nurzaenab - digilibadmin.unismuh.ac.id
Post on 04-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) YANG TELAHTERSERTIFIKASI DENGAN YANG BELUM TERSERTIFIKASI(Studi di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang)
The Performance Of Certfied and Uncertified Islamic Education(PAI)Teachers (Study at MTs Al-Urwatul Wustqaa Islamic Boarding
School Benteng Baranti District, Sidrap Regency)
TESIS
NURZAENABNIM : 01.14.388.2013
PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
v
ABSTRAK
Nurzaenab, 2016. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yangtelah Tersertifikasi dengan yang Belum Tersertifikasi (Studi di MTs PondokPesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti KabupatenSidereng Rappang). Dibimbing oleh H. Natsir A. Baki, dan H. Moh. Wayong.
Tujuan penelitian ini adalah, 1) Untuk mendeskipsikan kinerja guruPAI yang telah bersertifikat, 2) Untuk menjelaskan secara akurat KinerjaGuru PAI yang belum bersertifikat, dan 3) Untuk merumuskan hasil kinerjaguru PAI di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa KecamatanBaranti Kabupaten Sidrap
Metodologi penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif denganpendekatan paedagogik, teologis normatif, dan manajerial, Sumber datapenelitian ini terdiri atas para guru, pegawai, kepala Madrasah, dan pengurusyayasan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket,wawancara, observasi partisipatif, dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya guru telahmelaksanakan tugas secara profesional sesuai dengan fungsinya. Adapunpersamaan profesionalisme guru yang telah lulus sertifikasi dan belum sama-sama memiliki komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitaspembelajaran di Madrasah ini sedangkan yang membedakan keduanyaadalah adanya kreativitas para guru yang telah tersertifikasi jauh lebih baikdibandingkan mereka yang belum tersertifikasi. Hasil kinerja guru PAI yangtersertifikasi mampu berperan sebagai sosok inspirator, motivator,dinamisator, fasilitator, dan komunikator dalam menggerakkan, menggali, danmengembangkan potensi peserta didik.
Implikasi penelitian ini adalah bahwa Kinerja guru PAI yang telahtersertifikasi dengan yang belum di MTs Pondok Pesantren Al-UrwatulWutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap harus mampu menjadi wadahpengembangan kreativitas para guru pendidikan agama Islam sebagai bagiandari profesionalisme mereka. Oleh karena itu, kegiatan sertifikasi guru harusdilakukan secara profesional dengan meminimalisasi berbagai praktik kotoryang bisa menciderai profesionalisme guru sebagai figur yang pantasditeladani.
Kata Kunci: Kinerja Guru, PAI, dan Sertifikasi.
vii
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن ا بسم
آله وعلى محمد سييدنا ا رسول على والسلم الصلة و العالمين رب ل ألحمد
بعد أما ، أجمعين وأصحابه
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa diperuntukkan kepada hamba-hamba-Nya. Salawat dan salam
kepada Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang
mengikuti risalahnya. Dalam penyusunan Tesis ini yang berjudul " Kinerja
guru PAI yang telah tersertifikasi dengan yang belum tersertifikasi studi di
MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidrap", tesis ini diajukan sebagai tugas akhir pada Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyelesaian tesis ini penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. H. Natsir A. Baki, M.A., dan Drs. H. Moh. Wayong, M.Ed., Ph.D.,
Pembimbing, yang telah tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan sejak
awal penulisan tesis ini sehingga bisa di selesaikan dengan baik.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar dan Direktur Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M, M. Pd., serta para
staf administrasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar yang senantiasa memberikan pelayanan administratif kepada
penulis selama menempuh perkuliahan Program Magister.
viii
Terima kasih diucapkan kepada Prof. Dr. H. Abd. Rahman Getteng,
selaku Ketua Prodi Magister Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar dan seluruh dosen PPS Universitas Muhammadiyah Makassar
yang senantiasa membina penulis selama mengikuti perkuliahan. Terima
kasi kepada guru-guru sebagai informan dan rekan-rekan mahasiswa yang
telah banyak membantu dan saling memotivasi dari awal perkuliahan
sampai penulisan tesis ini.
Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
orangtua tercinta yang telah membesarkan dengan penuh kasi sayangnya
sehingga saya bisa mengenyam pendidikan hingga sekarang ini.
Wassalam
Makassar, 25 Maret 2016
Penulis,
Nurzaenab
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ iPERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iiiPERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................. ivABSTRAK................................................................................................................ vABSTRACT............................................................................................................. viKATA PENGANTAR............................................................................................. viiDAFTAR ISI............................................................................................................ ixDAFTAR TRANSLITERASI................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1B. Rumusan Masalah....................................................................... 17C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 18D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA…................................................................. 20
A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya.............................................. 20B. Kajian Teori dan Konsep............................................................ 23
1. Kinerja Guru............................................................................. 232. Kompetensi Guru..................................................................... 293. Sertifikasi Guru........................................................................ 70
B. Kerangka Pikir............................................................................... 75
BAB III METODE PENELITIAN………….…………………………………. 79
A. Jenis dan Lokasi Penelitian....................................................... 79B. Pendekatan Penelitian................................................................ 80C. Sumber Data ................................................................................ 82D. Instrumen Penelitian................................................................... 83E. Metode Pengumpulan Data........................................................ 84F. Metode Pengolahan dan Analisis Data..................................... 86
x
BAB IV ANALISIS KINERJA GURU YANG BERSERTIFIKASI DAN
BELUM DI PONDOK PESANTREN AL URWATUL WUTSQAKECAMATAN BARANTI KABUPATEN SIDRAP...................... 88
A. Profil MTS Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa
Kecamata Baranti Kabupaten Sidrap……………………… 88B. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam yang telah Bersertifikat
Pendidik di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al UrwatulWutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap……………… 92
C. Kinerja Guru PAI yang Belum Bersertifikat Pendidik padaMadrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul WutsqaaKecamatan Baranti Kabupaten Sidrap…………………………… 101
D. Hasil Kinerja Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah PondokPesantren Al Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti KabupatenSidrap…………………………………………….............................. 119
E. Pembahasan ……………………………………………................. 131
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 137
A. Simpulan........................................................................................ 137B. Saran.............................................................................................. 138
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 140BIODATA DIRI....................................................................................................... 146LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 147
xi
TRANSLITERASI DAN SINGKATAN
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapatdilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
HurufArab
Nama Huruf Latin Nama
ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب Ba B Beت Ta T Teث s\a s\ es (dengan titik di atas)ج Jim J Jeح h}a h} ha (dengan titik di bawah)خ kha Kh ka dan haد dal D Deذ z\al z\ zet (dengan titik di atas)ر Ra R Rز zai Z Zetس Sin S Esش syin Sy es dan yeص s}ad s} es (dengan titik di bawah)ض d}ad d} de (dengan titik di bawah)ط t}a t} te (dengan titik di bawah)ظ z}a z} zet (dengan titik di bawah)ع ‘ain ‘ apostrof terbalikغ gain G Geف Fa F Efق qaf Q Qiك kaf K Kaل lam L Elم mim M Emن nun N Enو wau W Weهـ Ha H Haء hamzah ’ Apostrofى Ya Y Ye
xii
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tandaapa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
2. VokalVokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakatdan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Contoh:فَ يْـ ـ فَ : kaifaلف يْ هفـ : haula
3. MaddahMaddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh:
Nama Huruf Latin NamaTandafath}ah a aا اkasrah i iااd}ammah u uا ا
Nama Huruf Latin NamaTanda
fath}ah danya>’
ai a dan iْي ف ـ
fath}ah dan wau au a dan uْي ف ـ
NamaHarakat danHuruf
Huruf danTanda
Nama
fath}ahdan alif atauya>’
�ف ... | ا �ف ...ى
d}ammahdan wauْــــ
a>
u>
a dan garis di atas
kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas
u dan garis di atasــــــْ
xiii
مـفاتف : ma>taـْ مف رف : rama>فَ يْـ ِــ : qi>la
تـ يْ ـ مـ َفـ : yamu>tu
4. Ta>’ marbu>t}ahTransliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang
hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah[t]. Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun,transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh katayang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:َفالـ اأفطي ـُـ فَ وي رف : raud}ah al-at}fa>lـ ــَفُ ـَ يْـَـفا اف ُـ يَـَفـ ـِ ـ يْـمف اف : al-madi>nah al-fa>d}ilahــُـ ـمف يْ ـ ـِ ـي افْ : al-h}ikmah
5. Syaddah (Tasydi>d)Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydi>d ( ـــ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulanganhuruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:ف َا فـ ّــ رف : rabbana>يْــَاف ـف ـّ َفـ : najjaina>قّ ـ فِ ـيـ افْ : al-h}aqq
فَ َّـــــ : nu“imaعفـِوـو : ‘aduwwunJika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
( ـْ ,(ــــــ maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.Contoh:
وْ ـ ـَ ـ عف : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
قْ ّـــ عفـرف : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
xiv
6. Kata SandangKata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif)ال
lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi sepertibiasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Katasandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandangditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar(-).
Contoh:ـُ ـ شّـمي افْ : al-syamsu (bukan asy-syamsu)ُـ ْـفـ فَ ْـيـ شَ افْ : al-zalzalah (az-zalzalah)ـ فَـَفُ يَ َفـ ـيـ افْ : al-falsafahـــــافدـ ـيـ افْ : al-bila>du
7. HamzahAturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awalkata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:نف يمــرـوي تـفْ : ta’muru>naعـ يْ ــَشـ افْ : al-nau‘ءء يْ ـ فَ : syai’unتـ ُمـــري : umirtu
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa IndonesiaKata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimatyang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atausering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam duniaakademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kataal-Qur’an(dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-katatersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasisecara utuh. Contoh:
Fi> Z{ila>l al-Qur’a>nAl-Sunnah qabl al-tadwi>n
xv
9. Lafz} al-Jala>lah (ا)Kata “Allah”yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa hurufhamzah.
Contoh:اـ ـُ دـَـي di>nulla>h ّـالـ billa>hAdapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-
jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:اـ ـُ مف حــيـ رف يْ ِـ يَ humهــ fi> rah}matilla>h
10. Huruf KapitalWalau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan hurufkapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Hurufkapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh katasandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diritersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, makahuruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yangsama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh katasandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,CDK, dan DR). Contoh:
Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>lInna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakanSyahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>nNas}i>r al-Di>n al-T{u>si>Abu>> Nas}r al-Fara>bi>Al-Gaza>li>Al-Munqiz\ min al-D}ala>lJika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harusdisebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
xvi
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:swt. = subh}a>nahu> wa ta‘a>la>saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallama.s. = ‘alaihi al-sala>mH = HijrahM = MasehiSM = Sebelum Masehil. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)w. = Wafat tahunQS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imra>n/3: 4HR = Hadis Riwayat
Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)
Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid(bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Eksistensi pendidikan agama Islam pada satu sisi mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional
dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bahkan, dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tersebut pada
Bab VI pasal 17 dan 18, disebutkan kedudukan madrasah sama dengan
sekolah umum. (Departemen Agama RI, 2007 : 17).
Madrasah sebagai institusi pendidikan tidak dapat mengelak dari
kebijaksanaan reformasi pendidikan yang bersifat desentralistik.
(Kunandar, 2008 : 104). Kewenangan tugas di bidang pendidikan di
lingkungan Kementerian Agama akan dengan sendirinya terlepas dari
kewenangan tugas di bidang agama. Manajemen berbasis sekolah dan
madrasah di lingkungan madrasah merupakan bentuk pengelolaan
pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas pada tingkat
madrasah yang disertai semakin meningkatnya partisipasi masyarakat.
Dewasa ini berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan mutu guru
yang telah bertugas di sekolah dan madrasah melalui pendidikan dalam
jabatan (in-service training). Tujuannya adalah untuk meningkatkan
keterampilan mengajar, penguasaan terhadap materi ajar, serta komitmen
1
2
2
dan motivasi guru dalam melakukan proses pembelajaran. Di antara
keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen
organik yang sangat menentukan. Tidak ada kualitas pembelajaran tanpa
kualitas guru. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat
menentukan keberhasilan pembelajaran.
Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat dengan
peserta didik dalam upaya pendidikan sehari-hari dan banyak menentukan
keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan. Peranan guru semakin
penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan yang profesional,
setiap peserta didik dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,
kompetitif, dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi
persaingan yang makin ketat dan berat, sekarang dan di masa yang akan
datang. (Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2003 : 7).
Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai tenaga
profesional, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tepatnya Bab III Pasal 7,
diamanatkan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (a) memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
(c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas; (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas; (e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
3
3
tugas keprofesionalan; (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja; (g) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat; (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (i) memiliki organisasi profesi
yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
tugas keprofesionalan guru. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2005).
Lebih lanjut di dalam bab dan pasal yang sama juga diamanatkan
bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode
etik profesi. Pada dasarnya pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah
“panggilan jiwa” untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia
dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan
melalui proses pembelajaran serta pemberian bimbingan dan pengarahan
kepada peserta didik agar mencapai kedewasaan masing-masing. (Syaiful
Bahri Djamarah, 2002 : 49).
Dalam kenyataannya menjadi guru tidak cukup sekadar untuk
memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat
keterampilan dan kemampuan khusus dalam bentuk menguasai
kompetensi guru, sesuai dengan kualifikasi jenis dan jenjang
4
4
pendidikannya.
Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. (Departemen
Agama RI, 2007 : 73). Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki
derajat profesional tertentu yang tercermin dari komitmen terhadap
kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi
standar mutu atau norma etik tertentu.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan adalah penjabaran dari Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem
pendidikan nasional. Undang Undang tersebut memuat visi, misi, fungsi,
dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pem-bangunan pendidikan
nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan
kebutuhan masyarakat.
Pembaruan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk
memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. (Departemen Agama, 2007 : 48).
5
5
Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam sejumlah misi pendidikan
nasional, yaitu:
a. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,
b. meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat
nasional, regional, dan internasional,
c. meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
dan tantangan global,
d. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar,
e. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan
untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral,
f. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pemberdayaan pembudayaan ilmu pengetahuan,
keterampilan, pengala-man, sikap, dan nilai berdasarkan standar
yang bersifat nasional dan global; dan
g. mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Departemen Agama, 2007 : 48)
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
6
6
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Pengembangan pendidikan tetap aktual untuk dibicarakan, karena
semakin berkembang masalah ini semakin banyak pula tantangan yang
harus dihadapi. Masa-lah pendidikan merupakan suatu masalah yang
kompleks, karena sangat terkait dengan semua bidang kehidupan lainnya.
Muhaimin dalam Syaefuddin menyatakan bahwa pada saat ini pendidikan
nasional masih dihadapkan pada permasalahan yang menonjol, yaitu
masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan serta masih lemahnya
manajemen pendidikan. (Udin Syaefuddin Saud, 2010 : 17).
Rendahnya mutu pendidikan telah memberikan akibat langsung
pada rendah-nya mutu sumber daya manusia bangsa Indonesia. Proses
untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu hanya bisa malalui
jalur pendidikan dan proses pem-belajaran yang bermutu pula.
Mutu pendidikan ditentukan oleh sistem pendidikan, baik dari segi
pengelo-laan maupun proses pendidikan itu sendiri, di arahkan secara
efektif untuk mening-katkan nilai tambah dari faktor-faktor input agar
menghasilkan output setinggi-tingginya. Faktor input pendidikan terdiri dari:
(1) peserta didik, (2) tenaga kepen-didikan termasuk guru, anggaran,
kurikulum, sarana prasarana dan administrasi, (3) lingkungan yang
meliputi faktor sosial ekonomi, politik, dan keamanan. (Ace Suryadi &
Wiana Mulyana, 1992 : 49).
7
7
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh seberapa jauh para
pelaku pendidikan melaksanakan tugas dan tanggung jawab mengelola
pendidikan. Brandt dalam Supriadi menyatakan, guru merupakan kunci
dalam peningkatan mutu pendi-dikan, mereka berada di titik sentral dari
setiap usaha reformasi pendidikan yang di-arahkan pada perubahan-
perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pen-didikan seperti
pembaruan kurikulum, pengembangan metode mengajar, penyediaan
saran dan prasarana hanya akan berarti apabila melibatkan guru. (Ace
Suryadi & Wiana Mulyana, 1992 : 49).
Guru sebagai unsur utama pada keseluruhan proses pendidikan,
terutama di tingkat institusional dan instruksional. Keberadaan guru dan
kesiapannya menjalankan tugas sebagai pendidik sangat menentukan
bagi terselenggaranya suatu proses pendidikan. Dengan kurikulum
serta sarana dan prasarana yang baik, tidak mungkin bisa diwujudkan
pendidikan yang berkualitas tanpa ditunjang oleh kehadiran guru, dan
tentu saja tipe guru yang dimaksudkan di sini, adalah yang profesional,
yakni guru yang memiliki profesionalisme tinggi dan dapat diandalkan
untuk mengawal kemajuan pendidikan yang berkualitas.
Keberadaan guru profesional memiliki peran yang sangat
strategis sehingga setiap guru harus secara terus-menerus
meningkatkan profesionalismenya. Dalam pada itu, sesungguhnya
banyak hal bisa dan sudah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru. Upaya strategis yang sudah dan
8
8
sedang dilakukan pemerintah adalah sertifikasi guru, yaitu proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik adalah
bukti formal pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai jabatan
profesional.
Sertifikasi guru merupakan langkah utama kebijakan
peningkatan kualitas pendidikan, dan program sertifikasi ini sementara
berjalan dengan tujuan agar ada peningkatan profesionalisme guru
dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Namun permasalahannya
adalah apakah ada peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan
profesional guru setelah adanya sertifikasi guru.
Permasalahan selanjutnya adalah patut dipertanyakan adalah
apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas
kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan,
adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi dan dengan
tunjangan yang diterimanya, guru akan lebih bermutu. Ini menjadi
penting untuk didiskusikan karena bukti-bukti hasil sertifikasi dalam
kaitan dengan peningkatan mutu guru bervariasi, sementara ada
kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan kualitas kompetensi
guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi Strata 1 atau
D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula,
maka guru bersertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi
sebesar 1 bulan gaji pokok guru, karena undang-undang telah
menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai
9
9
upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru bersertifikasi.
Tunjangan tersebut pada intinya adalah meningkatkan kualitas
kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka.
(Persatuan Guru Republik Indonesia, 2006 : 10).
Dalam masalah kompetensi guru, juga menimbulkan persoalan
mendasar karena sudah menjadi ketetapan bahwa guru yang
professional harus memiliki kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial,
(Persatuan Guru Republik Indonesia, 2006 : 10). sementara itu
dipersepsikan bahwa tidak semua guru yang bersertifikasi memenuhi
semua komponen kompetensi tersebut, sehingga menarik dijadikan
bahan penelitian. Dalam hal ini, kompetensi pedagogik, adalah
kemampuan guru mengelola pembelajaran. Kompetensi kepribadian,
adalah kemampuan yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi
profesional, adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi
pembelajaran. Kompetensi sosial, adalah kemampuan guru
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik.
(Departemen Agama RI, 2007 : 121).
Dalam pada itu untuk dapat menetapkan bahwa seorang guru
sudah memenuhi standard profesional maka yang bersangkutan harus
mengikuti uji sertifikasi. Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi.
Pertama, sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon
10
10
pendidik, dan kedua berdiri sendiri untuk mereka yang saat
disahkannya Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 sudah
berstatus pendidik. Bila guru telah dinyatakan lulus dalam ujian ini,
yakni pendidikan dan pelatihan profesi guru, maka berhak mendapat
sertifikat pendidik. Namun permasalahannya kemudian adalah apa
yang harus mereka dilakukan, kerana menyimak dari pengalaman
pelaksanaan sertifikasi, akan muncul pertanyaan tentang bagaimana
agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan
apabila gagal, mengapa sertifikasi gagal meningkatkan kualitas guru.
Pertanyaan seperti ini tentu memerlukan jawaban yang akurat, dan
tentu bisa dijawab setelah ditemukan berbagai fakta dan data di
lapangan kemudian dianalisis secara akurat. (Departemen Agama RI,
2007 : 123).
Pada kenyataannya pula bahwa sertifikasi guru dalam bentuk
penilaian dengan menggunakan portofolio, kelihatannya menimbulkan
polemik baru. Penulis menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi
dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan dalam hipotesis
penulis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak akan
berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi
dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Ini merupakan
problematika tersendiri yang menjadi keprihatinan banyak pihak namun
dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam
bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan
11
11
kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas
yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas
itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika
kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas
portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan.
(Muhaimin, 2002 : 35). Mereka berharap guru-guru tersebut dapat
mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka
akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Pada
gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan
diterapkan di sekolah atau di kelas.
Berkenaan dengan itulah, penulis merumuskan hipotesis bahwa
pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak
selamanya akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan
nasional, dan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan
pelaksanaan sertifikasi di beberapa negara maju, khusunya dalam
bidang pendidikan. Hasil studi Educational Training Service (ETS) yang
dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa pola-pola pembinaan
profsesionalisme guru di negara-negara tersebut dilakukan dengan
sangat ketat. (Samami dkk, 2006 : 34). Sebagai contoh, Amerika
Serikat dan Inggris yang menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon
guru yang baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua negara tersebut,
setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian untuk
memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut
12
12
terdiri dari tiga praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang
dikenakan pada saat seseorang masuk program penyiapan guru,
penilaian terhadap penguasaan materi ajar yang diterapkan pada saat
yang bersangkutan mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performance
di kelas yang diterapkan pada tahun pertama mengajar. Mereka yang
memiliki lisensi mengajarlah yang berhak menjadi guru. Dengan
demikian yang perlu disadari adalah bahwa guru merupakan subsistem
pendidikan yang dengan adanya sertifikasi, diharapkan kinerja guru
sebagai agen pembelajaran akan meningkat sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. (Samami dkk, 2006 : 34).
Dengan kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan
kesejahteraan yang memadai diharapkan kinerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran dapat meningkat. Kualitas pembelajaran yang
meningkat diharapkan akan bermuara akhir pada terjadinya
peningkatan prestasi hasil belajar peserta didik, sehingga kualitas dan
mutu pendidikan dapat terwujud. Di sinilah pentingnya kompetensi guru
sehingga benar-benar menjadi professional di bidangnya, dan untuk
pencapaian itu maka sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk
meningkatkan kualitas profesionalisme guru. Sertifikasi bukan tujuan,
melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan
profesionalisme guru yang berkualitas. Kegagalan dalam mencapai
tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan sertifikasi sebagai tujuan
itu sendiri. Dalam pada itu, maka bagi bangsa dan pemerintah
13
13
Indonesia harus senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa
jangan sampai sertifikasi menjadi tujuan. Oleh karenanya, semenjak
awal harus ditekankan khususnya di kalangan guru bahwa tujuan
utama adalah kualitas, sedangkan kualifikasi dan sertifikasi merupakan
sarana untuk mencapai kualitas tersebut.
