makalah pbl blok 29
Post on 01-Feb-2016
83 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Penurunan Kesadaran pada Ketoasidosis Diabetik
Antonius Jonathan
NIM 102011182
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta
Pendahuluan
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang di bawa ke Rumah Sakit oleh keluarga karena
tak sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan
muntah-muntah, namun tidak mau berobat ke dokter. Berdasarkan keterangan tersebut,
pertolongan pertama penatalaksanaan kegawat daruratan pada pasien yang datang dalam
keadaan tidak sadarkan diri harus kita lakukan. Tindakan yang dapat dilakukan dapat berupa
koreksi elektrolit pada pasien tersebut sehingga dapat kembali sadar. Dalam kasus ini, diduga
pasien mengalami koma ketoasidosis diabetikum.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan kejadian mayor, akut, yang dapat membahayakan
nyawa dan ini merupakan komplikasi yang muncul dari penyakit diabetes mellitus terutama tipe-
1, tetapi tidak jarang ditemukan juga pada pasien dengan diabetes mellitus tipe-2. kondisi ini
merupakan keadaan metabolik yang kompleks yang terjadi akibat hiperglikemia, ketoasidosis,
dan ketonuria.1 Karena diabetes mellitus yang tidak ditangani dengan baik akan makin
memburuk keadaannya dimana bisa terjadi suaatu keadaan dekompensasi metabolic yang parah
akibat kekurangan insulin yang disertai meningkatnya aktifitas hormon counter regulatory
seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone (GH). selain itu dalam hal ini kita
harus dapat membedakan dengan koma yang disebabkan oleh hal yang berbeda seperti koma
akibat hipoglikemia, hiperosmolar non ketotik, dan juga laktat asidosis. Penting bagi kita untuk
dapat menangani keadaan seperti ini dengan cepat serta tepat, oleh karena itu akan dibahas lebih
lanjut lagi dalam pembahasan berikut.
*Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Email: antoniussjoo@yahoo.com
1
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk dapat membantu mendiagnosa, pada tahap ini merupakan
tahapan awal dari berbagai macam tahapan. Selain anamnesis terdapat juga pemeriksaan fisik
yang dimana menjadi point penting. Dalam anamnesis keluhan utama merupakan bagian penting
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.2 Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting
untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan
yang menurut pasien paling penting. Anamnesis ini sebaiknya mencakup sebagian besar waktu
konsultasi. Anamnesis yang didapat harus dicatat dan disajikan dengan kata-kata pasien sendiri,
dan tidak boleh disamarkan dengan istilah medis. Jika tidak bisa didapatkan anamnesis yang je-
las dari pasien, maka anamnesis harus ditanyakan pada kerabat, teman, atau saksi lain. Dalam
hal ini yang ditanyakan adalah mengenai riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat kehami-
lan, riwayat kelahiran dan riwayat keluarga.2,3 Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap
pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.
Setelah menanyakan hal-hal mengenai keluhan utama dari pasien tersebut, kita harus bisa
menggali lebih dalam lagi mengenai gejala-gejala tersebut, apa yang menjadi pemicu dari gejala
tersebut. Apakah dahulu pernah mengalami hal yang serupa, apakah sudah diberikan tindakan
pengobatan.3 Hal ini sangat penting untuk memperkirakan hasil berdasarkan risiko-risiko yang
mungkin dapat terjadi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kita
baru dapat menegakkan diagnosis untuk pasien tersebut, walaupun kita tetap harus membuat
diagnosis banding untuk membuat diagnosis tersebut menjadi lebih akurat dan tepat.
Penanganan dari pasien ini harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis. Dalam kasus kegawat daruratan ini,
anamnesis harus dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga kita dapat menegakkan diagnosis
dengan baik.
Dalam kasus tersebut apabila kita menduga pasien mengalami koma akibat penyakit dia-
betes, anamnesis yang tipikal adalah pengidap diabetes tipe-1 yang mengalami polidipsia,
poliuria, polifagia, mual, muntah dan malaise selama beberapa hari. Riwayat penghentian
penggunaan insulin atau riwayat penyakit penyerta yang baru saja terjadi biasanya ditemukan
pada anamnesis.
2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan
penilaian kaedaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut
yang memerlukan pertolongan segera, ataukan pasien dalam keadaan yang relative stabil
sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.
Bila pasien dalam keadaan dehidrasi berat, misalnya harus dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital secara cepat dan kemudian diberikan diberikan pertolongan awal dengan cairan infus
Demikian pula pasien yang dalam keadaan status konvlusivus harus dibrantas dulu kejangnya,
kemudian setelah pasien tenang dan stabil pemeriksaan sistematis yang terinci baru dilakukan.
Kadaan umum pasien merupakan hal yang pertama kali kita lihat dan kita nilai. Setelah itu kita
lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu, pernapasan, nadi, dan tekanan darah.3
Tanda-tanda vital pasien KAD seringkali tidak normal. Takikardia,
misalnya yang paling sering ditemukan. Seiring meningkatnya defisit cairan,
hipotensi ortostatik akan cukup sering terjadi. Peningkatan suhu tubuh
jarang disebabkan oleh KAD secara langsung. Bila terjadi, infeksi lebih sering
mendasarinya. Selain hipertermia, hipotermia juga sering dihubungkan
dengan infeksi pada pasien KAD. Gangguan metabolik akan menyebabkan
asidemia, sehingga sistem pernapasan akan terangsang untuk
mengkompensasi keadaan asam tersebut. Upaya kompensasi dapat dilihat
dari meningkatnya frekuensi dan kedalaman napas (pernapasan Kussmaul).
