makalah mata kuliah ulumul kalam "aliran kholaf
Post on 07-Dec-2014
253 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Halaman => 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Islam adalah Agama Rohmatal Lil ‘Alamin, dimana agama Islam menerima adanya
perbedaan, karena bagi Islam perbedaan adalah Rohmat. Begitupun dengan perbedaan imam
(Aliran) dibolehkan dalam Islam. Persoalan imam merupakan aspek utama dalam ajaran
agama Islam. Perbedaan teologis dikalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dala bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian
tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yamg muncul tentang berbagai
persoalan.Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada
aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para Rasul, Malaikat, Hari
Kiamat dan berbagai ajaran Nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk
memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan
wahyu dan akal, keadilan Tuhan.
Pada makalah ini akan dibahas tentang Aliran Kholaf atau yang lebih dikenal dengan
Aliran ASWAJA, setelah bab ini Tim penyusun berharap kita mampu menerangkan dan
berpendapat tentang Aliran Kholaf di antaranya adalah :
a) Penyebabkan timbulnya aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah).
b) Tokoh-Tokoh aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah).
c) Doktrin aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah)..
d) Parbedaan dan Persamaan aliran Al- Asy’ariyah dan aliran Al - Maturidiyah
Halaman => 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KHOLAF
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III
H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf.
Khalaf berasal dari kata خلف yang artinya Masa yang akan datang1),
.Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama’ modern, walaupun tidak dapat
dikatakan bahwa semua ulama’ modern mengikuti jalan ini.2)
Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan
menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Dalam sunni dalam pengertian umum
adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah juga sebagaimana
Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah
madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah atau Al Maturidiyah dan merupakan lawan
Mu’tazilah. Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.
Selanjutnya, Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan
Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran–ajaran Mu’tazilah.
B. ALIRAN AL- ASY’ARIYAH
1. Sejarah Kemunculan Aliran Asy’ariyah
Pendiri aliran Al-Asy’ariyah adalah Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari
yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau
masih keturunan dari Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara dalam perseteruan
pasukan shohabat Ali dan Mu’awiyah. 2 Sejak kecil Abu Al-Hasan berguru pada
Syech Al-Jubba’i seorang tokoh Mu’tazilah yang sangat terkenal. beliau adalah murid
yang cerdas dan menjadi kebanggaan gurunya, beliau sering mewakili gurunya untuk
acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu ke-mu’tazilahannya, ia gencar menyebar
luaskan paham mu’tazilah dengan karya-karya tulisnya.
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap
aliran Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka
ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah.
_____________________________________________ 1) Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al-Manar, 2) FARIHA ILYAS
Halaman => 3
Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :
a. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari yang mendorongnya
untuk keluar dari paham Mu’tazilah. Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu
timbul karena ia menganut Madzhab Syafi’i yang mempunyai pendapat berbeda
dengan aliran Mu’tazilah. misalnya Madzhab syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an
itu tidak diciptakan, tetapi bersifat Qadim dan Allah dapat dilihat di akhirat nanti.
Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan Qadim akan
tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Allah dan Allah bersifat rohani dan
tidak dapat dilihat dengan mata.
b. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Juba’i,
menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapatkan penyelesaian yang
memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.
Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan
Allah adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan
Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta
keterikatan tindakan Allah dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka
pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Allah (Tauhid fil Af’al)
bahkan bertentang dengan ke-Esaan Allah itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu’tazilah
merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari
Dzat-Nya. Dalam pandangan Asy’ariyah, Allah itu adil, sedangkan pandangan
Mu’tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi
Allah, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib
bagi Allah. Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah ketika
golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Al-
Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun tentang penerimaan aliran Mu’tazilah
sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mu’tazilah mulai menurun, apalagi
setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap
diri Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah
dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada
hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asy’ari
meninggalkan paham Mu‟tazilah karena melihat bahwa aliran Mu’tazilah tidak dapat
diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiran-
pemikiran? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang teratur sebagai
Halaman => 4
gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain, tidaklah mungkin
bahwa Al-Asy’ari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau mereka
ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur. Rasanya hal
inilah, ditambah dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-Asy’ari untuk
meninggalkan ajaran-ajaran Mu’tazilah dan membentuk teologi baru setelah puluhan
tahun ia menjadi penganut setia aliran Mu’tazilah.
2. Tokoh-tokoh Aliran As’ariyah
Tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan
memperkuat aliran Asy’Ariyah sangatlah banyak sekali. Diantara pengikut yang terpenting
adalah:
1. Muhammad Iba Al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakar Al- Baqillani (403 H)
Abu Bakar Al-Baqillani adalah pengganti pertama dari Asy’ari, lahirnya beberapa tahun
setelah Asy’ari dan wafat di Baghdad tahun 1013 M. Al-Baqillani tidak begitu saja
menerima ajaran-ajaran Asy’ari. Dalam beberapa hal dia tidak sepaham dengan Asy’ari,
namun Beliu juga sepaham dengan pendapatnya Asy’ari mengenai paham perbuatan
manusia. Kalau bagi Asy’ari perbuatan Manusia diciptakan oleh Allah SAW. Menurut
Baqillani sendiri, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan
perbuatannya.
