makalah infeksi tumor 1oke
Post on 02-Jan-2016
39 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
INFEKSI & TUMOR
PNEUNOMIA
Oleh:
Kelompok F1 :
Dewi Setyowati 15113366A
Anwar Asyari 16102861A
Yuneka Saristiana 16103007A
Annika Nur Astuti 16103012A
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2013
PNEUNOMIA
I. DASAR TEORI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia
baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek yang disertai napas sesak atau napas cepat.
Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat
diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun
sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan
sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan
tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.
II. TANDA DAN GEJALA
1) Batuk nonproduktif
2) Ingus (nasal discharge)
3) Suara napas lemah
4) Retraksi intercosta
5) Penggunaan otot bantu nafas
6) Demam
7) Ronchii
8) Cyanosis
9) Leukositosis
10) Thorax photo menunjukkan
infiltrasi melebar
11) Batuk
12) Sakit kepala
13) Kekakuan dan nyeri otot
14) Sesak nafas
15) Menggigil
16) Berkeringat
17) Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1) kulit yang lembab
2) mual dan muntah
3) kekakuan sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran
pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak
napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan
peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan
ronki. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas
cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan
berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi)
bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai
diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda
pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
III. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan penyakit umum, yang banyak ditemukan di dunia. Penyakit ini
dapat menyebabkan kematian pada semua kelompok umur. Pada anak-anak, pneunomia
banyak menyebabkan kematian pada masa neonatus. Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan oleh pneumonia.
Lebih dari dua juta anak balita meninggal setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga
memperkirakan bahwa sampai dengan 1 juta ini (vaksin dicegah) kematian yang disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-
negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun pada usia dewasa akhir.
Berdasarkan kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan oleh bakteri Gram positif, Sedangkan pneumonia dirumahsakit
(HAP) banyak disebabkan bakteri Gram negatif. Sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.
IV. KLASIFIKASI
Klassifikasi pneumonia secara garis besar dapat dibagi :
1) Berdasarkanklinisdanepidemiologis
a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia = CAP)
b. Pneumonia Nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)
c. Pneumonia Aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
2) Berdasarkanbakteripenyebab
a. Pneumonia tipikal:
Akut, demam tinggi, menggigil, batuk produktif, nyeri dada. Radiologis lobar atau
segmental, leukositosis, bakteri Gram positif. Biasanya disebabkan bakteri
ekstraseluler, S. pneumonia, S. Piogenes dan H. influenza.
b. Pneumonia Atipikal:
Tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronkhi
basah yang difus, leukositosis ringan. Penyebabnya biasanya; Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumophila, Chlamydia pneumoniae
c. Pneumonia Virus
d. Pneumonia Jamur
V. DIAGNOSIS
1. Sinar – X dada akan menunjukkan infiltrat
2. Pemeriksaan Fisik
Tergantung luas lesi paru
Palpasi: fremitus dapat mengeras
Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan bronki
basah halus sampai bronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis: foto toraks lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran
konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul
kadang dapat mencapai 30.000/ul.
Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan
darah, dan serologi.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
VI. FAKTOR RESIKO
1) Umur > 65 tahun
2) Tinggal dirumah perawatan tertentu (pantijompo)
3) Alkoholismus : meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu refleks batuk,
mengganggu transport mukosi liar dan gangguan terhadap pertahanan sistem seluler
4) Malnutrisi : menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi makrofag
5) Kebiasaan merokok juga mengganggu transport mukosi liar dan sistem pertahanan
selular dan humoral.
6) Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi, misalnya gangguan kesadaran, penderita
yang sedang diintubasi
7) Adanya penyakit–penyakit penyerta: PPOK, kardiovaskuler, DM, gangguan neurologis
8) Infeksi saluran nafas bagian atas : +1/3 –1/ 2 pneumonia di dahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas/infeksi virus
VII. PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk
akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk,
atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut
halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung
besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
VIII. TUJUAN TERAPI
a. Eradikasi mikroba antibiotik
b. Penyembuhan klinis
c. Penurunan morbiditas
IX. PENDEKATAN UMUM TERAPI
a. Evaluasi fungsi respirasi dan menentukan penyebab penyakit
b. Penerapan terapi pendukung : penggunaan oksigen, bronkodilator.
c. Terapi non-farmakologi: fisioterapi dada, nutrisi
X. PENATALAKSANAAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati dirumah.
Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S.
Pneumoniae yang resisten penisilin.
Yang termasuk dalam faktor modifikasi adalah : (ATS 2001)
a) Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur >> 65 tahun
Memakai obat-obat golongan β Laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
b) Bakteri enterik gram negatif
Penghuni panti jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
c) Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Pilihan Antibiotika Pada Pneumoni
Rawat jalan :
a) Tanpa faktor modifikasi :
Golongan β Laktam atau β Laktam + anti β Laktamase
b) Dengan faktor modifikasi :
Golongan β Laktam + anti β Laktamase atau Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin,
moksifloksasin, gatifloksasin)
c) Bila dicuragai pneunomia atipik : makrolid baru (roksitromisin, klaritomisin,
azitromisin)
Rawat inap :
d) Tanpa faktor modifikasi :
- Golongan β Laktam + anti β Laktamase IV
- Sefalosporin G2, G3 IV
- Fluorokuinolon respirasi IV
e) Dengan faktor modifikasi :
- Sefalosporin G2, G3 IV
- Fluorokuinolon respirasi IV
f) Bila dicuragai pneunomia atipik : makrolid baru (roksitromisin, klaritomisin,
azitromisin)
Ruang rawat intensif :
g) Tidak ada faktor risiko infekso pseudomonas :
Sevalosporin anti pseudomonas ditambah makrolide baru atau fluorokuinolon respirasi
IV
h) Ada faktor risiko infekso pseudomonas :
- Sevalosporin anti pseudomonas IV atau karbapenem IV ditambah fluorokuinolon anti
pseudomonas (siprofloksasin) IV atau aminoglikosida IV
- bila curiga disertai infeksi bakteri atipik : sevalosporin anti pseudomonas IV atau
carbapenen IV ditambah aminoglikosida IV, ditambah lagi makrolida baru atau
fluorokuinolon respirasi IV
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi :
Penderita Rawat Jalan
a) Pengobatan suportif/ simptomatik :
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan Ekspektoran
b) Pemberian antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam
Penderita Rawat Inap Di Ruang Rawat Biasa
a) Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksikal ori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b) Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam
Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
a) Pengobatan suporlif/ simptomatif
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b) Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam
c) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Kriteria Masuk Rumah Sakit
1) Umur diatas 65 tahun
2) Ada penyakit penyerta ; misalnya jantung, ginjal, paru yang lain, DM, neoplasma dan
immunosupression
3) Leukopenia ( < 5000 / mm3)
4) Diduga disebabkan oleh :
- Stafilokokkus aureus
- Kuman Gram negatif
- Kuman anaerob
5) Komplikasi supuratif :
- Empiema
- Arthritis
- Meningitis
6) Gagal dengan terapi obat jalan
7) Tidak bisa menelan obat (oral)
8) Frekwensi nafas > 30 kali / menit
9) Frekwensi nadi > 140 kali / menit
