinggi bibit pala 8
2 Interaksi pengaruh ukuran kecambah dengan komposisi media tanam
terhadap tinggi bibit pala pada umur 1-3 MST 9
3 Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah daun bibit pala 10
4 Rata-rata jumlah daun bibit pala pada 1-9 MST 11
5 Rata-rata jumlah daun bibit pala pada 8-11 MST 11
6 Rekapitulasi hasil sidik ragam diameter batang bibit pala 12
7 Rata-rata diameter batang bibit pala pada 1-3 MST 12
8 Rata-rata diameter batang bibit pala pada 1-3 MST 13
DAFTAR GAMBAR
1 Ukuran kecambah pada awal penelitian 5
2 Serangan kutu putih pada bibit pala 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Iklim bulan April-Agustus 2015 18
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan
multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai
industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan produk ekspor dan digunakan
dalam industri makanan dan minuman. Selain itu minyak yang berasal dari biji,
fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik.
Indonesia merupakan pemasok biji dan fuli pala terbesar ke pasar dunia (sekitar
60%) serta mengungguli negara-negara pengekspor pala lainnya, seperti Grenada,
India, Sri Langka, dan Papua New Guinea (Bustaman 2008).
Volume ekspor pala di Indonesia berupa biji kering dan fuli kering pada
tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami fluktuasi. Ekspor pala tertinggi terjadi
pada tahun 2011 yakni mencapai 14.985 ton sedangkan pada tahun 2012 volume
ekspor pala mengalami penurunan menjadi 12.849 ton (Kementan 2014).
Penurunan mutu dan produksi pala di Indonesia disebabkan oleh usia
tanaman yang sedang berproduksi semakin tua, pemeliharaan yang jarang
dilakukan, penggunaan benih atau bibit yang tidak unggul, kelembagaan petani
yang lemah, dan mutu produksi yang rendah. Pemerintah Indonesia telah
mempersiapkan rencana untuk pengembangan potensi pala dalam rangka
peningkatan produksi pala nasional yakni dengan perluasan wilayah penanaman
pala, penggunaan bahan tanam yang unggul, dan pendampingan petani pala.
Perluasan lahan untuk bertanam pala pada tahun 2012 telah direncanakan sebesar
3.600 ha yang tersebar di lima provinsi di Indonesia, yaitu Maluku, Maluku Utara,
Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara (Ditjenbun 2012).
Keberhasilan usaha tani tanaman pala ditentukan oleh faktor penggunaan
bibit tanaman yang baik. Bibit pala yang digunakan berasal dari biji mempunyai
kelebihan sistem perakaran yang kuat dan berumur panjang. Bibit yang berasal
dari biji penting untuk menyediakan batang bawah dalam penyambungan untuk
memproduksi bibit okulasi. Perbanyakan tanaman pala dengan biji sering
mengecewakan, karena turunannya sering terjadi pemecahan sifat (segregasi).
Perbanyakan tanaman pala pada umumnya dilakukan secara generatif, karena
perbanyakan vegetatif belum memberikan hasil yang memuaskan (Arif 2011).
Produksi pala Indonesia pada tahun 2000 sekitar 20.000 ton yang dihasilkan pada
areal seluas 60.600 ha, sementara yang diekspor sekitar delapan ton biji pala dan
satu ton lebih fuli ke berbagai negara (Marzuki 2007).
Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan
tanah dan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara
yang dapat diserap tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman (Adianto 1993). Pemupukan
dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan satu atau beberapa unsur hara
untuk menjamin tingkat produksi tertentu. Jenis pupuk yang diberikan dapat
berupa pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik merupakan pupuk yang
dibuat dengan teknologi khusus di pabrik melalui perubahan-perubahan kimia dari
pupuk alam atau dari bahan dasar sederhana seperti pada pembuatan pupuk N
(Sutandi 1998). Contoh dari pupuk anorganik disini adalah pupuk Urea, SP36,
ZA, KCl, TSP dan lain-lain. Kandungan hara utama pada pupuk Urea dan ZA
2
adalah Nitrogen, pada SP36 dan TSP kandungan hara utamanya adalah Pospor,
dan untuk KCl kandungan hara utamanya adalah Kalium.
Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus menimbulkan pengaruh
yang kurang baik terhadap kondisi tanah dan mencemari air akibat residu yang
ditinggalkan. Dampak kurang baik dari penggunaan pupuk anorganik misalnya
tanah menjadi rusak, pencemaran air, polusi udara, dan keseimbangan alam
terganggu. Hal tersebut menyebabkan penggunaan bahan organik menjadi penting
(Aminah et al 2003).
Media yang digunakan untuk pembibitan harus mempunyai sifat fisik dan
kimia yang baik. Media pembibitan biasanya berupa campuran tanah dan bahan
organik dengan perbandingan tertentu. Lingkungan tumbuh untuk perakaran yang
optimal adalah media tanam yang menyediakan kebutuhan udara, air, dan hara
secara optimal. Hal tersebut dapat dipenuhi apabila kondisi struktur media tanam
memiliki keseimbangan porositas udara dan air yang baik. Pertumbuhan akar
dalam polybag sangat ditentukan oleh air dan nutrisi yang ada di dalamnya
(Erwiyono 2005). Komposisi media tanam yang biasa digunakan oleh petani
adalah campuran tanah, pasir dan pupuk kandang. Namun demikian perlu
dipelajari lebih lanjut komposisi media tanam yang lebih ringan tetapi tetap
menjamin pertumbuhan bibit pala yang optimal dengan mengurangi volume tanah
sebanyak 50%. Hardjowigeno (2007) kandungan unsur hara dalam kotoran ayam
adalah paling tinggi, karena bagian urinnya tercampur dengan bagian padat
(feses). Kotoran ayam mengandung nitrogen 3 kali lebih besar dari kotoran hewan
yang lain.
