makala h hid rose falus doc
Post on 11-Aug-2015
96 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Hidrosefalus adalah suatu keadaan di mana terjadi penambahan volume dari
cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan
ini disebabkan oleh karena terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari
cairan serebrospinalis. Secara keseluruhan insiden dari hidrosefalus diperkirakan
mendekati 1:1000. Sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap
populasi yang berbeda.Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak
adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus mulai
tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena kongenital.Mujahid Anwar dkk
mendapatkan 40-50% bayi dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4 mengalami
hidrosefalus. Pongsakdi Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan 36 dari 49
anak-anak dengan meningitis tuberkulosa mengalami hidrosefalus, dengan catatan 8 anak
dengan hidrosefalus obstruktif dan 26 anak dengan hidrosefalus komunikans.
Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai pada
semua usia, tetapi lebih sering pada bayi dari pada anak-anak. Berdasarkan catatan medik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Denpasar dari 1991 s/d Desember
1993 telah dirawat 21 penderita hidrosefalus di mana 4 diantaranya adalah hidrosefalus
kongenital. ( www.dexa-medica.com )
Hidrosefalus bisa didapat seseorang sejak lahir (kongenital) atau pada umur
berikutnya dan bahkan setelah dewasa. Yang tersering didapat adalah pada kongenital.
Penyebabnya antara lain ada saluran yang tersumbat, infeksi, tumor otak, trauma kepala,
radang otak, stroke. Kasus hidrosefalus dari sejak waktu lahir terbanyak sekitar 4-5 per
1000 kelahiran. (www.replubika.co.id )
Direktur Utama RS Elisabeth, Semarang dr Benedictus Sugiyanto menyatakan,
sejauh ini belum ada penelitian mengenai penyebab penyakit hidrosefalus. (Kompas,
11/10/2003). Penyakit ini diderita anak sejak dilahirkan. Jadi, faktor ibu memegang peran
utama penyebab hidrosefalus. Selama ini diyakini faktor kekurangan gizi ibu selama
hamil, konsumsi obat-obatan tertentu, serta virus toksoplasma dan cetomegalopus
menjadi penyebab penyakit hidrosefalus. (Copyright © 2002 Harian KOMPAS)
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
penyakit hudrosefalus.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti seminar ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1) Mengetahui anatomi fisiologi system saraf
2) Mengetahui definisi hidrosefalus
3) Mengetahui etiologi hidrosefalus
4) Mengetahui patofisiologi hidrosefalus
5) Mengetahui manifestasi klinis hidrosefalus
6) Mengetahui pengkajian hidrosefalus
7) Mengetahui intervensi yang dapat di berikan pada penderita penyakit
hidrosefalus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi fisiologi persarafan
Pembagian susunan saraf terdiri dari :
Susunan saraf sentral
1. Medulla spinalis
2. Otak
a. otak besar
b. otak kecil
c. batang otak
Susunan saraf perifer
1. Susunan saraf somatic
2. Susunan saraf otonom
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis
Meningen (selaput otak)
Selaput yang membunmgkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindumgi struktur saraf halu yang membawa pembuluh darah dabn cairan
sekresi (CCS), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari 3 lapisan.
1. Durameter (lapisan sebelah luar)
2. Arakhnoid (lapisan tengah)
3. Piamater (lapisan sebelah dalam
Sistem ventrikel
Terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang ebrhubungan satu sam
lainnya kedalam rongga itu, fleksus koroid mengalirjkan cairan (liquor cerebro
spinalis). Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak
tepi,bagian piamater membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan serebro
spinalis. Cairan cerebro spinalis adalah hasil sekresi fleksus koroid. Cairan ini
bersifat alkali bening mirip plasma. (Syaifudin, )
Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis
Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis terdiri atas sejumlah ruang dan
saluran di alam otak yang melanjut ke medula spinalis berupa kanalis sentralis.
Sistem tersebut adalah:
Ventrikel lateralis
Ventrikel lateralis terdapat sepasang pada hemisfer kanan dan kiri yang
letaknya di edial bawah, merupakan ventrikel terbesar. Antara ventrikel kanan dan
kiri tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masing-masing berhubungan
dahulu dengan ventrikel III melalui foramen interventrikularis Monro.
Ventrikel III
Berupa suatu celah di bidang median yang terletak di antara talamus kanan
dan kiri, uara foramen interventrikularis Monro pada ventrikel III berbentuk bulan
sabit dan terletak antara kolumna formis anterior (di depan) dan tuberkulum
talamikus (di belakang).
Akuaduktus serebri (Sylvius)
Merupakan saluran kecil yang terdapat di dalam mesensefalon,
panjangnya kira-kira 15 cm dan menghubungkan ventrikel III dan ventrikel IV.
Ventrikel IV
Merupakansuaturuangyangdasarnyaberbentukromboid, terletak di depan
serebelum di belakang pons dan medula oblongata. Pada atap dari ventrikel ini
terdapat 3 lubang yang menghubungkan ruang ventrikel IV dengan ruang
subarakhnoid yang terdiri dari:
1 buah lubang di sebelah median yang disebut foramen Magendie.
2 buah lubang di sebelah lateral yang disebut Foramen Luschka.
Foramen Magendie terletak di dekat puncak bawah dari atap ventrikel IV,
sedangkan Foramen Luschka masing-masing terletak di bawah ujung dari resesus
lateralis (merupakan perluasan ruang ventrikel IV bagian tengah yang berbentuk
seperti kantung).
Fisiologi Cairan Serebrospinal (CSS)
Pada umur kehamilan 35 hari terlihat pleksus khoroidalis sebagai
invaginasi mesenkhimal dari atap ventrikel IV, lateralis dan ventrikel III. Pada
saat kehamilan 50 hari sudah mulai terjadi sirkulasi CSS secara normal,
bersamaan dengan tiga peristiwa penting, yakni: perforasi atap ventrikel IV oleh
proses aktif diferensiasi, berkembangnya fungsi sekresi pleksus khoroidalis dan
terbentuknya ruang subarakhnoid. Sebagian besar (80-90%) CSS dihasilkan oleh
pleksus khoroidalis pada ventrikel lateralis sedangkan sisanya (10-20%) di
ventrikel III, ventrikel IV, juga melalui difusi pembuluh-pembuluh ependim dan
piamater. Proses pembentukan CSS melalui dua tahap, yaitu:
Tahap ke I; pembentukan ultrafiltrat plasma oleh tekanan hidrostatika,
melalui celah endotel kapiler khoroid di dalam stroma jaringan ikat di
bawah epitel vili.
Tahap ke II; perubahan ultrafiltrat plasma ke dalam bentuk sekresi oleh
proses metabolisme aktif di dalam epitel khoroid.
Mekanisme dari proses ini belum diketahui secara pasti, tetapi diduga
merupakan aktivasi pompa Na-K-ATPase dengan bantuan enzim karbonik
anhidrase. Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2-0,5%
volume total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam. Sekresi total
CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600 cc, sedangkan jumlah total CSS adalah
150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS
sebanyak 4-5 kali/hari. Pada neonatus jumlah total CSS berkisar 20-50 cc dan
akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa.