10) Hipotensi ( < 90 mmHg )
11) PaO2 kurang dari 60 mmHg
12) Perubahan status mental
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Dilakukan pencegahan :
a. Hindari pemakaian selimut atau baju yang berbulu
b. Hindari penggunaan tempat tidur berbahan kapuk
c. Hindari pemberian bedak pada wajah terlalu banyak
d. Mempratekkan hidup sehat
e. Mendapatkan vaksin pneumonokokus. Vaksin ini 90% melawan bakteri dan melindungi
dari infeksi selama lima sampai sepuluh tahun
f. Makan dengan asupan yang tepat
g. Olahraga secara teratur
h. Cukup tidur
i. Tidak merokok
TERAPI FARMAKOLOGI
1) Makrolida
2) Azalida
3) Tetrasiklin
4) Penicillin
5) Cephalosporin
6) Fluorokuinolon
7) Aminoglikosida
OBAT PNEUNOMIA
1) Sulfonamid dan Trimetoprim
a. Kotrimoksazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol dengan perbandingan
1:5)
- Indikasi : infeksi saluran kemih dan saluran napas (bronkitis dan
pneumonia)
- Perhatian : gangguan fungsi hati dan ginjal, minum air cukup banyak,
penggunaan pada gangguan darah, wanita hamil dan menyusui
- KI : Gagal ginjal dan gangguan fungsi hati berat
- ES : mual, muntah, ruam, gangguan darah, diare, dll
- Dosis : Oral: 960 mg/hari tiap 12 jam
2) Tetrasiklin
- Indikasi : bronkitis kronis, bruselosis, efusi pleura karena keganasan atau
sirosis
- Peringatan : gangguan fungsi hati dan ginjal
- ES: mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala, gangguan penglihatan
- Dosis: Oral: 250 mg tiap 6 jam
3) Eritromisin
- Indikasi : Sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin, untuk
pengobatan enteritis kampilobakter, pneumoniae, penyakit legionnaire, sifilis,
uretritis non gonokokus, prostatis kronik, akne vulgaris, & profilaksis difteri dan
pertusis.
- Peringatan : Gangguan fungsi hati & porfiria ginjal, perpanjangan interval
QT (pernah dilaporkan terjadi takikardi ventrikuler); porfiria, kehamilan (tidak
diketahui efek buruknya) & menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI).
- KI : Penyakit hati (garam estolat)
- ES : Mual, muntah, nyeri perut, diare, urtikaria, ruam dan reaksi
alergi lainnya; gangguan pendengaran yang reversible pernah dilaporkan setelah
pemberian dosis besar; ikterus kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan
nyeri dada).
4) Azitromisin
- Indikasi : Infeksi saluran nafas, otitis media, infeksi klamidia daerah
genital tanpa komplikasi.
- Peringatan & efek samping : eritromisin ; wanita hamil atau menyusui; pernah
dilaporkan fotosensitivitas dan neutropenia ringan.
- KI : Gangguan fungsi hati.
- Dosis : 500 mg sekali sehari selama 3 hari; anak di atas 6 bulan: 10 mg/
kg sekali sehari selama 3 hari; berat badan 26 – 35 kg: 300 mg sekali sehari
selama 3 hari; berat badan 36 – 45 kg: 400 mg sekali sehari selama 3 hari. Infeksi
klamidia genital: 1 gram sebagai dosis tunggal.
5) Klaritomisin
- Indikasi : Infeksi saluran nafas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan
jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak
duodenum
- Peringatan dan efek samping : eritromisin; dosis diturunkan pada gangguan
fungsi ginjal; wanita hamil & menyusui; sakit kepala, gangguan pengecapan,
stomatis, glositis, iketerus kolestatik, hepatitis & sindrom Steven-Johnson.
- InteraksiAritmia: hindarkan penggunaan bersama astemizol, terfenadin dan
cisaprid.
6) Golongan Sefalosporin
a. Sefaklor
- Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negatif
- Peringatan : alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan
menyusui
- KI : hipersensitivitas terhadap sefalosporin porfiria
- ES : diare, mual muntah, sakit kepala, alergi, demam, dll.
- Dosis : 250 mg tiap 8 jam, max 4 g per hari
b. Sefiksim
- Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negatif
- Peringatan : alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan
menyusui
- KI : hipersensitivitas terhadap sefalosporin porfiria
- ES : diare, mual muntah, sakit kepala, alergi, demam, dll.