Hasil Penelitian (Engkus 2007) pada pertumbuhan bibit kakao yang diberi
50% kompos + 50% anorganik nyata lebih tinggi dibanding bibit yang diberi
100% anorganik. Berpengaruhnya perlakuan terhadap tinggi tanaman karena
faktor kompos. Hal tersebut disebabkan oleh semakin baiknya sifat kimia
(penambahan unsur hara), sifat fisik (perbaikan struktur tanah), dan biologi tanah
(perbaikan aktivitas mikroorganisme tanah). Perlakuan kombinasi pupuk kompos
dan anorganik juga berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman mulai umur 14
MSP. Dilihat dari jumlah daun pada umur 14 MSP hingga 18 MSP, aplikasi 100%
kompos mengahasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan
kombinasi pupuk kompos dan anorganik. Perlakuan 25% kompos + 75%
anorganik memberikan hasil terendah karena tinggi tanaman pada perlakuan
tersebut paling rendah. Pertumbuhan tanaman diduga berkolerasi positif dengan
jumlah daun. Makin cepat pertumbuhan tanaman, maka semakin banyak jumlah
daun yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk medapatkan media tanam dan ukuran
kecambah yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan bibit tanaman pala yang
baik.
Hipotesis
1. Perlakuan komposisi media dan ukuran kecambah dapat memberikan
pertumbuhan terbaik.
2. Ukuran kecambah kecil (±4 cm) mampu menyamai ukuran kecambah sedang
(±7 cm) dan ukuran kecambah besar (±12 cm) sehingga sesuai dengan kriteria
jual pasar.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi tanaman
Tanaman pala, Myristica fragrans Houtt. merupakan tanaman asli Indonesia
yang berasal dari pulau Banda Maluku (Reeve 2006) tetapi terdapat pada
beberapa pulau Maluku lainnya. Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman
perkebunan dan termasuk ke dalam famili Myristicaceae yang memiliki 18 genus
dan ±300 spesies. Indonesia merupakan pusat asal usul (center of origin) beberapa
spesies dari genus Myristica (Vavilov 2011). Genus Myristica merupakan genus
terbesar dan mempunyai 72 spesies.
Klasifikasi Myristica fragrans, Devisi : Spermatophyta, sub devisi :
Angiospermae, Class : dicotyledonae, ordo : Ramales, Famili : Myristicaceae,
Genus : Myristica, Spesies : Myristica fragrans HOUTT.
Tinggi batang 10-20 m, menjulang tinggi ke atas dan ke samping, mahkota
pohon meruncing, berbentuk pyramidal (kerucut), lonjong (silindris) dan bulat
dengan percabangan relatif teratur. Daun berwarna hijau mengkilap dan gelap,
panjang 4-5 cm , lebar 3-7 cm panjang tangkai daun 0,4-1,5 cm. Bentuk helaian
daun ini juga dapat untuk menditeksi jenis kelamin. Cara pembungaan pada pala
unisexual-dioecious, terdapat juga yang polygamaous/hermaphrodite. Pala
merupakan tanaman berumah dua (dioecous) dimana bunga jantan dan bunga
betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda. Dari 100 biji atau pohon palad
rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon hermaphorodite.
Buah pala berbentuk bulat lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan. Apabila
masak buah akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging buahnya/pericarp tebal
dan rasanya asam. Biji pala berbentuk bulat sampai lonjong panjangnya 1,5-4,5
cm dengan lebar 1-2,5 cm. Warna biji pala cokelat dan mengkilap pada bagian
luarnya. Kernel bijinya berwarna keputih-putihan. Fuli berwarna merah gelap dan
ada pula yang puih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala
(Wijastuti 2008).
Syarat tumbuh
Tanaman pala akan tumbuh baik pada daerah iklim tropis yang panas dan
lembab dengan suhu udara berkisar antara 25-30°C. Pada umumnya tanaman pala
sangat peka terhadap angin yang kuat/angin bayu, yang dapat merusak ujung
mahkota dan buah bisa berjatuhan sebelum masak petik (Rismunandar 1992).
Tanaman pala membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok
pada tanah vulkanis yang mempunyai pembuangan air yang baik. Tanaman pala
tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan
bahan organik yang tinggi. Keadaan tanah dengan kemasaman (pH) 5 - 6,5
merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan
kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Pada tanah-tanah yang
miring seperti pada lereng pegunungan agar tanah tidak mengalami erosi sehingga
tingkat kesuburannya berkurang, maka perlu dibuat teras-teras melintang lereng.
(Rismunandar 1992).
Tanaman pala juga membutuhkan iklim yang panas dengan curah hujan
yang tinggi dan agak merata/tidak banyak berubah sepanjang tahun. Suhu udara
lingkungan 20-30°C, sedangkan curah hujan terbagi secara teratur sepanjang
tahun. Tanaman pala tergolong jenis tanaman yang tahan terhadap musim kering
4
selama beberapa bulan. Tanaman pala dapat tumbuh baik di daerah yang
mempunyai ketinggian 500-700 m dpl. Sedangkan pada ketinggian di atas 700 m,
produksitivitas tanaman akan rendah (Prihatman 2000).
Pembibitan
Bibit merupakan bahan tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan.
Pembibitan merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan
bahan tanaman agar menjadi bibit yang bermutu dan berkualitas serta siap untuk
ditanam. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapang yang harus dimulai setahun
sebelum penanaman dimulai. Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit
berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah
selesai (Mangoensoekarjo et al 2008).
