lapsus krisis hipertensi
Post on 27-May-2017
277 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN STUDI KASUSLABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAMRSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG
KRISIS HIPERTENSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Oleh:
Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked.
209.121.0013
Pembimbing:
dr. Bondan, M.Kes., Sp.PD.
KEPANITERAAN KLINIK MADYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam
yang berjudul “Krisis Hipertensi” ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Madya serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam
menangani kasus secara holistik dan komprehensif.
Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan
kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran
dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.
Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-
rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.
Penyusun
Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked.
1
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar .................................................................................................1
Daftar Isi ..........................................................................................................2
BAB I : Pendahuluan .....................................................................................3
BAB II : Laporan KasusIdentitas Penderita......................................................................................4Anamnesis..................................................................................................4Anamnesis Sistem......................................................................................5Pemeriksaan Fisik......................................................................................5Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7Resume.......................................................................................................9Diagnosis....................................................................................................9Penatalaksanaan.........................................................................................9Follow Up................................................................................................10
BAB III : Tinjauan PustakaSistem Kardiovaskuler
Anatomi Sistem Kardiovaskuler.......................................................11Fisiologi Sirkulasi Kardiovaskuler...................................................11
HipertensiDefinisi..............................................................................................12Etiologi..............................................................................................12Klasifikasi.........................................................................................13Patofisiologi......................................................................................14Gambaran Klinis...............................................................................15Pemeriksaan Penunjang....................................................................15Penatalaksanaan................................................................................16Komplikasi........................................................................................18
Krisis HipertensiDefinisi..............................................................................................20Epidemiologi.....................................................................................20Patofisiologi......................................................................................21Gambaran Klinis...............................................................................22Diagnosa...........................................................................................23Penatalaksanaan................................................................................25Prognosis...........................................................................................30
BAB IV : Penutup ..........................................................................................31
Daftar Pustaka.................................................................................................32
2
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
BAB IPENDAHULUAN
Hipertensi (HT) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat dunia. Pada
setiap jenis hipertensi, dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu
kegawatan medik dan memerlukan upaya pengenalan dini serta pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk mencegah kerusakan organ dan menyelamatkan jiwa
penderita. Beberapa peneliti mengatakan bahwa 1% dari penderita hipertensi akan
mengalami krisis hipertensi. Berdasarkan data dari majalah the Lancet dan WHO
memprediksi bahwa kejadian krisis hipertensi akan meningkat dari 0,26% pada
tahun 2000 menjadi 0,29% pada tahun 2025 pada penduduk dewasa di dunia.
Gambaran kilnis krisis HT berupa tekanan darah (TD) yang sangat tinggi,
menetap pada nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat serta
menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar TD yang dapat
menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada
penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang. Krisis hipertensi
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi emergensi sebagai suatu
situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah segera dengan menggunakan
obat parenteral akibat adanya ancaman kerusakan organ target yang akut dan
bersifat progresif, sedangkan hipertensi urgensi merupakan suatu situasi dengan
peningkatan tekanan darah yang nyata tetapi tanpa disertai gejala klinis yang berat
atau kerusakan organ target yang progresif, namun tekanan darah tetap perlu
diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini sebagai pembelajaran.
3
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
BAB IILAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. M Tanggal periksa : 09-11-2013
Umur : 53 tahun Nomor RM : 33-49-23
Pekerjaan : Petani Pasien Jamkesmas
Pendididkan : Tidak sekolah Status Perkawinan: Menikah
Nama suami : Tn.C
Usia suami : 55 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Pakisaji
B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
1. Keluhan Utama : nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar keluarganya ke UGD Rumah Sakit Kanjuruhan
tanggal 9 November 2013 pukul 15.33 WIB dengan keluhan nyeri dada
yang dirasakan sejak kemarin pagi. Nyeri dada dirasakan semakin
memberat tetapi tidak menjalar dan pasien juga mengeluh sesak. Pasien
mengeluhkan sakit kepala di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta
semakin memberat saat aktivitas biasa pada pagi hari. Pasien tidak
mengeluh mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat MRS : (+) karena stroke
Riwayat stroke : (+) saat 10 tahun yang lalu
Riwayat DM : (-)
Riwayat hipertensi : (+)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+) anak dan saudara
5. Riwayat kebiasaan dan gizi:
Jarang berolahraga
4
Pasien mengaku sudah berhenti mengkonsumsi kopi dan mengurangi
makanan asin.
