oleh m assiddihq d21114503 - digilib.unhas.ac.id
Post on 17-Mar-2022
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR
ANALISIS UNJUK KERJA GROUND HEAT EXCHANGER TIPE SPIRAL
OLEH
M ASSIDDIHQ
D21114503
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
TUGAS AKHIR
ANALISIS PENGARUH DEBIT AIR TERHADAP UNJUK
KERJA GROUND HEAT EXCHANGER VERTIKAL TIPE
SPIRAL
OLEH
M ASSIDDIHQ
D21114503
Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Mesin pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
iii
ABSTRAK
M ASSIDDIHQ., Analisis Unjuk Kerja Ground Heat Exchanger Tipe
Spiral (dibimbing oleh Jalaluddin dan Rustan Tarakka).
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui (1) Rancang Bangun Ground
Heat Exchanger (GHE) Tipe Spiral. (2) Unjuk Kerja GHE Vertikal Tipe Spiral.
Ground Heat exchanger merupakan bagian terpenting pada system Ground
Source cooling System dan Ground source heat pump bertujuan untuk
menukarkan panas pada tanah. Ground heat exchanger tipe spiral menarik
perhatian bagi para peniliti beberapa tahun terakhir. Dilakukan berbagai variasi
debit aliran air dan temperatur inlet pada GHE. Penelitian mengenai unjuk kerja
ground heat exchanger tipe spiral dengan kedalaman rendah telah dilakukan di
Departemen Mesin fakultas Teknik universitas Hasanuddin Gowa dimana GHE
tipe spiral ditanam pada kedalaman 4 m didalam tanah. GHE dipasang secara
vertikal dengan model seri dan parallel. Dilakukan pengukuran pada temperatur
masuk air dan temperature keluar air GHE serta temperatur tanah dan dicatat
secara berkala
Laju perpindahan panas GHE pada Ground source cooling system (GSCS)
untuk temperatur 45oC model seri 153,22 W/m dan model parallel 249,02 W/m
jadi temperatur 45oC pada model parallel memberikan unjuk kerja yang lebih baik
dibanding model seri.
Kata kunci : Ground Heat Exchanger, Heat exchange rate, seri, parallel.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya agar saya selaku penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi
ini yang menjadi salah satu syarat kelulusan Departemen mesin,Fakultas Teknik,
Universitas hasanuddin dan salawat serta salam kita sampaikan kepada junjungan
kita nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat islam ke kehidupan yang
lebih beradap..
Saya menyadari dalam menyelesaikan skripsi dan penelitian ini tidaklah
mudah,banyak hambatan dan masalah yang dihadapi hingga sampai ke titik ini.
Namun berkat doa dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya penelitian dan
skripsi ini telah selesai
Oleh karena ini dengan penuh rasa hormat dan tulus saya selaku penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr-Eng. Jalaluddin Haddada,
S.T.,M.T. selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Rustan Tarakka, S.T.,M.T
selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan sangat banyak pelajaran
berharga bagi saya, yang tidak bisa ternilai harganya dengan apapun, meluangkan
waktu dan tenaganya, dan juga memberikan motivasi dan ide-ide kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tak lupa secara khusus penulis haturkan ucapan terimakasih kepada
Ayahanda sekaligus motivasi hidup saya Sabda Darmawis yang telah memberikan
sangat banyak pelajaran berharga kepada saya dan Ibunda Musriah yang telah
merawat saya tampa lelah dari kecil hingga saat ini, dan memberikan semangat
serta dukungan yang tidak ada habisnya kepada saya, dan juga kepada Kakek –
Kakek dan Nenek saya Mustakim Todeng Dg Naba dan Sahari Dg Ngai (alm)
(orang tua ibu), Darmawis dan Hj Rallung (alm) (orang tua ayah) yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada saya, serta keluarga besar yang
namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu yang selalu ada memberikan
dukungan kepada saya.
v
Pada kesempatan ini pula perkenankan penulis menghaturkan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penelitian dan skripsi ini, ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dwia Aris Tina Pulubuhu, selaku Rektor Universitas Hasanuddin
beserta stafnya.
2. Bapak Dr.Ir. Muhammad Arsyad, M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Dr.Ir.H. Ilyas Renreng.,M.T. selaku Ketua Departemen Mesin FT-UH
4. Bapak Ir.Muh Yamin, M.T.(alm) selaku penasehat akademik yang telah
membimbing dan membantu penulis selama menjalani studi.
5. Seluruh dosen penguji, bapak Ir. Baharuddin Mire, MT, bapak Dr. Eng Andi
Amijoyo.ST,MSC, dan bapak Ir.Machmud syam, DEA yang telah
memberikan masukan untuk menyempurnakan skripsi saya.
6. Sulaiman selaku ketua angkatan RADI14TOR yang tak pernah berhenti
memberikan support kepada saya secara khusus.
7. M Anis Illahi R sebagai partner dalam penelitian ini serta teman kos wira,
Rahman, Hencit, Irwan, dan Abdillah Ramadhan yang selalu memberikan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Asri Novhandi, Mahathir Ramadhani, Nurdiniah Abdi, Egif, Muh Aidul
Chandra, Husain ramadhan yang selalu memberikan motivasi hingga saat ini.
9. Keluarga besar Lojank 09 yang selalu memberikan dukungan
10. Seluruh teman–teman mahasiswa Jurusan Mesin khususnya Angkatan ’14
RADIATOR. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya serta semangat.
11. Terima kasi kepada teman-teman KMMT yang telah memberi dukungan
12. Teman-teman laboratorium Energi Terbarukan,(Anis,kipli,bahrun, adnan, ari)
13. Keluarga besar KKN gelombang 96 Kab. Sidrap kecamatan Watangpulu
14. Keluarga besar KKN gelombang 96 posko kel. Bangkai serta bapak dan ibu
posko
15. Keluarga Anti Baper yang selalu memberi dukungan dan semangat
16. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu.
vi
Semoga Allah swt membalas kebaikan kalian semua baik dengan pahala
ataupun rejeki.penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga penulis dengan sangat terbuka menerika keritikan dan saran yang
membangun untuk memperbaiki skripsi ini kedepanya, agar berguna bagi
pembaca nantinya
Gowa, 10 April 2019
M Assiddihq
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGSAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR TABEL...................................................................................... xi
NOMENKLATUR .................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah .................................................................................. 3
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ground Source Cooling System ......................................................... 5
2.1.1. Ground Source Heat Pump .............................................................. 6
a. Groundwater Heat Pump system ............................................................ 7
b. Surface Water Heat Pump system .......................................................... 7
c. Ground Couple Heat Pump system ........................................................ 8
2.1.2 Ground Heat Exchanger. ................................................................... 8
2.1.3 Ground Heat Exchanger vertikal dan horisontal ............................... 10
2.1.4 Ground Heat Exchanger Tipe Spiral. ................................................ 12
2.2. Profil Ground fakultas teknik ......................................................... 14
2.3. Pipa Polyethylene – Aluminium – Polyethylene ................................ 15
2.4. Perpindahan Panas ............................................................................ 16
a. Konduksi ................................................................................................ 17
b. Konveksi ................................................................................................ 17
viii
2.5. Heat exchanger rate ........................................................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penilitian .......................................................... 20
3.2. Alat yang digunakan ......................................................................... 20
a. Water circulating bath ............................................................................ 20
b. Pompa ..................................................................................................... 19
c. Pipa ......................................................................................................... 21
d. Data Logger ........................................................................................... 23
e. konektor .................................................................................................. 24
f. Wadah dan stopwatch ............................................................................. 24
3.3. Eksperimental set-up ........................................................................ 24
3.3.1. Skema Instalasi Pengujian dan Titik Pengukuran ............................ 26
3.4. Metode Pengambilan Data ............................................................... 27
3.4.1. Prosedur pengambilan data eksperimental ....................................... 28
3.5. Prosedur Penelitian ........................................................................... 29
3.6. Flow Chart Penelitian ....................................................................... 30
3.7. Jadwal Penelitian .............................................................................. 21
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan unjuk kerja GHE tipe spiral ....................................... 32
4.2. Distribusi temperatur terhadap waktu ............................................ 36
4.3. Hubungan heat exchange rate terhadap waktu ............................. 42
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 50
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 :Skema GSCS open loop .................................................................. 5
Gambar 2.2 :Skema Horisontal dan vertikal GSCS close loop ............................ 6
Gambar 2.3 : Jenis Ground source heat pump ...................................................... 8