Napas pasien dapat berbau fruity yang khas, menandakan telah terjadi
ketosis sistemik. Dehidrasi yang progresif akan menyebabkan gangguan
status mental bahkan koma.4,5
Tanda-tanda adanya infeksi harus dengan teliti diperiksa pada semua
pasien DM, terutama pada kaki, traktus urogenital dan area rektal utamanya
pada pasien lansia, penurunan fungsi imun dan pasien DM yang mengalami
obesitas.5
Pemeriksaan Penunjang
Kalium merupakan nilai laboratorium terpenting untuk menentukan KAD. Terdapat
deplesi kalium tubuh total akibat pengeluaran lewat urin dan muntah. Defisit rata-rata adalah
sekitar 3-5 mEq/Kg berat badan. Akan tetapi, pada keadaan asidosis metabolik nilai kalium yang
3
dapat diperoleh pada saat awal dapat mmeberikan hasil yang normal atau meningkat akibat
pergeseran ekstrasel. Untuk kenaikan nilai pH sebesar 0.1, kadar K+ akan menurun sebesar 0.6.4,6
Terdapat defisit natrium total akibat pengeluaran lewat urin. Dapat juga terjadi
pseudohiponatremia karena glukosa menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga mendilusi
kadar konsentrasi natrium dalam serum. untuk mengetahui nilai sesungguhnya (Na terkoreksi),
tambahkan kadar natrium sebesar 1.6 untuk setiap peningkatan glukosa 100 mg/dL di atas nilai
normal. Dengan cara penghitungan Na terkoreksi = Na serum + (1.6 [glukosa serum-100]/100).6
Terdapat deplesi total di tubuh karen fosfor serum mengikuti kalium ke dalam urin.
Sebagai komponen ATP dan 2.3 DPG, defisiensi fosfor yang berat akan mempengaruhi
pernapasan, kontraktilitas miokard, dan oksigenasi jaringan. berikan penanganan pada kadar
dibawah 1.0. Tidak terdapat bukti mengenai manfaat dari suplementasi yang rutin diberikan.6
Azotemia prerenal yang terjadi akibat dehidrasi daat dijumpai pada sebagian besar kasus.
Insufisiensi ginjal yang menjadi penyebab umumnya terjadi akibat nefropati diabetik. Pada
keadaan KAD, kadar kreatinin serum dapat meningkat secara semu akrena keton dapat
mengganggu hasil analisis laboratorium.6
Suatu pemeriksaan gas darah awal dianjurkan pada KAD berderajat sedang sehingga berat
untuk menentukan derajat asidosis metabolik dan kompensasi respiratorik. Pada pasien dengan
KAD, pH darah vena tidak berbeda secara bermanka dengan pH darah arteri dan pemeriksaan
ini menjadi pemeriksaan alternatif yang beralasan, terutama jika berbagai pemeriksaan harus
dilakukan.6
Pemeriksaan hitung darah lengkap (Complete Blood Count/CBC) merupakan pemeriksaan
standar. Leukositosis umum dijumpai, yang sering mencapai kadar >15.000-20.000 meskipun
tanpa infeksi, sehingga membuat peningkatan neutrofil batang dalam darah menjadi petunjuk
terbaik untuk infeksi.1 Nilai hematokrit dapat meningkat akibat hemokonsentrasi karena
dehidrasi berkepanjangan.6
Urinalisis menjadi keharusan. Pada kasus KAD dapat ditemukan peningkatan kadar
glukosa dan ditemukannya benda keton dalam urin.1 Selain itu periksalah apakah ada infeksi
pada saluran kemih, karena ini merupakan salah satu faktor pencetus KAD. Sedangkan untuk
pasien wanita dengan usa subur penting bagi kita untuk melakukan uji kehamilan.
4
EKG harus diperiksa untuk mencari adanya tanda-tanda faktor pencetus (mis.,
iskemia/infark). Carilah bukti EKG akan adanya hipokalemia atau hiperkalemia.6 Sedangkan
pemeriksaan rontgen dada harus dilakukan untuk mencari adanya tanda-tanda pneumonia atau
gagal jantung kongestif.
Diagnosis Kerja
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akut, mayor, dan merupakan komplikasi
yang membahayakan nyawa akibat diabetes.6 KAD biasanya menyerang pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe-1, tetapi tidak jarang ditemukan juga kasus pada pasien diabetes mellitus
tipe-2.
KAD merupakan keadaan absolut atau relatif dari defisiensi insulin yang kemudian
diperburuk dengan kondisi hiperglikemia, dehidrasi, dan asidosis yang muncul dari hasil
metabolisme. penyebab paling umum adalah infeksi yang mendasari, gangguan pengobatan
insulin dan onset baru diabetes.7 KAD didefinisikan sebagai keadaan akut yang parah dari
diabetes yang tidak terkontrol dengan ketoasidosis yang memerlukan penanganan gawat darurat
dengan insulin dan pemberian cairan intravena.
KAD merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan konsentrasi serum keton yang lebih
besar dari 5 mEq/L, glukosa darah lebih besar dari 250 mg/dL, pH darah kurang dari 7.3,
terdapat ketonemia dan ketonuria yang merupakan ciri khas, selain itu dipatkan juga
pemeriksaan serum bikarbonat dengan level kurang dari 18 mEq/L atau pada keadaan parah
ditemukan kondisi serum bikarbonat kurang dari 5 mEq/L. Perubahan biokimia tersebut
berhubungan dengan peningkatan anion gap, peningkatan osmolaritas dan peningkatan serum
asam urat.6
Diagnosis Banding
1. Hiperosmolar non Ketotik
Sindrom hipeosmolar non ketotik (Nonketotic Hyperosmolar Syndrom/NKHS)
terdiri atas hiperglikemia, hiperosmolaritas, dehidrasi berat dan perubahan status mental
5
tanpa ketosis atau asidosis yang bermakna.6
NKHS biasanya terjadi pada lansia pengidap diabetes tipe II; meskipun sekitar
separuh pasien tidak memiliki riwayat diabetes sebelumnya. Sindrom tersebut juga dapat
terjadi pada anak-anak (jarang) dan pengidap non diabetik pada keadaan khusus.