6. Riwayat Pengobatan:
Pasien mengaku jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi obat karena
merasa tidak ada keluhan yang dirasakan.
C. ANAMNESIS SISTEM
Kulit : kulit gatal (-), bintik merah di kulit (-), berkeringat (-)
Kepala : rambut beruban, luka (-), benjolan (-), sakit kepala (+)
Mata : merah (-/-), penglihatan berkunang-kunang (-)
Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-), sekret/rhinorrea (-/-)
Telinga : cairan (-/-), nyeri (-/-)
Mulut : sariawan (-), bibir pucat (-)
Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
Pernafasan : sesak nafas (+), batuk (-)
Kardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (+)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), BAB (normal)
Genitourinaria : BAK (normal)
Neurologic : kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)
Muskuluskeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
Ekstremitas :
a. Atas kanan : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)
b. Atas kiri : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)
c. Bawah kanan : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)
d. Bawah kiri : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)
D. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 November 2013)
1. KU: tampak lemah, kesadaran (GCS 456), status gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 238/129 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 37oC
5
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-)
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), mimik wajah kesakitan
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), subconjunctiva bleeding (-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), sekret (-)
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-), nyeri (+)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : Statis (depan dan belakang)
6
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
Pulmo : Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
12. Abdomen
Inspeksi : flat
Palpasi : nyeri (-), undulansi (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus normal
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
Akral dingin Oedem
- -
- -
14. Sistem genetalia: dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi (9 November 2013)
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai NormalDarah lengkapHb HCTEritrositLeukositTrombosit
14,140,74,747.700217.000
g/dl%Juta/cmmsel/cmmsel/cmm
L= 13,5-18 P= 12-16L= 40-54 P= 35-47L= 4,5-6,5 P= 4,0-6,04.000-11.000150.000-450.000
Laboratorium Kimia Darah (9 November 2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDSSGOT
80 mg/dl14 U/L
<140L= 10-42 P= 7-35
7
- -
- -
SGPTUreum/ureaCreatinin
12 U/L51 mg/dl1,0 mg/dl
L= 10-42 P= 7-3520-40L= 0,6-1,1 P= 0,5-0,9
Kesimpulan: kadar ureum sedikit meningkat dengan krisis hipertensi
EKG (11 November 2013)
Lead I V1
Lead II V2
Lead III V3
AVF V4
AVL V5
AVR V6
8
F. RESUME
Ny. M, 53 tahun datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan sejak
kemarin pagi, pasien juga mengeluh sesak. Pasien mengeluhkan sakit kepala
di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta semakin memberat saat
aktivitas biasa pada pagi hari. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien
pernah MRS karena stroke sekitar 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sudah sejak lama tetapi jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi
obat karena merasa tidak ada keluhan yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 238/129 mmHg, dan mimik wajah pasien terlihat
kesakitan, didapatkan juga nyeri lepas (tanpa penekanan) pada dada.
G. DIAGNOSIS
Krisis Hipertensi
Differrential Diagnosis:
1. Myocardial Infarction
2. Cerebrovascular Accident (CVA)
3. Acute Coronary Syndrome
4. Renal disorder
H. PENATALAKSANAAN
Non Farmakoterapi
a. Edukasi tentang penyakitnya
b. Tirah baring, head up 30o
c. Diet rendah cairan
d. Diet rendah garam
Farmakoterapi (tanggal 9 November 2013)
1. O2 nasal 2 liter/menit
2. R/ IVFD NS 20 tpm
3. R/ Inj. Neurobion 5000 amp 3ml drip
4. R/ Nifedipin 5 mg PO sublingual, monitor tiap 15-30’ ulang
5. R/ Interpril 5 mg PO 1-0-0
9
I. FOLLOW UP
Nama/usia : Ny.M / 53 tahun
Diagnosis : Krisis hipertensi
Tabel flowsheet penderitaNo. Tanggal S O A P1. Sabtu,
9/11/201315.33 WIBLokasi: IGD
nyeri dada sejak kemarin pagi, sesak, sakit kepala semakin memberat saat aktivitas biasa pagi hari.