Gambar 2.4: Tampa katas GHE U tube Double tube dan Multi Tube ................. 9
Gambar 2.5: GHE U tube, Double tube dan Multi tube........................................ 10
Gambar 2.6: GHE Spiral tube .............................................................................. 10
Gambar 2.7: Horisontal dan Vertikal GHE ......................................................... 11
Gambar 2.8: Inlet outlet pipa spiral....................................................................... 12
Gambar 2.9: Spiral koil ......................................................................................... 14
Gambar 10 : Profil tanah ...................................................................................... 14
Gambar 2.11: Pipa spiral ...................................................................................... 15
Gambar 2.12: Konduksi pada dinding .................................................................. 17
Gambar 2.13: Konveksi pada permukaan balok yang panas ke udara ................. 18
Gambar 2.14: Pendinginan telur dengan konveksi bebas ..................................... 18
Gambar 3.1: Water Circulating Bath ................................................................... 20
Gambar 3.2: Pompa Shimizu ................................................................................ 21
Gambar 3.3: Spesifikasi Pompa shimizu .............................................................. 22
Gambar 3.4: Pex – Al - Pex ................................................................................. 23
Gambar 3.5: Data Logger ..................................................................................... 23
Gambar 3.6 : Konektor .......................................................................................... 24
Gambar 3.7 : Wadah dan Stopwatch ..................................................................... 24
Gambar 3.8: GHE tipe spiral ................................................................................. 25
Gambar 3.9: Skema instalasi pengujian pengukuran ........................................... 26
Gambar 3.10: Diagram alir penelitian .................................................................. 30
Gambar 4.1 : Distribusi temperature 35oC GHE model seri ....................................... 37
Gambar 4.2: Distribusi temperature 40oC GHE model seri ................................. 37
Gambar 4.3: Distribusi temperatur 45oC GHE model seri ................................... 38
x
Gambar 4.4: Distribusi temperature 35oC GHE model paralel ................................... 39
Gambar 4.5 : Distribusi temperature 40oC GHE model paralel ................................. 40
Gambar 4.6: Distribusi temperature 45oC GHE model paralel ................................... 40
Gambar 4.7: Heat exchange rate model seri ........................................................ 42
Gambar 4.8: Heat exchanger rate model parallel ................................................ 44
Gambar 4.9: Heat exchanger rate tiap spiral parallel 35oC ................................. 45
Gambar 4.10: Heat exchanger rate tiap spiral parallel 40oC ............................... 46
Gambar 4.11: Heat exchanger rate tiap spiral parallel 45oC ............................... 46
Gambar 4.11: Hubungan heat exchange rate model seri dan parallel terhadap
waktu dengan variasi temperature ............................................... 47
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Tanah ............................................................................... 15
Tabel 3.1. Spesifikasi Large Capacity Circulating Bath ...................................... 21
Tabel 3.2. Parameter material thermal properties pex – al - pex ......................... 25
Tabel 3.3. Jadwal penelitian .................................................................................. 31
Lampiran 1. Tabel properties tanah
Lampiran 2. Tabel properties pipa PEX – AL – PEX
Lampiran 3. Tabel Properties of miscelaneous Material
Lampiran 4. Tabel Properties of saturated Water
Lampiran 5. Tabel Data Pengukuran
1. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model paralel temperatur 35OC
debit 3,5 L/min tanggal 20 Juli 2019
2. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model paralel temperatur 40OC
debit 3,4 L/min tanggal 24 Maret 2019
3. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model paralel temperatur 45OC
debit 3,5 L/min tanggal 21 Juli 2019
4. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model seri temperatur 35OC debit
3,5 L/min tanggal 15 Juli 2019
5. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model seri temperatur 40OC debit
3,4 L/min tanggal 13 Maret 2019
6. Data pengukuran Ground Heat Exchanger model seri temperatur 45OC debit
3,5 L/min tanggal 25 Juni 2019
Lampiran 6. Tabel Data Hasil Perhitungan
1. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model paralel temperatur
35OC debit 3,5 L/min tanggal 20 Juli 2019
2. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model paralel temperatur
40OC debit 3,4 L/min tanggal 24 Maret 2019
3. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model paralel temperatur
45OC debit 3,5 L/min tanggal 21 Juli 2019
4. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model seri temperatur 35OC
debit 3,5 L/min tanggal 15 Juli 2019
5. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model seri temperatur 40OC
debit 3,4 L/min tanggal 13 Maret 2019
6. Data hasil perhitungan Ground Heat Exchanger model seri temperatur 45OC
debit 3,5 L/min tanggal 25 Juni 2019
xii
NOMENKLATUR
Cp : Panas spesifik ( J/kg oC)
: Laju aliran massa (kg/s)
Din : Diameter dalam pipa (m)
Dout : Diameter luar pipa (m)
L : Kedalaman lubang GHE (m)
Q : Heat exchange rate (W)
: Perbedaan temperatur masuk dan keluar (oC)
V : Kecepatan fluida (m/s)
A : Luas penampang (m2)
Q : Debit (L/m)
Tin : Temperatur air masuk (oC)
Tout : Temperatur air keluar (oC)
: Heat exchange rate per satuan kedalaman lubang GHE (W/m)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan energi panas bumi telah diakui sebagai solusi yang
memungkinkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida
(CO2 ), sulfur dioxide (SO2), dan nitrogen oxides (NOx) di atmosfer. Berdasarkan
data American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers
(ASHRAE) (ASHRAE, 2011) untuk temperatur yang tinggi diatas 150oC
digunakan untuk memproduksi listrik sementara untuk ground source heat pump
(GSHP) umumnya dibawah 32oC.
Dalam aplikasi GSHP, umumnya sumber energi panas bumi yang digunakan
adalah untuk pemanasan dan pendinginan ruang, penyediaan air panas dan pada
sektor pertanian. Sistem GSHP adalah sistem yang menggunakan tanah, air tanah,
dan air permukaan sebagai media penghantar panas. Sedangkan pengaplikasian
GSHP umumnya pada pemanasan dan pendinginan ruang pada bangunan dan
perumahan komersial. Adapun tipe sistem GSHP antara lain Ground Couple Heat
Pump (GCHP), Ground Water Heat Pumps (GWHP), Surface Water Heat Pumps
(SWHP). GCHP selanjutnya dikategorikan secara horizontal dan vertikal sesuai
dengan desain Ground Heat Exchanger (GHE) Sistem GHE digunakan di GSHP
untuk menukar panas dimana tanah sebagai media perpindahan panas. Sistem
GSHP memberikan efesiensi yang lebih tinggi dari pada sistem Air Source Heat
Pump konvensional (ASHP) (Kavanaugh & Rafferty, 2015).
2
Dalam cuaca panas seperti di indonesia, sistem GSHP digunakan untuk sistem
pendinginan udara dengan menggunakan Ground/tanah sebagai media pengantar
panas untuk keperluan pendinginan. Oleh karena itu perlunya pengembangan
sistem penukar kalor dengan media tanah diindonesia, karena adanya kebutuhan
sistem pendinginan udara dengan media tanah sebagai sumber penukar panas
(Jalaluddin et al., 2011). Untuk sistem GCHP biasanya terdiri dari pompa kalor
dan (Ground Heat Exchangers). GHE pada GCHP ada yang vertikal dan
horizontal untuk GHE vertikal memerlukan area pipa untuk ditanam namun
kedalaman lubang untuk area pipa bervariasi hingga 100 m, sehingga
mengakibatkan biaya pengeboran yang tinggi. Sedangkan GHE horizontal terdiri
dari pipa lurus atau berbentuk lingkaran yang dipasang secara horizontal didalam
tanah dengan kedalaman 1.5-2.0 m, dapat memberikan solusi alternatif yang layak
mendapatkan kesesuaian antara efisiensi tinggi biaya rendah. Alat penukar kalor
dengan tanah sebagai media penghantar panas atau dalam istilah penelitian
internasional dikenal dengan Ground Heat Exchanger (GHE) digunakan untuk
mempertukarkan panas dari/ke tanah (Zhang et al., 2017)..
Menurut Zhang et al (2017) unjuk kerja GHE telah diteliti dengan berbagai
macam material. Seperti material fondasi tiang pancang beton dan juga bentuk
GHEnya seperti U-tube dan Multi-tube. Sehingga penelitian tersebut memberikan
pemahaman tentang unjuk kerja dan merupakan panduan dasar dalam aplikasi
engineering khususnya pada sistem GSHP.
3
GHE vertikal dengan tipe spiral sekarang banyak dikembangkan berdasarkan
uraian tersebut akan dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Unjuk Kerja
Ground Heat Exchanger Tipe Spiral”.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana rancang bangun Ground Heat Exchanger vertikal tipe spiral.
2. Bagaimana unjuk kerja Ground Heat Exchanger vertikal tipe spiral.
1.3.Tujuan Penelitian
1. Membuat rancang bangun Ground Heat Exchanger vertikal tipe spiral.
2. Menganalisis unjuk kerja Ground Heat Exchamger vertikal tipe spiral
1.4.Batasan Masalah
1. Ground Heat Exchanger vertikal tipe spiral
2. GHE tipe spiral dibuat dengan kedalaman rendah ( 4 m )
3. Experimental tersebut akan dibuat untuk mengetahui unjuk kerjanya
1.5.Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pada mahasiswa tentang
ground heat exchanger dan dapat mengetahui analisis unjuk kerja GHE
tipe spiral
2. Bagi Akademik
Sebagai referensi untuk perkembangan dan penelitian selanjutnya
dilingkup Departemen Teknik Mesin dan juga merupakan pustaka
tambahan untuk menunjang proses perkuliahan.