- Dosis : dewasa dan anak di atas 10 thn: 200-400 mg per hari dosis
tunggal atau dibagi 2 dosis
c. Sefrozil
- Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negative
- Peringatan : alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan
menyusui
- KI : hipersensitivitas terhadap sefalosporin porfiria
- ES : diare, mual muntah, sakit kepala, alergi, demam, dll.
- Dosis : ISPA: 500 mg 1x sehari, untuk 10 hari Otitis media anak 6
bulan-12 tahun : 20 mg/kgbb, max 500 mg setiap 12 jam
d. Seftriakson
- Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negative
- Peringatan : alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan
menyusui
- ES : diare, mual muntah, sakit kepala, alergi, demam, dll.
- KI : bayi di bawah 6 bulan
- Dosis : pemberian secara injeksi IM, IV, atau infus, 1 g/hari dalam
dosis tunggal
e. Sefuroksim
- Indikasi : profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap H. Influenzae
dan N. Gonorrhoeae. infeksi bakteri gram positif dan gram negative
- Peringatan : alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan
menyusui
- KI : hipersensitivitas terhadap sefalosporin porfiria
- ES : diare, mual muntah, sakit kepala, alergi, demam, dll
- Dosis : oral untuk ISPA dan ISPB: 250 mg 2x sehari
XI. MONITORING TERAPI
Pantau suhu badan pasien
Pantau obat dan makanan yang dikonsumsi
Pantau hasil laboratorium
Pantau komplikasi
Pantau kondisi kesadaran pasien
Pantau jumlah leukosit
Pantau TD
XII. EVALUASI TERAPI
Parameter Klinis : hilangnya gejala
Pasien community-acquired ringan hingga sedang : waktu hilangnya batuk, produksi
sputum, demam, dll
Pasien dengan terapi suplemen oksigen harus diperiksa secara berkala
Nosocomial Pneumonia: cek WBC, radiografi/ rontgen, penentuan gas dalam darah
Gejala dicek setidaknya 2 hari setelah terapi dan maksimal penggunaan 10-14 hari.
STUDY KASUS
PNEUNOMIA
Pak Bambang (58 th) mengalami sesak nafas, dan demam dengan suhu mencapai 39 0C. Nafas
terlihat terengah-engah, sianosis, dan takikardi. Kemudian masuk dibawa ke UGD oleh
istrinya. Setelah beberapa pemeriksaan dokter memberi diagnosa sementara pneumonia dengan
RR: 45x/ menit, DBP 55mmHg.
Pak bambang juga menderita asma yang sering kambuh dan diobati dgn salbutamol
Riwayat penyakit : COPD, batuk pilek berat 2 minggu yg lalu dan tidak diobati
Kebiasaan buruk : perokok berat
Keluhan saat ini chest pain, sesak nafas, demam, badan terasa panas
Pengembangan kasus :
Subjective :
Pasien mengalami sesak napas, dan demam dengan suhu mencapai 390C. Nafas terlihat
terengah-engah, sianosis, dan takikardi.
Objektif :
RR : 45x/ menit
DBP : 55 mmHg.
Assesment :
Pak bambang juga menderita asma yang sering kambuh dan diobati dengan salbutamol
Plan :
1) Lakukan pemeriksaan foto rontgen, sputum
2) Periksa RR tiap 8 jam, tanda vital tiap 4 jam
3) Diberikan Salbutamol inhaler
4) Diberikan antibiotic kotrimoksazol
5) Paracetamol untuk mengobati demam
Terapi Farmakologi
Evaluasi obat terpilih :
1) Diberikan obat antibiotic kotrimoksazol,
2) Salbutamol untuk mengobati asma pasien bila terjadi kekambuhan
3) Paracetamol untuk mengobati demam pasien.
KOTRIMOKSAZOL (kombinasi trimethoprim dan sulfametoksazol)
Alasan memilih kotrimoksasol karena pada penggunaan dosis tinggi utk pengobatan
pneumonia dan lebih jarang menimbulkan resistensi, tidak ada interaksi obat.