KU: lemah, GCS: 456TD: 238/129 mmHg, N :82 x/mnt, RR : 28 x/mnt, Suhu: 37oCP.Fisik:mimik wajah terlihat kesakitan, nyeri lepas dada (+), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)P.Penunjang:Darah lengkap & Kimia darah : kadar ureum sedikit meningkat dengan krisis hipertensi
Krisis Hipertensi
O2 nasal 2 liter/menitR/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml dripR/ Nifedipin 5 mg PO sublingual
- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
-
2. Minggu, 10/11/2013Lokasi: R. Airlangga
nyeri dada, sesak berkurang, sakit kepala berkurang
KU: lemah, GCS: 456TD: 150/90 mmHg, N:78 x/mnt,RR: 24 x/mnt, Suhu: 35,8oCP.Fisik:mimik wajah terlihat kesakitan, nyeri lepas dada (+), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)
Krisis Hipertensi
O2 nasal 2 liter/menitR/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml drip
- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
3. Senin, 11/11/2013Lokasi: R. Airlangga
sakit kepala, sulit tidur
KU: lemah, GCS: 456TD: 140/90 mmHg, N :82 x/mnt,RR: 19 x/mnt, Suhu: 36,3oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)
Krisis Hipertensi
R/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml drip
- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
4. Selasa, 12/11/2013Lokasi: R. Airlangga
sakit kepala berkurang, bisa tidur
KU: cukup, GCS: 456TD: 140/80 mmHg, N :82 x/mnt,RR: 20 x/mnt, Suhu: 35,8oCP.Fisik:
Krisis Hipertensi
R/ IVFD NS 20 tpm R/ Inj.iv Ketorolac 3 dd 1R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
5. Rabu, 13/11/2013Lokasi: R. Airlangga
Tidak ada keluhan KU: cukup, GCS: 456TD: 140/70 mmHg, N: 80 x/mnt,RR: 18 x/mnt, Suhu: 36,5oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)
Krisis Hipertensi
R/ IVFD NS 20 tpm R/ Inj.iv Ketorolac 3 dd 1
- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
6. Kamis, 14/11/2013 Lokasi: R. Airlangga
Tidak ada keluhan KU: cukup, GCS: 456TD: 140/90 mmHg, N:78 x/mnt,RR: 20 x/mnt, Suhu: 36oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)
Krisis Hipertensi
R/ IVFD NS 20 tpm R/ Interpril 5mg PO 1-0-0
Boleh Pulang
10
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM KARDIOVASKULER
a. Anatomi Sistem Kardiovaskuler
Gambar 3.1: Sistem Peredaran Darah Jantung dan Pembuluh Darah. 1
b. Fisiologi Sirkulasi Kardiovaskuler
Gambar 3.2: Komponen yang mempengaruhi tekanan darah. 1
Pada gambar 3.1 dan 3.2 menunjukkan sistem sirkulasi jantung. Tekanan
darah manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah
11
jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap
menit. Setiap periode tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi
pulmonalis di periode tertentu ekuivalen dengan volume darah yang mengalir ke
sirkulasi sistemik. Faktor yang mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi
denyut jantung dan volume sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume
sekuncup dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali
ke jantung atau aliran balik vena menuju atrium (preload) serta volume darah
yang diejeksikan dari ventrikel (afterload). 1
B. HIPERTENSI
a. Definisi Hipertensi
Sesuai dengan JNC VII 2003 (Seventh Joint National Committee) on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure,
hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140
mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama
dengan 90 mmHg (Nugroho, 2010). Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme
pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144).
b. Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001)
1. Hipertensi essensial (primer): hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder: hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
12
Faktor keturunan
Ciri perseorangan
o Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
o Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
o Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Kebiasaan hidup
o Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
o Kegemukan atau makan berlebihan
o Stress
o Merokok
o Minum alkohol
o Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Hipertensi sekunder disebabkan oleh sebagai berikut :
Tabel 3.1: Etiologi hipertensi sekunder. 1
c. Klasifikasi
13
Tabel 3.2: Pembagian hipertensi menurut JNC VII. 1
d. Patofisiologi
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel
kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan
pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan
hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastole.
Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang
meningkat dan peningkatan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA)
belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri
selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya
aterosklerosis primer.
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus
(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada
stadium selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak
teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada
jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara
massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini
diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan
fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan
konsumsi oksigen otot jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik
ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit jantung koroner.