4
3. Bagi Masyarakat
Sebagai referensi desain untuk aplikasi nyata pemanfaatan teknologi untuk
kepentingan masyarakat luas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ground Source Cooling System (GSCS)
Sistem Ground Source Cooling System (GSCS) ini menggunakan energi
yang tersimpan di tanah untuk sistem pendiginan. Aliran listrik dibutuhkan untuk
menyalakan pompa kalor untuk menggerakkan sistem pendinginan. Tipe dari
GSCS yaitu close loop dan open loop. Untuk open loop air diproses dari tanah dan
dipompa melalui heat pump dan kemudian dipompa kembali ke tanah dapat
dilihat pada Gambar 2.1. Volume air yang sama dikembalikan ke akuifer yang
sama, maka skema ini digolongkan sebagai non konsumtif dan tidak
mempengaruhi sumber air. Beberapa skema yang menggunakan air untuk tujuan
lain atau membuang air ke saluran pembuangan atau air permukaan digolongkan
konsumtif. Kemudian close loop, untuk close loop terdiri dari sistem pipa yang
ditanam didalam tanah dan diisi air untuk mentransfer panas dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Ketika fluida mulai bergerak didalam pipa dapat menyerap panas
dari, atau memberikan panas ketanah (UK Enviroment Agency, 2010).
Gambar 2.1. Skema GSCS open loop dimana air tanah digunakan untuk proses
pemanasan atau pendinginan (UK Enviroment Agency, 2010)
6
Gambar 2.2.Skema horizontal dan vertikal close loop GSCS(UK Enviroment Agency,
2010)
Cara kerja GSCS ini adalah air dipompa dari sumber air kemudian
dialirkan untuk mendinginkan refrigeran di alat penukar kalor untuk keperluan
sistem pendinginan udara (AC) pada kondensor sistem perpindahan kalor dengan
sistem pertukaran panas. Setelah melewati kondensor refrigeran akan mengalir ke
evaporator, sebelum sampai di evaporator refrigeran melewati katup ekspansi
yang mengubah refrigeran yang panas menjadi cairan yang dingin dengan
menurunkan tekanan di evaporator terjadi pegambalian kalor udara oleh refrigeran
sehingga udara menjadi dingin. Refrigeran yang panas diisap kembali oleh
kompresor untuk dialirkan ke kondensor.
2.1.1. Ground Source Heat Pump (GSHP)
Ground Source Heat Pump (GSHP) menggunakan Ground Heat
Exchanger (GHE) sebagai salah satu komponen utama dalam menukar panas
dengan tanah. Sistem ini menggunakan alat penukar kalor yang diletakkan di
dalam tanah atau istilah penelitian internasional dikenal dengan sistem ground-
source Heat Pump (GSHP) adalah sistem yang menggunakan tanah, air tanah atau
air permukaan tanah sebagai sumber panas atau tempat pembuangan panas.
7
Beberapa tipe dari sistem GSHP menurut Kavanaugh and Raffery (1997)
ditunjukkan pada gambar 3 antara lain : ground-coupled heat pumps (GCHPs),
ground-water heat pumps (GWHPs), and surface-water heat pumps (SWHPs)
(Kavanaugh & Rafferty, 2015). Selanjutnya, sistem ini dikategorikan atas
horizontal dan vertikal menurut desain alat penukar kalornya. Alat penukar kalor
dengan media perpindahan panasnya adalah tanah atau dalam istilah penelitian
internasional dikenal dengan ground heat exchanger (GHE) digunakan untuk
mempertukarkan panas dari / ke tanah. Adapun tipe Ground Source Heat Pump
sebagai berikut :
a. Ground water Heat Pump system
Sistem groun dwater heat pump (GWHP) bekerja memanfaatkan panas
yang tersimpan secara alami pada air tanah atau akuifer. Air melewati
pompa panas untuk mengasilkan panas tingkat rendah sebelum
dikembalikan ke akuifer pada suhu yang lebih rendah dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
b. Surface Water Heat Pump system
Surface Water Heat Pump (SWHP) memanfaatkan permukaan danau,
sungai, lautan, dan permukaan air lainnya untuk menyediakan sumber panas
dan pendingin untuk pompa panas dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Spitler &
Mitchell, 2016). Pada sistem ini menunjukkan bahwa bangunan yang
terletak di pinggir sungai atau kanal sangat tepat untuk menggunakan sistem
surface water heat pump. Sistem ini dikategorikan menjadi dua bagain yaitu
:
8
1. Open loop dan close loop. Untuk sistem open loop air diisap dari
permukaan air melewati heat exchanger kemudian kembali ke
permukaan air. Untuk sistem closed loop air bersirkulasi antara tempat
penyimpanan air dan heat exchanger yang terendam di badan
permukaan air (Spitler & Mitchell, 2016).
2. Menggunakan heat pump dan chillers untuk menyediakan
pemanasan dan pendinginan dengan sumber panas dari
permuakaan air (Spitler & Mitchell, 2016). Tergantung lokasi dan
aplikasinya sistem ini bisa berfungsi pendingin saja, pemanas saja, atau
pendinginan dan pemanasan.
c. Ground Couple Heat Pump system
Ground Couple Heat pump (GCHP) menempatkan pipa didalam tanah
dengan bentuk U tube atau Spiral tube lebih dari satu pipa dalam bentuk
yang sama. Jenis ini memiliki dua tipe horisontal dan vertikal dapat dilihat
pada Gambar 2.3. Umumnya GCHPs hanya menggunakan sistem tertutup.
Gambar 2.3. Jenis GSHP (Kavanaugh & Rafferty, 2015)
9
2.1.2. Ground Heat Exchanger (GHE)
GHE ( Ground Heat Exchanger ) merupakan bagian terpenting pada
Ground Source Heat Pump system alat ini memanfaatkan tanah sebagai media
perpindahan panas. Pengaplikasian dari sistem ini banyak digunakan untuk
pemanasan dan pendinginan udara serta diaplikasikan pada bidang pertanian.
Namun lebih banyak ditemukan pada pemanasan dan pendinginan udara,
Indonesia yang wilayahnya merupakan daerah tropis lebih dominan digunakan
untuk pendinginan ruangan. Sistem ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca di
atmosfer.
Sistem ini memanfatkan tanah, air tanah dan permukaan air pada tanah
sebagai media perpindahan panas. Pada musim dingin sistem ini bertujuan untuk
menghangatkan ruangan sedangkan pada musim panas sistem ini bertujuan untuk
mendinginkan ruangan. GHE berperan sangat penting pada sisem GSHP (
Ground-Source Heat Pump ), setiap jenis GSHP memerlukan Ground Heat
Exchanger baik itu Ground Couple Heat Pump system (GCHPs), Ground Water
Heat Pump system (GWHPs), Surface Water Heat Pump system (SWHPs)
(Kavanaugh & Rafferty, 2015). Untuk jenis GHE ada beberapa macam seperti U-
Tube, Double-Tube, dan Multi-Tube dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan 2.5 untuk
model Spiral-Tube dapat dilihat pada Gambar 2.6.
10
Gambar 2.4 . Tampak atas GHE tipe U-tube, Doble-Tube, Multi-Tube (Jalaluddin et al.,
2010)
Gambar 2.5 . GHE tipe U-tube, Double-Tube, dan Multi Tube (Jalaluddin et al., 2010)
Gambar 2.6 . GHE tipe spiral
2.1.3. Ground Heat Exchanger tipe spiral vertikal dan horizontal
Ground Heat Exchanger umumnya dikategorikan dengan tipe horizontal
dan vertikal. Tipe horizontal dibangun dengan menempatkan pipa yang dipasang
11
melingkar secara horizontal di tanah yang digali dengan kedalaman sekitar 1 – 2
meter dapat dilihat pada Gambar 2.7. Jenis ini biasanya membutuhkan biaya yang
lebih murah dari jenis vertikal karena tidak memerlukan biaya pengeboran pada
tanah. Untuk jenis vertikal dipasang dengan cara menanamkan pipa kedalam tanah
dengan kedalaman bervariasi hingga 100 m (Cui et al., 2011) dapat dilihat pada
Gambar 2.7. sehingga jenis ini memerlukan biaya yang tinggi untuk melakukan
pengeboran pada tanah. Namun untuk jenis horizontal membutuhkan area yang
lebih luas karena pipa dipasang secara horizontal sesuai dengan panjang pipa yang
dipasang. Berbeda dengan vertikal tidak memerlukan area yang cukup luas karena
pipa dipasang secara vertikal kedalam tanah. Untuk pipa ditanam dengan
kedalaman 4 meter. Telah banyak peneliti menyimpulkan bahwa konduktivitas
termal tanah, kecepatan perpindahan panas fluida dan konduktivitas termal pipa
adalah faktor utama untuk kinerja termal penukar panas pada tanah. proses
perpindahan panas dari suatu GHE tergantung pada diameter pipa, serta pada
densitas dan kapasitas panas spesifik dari fluida. (Ali, Kariya, & Miyara, 2017)
12
Gambar 2.7. Horizontal (Ali et al., 2017)dan vertikal GHE(Miyara, 2014)
2.1.4. Ground Heat Exchanger tipe spiral
Ground heat exchanger tipe spiral telah banyak dikembangkan, beberapa
tipe dari GHE telah dipelajari dari perbedaan flow rates dan perbedaan waktu
operasi (Zeng et al., 2003). Pengoperasian GHE dengan berbagai kondisi
menunjukkan perbedaan heat exchanger rates. Baru – baru ini GHE tipe spiral
banyak di teliti untuk mengetahui performanya. Pada ground heat exchanger tipe
spiral, pipa spiral di tanam ditanah dengan kedalaman rendah dengan menentukan
pitch atau jarak tumpukan lingkaran. Solusi analitis untuk ground heat exchanger
telah dikembangkan. Dimana pendekatan klasik sudah tidak lagi digunakan untuk
analisis thermal dan desain GHE tipe spiral (Miyara, 2014). Pengetahuan tentang
unjuk kerja pada GHE tipe spiral sangat penting untuk menerapkannya pada
penerapan engineering khususnya pada GHE. Penelitian ini menyelidiki kinerja
GHE tipe spiral dengan kedalaman rendah, untuk maksimum kedalaman yang
bisa di buat 10 m (GSHP Association, 2014) pada sistem GSHP. Pada penelitian
ini GHE ditanam pada kedalaman 4 m. Untuk GHE tipe spiral jenisnya ada dua
yaitu GHE tipe spiral pipa outletnya berada di tengah lingkaran sedangkan yang
kedua pipa outletnya berada di luar pipa spiral (Miyara, 2014) seperti pada
Gambar 2.9.