Sejalan dengan pembahasan yang telah dikemukakan, maka
penulis belum menemukan pengaruh yang signifikan dalam sertifikasi
guru, namun di sisi lain tetap memiliki peran sebagai jembatan untuk
menuju pada perwujudan profesionalisme guru. Dikatakan bahwa
sertifikasi tidak memiliki pengaruh signifikan, karena di antara sekian
guru yang belum bersertifikasi ternyata dianggap memiliki kompetensi,
dan dapat dianggap sebagai guru professional. Asumsi ini sebagai
hipotesa penulis sesuai hasil survey awal terhadap sejumlah guru
pendidikan agama Islam (Guru PAI) di MTs Pondok Pesantren Al-
Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kab. Sidrap.
Pada survey itu juga penulis menemukan data bahwa di antara
guru yang telah mendapat sertifikat belum memenuhi kriteria sebagai
guru yang bersertifikasi, padahal sesuai yang dimanahkan undang-
undang bahwa guru bersertifikat harus memiliki mutu dan kualitas yang
tinggi dan profesionalisme di bidangnya, terutama terhadap
penguasaan mata pelajaran yang diajarkannya. Dengan
profesionalisme yang demikian, maka guru tersebut diberi tunjangan
fungsional yang tinggi sehingga mampu berkehidupan secara layak,
14
14
serta memiliki kemapanan dari segi ekonomi. Dari segi ini,
menimbulkan juga permasalahan karena ditemukan data di lapangan
bahwa karena guru yang bersertifikat telah cukup dalam bidang
ekonomi, maka sebagian mereka membeli kendaraan berupa mobil
dengan cara mencicil (kredit), namun dalam beberapa bulan berikutnya
yang bersangkutan tidak mampu membayar cicilan tersebut. Data dan
fakta ini, termasuk problematika yang perlu dicermati lebih lanjut di
lapangan.
Dengan demikian, menarik untuk dipermasalahkan dan
dirumuskan identifikasi masalah penelitian tentang apa yang dimaksud
profesionalisme guru, apa yang menjadi kriteria utama bagi
profesionalisme guru, upaya apa yang dilakukan telah dan sedang
dilakukan pemerintah dalam mewujudkan profesionalisme guru,
benarkah bahwa uji sertifikasi merupakan prasyarat yang harus dilalui
bagi guru yang profesional.
Oleh karena sebagaimana yang telah diasumsikan bahwa guru
PAI di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang belum ber-sertifikasi
sebagiannya dianggap memiliki kecakapan profesionalisme dan karena
berdasarkan data awal yang ditemukan sebagian mereka masih
dianggap belum memiliki profesionalisme, maka sebagai identifikasi
masalahnya adalah benarkah bahwa guru PAI tersebut pada MTs
Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
15
15
Kabupaten Sidenreng Rappang benar-benar belum memiliki
profesionalisme di bidangnya sebelum mengikuti sertifikasi guru
sementara secara formal belum mengikuti ujian sertifikasi, apa yang
menyebabkan mereka belum mengikuti program sertifikasi, kendala apa
yang mereka hadapi dan bagaimana peluangnya untuk bersertifikat.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah MTs Pondok Pesantren Al-
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang yang telah bersertifikat benar-benar sudah tergolong guru
yang profesional, bagaimana perbedaan antara guru yang bersertifikat
pendidik dengan guru yang belum bersertifikat pendidik mengikuti
program sertifikasi. Pertanyaan ini dan sejumlah persoalan lainnya
yang akan dikemukakan, menjadi latar belakang pentingnya mengkaji
profesionalisme guru pendidikan agama Islam bersertifikat pendidik dan
yang belum bersertifikat pendidik di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang
telah dikemukakan, maka lahirlah masalah pokok yang menjadi fokus
kajian dalam penelitian ini, yakni bagaimana kinerja guru PAI yang telah
lulus sertifikasi dengan yang belum tersertifikasi pada MTs Pondok
Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang, agar penelitian ini menjadi lebih terarah dan
16
16
tersistematis, maka masalah pokok yang telah dirumuskan
dikembangkan menjadi tiga sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja guru PAI yang telah bersetifikat pendidik di MTs
Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang?
2. Bagaimana kinerja guru PAI yang belum bersertifikat pendidik di
MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang?
3. Bagaimana Hasil Kinerja guru PAI yang di MTs Pondok Pesantren
Al-Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang?
C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan penelitian
a. Untuk mendeskipsikan kinerja guru PAI yang telah bersertifikat
di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
b. Untuk menjelaskan secara akurat Kinerja guru PAI yang belum
bersertifikat di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
c. Untuk merumuskan hasil kinerja guru PAI di MTs Pondok
Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang.
17
17
D. Kegunaan penelitian
1. Kegunaan ilmiah yaitu:
a. Diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para guru
yang ingin mengetahui pentingnya Kinerja guru dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
b. Sebagai masukan kepada pemerintah dan kepala sekolah,
serta stake holder’s lainnya sehingga guru-guru baik yang
telah disertifikasi maupun yang belum dapat selalu kreatif,
dan inovatif dalam menjalankan tugas.
2. Kegunaan praktis yaitu;
a. Diharapkan dapat memotivasi dan menjadi masukan bagi para
guru bersertifikasi dan yang belum bersertifikasi dalam
menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik yang
professional di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
b. Dapat menjadi masukan bagi pimpinan dan staf dalam
pengelolaan pendidikan di di MTs Pondok Pesantren Al-
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang.
18
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran penulis terhadap
berbagai literature pustaka, ditemukan berbagai hasil penelitian
lapangan (filed research) dan penelitian pustaka (library research)
berupa buku atau karya ilmiah lainnya yang mempunyai relevansi
dengan penelitian penulis. Hasil penelitian tersebut minimal lima karya
ilmiah yang bisa dijadikan sebagai pembanding sebagai berikut:
1. Hasil penelitian telah dilakukan oleh lembaga United Nation
Development Program (UNDP), Pengaruh Sertifikasi Terhadap
Kinerja Guru di Indonesia, tahun 2007, yang menyimpulkan bahwa
mutu pendidikan di Indonesia masih rendah ketimbang negara-
negara tetangga di ASEAN. Ini disebabkan rendahnya profesionalitas
guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Guru-
guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun
swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta
60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri
55,91 %, swasta 58,26 %. (United Nation Development Programe,
2015 : 12). Kesimpulan tersebut menjadi acuan bagi penulis untuk
memberikan informasi dalam mengatasi permasalahan rendahnya
kualitas guru ini, adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan
adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat
19
19
dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula.
Untuk itulah maka tesis ini akan membandingkan bagaimana kinerja
guru yang bersertifikasi dan yang belum bersertifikasi.
2. Disertasi Hj. Yuspiani, Pengaruh Komitmen Profesi terhadap
Kompetensi Profesional Guru pada Madrasah Tsanawiyah di Kota
Makassar yang menyimpulkan bahwa profesionalisme guru
madrasah di kota Makassar dalam keadaan sedang, ini berarti guru
madrasah tsanawiyah dalam mengenali profesi, keterikatan dan
keterlibatan, rasa memiliki, kesetiaan, dan kebanggaan terhadap
profesi berada pada kategori sedang, kompetensi profisional guru
madrasah tsanawiyah di kota Makassar pada umumnya berada
pada kategori sedang artinya guru madrasah tsanawiyah dalam hal
penguasaan materi, stuktur, konsep dan pola keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu, penguasaan standar
kompetensi dan kompetensi dasar pengembangan materi
pembelajaran yang diampu secara kreatif.
3. Tesis yang ditulis Fahruddin, Pengaruh Profesionalisme Guru
terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Peserta didik MAN Suli
Kabupaten Luwu, yang menyimpulkan bahwa profesionalisme guru
memiliki pengaruh signifikan terhadapat peningkatan kualitas
terhadap dirinya, dan terhadap orang lain terutama peserta didik-
peserta didik yang diajarnya seperti yang terjadi di MAN Suli
Kabupaten Luwu. Indikatornya adalah, sebelum adanya sertifikasi
20
20
angka peserta didik dalam buku rapor masih tergolong rendah,
namun setelah adanya sertifikasi maka angka atau nilai-nilai yang
diperoleh peserta didik tergolong tinggi, rata-rata angka delapan, dan
hal ini telah memenuhi standar kelulusan peserta didik dalam ujian
nasional.
4. Tesis yang ditulis Saharuddin berjudul, Konsep Profesionalisme Guru
dalam Perspektif Pendidikan Islam: Studi Peningkatan Mutu Guru
MTs. Muhammadiyah Tallo Makassar, yang kesimpulannya sama
dengan tesis yang disebutkan sebelumnya, yakni bahwa
profesionalisme guru memiliki pengaruh signifikan. Tesis ini dan
sebelumnya meneliti tentang profesionalisme guru sebagaimana
yang penulis teliti, namun skop dan area penelitian tesis tersebut
tergolong sempit karena di madrasah. Untuk kelayakan akademik
setingkat S3 dengan penelitian berupa tesis maka tentu saja skopnya
harus lebih luas, sehingga penulis memilih satu area wilayah
kecamatan, yakni Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Sidrap,
pada wilayah tersebut terdapat beberapa sekolah dan madrasah
yang dijadikan area penelitian.
5. Selain tesis dalam bentuk penelitian lapangan, ditemukan pula tesis
yang penelitiannya fokus pada kajian pustaka seperti yang ditulis
oleh Ummi Kalsum tahun 2007 berjudul Konsep Profesionalisme
Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Tesis ini menekankan pada
profesionalisme guru yaitu seperangkat kemampuan yang beraneka
21
21
ragam atau kemampuan yang menuntut adanya keterampilan
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru,
profesionalisme menurut Ummi Kalsum harus mempunyai
kemampuan yang terlatih dan terdidik yang dibarengi pengalaman
yang banyak di bidangnya.
6. Ditemukan beberapa hasil penelitian yang sudah di bukuhkan yang
membahas profesionalisme guru yang dapat mendukung penelitian
penulis antara lain Moh. Uzer Usman dengan judul Menjadi Guru
Profesional. Buku ini membahas tentang tugas guru, peranan dan
kompetensi guru dalam proses belajar mengajar. (Muh. Uzer Usman,
2009 : 53).
B. Kajian Teori dan Konsep
Untuk memperoleh pemahaman yang jelas terhadap teori dan
konsep pembahasan dalam kajian ini, serta menghindari kesalah
pahaman dalam menginterpretasikan judul penelitian yang dilakukan,
maka yang perlu dikemukakan definisi operasional judul dan ruang
lingkup penelitiannya.
1. Kinerja Guru
Kinerja Guru menurut Abd Rahman Getteng yaitu prilaku
rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, profesional dan kompetensi
ditujukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat
22
22
dipertanggungjawabkan secara rasional dalam upaya mencapai tujuan.
(Abd. Rahman Getteng, 2011 : 29).
Menurut Spencer and Spencer bahwa kinerja adalah kemampuan
sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang
berhubungan dengan kerja efektif atau superior dalam suatu pekerjaan
atau situasi. Ia menambahkan bahwa profesionalisme merupakan hal
yang menonjol bagi seseorang dalam mengindikasikan cara-cara dan
prilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam
periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
profesionalisme merujuk pada kerja seseorang dalam suatu pekerjaan
yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan prilakunya. Kinerja Guru adalah
pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan fungsinya
sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal. (Mukhtar, 2003:
86).
Kinerja guru adalah orang yang mampu melaksanakan tugas
jabatannya secara maksimal, baik secara konseptual maupun aplikatif.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kemampuan yang maksimal dalam melaksanakan
tugas jabatan guru. Adapun profesional pada umumnya adalah orang
yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan
secara sempurna maupun tidak. Dalam konteks ini, yang dimaksud
dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh
23
23
penguasaan suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin
diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seorang guru perlu memiliki
kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang
yang bukan guru dan tidak melalui pendidikan keguruan.
Abuddin Nata mengemukakan kinerja guru adalah istilah-istilah
yang berkaitan dengan penamaan atas aktivitas mendidik dan mengajar.
Ia lalu menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah-istilah tersebut
terhimpun dalam kata pendidik.( Abuddin Nata, 2007 : 61) Hal ini
disebabkan karena keseluruh istilah itu mengacu kepada seseorang
yang memberikan pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman kepada
orang lain.
Sedangkan istilah guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)
mengajar. Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim dengan
kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah pendidik. Perbedaan
ini dalam pandangan Muh. Said dalam Abidin Ibnu Rusn dipengaruhi oleh
kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda yang
membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding
(pendidikan). Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di dunia
Timur, termasuk tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim. Adapun
24
24
guru PAI di maksudkan adalah pendidik yang melakukan pembelajaran
pendidikan agama Islam baik pada tingkat dasar maupun menengah.
Dalam pengertian lain, kinerja guru PAI adalah suatu pekerjaan tertentu
yang memerlukan pendidikan, keahlian, keterampilan, kejujuran dan
memiliki kepandaian untuk melaksanakan pendidikan agama Islam,
yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan
pedagogik. Guru yang memikili kinerja adalah guru yang memiliki
profesi, yang mampu menjelaskan sesuatu secara rinci dan tuntas.
(Ahmad Tafsir, 2005 : 207).
Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal dalam
Muhamad Idris adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan
jasmani dan ruhaniah untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi
tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan
makhluk sosial. (Muhamad Idris, 2008 : 49)
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi
seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui
interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa:
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, danmengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalurpendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.(Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Guru dan Dosen , 2009 : 3)
25
25
Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan dan
pelaksanaan pengabdian tugas-tugasnya yang ditandai dengan keahlian,
baik dalam penguasaan materi maupun metode. Di samping keahliannya,
sosok guru profesional ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam
melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru profe-sional hendaknya
mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru
kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan
agamanya.
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap
adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan
sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan, selalu
bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya
peran guru dalam dunia pendidikan. Guru menjadi faktor yang
menentukan mutu pendidikan karena guru berhadapan langsung dengan
para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru,
mutu dan kepribadian peserta didik dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru
kompeten, bertanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi dalam
mengimplementasikan kurikulum sehingga guru dapat diilustrasikan
sebagai kurikulum berjalan. Bagaimanapun baiknya kurikulum dan sistem
pendidikan yang ada tanpa didukung oleh kemampuan guru, semuanya
akan sia-sia. Guru berkompeten dan bertanggung jawab, utamanya dalam
mengawal perkembangan peserta didik sampai ke suatu titik maksimal.
26
26
Tujuan akhir seluruh proses pendampingan guru adalah tumbuhnya
pribadi dewasa yang utuh.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat,
guru tidak lagi sekedar bertindak sebagai penyaji informasi. Guru juga
harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing
yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, guru juga
harus senantiasa meningkatkan keahliannya dan senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
menghadapi berbagai tantangan.
Perkembangan dunia pendidikan yang sejalan dengan kemajuan
teknologi dan globalisasi yang begitu cepat perlu diimbangi oleh
kemampuan pelaku utama pendidikan, dalam hal ini guru. Sebagian guru
dalam menghadapi perubahan yang cepat dalam pendidikan dapat
membawa dampak kecemasan dan ketakutan bagi mereka. Perubahan
dan pembaruan pada umumnya membawa banyak kecemasan dan
ketidaknyamanan. Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, bukan
perkara mudah, karena mengandung konsekwensi teknis dan praksis,
serta psikologis bagi guru. Misalnya, perubahan kurikulum atau perubahan
kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekedar perubahan struktur dan
isi kurikulum. Atau sekedar perubahan isi pembelajaran, tetapi perubahan
yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya,
perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran.
27
27
2. Kompetensi Guru
Guru dalam menjalankan tugas profesionalnya mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang tidak ringan. Untuk itu, guru harus memiliki dan
menguasai kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan
kewajibannya sehingga ia menjadi sosok guru yang betul-betul profesional.
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan
tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan
merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam
melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala
sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk
melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor
antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang
ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara
bertanggung jawab.( J. Milten Cowan, 2011: 21).
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan dalam menunjang kebutuhan
hidupnya. Pekerjaan tersebut memerlukan keahlian, kemahiran atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas, seorang guru
yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen yaitu:
28
28
a. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
1) Konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar;
2) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
3) Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
4) Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;
dan
5) Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional.
b. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, dan
menjadi teladan bagi peserta didik serta masyarakat.
c. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
1) Konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar;
2) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
3) Hubungan konsep antarmata pelajaran terkait;
4) Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;
dan
5) Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional.
29
29
d. Kompetensi sosial yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk:
1) Berkomunikasi lisan dan tulisan;
2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, dan orangtua/wali peserta didik;
4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (M. Ngalim
Purwanto, 2004 : 16)
Tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kegiatan yaitu, pertama, menyusun program pengajaran seperti
program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester/catur wulan,
program satuan pengajaran, kedua, menyajikan/melaksanakan
pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode
mengajar, menggunakan media/sumber, mengelola kelas/ mengelola
interaksi belajar mengajar, ketiga, melaksanakan evaluasi belajar:
menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil evaluasi belajar, dan
melaksanakan program perbaikan dan pengayaan. (Muchtar Effendi,
2006 : 75.)
Secara umum, baik sebagai pekerjaan maupun sebagai profesi
guru selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang
amat penting. Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga
komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen
pendidikan itu merupakan condition sine quanon atau syarat mutlak dalam
30
30
proses pendidikan di sekolah.
Melalui mediator guru atau pendidik, peserta didik dapat
memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dalam kurikulum
nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang
yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar peserta didik dapat belajar
atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya
secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang
didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat atau swasta. (Suyanto,
2009 :13) Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak
hanya dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih, dan pembimbing.
Tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional sedang
hangat dibicarakan dan diupayakan oleh pemerintah sekarang ini. Tugas
seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama, yaitu:
1) dalam bidang profesi;
2) dalam bidang kemanusiaan; dan
3) dalam bidang kemasyarakatan.(Suyanto, 2009 :13)
Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi
sebagai robot, melainkan dinamisator yang mengantar potensi-potensi
peserta didik ke arah kreativitas.
Secara lebih detail, ada beberapa ciri-ciri profesionalisme guru.
Rebore dalam Kunandar mengemukakan bahwa karakteristik
profesionalisme guru bisa ditinjau dari enam komponen, yaitu: (1)
pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan
31
31
melakukan kerjasama secara efektif dengan peserta didik, guru, orang tua
peserta didik, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan
pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan
pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan, dan menumbuhkan
pola perilaku peserta didik, serta (6) melaksanakan kode etik jabatan.
(Asrorun Ni’am Sholeh, 2006 : 59).
Di sisi lain, Glickman dalam Bafadal memberikan ciri
profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak
(abstraction) dan komitmen (commitment) guru. Guru yang profesional
memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan
konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam
persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan tugas. Dengan kata lain bahwa komitmen
adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan
rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker dalam Saud mengemukakan bahwa
profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam
melaksanakan tugas dan selalu mengembangkan diri (growth). Demikian
pula Glatthorm mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme
guru, di samping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu
mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility),
serta kemandirian (autonomy). Bila ditelaah dari unsur-unsurnya, pada
dasarnya ada dua aspek yang menentukan tingkat profesionalisme guru
32
32
dalam melaksanakan tugas, yaitu aspek kemampuan dan komitmen. Guru
yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan komitmen
dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan. (Udin Syaefuddin Saud, 2010 :
85). Dengan kata lain, memiliki komitmen dan semangat kerja yang baik
dalam melaksanakan tugas. Untuk itu, dalam meningkatkan
profesionalisme guru, perlu didukung dengan kemampuan yang baik dan
semangat kerja yang tinggi.
Kinerja guru menurut pakar pendidikan Soedijarto menyatakan,
bahwa seorang guru harus mampu menganalisis, mendiagnosis, dan
memprognosis situasi pendidikan. Lebih lanjut Soedijarto mengemukakan
bahwa guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara
lain: (a) disiplin ilmu pengetahuan, (b) bahan ajar yang diajarkan, (c)
pengetahuan tentang karakteristik peserta didik, (d) pengetahuan tentang
filsafat dan tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode
dan model pembelajaran, (f) penguasaan terhadap prinsip-prinsip
teknologi pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu
merencanakan guna kelancaran proses pendidikan. (Soedijarto, 2003 :
60). Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk
memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak
mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Kompetensi
guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga
kependidikan yang tampak sangat berarti. Dengan demikian, kompetensi
guru merupakan kapasitas yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas
33
33
profesinya. Tugas profesional guru bisa diukur dari seberapa jauh guru
mendorong proses pembelajaran yang efektif dan efisien. (Soedijarto,
2003 : 61)
Cooper dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru,
yakni (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku
manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang
dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah,
dan teman sejawat, serta (4) mempunyai keterampilan teknik
pembelajaran. (Oemar Hamalik, 2006 : 94). Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Grasser dalam Sudjana bahwa ada empat hal yang
harus dikuasai guru, yakni: menguasai bahan pelajaran, kemampuan
mendiagnosis tingkah laku peserta didik, kemampuan melaksanakan
proses pembelajaran, dan kemampuan mengukur hasil belajar peserta
didik. (Oemar Hamalik, 2005 : 94). Sementara itu, Sudjana membagi
kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti
penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai mengajar,
pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan
tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang adminsitrasi
kelas, pengetahuan tenatang cara menilai hasil belajar peserta didik,
pengetahuan tentang kemasyarakatan, serta pengetahuan umum
lainnya.
b. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru
34
34
terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya.
Misalnya, sikap menghargai pekerjaan-nya, mencintai dan memiliki
perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap
toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang
keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
c. Kompetensi prilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam
berbagai keterampilan/berprilaku, seperti keterampilan dalam
membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pembelajaran, bergaul
atau berkomunikasi dengan peserta didik, keterampilan menumbuhkan
semangat belajar peserta didik, keterampilan menyusun persiapan
perencanaan pembelajaran, keterampilan melaksanakan administrasi
kelas, dan lain-lain. (Sudjana, 2004 : 92)
Ketiga bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain karena ketiga
bidang tersebut (kognitif, sikap, dan perilaku) mempunyai hubungan
hirarkis. Artinya antara ketiga kompetensi tersebut saling mendasari satu
sama lain, kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.
Terkait dengan itu, Rusyan mengemukakan macam-macam
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu:
a. Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki pengetahuan yang
luas dari subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta
penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoretis dalam
memilih metode dalam proses pembelajaran.