Faktor Koroner
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga
meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan
hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat
hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu:
14
1. penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos
pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan.
Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya
compliance pembuluh-pembuluh ini dan mengakibatkan tahanan perifer;
2. hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan kepiler per
unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi
antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi factor utama pada
stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini.
Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit,
meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas
mekanik ventrikel kiri.
e. Gambaran Klinis
Gejala klinis spesifik pada pasien hipertensi yaitu nyeri kepala yang dirasakan
pada pagi hari dan terlokalisir di oksipital. Gejala non spesifik hipertensi yaitu
pusing, palpitasi, kelemahan, dan impotensi. Gejala yang timbul pada hipertensi
sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
4. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
5. Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi
6. ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
7. Foto dada dan CT scan.
8. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
15
Tabel 3.3: Pemeriksaan Laboratorium Untuk Mengetahui Fungsi Organ. 1
g. Penatalaksanaan
Tabel 3.4: Penatalaksanaan hipertensi. 2
16
Diagram 3.1: Alur penatalaksanaan hipertensi. 2
Non Farmakoterapi
Tabel 3.5: Terapi Modifikasi Gaya Hidup pada Hipertensi. 1
Farmakoterapi
17
Tabel 3.6: Daftar obat yang digunakan dalam terapi hipertensi. 1
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua
kategori pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan
pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang
dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik
dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.
Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat
menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-
blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE
inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine.
Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi
untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.
18
Tabel 3.7: Terapi hipertensi dengan komplikasi. 2
h. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan
baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal,
mata,otak, dan jantung.Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,
migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:
pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:
gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal,
gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma,
sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal,
serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan
merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya
dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman,
beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu
19
diqwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat
disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :
a. Stroke
b. Gagal jantung
c. Gagal Ginjal
d. Gangguan pada Mata
20
C. KRISIS HIPERTENSI
a. Definisi Krisis Hipertensi
Klasifikasi dan pendekatan untuk hipertensi secara periodik ditinjau oleh Joint
National Committee (JNC) dalam pencegahan, deteksi, evaluasi, dan penanganan
tekanan darah tinggi, dengan laporan terbaru (JNC 7) yang telah dirilis pada tahun
2003. 3 Meskipun tidak secara khusus dijelaskan dalam laporan JNC 7, pasien
dengan tekanan darah sistolik (Systolic blood pressure/SBP) > 179 mm Hg atau
tekanan darah diastolik (Diastolic blood pressure/SBP) > 109 mm Hg biasanya
dianggap sebagai "krisis hipertensi". Berdasarkan data dari JNC 3 tahun 1993
mendefinisikan klasifikasi operasional krisis hipertensi secara komprehensif yaitu
"hypertensive emergencies/darurat" dan "hypertensive urgencies/mendesak"
Klasifikasi ini tetap berlaku sampai saat ini. Peningkatan tekanan darah (TD) yang
berat dan akut diklasifikasikan atas hypertensive emergencies yakni
hipertensi dengan kerusakan akut dan berat pada organ target, dan hypertensive
urgencies yakni tidak adanya keterlibatan kerusakan akut pada organ target.