Keberhasilan usaha tani tanaman pala ditentukan oleh faktor penggunaan
bibit tanaman yang baik. Bibit pala yang digunakan berasal dari biji mempunyai
kelebihan sistem perakaran yang kuat dan berumur panjang. Bibit yang berasal
dari biji penting untuk menyediakan batang bawah dalam penyambungan untuk
memproduksi bibit okulasi. Perbanyakan tanaman pala dengan biji sering
mengecewakan, karena turunannya sering terjadi pemecahan sifat (segregasi).
Perbanyakan tanaman pala pada umumnya dilakukan secara generatif, karena
perbanyakan vegetatif belum memberikan hasil yang memuaskan (Arif 2011).
Media Tanam
Media yang digunakan untuk pembibitan harus mempunyai sifat fisik dan
kimia yang baik. Media pembibitan biasanya berupa campuran tanah dan bahan
organik dengan perbandingan tertentu. Lingkungan tumbuh untuk perkaran yang
optimal adalah media tanam yang menyediakan kebutuhan udara, air, dan hara
secara optimal. Hal tersebut dapat dipenuhi apabila kondisi struktur media tanam
memiliki keseimbangan porositas udara dan air yang baik. Pertumbuhan akar
dalam polybag sangat ditentukan oleh air dan nutrisi yang ada di dalamnya
(Erwiyono 2005).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor pada bulan April 2015 sampai bulan Agustus 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah kecambah yang berukuran kecil (±4 cm),
berukuran sedang (±7 cm), berukuran besar (±12 cm), pupuk NPK, pupuk
kandang ayam, insektisida, fungisida, dan tanah sebagai media tanam. Tanah yang
digunakan adalah tanah latosol Darmaga. Alat yang digunakan antara lain polybag
ukuran 35 cm x 35 cm, neraca analitik, cangkul, kored, ember, alat ukur, alat
pertanian dan jangka sorong.
5
Metode Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dua faktor. Faktor pertama yaitu komposisi media tanam (K) terdiri dari
tiga taraf yaitu K1 = pupuk organik 75% + 25% tanah, K2 = pupuk organik 50%
+ tanah 50%, K3 = pupuk organik 25% + 75% tanah. Faktor kedua yaitu ukuran
kecambah (B) terdiri dari tiga taraf yaitu B1 = kecambah berukuran kecil (± 4
cm), B2= kecambah berukuran sedang (± 7 cm) , B3 = kecambah berukuran besar
(± 12 cm). Kecambah sebelumnya di ukur terlebih dahulu sebelum di pindahkan
ke dalam media pembibitan untuk mengelompokan sesuai ukuran kecambah.
Pengukuran tinggi dilakukan dari permukaan tanah di persemaian sampai dengan
titik tumbuh.
Gambar 1 Ukuran kecambah pada awal penelitian
Percobaan terdiri atas 3 kombinasi perlakuan, yang masing-masing diulang
lima kali, sehingga seluruhnya terdapat 9 satuan percobaan. Masing-masing
satuan percobaan terdiri dari 5 ulangan atau tanaman sehingga jumlah seluruhnya
45 tanaman bibit pala. Analisis data dengan menggunakan rumus : Model linier :
Yijk : µ + Kk + αi + βj + (αβ)ij + єijk
Yijk : respon perlakuan komposisi media ke-i, fase kecambah ke-j dan
ulangan ke-k
µ : rataan umum percobaan
Kk : pengaruh ulangan ke-k
αi : pengaruh perlakuan komposisi media ke-i
βj : pengaruh perlakuan fase kecambah ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi komposisi media ke-i dan fase kecambah ke-j
єijk : galat percobaan dari komposisi media ke-I dan fase kecambah ke-j
Uji F dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar perlakuan.
Apabila hasil uji F berbeda nyata pada taraf 1% dan 5% maka dilakukan uji lanjut
DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui perlakuan yang terbaik.
Pengolahan data menggunakan software STAR dan Microsoft Excel.
6
Pelaksanaan Penelitian
Benih pala disemai terlebih dahulu di dalam bak semai. Persiapan
pembuatan media tanam berupa polybag ukuran 30 cm x 30 cm dengan kapasitas
8 kg, media tanah, kemudian pupuk organik. Pupuk organik yang digunakan yaitu
pupuk kandang ayam. Pencampuran media tanah dengan pupuk organik dilakukan
sesuai dengan perlakuan yaitu K1 = pupuk organik 75% + 25% tanah, K2 =
pupuk organik 50% + tanah 50%, K3 = pupuk organik 25% + 75% tanah.
Pemindahan bibit pala dilakukan pada pagi hari dengan tujuan agar daun pada
bibit tidak layu. Kecambah pala yang sesuai dengan perlakuan yaitu B1 =
kecambah pala berukuran kecil (±4 cm) , B2 = kecambah pala berukuran sedang
(±7 cm), dan B3 = kecambah pala berukuran besar (±12 cm) dipindah tanamkan
ke polybag yang telah diisi oleh media tanam sesuai dengan perlakuan.