13
Gambar 2.8. Skema outlet pipa di dalam lingkaran dan diluar lingkaran(Miyara, 2014)
Penggunaan GHE tipe spiral pada sistem GSHP perannya sangat penting
untuk penyediaan pendinginan dan penghangatan ruang selain itu penggunaan
model spiral biaya yang dibutuhkan tdk terlalu mahal kerena hanya ditanam pada
kedalaman rendah berbeda dengan model yang lain seperti U-tube membutuhkan
pemasangan lebih dalam dan biaya yang relatif lebih mahal dibanding spiral tube
dengan kedalaman rendah. Seperti yang dibahas mengenai beberapa jenis GHE
sebagaimana pengaruh kedalaman dan kedalaman rendah untuk pemasangan
ground heat exchanger. GHE yang dalam umumnya digunakan model U-tube
dengan jarak antara 50 – 200 meter sedangkan untuk model spiral ditanam pada
kedalman rendah. Standar untuk kedalaman rendah menurut asosiasi Ground
Source Heat Pump adalah 4 – 10 meter (GSHP Association, 2014). Diantara
perbedaan GHE tipe spiral dengan kedalaman rendah dapat memberikan
performance yang baik di area yang sama karena lebih banyak panas yang
dikeluarkan atau di injeksikan kedalam tanah hal ini dikarenakan hambatan yang
dilalui fluida cukup jauh karena berliku. Jarak antara spiral sangat mempengaruhi
interaksi thermal. Konsep dari panas yang keluar ke tanah terjadi karena adanya
perbedaan temperatur dua medium. Ketika ada lebih satu spiral pada tanah itu
berarti kita memiliki interaksi panas yang lebih pada tanah. Ketika jarak antara
heat exchanger rendah (lebih rendah dari 5 meter) sangat mempengaruhi interaksi
14
panas pada tanah hal ini di teleti secara komputasi oleh (Babak, 2017). Karena
geometri yang kompleks dari ground heat exchanger tipe spiral,
efesiensi GHE tipe spiral dan solusi analitisnya telah
dikembangkan (Park et al., 2014). GHE tipe spiral ditanam
dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 2.8. Lingakaran (koil) GHE,
radius koil (ro), kedalaman koil (h), jumlah tumpukkan koil (N).
Gambar 2.9. Spiral koil( Park et al., 2014)
2.2. Profil Ground di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Kondisi lapisan tanah di area Gedung Departemen Mesin Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Gowa. Dengan kondisi lapisan tanah yang terdiri dari
beberapa jenis material diantaranya tanah, pasir, batu, dan air seperti yang terlihat
pada gambar 2.10.
Kedalaman (m)
15
P
Gambar 2.10. Profil tanah
Perpindahan panas antara GHE dan tanah yang berdekatan sangat tergantung pada
jenis tanah, suhu dan kelembaban tanah. penelitian ini dilakukan di Fakultas
Teknik Gowa Universitas Hasanuddin. Contoh tanah diambil disebelah selatan
area gedung mesin, dimana terdiri tanah liat dari kedalaman 0 hingga 10 meter.
Adapun untuk properties dan kadar air tanah dilihat pada tabel 2.1(Cengel, 2007).
Tabel 2.1. Karakteristik tanah
2.3. Pipa Polyethylene – Aluminium – Polyethylene
Material yang digunakan untuk pipa pada GHE tipe spiral yaitu pipa
polyethylene – aluminium - polyethylene. Untuk pipa berbentuk spiral sebagai
saluran masuk sedangkan pipa yang lurus sebagai saluran keluar pada pipa
tersebut. dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Properties tanah pada temperature 27oC (300 K)
kadar air (36,7 %)
Konduktivitas thermal 1,3 W/(m oC)
Densitas 1460 Kg/m3
Panas spesifik 0,88 j/kg oC
Outlet
inlet
0,25 m
16
Gambar 2.11. Pipa Spiral
Jenis pipa yang digunakan adalah pipa polyethylene – aluminium - polyethylene
dengan nilai konduktivitas thermal pipa tersebut adalah 0.45 W/(m oC). Untuk
pitch atau jarak tumpukan spiral pada pipa : 0.2 m. Adapun jenis tanah merupakan
tanah liat dengan nilai konduktivitas thermal 1.3 W/(m oC) pada temperatur
konstan 300 K (27oC). Pipa ini banyak digunakan untuk mentransportasikan air
panas maupun air dingin untuk keperluan rumah tangga.
2.4. Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi kalor dari suatu
medium ke medium lain baik melalui perantara ataupun tidak karena adanya
perbedaan temperatur antara kedua benda tersebut (Cengel, 2007). Hal yang
paling mendasar dalam terjadinya perpindahan panas ialah perbedaan temperatur,
tidak akan ada perpindahan panas antara dua atau lebih medium yang memiliki
temperatur yang sama, sehingga adanya perbedaan temperatur adalah syarat awal
terjadinya perpindahan panas. Analisis termodinamika berkaitan dengan
banyaknya perpindahan panas pada suatu sistem, yang selalu tejadi dari
temperatur tinggi ke temperatur rendah hingga mencapai titik seimbang (tidak ada
perbedaan temperatur).
Perpindahan panas sangat banyak ditemui dalam Aplikasi Engineering
ataupun kehidupan sehari-hari Contohnya saja tubuh manusia yang secara terus
menerus memancarkan panas untuk menjaga keseimbangan suhunya.
17
Dalam pengaplikasiannya perpindahan panas dibedakan menjadi 3 jenis
yaitu, konduksi, konveksi dan radiasi(Cengel, 2007).
a. Konduksi
konduksi adalah perpindahan energi antara dua buah partikel yang saling
berdekatan, dimana energi berpindah dari partikel yang memiliki energi yang
lebih tinggi ke partikel yang memiliki energi lebih rendah, konduksi dapat terjadi
pada benda padat, cair ataupun gas. Dimana pada benda cair dan gas konduksi
terjadi akibat tumbukan atau difusi antara partikel-partikel yang ada pada zat cair
ataupun gas tersebut. Pada benda padat konduksi terjadi akibat dari getaran
molekul dan transfer energi antara elektron bebas. Adapun hal yang
mempengarugi besarnya perpindahan panas konduksi ialah bentuk benda,
ketebalan, bahan dan juga perbedan temperatur.
Gambar 2.12. Konduksi pada dinding dengan tebal ∆x dan luas A
Gambar 12 menunjukkan perpindahan panas secara konduksi dimana
panas berpindah antara partikel pada dinding dengan tebal ∆x = L sedangkan A
adalah luas penampang dan perbedaan temperatur melalui dinding ∆T = T1 – T2.
18
b. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan benda padat dengan
benda cair ataupun gas yang sedang bergerak, dan merupakan hasil dari
penggabungan konveksi dan pergerakan fluida. Semakin besar pergerakan fluida
maka akan semakin banyak panas yang dikonveksikan, namun jika fluida sama
sekali tidak bergerak maka yang terjadi ialah konduksi, adanya pergerakan fluida
yang besar akan menyebabkan panas yang dikonveksikan besar pula namun akan
sulit untuk menghitung besaran panas yang dikonveksikan tersebut (Cengel,
2007).