35
35
b. Kompetensi personal, artinya sikap pribadi yang mantap sehingga
mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti
memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan
kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara,
yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani”.
c. Kompetensi sosial, artinya guru harus menunjukkan atau mampu
berinteraksi sosial, baik dengan peserta didiknya maupun dengan
sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
d. Kompetensi untuk melakukan pembelajaran yang sebaik-baiknya yang
berarti mengutamakan nilai-nilai sosial dari nilai material. (Tabrani
Rusyan, 2008 : 21).
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa pendidikan harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Selanjutnya, dalam penjelasannya dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai agen pembelajaran
(learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator,
pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, guru atau pendidik
sebagai agen pembelajaran maka guru harus memiliki empat jenis
kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan
36
36
sosial. Dalam konteks itu kompetensi guru dapat diartikan sebagai
kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam
bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab. Keempat
jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan
indikator essensialnya diuraikan sebagai berikut.
Pertama kompetensi pedagogik. Dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Secara subtantif kompetensi ini mencakup hal-hal berikut: (1)
memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif, prinsip kepribadian, dan mengidentifikasikan
pemahaman awal peserta didik. (2) merancang pembelajaran;
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan startegi yang dipilih, (3) melaksanakan pembelajaran yang
kondusif. (4) merancang dan melaksanakan evaluasi (assesement) proses
dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;
menganalisis hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar
37
37
(mastery level), memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. (5)
mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi; memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai
potensi akademik dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan
berbagai potensi non akademiknya.( Omar Hamalik, 2008 : 62).
Kedua kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian
merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik dan berakhlak mulia. ( Omar Hamalik, 2008 : 62) Pribadi guru
memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan,
khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga berperan
dalam membentuk pribadi peserta didik, karena manusia merupakan
mahluk yang suka mencontoh termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadi peserta didik.
Secara rinci, setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan
menjadi sub-kompetensi dan indikator esensialnya sebagai berikut: (1)
memiliki kepribadian yang mantap dan stabil dengan bertindak sesuai
dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan
memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma, (2) memiliki
kepribadian yang dewasa dengan menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi sebagai
pendidik, (3) memiliki kepribadian yang arif dengan menampilkan tindakan
38
38
yang berdasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak,
(4) memiliki kepribadian yang berwibawa dengan memiliki prilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang
disegani, (5) memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan dengan
bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik.
( Omar Hamalik, 2008 : 108)
Dalam rangka menumbuhkan kompetensi kepribadian ini, E.
Mulyasa merancang sebuah konsep budaya pendidikan yang diharapkan
akan menjadi ajang pembangunan karakter bangsa (nation building).
Budaya pendidikan yang sedang dirancang tersebut adalah budaya malu,
budaya mutu, budaya kerja, budaya disiplin, dan budaya ibadah. (E.
Mulyasa, 2009 :131) Kinerja guru yang ditunjukkan dapat diamati dari
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang
tentunya sudah dapat mencerminkan suatu pola kerja yang dapat
meningkatkan mutu pendidikan ke arah yang lebih baik. Seseorang akan
bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang
tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.
Jadi, betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja
secara profesional apabila tidak memiliki kepribadian dan dedikasi dalam
bekerja yang tinggi.
Guru yang memiliki kinerja yang baik tentunya memiliki komitmen
39
39
yang tinggi dalam pribadinya, artinya tercermin suatu kepribadian dan
dedikasi yang paripurna. Guru yang memiliki komitmen yang rendah
biasanya kurang memberikan perhatian kepada peserta didik, demikian
pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya, seorang guru yang
memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam
bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu
pendidikan sangat banyak.
Ketiga kompetensi sosial. Kompetensi sosial berkenaan dengan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. (E. Mulyasa, 2009 :132) Kompetensi ini memiliki
subkompetensi dengan indikator esensial yaitu: (1) mampu berkomunikasi
dan bergaul sesama secara efektif dengan peserta didik, (2) mampu
berkomunkasi dan bergaul sesama pendidik dan tenaga kependidikan,
dan (3) mampu berkomunkasi dan bergaul secara efektif dengan orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. (E. Mulyasa, 2009 :133).
Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa
terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Guru
dalam menjalani kehidupan seringkali menjadi tokoh panutan dan
identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Ashraf mengungkapkan
bahwa Imam Al-Gazali menempatkan profesi guru pada posisi yang paling
40
40
tinggi dan paling mulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat.
Keempat kompetensi profesional. Dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membim-bing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan. (E. Mulyasa, 2009 :134)
Secara umum kompetensi guru dapat diidentifikasi pada ruang
lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut: (1) mengerti dan
dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis, psikologis,
sosiologis maupun sebagainya, (2) mengerti dan dapat menerapkan teori
belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, (3) mampu menangani
dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, (4)
mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, (5)
mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media, dan
sumber belajar yang relevan, (6) mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pembelajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi
hasil belajar peserta didik, dan (8) mampu menumbuhkan kepribadian
peserta didik.
Crow dan Crow dalam Hamalik menyatakan bahwa kompetensi
guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi penguasaan
subjectmatter yang akan diajarkan, keadaan fisik dan kesehatannya, sifat-
41
41
sifat pribadi dan kontrol emosinya. Demikian juga memahami sifat hakikat
dan perkembangan manusia, pengetahuan dan kemampuannya untuk
menerapkan prinsip-prinsip belajar, kepekaan dan aspirasinya terhadap
perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis, minatnya terhadap
perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus
dilakukan. (Hamalik, 2006 : 21).
Dalam kegiatan profesionalnya, guru harus memiliki kemampuan
untuk merencanakan program pembelajaran dan kemampuan untuk
melaksanakan pem-belajaran. Kemampuan ini diperoleh melalui latihan
yang berkesinambungan, baik pada masa pendidikan perajabatan
maupun pada masa pendidikan dalam jabatan. Untuk itu, perlu disusun
Alat Penilai Kemampuan Guru (APKG). Alat ini berfungsi untuk mengukur
kemampuan guru.
Adapun penyusunan alat penilaian kemampuan guru, yaitu;
1) Kemampuan membuat perencanaan pembelajaran yang meliputi;
Perencana-an pengorganisasian bahan pembelajaran, pengelolahan
kegiatan pembelaja-ran, pengelolaan kelas, penggunaan media dan
sumber belajar, dan penilaian hasil pembelajaran.
2) Untuk kemampuan pembelajaran dalam kelas meliputi: Penggunaan
metode, media, dan bahan latihan, berinteraksi dengan peserta didik,
mendemons-trasikan khazanah metode pembelajaran, mendorong
dan mengarahkan ketertiban peserta didik dalam kelas,
mendemonstrasikan penguasaan materi, mengorganisasikan waktu,
42
42
ruang, dan bahan perlengkapan, serta melakukan evaluasi hasil
belajar.
3) Kemampuan mengadakan hubungan antara pribadi peserta didik
meliputi: Membantu mengembangkan sikap positif pada diri peserta
didik, bersikap terbuka dan luwes terhadap peserta didik dan orang
lain, serta menampilkan kegairahan dan kesanggupan dalam
kegiatan pembelajaran. (E. Mulyasa, 2009 :134).
Pendapat senada dikemukakan oleh Agung yang menjabarkan Alat
Penilai Kemampuan Guru (APKG) ke dalam dua dimensi atau aspek
kemampuan guru dengan indikator-indikatornya yaitu: (1) kemampuan
membuat rencana pembelajaran yang terdiri dari mengorganisasikan
bahan pembelajaran, merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran,
pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan media dan sumber
pembelajaran, merencanakan penilaian presetasi peserta didik untuk
kepentingan pembelajaran; dan (2) kemampuan dalam praktik
pembelajaran yang terdiri atas penggunaan metode, media, dan bahan
latihan sesuai dengan tujuan pembelajaran, berkomunikasi dengan
peserta didik, mendemonstrasikan khazanah metode pembelajaran,
mendorong dan menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran, mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan
relevansinya, mengorganisasi waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan
pembelajaran, serta melaksanakan evaluasi pencapaian peserta didik
dalam proses pembelajaran.
43
43
Memahami uraian di atas, tampak bahwa kompetensi profesional
merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru dalam kaitannya
dengan pelaksanaan tugas utama guru di sekolah atau madrasah.
Beberapa hal penting yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah
kemampuan menjabarkan materi standar dalam kurikulum. Untuk
kepentingan tersebut, guru harus mampu menentukan secara tepat materi
yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Sedikitnya, terdapat tiga tipe materi pembelajaran yang menyangkut
peranan guru dalam kompetensi profesional, yaitu:
Pertama, jika guru mendesain dan mengembangkan materi
pembelajaran individual, peran guru dalam penyampaian materi bersifat
pasif. Tugas guru adalah memonitor dan membimbing kemajuan peserta
didik dalam penyelesaian materi dan membentuk kompetensi. Kedua,
guru memilih materi pembelajaran yang telah ada dan menyesuaikan
dengan startegi pembelajaran yang digunakan. Dalam kaitan ini peranan
guru menjadi lebih efektif dalam penyampaian materi dan pembentukan
kompetensi. Ketiga, pembelajaran sangat bergantung kepada guru. Guru
menyampai-kan semua materi pembelajaran menurut strategi yang telah
dikembangkan. Dalam tipe ini, guru selalu dapat menyajikan secara up-to-
date tetapi sebagian besar waktu habis untuk menyampaikan kepada
seluruh kelompok dan sedikit waktu untuk membantu perorangan bagi
peserta didik yang memerlukan. (E. Mulyasa, 2009 :131).
Selain itu, agar pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan
44
44
menyenang-kan, materi pembelajaran harus diurutkan sedemikian rupa
serta dijelaskan mengenai batasan dan ruang lingkupnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) sebagai konsensus nasional, yang dikembangkan dalam standar
isi dan standar kompetensi untuk setiap kelompok mata pelajaran yang
akan dikembangkan. Selanjutnya, menjabarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) ke dalam indikator sebagai langkah awal dalam
mengembangkan materi standar untuk mencapai kompetensi tersebut.
selanjutnya, mengembangkan ruang lingkup dan urutan setiap kompetensi.
Bila diperhatikan lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang
mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah
swt. di atas intinya adalah mengajak manusia melaksanakan perintah
Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. M. Ja’far menegaskan, “Tugas dan
tanggung jawab guru menurut agama Islam dapat diidentifikasikan
sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang
makruf dan mencegah yang munkar. Hal ini menunjukkan adanya
kesamaan tugas yang dilaksanaan oleh guru dan muballigh/da’i,
melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan non formal. Rasulullah
saw. bersabda:
(رواه ة آَيً وْ َي يْ ِّني يَ ا ّنُغْ َيِ يَ َيا يَ ِل سي يْ نِ وَ ِي يَ غ لل ِلى صي نيل اَِلَ لّ أي ْ رٍ وْ يَ نّ وَ ن لل نِ وَ يَ وّ يَالبخارى)
Artinya:
Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi saw. bersabda,“Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat. (HR. al-Bukhari)
45
45
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui,
termasuk pendidik/guru, adalah menyampaikan apa yang dipahami dan
diketahuinya (ilmu) untuk ditransfer kepada orang orang yang belum
mengetahui. Hal tersebut merupakan suatu wujud pertanggung jawaban
sosial seorang guru pada lingkungan sosial dimana dia berada. Sebagai
seorang pendidik, guru merupakan pemimpin pendidikan dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang mana kepemimpinan tersebut
harus dipertanggung jawabkan kepadapemerintah sebagai penanggung
jawab pendidikan dan kepada Allah swt sebagai titik kulminasi
pertanggung jawaban normatif seorang hamba atas kepemimpinannya
sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi sebagai berikut:
اٍر يٍ وَ غُ غُِل غَ غْ َيُ يَ ِل سي يْ نِ وَ ِي يَ غ لل ِلى صي ن لل يَ سغْ يٍ غُ وْ نْ سي غَ غْ َيُ يٍ يْ غَ يّ وَ ن لل يِ وَ يَنِ�ن َلِ نَ يٍ وّ يَ لَ غْ ُ سو يْ وَ غُ غُِل يْ
Artinya:
Abdullah bin Umar berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah saw.bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (H.R. al-Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab
dalam Islam bersifat pribadi dan sosial. Dalam pendidikan formal, guru
adalah pemimpin di dalam kelas yang bertanggung jawab tidak hanya
terhadap perbuatannya, tetapi juga terhadap perbuatan orang-orang yang
berada di bawah perintah dan pengawasannya yaitu peserta didik.
46
46
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan oleh guru, al-Abrasyi yang mengutip pendapat al-Ghazali
mengemuka-kan bahwa:
a.Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap peserta didiknya dan
memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi
bermaksud dengan mengajar itu mencari keridaan Allah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
c. Memberikan nasehat kepada peserta didik pada tiap kesempatan,
bahkan menggunakan setiap kesempatan itu untuk menasehati dan
menunjukinya.
d.Mencegah peserta didik dari akhlak yang tidak baik dengan jalan
sindiran jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus,
dan tidak mencela.
e. Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata
dengan perbuatannya. (Syaiful Sagala, 2005 : 7).
Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru
yaitu:
a. Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan
berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket
dan sebagainya;
b. Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang
baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang;
47
47
c. Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai keahlian dan keterampilan agar mereka
memilikinya dengan cepat;
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan peserta didik berjalan dengan baik;
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik melalui
kesulitan dalam mengembangkan potensinya. (Ahmad Tafsir, 2004 :
79).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui
bahwa tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar atau
menyampaikan kewajiban kepada peserta didik, akan tetapi juga
membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian
muslim.
Sehubungan dengan hal itu, Zainal Abidin menegaskan bahwa
tugas dan tanggung jawab utama yang harus dilaksanakan oleh guru,
terutama guru pendidikan agama Islam adalah membimbing dan
mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian peserta didik pada
ajaran Islam. Menurut al-Gazali, guru harus memiliki akhlak yang baik
karena peserta didik selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang
harus diikutinya. (Ahmad Tafsir, 2004 : 81).
Sedangkan Nur Uhbiyati mengemukakan tugas dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:
48
48
a.Membimbing peserta didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran
agama Islam;
b.Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di
mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil
yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. (Nur Uhbiyati,
2007 : 72).
Pada sisi lain, Samsul Nizar mengungkapkan rangkaian tugas guru
dalam mendidik, yaitu ‘rangkaian mengajar, memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberikan contoh, dan membiasakan’. (Samsul
Nizar, 2003 : 2) Imam Barnadib menambahkan bahwa tugas guru terkait
dengan perintah, larangan, menasehati, hadiah, pemberian kesempatan,
dan menutup kesempatan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
tugas guru bukan hanya sekedar mengajar. Di samping itu, ia bertugas
sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran sehingga
seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian
khusus, diharapkan betul-betul mengarahkan seluruh perhatiannya agar
selalu dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung
jawab. Untuk itu, guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka
dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
49
49
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan
jaminan kesejahteraan sosial;
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi
kerja;
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk menjaga kelancaran tugas keprofesionalan;
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-
undangan;
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan;
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Guru profesional dituntut memiliki kompetensi-kompetensi khusus.
Selain itu, guru juga dituntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
50
50
dibebankan kepadanya. Di dalam pasal 20 Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan
bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya mempunyai beberapa
kewajiban, yaitu:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum, dan kode
etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Samsul
Nizar, 2003 : 21).
Dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana
diamanatkan oleh undang-undang tersebut di atas, seorang guru akan
tetap dapat eksis di tengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat. Demikian pula para peserta didik akan
semakin hormat kepadanya karena mereka melihat guru mereka sebagai
sosok yang senantiasa dapat ditiru dan digugu.
51
51
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Selanjut-nya, di dalam penjelasan undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak
mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa kompetensi profesional guru adalah
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam,
sedangkan kompetensi sosial berarti kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Keempat kompetensi tersebut secara teoretis dapat dipisah-
pisahkan satu sama lain. Namun, secara praktis keempat kompetensi itu
tidak mungkin dipisah-pisahkan. Keempatnya saling menjalin secara
terpadu dalam diri seorang guru.
a. Kompetensi pedagogis
Kompetensi pedagosis adalah seperangkat kemampuan dan
keterampilan (skill) yang berkaitan dengan interaksi pembelajaran antara
guru dan peserta didik dalam kelas. Kompetensi pedagogis ini meliputi
kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode
52
52
pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola
kelas, dan melaksanakan evaluasi.
b. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan
karakteristik personal yang memcerminkan realitas sikap dan perilaku
guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi kepribadian ini melahirkan ciri-ciri guru yaitu, sabar, tenang,
bertanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain,
stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, inisiatif, dan lain-lain.
c. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan
keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan berinteraksi dengan
masyarakat, khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat, guru
masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas
moral cukup besar. Salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat
dalam diri guru adalah guru harus memiliki kemampuan berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan
keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam,
utuh, dan komprehensif. (Saekhan Muchith, 2008 : 148). Guru yang
53
53
memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan
materi secara formal, tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap
materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata
pelajaran tertentu. Misalnya, guru fikih yang mengajar pokok bahasan nikah
tidak cukup menguasai materi yang berkaitan dengan normativitas fikih,
melainkan juga harus menguasai dan memahami materi nikah yang
berkaitan dengan perkembangan penduduk. Konsekuensinya, guru
tersebut harus menguasai materi yang berkaitan dengan kependudukan.
Guru tafsir yang mengajar pokok bahasan kerusakan di muka bumi, tidak
cukup hanya menjelaskan terminologi kerusakan secara normatif. Tetapi,
kerusakan harus dilihat dari aspek sosiologis, psikologis, geografis, dan
kultural. Guru akan mampu menjelaskan materi itu jika menguasai materi
sosiologi atau antropologi.
Menururt Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell bahwa peranan
guru dalam pengembangan pembelajaran lebih spesifik sifatnya dalam
pengertian yang sempit, yakni dalam hubungan proses pembelajaran.
Peranan guru adalah sebagai pengorganisasi lingkungan belajar dan
sekaligus sebagai fasilitator belajar. Peranan pertama meliputi peranan-
peranan yang lebih spesifik, yakni:
1) Guru sebagai model,
2) Guru sebagai perencana,
3) Guru sebagai peramal,
4) Guru sebagai pemimpin,
54
54
5) Guru sebagai penunjuk jalan atau pembimbing kea rah pusat-pusat
belajar. (Saekhan Muchith, 2009 : 149)
Dalam kaitan peranannya sebagai perencana, guru berkewajiban
mengem-bangkan tujuan-tujuan pendidikan menjadi rencana-rencana
yang operasional. Tujuan-tujuan umum perlu diterjemahkan menjadi
tujuan-tujuan spesifik dan operasional. Dalam perencanaan itu, peserta
didik perlu dilibatkan sehingga menjamin relevansinya dengan
perkembangan, kebutuhan, dan tingkat pengalaman mereka. Peranan
tersebut menuntut agar perencanaan senantiasa direlevansikan dengan
kondisi masyarakat, kebiasaan belajar peserta didik, pengalaman dan
pengetahuan peserta didik, metode belajar yang serasi dan materi
pelajaran yang sesuai dengan minatnya. ((Saekhan Muchith, 2009 : 150).
Dalam hal urgensinya, perencanaan pendidikan tidak berbeda dari
perencanaan bagi suatu organisasi. Perencanaan dipandang penting dan
diperlukan bagi suatu organisasi antara lain dikarenakan:
a) Dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu
pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-
kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
b) Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan
(forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek
perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-
resiko yang mungkin dihadapi.
55
55
c) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih
urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun jenis
kegiatan usahanya.
Dalam mengembangkan persiapan mengajar, terlebih dahulu harus
diketahui arti dan tujuannya, serta menguasai teoretis dan praktis unsur-
unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar. Kemampuan membuat
persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki oleh
guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan
dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi
pembelajaran. (Hamid Darmadi, 2009 : 115).
Dalam persiapan mengajar harus jelas kompetensi dasar yang
akan dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan,
apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana
guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi
tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara
minimal harus ada dalam setiap persiapan mengajar dan dijadikan
sebagai sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran dan
membentuk kompetensi peserta didik.
Dalam hal pentingnya perencanaan pengajaran, Hamzah B. Uno
menegaskan bahwa hal itu perlu dilakukan agar tujuan untuk melakukan
perbaikan pembelajaran dapat tercapai. Upaya perbaikan pembelajaran
ini dilakukan dengan asumsi berikut:
a) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan
56
56
perencanaan pembelajarn yang diwujudkan dengan adanya desain
pembelajaran;
b) Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan sistem;
c) Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana
seseorang belajar;
d) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada
peserta didik secara perorangan;
e) Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada tercapainya tujuan
pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran,
dan tujuan pengiringnya dari pembelajaran;
f) Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah
mudahnya peserta didik untuk belajar;
g) Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel
pembelajaran;
h) Inti desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode
pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari deskripsi di atas, disimpulkan bahwa perencanaan pengajaran
merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran dan
tentunya sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri.
Perlunya menyiapkan rencana pembelajaran atau lesson plan sebenarnya
sudah disadari oleh para guru, namun persoalannya adalah tingkat
kepedulian para guru untuk menyajikan pengajaran yang baik dan
57
57
sistematis, serta tingkat keahlian mereka pada disiplin keilmuan masing-
masing yang belum memadai untuk dapat merancang suatu konsep
pembelajaran.
Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah bersifat formal,
disengaja, direncanakan, dengan bimbingan guru dan bantuan pendidik
lainnya. Apa yang hendak dicapai dan dikuasai oleh peserta didik
dituangkan dalam tujuan belajar, dipersiapkan bahan apa yang harus
dipelajari, dipersiapkan juga metode pembelajaran, yaitu sesuai dengan
cara peserta didik mempelajarinya, dan pada akhirnya dilakukan evaluasi
untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik. Penjelasan ini memberi
gambaran bahwa kegiatan belajar yang dilaksanakan secara sengaja
dipersiapkan dalam bentuk perencanaan pengajaran. Persiapan
pengajaran ini sebagai kegiatan integral dari proses pembelajaran di
sekolah. (Hamid Darmadi, 2009 : 117).
Penyusunan program pembelajaran dapat dibedakan menjadi
program tahunan, program semester, program mingguan, dan program
harian. Program tahunan merupakan rencana pembelajaran yang disusun
untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu tahun
pelajaran pada setiap mata pelajaran dan kelas tertentu yang disusun
menjadi bahan ajar. Untuk mencapai target dan tujuan yang telah
ditetapkan, maka secara teknis dan operasional dijabarkan dalam program
mingguan dan harian. Pada dasarnya rencana pengajaran merupakan
58
58
manifestasi dari pikiran-pikiran dan konsep-konsep dasar yang tertuang
pada kurikulum dan GBPP. (Hamid Darmadi, 2009 : 118).