Pemberian pupuk anorganik NPK diberikan setelah pindah tanam ke
polybag dengan dosis 25 gram per media tanam dan pemberian pupuk anorganik
selanjutnya dilakukan 2 minggu satu kali. Pembibitan ini dilakukan di dalam
green house dan dinaungi oleh paranet. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu
penyiraman dan pengendalian gulma secara manual.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu. Parameter yang diamati adalah
tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang. Tinggi tanaman diukur melalui
pangkal batang sampai titik tumbuh, jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah
daun yang telah berkembang sempurna, diameter batang diukur 5 cm dari atas
tanah dan diberi tanda untuk memudahkan pengamatan. Data cuaca, suhu dan RH
diamati di rumah kaca pada saat penelitian dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Pemindahan kecambah pala ke dalam polybag dilakukan pada bulan April,
penanaman bibit dilakukan di dalam green house Leuwikopo. Menurut BMKG
(2015) curah hujan rata-rata untuk daerah dramaga pada bulan April-Agustus
berkisar antara 112,4-206,1 mm dengan suhu rata-rata 25,8-26,2°C (Lampiran 1).
Pertumbuhan bibit pala secara keseluruhan tumbuh dengan baik sampai pada 9
MST. Hama dan penyakit mulai banyak menyerang pada saat 10 MST hingga 16
MST, sehingga sekitar 30% tanaman bibit pala mati.
Hama yang meyerang tanaman bibit pala yaitu kutu putih dan anai-anai
(rayap). Serangan kutu putih dapat menginfeksi tanaman dengan cara
mengintroduksi penyakit seperti penyakit yang disebabkan jamur, bakteri ataupun
virus ke bagian tanaman lain yang sehat atau dalam jaringan tanaman melalui
stiletnya. Serangan kutu putih menyebabkan berkurangnya vigor tanaman,
penurunan berat akar, tunas dan buah. Selain itu, embun madu yang dihasilkan
kutu putih dapat menjadi media pertumbuhan embun jelaga, sehingga
menghambat potensi fotosintesis tanaman (William 2004). Hama anai-anai mulai
menyerang dari akar tanaman, masuk ke pangkal batang dan akhirnya sampai ke
dalam batang. Gejala yang adalah bercak hitam pada permukaan batang, jika
7
bercak hitam itu dikupas, maka sarang dan saluran yang dibuat oleh anai-anai
(rayap) akan terlihat. Penyakit mulai timbul akibat dari kutu putih yang dapat
menginfeksi tanaman dengan cara mengintroduksi penyakit seperti penyakit yang
disebabkan jamur, bakteri ataupun virus ke bagian tanaman lain yang sehat atau
dalam jaringan tanaman melalui stiletnya (Gambar 2).
Pemeliharaan seperti pembersihan media tanaman dari gulma serta
penyiraman perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan supaya tanaman bibit pala
tumbuh baik. Penyiraman dilakukan setiap hari, karena tanaman bibit pala berada
di dalam green house, sehingga memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan
tanaman.
Komposisi media tanam yang menggunakan campuran pupuk kandang
ayam memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan campuran kompos. Menurut Melati et al (2005) pupuk kandang
ayam merupakan sumber hara penting karena mengandung nitrogen dan fosfor
yang lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya.
Gambar 2 Serangan kutu putih pada bibit pala
Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbbuhan Bibit Pala
Tinggi Tanaman
Perlakuan ukuran kecambah berpengaruh sangat nyata pada 1-6 MST
terhadap tinggi bibit, perlakuan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi bibit pala, dan interaksi perlakuan ukuran dan media tanam berpengaruh
sangat nyata pada 1-3 MST terhadap tinggi bibit (Tabel 1).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran kecambah pala berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi bibit hanya sampai 6 MST dan setelah itu tidak ada
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit pala. Perlakuan komposisi
media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit pala. Interaksi
antara perlakuan ukuran bibit dengan komposisi media tanam memberikan
pengaruh yang sangat nyata pada 1-3 MST terhadap pertumbuhan tinggi bibit
pala. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh perlakuan ukuran bibit yang diberikan
serta interaksi keduanya hanya berpengaruh nyata pada saat penanaman awal atau
masa vegetatif awal yaitu sampai pada minggu ke-3.
8
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh ukuran kecambah dan komposisi
media terhadap tinggi bibit pala
Minggu Perlakuan KK (%)
Ukuran Media ukuran x media
1 137,9762** 2,2482tn 15,6886** 4,32
2 136,4580** 2,3940tn 16,8340** 3,54
3 99,9787** 1,6007tn 12,6403** 3,52
4 63,2029** 5,4569tn 10,3572tn 6,75
5 105,6047** 38,8176tn 42,2336tn 9,90
6 104,1149** 27,7936tn 26,1722tn 12,16
7 31,1760tn 42,0140tn 24,2570tn 13,13
8 33,8642tn 37,2962tn 22,8352tn 13,07
9 63,6596tn 20,1442tn 11,3906tn 15,99
10 33,9927 tn 35,4500 tn 25,1027 tn 17,77
11 49,2296tn 76,3736tn 21,0812tn 17,67
12 72,1647tn 99,6887tn 58,8903tn 19,57
13 75,3380tn 106,8447tn 58,4077tn 19,71
14 76,0747tn 113,4327tn 59,2813tn 19,84
15 117,8207tn 117,5120tn 35,9177tn 20,79
16 59,4569tn 112,2282tn 71,8102tn 20,89
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5 %, ** = berpengaruh sangat
nyata pada taraf 1 %, tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman
Pada minggu ke-5 sampai 16 MST laju pertumbuhannya melambat untuk
tanaman yang berasal dari kecambah kecil (± 4 cm) + (75% O + 25% T),
kecambah kecil (± 4 cm) + (50% O + 50% T), kecambah kecil (± 4 cm) + (25%
O + 75% T), kecambah sedang (± 7 cm) + (75% O + 25% T), kecambah sedang
(± 7 cm) + (50% O + 50% T), kecambah sedang (± 7 cm) + (25% O + 75% T),
kecambah besar (± 12 cm) + (75% O + 25% T), kecambah besar (± 12 cm) +
(50% O + 50% T), dan kecambah besar (± 12 cm) + (25% O + 75% T). Hal ini
bisa saja disebabkan karena tanaman akan mulai memasuki fase tumbuh lambat
dan stabil. Tanaman bibit pala yang diberi perlakuan kecambah kecil + (75% O +
25% T) memiliki tinggi yang paling pendek dibandingkan dengan yang lainnya
tetapi masih terus bertambah pada 16 MST.