Berdasarkan pendinginan balok panas oleh kipas (gambar). Pada awalnya energi
akan dikonduksikan ke lapisan udara kemudian energi ini dibawa menjauhi
permukaan oleh konveksi. Sehingga penggabungan antara konduksi dan konveksi
karena pergerakan molekul udara , sehingga molekul udara panas digantikan oleh
molekul udara yang lebih dingin kemudian dibawa menjauhi permukaan balok
panas tersebut proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Perpindahan panas dari permukaan balok yang panas ke udara dengan cara
konveksi
Adapun konveksi dikatakan konveksi paksa apabila fluida di paksa
bergerak (memiliki kecepatan) misalnya dengan kipas, blower ataupun kecepatan
udara, dan konveksi dikatakan konveksi bebas apabila pergerakan udara
19
diakibatkan perbedaan gaya apung yang terjadi karena perbedaan kerapatan fluida
yang diakibatkan oleh variasi temperatur dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Pendinginan pada sebuah telur dengan konveksi bebas dan konveksi
paksa(Cengel, 2007)
2.5. Heat Exchange Rate
A. Untuk menyelidiki Heat Exchange rate digunakan persamaan berikut:
Q = . Cp . …………………………………(2.1)
Dimana :
Q : jumlah panas yang dipindahkan (J/s)
: laju aliran massa (kg/s)
Cp : specific heat fluida (J/kg.oC)
: perbedaan temperatur masuk dan keluar (oC)
Sedangkan untuk mengetahui laju aliran massa adalah :
( = A . V ) (2.2)
Dimana :
: laju aliran massa (kg/s)
: massa jenis fluida (kg/m3)
A : luas penampang pipa (m2)
20
V : Kecepatan fluida (m/s)
Q : debit (m3/s)
Laju aliran perpinahan panas per satuan kedalaman lubang pada GHE dapat
digunakan untuk menentukan unjuk kerja pada GHE adapun persamaan sebagai
berikut:
(2.3)
Dimana L (m) adalah kedalaman untuk GHE.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium energi terbarukan Departemen
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Alat dipasang di sebelah
selatan gedung Departemen Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3.2. Alat yang digunakan
a. water Circulating Bath
water circulating bath adalah sebuah peralatan laboratorium yang
memiliki wadah yang berisi air panas yang dapat bersirkulasi dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Pada umumnya alat ini digunakan untuk melakukan
perawatan sampel dalam air pada suhu konstan selama periode waktu yang
lama sedangkan pada penelitian ini digunakan sebagai tempat bersirkulasinya
fluida dengan temperatur air didalam water circulation bath konstan. Untuk
spesifikasi alat temperature range ambient + 5 o
C hingga 99.9 oC sedangkan
21
circulation pump flow rate up to 13 liter/min pada tekanan 0.5 bar dengan
head 4.5 meter. Untuk spesifikasi dapat dilihat pada tabel 3.1.
Gambar 3.1. water circulating bath
Model JSIB 100-T
Bath capacity (volume) Liter
Dimensions
W*D*H
(mm)
Inner 400*500*500
Outer 500*650*650
Usable 400*500*450
Range ambient +5 ~ 99
Accuracy ±0.2
Uniformity ±0.5
Material Bath Stainless Steel 304
Body Steel with Epoxy Powder Coating
Circulation pump head : 4.5 m / Internal and External circulation /
Capacity 20L/min for100T / 500mbar
Display 4 Digit LED Dispaly
Sensor Pt 100 Ω
Safety Over Temp. Cut-Out / Over Current Leakage Breaker
Electrical Requirement 220 VAC 50/60 Hz or 120 VAC60 Hz
22
Tabel 3.1. Spesifikasi water circulation bath
b. Pompa
Pada penelitian ini digunakan pompa shimizu untuk membantu sirkulasi
air pada water bath dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Pompa Shimizu
Pompa yang digunakan adalah pompa air listrik model shimizu model PS – 116
BIT. Digunakan untuk memompa air dari heater ke pipa spiral secara
bersirkulasi dan untuk spesifikasi juga dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Spesifikasi Pompa;
Voltage/Hz : 220/50
Kapasitas Maksimal : 29 l/min
Daya Hisap : max 9 m
Ukuran pipa : 1" x 1" (25.4)
Daya Output Motor : 125 W
Konsumsi Arus Listrik : 1.3 A
Head Max : 33 m
RPM : 2900
23
Gambar 3.3. Spesifikasi pompa shimizu
c. Pipa polyethylene – aluminium – polyethylene
Jenis pipa yang digunakan adalah pipa polyethylene – aluminium –
polyethylene. Pipa PEX – AL – PEX ini berfungsi sebagai tempat
mengalirnya fluida (air) dengan maksimum kerja suhu 365 K dapat dilihat
pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. PEX – AL – PEX
Pipa PEX – AL – PEX ini memiliki dua jenis material dengan tiga lapisan.
Lapisan pertama material polyethelene lapisan kedua itu aluminium dan
lapisan ketiga yaitu polyethelene sehingga disebut pipa PEX – AL – PEX.
d. Data Logger
24
Data logger ini berfungsi merekam hasil pengukuran temperatur pada
titik – titik yang telah dipasang kabel termokopel pada pipa spiral yang
ditanam kedalam tanah dapat dilihata pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Data logger
Penggunaan data logger untuk penelitian ini yaitu mengukur suhu setiap
titik pengambilan data pada GHE. GHE diukur sebanyak 20 titik didalam
tanah kemudian data hasil rekaman pengukuran ditransfer ke PC/laptop
menggunakan kabel USB.
e. Konektor
Konektor ini berfungsi sebagai alat penghubung tiap-tiap pipa spiral
yang ada. Konektor ini juga berfungsi agar pipa spiral dapat diubah menjadi
model paralel maupun model seri Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Konektor model seri dan paralel
25
f. Wadah 19 liter dan stopwatch
Galon dan stopwatch digunakan sebagai alat untuk mengukur debit.
Dimana galon berfungsi sebagai parameter liter dan stopwatch sebagai
parameter waktu dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Wadah 19 liter dan stopwatch
3.3. Eksperimental set-up
26
Pada penelitian ini Ground heat exchanger tipe spiral dibuat dengan
kedalaman rendah dengan menggunakan pipa ( polyethelene – aluminium –
polyethelene ) jenis pipa ini memiliki dua material dan tiga tumpukkan untuk
material disisi luar meggunakan polyethelene utnuk yang ditengah menggunakan
aluminium dan sisi dalam menggunakan polyethelene dengan demikan disebut
pipa PEX – AL - PEX. Pembuatan tiga lubang pada GHE untuk menempatkan
tiga spiral kekedalam tanah. Lubang digali dengan kedalaman 5 meter dapat
dilihat pada Gambar 3.8. Pipa spiral merupakan inlet sedangkan pipa yang lurus
sebagai outlet. Untuk diameter dalam
pipa yaitu 12 mm. Tabel 3.2
memperlihatkan parameter dan thermal
properties pada GHE tipe spiral.
Tabel 3.2. parameter and material thermal properties pipa PEX – AL – PEX
Parameter nilai satuan
jenis pipa yang digunakan PEX-AL-PEX ( polyethylene - Aluminium -Polyetylene )
diameter dalam 0,012 m
diameter luar 0,016 m
konduktivitas thermal 0,45 W/(m K)
diameter spiral 0,25 m
jarak antar spiral 0,2 m
Spiral 1
Spiral 2
Spiral 3
27
Gambar 3.8. GHE tipe spiral
Ground heat exchanger tipe spiral ditanam dengan kedalaman rendah
masing – masing spiral ditanam 4 meter. 3 meter pipa spiral dan 1 meter keatas
pipa lurus. Skema diagram dapat dilihat pada Gambar 3.9. Pipa GHE dengan
kedalaman 1 meter sebelum pipa spiral bertujuan untuk melindungi GHE dari
pengaruh udara lingkungan. Jarak antara GHE tipe spiral yaitu 5 meter.
Eksperimen ini dilakukan untuk mensirkulasikan air dari wáter bath melalui tiga
spiral dengan model seri dan paralel. Pada model seri air bersirkulasi melalui
GHE spiral 1, GHE spiral 2, GHE spiral 3. Sedangkan untuk model paralel air
bersirkulasi dari inlet total kemudian terbagi ke setiap spiral dan keluar di outlet
total. Temperatura masuk air sekitar 39 – 40oC untuk kedua model tersebut.
Temperatur air masuk dan keluar dan temperatura udara lingkungan direkam
secara berkala.
3.3.1. Skema Instalasi Pengujian dan titik pengukuran
Pengujian dilakukan di sebelah selatan gedung mesin fakultas teknik
universitas hasanuddin. Diperlihatkan instalasi alat dalam pada Gambar 3.9
beserta titik – titik pengukurannya.
maksimal kerja suhu 365 K
minimal kerja suhu 233 K
GHE Spiral 3
GHE Spiral 2
GHE Spiral 1
GHE Spiral
3
GHE Spiral
2
GHE Spiral
1 1
28
Gambar 3.9. Skema instalasi pengujian GHE
keterangan titik pengukuran :
T in total :Temperatur total air masuk
T out total :Temperatur total air keluar
T in #Spiral 1#Spiral 2#Spiral 3 :Temperatur air masuk Spiral 1,Spiral 2, Spiral 3
T out #Spiral 1#Spiral 2#Spiral 3 :Temperatur air keluar Spiral 1,Spiral 2, Spiral 3
T1 :Temperatur tanah kedalaman 3 m
T2 :Temperatur air dalam pipa kedalaman 4 m
T3 :Temperatur tanah pada kedalaman 5 m
T4 :Temperatur air dalam pipa kedalaman 2,5 m
3.4. Metode Pengambilan Data
Dalam melakukan penelitian, digunakan beberapa metode untuk mendapatkan
data-data yang diperlukan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian, metode-
metode tersebut yaitu:
1. Studi Literatur
Dengan cara mencari informasi dari buku-buku, internet, serta literatur
lainnya yang membahas materi-materi yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan sehingga membantu dalam proses penyelesaian
penelitian ini.
29
2. Observasi lapangan
Dengan meninjau secara langsung kondisi atau letak yang akan dilakukan
penelitian Ground Heat Exchanger ini seperti kondisi tanah, jarak antara
tempat pengeboran ke gedung.