2. Imam Al-Haramain (478 H= 1058 M)
Imam Al Haramain adalah Abdulmalik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin
Abdullah bin Hayuwiyah Al Juwaini An Naisaburi. Pada masa hidupnya beliau digelari
sebagai Imamul Haramain. Gelar Imamul Haramain (Imam Haramain), karena beliau
pernah tinggal di Makkah Al Mukaramah selama empat tahun. Di sana belajar yang
selanjutnya bahkan mengajar dan melakukan rnunazharah (Perdebatan) unfuk
pemantapan dan memperkokoh pendiriannya dalam ilmu yang diperolehnya. Oleh sebab
keunggulannya, beliau mampu rneluruskan dan membela pandangan aqidah yang hak.
Beliau tempatkan pandangan aqidah Ahlussunnah pada ternpatnya dengan
megenyampingkan pengaruh golongan yang sesat dan merusak. Sehingga beliau
mendapat gelar Dliyauddin, yakni Penerang Agama.
Sama dengan Al-baqillani, Al-jawaini juga tidak selamanya setuju dengan ajaran-ajaran
Asy’ari. Mengenai anthropomurphisme ia berpendapat bahwa tangan Tuhan harus
diartikan (ta’wil) kekuasaan Tuhan. Mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah
Halaman => 5
Tuhan diartikan wujud Tuhan. Dan keadaan duduk di atas tahta kerajaan diartikan
Tuhan berkuasa dan Maha Tinggi.
Mengenai perbuatan manusia Al-Juwaini berbeda pendapat dengan Al-Baqillani. Daya
yang ada pada manusia dalam pendapat Al-Juwaini juga mempunyai efek. Tetapi
efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musahab. Wujud tergantung
pada daya yang ada pada manusia. Dengan demikian Al-juwaini berada jauh dari paham
Al-Asy’ari dan lebih dekat dengan paham mu’tazillah tentang causahty.
3. Abu Hamid Al-Gazali (505 H= 1111 M)
Al-gazali adalah tokoh Islam yang beraliran Ahli sunnah wal jama’ah paham teologi
yang dimajukan boleh dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham Asy’ari. Al-gazali
mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat
Tuhan. Juga Al-quran dalam pendapatnya bersifat qadim dan tidak diciptakan.
Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan
daya dan perbuatan dan daya itu terdapat pada diri manusia. Al-Gazali mempunyai
paham yang sama dengan Asy’ari tentang beautific vision yaitu Tuhan bisa dilihat
karena tiap-tiap yang mempunyai wujud dapat dilihat. Menurut Al-Gazali, Allah adalah
satu-satunya sebab bagi alam. Ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaannya, karena
kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada, sedangkan ilmunya meliputi segala
sesuatu. Atas pengaruh Al-Gazali, ajaran Al-Asy’ari yang serupa inilah yang meluas
dikalangan Islam ahli sunnah dan jama’ah.
4. Al-Syahrastani (548 H= 1153 M)
Al-Syahrastani benar-benar menguasai sejarah dan pendapat-pendapat dari berbagai
aliran Islam. Itu ia paparkan secara obyektif di dalam bukunya, al-milal wa al-Nihal
(agama dan kepercayaan) yang sudah di kenal para analisis sejak abad yang lampau
sebelum mereka menemukan kembali Maqalat al-islamiyyin karya Al-Asy’ari itu. Buku
ini mereka jadikan rujukan, bahkan sampai hari ini.
Al-syarastani tidak hanya meemfokuskan diri pada kelompok-kelompok keagamaan,
tetapi juga mengkaji par filosof klasik dan modern. Penguasaan filosofinya ternyata
amat mendalam dan sempurna. Nampak bahwa Al-syahrastani banyak terpengaruh oleh
ibnu Sina, walaupun ia juga mengritik dan menentangkan. Tokoh Aliran Al-Asy’ariah
Halaman => 6
3. Doktrin - Doktrin Aliran Asy”ariyah
Pemikiran Al-Asy’ari yang terpenting adalah :
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Al-Asy’ari menyatakan Allah mempunyai sifat-sifat
seperti Tangan dan Kaki tapi tidak bisa diartikan secara harfiah melainkan secara
simbolis, dan ia mengatakan sifat Tuhan itu tidak dapat dibandingkan dengan sifat
manusia yang tampaknya mirip.