Pengajaran berkenaan dengan kegiatan bagaimana guru mengajar
serta bagaimana peserta didik belajar. Kegiatan pengajaran ini merupakan
suatu kegiatan yang disadari dan direncanakan. Suatu kegiatan yang
direncanakan atau kegiatan berencana menyangkut tiga hal, yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Demikian juga halnya dengan
pengajaran. Setiap guru semestinya melakukan persiapan mengajar
sebelum memasuki suatu proses pembelajaran.
Persiapan mengajar pada hakekatnya merupakan perencanaan
jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa
yang akan dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar merupakan
upaya untuk memperkirakan tindakan yang dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran berbasis kompetensi, yakni:
kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian
berbasis kelas (PBK). Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik, materi standar berfungsi memberi makna terhadap
kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan
keberhasilan pembentukan kompetensi pada peserta didik, sedangkan
PBK berfungsi mengukur pembentukan kompetensi dan menentukan
tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi dasar belum terbentuk
atau belum tercapai.
59
59
Hamid Darmadi selanjutnya menegaskan bahwa perencanaan
persiapan mengajar sesungguhnya bertujuan mendorong guru agar lebih
siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang
matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib
melakukan persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis. Dosa
hukumnya bagi guru yang mengajar tanpa persiapan, dan hal tersebut
hanya akan merusak mental dan moral peserta didik. (Hamid Darmadi,
2009 : 115)
Perencanaan pengajaran (instructional design) dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, yaitu:
a) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah
pengembangan pengajaran secara sistematik yang menggunakan
secara khusus teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin
kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini kebutuhan dianalisis dari
proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap
materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran.
b) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari
pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan
hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pengajaran dan
implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut.
c) Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi
secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi,
60
60
dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap
unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran
dengan segala kompleksitasnya.
d) Perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran yang
dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu
ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan, di mana perencana
(guru) mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai
dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
e) Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan
dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan
pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang
sistematik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada
sistem perencanaan tersebut.
f) Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan
yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat
mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif untuk
menemukan solusi terhadap problem-problem pengajaran. (Hamid
Darmadi, 2009 : 120)
Setidaknya ada tiga kategori pendekatan yang dijadikan pijakan
dasar dalam menyusun perencanaan pengajaran, yaitu:
(1) Pendekatan permintaan masyarakat
(2) Pendekatan ketenagakerjaan
(3) Pendekatan efisiensi investasi atau nilai imbalan
61
61
Ketiga pendekatan di atas sekarang banyak dipakai dalam
perencanaan pengajaran, baik oleh negara-negara maju maupun oleh
negara berkembang. Indonesia cenderung menggunakan ketiga-tiganya
secara bersama-sama, hanya berbeda dalam penekanannya saja. Selain
ketiga pendekatan tersebut, sejak tahun enam puluhan dikenal juga suatu
pendekatan lain yang dianggap lebih komprehensif, yaitu apa yang
disebut pendekatan sistem. (Hamid Darmadi, 2009 : 121).
Perencanaan pengajaran dewasa ini terkait dengan teknologi
pendidikan yang menekankan pengajaran sebagai suatu sistem. Dapat
dijelaskan bahwa pengajaran sebagai sistem merupakan suatu
pendekatan mengajar yang menekankan hubungan sistemik antara
berbagai komponen dalam pengajaran. Hubungan sistemik mempunyai
arti bahwa komponen yang terpadu dalam suatu pengajaran sesuai
dengan fungsinya yang saling berhubungan satu sama lain dan
membentuk satu kesatuan. Hubungan sistemik atau penekanan kepada
sistem merupakan ciri pertama dari pengajaran ini. Ciri kedua adalah
penekanan kepada perilaku yang dapat diukur atau diamati. C
Pengajaran mempunyai beberapa komponen, yaitu komponen
tujuan pengajaran, bahan ajar, metode pembelajaran, media, dan evaluasi
pengajaran. Pengajaran yang bercirikan sistem menekankan keterpaduan
antara keseluruhan komponen, komponen yang satu berhubungan erat
dengan komponen lainnya. Dalam pengajaran sebagai sistem, tujuan
memegang peranan-peranan utama. Tujuan pengajaran menjadi acuan
62
62
bagi keempat komponen pengajaran lainnya. Sebagai suatu acuan, maka
dalam penyusunan program pengajaran, tujuan menjadi komponen
pertama yang perlu dirumuskan. Selanjutnya, pemilihan dan perumusan
komponen lainnya mengacu pada tujuan.
Dalam pandangan Oemar Hamalik, model perencanaan pengajaran
terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:
(a) Tujuan instruksional (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar):
tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam jangka waktu
pertemuan kelas yang ditetapkan secara tepat dan operasional.
(b) Materi: bahan-bahan instruksional yang akan digunakan selama
pelajaran dijelaskan dalam kaitannya dengan maksud dan cara yang
diintegrasikan ke dalam pelajaran.
(c) Motivasi: deskripsi tentang cara guru merangsang hasrat dan minat
peserta didik pada kegiatan permulaan dan selama berlangsungnya
pelajaran tersebut.
(d) Prosedur: langkah-langkah dalam urutan instruksional yang
disediakan, yang meliputi peranan guru dan peranan peserta didik.
Komponen ini memuat tingkah laku guru dan tingkah laku peserta
didik selama berlangsungnya pengajaran.
(e) Perkiraan waktu: pencatatan yang seksama tentang jumlah waktu
yang dijadwalkan bagi setiap tahap urutan belajar yang harus
disediakan dalam rencana.
(f) Penilaian: kerangka pertanyaan-pertanyaan dan topik-topik untuk
63
63
menilai kebaikan dan kelemahan pelajaran. Kesempatan bagi peserta
didik untuk menilai pelajaran dapat juga disediakan.
(g) Kerja mandiri dan tingkat lanjut: penugasan sebagai tindak lanjut
dijelaskan dalam rencana. Misalnya kegiatan-kegiatan melakukan
kunjungan ke pusat-pusat belajar dan perpustakaan, tugas pekerjaan
rumah berdasarkan tujuan-tujuan pelajaran dan sebagainya. (Oemar
Hamalik, 2006 : 7).
Dalam proses pembelajaran, guru yang sekaligus pendidik,
memegang posisi dan peranan utama. Guru harus mengantar peserta
didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan
mengembangkan segenap potensi pedagogisnya dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Abdullah Idi menjelaskan peranan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Merencanakan unit pengajaran
2. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik
3. Menguraikan kegiatan belajar yang sesuai
4. Menghubungkan pengalaman belajar dengan minat peserta didik
secara individual
5. Mengorganisasikan kurikulum
6. Mengevaluasi kemajuan peserta didik. (Abdullah Idi, 2007 : 235).
Dalam perencanaan kegiatan pembelajaran, pendidik perlu
menentukan tujuan yang jelas mengenai apa yang hendak dicapai dan
mempertimbangkan alasan mengajarkan hal itu, yakni alasan
64
64
menyampaikan suatu pokok bahasan, sehingga arah pekerjaan pendidik
terarah dan efektif. Karenanya, pelajaran yang disajikan harus mempunyai
perencanaan, pengoreksian, atau kesesuaiannya dengan rencana
pelajaran. Jelasnya, tujuan seorang pendidik dalam membuat rencana
pelajaran adalah agar tercipta kondisi aktual sehingga dapat mendukung
pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan secara optimal, baik tujuan
khusus maupun tujuan umum.
Kreativitas seorang guru dalam proses pembelajaran ditinjau dari
berbagai aspek seperti menciptakan iklim kelas yang kondusif, memenej,
umpan balik dan memberi penguatan dalam mengemukakan materi
pembelajaran, dan pembaharuan diri dan pengembangan seluruh
komponen pembelajaran.
Beberapa hal berdasarkan penelitian berkorelasi dengan kreativitas
guru dalam hal iklim situasi kelas mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Menciptakan interpersonal yang kuat, khususnya empati, respek dan
kesungguhan.
2. Menciptakan hubungan yang baik dengan peserta didik.
3. Kesungguhan dalam menerima dan peduli terhadap peserta didik
atau peserta didik.
4. Mengekspresikan ketertarikan dan antusisme.
5. Menciptakan suatu atmosfer kebersamaan dan kepaduan
kelompok.
65
65
6. Mengikutsertakan peserta didik dalam pengaturan dan
perencanaan.
7. Mendengarkan peserta didik dan menghormati hak mereka untuk
berbicara dalam resitasi dan diskusi.
8. Meminimalkan perselisihan dalam setiap hal.
Adapun strategi pengaturan manajemen guru yang kreatif meliputi:
a. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses
pembelajaran.
b. Mengajukan pertanyaan atau tugas-tugas yang membutuhkan tingkat
pemikiran yang berbeda.
c. Memberikan respon yang sifatnya mendukung terhadap peserta didik
yang berkemampuan rendah.
d. Memberikan feed back yang positif terhadap respon-respon peserta
didik.
e. Mengunakan kurikulum dan metode pengajaran yang inovatif.
Dalam proses pembelajaran guru merupakan sumber daya edukatif
dan sekaligus aktor proses pembelajaran yang utama. Untuk itu,
kreativitas seorang guru selalu menjadi hal yang utama dalam
pembelajaran. Perubahan yang cepat dalam teknologi informasi dan
teknologi pembelajaran bukan menjadi penghalang bagi guru sebagai
sumber dan aktor pendidikan yang utama, melainkan menjadi tantangan
yang menuntut kreativitas dan kompetensi profesional guru yang lebih
tinggi.
66
66
Dalam standar nasional pendidikan, kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Terdapat
beberapa kemampuan dasar keguruan yang menjadi tolok ukur kinerjanya
sebagai pendidik profesional, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Guru dituntut menguasai bahan ajar. Penguasaan bahan ajar dari para
guru sangatlah menentukan keberhasilan pengajarannya. Guru
hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar pengayaan
dan bahan ajar penunjang dengan baik untuk keperluan pengajarannya
dan mampu menjabarkan serta mengorganisasi-kan bahan ajar secara
sistematis;
b. Guru mampu mengolah program pembelajaran. Guru diharapkan
menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem pengajaran,
asas pengajaran, prosedur-metode, strategi-teknik pengajaran,
menguasai secara mendalam serta berstruktur bahan ajar, dan mampu
merancang penggunaan fasilitas pengajaran;
c. Guru mampu mengelola kelas, usaha guru menciptakan situasi sosial
kelasnya yang kondusif untuk belajar sebaik mungkin;
d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
Kemampuan guru dalam membuat, mengorganisasi, dan merawat serta
menyimpan alat pengajaran dan atau media pengajaran adalah penting
dalam upaya meningkatkan mutu pengajaran;
67
67
e. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Guru yang
menguasai dasar keilmuan dengan mantap akan dapat memberi
jaminan bahwa peserta didiknya belajar sesuatu yang bermakna dari
guru yang bersangkutan;
f. Guru mampu mengelola interaksi pembelajaran, guru mampu berperan
sebagai motivator, inspirator, organisator, fasilitator, evaluator,
membantu penyelenggaraan administrasi kelas serta sekolah, dan ikut
serta dalam layanan B.K di sekolah. Dalam pengajaran guru dituntut
cakap dalam aspek didaktis-metodis agar peserta didik dapat belajar
giat;
g. Guru mampu menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan
pengajaran. Keahlian guru dalam pengukuran dan penilaian hasil
belajar peserta didik mempunyai dampak yang luas, data penilaian
yang akurat sangat membantu untuk menentukan arah perkembangan
diri peserta didik, memandu usaha, optimalisasi dan integrasi
perkembangan diri peserta didik;
h. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan BK. Mampu menjadi
partisipan yang baik dalam pelayanan BK di sekolah, membantu
peserta didik untuk mengenali serta menerima diri dan potensinya
membantu menentukan pilihan-pilihan yang tepat dalam hidup,
membantu peserta didik berani menghadapi masalah hidup, dan lain-
lain. (E. Mulyasa, 2007 :75)
3. Sertifikasi Guru
68
68
Sertifikasi guru sebagai salah satu program pemerintah, memiliki
tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan
mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru, dan meningkatkan
profesionalisme guru.
Pemerintah mengharapkan bahwa dengan diadakannya sertifikasi
guru akan melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten,
yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari
praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional
serta agar mampu meningkatkan kesejahteraan guru.
Program sertifikasi sangat penting dilaksanakan dalam rangka
peningkatan kualitas guru agar dapat memenuhi standar nasional
pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam dasar pelaksanaan sertifikasi
yaitu UUD RI 1945, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dan PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. (UU RI Nomor 20 Tahun 2003)
Sertifikat pendidik adalah syahādah al Muallim (bukti fisik)
semacam piagam yang menandakan bahwa guru tersebut telah
mengikuti dan lulus program sertifikasi sehingga kepadanya diberikan
sertifikat pendidikan. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang
memenuhi standar profesionalisme melalui kinerja guru. Standar
profesionalisme guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi
69
69
dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio maupun penilaian
lainnya melalui pelatihan atau diklat yang diikuti guru. Penilaian
portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profeisonal guru
dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pem-belajaran,
penilaian dari atasan, prestasi akademik, karya pengembangan profesi,
keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan. (Ketut Rindjin,
2007 : 51).
Sertifikasi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada seseorang yang telah bertugas sebagai guru pada
satuan pendidikan. Seorang guru yang memperoleh sertifikat pendidik
tersebut merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada guru tersebut sebagai tenaga profesional.
Guru sebagai tenaga profesional tentunya akan menghasilkan
pendidikan yang berkualitas, yang diharapkan mampu melahirkan
manusia Indonesia yang berkualitas pula. Manusia berkualitas dimaksud
yaitu yang beriman, bartakwa dan berakhlak mulia, serta sehat jasmani
dan rohani, cerdas, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab, serta
memiliki daya saing yang tinggi yang mampu menghadapi tantangan
global. (UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab II,
Pasal, 6)
70
70
Khusus bagi guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam
pada sekolah umum yang berada di bawah binaan Kementerian Agama,
pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan tersebut dilaksanakan oleh
Kementerian Agama RI, dengan kriteria peserta, baik yang berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS, yang telah memiliki
kualifikasi akademik minimal sarjana dan telah mendaftarkan diri atau
dalam proses pemetaan. Khusus bagi guru yang belum sarjana atau
belum berijazah diploma IV diatur dalam PP RI Nomor 74 tahun 2008
pasal 66:
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya PeraturanPemerintah ini, Guru dalam jabatan yang belum memenuhiKualifikasi Akademik S-1 atau D.IV, dapat mengikuti Uji Kompetensiuntuk memperoleh Sertifikat pendidik apabila sudah: 1) mencapaiusia 50 (lima puluh) dan mempunyai pengalaman kerja 20 (duapuluh) tahun sebagai guru; atau 2) mempunyai golongan IV/, atauyang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Adapun tujuan program sertifikasi dalam jabatan di lingkungan
Kementerian Agama adalah: (1) Meningkatkan kualitas lulusan madrasah,
melalui peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru; (2) Guru
madrasah bertugas dengan penuh dedikasi dan profesional, dengan
mendapatkan pengakuan sebagai tenaga pendidik profesional; serta (3)
Guru sebagai pendidik profesional mendapatkan hak-hak profesionalnya
dan apresiasi yang layak untuk terus mengemban tugas meningkatkan
mutu pendidikan, khususnya di madrasah. Kompetensi guru dalam
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada Bab VI pasal 28 ayat 3: Kompetensi sebagai sebagai
71
71
agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b)
kompetensi kepribadian, (c) kompetensi professional, dan (d) kompetensi
sosial. (PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Bab.VI, pasal. 28).
Dalam meningkatkan semangat kerja guru ketika melaksanakan
tugas. Hasil penelitian Hersey dalam Kustimi menunjukkan bahwa ada
sepuluh faktor yang mempengaruhi semangat kerja seseorang dalam
melaksanakan tugas, yaitu kesiapan kerja, kondisi kerja, organisasi kerja,
kepemimpinan, gaji, kesempatan mengemuka-kan ide, kesempatan
mempelajari tugas, jam kerja, dan kemudahan kerja.
Di sisi lain, hasil penelitian Sylvia dan Hutchison dalam Agung juga
menemukan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi turunnya
semangat kerja pegawai, khususnya guru, yaitu dukungan teman sejawat,
hubungan dengan pimpinan, gaji, pekerjaan dan tanggung jawab,
kurangnya kesempatan berkembang, kondisi kerja, dan beban kerja yang
berlebihan. Sedangkan Mc Laughtin menemukan bahwa ada tiga faktor
yang menyebabkan rendahnya semangat kerja guru, yaitu kurangnya
input dalam pengambilan keputusan, kurangnya hubungan teman sejawat,
dan kurangnya pengakuan prestasi.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
menyatakan guru adalah pendidik profesional. Guru yang dimaksud
72
72
meliputi guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan
konseling/konselor, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas
satuan pendidikan. Guru profesional dipersyaratkan memiliki kualifikasi
akademik yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan
menguasai kompetensi sebagaimana dituntut oleh undang-undang
tentang guru dan dosen. Pengakuan guru sebagai pendidik profesional
dibuktikan melalui sertifikat pendidik yang diperoleh melalui suatu proses
yang disebut sertifikasi. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai salah
satu upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan pada satuan pendidikan formal. Untuk itu, terus dilakukan
perbaikan pelaksanaan sertifikasi guru. Pada tahun 2011 perbaikan
tersebut antara lain menyangkut (1) implementasi sertifikasi guru berbasis
program studi; (2) mekanisme registrasi peserta; (3) implementasi tes
awal online; (4) penataan ulang substansi dan rubrik penilaian portofolio;
(5) substansi pelatihan, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Pelaksanaan kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan melibatkan
banyak instansi yang terkait. Agar dapat dilakukan penjaminan mutu
terhadap mekanisme dan prosedur pelaksanaan sertifikasi guru, maka
diperlukan pentunjuk teknis pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam
jabatan.
Adapun dasar hukum sertifikasi guru yaitu;
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
73
73
Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005
tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011
tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
7. Keputusan Mendiknas Nomor 076/P/2011 tentang Pembentukan
Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
8. Keputusan Mendiknas Nomor 075/P/2011 tentang Penetapan
Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
C. Kerangka Pikir
Guru memegang peranan penting dan strategi dalam upaya
mengembangkan watak dan kepribadian serta potensi peserta didik
dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia, pendidikan
melalui pelatihan profesi guru adalah menghasilkan calon guru yang
memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia,
74
74
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. (Republik Indoneisa, UU RI No.20
tahun 2003). Kinerja guru akan mengubah peran guru yang semula
sebagai orator, yang verbalistis menjadi kekuatan dinamis dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multifungsi sebagai
fasilitator, motivator, informator, komunikator dan transpormator. (H.
Mohamad Surya, 2003 : 7). Jika menginginkan kualitas pendidikan di
Indonesia ke depan maka sertifikasi dan profesionalisme harus di
korelasikan, artinya guru yang telah memiliki sertifikat pendidik adalah
guru yang profesional.
Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia
pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang
guru, sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai
lisensi atau ijin mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru
yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan dan
diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua
orang menjadikan profesi guru sebagai batu loncatan untuk
memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan ini.
Pelaksanaan sertifikasi menuju profesionalisme guru dilandasi oleh
beberapa perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, peraturan
Menteri antara lain; (1) UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 42 dan 61, (2) UU RI No 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan 11, (3) Peraturan Pemeritah No.
75
75
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 29, (4)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 tahun 2013 tentang
Standar Kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Namun yang
menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah UU RI No 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Berikut ini digambarkan diagram pikir pelaksanaan
penelitiannya.
76
76
Kerangka Pikir
Landasan YuridisUU RI No.20 tahun 2003UU RI No 14 tahun 2005PP RI No. 19 tahun 2005Pamendiknas No. 32 tahun 2013
Kinerja Guru
Sertifikasi
Memilikikompetensiprofessional
meliputi bakat,minat, idealisme,tanggungjawab,berkomitmen
meningkatkan mutupendidikan, dll (lihatUURI No.14 Tahun2005 bab III pasal 7
HASILPENELITIAN
kualifikasi akademik,pendidikan dan
pelatihan, pengalamanmengajar, prestasiakademik, karya
pengembangan profesi,keikutsertaan dalam
forum ilmiah,pengalaman organisasidi bidang kependidikan
dan sosial
Peningkatan kualitaskinerja dan mutupendidikan,penambahan
keterampilan dankretatifitas, terwujud
kompetensiprofesi guru.
Guru PAI
Landasan Teologis- Al-Quran- Al-Hadis- Ijtihad
77
77
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Jenis Penelitian
1. lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian penulis dan permasalahannya,
maka penelitian ini dilaksanakan di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,
lokasi penelitian ini dianggap strategis karena berda di Jln K.H. Abd.
Muin Yusuf Kelurahan Benteng Kec. Baranti Kab. Sidrap.
2. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
yang merupakan suatu bentuk penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. (Sukmadinata, 2006 : 72).
Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang berusaha
menangkap gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data
dari subyek yang diteliti sebagai sumber langsung dengan instrumen
kunci peneliti sendiri, yaitu peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi
pelapor hasil penelitiannya.
78
78
Dalam penelitian kualitatif misalnya, teknik pengumpulan data yang
utama yaitu menggunakan daftar wawancara tertulis kepada informan,
data yang diperoleh adalah data kualitatif. Selanjutnya untuk memperkuat
dan mengecek validitas data hasil wawancara tersebut, maka dapat
dilengkapi dengan observasi atau wawancara kepada informan yang telah
memberikan jawaban pertanyaan yang diajukan penulis, atau orang lain
yang memahami terhadap masalah yang diteliti. (Sugiyono, 2008 : 39).
Sehingga dengan adanya data kualitatif melalui wawancara mendalam
kepada pihak pengelola yang berwenang memberikan informasi sehingga
penulis dapat menyusun suatu proporsi.
Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif yang dimaksudkan ini
adalah suatu upaya untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai
beberapa hal yang berkaitan dengan kinerja guru PAI yang telah lulus
pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) dengan yang belum
disertifikasi pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah pola pikir yang digunakan untuk membahas
obyek penelitian. Berdasar pada masalah yang diteliti maka metode
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan survay yang
mengunakan pola pedagosis, psikologis, dan teologis normatif.
Pendekatan yang diteliti secara pedagogis disebut pula dengan
pendekatan kependidikan, dan yang menjadi penekanan di sini adalah
79
79
tentu pada aspek kependidikan Islam. Juga pendekatan psikologis
digunakan karena orientasi penelitian ini adalah guru-guru PAI yang
mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama Islam yang sarat
dengan nilai-nilai spiritual. Metode pendekatan kependidikan dan
psikologis yang mengarah pada nilai spiritual inilah yang menyebabkan
penulis menggunakan pula pendekatan teologis normatif. Pendekatan
teologis normatif digunakan dalam rangka melihat penomena-
penomena keagamaan dan pelaksanaan ajaran PAI di lingkungan MTs
Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang yang dijadikan lokasi penelitian.