3. Eksperimen
Dalam pengambilan data dilakukan secara eksperimental
3.4.1. Prosedur pengambilan data eksperimental
1. Cara menghidupkan mesin
a. Menghubungkan peralatan uji ke sumber listrik.
b. Memasukkan air kedalam water bath ± 70 Liter
c. Menghidupkan water bath dengan menaikkan saklar pada posisi ON
d. Menghidupkan pompa air dengan menghubungkan kabel ke sumber
listrik
e. Menghitung debit secara manual pada saluran keluar air
f. Meunggu beberapa saat sampai temperatu air dalam water bath stabil
(40oC) kurang lebih (± 10 menit)
g. Menghubungkan alat ukur ke Data Logger dan menransfer data hasil
pengukuran ke PC/Laptop.
2. Pengamatan yang dilakukan
a. Menentukan temperatur air masuk ke GHE pada Water bath
b. Mengamati debit yang ingin digunakan pengamatan dilakukan 3 kali
selama 12 jam.
30
c. Menunggu beberapa saat sampai temperatur air dalam water bath
stabil
d. Setelah stabil air siap disirkulasikan dari water bath ke GHE kemudian
kembali ke water bath
e. Merecord data menggunakan laptop tiap ( 5 menit )
f. Menyimpan data yang sudah direcord dalam bentuk excel
g. Mematikan peralatan uji
3.5. Prosedur Penelitian
Dalam menganalisis unjuk kerja pada ground Heat Exchanger terdapat beberapa
tahap yang harus diuraikan sebagai berikut :
1. Melakukan rancang bangun alat Ground Heat Exchanger tipe spiral.
2. Mengidentifikasi unjuk kerja pada Ground Heat Exchanger tipe spiral
dengan proses eksperimental.
3. Menyajikan data dalam bentuk tabel
4. Melakukan perhitungan untuk mengetahui unjuk kerja Ground Heat
Exchanger.
5. Menganalisa data dan memberikan pembahasan dari hasil perhitungan
pada tabel.
6. Menarik kesimpulan dari analisa yang dilakukan.
31
3.6. Diagram alir penelitian
Diagram alir atau tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
Tidak
Ya
Mulai
Studi Literatur
Formulasi Masalah
Persiapan Alat dan Bahan
Pembuatan dan Perangkaian Alat :
a. Pipa polyethylene dibentuk menjadi spiral sesuai dengan
gambar 3.9
b. Dibuat 3 buah pipa spiral
c. Pemasangan kabel termokopel pada titik-titik
pengukuran
d. Dibuat 3 buah lubang sejajar padah tanah dengan
kedalaman 5m dan jarak tiap lubang 5m
e. Kenektor diletakkan diantara ketiga lubang tersebut
Trial Alat
Alat Bekerja ? Analisa Kegagalan dan Tindakan
Perbaikan
pengngambilan data temperatur 35oC,45oC dengan debit
3.5 L/m, temperatur 40oC debit 3.4 L/m untuk menghitung
unjuk kerja GHE
Apakah Data Sudah
Sesuai ? Tidak
32
Gambar 3.10. Diagram alir penelitian
3.7. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal kegiatan penelitian tercantum pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Jadwal penelitian
NO. URAIAN KEGIATAN
BULAN
Apr-
juni
Juli-
sept
Okt-
des
Jan-
april mei agu
1 Studi Pustaka
2 Penyusunan Proposal
3 Pembuatan Alat dan Pengambilan
Data
4 Analisa Data
5 Seminar
6 Ujian Akhir
33
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1. Contoh perhitungan
Untuk menentukan heat exchange rate pada Ground Heat Exchanger
berdasarkan data pengukuran. Digunakan data GHE model parallel sebagai
berikut:
a. Dimensi pipa
Ground Heat
Exchanger :
b. Data pengukuran berdasarkan titik – titik pengukuran seperti pada data
dibawah ini :
Diameter dalam :0,012 m
Diameter luar :0,016 m
Konduktivitas thermal :0,45W/m.
K
Diameter spiral :0,25 m
34
Temperature air yang direncanakan : 40oC
Densitas (ρ) : 991,7 kg/m3
Panas Spesifik (cp) : 4179 J/kg.K
Temperatur inlet total : 40,4o C
Temperatur outlet total : 35,1o C
Temperatur inlet spiral 1 (SPT in) : 39,1o C
Temperatur outlet Spiral 1 (SP1T out) : 35,9o C
Temperatur inlet Spiral 2 (SP2T in) : 39,8o C
Temperatur outlet Spiral 2 (SP2T out) : 35,7o C
Temperatur inlet Spiral 3 (SP3T in) : 39o C
Temperatur outlet Spiral 3 (SP3T out) : 34,2o C
Kedalaman Ground heat exchanger (L): 3 m
Debit total (Q) : 0,0000585m3/s
Dari data-data pengamatan yang telah diperoleh diatas, maka dapat dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Menghitung laju aliran massa untuk model parallel (Kg/s)
Unutk laju aliran massa digunakan rumus pada persamaan (2.2)
sebagai berikut :
Dimana
Berdasarkan (Tfluida: 400C) diperoleh dari lampiran 6
= 991,7 Kg/m3
35
Cp = 4179 J/kg.K
Sedangkan untuk mencari kecepatan fluida di dapat dari persamaan (2.3)
V = Q/A
Dimana :
Q = 0,0000585 m3/s
A = 0,00011304 m2
Maka untuk debit adalah
V =
= 0,517515924 m/s
Sehingga laju aliran massa ( ) adalah
= 991,7 Kg/m3x 0,0000585 m
3/s
= 0,05801445 kg/s
1. Perhitungan heat exchanger rate (Q)
Untuk menghitung Heat exchange rate digunakan rumus pada
persamaan (2.1) sebagai berikut :
Q
Dimana :
= 0,05801445 kg/s
Cp = 4179 J/kg.K
36
Tin tot – Tout tot (40,4o C – 35,1
o C)
Maka :
Q = 0,05801445 kg/s x 4179 J/kg.K x (40,4o C – 35,1
o C)
Q = 1284,944649 Watt
2. Heat Exchange rate per satuan kedalaman lubang secara keseluruhan
pada GHE
Untuk menghitung heat exchanger rate per satuan kedalaman lubang
secara keseluruhan pada GHE dapat digunakan persamaan (2.4) :
Dimana :
Q = 1284,944649 Watt
L = 3 m
Ltot = 9 m
Sehingga :
Hasil perhitungan heat exchange rate dapat dilihat dilampiran 6 pada tabel data
hasil pengukurunan model seri dan paralel.
37
4.2. Hubungan distribusi temperatur terhadap waktu
Distribusi suhu lingkungan, suhu air masuk dan suhu air keluar pada GHE
diukur dan dicatat secara berkala dan ditampilkan dalam bentuk grafik.
Temperatur tanah di Universitas Hasanuddin gowa (119o 30’ 06.1” E and 05
o 13'
52.4" S ) telah diukur kedalaman 3 – 5 meter sekitar 27oC – 28
oC. pada penelitian
ini untuk mengetahui unjuk kerja dari GHE ada beberapa parameter yang harus
diketahui yaitu distribusi temperatur, heat exchange rate, dan efektivitas. Perlu
diketahui bahwa kapasitas panas yang dekeluarkan GHE tergantung lubang pada
tanah sebagai media perpindahan panas. Grafik 4.1 memperlihatkan distribusi
temperatur terhadap waktu operasi untuk temperatur 35oC dimana temperatur
keluar air disetiap spiral meningkat secara signifikan diawal waktu operasi GHE
38
karena tanah masih belum berpengaruh diawal wkatu operasi GHE. Dapat dilihat
pada variasi temperature 40oC grafik 4.2 dan 45
oC grafik 4.3 kasusnya hampir
sama temperatur 35oC untuk model seri dimana pada awal operasi terjadi
kenaikan yang signifikan. Akan tetapi lambat laun dikarenakan perpindahan panas
dari fluida yang mengalir pada pipa didalam tanah, perubahan temperatur keluar
air akan menurun sehingga hampir stabil setelah kurang lebih 6 jam waktu
operasi.