Kepentingan pembagian hypertensive emergencies dan hypertensive urgencies
adalah untuk mengambil kebijakan penting dalam merumuskan rencana
terapeutik. Pasien dengan hypertensive urgencies, TD harus diturunkan dalam
waktu 24 sampai 48 jam, sedangkan pasien dengan hypertensive emergencies
harus memiliki TD yang rendah segera (antara 1-2 jam), meskipun tidak dalam
level yang normal.3,4
Malignant hypertension digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom
yang ditandai dengan peningkatan TD yang disertai dengan ensefalopati atau
nefropati akut.3,4 Tetapi istilah ini, telah dihapuskan dari National and International Blood Pressure Control guidelines dan istilah yang sering
digunakan dan telah disetujui adalah hypertensive emergency.3
b. Epidemiologi Krisis Hipertensi
Hypertensive emergency pertama kali dijelaskan oleh Volhard dan Fahr
pada tahun 1914, yang melihat pasien dengan hipertensi berat disertai dengan
tanda-tanda cedera vascular pada jantung, otak, retina, dan ginjal. Sindrom ini
21
memiliki efek yang cepat dan fatal, berakhir dengan serangan jantung, gagal
ginjal, atau stroke, tetapi masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Sampai pada
tahun 1939 telah dilakukan studi besar pertama dari perjalanan penyakit
hypertensive emergency dan telah dapat dijeslakan secara rinci. Hasil
artikel ini dijelaskan oleh Keith dan rekan-rekannya, yang mengungkapkan bahwa
hypertensive emergency yang tidak diobati memiliki angka kematian 1
tahun sebanyak 79%, dengan harapan hidup rata-rata 10,5 bulan. Sebelum
ditemukan obat antihipertensi, dari seluruh pasien hipertensi memiliki
kemungkinan 7% mengalami hypertensive emergency. Saat ini,
diperkirakan antara 1 sampai 2% pasien dengan hipertensi akan mengalami
hypertensive emergency. 3,4
Di Amerika Serikat, keadaan hypertensive emergency terus berkembang
dan menjadi umum. Epidemiologi gangguan ini sejajar dengan distribusi dari
essential hypertension, yang lebih tinggi pada orang tua dan Afrika Amerika,
dengan laki-laki berpengaruh dua kali lebih sering daripada wanita. Meskipun
selama 4 dekade terakhir pengembangan obat antihipertensi semakin efektif,
tetapi insiden hypertensive emergency tetap terus meningkat. Sebagian besar pasien yang datang dengan hypertensive emergency ke
rumah sakit pernah diagnosis hipertensi sebelumnya dan telah diresepkan obat
antihipertensi. Namun, pesien-pasien tersebut memiliki kontrol TD yang tidak
adekuat. Kurangnya dokter perawatan primer, serta ketidakpatuhan konsumsi obat
antihipertensi yang telah diresepkan memiliki peran yang kuat terhadap terjadinya
hypertensive emergency. Dalam beberapa penelitian, 50% dari pasien yang
datang ke IGD dengan hypertensive emergency diakibatkan ketidakpatuhan
dalam mengkonsumsi obat antihipertensi dalam minggu sebelumnya. Selain itu di
daerah metropolitan, sebagian kecil pasien, penggunaan narkoba menjadi faktor
risiko utama dalam pengembangan hypertensive emergency. 3,4
c. Patofisiologi
Hipertensi berat akut dapat mempersulit hipertensi esensial dan hipertensi
sekunder. Faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi peningkatan TD
yang cepat dan berat pada pasien dengan krisis hipertensi masih belum dapat
dipahami dengan jelas. Kecepatan dari onset menunjukkan adanya faktor pemicu
22
yang menyertai keadaan hipertensi yang sudah diderita sebelumnya. Krisis
hipertensi diperkirakan diakibatkan oleh peningkatan mendadak resistensi
vaskular sistemik yang mungkin berhubungan dengan vasokontriktor humoral.
Selanjutnya, peningkatan TD menghasilkan stres mekanik dan cedera sel endotel
yang mengarah kepada peningkatan permeabilitas, aktivasi koagulasi cascade dan
platelet, dan deposisi fibrin. Peningkatan TD yang berat, dapat menyebabkan
cedera sel endotel dan nekrosis fibrinoid dari arteriol. 3,4
Akibat dari proses tersebut, akan menyebabkan iskemia dan pelepasan
mediator vasoaktif lain yang dapat menyebabkan cedera berkelanjutan (lingkaran
setan). Sistem renin-angiotensin akan sering diaktifkan, sehingga menyebabkan
vasokonstriksi lebih lanjut dan produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin-6. 3,4 Deplesi (habisnya) volume sebagai akibat dari tekanan natriuresis menstimulasi
pelepasan lebih lanjut zat vasokonstriktor dari ginjal. Mekanisme kolektif ini
dapat berujung di hipoperfusi, iskemia dan disfungsi organ target yang
bermanifestasi sebagai hypertensive emergency.
d. Gambaran Klinis
Tabel 3.8: Manifestasi klinis hypertensive emergencies. 3
Sebagian besar pasien akan mengalami peningkatan TD yang persisten selama
sekitar satu tahun sebelum mengalami hypertensive emergency.