( Sirkulasi LCS )
Pada hakekatnya susunan CSS sama seperti cairan interselular otak,
ventrikel dan ruang subarakhnoid. CSS setelah diproduksi oleh pleksus
khoroideus pada ventrikel lateralis akan mengalir ke ventrikel III melalui foramen
Monro. Selanjutnya melalui akuaduktus serebri (Sylvius) menuju ventrikel IV.
Dari ventrikel IV sebagian besar CSS dialirkan melalui foramen Luschka dan
Magendie menuju ruang subarakhnoid, setinggi medula oblongata dan hanya
sebagian kecil CSS yang menuju kenalis sentralis. Dalam ruang subarakhnoid
CSS selanjutnya menyebar ke segala arah untuk mengisi ruang subarakhnoid,
serebral maupun spinal. Kecepatan aliran CSS ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
Tekanan CSS
Tekanan dalam sinus durameter dalam sistem vena kortical
Tekanan pada vili arakhnoid
Absorpsi CSS dilakukan oleh vili-vili arakhnoid yang jumlahnya sangat
banyak pada permukaan hemisferium serebri, basis serebri dan sekeliling radiks
nervi spinalis. Vili arakhnoid yang besar dikenal sebagai granulasi arakhnoid
pacchioni yang merupakan jonjot piaarakhnoid yang luas bersama lapisan dura
yang menipis dan menonjol ke dalam ruang-ruang sinus sagitalis superior. Vili
arakhnoid terdiri dari anyaman-anyaman yang berupa saluran. Anyaman ini
bekerja sebagai katup yang memungkinkan adanya aliran CSS yaitu dari ruang
subarakhnoid menuju ke dalam aliran darah vena pada sinus sagitalis superior.
Apabila tekanan CSS melebihi tekanan vena maka katup akan membuka dan
mengalirkan CSS ke sinus. Akan tetapi apabila tekanan vena yang meningkat
maka vili arakhnoid akan mengalami kompresi dan katup akan menutup. Perlu
diketahui bahwa kemampuan vili-vili arakhnoid mengabsorpsi CSS adalah 2-4
kali lebih besar dari produksi CSS normal.
( www.dexa-medica.com )
Fungsi cairan cerebro spinalis
Pertama, cairan otak dapat bertindak sebagai shock absorber, yakni
mengurangi efek trauma dari luar. Tak jauh berbeda dengan fungsi pegas
kendaraan.
Kedua, cairan otak sebagai buoyancy yang membuat otak terapung
sehingga dapat mengurangi beban otak dari 1.400 gram menjadi 50 gram. Hal itu
penting untuk mengurangi penekanan atau geseran dasar otak dengan permukaan
dasar ruang tengkorak yang tidak rata.
Ketiga, cairan otak berfungsi seperti urin, yakni membuang produk sisa,
termasuk obat-obatan yang berbahaya.
Keempat, cairan otak pula menjadi media transportasi hormon-hormon
dan nutrisi yang diperlkan.
Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat computer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkortak (cranium) yang di bungkus oleh selaput otak yang kuat.
Perkembangan otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperlihatkan tiga gejal pembesaran otak awal
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, corpus streiatum, thalamus serta
hipotalamus
b. Otak tengah, tegmentum, krus sebrium, korpus kuadri geminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata dan serebelum.
Daerah pada otak
Fisura dan fulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. kortek
serebri terlipat secara tidak teratur, lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus, sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya (lobus
frontalis, temporalis, parietalis dan oksipitalis).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang medial lateralis
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parietalis sebelah posterior. Sulkus sentralis memisahkan lobus parietalis sebeloah
posterior. Sulkus sentaralis juga memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis.
Bagian-bagian otak
Serebrum (otak besar), merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media.
Otak mempunyai dua permukaan : permukaam atas dan permukaan
bawah. Kedua permkaan ini dilapisi oleh kedua lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu
pada korteks cerebral dan zat putih terdaptr pada bagian dalam yang mengandung
serabut saraf.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu
1. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak didepan sulkus
sentralis
2. Lobus parientalis, terdapat didalam sukkus sentralis dan dibelakangi oleh
karaco oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapt dibawah lateral dari visura serebralis dan didepan
lobus oksipitalis
4. Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.
Korteks serebri, disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi
menurut fungsinya dan banyaknya area. Campbel membagi dalam bentuk korteks
serebri dibagi menjadi 20 bagian, secara umum korteks serebri dibagi menjadi
empat bagian.
1. Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebriyang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh tergangtung pada fungsi alat yang bersangkutan.
DisampIng itu juga korteks sensori bagian fisura lateralis menangani
bagian tubuh bilateral lebih dominant.
2. Korteks asosiasi, tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri-sendiri,
kemampuan otak dalam bidang intelektual, ingatan,berfikir, rangsangan yang
diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan data alin.
Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi
luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris. Menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalah kontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontra
lateral.
4. Korteks pre-frontal
Terleteak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan kepribadian.
Ganglia basalis Kumpulan badan-badan sel saraf di dalam diensensefalon dan
mensefalon yang berfungsi
Pada aktivitas motorik (menghambat tonus otot, menentukan sikap),gerakan dasar
yang terjadi otomatis seperti ekspresi wajah dan lenggang lengogok waktu
berjalan.
Subtansi putih Terletak lebih dalam dan terdiri dari serabut milik sel-sel pada
korteks. Pada hemisfer otek terdiri terdiri dari serabut saraf yang bergerak dari
korteks dan kedalam korteks menyambung dengan berbagai pusat pada otak
dengan sumsum tulang belakang.
Kapsula interna. Terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik
yang menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang
belakang. Pada saat melintasi subtansi kelabu, berkas saraf ini berpadu satu sama
lain dengan erat.
Fungsi serebrum terdiIri dari
1. Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu
2. Pusat persarafan yang menangani: aktivitas mental,akal, intelegensi, keinginan
dan memori.
3. Pusat menangis , buang air besar dan buang air kecil.
Batang otak (Trunkus serebri)
Diensefalon keatas berhubungan dengan serebrum dan medulla oblongata
kebawah dengan medulla spinalis. Serebrum melekat pada batang otak di bagian
medulla oblongata, pons varoli dan mesenpalon. Hubungan sereleum dengan
medulla oblongata disebut korpur retiformi, serebelum dengan pos varoli disebut
brakium pontis dan serebelum dengan mensepalon disebut brakium konjungtiva
Batang otak terdir dari
1. Diensefalon, bagian otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan
mensepalon, kumpulan darisel saraf yang terdapat dibagian depan lobus
temporalis terdapat kapsula interna dengan sudit menghadap kesamping.
Fungsi diensefalon :
a. Vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori membantu proses persarafan
c. Mengontrol kegiatan reflek
d. Dan membantu pekerjaan jantung
2. Mensenpalon. Atap dari mensepalon terdiri dari empat bagian yang menonjol
keatas, disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan 2 sebelah
bawah disebut kuadri germiun superior.