Interaksi antara perlakuan ukuran kecambah dan komposisi media terhadap
tinggi bibit pala pada 1-3 MST dapat dilihat pada. Kecambah dengan ukuran kecil
(± 4 cm) yang ditanam pada media (25% O + 75% T) pada minggu ke-3,
pertumbuhannya dapat menyamai kecambah ukuran sedang (± 7 cm) yang
ditanam pada media (25% O + 75% T) Perlakuan kecambah ukuran sedang (± 7
cm) yang ditanam pada media (75% O + 25% T) pada minggu ke-3 mampu
menyamai ukuran kecambah besar (± 12 cm) pada media (75% O + 25% T).
Interaksi perlakuan ukuran kecambah besar (± 12 cm) yang ditanam pada media
(50% O + 50% T) memiliki tinggi tanaman terbaik yaitu 15,3 cm pada 3 MST
(Tabel 2).
9
Tabel 2. Interaksi pengaruh ukuran kecambah dengan komposisi media tanam
terhadap tinggi bibit pala pada umur 1-3 MST
Minggu Media
Ukuran kecambah
Kecil (± 4 cm) Sedang (± 7 cm) Besar (± 12 cm)
....(cm)....
1 75% O + 25% T 5,3 b 12,1 a 11,9 a
50% O + 50% T 7,1 c 9,7 b 14,6 a
25% O + 75% T 8,7 b 9,6 b 12,8 a
2 75% O + 25% T 5,7 b 12,8 a 12,6 a
50% O + 50% T 7,6 c 10,1 b 15 a
25% O + 75% T 9,5 b 10,6 b 13,3 a
3 75% O + 25% T 7,3 b 13,1 a 12,6 a
50% O + 50% T 8,6 b 10,9 b 15,3 a
25% O + 75% T 10 b 10,8 b 13,5 a
Keterangan : Angka pada kolom dan baris yang sama diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%, O =
pupuk organik T = tanah. Angka yang diikuti huruf
diperbandingkan secara baris dan kolom.
Semua tanaman bibit pala yang ditanam pada berbagai komposisi media dan
ukuran kecambah yang berbeda-beda memiliki pola pertumbuhan yang sama.
Pertumbuhannya meningkat cepat pada saat 1-4 MST, laju pertumbuhannya
mencapai 1-3 cm. Pertumbuhan tinggi bibit pala cukup cepat pada saat 1-4 MST
dan cukup lambat laju pertumbuhannya pada saat 5-16 MST. Ashari (2006), pola
tumbuh suatu tanaman mengikuti kurva sigmoid yang terdiri atas beberapa fase
yaitu fase tumbuh lambat (kecambah), fase tumbuh exponensial (cepat), fase
tumbuh linier (cepat), fase tumbuh lambat dan fase tumbuh stabil. Media tanam
yang memberikan pertumbuhan tinggi tanaman secara optimal untuk seluruh
ukuran kecambah merupakan media 50% organik dan 50% tanah. Menurut
Hardjowigeno (2007) kandungan unsur hara dalam kotoran ayam adalah yang
paling tinggi, karena bagian urinnya tercampur dengan bagian padat (feses).
Kotoran ayam mengandung nitrogen 3 kali lebih besar dari kotoran hewan yang
lain. Ukuran kecambah kecil memberikan peningkatan yang paling signifikan
dibandingkan dengan kecambah ukuran sedang dan ukuran kecambah besar, dapat
dilihat pada umur 3 MST ukuran kecambah kecil memberikan pertambahan tinggi
yang paling cepat pada setiap minggunya dan hampir menyamai tinggi kecambah
pala ukuran sedang dan besar.
Jumlah Daun
Tabel 3 menunjukan perlakuan ukuran kecambah tanaman pala berpengaruh
sangat nyata pada 1-8 MST dan berpengaruh nyata pada 9 MST serta perlakuan
komposisi media tanaman berpengaruh nyata pada 8-12 MST sedangkan interaksi
antara perlakuan ukuran kecambah dan komposisi media tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun bibit tanaman pala. Hasil penelitian Sadikin (2004) jenis
pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 6 sampai 8 MST.