Gambar 4.1. Hubungan temperatur GHE terhadap waktu dengan temperatur air masuk
35oC model seri
07 09 11 13 15 17 19 21
24
26
28
30
32
34
36
tem
pera
tur
oC
waktu operasi (jam)
SP1Tin
SP1Tout
SP2Tout
SP3Tout
SP1T1
SP2T1
SP3T1
T lingkungan
distribusi temperatur model seri 35 0C
39
Gambar 4.2. Hubungan temperatur GHE model seri terhadap waktu dengan temperatur
air masuk 40oC model seri
Gambar 4.3. Hubungan temperatur GHE terhadap waktu dengan temperatur air
masuk 45oC model seri
Pada gambar diatas memperlihatkan bahwa distribusi temperatur untuk
model seri terjadi pada Temperatur air masuk spiral 1 dan Temperatur air keluar
07 09 11 13 15 17 19 21
25
30
35
40
45
tem
pera
tur
o C
waktu operasi (jam)
T lingkungan
SP1Tin
SP1Tout
SP1T1
SP2Tout
SP2T1
SP3Tout
SP3T1
distribusi temperatur 45oC model seri
07 09 11 13 15 17 19 21
24
26
28
30
32
34
36
38
40
tem
pera
tur
oC
waktu operasi (jam)
SP1in
SP1out
SP2out
SP3out
SP1T1
T lingkungan
SP2T1
SP3T1
distribusi temperatur model seri 40oC
40
dari spiral 1, 2, dan spiral 3 dan diperlihatkan pula temperatur tanah kedalaman 3
meter untuk tiap spiral beserta temperatur lingkungan. Untuk temperatur tanah
pada pada model seri temperatur 35oC, 40
oC, dan 45
oC pada spiral 1 lebih besar
dibandingkan spiral 2 dan 3 dikarenakan kondisi tanah pada spiral 1 berbeda
dengan spiral 2 dan 3 dikarenakan kondisi tanah di spiral 1 lebih keras dibanding
spiral 2 dan 3. Tin rata-rata 36 o
C, Tout rata-rata yaitu sekitar 34,2 o
C, dan rata-
rata perbedaan temperatur yakni 1,8 o
C (dapat dilihat pada Grafik 4.3). Heat loss
atau suhu yang terbuang dari awal hingga akhir untuk setiap pengambilan data
GHE model parallel ini hampir sama yakni sekitar 1-2 oC. Perbedaan temperatur
yang dihasilkan lumayan kecil dikarenakan suhu tanah dan dan suhu air dalam
pipa tidak jauh beda. Tanah yang dimaksud ialah tanah dengan kedalaman 3m
sebagai media perpindahan panasnya
Distribusi suhu air masuk dan keluar GHE beserta suhu lingkungan dan
suhu tanah dicatat secara berkala disetiap spiral untuk model paralel kemudian
ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang terlihat pada grafik 4.4
memperlihatkan distibusi temperatur 35oC untuk model paralel terhadap waktu
operasi. Sama dengan model seri temperatur air keluar mengalami kenaikan yang
07 09 11 13 15 17 19 21
26
28
30
32
34
36
tem
pera
tur
oC
waktu operasi (jam)
T lingkungan
Tin tot
Tout Tot
SP1Tin
SP1Tout
SP1T1
SP2Tin
SP2Tout
SP2T1
SP3Tin
SP3Tout
SP3T1
distribusi temperatur 35oC model paralel
41
signifikan karena tanah masih belum berpengaruh diawal waktu operasi dapat
dilihat pada variasi temperatura 400C grafik 4.5 dan temperatur 45
oC grafik 4.6
dimana distribusi temperatur yang terjadi hampir sama pada temperatur 35oC pada
awal operasi terjadi kenaikan yang signifikan namun lambat laun dikarenakan
perpindahan panas pada fluida yang mengalir dalam pipa ditanam dalam tanah,
sehingga perubahan temperatura air keluar menurun dan hampir stabil kurang
lebih 6 jam waktu operasi.
Gambar 4.4. Hubungan temperatur GHE terhadap waktu dengan temperatur air masuk
35oC model paralel
Gambar 4.5. Hubungan temperatur GHE terhadap waktu dengan temperatur air
05 07 09 11 13 15 17 19
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
tem
pera
tur
oC
waktu operasi (jam)
Tin tot
Tout Tot
SP1Tin
SP1Tout
SP1T1
SP2Tin
SP2Tout
SP2T1
SP3Tin
SP3Tout
SP3T1
T lingkungan
08 10 12 14 16 18 20 22
25
30
35
40
45
tem
pera
tur
oC
waktu operasi (jam)
T lingkungan
Tin tot
Tout Tot
SP1Tin
SP1Tout
SP1T1
SP2Tin
SP2Tout
SP2T1
SP3Tin
SP3Tout
SP3T1
42
masuk 40oC model parallel
Gambar 4.6.Hubungan temperatur GHE terhadap waktu dengan temperature air masuk
45oC model parallel
Pada gambar diatas memperlihatkan distribusi temperatur yang terjadi
pada setiap spiral model paralel. Dimana disetiap spiral diukur temperatur air
masuk dan air keluar pada model ini untuk mengetahui berapa panas yang hilang.
Kemudian temperatur tanah dan temperatur lingkungan sangat berpengaruh pada
distribusi temperatur. Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap distribusi
temperatur pada awal operasi saja sampai sekitar kurang lebih 6 jam awal operasi
setelah itu temperatur hampir stabil, dimana yang berpengaruh kemudian adalah
fluida yang mengalir pada pipa didalam tanah sehingga temperatur tanah lebih
berpengaruh dibanding temperatur lingkungan. Dilihat dari berbagai grafik diatas
ada perbedaan diantara temperatur tanah dan temperatur inlet pada setiap
spiralnya hal ini dikarenakan jarak antara pipa spiral 1 dan pipa spiral 2 ke
konektor itu berbeda sehingga ada perbedaan temperatur inlet atara pipa spiral 1
dan 2. Dimana pipa spiral 2 lebih dekat dengan water circulation bath yang
berfungsi sebagai pemanas air sehingga temperatur pada inlet spiral 2 lebih tinggi
dibandingkan spiral 1 dan 3.
43
4.3. Hubungan heat exchange rate terhadap waktu
Heat exchange rate untuk model seri didapat dari hasil perhitungan laju aliran
perpindahan panas kemudian dicatat dan disajikan dalam bentuk grafik. Panas
yang ada dalam pipa dibuang ketanah disekitar lubang sepanjang pipa spiral GHE.
Unjuk kerja GHE dipengaruhi oleh panas yang terbuang ke tanah. Kinerja GHE
dihitung berdasarkan debit dan perbedaan temperatur (inlet dan outlet) air untuk
debit model parallel dan seri sama yaitu 3.4 L/m pada temperature 40oC
sedangkan pada temperature 35oC dan 45
oC debitnya adalah 3,5 L/m. heat
exchange rate terhadap waktu operasi dengan temperatur 35oC dapat dilihat pada
grafik 4.7 sedangkan untuk temperatur 40oC dapat dilihat pada grafik 4.8, dan
untuk temperature 45oC dapat dilihat pada grafik 4.9 dengan laju perpindahan
panas actual kedalam tanah pada GHE dihitung dengan persamaan (2.1).
07 09 11 13 15 17 19 21
40
60
80
100
120
140
160
180
hea
t e
xcha
ng
e r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
Heat exchange rate 35oC
Heat exchange rate 40oC
Heat exchange rate 45oC
44
Gambar 4.7. Hubungan heat exchange rate total model seri terhadap waktu
Pada Grafik diatas memperlihatkan heat exchange rate untuk model seri
terdapat kenaikan yang sangat signifikan dikarenakan tanah di sekitar GHE
terlihat konstan jadi tingkat laju perpindahan panas tinggi pada awal operasi. Suhu
tanah disekitar lubang GHE meningkat diwaktu operasi tertentu dengan
memindahkan panas dari kerja fluida ke sekitar tanah dan setelah itu laju
perpindahan panas menurun signifikan dan hampir konstan pada waktu operasi
kurang lebih 6 jam dari awal waktu operasi. Selanjutnya yaitu pada bagian bawah
air didalam pipa GHE laju alirannya lebih rendah dibandingnkan dengan yang
diatas sehingga air yang mengalir dibawah memiliki banyak waktu untuk
mempertukarkan panas pada kedalaman lubang yang lebih dalam. jadi nilai laju
perpindahan panas pada GHE tergantung area pertukaran panasnya.
Heat Exchange rate untuk model paralel didapat dari hasil perhitungan laju
perpindahan panas kemudian dicatat dan disajikan dalam bentuk grafik. Panas
yang ada dalam pipa dibuang ketanah disekitar lubang sepanjang pipa spiral GHE.
Unjuk kerja GHE dipengaruhi oleh panas yang terbuang ke tanah. Kinerja GHE
dihitung berdasarkan debit dan perbedaan temperatur (inlet dan outlet) air untuk
45
debit model parallel dan seri sama yaitu 3.4 L/m pada temperature 40oC
sedangkan pada temperature 35oC dan 45
oC debitnya adalah 3,5 L/m. heat
exchange rate terhadap waktu operasi dengan temperatur 35oC dapat dilihat pada
grafik 4.8 sedangkan untuk temperatur 40oC dapat dilihat pada grafik 4.8, dan
untuk temperature 45oC dapat grafik 4.8 dengan laju perpindahan panas actual
kedalam tanah pada GHE dihitung dengan persamaan (2.1). dan untuk model
parallel laju perpinadahan panas tiap spiral perlu di ketahui dengan mengukur dan
mecatat temperatur air inlet dan outlet pada setiap spiral GHE model parallel.
Gambar 4.7.Hubungan heat exchange rate total model parallel terhadap waktu
Pada gambar diatas memperlihatkan heat exchange rate total pada
temperatur 35oC, 40
oC, dan 45
oC untuk model paralel dimana perbedaan
temperatur diambil antara temperatur air masuk total dan temperatur air keluar
total. Terlihat bahwa GHE untuk tiap temperatur pada awal operasi mengalami
kenaikan yang signifikan, ini disebabkan karena temperatur tanah masih belum
07 09 11 13 15 17 19 21
50
100
150
200
250
heat exchange r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
Heat exchange rate 35oC
Heat exchange rate 40oC
Heat exchange rate 45oC
46
terlalu berpengarug terhadap perbedaan temperatura untuk heat exchanger bahkan
temperatur lingkungan lebih dominan berpengaruh untuk awal operasi karena
mempengaruhi temperatura tanah hingga 1 meter kebawah dengan demikian
lambat laun laju perpindahan panas akan semakin menurun sekitar 6 jam dari awal
pengoprasian alat dan setelah itu kondisi laju perpinadahan panas hampir stabil.