3. Pons Varoli
Funsi dari pons varoli terdiri dari :
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla
oblongata dengan serebrum.
b. Pusat saraf nervus trigeminus
4. Medulla oblongata. Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan paons varoli dengan medulla spinalis.
Serebelum (Otak kecil)
Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura transveralis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla
oblongata. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebrum tapi
lipatannya lebih teratur permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.
B. Definisi
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid.
( www.dexa-medica.com )
Hidrosefalus adalah suatu keadaan di mana terjadi penambahan volume
dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruang
subarakhnoid. (www.anglefire.com)
Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan di dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan
tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. (Kompas, 2002)
Syaifudin,
Hidrosefalus merupakan suatu gejala dari berbagai proses di dalam kepala
yang menyebabkan terkumpulnya cairan otak secara berlebihan di dalam rongga
ventrikel pada otak ( Lindra, 2005 by www.yahoo.com, )
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan di dalam ventrikel otak (rongga di
dalam otak -- Red). Pasien yang menderita hidrosefalus mengalami penumpukan
cairan otak yang tidak normal. (www.replubika.co.id)
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CCS) dengan tekanan intracranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CCS.
(Ngastiyah, 2003 )
Hidrosefalus adalah jumlah CSS dalam rongga serebrospinal yang
berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf.
(Price and Wilson, 1995)
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani : Hidro artinya air, Sefalus adalah
kepala. Hidrosefalus adalah penimbunan cairan di ruang yang secara normal
terdapat dalam otak. Cairan yang dimaksud adalah cairan yang normal ada dalam
otak dan dikenal sebagai cairan otak, sedangkan ruang yang terdapat dalam otak
dikenal sebagai ventrikel. (www.balita-anda.indoglobal.com)
Disebabkan oleh penghasilan cecair CSF yang berterusan, apabila
pengalirannya terhalang, ia akan mula berkumpul di bahagian permulaan dari
tempat halangan. Seterusnya, apabila penghasilan cecair semakin bertambah, ia
akan menyebabkan ventrikel membesar dan meningkatkan tekanan di dalam
kepala. Keadaan inilah yang dikenali sebagai HIDROSEFALUS.
(www.nam.org)
Hidrosefalus, adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital. (Kompas, 2002)
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalir
CSS. ( IKA, 1985 )
( Hidrosefalus )
C. Klasifikasi hidrosefalus dan etiologi
1. Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Pada hidrosefalus non komunikan terjadi penyumbatan aliran keluar dari
satu ventrikel keventrikel lain. Pada hidrosefalus non komunikans (obstruktif)
terjadi obstruksi dari aliran CSS di dalam sistem ventrikel
Etiologi
1. Kongenital:
Stenosis akuaduktus serebri.
Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka).
Malformasi Arnold-Chiari.
Aneurisma vena Galeni.
2. Didapat:
Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan).
Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial.
Hematoma intraventrikular.
Tumor - ventrikel
- regio vinialis
- fosa posterior
Abses/granuloma.
Kista arakhnoid
2. Hidrosefalus tipe komunikans
Pada hidrosefalus komunikan, cairan mengalir dengan mudah dari system
ventrikel kedalam rongga subaraknoid, Berdasarkan penemuan bahwa pada
hidrosefalus komunikans masih terdapat hubungan antara sistem ventrikel
dengan ruang subarakhnoid. obstruksi dari aliran CSS terjadi di luar sistem
ventrikel.
Etiologi
1. Penebalan leptomeningens dan / atau granulasi arakhnoid akibat:
a.Infeksi
- mikobakterium TBC
- kuman piogenik
- jamur; cryptoccocus neoformans, coccidioides immitis.
b. Perdarahaan subarakhnoid:
- spontan seperti pada aneurisma dan malformasi arteriol
- venus
- trauma
- post operatif
c. Meningitis karsinomatosa
2. Peningkatan viskositas CSS, seperti:
Kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan subarakhnoid,
tumor kauda ekuina, tumor intra- kranial neurofibroma akustik,
hemangioblastoma serebelum dan medula spinalis, neurosifilis, sindrom
Guillain-Barré.
3. Produksi CSS yang berlebihan:
Papiloma pleksus khoroideus.
3. Hidrosefalus tekanan normal
Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak
bersamaan dengan peninggian TIK. Diketahui bahwa kavum veli interpositi
atau kavum vergae bisa menyebabkan hidrosefalus. Hu bungan hidrosefalus
nonhipertensif dengan kavum veli interpositi belum pernah dilaporkan. Secara
klinis pasien biasanya tampil dengan kepala yang membesar dengan fontanel
cekung, gagal untuk tumbuh serta terlambat untuk berkembang. Pemeriksaan
neororadiologi memperlihatkan pembesaran ventrikel bersamaan dengan kavum
veli nterpositi pada kebanyakan kasus. Sisterna basal mungkin berdilatasi,
namun tak ada atrofi kortikal. (www.anglefire.com)
Suatu bentuk hidrosefalus dengan tekanan CSS normal yang bersama-
sama dengan 3 gejala (trias) seperti: demensia, gangguan gaya jalan dan
inkontinesia urin dikenal sebagai hidrosefalus normo tensi (Normal Pressure
Hydrocephalus). Hidrosefalus normo tensi ini tidak jelas sebabnya, tetapi ada
pendapat mengatakan bahwa keadaan ini bisa terjadi akibat adanya obstruksi
parsial dari vili arakhnoidalis. Hidrosefalus normo tensi ini sering menyertai
perdarahan subarakhnoid, meningitis, trauma dan reaksi radiasi, di mana proses-
proses di atas tidak lagi progresif. Sehingga antara proses pembentukan dan
absorpsi CSS yang mula-mula tidak seimbang, lama kelamaan menjadi seimbang
kembali. ( www.dexa-medica.com )
( www.dexa-medica.com )
D. Patofsiologi
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Bila
akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini
disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi
cairan yang berlebihan terjadi pada sistema ventrikuler, keadaan ini disebut
sebagai hidrosefalus internal. Peninggian TIK harus dibedakan dari peninggian
tekanan intraventrikuler. Beberapa lesi intrakranial me nyebabkan peninggian
TIK, namun tidak perlu menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak
ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Juga, dilatasi
ventrikuler tidak selalu berarti hidrosefalus dan juga tampak pada atrofi serebral.
Hidrosefalus adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh tiga faktor:
(1) peninggian tekanan intraventrikuler, (2) penambahan volume CSS, dan (3)
dilatasi rongga CSS.
Hidrosefalus internal menyebabkan peninggian tekanan
intraventrikuler dan pembesaran sistem ventrikuler. Mantel serebral terregang
dan menipis. Sentrum oval, talamus dan ganglia basal tertekan. Akson kortiko
spinal dan kortikotalamik tertekan dan terregang, serta mielinasinya terganggu.