Menelaah hasil permasalahan tesis ini, ada beberapa pendekatan
yang digunakan, yaitu pendekatan paedagogik, teologis normatif, dan
manajerial ketiga pendekatan ini digunakan karena obyek yang diteliti
membutuhkan bantuan jasa ilmu-ilmu tersebut dengan pertimbangan:
1. Pendekatan pedagogik digunakan karena sasaran utama dalam
penelitian ini adalah guru yang memiliki tingkat kemampuan pedagogik
yang tinggi dalam memberdayakan seluruh komponen proses
pembelajaran di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Pendekatan teologis normatif digunakan karena berhubungan dengan
pelaksanaan pendidikan dalam hal ini guru yang mengajar pada
madrasah sebagai konsepsi yang memiliki kompetensi hidup manusia
80
80
atau disiplin ilmu yang membicarakan hubungan antara manusia
dengan penciptaNya.
3. Pendekatan Manajerial digunakan untuk mengetahui upaya pihak
pengelola sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan
manajemen pendidikan khususnya dalam PAI. Konsep ini menekankan
pada perincian secara konsisten terhadap perbaikan yang
berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggang
(peserta didik). Pendekatan manajemen digunakan karena sasaran
utama dalam penelitian ini adalah pengelola pendidikan merupakan
manajerial yang tinggi dalam memberdayakan seluruh komponen
proses pembelajaran.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah, kepala Madrasah, guru-
guru, dan peserta didik pada lingkup MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,
yang di anggap mempunyai kapabilitas untuk memberikan informasi yang
valid dan akurat, yang dijadikan sebagai sumber data.
Adapun Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu:
a. Data primer, dalam penelitian lapangan, data primer merupakan data
utama yang diambil langsung dari para informan yang dalam hal ini
adalah kepala Madrasah, guru-guru dan peserta didik-peserta didik
pada lingkungan MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa
81
81
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang. Data
ini berupa hasi interview (wawancara).
b. Data sekunder, pengambilan data dalam bentuk dokumen-dokumen
yang telah ada serta hasil penelitian yang ditemukan peneliti secara
tidak langsung. Data ini berupa dokumentasi penting menyangkut profil
pendidikan di MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang amat penting dan
strategis kedudukannya dalam keseluruhan kegiatan penelitian, karena
data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian
diperoleh melalui instrumen. Instrumen yang peneliti digunakan dalam
penelitian tesis ini berupa:
a. Pedoman wawancara (interview) kepada informan yang terkait
untuk mengetahui perannya terhadap pelaksanaan pendidikan
pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yang dijadikan
sebagai informan mendukung yaitu kepala madrasah, guru, dan
peserta didik-peserta didik pada MTs Pondok Pesantren Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang.
b. Cheklist untuk data observasi yang peneliti lakukan saat pengamatan
pada kegiatan yang dilakukan oleh kepala madrasah, guru-guru PAI,
82
82
dan peserta didik-peserta didik pada MTs Pondok Pesantren Al-
Urwatul Wutsqaa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap yang terkait
dalam melakukan tugasnya.
c. Dokumentasi Arsip-arsip tentang kualitas peserta didik pada MTs
Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang.
E. Metode Pengumpulan Data
Sudah dimaklumi bahwa penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang
sistematis, terarah, dan bertujuan, maka pengumpulan data penelitian
adalah sangat penting guna menjelaskan fenomena yang sedang diteliti
atau menggambarkan variabel-variabel yang diteliti. Marzuki menjelaskan
bahwa data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan
persoalan yang dihadapi, artinya data itu bertalian, berkaitan, mengena,
dan tepat. (Marzuki, 2008 : 55). Disinilah letak arti penting dari pada alat
pengumpulan data atau yang disebut dengan instrumen penelitian.
Untuk mengumpulkan data yang bertalian atau relevan dengan
variabel penelitian ini digunakan dua instrumen pokok yaitu daftar
wawacara tertulis dan lembaran observasi. Beberapa dokumen yang
relevan dan bertalian dengan penelitian ini juga diteliti pada saat
pengumpulan data dilakukan. Di samping itu, juga dilakukan wawancara
lansung dengan pihak yang bersangkutan.
a. Observasi adalah peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
83
83
penelitian. Dan penelitian dirancang secara sistematis, tentang apa
yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya.
b. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh data yang mendalam dalam
komunikasi tersebut yang dilakukan secara berhadapan. (S. Nasution,
2007 : 113) Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk
menunjang data yang dikumpulkan lewat naska-naska.
c. Dokumentasi, dalam dokumentasi yang diteliti adalah dokumen, yang
dalam konsep umum terbatas hanya apada bahan-bahan tertulis saja
dalam berbagai kegiatan. S. Nasution, 2007 : 115) Dokumentasi
adalah proses pengumpulan, pemilihan, dan pengolahan naskah-
naskah asli atau informasi-informasi tertulis yang dipergunakan
sebagai alat pembuktian atau bahan untuk mendukung suatu
keterangan atau argumen. Naskah-naskah atau informasi tertulis
(dokumen) yang diteliti pada penelitian ini adalah naskah-naskah yang
berkaitan dengan variabel yang ada.
F. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik
deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif kualitatif yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah analitik non statistik dengan pendekatan induktif yaitu
suatu analisis data yang bertolak dari problem atau pernyataan maupun
tema spesifik yang dijadikan fokus penelitian. (Sugiyono, 2011 :11). Jika
84
84
dikaitkan dengan penelitian ini, maka situasi kinerja guru PAI pada MTs
Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang akan diamati lalu hasil pengamatan
tersebut akan digambarkan sebagaimana adanya, baik berupa problem
strategi pembelajaran dan derivasinya, melalui pernyataan sumber data
dan tema penelitian itu sendiri dalam hubungannya dengan hasil
pembelajaran dan implementasinya di Masyarakat.
Panulis menempuh tiga cara dalam mengolah data penelitian ini:
1. Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokus-
kan, mengabstraksi dan mengubah data kasar yang muncul dari
catata-catatan lapangan. Reduksi data dimaksudkan untuk
menentukan data ulang sesuai dengan permasalahan penelitian.
2. Sajian data atau display data adalah suatu cara merangkai data
dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat
kesimpulan atau tindakan yang diusulkan. Sajian data pada
penelitian ini adalah memilih data yang disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian.
3. Verifikasi atau penyimpulan data yaitu penjelasan tentang makna
data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur
kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi yang terkait
dengannya. (Sugiyono, 2008 :11). Dalam peneitian ini dipakai untuk
penentuan hasil akhir dari keseluruhan proses tahapan analisis,
sehingga keseluruhan permasalahan dapat dijawab sesuai dengan
85
85
kategori data dan masalahnya. Pada bagian ini akan muncul
kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari
data hasil penelitian.
86
86
BAB IV
ANALISIS KINERJA GURU YANG BERSERTIFIKASI DANBELUM DI PONDOK PESANTREN AL URWATUL WUTSQA
KECAMATAN BARANTI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
A. Profil MTS Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa KecamatanBaranti Kabupaten Sidenreng Rappang
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-
PPUW) Benteng Sidenreng Rappang didirikan oleh Anre Gurutta K.H. Abd.
Muin Yusuf pada tanggal tanggal 1 Januari 1974. MTs-PPUW adalah
salah satu Madrasah Tsanawiah terkemuka di Kab. Sidenreng Rappang
dengan memperoleh Akreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional
Madrasah/ Madrasah.
Letak geografis M.TS PPUWberada di Kel. Benteng Kec. Baranti
Kab. Sidenreng Rappang letaknya lebih kurang 3 KM dari arah selatan
Kota Rappang dan 190 KM arah utara Kota Makassar Ibukota Prop.
Sulawesi Selatan.
Pengambilan nama “al-Urwatul Wutsqaa” dikutip dalam salah satu
penggalan kalimat dalam ayat suci al Qur’an yakni Surah al-Baqarah ayat
256 yang berarti tali yang kokoh. Sejak berdirinya, PPUW pertama kali
dipimpin oleh Anre Gurutta K.H. Abd. Muin Yusuf yang lebih dikenal
dengan sebutan Kali Sidenreng. Beliau wafat pada tanggal 23 Juni 2004
dalam usia 84 tahun. Pada saat usia Anre Gurutta memasuki usia yang
sangat lanjut, tepatnya pada bulan Maret 2002, estafet kepemimpinan
87
87
diserahkan kepada cucunya, Ustadz, H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.HI.
Ustadz, H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.HI menakhodai PPUW hingga
Tahun 2013, sampai kemudian beliau mengundurkan diri pada tahun
tersebut. Setelah pengunduran diri Dr. H. Imran Anwar Kuba, Lc., M.Hi,
maka Dewan Pengurus Yayasan yang diketuai Oleh H.M. Farid Muin
(putra pertama Anre Gurutta K.H. Abd. Muin Yusuf), melakukan rapat.
Dalam rapat tersebut diputuskan untuk mengangkat H. Muh. Asri Kasman,
Lc sebagai Pimpinan PPUW masa bakti Tahun 2013-2016. (Profil PPUW :
2015).
Tujuan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa (M.Ts-PPUW) yaitu; membentuk pribadi muslim Indonesia yang
bertaqwa pada Allah swt, berakhlakul karimah, berilmu, cakap dan
bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Visi
Terwujudnya Madrasah Tsanawiah yang Mandiri, Unggul,
Terpercaya dan salah satu M.Ts terbaik di Sulawei Selatan Pada tahun
2020, dengan melahirkan alumni-alumni yang berdaya saing global,
berakhlakul karimah dan berwawasan lingkungan.
Misi
1. Mencetak kader-kader ulama sebagai pewaris para nabi.
2. Mencetak kader-kader umara (pemimpin) anti korupsi dan anti
Narkoba sebagai pelanjut estafet kepemimpinan bangsa.
88
88
3. Mencetak kader-kader pelayan ummat yang memiliki kemandirian
dan profesional dalam bidangnya masing-masing.
4. Mencetak generasi muslim Indonesia yang shaleh/shalehah
dengan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah dan istiqamah.
5. Meningkatkan dan memperluas jaringan kerjasama dengan
berbagai pihak untuk peningkatan kwalitas pendidikan dan
pengabdian pada masyarakat.
6. Mewujudkan MTs PPUW sebagai Madrasah yang peduli
lingkungan. (Profil PPUW : 2015).
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
(M.Ts-PPUW) adalah salah satu Lembaga Pendidikan Keagamaan
Swasta yang bernaung di bawah Yayasan Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa yang resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah dengan Akte
Yayasan No. 16 tertanggal 12 Januari 1976 di depan Notari Abu Yusuf
dan terdaftar pada Pengadilan Negerei Sidenreng Rappang.
Pada tahun 1993, Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) mendapatkan Status Diakui dari Direktur
Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam (Dirjen Binbaga
Islam) No. 91/B.IV/PP.03.2/Kep/X/93.
Dalam melakukan pengajaran, Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) menyeimbangkan kurikulum
Pendidikan Agama (Kemenag) dari Kementerian Agama dengan
89
89
kurikulum Pendidikan umum dari Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas).
Selain kedua kurikulum tersebut, Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
(PPUW) juga memiliki kurikulum tersendiri yakni Kurikulum Pendidikan
Kepesantrenan yang tidak diajarkan dimadrasah-madrasah lain
(SMU/SMP/MADRASAH). Kurikulum Pendidikan Kepesantrenan ini
melakukan pembelajaran sistim pengajian Halaqah dengan mengkaji
berbagai macam kitab-kitab turats (karya ulama-ulama pada masa lampau)
yang lebih dikenal dengan sebutan kitab kuning atau kitab gundul. Kitab-
kitab tersebut adalah :
1. Kitab “Matnul Ajrumuiyah”
2. Kitab “Tafsir jalalain”
3. Kitab “Tafsir Ibnu Katsir”
4. Kitab “Subulus Salaam”
5. Kitab “Shahih Muslim”
6. Kitab “Fathul Qariib”
7. Kitab “Fathul Muin”
8. Kitab “Ushul Fiqhi”
9. Kitab “Rahiiqil Makhtum”
10.Kitab “Sirah Ibnu Hisyam”
11.Kitab “ Ihya Ulumuddin”
12.Dll
90
90
B.Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam yang telah BersertifikatPendidik di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al UrwatulWutsqaa BentengKecamatan Baranti Kabupaten SidenrengRappang
Fungsi pengelolaan pendidikan pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul
dari kebutuhan untuk memberikan arah pada perkembangan, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dalam operasional Madrasah. Usaha
pendidikan pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
meliputi berbagai bidang kegiatan yaitu bidang kegiatan akademik yang
berkenaan dengan proses pembelajaran, bidang kepeserta didikan, dan
bidang ketatausahaan yang meliputi administrasi keuangan dan
kepegawaian.
Pengelolaan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
mencakup spektrum yang luas meliputi berbagai ruang lingkup antara lain
bangunan dan lokasi madrasah, fasilitas atau sarana prasarana madrasah,
proses pembelajaran, kondisi peserta didik, kondisi guru, hubungan
internal dan eksternal, kepemimpinan kepala madrasah, serta pembinaan
pengawas pendidikan di madrasah. Semua aspek tersebut sebaiknya
berjalan dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan madrasah oleh karena
inti kegiatan proses pendidikan di madrasah adalah bagaimana efektivitas
91
91
dan efisiensi proses pembelajaran bisa berlangsung secara maksimal.
(Wahidin : 2015).
Dalam kerangka mewujudkan kinerja guru yang bersertifikat
pendidik pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
melalui fungsi ideal pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM
tersebut, sistem pendidikan agama Islam haruslah senantiasa
mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang
muncul dalam masyarakat, khususnya di lingkungan Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
Pembangunan yang berlangsung demikian cepat dalam beberapa
dasawarsa terakhir telah mengantarkan Indonesia ke dalam barisan
negara-negara industri baru. Meski Indonesia telah mencapai kemajuan
seperti itu, pembangunan tentu saja belum berakhir, Bahkan sebaliknya,
Indonesia harus semakin meningkatkan momentum pembangunannya.
Untuk itu, tidak ada alternatif lain, kecuali penyiapan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas tinggi dan dibarengi dengan nilai-nilai
moralitas, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keahlian dan
keterampilan. Hanya dengan tersedianya SDM yang berkualitas tinggi itu,
Indonesia bisa survive di tengah pertarungan ekonomi politik Internasional.
((Wahidin : 2015)
92
92
Data variabel kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang diperoleh dengan menggunakan intsrumen dan
diperkuat dengan wawancara kepada kepala madrasah dan pengawas
pendidikan di madrasah.
Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
yang telah mengikuti sertifikasi pada umumnya menerapkan strategi
pembelajaran modern yang berkonsekuensi secara administrasi untuk
membenahi kurikulum yaitu kepala madrasah dan guru yang tersertifikasi
bersama semua elemen madrasah mengembangkan metode dan
pendekatan pembelajaran yang tepat guna, mulai dari proses
perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian/pembinaan, pengendalian
atau pengawasan hingga proses penilaian terhadap komponen-komponen
penyelenggaraan pendidikan.
Kegiatan pembinaan yang dilakukan guru-guru PAI yang telah
tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
berisikan kegiatan-kegiatan yang bersifat oprasional yaitu:
1. Tindakan pikiran yang sistematis (forescasting);
2. Target yang akan dicapai atau diingini oleh institusi (objectives);
3. Tuntunan pokok yang diadakan oleh institusi untuk menentukan
kegiatan yang berulang-ulang atau pedoman kerja (policies/plan of
93
93
action);
4. Kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan pengawasan dalam
mencapai tujuan (programmes dan schedules);
5. Perkiraan dalam perencanaan yang berhubungan dengan taksiran
pendapatan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam waktu, jumlah
uang dan jumlah material pada tiap-tiap unit pelaksanaan kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan (budget).
(Wahidin).
Sebagai fungsi atau unsur dari lembaga pendidikan, maka
pengorganisasian di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
sangat diperhatikan agar setiap komponen yang terlibat dalam
pengelolaan lembaga ini dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya
secara efektif, baik secara administratif maupun fungsional.
Berkenaan dengan hal tersebut, ketika peneliti menelusuri data
tentang perspektif mereka terhadap adanya aktivitas pelatihan atau diklat
bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia
termasuk sumber daya guru, diperoleh perspektif yang berbeda tetapi
pada intinya adalah sama. Salah satu hasil penelitian yang diperoleh
adalah “kegitan pelatihan guru atau diklat merupakan suatu kegiatan yang
sangat efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan kualitas para guru
PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, tapi jika
94
94
bobotnya melampaui batas, akan sangat mengganggu kelancaran
kedisiplinan dan kehadiran tatap muka seorang guru di kelas”. (Muh. Jufri)
Hasil penelitian senada dipaparkan Muh. Nur Asri Yahya bahwa
kegiatan pelatihan atau diklat yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Searah dengan itu, ia juga mengatakan
bahwa ia sangat mendukung kegiatan pelatihan guru atau diklat karena
dapat meningkatkan sumber daya manusia.(Muh. Nur Asri Yahya : 2015).
Sedangkan Wahidin selaku sekretaris jenderal menuturkan bahwa
kegiatan pelatihan atau diklat merupakan suatu hal yang bagus sebab
dalam pelatihan atau diklat, bukan saja menimba ilmu dari nara sumber
tetapi juga bisa sharing dengan teman-teman (tukar inforniasi dan
pengalaman). Adapun perspektif Umar Ali tentang kegiatan pelatihan atau
diklat, ia megungkapkan bahwa sangat bermanfaat dibandingkan dengan
sertifikasi berdasarkan portofolio. (Wahidin : 2015).
Hal ini menggambarkan bahwa komitmen profesi guru agama pada
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dalam menjalankan
tugas utama sebagai guru dalam menarik perhatian peserta didik adalah
sangat sering. Artinya, guru senantiasa atau selamanya menjalankan
tugas sebagai guru profesional sebagaimana dalam UU RI Nomor 14
tahun 2005 disebutkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
95
95
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Hasil wawancara terhadap guru yaitu ia mengungkapkan bahwa
tugas guru hanyalah berurusan dengan pengembangan kompetensi
peserta didik dalam hal melakukan proses pembelajaran. Adapun
mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang
studi hanyalah merupakan tambahan pengabdian. Guru profesional
seharusnya memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan dan
memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi secara kreatif dan
menjadikan sebagai tanggung jawab bersama.
Dalam pespektif guru Pendidikan Agama Islam pada Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang di atas, menggambarkan bahwa
pada intinya mereka sepaham dan mengakui bahwa kegiatan pelatihan
atau diklat yang diprogramkan pemerintah guna mendorong peningkatan
kualitas dan kompetensi guru menuju guru profesional bahkan ada yang
memiliki perspektif agak tajam bahwa pendidikan dan latihan atau
kegiatan pendidikan lainnya jauh lebih bermanfaat bagi guru dibandingkan
dengan proses forto folio yang terkesan diskriininatif antara satu daerah
dengan daerah lain. (Muh. Nur Asri Yahya : 2015).
Namun demikian, sebagai guru yang telah menyandang amanah
rakyat sudah tentu harus bertanggung jawab melaksanakan tugas
pengajaran secara baik, ikhlas, dan berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
96
96
Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat mencapai prestasi belajar
Pendidikan Agama Islam yang baik dan memuaskan. Di samping itu, jika
guru Pendidikan Agama Islam secara keseluruhan tergolong profesional
dalam bidangnya maupun dalam akhlaknya, maka prestasi belajar yang
baik akan dicapai oleh peserta didik. Untuk itu, jika peserta didik telah
memperoleh prestasi yang baik, maka guru harus berusaha untuk lebih
meningkatkan kualitas pengajarannya dengan harapan meningkatkan lagi
prestasi belajar peserta didik atau paling tidak mempertahankan prestasi
positif yang telah dicapai oleh peserta didik. Berkenaan dengan hal
tersebut, guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang menempuh beberapa langkah guna menghargai dan
memotivasi terus peserta didik agar mempertahankan dan bahkan
meningkatkan prestasi mereka dalam proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Adapun langkah-langkah yang dimaksud adalah guru
memberi pujian dalam bentuk kata-kata dan memberi hadiah misalnya
buku tulis, buku paket, pulpen, dan bahkan mungkin berupa uang.
Selain langkah tersebut, juga terdapat guru merenspon prestasi
peserta didik melalui dorongan semangat berupa pujian kata-kata,
memberi sapaan bahkan tepukan bahu bagi peserta didik yang
berprestasi. Menurut Wahidin bahwa berbagai cara yang dapat dilakukan
untuk menghargai hasil kerja peserta didik, yaitu memberikan pujian di
depan kelas, sering memberi balpoin atau buku bagi peserta didik yang
97
97
menjawab pertanyaan, asalkan tindakan itu positif, artinya peserta didik
dimotivasi untuk lebih giat belajar di madrasah ataupun di rumah.
Menurut Wahidin, bahwa langkah yang ditempuh untuk menghargai
kinerja belajar peserta didik antara lain diberi apresiasi (penghargaan),
dijanjikan bonus nilai, ikut pada berbagai lomba dan perspektif guru
Pendidikan Agama Islam tentang upaya mereka menghargai hasil belajar
peserta didiknya. Tampaknya juga sepaham bahwa di samping pemberian
pujian berupa kata-kata, pemberian hadiah berupa buku, polpen atau
pensil, tepukan bahu dengan maksud motivasi, dan bahkan sering
memberi hadiah berupa uang jika peserta didiknya berprestasi dalam
proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Pencapaian hasil atau
prestasi belajar yang dicapai peserta didik menjadi indikator bahwa guru
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang sedang dalam proses menuju taraf profesional melalui berbagai
kegiatan mulai dan peningkatan kompetensi diri seperti pelatihan, diklat,
diskusi, seminar, simposium hingga tugas pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini tampak pada pengakuan mereka dalam mengapresiasi
basil kerjanya sebagai guru profesional yang mendorong peserta didik
aktif belajar yang pada gilirannya peserta didik mencapai prestasi yang
memuaskan. (Wahidin : 2015).
Dari deskripsi yang dipaparkan di atäs, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah
98
98
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang, jika dianalisis berdasarkan langkah-
langkah atau kegiatan-kegiatan mereka seara keseluruhan, baik di luar
aktivitas pengajarannya maupun dalam proses pelaksanaan tugasnya
sebagai pendidik dan pengajar di dalam kelas dapat dikemukakan bahwa
guru Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang masih terbagi ke dalam dua kateogri, yakni di antara mereka
telah ada yang tergolong sebagai guru profesional, yakni mereka yang
menjalankan tugas dan pengajarannya secara profesional mulai dan
persiapan sebelum mengajar sampai selesai mengajar dilakukan secara
profesional.
