munafik menurut hadis: kritik sanad dan matan dalam...
Post on 28-Apr-2019
251 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MUNAFIK MENURUT HADIS:
Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh :
IBRAHIM ZAKI BIN LONG
NIM: 108034000045
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1430 H./2009 M.
MUNAFIK MENURUT HADIS:
Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh :
IBRAHIM ZAKI BIN LONG
NIM: 108034000045
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1430 H./2009 M.
MUNAFIK MENURUT HADIS:
Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
IBRAHIM ZAKI BIN LONG
NIM: 108034000045
Di Bawah Bimbingan:
DR. BUSTAMIN M.Si
NIP: 19630701 199803 1 003
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “MUNAFIK MENURUT HADIS: Kritik Sanad
Dan Matan Dalam Musnad Ahmad” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” pada tanggal
27 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Program Strata Satu (S1) Pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 27 Juli 2009
Sidang Munaqasyah
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kepada-Nya kami berlindung dari kejahatan nafsu dan
kejelekan amal perbuatan kami, selawat dan salam atas junjungan mulia Nabi
Muhammad Saw. serta seluruh keluarganya, para sahabatnya dan siapa pun yang
setia dengan sunnahnya. Amma ba‟du.
Dengan rasa syukur ke hadrat Ilahi atas pertolongan dan petunjuk-Nya
dalam memberi kesempatan untuk menghirup udara di Indonesia dan menjadi
salah seorang mahasiswa di Universitas yang terkenal di Jakarta, maka penulis
membentangkan skripsi yang berjudul Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad dan
Matan, penulis menyusun dalam rangka memenuhi dan melengkapi pensyaratan
untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuludd in
dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis juga menyedari atas usaha sama dari berbagai pihak, pada
kesempatan yang ada kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan S1.
2. Negara Republik Indonesia yang telah memberikan izin tinggal.
3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
5. Dr. Bustamin, M.Si, selaku Pembimbing skripsi ini, yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis, juga
selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis dan Dr. Edwin Syarif, M.A., selaku
Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas
segala ilmu yang dicurahkan.
7. Seluruh pengelola dan karyawan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Akademik Pusat, dan Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Pimpinan, staf dan karyawan di Perpustakaan Utama, Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat serta Perpustakaan Iman Jama‟ dan sekitar Indonesia yang
telah memberi fasilitas kepada penulis.
9. Salam kerinduan kepada seluruh saudara-mara penulis. Terutama
ayahanda Haji Long bin Ibrahim dan ibunda tersayang Fatimah binti
Hassan, juga saudara penulis yang dicintai Kak Yati, Kak Ros, Kak
Umiey, Kak Zai, Abang Azahar, Abang Azwan, Abang Shah, Adik Nor
dan Adik Syafie. Serta anak kecil Fadhilah dan Haikal.
10. Dato‟ Tuan Guru Haji Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat
KUDQI dan seluruh Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej
Universitas Darul Quran Islamiyyah yang telah memberi kesempatan
untuk menuntut ilmu yang bermanfaat dari asatizah dan ustazah, juga
dapat mengenal erti persahabatan dari mahasiswa KUDQI, MPMKUDQI
dan HESIS. Serta staf-staf dan asatizah dan ustazah di Maa‟had Darul
Qur‟an (MDQ) Rusila Marang.
iii
11. Teman-teman seperjuangan Mohd. Sheifullah, Hilman, Faiz, Saiful, Najib,
Mohd. Zahid, Tuan Izuddin, Ahmad Baha, Fakhri, Yunus, Sufian, Fawwaz
Hadi, Mohd. Zaki, Hafiz, Razman, Kamal, Akram, Shafie, Ismayuddin,
Tarmizi, Amir dan juga para ustazah yang berada di Asrama Putri UIN.
Jutaan terima kasih atas teguran dan sumbangan yang telah diberikan oleh
Ust. Mawardhi, Ust. Mustafa, Ust. Harun, Ust. Baihaki, Ust. Hadi, Ust.
Faizal, Ust. Aminuddin dan Ust. Khairi . Tidak lupa juga sahabat-sahabat
dari APID, KIDU, IPA yang telah bersama kecimpung dalam menegakkan
kalimat Allah.
12. Terakhir, jutaan terima kasih kepada teman-teman di Malaysia terutama
Khasie, Ibrahim dan Muslimat yang tidak dapat hadir berjuang bersama,
juga kepada semua pihak yang mungkin penulis tidak dapat sebutkan satu
persatu, insyaAllah, semoga amal kebaikan mereka dapat balasan yang
layak di sisi Allah Swt..
Semoga Allah Swt. menjadikan usaha kecil ini sebagai amal yang
berpanjangan dan bermanfaat bagi pembaca.
“Siru „ala barakatillah”
Jakarta, 26 Juli 2009
Ibrahim Zaki bin Long
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j je
h ha dengan garis di bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
s es dengan garis di bawah
d de dengan garis di bawah
t te dengan garis di bawah
z zet dengan garis di bawah
„ koma terbalik diatas hadap kanan
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
n en
w we
h ha
` apostrof
y ye
v
b. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasra
u dammah
Adapun Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i
au a dan u و
c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas
î i dengan topi di atas ــــــي
û u dengan topi di atas ـــــــو
d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ,
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh = al-syamsiyyah, = al-qamariyyah.
e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah.
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na„t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh = al-Bukhâri.
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 01
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 01
B. Identifikasi, Pembatasan Masalah
dan Perumusannya .......................................................... 08
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................... 10
D. Tinjauan Kepustakaan .....................................................11
E. Metodologi Penelitian .................................................... 12
F. Sistematika Penulisan .................................................... 14
BAB II IMAM AHMAD DAN KITAB MUSNADNYA ............... 15
A. Biografi Imam Ahmad .................................................... 15
B. Sistematika Penulisan Musnad ....................................... 21
C. Metode Periwayatan Dalam Musnad .............................. 23
D. Tanggapan Ulama Atas Musnad Ahmad ........................ 25
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MUNAFIK .............. 29
A. Pengertian Munafik .........................................................29
B. Tingkatan-tingkatan Munafik ..........................................31
C. Karakteristik Munafik Dalam Musnad Ahmad ...............37
vii
BAB IV KRITIK HADIS ................................................................. 42
A. Kritik Sanad ................................................................. 43
B. Kritik Matan ................................................................. 52
C. Fiqh al-Hadîts ............................................................... 59
BAB V PENUTUP .......................................................................... 66
A. Kesimpulan .................................................................... 67
B. Saran-saran ......................................................................67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Hadits1 merupakan sumber yang terpenting setelah al-Qur‟ân al-
Karîm2 dan kajian penelitian hadis adalah kajian yang kritis dalam agama
Islam, ini karena hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur‟an.
Sejak sekian lama kaum muslimin telah mengenal dan telah menjadi kebiasaan
dalam ilmu pengetahuan warisan mereka dan telah menganggap bahwa sunnah
merupakan sumber tasyrî‟ Islam yang kedua.3
Hadis Nabi Saw. bersumber dari wahyu Allah Ta‟ala, atau ijtihâd dari
Rasulullah Saw. sendiri, hanya saja tidak ada pengakuan bahwa beliau
melakukan ijtihâd yang salah, dengan demikian, rujukan al-Sunnah adalah wahyu.
Al-Qur‟an adalah wahyu al-Matlû (yang terbaca) sedangkan al-Sunnah
merupakan wahyu Ghair al-Matlû (yang tidak terbaca).4
1 al-Hadits merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan sebagainya”. Lihat Fatchur Rahman, Ikhtisâr
Musthalâh al-Hadits, (Bandung: Pt Al-Ma‟arif 1974), cet. ke-1, h. 20 2 Al-Quran adalah kalâmullah, sebagai mukjizat yang diturunkan kepada nabi
Muhammad Saw. dengan perantaraan Malaikat Jibrîl „Alaihis-salâm dalam bahasa arab yang
ditulis di dalam mushaf-mushaf, dianggap sebagai ibadah bagi orang-orang yang membacanya,
yang dinyatakannya secara mutawâtir, diawali surat al-Fâtihah dan diakhiri surat an-Nâs. Lihat
Tim Sembilan , Tasir Maudhui Al-Muntaha Jilid 1, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren 2004), cet.
ke-1, h. 6 3 Yusuf al-Qardhawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, penerjemah Abad
Badruzzaman, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana 2001), Cet. ke-1. h. 1 4 Pertama, wahyu yang terbaca yang disusun secara rapi dan mengandung n ilai mu‟jizat,
itulah al-Qur‟an, kedua, wahyu yang diriwayatkan yang diambil tanpa susunan yang mengandung
nilai mu‟jizat, tidak terbaca meskipun terbaca dalam solat. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib,
Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama
2007), cet. ke-4, h. 21
2
Penerimaan hadis sebagai sumber ajaran dan hukum Islam, adalah
realisasi iman kepada Rasulullah Saw. dan dua kalimat syahadah yang diikrarkan
oleh setiap muslim. Selain itu, hadis berfungsi sebagai penjelas kepada ayat-
ayat al-Qur‟an yang bersifat umum. Sebagaimana yang tercantum dalam Q .S
an-Nahl /16: 64.
Cukup banyak ayat al-Qur‟an yang memerintahkan orang-orang yang
beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad Saw..
Sebagian dari ayat-ayat al-Qur‟an itu adalah sebagai yang tertera dalam Q.S an-
Nûr/ 24: 54
“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika
kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata
apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Dari terjemahan ayat al-Qur‟an di atas, maka jelaslah bahwa setiap
suruhan Nabi Muhammad terdapat perintah taat kepada Allah swt., dan di dalam
al-Qur‟an selalu diiringi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya, Allah swt.
berfirman supaya umat manusia mengungkapkan iman mereka supaya dapat
membedakan dengan kaum kafir. Demikian pula mengenai peringatan karena
durhaka kepada Allah, sering disejajarkan dengan ancaman karena durhaka
3
kepada Rasulullah Saw. bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa
pentingnya kewajiban taat kepada semua yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.5
Al-Qur‟an dan hadis ibarat jantung yang memompa darah peradaban
Islam. Secara hirarkis kedudukan hadis terletak di bawah al-Qur‟an. Hadis
sebagai penjelas kepada al-Qur‟an, perbedaan lain yang sangat substansial bahwa
al-Qur‟an dinukil secara Mutawâtir6 karena dijamin kebenarannya. Sedangkan
hadis tidak demikian, kebanyakan hadis merupakan khabar ahad7 sehingga
memerlukan kepada kaedah takhrîj8 hadis untuk memastikan kesahihannya. 9
Meskipun hadis dan al-Qur‟an adalah sama-sama sumber ajaran Islam
dan dipandang sebagai wahyu yang berasal dari Allah swt., keduanya adalah
tidak sama. Al-Qur‟an diterima oleh para sahabat dengan mutawâtir, telah
dikumpul, ditulis dan dibukukan pada zaman Khalifah „Utsman ibn „Affan.10
5 H. Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia 2005), cet. ke-1, h. 70
6 Hadis yang diriwayatkan daripada perawi yang ramai pada setiap peringkat sahabat,
tabi‟in dan tabi‟ tabi‟in yang mustahil pada kebiasaannya untuk mereka sepakat berdusta mencipta
atau mengubah hadis tersebut. Lihat Qurratul A in binti Fatah Yasin, Ilmu Mustholah
Hadits,(Kuala Lumpur: ISP Shahab Trading 2006), cet. ke-1, h. 106. 7 Hadits Ahad adalah yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau lebih tetapi bilangan
yang melebihi satu itu tidak mencapai bilangan perawi dalam hadits mutawâtir (hadis yang
diriwayat oleh seorang sahaja). Lihat Qurratul Ain b inti Fatah Yasin, Ilmu Mustholah Hadits, h.
112. 8 Takhrîj ialah petunjuk jalan ke tempat letak hadis pada sumber-sumbernya yang orisinal
yang takhrîj-nya berikut sanadnya kemudian menjelaskan martabatnya jika diperlukan. Lihat
Mahmud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad , penerjemah. Masykur Hakim,
H.A. Agil Husin, (Semarang: Dina Utama 1995) cet. ke-1, h. 18 9 Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al -Quran, penerjemah. Mudzakir S.A (Bogor:
Pt Pustaka Litera Antarnusa 2007). Cet ke-10, h. 26 10
Perhatian sahabat pada masa ini terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan al-
Qur‟an. In i terbukti dengan dilakukan pembukuan al-Qur‟an pada masa Abu Bakr atas saran Umar
al-Khattab. Usaha pembukuan ini pula dilakukan pada masa Utsmân ibn Affân, sehingga
melahirkan mushaf al-Usmani. Satu disimpan di Madinah dan dinamai mushaf al-Imam dan empat
buah lagi di Mekah, Basrah, Siria dan Kûfah. Lihat H. Mudasir, Ilmu Hadis, h. 96 dan lihat juga
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia 2005), cet ke-3, h. 42-44.
4
Adapun sebagian besar hadis Nabi Saw. tidak diriwayatkan secara
mutawâtir dan pembukuannya tidak resmi pada zaman sahabat,11 pembukuan
hadis dilakukan pada zaman khalifah Bani Umayyah yaitu khalifah „Umar „Abdul
„Aziz (61-101 H).12 Ini karena khalifah merasakan kepentingan dan kebutuhan
umat untuk menghindar dari hadis-hadis palsu yang dilakukan oleh kaum Syîah,
Mu‟âwiyyah dan kaum Zhindîq,13 walaupun pada zaman Khulafa‟ al-Râsyidîn ada
yang mengusulkan untuk membukukan al-Qur‟ân al-Karîm namun khalifah
ketika itu merasa takut akan bercampur dengan al-Qur‟an.14
Pada awal pemerintahan Khalifah Mesir „Umar „Abdul „Aziz ibn Marwân
ibn al-Hakam al-Amawi, muncul lagi ide untuk membukukan hadis, karena ia
11
Ketika mendapati bahwa terdapat dikalangan sahabat yang telah menulis hadis
Rasulullah Saw.. Bag inda Saw. telah menyatakan larangan terhadap mereka, justru itu, para
sahabat menggunakan ingatan mereka untuk mengingat hadis. Namun begitu, ada juga sahabat
yang meminta izin untuk menulis untuk membuat koleksi pribadi seperti Zaid ibn Thabit, „Amru
ibn „As, Jabir ibn Abdillah ibnu „Amr al-Anshari, Abu Hurairah ad-Dausi, Abu Syah Umar ibn
Sa‟ad dan dan ada pula yang tidak diberi izin dari Nabi saw seperti Abu Sa‟id al-Khudri. Lihat
Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq. h.
131-135. 12
Nama lengkapnya adalah Umar ibn Abdul Aziz ibn Marwan ibn Hakam ibn Abil „Ash,
lahir di Helwan, Mesir pada tahun 61 H. Beliau dibai‟at pada 99 H, yang merupakan khalifah yang
ke VIII Bani Umayyah. Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah, penerjemah Khoiru l Amru dan Achmad Faozan (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar 2005). cet.
ke-4, h. 400. 13
Timbulnya puak-puak ini adalah pada masa perebutan Khalifah oleh Mu‟awiyah dan
Ali pada Peristiwa Tahkim („Ali dan Mu‟âwiyyah) kaum Zhindiq berkembang di Basrah. Hammad
ibn Zaid mengatakan bahwa hadis yang dibuat kaum Zhindik berjumlah 12.000 hadis. Lihat Dr
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2008), cet. ke-1, h. 184-185. 14
Umar al-Khattab pernah berpikir untuk menghimpun sunnah, tetapi tidak lama
kemudian beliau mengurungkan pikiran itu. Diriwayatkan dari „Urwah ibn Zubair bahwa Umar
hendak menulis sunnah, lalu beliau meminta saran dari sahabat -sahabat yang lain. Mereka
mengusulkan agar tetap menulis. Kemudian Umar istikhârah selama satu bulan. Suatu pagi, Allah
swt. memberikan kejelasan bagi beliau. Lalu Umar berkata, “sesungguhnya aku hendak menulis
sunnah, dan aku teringat akan kaum sebelum kalian yang menulis kitab -kitab selain kitabullah.
Dan sesekali tidak akan mencampurkan kitabullah dengan sesuatu pun .” Lihat Muhammad „Ajjaj
al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq. h. 137-139
5
merasa hadis sangatlah penting untuk umat seterusnya. Lalu pembukuannya
dilakukan dengan menggunakan ilmu hadis yang dipelajarinya dari kecil.15
Sebelumnya, dalam sejarah Islam klasik, hadis cukup kuat dalam
pegangan sahabat ketika berada bersama Nabi Saw., namun begitu, terdapat juga
kaum yang tidak mempercayai akan kerasulan Muhammad, yaitu mereka yang
terdiri dari kalangan kafir Quraisy dan setengah Yahudi yang berada di
Madinah,16 selain itu, terdapat juga kelompok yang bernama kaum munafik yang
merupakan kaum yang paling bahaya dan digelar juga dengan gelaran musuh
dalam selimut.
Munafik adalah sifat dalaman yang bagian luarnya adalah Islam dan
dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan.17 munâfiq adalah orang yang
menampakkan sesuatu yang sejalan dengan kebenaran di depan orang banyak,
padahal kondisi batinnya atau perbuatan yang sebenarnya tidak demikian.
Kepercayaan atau perbuatannya itu disebut nifâq.18
Mereka muncul pada saat Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah
dan mulai diketahui saat peristiwa perang Bani Musthaliq dan al-Muraisi.19
15
Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad
Musyafiq. h. 195 16
Yahudi di Madinah terdiri dari 3 golongan iaitu Yahudi Qainuqa, Yahudi Nadhir dan
Yahudi Quarizhah. Lihat Syafiyyur Rahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penerjemah
Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar 2009), cet ke-2, h. 201 17
Kumpulan Bahasa Arab, al-Mu‟jam Al-Wajiz, (Mesir: Tarb iyyah wa al-Ta‟lim 2004),
h. 628 18
Ibrahim ibn Muhammad ibn Abdullah al-Buraiqan, Pengantar Ilmu Studi Aqidah
Islam, penerjemah Muhammad Anis Matta, (Jakarta: Litbang Pusat Studi Islam Al-Manar). h . 220 19
Setelah Nabi menyelasaikan urusan Bani Musthaliq, orang dan hewan-hewan mereka
telah mendekati al-Muraisi, saat itu, bertemulah al-Ghufâri (Muhâjirin) dan al-Juhli (Ansâr)
mereka saling membangkitkan hal kejah ilan mereka dahulu dan meneriakkan fanatis me sehingga
terjadi peristiwa besar dan sempena turunnya ayat al-Qur‟an dari surah al-Munâfiqûn ayat 1-8.
6
Setelah Negara Islam dirasmikan di Madinah, keberhasilan dan kekuatan dakwah
Islam inilah yang menjadi pemicu munculnya golongan munafik. Mereka mulai
menerima Islam, namun di dalam hati mereka menyimpan dendam pada Islam.