Manifestasi klinis dari hypertensive emergency secara langsung
berhubungan dengan terjadinya disfungsi organ target tertentu. Tanda-tanda dan
gejala dapat bervariasi antar pasien. Zampaglione dan rekan-rekannya melaporkan
bahwa tanda-tanda yang paling sering pada pasien dengan keadaan
hypertensive emergency adalah nyeri dada (27%), dyspnea (22%), dan
23
defisit neurologis (21%). Tidak ada ambang batas tertentu pada TD yang dapat
berhubungan dengan terjadinya hypertensive emergency. Namun, disfungsi
organ jarang terjadi pada tekanan diastole/DBP <130 mmHg (kecuali pada anak-
anak dan kehamilan). Peningkatan TD yang absolut juga mungkin tidak
berpengaruh terhadap terjadinya hypertensive emergency. Misalnya, pada
pasien dengan hipertensi lama, dengan tekanan sistol/SBP > 200 mm Hg atau
DBP > 150 mm Hg mungkin juga ditoleransi tanpa perkembangan hipertensi
ensefalopati, sedangkan pada anak dan ibu hamil ensefalopati dapat berkembang
dengan DBP hanya > 100 mmHg. 3
e. Diagnosa 5,6,11,12,16
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita
sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Anamnesa: sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal
yang penting ditanyakan :
- Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.
- Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
- Usia: sering pada usia 40 – 60 tahun.
- Gejala sistem syaraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas).
- Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
- Gejala sistem kardiovascular (payah jantung, kongestif dan oedem paru,
nyeri dada )
- Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
- Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri) mencari
kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,
aorta diseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan penunjang :
24
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
urine : Urinelisa dan kultur urine.
EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana ).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) :
sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),
biopsi renald ( kasus tertentu ).
menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT
Scan.
Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk Katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
Faktor presifitasi pada krisis hipertensi
Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan
hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis
hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis
hipertensi, antara lain :
- Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering).
- Hipertensi renovaskular.
- Glomerulonefritis akut.
- Sindroma withdrawal anti hypertensi.
- Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
- Renin-secretin tumors.
- Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO
inhibitors.
- Penyakit parenkhim ginjal.
- Pengaruh obat: kontrasepsi oral, anti depresan trisiklik, kortikosteroid, NSAID,
MAO Inhibitor, simpatomimetik (pil diet, sejenis Amphetamin), ergot alk.
- Luka bakar.
25
- Progresif sistematik sklerosis, SLE.
Differential diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.
f. Penatalaksanaan
Dasar-dasar penanggulangan krisis HT : 5,11,12,15
Tekanan darah harus segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk
penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain,
penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan
aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk menurunkan
TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhaikan berbagai faktor antara
lain keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap), pengamatan
problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran darah dan
autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif
untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.
o Autoregulasi
Autoregulasi: penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran
darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak
dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.
Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada
individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean
Arterial Pressure ( MAP ) 60–70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah
untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal,
maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkope.
26
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic
yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak. Walaupun
oleh Kontos dkk. mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam
perubahan metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan
TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada penderita
hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada
TD yang lebih tinggi. Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-
rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan
dengan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita hipertensi dengan
pengobatan mempunyai nilai diantara group normotensi dan hipertensi tanpa
pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser
autoregulasi kearah normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun
hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis
hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam,
tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita
aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan
dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi
emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25%
dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan
intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus
dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.
o Status volume cairan 11,15
Umumnya penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume
depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara
klinis dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung kongestif atau
oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam (natrium)
serta diuretika pada hipertensi maligna akan menyebabkan bertambahnya
volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah meningkatkan
27
TD. Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan obat anti
hipertensi non diuretika beberapa hari dan telah terjadi reflex volume retention.
Penanggulangan hipertensi emergensi: 6,7,10
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
- Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial
catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair
dan status volume intravaskuler.
- Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
*tentukan penyebab krisis hipertensi
*singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
*tentukan adanya kerusakan organ sasaran
- Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis
yang menyertai dan usia pasien.
- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.
- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,
kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam 1-2 minggu.
Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka
penderita dirawat diruangan intensive care unit, (ICU) dan diberi salah satu dari
obat anti hipertensi intravena (IV).