Skenario yang klasik adalah seorang lansia pengidap diabetes tipe II yang mengalami
peristiwa yang menimbulkan stres. Seperti pada KAD, mekanisme penyebab NKHS
adalah defisiensi relatif insulin pada keadaan meningkatnya hormon stres/hormon
antagonis.6 Berbeda dengan KAD, kadar insulin iasanya memadai untuk mencegah
ketoasidosis yang bermakna. Akibatnya adalah hiperglikemia berat, diuresis osmotik,
dehidrasi berat, dan deplesi elektrolit.
Terdapat empat kriteria dasar : (1) hiperglikemia yang nyata (>600 mg/dl, sering kali
>1000 mg/dl); (2) hiperosmolaritas (>320 mosm/L); (3) pH >7,3 (dapat asidosis akibat
adanya penyakit penyerta; sepsis; asidosis laktat); (4) tanpa atau dengan sedikit ketosis.6
Poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan sering timbul
berhari-hari hingga berminggu-minggu sebelum timbulnya manisfestasi klinis yang
sesungguhnya.7 Rata-rata rentang waktu timbulnya gejala adalah 12 hari pada NKHS dan
3 hari pada KAD. Tanda dan gejala dapat dijumpai; penurunan turgor kulit dan
penurunan pengeluaran keringat, kekeringan membran mukosa, takikardia, dan pada
stadium lanjut, ortostasis, hipotensi dan syok. Rata-rata defisit cairan pada NKHS adalah
8-12 liter dan sekitar 6 liter pada KAD
Curah urin (urine output/UOP) bukan merupakan indikator yang baik untuk status
hidrasi pada NKHS karena diuresis osmotik tetap mempertahankan nilai curah urin
meskipun dehidrasi yang timbul sangat parah. Tanda dan gejala neurologik biasanya
dijumpai dan berkorelasi dengan peningkatan osmolaritas. Status mental dapat bervariasi
dari rasa kantuk (drowsiness) ringan hingga letargi dan koma yang sebenarnya. Defisit
neurologik fokal sering dijumpai yang mencakup hemiparesis, hemianopsia, ganguan
saraf kranial, afasia dan disfagia, dan kejang fokal. Kejang fokal paling baik ditangani
dengan benzodiazepin.6
2. Alkoholik ketoasidosis
Ketoasidosis alkoholik (alcoholic ketoasidosi/AKA) merupakan suatu sindrom
ketoasidosis kesenjangan anion, dehidrasi, mual, muntah, kelemahan dan umumnya,
nyeri abdomen yang terjadi dalam waktu 12-72 jam setelah suatu episode konsumsi
alkohol dalam jumlah yang sangat besar dengan pemberhentian mendadak.1,6 Keadaan ini 6
terjadi pada pecandu alkohol dengan malnutrisi kronik. Mekanisme peningkatan
produksi keton serupa dengan ketosis akibat kelaparan. Dua faktor dapat berperan
menimbulkan keadaan tersebut: (1) penurunan asupan makanan yang terjadi karena pola
minum yang berlebihan, patologi abdominal yang menjadi penyebab (gastritis, penyakit
ulkus peptikum, pankreatitis) atau infeksi penyerta; (2) penurunan simpanan glikogen
hati yang terjadi akibat alkoholisme kronik. Akibat akhirnya adalah mobilisasi asam
lemak bebas untuk produksi keton.6
Pada AKA, keton yang predominan adalah beta-hidroksibutirat. Alkohol
menyebabkan suatu peningkatan rasio NAD/NADH intraselular yang menyebabkan
kecenderungan produksi beta-hidroksibutirat.6 Rasio beta-hidroksibutirat terhadap
asetoasetat pada AKA adalah sekitar 12:1. Sebaliknya, rasio tersebut adalah 3:1 pada
KAD.
AKA mungkin tidak terdiagnosis. Mual, muntah, nyeri abdomen dan dehidrasi,
semuanya seringdijumpai dan merupakan manifestasi klinis yang tidak spesifik untuk
penyalahgunaan alkohol kronik, yang mempersulit penegakan diagnosis AKA. Selain itu,
istilah AKA sering disalah artikan. AKA sering tidak mencakup alkohol, keton, atau
asidosis. Kadar alkohol serum biasanya rendah atau tidak terdeteksi, karena pasien telah
berhenti minum 12 hingga 72 jam sebelumnya. Keton sering tidak terdeteksi pada
pemeriksaan awal untuk ketonemia atau ketonuria, karena beta-hidroksibutirat bersifat
non reaktif dengan pemeriksaan keton. Namun, keton pasca hidrasi akan ditemukan
karena beta-hidroksibutirat diubat menjadi asetoasetat yang bersifat reaktif. Alkalemia
dapat lebih sering ditemukan dibanding asidemia. Ketoalkalosis merupakan suatu
temuan yang umum pada AKA dan terjadi akibat muntah dan dehidrasi yang, masing-
masing menyebabkan alkalosis metabolik dan alkalosis kontraksi.6
Gejala yang sering ditemukan dapat berupa mual dan muntah yang sering kali hebat.