Keberadaan orang munafik di antara umat Islam, memang dirasakan
bagaikan duri dalam daging yang menusuk tubuh, dengan memiliki dua karakter
yang berlawanan, mereka selalu melakukan propaganda dan provokasi terhadap
segala macam bentuk perjuangan, agar tujuan mereka untuk memecah-belah
umat Islam dapat tercapai.
Dalam menjalani realita kehidupan kaum munafik yang selalu berubah
karakternya, terutama dalam interaksi sesama manusia, yaitu dalam percakapan
atau perbualan mereka. Oleh karena itu, manusia yang lainnya dapat mengetahui
sosok pribadi mereka melalui sifat bicaranya, yaitu dengan memperhatikan
kesesuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang diyakini dalam hatinya.
Biasanya dilakukan karena seseorang memiliki suatu kepentingan yang ingin
dicapai. Karakter seperti ini, seringkali muncul dalam kehidupan masyarakat.
Munafik, sebuah sifat yang merupakan virus yang dapat menyebar dan
merusak sendi-sendi kehidupan seperti berdusta, menyebut-nyebut pemberian,
ejekan, cemohan, julukan jelek, memotong perbicaraan, menghina, mencerca
keturunan, mencaci zaman, bersaksi palsu, mengunjing, mengadu domba dan
banyak lagi. Adapun di antara sifat-sifat munafik tadi adalah suatu sifat yang telah
dikhawatirkan nabi yaitu sifat munafik yang paling bahaya yaitu orang-orang
Lihat Ali Muhammad Al-Bajawi, Untaian Kisah dalam al-Qur‟an, penerjemah Abdul Hamid
(Jakarta: Daru l Haq 2007). cet. ke-1 h. 451.
7
munafik yang pandai dalam bertutur. Seperti sabda Nabi Saw. dalam Musnad
Ahmad dan Tabrâni (Mu‟jam al-Kabîr) yang diriwayatkan oleh „Umar al-Khattâb:
20
“Yazid memberitahu kepada kami, Dailam ibn Ghazwan
menceritakan, Maimun al-Kurdi memberitahu kepada kami. bahwa Abi
Ustman al-Nahdi berkata aku berada di suatu majlis di bawah mimbar
ketika Umar r.a. berkhutbah kepada manusia, maka berkatalah beliau
bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda “bahwa Sesungguhnya sesuatu
yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik
yang pandai bersilat lidah”
Dari fenomena-fenomena yang berlaku di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk meneliti Hadis Nabi Saw. Penulis akan membahas sebuah Hadis
dengan menggunakan metode takhrîj al-hadits, diiringi dengan buku-buku yang
akan menjadi rujukan, guna memudahkan dalam pencarian hadisnya. Dengan itu,
penulis akan meneliti kualitas dan kandungan hadis tersebut yang akan dituangkan
dalam skripsi ini dengan judul: Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad Dan
Matan Dalam Musnad Ahmad.
B. Identifikasi, Pembatasan Masalah dan Perumusannya
1. Identifikasi:
a. Identifikasi Tentang Materi
20
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah al-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 44
8
Sebelum membicarakan lebih lanjut, sangatlah penting untuk
mengetahui serba sedikit tentang karakteristik orang munafik, seperti
yang dinyatakan dalam al-Qur‟an21 demi terhindar dari sifat-sifat yang
dilarang Allah Swt.. Sifat-sifat munafik dalam al-Qur‟an di antaranya:
1. Berdusta dalam perkataan (QS.al-Baqarah/2:8-10) (QS.al-
Taubah/9: 77)
2. Berdalih setelah dinasihati dan suka berbuat kerusakan (QS.al-
Baqarah/2: 11&12)
3. Menganggap kaum muslimin bodoh (Q.S al-Baqarah/2:13)
4. Berperilaku ganda (Q.S al-Baqarah/2:14&15)
5. Suka mencela dan mengejek (Q.S al-Taubah/9:79)
6. Bersumpah palsu (Q.S al-Munâfiqun/63: 1&2) (Q.S al-
Nahl/16:94)
b. Identifikasi Tentang Sumber
Al-Qur‟an dan hadis merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan
dalam kajian ini, maka penulis mencoba untuk mengkaji dengan
mendalam mengenai sifat-sifat munafik yang terkandung dalam Hadis.
Demikian sifat al-Munâfiqûn yang terdapat dalam Musnad Ahmad ibn
Hanbal:
21
Di sinilah terlihat jelas hikmah dan keadilan Allah ket ika menyebut sifat -sifat manusia
pada awal surat al-Baqarah, dimana sifat-sifat orang mukmin hanya disebutkan dalam empat ayat
(QS 2:2-5) sementara sifat-sifat orang kafir d iterangkan dalam dua ayat (QS 2: 6-7). Namun,
begitu berbicara tentang sifat-sifat orang munafik, A llah menjelaskannya secara detail dan
terperinci dalam tiga belas ayat (QS 2: 8-20). Lihat Ahzami Sami‟un Jazu li, Seri Tafsir Tematik
Fiqh al-Qur‟an, (Kg. Melayu Kecil: Kilau Intan 2005), Cet. ke-1. H. 148
9
1. Mengkhianati seseorang, sering berdusta ketika berbicara,
mengingkari janji dan melakukan perbuatan keji terhadap musuh
(H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 189)
2. Memakan harta rampasan, tidak pergi ke masjid dan mencela umat
Islam (H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 293)
3. Shalat yang paling berat adalah shalat Subuh dan Isya‟ (H.R.
Ahmad, Jilid 2, h. 473)
4. Bermuka-dua (H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 307)
5. Berkata-kata dengan berdalilkan al-Qur‟an (H.R. Ahmad, Jilid 1, h.
181)
6. Orang yang paling dibencinya adalah orang arab (H.R. Ahmad,
Jilid 1, h. 181)
7. Berdebat mengenai al-Qur‟an (H.R. Ahmad, Jilid 4, h. 155)
2. Pembatasan:
Dari penyataan sifat-sifat munafik yang dikeluarkan di atas, adalah
berdasarkan kepada kitab Musnad Ahmad. Begitu banyak persoalan yang
muncul tatkala berbicara mengenai hadis Nabi Saw., hal itu merupakan
suatu indikasi akan menariknya pembahasan ini. Karena hadis yang akan
dikaji adalah merupakan sifat yang paling bahaya diantara semua s ifat-
sifat di atas seperti hadis munafik yang paling bahaya yang terdapat dalam
Musnad Ahmad dan Tabrâni (Mu‟jam al-Kabîr).
Dari permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan ini, maka penulis
membatasi penelitian berkenaan dengan hadis ini, yaitu meneliti dari segi
10
sanad dan matan. Serta penulis akan mencoba untuk mengeluarkan sebanyak
mungkin sifat-sifat munafik yang terdapat di dalam hadis Musnad Ahmad.
Dalam penelitian sanad, penulis tidak akan mengkritisi seluruh sanad
dan matan hadis dari mukhârrij yang ada, tetapi penulis lebih mengutamakan
sanad dan matan hadis dari kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal melalui jalur
Abu Sa‟id dan Yazîd ibn Hârun.
3. Perumusan:
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis dapat merumuskan masalah
yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana
kualitas dan kandungan hadis tentang munafik yang paling bahaya?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah;
1. Tujuan Penelitian:
Mengetahui otentitas, kualitas dan kandungan pokok hadis
munafik yang paling bahaya dengan cara men-takhrij, sehingga ada
kejelasan kedudukan hadis tersebut apakah sahih, hasan atau da‟if.
2. Manfaat Penelitian:
Memberi sumbangan ilmiah dalam memperkayakan khazanah
kepustakaan Islam, khususnya dalam bidang hadis.
Juga sebagai tugas akhir, guna memperoleh gelar Sarjana (S1)
dalam bidang Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
11
D. Tinjauan Kepustakaan
Ketika penulis bicara mengenai munafik, Penulis mendapati banyak sekali
buku-buku mengenai cerita dan sifat-sifatnya, sumber utama penulis adalah al-
Qur‟an, tafsir, kitab hadis terutama Musnad Ahmad juga syarah hadis, adapun
kitab-kitab yang lain hanya mendukung judul skripsi ini seperti penulis
menggunakan kamus, kitab sirah nabawiyyah, kisah-kisah dalam al-Qur‟an dan
banyak lagi. Materi yang sebenarnya penulis bangkitkan dalam skripsi ini adalah
munafik dan lisan. Sehubungan dengan itu, karya-karya tersebut berupa buku-
buku ilmiyah, dan skripsi. Diantaranya adalah:
1. Skripsi Muhammad Fikri, Konsep Munafik dalam al-Qur‟an dan
Relavansinya dengan Kehidupan Modern: Sebuah Kajian Tematik.
Dikeluarkan pada 2007.
2. Abu bakar al-Faryabi, Sifat al-Nifaq wa Dzammu al-Munafiqin, penerbit
beirut: Dar al-Kutub „Ilmiyyah 1987. Buku ini penulis gunakan bagi
mencari hadis-hadis mengenai munafik karena Faryabi memuatkan 112
hadis dari sekian kitab seperti dari kitab shahih, sunan, musnad, sya‟bu
iman dan banyak lagi.
3. Hamdi Ahmad Ibrahim, Karakter Orang-Orang Munafik, Penerjemah Abu
Barzani, dalam pembagian sifat munafik, penulis menggunakan buku
Hamdi untuk memberi penjelasan mengenai nifaq al-i‟tiqâdi.
4. Penulis mendapat penjelasan yang panjang mengenai munafik dan sifat-
sifatnya dari karya Fuad Kauma, Tiga Puluh Lima Karakter Munafik dan
„Aidh Abdullah al-Qarni, Bahaya Kemunafikan di Tengah Kita.
12
5. Sa‟id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthani menjelaskan mengenai lidah dalam
karyanya yang berjudul Bahaya Lidah: Penyakit Lisan dan Terapinya,
penerjemah: Haryono dan Aris Munandar.
6. Sa‟id Hawa, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali: Mensucikan Jiwa.
Karya ini merupakan terapi yang paling berkesan buat penulis dan karena
itu penulis meletakkan terapi atau obat setelah disebut bahaya munafik dan
lisan- lisan mereka.
E. Metodologi Penelitian
1. Sumber data:
Skripsi ini disusun dengan metode library research (penelitian
kepustakaan) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai literatur yang
relevan dengan pokok permasalahan. Dengan itu, penulis menggunakan
sumber primer dari kitab al-Qur‟an, kitab-kitab hadis seperti al-Musnad
Ahmad, al-Sahîhain dan kitab Sunan, penulis juga menggunakan kitab-kitab
Rijâl al-Hadîts dan kitab-kitab Takhrîj al-Hadîts.
Penulis menggunakan sumber sekunder untuk mendukung dalam
skripsi ini sebagai bahan pelengkap, seperti buku-buku mengenai munafik,
menjaga tutur kata, kitab tauhid dan banyak lagi.
2. Metode pembahasan:
Dalam skripsi ini, penulis mengunakan metode deskriptif analitis,
yaitu mendeskripsikan data yang ada, dan pendapat para ulama muhadditsîn,
kemudian menganalisanya secara terperinci sehingga nampak jelas akan
rinciannya atas persoalan yang berhubungan dengan pokok permasalahan.
13
Dalam kegiatan takhrîj al-hadits, penulis akan men-takhrîj sanad
hadis dengan menggunakan kitab takhrîj, diantaranya yang disusun oleh
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani yaitu Tahdzib al-
Tahdzib, Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman al-Dzahabi
yaitu Siyâr A‟lâm al-Nubalâ‟ dan Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi
dengan kitabnya Tahdzîb al-Kamâl.
Dalam kegiatan takhrîj matan hadits, penulis akan menggunakan
metodologi penelitian matan hadis yang dikemukakan oleh M. Syuhudi
Ismail dan kegiatan mencari matannya pula, penulis akan mencari dengan
dua cara yaitu: pertama, dengan melakukan penelusuran hadis melalui matan,
dan yang kedua, dengan melalui kata-kata dalam matan. Untuk keperluan itu,
penulis akan menggunakan kitab Mausû‟ah al-Athrâf al-Hadits al-Nabawi
al-Syarîf yang telah dikarang oleh Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id ibn Basuni
Za‟lûl. Sedangkan untuk kegiatan yang kedua, penulis menggunakan al-
Mu‟jam al-Mufahras lil alfâz al-Hadits al-Nabawi yang dikarang oleh A. J.
Weinsinck.
3. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada
kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh
CeQDA 2007, cetakan ke-2.
14
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membagikannya dalam lima
bab, di mana setiap sub bab mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai
topik tertentu, yaitu:
Pada bab pertama, penulis akan memberikan pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah yang akan dibahaskan, identifikasi tentang materi dan
identifikasi tentang sumber serta pembatasan masalah dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah merupakan pembahasan mengenai biografi atau sosok
Imam Ahmad, sistematika Musnad-nya, metode periwayatan dalam Musnad
Ahmad serta respon para ulama atas Musnad Ahmad.
Pada bab ketiga, penulis akan menjelaskan makna dan pengertian
munafik dari segi perkataan dan istilah, tingkatan- tingkatan orang munafik juga
menyentuh karakteristik atau sikap manusia yang bersifat munafik dalam
Musnad Ahmad.
Bab keempat penulis akan memaparkan kegiatan takhrîj hadits tentang
munafik yang paling bahaya yang sesuai dengan menjadi kritik sanad dan
matan bagi mengetahui kualitas hadis munafik yang paling bahaya tersebut,
juga dibahaskan kandungan matan hadis yaitu Fiqh al-Hadits.
Penulis akan menyimpulkan masalah, pembahasan dan kualitasnya dalam
bab kelima yaitu penutup, di bawah tajuk kesimpulan dan saran-saran.
15
BAB II
IMAM AHMAD DAN KITAB MUSNADNYA
A. Biografi Imam Ahmad ibn Hanbal
Nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn
Hilâl ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hayyan ibn Abdullah ibn Anas
ibn „Aûf ibn Qâsit ibn Mâzin ibn Syaibân ibn Dzahl Tsa'labah ibn „Akâbah
ibn Sa'ab ibn „Ali ibn Bakr ibn Wâil ibn Qâsith ibn Hanab ibn Afsa ibn
Da‟mî ibn Jadîlah ibn Asad ibn Rabi'ah ibn Nizâr ibn Ma'ad ibn „Adnân
al-Syaibâni al-Marwazi.22 Jika diperhatikan, bahwa beliau sejalur dengan
Nabi Muhammad Saw. karena saudara Rabi'ah yaitu Muzhar ibn Nizar adalah
keturunan Nabi Muhammad Saw..23
Imam Ahmad lahir di kota Baghdad24 pada bulan Rabi'ul Akhir
tahun 164 H (November 780M), pada masa Khalifah Muhammad al-Mahdî
dari Bani „Abbasiyyah ke III.25
Ayahnya bernama Muhammad ibn Hanbal, wafat pada umur 30 tahun,
Ayah beliau adalah seorang komandan pasukan di Khurasan di bawah kendali
22
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, (Beirut :
Muassasah al-Risalah 1980). cet. ke-1, Jilid 1, h. 442 23
Lihat Syafiyyur Rahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penerjemah Kathur
Suhardi, h. 37 24
Lahir di Marw, saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afghanistan dan utara
Iran. Lihat http://Wikipedia Indonesia/ Imam_Hambali.htm/ Imam Hambali/ d iakses tanggal 13
Mei 2009 jam 12.00 WIB. 25
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, Tahdzîb at-Tahdzîb, (Beirut: Dar
al-Fikr 1984M/1404H), cet. ke-1. Jilid 1, h. 62
16
kerajaan „Abbasiyah. Kakeknya adalah mantan Gubernur Sarkhas di masa
Kerajaan Bani Umayyah, dan juga menjadi da'i yang kritis.26
Kebanyakan ilmu yang dipelajari Imam Ahmad adalah di Baghdad,
setelah itu beliau telah mengembara ke negeri-negeri untuk menuntut ilmu
sehingga memasuki Kûfah, Basrah, Mekah, Madînah, Yamân, Syâm dan
semenanjung Arab.27
Sejak kecil Imam Ahmad tinggal dalam keadaan yatim dan miskin,
namun berkat bimbingan ibunya Safiyyah28 yang solehah, beliau mampu menjadi
manusia yang mencintai ilmu. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau
dalam menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah
berhenti. Sehingga beliau harus berkirim surat kepada ulama-ulama hadis di
beberapa negeri.29
Imam Ahmad ibn Hanbal berguru kepada banyak ulama sehinggalah
beliau menjadi ahli hadis dan ahli fiqh, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan
puluh orang yang tersebar di berbagai negeri. Misalnya, guru Imam Ahmad dari
kalangan ahli hadis adalah Yahya ibn Sa'id al-Qatân, Abdurrahman ibn Mahdî,
Yazid ibn Hârun, Sufyân ibn „Uyainah dan Abu Daud al-Thayâlisi. Dari kalangan
26
Inayah Rohmaniah, Studi Kitab Hadis, (Yokyakarta: Teras 2003), cet. ke-1, h. 25 27
Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 442 28
Ibunya bernama Safiyyah binti Maimunah ibn Abd al-Malik ibn Sawadah ibn Hindur
al-Syaibâni. Berasal dari Bani „Amir. Lihat Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni,
al-Musnad li Imâm Ahmad ibn Hanbal, (Beirut: Dar al-Fikr 1991), cet. ke-1, Jilid 1, h. 5 29
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur‟an hingga beliau hafal pada usia 15
tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah
tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.
Beliau telah mempelajari hadis sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah
atau merantau ke Syâm (Sy iria), Hijâz, Yamân dan negara-negara lainnya sehingga beliau akh irnya
menjadi tokoh ulama yang bertakwa, soleh, dan zuhud. Lihat Fatchur Rahman, Ikhtisâr Musthalâh
al-Hadits, h. 373
17
ahli fiqh adalah Waki' ibn Jârah, Muhammad ibn Idris asy-Syafi'i dan Abu Yûsuf
(sahabat Abu Hanifah).30
Beliau menikah pada saat umurnya 40 tahun. Buat pertama kalinya
dengan „Aisyah binti Fadl dan dengannya dikarunia seorang putra bernama
Salih, setelah isterinya meninggal, ia menikah lagi dengan Raihanah, menurut
sumber lain namanya Aura‟, dikarunia seorang putra bernama Abdullah.