Untuk heat exchanger tiap spiral pada model paralel didapat dari hasil
perhitungan laju perpindahan panas disetiap spiral pada temperatur inlet 30oC
dengan debit 1,19 L/m setiap spiral untuk temperatur 40oC dengan debit 1,13 L/m
dan temperatur 45oC dengan debit 1,19 L/m kemudian dicatat dan disajikan dalam
bentuk grafik. Panas yang ada dalam pipa dibuang ketanah disekitar lubang
sepanjang pipa spiral GHE. Unjuk kerja GHE dipengaruhi oleh panas yang
terbuang ke tanah. Untuk laju perpindahan panas GHE model parallel tiap spiral
dapat dilihat pada grafik dibawah.
07 09 11 13 15 17 19 21
10
20
30
40
50
60
70
heat exchange r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
heat exchange rate spiral 1
heat exchange rate spiral 2
heat exchange rate spiral 3
47
Gambar 4.9. Hubungan heat exchange rate setiap spiral terhadap waktu debit
1,19 L/m pada temperatur 35oC model parallel
Gambar 4.10. Hubungan heat exchange rate setiap spiral terhadap waktu debit
1,13 L/m pada temperatur 40oC model parallel
05 07 09 11 13 15 17 19
40
60
80
100
120
140
heat exchange rate spiral 1
heat exchange rate spiral 2
heat exchange rate spiral 3
heat exchange r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
08 10 12 14 16 18 20 22
50
100
150
200
250
heat exchange rate spiral 1
heat exchange rate spiral 2
heat exchange rate spiral 3
heat exchange r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
48
Gambar 4.11. Hubungan heat exchange rate setiap spiral terhadap waktu debit
1,19 L/m pada temperatur 45oC model parallel
Pada gambar diatas memperlihatkan heat exchange rate setiap spiral untuk
model paralel dimana pada spiral 1, 2, dan 3 terlihat bahwa heat exchange rate
berbeda. Pada spiral 2 mengalami sedikit peningkatan dibanding spiral 1
begitupun spiral 3 mengalami peningkatan dibanding spiral 2 hal ini
menunnjukkan bahwa perbedaan temperatur disetiap spiral sangat berpengaruh
pada unjuk kerja GHE. Adapun faktor yang mempengaruhi spiral 3 lebih besar
dibanding spiral 1 dan 2 namun pada temperatur 45oC berbeda dengan temperatur
35oC dan 40
oC dimana pada awal operasi terjadi kenaikan secara signifikan pada
tiap spiral namun kenaikan yang paling tinggi ada di spiral 3 hal ini dikarenakan
temperatur tanah belum berpengaruh pada waktu awal operasi namun pertengahan
waktu operasi laju perpindahan panas pada spiral 3 ditemperatur 45oC malah
turun drastis hingga mulai stabil pada 9 jam proses waktu operasi.
07 09 11 13 15 17 19 21
50
100
150
200
250
heat exchange r
ate
(W
/m)
waktu operasi (jam)
Heat exchange rate model paralel 35oC
Heat exchange rate model paralel 40oC
Heat exchange rate model paralel 45oC
Heat exchange rate model seri 35oC
Heat exchange rate model seri 40oC
Heat exchange rate model seri 45oC
49
Gambar 4.12. Hubungan heat exchange rate model seri dan parallel terhadap
waktu dengan variasi temperatur
Pada Gambar 4.12. memperlihatkan perbandingan heat exchange rate
antara seri dan paralel dapat dilihat bahwa GHE model seri pada temperatura 40oC
lebih baik dibanding GHE model paralel pada temperatura 40oC sedangkan untuk
model seri temperatur 35oC masih lebih baik dibanding model paralel 35
oC
namun pada temperatur 45oC model paralel lebih baik dibanding model seri . Laju
perpindahan panas GHE pada GSCS untuk model seri yaitu 57,84 W/m untuk
temperatur 35oC dan untuk parallel 49,80 W/m. dan untuk temperatur 40
oC yaitu
untuk model seri 104,31 W/m untuk model parallel 83,37 W/m untuk temperatur
45oC model seri 113,22 W/m dan model parallel 141,02 W/m jadi untuk model
seri pada temperature 35oC dan 40
oC memberikan unjuk kerja lebih baik
dibandingkan model parallel sedangkan untuk temperature 45oC pada model
parallel memberikan unjuk kerja yang lebih baik dibanding model seri. Hal ini
dikarenakan perbedaan temperatur tanah pada masing – masing spiral
mempengaruhi laju perpindahan panas.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian tentang unjuk kerja ground heat exchanger tipe spiral telah
dilakukan. Adapun kesimpulan dari penelitian ini di tuliskan sebagai berikut :
1. Rancang bangun GHE tipe spiral yang diperoleh dengan spesifikasi
sebagai berikut:
a. Pipa yang digunakan adalah PEX – AL – PEX dengan nilai
konduktivitas termal 0,45 W/m oC.
b. Diameter lingkaran GHE 0,25 m dan pitch 0,2 m
c. Konduktivitas termal tanah 1,3 W/moC dengan nlai densitas 1495
Kg/m3
d. Adapun kadar air pada tanah 36,7% pada temperature tanah 27oC
e. Lubang dibuat dengan kedalaman rendah 4 m dengan jumlah lubang
sebanyak 3
f. Kedalaman lubang pipa spiral secara keseluruhan 9 m
2. Laju perpindahan panas GHE pada GSCS untuk nilai paling tinggi
diperoleh dari temperatur 45oC model seri 153,22 W/m dan model parallel
249,02 W/m.
5.2. Saran
Saran diberikan kepada penulis selanjutnya yang akan melanjutkan penelitian
ini, adapun saran yang diberikan sebagai berikut :
51
1. Memperhatikan waktu (jam) saat awal pengambilan data
2. Memperhatikan debit air saat pengambilan data. Minimal 3x melakukan
pengukuran debat selama satu Kali pengambilan data.
3. Selalu memperhatikan temperatura air pada water bath
4. Selalu memeriksa kebocoran pipa yang digunakan pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Kariya, K., & Miyara, A. (2017). Performance Analysis of Slinky
Horizontal Ground Heat Exchangers for a Ground Source Heat Pump
System. Resources, 6(4), 56. https://doi.org/10.3390/resources6040056
ASHRAE. (2011). ASHRAE Handbook - HVAC Applications. In www.ansi.org
American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers,
Inc.
B, B. D. (2017). Experimental and computational investigation of the spiral
ground heat exchangers for ground source heat pump applications
Coefficient of Performance. Applied Thermal Engineering, 121, 908–921.
https://doi.org/10.1016/j.applthermaleng.2017.05.002
Cengel, Y. A. (2007). HEAT AND MASS TRANSFER: A PRACTICAL
APPROACH, THIRD EDITION. In Medical engineering & physics (Vol.
32, pp. 408–416). https://doi.org/10.1016/j.medengphy.2010.02.021
Cui, P., Li, X., Man, Y., & Fang, Z. (2011). Heat transfer analysis of pile
geothermal heat exchangers with spiral coils. Applied Energy, 88(11), 4113–
4119. https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2011.03.045
GSHP Association. (2014). Shallow Ground Source Standard. (1).
Jalaluddin, & Miyara, A. (2012). Thermal performance investigation of several
types of vertical ground heat exchangers with different operation mode.
Applied Thermal Engineering, 33–34(1), 167–174.
https://doi.org/10.1016/j.applthermaleng.2011.09.030
Jalaluddin, Miyara, A., Tsubaki, K., Inoue, S., & Yoshida, K. (2011).
Experimental study of several types of ground heat exchanger using a steel
pile foundation. Renewable Energy, 36(2), 764–771.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2010.08.011
Jalaluddin, Miyara, A., Tsubaki, K., & Yoshida, K. (2010). Thermal Performances
Of Three Types Of Ground Heat Exchangers In Short-Time Period Of
Operation. International Refrigeration and Air Conditioning Conference at
Purdue, 2434.
52
Kavanaugh, S., & Rafferty, K. (2015). Geothermal heating and cooling : design of
ground-source heat pump systems. In PhD Proposal (Vol. 1).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Park, Lee, Yoon, & Go. (2014). Development of analytical model and numerical
analysis for spiral coil type ground heat exchanger. Blucher Mechanical
Engineering Proceedings. 1(May).
Jalaluddin. (2014). Thermal Performance and Characteristics of Spiral-Tube
Ground Heat Exchanger for Ground-Source Heat Pump. Proceedings of the
15th International Heat Transfer Conference, IHTC 2014, 1–14.
Spitler, J. D., & Mitchell, M. S. (2016). Surface water heat pump systems. In
Advances in Ground-Source Heat Pump Systems.
https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100311-4.00008-X
UK Enviroment Agency. (2010). Environmental good practice guide for ground
source heating and cooling.
Zeng, H., Diao, N., & Fang, Z. (2003). Heat transfer analysis of boreholes in
vertical ground heat exchangers. International Journal of Heat and Mass
Transfer, 46(23), 4467–4481. https://doi.org/10.1016/S0017-9310(03)00270-
9
Zhang, C., Yang, W., Yang, J., Wu, S., & Chen, Y. (2017). Experimental
Investigations and Numerical Simulation of Thermal Performance of a
Horizontal Slinky-Coil Ground Heat Exchanger. Sustainability, 9(8), 1362.
https://doi.org/10.3390/su9081362
top related