Nyeri abdomen umum terjadi dan biasanya difus dan tidak spesifik.1 Seperti pada KAD,
nyeri abdomen sering kali jinak, tanpa penyebab yang jelas, dan biasanya membaik
begitu ketosis membaik. Akan tetapi, kemungkinan gangguan patologis yang lebih serius
dan umum dijumpai pada pecandu alkohol, seperti gastritis, PUD pankreatitis, hepatitis
alkoholik, dan peritonitis subakut, harus disingkirkan. Penyakit yang memperlukan
pembedahan, seperti apendisitis dan kolesistitis akut, juga harus dipertimbangkan.6
7
Manifestasi klinis dehidrasi sering timbul, dan mencakup kekeringan membran
mukosa, kulit kering dengan penurunan tugor, rasa haus yang bertambah, takikardia,
penurunan curah urin, dan pada tahap lanjutan, hipotensi.6
Takipnea dengan atau pernapasan Kussmaul dapat ditemukan pada keadaan asidosis
metabolik yang bermakna. Kelemahan umum dan rasa kantuk merupakan temuan yang
umum.6 Perubahan status mental yang sesungguhnya memerlukan pencarian yang
seksama untuk keadaan lain.
3. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan akut pankreas, yang diikuti oleh
terjadinya kaskade imunologis kompleks yang mempengaruhi patogenesis maupun
perjalanan penyakit. Aktivitas dini enzim dalam sel asinar pankreas merupakan inisiasi
terjadinya autodigesti pankreas. Progresi penyakit kan melalui 3 fase yaitu fase inflamasi
lokal pankreas, respon inflamasi umum, dan disfungsi multiorgan. Perjalanan penyakit
pankreatitis akut sangat bervariasi dari ringan (80%) sampai yang berat (20%).8
Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestifnya
sendiri. Enzim pankreas (enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase,
elastase) dan fosfolipase A) diseintesis sebagai zimogen inaktif dan diaktivasi dengan
pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Sedangkan enzim pankreas lainnya (amilase
dan lipase) disintesis dalam bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga
terisolasi oleh membran fosfolipid dalam sel asini. Aktivitas enzim dicegah oleh inhibitor
dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum. Aktivitas enzim dalam pankreas
antara lain dicetuskan oleh adanya reflusk isi duodenum, refluks cairan empedu, aktivasi
sistem komplemen, stimulasi dan sekresi enzim berlebih.8
Patofisiologi pankreatitis akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase intrasinar, fase
inflamasi lokal, dan fase infalamasi sistemik. Pada sebagian besar kasus, proses
inflamasi terbatas di dalam pankreas, kemudian membaik sembuh dala beberapa hari.
Pada sekitar 20% kasus, penykit berkembang lebih serius, dan terjadi komplikasi.8
Komplikasi yang terjadi dapat lokal (infeksi pada pankreas yang nekrosis, pembentukan
pseudokista), atau sistemik (sepsis, acute respiratory distress syndrom/ARDS). Kunci
8
patofisiologi pankreatitis akut adalah aktivitas dini enzim digestif pankreas (teori
autoaktivasi tripsinogen).
Rasa nyeri, dengan karakteristik: timbul tiba-tiba di epigastrium (tersering), kadang
agak ke kiri atau kanan atau menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah, atau
timbul terus menerus, makin bertambah dan berhari-hari.8 Bisa disertai mual-muntah
serta demam, kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular, rejatan dan gangguan
pernapasan. Pada setiap pasien dengan nyeri perut bagian atas yang hebat timbul tiba-
tiba, perlu dipikirkan kemungkinan pankreatitis akut. Peningkatan amilase atau lipase
serum merupakan kunci diagnosis. Peningkatan amilase mencapai maksimal dalam 24-
36 jam, kemudian menurun dalam 48-72 jam. Peningkatan lipase berlangsung lebih lama
yakni 5-10 hari.