Kemudian isterinya juga meninggal, beliau menikah lagi dengan seorang hamba
perempuan yang bernama Husinah dan dianugerahi lima anak, yaitu Zainab,
Hasan, Husin, Muhammad dan Sa‟îd.31
Pada zaman kehidupan Imam Ahmad, kemasyhuran Imam Ahmad
disebabkan penolakannya terhadap dogma-dogma agama dan politik yang
disebarkan oleh Khalifah „Abbasiyyah yang menurut Ahmad tidak berdasarkan
pada al-Qur‟an dan hadis, maka dengan itu, Imam Ahmad terjerumus dalam
Mihnah, yang secara harfiyah berarti pengadilan atau penganiayaan. Zaman itu
dinamakan fîtnah khalqi al-Qur‟ân (fitnah aqidah yang menyatakan al-Qur‟an
adalah makhluk).32
30
Dan gurunya yang lain adalah Ismail ibn Ja‟far, Abbad ibn Abbad al-Ataky, Umar ibn
Abdillah ibn Khalid, Husyaim ibn Basyir ibn Qasim ibn Dinar As-Sulami, Ismail ibn Ulayyah,
Abdurrazaq, Ibrahim ibn Ma‟qil, Basyir ibn al-Mufadal, Ismail ibn „Aliyah, Jarir ibn Abdul
Hamid, Abdullah ibn Namiri, Ali ibn „Iyash al-Hamsyi Mu‟tamar ibn Sulaiman. Lihat Ahmad ibn
Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 62. 31
Setelah mempunyai beberapa orang putra yang di antaranya bernama „Abdullah,
Imam Ahmad lebih sering dipanggil Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan
mazhabnya, maka kaum muslimin lebih menyebutnya sebagai Mazhab Hanbali dan sama sekali
tidak menisbahkannya dengan gelaran tersebut. Lihat Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad
ibn Uthman al-Dzahabi, Siyâr A‟lâm al-Nubalâ‟, (Qahirah: Dar al-Hadits 2006). cet. ke-1. Jilid 11,
h. 185 32
Inayah Rohmaniah, Studi Kitab Hadis, h. 37-39
18
Ketika Khalifah al-Ma‟mun memegang jabatan sebagai Khalifah, untuk
meneruskan jabatan ayahnya Hârun ar-Rasyid, saat itu aliran Mu‟tazilah33 sedang
meraih kegemilangannya. Kelompok ini mengajak khalifah untuk bergabung
dengannya. Al-Ma‟mun menjadikan aliran mu‟tazilah sebagai mazhab utama
Negara. Maka kelompok mu„tazilah secara khusus mendapat sokongan dari
penguasa, terutama dari Khalifah al-Ma‟mun.34
Berangkat dari pengingkaran itulah, pada tahun 212 H, Khalifah al-
Ma‟mun kemudian memaksa kaum muslimin untuk meyakini kemakhlukan al-
Quran. Imam Ahmad terus melakukan penolakan bersama dengan temannya
Muhammad ibn Nuh al-Jundiy. Akhirnya, keduanya ditangkap dan dilaporkan
kepada khalifah, namun saat dalam perjalanan terdengarlah jeritan atas kematian
al-Ma‟mun pada sepertiga malam terakhir.35
Sepeninggal al-Ma‟mun (w. 218), sistem kekhalifahan berpindah ke
tangan putranya, al-Mu'tasim. Beliau telah mendapat wasiat dari al-Ma‟mun agar
meneruskan pendapat kemakhlukan al-Qur'an tersebut, lalu membawa tawanan
ke Baghdad sehingga tawanan disiksa dan dirantai kaki. Sehinggalah teman
Imam Ahmad yaitu Muhammad ibn Nuh al-Jundiy wafat dalam perjalanan ini,
33
Mu‟tazilah diambil dari kata I‟tazala. Adalah faham yang membawa persoalan-
persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dengan banyak memakai akal dalam
setiap pembahasannya, kaum yang mengikuti daham ini desebut dengan kaum rasional Islam. Dan
mereka adalah kelompok yang menyatakan al-Qur‟an adalah makhluk dan terlepas dari sifat-sifat
Allah. Lihat Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Pers 2008), cet ke-5, h. 40. 34
Ahmad Ibnu Abi Duad adalah ketua pimpinan kelompok mu‟tazilah dan telah
mempengaruhi al-Ma‟mun untuk membenarkan dan menyebarkan pendapat-pendapat mereka,
di antaranya pendapat yang mengingkari sifat-sifat Allah, termasuk sifat kalam (berbicara).
Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, penerjemah Khoirul
Amru dan Achmad Faozan, h. 343 35
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah , penerjemah
Khoirul Amru dan Achmad Faozan, h. 343
19
sesampai mereka di Baghdad pada bulan Ramadhan. Setelah itu Ahmad
dimasukkan ke penjara antara 28 hingga 30 bulan.36
Pada 25 Ramadhan 241 H, Khalifah Mu'tasim bertaubat dan
memerintahkan supaya Ahmad ibn Hanbal dibebaskan. Setelah itu, umat Islam
dan Khalifah sangat bahagia. Imam Ahmad ibn Hanbal memaafkan kesemua
mereka yang menganiayanya kecuali anggota kumpulan mu‟tazilah yang
berfahaman sesat.37 Imam Ahmad ibn Hanbal hanya dilepaskan setelah 2 tahun
selepas itu. Tetapi beliau dilarang mengajar dan menyebarkan ilmu Allah.
Larangan ini terus berlanjut sehingga pemerintahan Khalifah al-Watsîq purta al-
Mu'tasim.38
Khalifah al-Watsîq melarang Imam Ahmad keluar berkumpul bersama
orang-orang. Akhirnya, Imam Ahmad bersembunyi di rumahnya, tidak keluar
untuk keluar mengajar atau menghadiri shalat jamaah selama kurang lebih 5
tahun, yaitu sampai al-Watsîq meninggal tahun 232 H.39
Sesudah al-Watsîq wafat, al-Mutawakkil naik menggantikannya. Setelah 2
tahun masa pemerintahannya, peraturan tentang kemakhlukan al-Qur'an masih
diteruskan. Kemudian pada tahun 234 H, dia menghentikan peraturan tersebut.
Beliau mengumumkan ke seluruh wilayah kerajaannya mengenai larangan atas
pendapat tentang kemakhlukan al-Qur'an dan ancaman hukuman mati bagi yang
36
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah , penerjemah
Khoirul Amru dan Achmad Faozan, h. 345 37
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah , penerjemah
Khoirul Amru dan Achmad Faozan, h. 345 38
http://Wikipedia Indonesia/ Imam_Hambali.htm/ Imam Hambali/ diakses tanggal 13
Mei 2009 jam 12.00 WIB. 39
www.muslim.or.id/ imam-ahmad-b in-hanbal.pdf/ Imam Ahmad bin Hanbal/ diakses
tanggal 13 Mei 2009 jam 13.00 WIB.
20
melibatkan diri dalam hal itu. Beliau juga memerintahkan kepada para ahli hadis
untuk menyampaikan hadis-hadis tentang sifat-sifat Allah.40
Imam Ahmad lama dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan
dan kesabarannya, ia mendapat penghargaan dan kepujian dari sultan. Ajarannya
semakin ramai diikuti orang dan mazhabnya tersebar di seputar „Iraq dan Syâm.
Tidak lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka parah yang
peroleh dari penjara. Beliau wafat pada hari Jumat, 12 Rabi'ul Awal 241 H/855
M di Baghdad pada umur 77 tahun dan dikebumikan di Marwaz. Pada hari itu
tidak kurang dari 140.000 Muslimin dan Muslimat yang hendak mensolatkannya
dan 20.000 orang Yahudi, Nasrani dan Majusi41 yang telah masuk Islam.42
Sebelum Imam Ahmad meninggal, beliau sempat sakit selama 9 hari dan
sakitnya semakin parah sehari sebelum dipanggil kehadrat Ilahi. Kepergian Imam
Ahmad membawa duka yang dalam bagi umat Islam pada waktu itu karena
keberadaanya sangat memberi arti dan dibutuhkan umat Islam. Menurut sejarah,
belum pernah terjadi jenazah disolatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu
Taimiyah43 dan Ahmad ibn Hanbal.44 Semoga Allah senantiasa memberikan
rahmat atas keduanya. Amin.
40
www.muslim.or.id/ imam-ahmad-b in-hanbal.pdf/ Imam Ahmad bin Hanbal/ diakses
tanggal 13 Mei 2009 jam 13.00 WIB. 41
Agama Majusi adalah agama yang menyembah api, agama ini pernah berkembang di
kalangan orang-orang Iraq dan Bahrain serta di wilayah pesisir Teluk Arab. Lihat Syafiyyur
Rahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penerjemah Kathur Suhardi, h. 28 42
Fatchur Rahman, Iktisâr Musthalâh al-Hadits, h 375. 43
Nama lengkapnya Ahmad Halim ibn Abdussalam ibn Abdullah ibn Taimiyah (661-728
H). Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah , penerjemah
Khoirul Amru dan Achmad Faozan, h. 364. 44
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, al-Musnad li Al-imam Ahmad ibn
Hanbal, (Beirut: Dar al-Fikr 1991M), Jilid 1. h. 1
21
B. Sistematika Kitabnya
Al-Musnad ialah kitab-kitab hadis yang disusun para pengarangnya
bersandar pada nama-nama sahabat. Mereka menghimpun hadis-hadis tiap
sahabat secara kritis. Musnad yang disusun para ahli hadis cukup banyak. Dalam
“al-Risâlah al-Mutathârifah”, al-Kattany menyebut terdapat 82 musnad.45
Salah satu karya besar Imam Ahmad adalah al-Musnad yang memuat
40.000 hadis. Di samping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits
sahih dan layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang
hebat dari para ahlu al-hadits.46
Di dalam al-Musnad terdapat 14 musnad. Imam Ahmad menyusun
kitabnya dengan cara yang menyalahi cara penyusun-penyusun kitab hadis yang
lain, seperti yang dilakukan oleh Sunan al-Sittah. Imam Ahmad menyusun
kitabnya menurut nama sahabat sebagai yang biasa dilakukan oleh pengarang-
pengarang al-Musnad, seperti contohnya: hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Bakar al-Siddiq, kemudian dikumpulkan dalam satu bab walaupun berbeda
judul atau tema hadisnya dan dinamakan dengan Musnad Abu Bakar. Ahmad
menyebutkan tiap-tiap sahabat itu, hadis-hadisnya dengan sanad yang sempurna,
45
Kitab Musnad seperti dikatakan pengarang bahwa terdapat lebih dari seratus Musnad
yang ada, dan diantaranya adalah Musnad Ahmad ibn Hanbal, al-humaidy, at-Thayâlisy, al-
Umawi, al-Asadî, Nu‟aim ibn Hammâd, al-Absi, Abu Khaitsamah, Abu Ya‟ala, „Abd Ibn Humaid
dan lain-lain lagi. Lihat Mahmud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad ,
penerjemah Masykur Hakim, H.A. Agil Husin, h. 41 46
Selain al Musnad karya beliau yang lain adalah : (1) Tafsîr al-Qur'ân, (2) An-Nâsikh
wa al-Mansûkh, (3) Al-Muqaddam wa Al-Muakhar fi al-Qur‟ân, (4) ‟Ashribah, (5) al-Zuhd, (6) al-
Rad „ala al-Zanâdiqa wa al-Jahmiyâ, (7) Naf‟u al-Tashbîh, (8) al-Imâmah, (10) al-Risâlah fi al-
Salat, (11) Fadhâil al-Sahâbat, (12) al-Asmâ wa Kunna, (13) al-Muwâdabah „ala Talab al-Hadis,
(14) Hadits Syu‟bah, (15) Al-Tarikh, (16) Al Manâsik al-Kabîr, (17) Al-Mânasik al-Saghir, (18)
Thâ'atu Rasûl, (19) Al-'Ilal wa Ma‟rifat al-Rijâl, (20) Al-Wara' dan (21) Al-Salah. Lihat Kamil
Muhammad Uwaidhah, Ahmad Ibn Hanbal Imam Ahl Sunnah wa al Jamâ‟ah , (Beirut: Dar al Fikr
1992) h. 69
22
jumlah isinya lebih dari 30.000 hadis yang dipilih dari 750.000 hadis yang
dipandang sahih dan kuat menurut hasil ijtihâd dan penelitiannya. Imam Ahmad
men-takhrij hadis-hadis yang disebutkan dalam Musnad-nya dari hampir 800
sahabat, ada juga hadis-hadis yang sudah di-takhrîj-kan oleh para pemilik Sunan
al-Sittah, ada pula yang belum di-takhrîj-kan.47
Menurut Fatchur Rahman, bahwa kitab ini berisi 40.000 buah hadis, yang
10.000 dari jumlah itu merupakan hadis ulangan. Sesuai dengan masanya, maka
kitab hadis tersebut belum diatur bab per bab, sehingga seorang ulama ahli
hadis yang terkenal di Mesir, Ahmad Muhammad Syakîr berusaha menyusun
daftar isi kitab musnad tersebut.48
Menurut penelitian para ulama hadis, bahwa hadis-hadis yang terdapat
dalam al-Musnad adalah mengandung hadis sahih, hasan dan da‟if. Di dalamnya
terdapat hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dan yang tidak diriwayatkan oleh
penyusun Enam (Sunan al-Sittah), dan terdapat di dalamnya pula hadis hasan dan
hadis da‟if yang boleh dijadikan hujjah.49
Sistematika demikian itu masih jarang digunakan dalam susunan kitab
hadis. Oleh karena itu, ia merupakan keistimewaan sistematika Musnad Ahmad
dalam mencari dan mengetahui Fiqh Sahâbi.50
47
Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad
Musyafiq, h. 292 48
Fatchur Rahman, Ikhtisâr Musthalâh al-Hadits, h. 375 49
Al-Imam as-Suyuthi berkata: “Segala hadis yang terdapat dalam Musnad Ahmad, maka
hadis itu dapat diterima, karena sesungguhnya hadis yang didha‟ifkan yang terdapat di dalamnya
adalah mendekati hasan”. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M
Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, h. 292 dan lihat T.M Hasbi al-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu
Dirayah Hadits Jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang 1976). H 204 50
Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-Madzâhib al-Islâmiyyah, (Beirut: Dar al-Fikr 1966),
h. 527
23
Menurut penelitian penulis, bahwa Imam Ahmad menyusun kitabnya
dengan membagi sub bab seperti berikut:
1. Musnad al-„Asyarah al-Mubasyîrina bi al-Jannah.
2. Musnad Khulafâ‟ al-Râsyidin
3. Musnad Sahabat Ba‟da al-„Asyarah.
4. Musnad Ahl al-Bait.
5. Musnad Bani Hâsyim.
6. Musnad al-Muktsirîna mina al-Sahâbat.
7. Bâqi Musnad al-Muktsirîn
8. Musnad al-Makiyyin.
9. Musnad al-Madaniyyin.
10. Musnad al-Syâmiyyin.
11. Musnad al-Kûfiyyin.
12. Musnad Basriyyin.
13. Musnad al-Ansâr.
14. Musnad al-Qabâ‟il.51
C. Metode Periwayatan Dalam Musnad
Periwayatan52 hadis bermula dari hasil kesaksian sahabat Nabi terhadap
sabda, perbuatan dan pengakuan atau hal ihwal Nabi Muhammad Saw.. Apa yang
51
Lihat Ahmad ibn A li ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, al-Musnad li al-Imâm
Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, h. 11
24
disaksikan oleh sahabat itu lalu disampaikan kepada orang lain, orang lain
menerima riwayat hadis itu mungkin saja berstatus sahabat, al-Muhadhramîn53
atau tâbi‟in. Mereka pula menyampaikan hadis tersebut kepada tâbi‟ tâbi‟in.
Demikian seterusnya, sehinggalah hadis itu sampai kepada periwayat yang
melakukan penghimpunan hadis. 54
Sebagai ahli hadis, Imam Ahmad memiliki syarat tersendiri dalam
menentukan hadis yang dijadikan hujjah olehnya. Menurut Ahmad Muhammad
Syakir, syarat rawi yang hadisnya bisa diterima yaitu hadis yang diriwayatkan
oleh orang-orang yang jujur, taat pada agama, tidak berkhianat dan yang terakhir
mengamalkan hadis yang diriwayatkan. Menurutnya lagi, hadis yang tidak
muttasil sanad-nya55 pada Nabi Muhammad meskipun diriwayatkan oleh perawi
tsiqah termasuk kategori hadis da‟if. 56 Adapun menurut Ibnu Taimiyah dalam
Minhâj al-Sunnah, syarat pegangan Imam Ahmad yang paling kuat adalah tidak
memuatkan dalam musnad-nya para perawi yang diketahui lemah ingatan dan
52
Menurut istilah ilmu hadis, yang dimaksudkan dengan al-riwayat ialah kegiatan
penerimaan dan penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada rangkaian para
periwayatnnya dengan bentuk-bentuk tertentu. Sebagaimana M.Syuhudi menyatakan, terdapat tiga
unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan hadis, yakni: 1- keg iatan menerima hadis dari
periwayat hadis. 2- kegiatan menyampaikan hadis kepada orang lain. 3- susunan rangkaian
tersebut perlu disebutkan Lihat Muhammad Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis,
(Jakarta: Bulan Bintang 1991), cet. ke-3, h. 24 53
al-Muhadhramîn : adalah orang yang mendapati masa jahiliyyah dan masa nabi saw
dan masuk Islam namun tidak sempat melihat. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-
Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, h. 402 54
Muhammad Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 37 55
Sanadnya bersambung-sambung tidak putus yang dimaksud adalah sanad yang selamat
dari keguguran. Dengan kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima
langsung dari guru yang memberikannya. Lihat Qurratul A ien, Ilmu Musthalâh Hadits, h. 241 56
Ahmad Muhammad Syakir, Thalâi‟ al Musnad, (Cairo : Maktabah al-Turas Islami, tt),
Jilid 1, h. 18
25
yang kadzab. Oleh karena itu, Ahmad membuang hadis-hadis yang tidak sesuai
dengan syaratnya untuk penyempurnaan musnad-nya.57
Imam Ahmad bersungguh-sungguh dalam menghimpun hadis Nabi Saw..