28
Tabel 3.9: Terapi parenteral hypertensive emergencies. 3
Tabel 3.10: Dosis terapi parenteral hypertensive emergencies. 3
• Obat oral untuk hipertensi emergensi : 8,9,10,14
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk
menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) dan Captopril dalam
penanganan hipertensi emergensi. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak
berbeda bermakna dalam menurunkan TD. Captopril 25mg atau Nifedipine
10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda
Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek
samping yang timbul. Pasien digolongkan nonrespons bila penurunan TD
diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD
diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan
simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis
setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit
pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg
29
atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan
sign dari organ sasaran.
Penaggulangan hipertensi urgensi : 11,12,15
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah
sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan
TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka
dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi
dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan antara lain:
- Nifedipine : 5-10 mg sublingual (onset 5-10 menit), buccal (onset 5 –10
menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara
sublingual/buccal. Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi,
flushing, hoyong.
- Clondine : oral dengan onset 30 – 60 menit, duration of action 8-12 jam.
Dosis : 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek
samping: sedasi,mulut kering. Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd
degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome. Over dosis dapat
diobati dengan tolazoline.
- Captopril: pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat
diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik
oedema, rash, gagal ginjal akut.
- Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam
bila perlu. Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi,
takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP
sebanyak 20 % ataupun TD < 120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine.
Pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan
TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini
jarang sekali terjadi). Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan
30
bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan
timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine
ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas
aman dari MAP. Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi
cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan
pada penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada
pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine
dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit
selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga
kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang
maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.
g. Prognosis
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah
jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), payah jantung
kongestif disertai uremia (48%), infrak miocard (1%), diseksi aorta (1%).
Prognose menjadi lebih baik dengan ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal. Whitworth
melaporkan dari penelitiannya tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94%
dan survival 5 tahun sebesar 75%. Serum creatine merupakan prognostik marker
yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita
dengan kreatinin <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan
penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9%. 5
31
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
BAB IVPENUTUP
Pasien Ny. M, 53 tahun datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan
sejak kemarin pagi, pasien juga mengeluh sesak. Pasien mengeluhkan sakit kepala
di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta semakin memberat saat aktivitas
biasa pada pagi hari. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien pernah
MRS karena stroke sekitar 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sudah sejak lama tetapi jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi obat karena
merasa tidak ada keluhan yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 238/129 mmHg, dan mimik wajah pasien terlihat kesakitan,
didapatkan juga nyeri lepas (tanpa penekanan) pada dada.
Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat
memilih pengobatan yang memadai bagi penderita. Hipertensi emergensi disertai
dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan
organ sasaran/kerusakan minimal. Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan
beberapa faktor : apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi,
mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat, cepatnya TD diturunkan, TD yang
diinginkan dan lama kerja dari obat, Autoregulasi dan perfusi dari organ vital
(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan, faktor klinis lain (obat lain yang
diberikan, status volum), effek sqamping obat. Besarnya penurunan TD umumnya
kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100mmHg.
Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD
dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan
penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ. Drug of
choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside. Nifedipine,
Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.
32
KATA PENGANTAR
1. Longo, Fauci, Kasper, Hausen, Jameson, et al. Harrison’s manual of medicine. International edition. 18th edition. The McGraw-Hills Companies. USA: 2013.
2. JNC 7 Express. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Service. December 2003.
3. Paul E. Marik, MD, FCCP, and Joseph Varon, MD, FCCP. Hypertensive Crises: Challenges and Management. CHEST Postgraduate Education Corner. Contemporary Reviews in Critical Care Medicine: 2007; 131:1949–1962.
4. Joseph Varon, MD, FCCP, and Paul E. Marik, MD, FCCP. The Diagnosis and Management of Hypertensive Crises. CHEST Postgraduate Education Corner. Contemporary Reviews in Critical Care Medicine: 2000; 118:214–227.
5. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis Dan Pengobatan. Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: 2004.
6. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in manual of Cardiovascular Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60.
7. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
8. Angeli.P. Chiese.M,Caregaro,et al,1991. Comparison of sublingual captopril and nifedipine in immediate treatment of hypertensive emergencies, Arch, Intren. Med, 151 : 678-82.
9. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
10. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983: Nifedipine in Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
11. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatment of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 : 1177-83.
12. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45.
13. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
14. Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive Emergencies, ACP Journal Clib, 45.
15. Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.
16. Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William&Elkins, Baltimore, 2273-89.
17. Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty Limited, Australia, 169-75.
33
top related