USG dapat menunjukkan pembengkakan pankreas setempat atau difus dengan
ekhoparenkim yang berkurang, pseudokista di dalam atau diluar pankreas. Batu di
kandung empedu dan duktus menjadi indikasi untuk ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography) dini dan sfringterotomi. Namun pada USG pankreas sukar
dilihat dengan baik karena adanya gas dalam usus (meteorisme) ileus paralitik, atau
adanya obesitas. Pada sebagian (33%) pankreatitis, USG pankreas masih normal. CT
scan penting untuk mendeteksi penyulit seperti nekrosis, pengumpulan cairan di dalam/
di luar pankreas, pseudokista, pembentukan flegmon, abses dan lain-lain. Pemantauan
pasien dengan CT scan secara serial dapat berguna bila terdapat kecurigaan timbulnya
penyulit seperti diatas.8
4. Koma Asidosis Laktat
Asidosis laktik ditandai dengan akumulasi berlebihan asam laktat di
darah. Normalnya, sumber utama asam laktat adalah eritrosit (yang
tidak memiliki enzim untuk oksidasi aerobik), otot rangka, kulit, dan
otak. Konversi asam laktat menjadi glukosa (glukoneogenesis) dan
proses oksidasinya dilakukan oleh hati. Akumulasi disebabkan oleh
produksi asam laktat berlebihan (hipoksia jaringan), gangguan
eliminasi (gagal hati), atau keduanya (kegagalan sirkulasi). Asidosis
laktat tidak jarang ditemukan pada pasien sakit berat karena
dekompensasi kordis, kegagalan napas, kegagalan hati, septikemia,
9
atau infark pada usus atau ekstremitas.9
Gambaran klinis utama asidosis laktat adalah hiperventilasi. Terjadi
asidosis metabolik berat yang ditandai oleh pH rendah (<7,3),
rendahnya bikarbonat (<15 mEq/L). Benda keton biasanya tidak
ditemukan pada darah maupun urin. Penanda pertama bisa jadi adalah
tingginya anion gap :>15 mEq/L (Natrium dikurangi jumlah klorida dan
bikarbonat; normal tidak lebih dari 15 mEq/L). Bila tingginya anion gap
ini bukan karena KAD, asam inorganik (uremia), atau kelebihan anion
dari overdosis obat (salisilat, metil-alkohol, etilene-glikol) maka
asidosis laktat bisa dijadikan diagnosis.9
Etiologi
Skenario yang paling umum untuk ketoasidosis diabetik (KAD) yang mendasari atau
infeksi bersamaan (40%), tidak dilakukannya atau terganggunya perawatan insulin (25%), dan
yang baru didiagnosa, sebelumnya pasien tidak mengetahui menderita diabetes (15%). Penyebab
terkait lainnya membentuk sekitar 20% dalam berbagai skenario.1
Penyebab KAD pada diabetes mellitus tipe 1 adalah sebagai berikut:1
1. Pada 25% pasien, KAD hadir pada diagnosis diabetes tipe 1 karena kekurangan insulin
akut (terjadi pada 25% pasien)
2. Kurangnya kepatuan dalam penggunan insulin karena kelalaian suntikan insulin, hal ini
dapat disebabkan karena kurangnya pendidikan pasien/ wali atau sebagai akibat dari stres
psikologis, terutama pada remaja
3. Dosis insulin di hilangkan, dilupakan, atau tidak dilakukan karena sakit, muntah atau
asupan alkohol berlebih
4. Infeksi bakteri dan penyakit penyerta (misalnya infeksi saluran kemih [ISK])
5. Klebsiella pneumoniae (penyebab utama infeksi bakteri pencetus KAD)
6. Idiopatik (tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi)
7. Insulin infus kateter penyumbatan
8. Kegagalan mekanis dari insulin infusion pump
Penyebab KAD pada diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:1
1. Penyakit penyerta (misalnya, infark miokard, pneumonia, prostatitis, ISK)
2. Obat (misalnya, kortikosteroid, pentamidin, clozapine)
KAD juga terjadi pada wanita hamil, baik yang sudah menderita diabetes atau diabetes
yang didiagnosis selama kehamilan atau yang disebut dengan diabetes gestasional. Perubahan
fisiologis yang unik untuk kehamilan memberikan latar belakang untuk pengembangan KAD. 10
KAD pada kehamilan adalah keadaan darurat medis, sebagai ibu dan janin beresiko untuk
morbiditas dan mortalitas.1
Epidemiologi
Di negara maju dengan saran yang lengkap, angkat kematian ketoasidosis diabetik (KAD)
berkisar 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana pasien usia lanjut angka kematian
mencapai 25-50%. Di antara orang-orang dengan diabetes tipe-1, KAD jauh lebih umum pada
anak-anak dan remaja daripada pada orang dewasa muda. KAD cenderung terjadi pada individu
yang lebih muda dari 19 tahun, tetapi dapat terjadi pada pasien dengan diabetes pada usia berapa
pun.10
Angka kematian lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD usia muda,
umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan tepat dan rasional, serta memadai
sesuai dengan dasar patofisiologinya. pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian
lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya. KAD terjadi terutama pada pasien dengan
diabetes tipe-1. Insiden ini kira-kira 2 episode per 100 tahun penderita diabetes, dengan sekitar
3% dari pasien dengan diabetes tipe-1 awalnya menyajikan dengan KAD. Hal ini dapat terjadi
pada pasien dengan diabetes tipe-2 juga, namun jarang terjadi.10
Faktor Pencetus
Faktor pencetus KAD mencakup: defisiensi insulin, infeksi, iskemia/infark (kardiak dan
SSP), bayi (kehamilan), dan cedera (trauma). Karena itu, ketersediaan insulin yang tidak
adekuat, peningkatan stress fisiologis, atau kombinasi kedua hal tersebut dapat menyebabkan
KAD. Penyebab tersering KAD pada penderita diabetes mellitus tipe-1 adalah akibat
penggunaan insulin yang tidak adekuat, sedangkan infeksi merupakan penyebab kedua dalam
hal itu. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard
akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis
insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.6
Mengurangi atau menghentikan dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya
KAD. Data seri kasus KAD tahun 1998-1999 di RS Dr Cipto Mangunkusumo menunjukkan 5%
kasus menyuntik dosis insulin kurang. Musey et al melaporkan 56 kasus KAD negro Amerika
yang tinggal di daerah perkotaan. Diantara 56 kasus tersebut, 75% telah diketahui DM 11
sebelumnya dan 67% faktor pencetusnya adalah menghentikan dosis insulin. Adapun alasannya
adalah sebagai berikut: 50% tidak mempunyai uang untuk membeli, 21% nafsu makan menurun,
14% masalah psikologis, 14% tidak paham mengatasi masa-masa sakit akut.10
Patofisiologi
Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dicetuskan oleh setiap gangguan pada pasien diabetes
yang mengubah secara drastis keseimbangan antara insulin dan hormon antagonisnya. Hormon
antagonisnya mencakup glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan dan kortisol. Dari hormon-
hormon tersebut, glukagon merupakan yang paling berpengaruh dan kadarnya meningkat empat
sampai lima kali pada ketoasidosis diabetik.7 Hormon-hormon tersebut meningkatkan
glukoneogenesis dan lipolisis sambil menghambat penggunaan glukosa perifer. Insulin
menghambat glukoneogenesis dan lipolisis sambil meningkatkan penggunaan glukosa perifer.