Beliau tidak akan men-takhrij kecuali bagi orang-orang yang beliau sangat
percayai. Beliau juga sangat cermat terhadap matan-matan dalam kitab beliau,
seperti ketegasan beliau terhadap perawi-perawinya. Oleh karena itu, layak bagi
beliau untuk berkata kepada putra beliau “Jagalah musnad ini karena kelak ia
akan menjadi imam bagi masyarakat”.58
D. Tanggapan Ulama Atas Musnad Ahmad
Banyak ulama yang telah memberi tanggapan, perhatian dan apresiasi
terhadap kitab al-Musnad. Seorang ulama ahli hadis yang terkenal di Mesir,
Ahmad Muhammad Syakîr berusaha menyusun daftar isi kitab musnad tersebut
dengan nama Fihris Musnad Ahmad.59 Di samping itu, Ahmad Muhammad Syakîr
juga memberi kritikan yang sangat bagus, berharga dan menyanggah beberapa
kerancuan seputar kitab itu. Dari kitab yang beliau tahqiq-kan telah dicetak 15 juz
yang besarnya masing-masing sekitar sepertiga kitab aslinya, hanya saja sebelum
selesai, beliau telah terlebih dahulu menghadap kehadrat Ilahi. 60 Muhammad Abu
57
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis, Studi Kritis atas Kajian Hadis Kontemporer, ,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2004), h.191 58
Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad
Musyafiq, h. 292 59
Fatchur Rahman, Iktisâr Musthalâh al-Hadits, h. 375 60
Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad
Musyafiq, h. 292
26
Zahra memuji keistimewaan Musnad Ahmad karena Imam Ahmad menyusun
Musnad-nya dengan urutan Fiqh Sahâbi.61
Pada Awalnya, Abdullah ibn Ahmad telah memberi daftar urut kitab
musnad milik ayahnya, dan Imam Ahmad belum sempat memperbaikinya karena
telah dipanggil kehadrat ilahi terlebih dahulu. Adapun yang menyusun
berdasarkan daftar urut hijâiyyah (abjad) adalah al-Hafidz Abu Bakr Muhammad
Abdillah al-Maqaddasi al-Hanbali.62
Imam Ahmad menyusun hadis Nabi berdasarkan tempat. Oleh karena itu,
setiap orang yang ingin mengetahui hadis dari musnad tertentu, ia perlu
memeriksa pada daftar isi setiap jilid sehingga ia mengetahui di mana letaknya.
Mereka (para pengelola Perpustakaan Islam dan Penerbit Beirut) melengkapi
daftar isi nama-nama sahabat berdasarkan urutan huruf ensiklopedi. Di depan
nama setiap sahabat terdapat nomor jilid dan halaman. Mereka menyebutkan
bahwa Nashiruddin al-Bani (1333H-1420H) telah menyiapkan daftar isi ini untuk
dirinya secara pribadi agar mudah merujuknya pada musnad-musnad. Nama
kitabnya adalah Muhtawa Burhân bi Asmâ‟ al-Sahâbat al-Marwî „Anhum fi
Musnad Ahmad.63
Usaha yang dilakukan oleh Ahmad Muhammad Syakîr juga dilakukan oleh
Ahmad ibn Abdirrahman al-Bana, yang lebih dikenal dengan nama al-Sa‟ati,
salah seorang ulama Mesir abad ke-14 Hijriah. Beliau menyusun secara sistematis
berdasarkan bab, seperti bagian tauhîd dan usul al-din, lalu di bagi lagi menjadi
61
Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-Madzâhib al-Islamiyyah, h. 527. 62
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis, Studi Kritis atas Kajian Hadis Kontemporer,
h.191 63
Mahmud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad, penerjemah
Masykur Hakim, H.A. Agil Husin, h. 41.
27
kitab tauhîd, bab-bab dan fasal- fasal. Beliau menguraikan sebagian hadis yang
perlu diuraikan, meng-takhrîj hadis-hadisnya dan mengisyaratkan tambahan-
tambahan dari Abdullah ibn Ahmad. Beliau membagi 1 kitab kepada 2 jilid dan
pada belakang kitabnya pula ditambah fihris. Beliau menamakan karyanya
dengan al-Fath ar-Rabbâni li Tartîb Musnad Ahmad ibn Hanbal al-Syaibâni.
Kemudian disyarahkan dalam kitab lain yang dinamakan dengan Bulugh al-
Amâni min Asrâr al-Fath ar-Rabbâni. Setelah itu, karyanya telah diterbitkan
sebanyak 7 jilid.64
Dari analisis yang telah dibuat bahwa Hamdi Abdul Majîd telah menyusun
kitab tersebut dengan daftar isi (fihris) dari alif sampai seterusnya, kitab ini telah
dicetak ulang sehingga dua kali. 65 Jalaluddin al-Suyûti juga menyusun kitab
Musnad Ahmad serta telah menambah syarahan yang panjang seperti memuatkan
penilaian dan persamaan hadis Imam Ahmad dengan kitab yang lain seperti
Bukhâri, Muslim, Fathul Bâri, Muawatta‟ dan sebagainya.66
Ghulam ibn Tsa‟labah (w. 345H) telah mengumpulkan lafaz- lafaz yang
gharib serta memaknainya. Ibn al-Mulaqqin al-Syafi‟i (w. 804 H) membuat
ringkasan dari Musnad tersebut dan al-Sindy (w. 1199 H) membuat syarahnya.67
Ibnu Hajar al-„Asqalâni menyusun kitab Musnad Ahmad dengan
menambah biografi Imam Ahmad, syarat-syarat Ahmad dalam menyusun
Musnad, keistimewaan Musnad dan sebagainya. Kitab ini pertama kali dicetak
64
Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur
Ahmad Musyafiq, h. 292 65
Lihat Hamdi Abdul Majid, Mursyidu al-Mukhtâr ila ma fî Musnad al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal min al-Ahâdits wa al-Atsâr, (Beirut:Maktabah Nahdhah Arabiyyah 1987), cet. ke-2, h. 7 66
Jalaluddin Abdul Rahman ibn Abu Bakar al- Suyûti, „Uqûdu al-Zabarjad ala al-
Musnad al-Imâm Ahmad, (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyyah 1987), cet. ke-1, h. 2 67
Inayah Rohmaniah, Studi Kitab Hadis , h. 34
28
tanpa “Muntakhâb Kanzil „Ummal”. Oleh karena itu, tulisan di da lam kitabnya
besar dan amat jelas untuk membacanya. 68
Akhirnya kitab Musnad Ahmad dicetak sebanyak 6 jilid. Pada garis
marginnya kiri-kanan dicetak kitab “Muntakhâb Kanzil „Ummal Fi Sunanil Aqwâl
wa al-Af‟âl”, yang diterbitkan di Cairo Mesir tahun 1313 H, karangan „Ali Ibn
Hisyamuddin, yang dikenal dengan nama al-Muttaqi.69
Dari hasil penelitian penulis, bahwa perhatian orang ramai dalam
memahami hadis Musnad Ahmad menjadi suatu usaha bagi pihak penerjemah
yaitu Fathur Rahman Abdul Majid, Ahmad Khatib dan Ahmad Rasyid Wahab
telah melakukan penerjemahan ke atas kitab ini dengan judul Musnad Imam
Ahmad. Kitab ini telah diterbitkan sebanyak 10 jilid oleh Pustaka Azam pada
tahun 2006.
Begitu bicara mengenai Imam Ahmad, sebenarnya kepribadiannya sebagai
ahli hadis dan imam mazhab menjadi pengaruh yang kuat kepada ulama-ulama
kemudian untuk mengembangkan al-Musnad karangannya tersebut.
68
Lihat Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, al-Musnad li Imâm Ahmad
ibn Hanbal, h. 5-13 69
Mahmud al-Thohhan, Dasar-dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad , penerjemah
Masykur Hakim, H.A. Agil Husin, h. 43
29
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG MUNAFIK
A. Pengertian Munafik
Kata munâfiq adalah isim fâ‟il yang berasal dari ومىبفقخ - وفبقب - يىبفق- وبفق
berarti buat-buat atau pura-pura70 dan kata masdarnya pula nifâq berarti kepura-
puraan yaitu keluar dari keimanan secara diam-diam.71 Di dalam kamus al-
Mu‟jam al-Wajiz menyatakan demikian bahwa munafik berasal dari kata nâfaqa
berarti menzahirkan apa yang berlainan dari batin. 72
Adapun pengertian munafik bisa diartikan dengan kata Nafiqa Lil Yarbû‟
yaitu keluar dari lubang persembunyian binatang seperti tikus,73 (وفق ىييشثىع)
dalam hal ini, antara lubang tikus dan kemunafikan memang sejajar. Jika
dilihat dari sifatnya, bagian atas (luar) liang tikus tertutup dengan tanah,
sedangkan bagian bawah berlubang. Demikian pula kemunafikan yang bagian
luarnya adalah Islam dan dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan. 74
Pengertian munafik secara terminologi menurut Syari‟at Islam, munafik
adalah orang yang menampakkan sesuatu yang sejalan dengan kebenaran di
depan orang banyak, padahal kondisi batinnya atau perbuatan yang
70
Muhammad Idris Abdul Rauf al-Marbawi, Qâmus Idrîs al-Marbawi, (Kuala Lumpur:
Dar al-Fikr 2006), cet. ke-3, h. 336 71
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia , (Yogyakarta:
Pondok Pasentren al-Munawwir 1984), h. 1548 72
Kumpulan Bahasa Arab, al-Mu‟jam Al-Wajiz , h. 628 73
Husin ibn Awang, Qâmûs al-Tulâb, (Kuala Lumpur: Dar al-Fikr 1994), cet. ke-1, h.
1041 74
M. Quraisy Shihab dan dkk, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata Dan Tafsirnya ,
(Jakarta: Internusa 1997), h. 277
30
sebenarnya tidak demikian. Kepercayaan atau perbuatannya itu disebut
nifâq.75
Dari kata nifâq tersebut, maka al-Raghib al-Asfahâni mengatakan bahwa
seorang munafik, bisa terlihat bahwa ia masuk Islam dari pintu satu dan
keluar dari pintu lainnya.76 Dalam Syarah Usul I‟tikad Ahl Sunnah wa al-
Jama‟ah mengatakan bahwa nifâq itu adalah kekufuran yaitu mengkufurkan Allah
dan menzahirkan keimanan secara terang-terangan.77 Hal demikian, sama sekali
dengan firman Allah swt. dalam Q.S al-Taubah /9: 67
“..... Sesungguhnya orang munafik itulah orang-orang fâsiq78 ”
Maka dengan itu, penulis mengartikan bahwa kemunafikan dimasukkan
dalam kategori kekafiran karena pada hakikatnya, prilaku orang munafik adalah
kekafiran yang terselubung. Orang-orang munafik pada dasarnya adalah mereka
yang ingkar kepada Allah, kepada RasulNya dan ajaran-ajaran Rasulullah,
kendatipun secara lahir mereka memakai baju mukmin.
Karakter-karakter orang munafik menurut hadis yang terdapat dalam
Musnad Ahmad adalah sebagaimana yang akan dibicarakan di bawah;
75
Ibrahim bin Muhammad b in Abdullah al-Buraiqan, Pengantar Ilmu Studi Aqidah
Islam, penerjemah: Muhammad Anis Matta), h. 220 76
al-Raghib al-Asfahâni, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, Beirut: Dar al-Fikr 1986), h.
253 77
Habbatullah ibn al-Hasan ibn Mansur, Syarah Usul I‟tikad Ahl Sunnah wa al-Jama‟ah
min al-Kitâb wa al-Sunnah wa Ijma‟ Sahâbat, (Riyadh: Dar al-Tibah 1983, tt), h. 169 78
Fâsiq berarti keluar dari agama dan syariat. Dari keterangan di atas bisa dipahami
bahwa nifâq dalam terminologi agama adalah mena mpakkan Islam dan menyembunyikan
kekufuran . lihat Ahzami Sami‟un Jazuli, Seri Tafsir Tematik Fiqh al-Qur‟an, (Kg. Melayu Kecil:
Kilau Intan 2005), cet. ke-1, h. 148.
31
B. Tingkatan-tingkatan Munafik
Ulama banyak membahas tentang tingkatan-tingkatan munafik. Dalam
pandangan syariat Islam, munafik ada dua macam, yaitu munafik i‟tiqad dan
munafik „amal.
1. Al-Nifâq al-I‟tiqâdi:
Pandangan syariat menyatakan bahwa al-nifâq al-i‟tiqâdi yaitu mereka
yang menonjolkan keislamannya tetapi pada hakekatnya dia tidak percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti Abdullah bin Ubay dan kawan-
kawannya.79 Mereka termasuk ke dalam golongan kafir, bahkan lebih
jahat. Dan orang-orang itulah yang dijanjikan Allah tempatnya di tingkatan
paling bawah sekali dalam neraka. 80
Menurut Sa‟id Hawa, al-nifâq al-nazhari (Konsepsional) yaitu: bahwa
keyakinannya tentang hakekat Islam bertentangan dengan pernyataan
keimanannya kepada Islam. 81
Menurut Hamdi Ahmad Ibrahim dalam bukunya Karakter Orang-
Orang Munafik, bahwa al-nifâq al-i‟tiqâdi itu ada delapan perkara, yaitu:
1. Mereka mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana firman
Allah Ta‟ala dalam Q.S.al-Munâfiqûn/63:1, dan Q.S.al-
Baqarah/2:8-9.
79
Di antara kawannya adalah yang membina Masjid Dhirar yaitu 80
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari jilid 1, (Klang: Book Centre), cet. Ke-6, h. 26. Lihat
juga Ahzami Sami‟un Jazu li, Seri Ta fsir Tematik Fiqh al-Qur‟an, h. 149. 81
Sa‟id Hawa, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani
Press 2008), cet. k-13,h. 182.
32
2. Mereka memproklamirkan dirinya senantiasa taat terhadap al-
Qur‟an dan al-Sunnah, padahal sebenarnya menentang dan
bermaksud jahat terhadap keduanya, sebagaimana firman Allah
Ta‟ala dalam Q.S.al-Nisa‟/4: 81, dan Q.S. al-Nûr/24: 27.
3. Mereka melaksanakan shalat namun disertai dengan riya‟, mereka
mendirikan shalat dengan bermalas-malasan, mereka suka
mengakhirkan shalat samapai waktunya habis, mereka
mempercepatkan shalat bagaikan burung gagak mencocok dengan
paruhnya dan mereka tidak suka menghadiri shalat jemaah di
masjid. Mereka tidak berzikir kepada Allah melainkan sedikit. Hal
ini sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S.al-Nisa‟/4: 142.
4. Mereka suka bersedekah tetapi karena terpaksa dan di dorong
dengan sifat riya‟, sebagaimana firman Allah dalam Q.S.al-
Taubah/9: 54, dan Q.S. al-Taubah/9: 98.
5. Mereka suka membaca al-Qur‟an, sebagaimana Nabi bersabda:
“Kebanyakan orang-orang munafik dari ummatku adalah para
pembaca al-Qur‟an”. (HR. Ahmad, Jilid 2: 175)
6. Mereka suka menghadiri majlis-majlis ta‟lim, akan tetapi mereka
tidak mengerti sedikit pun yang disampaikan da‟i, justru mereka
suka memperolok dan mengejek apa yang didengarnya.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.Muhammad/47: 16, dan
Q.S.al-Taubah /9: 127.
33
7. Orang-orang munafik itu senang membangun masjid tetapi mereka
menjadikannya sebagai markas tempat mereka mengadakan makar
dan mengatur strategi untuk memerangi Allah dan Rasulnya. Hal
ini seperti yang ditegaskan dalam Q.S. al-Taubah /9: 107.
8. Sikap lahiriyah mereka mencegah orang lain sehingga mengira
mereka sebagai orang-orang yang bertaqwa dan berilmu
pengetahuan. Hal ini dinyatakan dalam sabda Nabi Saw. dalam
Musnad Ahmad: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku
khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang
pandai bersilat lidah”.82
2. Al-Nifâq al-„Amali:
Pandangan syariat menyatakan bahwa al-nifâq al-„amali adalah
munafik yang tidak membawa kepada kekafiran yaitu tidak akan
menyebabkan seseorang itu keluar dari Islam, tetapi hanya saja pelakunya
divonis sebagai orang yang berdosa dan amat merugikan diri serta merusakkan
pergaulan.83
Menurut Sa‟id Hawa, al-nifâq al-„amali (Perbuatan): yaitu yang
memiliki akhlaq orang-orang munafik dalam memberikan loyalitas kepada
82
Hamdi Ahmad Ibrahim, Karakter Orang-Orang Munafik , Penerjemah Abu Barzan i
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar 1995), cet. ke-1, h. 15-20 83
Imam al-Bukhari, Shahih Bukhari jilid 1, h. 26. Lihat juga Ahzami Sami‟un Jazu li, Seri
Tafsir Tematik Fiqh al-Qur‟an, h. 149.
34
orang-orang kafir, berkasih sayang kepada mereka, mendukung perjuangan
mereka, menyalahi janji, membiasakan dusta atau berkhianat dan curang. 84
Bentuk yang pertama tadi adalah mereka orang munafik menyerupai kafir
karena mereka telah mempermainkan keimanannya. Mereka mengatakan dengan
lisannya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal mereka hanya
memperolok saja. Karena di hati mereka sesungguhnya telah mengingkari Islam.
Padahal hakekat keimanannya itu adalah keyakinan yang letaknya di hati. Mereka
telah berdusta dengan lisannya, sehingga syahadah yang mereka ikrarkan sia-sia
dan sesungguhnya mereka tidak beriman karena perbuatan tersebut. Dalam hal ini,
kemunafikan yang dianggap keluar dari keimanan secara total adalah mencakup
kemunafikan yang besar yang menyangkut „aqidah (keyakinan), di mana
pelakunya akan menampakkan keislaman serta menyembunyikan kekufuran.
Adapun bentuk yang kedua yaitu kemunafikan dalam bentuk perbuatan,
meskipun kemunafikan „amaliah ini tidak sesuai menyebabkan pelaku-pelakunya
keluar dari keimanan secara total tetapi merupakan lorong menuju kekufuran.
Dalam bentuk ini, menurut „Aidh Abdullah al-Qarni terdapat 30 sifat-sifat yang
menunjukkan prilakunya akan menyebabkan terus kepada kemunafikan, yaitu
seperti berikut:
1. Dusta
2. Ingkar janji
3. Melampau batas jika berselisih
4. Tidak menepati janji
84
Sa‟id Hawa, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa, h. 182.
35
5. Malas dalam beribadah
6. Lalai dalam beribadah
7. Riya‟ dalam beribadah
8. Tergesa-gesa dalam sembahyang
9. Melecehkan terhadap sosok para saleh
10. Mempermainkan al-qur‟an dan al-sunnah
11. Berlidung di balik sumpah
12. Terpaksa dalam berinfak
13. Meremehkan muslim dan mengunggulkan kafir
14. Membesarkan yang kecil dan mengecilkan yang besar
15. Berpaling dari takdir
16. Mengumpat orang-orang saleh
17. Meninggalkan sembahyang berjemaah
18. Merusak dengan dalih kebaikan
19. Penampilan luar bertolak-belakang dengan yang tersembunyi dalam hati
20. Pengecut terhadap ancaman
21. Mengajukan alasan dusta
22. Memasyarakatkan kemungkaran dan melarang perbuatan makruf
23. Enggan menyumbang kebaikan
24. Melupakan allah karena sedikit berzikir
25. Mendustakan tawaran allah
26. Sibuk memperindahkan penampilan luar melupakan hakikat batin
27. Agitatif dan congkak
36
28. Tidak memahami agama
29. Malu terhadap manusia, tidak malu dengan Allah ketika bermaksiat
30. Bergembira ria dengan musibah dan merasa sedih dengan rahmat yang
menimpa kaum muslimin85
Menurut perhatian penulis, penulis setuju dengan menyatakan kesemua 30
sifat perbuatan tadi termasuk dalam bagian kedua, andai saja manusia yang
mengaku iman kepada Allah dan melakukan hal demikian, maka itu termasuk
dalam nifaq „amaliah. Sebenarnya keyakinan orang munafik itu bisa dilihat
dengan perbuatannya karena perbuatan akan mengikuti gerak hati seseorang.