SALBUTAMOL Inheler
Alasan memilih salbutamol karena untuk meredakan gejala serangan akut dan
pencegahan bronkospasmus.
PARACETAMOL
Digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan menurunkan demam.
KLINIK KELUARGA (AZZAM MEDICAL)dr. Toriqul huda Sp.PD
SIP : 80/909/DK/VI.20/2013Jl. Keselamatan No.23 Pekanbaru
Telp.(0769) 323485
13 Sept 2013
Salbutamol inhaler IS. prn
Kotrimoksazol XIV
S. 2 dd 1
Paracetamol XXIS. 3 dd 1
Pro : Tn Bambang (58 th)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
1) Tablet kotrimoksazol diminum 2x sehari 2 tablet, tablet diminum sampai habis
2) Cara penggunaan inhaler salbutamol ;
Lepaskan penutup aerosol
Pegang tabung obat diantara ibu jari dan telunjuk kemudian dikocok
Menghirup nafas maksimal
Letakkan mouthpiece diantara kedua bibir,katupkan kedua bibir kuat-kuat
Lakukan inspirasi secara perlahan. Pada awal penghembusan nafas tekan MDI.
Lanjutkan hembusan nafas selambat dan sedalam mungkin.
Tahan nafas selama kurang lebih 10 detik agar obat dpt bekerja
Keluarkan nafas secara perlahan
Kumur stlh pemakaian
3) Penggunaan secara inhaler 1x puff pada saat terjadi serangan
4) Tablet paracetamol diminum 3x sehari 1 tablet
Monitoring dan Evaluasi
1) Salbutamol inhalasi 200 mcg bekerja sangat cepat diberikan 3-4x semprot dgn jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Perhatikan keadaan klinis pasien, bila keadaan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah.
3) Cek gejala secara berkala
4) Hentikan merokok
DISKUSI
Fatihah K (Klp 2)
1) Termasuk klasifikasi apakah pneunomia yang diderita pasien?
Klasifikasi penyakit pneunomia pasien ini kemungkinan adalah pneunomia komuniti, disini
kami belum bisa menyatakan kepastian klasifikasi pneunomia yang dideria pasien, karena
masih ada data ataupun diagnosa yang harus dilakukan, yaitu foto rontgen torax pasien
(tergantung luas lesi).
Sri Miyati (Klp 5)
2) Dasar pengobatan dewasa pada pneunomia?
Pengobatan pneunomia pada orang dewasa didasarkan pada keparahan pneunomia yang di
derita pasien
Wikal Vanno
3) Cara mendiagnosa adanya pneunomia?
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru (dilakukan rontgen
thorax). Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Kamelia
4) Apakah perokok pasif bisa terkena pneunomia
Pada pneunomia perokok bukan merupakan penyebab nya., tetapi merupakan faktor resiko
yang dapat meningkatkan keparahan pasien. Jadi, perokok tidak menyebabkan pasif tidak
menyebabkan pneunomia, namun tergantung dari kondisi pasien nya., apabila ada riwayat
pneunomia atau bakteri pada paru, maka kemungkinan dapat menyebabkan atau
memperparah pneunomia.
Akas Fitra
5) Antisipasi ES paracetamol yang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Paracetamol dengan penggunaan jangka panjang dan jumlah dosis yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan hati, dengan adanya ES ini maka dapat diminimalisir dg
mengkonsumsi seduhan atau jamu temulawak (anti hepatoprotektor).
XIII. KESIMPULAN
Pneumonia adalah salah satu dari penyakit yang menyerang saluran respirasi bawah,
menyebabkan peradangan pada paru-paru, alveolar terisi cairan. Pneumonia juga merupakan
suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-
virus, atau jamur. Pneunomia dapat diobati tergantung dengan tingkat keparahan lesi serta
faktor penyebab pneunomia, bakteri, virus atau jamur.
top related