Pada saat panen, pupuk kandang sapi menyebabkan rataan jumlah daun terbanyak
yaitu 268 daun/tanaman sedangkan pupuk kandang kambing menyebabkan
jumlah daun yang paling sedikit yaitu 249 daun/tanaman. Pemberian pupuk N
10
secara nyata meningkatkan jumlah daun pada 8 sampai 18 MST. Namun pada 22
MST, pemberian pupuk N tidak meningkatkan jumlah daun secara nyata dengan
rataan jumlah daun terbanyak diperoleh oleh dosis 135 kg N/ha yaitu sebanyak
268/tanaman. Hal tersebut menunjukan pupuk organik secara nyata mendorong
pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada penelitian pembibitan pala pupuk kandang
ayam secara nyata mendorong pertumbuhan vegetatif bibit pala yaitu
pertambahan jumlah daun bibit pala.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam jumlah daun bibit pala
Minggu Perlakuan KK (%)
Ukuran Media Ukuran x Media
1 39,8000** 1,0667tn 0,4667tn 3,80
2 36,4667** 2,0667tn 0,1333tn 4,51
3 37,3556** 2,1556 tn 0,2222 tn 4,51
4 33,8667** 0,8667tn 0,7333tn 5,27
5 34,0667** 1,2667 tn 1,5333 tn 7,35
6 27,2889** 3,7556tn 0,7889tn 8,89
7 29,0667** 3,7556tn 2,3556 tn 8,97
8 16,0889** 13,4222* 3,9889tn 8,67
9 11,6222* 11,0222* 2,3556 tn 9,20
10 15,2889tn 12,4222* 2,7556tn 10,48
11 13,0889tn 30,6889* 1,2889tn 10,93
12 17,0889tn 30,0222tn 6,9889tn 12,97
13 18,4222tn 35,8222tn 6,4889 tn 13,50
14 18,2889tn 34,8222tn 7,6556 tn 13,63
15 29,6222tn 29,7556tn 2,1889 tn 14,16
16 17,6222tn 37,9556tn 10,6889tn 13,58
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5 %, ** = berpengaruh sangat
nyata pada taraf 1 %, tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman
Ukuran kecambah sedang (±7 cm) memberikan rata-rata jumlah daun
tertinggi diantara perlakuan ukuran kecambah kecil (±4 cm) dan ukuran kecambah
besar (±12 cm), ukuran kecambah sedang (±7 cm) memiliki rata-rata 2,8 helai
daun pada umur 1 MST dan terus bertambah hingga pada umur 9 MST yang
mencapai 4,27 helai daun (Tabel 4).
Pertambahan rata-rata jumlah daun ukuran kecambah kecil (±4 cm) stabil
yaitu pada 1 MST memiliki rata-rata daun 0,2 helai daun dan terus bertambah
hingga memiliki rata-rata jumlah helai daun 2,2 pada umur 9MST. Ukuran
kecambah kecil pada akhir pengamatan tidak mampu menyamai jumlah daun
ukuran kecambah sedang dan besar. Pada ukuran kecambah besar (±12 cm)
pertumbuhan jumlah helai daun menurun disebabkan daun tanaman mengalami
kerontokan akibat serangan hama dan penyakit yang menyerang pada bibit pala.
Gejala pada batang ditandai dengan bercak hitam yang mempunyai lingkaran
sepusat. Jika infeksi dekat percabangan, cabang akan mudah patah. Massa spora
berwarna hitam terbentuk pada permukaan jaringan yang terinfeksi.
11
Tabel 4. Rata-rata jumlah daun bibit pala pada 1-9 MST
Minggu Ukuran kecambah
Kecil (± 4 cm) Sedang (± 7 cm) Besar (± 12 cm)
1 0,2 b 2,8 a 3,2 a
2 0,3 b 3 a 3 a
3 0,3 b 3 a 3 a
4 0.7 b 3,4 a 3 a
5 1 b 3,7 a 2,8 a
6 1,2 b 3,8 a 2,8 a
7 1,4 b 4 a 3 a
8 2,1 b 4,2 a 2,7 b
9 2,2 b 4,2 a 2,1 b
Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%, angka yang diikuti
huruf diperbandingkan secara baris.
Pertambahan rata-rata jumlah daun bibit pala pada 1 MST sampai 16 MST
berkisar antara 2-5 helai daun. Jumlah daun semua tanaman cenderung bertambah
hingga 16 MST. Komposisi media (50% pupuk kandang + 50% tanah)
memberikan pertumbuhan jumlah daun terbaik yaitu dengan rata-rata 4 helai
daun, media (75% pupuk kandang + 25% tanah) memiliki jumlah daun dengan
rata-rata 1,8 helai daun sampai umur 11 MST, sedangkan media (25% pupuk
kandang + 75% tanah) memiliki jumlah daun dengan rata-rata 2 helai daun
sampai umur 11 MST (Tabel 5).
Tabel 5 Rata-rata jumlah daun bibit pala pada 8-11 MST
Minggu
Media
(75% pupuk
kandang + 25%
tanah)
(50% pupuk
kandang + 50%
tanah)
(25% pupuk kandang +
75% tanah)
8 2,2 b 4 a 2,8 ab
9 2 b 4 a 2,6 ab
10 1,9 b 4,1 a 2,2 b
11 1,8 b 4,4 a 2 b
Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%, angka yang diikuti
huruf diperbandingkan secara baris.
Kriteria bibit pala yang dijual dipasaran adalah bibit pala yang berumur 4-6
bulan dengan jumlah daun 2-6 helai daun dan tinggi bibit mencapai 9-12 cm.
Harga satuan bibit pala berkisar antara Rp. 8000-10000/bibit (Amiri 2015). Bibit
pala hasil dari penelitian pada minggu ke-16 yang menghasilkan bibit sesuai
kriteria penjualan bibit di pasaran adalah kombinasi perlakuan ukuran kecambah
sedang (± 7 cm) dan ukuran kecambah besar (± 12 cm) dengan media (50% pupuk
kandang + 50% tanah) dan media (25% pupuk kandang + 75% tanah). Ukuran
kecambah kecil (± 4 cm) serta media (75% pupuk kandang + 25% tanah) belum
cukup untuk memenuhi kriteria jual dipasaran dalam segi tinggi tanaman dan
jumlah daun.
12
Diameter Batang
Tabel 6 menunjukan bahwa perlakuan ukuran kecambah pala memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap diameter bibit pala yaitu pada 1 MST dan
berpengaruh nyata pada 2-3 MST. Komposisi media berpengaruh nyata pada saat
11-16 MST.