Lalu, segala perbuatan orang munafik adalah perbuatan nifaq i‟tiqadi. Demikian
hal ini telah dinyatakan dengan panjang di dalam al-Qur‟an dan lebih terperinci
lagi terdapat dalam hadis. Penulis akan melampirkan 30 sifat di atas secara
terperinci pada bagian belakang. Adapun akibat dari perbuatan mereka tadi, maka
mereka tidak akan terlepas dari azab Allah Swt., yaitu: Mereka ditempatkan di
Neraka paling bawah (Q.S.al-Nisa‟/4: 145), mereka dilaknati dan mendapat azab
yang kekal (Q.S. al-Taubah/9: 68), mereka diazab Allah dengan azab yang pedih
di dunia dan akhirat (Q.S. al-Taubah/9: 74).
Ayat al-Qur‟an di atas cukup jelas menerangkan bahwa orang yang
melakukan sifat-sifat munafik di atas akan menuju ke neraka. Namun begitu, jika
mereka tidak memiliki al-nifâq al-i‟tiqâdi maka mereka tidak akan keluar dari
keimanan kepada Allah dan Allah akan membalas atas segala perbuatan yang
buruk.
85
„Aidh Abdullah al-Qarni, Bahaya Kemunafikan di Tengah Kita , Penerjemah H.
Nandang Burhanudin, (Jakarta: Qisthi Press 2003), cet. ke-1, h. XIII
37
C. Karakteristik Munafik Dalam Musnad Ahmad
Di dalam al-Qur‟an banyak sekali membicarakan mengenai orang-
orang munafik, terutama dalam surah-surah panjang yang diturunkan di Madinah.
Dalam Surat al-Baqarah, yaitu surah kedua dalam susunan al-Qur‟an, terdapat
kisah mengenai sifat-sifat orang yang muttaqin dalam empat ayat, orang kafir dua
ayat, namun orang munafik dibicarakan tingkah lakunya yang buruk itu dalam
tiga belas ayat. Surat-surat ali-Imrân, an-Nisâ‟, al-Anfâl, at-Taubah, al-Ahzâb, al-
Hadîd, al-„Ankabût, al-Fath, al-Tahrîm yang penuh berisi keterangan tentang
perangai, kelakuan, kedengkian, pengecut dan kekecilan jiwa orang munafik.86
Munafik adalah suatu sifat yang paling populer yang telah disebut
oleh Rasulullah Saw. dengan 3 tanda. Penulis telah melacak dalam al-Musnad
bahwa Imam Ahmad menyebut 4 hadis yang menyatakan hal yang persis
demikian.87 Dalam sunan sittah juga meriwayatkan dari sahabat yang sama yaitu
Abu Hurairah. Namun demikian, dalam Sunan Ibn Majah saja yang tidak
menyebut 3 tanda munafik.
86
HAMKA, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas 2008), Cet. ke-2, Jilid XXVIII,
h. 202 87
Riwayat dari al-Walid ibn al-Qasim, Sulaiman abu al-Rabi‟, Ishaq ibn „isa dan Hasan.
Lihat Ahmad Ibnu Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal,
(Beirut: Dar al-Fikr 1987), cet. ke-2, Jilid 2. h. 200, 357, 397 dan 536 88
Ahmad Ibnu Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imam Ahmad ibn
Hanbal, Jilid 2. h. 357
38
Sulaiman Abu al-Rabi‟ memberitahu kami, ia berkata, Ismail bin Ja‟far memberitahu kami, ia berkata, Nafi‟ bin Malik bin Abi Amir Abu Suhail memberitahu kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi
Saw., beliau bersabda: “Tanda-tanda orang munafik itu tiga, yaitu: apabila berbicara ia dusta, jika berjanji ia menginkari dan jika dipercaya ia
khianat.”
Adapun sifat munafik yang disebut Rasulullah Saw. dengan 4 perkara.
Penulis mengkaji bahwa Sahih al-Bukhâri mengeluarkan 3 hadis yang serupa
tapi berlainan perawi, adapun Sahih Muslim, Sunan al-Turmudzi, Abi Daud dan
al-Nasâi hanya meriwayatkan satu hadis dan semuanya berlainan perawi dan
cara periwayatan mereka dengan gaya bahasa tersendiri. Namun dari penilaian
penulis mendapati bahwa semua ahli hadis meriwayatkan dari sahabat yang sama
yaitu Abdullah „Amr.
1. Mengkhianati seseorang, sering berdusta ketika berbicara, mengingkari
janji dan melakukan perbuatan keji terhadap musuh
89
Muhammad ibn Ja‟far memberitahu kami, telah bercerita Syu‟bah dari Sulaiman dan Ibn Numair, ia berkata, al-A‟masy memberitahu kami, dari
Abdillah bin Murrah, dari Masyruq dari Abdullah bin „Amr, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: “barang siapa yang di dalam dirinya terdapat empat perkara sebagai berikut, maka dia adalah orang munafik. Sedangkan siapa
yang didalam dirinya terdapat satu perkara diantara empat perkara itu, maka ia menyandang satu sifat dari kemunafikan, sampai dia
89
Ahmad Ibnu Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imam Ahmad ibn
Hanbal, Jilid 2. h. 189
39
meninggalkannya. Keempat perkara itu ialah: apabila ia jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia mengingkari, dipercaya ia khianat, dan jika bermusuhan ia berbuat keji.”
2. Memakan harta rampasan, tidak pergi ke masjid dan mencela umat Islam
90
Yazid menceritakan kepada kami, bahwa Abdullah Ibn Malik al-
Jumahi mengkhabarkan dari Ishaq ibn Bakar ibn Abi al-Furat dari Sa‟id ibn Abi Sa‟id al-Mukbiri dari ayahnya dari Abi Hurairah dari Nabi Saw. telah berkata “Bahwa bagi orang-orang munafik ada tanda-
tandanya, mereka berkenalan setelah itu kutuk, dan memberi makan dengan harta rampasan perang yang dicuri dan mereka tidak mendekati
masjid kecuali berteduh dan mereka tidak pergi salat kecuali membelakanginya dengan sombong.”
3. Shalat yang paling berat adalah shalat Subuh dan Isya
Waki‟ berkata kepada kami, al-A‟masy menceritakan dari Abi Salih
dari Abi Hurairah berkata, berkata Rasulullah Saw. “sukakah kamu
90
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 2, h. 293 91
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 2, h. 472
40
apabila kamu pulang ke rumahmu lantas kamu mendapati 3 ekor unta yang sedang bunting dan gemuk-gemuk?. Maka 3 ayat yang di bacakan dalam sembahyang lebih baik dari 3 ekor unta yang bunting
itu, sesungguhnya sembahyang yang paling berat bagi orang munafik adalah sembahyang isya‟ dan subuh, jika sekiranya mereka tahu
fadhilat kedua sembahyang itu, nescaya mereka akan menunaikannya walaupun dalam keadaan merangkak.”
4. Bermuka Dua
92
Hasyim menceritakan kami, Laits memberitahu Yazid ibn Abi
Habib dari „irak dari Abi Hurairah bahwa sesungguhnya telah mendengar Rasulullah Saw. berkata “bahwa seburuk-buruk manusia
adalah orang yang bermuka dua, dia datang kepada mereka dengan
satu wajah dan pada mereka dengan wajah yang lain.”
5. Berkata-kata Dengan Berdalilkan al-Qur‟an
93
Abu Mu‟awiyah menceritakan, al-A‟masy mengkhabarkan dari Khaitsamah dari Suwaid ibn Ghaflah berkata, berkata Ali Ra. Apabila
kamu menceritakan hadis Rasulullah akan satu hadis maka lembutlah
92
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 2, h. 307 93
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 181
41
satu bagian yang tinggi dari langit yang paling suka kepadaku dari berkata bohong, dan apabila dari selainnya, maka sesungguhnya aku lah lelaki pertama memeranginya dan peperangan itu adalah tipu daya,
aku mendengar Rasulullah bersabda “Akan datang suatu kaum di akhir zaman di mana para pemuda pada saat itu berakal buruk mereka
berkata dengan ayat-ayat al-Qur‟an, tidaklah imannya melebihi kecuali sekedar pada bibir mulut, barang siapa menjumpai mereka, bunuhlah mereka, maka sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu ganjaran
di hari Kiamat nanti.”
6. Orang yang paling dibencinya adalah orang arab
94
Abdullah menceritakan kami, Ismâ‟îl Abu Ma‟mar memberitahu kami, Ismâ‟îl ibn „Iyâsh menceritakan dari Zaid ibn Jabirah dari Daud
ibn al-Husain dari Abdullah ibn Abi Rafi‟ dari Ali Ra. Berkata, berkata Rasulullah Saw. “tidaklah orang yang paling membenci orang arab melainkan orang-orang munafik.”
7. Berdebat mengenai al-Qur‟an
95
Zaid ibn al-Hubbab menceritakan kami, abu al-Samhi memberitahu Abu Qabil bahwa sesungguhnya Uqbah ibn „amir
mendengar beliau bersabda, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda “Sesungguhnya aku paling takut terjadi ke atas umatku 2 perkara, yaitu al-Qur‟an dan buruh (tukang batu bata), adapun para
buruh mencari tanah yang subur dan mengerjakannya dengan mengikuti syahwat, dan mereka sering meninggalkan solat, adapun al-
Qur‟an maka orang-orang munafik mempelajarinya hanya untuk berdebat melawan orang beriman.”
94
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 181 95
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 4, h. 155
42
BAB IV
KRITIK HADIS
A. Kritik Sanad
a) Hadis Pertama:
a. Ahmad
1. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn
Hilâl ibn Asad al-Syaibâni al-Marwazi.97
2. Di antara gurunya adalah Sufyan ibn „Isa al-Zuhri, Yahya ibn Sa'id
al-Qatân, Abdurrahman ibn Mahdî, Yazîd ibn Hârun, Sufyân ibn
„Uyainah dan Abu Daud al-Thayâlisi98
3. Tabaqat ke sepuluh Kibaru Akhzain Tabi‟ Tâbi‟in
4. Salih ibn Ahmad ibn Hanbal berkata bahwa ayahnya yaitu Ahmad
lahir di kota Baghdad pada bulan Rabi'ul Akhir tahun 16499 dan
wafat pada 25 Ramadhan 241 H.100
96
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah al-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 44 97
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 442 98
Lihat Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1,
h. 62 99
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 445
43
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
Ibn Hajar : imâm, tsiqat, hafiz dan hujjat.
Ibn Salih al-„Ajli : tsiqat tsabit fi al-hadits101
Ibn Abi Hâtim : imâm dan hujjat.
Nasâi: tsiqat ma‟mûn.
Ibn Ma‟kûla: orang yang paling tahu tentang sahabat dan tâbi‟in.
Al-Khalili: orang yang lebih tahu dalam kurunnya.
Ibn Hibbân: beliau adalah penghafal yang kuat ingatan.
Ibn Sa‟di: tsiqat thabit sudûq katsir. 102
Al-Dzahabî: imâm.103
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Ahmad adalah
Tsiqat. Dan menurut dari data tarikh kelahiran dan kematiannya, perawi ini
bersambung sanadnya dengan Abdullah (w.290), Ahmad (164-241) dan Yazîd
Ibn Harun (117-206).
b. Yazîd Ibn Hârun
1. Nama lengkapnya adalah Yazîd ibn Hârun ibn Zadzi Abu Khalid al-
Wasiti al-Salmi, datuknya Zadzan maula Ummu „Asim.104
100
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 466 101
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 453 102
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, jilid 1, h.75 103
Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman al-Dzahabi, Siyâr A‟lâm al-
Nubalâ‟, (Qahirah : Dar al-Hadits 2006), cet. ke-1, jilid 11, h.179 104
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 32, h. 261
44
2. Di antara gurunya adalah Aswad ibn Syaibân, Ismâil ibn Muslim,
Jarîr ibn Hâzim, Ismâil ibn „Iyash, Hamâd ibn Zaid, Supyân al-
Tsauri, Yahya ibn Sa‟id, dan Dailam ibn Ghazwân.105
3. Tabaqat kesembilan dari Sighâru Atbâ‟u Tâbi‟in.
4. Ya‟qub ibn Supyan mengatakan bahwa Yazid dilahirkan pada 117 H
dan wafat pada 206 H pada hari selasa bulan Rabi‟ al-Akhir pada
pemerintahan Khalifah al-Ma‟mun , adapun Muhammad ibn Sa‟id
berkata 118 H. „Ali ibn Syu‟ib mengatakan bahwa beliau telah
menghafal hadis sebanyak 1024 hadis dengan sanad dan yang tidak
tercela. Muhammad ibn Qudâmah berkata beliau telah menghafal
hadis sebanyak 1025 hadis dengan sanad.106
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
Yahya ibn Mu‟în : tsiqat
„Ali ibn al-Madini :beliau daripada golongan tsiqat
Al-„Ajli : tsiqat dan tetap dengan hadis
Abu Hâtim al-Razi : tsiqat dan Imâm Sudûq
Yahya ibn Yahya al-Naisâburi: beliau di kalangan penghafaz107
Al-Dzahabî: seorang yang berpengetahuan108
Al-Za‟farâni: tidaklah aku lihat orang yang lebih baik darinya
105
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 32, h.268. 106
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 32, h. 262-
268. Lihat juga Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Abu Abdullah al-Bukhari al-Ja‟fi, al-Tarikh al-
Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr 1977) Jilid 8, h. 368. Lihat juga Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad
Abu Hatim al-Tamimi al-Basti, al-Tsiqah, (Beirut: Dar al-Fikr 1975), cet. ke-1, jilid 7, h. 632. 107
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 32, h. 269. 108
Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman al-Dzahabi, Siyâr A‟lâm al-
Nubalâ‟, jilid 9, h.369
44
Ziyad ibn Ayyub : Hafiz
Ya‟qub ibn Syaibah: tsiqat
Ibn Qâni‟: Tsiqat Ma‟mûn
Ibn Hajar : Tsiqat dan sempurna dalam ibadat109
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Yazîd Ibn Harun
adalah Tsiqat, menurut dari data tarikh kelahiran dan kematiannya, perawi ini
bersambung sanadnya dengan Ahmad ibn Hanbal (164-241), Yazîd Ibn Harun
(117-206), dan Dailam ibn Ghazwân (w.235).
c. Dailam Ibn Ghazwân
1. Nama lengkapnya adalah Dailam ibn Ghazwân Al-Ba‟di, Abu Ghalib
al-Barra‟ al-Basri.
2. Di antara gurunya adalah Hakim ibn Jahl, Abdullah ibn „Amru ibn
„Ash, Tsabit al-Banâni dan Maimûn al-Kurdi.110
3. Tabaqat ke delapan dari Wusto Atbâ‟u Tâbi‟in.
4. Abdullah al-Baghwi menyatakan bahwa Dailam dan al-Qawâriri
adalah wafat pada tahun yang sama yaitu 235 H.111
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
Yahya bin Mu‟în : Tsiqat
Abu Dâud al-Sajastâni : Tidak mengapa dengannya112
Abu Hâtim ar-Radzi : Tidak Mengapa Dengannya
109
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 11, h.
368 110
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 8, h. 502 111
Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman al-Dzahabi, Siyâr A‟lâm al-
Nubalâ‟, Jilid 11, h.445 112
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 8, h. 502
45
Ibnu Hibbân : Tsiqat
Al-Barraz : Guru Yang Saleh
Ibn Hajar : Sudûq113
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Dailam ibn
Ghazwân adalah Sudûq. Menurut dari data perawi, perawi ini bersambung
sanadnya dengan Yazîd Ibn Harun (117-206), Dailam ibn Ghazwân (w.235),
dan Maimûn al-Kurdî sebagaimana yang telah disebutkan dalam Tahdzîb al-
Kamâl.
d. Maimûn al-Kurdî
1. Nama lengkapnya adalah Maimûn al-Kurdi, gelarannya Abu Basir,
dan dikatakan Abu Nasir ibn Ma‟kulâ.114
2. Gurunya adalah Abu Utsmân Al-Nahdi Al-Kûfi, ayahnya dan Nabi
Muhammad Saw..115
3. Tabaqat keenam dari Sighâru Tâbi‟in.
4. Penulis tidak menemukan biodata lengkap periwayat di atas.
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
Yahya bin Mu‟în : Saleh, Tidak Mengapa Dengannya
Abu Daud : Tsiqat
Ibnu Hibbân : Tsiqat116
Ibnu Hajar: Maqbûl117
113
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 3, h.
215 114
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 29, h. 236 115
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 29, h. 236 116
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 29, h. 236
46
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Maimûn al-Kurdi
adalah maqbûl. Menurut dari data perawi, perawi ini bersambung sanadnya
dengan Dailam ibn Ghazwân (w. 235) Maimûn al-Kurdî dan Abu „Ustmân Al-
Nahdî (w. 95) dikarenakan atas pertalian guru dan murid yang telah
disebutkan dalam Tahdzîb al-Kamâl.
e. Abu „Utsmân Al-Nahdî Al-Kûfi
1. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahmân ibn Mâl ibn „Amru ibn „Adi
ibn Wahâb ibn Rabî‟ah ibn Sa‟ad ibn Huzaifah ibn Ka‟ab ibn Rifa‟at
ibn Mâlik ibn Nahdi ibn Laits ibn Sûdi ibn Aslam ibn al-Hâf ibn
Qadhâ‟at, Abu „Ustmân Al-Nahdî Al-Kûfi.118
2. Diantara gurunya adalah Ubai ibn Ka‟ab, Usâmat ibn Zaid, Bilâl ibn
Rabâh, Huzaifat ibn Yamân, Jabîr ibn Abdullah, Zaid ibn Arqâm,
„Umar al-Khattab, „Ali, Talhah, ibn Mas‟ûd dan ramai lagi.119
3. Tabaqat kedua dari Kibâru Tâbi‟in.
4. Berkata „Amru ibn „Ali bahwa beliau wafat pada umur 75, pada tahun
95 H. Ibnu al-Barra‟ menyatakan bahwa beliau berasal dari Kûfah,
setelah meninggalkan agama Jahiliyah, beliau berhijrah ke Madinah
setelah kematian Khalifah Abu Bakr.120
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
„Ali al-Madini: Tsiqat
117
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 10, h.