Kebebasan Dalam Berkehendak, Al-Asy’ari membedakan antara Khaliq dan
Kasab, menurutnya Allah adalah pencipta perbuatan manusia dan manusia
sendirilah yang mengupayakannya.
Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk Al-Asy’ari mengatakatan bahwa
baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu
Qodimnya Al-Qur’an Al-Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an terdiri atas kata-
kata, huruf dan bunyinya, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan
karenanya tidakqodim.
Melihat Allah SWT, Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat
tetapi tidak dapat digambarkan.
Keadilan Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun
karenaiaa dalah PenguasaMutlak.
Kedudukan Orang Berdosa Al-Asy’ari mengatakan bahwa Mukmin yang berbuat
dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufur.
C. ALIRAN AL MATHURIDIYAH
1. Sejarah Aliran Al Maturidiyah
Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran AlAsy’ariyah, yaitu
sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mu’tazilah, walaupun sebenarnya
pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu
lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.
Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi
dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-
pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu
Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama
pendirinya yaitu Al-Maturidi.3)
_______________________________________________
3). Al-Maturidi, Kitab Syarh al-Akbar, Hyderabad: Dar’irah al-Ma’arif al-Nizamiah, 1321 H
Halaman => 7
2. Tokoh-tokoh aliran Al Maturidiyah
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun
493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah
murid dari Al-Maturidi. Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah
satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqa’dal
Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya
sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat
dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi
dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.
3. Doktrin-doktrin Aliran Al Maturidiyah
Akal dan Wahyu, dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-
Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi,
mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut. sesuai dengan ayat-ayat Al-
Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan
pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai
kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh
manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk
memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban
yang diperintah ayat ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu
mengetahui kewajiban-Kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam
kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing. Al-Maturidi
membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
ajaran wahyu.
Halaman => 8
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena
larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah
dan Al-Asy’ari.
Perbuatan Manusia, menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan
karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, AlMaturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai
pencipta perbuatan manusia.
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak
sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai
dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri.
Sifat Tuhan dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.
Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat
Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat sifat Tuhan.
Melihat Tuhan Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini
diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al Qiyamah ayat
22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa),
karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
Kalam Tuhan Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan
bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara
adalah baharu (hadist).
Perbuatan Manusia menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud
ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan ga ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendak-Nya sendiri. Pengutusan Rasul Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda
dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-
tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik
dalam kehidupannya.
Pelaku dosa besar Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir
dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.
Halaman => 9
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ASY’ARIYAH DAN AL MATURIDIYAH
1. Persamaan Asy’ariyah dan Al Maturidiyah
Kedua aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mu’tazilah.
Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua aliran ini menyatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat-sifat dan Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi
mengetahui dengan pengetahuan-Nya.
Keduanya menentang ajaran Mu’tazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan
beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim.
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat
Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang
tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya.
Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya sering menggunakan
istilah ahlu sunnah wal jama’ah. Dan dikalangan mereka kebanyakan
mengatakan bahwa madzhab salaf ahlu sunnah wal jama’ah adalah apa yang
dikatakan oleh Al-Asy’ari an Al-Maturidi.
2. Perbedaan Asy’ariyah dan Al Maturidiyah
Tentang perbuatan manusia. Al-Asy’ari menganut paham Jabariyah
sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah
Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk
mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat
Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk
berterima kasih kepada Tuhan.
Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah
bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka,
sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan
mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa, karena
Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Halaman => 10
BAB III
KESIMPULAN
1. Aliran Al-Asy’ariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari yang lahir
di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih
keturunan Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan Ali
dan Mu’awiyah. Sedangkan Aliran Maturidiyah didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua
dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut
Abu Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham
yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-
Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.
2. Adapun Aliran Al-Asy’ariyah dan Al- Maturidiyah memiliki beberapa persamaan
dan perbedaan dalam beberapa fahamnya. Persamaannya adalah mengenai hal - hal
sebagai berikut :
Aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mu’tazilah.
Sifat-sifat Tuhan.
Keduanya menentang ajaran Mu’tazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan
beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim.
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa Manusia dapat melihat
Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang
tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya.
Perbedaannya antara lain :
Tentang perbuatan manusia. Al-Asy’ari menganut paham Jabariyah
Sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah
Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk
mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat
Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk
berterima kasih kepada Tuhan.
Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah
bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang
durhaka, sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat
akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat
siksa, karena Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha
Mengetahui.
Halaman => 11
DAFTAR PUSTAKA
Fariha Ilyas Blog http://farihailyas.blogspot.com/2010/08/salaf-dan-khalaf-dalam-tawil-ayat-
ayat.html
IIM Tarbiyah Blog http://immtarbiyahpwt.blogspot.com/2011/09/aliran-asyariyah-dan-
maturidiyah.html
Maha Santri Blog http://matakedip1315.wordpress.com/2013/01/19/asyariyah-dan-
maturidiyah/
top related