Ukuran kecambah besar memberikan rata-rata pertambahan diameter
tertinggi yaitu 2,8 mm hingga umur 3 MST, untuk ukuran kecambah sedang
memiliki rata-rata pertambahan diameter 2,6 mm hingga umur 3 MST, sedangkan
ukuran kecambah kecil memiliki rata-rata diameter 2,3 mm hingga umur 3 MST
(Tabel 7).
Tabel 6 Rekapitulasi hasil sidik ragam diameter batang bibit pala
Minggu Perlakuan KK (%)
Ukuran Media Ukuran x media
1 1,5870 ** 0,0743tn 0,1038tn 1,96
2 0,8668* 0,1897tn 0,1914tn 2,04
3 1,0146* 0,1062tn 0,0463tn 2,29
4 0,8849tn 0,4496tn 0,1012tn 3,04
5 1,1160tn 0,7140tn 0,8863tn 4,62
6 2,1781tn 0,1556tn 0,5984tn 5,05
7 1,0860tn 0,4874tn 0,8339tn 5,78
8 0,9267tn 1,5639tn 0,8178tn 5,75
9 2,5455tn 1,2433tn 0,6235tn 6,48
10 1,3131tn 2,6848tn 1,5034tn 6,92
11 2,9063tn 5,2628* 0,8922tn 6,55
12 3,7023tn 6,3154* 3,7601tn 7,00
13 3,7553tn 7,4497* 3,6159tn 7,33
14 4,0680tn 8,4770* 3,4335tn 7,38
15 5,4480tn 8,1210* 1,5579tn 7,60
16 2,7630tn 8,2300* 3,4345tn 7,81
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5 %, ** = berpengaruh sangat
nyata pada taraf 1 %, tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman
Tabel 7 Rata-rata diameter batang bibit pala pada 1-3 MST
Minggu Ukuran kecambah
Kecil (± 4 cm) Sedang (± 7 cm) Besar (± 12 cm)
1 2,1 b 2,5 a 2,8 a
2 2,2 b 2,5 a 2,7 a
3 2,3 b 2,6 ab 2,8 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%, angka yang diikuti
huruf diperbandingkan secara baris.
Ukuran kecambah kecil (± 4 cm) memiliki rata-rata diameter terkecil
dibandingkan perlakuan ukuran lainnya, tetapi memiliki laju pertambahan
diameter batang yang cepat, sedangkan ukuran kecambah sedang (± 7 cm) dan
13
ukuran kecambah besar (± 12 cm) mununjukan laju pertambahan diameter yang
lambat. Hal tersebut menunjukan ukuran kecambah kecil memiliki pertumbuhan
yang cepat pada masa vegetatif awal dan mampu menyamai ukuran kecambah
sedang (± 7 cm) pada minggu ke-3. Hal ini sesuai dengan Lingga dan Marsono
(2004) yang menjelaskan bahwa peranan nitrogen bagi tanaman adalah untuk
merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun
serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau yang
berguna bagi fotosintesis. Sulistyo (2002) menyatakan bahwa terdapat korelasi
positif antara tinggi tanaman dengan diameter batang tanaman. Tanaman yang
memiliki tinggi tanaman yang tinggi cenderung memiliki diameter batang yang
besar. Menurut Syahibullah (2006) diameter batang yang besar akan lebih tahan
terhadap deraan angin kencang dan mudah menahan beban buah yang banyak.
Komposisi media (50% pupuk kandang + 50% tanah) memiliki rata-rata
diameter tertinggi yaitu 2,92 mm pada umur 16 MST, untuk komposisi media
(25% pupuk kandang + 75% tanah) memiliki rata-rata diameter batang 2,75 mm
pada umur 16 MST, sedangkan komposisi (75% pupuk kandang + 25% tanah)
memiliki rata-rata diameter batang 2,60 mm dan merupakan yang terkecil diantara
semua perlakuan (Tabel 8).
Tabel 8 Rata-rata diameter batang bibit pala pada 11-16 MST
Minggu
Media
(75% pupuk kandang
+ 25% tanah)
(50% pupuk kandang
+ 50% tanah)
(25% pupuk kandang
+ 75% tanah)
11 2,3 b 2,6 a 2,3 b
12 2,2 b 2,6 a 2,4 b
13 2,4 b 2,7 a 2,5 b
14 2,4 b 2,7 a 2,5 b
15 2,5 b 2,8 a 2,6 b
16 2,6 b 2,9 a 2,7 b
Keterangan : Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%, angka yang diikuti
huruf diperbandingkan secara baris.
Media (50% pupuk kandang + 50% tanah) merupakan komposisi media
paling optimum untuk pertambahan diameter bibit pala. Komposisi media (75%
pupuk kandang + 25% tanah) pada minggu ke-16 pertumbuhannya sama dengan
komposisi media (25% pupuk kandang + 75% tanah) (Tabel 8). Menurut
Nakasone dan Paull (1999) kecepatan pertumbuhan diameter batang dipengaruhi
oleh ketersediaan unsur hara N, P, pengairan dan temperatur.
Penelitian Utami (2013) tentang pengaruh komposisi media tanam terhadap
pertumbuhan bibit pepaya menunjukan hasil yang sama untuk komposisi media
pupuk kandang + tanah + cocopeat menghasilkan diameter batang bibit paling
besar yang tidak berbeda dengan media tanah + pupuk kandang + arang sekam.
Komposisi media tanah + kompos memiliki diameter batang terkecil, berdasarkan
analisis kandungan hara komposisi media tanah + kompos memiliki kandungan N
dan P yang rendah sehingga menghasilkan diameter batang terkecil. Hal ini
diduga kecepatan pertumbuhan diameter batang dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur hara N, P, pengairan dan temperatur.