395 118
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 17, h. 425 119
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 6, h.
249 120
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 17, h. 429
47
Abu Hâtim ar-Radzi : Tsiqat
Abu Zur‟ah: Tsiqat
Muhammad ibn Sa‟ad: Tsiqat
Ibnu Kharâsyi: Tsiqat121
Nasâi: Tsiqat
Ibnu Hibbân : Tsiqat
Abu Dâud: tâbi‟in yang besar
Ibnu Hâjar: Tsiqat Tsabit 122
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Abu „Ustmân Al-
Nahdi adalah Tsiqat. Menurut dari data perawi, perawi ini bersambung
sanadnya dengan Maimûn al-Kurdî, Abu „Ustmân Al-Nahdî Al-Kûfi (w. 95)
dan „Umar ibn al-Khattâb (w.23) disebabkan atas pertalian guru dan murid
yang telah disebutkan dalam Tahdzîb al-Kamâl.
f. „Umar ibn al-Khattab
1. Nama lengkapnya adalah „Umar ibn al-Khattab ibn Nafil ibn Abdul
„Azi ibn Riyâh Ibn Tahtâniah ibn Abdullah ibn Qarti ibn Rizah ibn
„Adi ibn Ka‟ab ibn Luai ibn Ghalib al-Qarsyi al-„Adawi. Yang digelar
al-Fâruq. 123
121
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 17, h. 428
dan 429 122
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 6, h.
278 123
Ahmad bin Ali b in Hajar Abu al-Fadhl A l-„Asqâlani, Al-Isabah fi Tamyîzi al-Sahâbat,
(Beirut: Dar al-Jail 1412), cet. ke-1, jilid 4, h. 588
48
2. Guru-gurunya adalah Ubai ibn Ka‟ab, Abu Bakr Al-Siddiq dan Nabi
Muhammad Saw..124
3. Tabaqat pertama dari Sahâbat.
4. Beliau lahir 4 tahun sebelum Nabi lahir dan meninggal dunia pada
tahun 23 H. Menjadi salah seorang dari 10 orang yang dijanjikan
masuk surga.125
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati dengan berpandukan
Jumhur Ulama, bahwa „Umar ibn al-Khattab adalah „Adil. Menurut dari data
tarikh kelahiran dan kematiannya, perawi ini bersambung sanadnya dengan
Abu „Ustmân Al-Nahdî Al-Kûfi (w.95), „Umar ibn al-Khattâb (w.23) dan Nabi
Muhammad (w.11).
b) Hadis Kedua:
a. Ahmad
(sudah dikritisi pada lembar 44)
124
Ahmad bin A li bin Hajar Abu al-Fadhl A l-„Asqâlani, Al-Isabah fi Tamyîzi al- Sahâbat,
jilid 4, h. 601 125
Ahmad bin A li bin Hajar Abu al-Fadhl A l-„Asqâlani, Al-Isabah fi Tamyîzi al- Sahâbat,
jilid 4, h. 588 126
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 22
49
b. Abu Sa‟id
1. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman Ibn Abdullah Ibn Ubaid Al-
Basrî, Abu Sa‟id Maula Bani Hâsyim. Yang digelar dengan
Jurdaqah.127
2. Di antara gurunya adalah Hamad ibn Salamah, „Ikrimah ibn „Amir al-
Yamami, Yahya ibn Abi Sulaimân, Ishaq ibn „Uthman, Salam ibn
Sulaimân dan Dailam Bin Ghazwân.128
3. Tabaqat kesembilan dari Sighâru Atbâ‟u Tâbi‟in.
4. Penulis tidak menemukan data lengkap beliau mengenai kelahirannya,
adapun tarikh wafatnya al-Bukhâri daripada Harun al-Asy‟ats
mengatakan bahwa Abu Sa‟id telah wafat pada 197 H.129
5. Sifat cela dan keadilannya menurut ulama hadis
Abu Hatim al-Razi : tidak mengapa dengannya
Al-Tabrâni : tsiqat.130
Abu al-Qasim al-Baghwi: tsiqat.
Yahya ibn mu‟în : tsiqat
Ibn Hajar : Sudûq131
Sebagai kesimpulannya, penulis mendapati bahwa Abu Sa‟id adalah
Sudûq, menurut dari data tarikh kelahiran dan kematiannya, perawi ini
127
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 17, h. 217 128
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 6, h.
190 129
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 6, h.
190 130
Lihat Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 17, h. 217 131
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 6, h.
209
50
bersambung sanadnya dengan Ahmad ibn Hanbal (164-241), Abu Sa‟id
(w.197), dan Dailam ibn Ghazwân (w.235).
c. Dhailam Bin Ghazwân
(sudah dikritisi pada lembar 47)
d. Maimûn al-Kurdi
(sudah dikritisi pada lembar 48)
e. Abu „Ustmân
(sudah dikritisi pada lembar 49)
f. „Umar ibn al-Khattâb
(sudah dikritisi pada lembar 50)
Menurut penelitian penulis, bahwa ulama hadis telah mengkritisi para
sanad yang terdapat dalam hadis-hadis tersebut. Maka, penulis mendapati
kesemua perawi dalam kedua hadis di atas bisa dikatakan tsiqat, walaupun
terdapat perawi yang sudûq dan maqbûl tapi masalah itu tidak dapat
mempengaruhi kualitas hadis. Untuk menjelaskan lagi dalam pembahasan
mengenai sanad hadis ini, maka penulis mengambil perhatian untuk melampirkan
jalur skema sanad pada halaman akan datang.
B. Kritik Matan
Dalam menentukan keshahihan atau kehujjahan sesuatu hadis itu, tidak
cukup dengan hanya meneneliti sanad, maka dengan itu matan juga memiliki
kepentingan yang sama. Karena menurut ulama hadis, sesuatu hadis barulah
51
dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama
berkualitas sahih.132
Di antara kriteria kesahihan matan hadis, menurut para muhadditsin cukup
beragam. Salah satu versi yang dikemukakan oleh al-Khatib al-Baghdâdi, bahwa
suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbûl (diterima) apabila memenuhi unsur-
unsur berikut:
(1) Tidak bertentangan dengan akal sehat.
(2) Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur‟an yang telah muhkam.
(3) Tidak bertentangan dengan hadis yang mutawâtir.
(4) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan
ulama‟ masa lalu (ulama‟ salaf).
(5) Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
(6) Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas ke-sahih-annya
lebih kuat.133
Menurut Salâhudin ibn Ahmad al-Adlabi, bahwa kritik matan itu adalah
sebanding dengan kritik intern menurut para ahli sejarah. Unsur-unsur terpenting
dalam kritik matan ini adalah “kritik negative untuk kemurnian” dan “ kritik
negative untuk ketelitian”. Model pertama digunakan sebagai upaya untuk
meneliti munculnya pemalsuan oleh periwayat, sedangkan kritik model kedua
dimaksudkan untuk meneliti adanya kekeliruan yang mereka lakukan.
132
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,
2007), h. 115. 133
Bustamin dan M. Isa A. Salam, Metodologi Kritik Hadits (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 62-63.
52
(1) Kritik terhadap riwayat-riwayat yang bertentangan dengan al-Qur‟an,
yaitu riwayat-riwayat tentang ketuhanan, kenabian, tafsir, balasan dan
akhirat.
(2) Kritik terhadap riwayat-riwayat yang bertentangan dengan hadis sahih
dan sirah nabawiyah yang sahih.
(3) Kritik terhadap riwayat-riwayat yang bertentangan dengan akal, indera
dan sejarah.
(4) Kritik terhadap hadis-hadis yang tidak menyerupai perkataan nabi.134
Adapun metodologi penelitian matan hadis yang dikemukakan
Muhammad Syuhudi pula mengemukakan metodologinnya seperti dibawah:
(1) meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.
(2) meneliti matan yang semakna.
(3) meneliti kandungan matan hadis.135
Dari kesekian metodologi para ulama mengkritik matan hadis yang penulis
telah paparkan, maka penulis akan menggunakan langkah- langkah metodologi
penelitian matan hadis yang dikemukakan Muhammad Syuhudi.
a. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanadnya
Dari hasil penelitian sanad yang telah dilakukan bahwa penulis telah
mendapati pada hadis di atas telah diriwayatkan dalam keadaan
bersambung dan periwayatannya bersifat tsiqat, walaupun ada juga yang
134
Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, Penerjemah H.M.
Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama 2004), cet. ke-1, h. 19 135
M. Syuhudi Is mail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, h. 121-122.
53
bersifat maqbûl dan sudûq, maka hal ini tidak dapat mempengaruhi
keshahihan hadis tersebut.
b. Meneliti Matan Yang Semakna
Susunan matan hadis untuk kedua sanad dari kedua mukharrij tersebut,
memiliki persamaan makna dan tidak ada persamaan dari sudut lafaz. Hal
ini menunjukkan bahwa hadis yang diteliti telah diriwayatkan secara
makna (riwayat bi al-Ma‟na).
Untuk kajian yang lebih terperinci lagi, makanya penulis akan mencari
sebanyak mungkin hadis yang bisa sama dengan materi hadis di atas
seperti hadis yang menyangkut arti, suruhan atau larangan atas materi
hadis yaitu yang berkait rapat dengan munafik dan lisan:
Hadis Mengandung Makna Sebagian Nifak Adalah Lisan
“Santun dalam bicara dan rasa malu adalah dua bagian dari iman, sedangkan lancang dan buka-bukaan dua bagian dari nifak.”
136
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 5, h. 269
54
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa dibarengi zikir kepada
Allah. Banyak bicara tanpa zikir kepada Allah akan membuat hati menjadi keras. Sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah
adalah orang yang berhati keras.”
Hadis Mengandung Makna Menjaga Lisan
138
“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari apa yang digodakan atau dibisikkan oleh nafsunya selama ini belum
dilakukan atau diucapkan.”
139
“Salah satu tanda kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna”
137
Muhammad b in Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Salmi, al-Jami‟ al-Sahih Sunan al-
Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arab iy,tt), jilid 4, h. 607 138
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Abu Abdullah Al-Bukhari al-Ja‟fi, al-Jami‟u al-
Sahih, (Beirut : Dar Ibn Katsir 1987), cet. Ke-3, jilid 6, h. 2454 139
Al-Turmidzi al-Salmi, Muhammad bin Isa Abu Isa, al-Jami‟ al-Sahih Sunan al-Turmidzi, (Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabiy, tt) jilid 4, h. 558
55
“Kuasailah lisanmu atas dirimu dan hendaknya rumahmu
memberi kelonggaran kepadamu dan menangislah atas kesalahanmu.”
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, dan
sesungguhnya kalian akan membawa pertikaian kalian kepadaku. Bisa jadi sebagian kalian lebih cakap berargumentasi daripada sebagian yang lain. Maka, akan ku putuskan baginya menurut apa
yang aku dengar. Barangsiapa kuputuskan baginya akan kebenaran seorang muslim, maka itu sebenarnya kobaran api neraka. Maka,
terserah dia mengambilnya atau meninggalkannya.”
140
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 5, h. 259 141
Muhammad ibn Is mail ibn Ibrahim Abu Abdullah Al-Bukhari al-Ja‟fi, al-Jami‟u al-
Sahih, jilid 2, h. 867 142
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 5, h. 323
56
“Berjaminlah dengan aku 6 perkara, maka aku akan menjamin diri kamu dengan jaminan syurga. Bercakap benarlah apabila kamu bercerita, tepatilah janji apabila berjanji, bersungguhlah dalam
menjaga amanah, jagalah faraj mu, hindarilah pandangamu dan tahanlah tanganmu.”
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah dia berkata baik atau diam.”
Balasan Orang Yang Tidak Menjaga Lisan
“Hendaklah kamu selalu berlaku jujur, karena berlaku jujur
membimbing kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan berusaha
mempertahankan atau mencari kejujuran, maka dia dicatat Allah sebagai „Sadîq‟ (orang-orang yang jujur). Dan hindarilah kamu akan dusta, karena sesungguhnya dusta itu membimbing kepada
kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan mempertahankan kedustaan, maka dicatat Allah Ta‟ala sebagai „Kadzab‟ (si pembohong).”
143
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 2, h. 267 144
Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, Jilid 1, h. 384
57
“Sungguh seseorang mengucapkan perkataan yang
dianggapnya tidak masalah (dosa), dia akan terperosok karenanya ke dalam neraka sejauh perjalanan 70 tahun.”
C. Fiqh al-Hadits
1. Sifat Munafik Pada Zaman Rasulullah
Risalah Muhammad Saw. telah nampak dan menyerang perasaan,
membelah hati dan mendidih di dalam jiwa. Jalan risalahnya telah sampai di
berbagai tempat dan berita tentangnya pun telah tersiar di berbagai kawasan.
Dalam kelompok yang dibahas penulis, adalah salah satu dari 3
golongan146, dan golongan yang ketiga yaitu golongan munafik, golongan
yang mengaku bahwa mereka beriman tetapi sebenarnya mereka tidak
beriman. Sebenarnya pengakuan mereka itu tidaklah benar. Mereka mengakui
demikian itu untuk mempermainkan dan mengelabui mata orang Islam.
Sewaktu Rasulullah Saw. berhijrah dari Mekah ke Madinah, banyak penduduk
Madinah yang telah masuk Islam seperti kabilah Aus, Khazraj dan beberapa
orang Yahudi. Ketika itu, golongan munafik belum diketahui.147
145
Ahmad ibnu Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal, Jilid 2, h. 236 146
Ada tiga kelompok musuh yang menentang risalah Muhammad, Kelompok musuh
tersebut adalah orang-orang musyrik Quraisy Makkah, orang-orang Yahudi Madinah dan orang -
orang munafik yang ada antara Islam dan kafir. Lihat Ali Muhammad Al-Bajawi, Untaian Kisah
dalam al-Qur‟an, penerjemah Abdul Hamid, h. 451. 147
HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid XXVIII, h. 203
58
Tetapi sesudah Perang Badar tahun kedua hijrah, yang membawa
kemenangan bagi kaum muslimin, mulailah timbul dan nampak dengan
terang-terangan sifat golongan munafik ini.148 Dari sekian arti munafik yang
telah dibahas, mereka ini bisa dikatakan orang munafik yang menipu Allah
dan menipu Rasul-Nya, karena mereka memperlihatkan iman, kasih sayang
akan tetapi menyembunyikan permusuhan dalam hati juga jiwa. Sebenarnya
mereka bukanlah menipu Allah, Rasul-Nya dan para mukminin tetapi mereka
menipu diri mereka sendiri.
Sifat-sifat munafik banyak sekali yang telah disebutkan penulis pada
bagian sebelumnya yang terdapat dalam tafsir dan hadis, terutama dalam
koreksian hadis dari Musnad Ahmad. Maka dengan demikian, timbullah hadis
Nabi yang menyatakan demikian:
“Yang paling aku takuti menimpa kepada umatku adalah setiap
munafik yang pandai berbicara”
Menurut pada asbâb wurûd hadis ini, bahwa pada suatu hari, khalifah
memanggil al-Ahnaf yaitu seorang penghulu penduduk Bashrah yang terkenal
dengan kepandaian dan kefasihan berbicara: “hai Ahnaf, tahukah kamu
mengapa aku menahanmu?”, jawabnya: “Tidak”. Kemudian Khalifah berkata:
“Sebab aku menahanmu adalah karena Rasulullah pernah bersabda: “Yang
148
Pemimpin kaum munafik adalah Abdullah bin Ubay, seorang pemimpin di Madinah
dari kabilah Khazraj, anak dari seorang yang pernah menjadi pemimpin atas suka A us dan Khazraj
dan oleh pengikut-pengikutnya ia dijad ikan calon raja d i Madinah. Lihat Ali Muhammad Al-
Bajawi, Untaian Kisah dalam al-Qur‟an, penerjemah Abdul Hamid, h. 452. 149
Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
jilid 1, h. 44
59
paling aku takuti terjadi kepada umatku ialah munafik yang pandai berbicara”.
Dan aku takut engkau termasuk di antara mereka. Namun Alhamdulillah
wahai al-Ahnaf, engkau tidak demikian”.150
Nah, dari hadis ini, yang dikatakan orang munafik itu adalah orang yang
pandai berbicara yaitu orang yang berpengetahuan dan pandai dalam
mengolah ucapan di kalangan manusia ramai, tetapi hati mereka jahil dan
akidahnya adalah fasik, mereka menipu manusia dengan menggunakan
keahlian bicara mereka sehingga menyebabkan sebagian besar manusia
tergelincir dari kebenaran. Dari lisan juga kebanyakan manusia yang pandai
dalam ilmu tapi menutup mulutnya dari kebenaran.151
Orang munafik adalah orang yang hatinya tidak beriman, biasanya orang
tersebut pandai berbicara. Ia sering memberi fatwa kepada orang lain dengan
fatwa yang batil, menyesatkan namun disadur dan disalut demikian rupa
sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dia orang yang baik. Orang-orang
munafik pada zaman Rasulullah bergaul dengan kaum Muslimin, untuk
menyelidiki rahasia-rahasia mereka dengan cara diam-diam dan kemudian
menyampaikan rahasia-rahasia itu kepada musuh-musuh Islam. Mereka
menyebarkan permusuhan dan fitnah-fitnah untuk melemahkan barisan kaum
Muslimin. Tetapi Allah berfirman bahwa mereka adalah perusak-perusak akan
tetapi mereka tidak sadar.152
150
Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi, Asbabul Wurûd, penerjemah H M.
Suwarta Wijaya dan Zafru llah Salim, (Jakarta: Kalam Mulia 2008), cet. ke-10, h. 67 151
Abdul Rauf al-Manawi, Faidhu al-Qadir Syarah al-Jami‟us Syarir, (Mesir: Maktabah
al-Tijariah al-Kubra 1935), cet. ke-1, jilid 1, h. 287 152
Tafsir al-Baqarah/2: 12; lihat HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I, h. 168
60
Mereka juga dikatakan kafir karena tingkah lakunya yang mempermainkan
keimanan, perlu diketahui bahwa di antara syarat orang yang beriman adalah
meyakini di dalam hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah pesuruh Allah. Jika lisannya mengucapkan kalimat syahadat,
sedangkan hatinya mengingkari dan mendustakannya, ia tetap dihukumi kafir
karena letak iman itu dalam hati bukan di mulut. Jika letak iman itu di mulut,
berarti iman orang yang bisu itu tidak sah. Oleh karena itu, Allah menilai
keimanan seseorang dari yang terlintas di dalam hatinya, bukan dari
pernyataan mulutnya. Allah berfirman dalam Q.S an-Nisa‟/4: 142.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka”.153
Bertolak dari sini, lisan mengandung dua bahaya yang besar yaitu: (1)
mengucapkan perkara yang batil. (2) tidak mengungkapkan kebenaran. Orang
yang tidak menegakkan kebenaran sama dengan setan bisu, orang yang suka
pamer dan orang yang bermuka dua adalah orang yang durhaka kepada Allah.