Giri hemisfer serebral mendatar, dan vaskulatur serebral terregang. Septum
pelusium menjadi tipis, seperti juga vault dan dasar tengkorak. Rongga
subarakhnoid serta sisterna diluar hemisfer serebral berdilatasi, umumnya dengan
tidak mengindahkan jenis dari hidrosefalus. Nekrosis subependimal serta edema
akibat pendataran dan robeknya lapisan ependimal, serta pembesaran ruang
ekstraseluler, dapat dilihat pa da mikroskop elektron. Secara klinis peninggian
tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan ukuran ventrikel menimbulkan
kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel, separasi sutura, tanda
MacEwen positif, fenomena setting sun, scalp yang mengkilap, dilatasi vena
scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis yang high pitched, postur
opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang. Gejala klinik ini biasanya tampak
pada hidrosefalus progresif cepat. Mereka dapat terjadi bersamaan atau
bergantian. Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanya perubahan
ringan pada sutura, fontanel, scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada
hidros falus yang berkembang lambat, gejala mungkin tidak tam pil hingga
pasien mulai berjalan, dimana keadaan ini dibuktikan dengan langkah berdasar-
lebar, para paresis, hemianopia bitemporal, dan retardasi mental. Pada
hidrosefalus infantil, hidrosefalus primer atau idiopatik sangat lebih banyak dari
hidrosefalus sekunder.
Gejala mungkin tampak dini pada kehidupan intrauterin atau terlambat,
beberapa bulan setelah lahir. Gejala mungkin tampak tiba-tiba (hidrosefalus
akuta), atau perlahan-lahan (hidrosefalus kronika). Insidens hidrosefalus
kongenital sekitar delapan per 10.000 kelahiran. Hidrosefalus terjadi pada tiga
per 100 anak yang lahir dari orangtua yang memiliki anak mielomeningosel.
Penyebab hidrosefalus kongenital pada kebanyakan kasus tidak diketahui
(hidrosefalus idiopatik). Kekecualian hanya pada hidrosefalus herediter yang
sex linked, disebabkan oleh stenosis akuaduktal. Jenis hidrosefalus ini merupakan
kurang dari tiga persen dari hidrosefalus kongenital. Bila anak pertama
diperkirakan memiliki hidrosefalus primer, diperlukan konseling genetika. Bila
anak kedua dipastikan laki-laki dari amniosentesis, aborsi harus dipikirkan.
E. Manifestasi klinis
Tipe Kongenital/Infantil (0-2 tahun)
Pada anak-anak dengan ubun-ubun kepala belum menutup, akan tampak
pembesaran kepala di mana ukuran lingkar kepala terus bertambah besar, sutura-
sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol
atau tegang, timbul tanda mata “matahari terbenem”, gerakan mata terganggu,
pembuluh vena kulit kepala tampak jelas. Kepala dapat besar sejak bayi dalam
kandungan, sehingga umumnya akan terjadi penyulit pada waktu persalinan.
Lebih sering adalah anak lahir dengan ukuran kepala normal, tetapi dalam
pertumbuhannya diketahui bahwa ukuran kepala bertambah lebih cepat dari bayi-
bayi normal. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat
kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan untuk tumbuh secara
optimal. Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema,
tapi pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan menjadi kabur.
Secara pelan sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi
pada tungkal.
Tipe Juvenile/Adult (2-10 tahun)
Sakit kepala hebat, muntah proyektil dan gangguan penglihatan. Akibat
penimbunan cairan otak, pada anak-anak dengan ubun-ubun sudah menutup
ataupun pada orang dewasa, akan terjadi peninggian tekanan dalam kepala dengan
manifestasi sakit kepala hebat, muntah menyembur tanpa mual, gangguan
penglihatan dan dapat sampai gangguan kesadaran.
Gejala lain yang dapat menyertai adalah kelainan neurologis yang sangat
ditentukan oleh bagian mana yang mengalami akibat paling berat oleh proses
desakan, khususnya apabila hidrosefalis disebabkan oleh proses lain dalam rongga
otak.
Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan
gangguan mental yang sering dijumpai seperti: respons terhadap lingkungan
lambat, kurang perhatian, tidak mampu merencanakan aktivitasnya. Gangguan
pada waktu melangkah, mula-mula didapat adanya penurunan kecepatan serta
jarak, dan pada akhirnya berupa pemendekan langkah dan kaku seperti pada
pasien dengan Parkinson atau ataksia serebeli. Lebih lanjut pasien tidak dapat
berjalan tanpa bantuan. Akibat adanya papil edema, ketajaman penglihatan akan
menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila
N. II sekunder.
(http://www.balita-anda.indoglobal.com)
( www.dexa-medica.com) (Harian KOMPAS,2002)
F. Komplikasi
1) Retardasi mental
2) Gangguan penglihatan
3) Kematian
4) Infeksi
5) Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
G. Pemeriksaan diagnostic
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan tertentu berdasarkan tipenya:
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil,yaitu: ukurankepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa impressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adul oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar
lingkaran kepala dapat, normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus
terjadi setelah penutupan sutura secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus
telah ada sebelum penutupan sutura kranialis maka penutupan sutura tidak
akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke
dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan
bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV
sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi
reabsorpsi transependimal dari CSS.Pada hidrosefalus komunikans gambaran
CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk
ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
(www.dexa-medica.com )
CT scan secara tepat menggambarkan struktur intrakranial, terutama ruang
CSS, dan tak mungkin dihindarkan untuk mendiagnosis hidrosefalus.
Penilaian tempat obstruksi dengan CT scan berdasar pada titik transisi dari
ruang CSS yang berdilatasi dan yang tidak (www.anglefire.com )
H. Penatalaksanaan
a. Terapi medis
Prinsip pengobatan pasien dengan hidrosefalus tergantung atas dua hal:
o Ada atau tidaknya fasilitas bedah saraf di rumah sakit
tempat pasien dirawat.
o Gawat atau tidaknya pasien.
1. Terapi medikamentosa.
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat
kesehatan di mana sarana bedah saraf tidak ada. Obat-obatan yang sering
dipakai untuk terapi ini adalah:
o Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari dosis ini dapat
ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari.
o Furosemid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau injeksi IV
0,6 mg/kg BB/hari.
Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk
operasi.
2. Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture).
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti.Goldstein dkk menghubungkan
antara manfaat tekanan CSS yang menurun dengan absorpsi CSS yang lebih
mudah. Sedangkan Welch dan Friedmen menyatakan kecepatan absorpsi CSS
akan meningkat selama tekanan CSS naik secara perlahan-lahan, sampai pada
tekanan tertentu kecepatan absorpsi CSS akan menurun. Jadi dengan pungsi
lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang
memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi
Umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikans terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikulardan meningitis TBC.
Menurut Maliawan S, lumbal pungsi berulang juga diindikasikan pada
hidrosefalus komunikans di mana shunt tidak bisa dikerjakan atau
kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation)
Cara
1. LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3
atau L3-4 dan CSS dibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya gravitasi.
2. LP dihentikan jika aliran CSS terhenti.19 Tetapi ada juga yang memakai
cara setiap LP CSS dikeluarkan 3-5 ml.
3. Mula-mula LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari 5
ml, LP diperjarang (2-3 hari).
4. Dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap minggu.
5. LP dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT scan 3
minggu berturut-turut.