Ketidakseimbangan hormonal antara insulin dan hormon antagonisnya menimbulkan
hiperglikemia dan menyebabkan asidosis melalui ketogenesis. Keadaan hiperglikemia sangat
bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD.6 Adapun gejala dan tanda klinis KAD
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama
epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis
meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Benda keton utama ialah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB);
dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda
keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh
masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.10
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam laktat bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta
mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel.10
Resistensi insulin juga berperan dalam meperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatknya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,
12
hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas
insulin.6
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi
yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin
dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata
pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan
metabolisme lemak dan karbohidrat.6,10
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam
patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan
malonylCoA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat carnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2)
yang bekerja pada transfer asam lemak bebas kedalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.10
Pada pasien DM tipe-1, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila
kadar insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan
reaksi kebalikan respon insulin pada sel-sel lemak dan hati. Konsentrasi epinefrin dan kortisol
darah meningkat pada KAD.7 Hormon pertumbuhan (GH) pada awal terapi konsentrasinya
kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stres
sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimuli pembentukan
benda-benda keton, glukoneogenesis serta potensial seabagai pencetus KAD. Sekali proses KAD
terjadi maka akan terjadi stres yang berkepanjangan.6
Asidosis terjadi akibat peningkatan lipolisis, yang menimbulkan peningkatan kadar asam
lemak bebas, yaitu substrat untuk pembentukan keton. Peningkatan keton menyebabkan asidosis
dengan kesenjangan anion (anion gap). Dehidrasi dan deplesi elektrolit merupakan akibat
diuresis osmotik yang disebabkan oleh hiperglikemi. Ketika kapasitas ginjal untuk mereabsorbsi
glukosa terlampaui, kelebihan glukosa di tubulus renalis akan dikeluarkan sambil mengeluarkan
air, natrium, kalium, magnesium, kalsium, dan fosfor.10
Gejala Klinik
Indikator dehidrasi dapat dijumpai dan mencakup poliuria, polidipsia, penurunan berat
badan, kekeringan membran mukosa, skin tenting, mata cekung, ubun-ubun cekung (pada pasien
anak), takikardia dan pada tahap lanjut, hipotensi dan penurunan produksi urin. Derajat
kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan
13
koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain
(misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).1,6
Indikator asidosis metabolik mencakup takipnea, pernapasan kussmaul (hiperpnea), sensai
napas pendek dan bau napas seperti bau napas yang manis seperti buah. Mual dan muntah sering
kali parah dan menimbulkan dehidrasi dan hipokalsemia. Nyeri abdomen terjadi pada sekitar
30% pasien, terutama pada anak-anak. Penyebabnya tidak jelas tetapi tampaknya disebabkan
oleh peregangan lambung atau peregangan simpai hati dan membaik dengan pengobatan. Pada
orang dewasa dengan KAD, nyeri abdomen pada KAD diduga hal itu berhubungan dengan
gastroparesis-dilatasi lambung.6
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Di RS Dr Cipto Mangunkusumo
Jakarta, fator pencetus infeksi didapatkan sekitar 80%. Infeksi yang sering ditemukan ialah
infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan
pasien tak mengalami demam. Bila dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan
kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, diverkulitis, atau perforasi usus. Bila
ternyata pasien tidak menunjukan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu
dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).6,10
Penatalaksanaan di UGD
Penatalaksanaan KAD dapat dibagi menjadi empat komponen dasar: rehidrasi,
penggantian kalium, pemberian insulin dan pencarian secara cermat dan penatalaksanaan faktor
pencetus akut atau penyaki penyebab.6
1. Rehidrasi
Penggantian cairan merupakan terapi yang terpenting dan paling efektif untuk KAD.
Pemberian cairan memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hiperglikemia secara bersamaan.
Rata-rata defisit cairan yang terjadi adalah 5-10 liter. Untuk mengganti volume
intravaskular gunakan larutan NaCl 0.9%. Satu sampai dua liter pertama larutan tersebut
harus diberikan dengan kecepatan 30-60 menit/L. Penambahan cairan tersebut dapat
diperlakukan, bergantung pada derajat dehidrasi dan stabilitas hemodinamik.4,6
Begitu volume intravaskular telah pulih, ganti dengan NaCl 0.45% untuk cairan
rumatan biasanya berkisar 150-200 ml/jam. Pemberian hidrasi yang berlebihan dalam
waktu yang cepat harus dihindari. Komplikasinya mencakup penurunan mendadak kadar
14
K+ jika suplementasi awal tidak diberikan, kelebihan cairan pada pasien dengan penyakit
jantung atau ginjal yang bermakna, dan edema otak (terutama pada anak).6
2. Penggantian Kalium
Pada KAD kita harus waspada akan hipokalemia yang dapat mengancam nyawa
begitu pemberian insulin dimulai. Penurunan ini terjadi karena K+ kembali masuk ke
dalam sel dan karena pembuangan lewat urin meningkat akibat eksresi ginjal yang
kembali menajdi normal.4 Pantau kadar kalium setiap jam selama beberapa jam pertama.
Pemeriksaan EKG awal adalah sebuah pemeriksaan yang cepat dan bermanfaat dalam
memberitahukan kadar K+ sebelum hasil lab diperoleh.6
Suplementasi kalium harus dimulai begitu kadar kalium berada dalam paruh atas
rentang nilai normal dan pasien mulai bekemih. Penggantian kalium oral, jika pasien
dapat menoleransinya, sama efektif dan sama amannya dibanding pemberian intravena.