Hasil wawancara terhadap guru bahwa suasana madrasah yang
menyenangkan sangat terkait dengan pendanaan. Oleh karena itu,
menjadi tanggung jawab pengelola madrasah untuk memperhatikannya
sedangkan guru kurang memiliki kemampuan untuk melakukan-nya. Guru
profesional seharusnya berkomitmen bahwa suasana madrasah yang
kondusif untuk proses pembelajaran adalah tanggung jawab bersama
termasuk guru. oleh karena itu harus senantiasa diupayakan semaksimal
mungkin.
Adapun motivasi guru Pendidikan Agama Islam pada Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang mengikuti sertifikasi yaitu ketika
99
99
persaingan dalam aneka perspektif sosial, ekonomi, teknologi, dan
kemanusiaan semakin bereskalasi secara utuh dan kuat persyaratan
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan aneka pekerjaan semakin
meningikat. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh
seringkali tidak memadai lagi karena tuntutan persyaratan kerja
bereskalasi tinggi, sementara menu sajian yang akan dijadikan sebagai
sarana pendorong untuk mencapai persaingan yang tinggi itu sangat
terlambat pemutaakhir-annya, bila dikomparasikan dengan berbagai
profesi lain.
C. Kinerja Guru PAI yang Belum Bersertifikat Pendidik padaMadrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul WutsqaaBenteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
Gambaran kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang dalam hal bertekad dalam hati yang didasari niat
untuk berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang.
Melalui hasil observasi penulis bahwa Hal ini menggambarkan bahwa
komitmen profesi guru dalam hal bertekad dalam hati yang didasari niat
untuk berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang adalah
sangat sering dilakukan, Artinya, guru Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang pada umumnya senantiasa atau selamanya
berkomitmen dengan kesungguhan untuk berupaya memajukan
100
100
pendidikan di masa yang akan datang. Gambaran komitmen profesi guru
dalam mengajarkan materi PAI sehingga dapat dipahami peserta didik
pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang melalui hasil
observasi bahwa komitmen profesi guru dalam mengajarkan materi PAI
sehingga dapat dipahami oleh peserta didik. Artinya, Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang tidak selamanya materi
pembelajarannya dapat dipahami oleh peserta didik. (Muh. Nur Asri
Yahya : 2015).
Hasil wawancara terhadap guru yang menjawab ”kurang dipahami”
mengungkapkan bahwa sebagian peserta didik kurang memahami
dengan baik disebabkan karena kebanyakan mereka lebih mengutamakan
pelajaran umum daripada pelajaran agama karena pelajaran umumlah
nantinya yang akan diujikan pada ujian akhir nasional. Adapun peraturan
tentang standar nasional pendidikan tidak berkaitan langsung dengan
tugas-tugas pembelajaran. Oleh karena itu, tidak terlalu penting untuk
selalu dan sering dibaca (Gusna Nurdin : 2015). Guru yang profesional
seharusnya menjadikan peraturan tentang standar nasional pendidikan
sebagai rujukan dalam setiap hal yang berkaitan dengan kegiatan
pembelajaran karena dalam peraturan tersebut termuat visi, misi, fungsi,
dan tujuan pendidikan nasional.
101
101
Melalui wawancara dengan guru pada Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang bahwa untuk menggambarkan kinerja
guru dalam mengaktualisasikan standar kompetensi guru dengan
mengunakan metode yang bervariasi Artinya, guru Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang tidak pernah tidak berupaya
mengaktualisasikan standar kompetensi guru. Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Disisi lain sebagian guru menggambarkan bahwa kinerja guru
dalam hal merasa bangga dan senang menjalankan tugas profesi guru
Artinya, guru Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang tidak pernah
tidak merasa bangga dan senang dalam melayani peserta didik serta
merasa senang menjalankan tugas profesi guru.
Menurut pimpinan Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang bahwa untuk
meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang, maka perlu diperhatikan beberapa hal,
yaitu: Pertama, pendidikan yang harus diterapkan saat ini bukan
102
102
pendidikan yang mengejar angka-angka seperti yang diburu beberapa
waktu lalu dalam pelaksanaan UAN berupa nilai, tetapi mengejar makna
dari arti pengajaran itu. Memburu standar nilai sebagai target berkompetisi
dengan madrasah lain juga tidak masalah, tetapi harus didasari oleh
kejujuran dalam menilai kualitas pendidikan. Pesta madrasah karena 100
persen peserta didiknya lulus tetapi hal itu meragukan. Banyak madrasah
merebut kelulusan sekian persen tetapi yang berkualitas bukan madrasah
dan peserta didiknya tetapi kepala madrasah beserta gurunya.
Kedua, nilai dari pendidikan yang diajarkan adalah nilai yang
bersandar pada perilaku dan etika. Sebanyak apapun ilmu yang dikuasai,
sejumlah rumus yang bagaimana pun dikuasai dan berapa pun kosakata
yang dikuasai di luar kepala tetapi pendidikan nilai etika kurang, maka
menjadi kuranglah arti pendidikan itu. Nilai, tidak saja dapat diperoleh di
bangku madrasah, tetapi di sekitar masyarakat pun terdapat seperangkat
nilai yang tidak pernah habis.
Ketiga, pendidikan agama Islam yang dibutuhkan saat ini, bukan
agama yang mengajarkan seperangkat dogma yang seakan-akan menjadi
sesuatu yang tidak mungkin lagi berubah, tetapi pendidikan agama Islam
yang memberi petunjuk untuk kemaslahatan.
Keempat, substansi pendidikan agama Islam adalah substansi nilai,
sehingga nilai yang diajarkan setiap agama tidak akan bertentangan
dengan nilai-nilai universal yakni nilai kemanusiaan (H. M. Asri Kasman :
2015).
103
103
Dengan mempertimbangkan semua perkembangan itu, kurikulum
pendidikan agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang jelas selain mesti berorientasi kepada pembinaan dan
pengembangan nilai-nilai agama dalam diri peserta didik, seperti yang
dilakukan selama ini. Pendidik dalam hal ini guru, harus memberikan
penekanan khusus pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan kata lain, setiap materi yang diberikan kepada peserta didik
harus memenuhi dua tantangan pokok yaitu; pertama, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kedua, penanaman pemahaman
dan pengalaman ajaran agama atau penanaman IMTAQ.
Tetapi dengan jujur harus diakui bahwa pendidikan agama Islam
hingga saat ini kelihatan sering terlambat merumuskan diri untuk
merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan masyarakat
sekarang dan masa datang. Sistem pendidikan agama Islam kebanyakan
masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang
humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam
IPA, IPS, Matematika dan lain-lain. Pada hal, ilmu-ilmu itu mutlak
diperlukan dan pengembangan teknologi canggih. Ilmu-ilmu ini belum
mendapat apresiasi dan tempat yang sepatutnya dalam sistem
pendidikan agama Islam.
Karena itu salah seorang guru di Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
104
104
Sidenreng Rappang mengemukakan, sudah saatnya bagi guru khususnya
di madrasah ini untuk lebih serius menagani pembaharuan dan
pengembangan sistem pendidikan agama Islam. Selama ini, usaha
pembaharuan ke arah peningkatan SDM sering bersifat sepotong-
sepotong atau tidak komperhensif dan menyeluruh. Sebab usaha
pembaharuan dan peningkatan SDM dilakukan seadanya, maka tidak
terjadi perubahan esensial dalam sistem pendidikan agama Islam.
Sistem pendidikan agama Islam lebih cenderung berorientasi ke masa
silam ketimbang berorientasi ke masa depan.(Gusna Nurdin : 2015).
Muh. Nurasri Yahya mengemukakan bahwa usaha meningkatkan
strategi pembelajaran di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang dengan melakukan pengelolaan kegiatan pada tatap muka
peserta didik karena keberhasilan suatu pembelajaran kemungkinan
diawali dengan beberapa kegiatan informatif dari guru kepada peserta
didik atau dari peserta didik kepada guru. Kegiatan informatif tersebut
hendaknya dilakukan secara terorganisir pada awal pertemuan pertama
atau dengan istilah tatap muka pertama, sehingga peserta didik
mengetahui secara tepat kapabilitas apa yang seharusnya peserta didik
miliki setelah mengikuti mata pelajaran PAI dalam satu kurun waktu
tertentu. Kegiatan yang perlu diorganisir dalam prosesi pembelajaran di
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu; pertama
105
105
pendeteksian karakteristik peserta didik. Kedua, penyampaian garis besar
program mata pelajaran PAI yang meliputi kerangka isi atau sering
disebut epitome, secara tertulis, RPP, buku teks pelajar dan lainya. Ketiga,
penyampaian tujuan umum pembelajaran. Keempat, penggunaan strategi
pembelajaran yang tepat untuk memperdalam materi pembelajaran
pendidikan agama Islam. Hal ini tergambar dalam pengamatan bahwa
para guru menyampaikan kepada pembelajar bagaimana secara teknis
memantapkan satu pokok bahasan. Pokok bahasan yang dimaksudkan
adalah pokok bahasan kajian PAI. Kelima, penyampaian tentang sistem
penilaian. Penyampaian teknik penilaian, menurut Muhlis tentang
bagaimana hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas-tugas yang
terkait dengan penilaian. (Gusna Nurdin : 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas yang berkenaan dengan
penilaian dapat diperoleh penafsiran bahwa guru Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang melakukan tindak evaluasi dengan bentuk
lisan dan tertulis kepada peserta didik. Teori Taksonomi yang diukur
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam konteks penilaian
tersebut, secara kuantitas artinya berapa kali peserta didik dinilai dari
masing-masing aspek penilaian tersebut, informan tidak menyampaikan
pada peserta didik. Namun, secara tertulis seperti yang tertera dalam
setiap pokok bahasan pembelajaran semuanya mencantumkan bentuk
penilaian, termasuk butir-butir soal yang akan diberikan kepada peserta
106
106
didik. Pencantuman aspek penilaian, merupakan format baku yang
digunakan di semua tingkatan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang.
Aspek penilaian yang dimaksudkan dalam RPP tersebut ada dua,
yaitu pertama proses penilaian dan kedua perolehan hasil belajar. Kedua
bentuk penilaian tersebut dijelaskan oleh informan seperti hasil
wawancara yaitu penilaian proses yang mengandung makna bahwa
dalam penilaian suatu unjuk kerja peserta didik tidak selamanya peserta
didik yang dipersalahkan kalau misalnya unjuk kerja yang ditampilkan
rendah, sebab bisa saja hasil tersebut disebabkan oleh kurangnya
kemampuan guru dalam membuat instrumen tes. Dengan pemahaman
seperti ini berarti guru bisa memperbaiki kembali instrumen penilaiannya.
Dalam ketentuan untuk penilaian harian dianjurkan kepada semua guru
untuk melakukan analisis evaluasi soal. Kemudian untuk penilaian hasil
belajar adalah hasil unjuk kerja peserta didik sesuai dengan soal-soal
yang diberikan kepadanya. (Gusna Nurdin : 2015)
Adapun buku acuan dan sumber belajar merupakan bagian penting
dari salah satu upaya untuk memperluas wawasan pengetahuan, baik
pada guru maupun pada peserta didik. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ketika informan mengadakan pertemuan pertama tidak ada yang
menyinggung soal buku acuan yang akan digunakan sebagai bahan
tambahan atau perbandingan terhadap buku teks yang digunakan.
107
107
Informasi tentang buku acuan secara tertulis dicantumkan dalam RPP
yang sering disebutkan terbatas pada buku paket dari pihak madrasah
dan terjemahan Alquran. Informasi tentang sumber lain, secara lisan
informan pernah sekali menyebutkan berapa buku yang berkaitan dengan
pokok bahasan yang disampaikan (misalnya, tentang cara-cara berwudhu,
untuk kelas dua). Tetapi secara keseluruhan semua informan
menyebutkan informasi tentang sumber belajar. Dalam konteks ini
informan mengungkapkan seperti hasil wawancara berikut:
Selama ini saya menginformasikan tantang buku-buku yang bisa
dijadikan rujukan oleh peserta didik, sebab kami melihat sebagian
besar peserta didik kelihatan mampu mengadakan buku-buku lain
selain buku teks pelajaran, sekalipun kecenderungan peserta didik
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, sudah
merasa cukup memiliki buku-buku pandauan pembelajaran yang
diedarkan oleh pihak madrasah. (H. M. Asri Kasman : 2015)
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa salah satu guru,
memilih penyampaian informasi yang berkenaan dengan buku acuan dan
sumber belajar lainnya kepada peserta didik. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa peserta didik mampu mengatasinya.
a. Kegiatan pengorganisasian penyampaian pembelajaran setiap tatap
muka
108
108
Dalam konteks ini, pengorganisasian penyampaian pokok bahasan
yang dimakasudkan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh semua
guru yang berada di lingkungan Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang dalam melakukukan rangkaian tahapan pembelajaran. Ia
menyebutkan dengan istilah “instructional events”. Pada bagian ini secara
berurut akan dikemukakan (1) kegiatan pengorganisasian pada tahap
pendahuluan pembelajaran, (2) kegiatan pengorganisasian pada inti
pembelajaran, (3) kegiatan pengorganisasian penutupan pembelajaran, (4)
sikap guru selama dalam proses pembelajaran, (5) penggunaan metode
mengajar dan pemanfaatan media, dan (6) suasana kelas ketika
berlangsung pembelajaran. (Muh. Jufri : 2015).
Melalui hasil wawancara dengan Gusna Nurdin bahwa untuk
menggambarkan bahwa kinerja guru dalam hal pengorganisasian
pembelajaran adalah guru madrasah dasar negeri di Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya senantiasa atau
selamanya berkomitmen dengan kesungguhan untuk berupaya
memajukan pendidikan di masa yang akan datang.
Dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran di SDN Kecamatan
Watang Sawitto Kabupaten Pinrang, pengorganisasian pada kegiatan
awal memasuki kelas dapat dilihat pada beberapa kegiatan. Dalam
penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah (1) ucapan salam, (2) teknik
109
109
menarik perhatian peserta didik, (3) penyampain tujuan khusus
pembelajaran, dan (4) mengaitkan pokok bahasan lama dengan pokok
bahasan baru.
1) Pengucapan salam
Salah satu prinsip berkomunikasi dalam masyarakat Islam adalah
mengawali ucapan salam. Komunikasi tersebut berlaku pada semua jenis
kegiatan sosial kemasyarakatan. Pada pelaksanaan kegiatan di madrasah
guru-guru pendidikan agama Islam berkewajiban untuk memasyarakatkan
salam. Pengucapan salam ini diucapkan ketika peserta didik usai
melakukan penghormatan pada guru. ( Muh. Jufri : 2015).
2) Penyampaian Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP)
Salah satu cara untuk menarik perhatian peserta didik terhadap
pelajaran adalah menyampaikan lebih awal TKP. Namun, sebagian guru
kadang-kadang tidak pernah menyampaikan TKP dengan menggunakan
berbagai alasan seperti (1) keterbatasan waktu, (2) sudah ditulis dalam
PSP, sudah dtercantum dalam buku teks peserta didik, dan (4) terkadang
karena lupa. Dalam kaitannya dengan konteks bagaimana merumuskan
suatu TKP yang baik, menurut informan Gusna Nurdin menuturkan hasil
wawancara berikut:
Saya telah mengikuti beberapa kali penataran yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas mengajar dan tidak pernah luput dari
informasi tentang bagaimana pentingya merumuskan suatu tujuan
khusus pembelajaran. Yang saya masih ingat bahwa tujuan khusus
110
110
pembelajaran harus menggunakan kata kerja operasional indikasi
perilakunya yang dapat diukur” (Gusna Nurdin).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap guru dalam mengawali
pembelajaran senantiasa menyampaikan tujuan khusus pembelajaran
yang ingin dicapai.
3) Membangkitkan perhatian peserta didik
Kegiatan yang agak sukar dilakukan informan adalah bagaimana
mengakomodasikan peserta didik yang memiliki interest yang berbeda
untuk membangkitkan perhatian peserta didik mengikuti proses
pembelajaran di kelas.
Dalam kegiatan inti pembelajaran hasil studi dokumen terhadap
semua Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang senantiasa
mencantumkan kegiatan appersepsi pada RPP. Misalnya, pengulangan
hasil resume pelajaran yang lalu tanpa mengaitkan secara logis
keterkaitan pokok bahasan lama dengan pokok bahasan baru. Gusna
Nurdin, Guru Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
mengemukakan bahwa yang melakukan tindak appersepsi, dapat
diketahui bahwa guru agama melakukan tindak appersepsi berupa
penanggulangan kesimpulan singkat pelajaran yang lalu pada peserta
didik.
111
111
Kegiatan inti pelajaran dibatasi pada kegiatan yang berupa
pemberian kata-kata kunci, pemrosesan materi beserta dengan contoh-
contoh, pemfokusan perhatian, petunjuk praktis memperlajari materi,
pemberian latihan-latihan yang sekaitan dengan materi, dan pemberian
umpan balik terhadap unjuk kerja peserta didik. Hasil studi dokumen RPP
menunjukkan bahwa penyajian inti secara tertulis meliputi kegiatan
penyampaian TKP, penjelasan materi dan teknik pembahasan materi
pelajaran. Pengamatan yang dilakukan peniliti dan penilaian peserta didik
terhadap kegiatan penyajian inti dibatasi pada indikator yang tertera dalam
gambaran berikut:
a) Konsep kata kunci
Kata kunci merupakan konsep, kaidah, prosedur inti suatu pokok
bahasan yang akan dibicarakan dalam setiap pertemuan. Konsep kata
kunci bisa berupa definisi istilah yang sekaligus sebagai informasi
prasyarat untuk memperjelas atau memancing kembali ingatan terhadap
konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya. Dalam
rancangan buku teks atau diktat tidak ditemukan secara khusus kata-kata
kunci tersebut.
b) Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi pada dasarnya memiliki implikasi yang luas
terhadap berbagai aspek dalam pengajaran. Pemrosesan informasi bisa
dilihat dari sisi penerapan metode mengajar, bisa dilihat dari sisi
pemanfaatan media, bisa dilihat dari sisi pola penerapan interaksi, bisa
112
112
dilihat dari procedural tahapan pengajaran dari awal sampai akhir, dan
bisa dilihat dari pendekatan alur pikir. Dalam konteks ini, peneliti
mengamati pelaksanaan proses informasi dari sisi penggunaan metode
mengajar dan pola komunikasi atau interaksi antar guru dan peserta didik,
dan penyampaian alur pikir informan. (………)
c) Pemfokusan Perhatian Peserta didik
Pemfokusan perhatian peserta didik pada dasarnya teknik
pelaksanaannya tidak berbeda dengan teknik penarikan perhatian pada
fase pendahuluan pembela-jaran. Pemfokusan perhatian pada penyajian
inti adalah mengacu pada bagian materi yang sementara disajikan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa para informan memilki berbagai teknik
yang berbeda antara informan yang satu dengan yang lain. Pengakuan
pembelajar lewat angket terhadap masalah ini pada umumnya
menganggap bahwa setiap informan melakukannya. (Muh. Jufri : 2015).
d) Petunjuk praktis mempelajari materi
Kegiatan tentang petunjuk teknis secara tertulis tidak tertemukan
dalam berbagai dokumen tertulis. Namun, informan pernah
menyampaikan petunjuk teknis tentang bagaimana mempelajari cara
penyelengaraan wudhu dan salat, Petunjuk teknis sebenarnya juga
merupakan sebagai tindakan bimbingan terhadap peserta didik,
khususnya peserta didik yang agak kurang kemampuannya. Dalam
konteks ini informan mengunggkapkan salah satu bimbingan mempelajari
pokok bahasan. Hasil wawancara seperti berikut.
113
113
Kendala yang di hadapi dalam kelas khususnya pokok bahasan
tertentu dalam pembelajaran adalah sebagaian peserta didik butuh
contoh langsung. Dalam kasus ini saya menganjurkan kepada
peserta didik untuk terlibat langsung dalam penyelengaraan shalat
berjamaah di masjid. Insyaallah hal ini akan memberikan
pengetahuan teknis.
Dan masih banyak contoh-contoh lain yang sering hadir di
lingkungan masyarakat di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang.
e) Pemberian latihan
Semua informan yang menggunakan buku panduan dari madrasah.
Para guru melaksanakan atau menugaskan kepada peserta didik
mengerjakan LKS yang ada pada setiap pokok bahasan. Hasil pekerjaan
peserta didik pada umumnya diperiksa di luar jam pengajaran dan bahkan
ada informan yang membawa hasil LKS tersebut ke rumahnya.
f) Umpan balik
Pemberian umpan balik yang dilakukan oleh informan terbatas
pada bentuk penguatan atau reinforcement misalnya ketika guru
memberikan pertanyaan kepada peserta didik, bagi peserta didik yang
menjawab dengan benar, informan menyatakan bagus! Kalau jawabannya
kurang tepat dikatakan “tidak salah tetapi perlu tambahan penjelasan!
114
114
Dalam kaitannya dengan hasil pekerjaan LKS, pada umumnya informan
selalu memberikan umpan balik terhadap hasil pekerjaan peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas yang berkenaan dengan kegiatan
penyampaian inti pembelajaran dapat diketahui bahwa guru pendidikan
agama Islam melakukan berbagai jenis kegiatan penyampaian inti
pelajaran kepada peserta didik dengan titik penekanan yang berbeda
antara informan yang satu dengan yang lainnya.
Dalam kegiatan penutup pembelajaran secara terorganisir semua
informan mencantumkan kegiatan penutup dalam RPP mereka. Kegiatan
penutup meliputi pemberian tugas, pemberian tes, akhir dan pembuatan
resume. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan penutup yang
tercantum pada PRR tidak selamanya sesuai apa yang dilakukan informan
ketika melakukan kegiatan penutup. Salah satu alasan informan yang
seperti dikemukakan pada hasil wawancara berikut:
Tidak semua apa yang tertera dalam RPP dapat di lakukakan
khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penutup seperti
pemberian kesimpulan, pemberian tes akhir. Hal yang demikian di
sebabkan karena keterbatasan waktu, apalagi kalau menggunakan
metode diskusi. (Muh. Nur Asri : 2015).
Selain tiga kegiatan penutup tersebut, juga diamati beberapa
kegiatan yang terkait dengan kegiatan tahapan akhir pembelajaran.
Kegiatan tersebut digambarkan dalam keterangan berikut:
(1) Pemberian tes formatif
115
115
Tujuan pemberian tes formatif kepada peserta didik bukan untuk
memberikan nilai baik atau tidak kepada peserta didik, tetapi lebih
mengacu pada penilaian proses pembelajaran. Artinya, apakah tujuan
khusus pembelajaran tercapai atau tidak. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa pemberian tes formatif yang berupa LKS sering dilakukan oleh
guru yang bersangkutan
(2) Pemberian umpan balik terhadap unjuk kerja
Tidak semua pokok bahasan yang disampaikan oleh informan
memperlihatkan kegiatan pemberian umpan balik kepada peserta didik.