6. Tindakan ini dianggap gagal jika:
- dilatasi ventrikel menetap
- cortical mantel makin menipis
- pada lokasi lumbal pungsi terjadi jaringan sikatrik
- dilatasi ventrikel yang progresif
b. Terapi operasi
Hidrosefalus internal ditindak dengan tiga cara:
(1) Menurunkan produksi CSS,
(2) Memintas obstruksi CSS didalam ventrikel
(3) Mengalirkan CSS dari sistema ventrikulosubarakhnoid keruang tubuh
lain, dimana CSS dapat diabsorpsi.
Berbagai jenis shunt digunakan, namun hanya dua, ventrikulovenosa dan
ventrikuloperitoneal yang dipakai saat ini. Pada pintas ventrikulovenosa,
komplikasi vaskuler seperti trombosis vena kava asenden dan vena jugular
internal, sepsis, dan endokarditis bakterial, sering dijumpai. Pada pintas
ventrikuloperitoneal, komplikasi abdominal seperti peritonitis tahap ringan
mekaikal atau bakterial, ileus paralitik, dan sista yang lokuler, sering terjadi.
Karena pintas ventrikuloperitoneal tak mengharuskan untuk menginsersikan
ujung distal shunt ke sistema vena, maka tindakan ini sangat sederhana, dan
revisinya mudah, maka ia menjadi sangat populer dikalangan ahli bedah-saraf.
Penelitian histologis terhadap hidrosefalus eksperimental memperlihatkan bahwa
disrupsi lembar ependimal dan edema periventrikuler terjadi segera, diikuti
degenerasi aksonal dan disintegrasi atau disrupsi mielin sekunder terhadap
degenerasi aksonal. Perubahan ini akhirnya menjadi gliosis. Pada tahap ini,
kerusakan otak biasanya irreversibel. Karenanya operasi pintas untuk hidrosefalus
harus dilakukan segera, sebelum terjadi kerusakan otak yang irreversibel.
Operasi pintas harus dilakukan dalam tiga bulan sejak lahir. Kandidat yang
terbaik untuk operrasi pintas adalah hidrosefalus simpel, dimana tidak
berhubungan dengan defek anatomis dan tidak ditemukan kerusakan otak terapi
Terapi operatif pada pasien hidrosefalus.
1. “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah
khiasmaoptikum,dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga
CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar. Penulis telah melakukan
“endoscopic 3rd ventriculostomy” pertama kali di Bali (bahkan di Indonesia)
pada tanggal 7 Maret 2005. Sampai sekarang (8 Agustus 2005) sudah
mengerjakan 35 kasus dengan hidrosefalus obstruktif dengan hasil sangat
memuaskan.ventriculostomy
2. Operasi pintas/“Shunting”
Ada 2 macam:
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
b. Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
- Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
- Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
- Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
- Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus.
- Ventrikulo-Mediastinal,CSS dialirkan ke mediastinum.
-Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
“ Lumbo Peritoneal Shunt “
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting
Shunt terbuat dari plastic khusus yang lembut dan mudah dilenturkan.
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis
atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen
Monro.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk
dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang
terletak proksimal dengan tipe bola atau diagfragma (Hakim,
Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup
berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm, H20.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam
atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-
ray ——> ujung distal setinggi 6/7).
5. Ventriculo-Peritoneal Shunt.
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak, dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan
tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
(Tempat pemasangan shunting pada hidrosefalus obtrukstif dan non obstruktif )
I. Komplikasi shunting
1. Infeksi
Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan sepanjang saluran subkutan.
Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni dapat mengawali
terjadinya “Shunt Nephritis”yang biasanya disebabkan Staphylococcus
epidermis ataupun aureus, dengan risiko terutama pada bayi. Profilaksis
antibiotik dapat mengurangi risiko infeksi.
2. Hematoma Subdural
Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan korteks serebri dari
duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi terlentang mengurangi
risiko sedini mungkin.
3. Obstruksi
Dapat ditimbulkan oleh:
- Ujung proksimal tertutup pleksus khoroideus.
- Adanya serpihan-serpihan (debris).
- Gumpalan darah.
- Ujung distal tertutup omentum.
- Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA
Shunt, ujung distal kateter dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan
mengakibatkan terbentuknya trombus dan timbul oklusi.
4. Keadaan CSS yang rendah
Beberapa pasien “Post shunting” mengeluh sakit kepala dan vomiting pada
posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan karena tekanan CSS yang
rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan jalan:
- Intake cairan yang banyak.
- Katup diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.
5. Asites oleh karena CSS
Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali dilaporkan oleh Ames, kejadian
ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP shunt. Adapun patogenesisnya
masih bersifat kontroversial. Diduga sebagai penyebab kelainan ini adalah
pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis, protein yang tinggi dalam
CSS. Asites CSS biasanya terjadi pada anak dengan tekanan intrakranial di
mana gejala yang timbul dapat berupa distensi perut, nyeri perut, mual dan
muntah-muntah.
6. Kraniosinostosis
Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan shunt
padahidrosefalusyangberat,sehinggaterjadipenututupan dini dari sutura
kranialis.
J. Discharge planning
1. Ajarkan perawatan dan balutan pemasangan shunt, jelaskan tanda infeksi dan
malfungsi dari shunt
2. Anjurkan untuk melapor ke perawat atau dokter bila ada sumbatan shunt
3. Jelaskan tentang obat-obatan yang diberikan, efek samping dan kebutuhan
mempertahankan tekanandarah ( seperti anti kejang )
4. Jelaskan pentingnya control ulang
K. Tindakan keperawatan yang harus diperhatikan dalam shunting
1. Mencegah terjadinya komplikasi
Mengukur lingkar kepala setiap 6 jam
Memonitor kondisi fontanel
Mengatur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan operasi
Menjaga anak posisi anak kepla tetap sejajar dengan tempat tidur untuk
menghindari pengurangan tekanan intrakranial secara tiba-tiba
Melaporkan segera setiap tingkah laku ( misalnya : mudah terstimulasi,
menurunnya tingkat kesadaran )atau perubahan tanda-tanda vital.
Menilai keadaan balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar
operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15
menit hingg tanda vital stabil, selanjutnya selanjutnya setiap 2 jam sekali.
2. Mencegah terjadinya infeksi
Melaporkan segera bila terjadi perubahan tanda-tanda vital meningkatnya
temperatur tubuh
Memonitor sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemarahan atau
pembengkakan
Pertahankan terpasangnya kondisi shunt tetap baik, jika kondisi shunt
tidak baik segera berkolaborasi untuk pengangkatan atau mengganti shunt
3. Membantu penerimaan orangtua tentang keadaan anaknya dan dapat
berpartisipasi
Memberikan kesempatan kepada orang tua atau anggota keluarga untuk
mengekspresikan perasaan
Menghindari dalam memberikan pernyataan negatif
Menunjukkan dorongan kepada orang tua untuk membantu perawatan
pada anak dengan opimal.
Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
Memberikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Riwayat keperawatan atau keluhan utama
Muntah, gelisah, nyeri kepala, lethargi, kelelahan, apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil.