Kalium dapat diberikan secara intravena dalam kadar sebesar 20-40 mEq/L dengan
kecepatan 10 mEq/jam pada hipokalemia berat dapat ditingkatkan menjadi 15-20
mEq/jam.6,7
3. Pemberian Insulin
Pemberian insulin bukanlah hal pertama yang dibutuhkan pasien KAD dan dapat
menimbulkan kematian pada keadaan yang disertai hipokalemia. Sebaiknya menunggu
hasil kadar kalium sebelum memberikan insulin. Terapi dengan insulin dosis rendah
mempunyai efektivitas yang sama dengan terapi insulin bersosis tinggi dan mempunyai
komplikasi yang lebih sedikit (mis., hipokalemia, hipoglikemia). Pemberian bolus insulin
yang sering dilakukan tidak lagi dianjurkan karena hal tesebut akan meningkatkan risiko
tanpa menambah keuntungan.6
Waktu paruh insulin adalah 3-10 menit, karena itu infus secara kontinu
menghasilkan kadar yang mantap, dapat dipercaya, dan mudah dititrasi. Penatalaksanaan
pilihan adalah infus kontinu dengan dosis 5-10 U/jam atau tetesan infus dengan 0.1
U/Kg/jam. Sebelum memulai pemberian tetesan infus, selang infus perlu dibilas terlebih
dahulu dengan larutan yang mengandung 50 ml insulin karena insulin dapat menempel
pada selang tersebut.6,7
Begitu kadar glukosa serum ≤300, gantilah cairan dengan larutan yang mengandung
15
glukosa. Laju optimal penurunan kadar glukosa adalah 100 mg/dl/jam sambil menjaga
agar kadar glukosa tetap diatas 250 mg/dl selama 5 jam pertama pengobatan.6
Infus insulin harus dilanjutkan sampai asidosis dengan anion gap (AG) terkoreksi.4
Hal yang perlu diingat adalah bahwa tujuan terapi bukan euglikemia, melainkan
normalisasi asidosis dengan AG. Selain itu, AG dapat terkoreksi saat kadar bikarbonat
serum tetap rendah. Hal ni biasanya terjadi akibat asidosis metabolik hiperkloremik
dengan kesenjangan nonunion (nonunion gap), yang dapat menetap setelah hidrasi yang
berlebihan dengan NaCl 0.9%. Begitu AG berkurang, dan pasien mengalami perbaikan
klinis dan mampu menoleransi pemberian per oral, pemberian tetesan insulin dapat
dihentikan. Dosis reguler insulin subkutan perlu diberikan 30 menit sebelum
menghentikan tetesan insulin untuk mencegah timbulnya kembali hiperglikemia dan
asidosis.6,7,10
4. Pencarian/Penatalaksanaan untuk Faktor Pencetus Akut
Infeksi lebih sering terjadi pada pengidap diabetes dan gambaran klinisnya sering
tersamarkan pada KAD. Indikator yang tipikal berupa infeksi, demam dan leukositosis,
tidak dapat dipercaya pada KAD. Untuk sebab yang belum diketahui dengan jelas,
pasien KAD umumnya tidak mengalami demam, bahkan hiponatremia ringan sering
dijumpai. Leukositosis juga sering dijumpai pada KAD akibat dermarginasi ’stress’.
Peningkatan neutrofil batang dalam darah lebih spesifik untuk infeksi. Kedaruratan
infeksi pada diabetes perlu disingkirkan; fasitis nekrotikan, osteomielitis, gangren
Fournier, otitis eksterna maligna, mukormikosis rhinoserebral, pielonefritis emfisematosa
dan kolesistitis emfisematosa.6,10
Pengidap diabetes berisiko tinggi mengalami gangguan jantung dini, yang dapat
mencetuskan terjadinya KAD. Infark atau iskemia miokard sering tersamarkan pada
orang dewasa dengna KAD. Nyeri dapat bersifat atipikal atau tidak dijumpai pada
keadaan diabetes akibat neuropati yag terkait dengan diabetes (infark miokard
tersembunyi). Semua pasien wanita usia subur harus menjalani uji saring untuk
kehamilan. Karena angka mortalitas janin dapat mencapai 50-90% setelah suatu episode
tunggal KAD.6
Dalam penanganan kasus ketoasidosis diabetik (KAD) kita perlu memperhatikan beberapa
elektrolit yang kita gunakan dalam rehidrasi, yaitu:10
16
1. Kalium
Pada awal KAD biasanya konsentarsi ion K+ serum meningkat. Hiperkalemia yang
fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat.
Bila pada elektokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan
insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut. Yang perlu menjadi
perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion
kalium terutam terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K+ bergerak keluar sel dan
selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K+ yang terjadi selama KAD
diperkirakan mencapai 3-5 mEq/KgBB. Selama terapi KAD ion K+ kembali ke dalam sel.