Hasil pengamatan menunjuk-kan bahwa umpan balik terhadap pokok
bahasan yang memuat aspek psikomotorik, misalnya dalam pokok
bahasan salat khususnya peserta didik kelas dua sebagian dari peserta
didik ketika diminta naik ke depan kelas untuk mempraktekkan bagaimana
setiap gerakan dan bacaan salat dipraktekkan. Ketika peserta didik
melakukan dengan baik pada saat itu informan menyampaikan
penilaiannya kepada semua peserta didik. Sebaliknya, apabila peserta
didik yang belum menampilkan unjuk kerjanya yang baik, maka saat itu
informan memberikan penilaian sambil mengajarkan bagaiman cara
melaksanakan bagian gerakan dan bacaan yang belum tepat. Contoh lain
pada bagaimana guru memberikan umpan balik pada pokok bahasan
kajian rukun Iman pada Kitab Allah terhadap peserta didik. Pada
umumnya guru yang mengajarkan iman pada kitab-kitab Allah adalah
memulai dengan meminta kepada pebelajar secara acak untuk bergantian
116
116
menyebutkan macam-macam kitab Allah dan membaca ayat-ayat Alquran
yang menyangkut iman kepada kitab Allah. (Wahiddin : 2015).
(3) Pemberian tindak lanjut
Pemberian tindak lanjut adalah konsekuensi dari hasil penilaian
terhadap latihan-latihan yang diberikan kepada peserta didik. Jika hasil
pekerjaan peserta didik tidak mencapai target ketuntasan belajar maka
harus diberikan remedial. Sedangkan hasil pekerjaan peserta didik yang
mencapai target ketuntasan belajar maka sebaiknya diberikan materi
pengayaan.
(4) Pemberian motivasi ulang
Kegiatan memotivasi ulang kepada peserta didik yang dilakukan
hampir tidak terlihat dalam pengamatan. Melalui hasil wawancara penulis
melakukan motivasi ulang pada akhir pelajaran.(Wahidin)
Berdasarkan uraian dan keterangan indikator kegiatan menutup
pembelajaran di atas maka dapat diperoleh gambaran bahwa tiap-tiap
informan melakukan tindakan kegiatan menutup pelajaran dengan
frekuensi yang berbeda antara satu informan dengan yang lain,
khususnya yang berkenaan dengan pemberian rangkuman.
b. Sikap dan kinerja guru yang bersertifikat pendidik dalam proses
pembelajaran.
Selain kemampuan pengorganisasian tahapan-tahapan proses
pembelajaran, faktor sikap baik dari guru dan peserta didik sangat
menentukan proses keberhasilan pembelajaran yang sudah diorganisir
117
117
sedemikian rupa. Dalam bagian ini sikap guru yang dianggap dapat
mempengaruhi proses pembelajaran seperti berikut.
1) Tepat waktu
Menurut Salma bahwa tepat waktu dalam memulai pelajaran
memiliki dampak langsung kepada kedisiplinan peserta didik. Ini
menunjukkan bahwa para guru sangat disiplin dalam menggunakan waktu
yang tersedia. Mereka menyadari bahwa pemanfaatan waktu sangat
berdampak pada penanaman kedisiplinan peserta didik.
Ada dua masalah yang sering terjadi dalam proses pembelajaran
yaitu ketidak tepatan waktu dalam mengakhiri pelajaran. Terkadang ada
guru selesai mengajar sebelum waktunya, dan adapula yang sebaliknya.
Masalah yang muncul dalam penga-matan kelas ada informan terlambat
memulai pelajaran sehingga terlambat menyele-saikan pelajaran,
sehingga guru mata pelajaran lain waktunya berkurang. Dengan demikian,
konsekwansi dari penggunaan waktu sangat penting untuk diperhatikan.
2) Berpakaian rapi
Tugas guru bukan hanya mentransfer pengetahuan ke dalam
benak peserta didik, namun lebih dari itu guru dituntut untuk memberikan
contoh tauladan kepada peserta didiknya, termasuk masalah berpakaian.
Selama dalam pengamatan pada umumnya informan berpakaian rapih
setiap mengajar.
3) Terbuka atas sanggahan dari peserta didik
118
118
Guru yang profesional selalu terbuka atas segala sanggahan dari
peserta didik, sebab sistem pengajaran sekarang sudah mulai diarahkan
pada “student center”. Dalam penelitian ini tidak terlihat adanya peserta
didik yang memberikan sanggahan terhadap gurunya. Sanggahan lain
yang terlihat dalam pengamatan adalah sanggahan antara peserta didik
dan peserta didik ketika terjadi diskusi antara mereka.
4) Bersikap ramah terhadap peserta didik
Bersikap ramah terhadap peserta didik merupakan suatu
pendekatan guru terhadap peserta didiknya. Pendekatan ini dapat
memberikan dampak pada perilaku peserta didik dalam hubungan dengan
lingkungan sosialnya. (wahidin : 2015).
D. Hasil Kinerja Guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang
Adapun hasil kinerja guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang meliputi:
1. Pengunaan Metode
Penggunaan metode pembelajaran informan seperti yang tertera
dalam RPP mereka hanya terbatas pada metode ceramah, metode tanya
jawab, metode diskusi, dan penugasaan. Kemudian untuk pemanfaatan
media dalam pembelajaran pada umumnya informan menggunakan media
papan tulis dan buku paket.
119
119
a. Penggunaan metode ceramah
Metode yang dipakai dalam menyajikan materi di Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang adalah metode ceramah. Metode
ceramah dianggap oleh para guru dengan karakteristik mata pelajaran PAI.
Salah satu dari ciri materi PAI ada yang bernuansa aqidah yang harus
didekati dengan pendekatan perasaan yang sifatnya sangat pribadi yang
tidak bisa diukur dengan pendekatan ukuran ilmiah. Untuk memberikan
pemahaman seperti itu harus menggunakan teknik ceramah, dengan
menggunakan pendekatan emosional.
b. Penggunaan Metode Tanyajawab
Metode tanya jawab yang dikembangkan oleh para guru di
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang dianggap suatu teknis
penyampaian materi yang dapat memberikan klarifikasi masalah-masalah
yang muncul dalam tatap muka, sehingga terkadang Tanya jawab kalau
tidak diantisipasi dengan baik, terkadang menyebabkan permasalahn
materi tidak terselesaikan dalam pertemuan tersebut.
c. Penggunaan metode diskusi
Metode diskusi di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang hampir digunakan hampir semua pokok bahasan yang
120
120
tercantum dalam analisis materi pelajaran. Realisasi pada tatap muka
pembelajaran selama dalam pengamatan peneliti, memperlihatkan selalu
menggunakan metode diskusi. (Wahidin : 2015).
d. Penggunaan metode bermain
Metode bermain peran di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang sebenarnya bisa diterapkan di dalam beberapa pokok bahasan.
Namun dalam pengamatan dan analisis materi pelajaran tidak tertemukan
pencatuman metode tersebut.
2. Penggunaan Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran pada pembelajaran di kelas
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang cukup bagus. Dalam
pengamatan peneliti terlihat beberapa jenis media seperti papan tulis
(white board dan black board), buku teks atau buku paket, diktat, dan
terkadang ada guru mengunakan LCD .
Penggunaan media dapat digunakan oleh guru PAI yang dapat
beinovasi dan kreatif. Daya inovasi dan kreatif harus dimiliki oleh guru
yang profesional atau memiliki kinerja. Di samping itu, guru yang
profesional dapat mengenal karakteristik peserta didik. Menurut Muh. Jufri
ketika ia dikonfirmasi ia memaparkan tentang pentingnya seorang guru
mengenal karakteristik peserta didik agar dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki peserta didik sehingga memudahkan baginya
121
121
memberi bimbingan khusus bagi peserta didik yang kurang dan
penghayatan bagi yang pintar.( Muh. Jufri : 2015). Perspektif ini
menunjukan bahwa dari sudut pelaksanaan atau kinerja guru Pendidikan
Agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,
secara praksis tampak mereka telah dapat dikategorikan sebagai guru
professional.
Hasil kinerja guru dalam hal pengunaan media adalah guru
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya
senantiasa atau selamanya berkomitmen dengan kesungguhan untuk
berupaya memajukan pendidikan di masa yang akan datang.
Hal searah dipaparkan oleh Muh. Jufri bahwa jika seorang guru
mengenal karakteristik peserta didik secara mendalam, maka insya Allah
akan memudahkan guru membimbing, terutama dalam menentukan
metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Seorang guru
yang mengenal karakteristik peserta didik menurut Muh. Jufri “ia akan
mudah memberikan bimbingan kepada peserta didik dan memberikan
solusi kepada peserta didik yang mengalami masalah”.( Muh. Jufri : 2015).
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini
ditemukan ciri-ciri profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam pada
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yakni menyusun RPP
122
122
yang berorientasi K. 13, mengucapkan salam, berdoa bersama,
appersepsi, menguasai bahan pembelajaran, menerapkan metode,
mampu menggunakan media pembelajaran, mampu mendisain dan
mengembangkan kurikulum, dan mengenal karakteristik peserta didik.
Selain ciri profesionalitas guru yang dipaparkan di atas, juga yang dapat
digolongkan ciri keprofesionalan seorang guru adalah berusaha
meningkatkan kompetensinya melalui aktivitas “acara MGMP secara rutin,
menghadiri worskop, dan mengikuti pendidikan dan pelatihan”. Informan
lain memaparkan bahwa usaha yang dilakukan untuk mencapai taraf
profesional adalah “ia mengikuti pelatihan (diklat), membaca, dan diskusi
atau seminar”. Hasil penelitian lain diperoleh informasi bahwa usaha yang
dilakukan guru untuk mencapai taraf guru profesional antara lain “banyak
membaca buku tentang persoalan guru, mengikuti pelatihan dan kursus-
kursus”. Informasi lain ditemukan pula bahwa usaha yang sering
dilakukan guru di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang
untuk mencapai taraf profesional adalah “melalui pelatihan, seminar, atau
sertifikasi yang dapat memicu kreativitas guru pada khususnya dan
memajukan dunia pendidikan pada umumnya. Sedangkan menurut
Wahidin, bahwa usaha yang telah dilakukan guna mencapai derajat guru
profesional adalah “terus belajar dan berlatih terus-menerus, sehingga
ilmu bertambah, pengalaman bertambah pada akhirya mencapai derajat
profesional” (Wahidin).
123
123
Dari hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan bahwa usaha
yang dilakukan guru dalam rangka mencapai taraf profesional antara lain
mengembangkan potensi diri, baik melalui kegiatan membaca (belajar),
berlatih, diklat, seminar, kursus, simposium, maupun sertifikasi. Hal ini
mereka lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas proses
pembelajaran dan peningkatan prestasi belajar peserta didik, sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai. Selain itu, melalui kegiatan-kegiatan
tersebut, maka mereka dapat menguasai materi pembelajaran, mampu
menggunakan media, mampu menerapkan metode dan mampu
menciptakan disiplin kelas, dan dapat menciptakan kondisi belajar peserta
didik yang kondusif.
Berdasarkan uraian dan hasil pengamatan di atas yang berkenaan
dengan kegiatan penggunaan metode mengajar, maka dapat diketahui
bahwa guru Pendidikan Agama Islam atau informan paling banyak
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Metode ceramah dan
tanya jawab merupakan metode yang frekuensinya cukup besar.
Kemudian untuk metode bermain peran, hampir semua informan jarang
sekali menggunakannya. Pada sisi penggunaan media pembelajaran
dapat diketahui bahwa semua guru selalu menggunakan berbagai
macam jenis media. Media yang paling sering digunakan adalah papan
tulis dan buku paket.
Di era globalisasi sekarang ini, setiap pekerjaan menuntut pekerja
untuk meningkatkan kinerjanya agar menjadi seorang yang profesional.
124
124
Sebagai umpama seorang atlet bola, jika ia menginginkan dirinya untuk
layak dimainkan, maka ia akan mencari cara, jalan, dan alternatif agar
kinerjanya dapat diperhitungkan atau bahkan dapat mencapai tingkat
profesional atau pemain profesional. Namun, satu hal yang perlu dianalisis
secara mendalam, yakni secara individual, bahwa untuk mencapai derajat
profesional maka seorang harus mempersiapkan din melalui beberapa
langkah. (H. Suwardi)
Demikian pula dengan guru, jika menginginkan dirinya menjadi
seorang guru yang profesional, maka salah satu aspek yang harus
dilaluinya adalah lulus uji sertifikasi sebagai persyaratan utama untuk
memperoleh legitimasi sebagai guru profesional. Guru profesional berhak
rnemperoleh penghargaan berupa peningkatan kesejahteraan. Oleh
karena itu, kini guru dan dosen telah bersiap-siap menuju taraf
profesionalisme. Namun demikian, sebelumnya mereka harus menjalani
suatu uji kompetensi melalui sertifikasi. Asumsi tersebut, menggambarkan
bahwa terdapat suatu hal yang dapat mendorong seseorang guru
mengikuti sertifikasi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ada
beberapa hal yang mendorong setiap guru mengikuti sertifikasi.
Hal-hal yang mendorong Guru Pendidikan Agama Islam mengikuti
sertifikasi antara lain adalah melalui program sertifikasi dapat
meningkatkan kesejahteraan guru serta meningkatkan profesionalisme
guru. Sementara itu, informan lain memaparkan bahwa yang mendorong
seorang guru mengikuti sertifikasi yang paling dominan adalah semata-
125
125
mata pengabdian, ikhlas karena Allah swt dan yang tak kalah
pentinnganya tunjangan kinerja.
Di samping data dan informan tersebut, juga terdapat informan
yang menuturkan bahwa hal-hal yang mendorongnya mengikuti sertifikasi
adalah karena dapat meningkatkan profesionalismenya sebagai guru dan
meningkatkan kesejah-teraan bagi guru. Searah dengan itu, H.
Baharullah memaparkan bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa guru
berlomba-lomba mengejar sertifikasi karena tergiur dengan iming-iming
peningkatan kesejahteraan dan itu hak mereka yang dijamin oleh undang-
undang. (H. Baharullah) Bertolak dari hal-hal yang mendorong guru
mengikuti sertifikasi di atas, maka tergambar bahwa selain adanya
peningkatan kesejahteraan bagi guru karena jabatan guru kini telah
meningkat dan dinilai seperti halnya dengan profesi lainnya seperti dokter,
jaksa, hakim, dan lain-lain. Oleh karena itu, guru telah paham apa dan
bagaimana dampak sertifikasi itu terhadap kualitas mengajar guru,
khususnya guru Pendidikan Agama Islam. Untuk itu, peneliti akan
manyajikan hasil temuannya berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
Menurut Wahidin sertifikasi adalah proses yang dilakukan oleh
pemerintah melalui tim atau lembaga asesor yang telah ditunjuk untuk
menilai dan meneliti hasil kerja seorang guru sehingga dapat menjadi guru
profesional. Karena itu, ia menilai bahwa sertifikasi dampaknya kurang
kecuali sistemnya diambil fortofolio ke uji kemampuan guru oleh tim
independen. Sedangkan menurut H. Suwardi, bahwa sertifikasi adalah
126
126
usaha yang dilakukan untuk mendorong semangat meningkatkan
profesionalisme guru, sehingga guru dapat menjalankan tugasnya dengan
baik. Identik dengan data informan tersebut, Khalafa memaparkan bahwa
sertifikasi adalah upaya pemerintah untuk menghargai jasa guru, terutama
meningkatkan kesejahteraan guru yang sudah puluhan tahun mengabdi
tanpa tanda jasa. Sedangkan dampaknya biasa-biasa saja, yakni
memotivasi guru agar semakin rajin dan profesional menjalankan
tugasnya sebagai seorang guru. (Juhaena : 2015)
Demikian pula Salma dalam perspektifnya tentang sertifikasi, ia
menuturkan bahwa sertifikasi adalah usaha yang dilakukan dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru, sehingga dampaknya guru menjadi
bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Senada dengan itu, Efendi
mengemukakan bahwa sertifikasi adalah untuk memenuhi perintah
undang-undang yang ditandai dengan kepemilikan sertifikat yang
diberikan pemerintah. Dampaknya terhadap kualitas mengajar bagi guru
ada peningkatan. Ada juga yang mengemukakan bahwa dampak
sertifikasi kurang, kecuali sistemnya dirubah dari portofolio ke uji
kompetensi guru oleb tim independen.
Menurut Efendi, guru PAI pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang bahwa dengan adanya sertifikasi lewat PLPG
(pendidikan latihan dan profesi guru) maka guru mendapatkan
pengalaman yang luas dan wawasan yang tinggi serta motivasi dalam
127
127
mengembangkan kariernya sehingga pengaruhnya dapat dirasakan oleh
peserta didik. (Efendi,2015) Sedangkan menurut Wahidin. mantan guru
pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu PLPG
jauh lebih bagus dibanding kumpul-kumpul kertas karena PLPG
melaksanakan kompetensi guru yaitu rajin belajar, memiliki motivasi yang
tinggi dalam mengembangkan ilmu dan kariernya sehingga pengaruhnya
dapat dirasakan oleh peserta didik. (Wahidin, 2015)
Menurut Efendi, Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al
Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng
Rappang bahwa guru PAI yang telah mengikuti PLPG memiliki kualitas
pembelajaran yang baik, prestasi yang menonjol. Dengan adanya
tunjangan sertifikasi, prestasi makin meningkat termasuk rajin membuat
RPP dan silabus serta PTK. Hal itu diebabkan karena ia khawatir kalau
tidak melaksanakan tugas dengan baik, maka tunjangan sertifikasinya
akan dicabut. (Efendi, 2015)
Adapun menurut H. Lakalebbi, dengan adanya sertifikasi guru
maka profesionalisme guru meningkat serta pendekatannya pada peserta
didik-peserta didik makin bagus sehingga guru PNS dan honor sama saja
prestasinya. Sedangkan Umar Ali mengungkapkan bahwa banyak guru
agama di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang kurang
melaksanakan tugas dengan baik karena banyaknya undangan dan
128
128
pesta-pesta serta arisan-arisan. Guru yang tersertifikasi dan belum sama
saja tergantung dalam pengalaman kerjanya dalam mengelola
pembelajaran karena masih banyak guru agama yang sudah tersertifikasi
tetapi kurang disiplin karena banyak undangan di masyarakat. (H.
Lakalebbi, 2015).
Walaupun terdapat perbedaan perspektif guru terhadap sertifikasi
seperti yang dikemukakan di atas, akan tetapi respon mereka tampak
sepakat bahwa sertifikasi yang sedang berjalan sekarang adalah positif,
tetapi cara penetapannya perlu dievaluasi. Semakin cepat sertifikasi itu
tuntas semakin baik, karena guru bisa sejahtera, mutu pendidikan cepat
meningkat termasuk dalam melibatkan peserta didik dalam salat
berjamaah dan punya RPP.
Hasil penelitian di atas menggambarkan bahwa sertifikasi
merupakan alat atau media meningkatkan kualitas guru dalam empat
aspek, yakni aspek pedagogik, aspek sosial, aspek kepribadian, dan
aspek profesional. Karena itu, guru diharapkan mampu mendinamisir dan
mentransformasikan ilmunya kepada peserta didik sampai mereka
tergugah untuk menggali dan mengembangkan potensi besar yang ada
dalam jiwa guru. Di sinilah pendidikan di negeri ini akan meningkat
kualitasnya dengan pesat dan meyakinkan.
Pengorganisasian dan sertifikasi guru-guru PAI di Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang digunakan untuk pengenalan dan
129
129
pengelompokan kerja, penentuan dan pelimpahan tanggung jawab atau
wewenang, serta pengaturan hubungan kerja. Untuk mengetahui bentuk
operasional dan merumuskan sistem pembaruan pendidikan dari
kegiatan-kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut;
a. Pengenalan dan pegelompokan kerja
b. Penentuan dan pelimpahan tanggungjawab atau wewenang
c. Pengaturan hubungan kerja. (H. M. Asri Kasman : 2015).
Pada bagian ini secara berturut dikemukakan bahwa guru yang
telah tersertifikasi atau memiliki sertifikat pendidik senantiasa konsistem
melakukan pembelajaran yang berkaitan dengan (1) pengelolaan
kegiatan-kegiatan pada awal pembukaan mata pelajaran catur wulan
pertama, (2) penyampaian tahapan-tahapan pembelajaran pada setiap
tatap muka, (3) pengorganisasian isi pembelajaran, dan (4) implikasi
perolehan hasil belajar.
130
130
E. Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dikemukakan pada pada bab ini, maka
secara singkat bahwa melalui melalui sertifikasi guru Pendidikan Agama
Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa
Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang, diharapkan
dapat meningkatkan kinerja sebagai seorang pekerja profesi di bidang
akademik. Dengan demikian, keberadaan guru yang bermutu merupakan
syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas,
baik guru yang tersertifikasi melalui fortofolio maupun melalui jalur
pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), hampir semua bangsa di
dunia ini termasuk bangsa Indonesia selalu mengembangkan kebijakan
yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan
yang dikembangkan oleh pemerintah adalah kebijakan intervensi
langsung menuju kesejahteraan hidup guru yang memadai.
Di tahun 2005 silam, pemerintah telah memiliki undang-undang
tentang guru dan dosen, yang merupakan landasan berpijak bagi
pemerintah untuk mengintervensi langsung dalam hal meningkatkan
kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki
kualifikasi sarjana atau berijazah diploma 4, dan memiliki sertifikasi profesi.
Melalui sertifikasi inilah, guru berhak mendapatkan tunjangan profesi
sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping itu, undang-undang tersebut
juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam
131
131
undang-undang tentang guru dan dosen pada intinya adalah
meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan
kesejahteraan mereka dan hasil penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, ditemukan adanya peryataan informan secara kritis dan
analitis. Karena, bukti-bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan
peningkatan mutu guru bervariasi, di Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
Sidenreng Rappang, kebijakan sertifikasi bagi guru Pendidikan Agama
Islam belum sepenuhnya berhasil menigkatkan kualitas kompetensi guru,
antara lain dikarenakan kuatnya resistensi dari kalangan guru sehingga
pelaksanaan sertitikasi berjalan amat lambat. Mulai tahun 2005, sejak
pemberlakuan Undang-Undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Indikator berikutnya adalah upaya guru PAI di Madrasah Tsanawiah
Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti
Kabupaten Sidenreng Rappang, untuk menarik perhatian peserta didik
tentang apa yang akan disampaikan. Menurut hasil penelitian, indikator
ini menunjukkan bahwa guru yang tersertifikasi pada umumnya menarik
perhatian peserta didik pada pendahuluan pembelajaran yang
mengemukakan bahwa salah satu peristiwa proses pembelajaran yang
perlu dilakukan oleh guru adalah memancing perhatian. Smith dan Ragan
mengemukakan bahwa berbagai stimulus yang ada di sekitar peserta didik
dapat dijadikan sebagai pemancing perhatian. Guru PAI yang telah
132
132
tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul
Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang,
dalam membangkitkan perhatian peserta didik menempuh berbagai cara.