2) Riwayat perkembangan
Premature
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur
Infeksi serebral
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Pembesaran kepala
Dahi yang menonjol dan mengkilat
Pembuluh darah yang terlihat jelas
2) Palpasi
Ukuran lingkar kepala
Fontanela : keterlambatan penutupan fontanela anterior sehingga
fomtanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan
tengkorak.
3) Pemeriksaan mata
Akomodasi
Gerakan bola mata
Luas lapang pandang
Konfer gensi
Strabismus
c. Observasi TTV
Didapatkan data-data sebagai berikut :
Peningkatan sistol tekanan darah
Penurunan nadi atau bradikardi
Peningkatan frekwunsi pernafasaan
d. Diagnosis klinis
1) Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi
dalam pengumpulan cairan abdominal.
2) Perkuisi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “crukedpot” atau
“mecewen’sign”.
3) Opthalmoscopy : edema pupil
4) CT scan memperlihatkan tipe hidrosefalus dengan analisis computer.
5) Radiology : ditemukan pelebaran sutura, erosi tulang intracranial.
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan stimulasi struktur
peka nyeri cerebral skunder adanya tingkatan intra cranial.
b. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan supresi motorik
penglihatan
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilisasi
e. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit tubuh kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake yang kurang, muntah berlebihan.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang
dan muntah
g. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai darah kejaringan
tidak adekuat
h. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembedahan
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap
mikroorganisme meningkat
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan
d. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan penurunan fungsi
pencernaan
e. Gangguan pola eliminasi berkemih berhubungan dengan penurunan fungsi
system perkemihan
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
g. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang
h. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi
3. Phatway Pre operasi
Hidrosefalus obstruktif(non komunikan)
Atrofi serebri
Hambatan LCS foramen luscha & foramen magendi
Dilatasi 2 ventrikel
lateral, ventrikel III & IV
Sindrom dandy
walker
Sex linked
Stemosis akuaductus
Obstruksi aliran LCS ke ventrikel
III
Dilatasi ventrikel lateral
- Hematoma intraventrikular
- Anaurisme vena galen
- Kista arakhoid- Spina bifida- Malformasi
chiari- Neoplasma
↓obstruksi
Infeksi- TBC
(meningitis)
- Kuman- Pnemoko
kus
Obliterasi ruangan
subarakhoid
Aliran LCS terganggu
Hidrosefalus non (komunikan)
Perdarahan subarakhoid
Inflamasi &
eksudasi
kadar protein
viskositas LCS
absorpsi LCS oleh villi
arachoidalis
Pasca meningitis
Kerusakan
villi arakhoidalis
Papiloma pleksuskoroi
sekresi LCS
Ketidakseim
bangan absorpsi villi arakhoidalis
Akumulasi LCS
Hidrosefalus
Fibrosis lepto
meningen↓
↓absorsi LCS
Ukuran lingkar kepala
Hedrosefalus
jumlah LCS dalam ruang serebral
TIK
Kulit kepala meregang &
menipis
mobilisasi
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit
Perkusi
Cracked pot
Kurang pengetah
un
Cemas
Distensi vena kulit kepala
Nistagmus
Pelebaran sutura & penonjolan
fontanel
Penekanan isi ruang orbita
Retraksi kelopak
mata & sklera mononjol
Sunset eyes
Supresi kisma optikum
Supresi motorik
penglihatan
ketajaman penglihatan
Penurunan
persepsi sensor penglihatan
Supresi sistem saraf
Medula oblongata
Merangsang pusat muntah
Aktifasi CTZ
↓Serabut saraf eferen
Gerakan ekspulsi isi
lambung, otot abdomen
Muntah
Anoreksia
intake per oral
Pons
fungsi pernafasan
ekspansi
paru
Pola nafas tidak efektif
Distensi pembuluh darah serebral
aliran darah
serebral
Gangguan perfusi
kesadaran
Penekanan struktur peka
nyeri
Impuls nyeri nosireseptor
SSP
Nyeri
Cairan
Dehidrasi
Volume cairan kurang dari kebutuhan
Makanan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Penekanan daerah otak
↓↑Kecepatan pelepasan
impuls pada neuron
↓Area korteks
↓zone lepas
muatan epiliptik
↓Gel. Sinkron
↓Korteks motorik
↓Kontraksi otot
↓Kejang
↓Resti injuri
4. Pathway Post Operasi
Pemasangan shunt
Pemajanan
mikroorganisme
Perlukaan jaringan
Vasodilatasi pembuluh darah
Vasokontriksi yang diikuti pengeluaran
neuromodulator (secrotonin)
Serabut saraf
Nyeri
Luka insisi
Rusakan jaringan kulit
N. vagus (N.X)
Fungsi pencernaan
Intake makanan
BB
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan
Penurunan sistem
perkemihan
Distensi
Resiko tinggi pola
eliminasi
Kurang pengetahuan
Cemas
Anak
Hospitalisasi
Orang tua
Gangguan integritas
kulit
Tindakan anastesi
Efek anastesi
Merangsang pusat kesadaran
Mendepresi pada
SSP
Penekanan saraf pernafasan
fungsi pernafasan
ekspansi paru
Sekret statis
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Resiko tinggi infeksi
Operasi
Penurunan fungsi jantung
Penurunan
TD
Suplai ke ginjal
menurun
Gangguan perfusi jaringan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyaman :
nyeri berhubungan dengan
stimulasi struktur peka nyeri
cerebral sekunder adanya
tingkatan intra cranial.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam.
Diharapkan rasa nyeri dan
ketidaknyamanan pasien
dapat terkontrol , dengan
kriteria hasil :
1. Anak tidak menangis /
meringis
2. Anak dapat tidur /
istirahat
3. Ekspresi wajah anak
menunjukkan penurunan
ambang nyeri
4. Orang tua mampu
mendemonstrasikan cara
mengurangi nyeri pada
anak
Mandiri :
1. Berikan lingkungan yang
tenang dan mendukung
2. Dukung anak untuk
menemukan posisi yang
nyaman ( posisi datar
dengan kaki ditinggikan)
3. Lakukan strategi non
farmakologi untuk
membantu anak
mengatasi nyeri
Menurunkan reaksi
stimulasi luar / sensitifitas
cahaya dan meningkatkan
relaksasi.
Untuk meningkatkan
aliran balik vena
membantu
mempertahankan /
meningkatkan sirkulasi
dan pengiriman oksigen
ke otak.
Karena teknik-teknik
seperti relaksasi,
pernafasan berirama, dan
distraksi dapat
menurunkan nyeri lebih
ditoleransi.
5. Rencana asuhan keperawatan Pre operasi
Distraksi :
a. Libatkan anak dalam
bermain,
mendengarkan radio,
tape perekam minta
anak ikut bernyanyi
atau bertepuk tangan.
b. Minta anak mengambil
nafas dalam dan
meniupkan balon
sampai diberitahu
untuk berhenti.
4. Libatkan orang tua dalam
permainan anak.
5. Catat lokasi karakteristik
dean bertanya nyeri
meliputi verbal dan non
verbal.
6. Lakukan pengukuran
lingkar kepala secara
Karena orang tua yang
paling mengetahui tentang
anak.