Adapun orang yang mengucapkan yang batil adalah setan yang sedang
berbicara dan orang yang durhaka kepada Allah.154
2. Munafik Zaman Modern
Orang munafik adalah orang yang hatinya tidak beriman, biasanya orang
tersebut pandai berbicara. Ia sering memberi fatwa kepada orang lain dengan
153
Fuad Kauma, Tiga Puluh Lima Karakter Munafik , (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999),
cet ke-2, h.261 154
Sa‟id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthani, Bahaya Lidah-Penyakit Lisan dan Terapinya,
penerjemah: Haryono dan Aris Munandar, (Jogjakarta: Media Hidayah 2003), cet. ke-1, h. 13
61
fatwa yang batil, menyesatkan namun disadur dan disalut demikian rupa
sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dia orang yang baik. Akan tetapi,
ada perkara yang sehubungan dengan hadis yang dikaji penulis atau yang
paling dekat adalah yang berkait rapat dengan sifat pandai berbicara adalah
pemimpin, karena orang yang pandai berbicara dan suka membuat janji-janji
manis adalah pemimpin seperti sabda Nabi:
155
“Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat lalu ia meninggal dunia pada saat ia sedang menipu rakyatnya
melainkan Allah mengharamkannya masuk syurga.”
Menurut hadis di atas, bahwa pemimpin yang penipu tidak akan terlepas
dari pembalasan Allah Swt. baik Allah membalasnya di dunia ataupun di
akhirat sana, sehinggakan Allah mengharamkan mereka masuk surga-Nya.
Orang-orang munafik juga banyak berasal dari kalangan penulis,
budayawan, kyai-kyai dan cendikiawan yang berbaju muslim, coba renungkan
ayat Q.S al-Munâfiqûn/63:4. “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh
mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka”. Ibnu Qayyim pernah berkata: “Seseorang
terkadang kagum mendengar perkataan mereka karena manis-manis dan
155
Ibnu hajar al-‟asqalani, Terjemah lengkap Bulughul Maram, penerjemah Abdul
Rosyad Siddiq (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana 2009), cet ke-2, h. 684.
62
lemah lembut tutur katanya. Bahkan mereka tidak segan-segan menjadikan
Allah sebagai saksi atas kedustaan yang terselubung dalam hati mereka. Anda
akan melihat sikap mereka ketika menghadapi kebenaran, mereka tidur lelap,
tetapi jika membela kebatilan mereka maju terus pantang mundur”. 156
3. Pengaruh Sifat Munafik Pada Kaum Beriman
Lisan adalah laksana sebuah pedang bermata dua. Lisan bisa dipergunakan
untuk bertakwa kepada Allah seperti membaca al-Qur‟an, mengajak untuk
menjalankan kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar serta menolong
orang yang dianiayai. Dan itu adalah perbuatan yang diperintahkan Allah
kepada setiap muslim. Lisan juga bisa dipergunakan untuk mengikuti
kehendak setan seperti dipergunakan memecah belah kaum muslimin,
berdusta, menyebut-nyebut pemberian, ejekan, cemohan, julukan jelek,
memotong perbicaraan, menghina, mencerca keturunan, mencaci zaman,
bersaksi palsu, mengunjing, mengadu domba, melanggar kehormatan orang
lain dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah dan RasulNya. 157
Sifat munafik menjelaskan lagi keburukan dusta atau sikap berpura-pura
itu dan akibatnya adalah dendam, iri hati dan ragu-ragu yang termasuk dalam
penyakit jiwa. Penyakit ini akan bertambah parah, bilamana disertai dengan
perbuatan nyata. Misalnya rasa sedih pada seseorang akan bertambah dalam,
apabila disertai dengan perbuatan nyata, seperti menangis, meronta-ronta dan
156
Hamdi Ahmad Ibrahim, Karakter Orang-Orang Munafik , Penerjemah Abu Barzani, h.
21 157
Sa‟id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthani, Bahaya Lidah-Penyakit Lisan dan Terapinya,
penerjemah: Haryono dan Aris Munandar, h. 13
63
sebagainya. Iri dan dengki tambah mendalam karena melihat kokohnya Islam
hari demi hari. Akibat pendustaan mereka, yaitu mengaku beriman kepada
Allah dan hari kesudahan dan tipu daya mereka terhadap Allah, mereka akan
menderita azab yang pedih.
Dari Abdullah ibn Mu‟adz ra. diringkaskan dari hadis yang panjang dalam
Sunan Tirmidzi yaitu:
“Maukah kalian kukabarkan pokok dari segala sesuatu?” aku mengatakan: “tentu wahai Rasulullah”, beliau kemudian memegang
lisannya kemudian bersabda: “jagalah ini”, aku berkata: “apakah kita akan disiksa dikarenakan perkataan kita?”, Nabi bersabda: “celakalah kamu, bukankah karena hasil suatu ucapan dapat menyebabkan
kebanyakan orang dicampakkan ke dalam neraka.”
4. Pengajaran
Dari kesekian hadis dan perbahasan di atas, menegaskan bahwa betapa
bahayanya penyakit lisan, hanya sekedar ucapan, keislaman seseorang bisa
menjadi batal. Contohnya murtad disebabkan berdoa kepada selain Allah,
meminta bantuan dan bernazar kepada selain-Nya, mencaci atau mendustakan
Allah, Rasul-Nya dan ajaran-ajaran Rasulullah. Meremehkan pahala dan siksa
Allah, menyifati Allah dengan sifat kekurangan, mempercayai ada petunjuk
158
Abu „Isa menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis hasan shahih. Lihat Muhammad
bin Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Salmi, al-Jami‟ al-Shoheh Sunan al-Tirmidzi, jilid 5, h. 11
64
atau hukum selain dari ajaran Rasulullah, membenarkan sekte-sekte orang
musyrik atau membolehkan keluar dari syariat Muhammad saw.159
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, jika seorang hamba
melakukan kesalahan, maka hatinya akan diberi satu titik hitam, jika terus melakukan dosa, titik-titk hitam akan semakin menebal sehingga
menutupi hatiya.”
Yang akhirnya, lisan itu merupakan satu anugrah161 yang harus disyukuri
karena Allah menciptakannya untuk menguji manusia agar menjaga
kehormatan, dan karena lisan akan menghasilkan kata-kata yang baik dan
buruk, ibarat kata-kata adalah umpama pedang, yang tajamnya bisa
membunuh lawan, seperti syair A. Samad Said “Jika terlajak perahu boleh
diundur lagi, tapi jika terlajak kata, buruk padahnya.”
159
Sa‟id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthani, Bahaya Lidah-Penyakit Lisan dan Terapinya,
penerjemah: Haryono dan Aris Munandar, h. 149 160
Muhammad b in Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-
Fikr,tt). Jilid 2, h. 1418 161
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah
bibir”.(Q.S: al-Balad/90: 8 dan 9)
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kesekian hal yang menyangkut sanad dan matan yang telah dibahas
dalam bab keempat yang lepas, setelah melihat banyak kritikan dari ulama dan
kesimpulan dari penulis bahwa hadis yang dikaji adalah sahih dengan kualitas
sanad dan matannya. Serta hadis ini bisa dijadikan hujjah karena terdapat tanda-
tanda yang menunjukkan hadis ini termasuk dalam kriteria sahih.
Penulis menyimpulkan bahwa kandungan hadis tersebut termasuk dalam
nifaq „amali karena orang munafik yang melakukan demikian yaitu pandai
bertutur dalam bicara, dan oleh karena bicara mereka juga, akibatnya banyak
mengandung buruk, cela dan pengaruh yang datang darinya.
B. Saran-saran
Makanya, dengan mengetahui sifat munafik yang berkaitan dengan
perbicaraan mereka yang suka menipu, kita sebagai manusia yang alpa, mungkin
saja secara tidak sengaja tertimpa dengan sifat tersebut, samada dalam sadar atau
tidak sadar, sentiasalah kita muhasabah.
1. Terapi yang paling baik dan berkesan adalah dengan harus segera
melakukan dzikir, membaca al-Qur‟an dan mudzakarah dengan orang-
orang yang lebih tahu, karena berbagai keguncangan hati bisa
membuat orang menjadi shidiq atau zindiq (kafir). Dengan konsentrasi
67
menghadap Allah. Mudzakarah dengan orang-orang yang beriman dan
pertemuan dengan mereka dapat membuatnya menjadi shadiq,
sedangkan pergaulannya dengan orang-orang jahat dan rusak bisa
membuatnya menjadi zhindiq.
2. Ia juga harus tanggap terhadap berbagai kemaksiatan yang lahir dan
batin, yang besar dan yang kecil karena seringkali ketaatan membawa
ketaatan yang lain sedangkan kemaksiatan seringkali membawa
kepada kemaksiatan yang lain. Di antara maksiat yang harus lebih
diwaspadai adalah kemaksiatan yang tidak terasa, seperti berbagai
kemaksiatan hati dan lisan, karena seringkali manusia mendengki, ujub
terhadap diri sendiri atau sombong tetapi ia tidak menyedarinya
sebagaimana ia sering terjerumus ke dalam perbuatan dusta,
mengumpat, adu domba dan sebagainya.
Akhirnya, kepada Allah swt. penulis berharap agar skripsi ini menjadi
setitik sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan
umumnya bagi pembaca serta kaum muslimin.
68
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an al-Karim
A. J. Weinsinck, al-Mu‟jam al-Mufahras lil alfâz al-Hadits al-Nabawi, Leiden:
E.J. Brill 1936, tt
Abdul Majid, Hamdi, Mursyidu al-Mukhtâr ila ma fî Musnad al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal min al-Ahâdits wa al-Atsâr, Beirut:Maktabah Nahdhah Arabiyyah
1987, cet. ke-2
Abu Zahra, Muhammad, Tarikh al-Madzâhib al-Islâmiyyah, Beirut: Dar al-Fikr
1966, tt
Al-Adlabi, Salahudin ibn Ahmad, Metodologi Kritik Matan Hadis, Penerjemah
H.M. Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama 2004,
cet. ke-1
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia 2005, cet ke-3
Al-Asfahâni, al-Raghib, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, Beirut: Dar al-Fikr
1986, tt
Al-Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl, al-Musnad li Imâm Ahmad
ibn Hanbal, Beirut: Dar al-Fikr 1991, cet. ke-1
....................., al-Isâbah fi Tamyîzi al-Sahâbat, Beirut: Dar al-Jail 1412, cet. ke-1
..................., Tahdzib al-Tahdzib, Beirut: Dar al-Fikr 1984, cet. ke-1
..................., Terjemah lengkap Bulughul Maram, penerjemah Abdul Rosyad
Siddiq, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana 2009, cet ke-2
Awang, Husin, Qâmûs al-Tulâb, Kuala Lumpur: Dar al-Fikr 1994, cet. ke-1
Al-Bajawi, Ali Muhammad, Untaian Kisah dalam al-Qur‟an, penerjemah Abdul Hamid Jakarta: Darul Haq 2007. cet. ke-1
Al-Basuni Za‟lul, Abu Hajar Muhammad al-Said, Mausû‟ah al-Athrâf al-Hadits
al-Nabawi al-Syarîf, Beirut: Dar al-Fikr 1989, cet. ke-1
Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Abu Abdullah, al-Tarikh al-
Kabir, Beirut: Dar al-Fikr 1977,tt
..................., al-Jami‟u al-Sahih, Beirut: Dar Ibn Katsir 1987, cet. Ke-3
..................., Shahih Bukhari jilid 1, Klang: Book Centre, cet. Ke-6
69
Al-Buraiqan, Ibrahim ibn Muhammad ibn Abdullah, Pengantar Ilmu Studi Aqidah Islam, penerjemah Muhammad Anis Matta, Jakarta: Litbang Pusat Studi Islam Al-Manar, tt.
Bustamin, dan Salam, M. Isa H.A. Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada 2004. cet. ke-1.
Al-Damsyiqi, Ibnu Hamzah, Asbabul Wurud, penerjemah H M. Suwarta Wijaya
dan Zafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia 2008, cet. ke-10
Al-Dzahabi, Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman, Siyâr A‟lâm
al-Nubalâ‟, Qahirah: Dar al-Hadits 2006, cet. ke-1
Fatah Yasin, Qurratul Ain, Ilmu Mustholah Hadith, Kuala Lumpur: ISP Shahab Trading 2006, cet. ke-1
Fatchur Rahman, Iktisâr Musthalâh al-Hadits, Bandung: Pt Al-Ma‟arif 1974, cet.
ke-1
H. Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia 2005), cet. ke-1
HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas 2008, cet. ke-2
Hasan, Habbatullah, Syarah Usul I‟tikad Ahl Sunnah wa al-Jama‟ah min al-Kitâb
wa al-Sunnah wa Ijma‟ Sahâbat, Riyadh: Dar al-Tibah 1983, tt,
Hawa, Sa‟id, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa, Jakarta:
Robbani Press 2008, cet. k-13
Ibrahim, Hamdi Ahmad, Karakter Orang-Orang Munafik, Penerjemah Abu Barzani, Jakarta: Pustaka al-Kautsar 1995, cet. ke-1
Ismail, M. Syuhudi, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang
1991, cet. ke-3
....................., Metodologi Penelitian Hadits Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 2007, tt
Jazuli, Ahzami Sami‟un, Seri Tafsir Tematik Fiqh al-Qur‟an, Kg. Melayu Kecil:
Kilau Intan 2005, cet. ke-1
Kauma, Fuad, Tiga Puluh Lima Karakter Munafik , (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
1999), cet ke-2
Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadis, Studi Kritis atas Kajian Hadis
Kontemporer, Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2004, tt
Al-Khâtib, Muhammad „Ajjaj, Ushul al-Hadits, Penerjemah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama 2007, cet. ke-4
Tim Pengumpul, al-Mu‟jam Al-Wajiz, Mesir: Tarbiyyah wa al-Ta‟lim 2004, tt
70
Al-Manawi, Abdul Rauf, Faidhu al-Qadir Syarah al-Jami‟us Syarîr, Mesir:
Maktabah al-Tijariah al-Kubra 1935, cet. ke-1
Al-Marbawi, Muhammad Idris Abdul Rauf, Qâmus Idrîs al-Marbawi, Kuala
Lumpur: Dar al-Fikr 2006, cet. ke-3
Al-Mizzi, Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf, Tahdzib al-Kamal, Beirut: Muassasah al-Risalah 1980. cet. ke-1
Al-Mubarakfuri, Syeikh Syafiyyur Rahman, Sirah Nabawiyah, Penerjemah Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka al-Kautsar 2009, cet ke-2
Al-Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia,
Yogyakarta: Pondok Pasentren al-Munawwir 1984, tt
Mursi, Muhammad Sa‟id, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,penerjemah Khoirul Amru dan Achmad Faozan, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar 1426H/2005M, cet. Ke-4
Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: UI Pers 2008, cet. ke-5
Al-Qahthani, Sa‟id ibn Ali ibn Wahf, Bahaya Lidah-Penyakit Lisan dan
Terapinya, penerjemah: Haryono dan Aris Munandar, Jogjakarta: Media Hidayah 2003, cet. ke-1
Al-Qardhawi, Yusuf, Sunnah, Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, penerjemah
Abad Badruzzaman, Yogyakarta: PT Tiara Wacana 2001, cet. ke-1
Al-Qarni, „Aidh Abdullah, Bahaya Kemunafikan di Tengah Kita, Penerjemah H. Nandang Burhanudin, Jakarta: Qisthi Press 2003, cet. ke-1
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, penerjemah. Mudzakir S.A,
Bogor: Pt Pustaka Litera Antarnusa 2007. cet ke-10
Al-Quzwaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdullah, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr,tt.
Rifa‟i, Zuhdi, Mengenal Ilmu Hadis, Percetakan Negara: al-Ghuraba 2009. cet.
ke-1,
Rohmaniah, Inayah, Studi Kitab Hadis, yokyakarta: Teras 2003, cet. ke-1
Al-Shiddieqy, T.M Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits Jilid 1, Jakarta:
Bulan Bintang 1976, tt
Shihab, M. Quraish, dkk, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata Dan
Tafsirnya, Jakarta: Internusa 1997, tt
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada 2008, cet. ke-1
Al-Suyûtî, Jalaluddin Abdul Rahman ibn Abu Bakar, „Uqûdu al-Zabarjad ala al-Musnad al-Imâm Ahmad, Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyyah 1987, cet. ke-1
71
Al-Syaibâni, Ahmad ibn Hanbal Abu „Abdullah, Musnad al-Imâm Ahmad ibn
Hanbal, Beirut: Dar Fikr 1987, cet. ke-2
Syakir, Ahmad Muhammad, Thalâi‟ al-Musnad, Cairo: Maktabah al-Turas Islami,
tt
Al-Tamimi, Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad Abu Hatim, al-Thiqah, Beirut:
Dar al-Fikr 1975, cet. ke-1
Al-Thohhan, Mahmud, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad, penerjemah. Masykur Hakim, H.A. Agil Husin, Semarang: Dina Utama 1995, cet. ke-1
Tim Sembilan, Tasir Maudhui al-Muntaha Jilid 1, Yogyakarta: Pustaka Pesantren 2004, cet. ke-1
Turmidzi, Muhammad bin Isa Abu Isa, al-Jami‟ al-Sahih Sunan al-Turmidzi,
(Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabiy, tt
Uwaidhah, Kamil Muhammad, Ahmad Ibn Hanbal Imam Ahl Sunnah wa al
Jamâ‟ah, Beirut: Dar al Fikr 1992, tt
Sumber Rujukan Internet:
http://Wikipedia Indonesia/ Imam_Hambali.htm/ Imam Hambali/ diakses tanggal 13 Mei 2009 jam 12.00 WIB.
www.muslim.or.id/ imam-ahmad-bin-hanbal.pdf/ Imam Ahmad bin Hanbal/ diakses tanggal 13 Mei 2009 jam 13.00 WIB.
LAMPIRAN 1 Skema Sanad
LAMPIRAN II
Bahaya Kemunafikan Di Tengah Kita
Aidh Abdullah al-Qarni
1. Dusta
Menurut Ibnu Taimiyah: “Dusta merupakan salah satu rukun kekufuran,
Allah Swt. telah menyebut dalam al-Qur‟an mengenai nifak yang selalu diikuti
dengan kata dusta. Oleh itu, jika menyebutkan kata dusta, dia menyebutkan kata
nifak” Seperti dalam (Q.S Munâfiqûn/63:1)
Jika berdusta didorong canda atau keseriusan atau berdusta karena alasan
tertentu atau dalih untuk mengelak, maka ini bagian dari nifak.