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan komposisi media tanam dan ukuran kecambah hanya
berpengaruh sampai dengan minggu ke-6 pada tinggi tanaman, berpengaruh
sampai dengan minggu ke-8 untuk jumlah daun, dan berpengaruh sampai dengan
minggu ke-3 untuk diameter batang. Ukuran kecambah untuk menghasilkan bibit
terbaik minimal berukuran (± 7 cm) dan ditanam pada media dengan komposisi
pupuk kandang ayam : tanah = 1:1.
Saran
Penggunaan ukuran kecambah yang seragam serta media tanam pupuk
kandang ayam dan tanah 1:1 akan lebih optimal untuk pertumbuhan bibit pala
yang sesuai dengan kriteria jual pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi Pertanian, Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan
Insektisida. Penerbit Alumni. Bandung.
Amiri. 2015. Penjualan Bibit Pala Berkualitas. http://amiribogor.com/?e=6. [22
Juli 2016].
Aminah S, Soedarsono B, dan Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta (ID). 21 hal.
Arif N. 2011. Pembibitan Tanaman Pala Secara Generatif.
http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pembibitan-tanaman-pala-secara-
generatif. [9 Maret 2014]
Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI Pr.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data Iklim
Bulanan Tahun 2015. Bogor. BMKG
Bustaman S. 2008. Prospek Pengembangan Minyak Pala Banda Sebagai
Komoditas Ekspor Maluku. 2008. J Litbang Pertanian. Hal 27(3)
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Perluasan
Tanaman Pala Tahun 2012. Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan,
Kementerian Pertanian.
Engkus. 2007. Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kompos dan Pupuk Norganik
Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao, Nilam, dan Jarak Pagar. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Erwiyono R. 2005. Alasan Penambahan Pupuk Kandang dan Pasir pada Media
Tanam di Pembibitan. Waplusit kopi dan Kakao. Jember. Hal 29-35.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Ekspor pala per negara tujuan.
http://database.deptan.go.id /eksim/index1.asp. [8 Juni 2014].
Lingga P dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Redaksi
Agromedia.
Mangoensoekerjo S. Dan H. Semangun. 2008. Mnajemen Agribisnis Kelapa
Sawit. Universitas Gajah Mada press. Yogyakarta. 605 hal.
15
Marzuki I. 2007. Karakteristik Produksi, Proksimat Atsiri Pala Banda. Makalah
pada Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik
Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Maluku, 29- 30 Oktober
2007. BPTP Maluku, Ambon.Melati M, Andriyani W. 2005. Pengaruh
pupuk kandang ayam dan pupuk hijau Calopogonium mucunoides terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang dibudidayakan secara
organik. Bul Agron. 33(22):8-15.
Mulyani M. dan A. Kastasapoetra. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka
Cipta. Jakarta. 214 hal.
Nakasone HY dan Paull RE. 1999. Crop Production Science in Horticulture. CAB
Internasional, Wallingford (US).
Nurdjannah N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Jakarta. 57 hal.
Prihatman K. 2000. Pala. www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pala. [16 Maret
2014]
Utami R D. 2013. Pertumbuhan Bibit Pepaya Pada Berbagai Komposisi Media
Tanam. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Revee D. 2006. Material profiles, the Spice trail: Nutmeg, origin, cultivation and
processing. Naturals.
Sadikin S. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Jenis Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nilam. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rismunandar. 1992. Budidaya dan Tataniaga Pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sadikin S. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk N dan Jenis Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nilam. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sulistyo A. 2002. Karakterisasi morfologi 15 genotipe pepaya (Carica papaya L.)
hasil eksplorasi PKBT. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sutandi A. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Bogor (ID). 279 hal.
Syahibullah A. 2006. Evaluasi hasil dan kualitas buah hibrida pepaya, pendugaan
nilai heterosis serta daya gabung tetuanya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Wijastuti S. 2008. Pedoman teknis budidaya pala.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/mengenal-tanaman-pala-myristica-
fragrans-houtt. [16 Maret2014].
Williams DJ. 2004. Mealybugs of southern Asia. The Natural History Museum,
London.
Vavilov N I. 2011. Center of origin for corp plants. Lecturer 5.
http://www.hort.purdue.edu/newcorp/Hort_306/text. [7 Desember 2014].
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan Di Bandung tanggal 10 Januari 1993, sebagai anak
pertama dari pasangan Yaya Zakaria dan Enung Nurhayati. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih V pada tahun
2004. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan Madarasah Tsanawiyah di Ma’had
Darul Arqam Garut dan pada tahun 2010 penulis lulus di Madrasah Aliyah
Ma’had Darul Arqam Garut. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program
Keahlian Teknologi Industri Benih (TIB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Pada tahun 2013 penulis melanjutkan Studi di Program Alih Jenis
Institut Pertanian Bogor dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian.
Penulis aktif dalam kegiatan kampus dan non-kampus selama mengikuti
masa perkuliahan. Penulis pernah menjadi panitia Masa Perkenalan Departemen
(MPD) dan panitia Lintas Desa (LD) departemen Agronomi dan Hortikultura
tahun 2014. Penulis juga aktif dalam bidang olahraga basket dan rutin mengikuti
kompetisi antar Departemen, Fakultas, dan Universitas. Prestasi yang pernah
diraih dalam basket yaitu juara 2 antar Departemen di Fakutas Pertanian, dan
juara 3 antar Universitas khususnya untuk Fakultas Pertanian.
top related