Untuk mengetahui
tingkatan nyeri yang
dirasakan anak.
Pengukuran ini penting
2.
Resiko kekurangan cairan
dan elektrolit tubuh kurang
dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang kurang,
muntah berlebihan.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam.
diharapkan pasien dapat
memenuhi kebutuhan cairan
dan elektrolit dengan
kriteria hasil:
1. Turgor kulit baik.
2. TTV stabil
berkala.
Kolaborasi :
Berikan obat analgesik sesuai
indikasi, dengan memberi
tahu bahwa anak akan lebih
baik.
Mandiri :
1. Monitor intake dan output
cairan.
2. Kaji turgor kulit,
kelembapan dan
membran mukosa.
3. Ukur berat badan tiap
untuk melihat pembesaran
kepala yang progesif atau
lebih dari normal.
Anak akan terkondisi pada
penghilangan nyeri yang
diperkirakan
Memberikan informasi
tentang keadaan volume
cairan.
Peningkatan suhu atau
demam dapat
meningkatkan laju
metabolik.
3.
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan suplai
darah kejaringan tidak
adekuat
3. Membran mukosa
lembab
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam.
diharapkan pasien dapat
menunjukkan peningkatan
suplai darah ke jaringan
normal dengan kreteria hasil
1. Tanda-tanda vital dalam
batas normal
2. Kapiler refill kurang
dari 3 detik
3. Akral hangat
4. Tidak terdapat sianosis
hari.
Kolaborasi :
Berikan cairan tambahan IV
sesuai kebutuhan.
Mandiri :
1. Berikan posisi datar pada
anak dengan kaki
ditinggikan
2. Catat perubahan dalam
tingkat kesadaran keluhan
sakit kepala, pusing,
terjadi devisi sensori/
motori pada anak
Indikator langsung
keadekuatan cairan dan
nutrisi.
Mempertahankan cairan
untuk memperbaiki
kehilangan cairan.
Untuk meningkatkan
aliran balik vena.
Membantu
mempertahankan /
meningkatkan sirkulasi
dan pengiriman oksigen
ke otak.
Perubahan dapat
menunjukan penurunan
perfusi pada SSP akibat
iskemia infark
4.
Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan supresi
motorik penglihatan.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam.
diharapkan pasien dapat
mempertahankan mental /
orientasi umum dengan
kriteria hasil :
1. Koordinasi motorik
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Pertahanan suhu
lingkungan
Mandiri :
1. Kaji dan catat tingkat
orientasi pasien dengan
cara tes GCS
2. Pasang semua pagar
pengaman ketika pasien
sendiri, jaga atau pelihara
keamanan pasien setiap
waktu
Perubahan dapat
menunjukan penurunan
sirkulasi / hipoksia yang
meningkatkan oklusi
kapiler
Mencegah vasokontriksi
membantu dalam
mempertahankan sirkulasi
dan perfusi.
Untuk mengetahui tingkat
orientasi secara optimal
Menjaga keamanan dari
setiap tindakan yang
dilakukan pada anak.
5.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan
penurunan mobilisasi dan
gangguan perfusi jaringan.
balik
2. Perubahan respon umum
terhadap rangsang balik.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam.
diharapkan pasien dapat
mengidentifikasi faktor
individual dengan kriteria
hasil :
3. Gunakan penerangan
yang layak (cahaya yang
tidak terlalu terang) setiap
hari dan malam.
4. Rangsang indra peraba
dan perasa.
5. Tutup mata ketika pasien
tidur dengan kassa steril
yang dibasahi dengan air
matang
Mandiri :
1. Inspeksi seluruh area
kulit, catat adanya
kemerahan,
pembengkakan. Berikan
perhatian khusus pada
daerah belakang kepala.
Menurunkan
reaksisensitivitas pada
cahaya dan meningkatkan
persepsi sensori
Untuk mengetahui
kepekaan dari indra.
Untuk menghindari benda
yang masuk pada mata
karena pada pasien
hidrosefalus ketika tidur
mata tetap terbuka.
Kulit biasanya cenderung
rusak karena perubahan
sirkulasi perifer dan
menurunnya mobilisasi.
1. Tidak terjadi lecet pada
kulit
2. Perubahan status
metabolik
3. Tidak terjadi perubahan
status perifer.
2. Berikan bantalan yang
lembut dan perhatikan
kulit tetap kering
( biasanya lembab karena
keringat )
3. Sediakan 2-3 bantalan
bulat yang lembab.
4. Lakukan perubahan posisi
anak (misalnya : 2 jam
sekali ) bila kulit terlihat
kemerahan kepela harus
dirubah sesering
mungkin.
5. Bersihkan dan keringkan
kulit ,jaga tetap kering
Menguragi resiko
kerusakan kulit.
Untuk menganti bantalan
bila terjadi kelembapan.
Meningkatkan sirkulasi
pada kulit dan
mengurangi tekanan.
Kulit yang bersih dan
kering tidak akan
cenderung mengalami
eksoriasi dan mencegah
terjadinya iritasi.
6.
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
Setelah dilakukan asuhan
perawatan selama 1x 24 jam
diharapkan anak
menunjukkan fungsi
6. Anjurkan anak untuk
terus melakukan program
latihan.
Kolaborasi :
Berikan terapi kenetik atau
matras, berikan tekanan sesuai
kebutuhan
1. Posisikan anak untuk
evisiensi ventilasi yang
maksimum
2. Berikan oksigen sesuai
ketentuan / kebutuhan
3. Catat kecepatan,
Menstimulasi sirkulasi,
meningkatkan nutrisi sel
oksigenasi dan
meningkatkan kekuatan
jaringan.
Meningkatkan sirkulasi
sistemik periferdan
menurunkan tekanan
kulit. Mengurangi
kerusakan kulit.
Dapat mendorong ekspansi
paru yang optimal
Agar kebutuhan oksigen
terpenuhi
Menurunnya ventilasi
7.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan intake yang kurang
dan muntah
pernapasan normal, anak
mendapat suplai O2 yang
optimal dengan kriteria hasil:
1. Anak dapat beristirahat
dengan tenang
2. Pernapasan anak tidak
sulit / bernafas dengan
mudah
3. Pernapsan tetap dalam
batas normal
(30-60x/menit)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi pada anak
terpenuhi dengan kriteria
hasil:
1. Berat badan stabil
2. Anak mengkomsumsi
kedalaman pernafasan,
auskultasi bunyi nafas,
selidiki adanya pucat atau
sianosis
4. Ubah posisi secara
periodik dan ambulasi diri
1. Catat intake dan out put
dengan akurat.
2. Timbang berat badan
dengan teratur.
3. Berikan ASI yang cukup,
dapat mengakibatkan
hipoksia
Meningkatnya pengisian
udara seluruh segmen
paru, mobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
Membantu dalam
mengidentifikasi
devisiensi dan diet anak
Untuk mengetahui terjadi
devisit nutrisi atau tidak.
Nutrisi tambahan dapat
diimplementasikan bila
berat abdan turun
Untuk memenuhi
8.