Untuk mengantisipasi masuknya ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan konsentrasi
K+ serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada paseian tanpa gagal ginjal
serta tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram,
pemberian kalium psegera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.10
2. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan
turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi
glukosa sekitas 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosan mencapai <200 mg% maka
dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi
KAD bukan untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan
ketogenesis.10
3. Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan
pemberian bikarbonat adalah: (1) Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang
dilepas oleh bikarbonat, (2) Efek negatif pada dissosiasi oksigen dijaringan, (3)
Hipertonis dan kelebihan natrium, (4) Meningkatkan insidens hipokalemi, (5) Gangguan
fungsi serebral, (6) Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton. Saat ini
bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi
asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian
bikarbonat.10
17
Disamping hal tersebut di atas pengobatan umum tak kalah penting. Pengobatan umum
KAD terdiri atas: 1). Antibiotik yang adekuat, 2). Oksigen bila pO2 <80mmHg, 3). Heparin bila
ada DIC atau bila hiperosmolar (>380mOsm/L).10
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat
penyesuaian terapi perlu dilakukan selam terapi berlangsung. Untuk itu perlu dilaksanakan
pemeriksaan: 1). Konsentrasi glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer; 2). Elektrolit setiap
6 jam selam 24 jam selanjutnya tergantung keadaan; 3). Analisis gas darah; bila pH <7 waktu
masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil; 4). Tekanan
darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperatur setiap jam; 5). Keadaan hidrasi, balans cairan;
6). Waspada kemungkinan DIC.10
Komplikasi
Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas
(adult respiratory distress syndrome, ARDS). Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan akibat
rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pankreatitis akut. Pada evaluasi yang lebih lanjut
keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik selama KAD.1,7
Infark miokard akut dapat merupakan faktor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi pada
saat pengobatan KAD.1 Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab kematian
yang penting. Selain itu masih ada komplikasi iatrogenic, seperti hipoglikemia, hipokalemia,
hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang
ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.6
Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan diabetes mellitus
secara komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi
diabetes mellitus kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan
berobat pasien yang baik. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program
edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi
mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasi
demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang
mudah di cerna, yang laing penting ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau obat
18
hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang
profesional.4
Pasien diabetes harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-
masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urin sendiri. Di
sinilah pentingnya educator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama pada
keadaan sulit.10
Prognosis
Angka kematian keseluruhan untuk kasus KAD adalah 0.2-2%, dengan berada di tertinggi
dari kisaran di negara berkembang. Kehadiran koma pada saat diagnosis, hipotermia, dan
oliguria adalah tanda-tanda prognosis buruk. Prognosis pasien yang diobati dengan baik dengan
ketoasidosis diabetik sangat baik, terutama pada pasien yang lebih muda jika infeksi kambuhan
yang absen. Prognosis terburuk biasanya diamati pada pasien yang lebih tua dengan penyakit
penyerta yang berat (misalnya, infark miokard, sepsis, atau pneumonia), terutama bila pasien
dirawat di luar unit perawatan intensif. Ketika KAD diperlakukan dengan baik, jarang
menghasilkan efek residual. Sebelum penemuan insulin pada tahun 1922, angka kematian adalah
100%. Selama 3 dekade terakhir, angka kematian dari DKA telah nyata menurun di negara-
negara maju, dari 7.96% menjadi 0.67%.4,10
Edema serebral tetap menjadi penyebab paling umum kematian, khususnya pada anak-
anak dan remaja. Edema serebral sering hasil dari pergeseran cairan intraseluler cepat. Penyebab
lain kematian termasuk hipokalemia berat, sindrom gangguan pernapasan dewasa, dan negara-
negara komorbiditas (misalnya, pneumonia, infark miokard akut). Pemahaman tinggi dari
patofisiologi KAD bersama dengan pemantauan dan koreksi elektrolit telah menghasilkan
penurunan yang signifikan dalam tingkat kematian secara keseluruhan dari kondisi yang
mengancam jiwa ini di sebagian besar negara-negara maju.10
Penutup
Berdasarkan pembahasan tersebut diperlukan penanganan dengan cepat dan tepat pada
pasien ini, karena kondisi tersebut dapat mengancam nyawa. Penilaian keadaan umum, tanda-
tanda vital sangat penting dalam kasus ini, setelah itu di lanjutkan dengan pemberian rehidrasi
pada pasien sehingga dapat mengembalikan kesadaran pasien. Anamnesis orang terdekat yang
mengantarkan pasien, sehingga kita dapat memperoleh data untuk penanganan selanjutnya.
19
Setelah itu lakukan penanganan berupa pemasangan EKG untuk monitoring kondisi jantung
serta pengawasan terhadap urine output pasien. Jangan lupa kita lakukan beberapa pemeriksaan
penunjang terhadap pasien seperti analisis darah dan urin lengkap. Jika diperlukan untuk
melakukan analisis gas darah dan pengecekan fungsi ginjal dan hati apabila diperkirakan pasien
mengalami gangguan metabolisme. Dengan penanganan yang baik dan cepat, angka harapan
hidup pasien, baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamdy O. Diabetic Ketoacidosis. 29 October 2014. Di unduh dari:
http://emedicine.medscape.com. 21 November 2014.
2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.62-3;157-9.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.h.63-78.
4. Masharani U. Diabetes mellitus & hypoglycemia. In: Maxine AP, Stephen JM. Current
medical diagnosis & treatment 2014. 53rd ed. USA: McGraww Hill; 2014.p.1189-95.
5. Newton CRH, Simmons SA. Diabetes related emergencies. In: Mahadevan SV, Garmel
GM. An introduction to clinical emergency medicine. 2nd ed. UK: Cambridge University
Press; 2012.p.271-5.
6. Henderson SO. Vademecum Kedokteran Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2013.h.278-81
7. Alvin CP. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson
JL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. Vol. 2. USA: McGraw
Hill; 2012.p.2968-80.
8. Ndraha S. Gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2013.h.69-73.
9. Gunnerson KJ. Lactic acidosis. 31 October 2014. Di unduh dari:
http://emedicine.medscape.com. 21 November 2014.
20
10. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:
interna Publishing; 2009.h.1906-10.
21
top related