Ada yang menyuruh peserta didik membaca materi tanpa memberitahu
kegiatan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan ada yang meminta
peserta didik membaca materi dengan catatan menemukan permas-
alahan. Dari hasil pengamatan, pada umumnya mereka manarik perhatian
peserta didik dengan cara menyuruh peserta didik membaca materi
selama beberapa menit dengan catatan setelah selesai membaca materi
peserta didik dapat mengajukan beberapa pertanyaan yang berkenaan
dengan materi yang dibaca dalam bentuk diskusi.
Pada dasarnya, kegiatan-kegiatan pendahuluan pembelajaran
intinya adalah bagaimana memancing peserta didik untuk tertarik pada
materi yang akan diajarkan. Ketertarikan adalah salah satu bentuk
ekspresi jiwa seseorang untuk menyatakan bahwa seseorang tersebut
sudah mulai memperhatikan stimulus yang ada di sekitarnya. Informan
mengemukakan bahwa berbagai stimulus yang ada di sekitar peserta didik
dapat dimanfaatkan untuk memancing perhatian peserta didik. Salah satu
bentuk stimulus yang dapat memancing perhatian adalah ungkapan-
ungkapan bernada meminta atau menyuruh peserta didik untuk
melakukan sesuatu.
Guru yang tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa Benteng Kecamatan Baranti Kabupaten
133
133
Sidenreng Rappang, yang melakukan kegiatan pendahuluan
pembelajaran, kelihatannya sangat sukses. Artinya, guru telah berupaya
mengoptimalkan berbagai stimulus yang ada atau belum mampu
menciptakan stimulus yang dapat merespon jiwa peserta didik untuk
berkonsentrasi pada apa yang disampaikan oleh guru. Optimalisasi guru
dalam membangkitkan perhatian peserta didik terlihat dari hasil selama
pengamatan PBM, guru hanya dapat melakukan kegiatan memancing
perhatian dengan meminta peserta didik membaca materi pokok bahasan,
meminta dengan ungkapan verbalitis seperti kata-kata “perhatikan apa
yang saya jelaskan, sebab selesai saya menjelaskan bagian ini, saya
akan meminta saudara menjelaskan kembali apa yang saya uraikan,
sebab ini akan diberikan penilaian”. Meskipun guru PAI berulangkali
meminta peserta didik untuk memperhatikan materi, namun konsentrasi
peserta didik tampaknya belum juga optimal. Ini disebabkan karena
kurangnya kemampuan guru dalam mengorganisir dan memanfaatkan
indikator-indikator kegiatan pendahuluan pembelajaran.
Analisis di atas mengindikasikan bahwa sertifikasi bagi guru pada
intinya mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran di madrasah. Untuk
lebih detilnya dapat dilihat beberapa hasil penelitian yang ditemukan,
antara lain Wahidin memaparkan bahwa pengaruh sertifikasi terhadap
pelaksanaan proses pembelajaran di kelas sangat signifikan karena
dengan adanya sertifikasi, pembagian jam mengajar lebih efektif dan
harus dicapai serta guru dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan
134
134
konsisten. H. Lakalebbi mengatakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh
dalam proses pembelajaran dan kini telah mulai menampakkan kemajuan
pada etos kerja dan kedisiplinan dalam menjalankan tugas sebagai guru
sekaligus sebagai pendidik. Juhaena juga menambahkan bahwa
sertifikasi guru memberikan pengaruh yang signifikan karena dengan
adanya sertifikasi, guru dituntut untuk menata pembelajarannya dengan
sistematik dan dengan jam pembelajaran yang cukup. Berbeda dengan
Tamrin yang memaparkan bahwa sertifikasi sedikit pengaruhnya karena
guru Pendidikan Agama Islam yang ada lulus murni. Yang ada
pengaruhnya adalah yang ikut diklat (ilmunya diterapkan). (Juhaena :
2015).
Jika dianalisis hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat
diketahui bahwa ternyata sarana atau wadah yang lebih efektif dan efisien
untuk diterapkan agar guru menuju bahkan mencapai taraf
profesionalisme adalah pendidikan dan pelatihan. Di antara sekian
responden yang telah memberikan data, mereka pada umumnya
menyebut bahwa melalui latihan, diklat, dan simposium-simposium
tentang pendidikan dan pengajaran lebih memberikan manfaat dan
berkeadilan jika dibandingkan dengan proses sertifikasi jalur portofolio.
Artinya, bahwa guru lebih tersentuh jika mereka diberikan materi secara
praksis melalui pendidikan dan pelatihan, atau seminar, kursus, dan
beberapa sistem praktik lainnya karena mereka langsung mengalaminya
135
135
sehingga berkesan secara mendalam bila dibandingkan dengan proses uji
sertifikasi melalui jalur portofolio.
136
136
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kinerja guru pendidikan agama Islam yang bersertifikat pendidik pada
Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (MTs-
PPUW) Benteng Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya sudah
baik. Terdapat perbedaan kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi profesional bagi guru yang sudah
tersertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi. Adapun persamaan
profesionalisme guru yang telah lulus sertifikasi dan belum sama-sama
memiliki komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di Madrasah ini sedangkan yang membedakan keduanya
adalah adanya kreativitas para guru yang telah tersertifikasi jauh lebih
baik dibandingkan mereka yang belum tersertifikasi.
2. Guru pendidikan agama Islam pada Madrasah Tsanawiah Pondok
Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (MTs-PPUW) Benteng Sidrap yang
belum tersertifikasi dan mereka umumnya sudah memiliki komitmen
yang sama dalam mengembangkan profesionalisme dan kinerja demi
kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, guru pendidikan agama Islam
yang telah tersertifikasi pada Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) Benteng Sidrap pada umumnya
menerapkan strategi pembelajaran modern yang berkonsekuensi
secara administrasi untuk membenahi kurikulum yaitu kepala sekolah
137
137
dan guru yang tersertifikasi bersama semua elemen sekolah
mengembangkan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat
guna, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian/
pembinaan, pengendalian atau pengawasan hingga penilaian terhadap
komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan di Madrasah
Tsanawiah Pondok Pesantren Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW)
Benteng Sidrap
3. Hasil kinerja guru PAI adalah guru yang tersertifikasi harus mampu
berperan sebagai sosok inspirator, motivator, dinamisator, fasilitator,
dan komunikator dalam menggerakkan, menggali, dan
mengembangkan potensi peserta didik untuk menjawab problematika
masyarakat kontemporer. Dengan penelitian ini, ditemukan adanya
suatu harapan besar bahwa guru sebagai agen pembelajaran di lapisan
terdepan karena guru berhadapan langsung dengan peserta didik
sebagai suatu harapan agar seyogianya proses sertifikasi ini lebih
diarahkan pada jalur pendidikan dan latihan. Dalam rangka memenuhi
persyaratan lulus uji sertifikasi perlu diadakan seminar untuk
meningkatkan profesionalisme guru, dan bertanya kepada teman-
teman yang berpengalaman, mengunjungi perpustakaan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan melalui kegiatan membaca,
mengun-jungi toko-toko buku dan memperkaya referensi buku yang
relevan dengan materi pendidikan agama Islam. serta ikut pendidikan
dan pelatihan secara berkelanjutan.
138
138
B.Saran
1. Kinerja guru dapat ditinjau dalam berbagai kompetensi dan aspek.
Pemberlakuannya dapat dikembangkan berdasarkan perkembangan
metodologis dunia pendidikan yang sekarang masih bervariatif.
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi guru yang telah tersertifikasi yaitu
pada aspek pembelajaran yang meliputi pendahuluan pada tatap muka
pertama sangat penting dilakukan untuk memancing bakat dan minat
dan kecenderungan siswa dan motivasi mereka. Oleh karena itu, guru
yang tersertifikasi melakukan persiapan penting pada pertemuan tatap
muka pertama. Pengorganisasian pembelajaran harus memperhatikan
kerangka dalam penyampaian pembelajaran. Demikian juga dengan
tahapan evaluasi, selain organisasi dan administrasi juga penting
diperlihatkan sikap guru yang adil dan komunikasi pada orang tua/wali
penting dilakukan.
3. Strategi pembelajaran bagi guru yang telah mengikuti sertifikasi tidak
terlepas dari fasilitas madrasah, kompetensi guru, organisasi madrasah,
serta peserta didik, seperti di Madrasah Tsanawiah Pondok Pesantren
Al Urwatul Wutsqaa (M.Ts-PPUW) Benteng Sidrap yang telah berhasil
memadukan potensi tersebut menuju Madrasah yang unggul dan
berakhlakul karimah.
139
139
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al- Karim
Abdul Majid, Muhaimin. Pemikiran Pendidikan, Kajian Filosofis danKerangka Dasar Operasionalisasinya. Cet. I; Bandung: PT.Trigenda Karya, 2007.
Abidin, Zainal. Kepribadian Muslim, Semarang: Aneka Ilmu, 2009.
Ali, Muhammad. Strategi Penelitian Pendidikan, Cet. II; Bandung Angkasa,2004
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet.XIV; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.
Ashraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,2006.
Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis,.Yogyakarta: Andi Ofset, 2003.
Cowan, J Milten,. (ed) Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic,New York: t.p. 2011.
Danim, Sudarwan. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Cet. II;Bandung: Alfabeta, 2010.
Daradjat, Zakiah et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Jakarta: BulanBintang, 2002.
------------, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Cet. VI; Jakarta: BulanBintang, 2007.
Darmadi, Hamid. Kemampuan Dasar Mengajar, Cet. I; Bandung: Alfabeta,2009.
Daud, Moh. Nor Wan. The Educational Philosopi and Practice ofSyed Muhammad Naquib al-Attās, terj. Hamid Fahmi, dkk,Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas,Cet. I; Bandung: 1998.
Degeng, N.S. Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: PemecahanMasalah Belajar Abad XXI, dalam C. Asri Budianingsih, Belajardan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,. Jakarta:Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 2002.138
140
140
-------. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentangPendidikan,
-------. Menuju Madrasah Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanIslam, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi Revisi. Cet. X; Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatifsuatu Pendekatan Psikologi,. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Effendi, Muchtar. Manajemen Suatu Pendekatan berdasarkan AjaranIslam, Jakarta: Bharata, 2006.
Engkoswara, Kecenderungan Kehidupan di Indonesia Menjelang Tahun2000 dan Implikasinya terhadap Kualitas Manusia dan Pendidikan,Cet. I; Jakarta: Intermedia, 2002.
Getteng, Abd. Rahman. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, Cet.III; Yogyakarta: Graha Guru, 2011.
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru berdasarkan Pendekatan Kompetensi,Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara,2006.
-------. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003.
-------. Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Cet.VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
http://gurubersertifikasi_mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDMOjY=, diakses 6 Oktober 2011.
http://penelitian_ Human Development Index(HDI).com/index.php?arid kualitas pendidikan, diakses tanggal21 Pebruari 2012.
Idi, Abdullah Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Cet. II,Yogyakarta:Ar Ruz Media, 2007.
Idris, Muhamad. Kiat Menjadi Guru Profesional. Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Imron, Ibrahim Bafadal & A. Manajemen Peningkatan Mutu BerbasisSekolah. Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen. 2004
Kalsum, Ummi. "Konsep Profesionalisme Guru dalam PerspektifPendidikan Islam", Tesis, Makassar: PPS UIN Alauddin, 2007.
Kunandar, Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat SatuanPendidkan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Cet. I; Jakarta: PT.Rosda Karya, 2008.
141
141
-------. Pendidikan Indonesia dan Problematikanya, Jakarta: PT.Raja-Grafindo Persada, 2008.
Kustimi. Kinerja Kepala Sekolah dan Pengawas dalam MembinaKemampuan Mengajar Guru, Tesis, Universitas PendidikanIndonesia, 2003.
Nasution, S. Metodologi Penelitian. Cet. II; Remaja Rosda Karya, 2007
M. Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Edisi Revisi, Jakarta: BinaAksara, 2008.
Mappanganro. Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Cet.I;Ujung Pandang: Yayasan Ahkam, 2006.
Marzuki. Metodologi Riset. Cet. IV; Yogyakarta: t.p, 2008.
Muchith, Saekhan. Pembelajaran Kontekstual. Cet. I; Semarang: RasailMedia Group, 2008.
Muhaimin dkk. Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam PendidikanAgama). Surabaya: Citra Media, 2006.
-------. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan PendidikanAgama Islam di Sekolah. Cet. II; Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2002.
Mukhtar. Desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Cet.II;Jakarta: Misaka Galiza,2003.
Mulyana, Ace Suryadi & Wiana. Kerangka Konseptual Mutu Pendidikandan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta: PT.Candimas Metropole. 2012.
Mulyasa, E. Profesionalisme Guru. Jakarta: Bina Aksara, 2009
-------. Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep, Strategi, dan Implementasi.Bandung: Rosda, 2007.
-------. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif danMenyenangkan. Cet. VII; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Nafis, Ahmadi Syukran. Pendidikan Madrasah: Dimensi Profesional danKekinian. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. 2010.
Al-Nahlawi, Abdurahman. Us}u>l al-Tarbiyyah al-Isla>miyyah waAsa>libuha>, terj. H.N. Ali, Dasar-dasar Pendidikan Islam. Cet. II;Bandung: CV. Diponegoro, 2000
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Jilid I. Cet. I; Jakarta: LogosWacana Ilmu, 2007.
142
142
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoretis danPraktis. Jakarta: Ciputat Pers, 2003.
Pahruddin. Pengaruh Profesionalisme Guru terhadap PeningkatanPrestasi Belajar Siswa MAN Suli Kabupaten Luwu "Tesis".Makassar: PPS UIN Alauddin, 2011.
Panitia Sertifikasi Guru Agama LPTK Fak. Tarbiyah dan Keguruan, ModulSertifikasi Guru PAI. Cet. IV, Makassar: PT Berka Utami, 2012.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru danDosen. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006.
PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Bab.VI, pasal.
Purtawan, I Made. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian Sosial. Cet. I ;Jakarta : Rineka Cipta, 2000.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Cet. I;Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahasaIndonesia, Edisi Ketiga. Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Redaksi Sinar Grafika. Undang-undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th.2005. Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Republik Indoneisa, UU RI No.20 tahun 2003, tentang SistemPendidikan Nasional.
-------. “Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik IndonesiaNomor. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik danKompetensi Guru.
-------. “Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru”,pasal 1.
Rindjin, Ketut. Program Sertifikasi dan Upaya PeningkatanProfesionalisme Guru. Jakarta: Ganesha, 2007
Room, Mohammad. Implementasi Nilai-nilai Tasawuf dalamPendidikan Islam; Solusi Mengantisipasi Krisis Spiritual di EraGlobalisasi "Disertasi" Makassar: PPS UIN Alauddin, 2006.
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah ModelPelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Cet. I;Jakarta: Prenada Media, 2004.
Rumi, Ahmad Ensiklopedia. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
143
143
Rusn, Abidin Ibnu. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Cet. II;Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Rusyan, Tabrani. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:CV. Remaja Karya, 2008.
Sagala, Saiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. II, Bandung:Alfabeta, 2005.
-------. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Cet. III;Bandung: CV Alfabeta, 2011.
Saharuddin. Konsep Profesionalisme Guru dalam PerspektifPendidikan Islam: Studi Peningkatan Mutu Guru MTs.Muhammadiyah Tallo Makassar "Tesis", Makassar: PPS UINAlauddin, 2011.
Saleh, Abdul Rahman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa: Visi, Misi,dan Aksi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Samami dkk, Inovasi Pendidikan dalam Kaitannya denganPeningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Cet I ;Bandung : Pustaka Setia, 2006)
Saud, Udin Syaefuddin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung:CV.Alfabeta, 2010.
Setiyadi, Ag. Bambang. Metode Penelitian untuk Pengajaran BahasaAsing: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitati., Cet.I; Yogyakarta:Graha Ilmu, 2006.
Sholeh, Asrorun Ni’am. Membangun Profesionalitas Guru (AnalisisKronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen.) Jakarta: Elsas,2006.
Siregar, Rivay. Tasawuf; Dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme. Cet.II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Soedijarto. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:Gramedia Widiasarana, 2003.
-------. Pendidikan sebagai Sarana Reformasi Mental dalam UpayaPembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Spencer, Lyle M. Spencer and Signe M. Competence at Work: Modelemsfor Superior Performance. Canada: Jhon Willy, 2009.
Sudibyo, Bambang. Rencana Strategis Depdiknas Tahun 2005-2009menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025.Jakarta: Depdiknas, 2005.
144
144
Sudjana, Djudju S. Manajemen Program Pendidikan untuk PendidikanNonFormal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:Falah Production, 2004.
-------. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1989.
-------. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Cet. I ; Bandung : PT. SinarBaru, 1989.
-------. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kualitatif, danR&D. Bandung: Alfabeta, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Cet. II;Bandung: Alfabeta, 2011.
Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Cet. I; Bandung:Rosdakarya, 2006.
Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: AdicitaKarya Nusa, 1999.
Suriadi, Ace. Strategi pengelolaan Pendidikan. Jakarta: balai Pustaka,1992.
Surya, Mohamad. Percikan Perjuangan Guru. Cet I; Semarang: CV.Aneka Ilmu, 2003.
Suyanto. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Cet. I;Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2009.
Syaodih S., R. Ibrahim & Nana. Perencanaan Pengajaran. Cet. II, Jakarta:Rineka Cipta, 2003.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam.Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung:Fokusmedia, 2006.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Cet. II; Jakarta:PT Raja Garafindo Persada, 2009.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Gurudan Dosen. Cet. II; Jakarta: PT. Kencana, 2006.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bab II pasal 3.
United Nation Development Programe (UNDP), Pengaruh SertifikasiTerhadap Kinerja Guru di Indonesia, tahun 2007.
145
145
http://mediaindonesia.com/index. php?ar_id=NDMOjY, diakses12 Januari 2012.
Uno, Hamza B. Profesi Kependidikan; Problema, Solusi danReformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara,2007.
Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan ReformasiPendidikan di Indonesia. Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Usman, Muh. Uzer Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Bumi Aksara,2009.
Walgito, Bimo. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Cet. II; Yokyakarta:Riset, 2001.
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
147
147
ANGKET PENELITIAN
PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA
SEKOLAH DASAR NEGERI SE-KECAMATANWATANG SAWITTO
KABUPATENG PINRANG
(Studi Komparasi Guru Bersertifikat Pendidik Jalur Fortofolio dengan Jalur
Diklat)
Nama :
Jalur Sertifikasi : a. Portofolio b. Diklat
Masa kerja : ………………..Tahun……………….Bulan.
A. Petunjuk Pengisian
1. Sebelum mengisi pertanyaan-pertanyaan berikut, kami mohon bapak/ibu
guru bersedia membaca terlebih dahulu petunjuk pengisian ini.
2. Dari setiap pertanyaan pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai, lalu
berilah tanda silang (X) pada item jawaban yang tersedia)
B. Daftar Pertanyaan
1. Apakah Bapak/Ibu guru sering bertekad dalam hati yang didasari niat
untuk berupaya memajukan pendidikan ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
2. Apakah Bapak/Ibu guru memahami komitmen dalam mengajarkan materi
pendidikan agama Islam pada peserta didik sehingga peserta didik dapat
memahaminya ?
a. Sangat paham b. Paham c. Kurang paham d. Tidak paham
3. Apakah Bapak/Ibu guru telah mengaktualisasikan standar kompetensi
guru dalam mengunakan metode yang bervariasi ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
4. Apakah merasa bangga dan senang menjalankan tugas profesi guru serta
melayani pertanyaan peserta didik ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
148
148
5. Apakah Bapak/Ibu guru telah melakukan pengorganisasian pembelajaran
pada setiap tata muka ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
6. Apakah Bapak/Ibu guru telah aktif dalam hal pengunaan media dalam
pembelajaran ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
7. Apakah Bapak/Ibu guru telah menjalankan tugas utama sebagai guru
dalam menarik perhatian peserta didik yaitu mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi hasil belajar ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
8. Apakah Bapak/Ibu guru telah berusaha membimbing peserta didik
sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi agama, nilai-
nilai etika, bangsa, dan masyarakat ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
9. Apakah Bapak/Ibu guru telah merasa terpanggil hati nurani dan moral
untuk secara tekun dan penuh perhatian terhadap pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
10. Apakah Bapak/Ibu guru telah berusaha mengembangkan dan memajukan
disiplin ilmu pendidikan agama Islam ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
11. Apakah Bapak/Ibu guru terus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan
belajar dan jika ada materi belum jelas guru menjelaskan kembali dan
memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
12. Apakah Bapak/Ibu guru telah memberikan penilaian hasil pekerjaan
peserta didik dengan obyektif ?
a. Sangat obyektif b. Obyektif c. Kurang obyektif d. Tidak obyektif
149
149
13. Apakah Bapak/Ibu guru selalu mempersiapkan RPP sebelum melakukan
pembelajaran ?
a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah
Pinrang,………………………..2012
TTD
(----------------------------------------)
150
150
INSTRUMEN PENELITIAN
PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADASEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATANWATANG SAWITTO
KABUPATENG PINRANG
(Studi Komparasi Guru Bersertifikat Pendidik Jalur Fortofoliodengan Jalur Diklat)
Nama :
Jalur Sertifikasi : a. Portofolio b. Diklat
Masa kerja : ………………..Tahun……………….Bulan.
1. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri
yang telah memiliki sertifikat pendidik di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten
Pinrang?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………........
2. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri
yang bersertifikat pendidik jalur portofolio di Kecamatan Watang Sawitto
Kabupaten Pinrang?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
3. Menurut anda bagaimana profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri
yang bersertifikat pendidik jalur diklat di Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten
Pinrang?.
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
4. Menurut Anda apa persamaan dan perbedaan profesionalisme guru PAI yang
bersertifikat pendidik jalur portofolio dengan jalur diklat pada sekolah dasar
negeri se-Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Pinrang?.
151
151
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
5. Menurut anda upaya apa yang perlu dilakukan dalam meningkatkan
profesionalisme guru PAI pada sekolah dasar negeri se-Kecamatan Watang
Sawitto Kabupaten Pinrang ?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
6. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha
meningkatkan profesionalisme dengan ikut seminar-seminar?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
7. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha
meningkatkan profesionalisme dengan membuat makalah?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….
8. Sebagai seorang guru yang telah tersertifikasi, apakah anda berusaha
meningkatkan profesionalisme dengan membuat bahan ajar?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………………………………............................................
Pinrang…………………………..2012
TTD
(………………………………..)
top related