“Celaka bagi orang yang berbincang-bincang, dia berdusta, karena ingin
mentertawakannya, celakalah ia..celakalah ia..” Hr Ahmad
2. Ingkar Janji
Berdasarkan hadis Nabi Saw. “jika berjanji mengingkari”. Siapa yang
telah berjanji dengan seseorang muslim dan jika mereka mengingkarinya
makanya mereka telah jatuh dalam kekotoran nifak. “Tidak ada iman bagi orang
yang tidak menunaikan amanat dan tidak ada agama pada orang yang tidak
menepati janji”. Hr Ahmad
Allah berfirman dalam (Q.S al-Baqarah/2:27) “mereka adalah orang-
orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya dan
membuat kerusakan di muka bumi mereka itulah orang-orang yang rugi”.
3. Melampau Batas Jika Berselisih
Berdasarkan hadis Nabi Saw. “jika berselisih, melewati batas”. Menurut para
ulama, siapa yang berselisih antara manusia kemudian melewati batas, maka
dipastikan dalam hatinya telah terjangkiti penyakit nifak.
4. Tidak Menepati Janji
Siapa pun yang tidak menepati janji tepat waktu dan tidak disiplin, maka
keduanya tanda nifak. Hal ini Nampak dalam ketidak disiplinan kaum muslimin
untuk menepati janji antara mereka. Siapa saja yang berjanji kepadamu dalam
jam, hari atau tempat lalu dia mengingkari janjinya tanpa ada halangan atau uzur,
maka ketahuilah dalam dirinya terdapat cabang nifak.
Salah seorang sosok shalih jika berjanji kepada saudaranya selalu berkata:
InsyaAllah, antara kita tidak ada janji, jika saya bisa, saya akan hadir, jika tidak
maka mohon maaf”.
5. Malas Dalam Beribadah
Dalam hari mereka ada was was syaitan karena syetan mau beranak pinak
dalam hati manusia. Jika munafik, mereka membebani kaki-kaki dengan rantai
sehingga berat ke mesjid. Maka waspadalah. Ini tidak berarti bahwa orang yang
melaksanakan shalat akan terhindar dari nifak. Mengingat kaum munafik dulu
juga melaksanakan shalat bersama rasul tapi shalat mereka dipenuhi kemalasan
dan kehampaan. Mereka tidak melakukannya dengan kekuatan dan hidup. Seperti
dalam (Q.S. an-Nisa‟:142).
وإرا قبمىا إىى اىصالح قبمىا مسبىى
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas”.
6. Riya‟ Dalam Beribadah
Tanda orang munafik adalah riya‟. Ia beramal dan berbicara demi
mengejar prestise di kalangan manusia. Semoga kita dibersihkan Allah dari unsur
riya‟ dan sum‟ah, mengingat keduanya merupakan penyakit yang berbahaya. Jika
seseorang terjangkiti maka amalannya akan rusak. Riya bisa merasuki apa saja,
seluruh ibadah, mulai dari memberi nafkah, shalat, zikir, puasa dan lain- lain.
“Yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirik kecil, para sahanbat
bertanya apakah itu, nabi menjawab riya‟.”Hr Ahmad.
يشاءون اىىبس وال يزمشون اىيه إال قييال
“Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah
mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (Q.S. an-Nisa‟:142).
7. Lalai Dalam Beribadah
Dalam al-Qur‟an (Q.S. an-Nisa‟:142) Allah menjelaskan bahwa mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Akan tetapi Allah tidak menyebut bahwa
mereka tidak menyebut Allah, tapi “mereka zikir, hanya saja zikirnya itu sangat
sedikit”. Mereka berzikir dan bertasbih, sedang lisan dan hatinya mati, tidak
semangat untuk berzikir. Maka bagi seorang muslim haruslah berbuat seperti
hadis Nabi Saw.:
ال يزاه ىسبول سطجب مه رمش اهلل
“Sentiasalah lisanmu subur dengan zikir kepada Allah.” Hr Ahmad
8. Tergesa-gesa Dalam Sembahyang
Mereka shalat dalam keadaan tergesa-gesa. Maka tidak ada tumakninah,
tertib, sedikit berzikir dalam shalat, gersangnya hati, tidak tertanamnya
keagungan, kehebatan dan kedudukan Allah dalam hatinya. Semua itu adalah
tanda-tanda munafik. Dalam hadi Nabi Saw. menyebut: “Hingga matahari
menguning, barulah ia bangkit dan shalat 4 rakaat secepat kilat, ia tidak berzikir
kpd Allah kecuali sedikit.” Hr muslim
9. Melecehkan Terhadap Sosok Para Saleh
Dalam kehidupan, kita akan temukan sosok-sosok munafik dalam berbagai
kesempatan yang disibukkan untuk mencemooh manusia-manusia shalih. Maka
terlontarlah istilah ayau sebutan ekstrimis, kaku dan lain- lainnya. Mereka sama
sekali tidak merenyuh untuk mengomentari perbuatan Yahudi dan Kristen, tidak
pula mencemooh Komunis atau orang-orang zindik, yang menyibukkan benaknya
dari pagi hingga pagi lagi, hanyalah untuk mempermalukan orang-orang soleh
yang taat beribadat kepada Allah.
10. Mempermainkan al-Qur‟an dan al-Sunnah
Allah berfirman:
ال تعتزسوا قذ مفشتم ثعذ إيمبونم ...قو أثبىيه وآيبته وسسىىه مىتم تستهزئىن
"Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman”. (Q.S al-Taubah: 55,56)
Ayat ini diturunkan kepada kaum munafik yang melaksanakan shalat,
puasa, berjihad bersama Rasulullah, tapi mereka berada di majlis Rasul dengan
dua wajah. Mereka berani berkata, “kami tidak temukan sosok seperti para
pembaca al-Qur‟an maksunya para sahabat yang sangat besar perutnya dan
sangat bodoh ketika bertemu”.
Maka Allah menurunkan ayat di atas bagi menyatakan kekufuran mereka.
membuka kebusukan dan keburukan mereka.
11. Berlindung Di Balik Sumpah
Perbuatan sumpah adalah merupakan penjaga atau pelindung buat mereka. Bagi
mereka sangat mudah untuk mengucapkan sumpah padahal mereka hanyalah
seorang penipu. Allah berfirman:
اتخزوا أيمبوهم جىخ فصذوا عه سجيو اىيه فيهم عزاة مهيه
“Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
halangi (manusia) dari jalan Allah; karena itu mereka mendapat azab yang
menghinakan”. (Q.S al-Mujadilah:16).
12. Terpaksa Dalam Berinfak
Mungkin saja dalam kehidupa, kita sering melihat sosok munafik yang
berinfak, bersedekah, menyumbangkan apa pun untuk membangun masjid dan
lain- lain. Akan tetapi mereka hanya berinfak karena dorongan lain, seperti
mengejar kemasyhuran, menyaingi teman, mencari prestise di kalangan
masyarakat.
13. Meremehkan Muslim dan Mengunggulkan Kafir
Di antara tanda munafik adalah mereka banyak mengeluh dan berkata:
“uhhh... orang kafir lebih kuat daripada orang Islam”. Atau, “mampu nggak ya
oran Islam mengalahkan musuh-musuh yang memiliki senjata-senjata mutakhir,
bom-bom nuklir dan bom atom? Pati nggak bisa deh”.
Umat Islam selalu berada dalam kondisi lemah, miskin dan tak ada
kekuatan, hal ini sentiasa dijadikan senjata kaum munafik untuk mematahkan
semangat orang Islam. Seringkali kita saksikan orang munafik dari Barat
menceritakan keagungan Negara mereka dan menjadi protipe kaum kafir dan
penjajah asing. Mereka melemahkan kaum muslimin dengan berbagai cara. Allah
berfirman:
إن يىصشمم اىيه فال غبىت ىنم
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan
kamu” (Q.S Ali Imran: 160)
14. Membesarkan Yang Kecil Dan Mengecilkan Yang Besar
Oran munafik biasanya sering membesar-besarkan kejadian. Jika terjadi
hal yang mudah dia mempersulitkan dan memperbesarkan, jika mendengar satu
orang mujahid terbunuh, komentarnya “saya mendengar 100 orang mujahid
terbunuh”. As-Sya‟bi berkata: “Jika kita buat 99 kebaikan maka dengan 1
kesalahan saja, dia dapat melupakan kita”. Allah berfirman:
ىئه ىم يىته اىمىبفقىن واىزيه في قيىثهم مشض واىمشجفىن في اىمذيىخ ىىغشيىل ثهم ثم ال يجبوسوول فيهب إال
قييال
“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di
Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi)
mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan
dalam waktu yang sebentar”. (Q.S al-Ahzab: 60).
15. Berpaling Dari Takdir
Ketika kaum muslimin berangkat ke medan Uhud, kaum munafik malah
mengompori, “jangan pergi dan jangan berperang. Duduklah bersama kami”.
Kaum muslimin tidak mengacuhkan ocehannya dan tetap pergi berperang. Di
antara kaum muslimin ada yang syahid fi sabilillah di medan perang. Kaum
munafik berkata: mereka nggak mau dengar nasihat dan wasiat kami, malah
mereka tidak mengacuhkan kami, andai saja mereka mendengarkan kami, niscaya
mereka tidak akan tebunuh”. Allah berfirman:
قتيىا قو فبدسءوا عه أوفسنم اىمىد إن مىتم صبدقيه اىزيه قبىىا ألخىاوهم وقعذوا ىى أطبعىوب مب قتيىا
“Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak
turut pergi berperang: "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak
terbunuh. Katakanlah: "Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-
orang yang benar." " (Q.S Ali Imran: 168)
Mereka berpendapat: “siapa pun yang mati, baik di rumah kaca atau
dengan pedang, sama saja. Yang ini mati dan yang itu juga mati”.
16. Mengumpat Orang-Orang Saleh
Setelah mereka bertemu dengan orang shaleh lalu mereka mengumpat,
mengejek, melecehkan kehormatan dengan ghibah sesama mereka.
سيقىمم ثأىسىخ حذاد أشحخ عيى اىخيش
“mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk
berbuat kebaikan”. (Q.S al-Ahzab:19)
17. Meninggalkan Sembahyang Berjemaah
mereka dilihat secara zahir adalah mempunyai kesihatan, kuat, banyak
waktu dan tidak ada syar‟i, lalu dia mendengaar azan akan tetapi tidak berangkat
ke masjid. Maka ketahuilah mereka adalah dalam golongan munafik.
“Tidak ada yg meninggalkan solat jemaah melainkan munafik yang telah
diketahui kenifakannya.” Hr muslim
18. Merusak Dengan Dalih Kebaikan
Dalam kehidupan, kita bisa lihat orang-orang senantiasa menebarkan
namimah di kalangan masyarakat, atau ia bersaksi dusta, atau saling membunuh
antara saudara dengan saudaranya, antara ayah dengan anaknya, menyebar
kekalutan. Ia laksana bara api yang membakar rumah-rumah dan menghancurkan
masyarakat.
Jika di tanya kenapa melakukan ini, maka di jawabnya bahwa demi Allah
mereka melakukannya demi kebaikan. Padahal mereka hanyalah menginginkan
kerusakan.
أال إوهم هم اىمفسذون وىنه ال يشعشون وإرا قيو ىهم ال تفسذوا في األسض قبىىا إومب وحه مصيحىن
“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”.(Q.S al-Baqarah:11-12)
19. Penampilan Luar Bertolak-Belakang Dengan Yang Tersembunyi
Dalam Hati
Secara lahiriah mereka membenarkan kerasulan Nabi Muhammad, namun
Allah mendustakan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
إرا جبءك اىمىبفقىن قبىىا وشهذ إول ىشسىه اىيه واىيه يعيم إول ىشسىىه واىيه يشهذ إن اىمىبفقيه ىنبرثىن
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta”.(Q.S al munafiqun: 1)
20. Maukan Kenikmatan Tapi Mental Pengecut
Kenikmatan dalam tabiat munafik hanya terfokus pada makan dan minum
saja, tiada niat untuk mentaat yaitu kenikmatan iman. Mereka sama sekali tidak
memikirkan dakwah Islam, menghancurkan kerusakan atau beramar makruf nahi
mungkar. Semuanya sirna dalam benak mereka. Akan tetapi mereka sangat takut
dengan ancaman atau bencana yang dating dari Allah. Ketika perang, gunung
berapi meletus, tanah runtuh dan sebagainya.
يحسجىن مو صيحخ عييهم
“mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka”.(Q.S al
munafiqun: 4)
21. Mengajukan Alasan Dusta
Dalam kitab-kitab sirah yang di ceritakan bahwa Jadd bin Qais ketika
Rasul bersabda kepadanya: “yuk keluar berjihad”..lalu mereka berkata, “Ya
rasul, saya ini pria yang rentan terkena fitnah saya mengkhawatirkan
pendengaran dan penglihatan saya”.
ومىهم مه يقىه ائزن ىي وال تفتىي أال في اىفتىخ سقطىا
“Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi
berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah."
Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah”. (Q.S al-Taubah: 49)
22. Memasyarakatkan Kemungkaran Dan Melarang Perbuatan Makruf
Mereka senantiasa mendukung kemungkaran dan menghalangi perbuatan
ma‟ruf. Mereka sangat gencar menebar perbuatan –perbuatan keji di kalangan
orang-orang beriman, misalnya aktif mensosialisasikan anti hijab bagi kaum
perempuan.
Mereka aktif memasyarakatkan nyanyian-nyanyian, majalah porno,
narkoba dan perbuatan mungkar lainnya. Otomatis setiap perkara makruf mereka
menjadi penghalang utama dan benteng penentang kebaikan. Karena mereka
menginginkan kebaikan semakin terpinggir, ilmu semakin sedikit dan
terbenamnya dakwah dalam hiruk pikuk budaya permisif mereka.
اىمىبفقىن واىمىبفقبد ثعضهم مه ثعض يأمشون ثبىمىنش ويىهىن عه اىمعشوف
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang
lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang
berbuat yang ma'ruf”. (Q.S al-Taubah: 67)
23. Pelit Karena Enggang Menyumbangkan Kebaikan
Orang-orang munafik sangat bakhil dalam hal-hal kebajikan. Mereka
menggenggam tangan mereka dan tidak mahu bersedekah atau menginfakkan
sebahagian harta mereka untuk kebaikan, padahal mereka orang yang mampu dan
cukup.
ويقجضىن أيذيهم وسىا اىيه فىسيهم إن اىمىبفقيه هم اىفبسقىن
“dan mereka menggenggamkan tangannya (berlaku kikir). Mereka telah lupa
kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S al-Taubah: 67)
24. Melupakan Allah Karena Sedikit Berzikir
Segala sesuatu berkaitan duniawi akan diingat selalu, kecuali Allah s.w.t.
Oleh sebab itu, mereka sentiasa ingat kepada keluarga, anak-anak, nyanyian-
nyanyian, bernafsu serakah dan segala sesuatu yang berhubung dengan duniawi
yang keterlaluan. Dalam fikiran dan batin mereka tidak pernah terlintas untuk
mengingati (zikir) kepada Allah s.w.t. kecuali sebagai penyamaran semata-mata.
استحىر عييهم اىشيطبن فأوسبهم رمش اىيه
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah”. (Q.S al-Mujadilah: 19)
25. Mendustakan Tawaran Allah
Firman Allah:
وإر يقىه اىمىبفقىن واىزيه في قيىثهم مشض مب وعذوب اىيه وسسىىه إال غشوسا
“dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit
dalam hatinya berkata :"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami
melainkan tipu daya." (Q.S al-Ahzab: 12)
Sebab turun ayat ini adalah ketika Rasul menggali parit dan menyatakan
tawaran untuk kisra dan kaisar, lalu orang munafik mencemoh dan
mentertawakannya.
26. Sibuk Memperindahkan Penampilan Luar Melupakan Hakikat Batin
Penenampilan luar mereka sangat menawan akan tetapi, batinya diliputi
mental khianat, perusak dan rapuh.
وإرا سأيتهم تعججل أجسبمهم وإن يقىىىا تسمع ىقىىهم مأوهم خشت مسىذح
“dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu
kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka
adalah seakan-akan kayu yang tersandar”. (Q.S al munafiqun: 4)
27. Agitatif Dan Congkak
Sosok yang selalu menampakkan dirinya bijaksana, paham, cendekia, alim,
murabbi dan kemas, padahal hakekatnya mereka tidak demikian.
وإن يقىىىا تسمع ىقىىهم
“dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka”.(Q.S al
munafiqun: 4)
28. Tidak Memahami Agama
Orang-orang munafik tidak sama sekali memahami perkara-perkara
agama. Dia tahu bagaimana mengenderai kereta dan mengerti perihal enjinnya.
Dia juga mengetahui hal-hal remeh-temeh dan pengetahuan yang tidak pernah
memberi manfaat kepadanya meskipun tidak mendatangkan mudarat baginya.
Akan tetapi apabila ditanyakan tentang persoalan agama mereka seringkali
mengelak atau tidak boleh menjawab.
وىنه اىمىبفقيه ال يفقهىن
“tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”. (Q.S al munafiqun: 7)
29. Malu Terhadap Manusia, Tidak Malu Dengan Allah Ketika
Bermaksiat
Orang munafik menganggap ringan perkara-perkara terhadap Allah s.w.t.
MenentangNya dengan melakukan pelbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara
sembunyi-sembunyi. Akan tetapi ketika dia berada di tengah-tengah manusia, dia
menunjukkan sebaliknya; berpura-pura taat kepada Allah. Mereka menganggap
remeh dengan penglihatan Allah, padahal Allah mengetahui segalanya.
يستخفىن مه اىىبس وال يستخفىن مه اىيه وهى معهم إر يجيتىن مب ال يشضى مه اىقىه ومبن اىيه ثمب يعميىن
محيطب
“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah,
padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan
keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi
(ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan”. (Q.S an-Nisa‟: 108)
30. Bergembira Ria Dengan Musibah Dan Merasa Sedih Dengan Rahmat
Yang Menimpa Kaum Muslimin
Firman Allah:
إن تصجل حسىخ تسؤهم وإن تصجل مصيجخ يقىىىا قذ أخزوب أمشوب مه قجو ويتىىىا وهم فشحىن
“Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya;
dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya
kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang)" dan
mereka berpaling dengan rasa gembira”.(Q.S al-Taubah: 50)
Orang munafik apabila mendengar berita bahawa seorang yang soleh
ditimpa musibah dia akan berasa gembira lalu menyebar luaskan berita tersebut
dengan perasaan gembira. "Hanya Allahlah tempat memohon pertolongan. Kami
telah mendengar bahawa si fulan telah ditimpa musibah begini dan begitu, semoga
Allah memberi kesabaran kepada dia dan kita."Padahal di dalam hatinya cukup
merasa senang dan bangga di atas penderitaan orang beriman tersebut."
top related