Resiko tinggi injuri
berhubungan dengan kejang
nutrisi yang cukup.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pasien tidak mengalami
cedera dengan kriteria hasil :
1. Anak tidak menunjukan
tanda – tanda cedera
fisik
2. Anak tenang
makanan tinggi kalori dan
tinggi protein.
4. Beri makanan yang
disukai annk
5. Perkaya makanan dengan
suplemen nutrisi.
Misalnya : susu bubuk.
1. Jangan mencoba
menrestrain anak atau
menggunakan paksaan
2. Tempatkan selimut kecil
atau tangan dibawah
kepala anak
3. Longgarkan pakaian anak
4. Pertahankan agar
penghalang tempat tidur
kebutuhan tubuh, untuk
metabolisme dan
pertumbuhan
Mendorong anak agar mau
makan
Untuk memaksimalkan
kwalitas asupan makanan.
Untuk mencegah cedera
pada anak
Untuk mencegah jatuh dan
kerusakian integritas kulit
Pakaian yang ketat dapat
menyebabkan cedera dan
menghambat pernapasan
Untuk menghindari jatuh
tetap terpasang ketika
anak sedang tidur, istirahat
ataui mengalami kejang.
5. Bantali objek seperti
penghalang tempat tidur
6. Tetaplah bersama anak
dan tenangkan anak
sampai ia sadar
Untuk menghindari cedera
karena benturan
Karena anak mungkin
bingung dan takut.
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan
insisi jaringan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam, Anak
mengalami punurunan nyeri
dengan kriteria hasil :
1. Tidak cemas.
2. Tidak tegang.
3. Ekspresi wajah wajar
(tidak menahan nyeri).
Mandiri :
1. Catat adanya peningkatan
rasa nyeri dengan cara
skala wajah nyeri.
2. Hindari palpasi area agar
terhindar dari rasa nyeri
pasca operatif
pembedahan jika
diperlukan.
3. Berikan posisi yang
nyaman pada anak bila
diindikasikan.
4. Lakukan tindakan
perawatan (ganti balutan
3x24 jam sekali dengan
cara mengganti balutan
kering)
5. Berikan analgetic sesuai
indikasi.
Digunakan untuk
mengetahui keadaan nyeri
pada anak dan mencegah
keadaan nyeri.
Untuk menghindari
terjadinya nyeri.
Posisi nyaman dapat
digunakan untuk relaksasi
untuk mengurangi nyeri.
Mengurangi risiko
terjadinya infeksi
Digunakan untuk farmako
terapi terhadap nyeri
6. Rencana asuhan keperawatan Post- operasi
2. Resti infeksi berhubungan
dengan pemajanan terhadap
mikro organisme meningkat
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1x24 jam
infeksi dapat dicegah dengan
kriteria hasil :
1. Suhu normal 36,5
derajat celcius.
2. Tidak ada kemerahan
panas.
3. Balutan kering dan
besih.
Mandiri :
1. Monitor TTV ( suhu )
2. Pertahankan nutrisi
adekuat.
3. Gunakan teknik mencuci
tangan yang cermat
sebelum dan sesudah
merawat anak unuk
menghilangkan mikro
organisme.
4. Lakukan perwatan luka
dengan hati-hati agar
luka tetap besih.
5. Ganti balutan luka
setelah 3 hari post
operasi.
Karena peningkatan suhu
menunjukkan terjadinya
infeksi.
Untuk mendukung
pertahanan tubuh.
Untuk menghilangkan
organisme efektif.
Untuk meminimalkan
resiko infeksi.
Dengan balutan dapat
meningkatkan
kelembapan
3.
4.
Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
pembedahan
Gangguan pola eliminasi
berkemih berhubungan dengan
penurunan fungsi system
perkemihan
Tujuan : menunjukkan
penyembuhan luka tepat
waktu tanpa komplikasi.
Criteria hasil :
1. Tidak terdapat kerusakan
permukaan kulit
2. Tidak terdapat gangguan
penyembuhan
Tujuan : menunjukan pola
eliminasi yang normal
dengan criteria hasil :
1. Berkemih dengan
jumlah yang normal
6. Gunakan asepsis medis.
1. Kaji bekas pembedahan
pada granulasi jaringan
2. Tinjau ulang nilai
laboratorium terdapat
anemia dan penurunan
albumen serum.
Perhatikan jumlah
leukosit.
1. Kaji haluaran urin
penyembuhan luka.
Mencegah terjadinya
resiko infeksi.
Area pembedahan yang
baik akan sembuh tanpa
adanya komplikasi
Anemia dan edema dapat
mempengaruhi
penyembuhan
Penurunan haluaran urine
menunjukkan gangguan
pola eliminasi
Indikasi adanya akumulasi
5.
6.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru
Cemas berhubungan dengan
hospitalisasi
Tujuan : Pernapasan efektif
setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria
hasil :
1. RR normal
30-60×/menit
2. Anak tidak mengalami
sianosis
Tujuan : anak tidak
mengalami kecemasan
setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria
hasil :
1. Anak istirahat dengan
tenang
2. Anak melakukan
aktivitas tanpa
kecemasan
1. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
ronki/mengi
2. Bantu pasien untuk
melakukan batuk efektif,
miring kir/kanan dan nafas
dalam
1. Dorong keberadaan orang
tua segera setelah
diizinkan
2. Membuat ruang perawatan
seperti situasi dirumah
dengan mendekorasi
dinding dengan poster
atau kartu bergambar
3. Mengajak anak untuk
bermain dengan
beraktivitas yang tidak
secret/penbersih jalan
nafas tidak efektif
Memudahkan gerakan
secret dan pembersihan
paru,menurunkan risiko
komplikasi pernafasan.
Menurunkan stress
perpisahan
Agar anak menjadi aman
didalam ruang tersebut
Mengurangi stress pada
hospitalisasi
menggunakan banyak
energi seperti menyusun
balok diatas tempat tidur
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan syndroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi
yang progesif pada sistem ventrikuler serenral dan kompresi gabungan dari
jaringan-jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absobsi oleh vili arachnoid. Hidrosefalus terjadi kelainan dimana
peningkatan junplah serebrospinal dalam rongga otak dan atau spinal.
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebih dari cairan serebro spinal dean
sistem ventrikel yang mengakibatkan dilatasi positif pada venrikel.
Hidrosefalus dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
a) Hidrosefalus non komunikasi atau obstrutif
Dimana terdapat gangguan sirkulasi cairan serebrospinal dalam susunan ventrikel
sendiri dan cairan tidak dapat mencapai ruang sebaracnoid, misalnya cacat dalam
duktus akueduktus atau foramine ventrikel keempat melalui foramen lusheka dam
magendhie.
b) Hidrosefalus komunikasi didalam lintasan dalam susunan ventrikel terbuka
dan cairan ventrikel mampu untuk bergerak bebas kedalam ruang subaraenoid
spinal.
c) Hidrosefalus bertekanan normal
Ditandai pembesaran sister basilar dan ventrikel dengan kompresi jaringan
serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal.
Dengan diperkenalkan prosedur shunt insertion, anak-anak dengan
hidrosefalus dapat hidup normal dan mempunyai harapan hidup yang normal.
top related